MUHAMAD ABDURAHMAN
Muhamad Abdurahman
NIM A44140045
ABSTRAK
MUHAMAD ABDURAHMAN. Perencanaan Lanskap Pesisir Berbasis Mitigasi
Bencana Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Dibimbing oleh
AFRA DN MAKALEW.
Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan memiliki laju pembangunan yang pesat.
Kecamatan Penjaringan merupakan salah satu kawasan pesisir di Jakarta Utara yang
merupakan daerah rentan terhadap bencana banjir, salah satunya yaitu banjir rob yang
disebabkan naiknya permukaan air laut yang menyebabkan berbagai dampak kerugian
bagi masyarakat. Alih fungsi lahan juga berdampak pada ekosistem kawasan pesisir
perkotaan menjadi lebih tidak seimbang, sehingga dibutuhkan perencanaan lanskap
berbasis mitigasi bencana banjir rob. Perencanaan dilakukan hasil analisis yang terdiri
dari analisis kerentanan fisik lahan terhadap bencana banjir rob, analisis kesesuaian
area evakuasi bencana, dan analisis kesesuaian area permukiman terhadap banjir rob.
Konsep dasar perencanaan yang dikembangkan dari penelitian ini adalah mitigasi
bencana banjir rob dengan penataan ruang di kawasan pesisir. Hasil penelitian ini
berupa rencana lanskap yang terdiri dari rencana tata ruang, aktivitas, fasilitas dan
sarana prasarana, sirkulasi, mitigasi dan vegetasi. Rencana tata ruang dibagi menjadi
ruang konservasi, ruang hijau publik, ruang terbangun dan evakuasi. Rencana aktivitas,
fasilitas dan prasarana untuk menunjang kebutuhan pada rencana tata ruang. Rencana
sirkulasi dibedakan menjadi jalur primer, sekunder, dan tersier. Rencana sirkulasi
menunjang jalur evakuasi bencana banjir rob. Rencana mitigasi dibagi menjadi mitigasi
struktural dan non struktural. Rencana vegetasi dibagi menjadi vegetasi pelindung,
peneduh, dan pengarah untuk menunjang estetika lanskap kawasan pesisir berdasarkan
fungsinya.
ABSTRACT
The Jakarta Special Capital Region is one of the cities in Indonesia with a
high population density and has a rapid pace of development. Penjaringan
Subdistrict is one of the coastal areas in North Jakarta which is a vulnerable area
to floods, one of which is tidal flooding caused by rising sea levels that cause
various impacts on the community. Transfer of land functions also have an impact
on urban coastal ecosystems becoming more unbalanced, so that landscape
planning based on tidal flood mitigation is needed. Planning is carried out as a
result of analysis consisting of analysis of physical vulnerability of land to tidal
floods, analysis of suitability of disaster evacuation areas, and analysis of
suitability of settlement areas against tidal floods. The basic concept of planning
developed from this research is tidal flood mitigation by spatial planning in the
coastal area. The results of this study are in the form of a landscape plan consisting
of spatial plans, activities, facilities and infrastructure, circulation, mitigation and
vegetation. The spatial plan is divided into conservation space, public green space,
built-up space and evacuation. Plan activities, facilities and infrastructure to
support the needs of the spatial plan. Circulation plans are divided into primary,
secondary, and tertiary lines. The circulation plan supports the evacuation route
for the tidal flood disaster. The mitigation plan is divided into structural and non-
structural mitigation. The vegetation plan is divided into protective, shade and
steering vegetation to support the coastal aesthetics of the coastal area based on
its function.
MUHAMAD ABDURAHMAN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Arsitektur Lanskap
pada
Departemen Arsitektur Lanskap
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini. Penelitian
dengan judul Perencanan Lanskap Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara ini merupakan salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Arsitektur Lanskap dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat
masukan, arahan dan bimbingan serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah
sabar membimbing dan berbagi ilmu yang sangat berguna selama masa
penelitian ini;
2. Segenap dosen Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu dan
bimbingannya; segenap staf kependidikan Departemen Arsitektur Lanskap
atas bantuan dan kemudahan administrasi yang telah diberikan kepada
penulis;
3. Segenap instansi dan dinas Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan
kemudahan dalam memperoleh informasi khususnya untuk Dinas
Kotamadya Jakarta Utara.
4. Rekan-rekan penulis dalam satu bimbingan skripsi (Taufik, Elma, Intan, dan
Sucia)
5. Teman-teman terbaik yang telah memberikan motivasi dan arahan (Fahreza,
Taufik, Fahmi, Fikri, Bagus, Ravi)
6. Teman-teman ARL Angkatan 51 untuk pahit-manisnya pertemanan serta
pertualangan dan perjuangan di ARL yang telah memberi makna dan warna
dalam kehidupan;
7. Keluarga besar ARL dari semua angkatan dan semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan pada penulis, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, permohonan maaf dan rasa terima kasih untuk
semuanya.
8. Kedua orang tua tercinta ayah dan ibu, kaka, saudara kembarku serta
keluarga yang memberikan doa, kesempatan, kepercayaan, arahan, nasehat,
dukungan penuh serta kasih sayang;
Muhamad Abdurahman
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Pikir 2
TINJAUAN PUSTAKA 4
Perencanaan Lanskap 4
Bencana Banjir, Pasang Surut, dan Rob 4
Mitigasi Bencana Banjir Rob 6
METODOLOGI 10
Lokasi dan waktu penelitian 10
Batasan penelitian 10
Alat dan bahan penelitian 11
Metode 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 20
Kondisi Umum Kecamatan Penjaringan 20
Aspek Fisik dan Biofisik 28
Aspek Fungsional 38
Aspek Sosial dan Ekonomi 39
Aspek Legal 40
Analisis Kerentanan Fisik Lahan Terhadap Banjir Rob (Vurnerability) 46
Analisis Kesesuaian Lahan 57
Sintesis 75
SIMPULAN DAN SARAN 102
Simpulan 102
Saran 102
DAFTAR PUSTAKA 103
DAFTAR TABEL
1. Bentuk dan jenis data 12
2. Kriteria analisis kerentanan fisik terhadap banjir rob 13
3. Selang skoring peta kerentanan fisik kawasan terhadap banjir rob 15
4. Kriteria kesesuaian area evakuasi banjir rob 15
5. Selang kesesuaian evakuasi terhadap banjir rob 17
6. Kriteria kesesuaian lahan permukiman terhadap banjir rob 17
7. Selang kesesuaian evakuasi terhadap banjir rob 19
8. Kejadian banjir rob wilayah Jakarta Utara 25
9. Klasifikasi kemiringan untuk kawasan pemukiman dan evakuasi 28
10. Data ketinggian dari permukaan laut di Kecamatan Penjaringan 28
11. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Penjaringan 31
12. Jumlah sungai/kali Kecamatan Penjaringan 36
13. Sebaran Demografi Kecamatan Penjaringan 40
14. Pekerjaan masyarakat Kecamatan Penjaringan 40
15. Sebaran luas kerentanan fisik lahan dan sosial terhadap banjir rob 55
16. Sebaran luas lahan evakuasi terhadap bencana banjir rob 62
17. Sebaran luas lahan permukiman terhadap bencana banjir rob 73
18. Analisis dan Sintesis (Lanjutan) 75
19. Rencana Tata Ruang, Aktivitas dan Fasilitas 83
20. Strategi 7 klaster penanganan banjir 85
21. Rencana jalur sirkulasi 94
22. Jenis vegetasi menurut rencana vegetasi 96
23. Rencana daya dukung 97
DAFTAR GAMBAR
1. Alur kerangka pikir 3
2. Alat dan strategi pengelolaan daerah banjir 7
3. Bendungan (dam) 7
4. Retention basin 8
5. Tanggul penahan banjir 8
6. Hutan mangrove Jakarta Utara 9
7. Peta orientasi penelitian 10
8. Bagan alur penelitian berdasarkan proses perencanaan modifikasi 11
9. Peta Batas Administrasi di Kecamatan Penjaringan 21
10. Peta Amblesan Permukaan Tanah di Kecamatan Penjaringan 23
11. Peta Rawanan Bencana Banjir di Kecamatan Penjaringan 24
12. Banjir Rob pada Beberapa Kelurahan di Kecamatan Penjaringan 26
13. Peta Ketinggian Banjir di Kecamatan Penjaringan 27
14. Peta Kemiringan Lahan di Kecamatan Penjaringan 29
15. Peta Ketinggian Lahan di Kecamatan Penjaringan 30
16. Peta Geologi di Kecamatan Penjaringan 32
