Anda di halaman 1dari 86

REVITALISASI LANSKAP KAWASAN PECINAN

SURYAKENCANA BOGOR

NAFTALIE CLAUDIA KRISTIANI LUCHSINGER

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Revitalisasi Lanskap


Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor” adalah benar karya saya dengan arahan
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015

Naftalie C. K. Luchsinger
NIM A44110029
ABSTRAK
NAFTALIE CLAUDIA KRISTIANI LUCHSINGER. Revitalisasi Lanskap
Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor. Dibimbing oleh NURHAYATI.

Kawasan Pecinan Suryakencana terletak di Kecamatan Bogor Tengah dan


berdasarkan RTRW Kota Bogor Tahun 2011-2031 termasuk ke dalam zoning
regulation kawasan strategis Kota Bogor yang berfungsi sebagai kawasan pusat
kegiatan ekonomi dan kebudayaan. Seiring dengan berjalannya waktu, identitas
kawasan pecinan semakin melemah akibat dari perkembangan kota dan
komersialisasi bangunan yang tidak terkendali. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan kawasan
serta mengusulkan upaya revitalisasi berdasarkan assessment lanskap kawasan ini.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah terhadap
upaya revitalisasi kawasan pecinan. Metode yang digunakan yaitu inventarisasi
survei lapang dan assessment lanskap sejarah dan budaya. Berdasarkan hasil
analisis, kawasan ini dibagi menjadi empat zona, yaitu zona vihara dan sekitarnya,
zona komersial dan pemukiman non elit I dan II, dan zona pemukiman elit dan
peralihannya. Rekomendasi berupa konsep revitalisasi yang berkelanjutan sehingga
tercipta keseimbangan antara karakter fisik, pemanfaatan potensi ekonomi, dan
kelestarian sosial budaya pada lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana.

Kata Kunci: Pecinan, Lanskap Sejarah, Lanskap Budaya, Assessment Lanskap,


Revitalisasi

ABSTRACT
NAFTALIE CLAUDIA KRISTIANI LUCHSINGER. Revitalization of Bogor
Suryakencana Chinatown Landscape. Supervised by NURHAYATI.

Suryakencana Chinatown is located in Central Bogor district and based on


Spatial and Regional Planning of Bogor City 2011-2031 period is included in the
strategic area of Bogor City zoning regulation which has functions as the economic
and cultural area. As time goes by, the identity of the region weakened as a result
of urban development and uncontrolled building commercialization. The purpose
of this study is to analyze factors that effect the sustainability of the region,
additionally proposed revitalization concept based on landscape assessment of this
region. The result of this study are expected to be input for the government as well
as provide recommendations of Suryakencana Chinatown revitalization. The
method used are inventory and assessment of historical and cultural landscape.
Based on the site analysis, this region is divided into four zones, they are the temple
and its surrounding zone, commercial and non-elite residential zone I, commercial
and non-elite residential zone II, and elite residential and its transition zone.
Therefore this study purposes a developed revitalization concept so it will create a
balance between the physical, the utilization of the economic potential, and social
and cultural sustainability, in the landscape of Suryakencana Chinatown.

Keywords: Chinatown, Historical Landscape, Cultural Landscape, Landscape


Assessment, Revitalization
REVITALISASI LANSKAP KAWASAN PECINAN
SURYAKENCANA BOGOR

NAFTALIE CLAUDIA KRISTIANI LUCHSINGER

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia dan berkat-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini
berjudul Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor dan
berlangsung selama enam bulan dari bulan Maret 2015 hingga Agustus 2015.
Terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Ibu Nurhayati selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing
saya dalam menyelesaikan skripsi ini
2. Bapak Qodarian dan Bapak Aris selaku dosen penguji yang telah
memberikan kritik dan saran dalam penyelesaian skripsi ini
3. Kedua orangtua saya dan kedua adik saya yang sudah mendukung saya
selama menjalani pendidikan di Institut Pertanian Bogor
4. Ghea, Pea, dan Uum sebagai teman satu bimbingan skripsi
5. Inces yang sudah sangat mendukung saya dalam menjalani penelitian ini.
6. Teman – teman Arsitektur Lanskap 48 yang selalu ada dalam suka
maupun duka selama perkuliahan.
7. Pak Mardi Lim selaku narasumber ahli dan tokoh masyarakat di Pecinan
Suryakencana
8. Mas Reza, Mba Uti, dan Pak Nazar selaku narasumber dari Komunitas
Kampoeng Bogor dan P4W
9. Pak Noval, Pak Haris, dan Ibu Feby selaku narasumber dari BAPPEDA
Kota Bogor
10. Pak Rusli dan Pak Kismiyadi selaku narasumber dari Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Bogor
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2015

Naftalie Claudia Kristiani Luchsinger


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Pikir 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
Lanskap Sejarah dan Budaya 3
Pelestarian Lanskap Sejarah 3
Benda Cagar Budaya 5
Revitalisasi Kawasan 5
Kota Bogor Sebagai Kota Pusaka 7
Istilah Pecinan 8
Pecinan Suryakencana Bogor 9
METODE 10
Lokasi dan Waktu 10
Alat dan Bahan 10
Metode Penelitian 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 15
Sejarah Perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana 15
Kondisi Umum Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana 17
Identifikasi Aspek Fisik Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana 21
Identifikasi Aspek Non Fisik Lanskap Kawasan Pecinan 41
Suryakencana
Hasil Kuesioner Penilaian Lanskap Kawasan Pecinan 46
Suryakencana
Analisis Nilai Signifikansi Lanskap Kawasan Pecinan 47
Suryakencana
Persepsi Masyarakat Terhadap Kawasan Pecinan Suryakencana 53
Kebijakan dan Program yang Dilakukan Pemerintah 54
Aspek Legal dan Pengelolaan 55
Rekomendasi Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan 56
Suryekencana
SIMPULAN DAN SARAN 62
Simpulan 62
Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 63
LAMPIRAN 65
RIWAYAT HIDUP 70
DAFTAR TABEL
1 Alat dan bahan 10
2 Jenis dan bentuk data 11
3 Kriteria penilaian keaslian lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana 12
4 Kriteria penilaian keunikan lanskap Kawasan Pecinan 13
Suryakencana
5 Penggunaan lahan di Kawasan Pecinan Suryakencana 14
6 Trayek angkutan kota yang melalui Kawasan Pecinan 20
Suryakencana
7 Landmark Kawasan Pecinan Suryakencana 24
8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana 28
9 Hasil kuesioner penilaian lanskap lanskap Kawasan Pecinan 46
Suryakencana
10 Hasil pengamatan zona 1 48
11 Hasil pengamatan zona 2 49
12 Hasil pengamatan zona 3 50
13 Hasil pengamatan zona 4 50
14 Tanggapan masyarakat terhadap citra Kawasan Pecinan 53
Suryakencana
15 Rekomendasi zona 1 57
16 Rekomendasi zona 2 57
17 Rekomendasi zona 3 59
18 Rekomendasi zona 4 59

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pikir penelitian 2
2 Kawasan pusaka di Kota Bogor 8
3 Lokasi penelitian 10
4 Peta zonasi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana 14
5 Kawasan Pecinan Suryakencana tahun 1898-1899 16
6 Kawasan Pecinan Suryakencana tahun 1920 16
7 Kawasan Pecinan Suryakencana tahun 1946 17
8 Pedagang kaki lima (PKL) di depan ruko 18
9 Beberapa bangunan tua yang dijual pemiliknya 18
10 Ilustrasi Jalan Suryakencana 20
11 Ilustrasi Jalan Siliwangi 20
12 Dragon Spine pada Pecinan Suryakencana tahun 1920 – 1930 21
13 Tipe atap hsuan shan pada vihara 22
14 Bentukan ornamen khas Tionghoa 22
15 Warna pada Vihara Dhanagun 23
16 Bangunan berarsitektur Indis 23
17 Deretan ruko di Kawasan Pecinan Suryakencana 25
18 Rumah arsitektur Tionghoa dan arsitektur Indis 26
DAFTAR GAMBAR (lanjutan)

19 Lanskap Jalan Suryakencana 27


20 Lanskap Jalan Roda 27
21 Lanskap Jalan Siliwangi 28
22 Peta persebaran elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana 40
Bogor 2015
23 Kegiatan perekonomian di kawasan pecinan 41
24 Penyalaan lilin saat Imlek di Vihara Dhanagun 42
25 Beberapa atraksi dalam Bogor Street Festival 2015 43
26 Peta rute Pesta Rakyat Kota Bogor 2015
27 Peta nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana 47
hasil kuesioner 48
28 Peta nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana 52
29 Landmark Kawasan Pecinan Suryakencana berdasarkan tanggapan 54
masyarakat
30 Proses pembuatan gerbang di Kawasan Pecinan Suryakencana 55
31 Ilustrasi penggunaan lampion di Jalan Suryakencana 58
32 Peta rekomendasi revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan 60
Suryakencana (1)
33 Peta rekomendasi revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan 61
Suryakencana (2)

DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh perhitungan nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan 65
Suryakencana hasil kuesioner
2 Kuesioner persepsi masyarakat 66
3 Kuesioner penilaian lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana 69
1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan proses perkembangan suatu kota, dapat terlihat perubahan
terhadap wajah dan karakteristik kota tersebut. Saat ini, pembangunan kota-kota di
Indonesia cenderung tidak terkendali, tidak terarah, serta memiliki karakteristik
yang hampir serupa sehingga membuat identitas kota melemah. Jenis vegetasi,
model rumah, dan pola ruang saat ini mengikuti tren yang populer di kalangan
masyarakat. Sesungguhnya, dengan beragamnya sejarah dan budaya di Indonesia,
kawasan-kawasan yang terdapat di suatu kota dapat berkembang dan memiliki
identitas serta kekhasan yang berbeda, sehingga menjadikan kota tersebut berbeda
dengan kota lainnya. Kota yang memiliki bermacam-macam bagian akan lebih
menyenangkan daripada yang homogen atau menyerupai kota lain (Attoe, 1988).
Kota Bogor yang menjadi penyangga ibukota negara membuat
perkembangan kota ini berjalan cukup pesat. Namun, hal ini tidak berdampak
positif bagi nilai sejarah dan budaya yang terdapat di kota ini. Kota Bogor memiliki
sejarah dan keragaman budaya yang tinggi, hal ini dapat dilihat dari berbagai etnis
masyarakat, adat budaya, dan peninggalan-peninggalan fisik berupa artefak
maupun bangunan yang terdapat di Kota Bogor. Salah satu keragaman tersebut
dapat terlihat di Kawasan Pecinan Suryakencana. Kawasan Pecinan Suryakencana
merupakan salah satu dari enam kawasan pusaka yang terdapat di Kota Bogor. Pada
mulanya, kawasan pecinan terbentuk akibat adanya peraturan wijkenstelsel yang
dikeluarkan oleh pemerintah Belanda sehingga terbentuk pemukiman-pemukiman
berdasarkan etnis, salah satunya adalah Pecinan Suryakencana. Kemudian,
kawasan ini berkembang sebagai kawasan perdagangan dikarenakan mayoritas
masyarakat Tionghoa pada saat itu berprofesi sebagai pedagang. Hingga saat ini
Kawasan Pecinan Suryakencana dikenal sebagai pusat perdagangan Kota Bogor.
Selain itu di kawasan ini terdapat berbagai bangunan kuno yang memiliki nilai
sejarah, sebagian besar berupa ruko yang merupakan tempat berdagang dan tempat
tinggal masyarakat pada saat itu. Selain dalam bentuk fisik, terdapat juga berbagai
aktivitas kebudayaan dan tradisi Tionghoa yang rutin dilakukan, seperti Imlek dan
Cap Go Meh.
Kota Bogor merupakan salah satu kota yang mengikuti program Kota
Pusaka dan saat ini pemkot mulai memberikan perhatian lebih terhadap
peninggalan-peninggalan bersejarah yang terdapat di Kota Bogor. Sebagai salah
satu kawasan pusaka Kota Bogor, Pecinan Suryakencana merupakan salah satu
kawasan yang menjadi perhatian. Pemerintah Kota Bogor mulai melihat potensi
yang terdapat di kawasan ini dan membuat rencana untuk memperkuat identitas
lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana, karena seiring dengan berjalannya waktu,
identitas kawasan ini semakin melemah akibat komersialisasi kawasan yang tidak
terkendali.
Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk menyelamatkan lanskap
Kawasan Pecinan Suryakencana bernilai sejarah dan budaya yang tinggi ini agar
tetap lestari. Revitalisasi diperlukan untuk meningkatkan idententitas serta
mengembalikan vitalitas kawasan yang mengalami penurunan, sehingga
produktivitas ekonomi, sosial, dan budaya di kawasan ini dapat terjaga serta
bermakna bagi keberlanjutan Kota Bogor.
2

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. mengidentifikasi karakter dan kondisi lanskap Kawasan Pecinan
Suryakencana
2. menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberlanjutan lanskap
Kawasan Pecinan Suryakencana
3. mengusulkan rekomendasi tindakan revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan
Suryakencana

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah menjadi bahan informasi dan
rekomendasi bagi pemerintah Kota Bogor terhadap program revitalisasi lanskap
Kawasan Pecinan Suryakencana yang merupakan salah satu kawasan pusaka Kota
Bogor.

Kerangka Pikir Penelitian


Suryakencana merupakan salah satu kawasan di kota Bogor yang memiliki
nilai sejarah dan budaya yang tinggi. Berdasarkan RTRW Kota Bogor tahun 2011-
2031 Kawasan Pecinan Suryakencana termasuk ke dalam kawasan strategis budaya
karena nilai sejarah dan budaya yang tinggi di kawasan ini. Namun berbagai
permasalahan yang ada menjadikan identitas dan vitalitas kawasan ini semakin
menurun. Berdasarkan masalah tersebut, kerangka pikir penelitian Revitalisasi
Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor dijelaskan pada Gambar 1.

Kota Bogor
.

Program Kota Pusaka


Kawasan Lainnya
Kawasan Pecinan
Suryakencana

Karakter Lanskap Kawasan Pecinan


Suryakencana menurun

Aspek Fisik Aspek Non Fisik

Pengumpulan Data
Identifikasi dan Deskripsi
Analisis Data

Konsep Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan


Suryakencana berdasarkan pada potensi dan assessment lanskap
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
3

TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Sejarah
Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat
dinikmati oleh seluruh indera manusia. Pada suatu lanskap karakter harus menyatu
secara harmonis dan alami untuk memperkuat karakter lanskap tersebut. Lanskap
menurut Simonds (1983) merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik
tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana suatu lanskap
dikatakan alami jika area atau kawasan tersebut memiliki keharmonisan dan
kesatuan antar elemen-elemen pembentuk lanskap sehingga indera manusia
memegang peranan yang penting dalam merasakan suatu lanskap.
Lanskap sejarah berperan penting dalam membentuk berbagai tradisi budaya
dan etnikal dalam suatu masyarakat. Harris dan Dines (1988) menjelaskan bahwa
lanskap sejarah merupakan lanskap yang berasal dari masa lampau dan terdapat
bukti fisik tentang keberadaan manusia di dalamnya. Pada lanskap sejarah, manusia
dapat menggali sejarah perkembangannya dan sekaligus melihat diri mereka sendiri
dalam konteks sejarah yang lebih luas. Attoe (1988) menyatakan bahwa nilai
sejarah dari suatu kota selain pada penampakan bangunannya juga terdapat pada
lingkungan sekitarnya yang mencakup kawasan alamiah yang berhubungan dengan
kota tersebut seperti wajah jalan, lokasi-lokasi bersejarah, taman-taman, serta muka
bangunan yang merupakan unsur penting dari bentuk dan sifat kota tersebut.
Menurut Siti Nurisjah dan Pramukanto (2001), lanskap sejarah (historical
landscape) merupakan bagian dari suatu lanskap budaya yang memiliki dimensi
waktu di dalamnya.
Menurut Goodchild (1990) sebuah lanskap dikatakan memiliki nilai sejarah
apabila di dalamya memuat satu atau beberapa kondisi lanskap berikut :
1. merupakan contoh yang menarik dari sebuah tipe lanskap sejarah
2. memuat bukti yang menarik untuk dipelajari terkait dengan sejarah tata
guna lahan, lanskap dan taman, atau sikap budaya terhadap lanskap dan
taman
3. memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat, atau peristiwa yang
penting dalam sejarah
4. memiliki nilai-nilai sejarah dengan bangunan atau monumen sejarah.
Salah satu tipe lanskap sejarah menurut Goodchild (1990) adalah lanskap
perkotaan yang mencirikan karakter kota pada periode waktu tertentu pada masa
lalu.
Pelestarian Lanskap Sejarah
Menurut Goodchild (1990) pelestarian adalah perlindungan dan
pengelolaan terhadap sumberdaya yang bernilai penting. Tujuan utama dari
konservasi terhadap benda cagar budaya adalah untuk melindungi, memelihara, dan
meningkatkannya agar terus berkelanjutan. Alasan untuk melestarikan lanskap
sejarah antara lain:
1. lanskap bersejarah merupakan sesuatu yang penting dan bagian integral
dari warisan budaya. Keberadaannya dapat membantu dalam
mendefinisikan karakteristik dari warisan budaya, sebagai suatu referensi
atau landmark yang bisa dimengerti dan juga memberi nilai penting.
4

