Anda di halaman 1dari 144

PERENCANAAN LANSKAP WADUK KOTO PANJANG

SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA


DI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

DWIKO ADAM ELWALID

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perencanaan


Lanskap Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Kampar,
Provinsi Riau” adalah benar merupakan hasil karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016


Dwiko Adam Elwalid
A44110061
ABSTRAK

DWIKO ADAM ELWALID. Perencanaan Lanskap Waduk Koto Panjang sebagai


Kawasan Ekowisata di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Dibimbing oleh AFRA
DONATHA NIMIA MAKALEW.

Kabupaten Kampar merupakan kabupaten di Provinsi Riau yang berlokasi


di jalur lintas Sumatera yang menghubungkan antara Provinsi Sumatera Barat dan
Provinsi Riau. Sektor wisata merupakan salah satu potensi yang dapat
dikembangkan di Kabupaten Kampar. Waduk Koto Panjang menjadi objek yang
berpotensi dikembangkan untuk dijadikan kawasan wisata. Tujuan umum
penelitian ini adalah merencanakan lanskap Waduk Koto Panjang sebagai kawasan
ekowisata. Tujuan khusus penelitian ini adalah mengidentifikasi kondisi umum
kawasan Waduk Koto Panjang, menganalisis kesesuaian lanskap kawasan Waduk
Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata, dan menyusun rencana lanskap Waduk
Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata. Penelitian ini diharapkan akan memberi
manfaat sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan pemegang kepentingan
pariwisata di Kabupaten Kampar, terutama untuk kawasan Waduk Koto Panjang
dan memberi alternatif perencanaan kawasan ekowisata yang diharapkan mampu
meningkatkan kualitas ekologi dan ekonomi masyarakat sekitar waduk. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi dari metode perencanaan
Gold (1980) yang meliputi tahap persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, konsep
dan perencanaan. Aspek yang dianalisis mencakup aspek ekologi, aspek sosial
budaya, aspek wisata, dan aspek legal sebagai dasar pengembangan. Hasil
penelitian ini berupa peta rencana lanskap yang meliputi rencana ruang, rencana
aktivitas dan fasilitas, rencana sirkulasi, rencana vegetasi, dan perhitungan daya
dukung. Rencana ruang terbagi menjadi ruang konservasi, ruang penyangga dan
ruang pemanfaatan. Ruang konservasi berfungsi sebagai area konservasi tanah dan
air. Ruang penyangga berfungsi sebagai buffer dan ruang aktivitas pasif. Ruang
pemanfaatan berfungsi sebagai area rekreasi wisata dan pendukung wisata.
Rencana sirkulasi terdiri dari sirkulasi darat dan sirkulasi air. Sirkulasi darat terbagi
menjadi jalur wisata dan jalan provinsi. Sirkulasi berpola linier dan tertutup.
Rencana vegetasi dibuat berdasarkan fungsinya yang meliputi fungsi konservasi,
fungsi peneduh, fungsi estetika, fungsi pengarah, fungsi budi daya, dan pembatas.
Perhitungan daya dukung dilakukan untuk menjaga kondisi lingkungan terkait
dengan jumlah pengunjung.

Kata kunci: ekowisata, Kabupaten Kampar, perencanaan, Waduk Koto Panjang

ABSTRACT

DWIKO ADAM ELWALID. Landscape Planning of Koto Panjang dam as an


Ecotourism Area in Kampar Regency, Riau Province. Supervised by AFRA
DONATHA NIMIA MAKALEW.

Kampar Regency is a district in Riau Province that is located on the route


which links West Sumatera and Riau Provinces. Tourism sector is one of the
potential to be developed in Kampar Regency. Koto Panjang dam is potentially to
be developed to become ecotourism area. Generally, the purpose of this research
is to plan Koto Panjang dam Landscape as an ecotourism area. Specificly, the
purposes of this research are to identify the general condition of Koto Panjang Dam,
analyzing the landscape suitability of Koto Panjang dam as ecotourism area and
planning the landscape of Koto Panjang dam as ecotourism area. This study is
expected to provide a recommendation for local government and stakeholders of
tourism in Kampar, especially for Koto Panjang dam area and provide an
alternative ecotourism plan that is expected improves the quality of ecology and
economy community around the dam. The method which is used in this research is
modification of the planning process by Gold (1980) which includes preparation,
inventory, analysis, synthesis, concept and planning steps. Aspects that are
analyzed include ecology, sosial economic culture, tourism and legal aspects as the
basis for development. Product of this research will be presented as a landcape
plan that includes space, tourism activities and facilities, circulation, vegetation
plans, and calculation of carrying capacity. The spatial plan consists of
conservation, buffer, and utilization spaces. The conservation space serves as soil
and water conservation area. Buffer space serves as a buffer and a passive activity
area. The utilization space serves as intensive use that includes tourism, service
and entrance. The circulation plan consists of land and water circulation. Land
circulation is divided into tourist track and provincial road that use linier and loop
lane system. Vegetation plan is made based on functional used which includes
conservation, shade function, aesthetic, directional, cultivation and barrier
function. Carrying capacity calculation is done to maintain the environmental
conditions associated with the number of visitors.

Keywords: ecotourism, Kampar Regency, Koto Panjang dam, planning


© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2016
Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PERENCANAAN LANSKAP WADUK KOTO PANJANG
SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA
DI KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU

DWIKO ADAM ELWALID

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
44'7 &0!/1!7 7 0+++7 +1&/74&7.2.7+$+71"7 61+7
&.6!137 !74/2+7)/07 0.5!+1"7 !47
)7 7
6#&.7 )7 '6(!7
 7 7 7


!124$4#7 .( 7

7
7 7 &'67 7 7
)#)#+7

347
/02*+7 01!2&2407 +1&/7

     
PRAKATA

Segala puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
ini. Penelitian yang berjudul “Perencanaan Lanskap Kawasan Waduk Koto Panjang
sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Kampar Provinsi Riau” ini disusun sebagai
salah satu prasyarat kelulusan bagi mahasiswa di Departemen Arsitektur Lanskap,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu dalam proses penyusunan penelitian ini, yaitu kepada kedua orang tua
yang telah mendukung penulis selama ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Dr. Ir. Afra DN. Makalew, M. Sc. sebagai dosen pembimbing
skripsi yang telah mengarahkan dan membimbing dalam penyusunan skripsi ini
serta kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan hingga penelitian ini
dapat diselesaikan.
Penulis berharap agar penelitian ini dapat menjadi salah satu alternatif
pengembangan yang dapat diaplikasikan oleh pemegang kepentingan daerah
setempat. Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
demi perbaikan dan penyempurnaan peneitian ini di masa yang akan datang.

Bogor, April 2016

Dwiko Adam Elwalid


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI xii


DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Pikir 2
TINJAUAN PUSTAKA 4
Perencanaan Lanskap 4
Waduk dan Pemanfaatannya sebagai Kawasan Wisata 5
Waduk Koto Panjang 6
Wisata dan Pariwisata 6
Ekowisata 7
Daya Dukung Wisata 8
METODOLOGI 9
Lokasi dan Waktu 9
Batasan Penelitian 9
Alat dan Bahan 9
Metode Penelitian 10
KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN 18
Gambaran Umum Kabupaten Kampar 18
Demografi Kabupaten Kampar 19
Gambaran Umum Kawasan Waduk PLTA Koto Panjang 22
Sejarah Waduk Koto Panjang 22
Batas Geografis dan Administrasi 23
Aksesibilitas 25
Kondisi Sosial Masyarakat Waduk Koto Panjang 29
Kondisi Pengelolaan Waduk Koto Panjang 30
HASIL DAN PEMBAHASAN 33
Aspek Ekologi 33
Fisik 33
Biofisik 49
Aspek Sosial 53
Preferensi Masyarakat dan Pengunjung 53
Preferensi Pihak Pengelola Kawanan Waduk Koto Panjang 61
Aspek Wisata 61
Kualitas Visual 61
Potensi Objek dan Atraksi 63
Aksesibilitas 73
Fasilitas Pendukung 75
Potensi Pengunjung 74
Aspek Legal 76
Tata Guna Lahan 78
Hasil Analisis 81
Sintesis 88
Konsep dan Pengembangan Konsep 91
Konsep Dasar Perencanaan 91
Pengembangan Konsep 92
Perencanaan Lanskap 97
Rencana Ruang 97
Rencana Aktivitas dan Fasilitas 99
Rencana Sirkulasi 104
Rencana Vegetasi 106
Rencana Daya Dukung 109
SIMPULAN DAN SARAN 113
Simpulan 113
Saran 113
DAFTAR PUSTAKA 114
DAFTAR TABEL

1 Bentuk dan jenis data 11


2 Klasifikasi erodibilitas tanah 12
3 Kriteria penilaian objek dan atraksi ekowisata 14
4 Distribusi Penduduk Kabupaten Kampar 19
5 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin 20
6 Pertumbuhan penduduk Kabupaten Kampar tahun 2004 sampai 2013 21
7 Persentase penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja Kabupaten
Kampar 2013 22
8 Jumlah penduduk di kawasan Waduk Koto Panjang 29
9 Jumlah keramba dan penempatannya di Waduk Koto Panjnag 29
10 Sarana perekonomian di sekitar Waduk Koto Panjang 32
11 Klasifikasi untuk kawasan pelestarian 33
12 Klasifikasi kemiringan lahan 36
13 Persentase area kemiringan lahan 36
14 Jenis tanah dan luasan pada Waduk Koto Panjang 41
15 Beban sedimen di inlet waduk 44
16 Laju sedimentasi di stasiun pengukuran 44
17 Daftar nama vegetasi di lokasi penelitian 49
18 Vegetasi untuk pengendalian erosi 51
19 Karakteristik desa di kawasan Waduk Koto Panjang 53
20 Hasil kuesioner persepsi warga Kota Pekanbaru 55
21 Hasil kuesioner preferensi pengunjung Waduk Koto Panjang 58
22 Potensi objek dan atraksi di kawasan Waduk Koto Panjang 66
23 Daya tarik objek/atraksi di kawasan Waduk Koto Panjang 69
24 Analisis penilaian objek/atraksi di kawasan Waduk Koto Panjang 70
25 Hasil penilaian potensi objek/atraksi wisata 72
26 Potensi dan kendala fasilitas 73
27 Jumlah pengunjung Candi Muara Takus tahun 2014 76
28 Hasil analisis potensi dan kendala beserta solusinya 83
29 Alokasi pembagian ruang block plan 90
30 Pembagian aktivitas dan fasilitas 93
31 Tema jalur wisata 95
32 Rencana alokasi pembagian ruang perencanaan 97
33 Rencana fasilitas pada kawasan Waduk Koto Panjang 103
34 Rencana sirkulasi kawasan Waduk Koto Panjang 105
35 Nilai daya dukung 109
DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3


2 Lokasi penelitian 9
3 Metode penelitian (modifikasi Gold, 1980) 10
4 Peta administrasi Kabupaten Kampar 18
5 Pola penggunaan lahan Kabupaten Kampar 19
6 Pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Kampar 2004-2013 22
7 Peta relokasi permukiman baru 23
8 Peta sebaran desa pada tapak 24
9 Skema akses menuju lokasi 25
10 Kondisi jalan menuju lokasi 26
11 Peta batas tapak penelitian 27
12 Peta akses menuju lokasi penelitian 28
13 Zona pengembangan area genangan 30
14 Kondisi wisata di sekitar waduk 31
15 Peta kesesuaian lereng untuk kawasan pelestarian 34
16 Peta kesesuaian untuk kawasan pelestarian 35
17 Gambaran kawasan waduk Koto Panjang 36
18 Pembukaan lahan untuk perkebunan 37
19 Peta topografi 38
20 Peta klasifikasi kemiringan lahan 39
21 Peta kesesuaian lereng untuk wisata 40
22 Peta analisis kerawanan longsor 42
23 Peta analisis jenis tanah 43
24 Peta analisis hidrologi 45
25 Grafik curah hujan Waduk Koto Panjang tahun 2009 sampai 2013 46
26 Peta analisis curah hujan 47
27 Grafik fluktuasi suhu Waduk Koto Panjang tahun 2014 48
28 Grafik fluktuasi kelembaban relatif Waduk Koto Panjang tahun 2014 48
29 Ilustrasi penyerapan radiasi matahari oleh vegetasi 49
30 Penjarahan dan pembukaan lahan oleh warga 50
31 Hasil analisis kesesuaian ekologi untuk wisata 52
32 Grafik hasil kuesioner 60
33 Jejeran Pulau Tonga 62
34 Good view suasana alami di tapak 62
35 Bad view di tapak 63
36 Peta analisis visual 64
37 Peta analisis objek dan atraksi wisata 68
38 Peta analisis akses dan fasilitas 75
39 Peta hasil analisis kesesuaian wisata 77
40 Peta RTRW Kabupaten Kampar 79
41 Peta identifikasi penggunaan lahan 80
42 Skema proses overlay 81
43 Peta komposit hasil analisis 82
44 Peta rencana blok 89
45 Diagram konsep ruang 92
46 Konsep sirkulasi 95
47 Konsep vegetasi 97
48 Peta rencana ruang 100
49 Sistem Keramba Jaring Apung 103
50 Peta rencana sirkulasi 107
51 Ilustrasi jenis vegetasi yang digunakan 109
52 Peta rencana lanskap 111
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Kampar merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau yang


memiliki lokasi strategis karena berada di jalur lintas Sumatera yang
menghubungkan antara Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau. Aktivitas
transportasi pada jalur yang menghubungkan kedua provinsi ini tergolong ramai
terutama pada hari libur. Secara geografis, Kabupaten Kampar terletak antara
01˚00’40” Lintang Utara sampai 00˚27’00” Lintang Selatan, dan 100˚28’30” -
101˚14’30” Bujur Timur. Secara administratif, Kabupaten Kampar terbagi menjadi
21 kecamatan yang terdiri dari 242 desa yang memiliki 8 kelurahan. Luas wilayah
Kabupaten Kampar adalah 1.128.928 ha. Sebesar 401.246 ha luasan wilayah
(35,54%) merupakan lahan perkebunan yang merupakan tipe penggunaan lahan
paling dominan di Kabupaten Kampar, sedangkan untuk luasan badan air, wilayah
ini memiliki 1.434 ha (0,13%) badan air berupa kolam dan waduk (BPS, 2014)
Perkebunan merupakan jenis penggunaan lahan yang paling dominan di
Kabupaten Kampar. Menurut data dari Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar tahun
2012, kelapa sawit merupakan jenis tanaman perkebunan yang paling dominan
dengan luas 362.756 ha dengan produksi 5.789.498 ton pada tahun 2012. Selain itu,
Kabupaten Kampar juga menghasilkan beberapa komoditi perkebunan lain seperti
karet (77.577 ton), kelapa (896 ton), gambir (4.289 ton), pinang (44 ton) dan kakao
(23 ton) sepanjang tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi geografis di
wilayah ini sesuai sebagai kawasan perkebunan.
Selain sektor pertanian dan perkebunan, potensi lain yang dimiliki Kabupaten
Kampar adalah pada sektor pariwisata. Objek wisata potensial di Kabupaten
Kampar, antara lain Kawasan Bangkinang Sinabu, Danau Harapan Tanjung
Rambutan, Waduk Koto Panjang, Bendungan Ompang Oewai, Bendungan Sungai
Paku, Bendungan Sembat Kampar, Bendungan Sungai Tibun, Kebun Binatang
Kasang Kulim, Taman Mini Kembang Sungkai, Suaka Margasatwa Rimbang
Baling, Suaka Alam Bukit Bungkuk, dan Taman Hutan Raya (BKPM, 2014).
Salah satu objek yang dapat dikembangkan adalah Waduk Koto Panjang.
Fungsi utama waduk saat ini adalah sebagai pembangkit listrik tenaga air yang
memasok energi ke Kota Pekanbaru. Menurut Puspita et al. (2005), air waduk dapat
dipergunakan sebagai sumber energi pada pembangkit listrik tenaga air. Dalam hal
ini, pembangkit listrik memerlukan debit air tertentu agar turbin dapat bergerak.
Kurangnya perhatian pemerintah dalam mengelola Waduk Koto Panjang
berdampak pada menurunya kualitas waduk. Wilayah ini mengalami banjir ketika
musim hujan dan kekeringan ketika musim kemarau sehingga pasokan air
berkurang dan berdampak pada pasokan energi. Selain itu, pemanfaatan waduk oleh
masyarakat sekitar tanpa memperhatikan kondisi waduk juga menjadi penyebab
semakin berkurangnya kualitas waduk. Oleh sebab itu diperlukan perencanaan
kawasan Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata yang tidak hanya
memperhatikan sektor ekonomi, melainkan juga memberi perhatian pada sektor
ekologi dan sosial budaya agar dapat meminimalkan dampak terhadap lingkungan,
meningkatkan perhatian terhadap lingkungan, memberikan pengalaman positif
pada wisatawan, serta memberikan manfaat kepada masyarakat lokal.
2

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah melakukan penataan terhadap kawasan


Waduk Koto Panjang. Tujuan khusus penelitian dalam merencanakan kawasan
Waduk Koto Panjang adalah:
1) mengidentifikasi kondisi umum kawasan Waduk Koto Panjang,
2) menganalisis kesesuaian lanskap kawasan Waduk Koto Panjang sebagai
kawasan ekowisata, dan
3) menyusun rencana lanskap Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut:


1) sebagai masukan bagi pemerintah daerah dan pemegang kepentingan
pariwisata di Kabupaten Kampar, terutama untuk kawasan Waduk Koto
Panjang, dan
2) memberi alternatif perencanaan kawasan ekowisata yang diharapkan mampu
meningkatkan kualitas ekologi dan ekonomi masyarakat sekitar waduk.

Kerangka Pikir

Kawasan Waduk Koto Panjang awalnya merupakan kawasan yang terdiri dari
beberapa desa. Desa-desa tersebut kemudian ditenggelamkan sebagai dampak dari
pembangunan waduk dan direlokasi ke tempat yang baru di sekitar area genangan.
Di samping berfungsi sebagai sumber daya pembangkit listrik tenaga air bagi
wilayah Kota Pekanbaru dan sekitarnya, Waduk Koto Panjang juga memiliki
potensi fisik dan biofisik yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam bentuk
atraksi dan objek potensial. Potensi ini dapat diarahkan ke arah pariwisata agar
dapat memberi nilai tambah kawasan Waduk Koto Panjang.
Pengembangan kawasan yang diarahkan sebagai kawasan wisata harus
memperhatikan kondisi lingkungan sekitarnya. Hal ini bertujuan agar dapat
meminimalisir dampak negatif dari pengembangan kawasan yang dilakukan.
Preferensi masyarakat sebagai wisatawan mengenai kebutuhan akan tempat wisata
menjadi pertimbangan dalam menentukan program wisata yang akan ditawarkan
oleh kawasan wisata. Untuk itu perlu dilakukan perpaduan antar aspek utama dalam
ekowisata, yaitu aspek ekologi, aspek wisata, dan aspek sosial budaya dalam
melakukan perencanaan Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan Ekowisata.
Perpaduan aspek-aspek diperlukan untuk memperoleh peta kesesuaian dari
kawasan waduk untuk menentukan area yang dapat dikembangkan untuk wisata
dan area yang seharusnya dilindungi untuk menjaga ekosistem. Selanjutnya, konsep
pengembangan yang telah ditetapkan dikembangkan lebih lanjut hingga terbentuk
peta rencana lanskap Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata. Kerangka
pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
3

Waduk Koto Panjang

Potensi dan Kendala Kawasan

Aspek Lingkungan Aspek Wisata Aspek Sosial Budaya Aspek Legal


Mendukung nilai Potensi objek dan Arah kegiatan
lingkungan atraksi, kondisi visual, masyarakat
aktivitas dan fasilitas

Konsep Pengembangan Wisata

Tata Ruang Kawasan

Perencanaan Lanskap Waduk Koto Panjang


sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten
Kampar, Provinsi Riau

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian


4

TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Lanskap

Simonds (1983) menyatakan bahwa lanskap adalah suatu bentang alam yang
terdiri atas karakteristik tertentu dan terbagi atas dua unsur pembentuk, yaitu unsur
utama dan unsur penunjang. Unsur utama dalam lanskap adalah unsur yang relatif
sulit untuk dilakukan modifikasi. Unsur penunjang dalam lanskap adalah unsur
yang relatif mudah untuk dilakukan modifikasi. Setiap lanskap memiliki
karakteristik yang berbeda satu sama lain karena dibentuk oleh elemen-elemen
yang memiliki karakteristik yang berbeda. Karakteristik unik masing-masing
lanskap disebut amenity. Hal ini dapat dijadikan pendukung dalam pengembangan
sebuah kawasan.
Perencanaan lanskap adalah suatu seni menata lingkungan fisik guna
mendukung kehidupan manusia (Lynch, 1971). Menurut Laurie (1986),
persyaratan program harus dilengkapi dan dihubungkan satu dengan yang lain,
disertai dengan imajinasi serta kepekaan terhadap replikasi analisis tapak.
Penyesuaian ini diperlukan dalam perencanaan tapak.
Perencanaan lanskap adalah suatu upaya penataan lanskap berdasarkan
potensi, amenity, kendala dan danger signal lanskap tersebut guna menciptakan
bentukan lanskap yang fungsional, memenuhi aspek estetik, mencapai
keberlanjutan, dan memenuhi kepuasan pengguna. Proses perencanaan meliputi
proses mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikan ke masa
depan, mengidentifikasi masalah dan melakukan pendekatan-pendekatan yang
beralasan untuk memecahkan suatu masalah dalam sebuah tapak.
Menurut Gold (1980), perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa
pendekatan, antara lain, adalah:
1) pendekatan sumber daya, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas
berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumber daya,
2) pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan
seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberi kemungkinan apa
yang dapat disediakan pada masa yang akan datang,
3) pendekatan ekonomi, yaitu pendekatan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan
aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi, dan
4) pendekatan perilaku, yaitu penentuan aktivitas berdasarkan pertimbangan
perilaku manusia.
Menurut Nurisjah dan Pramukanto (1995), terdapat faktor yang perlu
diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, antara lain, adalah :
1) mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar,
2) memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang
akan direncakan,
3) menjadikan kawasan yang direncanakan sebagai objek yang menarik, dan
4) merencanakan kawasan tersebut sehingga menghasilkan suatu kawasan yang
dapat menampilkan kesan masa lalu.
5

Waduk dan Pemanfaatannya sebagai Kawasan Wisata

Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya


bangunan sungai dalam hal ini bangunan bendungan, dan berbentuk pelebaran alur
/badan/ palung sungai (Departemen Pekerjaan Umum, 2008).
Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (2004),
Waduk atau embung adalah salah satu sumber air yang menunjang kehidupan dan
kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Air waduk digunakan untuk berbagai
keperluan seperti sumber baku air minum, irigasi, pembangkit listrik, dan perikanan.
Asiyanto (2011) mengartikan waduk atau bendungan sebagai bangunan yang
menutup aliran sungai yang terletak di suatu tempat, sehingga diperoleh suatu
tandon air tawar yang cukup besar untuk dipergunakan dalam berbagai keperluan
manusia. Lokasi waduk ditentukan berdasarkan banyaknya volume air yang ada
dan diperlukan serta seberapa luas area genangan air ketika bendungan dalam
kondisi penuh. Luas area genangan diperhatikan jika kegiatan relokasi penduduk
diperlukan. Selain memperoleh volume air yang lebih banyak, juga diperoleh
perbedaan elevasi air yang dapat memproduksi energi air untuk menggerakan
turbin pembangkit listrik tenaga air.
Asiyanto (2011) menetapkan kriteria tentang bendungan besar, yaitu:
1) bendungan yang lebih tinggi dari 15 meter, diukur dari bagian terendah ke
puncak bendungan,
2) bendungan dengan tinggi antara 10 meter sampai 15 meter, yang memenuhi
minimum satu dari hal-hal berikut:
a. panjang puncak bendungan tidak kurang dari 500 m,
b. kapasitas reservoir tidak kurang dari satu juta m3,
c. debit sungai tidak kurang dari 200 m3/s,
d. bendungan memiliki kerumitan dalam hal pondasi,
e. bendungan dengan desain yang tidak biasa.
Asiyanto (2011) membagi tipe bendungan menjadi embarkment dam dan
concrete dam. Embarkment dam adalah bendungan yang dibangun dengan galian
material alam yang ditimbun tanpa bahan perekat sehingga membentuk suatu
tanggul besar yang mampu berfungsi sebagai tanggul dan stabil. Concrete dam
adalah bendungan yang dibangun dengan menggunakan struktur beton, pasangan
batu kali atau keduanya sehingga mampu berfungsi sebagai bendungan dan stabil.
Ardana (2013) menyatakan bahwa waduk dapat dibedakan dalam beberapa
kawasan, yaitu kawasan bahaya, kawasan suaka, kawasan lindung, dan kawasan
bebas. Kawasan bahaya adalah bagian kawasan yang tertutup untuk umum yang
bertujuan untuk melindungi struktur penting dari bendungan. Kawasan suaka
adalah kawasan yang dilarang untuk dilakukan kegiatan budi daya, kecuali kegiatan
tersebut tidak merubah bentang alam, penggunaan lahan alami dan ekosistem alami
yang ada. Kawasan lindung adalah kawasan hutan yang berfungsi sebagai daerah
resapan air. Kawasan bebas adalah kawasan yang dapat dikembangkan untuk
kepentingan manusia salah satunya kegiatan pariwisata.
Kawasan waduk merupakan kawasan yang bersifat publik sehingga memiliki
jenis kepentingan yang beragam. Pengembangan kawasan waduk dapat dilakukan
jika memberikan manfaat yang nyata bagi ketiga aspek ekowisata, yaitu tidak
mengalami degradasi lingkungan, tidak menimbulkan penurunan tingkat
6

kesejahteraan masyarakat, dan memberikan lokasi baru yang layak bagi masyarakat
yang direlokasi.

Waduk Koto Panjang

Waduk Koto Panjang terletak pada dua wilayah administrasi yaitu Kecamatan
XII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dan Kecamatan 50 Koto,
Provinsi Sumatera Barat. Waduk Koto Panjang ini terletak pada koordinat
0°18'50.78” LU dan 100°46'38.28” BT di Desa Batu Bersurat. Luas area genangan
waduk adalah 12.400 ha. Waduk Koto Panjang terletak di Desa Batu Bersurat
sekitar 20 km dari ibu kota Kabupaten Kampar dan berjarak 87 km dari ibu kota
Provinsi Riau. Aksesibilitas menuju Waduk Koto Panjang berupa jalan lintas
provinsi (Rosalina et al, 2014).
Sumber air pada waduk berasal dari Sungai Kampar Kanan (Riau), Sungai
Kapau (Sumatera Barat), Sungai Tiwi (Sumatera Barat), Sungai Takus (Sumatera
Barat), Sungai Gulamo (Sumatera Barat), Sungai Mahat (Sumatera Barat), Sungai
Osang (Sumatera Barat), Sungai Arau Kecil dan Arau Besar (Sumatera Barat), dan
sungai Cunding (Sumatera Barat) (Adriani et al., 2006). Di antara sungai-sungai
tersebut, Sungai Kampar dan Sungai Mahat merupakan dua sumber air utama pada
kawasan Waduk Koto Panjang.
Waduk Koto Panjang berperan dalam memasuk energi listrik bagi wilayah
ibu kota provinsi dan sekitarnya. Selain itu, waduk juga dimanfaatkan oleh
masyarakat sekitar untuk kegiatan perikanan, pertanian, dan keperluan rumah
tangga. Jenis vegetasi di sekitar kawasan Waduk Koto Panjang merupakan jenis
vegetasi hutan tropis, seperti kempas, keruing, meranti, resak, jelutung dan rengas.
Selain itu, jenis vegetasi pionir seperti mahang, senduk-senduk, medang dan terap
masih dapat ditemui di kawasan ini. Jenis fauna yang ada di kawasan waduk, antara
lain, adalah bajing, landak, kukang, harimau dan berbagai macam burung. Selain
itu, terdapat berbagai jenis ikan di dalam perairan waduk.

Wisata dan Pariwisata

Gunn (1994) menyatakan bahwa wisata adalah pergerakan sementara dari


orang ataupun sekelompok orang dari tempat tinggal atau pekerjaan runtinya
menuju suatu tempat dimana di tempat tersebut dilakukan aktivitas meyenangkan
serta tersedia fasilitas yang mendukung keingian aktivitas mereka. Wisata diartikan
dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2009 sebagai kegiatan perjalan yang
dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu
untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Orang yang melakukan
kegiatan disebut wisatawan. Pariwisata merupakan macam kegiatan yang didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah,
dan pemerintah daerah.
Paritiwi (2010) mengacu pada Bruun (1995) mengategorikan wisata menjadi
tiga jenis, yaitu ecotourism, wisata budaya, dan wisata alam. Ecotourism adalah
wisata yang terkait hubunganya dengan kepentingan kepariwisataan dan
perlindungan terhadap alam itu sendiri. Wisata budaya adalah wisata yang memiliki
objek wisata dalam bentuk kekayaan nilai budaya. Wisata alam adalah wisata yang
7

memberikan pengalaman terhadap alam melalui daya tarik visual berupa keindahan
panorama alam.

Ekowisata

Ekowisata adalah suatu model pengembangan wisata yang bertanggung


jawab terhadap daerah yang masih alami yang melibatkan unsur keindahan,
pendidikan, pemahaman konservasi alam, dan peningkatan pendapatan masyarakat
setempat (Depdagri, 2000). Ekowisata melibatkan kegiatan perjalanan/pengalaman
wisata yang relatif tidak mengganggu alam dengan tujuan spesifik untuk belajar,
mengagumi dan menikmati flora dan fauna liar serta budaya lokal di suatu kawasan.
Ekowisata merupakan bentuk kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap
kelestarian lingkungan, memberi manfaat secara ekonomi, dan mempertahankan
keutuhan budaya masyarakat setempat (TIES, 1990).
Kawasan wisata dapat diklasifikasi berdasarkan elemen persediaan yang
merupakan produk dari kawasan tersebut. Menurut Jansen dan Verbeke (1988)
dalam Pramukanto (2001), Kriteria klasifikasi area atas elemen di dalam kawasan
terbagi atas rangkaian elemen primer, sekunder, dan tambahan. Elemen primer
diklasifikasikan berdasarkan karakteristik sumber-sumber kenyamanan yang
memiliki daya tarik. Kelompok ini meliputi: a) tempat manusia dapat melakukan
kegiatan wisata aktif seperti pantai, kolam renang, teater, dan kegiatan-kegiatan
terorganisir lainnya; b) tempat yang diperuntukkan untuk kegiatan leisure seperti
landmark sejarah, area taman, ruang terbuka hijau, dan hutan kota yang memiliki
daya tarik sebagai sumber kenyamanan; c) kawasan yang memiliki nilai sosial
budaya seperti kawasan tradisional, etnik dan budaya tertentu.
Elemen sekunder merupakan kawasan yang tidak pengaruh langsung
terhadap daya tarik pada wisatawan, tetapi berperan dalam penyajian daya tarik
wisata. Elemen ini meliputi hotel, restoran, pasar, bumi perkemahan, dan tempat
penyewaan fasilitas wisata.
Elemen tambahan merupakan elemen yang tidak menarik pengunjung untuk
mengunjungi kawasan, tetapi berperan pada kenyaman dan fungsi dari kawasan
wisata. Elemen ini meliputi area parkir, pusat informasi, rambu-rambu, serta
fasilitas panduan wisata.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan aktivitas ekowisata adalah
sebagai berikut:
1) meminimalisir dampak lingkungan and sosial,
2) meningkatkan kepekaan terhadap lingkungan dan budaya,
3) menciptakan pengalaman yang positif bagi pengunjung dan masyarakat lokal,
4) menciptakaan keuntungan secara finansial untuk kepentingan konservasi,
5) menciptakaan keuntungan secara finansial dan partisipasi nyata masyarakat
lockl, dan
6) meningkatkan sensitivitas pengunjung terhadap iklim politis, sosial, dan
budaya.
Faktor keberlanjutan menjadi faktor terpenting yang harus diterapkan dalam
definisi ekowisata. Keberlanjutan suatu wisata ditunjukkan dari hasil
keseimbangan positif dari dampak lingkungan, pengunjung, sosio-budaya, dan
ekonomi (Lindberg et al., 1997).
8

Daya Dukung Wisata

Mathieson dan Wall (1982) dalam Pramukanto (2001) mendefinisikan daya


dukung sebagai jumlah maksimum manusia yang menggunakan suatu tapak tanpa
terjadi suatu perubahan lingkungan fisik dan penurunan kualitas kegiatan wisata.
Konsep daya dukung wisata menjadi penting karena peningkatan permintaan
kegiatan rekreasi/wisata ruang luar telah melewati batas kemampuan fasilitas dan
sumber daya yang ada. Selain itu, tingkat penggunaan sumber daya yang tinggi
menyebabkan penurunan kualitas lingkungan menjadi permasalahan yang serius
untuk kawasan wisata dan sekitarnya.
Menurut Tivy (1972), daya dukung dapat ditentukan berdasarkan tiga konsep,
yaitu konsep faktor pembatas dan evaluasi dampak rekreasi, keawetan dan
penurunan kualitas area rekreasi, dan kepuasan pengguna. Pigram (1983) dalam
Pramukanto (2001) membagi daya dukung untuk kegiatan wisata menjadi daya
dukung ekologi, daya dukung sosial, dan daya dukung fisik.
1) Daya dukung ekologi adalah konsep yang berkenaan dengan tingkat
maksimum penggunaan wisata, baik berupa jumlah maupun aktivitas rekreasi
yang dapat diakomodasi oleh suatu luasan area sebelum terjadi penurunan
kualitas ekologi yang tidak dapat pulih kembali.
2) Daya dukung fisik adalah maksimum jumlah satuan penggunaan (manusia,
kendaraan dsb) yang secara fisik dapat diakomodasi pada suatu area.
3) Daya dukung sosial adalah tingkat maksimum penggunaan rekreasi berupa
jumlah dan aktivitas dimana pada tingkat penggunaan yang berlebihan akan
menimbulkan penurunan pengalaman wisata bagi pelaku wisata. Konsep ini
berkaitan erat dengan overcrowded pengunjung terhadap kenyamanan dan
apresiasi pengunjung terhadap tapak.
9

METODOLOGI

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini berlokasi di kawasan Waduk Koto Panjang Desa Batu Bersurat,
Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Waktu
pelaksanaan penelitian berlangsung selama 5 bulan dengan pembagian 3 bulan
kegiatan berlangsung di tapak dan 2 bulan kegiatan pengolahan data. Lokasi
penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Sumber: kamparkab.go.id
Gambar 2 Lokasi penelitian

Batasan Penelitian

Penelitian ini akan dibatasi sampai terbentuknya sebuah produk arsitektur


lanskap berupa rencana lanskap Waduk Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata
yang bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan kawasan serta mengembangkan
potensi waduk sebagai kawasan wisata yang terdiri atas rencana spasial, rencana
aktivitas dan fasilitas wisata, rencana sirkulasi, dan rencana vegetasi. Penelitian ini
menekankan pada aspek ekologis, wisata, dan sosial ekonomi budaya dalam
perencanaannya.

