Anda di halaman 1dari 117

PERENCANAAN LANSKAP PESISIR BERBASIS MITIGASI

BENCANA BANJIR ROB DI KECAMATAN PENJARINGAN


JAKARTA UTARA

MUHAMAD ABDURAHMAN

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perencanan Lanskap


Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan Jakarta
Utara adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2018

Muhamad Abdurahman
NIM A44140045
ABSTRAK
MUHAMAD ABDURAHMAN. Perencanaan Lanskap Pesisir Berbasis Mitigasi
Bencana Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Dibimbing oleh
AFRA DN MAKALEW.

Daerah Khusus Ibukota Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan
kepadatan penduduk yang tinggi dan memiliki laju pembangunan yang pesat.
Kecamatan Penjaringan merupakan salah satu kawasan pesisir di Jakarta Utara yang
merupakan daerah rentan terhadap bencana banjir, salah satunya yaitu banjir rob yang
disebabkan naiknya permukaan air laut yang menyebabkan berbagai dampak kerugian
bagi masyarakat. Alih fungsi lahan juga berdampak pada ekosistem kawasan pesisir
perkotaan menjadi lebih tidak seimbang, sehingga dibutuhkan perencanaan lanskap
berbasis mitigasi bencana banjir rob. Perencanaan dilakukan hasil analisis yang terdiri
dari analisis kerentanan fisik lahan terhadap bencana banjir rob, analisis kesesuaian
area evakuasi bencana, dan analisis kesesuaian area permukiman terhadap banjir rob.
Konsep dasar perencanaan yang dikembangkan dari penelitian ini adalah mitigasi
bencana banjir rob dengan penataan ruang di kawasan pesisir. Hasil penelitian ini
berupa rencana lanskap yang terdiri dari rencana tata ruang, aktivitas, fasilitas dan
sarana prasarana, sirkulasi, mitigasi dan vegetasi. Rencana tata ruang dibagi menjadi
ruang konservasi, ruang hijau publik, ruang terbangun dan evakuasi. Rencana aktivitas,
fasilitas dan prasarana untuk menunjang kebutuhan pada rencana tata ruang. Rencana
sirkulasi dibedakan menjadi jalur primer, sekunder, dan tersier. Rencana sirkulasi
menunjang jalur evakuasi bencana banjir rob. Rencana mitigasi dibagi menjadi mitigasi
struktural dan non struktural. Rencana vegetasi dibagi menjadi vegetasi pelindung,
peneduh, dan pengarah untuk menunjang estetika lanskap kawasan pesisir berdasarkan
fungsinya.

Kata kunci: banjir rob, kerentanan, kesesuaian, mitigasi, perencanaan.

ABSTRACT

MUHAMAD ABDURAHMAN. Coastal Landscape Planning Based on Tidal


Flood Disaster Mitigation in Penjaringan Sub District, North Jakarta. Supervised
by AFRA DN MAKALEW.

The Jakarta Special Capital Region is one of the cities in Indonesia with a
high population density and has a rapid pace of development. Penjaringan
Subdistrict is one of the coastal areas in North Jakarta which is a vulnerable area
to floods, one of which is tidal flooding caused by rising sea levels that cause
various impacts on the community. Transfer of land functions also have an impact
on urban coastal ecosystems becoming more unbalanced, so that landscape
planning based on tidal flood mitigation is needed. Planning is carried out as a
result of analysis consisting of analysis of physical vulnerability of land to tidal
floods, analysis of suitability of disaster evacuation areas, and analysis of
suitability of settlement areas against tidal floods. The basic concept of planning
developed from this research is tidal flood mitigation by spatial planning in the
coastal area. The results of this study are in the form of a landscape plan consisting
of spatial plans, activities, facilities and infrastructure, circulation, mitigation and
vegetation. The spatial plan is divided into conservation space, public green space,
built-up space and evacuation. Plan activities, facilities and infrastructure to
support the needs of the spatial plan. Circulation plans are divided into primary,
secondary, and tertiary lines. The circulation plan supports the evacuation route
for the tidal flood disaster. The mitigation plan is divided into structural and non-
structural mitigation. The vegetation plan is divided into protective, shade and
steering vegetation to support the coastal aesthetics of the coastal area based on
its function.

Keywords: mitigation, planning, suitability, tidal floods, vulnerability.


PERENCANAAN LANSKAP PESISIR BERBASIS MITIGASI
BENCANA BANJIR ROB DI KECAMATAN PENJARINGAN
JAKARTA UTARA

MUHAMAD ABDURAHMAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Arsitektur Lanskap
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
Judul Skripsi : Perencanaan Lanskap Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana Banjir
Rob di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara
Nama : Muhamad Abdurahman
NIM : A44140045

Disetujui oleh

Dr.Ir. Afra DN Makalew M,Sc


Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr.Ir. Afra DN Makalew M,Sc


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian ini. Penelitian
dengan judul Perencanan Lanskap Pesisir Berbasis Mitigasi Bencana Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara ini merupakan salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Arsitektur Lanskap dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat
masukan, arahan dan bimbingan serta kritik dan saran dari berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Afra D. N. Makalew, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang telah
sabar membimbing dan berbagi ilmu yang sangat berguna selama masa
penelitian ini;
2. Segenap dosen Departemen Arsitektur Lanskap atas ilmu dan
bimbingannya; segenap staf kependidikan Departemen Arsitektur Lanskap
atas bantuan dan kemudahan administrasi yang telah diberikan kepada
penulis;
3. Segenap instansi dan dinas Provinsi DKI Jakarta yang telah memberikan
kemudahan dalam memperoleh informasi khususnya untuk Dinas
Kotamadya Jakarta Utara.
4. Rekan-rekan penulis dalam satu bimbingan skripsi (Taufik, Elma, Intan, dan
Sucia)
5. Teman-teman terbaik yang telah memberikan motivasi dan arahan (Fahreza,
Taufik, Fahmi, Fikri, Bagus, Ravi)
6. Teman-teman ARL Angkatan 51 untuk pahit-manisnya pertemanan serta
pertualangan dan perjuangan di ARL yang telah memberi makna dan warna
dalam kehidupan;
7. Keluarga besar ARL dari semua angkatan dan semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dukungan pada penulis, yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, permohonan maaf dan rasa terima kasih untuk
semuanya.
8. Kedua orang tua tercinta ayah dan ibu, kaka, saudara kembarku serta
keluarga yang memberikan doa, kesempatan, kepercayaan, arahan, nasehat,
dukungan penuh serta kasih sayang;

Penulis menyadari masih terdapatnya kekurangan dalam penulisan skripsi ini,


penulis terbuka terhadap berbagai masukan, saran dan kritik untuk kelengkapan
skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2018

Muhamad Abdurahman
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Pikir 2
TINJAUAN PUSTAKA 4
Perencanaan Lanskap 4
Bencana Banjir, Pasang Surut, dan Rob 4
Mitigasi Bencana Banjir Rob 6
METODOLOGI 10
Lokasi dan waktu penelitian 10
Batasan penelitian 10
Alat dan bahan penelitian 11
Metode 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 20
Kondisi Umum Kecamatan Penjaringan 20
Aspek Fisik dan Biofisik 28
Aspek Fungsional 38
Aspek Sosial dan Ekonomi 39
Aspek Legal 40
Analisis Kerentanan Fisik Lahan Terhadap Banjir Rob (Vurnerability) 46
Analisis Kesesuaian Lahan 57
Sintesis 75
SIMPULAN DAN SARAN 102
Simpulan 102
Saran 102
DAFTAR PUSTAKA 103
DAFTAR TABEL
1. Bentuk dan jenis data 12
2. Kriteria analisis kerentanan fisik terhadap banjir rob 13
3. Selang skoring peta kerentanan fisik kawasan terhadap banjir rob 15
4. Kriteria kesesuaian area evakuasi banjir rob 15
5. Selang kesesuaian evakuasi terhadap banjir rob 17
6. Kriteria kesesuaian lahan permukiman terhadap banjir rob 17
7. Selang kesesuaian evakuasi terhadap banjir rob 19
8. Kejadian banjir rob wilayah Jakarta Utara 25
9. Klasifikasi kemiringan untuk kawasan pemukiman dan evakuasi 28
10. Data ketinggian dari permukaan laut di Kecamatan Penjaringan 28
11. Luas penggunaan lahan di Kecamatan Penjaringan 31
12. Jumlah sungai/kali Kecamatan Penjaringan 36
13. Sebaran Demografi Kecamatan Penjaringan 40
14. Pekerjaan masyarakat Kecamatan Penjaringan 40
15. Sebaran luas kerentanan fisik lahan dan sosial terhadap banjir rob 55
16. Sebaran luas lahan evakuasi terhadap bencana banjir rob 62
17. Sebaran luas lahan permukiman terhadap bencana banjir rob 73
18. Analisis dan Sintesis (Lanjutan) 75
19. Rencana Tata Ruang, Aktivitas dan Fasilitas 83
20. Strategi 7 klaster penanganan banjir 85
21. Rencana jalur sirkulasi 94
22. Jenis vegetasi menurut rencana vegetasi 96
23. Rencana daya dukung 97
DAFTAR GAMBAR
1. Alur kerangka pikir 3
2. Alat dan strategi pengelolaan daerah banjir 7
3. Bendungan (dam) 7
4. Retention basin 8
5. Tanggul penahan banjir 8
6. Hutan mangrove Jakarta Utara 9
7. Peta orientasi penelitian 10
8. Bagan alur penelitian berdasarkan proses perencanaan modifikasi 11
9. Peta Batas Administrasi di Kecamatan Penjaringan 21
10. Peta Amblesan Permukaan Tanah di Kecamatan Penjaringan 23
11. Peta Rawanan Bencana Banjir di Kecamatan Penjaringan 24
12. Banjir Rob pada Beberapa Kelurahan di Kecamatan Penjaringan 26
13. Peta Ketinggian Banjir di Kecamatan Penjaringan 27
14. Peta Kemiringan Lahan di Kecamatan Penjaringan 29
15. Peta Ketinggian Lahan di Kecamatan Penjaringan 30
16. Peta Geologi di Kecamatan Penjaringan 32
17. Peta Jenis Tanah di Kecamatan Penjaringan 33
18. Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Penjaringan 34
19. Peta Hidrologi di Kecamatan Penjaringan 37
20. Peta Kerentanan Kemiringan Lahan terhadap Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan 48
21. Peta Kerentanan Ketinggian Lahan terhadap Banjir Rob di Kecamatan
Penjaringan 49
22. Peta Kerentanan Penggunaan Lahan terhadap Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan 50
23. Peta Kerentanan Jarak dari Garis Pantai terhadap Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan 52
24. Peta Kerentanan Jarak dari Sungai terhadap Banjir Rob di Kecamatan
Penjaringan 53
25. Peta Kerentanan Sosial terhadap Banjir Rob di Kecamatan
Penjaringan 54
26. Peta Kerentanan Bencana Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan 56
27. Peta Ketinggian Kesesuaian Evakuasi terhadap Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan 59
28. Peta Penggunaan Lahan Kesesuaian Evakuasi terhadap Banjir Rob di
Kecamatan Penjaringan 60
29. Peta Jarak dari Jalan Utama Kesesuaian Evakuasi terhadap Banjir Rob
di Kecamatan Penjaringan 61
30. Peta Kesesuaian Evakuasi Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan 63
31. Peta Kesesuaian Kemiringan Lahan terhadap Permukiman di
Kecamatan Penjaringan 65
32. Peta Kesesuaian Ketinggain terhadap Permukiman di Kecamatan
Penjaringan 66
33. Peta Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Permukiman di
Kecamatan Penjaringan 67
34. Peta Kesesuaian Jenis Tanah terhadap Permukiman di Kecamatan
Penjaringan 69
35. Peta Kesesuaian Jarak dari Sungai terhadap Permukiman di
Kecamatan Penjaringan 70
36. Peta Kesesuaian Jarak Garis Pantai terhadap Permukiman di
Kecamatan Penjaringan 71
37. Peta Kesesuaian Jarak Jalan Utama terhadap Permukiman di
Kecamatan Penjaringan 72
38. Peta Kesesuaian Area Permukiman di Kecamatan Penjaringan 74
39. Peta Rencana Blok di Kecamatan Penjaringan 77
40. Alur Konsep 78
41. Konsep Ruang 79
42. Diagram Konsep Sirkulasi 81
43. Diagram Konsep Vegetasi 82
44. Peta Rencana Tata Ruang di Kecamatan Penjaringan 88
45. Diagram penanggulangan bencana banjir rob 89
46. Sistem peringatan dini banjir di kawasan pesisir 90
47. Tanggul pengaman pantai 91
48. Waduk Pluit di Kecamatan Penjaringan 91
49. Rumah Pompa Pluit 91
50. Potongan melitang rumah pompa, tanggul pengaman, dan 92
51. Prinsip pengendalian banjir di Jakarta 92
52. Mitigasi secara non struktural 93
53. Detail sirkulasi evakuasi 95
54. Peta Rencana Sirkulasi terhadap Banjir Rob di Kecamatan
Penjaringan 98
55. Peta Rencana Vegetasi terhadap Banjir Rob di Kecamatan
Penjaringan 99
56. Peta Rencana Lanskap di Kecamatan Penjaringan 100
57. Peta Perbesaran Area Evakuasi di Kecamatan Penjaringan 101
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-
proses alami yang terjadi di darat seperti sendimentasi dan aliran air tawar, maupun
yang disebabkan kegiatan oleh manusia seperi pencemaran. Wilayah pesisir ke arah
daratan, baik yang kering maupun yang terendam air masih dipengaruhi sifat-sifat
laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin (Dahuri et al. 1996).
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang paling rentan terhadap dampak negatif
aktivitas manusia. Umumnya kegiatan pembangunan secara langsung atau tidak
langsung berdampak terhadap ekosistem pesisir (Primavera 2006). Menurut
Cahyadinata (2009), Kawasan pesisir adalah daerah peralihan/transisi antara
ekosistem daratan dan lautan. Kawasan ini ke arah darat mencakup daerah yang
masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan, seperti pasang surut, interusi air
laut, gelombang, dan angin laut, dan ke arah laut meliputi daerah perairan laut yang
masih dipengaruhi oleh proses-proses daratan dan dampak kegiatan manusia,
seperti aliran air sungai, sedimentasi, dan pencemaran. Banjir rob adalah pola
fluktuasi muka air laut yang dipengaruhi oleh gaya tarik terutama oleh bulan dan
matahari terhadap massa air laut di Bumi (Sunarto 2003).
Jakarta Utara merupakan salah satu Kotamadya DKI Jakarta yang memiliki
tingkat potensi banjir yang tinggi dan terjadi banjir secara berkala. Hal ini
dikarenakan topografi wilayah di Jakarta Utara yang rendah dan adanya penurunan
permukaan tanah akibat faktor alam dan aktivitas pembangunan manusia yang
dilakukan diwilayah pesisir. Banjir yang terjadi pada wilayah Jakarta Utara
khususnya di Kecamatan Penjaringan umumnya dikarenakan luapan sungai dari
daerah hulu, Hujan lokal yang terjadi sangat deras dengan waktu yang cukup
panjang. Selain banjir tahunan yang terjadi pada wilayah Jakarta Utara khususnya
di Kecamatan Penjaringan juga utamanya terjadi banjir pasang air laut atau lebih
dikenal dengan banjir rob yang memiliki intensitas cukup tinggi terjadi seperti
banjir tahunan, kemudian banjir rob juga akan lebih parah dampaknya di wilayah
pesisir jika terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi disertai meningkatnya
pasang air laut.
Jakarta Utara merupakan wilayah yang berada di wilayah pesisir yang
memiliki tingkat kepadatan penduduk dan aktivitas pembangunan yang cukup
tinggi, salah satu wilayahnya yaitu Kecamatan Penjaringan. Ketinggian air yang
menggenangi wilayah ini umumnya mencapai 10 sampai 75 centimeter dan terjadi
selama kurun waktu 4 sampai 6 jam yang terjadi harian namun bisa mencapai satu
bulan dengan beberapa hari kering, hal ini menyebabkan kerugian dan
terhambatnya aktivitas masyarakat dalam berbagai sektor.
Pembangunan dari aktivitas manusia yang tidak mengindahkan lingkungan
dari wilayah pesisir juga menjadi faktor penyebab terjadinya banjir rob. Pemukiman
yang dibangun terlalu dekat dengan pantai atau konversi lahan pembangunan
infrastruktur yang berdampak pada pengurangan komposisi ruang yang seharusnya
hutan mangrove berfungsi menahan erosi air laut dan menjaga ekosistem kawasan
pesisir Penyedotan air tanah yang dilakukan secara berlebihan juga menjadi
penyebab terjadinya bencana banjir rob. Penurunan permukaan tanah di Jakarta
2

terus menurun tanpa bisa dikendalikan, dari hasil pengukuran tahun 1925-2010
permukaan air laut Jakarta selalu naik setiap tahun. Kenaikannya rata-rata 0,5
sentimeter (cm) per tahun. Sebaliknya, laju penurunan muka tanah Jakarta
mencapai 5 cm hingga 12 cm per tahun di sejumlah titik selama tiga dekade terakhir.
Kondisi itu yang menyebabkan akumulasi permukaan air laut yang menggenangi
tanah Jakarta jadi lebih tinggi. Banjir rob di kawasan pesisir akan semakin parah
dengan adanya genangan air hujan atau banjir kiriman, dan banjir lokal akibat
saluran drainase yang kurang terawat (Suryanti 2009).
Perencanaan lanskap pesisir berbasis bencana banjir rob merupakan salah
satu solusi baik jangka pendek maupun jangka panjang dalam mengurangi dampak
dan kerugian. Perencanaan lanskap juga termasuk untuk penataan ruang sesuai
dengan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 dan Peraturan Daerah
DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012. Penegakkan aturan dan penataan pesisir berbasis
mitigasi bencana banjir rob untuk menjaga kelestariannya sebagai penyeimbang
ekosistem wilayah pesisir agar berfungsi sesuai dengan semestinya dan
mempertahankan serta meningkatkan kualitas lanskap pesisir di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian adalah untuk memberikan salah satu rekomendasi


terkait mitigasi bencana banjir rob di Penjaringan, Jakarta Utara. Tujuan khusus
penelitian dalam merencanakan kawasan pesisir Penjaringan adalah :
1. Mengetahui aspek fisik, biofisik, fungsional, legal, dan sosial ekonomi pada
daerah pesisir permukiman di Kecamatan Penjaringan
2. Menghasilkan peta dari aspek kerentanan, kesesuaian lokasi evakuasi dan
kesesuaian permukiman terhadap banjir rob di Kecamatan Penjaringan
3. Menghasilkan peta perencanaan lanskap berbasis mitigasi bencana banjir di
Kecamatan Penjaringan

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini sebagai berikut :


1. Memberikan informasi umum berupa peta dan bentuk deskriptif dari
kawasan lanskap pesisir Kecamatan Penjaringan berisi aspek fisik, biofisik,
fungsional kawasan, aspek legalitas, dan aspek sosial ekonomi.
2. Sebagai salah satu acuan rekomendasi dalam pembangunan berupa peta
analisis kawasan terhadap bencana banjir rob di Kecamatan Penjaringan
3. Memberikan salah satu bentuk mitigasi dalam mengurangi dampak terhadap
bencana banjir rob berupa peta perencanaan lanskap pesisir di Kecamatan
Penjaringan

Kerangka Pikir

Penjaringan merupaka kawasan bagian Utara Jakarta yang menjadi wilayah


dengan intensitas banjir yang tinggi yang menjadi banjir rob musiman sehingga
perlu perencanaan mitigasi bencana banjir rob. Wilayah pesisir di Kecamatan
Penjaringan merupakan daerah yang memiliki 5 wilayah kelurahan dengan
aktifitas yang menitikberatkan pada sektor perdagangan hasil tangkapan laut
3

sehingga memiliki mobilitas yang tinggi dalam hal perekonomian. Daerah ini
sering mengalami banjir rob yang berakibat pada terhambatnya mobilitas dalam
distribusi tangkapan hasil laut sehingga aktifitas perekonomian terhambat, tidak
hanya perekonomian aktifitas pendidikan juga terhambat, komposisi dalam
penataan ruang sangat peru diperhatikan untuk menjaga keseimbangan alam
wilayah pesisir sehingga diperlukan penanganan mitigasi bencana banjir rob
yang terjadi secara musiman. Alur kerangka pemikiran penelitian perencanaan
dapat dilihat pada Gambar 1 .

Gambar 1 Alur kerangka pikir


4

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Lanskap

Perencanaan adalah suatu proses yang berkesinambungan yang mencakup


keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber
daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa yang akan datang.
Sedangkan menurut Tarigan (2005). Perencanaan merupakan urutan-urutan
pekerjaan yang saling berhubungan dan berkaitan yang tersusun sedemikian rupa
sehingga apabila terjadi perubahan pada suatu bagian, akan mempengaruhi bagian
lainnya (Simonds, 1983). Menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang
sistematis yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara
terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut.
Wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-
proses alami yang terjadi di darat seperti sendimentasi dan aliran air tawar, maupun
yang disebabkan kegiatan oleh manusia seperi pencemaran. Wilayah pesisir ke arah
daratan, baik yang kering maupun yang terendam air masih dipengaruhi sifat-sifat
laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin (Dahuri et al. 1996).
Definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah pertemuan antara
daerah darat dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik
kering maupun terendam air, yang masih di pengaruhi sifat –sifat laut seperti pasang
laut, angin laut dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut wilayah pesisir
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang
terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan
oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
Perencanaan merupakan sebuah proses untuk Mengelola serta mengatasi
permasalahan untuk pembangunan dalam meningkatkan kestablian lingkungan dan
manusia secara berkelanjutan. Maka perencanaan harus memerhatikan upaya
pengelolaan lingkungan yang lestari (Subroto, 2003).
Langkah-langkah yang dilakukan dalam perencanaan lanskap adalah:
1. identifikasi potensi ruang,
2. identifikasi faktor penghambat pengembangan ruang,
3. identifikasi kebutuhan dan kepentingan pengembangan,
4. identifikasi spesifikasi kegiatan pembangunan dan dampaknya terhadap
komponen lanskap,
5. identifikasi koneksitas antar kegiatan dengan daya dukung ruang, dan
6. identifikasi dan analisis kebijakan dan peraturan yang relevan mendukung
pemanfaatan ruang secara sustainable.

