Disusun Oleh:
NIM : 4311418063
Laporan Praktik Kerja Lapangan di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP)
Jepara, degan judul :
Disusun Oleh :
NIM : 4311418063
Mengetahui,
Ketua Jurusan Kimia Plt.Kepala BBPBAP Jepara
i
RINGKASAN
Tujuan Pendidikan Tinggi menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 60 Tahun 1999
tentang Pendidikan Tinggi adalah menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan akademik atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan,
menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian serta mengupayakan
penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya
kebudayaan nasional. Seiring pelaksanaan peraturan Otonomi Daerah, menuntut komponen
Pemerintah, Praktisi Industri, Lembaga Pendidikan (Perguruan Tinggi) dan Masyarakat
Indonesia pada umumnya perlu membentuk pola kerja sama.
Pola kerja sama yang dimaksud adalah Lembaga Pendidikan yakni Perguruan Tinggi
sebagai dasar pengetahuan teknologi, Praktisi Industri berperan sebagai pengembang dari
inovasi yang tercipta, Pemerintah sebagai pengambil kebijakan dan masyarakat sebagai
konsumen.
ii
PRAKATA
Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segenap nikmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat melaksanakan rangkaian kegiatan selama Prakik
Kerja Lapangan (PKL) di Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara,
hingga selesainya penyusunan laporan ini. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan selesainya pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) bagi mahasiswa, khususnya
dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang.
Keberhasilan dan kelancaran pelaksanaan PKL hingga penyusunan laporan ini tidak
terlepas dari peran serta bantuan dari beberapa pihak, untuk itu dengan segala kerendahan hati
dan sikap hormat penulis mengucapkan terimakasih kepada :
4311418063
iii
DAFTAR ISI
Contents
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................................... i
RINGKASAN ........................................................................................................................................ ii
PRAKATA............................................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................................................. v
DAFTAR TABEL ................................................................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................................... vii
1. PENDAHULUAN ............................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang PKL................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................................................... 3
1.3 Tujuan PKL................................................................................................................................. 3
1.3 Manfaat PKL............................................................................................................................... 4
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan PKL ..................................................................................... 4
1.5 Metode Pengumpulan Data ........................................................................................................ 5
1.6 Tinjauan Pustaka ........................................................................................................................ 6
2. PAPARAN LAPORAN PKL ......................................................................................................... 12
2.1 Pekerjaan/Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan ................................................................. 12
2.1.1 BBPBAP Jepara ................................................................................................................. 12
2.1.2 Metode Uji dan Analisis .................................................................................................... 15
2.2 Analisis Hasil Praktik Kerja Lapangan .................................................................................. 27
2.2.1 Hasil Praktik Kerja Lapangan ......................................................................................... 27
2.2.2 Pembahasan Praktik Kerja Lapangan............................................................................. 28
3. PENUTUP........................................................................................................................................ 37
3.1 Simpulan .................................................................................................................................... 37
3.2 Saran .......................................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 39
LAMPIRAN ........................................................................................................................................ 42
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan Praktik Kerja Lapangan .......................................... 5
Tabel 2. Data bulan september hingga awal oktober (sebelum PKL dilaksanakan) : ............. 27
Tabel 3. Data bulan oktober hingga november (saat PKL dilaksanakan) ............................... 27
Tabel 4. Kurva Kalibrasi NH3 ................................................................................................. 28
Tabel 5. Hasil perhitungan data lapangan tambak NSBC 1 (Kb 1) saat PKL......................... 29
Tabel 6. Hasil perhitungan data lapangan tambak NSBC 2 (Kb 2) saat PKL......................... 30
Tabel 7. Hasil perhitungan data lapangan tambak NSBC 5 (Kb 5) saat PKL......................... 30
Tabel 8. Hasil perhitungan data lapangan tambak NSBC 6 (Kb 6) saat PKL......................... 30
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1. PENDAHULUAN
Udang salah satu komoditas penting sektor perikanan untuk tujuan konsumsi
domestik maupun keperluan ekspor. Nilai ekspor hasil perikanan tahun 2014 mencapai
USD 4,64 milyar, dimana udang merupakan kontributor terbesar yaitu USD 2,09 milyar
kemudian tuna, tongkol dan cakalang sebesar USD 0,69 milyar (Nur et al., 2015). Produksi
udang bersumber dari hasil budidaya dan hasil tangkapan di laut.
Dorongan yang kuat untuk mengangkat kembali udang putih lokal sebagai
kandidat spesies budidaya di Indonesia, maka BBPBAP Jepara berperan dalam penyediaan
teknologi mulai dari pembenihan hingga pembesaran di tambak. Dengan cara ini,
diversifikasi komoditas udang segera terwujud. (Harvey et al., 2017)menjelaskan bahwa
faktor utama sebagai kriteria dalam melakukan diversifikasi komoditas budidaya adalah
kebutuhan pasar dan konsumen, perubahan iklim, species yang lebih tahan terhadap
perubahan iklim, pertimbangan lingkungan, profit serta keuntungan kompetitif.
Berdasarkan kriteria ini, udang putih sangat relevan untuk dikembangkan. Bahkan udang
ini memilki beberapa keunggulan teknis seperti ketersediaan induk yang hampir menyebar
di wilayah perairan Indonesia, siklus reproduksi relatif cepat, pemakan detritus, toleransi
terhadap salinitas yang lebar, cita rasa, nilai ekonomi yang tinggi serta peluang ekspor.
Keberhasilan budidaya ikan ditentukan oleh beberapa faktor antara lain tingkat
kesehatan ikan. Beberapa kasus menunjukkan bahwa penyakit menjadi penyebab utama
kegagalan budidaya baik ikan maupun udang. Menurunnya kualitas lingkungan akan
menyebabkan patogen dan plankton berbahaya (harmful plankton) seperti Dinoflagellata
dan blue green algae (BGA) berkembang dengan pesat. Limbah organik yang dihasilkan
dalam budidaya ikan akan mempengaruhi kualitas air lainnya. Suhu, pH, polutan, salinitas,
amoniak, hidrogen sulfida dan oksigen terlarut selain mempengaruhi populasi patogen
dalam kolam juga mempengaruhi ketahanan ikan terhadap infeksi penyakit. Oksigen
terlarut yang rendah (<4 mg/l) dapat menyebabkan pertumbuhan lambat, nafsu makan
turun, kondisi udang lemah bahkan dapat menyebabkan kematian dan merangsang
pertumbuhan bakteri anaerob di dasar kolam (Boyd, 1990). Kualitas air yang buruk karena
meningkatnya senyawa-senyawa beracun (toxicant) seperti amoniak, nitrit maupun H2S
1
dapat mempengaruhi tingkat kesehatan ikan. Dalam konsentrasi rendah senyawa tersebut
menyebabkan stres pada ikan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga peluang
terjadinya infeksi pada ikan semakin besar. Sementara dalam konsentrasi tinggi senyawa
tersebut dapat menyebabkan kematian seperti yang terdapat pada Gambar 1 (Austin,
1999).
Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) di Jepara, Jawa Tengah
merupakan salah satu instansi milik pemerintah yang bergerak dalam bidang perikanan air
payau. Komoditas yang sedang dikembangkan meliputi udang windu (Penaeus monodon),
udang vaname (Litopenaeus vannamei), udang jerbung (Penaeus merguiensis), udang
putih (Penaeus indicus), bandeng (Chanos chanos), nila salin (Oreochromis niloticus),
rumput laut (Eucheuma cottoni, Gracilaria sp., Caulerpa sp.), kepiting bakau (Scylla
serrata), rajungan (Portunus pelagicus) dan kakap putih (Lates calcarifer). Uji kadar
amonia dan senyawa organik pada air udang putih di BBPBAP Jepara dipilih sebagai
tempat Praktik Kerja Lapangan (PKL) karena memiliki fasilitas yang memadai, yaitu
memiliki Laboratorium FKLR yang berperan dalam melakukan layanan jasa analisa untuk
mendukung seluruh kegiatan budidaya yang ada di BBPBAP Jepara, sehingga BBPBAP
2
Jepara dapat melayani jasa analisis kualitas fisika kimia meliputi parameter fisika yang
terdiri dari temperatur, oksigen terlarut, salinitas, pH, redoks potensial, dan parameter
kimia terdiri dari alkalinitas, bahan organik, ammoniak, nitrit, nitrat fosfat, dan total
padatan tersuspensi.
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah dari Praktek Kerja Lapangan
ini yaitu :
A. Bagaimana kadar amonia dan senyawa organik pada limbah cair tambak udang
putih (Penaeus indicus) di BBPBAP Jepara?
B. Bagaimana faktor dan pengaruh limbah cair yang mengandung kadar amonia dan
senyawa organik terhadap kualitas air udang putih (Penaeus indicus) di tambak
BBPBAP Jepara?
Tujuan Umum :
Tujuan PKL adalah agar mahasiswa mendapat pengalaman kerja yang relevan, sehingga
mahasiswa memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan dibidangnya, serta dapat hidup
bersosial masyarakat.
Tujuan Khusus :
B. Mempelajari cara/langkah kerja uji kadar amonia dan senyawa organik pada kualitas
udang putih (Penaeus indicus)
C. Mengetahui pengaruh kadar amonia dan senyawa organik terhadap kualitas air di
tambak udang putih (Penaeus indicus)
3
1.3 Manfaat PKL
Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini berlokasi di Balai Besar Perikanan Budidaya Air
Payau Jepara Jl. Cik Lanang, Rw. IV, Bulu, Kec. Jepara, Kabupaten Jepara, Jawa
Tengah 59418
Praktik Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri
Semarang (UNNES) akan dilaksanakan pada:
4
1.5 Metode Pengumpulan Data
5
13. Labu erlenmeyer 250 ml (5)
14. Tabung reaksi plastik (4)
15. Timer (1)
16. Labu takar 250 ml (1)
17. Pipet otomatis volumetrik 5
ml (1)
18. Pipet pompa 50 ml dan 5 ml
(1)
19. Hot plate stirer (1)
20. Alat titrasi (1 set)
Indonesia memiliki spesies udang yang sangat beragam, salah satunya terdapat jenis
udang putih (penaeus indicus) yang merupakan spesies udang laut berukuran sedang,
sekitar 2 cm yang hidup di laut secara berkelompok dengan jumlah besar (Silitonga &
Hutagaol, 2018). Udang putih lokal digolongkan dalam genus panaeid pada filum
Arthropoda. Ada ribuan species di filum ini. Secara taksonomi sistematika udang putih
lokal adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Artrhopoda
Kelas : Crustaceae
Ordo : Decapoda
Famili : Panaeidae
Genus : Panaeus
6
Gambar 2. Morfologi udang putih lokal (Penaeus indicus).
Tambak merupakan kolam yang biasa digunakan untuk memelihara ikan, udang atau
hewan air lainnya yang dapat hidup di air payau. Limbah tambak udang yaitu air buangan
yang berasal dari kolam yang dibangun untuk budidaya udang (Sudarmo dan
Ranoemihardjo, 1992). Limbah tambak udang dihasilkan dari pakan udang yang tidak
termanfaatkan. Limbah tersebut berupa limbah organik yang berasal dari hasil
metabolisme dan sisa pakan udang. Limbah tambak udang merupakan limbah organik
terutama berasal dari pakan, feses, dan bahan yang terlarut yang jika dibuang diperairan
dapat mengganggu ekosistem di perairan tersebut. Selain itu, dalam budidaya udang,
biasanya udang yang terkena penyakit akan menularkan penyakit ke udang lainnya. Hal
ini dapat mengakibatkan kerugian yang besar jika limbah udang yang mati tidak dikelola
secara baik (Rizky dkk., 2019).
Limbah dari tambak udang dapat berkontribusi secara penting terhadap peningkatan
nutrisi di lingkungan pesisir. Perkiraan nutrisi dan sedimen yang masuk ke saluran air
pantai dari tambak udang menunjukkan bahwa sebagian besar berasal dari pakan tambahan
(Trott dan Alongi, 2000). Limbah tambak udang mengandung bahan organik yang terdiri
dari protein, karbohidrat, dan bahan anorganik lain seperti nitrogen, fosfor, dan amonia
(Rizky dkk., 2019).
• Amonia
Amonia merupakan limbah terbesar dari proses pencernaan ikan karena kandungan
protein yang tinggi. Sumber utama amoniak pada kolam budidaya ikan adalah ekskresi
dari ikan dan udang melalui insang dan feses (Chin dan Chen, 1987 ; Durborow et al.,
1997; Hagreaves dan Tucker, 2004). Amonia dapat juga masuk dalam kolam ikan dari sisa
7
pakan (uneaten feed) dan ikan atau alga yang mati melalui proses mineralisasi bakteri
proteolitik.
Amonia dalam perairan terdapat dalam dua bentuk yaitu amonia bebas (ionized
ammonia / NH3) dan amonia ion (ionized ammonia /NH4+). Amonia bebas pada
konsentrasi tinggi beracun bagi ikan dan udang sedangkan amonia ion tidak beracun.
Kedua bentuk amonia tersebut dipengaruhi oleh pH dan suhu perairan (Colt, 1984) .