Alat dan Bahan

Penelitian ini akan menggunakan data yang dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui survei lapang,
wawancara masyarakat yang hidup di sekitar sungai dan pemerintah daerah terkait,
serta penyeberan kuesioner. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur,
pengumpulan data dan informasi dari instansi pemerintahan seperti BAPPEDA,
Dinas Pekerjaan Umum dan BPS, serta sumber internet. Alat yang digunakan
berupa GPS (global positioning system), program komputer (Microsoft Excell,
MapSource, ArcGIS, Sketch Up, Photoshop), dan kuesioner.
10

Metode Penelitian

Metode studi yang akan digunakan dalam penelitian adalah metode


pendekatan sistematis untuk perencanaan lanskap yang dikemukakan oleh Gold
(1980). Secara garis besar proses perencanaan meliputi tahap persiapan,
inventariasasi, analisis, sintesis, perencanaan.

Gambar 3 Metode penelitian (modifikasi Gold, 1980)

Persiapan
Tahap ini meliputi kegiatan penetapan tujuan perencanaan lanskap Waduk
Koto Panjang dan rencana anggaran biaya penelitian dalam usulan penelitian.
Selain itu, pada tahap ini dilakukan orientasi tapak penelitian secara umum melalui
studi pustaka dari berbagai sumber.

Inventarisasi
Tahap ini meliputi kegiatan pengumpulan data yang berhubungan dengan
kondisi tapak terkait dengan aspek ekologi, aspek wisata, dan aspek sosial ekonomi
budaya. Kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi sumber daya lanskap pada tapak
sehingga dapat diketahui kondisi umum dan pandangan masyarakat terhadap
keberadaan Waduk Koto Panjang.
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder yang diperoleh
melalui survei lapang, wawancara, penyebaran kuesioner, dan studi pustaka.
Kuesioner dibagikan secara acak kepada 60 orang respoden yang terbagi menjadi
30 orang responden yang berada di sekitar Waduk Koto Panjang dan 30 responden
warga Kota Pekanbaru yang dianggap mengetahui tentang keberadaan Waduk Koto
Panjang. Penyebaran kuesioner kepada warga di sekitar waduk dilakukan dengan
metode accidental sampling. Kuesioner dibagikan kepada warga dan pengunjung
yang ditemui di sekitar area penerimaan dan kantin di kawasan Waduk Koto
Panjang. Penyebaran kuesioner kepada warga Kota Pekanbaru menggunakan
metode purposive sampling yang ditujukan bagi warga Kota Pekanbaru yang
mengetahui keberadaan Waduk Koto Panjang. Kuesioner dibagikan melalui sarana
media sosial dan secara manual. Penyebaran kuesioner kepada responden
dilakukan untuk mengetahui persepsi warga sebagai pasar wisata potensial terkait
keberadaan Waduk Koto Panjang. Wawancara dilakukan untuk mengetahui
preferensi pihak pemerintah daerah, pihak pengelola dan orang-oang yang terkait
dengan penelitian ini dalam kaitannya dengan pengembangan kawasan waduk.
11

Tabel 1 Bentuk dan jenis data


Cara Pengambilan
No. Jenis Data Sumber Jenis Data
Data
ASPEK EKOLOGI
1. Letak geografis dan administratif Bappeda Studi Pustaka Sekunder
tapak
2. Hidrologi Dinas Studi Pustaka Sekunder
Perikanan dan
Kelautan
3. Topografi lahan Bappeda Studi Pustaka Sekunder
4. Jenis dan karakterisitik tanah BPN Provinsi Studi Pustaka Sekunder
Riau
5. Iklim BMKG Studi Pustaka Sekunder
6. Vegetasi Bappeda Studi Pustaka Sekunder
7. Satwa Dinas Studi Pustaka Sekunder
Perikanan dan
Kelautan
ASPEK WISATA
1. Potensi objek dan atraksi wisata Responden Wawancara dan primer
observasi lapang
2. Aksesibilitas Bappeda, Studi Pustaka dan Primer,
lapangan observasi lapang sekunder
3. Tingkat kunjungan wisata Dinas Studi pustaka Sekunder
Pariwisata
Provinsi Riau
4. Good view / bad view Dokumentasi Observasi lapang Primer
ASPEK SOSIAL EKONOMI BUDAYA
1. Demografi BPS Provinsi Studi Pustaka Sekunder
Riau
2. Tingkat kesejahteraan masyarakat Dinas Sosial Studi pustaka Sekunder
dan
pemakaman
3. Aktivitas perekonomian Dinas Koperasi Studi pustaka Sekunder
4. Pengguna potensial Responden Kuesioner Primer
5. Kebiasaan masyarakat Responden Kuesioner Primer
ASPEK LEGAL
1. RTRW kota Pekanbaru Bappeda Studi Pustaka Sekunder
2. Kebijakan pemerintah daerah Bappeda Studi Pustaka Sekunder
Keterangan :
Bappeda : Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
BPN : Badan Pertanahan Nasional
BMKG : Badan Meteorologi dan Geofisika
BPS : Badan Pusat Statistik

Analisis
Tahap ini meliputi kegiatan analisis terhadap tapak berdasarkan aspek dan
data yang telah diperoleh dalam aspek ekologi, aspek wisata, aspek sosial dan
budaya, serta aspek legal sehingga diketahui potensi dan kendala serta alternatif
pengembangan yang dapat diterapkan pada tapak. Analisis data dilakukan dengan
metode analisis spasial melalui parameter pembobotan. Tahapan analisis yang akan
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Aspek Ekologi
Analisis dilakukan untuk menentukan area yang sesuai dan tidak sesuai
dikembangkan untuk pengembangan wisata. Sitorus (1985) mengemukakan
12

bahwa untuk menentukan penggunaan lahan hutan lindung diperlukan tiga


faktor utama analisis, yaitu lereng, erodibilitas tanah, dan curah hujan. Ketiga
faktor tersebut dianalisis melalui data peta digital elevation model (DEM) dan
peta dari Bappeda Kabupaten Kampar. Sitorus (1985) mengklasifikasikan
ketiga faktor tersebut masing-masing ke dalam 5 kelas. Lereng dibagi menjadi
lima kelas, yaitu 0-3 persen, 3-8 persen, 8-15 persen, 15-25 persen dan 25-45
persen. Area dengan kemiringan lebih dari 45 persen langsung ditetapkan
sebagai hutan lindung. Erodibilitas tanah dibagi ke dalam lima kelas yang
diklasifikasikan dari tidak peka (Kelas 1) hingga sangat peka (Kelas 5).
Klasifikasi erodibilitas tanah dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi erodibilitas tanah


Jenis tanah Keterangan Kelas
Aluvial, literita air tanah Tidak peka 1
Latosol Agak peka 2
Brown forest soil, Kurang peka 3
mediteran
Andosol, podsolik, podsol, Peka 4
laterit
Regosol, litosol, organosol, Sangat peka 5
renzina
Sumber: S.K. Menteri Pertanian No. : 837/Kpts/Um/11/1980

Intensitas curah hujan dianalisis berdasarkan rata-rata curah hujan harian


dalam setahun dengan kelas 0-13,6 mm/hari; 13,6-20,7 mm/hari; 20,7-27,7
mm/hari; 27,7-34,8 mm/hari; lebih dari 34,8 mm/hari. Kelas tersebut
diklasifikasikan dari sangat rendah (Kelas 1) hingga sangat tinggi (Kelas 5).
Nilai kepentingan masing-masing aspek adalah 20, 15, dan 10 untuk lereng,
erodibilitas tanah, dan curah hujan. Area dengan nilai indeks lokasi lebih dari
175 ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung dan area dengan nilai indeks
lokasi kurang dari 175 ditetapkan sebagai kawasan pengembangan ekowisata.
Untuk memperoleh indeks lokasi dilakukan perhitungan menggunakan rumus:

= (𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑙𝑒𝑟𝑒𝑛𝑔 × 20) + (𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝑒𝑟𝑜𝑑𝑖𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ × 15) + (𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 𝐶𝐻 × 10)

Aspek ekologi yang diperhatikan untuk pengembangan ekowisata dibagi


kedalam dua komponen utama, yaitu komponen fisik dan biofisik. Analisis
yang dilakukan pada komponen fisik meliputi topografi dan kemiringan lahan,
jenis dan karakteristik tanah, hidrologi dan iklim. Analisis yang dilakukan pada
komponen biofisik meliputi elemen satwa dan vegetasi yang ada di tapak.
Parameter yang dijadikan pertimbangan utama dalam penelitian ini
adalah topografi dan kemiringan lahan, serta tingkat kerawanan longsor.
Mengacu pada Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), klasifikasi kemiringan
lahan untuk pengembangan kawasan ekowisata dibagi ke dalam tiga kategori,
yaitu kemiringan 0-8% dikategorikan baik dengan skor 3, kemiringan 8-15%
dikategorikan sedang dengan skor 2, dan kemiringan lebih dari 15%
dikategorikan buruk dengan skor 1. Kategori baik merupakan area yang
mempunyai struktur tanah stabil untuk dilakukan konstruksi, memiliki
kemiringan lahan yang memungkinkan untuk dibangun tanpa menimbulkan
dampak negatif pada kelestarian lingkungan sehingga dapat dilakukan kegiatan
13

pengembangan sarana wisata. Lahan dengan kategori sedang merupakan area


yang hanya dapat dilakukan pengembangan sarana rekreasi wisata secara
terbatas terkait dengan kondisi lingkungan yang dapat terkena dampak negatif
dari kegiatan pengembangan. Lahan dengan kategori buruk merupakan area
yang tidak boleh dikembangkan untuk sarana rekreasi wisata namun
memerlukan adanya konservasi.
Subagio (2008) membagi kelas kerawanan longsor ke dalam tiga kelas,
yaitu tidak rawan dengan skor 3 dengan kriteria jarang atau tidak pernah terjadi
longsor kecuali di daerah tebing, topografi datar hingga landai (kemiringan
lereng <20%), vegetasi agak rapat dan jenis tanah bukan lempung; rawan
dengan skor 2 dengan kriteria jarang terjadi longsor kecuali jika lereng
terganggu, topografi landai hingga terjal (kemiringan lereng 20-40%), vegetasi
agak rapat hingga rapat; sangat rawan dengan skor 1 dengan kriteria sering
terjadi longsor, topografi sangat curam (kemiringan lereng >40%), vegetasi
agak rapat hingga sangat rapat, batuan penyusun lereng lapuk tebal dan rapuh,
curah hujan tinggi.
Kenyaman iklim dianalisis melalui perhitungan kuantitatif menggunakan
metode Thermal Humadity Index (THI) dengan rumus:
(RH × T)
THI = 0,8T +
500
Keterangan :
T = Suhu (˚C)
RH = Kelembaban relatif (%)
*standar kenyamanan daerah tropis 27 ˚C (Laurie, 1990)

2. Aspek Wisata
Analisis aspek wisata menggunakan metode deskriptif dan spasial.
Komponen yang dianalisis mengacu pada Gunn (1979) yang diacu pada Smith
(1989), yaitu komponen keindahan visual, potensi objek dan atraksi,
aksesibilitas dan fasilitas penunjang.
Komponen keindahan visual dianalisis untuk mendukung program
wisata yang akan dikembangkan. Area dengan kualitas visual baik dapat
dijadikan sebagai potensi pada kawasan wisata, sedangkan area dengan
kualitas visual buruk menjadi kendala yang harus diatasi. Objek dan atraksi
dianalisis dengan menentukan titik-titik yang berpotensi untuk dikembangkan
lebih lanjut. Penilaian dilakukan menggunakan kriteria dan indikator yang
dikemukanan oleh Avenzora (2008). Kriteria tersebut terdiri dari tujuh aspek
penilaian meliputi aspek keunikan, aspek kelangkaan, aspek keindahaan, aspek
seasonality, aspek sensivitas, aspek aksesibilitas, dan aspek fungsi sosial.
Masing-masing aspek memiliki indikator penilaian. Tiap objek/atraksi
mendapat nilai 1 jika sesuai dengan indikator penilaian. Kemudian nilai
tersebut dijumlah dan diklasifikasikan dengan rentang nilai rendah dengan skor
7 sampai 18, kategori sedang dengan skor 19 sampai 30 dan kategori tinggi
dengan skor 31 sampai 42. Penilaian dilakukan oeleh peneliti secara langsung.
Kriteria penilaian objek dan atraksi ekowisata dapat dilihat pada Tabel 3.
14

Tabel 3 Kriteria penilaian objek dan atraksi ekowisata


No. Aspek Indikator Skor
1. Keunikan a. Bentuk gejala alam sangat berbeda dengan gejala 1
alam sejenis pada umumnya
b. Warna-warna gejala alam sangat berbeda dengan 1
gejala alam sejenis pada umumnya
c. Manfaat dan fungsi gejala alam sangat berbeda 1
dengan gejala alam sejenis pada umumnya
d. Tempat dan ruang gejala alam sangat berbeda 1
dengan gejala alam sejenis pada umumnya
e. Waktu gejala alam sangat berbeda dengan gejala 1
alam sejenis pada umumnya
f. Ukuran dimensi gejala alam sangat berbeda 1
dengan gejala alam sejenis pada umumnya.
2. Kelangkaan a. Gejala alam tergolong dalam daftar kelangkaan 1
internasional
b. Gejala alam tergolong dalam daftar kelangkaan 1
nasional
c. Gejala alam tidak ada di provinsi lain 1
d. Gejala alam tidak ada di kabupaten lain 1
e. Gejala alam tidak ada di kecamatan lain 1
f. Pengulangan proses kejadian sangat langka dalam 1
kurun waktu tertentu.
3. Keindahan a. Keindahan komposisi dan nuansa bentuk dari 1
gejala alam
b. Keindahan komposisi dan nuansa warna dari 1
gejala alam
c. Keindahan komposisi dan nuansa dimensi dari 1
gejala alam
d. Keindahan komposisi dan nuansa gejala alam dari 1
gejala alam tersebut
e. Keindahan komposisi dan nuansa visual dari 1
gejala alam
f. Kepuasan psikologi pengunjung dari komposisi 1
dan nuansa yang dihasilkan gejala alam.
4. Seasonality a. Gejala alam hanya muncul dan dinikmati 1
pengunjung beberapa saat pada hari tertentu
b. Gejala alam hanya muncul dan dinikmati 1
pengunjung pada hari tertentu dalam minggu
tertentu
c. Gejala alam hanya muncul dan dinikmati 1
pengunjung pada minggu tertentu dalam bulan
tertentu
d. Gejala alam hanya muncul dan dinikmati 1
pengunjung pada bulan tertentu dalam tahun
tertentu
e. Gejala alam hanya muncul dan dinikmat 1
pengunjung pada bulan tertentu dalam kondisi
tahun tertentu
f. Gejala alam hanya muncul dan dinikmati 1
pengunjung pada kelompok umur, fisik, dan
status sosial tertentu.
15

Tabel 3 Kriteria penilaian objek dan atraksi ekowisata (lanjutan)


No. Aspek Indikator Skor
5. Sensitifitas a. Peristiwa kejadian alam tidak terpengaruh oleh 1
kehadiran banyak/sedikitnya pengunjung
b. Kualitas kejadian alam tidak terpengaruh oleh 1
kehadiran banyak/sedikitnya pengunjung
c. Kuantitas kejadian alam tidak terpengaruh oleh 1
kehadiran banyak/sedikitnya pengunjung
d. Kehadiran pengunjung untuk menikmati gejala 1
alam tidak mempengaruhi terjadinya kejadian
fenomena alam lain di sekitarnya
e. Kontak fisik tidak akan menyebabkan berubahnya 1
secara permanen kualitas dan kuantitas gejala
alam tersebut dan gejala alam lain
f. Daya dukung fisik, ekologis, dan psikologis tidak 1
terganggu.
6. Aksesibilitas a. Lokasi gejala alam dapat dijangkau menggunakan 1
kendaraan umum maksimal dua jam dari ibukota
kabupaten
b. Lokasi gejala alam dapat dijangkau menggunakan 1
kendaraan umum maksimal satu jam dari ibukota
kecamatan
c. Lokasi gejala alam dapat dijangkau dengan semua 1
jenis kendaraan roda empat
d. Pengunjung dapat sampai ke lokasi gejala alam 1
tanpa harus melanjutkan perjalan denan berjalan
kaki melebihi dua kilometer
e. Tersedia kendaraan umum untuk mecapai lokasi 1
yang
beroperasi minimal 16 jam perhari
f. Lokasi dapat dicapai dalam segala kondisi cuaca. 1
7. Fungsi a. Gejala alam tersebut diyakini masyarakat sekitar 1
sosial mempuyai sejarah yang sangat kuat dengan
permulaan komunitas di sekitar kawasan tersebut
b. Gejala alam masih digunakan sebagai salah satu 1
sumber elemen kehidupan sosial/budaya
keseharian masyarakat sekitar
c. Gejala alam hingga kini masih digunakan sebagai 1
salah satu sumber elemen budaya pada berbagai
upacara budaya dalam dinamika budaya
masyarakat setempat
d. Gejala alam tersebut hingga kini hanya digunakan 1
sebagai salah satu sumber elemen budaya pada
upacara budaya tertentu dalam dinamika sosial
budaya masyarakat lokal
e. Gejala alam tersebut digunakan sebagai salah satu 1
sumber kegiatan ekonomi dalam keseharan
masyarakat lokal
f. Gejala alam tersebut menjadi salah satu identitas 1
kawasan bagi masyarakat lokal hingga kini
Sumber: Avenzora, 2008
16

3. Aspek Sosial Budaya


Aspek sosial budaya dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif
melalui wawancara dan penyebaran kuesioner kepada pembuat kebijakan dan
responden terkait preferensi mereka mengenai keberadaan dan kondisi Waduk
Koto Panjang sebagai tempat wisata.
4. Aspek Legal
Analisis aspek legal dilakukan untuk mengetahui rencana pengembangan
di masa yang akan datang oleh pemerintah terkait terhadap kawasan Waduk
Koto Panjang. Analisis dilakukan dengan mempelajari RTRW Kabupaten
Kampar. Hasil analisis ini diharapkan sejalan dengan pengembangan yang
akan dilakukan pemerintah terkait kedepanya sehingga dapat memberi manfaat
bagi pemerintah, pengelola dan masyarakat setempat.
Selain menganalisis keempat aspek tersebut, analisis daya dukung juga perlu
dilakukan untuk menghitung luas area yang dibutuhkan untuk pengembangan suatu
kegiatan wisata. Jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung dalam satu
tempat pada satu waktu perlu diperhitungkan agar keberadaan sejumlah pengunjung
tidak mengurangi kenyaman dan memberi dampak negatif bagi lingkungan.
Perhitungan daya dukung wisata dilakukan menggunakan Boulon (1985) dalam
Soebagio (2004).
A N
DD = S T = DD × K K=R
Keterangan:
DD = Daya dukung
A = Area yang digunakan wisata
S = Standar rata-rata individu
T = Total hari kunjungan yang diperbolehkan
K = Koefisien rotasi
N = Jam kunjungan perhari area yang diperbolehkan
R = Rata-rata waktu kunjungan

Sintesis
Tahap sintesis merupakan tahap lanjutan analisis data yang dijadikan sebagai
bahan acuan dalam penentuan ruang yang akan dikembangkan untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi pada tapak melalui pendekatan ekologis yang
efisien dan efektif untuk mencapai tujuan. Dalam tahap ini dilakukan penyesuaian
data terhadap standar yang ada dan direncanakan program kebutuhan ruang, fungsi
dan hubungan ruang. Hasil sintesis berupa alternatif perencanaan lanskap Waduk
Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata.
Pembagian kawasan kedalam zona pengembangan didasarkan kepada hasil
komposit analisis yang terlebih dulu dilakukan. Peta komposit berupa peta hasil
overlay peta kesesuain fisik dan peta kesesuaian wisata. Peta kesesuaian fisik
diperoleh dari overlay peta kemiringan lahan dan peta kerawanan longsor,
sedangkan peta kesesuaian wisata mengacu pada komponen utama pengembangan
wisata menurut Gunn (1979) didalam Smith (1989). Komponen utama
pengembangan wisata meliputi kualitas visual, potensi objek dan atraksi yang
sudah ada, fasilitas pendukung dan aksesibilitas pada tapak. Produk sintesis berupa
pengembangan ruang wisata dalam bentuk rencana blok.
17

Konsep dan Pengembangan Konsep


Pada tahap ini dilakukan penentuan konsep yang dibuat menggunakan
menggunakan pendekatan ekowisata hingga terbentuk konsep ruang, konsep
aktivitas dan fasilitas, konsep sirkulasi dan konsep vegetasi.

Perencanaan
Tahap ini adalah hasil akhir dari proses yang telah dilakukan sebelumnya.
Hasil perencanaan disajikan dalam bentuk lanscape plan kawasan Waduk Koto
Panjang meliputi rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas wisata, rencana
sirkulasi dan rencana vegetasi. Hasil perencanaan disertai dengan gambar ilustrasi,
referensi yang akan dikembangkan dan tabel rencana daya dukung.
18

KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

Gambaran Umum Kabupaten Kampar

Kabupaten Kampar merupakan kabupaten yang terletak di bagian barat


Provinsi Riau. Secara geografis, Kabupaten Kampar terletak pada 01˚00’40” LU
sampai 00˚27’00” LS dan 100˚28’30” sampai 101˚14’30” BT dengan luas wilayah
1.128.928 ha. Kabupaten Kampar berbatasan dengan Kota Pekanbaru dan
Kabupaten Siak di sebelah utara, Kabupaten Kuntan Singingi di sebelah selatan,
Kabupaten Rokan Hulu dan Provinsi Sumatera Barat di sebelah barat, dan
Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Siak di sebelah timur. Kabupaten ini terdiri
dari 21 kecamatan dan 250 desa/kelurahan yang terdiri dari 178 desa/kelurahan
tidak tertinggal, 55 desa/kelurahan tertinggal dan 17 desa/kelurahan sangat
tertinggal (BPS Kab. Kampar, 2014).

Sumber: Bappeda Kabupaten Kampar, 2015


Gambar 4 Peta administrasi Kabupaten Kampar

Kabupaten Kampar dilalui oleh dua sungai utama. Sungai Kampar dengan
panjang kurang lebih 413,5 kilometer. Kedalaman rata-rata sungai ini adalah 7,7
meter dengan lebar muka air rata-rata 143 meter. Sungai ini secara keseluruhan
berada pada wilayah administrasi Kabupaten Kampar. Sungai Siak bagian hulu
dengan panjang 90 km dengan kedalaman rata-rata 8 sampai 12 meter. Salah satu
fungsi aliran sungai ini sebagai sumber energi listrik yang dihasilkan melalui
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang.
Pola penggunaan lahan Kabupaten Kampar didominasi oleh perkebunan
dengan luas 401.246 ha (35,54%). Kemudian luas lahan terbangun, pekarangan dan
lahan sekitarnya adalah 354.549 ha (30,61%), ladang huma dengan luas 92.251,5
19

ha (8,17%), kawasan tegal kebun dengan luas 91.044 ha (8,06%), kolam dengan
luas 7.135 ha (0,63%), area hutan dengan luas 65.927 ha (5,84%), lahan tidak
diusahakan dengan luas 37.722 ha (3,34%), lahan persawahan dengan luas 10.679
ha (0,95%), area padang rumput dengan luas 6.717 ha (0,59%), lain-lain dengan
luas 171.909 ha (15,23%) (BPS Kab. Kampar, 2014).

Sumber: Bappeda Kabupaten Kampar, 2015


Gambar 5 Pola penggunaan lahan Kabupaten Kampar

Demografi Kabupaten Kampar

Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar tahun 2013, jumlah
penduduk Kabupaten Kampar berjumlah 753.376 jiwa. Jumlah ini terdiri dari
395.970 jiwa laki-laki (52,56%) dan perempuan 370.381 jiwa perempuan (47,44%).
Jumlah ini terdistribusi ke 21 kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar berada
di Kecamatan Siak Hulu sebesar 94.069 jiwa. Distribusi penduduk di Kabupaten
Kampar dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Distribusi Penduduk Kabupaten Kampar


Luas Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
Kecamatan
(km2) (jiwa) (jiwa/km2)
Kampar Kiri 915,33 28.690 31
Kampar Kiri Hulu 1.301,25 11.547 9
Kampar Kiri Hilir 759,74 11.051 15
Kampar Kiri Tengah 330,59 25.839 78
Gunung Sahilan 597,97 18.780 32
XIII Koto Kampar 732,40 23.194 32
Koto Kampar Hulu 674,00 18.222 27
20

Tabel 4 Distribusi penduduk Kabupaten Kampar (lanjutan)


Luas Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk
Kecamatan
(km2) (jiwa) (jiwa/km2)
Kuok 151,41 24.238 160
Salo 207,83 24.947 120
Tapung 1.365,97 90.091 66
Tapung Hulu 1.169,15 76.097 65
Tapung Hilir 1.013,56 57.092 56
Bangkinang 177,18 37.781 213
Bangkinang Seberang 253,50 31.860 126
Kampar 136,28 48,793 358
Kampar Timur 173,08 23.334 135
Rumbio Jaya 76,92 16.623 216
Kampar Utara 79,84 16.602 208
Tambang 371,94 57.652 155
Siak Hulu 689,80 94.069 136
Perhentian Raja 111,54 16.873 151
Sumber: BPS Kabupaten Kampar, 2014

Dengan luas wilayah Kabupaten Kampar yang mencapai 11.289,28 km2,


kabupaten ini memiliki kepadatan penduduk rata-rata sebesar 67 jiwa/km2. Angka
ini menunjukan bahwa Kabupaten Kampar tergolong kedalam golongan daerah
dengan kepadatan penduduk kurang padat berdasarkan pada undang-undang No. 56
tahun 1960 pasal 1 ayat 3 dengan kriteria dalam rentang 51 sampai 250 jiwa/km2.
Kecamatan dengan kepadatan penduduk paling tinggi adalah kecamatan Kampar
dengan kepadatan sebesar 358 jiwa/km2. Kemudian Kecamatan Rumbio Jaya
sebesar 216 jiwa/km2 dan disusul oleh ibu kota kabupaten, Bangkinang sebesar 213
jiwa/km2. Sedangkan kecamatan dengan kepadatan penduduk paling rendah adalah
Kecamatan Kampar Kiri Hulu dengan kepadatan penduduk sebesar 9 jiwa/km2,
disusul oleh Kecamatan Kampar Kiri Hilir dimana kedua kecamatan ini didominasi
oleh hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi dan perkebunan, baik
perkebunan rakyat maupun swasta.

Tabel 5 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin


Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis
Kelamin
Kampar Kiri 14.804 13.886 28.690 93,8
Kampar Kiri Hulu 5.850 5.698 11.547 97,4
Kampar Kiri Hilir 5.769 5.282 11.051 91,6
Kampar Kiri Tengah 13.485 12.353 25.839 91,6
Gunung Sahilan 9.862 8.916 18.780 90,4
XIII Koto Kampar 11.844 11.350 23.194 95,8
Koto Kampar Hulu 9.355 8.867 18.222 94,8
Kuok 12.185 12.054 24.238 98,9
Salo 12.679 12.269 24.947 96,8
Tapung 47.035 43.052 90.091 91,5
Tapung Hulu 39.719 36.374 76.097 91,6
Tapung Hilir 29.697 27.393 57.092 92,2
Bangkinang 19.114 18.669 37.781 97,7
Bangkinang Seberang 16.067 15.796 31.860 98,3
Kampar 24.399 24.399 48.793 100,0
21

Tabel 5 Jumlah penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin (lanjutan)


Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis
Kelamin
Kampar Timur 11.794 11.541 23.334 97,9
Rumbio Jaya 8.400 8.224 16.623 97,9
Kampar Utara 8.235 8.369 16.602 98,4
Tambang 29.588 28.065 57.652 94,9
Siak Hulu 48.426 45.643 94.069 94,3
Perhentian Raja 8.791 8.081 16.873 91,9
Sumber: BPS Kabupaten Kampar, 2014

Kabupaten Kampar memiliki tingkat pertumbuhan penduduk rata-rata tahun


2004 sampai 2013 sebesar 3,69%. Persentase ini tergolong pada tingkat
pertumbuhan peduduk tinggi karena lebih dari 2%. Pertumbuhan penduduk terbesar
terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 7,84%. Laju pertumbuhan penduduk
Kabupaten Kampar secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Pertumbuhan penduduk Kabupaten Kampar tahun 2004 sampai 2013


Jumlah Penduduk Pertambahan Penduduk Laju Pertumbuhan
Tahun
(jiwa) (jiwa) (%)
2004 544.543 - -
2005 559.586 15.043 2,76
2006 603.473 43.887 7,84
2007 615.517 12.044 1,99
2008 633.320 17.803 2,89
2009 679.285 45.965 7,26
2010 688.204 8.919 1,31
2011 715.382 27.178 3,95
2012 733.506 18.124 2,53
2013 753.376 19.870 2,71
Sumber: BPS Kabupaten Kampar, 2014

Laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kampar mengalami dua kali


penurunan yang cukup drastis jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan
penduduk pada tahun sebelumnya, yaitu pada tahun 2007 dengan penurunan
sebesar -5,90% dan tahun 2010 dengan penurunan sebesar -5,95%. Tren
pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kampar tahun 2004 sampai 2013 disajikan
pada Gambar 6.
Dari total penduduk Kabupten Kampar, 60,61% tergolong kedalam angkatan
kerja yang terdiri dari 57,27% bekerja dan 5,51% pengangguran. Sedangkan
sebesar 39,39% tergolong kedalam bukan angkatan kerja. Persentase penduduk
Kabupaten Kampar menurut kegiatan utamanya dapat dilihat pada Tabel 7.
Pada tahun 2013, tiga sektor pekerjaan tertinggi adalah sektor jasa yaitu
46,67%, sektor pertanian yaitu 38,89% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran
yaitu sebesar 14,41%.
22

450000
400000
350000
Jumlah Penduduk

300000
250000
200000
150000
100000
50000
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun

Laki-laki Perempuan

Gambar 6 Pertumbuhan jumlah penduduk Kabupaten Kampar 2004-2013

Tabel 7 Persentase penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja Kabupaten
Kampar 2013
Kegiatan Utama Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan
(%) (%) (%)
Angkatan Kerja 83,74 36,14 60,61
Bekerja 80,29 32,92 57,27
Pengangguran 4,12 8,90 5,51
Bukan Angkatan Kerja 16,26 63,86 39,39
Sekolah 11,41 12,26 11,83
Mengurus Rumah 1,70 49,90 25,12
Lainnya 3,15 1,70 2,44
Sumber: Riau Dalam Angka, 2013

Gambaran Umum Kawasan Waduk PLTA Koto Panjang

Sejarah Waduk Koto Panjang

Waduk Koto Panjang merupakan waduk yang terletak di perbatasan antara


Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat. Kawasan ini berupa danau buatan di
daerah pertemuan Sungai Kampar Kanan dengan Sungai Batang Mahat sebagai
sumber daya bagi pembangkit listrik tenaga air untuk menyuplai energi bagi Kota
Pekanbaru dan daerah sekitarnya. Pembangunan waduk ini merupakan salah satu
hasil kebijakan ekonomi nasional pada tahun 1970.
Proyek pembangunan kawasan Waduk PLTA Koto Panjang dimulai tahun
1979 dengan melibatkan tiga lembaga asal Jepang, yaitu TEPSCO (Tokyo Electric
Power Service Co Ltd.), JICA (Japan International Cooperation Agency) dan OECF
(Overseas Economic Cooperation Fund) dengan biaya US$ 300 juta (Witrianto,
2014). Proses pembangunan kawasan waduk selesai pada tahun 1996 dan
penggenangan air dilakukan pada tahun 1997. Pembangunan kawasan Waduk Koto
menenggelamkan sepuluh desa yang terdiri dari delapan desa di Provinsi Riau dan
23

2 nagari (desa) di Provinsi Sumatera Barat dengan luas genangan 12.400 ha. Dua
nagari yang ditenggelamkan adalah Tanjuang Balik dan Tanjuang Pauah,
sedangkan delapan desa yang ditenggelamkan adalah Desa Muara Mahat, Desa
Tanjung Alai, Desa Batu Bersurat, Desa Pulau Gadang, Desa Pongkai, Desa Muara
Takus, Desa Gunung Bungsu, dan Desa Koto Tuo. Desa-desa tersebut kemudian
direlokasi ke daerah baru di sekitar kawasan waduk.