Bencana Banjir, Pasang Surut, dan Rob

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, Bab I Ketentuan Umum,


Pasal 1 angka 2, bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
5

faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga


mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis. Bencana nonalam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti sesuatu yang
menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau penderitaan. Sedangkan
bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh alam (Purwadarminta,
2006)
Banjir merupakan peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah
atau daratan karena volume air yang meningkat menurut Undang-Undang Nomor
24 Tahun 2007. Banjir merupakan limpasan air yang melebihi tinggi muka air
normal, sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan
pada lahan rendah di sisi sungai. Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan
yang tinggi di atas normal sehingga system pengaliran air yang terdiri dari sungai
dan anak sungai alamiah serta system drainase dangkal penampung banjir buatan
yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap.
Pasang surut merupakan fenomena yang menggambarkan naik turunnya
permukaan air laut dengan periode gabungan dari komponen-komponen utama
pembentukannya (Pond and Pickard 1983). Pasang surut merupakan fluktuasi
permukaan air laut karena adanya gaya tarik menarik dan bulan terhadap massa air
dibumi. Elevasi muka air tertinggi (pasang) sangat penting dalam menentukan
elevasi puncak bangunan dan fasilitasnya (Ongkosongo,dkk 1980). Menurut Plugh
(2004) pada bukunya Changing Sea Levels Pasang surut laut (pasut) adalah gerakan
periodik dari naik turunnya air laut yang disebabkan oleh gaya gravitasi benda
extraterestrial, serta putaran bumi. Fenomena pasang surut selalu disertai
perpindahan massa air dalam arah horizontal yang disebut arus pasang surut.
Pasang purnama (spring tide) terjadi saat bumi, bulan, dan matahari berada dalam
satu garis lurus yaitu pada saat bulan baru dan bulan purnama. Pada saat ini akan
terjadi pasang yang sangat tinggi dan surut yang sangat rendah atau tunggang pasut
maksimal. Sedangkan pasang perbani (neap tide) terjadi saat bumi, bulan, dan
matahari membentuk sudut 90o pada ¼ dan ¾ bulan. Secara umum pasang surut di
berbagai daerah dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu pasang surut harian ganda
(semidiurnal tide), pasang surut harian tunggal (diurnal tide), dan pasang surut
campuran (mixed tide) yang dapat condong ke harian ganda atau condong ke harian
tunggal.
Menurut Sunarto (2003), Banjir rob adalah pola fluktuasi muka air laut yang
dipengaruhi oleh gaya tarik terutama oleh bulan dan matahari terhadap massa air
laut di Bumi. Dinamika alam yang dapat menyebabkan banjir rob adalah adanya
perubahan elevasi pasang surut air laut. Sedangkan yang diakibatkan oleh manusia
seperti, pemompaan air tanah yang berlebihan, pengerukan alur pelayaran,
reklamasi pantai dan lain-lain (Wahyudi 2007).
Kondisi pantai di utara Jakarta yang merupakan muara dari 13 sungai di
Jakarta menyebabkan daerah tersebut menjadi daerah rawan banjir akibat luapan
sungai daerah hulu dan limpasan pasang air laut. Daerah pantai di utara Jakarta juga
merupakan tempat industri, pemukiman,serta tempat wisata pantai seperti yang ada
di daerah Ancol. Sebagai daerah yang berbatasan langsung dengan laut, pantai
Jakarta sering mengalami pasang air laut.
6

Mitigasi Bencana Banjir Rob

Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko


bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana menurut Pasal 1 ayat 6 Peraturan
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan
Bencana. Mitigasi merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mengurangi
dampak yang terjadi akibat bencana terhadap manusia, struktur bangunan,
ekonomi, sistem sosial dan lingkungan (Pardeep, 2001). Mitigasi didefinisikan
sebagai upaya yang ditujukan untuk mengurangi dampak dari bencana, Mitigasi
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (UU No 24 Tahun 2007). Menurut Pardeep (2001) ada lima
prinsip dasar yang dapat mendukung upaya mitigasi bencana, yaitu :
1. pre mitigasi bencana dapat membantu mempercepat proses recorvery pada
suatu masyarakat dalam hal permasalahan ekonomi akibat becana,
2. tindakan untuk mengurangi dampak suatu bencana akan berakibat pada
besarnya keberagaman suatu bencana terhadap masyarakat, termasuk
bencana yang diakibatkan teknologi,
3. kekuatan tindakan mitigasi akan memberikan evaluasi terhadap kerugian
yang timbul dan akan bersesuaian dengan prioritas terdapat masyarakat
yang terkena dampak,
4. tindakan mitigasi akan melindungi sumber daya alam dan budaya pada
suatu masyarakat, dan
5. program mitigasi yang efektif berdasarkan pada kerjasama antara
masyarakat, pemerintah dan sektor-sektor privat yang terkait.
Pengendalian bencana banjir merupakan pelaksanaan pekerjaan pengendalian
banjir, eksploitase, dan pemeliharaan, yang pada dasarnya untuk pengendalian
banjir, pengaturan penggunaan daerah dataran banjir dan mengurangi atau
mencegah adanya bahaya/kerugian akibat banjir.
Ada 4 strategi dasar untuk pengelolaan daerah banjir yang meliputi (Grigg 1996) :
1. modifikasi kerentanan dan kerugian banjir (pengaturan zona atau
pengaturan tata guna lahan
2. modifikasi banjir yang terjadi (pengurangan) dengan bantuan pengontrolan
(waduk) atau normalisasi sungai
3. modifikasi dampak banjir dengan penggunaan teknis mitigasi seperti
asuransi, penghindaran banjir (flood proofing)
4. pengaturan peningkatan kapasitas alam untuk menjaga kelestarian
kehijauannya
Alat untuk empat strategi dasar menurut (Grigg 1996) dapat digambarkan menurut
strategi dasar pengelolaan terhadap bencana banjir yaitu sebagai berikut.
7

Pengendalian Banjir

Metode struktur Metode non struktur

Perbaikan dan Bangunan


pengaturan system pengendali banjir - Pengelolaan DAS
sungai - Bendungan (dam) - Pengaturan tata guna
- Sistem jaringan - Kolam retensi lahan
sungai -Pembuatan check - Pengendalian erosi
- Normalisasi dam (penangkapn - Pengembangan daerah
sungai sendimen) banjir
- Perlindungan -Bangunan - Penanganan kondisi
tanggul pengurang darurat
- Tanggul banjir kemiringan sungai - Peringatan bahaya banjir
- Sudetan (By Pass) - Ground sill - Law enforcement
- Flood way - Retarding basin
- Pembuatan polder

Gambar 2 Alat dan strategi pengelolaan daerah banjir

Berikut adalah beberapa mitigasi bencana berupa struktural yang pernah


diterapkan sesuai pengendalian struktural dan non struktural :
1. Bendungan (DAM)
Bendungan digunakan untuk menampung dan mengelola distribusi aliran
sungai. Pengendalian diarahkan untuk mengatur debit air sungai atau pasang air
laut. Pembangunan fasilitas dapat dilakukan dengan menyesuaikan keadaan
eksisting tapak dan rencana pembangunan tanggul yang akan dibuat oleh
pemerintah setempat.

Sumber: www.BBC.com
Gambar 3 Bendungan (dam)
8

2. Kolam Penampungan (retention basin)


Kolam penampungan (rentention basin) berfungsi menyimpan sementara
volume air banjir maupun ketika laut sedang pasang sehingga ketika banjir dapar
dikurangi dampak dari ketinggian airnya. Untuk pembangunan kolam
penampungan sangat cocok untuk daerah dataran rendah.

Sumber: www.en.wikipedia.org
Gambar 4 Retention basin

3. Tanggul Penahan Banjir


Tanggul penahan banjir adalah penghalang yang didesain untuk menahan
banjir dan limpasan ketika laut sedang pasang yang mengakibatkan limpasan air
secara berlebihan.

Sumber: www.barakfm.org
Gambar 5 Tanggul penahan banjir
4. Hutan bakau
Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat
pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung
daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan
logam berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan
sebagai habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. Sealin itu
fungsi lainnya dari hutan mangrove yaitu aspek ekologis penting, yakni sebagai
9

peredam gelombang dan angin badai, perlindungan pantai dari abrasi, dan sebagai
objek daya tarik untuk pengembangan kawasan wisata.

Sumber: www.ensiklopediaindonesia.com
Gambar 6 Hutan mangrove Jakarta Utara
10

METODOLOGI

Lokasi dan waktu penelitian

Kegiatan penelitian dalam perencanaan berbasis mitigasi bencana dilakukan


di kawasan pesisir Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara yang berbatasan dengan
Laut Jawa dan Kepulauan Seribu di sebelah utara, Kosambi disebelah barat,
Pademangan di sebelah timur, dan Kalideres di sebelah selatan yang disajikan pada
Gambar 7. Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara memiliki 5 kelurahan yaitu
Kelurahan Pluit, Penjaringan, Kamal Muara, Kapuk Muara, Penjagalan. Luas
wilayah sebesar 3.549 ha, Kelurahan Kamal Muara seluas 1.053 ha, Kapuk Muara
seluas 1.005 ha, Penjagalan seluas 323 ha, Penjaringan seluas 395 ha, Pluit seluas
771 ha.

Gambar 7 Peta orientasi penelitian

Batasan penelitian

Lokasi penelitian dibatasi di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara yang


meliputi lima kelurahan yaitu, Kelurahan Muara Angke dan Kelurahan Pluit
sebagai wilayah yang sering terkena dampak banjir rob. Penelitian ini akan
menghasilkan produk arsitektur lanskap berupa peta spasial kerentanan kawasan,
perenanaan lanskap secara spasial di daerah pesisir terkait dengan bentuk penerapan
mitigasi bencana banjir rob yang akan diterapkan di lokasi penelitian, baik berupa
jangka panjang maupun jangka pendek. Waktu penelitian dimulai pada bulan
Januari sampai bulan Oktober 2018.
11

Alat dan bahan penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan data yang dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survey lapang
yang ada disekitar kawasan banjir rob. Data sekunder diperoleh melalui studi
literatur, pengumpulan data dan informasi dari instansi pemerintahan seperti
BAPPEDA, BNPB, dan Dinas Pekerjaan Umum, serta sumber internet. Alat yang
digunakan berupa GPS (Global Positioning System), kamera digital, program
computer (Microsoft office, ArcGis, Photoshop, Autocad, dan Sketchup). Bahan
yang digunakan yaitu peta RBI (Rupa muka Bumi), peta tematik dari data sekunder.

Metode

Metode penelitian yang digunakan dalam perencanaan ini dengan


menggunakan proses perencanaan Gold (1980) yang dimodifikasi kegunaannya
dengan tahapan yaitu persiapan terdiri dari teknis dan administrasi penelitian,
inventarisasi terdiri dari aspek fisik, fungsional dan legal, analisis terdiri dari
kerentanan fisik lahan, kesesuaian area evakuasi, dan kesesuaian permukiman,
sintesis terdiri dari konsep perencanaan seperti konsep dasar dan konsep
pengembangan, dan perencanaan lanskap terdiri dari pengembangan hasil konsep
menjadi rencana lanskap. Alur penelitian disajikan pada Gambar 8.

Persiapan Inventarisasi Analisis Sintesis Perencanaan

Fisik -Tingkat Konsep dasar


Administrasi kerentanan Konsep
Biofisik
Teknis -Evakuasi pengembangan
Fungsional
-Pemukiman
Legal

Gambar 8 Bagan alur penelitian berdasarkan proses perencanaan modifikasi

Persiapan
Tahap persiapan merupakan kegiatan persiapan bagian administrasi dari
penelitian, pra pengumpulan data, seperti kegiatan mencari data sekunder tapak,
mencari atau membuat peta dasar, merumuskan masalah dari konsep perncanaan
mitigasi banjir rob di Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Selain itu tahap
persiapan juga meliputi kegiatan membuat rencana kerja.

Inventarisasi
Tahap inventarisasi merupakan tahap pengumpulan data terkait wilayah
pesisir di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara baik data fisik, biofisik, maupun
sosial budaya. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder yang
diperoleh melaui survey lapang. tahap inventarisasi dilakukan pencarian data dan
informasi terhadap tujuan perencanaan dari instansi terkait yakni: Badan
Perencanaan Daerah (Bappeda) DKI Jakarta, Dinas Tata Ruang dan Pemukiman
Jakarta Utara, dinas kelurahan-kelurahan Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara,
dan BPS Pusat DKI Jakarta. Data yang dikumpulkan berupa data fisik dan biofisik.
12

Tahap ini dilakukan melalui pengamatan secara langsung di lapang, dan studi
pustaka agar dapat diketahui keadaan tapak yang sebenarnya. Data yang diperoleh
dengan pengamatan berupa data vegetasi, pembangunan infrastruktur, aktivitas
masyarakat. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak terkait dengan kawasan
tersebut seperti: pihak Bappeda DKI Jakarta dan BPBD Provinsi DKI Jakarta guna
mengetahui terkait mitigasi terhadap bencana banjir rob yang diterapkan serta
rencana kawasan yang dapat menunjang pengembangan kawasan tersebut. Studi
pustaka diperoleh dari buku-buku acuan, laporan dan bahan bacaan lainnya yang
mendukung untuk mendapatkan data iklim, hidrologi/sistem drainase, topografi dan
pengumpulan informasi terhadap aspek yang berhubungan dengan banjir rob.
Bentuk dan jenis data serta cara pengambilan data dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Bentuk dan jenis data

No Jenis data Sumber Cara pengambilan data Jenis data


ASPEK FISIK DAN BIOFISIK
1. Letak geografis dan Bappeda Studi pustaka Sekunder
administratif tapak
2. Hidrologi Bappeda Studi pustaka Sekunder
3. Topografi lahan Bappeda Studi pustaka Sekunder

4. Jenis dan karakteristik Bappeda Studi pustaka Sekunder


tanah
5. Vegetasi Bappeda Studi pustaka Sekunder
6. Tata guna lahan Bappeda Studi pustaka Sekunder
7. Sarana dan Bappeda Studi Pustaka Sekunder
infrastruktur

ASPEK FUNGSIONAL
1. Fungsional Kawasan Bappeda Studi Pustaka Sekunder

ASPEK SOSIAL DAN EKONOMI


1. Demografi penduduk BPS Pusat Studi pustaka Sekunder
DKI Jakarta
2. Keadaan ekonomi dan BPS Pusat Studi pustaka Sekunder
pendidikan DKI Jakarta

ASPEK LEGAL
1. RTRW Provinsi DKI Bappeda Studi pustaka Sekunder
Jakarta
Keterangan :
Bappeda : Badan Perencanaan dan Pengembangan Wilayah
BPS : Badan Pusat Statistik

Tahapan inventarisasi yang dilakukan menghasilkan data sebagai berikut:


Aspek Fisik dan Biofisik
Analisis yang dilakukan pada komponen fisik meliputi topografi dan
kemiringan lahan, jenis dan karakteristik tanah, hidrologi dan tata guna lahan serta
sarana dan pembangunan infrastruktur yang ada pada Kecamatan Penjaringan
Jakarta Utara. Analisis yang dilakukan pada komponen biofisik meliputi elemen
13

vegetasi yang ada di tapak. Parameter yang dijadikan aspek utama dalam aspek fisik
adalah topografi, hidrologi, sarana dan infrastruktur serta aspek legal.
Aspek Fungsional
Aspek fungsional dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif yang
diperoleh dari dinas Bappeda DKI Jakarta. Jenis data yang diperoleh dari aspek
fungsional berupa pertaturan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.
Melalui data tersebut dapat diketahui zona fungsional kawasan yang akan dicapai
dalam menetapkan aturan terhadap pembangunan yang ada di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara.
Aspek Legal
Aspek legal merupakan data yang dijadikan sebagai acuan dasar terkait
perencanaan yang dibuat. Aspek legal yang digunakan merupakan RTRW Provinsi
DKI Jakarta. Perencanaan yang dibuat dilokasi penelitan akan mengacu pada
RTRW dan RDTR terkait pemanfaatan ruang yang akan direncanakan dikawasan
pesisir Kecamtan Penjaringan Jakarta Utara.

Analisis
Analisis yang dilakukan pada penelitian ini berupa analisis secara spasial
berdasarkan data-data yang hasil inventarisasi. Tahap analisis terdiri dari analisis
kerentanan fisik terhadap banjir rob, analisis kesesuaian area evakuasi banjir rob,
dan analisis kesesuaian permukiman terhadap banjir rob.

1. Analisis kerentanan fisik terhadap banjir rob


Analisis yang dilakukan pada aspek kerentanan banjir rob secara fisik terdiri
dari, kemiringan lereng, ketinggian wilayah, penggunaan lahan, jarak dari garis
pantai, dan jarak dari garis sungai dengan nilai skor tertinggi merupakan kriteria
kerentanana sangat tinggi. Kriteria analisis kerentanan fisik lahan terhadap banjir
rob di Kecamatan Penjaringan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria analisis kerentanan fisik terhadap banjir rob
Kriteria Parameter Skor Tingkat kerentanan
KERENTANAN BANJIR ROB
Kemiringan lereng[1] 0% - 2% 5 Sangat tinggi
2% – 10% 4 Tinggi
10% - 15% 3 Sedang
15% – 40% 2 Rendah
>40% 1 Sangat rendah

Ketinggian Lahan[1] <0m 5 Sangat tinggi


0,4 – 0,6 m 4 Tinggi
0,6 – 0,8 m 3 Sedang
0,8 – 1,7 m 2 Rendah
>1,7 m 1 Sangat rendah

Sumber: [1]Dewi (2010), [2]Taufiqurrahman(2015)


14

Tabel 2 Kriteria analisis kerentanan fisik terhadap banjir rob (Lanjutan)

Kriteria Parameter Skor Tingkat kerentanan


Penggunaan Lahan[1] Pemukiman 5 Sangat tinggi
Tambak, danau, 4 Tinggi
perdagangan,
industri/pergudangan
Fasilitas 3 Sedang
Pemerintahan,
Fasilitas publik
Ruang terbuka hijau 2 Rendah
Hutan bakau 1 Sangat rendah

Jarak dari garis <50 meter 5 Sangat tinggi


pantai[2] 50 – 70 meter 4 Tinggi
70 – 90 meter 3 Sedang
90 – 110 meter 2 Rendah
>110 meter 1 Sangat rendah

Jarak dari garis <15m 5 Sangat tinggi


sungai[2] 15 – 20 4 Tinggi
20 – 25 3 Sedang
25 – 30 2 Rendah
>30 m 1 Sangat rendah
SOSIAL KEPENDUDUKAN
Kepadatan Penduduk >10.000 jiwa/km2 5 Sangat tinggi
[1]
7500-10.000 4 Tinggi
jiwa/km2
5000-7500 jiwa/km2 3 Sedang
2500-5000 jiwa/km2 2 Rendah
<2500 jiwa/km2 1 Sangat rendah
[1]
Sumber: Dewi (2010), [2]Taufiqurrahman(2015)

Analisis data dilakukan dengan metode analisis spasial melalui Simple


Additive Weight. Salah satu metode perumusan kerentanan dapat menggunakan
metode Simple Additive Weight dengan formulasi sebagai berikut:

V = a(A) + b(B) + c(C) + d(D) +....+n(N)

Keterangan:
V = Tingkat kerentanan
a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria
A,B,C,D = Kriteria kerentanan

Bobot masing-masing kriteria dibuat memiliki bobot yang sama dengan


mempertimbangkan setiap kriteria yang memiliki kontribusi yang sama dalam
analisis kerentanan secara fisik dilokasi penelitian. Kelas kerentanan dibagi
menjadi lima, yaitu kelas kerentanan sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat
15

rendah. Analisis kerentanan yang dilakukan pada 6 aspek fisik lahan dan aspek
sosial kependudukan selanjutnya akan dioverlay untuk mendapatkan hasil akhir
berupa peta komposit kerentanan fisik lahan terhadap banjir rob di Kecamatan
Penjaringan. Perhitungan selang skoring pada peta kerentanan fisik dilakukan
dengan cara sebagai berikut:

Interval Kelas (IK) = 30 – 5 = 5


5

Interval skoring didapatkan selang skoringnya yaitu 5 (lima) sehingga selang


skoringnya dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut.
Tabel 3 Selang skoring peta kerentanan fisik kawasan terhadap banjir rob

Kelas Kerentanan Selang


1 Sangat rendah 5 – 10
2 Rendah 10 – 15
3 Sedang 15 – 20
4 Tinggi 20 – 25
5 Sangat tinggi 25 – 30
Sumber: hasil pengolahan data 2018

2. Analisis Kesesuaian Evakuasi


Analisis yang dilakukan untuk menentukan area evakuasi baik sementara
maupun area penunjang evakuasi, dengan mengacu pada Peraturan Daerah Ibukota
Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 yang terdiri dari penggunaan lahan, jarak dari jalan
utama, dan ketinggian tempat. Kriteria kesesuaian area evakuasi terhadap bencana
banjir rob di Kecamatan Penjaringan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kriteria kesesuaian area evakuasi banjir rob

Kriteria Parameter Skor Tingkat kesesuaian


AREA EVAKUASI
Ketinggian Lahan[1] >3 m 5 Sangat Sesuai
2–3m 4 Sesuai
1–2m 3 Cukup
0–1m 2 Kurang sesuai
<0 m 1 Sangat tidak sesuai
Sumber: [1]Dewi (2010), [2]Taufiqurrahman(2015)
16

Tabel 4 Kriteria kesesuaian area evakuasi banjir rob (Lanjutan)

Kriteria Parameter Skor Tingkat kerentanan


Tata guna lahan[1] Ruang terbuka hijau 5 Sangat Sesuai
Fasilitas publik dan 4 Sesuai
fasilitas
pemerintahan
Pemukiman 3 Cukup
Tambak, danau, 2 Kurang sesuai
perdagangan,
industri/pergudangan
Hutan bakau 1 Sangat tidak sesuai

Jarak dari jalan <500 m 5 Sangat Sesuai


utama[2] 500 – 1000 m 4 Sesuai
1000 – 1500 m 3 Cukup
1500 – 2000 m 2 Kurang sesuai
>2000 m 1 Sangat tidak sesuai
Sumber: [1]Dewi (2010), [2]Taufiqurrahman(2015)

Analisis data dilakukan dengan metode analisis spasial melalui Simple


Additive Weight. Salah satu metode perumusan kesesuaian dapat menggunakan
metode Simple Additive Weight dengan formulasi sebagai berikut:

S = a(A) + b(B) + c(C) + d(D) +....+n(N)

keterangan:
S = Tingkat kesesuaian
a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria
A,B,C,D = Kriteria kesesuaian

Bobot masing-masing kriteria dibuat memiliki bobot yang sama dengan


mempertimbangkan setiap kriteria yang memiliki kontribusi yang sama dalam
analisis kesesuaian area evakuasi secara fisik dilokasi penelitian. Kelas kesesuaian
dibagi menjadi lima, yaitu kelas kesesuaian sangat sesuai, sesuai, cukup, tidak
sesuai, sangat tidak sesuai.
Analisis kesesuaian area evakuasi terhadap banjir rob yang dilakukan pada
3 aspek fisik lahan selanjutnya akan dioverlay untuk mendapatkan hasil akhir
berupa peta komposit area evakuasi benacana banjir rob. Perhitungan selang
skoring pada peta kesesuaian area evakuasi dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Interval Kelas (IK) = 15 – 5 = 2


5
17

Interval skoring didapatkan selang skoringnya yaitu 2 (dua) sehingga selang


skoringnya dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut.
Tabel 5 Selang kesesuaian evakuasi terhadap banjir rob

Kelas Tingkat Kesesuaian Selang


1 Sangat tidak sesuai 5–7
2 Tidak sesuai 7–9
3 Cukup 9 – 11
4 Sesuai 11 – 13
5 Sangat sesuai 13 – 15
Sumber: hasil pengolahan data 2018

3. Analisis kesesuaian lahan pemukiman terhadap banjir rob


Analisis yang dilakukan digunakan untuk mengkaji lokasi yang sesuai dengan
area permukiman dan aktivitas pembangunan terhadap penataan ruang kawasan
pesisir. Berdasarkan aspek fisik wilayah yang dinilai terdiri dari aspek kemiringan
lereng, klasifikasi tanah, jarak dari garis pantai, jarak dari garis sungai, ketinggian
tempat, jarak dari jalan utama dengan pengaruhnya terhadap bencana banjir rob
dari semua kelurahan di Kecamatan Penjaringan. Analisis juga untuk menentukan
bagian yang merupakan daerah pengembangan hutan bakau dan ruang terbuka hijau
sebagai bentuk penataan kawasan pesisir bernilai ekologis. kriteria kesesuaian
permukiman terhadap bencana banjir rob di Kecamatan Penjaringan disajikan pada
Tabel 6.
Tabel 6 Kriteria kesesuaian lahan permukiman terhadap banjir rob

