Anda di halaman 1dari 100

EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JENIS ANGGREK DI

KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM PANANJUNG PANGANDARAN

Laporan Penelitian Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

Taman Wisata Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Jawa Barat

8 – 14 MEI 2016

Disusun oleh :

SEPTIANA HERMAWATI

140410130064

PROGRAM STUDI DEPARTEMENT BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2016
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 2016

Nama : Septiana Hermawati

NPM : 140410130064

Judul : EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JENIS


ANGGREK DI KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM
PANANJUNG PANGANDARAN

Lokasi : Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran, Ciamis Jawa Barat

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal :

Jatinangor, 22 Juni 2016

Menyetujui,

Dosen Pembimbing Laporan Dosen PembimbingLapangan

Drs. Ruly Budiono, MS Drs. Joko Kusmoro, MP.

NIP. 196104071985031001 196008011991011001

Mengetahui,

Ketua Rombongan KKL 2016

Dr. Teguh Husodo, M.Si.,

NIP. 196812131997031001

i
EKSPLORASI DAN IDENTIFIKASI KERAGAMAN JENIS ANGGREK DI

KAWASAN HUTAN CAGAR ALAM PANANJUNG PANGANDARAN

Septiana Hermawati

Pembimbing : Drs. Rully Budiono, MS.

ABSTRAK

Keanekaragaman jenis anggrek di kawasan Hutan Cagar Alam Pangandaran ini

cukup banyak, karena wilayahnya yang teletak di Pantai Selatan Pulau Jawa

dengan letak geografis 108˚30‟-109˚BT dan 7˚30‟-8˚LS. Dengan topografi yang

curam dan berbukit serta kelembaban antara 80-90% faktor pendukung yang baik.

Terdapat 24 spesies anggrek dengan 18 genus, yaitu terdapat 20 jenis anggrek

epifit diantaranya Agrostophyllum tenue, Bulbophyllum sp., Ceratostylis sp.,

Bulbophyllum ovalifolium, Dendrobium rugosum, Eria erecta, Phalaenopsis sp.,

Trichotosia pauciflora, Trichotosia anulata, Taeniophyllum biocelatum,

Bulbophyllum violaceum, Bulbophyllum triflorum, Eria retusa, Thelasis pygmaea,

Phereatia laxiflora, Grammathophyllum speciosum, Thrixspermum sp.,

Cymbidium bicolor, Species A, Species B dan terdapat 4 jenis anggrek teresterial

diantaranya Nervillia discolor, Macodes sp., Spathoglottis plicata, Calanthe

triplicate. Seluruh species dilakukan analisis berdasarkan kekerabatannya dengan

metode NTSYS melalui morfologisnya. Sehingga, diperoleh data jenis yang

menunjukan hubungan kekerabatannya.

Key word: Keanekaragaman Jenis Anggrek, Pangandaran, Orchidaceae, NTSYS.

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya sehingga pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan 2016 dapat berjalan

dengan baik dan lancar serta penulisan Laporan Kuliah Kerja Lapangan 2016 ini

dapat penulis selesaikan denagan baik tepat pada waktunya. Laporan Penelitian

ini dengan judul “ Eksplorasi dan Identifikasi Keragaman Jenis Anggrek Di

Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran ” yang membahas

tentang keanekaan jenis tanaman anggrek dengan menggunakan metode jelajah

dan teknik observasi lapangan.

Semoga Laporan Kuliah Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi penulis

maupun pembacanya. Penulis menyadari karena keterbatasan pengetahuan

maupun pengalaman, sehingga masih banyak kekurangan dalam penulisan

laporan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran yang membangun

dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jatinangor, 22 Juni 2016

Penulis

iii
UCAPAN TERIMA KASIH

Selama kegiatan persiapan, pelaksanaan, serta penulisan laporan ini,

penulis telah dibantu oleh banyak pihak yang telah mendukung kegiatan Kuliah

Kerja Lapangan ini, sehingga kegiatan penelitian ini terlaksana dengan baik. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat serta karunianya sehingga dapat

dimudahkan dan dilancarkan dalam proses Kuliah Kerja Lapangan (KKL)

ini.

2. Muhammad SAW. yang telah memberikan inspirasi dalam penulisan

laporan ini sehingga berjalan baik dan tepat waktu.

3. Drs. Ruly Budiono, MS. sebagai Dosen Pembimbing Laporan Penelitian

yang telah banyak memberi bimbingan dari mulai persiapan, pelaksanaan

kegiatan penelitian, hingga penyusunan laporan ini selesai.

4. Drs. Joko Kusmoro, MP. sebagai dosen pemandu lapangan yang telah

menyempatkan waktu serta membagi ilmunya dalam melaksanakan

penelitian dan penyelesaian laporan penelitian ini.

5. Dr. Teguh Husodo, M.Si., sebagai Ketua Rombongan Kuliah Kerja

Lapangan 2016 yang telah banyak membantu dan memberikan kesempatan

kepada mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan

2016.

iv
6. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Padjadjaran yang telah membantu dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan

2016.

7. Asri Peni Wulandari sebagai Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Padjadjaran yang telah membantu dan memberikan kesempatan kepada

mahasiswa dalam melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016.

8. Dosen-dosen Jurusan Biologi yang telah membantu pelaksanaan Kuliah

Kerja Lapangan 2016.

9. Alm. Papah, Mama dan kakak Firlyanti Nur Alam, Boyke Hartarto, Serta

Alvin Hermawan tercinta atas segala do‟a dan dukungannya baik secara

moril maupun materiil. Alhamdulillah! Together we’re great family.

10. Kang Ona, Fathima, dan Ghita yang telah membantu menemukan anggrek

sekaligus mengeksplore hutan Cagar Alam sampai bisa melihat samudra.

That’s really Amazing!

11. Kang Suroso dan kang Kiki yang telah membantu dalam pengerjaan laporan

dan identifikasi! Kalo ngga ada akang laporan ku pasti mandet hehehe

12. Rekan-rekan Sufistum dan Phanerogamae yang telah banyak membantu dan

peduli. Thanks all!

13. Halimi sebagai ketua pelaksana serta seluruh jajaran panitia inti Kuliah

Kerja Lapangan 2016 atas semangat dan kerja kerasnya dalam kegiatan ini.

KKL JUARA!

14. Ramdhan Koordinator angkatan yang selalu menghibur tak kenal lelah dan

selalu ada buat para meerkat. Thanks tooor we proud of yoo so much!

v
15. Rekan-rekan “Metamorf” atas kerja samanya yang sangat luar biasa dalam

Kuliah Kerja Lapangan 2016 ini. we’re Solid!

16. Seta, Muthi, Aul, Mine dan seluruh lantai C terimakasih untuk waktu

seminggunya! Impress!

17. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas semua

dukungan moril dan materiil dalam kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016.

Thanks full!

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………. i

ABSTRAK…………………………………………………………… ii

KATA PENGANTAR………………………………………………. iii

UCAPAN TERIMA KASIH………………………………………… iv

DAFTAR ISI………………………………………………………….. vi

DAFTAR GAMBAR…………………………………………………. xi

DAFTAR TABEL…………………………………………………….. xii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………. xiv

BAB I PENDAHULUAN…………………………………….. 1

1.1 Latar Belakang………………………………………….. 1

1.2 Identifikasi Masalah…………………………………….. 4

1.3 Maksud dan Tujuan…………………………………….. 5

1.4 Kegunaan Penelitian……………………………………. 5

1.5 Metodologi Penelitian…………………………………... 6

1.6 Waktu dan Lokasi Penelitian…………………………… 6

vii
BAB II TINJAUAN LOKASI………………………………….. 7

2.1 Tinjauan Umum Lokasi…………………………………. 7

2.1.1 Sejarah Pekembangan Kawasan……………….... 7

2.1.2 Keadaan Fisik Kawasan………………………… 8

2.1.3 Potensi Kawasan………………………………… 9

a. Flora……………………………………... 9

b. Fauna…………………………………….. 9

c. Objek Kawasan…………………………... 10

2.2 Tinjauan Khusus Lokasi………………………………….. 10

2.2.1 Hutan Wisata……………………………………... 10

2.2.2 Hutan Sekunder…………………………………... 11

2.2.3 Hutan Dataran Rendah………………………….... 11

2.3 Peta Jalur Perjalanan……………………………………… 12

BAB III TINJAUAN PUSTAKA…………………………………… 13

3.1 Sejarah Anggek………………………………………….. 13

3.2 Deskripsi Jenis Anggrek..………………………………... 14

3.3 Karakteristik Anggrek…………………………………… 15

3.4 Klasifikasi Anggrek..…………………………………….. 16

viii
3.5 Habitat Anggek…...……………………………………… 17

3.6 Faktor Biotik dan Fisik………………………………… 21

3.7 Manfaat Anggrek………………………………………… 25

BAB IV METODE PENELITIAN……………………………… 26

4.1 Alat dan Bahan…………………………………………... 26

4.2 Metode Pengumpulan Data……………………………… 28

4.2.1 Eksplorasi………………………………………... 29

4.2.2 Identifikasi……………………………………….. 30

4.2.3 Koleksi…….……………………………………... 31

a. Herbarium Basah………………………………… 31

b. Herbarium Kering………………………………... 32

4.2.4 Mounting………………………………………… 33

4.3 Analisis Data…………………………………………….. 34

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. 35

5.1 Hasil Penelitian……………………………………….... 35

5.1.1 Jenis-Jenis Anggrek…………………………….. 35

5.1.2 Pertelaan Jenis-Jenis Anggrek…………………. 38

x
5.2 Pembahasan……………………………………………… 54

5.3 Analisis Data……………………………………………. 60

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN………………………. 64

6.1 Kesimpulan……………………………………………. 64

6.2 Saran…………………………………………………… 66

6.2.1 Saran Umum…………………………………… 66

6.2.2 Saran Khusus………………………………….. 66

BIBLIOGRAF………………………………………………………… xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 5.1. Nervilia discolor ....………………………………………. 38

Gambar 5.2. Macodes sp………….………………………...……..… 38

Gambar 5.3. Agrostophyllum tenue………….……………….…...… 39

Gambar 5.4. Bulbophyllum violaceum………….………..……...….. 39

Gambar 5.5. Ceratostylis………………………………………...….. 40

Gambar 5.6. Taeniophyllum biocelatum………….………………… 40

Gambar 5.7. Trichotosia annulata……………………...………….. 41

Gamabr 5.8. Spathoglottis sp………….………..………………….. 41

Gambar 5.9. Bulbophyllum ovalifolium….……………………........ 42

Gambar 5.10. Thelasis pygmaea (Grift.) Lindl………….………..… 43

Gambar 5.11. Bulbophyllum triflorum………………………..…..… 44

Gambar 5.12. Eria retusa………….……………………………...… 44

Gambar 5.13. Calanthe triplicate……………………….……..…… 45

Gambar 5.14. Trichotosia pauciflora……………………………… 46

Gambar 5.15. Bulbophylllum sp………….………………………… 46

xi
Gamabr 5.16. Phreatia laxiflora………….……………………………. 47

Gambar 5.17. Grammatophyllum speciosum…..….………..………… 48

Gambar 5.18. Eria erecta………….………….……………………… 48

Gambar 5.19. Cymbidium bicolor Lindl……………..………………. 49

Gambar 5.20. Thrixspermum sp………..…………………………….. 50

Gambar 5.21. Dendrobium rugosum……….……………………….... 50

Gambar 5.22. Phalaenopsis sp……….……………………...……….. 51

Gambar 5.23. Species A…………...………………………..………… 52

Gambar 5.24. Species B……………………………..……………….. 52

Gambar 5.3.1 Bagan Silsilah Jenis Anggrek………………………. 62

xii
DAFTAR TABEL

Tabel 4.1.1 Alat dan Bahan Penelitian………….……………….…. 29

Tabel 5.1.1. Jenis-Jenis Anggrek di Hutan CA………….……...…... 35

Tabel 5.1.2. Jenis-Jenis Anggrek di Hutan CA………….…...……... 37

Tabel 5.1.4. Data Fisik Kawasan Hutan CA………….………..……. 53

Tabel 5.3.1. Perbandingan Penampakan Morfologis…...….……….. 60

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I ……………………………………………………… xviii

Lampiran 1.1 Output Hasil Analisis Dengan Dendrogram……… xix

LAMPIRAN II………….……………….………………………… xxii

Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan………….………..…………….. xxiii

LAMPIRAN III…………………………………………………… xxvii

Foto Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan…………………………… xxviii

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hutan belantara Indonesia menyimpan kekayaan spesies anggrek yang

sangat beragam. Pakar anggrek menganggap bahwa Indonesia merupakan negara

dengan spesies anggrek paling kaya di dunia, bukan hanya dalam jumlah genus,

namun juga dalam hal spesies dengan varietas dan tipe-tipenya. Berbagai sumber

menyatakan bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman anggrek alam kurang

lebih 5000 spesies. Menurut Comber (1990), dari jumlah tersebut kurang lebih

731 jenis terdapat di Pulau Jawa, dan 642 jenis terdapat di Jawa Barat dengan

keanekaragaman jenis anggrek tertinggi terdapat pada ketinggian 500 – 2000 m

dpl.

Akan tetapi, tipe dan keberadaan suatu vegetasi ada kalanya dapat menjadi

faktor pembatas persebaran jenis-jenis anggrek. Seperti halnya kelompok

tumbuhan tinggi lainnya. Anggrek lebih banyak tumbuh di daerah tropik dan

dengan persebaran yang tidak seragam. Beberapa jenis diketahui mampu tumbuh

dan berkembang pada daerah dataran rendah sampai ke daerah dataran tinggi.