Sumber: PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru


Gambar 7 Peta relokasi permukiman baru

PLTA Koto Panjang mampu membangkitkan tenaga listrik maksium sebesar


114 MW sehingga total produksi energi tahunan rata-rata sebesar 542 GWh.
Pembangkit ini memiliki tiga unit pembangkit dengan kapasitas 38 MW per unitnya.

Batas Geografis dan Administrasi

Secara administratif, Kawasan Waduk Koto Panjang berlokasi di Kecamatan


XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Kawasan waduk Koto
Panjang meliputi beberapa desa, yaitu Desa Tanjung Alai, Desa Batu Bersurat,
Desa Muara Takus, Desa Ranah Sungkai, Desa Binamang, Desa Pongkai Istiqomah
dan Desa Koto Tuo Barat. Desa Batu Bersurat merupakan desa yang sering
dijadikan tempat orang untuk memulai kegiatan berwisata di waduk. Secara
geografis, Kawasan Waduk Koto Panjang terletak pada ketinggian 32 sampai 570
mdpl dengan posisi koordinat 0°18'50.78” LU dan 100°46'38.28” BT.
24

Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki luas genangan pada kondisi

Gambar 8 Peta sebaran desa pada tapak


25

maksimal seluas 12.400 ha. Kapasitas genangan air pada waduk ini mampu
mencapai 1.545 juta m3. Keberadaan air di Waduk Koto Panjang sangat penting
bagi masyarakat sekitar waduk untuk kegiatan sehari-hari. Untuk kegiatan
pertanian sendiri, keberadaan waduk kurang dimanfaatkan oleh masyarakat karena
lahan di sekitar waduk banyak dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan karet,
kelapa sawit dan gambir yang tidak terlalu memerlukan irigasi.
Menurut data pada tahun 2012 yang dikeluarkan oleh PLN sektor
pembangkitan Kota Pekanbaru menunjukan bahwa waduk Koto Panjang memiliki
daerah tangkapan air (water catchment area) seluas 896,98 km2 yang terdiri atas
hutan lindung (64%), hutan produksi (34%) dan lainnya (2%). Luasan ini
mengalami penurunan yang signifikan jika dibandingkan dengan data lima tahun
sebelumnya. Pada Mei 2008, luas daerah tangkapan air seluas 1.053 km2, pada Juli
2009 menurun menjadi 1.041 km2, pada Juni 2010 menurun menjadi 904,33 km2,
dan pada Mei 2011 menurun menjadi 898,09 km2. Dilihat dalam rentang tahun 2008
hingga 2011 terjadi penurunan luas daerah tangkapan air sebesar 156,02 km2.
Penelitian ini meliputi kawasan sembilan desa di Kecamatan XIII Koto
Kampar yaitu Desa Tanjung Alai, Pongkai Istiqomah, Binamang, Ranah Sungkai,
Batu Bersurat, Koto Tuo Barat, Muara Takus, Koto Tuo, dan Gunung Bungsu.
Desa-desa ini adalah desa yang berada di tepi Waduk Koto Panjang. Luas total
wilayah perencanaan pada penelitian ini adalah sebesar 368,92 km2. Wilayah
perencanaan dapat dilihat pada Gambar 11.

Aksesibilitas

Kawasan Waduk Koto Panjang terletak di jalur penghubung antara Provinsi


Sumatera Barat dan Provinsi Riau. kawasan ini berjarak kurang lebih 87 km dari
Payakumbuh, Provinsi Sumatera Barat dan berjarak 20 km dari Bangkinang,
Provinsi Riau. Jalur ini banyak dilalui oleh kendaraan terutama ketika hari libur
baik itu kendaraan pribadi maupun angkutan umum antar daerah. Hingga saat ini
belum tersedia angkutan umum yang khusus untuk menuju ke kawasan waduk
sehingga wisatawan yang datang ke kawasan ini banyak yang menggunakan
kendaraan pribadi. Peta akses menuju lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar
12.

Gambar 9 Skema akses menuju lokasi


26

Prasarana transportasi menuju waduk berupa jalan aspal lintas provinsi.


Lokasi waduk yang terletak di kawasan dengan topografi berbukit-bukit
menyebabkan lebar jalan yang minim. Jalan memiliki dua lajur dengan lebar tiap
lajur tiga meter sehingga sedikit menyulitkan bagi pengendara mobil ketika saling
berselisih terutama bagi kendaraan golongan II. Kondisi jalan pada umumnya baik,
namun terdapat beberapa titik jalan yang berlubang dan bergelombang yang
disebabkan oleh faktor cuaca serta kurang terkontrolnya pemeliharaan yang
dilakukan oleh pemerintah terkait. Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah
keberadaan lampu jalan yang sangat dibutuhkan disepanjang jalan menuju lokasi.
Saat berkendara dimalam hari, lampu jalan sangat membantu kemampuan visual
pengendara. Terlebih lagi kondisi jalan yang berada di pinggiran lereng dengan
kanopi pohon yang lebar menyebabkan kondisi jalan sangat gelap. Selain itu, papan
penunjuk lokasi sangat kurang di sepanjang jalan menuju lokasi waduk.
Jalan yang berkelok-kelok membutuhkan kehati-hatian lebih saat berkendara
terutama pada titik belokan jalan. Convex mirror/safety mirror dapat ditempatkan
di titik-titik belokan untuk membantu pengendara. Pada beberapa titik jalan menuju
waduk memang ditempatkan convex mirror, namun beberapa cermin tersebut
berada pada kondisi yang tidak layak/rusak sehingga tidak membantu pengendara
saat berkendara. Hal ini disebabkan oleh tindakan vandalisme oleh orang yang tidak
bertanggung jawab. Kondisi akses menuju lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 10.

Jalan dengan suasana alam Penambangan batu gunung

Tikungan tajam
Gambar 10 Kondisi jalan menuju lokasi
27

Gambar 11 Peta batas tapak penelitian


28

Gambar 12 Peta akses menuju lokasi penelitian


29

Kondisi Sosial Masyarakat Waduk Koto Panjang

Kawasan Waduk Koto Panjang termasuk ke dalam sembilan wilayah


administrasi desa di Kecamatan XIII Koto Kampar. Jumlah penduduk dari
kesembilan desa ini adalah 14.848 jiwa yang terdiri dari 7.872 laki-laki dan 6.978
perempuan. Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan waduk sebagian besar
memiliki mata pencaharian berkebun. Tanaman yang ditanam berupa tanaman
kelapa sawit, karet dan gambir. Hal ini tidak terlepas dari awal mula proyek
pembuatan bendungan PLTA Koto Panjang yang harus merelokasi permukiman
warga kelokasi baru dimana tiap rumah tangga diberikan sebidang tanah dan petak
lahan perkebunan sebagai mata pencaharian baru setelah direlokasi.

Tabel 8 Jumlah penduduk di kawasan Waduk Koto Panjang


Desa Laki-laki Perempuan Jumlah
Batu Bersurat 1.402 1.339 2.741
Binamang 577 731 1.308
Koto Tuo 1.700 1.000 2.700
Koto Tuo Barat 584 532 1.116
Muara Takus 628 652 1.280
Ranah Sungkai 623 524 1.147
Tanjung Alai 1.183 1.145 2.328
Pongkai Istiqomah 355 329 684
Gunung Bungsu 820 725 1.545
Sumber: XIII Koto Kampar Dalam Angka, 2014

Selain itu, masyarakat sekitar waduk juga ada yang bekerja di sektor
perikanan dengan menggunakan keramba jaring apung. Keramba ini banyak
dijumpai di sekitar pintu bendungan waduk yang menurut pihak PLN sebagai
pengelola, daerah di sekitar waduk merupakan daerah steril dari bentuk
pemanfaatan oleh warga.

Tabel 9 Jumlah keramba dan penempatannya di Waduk Koto Panjnag


Lokasi Jumlah Keramba Luas
(Unit) (m2)
Dam site 938 33.768
Jembatan Kampar 31 1.116
Jembatan Gulamo 248 8.928
Pongkai Istiqomah 6 96
Koto Tuo 16 256
Jumlah 1.239 44.164
Sumber: PLN Sektor Pembangkitan Kota Pekanbaru, 2013

Di samping sektor pertanian, masyarakat juga ada yang bekerja di sektor non-
pertanian, yaitu sektor perdagangan dan jasa. Jenis kegiatan non-pertanian yang
terlihat di sekitar kawasan waduk antara lain berupa kios dan kantin makanan, kios
pengisian bahan bakar eceran, jasa tempat penitipan kendaraan bagi pengunjung,
jasa sewa perahu, dan jasa wisata pancing. Kegiatan ini dikelola secara swadaya di
bawah naungan Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Waduk Koto Panjang.
30

Kondisi Pengelolaan Waduk Koto Panjang

Pada mulanya, keberadaan Waduk Koto Panjang ditujukan untuk memenuhi


kebutuhan debit air yang digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik.
Seiring berjalannya waktu, muncul fungsi tambahan dari waduk yang dapat
dikembangkan sebagai potensi wisata daerah. Potensi wisata yang dapat dilihat di
kawasan Waduk Koto Panjang adalah wisata air dengan memanfaatkan genangan
waduk yang unik dengan bentuk dendritik dan wisata alam dengan beberapa potensi
objek dan atraksi wisata serta introduksi pengetahuan tentang pentingnya
melestarikan alam. Namun hal ini belum dapat dilaksanakan karena kawasan ini
belum memiliki pengelola yang benar-benar mengelola kawasan waduk secara baik.
Menurut hasil wawancara kepada ketua Pokdarwis, belum ada pengelola yang
ingin mengembangkan kawasan tersebut termasuk pemerintah daerah selaku
pembuat kebijakan dan PLN sektor pembangkitan Pekanbaru selaku yang memiliki
kewenangan terhadap kawasan waduk. Pihak PLN dalam kegiatanya menjaga
kelestarian sumber daya perairan di sekitar waduk telah membuat zona-zona
penggunaan yang terdiri dari zona konservasi sumber daya perikanan, zona
pemancingan, zona budi daya perikanan, zona wisata air, dan zona keamanan di
sekitar bendungan. Zona pengembangan kawasan waduk oleh pihak PLN terlihat
pada Gambar 13.
Pokdarwis merupakan organisasi masyarakat yang peduli wisata di kawasan
PLTA Koto Panjang. Kelompok ini terhitung baru didirikan pada tahun 2011.
Pokdarwis berada dibawah pengawasan langsung dinas pariwisata Kabupaten
Kampar. Meski begitu, fasilitas yang dimiliki oleh Pokdarwis sangat terbatas dan
tidak mampu memenuhi kebutuhan untuk kegiatan wisata yang layak. Untuk
menutupi kekurangan fasilitas yang dibutuhkan, Pokdarwis melibatkan masyarakat
di sekitar waduk. Pokdarwis menyediakan paket wisata berupa wisata mancing dan
rekreasi keliling waduk.

Sumber: PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru, 2015


Gambar 13 Zona pengembangan area genangan
31

Berdasarkan potensi yang ada di Waduk Koto Panjang, kawasan ini dapat
dikembangkan kearah kegiatan wisata air dan wisata darat. Menurut hasil
wawancara ketua pokdarwis, kegiatan yang paling diminati pengunjung yang
datang ke kawasan waduk adalah memancing. Namun, ketersediaan fasilitas
penunjang yang terbatas menjadi kendala tersendiri. Pokdarwis tercatat hanya
memiliki tiga unit mesin kapal. Maka dari itu, warga yang memiliki perahu motor
turut diberdayakan untuk memenuhi permintaan pengunjung terutama ketika hari
libur dan akhir pekan. Selain itu, potensi wisata air juga didukung dengan adanya
pulau-pulau yang berada di tengah waduk yang biasa disebut pulau tonga oleh
warga sekitar.
wisata darat yang dapat dikembangkan adalah camping ground. Kegiatan ini
banyak dilakukan pengunjung terutama mahasiswa. Sejalan dengan kegiatan
berkemah, biasanya pengunjung juga berwisata mengelilingi waduk serta melihat
beberapa air terjun yang tersebar di kawasan waduk. Air terjun yang sering
dikunjungi oleh pengunjung adalah air terjun Arao Besar. Dalam perjalanan menuju
lokasi air terjun akan banyak ditemui batang pohon mati bermunculan dari dalam
air. Batang pohon ini merupakan sisa-sisa dari area yang ditenggelamkan akibat
pembangunan bendungan PLTA Koto Panjang. Hal ini menambah keunikan dari
Waduk Koto Panjang.

a. Sekitar pintu waduk b. Jalan lama

c. Kios makanan d. Perahu sewaan

e. Keramba jaring apung f. Panorama waduk

Gambar 14 Kondisi wisata di sekitar waduk


32

Perdagangan dan jasa merupakan bagian yang tidak dapat dilepaskan dari area
wisata. Oleh karena itu, pengembangan kawasan waduk sebagai kawasan ekowisata
akan memiliki kontribusi kepada peningkatan kegiatan perdagangan dan jasa untuk
menambah pemasukan bagi desa dan warganya.

Tabel 10 Sarana perekonomian di sekitar Waduk Koto Panjang


Desa Pasar Umum Toko Kios Warung Koperasi Daerah
Batu Bersurat 1 4 20 1
Binamang 0 0 9 0
Koto Tuo 1 10 19 1
Koto Tuo Barat 0 3 14 0
Muara Takus 1 4 16 0
Ranah Sungkai 1 3 18 0
Tanjung Alai 1 4 18 0
Pongkai Istiqomah 0 1 10 0
Gunung Bungsu 1 5 9 0
Jumlah Total 6 34 133 2
Sumber: BPS, 2014
33

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aspek Ekologi

Fisik
1. Kesesuaian untuk Kawasan Pelestarian Waduk
Penetapan kawasan pelestarian waduk dikaitkan dengan kesesuaian kawasan
untuk dikembangkan menjadi kawasan hutan. Menurut Sitorus (1985), perencanaan
penggunaan lahan hutan menggunakan tiga faktor evaluasi yaitu lereng, erodibilitas
tanah, dan curah hujan.
Kawasan waduk didominasi oleh lahan dengan kemiringan curam dan sangat
curam seluas 162,04 km2. Peta dan tabel klasifikasi kelas kemiringan lahan kawasan
waduk dapat dilihat pada Gambar 15 dan Tabel 11.
Tabel 11 Klasifikasi untuk kawasan pelestarian

Kemiringan (%) Kelas Kepekaan Luas (km2)


0-3 1 0
3-8 2 7,62
8-15 3 38,18
15-25 4 116,16
25-45 dan >45 5 162,04
Sumber: Sitorus (1985)

Terdapat dua jenis tanah di kawasan waduk, yaitu tanah organosol glei humus
dan tanah podsolik merah kekuningan. Jenis tanah podsolik merah kuning tergolong
ke dalam kelas 4 (peka) terhadap erosi sedangkan jenis tanah organosol glei humus
tergolong ke dalam kelas 5 (sangat peka) terhadap erosi. Curah hujan harian
kawasan waduk berada pada rentang 20,1 sampai 23,5 mm/hari. Oleh karena itu,
curah hujan kawasan waduk tergolong ke dalam kelas 3.
Kesesuaian kawasan pelestarian diperoleh dari hasil nilai overlay peta
kesesuaian lereng, peta erodibilitas tanah, dan peta curah hujan kawasan.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh area dengan nilai kurang dari 175 dan
lebih dari 175. Area dengan nilai lebih dari 175 ditetapkan sebagai kawasan
pelestarian waduk. Peta kesesuaian untuk kawasan pelestarian waduk dapat dilihat
pada Gambar 16.

2. Kesesuaian untuk Pengembangan Wisata


a. Topografi dan Kemiringan
Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki topografi yang berbukit-bukit
terutama di bagian timur kawasan waduk. Sedangkan kawasan bagian barat waduk
memiliki topografi relatif landai. Kawasan ini memiliki ketinggian yang bervariasi
dalam rentang ketinggian antara 32 meter di atas permukaan laut sampai dengan
570 meter di atas permukaan laut. Luas badan air utama waduk yang terhitung
melalui digitasi peta hidrologi adalah 111.23 km2. Area genangan air ini mencakup
26% dari luas tapak penelitian yang dilakukan. Gambaran kawasan Waduk Koto
Panjang dapat dilihat pada Gambar 17.
34

Gambar 15 Peta kesesuaian lereng untuk kawasan pelestarian


35

Gambar 16 Peta kesesuaian untuk kawasan pelestarian


36

Gambar 17 Gambaran kawasan waduk Koto Panjang

Kondisi kemiringan lereng kawasan Waduk Koto Panjang diklasifikasikan


berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dengan
kriteria seperti yang tercantum pada Tabel 12.

Tabel 12 Klasifikasi kemiringan lahan


Kemiringan Sifat Wilayah Selisih Ketinggian (m)
0 - 8% Datar 0-15
8 - 15% Landai 15-50
15 - 25% Agak curam 50-200
25 - 40% Curam 200-500
>40% Sangat curam >500
Sumber: SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980

Berdasarkan olahan data digital elevation model, kawasan Waduk Koto


Panjang yang meliputi Desa Tanjung Alai, Desa Batu Bersurat, Desa Muara Takus,
Desa Ranah Sungkai, Desa Binamang, Desa Pongkai Istiqomah dan Desa Koto Tuo
Barat diketahui memiliki kelas kemiringan lahan yang beragam. Data mengenai
klasfikasi kemiringan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 13 Persentase area kemiringan lahan


Kemiringan Luas area (km2) Persentase (%)
0 - 8% 7.62 2.35
8 - 15% 38.18 11.79
15 - 25% 116.16 35.86
25 - 40% 93.58 28.89
>40% 68.38 21.11
Total 323.92 100.00

Kawasan Waduk Koto Panjang didominasi oleh lahan dengan sifat


kemiringan agak curam (15-25%) dan landai (8-15%). Area dengan sifat
kemiringan agak curam memiliki persentase luasan sebesar 27.1% dari luas area
darat tapak penelitian atau seluas 85.9 km2, sedangkan area dengan sifat kemiringan
landai memiliki persentase luasan sebesar 25.3 % dari luas area darat tapak
penelitian atau seluas 80.3 km2. Untuk area dengan sifat kemiringan curam dan
sangat curam, masing-masing memiliki persentase luasan sebesar 19.6% dan
11.6 % dari luas area darat tapak penelitian. Area dengan sifat curam dan sangat
37

curam umumnya berada di bagian timur tapak penelitian seperti terlihat pada
Gambar 20.
Area dengan kemiringan curam dan sangat curam akan dikembangkan
menjadi kawasan konservasi dan kawasan hutan lindung daerah setempat.
Pengembangan kawasan konservasi dan hutan lindung disesuaikan dengan Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Kampar tahun 2013-2033. Area hutan
lindung yang terdapat pada RTRW Kabupaten Kampar akan tetap dipertahankan.
Klasifikasi kemiringan lahan dan data topografi pada waduk dianalisis untuk
melihat kesesuaian kemiringan lahan untuk dijadikan sebagai kawasan wisata.
Analisis data topografi dan kemiringan lahan di sekitar waduk disajikan dalam
bentuk peta pada Gambar 19 dan Gambar 20.
Kriteria pengembangan area luar (outdoor space) yang dikemukakan oleh
Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) mengklasifikasikan tingkat kesesuaian
lahan berdasarkan perbedaan kemiringan suatu tapak. Area yang memiliki
kemiringan 0-8% diklasifikasikan sebagai lahan datar sehingga sesuai untuk
pengembangan area luar. Area yang memenuhi kriteria tersebut dikategorikan
“sesuai” dengan nilai skor tiga. Area yang memiliki kemiringan 8-15%
diklasifikasikan sebagai lahan landai hingga berbukit sehingga cukup sesuai untuk
pengembangan area luar. Area yang memenuhi kriteria tersebut dikategorikan
“agak sesuai” dengan nilai skor dua. Area yang memiliki kemiringan >15%
diklasifikasikan sebagai lahan curam, berbahaya dan memerlukan rekayasa
mekanik berat sehingga kurang sesuai untuk pengembangan area luar. Area yang
memenuhi kriteria tersebut dikategorikan “kurang sesuai” dengan nilai skor satu.
Peta analisis kesesuaian kemiringan lahan untuk kegiatan wisata dapat dilihat pada
Gambar 21.

b. Kerawanan Longsor
Dilihat dari peta kontur yang telah dibuat, kawasan di sekitar Waduk Koto
Panjang merupakan kawasan yang berbukit dengan kemiringan yang bervariasi dari
kemiringan datar (0-8%) hingga kemiringan sangat curam (>40%). Hal ini
menyebabkan di beberapa area memiliki potensi untuk terjadi longsor terutama
ketika musim penghujan. Selain itu, pembukaan lahan untuk dikonversi menjadi
perkebunan di lereng oleh warga menambah pengaruh terhadap terjadinya longsor.
Seperti yang dikemukanan oleh Bishop dan Stevens (1964) dalam Hardiyatmo
(2006) yang menyatakan bahwa penebangan atau pembongkaran pohon-pohon di
area lereng menambah frekuensi dan luas daerah longsor terutama longsor dengan
kedalaman dangkal (1.5-5 m). Selain itu, Amarantus et al. (1985) dalam buku yang
sama juga menyimpulkan bahwa longsoran di area yang telah mengalami
penebangan pohon rata-rata 109 kali lebih lebih besar dari pada di area dengan
lereng alami.

Gambar 18 Pembukaan lahan untuk perkebunan


38

Gambar 19 Peta topografi


17
39

Gambar 20 Peta klasifikasi kemiringan lahan


40

Gambar 21 Peta kesesuaian lereng untuk wisata


41

Area di lereng terutama dengan kemiringan curam seharusnya dikonservasi


dan tidak dikonversi menjadi lahan perkebunan. Pembukaan lahan alami akan
meningkatkan kemungkinan terjadinya longsor yang membawa partikel tanah ke
arah waduk dan menjadi endapan di dasar waduk.
Analisis kerawanan longsor dilakukan dengan menggunakan metode
pembobotan berdasarkan kriteria Subagio (2008) yang membagi kawasan waduk
kedalam tiga kelas area, yaitu area tidak rawan dengan skor 3 dengan kriteria jarang
atau tidak pernah terjadi longsor kecuali di daerah tebing, topografi datar hingga
landai (kemiringan lereng <20%), dan vegetasi agak rapat; area rawan dengan skor
2 dengan kriteria jarang terjadi longsor kecuali jika lereng terganggu, topografi
landai hingga curam (kemiringan lereng 20-40%), dan vegetasi agak rapat hingga
rapat; sangat rawan dengan skor 1 dengan kriteria sering terjadi longsor, topografi
sangat curam (kemiringan lereng >40%), dan vegetasi agak rapat hingga sangat
rapat. Peta analisis kerawanan longsor dapat dilihat pada Gambar 20.
Masalah longsor diperparah dengan kebiasan warga sekitar untuk melakukan
penggalian batu gunung secara ilegal. Penggalian ini dilakukan di tebing-tebing
yang langsung bersebelahan dengan jalan utama kendaraan. Kondisi tebing
penggalian sangat rawan terjadi longsor.

3. Jenis dan Karakteristik Tanah


Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki dua jenis kompleks tanah, yaitu
tanah organosol dan podsolik. Luas area dengan jenis tanah organosol adalah
256,57 km2. Sedangkan luas area dengan jenis tanah podsolik adalah 67,35 km2.

Tabel 14 Jenis tanah dan luasan pada Waduk Koto Panjang


No. Jenis Tanah Luas (km2) Persentase (%)
1 Organosol glei humus 256,57 79,20
2 Podsolik merah kuning 67,35 20,80
alluvium
Sumber: Bappeda Kabupaten Kampar (2014) dari sistem PPT (1981)

Tanah organosol adalah tanah yang tersusun dari bahan organik atau
campuran bahan mineral dengan ketebalan bahan organik minimal 50 cm. Kondisi
tanah di sekitar kawasan waduk bertekstur pasir. Jika tanah bertekstur pasir maka
tanah organosol mengandung minimal 20 persen bahan organik (Rachim dan Arifin,
2011). Jenis tanah organosol peka erosi dan mudah terbakar. Tanah organosol biasa
ditanami dengan karet, kelapa, nenas dan palawija.
Jenis tanah podsolik kaya akan Al dan Fe akibat pencucian tanah yan terus
menerus sehingga berwarna cokelat hingga merah kekuningan. Oleh karena itu
tanah podsolik peka terhadap erosi dan rentan terjadi longsor. Tingkat kesuburan
tanah ini rendah sehingga produktifitas pertanian diatasnya berada pada rentang
rendah hingga sedang. Jenis tanah ini biasa dimanfaatkan sebagai perkebunan karet ,
perkebunan kelapa sawit, perkebunan kelapa dan jambu. Di kawasan Waduk Koto
Panjang sendiri didominasi oleh perkebunan karet dan kelapa sawit. Peta jenis tanah
Waduk Koto Panjang dapat dilihat pada Gambar 23.
42

Gambar 22 Peta analisis kerawanan longsor


43

Gambar 23 Peta analisis jenis tanah


44

4. Hidrologi
Waduk Koto Panjang berada dalam kawasan sub DAS Kampar Kanan yang
merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar . Selain berasal dari
air hujan, air pada Waduk Koto Panjang berasal dari aliran beberapa sungai yang
mengalir ke waduk. Sungai utama yang menjadi sumber air pada waduk adalah
Sungai Kampar Kanan. Volume air pada waduk sangat terpengaruh oleh musim
yang sedang berlangsung. Ketinggian muka air maksimum yang tercatat selama
musim hujan berlangung adalah 85 meter, sedangkan ketinggian muka air minimum
ketika musim kemarau adalah 73.5 meter. Selain Sungai Kampar Kanan, aliran inlet
pada waduk juga berasal dari beberapa sungai kecil seperti Sungai Kapau, Sungai
Tiwi, Sungai Takus, Sungai Gulamo, Sungai Mahat, Sungai Osang, Sungai Arau
Kecil dan Arau Besar, dan sungai Cunding (Adriani et al., 2006).
Melihat kondisi Waduk Koto Panjang, masalah utama terkait kondisi
hidrologi adalah sedimentasi pada dasar waduk yang menyebabkan pendangkalan.
Hal ini disebabkan oleh pembukaan lahan alami di area perbukitan untuk dijadikan
perkebunan. Pembukaan lahan tentu sangat berbahaya mengingat kondisi lereng
yang curam sehingga rentan terhadap erosi dan longsor.
Hal ini terkait juga dengan curah hujan di bagian hulu dimana ketika curah
hujan di daerah hulu cukup tinggi maka aliran sungai akan membawa patikel keras
hingga ke waduk dan meningkatkan laju erosi dan sedimentasi di kawasan waduk.
Jika hal ini terus terjadi, volume air pada waduk akan mengalami penurunan yang
akan berdampak pada berkurangnya daya listrik yang dihasilkan oleh PLTA Koto
Panjang.
Menurut data PLN sektor pembangkitan Pekanbaru, potensi erosi di sekitar
area genangan waduk Koto Panjang sebesar 390,726 ton/ha/tahun. Jumlah beban
sedimen yang masuk ke waduk melalui aliran inlet sebesar 218,505 ton/hari.
Diperoleh dari sumber yang sama, rata-rata laju sedimentasi di sekitar waduk
sebesar 180,311 ton/ha/tahun.

Tabel 15 Beban sedimen di inlet waduk


Lokasi Inlet Debit (m3/detik) Beban Sedimen (ton/hari)
Sungai Batang Mahat 167,009 57,718
Sungai Kampar 310,161 160,787
Jumlah 477,170 218,505
Sumber: PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru, 2013

Tabel 16 Laju sedimentasi di stasiun pengukuran


Beban Sedimen (ton/ha/tahun
Lokasi Stasiun
Periode I Periode II Rata-rata
Batang Mahat Lama 221,357 299,115 260,236
Sungai Gulamo 113,421 201,274 157,348
Koto Tuo 102,790 174,006 138,398
Dam site 144,108 186,411 165,260
Jumlah 581,676 860,806 721,242
Rata-rata 145,419 215,202 180,311
Sumber: PLN Sektor Pembangkitan Pekanbaru, 2013
45

Gambar 24 Peta analisis hidrologi


46

Pihak PLN telah melakukan beberapa upaya untuk mengurangi dampak yang
terjadi. Gerakan penghijauan dilakukan di kawasan waduk terutama yang terletak
di area hulu sungai untuk meningkatkan penyerapan air tanah. Di samping itu,
sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian kawasan
waduk terus dilakukan secara berkala untuk memberi pemahaman-pemahaman dari
aspek lingkungan dan aspek legal. Selain itu, pihak PLN juga bekerja sama dengan
instansi terkait seperti Balai Konservasi Sumberdaya Alam Riau dan Dinas
Kehutanan Provinsi Riau dan Kabupaten Kampar untuk melakukan pengawasan
terhadap kawasan lindung yang berada di sekitar waduk sebagai area tangkapan air.

5. Iklim
a. Curah Hujan
Data intensitas curah hujan kawasan Waduk Koto Panjang diperoleh dari
pantauan stasiun meteorologi Kota Pekanbaru dalam periode 2009 sampai 2013.
Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki rata-rata curah hujan tahunan 2976
mm/tahun. Rata-rata curah hujan bulanan adalah sebesar 248 mm/bulan.
Berdasarkan pada klasifikasi iklim Oldeman, kawasan Waduk Koto Panjang
tergolong pada tipe iklim C1. Tipe iklim ini menunjukan bahwa kawasan Waduk
Koto Panjang memiliki panjang bulan basah secara berturut-turut 5 sampai 6 bulan
setiap tahunnya dan tidak memiliki bulan kering. Curah hujan terendah terjadi pada
bulan Juni, yaitu 121 mm dan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November,
yaitu 378 mm. Curah hujan pada akhir tahun cenderung tinggi karena telah
memasuki musim penghujan.

400
Curah hujan (mm)

350
300
250
200
150
100
50
0

Bulan

Gambar 25 Grafik curah hujan Waduk Koto Panjang tahun 2009 sampai 2013
47

Gambar 26 Peta analisis curah hujan


48

b. Suhu
Rata-rata suhu bulanan kawasan Waduk Koto Panjang adalah 26,97 ˚C. Suhu
tertinggi tercatat pada bulan Juni, yaitu 28 ˚C. Bulan Juni merupakan pertengahan
musim kemarau secara yang berlangsung dari bulan April hingga September. Suhu
terendah tercatat pada bulan Januari dan Oktober, yaitu 25,4 ˚C. Grafik suhu
kawasan Waduk Koto Panjang dapat dilihat pada Gambar 27.

