Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM BIOMONITORING

SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2019/2020

Disusun oleh:
Nama: Fika Fitrianesia
NIM : 185080101111002

PROGRAM STUDI
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI......................................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.............................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................3
1.2 Tujuan................................................................................................................4
1.3 Manfaat..............................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................5
2.1 Sungai......................................................................................................................5
2.2 Kualitas Air..............................................................................................................5
2.3 Biomonitoring..........................................................................................................6
2.4 Bioindikator.............................................................................................................6
2.2 Makroinvertebrata....................................................................................................7
BAB III..............................................................................................................................8
METODELOGI.................................................................................................................8
3.1 Waktu dan Tempat.............................................................................................8
3.2 Alat dan Bahan...................................................................................................8
3.2.1 Alat beserta Fungsi.....................................................................................8
3.2.2 Bahan beserta Fungsi..................................................................................8
3.3 Prosedur Sampling.............................................................................................9
3.4 Indentifikasi Makroinvertebrata.........................................................................9
BAB IV............................................................................................................................10
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................................10
4.1 Teknik Pengambilan Sampel..................................................................................10
4.2 Kelompok Makroinvertebrata.................................................................................12
BAB V.............................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
5.1 Kesimpulan......................................................................................................15
5.2 Saran................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Era globalisasi yang terjadi didunia membuat aktivitas manusia tidak
terkontrol sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan. Kuliatas lingkungan
hidup yang terus menerus menurun akan mengancam kelangsungan perhidupan
manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu melakukan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan. Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki peran dan
pemanfaatan yang berlimpah, namun jika Daerah Aliran Sungai (DAS)
mengalami perubahan tata guna lahan di Wilayah DAS maka akan terjadi
pencemaran sehingga dapat membahayakan lingkungan secara luas.
Beberapa aktivitas manusia seperti membuang sampah, buang air kecil dan
besar, mandi di area badan sungai akan menimbulkan perubahan kualitas dan
kuantitas air sungai sehingga dapat berdampak negatif pada organisme air
sehingga sangat diperlukan untuk melakukan pengawasan lingkungan yang
memadai untuk mencegah terjadinya pencemeran air sungai. Kegiatan
pengasawan yang dilakukan berupa analisis air sungai bisa digunakan metode
biomonitoring. Biomonitoring adalah metode pemantauan kualitas air dengan
menggunakan indikator biologis (bioindikator). Bioindikatir adalah agen petunjuk
biologis yang menunjukkan kondisi lingkungan berdasarkan keberadaan dan
jumlah makhluk hidup (Hendarti, 2018).
Menurut Retnaningdyah (2019), kekeruhan, warna, dan padatan
tersuspensi dapat mengurangi penetrasi cahaya sehingga menurunkan
produktivitas alga dan makrofita. Hal ini selanjutnya akan dapat memengaruhi
komunitas makroinvertebrata bentos yang secara langsung atau tidak langsung
bergantung pada tumbuhan sebagai sumber makanan. Padatan tersuspensi juga
dapat mengganggu sistem pernapasan bentos sehingga menghambat pertumbuhan
dan perkembangannya. Apabila padatan tersuspensi tersebut telah menutupi
lapisan dasar sungai, maka dapat mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi
dan kelimpahan bentos seperti Ecdynurus, Plecoptera, dan Trichoptera digantikan

3
oleh organisme lain yang dapat hidup pada dasar berlumpur seperti cacing
Oligochaeta, keong Pulmonata, dan larva Chironomid
Menurut Machdar (2018), makroinvertebrata sering dijadikan bioindikator
perairan karena dapat meberikan petunjuk telah terjadi penurunan kualitas air,
dapat mengukur efektivitas tindakan penanggulagan pencemaran, dapat
meunjukkan kecenderungan untuk memprdiksi perubahan-perubahan yang
mungkinsaja terjadi pada waktu yang datang, sehingga pemantauan kualitas air
sungai dapat dilakukan degan pemantauan biologis yang ada di sungai.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah agar praktikan dapat mengerti dan
memahami cara pengambilan sampel makroinvertebrata dan mampu mengetahui
kondisi DAS dari jenis makroinvertebrata yang ditemukan.

