Nama Kelompok :
i
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah swt. yang dengan rakhmat dan hidayah-nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Dampak dan Bahaya dari
pembuangan Limbah tambak Udang” , adapun tujuan penyusunan makalah ini sebagai syarat
untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan kelautan.
Kami yakin makalah ini masih banyak kekurangannya, Oleh karena itu kami
mengharapkan kepada semua para pembaca untuk memberikan saran dan kritikan dalam
rangkah penyempurnaan makalah ini, dan untuk itu kami menyampaikan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada semua yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memenuhi harapan dan memberikan kemanfaatan
yang besar bagi siapa saja yang membacanya, AMIN.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN...................................................................................................ii
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................4
1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian............................................................................................4
1.5. Manfaat Teoritis...............................................................................................4
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Limbah yang dihasilkan dari budidaya udang adalah berasal dari sisa pakan dan
kotoran-kotoran udang. Jenis limbah budidaya menurut Suwoyo, Undu, & Makmur,
(2014) adalah limbah metabolit sisa kotoran udang berupa feses dan urine yang berasal
dari dekomposisi bahan organik. Sisa pakan udang yang tidak termakan dan plankton
yang mati mengandung unsur hara tinggi berupa senyawa nitrogen (protein, asam
amino, urea), karbohidrat, vitamin dan hasil metabolisme udang. Menurut Banun,
Arthana, & Suarna (2007) komposisi pakan udang berasal dari kandungan protein yang
tinggi yaitu (36 – 40%), karbohidrat (max 25%), lemak (max 8%), vitamin dan mineral
(1-2%) yang komponen tersebut merupakan penyumbang utama limbah tambak karena
lebih dari 65% protein dalam pakan akan hilang dalam lingkungan air tambak. Dalam
penelitian Romadhona, Yulianto, & Sudarno (2016) juga menyebutkan bahwa
kandungan protein yang tinggi akan terjadi proses pembusukan (perombakan) pellet
+
yang akan menghasilkan senyawa nitrogen anorganik berupa NH3-N dan NH yang
merupakan salah satu senyawa toksik bagi udang. Limbah hasil budidaya udang akan
terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan udang ,maka jumlah pemberian pakan
semakin bertambah dan sisa pakan juga akan meningkat. Meningkatnya jumlah limbah
akan mengakibatkan bertambahnya limbah yang diolah tidak maksimal di buang ke
sungai atau perairan.
Limbah organik dari tambak udang ini akan terakumulasi dalam bentuk sedimen
yang tertahan dan mengendap di dasar tambak. Sedimen ini biasanya kaya akan nutrient
(nitrogen dan fosfor) yang pada akhirnya akan dialirkan ke aliran sungai menuju
1
perairan pantai. Nitrogen dan fosfor menjadi pemicu utama adanya pertumbuhan
ganggang di dalam air. Pertumbuhan ganggang yang pesat akan membutuhkan oksigen
yang lebih banyak, sehingga keperluan oksigen untuk biota di perairan menjadi
berkurang. Ganggang yang telah mati akan mengakibatkan penurunan kualitas air
(Libriyanto, 2008). Hal ini juga dikemukakan dalam penelitian Romadhona et al (2016)
bahwa dampak dari limbah buangan (effluent) tambak udang adalah jika terus menerus
limbah tambak dikeluarkan tanpa perlakuan, dimana limbah tersebut mengandung
konsentrasi nitrogen tinggi maka akan berakibat menurunkan kualitas air laut atau
saluran yang dilaluinya.. Konsekuensi ke lingkungan antara lain adalah defisit oksigen
karena dekomposisi bahan organik dan eutrofikasi karena akumulasi dari nitrogen dan
fosfor.
