TEKNIK KELAUTAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KARAWANG
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2022
STUDI PARAMETER LINGKUNGAN
DAN PERTUMBUHAN EKOSISTEM LAMUN
DI PERAIRAN PULAU KELAPA DUA,KEPULAUAN SERIBU
TEKNIK KELAUTAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KARAWANG
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui oleh:
Komisi Pembimbing
Dietahui oleh :
Ketua Program Studi Direktur
Teknik Kelautan Politeknik KP Karawang
Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya Laporan
Pratik kerja Akhir (KPA) yang berjudul “Studi Parameter Lingkungan dan Pertumbuhan
Ekosistem Lamun di Perairan Pulau Kelapa Dua,Kepulauan Seribu” ini dapat diselesaikan
sesuai dengan target dan waktu yang direncanakan.
Proses persiapan pelaksanaan dan penyusunan Laporan ini telah melibatkan konstribusi
pemikiran dan saran konstruktif banyak pihak.Pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan dan terimakasih kepada:
1. DH. Guntur Prabowo, A.Pi. MM selaku Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan
Karawang
2. Chrisoetanto P. Pattirane, S.Pi., M.Si selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan arahan mengenai Studi Parameter Lingkungan dan Pertumbuhan Ekosistem
Lamun di Perairan Pulau Kelapa Dua
3. Herlina Adelina M.U Sagala, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing II atas kesediaan
waktu yang telah diberikan untuk mengkoreksi dan revisi terhadap sejumlah data dan
informasi
4. Roni Sewiko, S,Pi., M. Si selaku Ketua Program Studi Teknik Kelautan dan sebagai
Ketua Penguji pada Ujian Akhir Program yang akan dilaksanakan
5. Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu selaku Unit Pratik Kerja yang telah
memberikan izin untuk melaksanakan Kerja Praktik Akhir
6. SPTN 1 Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu yang telah membantu dalam
ketersedian sebagai tempat terlakananya Kerja Praktik Akhir
7. Dr.Ir.Anton Anthony Djari, MS selaku Penguji pada kegiatan Ujian Akhir Program yang
telah memberikan masukan dan saran mendukung terhadap sejumlah data dan informasi
8. Keluarga tercinta khususnya ibu dan adik saya tercinta yang selalu memberikan
dukungan moral,materi serta doa yang selalu diberikan disetiap harinya.
Penulis menyadari bahwa Laporan Praktik Kerja Akhir (KPA) ini masih jauh dari
kesempurnaan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan semoga
laporan ini memberikan informasi dan manfaat bagi semua pihak.
ii
RINGKASAN
Tumbuhan lamun memiliki struktur morfologi yang terdiri dari akar, batang, daun,
bunga, buah dan biji. Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem pendukung perairan
pesisir yang dipengaruhi oleh proses – proses yang terjadi di laut dan di darat. Tumbuhan
lamun digunakan oleh organisme laut untuk memijah, berlindung, mencari makan dan
menetap. Tujuan dari pengamatan ini adalah untuk mengetahui struktur komunitas lamun
yang terdapat di Pulau Kelapa Dua Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Tahapan dalam
kegiatan praktek kerja lapangan ini meliputi penentuan lokasi sampling, penentuan stasiun
sampling, pengambilan data lamun, Pengambilan data kualitas air yang meliputi parameter
fisik kimia dan biologi, pengamatan pertumbuhan jenis lamun, identifikasi sampel, analisis
dan pengolahan data. Metode yang digunakan mengacu pada metode LIPI yang disesuaikan
dengan lokasi pengambilan sampel menggunakan tiga transek sepanjang 100 meter, jarak
antar titik 10 meter dimulai dari pertama kali ditemukan lamun dan searah dengan bibir
pantai hingga ke arah laut yang diambil dari 3 stasiun yang dilihat dari aktifitas manusia.