2. lanskap bersejarah memberikan fakta-fakta dan arkeologi tentang sejarah


dari suatu warisan budaya
3. lanskap bersejarah memberikan kontribusi untuk pengembangan
selanjutnya, keberadaannya dapat dimanfaatkan sebagai obyek yang dapat
dikunjungi, dipelajari, dan didiskusikan
4. dapat memberikan kesenangan bagi banyak orang. Lanskap sejarah dapat
dijadikan sebagai tempat bersantai, rileks, rekreasi, serta membangkitkan
semangat dan menemukan inspirasi
5. dapat memberikan keuntungan karena dapat membangkitkan serta
mendorong kepariwisataan
Menurut Siti Nurisjah dan Pramukanto (2001), pelestarian lanskap sejarah
dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk memproteksi atau melindungi
peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah terdahulu yang bernilai dari berbagai
perubahan negatif atau merusak keberadaannya atau nilai yang dimilikinya. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat sesuai dengan budaya di
sekitarnya.
Menurut Attoe (1988) kawasan bersejarah merupakan elemen positif yang
dapat menunjukkan kualitas suatu kota. Namun seringkali kawasan sejarah tidak
dimanfaatkan dengan baik pada pembangunan dan perencanaan suatu kota.
Harris dan Dines (1988) mengajukan empat hal utama tindakan preservasi
untuk pelestarian lanskap sejarah, yaitu :
1. menyelamatkan karakter estetik dari suatu areal, wilayah, atau properti
2. mengkonservasi sumber daya
3. memfasilitasi pendidikan lingkungan
4. mengakomodasi perubahan-perubahan kebutuhan akan hunian, baik yang
terdapat di dalam kawasan perkotaan, tepi kota, maupun di kawasan
pedesaan
Dalam mengelola suatu lanskap budaya terdapat beberapa tindakan yang
dapat dilakukan, sesuai dengan bagaimana kondisi nyata dari lanskap tersebut.
Beberapa tindakan yang perlu dilakukan terhadap lanskap sejarah antara lain :
1. preservasi, yaitu mempertahankan tapak sebagaimana adanya tanpa
diperkenankan adanya tindakan perbakan dan perusakan pada obyek
2. konservasi, yaitu tindakan pelestarian untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut dengan mengarahkan perkembangan di masa depan untuk menjaga
agar lanskap sejarah tidak dihancurkan atau diubah dengan cara yang tidak
sesuai
3. rehabilitasi, yaitu tindakan untuk memperbaiki lanskap kearah standar-
standar modern dengan tetap menghargai dan mempertahankan karakter-
karakter sejarah
4. restorasi, yaitu meletakkan kembali sekuat mungkin apa yang semula ada
pada tapak
Dalam upaya pelestarian suatu kawasan sejarah, terkadang hanya berfokus
pada kondisi fisik, seperti konservasi arsitektur. Hal ini baik untu dilakukan, namun
bukan dalam arti sempit. Menurut Budiharjo (1997) menyatakan bahwa konservasi
arsitektur bukan berarti mengawetkan bangunan seperti keadaan aslinya tetapi juga
bisa mewadahi kegiatan dan bahkan membangun baru asalkan tidak bertentangan
frontal dengan bangunan lama. Konsep konservasi yang hanya fokus pada nilai
5

budaya maupun pertimbangan arsitektural seringkali kurang berhasil. Lebih baik


mencari cara bagaiman konsep konservasi dapat digabungkan dengan aktivitas
ekonomi, sehingga mampu menarik perhatian dari masyarakat sekitar dan dapat
secara aktif melakukan kegiatan konservasi secara berdampingan.

Benda Cagar Budaya


Benda cagar budaya (BCB) meruapakan suatu benda/bangunan/situs atau
lanskap yang mempunyai nilai penting sejarah dan/atau budaya dan layak
dilestarikan. Undang-Undang yang mengatur perlindungan benda cagar budaya di
Indonesia adalah Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 5 tahun 2010, Benda,
bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
1. berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih
2. mewakili masa gaya paling singkat berusia (lima puluh) tahun
3. memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan
4. memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda cagar
budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamannya. Kepemilikan
Benda Cagar Budaya dijelaskan pada Bab IV Pasal 12 :
1. setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar
Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya sepanjang tidak
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini
2. setiap orang dapat memiliki dan/atau menguasai Cagar Budaya apabila
jumlah dan jenis Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Cagar Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya tersebut telah memenuhi
kebutuhan negara
3. kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
diperoleh melalui pewarisan, hibah, tukar-menukar, hadiah, pembelian,
dan/atau putusan atau penetapan pengadilan, kecuali yang dikuasai oleh
Negara
4. pemilik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar
Budaya, dan/atau Situs Cagar Budaya yang tidak ada ahli warisnya atau
tidak menyerahkannya kepada orang lain berdasarkan wasiat, hibah, atau
hadiah setelah pemiliknya meninggal, kepemilikannya diambil alih oleh
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Revitalisasi Kawasan
Berikut beberapa pengertian untuk istilah revitalisasi :
1. upaya untuk menghidupkan kembali distrik atau kawasan kota yang telah
mengalami degradasi lingkungan, baik dalam lingkup ekonomi, sosial
budaya, makna dan citra kawasan hingga tampilan visual, sehingga untuk
menghidupkan kembali kawasan tersebut perlu dilakukan kegiatan melalui
intervensi yang bersifat fisik dan non fisik (Martokusumo, 2001)
2. upaya menghidupkan dan menggiatkan kembali faktor-faktor bangunan
(tanah, tenaga kerja, modal, ketrampilan, kewirausahaan, kelembagaan
keuangan, birokrasi serta dukungan prasarana dan sarana fisik) dan para
6

pelaku pembangunan (masyarakat dan seluruh stakeholder) untuk


mengakomodasikan secara struktural dan fungsional disesuaikan tantangan
yang ada, potensi, permasalahan dan kebutuhan baru pada daerah setempat
3. upaya untuk menghidupkan kembali makna kultural dan legenda yang
pernah hidup pada jamannya, yang saat ini berangsur-angsur telah
hilang/tidak dikenal kembali keberadaan kulturalnya guna meningkatkan
kembali peran dan potensi kawasan untuk dikembangkan sesuai faktor
kesejarahan yang pernah ada dan dipercaya oleh masyarakat setempat dan
penataan kembali kawasan untuk mengembangkan sektor ekonomi guna
peningkatan taraf hidup masyarakat
Lingkup dalam melakukan suatu revitalisasi adalah sebagai berikut:
1. Satuan Areal
Satuan Areal lingkup revitalisasi, dimaksudkan areal obyek revitalisai
masih menjadi bagian dari wilayah Kota/Sub Kota yang dipandang
mempunyai ciri-ciri atau nilai khas kota bersangkutan atau daerah dimana
kota itu berada, dan diharapkan makna kultural, legenda atau sejarah yang
pernah hidup di sekitar lokasi setempat tidak hanya dikenal di lokasi
setempat saja, tetapi juga dikenal di beberapa wilayah disekitarnya.
2. Satuan Visual Lanskap
Lingkup satuan visual atau lanskap yang ditentukan dalam lingkup
revitalisasi ini dapat berupa aspek visual yang dapat memberi bayangan
citra atau image yang khas tentang suatu lingkungan. Termasuk dalam hal
ini adalah jaringan fungsional rute sejarah atau jalur angkutan tradisional.
Diharapkan dengan konsep revitalisasi yang diterapkan, keberadaan
eksisting kawasan/lingkungan tidak hanya akan terjaga kondisinya, tetapi
keberadaannya juga akan bertambah indah dengan sentuhan arsitektur
lansekap yang menyatu dengan kondisi alam setempat.
3. Satuan Fisik
Satuan Fisik yang disyaratkan dalam lingkup revitalisasi ini adalah
sesuatu yang berujud bangunan, kelompok atau daerah bangunan-
bangunan, rangkaian bangunan yang membentuk suatu ruang umum.
Apabila dikehendaki lebih jauh, hal ini bisa diperinci sampai kepada unsur-
unsur bangunan, baik fungsional, struktur/estetis ornamen. Sedangkan
secara umum, bentuk revitalisasi meliputi kota dan desa, distrik lingkungan
perumahan dan permukiman. Diharapkan dengan adanya kegiatan
revitalisasi ini, akan dapat ditempatkan sejumlah bangunan berupa fasilitas
umum yang mendukung keberadaan kawasan sebagai fungsi tertentu.
Beberapa konsep kultural dan tradisional yang pernah hidup atau dikenal
masyarakat setempat akan coba diaplikasikan ke dalam bentuk-bentuk fisik
bangunan dan detail ornamen yang ada.
Kriteria kawasan yang akan direvitalisasi antara lain:
1. Estetika
Kondisi eksisting yang sudah ada di sekitar kawasan dimanfaatkan
potensinya sebagai komponen estetis alamiah.
2. Kejamakan
Bentuk bangunan yang ada di sekitar kawasan menjadi tolak ukur yang
mewakili ragam atau citra kawasan setempat
7

3. Kelangkaan
Kelangkaan ini dicapai dari potensi sumber daya alam yang mungkin
tidak terdapat di daearah atau kawasan yang lain
4. Peranan sejarah
Secara tidak langsung kondisi ini menjadi ikatan simbolis antara masa
lalu dan kondisi sekarang
5. Memperkuat citra kawasan di dekatnya
Pengembangan kawasan untuk fungsi-fungsi tertentu yang memiliki
motivasi ekonomi untuk dapat dijual ke luar wilayah atau kawasan, secara
tidak langsung berdampak terhadap perkembangan wilayah di sekitarnya,
terutama terhadap peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan nilai
ekonomi setempat.
6. Keistimewaan
Wilayah kawasan yang direvitalisasi selain memiliki keunikan dan
keistimewaan tertentu, juga menjadi tumpuan hidup masyarakat di
sekitarnya.

Kota Bogor Sebagai Kota Pusaka


Istilah Kota Pusaka saat ini dipakai untuk mendefinisikan sebuah
bentuk kota yang menempatkan penerapan kegiatan pelestarian pusaka (heritage)
sebagai strategi utama pengembangan kotanya, ahartercipta Kota Pusaka yang
berkelanjutan dan dapat meningkatkan kesejahteraan bagi penduduk kotanya yang
menghasilkan “Quality of Space” sampai kepada “Quality of Life”. Walau kota-kota
di Indonesia banyak yang memiliki kelimpahan keragaman pusaka, tetapi
klasifikasi sebagai kota baru mulai dipakai setelah Konferensi Organisasi Kota-
Kota Pusaka Dunia di Surakarta pada bulan Oktober 2008 yang berhasil
membentuk Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) dan pada tahun 2012 Direktorat
Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Pelestarian
Pusaka Indonesia (BPPI) menyelenggarakan Program Penataan dan Pelestarian
Kota Pusaka (P3KP). Menurut Piagam Pelestarian dan Pengelolaan Pusaka
Indonesia Tahun 2003, pusaka meliputi:
1. pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa
2. pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari
lebih 500 (lima ratus) suku bangsa di tanah air Indonesia, secara sendiri-
sendiri, sebagai kesatuan bangsa Indonesia dan dalam interaksinya dengan
budaya lain sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka budaya mencakup
pusaka berwujud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible)
3. pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam
kesatuan ruang dan waktu
Kota Bogor merupakan salah satu dari 54 kota dan kabupaten yang menjadi
anggota JKPI dan salah satu dari sebelas kota prioritas di Indonesia yang bergabung
dalam P3KP tahap satu. Hasil penelusuran sejarah Kota Bogor menunjukan bahwa
terdapat lapisan-lapisan sejarah yang jejaknya masih dapat terlacak dan terlihat,
terutama dalam bentukan fisik di Kota Bogor saat ini. Berdasarkan hasil identifikasi
aset pusaka yang dilakukan pada tahun 2013 oleh Direktorat Jenderal Penataan
Ruang dalam rangka pelaksanaan Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka
8

di Kota Bogor, terdapat enam kawasan yang disepakati menjadi kawasan pusaka di
Kota Bogor, yaitu:
1. Sub Kawasan Kebun Raya dan Istana Bogor
2. Sub Kawasan Empang
3. Sub Kawasan Pecinan
4. Sub Kawasan Pemukiman Eropa
5. Sub Kawasan Pemekaran Barat
6. Sub Kawasan Karsten Plan
Penetapan delineasi kawasan dan situs bersejarah Kota Pusaka Bogor
dilakukan berdasarkan kajian sejarah yang sudah dilakukan. Pada Gambar 2
merupakan delineasi kawasan pusaka di Kota Bogor. Sebagai Kota Pusaka, pada
dasarnya Kota Bogor telah menjadi bagian dari kebijakan pengembangan kota oleh
Pemerintah Daerah Kota Bogor. Beberapa program dan kegiatan yang dilakukan
oleh Pemda Kota Bogor telah diarahkan pada upaya pelestarian kawasan-kawasan
bersejarah di Kota Bogor.

Gambar 2 Kawasan Pusaka di Kota Bogor


Sumber: Album Inventarisasi Aset Pusaka 2015 Kota Bogor

Istilah Pecinan
Ensiklopedia Nasional Indonesia mengatakan bahwa istilah Cina berasal
dari nama dinasti Chin (abad ketiga sebelum Masehi) yang berkuasa di Cina selama
lebih dari dua ribu tahun sampai pada tahun 1913. Bencana banjir, kelaparan, dan
peperangan memaksa orang-orang bangsa Chin ini merantau ke seluruh dunia. Pada
abad ketujuh bangsa Chin mulai masuk ke Indonesia dan kemudian berdiam di
beberapa kawasan, terutama di pesisir timur Sumatera dan di Kalimantan Barat.
9

Dalam perantauannya, mereka membawa serta keluarganya kemudian dan


bersama-sama menetap di suatu kawasan yang kemudian dikenal sebagai
"Kampung Cina” atau “Pecinan” di berbagai kota di Indonesia. Selama dalam
perantauannya, mayoritas dari mereka berprofesi sebagai pedagang.
Berdasarkan Wikipedia Indonesia, Pecinan atau Kampung Cina (Chinatown
dalam Bahasa Inggris) merujuk kepada sebuah wilayah kota yang mayoritas
penghuninya adalah orang Tionghoa. Pecinan banyak terdapat di kota-kota besar di
berbagai negara di mana orang Tionghoa merantau dan kemudian menetap seperti
di Amerika Serikat, Kanada dan negara-negara Asia Tenggara.
Pecinan pada dasarnya terbentuk karena 2 faktor yaitu faktor politik dan
faktor sosial:
1. Faktor politik berupa peraturan pemerintah lokal yang mengharuskan
masyarakat Tionghoa dikonsentrasikan di wilayah-wilayah tertentu supaya
lebih mudah diatur (Wijkenstelsel). Ini lumrah dijumpai di Indonesia pada
zaman Hindia Belanda karena pemerintah kolonial melakukan segregasi
berdasarkan latar belakang rasial. Di waktu-waktu tertentu, malah
diperlukan izin masuk atau keluar dari pecinan (Passenstelsel) semisal di
pecinan Batavia.
2. Faktor sosial berupa keinginan sendiri masyarakat Tionghoa untuk hidup
berkelompok karena adanya perasaan aman dan dapat saling bantu-
membantu. Ini sering dikaitkan dengan sifat ekslusif orang Tionghoa,
namun sebenarnya sifat ekslusif ada pada etnis dan bangsa apapun, semisal
adanya kampung Madras/India di Medan, Indonesia; kampung Arab di
Fujian, Cina atau pemukiman Yahudi di Shanghai, Cina.

Pecinan Suryakencana, Bogor


Sejak zaman kolonial, kawasan pecinan identik dengan perdagangan, tak
terkecuali di Jl. Suryakencana, Bogor. Suryakencana terletak tegak lurus dengan
Kebun Raya Bogor. Jalan ini menjadi pusat keramaian kota terutama di akhir pekan.
Jalan ini dibuat oleh Gubernur Jendral Daendels pada tahun 1808 yang dikenal
dengan Post Weg atau Jalan Pos. Jalan Pos dimulai dari Anyer, sepanjang 1.000
kilometer dan berakhir di Panarukan. Pada tahun 1905 Pemerintah Kota Bogor
mengubah nama jalan ini menjadi Jalan Handlestraat yang artinya Jalan
Perniagaan. Jalan Suryakencana diresmikan Pemerintah Kota Bogor pada tahun
1970-an. Pada tahun 1853, Gubernur Jendral JC Baud mengatur zona atau wilayah
pemukiman yang dinamakan wijkenstelsel yang diatur berdasarkan kelompok etnis
tertentu. Tujuannya untuk memudahkan pemerintah kolonial mengontrol
masyarakat agar tidak bercampur dengan masyarakat lain. Kebijakan ini juga untuk
mencegah etnis Tionghoa untuk tinggal di pusat kota dan berbaur dengan pribumi.
Selain sebagai pusat aktivitas perekonomian, di Jl. Suryakencana juga
terdapat bangunan-bangunan bersejarah. Salah satunya adalah Klenteng Hok Tek
Bio yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan merupakan salah satu klenteng tertua
di Kota Bogor. Letaknya berada tepat di samping Pasar Bogor. Bangunan
bersejarah lainnya adalah Hotel Pasar Baru yang dibangun sekitar tahun 1800-an.
Arsitektur bangunan ini perpaduan Eropa dan Tionghoa. Pada masanya, bangunan
ini merupakan salah satu primadona bagi pelancong dari Cina, Arab, dan Eropa.
10

Road of Never Sleeping Road merupakan julukan yang cocok untuk Jl.
Suryakencana. Roda kehidupan seakan tidak pernah berhenti. Namun sayangnya
seiring dengan berjalannya waktu kondisi di sepanjang jalan ini semakin terkikis
kemajuan zaman.

METODE

Lokasi dan waktu


Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, terhitung dari bulan Maret
2015 sampai bulan Agustus 2015. Penelitian dilakukan di kawasan Pecinan
Suryakencana Bogor yang terletak di Kecamatan Bogor Tengah, khususnya di
sepanjang Jalan Suryakencana hingga Jalan Siliwangi.

Gambar 3 Lokasi Penelitian


Sumber: www.googlemaps.com

Alat dan Bahan


Penelitian ini memerlukan baik perangkat keras (hardware) maupun
perangkat lunak (software) dalam proses pengerjaannya, seperti yang terdapat pada
Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan pun diperlukan untuk melakukan
inventarisasi sampai proses pengolahan data, serta penyusunan laporan akhir.

