Anda di halaman 1dari 85

PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA PEMBESARAN

UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)


DI TAMBAK INTENSIF PT. ESAPUTLII PRAKARSA UTAMA
KABUPATEN TOLI-TOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

LAPORAN KERJA PRAKTIK AKHIR (KPA)


PROGRAM STUDI TEKNIK BUDIDAYA PERIKANAN

Oleh :

ROS LINDA
NIT: 20.05.165

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN BONE
2023
PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA PEMBESARAN
UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)
DI TAMBAK INTENSIF PT. ESAPUTLII PRAKARSA UTAMA
KABUPATEN TOLI-TOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

Oleh :

ROS LINDA
NIT: 20.3.05.165

Laporan Kerja Praktik Akhir (KPA) ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Perikanan (A.Md.Pi)
Pada Program Studi Teknik Budidaya Perikanan
Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN


BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBER DAYA MANUSIA KELAUTAN DAN PERIKANAN
POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN BONE
2023
HALAMAN PENGESAHAN

PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA PEMBESARAN


UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei)
DI TAMBAK INTENSIF PT. ESAPUTLII PRAKARSA UTAMA
KABUPATEN TOLI-TOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

Laporan KPA telah disetujui oleh :

Pembimbing I
Pembimbing II

Muhammad Syahrir, SP., M.Si Siti Aisyah Saridu, S.Pi., M.Si


NIP. 19690715 199003 1 004 NIP. 19880518 201902 2 002

Diketahui oleh :
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

Dra. Ani Leilani, M.Si


NIP. 19641217 199003 2 003
HALAMAN PENGESAHAN

PENGELOLAAN KUALITAS AIR PADA PEMBESARAN


UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) DI TAMBAK
INTENSIF PT. ESAPUTLII PRAKARSA UTAMA KABUPATEN
TOLI-TOLI PROVINSI SULAWESI TENGAH

Dipersiapkan dan disusun oleh :

ROS LINDA
NIT: 20.3.05.165

Laporan KPA telah dipertahankan didepan tim penguji


Tanggal :

Ketua penguji Sekertaris penguji

Muhammad Syahrir, SP., M.Si Siti Aisyah Saridu, S.Pi., M.Si


NIP. 19690715 199003 1 004 NIP. 19880518 201902 2 002

Anggota Penguji I
Anggota Penguji II

Supryady, S.Pd., M.Si Eriyanti Wahid, S.Pi, M.Si


NIP. 19961101 199303 1 004 NIP. 19911001 201902 2 005

Diketahui oleh :
Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone

Dra. Ani Leilani, M.Si

5
NIP. 19641217 199003 2 003

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat
rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga Laporan Kerja Praktik Akhir (KPA) yang
berjudul Pengelolaan Kualits Air Pada Pembesaran Udang Vaname (Litopaneus
vannamei) Di Tambak Intensif PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli
Provinsi Sulawesi Tengah, diselesaikan dengan waktu yang telah ditentukan.
Proses persiapan, pelaksanaan dan penyusunan laporan ini telah
melibatkan kontribusi pemikiran dan saran konstruktif banyak pihak. Atas
dedikasi tersebut, pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Direktur Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone Ibu Dra. Ani Leilani, M.Si
atas izin pelaksanaan Kerja Praktik Akhir KPA di PT. Esaputlii Prakarsa
Utama Kabupaten Toli-toli Provinsi Sulawesi Tengah.
2. Bapak Rusdianto selaku menager PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten
Toli-toli Provinsi Sulawesi Tengah, yang telah menerima Penyusun untuk
melaksanakan Kerja Praktik Akhir (KPA).
3. Ibu Yunarty, S.Pi, M.Si selaku ketua prodi Teknik Budidaya Perikanan.

4. Bapak Muhammad Syahrir, SP., M.Si selaku pembimbing I yang telah


memberikan arahan serta kritikan yang membangun dalam pembuatan
laporan ini.
5. Ibu Siti Aisyah Saridu, S.Pi., M.Si selaku pembimbing II yang telah
memberikan koreksi, revisi terhadap sejumlah data dan informasi.
6. Kakak Iffatunniswah Suhud, Susanti, Rahmatulisna selaku analis
laboratorium di PT. Esaputlii Prakarsa Utama atas bimbingannya.
7. Bapak Bernabas Buntupare’ dan bapak Dominggus Minanga selaku
pembimbing lapangan yang telah memberikan arahan dalam penyusunan
laporan Kerja Praktik Akhir (KPA).
8. Seluruh karyawan PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Provinsi
Sulawesi Tengah yang telah menerima Penulis menjadi bagian keluarga
besar PT. Esaputlii Prakarsa Utama.

6
9. Ayah, ibu, keluarga dan teman-teman serta semua pihak yang tidak bisa
disebutkan namanya satu per satu atas peranan dan dukungannya dalam
pembuatan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan disektor
Kelautan dan Perikanan.

Bone, 20 juni 2023

Ros linda

7
RINGKASAN

ROS LINDA. Pengelolaan Kualits Air Pada Pembesaran Udang Vaname


(Litopaneus vannamei) Di Tambak Intensif PT. Esaputlii Prakarsa
Utama Kabupaten Toli-toli Provinsi Sulawesi Tengah. Dibimbing oleh
MUHAMMAD SYAHRIR dan SITI AISYAH SARIDU.

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu


komoditas perikanan yang bernilai ekonomis penting. Keberhasilan
budidaya udang vannamei sangat ditentukan oleh beberapa faktor salah
satunya parameter kualitas air. Penurunan kualitas air dapat disebabkan
oleh adanya limbah budidaya berupa bahan organik dan nutrisi, baik
partikel tersuspensi maupun terlarut. Kerja Praktik Akhir (KPA) ini
bertujuan mengidentifikasi proses pengelolaan kualitas air pada
pembesaran udang vaname, melakukan monitoring kualitas air pada
pembesaran udang vaname, melakukan analisis usaha pada pembesaran
udang vaname. Kerja Praktik Akhir (KPA) dilaksanakan mulai tanggal 06
Maret – 10 Mei 2023, yang berlokasi di PT. Esaputlii Prakarsa Utama
Kabupaten Toli-toli Provinsi Sulawesi Tengah. Teknik analisis data yang
digunakan dalam menyusun laporan ini yaitu analisis deskriktif dengan
merujuk kepada data primer dan sekunder dan analisis kuantitatif.
Parameter kualitas air yang diukur pada pembesaran udang vaname
meliputi parameter fisika dan parameter kimia. Pengukuran parameter
kualitas air selama 57 hari diperoleh nilai suhu (27 – 30oC), kecerahan
(25 – 95 cm), warna air (hijau, coklat, hijau coklat dan coklat hijau),
salinitas (22 – 30 ppt), pH (7,3 – 8,7), alkalinitas (124 – 136 ppm),
oksigen terlarut (4,0 – 5,92 ppm), amoniak (0 – 0,206 mg/L), nitrit (0 – 0,6
mg/L), nitrat (0 - 1 mg/L), TOM (34,12 – 89,63 ppm). Usaha ini dikatakan
layak pada siklus ini karena memperoleh keuntungan Rp.285.540.276,
B/C ratio 1,5, BEP produksi 7.379 Kg, BEP harga Rp. 75.000 serta PP
sebanyak 13 siklus.

Kata Kunci : Kualitas air, Tambak intensif, Udang vaname

8
SUMMARY

ROS LINDA. Management of Water Quality in Rearing Pond Vaname


Shrimp (Litopaneus vannamei) in Intensive Ponds of PT. Esaputlii Main
Initiative, Toli-toli Regency, Central Sulawesi Province. Supervised by
MUHAMMAD SYAHRIR and SITI AISYAH SARIDU.

Vaname shrimp (Litopenaeus vannamei) is a fishery commodity


with important economic value. The success of vannamei shrimp farming
is largely determined by several factors, one of which is the water quality
parameter. Decreased water quality can be caused by the presence of
aquaculture waste in the form of organic matter and nutrients, both
suspended and dissolved particles. This Final Practical Work (KPA) PT.
Esaputlii Main Initiative, Toli-toli Regency, Central Sulawesi Province,
aims to identify the process of managing water quality in Rearing Pond
vannamei shrimp, monitoring water quality in Rearing Pond vannamei
shrimp. The data analysis technique used in compiling this report is
descriptive analysis with reference to primary and secondary data and
quantitative analysis. The water quality parameters measured at the
vaname shrimp enlargement include physical parameters and chemical
parameters. Measurement of water quality parameters for 57 days
obtained temperature (27 – 30 oC), brightness (25 – 95 cm), water color
(green, brown, brown green and green brown), salinity (22 – 30 ppt), pH
(7, 3 – 8.7), alkalinity (124 – 136 ppm), dissolved oxygen (4.0 – 4.82 ppm),
ammonia (0 – 0.206 mg/L), nitrite (0 – 0.6 mg/L), nitrate (0-1 mg/L), TOM
(34.12 – 89.63 ppm). This business is said to be feasible in this cycle
because it gains a profit of Rp.285.540.276, B/C ratio 1,5, production BEP
7.379 Kg, BEP price Rp. 75. 000 and PP for 13 cycles.

Keywords: Water quality, Intensive ponds, Vannamei shrimp

9
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
RINGKASAN...................................................................................................... iv
SUMMARY......................................................................................................... v
DAFTAR ISI....................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL.................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................
ix
DAFTAR GRAFIK............................................................................................... x
I. PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 2
1.2 Tujuan...................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................... 3
2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Udang Vannamei............................................. 4
2.2 Habitat..................................................................................................... 4
2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan.............................................................. 4
2.4 Proses Pengelolaan Air........................................................................... 4
2.4.1 Pengisian Air..................................................................................
4
2.4.2 Sterilisasi Air ................................................................................. 5
2.4.3 Pemupukan.................................................................................... 5
2.4.4 Aplikasi Probiotik............................................................................ 5
2.4.5 Pergantian Air................................................................................ 5
2.5 Parameter Kualitas Air............................................................................. 6
2.5.1 Parameter Fisika............................................................................
6
2.5.2 Parameter Kimia............................................................................ 8
2.6 Pengelolaan IPAL....................................................................................
........................................................................................................................... 11
2.7 Analisis Usaha.........................................................................................12
2.7.1 perhitungan Biaya..........................................................................12
2.7.2 Analisis Rugi Laba.........................................................................13
2.7.3 Analisis Titik Impas........................................................................13
2.7.4 Perbandingan Keuntungan dan biaya ...........................................13
2.7.5 Payback Period (PP)......................................................................
........................................................................................................................... 14
III. METODE PRAKTIK.......................................................................................15
3.1 Waktu dan Tempat..................................................................................15
3.2 Prosedur Kerja.........................................................................................15
3.2.1 Sarana dan Prasarana...................................................................15
3.2.2 Alat dan Bahan..............................................................................16
3.2.3 Langkah Kerja................................................................................18
3.2.3.1 Proses Pengelolaan Kualitas Air........................................18
3.2.3.2 Parameter Kualitas Air.......................................................19
3.3 Metode Pengukuran Kualitas Air.............................................................19
3.4 Metode Pengumpulan Data.....................................................................24
3.5 Jenis Data................................................................................................24
3.5.1 Data Primer....................................................................................24

10
3.5.2 Data sekunder................................................................................24
3.6 Analisis Usaha.........................................................................................25
3.6.1 Perhitungan biaya .........................................................................25
3.6.2 Analisis rugi laba ...........................................................................26
3.6.3 Break event point...........................................................................26
3.6.4 Benefit cost ratio............................................................................27
3.6.5 Pay back period.............................................................................27
3.7 Analisis Data............................................................................................27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................................28
4.1 Keadaan Umum Lokasi………………………………………………………..
28
4.1.1 Sejarah Berdirinya PT. Esaputlii Prakarsa Utama..........................28

4.1.2 Letak Georafis................................................................................29


4.1.3 Struktur Organisasi........................................................................29
4.2 Proses Pengelolaan Kualitas Air..............................................................29
4.2.1 Pengisian Air..................................................................................29
4.2.2 Sterilisasi Air..................................................................................
........................................................................................................................... 32
4.2.3 Pemupukan ...................................................................................32
4.2.4 Aplikasi Probiotik............................................................................32
4.2.5 Sirkulasi Air....................................................................................33
4.2.6 Penyiponan....................................................................................34
4.2.7 Pengapuran ..................................................................................35
4.3 Parameter Kualitas Air.............................................................................35
4.3.1 Parameter Fisika............................................................................36
4.3.1.1 Suhu..................................................................................36
4.3.1.2 Kecerahan.........................................................................38
4.3.1.3 Warna Air...........................................................................40
4.3.2 Parameter Kimia............................................................................40
4.3.2.1 pH......................................................................................40
4.3.2.2 Alkalinitas...........................................................................42
4.3.2.3 DO.....................................................................................
........................................................................................................................... 44
4.3.2.4 Salinitas.............................................................................
........................................................................................................................... 45
4.3.2.5 Amoniak.............................................................................46
4.3.2.6 Nitrit...................................................................................47
4.3.2.7 Nitrat..................................................................................
........................................................................................................................... 48
4.3.2.8 TOM...................................................................................48
4.4 IPAL….....................................................................................................
52
4.5 Analisi Usaha...........................................................................................53
4.5.1 Biaya Operasional..........................................................................56
4.5.2 Pendapatan....................................................................................57
4.5.3 Income...........................................................................................57
4.5.4 Break Event Point..........................................................................57
4.5.5 PayBack Period.............................................................................58
V. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................
59
5.1 Simpulan..................................................................................................59

11
5.2 Saran.......................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................60

12
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Sarana............................................................................................................15
2. Prasarana.......................................................................................................16
3. Alat yang digunakan......................................................................................16
4. Bahan yang di gunakan..................................................................................17
5. Metode pengukuran parameter kualitas air....................................................24
6. Parameter yang diukur setiap hari..................................................................25
7. Parameter yang diukur setiap minggu............................................................25
8. Pengukuran parameter kualitas air.................................................................36
9. Rincian biaya investasi...................................................................................53
10. Rician biaya penyusutan..............................................................................55
11. Rincian biaya tetap.......................................................................................56
12. Rincian biaya variable..................................................................................56
13. Rincian pendapatan.....................................................................................57
14. Rincian analisis usaha..................................................................................58

13
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
1. Morfologi udang vaname.............................................................................. 3
2. Lokasi PT. Esaputlii Prakrsa Utama............................................................. 15
3. Struktur Organisasi...................................................................................... 29
4. Alur Air......................................................................................................... 30
5. Pemberian probiotik..................................................................................... 33
6. Sirkulasi Air.................................................................................................. 34
7. Penyiponan.................................................................................................. 34
8. Pengukuran Suhu........................................................................................ 37
9. Pengukuran Suhu petak A1 dan A3............................................................. 37
10. Pengukuran Kecerahan............................................................................. 38
11. Pengukuran Kecerahan petak A1 dan A3.................................................. 39
12. Pengukuran pH.......................................................................................... 41
13. Pengukuran pH petak A1 dan A3............................................................... 42
14. Pengukuran Alkalinitas............................................................................... 43
15. Pengukuran Alkalinitas petak A1 dan A3................................................... 43
16. Pengkuran DO........................................................................................... 44
17. Pengukuran DO petak A1 dan A3.............................................................. 45
18. Pengukuran Salinitas................................................................................. 45
19. Pengukuran Salinitas petak A1 dan A3...................................................... 46
20. Pengukuran Amoniak petak A1 dan A3...................................................... 47
21. Pengukuran Nitrit....................................................................................... 47
22. Pengukuran Nitrit petak A1 dan A3............................................................ 48
23. Pengukuran Nitrat...................................................................................... 49
24. Pengukuran Nitrat petak A1 dan A3........................................................... 50
25. Pengukuran TOM....................................................................................... 50
26. Pengukuran TOM petak A1 dan A3............................................................ 51

14
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Udang Vaname merupakan salah satu komoditas perikanan yang unggul
dan memiliki nilai ekonomis tinggi. Udang vaname dipilih karena memiliki
karakteristik yang spesifik yaitu kemampuan beradaptasinya yang cukup tinggi
terhadap perubahan kualitas air seperti suhu, pH dan salinitas. Udang ini tumbuh
relatif cepat dan tingkat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) yang tinggi
(Tahe dan Suwoyo, 2011). Respon dan selera makan yang tinggi serta tahan
terhadap penyakit. serta memiliki pemasaran yang baik di tingkat internasional
(Manan dan Putra, 2014).
Keberhasilan budidaya udang vannamei sangat ditentukan oleh beberapa
faktor salah satunya parameter kualitas air. Penurunan kualitas air dapat
disebabkan oleh adanya limbah budidaya berupa bahan organik dan nutrisi, baik
partikel tersuspensi maupun terlarut (Santoso, 2018). Limbah budidaya berupa
bahan organik akan menjadi sumber utama amoniak. Amoniak dalam jumlah
yang berlebihan akan berdampak negatif bagi kehidupan organisme di dalam
kolam karena bersifat racun.
Kualitas air yang buruk akan menjadi sumber penyakit bagi udang dan
dapat menyebabkan stres. Kualitas air yang buruk dapat berpengaruh pada
tingkat pertumbuhan, proses metabolisme dan sintasan udang menjadi rendah
(Tahe dan Suwoyo, 2011). Parameter kualitas air pada budidaya udang Vaname
jika tidak sesuai cara budidaya udang yang baik akan menyebabkan kerugian
akibat pertumbuhan udang yang tidak optimal bahkan sampai pada kematian
(Poerwanto, 2014).
Pengelolaan kualitas air tambak berperan dalam menentukan keberhasilan
budidaya udang vaname karena tingkat kesehatan udang vaname, pertumbuhan,
dan kelangsungan hidup udang vaname dipengaruhi oleh interaksi lingkungan,
patogen, dan kondisi udang vaname (Raharjo dan eka, 2016). Kualitas air
mempunyai peranan yang penting bagi udang vaname karena air berfungsi
sebagai media udang vaname, baik sebagai media internal maupun eksternal.
Sebagai media internal, air berfungsi sebagai bahan baku reaksi di dalam tubuh,
pengangkut bahan makanan ke seluruh tubuh, dan sebagai pengatur atau
penyangga suhu tubuh. Sementara sebagai media eksternal, air berfungsi

1
sebagai habitat udang vaname. Oleh karena peran air bagi udang vaname
sangat penting maka kuantitas dan kualitas air dalam budidaya udang vaname
harus dijaga sesuai dengan kebutuhan udang vaname. Parameter kualitas air
harus dimonitor sebagai pedoman dalam pengelolaan kualitas air di tambak
untuk menghindari efek negatif terhadap udang vaname yang dipelihara.
Parameter kualitas air dapat diketahui dengan melakukan pengujian berupa uji
fisika, kimia, dan biologi.
Pentingnya pengelolaan kualitas air terhadap pertumbuhan dan
kelangsungan hidup udang vaname menjadi suatu alasan pengambilan judul
Kerja Praktik Akhir (KPA) “Pengelolaan Kualitas Air Pada Pembesaran Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) Di Tambak Intensif PT. Esaputlii Prakrsa
Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah.”
I.2 Tujuan
Pada penyusunan laporan Kerja Praktik Akhir (KPA) ini memiliki tujuan yaitu
sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi proses pengelolaan kualitas air pada pembesaran udang
vaname di Tambak Intensif PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli
Provinsi Sulawesi Tengah.
2. Melakukan monitoring kualitas air pada pembesaran udang vaname di
Tambak Intensif PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Provinsi
Sulawesi Tengah.
3. Melakukan analisis usaha pada pembesaran udang vaname di Tambak
Intensif PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Provinsi Sulawesi
Tengah.