17. Peta Jenis Tanah di Kecamatan Penjaringan 33
18. Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Penjaringan 34
19. Peta Hidrologi di Kecamatan Penjaringan 37
20. Peta Kerentanan Kemiringan Lahan terhadap Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan 48
21. Peta Kerentanan Ketinggian Lahan terhadap Banjir Rob di Kecamatan
Penjaringan 49
22. Peta Kerentanan Penggunaan Lahan terhadap Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan 50
23. Peta Kerentanan Jarak dari Garis Pantai terhadap Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan 52
24. Peta Kerentanan Jarak dari Sungai terhadap Banjir Rob di Kecamatan
Penjaringan 53
25. Peta Kerentanan Sosial terhadap Banjir Rob di Kecamatan
Penjaringan 54
26. Peta Kerentanan Bencana Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan 56
27. Peta Ketinggian Kesesuaian Evakuasi terhadap Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan 59
28. Peta Penggunaan Lahan Kesesuaian Evakuasi terhadap Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan 60
29. Peta Jarak dari Jalan Utama Kesesuaian Evakuasi terhadap Banjir Rob
di Kecamatan Penjaringan 61
30. Peta Kesesuaian Evakuasi Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan 63
31. Peta Kesesuaian Kemiringan Lahan terhadap Permukiman di
Kecamatan Penjaringan 65
32. Peta Kesesuaian Ketinggain terhadap Permukiman di Kecamatan
Penjaringan 66
33. Peta Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Permukiman di
Kecamatan Penjaringan 67
34. Peta Kesesuaian Jenis Tanah terhadap Permukiman di Kecamatan
Penjaringan 69
35. Peta Kesesuaian Jarak dari Sungai terhadap Permukiman di
Kecamatan Penjaringan 70
36. Peta Kesesuaian Jarak Garis Pantai terhadap Permukiman di
Kecamatan Penjaringan 71
37. Peta Kesesuaian Jarak Jalan Utama terhadap Permukiman di
Kecamatan Penjaringan 72
38. Peta Kesesuaian Area Permukiman di Kecamatan Penjaringan 74
39. Peta Rencana Blok di Kecamatan Penjaringan 77
40. Alur Konsep 78
41. Konsep Ruang 79
42. Diagram Konsep Sirkulasi 81
43. Diagram Konsep Vegetasi 82
44. Peta Rencana Tata Ruang di Kecamatan Penjaringan 88
45. Diagram penanggulangan bencana banjir rob 89
46. Sistem peringatan dini banjir di kawasan pesisir 90
47. Tanggul pengaman pantai 91
48. Waduk Pluit di Kecamatan Penjaringan 91
49. Rumah Pompa Pluit 91
50. Potongan melitang rumah pompa, tanggul pengaman, dan 92
51. Prinsip pengendalian banjir di Jakarta 92
52. Mitigasi secara non struktural 93
53. Detail sirkulasi evakuasi 95
54. Peta Rencana Sirkulasi terhadap Banjir Rob di Kecamatan
Penjaringan 98
55. Peta Rencana Vegetasi terhadap Banjir Rob di Kecamatan
Penjaringan 99
56. Peta Rencana Lanskap di Kecamatan Penjaringan 100
57. Peta Perbesaran Area Evakuasi di Kecamatan Penjaringan 101
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-
proses alami yang terjadi di darat seperti sendimentasi dan aliran air tawar, maupun
yang disebabkan kegiatan oleh manusia seperi pencemaran. Wilayah pesisir ke arah
daratan, baik yang kering maupun yang terendam air masih dipengaruhi sifat-sifat
laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin (Dahuri et al. 1996).
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang paling rentan terhadap dampak negatif
aktivitas manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung atau tidak
langsung berdampak terhadap ekosistem pesisir (Primavera 2006). Menurut
Cahyadinata (2009), Kawasan pesisir adalah daerah peralihan/transisi antara
ekosistem daratan dan lautan. Kawasan ini ke arah darat mencakup daerah yang
masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut, interusi air
laut, gelombang, dan angin laut, dan ke arah laut meliputi daerah perairan laut yang
masih dipengaruhi oleh proses-proses daratan dan dampak kegiatan manusia,
seperti aliran air sungai, sedimentasi, dan pencemaran. Banjir rob adalah pola
fluktuasi muka air laut yang dipengaruhi oleh gaya tarik terutama oleh bulan dan
matahari terhadap massa air laut di Bumi (Sunarto 2003).
Jakarta Utara merupakan salah satu Kotamadya DKI Jakarta yang memiliki
tingkat potensi banjir yang tinggi dan terjadi banjir secara berkala. Hal ini
dikarenakan topografi wilayah di Jakarta Utara yang rendah dan adanya penurunan
permukaan tanah akibat faktor alam dan aktivitas pembangunan manusia yang
dilakukan diwilayah pesisir. Banjir yang terjadi pada wilayah Jakarta Utara
khususnya di Kecamatan Penjaringan umumnya dikarenakan luapan sungai dari
daerah hulu, Hujan lokal yang terjadi sangat deras dengan waktu yang cukup
panjang. Selain banjir tahunan yang terjadi pada wilayah Jakarta Utara khususnya
di Kecamatan Penjaringan juga utamanya terjadi banjir pasang air laut atau lebih
dikenal dengan banjir rob yang memiliki intensitas cukup tinggi terjadi seperti
banjir tahunan, kemudian banjir rob juga akan lebih parah dampaknya di wilayah
pesisir jika terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi disertai meningkatnya
pasang air laut.
Jakarta Utara merupakan wilayah yang berada di wilayah pesisir yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk dan aktivitas pembangunan yang cukup
tinggi, salah satu wilayahnya yaitu Kecamatan Penjaringan. Ketinggian air yang
menggenangi wilayah ini umumnya mencapai 10 sampai 75 centimeter dan terjadi
selama kurun waktu 4 sampai 6 jam yang terjadi harian namun bisa mencapai satu
bulan dengan beberapa hari kering, hal ini menyebabkan kerugian dan
terhambatnya aktivitas masyarakat dalam berbagai sektor.
Pembangunan dari aktivitas manusia yang tidak mengindahkan lingkungan
dari wilayah pesisir juga menjadi faktor penyebab terjadinya banjir rob. Pemukiman
yang dibangun terlalu dekat dengan pantai atau konversi lahan pembangunan
infrastruktur yang berdampak pada pengurangan komposisi ruang yang seharusnya
hutan mangrove berfungsi menahan erosi air laut dan menjaga ekosistem kawasan
pesisir Penyedotan air tanah yang dilakukan secara berlebihan juga menjadi
penyebab terjadinya bencana banjir rob. Penurunan permukaan tanah di Jakarta
2
terus menurun tanpa bisa dikendalikan, dari hasil pengukuran tahun 1925-2010
permukaan air laut Jakarta selalu naik setiap tahun. Kenaikannya rata-rata 0,5
sentimeter (cm) per tahun. Sebaliknya, laju penurunan muka tanah Jakarta
mencapai 5 cm hingga 12 cm per tahun di sejumlah titik selama tiga dekade terakhir.
Kondisi itu yang menyebabkan akumulasi permukaan air laut yang menggenangi
tanah Jakarta jadi lebih tinggi. Banjir rob di kawasan pesisir akan semakin parah
dengan adanya genangan air hujan atau banjir kiriman, dan banjir lokal akibat
saluran drainase yang kurang terawat (Suryanti 2009).
Perencanaan lanskap pesisir berbasis bencana banjir rob merupakan salah
satu solusi baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam mengurangi dampak
dan kerugian. Perencanaan lanskap juga termasuk untuk penataan ruang sesuai
dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 dan Peraturan Daerah
DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012. Penegakkan aturan dan penataan pesisir berbasis
mitigasi bencana banjir rob untuk menjaga kelestariannya sebagai penyeimbang
ekosistem wilayah pesisir agar berfungsi sesuai dengan semestinya dan
mempertahankan serta meningkatkan kualitas lanskap pesisir di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pikir
sehingga memiliki mobilitas yang tinggi dalam hal perekonomian. Daerah ini
sering mengalami banjir rob yang berakibat pada terhambatnya mobilitas dalam
distribusi tangkapan hasil laut sehingga aktifitas perekonomian terhambat, tidak
hanya perekonomian aktifitas pendidikan juga terhambat, komposisi dalam
penataan ruang sangat peru diperhatikan untuk menjaga keseimbangan alam
wilayah pesisir sehingga diperlukan penanganan mitigasi bencana banjir rob
yang terjadi secara musiman. Alur kerangka pemikiran penelitian perencanaan
dapat dilihat pada Gambar 1 .