Tabel 1 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian


Alat dan Bahan Fungsi
Alat
Note Book Mencatat hasil survey
Kamera Digital Mengambil gambar eksisting pada lokasi
Komputer Mengoperasikan berbagai software dan pengolahan data
Antara lain: Adobe Photoshop CS6, AutoCad 2013, dan Microsoft
Word 2013
Bahan
Peta dasar Menunjang data spasial
Data CAD Menunjang data spasial
Kuesioner Mendapatkan data responden
11

Metode penelitian
Penelitian ini merupakan evaluasi terhadap komponen artefak fisik, non
fisik, dan nilai (values) pada kawasan pecinan Suryakencana. Kemudian dilakukan
assessment terhadap artefak fisik, non fisik, dan nilai untuk mengetahui nilai
keaslian dan keunikan kawasan pecinan Suryakencana.

Inventarisasi dan Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan. Data sekunder
diperoleh dari studi pustaka serta data yang telah dipublikasikan, keperluannya
disesuaikan dengan tujuan. Pada Tabel 2 merupakan jenis dan bentuk data yang
diperlukan dalam penelitian ini.

Tabel 2 Jenis dan bentuk data


Bentuk Data
Komponen Jenis Data Sumber Data
Primer Sekunder
Fisik Pola ruang dan sirkulasi Survei Lapang,
 
Studi Pustaka
Bangunan kuno atau bersejarah Survei Lapang,
 
Studi Pustaka
Kondisi fisik lingkungan Survei Lapang,
 
Studi Pustaka
Non Fisik Budaya
Survei Lapang,
Etnik dominan  
Studi Pustaka
Perayaan/aktivitas budaya/seni
Ekonomi Survei Lapang,
 
Kondisi dan aktivitas ekonomi Studi Pustaka
Sosial
 Wawancara
Komunitas masyarakat
Persepsi Persepsi dan kepedulian Kuesioner,

masyarakat Wawancara

Pada tahap inventarisasi dilakukan proses identifikasi lokasi penelitian,


seperti kondisi fisik kawasan, peninggalan sejarah, aktivitas sosial, budaya, dan
ekonomi, dan lainnya. Pada saat melakukan survey lapang, juga dilakukan
penyebaran kuesioner. Kuesioner yang disebarkan merupakan kuesioner persepsi
masyarakat.Kuesioner persepsi masyarakat digunakan untuk mengetahui wawasan
mereka terhadap sejarah dan perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana.
Responden kuesioner terdiri dari 30 orang yang dipilih secara acak dan merupakan
masyarakat yang tinggal di kawasan Pecinan Suryakencana. Penyebaran kuesioner
dilakukan dalam kurun waktu satu minggu dengan rentang waktu pagi, siang, dan
sore.

Analisis
Metode yang digunakan dalam tahap analisis meliputi metode deskriptif,
kualitatif, kuantitatif, dan spasial. Analisis deskriptif digunakan untuk
mendeskripsikan karakter lanskap pada tapak penelitian secara sistematis, faktual
dan akurat yang meliputi fakta dan sifat fisik maupun sosial pada tapak (Suryabrata,
1992). Analisis deskriptif digunakan dalam mengidentifikasi komponen artefak
12

fisik yang terdiri dari pola permukiman, komponen non fisik meliputi kegiatan
tradisi dan kebudayaan dan kegiatan ekonomi di Kawasan Pecinan Suryakencana.
Analisis yang dilakukan berupa analisis fisik dan fungsi untuk menentukan
pembagian zona di Kawasan Pecinan Suryakencana dan assessment lanskap untuk
mengetahui nilai signifikansi setiap zona tersebut. Hasil analisis fisik membagi
Kawasan Pecinan Suryakencana menjadi empat zona sesuai fungsinya. Pembagian
zona secara spasial dapat dilihat pada Gambar 4. Untuk mengetahui nilai penting
setiap zona dilakukan penilaian dengan komponen penilaian terbagi atas penilaian
keaslian dan keunikan lanskap kawasan dan akan menunjukkan zona dengan
kategori tinggi, sedang, dan rendah. Penilaian ini dilakukan dengan menggunakan
kuesioner. Responden kuesioner terdiri dari 15 orang narasumber/tenaga ahli, baik
dari dinas maupun komunitas, dan warga yang sudah lama bermukim di kawasan
ini. Pada Tabel 3 dan 4 merupakan kriteria yang digunakan dalam penilaian
keaslian dan keunikan lanskap kawasan Pecinan Suryakencana dengan
menggunakan beberapa aspek penting yang telah dipaparkan oleh Harris dan Dines
(1988). Hasil dari analisis merupakan dasar pada tahap penyusunan rekomendasi
revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana.

Tabel 3 Kriteria penilaian keaslian Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana


Skor
Kriteria
1 (Rendah) 2 (Sedang) 3 (Tinggi)
Pola Mengalami perubahan Mengalami Mengalami
Penggunaan penggunaan lahan perubahan perubahan
Lahan >50% dibanding masa penggunaan lahan penggunaan lahan
lalu 25%-50% <50%

Aksesibilitas Sulit untuk diakses Cukup mudah Mudah untuk


dan Sirkulasi dan mengalami diakses dan diakses dan relatif
perubahan mengalami tidak mengalami
karakteristik/gaya perubahan namun perubahan serta
khas pecinan masih karakteristik/gaya
mempertahankan khas pecinan
karakteristik/gaya
khas pecinan
Elemen/Objek Mengalami perubahan Mengalami Elemen lanskap
Lanskap karakter, struktur, dan perubahan struktur, tidak mengalami
elemen. Tidak karakter, dan perubahan karakter,
mewakili karakter dan elemen namun truktur, dan elemen.
gaya masa lalu masih mewakili Sangat mewakili
pecinan. karakter dan gaya karakter dan gaya
masa lalu khas masa lalu khas
pecinan pecinan
Sumber : Modifikasi Harris dan Dines (1988)
13

Tabel 4 Kriteria Penilaian Keunikan Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana


Skor
Kriteria
1 (Rendah) 2 (Sedang) 3 (Tinggi)
Asosiasi Lanskap/elemen Lanskap/elemen Lanskap/elemen
Kesejarahan tidak memiliki memiliki hubungan memiliki
hubungan kesejarahan yang hubungan
kesejarahan dengan lemah dengan kesejarahan yang
kawasan pecinan kawasan pecinan kuat dengan
kawasan pecinan
Integritas lanskap Elemen lanskap Elemen lanskap Elemen lanskap
sejarah tersebar sejarah tersebar sejarah tersebar
dalam jumlah yang dalam jumlah yang dalam jumlah
sedikit sehingga cukup banyak yang banyak
tidak membentuk sehingga tidak sehingga tidak
kesatuan lanskap membentuk membentuk
pecinan yang kesatuan lanskap kesatuan lanskap
bersejarah dan pecinan yang pecinan yang
harmonis bersejarah dan bersejarah dan
harmonis harmonis
Kualitas Estetik Elemen-elemen Elemen-elemen Elemen-elemen
lanskap tidak lanskap masih lanskap memiliki
memiliki memiliki estetika/gaya
estetika/gaya estetika/gaya arsitektur masa
arsitektur yang arsitektur yang dapat lalu yang khas
dapat menunjukan menunjukan pada hampir
kekhasan budaya kekhasan budaya semua bagian
Tionghoa pada masa Tionghoa pada masa termasuk detail
lalu lalu ornamennya
Sumber : Modifikasi Harris dan Dines (1988)

Hasil penilaian kedua aspek tersebut menghasilkan peta komposit keaslian


dan keunikan yang menampilkan skor-skor dengan skala:
Skor 1= Tingkat keaslian/keunikan rendah, lanskap mengalami banyak perubahan.
Skor 2= Tingkat keaslian/keunikan sedang, lanskap mengalami sedikit perubahan
Skor 3= Tingkat keaslian/keunikan tinggi, lanskap tidak mengalami perubahan.
Penilaian terhadap aspek tersebut dihitung menggunakan metode skoring
yang dikemukakan oleh Selamet (Selamet 1983 dalam Allindani 2007) dengan
rumus interval kelas:

Interval Kelas (IK) = Skor Maksimum (SMa) – Skor Minimum (SMi)


Jumlah Kategori:
Tinggi = SMi + 2IK + 1 sampai SMa
Sedang = SMi + IK + 1 sampai (SMi + 2IK)
Rendah = SMi sampai SMi + IK
14

4
15

HASIL DAN PEMBAHASAN


Sejarah Perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana
Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan salah satu kawasan strategis
budaya di Kota Bogor. Sebagian besar dari kawasan ini mempunyai nilai historis
yang penting bagi perkembangan Kota Bogor. Data sejarah tidak banyak
memberikan gambaran tentang sejarah awal orang-orang Tionghoa di Bogor.
Orang-orang Tionghoa di Bogor diperkirakan telah ada dan menetap sejak masa
Kerajaan Pakuan Pajajaran. Berdasarkan dokumen Belanda tahun 1776 keberadaan
orang-orang Tionghoa di daerah tersebut dikarenakan telah adanya suatu
pemerintahan di daerah sekitar Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane, sehingga
memungkinkan orang untuk bermukim. Kemajuan pasar mengundang para
pedagang untuk bermukim, termasuk kemudian orang-orang Tionghoa. Mulanya
para pedagang menempati lereng Ciliwung di daerah Lebak Pasar dan Pulo Geulis.
Baru kemudian berangsur-angsur naik ke sepanjang Jalan Suryakancana
(Soelaeman, 2003).
Pada tanggal 8 Juli 1845 pemerintah Belanda mengeluarkan keputusan
mengenai penetapan kawasan pemukiman berdasarkan etnis (wijk). Peraturan
tersebut dikenal dengan istiah Wijkenstelsel dan Passenstelsel. Wijkenstelsel
merupakan peraturan yang menginstruksikan bahwa orang-orang timur asing harus
bertempat tinggal pada wilayah tertentu sesuai dengan ras dan komunitasnya.
Peraturan tersebut dibuat untuk menghindari masyarakat Tionghoa dan Arab
berbaur dan tinggal dekat dengan warga Pribumi. Passenstelsel merupakan
peraturan surat jalan yang diperuntukkan bagi orang-orang timur asing yang
digunakan jika mereka ingin keluar dari kampung tempat tinggalnya. Peraturan
yang dibuat menjadikan adanya perkampungan etnis atau ethnic quarter, tidak
hanya di Kota Bogor melainkan juga di kota-kota di nusantara
Pecinan di Kota Bogor banyak mengalami perkembangan sejak tahun 1898
hingga tahun 1946. Perkembangan tersebut dapat diketahui melalui beberapa peta
sehingga terlihat bagaimana keadaan Pecinan dari masa ke masa. Berikut
perkembangan Kawasan Pecinan Suryakencana:

Tahun 1898 – 1899


Pada peta tahun 1898-1899, Pecinan terletak di sebelah Selatan Kebun Raya
Bogor yang memanjang ke tenggara ±1 km. Jalan masuk pecinan di bagian utara,
tepatnya melalui Jalan Juanda, ada dua yaitu Handelstraats (Jalan Suryakancana)
dan Jalan Lawangseketeng. Sedangkan dari arah Selatan hanya ada satu jalan yaitu
Handelstraats. Selain jalan masuk tersebut, juga terdapat jalan lain di Pecinan
Bogor. Permukiman pada masa tersebut terletak di dua Kampung Gudang dan
Babakan Pasar. Pada mulanya perkembangan permukiman pecinan mulai dari
daerah Kepala Naga yang tepat berada di depan Klenteng Hok Tek Bio atau pintu
masuk Handelstraats lalu menyebar ke arah selatan jalan. Kebanyakan rumah-
rumah didirikan di sepanjang Handelstraats, Lawangseketeng dan Pedati. Di Jalan
Roda sebagaian besar lahan yang ada merupakan lahan kosong. Bangunan klenteng
terletak di bagian utara pecinan yaitu merupakan bangunan pertama di Pecinan. Di
depan klenteng terdapat tangsi militer pasukan kavaleri Hindia Belanda yang
berbagi jalan dengan kelenteng (Jalan Kelenteng) menuju bazaar (pasar). Pada
Gambar 5 Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun 1898 – 1899.
16

Gambar 5 Kawasan Pecinan Suryakencana 1898 – 1899


Sumber: BAPPEDA Kota Bogor

Tahun 1920
Pada peta tahun 1920 Kawasan Pecinan mulai meluas dan berkembang.
Lahan permukiman mulai berkembang menempati lahan-lahan kosong di sebelah
timur. Jalan-jalan yang terdapat di dalam Pecinan Suryakencana antara lain Jalan
Pedati dan jalan setapak, sedangkan pada sisi barat Pecinan terdapat Goedang,
Lawangseketeng dan Bintaoe.
Di sebelah utara pecinan terdapat dua gedung pemerintahan (dibangun
tahun 1905 dan 1912) dan rumah pegadaian. Pada sisi timur halaman klenteng
dibuat jalan setapak yang menuju daerah utara. Lahan kosong di sebelah selatan
klenteng dalam peta ini telah berubah menjadi pasar yang terbentuk sejak
ditetapkannya sistem perdagangan pasar (1872) yang dipusatkan di sekitar kawasan
asrama kavaleri (saat ini menjadi Pasar Bogor). Bangunan pasar terdiri dari dua
bangunan yang terpisah. Bangunan terkonsentrasi di bagian utara pecinan, yaitu di
sekitar klenteng. Selain itu, pada sisi kiri dan kanan Jalan Roda telah berdiri
bangunan-bangunan yang jarak antara satu dengan yang lain berjauhan. Di Pulo
Geulis bangunan yang dapat diketahui yaitu berupa klenteng dan beberapa rumah
yang sangat berjauhan. Selain itu, yang dapat dilihat hanya berupa lahan kosong
dan kebun. Pada Gambar 6 Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun 1920.

Gambar 6 Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun 1920


Sumber: BAPPEDA Kota Bogor
17

Tahun 1946
Pada peta tahun 1946 Pecinan telah berkembang ke bagian barat dan timur
serta menempati lahan-lahan kosong di bagian selatan. Selain itu, perubahan yang
cukup terlihat ialah pada bagian utara Pecinan Suryakencana terdapat akses jalan
baru yaitu terusan Jalan Juanda menuju Baranangsiang, yaitu Treubweg (sekarang
Jalan Otto Iskandardinata). Sedangkan untuk jalan-jalan lainnya yang ada di
Pecinan, masih tetap sama. Perubahan juga terlihat di Pulo Geulis yaitu lahan-lahan
yang sebelumnya kosong telah padat oleh pemukiman warga.
Pada awal abad ke-20, akibat pengaruh peraturan Wijkenstelsel yang
dikeluarkan oleh pemerintah Kolonial Belanda, menimbulkan adanya pembagian
sub kawasan sehingga masyarakat Tionghoa hidup terkotak-kotak sesuai kelas
sosial mereka. Golongan pedagang berkumpul di sekitar Pasar Bogor sedangkan
golongan bawah (mayoritas Tionghoa peranakan) menghuni ruko-ruko sewa dan
rumah-rumah petak di balik ruko. Golongan elit/atas cenderung menghuni bagian
selatan pecinan dan rumah mereka biasanya mencirikan gaya hidup yang kebarat-
baratan dan rumah tipe villa dengan pengaruh arsitektur kolonial Belanda. Pada
Gambar 7 merupakan gambaran Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun 1946.

Gambar 7 Kawasan Pecinan Suryakencana Tahun 1946


Sumber: BAPPEDA Kota Bogor

Kondisi Umum Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana


Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan salah satu pusat perniagaan di
Kota Bogor. Salah satu ciri khas lanskap kawasan ini yaitu dipadati dengan
bangunan pertokoan di sepanjang jalan utama, yaitu Jalan Suryakencana.
Banyaknya pedagang khususnya pedagang kaki lima di tempat ini menjadikan
lanskap kawasan pecinan menjadi semakin kumuh terutama pada bagian depan
Jalan Suryakencana di mana terdapat Pasar Bogor. Karakter fisik kawasan pecinan
Kota Bogor dari tahun ke tahun mulai memudar dan mengalami degradasi.
Klenteng Hok Tek Bio (Vihara Dhanagun) yang merupakan salah satu landmark
kawasan ini semakin tenggelam dengan keramaian dan perkembangan pasar yang
semakin ramai dan tidak teratur. Banyak pedagang kaki lima yang menggelar
dagangannya di depan ruko sehingga banyak pemilik toko yang kemudian
mengeluhkan keberadaan PKL ini karena seringkali menghambat transaksi jual
beli. Tak hanya itu, PKL menggunakan hampir seluruh bagian trotoar sehingga
mempersempit ruang bagi pejalan kaki, seperti yang terdapat pada Gambar 8.
18

Gambar 8 Pedagang Kaki Lima (PKL) di depan ruko

Sebagai salah satu kawasan strategis budaya dapat ditemukan banyak


bangunan-bangunan tua dengan arsitektur klasik. Namun sayangnya, banyak
bangunan kuno yang berada dalam kondisi rusak, tidak ditinggali, tidak terawat
maupun diabaikan pemiliknya. Rumah-rumah lama tersebut sangat rawan untuk
berubah, terutama dari segi fisik, mengingat bahwa Jalan Suryakencana merupakan
kawasan strategis ekonomi juga. Pemilik bangunan banyak yang memilih untuk
menjual bangunannya dikarenakan pajak yang tinggi dan besarnya biaya perawatan
rumah tua ini. Bangunan tua seperti ini memang memerlukan perawatan khusus
dengan biaya yang tidak sedikit. Umumnya hanya mereka yang mampu secara
ekonomi yang masih mempertahankan bangunan tersebut, bagi mereka yang
merasa sudah tidak sanggup lebih memilih untuk menjualnya. Pada Gambar 9
merupakan contoh bangunan yang dijual pemiliknya.

