Anda di halaman 1dari 72

KAJIAN KUALITAS AIR PADA TAMBAK BUDIDAYA POLIKULTUR

DUA KOMODITI DENGAN TAMBAK BUDIDAYA POLIKULTUR TIGA


KOMODITI DI DESA KUPANG, KECAMATAN JABON KABUPATEN
SIDOARJO, JAWA TIMUR

SKRIPSI

Oleh :
NUR AMRI YUSUF BAHANDI
NIM. 115080101111010

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
KAJIAN KUALITAS AIR PADA TAMBAK BUDIDAYA POLIKULTUR
DUA KOMODITI DENGAN TAMBAK BUDIDAYA POLIKULTUR TIGA
KOMODITI DI DESA KUPANG, KECAMATAN JABON KABUPATEN
SIDOARJO, JAWA TIMUR

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh:
NUR AMRI YUSUF BAHANDI
NIM. 115080101111010

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
LEMBAR IDENTITAS TIM PENGUJI

Judul : KAJIAN KUALITAS AIR PADA TAMBAK BUDIDAYA


POLIKULTUR DUA KOMODITI DENGAN TAMBAK
BUDIDAYA POLIKULTUR TIGA KOMODITI DI DESA
KUPANG, KECAMATAN JABON KABUPATEN
SIDOARJO, JAWA TIMUR

Nama Mahasiswa : NUR AMRI YUSUF BAHANDI


NIM : 115080101111010
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

PENGUJI PEMBIMBING
Pembimbing 1 : Ir. Kusriani, MP
Pembimbing 2 : Asus Maizar S.H., SPi, MP

PENGUJI BUKAN PEMBIMBING


Penguji 1 : Dr. Ir. Mulyanto, M. Si
Penguji 2 : Dr. Ir. Muhammad Musa, MS
Tanggal Ujian : 27 April 2018
UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT dan Nabi besar
Muhammad saw., karena berkat rahmat dan ridho-Nya, laporan skripsi dengan
judul “Kajian Kualitas Air Pada Tambak Budidaya Polikultur Dua Komoditi
Dengan Tambak Budidaya Polikultur Tiga Komoditi Di Desa Kupang, Kecamatan
Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur” ini dapat diselesaikan. Adapun ucapan
terimakasih tak lupa saya persembahkan kepada pihak-pihak yang telah ikut
serta dalam penyelesaian skripsi ini, diantaranya:

1. Kepada Ayah tercinta Muhammad Hanafi, Ibu tercinta Maryani, dan Adik
tercinta Dina Akmalina, serta keluarga besar yang tak pernah lelah
memberikan dukungan serta doa tanpa pamrih .

2. Kepada Ibu Ir. Kusriani, MP. selaku dosen pembimbing satu serta BapakAsus
Maizar S.H., SPi, MP. selaku dosen pembimbing dua atas bimbingan, nasehat,
serta pengetahuan yang telah diberikan.

3. Semua teman-teman MSP 2011 yang selalu memberikan dukungan, nasehat,


masukan, dan pengetahuan baru dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu per satu,
terima kasih atas bantuan moril maupun materiil hingga skripsi ini dapat
terselesaikan.

Penulis juga berharap semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak untuk pengembangan wawasan dimasa yang akan datang, Aamin.
RINGKASAN

Nur Amri Yusuf Bahandi. Kajian Kualitas Air Pada Tambak Budidaya Polikultur
Dua Komoditi Dengan Tambak Budidaya Polikultur Tiga Komoditi Di Desa
Kupang, Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. (Dibawah
bimbingan Ir. Kusriani, MP dan Asus Maizar S.H., SPi, MP).
Indonesia adalah negara maritim, kurang lebih 70% wilayahnya terdiri
dari perairan dengan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, merupakan wilayah
pantai yang subur, kaya akan berbagai jenis sumber hayati dan dapat
dimanfaatkan bagi kepentingan umum. Salah satu usaha untuk memanfaatkan
kekayaan ini adalah dengan pemanfaatan budidaya laut yang memiliki peranan
penting dalam usaha meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi pangan
dan gizi, kebutuhan akan pasar luar negeri untuk proses industri, memperluas
lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan
petani serta meningkatkan devisa non migas yang saat ini sedang digalakkan
oleh pemerintah Indonesia (Widyorini, 2010).
Menurut Murachman, et al. (2010), wilayah pesisir merupakan kawasan
yang mempunyai karakteristik tertentu dan subur, sehingga memiliki daya tarik
yang besar sebagai tujuan wisata dan pengembangan kegiatan perikanan.
Kegiatan perikanan di wilayah pesisir adalah usaha perikanan budidaya di
tambak untuk udang, ikan bandeng dan atau udang dan ikan bandeng. Budidaya
ikan merupakan kegiatan memelihara, membesarkan, dan memanen hasilnya
dalam lingkungan yang terkontrol. Budidaya ikan dapat dilakukan secara
polikultur yaitu budidaya ikan lebih dari satu jenis secara terpadu. Budidaya
polikultur terpadu dan sinergis saat ini banyak diteliti dan dikaji karena dapat
meningkatkan kulitas air, dengan diintegrasikannya Rumput laut (Gracilaria sp)
kedalam kegiatan polikultur udang windu (Penaeus monodon Fab) dan ikan
bandeng (Chanos chanos Forsk) secara terpadu. Pada umumnya budidaya
tradisional selalu mengedepankan luas lahan dan pasang surut,tanpa pemberian
makanan tambahan, sehingga makanan bagi komoditas yang dibudidayakan
harus tersedia secara alami.
Biofisik merupakan tahap awal untuk memberikan suatu informasi dengan
melihat bagaimana potensi tambak yang ditinjau dari parameter fisika, kimia dan
biologi pada air dan tanah tambak untuk mengetahui seberapa baik kualitas air
dan tanah tambak dalam mendukung produktivitas tambak. Tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan tambak tradisional polikultur
ditinjau dari segi biofisik tambak yang akan mempengaruhi daya dukung tambak
yang akan berdampak pada produktivitas tambak tersebut.Dengan mengetahui
kondisi biofisik perairan di Tambak Kalialo maka akan dapat mengetahui potensi
perairan tambak tersebut dalam upaya pengembangan budidaya tambak di Desa
Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptifobservasi yang dilakukan secara langsung pada lokasi tambak. Teknik
pengambilan data terdiri dari : data primer dari hasil pengamatan analisa kualitas
air dan tanah, data sekunder dari gambaran umum daerah atau wilayah
penelitian, standar baku mutu kualitas air dan tanah untuk tambak budidaya, dan
hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait. Pengambilan sampel air dilakukan di
4 lokasi (inlet, tengah kanan, tengah, dan outlet) pada 2 petak tambak dengan 3
kali pengulangan dalam rentang waktu seminggu sekali. Parameter kualitas air
yang diukur antara lain parameter fisika meliputi suhu dan kecerahan, parameter
kimiameliputi salinitas, Dissolved Oxygen (DO), alkalinitas, derajat keasaman
(pH) air, amonia, Total Organic Matter (TOM), nitrat, dan orthofosfat, serta
parameter biologi meliputi identifikasi plankton, kelimpahan fitoplankton, dan
indeks keragaman fitoplankton. Pengambilan sampel tanah dilakukan di 1 lokasi
(tengah) pada 2 petak tambak tanpa pengulangan. Parameter kualitas tanah
yang diukur antara lain tekstur tanah, bahan organik tanah (BOT), derajat
keasaman (pH) tanah, potensial redoks, kapasitas tukar kation (KTK), nitrat, dan
fosfat. Selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan Water Quality
Index (WQI) dan Soil Quality Index (SQI).
Hasil pengukuran kualitas tanah parameter tekstur tanah tambak 1 : Liat
berdebu, tambak 2 : Liat Lempung berdebu. Parameter BOT tambak 1 : 2,41 %,
tambak 2 : 2,18 %. Parameter pH tanah tambak 1 : 7,27., tambak 2 : 7,48.
Parameter potensial redoks tambak 1 : + 24,8 mV, tambak 2 : - 16,9 mV.
Parameter KTK tambak 1 : 28,59 meq, tambak 2 : 37,83 meq. Parameter nitrat
tambak 1 : 0,14 % tambak 2 : 0,12. Parameter fosfat tambak 1 : 49,35 mg/kg,
tambak 2 : 56,12 mg/kg.
Hasil perhitungan analisa Soil Quality Index (SQI) pada tambak 1 adalah
78,15 termasuk dalam kategori sangat baik, pada tambak 2 adalah 72,08
termasuk dalam kategori baik. Hasil penelitian kualitas tanah secara keseluruhan
dapat dinyatakan dalam kondisi layak untuk dijadikan sebagai media budidaya.
Hasil pengukuran kualitas air parameter suhu tambak 1 : 28 – 29 oC,
tambak 2 : 30-33 oC. Parameter kecerahan tambak 1 : 19 – 26,5 cm, tambak 2 :
35 - 45 cm. Parameter salinitas tambak 1 : 15-20 ‰, tambak 2 : 15-18 ‰.
Parameter DO tambak 1 : 5,63 – 7,16 mg/l, tambak 2 : 7,03 – 9,13mg/.
Parameter pH air tambak 1 : 7-8, tambak 2 : 8-9. Parameter amonia tambak 1 :
0,72 - 0,74 ppm, tambak 2 : 0,49 - 0,66 ppm. Parameter TOM tambak 1 : 12,64-
42,89 mg/l, tambak 2 : 12,67-39,18 mg/l. Parameter nitrat tambak 1 : 0,34-1,54
ppm, tambak 2 : 0,39 - 2,57 ppm. Parameter orthofosfat tambak 1 : 0,03-0,22
mg/l, tambak 2 : 0,03-0,35 mg/l. Parameter identifikasi plankton divisi
Chlorophyta yaitu Dysmorphococcus, Oophila, Spirogyra, Palmellopsis, Chlorella,
Ankistrodesmus, Rhizoclonium, Scenedesmus, Palmella, Pseudoschizomeris,
Gonatozygon, Schizomeris, dan Crucigenia, divisi Cyanophyta yaitu
Merismopedia, Spirullina, Oscillatoria, dan Gomphosphaeria, divisi Chrisophyta
yaitu Synedra, divisi Euglenophyta yaitu Euglena. Parameter kelimpahan
fitoplankton tambak 1 : 2.105 sel/l, tambak 2 : 1.105 sel/l, tambak 3 : 1.105 sel/l,
tambak 4 : 2.105 sel/l. Parameter indeks keragaman fitoplankton tambak 1 :
2,403 H’, tambak 2 : 2,748 H’, tambak 3 : 2,188 H’, tambak 4 : 1,633 H’.
Hasil perhitungan analisa Water Quality Index (WQI) pada tambak 1
adalah 47,17 termasuk dalam kategori sedang, pada tambak 2 adalah 45,83
termasuk dalam kategori sedang. Hasil penelitian kualitas air secara keseluruhan
dapat dinyatakan dalam kondisi layak untuk dijadikan sebagai media budidaya.
Berdasarkan hasil analisa SQI dan WQI diketahui bahwa kondisi biofisik
tambak dalam kondisi layak untuk budidaya. Kondisi biofisik tambak berpengaruh
terhadap produktivitas tambak.
Berdasarkan hasil yang diperoleh perlu dilakukan pengolahan air dan
tanah yang lebih baik dari sebelumnya agar kondisi tambak tetap stabil dan bisa
dimanfaatkan sebagai media budidaya serta dapat meningkatkan produktivitas
tambak sehingga dapat memenuhi kebutuhan konsumen.
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat


danhidayahNya-lah penulis dapat menyusun laporan skripsi yang berjudul Kajian
Kualitas Air Pada Tambak Budidaya Polikultur Dua Komoditi Dengan Tambak
Budidaya Polikultur Tiga Komoditi Di Desa Kupang, Kecamatan Jabon
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur

Penulis sadar bahwa laporan skripsi ini masih terdapat kesalahan


danmasih dimungkinkan untuk dilakukan penyempurnaan. Oleh karena itu
penulis mengharapkan saran yang membangun agar tulisan ini dapat lebih baik,
dari isi maupun cara penulisannya.

Semoga laporan skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak dalam upaya
meningkatkan fungsi dan proses belajar mengajar di Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang.

Malang, Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN.................................................................................................... i

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iiI

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vii

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Rumusan masalah .............................................................................. 4
1.3 Tujuan ................................................................................................. 6
1.4 Kegunaan ............................................................................................ 6
1.5 Waktu dan Tempat.............................................................................. 7

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daya Dukung Perairan ....................................................................... 8
2.2 Morfologi dan Ekologi Ikan Bandeng.................................................. 9
2.2.1 Ikan Bandeng............................................................................. 9
a. Klasifikasi Ikan Bandeng ............................................................. 10
2.2.2 Udang Windu ............................................................................. 11
b. Klasifikasi Udang Windu .............................................................. 11
2.2.3 Rumput Laut ............................................................................ 12
c. Klasifikasi Rumput Laut ............................................................... 13
2.3 Potensi Budaya Komoditi .................................................................. 14
2.4 Budidaya Polikultur Komiditi ............................................................... 15
2.5 Pentingnya Kesesuaian Lingkungan Bagi Budidaya Poikultur .......... 17

3. MATERI DAN METODE


3.1 Materi Penelitian ................................................................................. 20
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 20
3.3 Metode Penelitian ............................................................................... 20
3.3.1 Teknik Pengambilan Data ......................................................... 20
3.3.2 Penetapan Lokasi Pengamatan ................................................ 21
3.4 Analisis Data ....................................................................................... 23
3.5 Analisis Kualitas Air ............................................................................ 27
3.5.1 Parameter Fisika........................................................................ 27
a. Suhu ............................................................................................. 27
b. Kecerahan .................................................................................... 28
3.5.1 Parameter Kimiia ..................................................................... 28
a. Salinitas ....................................................................................... 28
b. Derajat Keasaman (pH) Air.......................................................... 29
c. Dissolved Oxygen (DO)............................................................... 29

d. Nitrat ............................................................................................. 30
e. Orthofosfat ................................................................................... 30
f. Pengambilan Sampel Plankton ................................................... 31
g. Identifikasi Plankton ..................................................................... 31

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Analisa Kualitas Air Tambak ..................................................... 33
a. Suhu ............................................................................................. 33
b. Kecerahan .................................................................................... 34
c. Salinitas ........................................................................................ 35
d. Dissolved Oxygen (DO) ............................................................... 35
e. Derajat Keasaman (pH) Air ........................................................ 36
f. Amonia .......................................................................................... 37
g. Total Organic Matter (TOM) ........................................................ 38
h. Nitrat ............................................................................................ 38
i. Orthofosfat ..................................................................................... 39
j. Identifikasi Plankton ....................................................................... 40
k. Kelimpahan Fitoplankton ............................................................. 41
l.Indeks Keragaman Fitoplankton ..................................................... 42
4.2 Analisis Kelayakan Kualitas Air Tambak Berdasarkan Nilai Water
Quality Index (WQI) ............................................................................. 43
a. Tambak 1 ..................................................................................... 43
b. Tambak 2 ..................................................................................... 44
4.3 Hasil Analisa Kualitas Tanah Tambak ............................................... 45
a. Tekstur Tanah .............................................................................. 45
b. Bahan Organik Tanah (BOT) ....................................................... 46
c. Derajat Keasaman (pH) Tanah ................................................... 47
d. Potensial Redoks ........................................................................ 48
e. Kapasitas Tukar Kation (KTK) ...................................................... 49
f. Nitrat ............................................................................................. 49
g. Fosfat ........................................................................................... 50
4.4 Analisis Kelayakan Kualitas Tanah Tambak Berdasarkan Nilai Soil
Quality Index (SQI) .............................................................................. 51
a. Tambak 1 ..................................................................................... 51
b. Tambak 2 ..................................................................................... 52

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 53
5.2 Saran................................................................................................... 53

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 54

LAMPIRAN ...................................................................................................... 59
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.Kisaran parameter kualitas tanah sebagai pendukung kelayakan untuk

budidaya di tambak........................................................................................ 23

2.Kisaran parameter kualitas air sebagai pendukung kelayakan untuk

budidaya di tambak ....................................................................................... 24

3. Nilai dan bobot air sebagai parameter pendukung kelayakan untuk

budidaya di tambak........................................................................................ 24

4. Nilai dan bobot air sebagai parameter pendukung kelayakan untuk

budidaya di tambak........................................................................................ 25

5. Hasil Analisa Kualitas Air Tambak .............................................................. 33

6. Hasil perhitungan analisa WQI pada tambak 1 ........................................... 43

7. Hasil perhitungan analisa WQI pada tambak 2 ........................................... 44

8. Hasil Analisa Kualitas Tanah Tambak ......................................................... 45

9. Prosentase fraksi penyusun tanah .............................................................. 45

10. Hasil perhitungan analisa SQI pada tambak 1 .......................................... 51

11. Hasil perhitungan analisa SQI pada tambak 2 .......................................... 52


DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN Halaman

1. Tabel Alat dan Bahan .................................................................................. 59

2. Hasil Perhitungan Parameter Kualitas Air ................................................... 61

3. Tabel Kelimpahan Fitoplankton ................................................................... 63

4. Tabel Indeks Keragaman Fitoplankton........................................................ 65

5. Klasifikasi Fitoplankton Yang Ditemukan Pada 2 Tambak Penelitian ........ 67

6. Perhitungan Analisa Water Quality Index (WQI) dan

Soil Quality Index (SQI) ................................................................................... 70


1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara maritim, kurang lebih 70% wilayahnya terdiri dari perairan

dengan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, merupakan wilayah pantai yang subur,

kaya akan berbagai jenis sumber hayati dan dapat dimanfaatkan bagi kepentingan umum.

