Anda di halaman 1dari 55

PEMERIKSAAN ISI LAMBUNG IKAN KONSUMSI SEBAGAI INDIKATOR

ADANYA PENCEMARAN SAMPAH DI PANTAI TIMUR


PANGANDARAN, CIAMIS, JAWA BARAT

Laporan Kuliah Kerja Lapangan ( KKL)


di Cagar Alam Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat

Disusun Oleh :
Rahma Mairani
140410130033

UNIVERSITAS PADJADJARAN
PROGRAM STUDI SARJANA BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JATINANGOR
2016

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN 2016

Nama

: Rahma Mairani

NPM

: 140410130033

Judul

: Pemeriksaan Isi Lambung Ikan Konsumsi Sebagai


Indikator Adanya Pencemaran Sampah di Pantai
Timur Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat.

Tempat Penelitian

: Pantai Timur, Pangandaran, Kabupaten


Pangandaran, Jawa Barat.

Waktu Penelitian

: 8-15 Mei 2016

Telah diperiksa dan disahkan :


Jatinangor, Juni 2016
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Laporan

Dosen Pembimbing Lapangan

KKL 2016

KKL 2016

Madihah, M.Si.
NIP. 19820131 200801 2 005

Nining Ratningsih, Dra., MIL


NIP. 19610315 198503 1 001

Mengetahui,
Ketua Rombongan KKL 2016

Dr. Teguh Husodo, M.Si


NIP. 19681213 199703 1 001

PEMERIKSAAN ISI LAMBUNG IKAN KONSUMSI SEBAGAI


INDIKATOR ADANYA PENCEMARAN SAMPAH DI PANTAI
TIMUR PANGANDARAN, CIAMIS, JAWA BARAT
Oleh:
Rahma Mairani
Dosen Pembimbing:
Madihah, M.Si.

ABSTRAK
Kondisi Pantai Timur Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat yang terdapat sampah
mengindikasikan adanya partikel sampah yang dapat ikut terkonsumsi oleh ikan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui isi lambung beberapa jenis ikan
konsumsi yang ditangkap oleh nelayan di Pantai Timur Pangandaran. Metode
yang digunakan adalah survey dan wawancara serta analisis isi lambung ikan
konsumsi. Hasil yang diperoleh menunjukkan di dalam lambung ikan
Scomberoides tol, Carangoides praeustus dan Gerres filamentosus teridentifikasi
adanya ikan Familia Engraulidae, Palaemonetes vulgaris, dan Ulva sp. serta
detritus dengan frekuensi kehadiran 41/100, 26/100, 24/100, dan 9/100. Namun
demikian, teramati adanya sampah di area penangkapan ikan konsumsi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sampah yang ada di Pantai Timur
Pangandaran tidak dikonsumsi oleh ikan S. tol, C. praeustus dan G. filamentosus.
Kata kunci : Scomberoides tol, Carangoides praeustus, Gerres filamentosus, ikan
Familia Engraulidae, Palaemonetes vulgaris, Ulva sp.

ii

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan
yang berjudul Pemeriksaan Isi Lambung Ikan Konsumsi Sebagai Indikator
Adanya Pencemaran Sampah di Pantai Timur Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat.
Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas Kuliah Kerja Lapangan.
Penyusun menyadari bahwa dalam laporan ini masih terdapat kekurangan
dan belum mendekati sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak. Semoga laporan ini dapat memberikan
manfaat, pengetahuan dan wawasan bagi berbagai pihak yang berkepentingan.

Jatinangor, Juni 2016

Penulis

iii

UCAPAN TERIMAKASIH

Kegiatan Kuliah Kerja Lapangan Cagar Alam Pananjung Pangandaran


2016 ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari berbagai pihak terutama
Madihah, M.Si., dosen pembimbing laporan yang senatiasa membimbing,
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam penyusunan laporan Kuliah Kerja
Lapangan dan Nining Ratningsih, Dra., MIL, dosen pembimbing lapangan yang
selalu mendampingi saat pengambilan data di Pangandaran. Penyusun juga
menghaturkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya terhadap semua pihak yang
telah membantu dan membimbing selama persiapan penelitian sampai
penyusunan laporan ini, terutama kepada :
1. Dr. Ruhyat Partasasmita, M.Sc., selaku Kepala Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran
yang telah memfasilitasi alat dan bahan yang digunakan saat penelitian di
Pangandaran.
2. Asri Peni Wulandari M.Sc.,Ph.D., selaku Ketua Prodi Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran yang
telah memfasilitasi alat dan bahan yang digunakan saat penelitian di
Pangandaran, serta pengarahan terhadap panitia Kuliah Kerja Lapangan
2016.
3. Dr. Teguh Husodo M.Si., selaku Ketua Rombongan Kuliah Kerja
lapangan 2016
4. Yana Hendrayana, Kepala Resort TamanWisata Alam Pangandaran,
Jawa Barat atas koordinasinya dengan panitia Kuliah Kerja Lapangan
2016.

iv

5. Pihak Cagar Alam Pananjung Pangandaran yang telah memberikan


izin untuk pelaksanaan Kuliah Kerja Lapangan 2016.
6. Orangtua dan Keluarga yang selalu mendukung penyusun baik secara
material maupun moril kepada penulis.
7. Tim Fisiologi Hewan atas kerjasamanya.
8. Panitia Kuliah Kerja Lapangan 2016, terimakasih atas waktu dan
tenaganya dalam merancang dan menjalankan kegiatan Kuliah Kerja
Lapangan 2016.
9. Keluarga Besar Biologi Universitas Padjadjaran 2013 atas kerjasama
selama kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2106.
10. Astrini Ayundari, Amalia Ridla Rahim, Yulisa Mustika, Ulfia Fitriani,
Andena Martina, Annisa Mardlyah, Ramdan Nuridana, dan Mochamad
Reyyan P.L yang selalu memberikan semangat terhadap penulis selama
pengambilan data hingga penyusunan laporan Kuliah Kerja Lapangan
2016.
11. Ghina Nafisah, Andesita Ryaneisa, Indra Abdul Rochman, Nisa
Rumiko, Raden Cindy Rusherdianita yang selalu memberikan arahan
terhadap penulis.
Terimakasih penyusun ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu selama
kegiatan Kuliah Kerja Lapangan 2016,
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................

ABSTRAK ...................

ii

KATA PENGANTAR ................

iii

UCAPAN TERIMAKASIH....................

iv

DAFTAR ISI ...............

vi

DAFTAR TABEL....................

ix

DAFTAR GAMBAR...................

DAFTAR LAMPIRAN...................

xi

BAB I PENDAHULUAN ...............

1.1 Latar Belakang ................................................................................

1.2 Identifikasi Masalah .......................................................................

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian .......................................................


1.4 Kegunaan Penelitian........................................................................
1.5 Metodologi dan Analisa Data .........................................................
1.6 Lokasi Waktu dan Penelitian...........................................................

BAB II TINJAUAN LOKASI .................

2.1 Gambaran Umum............................

2.2 Letak Geografis dan Administrasi ..............

2.3 Topografi dan Tanah ..............

2.4 Iklim ....................................

2.5 Hidrologi .....................

2.6 Aksesibilitas ............................

2.7 Keadaan Ekosistem .....................

2.7.1 Flora ..................

2.7.2 Fauna.................

BAB III TINJAUAN PUSTAKA ...................

3.1 Ikan Konsumsi ...........

3.2 Pencemaran Air ..........................

10

3.3 Analisis Isi Lambung ......................

11

3.4 Sistem Pencernaan Ikan...................................................................

13

3.4.1 Mulut .......................

14

3.4.2 Faring .....................

15

3.4.3 Esofagus..........................

15

3.4.4 Lambung ......................

16

3.4.5 Usus ...............................

16

3.4.6 Anus ...................................

16

3.5 Hormon Pencernaan Ikan .......................................

18

vi

3
4

3.5.1 Hormon Gastrin .............................

19

3.5.2 Hormon kolsistokinin.........................

20

3.5.3 Hormon sekretin dan pankreozinin........................

20

3.5.4 Hormon Insulin .....................................................

20

3.6 Kebiasaan Makan Ikan .......................................................

21

BAB IV METODE PENELITIAN .......................

21

4.1 Alat dan Bahan ..............

25

4.1.1 Alat ......................

25

4.1.2 Bahan ..............

25

4.2 Metode Penelitian .............................................................................

26

4.3 Prosedur Kerja

26

4.3.1 Survei Lokasi...


4.3.2 Wawancara Nelayan ..........

26

4.3.3 Pengambilan Sampel Ikan ..............

26

4.3.4 Isolasi Lambung Ikan .................

27

4.3.5 Pengambilan dan Pemeriksaan

27

Isi Lambung Ikan....................................