Gambar 9 Beberapa bangunan tua yang dijual pemiliknya

Letak geografis dan administrasi


Secara geografis, Kawasan Pecinan Suryakancana termasuk dalam
Kecamatan Bogor Tengah yang terletak pada 106o - 48o BT dan 6o – 38o LS. Batas
administrasi untuk Kawasan Pecinan Suryakencana adalah sebagai berikut :
- Utara : Jalan Otto Iskandar Dinata dan Kebun Raya Bogor
- Timur : Sungai Cisadane dan Pulo Geulis
- Selatan : Jalan Siliwangi
- Barat : Jalan Empang dan Sungai Cipakancilan
Kawasan Pecinan Suryakencana termasuk ke dalam Zoning Regulation
Kawasan Strategis Kota Bogor yang telah dilakukan oleh Badan Perencanaan
Daerah Kota Bogor (BAPPEDA).
19

Zoning regulation adalah suatu peraturan pembagian blok peruntukan


(zona) yang mengacu kepada rencana klasifikasi penggunaan lahan di Kota Bogor
serta kecenderungan penggunaan lahan di kawasan strategis. Kawasan Pecinan
Suryakencana merupakan salah satu kawasan strategis yang memiliki nilai sejarah
atau budaya yang berpotensi dalam pengembangan Kota Bogor.

Penggunaan Lahan (Land use)


Pola penggunaan lahan di Kawasan Pecinan Suryakencana didominasi
dengan penggunaan lahan untuk fungsi ruang kegiatan perdagangan dan jasa, yaitu
sebesar 44,01% atau dengan luas 25,48 ha. Hal ini sesuai dengan kawasan pecinan
yang identik sebagai kawasan perniagaan. Pada Tabel 5 merupakan penjelasan
mengenai penggunaan lahan di kawasan pecinan.

Tabel 5 Penggunaan lahan di Kawasan Pecinan Suryakencana


No Kelurahan Land Use Luas (ha) %
Badan jalan 1,60 2,59
Kawasan hijau 1,82 2,95
Perdagangan dan jasa 14,14 22,96
1 Kelurahan Babakan Pasar Peribadatan 0,47 0,77
Perkantoran 0,20 0,32
Pemukiman 12,27 19,92
Sungai 0,93 1,52
Badan jalan 2,18 3,55
Fasilitas pendidikan 0,48 0,77
Jalan kereta api 0,09 0,14
Kawasan hijau 1,61 2,61
Perdagangan dan Jasa 12,96 21,05
2 Kelurahan Gudang
Perkantoran 1,36 2,21
Pemukiman 11,34 18,42
Sempadan sungai 0,00 0,00
Sungai 0,13 0,21
Tegalan 0,00 0,00
Jumlah 61,58 100
Sumber: BAPPEDA Kota Bogor 2011

Aksesibilitas dan Sirkulasi


Kawasan Pecinan Suryakencana terletak cukup strategis, yakni tegak lurus
dengan Kebun Raya Bogor. Hal ini menjadikan aksesibilitas menuju kawasan
Pecinan Suryakencana tidaklah sulit. Pada kawasan ini diterapkan lalu lintas satu
jalur (one way) dengan Jalan Suryakencana sebagai jalan utama dan diteruskan
hingga Jalan Siliwangi. Terdapat beberapa jalan sekunder pada kawasan ini,
diantaranya Jalan Roda, Jalan Pasar Bogor, Jalan Lawangseketeng, Jalan Pedati,
Jalan Ranggagading, dan lainnya. Untuk melalui kawasan ini dapat menggunakan
kendaraan pribadi maupun transportasi umum. Terdapat beberapa angkutan kota
yang trayeknya melalui kawasan ini, seperti terdapat pada Tabel 6.
Pada Gambar 10 dan 11 merupakan ilustrasi Jalan Suryakencana dan Jalan
Siliwangi untuk menunjukan perbedaan kedua kondisi jalan utama.
20

Tabel 6 Trayek angkutan kota yang melalui Kawasan Pecinan Suryakencana


No. Angkot Trayek
02 Sukasari – Terminal Bubulak
04 Warung Nangka – Ramayana
05 Ramayana – Pangrango – Cimahpar
06 Ramayana – Jl. Bangka – Ciheuleut
08 Warung Jambu – H. Juanda – Ramayana
10 Bantar Kemang – Sukasari – Merdeka
11 Pajajaran Indah – Pasar Bogor
18 Ramayana – Mulyaharja
Sumber: Bogor dalam Angka 2013

Gambar 10 Ilustrasi Jalan Suryakencana

Gambar 11 Ilustrasi Jalan Siliwangi

Pola Ruang
Pecinan atau Perkampungan Cina merupakan suatu wilayah di dalam kota
yang warganya didominasi oleh etnis Tionghoa. Jadi, tidak mengherankan jika
terdapat perbedaan pada penataan kawasan ini bila dibandingkan dengan kawasan
lain. Umumnya, kawasan pecinan memiliki kepadatan penduduk yang didominasi
oleh etnis Tionghoa serta merupakan salah satu pusat perniagaan di kota tersebut.
Tata letak bangunan di Kawasan Pecinan Suryakencana dikembangkan berdasarkan
konsep “Punggung Naga”, dengan Vihara Dhanagun yang terletak di utara
dilambangkan sebagai kepala naga dan Jalan Suryakencana hingga Jalan Siliwangi
sebagai punggung naga atau jalur naga.
Orientasi untuk bangunan kelenteng umumnya berada pada arah utara atau
selatan. Vihara Dhanagun terletak di sebelah utara kawasan Pecinan yang dianggap
sebagai dudukan, karena naga bersemayam di utara, sementara selatan dianggap
sebagai samudera, sumber air dan sumber kehidupan. Ada anggapan juga bahwa
bangunan yang menghadap ke barat laut dan tenggara adalah arah yang menghadap
ke pintu kejahatan. Oleh karena itu, kelenteng/vihara dibangun dengan menghadap
arah pecinan (selatan). Selain itu, menurut masyarakat setempat dengan menghadap
pecinan, dewa-dewi yang berada di kelenteng akan senantiasa melindungi kawasan
pecinan dari segala mara bahaya.
21

Dulu, orang-orang kaya bertempat tinggal di Jalan Suryakencana, kalangan


menengah tinggal di jalan-jalan sekunder, yaitu Jalan Pedati, Kampung Cincau, dan
Jalan Roda. Bagi mereka yang tidak memiliki cukup biaya memilih tinggal di dekat
sungai, karena dulu semakin dekat ke sungai maka kegiatan perekonomian semakin
menurun dan yang tinggal di sini termasuk strata rendah. Pada Gambar 12
merupakan ilustrasi jalur naga Kawasan Pecinan Suryakencana.

Gambar 12 Dragon Spine pada Pecinan Bogor 1920-1930


(Sumber : Sopandi, 2008)

Identifikasi Aspek Fisik Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana


Perkembangan kawasan Pecinan Suryakencana hingga saat ini
meninggalkan bukti sejarah baik dalam bentuk fisik maupun non fisik. Secara
umum elemen lanskap yang terdapat di kawasan ini adalah berupa bangunan, baik
ruko, rumah tinggal, dan klenteng atau vihara. Elemen lanskap yang dijelaskan
berikut merupakan elemen lanskap yang terdapat di Kawasan Pecinan
Suryakencana Bogor yang identik dan bernilai penting bagi etnis Tionghoa di
kawasan ini.

Arsitektur
Dari segi arsitektur, terdapat dua jenis arsitektur bangunan di Kawasan
Pecinan Suryakencana, yaitu arsitektur Tionghoa dan arsitektur Indis.
1. Arsitektur Tionghoa
Pada kawasan Pecinan Suryakecna, bangunan dengan arsitektur Tionghoa
banyak terdapat di bagian utara, yaitu di sekitar Vihara Dhanagun, Jalan
Suryakencana, dan juga Jalan Roda. Menurut David G. Khol (1984) mengenai
arsitektur khas Tionghoa, terdapat beberapa ciri khas bangunan berarsitektur
Tionghoa, khususnya yang berada di kawasan Asia Tenggara, diantaranya:
22

a. Penekanan pada bentuk atap bangunannya yang khas


Bentuk atap arsitektur Tionghoa cenderung unik. Namun diantara
semua bentuk atap, hanya beberapa yang digunakan digunakan di Indonesia.
Diantaranya jenis atap pelana dengan ujung yang melengkung ke atas yang
disebut sebagai model ngang shan, selain itu ada tipe hsuan shan. Pada
Gambar 13 merupakan beberapa tipe atap berarsitektur Tinghoa.

Gambar 13 Tipe atap hsuan shan pada vihara

b. Elemen-elemen struktural
Orang Tionghoa terkenal dengan kemampuannya dalam kerajinan
ragam hias dan konstruksi kayu. Detail-detail konstruktif pada bangunan
menjadi ciri khas tersendiri yang maknanya lebih dari sekedar estetika. Pada
Gambar 14 merupakan contoh elemen struktural khas Tionghoa.

Gambar 14 Bentukan ornamen struktural

c. Penggunaan warna yang khas


Pada arsitektur Tionghoa, warna memiliki makna simbolik yang
berkaitan dengan kepercayaan orientasi baik dan buruk. Warna yang umum
yang digunakan dalam arsitketur maupun hal lainnya adalah warna primer
23

seperti kuning, biru, putih, merah, dan hitam yang selalu dikaitkan dengan
unsur-unsur alam yaitu kayu, api, logam, dan tanah. Pada Gambar 15
merupakan contoh warna yang digunakan pada Vihara Dhanagun di
Kawasan Pecinan Suryakencana.

Gambar 15 Warna pada Vihara Dhanagun

2. Arsitektur Indis
Arsitektur Indis di Kawasan Pecinan Suryakencana umumnya dapat dilihat
pada bangunan yang terdapat di Jalan Siliwangi. Sebutan Indis sebenarnya
berasal dari istilah Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda dalam bahasa
Indonesia. Secara umum bangunan berarsitektur Indis terletak di lahan yang
cukup besar dengan sisa lahan digunakan sebagai halaman yang ditanami
berbagai tanaman. Bangunan memiliki ukuran yang cukup besar menyerupai
villa dengan jendela kaca berukuran besar. Pada Gambar 16 merupakan contoh
bangunan berarsitektur Indis di Kawasan Pecinan Suryakencana.

Gambar 16 Bangunan berarsitektur Indis

Bangunan
Bangunan di Kawasan Pecinan Suryakencana didominasi oleh ruko yang
terdapat di sepanjang Jalan Suryakencana, bangunan dengan fungsi sebagai tempat
tinggal, tempat beribadah, dan lainnya.
1. Klenteng atau Vihara
Klenteng dan vihara sesungguhnya merupakan dua hal yang berbeda.
Perbedaan antara Klenteng dan vihara menjadi rancu karena peristiwa G30S
pada 1965. Imbas peristiwa ini adalah pelarangan kebudayaan Tionghoa
termasuk kepercayaan tradisional Tionghoa oleh pemerintah Orde Baru,
sehingga klenteng yang ada pada masa itu terancam ditutup secara paksa. Lalu
muncul ajaran Tridharma yang bertujuan agar aset-aset budaya Tionghoa tidak
24

ditutup oleh pemerintah. Karena itu, banyak klenteng yang mencatatkan surat
izin dalam naungan agama Buddha, walaupun sebenarnya merupakan tempat
ibadah bagi penganut kepercayaan Tionghoa (Konghucu) dan mendaftarkan
nama klenteng yang ada sebagai vihara agar tetap diperbolehkan keadaannya.
Baru pada era pemerintahan Gus Dur, etnis Tionghoa diperbolehkan untuk
melakukan tradisi kebudayaan maupun kepercayaan secara bebas. Terdapat tiga
vihara di Kawasan Pecinan Suryakencana, yaitu Vihara Dharmakaya (Klenteng
Hok Tek Bio) yang terletak di Jalan Suryakencana, Vihara Mahabrahma
(Klenteng Pan Kho) yang terletak di Pulo Geulis, dan Vihara Dharmakaya yang
terletak di Jalan Siliwangi.
Tidak hanya berfungsi sebagai tempat peribadatan, ketiga vihara ini pun
dianggap masyarakat sebagai landmark (penanda) di kawasan Pecinan
Suryakencana. Landmark merupakan salah satu unsur pembentuk karakter
kawasan. Secara umum, landmark dapat diartikan sebagai penanda. Menurut
Wikipedia, landmark adalah sesuatu objek geografis yang digunakan oleh para
pengelana sebagai penanda untuk bisa kembali ke suatu area. Landmark dapat
berupa bentuk alam seperti bukit, gunung, danau, lembah, maupun berupa karya
manuasia diantaranya gedung, monument, sculpture, dan sebagainya. Pada
Tabel 7 merupakan bangunan yang merupakan landmark Kawasan Pecinan
Suryakencana.

Tabel 7 Landmark Kawasan Pecinan Suryakencana


Landmark Keterangan
Klenteng Hok Tek Bio Klenteng ini dibangun sekitar abad ke-18 dan
(Vihara Dhanagun) pada awalnya merupakan tempat peribadatan
umat Kong Hu Chu. Pada era Orde Baru terdapat
pembatasan kebebasan etnis Tionghoa untuk
melakukan aktivitas kebudayaan dan juga pada
saat itu Kong Hu Chu masih belum dianggap
sebagai salah satu agama di Indonesia, sehingga
klenteng ini berubah nama menjadi Vihara
Dhanagun agar keberadaannya tetap
diperbolehkan. Lokasi nya di Jalan
Suryakencana. Hingga saat ini masih dalam
kondisi terawat baik hanya saja lingkungan
sekitar klenteng yang merupakan daerah pasar
cukup mengganggu karena banyak pedagang
yang sering menggelar dagangan di dekat
klenteng.

Klenteng Pan Kho Klenteng ini sudah ada sebelum Klenteng Hok
(Vihara Mahabrahma) Tek Bio dibangun. Berbeda dengan Klenteng
Hok Tek Bio yang terletak di pinggir jalan,
Klenteng Pan Kho terletak di tengah-tengah
pemukiman di Pulo Geulis, dan telah mengalami
akulturasi budaya. Letak yang kurang strategis
mengakibatkan kurangnya masyarakat yang
mengetahui keberadaan Klenteng Pan Kho. yaitu
makam Eyang Jayaningrat, Embah Sakee,
Embah Imam dan Raden Mangun Jaya yang
25

Tabel 7 Landmark Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


Landmark Keterangan
dihormati oleh warga setempat. Kondisi fisik
cukup terawat, perawatan dilakukan oleh pihak
pengurus Vihara Dhanagun.

Vihara Dharmakaya Vihara Dharmakaya awalnya merupakan tempat


pertapaan milik keluarga Tan Eng Nio untuk
seorang Ma Suhu. Kemudian pertapaan ini
berkembang menjadi vihara dan dibuka untuk
umum. Tidak diketahui dengan pasti usia dari
vihara ini, tapi dipastikan usia vihara ini jauh jauh
lebih muda dibandingkan Hok Tek Bio dan Pan
Kho. Bangunan Vihara ini merupakan perpaduan
antara bangunan bertipe villa dengan arsitektur
khas Tionghoa. Secara keseluruhan bangunan
vihara masih terlihat dalam kondisi baik karena
selalu dipelihara secara rutin oleh pengurus
vihara.

2. Rumah Toko (Ruko)


Di Pecinan Suryakencana, rumah toko berderet di sepanjang Jalan
Suryakencana. Setiap ruko memiliki muka rumah yang relatif sempit namun
bangunan memanjang ke bagian belakang dan berhimpitan satu dengan yang
lainnya. Di depan bangunan terdapat transisi 1 – 2 meter untuk memisahkan
ruko dengan jalan, transisi ini berupa trotoar. Namun, banyak orang yang
menggunakan trotoar untuk berjualan sehingga mengganggu aktifitas pejalan
kaki serta menghalangi muka ruko.
Hampir di setiap ruko memiliki baliho, banner, atau papan nama toko
tersebut dengan ukuran dan warna yang bervariasi. Ukuran baliho setiap ruko
berbeda-beda dan peletakannya menutupi fasad bangunan itu sendiri. Ruko
yang terdapat di kawasan ini secara fisik cukup banyak diantaranya yang tidak
mengalami perubahan, khususnya yang berada di sekitar Jalan Suryakencana,
namun ada juga yang sudah dimodifikasi agar terlihat lebih modern dan mudah
perawatannya. Pada Gambar 17 merupakan beberapa penampakan ruko yang
ada di Kawasan Pecinan Suryakencana.

Gambar 17 Ruko Jalan Suryakencana


26

3. Rumah Tinggal
Pada zaman dahulu, masyarakat di kawasan ini hidup terkotak-kotak
berdasarkan kelas sosial dan hal ini berpengaruh terhadap bentuk rumah tinggal.
Di bagian utara, yaitu bangunan berarsitektur Tionghoa umumnya ditinggali
oleh masyarakat bermata pencaharian sebagai pedagang, sedangkan pada
bagian selatan merupakan kelas elit/atas yang mayoritas berpendidikan serta
merupakan tuan-tuan tanah perkebunan. Perbedaan ini mengakibatkan adanya
perbedaan dari segi arsitektur bangunan, baik rumah tinggal maupun
vihara/klenteng. Pada Gambar 18 merupakan contoh rumah dengan arsitektur
Tionghoa dan Indis.

Gambar 18 Rumah Arsitektur Tionghoa dan Indis

Jalan
Terdapat beberapa Jalan di Kawasan Pecinan Suryakencana yang memiliki
peranan terhadap berkembangnya kawasan ini pada zamannya.
1. Jalan Suryakencana
Jalan Suryakencana adalah jalan utama pada Kawasan Pecinan
Suryakencana. Pada jalan ini masih terdapat ruko-ruko dengan arsitektur khas
khas Tionghoa yang berdempetan di sepanjang jalan. Sampai saat ini Jalan
Suryakencana ini merupakan jalan yang dilewati saat perayaan Cap Go Meh
setiap tahunnya. Awalnya, Jalan Suryakencana bernama Handelstraat atau
Jalan Perniagaan (handel= niaga, straat= jalan), nama ini sesuai dengan
fungsinya sebagai pusat perdagangan, terutama pada jaman kolonial.
Saat ini kondisi Jalan Suryakencana masih cukup baik. Di bagian depan
jalan masuk ke Jalan Suryakencana terdapat pasar, seringkali angkot yang
sembarangan menurunkan dan menaikkan penumpang di daerah ini
menyebabkan kemacetan. Di kanan-kiri jalan terdapat trotoar dengan ukuran ±
1.5 – 2 meter, namun sering digunakan untuk berjualan oleh pedagang kaki lima
sehingga walaupun sudah pernah diperbaiki oleh pemerintah kondisi trotoar
tidak terlalu optimal untuk digunakan oleh pejalan kaki. Berbeda dengan Jalan
Siliwangi, pada Jalan Suryakencana hampir tidak ditemukan ruang untuk
tanaman karena hampir seluruh lahan yang ada merupakan lahan terbangun.
Gambar 19 merupakan contoh lanskap Jalan Suryakencana.
27

Gambar 19 Lanskap Jalan Suryakencana

2. Jalan Roda
Dinamakan Jalan Roda karena dulu jalan ini merupakan jalur bagi kereta
kuda dan hingga saat ini tetap bernama Jalan Roda walaupun sudah tidak dilalui
lagi oleh kereta kuda. Jalan Roda merupakan jalan sekunder di kawasan
pecinan. Karena merupakan jalan sekunder, aktivitas di Jalan Roda tidak
seramai Jalan Suryakencana. Bangunan-bangunan yang ada di Jalan Roda
berarsitektur Tionghoa dan merupakan kawasan pemukiman warga Tinghoa
walaupun saat ini tidak hanya dihuni oleh warga Tionghoa saja. Pada Gambar
20 merupakan contoh lanskap Jalan Roda.