28.5
28
27.5
Suhu (˚C)

27
26.5
26
25.5
25
24.5
24

Bulan

Gambar 27 Grafik fluktuasi suhu Waduk Koto Panjang tahun 2014

c. Kelembaban Relatif (RH)


Kelembaban udara kawasan Waduk Koto Panjang berada pada rentang 77
sampai 84 persen. Kelembaban udara tertinggi tercatat pada bulan Desember, yaitu
84 persen dan kelembaban udara terendah tercatat pada bulan Februari dan Oktober,
yaitu 77 persen. Rata-rata kelembaban udara bulanan di kawasan waduk sebesar
80,25 persen. Fluktuasi kelembaban relatif di kawasan waduk dapat dilihat pada
Gambar 28.
86
84
82
RH (%)

80
78
76
74
72

Bulan

Gambar 28 Grafik fluktuasi kelembaban relatif Waduk Koto Panjang tahun 2014

Data iklim digunakan untuk mengetahui kenyamanan kondisi kawasan


Waduk Koto Panjang untuk melakukan aktivitas manusia, khususnya aktivitas yang
dilakukan di ruang luar (outdoor space) melalui perhitungan Thermal Humidity
Index (THI). Nilai THI pada lokasi penelitian adalah sebesar 25,90 ˚C. Jika
49

dibandingkan dengan ambang batas kenyamanan untuk daerah tropis yang bernilai
kurang dari 27 ˚C, maka tingkat kenyamanan di kawasan Waduk Koto Panjang
dapat dikategorikan nyaman untuk melakukan aktivitas luar ruangan.
Menurut Brooks (1988), vegetasi berkanopi memiliki fungsi untuk
memodifikasi kondisi iklik mikro sebuah kawasan melalui penyerapan radiasi
matahari. Vegetasi dengan kanopi padat berfungsi sebagai penghalang radiasi
matahari, sedangkan vegetasi dengan kanopi terbuka berfungsi sebagai penyaring
radiasi matahari. Selain itu, rumput dan penutup tanah berfungsi untuk mengurangi
radiasi matahari pada permukaan tanah.

Sumber: Brooks (1988) diacu dalam Dinata (2009)


Gambar 29 Ilustrasi penyerapan radiasi matahari oleh vegetasi

Seperti yang terlihat pada Gambar 27, penyerapan radiasi matahari tinggi
terjadi pada penggunaan vegetasi dengan karakteristik kerapatan daun tinggi
dengan bentuk tajuk bulat dan percabangan pendek. Sebaliknya, vegetasi dengan
karakteristik kerapatan daun jarang akan lebih banyak meloloskan radiasi matahari.
Teknik analisis aspek fisik dilakukan menggunakan metode overlay. Hasil
analisis keseluruhan pada aspek fisik akan disajikan dalam bentuk peta spasial
seperti pada Gambar 31.

Biofisik
1. Vegetasi
Kawasan Waduk Koto Panjang didominasi oleh tanaman perkebunan. Hal ini
tidak terlepas dari warga di sekitar waduk yang mayoritas bermata pencaharian
sebagai petani. Selain itu, tanaman hutan tropis basah juga terdapat di sekitar
kawasan waduk berupa lahan yang memang diperuntukan sebagai lahan konservasi
dan lahan milik warga yang belum diolah. Beberapa jenis tanaman yang terdapat di
kawasan waduk dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Daftar nama vegetasi di lokasi penelitian


Nama Latin Nama Lokal Keterangan
Elaeis oleifera Kelapa sawit Tanaman produksi
Havea brasiliensis Karet Tanaman produksi
Uncaria gambir Gambir Tanaman produksi
Agathis dammara Damar Tanaman produksi
Mangifera indica Mangga Tanaman produksi
Spathodea campanulata Kecrutan Tanaman konservasi
Alamanda cathartica Terompet emas Tanaman konservasi
Shorea spp. Meranti merah Tanaman produksi
Koompassia malaccensis Kempas Tanaman produksi
Dipterocarpus coriaceus Keruing Tanaman produksi
Cinnamomum spp. Madang Tanaman produksi
50

Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki beberapa masalah utama terkait


dengan kondisi fisik lingkungan yang terus menurun. Pembukaan lahan untuk
menjadi lahan produksi oleh masyarakat menjadi penyebab utama penurunan
kondisi fisik ini. Berkurangnya jumlah vegetasi hutan di sekitar waduk akan
berdampak pada berkurangnya jumlah air yang dapat diresap oleh tanah. Tanpa
adanya tajuk pohon yang melindungi permukaan tanah, air hujan akan langsung
jatuh dan mengalir di permukaan tanah sehingga meningkatkan kemungkinan
terjadinya erosi terutama di daerah dengan kelerengan curam. Erosi yang mengalir
ke area genangan akan mempercepat terjadinya sedimentasi di dasar waduk dan
berakibat pada berkurangnya volume air yang dapat ditampung waduk. Pembukaan
lahan bukan hanya terjadi di sekitar waduk namun juga di daerah hulu sungai yang
mengalir menuju waduk. Menurut PLN sektor pembangkitan Kota Pekanbaru, debit
air yang masuk ke area waduk mengalami penurunan dari tahun-tahun sebelumnya.

Gambar 30 Penjarahan dan pembukaan lahan oleh warga


Metode pembukaan lahan yang sangat konvensional, yaitu dengan metode
slash and burn menimbulkan dampak negatif lain berupa kabut asap. Warga sekitar
waduk sering melakukan pembukaan lahan pada musim kemarau yang kering.
Kondisi lingkungan kering akan mempermudah api untuk menjalar. Proses ini
sebagian besar dilakukan tanpa pengawasan yang baik sehingga sering berakibat
pada kebakaran hutan.
Vegetasi sangat berperan dalam memperbaiki ketahanan lereng terhadap erosi
melalui perlindungan permukaan tanah dari tekanan air hujan secara langsung dan
mengurangi kelembaban tanah ketika hujan. Selain itu, vegetasi juga berperan
dalam mengikat partikel tanah sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya erosi.
51

Fungsi vegetasi dalam mencegah erosi akan berlangsung efektif jika perakaran
vegetasi menembus hingga batuan dasar (semakin dalam, semakin kuat).
Di samping memiliki dampak positif dalam mencegah erosi, vegetasi juga
memiliki dampak negatif seperti menambah beban berat di permukaan tanah dan
menambah beban dinamis ketika tertiup angin (Hardiyamo, 2006). Hal ini dapat
dihindari melalui pemilihan jenis tanaman, penempatan dan prosedur penanaman
yang akan digunakan. Vegetasi yang baik adalah vegetasi yang tidak terlalu besar
agar tidak goyang ketika tertiup angin dan memiliki akar dalam.
Vegetasi mempengaruhi kondisi tanah dalam dua proses, yaitu secara
hidrologis dan mekanik. Secara hidrologis, vegetasi berpengaruh sebagai berikut:
a. sebagai interseptor, daun tanaman memotong jatuh air hujan sehingga
mengurangi jumlah air langsung jatuh ke tanah,
b. akar tanaman menyerap air dalam tanah sehingga tekanan dalam tanah
berkurang dan menurunkan potensi terjadinya longsor,
c. vegetasi turut berperan dalam memelihara porositas dan permeabilitas tanah
sehingga menurunkan dampak negatif dari aliran permukaan.
Secara mekanik, vegetasi berpengaruh sebagai berikut:
a. akar tanaman berfungsi sebagai pengikat partikel tanah,
b. akar tanaman berfungsi sebagai penyangga tanah terutama jika perakaran
menembus lapisan dalam batuan.
Kombinasi antara semak dan pohon adalah kombinasi paling baik dalam
mengendalikan longsor untuk kawasan berlereng. Beberapa jenis vegetasi yang
dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk mengurangi resiko terjadinya longsor
di Waduk Koto Panjang dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Vegetasi untuk pengendalian erosi


Nama Latin Nama Lokal Kerapatan Tajuk Habitat (mdpl)
Jenis akar dalam dengan cabang akar banyak
Vitex pubecens Laban Sedang <300
Lagerstomia speciousa Bungur Sedang <300
Homalium tomentosum Dlingsen Sedang <300
Acacia villosa Lamtoro merah Ringan <300
Launcaena glauca Lamtoro sebrang Ringan <300
Aleurites moluccana Kemiri Berat <1000
Melia azdarach Mindi Ringan <1000
Cassia seamea Johar Sedang <700
Leucaena leucocepala Lamtoro Ringan <500
Jenis akar dalam dengan cabang akar sedikit
Gluta renghas Renghas Berat <300
Cassia fistula Trengguli Sedang <400
Dalbergia latifolia Sono keling Sedang 200 sampai 700
Dalbergia sisoides Sono brits Sedang 200 sampai 700
Swietenia macrophylla Mahoni Ringan <700
Schleichera oleosa Kesambi Berat <700
Pterocarpus indicus Angsana Sedang <700
Tamarindu indica Asam Ringan <1000
Acacia leucophloea Pilang Ringan <700
Sumber: Soedjoko (2003) dalam Hardiyatmo (2006) dan Suryatmojo (2009) dalam Ardana (2013)
52

Gambar 31 Hasil analisis kesesuaian ekologi untuk wisata


53

2. Satwa
Kawasan Koto Panjang dan sekitarnya memiliki beberapa jenis satwa liar dan
dilindungi seperti bajing (Callosciurus notatus), landak (Hystrix sumatrae), dan
kukang (Nycticebus coucang). Selain satwa mamalia, Waduk Koto Panjang kaya
akan spesies ikan yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemancing. Beberapa
jenis ikan di waduk adalah ikan tapah (Wallago micropogon), ikan toman (Channa
micropeltes), ikan belida (Chitala lopis), ikan baung (Hemibagrus hoevenii), ikan
gabus (Channa striata), ikan kapiek (Barbonymus schwanenfeldii), ikan lele
(Clarias olivaceus), ikan katung (Peristolepis grooti), ikan motan (Thynnichthys
polylepis), ikan paweh (Osteochilus hasselti), dan ikan tilan (Mastacembelus
erythrotaenia).

Aspek Sosial

Preferensi Masyarakat dan Pengunjung


Pada dasarnya, warga yang tinggal di sekitar Waduk Koto Panjang adalah
warga dan keturunan dari warga yang berasal dari desa yang telah ditenggelamkan
akibat dari pembangunan waduk sehingga keberadaan waduk telah menjadi bagian
dari kehidupan masyarakat setempat. Warga di sekitar waduk mayoritas bermata
pencaharian sebagai petani karet. Waduk sering dimanfaatkan sebagai jalur
sirkulasi untuk menuju kebun warga yang tidak memiliki akses jalan darat. Selain
itu, waduk juga dimanfaatkan untuk mengangkut hasil pertanian warga untuk di
jual. Karakteristik masing-masing desa yang berada di sekitar waduk dapat dilihat
pada Tabel 19.

Tabel 19 Karakteristik desa di kawasan Waduk Koto Panjang


Karakteristik
No. Desa
Sejarah Sosial Budaya
1. Batu Bersurat Termasuk desa yang a. Desa dengan jumlah Terdapat upacara
yang direlokasi penduduk terbanyak adat Balimau
b. Mata pencaharian Kasai untuk
warga berkebun menyambut Bulan
tanaman karet Ramadhan
c. Masih ada kegiatan
mencari kayu bakar
2. Binamang Pemecahan dari a. Masih ada kegiatan -
Desa Batu Bersurat mencari kayu bakar
yang asli b. Mata pencaharian
warga didominasi
dengan berkebun
tanaman karet
3. Koto Tuo Termasuk desa yang a. Masih ada kegiatan -
yang direlokasi mencari kayu bakar
b. Sebagian kecil
masyarakat
menanam padi
c. Didominasi dengan
kegiatan berkebun
campuran
d. Kegiatan
perdagangan cukup
tinggi
54

Tabel 19 Karakteristik desa di Kawasan Waduk Koto Panjang (lanjutan)


Karakteristik
No. Desa
Sejarah Sosial Budaya
4. Koto Tuo Barat - Masih ada kegiatan -
mencari kayu bakar
5. Muara Takus Termasuk desa yang a. Masih ada kegiatan a. Terdapat Candi
direlokasi yang mencari kayu bakar Muara Takus
berkaitan dengan b. Terdapat masyarakat yang sering
sejarah candi Muara yang beternak kerbau digunakan untuk
Takus c. Tinggi aktivitas budi ritual keagaman
daya ikan air tawar Budha
(Maghapuja,
Asadha, Khatnia
dan Waisak).
b. Seni musik
Calempong
c. Dzikir gubano
6. Ranah Sungai - a. Masih ada kegiatan -
mencari kayu bakar
b. Mulai beralih ke
perkebunan sawit
7. Tanjung Alai Termasuk desa yang a. Moda transportasi -
yang direlokasi utama menggunakan
perahu
b. Tinggi aktivitas budi
daya perikanan
terutama di area
pintu waduk
8. Pongkai Pemecahan dari Desa a. Masih ada kegiatan -
Istiqamah Koto Tuo yang asli mencari kayu bakar
b. Didominasi kegiatan
berkebun tanaman
karet
9. Gunung Termasuk desa yang a. Masih ada kegiatan -
Bungsu yang direlokasi mencari kayu bakar
b. Kegiatan berdagang
dan berkebun

Melihat keindahan kawasan Waduk Koto Panjang, menjadikan waduk koto


panjang menjadi tujuan destinasi persinggahan bagi orang-orang yang melintas baik
dari Kota Pekanbaru maupun Provinsi Sumatera Barat. Di samping itu, Waduk
Koto Panjang juga sering dijadikan tujuan destinasi wisata diakhir pekan. Maka dari
itu kawasan Waduk Koto Panjang sebenarnya memiliki potensi yang cukup untuk
dapat dikembangkan menjadi kawasan wisata yang secara tidak langsung akan
meningkatkan gerak roda ekonomi masyarakat setempat. Pengembangan kawasan
waduk diharapakan turut melibatkan peran masyarakt setempat secara aktif dalam
rangka memberi dampak pada perekonomian masyarakat yang lebih baik.
Untuk mengetahui preferensi masyarakat dan pengunjung terhadap
keberadaan Waduk Koto Panjang, penyebaran kuesioner ditujukan kepada warga
Kota Pekanbaru dan pengunjung waduk dengan jumlah sampel masing-masing
sebanyak 30. Penyebaran kuesioner kepada warga Kota Pekanbaru bertujuan untuk
mengetahui keinginan warga dalam berwisata sebagai salah satu potensi pasar
wisata bagi Waduk Koto Panjang. Sedangkan penyebaran kuesioner kepada
pengunjung dan warga setempat bertujuan untuk mengetahui persepsi dan
55

preferensi terhadap pengembangan kawasan wisata. Adapun data kuesioner yang


ditujukan kepada warga Kota Pekanbaru dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Hasil kuesioner persepsi warga Kota Pekanbaru


Frekuensi
No. Variabel Frekuensi
Relatif (%)
Identitas Responden
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 17 56,7
b. Perempuan 13 43,3
2. Umur
a. Kurang dari 17 tahun 2 6,7
b. 17 sampai 25 tahun 23 76,7
c. 26 sampai 55 tahun 5 16,6
d. Lebih dari 55 tahun 0 0,0
3. Pendidikan Terakhir
a. SD 0 0,0
b. SMP 2 6,7
c. SMA 14 46,7
d. S1 10 33,3
e. S2 3 10,0
f. S3 1 3,3
4. Pekerjaan
a. Pelajar 2 6,7
b. Mahasiswa 16 53,3
c. PNS 4 13,3
d. TNI/Polri 0 0,0
e. Pegawai Swasta 5 16,7
f. Wirausaha 1 3,3
g. Ibu Rumah Tangga 0 0,0
h. Lainnya 2 6,7
Pola Kunjungan Wisata
5. Dengan siapa berwisata
a. Sendiri 0 0,0
b. Berdua 0 0,0
c. Kelompok kecil (3-10 orang) 29 96,7
d. Kelompok besar (lebih 10 1 3,3
orang)
6. Moda transportasi menuju tempat wisata
a. Kendaraan pribadi 22 73,3
b. Kendaraan umum 5 16,7
c. Kendaraan sewaan 3 10,0
7. Frekuensi wisata
a. Setiap minggu 1 3,3
b. 1 kali sebulan 7 23,4
c. 2 sampai 6 kali setahun 21 70,0
d. 1 kali setahun 1 3,3
8. Waktu kunjungan
a. Hari libur 27 90
b. Hari biasa 3 10
9. Objek wisata yang biasa dikunjungi
a. Candi Muara Takus 20 66,7
56

Tabel 20 Hasil kuesioner persepsi warga Kota Pekanbaru (lanjutan)


Frekuensi
No. Variabel Frekuensi
Relatif (%)
b. Istana Siak Sri Indrapura 26 86,7
c. Riau Fantasy 12 40,0
d. Taman Nasional Tesso Nilo 1 3,3
e. Wisata Bono 4 13,3
f. Waduk PLTA Koto Panjang 13 43,3
g. Taman Nasional Bukit Tiga 5 16,7
Puluh
h. Lainnya (alam mayang, Danau 4 13,3
Buatan)
10. Lama kunjungan wisata
a. kurang dari 2 jam 5 16,7
b. 2 sampai 5 jam 19 63,3
c. 1 hari 4 13,3
d. Lebih dari 1 hari 2 6,7
11. Pilihan tempat jika lebih dari 1 hari
a. Rumah kenalan 9 30,0
b. Rumah penduduk (Homestay) 1 3,3
c. Penginapan sekitar 20 66,7
12. Pengetahuan tentang keberadaan Waduk
Koto Panjang
a. Mengetahui 23 76,7
b. Tidak mengetahui 7 23,3
Jika mengetahui, sumber informasi
tentang wisata Waduk Koto Panjang
a. Cerita kerabat 15 65,2
b. Internet 1 4,3
c. Koran, majalah, leaflet 2 8,7
d. Lainnya 5 21,8
Preferensi responden
13. Alasan mengunjungi tempat wisata
a. Keunikan (bentukan alam) 24 80,0
b. Suasana kawasan alami 25 83,3
c. Kuliner 7 23,3
d. Lainnya 0 0,0
14. Kegiatan yang biasa dilakukan ketika
berwisata
a. Melihat pemandangan 15 50,0
b. Duduk-duduk 0 0,0
c. Piknik 5 16,7
d. Jalan-jalan 8 26,7
e. Wisata kuliner 2 6,6
f. Lainnya 0 0,0
15. Fasilitas yang perlu diperhatikan di
tempat wisata
a. Aksesibilitas jalan 21 70,0
b. Sarana transportasi 18 60,0
c. Penginapan 17 56,7
d. Pusat informasi 22 73,3
e. Tempat makan/restoran 13 43,3
57

Tabel 20 Hasil kuesioner persepsi warga Kota Pekanbaru (lanjutan)


Frekuensi
No. Variabel Frekuensi
Relatif (%)
f. Kios souvenir 9 30,0
g. Fasilitas pengamanan 16 53,3
h. Fasilitas umum (tempat ibadah, 21 70,0
toilet, sarana parkir, tempat
sampah, tempat duduk,
penaung)
16 Aktivitas wisata yang disukai/diinginkan
a. Aktivitas air 6 20,0
b. Memancing 2 6,7
c. Berkemah, area bermain anak, 9 30,0
outbound
d. Eksplorasi kawasan (hiking, 13 43,3
eksplorasi goa, eksplorasi anak
sungai)
e. Lainnya 0 0,0
17. Sumber informasi mengenai objek
wisata
a. Cerita kerabat 12 40
b. Internet 16 53,3
c. Koran, majalah, leaflet 2 6,7
d. Lainnya 0 0,0

Hasil analisis menunjukan bahwa 66,7% responden telah mengetahui tentang


pengertian lanskap secara umum. Mayoritas responden (96,7%) biasanya mlakukan
kunjungan wisata dalam kelompok kecil yang terdiri dari 3 sampai 10 orang.
Responden juga lebih suka menggunakan kendaraan pribadi untuk mengunjungi
suatu kawasan wisata. Di samping dirasa lebih bebas, keberadaan sarana
transportasi umum dirasa masih kurang memadai menurut responden. Berdasarkan
kebiasaan tersebut, sarana parkir perlu diperhitungkan secara tepat agar mampu
mengakomodasi kendaraan pengunjung. Sebagian besar responden (63,3%)
berwisata dengan lama kunjungan 2 sampai 5 jam. Namun ada responden yang
menghabiskan waktu wisata lebih dari satu hari (6,7%) sehingga memerlukan
tempat untuk menginap di sekitar tempat wisata.
Sebanyak 23 responden (76,7%) yang merupakan warga Kota Pekanbaru
telah mengetahui keberadaan tempat wisata Waduk Koto Panjang. Responden
mengetahui keberadaan waduk dari cerita kenalan dan kerabat. Hal ini
mengindikasikan bahwa promosi Waduk Koto Panjang sebagai tempat wisata
masih berjalan tidak efektif. Pemanfaatan media terkini seperti media sosial dan
media elektronik belum dilakukan sebagaimana mestinya untuk menarik lebih
banyak pengunjung.
Alasan responden mengunjungi sebuah kawasan wisata karena keunikan
berupa bentukan alam (80%) dan suasana kawasan alami (83,3%). Sejalan dengan
itu, kegiatan yang biasa dilakukan responden di tempat wisata juga berkaitan
dengan menikmati suasana alami suatu kawasan seperti melihat pemandangan
(50%), jalan-jalan (26,6%) dan piknik (16,7%).
58

Tabel 21 Hasil kuesioner preferensi pengunjung Waduk Koto Panjang


Frekuensi
No. Variabel Frekuensi
Relatif (%)
Identitas Responden
1. Jenis Kelamin
a. Laki-laki 20 66,7
b. Perempuan 10 33,3
2. Umur
a. Kurang dari 17 tahun 1 3,3
b. 17 sampai 25 tahun 7 23,3
c. 26 sampai 55 tahun 20 66,7
d. Lebih dari 55 tahun 2 6,7
3. Pendidikan Terakhir
a. SD 0 0,0
b. SMP 3 10,0
c. SMA 16 53,3
d. S1 11 36,7
e. S2 0 0,0
f. S3 0 0,0
4. Pekerjaan
a. Pelajar 1 3,3
b. Mahasiswa 3 10,0
c. PNS 2 6,7
d. TNI/Polri 0 0,0
e. Pegawai Swasta 17 56,7
f. Wirausaha 2 6,7
g. Ibu Rumah Tangga 4 13,3
h. Lainnya 1 3,3
5. Daerah tempat tinggal
a. Riau 19 63,3
b. Lainnya 11 36,7
Pola Kunjungan Wisata
6. Dengan siapa datang ke lokasi
a. Sendiri 1 3,3
b. Berdua 6 20,0
c. Kelompok kecil (3-10 orang) 16 53,4
d. Kelompok besar (lebih 10 orang) 7 23,3
7. Moda transportasi menuju lokasi
a. Kendaraan pribadi 28 93,3
b. Kendaraan umum 2 6,7
c. Kendaraan sewaan 0 0,0
8. Frekuensi mengunjungi waduk
a. Baru pertama kali 6 20,0
b. 1 kali sebulan 0 0,0
c. 2 sampai 6 kali setahun 18 60,0
d. 1 kali setahun 6 20,0
9. Waktu kunjungan ke waduk
a. Hari libur 29 96,7
b. Hari biasa 1 3,3
10. Lama kunjungan di lokasi
a. kurang dari 2 jam 19 63,3
b. 2 sampai 5 jam 7 23,3
59

Tabel 21 Hasil kuesioner preferensi pengunjung Waduk Koto Panjang


(lanjutan)
Frekuensi
No. Variabel Frekuensi
Relatif (%)
c. 1 hari 3 10,0
d. Lebih dari 1 hari 1 3,3
Preferensi responden
11. Daya tarik yang ada di lokasi
a. Keunikan (bentukan alam) 7 23,3
b. Suasana kawasan alami 26 86,7
c. Kuliner 2 6,7
d. Lainnya 0 0,0
12. Aktivitas saat di lokasi
a. Melihat pemandangan 22 73,4
b. Duduk-duduk 4 13,3
c. Piknik 2 6,7
d. Jalan-jalan 1 3,3
e. Wisata kuliner 1 3,3
f. Lainnya 0 0,0
13. Fasilitas yang perlu diperbaiki/disediakan
a. Aksesibilitas jalan 2 6,7
b. Sarana transportasi 2 6,7
c. Penginapan 10 33,3
d. Pusat informasi 5 16,7
e. Tempat makan/restoran 7 23,3
f. Kios souvenir 4 13,3
g. Fasilitas pengamanan 5 16,7
h. Fasilitas umum (tempat ibadah, toilet, 24 80,0
sarana parkir, tempat sampah, tempat
duduk, penaung)
14. Aktivitas wisata yang disukai/diinginkan di
lokasi
a. Bersampan keliling waduk 16 53,3
b. Memancing 5 16,7
c. Berkemah, area bermain anak, 6 20,0
outbound
d. Eksplorasi kawasan (hiking, 1 3,3
eksplorasi goa, eksplorasi anak
sungai)
e. Lainnya 2 6,7

Berdasarkan kuesioner yang dibagikan kepada pengujung kawasan waduk,


sebesar 63,3% responden (19 responden) menghabiskan waktu kunjungan kurang
dari dua jam. Sebagian besar responden tersebut menyatakan bahwa kawasan
waduk sering dijadikan tempat persinggahan untuk beristirahat sebelum
melanjutkan perjalanan kembali, baik menuju ke Pekanbaru maupun ke Sumatera
Barat. Hal ini ditunjang oleh lokasi waduk yang berada di pertengahan jalan Riau-
Sumatera Barat. Selain itu, kondisi alami kawasan juga menjadi alasan pengunjung
datang ke lokasi ini yang ditunjukan oleh 87,6% responden (26 responden)
menyatakan suasana kawasan yang alami sebagai daya tarik kawasan waduk.
60

Tingkat kepuasan pengunjung terhadap kawasan waduk terlihat pada grafik


hasil kuesioner pada Gambar 32. Sebagian besar responden (50%) menyatakan
bahwa kawasan waduk memiliki tingkat kebersihan cukup baik. Sebesar 56,6% (17
responden) berpendapat bahwa keamanan kawasan waduk cukup baik. Sedangkan
untuk fasilitas di kawasan waduk, sebesar 43,3% (13 responden) berpendapat
bahwa fasilitas yang tersedia kurang baik dan kurang memadai. Fasilitas wisata
yang tersedia masih sangat minim. Fasilitas penyewaan masih bersifat perseorang
dan belum dikoordinasikan secara menyeluruh. Fasilitas umum seperti sarana
parkir, penerangan, toilet, tempat sampah dan tempat duduk masih sangat kurang.
Toilet dikelola oleh warga yang menyediakan tempat makan. Tempat duduk untuk
pengunjung berada dalam kondisi tidak terawat. Fasilitas tempat duduk ini adalah
sisa-sisa dari fasilitas kawasan wisata Danau Rusa yang pernah dioperasikan
sebelumnya, namun tutup akibat kurangnya minat pengunjung.
Sebesar 56,6% (17 responden) merasa cukup puas berwisata di kawasan
Waduk Koto Panjang. Hal ini didukung dengan tingkat kenyamanan di waduk
dimana sebesar 60% (18 responden) merasa cukup nyaman secara fisik dan sosial
untuk berkunjung ke kawasan Waduk Koto Panjang. Sebesar 63,3% (19
responden) berpendapat bahwa kawasan waduk tergolong indah. Hal ini berkaitan
dengan topografi kawasan yang berbukit dan terkesan alami yang menjadi daya
tarik utama kawasan waduk.

Kebersihan Keamanan
Sangat baik Sangat baik
Baik Baik
Cukup baik Cukup baik
Kurang baik Kurang baik
Tidak baik Tidak baik
0 5 10 15 20 0 5 10 15 20

Fasilitas Kepuasan
Sangat baik Sangat puas1
Baik Puas
Cukup baik Cukup puas
Kurang baik Kurang Puas
Tidak baik Tidak puas

0 2 4 6 8 10 12 14 0 5 10 15 20

Kenyamanan Keindahan
Sangat nyaman Sangat indah
Nyaman Indah
Cukup nyaman Cukup indah
Kurang nyaman Kurang indah
Tidak nyaman Tidak indah

0 5 10 15 20 0 5 10 15 20

Gambar 32 Grafik hasil kuesioner


61

Preferensi Pihak Pengelola Kawanan Waduk Koto Panjang


Preferensi pihak yang berwenang terhadap kawasan waduk dalam hal ini
adalah pihak PLN sektor pembangkitan Kota Pekanbaru, Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Kampar dan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Waduk
Koto Panjang, diperoleh melalui metode wawancara. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kampar, kawasan
Waduk Koto Panjang telah ditetapkan sebagai salah satu objek wisata di Kabupaten
Kampar. Namun, pemerintah sendiri belum memiliki rencana pengembangan untuk
kawasan ini. Di samping itu, pemerintah setempat juga belum menerapkan tarif
retribusi untuk kawasan waduk. Sejauh ini pengelolaan kawasan waduk dilakukan
oleh masyarakat sekitar yang diayomi oleh Pokdarwis Waduk Koto Panjang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak PLN Sektor Pembangkitan Kota
Pekanbaru, pihak PLN telah membuat pembagian zona pemanfaatan badan air
waduk yang dibagi menjadi area budi daya perikanan, area konservasi budi daya
perikanan, area wisata air, fishing ground, dan area keamanan bendungan.
Meskipun demikian, pihak PLN mengakui masih banyak terjadi pelanggaran
terhadap batas area pengembangan ini seperti banyaknya keberadaan keramba-
keramba petani ikan yang berada di dekat pintu bendungan yang merupakan area
keamanan bendungan dan harus steril dari segala bentuk pemanfaatan oleh
masyarakat.
Pihak PLN dan Dinas Pariwisata Kabupaten Kampar setuju bahwa
dibutuhkan perencanaan kegiatan wisata yang tidak hanya memberikan keuntungan
secara ekonomi namun juga memperhatikan kelangsungan sumber daya waduk.
Penyediaan zona konservasi menjadi pertimbangan utama dalam pengembangan
waduk. Selain kegiatan wisata yang telah ada sekarang seperti memancing dan
berkemah, terdapat beberapa potensi yang dapat dikembangkan di antaranya adalah
potensi alam, sejarah dan budaya serta edukasi. Setiap tahunnya, masyarakat di
sekitar waduk mengadakan upacara adat yang disebut Balimau Kasai untuk
menyambut datangnya bulan puasa. Pembangunan waduk yang menenggelamkan
beberapa desa turut menenggelamkan sebagian sejarah Candi Muara Takus yang
terletak berdekatan dengan genangan waduk. Sejarah menjadi bagian penting untuk
dikembang agar keberadaan desa asli yang ditenggelamkan tidak terlupakan.
Potensi edukasi yang dapat dikembangkan berupa kegiatan agroforestri dan
konservasi kawasan kritis serta pengenalan sistem operasional waduk. Konsep
agroforestri dipilih agar dapat meningkatkan diversifikasi tanaman dengan
menggunakan tanaman sela di antara pohon karet.

Aspek Wisata

Gunn (1994) menyatakan bahwa terdapat beberapa komponen utama yang


perlu diperhatikan dalam merencanakan sebuah kawasan wisata, yaitu kualitas
visual, potensi objek dan atraksi, dan kemudahan aksesibilitas transportasi serta
fasilitas pendukung.
Kualitas Visual
Topografi kawasan Waduk Koto Panjang yang berbukit menciptakan nuansa
alami terlebih jika diamati pada titik-titik pengamatan tertentu. Pemandangan bukit
yang alami menjadi daya tarik visual bagi pengunjung kawasan ini. Waduk Koto
62

Panjang memiliki keunikan yang berbeda dengan waduk lainnya. Adanya pulau-
pulau di tengah area genangan yang oleh masyarakat sekitar disebut dengan Pulau
Tonga menjadi potensi tersendiri dalam pengembangan kawasan wisata. Topografi
pulau yang datar hingga landai dapat dikembangkan menjadi titik pemberhentian
untuk menikmati panorama waduk dari dataran rendah. Selain itu, pulau-pulau ini
dapat dikembangkan menjadi area berkemah dan tempat peristirahatan sementara
sebelumnya melanjutkan berkeliling kawasan waduk kembali. Menjelang matahari
terbenam, beberapa titik pengamatan dapat terlihat indahnya pemandangan
matahari terbenam.