1.3 Manfaat
Praktikum biomonitoring ini bertujuan mengenalkan mahasiswa Fakultas
Perikanan dan Ilmu kelautan tentang cara pengambilan sampel makroinvertebrata
dan mampu mengetahui kondisi DAS dari jenis makroinvertebrata yang
ditemukan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sungai
Pohan, et al. (2016), sungai merupakan perairan terbuka yang mengalir
dan mendapat masukan dari semua buangan yang berasal dari kegiatan manusia di
daerah pemukiman, pertanian dan industri didaerah sekitarnya. Masukan buangan
ke dalam sungai akan mengakibatkan per- ubahan faktor fisika, kimia, dan biologi
di dalam per- airan. Sungai merupakan salah satu ekosistem, yaitu sauatu sistem
ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berintegrasi sehingga
membentuk suatu kesatuan. Apabila salah satu komponen terganggu, maka hal
ini akan mempengaruhi komponen lain yang ada pada sungai tersebut.Sungai
dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: hulu, tengah dan hilir.

2.2 Kualitas Air


Kualitas air adalah suatu ukuran kondisi air dari karakteristik fisika, kimia
dan biologis. Air menjadi sumberdaya alam yang memenuhi kebutuhan orang
banyak yang perlu dilindungi agar tetap dapat bermanfaat bagi hidup dan
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya di bumi. Persyaratan yang
dilakukan untuk menjaga atau pencapai standar kualitas air sehingga dapat
dimanfaatkan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat mutu air yang
diinginkan, maka perlu upaya pelestarian dan pengendalian. Penurunan kualitas
air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya
tampung dari sumber daya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan
sumber daya alam (natural resources depletion). Komponen sumber daya alam
yang sangat penting maka harus dipergunakan semaksimal mungkin bagi
kemakmuran rakyat. Kualitas air yang baik akan sesuai dengan peraturan yang
dikeluarkan oleh pemerintah tersebut dengan kadar (konsentrasi) maksimum yang
diperbolehkan sehingga sangat diperlukan pengelolaan dan penanganan untuk
menjaga kualitas air di sungai seperti biomonitoring (Faisal dan Atmaja, 2019).

5
2.3 Biomonitoring
Biomonitoring adalah kajian pemantauan status lingkungan berbasis
makhluk hidup. Biomonitoring terhadap organisme yang terpapar racun bersifat
dinamis, baik konteks tempat maupun waktu. Hubungan organisme dengan
lingkungannya yang terangkai menjadi sistem biologi tersebut mampu
mengintegrasikan variable-variabel lingkungan dengan respon kehidupan
organisme dalam waktu terrtentu dan relatif lebih mudah diukur, sehingga
memudahkan pendugaan dampak pencemaran terhadap organisme. Penggunakan
hewan dan tumbuhan sebagai indikator, kemudian lebih dikenal dengan istilah
bioindikator juga perlu dikuasai oleh mahasiswa khususnya bagi mereka yang
menempuh mata kuliah ekologi dan pengetahuan lingkungan. Biomonitoring air
dilakukan dengan melihat keberadaan kelompok organisme indikator. Organisme
tersebut, yaitu Plankton adalah kelompok mikroorganisme yang hidup melayang-
layang di dalam air, Perifiton adalah kelompok alga, cyanobacter, mikroba dan
detritus yang hidup di dalam air, Mikrobentos adalah kelompok mikroorganisme
yang hidup di dalam atau di permukaan air”; (4) Kelompok makroinvertebrata di
dalam atau permukaan air. Makrofita adalah kelompok tumbuhan air dan Nekton
adalah ikan (Husmanah dan Rahardjanto, 2019).

2.4 Bioindikator
Bioindikator adalah ukuran langsung dari kesehatan fauna dan flora di
perairan. Indikator biologi yang umum digunakan di air tawar meliputi berbagai
ukuran makroinvertebrata atau keragaman ikan, pertumbuhan alga benthik
(benthic algal growth) dan kebutuhan oksigen bentik (benthic oxygen demand).
Untuk muara, indikator biologis kurang dikembangkan. Satu-satunya indikator
biologis yang umum digunakan di muara adalah klorofil-a, yang merupakan
ukuran kepadatan populasi fitoplankton. Untuk daerah pesisir, indikator seperti
kondisi lamun atau kondisi terumbu karang tepi kadang-kadang digunakan. Dalam
banyak ekosistem perairan, pengaruh utama pada kesehatan ekosistem akuatik
dapat menjadi faktor selain kualitas air, termasuk degradasi habitat dan perubahan
pola aliran alami. Oleh karena itu, penting untuk memasukkan indikator faktor-
faktor ini dalam biomonitoring (Department of Environment and Science, 2018).