2
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Dan Morfologi Udang Vannamei


Udang vannamei digolongkan ke dalam genus Penaeid pada filum
arthropoda. Pemberian nama ilmiah udang vannamei pertama kali dilakukan oleh
Boone pada tahun 1931 dengan nama Penaeus vannamei. Nama lain udang
vannamei menurut FAO adalah: whiteteleg shrimp (Inggris), crevette pattes
blanches (Prancis), dan camaron patiblanco (Spanyol). Taksonomi udang
vannamei menurut (Supono, 2017) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Subphylum : Crustacea
Class : Malacostraca
Order : Decapoda
Family : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Species: Litopenaeus vannamei
Adapun Morfologi udang vannamei tersebut tergolong pada Bagian tubuh
udang vannamei memiliki modifikasi sehingga dapat digunakan untuk keperluan
sebagai berikut:
1. Kepala (thorax)
Kepala udang vannamei terdiri dari antenula, antenna, mandibular dan 2 pasang
maxillae. Kepada udang juga dilengkapi dengan 3 pasang maxiliped dan 5
pasang kaki berjalan (peripoda) atau kaki sepuluh (decapoda).
2. Perut (abdomen)
Abdomen ini terdiri dari 6 ruas. Pada bagian abdomen terdapat 5 pasang kaki
renang dan sepasang urupods (mirip ekor) yang berbentuk kipas bersama-sama
telson. Adapun gambar morfologi udang vaname dapat dilihat pada gambar.

Gambar 1. Morfologi udang vaname (Warsito 2012)

3
2.2 Habitat
Menurut Warsito (2012), Daerah penyebaran alami Penaeus vannamei
ialah pantai lautan pasifik sebelah barat Mexico, Amerika Tengan dan Amerika
Selatan dimana suhu air laut sekitar 200C sepanjang tahun. Sekarang Penaeus
vannamei karena diperkenal diberbagai belahan dunia karena sifatnya yang
relatif dibudidayakan termasuk indonesia.
2.3 Makanan dan Kebiasaan Makan
Semula udang vaname dikenal sebagai hewan bersifat omnivorous
scavenger artinya ia pemakan segala bahan makanan dan sekaligus juga
pemakan bangkai. Di alam, udang vaname bersifat karnivor yang memangsa
krustase kecil, ampipoda, polikaeta. Namun dalam tambak, udang ini makan
makanan tambahan atau detritus (Supono, 2017). Udang vaname tidak makan
sepanjang hari melainkan hanya makan pada waktu-waktu tertentu dalam sehari.
Nafsu makan udang sangat dipengaruhi oleh kondisi udang itu sendieri serta
kondisi lingkungannya. Udang akan mendeteksi pakan dengan sinyal kimiawi,
bergerak menuju sumber pakan jika pakan mengandung senyawa organik dan
pakan akan langsung dijepit dengan munggunakan capit kaki jalan kemudian
dimasukkan langsung ke dalam mulut dan udang akan berhenti makan apabila
telah merasa kenyang (Wyban dan Sweeney,1991).
2.4 Proses Pengelolaan Kualitas Air
2.4.1 Pengisian Air
Dalam budidaya udang di tambak, air sumber (air yang digunakan untuk
usaha budidaya) adalah air laut di kawasan pesisir dan estuary. Disamping itu,
karena budidaya udang membutuhkan air tawar, maka air sumber yang lain
adalah sungai maupun air dari sumur (Saenong, 2012)
Pengisian air dapat dilakukan dengan menggunakan pompa, pengisian air
lebih baik tidak langsung menginteraksikan udang dengan pasokan air yang
disiapkan. Balut saluran air dengan kain sebagai saringan agar hama tidak
masuk saat pengisian air (Saputra, 2013). Air yang digunakan adalah air yang
diendapkan terlebih dahulu selama 3-7 hari dalam petakan tandon, air yang
dimasukkan ke dalam tambak Seperti pendapat Ghufron et al. (2014) ketinggian
air untuk udang vaname yaitu setinggi 120 cm. Ketinggian air tersebut dibiarkan
dalam tambak selama 2-3 minggu sampai kondisi air betul-betul siap digunakan.
Tinggi air di petak pembesaran diupayakan >1 m (Suharyadi, 2011). Spesifikasi
tambak plastik antara lain, plastic HDPE/Terpal dengan ketebalan 0,5 mm, luas

4
tambak sekitar 500-1000 m2 dengan kedalaman 80- 110 cm, dengan system
intensif (Suharyadi, 2011).
2.4.2 Sterilisasi Air
Sterilisasi air dapat
dilakukan dengan menggunakan kaporit. Selain menggunakan
kaporit dapat juga menggunakan bahan lain yang mengandung clorin. Selama
proses sterilisasi kincir tetap dinyalakan untuk mempercepat pemerataan bahan
dan membatu proses netralisasi kandungan clorin (Rahayu, 2013).

2.4.3 Pemupukan
Awal keberhasilan pemeliharaan biota tergantung dari ketersediaan pakan
alami. Untuk itu sebelum dilakukan penebaran, pakan alami ditumbuhkan dengan
cara pemberian pupuk. Pemupukan bertujuan untuk merangsang pertumbuhan
pakan alami berupa fitoplankton untuk benur udang vaname. Hal ini sesuai
dengan pendapat Farchan (2010) bahwa pemupukan bertujuan untuk
menumbuhkan fitoplankton. Fitoplankton selain dapat memberikan tambahan
oksigen terlarut kedalam air, juga berfungsi sebagai makanan alami bagi benur
udang vaname.

2.4.4 Aplikasi Probiotik


Aplikasi probiotik juga dilakukan dalam persiapan media. Probiotik adalah
bakteri menguntungkan yang sengaja diaplikasikan ke dalam tambak (Mansyur
et al., 2014). Pemberian probiotik diawal pemeliharaan bertujuan untuk
menyiapkan bakteri pengurai bahan-bahan organik, sehingga ketika proses
budidaya berlangsung ketersediaan bakteri di tambak telah mencukupi (Butt et
al., 2021). Menurut Menurut Anggraini, (2018) Probiotik adalah mikroorganisme
hidup yang sengaja dimasukkan ke dalam tambak untuk memberikan efek
menguntungkan bagi udang. Tujuannya adalah memperbaiki dan
mempertahankan lingkungan, menekan bakteri merugikan, menghasilkan enzim
yang dapat membantu system pencernaan.

2.4.5 Pergantian Air


Pergantian air adalah salah satu metode dalam mengatasi permasalahan
kualitas air. Prinsip pergantian air yaitu mengganti kualitas air yang jelek dengan
air yang baru kualitasnya lebih baik. Tingkat pergantian air tergantung pada umur
pemeliharaan, kepadatan tebar udang, biomasa udang yang ada dalam tambak,
kekeruhan air tambak, dan ketersediaan air tandon. Volume air pergantian yang

5
disarankan yaitu 10% atau pada tambak dengan konsentrsi ammonia yang tinggi
memerlukan pergantian air 25-50% dari volume air tambak. Pergantian air di
sarankan sedikit demi sedikit (bertahap) untuk mengantisipasi udang mengalami
stress dan kematian massal plankton (Putra dan Manan, 2014).
2.5 Parameter Kualitas Air
Kualitas air tambak berkaitan erat dengan kondisi kesehatan udang.
Kualitas air yang baik mampu mendukung pertumbuhan udang secara optimal.
Hal ini berhubungan dengan faktor stress udang akibat perubahan kualitas air di
tambak. Oleh sebab itu, kualitas air perlu diperhatikan secara intensif.Menurut
periodenya, pemeriksaan kualitas air terbagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan
setiap hari dan setiap minggu. Parameter kualitas air yang diukur setiap hari
diantaranya suhu, kecerahan, salinitas, dan pH. Pengukuran parameter
parameter tersebut dilakukan pada pagi dan sore hari. Sedangkan parameter
yang diukur setiap minggu yaitu kesadahan, alkalinitas, nitrit, nitrat, dan TOM
(Total Organic Matter). Parameter-parameter tersebut akan mempengaruhi
proses metabolisme tubuh udang, seperti keaktifan mencari makan, proses
pencernaan, dan pertumbuhan udang (Haliman dan Adijaya, 2005).
2.5.1 Parameter Fisika
1. Temperatur Air
Suhu merupakan derajat panas dinginnya suatu perairan yang diukur
dalam satuan °C dan suhu merupakan salah satu faktor penting dalam mengatur
proses kehidupan dan penyebaran organisme. Perubahan suhu yang drastis
dalam budidaya udang vaname dapat menyebabkan udang stress karena suhu
tidak berada dalam kisaran yang optimal.
Suhu air dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan
lokasi. Radiasi matahari merupakan faktor utama yang mempengaruhi naik
turunnya suhu air. Sinar matahari menyebabkan panas air di permukaan lebih
cepat dibanding badan air yang lebih dalam. Suhu yang sangat berbeda antara
pagi dan siang hari (Suharyadi,2013).
Bila suhu dibawah 18°C, nafsu makan udang akan turun, dan bila dibawah
12°C atau diatas 40°C dapat menimbulkan kematian bagi udang. Suhu tinggi
dapat mengakibatkan produksi enzim dan perkembangbiakan bakteri, suhu
optimum bagi udang vaname antara 26–32°C, tetapi suhu terbaik bagi udang
28–30°C (Sulisnarto, 2008). Apabila suhu air mengalami peningkatan, cara
paling mudah untuk menurunkankannya ialah dengan menambahkan air

6
kedalam tambak dan cara mengatasi suhu yang turun ialah dengan mengurangi
air tambak (Batagoda et al., 2018)
2. Kecerahan
Kecerahan merupakan tingkat atau kemampuan cahaya matahari
menembus air dan kecerahan juga menunjukkan populasi plankton dan
kandungan material terlarut dalam air. Nilai kecerahan optimum bagi budidaya
udang vaname berkisar antara 35–45 cm (Suyanto, 2009).
Kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran,
kekeruhan, padatan tersuspensi. Semakin lama pemeliheraan, kepadatan
tersuspensi dalam air semakin tinggi yang disebabkan oleh sisa pakan, feses
udang, pelankton yang mati dan seringnya terjadi blooming karena makin
suburnya dasar tambak akibat timbunan sisa-sisa makanan serta tingginya
kepadatan plankton (Effendie, 2000).
3. Warna Air
Warna air pada petakan tambak mengidentifikasikan jenis plankton yang
ada dan dominan didalam perairan tambak. Warna hijau mengidentifikasikan
plankton chorophyta (alga hijau) dan warna coklat jenis plankton bacillariophyta
(diatome). Fitoplankton yang sering di temukan dan mendominasi di perairan laut
maupun tambak budidaya udang terdapat dalam lima divisi, di antaranya :
Chlorophyta, cyanophyta, bacillariophyta (diatome), dinoflagellata dan
euglenophyta (Boyd, 2002). Chlorophyta dan bacillariaphyta merupakan jenis
fitoplankton yang diharapkan tumbuh dominan di tambak budidaya sedangkan
jenis cyanophyta (blue green algae-BGA) dan dinoflagellata pada tambak
budidaya tidak diharapkan mendominasi (Boyd, 2009).Jenis zooplankton yang
banyak ditemui di tambak diantaranya banyak didominasi oleh kelas crustacean
(copepod dan cladocera), rotifer, cilliata, polychaeta dan mollusca.
2.5.2 Parameter Kimia
1. pH Air
Derajat keasaman (pH) merupakan parameter air untuk mengetahui derajat
keasaman. Nilai pH mengidentifikasikan apakah air tersebut netral, basa atau
asam. Air tambak memiliki pH ideal antara 7,5–8,5 Suprapto (2005). Umumnya
perubahan pH air dipengaruhi oleh sifat tanahnya. Tanah yang mengandung pirit
cenderung pH air bersifat asam dan kisaran pH antara 3–4.
Umumnya, pH air tambak pada sore hari lebih tinggi dari pada pagi hari.
Penyebabnya yaitu adanya kegiatan fotosintesis oleh fitoplankton yang

7
menyerap CO2. Sebaliknya, pada pagi hari CO2 melimpah sebagai hasil
pernafasan udang (Haliman dan Adijaya 2005).
Menurut Ahmad (1991), nilai pH yang baik bagi udang untuk hidup dan
tumbuh berkembang memerlukan midium dengan kisaran pH 6,8–8,5. Pada pH
dibawah 4,5 atau diatas 9,0 udang akan mudah sakit, lemah dan nafsu makan
menurun, bahkan udang cenderung keropos dan berlumut. Kita menginginkan
agar nilai pH perairan tambak adalah sama atau mendekati sama dengan nilai
pH tubuh udang. Hal ini ditujukan agar udang tidak mengalami stres dalam
menyesuaikan pH tubuh dengan lingkungannya. Jika nilai pH perairan tambak
berada di bawah kisaran yang distandarkan, maka kita harus menaikkan nilai pH
tersebut dengan cara pemberian kapur, demikian sebaliknya jika pH perairan,
kita turunkan misalnya dengan cara pemberian saponin aktif.
2. DO (Disolved Oxygen)
Kandungan oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh
udang. Oksigen dalam perairan berasal dari difusi O2 dari atmosfer serta
aktivitas fotosintesis oleh fitoplankton maupun tanaman lainnya. Oksigen yang
bisa dimanfaatkan udang adalah oksigen terlarut (Amri dan Kanna, 2008).
Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk kehidupan udang vaname adalah >3
ppm dan sebaiknya berada pada kisaran 4−8 ppm. Oksigen dibutuhkan oleh
udang untuk proses pembakaran protein, lemak, dan karbohidrat sehingga
menghasilkan energi (Mustofa, 1999).
Oksigen terlarut merupakan parameter utama kualitas air yang sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang serta
kebutuhan konsumtif metabolisme tubuh udang yang dibutuhkan untuk
melakukan aktivitas (berenang, reproduksi dan pertumbuhan). Pengaruh
langsung oksigen adalah efektifitas penggunaan pakan serta proses
metabolisme udang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kondisi kualitas
air.
Rendahnya kandungan oksigen terlarut di dalam tambak sering terjadi
pada periode musim kemarau yang tidak berangin dan tanda sederhana
terjadinya kekurangan oksigen yaitu udang berenang dipermukaan air atau
berkumpul di sekitar inlet air tambak. Pada malam hari suhu menjadi rendah
yang diikuti dengan meningkatnya aktivitas fitoplankton sehingga mengakibatkan
turunnya kandungan oksigen. Upaya untuk meningkatkan oksigen terlarut di
dalam tambak dapat dilakukan dengan menggunakan kincir dan ada dua metode

8
penentuan oksigen terlarut yang dapat diandalkan yaitu metode elektrometris
dan metode winkler atau biasa disebut metode titrasi (Amri dan kanna 2008).
3. Salinitas
Salinitas merupakan jumlah total garam terlarut yang terukur dalam sampel
air dalam satuan ppt (part per thousand) atau gram/liter atau permil ( 0/oo) dan
salinitas merupakan salah satu aspek kualitas air yang memegang peranan
penting karena mempengaruhi pertumbuhan udang. Udang mudah yang
berumur 1–2 bulan memerlukan kadar garam 15–25 ppt agar pertumbuhannya
dapat optimal. Setelah umurnya lebih dari 2 bulan, pertumbuhan udang relatif
baik pada salinitas antara 5–30 ppt. Pada kondisi tertentu, sumber air tambak
bisa menjadi hipersalin/kadar garam tinggi (diatas 30 ppt), hal ini sering terjadi
pada musim kemarau (Haliman dan Adijaya, 2005).
Salinitas air media budidaya udang melebihi 30 ppt, mengakibatkan
pertumbuhan udang menjadi lambat. Hal ini terkait dengan proses osmoregulasi
dimana udang mengalami gangguan, terutama pada saat udang ganti kulit dan
proses metabolisme. Jika kadar garam dalam sel lebih tinggi dari lingkungannya,
maka air dari lingkungan akan masuk ke dalam sel sehingga sel akan membesar.
Demikian sebaliknya jika kadar garam lingkungannya lebih besar dari sel tubuh,
maka cairan dalam sel akan tertarik keluar sehingga udang akan kurus dan
langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi rendahnya salinitas tersebut
adalah dengan menambah input air laut. Sebaliknya jika salinitas terlalu tinggi,
salinitas diturunkan dengan membuang sebagian air di dalam tambak dan
menggantinya dengan air tawar sehingga salinitas optimal dapat dicapai
(Suyanto dan Takarina, 2009).
4. Alkalinitas
Alkalinitas merupakan kapasitas air untuk menetralkan tambahan asam
tanpa menaikkan pH larutan. Alkalinitas merupakan buffer terhadap pengaruh
pengasaman. Dalam budidaya perairan, alkalinitas dinyatakan dalam mg/l
CaCo3.
Jumlah basa dalam air akan menentukan total alkalinitas. Basa yang biasa
ditemukan dalam tambak udang adalah karbonat , bikarbonat, hidroksida, fosfat
dan borat. Karbonat dan bikarbonat paling banyak dan paling penting dalam
alkalinitas. Kisaran total alkalinitas yang dikehendaki untuk budidaya udang
adalah antara 75 dan 200 mg/l CaCo3. Alkalinitas karbonat-bikarbonat
dipermukaan dan air tanah dihasilkan terutama melalui interaksi antara Co 2 dan
kapur (Rangka, et al 2012).

9
Peranan penting alkalinitas dalam tambak antara lain menekan fluktuasi pH
pagi dan siang serta penentu kesuburan alami perairan. Tambak dengan
alkalinitas tinggi akan mengalami fluktuasi pH harian yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan tambak dengan nilai alkalinitas rendah (Boyd, 2002).
5. Amoniak (NH3)
Amonia merupakan limbah terbesar dari proses pencernaan udang karena
kandungan protein yang tinggi. Sumber utama amoniak pada tambak
pembesaran udang adalah ekskresi udang melalui insang dan feses (Hagreaves
dan Tucker, 2004). Amonia dapat juga masuk dalam tambak udang dari sisa
pakan, udang mati atau alga yang mati melalui proses mineralisasi bakteri.
Amonia dalam perairan terdapat dalam dua bentuk yaitu ammonia bebas
(ionized ammonia/NH3) dan Amonia ion (ionizerd ammonia/NH4+). Amonia bebas
pada konsentrasi tinggi beracun bagi udang sedangkan amonia ion tidak
beracun. Kedua bentuk amonia tersebut dipengaruhi oleh pH dan suhu perairan
(Colt, 1984).
Level aman amoniak bagi udang adalah 0,1 mg/l (Chin dan Chen, 1987).
Sedangkan menurut Durborow et. al (1997), kadar amonia tidak terionisasi lebih
dari 0,6 mg/l dapat membunuh udang. Toksisitas amoniak akan menurun jika
kadar CO2 dalam air meningkat, peningkatan CO2 akan menurunkan pH air
sehingga menurunkan kadar amoniak (NH3).
6. Nitrit (NO2-)
Nitrit dalam kolam ikan berasal dari ekskresi ikan berupa amonia yang
dirubah menjadi nitrit oleh bakteri atau sisa pakan dan feses yang mengalami
mineralisasi membentuk amonia yang dirubah menjadi nitrit. Dalam kondisi
normal, nitrit akan dirubah oleh bakteri menjadi nitrat, namun jika terjadi
keterbatasan oksigen terlarut, reaksi akan terhenti sampai nitrit (Durborow et al.,
1997).
Nitrit beracun karena methemoglobin tidak dapat menyatu dengan oksigen
sehingga menghambat kerja dari hemoglobin darah, kandungan nitrit sebaiknya
lebih kecil dari 0,3 ppm kadar oksigen terlarut dalam air merupakan faktor
pembatas dan sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses nitrifikasi.
Pada salinitas diatas 20 ppt, batas ambang aman nitrit adalah <2 ppm
(Suharyadi, 2011). Menurut Mangamapa (2010), kandungan NO 2 yang dapat
ditoleransi oleh udang berkisar 0,1-1,0 mg/l.