Frame kuadrat yang digunakan berukuran 50x50 cm dengan jarak antar kuadrat adalah 10
meter Berdasarkan hasil yang didapat pada praktek kerja lapangan yaitu terdapat 5 jenis
lamun yang mendominasi Cymodocea rotundata, Thalassia Hemprichii, Halophila ovalis,
Halodule uninervis dan Cymodocea serulata. Indeks kerapatan pada stasiun I, stasiun II dan
III adalah sedang. Ketiga stasiun memiliki keanekaragaman sedang dan keseragaman tinggi
yang menunjukan pula bahwa tidak ada jenis lamun yang mendominasi.nilai kualitas air yang
diambil meliputi Parameter Fisik, Kimia dan Biologi serta nilai pertumbuhan lamun yang
terdapat di Perairan Pulau Kelapa Dua dengan harapan dapat memberikan informasi
mengenai hubugan parameter kuaitas air dengan ekosistem lamun yang terdapat di Perairan
Pulau Kelapa Dua.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
4.1.1.1 Nitrat .............................................................................................................. 30
4.1.1.2 Nitrit............................................................................................................... 30
4.1.1.3 Fosfat ............................................................................................................. 30
4.1.1.4 Derajat Keasaman (pH) ................................................................................. 30
4.1.1.5 Dysolved oksigen (DO) ................................................................................. 31
4.1.1.6 Salinitas ......................................................................................................... 31
4.1.2 Parameter Fisika .................................................................................................... 31
4.1.2.1 Suhu ............................................................................................................... 31
4.1.2.2 Kecerahan ...................................................................................................... 31
4.1.3 Parameter Biologi .................................................................................................. 31
5. Kesimpulan dan Saran...................................................................... .............................37
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 41
LAMPIRAN…………………………………………………………………………..…41
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR TABEL
vii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai Negara dengan kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, Indonesia
merupakan negara yang sangat strategis karena memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang
tinggi, secara khusus di wilayah Kepulauan Seribu dimana memiliki 78 pulau, 86 gosong
pulau, 2136 ha pasir karang pulau, 119 ha laguna, 18 ha selat dan 5 ha teluk (Simpul- Seribu,
2022).Dari banyaknya pulau yang terdapat di wilayah kepulauan seribu salah satunya adalah
Pulau Kelapa Dua yang termasuk pulau-pulau kecil yang dikategorikan ke dalam Gugus
Utara (GU) kepulauan seribu dan termasuk pulau yang cukup rapat dengan pulau lainnya
yakni antara pulau cukup dekat dari pulau panggang dan pulau pramuka, sehingga letak pulau
Kelapa Dua terdapat diantara kedua pulau tersebut. Dengan kekayaan SDA yang meimpah
maka wilayah kepulauan seribu memiliki beerapa ekosistem yang menjadi ekosistem yang
bernilai penting di lingkungan wilayah pesisir yakni ekosistem mangrove, lamun dan
Terumbu Karang
Lamun secara ekologis merupakan salah satu ekosistem yang penting di wilayah pesisir,
lamun juga memiliki fungsi sebagai tumbuhan pendaur ulang unsur hara,Penstabil subsrat,
dan perangkap sedimen, daerah asuhan (nursery ground), makanan utama,duyung, penyu
hijau, dan merupakan habitat penting bagi satwa perairan lainnya seperti ikan, dan
sebagainya. Sehingga lamun dapat memberi perlindungan bagi biota yang terdapat di
dalamnya, sehingga memberikan rasa aman dari predator (Barbier et al. 2011). Pada
ekosistem lamun terdapat berbagai macam biota didalamnya seperti ikan, Crustacea,
Mollusca (Pinna sp, Lambis sp, dan Strombus sp) echinodermata (Holothuria sp, Synapta sp,
Diadema sp, Arcbaster sp, Linckia sp)
Ekosistem lamun merupakan ekosistem yang rentan terhadap kerusakan, Adapun
kerusakan pada ekosistem lamun dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dan
perubahan itu bersifat dinamis (Sjafrie et al, 2018). Penurunan habitat ekosistem lamun dapat
diakibatkan oleh manusia dan juga alam, Adapun contoh kerusakan yang dapat merusak
ekosistem lamun yang berasal dari kegiatan manusia contohnya adalah (pengerukan,
perikanan dan jangkar), eutrofikasi, pembangunan di wilayah pesisir, dan pengembangan
wisata yang tanpa memperhatikan dampak ekologis ekosistem lamun (Awanis, 2018). Faktor
alam yang berdampak pada kerusakan ekosistem lamun dapat terjadi seperti kejadian bencana
alam yang berdampak langsung terhadap ekosistem lamun, serta perubahan kualitas air yang
signifikan (Fortes at all, 2016).
Faktor kualitas air menjadi salah satu faktor penting karena lamun merupakan ekosistem
yang secara permanen hidup di bawah permukaan air laut. Apabila kondisi kualitas air nya
tercemar maka akan membawa pengaruh terhadap kehidupan lamun dan biota akuatik di
sekitarnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kualitas air pada ekosistem lamun
berdasarkan baku mutu kualitas air untuk lamun (KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004)
Adapun Faktor kualitas perairan yang menjadi pembatas pertumbuhan jenis lamun pada suatu
ekosistem adalah: CO2, HCO3-, intensitas cahaya, suhu, salinitas, pergerakan air, dan nutrien
yang didalamnya terdapat kandungan Nitrat, Nitrit serta Fosfat (Bengen, 2003). Faktor–faktor
pembatas tersebut berpengaruh terhadap kelimpahan, kerapatan dan kondisi lamun di suatu
tempat. Selain faktor dari parameter kualitas air, kondisi ekosistem lamun dapat dilihat dari
kegiatan atau aktifitas manusia didalamnya seperti kegiatan masyarakat di wilayah pesisir
yang dapat menghasilkan suatu limbah yang selanjutnya dapat menjadi sumber pencemaran
serta kegiatan wisata di wilayah perairan pulau Kelapa Dua yang merupakan salah satu
tempat singgah bagi wisatawan, maka faktor tersebut dapat memungkinkan terganggunya
pertumbuhan dan perubahan ekosistem lamun. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
8
terkait hubungan parameter kualitas perairan serta keterkaitannya dengan ekosistem lamun di
perairan pulau Kelapa Dua
1.4 Tujuan
Adapun tujuan yang diharapkan pada Kerja Praktik Akhir di tahun 2022 adalah
sebagai berikut:
a. Memberikan gambaran terkait nilai Fisika dan Kimia perairan pada ekosistem
Lamun di Perairan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu
b. Memperoleh data Pertumbuhan Lamun yang diukur pada setiap minggu
menggunakan metode Plastochrone Interval
c. Mengetahui Keanekaragaman jenis biota di ekosistem lamun di perairan pulau
Kelapa Dua serta nilai INP Lamun
d. Mengetahui hubungan antara nilai parameter kualitas air dengan pertumbuhan
lamun
1.5 Manfaat
Adapun manfaat dari Kerja Praktik Akhir yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
a. Dapat memberikan Informasi Terkini mengenai nilai Parameter kualitas air
pada ekosistem lamun diperairan pulau Kelapa Dua
b. Dapat memberikan Informasi Terkini mengenai data pertumbuhan jenis
lamun yang diperoleh serta nilai INP Lamun
c. Memberikan Informasi mengenai Keanekaragaman jenis biota di ekosistem
lamun di perairan Pulau Kelapa Dua
d. Memberikan informasi mengenai kesesuaian antara nilai parameter fisik
dan kimia dengan pertumbuhan lamun di Perairan Pulau Kelapa Dua
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Kawasan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu
Wilayah Taman Nasional Kepulauan Seribu termasuk kawasan ASEAN Heritage Park
(AHP) dan mendapatkan penghargaan sebagai kawasan yang mewakili Indonesia
dalam pertemuan Asean Working Group on Nature Conservation and Biodiversity
(AWGNCB) ke 27 di Brunei Darussalam. Taman Nasional Kepulauan Seribu
mempunyai tujuh (7) Taman Nasional Laut dibawah Kementerian lingkungan hidup
dan Kehutanan (KLHK) dan 553 unit konservasi(Simpul – Seribu, 2020).