6
2.5 Makroinvertebrata
Makroinvertebrata merupakan kelompok hewan tidak bertulang belakang
yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Makroinvertebrata air dapat
memberikan gambaran mengenai kondisi fisik, kimia, dan biologi suatu perairan,
sehingga dapat dipakai sebagai indikator kualitas air sungai. Sifat-sifat
makroinvertebrata air, yaitu Sensitif terhadap perubahan kualitas air, sehingga
berpengaruh terhadap komposisi dan kelimpahannya, Ditemukan hampir di semua
perairan, Terdiri atas banyak jenis serta merespon berbeda pada gangguan yang
berbeda pula, Bergerak secara terbatas, Mengakumulasi racun pada tubuhnya,
Mudah dikumpulkan dan diidentifikasi paling tidak sampai tingkat family.
Pengambilan contoh mudah dilakukan, karena memerlukan peralatan sederhana,
murah, dan tidak berpengaruh terhadap makhluk hidup lainnya.
Makroinvertebrata air terdiri dari larva Plecoptera (stonefly), Larva Trichoptera
(kutu air), larva Ephemeroptera (kumbang perahu), Platyhelminthes (cacing
pipih), larva Odonata (capung), Crustaceae (udang-udangan), Mollusca (siput dan
kerang), larva Hemiptera (kepik), Coleoptera (kumbang air), Hirudinea (lintah),
Oligochaeta (cacing), dan larva Diptera (nyamuk, lalat). Selain itu, teripang
(Holothuroidea) secara ekologis sebagai indikator terjadinya pencemaran pada air
laut dan juga dapat memberikan gambaran tentang kondisi terumbu karang
(Husmanah dan Rahardjanto, 2019).

Menurut Juliantara (2011), makroinvertebrata cenderung berumur panjang


dan kontak tetap pada sedimen sungai, sehingga ia sensitif terhadap kontaminasi
dan toksisitas pada sedimen. Makroinvertebrata dapat memenuhi tujuan
pemantauan kualitas air yang hakiki, yaitu memberikan petunjuk terjadinya
penurunan kualitas air, mengukur efektivitas tindakan penanggulangan
pencemaran, menunjukkan kecenderungan untuk memprediksi perubahan-
perubahan di masa mendatang.

7
BAB III
METODELOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Biomonitoring Manajemen Sumberdaya Perairan yang
dilaksanakan pada tanggal 27 Maret - 10 April 2020 diselenggarakan secara
daring di rumah masing-masing.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat beserta Fungsi


Alat-alat beserta fungsi yang digunakan untuk melakukan sampling
Makroinvertebarata pada Praktikum Biomonitoring adalah sebagai berikut:
a. Jala ukuran 500 µm : untuk memisahkan makroinvertebrata dari lumpur.
b. Sepatu Boat : untuk melepas organisme dari dasar perairan agar
masuk ke jarring.
c. Nampan Putih : alat yang digunakan untuk menyortir.
d. Pinset : untuk mengambil sampel.
e. Saringan : untuk menyaring sampel dari lumpur.
f. Botol fial : sebagai tempat sampel.
g. Toples : untuk membersihkan seresah dari jala.

3.2.2 Bahan beserta Fungsi


Bahan-bahan beserta fungsi yang dibutuhkan untuk melakukan sampling
Makroinvertebarata pada Praktikum Biomonitoring adalah sebagai berikut:
a. Air sampel : sebagai media untuk identifikasi makroinvertebrata.
b. Alkohol 96% : untuk mengawetkan sampel.