Semakin tinggi pH dan suhu perairan semakin tinggi pula kandungan amonia tidak
terionisasi (bebas) sehingga semakin meningkat daya racun amonia, sesuai dengan reaksi :
Ion amonium (NH4+) relatif tidak beracun dan mendominasi perairan ketika pH rendah.
Secara umum kurang dari 10% amonia dalam bentuk toksik pada pH kurang dari 8,0,
namun akan naik secara drastis jika pH naik (Hagreaves dan Tucker, 2004).
Kadar amonia bebas yang tinggi di kolam dapat menyebabkan beberapa efek negatif
bagi ikan, antara lain :
- Ekskresi amonia oleh ikan menurun sehingga kadar amonia dalam darah akan naik
(Durborow et al., 1997)
Level aman amoniak bagi ikan adalah 0,1 mg/l (Chin dan Chen, 1987). Sedangkan
menurut Durborow et al. (1997), kadar amonia tidak terionisasi lebih dari 0,6 mg/l dapat
membunuh ikan. Toksisitas amoniak akan menurun jika kadar CO2 dalam air meningkat,
karena peningkatan CO2 akan menurunkan pH air sehingga menurunkan kadar amoniak
(NH3).
8
nitrification) (Crab et al., 2007), dan penggunaan bakteri heterotrof (Avnimelech, 2009).
Pergantian air secara rutin mampu mengurangi kadar amonia dalam tambak dan
meningkatkan kualitas air secara keseluruhan, tetapi sering menimbulkan permasalahan
terhadap ikan. Pergantian air dalam jumlah besar dan frekuensi yang tinggi menyebabkan
ikan mudah mengalami stres, masuknya sumber penyakit dari luar sistem, hilangnya
nutrien, serta pencemaran lingkungan sekitarnya. Sedangkan pada sistem resirkulasi
(recirculating aquaculture system), amoniak dapat dikendalikan sesuai standar budidaya,
input patogen dapat ditekan, kualitas air terjaga, serta sistem budidaya lebih terkontrol
tetapi mempunyai beberapa kelemahan, antara lain keterbatasan dalam mengolah limbah
organik yang dihasilkan dan biaya operasional relatif tinggi (Riche dan Garling, 2003).
9
karbon dalam media budidaya merupakan cara yang paling efektif menurunkan nitrogen
anorganik (Avnimelech, 2009).
Nitrogen anorganik dalam kolam terutama berasal dari hasil eskresi, feses, sisa pakan
serta tanaman/ikan mati yang mengalami mineralisasi. Limbah budidaya yang
mengandung nitrogen anorganik sangat besar (75% dari pakan) merupakan penyebab
utama dalam penurunan kualitas air budidaya udang. Nitrogen anorganik dalam air berada
dalam bentuk total ammonia nitrogen (TAN), nitrit, dan nitrat. TAN dalam bentuk NH3
dan nitrit berbahaya bagi udang, sedangkan dalam bentuk nitrat tidak berbahaya.
Penambahan sumber karbon akan mengikat nitrogen anorganik menjadi senyawa organik
yang mengandung protein tinggi. Rasio C:N yang tinggi (>15) akan merangsang bakteri
heterotrof untuk mengasimilasi ammonium nitrogen dari air menjadi biomasa sel bakteri
(Davies, 2005, Ebeling et al., 2006).
Penambahan karbon dalam media budidaya merupakan cara yang paling efektif
menurunkan nitrogen anorganik (Avnimelech, 2009). Penambahan karbon organik pada
kolam akan merangsang pertumbuhan bakteri heterotrof. Bakteri heterotrof membutuhkan
sumber nitrogen anorganik untuk pertumbuhan dan pembelahan sel. Nitrogen anorganik
yang dibutuhkan oleh bakteri terutama dalam bentuk amonium (NH4+). Penambahan
sumber karbon terbukti mampu menurunkan TAN dalam beberapa jam (Avnimelech,
2009) serta mampu menekan TAN dalam media kultur meskipun tanpa melakukan ganti
air seperti yang terdapat pada Gambar 3 (Supono et al., 2014). Avnimelech (2009)
membuktikan bahwa penambahan sumber karbon dapat menurunkan kandungan TAN dari
7 mg/l menjadi 1 mg/l dalam waktu 30 menit.
10
Bakteri heterotrof mengalami pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan bakteri
autotrof (nitrifier). Bakteri heterotrof membutuhkan waktu 30 menit untuk tumbuh,
sedangkan bakteri nitrifikasi membutuhkan waktu 12 jam (Davies, 2005).
Mengatakan bahwa kandungan bahan organik yang optimal 20 ppm dan kandungan
bahan organik yang tinggi >60 ppm menunjukkan kualitas air yang menurun. Kandungan
total bahan organik merupakan sumber terjadinya senyawa yang dapat meracuni udang
dalam proses anaerob. Selanjutnya dijelaskan, bahwa pengukuran bahan organik
dilakukan setiap minggu baik pada petak pembesaran udang maupun petak tandon. Bila
kandungan air tambak mencapai 50 ppm maka perlu dilakukan penurunan yaitu dengan
cara pergantian atau penambahan air dari petak tandon. Namun cara ini dapat dilakukan
apabila petak tandon kandungan bahan organiknya lebih rendah. Boyd (1992).
Bahan organik total air menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan
yang terdiri dari bahan organik yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi, dan
koloid. Bahan organik perairan terdapat sebagai plankton, partikel-partikel tersuspensi dari
bahan organik yang mengalami perombakan (detritus) dan bahan – bahan organik total
yang berasal dari daratan dan terbawa oleh aliran sungai. kandungan bahan organik total
dalam air laut biasanyanya rendah dan tidak melebihi 3 mg/L. Menurut Reid (1961) dalam
Pirzan dan Rani (2008) , perairan dengan kandungan bahan organik total diatas 26 mg/L
adalah golongan perairan yang subur. Kandungan bahan organik diperairan akan
mengalami fluktuasi yang disebabkan bervariasinya jumlah masukan dari organik,
pertanian, maupun sumber lainya .kandungan bahan organik dalam perairan akan
mengalami peningkatan yang disebabkan buangan dari rumah tangga pertanian, organik,
hujan, dan aliran air permukaan . Pada musim kemarau kandungan bahan organik akan
meningkat sehingga akan meningkatkan pula kandungan unsur hara perairan dan
sebaliknya pada musim hujan akan terjadi penurunan karena adanya proses pengenceran
(Hadinafta, 2009).