7. Nitrat (NO3-)

10
Nitrat adalah ion-ion organik alami yang merupakan bagian dari siklus
nitrogen. Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui
proses oksidasi katalistik. Nitrat pada konsentrasi tinggi bersama – sama dengan
phosphor akan menyebabkan alga blooming sehingga menyebabkan air menjadi
warna hijau dan penyebab eutrofikasi (Manampiring,2009). Menurut Syafaat
(2012), kandungan NO3 yang optimal untuk budidaya udang vaname berkisar 0,8
mg/l.
8. TOM (Total Organic Matter)
Total organik matter (TOM) menggambarkan kandungan bahan organik
total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi dan
koloid. Peningkatan kandungan N-organik dalam air disebabkan sisa pakan yang
tidak dikonsumsi, kotoran udang, kematian plankton dan bahan organik yang
masuk pada saat pergantian air (Suyanto dan Takarina 2009). Boyd (1992)
mengatakan bahwa kandungan bahan organik yang optimal 20 ppm dan
kandungan bahan organik yang tinggi >60 ppm menunjukkan kualitas air yang
menurun. Kandungan total bahan organik merupakan sumber terjadinya
senyawa yang dapat meracuni udang dalam proses anaerob. Selanjutnya
dijelaskan, bahwa pengukuran bahan organik dilakukan setiap minggu baik pada
petak pembesaran udang maupun petak tandon. Bila kandungan air tambak
mencapai 50 ppm maka perlu dilakukan penurunan yaitu dengan cara pergantian
atau penambahan air dari petak tandon namun, cara ini dapat dilakukan kalau
petak tandon kandungan bahan organiknya lebih rendah.
2.6 Pengelolaan IPAL
Menurut Rachman syah (2017), bahwa instansi pengelolaan air
limbah adalah usaha untuk mengurangi beban bahan pencemar yang
terkandung dalam air buangan sehingga aman dan tidak membahayakan saat
dibuang kelingkungan, IPAL terdiri atas dari kolam pengendapan, aerasi,
ekualisasi.
a) Kolam pengendapan/ sedimen
Kolam sedimen merupakan pengolahan tahap pertama secara fisik untuk
mengurangi bahan organic melalui proses pengendapan. Pada kolam ini air
limbah mulai mengalami proses pengendapan. Partikel-partikel padat akan
mengendap, sedangkan partikel-partikel yang ringan akan mengapung
membentuk busa. Kolam sedimen dapat menurunkan kandungan TSS sampai
40-60%.

11
b) Kolam aerasi
Kolam aerasi merupakan unit pengolahan limbah yang bertujuan untuk
meningkatkan kadar oksigen terlarut, menaikkan pH dalam air limbah, serta
membuang CO2 serta gas-gas terlarut lainnya. Kolam aerasi didesain agar
mampu menguraikan bahan organic yang dilakukan oleh mikro organisme
secara aerob dan membantu proses bitrifikasi (proses pembentukan senyawa
nitri menjadi senyawa nitrat dari senyawa ammonia dan oksigen dengan
bantuan mikroorganisme). Pada kolam aerasi dilengkapi peralatan yang
mampu mengaerasi sampai lapisan dasar wadah (kincir).
c) Kolam ekualisasi
Kolam ekualisasi merupakan kolam penampungan air limbah dalam tahap
akhir. Seluruh air limbah yang sudah diolah dialirkan dan ditampung di kolam
ekualisasi. Ekualisasi juga memiliki peran yang cukup penting dalam
menurunkan kandungan nitrit dan amoniak. Pada kolam ekualisasi dipelihara
tanaman air/mikroalga (seperti rumput laut), kerang dan ikan herbivore. Kolam
ini juga berfungsi untuk mengetahui secara cepat kelayakan air hasil olahan
IPAL bagi organisme hidup dan lingkungan. Jika ikan yang ada di dalam
kolam ekualisasi dapat hidup dengan normal berarti air olahan IPAL layak
bagi kehidupan organisme perairan dan dikategorikan baik. Sebaliknya jika
ikan mengalami kematian maka air olahan IPAL masih dikategorikan buruk.
Waktu tinggal (retention time) di dalam kolam ekualisasi umumnya berkisar 6-
10 jam.
2.7 Analisis Usaha
Menurut Ismail et al. (2013), untuk memulai siatu usaha budidaya, selain
pengetahuan secara teknis, pengusaha atau petani juga harus mengetahui
analisis usaha yang harus dijalankan. Parameter-parameter yang dapat menjadi
tolak ukur suatu analisis usaha antara lain analisis rugi laba, analisa titik impas
(Break Even Point) perbandingan manfaat dengan biaya (Benefit Cost Ratio) dan
Pay Back Periode.
2.7.1 Perhitungan Biaya
Perhitungan biaya dalam suatu analisa usaha meliputi:
1) Biaya investasi
Investasi adalah biaya tetap yang dikeluarkan pada saat memulai usaha
(Muhammad, 2010). Biaya ini tidak habis terpakai selama satu proses produksi.
2) Biaya produksi

12
Hasnidar et al. (2017) menjelaskan bahwa biaya produksi mengeluarkan
modal yang harus dikeluarkan untuk usaha, mulai dari persiapan sampai akhir.
Biaya produksi dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
(fixed cost) adalah biaya yang sudah terjadwal pengeluarannya seperti biaya
tenaga tetap. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan satu kali produksi
sangat mempengaruhi besar kecilnya produksi.
2.7.2 Analisis Rugi Laba
Menurut Hasnidar et al. (2017) analisa rugi laba merupakan selisih antara
nilai hasil produksi dengan total biaya produksi yang dikeluarkan
pengusaha/pembudidaya. Untuk melihat perbandingan keuntungan yang
diperoleh sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya hasil produksi dan didukung
oleh tingkat harga jual produk itu sendiri. Berlia et al. (2017) juga menambahkan
bahwa analisa laba rugi adalah total penerimaan dikurangi dengan total biaya
yang dikeluarkan untuk produksi. Suatu usaha dapat dikatakan layak apabila
total penjualan lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan.

2.7.3 Analisis Titik Impas (Break Even Point)


Titik impas yaitu suatu keadaan yang menggambarkan keuntungan usaha
yang diperoleh sama dengan modal yang dikeluarkan, dengan kata lain keadaan
dimana kondisi usaha tidak mengalami keuntungan maupun kerugian (Hasnidar
et al. 2017). Berlia et al. (2017) juga menambahkan bahwa analisa titik impas
merupakan suatu cara untuk menentukan volume penjualan agar tidak terjadi
kerugian. BEP dibagi atas dua yaitu BEP produksi dan BEP harga. BEP produksi
diperoleh dari hasil bagi antara total biaya produksi dengan harga penjualan.
Sedangkan BEP harga diperoleh dari hasil bagi antara total biaya produksi
dengan total produksi.
2.7.4 Perbandingan Keuntungan dan biaya (Benefit cost ratio)
Ningsih et al. (2013) mengemukakan bahwa benefit cost ratio (B/C)
diperoleh dari hasil perhitungan antara jumlah sekarang dari pendapatan dan
nilai sekarang dari biaya, sepanjang usaha tersebut berjalan. Apabila didapat
nilai B/C ratio lebih besar daripada satu maka usaha tersebut layak untuk
diteruskan dan jika lebih kecil daripada satu maka usaha tersebut tidak layak
diteruskan.Hasnidar et al. (2017) juga menambahkan bahwa suatu usaha
dikatakan layak apabila nilai B/C lebih besar dari 0 (B/C>0).

13
2.7.5 Payback Period (PP)
Menurut Berlia et al. (2017) bahwa payback period merupakan metode
yang menghitung berapa cepat investasi yang dilakukan bisa kembali. Ningsih et
al. (2013) menambahkan bawa payback period merupakan suatu cara penilaian
investasi yang didasarkan pada pelunasan biaya investasi oleh keuntungan atau
dengan kata lain waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal yang
ditanam. Payback period dalam suatu usaha berfungsi untuk mengetahui berapa
lama usaha yang akan dilakukan dapat mengembalikan investasi.

14
III. METODE PRAKTIK

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan Kerja Praktik Akhir (KPA) dilaksanakan selama ±2 bulan, mulai
pada tanggal 6 Maret – 5 Mei 2023, yang bertempat di PT. Esaputlii Prakrsa
Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah.

Gambar 2. Lokasi PT. Esaputlii Prakrsa Utama


(Google maps_Esaputlii prakarsa utama, 2023)
3.2 Prosedur Kerja
3.2.1 Sarana dan Prasarana
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Sarana adalah segala
sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan.
Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama
terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Sarana dan
prasana yang digunakan dalam pembesaran udang vaname di PT. Esaputlii
Prakrsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah dapat dilihat pada
Tabel 1 dan 2.
Tabel 1. Sarana pada pembesaran udang vaname
No Sarana Spesifikasi Kegunaan
1 Tambak HDPE 0,75 mm Wadah pembesaran
udang vaname

2 Tandon HDPE 0,75 mm Wadah penampungan air


laut sebelum ke petakan
pemeliharaan
3 IPAL HDPE 0,75 mm Pembuangan air limbah
4 Pompa air 10 dan 1 inch Mengalirkan air ke
tandon dan ke petakan
pemeliharaan
5 Pipa masuk air 10 buah, 10 inch Untuk memasukkan air
kedalam petakan

15
6 Kincir 1 HP Menyuplai oksigen
7 Selang spiral 2 inch Untuk menyipon
8 Pipa pembuangan air 10 inch Untuk membuang feses
udang
9 Pipa central drain 8 inch Saluran pembuangan
sipon
10 Waring 100 x 40 cm Untuk mengfilter air
masuk ke petakan
11 Genset 150.000 Watt Tenaga listrik cadangan
apabila listrik PLN padam
Sumber : PT. Esaputlii Prakrsa Utama (2023)
Tabel 2. Prasarana pada pembesaran udang vaname
No Prasarana Spesifikasi Kegunaan
Tempat istirahat dan tempat
1 Mes/Saung/panel Beton pakan/kapur
/kayu/beton
Tempat menyimpan pakan dan
2 Logistik Beton obat-obatan
Tempat mengukur parameter
3 Laboratorium Beton kualiatas air
4 Kantin Beton Tempat makan
Tempat menyimpan berkas
5 Kantor Beton Perusahaan
Tempat memperbaiki mesin
6 Workshop Beton atau kendaraan yang rusak
7 Gudang genset Beton Tempat genset apabila listrik
Padam
8 Tempat penyortiran Beton Tempat penyortiran pasca panen
Sumber : PT. Esaputlii Prakrsa Utama (2023)

3.2.2 Alat dan Bahan


Alat dan bahan yang digunakan dalam monitoring kualitas air pada
pembesaran udang vaname dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Alat yang digunakan untuk mengukur kualitas air
No Nama Alat Spesifikasi Kegunaan
1 Secchi disk 100 cm Untuk mengukur kecerahan
2 Seser - Untuk mengangkat busa/klekap
3 Aquatroll Aquaesy Untuk mengukur pH, salinitas, DO
dan suhu
4 Gelas Ukur 1000 ml Untuk menakar segala jenis larutan
5 Blong Plastik Wadah kultur bakteri
Wadah untuk melarutkan kapur
6 Baskom Plastik
sebelum ditebar ke petakan
7 Botol Plastik Tempat sampel air petakan
8 Timbangan Plastik Mengukur bahan yang digunakan
9 Erlenmeyer Kaca Wadah sampel air/aquades
Mensterilkan alat dan medium yang
10 Autoklaf Besi
digunakan

16
11 Pipet Tetes Kaca Memindahkan larutan
12 Tabung Reaksi Plastik Tabung pengencer
13 Inkubator Besi Menginkubasi objek/sampel
Memindahkan objek/sampel dalam
14 Mikropipet Plastik
volume kecil
15 Rak Tabung Reaksi Plastik Tempat meletakkan tabung reaksi
16 Beaker Glass Kaca Wadah untuk pembuatan larutan
17 Gelas Ukur Kaca Mengukur volume larutan
18 Kaca Preparat Kaca Tempat sampel diamati
19 Buret Kaca Wadah larutan untuk titrasi
Untuk melakukan pembacaan
20 Spektrofotometri Plastik
absorbansi TAN dan nitrit
Menghomogenkan larutan
21 Vortex mixer Plastik
22 Tisu Membersihkan

Sumber : PT. Esaputlii Prakrsa Utama (2023)

Tabel 4. Bahan yang di gunakan untuk mengukur kualitas air


No Nama Bahan Spesifikasi Kegunaan
1 Udang Vaname - Organisme yang dibudidayakan
untuk meperbaiki kualiatas air di
Masthio,
2 Probiotik petakan dan meningkatkan sistem
Aspergillus
imun udang
niger,
Golbac,
Untuk membersihkan alat-alat yang
3 Air Tawar/aquades Cair
telah digunakan
Salinitas
4 Air Laut Sebagai media budidaya
25-30
ppt
5 Kaporit 40 ppm Untuk membunuh bakteri maupun
Virus
Omya Menaikkan pH dan mengikat
6 Kapur
larutan tersuspensi pada air petakan
7 Testkit Cair/bubuk Pengukur nitrat
Titrasi pada pengukuran TOM dan
8 Asam sulfat (H2SO4) Cair
alkalinitas
9 Asam oksalat Cair Larutan untuk pengukuran TOM
10 KMnO4 Cair Titrasi pada pengukuran TOM
11 Methyl orange Cair Titrasi pada pengukuran alkalinitas
12 Phenolphthalein Cair Titrasi pada pengukuran alkalinitas
13 Phenol Cair Titrasi pada pengukuran alkalinitas
14 Etanol 95%, Cair Titrasi pada pengukuran alkalinitas

15 NO2 -2 Bubuk Larutan untuk pengukuran nitrit


16 NO3 -1 Bubuk Larutan untuk pengukuran nitrat

17
17 NO3 -2 Cair Larutan untuk pengukuran nitrat
18 NH4 -1 Cair Larutan untuk pengukuran
Ammonium
19 NH4 -2 Bubuk Larutan untuk pengukuran
Ammonium
10 NH4 -3 Cair Larutan untuk pengukuran
Ammonium
21 Aluminium Foil - Wadah untuk menimbang
media/sampel uji

22 Sampel air Cair Media yang diamati

23 Aquades Cair Sebagai pelarut untuk membuat


larutan
24 Alkohol Cair Untuk mesterilkan
Sumber : PT. Esaputlii Prakrsa Utama ( 2023)
3.2.3 Langkah Kerja
3.2.3.1 Proses Pengelolaan Kualitas Air
1. Pengisian Air
Pengisian air bertujuan untuk mempersiapkan media budidaya.
a) Alat dan bahan disiapkan.
b) Air laut yang ingin digunakan disedot menggunakan mesin pompa.
c) Melakukan pengisian air hingga kedalaman 200 cm dengan luas tandon
2
3000 m .
d) Setelah air dikolam cukup, mesin pompa dimatikan.
2. Sterilisasi Air
a) Alat dan bahan disiapkan.
b) Kaporit sebanyak 45 kg dan kupri sulfat 1,2 kg (dosis 7,5 ppm dan 0,17
ppm).
c) Pada saat penebaran, kincir dinyalakan agar kaporit teraduk merata pada
kolam.
d) Kemudian air pada kolam di diamkan selama 24 - 48 jam, sebelum
dilakukan perlakuan selanjutnya pada kolam.
3. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk meransang pertumbuan pakan alami.
a) Alat dan bahan disiapkan.

18
b) Pupuk ZA ditimbang sebanyak 2 ppm (luas tambak 2.500 m2, tinggi air 120
cm).
c) Pupuk dimasukkan ke dalam ember dan dicairkan dengan menambahkan
air petakan.
d) Pupuk ditebar di permukaan air.
4. Pergantian Air
Pergantian air dilakukan untuk membuang kotoran pada dasar tambak dan
tetap mempertahankan kualitas air.
a) Air tandon dipompa masuk ke petak pemeliharaan melalui saluran inlet.
b) Sirkulasi dihentikan pada pukul 09.00 pagi hari.
5. Pengaplikasian Probiotik
a) Alat dan bahan disiapkan.
b) Penebaran dilakukan dengan menebar probiotik (Aspergillus niger,
GOLBACK dan MASTHIO) pada tambak secara keseluruhan pada
kolam/petak dengan menggunakan gayung.
c) Penebaran dilakukan pada pagi hari.
6. Pengolahan IPAL
a) Air kolam budidaya yang dikeluarkan pertama akan masuk ke kolam
pengendapan untuk mengurangi nitrit dan amoniak sampai 40-60%.
b) Setelah melalui kolam pengendapan air masuk ke kolam aerasi bertujuan
mampu menguraikan bahan organic dengan pemanfaatan kincir.
c) Selanjutnya ke kolam akualisasi untuk mengetahui secara cepat kelayakan
air hasil olahan IPAL.
d) Selanjutnya air bisa dikeluarkan ke laut.
3.2.3.2 Parameter Kualitas Air
1. Parameter Fisika
a) Pengukuran Suhu
1. Aquatroll di siapkan
2. Aquatroll dihubungkan dengan aplikasi Aqua Easy
3. Aquatroll yang terpasang di jembatan anco diangkat dari dalam air

4. Mengamati nilai suhu pada aplikasi Aqua Easy

19
5. Pengukuran suhu dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan Siang hari
b) Pengukuran Kecerahan Air
1. Secchidisk disiapkan
2. Secchidisk dimasukkan kedalam petakan tambak secara perlahan lahan
sampai garis hitam putih tidak kelihatan
3. Secchidisk diangkat secara perlahan-lahan sampai garis hitam putih
kelihatan samar-samar dan nilai kecerahan dilihat dari skala yang
berhimpitan dengan permukaan air.
4. Hasil pengukuran di catat
c) Warna Air
1. Pengamatan warna air dilakukan secara visual ke petakan tambak
2. Sebaiknya dilakukan pengamatan warna air apabila matahari bersinar
terang
3. Air ditambak biasanya berwarna hijau muda, coklat muda, hijau tua dan
coklat tua
4. Hasil pengamatan di catat
2. Parameter Kimia
a) Pengukuran pH
1. Aquatroll di siapkan

2. Aquatroll dihubungkan dengan aplikasi Aqua Easy


3. Aquatroll yang terpasang di jembatan anco diangkat dari dalam air

4. Mengamati nilai pH pada aplikasi Aqua Easy


5. Pengukuran pH dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan Siang hari
b) Alkalinitas
1. Siapkan alat dan bahan
2. Pengambilan sampel air
3. Air sampel diambil sebanyak 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
100 ml
4. Tambahkan indikator PP (phenolpthalen) 5 tetes

20
5. Bila tidak terjadi perubahan warna, lanjutkan ke langkah berikutnya.
Tetapi bila terjadi perubahan warna (merah muda), titrasi dengan larutan
standar asam (H2SO4 0,02 Normalitas)
6. Tambahkan 1 pipe tetes indikator MO (methyl orange)
7. Titrasi dengan larutan standar asam (H2S04) sampai terjadi perubahan
warna dari kuning menjadi warna merah muda pudar
8. Catat nilai volume akhir larutan asam yang digunakan untuk titrasi

9. Perhitungan alkalinitas dilakukan setelah mendapat hasil titrasi


menggunkan rumus.
10. Adapun rumus untuk menghitung nilai alkalinitas setelah
dilakukan titrasi yaitu sebagai berikut.

Alkalinitas = CO3 + HCO3 x 40

Keterangan :
11. 40 merupakan nilai normalitas titrasi
12. 0,02 x (1/2) x 100 1000 : 25 = 40
c) Pengukuran DO
1. Aquatroll di siapkan

2. Aquatroll dihubungkan dengan aplikasi Aqua Easy


3. Aquatroll yang terpasang di jembatan anco diangkat dari dalam air

4. Mengamati nilai DO pada aplikasi Aqua Easy


5. Pengukuran DO dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan malam.
d) Amoniak (NH3)
1. Siapkan alat dan bahan
2. Pengambilan sampel
3. Air sampel diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam wadah/botol
kaca
4. Masukkan cairan (NH4-1) sebanyak 0,6 ml.
5. Masukkan cairan (NH4-2) sebanyak 1 sendok secop (tunggu selama 5
menit)
6. Masukkan cairan (NH4-3) sebanyak 4 tetes (tunggu selama 10 menit)

21
7. Amati sampel air apakah terlihat warna (jingga/kekuningan/bening)

8. Ukur absorbansi dengan menggunakan spektrofotometer pada


gelom bang 665 nanom et er.
9. Masukkan sampel NH4 ke dalam kuvet dan letakkan di dalam
spektrofotometer.
10. Tutup spektofotometer.