Gambar 33 Jejeran Pulau Tonga

Potensi visual yang selanjutnya dapat dikembangkan berupa pengamatan


langsung kawasan waduk dengan menggunakan perahu sewaan. Pengamatan
langsung menggunakan perahu memberikan pengalaman yang berbeda
dibandingkan dengan pengamatan dari tepian waduk. Pengunjung dapat merasakan
sensasi berada di tengah danau ditemani hembusan angin ketika mengelilingi
genangan air waduk. Pengunjung juga dapat melihat secara dekat tebing-tebing
ketika menyusuri sungai kecil dengan pemandangan alam yang masih terjaga.

Gambar 34 Good view suasana alami di tapak

Selain visual dengan kualitas yang baik, beberapa titik di kawasan waduk
menampilkan kualitas visual yang buruk. Pada umumnya, kondisi ini akibat dari
kegiatan masyarakat di sekitar waduk. Kondisi warung yang dikelola oleh warga
masih bersifat semi permanen dan berada tepat di pinggir tebing jalan. Selain rawan
roboh, penumpukan sampah di bawah warung menjadi pemandangan yang buruk
jika dilihat dari area genangan waduk. Kondisi visual juga diperburuk oleh
kurangnya perawatan terhadap struktur bangunan dan vegetasi yang ada.
Kurangnya penaung di area penerimaan menimbulkan kesan pertama yang gersang
ketika datang ke kawasan waduk. Kondisi ini dapat diatasi melalui relokasi ke satu
kawasan yang dikhususkan untuk kegiatan usaha masyarakat seperti warung
63

jajanan, restoran dan fasilitas umum lainnya. Penanaman vegetasi penaung perlu
dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan bagi pengunjung. Selain itu, perlunya
pengarahan dari pihak pengelola agar dapat melakukan pengawasan yang lebih
ketat sehingga segala bentuk pemanfaatan yang dilakukan di sekitar waduk tidak
menurunkan kualitas ekologi waduk. Peta analisis visual kawasan dapat dilihat pada
Gambar 36.

Sampah Rumput liar


Gambar 35 Bad view di tapak
Potensi Objek dan Atraksi
Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki beberapa potensi yang dapat
dikembangkan menjadi daya tarik bagi pengunjung. Setelah melakukan pendataan,
potensi yang dimiliki oleh kawasan ini antara lain, potensi alam, sejarah dan budaya,
serta potensi edukasi.
1. Potensi Alam
Potensi alam yang ada di sekitar waduk masih menjadi daya tarik utama dan
paling menonjol bagi pengunjung. potensi ini meliputi topografi yang berbukit
dengan tutupan vegetasi berupa hutan tropis, semak dan jejeran tanaman
perkebunan masyarakat dan juga sumber daya perairan seperti ikan tapah (Wallago
micropogon), ikan toman (Channa micropeltes), ikan baung (Hemibagrus hoevenii)
dan sebagainya yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemancing.
Masyarakat di sekitar waduk juga sering memanfaatkan sumber daya perikanan
melalui sistem keramba jaring apung untuk dijual. Pihak PLN telah membagi zona
khusus untuk pembudidayaan perikanan seluas 12,6 km2 atau sebesar 12,4% dari
luas area genangan waduk. Hal ini dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan
masyarakat tanpa mengabaikan kelestarian waduk. Namun peraturan tersebut masih
sering dilanggar oleh pelaku budi daya ikan dengan tetap membuat keramba di area
yang telah dilarang oleh pihak PLN.
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2008 tentang pengelolaan
sumber daya air, sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan
berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan untuk mewujudkan kemanfaatan
sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Dalam peraturan yang sama, kebijakan dalam mengelola sumber daya air mencakup
aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian
kerusakan sumber daya air dan informasi mengenai sumber daya air yang disusun
berdasarkan kondisi lokal. Hal ini menjadi dasar untuk meningkatkan nilai dan daya
tarik dari kawasan Waduk Koto Panjang sehingga berdampak pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat lokal. Objek yang memiliki potensi untuk kegiatan
wisata alam antara lain area kebun dan hutan serta area genangan air waduk. Area
64

Gambar 36 Peta analisis visual


65

hutan dan kebun dapat dikembangkan menjadi jalur hiking untuk kegiatan
eksplorasi hutan dengan menyusuri sungai-sungai dangkal yang dapat disusuri
dengan berjalan kaki. Jalur sungai ini dapat juga dilalui untuk mencapat objek air
terjun selain melalui jalur jalan utama. Area genangan air dapat dikembangkan
menjadi sarana wisata edukasi yang berkaitan dengan budi daya perikanan
khususnya ikan air tawar. Pengembangan wisata edukasi budi daya perikanan ini
dilakukan di zona budi daya perikanan yang telah ditetapkan oleh pihak PLN sektor
pembangkitan Kota Pekanbaru.

2. Potensi Sejarah dan Budaya


Pembangunan waduk ini merupakan salah satu hasil kebijakan ekonomi
nasional pada tahun 1970. Pembangunan waduk menenggelamkan 10 desa yang
terdiri dari 8 desa di Provinsi Riau dan 2 nagari (desa) di Provinsi Sumatera Barat.
Dua nagari yang ditenggelamkan adalah Tanjuang Balik dan Tanjuang Pauah,
sedangkan delapan desa yang ditenggelamkan adalah Desa Muara Mahat, Desa
Tanjung Alai, Desa Batu Bersurat, Desa Pulau Gadang, Desa Pongkai, Desa Muara
Takus, Desa Gunung Bungsu, dan Desa Koto Tuo. Salah satu desa yang
ditenggelamkan diyakini menyimpan sejarah mengenai Candi Muara Takus yang
terletak tidak jauh dari kawasan waduk. Candi Muara Takus sendiri merupakan
salah satu objek wisata sejarah di Kabupaten Kampar. Candi ini terletak di sebelah
barat waduk, tepatnya di tepi aliran Sungai Kampar. Sejarah keberadaan lokasi asli
desa yang ditenggelamkan juga perlu dilestarikan.
Masyarakat sekitar waduk memiliki kebudayaan yang dilakukan rutin setiap
tahun, yaitu Balimau Kasai. Balimau Kasai adalah upara tradisional yang dilakukan
untuk menyambut bulan Ramadhan. Upara ini dilakukan sehari sebelum memasuki
bulan Ramadhan. Upacara ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur akan
datangnya bulan puasa dan sebagai simbol penyucian diri sebelum memasuki bulan
puasa. Balimau memiliki arti mandi dengan menggunakan air yang dicampur
dengan persan jeruk. Kasai adalah wangi-wangian yang dipakai untuk keramas. Di
samping upacara adat, perilaku dan kebiasaan masyarakat berkebun dapat menjadi
atraksi tersendiri dalam pengembangan kegiatan wisata di Waduk Koto Panjang.
Masyarakat sekitar waduk juga memiliki kesenian musik seperti musik Calempong
dan dzikir gubano yang sering digunakan dalam kegiatan adat.

3. Potensi Edukasi
Terdapat beberapa potensi edukasi yang dapat dikembangkan di kawasan ini,
antara lain: 1) edukasi mengenai kegiatan operasional waduk baik kegiatan
pengelolaan di lapang maupun kegiatan operasional di dalam ruangan kantor yang
berada di area bendungan; 2) edukasi program konservasi alam melalui kegiatan
touring/hiking menjelajahi area hutan dan menyusuri aliran sungai; 3) pengenalan
kegiatan perkebunan karet; 4) dan pengenalan kegiatan budi daya ikan
menggunakan metode keramba jaring apung.
Potensi-potensi yang ada tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan secara
optimal sehingga ketertarikan masyarakat untuk khusus berwisata di kawasan
waduk tergolong rendah. Pengunjung yang datang sebagian besar hanya untuk
beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Belum optimalnya pengelolaan dan
pemanfaatan kawasan waduk untuk kegiatan wisata disebabkan oleh adanya
kendala di lapangan. Kendala ini disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat
66

tentang pentingnya menjaga kelestarian alam. Penjarahan hutan yang dilakukan


dengan metode yang tidak memperhatikan kelestarian alam untuk dikonversi
menjadi perkebunan masyarakat sering dilakukan. Metode slash and burn banyak
dilakukan karena mudah dan tidak memerlukan biaya yang besar. Budidaya ikan
air tawar secara besar-besaran turut menyumbang pendangkalan waduk. Hingga
saat ini, orientasi masyarakat yang membudidayakan ikan air tawar di area
genangan waduk adalah kepentingan ekonomi. Analisis titik lokasi potensi objek
dan araksi dapat dilihat pada Gambar 37.

Tabel 22 Potensi objek dan atraksi di kawasan Waduk Koto Panjang


No. Objek/Atraksi Lokasi Keterangan
1. Desa Binamang, Kec. Perkebunan
XIII Koto Kampar masyarakat

2. Desa Batu Bersurat, Area perkemahan


Desa Tanjung Alai,
Kec. XIII Koto
Kampar

3. Kawasan Waduk Keliling waduk


Koto Panjang menggunakan perahu
dan memancing

4. Desa Batu Bersurat, Pulau Tonga sebagai


Kec. XIII Koto viewing spot dan rest
Kampar area

5. Desa Muara Takus, Candi Muara Takus


Kec. XIII Koto
Kampar

6. Desa Tanjung Alai, Lintas alam/menyusuri


Kec. XIII Koto sungai
Kampar
67

Tabel 22 Potensi objek dan atraksi di kawasan Waduk Koto Panjang (lanjutan)
No. Objek/Atraksi Lokasi Keterangan
7. Desa Merangin, Kec. Lubang Kolam
Bangkinang Barat

8. Desa Koto Mesjid, Kampung Patin Desa


Kec. XIII Koto Binaan Budidaya Ikan
Kampar

9. Desa Tanjung Alai, Air terjun Pulo Timo,


Kec. XIII Koto Arao Besar, Arao
Kampar Kecil, Gulamo

10. Desa Merangin, Kec. Bendungan Waduk


Bangkinang Barat Koto Panjang

11. Desa Tanjung Alai, Konstruksi jalan lama


Kec. XIII Koto Riau-Sumbar
Kampar

12. Area genangan waduk Formasi tonggak kayu


mati

13. Desa Batu Bersurat, Upacara Balimau


Kec. XIII Koto Kasai
Kampar

Sumber: Pengamatan langsung (2015), www.gosumatra.com, www.wego.co.id, www.goriau.com


68

Gambar 37 Peta Analisis Objek dan Atraksi Wisata


69

Objek dan atraksi yang ada di kawasan waduk memiliki daya tarik masing-
masing yang menjadi nilai tambah Waduk Koto Panjang. Potensi objek dan atraksi
ini ada yang sudah dikelola oleh warga sekitar seperti aktivitas berperahu dan
memancing. Selain objek dan atraksi tersebut, potensi objek dan atraksi yang ada
di kawasan Waduk Koto Panjang dapat dilihat pada Tabel 23.

Tabel 23 Daya tarik objek/atraksi di kawasan Waduk Koto Panjang


No. Objek/Atraksi Daya Tarik
1. Perkebunan rakyat a. Visual tanaman karet yang ditanam dengan
pola teratur
b. Atraksi menyadap karet oleh petani
2. Area perkemahan a. Pemandangan alami perbukitan sekitar waduk
b. Berdekatan dengan area genangan air
3. Berperahu keliling waduk c. Suasana saat berada di tengah waduk
dan memancing d. Populasi ikan air tawar untuk dipancing
e. Sarana transportasi orang/barang utama di
kawasan waduk
4. Pulau Tonga a. Persinggahan untuk beristirahat
b. Keunikan yang tidak dimiliki oleh banyak
waduk
5. Candi Muara Takus a. Wisata religi dan sejarah
b. Keunikan yang tidak dimiliki oleh kawasan
lain
6. Lintas alam/menyusuri a. Eksplorasi kawasan waduk yang masih alami
sungai b. Menyusuri sungai dangkal menuju air terjun
c. Kegiatan wisata ekstrim melalui jalur tebing
vertikal
7. Lubang Kalam a. Keunikan yang tidak dimiliki oleh kawasan
lain
b. Jalan lama Riau-Sumbar yang ikut terendam
oleh waduk
a. Struktur terowong yang masih terlihat
8. Kampung Patin b. Pusat budi daya ikan patin
c. Pusat produk olahan ikan patin
9. Air terjun a. Air terjun dengan ketinggian ±15 m
b. Lokasi air terjun dapat dicapai melalui jalan
darat dan menyusuri sungai dangkal
c. Debit air terjun sangat dipengaruhi oleh
musim
10. Bendungan Koto Panjang a. Konstruksi bendungan yang masif
b. Study tour ke kantor operator bendungan
11. Konstruksi jalan lama Jalan lama Riau-Sumbar yang sebagian besar
Riau-Sumatera Barat telah terendam oleh waduk
12. Formasi tonggak kayu a. Nuansa mistis kumpulan tonggk kayu yang
mati menjulang dari dalam air
b. Formasi tonggak kayu semakin terlihat ketika
musim kemarau
13. Upacara adat Balimau a. Diadakan untuk memperingati datangnya
Kasai bulan ramadhan
b. Kegiatan yang melibatkan banyak orang
c. Upacara adat yang melibatkan seremonial,
tarian adat dan baju adat
70

Penilaian terhadap potensi objek dan atraksi yang terdapat di kawasan Waduk
Koto Panjang dilakukan melalui pengamatan langsung di tapak menggunakan
kriteria oleh Avenzora (2008). Objek atraksi yang memiliki skor sedang dan tinggi
ditetapkan sebagai objek wisata utama, sedangkan objek atraksi yang memperoleh
nilai rendah dijadikan sebagai objek wisata pendukung .
Tabel 24 Analisis penilaian potensi objek/atraksi di kawasan Waduk Koto
Panjang
Indikator
No. Objek/atraksi Aspek Nilai
a b c d e f
1 Perkebunan rakyat I v v v 3

II v 1

III v v v 3

IV v 1
V v v v v v 5

VI v v v v 4
VII v v 2

2 Area perkemahan I v v 2
II v 1

III v v v v v 5

IV v 1

V v v v 3

VI v v v 3
VII v 1

3 Berperahu I v v v 3

II v 1

III v v v 3

IV 0
V v v v v v v 6

VI v v v 3
VII v v 2

4 Pulau Tonga I v v v v v 5

II v v v 3

III v v v v v 5

IV v 1

V v v v v v 5

VI v v v 3
VII v v v 3

5 Candi Muara Takus I v v v 3


II v v v v 4

III v v v v v 5

IV 0
V v v v v v 5

VI v v v v v 5

VII v v v v 4
71

Tabel 24 Analisis penilaian potensi objek/atraksi di kawasan Waduk Koto


Panjang (lanjutan)
Indikator
No. Objek/atraksi Aspek Nilai
a b c d e f
Lintas alam/menyusuri 4
6 I v v v v
sungai
II v v 2

III v v v v v 5

IV v v 2

V v v v 3
VI v v 2
VII v v 2

7 Lubang kalam I v v 2
II v v 2

III v 1
IV 0
V v v v v v v 6

VI v v v v v 5

VII v v 2

8 Kampung patin I v v 2
II v v 2

III v 1
IV v v v 3

V v v v v v 5

VI v v v v v 5

VII v v 2

9 Air terjun I v v v v v v 6

II v 1

III v v v v v v 6

IV v 1
V v v v v v 5

VI v v v 3
VII v v 2

10 Konstruksi bendungan I v v v v v 5

II v v 2

III v v v v 4

IV 0
V v v v v v 5

VI v v v 3
VII v v 2

11 Konstruksi jalan lama I v v v 3

II v 1

III v v 2
IV 0
V v v v v v v 6
72

Tabel 24 Analisis penilaian potensi objek/atraksi di kawasan Waduk Koto


Panjang (lanjutan)
Indikator
No. Objek/atraksi Aspek Nilai
a b c d e f
VI v v v 3
VII v v 2
12 Formasi tonggak kayu mati I v v v v v v 6

II v v 2

III v v v v v 5

IV v 1

V v v v v v v 6

VI v v v 3
VII 0
13 Upacara Balimau Kasai I v v v v v v 6

II v v v v 4

III v v v 3

IV v v 2
V v v v v v v 6

VI v v v v 4
VII v v v v v v 6

Tabel 25 Hasil penilaian potensi objek/atraksi wisata


di kawasan Waduk Koto Panjang
No. Objek/atraksi Aspek Skor Kategori Pemanfaatan
I II III IV V VI VII
1. Perkebunan rakyat 3 1 3 1 5 4 2 19 Sedang Objek utama
2. Area perkemahan 2 1 5 1 3 3 1 16 Rendah Objek
pendukung
3. Berperahu 3 1 3 0 6 3 2 18 Rendah Objek
pendukung
4. Pulau Tonga 5 3 5 1 5 3 3 25 Sedang Objek utama
5. Candi Muara Takus 3 4 5 0 5 5 4 26 Sedang Objek utama
6. Lintas Alam 4 2 5 2 3 2 2 21 Sedang Objek utama
/menyusuri sungai
7. Lubang Kalam 2 2 1 0 6 5 2 18 Rendah Objek
pendukung
8. Kampung Patin 2 2 1 3 5 5 2 18 Rendah Objek
pendukung
9. Air terjun 6 1 6 1 5 3 2 24 Sedang Objek utama
10. Konstruksi 5 2 4 0 5 5 2 23 Sedang Objek utama
bendungan
11. Konstruksi jalan 3 1 2 0 6 3 2 17 Rendah Objek
lama pendukung
12. Formasi tonggak 6 2 5 1 6 3 0 23 Sedang Objek utama
kayu mati
13. Upacara Balimau 6 4 3 2 6 4 6 31 Tinggi Objek utama
Kasai
Keterangan : I: keunikan, II: kelangkaan, III: keindahan, IV:seasonality, V: sensitifitas, VI:
aksesibilitas, VII: fungsi sosial
Rendah: 7-18 Sedang: 19-30 Tinggi: 31-42
73

Aksesibilitas
Kawasan Waduk Koto Panjang dapat dicapai melalui dua rute perjalanan.
Rute pertama adalah dari Kota Payakumbuh melalui Kecamatan Pangkalan Koto
Baru kearah utara. Rute ini menempuh jarak 87 km dari Kota Payakumbuh dan 35
km dari Kecamatan Pangkalan Koto Baru. Rute kedua adalah dari Kota Pekanbaru
kearah barat melalui Kecamatan Bangkinang. Jarak yang ditempuh adalah 87 km
dari Kota Pekanbaru dan 20 km dari Kecamatan Bangkinang.
Prasarana menuju kawasan waduk berupa jalan yang terdiri dari dua lajur
dengan lebar masing-masing lajur tiga meter. Kondisi ini belum memenuhi syarat
jalan antar provinsi pada PP nomor 34 tahun 2006 yang menyatakan bahwa jalan
lintas provinsi yang tergolong pada kolektor primer yang menghubungkan ibukota
antarprovinsi memiliki lebar badan jalan paling sedikit sembilan meter. Pelebaran
jalan perlu dilakukan untuk menanggulangi hal ini. Kondisi jalan berkelok
memerlukan fasilitas penunjang keamanan jalan seperti guard rail dan safety
mirror.

Fasilitas Pendukung
Kawasan Waduk Koto Panjang hanya ditunjang oleh fasilitas pendukung
kegiatan wisata seadanya. Fasilitas wisata disediakan secara perseorangan oleh
warga yang menyediakan jasa wisata dan penjual makanan. Kondisi fasilitas yang
tersedia sebagian besar berada dalam kondsi tidak terawat karena tidak adanya
standar fasilitas yang disediakan. Fasilitas yang ada di kawasan waduk antar lain
loket penerimaan, jalan konektor, jalan lokal, toilet umum, sarana parkir, kantin,
dermaga perahu dan sebagainya.

Tabel 26 Potensi dan kendala fasilitas


No. Fasilitas Potensi Kendala Foto
1. Loket a. Sebagai pusat a. Tidak memiliki ciri
penerimaan informasi awal bagi khas lokal
wisatawan b. Kondisi tidak terawat
b. Sebagai tempat c. Lokasi dekat dengan
penjualan tiket dan jembatan
penarikan retribusi d. Luas area terbatas
c. Sebagai salah satu e. Hanya satu area
area penerimaan penerimaan
kawasan wisata
2. Tempat a. Salah satu area a. Kebersihan kurang
makan untuk bersosialisasi diperhatikan
b. Tempat untuk b. Tidak memiliki ciri
beristirahat khas lokal
c. Salah satu viewing c. Bangunan bersifat
spot kearah waduk semi permanen
d. Sebagai area
penjualan
makanan/minu man
dan souvenir khas
lokal
3. Dermaga a. Titik perpindahan a. Tidak ada fasilitas
perahu wisata darat ke pengamanan dermaga
wisata air dan b. Tidak ada fasilitas
sebaliknya keluar-masuk
b. Sebagai fasilitas wisatawan
untuk perahu wisata c. Tidak ada penataan
bersandar slot perahu yang jelas
74

Tabel 26 Potensi dan kendala fasilitas


No. Fasilitas Potensi Kendala Foto
d. Dermaga wisata
menyatu dengan
dermaga untuk
bongkar muat hasil
pertanian warga
4. Parkir a. Sebagai fasilitas a. Tidak ada pembagian
mobil/motor parkir kendaraan yang jelas parkir
pribadi dan umum mobil dan motor
wisatawan b. Luas area sangat
b. Sebagai rest area terbatas
supir kendaraan c. Kurang vegetasi
penaung
5. Signage Petunjuk orientasi Kondisi tidak terawat
lokasi lokasi wisata

6. Jalan lokal a. Akses menuju a. Tidak ada papan


objek pendukung petunjuk jalan
wisata b. Tidak ada fasilitas
b. Kondisi jalan relatif penerangan
baik c. Jarak perkam-pungan
c. Melintasi warga relatif jauh
perkampungan
warga
7. Keramba a. Fasilitas budi daya a. Lokasi tidak sesuai
jaring apung ikan air tawar dengan rekomendasi
b. Sarana edukasi yang telah dibuat
budi daya ikan air b. Sedimentasi sisa
tawar pakan ikan
c. Pertumbuhan jumlah
tidak terkendali

Potensi Pengunjung
Wisatawan yang datang ke Kabupaten Kampar didominasi oleh wisatawan
domestik terutama yang berasal dari Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau,
khususnya Kota Pekanbaru dan Kota Bangkinang. Menurut hasil wawancara
pengunjung Waduk Koto Panjang, kawasan waduk menjadi tujuan wisata alternatif
akhir pekan karena lokasi yang tidak begitu jauh dari tempat mereka tinggal.
Umumnya mereka menghabiskan waktu untuk melihat pemandangan waduk. Pada
akhir pekan dan hari libur nasional, tingkat keramaian di kawasan waduk cukup
tinggi karena selain pengunjung yang datang untuk menikmati pemandangan
waduk, banyak juga wisatawan yang datang untuk melakukan kegiatan memancing.
Kawasan Waduk Koto Panjang belum memiliki data jumlah pengunjung
tahunan yang didata oleh pengelola dan Dinas Pariwisata Kabupaten Kampar. Data
jumlah wisatawan yang dimiliki oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Kampar hanya
pada objek wisata Candi Muara Takus.
75

Gambar 38 Peta analisis akses dan fasilitas


76

Tabel 27 Jumlah pengunjung Candi Muara Takus tahun 2014


Wisatawan
No. Bulan Pelajar Domestik Mancanegara Kedinasan Jumlah
/Mahasiswa
1. Januari 430 608 7 71 1.116
2. Februari 430 608 7 71 1.116
3. Maret 300 625 6 45 976
4. April 350 630 7 50 1.037
5. Mei 825 1.003 17 83 1.928
6. Juni 1.086 1.929 - 3 3.018
7. Juli 2.118 2.927 - 108 5.153
8. Agustus 250 2.700 50 5 3.005
9. September 1.556 1.271 - 3 2.830
10. Oktober 1.970 1.408 - 6 3.384
11. November 326 678 - 20 1.024
12. Desember 950 1.860 7 60 2.877
Jumlah 10.591 16.247 101 525 27.464
Sumber: Dinas Pariwisata Kabupaten Kampar, 2014

Dari hasil analisis komponen-komponen yang telah dijelaskan sebelumnya,


diperoleh gambaran spasial kesesuaian pada aspek wisata di kawasan Waduk Koto
Panjang. Hasil analisis kesesuaian wisata dapat dilihat pada Gambar 37.
Zona yang dikategorikan sesuai adalah area yang memiliki objek dan atraksi
wisata dengan nilai sedang dan tinggi. Zona ini memiliki akses jalan yang baik
dengan beberapa fasilitas pendukung seperti penunjuk jalan menuju waduk. Zona
yang dikategorikan cukup sesuai memiliki objek atraksi dengan nilai rendah dengan
aksesibilitas kurang baik. Zona yang dikategorikan tidak sesuai tidak memiliki
objek dan atraksi wisata serta sulit untuk diakses oleh orang.

Aspek Legal

Kawasan Waduk Koto Panjang merupakan salah satu tujuan wisata yang
memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi tujuan wisata utama di Kabupaten
Kampar. Dalam Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Kampar
tahun 2011-2016, kawasan Waduk Koto Panjang termasuk dalam objek wisata
buatan di Kabupaten Kampar. Menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal
tahun 2014, kawasan Waduk Koto Panjang menjadi salah satu potensi wisata alam
yang perlu dikembangkan di Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar.
Kawasan Waduk Koto Panjang yang meliputi Kelurahan Batu Bersurat, Binamang,
Koto Tuo, Koto Tuo Barat, Muara Takus, Ranah Sungai, Tanjung Alai, Pongkai
Istiqamah dan Gunung Bungsu dalam RTRW Kabupaten Kampar 2013-2033
diproyeksikan menjadi kawasan dengan potensi utama pertanian dan perkebunan.
Selain itu, potensi yang dapat dikembangkan adalah perikanan darat dan kawasan
konservasi air.
Arahan wisata yang sesuai untuk dikembangkan pada kawasan Waduk Koto
Panjang adalah wisata yang memadukan sektor perairan dan kegiatan pertanian
melalui keterlibatan masyarakat sekitar. Hal ini didasari oleh ketersediaan sumber-
Tidak sesuai
77

Gambar 39 Peta hasil analisis kesesuaian wisata


78

daya air dan lahan pertanian yang dimiliki oleh warga yang melimpah. Sesuai
dengan Keputusan Presiden nomor 33 tahun 2011 yang menyatakan bahwa pilar
penting dalam pengelolaan sumber daya meliputi peningkatan konservasi sumber
daya air secara berkelanjutan, mendayagunakan sumber daya air untuk
kesejahteraan rakyat, dan meningkatkan peran serta masyarakat dan dunia usaha
dalam pengelolaan sumber daya air.

Tata Guna Lahan


Secara administrasi kawasan Waduk Koto Panjang berada di Kecamatan XIII
Koto Kampar, meliputi kelurahan Batu Bersurat, Binamang, Koto Tuo, Koto Tuo
Barat, Muara Takus, Ranah Sungai, Tanjung Alai, Pongkai Istiqamah, dan Gunung
Bungsu. Potensi utama kawasan sekitar waduk adalah pertanian dan hutan
konservasi. Pertanian yang dominan adalah perkebunan karet dan sebagian
perkebunan kelapa sawit. Selain sektor pertanian, sektor jasa terkait wisata menjadi
sektor yang perlu dikembangkan untuk mendukung pengembangan kawasan wisata
Waduk Koto Panjang sesuai dengan RTRW di Kabupaten Kampar tahun 2013-
2033 yang dapat dlihat pada Gambar 40.
Tahun 2013, klasifikasi penggunaan lahan di Kabupaten Kampar meliputi
tanah sawah 10.679 km2, lahan terbangun 354.549 km2, tegal kebun 91.044 km2,
ladang huma 92.251,5 km2, padang rumput 6.717 km2, kolam 7.135 km2, lahan
tidak dimanfaatkan 37.722 km2, hutan negara dan hutan rakyat 65.927 km2,
perkebunan 401.246 km2, dan lainnya 171.909 km2. Kendala-kendala yang sering
muncul terkait dengan penataan ruang dan wilayah di daerah umumnya terjadi
karena pengembangan dan pembangunan yang dilakukan sering kali tidak
mengikuti rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Pemberian izin pembangunan
tetap diberikan meskipun pembangunan berada bukan di wilayah pengembangan
yang seharusnya. Pertimbangan terhadap pembangunan yang berkelanjutan dengan
memperhatikan daya dukung kawasan sering diabaikan sehingga terjadi konflik
antara fungsi ekonomi dan ekologi kawasan dalam hal pemanfaatan ruang oleh
pemegang kepentingan seperti pihak kehutanaan, pemerintah daerah dan
masyarakat setempat. Penyebab permasalahan ini berawal pada kurangnya
kompetensi sumber daya manusia dalam bidang perencanaan tata ruang dan
lemahnya penegakan hukum bagi pelanggar pemanfaatan ruang.
Tipe penggunaan lahan di kawasan Waduk Koto Panjang menurut data yang
diolah dari Bappeda (2014) adalah badan air (124 km2), kebun karet (95,96 km2),
kebun kelapa sawit milik warga (2,30 km2), kebun kelapa sawit milik swasta (11,88
km2), Semak belukar (48,21 km2), kebun campuran (74,65 km2) dan hutan (91,22
km2). Penggunaan lahan pada kawasan Waduk Koto Panjang dapat dilihat pada
Gambar 41.
Berdasarkan rencana pola ruang Kabupaten Kampar, kawasan Waduk Koto
Panjang yang terletak di Kecamatan XIII Koto Kampar diproyeksikan terbagi
menjadi kawasan kawasan lindung dan kawasan budi daya. Kawasan lindung
adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
Kawasan lindung meliputi hutan lindung dan hutan konservasi. Kawasan budi daya
adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas
dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber
79

daya buatan. Kawasan budi daya di kawasan Waduk Koto Panjang meliputi hutan
produksi, perkebunan rakyat, permukiman dan perkebunan swasta besar.

Gambar 40 Peta RTRW Kabupaten Kampar

Beberapa kriteria kawasan lindung yang sesuai dengan kawasan Waduk Koto
Panjang adalah: a) kawasan yang memberikan dampak dan perlindungan ada
kawasan di sekitarnya serta terletak pada kelerengan lebih dari 40%. Area dengan
kriteria tersebut terletak di kelurahan Tanjung Alai, Koto Tuo Barat dan Muara
Takus; b) kawasan rawan bencana terutama longsor, terletak di kelurahan Tanjung
Alai; c) perlindungan terhadap kawasan resapan air untuk memberikan ruang yang
Cukup bagi peresapan air hujan untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah
baik untuk kawasan di bawahnya maupun kawasan yang bersangkutan. Kriteria
kawasan resapan air adalah struktur tanah dan bentuk geomorfologi yang mampu
meresapkan air hujan secara baik; d) kawasan perlindungan setempat, dalam hal ini
merupakan kawasan yang melindungi danau/waduk. sempadan waduk ditetapkan
100 meter ke darat dari titik muka air tertinggi (Keppres Nomor 32 Tahun 1990).
80

Gambar 41 Peta identifikasi penggunaan lahan


81

Hasil Analisis

Setelah dilakukan analisis terhadap aspek ekologi, wisata, sosial dan budaya,
serta aspek legal diperoleh hasil analisis berupa tabel analisis berisi potensi, kendala,
pengembangan, dan pemecahan dari tiap-tiap aspek tersebut. Selain itu, diperoleh
juga hasil spasial berupa peta komposit yang diperoleh dari overlay peta analisis
kesesuaian ekologi untuk wisata dan peta analisis kesesuaian wisata. Untuk
menyesuaiakan dengan aspek legal kawasan, peta hasil overlay tersebut di-overlay
dengan pola ruang kawasan waduk yang diperoleh dari peta RTRW Kabupaten
Kampar 2011-2033. Skema proses analisis dapat dilihat pada Gambar 42.