Kriteria Parameter Skor Tingkat kesesuaian


KAWASAN PEMUKIMAN
Kemiringan lereng[1] 0% - 8% 5 Sangat Sesuai
8% – 15% 4 Sesuai
15% - 25% 3 Cukup
25% – 40% 2 Kurang sesuai
>40% 1 Sangat tidak sesuai

Klasifikasi Tanah[2] I (Aluvial, tanah 5 Sangat Sesuai


clay)
II (Latosol) 4 Sesuai
III (Brown forest 3 Cukup
soil, non calcic
bworn,mediteranian)
IV (Andosol, lateric, 2 Kurang sesuai
grumusol, podsol,
podsolic)
V (Regosol, litosol, 1 Sangat tidak sesuai
organosol, renzina)
Sumber: [1]Dewi (2010), [2]]Taufiqurrahman(2015)
18

Tabel 6 Kriteria kesesuaian lahan permukiman terhadap banjir rob (Lanjutan)

Kriteria Parameter Skor Tingkat kesesuaian


Penggunaan Lahan[1] Pemukiman 5 Sangat Sesuai
Fasilitas/Prasarana 4 Sesuai
Danau, industri, 3 Cukup
perdagangan
Ruang terbuka hijau 2 Kurang sesuai
Hutan bakau 1 Sangat tidak sesuai

Jarak dari garis >110 meter 5 Sangat Sesuai


pantai[2] 90 – 110 meter 4 Sesuai
70 – 90 meter 3 Cukup
50 – 70 meter 2 Kurang sesuai
<50 meter 1 Sangat tidak sesuai

Jarak dari garis >30 m 5 Sangat Sesuai


sungai[2] 25 – 30 4 Sesuai
20 – 25 3 Cukup
15 – 20 2 Kurang sesuai
<15 m 1 Sangat tidak sesuai

Ketinggian[1] >3 m 5 Sangat Sesuai


2–3m 4 Sesuai
1–2m 3 Cukup
0–1m 2 Kurang sesuai
>0 m 1 Sangat tidak sesuai

Jarak dari jalan <500 m 5 Sangat Sesuai


utama[2] 500 – 1000 m 4 Sesuai
1000 – 1500 m 3 Cukup
1500 – 2000 m 2 Kurang sesuai
>2000 m 1 Sangat tidak sesuai
Sumber: [1]Dewi (2010), [2]Taufiqurrahman(2015)

Analisis data dilakukan dengan metode analisis spasial melalui Simple


Additive Weight. Salah satu metode perumusan kesesuaian dapat menggunakan
metode Simple Additive Weight dengan formulasi sebagai berikut:

S = a(A) + b(B) + c(C) + d(D) +....+n(N)

Keterangan:
S = Tingkat kesesuaian
a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria
A,B,C,D = Kriteria kesesuaian

Bobot masing-masing kriteria dibuat memiliki bobot yang sama dengan


mempertimbangkan setiap kriteria yang memiliki kontribusi yang sama dalam
19

analisis kesesuaian area permukiman terhadap banjir rob dilokasi penelitian. Kelas
kesesuaian dibagi menjadi lima, yaitu kelas kesesuaian sangat sesuai, sesuai, kurang
sesuai, tidak sesuai sementara, tidak sesuai permanen.
Analisis kesesuaian area permukiman terhadap banjir rob yang dilakukan
pada 7 aspek fisik lahan selanjutnya akan dioverlay untuk mendapatkan hasil akhir
berupa peta komposit area permukiman terhadap banjir rob. Perhitungan selang
skoring dilakukan dengan cara sebagai berikut:

Interval Kelas (IK) = 35 – 5 = 6


5
Interval skoring didapatkan selang skoringnya yaitu 2 (dua) sehingga selang
skoringnya dapat dilihat pada Tabel 7 sebagai berikut.
Tabel 7 Selang kesesuaian evakuasi terhadap banjir rob

Kelas Tingkat Kesesuaian Selang


1 Sangat tidak sesuai 5 – 11
2 Tidak sesuai 11 – 17
3 Cukup 17 – 23
4 Sesuai 23 – 29
5 Sangat sesuai 29 – 35
Sumber: hasil pengolahan data 2018

Perencanaan
Tahap ini adalah hasil akhir dari proses yang telah dilakukan sebelumnya
yang terbagi kedalam dua tahap perencanaan, yaitu :
1. Pembuatan konsep perencanaan yang terdiri dari konsep dasar yang
menjelaskan konsep perencanaan berbasis mitigasi bencana banjir rob dan
konsep pengembangan yang menjelaskan konsep ruang, konsep sirkulasi,
konsep vegetasi, konsep aktivitas, konsep fasilitas yang digambarkan secara
konseptual dan desktiptif.
2. Penyusunan rencana lanskap di disajikan dalam bentuk landscape plan tata
ruang kawasan pesisir berbasis mitigasi bencana banjir rob di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara. Rencana lanskap terdiri dari rencana ruang,
rencana sirkulasi, rencana vegetasi, rencana aktivitas dan fasilitas, rencana
mitigasi dan evakuasi.
20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Kecamatan Penjaringan

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi DKI Jakarta Nomor 171


Tahun 2007 tentang Penataan, Penetapan Batas dan Luas Wilayah Kelurahan di
Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, maka wilayah Kecamatan Penjaringan
mempunyai batas wilayah yang terletak antara 6o07’43.07” LS dan 106o48’11.12”
BT dan luas wilayah sebesar 3.548,30 ha yang terdiri dari 5 (lima) Kelurahan
dengan rincian sebagai berikut ; Kelurahan kamal Muara seluas 1.053,00 ha,
Kelurahan kapuk Muara seluas 1.005,50 ha, Kelurahan Pejagalan seluas 323,18 ha,
Kelurahan Penjaringan seluas 395,43 ha, Kelurahan Pluit seluas 771,19 ha. Batas
wilayah Kecamatan Penjaringan adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : berbatasan dengan Pantai Laut Jawa.
b. Sebelah Selatan : berbatasan dengan Jalan Tubagus Angke, Kapuk
Kamal, Irigasi Rawa Bebek.
c. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kali Opak sepanjang Pelabuhan
Sunda Kelapa, Rel kereta api jurusan
kota/Tangerang.
d. Sebelah Barat : berbatasan dengan Sungai Berok, Pintu Air Kayu
Besar
Kondisi umum Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara terdiri dari 3 aspek
diantaranya yaitu, aspek fisik lahan dan biofisik yang menjelaskan tentang kondisi
topografi, penggunaan lahan, jenis geologi tanah, iklim, hidrologi, fasilitas, vegetasi.
Aspek fungsional yang menjelaskan tentang fungsi kawasan Kecamatan
Penjaringan, dan aspek sosial yang menjelaskan tentang kondisi demografi,
ekonomi, dan pendidikan. Peta administrasi Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara
disajikan pada Gambar 9.
Penjaringan berisi beberapa hutan bakau asli Jakarta. Beberapa hal ini hutan
mangrove yang dilindungi sebagai Suaka Margasatwa Muara Angke (yang terletak
di Kelurahan Administrasi Kapuk Muara). Suaka Margasatwa Muara Angke telah
dilindungi sejak pemerintahan Hindia Belanda pada 17 Juni 1939, seluas 15,04 ha.
Selama 1960-an, kawasan konservasi diperluas untuk 1.344.62 ha. Kemudian,
karena tekanan manusia dan perusakan lingkungan di dalam dan sekitar taman
nasional, beberapa kawasan hutan bakau hancur. Pada tanggal 28 Februari 1988,
daerah itu dinyatakan Cagar Alam seluas 25,4 ha. Sesuai dengan SK Menteri
Kehutanan No. 095/Kpts-II/88. Pada bulan November 1998 dengan ditetapkannya
SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No 097/Kpts-II/1998, Status daerah ini
berubah menjadi Suaka Margasatwa seluas 25,02 ha (Laporan Kecamatan
Penjaringan 2016).
Taman Wisata Alam Angke Kapuk seluas 99,82 ha ini juga dikembangkan
sebagai resort ekologi.Taman telah dibuka sejak 2010 infrastruktur yang rapi.
Hewan yang kita bisa temukan adalah burung Pecuk Ular seperti (Anhinga
melanogaster), Kowak Maling (Nycticorax nycticorax), Kuntul besar (Egretta alba)
dan beberapa lainnya. Ular, kadal Monitor dan monyet juga dapat ditemukan di sini
(Laporan Kecamatan Penjaringan 2016).
21

Gambar 9 Peta Batas Administrasi di Kecamatan Penjaringan


22

Kondisi Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan


Kawasan Jakarta utara merupakan dataran rendah yang terbentuk dari
endapan sungai-sungai Sunter, Grogol, Krukut, Ci Sadane, Kali baru, dan saluran
pengering (drain) Cengkareng dan Cakung, hasil pengukuran yang dilakukan Dinas
Pekerjaan Umum DKI Jakarta (2006) menunjukkan selama periode tahun 1925-
2003, permukaan air laut Jakarta selalu naik setiap tahun, kenaikannya rata-rata 0,5
cm per tahun. Laju penurunan muka tanah Jakarta mencapai 5 cm hingga 12 cm per
tahun di sejumlah titik selama tiga dekade terakhir, kondisi ini yang menyebabkan
akumulasi permukaan air laut yang menggenangi tanah Jakarta lebih tinggi. Hasil
penelitian dalam periode 1982-2010 dengan teknologi survei sifat datar dan
menggunakan alat global positioning system, menunjukkan bahwa penurunan muka
tanah tersebar di sejumlah tempat di Jakarta, laju penurunan tanahnya sangat
bervariasi antara 1-15 cm per tahun bahkan di beberapa lokasi laju penurunan tanah
mencapai 20-28 cm pertahun. Laju penurunan permukaan tanah berdasarkan Dinas
Pekerjaan Umum DKI Jakarta (2007) dapat dilihat pada Gambar 10. Penurunan
permukaan tanah yang terbesar terjadi di Kelurahan Kamal Muara sebesar 120 –
140 cm, kemudian cukup rendah penurunan terjadi di Kelurahan Penjagalan sebesar
20 – 60 cm.
Selain penurunan permukaan tanah, Jakarta Utara merupakan salah satu
wilayah di Indonesia yang rawan terkena banjir rob. Hampir 40% dari luas
wilayahnya berada dibawah tinggi muka laut rata-rata, kondisi ini menyebabkan air
asin ke kawasan rendah terutama saat air laut naik (pasang) karena sifat fluida (air)
selalu mencari tempat yang lebih rendah. Setidaknya ada sekitar 27 titik rawan
banjir dan banjir rob di wilayah Jakarta Utara (BPBD Jakarta 2012). Kejadian banjir
rob yang cukup mengemparkan terjadi pada tahun 2007 diwilayah Jakarta Utara
diantaranya di Kelurahan Penjaringan dan Kelurahan Marunda. Banjir rob yang
terjadi banyak yang menggenangi permukiman dan menghambat berbagai kegiatan
masyarakat, ketinggian banjir bisa mencapai diatas 1 meter. Salah satu penyebab
banjir pada waktu itu adalah jebolnya tanggul dari 44 RT di Kelurahan Penjaringan,
10 RT terdapat di Muara Baru, banjir terjadi diberbagai titik tersebar di belasan RT
diantaranya RT 7, 16, 18, dan 19. Ketinggian air di kawasan itu mencapai 120 cm.
sementara kawasan lain yang tergenang hanya 70 sampai 80 cm, bahkan di RT 20
Kelurahan Penjaringan tercatat lima rumah warga roboh dan hanyut dibawa oleh
gelombang pasang (Dewi 2010). Berdasarkan kawasan bencana banjir Daerah
Khusus Ibukota Jakarta termasuk bencana banjir rob di Kecamatan Penjaringan
dapat dilihat melalui Gambar 11.
Intensitas banjir rob dalam sehari bisa terjadi hingga empat kali yaitu antara
pukul 00.00 hingga menjelang matahari terbit pukul 06.00 dan dari pagi hari pukul
06.00 hingga siang hari pukul 12.00. Hal ini juga berdampak pada penurunan
kualitas lingkungan yang berimplikasi pada rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat. Bahkan dengan adanya kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan
global yang semakin parah dari tahun ke tahun, pemerintah setempat telah
membangun beberapa tanggul penahan sementara yang terletak dibeberapa lokasi
sepanjang garis pantai masih dirasa kurang dalam mengatasi banjir rob yang terjadi
di Kecamatan Penjaringan.
23

Gambar 10 Peta Amblesan Permukaan Tanah di Kecamatan Penjaringan


24

Gambar 11 Peta Rawanan Bencana Banjir di Kecamatan Penjaringan


25

Fenomena banjir rob sekarang terjadi hampir di sepanjang tahun baik terjadi
pada musim hujan maupun musim kemarau. Hal ini menunjukan bahwa curah hujan
bukanlah faktor utama yang menyebabkan fenomena rob (Yuliadi 2017). Data yang
dihimpun dalam Basis Data Kompas, frekuensi kejadian banjir banjir rob di Jakarta
Utara tersaji pada Tabel 8.
Tabel 8 Kejadian banjir rob wilayah Jakarta Utara

No. Tanggal/Bulan Tahun Wilayah Pengamatan


1. 2007 2 Januari Marunda dan puncak banjir
2. 23 Agustus Muara Baru
3. 25 – 27 November Museum Bahari
4. 20 – 25 Desember Muara Baru
5. 2008 23 April Muara Baru
6. 6 – 8 Mei Pantai Mutiara/Muara Baru
7. 2 – 4 Juni Luar Batang/Penjaringan
8. 19 – 21 Juni Luar Batang/Penjaringan
9. 13 – 17 November Dadap/Kosambi/Muara Baru
10. 27 Nov – 1 Desember Muara Baru/Pasar Ikan/Muara
Angke
11. 14 Desember Muara Baru/Marunda
12. 2009 11 – 12 Januari Gelombang tinggi
13. 9 – 11 Februari Marunda
14. 11 – 12 Mei Gelombang tinggi
15. 14 – 19 Oktober Marunda
16. 3 – 6 November Marunda dan Muara Baru
17. 2 – 6 Desember Marunda
18. 2010 1 – 2 Januari Jl.Martadinata/Ancol
19. 29 Januari Gunung Sahari
20. 13 Februari Muara Baru
21. 7 November Marunda
22. 23 November Jl.Martadinata/Ancol
23. 2011 3 Januari Jl.Martadinata/Ancol
24. 17 – 21 Januari Muara Baru
25. 31 Oktober Muara Baru/Muara Angke
26. 25 – 27 November Pantai Mutiara dan Pantura
Jakarta
27. 1 Desember Dadap
28. 23 Desember Jl.Martadinata
29. 2012 18 Januari Kamal
30. 13 Maret Muara Baru
31. 2 Mei Penjaringan
32. 11 – 12 Desember Dadap dan Angke
33. 2013 13 Januari Pantura Jakarta
34. 17 – 22 Januari Muara Karang Penjaringan
Sumber: Yuliadi (2017), Pusat basis data Kompas (2014)
26

Berdasarkan data Tabel 8 hasil pengumpulan data oleh Yuliandi (2017)


menunjukkan bahwa intensitas banjir rob cukup tinggi terjadi di Jakarta Utara
khususnya pada Kecamatan Penjaringan. Dalam setahun intensitas terjadi secara
besar umumnya lebih dari tiga kali. Serangkaian upaya untuk mengurangi banjir
telah dilaksanakan, termasuk relokasi pemukiman secara bertahap, perbaikan
drainase, pembangunan tanggul sementara beberapa diantaranya memang
diperuntukkan untuk tanggul yang berada di pelabuhan untuk menunjang aktivitas
transportasi. Pada tahun 2008, pemerintah telah membangun tujuh tanggul
sementara yang dibangun di Kecamatan Penjaringan untuk melindungi daerah dari
meningkatnya tingkat pasang laut. Tanggul tersebut terdiri tanggul Muara Baru,
tanggul Muara Angke, tanggul Luar Batang, Waduk Pluit, tanggul Kapuk Muara
,tanggul Pelabuhan Pelindo, dan tanggul Pantai Mutiara. Beberapa dampak banjir
rob yang terjadi di beberapa kelurahan pada Kecamatan Penjaringan disajikan pada
Gambar 12 sebagai berikut.

1 3

2 4

Sumber: 1) www.kompas.com, 2) www.detik.com, 3) dokumentasi peneliti


4) www.tribunnews.com
Gambar 12 Banjir Rob pada Beberapa Kelurahan di Kecamatan Penjaringan
Ketinggian Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
Berdasarkan data ketinggian lahan di Kecamatan Penjaringan, ketinggian
banjir mengacu pada klasifikasi ancaman bahaya banjir berdasarkan Peraturan
Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 dan data BPBD DKI Jakarta Tahun 2016
sampai awal Tahun 2018 yang menjelaskan ketinggian banjir rob pada Kecamatan
Penjaringan memiliki rata-rata setinggi 10 – 75 cm. Kelas ketinggian banjir rob
dibagi menjadi lima kelas kelas yaitu sangat rendah dengan genangan air setinggi 0
meter, genangan rendah kurang dari 0,75 meter, sedang dengan genangan air
setinggi antara 0,75 sampai 1,5 meter, tinggi dengan genangan air setinggi lebih
dari 1,5 sampai 2 meter, dan sangat tinggi genangan setinggi lebih dari 2 m, hasil
ketinggian banjir rob sesuai klasifikasi dan data banjir rob dari BPBD DKI Jakarta
dapat dilihat pada Gambar 13.
27

Gambar 13 Peta Ketinggian Banjir di Kecamatan Penjaringan


28

Aspek Fisik dan Biofisik

Topografi
Wilayah pesisir Jakarta Utara umumnya memiliki ketinggian dari permukaan
laut yaitu antara 1 – 7 meter, bahkan ada diantara tempat tertentu berada pada
ketinggian dibawah permukaan air laut seperti pada rawa-rawa atau empang air
payau. Keberadaan pantai membuat Kecamatan Penjaringan berada pada kondisi
topografi yang cenderung datar (Laporan Kecamatan Penjaringan 2016).
Secara spasial Kecamatan Penjaringan memiliki kemiringan lahan yang
berbeda sebagai berikut, presentase kemiringan 0 – 2%, kemiringan 2%-10%,
kemiringan 10%-15%, kemiringan 15%-40% dan presentase kemiringan lebih dari
40%. Presentase kemiringan dibawah 2% merupakan yang terluas di Kecamatan
Penjaringan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 14. Presentase kemiringan
lahan merupakan data dari kondisi eksisting Kecamatan Penjaringan klasifikasi
kemiringan dijelaskan pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9 Klasifikasi kemiringan untuk kawasan pemukiman dan evakuasi

No Kemiringan (%) Deskripsi Luas Persentase (%)


1. 0–2% Datar 2612 73,6%
2. 2 – 10 % Landai 804 22,5%
3. 10 – 15 % Agak curam 84 2,36%
4. 15 – 40 % Curam 41 1,16%
5. > 40 % Sangat curam 8 0,23%

Kecamatan Penjaringan memiliki ketinggian wilayah pada -1 - 20 m dari


permukaan laut. Data pemetaan topografi menunjukkan bahwa wilayah penelitian
sebagian besar merupakan dataran rendah dengan ketinggian daratan antara di
bawah -1 – 20 mdpl, di Kelurahan Kamal Muara memiliki ketinggian 0,8 – 1,7
mdpl, Kelurahan Kapuk Muara memiliki ketinggian -1 – 0,8 mdpl, Kelurahan Pluit
memiliki ketinggian antara -1 - 0 mdpl, Kelurahan Penjaringan memiliki ketinggian
-1 - 0 mdpl, dan Kelurahan Penjagalan memiliki ketinggian 0,8 – 1,7 mdpl. Dataran
yang paling tinggi terdapat di daerah selatan pesisir Kecamatan Penjaringan,
dengan ketinggian daratan diatas 1,7 meter diatas permukaan air laut. Pemetaan
kelas elevasi dikawasan pesisir Kecamatan Penjaringan ditunjukkan oleh Gambar
15. Data dari luas Kelurahan dan ketinggian dari permukaan laut Kecamatan
Penjaringan dapat dilihat melalui Tabel 10 berikut.
Tabel 10 Data ketinggian lahandari permukaan laut di Kecamatan Penjaringan

No Ketinggian Lahan Luas Persentase (%)


1. < 0 mdpl 811 22,85
2. 0 – 0,4 mdpl 491 13,83
3. 0,4 – 0,8 mdpl 464 13,07
4. 0,8 – 1,7 mdpl 1455 41
5. > 1,7 mdpl 328 9,24
Sumber: hasil pengolahan data 2018
29

Gambar 14 Peta Kemiringan Lahan di Kecamatan Penjaringan


30

Gambar 15 Peta Ketinggian Lahan di Kecamatan Penjaringan


31

Jenis Tanah
Berdasarkan peta dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat tahun 2000 di
Kecamatan Penjaringan Formasi geologinya terdiri dari alluvium dan endapan
pematang pantai, secara spasial dapat dilihat pada Peta 16. Jenis tanah sebagian
besar merupakan jenis tanah Aluvial. Klasifikasi tanahnya adalah endoaquepts dan
endoaquents memiliki bentukan landform dataran aluvial dengan bahan induk
aluvium, relief cenderung datar. Secara spasial dapat dilihat pada Gambar 17.

Tata Guna Lahan


Kecamatan Penjaringan merupakan wilayah yang diperuntukkan untuk
permukiman dan pusat perekonomian dengan penunjang wilayah yaitu area
konservasi dan wisata yang sebagian besar tersebar di Kecamatan Penjaringan.pada
bagian selatan dikembangan sebagai kawasan industri dan perdagangan.
Penggunaan lahan (land use) di Kecamatan Penjaringan berupa danau, pemukiman,
pusat pelayanan sosial, area rekreasi hijau, area konservasi berupa cagar alam, area
pusat pemerintahan, area perkantoran, area taman kota dan area jalur hijau jalan.
Penggunaan lahan pada kawasan Kecamatan Penjaringan yang terletak di
Kelurahan Kamal Muara cenderung dimanfaatkan sebagai konservasi, penyangga
pantai, Kelurahan Pluit, Penjaringan, Kapuk Muara didominasi penggunaan
pemukiman dan area perdagangan. Sempadan pantai yang berupa vegetasi pantai
yang sejatinya digunakan sebagai area hijau yang dapat difungsikan sebagai
mitigasi terhadap bencana pun beralih fungsi menjadi area komersial dan
perdangangan. Peta penggunaan lahan di Kecamatan Penjaringan dapat dilihat pada
Gambar 18.
Penggunaan lahan terbesar di Kecamatan Penjaringan digunakan sebagai
wilayah pemukiman pada Kecamatan Pluit dan Kecamatan Penjaringan sebagian
besar digunakan untuk area pemerintahan dan perdagangan serta adanya
penggunaan lahan untuk pergudangan. Sedangkan penggunaan lahan di Kelurahan
Penjagalan digunakan sebagai lahan terbangun yaitu perekonomian dan
pemukiman. Pengunaan lahan pada lokasi hutan mangrove atau zona konservasi
pada umumnya merupakan lahan terbuka hijau namun beberapa bagian masih
terdapat adanya lahan terbangun sebagai pemukiman yang tidak terpetakan. Luasan
penggunaan lahan di Kecamatan Penjaringan disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Luas penggunaan lahan di Kecamatan Penjaringan

No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase (%)


1. Hutan bakau 392 11
2. Ruang terbuka hijau 590 16,6
3. Permukiman 1423 40
4. Komersial dan perdagangan 223 6,28
5. Industri dan pergudangan 663 18,68
6. Fasilitas pemerintahan, publik 80 2,25
7. Ruang terbuka biru, danau 178 5
Sumber: Bappeda DKI Jakarta 2008 modifikasi dengan google earth
32

Gambar 16 Peta Geologi di Kecamatan Penjaringan


33

Gambar 17 Peta Jenis Tanah di Kecamatan Penjaringan


34

Gambar 18 Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Penjaringan


35

Iklim
Kecamatan Penjaringan merupakan pantai beriklim tropis, dengan suhu rata-
rata 28,6o C, suhu maksimum bisa mencapai 35,2o C dan suhu minimum mencapai
23,6 o C. Curah hujan setiap bulan rata-rata 177 mm dengan maksimal curah hujan
pada bulan februari 404,7 mm dan bulan maret 275,9 mm. Kelembaban udara rata-
rata yaitu 76% dengan kelembapan maksimum mecapai 100% dan minimum
mencapai 44%. Kecepatan angin sebesar 3,5 knot sepanjang tahun (Laporan
Kecamatan Penjaringan 2016).