Cagar Alam Pananjung Pangandaran merupakan semenanjung kecil yang terletak

di Pantai Selatan Pulau Jawa, tepatnya pada Kabupaten Ciamis. Kawasan ini

memiliki luas keseluruhan 530 ha yang sebagian besar (80%) terdiri dari hutan

1
sekunder tua. Secara geografis, posisinya terletak pada 108˚30‟-109˚BT dan

7˚30‟-8˚LS. Ketinggian mulai dari 75-148 m dengan topografi yang landau dan

berbukit serta kelembaban antara 80-90%. Interaksi dari berbagai kondisi alam

tersebut merupakan faktor pendukung yang cukup baik bagi kehidupan biotanya,

salah satunya untuk family Orchidaceae (Disperbud jabar, 2013).

Terdapat sekitar 25.000 jenis anggrek yang telah dideskripsikan

(Schuttleworth et al., 1970). Sebagian besar keanekaragamannya terpusat di

kawasan tropis dan subtropis. Menurut Yahman (2009), Anggrek memiliki dua

manfaat yaitu secara ekologi dan ekonomi, manfaat secara ekologi anggrek epifit

menyediakan habitat utama bagi hewan tertentu seperti semut dan rayap,

sedangkan anggrek terestial yaitu sebagai salah satu tumbuhan penutup lantai

hutan yang menjaga kelembaban tanah. Secara ekonomi, anggrek dimanfaatkan

masyarakat sebagai tanaman hias karena bentuk bunganya yang memikat.

Anggrek mempunyai biji yang berukuran sangat kecil dan berbentuk pipih

serta ringan sehingga memungkinkan untuk terpencar melalui berbagai agen

pemencar (Dressler, 1981). Angin merupakan salah satu agen pemencar yang

dapat memencarkan biji-biji anggrek dalam jarak cukup jauh. Air juga dilaporkan

sebagai agen pemencar biji anggrek, seperti yang terjadi pada jenis Epipactis

gigantea (Arditti, 1992).

Bunga anggrek tersusun majemuk dan mempunyai karakteristik yang khas

yang membedakan dari anggota suku yang lain, seperti tangkai pada bunga

anggrek yang berlekuk-lekuk mengikuti cahaya matahari, selain itu anggrek

memiliki tiga sepal (kelopak bunga), satu di antaranya terletak di bagian belakang

2
yang menghadap ke atas yang dinamakan sepal dorsal. Anggrek juga memiliki

tiga petal (mahkota bunga) yang letaknya berselang-seling dengan kelopak bunga.

Satu helai petal terletak di bawah berbentuk mirip dengan lidah sehingga disebut

labellum (bibir bunga) (Indarto, 2011).

Agar keberadaan jenis-jenis anggrek di suatu wilayah dapat diketahui

dengan baik, diperlukan suatu penelitian berupa eksplorasi dan inventarisasi.

Eksplorasi bertujuan untuk mengambil contoh tanaman yang mempunyai nilai

ekonomi dan nilai ilmu pengetahuan yang penting, sedangkan inventarisasi

bertujuan untuk mendata keragaman jenis tanaman di suatu kawasan, sehingga

apabila nantinya kawasan tersebut mengalami perubahan ekosistem, sudah

tersedia data keragaman floranya (Mujahidin, 2002).

Keberadaan anggrek di Cagar Alam Pananjung Pangandaran masih belum

banyak diketahui jenis-jenisnya. Jenis anggrek di Cagar Alam Pananjung

Pangandaran sudah pernah dieksplorasi, namun belum banyak diketahui oleh

masyarakat umum tentang keindahan serta manfaatnya secara khusus. Karena

keterbatasan informasi tentang jenis anggrek di kawasan Hutan Cagar Alam

Pananjung Pangandaran menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan eksplorasi

terkait konservasi di kawasan ini. Lokasi yang dijadikan objek penelitian yaitu

kawasan Hutan Cagar Alam tepatnya di Hutan sekunder Nanggorak-Batumeja,

Cikamal-Badeto sampai Hutan Dataran Rendah Pasir Pugag-Tadah Angin.

Keberadaan anggrek seringkali terancam kepunahannya baik dikarenakan oleh

kerusakan alam maupun eksploitasi jenis anggrek secara berlebihan tanpa

mempertimbangkan kelestariannya. Sehingga, perlu adanya pengetahuan tentang

3
keanekaragaman anggrek agar dapat menjadi dasar konservasi di suatu kawasan

khususnya Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran. Hasil dari kegiatan ini

akan menambah informasi bagi pengurus BBKSDA dan masyarakat umum

tentang kelestarian keragaman anggrek keseluruhan di Hutan Cagar Alam

Pananjung Pangandaran.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka didapat identifikasi masalah

sebagai berikut :

1. Apa saja jenis tanaman anggrek yang ada di Kawasan Hutan Pananjung

Pangandaran.

2. Bagaimanakah kondisi fisik dari jenis tanaman anggrek yang tumbuh di

Kawasan Hutan Pananjung Pangandaran.

3. Bagaimankah penampakan morfologis jenis anggrek di Kawasan Hutan

Pananjung Pangandaran.

1.3 Maksud dan Tujuan

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui keanekaragaman jenis

tanaman anggrek yang terdapat pada Kawasan Hutan Pananjung Pangandaran.

4
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah

mengumpulkan data tanaman anggrek serta mengetahui pkondisi habitat

tumbuhnya jenis anggrek pada Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung

Pangandaran.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

keanekaragaman jenis tanaman anggrek yang ada di Kawasan Hutan Cagar Alam

Pananjung Pangandaran. Selain itu, diharapkan agar dapat menjadi landasan untuk

memberikan informasi bagi lembaga pengelola Taman Wisata Cagar Alam

Pananjung Pangandaran mengenai kondisi habitat jenis tanaman anggrek di

Kawasan Hutan Cagar Alam.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif dengan

pendekatan kuantitatif. Penelitian ini dilakukan dengan metode jelajah dan teknik

observasi lapangan secara sampling. Pengambilan sample jenis tanaman anggrek

dilakukan di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran baik anggrek

epifit maupun terrestrial dengan survey dibeberapa lokasi pengamatan. Data yang

5
diperoleh dari beberapa kriteria yang dikumpulkan meliputi : Nama anggrek

(lokal dan latin), Jenis anggek, ketinggian (altitude), habitat anggrek, morfologi

anggrek, dan manfaat anggrek. Keanekaragaman jenis tanaman anggrek dapat

diidentifikasi dengan buku petunjuk lapangan (field guide). Identifikasi dilakukan

dengan deskripsi, penamaan, penggolongan specimen. Dilanjutkan dengan

membuat koleksi herbarium dan terakhir mounting.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Pengambilan sampel tanaman anggrek dilakukan di Kawasan

Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran tepatnya di Padang Cikamal dan

Badeto, Hutan Dataran Rendah Pasir Pugag dan Tadah Angin, Hutan Sekunder

Nanggorak-Batumeja. Dilanjutkan dengan penyelesaian identifikasi herbarium di

ruang herbarium Gedung D2 Departement Biologi-UNPAD, Jatinangor.

Waktu Pengambilan sampel dilakukan pada tanggal 9-11 Mei 2016 pukul

07.00-18.00 WIB. Identifikasi keanekaragaman jenis tanaman anggrek dilakukan

pada tanggal 16-20 Mei 2016.

6
BAB II

TINJAUAN LOKASI

2.1 Tinjauan Umum Lokasi

2.1.1 Sejarah Perkembangan Kawasan

Cagar Alam Pananjung Pangandaran pada awalnya merupakan kawasan

lading penduduk sekitar yang kemudian diusulkn menjadi daerah perburuan pada

tahun 1921 oleh Y. Eicken. Berkaitan dengan usulan tersebut, dimasukkan

beberapa faktor ekor binatang, yaitu : seekor banteng, tiga ekor sapi, dan rusia

india.

Pada tahun 1934, kawasan Pnanjung Pangandaran ditetapkan sebagai

Suaka Margasatwa (Wild Reservaat) dengan surat keputusan No. 669 yang

dikeluarkan oleh Directour Van Scomishe Zoken, dan diperkuat kemudia oleh

surat Menteri Pertanian No. 34/KMP/1961 yang menyatakan kawasan Pananjung

Pangandaran sebagai Cagar Alam. Pengubahan menjadi Cagar Ala mini adalah

sebagai akibst ditemukannya tumbuhan langka Rafflesia fatma.

Selanjutnya, untuk memnuhi kebutuhan masyarakat akan tempat rekreasi

alam terbuka, maka berdasarkan SK Mentri Pertanian No. 170/KPTS/UM/1978

kawasan Pananjung Pangandaran diubah fungsi dan statusnya menjadi Hutan

Wisata seluas 37,7 ha dengan sisanya seluas 492,30 tetap sebagai Cagar Alam

7
2.1.2 Keadaan Fisik Kawasan

Topografi kawasan ini mulai dari landai sampai berbukit kecil dengan

ketinggian tempat rata-rata 100 meter di atas permukaan laut. Menurut klasifikasi

Schmidt dan Ferguson, CA dan TWA Pangandaran termasuk tipe iklim B dengan

curah hujan rata-rata per tahun 3.196 mm, suhu udara antara 80-90% (Disperbud

Jabar, 2013).

CA dan TWA Pananjung Pangandaran mempu memberikan beberapa

fungsi kepada masyarakat umum, baik untuk kepentingan umum, ilmu

pengetahuan, penelitian dan pendidikan. Kawasan ini merupakan laboratorium

alam, dimana proses kehidupan alamnya tidak begitu terganggu. Satwa liar,

biota laut dan vegetasinya sangat menarik serta memungkinkan dilakukan

aktifitas wisata alam yang menarik (Disperbud Jabar, 2013).

Untuk fungsi rekreasi, para pengunjung akan tersentuk langsung oleh

suasana alam di dalam kawasan. Satwa liar, goa-goa alam, pantai pasir putih dan

taman laut serta pemandangan yang indah merupakan obyek wisata yang dapat

dinikmati dan diresapi sebagai suatu lingkungan alam yang serasi dan sebagai

karunia Tuhan kepada manusia yang harus dilestarikan. Kegiatan wisata alam

yang dapat dilakukan Di taman laut kita bisa berenang/snorkeling, disini bisa

dinikmati dan mengamati bagaimana kehidupan dalam lingkungan terumbu

karang. Selain itu wisatawan juga bisa mengamati kehidupan satwa liar daratnya

(Disperbud Jabar, 2013).

8
Sarana dan prasarana yang tersedia, antara lain : pintu gerbang, loket

karcis, tempat parkir, pesanggarahan, pusat informasi, kantin, mushola, jalan

setapak, kopel dan shelter (Disperbud Jabar, 2013).

2.1.3 Potensi Kawasan

a. Flora

Flora yang terdapat sekitar 80% merupakan vegetasi hutan sekunder tua

dan sisanya adalah hutan primer. Pohon-pohon yang dominant antara lain Laban

(Vitex pubescens), Kisegel (Dilenia excelsea), dan Marong (Cratoxylon

formosum). Selain itu banyak juga terdapat jenis-jenis pohon seperti : Reungas

(Buchanania arborencens), Kondang (Ficus variegata), teureup (Artocarpus

elsatica) dan lain-lain. Dari formasi Baringtonia terdiri dari Nyamplung

(Callophylum inophylum), Waru laut (Hibiscus tiliaceus), Ketapang (Terminalia

cattapa), dan Butun (Baringtonia aistica). Di dataran rendahnya terdapat hutan

tanaman yang merupakan tanaman exotica, yaitu yang terdiri dari tanaman jati

(Tectona grandis), Mahoni (Swietenia mahagoni) dan Komis (Acacia

auriculirformis) (Disperbud Jabar, 2013).

b. Fauna

Satwa liar yang terdapat diantaranya adalah : Banteng (Bos sondaicus),

Kijang (Muntiacus muntjak), Tando (Cynocephalus variegatus), Kalong

9
(Pteroptus vampyrus), Kera abu-abu (Macaca fascicularis), Lutung

(Trcyphithecus auratus), Kangkareng (Anthracoceros convexus), Rangkong

(Bucerosrhinoceros), dan Ayam hutan (Gallus gallus) (Disperbud Jabar, 2013).

c. Objek Kawasan

Kawasan Pananjung Pangandaran terdapat bebrapa situs wisata yang

cukup menarik, diantaranya : Gua-gua alam yang didalamnya terdapat susunan

stalagmit dan stalagtit (Gua Lanang, Gua Panggung, dan Gua Sumur Mudal),

Benteng Pertahanan Jepang yang berupa parit-parit peninggalan zaman Jepang.

Batu Kalde yang merupakan batu menyerupai sapi jantan dan lima buah makam

kuno yang dipercayai sebagai makam pahlawan Kerajaan yang berkuasa pada

zaman dahulu, serta Cirengganis yang merupakan bagian sungai yang muncul

dalam gua sehingga menyerupai mata air dan dianggap keramat bagi penduduk

sekitar.

2.2 Tinajuan Khusus Lokasi

2.2.1 Hutan Wisata

Hutan wisata terletak pada bagian utara kawasan Pananjung Pangandaran

dan merupakan daerah relatif datar yang didominasi oleh tanaman produksi

seperti Mahoni (Swietenia mahogani) dan Jati (Tectona grandis). Selain itu,

terdapat beberapa jenis Palmae di daerah perbatasan antara Hutan Wisata dan

Cagar Alam, yaitu rotan dan salak. Pada kawasan ini terdapat situs-situs wisata

10
yang banyak sekali dikunjungi sehingga kondisi ekologisnya terganggu. Pada

kawasan ini pula, sungai Cikamal dan Cirengganis bermuara.