11. Catat nilai pengukuran nitrit yang terdapat pada layar


spektrofotometer.
12. Bersihkan kuvet dengan aquades sebanyak 3 kali dan bilas kuvet
dengan alkohol 70%.
13. Matikan kembali alat spektrofotometer setelah pengukuran selesai

14. Perhitungan ammoniak (NH3) dilakukan setelah mendapat nilai


ammonium (NH4) menggunakan rumus.
15. Adapun rumus untuk menghitung nilai NH3.

1,2× pH × NH 4
130
e) Nitrit (NO2)
1. Siapkan alat dan bahan

2. Nyalakan spektrofotometer 30 menit sebelum digunakan.

3. Pengambilan sampel air

4. Air sampel diambil sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam wadah/botol


kaca
5. Masukkan bubuk nitrit (NO2-1) sebanyak 1 sendok (sendok testkit) dan
dikocok agar merata
6. Diamkan selama 10 menit (hingga terbentuk warna merah muda).

7. Ukur absorbansi dengan menggunakan spektrofometer pada gelombang


543 nanom et er .
8. Masukkan sampel nitrit ke dalam kuvet dan letakkan di dalam
spektrofometer.
9. Tutup spektofotometer.

22
10. Catat nilai pengukuran nitrit yang terdapat pada layar
spektrofotometer.
11. Bersihkan kuvet dengan aquades sebanyak 3 kali dan bilas kuvet
dengan alkohol 70%.
12. Matikan kembali alat spektrofotometer setelah pengukuran selesai
f) Nitrat (NO3)
1. Siapkan alat dan bahan

2. Nyalakan spektrofotometer 30 menit sebelum digunakan.

3. Pengambilan sampel air

4. Air sampel diambil sebanyak 1,5 ml dan dimasukkan ke dalam wadah


kaca
5. Masukkan bubuk nitrat (NO3-1) sebanyak 1 sendok (sendok testkit)
tunggu selama 2 menit lalu masukkan (NO3-2) sebanyak 5 ml.
6. Diamkan selama 10 menit.

7. Ukur absorbansi dengan menggunakan spektrofometer pada


gelom bang 410 nanom et er.
8. Masukkan sampel nitrat ke dalam kuvet dan letakkan di dalam
spektrofotometer.
9. Tutup spektofotometer.

10. Catat nilai pengukuran nitrit yang terdapat pada layar


spektrofotometer.
11. Bersihkan kuvet dengan aquades sebanyak 3 kali dan bilas kuvet
dengan alkohol 70%.
12. Matikan kembali alat spektrofotometer setelah pengukuran selesai
g) TOM
1. Siapkan alat dan bahan

2. Pengambilan sampel air

3. Air sampel diambil sebanyak 25 ml, tambahkan akuades sebanyak 25 ml


dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml
4. Tambahkan 10 ml KMNO4 0,01 N dan H2SO4 6 N sebanyak 5 ml

5. Panaskan, biarkan mendidih selama 10 menit.

23
6. Jika sebelum 10 menit warna air sampel menjadi jernih, tambahkan lagi
KMNO4 0,01 N sebanyak 10 ml
7. Panaskan kembali volume KMNO4 yang ditambahkan diperhitungkan
dalam titrasi
8. Turunkan dari api setelah mendidih, tambahkan asam oksalat 0,01 N
sebanyak 10 ml
9. Titrasi dengan larutan KMNO4 0.01 N hingga terjadi perubahan warna
ungu pudar
10. Catat volume akhir KMNO4 yang diperlukan untuk titrasi

11. Ambil aquades sebanyak 50 ml dan masukkan ke dalam


erlenmeyer 100 ml (sebagai blanko)
12. Dilakukan perlakuan seperti air sampel dan catat volume akhir
KMNO4 yang diperlukan untuk titrasi
13. Perhitungan TOM dilakukan setelah mendapat hasil titrasi dan
hasil blanko menggunakan rumus.
14. Adapun rumus untuk menghitung nilai TOM setelah dilakukan titrasi yaitu
sebagai berikut.
TOM = Hasil titrasi – Blanko x 12,64
h) Pengukuran Salinitas
1. Aquatroll di siapkan
2. Aquatroll dihubungkan dengan aplikasi Aqua Easy

3. Aquatroll yang terpasang di jembatan anco diangkat dari dalam air

4. Mengamati nilai salinitas pada aplikasi Aqua Easy

5. Pengukuran salinitas dilakukan setiap hari pada waktu siang hari.

3.3. Metode Pengukuran Kualitas Air


Metode pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Metode pengukuran parameter kualitas air
No Parameter Satuan Metode Pengukuran
1 Suhu OC Aquatroll
2 Kecerahan air Cm Secchi disk

24
3 Warna air - Visual
4 Salinitas Ppt Aquatroll
5 pH (Derajat Keasaman) - Aquatroll
6 Alkalinitas Ppm Titrasi
7 Oksigen terlarut mg/L Aquatroll
8 Amoniak (NH3) mg/L Indophenol
9 Nitrit (NO2) mg/L Spectrophotometer
10 Nitrat (NO3) mg/L Spectrophotometer
11 TOM Ppm Titrasi
Sumber : PT. Esaputlii Prakrsa Utama (2023)

3.4 Metode Pengumpulan Data


1. Observasi dilakukan dengan mengamati berbagai kegiatan yang dilaksanakan
meliputi alur proses pengelolaan air dan pengukuran parameter kualitas air
pada pembesaran udang vaname.
2. Wawancara, dilakukan untuk memperoleh data mengenai pengoperasian dan
informasi lain yang menyangkut pengelolaan kualitas air pembesaran udang
vaname.
3. Dokumentasi yaitu gambar atau video yang diambil untuk memperkuat bukti
Kerja Praktik Akhir (KPA). Bentuk dokumentasi yaitu gambar selama kegiatan
praktik di PT. Esaputlii Prakrsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi
Tengah.
3.5 Jenis Data
Jenis data terbagi menjadi dua bagian yaitu data primer dan data
sekunder.
3.5.1 Data Primer
Menurut Nurlaila dan Wijaya (2016) data primer
adalah data yang diperoleh dari hasil sumber informasi pertama yaitu individu
atau peseorangan. Data primer meliputi observasi, wawancara, dan
dokumentasi. Data primer yang akan diambil pada kegiatan Kerja Praktik Akhir
(KPA) di PT. Esaputlii Prakrsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi
Tengah, dapat di lihat pada Tabel 6 dan 7.

Tabel 6. Parameter yang diukur setiap hari


No Parameter yang akan diukur Waktu Pengukuran Sampel yang
diambil
1 Pagi dan siang hari 2 petak tambak
Suhu
(A1,A3)
2 Kecerahan air Pagi dan siang hari 2 petak tambak

25
(A1,A3)
3 Warna air Pagi dan siang hari 2 petak tambak
(A1,A3)
4 Salinitas siang hari 2 petak tambak
(A1,A3)
5 pH (Derajat Keasaman) Pagi dan siang hari 2 petak tambak
(A1,A3)
6 Alkalinitas Pagi hari 2 petak tambak
(A1,A3)
7 DO Pagi dan malam 2 petak tambak
(A1,A3)
Sumber : PT. Esaputlii Prakrsa Utama (2023)
Tabel 7. Parameter yang diukur setiap minggu
No Parameter yang akan diukur Waktu Pengukuran Sampel yang
diambil
1 Amoniak (NH3) Pagi hari 2 petak tambak
(A1,A3)
2 Nitrit (NO2) Pagi hari 2 petak tambak
(A1,A3)
3 Nitrat (NO3) Pagi hari 2 petak tambak
(A1,A3)
4 TOM Pagi hari 2 petak tambak
(A1,A3)
Sumber : PT. Esaputlii Prakrsa Utama (2023)

3.5.2 Data sekunder


Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui perantara atau secara
tidak langsung berupa buku, jurnal serta arsip-arsip. Data sekunder diperoleh
dengan metode studi pustaka atau literatur yaitu membandingkan data yang
diperoleh dengan literatur. Data sekunder yang akan diambil meliputi aspek
teknik, aspek finansial serta data umum lokasi parktik. Data sekunder yang akan
diambil pada meliputi, data umum lokasi (sejarah, struktur organisasi, tata letak
lokasi, dan sarana prasarana), data hasil produksi tahun sebelumnya dan data-
data lain yang mendukung laporan Kerja Praktik Akhir (KPA) ini.

3.6 Analisis Usaha


3.6.1 Perhitungan biaya
Perhitungan biaya dalam suatu analisa usaha meliputi :
1) Biaya investasi
Investasi adalah modal yang ditanamkan untuk tujuan produksi. Investasi
tertanam cukup besar pada awal kegiatan usaha, karena untuk memulai

26
operasional harus ada infrastruktur, fasilitas pendukungnya. Bentuk investasi
dapat berupa lahan, bangunan dan peralatan (Sudrajat, 2008).
2) Biaya produksi
Biaya produksi merupakan modal yang harus dikeluarkan untuk
membudidayakan biota laut, mulai dari persiapan sampai panen. Biaya untuk
perawatan sampai hasil panen tersebut terjual termasuk biaya produksi. Biaya
produksi dibedakan antara biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap
merupakan biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi,
sementara biaya variabel merupakan biaya yang habis dalam satu kali produksi,
seperti biaya untuk benih, pakan, dan biaya penjualan (Sudrajat, 2008).

3.6.2 Analisis rugi laba


Analisis rugi laba dapat diperhitungkan dengan cara mengurangi jumlah
total pendapatan dengan jumlah total biaya, dimana akan dapat total
keuntungan. Suatu usaha dapat dikatakan layak apabila total penjualan lebih
besar dari total biaya yang dikeluarkan (Sumardika, 2013).

Laba/Rugi (Rp) = Total Pendapatan – Total Biaya


3.6.3 Break event point
Dalam melakukan kegiatan produksi pihak perusahaan sering mencari
tingkat produksi yang berapa perusahaan akan mendapatkan pendapatan yang
tidak untung atau rugi yang disebut titik impas atau Break Even Poin (BEP).
Dengan mengetahui BEP ini setiap perusahaan sudah bisa memastikan berapa
produksi minimal yang akan mereka lakukan (Sumardika, 2013). Hasnidar et al.
(2017), rumus mencari BEP sebagai berikut:

Total biaya produksi


BEP Harga =
Total panen

Total biaya produksi


BEP Produksi =
Harga satua−Biaya tidak tetap/ Penjualan

3.6.4 Benefit cost ratio


Analisis yang digunakan untuk mengetahui perbandingan ratio hasil yang
diperoleh terhadap suatu jumlah biaya yang dikeluarkan. Semakin besar ratio
berarti usaha tersebut semakin menguntungkan. B/C > 0 atau = 0 adalah setiap
rupiah yang diinvestasikan akan memperoleh keuntungan satu rupiah, jadi kalau

27
hasilnya NOL artinya tidak akan dapat keuntungan, jadi kalau bisa melebihi NOL
agar memperoleh keuntungan (Sumardika, 2013).

Penerimaan
B/C Ratio =
Total biaya

Keterangan :
B/C < 1 = Jumlah biaya yang dihasilkan lebih besar dari keuntungan (Usaha tidak
layak dilanjutkan)
B/C =1 = Jumlah biaya yang dihasilkan sama dengan keuntungan (Usaha tidak
layak dilanjutkan, karena didalamnya belum terhitung aspek lain
seperti tenaga dan waktu)
B/C >1 = Jumlah keuntungan yang dihasilkan lebih besar dari biaya (Usaha layak
dilanjutkan).
3.6.5 Pay back period
Payback Period adalah periode yang diperlukan untuk menutup kembali
pengeluaran investasi. Payback period itu adalah panjangnya waktu yang
diperlukan untuk mengembalikan investasi yang ditanam (Sumardika, 2013).

Investasi
Payback Period (PP) =
Keuntungan

3.7 Analisis Data


Analisis data adalah data yang digunakan analisis Deskriptfi dan analisis
kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara membahas secara
sistematis, menggambarkan dan menjelaskan manajemen dan kegiatan-kegiatan
yang dilaksanakan saat praktik atau menganalisa lebih dalam dan
membandingkan dengan literature dan ditunjang dengan hasil wawancara
dengan pihak yang berkompeten dilapangan. Sedangkan analisis kuantitatif yaitu
menganalisis data yang akan diperoleh menggunakan rumus dan akan disajikan
dalam bentuk angka.

28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Keadaan Umum Lokasi


4.1.1 Sejarah Berdirinya PT. Esaputlii Prakarsa Utama
PT. Esaputlii Prakarsa Utama (Benur Kita) Barru merupakan perusahaan
yang bergerak pada industri udang vaname dan ikan bandeng. Mulanya cikal
bakal nama perusahaan berasal dari nama PT. Ebar Jaya yang dimulai pada
tahun 1984, Saat itu, PT. Ebar Jaya mengelola usaha penggelondongan benur
yang memasok benur dari PT. Fega Mariculture, Kep. Seribu, Jakarta. Pada
tahun 1986, PT. Ebar Jaya berganti nama menjadi PT. Bidadari Laut dengan tiga
orang pemegang saham yaitu Bapak H. Eddy Baramuli, SE., Ibu Rita Baramuli
dan Bapak Tejo/David. Pada tahun 1989, PT. Bidadari Laut berubah nama
menjadi PT. Mutiara Samudera Fishery Indistries. Pada tahun 1993, kepemilikan
saham sepenuhnya dimiliki oleh H. Eddy Baramuli, SE. Pada tahun 1998 melalui
Akte Notaris Sitske Limowa No.62 tahun 1998, PT. Mutiara Samudera Fishery
Industries berubah nama menjadi PT. Esaputlii Prakarsa Utama dan tetap
mempertahankan nama dagang “Benur Kita”.
Bidang usaha yang dimiliki sejak tahun 1986 adalah pembenihan udang
windu,namun pada tahun 2000-2006 perusahaan tersebut mengalami
kemunduran sehingga proses produksi terpakasa dihentikan dan perusahaan
tersebut ditutup. Ada banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi sehingga
mengalami kemunduran diantaranya, masalah penyakit dilapangan dan
lingkungan yang rusak akibat tambak yang tidak diperbaiki dan saluran airnya
yang rusak. Sedangkan faktor pakan yaitu pada tahun 1998 terjadi lonjakan
harga yaitu Rp.2.000/dolar kemudian menjadi Rp.16.000/dolar. Sehingga petani
tambak kurang memberi pakan yang mengakibatkan kurangnya kualitas produk.
Selanjutnya pada tahun 2006 muncullah udang vaname yang lebih tahan
terhadap penyakit daripada udang windu. Pada tahun 2006 perusahaan kembali
memproduksi dan menjalankan usahanya tersebut sampai sekarang. Strategi
yang tepat menyebabkan perusahaan menjadi maju dan berada pada titik
keberhasilan berkat udang vaname yang berkualitas yang berasal dari Konbay,
Hawai Amerika Serikat.

29
4.1.2 Letak Georafis
PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah,
di batasi oleh :
1. Wilayah sebelah utara berbatasan dengan Laut Sulawesi
2. Wilayah sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Galang
3. Wilayah sebelah barat berbatasan dengan Dako Pamean
4. Wilayah sebelah timur berbatasan dengan kabupaten Boul
Luas lokasi lahan untuk tambak udang vanname adalah 86 ha. Lahan
tersebut secara efektik digunakan untuk petakan tambak, tandon, rumah jaga,
ruang mesin, ruang pakan dan saluran air, mess, labolatorium dan kantor. Lokasi
tambak udang vanname di PT. Esaputlii Prakrasa Utama Kabupaten Toli-toli
Povinsi Sulawesi Tengah.
4.1.3 Struktur Organisasi PT. Esaputlii Prakarsa Utama

Gambar 3. Struktur Organisasi PT. Esaputlii Prakarsa Utama

4.2 Proses Pengelolaan Kualitas Air


4.2.1 Pengisian Air
Pengisian air dilakukan setelah seluruh persiapan lahan dikerjakan. Di
tambak PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli, proses pengisian air
dilakukan dengan cara memompa air laut, kemudian dialirkan ke tandon lalu ke
petakan tambak.

30
Air Laut

Rumah
pompa

RP
TP TP

RP

TP TP

PP PP

PP
PP

PP PP

Keterangan :
Outlet IPAL
Inlet
Pipa
Air
TP : Tandon (Treatment Pond)
RP : Tandon (Ready Pond)
PP : Petak Pemeliharaan Ke laut
Gambar 4. Alur Air

31
1. Air masuk ke tandon
Pengisian air di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi
Sulawesi Tengah, dilakukan setelah seluruh persiapan tambak dikerjakan.
Proses pengisian air dilakukan dengan cara memompa air laut dengan
menggunakan pompa berkapasitas 25 HP dengan pipa 10 inch untuk menyedot
air laut, panjang pipa tandon ke laut 300 meter, pada ujung pipa di pasangkan
saringan yang terbuat dari waring agar air yang mengalir ke tandon tidak
terdapat kotoran. Tandon yang digunakan yaitu 4 tandon TP (Treatment Pond)
dan 2 tandon RP (Ready Pond).
a) TP (Treatment Pond)
Bentuk kolam tandon di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten
Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, yaitu berbentuk persegi panjang
dengan luas 3000 m2, tinggi air 200 cm, dan tinggi pematang 300 cm.
Pada tandon ini menggunakan kincir sebanyak 8, untuk memperkaya
oksigen serta mempercepat penguapan gas kaporit. Pada tandon TP
(Treatment Pond) dilakukan setrilisasi menggunakan kaporit tjiwi kimia
dengan dosis 7,5 ppm, proses setrilisasi dilakukan selama 24 jam jika
cuaca cerah, jika mendung dilakukan selama 48 jam. Setrilisasi adalah
suatu proses pemusnahan semua bentuk mikroorganisme, baik yang
berbentuk vegetative maupun yang berbentuk spora.
b) RP (Ready Pond)
Bentuk kolam tandon di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten
Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, yaitu berbentuk persegi panjang
dengan luas 6.500 m2, tinggi air 200 cm dan tinggi pematang 300 cm.
Pada tandon RP (Ready Pond) dilakukan pengendapan selama 4 jam,
setelah melewati proses pengendapan, air siap dimasukkan ke petak
petak pemeliharaan.
2. Air masuk ke petak pemeliharaan
Petak pemeliharaan di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi
Sulawesi Tengah, berbentuk persegi panjang sebanyak 28 petak dan memiliki
kincir sebanyak 12 buah dengan luas 2500 m2, selanjutnya air yang dari tandon
disedot menggunakan pompa yang berkapasitas 10 Hp yang disalurkan ke pipa
berukuran 10 inch, pengisian air melalui kanal dimasukkan melalui pintu air
masuk (inlet). Pada proses pengisian air pipa inlet dipasangkan waring bertujuan
mencegah kotoran yang masuk ke dalam tambak pada pengisian dan air diisi

32
mencapai ke tinggian air 120 cm. Sama yang dilaporkan Ghufron et al. (2014),
ketinggian air untuk udang setinggi 120 cm. Sesuai juga dengan pendapat
(Surharyadi, 2011), ketinggian optimum untuk udang vaname >1 meter.
4.2.2 Sterilisasi Air
Sterilisasi air yang dilakukan di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten
Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, adalah pemberian kaporit tjiwi kimia dengan
dosis 15 ppm dan kupri sulfat dengan dosis 0,34 ppm yang bertujuan untuk
mencegah masuknya hama atau penyakit kedalam tambak.
4.2.3 Pemupukan
Pemupukan sebelum penebaran berfungsi untuk meningkatkan kelimpahan
plankton. Hal ini sesuai pendapat dengan Amri dan Kanna (2008), yang
menyatakan bahwa pemupukan awal bertujuan untuk menyediakan unsur hara
(nutrien) bagi pertumbuhan dan perkembangan fitoplankton. Dampak
pemupukan dapat dilihat dari perubahan warna air kolam atau tambak menjadi
hijau atau hijau kecoklatan. Peningkatan populasi fitoplankton di air dapat
mendorong pertumbuhan populasi zooplankton sehingga bisa meningkatkan
ketersediaan pakan alami bagi udang. Pupuk yang digunakan di PT. Esaputlii
Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, adalah pupuk ZA
(Amonium Sulfat) dengan dosis 2 ppm. Pupuk ditebar pagi hari dimana saat
intensitas cahaya matahari mulai tinggi. Hal ini bertujuan untuk mempercepat
penyerapan pupuk dan menambah kelimpahan plankton melalui proses
fotosintesis. Seperti pernyataan Effendi (2012), yang menyatakan bahwa
pemupukan bertujuan meningkatkan kandungan hara bagi kehidupan
fitoplankton untuk berfotosintesis.
4.2.4 Aplikasi Probiotik
Probiotik merupakan mikroorganisme yang diberikan melalui pakan dan
ingkugan karena menguntungkan udang yang dibudidayakan. Tujuan pemberian
probiotik adalah untuk memperbaiki dan mempertahankan lingkungan agar baik
untuk pertumbuhan udang saat penebaran. Sesuai pendapat amri dan kanna
(2008), bahwa aplikasi probiotik melalui lingkungan bertujuan untuk memperbaiki
kondisi lingkungan (menguraikan bahan organik, menyerap/menetralkan
senyawa beracun seperti amonia, nitrit, dan asam sulfida), menstabilkan
plankton (menghasilkan senyawa anorganik yang diperlukan plankton) dan
menekan bakteri merugikan.