Vegetasi
Suaka Margasatwa Muara Angke adalah sebuah kawasan konservasi
berdasarkan SK Menteri Kehutanan RI Nomor 097/Kpts-II/1988, secara
administrati, kawasan ini termasuk wilayah Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan
Penjaringan. Jenis vegetasi yang ada di Suaka Margasatwa Muara Angke semula
adalah hutan mangrove pantai utara Jawa, dengan keanekaragaman yang cukup
tinggi. Akan tetapi tingginya tingkat kerusakan hutan di wilayah ini diperkirakan
hanya tinggal 10 % yang tertutup oleh vegetasi berpohon-pohon. Sebagian bsesar
telah berubah menjadi rawa terbuka yang ditumbuhi rerumputan, gelagah
(Saccharum spontaneum) dan eceng gondok (Eichornia crassipes).
Tercatat sekitar 30 jenis tumbuhan dan 11 diantaranya adalah jenis pohon,
yang hidup di Suaka Margasatwa Muara Angke. Pohon-pohon mangrove itu
diantaranya yaitu jenis bakau (Rhizophora mucronata, R.apiculata), api-api
(Avicennia sp.), pidada (Sonneratia caseolaris), dan kayu buta-buta (Excoecaria
agallocha). Beberapa jenis tumbuhan asosiasi seperti ketapang (Terminalia
cattapa) dan nipah (Nypa fruticans). Selain jenis-jenis yang diatas, terdapat pula
beberapa jenis pohon yang ditanam untuk reboisasi. Misalnya asam jawa
(Tamarindus indica), bintaro (Cerbera manghas), kormis (Acacia auriculiformis),
nyamplung (Calophyllum inophyllum), tanjung (Bruguiera gymnorrhiza), waru laut
(Hibiscus tilliaceus).

Hidrologi
Kecamatan Penjaringan merupakan wilayah yang terus-menerus terancam
oleh banjir rob maupun banjir kiriman dari hulu sungai, karena sebagaimana halnya
daerah pesisir pantai merupakan bagian hilir dari sungai yang mengalir dari bagian
hulu yang berasal dari daerah lain di wilayah Jakarta. Peta hidrologi yang berisi
informasi nama sungai besar yang berada di Kecamatan Penjaringan bisa dilihat
pada Gambar 19. Sedangkan berdasarkan data Kecamatan Penjaringan sungai yang
mengalir di Kecamatan Penjaringan bisa dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan data
pasang surut Pelabuhan Tanjung Priok tahun 2009 dari Dinas Hidro Oseanografi
TNI AL didapatkan tinggi rata-rata pasang surut setiap bulannya, maksimum 2
meter, dan minimum 0,1 meter. Rata-ratanya umumnya setinggi 0,6 meter (Dewi
2010).
36

Tabel 12 Jumlah sungai/kali Kecamatan Penjaringan

No. Kelurahan Sungai / Kali


1. Penjaringan Sungai Cideng
Sungai Pakin
Sungai Opak

2. Penjagalan Sungai Kanal Barat


Sungai Angke
Sungai Grogol
Sungai Krendang

3. Kapuk Muara Sungai Cengkareng drain


Sungai Angke

4. Pluit Sungai Karang


Sungai Adem

5. Kamal Muara Sungai Cengkareng drain


Sungai Kamal muara
Sungai Tanjungan
Sumber: Kecamatan Penjaringan 2016

Sarana dan Prasarana


Menurut Penjaringan dalam angka 2017 keberadaan jenis angkutan umum
di Penjaringan memiliki beberapa jenis transportasi darat diantaranya ojek motor,
bemo, truk bis, mikro bis, dan mini bis. Transportasi laut diantaranya perahu
bermotor, kapal motor.Sarana fasilitas pendidikan seperti sekolah berdasarkan
tingkatannya di Kecamatan Penjaringan untuk jenjang pendidikan TK sebanyak 50
unit, jenjang SD sebanyak 70 unit, jenjang SMP sebanyak 39 unit, dan jenjang SMA
sebanyak 25 unit yang masing-masing dikelola oleh swasta dan negeri (Penjaringan
dalam angka 2016). Sarana fasilitas kesehatan seperti rumah sakit sebanyak 5 unit,
rumah bersalin sebanyak 3 unit, poliklinik sebanyak 44 unit, puskesmas sebanyak
7 unit, dan posyandu sebanyak 94 unit (Penjaringan dalam angka 2017). Sarana
fasilitas peribadatan seperti masjid sebanyak 75 unit, mushola sebanyak 135 unit,
gereja sebanyak 48 unit, kelenteng sebanyak 25 unit dan vihara sebanyak 22 unit.
Kecamatan Penjaringan memiliki 5 rumah susun yang terletak 1 unit di
Kelurahan Kapuk Muara, 3 unit di Kelurahan Penjaringan, dan 1 unit di Kelurahan
Pluit. Sarana penanganan banjir seperti rumah pompa terdapat dibeberapa
kelurahan diantaranya Kelurahan Penjagalan memiliki rumah pompa sebanyak 7
unit, Kelurahan Kapuk muara memiliki rumah pompa sebanyak 13 unit, Kelurahan
Kamal Muara sebanyak 11 unit, dan Penjaringan sebanyak 16 unit. Letak masing-
masing rumah pompa pada setiap kelurahan berbeda penempatannya sesuai dengan
yang sudah ditetapkan Dari segi perekonomian Kecamatan Penjaringan memiliki
beberapa pasar yang digolongkan menjadi beberapa jenis diantaranya pasar inpres,
pasar lingkungan, dan pasar Lokasi Pdg-5. Jumlah pasar inpres sebanyak 6 unit
terletak di Kelurahan Kapuk Muara, Kamal Muara, Penjagalan, dan Pluit. Pasar
lingkungan sebanyak 13 unit yang terletak pada masing-masing Kelurahan,
kemudian pasar Lokasi Pdg-5 sebanyak 6 unit.
37

Gambar 19 Peta Hidrologi di Kecamatan Penjaringan


38

Aspek Fungsional

Aspek fungsional merupakan kondisi wilayah Kecamatan Penjaringan yang


merupakan peruntukan lahan yang telah ditetapkan berdasarkan aturan RDTR DKI
Jakarta dan merupakan kesesuaian yang telah direncanakan dalam pembangunan.
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta 2014 tentang Rencana Detil Tata Ruang
dan Peraturan Zonasi.

Zona fungsi lindung


Berdasarkan Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012
menjelaskan bahwa kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam
dan sumber daya buatan.
Mengacu pada Perda Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 yang
menjelaskan rencana pengembangan dan fungsional kawasan dalam perwujudan
pola ruang yang sesuai diantaranya :
1. Penggunaan zona yang diperuntukkan untuk peningkatan fungsi dan
mempertahankan luasan kawasan hutan lindung
2. Pemanfaatan ruang untuk area wisata alam tanpa mengubah bentang alam.
Penerapan ketentuan mengenai seluruh kegiatan yang berpotensi
mengurangi luasan kawasan lindung. Lokasi yang diperuntukkan yaitu
Hutan angke Kapuk Kelurahan Kamal Muara.
3. Pengembangan dan pelestarian kawasan mangrove untuk pengaman
terhadap abrasi pantai sekaligus melindungi biota laut
4. Penegelolaan sempadan sungai dan sempadan pantai pada ruas muara untuk
meningkatkan kelancaran aliran air ke laut.
5. Pengelolaan kawasan sekitar melalui gerakan riverfront development dan
program kali bersih.
6. Penghijauan kembali terhadap sempadan pantai dan sempadan sungai serta
kawasan sekitar danau/situ/waduk.

Zona fungsi budidaya


Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan. Pengembangan fungsi kawsan budidaya yang
dijelaskan sesuai Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014
dibagi menjadi 3 fungsi kawasan yaitu :
1. Taman kota/lingkungan
Optimalisasi kawasan ruang terbuka hijau dan kawasan terbuka plasa publik
maupun private sebagai kawasan evakuasi bencana dilengkapi dengan
utulitas yang memadai
2. Hijau rekreasi
Pembebasan lahan untuk taman rekreasi atau taman interaktif Jalur hijau
jalan
3. Pengembangan dan pemeliharan kawasan jalan untuk dijadikan jalur hijau
baru yang terletak pada kawasan Kamal Muara, Kapuk Muara, Pluit dan
Penjaringan.
39

Zona fungsi pemukiman


Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan
lindung berupa kawasan perkotaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung
perikehidupan dan penghidupan. Rencana fungsi kawasan permukiman yang
dijelaskan sesuai Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014
dibagi menjadi 5 fungsi kawasan yaitu :
1. Permukiman kampung
Pelaksanaan program atau kegiatan event-event pariwisata sesuai karakter
kawasan
2. Permukiman KDB (koefisien dasar bangunan) sedang-tinggi
a. Penyediaan prasarana utilitas terutama rencana prasarana sampah,
pengolahan air limbah, dan air minum
b. Pengendalian sistem pengendalian limpasan air hujan dan peningkatan
prasarana drainase dengan kapasitas tampung yang memadai untuk
mengatasi masalah genangan banjir
c. Relokasi terhadap permukiman KDB sedang-tinggi yang berada di
sekitar bantaran sungai, waduk, dan situ yang mengganggu sistem tata
air dan pelarangan/relokasi perumahan yang ada pada kawasan fungsi
lindung
3. Permukiman KDB (koefisien dasar bangunan) rendah
a. Peningkatan kualitas lingkungan melalui perbaikan lingkungan dan
peremajaan lingkungan
b. Perbaikan lingkungan di kawasan permukiman kumuh dan padat
melalui program perbaikan kampong terpadu
c. Relokasi terhadap zona permukiman KDB rendah yang berada disekitar
kawasan bantaran sungai, waduk, dan situ yang mengganggu sistem tata
air

Zona industri dan pergudangan


Pengembangan kawasan pembangunan terpadu untuk fungsi pelabuhan
ikan, wisata, industri dan pergudangan, serta hunian di Kawasan Muara Angke
Kelurahan Pluit. Tersedianya prasarana pergudangan untuk menunjang kegiatan
perdagangan dan jasa, hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemajuan sektor
ekonomi di Kecamatan Penjaringan.

Aspek Sosial dan Ekonomi

Demografi Penduduk
Berdasarkan data dari Seksi Kependudukan dan Catatan Sipil Kecamatan
Penjaringan jumlah penduduk yang ada di Kecamatan Penjaringan pada tahun 2016
sebanyak 307.664 jiwa yang terdiri dari laki-laki 157.920 jiwa dan perempuan
149.744 jiwa dengan penduduk terbanyak di Kelurahan Penjaringan sebanyak
117.852 jiwa dan terendah di Kelurahan Kamal Muara sebanyak 13.523, adapun
rincian jumlah penduduk selengkapnya sebagaimana Tabel 13 di bawah ini:
40

Tabel 13 Sebaran Demografi Kecamatan Penjaringan

Luas WNI WNA


No. Kelurahan Wilayah Laki- Perempuan Laki- Perempuan
(Km2) laki laki
1. Penjaringan 3.9543 55.129 50.683 18 17
2. Pluit 7,7119 25.646 26.375 36 32
3. Kamal Muara 10.534 6.985 6742 24 14
4. Kapuk Muara 10.055 19.658 18.992 28 13
5. Penjagalan 3.2318 44.731 43.759 22 7
Jumlah 45.4057 152.149 146.551 128 83
Sumber: Penjaringan dalam angka 2017

Keadaan Ekonomi dan Pendidikan


Kecamatan Penjaringan sebagaimana daerah lain di Ibukota Negara sebagai
pusat pemerintahan sehingga aktivitas pemerintahan dan kemasyarakatan cukup
tinggi. Meskipun sebagian wilayahnya merupakan wilayah pantai namun penduduk
Kecamatan Penjaringan mempunyai mata pencaharian yang beragam dan tidak
hanya berorientasi pada sektor tertentu saja seperti nelayan, bahkan masyarakat
yang berprofesi sebagai nelayan hanya 4%, sedangkan pekerjaan terbanyak adalah
karyawan baik karyawan swasta maupun pemerintah sebanyak 29% dan sektor
perdagangan 23%, meskipun masih ada 8% yang belum memiliki perkerjaan. Hal
ini memperlihatkan bahwa karakteristik perkotaan dilihat dari sudut kegiatannya
sudah nampak dan akan terus berkembang. Rincian jenis pekerjaan masyarakat
Kecamatan Penjaringan sebagaimana Tabel 14 sebagai berikut :
Tabel 14 Pekerjaan masyarakat Kecamatan Penjaringan

Jenis Pekerjaan
No. Kelurahan
Tani Nelayan Buruh Kary/PNS/ABRI Pedagang Pertukangan
1. Penjaringan – 710 2.200 21.663 11.977 2.167
2. Pluit – 623 1.024 12.358 13.675 897
3. Kamal 205 1.051 1.060 2.478 1.998 801
Muara
4. Kapuk 97 987 1.023 8.976 8.370 2.167
Muara
5. Penjagalan 272 6.652 955 26.842 21.025 3.065
Jumlah 574 10.025 6.262 72.317 57.045 8.493
Sumber: Penjaringan dalam angka 2017

Aspek Legal

Kawasan pesisir
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 ini meliputi daerah
pertemuan antara pengaruh perairan dan daratan, ke arah daratan mencakup wilayah
administrasi kecamatan dan ke arah perairan laut sejauh 12 (dua belas) mil laut
diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan.
Demikian pula halnya dengan UNCLOS 1982 yang menetapkan, pada pasal 3
sampai 5, bahwasanya setiap negara memiliki hak untuk mendirikan luasnya
41

wilayah laut sampai dengan batas tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis
pangkal yang ditentukan sesuai dengan keputusan konvensi ini, yaitu garis pangkal
normal untuk mengukur luasnya laut teritorial adalah garis batas air laut terendah
sepanjang pantai pada wilayah pesisir negara tersebut. Selain itu, UNCLOS 1982
juga menetapkan perlindungan terhadap lingkungan laut yang berisi langkah atau
prosedur berupa:
a. pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran dan bahaya lain
terhadap lingkungan laut, termasuk garis pantai, dan gangguan
keseimbangan ekologi lingkungan laut. Perhatian khusus diberikan pada
kebutuhan untuk perlindungan dari efek berbahaya akibat kegiatan seperti
pengeboran, pengerukan, penggalian, pembuangan limbah, pembangunan,
dan operasi atau pemeliharaan instalasi pipa dan perangkat lain yang
berkaitan dengan kegiatan tersebut;
b. perlindungan dan konservasi sumber daya alam kawasan dan pencegahan
kerusakan pada flora dan fauna laut yang berada di lingkungan tersebut.

Kawasan bencana banjir rob


Berdasarkan penelitian Marfai (2013), dalam penilaian banjir rob
membedakannya menjadi 3 klasifikasi ketinggian banjir rob, yaitu :
1. Ketinggian Rendah: banjir pesisir dengan ketinggian rendah biasanya
terjadi disekitar pantai dan hanya sebagian kecil wilayah yang terpengaruh
banjir atau genangan, serta tidak mengakibatkan kerusakan fisik atau
struktur meskipun jalan dan kawasan hijau di sekitar pantai terendam;
2. Ketinggian Sedang: banjir ketinggian sedang merupakan banjir pesisir yang
dapat menimbulkan efek yang lebih, terutama bagi pemukiman dan perabot
di dalamnya. Jaringan jalan dan sarana umum tidak dapat berfungsi dengan
semestinya karena terendam air. Penggunaan lahan seperti permukiman,
tambak, dan lahan pertanian akan terpengaruh tingginya air yang merendam
penggunaan lahan tersebut. Erosi pantai juga akan terjadi dan menyebabkan
kerusakan pada jaringan infrastruktur maupun bangunan;
3. Ketinggian Tinggi: banjir dengan ketinggian tinggi merupakan ancaman
yang serius bagi masyarakat pesisir dan juga penggunaan lahan di kawasan
pesisir. Banyak jaringan infrastruktur, permukiman, dan area bisnis serta
industri sepanjang pesisir akan terancam mengalami kerusakan. Lahan
pertanian termasuk tambak akan terganggu, sehingga dalam beberapa hari/
minggu tidak produktif lagi. Pencegahan dan evakuasi harus dilakukan pada
tahap ini.
Terkait dengan risiko bencana, berdasarkan keputusan BNPB (Badan
Nasional Penanggulangan Bencana) tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana, Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012, parameter atau tolok ukur
ancaman/bahaya dapat ditentukan berdasarkan :
a. Luas genangan (km2 . ha)
b. Ketinggian banjir (m)
c. Kecepatan aliran (m/detik, km/jam)
d. Material yang dihanyutkan (batu, pohon, benda keras lainnya)
e. Endapan lumpur (m, cm)
f. Lamanya genangan (jam, hari, minggu)
g. Frekuensi kejadian
42

Sedangkan klasifikasi kedalaman banjir berdasarkan Perka BNPB Nomor 2


Tahun 2012, diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) kelas menurut kedalamannya yaitu
kelas rendah yaitu < 0,76 m, kelas sedang setinggi 0,76-1,5 m, dan kelas tinggi yaitu
>1,5 m

Kawasan lindung
Di dalam Peraturan Kementrian Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011
mendefinisikan Kawasan Lindung sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan. Sedangkan menurut Keppres Nomor 32 Tahun 1990
pasal 1, kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber alam, sumber
daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan
berkelanjutan. Lebih detail lagi, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun
1990, kawasan lindung dibagi atas empat bagian yaitu:
1. Kawasan perlindungan kawasan di bawahnya
Kawasan ini terdiri dari hutan lindung, kawasan bergambut dan kawasan
resapan air. Perlindungan kawasan hutan lindung dilakukan untuk
mencegah terjadinya erosi, sedimentasi, banjir, dan menjaga fungsi
hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah,
dan air permukaan. Perlindungan terhadap kawasan bergambut dilakukan
untuk mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penambat
air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan
yang bersangkutan. Perlindungan kawasan resapan air dilakukan untuk
memberi ruang yang cukup untuk keperluan ketersediaan kebutuhan air
tanah dan pencegahan banjir untuk kawasan yang bersangkutan ataupun
kawasan di bawahnya.
2. Kawasan perlindungan setempat
Kawasan ini terdiri dari sempadan pantai, sempadan sungai, sekitar mata air
dan sekitar danau atau waduk, yang berfungsi untuk melindungi kawasan
tersebut dari kegiatan budidaya oleh manusia yang dapat
mengganggukelestarian fungsi dari tiap kawasan sesuai karakteristiknya.
Luasan sempadan pantai diukur minimal 100 m sepanjang pantai dari garis
pasang tertinggi ke arah darat yang lebarnya proposional dengan bentuk dan
kondisi fisik pantai tersebut, untuk sempadan sungai diukur minimal 100 m
kanan kiri untuk sungai besar dan 50 m untuk anak sungai dan untuk sungai
yang terletak pada permukiman diukur sejauh 15 m. Sedangkan untuk
sempadan mata air berjarak radius 200 meter dari lokasi mata air kecuali
untuk kepentingan umum, dan untuk sempadan danau/waduk dengan lebar
50-100 meter dari garis pasang tertinggi air waduk/danau.
3. Kawasan suaka alam dan cagar Budaya
Kawasan ini terdiri dari kawasan cagar alam, kawasan pantai hutan,
kawasan suaka laut dan perairan lainnya, taman nasional, taman hutan raya
dan taman wisata alam serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.
Berfungsi untuk melindungi keanekaragaman biota, jenis ekosistem, gejala
dan keunikan alam bagi kepentingan plasma nutfah, ilmu pengetahuan dan
pembangunan pada umumnya serta bagi cagar budaya untuk melindungi
kekayaan budaya bangsa.
43

4. Kawasan rawan bencana


Kawasan ini adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami
bencana alam seperti letusan gunung api, gempa bumi, longsor dan lain-
lain. Kawasan ini berfungsi melindungi manusia dari bencana yang
disebabkan oleh alam maupun akibat perbuatan manusia secara tidak
langsung.
Perencanaan dan pengaturan tata guna lahan semakin diperlukan agar tetap
mampu memenuhi kebutuhan pertumbuhan kota yang berkaitan dengan semakin
bertambahnya jumlah penduduk dan segenap fasilitas yang diperlukan. Sesuai
dengan berbagai teori dan model perkembangan kota, pengaturan tata guna lahan
merupakan pengalokasian fungsi-fungsi tertentu atau khusus sehingga dapat
memberikan hasil optimal dalam pemanfaatan suatu kawasan tertentu. Apalagi bila
dipertimbangkan pula pengaruh kondisi fisik dan topografi wilayah seperti adanya
pesisir dan pegunungan, maka hambatan fisik tersebut harus benar-benar
diperhatikan karena akan menghambat perkembangan kota ke arah tersebut (Yunus,
1999: 144).