8
3.3 Prosedur Sampling

Persiapkan Kicking

Jala di arahkan melawan arus

Mengaduk dasar perairan dengan dua kaki

Memeriksa jala yang terdapat batu dan ranting

Cuci batu dan ranting dalam jala

Pengambila sampel di daerah riffer sepanjang 10 meter

Mengambil organisme dan mencucinya dengan air di dalam jala

Memindahkan sampel ke dalam wadah sampel

Diawetkan dengan alkohol 96 %

3.4 Indentifikasi Makroinvertebrata

Sampel

Identifikasi Makroinvertebrata

Hasil

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Teknik Pengambilan Sampel


Praktikum Biomonitoring Manajemen Sumberdaya Perairan yang
dilaksanakan pada tanggal 27 Maret - 10 April 2020 diselenggarakan secara
daring. Teknik pengambilan sampel makroinvertebrata yang pertama adalah
melakukan kicking untuk pengambilan sampel makroinvertebrata di ekosistem
sungai. Cara melakukannya adalah mempersipkan jala dan pegang tiang jala yang
direndam, lalu arahkan jala melawan arus. Selanjutnya dasar perairan di aduk
menggunakan kedua kaki sehingga makroinvertebrata yang dicari akan keluar dan
masuk kedalam jala. Jika ada batu dan rating yang masuk batu dan ranting
tersebut dicuci didalam jala sehingga organisme yang menempel pada ranting dan
batu dapat terperangkap pada jala. Selanjutnya mengulangi pengambilan sampel
di daerah riffer sepanjang 10 meter untuk mewakili organisme yang berada di
sungai tersebut. Kemudian organisme dicuci dengan air dan mengumpulkannya
ada salah satu sudut jala dengan tersu menyiram air untuk memepermudahkan
pengambilan sampel dari dalam jala. Kemudian tuangkan organisme yang ada di
jala ke dalam wadah sampel dan melakukan pengawetan makroinvertebrata
dengan alkohol 96 agar struktur tubuhnya tidak rusak. Selanjutnya adalah
mengindentifikasi makrobentos yang didapatkan dengan melihat kunci-kunci
identifikasi yang tersedia dan dibantu menggunakan pustaka yang ada.

Menurut ECOTON (2013), prosedur pemeriksaan makroinvertebrata


diuraikan yakni Parameter: keragaman famili, keragaman EPT, Persentase
kelimpahan EPT, serta Indeks Pencemaran, kemudian Tentukan lokasi, hindari
bagian curam, berarus sangat deras, dan berbatu besar karena membahayakan,
kemudian Pengambilan sampel dimulai dari titik 1 (paling hilir) selama 1 menit,
kemudian lanjutkan ke titik 2 dan 3 ke arah hulu sungai. Lakukan pengambilan
sampel dengan kombinasi teknik kicking dan jabbing, kemudian teknik kicking
dilakukan di sungai dangkal, caranya adalah masuk ke dalam sungai meletakkan
jaring di depan dengan mulut jaring menghadap arah hulu atau datangnya aliran
air, kemudian mengaduk-aduk substrat di depan jaring selama 1 menit atau 5

10
meter dengan menggerakkan kaki memutar untuk merangsang hewan yang
bersembunyi di dasar sungai agar keluar dan terhanyut masuk ke dalam jarring.
Selanjutnya Teknik jabbing dilakukan di tepi sungai dangkal, caranyaa adalah
meletakkan jaring di permukaan dasar sungai, kemudian bergerak maju ke arah
hulu atau sumber datangnya air sambil menyapukan jaring hingga menyentuh
permukaan dasar sungai sepanjang 5 meter, terutama di bawah tanaman air.
Selanjutnya tuangkan sampel dari kantong jaring ke dalam nampan plastik dan
siramkan sedikit air untuk membersihkan sisa sampel dalam jaring dan
memudahkan pengambilan makroinvertebrata dari substrat dalam sampel.
Lakukan sortasi. Usahakan untuk mengambil seluruh hewan indikator dalam
sampel, terutama yang berukuran kecil dan kelompok serangga Ephemeroptera,
Plecoptera dan Trichoptera (EPT). Selanjutnya jumlah hewan minimal yang
diambil dari sungai yang dipantau adalah 100 ekor hewan. Jika dalam 3 kali
pengambilan sampel jumlah hewan yang didapatkan kurang dari 100 ekor, maka
perlu dilakukan pengambilan sampel tambahan dan catat total jumlah
pengambilan sampel yang dilakukan. Selanjutnya melakukan identifikasi
makroinvertebrata, hitung jumlah individu, masukkan ke tabel. Selanjutnya
penilaian kualitas air sungai dengan bioindikator dilakukan dengan menghitung 4
parameter, yaitu keragaman jenis famili, keragaman jenis EPT, persentase
kelimpahan EPT dan Indeks, yang diberikan skor penilaian berdasarkan kriteria
penilaian untuk 4 kategori kualitas air. Selanjutnya rerata hasil penghitungan
mengindikasikan kondisi kualitas air sungai yang diperiksa.