2.2.2 Hutan Sekunder

Hutan Sekunder yang dijelajahi adalah hutan yang terletak diantara

Nanggorak dan Batumeja. Daerah ini berada pada ketinggian yang cukup

bervariasi, dengan daerah yang menurun dan menanjak curam disisi sungai.

Dikelilingi pohon yang tinggi dengan kanopi yang rapat. Beberapa pohon yang

mengelilingi daerah ini, diantaranya : Cratoxylon formaosum (Marong),

Arthocarpus elastic (Benda), Dillenia exelsa (Ki Segel), dan Corypha gebangga

(Gebang).

2.2.3 Hutan Dataran Rendah

Kawasan Hutan Dataran Rendah yang dijelajahi adalah hutan di Pasir

Pugag dan Tadah Angin yang memiliki tingkat kecuraman cukup dan licin. Pasir

Pugag terletak diantara Padang Cikamal dan Badeto yang banyak ditumbuhi

semak maupun tumbuhan yang berpotensi sebagai tanaman hias, seperti Ixora

paludosa (Soka) dan beberapa Herbaceous. Selain itu, terdapat cukup banyak

pohon Manggis.

11
2.3 Peta Jalur Perjalan

Keterangan :

: Jenis anggrek yang ditemukan dapat teridentifikasi

: Jenis anggrek yang ditemukan tidak teridentifikasi

12
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Sejarah Anggrek

Pada tahun 1928, biji anggrek berhasil ditumbuhkan melalui kultur in

vitro oleh R.E. Holtum dengan menggunakan formula Knudson. Hasil persilangan

Holtum yang pertama kali berbunga adalah hibrida Spathoglottis. Sejak tahun

1970-an, beberapa spesies yang tumbuh di Malaysia seperti Spathoglottis affinis,

S. aurea, S. graculis, S. hardingiana, S. microchilina, dan S. plicata mulai banyak

dibudidayakan di Singapura (Gunadi, 1986).

Indonesia memiliki kurang lebih 5.000 spesies anggrek dari 20.000 sampai

30.000 spesies yang berasal dari 700-an genera yang tersebar diseluruh dunia.

Terdapat sekitar 25.000 jenis anggrek yang telah dideskripsikan Schuttleworth

(Djuita, 2004). Sebanyak 1.327 jenis tumbuh di pulau Jawa dan selebihnya

tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya, dan pulau lainnya

(Nurmaryam, 2011).

Anggrek spesies atau anggrek alam adalah anggrek yang dapat ditemukan

di alam dan sama sekali belum disilangkan dengan tanaman anggrek lainnya,

anggrek alam ini dapat ditemukan di kawasan hutan, topografi ataupun vegetasi-

vegetasi lain. Meskipun masih berupa anggrek yang belum disilangkan anggrek

14
alam masih memiliki bentuk dan warna yang indah serta menarik

(Kartohadiprodjo, 2009).

Jenis-jenis anggrek telah lama dikenal oleh masyarakat baik dibelahan

Eropa maupun Afrika dan Australia. Catatan pertama yang ditemukan mengenai

anggrek didapat dari sebuah buku kuno peninggalan Cina yang berisi syair lagu-

lagu. Bahkan pada masa itu, saat sistem dinasti masih berlaku, di Cina telah dibuat

pembukuan botani yang didalamnya mancakup dua jenis spesies anggrek, yaitu

Luisia dan Dendrobium (Arditi, 1992).

3.2 Deskripsi Jenis Anggrek

Anggrek merupakan salah satu tumbuhan berbiji dari famili Orchidaceae

yang banyak diminati karena bentuk dan warna bunganya menarik sehingga dapat

digunakan sebagai bahan baku industri bunga potong, tanaman pot atau hiasan

taman. Anggrek dapat dijumpai hampir disetiap tempat di dunia, kecuali Antartika

dan padang pasir. Tanaman anggrek yang sedemikian banyak jumlahnya, secara

morfologi hampir sama, hanya lingkungan hidupnya saja yang berbeda,

tergantung habitat asalnya (Gunawan, 2007).

Berdasarkan tempat tumbuhnya, anggrek digolongkan menjadi anggrek

epifit dan anggrek terresterial. Anggrek epifit merupakan anggrek yang

tumbuhnya menempel pada tumbuhan lain, namun tidak merugikan tumbuhan

yang ditumpanginya contohnya genus Dendrobium, Bulbophyllum, dan


Coelogyne sedangkan anggrek terresterial adalah anggrek yang tumbuhnya di

tanah, contohnya genus Spathoglottis, Calanthe, dan Paphiope-dilum (Soetopo,

2009).

3.3 Karakteristik Anggrek

Tumbuhan anggrek secara alami hidup menempel di pepohonan dan dahan

pohon. Pohon merupakan kebutuhan yang paling mendasar untuk kehidupan

anggrek. Pohon inang adalah salah satu kebutuhan mendasar untuk mendapatkan

cahaya dan sirkulasi udara yang baik bagi anggrek. Sebagian anggrek sangat peka

terhadap ketinggian tempat, dikarenakan perbedaan ketinggian tempat berarti

perbedaan suhu udara. Salah satu perbedaan cara hidup tumbuhan epifit dan

terrestrial adalah dalam hal kebutuhan cahaya matahari. Jenis yang membutuhkan

banyak cahaya akan tumbuh sebagai jenis epifit (Priandana, 2007).

Secara umum lingkungan dibagi menjadi faktor-faktor yang bersifat fisik

dan biologis. Faktor fisik atau abiotik, yaitu faktor-faktor lingkungan yang bersifat

non biologis seperti iklim (curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, intensitas

cahaya), tanah dan kondisi fisiografi lingkungan. Faktor yang bersifat biologis

atau biotik, yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme lain contoh

tumbuhan lain, satwa maupun manusia. Tumbuhan dapat tumbuh dengan berhasil

bila lingkungan mampu menyediakan berbagai keperluan untuk pertumbuhan

sesama daur hidupnya. Oleh karena sifat lingkungan tidak hanya bergantung pada

15
kondisi fisik dan kimia tetapi juga karena kehadiran organisme lain faktor yang

berperan dapat dibagi menjadi tiga kelompok utama, yakni iklim, tanah dan biotik

(Parinding, 2007).

3.4 Klasifikasi Anggrek

Klasifikasi pertama dilakukan oleh Carolus Linneous untuk 8 genus yang

terdiri dari 69 spesies dan dilanjutkan kembali dalam bukunya Species Plantarum

edisi kedua. Pada buku tersebut, ia telah berhasil mengklasifikasikan 102 spesies

yang tercatat sebagai Vanilla, Cymbidium, Arachnis, Luisia, Phalaenopsis,

Oncidium, Rhynchostylis, dan masih banyak lagi. Lindley sebagai „Bapak

Anggrek‟ juga mengklasifikasikan family Orchidaceae menjadi beberapa

kelompok yang terdiri dari 7 subfamili yaitu Cypripediceae, Ophirydae,

Arethuseae, Neottieae, Malaxideae, Epidendreae, dan Vandieae. Sistem yang

dibuat ini merupakan sistem alam yang pertama digunakan secara luas di Inggris

dan Amerika, antara lain juga karena merupakan sistem klasifikasi alam yang

paling komprehensif yang ditulis dalam Bahasa Inggris (Tjitrosoepomo, 1993).

Klasifikasi terakhir, setelah sempat mengalami 10 kali pergantian selama

beberapa abad, diklasifikasikan menurut (Dressler, 1981). Ia mengelompokan

anggrek kedalam 6 subfamili, sebelum direvisinya kembali pada tahun 1990 yang

menyisakan 5 subfamili, yaitu:

1. Apotasioideae merupakan anggrek yang paling rendah (primitif).

16
2. Cypripedioideae, memiliki dua anther yang tidak membentuk pollen

melainkan sejenis sekresi lender.

3. Spiranthoideae, memiliki stamen tunggal (monandrus).

4. Orchidoideae, anther melekat pada columna (tangkai sari dan tangkai

putik yang bersatu), membentuk pollinia.

5. Epidendroideae, kebanyakan bersifat fakultatif epifit, pollina berlilin.

3.5 Habitus Anggrek

Secara morfologi tanaman anggrek terdiri dari beberapa bagian sebagai

berikut :

Akar

Akar anggrek berbentuk silindris, berdaging, lunak dan mudah patah.

Bagian ujung akar meruncing, licin dan sedikit lengket. Dalam keadaan kering,

akar tampak berwarna putih keperak-perakan dan hanya bagian ujung akar saja

berwarna hijau atau tampak agak keunguan. Akar yang sudah tua akan berwarna

coklat tua dan kering. Akar anggrek berfilamen, yaitu lapisan luar yang terdiri dari

beberapa lapis sel berongga dan transparan, serta merupakan lapisan pelindung

pada sistem saluran akar (Latif, 1960).

17
6. Menurut Darmono, (2008), filamen ini berfungsi melindungi akar dari

kehilangan air selama proses transpirasi dan evaporasi, menyerap air,

melindungi

a. Tipe Monopodial

Anggrek tipe monopodial mempunyai batang utama dengan pertumbuhan

tidak terbatas. Bentuk batangnya ramping tidak berumbi. Tangkai bunga keluar di

antara dua ketiak daun, contohnya genus Vanda, Aranthera dan Phalaenopsis.

Daun

Bentuk daun anggrek terdiri dari bermacam-macam bentuk, ada yang bulat

telur (Renanthera coccinea),bulat telur terbalik, artinya bagian daun yang bagian

atas lebar dan bagian pangkal kurang lebar, memanjang bagai pita atau serupa

daun tebu. Daun jenis Coelogyne dan Spathoglottis mendekati bentuk daun

kunyit, sedangkan daun genus Dendrobium dan Phalaenopsis berbentuk bulat

memanjang (Latif, 1972).

18
Tebal daun beragam, dari tipis sampai berdaging dan kaku, permukaannya

rata. Daun tidak bertangkai, sepenuhnya duduk pada batang. Bagian tepi tidak

bergerigi (rata) dengan ujung daun terbelah. Tulang daun sejajar dengan tepi daun

dan berakhir di ujung daun. Susunan daun berseling-seling atau berhadapan.

Warna daun anggrek hijau muda atau hijau tua, kekuningan dan ada pula yang

bercak-bercak. Anggrek daun memiliki daun atau tulang daun yang berwarna dan

disanalah terletak keindahan jenis-jenis anggrek daun itu (Latif, 1960).

Bunga

Bunga anggrek tersusun dalam karangan bunga. Jumlah kuntum bunga

pada satu karangan dapat terdiri dari satu sampai banyak kuntum. Karangan bunga

pada beberapa spesies letaknya terminal, sedangkan pada sebagian besar letaknya

aksilar (Latif, 1972).

Bunga anggrek memiliki beberapa bagian utama yaitu sepal (daun

kelopak), petal (daun mahkota), stamen (benang sari), pistil (putik) dan ovarium

(bakal buah). Sepal anggrek berjumlah tiga buah. Sepal bagian atas disebut sepal

dorsal, sedangkan dua lainnya disebut sepal lateral. Anggrek memiliki tiga buah

petal, petal pertama dan kedua letaknya berseling dengan sepal. Petal ketiga

mengalami modifikasi menjadi labellum (bibir) seperti yang diperlihatkan pada

Gambar 2 di bawah ini. Pada labellum terdapat gumpalan-gumpalan yang

mengandung protein, minyak dan zat pewangi. Warna bunga tananam anggrek

sangat bervariasi dan berfungsi untuk menarik serangga hinggap pada bunga

untuk mengadakan polinasi (penyerbukan). Berdasarkan beberapa laporan, lebah

20
madu merupakan serangga pollinator yang umum pada tanaman anggrek

(Sumartono, 1981).

Gambar 2.2 Bagian-bagian Bunga Anggrek

(Sumber : Priandana, 2007


Biji

a. membutuhnkan naungan dari cahaya matahari. Contoh: Phalaenopsis sp.

(anggrek bulan), Dendrobium sp dan Cattleya sp.

b. Anggrek Terestial, anggrek yang hidup/tumbuh di tanah dan

membutuhkan cahaya matahari langsung. Contoh: Renanthera sp, Aerides

sp, Rynchostylis sp, Vanda sp, dan Arachnis sp (Anggrek

Kalajengking/Ketonggeng atau anggrek laba laba).

c. Anggrek Litofit, anggrek yang hidup dibatu-batuan serta tahan terhadap

cahaya matahari penuh dan hembusan angin kencang. Contoh: Cytopdium

sp, Paphiopedilum sp dan Dendrobium phalaenopsis.

d. Anggrek Saprofit, anggrek yang tumbuh pada media yang mengandung

humus atau kompos juga daun-daun kering serta membutuhkan sedikit

cahaya matahari. Contoh: Calanthe sp, Goodyera sp.

3.6 Faktor Biotik dan Fisik

Menurut Solvia (2005) bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi

pertumbuhan anggrek dibagi berdasarkan faktor biotik dan fisik, antara lain :

a. Biotik

1). Serangga

Manfaat serangga antara lain sebagai penyerbuk (pollinator) untuk

semua jenis tanaman. Serangga juga berperan sebagai organisme

22
perombak (dekomposer) yang mendegradasi kayu yang tumbang, ranting,

daun yang jatuh, hewan yang mati dan sisa kotoran hewan. Jenis-jenis

seperti rayap, semut, kumbang, kecoa hutan dan lalat akan merombak

bahan organik menjadi bahan anorganik yang berfungsi untuk regenerasi

dan penyubur tanaman. Serangga juga berperan sebagai pengendali

fitofagus (serangga hama bagi tanaman), sehingga tercipta keseimbangan

alam yang permanen di dalam ekosistem hutan.