Kawasan budidaya
Kawasan budidaya berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
41/PRT/2007 adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya yang telah ditetapkan dalam
RTRW Kabupaten/Kota harus dikelola dalam rangka optimalisasi implementasi
rencana. Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 disebutkan bahwa yang
termasuk dalam kawasan budidaya adalah kawasan peruntukan hutan produksi,
kawasan peruntukan hutan rakyat, kawasan peruntukan pertanian, kawasan
peruntukan perikanan, kawasan peruntukan pertambangan, kawasan peruntukan
permukiman, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata,
kawasan tempat beribadah, kawasan pendidikan, dan kawasan pertahanan
keamanan.
Kawasan yang diperuntukkan sebagai lokasi permukiman, di dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum 41/PRT/2007, ditetapkan mengikuti karakteristik lokasi
dan kesesuaian lahan sebagai berikut:
1. Topografi datar sampai bergelombang (kelerengan lahan 0 - 25%);
2. Tersedia sumber air, baik air tanah maupun air yang diolah oleh
penyelenggara dengan jumlah yang cukup. Untuk air PDAM suplai air
antara 60 liter/orang /hari sampai dengan 100 liter/orang/hari;
3. Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi);
4. Drainase baik sampai sedang;
5. Tidak berada pada wilayah sempadan sungai / pantai / waduk / danau /mata
air/ saluran pengairan/rel kereta api dan daerah aman penerbangan;
6. Tidak berada pada kawasan lindung;

Sempadan Pantai
Sempadan pantai merupakan aspek yang penting untuk dipertimbangkan
dalam perencanaan dan pembangunan. Menurut Keputusan Presiden Nomor 32
Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung disebutkan bahwa Sempadan
Pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting
44

untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Perlindungan terhadap sempadan


pantai ini dilakukan untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang
mengganggu kelestarian fungsi pantai. Lebih lanjut dinyatakan bahwa kriteria
sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional
dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi
ke arah darat. Garis sempadan pantai tersebut membatasi lahan yang boleh
dikembangkan untuk keperluan bangunan seperti permukiman. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga ekosistem pantai agar tidak terganggu aktivitas harian
manusia, dan juga menjaga manusia dari bahaya akibat kejadian alam di pinggir
laut.
Menurut Pedoman Pemanfaaan Ruang Tepi Pantai di Kawasan Perkotaan
Sempadan pantai yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten/Kota merupakan
daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi
fisik pantai. Lebar sempadan pantai dihitung dari titik pasang tertinggi, bervariasi
sesuai dengan fungsi/aktifitas yang berada di pinggirannya, yaitu :
1. Kawasan Permukiman, terdiri dari 2 (dua) tipe :
a. Bentuk pantai landai dengan gelombang < 2 meter, lebar sempadan 30
– 75 meter.
b. Bentuk pantai landai dengan gelombang > 2 meter, lebar sempadan 50
– 100 meter.
2. Kawasan Non Permukiman, terdiri dari 4 (empat) tipe :
a. Bentuk pantai landai dengan gelombang < 2 meter, lebar sempadan 100
– 200 meter.
b. Bentuk pantai landai dengan gelombang > 2 meter, lebar sempadan 150
– 250 meter.
c. Bentuk pantai curam dengan gelombang < 2 meter, lebar sempadan 200
– 250 meter.
d. Bentuk pantai curam dengan gelombang > 2 meter, lebar sempadan 250
– 300 meter

Sempadan Sungai
Sempadan sungai merupakan daerah pinggir sungai yang ditetapkan sebagai
perlindungan sungai dan tidak diperbolehkan adanya pemanfaatan budidaya dan
pendirian bangunan. Luasan area sempadan sungai berbeda-beda, tergantung
kedalaman sungai, keberadaan tanggul, maupun lebar sungai. Menurut Keputusan
Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung disebutkan
bahwa sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk
sungai buatan/kanal/saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk
mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Sedangkan menurut Peraturan Menteri PUPR Nomor 28 Tahun 2015
menjelaskan bahwa Sempadan sungai meliputi ruang di kiri dan kanan palung
sungai di antara garis sempadan dan tepi palung sungai untuk sungai tidak
bertanggul, atau di antara garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk sungai
bertanggul. Penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau bertujuan
agar:
a. fungsi sungai dan danau tidak terganggu oleh aktifitas yang berkembang di
sekitarnya;
45

b. kegiatan pemanfaatan dan upaya peningkatan nilai manfaat sumber daya


yang ada di sungai dan danau dapat memberikan hasil secara optimal
sekaligus menjaga kelestarian fungsi sungai dan danau; dan
c. daya rusak air sungai dan danau terhadap lingkungannya dapat dibatasi.
Garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Menteri PUPR
Nomor 28 Tahun 2015, ditentukan:
a. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau
sama dengan 3 (tiga) meter;
b. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga)
meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan
c. paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung
sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua
puluh) meter.
Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c Permen PUPR No.28 Tahun 2015,
ditentukan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul
sepanjang alur sungai. Garis sempadan danau ditentukan mengelilingi danau paling
sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah
terjadi.

Ruang evakuasi bencana


Ruang evakuasi bencana adalah area yang disediakan untuk menampung
masyarakat yang terkena bencana dalam kondisi darurat, sesuai dengan kebutuhan
antisipasi bencana karena memiliki kelenturan dan kemudahan modifikasi sesuai
kondisi dan bentuk lahan di setiap lokasi. Kawasan peruntukan kawasan evakuasi
bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1) huruf m Peraturan Daerah
Ibukota Nomor 1 Tahun 2014, ditetapkan dengan ketentuan:
a. memiliki luas minimum 1.000 m2 (seribu meter persegi) dan
diprioritaskan pada kelurahan rawan bencana
b. lokasi mudah diakses dari kawasan rawan bencana
c. dapat dijangkau angkutan umum
d. tersedia utilitas dan sarana yang memadai
e. merupakan bagian dari fasilitas sosial atau fasilitas umum
Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan evakuasi bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan arahan sebagai berikut :
a. optimalisasi pemanfaatan kawasan ruang terbuka hijau dan kawasan terbuka
plasa publik maupun privat sebagai kawasan evakuasi bencana dilengkapi
sarana utilitas yang memadai;
b. penetapan prasarana, sarana, dan fasilitas umum, dan sosial sebagai
kawasan evakuasi bencana dengan memperhatikan ketersediaan utilitas dan
aksesibilitas;
c. peningkatan aksesibilitas dari dan ke kawasan evakuasi bencana; dan
d. pengaturan dan pengendalian kegiatan dan bangunan di kawasan yang
ditetapkan sebagai kawasan evakuasi bencana.
46

Analisis Kerentanan Fisik Lahan Terhadap Banjir Rob (Vurnerability)

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis (BNPB 2008). Risiko bencana adalah potensi
kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu
tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa
aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat. Kerentanan (vulnerability) adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia
atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau
ancaman. Kerentanan ini dapat berupa:

1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya
tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah
bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul
pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan
sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat
menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya
masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan
terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang
memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan
terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan
tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan,
demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga
mengakibatkan rentan menghadapi bahaya.
4. Kerentanan Lingkungan
Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi
kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air
akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang tinggal di lereng
bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan
sebagainya.

Analisis kerentanan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu pada kerentanan
lingkungan dengan menganalisis semua aspek fisik yang terkait terhadap banjir rob.
Analisis kesesuaian juga dilakukan untuk melihat kesesuaian penggunaan lahan
permukiman dan kesesuaian untuk lokasi evakuasi terhadap banjir. Hal ini berguna
sebagai penunjang dalam mengoptimalkan penataan wilayah yang peka terhadap
bencana banjir tidak hanya dari hulu sungai tetapi juga terhadap banjir dari naiknya
permukaan air laut ketika pasang terjadi dan meluap ke daratan.
47

Analisis Kerentanan Bencana Banjir Rob


Analisis yang dilakukan pada aspek kerentanan banjir rob secara fisik terdiri
dari, kemiringan lereng, ketinggian wilayah, penggunaan lahan, jarak dari garis
pantai, dan jarak dari garis sungai, dengan nilai skor tertinggi merupakan kriteria
kerentananan sangat tinggi. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui area setiap
kelurahan yang paling rentan terkena banjir rob dan strategi mitigasi yang tepat
dengan mengacu pada peraturan pemerintah yang berlaku terhadap penataan ruang.

1. Analisis Kerentanan Kemiringan Daratan (slope) terhadap Banjir Rob


Kemiringan lereng pada Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara pada
umumnya datar berada pada kelas kemiringan 0 – 2%. Peta kerentanan kemiringan
lereng terhadap ancaman banjir rob yang menunjukan bahwa kerentanan dari
kemiringan lereng terhadap ancaman banjir rob yang terbagi menjadi lima kelas
yaitu kelas kerentanan sangat tinggi (0-2%), tinggi (2-10%), sedang (10-15%),
rendah (15-25%) dan sangat rendah (>40%). Tingkat kerentanan kemiringan lereng
yang telah dianalisis menunjukan sebagaian besar Kelurahan berada pada tingkat
kerentanan yang sangat tinggi yaitu Kelurahan Penjaringan, Kelurahan Pluit,
Kelurahan Penjagalan, Kelurahan Kamal Muara, dan Kelurahan Kapuk Muara.
Secara spasial peta kerentanan kemiringan daratan dapat dilihat pada Gambar 20.

2. Analisis Kerentanan Ketinggian Lahan (Elevasi) terhadap Banjir Rob


Berdasarkan pemetaan yang telah digambarkan pada data ketinggian
Kecamatan Penjaringan menunjukkan bahwa hasil analisis kerentanan topografi di
menunjukan bahwa sebagian besar kawasan Penjaringan merupakan dataran rendah
dengan rata-rata ketinggian berada pada 0,8 – 1,7 mdpl yaitu pada Kelurahan Kapuk
Muara, dan Kelurahan Kamal Muara. Pemetaan yang telah digambar menunjukan
bahwa kelas kerentanan ketinggian terhadap ancaman banjir rob yang terbagi
menjadi lima kelas yaitu kelas kerentanan sangat tinggi (<0 m), tinggi (0-0,4 m),
sedang (0,4-0,8), rendah (0,8-1,7 m) dan sangat rendah (>1,7 m). Secara spasial
tingkat kerentanan ketinggian Kecamatan Penjaringan terhadap ancaman banjir rob
disajikan pada Gambar 21.

3. Analisis Kerentanan Penggunaan Lahan terhadap Banjir Rob


Mengacu pada pemetaan yang telah digambarkan pada data penggunaan
lahan Kecamatan Penjaringan menunjukkan bahwa kerentanan penggunaan lahan
di Kecamatan Penjaringan dibagi menjadi 5 kelas. Pemukiman dan kawasan
industri memiliki tingkat kerentanan tertinggi terhadap banjir rob ditinjau dari
kerugian maupun aspek lingkungannya dari banjir. Gambar 22 menjelaskan tingkat
kerentanan penggunanan lahan terhadap banjir rob di Kecamatan Penjaringan.
berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa pada umumnya kawasan
permukiman dan perdagangan merupakan kawasan yang sangat rentan terhadap
banjir rob sedangkan pada kawasan lingkungan hutan bakau merupakan daerah
yang paling rendah dilihat dari aspek lingkungan dan kerugian kawasannya karena
penggunaan lahan hutan bakau umumnya merupakan badan air, rawa, yang
ditumbuhi tegakan pohon. Sehingga dapat menjadi daerah tangkapan air sekaligus
sebagai penahan dari arus atau gelombang pasang air laut yang terjadi berdasarkan
siklusnya.
48

Gambar 20 Peta Kerentanan Kemiringan Lahan terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
49

Gambar 21 Peta Kerentanan Ketinggian Lahan terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
50

Gambar 22 Peta Kerentanan Penggunaan Lahan terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
51

4. Analisis Kerentanan Jarak dari Garis Pantai terhadap Banjir Rob


Analisis kerentanan jarak dari garis pantai terhadap benacana banjir rob
mengacu pada aturan Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 dan pedoman
pemanfaatan ruang pesisir menjelaskan bahwa sempadan pantai adalah daratan
sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai
minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, tetapi karena Kecamatan
Pejaringan merupakan kawasan permukiman sehingga untuk kelas kerentanan
dibagi menjadi lima yaitu, kelas sangat rentan (<50 m), kelas rentan tinggi (50-70),
kelas cukup rentan (70-90), kelas rendah rentan (90-110), dan sangat rendah yaitu
(>110m). Tingkat kerentanan jarak dari garis pantai dapat dilihat secara spasial
pada Gambar 23. Pembuatan jarak dari garis pantai dilakukan untuk mengetahui
wilayah mana saja yang tinggi terkena bencana banjir rob jika ditinjau dari segi
lahan terbangun dan jaraknya yang terukur dari garis pantai.

5. Analisis Kerentanan garis sungai terhadap Banjir Rob


Kecamatan Penjaringan merupakan kawasan pesisir yang menjadi tempat
bermuara semua sungai yang mengaliri wilayah DKI Jakarta, beberapa sungai yang ada
di Kecamatan Penjaringan adalah saluran Cengkareng Drain, kemudian sungai Kamal
Muara, Sungai Grogol yag merupakan sungai besar di Kecamatan Penjaringan. Selain
jarak dari garis pantai yang berpengaruh pada aspek kerentanan kawasan secara fisik,
jarak dari sungai (sempadan sungai) juga memengaruhi tingkat kerentanan kawasan
secara fisik. Pada peta yang telah dianalisis kelas kerentanan terbagi menajdi lima
yaitu, sangat rentan (<15m), tinggi (15-20m), sedang (20-25m), rendah (25-30m), dan
sangat rendah (>30m) dapat dilihat pada Gambar 24 yang menjelaskan semakin dekat
jaraknya pembangunan dengan sungai maka akan semakin rentan terkena banjir baik
banjir rob maupun banjir dari hulu yang meluap sungai pada Kecamatan Penjaringan.

6. Analisis Kerentanan sosial berdasarkan jumlah penduduk per km2 terhadap


banjir rob
Berdasarkan data dari Kecamatan Penjaringan dalam angka 2017, menjelaskan
tingkat kepadatan penduduk per km2 sehingga semakin padat tingkat permukiman pada
masing-masing kelurahan maka tingkat kerentanan terhadap banjir rob semakin besar
hal itu dikarenakan tingkat pembangunan pada permukiman tidak terdapat ruang
resapan air maupun kolam retensi atau pengendali banjir lainnya termasuk sedikitnya
ruang terbuka hijau seperti taman lingkungan ataupun hutan kota. Analisis kerentanan
sosial berdasarkan jumlah penduduk dibagi menjadi lima kelas yaitu sangat rendah
(<2500 jiwa/km2), rendah (2500-5000 jiwa/km2), sedang (5000-7500 jiwa/km2), tinggi
(7500-10000 jiwa/km2) dan sangat tinggi (>10.000 jiwa/km2). Kelurahan dengan
tingkat kerentanan tertinggi yaitu, Kelurahan Penjaringan dan Penjagalan, dan terendah
pada Kelurahan Kamal Muara. Secara spasial peta kerentanan sosial disajikan pada
Gambar 25.
52

Gambar 23 Peta Kerentanan Jarak dari Garis Pantai terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
53

Gambar 24 Peta Kerentanan Jarak dari Sungai terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
54

Gambar 25 Peta Kerentanan Jumlah Penduduk terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan
55

Kerentanan Fisik Lahan di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara terhadap


Banjir Rob

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada 6 aspek fisik lahan dan sosial
kependudukan selanjutnya akan dioverlay untuk mendapatkan hasil akhir dari
kerentanan kawasan pada Kecamatan Penjaringan. Peta komposit dari analisis
kerentanan fisik lahan terhadap banjir rob diperoleh dengan metode Simple Additive
Weight dengan formulasi sebagai berikut:

V = a(A) + b(B) + c(C) + d(D) +....+n(N)


Keterangan:
V = Tingkat kerentanan
a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria
A,B,C,D = Kriteria kerentanan

Hasil analisis kerentanan fisik lahan dan sosial Kecamatan Penjaringan


terhadap banjir rob, dapat diketahui Kecamatan Penjaringan secara umum termasuk
pada kerentanan sedang dengan luas mencapai 1725 ha dengan persentase total
kawasan sebesar 48,6% dan kerentanan rendah dengan luas mencapai 1390 ha
dengan persentase total kawasan sebesar 39%. Tingkat kerentanan sedang
mencakup kelurahan Penjaringan, Pluit, Kapuk Muara. Kelurahan Penjagalan dan
Penjaringan juga termasuk tingkat kerentanan tinggi pada sebagian wilayahnya
seluas 376 ha dengan persentase luasan sebesar 10,6%, meskipun memiliki waduk
tetapi pembangunan permukiman di sempadan waduk/sungai cukup tinggi.
Tingkat kerentanan rendah sebagian besar terdapat pada Kelurahan Kamal
karena pada kelurahan ini ditinjau dari aspek tataguna lahan kelurahan ini sebagaian
besar merupakan kawasan lindung dan terdapat cukup banyak RTH berguna
sebagai daerah resapan air atau penampungan air. Semua aspek dalam kriteria
memiliki kontribusi masing-masing bagi kerentanan fisik lahan terhadap banjir rob
di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Sebaran luasan tingkat kerentanan fisik
lahan dan sosial dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15 Sebaran luas kerentanan fisik lahan dan sosial terhadap banjir rob

Kelas Kerentanan Interval Kelas Luas (Ha) Persentase (%)


1 Sangat rendah 5 – 10 20 0.56
2 Rendah 10 – 15 1390 39
3 Sedang 15 – 20 1725 48,6
4 Tinggi 20 – 25 376 10,6
5 Sangat tinggi 25 – 30 38 1,07
Sumber: hasil pengolahan data 2018

Hasil analisis selanjutnya menghasilkan peta komposit kerentanan fisik lahan


terhadap banjir rob yang menunjukkan sebaran area yang memiliki tingkat
kerentanan sesuai dengan kriteria yang telah dianalisis. Peta komposit kerentanan
fisik lahan dalam penelitian ini dijadikan sebagai acuan untuk menentukan bentuk
mitigasi yang sesuai terhadap ancaman bencana banjir rob. spasial peta komposit
kerentanan fisik lahankawasan secara fisik disajikan pada Gambar 26.
56

Gambar 26 Peta Kerentanan terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan


57

Analisis Kesesuaian Lahan

Menurut Halla (2005), ada dua cara perencanaan tata kota yang baik, yaitu
cara pertama adalah pengendalian pembangunan perkotaan dengan menegakkan
peraturan zonasi melalui skema perencanaan yang mendetail, yang dalam
prakteknya dapat disiapkan dan dilaksanakan dengan atau tanpa skema perencanaan
umum. Cara kedua adalah adalah koordinasi pembangunan perkotaan dengan
menegakkan skema perencanaan umum yang memakai proposal rencana jangka
panjang pada penggunaan lahan kota dan investasi modal dalam pembangunan
infrastruktur. Dengan demikian, kawasan permukiman atau penggunaan tertentu
lainnya bisa dikontrol dan tidak merusak kawasan lain. Analisis kesesuaian lahan
yang akan dikaji terbagi menjadi dua yaitu kesesuaian lahan evakuasi banjir dan
kesesuaian lahan permukiman.
Analisis kesesuaian lahan dibagi dalam lima tingkatan terhadap kesesuaian
lahan mengacu pada sistem FAO (1976), yaitu: S1 (sangat sesuai), S2 (sesuai), S3
(kurang sesuai), N1 (tidak sesuai sementara), N2 (tidak sesuai permanen). Menurut
Baja (2012), telah mendeskripsikan penjelasan dari kelima tingkatan kelas tersebut
sebagai berikut:
1. Kelas S1 atau “sangat sesuai” adalah lahan dengan tanpa pembatas atau
hanya memiliki pembatas sangat ringan dan hal tersebut tidak berpengaruh
terhadap produktivitas atau keuntungan yang akan diperoleh, dan tidak
memerlukan input di atas level rata-rata.
2. Kelas S2 atau “sesuai” adalah lahan dengan beberapa pembatas yang
mempengaruhi produktivitas dan mempengaruhi pengusahaan jenis
penggunaan lahan tertentu secara lestari, menurunkan keuntungan, dan
meningkatkan kebutuhan input untuk peningkatan keuntungan pada
penggunaan tertentu.
3. 3. Kels S3 atau “kurang sesuai” atau “sesuai marjinal” adalah lahan dengan
beberapa pembatas yang cukup berat sehingga mempengaruhi produktivitas.
Dibutuhkan input tambahan untuk perolehan keuntungan dari penggunaan
tertentu.
4. 4. Kelas N1 atau “tidak sesuai sementara” atau “tidak sesuai sekarang”
adalah lahan dengan pembatas cukup berat dan belum bisa diatasi sekarang
atau sementara. Pembatas cukup berat tersebut mempengaruhi pengusahaan
suatu jenis penggunaan lahan tertentu secara lestari.
5. 5. Kelas N2 atau “tidak sesuai permanen” adalah lahan dengan pembatas
sangat berat sehingga secara permanen tidak dapat diupayakan untuk jenis
penggunaan lahan tertentu secara lestari.
Dalam penetapan kelas berdasarkan Baja (2012) menjelaskan kelas kesesuaian
lahan permukiman dalam penataan ruang wilayah terhadap bencana banjir rob.

Analisis Kesesuaian Evakuasi Bencana Banjir Rob


Analisis yang dilakukan untuk menentukan area evakuasi baik sementara
maupun area penunjang evakuasi lainnya, dengan mengacu pada Peraturan Daerah
Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 yang terdiri dari penggunaan lahan, lokasi
yang mudah diakses kendaraan umum, dan ketinggian tempat.
Aspek ketinggian lahan terhadap lokasi evakuasi merupakan daerah yang
memiliki ketinggian paling tinggi di Kecamatan Penjaringan dengan melihat
58

keterhubungan aspek fisik lainnya. Aspek penggunaan lahan dalam mementukan


lokasi evakuasi banjir rob berdasarkan Peraturan DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014
menjelaskan posko evakuasi sementara merupakan kawasan terbuka hijau dan
posko logistik merupakan peruntukkan fasilitas pemerintah dan publik.
Aksesibilitas merupakan aspek yang penting dalam mitigasi bencna banjir rob,
semakin dekat dengan jarak dari jalan kolektor maka semakin baik. Hal ini juga
mempertimbangkan rencana jalur evakuasi dan juga dari segi pendistribusian
barang bantuan pada posko logistik dan posko bajir sementara.

1. Analisis ketinggian tempat terhadap kesesuaian evakuasi bencana banjir rob


Ketinggian tempat terhadap lahan evakuasi merupakan bagian yang
terpenting karena dilihat dari aspek banjir yang terjadi pada ketinggian yang rendah,
sehingga ketinggian tempat yang tinggi mrerupakan kesesuaian yang paling baik
untuk kawasan evakuasi bencana banjir rob. Pada Gambar 27 menunjukkan bahwa
ketinggian yang paling tinggi berada pada Kapuk Muara, dan Kelurahan Penjagalan
setinggi 0 – 4 mdpl. Sedangkan pada ketinggian dibawah <0 mdpl terdapat pada
Kelurahan Penjaringan, dan Kelurahan Pluit. Sehingga dapat ditunjukkan pada peta
hasil analisis bagian yang memiliki ketinggian yang sesuai dapat dikembangkan
untuk area evakuasi bencana banjir rob.

2. Analisis penggunaan lahan terhadap kesesuaian evakuasi bencana banjir rob


Berdasarkan Peraturan Daerah Ibukota Jakarta No.1 Tahun 2014 lokasi
penentuan evakuasi bencana merupakan wilayah fasilitas publik maupun fasilitas
pemerintahan, selanjutnya peruntukan lahan evakkuasi yaitu ruang terbuka hijau
atau lapangan sebagai pembuatan posko banjir. Sesuai pada hasil analisis
penggunaan lahan ada kesesuaian evakuasi pada Gambar 28 menunjukkan bahwa
penggunaan lahan yang sesuai untuk lahan evakuasi yaitu lahan terbuka hijau,
fasilitas pemerintahan dan fasilitas publik. Sedangkan pada kawasan yang tidak
sesuai yaitu terdapat pada penggunaan lahan kawasan industri dan perdagangan,
serta penggunaan lahan terhadap badan air dan sekitarnya.