4.3.6 Paramater.................................................................................

27

4.4 Analisis Data...................................................................................

28

A. Frekunesi Kehadiran ................................................................

28

B. Komposisi Makanan dalam Jumlah .........................................

28

C. Komposisi Makanan dalam Berat .........................................

28
29

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................


BAB VI PENUTUP .......................... 30
6.1 Kesimpulan .......................

38

6.2 Saran .............................................

38

DAFTAR PUSTAKA ...........................

38

LAMPIRAN .....................................................................................................

39
43

vii

DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Komposisi Makanan yang Ditemukan Pada Lambung
Konsumsi ................................................................ 35

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Struktur Sistem Pencernaan Ikan .........

17

Gambar 5.1 Morfologi Scomberoides tol ................................

31

Gambar 5.2 Morfologi Carangoides praeustus .......................

32

Gambar 5.3 Morfologi Gerres filamentosus ...........................

33

Gambar 5.4 Morfologi Ikan Familia Engraulidae .......................... 34


ix

Gambar 5.5 Morfologi Palaemonetes vulgaris ............................

34

Gambar 5.6 Morfologi Ulva sp. ...................................................

35

Gambar 5.7 Frekuensi Kehadiran Makanan .................................

36

Gambar 5.8 Sampah yang ada di Pantai Timur .............................

37

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Morfologi Lambung ikan Gerres filamentosus ........................

43

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Air permukaan bumi terdiri atas air laut dan air tawar. Air laut kurang
lebih 71 % menutupi permukaan planet bumi, dengan kedalaman air rata-rata 3,8
km dan volume sebesar 1.780 x 106 km3. Indonesia dengan wilayah perairan laut
sekitar 5,8 juta km2, yaitu sebesar 2/3 dari wilayah nusantara, yang sangat
berpotensi dalam menyediakan sumber protein hewani, terutama yang bersumber
dari ikan, untuk memenuhi kebutuhan gizi penduduknya. Hal tersebut
menyebabkan ikan memiliki nilai ekonomi yang penting.
Pencemaran air dapat berasal dari beberapa sumber, salah satu yang
paling utama adalah sampah. Sampah merupakan bahan buangan dari kegiatan
rumah tangga, komersial, industri, atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
manusia yang sudah tidak digunakan (Purwendro & Nurhidayat, 2006). Menurut
Pusat Penelitian Pengembangan Permukiman (2001), sampah merupakan suatu
bahan buangan yang bersifat padat, cair, maupun gas yang sudah tidak memenuhi
persyaratan, tidak dikehendaki, dan merupakan hasil sampingan dari kehidupan
sehari-hari. Definisi sampah menurut Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dalam UU Nomor 18 tahun 2007, bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari
manusia dan/atau proses yang berbentuk padat. Pencemaran air laut yang
disebabkan oleh sampah menyebabkan dampak secara langsung dan tidak
langsung terhadap organisme yang ada di dalamnya, termasuk ikan.

Sumber daya ikan yang hidup di wilayah perairan Indonesia dinilai


memiliki tingkat keragaman hayati (biodiversitas) yang paling tinggi. Sumber
daya tersebut setidaknya telah mencakup 37% dari spesies ikan di dunia. Di
wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan, diantaranya adalah
ikan konsumsi. Ikan konsumsi adalah ikan yang ada di air tawar atau laut yang
mengandung protein tinggi sehingga dapat dikonsumsi oleh manusia serta
mempunyai arti penting bagi kepentingan perekonomian (Marimin, 2010).
Pencemaran sampah di laut Pangandaran yang disebabkan oleh aktivitas
manusia, menyebabkan organisme di dalamnya terkena dampak, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Aktivitas warga yang sebagian besar sebagai
nelayan serta bertambahnya wisatawan yang berkunjung ke Pangandaran menjadi
penyebab timbunan sampah yang bertambah setiap harinya (Balai Konservasi
Sumber Daya Alam, 2003). Sampah yang berada di pesisir pantai terbawa oleh
arus hingga ke tengah laut sehingga memungkinkan sampah tersebut turut
dikonsumsi oleh ikan, yang selanjutnya ikan-ikan tersebut sebagian dikonsumsi
oleh masyarakat. Pemeriksaan isi lambung ikan diperlukan untuk melihat
komposisi pakan alami dalam lambung ikan, mengetahui jenis ikan berdasarkan
kebiasaan makan, serta menganalisis adanya pertikel sampah yang tertelan dan
berada di dalam lambung, sehingga dapat dievaluasi tingkat keamanan suatu ikan
untuk dikonsumsi oleh masyarakat.

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut maka identifikasi masalahnya sebagai
berikut :
1. Jenis ikan apa saja yang dikonsumsi oleh masyarakat di sekitar Cagar
Alam Pangandaran, Jawa Barat.
2. Jenis makanan apa saja yang terdapat di lambung ikan konsumsi yang
diamati .
3. Adakah partikel sampah yang teridentifikasi di dalam lambung ikan

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud dari penelitian ini adalah memeriksa isi lambung ikan konsumsi.
Tujuannya adalah mengamati komposisi makanan ikan serta ada tidaknya partikel
sampah yang turut dikonsumsi untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran yang
terjadi di Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat.

1.4 Kegunaan Penelitian


Hasil Pengamatan ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
jenis ikan berdasakan makanannya serta mengetahui ada tidaknya sampah yang
turut dikonsumsi oleh ikan. Hal tersebut dapat digunakan sebagai salah satu upaya
dalam pengawasan ikan yang layak dikonsumsi oleh masyarakat Pangandaran,
Ciamis, Jawa Barat.

1.5 Metodologi Penelitian


Penelitian dilakukan dengan metode observasi melalui survei,
wawancara dan analisis isi lambung. Adapun tahap-tahap kegiatannya adalah
sebagai berikut: survei dilakukan di tempat penangkapan ikan konsumsi,
selanjutnya wawancara dilakukan untuk mengetahui jenis dan asal ikan yang
ditangkap serta kondisi lokasi penangkapan ikan. Analisis isi lambung dilakukan
pada 3 spesies ikan konsumsi yang berbeda dengan masing-masing 2 ekor.
Pasca diisolasi isi lambung ikan konsumsi dianalisis komposisi makanannya serta
mengidentifikasi ada tidaknya sampah. Data dianalisis untuk menentukan
frekuensi kehadiran makanan dan komposisi makanan di dalam lambung ikan
konsumsi yang selanjutnya dibuat dalam bentuk tabel dan diagram.

1.6 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Pantai Timur Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat
pada tanggal 08 sampai dengan 13 Mei 2016.

BAB II
TINJAUAN LOKASI
CAGAR ALAM PANGANDARAN

2.1 Gambaran Umum


Kawasan Cagar Alam Pangandaran semula merupakan tempat perladangan
penduduk. Tahun 1922, Y. Eycken yang menjabat Residen Priangan, mengusulkan
wilayah tersebut dijadikan menjadi Taman Buru. Pada waktu itu dilepaskan seekor
banteng, tiga ekor sapi betina dan beberapa ekor rusa (Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah Jawa Barat, 2006).
Pada awalnya kawasan hutan Pangandaran berstatus Suaka Margasatwa
berdasarkan GB No. 19 Stbl. 669 tanggal 7 Desember 1934, seluas 497 Ha (luas
yang sebenarnya 530 Ha). Setelah ditemukan Bunga Rafflesia padma, statusnya
berubah berdasarkan SK Menteri Pertanian No170/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10
Maret 1978 menjadi Cagar Alam (419,3 Ha) dan Taman Wisata Alam (37,7 Ha).
Perairan di sekitar CA dan TWA seluas 470 Ha berubah status menjadi Cagar
Alam Laut berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 225/Kpts-II/1990 tanggal
3 Agustus 1990 (Balai Konservasi Sumber Daya Alam, 2003).
Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan
No. 104/Kpts-II/1993 pengusahaan wisata TWA Pangandaran diserahkan dari
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam kepada Perum
Perhutani. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan di kawasan konservasi
Pangandaran dan sekitarnya adalah: lintas alam, bersepeda, berenang, bersampan,

scuba diving, snorkling dan melihat peninggalan sejarah (Balai Konservasi


Sumber Daya Alam, 2003).
Cagar Alam Pangandaran adalah tanjung kecil dengan hutan pantai pada
daerah berbatu kapur, dengan populasi banteng dalam jumlah sedikit, dua jenis
primata dan beberapa jenis burung. Pada daerah ini juga terdapat gua-gua tempat
beribadah, makam bersejarah dan kapal perang jaman Jepang. Selain itu, terdapat
pula pantai untuk berendam yang menarik, yang dikelilingi oleh taman coral.
Daerah ini terbagi menjadi daerah hutan sekunder yang telah terganggu, hutan
primer, tempat merumput dan beberapa perkebunan jati (evergreen) (Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah, 2007).