11
2. PAPARAN LAPORAN PKL
12
tugas melaksanakan uji terap teknik dan kerja sama, pengelolaan produksi,
pengujian laboratorium, mutu pakan, residu, kesehatan ikan dan lingkungan,
serta bimbingan teknis perikanan budidaya air payau. Pelaksanaan program
melalui kegiatan produksi, pengawalan dan pendampingan teknologi budidaya
udang dan ikan, hibah benih udang dan ikan kepada pokdakan, pengembangan
dan hibah pakan mandiri kepada pokdakan, pengembangan dan hibah bibit
rumput laut. Kegitan pelestarian lingkungan dengan penyebaran kembali
(restocking) udang, ikan, kepiting dan rajungan ke perairan supaya habitatnya
di alam tidak musnah dan habis. Dalam melaksanakan tugas BBPBAP Jepara
menyelenggarakan fungsi :
13
Struktur organisasi BBPBAP Jepara berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kelautan dan Perikanan No. : 6/PERMEN-KP/2014 tanggal 07 Februari 2014
bahwa Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau merupakan Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, dan dipimpin
oleh seorang Kepala Balai.
14
E. Produk/Jasa yang Dihasilkan
a. Program udang windu (Penaeus monodon)
b. Progam udang vanname (Litopennaeus vannamei)
c. Program udang putih lokal/kelong (Penaeus indicus)
d. Program ikan bandeng (Chanos chanos)
e. Program ikan kerapu (Chromileptes sp)
f. Program ikan nila (Oreochromis niloticus)
g. Operasional laboratorium Kesehatan Ikan dan Lingkungan Laboratorium
Uji.
h. Operasional Laboratorium Pakan Alami dan Buatan
Standar ini digunakan untuk penentuan amonia (NH3–N) dalam air laut dengan
biru indofenol secara spektrofotometri pada kisaran kadar 0,05 mg/l – 2,00 mg/l.
Standar ini digunakan untuk contoh uji air laut yang tidak berwarna.
Bahan :
15
Peralatan :
Prosedur :
a. Ke dalam erlenmeyer 50 ml, pipet 25 ml contoh uji yang sudah dinetralkan pH-
nya.
e. Tutup erlenmeyer dan simpan di ruang gelap pada temperatur 22ºC – 27ºC
minimal 1 jam; warna larutan akan stabil selama 24 jam.
i. Ke dalam erlenmeyer 50 ml, pipet 25 ml air laut buatan, lakukan langkah 3.6 b)
sampai dengan 3.6 g).
j. Untuk kontrol kontaminasi pada kertas saring, ke dalam erlenmeyer 50 ml, pipet
25 ml blanko penyaringan pada langkah 3.4 a), lakukan langkah 3.6 b) sampai
dengan 3.6 g).
16
➢ 15 ml contoh uji ditambah 10 ml larutan kerja 2 mg/l. Lakukan langkah b)
sampai dengan g) kadar standar yang diperoleh 0,8 mg/l;
Perhitungan :
Kadar amonia
𝐴−𝐵
%R = x 100 %
𝐶
dengan pengertian:
𝑦𝑥𝑧
=
𝑣
Keterangan:
17
Cara uji nilai permanganat secara titrimetri air dan air limbah menurut
SNI 06-6989.22-2004
Dalam rangka menyeragamkan teknik pengujian kualitas air dan air limbah
sebagaimana telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 02 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Air dan Nomor 37 Tahun 2003 tentang
Metode Analisis Pengujian Kualitas air Permukaan dan Pengambilan Contoh Air
Permukaan, maka dibuatlah Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pengujian
parameter-parameter kualitas air dan air limbah sebagaimana yang tercantum
didalam Keputusan Menteri tersebut.
Metode ini digunakan untuk penentuan nilai permanganat dengan metode
oksidasi suasana asam dalam contoh air dan air limbah yang mempunyai kadar
klorida (Cl-) kurang dari 300 mg/L.
Bahan :
Peralatan :
c. stop watch;
d. pemanas listrik;
18
g. gelas piala 1000 mL;
i. termometer.
Prosedur :
b. Pipet 100 mL contoh uji masukkan ke dalam erlenmeyer 300 mL dan tambahkan
3 butir batu didih.
c. Tambahkan KMnO4 0,01 N beberapa tetes ke dalam contoh uji hingga terjadi
warna merah muda.
e. Panaskan di atas pemanas listrik pada suhu 105oC ± 2oC, bila terdapat bau H2S,
pendidihan diteruskan beberapa menit.
k. Apabila pemakaian larutan baku kalium permanganat 0,01 N lebih dari 7 mL,
ulangi pengujian dengan cara mengencerkan contoh uji.
Perhitungan :
Nilai pemanganat :
19
b adalah normalitas KMnO4 yang sebenarnya;
𝐴−𝐵
%𝑅 = 𝑥 100 %
𝐶
R adalah recovery (%);
A adalah kadar contoh uji yang di spike (mg/L);
B adalah kadar contoh uji yang tidak di spike (mg/L); dan
C adalah kadar standar yang diperoleh (target value) (mg/L).
dimana ;
𝑌𝑥𝑋
𝐶 =
𝑉
dengan pengertian:
20
Laboratorium Fisika Kimia Lingkungan BBPBAP Jepara
Analisa Fisika Kimia Lingkungan Budidaya Layanan jasa analisis kualitas fisika
kimia lingkungan dalam kegiatan budidaya perikanan dilaksanakan dalam rangka
menunjang keberhasilan kegiatan budidaya udang dan ikan. Layanan jasa analisis
kualitas fisika kimia meliputi parameter fisika yang terdiri dari temperatur, oksigen
terlarut, salinitas, pH, redoks potensial, dan parameter kimia terdiri dari alkalinitas,
bahan organik, ammoniak, nitrit, nitrat fosfat, dan total padatan tersuspensi. Hasil
analisa yang dilakukan diharapkan dapat menjadi dasar kesimpulan dan
pengambilan tindakan pada kegiatan budidaya.
21
Berikut merupakan metode analisis uji kadar senyawa amonia dan senyawa
organik pada Laboratorium Fisika Kimia Lingkungan BBPBAP Jepara :
1. Pengambilan sampel
2. Preparasi sampel
• Amonia
22
Setelah sampel air diambil di tambak selanjutnya sampel dipreparasi. Preparasi
ini dilakukan dengan menyaring sampel menggunakan microfiber filter dan
alat penyaring yaitu vacum filter. Pertama microfiber filter diletakkan di
vacum filter lalu vacum filter dipasang sedemikian rupa dan kompresor vakum
dinyalakan untuk menurunkan sampel air yang akan disaring. Setelah itu
sampel dimasukkan dalam vacum filter lalu selang dari kompresor
dimasukkan dalam lubang vacum filter untuk menyaring sampel air sebanyak
50 ml tiap tambak. Sampel air diukur menggunakan gelas ukur sebanyak 50
ml. Terakhir sampel air yang sudah disaring dimasukkan dalam tabung
erlenmeyer untuk uji kadar sampel amonia. Pada langkah preparasi ini
dilakukan penyaringan yang bertujuan untuk menghilangkan residu/kotoran
pada sampel air agar ketika diuji kadar dan dianalisis tidak merubah warna
hasil reaksi dan pembacaan spektro hasilnya akurat.