Pengambilan sampel dengan kicking dapat dilakukan dengan cara mana


saja sesuai dengan refrensi, tetapi pengambilan sampel makroinvertebrata harus
dilakukan langsung ke lapang sehingga dapat mengetahui langsung kualitas air
pada eksositem perairan yang ada di lokasi. Pengambilan sampel harus di lakukan
dibeberapa stasiun agar dapat mewakili makroinvertebrata yang ada di sungai.
Pengambilan sampel juga harus dilakukan dengan jaring atau jala untuk
mempermudah pengambilan sampel yang ada di dasar perairan. Pengambilan
sampel juga harus mengaduk dasar perairan karena pada umumnya
makroinvertebarata akan bersembunyi pada substrat perairan. Makroinvertebrata
yang telah ditemukan harus dimasukan wadah dan diberikan alkohol agar struktur

11
tubuhnya tidak mengalami kerusakan sehingga saat mengindetifikasi dapat
dilakukan dengan mudah.

4.2 Kelompok Makroinvertebrata


Praktikum Biomonitoring Manajemen Sumberdaya Perairan yang
dilaksanakan pada tanggal 27 Maret - 10 April 2020 diselenggarakan secara
daring. Makroinvertebrata yang hidup pada perairan bersih antara lain
lepidostomatidaer, perlidae, Lepitoceridae, Glososomatidae, heptageniidae.
Makroinvertebrata diperairan tercemar sedang antara lain hydropsychidae,
tipulidae, tabanidae, scyomizidae, psychodidae, simulidae. Makroinvertebrata
perairan tercemar antara lain chironomus thummi, chironomidae (P),
Richardsonianidae, Tubificidae, Lumbriculidae.

Menurut Kurniawan (2018), makroinvertebrata sering sekali dijadikan


indikator pada kualitas perairan. Makroinvertebrata dengan jenis intoleran
biasanya hanya dapat hidup dan berkembang biak pada perairan yang belum atau
sangat sedikit bahan pencemarnya karena jenis intoleran memiliki kisaran
toleransi yang rendah terhadap pencemaran dan lemah terhadap tekanan
lingkungan. Makroinvertebrata yang hidup pada perairan bersih antara lain
lepidostomatidaer, perlidae, Lepitoceridae, Glososomatidae, heptageniidae.
Sedangkan Makroinvertebrata jenis fakultatif biasanya hanya dapat hidup pada
lingkungan perairan belum tercemar sampai tercemar sedang dan masih dapat
hidup pada perairan dengan tingkat pencemaran berat. Jenis fakultatif juga
dibedakan menjadi fakultatif intoleran dan fakultatif toleran. Fakultatif intoleran
adalah jenis yang hidup pada kondisi perairan tercemar ringan, sedangkan
fakultatif toleran adalah jenis yang hidup pada perairan tercemar sedang.
Makroinvertebrata diperairan tercemar sedang antara lain hydropsychidae,
tipulidae, tabanidae, scyomizidae, psychodidae, simulidae. Selain itu ada jenis
toleran yakni jenis yang memiliki daya toleran yang tinggi pada kondisi perairan
tercemar berat dan dapat mencapai kepadatan pada kondisi tersebut.
Makroinvertebrata perairan tercemar antara lain chironomus thummi,
chironomidae (P), Richardsonianidae, Tubificidae, Lumbriculidae.