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Lanskap
Pengendalian Banjir
Sumber: www.BBC.com
Gambar 3 Bendungan (dam)
8
Sumber: www.en.wikipedia.org
Gambar 4 Retention basin
Sumber: www.barakfm.org
Gambar 5 Tanggul penahan banjir
4. Hutan bakau
Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat
pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung
daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan
logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan
sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. Sealin itu
fungsi lainnya dari hutan mangrove yaitu aspek ekologis penting, yakni sebagai
9
peredam gelombang dan angin badai, perlindungan pantai dari abrasi, dan sebagai
objek daya tarik untuk pengembangan kawasan wisata.
Sumber: www.ensiklopediaindonesia.com
Gambar 6 Hutan mangrove Jakarta Utara
10
METODOLOGI
Batasan penelitian
Penelitian ini dilakukan menggunakan data yang dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survey lapang
yang ada disekitar kawasan banjir rob. Data sekunder diperoleh melalui studi
literatur, pengumpulan data dan informasi dari instansi pemerintahan seperti
BAPPEDA, BNPB, dan Dinas Pekerjaan Umum, serta sumber internet. Alat yang
digunakan berupa GPS (Global Positioning System), kamera digital, program
computer (Microsoft office, ArcGis, Photoshop, Autocad, dan Sketchup). Bahan
yang digunakan yaitu peta RBI (Rupa muka Bumi), peta tematik dari data sekunder.
Metode
Persiapan
Tahap persiapan merupakan kegiatan persiapan bagian administrasi dari
penelitian, pra pengumpulan data, seperti kegiatan mencari data sekunder tapak,
mencari atau membuat peta dasar, merumuskan masalah dari konsep perncanaan
mitigasi banjir rob di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Selain itu tahap
persiapan juga meliputi kegiatan membuat rencana kerja.
Inventarisasi
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data terkait wilayah
pesisir di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara baik data fisik, biofisik, maupun
sosial budaya. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder yang
diperoleh melaui survey lapang. tahap inventarisasi dilakukan pencarian data dan
informasi terhadap tujuan perencanaan dari instansi terkait yakni: Badan
Perencanaan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman
Jakarta Utara, dinas kelurahan-kelurahan Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara,
dan BPS Pusat DKI Jakarta. Data yang dikumpulkan berupa data fisik dan biofisik.
12
Tahap ini dilakukan melalui pengamatan secara langsung di lapang, dan studi
pustaka agar dapat diketahui keadaan tapak yang sebenarnya. Data yang diperoleh
dengan pengamatan berupa data vegetasi, pembangunan infrastruktur, aktivitas
masyarakat. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait dengan kawasan
tersebut seperti: pihak Bappeda DKI Jakarta dan BPBD Provinsi DKI Jakarta guna
mengetahui terkait mitigasi terhadap bencana banjir rob yang diterapkan serta
rencana kawasan yang dapat menunjang pengembangan kawasan tersebut. Studi
pustaka diperoleh dari buku-buku acuan, laporan dan bahan bacaan lainnya yang
mendukung untuk mendapatkan data iklim, hidrologi/sistem drainase, topografi dan
pengumpulan informasi terhadap aspek yang berhubungan dengan banjir rob.
Bentuk dan jenis data serta cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Bentuk dan jenis data
ASPEK FUNGSIONAL
1. Fungsional Kawasan Bappeda Studi Pustaka Sekunder
ASPEK LEGAL
1. RTRW Provinsi DKI Bappeda Studi pustaka Sekunder
Jakarta
Keterangan :
Bappeda : Badan Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
BPS : Badan Pusat Statistik
vegetasi yang ada di tapak. Parameter yang dijadikan aspek utama dalam aspek fisik
adalah topografi, hidrologi, sarana dan infrastruktur serta aspek legal.
Aspek Fungsional
Aspek fungsional dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yang
diperoleh dari dinas Bappeda DKI Jakarta. Jenis data yang diperoleh dari aspek
fungsional berupa pertaturan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.
Melalui data tersebut dapat diketahui zona fungsional kawasan yang akan dicapai
dalam menetapkan aturan terhadap pembangunan yang ada di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara.
Aspek Legal
Aspek legal merupakan data yang dijadikan sebagai acuan dasar terkait
perencanaan yang dibuat. Aspek legal yang digunakan merupakan RTRW Provinsi
DKI Jakarta. Perencanaan yang dibuat dilokasi penelitan akan mengacu pada
RTRW dan RDTR terkait pemanfaatan ruang yang akan direncanakan dikawasan
pesisir Kecamtan Penjaringan Jakarta Utara.
Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini berupa analisis secara spasial
berdasarkan data-data yang hasil inventarisasi. Tahap analisis terdiri dari analisis
kerentanan fisik terhadap banjir rob, analisis kesesuaian area evakuasi banjir rob,
dan analisis kesesuaian permukiman terhadap banjir rob.
Keterangan:
V = Tingkat kerentanan
a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria
A,B,C,D = Kriteria kerentanan
rendah. Analisis kerentanan yang dilakukan pada 6 aspek fisik lahan dan aspek
sosial kependudukan selanjutnya akan dioverlay untuk mendapatkan hasil akhir
berupa peta komposit kerentanan fisik lahan terhadap banjir rob di Kecamatan
Penjaringan. Perhitungan selang skoring pada peta kerentanan fisik dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
keterangan:
S = Tingkat kesesuaian
a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria
A,B,C,D = Kriteria kesesuaian
Keterangan:
S = Tingkat kesesuaian
a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria
A,B,C,D = Kriteria kesesuaian
analisis kesesuaian area permukiman terhadap banjir rob dilokasi penelitian. Kelas
kesesuaian dibagi menjadi lima, yaitu kelas kesesuaian sangat sesuai, sesuai, kurang
sesuai, tidak sesuai sementara, tidak sesuai permanen.
Analisis kesesuaian area permukiman terhadap banjir rob yang dilakukan
pada 7 aspek fisik lahan selanjutnya akan dioverlay untuk mendapatkan hasil akhir
berupa peta komposit area permukiman terhadap banjir rob. Perhitungan selang
skoring dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Perencanaan
Tahap ini adalah hasil akhir dari proses yang telah dilakukan sebelumnya
yang terbagi kedalam dua tahap perencanaan, yaitu :
1. Pembuatan konsep perencanaan yang terdiri dari konsep dasar yang
menjelaskan konsep perencanaan berbasis mitigasi bencana banjir rob dan
konsep pengembangan yang menjelaskan konsep ruang, konsep sirkulasi,
konsep vegetasi, konsep aktivitas, konsep fasilitas yang digambarkan secara
konseptual dan desktiptif.
2. Penyusunan rencana lanskap di disajikan dalam bentuk landscape plan tata
ruang kawasan pesisir berbasis mitigasi bencana banjir rob di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara. Rencana lanskap terdiri dari rencana ruang,
rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas dan fasilitas, rencana
mitigasi dan evakuasi.
20
Fenomena banjir rob sekarang terjadi hampir di sepanjang tahun baik terjadi
pada musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini menunjukan bahwa curah hujan
bukanlah faktor utama yang menyebabkan fenomena rob (Yuliadi 2017). Data yang
dihimpun dalam Basis Data Kompas, frekuensi kejadian banjir banjir rob di Jakarta
Utara tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8 Kejadian banjir rob wilayah Jakarta Utara
1 3
2 4
Topografi
Wilayah pesisir Jakarta Utara umumnya memiliki ketinggian dari permukaan
laut yaitu antara 1 – 7 meter, bahkan ada diantara tempat tertentu berada pada
ketinggian dibawah permukaan air laut seperti pada rawa-rawa atau empang air
payau. Keberadaan pantai membuat Kecamatan Penjaringan berada pada kondisi
topografi yang cenderung datar (Laporan Kecamatan Penjaringan 2016).