Gambar 20 Lanskap Jalan Roda

3. Jalan Siliwangi
Jalan Siliwangi merupakan salah satu jalan utama di Kawasan Pecinan
Suryakencana. Jalan Siliwangi juga merupakan wilayah untuk pemukiman
Tionghoa namun karena mereka lebih menggunakan gaya arsitektur Indis,
banyak orang yang tidak menyadari Jalan Siliwangi masih termasuk ke dalam
kawasan pecinan. Pengaruh arsitektur tersebut tidak terlepas dari hubungan
warga Tionghoa pada masa itu dengan pemerintahan Belanda. Mereka yang
berpendidikan dan dekat dengan pemerintah kolonial cenderung mengikuti
gaya hidup mereka. Terdapat salah satu peninggalan sejarah yang menjadi bukti
keberadaan warga Tionghoa di Jalan Siliwangi yang juga menjadi salah satu
landark dari kawasan pecinan, yaitu Vihara Dharmakaya. Pada Gambar 21
merupakan lanskap Jalan Siliwangi.
28

Gambar 21 Lanskap Jalan Siliwangi

Elemen Sejarah
Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Bogor pada tahun 2015, terdapat 69 elemen sejarah yang tersebar
di Kawasan Pecinan Suryakencana. Dari 69 elemen yang teridentifikasi, 30
diantaranya sudah ditetapkan sebagai BCB. Data dan persebaran elemen sejarah di
kawasan ini dapat dilihat pada Tabel 8 dan Gambar 22. Dari hasil identifikasi
tersebut diketahui bahwa sebagian besar berfungsi sebagai rumah tinggal dan ruko,
serta terdapat juga vihara atau klenteng sebagai sarana peribadatan warga Tionghoa.
Dilihat dari segi pengelolaan masih dikelola secara pribadi oleh pemilik dan ada
beberapa yang dikelola oleh yayasan pemilik bangunan. Karena pengelolaan masih
dipegang oleh pemilik dapat dilihat bahwa kondisi setiap elemen berbeda satu sama
lain, ada yang sangat terawat dan bahkan ada yang terlihat tidak terawat sama
sekali.
Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana
No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
1 Toko Sumber Jaya Jl. Pasar Toko Belum Pemilik
Bogor No. BCB
14

2 Toko Sinar Asia Jl. Pasar Toko Belum BCB Pemilik


Bogor No.
16
29

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
3 Warung Dede Jl. Pasar Bogor Warung Belum BCB Pemilik
No. 32

4 Toko Haji Abas Toys Jl. Pasar Bogor Toko Belum BCB Pemilik
No. 38

5 Toko Sinar Surya Jl. Pasar Bogor Toko Belum BCB Pemilik
No. 46

6 Hotel Pasar Baru Jl. Pasar Bogor Tidak BCB -


No. 86/88 digunakan

7 Rumah Kapiten Jl. Pasar Bogor Rumah BCB Pemilik


No. 90 tinggal

8 Toko Dirgahayu Jl. Klenteng Toko Belum BCB Pemilik


No. 9
30

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
9 Ruko Jl. Klenteng Toko Belum BCB Pemilik
No. 35/31

10 Vihara Dhanagun Jl. Sarana BCB Yayasan


Suryakencana Peribadatan Vihara
No. 1 Dhanagun

11 Rumah Tinggal Jl. Rumah BCB Pemilik


Suryakencana tinggal
No. 132

12 Rumah Tinggal Jl. Rumah BCB Pemilik


Suryakencana tinggal
No. 134/160

13 Royal Taylor Jl. Toko Belum BCB Pemilik


Suryakencana
No. 146

14 Ayam Goreng “Yeng” Jl. Rumah Belum BCB Pemilik


Suryakencana makan
No. 156 (restoran)
31

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
15 First Optical Jl. Toko Belum BCB Pemilik
Suryakencana
No. 158

16 Rumah Tinggal Jl. Rumah Belum BCB Pemilik


Suryakencana tinggal
No. 162

17 Rumah Tinggal Jl. Rumah BCB Pemilik


Suryakencana tinggal
No. 168

18 Veneta Ink Refill Jl. Toko Belum BCB Pemilk


Suryakencana
No. 172

19 Rumah Abu Keluarga Jl. Rumah abu BCB Pemilik


Thung Suryakencana (Iswan
No. 184 Wahyudi)

20 Rumah Tinggal Jl. Rumah Belum BCB Pemilik


Suryakencana tinggal
No. 186
32

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
21 Jl. Rumah Belum BCB Pemilik
Rumah Tinggal
Suryakencana tinggal
No. 190

22 Rumah Keluarga Thung Jl. Rumah BCB Pemilik


Suryakencana tinggal
No. 192

23 Jl. Rumah BCB Pemilik


Rumah Kapiten Tan Suryakencana tinggal
No. 210

24 Jl. Kosong Belum BCB -


Rumah Tinggal
Suryakencana
No. 221

25 Jl. Rumah Belum BCB Pemilik


Rumah Tinggal
Suryakencana
No. 231

26 Jl. Rumah Belum BCB Pemilik


Rumah Tinggal Suryakencana tinggal
No. 233
33

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
27 Jl. Suryakencana Studio foto Belum Pemilik
Louis & Louisa Digital
No. 235 BCB
Photography

28 Apotik Budiman Jl. Suryakencana Apotik Belum Pemilik


No. BCB

29 Jl. Suryakencana Rumah Belum Pemilik


Rumah
No. 308 BCB

30 Bank Mandiri Jl. Suryakencana Kantor BCB Pengelola


No. 310 cabang Kantor
Bank Cabang
Mandiri Bank

31 Vihara Mahabrahma Pulo Geulis Sarana BCB Pengurus


Peribadatan Vihara

32 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 28 Rumah BCB Pemilik


tinggal (Ny. Tjia
Kin Sin)
34

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
33 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 47 Rumah Belum Pemilik
tinggal BCB

34 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 59 Rumah BCB Pemilik


tinggal (Ny.
Sintawati)

35 Jl. Roda No. 65 Yayasan BCB Pemilik


Pulasara kematian

36 Jl. Roda No. 69 Rumah Belum Pemilik


Rumah Tinggal BCB

37 Jl. Roda No. 71 Rumah BCB Pemilik


Rumah Tinggal

38 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 73 Rumah Belum Pemilik


BCB
35

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
39 Jl. Roda No. 100 Rumah Belum Pemilik
Rumah Tinggal
BCB

40 Jl. Roda No. 102 Rumah Belum Pemilik


Rumah Tinggal
BCB

41 Warung Jl. Roda No. 122 Warung Belum Pemilik


BCB

42 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 123 Rumah Belum Pemilik


BCB

43 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 126 Rumah BCB Pemilik


44 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 130 Rumah BCB Pemilik

45 Rumah Tinggal Jl. Roda No.131 Rumah Belum Pemilik


BCB
36

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
46 Rumah Tinggal Jl. Roda No. 147 Rumah BCB Pemilik

47 Warung Jl. Roda No. 176 Rumah Belum Pemilik


BCB

48 Warung/ Rumah Jl. Roda No. 178 - Belum Pemilik


BCB

49 Warung Jl. Roda No. 182 Warung Belum Pemilik


BCB

50 Warung Jl. Roda No. 194 Rumah Belum Pemilik


BCB

51 Rumah Jl. Roda No. 198 Rumah Belum Pemilik


BCB
37

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
52 Jl. Roda No. Gardu Belum -
Gardu PLN BCB

53 Rumah Jl. Siliwangi No. Rumah Belum Pemilik


12 Tinggal BCB

54 Rumah Jl. Siliwangi No. Rumah Belum Pemilik


17 Tinggal BCB

55 Rumah Jl. Siliwangi No. Rumah Belum Pemilik


19 BCB

56 Vihara Dharmakaya Jl. Siliwangi No. Tempat BCB Pengelola


21 peribadatan Vihara

57 Rumah Jl. Siliwangi No. BCB Pemilik


27
38

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
58 Rumah Jl. Siliwangi No. Rumah Belum Pemilik
29 BCB

59 Jl. Siliwangi No. Rumah BCB Pemilik


Rumah
37
60 Rumah Jl. Siliwangi No. Rumah BCB Pemilik
39

61 Rumah Jl. Siliwangi No. Rumah BCB Pemilik


41

62 Rumah Jl. Siliwangi No. Rumah BCB Pemilik


43 tinggal

63 Jl. Siliwangi No. - BCB Pemilik


46

64 Jl. Siliwangi No. Rumah BCB Pemilik


Rumah 48 tinggal (Ibu Erni
Mulyadi)
39

Tabel 8 Elemen sejarah di Kawasan Pecinan Suryakencana (lanjutan)


No Bangunan Lokasi Fungsi Status Pengelola
65 Asrama IPB Jl. Siliwangi - BCB IPB
66 Jl. Siliwangi No. Perum BCB Pemerintah
Perum Perhutani
49 Perhutani

67 Jl. Siliwangi No. Sekolah BCB Yayasan


Sekolah Mardi Yuana 50 Mardi
Yuana

68 Jl. Siliwangi No. Gereja BCB Yayasan


Gereja Kristus 57 Gereja
Kristus

69 Jl. Siliwangi No. Kosong Belum -


Rumah 60 BCB

Sumber: Data Rekapitulasi (Disbudpar) dan hasil survey


40
41

Identifikasi Aspek Non Fisik Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana

Kegiatan Perekonomian
Sebagai kawasan perniagaan, di kawasan ini terdapat berbagai jenis
aktivitas perekonomian, baik barang maupun jasa. Ruko-ruko yang terdapat di
sepanjang Jalan Suryakencana dan juga terdapat Pasar Bogor dan Plaza Bogor di
bagian depan kawasan yang menjadikan kawasan ini daya tarik bagi warga
pendatang untuk berdagang. Di Pasar Bogor dan Plaza Bogor dapat ditemukan
kebutuhan sehari-hari seperti sembako, sayur-sayuran, daging, dan lain-lain. Ruko-
ruko yang berderet di sepanjang Jalan Suryakencana menjual berbagai barang
maupun jasa, mulai dari swalayan, toko mas, toko baju, stationary, apotik, dan salah
satu yang terkenal dari Pecinan Suryakencana adalah kulinernya.
Berbagai rumah makan dan gerobak menawarkan jajanan pasar, makanan
ringan, makanan khas Bogor, hingga makanan khas Tionghoa. Karena hal ini lah
Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan salah satu lokasi kuliner favorit pecinta
kuliner khususnya pada hari libur dan weekend. Pada akhir pekan atau hari libur
banyak warga dari sekitar Jabodetabek yang datang untuk menikmati kuliner di sini,
baik makanan khas Tionghoa, seperti ngohiang, maupun makanan khas Bogor,
seperti soto, asinan, dan lumpia, selain itu ada juga jajanan seperti combro dan
pisang goreng yang terkenal dari daerah ini. Pada Gambar 23 merupakan contoh
kegiatan perekonomian di Kawasan Pecinan Suryakecana.

Gambar 23 Kegiatan perekonomian di kawasan pecinan

Kegiatan Kebudayaan dan Tradisi


Kegiatan kebudayaan dan tradisi yang terdapat di kawasan pecinan
umumnya terkait dengan budaya masyarakat Tionghoa, yang merupakan
masyarakat mayoritas di kawasan ini. Walaupun merupakan budaya etnis
Tionghoa, seringkali warga sekitar turut ikut serta dalam euphoria acara-acara yang
diadakan.
1. Tahun Baru Imlek
Tahun baru Imlek (Sincia) merupakan perayaan penting masyarakat
Tionghoa. Tahun baru Imlek jatuh pada tanggal satu bulan pertama menurut
perhitungan kalender lunar, sehingga pada kalender masehi tanggal akan selalu
berubah. Perayaan ini merupakan perayaan yang dilakukan di dalam keluarga,
sehingga semua anggota keluarga berkumpul di salah satu rumah umumnya
adalah rumah anggota tertua, untuk merayakannya bersama-sama. Di
vihara/klenteng sendiri juga melakukan serangkaian acara dalam menyambut
42

tahun baru Imlek, salah satunya adalah penyalaan lilin. Lilin merupakan simbol
penerangan menuju awal baru atau dengan kata lain memiliki makna supaya
tahun baru lebih terang atau lebih bagus dibandingkan tahun yang lama. Lilin
yang dipasang harus sepasang karena melambangkan Yin dan Yang atau
lambang keseimbangan dalam kehidupan. Penyalaan lilin yang dilakukan di
kelenteng atau vihara biasanya menggunakan lilin dengan ukuran yang besar,
bahkan ada yang mencapai 2 meter. Besar kecilnya lilin tidak dipersoalkan,
yang penting dilandasi dengan keikhlasan. Penyalaan lilin ini biasanya
dilakukan selama dua minggu dan terus dijaga agar terus menyala. Pada
Gambar 24 merupakan penyalaan lilin yang dilakukan di Vihara Dhanagun.

Gambar 24 Penyalaan lilin saat Imlek di Vihara Dhanagun

2. Cap Go Meh
Cap Go Meh adalah hari ke-15 setelah Imlek di Tahun Baru Cina. Cap Go
Meh merupakan puncak dari segala kemeriahan dan penutupan dari seluruh
rangkaian perayaan tahun baru Imlek. Nama resmi dari perayaan ini adalah
Goan Siau atau Malam (Purnama) Pertama.
Perayaan Cap Go Meh di Kota Bogor sudah berlangsung sejak etnis
Tionghoa membangun klenteng. Pada awalnya, pemerintah Belanda merangkul
tokoh-tokoh Tionghoa pesisir untuk membangun dan mendukung
perekonomian. Karena kawasan ini secara kontur tanah paling stabil dan rata,
Belanda merencanakan kawasan ini untuk pembangunan jalan dan sebagai
poros ekonomi, lalu para tokoh Tionghoa tersebut ditempatkan Belanda di sini.
Orang Tionghoa adalah seorang yang religius, sehingga saat menetap di tempat
yang baru hal pertama yang mereka lakukan adalah worship, yaitu bersyukur
dan berdoa, dan membangun altar pada dewa bumi. Setelah itu dibentuklah
suatu kongsi atau ikatan kekerabatan yang diorganisasikan, untuk
mengumpulkan dana sehingga dibangun Klenteng Hok Tek Bio. Jika altar
tersebut kemudian bisa terbangun menjadi sebuah klenteng, hal ini menandakan
jika tatanan masyarakat di sekitarnya sudah mapan. Karena, untuk membangun
sebuah klenteng pada masanya harus menggunakan tenaga ahli dan bahan-
bahan dengan kualitas terbaik. Saat klenteng yang megah sudah jadi, akhirnya
mereka membawa pemuka-pemuka Buddhist dari Tiongkok untuk memberi
wejangan spiritual dan lainnya. Seiring berjalannya waktu kemudian mulai
masuklah tradisi-tradisi Tionghoa, salah satunya Cap Go Meh. Menurut Bapak
Mardi Lim, ada catatan yang mengatakan bahwa Cap Go Meh sudah diadakan
sejak tahun 1800an dan merupakan pesta Tionghoa terbesar di Kota Bogor.
43

Seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya perayaan ini berkembang


menjadi sarana pemersatu Kota Bogor. Awalnya, Cap Go Meh juga sebagai
penolak bala, dewa-dewi melakukan inspeksi ke pemukiman umatnya untuk
memberi aura positif. Pada tahun 2003, perayaan Cap Go Meh mulai turun ke
jalan dan kiblat bergeser dari yang awalnya Tionghoa sentris (hanya orang-
orang Tionghoa yang ikut pawai) berubah dengan turut sertanya tradisi dan
budaya etnis lain, seperti Sunda, dalam perayaan ini.
Karena sudah berkembang dan melibatkan berbagai kebudayaan dan tradisi
yang ada di Kota Bogor serta dianggap sebagai salah satu kegiatan sebagai
pemersatu masyarakat, pemerintah menjadikannya sebagai Bogor Street
Festival atau Pesta Rakyat Kota Bogor. Warga Kota Bogor cukup antusias
dalam menyambut perayaan ini dan setiap tahun panitia mengangkat tema yang
berbeda. Memasuki tahun ke-15, perayaan di tahun ini bertemakan “Budaya
Pemersatu Bangsa”. Acara ini turut dihadiri oleh Presiden Joko Widodo, Mentri
Pendidikan dan Kebudayaan Anis Baswedan, dan Gubernur Jawa Barat Ahmad
Heryawan.
Pada perayaan tahun ini, terdapat berbagai kesenian dan kebudayaan yang
disajikan. Kebudayaan Tionghoa yang ditampilkan adalah arak-arakan joli,
liong, dan barongsai. Barongsai dan liong merupakan penampilan yang
dinantikan oleh masyarakat. Setiap vihara maupun klenteng yang ada di Bogor
turut berpartisipasi. Selain kesenian Tionghoa, ada juga kesenian daerah seperti
ogoh-ogoh dari Bali dan sisingaan dari Subang, serta pawai sepeda ontel, mobil
pawai, pertunjukan musik dan kegiatan lainnya. Pada Gambar 25 merupakan
contoh atraksi yang ditampilkan pada perayaan Cap Go Meh 2015.