2.1.1 Letak Geografis Wilayah
Taman Nasional Kepulauan Seribu terletak di Kabupaten Administratif Kepulauan
Seribu, DKI Jakarta (Seto,2014). Kawasan ini mencakup tiga (3) kelurahan, yaitu
Kelurahan Pulau Kelapa, Pulau Harapan dan Pulau Pramuka. Secara geografis,
Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu terletak pada 5º24‟ - 5º45‟ LS (Lintang
Selatan) dan 106º 25‟ - 106º 40‟ BT (Bujur Timur). Batas kawasan terluar sebelah
selatan berjarak ± 50 km dari daratan Kota Jakarta (Balai Taman Nasional Kepulauan
Seribu, 2022).
2.1.2 Sumber Daya Alam
Kekayaan laut serta luasan yang cukup besar ,maka kepulauan seribu memiliki nilai
ekosistem yang tinggi serta sering kali ditemukan biota yang berasosisasi didalamnya
diantara biota tersebut adalah jenis bintang laut,lili laut,teripang,dan bulu babi
(echinodermata), kepiting, rajungan dan kerang kerangan (crustacea), moluska
Binatang lunak (moluska) dan jenis yang dilindungi seperti kima raksasa dan kima
sisik (Gastropoda, Pelecypoda) (Simpul – Seribu, 2020)
2.2 Morfologi dan Klasifikasi Lamun
Morfologi Tumbuhan Lamun memiliki tingkat keseragaman yang tinggi, serta
semua jenis lamun memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk
daun yang memanjang atau berbentuk sangat panjang yang menyerupai sabuk, hanya
satu jenis yang tidak terlihat memanjang yakni jenis Halophila memiliki bentuk
lonjong (Kawaroe et al.,2016). Lamun atau biasa disebut (seagrass) merupakan salah
satu kelompok tumbuhan yang berbunga yang terdapat di lingkungan laut. Tumbuhan
ini hidup pada suatu perairan pantai yang dangkal. Lamun memiliki bentuk tunas
berdaun yang tegak dan bertangkai sehingga efektif melakukan pertumbuhan.
Berbeda dengan tumbuhan laut yang lain nya (alga dan rumput laut), lamun berbunga,
berbuah serta menghasilkan biji dan memiliki akar serta bagian untuk mengangkut
gas dan zat zat hara pada tumbuhan lamun tersebut (Romimohtarto dan Juwana 2007)
10
Adapun klasifikasi lamun di perairan pantai Indonesia menurut Phillips & Menez,
1988 adalah sebagai berikut:
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Spesies : Enhalus acoroides
Genus : Halophila
Spesies : Halophila decipiens
Halophila ovalis
Halophila minor
Halophila spinulosa
Genus : Thalassia
Spesies : Thalassia hemprichii
11
2.3.2 Thalassia hemprichii
Adapun ciri ciri dari jenis lamun Thallasia hemprichii Memiliki daun
berbentuk seperti pita dan tumbuh agak melengkung berbentuk seperti sabit yang
tebal. Setiap tegakkan rata-rata memiliki 3 helai daun. Mempunyai batang dengan
pelepah daun yang menyelimuti dan akar serta rhizoma berbentuk seperti saluran
yang berbuku-buku.
Memiliki akar berbentuk seperti tali, berjumlah banyak dan tidak bercabang.
Panjangnya antara 18,50 – 157,65 mm dan diameternya antara 3,00 – 5,00 mm.
Bentuk daun seperti pita, tepinya rata dan ujungnya tumpul, panjangnya antara 65,0
– 160,0 cm dan lebar antara 1,2 – 2,0 cm. Tumbuhnya berpencar dalam kelompok-
kelompok kecil terdiri dari beberapa individu atau kumpulan individu yang rapat.
Enhalus acoroides merupakan jenis lamun yang mempunyai ukuran paling besar,
helaian daunnya dapat mencapai ukuran lebih dari 1 meter. Jenis ini tumbuh di
perairan dangkal sampai kedalaman 4 meter, pada dasar pasir, pasir lumpur atau
lumpur.