Secara spasial Kecamatan Penjaringan memiliki kemiringan lahan yang
berbeda sebagai berikut, presentase kemiringan 0 – 2%, kemiringan 2%-10%,
kemiringan 10%-15%, kemiringan 15%-40% dan presentase kemiringan lebih dari
40%. Presentase kemiringan dibawah 2% merupakan yang terluas di Kecamatan
Penjaringan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 14. Presentase kemiringan
lahan merupakan data dari kondisi eksisting Kecamatan Penjaringan klasifikasi
kemiringan dijelaskan pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9 Klasifikasi kemiringan untuk kawasan pemukiman dan evakuasi
Jenis Tanah
Berdasarkan peta dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 2000 di
Kecamatan Penjaringan Formasi geologinya terdiri dari alluvium dan endapan
pematang pantai, secara spasial dapat dilihat pada Peta 16. Jenis tanah sebagian
besar merupakan jenis tanah Aluvial. Klasifikasi tanahnya adalah endoaquepts dan
endoaquents memiliki bentukan landform dataran aluvial dengan bahan induk
aluvium, relief cenderung datar. Secara spasial dapat dilihat pada Gambar 17.
Iklim
Kecamatan Penjaringan merupakan pantai beriklim tropis, dengan suhu rata-
rata 28,6o C, suhu maksimum bisa mencapai 35,2o C dan suhu minimum mencapai
23,6 o C. Curah hujan setiap bulan rata-rata 177 mm dengan maksimal curah hujan
pada bulan februari 404,7 mm dan bulan maret 275,9 mm. Kelembaban udara rata-
rata yaitu 76% dengan kelembapan maksimum mecapai 100% dan minimum
mencapai 44%. Kecepatan angin sebesar 3,5 knot sepanjang tahun (Laporan
Kecamatan Penjaringan 2016).
Vegetasi
Suaka Margasatwa Muara Angke adalah sebuah kawasan konservasi
berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI Nomor 097/Kpts-II/1988, secara
administrati, kawasan ini termasuk wilayah Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan
Penjaringan. Jenis vegetasi yang ada di Suaka Margasatwa Muara Angke semula
adalah hutan mangrove pantai utara Jawa, dengan keanekaragaman yang cukup
tinggi. Akan tetapi tingginya tingkat kerusakan hutan di wilayah ini diperkirakan
hanya tinggal 10 % yang tertutup oleh vegetasi berpohon-pohon. Sebagian bsesar
telah berubah menjadi rawa terbuka yang ditumbuhi rerumputan, gelagah
(Saccharum spontaneum) dan eceng gondok (Eichornia crassipes).
Tercatat sekitar 30 jenis tumbuhan dan 11 diantaranya adalah jenis pohon,
yang hidup di Suaka Margasatwa Muara Angke. Pohon-pohon mangrove itu
diantaranya yaitu jenis bakau (Rhizophora mucronata, R.apiculata), api-api
(Avicennia sp.), pidada (Sonneratia caseolaris), dan kayu buta-buta (Excoecaria
agallocha). Beberapa jenis tumbuhan asosiasi seperti ketapang (Terminalia
cattapa) dan nipah (Nypa fruticans). Selain jenis-jenis yang diatas, terdapat pula
beberapa jenis pohon yang ditanam untuk reboisasi. Misalnya asam jawa
(Tamarindus indica), bintaro (Cerbera manghas), kormis (Acacia auriculiformis),
nyamplung (Calophyllum inophyllum), tanjung (Bruguiera gymnorrhiza), waru laut
(Hibiscus tilliaceus).
Hidrologi
Kecamatan Penjaringan merupakan wilayah yang terus-menerus terancam
oleh banjir rob maupun banjir kiriman dari hulu sungai, karena sebagaimana halnya
daerah pesisir pantai merupakan bagian hilir dari sungai yang mengalir dari bagian
hulu yang berasal dari daerah lain di wilayah Jakarta. Peta hidrologi yang berisi
informasi nama sungai besar yang berada di Kecamatan Penjaringan bisa dilihat
pada Gambar 19. Sedangkan berdasarkan data Kecamatan Penjaringan sungai yang
mengalir di Kecamatan Penjaringan bisa dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan data
pasang surut Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2009 dari Dinas Hidro Oseanografi
TNI AL didapatkan tinggi rata-rata pasang surut setiap bulannya, maksimum 2
meter, dan minimum 0,1 meter. Rata-ratanya umumnya setinggi 0,6 meter (Dewi
2010).
36
Aspek Fungsional
Demografi Penduduk
Berdasarkan data dari Seksi Kependudukan dan Catatan Sipil Kecamatan
Penjaringan jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Penjaringan pada tahun 2016
sebanyak 307.664 jiwa yang terdiri dari laki-laki 157.920 jiwa dan perempuan
149.744 jiwa dengan penduduk terbanyak di Kelurahan Penjaringan sebanyak
117.852 jiwa dan terendah di Kelurahan Kamal Muara sebanyak 13.523, adapun
rincian jumlah penduduk selengkapnya sebagaimana Tabel 13 di bawah ini:
40
Jenis Pekerjaan
No. Kelurahan
Tani Nelayan Buruh Kary/PNS/ABRI Pedagang Pertukangan
1. Penjaringan – 710 2.200 21.663 11.977 2.167
2. Pluit – 623 1.024 12.358 13.675 897
3. Kamal 205 1.051 1.060 2.478 1.998 801
Muara
4. Kapuk 97 987 1.023 8.976 8.370 2.167
Muara
5. Penjagalan 272 6.652 955 26.842 21.025 3.065
Jumlah 574 10.025 6.262 72.317 57.045 8.493
Sumber: Penjaringan dalam angka 2017
Aspek Legal
Kawasan pesisir
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 ini meliputi daerah
pertemuan antara pengaruh perairan dan daratan, ke arah daratan mencakup wilayah
administrasi kecamatan dan ke arah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
Demikian pula halnya dengan UNCLOS 1982 yang menetapkan, pada pasal 3
sampai 5, bahwasanya setiap negara memiliki hak untuk mendirikan luasnya
41
wilayah laut sampai dengan batas tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis
pangkal yang ditentukan sesuai dengan keputusan konvensi ini, yaitu garis pangkal
normal untuk mengukur luasnya laut teritorial adalah garis batas air laut terendah
sepanjang pantai pada wilayah pesisir negara tersebut. Selain itu, UNCLOS 1982
juga menetapkan perlindungan terhadap lingkungan laut yang berisi langkah atau
prosedur berupa:
a. pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran dan bahaya lain
terhadap lingkungan laut, termasuk garis pantai, dan gangguan
keseimbangan ekologi lingkungan laut. Perhatian khusus diberikan pada
kebutuhan untuk perlindungan dari efek berbahaya akibat kegiatan seperti
pengeboran, pengerukan, penggalian, pembuangan limbah, pembangunan,
dan operasi atau pemeliharaan instalasi pipa dan perangkat lain yang
berkaitan dengan kegiatan tersebut;
b. perlindungan dan konservasi sumber daya alam kawasan dan pencegahan
kerusakan pada flora dan fauna laut yang berada di lingkungan tersebut.
Kawasan lindung
Di dalam Peraturan Kementrian Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011
mendefinisikan Kawasan Lindung sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan. Sedangkan menurut Keppres Nomor 32 Tahun 1990
pasal 1, kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber
daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan. Lebih detail lagi, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun
1990, kawasan lindung dibagi atas empat bagian yaitu:
1. Kawasan perlindungan kawasan di bawahnya
Kawasan ini terdiri dari hutan lindung, kawasan bergambut dan kawasan
resapan air. Perlindungan kawasan hutan lindung dilakukan untuk
mencegah terjadinya erosi, sedimentasi, banjir, dan menjaga fungsi
hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah,
dan air permukaan. Perlindungan terhadap kawasan bergambut dilakukan
untuk mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penambat
air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan
yang bersangkutan. Perlindungan kawasan resapan air dilakukan untuk
memberi ruang yang cukup untuk keperluan ketersediaan kebutuhan air
tanah dan pencegahan banjir untuk kawasan yang bersangkutan ataupun
kawasan di bawahnya.
2. Kawasan perlindungan setempat
Kawasan ini terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, sekitar mata air
dan sekitar danau atau waduk, yang berfungsi untuk melindungi kawasan
tersebut dari kegiatan budidaya oleh manusia yang dapat
mengganggukelestarian fungsi dari tiap kawasan sesuai karakteristiknya.