Gambar 25 Beberapa atraksi pada Cap Go Meh 2015


44

Pada awalnya rute Cap Gomeh adalah keluar dari Klenteng Hok Tek Bio
kemudian masuk ke kawasan utama perniagaan suryakencana, masuk ke Jalan
Roda, Lawang Seketeng, dan terakhir kembali ke klenteng melalui Jalan Pedati.
Pada tahun 2003 jalur diperpanjang sampai ke Jalan Batutulis, yaitu ke Vihara
Buddhasena, yang merupakan salah satu kantong komunitas Tionghoa setelah
klenteng dan kebudayaan Tionghoa dilarang pada masa orde baru, jadi vihara
ini memegang peran penting sebagai savior atau penyelamat etnis Tinghoa.
Perpanjangan jalur ini juga untuk menghormati salah satu vihara tertua yaitu
Vihara Mahabrahma. Seiring dengan dijadikannya sebagai festival kota, jalur
Cap Go Meh sering mengalami modifikasi, namun untuk jalur ritual itu sendiri
tetap mempertahankan seperti sebelum-sebelumnya dan tidak mengikuti jalur
festival kota, yang seperti pada tahun 2015 sampai ke Jalan Pajajaran. Karena
untuk jalur ritual harus didoakan terlebih dahulu dan sesuai dengan keinginan
dewa. Pada Gambar 23 merupakan peta rute perayaan Cap Go Meh sekaligus
Pesta Rakyat Kota Bogor 2015. Jalur berwarna biru merupakan jalur untuk
festival dan jalur berwarna merah merupakan kalur tradisi Cap Go Meh.

Gambar 26 Peta rute Pesta Rakyat Kota Bogor 2015


Sumber: Official Pesta Rakyat Bogor

3. Cheng Beng
Cheng Beng yang juga dikenal dengan Hari Penghormatan leluhur biasanya
jatuh pada tanggal 4 atau 5 April menurut kalender Masehi. Kegiatan yang
dilakukan biasanya dengan membersihkan kuburan leluhur, sembahyang untuk
memberikan penghormatan. Sampai saat ini Cheng Beng masih dilakukan oleh
warga Tionghoa di Kawasan Pecinan Suryakencana dengan upacara
penghormatan dilakukan di krematorium atau di rumah anggota keluarganya.
45

4. Peh Cun
Peh Cun merupakan dialek Hokkian untuk kata pachuan yang artinya
mendayung perahu dan dilakukan setiap tanggal 5 bulan 5 berdasarkan
penanggalan Imlek. Dulu, warga Tionghoa di Bogor untuk merayakan festival
ini adalah dengan melakukan adu perahu naga di Katulampa namun kegiatan
ini sudah tidak lagi dilakukan. Saat ini festival Peh Cun diperingati cukup
dengan sembahyang ke vihara atau klenteng dan makan bakcang bersama
keluarga.
5. Bulan Purnama
Perayaan ini dilakukan setiap tanggal 15 bulan kedelapan berdasarkan
penaggalan Tionghoa. Perayaan ini dilakukan dengan upacara bulan purnama
yang disebut Zhong Qiu Jie dan menggunakan kue bulan sebagai persembahan
upacara. Walaupun sudah jarang dilakukan, tradisi ini masih dilakukan oleh
sebagian masyarakat dengan sembahyang ke klenteng atau vihara.
6. Ciamsi
Ciamsi merupakan tradisi peramalan yang berakar pada Taoisme. Ciamsi
dilakukan setelah selesai berdoa pada seluruh dewa-dewi di klenteng. Cara
melakukannya adalah dengan mengocok tabung bambu yang di dalamnya
terdapat nomor ramalan yang tertera pada bilah kecil bambu. Nomor tersebut
akan ditukarkan dengan kertas yang berisi jawaban berupa kata-kata atau syair
dan dianggap sebagai jawaban dari dewa atau dewi atas doa dari dewa atau dewi
atas doa yang dipanjatkan. Kegiatan ini masih dilakukan di Klenteng Hok Tek
Bio.

Komunitas Masyarakat
Kawasan Pecinan Suryakencana memiliki berbagai komunitas di dalamnya.
Komunitas-komunitas tersebut terbentuk karena ketertarikan dan kesamaan antar
anggotanya dalam hal-hal tertentu. Misalnya saja komunitas alumni sekolah. Pada
waktu itu, terdapat dua sekolah Tionghoa yang terkenal, yaitu sekolah Tionghoa
Huakung dan sekolah Tionghoa Chen Chung. Walaupun keduanya merupakan
sekolah Tionghoa, namun kiblatnya berbeda. Sekolah Tionghoa Huakung berkiblat
ke Tiongkok sedangkan sekolah Tionghoa Chen Chung berkiblat ke Taiwan. Selain
komunitas alumni sekolah, terdapat juga komunitas marga. Komunitas ini dibentuk
sekitar tiga tahun terakhir. Melihat komunitas alumni sekolah Huakung dan Chen
Chung berdiri, komunitas marga seakan tidak mau kalah untuk membentuk
komunitas juga. Komunitas marga terbagi sesuai dengan marganya masing-masing.
Pada umumnya, baik komunitas alumni sekolah maupun komunitas marga
beranggotakan orang-orang sepuh atau orang tua.
Bagi anak-anak muda yang umumnya lebih kreatif dan kritis belum
terwadahi secara optimal, namun mereka umumnya bergabung dengan komunitas-
komunitas keagamaan, baik komunitas klenteng, komunitas vihara, atau komunitas
gereja. Komunitas keagamaan sering mengadakan berbagai kegiatan, namun
kegiatan tersebut masih sebatas religius sentris dan belum terlihat dampak secara
langsung pada lingkungan.
46

Ada sebuah komunitas yang cukup terlibat aktif dan peduli terhadap budaya,
seni, preservasi, dan revitalisasi kawasan yang menamakan dirinya SEPAKAT
(Sekretariat Pagoejoeban Kampoeng Tengah). SEPAKAT merupakan kumpulan
dari beberapa orang yang peduli terhadapat keberlanjutan Kawasan Pecinan
Suryakencana atau mereka sebut dengan kampoeng Tionghoa. Salah satu
penggagas berdirinya komunitas ini adalah Bapak Mardi Lim, yang merupakan
salah satu tokoh masyarakat di kawasan ini. Hingga saat ini mungkin belum banyak
kegiatan yang secara langsung dilakukan komunitas ini, namun SEPAKAT sudah
menjadi salah satu partner pemerintah Kota Bogor dan menjadi jembatan atau
media komunikasi antara pemerintah dan masyarakat di kawasan ini. SEPAKAT
juga bersedia untuk mengawal tindakan yang dilakukan pemerintah agar hasilnya
tidak melenceng dari yang seharusnya.

Hasil Kuesioner Penilaian Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana


Berdasarkan hasil pengamatan, dilakukan pembagian zona pada Kawasan
Pecinan Suryakencana berdasarkan fungsinya dan terbagi menjadi empat zona,
yaitu zona vihara dan sekitarnya (zona 1), zona komersisal dan pemukiman non elit
I (zona 2), zona komersial dan pemukiman non elit non elit II (zona 3), dan zona
pemukiman elit dan peralihannya (zona 4).
Pada setiap zona dilakukan penilaian yang dilakukan oleh 15 orang
responden, yang terdiri dari pegawai BAPPEDA, Disbudpar, dan P$W Kota Bogor,
serta orang-orang yang tergabung di dalam komunitas, seperti Kampoeng Bogor,
dan beberapa masyarakat yang sudah lama tinggal di kawasan ini. dengan
menggunakan kriteria penilaian menurut Harris dan Dines (1988). Penilaian ini
dilakukan untuk mengetahui nilai signifikansi pada lanskap Kawasan Pecinan
Suryakencana, seperti yang terdapat pada Tabel 9, yang terdiri atas aspek keaslian
dan keunikan. Kriteria yang digunakan pada aspek keaslian antara lain penggunaan
lahan, elemen/objek sejarah, aksesibilitas dan pola sirkulasi. Kriteria yang
digunakan pada aspek keunikan antara lain asosiasi kesejarahan, integritas lanskap,
dan kualitas estetik.

Tabel 9 Hasil kuesioner penilaian lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana


Kriteria
Zona Keaslian Keunikan Total Kategori
A b c d e f
Zona 1 37 33 36 45 37 37 225 Tinggi
Zona 2 28 28 31 41 33 31 192 Tinggi
Zona 3 28 24 27 30 25 27 161 Rendah
Zona 4 21 23 36 33 28 35 176 Sedang
Keterangan: Skor 160 – 172 = Signifiksnsi rendah; Skor 173 – 183 = Signifikansi sedang;
Skor 184 – 225 = Signifikansi tinggi
a = Penggunaan Lahan, b = Elemen/Objek Sejarah, c = Aksesibilitas dan Pola
Sirkulasi, d = Asosiasi Kesejarahan, e = Integritas Lanskap, f = Kualitas
Estetik
47
48

Analisis Nilai Signifikansi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor

Berdasarkan pengamatan, berikut adalah hasil analisis nilai signifikansi


setiap zona pada lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana.
1. Zona 1
Berdasarkan hasil kuesioner nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan
Suryakencana Bogor, zona 1 termasuk dalam kategori nilai signifikansi tinggi.
Hasil pengamatan lapang terhadap zona 1 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil pengamatan zona 1


Kriteria Skor Alasan
Keaslian
Penggunaan Lahan Penggunaan lahan tetap sebagai tempat beribadah,
namun untuk sekitar vihara/klenteng mengalami
beberapa perubahan. Di sekitar Vihara Dhanagun
2 menjadi kawasan perdagangan dan tepat di sebelahnya
terdapat Plaza Bogor yang dulunya merupakan lahan
milik vihara. Di sekitar Vihara Mahabrahma menjadi
pemukiman padat penduduk
Elemen/Objek Vihara/klenteng tersebut merupakan peninggalan
Sejarah sejarah khas Tionghoa yang sampai saat ini masih
3
terjaga, dan di sekitar klenteng terdapat beberapa
elemen/objek sejarah
Aksesibilitas dan Aksesibilitas menuju zona ini relatif mudah, kecuali
Pola Sirkulasi untuk Vihara Mahabrahma. Vihara Dhanagun dan
Vihara Mahabrahma terletak di pinggir jalan utama,
3 sedangkan Vihara Mahabrahma terletak di tengah-
tengah pemukiman padat penduduk dan akses menuju ke
sana cukup sulit karena harus melewati jalan-jalan kecil.
Pola sirkulasi cenderung tidak berubah
Keunikan
Asosiasi Zona 1 memiliki asosiasi kesejarahan tinggi karena
Kesejarahan adanya vihara/klenteng yang merupakan bukti kuat akan
3 keberadaan etnis Tionghoa di kawasan ini,
Vihara/klenteng merupakan pusat kebuadayaan
Tionghoa di masanya
Integritas Lanskap Zona 1 membentuk integritas lanskap dengan karakter
2
lemah
Kualitas Estetik Zona 1 sangat mewakili ciri khas Tionghoa karena
keindahan arsitektur Tionghoa yang ditonjolkan pada
bangunan vihara. Setiap vihara dan klenteng memiliki
nilai arsitektur yang unik. Vihara Dhanagun dengan
2 arsitektur khas Tiongkok Selatan, Vihara Dharmakaya
dengan arsitektur Indis, Vihara Mahabrahma dengan
arsitektur yang sudah berakulturasi dengan
lingkungannya. Lingkungan sekitar vihara mengurangi
nilai estetika karena pedagang yang tidak teratur.
Total 15 Kategori Tinggi
Keterangan: Skor 11 – 12 = Signifikansi rendah; Skor 13 = Signifikansi sedang; Skor 14 –
15 = Signifikansi tinggi
49

Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa zona 1 termasuk ke dalam


kategori nilai signifikansi tinggi, hasil ini sama dengan penilaian kuesioner.
Keduanya memiliki nilai tinggi dalam hal asosiasi kesejarahan.

2. Zona 2
Berdasarkan hasil kuesioner nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan
Suryakencana Bogor, zona 2 termasuk dalam kategori nilai signifikansi tinggi.
Hasil pengamatan lapang terhadap zona 2 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Hasil pengamatan zona 2


Kriteria Skor Alasan
Keaslian
Penggunaan Lahan Penggunaan mayoritas untuk perdagangan dan
2
pemukiman warga.
Elemen/Objek Elemen lanskap yang memiliki arsitektur khas
Sejarah Tionghoa masih masih cukup banyak, walaupun tidak
2
sedikit yang sudah beralih fungsi dan dalam kondisi
tidak terawat. Sebagian besar berupa ruko.
Aksesibilitas dan Pola sirkulasi di zona ini tidak banyak berubah, Jalan
Pola Sirkulasi 2 Suryakencana sebagai jalan utama dengan beberapa
jalan sekunder di sekitarnya.
Keunikan
Asosiasi Merupakan bagian dari Jalan Pos (Post Weg) dan
Kesejarahan merupakan wilayah utama aktivitas warga Tionghoa di
3
masa lalu khususnya dalam hal perdagangan dan juga
sebagai tempat tinggal masyarakat Tionghoa.
Integritas Lanskap Integritas pada zona 2 termasuk baik dan saling
2 terhubung sehingga membentuk kesatuan lanskap
pecinan.
Kualitas Estetik Zona 2 memiliki kualitas estetik yang cukup baik,
bangunan dengan gaya arsitektur Tionghoa masa lalu
dan ruko yang berada di sepanjang jalan di zona ini
2
dianggap mencirikan karakter pecinan, namun
keberadaan pedagang yang tidak teratur mengurangi
nilai estetika.
Total 13 Kategori Sedang
Keterangan: Skor 11 – 12 = Signifikansi rendah; Skor 13 = Signifikansi sedang; Skor 14 –
15 = Signifikansi tinggi

Berbeda dengan penilaian kuesioner, hasil pengamatan lapang menunjukkan


bahwa zona 2 termasuk ke dalam kategori nilai signifikansi sedang. Keduanya
memiliki nilai tinggi dalam hal asosiasi kesejarahan. Namun, jika dilakukan
beberapa pembenahan dan perbaikan nilai signifikansi zona 2 dapat masuk nilai
signifikansi tinggi.

3. Zona 3
Berdasarkan hasil kuesioner nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan
Suryakencana Bogor, zona 3 termasuk dalam kategori nilai signifikansi rendah.
Hasil pengamatan lapang terhadap zona 3 dapat dilihat pada Tabel 12.
50

Tabel 12 Hasil pengamatan zona 3


Kriteria Skor Alasan
Keaslian
Penggunaan Lahan Penggunaan lahan tetap sebagai pemukiman walaupun
2 telah mengalami perluasan dan awalnya sebagian besar
adalah lahan kosong
Elemen/Objek Elemen/objek sejarah sebenarnya cukup banyak,
Sejarah namun banyak diantaranya yang dalam keadaan tidak
terawat, khususnya yang lokasinya dekat dengan pasar.
2 Sebagian besar elemen/objek sejarah merupakan rumah
tinggal, ada juga rumah kematian Pulasara yang masih
berfungsi hingga saat ini dan Hotel Pasar Baru yang
kini terbengkalai
Aksesibilitas dan Pola sirkulasi mengalami sedikit perubahan dibanding
2
Pola Sirkulasi 50 tahun lalu karena adanya perluasan pemukiman
Keunikan
Asosiasi Asosiasi kesejarahan pada zona ini cukup baik, yaitu
Kesejarahan 2 sebagai lokasi pemukiman, perdagangan di bagian
depan, dan sebagai jalur khusus kereta kuda
Integritas Lanskap Integrasi di zona 3 cukup baik, khususnya yang berada
2 di sekitar Hotel Pasar Baru, karena merupakan zona
perdagangan lama
Kualitas Estetik Zona 2 memiliki kualitas estetik yang cukup baik
2 dengan kekhasan arsitektur Tionghoa pada
bangunannya
Total 12 Kategori Rendah
Keterangan: Skor 11 – 12 = Signifikansi rendah; Skor 13 = Signifikansi sedang; Skor 14 –
15 = Signifikansi tinggi

Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa zona 3 termasuk ke dalam


kategori nilai signifikansi rendah, hasil ini sama dengan penilaian kuesioner.
Namun, jika dilakukan beberapa pembenahan dan perbaikan nilai signifikansi zona
3 dapat masuk nilai signifikansi sedang.

4. Zona 4
Berdasarkan hasil kuesioner nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan
Suryakencana Bogor, zona 4 termasuk dalam kategori nilai signifikansi rendah.
Hasil pengamatan lapang terhadap zona 3 dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Hasil pengamatan zona 4


Kriteria Skor Alasan
Keaslian
Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan mengalami perubahan lebih
1 dari 50%, dengan fungsi semula sebagai pemukiman
yang kini bergeser menjadi area komersial
Elemen/Objek Masih terdapat elemen/objek sejarah di kawasan ini,
Sejarah 2 dengan beragam fungsi seperti tempat tinggal, tempat
ibadah, dan komersial
Aksesibilitas dan Jalur sirkulasi mengalami sedikit perubahan dan Jalan
2
Pola Sirkulasi Siliwangi masih merupakan jalan utama di zona ini
51

Tabel 13 Hasil pengamatan zona 4 (lanjutan)


Kriteria Skor Alasan
Keunikan
Asosiasi Asosiasi kesejarahan di zona ini cukup baik, yaitu
2
Kesejarahan sebagai lokasi pemukiman elit Tionghoa
Integritas Lanskap 2 Integritas lanskap pada zona 4 cukup baik
Kualitas Estetik Zona 4 memiliki kualitas estetik yang baik. Bangunan
berarsitektur Indis yang tersisa hampir seluruhnya
dalam keadaan baik dan terawat, namun banyak
2
masyarakat yang tidak mengetahui zona 4 merupakan
kawasan pecinan karena perbedaan arsitektur ini dan
kurangnya elemen yang mewakili kekhasan Tionghoa.
Total 11 Kategori Rendah
Keterangan: Skor 11 – 12 = Signifikansi rendah; Skor 13 = Signifikansi sedang; Skor 14 –
15 = Signifikansi tinggi

Hasil analisis berdasarkan pengamatan lapang menunjukkan bahwa zona 4


termasuk ke dalam kategori nilai signifikansi rendah, hasil ini berbeda dengan
penilaian kuesioner di mana zona 3 termasuk ke dalam kategori nilai signifikansi
sedang. Pada hasil kuesioner kualitas estetik di zona 4 memperoleh nilai yang cukup
tinggi, hal ini dapat disebabkan karena pada zona ini terdapat jalur hijau sehingga
terkesan lebih teduh, selain itu zona ini tampak lebih teratur disbanding zona
lainnya.