33
Jenis produk probiotik yang digunakan adalah GOLBAC yang
kandungannya Bacillus subtilis, Bacillus licheniformis, Bacillus megaterium,
Bacillus coagulans, Bacillus brevis, Bacillus firmus, bacillus polymixa, total
bakteri 4,5 x 1010 CFU/mL. Manfaatnya menguraikan limbah bahan organic sisa
pakan, kotoran dan bangkai plankton, menekan pertumbuhan bakter merugikan
seperti vibrio spp, menjaga kebersihan dasar kolam dan kestabilan kualitas
parameter air kolam. MASTHIO yang kandungannya Thiobacillus denitrificans,
Thiobacillus ferrooksidans, Thiobacillus novellus, total bakteri 2,8 x 10 10
CFU/mL. Manfaatnya menetralisir senyawa-senyawa beracun seperti H 2S dan
NO2, mengoksidasi ion besi yang menghambat respirasi dan pertumbuhan,
mempercepat siklus kimiawi sehingga mencega penumpukan ammonia dan
methan. Aspergillus niger manfaatnya membantu netralisasi senyawa NO 2 dan
H2S, memperbaiki kualitas destritus/pakan alami, meningkatkan efisiensi pakan.
Dosis 0,16 ppm pemberian probiotik secara bergilir dari GOLBAC, MASTHIO
dan Asperigillus niger pada jam 07.00, cara pemberian di air yaitu setiap
probiotik ditambahkan molase 1 liter, air tambak hingga encer diaduk sampai
merata dan ditebar ke kolam pemeliharaan menggunakan gayung.

Gambar 5. Pemberian Probiotik


4.2.5 Sirkulasi Air
Menurut Yuniasari (2009), ikan dan krustasea hanya mengasimilasi 20-
30% dari jumlah pakan yang diberikan, sisanya diekskresikan ke kolam air. Kira-
kira setengah dari nitrogen yang masuk ke dalam kolam (yang berasal dari
pakan) akan dikonversi menjadi amonia. Amonia yang tinggi dapat
mengakibatkan tingginya kandungan nitrit perairan yang bersifat toksik. Nitrit
tersebut merupakan produk antara bakteri nitrifikasi yang memanfaatkan amonia
dalam prosesnya. Selain itu amonia tinggi juga dapat mengakibatkan blooming

34
alga. Solusi yang dapat dilakukan adalah pergantian air setiap hari. Pergantian
air dimaksudkan untuk menjaga stabilitas kualitas air untuk mendukung
pertumbuhan udang dan meminimalisir mortalitas udang (Fuady et al., 2013).
Sirkulasi air baru dilakukan pada saat udang berumur 9 hari. Sedangkan menurut
pendapat Kordi (2010), yang menyatakan bahwa pergantian air dilakukan
pertama kali saat benur udang di tambak berumur 30 hari. Pada umur tersebut
benur sudah cukup kuat melawan arus yang masuk lewat pintu pemasukan.
Sirkulasi air dilakukan dengan cara membuka pintu outlet. Sirkulasi air rutin
dilakukan setiap hari sebanyak 10% agar keseimbangan kualitas air dalam petak
tetap terjaga.

Gambar 6. Sirkulasi Air


4.2.6 Penyiponan
Penyiponan adalah teknik penyedotan lumpur yang ada di dasar kolam
menggunakan selang ke saluran pembuagan memanfatkan gaya gravitasi dan
tekanan air. Penyiponan juga berguna untuk mengecek adanya kematian dan
molting pada udang. Penyiponan yang dilakukan di PT. Esaputlii Prakarsa Utama
Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, dilakukan 2-3 kali seminggu sejak
udang berumur 10 hari, jika udang sudah mendekati panen penyiponan
dilakukan setiap hari. Hal ini dikarenakan usia udang yang semakin bertambah
sehingga metabolisme pada udang semakin meningkat dan menyebabkan feses
yang dihasilkan lebih banyak. Sama seperti pendapat Subyakto et al. (2009),
yang menyatakan bahwa semakin bertambahnya umur udang, semakin banyak
sisa pakan atau feses yang dihasilkan. Proses penyiponan diawali dengan
persiapan segala peralatan sipon meliputi selang spiral yang sudah tersedia
ditengah kolam dan jaring. Penyiponan dilakukan dibagian tengah tambak,
dimana tempat itu adalah tempat berkumpulnya kotoran yang terkumpul karena
adanya gerakan kincir. Setelah tambak dirasa telah bersih dari kotoran, air
tambak diisi kembali dengan membuka pipa inlet sampai air kembali mencapai
tinggi 120 cm.

35
Gambar 7. Sipon
4.2.7 Pengapuran
Pengapuran merupakan proses pemberian kapur ke dalam media
budidaya yang bertujuan untuk menjaga kualitas air agar nilai pH air netral
hingga mencapai pH optimal. Selain meningkatkan pH agar tetap netral,
pengapuran juga bertujuan untuk mempercepat proses moulting udang dan juga
mempercepat proses pengerasan cangkang pasca moulting. Kapur yang
digunakan di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi
Tengah, yakni kapur Omya, dengan pemberian dosis kapur yang diberikan
3,34–5 ppm (melihat kondisi air tambak). Menurut Kordi (2010), untuk
meningkatkan pH dan alkalinitas air tambak selama pemeliharaan, pembudidaya
banyak menggunakan kapur Omya karena kapur tersebut mempunyai
kemampuan meningkatkan alkalinitas yang lebih tinggi dibandingkan kapur lain.
Pengapuran bisa dilakukan dengan dua cara yaitu dilarutkan dengan air atau
langsung ditebar secara merata yang kemudian didistribusi secara manual agar
tercampur rata ke seluruh air petakan. Proses pengapuran rutin dilakukan setiap
seminggu 1 kali pada DOC 1-40 dan DOC 40 sampai panen dilakukan
pengapuran setiap seminggu 2 kali.
4.3 Parameter Kualitas Air
Kualitas air merupakan faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup dan
produksi udang. Menurut Supono (2018), kualitas air yang baik mendukung
pertumbuhan udang lebih optimal dan tingkat kelangsungan hidup tinggi, kualitas
air yang buruk berdampak pada tingkat pertumbuhan, proses metabolisme dan
sintasan udang menjadi rendah. Hal ini berhubungan dengan faktor stress udang
perubahan kualitas air di tambak. Oleh karena itu, kualitas air perlu diperhatikan
secara intensif. Menurut periodenya, pemeriksaan kualitas air terbagi menjadi

36
dua, yaitu pemeriksaan setiap hari dan setiap minggu. Parameter kualitas air
yang diukur setiap hari yakni: suhu, kecerahan, salinitas, pH, alkalinitas dan
oksigen terlarut. Sedangkan parameter yang diukur setiap minggu yaitu NO 2,
NO3, TOM, dan ammonia (Arsad, 2017). Parameter-parameter tersebut akan
mempengaruhi proses metabolisme tubuh udang, seperti keaktifan mencari
makan, proses pencernaan, dan pertumbuhan udang (Haliman dan Adijaya,
2008).
Hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan udang vaname pada
tambak intensif dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengukuran parameter kualitas air
No Parameter Hasil Pengukuran Kisaran Batas
kualitas air optimum
Petak A1 Petak A3
(PT.EPU)
1 Suhu 27 – 30 C
o
27 – 30ºC 28 – 32 oC
2 Kecerahan 25 - 95 25 – 95 25 – 45 cm
3 Warna air Hijau, coklat, Hijau, coklat, hijau Hijau/Coklat
hijau coklat dan coklat dan coklat
coklat hijau) hijau)
4 Salinitas 24 – 29 ppt 22 – 30 ppt 20 – 32 ppt
5 Ph 7,5 – 8,8 7,3 – 8,5 7.5 – 8.5
6 Alkalinitas 124 – 134 ppm 124 – 134 ppm 120 – 150
ppm
7 DO 4,10 – 5,81 mg/L 4,0 – 5,92 mg/L >4.0 mg/L
8 Amoniak 0 – 0,086 mg/L 0 – 0,206 mg/L <0,1 ppm
9 Nitrit 0 - 0,06 mg/L 0 – 0,3 mg/L <1 mg/L
10 Nitrat 1 mg/L 1 mg/L <60mg/L
11 TOM 36 – 85,75 ppm 34,12 – 89,63 ppm <90 ppm
Sumber : PT. Esaputlii Prakarsa Utama (2023)

4.3.1 Parameter Fisika


4.3.1.1 Suhu Air
Selama kegiatan budidaya udang vaname di PT. Esaputlii Prakarsa
Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, pengukuran suhu dilakukan
dengan menggunakan alat Aquatroll, pembacaan data langsung tersimpan
dalam aplikasi. Pengukuran suhu dilakukan 2 kali sehari dan nilai suhu yang
didapat berkisar 27–31oC. Sesuai pendapat Sulisnarto 2008, suhu optimum bagi
udang vaname antara 26–32°C, tetapi suhu terbaik bagi udang 28–30°C. Hal ini
menunjukkan suhu masih berada pada kisaran yang optimal. Suhu air
dipengaruhi oleh radiasi cahaya matahari, suhu udara, cuaca dan lokasi. Radiasi
matahari merupakan faktor utama yang mempengaruhi naik turunnya suhu air.
Sinar matahari menyebabkan panas air di permukaan lebih cepat dibanding
badan air yang lebih dalam. Sesuai pendapat Suryahadi (2013), sinar matahari

37
menyebabkan panas air di permukaan lebih cepat dibanding badan air yang
lebih dalam, suhu yang sangat berbeda antara pagi dan siang hari. Suhu yang
rendah dapat menyebabkan rendahnya laju konsumsi pakan pada udang,
sedangkan suhu yang tinggi menyebabkan tingkat konsumsi pakan.

Gambar 8. Pengukuran Suhu


Hasil pengukuran suhu pada budidaya udang vaname secara intensif
dapat dilihat pada Gambar 9.

Petak A1
PAGI 07.00 SIANG 14.00
Suhu (0C)

31
30
29
28
27
26
25
24

DOC (Hari)

Petak A3
PAGI (07.00) SIANG (14.00)
31
30
29
Suhu (0C)

28
27
26
25
24
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55
DOC (Hari)
Gambar 9. Pengukuran Suhu Petak A1 dan A3

38
Berdasarkan hasil pengukuran suhu pada petak A1 dan A3 selama
kegiatan KPA di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi
Sulawesi Tengah, dapat dilihat pada Gambar 9. Suhu pagi dan siang selama
kegiatan KPA cenderung berfluktuasi selama umur pemeliharaan. Fluktuasi
merupakan perubahan suhu dari meningkat atau menurun. Suhu pada petak A1
dan A3 menunjukkan nilai yang sering muncul pada pagi hari berkisar 28oC dan
siang hari berkisar 30oC. Hasil pengukuran suhu antara petak A1 dan A3 relatif
sama dengan hasil pengukuran suhu yang dilaporkan oleh Putra dan Abdul
(2014), bahwa suhu berfluktuasi selama kegiatan budidaya udang dengan nilai
optimum antara 27 – 30oC. Fluktuasi suhu terjadi karena perubahan terik sinar
matahari. Gambar 9. menunjukkan di umur ke-12 siang hari, nilai suhu sebesar
27,7oC. Ini disebabkan pada umur ke-12 terjadi hujan yang menyebabkan suhu
lebih rendah. Daerah dengan intensitas hujan yang deras akan menyebabkan
suhu air turun, turunnya suhu air akan menyebabkan penurunan metabolisme
dan nafsu makan udang (Supono, 2017).
4.3.1.2 Kecerahan
Kecerahan merupakan tingkat atau kemampuan cahaya matahari
menembus air dan kecerahan juga menunjukkan populasi plankton dan
kandungan material terlarut dalam air. Di PT. Esaputlii Prakarsa Utama
Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, diukur pagi dan siang hari
mengunakan secchi disk yang ditenggelamkan ke dalam perairan tambak
sampai warna hitam dan putih terlihat samar-samar, kemudian dicatat kecerahan
air berdasarkan skala yang tertera pada tongkat secchi disk.

Gambar 10. Pengukuran Kecerahan

39
Hasil pengukuran kecerahan pada budidaya udang vaname secara
intensif dapat dilihat pada Gambar 11.

Kecerahan Petak A1
PAGI (07.00) SIANG (14.00)
100
90
80
Kecerahan (cm)

70
60
50
40
30
20
10
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55
DOC (Hari)

Kecerahan Petak A3
PAGI (07.00) SIANG (14.00)
100
90
80
Kecerahan (cm)

70
60
50
40
30
20
10
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55
DOC (Hari)
Gambar 11. Pengukuran Kecerahan Petak A1 dan A3

Berdasarkan Gambar 11, kecerahan cenderung menurun seiring lamanya


pemeliharaan. Nilai kecerahan pada petak A1 berkisar 95 – 25 cm dan petak A3
berkisar 95 – 25 cm, kisaran kecerahan antara petak A1 dan A3 relatif sama. Di
PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah,
pada awal pemeliharaan, standar kecerahan berkisar 50 -70 cm. Saat udang
berumur 20 hari sampai panen, nilai kecerahan optimum bagi budidaya udang
vaname berkisar antara 25 - 45 cm. Pada petak A1 dan A3 udang berumur 8 hari
kecerahan sudah berada pada kisaran optimal yaitu 40 cm, tidak sesuai dengan
(Suyanto, 2009) adalah 35 - 45 cm. Akan tetapi, pada petak A3 kecerahan
meningkat pada umur ke-14 hari yaitu 70 cm, hal ini terjadi karena hujan deras
yang menyebabkan plankton dalam petakan tambak banyak mati. Cara

40
penanganan apabila tingkat kecerahan rendah adalah dengan cara pergantian
air, sedangkan kecerahan tinggi adalah pemberian fermentasi.
Kecerahan pada tambak udang vaname berada dalam kisaran kecerahan
yang optimal, kecuali pada awal pemeliharaan mencapai 95 cm, karena pada
awal pemeliharaan kepadatan plankton dan padatan tersuspensi masih kurang.
Kepadatan plankton memegang peranan paling besar dalam menentukan
kecerahan meskipun partikel tersuspensi dalam air juga berpengaruh. Plankton
tersebut akan memberikan warna hijau, coklat, hijau-coklat dan coklat-hijau pada
air (Supono, 2018). Stone dan Daniels (2014) juga menyatakan, kecerahan
kurang dari 20 cm mengidentifikasikan kepadatan plankton melebihi batas
optimal.
Kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran,
kekeruhan, padatan tersuspensi, karna semakin lama pemeliheraan kepadatan
tersuspensi dalam air semakin tinggi yang disebabkan oleh sisa pakan, peses
udang, pelankton yang mati, dan seringnya terjadi blooming karena makin
suburnya dasar tambak akibat timbunan sisa-sisa makanan serta tingginya
kepadatan plankton (Effendie, 2000). Sesuai juga yang dilaporkan WWF (2014),
bahwa kecerahan cenderung menurun seiring dengan lamanya pemeliharaan.
Menurunnya kecerahan di dalam air tambak karena adanya padatan tersuspensi.
4.3.1.3 Warna Air
Warna air pada petakan tambak mengidentifikasikan jenis plankton yang
ada dan dominan dalam perairan tambak. Untuk warna air di tambak PT.
Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, cara
pengamatan warna air tambak dilakukan secara visual dan hasil pengamatan
dicatat. Jenis – jenis warna air yang biasa diamati di tambak PT. Esaputlii
Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah :
1. Hijau
2. Coklat
3. Hijau coklat
4. Coklat hijau
Dari hasil pengamatan pada air tambak di PT. Esaputlii Prakarsa Utama
Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, warna hijau mengidentifikasikan
plankton Chorophyta (Green algae) dan Cyanophyta (blue green algae), warna
coklat jenis plankton diatom dan dinoflagellata, warna hijau coklat
menunjukkan dominasi plankton Green algae dan Bacillariophyta (Diatomae),

41
yang lebih mendominasi yaitu Green algae karna hijaunya lebih dominan begitu
juga sebaliknya dengan coklat hijau yang lebih mendominasi yaitu Diatomae
karna coklatnya lebih dominan. Jenis plankton diatomae merupakan jenis
plankton yang baik bagi tambak. Jenis plankton ini merupakan penyuplai pakan
alami bagi udang, yang menyebabkan tingkat pertumbuhan udang relative lebih
cepat. Kondisi musim dengan tingkat curah hujan yang tinggi, berkurang tingkat
kestabilan diatome sehingga berpotensi terjadinya kematian plankton Daruti
(2019).
4.3.2 Parameter Kimia
4.3.2.1 pH (Derajat Keasaman)
pH merupakan variabel kualitas air yang dinamis dan berfluktuasi
sepanjang hari. Derajat keasaman (pH) banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor
pembentuknya, antara lain bahan organik dan berbagai jenis organisme air yang
mengalami pembusukan, logam besi (besi, timah dan bouksit). Nilai pH
mengidentifikasikan apakah air tersebut netral, basa dan asam. Air tambak
memiliki pH ideal antara 7,5 – 8,5 sama dengan nilai optimum di PT. Esaputlii
Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah yaitu 7,5-8,5.