2.2 Letak Geografis dan Administrasi


Kawasan Cagar Alam Pangandaran terletak di Kawasan Konservasi Alam
Pangandaran berhimpitan dengan Taman Wisata Alam Pangandaran. Secara
geografis terletak pada : 7o30 LS dan 108o30- 109oBT , terletak pada ketinggian
0 s/d 75 meter dpl dengan luas 37,7 Ha, dengan luas blok pemanfaatan seluas
20

Ha.

Secara

administratif

Kec.Pangandaran Kabupaten Ciamis.

termasuk

wilayah

Desa

Pangandaran,

2.3 Topografi dan Tanah


Keadaan topografi Taman Wisata Alam Pangandaran bervariasi mulai
landai hingga berbukit. Sedangkan keadaan tanahnya rediri dari jenis Podsol
kuning, Podsol kuning merah, Latosol Coklat dan litosol.

2.4 Iklim
Iklim Areal Cagar Alam Pangandaran mempunyai suhu antara : 25 30 o C
serta kelembaban udara sekitar : 80-90% dengan Curah hujan rata-rata 3196
mm/tahun, curah hujan tertinggi terjadi antara bulan Oktober-Maret dan terendah
terjadi antara bulan Juli-September.

2.5 Hidrologi
Keadaan hidrologi di kawasan Cagar Alam terbesar berasal dari sumber
mata air Sungai Cikamal dan Sungai Cirengganis yang terdapat di Cagar Alam,
dimana sekalipun pada musim kemarau kedua sungai ini hampir tidak pernah
kering. Sumber air dari sungai Cirengganis dahulu dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan dikawasan Taman Wisata Alam.

2.6 Aksesibilitas
Cagar Alam Pangandaran terletak berdampingan dengan Objek Wisata
Pantai Pangandaran yang merupakan salah satu objek wisata Primadona di Jawa
Barat. Dengan letaknya yang berdampingan dengan Pantai Pangandaran , maka :

Garut Tasikmalaya Banjar - Ciamis Kalipucang Pangandaran :

180 Km
Bandung Tasikmalaya Banjar - Ciamis Kalipucang Pangandaran :

220 Km
Cirebon Kuningan Ciamis Banjar - Kalipucang Pangandaran :

185 Km
Cilacap/Purwokerto Kalipucang Pangandaran : 165 Km

2. 7 Keadaan Ekosistem
2.7.1 Flora
Flora, dari bahasa Latin, alam tumbuhan atau nabatah adalah khazanah
segala macam jenis tanaman atau tumbuhan. Biasanya ditulis di depan nama
geografis. Misalnya, nabatah Jawa, nabatah Asia atau nabatah Australia.Berikut
flora yang bisa ditemui di Cagar Alam Pangandaran yaitu Nyamplung
(Calophyllum inophyllum L.), Waru laut atau baru laut (Thespesia populnea),
(Pandanus Tectorius) atau Pandan Laut, ketapang (Terminallia cattapa), keben
(Barringtonia asiatica), Jati (Tectona grandis), serta Mahoni (Swietenia
mahagoni).

2.7.2 Fauna
Fauna, dari bahasa Latin, atau alam hewan artinya adalah khazanah segala
macam jenis hewan yang hidup di bagian tertentu atau periode tertentu.Berikut
fauna yang bisa ditemui di Cagar Alam Pangandaran adalah Kera (Macaca
fascicularis), Lutung (Trachipytecus auratus), Landak (Hystrix bracyura),dan
Rusa (Cervus Timorensis). Jenis burung yang diamati adalah Tulumtumpuk
(Magalaema javensis), burung Kangkareng (Anthracoceros convexus), Ayam
Hutan (Gallus g varius), Tando (Chynocephalus variegatus), selain itu juga
terdapat ular Sanca (Phyton molurus).

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Ikan Konsumsi


Ikan konsumsi adalah semua sumber daya ikan yang ada di air tawar atau
laut yang dapat dikonsumsi oleh manusia. Ikan konsumsi dapat diartikan semua
hayati kelautan dan air tawar yang mengandung protein tinggi dan mempunyai
arti penting bagi kepentingan perekonomian. Ikan konsumsi digolongkan
berdasarkan hasil upaya perolehan dan tempat habitat. Ikan konsumsi berdasarkan
upaya perolehan yaitu ikan hasil penangkapan dan ikan hasil budidaya, sedangkan
berdasarkan habitat, jenis ikan diantaranya hidup di perairan darat dan jenis ikan
hidup di perairan laut (Effendi, 1997). Marimin (2010) mengemukakan bahwa
produksi perikanan global secara keseluruhan baik dari ikan hasil perikanan
tangkap dan budidaya dengan total 141,6 juta ton per tahun. Sekitar 105,6 juta ton
(75%) digunakan untuk konsumsi manusia secara langsung, sedangkan sisanya
dipakai untuk produk non-pangan, khususnya pembuatan makanan berbahan baku
ikan dan minyak diantaranya ikan bandeng (Chanos chanos), ikan belanak
(Valamugil seheli), ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), tongkol (Euthynnus
affinis) , tenggiri (Scomberomorini sp.), baronang (Siganus sp.), kakap (Lutjanus
sp.) , kembung (Rastrelliger sp.), dan juga ikan tuna (Thunnini sp.)

10

11

3.2 Pencemaran Air


Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat
manusia dan makhluk hidup lainnya dengan fungsi yang tidak akan dapat
digantikan oleh senyawa lain. Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan manusia
memerlukan air, mulai dari membersihkan diri, membersihkan tempat
tinggalnya,

menyiapkan

makanan

dan

minuman

sampai

dengan

aktivitas-aktivitas lainnya (Achmad, 2004). Kualitas dan kuantitas serta


kontinuitas air yang sesuai dengan kebutuhan manusia merupakan faktor penting
yang menentukan kesehatan hidup manusia. Kualitas air tersebut dipengaruhi
oleh keberadaan berbagai jenis mikroorganisme patogen dan kandungan bahan
kimia berbahaya dalam air. Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi
dengan lingkungan daratan, karena buangan limbah dari daratan akan bermuara
ke laut. Selain itu air laut juga sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar)
yang jatuh dari atmosfir. Limbah yang mengandung polutan dapat masuk ke
dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian
tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke
dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumicumi, kerang, rumput laut dan lain-lain) (Yunus, 2009).
Menurut Palar (2008) pencemaran adalah suatu kondisi yang telah berubah
dari kondisi asal ke kondisi yang lebih buruk sebagai akibat masukan dari
bahan - bahan pencemar atau polutan. Suatu lingkungan dikatakan tercemar
apabila telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga

12

tidak sama lagi dengan bentuk asalnya, sebagai akibat masuk dan atau
dimasukkannya suatu zat atau benda asing ke dalam tatanan lingkungan.
Perubahan ini memberikan pengaruh (dampak) buruk terhadap organisme yang
telah ada dan hidup baik dalam tatanan tersebut. Pada tingkat lanjut, perubahan
ini juga dapat membunuh bahkan menghapuskan satu atau lebih organisme.
Sampah dapat digolongkan kedalam beberapa kategori, menurut jenis
sampah dibagi menjadi: sampah organik seperti daun dan lain-lain, sampah
plastik, sampah kertas dan kelompok logam serta kayu (Soekarman, 1983).
Menurut Syahrul dan Ollich (1985), sampah dapat digolongkan kedalam beberapa
kategori, diantaranya berdasarkan sumbernya yaitu (1) sampah hasil aktifitas
rumah tangga termasuk dari asrama, rumah sakit, hotelhotel dan kantor; (2)
sampah hasil kegiatan industri dan pabrik; (3) sampah hasil kegiatan pertanian
meliputi perkebunan, kehutanan, perikanan, dan peternakan yang sering juga
disebut sebagai limbah pertanian; (4) sampah hasil kegiatan

perdagangan,

misalnya pasar dan pertokoan; (5) sampah dari hasil kegiatan pembangunan; dan
(6) sampah dari sekitar jalan raya.
Palar (2008) menyatakan, jika ditinjau dari sumbernya, pencemaran laut
dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Zat pencemar yang berasal dari darat yang terjadi melalui aliran sungai di mana
zat tersebut berasal. Misalnya air buangan rumah tangga dan industri.
2. Zat pencemar yang berasal dari kapal laut, seperti limbah dari kapal dan
tumpahan minyak dari kapal tanker.