Berdasarkan hasil analisis, zona 1 memiliki nilai signifikansi tinggi, sama


seperti hasil penilaian kuesioner. Zona 2 memiliki nilai signifikansi sedang, hasil
ini berubah dari hasil kuesioner di mana yang semula memiliki nilai signifikansi
tinggi. Zona 3 memiliki nilai signifikansi rendah, sama seperti hasil penilaian
kuesioner. Zona 4 memiliki nilai signifikansi rendah, hasil ini berubah dari hasil
kuesioner yang semula memiliki nilai signifikansi sedang. Perubahan kategori nilai
dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah responden tidak
mengetahui secara pasti kondisi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana. Jadi,
berdasarkan hasil analisis terdapat 1 zona dengan nilai signifikansi tinggi, 1 zona
dengan nilai signifikansi sedang, dan 2 zona dengan nilai signifikansi rendah,
seperti yang terdapat pada Gambar 28.
52
53

Persepsi Masyarakat terhadap Kawasan Pecinan Suryakencana


Telah dilakukan wawancara mengenai persepsi masyarakat terhadap
Kawasan Pecinan Suryakencana yang dilakukan terhadap 30 responden masyarakat
yang tinggal di kawasan. Dilihat dari jenis kelamin responden, sebanyak 60%
merupakan perempuan dan 40% merupakan laki-laki, dengan rentang usia
responden 36.7% berusia antara 18 – 20 tahun, 30% berusia antara 21 – 30 tahun,
16,7% berusia antara 31 – 40 tahun, 6,67% berusia antara 41 – 50 tahun, 3,33 %
berusia antara 51 – 60 tahun, dan 3.33% berusia di atas 60 tahun. Dari hasil
kuesioner diperoleh bahwa responden terbagi atas 60% etnis Tionghoa, 26.7% etnis
Sunda, dan 13.33% etnis Jawa.
Mengenai Kota Pusaka, melalui kuesioner diketahui bahwa 50% responden
mengetahui tentang program ini, 80% dintaranya mengetahui bahwa Kota Bogor
merupakan salah satu kota yang tergabung dalam program Kota Pusaka. Kemudian,
75 % diantaranya mengetahui bahwa Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor
merupakan salah satu dari 6 kawasan pusaka di Kota Bogor, informasi ini diperoleh
baik dari media maupun dari teman atau kerabat.
Mengenai sejarah Kawasan Pecinan Suryakencana, sebanyak 83,3%
mengetahui sejarah kawasan. Informasi tersebut didapatkan responden dari orang
tua/keluarga (56%), teman/kerabat (8%), dan media (36%). Dari hasil kuesioner
diperoleh bahwa 90% responden mengetahui fungsi kawasan ini di masa lalu, yaitu
81,4% sebagai pemukiman Tionghoa dan 18,5% sebagai kawasan perdagangan.
Pada Tabel 14 merupakan penilaian masyarakat terhadap citra kawasan ini.

Tabel 14 Tanggapan masyarakat terhadap citra Kawasan Pecinan Suryakencana


Frekuensi Presentase (%)
No Citra Kawasan
a b a b
1 Indah/ Tidak indah 17 13 57 43
2 Unik/Tidak unik 25 5 83 17
3 Teduh/Tidak teduh 4 26 13 87
4 Teratur/Semrawut 5 25 17 83
Memiliki konsep tata kota
5 24 6 80 20
yang baik/Tidak
Direncanakan dengan
6 16 14 53 47
baik/Tidak
Memperhatikan
7 18 12 60 40
kepentingan warga/Tidak
8 Aman/Tidak aman 23 7 77 23
Membanggakan/Tidak
9 25 5 83 17
membanggakan
Bernilai sejarah/Tidak
10 23 7 77 23
bernilai sejarah
Bernilai penting/Tidak
11 25 5 83 17
penting

Selama tinggal di kawasan ini, sebanyak 83% responden beranggapan jika


kawasan ini mengalami perubahan dan sebanyak 88% responden mengatakan jika
perubahan yang terjadi menjadikan kawasan ini semakin tidak nyaman. Dari
perubahan yang terjadi, perubahan yang paling dirasakan adalah semakin
54

bertambahnya jumlah bangunan (52%), bangunan kuno yang semakin berkurang


(40%), bertambahnya sarana transportasi (12%), dan perubahan fasilitas (8%).
Pada Kawasan Pecinan Suryakencana terdapat beragam bangunan kuno
yang memiliki nilai sejarah. Salah satunya merupakan vihara/klenteng yang
berfungsi sebagai sarana peribadatan, diantaranya Vihara Dhanagun, Vihara
Mahabrahma, dan Vihara Dharmakaya Pada Gambar 29 merupakan pendapat
masyarakat mengenai bangunan bersejarah yang dianggap sebagai landmark
kawasan Pecinan Suryakencana.

6.7
6.7
Vihara

Bekas Hotel Pasar Baru

Rumah Kematian Pulasara

Lainnya
93.3

Gambar 29 Landmark kawasan berdasarkan tanggapan masyarakat

Kebijakan dan program yang sudah dan/atau akan dilakukan


Sejak menjadi salah satu kota yang mengikuti program Kota Pusaka, Kota
Bogor sudah melakukan dan menerapkan beberapa kebijakan dan program yang
diperlukan untuk mendukung setiap kawaan heritage di Kota Bogor. Kebijakan dan
program ini dilakukan baik oleh pemerintah maupun inisiatif dari komunitas yang
ada di Kota Bogor, khususnya kawasan Pecinan Suryakencana. Di awal tahun 2011,
Pemerintah Kota Bogor bersama dinas PU sudah melakukan inventarisasi aset
pusaka yang ada di Kota Bogor yang kemudian dituangkan ke dalam buku berjudul
“Buku Inventarisasi Aset Pusaka Kota Bogor”. Di buku ini terdapat sejarah dari
setiap kawasan pusaka yang ada di Kota Bogor dan benda dan bangunan yang
dianggap bersejarah, yang beberapa di antaranya sudah ditetapkan sebagai BCB. Di
awal tahun 2015 kembali dilakukan inventarisasi oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Bogor karena masih banyak bangunan maupun benda berejarah
yang belum teridentifikasi, dan kemudian akan diregistrasikan sebagai BCB Kota
Bogor. Pemkot Bogor juga menyusun RTBL, namun RTBL ini hanya mencakup
sebagian kawasan dari pecinan. RTBL ini cukup menjadi kontroversi, diantaranya
bagi para sejarahwan, budayawan, dan orang-orang komunitas. Karena seharusnya
RBL dibuat mencakup seluruh kawasan Pecinan Suryakencana, selain itu
peruntukan ruang yang ada pada RTBL dianggap kurang sesuai dan tidak
mendukung aspek kesejarahan dan budaya yag ada.
Pemkot Bogor juga terlah menyusun master plan Kawasan Pecinan
Suryakencana, di dalamnya juga terdapat rencana mengenai pembuatan gerbang.
55

yang saat ini sedang dalam tahap awal pembuatannya, seperti yang terdapat pada
Gambar 30. Gerbang ini diberi nama “Gerbang Rejeki dan Kebajikan Kampung
Tengah – Buitenzorg Dayeuh Bogor”. Dalam proses perancangan dan perencanaan
gerbang, melibatkan konsultan yang ditunjuk langsung oleh Kementrian Pekerjaan
Umum dan bekerja sama dengan komunitas atau tokoh masyarakat agar seusai
dengan karakter Kawasan Pecinan Suryakencana. Gerbang ini terletak di jalan
masuk menuju kawasan ini, akan lebih baik jika nantinya dibuat juga gerbang
diujung kawasan ini sebagai penanda batas kawasan. Selain itu ada rencana
mengenai perubahan jalur bagi kendaraan yang berada di sekitar kebun raya, hal ini
juga akan berpengaruh terhadap kawasan ini. Pemerintah juga masih mencari solusi
untuk mengatasi masalah kemacetan di Jalan Suryakencana, ada beberapa hal yang
pernah dicetuskan, seperti pelarangan kendaraan untuk masuk, seperti pada
beberapa pecinan, namun hal ini kurang cocok diterapkan pada Pecinan
Suryakencana, karena terdapat fasilitas pendidikan, gereja, perkantoran, dan pasar
yang membutuhkan mobilisasi kendaraan, mungkin alternatif lain adapat dilakukan
dengan memanfaatkan jalan-jalan sekunder di kawasan, namun terlebih dulu
diperbaiki infrastrukturnya.

Gambar 30 Proses pembuatan gerbang di Kawasan Pecinan Suryakencana

Aspek Legal dan Pengelolaan


Keputusan Presiden (Keppres) 6/2000 tentang penyelenggaraan kegiatan
keagamaan, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa tanpa memerlukan izin khusus
yang diterbitkan oleh Presiden Abdurahman Wahid dan Keppres 19/2002 yang
menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional yang diterbitkan oleh
Presiden Megawati membuat aktivitas sosial budaya masyarakat Tionghoa di
Kawasan Pecinan Suryakencana mulai hidup kembali. Masyarakat mulai
melakukan perayaan Cap Go Meh dan atraksi lainnya seperti liong, barongsai, dan
lainnya.
Saat ini pengelolaan bangunan kuno di Kawasan Pecinan Suryakecana
sepenuhnya masih dilakukan oleh pemilik bangunan, kecuali beberapa bangunan
pemerintahan dan bangunan peribadatan yang bernaung di bawah yayasan. Padahal,
untuk mengelola sebuah bangunan kuno membutuhkan biaya yang tidak sedikit
sehingga saat ini banyak bangunan yang dijual oleh pemiliknya dan beralih fungsi
karena pemiliknya sudah tidak sanggup untuk merawat atau sedang dalam keadaan
membutuhkan uang. Belum ada peraturan daerah Kota Bogor yang secara spesifik
mengatur tentang insentif bagi pemilik bangunan kuno atau BCB, namun di dalam
56

Pasal 22 ayat 1-3 pada UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, diatur
mengenai insentif bagi pemilik Cagar Budaya, yaitu berupa pengurangan Pajak
Bumi dan Bangunan dan/atau pajak penghasilan. Jika hal ini diterapkan tentunya
akan sangat membantu para pemilik Cagar Budaya di kawasan Pecinan
Suryakencana, karena sebagai salah satu kawasan perekonomian, PBB di kawasan
ini cukup tinggi. Beberapa waktu lalu hal ini pernah diterapkan, namun kemudian
dicabut sehingga masyarakat kembali tidak mendapatkan bantuan yang berarti.
Komitmen pemerintah untuk menjaga dan melestarikan pusaka di Kota
Bogor diwujudkan melalui Peraturan Walikota yang disusun bersama dengan
komunitas yang ada di Kota Bogor. Diterbitkannya Perwali ini agar adanya payung
hokum untuk kegiatan mengenai pelestarian pusaka. Kota Bogor menjadi satu-
satunya kota yang sudah memiliki Perda khusus mengenai pelestarian pusaka di
antara kota-kota lain yang tergabung di dalam program Kota Pusaka.

Rekomendasi Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana

Berdasarkan analisis dengan melihat hasil assessment dan potensi yang ada
pada lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana, serta beberapa program yang telah
dibuat pemerintah dan saran dari masyarakat, tindakan pelestarian yang dapat
dilakukan adalah revitalisasi. Berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 2010
tentang Cagar Budaya, revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan
untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan
menyesuaikan fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian
dan nilai budaya masyarakat. Kegiatan revitalisasi atau pelestarian untuk
peningkatan kualitas kota pusaka tidak hanya tertuju pada bentuk fisik lingkungan
tetapi juga kehidupan yang hidup di dalam kota, kehidupan yang ada perlu dijaga
(Pedoman OWHC, 2003). Di dalam dasar-dasar penataan dan pelestarian kota
pusaka di Indonesia, menyebutkan bahwa pemanfaatan pusaka harus dapat
membawa kesejahteraan masyarakat dan peningkatan kehidupan yang berkualitas.
Penguatan fisik, ekonomi, dan sosial budaya harus berjalan selaras.
Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara
bertahap, dan berfungsi untuk memperkuat karakteristik kawasan. Revitalisasi yang
diawali dengan proses perbaikan artefak fisik harus mendukung proses kegiatan
ekonomi. Perbaikan fisik kawasan diharapkan dapat mengakomodasi kegatan
ekonomi di Kawasan Pecinan Suryakencana sehingga mampu memberikan nilai
tambah bagi kawasan, serta tetap berpedoman kepada aspek sosial budaya yang ada
pada kawasan agar terjadi keseimbangan dan dapat berlangsung berkelanjutan dan
dapat memberikan dampak positif terhadap kehindupan masyarakat.

Zona 1
Zona 1, yaitu zona vihara dan sekitarnya, memiliki nilai signifikansi tinggi.
Hal yang perlu diperhatikan adalah lingkungan sekitar vihara. Pada Vihara
Dhanagun, di sekitarnya terdapat banyak pedagang yang berjualan, florist di
bagian depan, di sisi kanan dan kiri terdapat Plaza Bogor, Pasar Bogor, dan penjual
kerajinan. Hampir seluruhnya merupakan lapak permanen. Pada Vihara
Mahabrahma lingkungan sekitar merupakan pemukiman padat penduduk dan akses
jalan cukup rumit karena harus melalui jalan-jalan kecil, serta tidak ada penanda
57

(signage) yang jelas untuk menuju ke vihara ini. Pada Vihara Dharmakaya
lingkungan tidak terlalu mengganggu, hanya saja mungkin akan lebih baik bila
menambahkan ornamen-ornamen khas Tionghoa di sekitar vihara ini. Pada Tabel
15 merupakan rekomendasi revitalisasi untuk zona 1.

Tabel 15 Rekomendasi revitalisasi zona 1


Intervensi Fisik Intervensi Ekonomi Intervensi Sosial Budaya
- Memberi signage menuju - Menata pedagang di - Melibatkan komunitas
Vihara Mahabrahma, sekitar Vihara Dhanagun yang ada di vihara untuk
agar keberadaannya agar terlihat lebih baik, terlibat secara aktif dalam
diketahui masyarakat sehingga tidak kegiatan pelestarian
maupun pengunjung menghalangi keberadaan kawasan, baik dalam hal
vihara dan dapat sosialisasi, pengambilan
meningkatkan nilai keputusan, diskusi, dan
estetika lainnya.
- Memberdayakan - Program partisipatif yang
pedagang di sekitar melibatkan pemerintah,
vihara, misalnya dengan masyarakat dan pihak-
membuka kios yang pihak yang terkait.
menjual aksesoris khas
Pecinan Suryakencana

Zona 2
Zona 2, yaitu zona komersial dan pemukiman non elit I, memiliki nilai
signifikansi sedang. Hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai komersialisasi
kawasan, hal ini termasuk penataan pedagang dan melindungi peralihan fungsi dan
bentuk bangunan kuno di zona ini. Sebagai kawasan perniagaan, Kawasan Pecinan
Suryakencana merupakan tempat yang menarik perhatian para pedagang. Mayoritas
pedagang di kawasan ini adalah para warga pendatang yang berasal dari kota-kota
di sekitar Kota Bogor. Mereka umumnya berdagang di ruas-ruas jalan dan di depan
ruko sehingga mengganggu aktivitas di ruko dan juga di jalan maupun trotoar. Ruko
sendiri merupakan ciri khas di Kawasan Pecinan Suryakencana dan banyak terdapat
di zona 2, yaitu pada Jalan Suryakencana, Jalan Lawang Seketeng, dan Jalan Pedati.
Tabel 16 merupakan rekomendasi revitalisasi untuk zona 2 dan Gambar 31
merupakan contoh penggunaan lampion di zona 1.

Tabel 16 Rekomendasi revitalisasi zona 2


Intervensi Fisik Intervensi Ekonomi Intervensi Sosial Budaya
- Perbaikan infrastruktur di - Penataan pedagang - Melibatkaan,
jalan utama dan sekunder, dengan melakukan zonasi memberdayakan, dan
seperti trotoar di Jalan jenis perdagangan, baik mengedukasi masyarakat
Suryakencana, perbaikan barang maupun jasa. untuk terlibat dalam
jalan yang berlubang di - Menghidupkan kembali program-program yang
Jalan Pedati dan Lawang Jalan Lawang Seketeng dijalankan
Seketeng yang dulunya merupakan
- Membuat Chinese sentra ikan asin terbesar
Heritage Center, sebagai
pusat informasi dan
edukasi mengenai
Pecinan Suryakencana
58

Tabel 16 Rekomendasi revitalisasi zona 2 (lanjutan)


Intervensi Sosial
Intervensi Fisik Intervensi Ekonomi
Budaya
- Melindungi elemen-elemen - Memanfaatkan potensi - Program partisipatif
sejarah yang terancam wisata kuliner yang yang melibatkan
(rusak maupun akan dijual) dapat dipadukan dengan pemerintah,
- Menerapkan adaptive use aspek kesejarahan masyarakat dan pihak-
pada bangunan-bangunan (seperti arsitektur), pihak yang terkait.
kuno yang ada dan salah satunya dengan
membatasi pembangunan mengadakan festival
- Penataan ruko, seperti kuliner di sepanjang
baliho/nama toko agar tidak Jalan Suryakencana,
menutupi fasad bangunan sehingga berbagai pihak
- Penambahan ornamen khas dapat ikut terlibat dalam
pecinan, seperti lampion, kegiatan ini dan juga
signage dengan aksara dapat dijadikan sebagai
Tionghoa, dan lainnya media sosialisasi ke
- Penyediaan parking area, masyarakat.
karena lahan parkir yang
memadai sangat dibutuhkan
khususnya untuk zona
komersial seperti ini.