Luasan sempadan pantai diukur minimal 100 m sepanjang pantai dari garis
pasang tertinggi ke arah darat yang lebarnya proposional dengan bentuk dan
kondisi fisik pantai tersebut, untuk sempadan sungai diukur minimal 100 m
kanan kiri untuk sungai besar dan 50 m untuk anak sungai dan untuk sungai
yang terletak pada permukiman diukur sejauh 15 m. Sedangkan untuk
sempadan mata air berjarak radius 200 meter dari lokasi mata air kecuali
untuk kepentingan umum, dan untuk sempadan danau/waduk dengan lebar
50-100 meter dari garis pasang tertinggi air waduk/danau.
3. Kawasan suaka alam dan cagar Budaya
Kawasan ini terdiri dari kawasan cagar alam, kawasan pantai hutan,
kawasan suaka laut dan perairan lainnya, taman nasional, taman hutan raya
dan taman wisata alam serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Berfungsi untuk melindungi keanekaragaman biota, jenis ekosistem, gejala
dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan
pembangunan pada umumnya serta bagi cagar budaya untuk melindungi
kekayaan budaya bangsa.
43
Kawasan budidaya
Kawasan budidaya berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
41/PRT/2007 adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya yang telah ditetapkan dalam
RTRW Kabupaten/Kota harus dikelola dalam rangka optimalisasi implementasi
rencana. Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa yang
termasuk dalam kawasan budidaya adalah kawasan peruntukan hutan produksi,
kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan
peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan
permukiman, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata,
kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan
keamanan.
Kawasan yang diperuntukkan sebagai lokasi permukiman, di dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum 41/PRT/2007, ditetapkan mengikuti karakteristik lokasi
dan kesesuaian lahan sebagai berikut:
1. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%);
2. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh
penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air
antara 60 liter/orang /hari sampai dengan 100 liter/orang/hari;
3. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi);
4. Drainase baik sampai sedang;
5. Tidak berada pada wilayah sempadan sungai / pantai / waduk / danau /mata
air/ saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan;
6. Tidak berada pada kawasan lindung;
Sempadan Pantai
Sempadan pantai merupakan aspek yang penting untuk dipertimbangkan
dalam perencanaan dan pembangunan. Menurut Keputusan Presiden Nomor 32
Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung disebutkan bahwa Sempadan
Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting
44
Sempadan Sungai
Sempadan sungai merupakan daerah pinggir sungai yang ditetapkan sebagai
perlindungan sungai dan tidak diperbolehkan adanya pemanfaatan budidaya dan
pendirian bangunan. Luasan area sempadan sungai berbeda-beda, tergantung
kedalaman sungai, keberadaan tanggul, maupun lebar sungai. Menurut Keputusan
Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung disebutkan
bahwa sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 Tahun 2015
menjelaskan bahwa Sempadan sungai meliputi ruang di kiri dan kanan palung
sungai di antara garis sempadan dan tepi palung sungai untuk sungai tidak
bertanggul, atau di antara garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk sungai
bertanggul. Penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau bertujuan
agar:
a. fungsi sungai dan danau tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang di
sekitarnya;
45
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya
tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah
bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul
pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan
sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat
menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya
masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan
terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang
memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan
terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan
tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan,
demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga
mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi
kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air
akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng
bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan
sebagainya.
Analisis kerentanan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pada kerentanan
lingkungan dengan menganalisis semua aspek fisik yang terkait terhadap banjir rob.
Analisis kesesuaian juga dilakukan untuk melihat kesesuaian penggunaan lahan
permukiman dan kesesuaian untuk lokasi evakuasi terhadap banjir. Hal ini berguna
sebagai penunjang dalam mengoptimalkan penataan wilayah yang peka terhadap
bencana banjir tidak hanya dari hulu sungai tetapi juga terhadap banjir dari naiknya
permukaan air laut ketika pasang terjadi dan meluap ke daratan.
47
Gambar 20 Peta Kerentanan Kemiringan Lahan terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
49
Gambar 21 Peta Kerentanan Ketinggian Lahan terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
50
Gambar 22 Peta Kerentanan Penggunaan Lahan terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
51
Gambar 23 Peta Kerentanan Jarak dari Garis Pantai terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
53
Gambar 24 Peta Kerentanan Jarak dari Sungai terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
54
Gambar 25 Peta Kerentanan Jumlah Penduduk terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
55
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada 6 aspek fisik lahan dan sosial
kependudukan selanjutnya akan dioverlay untuk mendapatkan hasil akhir dari
kerentanan kawasan pada Kecamatan Penjaringan. Peta komposit dari analisis
kerentanan fisik lahan terhadap banjir rob diperoleh dengan metode Simple Additive
Weight dengan formulasi sebagai berikut:
Menurut Halla (2005), ada dua cara perencanaan tata kota yang baik, yaitu
cara pertama adalah pengendalian pembangunan perkotaan dengan menegakkan
peraturan zonasi melalui skema perencanaan yang mendetail, yang dalam
prakteknya dapat disiapkan dan dilaksanakan dengan atau tanpa skema perencanaan
umum. Cara kedua adalah adalah koordinasi pembangunan perkotaan dengan
menegakkan skema perencanaan umum yang memakai proposal rencana jangka
panjang pada penggunaan lahan kota dan investasi modal dalam pembangunan
infrastruktur. Dengan demikian, kawasan permukiman atau penggunaan tertentu
lainnya bisa dikontrol dan tidak merusak kawasan lain. Analisis kesesuaian lahan
yang akan dikaji terbagi menjadi dua yaitu kesesuaian lahan evakuasi banjir dan
kesesuaian lahan permukiman.
Analisis kesesuaian lahan dibagi dalam lima tingkatan terhadap kesesuaian
lahan mengacu pada sistem FAO (1976), yaitu: S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3
(kurang sesuai), N1 (tidak sesuai sementara), N2 (tidak sesuai permanen). Menurut
Baja (2012), telah mendeskripsikan penjelasan dari kelima tingkatan kelas tersebut
sebagai berikut:
1. Kelas S1 atau “sangat sesuai” adalah lahan dengan tanpa pembatas atau
hanya memiliki pembatas sangat ringan dan hal tersebut tidak berpengaruh
terhadap produktivitas atau keuntungan yang akan diperoleh, dan tidak
memerlukan input di atas level rata-rata.
2. Kelas S2 atau “sesuai” adalah lahan dengan beberapa pembatas yang
mempengaruhi produktivitas dan mempengaruhi pengusahaan jenis
penggunaan lahan tertentu secara lestari, menurunkan keuntungan, dan
meningkatkan kebutuhan input untuk peningkatan keuntungan pada
penggunaan tertentu.
3. 3. Kels S3 atau “kurang sesuai” atau “sesuai marjinal” adalah lahan dengan
beberapa pembatas yang cukup berat sehingga mempengaruhi produktivitas.
Dibutuhkan input tambahan untuk perolehan keuntungan dari penggunaan
tertentu.
4. 4. Kelas N1 atau “tidak sesuai sementara” atau “tidak sesuai sekarang”
adalah lahan dengan pembatas cukup berat dan belum bisa diatasi sekarang
atau sementara. Pembatas cukup berat tersebut mempengaruhi pengusahaan
suatu jenis penggunaan lahan tertentu secara lestari.
5. 5. Kelas N2 atau “tidak sesuai permanen” adalah lahan dengan pembatas
sangat berat sehingga secara permanen tidak dapat diupayakan untuk jenis
penggunaan lahan tertentu secara lestari.
Dalam penetapan kelas berdasarkan Baja (2012) menjelaskan kelas kesesuaian
lahan permukiman dalam penataan ruang wilayah terhadap bencana banjir rob.