• Senyawa organik
Pertama ambil sampel air dan masukkan dalam tabung reaksi plastik 50 ml.
Lalu siapkan larutan kalium permanganat yaitu KMnO4 0,01 N dengan
mengambil larutan H2SO4 5 ml dan 10 ml larutan baku oksalat 0,01 N dari
pipet pompa ke labu erlenmeyer 250 ml. Setelah itu ditambahkan aquades 50
ml dan dipanaskan dengan suhu 70oC menggunakan hot plate stirer lalu
dititrasi dengan kalium permanganat 0,01 N sampai warna merah muda.
Terakhir catat volume titik ekivalen/ volume pemakaian.
23
3. Uji sampel
• Amonia
• Senyawa organik
Setelah sampel diambil dan KMnO4 0,01 N dibuat selanjutnya pipet sampel 5
ml menggunakan pipet volumetrik otomatis lalu dimasukkan dalam labu
erlenmeyer 250 ml. Setelah itu ditambahkan larutan H2SO4 5 ml dan aquades
45 ml menggunakan pipet pompa dalam labu erlenmeyer. Setelah itu larutan
blanko dan sampel dititrasi dengan KMnO4 0,01 N sampai volume pemakaian
tadi. Setelah itu larutan blanko dan sampel dipanaskan menggunakan hot plate
stirer selama 10 menit dengan suhu 105oC. Setelah dipanaskan ditambahkan
24
larutan baku asam oksalat 0,01 N sebanyak 10 ml hingga berwarna bening dan
ditunggu sampai dingin (suhu kamar). Terakhir sampel ditritasi dengan kalium
permanganat 0,01 N hingga warna merah muda dan catat titik akhir
titrasi/volume akhir.
• Amonia
Setelah 1 jam larutan dalam tabung erlenmeyer akan berubah warna menjadi
biru muda sampai biru tua. Setelah itu larutan dimasukkan dalam kuvet untuk
dianalisis menggunakan spektrofotometer uv vis. Sebelum itu siapkan larutan
blanko yang berisi air laut buatan dan masukkan dalam kuvet.
Spektrofotometer dihidupkan lalu kuvet yang berisi blanko dan larutan sampel
dilap menggunakan tisu. Setelah itu kuvet berisi blanko dimasukkan dalam
spektrofotometer uv vis dilanjut kuvet berisi larutan sampel. Terakhir pilih
senyawa yang akan diuji kadarnya yaitu klik uji senyawa amonia lalu diketik
jumlah sampel dan klik run test untuk menganalisis kadar sampel air teresbut.
Tunggu beberapa detik dan hasil kadar senyawa amonia akan keluar pada
layar. Terakhir catat data tersebut lalu dibuat kurva linear NH3 dan kadar
senyawa amonia dihitung menggunakan persamaan regresi linear.
25
Gambar 9. Memasukkan sampel air dalam kuvet
• Senyawa organik
V1 x N1 = V2 x N2
10 x 0,01 = … x N2
0,1 = … N2
N2 = …
KMnO4 mg/L =
1000
𝑥 (𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 − 𝑚𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔) 𝑥 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑥 31,6
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
26
2.2 Analisis Hasil Praktik Kerja Lapangan
Hasil data didapatkan setelah sampel air diuji menggunakan spektrofotometer uv vis
untuk uji kadar senyawa amonia dan perhitungan menggunakan rumus untuk uji kadar
senyawa organik. Berikut merupakan tabel data uji kadar senyawa amonia dan senyawa
organik yang sudah diukur setiap minggunya :
Tabel 2. Data bulan september hingga awal oktober (sebelum PKL dilaksanakan) :
Data yang diambil yaitu data sebelum PKL dan data saat PKL dilaksanakan untuk
membandingkan perbedaan data yang diambil dan diukur oleh teknisi laboratorium dan
data yang diambil sendiri. Dan juga sebagai pembanding kenaikan dan penurunan kadar
sampel air tambak pada 2 bulan lebih yaitu pada bulan september - november.
27
2.2.2 Pembahasan Praktik Kerja Lapangan
Pada prinsipnya uji kadar senyawa amonia yaitu dalam suasana basa, amonia
bereaksi dengan natrium hipoklorit membentuk senyawa monokloramin. Senyawa
monokloramin yang terbentuk ekivalen dengan kadar amonia dalam contoh uji.
Dengan adanya senyawa fenol dan hipoklorit berlebihan, akan menghasilkan
senyawa Indofenol yang berwarna biru. Kemudian warna biru yang terbentuk diukur
absorbansinya pada panjang gelombang optimal disekitar 640 nm.
Data yang diambil dan dibuat kurva adalah selama 5 minggu ketika PKL
dilaksanakan, data diambil pada 18 Oktober 2021 sampe tanggal 15 November 2021
dimana pengujian yang penulis lakukan untuk melihat kadar senyawa amonia dalam
tambak NSBC BBPBAP Jepara dan apakah perminggu ada penambahan atau
penurunan kadar amonia yang siginifikan.
Berikut data dan hasil kurva dari tambak NSBC seperti dibawah ini:
1. 0,1 0,123
2. 0,2 0,208
3. 0,4 0,388
4. 0,8 0,687
Untuk data pada tabel kurva kalibrasi NH3 akan didapatkan hasil seperti gambar
dibawah ini :
28
Kurva Kalibrasi NH3
0.8
0.7 y = 0.8423x + 0.0285
Absorbansi 640 nm 0.6
R² = 0.9937
0.5
0.4
Kurva Kalibrasi NH3
0.3
Linear (Kurva Kalibrasi NH3)
0.2
0.1
0
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Konsentrasi (mg/L)
Tabel 5. Hasil perhitungan data lapangan tambak NSBC 1 (Kb 1) saat PKL
1. 0,540 0,60726582
2. 0,890 1,022794729
3. 0,981 1,130832245
4. 0,371 0,406624718
5. 1,154 1,370024338
29
Tabel 6. Hasil perhitungan data lapangan tambak NSBC 2 (Kb 2) saat PKL
1. 0,029 0,000593613
2. 0,000 -0,033835925
3. 0,525 0,589457438
4. 0,027 -0,001780838
5. 0,000 -0,033835925
Tabel 7. Hasil perhitungan data lapangan tambak NSBC 5 (Kb 5) saat PKL
1. 0,000 -0,033835925
2. 0,000 -0,033835925
3. 0,000 -0,033835925
4. 0,000 -0,033835925
5. 0,000 -0,033835925
Tabel 8. Hasil perhitungan data lapangan tambak NSBC 6 (Kb 6) saat PKL
1. 0,000 -0,033835925
30
2. 0,297 0,318770034
3. 0,394 0,433930903
4. 0,118 0,106256678
5. 0,000 -0,033835925
Dari Gambar 11 dapat dilihat kurva kalibrasi yang telah dibuat garis linear
mengalamin kenaikan sedangkan berdasarkan tabel data dari tabel perhitungan dapat
dilihat kadar amonia mengalami kenaikan dan penurunan yang berbeda - beda ada
yang signifikan dan ada yang tidak signifikan.