Gambar 12. Pengukuran pH

42
Hasil pengukuran pH pada budidaya udang vaname secara intensif
dapat dilihat pada Gambar 13.

pH Petak A1
(07.00) (14.00)
10
8
6
4
2
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55
DOC (Hari)

pH Petak A3
pagi (07.00) Siang (14.00)
10
8
6
4
2
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55
DOC (Hari)
Gambar 13. Pengukuran pH Petak A1 dan A3

Di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi


Tengah, pada saat kegiatan budidaya udang vaname berlangsung, pH air yang
diperoleh yaitu pada petak A1 dipagi hari berkisar 7,5 – 8,5 dan pada siang hari
7,3 - 8,8 sedangkan pada petak A3 dipagi hari berkisar 7,3 – 8,5 dan disiang
hari berkisar 7,3 – 8,7, gambar 13, dimana angka pengukuran pH sudah cukup
memenuhi pH standar. Hasil yang diperoleh salama kegiatan KPA relatif sama
dengan hasil pengukuran pH yang dilaporkan oleh Supono (2017), fluktuasi pada
pengukuran pH sebesar 0,2 hingga 0,3 dan nilai optimum pH sebesar 7,9 – 8,9.
Dari gambar 13 juga menunjukkan bahwa variasi perubahan pH selama
pemeliharaan udang vaname, dilihat ada variasi naik dan turunnya pH pada
saat pengukuran. Kenaikan pH terjadi akibat limbah dari sisa pakan yang
mengendap dan mengalami pembusukan sedangkan penurunan pH terjadi
karena adanya air masuk ke petakan tambak baik dari tandon maupun air hujan,
akan tetapi penurunan pH selama pemiliharaan tidak terjadi secara spontan. pH
tidak dianjurkan mengalami fluktuasi sebesar >0,5, fluktuasi siang hari terjadi

43
dikarenakan panas yang terik dan adanya aktivitas fotosintesis. Sesuai pendapat
Haliman dan Adijaya (2005), pH air tambak pada siang hari lebih tinggi yaitu
adanya kegiatan fotosintesis oleh pakan alami, seperti fitoplankton yang
menyerap CO2, sedangkan pada pagi hari CO2 melimpah sebagai hasil
pernapasan udang vaname pada malam hari. Disamping itu, Ahmad (1991)
menyatakan, nilai pH yang baik bagi udang untuk hidup dan tumbuh berkembang
memerlukan midium dengan kisaran pH 6,8 – 8,5. Pada pH dibawah 4,5 atau
diatas 9,0 udang akan mudah sakit, lemah dan nafsu makan menurun, bahkan
udang cenderung keropos. Perubahan pH secara spontan dapat mengakibatkan
udang stress, sehingga untuk mencegah pH yang rendah dilakukan pengapuran
untuk meningkatkan pH.
4.3.2.2 Alkalinitas
Dalam budidaya perairan, alkalinitas dinyatakan dalam mg/L CaCO3.
Jumlah basa dalam air akan menentukan total alkalinitas. Basa yang biasa
ditemukan dalam tambak udang adalah karbonat, bikarbonat, hidroksida, fosfat
dan borat. Karbonat dan bikarbonat paling banyak dan paling penting dalam
alkalinitas. Alkalinitas dibutuhkan oleh bakteri nitrifikasi maupun fitoplankton
untuk pertumbuhannya, alkalinitas berperan juga sebagai moulting udang.
Tindakan untuk meningkatkan alkalinitas adalah pengapuran dengan Omya.
Dalam senyawa air tersebut akan bereaksi dengan karbondioksida menghasilkan
bikarbonat sebagai ion utama pembentuk alkalinitas (Supono, 2017).
Prengukuran alkalinitas di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli
Povinsi Sulawesi Tengah, dilakukan setiap hari pada pagi hari, pengukuran
alkalinitas sudah sesuai dengan SOP yang diterapkan pada perusahaan
tersebut.

Gambar 14. Pengukuran Alkalinitas Petak A1 dan A3

44
Hasil pengukuran alkalinitas pada budidaya udang vaname secara
intensif dapat dilihat pada Gambar 15.
Alkalinitas (ppm)
Alkalinitas
140 Petak A1 Petak A3

135
130
125
120
115
1 4 7 10 1 3 1 6 19 22 2 5 2 8 31 34 37 4 0 43 46 49 5 2 55
DOC (Hari)
Gambar 15. Pengukuran Alkalinitas Petak A1 dan A3

Berdasarkan hasil pengukuran alkalinitas selama kegiatan KPA di PT.


Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah. Pada
petak A1 nilai alkalinitas berkisar 124 – 136 ppm dan pada petak A3 diperoleh
nilai berkisar 124– 136 ppm. Hasil pengukuran selama kegiatan KPA relatif sama
yang telah dilaporkan oleh Trisnawanti (2012), bahwa perairan yang baik bagi
udang memiliki kandungan alkalinitas 120 – 150 ppm. Peranan penting
alkalinitas dalam tambak antara lain menekan fluktuasi pH pagi serta penentu
kesuburan alami perairan.
Pada Petak A1 nilai alkalinitas paling tinggi didapat pada umur ke-28 dan
46 yaitu 136 ppm dan paling rendah didapat pada umur ke-3 dan 19 yaitu 124
ppm. Sedangkan pada petak A3 nilai alkalinitas paling tinggi pada umur ke- 6,15,
22, 23, 36, 43 yaitu 136 ppm dan paling rendah pada umur ke-54 yaitu 124 ppm.
Sesuai dengan hasil pengukuran pH pada Gambar 13, dimana fluktuasi pH tidak
melebihi batas optimal yaitu 4. Sesuai yang dilaporkan Supono (2017), fluktuasi
pada pengukuran pH sebesar 0,2 hingga 0,3. Pada petak A1 dan A3 nilai
alkalinitas berbeda karena dipengaruhi fluktuasi pH, jika nilai alkalinitas tinggi
fluktuasi pH rendah jika dibandingkan dengan tambak nilai alkalinitas rendah
(Boyd, 2002). Alkalinitas yang terlalu tinggi pada tambak akan menyebabkan
udang sulit melakukan molting karena adanya peningkatan mineral pada air
tambak.
4.3.2.3 Oksigen Terlarut (DO)
Pengukuran Disolved Oxygen (DO) di PT. Esaputlii Prakarsa Utama
Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, dilakukan menggunakan alat

45
sensor kimia dan pengukuran DO dilakukan pada 7.00 pagi dan 21.00 malam
hari. Kelarutan oksigen dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya suhu,
salinitas, pH dan bahan organik. Salinitas semakin tinggi maka oksigen terlarut
semakin rendah. Penyebab oksigen terlarut rendah dalam tambak udang yakni
kematian plankton, blooming plankton, cuaca berawan, dekomposisi bahan
organik ( Supono, 2017).

Gambar 16. Pengukuran DO

Hasil pengukuran oksigen terlarut pada budidaya udang vaname secara


intensif dapat dilihat pada Gambar 17.

Pagi (07.00) DO Petak A1 Malam (21.00)


7
6
5
DO (ppm)

4
3
2
1
0
1 4 7 10 13 16 1 9 2 2 2 5 2 8 31 34 37 4 0 4 3 4 6 49 52 55
DOC (Hari)

Pagi
DO Petak A3 Malam
7
6
5
DO (ppm)

4
3
2
1
0
1 4 7 10 13 16 1 9 2 2 2 5 2 8 3 1 34 37 4 0 4 3 4 6 4 9 5 2 55
DOC (Hari)
Gambar 17. Pengukuran DO Petak A1 dan A3

46
Berdasarkan Gambar 17, pengukuran DO selama kegiatan budidaya
udang vaname di peroleh nilai DO pada petak A1 malam hari berkisar (4,10 –
4,99 ppm) dan pagi hari berkisar (4,28 – 5,81 ppm). Pada petak A3 dimalam hari
berkisar (4,0 – 4,82 ppm) dan pagi hari berkisar (4,33 – 5,92 ppm). Hasil
pengukuran oksigen terlarut yang paling rendah yaitu untuk petak A1 4,10 ppm
dimana didapatkan pada umur ke-51 dimalam hari dan nilai oksigen terlarut
paling tinggi yaitu 5,81 ppm didapat pada umur ke-10 dipagi hari. Sedangkan
pada petak A3 oksigen terlarut yang paling rendah didapat pada umur ke-42
yaitu 4,0 ppm dimalam hari dan paling tinggi didapat pada umur ke-28 yaitu 5,92
ppm dipagi hari. Nilai oksigen terlarut tersebut sudah berada pada kondisi
optimal. Sesuai dengan pendapat KEP 2.28/MEN/2004, DO optimum adalah 4-6
mg/l, oleh karena itu harus di pantau.
DO pagi tidak boleh lebih rendah dari 4 ppm untuk menjaga agar udang
tidak menderita stress karena akan memicu timbulnya penyakit. Untuk menjaga
DO pagi dan malam selalu diatas 4 ppm, dalam menajemen tambak sehari-hari
perlu diperhatikan kebersihan dasar tambak. Dasar tambak kotor menyebabkan
DO rendah karena akan digunakan untuk proses dekomposisi bahan organic
(respirasi mikroororganisme). Pada malam harinya sebagian besar digunakan
untuk respirasi (Edhy et al. 2010). Pada tambak PT. Esaputlii Prakarsa Utama
Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, kami tidak melakukan pengecekan
DO di siang hari karena pada saat itu kondisi cuaca cerah dan dasar tambak
bersih, biasanya DO siang hari selalu diatas 7 ppm.
Hal yang perlu diperhatikan dalam menajemen DO pada pembesaran
udang vaname yaitu menjaga kebersihan dasar tambak dengan melakukan sipon
secara berkala. Menumbuhkan fitoplankton hijau (green algae) dan fitoplankton
coklat (brown algae), untuk memasok oksigen terlarut melalui proses fotosintesis,
dan pengoperasian kincir secara terus menerus. Menurut pendapat Dahuri, et al.
(2004), yang menyebabkan keberadaan oksigen diperairan sangat penting terkait
dengan berbagai proses kimia dan biologi.
4.3.2.4 Salinitas
Di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi
Tengah, pengukuran salinitas dilakukan 1 kali sehari pada siang hari
menggunakan alat Aquatroll. Salinitas selama kegiatan KPA meningkat seiring
lamanya umur pemeliharaan.

47
Gambar 18. Pengukuran Salinitas

Hasil pengukuran salinitas pada budidaya udang vaname secara


intensif dapat dilihat pada Gambar 19.

Petak A1 Salinitas Petak A3


35
30
Salinitas (ppt)

25
20
15
10
5
0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55
DOC (Hari)
Gambar 19. Pengukuran Salinitas Petak A1 dan A3

Berdasarkan Gambar 19, salinitas pada petak A1 diumur ke-1 – 45


berkisar 24 – 27 ppt, sedangkan pada petak A3 diumur ke-1 – 45 berkisar 22 –
27 ppt. Pada umur ke-46 – 57 di Petak A1 dan A3 berkisar 27 – 30 ppt. Pada
petak A3 umur ke-1 – 45 salinitas mencapai 22 ppt karena sering terjadi hujan
yang mengakibatkan salinitas menurun dan diumur ke- 54 salinitas meningkat
mencapai 30 ppt, nilai salinitas terbilang tinggi disebabkan karena sumber airnya
yang memang memiliki salinitas tinggi dan jarang terjadi hujan atau tidak
dilakukan penambahan air tawar. Dari Gambar 19, dapat dilihat bahwa terdapat
variasi turun naiknya salinitas pada setiap pengukuran, naiknya salinitas karena
pada saat pengukuran salinitas cuaca panas, suhu udara naik dan adanya
penguapan air tambak sehingga menyebabkan kandungan air garam meningkat
sehingga salinitas tinggi sedangkan penurunan salinitas diakibatkan hujan sering
terjadi yang menyebabkan salinitas turun sehingga konsentrasi kadar garam
berubah disebabkan adanya kandungan air tawar tetapi tidak meyebabkan

48
kematian pada udang karena pengukuran salinitas masih berada pada kisaran
optimal.
Udang muda yang berumur 1 – 2 bulan memerlukan kadar garam 15 – 25
ppt agar pertumbuhannya dapat optimal. Setelah umurnya lebih dari 2 bulan,
pertumbuhan udang relatif baik pada salinitas antara 5 – 30 ppt. Menurut
Sulistinarto dan Adiwijaya (2008), udang vaname yang dipelihara di tambak akan
tumbuh baik pada kisaran salinitas 5 – 35 ppt. Salinitas air media budidaya
udang melebihi batas optimal, mengakibatkan pertumbuhan udang menjadi
lambat. Hal ini terkait dengan proses osmoregulasi dimana udang mengalami
gangguan, terutama pada saat udang ganti kulit dan proses metabolisme. Sama
yang dilaporkan Astuti (2017), Jika salinitas diluar kisaran optimum, pertumbuhan
udang vaname menjadi lambat karena terganggunya proses metabolisme akibat
energi lebih banyak dipergunakan untuk proses osmoregulasi. Haliman dan
Adijaya (2005), juga menyatakan bahwa salinitas air yang terlalu tinggi juga bisa
menyebabkan kesulitan udang vaname untuk berganti kulit karena kulit
cenderung keras sehingga kebutuhan energi untuk proses adaptasi meningkat.
Hal ini dapat diantisipasi dengan pergantian air ataupun penambahan air tawar.
4.3.2.5 Amoniak (NH3)
NH3 merupakan limbah dari proses pencernaan udang karena kandungan
protein yang tinggi, senyawa ini sangat beracun bagi organisme perairan
walaupun dalam konsentrasi rendah (Syafaat, 2012). Nilai standar pengukuran
amoniak pada tambak pembesaran udang PT. Esaputlii Prakarsa Utama
Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, yaitu <0,1 mg/L. Sesuai dengan
pendapat (Chin dan Chen, 1987) level aman amoniak bagi udang vaname
adalah <0,1 mg/L, sedangkan menurut Durborow et.al (1997), kadar amoniak
tidak terionisasi >0,6 mg/L dapat membunuh udang.
Hasil pengukuran amoniak terlarut pada budidaya udang vaname secara
intensif dapat dilihat pada Gambar 20.

Petak A1 Amoniak Petak A3


0.25
NH3(mg/L)

0.2
0.15
0.1
0.05
0
5 12 19 26 33 40 47 54
DOC (Hari)
Gambar 20. Pengukuran Amoniak Petak A1 dan A3

49
Berdasarkan Gambar 20, hasil pengukuran amoniak (NH 3) di PT. Esaputlii
Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, yaitu pada petak
A1 berkisar 0 – 0,086 mg/L dan pada petak A1 berkisar 0 – 0,206 mg/L,
kenaikkan amoniak disebabkan oleh feses dan padatan tersuspensi. Hasil
pengkuran amoniak selama kegiatan KPA relatif sama dengan yang dilaporkan
Syafaat (2012), maksium amoniak yang dapat diterima pada budidaya udang
vaname yaitu 2 mg/L.
Nilai amoniak(NH3) pada petak A3 paling tinggi didapat pada umur ke-53
yaitu 0,206 mg/L dan paling rendah didapat pada umur udang ke-12 dan 19 yaitu
0 mg/L. Sedangkan pada petak A1 nilai amoniak paling tinggi didapat pada umur
ke-54 yaitu 0,086 mg/L dan paling rendah didapat pada umur ke-12 dan 19 yaitu
0 mg/L. Menurut Putra (2014), kadar amoniak yang tinggi berpengaruh terhadap
aktivitas metabolisme sehingga nafsu makan udang menurun dan menghambat
daya serap terhadap O2 akibatnya udang lemas dan mati. Suhu dan pH
mempengaruhui proporsi amoniak dalam air. Semakin tinggi pH, maka semakin
besar proporsi ammoniak terhadap ammonium. Colt (1984), Amoniak
dipengaruhi suhu dan pH perairan yang dapat meningkatkan daya racun
amoniak.
4.3.2.6 Nitrit (NO2)
Nitrit dalam kolam udang berasal dari ekskresi udang berupa amonia
yang dirubah menjadi nitrit oleh bakteri atau sisa pakan dan feses yang
mengalami mineralisasi membentuk amonia yang dirubah menjadi nitrit. Dalam
kondisi normal, nitrit akan dirubah oleh bakteri menjadi nitrat, namun jika terjadi
keterbatasan oksigen terlarut, reaksi akan terhenti sampai nitrit (Durborow et al.,
1997). Di PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi
Tengah, apabila nitrit melebihi batas optimal maka dilakukan pergantian air dan
diberikan bakteri nitrifikasi.

Gambar 21. Pengukuran Nitrit

50
Nitrit beracun karena methemoglobin tidak dapat menyatu dengan oksigen
sehingga menghambat kerja dari hemoglobin darah, kandungan nitrit sebaiknya
lebih kecil dari 0,3 mg/L. Kadar oksigen terlarut dalam air merupakan faktor
pembatas dan sangat berpengaruh terhadap berlangsungnya proses nitrifikasi.
Pada salinitas diatas 20 ppt, batas ambang aman nitrit adalah <2 mg/L
(Suharyadi, 2011). Nilai standar pengukuran nitrit pada tambak pembesaran
udang PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi
Tengah, yaitu <1 mg/L. Apabila kadar nitrit melebihi batas maksimal, maka nitrit
berubah menjadi racun yang menyebabkan stress bahkan sampai mati, karena
menunjukkan sedang terjadinya proses perombakan bahan organic yang
menggunakan oksigen, sehingga kandungan oksigen terlarut di perairan rendah.
Hasil pengukuran nitrit pada budidaya udang vaname secara intensif dapat
dilihat pada Gambar 22.

0.7
Nitrit
Petak A1 Petak A3
0.6
NO2 (mg/L)

0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
5 12 19 26 33 40 47 54

DOC (Hari)
Gambar 22. Pengukuran Nitrit Petak A1 dan A3

Hasil pengkuran nitrit selama kegiatan KPA di PT. Esaputlii Prakarsa


Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, dapat dilihat pada Gambar
22. Pada petak A1 nilai nitrit berkisar 0 – 0,6 mg/L dan petak A3 berkisar 0 – 0,3
mg/L. Nilai nitrit pada petak A1 paling tinggi didapat pada umur ke-54 yaitu 0,6
mg/L dan paling rendah didapat pada umur ke-12, 19, 33, dan 40 yaitu 0 mg/L.
Sedangkan petak A3 nilai nitrit paling tinggi didapat pada umur ke-54 yaitu 0,3
mg/L dan paling rendah didapat pada umur ke- 12, 19, 33, dan 40 yaitu 0 mg/L.
Dimana, nilai nitrit petak A1 dan A3 berada pada kisaran optimal. Hal ini, relatif
sama dengan yang dilaporkan Mangampa (2010), kandungan nitrit (NO2) yang
dapat ditoleransi oleh udang vaname berkisar 0,1- 1,0 mg/L. Kadar nitrit yang
baik untuk budidaya tambak adalah 0,25mg/L, menurunnya nitrit disebabkan oleh
kurangnya feses pakan (Dede, 2014).

51
4.3.2.7 Nitrat (NO3)
Nitrat adalah ion-ion organik alami yang merupakan bagian dari siklus
nitrogen. Nitrat dibentuk dari asam nitrit yang berasal dari ammonia melalui
proses oksidasi katalistik. Nitrat pada konsentrasi tinggi bersama – sama dengan
phosphor akan menyebabkan alga blooming sehingga menyebabkan air menjadi
warna hijau dan penyebab eutrofikasi (Manampiring, 2009).

Gambar 23. Pengukuran Nitrat

Hasil pengukuran nitrat pada budidaya udang vaname secara intensif


dapat dilihat pada Gambar 24.

Nitrat
Petak A1 Petak A3
1.2
1
NO3 (ppm)

0.8
0.6
0.4
0.2
0
5 12 19 26 33 40 47 54
DOC (Hari)

Gambar 24. Pengukuran Nitrat Petak A1 danA A3

Hasil pengukuran nitrat pada petak A1 dan A3 selama kegiatan KPA di


PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah,
dapat dilihat pada Gambar 24. Nitrat selama kegiatan KPA cenderung stabil
selama pemeliharaan udang. Nilai nitrat yang diperoleh petak A1 dan A3, yaitu
0 - 1 mg/L, hasil yang diperoleh selama kegiatan KPA tidak relatif sama yang
dilaporkan oleh Syafaat (2012), kandungan NO3 yang optimal untuk budidaya
udang vaname berkisar 0,4 - 0,8 mg/L. dan batas optimal di PT. Esaputlii
Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah yaitu <60 mg/L.
Menurunnya nitrat disebabkan oleh kurangnya feses pakan (Dede, 2014).

52
4.3.2.8 TOM (Total Organik Matter)
Total organik matter adalah kandungan bahan organik total suatu
perairan yang terdiri dari bahan terlarut, koloid dan tersuspensi (Effendi, 2003).
Menurut Adiwidjaya (2008), batas normal TOM adalah <150 ppm. Kandungan
bahan organik terlarut yang tinggi dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut
dalam air sehingga menurunkan daya tahan udang (Mangampa et al., 2009).

Gambar 25. Pengukuran TOM

Hasil pengukuran TOM pada budidaya udang vaname secara intensif dapat
dilihat pada Gambar 26.