2). Pohon Inang

Pohon inang adalah salah satu kebutuhan mendasar untuk

mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang baik bagi anggrek. Anggrek

epifit umumnya tumbuh pada pangkal percabangan atau ranting-ranting

dan pada pokok pohon hutan, pada bagian hidup atau mati dari pohon-

pohon hutan (Priandana, 2007).

Epifit merupakan semua tumbuhan yang menempel dan tumbuh

pada tumbuhan lain untuk mendapat sinar matahari dan air. Epifit tidak

bergantung pada bahan makanan yang berasal dari tumbuhan yang

ditempeli, karena untuk mendapatkan unsur hara dari mineral-mineral

yang terbawa oleh udara, air hujan, atau aliran batang dan cabang
tumbuhan lain. Epifit mampu melakukan proses fotosintesis untuk

pertumbuhan dirinya, sehingga bukan merupakan parasit. Keberadaan

epifit tersebut sangat penting dalam ekosistem tumbuhan karena

kadangkala tumbuhan epifit mampu menyediakan tempat tumbuh bagi

semut-semut pohon (Indriyanto, 2006).

3). Pengaruh Manusia

Anggrek memiliki manfaat utama anggrek sebagai tanaman hias

karena bunga anggrek memiliki keindahan bentuk dan warnanya. Selain

itu anggrek bermanfaat sebagai ramuan obat-obatan, bahan campuran

minyak wangi atau minyak rambut sehingga banyak masyarakat yang

mengambil anggrek untuk keperluannya.

3 Fisik

1). Ketinggian Tempat

Ketinggian tempat merupakan faktor utama yang menentukan

keberhasilan pertumbuhan tanaman anggrek. Selain itu faktor lingkungan

seperti suhu, cahaya matahari dan kelembaban juga sangat mempengaruhi

pertumbuhan tanaman anggrek. Ketinggian tempat untuk setiap jenis

anggrek tidak sama, beberapa anggrek dapat tumbuh baik di daerah

dataran tinggi, tetapi jenis yang lain akan tumbuh dan berkembang subur

23
di dataran rendah, tetapi ada beberapa jenis anggrek yang dapat tumbuh

dan berbunga di daerah dataran rendah sampai medium.

Tanaman anggrek dapat dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan

ketinggian tempat untuk tumbuh optimal, yaitu :

a) . Anggrek yang tumbuh optimal di dataran rendah (0-500 m dpl).

Contoh: Dendrobium sp, Vanda sp, Arachnis sp.

b) . Anggrek yang menyukai ketinggian 500-700 m dpl. Contoh:

Phalaenopsis sp, Oncidium sp, Dendrobium sp.

c) . Anggrek yang hidup optimal di ketinggian > 700 m dpl. Contoh:

Paphiopedilum sp, Cymbidium sp, Cattleya sp, Phaleonopsis sp.

2) Suhu Udara

Kebutuhan suhu untuk setiap jenis anggrek tertentu juga berbeda.

Suhu udara sangat mempengaruhi proses metabolisme tanaman. Suhu

yang tinggi menyebabkan proses metabolisme berlangsung cepat,

sebaliknya pada suhu yang rendah proses metabolisme terjadi sangat

lambat.

Tanaman anggrek dibagi kedalam 3 golongan berdasarkan

kebutuhan suhu Sessler (1978), yaitu :

a). Anggrek tipe dingin, membutuhkan suhu 130 - 180C pada malam

hari dan suhu siang hari antara 180 - 210C (Cymbidium,

Phalaenopsis).

24
b). Anggrek tipe sedang, suhu malam hari 180 - 200 C dan siang hari

270 - 290C (Dendrobium, Cattleya, Oncidium).

c) . Anggrek tipe hangat, suhu malam hari 210 - 240 C, sedang siang

hari 240 -300C (Vanda, Arachnis, Renanthera).

3.7 Manfaat Anggrek

Menurut Purwanto et al., (2005), anggrek alam atau anggrek hutan

biasanya dikenal sebagai anggrek liar. Anggrek-anggrek liar ini tumbuh secara

alami di tempat-tempat yang tidak dipelihara oleh manusia. Anggrek liar ini

memegang peranan penting sebagai induk persilangan.

Tanaman anggrek telah dikenal masyarakat sejak lama. Salah satu jenis

anggrek yang bermanafaat untuk kesehatan adalah anggrek tanah. Manfaat

anggrek tanah bagi kesehatan, yaitu untuk mengobati penyakit asbes paru-paru,

radang saluran napas, pendarahan usus, mata ikan, herpes, terkilir, sinusitis, ingus

berbau tak sedap (Kusuma, 2004).

Manfaat utama anggrek adalah sebagai tanamana hias karena bunga

anggrek memiliki keindahan bentuk dan warnanya. Selain itu anggrek bermanfaat

sebagai ramuan obat-obatan, bahan campuran minyak wangi atau minyak rambut

(Kartikaningrum et al., 2004.

25
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Alat dan Bahan

Alat-alat dan bahan yang diperlukan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Tabel 4.1 Alat dan Bahan Penelitian

METODE NO ALAT FUNGSI

1. Trash bag ukuran 60 liter Untuk mengumpulkan

EKSPLORASI specimen.

2. Plastik ukuran 2 kg atau Untuk mengumpulkan

amplop specimen yang mudah rontok

atau biji dan bunga.

3. Label Untuk penamaan specimen.

4. Buku catatan Lapangan Untuk mencatat keterangan

specimen yang didapat.

5. Gunting dahan Untuk mengambil specimen

yang menempel dipohon.

6. Kamera Untuk dokumentasi specimen

yang didapat.

26
KOLEKSI 1. Plastik ukuran 80x60 cm Untuk proses pengawetan.

(HERBARIUM)

2. Koran bekas ± 5 kg Untuk proses pengawetan.

3. Lakban bening Untuk menyegel plastik

awetan.

4. Tali rafia Untuk mengikat specimen

yang siap diawetkan.

5. Tali Untuk menyatukan specimen

dengan nomor koleksi sama.

IDENTIFIKASI 1. Kunci determinasi (Field Untuk acuan mengidentifikasi

Guide) jenis specimen yang didapat.

MOUNTING 1. Tromol Untuk penyimpanan

sementara specimen sebelum

dipres.

2. Kertas tebal Untuk menempel specimen.

3. Sasag Untuk mengepres.

METODE NO. BAHAN FUNGSI

KOLEKSI 1. Alkohol 70% Larutan untuk pengawetan.


2. Spirtus ± 3 liter Untuk pengawetan.

3. Formalin 4% Untuk pengawetan.

MOUNTING 1. Lem kertas Untuk merekatkan specimen.

4.2 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan berupa jenis tanaman epifit dan tersterial dari

famili Orchidaceae yang terdapat di Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung

Pangandaran. Data yang diperoleh dengan menggunakan metode jelajah dan

teknik observasi lapangan secara sampling. Sedangkan, parameter yang digunakan

adalah berdasarkan ciri-ciri morfologis dan karakteristiknya.

Sebelum melakukan pengumpulan data, terlebih dahulu dilakukan metode

survey pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui gambaran umum mengenai

lokasi yang akan dijadikan tempat penelitian serta pengumpulan data sekunder

yang dapat menunjang penelitian, seperti peta, status hutan konservasi dan lain-

lain. Beberapa metode yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai

berikut :
4.2.1 Eksplorasi

Metode eksplorasi merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan

dengan menjelajah sepanjang jalur daerah penelitian yaitu Kawasan Hutan Cagar

Alam Pananjung Pangandaran untuk mengetahui jenis-jenis tanaman anggrek

yang kemudian akan diambil sebagai bahan koleksi.

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian berupa data primer dan data

sekunder. Pengumpulan data primer dengan cara mengumpulkan specimen yang

didapat dan diperoleh secara langsung yang mencakup : jenis dan jumlah anggrek,

jenis inang dan tinggi pohon, warna bunga, suhu harian, kelembaban, dan

ketinggian tempat. Sementara, data sekunder dengan memperoleh data lokasi

sebagai penunjang dari data primer, yaitu peta lokasi penelitian, status hutan

konservasi dan lain-lain.

Bila sepanjang jalur pengamatan ditemukan species dengan jumlah lebih

dari satu, maka pengambilan specimen hanya dilakukan sekali. Sedangkan,

apabila terdapat species d luar jalur lokasi penamatan, maka spesies tersebut tidak

dimasukkan dalam data melainkan hanya sebagai penunjang data sekunder.

29
4.2.2 Identifikasi

Setelah melakukan pengamatan dan pengumpulan data selesai, selanjutnya

dilakukan identifikasi specimen dengan mencakup deskripsi, penamaan dan

penggolongan jenis yang dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Wawancara

Wawancara dilakukan dengan mengacu pada responden yang dianggap

menguasai bidang ilmu yang bersangkutan atau setidaknya mengetahui

banyak hal mengenai topic penelitian. Rsponden dapat berasal dari masyarakat

sekitar atau pihak pengelola lokasi.

b. Penggunaan Kunci Identifikasi, Lembar Identifikasi atau Field Guide

Cara identifikasi ini umumnya dilakukan berdasarkan bentuk

morfologis dari specimen. Dapat dilakukan dengan penelusuran kunci

determinasi hingga menemukan nama spesies yang sesuai atau mencocokan

bentuk specimen beserta sifat-sifatnya dengan gambaran pada lembar

identifikasi atau Field guide.

Identifikasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan morfologi

tumbuhan. Bagian tanaman yang diamati adalah daun, batang, akar dan bunga.

Pembuatan herbarium dilakukan dengan pertimbangan adanya kesulitan

identifikasi dan jumlah jenis tersebut terbilang melimpah di lapangan.

30
4.2.3 Koleksi

Pembuatan koleksi dari specimen yang diperoleh di sepanjang jalur

pengamatan, penting dilakukan untuk kepentingan bahan studi serta sebagai

sumber informasi. Untuk melihat Keragaman jenis anggrek yang tumbuh di

kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran pengamatan pengamatan

dilakukan pada setiap kali penjumpaan. Jadi setiap kali berjalan dijumpai anggrek,

maka pada saat itu pula dilakukan pengamatan jenis dan inventarisasi. Pembuatan

koleksi atau yang dikenal dengan herbarium ini dapat dilakukan dengan cara :

a. Herbarium basah

Herbarium basah dilakukan pada tumbuhan yang memiliki ukuran tidak

terlalu besar tetapi bila dikeringkan akan mudah terlepas dan bila dipres akan

kehilangan ciri-ciri utamanya, seperti buah dan biji atau bunga.

Jenis herbarium ini selain menggunakan larutan alcohol 70% juga dapat

menggunakan formalin 4%. Specimen yang diperoleh kemudian dimasukkan

kedalam botol pengawet dan diisi dengan salah satu larutan pengawet.

Selanjutnya, dilakukan penempelan label pada permukaan botol awetan, berisi

data tumbuhan dan nomor koleksi beserta kolektor.

31
b. Herbarium kering

Herbarium kering ini dapat juga digunakan untuk mengawetkan bagaian

tumbuhan yang seharusnya diawetkan dengan cara basah, misalnya, buah. Hanya

saja, buah tersebut harus dipotong terlebih dahulu agar berkurang ketebalannya

sehingga mudah untuk dikeringkan.

Larutan pengawet yang dapat dipergunakan dalam pembuatan herbarium

kering selain dari alcohol 70% adalah spirtus. Larutan ini akan digunakan untuk

membasahi specimen yang telah disusun dalam lapisan kertas Koran dan

dimasukkan kedalam plastik. Berikut ini prosedur lengkapnya :

1. Pengawetan

Setelah specimen terkumpul dan diidentifikasi, bagian specimen yang

digunakan disusun diatas Koran. Tumbuhan denga label dan nomor

koleksi yang sama, diletakkan didalam satu koran yang dipidsahkan

oleh lapisan koran lain. Peletakkan diusahakan rapi dantidak

bertumpuk, memperlihatkan seluruh bagian specimen termasuk bagian

belakangnya tanpa menggunakan selotip. Selanjutnya, gabungan dari

beberapa specimen diikat dengan tali dan dimasukkan kedalam

kantong plastik, ditekan-tekan, lalu disiram larutan pengawet.

Penyiraman dilakukan seperlunya dan tidak berlebihan untuk

mencegah pembusukan specimen. Setelah itu, kantung plastik disegel

menggunakan lakban dan diberi label berisi lokasi dan tanggal

penelitian.

32
2. Pengepresan

Specimen yang telah diawetkan kemudian akan dipres. Tahap

pengepresan ini menggunakan alat yang disebut sasag, terbuat dari

potongan-potongan kayu berbentuk kotak dengan lubang-lubang di

sepanjang permukaanya menyerupai kain kassa. Specimen dalam

koran pada tahap pengawetan kemudian dipindahkan ke atas sasag

dengan dilapisi kardus. Jumlah specimen yang didapat ditampung

dalam satu sasag yang dapat mencapai 100 specimen (Jones,1978).

Sasak ini kemudian diikat menggunakan tali sekencang-kencangnya

dan didiangkan hingga mengering. Pengeringan dapat dipercepat

dengan menjemurnya dibawah sinar matahari. Penggantian kertas

koran dapat dilakukan dengan rutin untuk mencegah kebusukan dan

penjamuran, terutama bagi tumbuhan herbaceous yang mengandung

banyak air. Proses pengepresan ini tidak akan dilakukan di lapangan,

melainkan akan dilakukan di dalam ruang herbarium, gedung D2

Departement Biologi-Unpad.