Gambar 27 Peta Kesesuaian Ketinggian Lahan terhadap Area Evakuasi di Kecamatan Penjaringan
60
Gambar 29 Peta Kesesuaian Jarak dari Jalan Utama terhadap Evakuasi di Kecamatan Penjaringan
62
Gambar 35 Peta Kesesuaian Jarak dari Sungai terhadap Permukiman di Kecamatan Penjaringan
71
Gambar 36 Peta Kesesuaian Jarak Garis Pantai terhadap Permukiman di Kecamatan Penjaringan
72
Gambar 37 Peta Kesesuaian Jarak Jalan Utama terhadap Permukiman di Kecamatan Penjaringan
73
Sintesis
Analisis
Aspek Sintesis
Potensi Kendala
Penggunaan Kawasan suaka Pembangunan tinggi Relokasi
Lahan margasatwa hutan mengakibatkan banyaknya permukiman secara
bakau sebagai zona alih fungsi lahan, sehingga bertahap pada bagian
penyangga dan mengganggu keseimbangan sempadan sungai.
konservasi pelestarian alam sekitarnya. Khususnya Penetapan kawasan
flora fauna di kawasan pada pembangunan lindung.
kota pesisir. Selain permukiman yang berada
konservasi merupakan disempadan sungai, danau.
kawasan wisata
Konsep Perencanaan
Konsep Dasar
Konsep dasar dari penelitian ini merupakan suatu bentuk penataan lanskap
pesisir kawasan Kecamatan Penjaringan yang dapat mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh banjir rob maupun banjir dari hulu sungai. Kemudian konsep
dasar akan dikembangkan kedalam konsep mitigasi bencana baik secara struktural
maupun non struktural. Konsep mitigasi bencana ini diterapkan pada konsep
pembagian ruang mitigasi, aktivitas, fasilitas, sirkulasi dan vegetasi. Alur
penjelasan konsep dapat dilihat pada Gambar 40.
Konsep Pengembangan
Konsep Ruang
Konsep ruang merupakan bentuk perencanaan untuk menata pembagian
ruang yang sesuai dengan hasil analisis pada kawasan pesisir Kecamatan
Penjaringan yang bertujuan untuk keperluan evakuasi banjir rob. Ruang-ruang yang
diprioritaskan merupakan ruang yang lebih banyak ruang terbuka hijau yang
merupakan lapangan maupun fasilitas publik sesuai pada analisis yang telah
dilakukan. Kemudian ruang konservasi berupa vegetasi pesisir dan sempadan badan
air yang digunakan sebagai mitigasi banjir non struktural pada wilayah yang
memang diperuntukkan untuk keberlanjutan pembangunan lanskap pesisir dan
berguna untuk mengakomodasi kepentingan evakuasi saat terjadi banjir rob
maupun banjir dari hulu sungai.
Berdasarkan pembagian zona lindung, zona budidaya, dan zona inti pada peta
rencana blok maka konsep ruang dibagi menjadi 3 jenis, yaitu 1) ruang konservasi
merupakan ruang yang dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang dapat
berupa vegetasi pantai yang dapat berfungsi sebagai vegetasi penahan arus
gelombang yang ditempatkan disempadan garis Pantai Penjaringan sebagai mitigasi
non struktural dan dapat berupa ruang terbuka hijau sebagai sarana penunjang
kegiatan berkumpul rekreasi; 2) ruang hijau publik merupakan lahan yang
digunakan untuk mitigasi non struktural serta kawasan hijau perkotaan; 3) ruang
terbangun dan evakuasi merupakan infrastruktur untuk sarana publik sebagai
kegiatan seperti permukiman, perkantoran, pendidikan, perdagangan dan area
mitigasi yaitu area penyelamatan seperti posko banjir maupun area peringatan dini.
Pembagian ruang diharapkan mampu mengaitkan fungsi dari masing-masing ruang
tersebut. Pembagian ruang diharapkan mampu mengaitkan fungsi dari masing-
masing ruang tersebut. Diagram konsep ruang disajikan pada Gambar 41.
Konsep Aktivitas
Konsep aktivitas merupakan konsep yang mengacu kepada konsep
pembagian ruang yang telah ditentukan dan terdiri dari ruang konservasi, ruang
hijau publik serta ruang terbangun dan evakuasi. Jenis aktivitas pada konsep ini
mengutamakan pada kegiatan mitigasi yaitu evakuasi ketika banjir rob tinggi,
ataupun menentukan lokasi pokso banjir. Jenis fasilitas dan prasarana juga berbeda
sesuai dengan pembagian konsep ruang. Pada ruang terbangun dan evakuasi
aktivitas yang lebih diutamakan pada kegiatan evakuasi bencana, sesuai dengan
Peraturan Daerah Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 menjelaskan bahwa
peruntukkan lahan evakuasi merupakan wilayah dengan fasilitas dan utilitas yang
memadai merujuk pada bangunan publik seperti masjid dengan dua lantai, maupun
dengan gedung sekolahan yang memiliki aksesibilitas mudah untuk dijangkau
angkutan umum, agar pendistribusian bantuan ke posko banjir dapat dilakukan
dengan mudah, lokasi yang telah diperuntukkan bisa dijadikan posko banjir
sementara. Sedangkan ruang-ruang terbuka hijau yang berada di ruang terbangun
dan evakuasi dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk mendirikan posko banjir
secara tetap juga dengan tetap memerhatikan kondisi yang memadai seperti
dilapangan.
Jalur evakuasi yang digunakan merupakan jalur yang telah direncanakan oleh
Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014. Selanjutnya ruang konservasi tidak
memiliki aktivitas secara spesifik karena merupakan daerah Suaka Margasatwa
sesuai yang telah ditetapkan Dinas Pertanian dan Kehutanan, sehingga lebih
diperuntukkan untuk kelestarian flora dan fauna yang ada pada hutan lindung.
Ruang terbangun dan evakuasi memiliki aktivitas untuk bersosialisasi antar hunian,
kegiatan belajar mengajar pada area edukasi pendidikan, berdagang atau berbelanja,
melakukan kegiatan ekonomi, melakukan kegiatan industri pengolahan, dan untuk
ruang terbuka hijau dapat diperuntukkan sebagai area rekreasi taman kota.
Bangunan umum seperti masjid, sekolah, maupun fasilitas publik dan pemerintahan
yang diperuntukkan untuk lokasi evakuasi sementara.
Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi dalam pengembangannya bertujuan agar menajdi jalur
penghubung yang dapat menyambungkan keterhubungan antar ruang yang telah
direncanakan berdasarkan acuan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta. Sirkulasi yang sesuai pada kondisi tapak terbagi
menjadi 3 yaitu jalur primer terdiri dari jaalan arteri, jalan kolektor, kemudian jalur
sekunder terdiri dari jalan lokal dan lingkungan, jalur tersier yaitu jalan setapak/pejalan
kaki, dengan memerhatikan penetapan jalan eksisting yang telah ada. Kondisi jalur
evakuasi merupakan jalan yang mudah diakses oleh kendaraan angkutan umum agar
memudahkan kegiatan proses evakuasi ketika bencana banjir terjadi. Konsep sirkulasi
yang menyesuaikan dengan konsep ruang yang direncanakan disajikan pada
Gambar 42.
Konsep Vegetasi
Konsep vegetasi yang akan dikembangkan bertujuan untuk mendukung kegiatan
evakuasi saat bencana terjadi maupun pascabencana. Berdasarkan fungsinya, vegetasi
yang direncanakan dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi pelindung,vegetasi pengarah,
dan vegetasi penanung. Vegetasi pelindung berguna sebagai pelindung daratan dari
pasang air laut, selain itu juga berguna untuk menjaga keseimbangan serta kelestarian
lingkungan ekosistem darat dan ekosistem laut sehingga tercipta hubungan intergasi
yang baik. Vegetasi pengarah berguna untuk jalur hijau jalan agar mereduksi
karbondioksida serta meningkatkan RTH perkotaan. Vegetasi penanung direncanakan
untuk kawasan permukiman dan taman kota agar meningkatkan kenyamanan serta
RTH perkotaan rencana vegetasi berdasarkan fungsinya. Diagram konsep vegetasi
disajikan pada Gambar 43.
82
Perencanaan Lanskap
Rencana aktivitas dalam penanganan banjir lebih lanjut diatur sesuai dengan
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 15 Tahun 2017 tentang Rencana
Kontinjensi Penanggulangan Bencana Tahun 2017, menjelaskan strategi yang
diterapkan untuk menangani wilayah terdampak banjir dengan menjalankan 7
klaster prioritas yang dapat dilihat pada Tabel 20 sebagaimana yang ditetapkan SK
Kepala BNPB Nomor 273 Tahun 2014. Rencana kontinjensi merupakan mitigasi
prabencana dengan kondisi adanya potensi bencana pada suatu kawasan sesuai
dengan Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008
85
Penjelasan lebih rinci rencana ruang lanskap kawasan pesisir dibagi lagi
menjadi sub ruang sesuai dengan penetapan rencana tata ruang di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara sebagai berikut:
1. Ruang Konservasi
Di dalam Peraturan Kementrian Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011
mendefinisikan kawasan lindung sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan. Ruang konservasi merupakan bagian pada kawasan
lindung yang terdiri dari sempadan pantai dan sempadan lindung. Sempadan pantai
berupa lahan yang diperuntukkan untuk perkembangan dan pelestarian alam hutan
mangrove beserta fauna yang ada didalamnya, sedangkan sempadan lindung berupa
kawasan yang berada pada sempadan badan air ataupun pada sungai guna
menyeimbangkan dengan pembangunan perkotaan.