100 Petak A1 TOM Petak A3


80
TOM (ppm)

60
40
20
0
5 12 19 26 33 40 47 54
DOC (Hari)
Gambar 26. Pengukuran TOM Petak A1 dan A3

Hasil pengukuran TOM pada petak A1 dan A3 selama kegiatan KPA ini
dapat dilihat pada Gambar 26. TOM selama kegiatan KPA cenderung naik turun
selama pemeliharaan. Pada petak A1 nilai TOM paling tinggi didapat 85,75 ppm
diumur ke-45 dan paling rendah 36,65 ppm diumur ke-5 sedangkan petak A3
nilai TOM paling tinggi didapat 89,63 ppm diumur ke-54 dan paling rendah 34,12
ppm diumur ke-5. Nilai standar pengukuran TOM pada tambak pembesaran
udang PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi
Tengah, yaitu <90 ppm. Hasil yang diperoleh selama kegiatan KPA relatif sama
yang telah dilaporkan oleh SNI: 8037.1:2014, batas normal TOM adalah <90 ppm
Kelayakan kandungan bahan organik terlarut disebabkan oleh ketersediaan
oksigen terlarut yang cukup, pemberian probiotik yang bertujuan untuk

53
membantu aktivitas bakteri dalam penguraian bahan organik menjadi senyawa
sederhana.
4.4 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Intalasi pengolahan air limbah adalah bangunan air yang berpungsi untuk
mengelola air buangan yang berasal dari kegiatan pembesaran udang. Menurut
Syah (2017), bahwa instalasi pengelolaan air limbah adalah usaha untuk
mengurangi beban bahan pencemar yang terkandung dalam air buangangan
sehingga aman dan tidak membahayakan saat dibuang kelingkungan. IPAL
terdiri atas dari kolam pengendapan, kolam oksigenisasi dan kolam
penampungan. Ukuran IPAL yang digunakan 2.500 m2. Adapun tahapan
pengelolaan IPAL tesebut, yaitu kolam
1. Kolam pengendapan
Kolam pengendapan berfungsi untuk mengendapkan lumpur-lumpur dan
sisa-sisa pakan yang terbuang, pada kolam ini air limbah mulai mengalami
proses pengendapan. Partikel-partikel padat akan mengendap, sedangkan
partikel-partikel yang ringan akan mengapung membentuk busa.
2. Kolam oksigenisasi
Kolam oksigenisasi merupakan kolam pengolahan limbah yang bertujuan
untuk meningkatkan kadar oksigen terlarut dan menaikkan pH dalam air limbah,
serta membuang CO2 serta gas-gas terlarut lainnya. Kolam aerasi didesain agar
mampu menguraikan bahan organic yang dilakukan oleh mikro organisme secara
aerob dan membantu proses bitrifikasi (proses pembentukan senyawa nitri
menjadi senyawa nitrat dari senyawa ammonia dan oksigen dengan bantuan
mikroorganisme). Pada kolam aerasi dilengkapi peralatan yang mampu
mengaerasi sampai lapisan dasar wadah (kincir).
3. kolam penampungan
Kolam penampungan yang memanfaatkan ikan nila, Kolam ini juga
berfungsi untuk mengetahui secara cepat kelayakan air hasil olahan IPAL bagi
organisme hidup dan lingkungan. Jika ikan yang ada di dalam kolam dapat hidup
dengan normal berarti air olahan IPAL layak bagi kehidupan organisme perairan
dan dikategorikan baik. Sebaliknya jika ikan mengalami kematian maka air
olahan IPAL masih dikategorikan buruk. Waktu tinggal (retention time) di dalam
kolam penampungan umumnya berkisar 6-10 jam.

54
4.5 Analisi Usaha
Menurut ismail et al.,(2013) dalam memulai suatu usaha budidaya, selain
pengetahuan secara teknis perlu juga mengetahui analisa usaha yang harus
dijalankan. Kegunaan dalam melakukan analisa usaha diantaranya adalah untuk
dapat memperkirakan modal yang diperlukan, keuntungan yang akan diperoleh
dan yang lebih penting adalah sebagai kontrol dan target usaha yang dilakukan
apakah layak untuk dijalankan.
a. Biaya investasi
Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat memulai usaha
sampai kegiatan tersebut mulai berjalan hingga panen. Rincian biaya investasi
pada kegiatan pembesaran udang vaname di PT. Esaputlii Prakarsa Utama
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Rincian biaya investasi
Harga satuan Harga total
No Komponen Jumlah Satuan (Rp) (Rp)
1 Rumah Jaga 1 Unit 10.000.000 10.000.000
2 Tambak HDPE 1 Unit 122.500.000 122.500.000
3 Tandon 2 Unit 122.500.000 245.000.000
4 Kincir 30 Unit 5.000.000 150.000.000
5 Pompa Air 3 Unit 40.000.000 120.000.000
6 Pipa 8 Inch 300 Meter 850.000 255.000.000
7 Pipa 10 Inch 350 Meter 1.200.000 420.000.000
8 Anco 2 Unit 150.000 300.000
9 Timbangan 2 Unit 1.000.000 2.000.000
10 Jala 2 Unit 1.000.000 2.000.000
11 Jaring Panen 4 Unit 1.000.000 4.000.000
12 Tiga Roda 2 Unit 30.000.000 60.000.000
Mobil pickup 76.500.000 76.500.000
13 1 Unit
grandma
14 IPAL 1 Unit 122.500.000 245.000.000
15 Pos sekuriti 1 Unit 28.000.000 28.000.000
16 Rumah panen 1 Unit 160.000.000 160.000.000
17 Laboratorium 1 Unit 45.600.000 45.600.000
18 Kantor 1 Unit 134.000.000 134.000.000
Logistik, 1
19 Unit 192.000.000 192.000.000
workshop
20 Ruang genset 1 Unit 45.000.000 45.000.000
21 Musholla 1 Unit 38.400.000 38.400.000
22 Mess manager 1 Unit 129.600.000 129.600.000
Mess pond
23 1 Unit 200.000.000 200.000.000
operator
24 Mess karyawan 1 Unit 200.000.000 200.000.000

55
25 Kantin 1 Unit 100.000.000 100.000.000
26 Rumah pompa 1 Unit 14.400.000 14.400.000
27 Genset 250 1 Unit 414.000.000 414.000.000
Mikroskop
28 1 Unit 18.150.000 18.150.000
binokuler
Inkubator INB
29 1 Unit 18.550.000 18.550.000
200
30 Komputer 3 Unit 4.500.000 13.500.000
31 Printer 2 Unit 2.500.000 5.000.000
32 Spektrofotometer 1 Unit 82.500.000 82.500.000
33 Aquatroll 1 Unit 150.000.000 150.000.000
TOTA 3.700.300.300
L
Sumber : PT. Esaputlii Prakarsa Utama (2023)

b. Biaya penyusutan
Biaya penyusutan merupakan harga penyusutan benda setiap
pertahunnya. Rincian biaya penyusutan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rician biaya penyusutan
Penyusutan BM
No Komponen Harga total JUE NS (Rp) / tahun(Rp) 12%
1 Tambak 122.500.000 20 24.500.000 1.633.333 2.940.000
Plastik
2 Tandon 245.000.000 20 49.000.000 3.266.666 5.880.000
3 Kincir 150.000.000 5 30.000.000 8.000.000 3.600.000
4 Pompa Air 120.000.000 5 24.000.000 6.400.000 2.880.000
5 Pipa 8 Inch 255.000.000 10 51.000.000 6.800.000 6.120.000
6 Pipa 10 Inch 420.000.000 10 84.000.000 11.200.000 10.080.000
7 Anco 300.000 2 60.000 40.000 7.200
8 Timbangan 2.000.000 5 40.000 130.666 40.800
9 Jala 2.000.000 5 40.000 130.666 40.800
10 Jaring Panen 4.000.000 2 800.000 533.334 96.000

11 Tiga Roda 60.000.000 3 12.000.000 5.333.333 1.440.000


12 Mobil pickup 76.000.000 15 15.200.000 1.351.111 1.824.000
grandma
13 IPAL 245.000.000 20 49.000.000 3.266.666 5.880.000
14 Pos sekuriti 28.000.000 20 5.600.000 373.333 672.000
15 Rumah 160.000.000 20 3.200.000 2.613.333 3.264.000
panen
16 Laboratorium 45.600.000 20 9.120.000 608.000 1.094.400
17 Kantor 134.000.000 20 26.800.000 1.786.666 3.216.000
18 Logistic, 192.000.000 10 38.400.000 5.120.000 4.608.000
workshop
19 Ruang 45.000.000 20 9.000.000 600.000 1.080.000
genset

56
20 Musholla 38.400.000 30 7.680.000 341.333 921.600
21 Mess 129.600.000 20 25.920.000 1.728.000 3.110.400
menager
22 Mess pond 200.000.000 20 40.000.000 2.666.666 4.800.000
operator
23 Mess 200.000.000 20 40.000.000 2.666.666 4.800.000
karyawan
24 Kantin 100.000.000 20 20.000.000 1.333.333 2.400.000
25 Rumah 14.400.000 20 2.880.000 192.000 345.600
pompa
26 Genset 250 414.000.000 10 8.280.000 13.524.000 8.445.600
27 Mikroskop 18.150.000 10 3.630.000 484.000 443.600
binokuler
28 Incubator INB 18.550.000 5 3.710.000 989.333 445.200
200
29 Komputer 13.500.000 5 2.700.000 720.000 324.000
30 Printer 5.000.000 5 1.000.000 266.666 120.000
31 Spektrofotom 82.500.000 10 16.500.000 2.200.000 1.980.000
eter
32 Aquatroll 150.000.000 10 30.000.000 4.000.000 3.600.000
33 Rumah Jaga 10.000.000 20 2.000.000 133.333 240.000
TOTAL 87.765.772 86.739.200
Sumber : PT. Esaputlii Prakarsa Utama (2023)
penyusutan pertahun
Biaya penyusutan/siklus =
Jumlah siklus /tahun
87.765.772
=
3
= 29.255.257

57
4.5.1 Biaya Operasional
a. Biaya Tetap
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan tanpa dipengaruhi oleh besar
kecilnya jumlah produksi dalam satu siklus budidaya. Biaya tetap dapat dilihat
pada Tabel 11.
Tabel 11. Rincian biaya tetap
beban/ Total/
No Komponen Jumlah
bulan (Rp) siklus (Rp)
1 Gaji teknisi 2 orang 7.000.000 28.000,000
2 Gaji karyawan 10 orang 18.000.000 72.800.000
3 Listrik 1 15.000.000 60.000.000
4 Total/ siklus 160.800.000
5 BM biaya tetap 9.648.000
6 Biaya penyusutan 87.765.772
Total 258.213.000

Sumber : PT. Esaputlii Prakarsa Utama (2023)


b. Biaya variabel
Biaya variabel merupakan jumlah biaya terhadap semua unit yang
diproduksi. Rincian biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Rincian biaya variabel
Harga (Rp)
NO Komponen Jumlah Satuan
Satuan Total
1 Benur vaname 500.000.000 Ekor 50 25.000.000
2 Pakan 14.244,0 Kg 17.000 242.148.000
3 Probiotik 41 Kg 275.000 11.275.000
4 Mineral 20 Kg 58.000 1.160.000
5 Dedak 77 Kg 1.800 138.600
6 Ragi 3 Kg 40.000 120.000
8 Molase 71 Liter 14.000 994.000
9 Pupuk Za 0.5 Kg 2.500 1.250
10 Cupri 2 Kg 60.000 120.000
11 Kaporit 60 Kg 48.000 2.880.000

Total/ siklus 283.836.850


BM biaya 11.353.474
variabel
Total biaya 295.190.324
variabel + BM
Sumber : PT. Esaputlii Prakarsa Utama (2023)

4.5.2 Pendapatan
Pendapatan merupakan jumlah uang yang diperoleh dari hasil penjualan
dari hasil panen dalam satu periode. Hasil pendapatan dari hasil panen di PT.
Esaputlii Prakarsa Utama dapat dilihat pada tabel 13.

58
Tabel 13. Rincian pendapatan
Harga satuan Total harga (Rp)
Hasil panen Size Tonase (kg)
(Rp)
Panen Persial 1 66 1.561.8 67.000 104.640.600
Panen Persial 2 50 1.067.0 75.000 80.025.000
Panen Total 40 7.979.0 82.000 654.278.000
Total 10.607,8 838.943.600
Sumber : PT. Esaputlii Prakarsa Utama (2023)
Dari tabel di atas menunjukan bahwa dalam satu siklus produksi
pendapatan yang di dapat sebesar Rp. 838.943.600.
Input merupakan semua biaya yang dikeluarkan dalam masa kegiatan
produksi.
1) Input (Biaya operasional)
Total biaya tetap = 258.213.000
Total biaya variable = 295.190.324
Total input 1 siklus = 553.403.324
Total input 1 tahun = 1.660.209.972
4.5.3 Income (Keuntungan Usaha)
Keuntungan yang diperoleh dari usaha pembesaran udang vaname di PT.
Esaputlii Prakarsa Utama adalah sebagai berikut.
Laba = Pendapatan – Total Biaya
= Rp. 838.943.600 – Rp 553.403.324
= Rp. 285.540.276
4.5.4 Break Event Point (BEP)
a) BEP Harga = Total Biaya/ Total Produksi
= 553.403.324 / 10.607,8
= Rp. 52.169,5
Artinya, untuk mencapai titik impas dengan total biaya sebesar Rp.
553.403.324 dan total produksi sebanyak 10.607,8 kg, maka harga jual udang
vaname sebesar Rp. 52.169,5
b) BEP Produksi
Harga = Rp. 67.000 + Rp. 75.000 + Rp. 82.000 = 224.000 : 3
= 75.000
BEP produksi = Total Biaya/ harga Produksi
= 553.403.324 / 75.000
= 7.379 kg

59
Artinya sebanyak Rp. 553.403.324 dan harga jual Rp. 75.000 maka untuk
mencapai titik impas jumlah udang vaname yang dijual adalah sebanyak 7.379
kg.
4.5.5 Benefit Cost Ratio (BCR)
Perhitungan benefit cost ratio yaitu sebagai berikut :
B/C ratio = Pendapatan / Total Biaya
= Rp. 838.943.600 / Rp 553.403.324
= Rp. 1,5
Berdasarkan B/C Ratio di dapatkan hasil Rp. 1,5 Artinya setiap mengeluarkan Rp
1 akan menghasilkan Rp 1,5 sehingga usaha tersebut layak untuk diteruskan.

4.5.6 PayBack Period


Perhitungan PP pada kegiatan pembesaran udang vaname sebagai
berikut:
Payback Period = biaya investasi / keuntungan
= Rp. 3.700.300.300/ Rp. 285.540.276
= 13 siklus
Investasi sebesar Rp 3.700.300.300 dan keuntungan Rp. 285.540.276/siklus,
memerlukan 13 siklus untuk mengembalikan seluruh modal investasi. Adapun
rincian analisis kelayakan usaha pada pembesaran udang vaname di PT.
Esaputli Prakarsa Utama dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Rincian analisis usaha
No Jenis Variabel Besaran
1 Rincian Modal Usaha
Investasi Rp. 3.700.300.300
Biaya Operasional per siklus
 Biaya Tetap Rp. 258.213.000
 Biaya Variabel Rp. 295.190.324
2 Rincian Output
 Penerimaan per
Rp. 838.943.600
siklus
3 Rincian Income
 Keuntungan per
Rp. 285.540.276
siklus
4 Break even point
 BEP harga Rp. 75.000
 BEP produksi 7.379 kg
5 B/C Racio 1,5
6 Payback Period 13 siklus
Sumber : PT. Esaputlii Prakarsa Utama (2023)

60
V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Berdasarkan dari hasil Kerja Praktik Akhir (KPA) yang dilaksanakan di PT.
Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Proses pengelolaan kualitas air diukur pada pembesaran udang
vaname di tambak intensif PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten
Toli-toli Povinsi Sulawesi Tengah, meliputi air yang masuk ke tandon
sampai kembali ke laut.
2. Parameter kualitas air yang diukur pada pembesaran udang vaname
di tambak intensif PT. Esaputlii Prakarsa Utama Kabupaten Toli-toli
Povinsi Sulawesi Tengah, meliputi parameter fisika (Suhu, Kecerahan
dan Warna air) dan parameter kimia (pH, alkalinitas, DO, Salinitas,
Amoniak, Nitrit, Nitrat dan TOM)
3. Usaha pembesaran udang vaname di PT. Esaputlii Prakarsa Utama
dapat dikatakan layak pada periode/siklus ini dengan keuntungan yang
dihasilkan sebanyak Rp. 285.540.276, B/C ratio 1,5 BEP produksi
7,739 Kg, BEP harga Rp. 75.000 serta PP sebanyak 13 kali siklus.
5.2 Saran
Meningkatkan kedisplinan kinerja pada karyawan agar dalam proses
budidaya berjalan lancar sesuai SOP perusahaan dan pada saat pengukuran
parameter kualitas air, sterilisasi alat lebih diperhatikan untuk menghindari
kontaminasi atau penyebaran penyakit selama kegiatan bididaya dan ditandon
dilakukan pengecekan kualitas air sebelum masuk ke petak pemeliharaan.

61
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad T. 1991. Pengelolaan perubahan mutu air yang penting dalam tambak
udang intensif. Direktorat jenderal perikanan bekerja sama dengan
International Development Recearch Center. Infish manual Seri No. 25.

Amri, K dan Kanna, I, 2008. Budidaya Udang Vaname: Secara Intensif, Semi
Intensif, dan Tradisional. PT Gramadia Puustaka Utama, Jakarta.

Anggraini, L. (2018). Isolasi Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat


(BAL) Asal Pangan Fermentasi Sumatera Barat Penghasil Gamma
Aminobutyric Acid (GABA) dan Aplikasinya Dalam Menurunkan Stress
Pada Broiler. Doctoral Thesis, Universitas Andalas Padang.

Austin,B and D.A. Austin. 1989. Methods for the Micribiological Examination of
Fish and Shellfish. Ellis Horwood Ltd. Chichester, England. 317 p.

Berlia M, Gumilar I, Yuliadi, Nurhayati A. 2017. Analisa Usaha dan Nilai Tambah
Produksi Kerupuk Berbahan Baku Ikan dan Udang (Studi Kasus di
Perusahaan Sari Tanjung Kabupaten Indramayu). Jurnal Perikanan dan
Kelautan. 8(2): 118-125.

Boyd CE. 1990. Water quality in pond for aquaculture. Alabama Agriculture
Experiment Station. Auburn University. Birmigham Publishing Co, Alabama.
USA. 482 p.

Boyd, C.E. 2009. Phytoplankton in Aquaculture Ponds. Global Aquaculture


Advocate, January/February : 65-66.

Boyd, C.E., Clay, J.W.2002. “Evaluation of Belize aquaculture LTD, A


superintensive Shrimp aquaculture system”, Reportprepared under The
World Bank, NACA, and FAO Consorsiu. Work in progress for Public
Discussion. Published by The Consorsium. 17 pages

Butt, U.D., Lin, N., Akhter, N., Siddiqui, T., Li, S., Wu, B. 2021. Overview of the
latest developments in the role of probiotics, prebiotics and synbiotics in
shrimp aquaculture. Fish and Shellfish Immunology 114, 263-281.

Chin, T.S. dan J.C. Chen. 1987. Acute Toxicity of Ammonia to Larvae of the Tiger
Prawn, Panaeus monodon. Aquaculture, 66: 247-253

Colt, J. 1984. Computation of Dissolved Gas Concentration in Water as Funtions


of Temperature, Salinity, and Presure. Amer. Fish. Soc. Spec. Pub. No. 14.
154 pp.

Departemen Kelautan dan Perikanan RI.2003.Jenis Penyakit Udang pada


Budidaya Air Payau.Artikel 02/09/04.Mina diklat BPPP Belawan Medan.
Http:// www.dkp.net/Artkl/diklat/071.html.

Durborrow, R.M., D.M. Crosby, dan M.W. Brunson. 1997. Nitrite in Fish Pond.
SRAC Publication No. 462. 4 hal.

62
Effendi H. 2012. Telaah Kualitas Air : Bagi pengelolaan sumberdaya dan
lingkungan perairan. Jurusan Managemen Sumberdaya Perairan.FPIK.
IPB. Bogor. Karakteristik Fisika Kimia Sedimen dan Hubungannya Dengan
Struktur Komunitas Makrozoobenthos Di Perairan Teluk Kendari 258 hal.