13

3. Limbah buangan merupakan bentuk gabungan. Hal ini dikarenakan limbah


industri tertentu yang berasal dari daratan diangkut oleh kapal atau pesawat
udara untuk dibuang ke laut.
4. Zat yang bersumber dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dasar laut serta
tanah di bawahnya seperti pengeboran minyak.
5. Zat pencemar yang bersumber dari udara misalnya asap-asap pabrik. Selain itu,
pencemaran laut juga dapat dikelompokkan berdasarkan sebab terjadinya
pencemaran. Adapun pengelompokannya adalah sebagai berikut: pencemaran
karena kegiatan atau operasional, pencemaran karena kecelakaan dan
pencemaran karena limbah buangan.

3.3 Analisis Isi Lambung


Analisis isi lambung ikan merupakan kajian tentang hubungan antara
komposisi pakan alami dalam lambung dan habitatnya, baik yang bersifat
planktonik, bentik maupun ektonik dan lainnya. Ikan dengan spesies dan ukuran
yang sama mempunyai pemilihan pakan yang berbeda-beda berdasarkan
habitatnya (Effendie, 2002). Lebih lanjut Doglov (2005) menyatakan bahwa
pakan alami pada beberapa jenis ada perbedaan kebiasaan dan kesukaan pada
habitat yang sama. Jenis pakan yang disukai tergantung dari ukuran tubuh serta
umur ikan (Berhaut, 1973 dalam Sugiharto dkk., 2006). Berdasarkan makanannya
secara garis besar ikan dapat digolongkan menjadi herbivora, karnivora, dan
omnivora. Akan tetapi, dalam kenyataannya banyak sekali terjadi tumpang tindih

14

(overlap) yang disebabkan oleh keadaan habitat ikan itu hidup. Ada beberapa
faktor yang harus diperhatikan dalam hubungan ini diantaranya faktor
penyebaran organisme sebagai makanan ikan, faktor ketersediaan makanan, faktor
pilihan dari ikan itu sendiri serta faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perairan
(Effendie, 2002).

3.4 Sistem Pencernaan Ikan


Secara anatomis, struktur alat pencernaan ikan berkaitan dengan bentuk
tubuh, kebiasan makanan, tingkah laku ikan dan umur ikan. Sistem atau alat
pencernaan pada ikan terdiri dari dua bagian, yaitu saluran pencernaan (Tractus
digestivus) dan kelenjar pencernaan (Glandula digestivus). Saluran pencernaan
pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris). Di dalam rongga mulut
terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah
pada dasar mulut yang tidak dapat digerakan serta banyak menghasilkan lendir,
tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga mulut makanan masuk ke
esofagus melalui faring yang terdapat didaerah sekitar insang. Esofagus berbentuk
kerucut, pendek, terdapat di belakang insang, dan bila tidak dilalui makanan
lumennya menyempit. Dari esofagus, makanan di dorong masuk kelambung,
lambung pada umumnya membesar, tidak jelas batasnya dengan usus.
Pada beberapa jenis ikan, terdapat tonjolan buntu pada lambung untuk
memperluas bidang penyerapan makanan. Dari lambung, makanan masuk ke usus
yang berupa pipa panjang berkelok-kelok dan sama besarnya. Usus bermuara pada
anus (Yunus, 2009).

15

Menurut Yunus (2009), fungsi dari tiap bagian-bagian saluran pencernaan


pada ikan adalah sebagai berikut:
1. Mulut
Mulut berhubungan langsung dengan segmen faring, oleh karenanya
ronggamulut dan faring sering disebut sebagai rongga Buccopharynx". Secara
anatomis organ yang terlihat secara jelas terdapat pada rongga mulut adalah gigi,
lidah dan organ palatin.
Permukaan rongga mulut diselaputi oleh lapisan permukaan (epitelium)
yang berlapis. Pada lapisan permukaan terdapat sel-sel penghasil lendir. Di
samping itu juga terdapat organ penerima rasa yang dinamakan taste receptor atau
taste bud. Organ pengecap tersebut umumnya terletak pada bagian lekukan dari.
bagiah sub mucosa. Bagian dasar dari lapisan epitelium adalah lapisan otot
bergaris. Dengan dihasilkannya lendir oleh permukaan rongga mulut maka
jalannya makanan menuju segmen berikutnya akan lebih dipermudah. Taste bud
yang terdapat pada rongga mulut berfungsi sebagai penyeleksi makanan yang
dimakan oleh ikan. Umumnya pendeteksian terakhir apakah, suatu benda
merupakan makanan atau bukan, adalah dibagian rongga mulut.
2.

Faring
Lapisan permukaan faring hampir sama seperti pada permukaan rongga

mulut. Faring berfungsi untuk menyalurkan makanan dari rongga mulut ke


esofagus.

16

3. Esofagus
Segmen esofagus merupakan permulaan dari saluran pencernaan yang
bentuknya berupa pipa (tabung). Panjang relatif segmen ini berkaitan erat dengan
bentuk tubuh ikan. Pada ikan yang bentuk tubuhnya seperti ular (Anguilliform),
ukuran esofagusnya relatif panjang. Pada ikan-ikan yang tidak memiliki lambung,
segmen esofagus langsung berbatasan dengan usus depan. Pada ikan-ikan yang
memiliki gelembung renang terdapat saluran yang menghubungkan esofagus
dengan gelembung renang.
4. Lambung
Lambung merupakan segmen pencernaan yang diameternya relatif lebih
besar bila dibandingkan dengan segmen lain. Besarnya ukuran lambung ini
berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung makanan. Kemampuan ikan
untuk menampung makanan (kapasitas lambung) sangat bervariasi antara jenis
ikan yang satu degan jenis ikan lainnya.
5. Usus
Usus merupakan segmen yang terpanjang dari saluran pencernaam. Pada
ikan pembagian segmen usus lebih sederhana bila dibandingkan dengan hewan
tingkat tinggi lainnya. Hal ini karena bentuk serta diameter usus relatif homogen
mulai dari bagian depan hingga bagian belakang. Dengan demikian sering usus ini
hanya dibedakan atas usus depan dan usus belakang. Panjang usus ikan sangat
bervariasi dan berhubungan erat dengan kebiasaan makanannya.

17

6.

Anus
Anus merupakan ujung dari saluran pencernaan. Pada ikan bertulang sejati

anus terletak di sebelah depan saluran genital.

Gambar 3.1 Struktur Sistem Pencernaan Ikan


(Sumber : www. kean.edu)

Protein adalah nutrien yang diperlukan dalam jumlah besar pada pakan
ikan. Protein diperlukan oleh ikan sebagai bahan pembentuk jaringan tubuh yang
baru (pertumbuhan) atau pengganti jaringan tubuh yang rusak, sebagai bahan
baku untuk pembentukan enzim, hormon, antibodi dan bahan baku untuk
penyusun protein plasma serta sebagai sumber energi (Mudjiman 2004). Sugiarto
(1998) menyatakan, bahwa pada umumnya ikan membutuhkan protein lebih
banyak daripada hewan-hewan ternak di darat (unggas dan mamalia). Selain itu,
jenis dan umur ikan juga berpengaruh pada kebutuhan protein. Ikan karnivora
membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan herbivora, sedangkan ikan
omnivora berada diantara keduanya. Pada umumnya ikan membutuhkan protein
sekitar 20-60% dan optimum 30-36%.