Gambar 42 Skema proses overlay

Topografi kawasan waduk berbukit dengan kemiringan dari landai datar


hingga curam. Keragaman topgrafi menciptakan lanskap alami yang menjadi daya
tarik tersendiri. Namun area dengan kemiringan diatas 20 persen rentan terjadi
longsor sehingga perlu dilakukan batas kawasan lindung untuk membatasi aktivitas
yang diterapkan. Keberadaan waduk dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata air.
Keberlanjutan waduk sangat berpengaruh terhadap kehidupan warga. Di samping
itu waduk juga sangat diperlukan sebagai sumber daya PLTA Koto Panjang.
Sosialisasi harus dilakukan kepada masyarakat agar turut aktif menjaga kondisi
waduk. Area konservasi terutama di hulu ditujukan agar suplai air dapat terjaga
debit dan kualitasnya. Hasil analisis secara spasial dan tabulasi dapat dilihat pada
Gambar 43 dan Tabel 28.
82

Gambar 43 Peta komposit hasil analisis


83

Tabel 28 Hasil analisis potensi dan kendala beserta solusinya


Analisis Solusi
No. Komponen
Potensi Kendala Pengembangan Pemecahan
A. Aspek Ekologi
1. Topografi dan kemiringan Topografi kawasan yang  Kawasan dengan kemiringan Pengembangan beberapa jenis  Penentuan kawasan lindung
lahan didominasi perbukitan berpo- curam dapat menimbulkan kegiatan wisata seperti fasilitas dan konservasi untuk
tensi untuk kegiatan wisata erosi dan longsor sehingga camping ground, kegiatan membatasi aktivitas wisata di
membahayakan kegiatan wi- berfoto dengan pemandang perb- area dengan kemiringan cu-
sata ukitan sebagai latar belakang, ram untuk mengurangi
 Erosi dan longsor me- menentukan viewing spot di kemungkinan terjadi erosi dan
ningkatkan sedimentasi pada kawasan waduk, eksplorasi longsor
waduk alam, dan sebagainya  Penenaman berbagai jenis
vegetasi seperti penutup
tanah, semak dan perdu di
kawasan rawan longsor
 Melakukan pengelolaan tanah
secara mekanik melalui pola
penanaman sejajar dengan
kontur

2. Jenis dan karakteristik Jenis tanah podsolik sesuai  Jenis tanah podsolik peka Pengembangan wisata dikaitkan Penerapan teknologi pertanian
tanah untuk perkebunan karet terhadap erosi dan longsor dengan kegiatan pertanian warga organik melalui pengaplikasian
akibat dari kadar Al dan Fe pupuk organik untuk mening-
yang tinggi katkan daya ikat tanah
 Tingkat kesuburan tanah
organosol dan podsolik
tergolong rendah

3. Hidrologi  Daerah tangkapan air dapat  Alih fungsi hutan dibagian  Pengembangan wisata keliling Pihak yang berkepentingan
dimanfaatkan untuk kegiatan hulu menyebabkan partikel danau menggunakan perahu seperti pemeritah, pihak PLN
wisata air tanah ikut terbawa air ke warga dan pengembangan bu- dan kelompok sadar wisata Koto
 Area genangan dapat waduk sehingga berdampak didaya ikan air tawar dengan Panjang saling bekerja sama
dimanfaatkan oleh warga pada pendangkalan waduk metode keramba jaring apung untuk memeberikan pengeta-
sebagai wadah kegiatan usaha  Kurangnya penegakan aturan disesuaikan dengan area yang huan kepada masyarakat sekitar
 Daerah resapan air berfungsi terkait kawasan lindung yang telah ditetapkan oleh pihak waduk akan pentingnya
untuk menjamin ketersedian dialihfungsikan PLN melestarikan area sempa-dan
air waduk dan masyarakat di  Melakukan pembatasan waduk sebagai kawasan resapan
sekitar waduk aktivitas pada kawasan resapan air
air terutama di area dengan
kemiringan >15%
84

Tabel 28 Hasil analisis potensi dan kendala beserta solusi (lanjutan)


Analisis Solusi
No. Komponen
Potensi Kendala Pengembangan Pemecahan
4. Iklim  Kawasan waduk memiliki 5  Curah hujan yang cukup  Ketersediaan sumber daya air  Menanam jenis vegetasi
sampai 6 bulan basah tinggi berpengaruh kepada dimanfaatkan untuk kebutuhan beragam ditujukan untuk
menyediakan sumber daya air run off yang membawa dan kegiatan masyarakat yang konservasi
yang cukup tinggi partikel tanah dan menye- mendukung aktivitas wisata  Melakukan perbaikan sistem
 Dengan suhu rata-rata 26,97 babkan erosi dan longsor  Penambahan vegetasi bertajuk penanaman melalui pola
˚C dan kelembaban relatif  Meningkatnya potensi longsor lebat di area ramai pengunjung tanam sejajar kontur
rata-rata 80,25% menjadikan berdampak pada aktivitas dan  Pertanian masyarakat dia-
kawasan waduk nyaman kenyaman wisata rahkan kepada memperta-
untuk kegiatan wisata dengan hankan perkebunan karet dan
derajat kenyamanan 25,9 ˚C kelapa sawit oleh warga diluar
 Kondisi iklim kawasan waduk kawasan lindung
memenuhi syarat tumbuh
tanaman karet dan kelapa
sawit

5. Vegetasi Tanaman dari perkebunan  Pertanian masih berupa Tanaman perkebunan diarahkan  Pengenalan tekonologi
warga dapat diintegrasikan pertanian tradisional tanpa pada kegiatan wisata edukasi pertanian organik
dengan program wisata yang memperhatikan aspek pertanian  Penanaman tanaman kon-
akan dikembangkan keberlanjutan servasi di area curam
 Terdapat tanaman konservasi
namun dalam jumlah sedikit
sehingga belum memberikan
dampak yang optimal

6. Satwa  Kawasan waduk memiliki  Satwa lokal belum mendapat  Pengadaan program wisata  Menjadikan satwa lokal
beragam spesies ikan air tawar perhatian pihak yang memancing di lokasi yang sebagai salah satu objek
yang dapat menjadi daya tarik berkepentingan telah ditentukan pengamatan wisata
untuk menambah atraksi  Sistem budi daya KJA belum  Komplek KJA dijadikan salah  Penyuluhan dan penga-wasan
wisata sepenuhnya memperhatikan satu atraksi wisata yang dapat oleh pemerintah terkait dalam
 Ikan air tawar dapat dijadikan dampak lingkungan yang diselaraskan dengan restoran pengaplikasian teknik KJA
komoditas budi daya oleh ditimbulkan terapung  Menegakan aturan melalui
warga  Banyak terjadi pelanggaran  Penambahan vegetasi yang pemberian sanksi terhadap
 Kawasan waduk memiliki terkait lokasi KJA disukai oleh satwa lokal untuk pihak yang membuat KJA di
satwa darat yang dapat berdasarkan zona yang menjaga keberadaanya luar zona yang telah
dijadikan sebagai objek diperbolehkan untuk budi- ditetapkan
pengamatan wisata daya perikanan
85

Tabel 28 Hasil analisis potensi dan kendala berserta solusi (lanjutan)


Analisis Solusi
No. Komponen
Potensi Kendala Pengembangan Pemecaha
B. Aspek Sosial Budaya
1. Preferensi masyarakat dan  Mayoritas responden pengun-  Keterlibatan warga dalam Merencanakan kawasan Waduk Perencanaan kawasan Waduk
pengunjung jung kawasan waduk (73,3%) pemanfaatan kawasan waduk Koto Panjang sebagai kawasan Koto Panjang dilakukan dengan
memahami pengertian lans- belum dilakukan secara ekowisata dengan mempertim- melibatkan juga pendekatan
kap dan seluruh responden optimal bangkan aspek ekologi, sosial kepada masyarakat baik dalam
berpendapat perlu adanya  belum ada program yang budaya dan kebutuhan dan pengembangan kegiatan wisata
penataan lanskap untuk ditujukan untuk mempro- bentuk partisipasi masyarakat hingga menyerap sumber daya
kawasan Waduk Koto mosikan kawasan Waduk manusia lokal
Panjang Koto Panjang
 Responden pengunjung
kawasan telah merasa nyaman
berwisata di kawasan Waduk
Koto Panjang
 Responden dari wisata-wan
potensial di Pekanbaru
sebagian besar (76,6%) telah
mengetahui keberadaan
kawasan Waduk Koto
Panjang

2. Preferensi pemegang  Terdapat zonasi pengem- kurangnya perhatian pe-  Perencanaan kawasan wisata Pengembangan kawasan wisata
kepentingan bangan area genangan yang merintah daerah terkait diintegrasikan dengan zonasi yang integratif dan kooperatif
telah dibuat oleh pihak PLN pengembangan kawasan Waduk yang telah ditetapkan oleh antara pemerintah dan
sektor pembangkitan Kota Pe- Koto Panjang pihak PLN sektor pembang- pelaksana wisata secara
kanbaru kitan Kota Pekanbaru langsung
 Terdapat kelompok sadar  Pemberdayaan kelompok sadar
wisata yang berperan dalam wisata sebagai induk
pengembangan kawasan pembinaan warga terkait
waduk melalui pembinaan kegiatan pendukung wisata
kepada masyarakat yang
menyewakan dan memberi-
kan fasilitas wisata
C. Aspek Wisata
1. Kualitas visual  Kombinasi hamparan air Bad view dibeberapa spot akibat  Memasukan objek terse-but Melakukan penyuluhan penge-
waduk dengan beberapa pulau dari sampah di bagian bawah kedalam pengembangan lolaan sampah terpadu dan
Tonga dan latar berbukit kantin dan kumpulan KJA yang kawasan dan meningkatkan merelokasi kantin warga ke area
menciptakan lanskap yang terpencar fasilitas yang disediakan untuk makanan dan minuman serta
menarik bagi wisatawan mendukung kegiatan wisata meningkatkan kualitas visual
86

Tabel 28 Hasil analisis potensi dan kendala berserta solusi (lanjutan)


Analisis Solusi
No. Komponen
Potensi Kendala Pengembangan Pemecaha
 Terdapat viewing spot untuk  Menyediakan fasilitas pendu-
mengamati keindahan kung sight seeing seperti
kawasan waduk menara pndang, gazebo,
pelabuhan perahu, dek di
tengah waduk ataupun di
tepian waduk
2. Potensi objek dan atraksi  Terdapat potensi alam, sejarah Potensi objek dan atraksi belum  Pengembangan potensi yang Menyediakan fasilitas
dan budaya, serta edukasi didukung oleh fasilitas wisata ada kedalam program wisata pendukung wisata bertujuan
yang dapat dikembangkan di yang memadai seperti kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan
kawasan Waduk Koto alam, memancing, edukasi me- kenyamanan pengunjung
Panjang ngenai operasional ben-
 Terdapat potensi objek wisata dungan, edukasi pertanian
diluar kawasan waduk yang karet dan sebagainya
dapat menjadi daya tarik  Memasukan objek wisata
tambahan bagi wisatawan diluar kawasan sebagai
alternatif tujuan wisata dalam
paket wisata yang disedikan

3. Aksesibilitas dan fasilitas Kawasan Waduk Koto Panjang  Fasilitas keamanan dan Lokasi yang strategis menjadi  Penyediaan fasilitas pene-
pendukung dilalui jalan nasional yang penerangan jalan masih salah satu alasan pengembangan rangan dan keamanan seperti
menghubungkan Provinsi Riau kurang waduk sebagai kawasan lampu jalan, guard rail dan
dan Sumatera Barat  Belum ada moda transportasi ekowisata, dengan potensi safety mirror di tikungan jalan
umum yang khusus menuju ke wisatawan berasal dari  Bekerjasama dengan penyedia
kawasan waduk Pekanbaru dan Padang jasa transpor-tasi di Pekanbaru
 Fasilitas pendukung wisata dan Padang sebagai salah satu
sebagian besar dalam kondisi pasar wisatawan untuk
tidak terawat dan terbatas menyediakan moda trans-
portasi khusus menuju
kawasan waduk
 Meningkatkan kualitas
fasilitas melalui penggunaan
material yang tahan terhadap
kondisi kawasan yang lembab
dan menambahkan jumlah
fasilitas agar mampu
mengakomodasi pengunjung
87

Tabel 28 Hasil analisi potensi dan kendala beserta solusi (lanjutan)


Analisis Solusi
No. Komponen
Potensi Kendala Pengembangan Pemecaha
D. Aspek Legal
1. Tata guna lahan Sebagian besar penggu-naan Sebagian kecil kawasan lindung Pengembangan disesuaikan Menegakan aturan yang ada
lahan di kawasan waduk masih beralih fungsi menjadi dengan pola ruang RTRW yang terkait pelanggaran pengalih-
sesuai dengan RTRW perkebunan rakyat telah dibuat pemerintah fungsian lahan
Kabupaten Kampar 2013-2033
teru-tama di area bertopografi
curam

2. Kepemilikan lahan Terdapat pembagian zona Pengembangan disesuaikan


pengembangan area genangan dengan zonasi pengembangan
yang dibuat oleh pihak PLN area genangan yang ada
sektor pembangkitan

3. Kebijakan pemerintah Kawasan Waduk Koto Panjang Pengembangan disesuaikan


termasuk kedalam salah satu dengan kebijakan yang telah
objek wisata di Kabupaten ditetapkan
Kampar di dalam RPJMD 2011-
2016
88

Sintesis

Setelah melakukan analisis terhadap beberapa aspek, kawasan Waduk Koto


Panjang diketahui memerlukan upaya meningkatkan pemanfaatan potensi wisata
kawasan Waduk Koto Panjang. Upaya tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan peran serta masyarakat lokal untuk menambah nilai sumber
daya manusia kawasan waduk sehingga kualitas dan taraf hidup masyarakat dapat
meningkat. Di samping itu, pertimbangan akan kelestarian lingkungan juga menjadi
perhatian untuk meminimalisir dampak negatif yang timbul dari pemanfaatan
kawasan waduk. Perhatian utamanya ditujukan pada area perbukitan yang memiliki
kemiringan curam sehingga beberapa bentuk pemanfaatan yang tidak sesuai akan
rentan terjadi erosi dan longsor.
Maka dari itu, perlu adanya pembagian zona pemanfaatan potensi yang ada
di kawasan waduk sebagai kawasan ekowisata. Dilihat dari peta komposit,
diperoleh tiga kategori zona sebagai hasilnya yaitu zona yang sesuai untuk
pengembangan wisata, zona yang cukup sesuai untuk pengembangan wisata dan
zona yang kurang sesuai untuk pengembangan wisata. Zona-zona tersebut menjadi
dasar dalam pembuatan rencana blok (block plan) kawasan waduk. Rencana blok
ini kemudian menjadi acuan untuk merencanakan pengembangan wisata di
kawasan Waduk Koto Panjang.
Perencanaan kawasan Waduk Koto Panjang dibagi menjadi tiga zona
pengembangan yaitu zona konservasi, zona penyangga dan zona pemanfaatan.
Zona yang kurang sesuai untuk pengembangan wisata akan dijadikan sebagai zona
konservasi. Zona yang cukup sesuai untuk pengembangan wisata akan dijadikan
sebagai kawasan penyangga. Zona yang sesuai untuk pengembangan wisata akan
dijadikan sebagai kawasan pemanfaatan. Peta rencana blok dapat dilihat pada
Gambar 44 dan alokasi ruang pengembangan dapat dilihat pada Tabel 28.
a. Zona Konservasi
Zona konservasi merupakan zona yang diutamakan menjadi kawasan
lindung karena sebagian besar kawasan ini memiliki topografi curam dengan
kemiringan hingga lebih dari 40%. Didukung dengan jenis tanah podsolik,
kawasan ini sangat rentan terjadi erosi dan longsor. Upaya konservasi
dilakukan melalui penanaman vegetasi yang memiliki karakter mampu
mengikat tanah. Jenis vegetasi yang ditanam beragam, baik ground cover,
semak, perdu dan pohon, untuk menjaga bentuk ekosistem hutan yang ada.
Zona konservasi juga meliputi area sempadan waduk dan sungai sejauh lima
puluh sampai seratus meter dari titik pasang tertinggi. Hal ini mengacu pada
Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2011 tentang sungai. Upaya
konservasi area sempadan dilakukan untuk mengurangi kerusakan yang
diakibatkan dari luar area genangan. Zona konservasi ini direncanakaan
terbebas dari segala bentuk pemanfaatan wisata.
b. Zona Penyangga
Zona penyangga merupakan kawasan yang berdekatan dengan kawasan
yang dilindungi untuk memberi lapisan pelindung dari pengaruh luar. Zona
ini memiliki pemanfaatan yang terbatas. Bentuk gangguan manusia terhadap
taman nasional berkaitan dengan kondisi sosial, ekonomi, budaya dan
persepsi, serta kesadaran mereka terhadap kelestarian lingkungan. Oleh sebab
89

Gambar 44 Peta rencana blok


90

itu pengembangan daerah penyangga harus digali dari kondisi kehidupan


masyarakat di sekitarnya (Suryana, 2007).
Zona penyangga dikembangkan menjadi kawasan dengan pemanfaatan
non intensif (pasif) seperti jalan-jalan, duduk-duduk, pengamatan satwa
vegetasi, berfoto, mengamati panorama, eksplorasi alam, memancing dan
sebagainya. Program wisata yang dikembangkan pada kawasan ini
diantaranya edukasi alam terkait dengan pendidikan konservasi, budi daya
tanaman perkebunan lokal, pengetahuan mengenai operasional bendungan,
dan pengetahuan mengenai budi daya perikanan air tawar.
c. Zona Pemanfaatan
Zona ini merupakan kawasan yang tergolong sesuai secara fisik dan
biofisik untuk pengembangan kegiatan wisata. Zona pemanfaatan memiliki
beberapa fasilitas dan sarana pendukung pengembangan wisata. Pada zona ini
dapat dilakukan aktivitas wisata aktif maupun pasif. Zona pemanfaatan akan
dikembangkan aktivitas wisata seperti berkemah, berperahu keliling waduk,
budi daya ikan dengan metode keramba jaring apung (KJA), perdagangan,
memancing dan lain-lain. Zona pemanfaatan terbagi menjadi sub ruang yang
terdiri dari sub ruang wisata, sub ruang penerimaan dan pelayanan serta sub
ruang budi daya. Sub ruang rekreasi merupakan ruang aktivitas wisata
rekreasi darat dan air. Sub ruang penerimaan dan pelayanan merupakan area
yang difungsikan untuk menerima pengunjung dan menjadi pusat informasi
wisata waduk bagi pengunjung. pada sub ruang ini dikembangkan fasilitas
pendukung seperti area area parkir, pusat informasi, restoran/kantin, kios
souvenir kerajinan lokal dan guest house yang menghadap ke waduk. Sub
ruang budi daya dikembangkan untuk perkebunan dan perikanan yang
dikelola oleh masyarakat dibawah bimbingan pemerintah maupun pengelola
sehingga dapat menjadi salah satu daya tarik edukasi pertanian. Dengan
demikian masyarakat akan mendapat nilai ekonomi dari pengembangan
kawasan waduk secara langsung.
Pada bagian selatan zona pemanfaatan, kemiringan lahan sebagian
besar berada pada kelas 15% sampai 40% (agak curam sampai curam).
Berdasarkan kemiringan lahan, area ini kurang sesuai untuk dimanfaatkan
secara intensif karena akan menyulitkan pengunjung untuk beraktivitas.
Maka dari itu area ini akan dikonservasi dalam bentuk kebun rakyat
menggunakan sistem agroforestri.

Tabel 29 Alokasi pembagian ruang block plan


No. Zona Kesesuaian Zona Pengembangan Deskripsi
1. Tidak sesuai untuk Zona konservasi a. Kawasan diutamakan untuk area
pengembangan (tidak ada kegiatan wisata) konservasi dengan sebagian
wisata besar lahan memiliki
kemiringan curam (40%) dan
termasuk ke dalam kawasan
lindung pada pola ruang RTRW
Kabupaten Kampar 2011-2033
b. Tidak terdapat kegiatan wisata
dalam bentuk apapun
c. Penambahan tanaman konser-
vasi
91

Tabel 29 Alokasi pembagian ruang block plan (lanjutan)


No. Zona Kesesuaian Zona Pengembangan Deskripsi
2. Cukup sesuai untuk Zona penyangga Kawasan ini dikembangkan
pengembangan wisata (wisata pendukung) menjadi ruang aktivitas wisata
pasif seperti jalan-jalan, berfoto,
eksplorasi alam, melihat peman-
dangan dan edukasi
3. Sesuai untuk Zona pemanfaatan a.Kawasan ini dikembangkan
pengembangan (kawasan wisata utama) beragam aktivitas wisata utama
wisata seperti berkemah, berperahu
keliling waduk, perdagangan
dan juga memancing
b. Kawasan ini dikembangkan
sebagai area penerimaan dan
pelayanan bagi pengunjung

Konsep dan Pengembangan Konsep

Konsep Dasar Perencanaan


Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah kawasan Waduk
Koto Panjang sebagai kawasan ekowisata dengan menekankan pada daya tarik
keunikan alam, perkebunan, dan perikanan. Pengunjung dapat mengetahui tahapan
yang dilakukan dalam budi daya karet dan perikanan air tawar dari pembibitan
sampai pasca panen. Selain itu, sejarah dan sosial budaya masyakat dijadikan
sebagai atraksi wisata. Melalui pendekatan ekowisata, dampak negatif
pembangunan dapat diminimalisir sesuai perhitungan daya dukung tapak.
Pengembangan kawasan diharapkan dapat meningkatkan kepedulian masyarakat
untuk ikut menjaga kelestarian kawasan waduk dan turut serta dalam
pengembangan potensi wisata yang ada sehingga berdampak pada peningkatan
kualitas perekonomian masyarakat setempat.
Kawasan Waduk Koto Panjang didominasi oleh perkebunan rakyat terutama
perkebunan karet. Topografi kawasan yang berbukit menyebabkan beberapa
kawasan rentan erosi dan longsor. Namun, berdasarkan data tahun 2014 terus terjadi
pengalihfungsian lahan dari yang seharusnya hutan konservasi menjadi area
perkebunan rakyat tidak terkecuali di kawasan yang curam. Penyebab kejadian ini
karena kurangnya komunikasi dua arah antara masyarakat sekitar waduk dengan
pihak pengelola dan pemerintah terkait aturan yang ada sehingga kepentingan
kedua pihak tidak terakomodasi dengan baik. Untuk itu diperlukan keterlibatan
aktif masyarakat setempat dalam pengembangan kawasan ini melalui empat fungsi
utama yang harus dipenuhi antara lain:
a. Fungsi Konservasi
Fungsi konservasi utamanya ditujukan untuk kawasan curam yang
tingkat kepekaan terhadap erosi dan longsor tinggi. Selain itu, fungsi ini juga
ditujukan pada sempadan sungai dan waduk. Upaya tersebut diharapkan
mampu mengurangi dampak negatif erosi dan longsor terhadap ekosistem
waduk yang akan berdampak kepada kualitas wisata pengunjung.
b. Fungsi Wisata
Fungsi wisata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan wisata masyarakat
yang cenderung meningkat baik masyarakat setempat maupun pendatang.
92

Fungsi wisata dikembangkan berdasarkan potensi yang dimiliki oleh kawasan


Waduk Koto Panjang dengan ditunjang oleh fasilitas pendukung wisata.
c. Fungsi Edukasi
Merupakan fungsi pendukung kegiatan wisata dalam bentuk
penyampaian informasi mengenai pentingnya menjaga kelestarian alam,
pengetahuan tentang kegiatan operasional bendungan, sejarah waduk,
kegiatan perkebunan dan kegiatan budi daya ikan air tawar.
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi dipenuhi melalui pemberdayaan masyarakat setempat
dalam perencanaan dan pengelolaan serta turut aktif dalam pelaksanaan
kegiatan wisata. Hal ini diharapkan mampu menjadi solusi dari konflik
kepentingan yang sering terjadi antara masyarakat dengan pengelola dan
pemerintah. Dan fungsi ekonomi ditujukan agar kesejahteraan ekonomi
masyarakat dapat meningkat.
Pengembangan Konsep
Konsep pengembangan kawasan Waduk Koto Panjang dikembangkan
berdasar kesesuaian terhadap aspek ekologi, aspek wisata dan aspek sosial budaya.
Pengembangan konsep pada penelitian ini terbagi menjadi konsep ruang, konsep
aktivitas dan fasilitas, konsep sirkulasi, dan konsep vegetasi
1. Konsep Ruang
Pengembangan konsep ruang diperoleh dari penguraian block plan.
Berdasarkan block plan yang telah dibuat diperoleh tiga zona yang diklasifikasikan
menjadi zona konservasi, zona penyangga dan zona pemanfaatan.
Zona konservasi merupakan zona yang bebas dari segala bentuk pemanfaatan
wisata dan khusus ditujukan untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber
daya waduk. Zona konservasi diutamakan pada kawasan dengan kemiringan lebih
dari 40% untuk mengurangi potensi terjadinya erosi dan longsor. Zona penyangga
dialokasikan sebagai area buffer dan pemanfaatan non intensif seperti aktivitas
wisata pasif. Kegiatan di zona ini berkaitan dengan edukasi mengenai konservasi
kawasan waduk. Di samping itu, zona penyangga dijadikan sebagai transisi untuk
mengurangi pengaruh negatif yang timbul dari pemanfaatan yang intensif terhadap
zona konservasi. Zona pemanfaatan dialokasikan sebagai ruang wisata intensif dan
pelayanan. Konsep diagram ruang yang akan dikembangkan dapat dilihat pada
Gambar 45.

Gambar 45 Diagram konsep ruang


93

2. Konsep Aktivitas dan Fasilitas


Konsep aktivitas dan fasilitas yang akan dikembangkan di kawasan Waduk
Koto Panjang dibagi berdasarkan jenis kegiatan pada masing-masing ruang.
Konsep aktivitas dibagi menjadi aktivitas wisata darat dan aktivitas wisata air.
Aktivitas wisata darat terbagi lagi menjadi aktivitas wisata berbasis alam dan
berbasis sosial budaya. Aktivitas wisata berbasis alam dijadikan sebagai salah satu
wisata penunjang di ruang penyangga. Beberapa jenis kegiatan wisata bersifat pasif
pada ruang ini adalah pengamatan vegetasi lokal terutama perkebunan, melihat
pemandangan, kegiatan fotografi, bersantai, jalan-jalan, duduk dan menyusuri
sungai dangkal. Aktivitas wisata berbasis sosial budaya terletak pada ruang
pemanfaatan sebagai wisata utama dan pendukung wisata. Aktivitas wisata ini
menjadi aktivitas yang melibatkan masyarakat setempat sebagai atraksi wisata di
kawasan waduk. Jenis kegiatan yang dikembangkan adalah melihat atraksi budaya
masyarakat setempat yang menjadi acara tahunan (Balimau Kasai), mengamati
kegiatan perkebunan masyarakat setempat, mempelajari sejarah waduk,
mempelajari operasional bendungan, dan wisata kuliner. Jenis kegiatan wisata aktif
yang dilakukan pada ruang ini adalah berkemah, kegiatan pengelolaan, dan
bersepeda. Selain kegiatan wisata, terdapat kegiatan pendukung wisata yang
meliputi kegiatan pelayanan bagi pengunjung. Jenis kegiatan wisata air yang
dikembangkan antara lain mempelajari pembudidayaan ikan air tawar
menggunakan keramba jaring apung, memancing dan berperahu.
Konsep fasilitas dibagi menjadi dua yaitu fasilitas wisata utama dan fasilitas
pendukung wisata. Fasilitas wisata utama meliputi menara pandang, menara
pengawasan waduk, jalur kegiatan menyusuri sungai dan eksplorasi alam, lokasi
untuk berfoto, lokasi untuk pengamatan satwa, dermaga, lahan perkemahan dan
papan interpretasi mengenai vegetasi dan satwa setempat. Fasilitas pendukung
wisata meliputi ticketing dan pusat informasi dan area perdagangan. Aktivitas dan
fasilitas berdasarkan ruang dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 30 Pembagian aktivitas dan fasilitas


Ruang Sub Ruang Aktivitas Fasilitas
Ruang konservasi Konservasi - -
Ruang penyangga Penyangga dan Jalan-jalan, jalur pedestrian,
pemanfaatan non pengamatan satwa bangku, gazebo,
intensif vegetasi lokal, menara pandang,
sightseeing, duduk, dermaga, pos
fotografi, menyusuri keamanan, fasilitas
sungai, berkunjung keamanan (pagar
ke bendungan, pembatas)
berkunjung ke air
terjun
Ruang pemanfaatan Wisata darat Berkemah, Infrastruktur jalan
bersepeda, piknik, dan jalur pedestrian,
fotografi, penerangan, bangku,
sightseeing, jalan- gazebo, lapangan,
jalan, bersantai, playground, mobil
berkunjung ke candi wisata, panggung
Muara Takus, wisata
outbound
94

Tabel 29 Pembagian aktivitas dan fasilitas (lanjutan)


Ruang Sub Ruang Aktivitas Fasilitas
Wisata air Berperahu keliling Dermaga, perahu,
danau, memancing, dek pemancingan,
sightseeing, kuliner shelter
di tengah waduk peristirahatan,
restoran
Wisata edukasi Pameran budaya Media interpretasi,
setempat, struktur jalur
pengamatan satwa, pedestrian,
fotografi, gazebo/shelter,
sightseeing, jalan- menara pandang,
jalan
Wisata budi daya pusat kompleks budi daya
pembudidayaan karet, keramba,
karet, komplek budi daya
pembudidayaan ikan ikan, ruang
air tawar, pengelola
pembibitan,
pemanenan
Area penerimaan Akses keluar-masuk,
Gerbang, loket tiket
area parkir, pusatdan retribusi,
informasi lapangan parkir,
konter informasi
Area pelayanan Makan dan minum, Restoran, pos
membeli souvenir, keamanan, kios
ibadah, berkumpul souvenir, musholla,
fasilitas umum
(toilet, tempat
sampah, klinik),
fasilitas keamanan
(pagar pembatas),
bangku, shelter,
meeting point,
penginapan

3. Konsep Sirkulasi
a. Konsep Sirkulasi
Konsep sirkulasi kawasan Waduk Koto Panjang dibuat untuk
menghubungkan tiap-tiap ruang yang ada dalam kawasan waduk dan juga
menghubungkan tiap-tiap ruang dengan sub ruang di dalamnya. Konsep sirkulasi
juga menyajikan ruang yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan untuk diakses
oleh pengunjung. Secara garis besar jalur sirkulasi dibagi menjadi sirkulasi wisata
dan sirkulasi non wisata.
Sirkulasi wisata dibagi menjadi sirkulasi wisata darat dan sirkulasi wisata air.
Sirkulasi wisata darat dilengkapi dengan sarana jalur pedestrian dan jalan mobil
wisata menuju objek wisata penunjang. Sirkulasi wisata air dilengkapi dengan
sarana perahu dan dermaga. Pola sirkulasi di kawasan waduk bersifat linier dan
tertutup. Sirkulasi berpola linier difungsikan untuk menghubungkan tiap-tiap ruang
pada kawasan, sedangkan pola tertutup difungsikan sebagai pola sirkulasi di dalam
sub ruang. Di beberapa spot sirkulasi terdapat tempat perberhentian sementara
95

untuk beristirahat dan memberikan waktu bagi pengunjung untuk


menginterpretasikan kawasan. Sirkulasi non wisata ditujukan untuk kebutuhan
operasional, pengelolaan dan pelayanan seperti sirkulasi petugas kebersihan,
sirkulasi parkir dan sebagainya.

Gambar 46 Konsep sirkulasi

b. Konsep Jalur Wisata


Konsep jalur wisata yang dikembangkan bersifat rekreatif dan edukatif.
Konsep ini bertujuan selain untuk memenuhi kebutuhan rekreasi masyarakat, juga
memberikan pemahaman terkait kegiatan konservasi dan budi daya ikan air tawar.
Di samping itu, konsep ini diharapkan memberikan wawasan kepada pengunjung
terkait kehidupan sosial budaya masyarakat setempat. Untuk mencapai tujuan
tersebut, dirancang paket wisata serta alternatif sub tema jalur interpretasi pada
kawasan. Paket-paket yang dibuat ini dapat disesuaikan dengan waktu yang dimiliki
pengunjung untuk melakukan wisata. Konsep jalur wisata ini didasarkan kepada
potensi objek dan atraksi wisata yang telah didata sebelumnya. Paket wisata yang
direncanakan dapat dilihat pada Tabel 31.