Gambar 31 Ilustrasi penggunaan lampion pada Jalan Suryakencana

Zona 3
Zona 3, yaitu zona komersial dan pemukiman non elit II, memiliki nilai
signifikansi rendah. Pada zona ini, zona komersial berada di bagian depan yaitu di
sekitar belakang Pasar Bogor hingga Hotel Pasar Baru. Pada area ini dikenal dengan
area perdagangan lama, yaitu berada di Jalan Klenteng, Jalan Pasar Bogor, dan
59

sebagian kecil Jalan Roda. Pada area ini terdapat ruko-ruko dengan arsitektur khas
Tionghoa, namun sebagian besar dalam kondisi rusak. Pada area pemukiman masih
terdapat rumah-rumah dengan arsitektur khas Tionghoa. Tabel 17 merupakan
rekomendasi revitalisasi untuk zona 3.

Tabel 17 Rekomendasi revitalisasi zona 3


Intervensi Fisik Intervensi Ekonomi Intervensi Sosial Budaya
- Menyelamatkan elemen- - Memanfaatkan zona - Melibatkan dan
elemen sejarah yang perdagangan lama di memberdayakan
masih ada dekat Hotel Pasar Baru masyarakat dalam
- Rekonstruksi Hotel Pasar program-program yang
Baru yang mempunyai dijalankan, walaupun
nilai sejarah tinggi bagi pada zona ini
masyarakat yang tinggal
kawasan ini
sudah beragam dan etnis
- Mempertahankan fungsi
Tionghoa tidak
kawasan sebagai zona mendominasi
pemukiman

Zona 4
Zona 4, yaitu zona pemukiman elit dan peralihannya, memiliki nilai signifikansi
rendah. Hal yang perlu diperhatikan adalah mengenai komersialisasi kawasan dan
memperkuat identitas pecinan. Di zona ini masih terdapat elemen-elemen
bersejarah, namun sudah banyak yang beralih fungsi untuk komersial. Tabel 18
merupakan rekomendasi revitalisasi untuk zona 4.

Tabel 18 Rekomendasi revitalisasi zona 4


Intervensi Fisik Intervensi Ekonomi Intervensi Sosial Budaya
- Melindungi elemen- - Melakukan zonasi jenis - Melibatkan dan
elemen sejarah yang perdagangan, baik memberdayakan
terancam (rusak maupun barang maupun jasa. masyarakat dalam
akan dijual), karena program-program yang
merupakan asset dijalankan
berharga.
- Penambahan ornamen
khas pecinan, seperti
lampion, signage dengan
aksara Tionghoa, dan
lainnya untuk
memperkuat identitas
pecinan di kawasan ini
- Jika ada pembangunan di
zona ini tetap harus
mempertahankan
karakteristik kawasan
60

jh
61
62

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Kawasan Pecinan Suryakencana merupakan salah satu kawasan pusaka di
Kota Bogor. Elemen pembentuk kawasan pecinan, seperti elemen fisik dan non
fisik berpengaruh pada keberlanjutan kawasan ini. Kawasan ini dikenal sebagai
kawasan pemukiman masyarakat Tionghoa dan kawasan perdagangan yang
memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi, maka terdapat banyak peninggalan
bersejarah, salah satunya berupa bangunan. Hasil identifikasi menunjukkan, saat ini
terdapat 69 elemen bersejarah dengan 30 diantaranya sudah ditetapkan sebagai
Benda Cagar Budaya Kota Bogor, dan sebagian besar berfungsi sebagai tempat
tinggal dan ruko. Namun, banyak elemen bersejarah yang berada dalam keadaan
rusak, tidak terawat, atau bahkan beralih fungsi. Tidak hanya aspek fisik, terdapat
juga aspek non fisik yang berpengaruh terhadap keberlanjutan lanskap Kawasan
Pecinan Suryakencana. Aktivitas tradisi dan budaya Tionghoa di kawasan ini masih
sering dilakukan, seperti Imlek dan Cap Go Meh, yang sudah dilakukan sejak
masyarakat Tionghoa menetap di kawasan ini. Karena karakteristik lanskap
Kawasan Pecinan Suryakencana semakin mengalami degradasi, perlu dilakukan
upaya untuk melestarikannya kembali. Melalui analisis nilai signifikansi kawasan,
potensi, dan kondisi lanskap kawasan pecinan dibentuk rekomendasi revitalisasi
Kawasan Pecinan Suryakencana. Konsep revitalisasi yang direkomendasikan yaitu
intervensi secara fisik, ekonomi, dan sosial budaya dan diharapkan dapat berlangsung
secara berkelanjutan.

Saran
Penyusunan program revitalisasi lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana
untuk penguatan Bogor sebagai kota pusaka tidak terlepas dari keterlibatan
pemerintah, komunitas, masyarakat lokal, dan stake holder terkait. Upaya
revitalisasi juga menjadi tanggung jawab bersama agar dapat terwujud sesuai
dengan yang diharapkan. Sebaiknya dalam penyusunan program melibatkan
komunitas dan masyarakat untuk mengetahui dan menampung aspirasi akan apa
yang sebenarnya menjadi prioritas kebutuhan kawasan ini. Sosialisasi kegiatan dan
rencana pemerintah terhadap kawasan khususnya yang terkait dengan pelestarian
dan kota pusaka ada baiknya dilakukan dengan lebih gencar, karena banyak
diantara masyarakat sendiri yang tidak mengetahuinya. Dukungan Pemkot Bogor
terhadap kawasan dan aktivitas budaya yang ada saat ini diharapkan tetap konsisten
agar Kawasan Pecinan Suryakencana dapat semakin lebih baik.
63

DAFTAR PUSTAKA
Allindani. 2007. Studi Potensi Lanskap Bersejarah Untuk Pengembangan Wisata
Sejarah di Kota Mataram. [skripsi]. Bogor : Departemen Arsitektur
Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Attoe, W. O. 1988. Perlindungan Benda Bersejarah. Di dalam : A. J. Catanese dan
J. C. Snyder, editor. Pengantar Perencanaan Kota. Jakarta : Erlangga
[BAPPEDA]. 2007. Evaluasi RDTR Kecamatan Bogor Tengah, Bogor Barat dan
Bogor Timur. Bogor: Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota
Bogor.
[BAPPEDA]. 2014. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor Tahun 2011-2031:
Peta Penetapan Kawasan Strategis Kota Bogor. Bogor: Badan Perencanaan
dan Pembangunan Daerah Kota Bogor.
[DPR-RI]. 2010. Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 Tentang Cagar
Budaya
Budiharjo, E. 1997. Arsitektur Pembangunan dan Konservasi. Jakarta: Djambatan
[Disbudpar]. 2015. Rekapitulasi Benda Cagar Budaya di Kota Bogor. Bogor: Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor
Eckbo, G. 1964. Urban Landscape Design. New York: McGraw-Hill Book Co. N
Goodchild, P. H. 1990. Some Principles For the Conservation of Historic
Landscapes. Canada: ICOMOS (UK) Historic Gardens and Landscapes
Committee.
Harris C W dan Dines N T. 1988. Time Saver Standarss for Landscape
Architecture : Design and Construction Data. United States of America :
McGraw-Hill Co, Inc.
[JKPI]. 2009. Kota Jakarta Pusat [Internet] Diakses pada 10 Desember 2014.
Tersedia dalam http://www.indonesia-heritage.net/kota-jakarta-pusat/:
Jaringan Kota Pusaka Indonesia.
Khol, David G. 1984. Chinese Architecture in the Straits Settlements and Western
Malaya: Temples, Kongsis and Houses. Kuala Lupur: Heineman Asia
Landis, J.R. & Koch, G.G. (1977). The Measurement of Observer Agreement for
Categorical Data. Biometrical, 33 (1), 159 – 174.
Martokusumo, Widjaja. 2001. Heritage and urban conservation: some notions on
post-colonial urbanism in search for cultural identity, in: Proceeding of
International Seminar on Urbanization in the Information Age: New
Perspectives on the Transformation of Fast Growing Cities in the Pacific
Rim, Faculty of Engineering, University of Indonesia (August 22-23).
Depok.
Nurisjah, S dan Pramukanto Q. 2001. Perencanaan Kawasan untuk Pelestarian
Lanskap dan Taman Sejarah. Bogor : Fakultas Pertanian, IPB (tidak
dipublikasikan).
[P3KP]. 2013. Buku Inventarisasi Aset Pusaka Kota Bogor. Bogor: Program
Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka.
[PU]. 2012. Mewujudkan Kota Pusaka Sebagai Warisan Bangsa [Internet] Diakses
pada 10 Desember 2014: Kementrian Pekerjaan Umum.
Simonds, J. O. 1983. Landscape Architecture. New York : McGraw-Hill Book Co.,
Inc.
64

Soelaeman, Eman. 2003. Asal Mula Nama Tempat TOPONIMI Kota Bogor,
Kabupaten Bogor, dan Kota Depok. Bogor: Yayasan Budaya Hanjuang
Bodas
Sopandi, S. (2007, Januari 27). The Dragon Spine Story: A Brief Architectural
History of Bogor ChineseQuarter. Cap Go Meh 2559 ‘Festival Budaya
Pemersatu Warga Bogor’ Dialog Kebudayaan 27 Januari 2007
Suryabrata, S. 1992. Metodologi Penelitian. Jakarta (ID): CV. Rajawali.
Tunggal, HS. 1997. Peraturan Perundang-undangan Tentang Benda Cagar Budaya.
Jakarta: Harvarindo
Wikipedia Indonesia. 2014. Pecinan. http://id.wikipedia.org/wiki/Pecinan. [13
November 2014]
65

LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh perhitungan nilai signifikansi lanskap Kawasan Pecinan


Suryakencana hasil kuesioner

Interval Kelas (IK)


= Skor Maksimum (SMa) – Skor Minimum (SMi)
Jumlah Kategori
= (225 - 161)/6
= 10.667
= 11 (pembulatan)

Kategori Tinggi
= (SMi + 2IK + 1) sampai SMa
= (161 + 2(11) + 1) sampai 225
= 184 sampai 225

Kategori Sedang
= (SMi + IK + 1) sampai (SMi + 2IK)
= (161 + 11 + 1) sampai (161 + 2 (11))
=173 sampai 183

Kategori Rendah
= SMi sampai (SMi + IK)
= 161 sampai (161 + 11)
= 161 sampai 172
66

Lampiran 2 Kuesioner persepsi masyarakat

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Saya Naftalie Claudia Kristiani Luchsinger, mahasiswa Departemen


Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor. Saya mengharapkan bantuan darii
Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner penelitian saya yang berjudul Revitalisasi
Lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana, Bogor. Terimakasih atas
kesediannya.

Data Responden
1. Jenis Kelamin : P/L
2. Umur
a. 18 – 20 tahun
b. 21 – 30 tahun
c. 31 – 40 tahun
d. 41 – 50 tahun
e. 51 – 60 tahun
f. > 60 tahun
3. Pekerjaan
a. Pelajar
b. Mahasiswa
c. Karyawan Swasta
d. PNS
e. Wiraswasta
f. Lainnya …….
4. Etnik
a. Sunda
b. Jawa
c. Tionghoa
d. Arab
e. Eropa
5. Pendidikan terakhir
a. Tidak sekolah
b. SD
c. SMP
d. SMA
e. Akademi
f. Sarjana (S1/S2/S3)

Pertanyaan
1. Apa Anda mengetahui mengenai program Kota pusaka?
a. Ya
b. Tidak
2. Apa Anda mengetahui bahwa Kota Bogor merupakan salah satu kota yang
tergabung dalam program Kota Pusaka?
67

a. Ya
b. Tidak
3. Apa Anda mengetahui bahwa Kawasan Pecinan Suryakencana Bogor
merupakan salah satu dari 6 kawasan pusakan di Kota Bogor?
a. Ya
b. Tidak
4. Jika Ya, dari mana Anda mengetahuinya?
a. Media (TV/Koran/Radio/Internet)
b. Teman/kerabat
c. Keluarga
d. Pemerintah
e. Lainnya ………………
5. Apa Anda mengetahui sejarah kawasan ini?
a. Ya
b. Tidak
6. Jika tahu, dari mana Anda mengetahui sejarah kawasan ini?
a. Media (TV/Koran?Radio?Internet)
b. Teman/kerabat
c. Keluarga
d. Pemerintah
e. Lainnya ………………
7. Apakah Anda mengetahui fungsi kawasan ini di masa lalu?
a. Ya
b. Tidak
8. Jika ya, apa fungsinya?
a. Pemukiman Eropa
b. Pemukiman Tionghoa
c. Pemukiman Sunda
d. Perdagangan
e. Lainnya …………..
9. Menurut Anda, bagaimana citra kawasan ini saat ini? (Coret satu jawaban pada
setiap option yang ada)
a. Indah/Tidak indah
b. Unik/Tidak unik
c. Teduh/Tidak teduh
d. Teratur/Semrawut
e. Memiliki konsep tata kota yang baik/Tidak baik
f. Direncanakan dengan baik/Tidak baik
g. Memperhatikan kepentingan warga/Tidak memperhatikan
h. Aman/Tidak aman
i. Membanggakan/Tidak membanggakan
j. Bernilai sejarah/Tidak bernilai sejarah
k. Bernilai penting/Tidak penting
10. Apakah kawasan ini mengalami perubahan sejak pertama kali Anda tinggal
di sini?
68

a. Ya
b. Tidak
11. Bagaimanakah perubahan ini menurut Anda?
a. Menjadi sangat nyaman
b. Menjadi sedikit nyaman
c. Menjadi tidak nyaman
12. Jika mengalami perubahan, perubahan apa yang paling menonjol?
a. Jumlah bangunan
b. Jumlah penduduk
c. Berkurangnya bangunan kuno
d. Sarana transportasi
e. Fasilitas
f. Lainnya ………….
13. Pilihlah salah satu bangunan yang Anda anggap sebagai landmark/penanda di
kawasan Pecinan Suryakencana!
a. Vihara (Vihara Dhanagun, Vihara Dharmakaya, Vihara Mahabrahma)
b. Bekas Hotel Pasar Baru
c. Rumah Kematian Pulasara
d. Lainnya …………
14. Apakah kawasan ini perlu untuk direvitalisasi?
a. Ya
b. Tidak
15. Jika perlu, tindakan dan/atau kegiatan apa yang perlu dilakukan?
…………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………
69

Lampiran 3 Kuesioner penilaian lanskap Kawasan Pecinan Suryakencana

Selamat pagi/siang/sore, saya Naftalie C.K. Luchsinger, mahasiswa


Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor. Saat ini saya sedang
melakukan penelitian yang berjudul “Revitalisasi Lanskap Kawasan Pecinan
Suryakencana Bogor. Saya mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara agar meluangkan
waktu untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Terima kasih.

Beri tanda  pada salah satu kolom skor (1/2/3) yang tersedia. Untuk
penilaian dapat melihat gambar yang tersedia. Terima kasih

Zona Vihara dan Sekitarnya


Keaslian Keunikan
Skor Skor
Kriteria Kriteria
1 2 3 1 2 3
Pola penggunaan lahan Asosiasi kesejarahan
Elemen/Objek Lanskap Integritas lanskap
Aksesibilitas dan Kualitas estetika
Sirkulasi

Zona Komersial dan Pemukiman Non Elit I


Keaslian Keunikan
Skor Skor
Kriteria Kriteria
1 2 3 1 2 3
Pola penggunaan lahan Asosiasi kesejarahan
Elemen/Objek Lanskap Integritas lanskap
Aksesibilitas dan Kualitas estetika
Sirkulasi

Zona Komersial dan Pemukiman Non Elit II


Keaslian Keunikan
Skor Skor
Kriteria Kriteria
1 2 3 1 2 3
Pola penggunaan lahan Asosiasi kesejarahan
Elemen/Objek Lanskap Integritas lanskap
Aksesibilitas dan Kualitas estetika
Sirkulasi

Zona Pemukiman Elit dan Peralihannya


Keaslian Keunikan
Skor Skor
Kriteria Kriteria
1 2 3 1 2 3
Pola penggunaan lahan Asosiasi kesejarahan
Elemen/Objek Lanskap Integritas lanskap
Aksesibilitas dan Kualitas estetika
Sirkulasi
70

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 3 Desember 1993 dari
pasangan Claudius Rudolf Luchsinger dan Milka Cahyaningsih. Penulis merupakan
anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis memulai pendidikan di TK Baptis Bogor
pada tahun 1997 dan pada tahun 1999 penulis melanjutkan pendidikan di SD
Kesatuan Bogor. Pada periode 2005-2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMP
Budi Mulia Bogor. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Budi Mulia Bogor dan pada
tahun yang sama penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap IPB melalui
jalur undangan (jalur tanpa tes).
Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif di organisasi PMK
(Persekutuan Mahasiswa Kristen) dan HIMASKAP (Himpunan Mahasiswa
Arsitektur Lanskap). Di PMK penulis pernah menjabat sebagai sekretaris Komisi
Kesenian periode tahun 2013-2014, sekretaris Festival Musik PMK IPB 2013,
ketua Divisi Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi retreat Komisi Kesenian 2014,
dan ketua Divisi Dekorasi Natal Civa IPB 2014. Di HIMASKAP penulis menjadi
anggota Divisi Eksternal pada tahun 2014, penanggung jawab kegiatan studi
banding HIMASKAP 2014, Liaision Officer (LO) ILASW 2014, dan menjadi
anggota di berbagai kepanitiaan yang diadakan departemen. Selain aktif di
organisasi dan kepanitiaan, penulis juga menjadi asisten untuk mata kuliah
Pengantar Seni dan Arsitektur tahun 2015 dan Sejarah Perkembangan Arsitektur
Lanskap tahun 2015.

Anda mungkin juga menyukai