12
2.3.4 Halodule uninervis
Memiliki ciri Ujung daun bergerigi serta memiliki 4-9 mm lembar helai daun
Panjang daun 6-15 cm dan seringkali bergaris dan beberapa tangkai terdapat Seludang
daun berbentuk segitiga
13
2.3.7 Syringodium isoetifolium
Memiliki akar tiap nodus majemuk dan bercabang, daun berbentuk silindris dan
panjang, rimpangan yang tidak berbuku-buku, dan tiap tangkai daun terdiri dari 2-3 helaian
daun. Selain itu juga mempunyai tangkai daun berbuku-buku.
14
juga didukung oleh kecepatan arus yang relatif tenang pada perairan tersebut (Solichin et
al., 2016).
c. Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter kualitas air yang mempengaruhi
pertumbuhan lamun. Salah satu faktor yang menyebabkan kerusakan ekosistem padang
lamun adalah dengan meningkatnya salinitas yang diakibatkan oleh berkurangnya
suplai air tawar dari sungai (Dahuri, 2003). Spesies lamun memilki kemampuan
toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas, menurut Nybakken (1992) lamun
hidup pada toleransi salinitas optimum 20–35‰.
d. Substrat
Kerapatan jenis lamun sangat tergantung dari fraksi substrat serta kondisi kimia
zat hara substrat dasar tempat lamun tumbuh. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
Riniatsih et al., (2016) menunjukkan bahwa substrat dasar yang didominasi oleh lumpur
berpasir dengan kandungan hara yang tinggi di perairan sekitar mangrove lebih banyak
disukai oleh lamun spesies Enhalus acoroides dan daerah dengan substrat pasir
berlumpur lebih disukai lamun spesies Thalassia hemprichii. Sedangkan habitat dengan
substrat pasir halus lebih banyak disukai oleh lamun spesies Halodule uninervis, H.
pinifolia dan Syringodium isoetifoium.
e. DO
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) merupakan salah satu parameter
penting pada proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan suatu
zat yang energi untuk membantu proses pembiakan ataupun pertumbuhan suatu
organisme baik biota maupun tumbuhan didalamnya. Disamping itu, oksigen juga
dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik.
Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara
bebas dan hasil fotosintesis organisme yang berasosiasi pada perairan tersebut (Salmin,
2000)
f. Nutrien
Menurut Riniatsih (2016), kondisi perairan yang sangat mempengaruhi kerapatan
jenis lamun adalah substrat serta kandungan nutrien atau zat hara substrat dasar tempat
lamun tumbuh. Hal ini dikarenakan adanya pemanfaatan nutrient terlarut di perairan dan
nutrient yang berada di substrat dasar yang sangat dibutuhkan lamun untuk proses
produksi. Nutrien tersebut diserap oleh lamun melalui daun dan sistem perakaran lamun
yang sudah mempunyai fungsi yang berkembang sangat baik.
Manfaat dari ketersediaan nitrat dan Fosfat pada ekosistem lamun berfungsi
sebagai faktor pembatas pertumbuhan sehingga efesiensi daur nutrisi dalam sistemnya
akan menjadi sangat penting untuk melihat produktivitas primer padang lamun dan
organisme autrotofnya (Hillman et al., 1989). Ketersediaan nitrat dan Fosfat yang larut
dalam perairan pada daerah tropis lebih rendah jika dibandingkan dengan konsentrasi
nutrien yang ada di sedimen (Fachrul, 2005). Sehingga ketersediaan nitrat dan Fosfat
sangatlah berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun yang didukung oleh nilai konsentrasi
oksigen terlarut didalamnya. Sehingga perairan akan bernilai baik dan nutrisi perairan
yang ada di wilayah ekosistem lamun mendukung pertumbuhan lamun itu sendiri
15
2.6. Hubungan Antara Lamun dengan biota
Hubungan antara lamun dan biota yang berasosiasi langsung terhadap ekosistem
lamun sangatlah erat kaitannya hal ini dikarenakan Padang lamun mempunyai peran penting
untuk kehidupan hewan laut yang berada di perairan dangkal. Peran padang lamun
diantaranya sebagai tempat untuk berlindung, mecari makan, dan penghasil energi pada
ekosistem lamun. Padang lamun tentu mempunyai peran ekosistem untuk ikan di wilayah
perairan dangkal karena peran lamun sebagai tempat berlindung untuk ikan-ikan kecil dan
tempat mencari makan (Adrim ,2006).
16
III. METODE PRAKTIK
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Kegiatan Kerja Praktik Akhir (KPA) terhitung pada tanggal 20 Maret 2022 sampai
dengan 20 Mei tahun 2022. Yang bertempatkan di Perairan Pulau Kelapa Dua yang termasuk
Kawasan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu, Daerah khusus Ibu Kota Jakarta yang terbagi menjadi 3 stasiun yang dilihat dari
tingkat aktifitas manusia yang berada pada wilayah tersebut yakni stasiun 1 pada wilayah
breakwater, stasiun 2 pada wilayah mangrove tracking mangrove dan yang terakhir adalah
stasiun 3 pada wilayah Keramba Jaring Apung. Adapun titik koordinat pada setiap kondisi
stasiun yang diambil adalah sebagai berikut:
Adapun titik wilayah pengambilan sampel dapat dilihat pada gambar peta dibawah
ini.