Salah satu usaha untuk memanfaatkan kekayaan ini adalah dengan pemanfaatan

budidaya laut yang memiliki peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi

perikanan untuk memenuhi pangan dan gizi, kebutuhan akan pasar luar negeri untuk

proses industri, memperluas lapangan kerja, meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan nelayan dan petani serta meningkatkan devisa non migas yang saat ini

sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia (Widyorini, 2010).

Berdasarkan catatan FAO pada tahun 2001, Indonesia menduduki peringkat ke enam

sebagai negara penghasil produk perikanan di dunia, dengan penerimaandevisa sebesar

USD 1,4 milyar. Karena itu, perhatian pemerintah dalam Program Peningkatan Export

Hasil Perikanan (PPEHP) tahun2003 adalah usaha mengembangkan budidaya laut (sea

farming). Produktivitasyang tinggi dari budidaya diharapkan dapat mengambil alih produksi

perikanan tangkap melalui optimalisasi sumberdaya dan aplikasi sains. Arti penting dari

kegiatan budidaya perairan yaitu suatu usaha dalam rangka meningkatkan hasil perikanan,

seperti,restocking, stock enhancement, dan farmingbiota. Budidaya perairan dan perikanan

merupakan kegiatanyang paling mungkin diterapkan mengingat tingkat produktivitas yang

tinggi, baikpersatuan organisme, lahan maupun waktu (Kangkan, 2006).

Menurut Murachman, et al. (2010), wilayah pesisir merupakan kawasan yang

mempunyai karakteristik tertentu dan subur, sehingga memiliki daya tarikyang besar

sebagai tujuan wisata dan pengembangan kegiatan perikanan.Kegiatan perikanan di

wilayah pesisir adalah usaha perikanan budidaya di tambak untuk udang, ikan bandeng

dan atau udang dan ikan bandeng. Budidaya ikan merupakan kegiatan memelihara,

membesarkan, dan memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol. Budidaya ikan
dapat dilakukan secara polikultur yaitu budidaya ikan lebih dari satu jenis secara terpadu.

Budidaya polikultur terpadu dan sinergis saat ini banyak diteliti dan dikaji karena dapat

meningkatkan kulitas air, dengan diintegrasikannya Rumput laut (Gracilariasp) kedalam

kegiatan polikultur udang windu (Penaeusmonodon Fab) dan ikan bandeng (Chanos

chanosForsk) secaraterpadu. Pada umumnya budidaya tradisional selalu mengedepankan

luas lahan dan pasang surut,tanpa pemberian makanan tambahan, sehingga makanan

bagi komoditas yang dibudidayakan harus tersedia secara alami.

Kemudian ditambahkan oleh Tim Perikanan WWF-Indonesia (2014), bahwa salah satu

langkah memadukan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan adalah dengan melakukan

polikultur Gracilaria dengan ikan bandeng dan udang. Masyarakat pesisir yang sudah lama

membudidayakan ikan bandeng dan udang, tambaknya biasanya mengalami penurunan

produksi, sehingga dapat dikenalkan sistem polikultur yaitu pola budidaya dua atau lebih

jenis biota yang berkembang ditambak agar dapat menghasilkan manfaat sosial, ekonomi

dan lingkungan yang optimal bagi kehidupan.

Menurut Masak, et al., (2010), bahwa kendala dalam pengembangan budidaya

adalah belum tersedianya data dan informasi yang akurat tentang luasan lahandan tingkat

kelayakan lokasi untuk pengembangannya. Padahalberhasil tidaknya kegiatan budidaya

sangat erat kaitannya dengan ketepatandalam pemilihan dan penentuan lokasi yangtepat.

Secara umumpembudidaya masih menentukan lokasibudidaya berdasarkan optimasi yang

subjektif yaitu sebatas perkiraan-perkiraan yang tidakdidukung oleh hasil kajian secara

ilmiah dan profesional.

Selain itu, aktivitas manusia turut membawa ancaman pada lingkungan pesisir.

Menurut Dahuri (2006) dalam Suriadarma (2011), berbagai kegiatan manusia dalam

bidang,pertanian, industri dan bahkan kelautan akhir-akhir ini banyak dilakukan di kawasan

pantai. Sehinggaapabila tidak terkendali, aktivitas ini secara ekologis dapat menyebabkan

berbagai kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang akan berakibat terhadap

penurunan kualitas lingkungan dikawasan pantai. Bahkan diindikasikan tingkatpencemaran


akibat limbah organik dan logam berat sudah melampaui ambang batas, sejak tahun 1972

dan cenderung meningkat.

Desa Kupang merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan Jabon, Sidoarjo

yang penduduknya mengembangkan budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanos

Forsk), Udang Windu (Penaeus monodonFab) dan Rumput laut Gracilariasp. Namun

kemajuan kegiatan budidaya tersebut kurang diimbangi oleh infrastruktur jalan yang

memadai, disamping itu aktivitas manusia diduga telah menurunkan kualitas lingkungan di

pesisir yang mempengaruhi lingkungan budidaya. Menurut Corporate Social Responsibility

(CSR)Kabupaten Sidoarjo (2014), luas lahan budidaya tambak di Kecamatan Jabon seluas

4144 hektar. Hingga tahun 2013, luasan tambak budidaya yang masih aktif di Desa

Kupang sekitar 601 hektar. Kemudian ditambahkan oleh Yuniar, et al.,(2010), bahwa

semenjak tahun 1990, wilayah pesisir disekitar muara sungai Porong telah mengalami

perubahan lingkungan.Perubahanlingkungan wilayah pesisir tersebut disebabkan

tercemarnya sungai Porong oleh limbah pabrik yang berada di sekitar Kabupaten Sidoarjo.

Selain itu, pencemaran sungai Porong juga disebabkan oleh pembuangan lumpur Lapindo

ke Selat Madura, sehingga telah menimbulkan berbagai permasalahan fisik, sosial

maupun ekonomi bagi wilayah pesisir Kecamatan Jabon.

Dalam rangka membantu para petambak di Desa Kupang terkait kebutuhan data dan

informasi tentang tingkat kesesuaian lingkungan bagi kegiatan budidaya polikultur Ikan

Bandeng (Chanos chanosForsk), Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput Laut

(Gracilaria sp), maka perlu adanya penelitian mengenai analisis kesesuaian/daya dukung

lingkungan bagi kegiatan budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanosForsk), Udang

Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput laut Gracilaria sp. Sehingga harapannya data

dan informasi yang diperoleh dari penelitian tersebut dapat menjadi rujukan bagi petambak

dan pemerintah setempat dalam pengelolaan budidaya polikultur yang produktif dan

berkelanjutan di wilayah tersebut.


1.2 Perumusan Masalah

Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur merupakan salah

satu desa yag melakukan kegiatan budidaya polikultur Ikan bandeng (Chanos

chanosForsk), Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput laut (Gracilaria sp).

Salah satu kendala yang dialami oleh petambak di wilayah tersebut adalah masih

minimnya data dan informasi tentang tingkat kesesuaian lingkungan untuk budidaya Ikan

Bandeng (Chanos chanos Forsk), disamping kendala teknis lain dan ancaman

menurunnya kualitas lingkungan di pesisir. Oleh karena itu, perlu adanya suatu penelitian

tentang kajiankualitas air pada tambakbudidaya bandeng (Chanos chanos Forsk),Udang

Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput laut (Gracilaria sp). Dari penelitian ini akan

diperoleh data dan informasi tentang tingkat kualitas air bagi kegiatan budidaya polikultur

Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk),Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan

Rumput laut (Gracilaria sp). sehingga harapannya dapat menjadi rujukan bagi petambak

dan pemerintah setempat dalam pengelolaan budidaya polikultur yang produktif dan

berkelanjutan di wilayah tersebut.Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian


Dari perumusan masalah dan kerangka penelitian yang telah diuraikan diatas,

terdapat beberapa pertanyaan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah lingkungan tambak di Desa Kupang sesuai dan mendukung kegiatan budidaya

polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk),Udang Windu (Penaeus monodonFab),

dan Rumput laut (Gracilaria sp) ?

2. Bagaimana kualitas perairan di Desa Kupang untuk kegiatan budidaya polikultur Ikan

Bandeng (Chanos chanos Forsk),Udang Windu (Penaeus monodonFab), dan Rumput

laut (Gracilaria sp) ?


1.3 Tujuan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan tambak

tradisional polikultur ditinjau dari segi biofisik tambak yang akan mempengaruhi daya

dukung tambak yang akan berdampak pada produktivitas tambak tersebut.

Dengan mengetahui kondisi biofisik perairan di Tambak Kalialo maka akan dapat

mengetahui potensi perairan tambak tersebut dalam upaya pengembangan budidaya

tambak di Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

1.4 Kegunaan

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Mahasiswa

Dapat memperkaya pengetahuan dan wawasan tentang analisis kesesuaian

lingkunganbagi budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk), Udang Windu

(Penaeus monodonFab), dan Rumput laut (Gracilaria sp).

b. Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP)

Dapat menjadi kajian keilmuan yang menarik dalam berbagai forum ilmiah seperti

seminar, kuliah tamu, diskusi ilmiah, workshop dan lain-lain, serta dapat menjadi bahan

penelitian lebih lanjut tentang budidaya polikultur.

c. Pemerintah

Dapat menjadi pertimbangan dalam pembuatan kebijakan terkait pengelolaan budidaya

yang produktif dan berkelanjutan di Kabupaten Sidoarjo, khususnya di Desa Kupang.

d. Masyarakat

Data dan informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi

petambak budidaya polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk), Udang windu

(Penaeus monodon Fab) dan Rumput laut Gracilaria sp.


1.5 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan April tahun

2016.Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di dua tambak polikultur, tepatnya di dusun

Kalialo, desa Kupang, kecamatan Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, dan Laboratorium

lingkungan dan bioteknologi perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Brawijaya Malang.
1. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daya Dukung Perairan

Sebagaimana makhluk hidup lainnya, biota air membutuhkan lingkungan yang

nyaman agar dapat hidup sehat dan tumbuh optimal. Bila lingkungan tersebut tidak

memenuhi syarat, biota air dapat mengalami stres, mudah terserang penyakit yang

akhirnya akan menyebabkan kematian. Untuk itu, seorang pembudidaya biota air tidak

hanya dapat mengetahui parameter kualitas air saja,tetapi juga harus mengetahui dan

memahami karakteristik air yang merupakan habitat (tempat hidup) biota air (Kordi dan

Tancung, 2007).

Menurut Gesamp (2001) dalam Ratnawati dan Asaad (2012), Undang-undang nomor

32 tahun 2009 menjelaskan bahwa pengertian dayadukung lingkungan hidup diartikan

sebagai kemampuan lingkungan hidup untukmendukung perikehidupan manusia dan

makhluk hidup lain. Daya dukungmerupakan konsep dasar yang dikembangkan untuk

kegiatan pengelolaansumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Konsep

inidikembangkan untuk mencegah kerusakan atau degradasi sumberdaya alamdan

lingkungan.

Daya dukung merupakan istilah yang lebih umum untuk karakterlingkungan dan

kemampuannya dalam mengakomodasi suatu kegiatan tertentuatau laju suatu kegiatan

tanpa dampak yang tidak dapat diterima. Menurut Scones (1993) dalam Ratnawati dan

Asaad (2012), membagi dayadukung menjadi dua yaitu daya dukung ekonomis dan daya

dukung ekologisatau lingkungan. Daya dukung ekonomis adalah tingkat produksi (skala

usaha)yang memberikan keuntungan maksimum dan ditentukan oleh tujuan usahasecara

ekonomi. Daya dukung ekologis adalah jumlah maksimum hewan-hewanpada suatu lahan

yang dapat didukung tanpa mengakibatkan kematian karenafaktor kepadatan serta

terjadinya kerusakan lingkungan permanen.


2.2 Morfologi dan Ekologi Ikan Bandeng

2.2.1 Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk)

Menurut Susanto (2010), salah satu produk perikanan yang sering dikonsumsi oleh

masyarakat adalah ikanbandeng. Ikan bandeng merupakan suatu komoditas perikanan

yang memiliki rasa cukup enakdan gurih sehingga banyak digemari masyarakat.Selain itu,

harganya juga terjangkau olehsegala lapisan masyarakat. Ikan bandeng digolongkan

sebagai ikan berprotein tinggi danberkadar lemak rendah.Potensi akuakultur air payau

dengan sistem tambak diperkirakan mencapai 931.000 hadan hampir telah dimanfaatkan

potensinya hingga 100% dan sebagian besar digunakan untukmemelihara ikan bandeng

(Chanos chanosForsk) dan udang (Penaeussp).Di beberapa tempat, ikan bandeng

memiliki banyak nama, misalnya di Sumateradikenal dengan sebutanbanding,mulch,

atauagam, di Bugis disebutbolu,di Filipina disebutbangos, dan di Taiwan disebutsabahi.

Menurut Tim Perikanan WWF-Indonesia (2014), Ikan bandeng memiliki tubuh yang

memanjang dan pipih serta berbentuk torpedo. Mulut ikan bandeng agak runcing, ekor

bercabang dan bersisik halus.Habitat asli ikan bandeng adalah di laut, kemudian

dikembangkan hingga dapat dipelihara pada air payau.Ikan bandeng termasuk ikan

pemakan segala (omnivora). Di habitat aslinya ikan bandeng mempunyai kebiasaan

mengambil makanan dari lapisan atas dasar laut, berupa tumbuhanmikroskopis, yang

strukturnya sama dengan klekap di tambak. Klekap terdiri atas ganggang kersik

(Bacillariopyceae), bakteri, protozoa, cacing dan udang renik, atau biasa disebut

“Microbenthic Biological Complex”.Makanan ikan bandeng disesuaikan dengan bukaan

mulutnya.Hal tersebut diadaptasikan dalam kegiatan budidaya, yang memanfaatkan klekap

sebagai pakan alami.Dalam budidaya ikan bandeng juga telah memanfaatkan penggunaan

pakan buatan pelet.


Menurut Saanin (1968) dalam Pusat Penyuluhan Perikanan Indonesia (2011),

klasifikasi ikan bandeng (Chanos chanos Forsk) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos Forsk

Gambar 2.Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk)

(Pusat Penyuluhan Perikanan Indonesia, 2011)

Ikan bandeng merupakan satu-satunya spesies yang masih ada dalam famili

Chanidae dantermasuk ke dalam jenis ikan pelagis yang mencari makan di permukaan

dan sering dijumpai didaerah dekat pantai atau litoral.Secara geografis, ikan ini hidup di

daerah tropis maupun sub tropis pada batas 30-400°LS dan °LU. Penyebarannya

mencakup areal perairan Indo Pasifik, mulai daripantai timur Afrika, pantai barat dan timur

India, Asia tenggara, pantai utara Australia sampai ke pantai barat Kalifornia dan

Meksiko.Di Indonesia, ikan bandeng sudah lama dikenal sebagai ikan yang banyak

dipelihara di tambak.Pemeliharaannya tersebar hampir di seluruh pulau besar di tanah air,

seperti Jawa, Sumatera,Kalimantan, atau Sulawesi. Selain di Indonesia, ikan bandeng juga

banyak dipelihara di Filipina danTaiwan.