18

Menurut National Research Council (1993), lemak pada pakan


mempunyai peranan penting bagi ikan, karena berfungsi sebagai sumber energi
dan asam lemak esensial, memelihara bentuk dan fungsi membran atau jaringan
sel yang penting bagi organ tubuh tertentu, membantu dalam penyerapan vitamin
yang terlarut dalam lemak, bahan baku hormon dan untuk mempertahankan daya
apung tubuh. Mudjiman (2004), menyatakan karbohidrat merupakan sumber
energi yang paling sederhana. Sumber karbohidrat yang biasa digunakan dalam
pakan ikan antara lain: jagung, beras, dedak, dan tapioka. Karbohidrat juga
berguna sebagai perantara dalam proses metabolisme yang berkaitan dengan
pertumbuhan seperti pembentukan asam amino non esensial. Menurut Ranjihan
(1980), tipe dan kuantitas karbohidrat dalam bahan atau penambahannya dalam
pakan merefleksikan kecernaan zat-zat makanan lainnya. Kemampuan ikan untuk
memanfaatkan karbohidrat tergantung pada kemampuannya dalam menghasilkan
enzim amilase karena karbohidrat dalam pakan berbentuk serat kasar. Ikan
Channel Catfish dapat memanfaatkan karbohidrat secara optimum pada tingkat
30-40% (Furuichi,1988).
Menurut Djajasewaka (1985), ikan mempunyai keterbatasan dalam
mencerna serat kasar, sehingga kandungan serat kasar maksimal dalam pakan
disarankan hanya 8%. Cho et al., (1985), menyatakan bahwa serat kasar akan
berpengaruh terhadap nilai kecernaan protein. Serat kasar yang tinggi
menyebabkan porsi ekskresi lebih besar, sehingga menyebabkan semakin
berkurangnya masukan protein yang dapat dicerna. Vitamin merupakan senyawa
organik kompleks dan biasanya ukuran molekulnya kecil. Ada empat jenis vitamin

19

yang larut dalam lemak yang dibutuhkan oleh ikan yakni vitamin A, D, E dan K
dan 11 vitamin yang larut dalam air. Kebutuhan vitamin pada ikan dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain: ukuran/umur, laju pertumbuhan, suhu air dan
komposisi

pakan.

Vitamin

dibutuhkan

untuk

pertumbuhan

normal,

mempertahankan kondisi tubuh dan reproduksi. Kekurangan vitamin dalam pakan


ikan dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan reproduksi. Mineral
merupakan komponen pakan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh yakni sebagai
pembentuk struktur tubuh (rangka), memelihara sistem kaloid (tekanan osmotik,
viskositas) dan regulasi keseimbangan asam basa. Di perairan terdapat berbagai
jenis mineral terlarut, dan mineral-mineral tersebut dapat 12 dimanfaatkan oleh
ikan. Mineral-mineral yang ada di perairan masuk ke dalam tubuh melalui proses
ingesti dan difusi (Hall,1989).

3.5 Hormon Pencernaan Ikan


Menurut Yunus (2009), kelenjar pencernaan pada ikan, meliputi hati dan
pankreas. Hati merupakan kelenjar yang berukuran besar, berwarna merah
kecoklatan, terletak di bagian depan rongga badan dan mengelilingi usus,
bentuknya tidak tegas, terbagi atas lobus kanan dan lobus kiri, serta bagian yang
menuju ke arah punggung. Fungsi hati menghasilkan empedu yang disimpan
dalam kantung empedu untuk membantu proses pencernaan lemak. Kantung
empedu berbentuk bulat, berwarna kehijauan terletak di sebelah kanan hati, dan
salurannya bermuara pada lambung. Kantung empedu berfungsi untuk

20

menyimpan empedu dan disalurkan ke usus bila diperlukan.Pankreas merupakan


organ yang berukuran mikroskopik sehingga sukar dikenali, fungsi pankreas,
antara lain menghasilkan enzim enzim pencernaan dan hormon insulin.
3.5.1

Hormon gastrin
Hormon ini akan memacu pengeluaran asam klorida (HCl) dan

pepsinogen. HCL akanm engubah pepsinogen menjadi pepsin yang merupakan


enzim pencernaan akif, yaitu sebagai pemecah protein menjadi pepton
(polipeptida). Apabila makanannya banyak mengandung lemak,maka akan
dihasilkan juga hormon entergastron.
3.5.2

Hormon kolsistokinin
Hormon ini dapat memacu keluarnya getah empedu dari hati. Getah

empedu itu sebenarnya dibuat dari sel-sel darah merah yang telah rusak di dalam
hati. Pengeluaran getah empedu tersebut melalui pembuluh hepatikus yang
kemidaian ditampung di dalam kantung empedu. Fungsi getah empedu tersebut
adalah memeperhalus butiran-butiran lemak menjadi emulsi sehingga mudah larut
dalam air dan diserap oleh usus.
3.5.3 Hormon sekretin dan pankreozinin
Hormon Sekretin akan memacu pengeluaran getah empedu dan pankreas.
Getah penkreas ini mengandung enzim amilase, lipase dan protase. Enzim amilase
akan memecah karbohidrat menjadi glukosa. Enzim lipase memecah lemak
menjadi asam lemak dan gliserol. Protase memecah protein menjadi asam amino.
Ketiga enzim tersebut dapat mencapai puncak keaktifan apabila kadar protein
dalam makanan antara 40-60%. Apabila kadar proteinnya berubah maka untuk

21

mencapai puncak keaktifan, enzim-enzim tersebut membutuhkan waktu untuk


menyseuaikan diri. Hormon pankreozinin menyebabkan rangsangan untuk
mempertinggi produksi getah pankreas.
3.5.4

Hormon Insulin
Hormon tersebut dihasilkan oleh kelenjar pankreas. Lemak diserap dalam

bentuk asam lemak dan gliserol. Di dalam lapisan lendir dinding usus, asam
lemak dan gliserol bersatu lagi,untuk kemudian diedarkan keseluruh tubuh
melalui limf (70%) dan melalui pembuluh darah (30%). Sedangkan protein
diserap dalam bentuk asam amino yang dibawa ke hati dulu untuk diubah menjadi
protein lagi, akan tetapi yang telah disesuaikan dengan kebutuhan tubuh ikanyang
bersangkutan.

3.6 Kebiasaan Makan Ikan


Suatu spesies ikan di alam memiliki hubungan yang sangat erat dengan
keberadaanmakanannya.

Ketersediaan

makanan

merupakan

faktor

yang

menentukan dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi, serta kondisi ikan yang


ada di suatu perairan. Beberapa faktor makanan yang berhubungan dengan
populasi tersebut yaitu jumlah dan kualitas makanan yang tersedia, akses terhadap
makanan, dan lama masa pengambilan makanan oleh ikan dalam populasi
tersebut. Adanya makanan di perairan selain terpengaruh oleh kondisi biotik
seperti diatas ditentukan pula oleh kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya, ruang
an luas permukaan. Jenis-jenis makanan yang dimakan suatu spesies ikan
biasanya tergantung pada preferensi terhadap jenis makanan tertentu, ukuran dan

22

umur ikan, musim serta habitat hidupnya. Kebiasaan makan ikan meliputi jenis,
kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan (Lagler,1972).
Jenis makanan yang akan dimakan oleh ikan tergantung ketersediaan jenis
makanan dialam, dan juga adaptasi fisiologis ikan tersebut misalnya panjang usus,
sifat dan kondisi fisologis pencernaan, bentuk gigi dan tulang faringeal, bentuk
tubuh dan tingkah lakunya. Ikan herbivora secara sederhana hanya memiliki
kemampuan untuk mencerna material tumbuhan, oleh karena itu ikan herbivora
memiliki usus yang lebih panjang karena material tumbuhan memerlukan waktu
yang lama untuk dicerna. Pada ikan karnivora memiliki usus yang lebih pendek
dan hanya memakan daging. Ikan omnivora memiliki kondisi fisiologis yang
merupakan gabungan antara ikan karnivora dan ikan herbivore (Effendie, 2002).
Berdasarkan kebiasaan makanannya, ikan dapat digolongkan dalam jenis
herbivora,karnivora, ataupun omnivora. Ikan herbivora adalah ikan pemakan
tumbuh-tumbuhan, misalnya ikan lele, ikan karnivora adalah ikan pemakan
daging misalnya ikan kakap merah. Kebiasaan makanan ikan dipelajari untuk
menentukan gizi alamiah ikan tersebut. Pengetahuan tentang kebiasaan makanan
ikan dapat digunakan untuk melihat hubungan ekologi di antara organisme di
perairan tempat mereka berada, misalnya bentuk pemangsaan, persaingan, dan
rantai makanan. Jadi, makanan dapat merupakan faktor yang menentukan bagi
keberadaan populasi (Kottelate, 1983).
Proses pencernaan makanan pada ikan dimulai dari mulut dan rongga
mulut, kemudian makanan dikunyah menjadi berukuran kecil oleh gigi dan
dibasahi oleh saliva, selanjutnya disalurkan melalui faring dan esophagus,