4.2.4 Mounting

Mounting adalah proses dimana specimen direkatkan pada selembar kertas

dengan label tetap pada pojok kanan dibagian bawah (Jones, 1987). Kertas yang

digunakan untuk peoses ini sebaiknya kertas yang cukup tebal untuk menghindari

kerusakan pada specimen. Perekatan dilakukan dengan menggunakan lem pada

33
bagian belakang speciemen dan ditekan-tekan hingga menempel. Pada mounting

ini, perapiahn dapat dilakukan kembali agar tampilan specimen lebih baik asalkan

tidak mengurangi atau menghilangkan ciri utamanya. Sisa-sia potongan itu

kemudian dimasukkan kedalam amplop kecil dan ditempel dismaping speciemen,

biasanya beserta bagian-bagian yang mudah rontok dan telah dipisahkan dalam

proses pengawetan.

Selanjutnya, hasil mounting dapat diletakkan didalam lemari koleksi

sesuai dengan fungsi maupun famili atau marga. Dan untuk menghindari dari

serangan serangga dan jamur, dapat digunakan lemari penghangat sebagai lemari

koleksi dengan suhu 60OC. Cara lain yang sederhana dan cukup murah adalah

dengan meletakkan kapur barus atau sneyawa lain yang mengandung naftalen

disekitar lemari koleksi.

4.3 Analisis Data

Analisi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara

pembuatan tabel perbandingan berdasarkan perbedaan karakter morfologis antar

specimen. Kemudian, dilanjutkan dengan membuat bagan silsilah mengenai

hubungan kekerabatan berdasarkan penampakan morfologis dari setiap specimen

yang dilakukan dengan bantuan program NTSYS. Beberapa contoh dari bagan

silsilah ini dapat dilihat dari pada lembar lampiran I.

34
BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6.1 Hasil Penelitian

6.1.1 Jenis-jenis Anggrek di Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Hutan Cagar

Alam Pananjung Pangandaran yaitu pada tanggal 9-12 Mei 2016, dapat diketahui

jenis keragaman anggrek yang ditemukan sebanyak 24 species dengan 22 jenis

yang telah teridentifikasi yang termasuk kedalam 18 genus (marga) dan 2 spesies

yang belum dapat teridentifikasi. Perolehan data secara lengkap dapat dilihat dari

tabel sebagai berikut :

Tabel 5.1.1 Jenis-jenis Anggrek di Hutan Cagar Alam Pananjung

Pangandaran

No. Marga Nama Jenis Jenis Inang Lokasi

1. Nervilia Nervilia discolor Teresterial Batu Batumeja

2. Macodes Macodes sp. Teresterial - Batumeja

3. Agrostophyllum Agrostophyllum Epifit Pohon sp.1 Nanggorak

tenue

4. Bulbophyllum Bulbophyllum Epifit Pohon sp.2 Nanggorak

violaceum

5. Ceratostylis Ceratostylis sp. Epifit Cratoxylon Perbatasan

35
formosum Tadah

Angin

6. Taeniophyllum Taeniophyllum Epifit Cratoxylon Nanggorak

biocelatum formosum

7. Trichotosia Trichotosia Epifit Pohon sp.3 Badeto

annulata

8. Spathoglottis Spathoglottis sp. Teresterial - Sungai

Badeto

9. Bulbophyllum Bulbophyllum Epifit Dillenia exelsa. Pertigaan

ovalifolium Badeto

10. Thelasis Thelasis pygmaea Epifit Rhodamnia Badeto

(Grift.) Lindl. cinnerea

11. Bulbophyllum Bulbophyllum Epifit Dillenia exelsa Pertigaan

triflorum Badeto

12. Eria Eria retusa Epifit Pohon Sp. 4 Pertigaan

Badeto

13. Calanthe Calanthe triplicata Teresterial - Badeto

(Willemet)

14. Trichotosia Trichotosia Epifit Pohon sp. 5 Perbatasan

pauciflora Blume. Nanggorak

15. Dendrobium Dendrobium sp. Epifit Pohon Sp.6 Pinggiran

Badeto

16. Eria Eria erecta Epifit Pohon Sp. 7 Badeto


17. Phreatia Phreatia laxiflora Epifit Cratoxylon Nanggorak

formosum

18. Grammatophyllu Grammathophyllum Epifit Pohon Sp. 8 Pinggiran

m speciosum Badeto

19. Dendrobium Dendrobium Epifit Pohon Sp.9 Pinggiran

rugosum Badeto

20. Cymbidium Cymbidium bicolor Epifit Pohon Sp. 10 Badeto

Lindl.

21. Thrixspermum Thrixspermum sp. Epifit Lagerstroimea Pusat

speciose Informasi

22. Phalaenopsis Phalaenopsis sp. Epifit Pohon Pebatasan

Sterculiaceae Nanggorak-

Badeto

Tabel 5.1.2 Jenis-jenis Anggrek di Hutan Cagar Alam Pananjung

Pangandaran

No Nama Jenis Jenis Lokasi

1. Spesies A Epifit Nanggorak

2. Species B Epifit Perabatasan CA-Nanggorak

Pengolahan Data Primer, 2016


5.1.3 Pertelaan Jenis-Jenis Anggrek

1. Nervilia discolor

Jenis anggrek teresterial yang

ditemukan di kawasan Hutan Dataran Tinggi

tapatnya didaerah Batumeja yang memiliki

semacam umbi di bawah tanah, ketika musim

hujan akan mengeluarkan daun tunggalnya,

dan setelah dormant (tanpa aktifitas) selama


Gambar 5.1 Nervilia discolor
beberapa minggu akan mengeluarkan bunga sekitar bulan Desember.

Puspaningtyas et al. (2003) mengungkapkan bahwa Nervilia merupakan spesies

anggrek yang hidup secara terestrial dan menyukai tempat yang memiliki lapisan

humus atau serasah yang tebal dan tumbuh berkoloni karena adanya stolon

dibawah tanah.

2. Macodes sp.

Ki aksara (Macodes sp.) termasuk

anggrek teresterial yang tumbuh di

Wilayah Dataran Tinggi letaknya di

daerah Batumeja. Batang pendek, warna

hijau, panjang ±6 cm dan diameter ±0,5

cm, permukaan licin dan terdiri dari 3-4 Gambar 5.2 Macodes sp.

helai daun. Daunnya melonjong, ujungnya meruncing pendek, permukaan atas

38
bergambar garis-garis atau kotak-kotak perak mengkilap. Bunganya kecil-kecil,

berkumpul di sepanjang tangkainya. Panjang tangkai kira-kira 30 cm. Anggrek

ini membutuhkan kelembaban udara yang tinggi, 50% atau lebih. Media harus

cukup lembab . tinggi keseluruhan ±10 cm.

3. Agrostophyllum tenue

Anggrek epifit, berumpun rapat.

Batangnya kurus, kaku, dan kebanyakan

lebih pendek. Daunnya panjang-menyempit

menyerupai rumput, menggantung.

Perbungaan diujung bongkol terdiri dari 4

bunga. Bunganya hampir putih, tanpa


Gambar 5.3 Agrostophyllum tenue

warna lain. Pinggiran daun rata, dibagian pangkal membulat, dibagian ujung

cekung dan meruncing.

4. Bulbophyllum violaceum

Anggrek epifit yang tumbuh di wilayah hutan dataran tinggi, memiliki

rimpang menjalar pendek. Dengan pseudobulb tumbuh menyatu pada rimpang,

mengerucut, beralur dibagian pangkal. Bentuk daun melanset dengan ujung

tumpul, tangkai sangat pendek (menyatu). Bunga tunggal muncul dari rimpang.

Ciri khas Bulbophyllum terletak pada lidah bunganya yang bisa

bergoyang, sehingga sering disebut dengan anggrek lidah goyang (Pranata, 2005).

39
5. Ceratostylis sp.

Anggrek epifit, simpodial yang

ditemukan di daerah Tadah Angin dengan

bentuk rimpang panjang yang menyirip.

Tidak memiliki umbi semu. Batang beruas

satu atau lebih. Daun pipih (terkadang

menggalah), satu di ujung. Perbungaan

bertangkai sangat pendek, di ujung. Bunga

mekar serempak,kelopak dan mahkota Gambar 5.5 Ceratosylis sp.

hampir sama.

6. Taeniophyllum biocelatum

Jenis anggrek epifit yang ditemukan di

wilayah hutan sekunder letak tepatnya didaerah

Nanggorak, hidupnya menempel pada pohon

Marong (Cratoxylon formosum). Akarnya

sangat rata, seluruhnya menjalar pada

inangnya. Bentuk perbungaannya bertangkai


Gambar 5.6 Taenophyllum biocelatum

panjang, berbulu kaku serta ujungnya runcing. Bunganya lebih banyak kuning

muda, agak cekung, kelopak melebar-melanset. Persebaran jenis anggrek ini

endemik Jawa. Hidupnya biasanya dipohon tinggi dengan ketinggian 300-1000 m

dpl.

40
7. Trichotosia annulata

Angrek epifit yang tumbuh di

kawasan Hutan Sekunder didaerah

Nanggorak dengan kondisi batang tumbuh

rapat pada rimpang, menggantung, pada

tumbuhan dewasa dapat mencapai panjang

±4 m, berdaun pada setiap jarak ±3,5 cm.

Daun lanset menyempit, ujung runcing,


Gambar 5.7 Trochotosia annulata

berwarna hijau pucat, tidak berbulu. Perbungaan tumbuh dilateral, berbunga ±15

kuntum. Bunga bergaris tengah dengan kelopak dan mahkota berwarna putih

kekuningan. Labellum berwarna kuning emas, putih dibagian pangkal dan

pinggiranya, bercuping tiga, cuping lateral membundar didekat pangkal.

8. Spathoglottis sp.

Anggrek tanah yang berumbi semu.

Umbi semu bentuk bulat telur, tertanam di

bawah tanah, di setiap ujung umbinya akan

muncul tunas daun, setiap batang 4 – 7 daun.

Daun bentuk lanceolate memanjang, ujung

meruncing, permukaan agak berlipatan

(plicate). Perbungaan berbentuk tandan,


Gambar 5.8 Spathoglottis sp.
tumbuh dari ketiak daun di bagian pangkal, panjang bunga mekar berurutan dalam

waktu yang lama. Kelopak dan mahkota berlepasan, membuka dan melebar, bibir

41
bercuping tiga, tidak berkantung atau bertaji, polinia berjumlah delapan.

Bunga membuka penuh, lebar 3,5 – 4 cm; kelopak bunga bentuk lanset, melebar

di pangkalnya, berukuran ± 2 × 1,2 cm; mahkota lebih lebar dan membundar, ± 2

× 1,5 cm, bibir bentuk seperti sendok atau sudip, runcing di pangkal dan melebar

di ujungnya. Menurut Soeryowinoto (1987), menyatakan Anggrek terestrial

daunnya berwarna hijau, lebar dengan ketebalan yang tipis, tidak sukulen dan

seperti kulit, bagian akarnya mempunyai rambut-rambut akar yang panjang.

9. Bulbophyllum ovalifolium

Anggrek epifit yang ditemukan di kawasan

hutan sekunder didaerah Nanggorak yang memiliki

umbi semu membulat, tumbuh sangat rapat,

permukaan kadang kasar. Daun membundar-

melonjong dengan perbungaan berbunga tunggal.

Bunga bergaris tengah dengan kelopak dorsal dan

lebih lebar dari kelopak. Warna bunga beragam Gambar 5.9 Bulbophyllum ovalifolium

merah, jingga, kuning, hingga putih. Mahkota panjang ±0,2 cm, membundar

telur, berurat tunggal, warna gelap. Labellum menyerupai lidah, permukaan tidak

rata (berbenjol-benjol kecil), kadang rata, bagian samping kadang melipat

kebawah dan berbintik merah.

Ciri khas Bulbophyllum terletak pada lidah bunganya yang bisa

bergoyang, sehingga sering disebut dengan anggrek lidah goyang (Pranata, 2005).

42
10. Thelasis pygmaea (Grift.) Lindl.

Journ. Linn. Soc. 3:63 (1855)

Umbi semu : tampak jelas, lebih lebar

daripada panjang, garis tengah ±1,5 cm, masing-

masing berdaun dua yang berukuran sama.

Terkadang memiliki daun telinga yang sangat kecil

di bagian bawahnya. Daun : satu berukuran paling

besar, tumbuh dari ujung umbi semu, ±8 x 1,5 cm

(lainnya berupa pelepah yang menutup umbi semu), Gambar 5.10 Thelasis pygmaea

ujung berbelah dua pendek dan tidak setangkup. Perbungaan : panjang mencapai

11 cm, tangkai panjang ; ±6 cm bunga pada rakhlia tersusun mengerucut; mekar

berurutan dengan 2-3 kuntum setiap kali mekar. Bunga : bergaris tengah ±0,18

cm, panjang ±0,4 cm, sedikit membuka; kelopak dan mahkota kuning-hijau pucat

agak transparan, ujung tumpul. Bibir : berwarna sama seperti kelopak / mahkota

dan ujung runcing.