2.2.2 Udang Windu (Penaeus monodonFab.)

Menurut Maharani,et al.,(2009),udang merupakan salah satu bahanmakanan sumber

protein hewani bermutu tinggiyang sangat digemari oleh konsumen dalamnegeri maupun

luar negeri karena memiliki rasayang sangat gurih dan karena kadarkolesterolnnya yang

lebih rendah daripadahewan mamalia. Salah satujenis udang yangmerupakan

primadonakomoditas ekspor nonmigas dari sektor perikanan adalah udang windu.Statistik

ekspor hasil perikanantahun 2003 menunjukkan bahwa selama periode1999–2003, volume

ekspor udang mengalamipeningkatan rata-rata sebesar 6 % per tahun,yaitu dari 109.651

ton pada tahun 1999meningkat menjadi 137.635 ton pada tahun 2003.

Menurut Amri (2003), klasifikasi Udang windu (Penaeus monodon Fab.) adalah

sebagai berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Species : Penaeus monodon Fab.

Gambar 3.Udang Windu (Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2014b)

Menurut Yuniarso (2006), secara morfologis tubuh udang terdiri dari dua bagian,

bagian kepala danbagian dada (cephalothorax) serta bagian perut (abdomen). Udang

windu hidup di dasar perairan, tidak menyukai cahaya terang danbersembunyi di lumpur

pada siang hari, bersifat kanibal terutama dalam keadaanlapar dan tidak ada makanan
yang tersedia, mempunyai ekskresi amonia yangcukup tinggi dan untuk pertumbuhan

diperlukan pergantian kulit (moulting). Pergantian kulitmerupakan indikator dari

pertumbuhan udang, semakin cepat udang berganti kulitberarti pertumbuhan semakin

cepat pula. Pada umumnya semua udang memiliki sifat alami yang sama, yakni aktif pada

malam hari (nokturnal), baik aktifitas untuk mencari makan dan reproduksi.Beberapa

indera yang digunakan udang untuk mendeteksi makanan adalahpenglihatan (sight), audio

atau vibrio sense, thermosense dan chemosense.

Menurut Armanda (2008) dalam Umami, et al.,(2012), Udang windu (Penaeus

monodon Fab.) adalah jenis udang yang paling umum dibudidayakan diIndonesia,

ukurannya dapat mencapai 34 cmdengan berat 250 gram. Salah satu kelebihan dariudang

windu adalah pertumbuhannya cepat,tahan terhadap pengaruh lingkungan sepertisalinitas,

dan suhu.Udang windu (Penaeus monodon Fab.) merupakan salah satu biota lautyang

sering dikonsumsi oleh manusia.Kandungan logam berat yang terdapat di dalamtubuh

udang terjadi karena udang memilikipergerakan yang relatif lambat untuk menghindardari

pengaruh polusi air laut, selain itu jugakarena udang bergerak dan mencari makan didasar

air, yang merupakan tempat terdapatnya endapan berbagai jenis limbah.Namun Udang

windu amat sensitif terhadap masukan logam.Mekanisme masuknya logam Pb ke

dalamtubuh udang dapat melalui proses pernapasan,absorbsi atau melalui pakan.

2.2.3 Rumput Laut Gracilaria sp

Berdasarkan kandungan pigmen, terdapat 4 kelas yaitu rumput laut hijau

(Chlorophyta),rumput laut merah (Rhodophyta), rumput laut cokelat (Phaeophyta) dan

rumput laut pirang (Chrysophyta). Rumput laut merupakan kelompok tumbuhan yang

mempunyai sifat tidak bisa dibedakan antara bagian akar, batang, dan daun. Seluruh

bagian tumbuhan disebut thallus, sehingga rumput laut tergolong tumbuhan tingkat rendah.

Bentuk thallusrumput laut bermacam-macam yaitu bulat seperti tabung, pipih, gepeng,

bulat seperti kantong, rambut, dan sebagainya. Thallus ada yang tersusun hanya oleh satu

sel (uniseluler) atau banyak sel (multiseluler). Percabangan thallus ada yang thallus
dichotomus (dua-dua terus menerus), pinate (dua-dua berlawanan sepanjang thallus

utama), pectinate (berderet searah pada satu sisi thallus utama) dan ada juga yang

sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus ada yang lunak seperti gelatin

(gelatinous), keras diliputi atau mengandung zat kapur(calcareous), lunakbagaikan tulang

rawan (cartilagenous), berserabut(spongeous) dan lain-lain (Suparmi dan Sahri, 2009).

Klasifikasi Gracilaria verrucosamenurut Dawes (1981) dalam Handriyani (2013) :

Kingdom : Plantae
Divisio : Rhodophyta
Class : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Family : Gracilariaceae
Genus : Gracilaria
Species : Gracilaria verrucosa

Gambar 4.Gracilaria verrucosa (Tim Perikanan WWF-Indonesia, 2014a)

Gracilariaverrucosa memiliki panjang sekitar 3-18 cm dan diameternya sekitar 1,5-4

mm. Bentuknya silinder, dengan percabangan yang tidak teratur. Selain itu, thallus

Gracilariaverrucosa berbentuk silindris atau gepeng dengan percabangan sederhana

hingga rumit. Substansi thallus menyerupai gel atau lunak seperti tulang rawan.

Gracilariaverrucosahidup di dasar perairan dengan melekatkan thallus pada substrat, yang

umumnya pasir, lumpur, karang, kulit kerang, karang mati, batu maupun kayu. Tanaman ini

mampu hidup pada kedalaman 10-15 m pada salinitas 12-30 ppt (Ashriyani, 2009).
Menurut Komarawidjaja (2005), Rumput laut Gracilariaverrucosa ditemukan tumbuh

baik pada perairan payau maupun perairan pantai. Lebih dari 16 spesies rumput laut ini

ditemukan di berbagai belahan dunia yang beriklim tropis. Habitat Gracilariaverrucosa

diantaranya tumbuh pada areal pasang surut dengan ciri lahan pasir berlumpur, perairan

eutrofik, serta daerah sedimentasi. Rumput laut dapat tumbuh pada kisaran suhu 25–30oC,

beberapa jenis Gracilariasp memiliki kemampuan adaptasi yang baik dengan perubahan

salinitas antara 17-40 o/oo. Kemudian ditambahkan oleh Hoyle (1975) dalam Widyorini

(2010), bahwa Gracilariaverrucosa mempunyai toleransi cukup luas terhadap faktor-faktor

lingkungannya, dapat hidup di perairan yang tenang pada subtrat berlumpur, kisaran

salinitas antara 5-43%o dan pH berkisar antara 6-9.

2.3 Potensi Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos), Udang Windu (Penaeus
monodon) dan Rumput LautGracilariaverrucosa

Menurut Tim Perikanan WWF-Indonesia (2014), bahwa budidaya ikan bandeng sudah

ada sejak abadke-12, terutama di Pulau Jawa.Sampai saatini praktek-praktek budidaya

ikan bandengmasih banyak yang menerapkan sistem tradisional dan polikultur dengan

komoditasbudidaya lainnya, seperti Gracilaria dan udangwindu.Ikan bandeng selain

menjadi makananbernilai gizi, juga telah menjadi komoditasekspor di Taiwan dan Tiongkok

sebagaiumpan untuk ikan tuna (Thunnus spp) danCakalang (Katsuwonus

pelamis).Budidaya bandeng di Indonesia menunjukkanprospek yang baik, dimana pada

tahun 2008produksi bandeng mencapai 422.086 ton,lebih tinggi dari Filipina yang hanya

349.432ton. Kemudian produksi meningkat padatahun 2012 yaitu sebesar 482.930 ton.

Menurut Iromo, etal., (2009), Indonesiapernah menjadi produsen udang windu papan

atas di dunia pada tahun 1994 mampu mencapai angkaproduksi 300.000 ton/tahun

(Produksi dari tambak intensif sekitar 60 %, tambaksederhana mencapai 20 % dan tambak

semiintensif sekitar 10 %), sedangkan mulaitahun1997 hingga sekarang produksi udang

Indonesia mengalami penurunan yang tidaksedikit, yaitu kira-kira produksi pertahun

berkisar antara 160.000–200.000 ton. Kemudian ditambahkan oleh WWF-Indonesia


(2014), bahwa Udang windu (Penaeus monodon) masihmenjadi salah satukomoditi

perikananandalan di Indonesia.Jenis udang inimerupakan udang asli Indonesia yang

telahdibudidayakan sejak beberapa dekade lalu.

Menurut Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian

Perdagangan Republik Indonesia (2013), perairan Indonesia merupakan perairan tropika

yang kaya akan sumber daya plasma nutfah rumput laut berdasarkan ekspedisi oleh Van

Bosse tahun 1899-1900 mencapai 555 jenis, membuat komoditas rumput laut menjadi

salah satu hasil laut yang diunggulkan dan dikembangkan secara luas, tersebar di

seluruhwilayah perairan Indonesia (mencapai 384,73ribu ha) dengan target produksi pada

tahun 2014 sebesar10 juta ton.Luas indikatif lahan yang dapat dimanfaatkan untuk

budidaya komoditas rumput laut Indonesia mencapai 769.452 ha.

2.4 Budidaya Polikultur Ikan Bandeng (Chanos chanosForsk), Udang Windu (Penaeus
monodonFab), dan Rumput LautGracilariasp

Menurut Rimalia dan Kisworo (2013), bahwa rumput laut yang saat ini dibudidayakan

oleh para pembudidayaIndonesia ada dua jenis yaitu Euchema cottonii dan Gracilaria sp.

Kedua jenis rumput laut ini dikembangkan pada media air yang berbeda. Euchema cottonii

dibudidayakan dengan media air laut, sementara itu Gracilaria spdibudidayakan pada

media air payau yang biasanya berupa tambak. Kemudian ditambahkan oleh Parenrengi,

et al.,(2008) dalam Rangka dan Paena (2012), Rumput laut memiliki keunggulan

dibandingkan dengan komoditas perikanan budidaya lainnya antara lain teknologi

budidaya yang sederhana, peluang pasar ekspor yang tinggi, penyerapan tenaga kerja

yang tinggi, modalyang diperlukan relatif kecil, periode pemeliharaan yang singkat, produk

olahan yang beragam, serta memiliki fungsi produksi dan ekologis. Selain itu

pembudidaya tidak memerlukan kualifikasi ilmu tertentu sehingga dapat dilakukan oleh

semua lapisan masyarakat. Beberapa keunggulan tersebut menjadi indikator positif dalam

upaya pengembangan usaha budidaya rumput laut.


Menurut Tim Perikanan WWF-Indonesia (2014), budidaya rumput laut Gracilaria dapat

dikombinasikan dengan ikan bandeng atau udang.Gracilaria dapat berfungsi sebagai

biofilter di tambak ikan bandeng atau udang. Ikan bandeng dapat memakan lumut yang

menempel pada Gracilaria, sehingga Gracilaria yang dibudidayakan bersama ikan

bandeng atau udang akan bersih dari lumut dan pertumbuhan lebih cepat.Disamping hasil

panen Gracilaria, panen bandeng atau udang akan menjadi penghasilan

tambahan.Berdasarkan hasil riset dari Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau

(BRPBAP) Maros, budidaya polikultur Gracilaria, ikan bandeng, danudang pada lahan 1 ha

tambak idealnya digunakan rasio 1,5 ton Gracilaria: 1.000 ekor gelondongan ikan bandeng

: 5,000 ekor udang, sedangkan bila tanpa udang, idealnya digunakan rasio sebagai 2-2,

yaitu 2 ton bibit Gracilaria : 2000 -2.500 ekor gelondongan ikan bandeng.

Menurut Sunaryanto dan Ginting (2014), dalam polikultur three in one, udang yang

dipelihara yaitu udang windu atau udang vanamei, sedangkan Rumput laut dari

jenisGracillaria sp. Dalam polikultur ini, ikan Bandeng bersifatherbivora (pemakan

tumbuhan), udang bersifat karnivora (pemakansegala), sedangkan rumput laut Gracillaria

berfungsi sebagai filter biologiyang mampu menyerap karbon dioksida (CO 2), penghasil

Oksigen (O2) dantempat berlindung bagi ikan dan udang. Polikultur three in one ini baik

untuk tambak yang dasarnya berpasir sedikit berlumpur dengankedalaman minimal 50 cm.

Padat tebar masing-masing komoditas dalampolikultur three in one ini dalam satu

hektar adalah dengan rasio 1 tonrumput laut : 1.500 ekor gelondongan Bandeng : 5.000

ekor tokolan udang(100 gr/m 2 rumput laut : 15 ekor Bandeng : 5 ekor udang/m 2).Tokolan

udang ditebar setelah rumput laut berumur 10 hari,dengan padat penebaran 5.000

ekor/ha, seminggu kemudian barudilakukan penebaran gelondongan dengan padat

penebaran 1.500ekor/ha. Pergantian air tambak dilakukan minimal 2 minggu

sekali.Secara rutin dilakukan pembersihan rumput laut yang tertimbun lumpur,dan bila

pertumbuhan kurang baik dapat dilakukan pemupukan denganpupuk Urea dan TSP

dengan dosis masing masing 50 kg/ha.Udang maupun bandeng tidak diberi pakan

tambahan, tetapidibiarkan untuk memakan pakan alami yang ada di sekitar rumput
laut,baik yang berupa klekap maupun lumut/ganggang sebagai penyaing habitat

rumput laut.

2.5 Pentingnya Kesesuaian Lingkungan Bagi Budidaya Polikultur

Menurut Faqih (2003), Dalam hal teknis budidaya, kualitas hasil panen budidaya laut

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan budidaya, dalam hal ini kualitas perairan di lokasi

budidaya, karena pertumbuhan biota sangat ditentukan oleh kondisi ekologi setempat.

Pemilihan lokasi merupakan langkahpertama yang sangat penting dalam menentukan

keberhasilan usaha budidaya rumput laut. Lokasi yang diharapkan untuk budidaya rumput

laut merupakan syarat utama yang harus diperhatikan. Kegagalan dalam menentukan

lahan yang terbaik merupakan kegagalan awal yang mungkin terjadi dalam budidaya

rumput laut. Begitupun untuk mengetahui lokasi yang cocok untuk budidaya rumput laut,

maka perlu adanya informasi mengenai kriteria atau parameter perairan untuk budidaya

rumput laut.

Menurut Kangkan (2006), permasalahan umum yang dihadapi oleh petambak adalah

belum adanya nilai atau spasial yang menggambarkan tingkat kesesuaian perairan atau

lokasi yang tepat bagi pengembangan budidaya. Kondisi tersebut menimbulkan

pertanyaan bagaimanakah daya dukung lingkungan perairan berdasarkan parameter fisik

dan kimia, sehingga dapat mempertegas teknologi yang akan diterapkan. Pemilihan lokasi

budidaya tidak terlepas dari aspek bioteknis budidaya, yang didalamnya terdapat

parameter ekosistem perairan sebagai daya dukung lingkungan dan non-teknis berupa

dukungan aksesibilitas dan sosial-ekonomi masyarakat.Namum kenyataannya bahwa saat

ini penentuan lokasi pengembangan budidaya lebih berdasarkan perasaan semata,

perkiraan, dan coba-coba.Padahal data atau informasi tentang kelayakan lahan

(sitesuitability) sangatlah diperlukan untuk memecahkan dalam kompetisi pemanfaatan

pesisir.

Menurut Ristiyani (2012), tambak merupakan salah satu jenis habitat yang

dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan air payau yang berlokasi di daerah pesisir.
Kegiatan budidaya tambak yang terus-menerus menyebabkan degradasi lingkungan, yang

ditandai dengan menurunnya kualitas air.Kendala lingkungan yang dihadapi dalam

kegiatan budidaya diantaranya penataan wilayah atau penataan ruang pengembangan

budidaya yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan akibat pengelolaan yang

tidak tepat, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan dengan segala aspek

komplikasinya dalam kurun waktu yang panjang.Analisis daya dukung perairan perlu

dilakukan untuk mengetahuai kondisi dan kesesuaian lahan budidaya tambak di pesisir.