Pada umumunya amonia berasal dari penimbunan limbah kotoran dan sisa
pakan yang tidak dikomsumsi oleh udang. Sebagian besar pakan yang dimakan oleh
udang, selanjutnya dirombak untuk proses metabolisme sedangkan sisanya dibuang
berupa kotoran padat (faeces) dan terlarut (amonia). Feces dikeluarkan melalui anus,
sedangkan amonia dikeluarkan oleh ingsang. Sisa pakan dan feses yang semakin
menumpuk merupakan bahan organik yang akan terurai menjadi ammonia (NH3)
didalam air berupa bentuk NH4+ yang disebut amonium. Nitrogen ammonia (NH3)
berada dalam air sebagai ammonium (NH4+), berdasarkan reaksi kesetimbagan
sebagai berikut :
Konsentrasi amonia dalam limbah perairan menurut (Arsad dkk, 2017) tidak
boleh lebih dari 0.1 ppm atau 0.1 mg/L. Konsentrasi amonia yang tinggi dapat
menyebabkan pertumbuhan udang terhambat, dapat meningkatkan kandungan nitrit
yang bersifat toksik di perairan. Namun kenyataannya pada tambak udang Panaeus
indicus di BBPAP Jepara selama 5 minggu menguji senyawa amonia dan
mendapatkan kadar > 0,1 mg/L dalam beberapa kali pengujian di tambak 1, 2, dan
6, sedangkan pada tambak 5 kadar amonia sangat sedikit hampir mendekati 0 mg/L
untuk kadarnya.
31
Pada tambak 1 (Kb 1) kadar senyawa amonia melebihi 0,1 mg/L tiap
minggunya. Bahkan rata-rata kadar senyawa amonia dalam tambak 1 4 kali s.d 10
kali lipat daripada kadar optimal. Pada tanggal 18 Oktober hingga 01 November
terjadi kenaikan kadar senyawa amonia pada tambak sekitar 0,4 mg/L. Sedangkan
pada tanggal 08 November mengalami penurunan kadar secara signifikan yaitu
sekitar 0,7 mg/L dan pada tanggal 15 November mengalami kenaikan kadar secara
drastis yaitu sekitar 0,9 mg/L. Sebelum PKL dilaksanakan dari data yang diambil
jugak dapat dilihat pada setiap minggunya memang di tambak 1 mengalami kenaikan
dan penurunan konsentrasi senyawa amonia yang kurang signifikan kecuali pada 27
Oktober mengalamin kenaikan konsentrasi sebesar 0,5 mg/L, sedangkan tanggal 11
November mengalami penurunan konsentrasi sekitar 0,6 mg/L.
Pada tambak 2 (Kb 2) baik sebelum PKL dilaksanakan maupun saat PKL
dilaksanakan kadar senyawa amonia tidak melebihi kadar maksimal 0,1 mg/L
bahkan sering mendapatkan kadar amonia yang sangat sedikit mendekati 0 mg/L .
Namun tanggal 01 November kadarnya meningkat secara signifikan yaitu hampir
0,6 mg/L. Selanjutnya pada tambak 5 (Kb 5) hampir sama seperti tambak 2 yaitu
kadar senyawa amonia kurang dari 0,1 mg/L dari sebelum PKL hingga selesai PKL
dilaksanakan kadar dan konsentrasinya 0 mg/L tiap minggunya. Pada tambak 6 (Kb
6) rata-rata konsentrasi senyawa amonia tidak melebihi 0,1 mg/L sebelum PKL
dilaksanakan. Sedangkan saat PKL dilaksanakan yaitu pada tanggal 25 Oktober dan
01 November kadarnya meningkat sekitar 0,3 – 0,4 mg/L.
32
tidak, sehingga dengan adanya bakteri nitrifikasi yang mampu mengubah amonia
menjadi nitrat dapat mengurangi dampak bahaya bagi udang. Sedanngkan
fitoplankton berguna untuk membentuk protein dan pembentukan sel dari amonia
terionisasi (NH4+).
Kenaikan dan penurunan kadar senyawa amonia juga dapat disebabkan oleh
beberapa hal yaitu kuantitas pergantian air tambak dan pengaruh cuaca di tambak.
Pergantian air dapat meningkatkan kualitas air karena kotoran berupa sisa pakan dan
feses dari udang menurun drastis, sedangkan pada pengaruh cuaca yaitu jika sedang
hujan atau hanya mendung itu dapat menyebabkan fitoplankton tidak dapat
berfotosintesis dikarenakan kurangnya cahaya matahari sehingga fitoplankton
jumlahnya akan berkurang untuk membentuk protein dan pembentukan sel dari
amonia. Terlihat dari warna air tambak yang sangat keruh dan baunya yang
menyengat menandakan bahwa kualitas air tambak yang jarang diganti atau tidak
diganti secara rutin oleh pengelola tambak sehingga menyebabkan tingginya kadar
amonia dalam tambak tersebut terutama di tambak 1. Namun demikian udang
Paneus indicus dalam tambak tersebut masih dapat hidup dan sehat dilihat dari
pengukuran berat badan yang diukur setiap minggunya jugak untuk mengecek
kesehatan udang tersebut. Hal tersebut mungkin dikarenakan daya hidup udang
Paneus indicus yang tinggi. Faktor yang dapat mendukung tingginya daya hidup
udang antara lain lain kualitas air berupa salinitas, pH, DO (Dissolved Oxygen),
alkalinitas dan suhu air yang baik dan optimal bagi udang sehingga udang masih
tetap hidup dan sehat walaupun dengan kadar amonia yang tinggi dan
membahayakan.
Sedangkan pada senyawa organik yaitu zat organik di dalam air dioksidasi
dengan KMnO4 direduksi oleh asam oksalat berlebih. Kelebihan asam oksalat
dititrasi kembali dengan KMnO4.