Ruang konservasi dalam perencanaan tata ruang terhadap mitigasi bencana
banjir merupakan bentuk non struktural, pada sempadan pantai berfungsi untuk
menahan gelombang pasang agar memperkecil ketiggian yang mencapai kedaratan,
kemudian untuk sempadan lindung pada sungai berfungsi untuk memperkecil
kemungkinan kerugian yang dirasakan akibat genangan meluap melewati sungai-
sungai yang berada pada kawasan permukiman. Sempadan sungai yang dimaksud
dapat berupa jalur hijau pada jalan yang berada disekitar sungai, dan berupa ruang
terbuka hijau rekreasi pada bagian sempadan sungai.
2. Ruang Hijau Publik
Berdasarkan Peraturan Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota Jakarta Nomor
1 Tahun 2012 ruang ruang hijau perkotaan terdiri dari 3 fungsi lahan, yaitu 1) taman
kota/lingkungan merupakan ruang terbuka hijau berfungsi sebagai area rekreasi,
berkumpul dalam mitigasi taman kota berfungsi sebagai lokasi evakuasi sementara;
2) hijau rekreasi merupakan bentuk ruang terbuka hijau yang dipergunakan untuk
kawasan rekreasi yang dikelola oleh swasata sebagai area komersial. Pada
Kecamatan Penjaringan, hijau rekreasi yaitu lapangan golf, dan wisata hutan
mangrove yang berada pada Kelurahan Kapuk dan Kelurahan Kamal; 3) jalur hijau
merupakan bagian ruang terbuka hijau yang memang diperuntukkan untuk penataan
vegetasi dipinggir jalan yang memiliki banyak fungsi, dalam hal mitigasi bencana
banjir berguna untuk menyediakan resapan air dari aliran permukaan yang meluap,
baik ketika intensitas hujan tinggi, mapun pada saat sungai sekitar jalan meluap.
87
Meskipun tidak secara spasial menjadi resapan air tetapi jalur hijau jalan dapat
memertahankan keseimbangan alam terhadap pembangunan perkotaan.
3. Ruang Terbangun dan Evakuasi
Merupakan ruang yang diperuntukkan untukk pembangunan perkotaan secara
fungsi untuk kegiatan utama dalam pembangunan. Dalam rencana tata ruang, dibagi
menjadi 4 sub ruang, yaitu 1) Area permukiman yang berfungsi sebagai area tempat
tinggal dan melakukan aktivitas sosial antar masyarakat, dalam area ini
permukiman sesuai dengan Perda Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 terbagi
menjadi 2 yaitu permukiman dibangun secara vertikal dan permukiman secara
horizontal, dalam rencana pembangunan kawsan pesisir pembangunan permukiman
secara vertikal lebih baik guna mengefesiensi lahan dan memberikan ruang terbuka
lainnya untuk diperuntukkan sebagai RTH, dalam rencana tata ruang Kelurahan
Pluit, Penjagalan, dan Kapuk merupakan bagian terbesar yang didominasi
peruntukkan lahan permukiman; 2) Area Komersial/Pelayanan/Industri dan
Pergudangan merupakan peruntukkan lahan yang digunakan untuk aktivitas utama
perkotaan dalam rencana tata ruang Kelurahan Penjaringan diperuntukkan menjadi
area komersial. Pada bagian selatan Kelurahan Kapuk dan Kelurahan Kamal
didominasi peruntukkan lahan untuk kawasan industri dan pergudangan; 3) Area
Industri merupakan area pengolahan bahan baku produksi, pendistribusian barang,
maupun sebagai tempat penyimpanan produksi dalam pergudangan; 4) Evakuasi
merupakan upaya mitigasi bencana banjir yang terbagi menjadi 2, yaitu lokasi
evakuasi semetara yang berguna sebagai tempat berkumpul semenatara ketika
terjadi bencana banjir, dan posko logistik merupakan posko pemasok barang-
barang logistik bagi korban banjir yang berada di lokasi evakuasi sementara.
Rencana tata ruang untuk lokasi evakuasi yaitu ruang terbuka hijau taman kota dan
fasilitas publik seperti masjid, maupun sekolah lebih dari satu lantai.
Pola yang tergambar pada rencana ruang dan sub ruang mengikuti dengan
pola rencana ruang di Kecamatan Penjaringan dalam Rencana Jangka Panjang
Menengah Daerah Jakarta 2030 (RJPMD) dengan mempertimbangkan aspek
fungsional kawasan yang bersumber pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1
Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Penjaringan.
Penetapan rencana ruang juga mempertimbangkan keterhubungan berbagai aspek
diantaranya aspek sosial, aspek lingkungan hidup, aspek ekonomi dan aspek fisik
perkotaan. Hal ini menetapkan rencana ruang yang tetap mempertimbangkan
peruntukan fungsi utama kawasan dan dapat dijalankan dengan benar sesuai
kebijakan pemerintah setempat, diharapkan akan mampu menjadi bentuk mitigasi
secara non struktural dalam menghadapi kesiapsiagaan kawasan terhadap banjir rob.
Pembangunan pada bagian sempadan pantai merupakan bagian ekosistem pantai
yang tidak boleh dibangun untuk peruntukkan lainnya, tetapi dengan
mempertimbangkan kondisi eksisting dan hasli dari penetapan kawasan bahwa,
pola ruang pada Kelurahan Penjaringan merupakan daerah pergudangan dan
industri. Kelurahan Pluit memang diperuntukan untuk pembangunan pelabuhan dan
juga permukiman nelayan.
Kedua kelurahan merupakan peruntukan yang berguna menunjang aktivitas
perekonomian kawasan pesisir, tetapi juga mempertimbangkan aspek lingkungan
hidup kawasan Berdasarkan pembagian ruang dan sub ruang di Kecamatan
Penjaringan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 44.
88
Sumber: megapolitan.kompas.com
Gambar 48 Waduk Pluit Kecamatan Penjaringan
1 2
3 4
Sumber: 1) www.mangrovemagz.com, 2) www.merdeka.com, 3 dan 4 Kementrian
Pekerjaan Umum 2014
Gambar 52 mitigasi secara non struktural
3. Saat tangap darurat dilakukan rencana operasi (operational plan) yang
merupakan operasionalisasi / aktivasi dari rencana kedaruratan atau rencana
kontinjensi yang telah disusun sebelumnya. Sarana penunjang untuk
memudahkan juga dibutuhkan signage atau papan informasi dalam
memudahkan pelaksanaan rencana operasi tanggap darurat. Pembentukkan
posko banjir, misalnya tenda pengungsi, tenda kesehatan, tenda logistik.
4. Tahap pemulihan dilakukan penyusunan rencana pemulihan (recovery plan)
yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada
pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk
mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan
petunjuk / pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana, uraian
tahap tersebut sebagai berikut:
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik ataumasyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
94
Rencana Sirkulasi
Rencana sirkulasi dikembangkan dengan tujuan sebagai penghubung antar
ruang agar terdapat keterhubungan yang sesuai. Dalam rencana sirkulasi terbagi
menjadi tiga, yaitu sirkulasi primer terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor, kemudian
sirkulasi sekunder terdiri dari jalan lokal, serikulasi tersier yaitu jalan lingkungan.
Sirkulasi evakuasi yaitu jalan utama dan merupakan sirkulasi primer seusai dengan
yang telah direncanakan oleh Pemerintah Kota Jakarta, jalan evakuasi yang
direncanakan yaitu jalan arteri dan jalan kolektor.
Jalur sirkulasi yang dibagi berdasarkan lebar jalan menjadi jalan arteri, jalan
kolektor dan jalan lokal, atau dapat dijelaskan juga menjadi jalan primer, jalan
sekunder dan jalan tersier yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2006. Jalur evakuasi merupakan jalur primer dengan dilengkapi oleh rambu-
rambu yang memudahkan menuju lokasi evakuasi terdekat. Pola dari rencana
sirkulasi merupakan bagian dari kondisi eksisting Kecamatan Penjaringan dengan
tetap mempertimbangkan jenis sirkulasi yang digunakan untuk peruntukan tertentu.