Siregar & Hasanah (2005) menemukan bahwa hanya 25% dari total pakan yang
diberikan akan menghasilkan biomassa (daging) udang yang dipanen dan diperkirakan
sebanyak 77% nitrogen dan 85% fosfor dalam pakan udang terbuang. Limbah organik
yang terbuang ini dapat menyebakan ledakan plankton dan masalah kekurangan
oksigen pada perairan. Peristiwa ini dikenal sebagai pembusukan di perairan.
Sungai menurut Suwondo, Febrita, Dessy, & Alpusari (2004) adalah suatu bentuk
ekosistem yang tersusun dari komponen biotik dan abiotik dimana membentuk suatu
sungai jalinan fungsional yang saling mempengaruhi sehingga membentuk aliran energi
yang dapat mendukung stabilitas dari komponen penyusun ekosistem tersebut.
Komponen biotik adalah semua jenis makhluk hidup yang berada pada sungai berupa
flora dan fauna, contoh fauna adalah makrozoobenthos. Komponen abiotik sungai
merupakan habitat makhluk hidup dengan karakter fisika kimia di dalamnya. Faktor-
faktor fisis khemis dapat mempengaruhi kemelimpahan dan keanekaragaman
makrozoobenthos di dalamnya.
2
Setiawan, 2011). Makrozoobenthos dalam ekosistem sungai berperan dalam proses
dekomposisi dan mineralisasi material organik perairan, serta menduduki beberapa
tingkatan tropik dalam rantai makanan. Hal inilah yang menyebabkan pentingnya
makrozoobenthos dalam stabilitas ekosistem sungai (Odum, 1993).
Dengan pertimbangan bahwa sungai Kali Jeruk dibuangi limbah tambak udang,
maka dapat ditemukan suatu gejala permasalahan lingkungan yang dapat dijadikan
objek belajar biologi yang didalamnya ditemukan permasalahan biologi dan diangkat
potensinya sebagai sumber belajar. Sumber belajar menurut Musfiqon (2012) adalah
kebutuhan penting sebagai sumber informasi yang diperlukan dalam suatu
pembelajaran. Perlunya sumber belajar konstektual yang bersumber dari lingkungan
sekitar akan menambah wawasan lebih luas bagi peserta didik. Pengembangan sumber
belajar yang konstektual perlu diberikan pada siswa Mahasiswa Kesehatan pada mata
pelajaran biologi dengan materi Berbagai Tingkat Keanekaragaman Hayati Indonesia
pada KD. 3.2 menganalisis data hasil observasi tentang berbagai tingkat
keanekaragaman hayati (gen, jenis dan ekosistem) di Indonesia.
3
Pembuangan Limbah Tambak Udang Ke Laut Di Pantai Lombang Sumenep”
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana dampak limbah tambak udang pada lauts vannamei) terhadap tingkat
keanenekaragaman makrozoobenthos di pantai Lombang?
2. Bagaimana Kandungan Limbah Tambak Udang di pantai Lombang?
3. Bagaimana makrozoobenthos
2. Hasil dari penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian
selanjutnya atau dimanfaatkan sebagai dasar pijakan bagi penelitian yang lebih
mendalam terkait dengan makrozoobenthos di sungai Kali Jeruk kabupaten
Trenggalek.
4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Makrozoobenthos
2.3.1 Pengertian Makrozoobenthos
Makrozoobenthos merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar perairan
dan tinggal dalam suatu sedimen di perairan. Nybbakken (1992) dalam Simamora
(2009) mengatakan habitat makrozoobenthos dikelompokan menjadi infauna dan
epifauna. Infauna merupakan makrozoobenthos yang hidup terpendam dalam substrat
perairan dengan cara menggali lubang. Kelompok infauna mendominasi komunitas
substrat yang lunak, sedangkan epifauna merupakan makrozoobenthos yang hidup di
permukaan dasar perairan dengan pergerakan relatif lambat dan menempel pada
substrat yang keras.