17
3.2 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang diperlukan pada saat kegiatan turun lapangan pada kegiatan
Kerja Praktik Akhir adalah sebagai berikut:
18
3.3 Diagram Alir Kegiatan
Berikut adalah diagram alir yang digunakan pada kegiatan Kerja Praktik Akhir adalah
sebagai berikut:
19
3.4.2. Observasi Awal
Sebelum melakukan pengamatan dan pengambilan data. Observasi awal
diperlukan untuk melihat kondisi lapangan (angin, gelombang dan cuaca) di sekitar
untuk mempermudah dalam pengamatan dan pengambilan data pada ekosistem lamun
di perairan Pulau Kelapa Dua
20
Gambar 12. Pengambilan Data Primer
(Sumber: data pribadi)
a) Pembagian stasiun
Berdasarkan kondisi lingkungan di lapangan diantaranya keadaan
cuaca,keadaan pasang surut air laut, arus, aktivitas sekitar dan ekosistem lamun yang
disesuaikan pada arah mata angin. Pada setiap stasiun dilakukan 30 kali pengambilan
sampel. Pengambilan sampel biota dan lamun dilakukan pada 3 stasiun sehingga total
kuadran yang diambil adalah 90 titik. tiap stasiun dilakukan pada tiap titik dengan
menggunakan kotak kuadran 50 cm x 50 cm. teknik pengambilan sampel pada
pengamatan ini berdasarkan pada penggunaan metode quadrat sampling (Fachrul,
2007). Line Transec quadrat dibentang sejajar terhadap garis pantai dari pertamanya
ditemukan lamun. Skema pengambilan sampel lamun di wilayah perairan pulau
Kelapa Dua Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut:
21
untuk selanjutnya dilakukan identifikasi dan perhitungan morfometrik.
Perhitungan kerapatan jenis lamun dilakukan dengan menghitung berapa
tegakan lamun yang terdapat dalam setiap kisi untuk setiap jenis lamun yang
ada pada setiap kuadran.
22
Gambar 17. Perhitungan Tegakan
23
c) Pengukuran Parameter Fisik dan Kimia Perairan
Melakukan pengukuran kualitas air pada 3 stasiun yang didalamnya terdapat 9
garis transek hal ini dilakukan untuk mendapatkan data kualitas air mengenai kondisi
perairan lamun yang terdapat di wilayah perairan pulau Kelapa Dua. Diantaranya
untuk mendapatkan parameter fisik meliputi pengukuran suhu yang diukur
menggunakan termometer,nilai kecerahan yang diukur dengan keping secchidisk
Pengukuran parameter kimia diukur dengan dua cara yakni pengukuran secara
lansung serta pengukuran yang dibutuhkan uji lab pada prosesnya.Parameter kimia
yang dilakukan dengan pengukuran secara langsung meliputi pengukuran data pH
dengan menggunakan pH digital, pengukuran salinitas atau kadar garam dengan
menggunakan refrakhtometter, dan pengukuran DO menggunakan DO metter
sedangkan parameter kimia yang proses pengukurannya menggunakan uji
laboratorium adalah untuk mengetahui kadar nitrat,nitrit dan fosfat yang sampel
pengukurannya berupa air yang diperoleh pada setiap transek.Pengambilan sampel air
untuk pengambilan sampel nitrat dan nitrit dilakukan sesuai dengan prosedur
pengambilan sampel perairan salah satu cara pengambilan sampel air adalah dengan
cara mengambil sampel air dengan berlawanan dengan arus laut
24
Sampel yang telah didapatkan pada 3 stasiun kemudian dilakukan uji
laboratorium yang terletak di Laboratorium nutrien FPIK dengan mengukur
kandungan nitrat,nitrit,dan fosfat dengan sampel perairan yang diambil di Perairan
Pulau Kelapa Dua, Pengukuran dilakukan selama 2 kali pengulangan yakni dengan
interval waktu 1 bulan.Hal ini bertujuan untuk mengetahui data yang diperoleh per
bulan yakni pada bulan April dan Mei tahun 2022
25
P = Lt - Lo
Δt
Keterangan :
P = Laju pertumbuhan panjang daun (mm)
Lt = Panjang daun setelah waktu t (mm)
Lo = Panjang daun pada pengukuran awal (mm)
Δt = Selang waktu pengukuran (hari)
Keterangan :
Ki = Kelimpahan jenis (individu/m²)
ni = Jumlah individu dari spesies ke-i (individu)
A = Luas area pengamatan (m²)
H’ = -∑Pi ln Pi = -∑ ni ln ni
N N
26
Keterangan :
N : Jumlah total Individu
ni : Jumlah Individu dalam setiap spesies
pi : jumlah individu dalam setiap spesies
jumlah total individu
Dengan nilai :
H’< 1 = Keanekaragaman rendah dengan jumlah individu tidak
seragam dan salah satu spesiesnya ada yang dominan.