Tabel 31 Tema jalur wisata


No. Tema Wisata Objek/Atraksi Aktivitas
1. Agroforestri dan budi Komplek Keramba Tracking, pengamatan
daya ikan air tawar Jaring Apung (KJA), proses penyadapan,
perkebunan karet, pengamatan proses
kompleks pengolahan pengolahan hasil karet
karet
2. Sejarah dan operasional Kantor operasional Edukasi sejarah waduk,
bendungan bendungan, Candi Muara edukasi operasional
Takus bendungan, fotografi,
edukasi sejarah candi
3. Rekreasi alam Panorama perbukitan, air Bersampan keliling
terjun, area genangan, waduk, tracking, foto
area outbound grafi, memancing,
kegiatan outdoor
96

Tabel 31 Tema jalur wisata (lanjutan)


No. Tema Wisata Objek/Atraksi Aktivitas
4. Seni dan budaya, kuliner Kesenian dan budaya Wisata kuliner dan
setempat, kios kuliner belanja, Upacara
dan souvenir Balimau Kasai, kesenian
Calempong Oguong
5. Pusat penelitian Pusat penelitian Edukasi area konservasi,
konservasi hutan, pusat edukasi produk olahan
penelitian produk olahan ikan air tawar
ikan air tawar

4. Konsep Vegetasi
Konsep penataan vegetasi di kawasan Waduk Koto Panjang dibedakan
berdasarkan fungsi penanamanya di tapak. Fungsi penanaman vegetasi tersebut
adalah fungsi konservasi, fungsi peneduh, fungsi, pengarah, fungsi ekstetika, dan
fungsi budi daya.
a. Fungsi Konservasi
Fungsi konservasi diperoleh melalui penanaman jenis vegetasi yang mampu
mengkonservasi tanah dan air terutama di area sempadan waduk sejauh 100 meter
dan kawasan dengan kemiringan lebih dari 40%. Pemilihan vegetasi konservasi
diutamakan yang berasal dari daerah sekitar waduk karena telah terbukti sesuai
dengan habitatnya dan dapat dijadikan sebagai habitat satwa lokal yang ada di
kawasan.
b. Fungsi Peneduh
Vegetasi peneduh berfungsi sebagai penaung dan mengendalikan iklim mikro.
Karakteristik vegetasi peneduh adalah berdaun lebat dengan tajuk lebar. Vegetasi
peneduh diutamakan di area bermain, camping ground, meeting point dan area
terbuka yang berpontensi untuk tempat orang berkumpul.
c. Fungsi Pengarah
Vegetasi pengarah ditujukan untuk mengarahkan sirkulasi kendaraan dan
pejalan kaki. Fungsi pengarah akan lebih terasa jika tanaman ditanam dengan pola
linier mengikuti jalur sirkulasi. Karakteristik vegetasi disesuaikan dengan suasana
yang ingin ditekankan pada suatu area.
d. Fungsi Estetika
Vegetasi untuk fungsi estetika bertujuan untuk meningkatkan kualitas visual
suatu area. Fungsi estetika diutamakan pada area penerimaan dan pelayanan sebagai
kesan pertama kawasan bagi pengunjung. Kombinasi warna, bentuk, tekstur
tanaman dan jenis tanaman yang kaya mampu menambah nilai visual sebuah area.
e. Fungsi Budidaya
Vegetasi berfungsi sebagai komoditas pertanian masyarakat setempat dan
sebagai objek edukasi pertanian bagi pengunjung. Vegetasi utama yang digunakan
adalah karet, vegetasi yang memang telah banyak ditanam oleh masyarakat
setempat.
f. Fungsi Pembatas dan Screen
Vegetasi berfungsi sebagai pembatas area yang tidak boleh dilalui oleh
pengunjung. Vegetasi juga difungsikan untuk menutupi bagian yang tidak
diharapkan dilihat pengunjung seperti ruang perkakas, tempat pengumpulan
sampah dan lain-lain.
97

Gambar 47 Konsep vegetasi

Perencanaan Lanskap

Penelitian ini menyajikan rencana lanskap sebagai hasil akhir perencanaan


kawasan Waduk Koto Panjang. Rencana lanskap diperoleh dari penggabungan
rencana ruang, rencana aktivitas dan fasilitas, rencana sirkulasi dan rencana
vegetasi. Rencana daya dukung kawasan dibuat agar kegiatan wisata di kawasan
waduk tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang permanen.

Rencana Ruang
Kawasan Waduk Koto Panjang akan dibagi menjadi tiga ruang sesuai dengan
konsep ruang yang telah direncanakan, yaitu ruang konservasi, ruang penyangga
dan ruang pemanfaatan. Masing-masing ruang memiliki pembagian sub ruang
untuk mengakomodasi kebutuhan ruang aktivitas yang berbeda-beda. Luas masing-
masing ruang di kawasan waduk dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32 Rencana alokasi pembagian ruang perencanaan

Luas
Ruang Sub Ruang 2
(km ) (%)
Konservasi - 267,38 82,55
Penyangga Area penyangga 4,66 1,44
Wisata pendukung 1,75 0,54
Pemanfaatan Wisata darat 3,47 1,07
Wisata air 45,61 0,19
Wisata edukasi 1,28 0,39
Wisata budi daya 42,04 12,98
Area pendukung wisata 2,73 0,84
Total 368,92 100,00

Ruang konservasi dialokasikan lahan seluas 267,38 km2. Besar luas area
tersebut meliputi 82,55% dari luas kawasan perencanaan. Perencanaan ruang
penyangga dibagi menjadi sub ruang penyangga dan sub ruang wisata pendukung.
Sub ruang penyanga dialokasikan seluas 4,66 km2 atau 1,44% dari luas kawasan
perencanaan dan sub ruang wisata pendukung dialokasikan seluas 1,75 km2 atau
98

0,54% dari luas kawasan perencanaan. Ruang pemanfaatan terbagi menjadi sub
ruang wisata utama meliputi wisata darat, wisata air, wisata edukasi, wisata budi
daya dan sub ruang pendukung wisata. Sub ruang wisata utama dialokasikan seluas
47,4 km2 atau 14,63% dari luas kawasan perencanaan. Sub ruang pendukung wisata
dialokasikan seluas 2,73 km2 atau 0,84% dari luas kawasan perencanaan.
Ruang konservasi berfungsi untuk menjaga kelestarian lingkungan kawasan
waduk melalui pencegahan terhadap bahaya erosi dan longsor yang berdampak
kepada sumber daya waduk. Penanaman vegetasi konservasi dilakukan pada lahan
yang curam untuk meningkatkan kestabilan tanah. Ruang konservasi diciptakan
juga untuk meningkatkan kemampuan tanah untuk menimpan air sehingga
ketersediaan air di sekitar waduk dapat terjaga.
Ruang penyangga terbagi kedalam dua sub ruang yaitu sub ruang peyangga
dan sub ruang wisata pendukung. Ruang penyangga ini memiliki karakter untuk
menunjang ruang wisata utama melalui aktivitas wisata yang bersifat pasif seperti
sight seeing dan pengamatan satwa dan vegetasi lokal. Kegiatan pada ruang ini
dilakukan sejalan dengan upaya konservasi. Fasilitas yang diperlukan pada ruang
ini berupa jalur interpretasi dan media interpretasi.
Beberapa bentuk aktivitas intensif akan dilakukan pada sub ruang wisata
utama. Bentuk wisata yang akan diakomodasi oleh sub ruang ini adalah wisata darat
dan rekreasi air, wisata edukasi dan wisata budi daya ikan dan karet. Sub ruang
pendukung wisata akan dijadikan sebagai area penerimaan dan pelayanan bagi
pengunjung meliputi welcome area, lahan parkir, penginapan, pusat kuliner, pusat
souvenir, dan pusat informasi.
Ruang wisata rekreasi pada kawasan waduk akan direncanakan menjadi dua,
yaitu wisata darat dan rekreasi air. Kegiatan wisata darat meliputi berkemah,
bersepeda, piknik, fotografi, sightseeing, jalan-jalan, bersantai, berkunjung ke candi
Muara Takus, dan outbound. Untuk mendukung kegiatan-kegiatan tersebut,
disediakan beberapa fasilitas seperti infrastruktur jalan dan jalur pedestrian,
penerangan, bangku, gazebo, lapangan, playground, mobil wisata, panggung wisata
dan jlaur sepeda. Bentuk kegiatan rekreasi air meliputi berperahu keliling danau,
memancing, sightseeing, dan kuliner di tengah waduk. Fasilitas pendukung rekreasi
air antara lain dermaga, perahu, dek pemancingan, shelter peristirahatan, dan
restoran di tengah waduk. Ruang wisata darat dan rekreasi air direncanakan seluas
4.908,98 ha dengan rincian ruang wisata darat seluas 347,98 ha dan ruang rekreasi
air seluas 4.561,00 ha.
Ruang wisata edukasi bertujuan untuk menarik minat calon pengunjung
melalui pemberian wawasan mengenai keunikan alam dan kebudayaan daerah di
sekitar waduk. Ruang ini mengakomodasi bentuk kegiatan wisata berupa kegiatan
penelitian dan pengamatan vegetasi satwa lokal, pameran budaya setempat,
fotografi, sightseeing, dan jalan-jalan. Fasilitas yang disediakan antara lain media
interpretasi, struktur jalur pedestrian, gazebo/shelter, dan menara pandang. Ruang
wisata edukasi direncanakan di area kantor operasional waduk dan di area seluas
127,61 ha.
Ruang wisata budi daya direncanakan seluas 4.204,00 ha secara keseluruhan.
Ruang ini dibagi menjadi ruang budi daya karet seluas 3868,67 ha, ruang
pengolahan hasil karet seluas 195,95 ha dan ruang budi daya perikanan seluas
139,65 ha. Ruang ini dimanfaatkan sebagai lahan budi daya oleh masyakat yang
diintegrasikan kedalam program wisata waduk. Sistem perkebunan yang diterapkan
99

adalah agroforestri. Sistem agroforestri karet atau Rubber Agroforestry System


(RAS) yaitu suatu pola agroforestri pada karet yang bertujuan untuk meningkatkan
produktivitas hasil panen, termasuk karet itu sendiri sebagai hasil utama dan juga
hasil sampingan seperti buah-buahan, kayu, dan lain-lain dengan suatu sistem
intensifikasi dan untuk kepentingan kelestarian karet tersebut (Budiman et al, 1994).
Pada awal penanaman, karet dapat ditumpangsarikan dengan tanaman semusim
seperti terung, kacang tanah, dan cabe. Ketika tajuk karet mulai menaungi, tanaman
sela yang dapat ditanam antara lain tanaman petai, jengkol, durian, rambutan dan
cengkeh. Melalui program ini diharapkan kepentingan masyarakat dan pengelola
dapat diselaraskan.
Sub ruang pendukung wisata dikembangkan sebagai area penerimaan dan
pelayanan yang berisi sarana prasaran yang mendukung wisata. Sub ruang ini
menjadi image pertama yang dilihat oleh pengunjung. Oleh karena itu prioritas area
ini bersifat estetik dan menarik dalam pengembangannya. Terdapat tiga ruang
penerimaan pada kawasan waduk. Area penerimaan pertama terletak di area Candi
Muara Takus. Area ini ditujukan bagi pengunjung yang ingin melakukan wisata
sejarah. Area penerimaan kedua terletak di Desa Batu Bersurat. Area ini ditujukan
bagi pengunjung yang ingin melakukan wisata alam. Dan area penerimaan ketiga
terletak di kantor operasional waduk. Area ini ditujukan bagi pengunjung yang
ingin melakukan wisata edukasi dan sejarah bendungan. Ketiga area ini
dikembangkan menjadi welcome area dan pelayanan. Area penerimaan di Batu
Bersurat dan Candi Muara Takus juga dikembangkan untuk mengakomodasi wisata
belanja. Khusus pada area kedua difasilitasi oleh guest house.

Rencana Aktivitas dan Fasilitas


Aktivitas utama yang akan dikembangkan disesuaikan dengan konsep
aktivitas yang telah dibuat sebelumnya. Aktivitas wisata dibagi menjadi aktivitas
wisata darat dan air. Kemudian aktivitas wisata darat terbagi menjadi aktivitas
wisata berbasi konservasi dan sosial budaya. Segala bentuk aktivitas wisata
dikembangkan kearah rekreasi dan edukasi.
1. Aktivitas Wisata Rekreasi
a. Wisata Rekreasi Darat
Jalan-jalan, sightseeing dapat dilakukan dengan berkeliling ruang
wisata utama. Kegiatan sightseeing dan jalan santai dapat juga dilakukan di
ruang wisata pendukung. Untuk melakukan aktivitas di Pulau Tonga,
pengunjung dapat mengakses menggunakan perahu sebagai sarana
transportasi utama di kawasan waduk. Aktivitas sightseeing dapat juga
dilakukan dengan berkeliling waduk menggunakan perahu. Vegetasi penaung
diperlukan untuk memodifikasi iklim mikro di tapak sehingga dapat
meningkatkan kenyamanan pengunjung. Fasilitas yang dibutuhkan meliputi
jalur pedestrian, gazebo dan shelter, toilet, tempat duduk, menara pandang,
jaringan komunikasi darurat, signage dan media interpretasi.
Berkemah dapat dilakukan di Pulau Tonga dan ruang wisata pendukung
dekat dengan objek air terjun. Area untuk aktivitas berkemah diakomodasi
seluas 10,2 ha. Lokasi ini berdekatan dengan aliran sungai dangkal dan
dikelilingi hutan konservasi sehingga pengunjung tetap dapat merasakan
nuansa alami kawasan. Untuk mencapai lokasi, pengunjung dapat mengguna-
100

Gambar 48 Peta rencana ruang


101

kan perahu yang telah disediakan. Fasilitas yang direncanakan untuk


mengakomodasi aktivitas ini adalah lapangan terbuka, toilet, dan panggung
mini.
Piknik dapat dilakukan di Pulau Tonga dan ruang wisata utama.
Aktivitas ini diakomodasi dalam area seluas 13 ha yang terbagi kedalam 11
ha area di Pulau Tonga dan 2 ha di ruang wisata utama. Area ini dapat diakses
menggunakan mobil wisata dari area penerimaan dan pelayanan dan
menggunakan perahu untuk mencapai ke Pulau Tonga.
Outbound direncanakan di area yang datar seluas 6,7 ha pada ruang
wisata utama. Aktivitas ini dilengkapi dengan fasilitas outbound dan area
bermain. Area ini diawasi oleh pemandu wisata untuk mengarahkan
pengunjung ke permainan yang sesuai berdasarkan tingkat kesulitannya.
Fasilitas menara pandang dapat dibuat pada tegakan pohon yang cukup besar.
Bersepeda direncanakan bagi pengunjung yang ingin mengelilingi
ruang wisata pendukung berupa kebun karet warga. Bersepeda juga dapat
dilakukan pada ruang wisata utama khususnya di sepanjang area sempadan
waduk. Fasilitas yang disediakan adalah jalur sepeda, shelter peminjaman
sepeda, rak sepeda, dan marka jalan.
Mobil wisata memungkinkan pengunjung untuk berpindah antar sub
ruang wisata melalui jalur darat. Mobil wisata direncanakan memiliki jadwal
keberangkatan dan kedatangan pada masing-masing terminal. Mobil wisata
akan berangkat setiap 15 menit. Jumlah mobil wisata yang akan disediakan
berjumlah 10 unit.
Candi Muara Takus merupakan objek wisata yang sudah dikelola oleh
pemerintah daerah. Keberadaan candi diintegrasikan dengan wisata waduk
untuk menambah nilai wisata kawasan. Area candi direncanakan dapat
diakses oleh pengunjung menggunakan mobil wisata. Selain itu, area candi
dijadikan sebagai salah satu area penerimaan dan pelayanan wisata.
b. Wisata Rekreasi Air
Aktivitas rekreasi air diselaraskan dengan zona pengembangan area
genangan yang telah dibuat oleh PLN sektor pembangkitan Kota Pekanbaru.
Bentuk aktivitas air yang pertama adalah berkeliling waduk menggunakan
perahu. Lingkup area kegiatan berperahu juga menjadi jalur sirkulasi untuk
mencapai Pulau Tonga. Fasilitas yang dibutuhkan untuk mengakomodasi
aktivitas ini meliputi dermaga perahu, dek, dan tempat pemberhentian
sementara untuk beristirahat dan berfoto.
Memancing merupakan salah satu bentuk kegiatan wisata yang
memang sudah cukup berkembang sebelumnya. Dalam perencanaan ini,
kegiatan memancing dilakukan di zona fishing ground yang telah ditetapkan.
Jumlah ikan tangkapan yang diperbolehkan dibatasi. Beberapa aturan tersebut
diterapkan untuk tetap menjaga kelestarian ekologis kawasan waduk.
Fasilitas untuk kegiatan memancing antara lain pemandu dan fasilitas
penyewaan peralatan memancing.
Bentuk aktivitas rekreasi air lainnya adalah restoran terapung.
Memanfaatkan luasan area genangan air waduk dan kekayaan sumber daya
hasil perikanan air tawar, wisata kuliner dapat dijadikan salah satu daya tarik
dari kawasan Waduk Koto Panjang. Restoran terapung dapat diakses
menggunakan perahu.
102

2. Aktivitas Wisata Edukasi


a. Wisata Edukasi Budidaya Pertanian
Masyarakat setempat mayoritas memiliki usaha dalam bidang pertanian,
terutama perkebunan karet. Namun sistem perkebunan yang digunakan masih
bersifat tradisional. Akibat pembukaan lahan menggunakan teknik slash and
burn tanpa dikontrol menyebabkan segala bentuk vegetasi habis terbakar
sehingga ekosistem yang awalnya berupa hutan dan semak belukar berubah
menjadi kebun karet. Untuk mengembalikan ekosistem hutan tersebut,
diaplikasikan sistem budi daya agroforestri berbasis pada pertanian di kebun
warga. Agroforestri merupakan sistem tata guna lahan berkelanjutan yang
meningkatkan hasil total dengan mengkombinasikan tanaman tahunan
dengan pohon dalam unit lahan yang sama (Vergara, 1982). Agroforestri
berbasis pertanian memiliki keteraturan yang lebih baik jika dibandingkan
dengan sistem agroforestri lainnya dengan didominasi oleh produksi
pertanian. Komponen kehutanan menjadi pendukung untuk terwujudnya
keberlanjutan ekosistem. Hal ini dapat direncanakan sebagai program edukasi
bagi pengunjung terkait pengaplikasian sistem agroforestri, khususnya pada
perkebunan karet. Fasilitas untuk aktivitas ini adalah pemandu dan mobil
wisata untuk mengantar pengunjung berkeliling kebun karet warga. Dalam
program ini, ditunjuk beberapa hektar kebun karet untuk dijadikan sebagai
kebun percontohan. Alokasi lahan seluas 196 ha direncanakan untuk
mengakomodasi kegiatan edukasi budi daya kebun karet. Pengunjung dapat
mengamati proses pasca panen karet hingga siap dijual ke pabrik untuk diolah
lebih lanjut. Bentuk kegiatan ini merupakan salah satu bentuk kerja sama
pengelola kawasan dengan masyarakat setempat dalam mengembangkan
kawasan waduk.
Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki area genangan air seluas
12.400 ha. Dari luasan tersebut telah dialokasikan seluas 1.273,9 ha atau
10,3% untuk area budi daya perikanan dalam pengembangan area genangan
waduk oleh PLN. Selain itu, telah banyak dikembangkan budi daya ikan air
tawar dengan sistem keramba jaring apung di kawasan waduk. Maka dari itu
tanpa harus menghilangkan keramba yang telah ada, relokasi keramba ke
zona yang telah diteteapkan perlu dilakukan. Program ini perlu
pendampingan oleh pihak terkait agar masyarakat mengetahui dengan benar
cara budi daya ikan menggunakan sistem ini. Hal ini dapat menjadi atraksi
bagi pengunjung dan memberikan edukasi mengenai proses budi daya ikan
air tawar. Lahan yang direncanakan untuk kegiatan ini seluas 112,1 ha.
Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan oleh pengunjung antara lain tebar
benih ikan, pemberian pakan ikan, proses panen dan pengamatan kegiatan
budi daya ikan oleh warga. Fasilitas yang disedikan meliputi unit tambak
keramba jaring apung yang terdiri dari keramba, rumah jaga dan shelter. Pada
umumnya ukuran tiap keramba adalah 7 x 7 meter dengan pelampung
minimal 8 unit. Penampakan budi daya ikan dengan sistem keramba jaring
apung dapat dilihat pada Gambar 49.
103

Gambar 49 Sistem Keramba Jaring Apung

b. Wisata Edukasi Konservasi


Kegiatan konservasi air di kawasan waduk dapat menjadi sebuah
wawasan yang dapat diberikan kepada pengunjung. Pengenalan upaya
konservasi sumber daya air diintegrasikan kedalam program wisata
pengenalan sistem operasional bendungan. Edukasi mengenai konservasi
sumber daya air ditekankan pada upaya pengendalian daya rusak air di
kawasan Waduk Koto Panjang. Fasilitas pendukung program ini adalah
pemandu wisata yang menerangkan sistem operasional dan sejarah waduk
serta wawasan mengenai upaya konservasi sumber daya air.
Selain konservasi sumber daya air, kegiatan konservasi tanah yang
memiliki kemiringan curam melalui penanaman vegetasi menjadi wawasan
tambahan yang diberikan kepada pengunjung. Penanaman vegetasi
diharapkan dapat menambah populasi satwa lokal sehingga dapat menjadi
objek pengamatan dalam kegiatan interpretasi vegetasi dan satwa. Pemaparan
dilakukan melalui media audio visual yang menayangkan tentang pentingnya
mengelola sumber daya tanah dan air.
Interpretasi vegetasi dan satwa lokal dilakukan melalui pengamatan
langsung oleh pengunjung didampingi oleh pemandu. Media interpretasi
ditempatkan di spot-spot pemberhentian untuk memberikan kesempatan
kepada pengunjung mengamati kawasan. Fasilitas lain meliputi menara
pandang, jalan setapak dan teropong.

Fasilitas yang direncanakan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing


aktivitas pada masing-masing ruang. Fasilitas yang disediakan harus mampu
mengakomodasi kebutuhan pengunjung untuk melakukan aktivitas wisata. Rencana
fasilitas di kawasan waduk dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33 Rencana fasilitas pada kawasan Waduk Koto Panjang


No. Fasilitas Dimensi Jumlah
Fasilitas Pelayanan
1. Pintu gerbang utama p=4m; l=12m; t=6m 3
2. Pintu gerbang sekunder p=2m; l=9m; t=6m 2
3. Loket p=4m; l=3m 2
4. Pos keamanan p=4m; l=4m 8
5. Parkir L=5000 m2 4
6. Halte mobil wisata L=100 m2 6
7. Mobil wisata p=5; l=3m 10 unit
8. Kantor pengelola p=25m; l=15; t=6m 1 unit
104

Tabel 32 Rencana fasilitas pada kawsan Waduk Koto Panjang (lanjutan)


No. Fasilitas Dimensi Jumlah
9. Pusat informasi p=4m; l=3m 4 unit
10. Ruang multimedia p=20m; l=10m; t=6m 2 unit
11. Kios souvenir p=5m; l=5m 20 unit
12. Guest house I p=20m; l=15m 4 unit
13. Guest house II p=15m; l=10m 6 unit
14. Restoran p=20m; l=20m 3
15. Musholla L=150 m2 4
16. Toilet L=30 m2 5
Fasilitas Wisata
1. Shelter p=3m; l=1,3m; t=3m 45
2. Bangku p=2m; l=1m; t=0,4m 55
3. Papan interpretasi p=1m; l=0,75m; t=1,6m 50
4. Perahu p=5m; l=1,5m 25
5. Dermaga perahu p=15m; l=3 6
6. Tambak keramba jaring L=144 m2 182 unit
apung
7. Dek p=600m; l=2m 3
8. Restoran apung p=40m; l=20m 1
9. Area outbound L=67.191 m2 1
10. Area berkemah L=10.247 m2 1
11. Area piknik L=13.232 m2 1
12. Gedung pusat penelitian p=30m; l=15m; t=6m 1
budi daya karet
13. Lahan pembibitan L=5.000 m2 1
14. Gedung pusat budi daya p=30m; l=15m; t=6m 1
ikan
15. Menara pandang dan p=5m; l=5m; t=20m 5
pengawas
16. Area pertunjukan L=600 m2 1
17. Dek pemancingan p=200m; l=2m 1

Rencana Sirkulasi
Kawasan Waduk Koto Panjang direncanakan akan memiliki 2 jenis sirkulasi
wisata, yaitu sirkulasi wisata darat dan sirkulasi wisata air. Sirkulasi wisata darat
dibagi menjadi jalur wisata dan jalur jalan provinsi yang melewati kawasan waduk.
Pola jalur sirkulasi di kawasan waduk direncanakan memiliki pola linier tertutup.
Jalur wisata merupakan jalur sirkulasi yang menghubungkan antar ruang dan
antar sub ruang pada kawasan perencanaan waduk. Jalur ini menjadi sirkulasi untuk
kendaraan mobil wisata, pejalan kaki, sepeda dan kendaraan bermotor. Pola yang
digunakan adalah pola tertutup untuk menghindari pemandangan yang sama oleh
pengunjung. Jalur pedestrian menggunakan material paving dengan lebar 3,2 meter
sampai 5 meter. Jalur sepeda dibuat menyatu dengan jalur pedestrian namun diberi
separator dan marka untuk membedakan kedua jalur tersebut. Jalur ini akan
dilengkapi dengan beberapa spot pemberhentian untuk memberi kesempatan
pengunjung melihat potensi dan atraksi yang ada di dalam kawasan waduk.
Mengacu pada peraturan menteri nomor 3 tahun 2014 tentang pedoman
perencanaan, penyediaan, dan pemanfaatan prasarana dan sarana jaringan pejalan
kaki, dengan cuaca yang panas orang hanya ingin menempuh 400 meter, sedangkan
untuk aktivitas berbelanja membawa barang, keinginan berjalan tidak lebih dari 300
105

meter. Maka dari itu tempat peristirahatan akan disediakan pada interval jarak 300
sampai 400 meter. Tempat peristirahatan akan dilengkapi fasilitas shelter dan
gazebo. Jalur mobil wisata menggunakan material aspal dengan lebar 4 meter
dengan terminal pemberhentian di setiap objek wisata. Jalur kendaraan bermotor
mengakomodasi kendaraan milik pengunjung untuk diarahkan ke fasilitas parkir.
Jalur jalan provinsi merupakan jalur akses yang melewati kawasan
perencanaan dan menghubungkan kawasan luar tapak dengan kawasan
perencanaan. Jalur ini berupa jalan aspal dengan lebar 9 meter untuk dua lajur jalan
mengacu pada peraturan pemerintah nomor 34 tahun 2006. Jalur akan
memanfaatkan jalan raya yang sudah ada. Jalur jalan ini dapat dimanfaatkan juga
oleh masyaratak setempat untuk mendistribusi hasil panen ke tempat pengolahan
dan ke pusat perekonomian.
Sirkulasi wisata air direncanakan untuk mengakomodasi kegiatan rekreasi
pada area genangan wduk. Sirkulasi ini berpola tertutup. Fasilitas yang mendukung
untuk kegiatan rekreasi air meliputi perahu yang digunakan untuk berkeliling area
genangan dan dermaga serta dek. Sirkulasi wisata air juga digunakan untuk
mengakses restoran terapung yang berlokasi di tengah waduk serta melakukan
pengamatan pada keramba budi daya ikan air tawar. Tabel rencana sirkulasi dapat
dilihat pada Tabel 34. Rencana sirkulasi pada tapak dapat dilihat pada Gambar 50.

Tabel 34 Rencana sirkulasi kawasan Waduk Koto Panjang


Jenis Panjang Lebar
No. Jalur Pengguna Material Lokasi
Sirkulasi (m) (m)
1. Jalur Mobil wisata Kendaraan 1.032,2 4 Aspal Sub ruang
wisata mobil wisata pendukung
wisata
Mobil wisata Kendaraan 3.196,4 4 Aspal Sub ruang
mobil wisata wisata
utama
Mobil wisata Kendaraan 6.494,5 4 Aspal Sub ruang
mobil wisata wisata
utama
Mobil wisata Kendaraan 6.550,4 4 Aspal Sub ruang
mobil wisata wisata
utama
Pedestrian Pejalan kaki 296,6 3.2 Paving Sub ruang
wisata
utama
Pedestrian Pejalan kaki 2.401,6 3.2 Paving Sub ruang
wisata
utama
Pedestrian Pejalan kaki 210,4 3.2 Paving Sub ruang
wisata
utama
Pedestrian Pejalan kaki 1.093,5 3.2 Paving Sub ruang
wisata
utama
Pedestrian Pejalan kaki 2.702,7 3.2 Paving Sub ruang
wisata
utama
Setapak Pejalan kaki 1.971,8 2 - Sub ruang
wisata
pendukung
106

Tabel 34 Rencana sirkulasi kawasan Waduk Koto Panjang (lanjutan)


Jenis Panjang Lebar
No. Jalur Pengguna Material Lokasi
Sirkulasi (m) (m)
Pedestrian Pejalan kaki 7.248,5 5 Paving Sub ruang
dan sepeda dan pesepeda wisata
utama
Pedestrian Pejalan kaki 8.051,5 5 Paving Sub ruang
dan sepeda dan pesepeda wisata
utama
Jalur jalan Jalan provinsi Kendaraan 48.575,7 9 Aspal Melintasi
provinsi wisatawan kawasan
dan
masyarakat
2. Sirkulasi Jalur perahu Perahu - - - Sub ruang
air rekreasi air

Rencana Vegetasi
Rencana penanaman vegetasi pada kawasan diarahkan untuk memenuhi
fungsi utama sebagai vegetasi konservasi, khususnya konservasi tanah dan air.
Tujuan ini didasarkan kepada keberadaan dan keberlanjutan kawasan waduk sangat
penting bagi masyarakat. Karakteristik topografi yang berbukit memerlukan
tindakan konservasi agar mengurangi kemungkinan terjadinya erosi dan longsor.
Jenis vegetasi yang digunakan dibedakan menurut fungsi penanamanya. Fungsi
penanaman vegetasi dalam kawasan perencanaan adalah fungsi konservasi, fungsi
peneduh, fungsi pengarah, fungsi estetika, fungsi budi daya dan fungsi screen serta
pembatas.
1. Vegetasi Konservasi
Vegetasi konservasi ditanam di ruang konservasi dan ruang penyangga.
Tujuan penanaman vegetasi ini adalah untuk mengkonservasi tanah dan air. Maka
dari itu dibutuhkan vegetasi yang memiliki karakter perakaran dalam dan
berserabut banyak agar mampu mengikat dan menjaga kestabilan tanah lebih baik.
Selain itu, kerapatan tajuk juga diperhatikan dalam pemilihan vegetasi yag
digunakan. Semakin rapat tajuk vegetasi yang digunakan maka semakin besar daya
intersepsi tanaman terhadap bulir air hujan sebelum jatuh ke tanah.
Beberapa vegetasi yang akan ditanam pada tapak antara lain kecrutan
(Spathodea campanulata), terompet emas (Alamanda cathartica), bungur
(Lagerstomia speciousa), kemiri (Aleurites moluccana), johar (Cassia seamea),
laban (Vitex pubescens), Dlingsen (Homalium tomentosum), mahang (Macaranga
sp.).
2. Vegetasi Peneduh
Vegetasi peneduh bertujuan untuk memodifikasi iklim mikro di kawasan
waduk sehingga meningkatkan kenyamanan bagi pengunjung untuk beraktivitas.
Vegetasi akan ditanam pada ruang yang menjadi pusat kegiatan seperti area
outbound, area berkemah, area bermain dan area pelayanan. Vegetasi yang dipilih
adalah vegetasi lokal yang minim perawatan.
Beberapa vegetasi yang dapat ditanam di tapak antara lain tanjung (Mimusops
elengi), beringin (Ficus benjamina), asam (Tamarindus indica), ketapang
(Terminalia cattapa), glodogan bulat (Polyalthia fragrans) dan mahoni (Swietenia
mahogani)
107

Gambar 50 Peta rencana sirkulasi


108

3. Vegetasi Pengarah
Vegetasi pengarah digunakan sebagai pergerakan pergerakan kendaraan dan
pejalan kaki. Vegetasi ini ditanam sepanjang jalur sirkulasi. Selain untuk
mengarahkan pergerakan pengunjung, vegetasi ini juga dapat digunakan sebagai
peneduh di jalur sirkulasi. Karakteristik vegetasi yang digunakan adalah tidak
memiliki perakaran besar yang menembus permukaan tanah dan percabangan tidak
menjuntai kebawah.
Beberapa vegetasi yang dapat digunakan pada tapak antara lain ketapang
(Terminalia cattapa), Pinang (Areca catechu), asoka (Ixora japonica), hanjuang
(cordyline sp.), pucuk merah (Syzygium oleina) dan bunga merak (Caesalpinia
pulcherrima).
4. Vegetasi Estetika
Vegetasi ini ditujukan untuk meningkatkan nilai visual tapak. Kombinasi
antara bentuk, warna, tekstur tanaman akan menambah keindahan sebuah ruang.
Vegetasi estetika akan ditanam pada ruang penerimaan dan ruang pelayanan.
Penanaman vegetasi estetika menggunakan pola informal sehingga menimbulkan
kesan menyambut pengunjung. Perpaduan ragam bentuk dan warna vegetasi dapat
menarik perhatian pengunjung untuk berkunjung.
Beberapa vegetasi yang dapat digunakan pada tapak antara lain kamboja
(Plumeria rubra), bunga kertas (Bougenvillea sp.), bunga pagoda (Clerodendrum
sp.), soka (Ixora salicifolia), palem ekor tupai (Caryota mitis), sawo kecik
(Manilkara kauki), dan akasia (Acacia auriculiforms).
5. Vegetasi Budidaya
Penanaman vegetasi budi daya merupakan salah satu bentuk akomodasi
kebutuhan mata pencaharian masyarakat setempat. Hal ini diintegrasikan kedalam
program wisata waduk untuk menjadi objek wisata edukasi budi daya. Jenis
vegetasi yang digunakan merupakan vegetasi perkebunan dan kehutanan yang
memang sudah ada di kawasan Waduk Koto Panjang.
Beberapa contoh vegetasi yang digunakan antara lain karet (Havea
brasilliensis), mangga (Mangifera indica), jahe merah (Zingiber officinale),
jengkol (Pithecellebium jiringa), petai hutan (Parkia speciosa), durian (Durio
zibethinus), rambutan (Nephelium lappaceum), nangka (Artocarpus heterophyllus),
kelapa (Cocos nucifera), kayu ubi (Ptenandra galeata), kedondong hutan
(Canarium sp.), cabe (Capsium sp.), ubi jalar (Ipomea sp.), ubi kayu (Manihot
esculenta), kacang tanah (Arachis hypogaea), pepaya (Carica papaya), dan pisang
(Musa sp.).
6. Vegetasi Screen dan Pembatas
Vegetasi screen dan pembatas ditanam pada ruang pelayanan, ruang
penerimaan, dan ruang pemanfaatan. Vegetasi yang dipilih merupakan vegetasi
merambat dan semak agar dapat menutupi dan membatasi area yang boleh dan tidak
boleh dikunjungi oleh pengunjung.
Beberapa vegetasi yang dapat digunakan pada tapak antara lain palem wregu
(Rhapis excelsa), kumis kucing (Orthosiphon aristatus), fatsia (Fatsia japonica),
dan bunga pagoda (Clerodendrum sp.).
109

Vegetasi peneduh Vegetasi pengarah

Vegetasi peneduh Vegetasi pengarah

Vegetasi peneduh Vegetasi pengarah

Vegetasi peneduh Vegetasi pengarah

Vegetasi peneduh Vegetasi pengarah

Vegetasi peneduh Vegetasi pengarah


Vegetasi estetika Vegetasi screen
Vegetasi peneduh Vegetasi pengarah
Gambar
Vegetasi 51 Ilustrasi
estetika jenis vegetasi yangVegetasi
digunakan
screen
Vegetasi peneduh Vegetasi pengarah
Rencana DayaVegetasi
Dukung estetika Vegetasi screen
Perencanaan daya dukung kawasan merupakan aspek yang penting dalam
Vegetasi
konsep ekowisata. estetika
Perhitungan daya dukung dilakukanVegetasi
untukscreen
mengetahui ambang
batas jumlah pengunjung yang dapat ditampung dalam suatu kawasan tanpa
Vegetasi screen
Vegetasi estetika
mengurangi kenyamanan pengunjung dalam melakukan aktivitas wisata.
Perhitungan ini Vegetasi
juga dilakukan
estetika agar meminimalisir dampak
Vegetasiyang
screenditimbulkan oleh
aktivitas yang dilakukan terhadap kondisi ekologi kawasan.
Perhitungan dayaestetika
Vegetasi dukung kawasan diperoleh dari hasil
Vegetasi pembagian jumlah
screen
luasan ruang fasilitas dengan standar kebutuhan ruang per orang. Sesuai dengan
Vegetasi sebagai Vegetasi screen
estetika kawasan ekowisata, jumlah
konsep perencanaan pengunjung kawasan
dibatasi dengan meningkatkan luas kebutuhan ruang tiap orang pada tiap ruang
pengembangan. Nilai daya dukung tiap ruang pada kawasan wisata waduk disajikan
pada Tabel 35.