43
11. Bulbophyllum triflorum

Anggrek epifit yang merambat

tumbuh di kawasan hutan sekunder didaerah

Batumeja. Menempel pada pohon Dillenia

exelsa. Dengan memiliki umbi semu Gambar 5.11 Bulbophyllum triflorum

tumbuh pada rimpang, membulat lonjong. Dengan daun membundar-memanjang,

kaku, dan ujung tumpul. Perbungaan tumbuh dari rimpang, panjangnya lebih

pendek dari daun terdiri dari 3-6 bunga. Bunga tangkai panjang, bergaris tengah,

kelopak kuning pucat, ujung jingga, mahkota melonjong. Labellum membundar

lonjong, tumpul diujung dan di pangkal jingga.

12. Eria retusa

Anggrek epifit. Umbi semu :

berbentuk bulat-oval, bergerombol, diameter

1-1,5 cm. Daun : lanset, berdaging, 1-2

daun tiap umbi semu, ujung berlekuk.

Bunga : majemuk tandan, muncul dari

umbi semu, 12-16 kuntum tiap tandan ,


Seedling Eria retusa
warna kuning, waktu mekar sangat
Gambar 5.12 Eria retusa
singkat. Labellum: bentuk bulat telur, berukuran sangat kecil.

44
13. Calanthe triplicata (Willem.)

Anggrek teresterial yang

ditemukan didaerah Badeto

termasuk anggrek monopodial

(yang hidupnya tidak terbatas).

Tinggi mencapai± 50 – 100 cm.


Gambar 5.13 Calanthe triplicata
Daun berbentuk lanceolate lebar dan panjang, beralur, warna

hijau, kedua ujungnya meruncing, melebar di bagian tengahnya, permukaan tidak

rata (berlipat-lipat), dan rhizoma di dalam tanah. Umbi semu tersusun rapat

berhimpitan, mendukung 4 – 5 helai daun. Menurut Sunardi (1995) menyatakan

Tumbuhan teresterial, batang semu tersusun oleh pelepah yang rapat satu sama

lain, pangkalnya membengkak seperti umbi semu. Daun lebar dan tipis. Bunga

majemuk bertangkai panjang yang keluar dari ketiak daun, bunga banyak,

berukuran kecil atau sedang, didukung oleh daun penumpu yang kadang-kadang

tidak luruh, kelopak dan mahkota tidak saling berlekatan, bibir biasanya dengan

taji yang panjang dan pangkalnya bersatu dengan column, berlekuk 3, polinia 8

berlilin.

45
14. Trichotosia pauciflora Blume

Anggrek epifit yang ditemukan

di daerah Badeto memiliki batang

panjang mencapai ±50 cm, biasanya

lebih pendek, menggantung. Daun ±4-

1,5 cm, ujung berbelah dua tidak

setangkup, agak tebal, sedikit berbulu Gambar 5.14 Trichotosia pauciflora

pada kedua permukaannya. Perbungaan tumbuh dari permukaan bawah batang,

dekat ujung, bunga berjumlah 2-4 kuntum, berwarna hijau. Bunga bergaris tengah

, permukaan luar dari kelopak berambut cokelat. Kelopak dan mahkota bagian

dalamnya putih. Labellum putih dengan pinggiran pangkal sebelah merah tua.

Hidup didataran rendah sampai di pegunungan pada ketinggian 300-1.000 m dpl.

15. Bulbophylllum sp.

Anggrek epifit dengan batang panjang

mencapai ±1 m, tegak kemudian menggantung.

Daun umumnya sangat tebal, ukuran beragam,

ujung runcing. Perbungaan tangkai pendek

dengan jumlah bunga dua kuntum, bersilang.

Bunga putih, kelopak melanset, ujung runcing

dibagian pangkal, lebih menyempit ke ujung..

Gambar 5.15 Bulbophyllum sp.

46
Labellum becuping tiga, cuping samping berbentuk sabit, runcing,

berlekuk ke atas, sepanjang cuping tengah berbulu panjang. Persebaran didaerah

Hutan pada ketinggian 100-1.000 m dpl.

16. Phreatia laxiflora

Anggrek epifit yang terdapat pada kawasan

Hutan dataran rendah Pasir pugag, Tadah Angin dan

Padang Badeto, berbatang pendek

daunnya berwarna hijau, daun tersusun

rapat, berjumlah 6 helai tiap batang

dengan duduk daun equitant. Dunnya

memita, panjang, dan tebal, ujung


Gambar 5.16 Phereatia laxiflora
daunnya unequally two-lobed (membentuk 2 lekukan tidak sama besar).

Perbungaan lebih panjang dari daun dengan tangkai kecil. Perakaran tidak

bercabang, akarnya memiliki rambut hanya dibagian yang menempel pada pohon,

memiliki mikoriza yang bersimbiosis dengan akar untuk memperoleh zat-zat

organik dari humus maupun udara untuk diberikan kepada anggrek. Menurut

Sudarnadi (1995), Bunga majemuk bervariasi panjangnya, bercabang atau tidak,

bunga kecil sampai besar, kelopak dan mahkota terbuka lebar, mahkota kadand-

kadang lebih besar dari kelopak, bibir tanpa taji.

47
17. Grammathophyllum speciosum

Anggrek epifit yang berumbi semu

dengan panjang membentuk batang, panjang

mencapai ±1,5-7 m, tumbuh menjuntai

dengan ujung melengkung mendatar, daun

tumbuh pada dua bidang sepanjang batang.

Daun memita dengan ujung runcing.

Perbungaan berbunga banyak, bunga

dibagian pangkal lebih berjauhan letaknya Gambar 5.17 Gramatophyllum speciosum

pada rakhila dibanding dengan bunga dibagian ujung. Bunga bergaris tengah,

membuka lebar, kelopak kuning pucat atau kehijauan dengan bintik atau bercak

coklat kemerahan, mahkota lebih pendek dan lebih lebar, warnanya sama.

Labellum kecil, bercuping tiga, cuping lateral tegak, kuning, bergaris coklat pada

bagian dalamnya dan sedikit bebrbintik coklat dibagian luarnya.

18. Eria erecta

Anggrek epifit yang tumbuh

didaerah hutan dengan ketinggian 760-

2.500 m dpl. Dengan batang tumbuh rapat

pada rimpang, dibagian pangkal berukuran

±2,5 cm. meruncing sampai ke ujung, Gambar 5.18 Eria erecta

terdiri dari 5-7 didaun dekat ujung.

48
Daun ujung meruncing, menyempit ke tangkai. Perbungaan tumbuh didekat

ujung yang berdaun, 2-6 tangkai setiap batang, panjang ±10 cm atau lebih pendek

dari daun, tegak dipangkal dan sedikit melengkung di ujung, berwarna coklat.

Bunga bergaris tengah, putih atau merah. Labellum bercuping, cuping lateral

menyegitiga, cuping tengah panjang dengan ujung seperti sendok, berwarna putih

atau merah muda.

19. Cymbidium bicolor Lindl.

Anggrek epifit dengan tinggi

keseluruhan ±70 cm. Pseudobulb : pipih,

tertutupi pelepah daun, panjang ±1 cm dan

diameter ±0,4 cm, dan terdiri dari 7-9 helai

daun. Daun : berbentuk pita, panjang ±65

cm dan lebar ±2 cm, permukaan licin, tepi

bergerigi, tipis, ujung meruncing dan tidak Gambar 5.19 Cymbidium bicolor

memiliki tangkai daun. Perbungaan : muncul dari samping pseudobulb,

majemuk, terdiri dari 10-20 kuntum bunga, panjang tangkai pembungaan 20-35

cm. Bunga : warna merah, bagian tepi berwarna kuning.

49
20. Thrixspermum sp.

Anggrek monopodial yang hidup secara

epifit atau bisa teresterial ditemukan di kawasan

Taman Wisata Alam tepatnya terletak di depan

pusat informasi BBKSDA. Dengan batang

pendek hingga memanjang. Daun tumbuh

sepanjang batang, berukuran sama, datar, tebal, Gambar 5.20 Thrixspermum sp.

ujung berbelah dua tidak setangkup. Perbungaan tandan, tumbuh dari batang

secara lateral, berbunga sedikit atau banyak pada rakhila yang memanjang secara

bertahap sesuai dengan tumbuhnya bunga. Bunga tumbuh satu atau bertahap

secara bersamaan, meakar penuh, usia mekar singkat, kelopak dan mahkota

berbentuk sama. Labellum menyatu, bercuping tiga, dibagian tengahnya

berbentuk kantung, cuping tengah biasanya menebal diujung, polinia berjumlah

empat yang berukuran sama dalam dua pasang.

21. Dendrobium rugosum

Anggrek epifit dengan batang

menjurai panjang, mencapai ±2 m, daun

berjarak setiap ±1,5 cm. Daun melanset-

menyimpit, hijau, tebal, dan meruncing.

Perbungaan tumbuh lateral (tidak menentu)

Gambar 5.21 Dendrobium rugosum

50
dengan jumlah bunga dua, tangkai sangat pendek, kedua bunga

bersentuhan. Bunga kuning muda. Labellum bercuping tiga, cuping samping

tegak, tumpul, cuping tengah menyegitiga meruncing, ujung berlekuk ke bawah,

bagian tengah bibir tertutup tonjolan yang berwarna kemerahan.

22. Phalaenopsis sp.

Anggrek epifit yang ditemukan di daerah

perbatasan Cagar Alam - Nanggorak dengan menempel

pada pohon sterculiaceae. Dengan batang yang sangat

pendek. Daun tersusun rapat, berbentuk lanset dengan

ujung tumpul-meruncing. Dengan perakaran berdaging

dan tidak bercabang.

Gambar 5.22 Phalaenopsis sp.

23. Spesies A

Anggrek epifit yang tumbuh dikawasan

perbatasan Nanggorak dengan daun berbentuk lanset

dengan ujung meruncing. Batang pendek dengan

umbi semu Perakaran menjalar keseluruh batang

inang pohon, berdaging tebal dengan tidak berbulu Gambar 5.23 Species A

dan bercabang. Umbi semu berbentuk bulat telur terbalik. Dengan tidak terlihat

bagian bunga yang tumbuh.

51
Spesies B

Anggrek epifit yang ditemukan di daerah

perbatasan Cagar Alam-Nanggorak yang

menempel pada pohon Rhodamnia cinneria.

Warna daun hijau, bentuk daun memanjang

dengan ujung tumpul. Tidak telihat adanya


Gambar 5.24 Species B
calon bunga karena masih dalam keadaan seedling. Bentuk perakaran

memanjang dengan batang memendek.

52
Tabel 5.1.4 Data Fisik Kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran

Data Fisik Sungai Badeto Tadah Angin Cikamal TWA (Ciborok)

(Cicebong)

Koordinat S 07˚42‟53.58” S 07˚43‟16.6” S 07˚41‟13.47” S 07˚42‟31.10”

E 108˚39‟27.56” E 108˚39‟27.2” E 108˚39‟21.92” E 108˚39‟18.71”

Suhu (˚C) 29,3 29,4 37,5 33,3

Intensitas 292×2000 278×2000 255×2000 231×2000

Cahaya

(klux)

Kelembaban 82-91 87 64 73

(%)

Kanopi Tertutup terbuka terbuka Terbuka

Ketinggian 94-102 84 - -

(m)

pH 6-6,4 6,3 5,8 5,4

Data Primer, 2016

53
5.2 Pembahasan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data pengamatan anggrek yang telah

dilakukan di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran, dapat diketahui

jenis anggrek yang tumbuh dikawasan ini cukup melimpah dengan kondisi

lingkungan yang cukup mendukung. Penelusuran jenis anggrek dilakukan dimulai

dari wilayah Taman Wisata Alam Cirengganis, kawasan Hutan Sekunder

Batumeja-Nanggorak hingga ke kawasan Hutan Dataran Rendah Pasir pugag-

Tadah Angin dan Hutan Badeto.

Anggrek yang tumbuh di kawasan Hutan Cagar Alam ini terdiri dari jenis

anggrek epifit dan teresterial. Untuk jenis anggrek epifit banyak ditemukan di

kawasan Hutan Sekunder tepatnya didaerah Nanggorak dan terdapat di kawasan

Hutan Dataran Rendah tepatnya daerah Pasir Pugag – Tadah Angin dan Badeto.

Sedangkan, anggrek jenis teresterial hanya sedikit sekali yang ditemukan di

kawasan Hutan Sekunder Batumeja dan Hutan Badeto.

Dari data hasil jenis anggrek yang diperoleh terdapat 24 jenis anggrek

dengan jumlah individu dari tiap species yang tersebar di wilayah Hutan Cagar

Alam Pananjung Pangandaran.

Persebaran ∑Individu
Batu meja 6
Perbatasan CA 2
Nanggorak 5
Pertigaan Badeto 6
Sungai Badeto 12
Pasir pugag 9
Tadah Angin 38

54
Badeto 4
Pinggiran Badeto 2
Sungai Cikamal 1

∑Individu
7%
5% 1%
2% Batu meja
2%
6% Perbatasan CA

Nanggorak
7%
Pertigaan Badeto

Sungai Badeto

Pasir pugag

Tadah Angin
14%
Badeto
45%
Pinggiran Badeto

Sungai Cikamal
11%

Berdasarkan persentase diatas dapat diketahui jumlah individu yang

tersebar di wilayah kawasan Hutan Cagar Alam cukup melimpah, terutama jenis

anggrek Phreatia laxiflora yang tersebar di kawasan Hutan dataran rendah Pasir

pugag - Tadah Angin dan Padang Badeto dengan jumlah individu sebanyak 63

jenis dengan persentase 45%. Dengan kondisi fisik suhu kawasan menacapai

29,4˚C dengan pH 6 didukung dengan intensitas cahaya yang rendah 278×2000

klux dan kelembaban 87% dengan kanopi terbuka pada ketinggian 84 m.