33
c) Zat organik dapat dioksidasi dengan reaksi sebagai berikut :
Data yang diambil dan dibuat kurva adalah selama 5 minggu ketika PKL
dilaksanakan, data diambil pada 18 Oktober 2021 sampe tanggal 15 November 2021
dimana pengujian yang penulis lakukan untuk melihat kadar senyawa organik dalam
tambak NSBC BBPBAP Jepara dan apakah perminggu ada penambahan atau
penurunan kadar amonia yang siginifikan.
Data hasil kadar pada Tabel 2 dan Tabel 3 merupakan hasil perhitungan dari
rumus :
KMnO4 mg/L =
1000
𝑥 (𝑚𝑙 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 − 𝑚𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑑𝑖𝑛𝑔) 𝑥 𝑛𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐾𝑀𝑛𝑂4 𝑥 31,6
𝑚𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
ml titrasi adalah volume akhir titrasi akhir (KMnO4 0,01 N untuk sampel)
Berikut merupakan grafik hasil perhitungan kadar senyawa organik pada tiap
tambak NSBC saat PKL dilaksanakan :
34
Grafik Kadar TOM Tambak NSBC
200
180
160
Konsentrasi (mg/L) 140
120
100
80
60
40
20
0
16-Oct 21-Oct 26-Oct 31-Oct 05-Nov 10-Nov 15-Nov 20-Nov
Waktu
Kb 1 Kb 2 Kb 3 Kb 4
Menurut Adiwidjaya (2008), batas normal TOM adalah <150 ppm. Total
Organik Matter (TOM) yang diperoleh dari perhitungan rata-rata melebihi 100 mg/L
bahkan hampir 200 mg/L. Pada sebelum PKL dilaksanakan kadar senyawa organik
berkisar antara 50 mg/L hingga 200 mg/L. Dapat dilihat pada tambak 1 (Kb 1) saat
PKL dilaksanakan kadar senyawa organik menurun tiap minggunya dari tanggal 18
Oktober hingga 08 November sekitar ±10 mg/L dan pada tanggal 15 November
kadarnya naik sedikit sekitar 0,7 mg/L. Sebelum PKL dilaksanakan pada tambak 1
mengalami kenaikan dan penurunan yang cukup signifikan pada 20 September naik
sekitar 60 mg/L dan turun pada tanggal 11 Oktober sekitar 70 mg/L. Pada tambak 2
(Kb 2) kadar senyawa organik menurun tiap minggunya dari tanggal 18 Oktober
hingga 15 November dengan penurunan yang cukup signifikan pada tanggal 15
November sekitar 100 mg/L. Sedangkan sebelum PKL mengalami kenaikan pada 13
September sekitar 50 mg/L lalu mengalami penurunan kadar hingga 04 Oktober dan
pada 11 Oktober mengalami kenaikan secara signifikan yaitu sekitar 100 mg/L.
35
Pada 20 September kadar senyawa amonia menurun secara signifikan mencapai 150
mg/L dan pada 11 Oktober mengalami kenaikan signifikan sekitar 100 mg/L. Pada
tambak 6 (Kb 6) mengalami penurunan kadar senyawa organik pada tanggal 18
Oktober hingga 01 November sekitar 50 mg/L lalu mengalami kenaikan sedikit pada
tanggal 08 November sekitar 2 mg/L dan turun lagi pada tanggal 15 November
sekitar 30 mg/L. Sebelum PKL kadar senyawa organik mengalami kenaikan kadar
dari tanggal 06 September hingga 20 September sekitar 60 mg/L lalu mengalami
penurunan yang signifikan pada tanggal 27 September sekitar 80 mg/L dan menurun
lagi pada 04 Oktober sekitar 60 mg/L lalu mengalami kenaikan lagi pada 11 Oktober
sekitar 50 mg/L.
36
3. PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Pada senyawa amonia dari data lapangan yang didapatkan berupa konsentrasi NH3 dari
absorbansi 640 nm spektrofotometer uv vis lalu dihitung menggunakan persamaan
regresi linear kurva NH3 dapat disimpulkan bahwa pada tambak 1 (Kb 1) rata-rata
kadarnya melebihi kadar optimal. Tambak 1 (Kb1 ) memiliki kadar amonia > 0,1 mg/L
yaitu antara 0,4 mg/L hingga 1,3 mg/L. Sedangkan pada tambak 2, 5 dan 6 rata-rata
kadar amonia masih optimal yaitu < 0,1 mg/L dan hanya 3 kali kadarnya melebihi 0,1
mg/L yaitu mencapai sekitar 0,3 mg/L dan 0,4 mg/L pada tambak 6 (Kb 6), lalu sekitar
0,5 mg/L pada tambak 2 (Kb 2).
Pada senyawa organik dari data lapangan yang didapatkan berupa kadar senyawa
organik yang merupakan hasil uji permanganat metode titrimetri dan perhitungan dari
rumus KMnO4 disimpulkan bahwa kadar senyawa organik rata-rata melebihi 50 mg/L
dengan rentang kadar antara 50 mg/L – 185 mg/L. Menurut salah satu literatur
mengatakan bahwa kadar normal TOM yaitu < 150 mg/L. Pada beberapa kali pengujian
terdapat kadar senyawa organik yang melebihi kadar normal yaitu sekitar 160 mg/L
pada tambak 2, lalu 180 mg/L dan 170 mg/L pada tambak 5, dan terakhir 170 mg/L
pada tambak 6.
2. Pengaruh amonia dan senyawa organik yang terlalu berlebih atau tidak sesuai kadar
optimal dapat menurunkan kualitas air pada tambak udang Paneus indicus dan
menyebabkan bahaya bagi lingkungan berupa limbah cair dan budidaya udang berupa
kesehatan dan pertumbuhan udang tersebut. Faktor yang mempengaruhi kadar amonia
da senyawa organik dalam air tambak antara lain jumlah pakan, cuaca dan suhu,
keberadaan bakteri nitrifikasi dan plankton, dan juga parameter kualitas air lainnya
seperti pH, salinitas, DO (Dissolved Oxygen), dan alkalinitas.
3.2 Saran
Dengan tingginya kadar dan adanya kenaikan nilai kandungan ammonia dan senyawa
organik maka diperlukan adanya perbaikan kualitas air agar kandungan amonia dan
senyawa organik dalam tambak optimal dengan cara ; mengganti air tambak secara rutin,
37
memperhitungkan jumlah pakan yang diberikan kepada udang, menambah atau
memperbarui sarana penunjang dalam mengatur kualitas air tambak , memperhatikan
ketelitian dalam perhitungan kandungan bahan kimia dalam tambak, memperhatikan
faktor yang mempengaruhi kualitas air, merawat alat dan bahan pengujian kandungan
bahan kimia dalam tambak, hati-hati dalam penggunaan alat pengukur kualitas air, alat
pengukur kualitas air harus digunakan sesuai dengan fungsinya dan dibersihkan dengan
benar setelah digunakan, dan menjaga keakuratan instrumen analisis.