Tabel 35 Nilai daya dukung


Satuan Standar
Daya Σ Daya
Σ Luas Kebutuhan Koefisien
Ruang Fasilitas Luas Dukung Dukung
Σ (m2) Ruang Rotasi
(m2) (org) (org/hari)
(m2/org)
Wisata Jalur 1 22004m 22004m 10m 2200 - -
utama pedestrian
Perahu 25 7,5 187,5 0,7 267 3 801
Dermaga 6 30,0 180,0 2,0 90 3 270
perahu
Tambak 182 119,0 21.658,0 65 333 3 999
keramba
jaring apung
Dek 3 300,0 900,0 10,0 90 4 360
110

Tabel 35 Nilai daya dukung (lanjutan)


Satuan Standar
Daya Σ Daya
Σ Luas Kebutuhan Koefisien
Ruang Fasilitas Luas Dukung Dukung
Σ (m2) Ruang Rotasi
(m2) (org) (org/hari)
(m2/org)
Restoran 1 800,0 800,0 2,0 400 3 1200
apung
Restoran 1 400,0 400,0 2,0 200 5 1000
Area outbound 1 67191,0 67191,0 30,0 2239 1 2239
Area 1 10247,0 10247,0 90,0 113 1 113
berkemah
Area piknik 1 13232,0 13232,0 20,0 661 1 661
Gd. pusat 1 450,0 450,0 4,0 112 6 672
penelitian budi
daya karet
Lahan 1 5000,0 5000,0 8,0 625 4 2500
pembibitan
Gd. Pusat budi 1 450,0 450,0 4,0 112 5 560
daya ikan
Menara 3 25,0 75,0 4,0 18 10 180
pandang
Area 1 600,0 600,0 4,0 150 4 600
pertunjukan
Ruang 1 200,0 200,0 4,0 50 4 200
mulitimedia
Halte mobil 4 100,0 400,0 1,0 400 6 2400
wisata
Pusat 1 12,0 12,0 1,0 12 32 384
informasi
Musholla 1 150,0 150,0 1,0 150 5 750
Total 7485
Penyangga Jalur 1 1500,0m 1500,0m 10,0 150 - -
dan wisata interpretasi
pendukung Shelter 45 9,0 405,0 2,0 202 20 4040
Bangku 55 2,0 110,0 0,7 157 24 3768
Menara 2 25,0 50,0 4,0 12 10 120
pandang dan
pengawas
Papan 50 0,75 37,5 1,0 37 30 1110
informasi dan
interpretasi
Dek 1 200,0 200,0 10,0 20 1 20
pemancingan
Ruang 1 200,0 200,0 4,0 50 4 200
mulitimedia
Musholla 1 150,0 150,0 1,0 150 6 900
Total 778
Pendukung Pusat 2 12,0 24,0 1,0 24 32 768
wisata informasi
Kantor 1 300,0 300,0 4,0 75 - -
pengelola
Guest house I 4 300,0 1200,0 5 org/unit 20 1 20
Guest house II 6 150,0 900,0 3 org/unit 18 1 18
Kios souvenir 20 25,0 500,0 2 250 5 1250
Restoran 2 400,0 800,0 2 400 3 1200
Musholla 2 150,0 300,0 1 300 5 1500
Halte mobil 2 100,0 200,0 1 200 6 1200
wisata
Total 1287
Sumber: Ardana (2013), Sukendi et al (2013) dengan penyesuaian, Harris and Dines (1998)

Berdasarkan perhitungan pendugaan nilai daya dukung kawasan wisata


Waduk Koto Panjang, daya dukung kawasan perencanaan adalah 9.550 orang.
Perhitungan daya dukung kawasan dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisir
kerusakan ekologis pada kawasan sebagai dampak dari kegiatan wisata yang
dilakukan.
1
11
112
113

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kawasan Waduk Koto Panjang memiliki potensi lanskap yang dapat


dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Pengembangan kawasan direncanakan
dengan mempertimbangkan potensi alam dan kebiasaan masyarakat setempat yang
diarahkan pada empat fungsi kawasan, yaitu fungsi konservasi, fungsi wisata,
fungsi edukasi, dan fungsi ekonomi. Pengembangan kawasan waduk dibagi
menjadi ruang konservasi seluas 267,38 km2, ruang penyangga seluas 6.41 km2, dan
ruang pemanfaatan 95,13 km2 dengan ruang pemanfaatan dibagi menjadi subruang
wisata utama dan sub ruang pendukung wisata. Ruang konservasi ditujukan untuk
mempertahankan kualitas tanah dan air waduk. Ruang penyangga ditujukan sebagai
buffer untuk mengurangi dampak negatif terhadap ruang konservasi. Ruang
pemanfaatan ditujukan sebagai ruang wisata utama kawasan waduk.
Program aktivitas yang dikembangkan di kawasan waduk dibedakan menjadi
aktivitas wisata rekreasi dan aktivitas wisata edukasi. Aktivitas wisata rekreasi
dibagi menjadi aktivitas wisata darat (berkemah, outbound, piknik, bersepeda,
kuliner dsb) dan aktivitas wisata air (memancing, berperahu, restoran apung dsb).
Aktivitas wisata edukasi meliputi aktivitas edukasi konservasi dan edukasi budi
daya. Aktivitas konservasi mengarah kepada pemberian informasi kepada
pengunjung tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan melalui media
audio visual dan interpretasi alam. Aktivitas edukasi budi daya diarahkan kepada
proses pembudidayaan karet dan ikan air tawar.

Saran

Perencanaan lanskap kawasan Waduk Koto Panjang merupakan salah satu


bentuk pengembangan kawasan yang memperhatikan aspek ekologi, wisata, dan
ekonomi. Oleh karena itu, pengembangan kawasan ini memerlukan kerja sama
antarpihak yang terkait seperti pihak pengelola, masyarakat setempat, dan
pemerintah daerah selaku pembuat kebijakan. Komunikasi dua arah perlu dilakukan
agar tidak terjadi selisih kepentingan masing-masing pihak. Bentuk upaya yang
dapat dilakukan, antara lain, diskusi dengan perwakilan masyarakat yang dapat
diinisiasi oleh POKDARWIS terkait pengelolaan dan pengembangan kegiatan di
kawasan Waduk Koto Panjang. Selain itu, masyarakat setempat dapat diberi
tanggung jawab dalam mengoperasikan dan mengelola fasilitas yang ada untuk
meningkatkan kesejahteraan dan peran masyarakat setempat dalam pengembangan
kawasan waduk.
114

DAFTAR PUSTAKA

Adriani SN, Krismono S,Nurdawati W, Tjahjo H, Nurfiarini A. 2006. Status terkini


sumber daya ikan di waduk jati luhur. Prosiding Seminar Nasional
Nasional Ikan IV; 2006 Agustus 29-30; Jatiluhur, Indonesia. Jatiluhur
(ID).
Ardana A. 2013. Perencanaan Lanskap Tirta Waduk Cacaban sebagai Kawasan
Ekowisata di Kabupaten Tegal [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Rachim AD, Arifin M. 2011. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bandung (ID):
Pustaka Reka Cipta.
Asiyanto. 2011. Metode Konstruksi Bendungan. Jakarta (ID): UI Press.
Avenzora R. 2008. Penilaian Potensi Obyek dan Atraksi Wisata. Aspek dan Indikator
penilaian. Di dalam: Avenzora, R, Editor. Ekoturisme Teori dan Praktek.
BRR NAD – NIAS.
[BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. (ID). 2014. Potensi Wisata Alam di
Riau [internet]. [diunduh 2014 November 14]. Tersedia pada: http://
regionalinvestment.bkpm.go.id.
[BPP-PSPL] Badan Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Sumberdaya
Perairan dan Lingkungan Universitas Riau. 2013. Pemantauan
Pelaksanaan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana
Pemantauan Lingkungan (RPL) PLTA Koto Panjang. Pekanbaru (ID):
PLN Pekanbaru.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar. 2009. Kabupaten Kampar Dalam
Angka. Kampar (ID): Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar. 2010. Kabupaten Kampar Dalam
Angka. Kampar (ID): Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar. 2014. Kabupaten Kampar Dalam
Angka. Kampar (ID): Badan Pusat Statistik.
BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kampar. 2014. Kecamatan XIII Koto
Kampar Dalam Angka. Kampar (ID): Badan Pusat Statistik.
Budiman, AFS, E. Penot, H de Foresta and T. Tomich. 1994. Integrated Rubber
Agroforestry for the Future of Smallholder Rubber in Indonesia. Paper
presented to the Rubber National Conference, IRRI, Medan, Indonesia.
[Depdagri] Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia. 2000. Pedoman Umum
Pengembangan Ekowisata Daerah. Direktorat Jendral Pembangunan
Daerah. Jakarta (ID): Direktorat Sumber Daya Daerah.
Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Kamus Istilah Bidang Pekerjaan Umum.
Jakarta Selatan (ID): Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
Dinata, YM. 2009. Perancangan Lanskap Arboretum Bambu sebagai Obyek
Agroedutourism di Kampus Institut Pertanian Bogor [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Gold, SM. 1980. Recreation Planning and Design. New York (US): Mc Grawl Hill
Book.
Gunn, CA. 1994. Tourism Planning Basics, Concept, and Cases. Washington DC
(US): Taylor & Francis.
Hardiyatmo, HC. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi. Yogyakarta (ID):
UGM Press.
115

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan


Tataguna Lahan. Bogor (ID): IPB Press.
Harris CW, Dines NT. 1998. Time Saver Standards for Lanscape Architecture:
Design and Construction Data. New York (US): McGraw-Hill.
Laurie M. 1986. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung (ID):
Intermatra.
Laurie M. 1990. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung (ID):
Intermatra.
Lindberg K, Furze B, Staff M, Black R. 1997. Ecotourism and Other Service
Derived From Forest In The Asia-Pasific Region: Outlook to 2010.
Washington DC (US): Forest Service United State Department of
Agriculture.
Lynch K. 1971. Site Planning. Cambridge (UK): MIT Press.
Nurisjah, S. dan Q. Pramukanto. 1995. Perencanaan Lanskap (Penuntun Praktikum).
Program Studi Arsitektur Lanskap, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas
Pertanian, IPB (Tidak Dipublikasikan). Bogor.
PLN Sektor Pembangkitan. 2013. Pemantauan Rencana Pengelolaan Lingkungan
(RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) PLTA Koto Panjang.
Pekanbaru (ID): PT. PLN.
Pramukanto Q. 2001. Kajian Kapasitas Rancangan dan Tingkat Pemanfaatan
Ekowisata pada DTA Cisampay, Sub DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pratiwi PI. 2010. Perencanaan Penataan Lanskap Kawasan Wisata dan Penyusunan
Alternatif Program Wisata di Grama Tirta Jatiluhur, Kabupaten
Purwakarta, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
[Puslitbang SDA] Pusat Penelititan dan Pengembangan Sumber Daya Air. 2004.
Pengelolaan Danau dan Waduk di Indonesia. Bandung (ID): Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air
Puspita LE, Ratnawati INN, Suryadiputra, Meutia AA. 2005. Lahan Basah Buatan
di Indonesia. Bogor (ID): Wetlands International.
Rachim DA. dan Arifin M. 2011. Klasifikasi Tanah di Indonesia. Bandung (ID):
Pustaka Reka Cipta.
Republik Indonesia. 1960. Undang-Undang No. 56 Tahun 1960 tentang Penetapan
Luas Lahan Pertanian. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2010. Undang-Undang No. 10 Tahun 2010 tentang
Kepariwisataan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Rosalina H, Sujianto, Siregar SH. 2014. Strategi Pengembangan Ekowisata di
Kawasan Waduk Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang
Kabupaten Kampar. Dinamika Lingkungan Indonesia, vol. 1, no. 2, p. 97-
108.
Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. New York (US): Mc Graw Hill Book
Company.
Simonds, J.O. dan B.W. Starke. 2006. Landscape Architecture: A Manual of
Environtmental Planning and Design. New York (US): McGrawHill-
Book Company.
Sitorus S. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung (ID): Tarsito.
116

Smith, S.L.J. 1989. Tourism Analysis: A Handbook. Second Edition. Washington


DC (US): Routledge.
Soebagio. 2004. Analisis Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pesisir dan Laut
Kepulauan Seribu Dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat melalui
Kegiatan Budidaya Perikanan dan Pariwisata. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Subagio, Habib. 2008. Model Spasial Penilaian Rawan Longsor Studi Kasus di
Trenggalek. Jakarta (ID): Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan
Nasional.
Suryana, Eska Nata. 2007. Keragaman Sosial Ekonomi Usaha-usaha Alternatif
Masyarakat dalam Program Pembinaan Daerah Penyangga Taman
Nasional Ujung Kulon (Studi Kasus pada Kelompok Pengukir “Rhino
Manuggal” Desa Ujung Jaya dan Jasa Penginapan (“Sunda Jaya
Homestay” Desa Taman Jaya) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
[TIES]. The International Ecotourism Society 1990. Uniting Conservation,
Communities, and Sustinable Travel. [internet]. [diunduh pada 2014 April
24]. Tersedia pada: http://www.ecotourism.org.
Tivy J. 1972. The Concept and Determination of Carrying Capacity of Recreational
Land in USA. England (UK): Country Commission for Scotland.
Vergara, N. T. 1982. New Directions in Agroforestry: The Potential of Tropical
Legume Trees. Hawai (US): A Working Group on Agroforestry
Environment and Policy Institute.
Witrianto. 2014. Pecahan KK: Dampak Sosial Relokasi Proyek PLTA Koto
Panjang di Perbatasan Sumatera Barat-Riau. Analisis Sejarah, vol. 4, no.
2. Padang (ID). Labor Sejarah Universitas Andalas.
117

LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner penelitian kepada pengunjung objek wisata Waduk Koto


Panjang

Departemen Arsitektur Lanskap


Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Judul Skripsi Penelitian : Perencanaan Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan


Ekowisata di Kabupaten Kampar Provinsi Riau

Oleh : Dwiko Adam Elwalid / A44110061

KUISIONER BAGI PENGUNJUNG OBJEK WISATA WADUK


KOTO PANJANG

Selamat pagi/siang/sore/malam. Saya mengucapkan terima kasih


sebelumnya karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk turut berpartisipasi
dalam kegiatan penelitian saya. Saya Dwiko Adam Elwalid, mahasiswa semester
8 Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Instititut Pertanian Bogor.
Saya sedang melakukan penelitian mengenai Perencanaan Lanskap Waduk Koto
Panjang sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Saya
mengharapkan partisipasi Saudara/Saudari untuk menjadi responden dari kuesioner
penelitian saya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan
sebenar-benarnya. Terima kasih.

1. Identitas Responden
1.1. Jenis kelamin :
□ Laki-laki □ Perempuan
1.2. Umur :
□ <17 tahun □ 26-55 tahun
□ 17-25 tahun □ >55 tahun
1.3. Pendidikan terakhir :
□ SD □ SMA □ S2
□ SMP □ S1 □ S3
1.4. Pekerjaan :
□ Siswa □ Pegawai swasta
□ Mahasiswa □ Wirausaha
□ PNS □ Ibu rumah tangga
□ TNI/Polisi □ Lainnya: ...............................................
1.5. Daerah asal :
..........................................................................................................................
....................................................................................................................................

2. Persepsi Kondisi Lanskap dan Objek Wisata


118

Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik khusus


yang tersusun atas elemen lanskap terdiri dari elemen lanskap alami berupa sungai,
laut, gunung dan bentukan lanskap alami lainya serta elemen lanskap buatan berupa
danau, taman, formasi batuan atau bangunan, waduk dsb.
2.1. Apakah Anda sudah memiliki pemahaman tentang lanskap?
□ Ya □ Tidak
2.2. Menurut Anda, perlukah penataan lanskap pada kawasan wisata?
□ Ya □ Tidak
2.3. Menurut Anda, bagaimana kondisi kawasan wisata Waduk Koto Panjang?
2.3.1. Kebersihan
□ tidak baik □ kurang baik □ cukup baik □ baik □ sangat baik
2.3.2. Keamanan
□ tidak baik □ kurang baik □ cukup baik □ baik □ sangat baik
2.3.3. Fasilitas
□ tidak baik □ kurang baik □ cukup baik □ baik □ sangat baik
2.3.4. Pelayanan
□ tidak baik □ kurang baik □ cukup baik □ baik □ sangat baik
2.4. Bagaimana kepuasan Anda berwisata di Waduk Koto Panjang?
□ tidak puas □ kurang puas □ cukup puas □ puas
□ sangat puas
2.5. Bagaimana kenyamanan lingkungan alam berwisata di Waduk Koto Panjang?
□ tidak nyaman □ kurang nyaman □ cukup nyaman
□ nyaman □ sangat nyaman
Alasan:
.......................................................................................................................
.......................................................................................................................
2.6. Bagaimana kenyamanan lingkungan sosial berwisata di Waduk Koto Panjang?
□ tidak nyaman □ kurang nyaman □ cukup nyaman
□ nyaman □ sangat nyaman
Alasan: ..................................................................................................
.......................................................................................................................
2.7. Apa pendapat Anda tentang keindahan di Waduk Koto Panjang? □
□ tidak indah □ kurang indah □ cukup indah
□ indah □ sangat indah
Alasan: ..................................................................................................
.......................................................................................................................

3. Pola Kunjungan Wisatawan


3.1. Dengan siapa Anda berkunjung ke Waduk Koto Panjang?
□ Sendiri □ Kelompok kecil (3-10 orang)
□ Berdua □ Kelompok besar (>10 orang)

3.2. Moda transportasi yang digunakan untuk menuju ke Waduk Koto Panjang:
□ Kendaraan pribadi □ Kendaraan sewaan
□ Kendaraan umum
3.3. Berapa frekuensi Anda berkunjung ke Waduk Koto Panjang?
119

□ Baru kali ini □ 2 sampai 6 kali setahun


□ 1 kali sebulan □ 1 kali setahun
3.4. Jika baru kali ini, apakah Anda akan berkunjung kembali ke Waduk Koto
Panjang dikemudian hari?
□ Ya □ Tidak
3.5. Kapan Anda berkunjung ke Waduk Koto Panjang?
□ Hari libur □ Hari biasa

3.6. Apakah selain Waduk Koto Panjang, Anda juga mengunjungi lokasi lain di
sekitar kawasan waduk?
□ Ya □ Tidak
Jika ya, lokasi apa? ....................................................................................
...................................................................................................................
3.7. Berapa lama Anda menghabiskan waktu di kawasan Waduk Koto Panjang?
□ >2 jam □ 1 hari
□ 2 sampai 5 jam □ >1 hari
Jika lebih dari 1 hari, dimana Anda menginap?
□ Rumah saudara □ Penginapan sekitar waduk
□ Rumah penduduk □ Lainnya, ...............................................

4. Potensi Wisata (Obyek dan Atraksi Wisata, Fasilitas, dan Informasi)


4.1. Hal apa yang menjadi alasan Anda tertarik untuk berkunjung ke Waduk Koto
Panjang? (boleh lebih dari 1)
□ Keunikan (bentukan alam: air terjun, danau atau bendungan, dsb)
□ Kuliner
□ Suasana kawasan alami
□ Lainnya,......................................................................................................
4.2. Apa yang biasa Anda lakukan saat berkunjung ke Waduk Koto Panjang?
□ Melihat pemandangan □ Jalan-jalan
□ Duduk-duduk □ Wisata kuliner
□ Piknik □ Lainnya, ...............................................
4.3. Menurut Anda, apa yang perlu ditingkatkan dan disediakan pada lokasi ini?
(boleh lebih dari 1)
□ Aksesibilitas jalan □ Sarana parkir
□ Alternatif transportasi □ Tempat sampah
□ Penginapan □ Tempat duduk
□ Pusat informasi □ Gazebo (Penaung)
□ Tempat ibadah □ Rumah makan
□ Toilet □ Kios souvenir
□ Menara pandang □ Fasilitas pengaman (pagar dsb)
□ Lainnya, ............................................................................................
..........................................................................................................
4.4. Jenis kegiatan apa yang Anda inginkan pada wisata Waduk Koto Panjang?
□ Bersampan keliling waduk
□ Memancing
120

□ Berkemah, area bermain anak, sarana outbound


□ Eksplorasi goa
□ Lainnya, ...........................................................................................
.........................................................................................................
4.5. Apakah Anda memiliki informasi tentang wisata di lokasi ini sebelumnya?
□ Ya □ Tidak
Jika ya, darimana Anda mengetahuinya?
□ Cerita kerabat □ Koran, majalah, leaflet
□ Internet □ Lainnya, ...............................................

4.6. Bagaimana bentuk keterlibatan masyarakat sekitar Waduk Koto Panjang yang
diharapkan dalam kegiatan wisata?
□ Terlibat aktif dalam pengelolaan kawasan Waduk Koto Panjang
□ Penyedia jasa wisata
□ Menjadi penjual produk (makanan, minuman, souvenir dsb)
□ Menjadi atraksi/objek wisata bagi para pengunjung
□ Lainnya,............................................................................................
............................................................................................................

TERIMA KASIH ATAS KERJASAMANYA


121

Lampiran 2. Kuesioner penelitian kepada potensi pasar wisatawan di Kota


Pekanbaru

Kuesioner penelitian kepada pengunjung objek wisata Waduk Koto Panjang

Departemen Arsitektur Lanskap


Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Judul Skripsi Penelitian : Perencanaan Waduk Koto Panjang sebagai Kawasan


Ekowisata di Kabupaten Kampar Provinsi Riau

Oleh : Dwiko Adam Elwalid / A44110061

KUISIONER BAGI POTENSI PASAR WISATAWAN OBJEK


WISATA WADUK KOTO PANJANG

Selamat pagi/siang/sore/malam. Saya mengucapkan terima kasih


sebelumnya karena telah bersedia meluangkan waktunya untuk turut berpartisipasi
dalam kegiatan penelitian saya. Saya Dwiko Adam Elwalid, mahasiswa semester
8 Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Instititut Pertanian Bogor.
Saya sedang melakukan penelitian mengenai Perencanaan Lanskap Waduk Koto
Panjang sebagai Kawasan Ekowisata di Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Saya
mengharapkan partisipasi Saudara/Saudari untuk menjadi responden dari kuesioner
penelitian saya dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan
sebenar-benarnya. Terima kasih.

5. Identitas Responden
5.1. Jenis kelamin :
□ Laki-laki □ Perempuan
5.2. Umur :
□ <17 tahun □ 26-55 tahun
□ 17-25 tahun □ >55 tahun
5.3. Pendidikan terakhir :
□ SD □ SMA □ S2
□ SMP □ S1 □ S3
5.4. Pekerjaan :
□ Siswa □ Pegawai swasta
□ Mahasiswa □ Wirausaha
□ PNS □ Ibu rumah tangga
□ TNI/Polisi □ Lainnya: ...............................................
5.5. Daerah asal :
..........................................................................................................................
....................................................................................................................................
122

6. Persepsi Kondisi Lanskap dan Objek Wisata


Lanskap adalah suatu bentang alam yang memiliki karakteristik khusus
yang tersusun atas elemen lanskap terdiri dari elemen lanskap alami berupa sungai,
laut, gunung dan bentukan lanskap alami lainya serta elemen lanskap buatan berupa
danau, taman, formasi batuan atau bangunan, waduk dsb.
6.1. Apakah Anda sudah memiliki pemahaman tentang lanskap?
□ Ya □ Tidak
6.2. Menurut Anda, perlukah penataan lanskap pada kawasan wisata?
□ Ya □ Tidak
6.3. Dengan siapa Anda biasanya berkunjung ke sebuah tempat wisata di Riau?
□ Sendiri □ Kelompok kecil (3-10 orang)
□ Berdua □ Kelompok besar (>10 orang)

6.4. Moda transportasi yang biasa digunakan untuk menuju tempat wisata di Riau:
□ Kendaraan pribadi □ Kendaraan sewaan
□ Kendaraan umum
6.5. Berapa frekuensi Anda melakukan kegiatan wisata di Riau?
□ setiap minggu □ 2 sampai 6 kali setahun
□ 1 kali sebulan □ 1 kali setahun
6.6. Kapan Anda biasanya melakukan kegiatan wisata di Riau?
□ Hari libur □ Hari biasa
6.7. Tujuan wisata yang Anda kunjungi (boleh lebih dari 1):
□ Candi muara takus □ Wisata Bono
□ Istana Siak Sri Indrapura □ Waduk PLTA Koto Panjang
□ Riau Fantasi □ Taman Nasional Bukit Tiga Puluh
□ Taman Nasional Tesso
Nilo □ Lainnya, .................................................................
6.8. Berapa lama Anda menghabiskan waktu di kawasan wisata?
□ >2 jam □ 1 hari
□ 2 sampai 5 jam □ >1 hari
Jika lebih dari 1 hari, dimana Anda menginap?
□ Rumah saudara □ Penginapan sekitar
□ Rumah penduduk □ Lainnya, ...............................................
6.9. Apakah Anda mengetahui kawasan wisata Waduk PLTA Koto Panjang?
□ Ya □ Tidak
Jika ya, dari mana Anda mengetahuinya?
□ Cerita kerabat □ Koran, majalah, leaflet
□ Internet □ Lainnya, ...............................................

7. Potensi Wisata (Obyek dan Atraksi Wisata, Fasilitas, dan Informasi)


7.1. Hal apa yang menjadi alasan Anda tertarik untuk berkunjung ke sebuah
kawasan wisata? (boleh lebih dari 1)
□ Keunikan (bentukan alam: air terjun, danau atau bendungan, dsb)
□ Kuliner
□ Suasana kawasan alami
□ Lainnya, .....................................................................................................
123

7.2. Apa yang biasa Anda lakukan saat berkunjung ke sebuah kawasan wisata?
□ Melihat pemandangan □ Jalan-jalan
□ Duduk-duduk □ Wisata kuliner
□ Piknik □ Lainnya, ...............................................
7.3. Menurut Anda, apa yang perlu ditingkatkan atau diperhatikan pada sebuah
kawasan wisata? (boleh lebih dari 1)
□ Aksesibilitas jalan □ Sarana parkir
□ Alternatif transportasi □ Tempat sampah
□ Penginapan □ Tempat duduk
□ Pusat informasi □ Gazebo (Penaung)
□ Tempat ibadah □ Rumah makan
□ Toilet □ Kios souvenir
□ Menara pandang □ Fasilitas pengaman (pagar dsb)
□ Lainnya, ............................................................................................
..........................................................................................................
7.4. Jenis kegiatan apa yang Anda inginkan ketika melakukan kegiatan wisata?
□ Aktivitas air,
□ Memancing,
□ Berkemah, area bermain anak, sarana outbound
□ Eksplorasi goa
□ Lainnya, ...........................................................................................
..........................................................................................................

7.5. Darimana Anda biasa memperoleh informasi kawasan wisata?


□ Cerita kerabat □ Koran, majalah, leaflet
□ Internet □ Lainnya, ...............................................

TERIMA KASIH ATAS KERJASAMANYA


124

Lampiran 3 Ilustrasi beberapa area kawasan perencanaan

Gerbang masuk

Pedestrian dan jalur sepeda


125

Fishing deck

Keramba Jaring Apung


126

RIWAYAT HIDUP

Dwiko Adam Elwalid merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari
pasangan Muhammad Ramli Walid dan Yuniarti. Penulis lahir pada 17 April 1993
di Pekanbaru. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Bhayangkari 2
Pekanbaru. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di SDN 004
Pekanbaru. Tahun 2000 penulis pindah ke SDN 047 Tembilahan dan tahun 2004
pindah kembali ke SDN 004 Pekanbaru. Tahun 2005 penulis melanjutkan
pendidikan di SMP Negeri 4 Pekanbaru dan pada tahun 2008 melanjutkan di SMA
Negeri 1 hingga lulus pada tahun 2011. Di tahun yang sama, penulis meneruskan
pendidikan perguruan tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada program mayor
Arsitektur Lanskap di Departemen Arsitektur Lanskap melalui jalur SNMPTN
tertulis. Selama masa pendidikan di IPB, penulis mengambil program minor
Manajemen Fungsional di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen.
Selama menjalani pendidikan, penulis aktif mengikuti beberapa kegiatan
kepanitian mahasiswa dengan menjadi Ketua Pelaksana kegiatan Masa Pengenalan
Departemen Arsitektur Lanskap tahun 2013 dan Ketua Divisi Logistik dan
Transportasi kegiatan International Landscape Architect Student Workshop tahun
2014. Penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap
IPB 2012-2013 dan Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Riau. Selain itu penulis
pernah menjadi asisten Mata Kuliah Analisis Tapak tahun ajaran 2015-2016.

Anda mungkin juga menyukai