23

Pencernaan di lambung dan usus halus, dalam usus halus diubah menjadi asamasam amino, monosakarida, gliserida dan unsur-unsur dasarnya yang lain,
absorbsi air dalam usus besar: akibatnya isi yang tidak dicerna menjadi setengah
padat (feses), kemudian feses dikeluarkan dari dalam tubuh melalui kloaka.
Dalam mulut terdapat kelenjar-kelenjar mukus, berfungsi untuk menghasilkan
mucus sebagai pembasah dan pelicin makanan. Alat mulut terdiri dari palatum
keras dan lunak, diliputi oleh epitel berlapis pipih. Palatum keras adalah membran
mukosa yang melekat pada jaringan tulang, sedangkan palatum lunak mempunyai
pusat otot rangka, fungsi mulut adalah sebagai penerima makanan. Organ-organ
didalam rongga mulut antara lain: gigi, lidah, dan kelenjar ludah, (Murniyati,
2002).
Tidak keseluruhan makanan yang ada dalam suatu perairan dikonsumsi
oleh ikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi dimakan atau tidaknya suatu zat
makanan oleh ikan diantaranya yaitu ukuran makanan ikan, warna makanan dan
selera makan ikan terhadap makanan tersebut. Jumlah makanan yang dibutuhkan
oleh ikan tergantung pada kebiasaan makan, kelimpahan makanan, nilai konversi
makanan serta kondisi makanan ikan tersebut (Nikolsky, 1963).
Untuk itu diperlukan penelitian tentang makanan dan kebiasaan makan
ikan, yang didasarkan atas pemeriksaan isi lambung dan usus ikan yang
bersangkutan. Dari hasil studi ini kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan jenis
ikan yang bersangkutan herbivora, karnivora atau omnivora. Selain itu, dapat
diketahui pula jenis-jenis makanan pokoknya dan makanan sekundernya. Ada tiga
cara yang dapat digunakan mempelajari makanan dan kebiasaan makanan ikan

24

yaitu metode jumlah, metode frekuensi kejadian, metode volumerik dan


grafimetrik (Soesono, 1977).
1. Metode jumlah
Berdasarkan metode ini, maka persentase jumlah setiap organisme makanan
adalah sebagai berikut:

2. Metode frekuensi kejadian


Metode ini dilakukan dengan cara: mencatat jumlah ikan yang ususnya kosong
dan mencatat keberadaan organisme pada masing-masing ikan yang ususnya
berisi makanan (Effendie 2002).

3. Metode volumerik dan metode grafimetrik (Soesono, 1977).


Berdasarkan metode ini, maka persentase setiap organisme makanan adalah
sebagai berikut:

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Alat dan Bahan


4.1.1 Alat

No
1.
2.
3
4
3.
4.
5.
5.
6.
9.

Alat
Ember
Neraca
Neraca Analitik
Jangka Sorong
Meteran
Cool Box
Cawan petri
Alat bedah
Botol Spesimen
Mikroskop Stereo/ Loop

Kegunaan
Untuk menampung ikan
Untuk menimbang bobot ikan
Untuk menimbang bobot lambung ikan
Untuk mengukur ikan
Untuk mengukur panjang total ikan
Untuk menyimpan awetan
Untuk menempatkan isi lambung ikan
Untuk membedah Ikan
Untuk menempatkan lambung ikan
Untuk mengamati isi lambung ikan

11. Gelas ukur


Untuk menempatkan larutan formalin
12. Pipet Tetes
Untuk memipet larutan formalin
13. Label
Untuk melabelkan botol spesimen
Alat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

4.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
No
1

Bahan
Larutan Formalin 4%

Kegunaan
Untuk mengawetkan lambung ikan

4.2. Metode Penelitian

25

26

Penelitian dilakukan dengan metode observasi melalui survei,


wawancara dan analisis isi lambung. Adapun tahap-tahap kegiatannya adalah
sebagai berikut: survey dilakukan di lokasi penangkapan ikan konsumsi,
selanjutnya wawancara dilakukan untuk mengetahui jenis dan asal ikan yang
ditangkap serta kondisi lokasi penangkapan ikan. Analisis isi lambung dilakukan
pada 3 spesies ikan konsumsi yang berbeda dengan masing-masing 2 ekor.
Pasca diisolasi isi lambung ikan konsumsi dianalisis komposisi makanannya serta
mengidentifikasi ada tidaknya sampah.

4.3 Prosedur Kerja


4.3.1 Survei Lokasi
Survei dilakukan di lokasi penangkapan ikan konsumsi
4.3.2 Wawancara Nelayan
Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan cara
komunikasi dengan sumber data. Komunikasi tersebut dilakukan dengan dialog
secara lisan, baik langsung maupun tidak langsung. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan cara ewawancarai nelayan sekitar mengenai
jenis ikan dan daerah asal penangkapan ikan melalui daftar kuesioner yang telah
disiapkan.
4.3.3 Pengambilan Sampel Ikan

27

Pengambilan sampel ikan konsumsi hidup sebanyak 3 spesies yang


berbeda dengan masing-masing spesies 2 ekor di Pantai Timur, Pangandaran,
Ciamis, Jawa barat pada tanggal 9-11 Mei 2016.
4.3.4 Isolasi Lambung Ikan
Isolasi lambung ikan dilakukan dengan cara berikut (Ravki et al., 2014):
Melakukan pengambilan sampel ikan konsumsi sebanyak 6 ekor dari Pantai
Timur, Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat serta diukur bobot dan panjang ikan.
Lambung ikan dikeluarkan dengan cara membedah menggunakan pisau bedah
dari anus hingga operkulum. Lambung ikan dipotong dengan gunting.
Selanjutnya, lambung ikan dimasukkan ke dalam botol spesimen yang berisi
larutan formalin 4%, yang telah diberikan kode pada tiap botol spesimen, seperti
nama ikan, panjang, bobot, dan tanggal pengambilan ikan. Botol spesimen yang
berisi lambung ikan dimasukkan kedalam cool box.
4.3.5

Pengambilan dan Pemeriksaan Isi Lambung Ikan


Pengambilan dan Pemeriksaan isi lambung ikan dilakukan dengan cara

(Ravki et al., 2014): lambung ikan dikeluarkan dan dimasukkan kedalam petridish
untuk dilakukan pencucian dengan air, ditimbang bobot lambung ikan, isi
lambung ikan dikeluarkan, dikelompokkan serta ditimbang masing-masing tiap
kelompok makanan, serta menghitung jumlah partikel sampah yang ada di dalam
lambung ikan konsumsi.
4.3.6

Parameter
Parameter dalam penelitian ini adalah perbedaan komposisi pakan yang

ditemukan di dalam lambung ikan baik dari materi tumbuhan maupun hewan.

28

4.4 Analisis Data


Pemeriksaan isi lambung dilakukan dengan menghitung frekuensi
kehadiran, komposisi makanan dalam jumlah dan berat (Yunus, 2009).
b. Frekuensi Kehaidran
Isi lambung dipisahkan berdasarkan jenisnya yaitu materi tumbuhan dan
hewan. Metode ini menggambarkan keadaan kuantitatif organisme yang
dimakan, tetapi tidak menunjukkan jumlah organisme yang dimakan. Frekuensi
kehadiran makanan untuk setiap materi makanan dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:
X 100%

dengan

F: frekuensi kehadiran
ni: kehadiran makanan jenis i
Nx: jumlah lambung yang berisi

c.

Komposisi Makanan Dalam Jumlah


Organisme dalam lambung ikan akan dipisahkan dan dikelompokkan
menurut jenis. Kelompok jenis organisme lalu di hitung presentase jumlahnya
dari keseluruhan jumlah individu organisme. Metode ini baik untuk melihat
makanan ikan yang berukuran besar
X 100%

dengan

Cn : persentase jumlah makanan jenis i

29

Ni : jumlah makanan jenis i


Np: jumlah total makanan dalam lambung
d.