Dalam mitigasi banjir rob sirkulasi merupakan aksesibilitas yang penting sehingga
berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 menjelaskan
sirkulasi evakuasi adalah sirkulasi yang dapat dilalui oleh angkuran umum yang
berarti merupakan kendaraan roda empat dan jalur dua arah hal ini bertujuan untuk
memudahkan pendistribusian barang misalnya bantuan melalui kendaraan bagi
posko logistik. Perencanaan jalur sirkulasi yang dibedakan berdasarkan lebar jalan
dijelaskan pada Tabel 21.
Tabel 21 Rencana Jalur Sirkulasi
Ruang Jalan Minimal Garis Sempadan
Badan Diukur dari
Jenis Fungsi Pagar Bangun
Jalan Diukur dari as jalan tepi badan
Sirkulasi Jalan (dari as an (dari
Minimal jalan
jalan) pagar)
RUMAJA RUMIJA RUWASJA
Kolektor
Primer dan lokal 9,00 4,5 12,5 10 12,5 7
primer
Lokal
sekunder
Sekunder 7,50 3,75 7,5 7 7,5 3,25
dan lokal
lingkungan
Lingkungan
Tersier 6,50 2,75 5,5 5 5,5 2,25
dan setapak
Sumber: PP No. 34 Tahun 2006
Jenis sirkulasi primer merupakan jalan yang digunakan sebagai jalur utama
menuju lokasi evakuasi. Jalur sekunder dan jalur tersier merupakan jalan yang
berada pada lingkungan dari aktivitas utama masyarakat. Lebar jalur tersebut
ditambah lebar penanaman jalur hijau yang telah ditetapkan Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 2006, detail jalur sirkulasi untuk evakuasi secara keterhubungan
ruang posko sementara dengan posko logistik disajikan pada Gambar 53. Rencana
sirkulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 54.
95
Keterangan
Posko logistik
Sirkulasi primer
Sirkulasi sekunder
Sirkulasi tersier
Di pusat
▪ Taman Kota/ 18,4 0,5 368.000 kegiatan
m2/jiwa orang lingkungan dan
Lingkungan
Hijau luas minimal
Publik 1250 m2
Sarana olahraga
▪ Hijau 83 - - lapangan golf
dan wisata
Rekreasi
mangrove
▪ Jalur Hijau 316 15 21.066 Jalur hijau yang
m2/jiwa jiwa ditanam
sepanjang jalan
Asumsi 1 rumah
dihuni oleh 5
▪ Area 1292 200 258.400 jiwa, maka
Terbangun Permukiman jiwa/Ha jiwa rumah yang
dan dapat dibangun
evakuasi sebanyak 51.680
rumah
Luas minimal
▪ Ruang 18,4 0,5 368.000 area sebesar
m2/jiwa jiwa 1250 m2 pada
Evakuasi
lingkup RW
Banjir
Sumber: SNI 03-1733-2004
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis yang terdiri dari analisis kerentanan fisik lahan,
menunjukkan bahwa diantara 5 kelurahan terdapat 3 kelurahan yang memiliki
kerentanan tinggi seluas 38 ha (1,07%) di Kelurahan Penjaringan, Pluit, dan
Penjagalan, kerentanan sedang seluas 1725 ha (48,6%) sampai rendah seluas 1390
ha (39%) terdapat di Kelurahan Kapuk Muara, dan Kamal Muara dengan
menganalisis 5 aspek fisik lahan dan satu aspek sosial. Berdasarkan analisis
kesesuaian evakuasi lahan yang diperuntukkan yaitu pada wilayah terbangun yang
berada pada fasilitas publik dan ruang terbuka hijau dengan menganalisis 3 aspek
fisik lahan dengan kelas kesesuaian sesuai seluas 431 ha (12,1%) dan cukup sesuai
seluas 1551 ha (43,7%). Berdasarkan analisis kesesuaian permukiman terhadap
banjir rob menunjukkan bahwa di Kecamatan Penjaringan berada pada tingkat
sesuai seluas 2626 ha (78%) untuk permukiman dengan menganalisis 7 aspek fisik
lahan. Setelah didapatkan analisis kemudian dalam upaya untuk mengurangi
dampak banjir rob selanjutnya hasil analisis dikembangkan melalui konsep
perencanaan terdiri dari rencana tata ruang yaitu ruang konservasi dengan sub ruang
lindung dan sempadan lindung, ruang hijau publik dengan sub ruang taman
kota/lingkungan, hijau rekreasi, jalur hijau, ruang terbangun dan evakuasi dengan
sub ruang area permukiman, area komersial/pelayanan/pemerintahan, area industri
dan pergudangan, serta area evakuasi, rencana aktivitas, rencana fasilitas sarana dan
prasarana, dan rencana vegetasi. Pertimbangan penting dalam mitigasi banjir rob
yaitu jalur evakuasi untuk mengarahkan penduduk, dan lokasi evakuasi yang
tersedia yaitu lokasi evakuasi sementara dan posko logistik. Pengendalian banjir
rob dilakukan dengan mitigasi secara struktural yaitu pembangunan tanggul
pengaman pantai, pembangunan rumah pompa, penambahan kolam retensi atau
waduk dan secara non struktural yaitu pemeliharaan kawasan lindung, pembersihan
sempadan sungai, penyuluhan kesiapsiagaan terhadap bencana banjir rob, dan
pemetaan kawasan yang rentan terjadi banjir rob, serta penyusunan sistem
pengendalian banjir yang terdiri dari tahap prabencana banjir rob, rencana
operasional tanggap darurat, dan rehabilitasi serta rekonstruksi.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
[Perka] Peraturan Kepala BNPB. 2008. Peraturan Kepala BNPB No.4 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Peraturan
BNPB
Plugh, D. 2004. Changing Sea Levels. Inggris (UK): Cambridge University Press,
UK,
Primavera.J.H. 2006. Overcoming the Impact of Aquaculture on the Coastal
Zone.Ocean and Coastal Management. ELSEVIER: Habitat International
49:531-545.
[PRI] Peraturan Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun
2016 tentang Jalan
Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Pond, S dan Pickard G.L. 1983. Introductory dynamical Oceanography. Second
edition. New York (US): Pergamon Press
Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. New York (US): McGraw-Hill Book
Subroto. 2003. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Samarinda: Fajar Gemilang.
Sunarto. 2003. Geomorfologi Pantai : Dinamika Pantai. Fakultas Geografi UGM.
Yogyakarta.
Tarigan R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah Jakarta (ID): T. Bumi
Aksara.
Taufiqurrahman. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman di Pesisir Kota
Pekalongan. [tesis]. Pekalongan (ID): Universitas Diponegoro.
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). 1982. The Division for
Ocean Affairs and the Law of the Sea. United Nations
Wahyudi, S.I. 2007. Tingkat Pengaruh Elevasi Pasang Surut Laut Terhadap Banjir
Rob di Kawasan Kaligawe Semarang. Riptek: Vol. I No.1: 27-34.
Wismarini, D., Sukur, M. 2015. Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir secara
Geospasial. Jurnal Teknologi informasi dinamik. 20.1 hal: 57-76.
Yunus, H.S. 1999. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar.
105
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 19 September 1996 dari ayah
Wahyudi R dan ibu Neneng Sukaesih. Penulis ialah anak ke empat dari lima bersaudara.
Sejarah pendidikan penulis diawali dari SDN 08 Pagi Duri Kosambi (2008), SMPN
205 Jakarta Barat (2011), dan SMAN 94 Jakarta Barat yang lulus pada tahun 2014.
Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) Jalur Undangan di Departemen Arsitektur Lanskap pada tahun yang sama.
Selama masa perkuliahan, penulis memperoleh Beasiswa Bidikmisi dari
Kemenristek Dikti 2014. Penulis aktif di beberapa organisasi kampus yaitu Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM A) tahun 2015/2016 sebagai biro
internal, dan Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) sebagai anggota
divisi eksternal pada tahun 2016/2017. Selain itu, penulis juga pernah menjabat sebagai
ketua pelaksana musyawarah besar Persatuan Mahasiswa Lanskap Indonesia
(Perhimali) pada tahun 2017. Penulis juga pernah diberi kesempatan menjadi asisten
mata kuliah Survey dan Pemetaan Tapak tahun ajaran 2017/2018 dan asisten mata
kuliah Analisis Tapak tahun ajaran 2017/2018 di Departemen Arsitektur Lanskap.