Menurut Tim Perikanan WWF-Indonesia (2014), dalam menentukan lokasi budidaya

Ikan Bandeng (Chanos-chanos Forsk), Udang windu (Penaeus monodon), dan rumput laut

Gracilariaverrucosa, ada beberapa aspek kelayakan yang perlu diperhatikan. Aspek

kelayakan lokasi untuk budidaya Ikan Bandeng dan Udang windu yang perlu diperhatikan

yaitu :

a. Posisi lahan tambak sebaiknya terletak di antara pasang surut air laut, berguna bagi

pengairan tambak yang mengandalkan mekanisme pasang surut air laut. Dekat sumber

air, baik dari muara, sungai maupun langsung dari laut. Tidak terletak di daerah rawan

banjir.

b. Tanah tidak mudah bocor (porous), sehingga tambak dapat mempertahankan volume

air.

c. Tanah yang baik yaitu yang bertekstur lempung (komposisi liat, pasir dan debu

berimbang) dan liat berpasir.

d. Hindari tanah yang bersifat sulfat masam (kandungan pyrit tinggi).

e. Pilihlah Lokasi yang jauh dari pencemaran, khususnya limbah yang mencemari sumber

aliran sungai dan aliran laut.

f. Pemilihan lokasi sesuai dengan tata ruang yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah

setempat sehingga lokasi yang dipilih untuk budidaya rumput laut tidak terganggu atau

menganggu kepentingan yang lain.

g. Pemenuhan kriteria kelayakan teknis berdasarkan kualitas air, yaitulokasi budidaya

berada di daerah pasang surut sehingga memudahkan untuk pergantian air secara
gravitasi, dasar tambak pasir berlumpur, terdapat sumber air tawar untuk memudahkan

menurunkan salinitas sesuai dengan kebutuhan, bebas dari limbah pencemaran, tingkat

kecerahan 40-60 cm, Kadar garam (salinitas) antara 15-30 ppt dan optimal pada salinitas

20-28 ppt, Suhu air berkisar antara 20-28 °C, pH berkisar antara 6-9.

h. Sebaiknya memilih lokasi budidaya dimana kegiatan pengontrolan perkembangan rumput

laut dan penjagaan keamanan dapat dilakukan dengan mudah.


3. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

Materi dalam penelitian ini adalah air dan tanah. Untuk materi air dilakukan

pengamatan terhadap parameter antara lain parameter fisika meliputisuhu dan kecerahan,

parameter kimiameliputi salinitas, Dissolved Oxygen (DO), alkalinitas, derajat keasaman

(pH) air, amonia, Total Organic Matter (TOM),nitrat, dan orthofosfat, serta parameter

biologi meliputi identifikasi plankton, kelimpahan fitoplankton, dan indeks keragaman

fitoplankton. Sedangkan untuk materi tanah dilakukan pengamatan terhadap parameter

antara lain tekstur tanah, bahan organik tanah (BOT), derajat keasaman (pH) tanah,

potensial redoks, kapasitas tukar kation (KTK), nitrat, dan fosfat.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian tentang evaluasi kelayakan tambak

tradisional polikultur ditinjau dari segi biofisik tambak di Desa Kupang Kecamatan Jabon

Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.3 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptifobservasiyaitu

observasi dilakukan secara langsung pada lokasi tambak tradisional polikultur di Desa

Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur guna mengetahui

kondisi lapang secara langsung. Kondisi lapang yang dimaksud adalah keadaan tambak

atau gejala-gejala yang berhubungan dengan penelitian yang nantinya akan membantu

dalam pengumpulan data yang telah dirumuskan sebelumnya.

3.3.1 Teknik Pengumpulan dan Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengambil dua macam

data yaitu data primer dan data sekunder.


a. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari data hasil pengamatan dan analisa

kualitas air dan tanah di tambak tradisional polikultur di Desa Permisan Kecamatan Jabon

Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur. Analisa kualitas air yang dilakukan adalah

parameter fisika meliputi suhu dan kecerahan, parameter kimiameliputisalinitas, Dissolved

Oxygen (DO), alkalinitas, derajat keasaman (pH) air, amonia, Total Organic Matter

(TOM),nitrat, dan orthofosfat, serta parameter biologi meliputi identifikasi plankton,

kelimpahan fitoplankton, dan indeks keragaman fitoplankton.Analisa kualitas tanah yang

dilakukan adalah parameter tekstur tanah, bahan organik tanah (BOT), pH tanah, potensial

redoks, kapasitas tukar kation (KTK), nitrat, dan fosfat.

b. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari gambaran umum daerah atau

wilayah penelitian, standar baku mutu kualitas air dan tanah untuk tambak budidaya, dan

hasil-hasil penelitian terdahulu yang terkait guna menunjang keberhasilan penelitian.

3.3.2 PenetapanLokasiPengamatan

Penentuan stasiun pengamatan berdasarkan hasil survei pendahuluan yang menitik

beratkan pada perbedaan karakteristik dan keterwakilan lingkungan disekitar areal

budidaya, kemudahan menjangkau titik sampling, serta efisiensi waktu dan biaya

penelitian. Langkah awal sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu ditetapkan

daerah-daerah tempat pengambilan sampel atau lokasi dengan melihat kondisi tambak

agar memudahkan mekanisme pengambilan sampel.Pengambilan sampel air dilakukan di

4 lokasi (inlet, tengah kanan, tengah, dan outlet) pada setiap petak tambak yang terdiri dari

2 petak tambak (Gambar 1) dengan pengulangan sebanyak 3 kali dalam rentang waktu

seminggu sekali.Sedangkan pengambilan sampel tanah dilakukan di 1 lokasi (tengah)

pada setiap petak tambak yang terdiri dari 2 petak tambak (Gambar 2) tanpa pengulangan.
Dari hasil survei pendahuluan, ditetapkan sebanyak dua stasiun pengamatan.

Stasiun pengamatan yang dipilih adalah lokasi tempat petambak melakukan kegiatan

budidaya polikultur. Karakteristik masing-masing stasiun pengamatan adalah sebagai

berikut :

1. Tambak 1 : Tambak polikultur ikan bandeng dan udang windu seluas 1

hektar dengan pola tradisional. Letaknya dekat dengan pintu air

yang terhubung langsung dengan Sungai Alo.

2. Tambak 2 : Tambak polikultur ikan bandeng, udang windu, dan rumput laut

(Gracilaria verrucosa) dengan pola tradisional. Letaknya

bersebelahan dengan tambak 1.

Gambar 5. Stasiun Pengamatan Pada Penelitian

(Google earth, 2016)


3.4 Analisis Data

Data yang didapat di kelompokkan menjadi empat kelompok stasiun.Setelah didapat

hasil perhitungan dilakukan rating klas kelayakan dengan nilai 99 (kategori baik) diberikan

pada variabel atau parameter yang sangat mendukung dalam lingkungan tambak, nilai 66

(kategori sedang) diberikan pada variabel atau parameter yang mendukung dengan tingkat

sedang dalam lingkungan tambak, dan nilai 33 (kategori buruk) diberikan pada variabel

atau parameter yang kondisinya tidak mendukung dalam lingkungan tambak.

Setiap variabel atau parameter dilakukan pembobotan berdasarkan studi pustaka

untuk digunakan dalam penilaian atau penentuan tingkat kelayakan dalam tambak.Variabel

atau parameter yang sangat berpengaruh dalam kehidupan dan pertumbuhan organisme

budidaya diberi bobot 3, variabel atau parameter yang berpengaruh sedang dalam

kehidupan dan pertumbuhan organisme budidaya diberi bobot 2, dan variabel atau

parameter yang lebih lemah pengaruhnya terhadap kehidupan dan pertumbuhan

organisme budidaya diberi bobot 1.Untuk kisaran parameter kualitas air dan tanah sebagai

pendukung kelayakan untuk budidaya di tambak disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2berikut

Tabel 1. Kisaran Parameter Kualitas Tanah Sebagai Pendukung Kelayakan Untuk


Budidaya di Tambak.
Parameter Bobot Kisaran kualitas tanah Referensi
Baik (99) Sedang (66) Buruk (33)
Tanah
pH 3 7–8 6,5 - 7 < 6,5 Supratno (2006)
BOT (%) 3 2 - 3,5 3,5 - 5 < 2 dan > 5 Mindari dan
Rosida (2011)
Potensial 2 Positif 0 - (-150) > (-151) Tianren (1985)
redoks
(mV)
KTK (meq) 2 24 - 50 5 - 24 <5 Mindari dan
Rosida (2011)
Tekstur 3 Tanah Tanah Tanah Hanafiah (2012)
tanah berliat berlempung berpasir
Nitrat (%) 3 0,2 - 0,5 0,1 - 0,2 < 0,1 dan Mindari dan
> 0,5 Rosida (2011)
Fosfat 3 > 24 15 - 24 < 15 Hardjowigeno
(mg/kg) (1993)
Tabel 2. Kisaran Parameter Kualitas Air Sebagai Pendukung Kelayakan Untuk

Budidaya di Tambak.

Parameter Bobot Kisaran kualitas air Referensi


Baik (99) Sedang (66) Buruk (33)
Air
Orthofosfat 3 0,01 - 0,16 0,03 – 1,2 > 1,2 Boyd (1990)
(mg/l)
Nitrat (mg/l) 3 >2 1,0 - 1,9 <1 Agus (2008)
DO (mg/l) 3 4 – 10 3-4 <3 Agus (2008)
pH 3 6–7 7-9 < 6 dan > 9 Agus (2008)
o
Suhu ( C) 2 25 – 35 36 - 65 < 25 dan Agus (2008)
> 65
Salinitas (ppt) 2 16 – 25 1 – 15 dan > 35 Agus (2008)
25 – 34
TOM (mg/l) 2 < 20 20 – 40 > 40 Effendi (2003)
Amonia (ppm) 2 ≤ 0,1 0,1 - 0,2 ≥ 0,2 Effendi (2003)
5 5 5 5
Kelimpahan 2 10.10 - 1.10 - 10.10 < 1.10 sel/l Landner (1976)
5
fitoplankton 15.10 sel/l sel/l
Indeks 2 >3 1-3 <1 Strin (1981)
keragaman
fitoplankton
(H’)
Kecerahan 1 25 - 35 36 - 65 < 25 dan Effendi (2003)
(cm) > 65

Penilaian kelayakan variabel pendukung pada penelitian ini berdasarkan pada tingkat

pengaruhnya terhadap kondisi tambak dan persyaratan kehidupan organisme didalamnya.

Nilai variabel (parameter kualitas air dan tanah) sebagai penyusun daya dukung

lingkungan perairan tambak disajikan pada Tabel 3dan 4:

Tabel 3. Nilai dan bobot tanah sebagai parameter pendukung kelayakan untuk
budidaya di tambak.
Parameter Nilai min. Nilai Bobot dari Bobot Total nilai Total
maks. prioritas (maks.) nilai
(min.)
Tanah
pH 33 99 3 0,16 15,6 5,1
BOT 33 99 3 0,16 15,6 5,1
Potensial 33 99 2 0,11 10,4 3,4
redoks (mV)
KTK 33 99 2 0,11 10,4 3,4
(me/100g)
Tekstur tanah 33 99 3 0,16 15,6 5,1
Nitrat (%) 33 99 3 0,16 15,6 5,1
Fosfat (mg/kg) 33 99 3 0,16 15,6 5,1
TOTAL 19 1 99 33
Tabel 4.Nilai dan Bobot Air Sebagai Parameter Pendukung Kelayakan Untuk Budidaya di
Tambak.
Parameter Nilai min. Nilai Bobot dari Bobot Total nilai Total
maks. prioritas (maks.) nilai
(min.)
Air
Orthofosfat 33 99 3 0,11 11,1 3,6
(mg/l)
Nitrat (mg/l) 33 99 3 0,11 11,1 3,6
Oksigen 33 99 3 0,11 11,1 3,6
terlarut (mg/l)
pH air 33 99 3 0,11 11,1 3,6
o
Suhu ( C) 33 99 2 0,07 7,4 2,4
Salinitas (ppt) 33 99 2 0,07 7,4 2,4
TOM (mg/l) 33 99 2 0,07 7,4 2,4
Amonia (ppm) 33 99 2 0,07 7,4 2,4
Kelimpahan 33 99 2 0,07 7,4 2,4
fitoplankton
Indeks 33 99 2 0,07 7,4 2,4
Keragaman
fitoplankton
Kecerahan 33 99 1 0,04 3,7 1,2
(cm)
TOTAL 25 1 99 33

Parameter kualitas tanah yaitu fosfat dan nitrat mendapat bobot 3, hal ini karena

orthofosfat sebagai unsur hara utama dan merupakan faktor pembatas karena

ketersediaannya sedikit namun banyak dibutuhkan oleh plankton sebagai sumber energi

dalam metabolisme sehingga berpengaruh langsung terhadap kedinamisan ekosistem

tambak dan nitrat berfungsi sebagai nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan

alga.Tekstur tanah mendapat bobot 2 karena tekstur tanah merupakan gambaran fisik

tanah yang mempunyai hubungan yang kuat terhadap kemampuan absorbsi terhadap

fosfor dalam lingkungan perairan. Sedangkan derajat keasaman (pH) tanah , bahan

organik tanah (BOT), potensial redoks, dan kapasitas tukar kation (KTK) mendapat bobot 2

karena saling berpengaruh antara satu sama lain dalam membentuk proses kimiawi dalam

tanah.

Parameter kualitas air yaitu suhu diberi bobot 2, hal ini didasarkan pada fungsi suhu

sebagai faktor pengontrol dalam lingkungan, yang berpengaruh langsung terhadap

metabolisme, kelarutan gas di udara, dan percepatan proses penguraian bahan organik

sebagai penyedia fosfor. Bobot 2 juga diberikan pada parameter kelimpahan dan indeks

keragaman fitoplankton, karena kelimpahan fitoplankton merupakan gambaran


kemampuan daya asimilasi primer produksi dalam memanfaatkan unsur hara yang

dihasilkan limbah budidaya sedangkan indeks keragaman sebagai indikasi produktivitas

primer dalam perairan.Salinitas diberi bobot 2 karena salinitas mempunyai peran yang

sangat penting terhadap tekanan osmotik air seperti osmoregulasi ikan bandeng (Chanos

chanos).Derajat keasaman (pH) air juga diberi bobot 2, karena pH air berfungsi sebagai

directing factor dalam lingkungan karena pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan

terutama bagi jasad renik.Sedangkan TOM yang berperan sebagai indikator untuk

mengukur banyaknya bahan organik dalam ekosistem perairan karena adanya proses

anabolisme unsur hara oleh organisme primer sehingga diberi bobot 2. Namun, kecerahan

hanya diberi bobot 1 karena nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca,

waktu pengukuran serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran. Oksigen terlarut

yang berperan sebagai directing factor dan juga bisa berperan sebagai limiting factor,

dalam ekosistem tambak oksigen terlarut mempunyai peran yang sangat kuat dalam

menjaga keseimbangan sistem tersebut, sehingga diberi bobot 3 dalam penelitian ini.

Berdasarkan rumus water quality indexdan rumus soil quality index maka di peroleh

batas atas dan batas bawah interval kelayakan kualitas air dan tanah untuk budidaya

menggunakan rumusWibowo (2012) sebagai berikut :

WQI = (∑ )2

SQI = (∑ )2

Dimana :

WQI = water quality index atau indeks kualitas air tambak

SQI = soil quality index atau indeks kualitas tanah tambak

n = indikator konsentrasi

q1 = nilai rating kualitas air dari indikator

w1 = berat dari indikator


Sedangkan untuk interval dari ketiga variabel ditentukan dengan menggunakan rumus

interval hitung sebagai berikut :


Panjang kelas interval =

Maka diperoleh nilai kelas kelayakan kualitas air dan tanah tambak untuk budidaya

sebagai berikut :

76 - 100 : kualitas air dan tanah dalam kategori sangat baik.

51 –75 : kualitas air dan tanah dalam kategori baik.

26 - 50 : kualitas air dan tanah dalam kategori sedang.