3. Analisis kedekatan dengan jalan utama terhadap kesesuaian evakuasi bencana


banjir rob
Kedekatan kawasan evakuasi terhadap jalan utama merupakan suatu syarat
kawasan evakuasi menurut Peraturan Daerah Ibukota Jakarta No.1 tahun 2014 yang
menjelaskan kawasan evakuasi mudah diakses angkutan umum. Sehingga pada
analisis kedekatan jalan menunjukkan bahwa kawasan yang dekat dengan jalan
utama paling sesuai begitu sebaliknya pada kawasan yang jauh dari jalan utama
tidak sesuai untuk kawasan evakuasi. Berdasarkan pemetaan hasil analisis pada
Gambar 29 menunjukkan bahwa kawasan Kecamatan Penjaringan bagian selatan
lebih sesuai karena dekat dengan jalan utama dibandingnkan bagian utara yang
berada pada kawasan permukiman dan industri, perdagangan.
59

Gambar 27 Peta Kesesuaian Ketinggian Lahan terhadap Area Evakuasi di Kecamatan Penjaringan
60

Gambar 28 Peta Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Evakuasi di Kecamatan Penjaringan


61

Gambar 29 Peta Kesesuaian Jarak dari Jalan Utama terhadap Evakuasi di Kecamatan Penjaringan
62

Kesesuaian Kawasan Evakuasi di Kecamatan Penjaringan terhadap Bencana


Banjir Rob

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada 3 aspek fisik lahan selanjutnya


akan dioverlay untuk mendapatkan hasil akhir dari analisis kesesuaian area
evakuasi di Kecamatan Penjaringan. Peta komposit dari analisis kesesuaian
evakuasi terhadap banjir rob diperoleh dengan metode Simple Additive Weight
dengan formulasi sebagai berikut:

S = a(A) + b(B) + c(C) + d(D) +....+n(N)


Keterangan:
S = Tingkat kerentanan
a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria
A,B,C,D = Kriteria kesesuaian

Hasil analisis kesesuaian lahan evakuasi Kecamatan Penjaringan terhadap


banjir rob, dapat diketahui Kecamatan Penjaringan pada kelas cukup sesuai luasnya
mencapai 431 ha dengan persentase luasan total sebesar 12,1% yang terdapat pada
Kelurahan Penjaringan, Kelurahan Pluit, dan Penjagalan, umumnya merupakan
daerah yang dapat diakses kendaraan umum, dan merupakan ruang publik,
kesesuaian kelas cukup sesuai seluas 1551 ha dengan persentase luasan total sebesar
43,7% yang merupakan badan air dan ruang terbuka hijau, kesesuaian tidak sesuai
seluas 1058 ha dengan persentase luasan total sebesar 29,8% merupakan daerah
pada bagian utara mendekati garis sempadan pantai, dan kelas kesesuaian sangat
tidak sesuai berada di daerah sempadan pantai, karena pada tataguna lahan
merupakan daerah hutan lindung. Masing-masing ktireria dalam menentukan area
kesesuaian evakuasi memiliki kontribusi dalam memengaruhi tingkat kesesuaian.
Sebaran luasan tingkat kesesuaian evakuasi dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 Sebaran luas lahan evakuasi terhadap bencana banjir rob

Kelas Tingkat Kesesuaian Interval Kelas Luas (Ha) Persentase (%)


1 Sangat tidak sesuai 5–7 488 13,7
2 Tidak sesuai 7–9 1058 29,8
3 Cukup 9 – 11 1551 43,7
4 Sesuai 11 – 13 431 12,1
5 Sangat sesuai 13 – 15 21 0,6
Sumber: hasil pengolahan data 2018

Hasil analisis selanjutnya menghasilkan peta komposit kesesuaian area


evakuasi terhadap bencana banjir rob yang menunjukkan sebaran area yang
memiliki kesesuaian area untuk dijadikan lokasi evakuasi dalam tanggap bencana
dan area penunjang evakuasi lainnya sesuai dengan kriteria yang telah dianalisis.
Peta komposit kesesuaian area evakuasi terhadap banjir rob secara spasial disajikan
pada Gambar 30.
63

Gambar 30 Peta Kesesuaian Area Evakuasi Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan


64

Analisis Kesesuaian Lahan Pemukiman


Analisis yang dilakukan digunakan untuk mengkaji lokasi yang sesusai
dengan pembangunan permukiman berdasarkan aspek fisik wilayah dan ketinggian
banjir rob yang menggenangi kawasan. Aspek fisik terdiri dari kemiringan lahan,
klasifikasi tanah, jarak dari garis pantai, jarak dari garis sungai, ketinggian tempat,
jarak dari jalan utama dan untuk aspek banjir dilihat dari kedalamannya dari semua
kelurahan di Kecamatan Penjaringan.

1. Analisis kemiringan daratan (slope) terhadap kesesuaian permukiman


Kelas kesesuaian kemiringan lahan pada Kecamatan Penjaringan berada pada
kemiringan 0 – 8%. Secara spasial peta kesesuaian kemiringan lereng terhadap
permukiman dapat dilihat pada gambar 29 yang menunjukan bahwa kesesuaian dari
kemiringan lereng terhadap permukiman terbagi menjadi lima kelas yaitu kelas
kesesuaian sangat tinggi (0-8%), sesuai (8-15%), cukup (15-25%), tidak sesuai (25-
40%) dan sangat tidak sesuai (>40%). Tingkat kerentanan kemiringan lereng yang
telah dianalisis menunjukan sebagaian besar Kelurahan berada pada tingkat sesuai
yaitu pada kemiringan (0-8%) dengan kelas lereng datar. Secara spasial peta
analisis kemiringan daratan daat dilihat pada Gambar 31.

2. Analisis ketinggian (elevasi) terhadap kesesuaian permukiman


Klasifikasi kesesuaian ketinggian pada Kecamatan Penjaringan terhadap
permukiman terbagi menjadi lima kelas yaitu, sangat sesuai (>3m), sesuai (2-3 m),
cukup (1-2 m), tidak sesuai (0-1 m) dan sangat tidak sesuai yaitu (<0 m).
Berdasarkan analisis menunjukkan bahwa sebagian besar Kecamatan Penjaringan
terdapat pada kelas tidak sesuai karena ketinggian Kecamatan Penjaringan pada
umumnya hampir berada pada ketinggian <0 m pada Kelurahan Penjaringan, Pluit,
dan Penjagalan. Kemudian ketinggian 0-1 m pada Kelurahan Kamal Muara dan
Kapuk Muara. Secara spasial peta ketinggian dapat dilihat pada Gambar 32.

3. Analisis penggunaan lahan terhadap kesesuaian permukiman


Klasifikasi kesesuaian penggunaan lahan terhadap permukiman terbagi
menjadi lima kelas yaitu sangat sesuai (Permukiman), sesuai (fasilitas publik,
fasilitas pemerintahan), cukup (danau, kawasan industri/perdagangan), tidak sesuai
(ruang terbuka hijau) dan sangat tidak sesuai (hutan bakau). Berdasarkan hasil
analisis, kesesuaian penggunaan lahan yang sangat sesuai yaitu permukiman karena
pada kawasan ini permukiman sesuai dengan peruntukan lahannya walaupun
demikian permukiman yang dimaksudkan pada penggunaan lahan merupakan
kawasan yang sudah diatur dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta No.1 Tahun 2014,
kemudian kelas sangat tidak sesuai yaitu pada kawasan hutan bakau karena
merupakan zona konservasi yang perlu di jaga kelestariannya dan sangat tidak
diperuntukkan untuk pembangunan apapun. Secara spasial pada Gambar 33.
65

Gambar 31 Peta Kesesuaian Kemiringan Lahan terhadap Permukiman di Kecamatan Penjaringan


66

Gambar 32 Peta Kesesuaian Ketinggain Lahan terhadap Permukiman di Kecamatan Penjaringan


67

Gambar 33 Peta Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap Permukiman di Kecamatan Penjaringan


68

4. Analisis jenis tanah terhadap kesesuaian permukiman


Kesesuaian jenis tanah pada peruntukkan permukiman yaitu tanah yang
memiliki tingkat terendah dalam kepekannya terhadap erosi, dalam analisis jenis
tanah dibagi menjadi lima kelas yaitu sangat sesuai (Aluvial, tanah clay, planosol,
hidromorf kelabu, laterik air tanah), sesuai (Latosol), cukup (Brown forest soil, non
calcic brown, mediteran), tidak sesuai (Andosol, lateric, grumusol, podsol,
podsolic), dan sangat tidak sesuai (Regosol, litosol, organosol, renzina).
Berdasarkan kelas kesesuaian Kecamatan Penjaringan memiliki jenis tanah aluvial
karena letaknya yang berada pada pesisir Jakarta sehingga pada analisis kesesuaian
jenis tanah berada pada kelas sangat sesuai. Secara spasial jenis tanah sesuai untuk
permukiman dapat dilihat pada Gambar 34.

5. Analisis jarak dari garis pantai terhadap kesesuaian permkiman


Pada peta yang telah dianalisis kelas kesesuaian terbagi menajdi lima yaitu,
sangat tidak sesuai (<15m), tidak sesuai (15-20m), cukup (20-25m), sesuai (25-
30m), dan sangat sesuai (>30m) dapat dilihat pada gambar 33 yang menjelaskan
semakin dekat jaraknya pembangunan dengan sungai maka akan semakin rentan
terkena banjir baik banjir rob maupun banjir dari hulu yang meluar keluar sungai
pada Kecamatan Penjaringan, sehingga kelas kesesuaian permukiman yang
seharusnya dibangun berada pada jarak lebih dari 30 meter bagi sungai yang tidak
bertanggul dengan kedalaman antara 3 meter sampai 20 meter. Sedangkan jarak
sempadan yaitu 3 meter minimal pada sungai yang bertanggul. Secara spasial jarak
dari garis pantai yang sesuai untuk permukiman dapat dilihat pada Gambar 35.

6. Analisis jarak dari garis pantai terhadap kesesuaian permukiman


Sempadan pantai merukapan zona penyangga bagi kelestarian lanskap pesisir
karena memiliki banyak fungsi baik kearah daratan maupun kearah laut. Kelas
kesesuaian terbagi menjadi lima kes yaitu, sangat tidak sesuai (<50m), tidak sesuai
(50-70 m), cukup (70-90 m), sesuai (90-110 m) dan sangat sesuai (>110 m). secara
spasial pada gambar 34 menjelaskan bahwa jarak 110 merupakan jarak aman untuk
pembangunan perumahan namun, untuk keperluan transportasi, perdagangan
terdapat pengecualian sesuai dengan aturan RTRW DKI Jakarta 2030 menjelaskan
Kecamatan Penjaringan memiliki kawasan diperuntukkan untuk sarana transportasi
(pelabuhan) kemudian sektor ekonomi yaitu pasar maupun industri olahan yang
memang letaknya dekat dengan garis pantai. Secara spasial jarak dari garis pantai
yang sesuai untuk permukiman dapat dilihat pada Gambar 36.

7. Analisis jalan kolektor terhadap kesesuaian permukiman


Jarak dari jalan utama merupakan suatu syarat dari peruntukkan lahan untuk
permukiman karena dengan mempertimbangkan akses masyarakat untuk mudah
dijangkau dalam analisis ini aksesibilitas merupakan aspek yang berkaitan dengan
permukiman. Pembagian lima kelas untuk jarak dari aksesibilita jalan utama
terhadap permukiman yaitu, sangat sesuai (<500 m), sesuai (500-1000 m), cukup
(1000-1500 m), tidak sesuai (1500-2000 m) dan sangat tidak sesuai (>2000 m).
berdasarkan analisis kawasan yang dekat dengan jalan utama yang dilalui angkutan
umum yaitu pada kawasan Kecamatan Penjaringan bagian selatan, semakin menuju
utara maka semakin tidak sesuai. Secara spasial peta jarak dari jalan utama dilihat
pada Gambar 37.
69

Gambar 34 Peta Kesesuaian Jenis Tanah terhadap Permukiman di Kecamatan Penjaringan


70

Gambar 35 Peta Kesesuaian Jarak dari Sungai terhadap Permukiman di Kecamatan Penjaringan
71

Gambar 36 Peta Kesesuaian Jarak Garis Pantai terhadap Permukiman di Kecamatan Penjaringan
72

Gambar 37 Peta Kesesuaian Jarak Jalan Utama terhadap Permukiman di Kecamatan Penjaringan
73

Kesesuaian kawasan permukiman di Kecamatan Penjaringan terhadap


bencana banjir rob

Berdasarkan analisis yang dilakukan pada 7 aspek fisik lahan selanjutnya


akan dioverlay untuk mendapatkan hasil akhir dari analisis kesesuaian area
permukiman terhadap banjir rob di Kecamatan Penjaringan. Peta komposit dari
analisis kesesuaian area permukiman terhadap banjir rob diperoleh dengan metode
Simple Additive Weight dengan formulasi sebagai berikut:

S = a(A) + b(B) + c(C) + d(D) +....+n(N)


Keterangan:
S = Tingkat kerentanan
a,b,c,d = Bobot masing-masing kriteria
A,B,C,D = Kriteria kesesuaian

Hasil analisis kesesuaian area permukiman dari Kecamatan Penjaringan


terhadap banjir rob, dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Penjaringan berada pada
kelas sesuai terhadap permukiman dengan luas mencapai 2626 ha, tetapi bagian
permukiman pada daerah sempadan lindung segera dilakukan relokasi permukiman
secara bertahap. Jika ditinjau dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ruang
perkotaan harus menyediakan setidaknya 30% RTH dari luasan total wilayah.
Faktor siginfikan penentu terdapat pada aspek penggunaan lahan yang merupakan
bagian terancam dari bencana banjir rob. Kesesuaian permukiman dalam analisis
ini juga memerhatikan kesesuaiannya terhadap acuan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) DKI Jakarta 2014 dengan menyediakan RTH, RTB, kawasan lindung dan
bentuk mitigasi secara non struktural lainnya. Sebaran tingkat kesesuaian evakuasi
dapat dilihat pada Tabel 17. Peta komposit kesesuaian permukiman secara fisik
dapat dilihat pada Gambar 38.
Tabel 17 Sebaran luas lahan permukiman terhadap bencana banjir rob

Kelas Tingkat Kesesuaian Interval Kelas Luas (Ha) Persentase (%)


1 Tidak permanen 5 – 11 158 4,45
2 Tidak sesuai sementara 11 – 17 187 5,26
3 Kurang sesuai 17 – 23 514 14,5
4 Sesuai 23 – 29 2626 78
5 Sangat sesuai 29 – 35 65 1,83
Sumber: hasil pengolahan data 2018

Hasil analisis selanjutnya menghasilkan peta komposit kesesuaian area


permukiman terhadap bencana banjir rob yang menunjukkan sebaran area yang
memiliki kesesuaian untuk dijadikan lokasi pembangunan khususnya pada
permukiman. Dalam analisis ini semua aspek dinyatakan memiliki pengaruh yang
sama jika terkena dampak bencana banjir rob, sehingga hasil akhir analisis
kesesuaian terhadap permukimana dalam penelitian ini akan dijadikan acuan untuk
melakukan aktivitas pembangunan dalam penataan ruang kawasan pesisir di
Kecamatan Penjaringan. Peta komposit kesesuaian area permukiman terhadap
banjir rob secara spasial disajikan pada Gambar 38.
74

Gambar 38 Peta Kesesuaian Area Permukiman di Kecamatan Penjaringan


75

Sintesis

Berdasarkan analisis kerentanan kondisi fisik Kecamatan Penjaringan


terhadap Banjir rob yang terdisi dari kemiringan lereng, ketinggian, penggunaan
lahan, jarak dari garis pantai, dan jarak dari garis sungai didapatkan hasil bahwa
sebagian besar wilayah Kecamatan Penjaringan berada pada tingkat sedang yang
terjadi pada Kelurahan Pluit, dan Penjaringan serta tergolong rendah pada
Kelurahan Kamal Muara, Penjagalan dan Kelurahan Kamal Muara. Hasil overlay
didapatkan bahwa skor tertinggi yaitu 30 dan terendah adalah 5. Analisis kesesuaian
evakuasi didapatkan bahwa wilayah yang paling sesuai sesuai dengan Peraturan
daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 yaitu fasilitas pemerintahan dan fasilitas
publik, seperti sekolah, masjid, dan gedung bertingkat lainnya, kemudian kelas
kesesuaian kedua pada wilayah ruang terbuka hijau, hasil overlay dengan skor
tertinggi yaitu 15 dan skor terendah 5. Analisis kesesuaian lahan
pemukiman/terbangun didapatkan bahwa Kecamatan Penjaringan berada pada
tingkat sesuai untuk pembangunan permukiman dengan peruntukan lahan yang
ditentukan oleh Peraturan Daerah Ibukota Jakarta No,1 Tahun 2014, dengan hasil
overlay skor tertinggi 35 dan skor terendah 5. Berdasarkan hasil dari analisis yang
telah dilakukan Kecamatan Penjaringan memiliki nilai potensial maupun kendala
yang dapat dikembangkan sesuai peruntukkannya. Penjelasan analisis dan sintesis
Kecamatan Penjaringan dapat dilihat pada Tabel 18.
Mengacu pada tiga analisis yang dilakukan selanjutnya menghasilkan peta
rencana blok kawasan Kecamatan Penjaringan terhadap banjir rob yang dapat
dilihat pada Gambar 39. Pembagian rencana blok dibagi menjadi 3 zona
berdasarkan jarak zona terhadap sempadan pantai dan penggunaan lahan, yaitu 1)
zona lindung merupakan kawasan sempadan baik sempadan pantai maupun
sempadan sungai yang akan dijadikan sebagai hutan lindung dan kawasan hijau
rekreasi, 2) zona budidaya, merupakan kawasan RTH/RTB yang diperuntukkan
untuk mitigasi non struktural, 3) zona inti, merupakan kawasan yang diperuntukkan
untuk lokasi evakuasi utama.
Tabel Tabel 18 Analisis dan Sintesis (Lanjutan)
Analisis
Aspek Sintesis
Potensi Kendala
Topografi Kelerengan datar cocok Ketinggian daratan rata-rata Penetapan sistem
untuk pengembangan berada dibawah 0 mdpl polder, dan
fasilitas wisata dan sehingga merupakan daerah menegakkan kebijaka
pembangunan wilayah rentan banjir dari hulu terhadap tata ruang
maupun air laut. Dengan oleh Pemerintah
kemiringan lereng datar

Jenis Tanah Dalam pengembangan Karena pembangunan tinggi Pemanfaatan badan


cocok untuk dan penggunaan air tanah air yang diolah
pembangunan kawasan, meningkat sehingga menjadi
baik wisata, ekonomi, mengakibatkan penurunan penampungan air
maupun kawasan permukaan tanah setiap siap guna.
komersil, dan tidak tahunnya selalu terjadi
peka terhadap erosi
76

Tabel 18 Analisis dan sintesis (Lanjutan)

Analisis
Aspek Sintesis
Potensi Kendala
Penggunaan Kawasan suaka Pembangunan tinggi Relokasi
Lahan margasatwa hutan mengakibatkan banyaknya permukiman secara
bakau sebagai zona alih fungsi lahan, sehingga bertahap pada bagian
penyangga dan mengganggu keseimbangan sempadan sungai.
konservasi pelestarian alam sekitarnya. Khususnya Penetapan kawasan
flora fauna di kawasan pada pembangunan lindung.
kota pesisir. Selain permukiman yang berada
konservasi merupakan disempadan sungai, danau.
kawasan wisata

Potensi Termasuk kawasan yang Pembuatan peta


Ancaman sangat tinggi dan berpotensi kerentanan banjir,
Bencana tergenang banjir dari hulu, pembangnan fasilitas
maupun banjir rob pengendali banjir,
penetapan kawasan
lindung dan
sempadan sungai

Hidrologi Sebagian badan air Sempadan sungai yang Pemanfaaatan ruang


memiliki potensi untuk tidak betanggul merupakan sempadan sebagai
wisata dan RTH kota. kawasan permukiman RTH dan kawasa
sungai bertanggul dapat sehingga merusak daerah lindung,
menahan debit air yang sempadan sungai. Pembersihan berkala
melimpah Badan air yang dipenuhi pada badan air
dengan endapan permukaan maupun sungai
dan dipenuhi sampah

Sarana dan Sitem pengendalian Jebolnya tanggul penahan Penambahan fasilitas


Prasarana banjir secara fisik telah pantai karena menggunakan pengendali banjir
dibangun baik karung berisi pasir atau batu sistem polder,
pembuatan tanggul
penahan air pasang
laut secara struktural
seperti promenade

Vegetasi Vegetasi sempadan Sempadan jalan kurang Perencanaan vegetasi


pantai penahan ombak perawatan, bahkan ada yang pelindung, vegetasi
laut dan merupakan tidak memiliki vegetasi penaung, dan
daerah pemijahan. Jalur pada sempadan jalan, vegetasi pengarah
hijau pensuplai oksigen maupun sempadan sungai maupun vegetasi
pengurang budidaya pada setiap
karbondioksida bentukan lahan

Sosial Jebolnya tanggul penahan Perencanaan sarana


pantai yang tidak permanen dan prasarana untuk
membuat banjir rob selalu penanggulangan
menggenangi rumah dan banjir.
cukup menghambat
aktivitas warga
Hasil overlay dari analisis kerentanan kawasan terhadap bencana banjir rob,
analisis kesesuaian kawasan evakuasi, dan analisis kesesuaian permukiman berupa
peta rencana blok yang secara spasial menunjukkan pembagian zona pada kawasan
mitigasi bencana banjir rob dapat dilihat pada Gambar 39.
77

Gambar 39 Peta Rencana Blok di Kecamatan Penjaringan


78

Konsep Perencanaan

Konsep Dasar
Konsep dasar dari penelitian ini merupakan suatu bentuk penataan lanskap
pesisir kawasan Kecamatan Penjaringan yang dapat mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh banjir rob maupun banjir dari hulu sungai. Kemudian konsep
dasar akan dikembangkan kedalam konsep mitigasi bencana baik secara struktural
maupun non struktural. Konsep mitigasi bencana ini diterapkan pada konsep
pembagian ruang mitigasi, aktivitas, fasilitas, sirkulasi dan vegetasi. Alur
penjelasan konsep dapat dilihat pada Gambar 40.

Gambar 40 Alur Konsep


79

Konsep Pengembangan

Konsep Ruang
Konsep ruang merupakan bentuk perencanaan untuk menata pembagian
ruang yang sesuai dengan hasil analisis pada kawasan pesisir Kecamatan
Penjaringan yang bertujuan untuk keperluan evakuasi banjir rob. Ruang-ruang yang
diprioritaskan merupakan ruang yang lebih banyak ruang terbuka hijau yang
merupakan lapangan maupun fasilitas publik sesuai pada analisis yang telah
dilakukan. Kemudian ruang konservasi berupa vegetasi pesisir dan sempadan badan
air yang digunakan sebagai mitigasi banjir non struktural pada wilayah yang
memang diperuntukkan untuk keberlanjutan pembangunan lanskap pesisir dan
berguna untuk mengakomodasi kepentingan evakuasi saat terjadi banjir rob
maupun banjir dari hulu sungai.
Berdasarkan pembagian zona lindung, zona budidaya, dan zona inti pada peta
rencana blok maka konsep ruang dibagi menjadi 3 jenis, yaitu 1) ruang konservasi
merupakan ruang yang dimanfaatkan sebagai ruang terbuka hijau yang dapat
berupa vegetasi pantai yang dapat berfungsi sebagai vegetasi penahan arus
gelombang yang ditempatkan disempadan garis Pantai Penjaringan sebagai mitigasi
non struktural dan dapat berupa ruang terbuka hijau sebagai sarana penunjang
kegiatan berkumpul rekreasi; 2) ruang hijau publik merupakan lahan yang
digunakan untuk mitigasi non struktural serta kawasan hijau perkotaan; 3) ruang
terbangun dan evakuasi merupakan infrastruktur untuk sarana publik sebagai
kegiatan seperti permukiman, perkantoran, pendidikan, perdagangan dan area
mitigasi yaitu area penyelamatan seperti posko banjir maupun area peringatan dini.
Pembagian ruang diharapkan mampu mengaitkan fungsi dari masing-masing ruang
tersebut. Pembagian ruang diharapkan mampu mengaitkan fungsi dari masing-
masing ruang tersebut. Diagram konsep ruang disajikan pada Gambar 41.