12
Menurut Husamah dan Rahardjanto (2019), makroinvertebrata air
memiliki sifat yakni sensitif terhadap perubahan kualitas air sehingga berpengaruh
terhadap komposisi dan kelimpahannya, ditemukan hampir di semua perairan,
terdiri atas banyak jenis serta merespon berbeda pada gangguan yang berbeda
pula, bergerak secara terbatas, mengakumulasikan racun pada tubuhnya serta
mudah dikumpulkan dan diidentifikasi paling tidak sampai tingkat family. Salah
satu makroinvertebrata yang sering digunakan dalam penelitian adalah
makrozoobentos. Bentos adalah hewan yang sebagian besar siklus hidupnya di
substrat perairan. Makrozoobentos terdapat di seluruh badan sungai mulai dari
hulu sampai ke hilir. Berdasar tingkat toleransi pada pencemaran, bentos
digolongkan dalam :
a. Jenis tahan bahan pencemar, seperti cacing Tubifex, Masculinum sp. dan
Psidium sp.
b. Jenis lebih bersih, seperti Bryzoa, Crustacea dan serangga perairan
c. Jenis hanya senang bersih, seperti siput Vivinatidae dan Amnicolidae

Penentuan status lingkungan dapat dilakukan dengan dua cara, yakni


dengan Family Biotic Index dan Biological Monitoring Working Party-Average
Score Per Taxon. Family Biotic Index (FBI) adalah indeks biotik yang dapat
memberikan penilaian status perairan dengan cara mengalikan nilai kelimpahan
organisme indikator pada setiap pengamatan dengan skor yang telah ditentukan.
Skor untuk bentos paling toleran adalah 10 sedangkan skor bentos paling intoleran
adalah 1. Biological Monitoring Working Party-Average Score Per Taxon atau
indeks biotik merupakan nilai dalam bentuk skoring yang dibuat atas dasar tingkat
toleransi organisme atau kelompok organisme terhadap pencemaran. Nilai indeks
dari suatu lokasi dapat diketahui dengan menghitung nilai skoring dari semua
kelompok hewan yang ada dalam sampel. Semakin tinggi nilai sampel yang
diperoleh maka semakin rendah tingkat cemaran yang ada. Chirinomidae akan
melimpah di air sungai dengan pencemaran sedang, namun larva Chironomidae
akan menurun jika pencemaran meningkat menjadi pencemaran berat. Beberapa
larva Chironomidae memili hemoglobin dalam darahnya yang memungkinkan
mereka dapat hidup di sungai dengan konsentrasi oksigen terlarut cukup rendah.
Tubificidae merupakan indikator kualitas perairan yang tercemar berat.

13
Tubificidae dapat hidup di air sungai dengan bahan organik yang tinggi, keruh,
berlumpur dan kansungan oksigen terlarut yang rendah. Bioindikator dari perairan
yang tidak tercemar adalah planaria, tercemar ringan adalah Hydropsychidae,
Baetidae, tercemar sedang adalah Gastropoda dan Caenidae dan tercemar sedang
sampai agak berat adalah Chironomidae. Chironomidae merupakan salah satu
famili dari ordo Diptera yang toleran terhadap pencemaran organik dan dapat
hidup di perairan dengan kadar oksigen rendah, sehingga famili ini dapat
mencerminkan ekosistem perairan tercemar. Family Thridiae dengan salah satu
spesiesnya Melanoides tuberculata dapat menjadi bioindikator perairan tercemar
karena memiliki operculum yang dapat melindungi diri dari kekeringan sehingga
bisa bertahan pada lahan kering dan salinitas tinggi. Operculum pada spesies ini
dapat meningkatkan toleransi terhadap bahan kimia beracun di lingkungan.

Makroinvertebrata yang hidup pada perairan masing-masing memiliki


daya toleran yang berbeda. Makroinvertebrata memiliki sifat yakni sensitif
terhadap perubahan kualitas air sehingga sangat berpengaruh terhadap komposisi
dan kelimpahannya. Makroinvertebrata juga dapat ditemukan hampir di semua
perairan yang terdiri atas banyak jenis serta merespon berbeda pada gangguan
yang berbeda pula, bergerak secara terbatas, mengakumulasikan racun pada
tubuhnya serta mudah dikumpulkan dan diidentifikasi paling tidak sampai tingkat
family. Banyak sekali alasan-alasan yang ilmiah dan membuktikan bahwa
makroinvertebrata dapat digunakan sebagai bionindikator perairan. Kehidupan
makroinvertebrata pada perairan juga dapat menunjukan kualitas air yang ada di
sungai sehingga dapat disimpulkan bahwa perairan tersebut baik atau buruk.