0 – 25 : kualitas air dan tanah dalam kategori tidak baik.

3.5 Analisis Kualitas Air

Analisis kualitas air yang diukur yaitu terdiri dari parameter fisika meliputi suhu dan

kecerahan, parameter kimia meliputi salinitas, Dissolved Oxygen (DO), derajat keasaman

(pH) air, amonia, Total Organic Matter (TOM),nitrat, dan orthofosfat, serta parameter

biologi meliputi identifikasi plankton, kelimpahan fitoplankton, dan indeks keragaman

fitoplankton.

3.5.1 Parameter Fisika

a. Suhu

Pengukuran suhu dengan menggunakan alat yaitu thermometer air raksa

dilakukandengancara:

1. Mencelupkanthermometerair raksa ke dalam perairan.

2. Membiarkan selama 3 menit.

3. Membaca skala pada thermometer raksa ketika masih di dalam air.

4. Mencatat hasil pengukuran dalam skala (°C)


b. Kecerahan

Menurut Hariyadi, et al.,(1992), pengukuran kecerahan perairan dilakukan

menggunakan secchi disk dengan cara sebagai berikut :

1. Memasukkan secchi disk ke dalam perairan

2. Mengukur batas tidak tampak pertama kali dan dicatat sebagai d1

3. Memasukkan secchi disk ke dalam perairan

4. Mengangkat secchi disk secara perlahan-lahan

5. Melihat batas tampak pertama kali dan dicatat sebagai d2

6. Memasukkan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus :

( ) ( )

3.5.2 Parameter Kimia

a. Salinitas

Pengukuran salinitas dengan menggunakan alat yaitu refrakto meter dilakukan

dengan cara:

1. Mengkalibrasi refraktometer dengan menggunakan aquadest pada kaca prismanya.

2. Membersihkan kaca prisma dengan menggunakan tissue secara searah.

3. Meneteskan 1 - 2 tetes air sampel pada kaca prisma.

4. Menutupkaca prisma dengan sudut kemiringan 45º agar tidak terdapat gelembung.

5. Mengarahkan refraktometer pada sumber cahaya.

6. Melihat skala salinitas pada refraktometer.

7. Mencatat hasil pengukuran.


b. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) air diukur dengan menggunakan pH paper dilakukan dengan

cara sebagai berikut:

1. Mencelupkan pH paper ke dalam perairan.

2. Mendiamkan selama kurang lebih 2 menit.

3. Mengangkat dan mengibaskan sampai setengah kering.

4. Mencocokkan dengan skala 1 - 14 yang tertera pada kotak standart pH.

5. Mencatat hasil pengukurannya.

c. Oksigen terlarut (DO)

Kadar oksigen terlarut (DO) suatu perairan dapat diukur dengan menggunakan

metode Winkler. Pengukuran kadar oksigen terlarut (DO) dengan menggunakan metode

Winkler dilakukan dengan cara:

1. Mengukur dan mencatat volume botol DO yang akan digunakan.

2. Memasukkan botol DO ke dalam air yang akan diukur oksigennya secara perlahan-

lahan dengan posisi miring dan diusahakan jangan sampai terjadi gelembung udara.

Atau masukkan botol DO yang dibuka tutupnya ke dalam kammerer water sampler,

tutupkammerer tersebut, lalu masukkan ke dalam air, bila botol telah penuh (diketahui

dari bunyi selang) kemudian diangkat dari air, tutup botol DO ketika masih di dalam

kammerertersebut dan keluarkan dari kammerer.

3. Membuka tutup botol yang berisi sampel dan menambahkan 2 ml MnSO 4 dan 2 ml

NaOH+KI lalu bolak-balik sampai terjadi endapan kecoklatan. Biarkan selama 30 menit.

4. Membuang filtrat (air bening diatas endapan) dengan hati-hati, kemudian endapan yang

tersisa diberi 1-2 ml H2SO4 pekat dan kocok sampai endapan larut.

5. Memberi 3 - 4 tetes amylum, mentitrasi dengan Na-thiosulfat (Na2S2O3) 0,025 N sampai

jernih atau tidak berwarna untuk pertama kali.

6. Mencatat ml Na-thiosulfat yang terpakai (ml titran).


7. Menghitung kadar DO dengan rumus:

DO (mg/l) =

Dimana :

V (titran) : ml titrasi Na-thiosulfat

N (titran) : normalitas Na-thiosulfat (0,025)

8 : menunjukkan nomor atom Oksigen

1000 : menunjukkan konversi dari l ke ml

d. Nitrat (NO3-)

Pengukuran kadar nitrat perairan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Menyaring 25 ml air sampel dan tuangkan ke dalam cawan porselin.

2. Menguapkan diatas hotplate sampai kering (terbentuk kerak nitrat).

3. Mendinginkan sampel kerak.

4. Menambahkan 0,5 ml asam fenol disulfonik, aduk dengan spatula.

5. Mengencerkan dengan 2,5 ml aquadest.

6. Menambahkan NH4OH (1:1) sampai terbentuk warna.

7. Mengencerkan dengan aquadest sampai 25 ml.

8. Memasukkan dalam cuvet.

9. Mengukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 nm.

e. Orthofosfat (PO43-)

Menurut SNI (2005) dalam Hendrawati, et al. (2008), bahwa pengukuran orthofosfat

adalah sebagai berikut :

1. Memasukkan 25 ml air sampel kedalam gelas ukur dan tuangkan ke gelas erlenmeyer

2. Menambahkan 2 ml ammonium molybdate dan asam sulfat, lalu dihomogenkan

3. Menambahkan 5 tetes larutan SnCl2 dan dihomogenkan. Warna biru akan timbul (10-12

menit) sesuai dengan kadar fosfornya.

4. Mengukur dengan spektrofotometer (panjang gelombang 690 µm).


f. Pengambilan Sampel Plankton

Prosedur pengambilan sampel plankton di perairan dilakukan sesuai dengan

langkah-langkah berikut :

1. Memasang botol film pada planktonet

2. Mengambil sampel air sebanyak 25 liter dan mencatat jumlah air yang disaring tersebut

sebagai (W).

3. Menyaring sampel air dengan planktonet sehingga konsentrat plankton akan

tertampung dalam botol film, dicatat sebagai (V).

4. Memberi lugol sebanyak 3 - 4 tetes pada sampel plankton dalam botol film untuk

preservasi sampel sebelum pengamatan jenis dan kelimpahan plankton.

5. Memberi label pada botol film yang berisi sampel plankton.

g. Identifikasi Plankton

Prosedur identifikasi plankton di laboratorium dilakukan sesuai dengan langkah-

langkah berikut :

1. Mengambil object glass dan cover glass.

2. Mencuci dengan aquadest.

3. Mengeringkan dengan tissue (mengusap secara searah).

4. Mengambil botol film yang berisi sampel fitoplankton.

5. Mengambil sampel dari botol film dengan pipet tetes sebanyak 1 tetes.

6. Meneteskan pada object glass dan menutup dengan cover glass dengan sudut

kemiringan 45o.

7. Mengamati dibawah mikroskop dimulai dengan perbesaran terkecil sampai terlihat

gambar organisme pada bidang pandang.

8. Menggambar bentuk fitoplankton.

9. Menulis ciri-ciri plankton serta jumlah plankton (n) yang didapat dari masing-masing

bidang pandang.
10. Mengidentifikasi dengan bantuan buku Prescott (1978).

Untuk menghitung kelimpahan fitoplankton dengan rumus sebagai berikut:

( )

Dimana :

T : luas cover glass (400 mm 2)

V : volume konsentrat plankton dalam botol tampung (33 ml)

L : luas lapang pandang dalam mikroskop (0,785 mm 2)

v : volume konsentrat plankton dibawah cover glass (0,05 ml)

P : jumlah lapang pandang (5)

W : volume air sampel yang disaring (25 liter)

N : jumlah plankton (sel/l)

n : jumlah plankton dalam bidang pandang

Sedangkan untuk menghitung indeks keragaman menggunakan rumus Shannon-Weaver

(Krebs,1985) sebagai berikut :

∑ [ ] [ ]

Dimana :

H’ : indeks keragaman Shannon-Wiener

ni : jumlah individu jenis ke 1

N : jumlah total individu

Σ : jumlah
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Analisa Kualitas Air Tambak

Hasil perhitungan parameterkualitas air yang telah dilakukan didapat data-data

analisis seperti pada Tabel 5 berikut dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas

tanah dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 5.

Tambak
No. Parameter
1 2
o
1 Suhu ( C) 28 – 29 30 – 33
2 Kecerahan (cm) 19 – 26,5 35 – 45
3 Salinitas (‰) 15 – 20 15 – 18
4 DO (mg/l) 5,63 – 7,16 7,03 – 9,13
5 Ph 7–8 8–9
6 Amonia (ppm) 0,72 – 0,74 0,49 – 0,66
7 TOM (mg/l) 12,64 – 42,89 12,67 – 39,18

8 Nitrat (ppm) 0,34 – 1,54 0,39 – 2,57


9 Orthofosfat (mg/l) 0,03 – 0,22 0,03 – 0,35

10 Kelimpahan fitoplankton 2.105 sel/l 1.105 sel/l


(sel/l)

11 Indeks Keragaman 2,403 H’ 2,748 H’


fitoplankton (H’)

a. Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air.Suhu air

sangat berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi

oksigen hewan air.Suhu air berbanding terbalik dengan konsentrasi jenuh oksigen terlarut,

tetapi berbanding lurus dengan laju konsumsi oksigen hewan air dan laju reaksi kimia di

dalam air (Ahmad et al., 1998).

Hasil pengamatan suhu dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data hasil

analisa kualitas air dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa suhu

pada tambak 1 adalah 28 – 29oC dan pada tambak 2 adalah 30-33 oC.Menurut Agus

(2008), kisaran suhu yang baik bagi kehidupan biota di perairan adalah antara 25 - 35 oC,
kisaran suhu yang sedang bagi kehidupan biota di perairan adalah antara 36 oC - 65 oC,

dan suhu yang buruk bagi biota adalah antara < 25 oC dan > 65 oC.

Suhu pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa pada

pengambilan sampel cuaca sangat cerah sehingga tambak mendapatkan sinar matahari

secara maksimal namun masih dapat dimanfaatkan untuk kehidupan biota didalam

tambak. Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu juga menyebabkan peningkatan

kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air dan selanjutnya mengakibatkan

peningkatan konsumsi oksigen. Upaya untuk mengatasi suhu tinggi adalah dilakukan

pergantian air secara sirkulasi.

b. Kecerahan

Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai ke dasar perairan di

pengaruhi oleh kekeruhan air.Kekeruhan air sangat berpengaruh pada pertumbuhan biota

budidaya.Kekeruhan disebabkan zat-zat yang tersuspensi, seperti lumpur, senyawa

organik dan anorganik serta plankton dan organisme mikroskopik lainnya. Kekeruhan

menyebabkan sinar yang datang ke air akan lebih banyak dihamburkan dan diserap

dibandingkan dengan yang ditransmisikan. Padahal sinar yang ditransmisikan ini sangat

diperlukan oleh biota budidaya itu sendiri (Kordi dan Tancung, 2005).

Hasil pengamatan kecerahan dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data

hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui

bahwa kecerahan pada tambak 1 adalah 19 – 26,5 cm dan pada tambak 2 adalah 35 - 45

cm. Kisaran kecerahan yang baik untuk budidaya adalah 25 - 35 cm, kisaran yang sedang

adalah 36 - 65 cm, dan kisaran yang buruk adalah < 25 cm dan > 65 cm (Effendi, 2003).

Kecerahan pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa

kecerahan pada tambak dalam kondisi optimum karena dapat menembus sampai ke dasar

tambak.Menurut Ahmad et al., (1998), kecerahan yang baik bagi usaha budidaya ikan

berkisar antara 30 - 40 cm yang diukur menggunakan pinggan secchi. Dengan catatan

kecerahan disebabkan oleh kepadatan plankton atau bahan organik bukan karena faktor
lainnya. Bila kecerahan hanya mencapai kedalaman kurang dari 25 cm, pergantian air

sebaiknya segera dilakukan sebelum fitoplankton mati berurutan yang diikuti penurunan

oksigen terlarut secara drastis.

c. Salinitas

Menurut Kordi dan Tancung, (2005), salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan

garam yang diperoleh dalam air laut. Konsentrasi garam-garam jumlahnya relatif

samadengan dalam setiap contoh air atau air laut, sekalipun pengambilannya dilakukan

ditempat yang berbeda.

Hasil pengamatan salinitas dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data

hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui

bahwa salinitas pada tambak 1 adalah 15-20 ‰, pada tambak 2 adalah 15-18 ‰. Menurut

Agus (2008), kisaran salinitas yang baik adalah 16 - 25 ‰, kisaran salinitas yang sedang

adalah 1 - 15 ‰ dan 25 - 34 ‰, sedangkan salinitas yang buruk adalah > 35 ‰. Salinitas

pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.

Menurut Kordi dan Tancung, (2005), salinitas optimal yang harus dipertahankan di

tambak tergantung jenis ikan yang dibudidayakan.Namun, semua jenis ikan yang

dibudidayakan di tambak (bandeng, baronang, kakap, kerapu dan nila) dapat hidup pada

salinitas 10 - 35 ppt (part per thousand atau per mil).Bandeng, baronang dan kakap putih

lebih cocok dipelihara pada air bersalinitas payau (10 - 20 ppt) dan pertumbuhannya

cenderung lambat pada salinitas yang terlalu rendah (<7 ppt) atau terlalu tinggi (>30 ppt).

d. Dissolved Oxygen (DO)

Ketersediaan oksigen bagi biota air menentukan aktivitasnya, konversi pakan,

demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen, karena hampir semua makhluk

hidup memanfaatkan oksigen kecuali bakteri. Pada perairan dengan konsentrasi oksigen di

bawah 4 mg/l beberapa jenis ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu

makannya mulai menurun. Untuk itu, konsentrasi oksigen yang baik dalam budidaya
perairan antara 5 - 7 mg/l. Hanya ikan yang memiliki alat pernafasan tambahan yang

mampu hidup pada perairan yang kandungan oksigen rendah (Kordi dan Tancung, 2005).

Hasil pengamatan DO dapat dilihat pada Tabel 14 dan untuk lebih jelasnya data hasil

analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa

DO pada tambak 1 adalah 5,63 – 7,16 mg/l, pada tambak 2 adalah 7,03 – 9,13 mg/l.

Menurut Agus (2008), kadar oksigen terlarut yang buruk bagi biota perairan adalah < 3

mg/l, kisaran oksigen terlarut yang sedang bagi biota perairan adalah 3 - 4 mg/l, dan kadar

oksigen terlarut yang baik bagi biota perairan adalah > 4 mg/l.

Menurut Banarjea (1967) menyatakan bahwa perairan dengan oksigen terlarut > 10

mg/l adalah tergolong produktif dan dianggap optimum bagi budidaya biota air. DO pada

tambak 1 dan 2 dapat dinyatakan baik. Hal ini menunjukkan bahwa DO pada tambak

dalam kondisi baik untuk budidaya dimana kandungan oksigen di dalam air yang dianggap

produktif dan optimum bagi budidaya biota air adalah 4 - 10 mg/l. Menurut Barus (2001)

menyatakan bahwa nilai oksigen terlarut pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh

aktivitas organisme yang ada pada perairan tersebut termasuk aktivitas fotosintesis

tumbuhan yang akan menghasilkan oksigen.

e. Derajat Keasaman (pH) Air

Menurut Kordi dan Tancung, (2005), derajat keasaman popular dengan sebutan pH.

Usaha budidaya perairan akan berhasil baik dalam air dengan pH 6,5 - 9,0 dan kisaran

optimal 7,5 - 8,5. Pengukuran pH umumnya dilakukan dengan kertas pH atau pH water

tester.