Komposisi Makanan Dalam Berat


Organisme dalam lambung dikelompokkan, lalu ditimbang beratnya
dengan timbangan analitik. Metode ini untuk mengetahui hubungan berat
makanan dengan berat total makanan dalam lambung.
X 100%
dengan

Cp: persentase berat makanan


Np: berat makanan jenis i
Pp: berat total makanan ikan

Frekuensi kehadiran makanan dalam berat dan jumlah serta komposisi makanan
setiap lambung ikan dibuat dalam bentuk tabel dan diagram.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Ikan hasil tangkapan nelayan yang diperoleh untuk penelitian berjumlah


tiga spesies dengan masing-masing dua ekor, yaitu ikan talang (Scomberoides tol),
percing kuning (Carangoides praeustus) dan kakapasan (Gerres filamentosus).
Ikan S. tol memiliki karakteristik morfologi memanjang dan pipih (vertikal),
dengan warna abu-abu dan sirip yang khas. Data ini sesuai dengan deskripsi
menurut Cuvier (1832) bahwa, bentuk tubuh ikan talang-talang pipih, sirip dorsal
pertama terpisah-pisah dengan 6-7 duri keras. Pada ikan dewasa terdapat noda
hitam berbentuk bulat atau seperti jari yang memotong dengan gurat sisi, di
belakang sirip dorsal kedua dan sirip anal terdapat sirip tambahan (finlet) yang
hampir bersatu, kepala dan bagian dorsal berwarna keabu-abuan, sedangkan
bagian abdomen keperakan (Gambar 5.1). Berikut merupakan klasifikasi S. tol:
Kingdom
Phylum
Class
Order
Family
Genus

Animalia
Chordata
Actinopterygii
Perciformes
Carangidae
Scomberoides

Spesies

S. tol (Lacpde, 1801)

30

31

Gambar 5.1 Morfologi Scomberoides tol


Ikan kedua yaitu C. praeustus yang memiliki ciri bentuk ekor yang khas
serta berwarna kuning (Gambar 5.2). Menurut Wiadnya et al. (2001), karakteristik
dari ikan percing kuning memiliki bentuk badan yang memanjang dengan bentuk
sirip forked (bercagak), warna bagian dorsal keabuan, sedangkan warna abdomen
keperakan dengan warna kuning di bagian ekor. Berikut merupakan klasifikasi
ikan C. praeustus :
Kingdom
Phylum
Class
Order
Family
Genus
Species

Animalia
Chordata
Actinopterygii
Perciformes
Carangidae
Carangoides
C. praeustus (Bennett, 1830)

Gambar 5.2 Morfologi Carangoides praeustus

32

Ikan ketiga yaitu G. Filamentosus yang memiliki ujung sirip dorsal berwarna
abu-abu, berbentuk sedikit bulat dan pipih. Menurut Wiadnya et al. (2001), sirip
dorsal ikan terdiri dari 8 jari-jari sirip keras dan lunak. Terdapat bercak hitam yang
melintang di tubuhnya (Gambar 5.3). Lambung ikan G.filamentosus termodifikasi
oleh

usus

depan

(Lampiran

1),

hal

ini

dinyatakan

oleh

Fujaya (2004) bahwa lambung ikan herbivora G.filamentosus berfungsi sebagai


penampung makanan digantikan oleh usus depan yang dimodifikasi menjadi
kantung yang membesar. Pada ikan tak terdapat gizzard (lambung kelenjar) yang
berfungsi untuk menghaluskan makanan. Berikut klasifikasi G. filamentosus:
Kingdom
Phylum
Class
Order
Family
Genus
Species

Animalia
Chordata
Actinopterygii
Perciformes
Gerreidae
Gerres
G. filamentosus (Cuvier, 1829)

Gambar 5.3 Morfologi Gerres filamentosus

33

Komposisi tiap jenis makanan yang berhasil diisolasi dari lambung


masing-masing ikan disajikan pada Tabel 5.1. Berdasarkan tabel tersebut, pada
lambung ikan S.tol terdapat ikan Familia Engraulidae (Gambar 5.4), hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Bubun (2015), bahwa S. tol merupakan ikan karnivora
pengkonsumsi ikan-ikan kecil serta nekton berukuran kecil. Ikan Familia
Engraulidae ditemukan dalam kondisi utuh di dalam lambung dengan masingmasing nilai komposisi makanan dalam gram (Cp) sebesar 4,2 dan 6,1 gram,
sedangkan nilai komposisi makanan dalam persen (Cn) masing-masing sebesar
100 %.
Pada lambung ikan G. filamentosus terdapat Ulva sp. (Gambar 5.5) dengan
jumlah yang sedikit. Nilai Cp masing-masing sebesar 0,98 dan 1,16 serta nilai Cn
masing-masing sebesar 100 %. Ulva sp. adalah rumput laut yang tergolong dalam
divisi Chlorophyta karena sel-selnya mengandung banyak mengandung klorofil a
sehingga memberikan warna hijau (Guiry, 2007).
Pada lambung C. praeustus ditemukannya dua jenis makanan yakni,
P. vulgaris (Gambar 5.6) pada ikan ikan pertama dan ikan Familia Engraulidae
pada kedua lambung ikan dengan nilai Cp P. vulgaris sebesar 3,2 gram dengan
nilai Cn 100%.. Hal terrsebut sesuai dengan pernyataan Bubun (2015), bahwa C.
praeustus merupakan jenis ikan karnivora pemakan crustacea dan molusca serta
ikan-ikan kecil yang hidup di laut.

34

Gambar 5.4 Morfologi Ikan Familia Engraulidae

Gambar 5.5 Morfologi Palaemonetes vulgaris


(sumber:www.boldsystems.org)

Gambar 5.6 Morfologi Ulva sp.


Tabel 5.1 Komposisi Makanan yang Ditemukan Pada Lambung Ikan

II Cangroides praeustus

Carangoides praeustus

II Gerres filamentosus

Gerres filamentosus
I

Spesies

II Scomberoides tol

I Scomberoides tol

35

Cp

Cn

Cp

Cn

Cp

Cn

Cp

Cn

Cp

Cn

Cp

Cn

Palaemonetes vulgaris

3.2

100

Familia Engraulidae
Ulva sp.

4,2
0

100
0

6,1
0

100
0

5,7
0,98

0
100

0
1,16

0
100

5,7
0

100
0

1,3
0

100
0

Cp = 5,15

Cp = 0,92

C Cp = Familia Englauridae = 3,5


P. Vulgaris = 3,2

X
Cn = 100

JUMLAH

Cp=16,95

*Keterangan :

Cn = 100

Cn = 100

Cn = 71,20

Cp = Komposisi makanan dalam berat (gram)


Cn = Komposisi makanan dalam jumlah (%)

Frekuensi kehadiran makanan pada tiap lambung ikan berbeda-beda, hal


ini dapat dilihat pada Gambar 5.7. Dari gambar tersebut ada empat jenis makanan
yang teridentifikasi di dalam lambung yakni, P. vulgaris, Familia Engraulidae,
Ulva sp., serta detritus. Detritus didefenisikan sebagai sisa bahan organik dari
materi tumbuhan ataupun hewan (Campbell et al., 2005). Frekuensi kehadiran
makanan terbesar adalah ikan Familia Engraulidae yakni 41/100 dan terkecil
adalah Ulva sp. yaitu 24/100. Hasil tersebut membuktikan bahwa sebagian besar
dari sampel ikan yang diambil mengonsumsi jenis ikan Familia Engraulidae,
diantaranya ikan S. tol dan C. praeustus, sedangkan pada ikan G. filamentosus
hanya ditemukan Ulva sp. di dalam lambungnya.

36

Gambar 5.7 Frekuensi Kehadiran Makanan Di Dalam Lambung


Ikan Konsumsi
Dari keenam sampel ikan yang diambil, tidak ditemukan sampah di dalam
lambungnya, meskipun pada lokasi pengambilan teramati banyak sampah yang
ikut terjaring oleh nelayan (Gambar 5.8). Ini disebabkan ikan yang ditemukan
berjenis karnivora dan herbivora bukan omnivora, sehingga diduga tidak
mengonsumsi sampah sebagai pakan. Menurut Nikolsky (1963), tidak
keseluruhan makanan yang ada dalam suatu perairan dikonsumsi oleh ikan.
Beberapa faktor yang memengaruhi suatu zat makanan dikonsumsi atau tidak oleh
ikan diantaranya ukuran, warna dan selera makan ikan terhadap pakan tersebut.
Jumlah pakan yang diperoleh ikan bergantung pada kebiasaan, kelimpahan, nilai
konversi, serta kondisi makanan ikan tersebut.