Beberapa jenis anggrek yang tumbuh dengan baik dan persebaran yang merata

disebabkan karena faktor yang mempengaruhinya, yaitu intensitas cahaya yang


optimum, kondisi kelembaban, suhu serta pH yang cukup mampu mendukung

pertumbuhan jenis anggrek. Beberapa jenis anggrek hidup ditempat vegetasi yang

terbuka dengan kelembaban rendah dan suhu yang tinggi karena, tidak dikelilingi

oleh tumbuhan tingkat tinggi disekitarnya. Namum, beberapa jenis anggrek

lainnya banyak yang tumbuh pada vegetasi tertutup dengan intensitas cahaya yang

minimum dan kelembaban yang tinggi serta suhu yang rendah. Menurut Harwati

(2007), setiap jenis anggrek membutuhkan cahaya matahari yang berbeda-beda,

intensitas cahaya yang lebih rendah atau lebih tinggi dari kebutuhan optimal

tanaman anggrek menyebabkan pertumbuhannya terhambat. Umumnya,

kebanyakan jenis anggrek tumbuh pada inang yang tinggi agar mereka dapat

menyerap kebutuhan nutrisi dari air hujan dengan cepat serta memudahkan

penyebaran biji melalui angin, dan didukung oleh suhu, kelembaban dan intensitas

cahaya yang cocok untuk pertumbuhannya. Namun, pada kawasan Hutan Cagar

Alam ini kebanyakan anggrek tumbuh di tempat inang yang cukup rendah dengan

vegetasi yang terbuka serta kelembaban yang rendah, sehingga sedikit species

anggrek yang tumbuh di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran.

Berdasarkan jumlah 24 Species anggrek alam yang ditemukan di kawasan

Hutan Cagar Alam dengan jumlah 22 species anggrek alam yang dapat di

identifikasi dan 2 species /yang belum dapat teridentifikasi. Dapat diketahui 18

genus yang dapat teridentifikasi dengan persentase, yaitu :

56
∑Species
Nervilia Macodes Agrostophyllum
Bulbophyllum Ceratostylis Taeniophyllum
Trichotosia Spathoglottis Thelasis
Eria Calanthe Dendrobium
Phreatia Grammatophyllum Cymbidium
Thrixspermum Phalaenopsis Spesies A
Spesies B
4% 4% 4% 4%
4% 4% 4%
4% 13%
4%
4%
8% 4%

4% 4%
4% 4%

8% 8%

Dapat diketahui jumlah genus tertinggi dari jumlah species yang didapat

adalah Bulbophyllum dengan persentase 13%. Berdasarkan tempat tumbuhnya,

genus Bulbophyllum merupakan jenis anggrek alam yang mudah tumbuh

dilingkungan yang beriklim sedang, dengan kanopi yang tertutup dan pH yang

stabil. Terlihat di sekitar terdapat banyak pohon besar dan tinggi sehingga

memudahkan penyebaran biji melalui angin, dan didukung oleh suhu, kelembaban

dan intensitas cahaya yang cocok untuk pertumbuhannya. Menurut Gunadi

(1985), kisaran suhu anggrek Bulbophyllum adalah berkisar antara 15-19 oC. Hal

ini sesuai dengan pernyataan Rifai (1993), bahwa jumlah jenis anggrek yang

hidup sebagai epifit pada pepohonan belantara pegunungan sangatlah besar,

terutama dari jenis-jenis Bulbophyllum. Menurut Steenis (1997), Bulbophyllum

sering ditemukan tumbuh menumpang pada batang-batang pohon yang tinggi.

57
Purwanto et al., (2005), juga menyatakan anggrek spesies liar seperti

genus Bulbophyllum memiliki daerah penyebaran yang relatif luas. Kebanyak

species Bulbophyllum sp.yang ditemukan didaerah Nanggorak-Badeto hidup pada

kondisi inang yang sudah lapuk dan tumbang pada pohon Dillenia exelsa dengan

kondisi kanopi tertutup sehingga kurangnya intensitas cahaya matahari.

Setelah dilakukkan analisis kekerabatan berdasarkan jenis anggrek yang di

temukan di kawasan Hutan Cagar Alam ini, dapat diketahui hubungan yang cukup

dekat antar-spesies. Kedekatan antar-species yang begitu dekat terlihat pada jenis

anggrek teresterial yaitu Nervilia, Macodes, Calanthe triplicate, dan

Spathoglottis. Namun, bila dilihat kekerabatan yang begitu jauh antara Nervilia

dan Bulbophyllum. Sementara, untuk yang lainnya masuk pada beberapa

subkelompok yang mengatur kedekatan antar-speciesnya. Karakter morfologi

yang menentukan kedekatan antar-species ditentukan dari jenis anggrek (epifit-

teresterial), bentuk umbi semu (bulat-melonojong-pipih-bulat telur), bentuk daun

(melonjong-memita-menjantung-melanset), ujung daun (runcing-tumpul), bentuk

perakaran (berdaging-bercabang), dan bentuk perbungaan (tandan-tunggal-malai).

Selain itu, faktor genetika pun mampu digunakan dalam menganalisa kekerabatan

antar-speciesnya.

Pengambilan jenis data specimen di kawasan Hutan Cagar Alam ini dirasa

masih kurang, karena banyak faktor yang kurang mendukung dalam pengambilan

sampel dan pencarain sampel terbatas. Banyaknya species anggrek yang

dilindungi serta minimnya peralatan dengan kondisi specimen di lapangan yang

terdapat pada ketinggian yang tidak memungkinkan pengambilannya secara

58
langsung. Sehingga, pengambilan specimen hanya dilakukkan dengan

pengambilan gambar (dokumentasi). Sehingga, jenis anggrek yang didapat tidak

dapat diherbariumkan, karena keterbatasan jumlah anggrek yang didapat dan

diharsukannya menjaga kelestarian jenis anggrek agar tidak rusak dan punah.

Kekerabatan jenis anggrek dilakukan dengan metode NTSYS dengan

melakukan perbandingan morfologis anggrek. Sehingga, dapat diketahui

kedekatan hubungan anggrek dalam tingkat taksonomi. Berdasarkan hasil analisis

kekerabatan jenis anggrek yang tersebar di kawasan Hutan Cagar Alam, terbagi

dalam dua cabang besar dengan beberapa kelompok yang terdiri dari beberapa

subkelompok kekerabatan. Cabang I - Kelompok I dan II menunjukkan

kekerabatan terdekat kelompok jenis anggrek teresterial yang terdiri dari

Kelompok I - subkelompok I ( Nervilia sp., Macodes sp.), subkelompok II

(Calanthe triplicata), dan Kelompok II – Outgroup (Spathoglottis sp). Sementara

untuk Cabang II menunjukan kekerabatan terdekat kelompok jenis anggrek epifit

yang terdiri dari dua kelompok. Kelompok I dan II terdiri dari dua subkelompok.

Dengan kelompok I – subkelompok I (Agrostophyllum tenue, Eria retusa,

Thrixspermum, Dendrobium rugosum, Phreatia laxiflora, dan Species B). Untuk

subkelompok II (Bulbophyllum violaceum, Bulbophyllum violaceum, Thelasis

pygmaea Bulbophyllum triflorum) dengan Outgroup (Ceratostylis dan Cimbidium

bicolor). Sementara Kelompok II – subkelompok I (Taeniophyllum biocelatum,

Species A) dengan Outgroup (Phalaenopsis), (Trichotosia annulata, Trichotosia

pauciflora – Eria erecta, Grammatophyllum speciosum). Sedangkan subkelompok

II – Outgroup (Bulbophyllum sp.)

59
5.3 Analisis Data

Data masing-masing species hasil dari identifikasi morfologi yang

diperoleh kemudian dibandingkan dalam tabel dengan kriteria sebagai berikut :

1. Jenis anggrek : 0 = epifit ; 1 = teresterial

2. Umbi semu : 0 = bulat ; 1 = memanjang ; 2 = pipih ; 3 = membulat telur

3. Bentuk daun : 0 = melonjong ; 1 = memita ; 2 = menjantung ; 3 = melanset

4. Ujung daun : 0 = runcing ; 1 = tumpul

5. Perakaran : 0 = berdaging-bercabang ; 1 = berdaging-tidak bercabang

6. Perbungaan : 0 = tandan ; 1 = tunggal ; 2 = malai

Tabel 5.3.1 Perbandingan Penampakan Morfologis

No. Nama Jenis Karakter Morfologis

1 2 3 4 5 6

1. Nervilia discolor 1 0 2 0 0 0

2. Macodes sp. 1 0 0 0 0 0

3. Agrostophyllum tenue 0 1 1 1 0 0

4. Bulbophyllum violaceum 0 0 0 1 0 1

5. Ceratostylis sp. 0 2 1 1 1 1

6. Taeniophyllum biocelatum 0 0 2 0 1 1

7. Trichotosia annulata 0 1 3 0 1 0

60
8. Spathoglottis sp. 1 3 3 0 1 0

9. Bulbophyllum ovalifolium 0 0 3 1 0 1

10. Cymbidium bicolor 0 2 1 1 1 1

11. Thelasis pygmaea (Grift.) Lindl. 0 0 0 1 1 1

12. Bulbophyllum triflorum 0 0 3 1 1 1

13. Eria retusa 0 0 0 1 0 0

14. Calanthe triplicata (Willemet) 1 0 0 0 1 0

15. Trichotosia pauciflora Blume. 0 1 3 0 1 1

16. Bulbophyllum sp. 0 1 0 0 0 1

17. Eria erecta 0 1 1 0 1 0

18. Phalaenopsis sp. 0 2 3 0 1 1

19. Grammathophyllum speciosum 0 1 1 0 1 1

20. Dendrobium rugosum 0 0 3 0 0 0

21. Phreatia laxiflora 0 0 2 1 1 0

22. Thrixspermum sp. 0 0 0 1 0 0

23. Species A 0 0 3 0 1 1

24. Species B 0 1 0 1 1 0

Data Primer, 2016


Berdasarkan hasil perbandingan morfologis, dapat dibuat bagan

kekerabatan sebagai berikut :

Gambar 5.3.1 Filogeni Jenis-Jenis Anggrek

Data Primer, 2016


Keterangan :

 Cabang I : Jenis anggrek teresterial

Kelompok I → subkelompok I : Dikotom ( Nervilia sp., Macodes sp.)

62
→ subkelompok II : Calanthe triplicate (Out group)

Kelompok II → Spathoglottis sp. (Out group)

 Cabang II : Jenis anggrek epifit

Kelompok I → subkelompok I : Agrostophyllum tenue (Out group)

→ Dikotom : Eria retusa, Thrixspermum sp.,

Dendrobium rugosum, Phreatia laxiflora,

sp. B

→ subkelompok II : Dikotom ( Bulbophyllum violaceum,

Bulbophyllum ovalifolium), (Thelasis

pygmaea, Bulbophyllum triflorum).

→ Out group : Ceratostylis sp., Cimbidium bicolor.

Kelompok II → subkelompok I : Dikotom ( Taeniophyllum biocelatum, sp.

A)

Out group ( Phalaenopsis sp.)

→ Dikotom : ( Trichotosia annulata, Trichotosia

pauciflora).

( Eria erecta, Gramatophyllum

speciosum).

→ Out group : Bulbophyllum sp.

63
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan hasil penelitian mengenai jenis-jenis anggrek yang telah

dilakukan di kawasan Hutan Cagar Alam Pananjung Pangandaran, ditemukan

sebanyak 24 Jenis Anggrek epifit dan teresterial, diantaranya :

1. Nervilia discolor 12. Trichotosia pauciflora

2. Macodes sp. 13. Bulbophyllum sp.

3. Agrostophyllum tenue 14. Phereatia laxiflora

4. Bulbophyllum violaceum 15. G. speciosa

5. Ceratostylis sp 16. Eria erecta

6. Taeniophyllum biocelatum 17. Cymbidium bicolor

7. Trichotosia annulata 28. Thrixspermum sp.

8. Bulbophyllum ovalifolium 19. Dendrobium rugosum

9. Thelasis pygmaea (Grift.) Lindl 20. Phalaenopsis sp.

10. Eria retusa 21. Species A

11. Calanthe triplicata (Willemet) 22. Species B

2. .Kebanyakan jenis anggrek yang ditemukan dikawasan Hutan Cagar Alam

ini tumbuh dengan kanopi yang tertutup dengan suhu minimum dan pH sedikit

64
3. asam karena intensitas cahaya yang kurang, sehingga kondisi kawasan

menjadi lembab dan dingin. Namun, beberapa jenis anggrek tidak ditemukan di

kawasan Padang Cikamal dan TWA (Ciborok), karena kondisi kanopi yang

terbuka dengan kelembaban yang rendah dan suhu yang tinggi, serta intensitas

cahaya yang tinggi, sehingga memungkinkan jenis anggrek sulit tumbuh pada

kawasan ini. Faktor pendukung tumbuhnya jenis anggrek yaitu Suhu optimum,

Intensitas cahaya yang optimum, Kelembaban, Ketinggian tempat yang optimum,

Kanopi yang tertutup dengan pH udara yang optimum.

4. Dengan memiliki penampakan morologis yang berbeda antara jenis

anggrek epifit dan teresterial, dapat diketahui hubungan kekerabatannya.