Hasil pengukuran pH dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data hasil

analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa

pH pada tambak 1 adalah 7 – 8 , pada tambak 2 adalah 8 – 9. Menurut Agus (2008), pH

air yang baik adalah berkisar antara 6 - 7, pH air yang sedang adalah berkisar antara 7 - 9,

dan pH air yang buruk adalah antara <6 dan > 9.Derajat keasaman (pH) di tambak 1 dan 2

tergolong pada kondisi sedang. Derajat keasaman (pH) yang terukur cenderung basa
karena pengambilan sampel pada siang hari dimana terjadi proses fotosintesis yang

menyebabkan asam karbonat larut dalam air yang dapat menghasilkan H + dan pH basa

juga dapat berpengaruh pada aktivitas organisme didalam tambak.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Boyd (1990) bahwa nilai pH air meningkat pada

siang hari karena terjadi proses fotosintesa, sebaliknya pada malam hari nilai pH air

menurun karena organisme dalam air melakukan respirasi. Derajat keasaman (pH) air

jarang turun mencapai nilai dibawah 6,5 atau meningkat hingga mencapai nilai 9, sehingga

efek buruk pada organisme jarang terjadi.

f. Amonia

Amonia yang terukur diperairan berupa amonia total (NH3 dan NH4+). Amonia bebas

tidak dapat terionisasi, sedangkan amonium (NH 4+) dapat terionisasi.Persentase amonia

bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Pada pH 7 atau

kurang, sebagian amonia akan mengalami ionisasi. Sebaliknya pada pH yang lebih besar

dari 7, amonia tak terionisasi yang bersifat toksik terdapat dalam jumlah yang lebih banyak

(Effendi, 2003).

Hasil pengukuran amonia dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data hasil

analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa

amonia pada tambak 1 adalah 0,72 - 0,74 ppm, pada tambak 2 adalah 0,49 - 0,66 ppm.

Menurut Effendi (2003), kadar amonia yang buruk bagi biota perairan adalah ≥0,2 ppm,

kadar amonia yang sedang bagi biota perairan adalah berkisar antara 0,1 - 0,2 ppm, dan

kadar amonia yang baik bagi biota periaran adalah ≤0,1 ppm.

Kandungan amonia di tambak 1 dan 2 tergolong pada kondisi kurang baik bagi

budidaya.Hal ini disebabkan karena kondisi pH perairan yang juga dalam kondisi sedang.

Sesuai dengan pernyataan Sihaloho (2009) bahwa toksisitas amonia dipengaruhi oleh pH

yang ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah amonia

banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah amonia yang sedikit

akan bersifat racun.


g. Total Organic Matter (TOM)

TOM menggambarkan jumlah bahan organik suatu perairan yang terdiri dari bahan

organik terlarut, dan bahan organik tersuspensi dan koloid. Kalium permanganate (KmnO 4)

telah lama dipakai sebagai oksidator pada penentuan konsumsi oksigen untuk

mengoksidasi bahan organik, yang dikenal sebagai kandungan bahan organik atau Total

Organic Matter(TOM) (Effendi,2003).

Hasil pengukuran TOM dapat dilihat pada Tabel 14 dan untuk lebih jelasnya data hasil

analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa

TOM pada tambak 1 adalah 12,64 - 42,89 mg/l, pada tambak 2 adalah 12,67 - 39,18

mg/lKandungan bahan organik yang <20 ppm menunjukkan kualitas air yang baik,

kandungan bahan organik antara 20 - 40 ppm menunjukkan kualitas air yang sedang, dan

kandungan bahan organik yang tinggi lebih dari 40 ppm menunjukkan kualitas air yang

buruk (Effendi, 2003).

Kandungan TOM di tambak 1 dan 2 tergolong pada kondisi sedang.Hal ini

menunjukkan bahwa TOM pada tambak kurang baik.Hal ini dikarenakan banyaknya

sumber bahan organik yang masuk dalam tambak. Hal ini sesuai dengan pendapat

Haryanto (2010) bahwa kondisi kualitas air tambak dapat diukur dengan parameter

kandungan total bahan organik (TOM) atau jumlah N-organik. Peningkatan kandungan N-

organik disebabkan sisa pakan yang tidak dikonsumsi, kotoran udang, kematian,

pergantian plankton atau tanaman lainnya, dan bahan organik yang masuk pada saat

pergantian air.

h. Nitrat

Nitrogen merupakan salah satu unsur penting dalam pembentukan protein di dalam

organisme.Senyawa-senyawa nitrogen, baik di tanah maupun di air jumlahnya selalu

terbatas, sedangkan tumbuhan (termasuk fitoplankton) membutuhkan senyawa tersebut

dalam jumlah yang cukup besar. Fiksasi nitrogen oleh mikroba merupakan suatu proses

penting yang menjamin keperluan nitrogen selalu tersedia untuk keperluan makhluk hidup.
Daya manfaat senyawa N untuk fitoplankton adalah senyawa N dalam bentuk NO 3-N

(nitrat) (Basmi,1988).

Hasil pengukuran nitrat dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data hasil

analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui bahwa

nitrat pada tambak 1 adalah 0,34-1,54 mg/l, sedangkan pada tambak 2 adalah 0,39 - 2,57

mg/l. Menurut Agus (2008), kadar nitrat yang baik untuk biota adalah >2 ppm, kadar nitrat

yang sedang adalah berkisar antara 1,0 - 1,9 ppm, dan kadar nitrat yang buruk adalah <1

ppm.

Kadar nitrat di tambak 1 dan 2 tergolong pada kondisi sedang. Menurut Effendi

(2003), kadar nitrat pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/l. Kadar

nitrat lebih dari 5 mg/l menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal

dari aktivitas manusia dan tinja hewan dan dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi

(pengayaan) perairan, yang selanjutnya menstimulir pertumbuhan alga dan tumbuhan air

secara pesat (blooming).

i. Orthofosfat

Fosfor tidak dibutuhkan dalam jumlah besar untuk pertumbuhan tanaman, tidak seperti

karbon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen. Tapi fosfor merupakan salah satuelemen

pembatas baik di tanah maupun di perairan tawar, karena fosfor sangat langka dan

terkandung dalam batuan dengan jumlah yang sedikit dan fosfor tidak memiliki bentuk gas

dalam siklusnya sehingga tidak dapat difiksasi seperti nitrogen, selain itu fosfor terikat

secara reaktif pada berbagai jenis tanah (Goldman dan Horne, 1983 dalam Apridayanti,

2008).

Hasil pengukuran orthofosfat dapat dilihat pada Tabel dan untuk lebih jelasnya data

hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 2. Data yang didapat diketahui

bahwa orthofosfat pada tambak 1 adalah 0,03 - 0,22 mg/l, sedangkan pada tambak 2

adalah 0,03 - 0,35 mg/l. Menurut Boyd (1990), konsentrasi orthofosfat dalam air biasanya
tidak lebih dari 0,03 - 1,20 mg/l dan jika melampaui 1,20 mg/l air dalam kondisi yang

eutrofik.

Meskipun orthofosfat dalam air rendah konsentrasinya tetapi dari segi biologi sangat

penting sehingga dikenal sebagai unsur yang membatasi produktivitas ekosistem

perairan.Nilai orthofosfat pada tambak 1 dan 2 tergolong pada kondisi sedang.Hal ini

menunjukkan bahwa nilai orthofosfat pada tambak dalam kondisi kurang baik karena di

dekat tambak terdapat tempat yang biasa digunakan petambak untuk hunian seperti rumah

kecil sehingga sisa makanan atau sabun yang digunakan petambak masuk ke dalam

tambak.

j. Identifikasi Plankton

Plankton adalah biota yang hidup di mintakat pelagik dan mengapung, menghanyut

atau berenang sangat lemah, artinya mereka tak dapat melawan arus.Plankton terdri dari

fitoplankton (phytoplankton) atau plankton tumbuh-tumbuhan dan zooplankton atau

plankton hewan (Romimohtarto et al.,2007).Keberadaan fitoplankton di suatu perairan

dapat memberikan informasi mengenai kondisi perairan. Fitoplankton merupakan

parameter biologi yang dapat dijadikan indikator untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat

kesuburan suatu perairan (Ferianita et al.,2005).

Hasil pengamatan plankton di tambak di temukan fitoplankton yang terdiri dari 4 divisi

yaitu : (1) divisi Chlorophyta yang terdiri dari 13 genus yaitu : Dysmorphococcus, Oophila,

Spirogyra, Palmellopsis, Chlorella, Ankistrodesmus, Rhizoclonium, Scenedesmus,

Palmella, Pseudoschizomeris, Gonatozygon, Schizomeris, dan Crucigenia ; (2) divisi

Cyanophyta yang terdiri dari 5 genus yaitu : Merismopedia, Spirullina, Oscillatoria, dan

Gomphosphaeria ; (3) divisi Chrysophyta yang terdiri dari 1 genus yaitu Synedra ; dan (4)

divisi Euglenophyta yang terdiri dari 1 genus yaitu Euglena. Hasil pengamatan

menggunakan klasifikasi yang diawali dengan divisi karena yang ditemukan adalah

tergolong tumbuhan.Perbedaan divisi dan filum adalah divisi digunakan untuk


mengklasifikasikan tumbuhan yang ditemukan saat pengamatan sedangkan filum

digunakan untuk mengklasifikasikan hewan yang ditemukan saat pengamatan.

Chlorophyta adalah alga dengan proporsi pigmen chloroplast lebih banyak ketika

dalam tumbuhan tingkat tinggi, dengan konsekuensi, kecuali dalam kasus yang jarang,

tumbuhan memiliki warna hijau terang.Mereka terkenal dari Chrysophyta dengan

kekurangan dari dinding sel silisius.Sebagai penggantinya, dinding sel dari alga hijau yang

sesungguhnya adalah selulos dan pectinoid di alam. Mereka terkenal dari Cyanophyta

dengan kehadiran dari chloroplast dan nukleus yang sesungguhnya (Davis,1955).

Cyanophyta adalah tumbuhan paling sederhana dikelompokkan bersama untuk

memudahkan sebagai alga.Mereka tampak sangat dekat dengan bakteria, dibedakan dari

bentuknya yang sebagian besar memiliki pigmen fotosintetik (seperti chlorophylls,

dll).Pigmen dan asosiasi karotenoid dibatasi cytoplasmic spesial dalam badan

chromatophores, sebagai tumbuhan autotrofik lainnya. Malahan di bagian rongga periferal

dari protoplasma mengandung pigmentasi (Davis,1955).

Menurut Romimohtarto et al., (2007), Chrysophyta berbeda dengan kelas-kelas alga

yang terdahulu, kelompok alga hijau-kuning ini sangat heterogen. Banyak ketidaksesuaian

antara para pakar taksonomi tumbuh-tumbuhan mengenai pengelompokkan alga

ini.Beberapa diantaranya oleh sementara pakar digolongkan sebagai hewan, namun

berbeda dengan hewan-hewan laut yang sebenarnya, kelompok alga ini mampu

berfotosintesis.

k. Kelimpahan Fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton adalah banyaknya jumlah fitoplankton yang dapat terhitung

pada luas lapang pandang tertentu dan dinyatakan dalam satuan (sel/l).Hasil perhitungan

kelimpahan fitoplankton dapat dilihat pada Tabel 15 dan untuk lebih jelasnya data hasil

analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 5. Data yang didapat diketahui bahwa

kelimpahan fitoplankton pada tambak 1 adalah 2.10 5 sel/l, sedangkan pada tambak 2

adalah 1.105 sel/l. Kelimpahan fitoplankton berasal dari divisi Chlorophyta yaitu
Dysmorphococcus, Oophila, Spirogyra, Palmellopsis, Chlorella, Ankistrodesmus,

Rhizoclonium, Scenedesmus, Palmella, Pseudoschizomeris, Gonatozygon, Schizomeris,

dan Crucigenia, divisi Cyanophyta yaitu Merismopedia, Spirullina, Oscillatoria, dan

Gomphosphaeria, divisi Chrisophyta yaitu Synedra, divisi Euglenophyta yaitu Euglena.

Menurut Landner (1976), kisaran kelimpahan fitoplankton yang baik adalah 10.105 –

15.105 sel/l, kisaran kelimpahan fitoplankton yang sedang adalah 2.105 – 10.105 sel/l, dan

nilai kelimpahan fitoplankton yang buruk adalah < 2.10 5 sel/l. Kelimpahan fitoplankton pada

tambak 1 dan 2 termasuk dalam kategori sedang. Hal ini dikarenakan kadar nitrat dan

fosfat dalam tambak tersebut yang juga tergolong sedang kurang baik.

l. Indeks Keragaman Fitoplankton

Indeks keragaman fitoplankton adalah jumlah fitoplankton jenis tertentu yang hidup

pada tambak penelitian. Indeks dominasi tidak diukur karena dari hasil perhitungan indeks

keragaman fitoplankton sudah dapat diketahui kualitas air pada tambak tersebut.

Hasil perhitungan indeks keragaman fitoplankton dapat dilihat padaTabel 15 dan untuk

lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 4.Data yang

didapat diketahui bahwa indeks keragaman fitoplankton pada tambak 1 adalah 2,403 H’,

sedangkan pada tambak 2 adalah 2,748 H’. Indeks keragaman fitoplankton pada tambak 1

dan 2 berasal dari divisi Chlorophyta yaitu Dysmorphococcus, Oophila, Spirogyra,

Palmellopsis, Chlorella, Ankistrodesmus, Rhizoclonium, Scenedesmus, Palmella,

Pseudoschizomeris, Gonatozygon, Schizomeris, dan Crucigenia, divisi Cyanophyta yaitu

Merismopedia, Spirullina, Oscillatoria, dan Gomphosphaeria, divisi Chrisophyta yaitu

Synedra, divisi Euglenophyta yaitu Euglena.

Menurut Strin (1981), kisaran indeks keragaman fitoplankton yang baik adalah > 3 H’,

kisaran indeks keragaman fitoplankton yang sedang adalah 1 – 3 H’, dan kisaran indeks

keragaman fitoplankton yang buruk adalah < 1 H’.Indeks keragaman plankton pada

tambak 1 dan 2 tergolong sedang.Menurut Viyard (1979) dalam Wibowo (2012),


keberadaan plankton baik jenis maupun jumlah terjadi karena pengaruh faktor-faktor

berupa musim, nutrien, jumlah konsentrasi cahaya dan temperatur.

4.2 Analisis Kelayakan Kualitas Air Tambak Berdasarkan Nilai Water Quality Index

(WQI)

Hasil perhitungan dan peneraan parameter kualitas air yang merupakan variabel

penentuan kelayakan untuk budidaya di tambak dari tambak 1dan 2 secara berurutan

tersaji pada Tabel 6 dan 7 sebagai berikut.

Tabel 6. Hasil perhitungan analisa WQI pada tambak 1


No Parameter Pengukuran Bobot Nilai Nilai Total
o
1 Suhu ( C) 28 – 29 0,08 99 7,4
2 Kecerahan (cm) 19 – 26,5 0,04 99 3,7
3 Salinitas (‰) 15 – 20 0,08 99 7,4
4 DO (mg/l) 5,63 – 7,16 0,12 99 11,1
5 pH 7–8 0,12 66 7,4
6 Ammonia (ppm) 0,72 – 0,74 0,08 33 2,4
7 TOM (mg/l) 12,64 – 42,98 0,08 66 4,9
8 Nitrat (ppm) 0,34 – 1,54 0,12 66 7,4
9 Orthofosfat (mg/l) 0,03 – 0,22 0,12 66 7,4
10 Kelimpahan 2.105 sel/l 0,08 66 4,9
fitoplankton
(sel/l)
11 Indeks Keragaman 2,403 H 0,08 66 4,9
fitoplankton (H’)
Total 68,9
WQI 47,47
Kategori Sedang

Penilaian kualitas air pada tambak 1 berdasarkan water quality index (WQI) parameter

suhu diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik.

Parameter kecerahan diberi nilai 99 karena pada saat pengamatan hasil menunjukkan

kisaran yang baik.Parameter salinitas diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat

pengamatan menunjukkan kisaran yang baik. Parameter DO diberi nilai 99 karena hasil

perhitungan DO menunjukkan pada kisaran yang baik. Parameter pH diberi nilai 66 karena

dari pengamatan berada pada kisaran yang sedang. Parameter ammonia diberi nilai 33

karena pada saat pengamatan kadar ammonia menunjukkan hasil yang buruk. Parameter

TOM diberi nilai 66 karena hasil pengukurannya menunjukkan pada kisaran yang

sedang.Parameter nitrat diberi nilai 66 karena hasil pengukurannya menunjukkan pada

kisaran yang sedang.Parameter orthofosfat diberi nilai 66 karena pada saat pengamatan
nilai orthofosfat menunjukkan kisaran yang sedang.Parameter kelimpahan fitoplankton

diberi nilai 66 karena hasil pengukurannya menunjukkan pada kisaran yang

sedang.Parameter indeks keragaman fitoplankton diberi nilai 66 karena hasil yang didapat

saat penelitian berada pada kisaran yang sedang.