Gambar 41 Konsep Ruang


80

Konsep Aktivitas
Konsep aktivitas merupakan konsep yang mengacu kepada konsep
pembagian ruang yang telah ditentukan dan terdiri dari ruang konservasi, ruang
hijau publik serta ruang terbangun dan evakuasi. Jenis aktivitas pada konsep ini
mengutamakan pada kegiatan mitigasi yaitu evakuasi ketika banjir rob tinggi,
ataupun menentukan lokasi pokso banjir. Jenis fasilitas dan prasarana juga berbeda
sesuai dengan pembagian konsep ruang. Pada ruang terbangun dan evakuasi
aktivitas yang lebih diutamakan pada kegiatan evakuasi bencana, sesuai dengan
Peraturan Daerah Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 menjelaskan bahwa
peruntukkan lahan evakuasi merupakan wilayah dengan fasilitas dan utilitas yang
memadai merujuk pada bangunan publik seperti masjid dengan dua lantai, maupun
dengan gedung sekolahan yang memiliki aksesibilitas mudah untuk dijangkau
angkutan umum, agar pendistribusian bantuan ke posko banjir dapat dilakukan
dengan mudah, lokasi yang telah diperuntukkan bisa dijadikan posko banjir
sementara. Sedangkan ruang-ruang terbuka hijau yang berada di ruang terbangun
dan evakuasi dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk mendirikan posko banjir
secara tetap juga dengan tetap memerhatikan kondisi yang memadai seperti
dilapangan.
Jalur evakuasi yang digunakan merupakan jalur yang telah direncanakan oleh
Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014. Selanjutnya ruang konservasi tidak
memiliki aktivitas secara spesifik karena merupakan daerah Suaka Margasatwa
sesuai yang telah ditetapkan Dinas Pertanian dan Kehutanan, sehingga lebih
diperuntukkan untuk kelestarian flora dan fauna yang ada pada hutan lindung.
Ruang terbangun dan evakuasi memiliki aktivitas untuk bersosialisasi antar hunian,
kegiatan belajar mengajar pada area edukasi pendidikan, berdagang atau berbelanja,
melakukan kegiatan ekonomi, melakukan kegiatan industri pengolahan, dan untuk
ruang terbuka hijau dapat diperuntukkan sebagai area rekreasi taman kota.
Bangunan umum seperti masjid, sekolah, maupun fasilitas publik dan pemerintahan
yang diperuntukkan untuk lokasi evakuasi sementara.

Konsep Fasilitas Sarana dan Prasarana


Dalam menunjang upaya mitigasi, saran dan prasarana yang dibutuhkan
terhadap bencana banjir rob pada dataran rendah adalah ruang evakuasi dan fasilitas
penunjang mitigasi yang diperlukan dalam penanganan secara prabencana banjir
maupun saat terjadi bencana banjir, yang dilakukan secara sigap. Upaya tersebut
berguna untuk menahan air pasang laut ketika sedang pasang, kemudian mampu
menurunkan ketinggian genangan ketika banjir terjadi. Sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam menunjang upaya mitigasi bencana banjir yaitu:
a. Rumah pompa
b. Tanggul pengaman pantai
c. Kantor polisi
d. Rumah sakit
e. Pemadam kebakaran
f. Sarana komunikasi
g. Kolam retensi/penampungan semenetara
h. Peralatan pembangkit tenaga siap pakai untuk pelayanan penting.
i. Tangki air bersih untuk kebutuhan utama
81

Dalam penerapannya fasilitas sarana dan prasarana dalam mitiagasi bencana


banjir dilakukan sesuai rekonjungsi banjir DKI Jakarta.

Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi dalam pengembangannya bertujuan agar menajdi jalur
penghubung yang dapat menyambungkan keterhubungan antar ruang yang telah
direncanakan berdasarkan acuan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta. Sirkulasi yang sesuai pada kondisi tapak terbagi
menjadi 3 yaitu jalur primer terdiri dari jaalan arteri, jalan kolektor, kemudian jalur
sekunder terdiri dari jalan lokal dan lingkungan, jalur tersier yaitu jalan setapak/pejalan
kaki, dengan memerhatikan penetapan jalan eksisting yang telah ada. Kondisi jalur
evakuasi merupakan jalan yang mudah diakses oleh kendaraan angkutan umum agar
memudahkan kegiatan proses evakuasi ketika bencana banjir terjadi. Konsep sirkulasi
yang menyesuaikan dengan konsep ruang yang direncanakan disajikan pada
Gambar 42.

Gambar 42 Diagram Konsep Sirkulasi

Konsep Vegetasi
Konsep vegetasi yang akan dikembangkan bertujuan untuk mendukung kegiatan
evakuasi saat bencana terjadi maupun pascabencana. Berdasarkan fungsinya, vegetasi
yang direncanakan dibagi menjadi tiga, yaitu vegetasi pelindung,vegetasi pengarah,
dan vegetasi penanung. Vegetasi pelindung berguna sebagai pelindung daratan dari
pasang air laut, selain itu juga berguna untuk menjaga keseimbangan serta kelestarian
lingkungan ekosistem darat dan ekosistem laut sehingga tercipta hubungan intergasi
yang baik. Vegetasi pengarah berguna untuk jalur hijau jalan agar mereduksi
karbondioksida serta meningkatkan RTH perkotaan. Vegetasi penanung direncanakan
untuk kawasan permukiman dan taman kota agar meningkatkan kenyamanan serta
RTH perkotaan rencana vegetasi berdasarkan fungsinya. Diagram konsep vegetasi
disajikan pada Gambar 43.
82

Gambar 43 Diagram Konsep Vegetasi

Pola penanaman vegetasi berdasarkan dengan konsep yang telah


digambarkan yaitu untuk vegetasi pengarah ditanaman sepanjang sirkulasi primer,
karena merupakan bagian dari jalur hijau jalan termasuk bagian yang ada di
sempadan jalan. Penanaman vegetasi penanung ditaman dengan pola menyebar
yang terletak pada area permukiman dan ruang terbuka hijau, pola menyebar dalam
penanaman vegetasi penaung dimaksudkan karena mengikuti pola ruang pada
Kecamatan Penjaringan.
Penanaman vegetasi pelindung dilakukan pada bagian sempadan pantai
khusunya pada area yang dikhususkan untuk ekosistem hutan bakau yang ada di
Kecamamatan Penjaringan. Berdasarkan pola konsep yang telah digambarkan
vegetasi pelindung berada pada lingkaran paling luar, dimaksudkan sebagai
vegetasi yang menjadi bagian pelindung untuk ekosistem darat dan laut dari adanya
gelombang pasang air laut, dan sebagai daerah penyeimbang dari ekosistem pesisir.
Dari ketiga pola gambar konsep vegetasi merupakan suatu kesatuan yang dalam
penerapannya akan mengefektifkan dengan penanaman berbagai tanaman sesuai
dengan fungsi yang telah ditentukan, agar dapat bermanfaat sesuai dengan
kebutuhan untuk mitigasi bencana banjir rob di Kecamatan Penjaringan Jakarta
Utara.
83

Perencanaan Lanskap

Rencana lanskap merupakan bentuk pengembangan dari konsep berbasis


mitigasi bencana banjir rob Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara yang telah
ditentukan sebelumnya. Konsep ruang, konsep aktivitas, konsep fasilitas sarana dan
prasarana dikembangkan menjadi rencana tata ruang, aktivitas dan fasilitas. Konsep
sirkulasi akan dikembangkan menjadi rencana sirkulasi dan konsep vegetasi
selanjutnya dikembangkan menjadi rencana vegetasi, serta bentuk mitigasi bencana
banjir rob dalam rencana mitigasi dan evakuasi

Rencana tata ruang, aktivitas, dan fasilitas


Rencana tata ruang menjadi hal penting dalam suatu perencanaan. Rencana
ruang dibagi menjadi tiga, yaitu ruang konservasi, ruang hijau publik serta ruang
terbangun dan evakuasi. Pembagian ruang bertujuan untuk mendukung kegiatan di
kawasan permukiman. Masing-masing ruang yang direncanakan memiliki berbagai
aktivitas dan fasilitas penunjang bagi kebutuhan penghuni. Adapun rencana
aktivitas dan fasilitas dijelaskan secara rinci pada Tabel 19.
Tabel 19 Rencana Tata Ruang, Aktivitas dan Fasilitas

Ruang Sub Ruang Aktivitas Fasilitas


Konservasi Suaka dan ▪ Kegiatan Hutan Bakau
Pelestarian Alam konservasi
Sempadan ▪ Kegiatan Sempadan sungai
Lindung penghijauan

Hijau Publik Taman Kota ▪ Bermain Taman Lingkungan


▪ Bersosialisasi
Hijau Rekreasi ▪ Olahraga ▪ Lapangan Golf
▪ Kegiatan rekreasi ▪ Hutan mangrove
Jalur hijau ▪ Penanaman ▪ Sempadan Jalan
vegetasi

Terbangun Area Permukiman ▪ Bermukim ▪ Rumah tinggal


dan Evakuasi ▪ Mobilitas ▪ Jaringan jalan
masyarakat ▪ Masjid dan sarana agama
▪ Peribadatan lain
▪ Pendidikan ▪ Sekolah formal
(TK/PAUD,SD/MI,SMP/M
Ts,SMA/SMK)
▪ Kebutuhan banjir ▪ Sistem polder
(Tanggul, rumah pompa,
waduk)

Area Komersial/ ▪ Kegiatan ▪ Pasar


Pelayanan/ perekonomian lingkungan/perbelanjaan/
Pemerintahan ▪ Pelayanan publik/ perkantoran
pemerintahan/ ▪ Kantor pemerintahan,
kesehatan pelayanan, utilitas umum
(PDAM,PLN,DAMKAR),
▪ Keamanan Puskesmas/rumah sakit
▪ Kantor polisi
84

Tabel 19 Rencana Tata Ruang, Aktivitas dan Fasilitas (Lanjutan)

Ruang Sub Ruang Aktivitas Fasilitas


Area Industri dan ▪ Pengolahan bahan ▪ Pabrik,
Pergudangan baku produksi ▪ pergudangan
▪ Penyimpanan barang

Area Evakuasi ▪ Pencarian dan ▪ Posko siaga banjir, papan


penyelamatan penunjuk evakuasi, alat
- Menyediakan komunikasi
personil dan sarana
- Melakukan operasi
pencarian korban

▪ Pengungsi dan ▪ Posko banjir


perlindungan ▪ Transportasi dan alat
- Pendataan korban komunikasi
- Patroli pengamanan
wilayah

▪ Kesehatan ▪ Posko kesehatan


- Menyiapkan tenaga
medis dan non medis

▪ Logistik ▪ Posko logistik


- Menghimpun dan ▪ Dapur umum
menyortir bantuan ▪ Transportasi dan alat
logistik komunikasi
- Mendistribusikan
makanan siap saji

▪ Sarana prasarana ▪ Papan penunjuk jalur


- Menyediakan sarana evakuasi
air bersih, dan sanitasi ▪ Peta kawasan rentan/rawan
- Menyiapkan sarana banjir
untuk meminimalisir ▪ Toilet umum
debit genangan ▪ Genset
air banjir ▪ Pompa air

Rencana aktivitas dalam penanganan banjir lebih lanjut diatur sesuai dengan
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 15 Tahun 2017 tentang Rencana
Kontinjensi Penanggulangan Bencana Tahun 2017, menjelaskan strategi yang
diterapkan untuk menangani wilayah terdampak banjir dengan menjalankan 7
klaster prioritas yang dapat dilihat pada Tabel 20 sebagaimana yang ditetapkan SK
Kepala BNPB Nomor 273 Tahun 2014. Rencana kontinjensi merupakan mitigasi
prabencana dengan kondisi adanya potensi bencana pada suatu kawasan sesuai
dengan Peraturan Kepala BNPB Nomor 4 Tahun 2008
85

Tabel 20 Strategi 7 klaster penanganan banjir


No. Klaster Standar Pelayanan Umum Kegiatan
1 Pencarian dan Pencarian dan 1. Menyediakan personil
Penyelamatan Penyelamatan dan sarana
2. Melakukan operasi
pencarian dan
penyelamatan serta
pengamanan
3. Memfasilitasi
kelancaran tindak
rujukan kesehatan

2 Pengungsi dan Keamanan, tempat 1. Melakukan kaji cepat


Perlindungan penampungan sementara dan pendataan korban
(huntara), manajemen 2. Patroli pengamanan
pengungsi, perlindungan wilayah dan
kelompok rentan, perlindungan kelompok
psikologikal 3. Menyiapkan
tempat/tenda
pengungsian

3 Kesehatan Medis, identifikasi 1. Membentuk pos


korban, kesehatan kesehatan
reproduksi, dampak 2. Menyiapkan tenaga
psikologikal dan medis dan non medis
kesehatan gizi

4 Logistik Permakanan, sandang, 1. Mendirikan pos logistik


sistem logistik, distribusi 2. Menghimpun dan
barang bantuan dan menyortir bantuan
peralatan logistik
3. Mendistribusikan
makanan siap saji

5 Sarana Akses transportasi, 1. Menyediakan sarana air


Prasarana telekomunikasi, energi, bersih, dan sanitasi
transportasi, air dan 2. Menyiapkan sarana
sanitasi untuk meminimalisir
debit genangan air
banjir
3. Menyusun tata kelola
sarana transportasi jalur
evakuasi dan jalur
logistik

6 Pendidikan Belajar dan mengajar 1. Memberikan pelayanan


informal, sekolah darurat, bimbingan dan
kerohanian, bimbingan penyuluhan bagi
dan penyuluhan bagi anak masyarakat
dan dewasa. 2. Sarana belajar baik
formal dan informal
Sumber: Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 15 Tahun 2017
86

Tabel 20 Strategi 7 klaster penanganan banjir (Lanjutan)


No. Klaster Standar Pelayanan Umum Kegiatan
1.
7 Peran Serta Menghimpun dan 2. Melakukan
Masyarakat mengkoordinasikan potensi pendampingan
masyarakat untuk bersama petugas di
mendukung 6 klaster lainnya. Posko Lapangan
3. Memfasilitasi
terpenuhinya
kebutuhan
penyelenggaraan
penanggulangan
bencana
Sumber: Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 15 Tahun 2017

Penjelasan lebih rinci rencana ruang lanskap kawasan pesisir dibagi lagi
menjadi sub ruang sesuai dengan penetapan rencana tata ruang di Kecamatan
Penjaringan Jakarta Utara sebagai berikut:
1. Ruang Konservasi
Di dalam Peraturan Kementrian Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011
mendefinisikan kawasan lindung sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan. Ruang konservasi merupakan bagian pada kawasan
lindung yang terdiri dari sempadan pantai dan sempadan lindung. Sempadan pantai
berupa lahan yang diperuntukkan untuk perkembangan dan pelestarian alam hutan
mangrove beserta fauna yang ada didalamnya, sedangkan sempadan lindung berupa
kawasan yang berada pada sempadan badan air ataupun pada sungai guna
menyeimbangkan dengan pembangunan perkotaan.
Ruang konservasi dalam perencanaan tata ruang terhadap mitigasi bencana
banjir merupakan bentuk non struktural, pada sempadan pantai berfungsi untuk
menahan gelombang pasang agar memperkecil ketiggian yang mencapai kedaratan,
kemudian untuk sempadan lindung pada sungai berfungsi untuk memperkecil
kemungkinan kerugian yang dirasakan akibat genangan meluap melewati sungai-
sungai yang berada pada kawasan permukiman. Sempadan sungai yang dimaksud
dapat berupa jalur hijau pada jalan yang berada disekitar sungai, dan berupa ruang
terbuka hijau rekreasi pada bagian sempadan sungai.
2. Ruang Hijau Publik
Berdasarkan Peraturan Rencana Tata Ruang Wilayah Ibukota Jakarta Nomor
1 Tahun 2012 ruang ruang hijau perkotaan terdiri dari 3 fungsi lahan, yaitu 1) taman
kota/lingkungan merupakan ruang terbuka hijau berfungsi sebagai area rekreasi,
berkumpul dalam mitigasi taman kota berfungsi sebagai lokasi evakuasi sementara;
2) hijau rekreasi merupakan bentuk ruang terbuka hijau yang dipergunakan untuk
kawasan rekreasi yang dikelola oleh swasata sebagai area komersial. Pada
Kecamatan Penjaringan, hijau rekreasi yaitu lapangan golf, dan wisata hutan
mangrove yang berada pada Kelurahan Kapuk dan Kelurahan Kamal; 3) jalur hijau
merupakan bagian ruang terbuka hijau yang memang diperuntukkan untuk penataan
vegetasi dipinggir jalan yang memiliki banyak fungsi, dalam hal mitigasi bencana
banjir berguna untuk menyediakan resapan air dari aliran permukaan yang meluap,
baik ketika intensitas hujan tinggi, mapun pada saat sungai sekitar jalan meluap.
87

Meskipun tidak secara spasial menjadi resapan air tetapi jalur hijau jalan dapat
memertahankan keseimbangan alam terhadap pembangunan perkotaan.
3. Ruang Terbangun dan Evakuasi
Merupakan ruang yang diperuntukkan untukk pembangunan perkotaan secara
fungsi untuk kegiatan utama dalam pembangunan. Dalam rencana tata ruang, dibagi
menjadi 4 sub ruang, yaitu 1) Area permukiman yang berfungsi sebagai area tempat
tinggal dan melakukan aktivitas sosial antar masyarakat, dalam area ini
permukiman sesuai dengan Perda Ibukota Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 terbagi
menjadi 2 yaitu permukiman dibangun secara vertikal dan permukiman secara
horizontal, dalam rencana pembangunan kawsan pesisir pembangunan permukiman
secara vertikal lebih baik guna mengefesiensi lahan dan memberikan ruang terbuka
lainnya untuk diperuntukkan sebagai RTH, dalam rencana tata ruang Kelurahan
Pluit, Penjagalan, dan Kapuk merupakan bagian terbesar yang didominasi
peruntukkan lahan permukiman; 2) Area Komersial/Pelayanan/Industri dan
Pergudangan merupakan peruntukkan lahan yang digunakan untuk aktivitas utama
perkotaan dalam rencana tata ruang Kelurahan Penjaringan diperuntukkan menjadi
area komersial. Pada bagian selatan Kelurahan Kapuk dan Kelurahan Kamal
didominasi peruntukkan lahan untuk kawasan industri dan pergudangan; 3) Area
Industri merupakan area pengolahan bahan baku produksi, pendistribusian barang,
maupun sebagai tempat penyimpanan produksi dalam pergudangan; 4) Evakuasi
merupakan upaya mitigasi bencana banjir yang terbagi menjadi 2, yaitu lokasi
evakuasi semetara yang berguna sebagai tempat berkumpul semenatara ketika
terjadi bencana banjir, dan posko logistik merupakan posko pemasok barang-
barang logistik bagi korban banjir yang berada di lokasi evakuasi sementara.
Rencana tata ruang untuk lokasi evakuasi yaitu ruang terbuka hijau taman kota dan
fasilitas publik seperti masjid, maupun sekolah lebih dari satu lantai.
Pola yang tergambar pada rencana ruang dan sub ruang mengikuti dengan
pola rencana ruang di Kecamatan Penjaringan dalam Rencana Jangka Panjang
Menengah Daerah Jakarta 2030 (RJPMD) dengan mempertimbangkan aspek
fungsional kawasan yang bersumber pada Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1
Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Penjaringan.
Penetapan rencana ruang juga mempertimbangkan keterhubungan berbagai aspek
diantaranya aspek sosial, aspek lingkungan hidup, aspek ekonomi dan aspek fisik
perkotaan. Hal ini menetapkan rencana ruang yang tetap mempertimbangkan
peruntukan fungsi utama kawasan dan dapat dijalankan dengan benar sesuai
kebijakan pemerintah setempat, diharapkan akan mampu menjadi bentuk mitigasi
secara non struktural dalam menghadapi kesiapsiagaan kawasan terhadap banjir rob.
Pembangunan pada bagian sempadan pantai merupakan bagian ekosistem pantai
yang tidak boleh dibangun untuk peruntukkan lainnya, tetapi dengan
mempertimbangkan kondisi eksisting dan hasli dari penetapan kawasan bahwa,
pola ruang pada Kelurahan Penjaringan merupakan daerah pergudangan dan
industri. Kelurahan Pluit memang diperuntukan untuk pembangunan pelabuhan dan
juga permukiman nelayan.
Kedua kelurahan merupakan peruntukan yang berguna menunjang aktivitas
perekonomian kawasan pesisir, tetapi juga mempertimbangkan aspek lingkungan
hidup kawasan Berdasarkan pembagian ruang dan sub ruang di Kecamatan
Penjaringan secara spasial dapat dilihat pada Gambar 44.
88

Gambar 44 Peta Rencana Tata Ruang di Kecamatan Penjaringan


89

Rencana mitigasi dan evakuasi


Berdasarkan Perka BNPB Nomor 4 Tahun 2008, dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam tahapan penanggulangan
banjir dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik
pada setiap tahapan tersebut. Bagan diagram mitigasi bencana disajikan pada
Gambar 45.

Sumber: Perka BNPB No.4 Tahun 2008


Gambar 45 Diagram penanggulangan bencana banjir rob
Penjelasan setiap tahapan diantaranya sebagai berikut:
1. Tahap prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan
penyusunan rencana penanggulangan bencana (disaster management plan),
yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh
tahapan/bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya pencegahan
dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut rencana
mitigasi misalnya peraturan rencana penataan ruang di Jakarta. Tahap
prabencana pada situasi tidak terjadi bencana terdiri dari :
a. Pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang
- diatur dalam Perda DKI Jakarta No. 1 Tahun 2014 tentang Rencana
Detail Tata Ruang DKI Jakarta
- diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang
2. Tahap prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan
penyusunan rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat
yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard)
maka disusun satu rencana yang disebut rencana kontinjensi (contingency
plan). Tahap prabencana situasi terdapat potensi bencana terdiri dari :
a. Kesiapsiagaan (rencana kontinjensi)
Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 15 Tahun 2017 tentang rencana
kontinjensi penanggulangan bencana menjelaskan strategi yang
diterapkan untuk menangani wilayah terdampak banjir. Sebagaimana
yang ditetapkan SK Kepala BNPB Nomor 273 Tahun 2014 dengan
90

menjalankan tiga skenario penanggulangan banjir yang dituangkan


dalam 7 klaster prioritas, seperti yang dijelaskan pada Tabel 20.
b. Peringatan dini (early warning system)
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Stasiun
penerima sinyal terpusat pada gedung pemantauan Dinas Pushidrosal
yang terintegrasi ke setiap kelurahan melalui BPBD kemudian
penyebaran informasi ke beberapa RW dan posko siaga banjir yang
diteruskan pada tindakan evakuasi. Sistem yang dapat diterapkan untuk
peringatan dini terhadap banjir rob dapat dilihat pada Gambar 46.

Gambar 46 Sistem peringatan dini banjir di kawasan pesisir


91

c. Mitigasi Bencana (struktural dan non struktural)


Mitigasi secara struktural yaitu mitigasi dengan melakukan
pembangunan dan mengoptimalkan infrastruktur yang berguna untuk
mengatasi banjir rob seperti pembuatan tanggul (Gambar 47), waduk
(Gambar 48), dan rumah pompa (Gambar 49) yang merupakan suatu
kesatuan sistem pengendalian banjir rob.