Erlangga,erick.2012. Budidaya Udang Vannamei Secara Intensive.Pustaka Agro


Mandiri.Tanggerang.

Farchan. M. 2010. Teknik Budidaya Udang Vannamei. Sekolah Tinggi Perikanan


Serang. Banten

Haliman RW dan D. Adijaya S. 2005. Udang Vannamei. Jakarta: Penebar


Swadaya

Hargreaves, J.A. dan C.S. Tucker. 2004. Managing Ammonia in Fish Ponds.
SRAC Publication No. 4603. 8 hal.

Hasnidar, T.M. Nur, Elfiana. 2017. Analisis Kelayakan Usaha Ikan Hias di
Gempong Paya Cut Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuten. Jurnal S.
Pertanian. 1(2): 97-105.

Ismail, Indradi, Wijayanto D, Yulinto T, Suroto.2013. Analisis Kelayakan Usaha


Perikanan Laut Kabupaten Kendal. Jurnal Saintek Perikanan. 8(2): 52-56.

Kordi K, M.Ghufran H. dan Andi Baso Tanjung, 2007. Pengelolaan Kualitas Air
Dalam Budidaya Perairan. Jakarta : PT Rineka Cipta

Manampiring, dr.A.E., M.Kes. 2009. Studi Kandungan Nitrat (N0 -3) pada Sumber
Air Minum Masyarakat Kelurahan Kecamatan Tomohon Timur Kota
Tomohon. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Manado. Hal.
9-15, 21-27.

Manan, Abdul dan Fatchurizal Rama Putra. 2014. Monitoring Kualitas Air pada
Tambak Pembesaran Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di
Situbondo, Jawa Timur [Monitoring of Water Quality on Rearing Ponds of
Vannamei Shrimp (Litopenaeus vannamei) in Situbondo, Jawa
Timur].Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 6.2 :137-142.

Mangampa, M., Hidayat. S.S. 2010. Budidaya Udang Vaname (Lotopaneus


vannamei) Teknologi Intensif Menggunakan Benih Tongkolan. Jurnal Ris
aquaculture. Vol 5. No 3: hal 351-361

Mangampa, M., Suwoyo, H.S., & Rahmansyah. 2009. Dinamika kualitas air pada
budidaya intensifudang vaname (Litopenaeus vannamei) dengan
kedalaman air tambak yang berbeda. Forum InovasiTeknologi Akuakultur
2009, 17 hlm.
Mansyur, A., Suwoyo, H.S., & Rachmansyah. 2010. Pengaruh pengurangan
ransum pakan secara periodic terhadap pertumbuhan, sintasan, dan
produksi udang vaname (Litopenaeus vannamei) pola semi intensif di
tambak. Laporan Penelitian. Balai Riset Perikanan Budidaya Pantai Maros,
15 hlm

63
Muhammad, F. 2010. Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vaname. Kementerian
Kelautan dan Perikanan.

Ningsih R.N, Mudzakir A.K, Rosyid A. 2013. Analisis Kelayakan Finansial Usaha
Perikanan Payang Jabur (Boat Seine) di Pelabuhan Perikanan Pantai
Asemdoyong Kabupaten Pemalang. Jurnal of Fisheries Resources
Utilization Management and Technology. 2(3): 223-232.

Poerwanto, Edy. 2014. TA: Pengontrol Kualitas Air Tambak Menggunakan


Metode Fuzzy Logic dan Kontrol On-Off Untuk Budidaya Udang Windu.
Diss. STIKOM Surabaya.

PT. Esaputlii Prakarsa Utama 2015. Gambar layout tambak. Diakses pada
website www.dewilaut.com bulan November 2021.

Putra dan Manan.2014.Monitoring Kualitas Air Pada Tambak Pembesaran


Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) di Situbodo Jawa Timur.Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan 1(2).hlm 37.

Raharjo dan eka indah. 2016. "analisis kesesuaian perairan di sungai sambas
kecamatan sebawi kabupaten sambas untuk usaha budidaya perikanan."
jurnal ruaya: jurnal penelitian dan kajian ilmu perikanan dan kelautan 4.2.

Rangka, N. A. dan Gunarto. 2012. Pengaruh Pertumbuhan Bioflok Pada


Budidaya Udang Vaname Pola Intensif di Tambak. Jurnal Ilmiah
Perikanan Kelautan. 04 : 02.

Santoso, Dedy. 2018. Udang Vaname. Diakses pada:


https://docplayer.info/53313627-I-pendahuluan-udang-
vannameimerupakan-salah-satu-jenis-udang-yang-potensial-untuk.html.

Saputra.Z.A.2013.Pertumbuhan Udang Putih (Litopenaeus vannamei) dan


Parameter Kualitas Air Pendukung.Universitas Terbuka.

Sudradjat, A. 2008. Budidaya 23 Laut Menguntungkan. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Suharyadi. 2011. Budidaya Udang Vaname (Litopanaeus vannamei). Kementrian


Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Hal. 3-6, 32

Sukardi, M.F, 2004. Vannamei, Fenomena Baru dalam Bisnis Budidaya Udang
Buletin Departemen Kelautan dan Perikanan. Mina Bahari. Agustus 2004

Sulistinarto, D. Dan Adiwijaya, D. 2008. Manajemen Pemeliharaan Budidaya


Udang Berwawasan Lingkungan. Balai Besar Budidaya Air Payau. Jepara.

Sumardika, P. 2013. Kewirausahaan Perikanan. Bina Sumber Daya MIPA.


Jakarta Selatan.

Supono. (2017). Teknologi Produksi Udang. Plantaxia: Yogyakarta

Suyanto, R, Takarina, P, E. 2009. Panduan budidaya udang windu, penebar


Swadaya, Jakarta.

64
Syafaat. N. M., Abdul. M. 2012. Dinamika Kualitas air Budidaya Udang Vaname
(Lotopaneus vannamei) Semi Intensif Dengan teknik Pergiliran
Pakan. Forum Inovasi Teknologi Akuakultur.

Tahe dan Suwoyo, H.S. 2011. Pertumbuhan dan sintasan udang vaname
(Litopenaeus vannamei) dengan kombinasi pakan berbeda dalam wadah
terkontrol. Jurnal Riset Akuakultur 6.1: 31-40.

Warsito. 2012. Morfologi Udang Vannamei. JurnalPerikanan Dan Ilmu Kelautan.


Vol. 1. No. 3, Hal. 6.

Wurts, W.A. dan Durborow, R.M. 1992. Interactions of pH, Carbon


Dioxide,Alkalinity and Hardness in Fish Ponds. Southern Regional
Aquaculture Center, Publication No. 464, Desember

Wyban, J.A. dan Sweeney, J. N. (1991). Intensive Shrimp Production


Technology. The Oceanic Institute: Hawai. USA.

65
Suhu PH Salinitas DO Alkalinitas Tes Kit Kecerahan
TOM
D P S P S S P S M CO3 HCO3- Total NH4+ NH3- NO2- NO3-
OC 120- < P S
28-320 7,5 8,5 20-32 >4.0 <2 <1 < 60 <90
150 0,1
(ppm
Hari 0
C (ppt) (ppm) (ppm) Ppm cm
)

1 27 29 8,4 8,42 27 5,65 - 4,65 12 120 132 90 85


8,3
2 27 28 8,38 27 5,63 - 4,62 8 120 128 95 90
4
8,2
3 27,5 29 8,34 27 5,6 - 4,63 8 116 124 95 80
5
8,1
4 27,4 30 8,43 27 5,55 - 4,6 12 116 128 70 65
0
8,2 0,15
5 28 30 8,31 27 5,56 - 4,45 12 120 132 0,915 0,08 0,119 36,65 75 60
0 7
8,3
6 28 30 25 5,38 - 4,35 12 120 132 60 55
9 8,67
8,4
7 28 28 8,57 25 5,35 - 4,45 8 120 128 50 40
7
8,3
8 26,5 30 8,61 25 5,73 - 4,52 12 120 132 55 50
5
8,3
9 27,6 29 8,73 25 5,72 - 4,53 8 124 132 40 45
6
8,5
10 27,9 30 8,85 25 5,81 - 4,55 4 128 132 60 45
3
8,5
11 27,9 30 8,90 24 5,73 - 4,45 4 128 132 70 65
4
8,5
12 28 28 8,74 26 5,69 - 4,43 4 128 132 0 0 0 0 41,71 50 50
5
8,3
13 27 28 8,95 24 5,68 - 4,44 0 128 128 65 55
9
7,8
14 27 28 8,01 25 5,49 - 4,37 0 128 128 45 40
0
7,7
15 27 28 8,06 25 5,45 - 4,39 0 132 132 50 45
4
7,7
16 27 29 8,36 25 5,24 - 4,57 0 132 132 50 45
0
7,8
17 28 29 8,27 25 5,54 - 4,34 0 132 132 35 35
1
8,0
18 28 30 8,88 24 5,02 - 4,55 0 128 128 35 35
0
8,4
19 28,8 29 8,48 24 5,04 - 4,88 0 124 124 0 0 0 0 82,16 30 30
6
8,0
20 27 29 8,79 24 5,44 - 4,30 0 128 128 30 25
5
8,2
21 28 29 8,60 24 5,30 - 4,59 0 128 128 40 35
2
7,6
22 27,5 29 8,23 24 5,32 - 4,42 0 128 128 40 35
2
7,5
23 28,2 30 7,68 25 5,34 - 4,32 0 132 132 60 65
5
7,5
24 28,5 29 7,75 25 5,33 - 4,99 0 132 132 60 70
8
7,7
25 27,8 29 8,05 25 5,57 - 4,5 0 132 132 60 60
7
26 27,7 29 7,8 7,91 25 5,55 - 4,45 0 132 132 0,846 0,04 0,090 0,05 83,18 55 50

66
7 6
27 26,8 29 7,6 8,09 24 5,65 - 4,73 0 136 136 55 45
7,9
28 26,5 29 7,26 24 5,6 - 4,76 0 132 132 60 35
4
7,9
29 27,6 28 8,18 25 5,61 - 4,56 0 128 128 45 40
3
7,8
30 27,1 29 8,22 25 5,67 - 4,58 0 128 128 50 45
3
7,7
31 27,7 28 8,07 25 5,55 - 4,45 0 128 128 50 40
9
7,7
32 26,6 28 7,98 24 5,60 - 4,53 0 128 128 55 50
6
7,7
33 26,2 28 8,51 25 5,60 - 4,61 0 128 128 1,859 0,04 0 1 78,36 60 50
5
7,7
34 27,3 29
9
8,07 25 5,56 - 4,91 0 128 128 60 50
7,7
35 27,6 29 8,03 25 5,67 - 4,86 0 132 132 60 55
2
7,6
36 28,4 29 7,88 25 5,35 - 4,51 0 128 128 40 35
2
7,5
37 28,4 29 8,05 26 5,31 - 4,59 0 132 132 45 40
9
7,6
38 28,9 29 8,11 26 5,27 - 4,59 0 128 128 40 40
0
7,6
39 29 29 7,87 25 5,37 - 4,80 0 128 128 35 30
0
7,5
40 28 30 7,87 25 5,48 - 4,67 0 128 128 2,942 0,06 0 0 82,16 30 25
9
7,6
41 28,1 30 8,04 26 5,52 - 4,80 0 128 128 30 30
2
7,5
42 28,1 30 8,01 27 5,14 - 4,54 0 132 132 30 30
6
7,5
43 28,2 30 8,03 27 5,04 - 4,52 0 128 128 45 40
7
7,4
44 28,6 28 7,86 27 5,54 - 4,17 0 128 128 40 35
8
7,4
45 28,7 30 7,71 27 4,68 - 4,41 0 128 136 50 50
8
7,5
46 28,7 30 7,86 28 4,95 - 4,38 0 128 128 30 35
4
7,5 0,30
47 29 30 7,73 27 4,86 - 4,19 0 128 128 1,306 0,03 0,477 85,75 45 40
3 1
7,5
48 28,9 30 7,77 29 4,68 - 4,16 0 132 132 40 50
2
7,4
49 28,6 30 7,77 28 4,58 - 4,43 0 128 128 40 35
8
7,5
50 28,6 30 7,77 29 4,65 - 4,31 0 132 132 50 40
1
7,4
51 28,3 30 7,82 28 4,60 - 4,10 0 128 128 50 45
9
7,4
52 28,4 30 7,69 28 4,51 - 4,45 0 132 132 60 50
8
7,4
53 28,8 30 7,56 29 4,28 - 4,20 0 128 128 65 50
5
7,4
54 27,9 30 7,67 29 4,63 - 4,49 0 132 132 5,614 0,09 0,6 0 78,37 55 30
9
7,5
55 27,6 30 7,34 28 4,70 - 4,59 0 132 132 55 55
2
56 27,4 30 7,5 7,66 28 4,90 - 4,49 0 132 132 50 50

67
4
7,9
57 27,6 30 7,26 29 4,64 - 4,30 0 128 128 40 30
4

68
Salinita Keceraha
Suhu PH DO Alkalinitas Tes Kit
s TO n
DOC CO HCO3 Tota M
P S P S P S M NH4+ NH3- NO2- NO3-
S 3
-
l P S Warna
28-320 7,5 8,5 20-32 >4 120-150 <2 < 0,1 <1 < 60 <90
(ppm (ppm
Hari 0
C (ppt) (ppm) (ppm) Cm
) )

8,4
1 29 29 8,4 27 5,55 - 4,8 12 120 132 80 75 H
5
8,4 4,7
2 27 28 8,3 27 5,52 - 12 120 132 95 85 H
0 2
27, 8,3 4,6
3 29 8,3 27 5,53 - 8 120 128 90 70 H
5 4 8
27, 8,3 4,6
4 30 8,2 27 5,43 - 8 120 128 80 70 C
4 4 6
8,3 4,6 0,09 0,20 34,1
5 28 30 8,2 27 5,44 - 8 124 132 0,564 0,052 75 70 C
9 3 4 0 2
8,5 4,6
6 28 30 8,3 25 5,35 - 8 128 136 70 65 C
5 1
8,4 4,5
7 28 28 8,3 22 5,33 - 8 124 132 55 40 H
7 7
26, 8,6 4,5
8 30 8,2 24 5,15 - 4 128 132 55 45 H
5 0 5
27, 8,7 4,5
9 29 8,4 24 5,11 - 8 120 128 50 45 H
6 6 6
8,7 4,5
10 27 30 8,5 22 5,02 - 4 128 132 60 55 H
3 7
27, 8,3 4,5
11 30 8,3 24 5,08 - 4 128 132 50 60 H
9 3 4
27, 27, 7,8 8,0 4,5 46,7
12 25 5,31 - 0 132 132 0,1 0 0 0 70 50 CH
9 7 0 0 2 6
7,8 8,0 4,5
13 27 28 23 5,73 - 0 132 132 70 70 CH
0 9 5
8,4
14 27 28 7,8 24 5,85 - 4,5 0 132 132 50 30 CH
8
8,7 4,5
15 27 28 8 24 5,76 - 0 136 136 40 35 CH
1 2
8,3 4,4
16 27 29 8 24 5,69 - 0 132 132 50 40 HC
8 8
8,3 4,4
17 28 29 8,4 24 5,74 - 4 128 132 30 30 HC
5 6
8,2 4,4
18 28 30 8,4 24 5,15 - 4 128 132 55 30 C
1 2
28, 8,3 4,4 80,9
19 29 8,6 24 4,95 - 0 128 128 0,1 0 0 0 35 30 H
6 3 5 0
8,4 4,5
20 27 29 7,8 24 5,14 - 0 128 128 40 30 C
1 5
7,9 4,6
21 28 29 7,7 23 5,08 - 0 132 132 45 50 C
7 5
27, 4,1
22 29 7,6 7,4 24 4,75 - 0 136 136 50 50 H
4 1
28, 7,9 4,0
23 30 7,6 24 4,99 - 0 136 136 60 60 H
2 4 8
28, 8,0 4,3
24 29 7,7 25 5,35 - 0 132 132 45 40 H
3 0 6
27, 7,8 8,2 4,2
25 29 24 5,70 - 0 132 132 55 60 H
7 0 4 8

67
27, 7,8 4,4 0,09 0,09 74,5
26 29 7,8 25 5,74 - 0 132 132 0,439 0,017 50 45 H
6 2 3 1 3 8
26, 8,0
27 29 7,3 25 5,34 - 4,5 0 132 132 60 60 H
8 3
26, 8,1 4,4
28 29 7,8 24 5,92 - 0 132 132 65 50 H
6 6 3
27, 8,2 4,4
29 28 7,9 24 5,63 - 0 128 128 65 60 H
7 9 5
27, 8,1 4,4
30 29 7,8 25 5,66 - 0 128 128 65 55 C
2 2 3
28, 7,8 4,2
31 28 8 25 5,14 - 0 128 128 50 50 H
9 4 2
26, 7,9 4,2
32 28 7,7 25 5,53 - 0 132 132 50 45 H
7 2 3
26, 8,0 4,7 85,9
33 28 7,8 25 5,71 - 0 128 128 1,179 0,021 0 1 40 35 H
3 3 1 5
27, 8,1 4,8
34 29 7,8 25 5,54 - 0 128 128 35 30 H
4 4 0
27, 8,1 4,4
35 29 7,6 25 5,63 - 0 128 128 60 55 C
6 9 9
28, 7,9 4,3
36 29 7,6 25 5,37 - 0 136 136 30 30 C
4 9 0
28, 8,1 4,2
37 29 7,6 26 5,31 - 0 132 132 30 30 H
2 7 2
28, 7,9 4,7
38 29 7,5 26 4,86 - 0 128 128 45 45 H
7 6 2
28, 7,3 4,2
39 29 7,5 25 4,81 - 0 128 128 45 40 C
8 4 8
27, 7,7 4,8 77,1
40 30 7,6 25 5,26 - 0 128 128 2,856 0,044 0 1 30 25 C
7 7 2 0
27, 7,9 4,2
41 30 7,6 26 5,26 - 0 128 128 40 40 H
8 9 3
27, 7,9 4,0
42 30 7,5 27 4,80 - 0 132 132 30 30 C
7 3 0
27, 7,5 7,8 4,0
43 30 27 4,78 - 0 136 136 40 40 C
9 0 9 7
28, 7,8
44 28 7,5 27 4,61 - 4,5 0 132 132 40 30 C
5 9
28, 7,8 4,4
45 30 7,5 26 4,50 - 0 128 128 40 35 C
6 1 5
28, 7,6 4,3
46 30 7,5 27 4,44 - 0 132 132 30 30 C
6 5 5
29, 7,3 4,3 0,15 0,12 88,7
47 30 7,5 27 4,35 - 0 128 128 0,961 0,021 30 30 C
1 5 3 3 1 3
7,5 4,3
48 29 30 7,5 28 4,33 - 0 128 128 30 40 H
9 2
28, 7,9 4,4
49 30 7,5 27 4,66 - 0 132 132 30 30 C
6 3 5
28, 7,5 4,3
50 30 7,5 28 4,59 - 0 128 128 30 25 HC
5 9 5
28, 7,6 4,4
51 30 7,6 28 4,77 - 0 128 128 30 30 C
4 4 8
28, 7,5 4,4
52 30 7,6 28 4,52 - 0 132 132 40 40 HC
7 7 4
29, 7,6 4,3
53 30 7,5 29 4,56 - 0 128 128 35 30 HC
2 3 6
28, 7,6 4,4 89,6
54 30 7,5 30 4,64 - 0 124 124 6,594 0,206 0,3 0 40 45 C
1 2 1 3
55 27, 30 7,5 7,8 28 4,57 - 4,5 0 132 132 40 40 HC

67
8 2 8
27, 7,5 4,4
56 30 7,6 29 4,82 - 0 128 128 30 30 C
5 7 0
27, 7,7 4,0
57 30 7,6 29 4,71 - 0 132 132 40 40 C
7 5 8

67

Anda mungkin juga menyukai