Makrozoobenthos menurut Odum (1994) dapat dimasukan ke dalam jenis
hewan makroinvertebrata. Taksa utama kelompok ini umumnya adalah insekta,
moluska, chaetopoda, crustaceae dan nematoda. Makrozoobenthos yang sering
ditemukan pada perairan adalah kelompok crustaceae, moluska dan insecta.
2.3.2 Pengelompokan Benthos
Berdasarkan ukurannya, Laili & Parson (1993) dalam Simamora (2009)
mengklasifikasikan zoobenthos menjadi dua kelompok besar yaitu mikrozoobenthos
dan makrozoobenthos. Berdasarkan kategori tersebut benthos dapat dibagi atas :
1. Mikrofauna adalah hewan yang berukuran lebih kecil dari 0,1 mm dan
digolongkan ke dalam protozoa atau bakteri.
9
substrat.
2. Infauna merupakan hewan bentik yang hidup di dalam sedimen (substrat)
berupa lumpur atau pasir dengan cara menggali lubang (Simamora, 2009).
a. Suhu
Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi pola kehidupan
organisme perairan, seperti distribusi, komposisi, kelimpahan dan mortalitas.
Peningkatan suhu air dapat mengakibatkan peningkatan kecepatan metabolisme dan
respirasi organisme air, sehingga mengakibatkan konsumsi oksigen juga meningkat.
Peningkatan suhu sebesar 100C dapat mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen
oleh organisme air 2-3 kali lipat (Effendi, 2003).
Dwi Novita Retnowati (2003) menyatakan organisme akuatik memiliki kisaran
suhu tertentu yang sesuai untuk pertumbuhannya. Semakin tinggi suhu, maka
semakin sedikit jumlah oksigen yang ada dalam perairan. Suhu yang dianggap
berbahaya bagi kehidupan makrozoobenthos adalah lebih dari 350C. Suhu diatas 300C
dapat menekan pertumbuhan makrozoobenthos.
b. pH (derajat keasaman)
pH merupakan faktor pembatas bagi organisme yang hidup di suatu perairan.
Perairan dengan pH yang terlalu tinggi atau rendah akan mempengaruhi ketahanan
hidup organisme yang hidup didalamnya (Odum, 1994).
Kehidupan organisme akuatik dipengaruhi oleh perubahan pH. Hewan akuatik
akan lebih toleran pada pH netral. pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik
pada umumnya adalah 7 - 8,5. Kondisi pH yang terlalu asam ataupun terlalu basa
dapat menganggu kelangsungan hidup organisme karena berpengaruh dalam proses
metabolisme dan respirasi (Effendi, 2003).
c. Salinitas
Perubahan salinitas akan memengaruhi keseimbangan di dalam tubuh
organisme melalui perubahan berat jenis air dan perubahan tekanan osmosis. Semakin
tinggi salinitas, semakin besar pula tekanan osmosisnya sehingga organisme harus
memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan salinitas sampai batas tertentu
melalui mekanisme osmoregulasi. Osmoregulasi yaitu kemampuan mengatur
konsentrasi garam atau air di cairan internal. Kisaran salinitas yang dianggap layak
bagi kehidupan makrozoobentos berkisar 15-45 %, karena pada perairan yang
bersalinitas rendah maupun tinggi dapat ditemukan makrozoobentos seperti siput,
cacing (Annelida) dan kerang-kerangan (Marpaung, 2013).
d. DO (Oksigen terlarut)
Disolved Oxygen atau DO adalah oksigen terlarut yang ada dalam perairan. DO
dibutuhkan oleh organisme perairan terutama untuk proses respirasi. Oksigen terlarut
dalam air dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka semakin rendah
konsentrasi oksigen terlarut sedangkan semakin rendah suhu akan semakin tinggi
konsentrasi oksigen terlarut (Simamora, 2009).
Air pada perairan tercemar, memiliki oksigennya sangat rendah. Dekomposisi
dan oksidasi bahan organik dapat memicu pengurangan kadar oksigen terlarut hingga
11
mencapai nol (anaerob). Peningkatan suhu 10C dapat meningkatkan konsumsi O2
sekitar 10% (Effendi, 2003).
Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu 0 0C yaitu sebesar
14,16 mg/l. Kehidupan dalam suatu perairan dapat bertahan jika oksigen terlarut
minimum 5 mg/l selebihnya bergantung pada ketahanan organisme, kehadiran
pencemaran, derajat keaktifan, dan suhu (Simamora, 2009).
Keberadaan oksigen terlarut dalam substrat dapat berkurang disebabkan karena
banyaknya plankton dalam perairan tersebut. Tingginya jumlah bahan organik dan
populasi bakteri pada sedimen dapat menyebabkan besarnya kebutuhan oksigen
terlarut. Kadar oksigen terlarut pada perairan alami kurang dari 10 mg/l (Effendi,
2003).
e. Jenis substrat
Jenis substrat berkaitan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien
dalam sedimen di suatu perairan. Substrat yang berupa pasir memiliki kandungan
oksigen yang lebih besar daripada dengan substrat yang halus, hal ini dikarenakan
substrat berpasir memiliki pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran
yang lebih intensif dengan air di atasnya akan tetapi untuk substrat pasir memiliki
kandungan nutrien yang lebih rendah dari pada substrat halus.
Substrat yang halus memiliki oksigen yang tidak begitu banyak akan tetapi nutrien
yang terkandung dalamnya memiliki jumlah yang cukup besar . Substrat lumpur
maupun berpasir merupakan habitat yang disukai untuk kehidupan makrozoobenthos.
Benthos tidak menyukai dasar perairan yang berupa batuan, tetapi jika dasar perairan
tersebut kaya akan bahan organik , maka habitat tersebut akan kaya makrozoobenthos
(Marpaung, 2013).
12
2.4 Kerangka konseptual
Mempengaruhi lingkungan
perairan
Mempengaruhi
keanekaragaman
makrozoobenthos
13
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Limbah merupakan hasil akvitas manusia yang berupa sampah cair dari suatu
lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan, dengan
kurang lebih 0,1% daripadanya berupa benda padat yang terdiri dari zat organik dan
anorganik (Soemarwoto, 1992). Menurut peraturan pemerintah republik indonesia nomor
82 tahun 2001, air limbah adalah sisa dari suatu usaha kegiatan yang berwujud cair. Air
limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestik) maupun industri yang mengandung
zat-zat berbahaya yang dapat menganggu kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Air limbah yang merupakan hasil sisa dari berbagai aktivias, oleh karena itu air
limbah merupakan benda yang sudah tidak dimanfaatkan lagi. Air limbah yang tidak
termanfaatkan masih memerlukan pengolahan. Limbah yang pengolahan kurang baik
akan menyebabkan permasalahan lingkungan dan kehidupan makhluk hidup sekitar. Air
limbah yang tanpa pengolahan dengan baik saat bahaya terhadap kesehatan manusia, hal
ini dikarenakan banyak dampak kesehatan yang ditimbulkan akibat adanya limbah
(Agustira, Lubis, & Jamilah, 2013).
3.2 SARAN
3.2.1 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat dapat mengetahui damapak dari limbah tambak udang
dari mebaca isi makalah ini serta menanggulangi pencemaran dari limbah
tambak udang .
3.2.2 Bagi institusi pendidikan
Diharapkan institusipendidikan dapat mengetahui damapak dari limbah tambak
udang dari mebaca isi makalah ini serta menanggulangi pencemaran dari
limbah tambak udang .dan juga sebagai refrensi pengetahuan dan bahan ajar.
3.2.3 Bagi tenaga kesehatan
Diharapkan institusipendidikan dapat mengetahui damapak dari limbah tambak
udang dari mebaca isi makalah ini serta menanggulangi pencemaran dari
limbah tambak udang .dan juga sebagai refrensi pengetahuan dan bahan ajar.
14