Hubungan kekerabatan terjauh antara jenis anggrek epifit dan teresterial, yaitu

pada Bulbophyllum sp., dan Nervilia sp. Karena memiliki jenis, bentuk umbi,

bentuk daun, dan perbungaan yang berbeda. Sedangkan, untuk hubungan

kekerabatan terdekat dilihat dari jenis, bentuk umbi, bentuk daun, perakaran

hingga perbungaan, yaitu pada (Eria retusa dan Thrixspermum) serta (Ceratostylis

dan Cimbidium bicolor).

65
6.2 Saran

6.2.1 Saran Umum

Saran ini ditujukan untuk pihak pengelola BBKSDA Pananjung

Pangandaran, khususnya pengelola kawasan Hutan Cagar Alam untuk selalu

mengamati kondisi hutan agar jenis tumbuhan yang berada di sekitar kawasan

hutan tetap terjaga dan tidak rusak ataupun hilang. Sangat disayangkan apabila

hutan yang dengan kekayaan jenis tumbuhan yang cukup melimpah dan sering

diteliti, rusak bahkan punah karena faktor alam maupun eksploitasi. Serta perlu

adanya peningkatan secara berkala berbagai pengenalan jenis tumbuhan di lokasi

kawasan hutan, agar dapat memudahkan penentuan lokasi pencarian jenis

keanekaan tumbuhan bagi peneliti khususnya data anggrek. Hal ini diperlukan,

agar apabila ada perubahan sekecil apapun dapat terdeteksi. Selain itu, dapat

menjaga kelestarian, perlindungan dan pemanfaatan bagi flora dan fauna di

kawasan Cagar Alam Pananjung Pangandaran.

6.2.2 Saran Khuss

Pada penelitian yang saya lakukan terdapat beberapa kendala. Salah satunya saat

pengambilan sampel, kurangnya alat serta kondisi lingkungan yang kurang

mendukung. Banyaknya informasi tentang anggrek dan Persiapan alat haruslah

lengkap serta mengecek kondisi medan, agar saat pengambilan sampel dapat

maksimal. Mencari beberapa jenis literature dan tidak hanya memanfaatkan satu

66
referensi saja. Karena jenis anggrek di alam begitu melimpah. Usahakan dapat

menemukan jenis anggrek dalam keadaan morfologi lengkap. Sangat sulit di

identifikasi apabila kondisi morfologis anggrek tidak lengkap.

67
BIBLIOGRAFI

Arditti, J. 1992. Fundamental of Orchid Biology. John Wiley dan Sons. New

York. Chichester. Brisbane. Toronto. Singapore.

Comber, J. B., 1990. Orchid of Java. Bentham – Moxon Trust. Royal Botanic

Gardens, Kew.

Darmono, D. W. 2008. Agar Anggrek Rajin Berbunga. Jakarta : Penebar Swadaya

Djuita, R. N. 2004. Keanekaragaman Anggrek Di Situ Gunung Sukabumi. FMIPA

Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dressler, R. L., 1981. The Orchid : Natural History and Classification. Harvad

University Press Cambridge, Massachusetts and London, England.

Gunadi, T., 1986. Anggrek dari Benua ke Benua. Penerbit : Angkasa. Bandung

Gunawan, W. L.2007. Budidaya Anggrek. Penebar Swadaya. Jakarta.

Indarto, Novo. 2011. Pesona Anggrek Petunjuk Praktis Budi Daya dan Bisnis

Anggrek. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Bumi Aksara: Jakarta. hlm. 138-150.

Jones, S. B., dan A. E. Luchsinger. 1987. Plant Systematics. New York : Mc

Graw-Hill Book Company.

Kartikaningrum, S. D. Widastoety & Kusumah. 2004. Panduan Karaterisasi

Tanaman Anggrek. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Komisi Nasional Platma. Jurnal Ilmiah dari Pertanian :

http://indoplasma.or.id/publikasi/pdf/guidebook_hs.pdf

xv
Kartohadiprodjo, Nies Sumarti. 2009. Asiknya Memelihara Anggrek. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama.

Kusuma, H. W. 2004. Sehat Dengan Anggrek Tanah. Yahoo (http://suarakarya-

online.com/news.html). Diakses pada tanggal 27 Maret 2016 pukul 18.59

WIB.

Latif, S. M. 1960. Bunga Anggrek Permata Belantara Indonesia. Bandung:

Sumur.

Latif, S. M.1972. Kembang Anggrek. Jakarta: N. V.Masa Baru.

Mujahidin, S.P., M. Marjuki, D. Supriadi, Rahmat, Atjim, dan T. Jodi. 2002.

Eksplorasi Anggrek Jawa. Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

Banten. Bogor: Pusat Konservasi Tanaman Kebun Raya Bogor-LIPI.

Nurmaryam, S. 2011. Stretegi Pembangunan Usaha Tanaman Anggrek (Studi

Kasus : Maya Orchid Taman Anggrek Indonesia Permai Jakarta Timur).

Fakultas Ekonomi dan Manajement Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Parinding. 2007. Potensi dan Karakteristik Bio-Ekologis Tumbuhan Sarang Semut

Di Taman Nasional Wasur Merauke Papua (Tesis). Sekolah Pascasarjana

IPB. Bogor.

Priandana, A. Y. 2007. Ekplorasi Anggrek Epifit di Kawasan Taman Hutan Raya

R. Soeryo Sisi Timur Gunung Anjasmoro. Jurusan Budidaya Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Jawa Timur.

Purwanto, A. Erlina Ambarwati., & Fitria Setianingsih. 2005. Kekerabatan Antar

Anggrek Spesies Bedasarkan Sifat Morfologinya. Fakultas Pertanian

UGM. 11 (1).

xvi
Puspitaningtyas, D.M. dan S. Mursidawati. 1999. Koleksi Anggrek Kebun Raya

Bogor. Vol. 1, No. 2. Bogor: UPT Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI.

Schuttleworth, F.S., H.S. Zim, and G.W. Dillon. 1970. A Golden Guide Orchids.

New York: Western Publishing Company, Inc.

Sessler, G. J. 1987. Orchids and How to Grow Them. Prentice Hall Imc. New

Jersey. 360 p. Available online at : http://books.google.co.id (diakses pada

tanggal 27 Maret 2016 pukul 19:07 WIB).

Soetopo, L. 2009. Keanekaragaman dan Pelestarian Tanaman Anggrek. Malang:

Penerbit Citra.

Solvia. 2005. Budidaya Anggrek. Badan penelitian dan pengembangan pertanian.

Departemen pertanian.

Sumartono. 1981. Anggrek Untuk Rakyat. Jakarta : Bumi Restu.z

Tjitrosoepomo, Gembong. 1993. Taksonomi Umum : Dasar-dasar Taksonomi

Tumbuhan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Yahman, 2009. Struktur dan Komposisi Tumbuhan Anggrek di Hutan Wisata

Taman Eden Kabupaten Toba Samosir Propinsi Sumatra Utara (Tesis).

Pascasarjana. Universitas Sumatra Utara. Medan.

xvii
LAMPIRAN I

TABEL DAN DIAGRAM KEKERABATAN MORFOLOGI ANGGREK

OUTPUT HASIL ANALISIS DENGAN PROGRAM NTSYS

xviii
Lampiran 1.1 Output Hasil Analisis Dengan Program NTSYS

xix
Lampiran 1.1 Stand.NTSYS

Lampiran 1.1 SimQual.NTSYS

xx
Lampiran 1.1 SAHN.NTSYS

xxi
LAMPIRAN II

KEGIATAN HARIAN KULIAH KERJA LAPANGAN

xxii
KEGIATAN HARIAN KULIAH KERJA LAPANGAN

No. Waktu Kegiatan Keterangan

1. Minggu, 8 Mei 2016

Peserta berkumpul di
Gerbang Utama BNI

05.00-6.30 WIB Persiapan dan mobilisasi Pelepasan KKL 2016.

barang.

6.30-07.30 WIB (Doa, sambutan ketua

rombongan, ketua kkl).

07.30-11.40 WIB Perjalanan menuju

Pangandaran.

11.40-12.30 WIB ISHOMA

12.30-15.00 WIB Melanjutkan perjalanan. Tiba di Pangandaran.

15.00-17.00 WIB Mobilisasi barang dan


penempatan mess.

17.00-19.30 WIB ISHOMA Persiapan Pembukaan KKL


2016.
19.30-20.30 WIB Sambutan Kepala BKSDA, Pembukaan KKL 2016.
Kepala Desa, Kepala TWA,
dan Sambutan Ketua
Rombongan KKL 2016.

20.30-21.30 WIB Diskusi UMUM dan Persiapan Ormed Umum dan


BIDANG Bidang.

22.00 ISTIRAHAT

xxiii
No. Waktu Kegiatan Keterangan

2. Senin. 9 Mei 2016

04.30-05.00 WIB Sholat shubuh

05.00-06.30 WIB Sarapan pagi dan persiapan Persiapan Orientasi Medan


perjalanan.
dan Pengenalan Jalur

Ormed Bidang.

06.30-07.00 WIB Pengarahan Ketua Pengenalan Lapangan


Rombongan.
melewati Rengganis, Cikamal,

Pantai Barat.

07.00-10.00 WIB Orientasi Medan Umum Penelusuran spesies anggrek

di kawasan pantai timur-

Batumeja. Ditemukan jenis

spesies anggrek langka :

Nervilia sp. Dan Macodes sp.

10.00-11.20 WIB ISTIRAHAT Persiapan Evaluasi

11.20-14.40 WIB Orientasi Medan Bidang

14.40-19.30 WIB ISHOMA

19.30-20.30 WIB Evaluasi Umum Briefing


20.30.-22.00 WIB Evaluasi bidang dan Diskusi
per bidang

22.00 WIB Istirahat

3. Selasa, 10 Mei 2016

03.30–05.00 WIB Persiapan sholat shubuh Persiapan Orientasi medan


day-2
05.00-06.00 WIB Makan Pagi

06.00-17.30 WIB Eksplorasi medan Penelusuran perjalanan


dimulai dari TWA,
Nanggorak, Badeto, Sungai
Badeto, Pasir Pugag, Tadah
Angin, Cikamal. Ditemukan
24 jenis anggrek dengan
puluhan jumlah individu.

17.30-19.30 WIB ISHOMA Persiapan Evaluasi

19.30-20.30 WIB Evaluasi Umum dan Diskusi


Umum

20.30-22.00 WIB Diskusi Bidang dan Briefing Evaluasi data yang diperoleh.

22.00 WIB Istirahat


3. Rabu, 11 Mei 2016

04.30-05.00 WIB Sholat shubuh Persiapan Orientasi medan


day-3

05.00-06.00 WIB Persiapan Ormed dan Makan


pagi

06.00-11.30 WIB Orientadi medan Eksplorasi medan Ciborok dan


Pantai timur

11.30-13.00 WIB ISHOMA

13.00-16.00 WIB Identifikasi Jenis Anggrek Identifikasi Anggrek


yang diperoleh.
16.00-19.30 WIB ISHOMA Persiapan Evaluasi Umum

19.30-20.30 WIB Evaluasi Umum

20.30-22.00 WIB Diskusi Bidang dan Briefing Evaluasi Bidang

22.00 WIB ISTIRAHAT


4. Kamis, 12 Mei 2016

04.30-05.00 WIB Sholat shubuh

05.00-06.00 WIB Makan Pagi Persiapan Identifkasi Anggrek

06.00-11.30 WIB Identifikasi Anggrek Diperoleh jenis anggrek yang


didapat yaitu Bulbophyllum
11.30-13.00 WIB ISHOMA ovalifolium, Macodes sp.,
Nervilia sp., Thrixspermum
13.00-16.00 WIB Lanjut identifikasi jenis sp., Dendrobium rugosum,
anggrek Gramatophyllum sp.

16.00-19.30 WIB ISHOMA Persiapan Evaluasi Umum

19.30-20.30 WIB Evaluasi Umum

20.30-22.00 WIB Diskusi Bidang dan Briefing Evaluasi data hasil identifikasi

22.00 WIB ISTIRAHAT


5. Jum’at, 13 Mei 2016

04.30-05.00 WIB Sholat shubuh

05.00-06.00 WIB Makan Pagi Melanjutkan Identifikasi


anggrek yang belum terident

06.00-11.30 WIB Melanjutkan Identifikasi

11.30-13.00 WIB ISHOMA

13.00-18.00 WIB Waktu bebas


18.00-19.30 WIB ISHOMA

19.30-20.30 WIB Evaluasi Umum

20.30-22.00 WIB Diskusi Bidang dan Briefing Evaluasi data hasil identifikasi

22.00-00.00 WIB Packing dan ISTIRAHAT


6. Sabtu, 14 Mei 2016

04.30-05.00 WIB Sholat shubuh Persiapan Kembali ke


Jatinangor
05.00-06.00 WIB Makan Pagi

06.00-09.00 WIB Persiapan pulang

09.00-10.30 WIB Perpisahan dengan pihak Pemberian plakat dan Foto


BKSDA bersama

10.30-12.30 WIB Perjalanan Pulang

12.30-13.40 WIB ISHOMA Rest Area

13.40-17.00 WIB Perjalanan Kembali Melanjutkan perjalanan ke


Jatinangor

17.00 WIB Tiba di Jatinangor Gerbang Utama BNI


LAMPIRAN III

FOTO KEGIATAN KULIAH KERJA LAPANGAN

xxvii
LAMPIRAN 3.1

BANNER DAN LOGO KULIAH KERJA LAPANGAN 2016

xxviii
Lampiran 3.2

Tim Phanerogamae dan Kriptogamae

xxix
Lampiran 3.3

Tim Phanerogamae

xxix
Lampiran 3.4

DOSEN DAN PESERTA KULIAH KERJA LAPANGAN 2016

Anda mungkin juga menyukai