1 ≤ H’≤ 3 = Keragaman sedang dengan jumlah individu tiap spesies tidak
seragam tapi tidak ada yang dominan
H’>3 = Keragaman tinggi dengan jumlah individu setiap spesies
seragam dan tidak ada yang dominan
3. Kelimpahan relatif/ frekuensi relatif untuk menghitung suatu data lamun Menurut
Fachrul (2007) sebagai berikut :
KR = X 100 %
Keterangan :
KR = Kelimpahan Relatif (%)
Ni = Jumlah individu dari spesies ke-i (individu)
N = Jumlah individu dari seluruh spesies (individu)
4. Frekuensi
Frekuensi jenis adalah peluang suatu jenis ditemukan dalam titikcontoh yang
diamati. Frekuensi jenis dihitung dengan rumus (Fachrul, 2007)
Pi
F=
∑p
Dimana : Fi = Frekuensi Jenis
Pi = Jumlah petak contoh dimana ditemukan Spesies i
∑p = Jumlah total petak contoh yang diamati
Frekuensi relatif adalah perbandingan antara frekuensi spesies dengan jumlah
frekuensi semua jenis (Fachrul, 2007)
Pi x 100
FR =
∑F
27
5. Indeks nilai penting
INP = FR + KR + PR
Dimana :
INP = indeks nilai penting
FR = frekuensi relatif
KR = kerapatan relatif
PR = penutupan relatif
28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
31
uninervis merupakan jenis lamun yang paling banyak ditemukan di Pulau Kelapa Dua
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Data yang telah diperoleh dari lokasi
pengamatan, diolah untuk mengetahui beberapa parameter struktur vegetasi sebagai
berikut:
. 4.1.3.2 Jenis Lamun dan Jumlahnya di Setiap Stasiun
Hasil praktik yang telah dilakukan di Kawasan Perairan Pulau Kelapa Dua
Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu diperoleh 5 jenis Lamun yang terdiri
jenis,Thalassia hemprichi, Halophila ovalis,Cymodecoae rotundata, Cymodoceae
rotundata, dan Halodule uninervis, untuk klasifikasi dari jenis jenis tersebut adalah
sebagai berikut :
32
a. Thalassia hemprichi
Kingdom : Plantae
Clade : Angiosperms
Clade : Monocots
Order : Alismatales
Family : Hydrocharitaceae
Genus : Thalassia
Species : T. hemprichii
b. Halophila ovalis
Kingdom : Plantae
(unranked) : Angiosperms
(unranked) : Monocots
Order : Alismatales
Family : Hydrocharitaceae
Genus : Halodule
Species : H. ovalis
Binomial : Halophila ovalis
33
c. Cymodoceae rotundata
Kingdom :Plantae
(unranked) :Angiosperms
(unranked) :Monocots
Order :Alismatales
Family :Cymodoceaceae
Genus :Cymodocea
Species :C. rotundata
Binomial :Cymodocea rotundata (Asch. & Schweinf)
d. Cymodocea rotundata
Kingdom :Plantae
Clade :Tracheophytes
Clade :Angiosperms
Clade :Monocots
Order :Alismatales
Family :Cymodoceaceae
Genus :C. rotundata
Species :Cymodocea rotundata
34
e. Halodule uninervis
Kingdom :Plantae
Clade :Tracheophytes
Clade :Angiosperms
Clade :Monocots
Order :Alismatales
Family :Cymodoceaceae
Genus :Halodule
Species :H. uninervis
35
rata rata penutupan lamun pada stasiun 1,2, dan 3 adalah 14.86±7.33% tergolong
jarang. Dimana pada stasiun 1 tergolong kategori sedang karena rata rata
penutupan lamun sebesar 25.52%, sedangkan pada stasiun 3 tergolong jarang
karena hasil rata – rata penutupan lamun hanya sebesar 35.88%. Dominasi jenis
lamun di semua stasiun adalah jenis Thalassia hempricii dengan presentasi total
tegakan adalah 2233 tegakan
Stasiun 1 jarang ditemukan lamun karena arus cukup kencang karena langsung
berhadapan dengan laut lepas dan sedikitnya pulau pulau yang berada di sekitar
lokasi ini, stasiun 1 juga merupakan dermaga tempat lalu lalang kapal – kapal
sehingga perairan sekitarnya kurang sehat sedangkan stasiun 2 termasuk kedalam
kategori sedang karena arus di stasiun ini tidak kencang karena berada diantara
mangrove dimana mangrove dan lamun juga memiliki keterkaitan satu sama lain
sebagai salah satu ekosistem penting yang ada di perairan, sedangkan pada stasiun
3 termasuk dalam kategori sedang karena langsung berhadapan dengan laut
namun gelombangnya teredam oleh pulau pulau terdekat dan juga masih dekat
dengan mangrove dan keramba ikan dimana lamun memiliki manfaat untuk biota
laut sehingga lokasi ini cocok untuk lamun tumbuh.
36
Maka dapat diartikan bahwa tutupan tertinggi terdapat pada stasiun 3
dan pada line transek ke 2 dengan nilai 28.625 dimana stasiun tersebut
terdapat di wilayah keramba jaring apung dimana pada kegiatan di lapangan
kepadatan ini diambil dari observasi secara langsung, kepadatan ini terjadi
dikarenakan area jaring apung memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi
4.1.3.4 Indeks Dominasi Lamun
Berikut merupakan data hasil perhitungan indeks dominasi lamun pada stasiun
1,2, dan 3 di perairan pulau kelapa dua.
No Jenis INP
1 T. hemprichii 0,8981
2 C.serrulata 0,8903
3 H.ovalis 0,5752
4 C. rotundata 0,4920
5 H. uninervis 0,2144
37
4.1.4 Biota Asosiasi
Daerah padang lamun hidup berbagai jenis biota laut hal ini disebabkan karena
padang lamun berfungsi sebagai daerah untuk mencari makan dan berlindung bagi
hewan makrobenthos.Biota yang berasosiasi di lokasi pengamatan lamun
beranekaragam. Makroalga yang ditemukan didalam transek di seluruh stasiun hanya
jenis halimeda dan caulerpa namun ada sargassum yang tidak masuk kedalam transek.