38
DAFTAR PUSTAKA
Adiwidjaya, D., Supito, dan I. Sumantri. 2008. Penerapan Teknologi Budidaya Udang
Vanamei L. vannamei SemiIntensif pada Lokasi Tambak Salinitas Tinggi. Media
Budidaya Air Payau Perekayasaan. Jurnal Departemen Kelautan Perikanan. 7
Arsad, S., Ahmad A., Atika P. P., Betrina M. V., Dhira K. S., Nanik R. B. 2017. Studi Kegiatan
Budidaya Pembesaran Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dengan Penerapan
Sistem Pemeliharaan Berbeda. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 9, No. 1. Hal.
1-14. Austin, B. 1999. The effects of pollution on fish health. Journal of Applied
Microbiology Symposium Supplement: 2348-2428
Atima, W. 2015. BOD dan COD sebagai Parameter Pencemaran Air dan Baku Mutu Air
Limbah. Jurnal Biology Science and Education, 4(1):83-93.
Avnimelech, Y. 2009. Biofloc Technology – A Practical Guide Book. The World Aquaculture
Society, Baton Rounge, Louisiana, United State, 182 hal.
Barnes, Ralph M. 1980. Motion and Time Study : Design and Measurement of Work. New
York. John Willey and Sons.
Boyd, C.E. 1990. Water Quality in Pond for Aquaculture. Department of Fisheries and Allied
Aquacultures. Auburn University, Alabama, USA, 482 hal.
Boyd, C.E. 1992. Shrimp pond bottom soil and sediment management. In: Wyban, J. (ed.).
Proceedings of the special session on shrimp farming. World Aqaculture Society, Baton
Rouge, L.A, U.S.A. 166-181pp.
Badan Standardisasi Nasional. (2004). SNI 06-6989.22-2004 Air dan air limbah – Bagian 22:
Cara uji nilai permanganat secara titrimetri. 10.
Crab, R., Y. Avnimelech, T. Defoirdt, P. Bossier , and Verstraete. 2007. Nitrogen removal
techniques in aquaculture for a sustainable production. Aquaculture, 270 : 1–14.
Chin, T.S. dan J.C. Chen. 1987. Acute Toxicity of Ammonia to Larvae of the Tiger Prawn,
Penaeus monodon. Aquaculture, 66 : 247-253
39
Davies P.S. 2005. The Biologlgal Basis of Waste Water Treatment. Strathkelvin Instrument
Ltd. 19 hal.
Durborow, R.M., D.M. Crosby, dan M.W. Brunson. 1997. Nitrite in Fish Pond. SRAC
Publication No. 462. 4 hal.
Ebeling, J. M., M. B. Timmons, and J.J. Bisogni. 2006. Engineering analysis of the
stoichiometry of photoautotrophic, autotrophic, and heterotrophic removal of
ammonia–nitrogen in aquaculture systems. Aquaculture, 257 : 346–358.
Hadinafta, R. 2009 Analisis Kebutuhan Oksigen untuk Dekomposisi Bahan Organik pada
Lapisan Dasar Perairan Estuari Sungai Cisadane, Tangerang. Skripsi. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor..
Hargreaves, J.A. dan C. S. Tucker. 2004. Managing Ammonia in Fish Ponds. SRAC
Publication No. 4603. 8 hal.
Harvey, B., Soto, D., Carolsfeld, J., Beveridge, M., & Bartley, D. M. (2017). Planning for
aquaculture diversification: the importance of climate change and other drivers. In FAO
Fisheries and Aquaculture Proceedings No. 47.
Indonesia, S. N., & Nasional, B. S. (2003). Kualitas air laut – Bagian 6 : Cara uji total sianida
( CN - ) dengan 4- piridin asam karboksilat-pirazolon secara spektrofotometri.
Nur, A., Widyany, D. A., Subiyartono, Ruliaty, L., Taslihan, A., & Raharjo, S. (2015). Petunjuk
Teknis Pembenihan Udang Putih (Penaeus merguiensis). In Balai Besar Perikanan
Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara.
Pirzan AM, dan Rani P. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di
Lokasi Pulau Bauluang, Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Biodiversitas Vol 9
nomor 3 :
Reid, G.K. 1961. Ecology Inland Water Estuaria. New York: Reinhold Published Co.Sahami,
F. M., Hamzah, S. N., Panigoro, C. dan Hasim. 2014. Lingkungan Perairan dan Perairan
Produktivitasnya. Deepublish, Yogyakarta.
Riche dan Garling. 2003. Feeding Tilapia in Intensive Recirculating System. North Central
Regional Aquaculture Center
Rizky, M.N., Galang Y.F., & Gilang R. 2019. Pembuatan Edible Coating Kitosan dari Hasil
40
Samping (Limbah) Tambak Udang untuk Menjaga Kelestarian Gumuk Pasir
Parangtritis. Jurnal Ilmiah Penalaran dan Penelitian Mahasiswa Vol. 3, No. 1. Hal 97-
108.
Supono, J. Hutabarat, S.B. Prayitno, dan Y.S. Darmanto. 2014. White Shrimp (Litopenaeus
vannamei) Culture Using Heterotrophic aquaculture System on Nursery Phase.
International Journal of waste Resources 4 (2) :1000142.
Silitonga, B., & Hutagaol, M. P. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Volume Ekspor
Udang Putih (Penaeus Indicus) Indonesia Ke Hongkong Serta Implikasi Kebijakannya.
Jurnal Ekonomi Dan Kebijakan Pembangunan, 5(1), 1–24.
https://doi.org/10.29244/jekp.5.1.2016.1-24
Trott, L. A. & Alongi, D. M. 2000. The Impact of Shrimp Pond Effluent on Water Quality and
Phytoplankton Biomass in a Tropical Mangrove Estuary. Marine Pollution Bulletin Vol
40, No. 11. Hal. 947-951.
Zonneveld, N., E.A. Huiman, dan J.H. Boon. 1991. Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. PT
Gramedia Pustaka Utama, 318 hal.
41
LAMPIRAN
42
43
Lampiran 2. Dokumentasi PKL
Membaca dan
1. mencari literatur di
perpustakaan
44
Penjelasan materi dan
pemberian literatur
3.
tambahan dari
pembimbing lapangan
45
4.
Sampel yang
dipreparasi
Pemberian kenang-
kenangan ke
5. Laboratorium Fisika
Kimia Lingkungan
BBPBAP Jepara
46
Foto bersama kepala,
6. karyawan dan teknisi
Laboratorium Fisika
Kimia Lingkungan
BBPBAP Jepara
Tambak Udang
7. Panaeus indicus
BBPBAP Jepara
47
48