Sumber: Kementrian PUPR Sumber Daya Air 2017


Gambar 47 Tanggul pengaman pantai

Sumber: megapolitan.kompas.com
Gambar 48 Waduk Pluit Kecamatan Penjaringan

Gambar 49 Rumah Pompa Pluit


Sistem polder adalah suatu cara penanganan banjir rob dengan kelengkapan
sarana fisik yang meliputi, sistem saluran drain, kolam retensi, tanggul pengaman
pantai, rumah pompa dan / pintu air, sebagai satu kesatuan pengelolaan tata air tak
terpisahkan. Sistem polder dengan potongan melintang dapat dilihat pada Gambar
50.
92

Gambar 50 Potongan melitang rumah pompa, tanggul pengaman, dan


kolam rentensi
Prinsip pengendalian banjir rob juga termasuk kedalam sistem dari prinsip
manajemen pengendalian banjir Jakarta, dengan memerhatikan daerah yang
menjadi area tergenang kemudian mengoptimalkan infrastruktur dan kondisi
geografi Kecamatan Penjaringan yang rendah untuk mengalirkan air. Peran sistem
polder juga menentukan tindakan cepat tanggap dalam mengurangi volume
permukaan air banjir yang terjadi akibat pasang air laut yang menggenangi daratan.
Prinsip pengendalian banjir rob di Jakarta menjadi acuan melakukan tindakan
secara struktural. Secara konsep dapat dilihat pada Gambar 51.

Sumber: Pusair PUPR 2017


Gambar 51 Prinsip pengendalian banjir di Jakarta
Mitigasi secara non struktural yaitu mitigasi dengan melakukan penataan
kawasan secara baik seperti penetapan ruang terbuka hijau, perbaikan lingkungan
daerah sempadan sungai dan danau/waduk, serta penetapan dan menjaga ekosistem
lindung kawasan pesisir. Mitigasi non struktural bertujuan unutk meningkatkan
kesiapsiagaan masyarakat terhadap banjir yang terjadi sehingga dapat
mengantisipasi dampak kerugian yang tinggi. Ilustrasi mitigasi non struktural
disajikan Gambar 52.
93

1 2

3 4
Sumber: 1) www.mangrovemagz.com, 2) www.merdeka.com, 3 dan 4 Kementrian
Pekerjaan Umum 2014
Gambar 52 mitigasi secara non struktural
3. Saat tangap darurat dilakukan rencana operasi (operational plan) yang
merupakan operasionalisasi / aktivasi dari rencana kedaruratan atau rencana
kontinjensi yang telah disusun sebelumnya. Sarana penunjang untuk
memudahkan juga dibutuhkan signage atau papan informasi dalam
memudahkan pelaksanaan rencana operasi tanggap darurat. Pembentukkan
posko banjir, misalnya tenda pengungsi, tenda kesehatan, tenda logistik.
4. Tahap pemulihan dilakukan penyusunan rencana pemulihan (recovery plan)
yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang dilakukan pada
pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka untuk
mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan penyusunan
petunjuk / pedoman mekanisme penanggulangan pasca bencana, uraian
tahap tersebut sebagai berikut:
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik ataumasyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat
pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam
segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
94

Rencana Sirkulasi
Rencana sirkulasi dikembangkan dengan tujuan sebagai penghubung antar
ruang agar terdapat keterhubungan yang sesuai. Dalam rencana sirkulasi terbagi
menjadi tiga, yaitu sirkulasi primer terdiri dari jalan arteri, jalan kolektor, kemudian
sirkulasi sekunder terdiri dari jalan lokal, serikulasi tersier yaitu jalan lingkungan.
Sirkulasi evakuasi yaitu jalan utama dan merupakan sirkulasi primer seusai dengan
yang telah direncanakan oleh Pemerintah Kota Jakarta, jalan evakuasi yang
direncanakan yaitu jalan arteri dan jalan kolektor.
Jalur sirkulasi yang dibagi berdasarkan lebar jalan menjadi jalan arteri, jalan
kolektor dan jalan lokal, atau dapat dijelaskan juga menjadi jalan primer, jalan
sekunder dan jalan tersier yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 34
Tahun 2006. Jalur evakuasi merupakan jalur primer dengan dilengkapi oleh rambu-
rambu yang memudahkan menuju lokasi evakuasi terdekat. Pola dari rencana
sirkulasi merupakan bagian dari kondisi eksisting Kecamatan Penjaringan dengan
tetap mempertimbangkan jenis sirkulasi yang digunakan untuk peruntukan tertentu.
Dalam mitigasi banjir rob sirkulasi merupakan aksesibilitas yang penting sehingga
berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 menjelaskan
sirkulasi evakuasi adalah sirkulasi yang dapat dilalui oleh angkuran umum yang
berarti merupakan kendaraan roda empat dan jalur dua arah hal ini bertujuan untuk
memudahkan pendistribusian barang misalnya bantuan melalui kendaraan bagi
posko logistik. Perencanaan jalur sirkulasi yang dibedakan berdasarkan lebar jalan
dijelaskan pada Tabel 21.
Tabel 21 Rencana Jalur Sirkulasi
Ruang Jalan Minimal Garis Sempadan
Badan Diukur dari
Jenis Fungsi Pagar Bangun
Jalan Diukur dari as jalan tepi badan
Sirkulasi Jalan (dari as an (dari
Minimal jalan
jalan) pagar)
RUMAJA RUMIJA RUWASJA
Kolektor
Primer dan lokal 9,00 4,5 12,5 10 12,5 7
primer
Lokal
sekunder
Sekunder 7,50 3,75 7,5 7 7,5 3,25
dan lokal
lingkungan
Lingkungan
Tersier 6,50 2,75 5,5 5 5,5 2,25
dan setapak
Sumber: PP No. 34 Tahun 2006

Jenis sirkulasi primer merupakan jalan yang digunakan sebagai jalur utama
menuju lokasi evakuasi. Jalur sekunder dan jalur tersier merupakan jalan yang
berada pada lingkungan dari aktivitas utama masyarakat. Lebar jalur tersebut
ditambah lebar penanaman jalur hijau yang telah ditetapkan Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 2006, detail jalur sirkulasi untuk evakuasi secara keterhubungan
ruang posko sementara dengan posko logistik disajikan pada Gambar 53. Rencana
sirkulasi secara spasial dapat dilihat pada Gambar 54.
95

Keterangan

Posko evakuasi sementara

Posko logistik

Sirkulasi primer

Sirkulasi sekunder

Sirkulasi tersier

Gambar 53 Detail sirkulasi evakuasi


Rencana Vegetasi
Rencana vegetasi pada kawasan Kecamatan Penjaringan berbasis mitigasi
bencana banjir rob sesuai dengan fungsi vegetasinya terdiri dari 1) vegetasi pelindung,
merupakan vegetasi pantai dengan fungsi sebagai mitigasi non-struktural dan
merupakan bagian terdepan yang akan menahan gelombang pasang surut yang
melewati daratan. Vegetasi pelindung dilakukan oleh barisan vegetasi utama jenis
bakau karena letaknya yang berada tepat pada bagian badan air antara daratan dan
lautan pesisir di Kecamatan Penjaringan. Barisan kedua pada rencana vegetasi
pelindung yaitu tanaman yang berfungsi sebagai pembatas antara darat dengan badan
air atau air pasang laut yaitu tanaman Cemara Laut (Casusuarina equsatifolia); 2)
vegetasi penaung, merupakan jenis vegetasi yang digunakan sebagai penaung pada
kawasan ruang terbuka hijau terdapat pada kawasan terbangun dan evakuasi agar
tercipta kenyamanan dan penurunan suhu pada iklim mikro, selain itu juga dapat
berfungsi untuk menaungi kawasan evakuasi posko banjir.
Vegetasi penanung juga berfungsi sebagai penanung pada taman kota maupun
hijauan rekreasi, jenis tanamannya yaitu tanaman Bintaro (Cerbera manghas) dan
Ketapang (Terminalia cattapa); 3) vegetasi pengarah merupakan jenis vegetasi yang
memiliki fungsi untuk mengarahkan penduduk ke area evakuasi atau zona aman
terdekat untuk evakuasi terhadap bencana banjir rob. Selain mengarahkan kearah lokasi
evakuasi juga dapat berfungi sebgaai jalur hijau dalam pemanfaatan area sempadan
sungai maupun sempadan badan air seperti danau. Jenis tanaman yang dipadukan
antara lain yaitu antara semak dan pohon yang memiliki fungsi pengarah jalan seperti
Glodogan Tiang (Polyalthia longifolia), Palem Raja (Roystonea regia) atau dapat juga
dipadukan dengan semak yang memiliki karakter sebagai pembatas dan penagrah jalan
seperti tanaman Pucuk Merah (Syzigium oleina) data jenis vegetasi sesuai fungsi dan
ruangnya dapat dilihat pada Tabel 22. Secara spasial rencana vegetasi dapat dilihat pada
Gambar 55. Dan secara keseluruhan peta rencana lanskap disajikan pada Gambar 56.
Perbesaran area evakuasi bencana banjir rob dapat dilihat pada Gambar 57.
96

Tabel 22 Jenis vegetasi menurut rencana vegetasi


Ruang Rencana Vegetasi Bentukan Jenis Vegetasi
Ruang Vegetasi Pelindung Pohon Kelapa (Cocos Nucifera)
Konservasi Cemara laut (Casuarina
equsatifolia)
Ketapang (Terminalia cattapa)
Bakau (Rhizophora mucronata,
R.apiculata)
Bakau putih (Bruguiera
cylindrica)
Nipah (Nypa fruticans)
Butun/Keben (Barringtonia
asciata)
Ruang Hijau Vegetasi Peneduh Pohon Bintaro (Cerbera manghas)
Publik dan Pengarah Ketapang (Terminalia cattapa)
Mahoni (Swietannia mahagoni)
Angsana (Pterocarpus indicus)
Tanjung (Mimusops elengi)
Kiara payung (Felicium
decipiens)
Palem raja (Roystonia regia)
Ruang Vegetasi Peneduh/ Pohon Bintaro (Cerbera manghas)
Terbangun penaung Ketapang (Terminalia cattapa)
dan Palem raja (Roystonea regia)
Evakuasi Glodogan tiang (Polyalthia
longifolia)
Pucuk merah (Syzigium oleina)
Bunga kertas (Bougenvillea)

Rencana Daya Dukung


Daya dukung menjadi salah satu aspek penting dalam merencanakan suatu
tempat evakuasi. Hal ini terkait dengan kemampuan tapak mendukung aktivitas di
area evakuasi. Daya dukung dihitung dengan cara membagi luas area dengan
standar kebutuhan ruang per orang. Dalam mitigasi berbasi bencana banjir rob area
evakuasi yang ditentukan meupakan ruang terbuka public yang berarti sama dengan
peruntukan lahan untuk taman kota/lingkungan. Standar kebutuhan ruang per orang
di area evakuasi adalah 0,5 m2 /jiwa. Berdasarkan perhitungan daya dukung di
lokasi penelitian, daya dukung yang tersedia untuk area evakuasi yang letaknya
tersebar semua kelurahan di Kecamatan Penjaringan sebesar 368.000 jiwa diluar
perhitungan kapasitas daya dukung ketersedian ruang utama area evakuasi yaitu
ruang konservasi. Kapasitas daya dukung area evakuasi di lokasi penelitian
Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara disajikan pada Tabel 23.
97

Tabel 23 Rencana daya dukung


Luas Lahan *Standar Daya
Ruang Sub ruang Keterangan
(Ha) Kebutuhan Dukung
Hutan bakau
▪ Hutan 303 - - yang berada di
Konservasi sempadan pantai
Lindung
Area pohon-
▪ Sempadan 152 - - pohon disetiap
sempadan
Lindung
sungai

Di pusat
▪ Taman Kota/ 18,4 0,5 368.000 kegiatan
m2/jiwa orang lingkungan dan
Lingkungan
Hijau luas minimal
Publik 1250 m2
Sarana olahraga
▪ Hijau 83 - - lapangan golf
dan wisata
Rekreasi
mangrove
▪ Jalur Hijau 316 15 21.066 Jalur hijau yang
m2/jiwa jiwa ditanam
sepanjang jalan

Asumsi 1 rumah
dihuni oleh 5
▪ Area 1292 200 258.400 jiwa, maka
Terbangun Permukiman jiwa/Ha jiwa rumah yang
dan dapat dibangun
evakuasi sebanyak 51.680
rumah
Luas minimal
▪ Ruang 18,4 0,5 368.000 area sebesar
m2/jiwa jiwa 1250 m2 pada
Evakuasi
lingkup RW
Banjir
Sumber: SNI 03-1733-2004

Rencana daya dukung berguna untuk menjelaskan kapasitas setiap ruang


yang telah direncanakan dalam peruntukan mitigasi bencana banjir rob dan
penataan lanskap pesisir di Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara. Rencana daya
dukung dalam penelitian ini akan menjadi acuan untuk melakukan pengembangan
kawasan dengan memerhatikan berbagai faktor yang saling memengaruhi pada
masing-masing ruang. Ruang evakuasi memiliki luas dan standar yang sama dengan
taman kota/lingkungan dikarenakan peruntukan lahan evakuasi merupakan
penggunaan lahan ruang terbuka hijau yang dapat menjadi area untuk melakukan
tindakan tanggap darurat saat terjadi bencana banjir rob di Kecamatan Penjaringan
Jakarta Utara.
98

Gambar 54 Peta Rencana Sirkulasi terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan


99

Gambar 55 Peta Rencana Vegetasi terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan


100

Gambar 56 Peta Rencana Lanskap terhadap Banjir Rob di Kecamatan Penjaringan


101

Gambar 57 Peta Perbesaran Area Evakuasi di Kecamatan Penjaringan


102

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang terdiri dari analisis kerentanan fisik lahan,
menunjukkan bahwa diantara 5 kelurahan terdapat 3 kelurahan yang memiliki
kerentanan tinggi seluas 38 ha (1,07%) di Kelurahan Penjaringan, Pluit, dan
Penjagalan, kerentanan sedang seluas 1725 ha (48,6%) sampai rendah seluas 1390
ha (39%) terdapat di Kelurahan Kapuk Muara, dan Kamal Muara dengan
menganalisis 5 aspek fisik lahan dan satu aspek sosial. Berdasarkan analisis
kesesuaian evakuasi lahan yang diperuntukkan yaitu pada wilayah terbangun yang
berada pada fasilitas publik dan ruang terbuka hijau dengan menganalisis 3 aspek
fisik lahan dengan kelas kesesuaian sesuai seluas 431 ha (12,1%) dan cukup sesuai
seluas 1551 ha (43,7%). Berdasarkan analisis kesesuaian permukiman terhadap
banjir rob menunjukkan bahwa di Kecamatan Penjaringan berada pada tingkat
sesuai seluas 2626 ha (78%) untuk permukiman dengan menganalisis 7 aspek fisik
lahan. Setelah didapatkan analisis kemudian dalam upaya untuk mengurangi
dampak banjir rob selanjutnya hasil analisis dikembangkan melalui konsep
perencanaan terdiri dari rencana tata ruang yaitu ruang konservasi dengan sub ruang
lindung dan sempadan lindung, ruang hijau publik dengan sub ruang taman
kota/lingkungan, hijau rekreasi, jalur hijau, ruang terbangun dan evakuasi dengan
sub ruang area permukiman, area komersial/pelayanan/pemerintahan, area industri
dan pergudangan, serta area evakuasi, rencana aktivitas, rencana fasilitas sarana dan
prasarana, dan rencana vegetasi. Pertimbangan penting dalam mitigasi banjir rob
yaitu jalur evakuasi untuk mengarahkan penduduk, dan lokasi evakuasi yang
tersedia yaitu lokasi evakuasi sementara dan posko logistik. Pengendalian banjir
rob dilakukan dengan mitigasi secara struktural yaitu pembangunan tanggul
pengaman pantai, pembangunan rumah pompa, penambahan kolam retensi atau
waduk dan secara non struktural yaitu pemeliharaan kawasan lindung, pembersihan
sempadan sungai, penyuluhan kesiapsiagaan terhadap bencana banjir rob, dan
pemetaan kawasan yang rentan terjadi banjir rob, serta penyusunan sistem
pengendalian banjir yang terdiri dari tahap prabencana banjir rob, rencana
operasional tanggap darurat, dan rehabilitasi serta rekonstruksi.

Saran

Kawasan pesisir Kecamatan Penjaringan merupakan kawasan dengan


pembangunan sektor ekonomi dan wisata yang sangat berpotensi untuk
dikembangkan. Pengembangan yang dilakukan harus mempertimbangkan faktor
alam, lingkungan, keamanan dan kenyamanan serta kesejahteraan masyarakat.
Perlu adanya pembinaan untuk masyarakat agar lebih meningkatkan kapasitas
kesiapsiagaan masyarakat terhadap banjir dan berperan aktif dalam upaya menjaga
lingkungan pesisir, serta sosialisasi pemberitahuan dini untuk evakuasi yang
dilakukan terhadap masyarakat. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bentuk
perencanaan pada kawasan pesisir lainya yang memiliki karakter lanskap yang
serupa dengan kawasan pesisir Kecamatan Penjaringan. Perlu penelitian lebih
lanjut terkait dampaknya mitigasi non struktural seperti mangrove, ruang terbuka,
jalur hijau terhadap banjir rob.
103

DAFTAR PUSTAKA

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2004. Standar Nasional (SNI) 03-1733-2004


tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
Cahyadinata, I. 2009. Kesesuaian Pengembangan Kawasan Pesisir PulauEnggano
Untuk Pariwisata Dan Perikanan Tangkap. Jurnal AGRISEP, Vol. 9 No. 2
Tahun 2009.
[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2013. Peraturan BNPB No.17
Tahun 2009 tentang Pedoman Standarisasi Peralatan Penanggulangan
Bencana. Jakarta (ID): BNPB
Dahuri, R., Rais, J., Ginting., Sitepu, M.J.1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pramadya Paramita.
Dewi, C. 2010. Tingkat Resiko Bencana Banjir Rob di Jakarta Utara [skripsi].
Depok (ID): Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
[DPR-RI] Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID): DPR RI.
[DPR-RI] Dewan Perwakilan Rakyat Republwik Indonesia. 2007. Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID): DPR RI.
[DPR-RI] Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang
Nomor 27 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Jakarta (ID): DPR RI.
Gold. 1980. Recreation Planning and Design. New York (US): Mc Graw-Hill co
Grigg, N.S., 1996. Water Resources Management: Principles, Regulation, and
Cases. New York (US): McGraw-Hill.
Halla, F. 2005. Critical Elements in Sustaining Participatory Planning: Bagamoyo
Strategic Urban Development Planning Framework in Tanzania. ELSEVIER:
Habitat International. 29: 137–161.
[Kemen PU] Kementrian Pekerjaan Umum. 2015. Permen PU No. 28/PRT/M/2015
tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Sempadan Danau. Jakarta
(ID): Kementrian PU.
Khadiyanto, P. 2005. Tata Ruang Berbasis pada Kesesuaian Lahan. Semarang: Badan
Penerbit Undip.
Marfai, M.A. 2013. Bencana Banjir Rob; Studi Pendahuluan Banjir Pesisir Jakarta.
Yogyakarta; Graha Ilmu.
Ongkosongo, dkk 1980. Environmental changes on The Coast of Indonesia. Tokyo
(JP): United Nations University Press
Perdeep S., Alka D., Uma M. 2001. Disaster Mitigation Experience and Reflection.
PHI Learning.
[Perda] Peratuan Daerah Ibukota Jakarta. 2012. Peraturan Daerah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah 2030. Jakarta (ID): Gubernur Provinsi Daerah Ibukota Jakarta
[Perda] Peraturan Daerah Ibukota Jakarta. 2014. Peraturan Daerah Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta No.1 Tahun 2014 tentang Rencana Detail Tata
Ruang dan Peraturan Zonasi. Jakarta (ID): Gubernur Provinsi Daerah
Ibukota Jakarta
[Pergub] Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2017.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 15 Tahun
2017 tentang Rencana Kontinjensi Penanggulangan Bencana. Jakarta (ID):
Gubernur Provinsi Daerah Ibukota Jakarta
104

[Perka] Peraturan Kepala BNPB. 2008. Peraturan Kepala BNPB No.4 Tahun 2008
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Peraturan
BNPB
Plugh, D. 2004. Changing Sea Levels. Inggris (UK): Cambridge University Press,
UK,
Primavera.J.H. 2006. Overcoming the Impact of Aquaculture on the Coastal
Zone.Ocean and Coastal Management. ELSEVIER: Habitat International
49:531-545.
[PRI] Peraturan Republik Indonesia. 2006. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun
2016 tentang Jalan
Poerwadarminta, W.J.S. 2006. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Pond, S dan Pickard G.L. 1983. Introductory dynamical Oceanography. Second
edition. New York (US): Pergamon Press
Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. New York (US): McGraw-Hill Book
Subroto. 2003. Perencanaan Pengembangan Wilayah. Samarinda: Fajar Gemilang.
Sunarto. 2003. Geomorfologi Pantai : Dinamika Pantai. Fakultas Geografi UGM.
Yogyakarta.
Tarigan R. 2005. Perencanaan Pembangunan Wilayah Jakarta (ID): T. Bumi
Aksara.
Taufiqurrahman. 2015. Evaluasi Kesesuaian Lahan Permukiman di Pesisir Kota
Pekalongan. [tesis]. Pekalongan (ID): Universitas Diponegoro.
United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS). 1982. The Division for
Ocean Affairs and the Law of the Sea. United Nations
Wahyudi, S.I. 2007. Tingkat Pengaruh Elevasi Pasang Surut Laut Terhadap Banjir
Rob di Kawasan Kaligawe Semarang. Riptek: Vol. I No.1: 27-34.
Wismarini, D., Sukur, M. 2015. Penentuan Tingkat Kerentanan Banjir secara
Geospasial. Jurnal Teknologi informasi dinamik. 20.1 hal: 57-76.
Yunus, H.S. 1999. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar.
105

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 19 September 1996 dari ayah
Wahyudi R dan ibu Neneng Sukaesih. Penulis ialah anak ke empat dari lima bersaudara.
Sejarah pendidikan penulis diawali dari SDN 08 Pagi Duri Kosambi (2008), SMPN
205 Jakarta Barat (2011), dan SMAN 94 Jakarta Barat yang lulus pada tahun 2014.
Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) Jalur Undangan di Departemen Arsitektur Lanskap pada tahun yang sama.
Selama masa perkuliahan, penulis memperoleh Beasiswa Bidikmisi dari
Kemenristek Dikti 2014. Penulis aktif di beberapa organisasi kampus yaitu Badan
Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian (BEM A) tahun 2015/2016 sebagai biro
internal, dan Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) sebagai anggota
divisi eksternal pada tahun 2016/2017. Selain itu, penulis juga pernah menjabat sebagai
ketua pelaksana musyawarah besar Persatuan Mahasiswa Lanskap Indonesia
(Perhimali) pada tahun 2017. Penulis juga pernah diberi kesempatan menjadi asisten
mata kuliah Survey dan Pemetaan Tapak tahun ajaran 2017/2018 dan asisten mata
kuliah Analisis Tapak tahun ajaran 2017/2018 di Departemen Arsitektur Lanskap.

Anda mungkin juga menyukai