Benthos kelas Bivalvia juga ditemukan di seluruh stasiun, hal ini diperkuat oleh jurnal
Prasetya et al.(2015), hewan makrobenthos yang banyak melimpah hidup pada
substrat ekosistem padang lamun adalah kelas bivalvia dan gastropoda dan
dipengaruhi oleh faktor seperti tegakan, jenis lamun,jnis substrat,kandungan bahan
organik sedimen dan kualitas air. Alga berperan sebagai produsen. Lamun melindungi
dasar laut dari sinar matahari sehingga menyebabkan padatnya hewan benthos.
Berikut adalah data biota yang berasosiasi di setiap stasiun pengamatan lamun
yang ditemukan pada saat kegiatan praktik di perairan pulau kelapa dua, adapun hasil
biota tersebut adalah:
38
Gambar 26. Rerata Pertumbuhan Lamun
Rerata pertumbuhan jenis lamun hampir seragam pada setiap bulannya, pada kegiatan
di lapangan pengukuran pertumbuhan lamun diukur dengan menggunkan jangka
sorong manual dan digital. Maka didapatkan rerata pertumbuhan jenis lamun dengan
menggunkan metode plastochrone interval adalah sebesar 0.1 mm- 0.4 mm.
39
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil Kerja Praktik Akhir (KPA) struktur komunitas padang lamun di perairan
Pulau Kelapa Dua Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dapat disimpulkan bahwa.
1. Parameter kualitas air meliputi pengambilan sampel kualitas air fisika, kimia, dan
bioogi memiliki nilai yang relatif sesuai dengan baku mutu perairan, dimana
kualitas air yang diperoleh menunjukan hasil yang cukup optimum. Hal ini
sejalan dengan bebrapa jenis lamun yang ditemukan dan nilai kepadatan jenis
jenis lamun di perairan pulau kelapa dua, serta beragamnya jenis biota yang
berasosiasi didalamnya dengan jenis biota yang mendominasi adalah jenis
gastropoda.
2. Metode Plastochrone interval merupakan metode yang dipakai pada saat
mengukur pertumbuhan lamun di wilayah perairan kepulauan seribu dengan hasil
yang diperolah dari metode penandaan tersebut adala 0.1 mm – 0.4mm pada
setiap minggunya. Metode ini merupakan metode penandaan yang pada
kenyataan dilapangan metode ini dapat digunakan dan menghasilkan nilai
pertumbuhan.
3. Terdapat 5 jenis lamun yang ditemukan di wilayah TNKpS Pulau Kelapa Dua,
Kepulauan Seribu,yaitu Thallasia hemprichii, Cymodocea rotundata,
Cymodocea serullata, Halophile ovalis dan Halodule uninervis. Adapun nilai
INP pada beberapa jenis lamun yang ditemukan di Balai Taman Nasional
Kepulauan Seribu dengan nilai tertinggi pada jenis Thallasia hemprichii dengan
nilai 89.81 dan nilai terendah ada pada jenis Halodule uninervis dengan nilai
21.44, hal ini dapat disimpulkan bahwa jenis lamun di perairan Kelapa Dua
mendominasi dari jenis Thallasia hemprichii
4. Hubungan antara nilai Parameter kualitas air dan pertumbuhan lamun sangatlah
saling berhubungan dimana air merupakan media bagi lamun untuk tumbuh, nilai
kualitas air di perairan kelapa dua baik secara fisik, kimia ataupun biologi
termasuk pada angka yang dapat ditolerir oleh lamun itu sendiri sehingga lamun
dapat hidup dengan baik pada kondisi perairan di pulau kelapa dua
5.2 Saran
Berdasarkan pada kegiatan Praktik Kerja Akhir yang telah dilaksanakan maka
hal hal yang diharapkan adalah adanya kegiatan lanjutan mengenai praktik akhir
ini dengan judul yang sama serta peningkatan metode praktik agar mendapatkan
hasil pembanding mengenai parameter lingkungan dan pertumbuhan, baik di
pulau yang sama maupun pulau yang berbeda. Keragaman metode yang
dilaksanakan akan menjadi hasil yang baik dan diharapkan pengambilan data pada
judul yang sama dapat dilakukan secara berkelanjutan.
40
DAFTAR PUSTAKA
Awanis. (2018). Penilaian ekonomi kerusakan dan kebijakan pengelolaan ekosistem lamun di
Pulau Pari Kepulauan Seribu. Bogor: Skripsi IPB.
Barbier, E.B., Hacker, S.D., Kennedy, C., Koch, E.M., Stier, A.C., Silliman, B.R. (2011). The
value of estuarine and coastal ecosystem services. Journal Ecological Monographs the
Ecological Society of America, vol 81, no. 2 , 169–193.
Bengen, D.G. 2004. Ekosistem Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut Serta Prinsip
Penggolongannya. Pusat kajian Sumber Daya Lautan. IPB : Bogor
BTNKpS] Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. (2008). Inventarisasi padang lamun
di Taman Nasional Kepulauan Seribu. Jakarta. 44 hlm.