37

Gambar 5.8 Sampah yang ada di Pantai Timur

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa:
1. Jenis ikan yang dikonsumsi oleh masyarakat Cagar Alam Pangandaran,
Jawa Barat, yakni ikan talang (Scomberoides tol), ikan percing kuning
(Carangoides praeustus) dan ikan kakapasan (Gerres filamentosus).
2. Komposisi makanan yang telah diamati yakni Ikan Familia
Engraulidae, Palaemonetes vulgaris dan Ulva sp. dengan jumlah yang
berbeda-beda pada tiap jenisnya.
3. Tidak ditemukannya partikel sampah di dalam lambung ikan yang
ditangkap oleh nelayan di Pantai Timur, Pangandaran, Jawa Barat.
6.2 Saran
Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya, ikan yang
digunakan untuk sampel sebaiknya ditambah jenis dan jumlahnya. Penambahan
jenis sebaiknya sebanyak 10 jenis dengan jumlah masing-masing minimal tiga
ekor agar data yang didapatkan memiliki nilai akurasi yang tinggi. Selain itu,
pengukuran kondisi lingkungan dan kualitas air pada lokasi penangkapan
diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya pencemaran sehingga tingkat
keamanan dari ikan konsumsi di lokasi tersebut dapat diketahui.

38

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Palaemonetes vulgaris www. boldsystems.org (diakses pada
tanggal 15 juni 2016)
Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 2007.
Undang-undang Republik
Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Bapedal, Jawa Barat. (diakses pada tanggal 20 April 2016).
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. 2006. Rancangan
Akhir Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi Jawa
Barat
Saatnya
mervitalisasi
Pangandaran.
http://bapedajabar.go.id/assets/images/upload/Dokumen/Rancangan_Akhir_RPJMD_21
_September_2006.pdf (diakses pada tanggal 23 April 2016).
Balai Konservasi Sumber Daya Alam. 2003. Buku Panduan Objek Wisata
Pangandaran. Ciamis. Jawa Barat.
Bubun, R. 2015. Terbentuknya Derah Penangkapan Ikan Dengan Light
Fishing..Jurnal Universitas Muhammadyah vol.4 no.1 (diakses pada
tanggal 10 Juni 2016).
Campbell N.A., J.B. Reece. 2005. Biology. 5th Edition. San Fansisco: Pearson
Benjamin Cummings.
Cho, C.Y., C.B. Cowey, & Watanabe R. 1985. Finfish Nutrition in Asia :
Methodological approaches research Centre. www.fishmarinebase.com
[E-book]. Hal 154. (diakses pada tanggal 29 April 2016).
Sean D.F. 2001. Struktur Sistem Pencernaan Ikan. Benjamin Cummings Jurnal
Kean University. www.kean.edu. (diakses pada tanggal 22 April 2016)
Cuvier, R.. 1832. The Species of Fishes in Java Sea, their taxonomy,
morphometry and population dynamics. www.fishery.org. [E-book].
(diakses pada tanggal 19 April 2016)

Dahuri

R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut.


Berkelanjutan. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka.

Aset

Pembangunan

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. 2006. Cagar Alam Pananjung. Ciamis. Jawa
Barat.
Djajasewaka, H. 1985. Makanan Ikan. PT. Yasa Guna. Jakarta.
Djumhur, I , Surya, M. 1985. Metode Wawancara Lapangan. Aneka Ilmu. Jakarta

39

40

Dolgov, A.V. 2005. Trophic Structure of the Barents Sea Fish community with the
specialreference to the cod stock recovery ability. [E-book]. www.sepcificmorphology-anatomy.org (diakses pada tanggal 23 April 2016)
Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Effendie, H. 2002. Telaah Kualitas Air: Bagi pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan perairan. Penerbit Kanasius.Yogyakarta.
Furuichi, M. 1988. Dietary Activity of Carbohydrates. In Fish nutition and
Mariculture. Watanabe, T. Departement of Aquatic Biosciences Tokyo
University of Fishes, Hal.70-77. Tokyo.
Guiry, M. D., 2007. Algae Base version 4.2. World-wide electronic publication
(online). National Universty of Ireland, Galway, Ireland ( diakses pada
tanggal 1 Mei 2016)
Hall, S. 1989. Finfish Nutrition research in Asia. www.proceedings-of thesecondasian-fish-nutrition.org [E-book]. (diakses pada tanggal 27 April 2016)
Kottelate, J.B. 1983. Animal Nutrition. Seventh Edition McGraw-Hill Book
Company. Philippine. (diakses tanggal 24 April 2016)
Lagler, K. F. 1972. Freshwater Fishery Biology. www.brown-company-publisherdubuque.org [E-book]. (diakses tanggal 25 April 2016)
Marimin, S. 2010. Penelitian Beberapa Aspek Biologi Ikan Kawali di Perairan
Ambon dan Sekitarnya. Skripsi. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. (diakses tanggal 22 April 2016)
Masari, L. 2008. Kebiasaan Makanan Ikan Betok (Anabas testudineus).
http://repository.ipb.ac.id. Jurnal Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
(diakses tanggal 15 Juni 2016)
Mudjiman, A. 2004. Makanan Ikan. Edisi I. Penebar Swadaya. Jakarta.
Murniyati, S. 2002 . Pengaruh Pemberian Pakan Alami Terhadap Pertumbuhan
dan Kelangsunghidupan Benih Nila Merah. Jurnal Fakultas Pertanian
Universitas Gadjah Mada 1(3): 25-38 (diakses tanggal 22 April 2016)
National Research Council. 1993. Nutrient Requirements of Poultry. Edisi ke-9.
Academy Pr. Washington DC.
G.V. Nikolsky. 1963. The Ecology of Fishes. New York: Academy Press.
Palar, H. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.
Purwendro, S., Nurhidayat, S 2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk Pestisida
Organik. Penebar Swadaya. Jakarta.

41

Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, Badan Penelitian dan


Pengembangan. 2001. Tata Cara Perencanaan Bangunan MCK
komunal/umum Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah..
Kimpraswil. Departemen Permukiman dan Prasarana, Bandung.
Ranjihan, S.K. 1980. Animal Nutrition in the Tropics. Vikas Publishing Hause
P&T Ltd. New Delhi
Ravki, M, Dcolas, R. 2014. Analisis Makanan Ikan Lais Janggut (Kryptopterus
limpok) di Rawa Banjiran Tasik Serai Giam Siak Kecil Propinsi Riau.
Jurnal Univeristas Riau 2(30):59-64 (diakses pada tanggal 25 April 2016)
Rukaesih, A. 2004. Kimia Lingkungan. Andi Yogyakarta. Yogyakarta.
Soegianto A, N.P Adiani, Winarni, D. 2004. Pengaruh Pemberian Kadmium
Terhadap Tingkat Kelangsungan Hldup Dan Kerusakan Struktur Insang
Dan Hepatopankreas Pada Udang Regang [Macrobrachiurn sintangense
(de Man)]. Jurnal Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
4(2):90-105. (diakses pada tanggal 28 April 2016)
Soeseno,S. 1977. Teknologi Penangkapan Ikan dan Pengolahan Ikan. Yayasan
Kanisius. Jakarta.
Sugiarto, M, 1998. Fungsi Probiotik dalam Budidaya Perikanan. Jurnal
Universitas Negri Lampung 5(1): 47-75. (diakses pada tanggal 30 April
2016)
Sugiharto, A.S Siregar, & Yuwono, E. 2006. Analisis Isi lambung Ikan plagis di
segara Anakan Cilacap. Jurnal Ilmu Perairan. 10(2): 5- 10. (diakses pada
tanggal 30 April 2016)
Suryani, A. 2013. Aspek Biologi Makanan dan Morfometrik Saluran Pencernaan
Ikan Buntal Hijau Tetraodon nigroviridis, Marion de Proce di Muara
Perairan Bengkalis. Jurnal Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Riau 4(2): 11-17. (diakses pada tanggal 30 April 2016)
Syahrul, M & Ollich, A. 1985. Usaha-usaha Pemusanahan Sampah di Kotamadya
Ujung Pandang. Skripsi. Universitas Hasanudin. Ujung Pandang. (diakses
pada tanggal 25 April 2016)
Wiadnya, D.G.R., P.J. Mous, R. Djohani, M.V. Erdmann, A. Halim, M. Knight, L.
Pet Soede & J.S. Pet 2001. Marine capture fisheries policy formulation
and the role of marine protected areas as tool for fisheries management in
Indonesia. Jurnal aquatic 5(30):33 45. (diakses pada tanggal 10 Juni
2016)

42

Yunus, M. 2009. Pemberian Rotifer pada Pemeliharaan Ikan Clown


( Amphiprion percula) Jakarta: Erlangga.

LAMPIRAN I

Morfologi Lambung Ikan Gerres filamentosus

43

Anda mungkin juga menyukai