Tabel 7. Hasil perhitungan analisa WQI pada tambak 2


No Parameter Pengukuran Bobot Nilai Nilai Total
1 Suhu (oC) 30 – 33 0,08 99 7,4
2 Kecerahan (cm) 35 – 45 0,04 66 2,45
3 Salinitas (‰) 15 – 18 0,08 99 7,4
4 DO (mg/l) 7,03 –9,13 0,12 99 11,1
5 pH 8–9 0,12 66 7,4
6 Ammonia (ppm) 0,49 –0,66 0,08 33 2,4
7 TOM (mg/l) 12,67 – 0,08 66 4,9
39,18
8 Nitrat (ppm) 0,39 – 2,57 0,12 66 7,4
9 Orthofosfat (mg/l) 0,03 – 0,35 0,12 66 7,4
10 Kelimpahan 6.105 sel/l 0,08 66 4,9
fitoplankton
(sel/l)
11 Indeks Keragaman 2,092 H 0,08 66 4,9
fitoplankton (H’)
Total 67,65
WQI 45,77
Kategori Sedang

Penilaian kualitas air pada tambak 2 berdasarkan water quality index (WQI) parameter

suhu diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang baik.

Parameter kecerahan diberi nilai 66 karena pada saat pengamatan hasil menunjukkan

kisaran yang sedang.Parameter salinitas diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat

pengamatan menunjukkan kisaran baik. Parameter DO diberi nilai 99 karena hasil

perhitungan DO menunjukkan pada kisaran yang baik.Parameter pH diberi nilai 66 karena

dari pengamatan berada pada kisaran yang sedang. Parameter ammonia diberi nilai 33

karena pada saat pengamatan kadar ammonia menunjukkan hasil yang buruk. Parameter

TOM diberi nilai 66 karena hasil pengukurannya menunjukkan pada kisaran yang

sedang.Parameter nitrat diberi nilai 66 karena hasil pengukurannya menunjukkan pada

kisaran yang sedang.Parameter orthofosfat diberi nilai 66 karena pada saat pengamatan

nilai orthofosfat menunjukkan kisaran yang sedang.Parameter kelimpahan fitoplankton

diberi nilai 66 karena hasil pengukurannya menunjukkan pada kisaran yang


sedang.Parameter indeks keragaman fitoplankton diberi nilai 66 karena hasil yang didapat

saat penelitian berada pada kisaran yang sedang.

4.3 Hasil Analisa Kualitas Tanah Tambak

Hasil analisa parameter kualitas tanah yang telah dilakukan didapat data-data analisis

seperti pada Tabel 8 berikut dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah

dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 8. Hasil analisa kualitas tanah


Tambak
No. Parameter
1 2
1 Tekstur tanah Liat berdebu Liat
Lempung
berdebu
2 Bahan Organik 2,41 2,18
Tanah (%)
3 pH tanah 7,27 7,48
4 Potensial redoks + 24,8 - 16,9
(mV)
5 Kapasitas Tukar 28,59 37,83
Kation (meq)
6 Nitrat (%) 0,14 0,12
7 Fosfat (mg/kg) 49,35 56,12

a. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan kandungan partikel tanah berupa fraksi liat, debu,

dan pasir dalam suatu massa tanah. Kehalusan dan kekasaran bahan tanah pada

perabaan berkenaan dengan perbandingan berat antar fraksi tanah.Data hasil pengamatan

tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 9 berikut dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa

kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 9. Prosentase fraksi penyusun tanah

Pasir Debu Liat

Tambak 1 5.00 % 48 % 48 %

Tambak 2 6.00 % 54 % 41 %

Penentuan tekstur tanah dari komposisinya dilihat dengan menggunakan segitiga

tekstur tanah seperti pada Gambar 3.Data yang didapat pada Tabel 9 diketahui bahwa
tekstur tanah pada tambak 1 adalah liat berdebu, sedangkan pada tambak 2 adalah liat

lempung berdebu.

Tanah yang baik untuk budidaya adalah yang bertekstur tanah berliat, tanah yang

sedang untuk budidaya adalah yang bertekstur tanah berlempung, dan tanah yang buruk

untuk budidaya adalah yang bertekstur tanah berpasir (Hanafiah, 2012).Tekstur tanah

yang sangat sesuai untuk tambak adalah yang bertipe sedang dengan jenis tekstur

lempung berpasir halus, atau lempung berdebu sampai pada yang bertipe halus dengan

jenis tekstur liat berpasir atau liat berdebu.Sedangkan tanah yang bertipe kasar sangat

tidak baik untuk tekstur tambak (Djaenudin etal., 1997).

Tekstur tanah pada tambak 1 dalam sedang, dan pada tambak 2dalam kondisi baik.Hal

ini menunjukkan bahwa tanah tambak masih bisa dimanfaatkan sebagai media budidaya

karena tekstur tanah yang cenderung liat mempunyai luas permukaan yang lebih besar

sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara yang tinggi.

Menurut Andayani (2005), bahwa semakin tinggi presentase liat maka porositas tanah

semakin kecil dan konduktivitas hidrauliknya semakin kecil pula. Ini berarti bahwa tanah

berliat di lingkungan daerah penelitian dapat menahan hara dan air serta memiliki

kemantapan agregat tinggi.

b. Bahan Organik Tanah (BOT)

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan

dinamis, yang bersumber dari sisa pakan dan jasad renik tanaman dan binatang yang

telah mati yang terdapat didalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk,

karena di pengaruhi oleh faktor biologi, fisika, dan kimia.Tan (1991) dalam Sabang et al.,

(2008) menyebutkan bahwa bahan organik mempunyai peran penting di dalam tanah

terutama pengaruhnya terhadap kesuburan tanah.

Hasil pengamatan bahan organik tanah (BOT) dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk

lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Data yang

didapat diketahui bahwa prosentase bahan organik tanah pada tambak 1 adalah 2,41 %,
sedangkan tambak 2 adalah 2,18 %.Menurut Mindari dan Rosida (2011), prosentase

bahan organik tanah yang baik adalah 2 - 3,5 %, sedangkan yang sedang adalah 3,5 - 5

%, dan yang buruk adalah < 2 % dan > 5 %.

Bahan organik tanah (BOT) pada tambak 1 dalam kondisi baik, demikian juga pada

tambak 2 dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa kandungan bahan organik tanah

tambak dalam keadaan cukup baik untuk budidaya. Meningkatnyabahan organik tanah

(BOT) disebabkan oleh konsumsi oksigen dasar, tingginya kadar amonia dan bakteri di

dasar tambak dan kondisi ini dapat menggangu kenyamanan hidup organisme di tambak.

Menurut Atmojo (2003), bahan organik dalam tanah adalah sumber utama nitrogen yang

bersama-sama dengan fosfor dan kalium biasanya untuk pertumbuhan makanan alami.

Makin tinggi kandungan bahan organik makin besar kandungan nitrogennya.

c. Derajat Keasaman (pH) Tanah

Menurut White (1978) dalam Agus (2008) menjelaskan bahwa derajat keasaman (pH)

tanah merupakan sifat kimia tanah yang penting bagi tambak.Derajat keasaman (pH)

tanah mempunyai sifat yang menggambarkan aktivitas ion hidrogen. Reaksi kemasaman

tanah dapat mempengaruhi proses kimia lainnya seperti ketersediaan unsur hara dan

proses biologi dalam tanah.

Hasil pengamatan pH tanah dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk lebih jelasnya data

hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3.Data yang didapat diketahui

bahwa pH tanah pada tambak 1 adalah 7,27 dan pada tambak 2 adalah 7,48. Menurut

Supratno (2006), derajat keasaman (pH) tanah yang baik berkisar antara 7 - 8, pH tanah

yang sedang berkisar antara 6,5 - 7, dan pH tanah yang buruk adalah < 6,5.

Derajat keasaman (pH) tanah pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.Hal ini

menunjukkan bahwa pH tanah tambak masih dalam keadaan cukup baik untuk

budidaya.Menurut Hardjowigeno (1993), pH tanah menentukan mudah tidaknya unsur-

unsur diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara mudah diserap tanaman pada pH

tanah netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air.Pada
pH masam unsur P tidak dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al,

sedangkan pada tanah alkalis unsur P juga tidak dapat diserap tanaman karena difiksasi

oleh Ca.

d. Potensial Redoks

Menurut Sunarmi et al., (2006), reaksi redoks adalah reaksi-reaksi dimana suatu

molekul atau ion berubah dari kondisi lebih teroksidasi ke kondisi kurang teroksidasi

melalui perpindahan elektron.Potensial redoks (Eh) merupakan kemampuan menerima

elektron untuk semua senyawa redoks bilamana mereka dalam keadaan kesetimbangan

kimia.Derajat keasaman (pH) dan bahan organik merupakan faktor yang mempengaruhi

sistem redoks.

Hasil pengamatan potensial redoks dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk lebih jelasnya

data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Data yang didapat

diketahui bahwa nilai potensial redoks pada tambak 1 adalah + 24,8 m, sedangkan pada

tambak 2 adalah - 16,9 mV. Menurut Direktorat Pembudidayaan (2003) dalam Putra

(2008), kisaran potensial redoks yang baik untuk budidaya adalah bernilai positif dalam

satuan mili Volt sedangkan nilai yang optimal bagi tanah tambak adalah > + 250 mV.

Nilai potensial redoks pada tambak 1 dalam kondisi baik, pada tambak 2 dalam

kondisi sedang.Hal ini menunjukkan bahwa nilai potensial redoks pada tanah tambak

dalam kondisi cukup baik untuk budidaya karena cenderung memiliki nilai Eh positif.

Namun untuk nilai Eh negatif dibutuhkan pengelolaan tingginya nilai negatif potensial

redoks tanah dengan cara sirkulasi air dan penggunaan probiotik secara periodik,

sehingga akan mampu menekan pengaruh negatif yaitu menekan laju kandungan bahan

organik air dan laju penurunan nilai potensial redoks.

Menurut Notohadiprawiro (1998), potensial redoks mengukur kesanggupan suatu

lingkungan memasok elektron kepada suatu pelaku oksidasi atau mengambil elektron dari

pelaku reduksi, sedangkan pelaku reduksi mengalami oksidasi. Kemantapan sistem redoks

dalam tanah ikut menentukan kemantapan reaksi tanah.


e. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya

dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat

tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah dengan kandungan bahan organik

rendah atau tanah berpasir (Hardjowigenoet al., 2005).

Hasil pengamatan kapasitas tukar kation (KTK) dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk

lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Data yang

didapat diketahui bahwa nilai KTK pada tambak 1 adalah 28,59 meq, sedangkan pada

tambak 2 adalah 37,83 meq. Menurut Mindari dan Rosida (2011), perairan yang baik

biasanya memiliki nilai KTK 24 - 50 meq.Untuk kondisi perairan yang sedang nilai KTK

berkisar antara 5 - 24 meq.Jika nilai KTK < 5 meq maka tergolong perairan yang buruk.

Nilai kapasitas tukar kation (KTK) pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.Hal ini

menunjukkan bahwa nilai KTK pada tanah tambak dalam kondisi optimum untuk budidaya

karena tekstur tanah tambak yang cenderung liat sehingga lebih banyak humus dan

memiliki KTK yang tinggi.Menurut Hakim et al., (1986), besar KTK tanah dipengaruhi oleh

sifat dan ciri tanah yang antara lain ; reaksi tanah atau pH, tekstur tanah atau jumlah liat,

jenis mineral liat, bahan organik, pengapuran dan pemupukan.

f. Nitrat

Nitrat (NO3) merupakan ion-ion anorganik alami, yang merupakan bagian dari siklus

nitrogen.Aktivitas mikroba di tanah atau air menguraikan sampah yang mengandung

nitrogen organik pertama-tama menjadi amonia, kemudian dioksidasikan menjadi nitrit dan

nitrat.Oleh karena nitrit dapat dengan mudah dioksidasikan menjadi nitrat, maka nitrat

adalah senyawa yang paling sering ditemukan didalam air bawah tanah maupun air yang

terdapat di permukaan (Tambunan et al., 2008).

Hasil pengamatan nitrat tanah dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk lebih jelasnya data

hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3.Data yang didapatkan diketahui

bahwa nilai nitrat pada tambak 1 adalah 0,14 %, sedangkan pada tambak 2 adalah 0,12
%.Menurut Mindari dan Rosida (2011), kisaran nilai nitrat tanah yang baik adalah 0,2 - 0,5

%, untuk nilai kisaran nitrat tanah yang sedang 0,1 - 0,2 % dan nilai kisaran nitrat yang

rendah < 0,1 dan > 0,5 %.

Nilai nitrat pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi sedang.Namun nitrat pada tanah

tambak masih dalam kondisi cukup baik untuk budidaya karena masih dapat ditoleransi

oleh biota di dalam tambak. Nilai nitrat dipengaruhi oleh pH tanah yang cenderung asam

dan menyebabkan proses nitrifikasi berjalan kurang baik sehingganitrat tidak banyak

tersedia. Menurut Prasetyo et al., (2011) sebagian besar nitrat tanah berupa nitrat organik

baik yang terdapat dalam bahan organik tanah maupun fiksasi nitrat oleh mikroba tanah

dan hanya sebagian kecil (2,5%) berupa nitrat annorganik yaitu NH4+ dan NO3-. Nitrat pada

tanah tergenang merupakan hara yang tidak stabil karena adanya proses mineralisasi

bahan organik (amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi) oleh mikroba tanah tertentu.

g. Fosfat

Unsur fosfor dalam tanah mempunyai kedudukan yang stabil, sebab fosfor dalam

bentuk anorganis dan organis tidak mudah terbawa atau larut dalam air (Subarijanti,

2000).Hasil pengamatan fosfat tanah dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk lebih jelasnya

data hasil analisa kualitas tanah dapat dilihat pada Lampiran 3. Data yang didapatkan

diketahui bahwa nilai fosfat pada tambak 1 adalah 49,35 mg/kg, sedangkan pada tambak 2

adalah 56,12 mg/kg. Menurut Hardjowigeno (1993), kadar fosfat yang baik adalah > 24,

yang sedang adalah 15 - 24, dan yang buruk adalah < 15.

Nilai fosfat pada tambak 1 dan 2 dalam kondisi baik.Hal ini menunjukkan bahwa fosfat

pada tanah tambak dalam kondisi baik untuk budidaya karena pH tanah tambak masih

pada kisaran yang baik utnuk terbentuknya fosfat dalam tanah.Menurut Hardjowigeno

(1993) ketersediaan fosfat dalam tanah sangat ditentukan oleh pH tanah. Pada pH tinggi P

akan terikat dengan Ca2+ sehingga P akan menjadi rendah. Salah satu alternatif untuk

meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam mengatasi rendahnya fosfat yang tersedia
dalam tanah adalah dengan cara pengapuran untuk menghasilkan pH yang diinginkan

(Hardjowigeno, 1993).

4.4 Analisis Kelayakan Kualitas Tanah Tambak Berdasarkan Nilai Soil Quality Index

(SQI)

Hasil perhitungan parameter kualitas tanah yang merupakan variabel penentuan

kelayakan untuk budidaya di tambak dari tambak 1 dan 2 secara berurutan tersaji pada

Tabel 10 dan 11 sebagai berikut dan untuk lebih jelasnya data hasil analisa kualitas tanah

dapat dilihat pada Lampiran 6.