Direktur Jenderal PHKA Departemen Kehutanan. “Surat Keputusan Zonasi TNKpS Nomor:
SK.05/IV-KK/2004 tentang Zonasi Pengelolaan Taman Nasional Laut Kepulauan
Seribu”. Jakarta. 2004
Fachrul, F.M., H. Haeruman, dan L.C. Sitepu. 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio-
indikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta. Seminar Nasional MIPA 2005. FMIPA-
Universitas InDOnesia. 24-26 November 2005, Jakarta. 10 hlm.
Fachrul, M., Haeruman, H., & Sitepu, L.C. 2005. Komunitas Fitoplankton sebagai
Bioindikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta. Universitas InDOnesia. Jakarta.
Gosari, B. A. J. dan Haris, A. 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di
Kepulauan Spermonde. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan. 22(3):156-162.
Ira., Oetama, D. dan Julianti. 2013. Kerapatan dan Penutupan Lamun Pada Darah Tanggul
Pemecah Ombak Di Perairan Desa Terebino Provinsi Sulaweesi Tengah. Jurnal Ilmu
Perikanan dan Sumberdaya Perairan. 3(1) : 90 -97.
41
Kamarrudin, Z. S., S. B. RonDOnuwu dan P. V. Maabuat. 2016. Keanekaragaman Lamun di
Pesisir Desa Lihunu Pulau Bangka Kecamaran Likupang Kabupate Minahasa Utara,
Sulawesi Utara. Jurnal Mipa Unsrat Online., 5(1) 20-24.
Larkum A.W.D, R.J Orth, C.M Duarte. “Biology, Ecology and Conservation”. Springer:
Netherlands. 2006.
Lee, KS, SR Park, dan Kim YK. 2007. Effect of Irradiance, Temperature, and Nutrients on
Growth Dynamics of Seagrasses: A Review. Journal of Experimental marine Biology
and Ecology. 350 (1 2): 144-175 hlm
McKenzie L.J dan R.L. Yoshida. 2009. Seagrass-watch: Proceedings of a workshop for
monitoring seagrass habitats in InDOnesia. The Nature Concervacy, Coral Triangel
Center, Sanur, Bali, 9th May 2009.
Novendi D. 1999. Struktur Komunitas Lamun (Seagrass) di Perairan Gugus Pulau Pari
Kepulauan Seribu Jakarta Utara. Bogor: IPB
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman, M., Koesoebiono,
D.G. Begen, M. Hutomo, dan S. Sukardjo [Penerjemah]. Terjemahan dari: Marine
Biology: An Ecological Approach. PT. Gramedia. Jakarta.
Prasetya,. K., Ruswahyuni dan Widyorini, N. 2015. Hubungan Antara Kelimpahan Hewan
Makrobenthos Dengan Kerapatan Lamun Yang Berbeda di Pulau Panjang dan Teluk
Awur Jepara. Diponegoro Journal Of Maquares. 4(4): 155-163
Rahmawati, S., Irawan, A., Supriyadi, I. H. dan Azkab, M. H. 2014. Panduan Monitoring
Padang lamun. CRITC CORMAP LIPI, Jakarta
Riniatsih I. 2016. Distribusi Jenis Lamun Dihubungkan dengan Sebaran Nutrien Perairan di
Padang Lamun Teluk Awur Jepara. Jurnal Kelautan Tropis 19(2) : 101-107.
Riniatsih, I., Widianingsih & S. Sedjati. 2001. Kandungan Nutrisi Substrat Dasar dan
Hubungannya dengan Distribusi Spesies Lamun di Perairan Jepara. Hasil Penelitian
(Tidak dipublikasikan) Lemlit Universitas Diponegoro. Semarang
Romimohtarto, K., & Juwana, S. (2001). Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Jakarta: Djambatan.
Romimohtarto, K., & Juwana, S. (2001). Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan Tentang Biota
Laut. Jakarta: Djambatan
42
Ruswahyuni, D. K. Prasetya dan N. Widyorini. 2015. Hubungan Antara Kelimpahan Hewan
Makrobenthos Dengan Kerapatan Lamun yang Berbeda di Pulau Panjang dan Teluk
Awur Jepara. Journal of Maquares, 4(4): 155-163.
SALMIN. 2000. Kadar Oksigen Terlarut di Perairan Sungai Dadap, Goba, Muara Karang dan
Teluk Banten. Dalam : Fora minifera Sebagai Bioindikator Pen cemaran, Hasil Studi
di Perairan Estuarin Sungai Dadap, Tangerang (Djoko P. Praseno, Ricky Rositasari
dan S. Hadi Riyono, eds.) P3O - LIPI hal 42 – 46
Sjafrie, M.D.N., Hernawan, U.E., Prayudha, B., Iswari, M.Y., Rahmat, Anggraini, K.,
Rahmawati, S., Suyarso, Indarto Happy Supriyadi, I.H. (2018). Status padang lamun
inDOnesia Ver. 02. Jakarta: LIPI
SNI 6989.57.2008 (metode pengambilan contoh air permukaan)
Tomascick, T., A.J. Mah, A. Nontji & M.K. Kasim Moosa. 1997. The Ecology of the
InDOnesia Seas. Part One. Periplus Edition (HK) Ltd., Singapore.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian International. Surabaya. 412
hal.
Wagey, B. T. dan Sake, W. 2013. Variasi Morfometrik Beberapa Jenis Lamun di Perairan
Kelurahan Tongkeina Kecamatan Bunaken. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis., 3(1) : 37
– 38
43