14
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Biomonitoring merupakan kegiatan memonitor kualitas air dengan
memnfaatkan organisme perairan sebagai indikator dan aspek fisika-kimia sebagai
unsur pendukungnya. Dalam praktikum biomonitoring indikator biologi yang
digunakan yaitu makroinvertebrata. Markoinvertebrata digunakan karena sangat
peka terhadap perubahan lingkungan, sehingga spesies yang dijumpai di dalam air
dapat dianalisa untuk memberikan gambaran tentang kondisi perairan tersebut.
Organisme ini dapat digunakan sebagai indikator biologis karena adanya faktor
preferensi habitatnya dan juga mobilitasnya yang relative rendah sehingga
keberadaannya sangat dipengaruhi secara langsung oleh semua bahan yang masuk
ke dalam perairan.
Pengambilan sampel makroinvertebrata dilakukan dengan metode kicking.
Pengambilan sampel makroinvertebrata menggunakan jala dengan mesh size 500
µm. Pengambilan sampel dilakukan dengan berlawanan dengan arah arus sungai
dan mengaduk dasar perairan dengan dua kaki secara bersama-sama untuk
melepaskan organisme dari dasar perairan sehingga organisme akan masuk ke
dalam jala.
Adapun organisme yang menggambarkan perairan tercemar adalah Baetis
sp dari famili Baetidae, anggota dari Ordo Plecoptera, Ordo Ephemeroptera, dan
sebagainya. Sedangkan organisme yang menggambarkan kondisi perairan yang
masih baik diantaranya adalah Ordo Coleoptera, Ordo Ephemeroptera, Ordo
Plecoptera, Ordo Trichoptera, dan Ordo Gastropoda.

5.2 Saran
Praktikum selanjutnya diharapkan lebih dipersiapkan lagi bahan dan juga
pemahaman terhadap praktikum yang akan dilakukan sehingga tidak praktikan
dapat memahami dengan baik materi yang diberikan. Bahan berupa video turorial
pada proses kicking dan penyortiran sampel yang diberikan juga sebaiknya
dilengkapi dengan penjelasan materi, agar praktikan tidak kebingungan mengenai
tata cara yang benar.

15
DAFTAR PUSTAKA

Department of Environment and Science. (2018). Ecosystem health indicators.


Australia : The State of Queensland.

ECOTON (2013). Panduan biotilik untuk pemantauan kesehatan daerah aliran


sungai “Selamatkan sungai kita sekarang”. Gresik : ECOTON.

Faisal, M dan D. M. Atmaja. 2019. Kualitas Air Pada Sumber Mata Air Di Pura
Taman Desa Sanggalangit Sebagai Sumber Air Minum Berbasis
Metode Storet. Jurnal Pendidikan Geografi Undiksha. 7 (2) : 74-
84.

Hendarti, L. 2017. Menepis Kabut Halimun: Rangkaian Bunga Rampai


Pengelolaan Sumberdaya Alam di Halimun. Jakarta : Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.

Husmanah dan A. Rahardjanto.2019. Bioindikator (Teori dan Aplikasi dalam


Biomonitoring). Malang : Universitas Muhammadiyah Malang.

Juliantara, K. (2011). Lintah (Hirudo medicinalis) sebagai bioindikator


pencemaran lingkungan perairan tawar. Jurnal Medis Sains. 2 (2) :
64-70.

Kurniawan, A. 2018. Ekologi Sistem Akuatik: Fundamen dalam Pemanfaatan dan


Pelestarian Lingkungan Perairan. Malang : Universita Brawijaya
Press.

Machdar, I. 2018. Pengantar Pengendalian Pencemaran: Pencemaran Air,


Pencemaran Udara, dan Kebisingan. Yogyakarta : Deepublish.

Pohan, D.A.S., Budiyono dan Syafrudin. 2016. Analisis Kualitas Air Sungai Guna
Menentukan Peruntukan Ditinjau dari Aspek Lingkungan. Jurnal
Ilmu Lingkungan. 14 (2) : 1-10.

16

Anda mungkin juga menyukai