Tabel 10. Hasil perhitungan analisa SQI pada tambak 1

No Parameter Pengukuran Bobot Nilai Nilai Total


1 Tekstur tanah Liat Berdebu 0,16 99 15,6
2 BOT (%) 2,41 0,16 99 15,6
3 pH tanah 7,27 0,16 99 10,4
4 Potensial redoks + 24,8 0,11 99 10,4
(mV)
5 KTK (meq) 28,59 0,11 99 10,4
6 Nitrat (%) 0,14 0,16 66 10,4
7 Fosfat (mg/kg) 49,35 0,16 99 15,6
Total 88,4
SQI 78,15
Kategori Sangat baik

Penilaian kualitas tanah pada tambak 1 berdasarkan soil quality index (SQI) parameter

tekstur tanah diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang

baik.Parameter bahan organik tanah (BOT) diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat

penelitian dalam kisaran yang baik.Parameter pH tanah diberi nilai 99 karena hasil yang

didapat saat penelitian dalam kisaran baik.Parameter potensial redoks diberi nilai 99 karena

hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran baik.Parameter kapasitas tukar kation

(KTK) diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang

baik.Parameter nitrat diberi nilai 66 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran

yang sedang.Parameter fosfat diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam

kisaran yang baik.


Tabel 11. Hasil perhitungan analia SQI pada tambak 2
No Parameter Pengukuran Bobot Nilai Nilai Total
1 Tekstur tanah Liat lempung 0,16 66 10,4
berdebu
2 BOT (%) 2,18 0,16 99 15,6
3 pH tanah 7,48 0,16 99 15,6
4 Potensial redoks - 16,9 0,11 66 6,9
(mV)
5 KTK (meq) 37,83 0,11 99 10,4
6 Nitrat (%) 0,12 0,16 66 10,4
7 Fosfat (mg/kg) 56,12 0,16 99 15,6
Total 84,9
SQI 72,08
Kategori Baik

Penilaian kualitas tanah pada tambak 2 berdasarkan soil quality index (SQI) parameter

tekstur tanah diberi nilai 66 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang

sedang.Parameter bahan organik tanah (BOT) diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat

penelitian dalam kisaran yang baik.Parameter pH tanah diberi nilai 99 karena hasil yang

didapat saat penelitian dalam kisaran baik.Parameter potensial redoks diberi nilai 66 karena

hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran sedang.Parameter kapasitas tukar kation

(KTK) diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran yang

baik.Parameter nitrat diberi nilai 66 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam kisaran

yang sedang.Parameter fosfat diberi nilai 99 karena hasil yang didapat saat penelitian dalam

kisaran yang baik.

Data yang didapatkan dari hasil penilaian kualitas tanah pada 2 tambak di Desa

Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan

Soil Quality Index (SQI) dapat disimpulkan bahwa pada tambak 1 dikategorikan dalam

keadaan sangat baik, dan pada tambak 2dikategorikan dalam keadaan baik.Hasil penelitian

kualitas tanah secara keseluruhan dapat dinyatakan dalam kondisi layak untuk dijadikan

sebagai media budidaya.Tanah dengan kondisi layak ini lebih mudah untuk pengelolaannya

dalam upaya peningkatan produksi tambak tersebut sehingga didapatkan hasil yang

maksimal dan produktivitas yang tinggi.


5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan observasi lapang serta hasil analisa kualitas tanah dan air di tambak

tradisional polikulturUdang Windu (Penaeus monodonFab), Rumput laut (Gracilaria sp), dan

bandeng (Chanos chanos) di Desa Kupang Kecamatan Jabon Kabupaten Sidoarjo Provinsi

Jawa Timur didapat kesimpulan bahwa :

1. Kondisi biofisik tambak berdasarkan hasil penilaian kondisi kualitas air dan tanah

dengan menggunakan Soil Quality Index (SQI) dan Water Quality Index (WQI) dapat

diketahui bahwa kondisi biofisik tambak di kategorikan dalam kondisi layak untuk

budidaya.

2. Ada pengaruh dari kondisi kualitas air dan tanah dengan menggunakan Soil Quality

Index (SQI) dan Water Quality Index (WQI) terhadap hasil produksi bandeng dan udang

windu, hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan bandeng dan udang windu yang

berada dalam kategori optimal karena kondisi kualitas air dan tanah yang layak untuk

budidaya.

3. Secara umum kondisi perairan pada tambak polikultur 1 dan tambak polikultur 2 masih

dalam kondisi yang masih mendukung untuk kegiatan budidaya polikultur. Hal ini

ditunjukkan dengan hasil pengukuran parameter kualitas air seperti suhu, kecerahan,

pH, salinitas, oksigen terlarut (DO), karbondioksida bebas (CO2 ), nitrat, orthopospat,

TOM, dan kelimpahan plankton masih dalam kisaran yang normal untuk budidaya

polikultur.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh perlu dilakukan pengolahan air dan tanah yang lebih

baik dari sebelumnya agar kondisi tambak tetap stabil dan bisa dimanfaatkan sebagai media

budidaya serta dapat meningkatkan produktivitas tambak sehingga dapat memenuhi

kebutuhan konsumen.

1
2
3
DAFTAR PUSTAKA

Agus, M. 2008. Analisis Carrying Capacity Tambak pada Sentra Budidaya Kepiting Bakau (Scilla
sp) di Kabupaten Pemalang – Jawa Tengah.Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.

Ahmad, T., Erna, R., dan M. Jamil, R.Y. 1998. Budidaya Bandeng Secara Intensif. Penebar
Swadaya. Jakarta

Amri, K. 2003. Budidaya Udang Windu Secara Intensif. Jakarta; Agromedia Pustaka.

Andayani, S. 2005. Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Perairan.Jurusan Budidaya Perairan
Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. Malang.

Apridayanti, E. 2008.Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor Kabupaten


Malang Jawa Timur. Jurusan Ilmu Lingkungan UNDIP. Semarang.

Ashriyani,A. 2009.Pembuatan Bioetanol dari Substrat Makroalga Genus Eucheuma dan


Gracilaria.Skripsi.Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
Depok.

Atmojo, S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya
Pengelolaannya.Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Banarjea, S. M. 1967. Water Quality and Soil Condition of Fish Pond in Some Stages of India in
Realtion to Fish Production, Indian J. Fish. 14

Barus, T.A. 2001. Pengantar Limnologi. Jurusan Biologi Fakultas MIPA. Universitas Sumatera
Utara.

Basmi, J. 1988. Perkembangan Komunitas Fitoplankton Sebagai Indikator Perubahan


Lingkungan Tingkat Kesuburan Kualitas Perairan. Fakultas Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.

Boyd, C. E. 1990. Water Quality in Pons Aquaculture.Alabama Agriculture Experimental


Station.Auburn University. Alabama.

Davis, Charles C. 1955. The Marine And Fresh-Water Plankton. Michigan State University Press.

Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Republik


Indonesia.2013. Rumput Laut Indonesia. Majalah Warta Ekspor Edisi September 2013.
Djaenudin, D., H. Marwan, H. Subagyo, dan A. Mulyani. 1997. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk
Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah Agroklimat. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Jogjakarta.
Faqih, A. Rahem. 2003. Teknik Budidaya Udang Windu Pada Tambak Air Tawar. Fakulras
Perikanan. Universitas Brawijaya. Malang.

Ferianita, Melati-Fachrul, H.Haeruman, L.C. Sitepu.2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio-


Indikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta.Disampaikan dalam Seminar Nasional MIPA 2005
FMIPA-Universitas Indonesia.Depok. 24-26 November 2005. Jakarta.

Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong, dan H.H. Bailey. 1986.
Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Hanafiah, Kemas Ali, M, S. 2012. Dasar-dasar Ilmu Tanah.PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Handriyani, R. 2013. Pengaruh Medium Yang Tercemar Amoniak.ADLN-Universitas Airlangga.


Surabaya

Hardjowigeno, S. 1993. Klasifikasi tanah dan Pedogenesis. CV. Akademika Pressindo. Jakarta.

Hariyadi, S., Suryadiputra., B. Widigdo. 1992. Limnologi Metode Kualitas Air. Bogor; Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.

Haryanto.2010. Kualitas Air Tambak. http://haryanto.kualitas_air_tambak. Diakses pada tanggal


20 Maret 2014 pukul 14.00 WIB.

Hendrawati., Prihadi, T.H., Rohmah, N.N. 2008. Analisis Kadar Phosphat dan N-Nitrogen pada
Tambak Air Payau Akibat Rembesan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Jurnal UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta 1(3), tahun 2008: 135-143.

Iromo, H., Azis., Saleh, I. 2009. Kajian Kondisi Tambak Udang Windu (Penaeus monodon) di
Pulau Nunukan. Jurnal Elektronik UBT Harpoden Borneo II (2), Oktober 2009: 43-56.

Kangkan, A.L. 2006.Studi Penentuan Lokasi untuk Pengembangan Budidaya Laut Berdasarkan
Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi di Teluk Kupang, Nusa Tenggara
Timur.Tesis.Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Komarawidjaja, W. 2005.Rumput Laut Gracilaria sp sebagai Fitoremedian Bahan Organik


Perairan Tambak Budidaya.Jurnal Teknik Lingkungan P3TL-BPPT. 6 (2): 410-415.

Kordi, K., M. Ghufron., dan Tancung, A. B. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya
Perairan. Rineka Cipta. Makasar.

Landner, L. 1976. Eutrophication of Lakes.World Health Organization Regional Office for Europe.
Maharani, G. , Sunarti ., J. Triastuti ., dan T. Juniastuti.2009.Kerusakan dan Jumlah Hemosit
Udang Windu (Penaeus monodon Fab) yang mengalami Zoothamniosis.Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan 1(1):21-29.

Masak, P.R.P., Andi, I.J.A., Hasnawi., Andi, M.P., Mahatma, L. 2010. Analisis Kesesuaian Lahan
Untuk Pengembangan Budidaya Rumput Laut di Gusung Batua, Pulau Badi, Kabupaten
Pangkep, Sulawesi Selatan. Jurnal Ris. Akuakultur 5 (2), April 2010: 299-316.

Mindari, W dan Rosida. 2011. Panduan Praktikum Kimia Tanah. Fakultas Pertanian Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran”. Surabaya.

Murachman., N. Hanani., Soemarno., S.Muhammad. 2010. Model Polikultur Udang Windu


(Penaeus monodon Fab), Ikan Bandeng (Chanos chanos Forsk), dan Rumput Laut
(Gracillaria sp) Secara Tradisional. Jurnal Pembangunan dan Alam Lestari 1 (1) : 1-10.

Notohadiprawiro, Tejoyowono. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan


Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Prasetyo, B. H., J. S. Adiningsih, K. Subagyono, dan R. D. M. Simanungkalit. 2011. Mineralologi,


Kimia, Fisika, dan Biologi Tanah Sawah.
Balittanah.litbang.deptan.fo.id/buku/tanahsawah/tanahsawah2.pdf. Diakses pada tanggal
20 Maret 2014 pukul 14.00 WIB.

Pusat Penyuluhan Perikanan Indonesia. 2011. Ikan Bandeng. Kementrian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia. Jakarta.

Putra, N.S.S.U. 2008.Makalah Manajemen Kualitas Tanah dan Air dalam Kegiatan
Budidaya.BBAP Takalar.Sulawesi Selatan.

Rangka, N.A., Paena, M. 2012. Potensi dan Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut
(Kappaphycus alvarezii) di Sekitar Perairan Kabupaten Wakatobi Provinsi Sulawesi
Tenggara.Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 4 (2), November 2012: 151-159.

Ratnawati, E dan Asaad, A.I.. 2012. Daya Dukung Lingkungan Tambak di Kecamatan Pulau
Derawan dan Sambaling,Kabupaten Barau,Provinsi Kalimantan Timur.Jurnal Ilmiah
Perikanan dan Kelautan 4(2): 175-185.

Rimalia, A. Kisworo, Y. 2013. Evaluasi Kesesuaian Lahan Perairan Teluk Tamiang untuk
Pengembangan Budidaya Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sistem Long Line.Jurnal
Media Sains 6 (2), Oktober 2013: 117-122.

Ristiyani, D. 2012. Evaluasi Kesesuaian Lahan Untuk Budidaya Perikanan Tambak di Pesisir
Kendal,Jurnal Geo Image 1 (1) : 13-18.

Romimohtarto. Kasijan, Sri Juwana. 2007. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Penerbit Djambatan.
Sabang, Rosiana. Rahmiyah dan Ilham. 2008. Perubahan Kandungan Bahan Organik Sedimen
Sungai Marana Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur Vol.7 No.1.

Sihaloho, Wira Susi. 2009. Analisa Kandungan Amonia Dari Limbah Cair Inlet dan Outlet Dari
Beberapa Industri Kelapa Sawit. Karya Ilmiah. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Strin, J. 1981. Manual Methods in Aquatic Environment Research.Part 8 Ecological Assesment


of Polution Effect. FAO, Rome, 70pp.

Subarijanti, H U. 2000. Ekologi Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Brawijaya. Malang.

Sunarmi, P.S. Andayani, Purwotiadiyanto. 2006. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Brawijaya
Fakultas Perikanan Jurusan Budidaya. Malang.

Sunaryanto, A dan Ginting, S.P. 2014. Petunjuk Teknis Teknologi Sederhana Budidaya Ikan.
Coastal Community Development Project dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Jakarta.

Suparmi dan Sahri, A. 2009. Mengenal Potensi Rumput Laut : Kajian Pemanfaatan Sumber Daya
Rumput Laut dari Aspek Industri dan Kesehatan. Jurnal Sultan Agung 44 (118) : 95-116.

Supratno, T. K.P. 2006.Evaluasi Lahan Tambak Wilayah Pesisir Jepara Untuk Pemanfaatan
Budidaya Ikan Kerapu.Tesis. Fakultas Perikanan Universitas Diponegoro. Semarang.

Suriadarma, A. 2011. Dampak Beberapa Parameter Faktor Fisika Kimia terhadap Kualitas
Lingkungan Perairan Wilayah Pesisir Karawang-Jawa Barat. Jurnal Riset Geologi dan
Pertambangan 21 (1) : 19-33.

Susanto, E. 2010. Pengolahan Bandeng (Chanos chanos Forsk.) Duri Lunak. Artikel. Penyuluhan
bagi Masyarakat Pesisir di Kabupaten Batang tanggal 27-28 Juli 2010.

Tim Perikanan WWF-Indonesia. 2014a. Budidaya Rumput Laut Gracilaria sp di Tambak : Seri
Panduan Perikanan Skala Kecil. Jakarta; WWF-Indonesia.

___________________________. 2014b. BMP Budidaya Udang Windu (Penaeus monodon) :


Seri Panduan Perikanan Skala Kecil. Jakarta; WWF-Indonesia.

___________________________.2014c. Budidaya Ikan Bandeng (Chanos chanos) pada


Tambak Ramah Lingkungan. Jakarta; WWF-indonesia.

___________________________.2014d. Budidaya Udang Windu Tanpa Pakan dan Tanpa


Aerasi : Seri Panduan Perikanan Skala Kecil. Jakarta; WWF-Indonesia.

Tambunan, Andar, Winston. 2008. Kajian Sifat Fisika dan Kimia Tanah Hubungannya Dengan
Produksi Kelapa Sawit.Universitas Sumatra Utara. Medan.
Umami, F., Wisanti., Yuliani. 2012. Kerusakan Insang dan Pertumbuhan udang Windu (Penaeus
monodon) di Tambak Keputih Surabaya yang Terancam Logam Timbal (Pb). Jurnal Lentera
Bio 1 (1), Januari 2012 : 25-33.

Wibowo, Nugroho. 2012. Evaluasi Kelayakan Tambak Ditinjau Dari Segi Biofisik Di Desa
Kedungpeluk Kecamatan Candi Kabupaten Sidoarjo Provinsi Jawa Timur.Skripsi.
Universitas Brawijaya. Malang.

Widyorini, N. 2010.Analisis Pertumbuhan Gracilaria sp di Tambak Udang Ditinjau dari Tingkat


Sedimentasi.Jurnal Saintek Perikanan 6 (1), Juli 2010: 30-36.

Yuniar, D.W., Tunjung, W.S., Gunawan, P. 2010. Arahan Pemanfaatan Ruang Pesisir Terkait
Pencemaran Kali Porong. Jurnal Tata Kota dan Daerah 2 (2), Desember 2010, Desember
2010: 63-74.

Yuniarso, T. 2006. Peningkatan Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan, dan Daya Tahan Udang
Windu (Penaeus monodon Fab.) Stadium pl 7 – pl 20 Setelah Pemberian Silase Artemia
yang Telah Diperkaya dengan Silase Ikan. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai