Anda di halaman 1dari 77

ANALISIS POTENSI LANSKAP DESA WIYONO

PESAWARAN LAMPUNG UNTUK TUJUAN


PENGEMBANGAN DESA WISATA

MUHAMMAD GURIANG

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Potensi Lanskap
Desa Wiyono Pesawaran Lampung untuk Tujuan Pengembangan Desa Wisata
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015

Muhammad Guriang
NIM A451110161

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
RINGKASAN

MUHAMMAD GURIANG. Analisis Potensi Lanskap Desa Wiyono


Pesawaran Lampung Untuk Tujuan Pengembangan Desa Wisata. Dibimbing oleh
ANDI GUNAWAN dan NURHAYATI HS ARIFIN.

Pembangunan pedesaan menuju desa wisata saat ini berkembang di


Indonesia. Desa Wiyono adalah salah satu dari banyak desa yang akan
mengembangkan diri menjadi desa wisata. Status desa saat ini adalah desa
swasembada yang merupakan modal dasar yang penting untuk mengembangkan
desa wisata. Oleh karena itu, potensi wisata desa perlu untuk dipelajari. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis potensi-potensi
sumber daya alam, sosial ekonomi masyarakat pedesaan dan estetik lanskap desa,
serta strategi pengembangan untuk menjadi desa wisata. Penelitian ini
dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif melalui survey lapang dan
interview. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa desa Wiyono memiliki banyak
potensi sumber daya alam, yaitu hutan, air terjun, areal persawahan, perkebunan,
dan situ. Sumberdaya-sumberdaya tersebut memiliki kualitas estetik. Strategi
pengembangan wisata desa Wiyono terutama diarahkan untuk memperkuat
kelembagaan untuk membangun sistem dan memotivasi/keterampilan masyarakat
dengan melibatkan para pihak yang memiliki perhatian terhadap lingkungan
dalam memantapkan peraturan pemerintah daerah.

Kata kunci: desa wisata, estetika lanskap, strategi pengembangan, sumber daya
alam.
SUMMARY

MUHAMMAD GURIANG Analysis of Landscape Potency of Wiyono Village


Pesawaran Lampung for Village Tourism Development. Supervised by ANDI
GUNAWAN and NURHAYATI HS ARIFIN.

Rural development toward a tourism village is currently developing in


Indonesia. Wiyono village is one of many villages going to develop it self into
tourism village. Current status of the village is self-sufficient village which is an
important basic capital for developing tourism village. Therefore, tourism
potencies of the village are necessary to be studied. This research aims are to
identify and analyze potencies of natural resources, social economic of the villlage
community, rural landscape aesthetics, and development strategy to be a tourism
village. The research conducted by using descriptive method throughout field
survey and interview. The research results show that the Wiyono village has
many natural resource potencies, they are forest, waterfall, area of paddy and
plantation, and „situ‟. Those resources have various aesthetic qualities. Tourism
development strategies of Wiyono village are mainly directed toward strenghten
institution to build system and people skill/motivation, to involve environment
concerned stakeholders, to establish lokal government regulation.

Keywords: development strategy, landscape aesthetics, natural resources, tourism


village.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS POTENSI LANSKAP DESA WIYONO
PESAWARAN LAMPUNG UNTUK TUJUAN
PENGEMBANGAN DESA WISATA

MUHAMMAD GURIANG

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Aris Munandar, MS
Judul Tesis : Analisis Potensi Lanskap Desa Wiyono Pesawaran Lampung Untuk
Tujuan Pengembangan Desa Wisata
Nama : Muhammad Guriang
NIM : A451110161

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc. Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, M.Sc.
Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana


Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian: 10 Juli 2015 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Segala puji dan syukur bagi Allah Swt. atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun penelitian dengan judul “Analisis Potensi
Lanskap Desa Wiyono Pesawaran Lampung untuk Tujuan Pengembangan Desa
Wisata”. Salawat serta salam semoga tetap tercurah kepada suri teladan kita, Nabi
Muhammad Saw. beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada
1. Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc. dan Dr. Ir. Nurhayati HS Arifin, M.Sc.
berturut-turut sebagai ketua dan anggota Komisi pembimbing atas nasihat dan
bimbingannya selama penulis menyusun tesis ini;
2. Dr. Ir. Aris Munandar, MS. dan Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. selaku
penguji atas komentar, saran, dan nasihatnya;
3. Prof. Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc. Sekretaris magister pascasarjana dalam
memberikan dukungan moril dan kemudahan administrasi;
4. Kepala SMK Negeri 1 Gedongtataan dan Kepala desa Wiyono atas izin dan
bantuan yang diberikan saat pelaksanaan survei;
5. Ibunda Rasuna, istriku Sutiyah, anakku Ega, Inas dan Ghozy, adik, dan
keluarga tercinta atas nasihat, doa, dan dukungannya;
6. Temanku Angi, Firdaus terbaik atas doa, dukungan, dan bantuannya.
Mudah-mudahan tesis ini dapat memberikan nilai manfaat dan menjadi amal
saleh yang diterima oleh Allah Swt.

Bogor, Juni 2015

Muhammad Guriang
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Kerangka Berpikir 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
2 TINJAUAN PUSTAKA 4
Potensi Wisata 4
Desa Wisata 5
Pengembangan Desa Wisata 7
Persepsi 12
Ruang 12
Estetika 14
Pendugaan Estetika Pemandangan 15
3 METODE 16
Lokasi dan Waktu 16
Metode Penelitian 16
Tahap persiapan 16
Pengumpulan data 17
Identifikasi potensi biofisik 18
Identifikasi potensi sosial dan ekonomi 18
Identifikasi potensi estetika visual 19
Penyusunan strategi pengembangan desa wisata 20
Analisis Data 20
Analisis potensi biofisik 20
Analisis potensi estetik 20
Analisis sosial ekonomi 21
Analisis strategi pengembangan desa wisata 21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 24
Kondisi Umum 24
Hutan gunung betung wiyono 24
Geologi dan tanah 25
Iklim 25
Hidrologi 25
Keanekaragaman flora dan fauna 25
Keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat 26
Kondisi pendidikan masyarakat 26
Akses jalan 27
Potensi Wisata 27
Potensi biofisik 27
Potensi sosial, ekonomi dan budaya 30
Potensi estetik lanskap desa 36
Potensi persepsi sikap masyarakat desa wiyono 37
Strategi pengembangan desa wisata 39
5 SIMPULAN DAN SARAN 42
Simpulan 42
Saran 42
DAFTAR PUSTAKA 43
LAMPIRAN 45
RIWAYAT HIDUP 58
DAFTAR TABEL

1 Jenis data penelitian 17


2 Checklist identifikasi potensi sumberdaya alam 18
3 Checklist identifikasi potensi sosial dan ekonomi 19
4 Tabel perhitungan analisis SWOT Faktor internal 22
5 Tabel perhitungan analisis SWOT Faktor eksternal 22
6 Jumlah dan mata pencaharian penduduk desa Wiyono 26
7 Pendapatan per kapita desa Wiyono 27
8 Tingkat pendidikan masyarakat desa Wiyono tahun 2010 27
9 Checklist identifikasi potensi sumberdaya alam 28
10 Checklist identifikasi potensi sosial dan ekonomi 31
11 Rekapitulasi kecendrungan sikap masyarakat desa Wiyono tentang
rencana pengembangan desa wisata 37
12 Matrik strategi 40

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pikir penelitian 3


2 Peta lokasi penelitian. 16
3 Tahapan penelitian 17
4 Tataguna lahan dan letak vantage point 19
5 Matriks kuadran SWOT 23
6 Batas wilayah desa Wiyono 24
7 Potensi biofisik desa Wiyono 29
8 Pola penggunaan lahan di desa Wiyono 30
9 Pembibitan, pemanenan dan pengolahan kakao 31
10 Pembibitan, penyadapan, dan hasil penyamakan karet 32
11 Bibit pala, tanaman pala, dan produksi biji pala 32
12 Panen salak, hasil panen, dan produk olahan salak 33
13 Pengepul bermacam buah pisang dan olahan buah pisang/kripik 33
14 Penjemuran kopi di halaman rumah, dan pembibitan kopi robusta 34
15 Irigasi Dam C, petani, persawahan, dan kebun sayur di sawah 35
16 Kolam ikan Gurame dan kolam ikan Nila 35
17 Nilai SBE komulatif masing-masing peruntukan lahan desa Wiyono 36
18 Peta estetik lanskap desa Wiyono 36
19 Sikap masyarakat desa Wiyono 38
20 Kuadran untuk strategi Desa Wiyono 41

DAFTAR LAMPIRAN

1 Penilaian estetik desa Wiyono 46


2 Kumpulan foto lanskap Penilaian SBE 47
3 Kuisioner analisis SWOT 51
4 Perhitungan nilai SWOT dari responden 53
5 Kuisioner persepsi masyarakat desa Wiyono menjadi desa wisata 54
6 Analisis Hasil Sikap 56
7 Pengunjung desa Wiyono dan kegiatan masyarakat desa Wiyono 57
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkembangan pariwisata di Indonesia sudah sangat pesat. Berbagai macam


jenis wisata tersedia, mulai dari wisata alam sampai wisata kuliner. Wisata juga
dijadikan konservasi budaya dan alam sebagai upaya pemerintah dalam
melindungi kekayaan-kekayaan yang terdapat di suatu daerah seperti dituangkan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan, kepariwisataan di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi; meningkatkan kesejahteraan rakyat;
menghapus kemiskinan; mengatasi pengangguran; melestarikan alam, lingkungan
dan sumber daya; memajukan kebudayaan; mengangkat citra bangsa; memupuk
rasa cinta tanah air; memperkukuh jati diri dan kesatuan bangsa; dan mempererat
persahabatan antar bangsa
Pengembangan kawasan atau lanskap wisata sudah lama digalakan oleh
pemerintah, salah satunya adalah desa wisata. Desa wisata merupakan daerah
tujuan wisata yang berbasis potensi desa yang menjadi obyek wisata. Berbagai
potensi unik dari desa dapat diangkat, diperkenalkan dan dijadikan andalan
daerah, khususnya desa tersebut. Perkembangan desa wisata seperti ini menjadi
perhatian dan andalan pemerintah pusat dan daerah.
Berkembangnya desa wisata dapat membantu mengurangi beban kota,
terutama kota-kota besar di Indonesia. Desa wisata yang berkembang diharapkan
dapat menjadi tumpuan peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Angkatan
kerja potensial dapat diserap oleh industri wisata di desa tersebut. Berbagai
macam industri wisata yang dapat disediakan di desa, antara lain industri
pertanian dalam arti luas (padi, palawija, perkebunan, peternakan, dan perikanan),
industri kerajinan (handicraft dan sejenisnya), industri penginapan (homestay,
asrama, camping), industri kuliner, industri pagelaran budaya, dan sebagainya.
Namun, beberapa permasalahan dalam pengembangan desa wisata biasanya
berkisar pada terpenuhinya kriteria atau persyaratan penting suatu daerah wisata.
Kriteria utama suatu desa wisata adalah atraksi atau obyek wisata, aksesibilitas
menuju lokasi, fasilitas wisata, dan penerimaan masyarakat. Keempat kriteria
tersebut merupakan produk dan jasa dalam suatu industri wisata (Damanik dan
Weber 2006).
Beberapa desa di Indonesia sudah mempersiapkan dirinya untuk menjadi
desa wisata, termasuk salah satunya adalah desa Wiyono yang berlokasi di
Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung. Pemerintah desa Wiyono memiliki
semangat yang tinggi untuk menjadikan desanya menjadi desa wisata. Berbagai
pontensi sumberdaya alam dan sosial desa Wiyono belum dimanfaatkan untuk
dijadikan obyek wisata. Oleh karena itu perlu kajian yang menganalisis potensi
dan menyusun strategi pengembangan serta pengelolaan desa Wiyono untuk
menjadi desa wisata.
2
Perumusan Masalah

Rumusan masalah dari penelitian ini mencakup hal-hal:


1. Apakah desa Wiyono memiliki potensi sumberdaya alam dan sosial-ekonomi
yang dapat menjadi obyek-obyek wisata desa?
2. Apakah masyarakat desa Wiyono memiliki persepsi dan motivasi yang kuat
dalam rangka menghadapi pengembangan desanya menjadi desa wisata?
3. Apakah perangkat desa dan masyarakat sudah mempersiapkan pengelolaan
desa wisata dengan strategi yang baik?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:


1. Untuk mengidentifikasi dan analisis potensi sumberdaya alam dan sosial yang
dimiliki desa Wiyono
2. Untuk mengetahui persepsi dan motivasi masyarakat terhadap rencana
pengembangan desa wisata.
3. Untuk menyusun strategi pengembangan desa Wiyono menjadi desa wisata.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:


1. Sebagai bahan dasar untuk pengembangan desa wisata yang berbasis
masyarakat.
2. Bagian informasi perkembangan desa Wiyono pontensi-potensi yang bisa
dijadikan Desa Wisata.

Kerangka Berpikir

Mempertahankan dan mengembangkan potensi wisata yang dimiliki agar


tetap berkelanjutan harus ada upaya-upaya masyarakat dan pemerintah dalam
menjaga kelestarian alam dan budaya, dalam mencari potensi objek daya tarik
wisata suatu lanskap adalah dengan tahapan menentukan potensi biofisik, potensi
ekonomi dan sosial budaya lalu dianalisis untuk dikembangkan menjadi wisata.
Sikap/persepsi masyarakat dapat berpengaruh kuat untuk pengembangan desa
wisata, dari sikap yang positif akan memudahkan untuk menentukan strategi yang
akan diambil untuk pengembangan desa wisata. Kerangka pikir penelitaian ini
terdapat pada Gambar 1.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah untuk mengembangkan desa


Wiyono Pesawaran Lampung menjadi desa wisata berbasiskan pada masyarakat
dengan cara mengali potensi-potensi yang ada melalui analisis Scenic Beauty
3
Estimation (SBE). Analisis potensi wisata, menilai kesiapan masyarakat melalui
respon sikap masyarakat dalam pengembangan desa wisata dengan tetap
mempertahankan pelestarian alam dan lumbung hasil pertanian dan kebun, ada
akhirnya penentuan strategi pengembangan yang paling tepat degan analisis
Strength, Weakness,Opportunities, and Threats (SWOT).

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian


2 TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Wisata

Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata yang dimiliki Indonesia, antara lain
berupa keanekaragaman hayati, keunikan dan keaslian budaya tradisional,
keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah/budaya yang secara
optimal untuk kesejahteraan masyarakat (Depbudpar 2009). Potensi wisata adalah
hal-hal yang dapat dijadikan daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung yang
terdiri dari atraksi alam dan buatan manusia
a. Atraksi alam:
1. Iklim, misalnya: cuaca cerah, banyak cahaya matahari, kering, panas,
hujan, dan sebagainya.
2. Bentuk lanskap dan pemandangannya, tanah yang datar, lembah
pegunungan, danau, sungai, pantai, air terjun, gunung merapi, dan
pemandangan yang menarik.
3. Fauna Hutan belukar, misalnya : hutan yang luas, banyak pohon–pohonan.
4. Flora dan fauna, seperti: tanaman yang langka, burung – burung, ikan,
binatang buas, cagar alam, daerah perburuan, dan sebagainya.
5. Pusat–pusat kesehatan, misalnya: sumber air mineral, mandi lumpur,
sumber air panas, di mana kesemuanya itu diharapkan dapat
menyembuhkan macam–macam penyakit.
b. Buatan manusia (man made supply). Kelompok ini dapat dibagi menjadi:
1. Monumen bersejarah dan sisa peradaban di masa lampau.
2. Museum, art gallery, perpustakaan, kesenian rakyat, handicraft.
3. Acara tradisional, pameran, festival, upacara/ritual, naik haji, upacara
perkawinan, khitanan, dan lain–lain.
4. Rumah–rumah beribadah, seperti: Masjid, Candi, Gereja maupun Pura dan
rumah adat.
c. Tata cara hidup masyarakat (the way of life).
Tata cara hidup tradisional dari suatu masyarakat merupakan salah satu
sumber yang amat penting untuk ditawarkan kepada wisatawan. Bagaimana
kebiasaan hidupnya, adat–istiadatnya, semuanya merupakan daya tarik bagi
wisatawan di daerah itu. Hal semacam ini sudah terbukti betapa pengaruhnya dan
dapat dijadikan events yang dapat dijual tour operator. Sesuatu dapat dikatakan
sebagai objek wisata, bila untuk melihat objek tersebut tidak ada persiapan,
dilakukan terlebih dahulu. Perkataan lain kita dapat melihatnya tanpa bantuan
orang lain terlebih dahulu. Semuanya dapat kita lihat secara langsung, walaupun
terkadang kita harus membayar sebagai tanda masuk, seperti: pemandangan
sungai, gunung, danau, lembah, candi, bangunan, monumen, tugu peringatan, dan
lain–lain. Atraksi wisata merupakan sinonim dengan pengertian “entertainments”,
yaitu sesuatu yang dipersiapkan terlebih dahulu agar dapat dilihat, dinikmati dan
yang termasuk dalam hal ini adalah tari–tarian, nyanyian, kesenian rakyat
5
tradisional, upacara adat, dan lain–lain. Tanpa ada persiapan yang matang, maka
ia tidak merupakan atraksi yangdapat menjadi daya tarik bagi wisatawan (Yoeti
1982).

Desa Wisata

Desa Wisata adalah suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan


suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan, baik dari segi sosial budaya,
adat–istiadat, keseharian, arsitektur tradisional, struktur tata ruang desa, serta
mempunyai potensi untuk dikembangkan berbagai komponen kepariwisataan,
misalnya: atraksi, makan, minum, cinderamata, penginapan, dan kebutuhan wisata
lainnya (Putra 2006). Untuk menjadi suatu daerah tujuan wisata, agar dapat
menarik untuk dikunjungi oleh wisatawan, harus memiliki 3 syarat, yaitu:
a. Daerah ini harus mempunyai “something to see”, artinya di tempat tersebut
harus ada objek wisata dan atraksi wisata yang berbeda dengan yang dimiliki
oleh daerah lain, daerah tersebut harus mempunyai daya tarik khusus.
b. Di daerah tersebut harus tersedia “something to do”, artinya di daerah tersebut
di samping banyak yang dapat dilihat, harus pula disediakan fasilitas rekreasi
yang dapat membuat wisatawan betah tinggal lebih lama di tempat itu.
c. Di daerah tersebut harus ada “something to buy”, artinya di tempat itu harus
ada fasilitas untuk dapat berbelanja, terutama souvenir kerajinan masyarakat
setempat sebagai kenang–kenangan, di samping itu perlu juga disediakan
tempat penukaran uang asing dan telekomunikasi.
Menurut Soemanto (1999), dikatakan bahwa suatu daerah bisa menjadi
objek pariwisata karena daerah tersebut mempunyai atraksi wisata, di mana dalam
atraksi tersebut mempunyai beberapa aspek historis, aspek nilai, aspek keaslian,
dan aspek handicraft. Berdasarkan Pasal 29 Bab IV Undang–Undang No. 9 Tahun
1990 Tentang Kepariwisataan menyebutkan:
a. Kawasan Pariwisata merupakan suatu usaha yang kegiatannya membangun
atau mengelola kawasan dengan luas tertentu untuk memenuhi kebutuhan
pariwisata.
b. Penetapan suatu kawasan sebagai kawasan pariwisata dilakukan sesuai tata
ruang kawasan dan berdasarkan rencana pengembangan kepariwisataan.
Suatu kawasan wisata dapat meliputi lebih dari sebuah desa dengan satu
objek utama. Jadi, desa merupakan unit terkecil pengembangan suatu kawasan.
Dalam hubungannya dengan kepariwisataan dapat dikategorikan 3 jenis desa,
yaitu:
a. Desa Domisili, merupakan desa yang ada akomodasi sebagai tempat menetap
sementara wisatawan selama berada di daerah tujuan wisata.
b. Desa Kunjungan, merupakan desa yang mengadakan pertunjukan kesenian
bagi wisatawan dengan mengambil tempat di desa yang ada artshop atau
objek lainnya.
6

c. Desa Penunjang, merupakan desa yang menghasilkan barang untuk hotel,


restoran (benda – benda souvenir), akan tetapi desa tersebut tidak dikunjungi
wisatawan (Geriya 1983).
Desa Wisata adalah pengembangan suatu wilayah (desa) dengan
memanfaatkan unsur–unsur yang ada dalam masyarakat desa yang berfungsi
sebagai atribut produk wisata, menjadi suatu rangkaian aktivitas pariwisata yang
terpadu dan memiliki tema. Dalam desa tersebut juga mampu menyediakan dan
memenuhi serangkaian kebutuhan suatu perjalanan wisata, baik dari aspek daya
tarik maupun berbagai fasilitas pendukungnya.
Adapun unsur–unsur dari desa wisata adalah:
1. Memiliki potensi pariwisata, seni, dan budaya khas daerah setempat.
2. Lokasi desa masuk dalam lingkup daerah pengembangan pariwisata atau
setidaknya berada dalam koridor dan rute paket perjalanan wisata yang sudah
dijual.
3. Diutamakan telah tersedia tenaga pengelola, pelatih, dan pelaku–pelaku
pariwisata, seni dan budaya.
4. Aksesibilitas dan infrastruktur mendukung program desa wisata.
5. Terjaminnya keamanan, ketertiban, dan kebersihan.
Desa wisata secara konseptual dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah
pedesaan dengan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian, baik dari
struktur tata ruang, arsitektur bangunan maupun pola kehidupan sosial budaya
masyarakat serta menyediakan komponen–komponen kebutuhan wisatawan,
seperti akomodasi, makan, minum, cinderamata, dan atraksi–atraksi wisata (Putra
2006). Batasan desa wisata akan menjadi suatu kawasan mini yang self contained
dan pariwisata diharapkan terintegrasi dengan masyarakat. Desa wisata
menyediakan akomodasi dan fasilitas akomodasi ini tetap mempunyai nuansa
pedesaan yang kental (khususnya yang berciri khas desa setempat), tetapi tetap
memenuhi standar minimal dari segi kesehatan dan kenyamanan. Desa wisata juga
mampu menawarkan berbagai atraksi (Pitana 1994)
Menurut Edward Inskeep dalam desa wisata ada 2 komponen utama, yaitu:
1. Akomodasi, yaitu sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan
atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.
2. Atraksi, yaitu sebuah kehidupan keseharian penduduk setempat beserta
setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berinteraksinya wisatawan
sebagai partisipasi aktif, seperti kursustari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
Sedangkan Edward Inskeep berpendapat bahwa: village tourism where
small groups of tourist stay in or near traditional, often remote villages and learn
about village life and lokal environtments (wisata pedesaan dimana sekelompok
kecil wisatawan tinggal dalam/dekat dengan suasana tradisional sering di desa-
desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan
setempat).
7
Pengembangan Desa Wisata

Komponen–komponen dalam pengembangan desa wisata adalah:


a. Atraksi dan kegiatan wisata
Atraksi wisata dapat berupa seni, budaya, warisan sejarah, tradisi, kekayaan
alam, hiburan, jasa dan lainlain yang merupakan daya tarik wisata. Atraksi ini
memberikan ciri khas daerah tersebut yang mendasari minat wisatawan untuk
berkunjung ke tempat tersebut (Karyono 1997). Kegiatan wisata adalah apa
yang dikerjakan wisatawan atau apa motivasi wisatawan datang ke destinasi
yaitu keberadaan mereka disana dalam waktu setengah hari sampai
berminggu- minggu (Hadinoto 1996).
b. Akomodasi
Akomodasi pada desa wisata yaitu sebagian dari tempat tinggal penduduk
setempat dan atau unit- unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal
penduduk (Rikhardi 2015).
c. Unsur institusi atau kelembagaan dan SDM.
Dalam pengembangan desa wisata lembaga yang mengelola harus memiliki
kemampuan yang handal.
d. Fasilitas pendukung wisata lainnya
Pengembangan desa wisata harus memiliki fasilitas-fasilitas pendukung
seperti sarana komunikasi.
e. Infrastruktur lainnya
Insfrastruktur lainnya juga sangat penting disiapkan dalam pengembangan
desa wisata seperti sitem drainase.
f. Transportasi
Transportasi sangat penting untuk memperlancar akses tamu.
g. Sumber daya lingkungan alam dan sosial budaya.
h. Masyarakat
Dukungan masyarakat sangat besar peranannya seperti menjaga kebersihan
lingkungan, keamanan, keramah tamahan.
i. Pasar domestik dan Mancanegara
Pasar desa wisata dapat pasar wisata domestik maupun mancanegara.
Konsep Pariwisata berbasis Masyarakat (Community Based Tourism)
Menurut Garrod (2001), terdapat dua pendekatan berkaitan dengan penerapan
prinsip–prinsip perencanaan dalam konteks pariwisata. Pendekatan pertama yang
cenderung dikaitkan dengan perencanaan formal sangat menekankan pada
keuntungan potensial dari ekowisata. Pendekatan ke dua, cenderung dikaitkan
dengan istilah perencanaan yang partisipatif yang lebih concern dengan ketentuan
dan pengaturan yang lebih seimbang antara pembangunanan dan perencanaan
terkendali. Pendekatan ini lebih menekankan pada kepekaan terhadap lingkungan
alam dalam dampak pembangunan ekowisata. Salah satu bentuk perencanaan
yang partisipatif dalam pembangunan pariwisata adalah dengan menerapkan
Community Based Tourism (CBT) sebagai pendekatan pembangunan.
8

Definisi CBT yaitu:


a. Bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal
untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan
pariwisata
b. Masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam usaha–usaha pariwisata juga
mendapat keuntungan
c. Menuntut pemberdayaan secara politis dan demokratisasi dan distribusi
keuntungan kepada komunitas yang kurang beruntung di pedesaan.
Pandangan Hausler CBT merupakan suatu pendekatan pembangunan
pariwisata yang menekankan pada masyarakat lokal (baik yang terlibat langsung
dalam industry pariwisata maupun tidak) dalam bentuk memberikan kesempatan
(akses) dalam manajemen dan pembangunan pariwista yang berujung pada
pemberdayaan politis melalaui kehidupan yang lebih demikratis, termasuk dalam
pembagian keuntungan dari kegitan pariwisata yang lebih adil bagi masyarakat.
Hausler menyampaikan gagasan tersebut sebagai wujud perhatian yang kritis pada
pembangunan pariwisata yang seringkali mengabaikan hak masyarakat lokal di
daerah tujuan wisata. Suansri (2003) mendefinisikan CBT sebagai pariwisata yang
memperhitungkan aspek keberlanjutan lingkungan, dan budaya. CBT merupakan
alat pembangunan komunitas dan konservasi lingkungan atau dengan kata lain
CBT merupakan alat untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang
berkelanjutan. Definisi yang disampaikan Suansri, gagasan untuk memunculkan
tools berparadigma baru dalam pembangunan pariwisata adalah semata-mata
untuk menjaga keberlangsungan pariwisata itu sendiri. Beberapa prinsip dasar
CBT yang disampaikan Suansri (2003) dalam gagasannya, yaitu:
a. Mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas
dalampariwisata,
b. Mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek,
c. Mengembangkan kebanggaan komunitas,
d. Mengembangkan kualitas hidup komunitas,
e. Menjamin keberlanjutan lingkungan,
f. Mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area,
g. Membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budayapada
komunitas,
h. Menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia,
i. Mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas,
j. Berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian
pendapatan) dalam proyek yang ada di komunitas.
Sepuluh prinsip dasar tersebut harus menjadi tumpuan, arah dan prinsip
dasar dari pembangunan pariwisata agar keberlanjutannya terjamin. Prinsip dasar
yang disampaikan secara eksplisit Suansri lebih memfokus kan pada kepentingan
masyarakat lokal tetapi ide utama yang disampaikan Suansri dalam prinsip dasar
tersebut adalah hubungan yang lebih seimbang atara wisatawan dan masyarakat
lokal dalam industri pariwisata.
9
Keseimbangan yang dimaksud antara lain dalam hal status kepemilikan
komunitas, pembagian keuntungan yang adil, hubungan faktor budaya yang
didasari sikap saling menghargai, dan upya bersama untuk menjaga lingkungan.
Sebagai tindak lanjut Suansri (2003) menyampaikan point-point yang
merupakan aspek utama pengembangan CBT berupa 5 dimensi, yaitu:
a. Dimensi ekonomi, dengan indicator berupa adanya dana untuk
pengembangan komunitas, terciptanya lapangan pekerjaan di 5 sektor
pariwisata, timbulnya pendapatan masyarakat lokal dari sektor pariwisata;
b. Dimensi sosial dengan indikator meningkatnya kualitas hidup, peningkatan
kebanggaan komunitas, pembagian peran yang adil antara laki–laki
perempuan, generasi muda dan tua, membangun penguatan organisasi
komunitas;
c. Dimensi budaya dengan indikator berupa mendorong masyarakat untuk meng
hormati budaya yang berbeda, membantu berkembangnya pertukaran budaya,
budaya pembangunan melekat erat dalam budaya lokal.
d. Dimensi lingkungan, dengan indikator mempelajari carryng capacity area,
mengatur pembuangan sampah, meningkatkan kepedulian akan perlunya
konservasi;
e. Dimesi politik, dengan indikator: meningkatkan partisipasi dari penduduk
lokal, peningkatan kekuasaan komunitas yang lebih luas, menjamin hak-hak
dalam pengelolaan sumber daya alam CBT berkaitan erat dengan adanya
partisipasi dari masyarakat lokal. Menurut Timothy (1999) partisipasi
masyarakat dalam pariwisata terdiri dari dua perspektif yaitu dalam
partisipasi masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan dan
partisipasi masyarakat lokal berkaitan dengan keuntungan yang diterima
masyarakat dari pembangunan pariwisata.
Berkaitan dengan CBT, Timmoty menggagas model normatif partisipasi
dalam pembangunan pariwisata yaitu ada 3 hal pokok dalam perencanaan
pariwisatayang partisipatif, yaitu:
a. Berkaitan dengan upaya mengikutsertakan anggota masyarakat dalam
pengambilan keputusan,
b. Adanya partisipasi masyarakat lokal untuk menerima manfaat dari kegiatan
pariwisata,
c. Pendidikan kepariwisataan bagi masyarakat lokal, yang dikenal dengan nama
Albeit Western Perspektif.
Ciri-ciri khusus dari Community Based Tourism menurut Hudson (Timothy
1999) adalah berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dan adanya upaya
perencanaan pendampingan yang membela masyarakat lokal serta lain kelompok
memiliki ketertarikan/minat, yang memiliki kontrol besar dalam proses sosial
untuk mewujudkan kesejahteraan. Sedangkan Murphy (1985) menekankan
strategi yang terfokus pada identifikasi tujuan masyarakat tuan rumah dan
keinginan serta kemampuan mereka menyerap manfaat pariwisata. Menurut
Murphy setiap masyarakat harus didorong untuk mengidentifikasi tujuannya
10

sendiri dan mengarahkan pariwisata untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat


lokal. Untuk itu dibutuhkan perencanaan sedemikian rupa sehingga aspek soosial
dan lingkungan masuk dalam perencanaan dan industri pariwisata memperhatikan
wisatawan dan juga masyarakat setempat. Keuntungan dari pendekatan
perencanaan yang partisipatif menurut Drake dan Paula dalam Garrod (2001)
adalah:
a. Mengkonsultasikan proyek dengan masyarakat atau melibatkan masyarakat
dalam manajemen penerapan proyek dan/atau pengoperasian proyek dapat
meningkatkan effisiensi proyek.
b. Efektifitas proyek jauh lebih meningkat dengan mengikutsertakan masyarakat
yang dapat membantu memastikan jika tujuan proyek bisa ditemukan dan
keuntungan akan diterima kelompok/ masyarakat lokal.
c. Sebagai capacity building bagi kelompok masyarakat agar mereka memahami
apa itu ekowisata dan peranannya dalam pembangunan berkelanjutan.
(terjamin bahwa yang terlibat sangat nampak keikut sertaannya secara aktif
dalam proyek dengan pelatihan formal/informal serta kegiatan untuk
meningkatkan keperdulian).
d. Pemberdayaan lokal meningkat dengan memberi masyarakat lokal yang lebih
besar terhadap sumber daya dan memutuskan penggunakan sumber daya yang
berpengaruh/penting sesuai dengan tempat tinggal mereka. (artinya menjamin
jika masyarakat lokal menerima keuntungan yang sesuai dengan penggunaan
sumberdaya).
e. Pembagian keuntungan dengan warisan lokal (lokal beneficiaries), misal
biaya tenaga kerja, biaya keuangan, operasional dan perawatan proyek
dan/atau monitoring dan evaluasi proyek.
Lebih lanjut Garrod (2001) menyampaikan elemen-elemen dari perencanaan
pariwisata partisipatif yang sukses yaitu:
a. Membutuhkan kepemimpinan yang efektif (memiliki kredibilitas sebagai
orang yang memahami, empati dan perduli den gan pendapat stakeholder,
memiliki kredibilitas sebagai seseorang yang memiliki keahlian yang
dibutuhkan di daerah tersebut, mandiri, memiliki kemampuan
mengidentifikasi masalah yang nyata dan tidak nyata, mememiliki
kemampuan mengatur partisipan, bersedia mengembangkan kelompok),
mampu mengarahkan keterlibatan yang sifatnya topdown ke bottom up).
b. Pemberdayaan masyarakat lokal.
c. Mengkaitkan keuntungan ekonomi dengan konservasi.
d. Melibatkan stakeholder lokal dalam setiap tahapan proyek,
e. Adanya partisipasi lokal mengadakan monitoring dan evaluasi proyek.
Sementara itu Yaman dan Mohd (2004) menggaris bawahi beberapa kunci
pengaturan pembangunan pariwisata dengan pendekatan CBT, yaitu:
a. Adanya dukungan pemerintah: CBT membutuhkan dukungan struktur yang
multi institusional agar sukses dan berkelanjutan. Pendekatan CBT
berorientasi pada manusia yang mendukung pembagian keuntungan dan
11
manfaat yang adil serta mendukung pengentasan kemiskinan dengan
mendorong pemerintah dan masyarakat untuk tetap menjaga SDA dan budaya.
Pemerintah akan berfungsi sebagai fasilitator, kordinator atau badan
penasehat SDM dan penguatan kelembagaan.
b. Partisipasi dari stakeholder, CBT didiskripsikan sebagai variasi aktivitas yang
meningkatkan dukungan yang lebih luas terhadap pembangunan ekonomi dan
sosial masyarakat. Konservasi sumber daya juga dimaksudkan sebagai upaya
melindungi dalam hal memperbaiki mata pencaharian/penghidupan
masyarakat. CBT secara umum bertujuan untuk penganekaragaman industri,
Peningkatan skope partisipasi yang lebih luas ini termasuk partisipasi dalam
sektor informal, hak dan hubungan langsung/ tidak langsung dari lainnya.
Pariwisata berperan dalam pem-bangunan internal dan mendorong
pembangunanan aktivitas ekonomi yang lain seperti industri, jasa dan
sebagainya. Anggota masyarakat dengan kemampuan kewirausahaan dapat
menentukan/ membuat kontak bisnis dengan tour operator, travel agent
untuk memulai bisnis baru.
c. Pembagian keuntungan yang adil. Tidak hanya berkaitan dengan keuntungan
langsung yang diterima masyarakat yang memiliki usaha di sector pariwisata
tetapi juga keuntungan tidak langsung yang dapat dinikmati masyarakat yang
tidak memilki usaha. Keuntungan tidak langsung yang diterima masyarakat
dari kegiatan ekowisata jauh lebih luas antara lain berupa proyek
pembangunan yang bisa dibiayai dari hasil penerimaan pariwisata.
d. Penggunaan sumber daya lokal secara berkesinambungan. Salah satu
kekuatan ekowisata adalah ketergantungan yang besar pada sumber daya
alam dan budaya setempat, dimana aset tersebut dimiliki dan dikelola oleh
seluruh anggota masyarakat, baik secara individu maupun kelompok,
termasuk yang tidak memiliki sumber daya keuangan. Hal itu bisa
menumbuhkan kepedulian, penghargaan diri sendiri dan kebanggaan pada
seluruh anggota masyarakat. Demikian sumber daya yang ada menjadi lebih
meningkat nilai, harga dan menjadi alasan mengapa pengunjung ingin datang
ke desa.
e. Penguatan institusi lokal. Pada awalnya peluang usaha pariwisata di daerah
pedesaan sulit diatur oleh lembaga yang ada. Penting untuk melibatkan
komite dengan anggota berasal dari masyarakat. Tujuan utamanya adalah
mengatur hubungan antara penduduk, sumber daya dan pengunjung. Hal ini
jelas mem-butuhkan perkembangan kelembagaan yang ada di sana. Paling
baik adalah terbentuk lembaga dengan pimpinan yang dapat diterima semua
anggota masyarakat. Penguatan kelembagaan lokal dilakukan melalui
pelatihan dan pengembangan individu dengan ketra mpilan kerja yang
diperlukan (teknik, managerial, komuni kasi, pengalaman kewirausahaan, dan
pengalaman organisasi.
f. Penguatan kelembagaan dapat berbentuk forum, perwakilan, dan manajemen
komite. Keterkaitan antara level regional dan nasional. Komunitas lokal
12

seringkali kurang mendapat link langsung dengan pasar nasional atau


internasional, hal ini menjadi penyebab utama mengapa menfaat ekowisata
tidak sampai dinikmati di level masyarakat. Perantara yaitu yang
menghubungkan antara aktifitas ekowisata dengan masyarakat dan turis justru
memetik keutungan lebih banyak.

Persepsi

Persepsi merupakan suatu gambaran, pengertian, serta interpretasi


seseorang terhadap suatu obyek, terutama bagaimana orang menghubungkan
informasi yang diperolehnya dengan diri dan lingkungan dimana dia berada.
Bentuk persepsi tersebut berbeda pada setiap orang, karena pengaruh latar
belakang intelektual, pengalaman emosional, pergaulan, dan sikap seseorang.
Sedangkan, kedalaman persepsi akan sebanding dengan kedalaman intelektual dan
semakin banyaknya pengalaman emosional yang dialami seseorang (Eckbo 1964).
Lebih lanjut Porteous (1977) menambahkan bahwa persepsi akan menentukan
tindakan seseorang terhadap lingkungannya. Bentuk obyek yang diamati
seseorang salah satunya adalah lanskap, dimana seseorang akan melakukan
persepsi terhadap lanskap yang sudah diamatinya (Nasar 1988). Lebih lanjut
dinyatakan bahwa persepsi seseorang terhadap kualitas suatu lanskap ditentukan
oleh interaksi yang kuat antara variabel lanskap dan pengetahuan seseorang
terhadap lanskap tersebut. Hasilnya berupa penilaian yang bagus atau tidak
bagus.Tingkat penilaian tersebut tergantung pada kepuasan perasaan seseorang
terhadap lanskap tersebut.

Ruang

Ruang merupakan pengembangan dari sebuah bidang.Ruang mempunyai


tiga-dimensi (panjang, lebar, dan tinggi), bentuk, permukaan orientasi, dan posisi
(Ching 1996). Ching (1996) juga menyatakan bahwa ruang selalu melingkupi
keberadaan manusia. Melalui volume ruang manusia bergerak, melihat bentuk,
merasakan suara, merasakan angin bertiup, dan mencium bau semerbak bunga
ditaman. Bentuk visual ruang, dimensi dan skalanya, dan kualitas cahayanya
bergantung pada persepsi kita akan batas-batas ruang yang ditentukan oleh
unsure-unsur pembentuknya. Setiap ruang dengan karakteristiknya dapat
menyebabkan pengaruh pada pada penghuninya. Simonds (2006) menyatakan
bahwa setiap ruang dengan desainnya dapat menyebabkan berbagai respon, antara
lain sebagai berikut:

1. Ketegangan (Tension)
Ketegangan pada suatu ruang dapat tercipta dengan adanya bentuk yang
tidak stabil pada ruang, warna-warna yang bertabrakan, garis yang membuat
ketidak seimbangan secara visual, tidak ada kesempatan mata untuk beristirahat.
13
Permukaan yang tidak halus terpoles kasar atau bergerigi, elemen-elemen
yang tidak dikenal, cahaya yang menyilaukan atau gelap, temperatur yang tidak
nyaman, dan bunyi yang melengking, berdentang atau mengejutkan membuat
perasaan jiwa yang tidak tenang.
2. Relaksasi (Relaxation)
Relaksasi dapat diciptakan oleh ruang yang memiliki karakteristik
kesederhanaan, garis yang mengalir. Objek dan material yang sudah dikenal
dengan struktur yang jelas dan stabil, horizontal, tekstur yang menyenangkan,
bentuk yang menyenangkan dan nyaman.
Pencahayaan yang lembut dengan bunyi yang menenangkan baik kondisi
siang maupun malam dengan ukuran ruang yang bervariasi dari intim hingga tak
terbatas memberikan suasana jiwa yang lepas tanpa ketegangan.
3. Ketakutan (Fright)
Ruang yang memberikan respon ketakuan memiliki kesan menyekap,
jebakan yang terlihat jelas, tidak ada orientasi, area dan ruang tersembunyi. Ruang
yang mengambarkan bentuk tingkatan curam miring, retak, bentuk yang tidak
stabil, lantai yang licin, memberi kesan berbahaya.
Elemen yang tajam atau menonjol dengan ruangan tidak dikenal,
mengejutkan dan aneh, terdapat symbol mengerikan, menyakitkan dan penyiksaan
semakin menambah perasaan kehawatiran.
4. Kegembiraan (Gaiety)
Ruang yang memberikan respon kegembiraan memiliki karakteristik
ruangan yang bebas, pola dan bentuk yang mengalir, mengakomodasi pergerakan
menikung, akrobatik atau berputar.
Pembentukan ruang dengan sedikit pembatasan, terdapat bentuk, warna dan
simbol yang menarik. Ruang secara temporal mempunyai suasana santai, warna
hangat dan terang dengan pencahayaan kerlap-kerlip atau cemerlang. Sumber
suara bersemangat atau berirama teratur memberikan jiwa bergelora.
5. Perenungan (Contemplation)
Ruang yang memberikan respon perenungan memiliki karakteristik lembut
dan sederhana. Tidak ada elemen yang menyindir, tidak ada gangguan dari
kekontrasan tajam, menggunakan simbol yang berhubungan dengan perenungan.
Menghadirkan kesan ruang yang terisolasi, pribadi, pemisahan, keamanan dan
kedamaian. Ruang mempunyai pencahayaan yang lembut, tersebar dan warna
yang tenang memberikan nilai privasi.
6. Aksi dinamis (Dinamic action)
Ruang yang memberikan respon aksi dinamis memiliki karakteristik
bentuk yang mencolok, struktur yang berirama. Bentuk dari material yang padat
seperti batu, beton, kayu maupun baja, tekstur kasar natural dengan ruangan
diagonal mengarahkan konsentrasi perhatian ruang pada focal point. Warna yang
kuat, dan bunyi yang cepat menyesuaikan dengan ritme berubah secara teratur
memberi kesan tidak monoton.
14

7. Perasaan cinta (Sensuous love)


Ruang yang memberikan respon perasaan cinta memiliki karakteristik
sangat privasi. Orientasi ruang ke dalam mengarah pada subjek sebagai focal
point lebih menuju keskala intim, atap yang rendah, fluid lines, bentuk yang halus
atau melingkar. Penciptaan bahan yang lembut dengan permukaan yang lentur
menghadirkan elemen eksotis dan pencahayaan lembut menghadirkan perasaan
kedekatan untuk memiliki.
8. Kekaguman spiritual (Sublime spiritual awe)
Ruang yang memberikan respon kekaguman spiritual memiliki
karakteristik skala yang besar. Secara fisik mempunyai bentuk yang tinggi,
vertikal, orientasi ke atas, menggunakan material mahal dan permanen, konotasi
dari keabadian.
Warna yang mendominasi adalah warna putih melambangkan kesucian,
pencahayaan menyebar menyinari sehingga memperkuat keberadaan tiap elemen
dalam ruang .
9. Kekesalan (Displeasure)
Ruang yang memberikan respon kekesalan memiliki karakteristik ruangan
tidak sesuai untuk digunakan, tidak nyaman. Kehadiran suatu tekstur yang
mengganggu dengan material yang tidak semestinya dan tidak kuat. Ruangan
terkesan membosankan, muram, tidak rapi dengan warna yang tidak
menyenangkan. Ruangan memiliki temperatur yang tidak nyaman dengan
pencahayaan mengganggu penglihatan dan ruanggan terasa tidak indah.
10. Kesenangan (Pleasure)
Ruang yang memberikan respon kesenangan bagi penghuninya memiliki
karakteristik ruang, bentuk, tekstur, warna, simbol, pencahayaan, suara dan aroma
yang sesuai dalam penggunaannya.
Ruang memiliki kesatuan dengan keberagaman dan terjadi hubungan yang
harmonis dari setiap elemen penyusun dan memiliki keindahan yang sangat
natural dengan keberagaman bentukan vertikal dan horizontal.

Estetika

Estetika adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia sebagai hasil


hubungan yang harmonis dari semua elemen, baik itu elemen pada suatu obyek,
ruang maupun kegiatan. Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual,
karena penampilan suatu obyek otomatis dinilai dari penampakkan visualnya
(Simonds 1983; Nasar 1988). Selanjutnya. Heath (1988) menambahkan bahwa
manusia pada umumnya menyukai keindahan. Manusia senantiasa menjadikan
lingkungannya tetap indah. Salah satu upaya yang dilakukan manusia adalah
perlindungan terhadap kualitas keindahan lingkungan.
Nilai estetik suatu tempat atau lanskap merupakan dimensi penting
dalampengamatan ekologi dan kekuatan nilai estetik telah menjadi aspek utama
dalam tindakan konservasi. Perumusan kebijakan tentang estetik juga membawa
15
pada pemahaman yang baik atas masalah lingkungan. Sebagai contoh
pemandangan pegunungan yang masih alami dengan hutan yang gundul dimana
tidak hanya nilai estetiknya berbeda, tetapi kondisi ekologi keduanya juga berbeda.
Nilai estetik dapat menjadi salah satu alat ukur lingkungan, karena indera manusia
mampu menangkap dan membedakan kondisi lingkungan di sekitarnya melalui
indera penglihatan, pendengaran atau penciuman (Foster 1982). Penilaian
terhadap kualitas estetik lingkungan menjadi alat yang relevan dalam lingkup
pengamatan lanskap alami maupun nonalami. Kualitas estetik merupakan sumber
daya alam yang dapat memberikan kepuasan secara mental bagi manusia.
Pemenuhan terhadap kepuasan estetik merupakan puncak dari kebutuhan manusia,
karena pada dasarnya manusia tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik,
tetapi yang lebih utama adalah kepuasan mental atau jiwa. Keindahan lingkungan
sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat
metode penilaiannya, sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar
kualitas estetiknya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster 1976;
Foster 1982).
Pendugaan Estetika Pemandangan
Kualitas lanskap, termasuk kualitas visualnya, dapat diukur
berdasarkanreaksi pengamat. Reaksi tersebut timbul karena persepsi yang
dihubungkan dengan memori dan emosi (Eckbo 1964). Menurut Simonds (1983)
sesuatu yang dinilai indah sebagai reaksi pengamat adalah yang mempunyai
keharmonisan diantara bagian-bagiannya. Keindahan visual lanskap beserta
elemennya merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat penting walaupun
secara obyektif sulit diukur. Simonds (1983) juga menyatakan bahwa keindahan
merupakan hubungan yang harmonis dari semua komponen yang dirasakan.
Ukuran, bentuk, warna dan tekstur tanaman merupakan unsur yang mempengaruh
kualitas.
Metode penilaian kualitas visual lanskap tersebut dapat dilakukan melalui
tiga pendekatan. Ketiga pendekatan evaluasi visual adalah inventarisasi deskriptif,
survei dan kuisioner, serta pendugaan preferensi berdasarkan persepsi. Persepsi
seseorang dalam menilai estetika lanskap dapat dinilai secara kuantitatif
menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE) (Daniel dan Boster 1976).
Scenic Beauty diartikan sebagai keindahan alami (natural beauty), estetik lanskap
(landscape esthetics), atau sumber pemandangan (scenic resource) untuk
memecahkan kemonotonan. Scenic Beauty Estimation merupakan metode
pengukuran kuantitatif terhadap suatu objek yang memiliki nilai estetika
walaupun secara obyektif sulit diukur. Pengukuran scenic beauty bertujuan untuk
menggambarkan perkembangan estetika alam melalui pertimbangan persepsi.
Metode ini terdiri dari tiga langkah utama, yaitu pengambilan foto lanskap,
presentasi slide foto, dan analisis data. Penilaian tersebut berdasarkan preferensi
dengan menggunakan kuisioner untuk mengetahui preferensi responden terhadap
suatu lanskap tertentu (Daniel dan Boster 1976).
16

3 METODE
Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di desa Wiyono yang berada pada wilayah administrasi


Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Secara geografis desa terletak pada
5o22‟43” sampai 5o24‟10” LS dan 105o7‟27” sampai 105o8‟15” BT. Tapak studi
yang digunakan adalah desa Wiyono di tambah dengan areal Tahura Register 19
sebagai mana dalam Gambar 2. Batas desa Wiyono wilayah utara adalah Desa
Way Berulu, sebelah selatan adalah Register 19, sebelah barat adalah Desa
Kebagusan, dan disebelah timur adalah Desa Taman Sari. Penelitian ini dilakukan
pada bulan Juli 2013 hingga bulan Agustus 2014.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.


(Sumber: Citra Googel Earth Agustus 2007)

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode diskriptif melalui


beberapa tahapan yang mencakup: tahap persiapan, pengumpulan data atau
pelaksanaan penelitian di lapang, analisis data, dan penyusunan strategi
rekomendasi desa wisata. Tahapan penelitian tersebut secara skematik disajikan
pada Gambar 3.

Tahap persiapan
Tahapan ini merupakan tahapan awal penelitian yang meliputi studi literatur,
survey pendahuluan, penyusunan proposal, penyusunan lembar kuesioner yang
diperlukan dan Checklist potensi wisata desa, mobilisasi tenaga survey dan
wawancara, menghubungi stakeholder yang terlibat, termasuk instansi pemerintah
daerah, swasta, dan masyarakat adat.
17
Survey pendahuluan ke lokasi penelitian dilakukan untuk membantu dalam
merencanakan metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian. Hal ini
dituangkan dalam proposal penelitian. Lembar kuesioner dan Checklist potensi
wisata disusun mengacu pada hasil survey pendahuluan. Pada saat survey
pendahuluan sudah dilakukan pendekatan ke pemerintah daerah, dan stakeholders
lainnya yang akan terlibat pada pelaksanaan penelitian, khususnya berkaitan
dengan penggalian informasi potensi wisata desa Wiyono.

Gambar 3 Tahapan penelitian


Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
sekunder. Data primer dikumpulkan melalui identifikasi potensi wisata desa. Pada
penelitian ini, yang dimaksud potensi wisata meliputi potensi biofisik, sosial-
ekonomi, dan estetik. Potensi biofisik meliputi data/informasi topografi, iklim,
hidrologi, flora dan fauna. Potensi sosial-ekonomi meliputi kependudukan,
partisipasi, persepsi dan sejenisnya. Potensi estetik merupakan kualitas
sumberdaya estetik. Data sekunder dikumpulkan dengan studi literatur yang
terkait dengan tujuan penelitian. Jenis data yang dikumpulkan tersaji pada Tabel
1.
Tabel 1 Jenis data penelitian
No. Jenis data Sumber data Metode pengambilan data
1 Biofisik (topografi, iklim, hidrologi, Observasi lapang, Pengamatan langsung dan
flora, dan fauna) dan profil desa studi literatur
2 Sosial, ekonomi, dan budaya Observasi lapang Pengamatan langsung,
wawancara, dan FGD
3 Estetika Observasi lapang Pengamatan langsung dan
penilaian kualitas visual
(SBE)
4 Faktor penunjang (aksesibilitas, Obeservasi lapang Pengamatan langsung dan
fasilitas, sarana, dan masjid) monografi desa
5 Persepsi dan permintaan wisata Masyarakat Kuisioner dan FGD
18

1. Identifikasi potensi biofisik


Pada tahap ini, identifikasi dilakukan pada sumberdaya alam yang dimiliki
desa Wiyono dan berpotensi untuk dijadikan obyek wisata. Identifikasi dilakukan
melalui survey lapang ke desa Wiyono, dan pencatatan dilakukan terhadap potensi
biofisik desa dengan menggunakan lembaran Checklist sebagaimana tercantum
pada Tabel 2 di bawah. Setiap sumberdaya alam yang ada di desa dan berpotensi
sebagai obyek wisata hasil inventarisasi deskstudy dimasukkan kedalam tabel
tersebut. Pada saat di lapangan, seluruh obyek wisata dicek kembali dan dicatat
kualitas penambilan secara kualitatif pada kolom keterangan. Tiap kawasan dinilai
bobotnya dengan skor 1-5. Skor 1 merupakan potensi rendah dan skor 5
merupakan potensi tinggi.

Tabel 2 Checklist identifikasi potensi sumberdaya alam


Kawasan Obyek Wisata Ada/Tidak Keterangan
(1) Hutan a) Hutan Gunung Betung
b) Taman Hutan Raya
c) Lainnya
(2) Pegunungan a) Gunung Betung
b) Gunung Sukma Hilang
(3) Situ/sungai a) Situ Dam C
b) Air Terjun
c) Pemandian
d) Lainnya
(4) Pertanian a) Sawah
b) Perkebunan Karet
c) Perkebuan Pala
d) Perkebunan Salak
e) Lainnya
(5) Permukiman a) Rumah tradisional
b) Permukima tradisional
c) Lainnya
(6) Lain-lain a)………………
b)………………
Keterangan: Kolom keterangan diisi dengan kualitas penampilan obyek wisata tersebut secara
kualitatif.

2. Identifikasi potensi sosial dan ekonomi


Potensi sosial ekonomi dapat diidentifikasi melalui survey lapang dan
wawancara dengan masyarakat desa Wiyono. Survey dilakukan untuk mengetahui
potensi awal sosial dan ekonomi masyarakat, seperti adanya kegiatan sosial yang
terjadi saat survey dan menjadi identitas masyarakat desa Wiyono, atau adanya
usaha-usaha perekonomian yang ada di masyarakat. Potensi awal ini ditambah
dengan informasi literatur kemudian dimasukkan ke dalam tabel Checklist (Tabel
3) di bawah. Langkah selanjutnya adalah wawancara. Wawancara dilakukan
dengan acuan lembar kuesioner sebagaimana tercantum pada Lampiran 5. Untuk
potensi sosial, penjelasan singkat ditulis pada kolom keterangan, seperti frekuensi
diadakannya kegiatan tersebut, durasi kegiatan, dan sebagainya. Untuk potensi
ekonomi, pada kolom keterangan dicantumkan skala usaha, seperti misalnya skala
rumah tangga (mikro) atau skala .kecil, menengah, atau besar.
19
Tabel 3 Checklist identifikasi potensi sosial dan ekonomi
Kegiatan Rincian Jumlah Keterangan
(1) Sosial a) ………………… …………… ……………
b) ………………… …………… ……………
c) ………………… …………… ……………
d) ………………… …………… ……………
(2) Ekonomi a) ………………… …………… ……………
b) ………………… …………… ……………
c) ………………… …………… ……………
d) ………………… …………… ……………

3. Identifikasi potensi estetika visual


Desa Wiyono memiliki potensi estetika yang disebabkan oleh adanya
sumberdaya alam yang potensial, khususnya untuk tujuan wisata. Identifikasi
potensi ini dilakukan bersamaan dengan identifikasi sumberdaya alam melalui
pemotretan. Pemotretan dilakukan pada 4 (empat) vantage point (vp) yang
mewakili lanskap di setiap tata guna lahan. Tiap foto diambil dengan karakter
yang mencerminkan land use, lalu dipilih 4 yang terbaik untuk masing-masing
land use. Kondisi kamera dengan lensa normal sudut pengambilan pemotretan
sejajar dengan arah pandangan mata dan diambil pada jalur aktivitas manusia.
Jumlah vantage point seluruhnya pada land use desa Wiyono sebanyak 32 vp
yang tersebar di seluruh desa (Gambar 4).

Gambar 4 Tataguna lahan dan letak vantage point


Untuk melihat tingkat kualitas estetika lanskap desa Wiyono, 32 foto pada
setiap vantage point tersebut dibuat slide dan ditayangkan pada responden untuk
dinilai. Responden yang digunakan adalah mahasiswa Pascasarjana Arsitektur
Lanskap. Jumlah responden mengikuti ketentuan Daniel dan Boster (1976), yaitu
sekurang-kurangnya 30 orang. Pada penelitian ini jumlah responden yang
digunakan memenuhi ketentuan minimal tersebut.
20

Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan menayangkan slide tersebut di


hadapan responden selama 8 detik setiap slide. Responden diminta untuk
memberi penilaian pada setiap responden dengan angka 1 – 10. Angka 1
menunjukkan ketidaksukaanya, dan angka 10 menunjukkan kesukaannya terhadap
lanskap yang ditayangkan.

4. Penyusunan strategi pengembangan desa wisata


Penyusunan strategi pengembangan desa wisata didasarkan pada seluruh
potensi yang ada di desa Wiyono, yaitu potensi sumberdaya alam, potensi sosial-
ekonomi, dan potensi estetika. Strategi disusun juga berdasarkan faktor-faktor
internal dan eksternal dengan mempertimbangkan faktor pengendali (driving
force). Untuk mendapatkan strategi paling tepat yang sesuai dengan keinginan
masyarakat, maka disusun beberapa tahapan kegiatan sebagai berikut:
a. Penentuan faktor-faktor internal berupa kekuatan (Strengths) dan
kelemahan (Weaknesses) untuk menyusun strategi desa wisata
b. Penentuan faktor-faktor eksternal berupa peluang (Opportunities) dan
ancaman (Threats) untuk menyusun strategi desa wisata
c. Penyusunan bobot, rating, dan skoring masing-masing faktor internal dan
ekternal sehingga mendapatkan nilai tertimbang yang akan dimasukan
kedalam Matriks Grand Strategi, strategi pengembangan tersebut
digunakan oleh pihak yang berkepentingan masyarakat atau lembaga
masyarakat.

Analisis Data

Data hasil pengamatan di lapang dianalisis sesuai dengan kategorinya,


yaitu analisis potensi biofisik, analisis sosial-ekonomi, dan analisis estetika.
Masing-masing kategori diuraikan di bawah.

Analisis potensi biofisik


Setiap potensi biologi dan fisik desa Wiyono di plotkan pada peta dasar
dan dianalisis sesuai kepentingannya dengan desa wisata. Elemen-elemen biofisik
secara umum dipetakan berupa tata guna lahan sebagaimana dapat dilihat pada
Gambar 5, peta ini dijadikan dasar penetapan vantage point untuk analisis estetika.

Analisis potensi estetik


Potensi estetik kawasan desa dianalisis dengan mengunakan metode
Scenic Beauty Estimation (SBE) yang kemukakan oleh Daniel dan Boster (1976).
Tahapan yang dilakukan dalam menentukan nilai estetik dengan analisis SBE
adalah:
a. Menentukan vantage point dan pengambilan foto pada delapan lanskap
sesuai hasil analisis biofisik setiap elemen lanskap yang potensial sebagai
ODTW, di foto untuk mewakili elemen tersebut.
b. Seleksi foto lanskap yang paling baik yang mewakili bentukan lanskapnya.
c. Penilaian lanskap oleh respoden.
21
d. Perhitungan nilai SBE didasarkan pada sebaran normal (z) untuk setiap
lanskapnya. Rata-rata nilai z yang diperoleh untuk setiap fotonya kemudian
dimasukkan dalam rumus SBE:

Dimana : = nilai pendugaan keindahan pemandangan suatu lanskap ke


x, = nilai rataan z lanskap ke x, = nilai rataan z suatu lanskap
tertentu sebagai standar.

Analisis sosial ekonomi


Analisis ini bertujuan untuk mengetahui persepsi, partisipasi, motivasi,
dan harapan masyarakat dalam pengembangan desa wisata di desa Wiyono.
Analisis ini dilakukan melalui FGD dan kuisioner. Persepsi masyarakat dalam
pengembangan desa wisata dinilai berdasarkan kuisioner yang disebarkan dengan
mengambil jumlah sampel berdasarkan purposive random sampling, dengan
menggunakan rumus slovin untuk tingkat toleransi 10%. Rumus untuk
menghitung sampel dari populasi sebagai berikut:

dimana: n = jumlah sampel, N = jumlah populasi, e = taraf toleransi

Sampel yang diambil terdiri dari pengurus lembaga desa, ketua adat dan
tokoh, perkumpulan pemuda desa, dan pemuka-pemuka agama untuk mengetahui
persepsi dari masyarakat terhadap desa wisata.

Analisis strategi pengembangan desa wisata


Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats)
digunakan untuk menganalisis data untuk memperoleh alternatif strategi
(Rangkuti 2006) dalam pengembangan potensi desa Wiyono menjadi desa wisata.
Data SWOT yang masih berupa data kualitatif dapat dikembangkan secara
kuantitaif melalui perhitungan. Analisis SWOT yang dikembangkan oleh Pearce
and Robinson (1998) agar diketahui secara pasti posisi organisasi yang
sesungguhnya. Perhitungan yang dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:

1. Melakukan perhitungan skor (a) dan bobot (b) point faktor serta jumlah total
perkalian skor dan bobot (c = a x b) pada setiap faktor S-W-O-T;
2. Menghitung skor
a. Masing-masing poin faktor dilakukan secara saling bebas (penilaian
terhadap sebuah poin faktor tidak boleh dipengaruhi atau mempengeruhi
penilaian terhadap poin faktor lainnya. Pilihan rentang besaran skor sangat
menentukan akurasi penilaian namun yang lazim digunakan adalah dari 1
sampai 10, dengan asumsi nilai 1 berarti skor yang paling rendah dan 10
berarti skor yang paling tinggi.
b. Masing-masing poin faktor dilaksanakan secara saling ketergantungan.
22

c. Artinya, penilaian terhadap satu poin faktor adalah dengan


membandingkan tingkat kepentingannya dengan poin faktor lainnya.
Sehingga formulasi perhitungannya adalah nilai yang telah didapat
(rentang nilainya sama dengan banyaknya poin faktor) dibagi dengan
banyaknya jumlah poin faktor).
3. Melakukan pengurangan antara jumlah total faktor S dengan W (d) dan faktor
O dengan T (e); Perolehan angka (d = x) selanjutnya menjadi nilai atau titik
pada sumbu X, sementara perolehan angka (e = y) selanjutnya menjadi nilai
atau titik pada sumbu Y.
4. Mencari posisi organisasi yang ditunjukkan oleh titik (x,y) pada kuadran
SWOT.
Contoh tabel perhitungan SWOT dan matriks kuadran SWOT terdapat dalam
Tabel 4 dan Tabel 5. Matriks kuadran analisis terdapat pada Gambar 5.

Tabel 4 Tabel perhitungan analisis SWOT Faktor internal


NO STRENGTH SKOR BOBOT TOTAL
1 ………………
2 Dst
Total kekuatan

NO WEAKNESS SKOR BOBOT TOTAL


1 ………………..
2 Dst
Total kelemahan
Selisih total kekuatan-total kelemahan = (S-W) = x

Tabel 5 Tabel perhitungan analisis SWOT Faktor eksternal


NO OPPORTUNITY SKOR BOBOT TOTAL
1 ………………
2 Dst
Total Peluang

NO TREATH SKOR BOBOT TOTAL


1 ……………….
2 Dst
Total Ancaman
Selisih total peluang-total Ancaman = (O-T) = y

Dari Gambar 5 tersebut dapat diketahui bagaimana Matriks kuadran


SWOT yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Kuadran I (positif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat dan berpeluang,
Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Progresif, artinya organisasi
dalam kondisi prima dan mantap sehingga sangat dimungkinkan untuk terus
melakukan ekspansi, memperbesar pertumbuhan dan meraih kemajuan secara
maksimal.
23

Gambar 5 Matriks kuadran SWOT


2. Kuadran II (positif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang kuat namun menghadapi
tantangan yang besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah
diversifikasi strategi, artinya organisasi dalam kondisi mantap namun
menghadapi sejumlah tantangan berat sehingga diperkirakan roda organisasi
akan mengalami kesulitan untuk terus berputar bila hanya bertumpu pada
strategi sebelumnya. Oleh karenanya, organisasi disarankan untuk segera
memperbanyak ragam strategi taktisnya.
3. Kuadran III (negatif, positif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah namun sangat
berpeluang. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah ubah strategi,
artinya organisasi disarankan untuk mengubah strategi sebelumnya. Strategi
yang lama dikhawatirkan sulit untuk dapat menangkap peluang yang ada
sekaligus memperbaiki kinerja organisasi.
4. Kuadran IV (negatif, negatif)
Posisi ini menandakan sebuah organisasi yang lemah dan menghadapi
tantangan besar. Rekomendasi strategi yang diberikan adalah Strategi
bertahan, artinya kondisi internal organisasi berada pada pilihan dilematis.
Oleh karenanya organisasi disarankan untuk meenggunakan strategi bertahan,
mengendalikan kinerja internal agar tidak semakin terperosok. Strategi ini
dipertahankan sambil terus berupaya membenahi diri.
24

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Desa Wiyono terdiri dari tujuh dusun, yaitu: Dam C, Gunung Rejo, KM-21,
Suka Tinggi, Way Hui, Way Linti, dan Wiyono seperti pada Gambar 6.Luas
wilayah Desa Wiyono meliputi 1912 ha. Topografi Desa Wiyono mempunyai
ketinggian tanah rata rata 700 m dpl. Banyaknya curah hujan 2442 mm/th. Tata
guna lahan (land use) di Desa Wiyono lebih banyak dimanfaatkan untuk pertanian
69.8%, pemukiman masyarakat dan perkantoran 28.61% dan jalan 0.68%.
Penduduk Desa Wiyono berjumlah 6235 jiwa dengan 80.50% sebagai petani
(Anonim 2010).

Gambar 6 Batas wilayah desa Wiyono

Hutan gunung Betung Wiyono


Hutan gunung Betung Wiyono berada dalam Tahura Wan Abdul Rachman
yang berjarak sekitar 15 km dari Kota Bandar Lampung ini ditetapkan oleh
Menteri Kehutanan berdasarkan Keputusan No. 408/ KPTS-II/1993 Tanggal 10
Agustus 1993 dengan luas 22249 Ha sebagai kawasan hutan untuk tujuan
konservasi dan pelestarian alam (kawasan non budidaya). Hutan berfungsi sebagai
simpanan air permukaan dan dalam tanah sanggat berpengaruh penting terhadap
kegiatan pertanian dan perikanan di posisi tengah maupun hilir.
Kawasan hutan Wiyono dewasa ini dipandang sebagai salah satu kawasan
yang mempunyai potensi wisata. Kondisi hutannya dipandang masih asli, dengan
ditemukannya pula berbagai macam flora dan fauna serta berbagai obyek wisata
25
lainnya seperti air terjun, pemandangan alam puncak Gunung Betung dan Gunung
Sukma Hilang, di kawasan ini ditemukan pula makam keramat pejuang
kemerdekaan dari golongan ulama muslim. Dengan potensi wisata ini maka pihak
dinas pariwisata Kabupaten Pesawaran merencanakan untuk mengelolanya
sebagai daerah tujuan wisata, terutama untuk wisata penelitian, dan rekreasi olah
raga (Dinas Pariwisata Kabupaten Pesawaran 2011).

Geologi dan tanah


Kondisi geologi wilayah ini tersusun atas jaluran-jaluran Pegunungan
Barisan yang sebagian besar tersusun oleh bahan volkan muda. Secara umum
wilayah ini tersusun oleh batuan pre-tersier dan andesit tua. Hal ini ditunjukkan
dengan banyaknya batu jenis andesit yang berserakan di sungai-sungai yang
berada di wilayah ini. Formasi andesit tua terdiri dari lava, andesit, breksi dan tufa
sebagian kecil batuan bersusunan basal dan liparit.

Iklim
Berdasarkan data iklim dari stasiun pengamat iklim terdekat terutama curah
hujan dan hari hujan selama 10 tahun secara berturut-turut, menunjukkan bahwa
bulan-bulan basah (curah hujan > 100 mm/bulan) hanya terjadi pada Desember
sampai Maret, bulan-bulan lembab (curah hujan 60-100 mm/bulan) terjadi selama
5 bulan dan sisanya merupakan bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) terjadi
pada Mei-Juli. Berdasarkan klasifikasi iklim Koppen wilayah ini termasuk dalam
tipe iklim Af, sedangkan berdasarkan klasifikasi iklim Scmidth-Ferguson wilayah
ini termasuk dalam tipe iklim B. Sedangkan jumlah hari hujan berkisar antara 4.7
hari/bulan (September) sampai 17.8 hari/bulan (Januari), sedangkan suhu udara
berkisar antara 26-30oC dan kelembaban udara berkisar antara 80-85%.

Hidrologi
Kawasan hutan Wiyono (register 19 Gunung Betung) merupakan salah
satu sumber kebutuhan air bagi Kota Bandar Lampung. Beberapa sungai yang
hulunya berada di kawasan hutan register 19 Gunung Betung, airnya mengalir ke
Kota Bandar Lampung dan kota Pesawaran. Air sungai tersebut dimanfaatkan
menjadi sumber air (air baku) oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Way
Rilau sebagai pemasok utama air bersih. Dam C yang dimanfaatkan sebagai
sumber air baku untuk kota Bandar lampung dan Masyarakat desa Wiyono
sendiri.

Keanekaragaman flora dan fauna


Vegetasi hutan di TahuraWan Abdul Rachman Wiyono memiliki tipe
vegetasi Hutan Hujan Tropis yang didominasi oleh Medang (Litsea firmahoa),
Rasamala (Antingia excelsa), Merawan (Hapea mengawan, dan berbagai jenis
anggrek serta paku-pakuan serta rotan.
Kawasan Hutan wiyono (TahuraWan Abdul Rachman) memiliki potensi
fauna yang antara lain : Harimau loreng sumatera (Panthera tigris sumatrensis,
Tapir (Tapirus indicus), Kambing hutan (Nemorchaedus sumatrensis), Rusa
(Cervus unicolor), Beruang madu (Helarector melayanus) dan lain-lain.
26

Keadaan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat


Sebagian besar penduduk bermata pencaharian sebagai petani, yaitu
sebesar 70% (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan
sektor yang paling dominan menggerakkan perekonomian di desa
tersebut. Ketersediaan lahan bagi masyarakat merupakan hal yang sangat penting
untuk memperoleh pendapatan, karena untuk bekerja di sektor yang lain akan
terbentur dengan banyaknya kendala, terutama rendahnya tingkat pendidikan dan
modal usaha

Tabel 6 Jumlah dan mata pencaharian penduduk desa Wiyono


No Mata Pencaharian Jumlah Persentase
1 Buruh tani 12 0.2
2 Petani 4367 70.0
3 Pedagang/wiraswatsa 35 0.6
4 Pengrajin 15 0.2
5 PNS 454 7.3
6 TNI/POLRI 8 0.1
7 Penjahit 17 0.3
8 Sopir 58 0.9
9 Karyawan Swasta 259 4.2
10 Kontraktor 5 0.1
11 Pertukangan 317 5.1
12 Peternak 652 10.5
13 Montir 36 0.6
Total 6235 100
Sumber: Monografi desa Wiyono 2010.

Pendapatan per kapita rata-rata masing-masing dusun di desa Wiyono


masih dikatakan minim, namun karena pergantian musim panen hasil pertanian
yang tidak dapat dipastikan penghasilan masyarakat kadang berlebihan jika
terjadi musim panen besar dari hasil coklat, pala, kopi dan pisang. Terlihat pada
Tabel 7 penghasilan rata-rata penduduk wiyono per bulan.

Kondisi pendidikan masyarakat


Tingkat pendidikan kepala keluarga pada tahun 2010 masih tergolong
rendah. Sebagian besar penduduk menamatkan pendidikannya sampai tingkat
SMA, yaitu sebesar 51.6% (Tabel 8). Tetapi dalam kegiatan bertani, pemahaman
mereka terhadap pengetahuan budidaya suatu jenis tanaman, baik yang berasal
dari pengalaman sendiri maupun orang lain cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
pengetahuan mereka dalam membudidayakan tanaman coklat, pala, kopi, salak,
dan pisang.
27

Tabel 7 Pendapatan per kapita desa Wiyono


Pendapatan
No Dusun Keterangan
perkapita/bulan
1 Wiyono 4000000 pegawai, petani dan pedagang
2 Suka Tinggi 2500000 petani dan buruh bangunan
3 Way Linti 3000000 petani
4 Dam C 3500000 petani dan pegawai
5 Gunung Rejo 3500000 petani
6 Way Hui 2500000 buruh tani dan petani
7 Km 21 3500000 pegawai ptpn 7 dan petani
Rata – rata desa 3 214286
Sumber: Monografi desa Wiyono 2010

Tabel 8 Tingkat pendidikan masyarakat desa Wiyono tahun 2010

No. Pendidikan Jumlah Persentase


1. Belum sekolah 98 1.6
2. Usia 7-35 tahun tidak pernah sekolah 15 0.2
3. Pernah sekolah SD tapi tidak tamat 5 0.1
4. Tamat SD/Sederajat 1235 19.8
5. Tamat SMP/Sederajat 1365 21.9
6. Tamat SMA/Sederajat 3219 51.6
7. Tamat Diploma 145 2.3
8. Tamat Sarjana (S1,S2) 153 2.5
Total 6429 100
Sumber: Monografi desa Wiyono 2010

Akses jalan
Desa Wiyono sanggat dekat dengan kota Bandar Lampung untuk
mencapai ke desa Wiyono dibutuhkan waktu 15 menit dimana jarak antar kota
dengan desa berkisar 13 km, sedangkan jarak dari pusat kota Kabupaten
Pesawaran 3 km. Desa Wiyono di lewati jalur jalan Trans Sumatra bagian barat
yang merupakan jalan nasional. Kondisi jalan perkampungan 85% sudah
pengerasan aspal hotmix dan sisanya berupa jalan batu dan tanah sudah
pengerasan.

Potensi Wisata

Potensi biofisik
Kondisi biofisik Desa Wiyono memiliki daya tarik tersendiri. Berdasarkan
hasil pengamatan di lapang, sumberdaya alam desa Wiyono memiliki potensi
untuk wisata desa (Tabel 9). Sumberdaya alam tersebut adalah hutan,
pegunungan, situ dan sungai, kawasan pertanian, peternakan dan perikanan, serta
permukiman.
28

Tabel 9 Checklist identifikasi potensi sumberdaya alam


Ada/ Keterangan
Kawasan Obyek Wisata
Tidak
(1) Hutan a) Hutan Gunung Betung ada Sangat menarik (5)
b) Taman Hutan Raya ada Menarik untuk kegiata olah
raga alam (4)
c) Satwa liar ada Dapat dilihat malam atau
siang (3)
(2) Pegunungan a) Gunung Betung ada Menarik untuk perkemahan
(4)
b) Gunung Sukma Hilang Menarik selalu diselimuti
kabut (4)
(3) Situ/sungai a) Situ Dam C ada Menarik mempunyai dua
sumber mata air besar (5)
b).Air Terjun ada Menarik dengan air yang
sangat sejuk (5)
c) Pemandian mata air Dam C ada Menarik dengan air yang
jernih (4)
(4) Pertanian a) Sawah ada Menarik dengan view ke
gunung Betung (5)
b) Perkebunan Karet ada Menarik untuk wisata
edukasi (4)
c) Perkebunan Pala ada Menarik untuk wisata
edukasi (4)
d) Perkebunan Salak ada Menarik untuk wisata
pertanian (4)
e) Perkebunan Coklat ada Menarik untuk wisata
pertanian dan edukasi (4)
(5) Permukiman a) Rumah tradisional ada Kurang keasliannya (3)
b Rumah jawa ada Kurang menarik (2)
(6) Perikanan/ a) Perikanan air tawar ada Menarik hampir setiap
peternakan rumah di dusun Dam C (3)
b) Peternakan kambing ada Menarik pengolahan
susunya (4)
Keterangan: Kolom keterangan diisi dengan kualitas penampilan obyek wisata tersebut secara
kualitatif (nilai 1-5).

Potensi sumberdaya alam berupa sawah, air terjun, situ Dam C, hutan dan
gunung terlihat sangat nyata dan memperlihatkan karakter lanskap desa Wiyono.
Sumberdaya alam lainnya mempunyai potensi yang beragam (Tabel 9). Keempat
sumberdaya alam andalan tersebut di atas secara visual dapat dilihat pada Gambar
7. Elemen-elemen lanskap yang mencerminkan karakter ekowisata di desa ini
antara lain adanya kawasan situ dam C, air terjun dan hutan lindung.
Pola penggunaan lahan di desa Wiyono (Gambar 6) didominasi oleh
perkebunan dan hutan lindung/taman hutan raya (27%). Komoditi utama
perkebunan yang diusahakan masyarakat adalah karet, pala, cokelat dan salak.
Komoditi perkebunan lain yang juga berperan adalah kopi, namun tidak memiliki
area khusus dan saat ini masih bergabung dengan hutan dan komoditas lain.
Kawasan persawahan merupakan bagian terkecil (2%) dari penggunaan lahan
29
pertanian secara umum (69.8 %). Luas areal sawah tidak lebih banyak dari luas
kawasan terbangun (28.6 %).

Gunung dan Hutan Sawah dan Kebun

Situ Dam C Air Terjun dan Sungai


Gambar 7 Potensi biofisik desa Wiyono
Air Terjun Wiyono merupakan potensi obyek ekowisata andalan (Gambar
7). Lokasi air terjun tersebut berjarak 2 km dari kantor desa dan berada di
wilayah register 19, lokasi ini termasuk bagian dari hutan lindung (Tahura Wan
Abdulrahman). Air terjun tersebut mempunyai ketingian 96 m dengan lebar 5 m.
Pada tahun 1986, lokasi ini mulai dibuka untuk dikunjungungi oleh masyarakat.
Kegiatan yang diakomodasi pada kawasan ini adalah rekreasi air terjun, jelajah
alam, bersepeda gunung, dan berkemah. Pemandangan alam dari puncak gunung
Betung memperlihatkan suatu keindahan dari lanskapnya, dengan kondisi hutan
yang masih alami dan lebat juga dapat melihat langsung kondisi kota Pesawaran
dari kejauhan. Kawasan tersebut dapat dijadikan sarana petualang bagi pendaki
gunung. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat mendukung kegiatan wisata desa,
khususnya wisata alam dalam konsep perjalanan ke kawasan alam (Damanik dan
Weber 2006).
Jumlah rumah pada kawasan permukiman adalah 1216 bangunan
permanen, 243 bangunan semi permanen dan 162 bangunan tidak permanen, yang
seluruhnya tersebar di 7 (tujuh) dusun. Desa dilalui jalan nasional dengan aspal
hotmix sepanjang 5 km. Panjang jalan desa 4.7 km dan jalan yang masih berupa
tanah 1.8 km. Pola penggunaan lahan desa Wiyono dapat dilihat pada Gambar 4.
Elemen-elemen tersebut dan pola penggunaan lahan merupakan potensi
biofisik lanskap yang dapat dijadikan obyek wisata desa (Purwanto, Syaufina, dan
Gunawan 2014; Purnomo, Sulistyantara, dan Gunawan 2013; Putra, Gunawan,
30

dan Munandar 2014; Hendriawati dan Gunawan 2011) dalam hal ini adalah desa
Wiyono.

Gambar 8 Pola penggunaan lahan di desa Wiyono

Potensi sosial, ekonomi dan budaya


Jumlah penduduk desa ini adalah 6235 orang yang terdiri dari 3171 orang
laki-laki dan 3.064 orang perempuan. Pada umumnya masyarakat desa Wiyono
bekerja sebagai petani (70%), sisanya bekerja sebagai pegawai (10%) dan buruh
(15%). Dengan demikian desa Wiyono dapat disebut sebagai desa pertanian,
karena porsi kawasan pertanian sangat mendominasi dengan mata pencaharian
masyarakatnya pada umumnya bekerja di bidang pertanian.
Kegiatan sosial masyarakat yang dihimpun meliputi kegiatan gotong
royong, bongkar kolam, dan selamatan tani (Tabel 10). Kegiatan gotong royong
dilakukan dengan komando dari tokoh masyarakat setempat. Kegiatan ini tidak
dapat dipastikan pelaksanaannya, karena hal ini tergantung adanya kepala rumah
tangga yang membutuhkan rumah. Pada tahun terakhir, ada dua kegiatan dalam
satu tahun. Kegiatan ini merupakan gambaran karakter masyarakat Indonesia
yang saling membantu (Koentjaraningrat 2004).
Kegiatan sosial masyarakat yang menarik adalah bedah kolam, yaitu
membedah kolam dalam rangka memanen ikan pada kolam tersebut, namun
kegiatan ini dilakukan oleh masyarakat secara bersama-sama (khususnya
masyarakat sekitar Dam C) dengan mengurangi air kolam sampai kondisi macak-
macak. Kegiatan ini biasanya dilakukan sekali dalam satu tahun. Daya tarik
wisata kegiatan ini adalah menangkap ikan dengan tangan sendiri dan dilakukan
31
bersama-sama. Kegiatan rekreasi bersama merupakan kegiatan yang sangat
diminati wisatawan (Rutledge 1981).

Tabel 10 Checklist identifikasi potensi sosial dan ekonomi


Kegiatan Rincian Jumlah Keterangan
(1) Sosial a) Gotongroyong buat rumah 2 kelompok, @ 15 Dibuat secara bergiliri
orang satu tahun dua kali
b) Bongkar kolam Semua warga DamDilaksanakan satu tahun
C sekali
c) Selamatan tani Semua warga desa Tiap bulan Suro
Wiyono Kesenian marawis
(2) Ekonomi a) Kerajinan kripik pisang 2 industri Kegiatan home
industri/skala menengah
b) Pembibitan pala dan 2 kelompok tani Produksi untuk skala
cengkeh nasional/skla besar
c) Pembibitan coklat 2 kelompok tani Produksi untuk skala
nasional/skala besar
d) Peternakan ikan tawar 2 kelompok tani Produksi untuk kebutuhan
daerah/skala menengah
e) Pengolahan hasil 2 industri Produksi untuk skala
perkebunan kopi, pala dan kecil
coklat

Kegiatan lainnya yang dapat dijadikan obyek wisata adalah kegiatan


Selamatan Tani, yaitu kegiatan budaya selamatan yang dilakukan pada bulan Suro
untuk memohon keberkahan akan hasil panen. Kegiatan ini dilakukan oleh
sebagian besar masyarakat desa Wiyono. Pada kegiatan tersebut biasanya
dihadirkan kesenian masyarakat setempat yang berkaitan dengan keagamaan,
yaitu kesenian Marawis. Kegiatan seni yang berasal dari budaya setempat dapat
membantu meningkatkan daya tarik wisata (Damanik dan Weber 2006).
Pertanian yang paling banyak diusahakan adalah dari penghasilan kakao
(Theobroma cacao) sekitar 92%. Pendapatan petani dari kakao mulai dari
pembibitan hingga pengolahan biji kakao menjadi minuman segar (Gambar 9)
Proses pembuatannya masih tradisionil ini juga menjadi daya tarik tersendiri yang
dapat dijadikan buah tangan untuk para turis yang datang.

Pembibitan Pemanenan Pengolahan


Gambar 9 Pembibitan, pemanenan dan pengolahan kakao
32

Perkebunan karet (Hevea braziliensis) di desa Wiyono mencapai


mempunyai luasan (21%). Para pegawai dan buruh (60%) perkebunan berasal
dari desa Wiyono. Kebun karet dikelola oleh PTPN VII dan (20%) dikelola oleh
masyarakat dengan cara tanaman tumpang sari. Proses pembibitan, penyadapan
getah karet, sampai pengolahan karet dapat langsung dilihat oleh wisatawan yang
mau mempelajari sebagai sarana edukasi mengenal tanaman karet (Gambar 10).
Produksi hasil karet sebagian diolah menjadi bahan menghasilkan produk SIR 3L
(SIR - Standard Indonesian Rubber) dengan kapasitas 30 ton karet kering per hari,
dan sebagian yang lain diolah menjadi bahan souvenirs.

Pembibitan Penyadapan Penyamakan


Gambar 10 Pembibitan, penyadapan, dan hasil penyamakan karet
Pertanian pala (Myristica fragans Haoult) ditanam di area kawasan tahura
dan di perkebunan masyarakat. Pala ditanam berdampingan dengan kebun coklat.
Pengolahanya mulai dari pembibitan sampai pengolahan minyaknya (Gambar 11).
Sebagian masyarakat membuat olahan pala menjadi bahan makanan seperti
manisan pala namun produksinya belum begitu banyak. Apabila kegiatan wisata
desa semakin ramai bukan tidak mungkin akan dibuat olahan yang lebih menarik
lagi.

Pembibitan Tanaman pala Produksi


Gambar 11 Bibit pala, tanaman pala, dan produksi biji pala
33
Buah salak merupakan tanaman yang banyak di tanam di dusun Gunung
Rejo Wiyono dengan luas sekitar 10 Ha yang di miliki oleh 3 kepala keluarga.
Kawasan salak ini diapit oleh pekebunan coklat, kopi, duren dan pala, hampir tiap
bulan panen. Ada panen besar/raya dan kecil/sedikit. Hasil panen dibawa ke kota
dan sebagian diolah menjadi manisan dan keripik salak (Gambar 12).

Panen salak Hasil panen Produk olahan


Gambar 12 Panen salak, hasil panen, dan produk olahan salak
Pisang banyak ditanam di pekarangan maupun di kebun tersebar merata di
seluruh desa Wiyono, namun yang paling banyak berada di dusun Dam C dan
Gunung Rejo. Jenis pisang yang ada cukup beragam mulai dari ambon, kepok,
raja dan janten (Gambar 13). Buah pisang diambil hampir setiap hari, dalam
jumlah hampir mencapai 3 ton. Pisang hasil panen langsung di bawa ke kota
bandar lampung bahkan ke Jabodetabek. Pengolahan pisang sudah lama dilakukan
oleh sebagian masyarakat untuk dijadikan kripik pisang. Bahan dasar kripik
pisang digunakan dari pisang ambon dan kepok. Hasil olahan kripik sudah
banyak dipasarkan di berbagai daerah sehingga kripik pisang menjadi produk
makanan khas lampung, sebagai oleh-oleh dari lampung. Banyak produk olahan
pisang lainnya yang sedang dikembangkan. Adanya wisata dimungkinkan
perekonomian dan lapangan pekerjaan semakin meningkat.

Pengepul pisang Olahan pisang


Gambar 13 Pengepul bermacam buah pisang dan olahan buah pisang/kripik
34

Tanaman kopi ditanam banyak di daerah kawasan Tahura (Tanaman Hutan


Rakyat) sebagai tanaman penyelang bukan sebagai tanaman pokok. Kopi yang
banyak ditanam jenis kopi robusta (Coffea canephora) atau masyrakat setempat
menyebutnya dengan kopi kecil. Kopi ini mempunyai keunggulan tahan terhadap
penyakit dan cepat berbunga. Hasil kopi biasanya dijual dalam bentuk biji kering.
Pada musim buah kopi, sebagian masyarakat mengumpulkan kopi luak dari alam
untuk di jual ke pengepul yang berada di kota Bandarlampung dengan harga lebih
tinggi dari kopi biasa. Hasil kopi luak alami di pasaran mencapai lima ratus ribu
hingga dua juta rupiah per kilogram. Bagi wisatawan yang menyukai kopi luak
alami bisa berpetualang untuk mencari kopi luak di kebun kopi yang masuk dalam
wilayah kawasan hutan Tahura Wiyono.

Penjemuran kopi hasil panen Pembibitan kopi robusta


Gambar 14 Penjemuran kopi di halaman rumah, dan pembibitan kopi robusta
Persawahan berada di dusun Dam C dan Way Linti mengunakan sistim
irigasi dari sumber mata air Dam C yang tidak kering walau dimusim kemarau
(Gambar 15). Padi yang ditanam berupa varietas IR 64 dengan pengolah langsung
oleh pemilik sawah yang masih mengunakan sistim konvensional. Setiap awal
tanam, tradisi masyarakat membuat bubur sumsum sebelum memulai tanam.
Secara gotong royong petani bergantian untuk menanam padi. Wisatawan dapat
ikut langsung pada proses musim penanaman maupun pada proses pemanenan
padi yang biasanya tamu akan dibimbing oleh kelompok Tani (Pertanian Setia
Usaha)
Masyarakat desa Wiyono memiliki karakter yang sangat akomodatif
terhadap pembangunan desa, khususnya pengembangan menjadi desa wisata.
Hampir seluruh (di atas 90%) masyarakat siap menyambut status desanya menjadi
desa wisata. Kesiapan mereka tersebut meliputi: kesediaan menjaga lingkungan
tetap bersih, menyediakan tempat untuk menginap bagi wisatawan, menyediakan
jajanan tradisional desa tersebut. Sifat gotong royong masyarakat yang kuat dapat
memberikan mendukung pembangunan infrastuktur dan fasilitas desa untuk
tujuan wisata.
35

Irigasi sawah Petani padi dan sayur

Persawahan Tanaman sayur


Gambar 15 Irigasi Dam C, petani, persawahan, dan kebun sayur di sawah

Petak kolam ikan gurame Petak kolam ikan nila


Gambar 16 Kolam ikan Gurame dan kolam ikan Nila
Potensi ekonomi yang berkaitan dengan wisata adalah makanan khas desa
berupa kripik pisang dan pala manis yang diusahakan secara home-industry.
Usaha kripik pisang ini sudah menjangkau pasar sampai ke kota Bandar
Lampung. Potensi ekonomi lainnya adalah industri rumah tangga berupa biji kopi
yang difermentasi secara alami oleh luwak. Namun, saat ini industri tersebut
sudah ditangani dengan penangkaran luwak, sehingga tidak alami lagi. Potensi
pertanian dan industri pertanian di hilir dapat dipadukan secara terpadu untuk
mendukung pengembangan desa Wiyono menjadi desa wisata (Franjaya,
Gunawan, dan Mugnisjah 2012).
36

Potensi estetik lanskap desa


Pada umumnya daya tarik wisata lebih ditekankan pada memanjakan
pandangan mata. Oleh karena itu, kualitas estetik kawasan obyek wisata desa
menjadi pertimbangan penting. Hasil analisis estetika, kawasan desa Wiyono
memiliki kualitas estetika yang beragam dengan nilai SBE berkisar 5 sampai 155.

Gambar 17 Nilai SBE komulatif masing-masing peruntukan lahan desa Wiyono

Setiap peruntukan lahan (land use) desa Wiyono diwakili oleh 4 (empat)
vantage point. Kumulatif keempat vantage point dalam satu peruntukan lahan
mencerminkan kualitas estetik kawasan peruntukan lahan (land use) tersebut.
Kualitas keindahan masing-masing vantage point lanskap dapat dilihat pada
Gambar 18.

Gambar 18 Peta estetik lanskap desa Wiyono


37
Setelah plotting nilai SBE pada peta peruntukan lahan, maka diperoleh
peta estetik desa Wiyono sebagaimana terlihat pada Gambar 18 di atas. Kualitas
estetik kawasan desa Wiyono dikategorikan dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu sangat
tinggi, tinggi, dan sedang. Dasar pengelompokan tersebut menggunakan
perhitungan Daniel dan Boster (1976).
Potensi estetik kawasan desa Wiyono sangat mendukung konsep desa
wisata, karena tidak ada bagian yang bernilai rendah. Potensi estetik yang sangat
tinggi adalah kawasan hutan lindung dan persawahan. Potensi estetik yang tinggi
adalah kawasan perkebunan karet, perkebunan coklat, dan situ Dam C. Potensi
estetik sedang adalah kawasan perkebunan salak, perkebunan campuran (pala dan
coklat), dan lahan terbangun (permukiman, kantor desa, dan sejenisnya).
Seharusnya kombinasi berbagai jenis komoditas dengan strata berbeda
dapat meningkatkan kualitas estetik kawasan perkebunan (Stepanus dan Gunawan
2009). Kawasan yang bernilai estetik tinggi memperlihatkan karakter yang
didominasi oleh vegetasi yang tersusun rapih. Hal tersebut juga dinyatakan oleh
Ruswan, Gunawan, dan Hadi (2006). Kawasan yang bernilai estetik sedang dan
rendah dapat disebabkan karena adanya elemen bangunan yang tidak tersusun
rapih (Hendriawati dan Gunawan 2011; Ruswan, Gunawan, dan Hadi 2006;
Gunawan 2005).

Potensi persepsi sikap masyarakat desa wiyono


Kecendrungan sikap masyarakat terhadap rencana pengembangan desa
Wiyono menjadi desa wisata berdasar hasil kuisioner yang disebarkan pada 100
warga. Hasil direkapitulasi berdasar empat aspek yang meliputi fasilitas,
infrastruktur, transfortasi, dan keramah tamahan diperoleh data seperti dalam
Tabel 11.

Tabel 11 Rekapitulasi kecendrungan sikap masyarakat desa Wiyono tentang


rencana pengembangan desa wisata
NO PERNYATAAN SS S R TS STS JUMLAH
FASILITAS
1 Apakah Akomodasi 47 53 0 0 0 100
(bangunan atau rumah)
anda bersedia untuk
digunakan menginap para
pengunjung wisata
2 Apakah Anda bersedia 57 43 0 0 0 100
menjamin kebersihan
lingkungan dan rumah dari
sampah
3 Apakah Anda siap 35 61 4 0 0 100
menyediakan makanan
tradisionaluntuk para
wisatawan terjamuin
kebersihan dan
kesehatanya
INFRASTRUKTUR
38

NO PERNYATAAN SS S R TS STS JUMLAH


4 Apakah anda bersedia 53 47 0 0 0 100
menjaga dan membangun
Aksesibilitas (kondisi
jalan) menuju ke desa
Wiyono dengan baik
5 Apakah anda setuju Desa 69 31 0 0 0 100
Wiyono dijadikan Lokasi
Desa Wisata
6 Apakah anda dapat 43 57 0 0 0 100
menjaga keamanan dan
kenyamanan bagi
wisatawan
TRANSPORTASI
7 Apakah anda setuju untuk 31 69 0 0 0 100
membangun angkutan
tradisionil dan moderen di
desa wiyono untuk
memudahkan wisatawan
ke desa wiyono
KERAMAH TAMAHAN
8 Apakah anda bersedia 37 60 3 0 0 100
melayani para wisatawan
dengan ramah dan
kekeluargaan
Keterangan: SS: Sangat setuju, S: Setuju, R: Ragu-ragu, TS: Tidak setuju, STS: Sangat
tidak setuju

Sikap masyarakat Wiyono terhadap rencana pengembangan desa wisata


diperoleh 43.40% menyatakan sangat setuju, 55.80% menyatakan setuju dan
0.75% masih ragu dengan mean 4.42. Hasil tersebut menunjukan begitu kuatnya
keinginan masyarakat untuk dikembangkannya desa wisata sehingga ini
memudahkan bagi pemerintah daerah dalam memberikan bantuan yang sanggat
diperlukan guna menunjang terbentuknya desa wisata di Wiyono baik berupa fisik
atau non fisik. Sikap masyarakat desa Wiyono dalam bentuk grafik dapat dilihat
dalam Gambar 19.

60
50
40
30
20
10
0
sangat setuju ragu-ragu tidak sangat
setuju setuju tidak
setuju

Gambar 19 Sikap masyarakat desa Wiyono


39
Strategi pengembangan desa wisata

Strategi pengembangan desa Wiyono menjadi desa wisata disusun


berdasarkan potensi desa sebagaimana sudah dibahas sebelumnya. Strategi
disusun dengan mempertimbangkan faktor internal (berupa strength atau kekuatan
dan weakness atau kelemahan) dan faktor eksternal (berupa opportunity atau
kesempatan dan threat atau ancaman).
Faktor internal yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Strength (Kekuatan):
(1) Potensi wisata alam dan wisata pertanian sebagai andalan utama wisata
desa.
(2) Dukungan penuh dari masyarakat untuk menjadi desa wisata.
(3) Sudah ada organisasi sadar wisata sebagai inisial mitra pengelola desa
wisata.
(4) Ada lembaga yang memiliki akses ke pemerintahan maupun pengusaha
travel.
(5) Aksesibilitas yang mudah menuju obyek-obyek wisata di desa Wiyono.
2. Weaknes (Kelemahan):
(1) Sumber daya manusia yang belum berpengalaman dalam mengelola desa
wisata.
(2) Keterbatasan dana dan infrastuktur yang dimiliki Desa Wiyono
(3) Promosi tentang desa wisata secara profesional belum dilaksanakan
(4) Belum banyak produksi yang bercirikan desa wisata
(5) Keramahtamahan (hospitality) dan komunikasi dengan bahasa lisan dan
bahasa tubuh yang masih kurang, termasuk menggunakan bahasa Inggris.

Faktor eksternal yang dimaksud di atas adalah sebagai berikut:


3. Opportunity (Peluang):
(1) Pengembangan wisata memungkinkan berkembangnya sektor-sektor lain
(2) Pemanfaatan hutan penyanga untuk kesejahteraan rakyat
(3) Kegiatan desa wisata belum ada di provinsi Lampung
(4) Dorongan pemerintah melalui peraturan daerah untuk pariwisata berbasis
masyarakat
(5) Kepedulian pihak swasta terhadap kegiatan pariwisata.
4. Threat (ancaman):
(1) Dampak negatif pada norma, etika, dan budaya masyarakat setempat
(2) Generasi muda sebagian besar tidak menyukai hidup di desa berdekatan
dengan ibukota provinsi
(3) Dampak negaif wisatawan pada sumberdaya alam
(4) Masyarakat tidak terlibat dalam industri pariwisata desa
(5) Eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan oleh para investor
40

Hasil pembobotan dari faktor internal dan eksternal dapat di lihat pada
Lampiran 4, berdasarkan analisis tersebut disusun strategi sebagaimana tercantum
dalam Tabel 12 di bawah ini

Tabel 12 Matrik strategi


S W
SO WO
1. Memelihara kelestarian kawasan 1. Mengadakan pelatihan
hutan dengan pemerintah tentang kewisataan oleh
O 2. Memperkuat lembaga lembaga yang pemerintah maupun pihak
di kelola oleh desa untuk swasta
pengembangan desa wisata
3. Pengembangan Wisata alam dan
pertanian sebagai kecirian wisata
desa
ST WT
1. Memperkuat institusi pariwisata 1. Melibatkan masyarakat
desa untuk membina masyarakat untuk pengembangan desa
agar paham dan terampil dalam wisata yang berkarakter
mengelola wisata desa, 2. Membatasi perizinan
2. Melibatkan para pelaku wisata pengunaan lahan yang
T (stakeholders) yang peduli dapat merusak daerah
lingkungan untuk mengembangan wisata
desa Wiyono menjadi desa wisata
yang ramah lingkungan,
3. Menyusun pedoman wisata desa
yang ditetapkan oleh pemerintah
desa sebagai regulasi untuk menjaga
keberlanjutan (sustainability) wisata.
Keterangan: S = strength, W= weakness , O = opportunity , T = threat

Data kualitatif SWOT dalam bentuk matriks tersebut di atas dikembangkan


diperkuat dengan data kuantitaif melalui perhitungan analisis pada Lampiran 4
agar diketahui secara pasti posisi strategi usaha atau institusi yang sesungguhnya,
dari perhitungan kuantitatifnya dapat dilihat secara grafik kuadran pada Gambar
20 di bawah ini.
41

Gambar 20 Kuadran untuk strategi Desa Wiyono

Berdasarkan SWOT matriks tersebut, disusun empat strategi utama yaitu;


SO, WO, ST dan WT dapat dilihat pada Tabel 12. Dalam perhitungan Strategi
kuadran SWOT menujukan kekuatan yang paling utama pada kuadran kedua
tepatnya berdasarkan perhitungan berada di kordinat (0.427 ; -0.287) pada
Gambar 20 yang berarti, strategi yang paling utama berdasarkan analisis faktor
internal dan eksternal untuk pengembangan desa Wiyono menjadi desa wisata
adalah sebagai berikut:
1. Memperkuat institusi pariwisata desa untuk membina masyarakat agar
paham dan terampil dalam mengelola wisata desa,
2. Melibatkan para pelaku wisata (stakeholders) yang peduli lingkungan
untuk mengembangan desa Wiyono menjadi desa wisata yang ramah
lingkungan,
3. Menyusun pedoman wisata desa yang ditetapkan oleh pemerintah desa
sebagai regulasi untuk menjaga keberlanjutan (sustainability) wisata.
42

5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Desa Wiyono memiliki potensi biofisik dan estetik sumberdaya alam, serta
potensi sosial budaya masyarakatnya untuk dikembangkan menjadi desa wisata.
Potensi biofisik yang dimiliki berupa hutan lindung, air terjun, sungai yang berair
jernih, kawasan pertanian dan perkebunan, serta situ Dam C. Komoditi pertanian
dan perkebunan yang diusahakan adalah padi, pala, cokelat, salah, dan kopi.
Potensi estetik desa meliputi kawasan dengan kualitas estetik sangat tinggi (32%),
tinggi (35%), dan sedang (33%). Kualitas estetika sedang meliputi kawasan
permukiman, kebun salak, dan kebun campuran. Kualitas estetika tinggi meliputi
kawasan kebun cokelat, situ Dam C, dan kebun karet. Kawasan yang dinilai
estetiknya sangat tinggi adalah sawah dan hutan. Secara sosial, 99% masyarakat
desa Wiyono mendukung pengembangan desa menjadi desa wisata.
Strategi pengembangan dan pengelolaan terutama diarahkan memperkuat
institusi untuk membina masyarakat dan sistem, melibatkan para pelaku
pariwisata yang perduli lingkungan, serta penetapkan aturan wisata dalam
peraturan daerah.

Saran
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam membangun desa
Wiyono menuju desa wisata. Penelitian ini belum dapat dilaksanakan secara
langsung, namun perlu kajian lanjutan berupa desain dan atau detail engineering
desain agar dapat dimanfaatkan secara langsung oleh pemerintah desa Wiyono.
43

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Kecamatan Pesawaran dalam Angka Tahun 2010. Pemerintah


Kecamatan Pesawaran, Provinsi Lampung.
Ching FDK. 1996. Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Keteraturan. Harwadi NT,
penerjemah; Hardani HW, editor. Jakarta (ID): Erlangga. Terjemahan dari:
Architecture: Form, Space, and Order.
Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan ekowisata, dari teori ke aplikasi.
Yogyakarta (ID): Penerbit Andi.
Daniel TC, Boster RS. 1976. Measuring Landscape Aesthetic: The Scenic Beauty
Estimation Method. New Jersey (US): USDA.
[Depbudpar] Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2009. Pengembangan
Pariwisata. Jakarta (ID): Depbudpar.
[Dispar] Dinas Pariwisata. 2011. Rencana Pengembangan Kawasan Wisata
Kabupaten Pesawaran. Pesawaran (ID): Dispar.
Eckbo G. 1964. Urban Landscape Design. New York (US): McGraw-Hill.
Franjaya EE, Gunawan A, Mugnisjah WQ. 2014. Desain lanskap pertanian
terpadu sebagai wahana pendidikan dan wisata pertanian. Jurnal Lanskap
Indonesia. 6(2):
Foster HD. 1982. Environmental Aesthetics. Victoria Univ Pr. Canada. 169 p.
Garrod B. 2001. Lokal Partisipation in the Planning and Management of Eco
Tourism: A Rivised Model Approach,Bristol (GB): University of TheWest
Of England.
Geria IW. 1983. Pariwisata dan Dinamika Kebudayaan Lokal, Nasional, dan
Global. Denpasar (ID): Upada Sastra
Gunawan A. 2005. Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap Kota Bogor. Jurnal
Lanskap Indonesia Volume 1 Nomor 1.
Hadinoto. 1996. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata. Jakarta (ID):
UI Pr.
Heath TF. 1988. Behavioral and Perceptual Aspects of the Aesthetics of Urban
Environment. Di dalam: Nasar JL., editor. Environmental Aesthetics:
Theory, Research and Aplications. New York (US): Cambridge Univ Pr.
Hendriawati F, Gunawan A. 2011. Identifikasi eco-aesthetics lanskap desa
Ancaran, Kabupaten Kuningan. Makalah Seminar Departemen Arsitektur
Lanskap, Fakultas Pertanian IPB.
Karyono. 1997. Kepariwisataan. Jakarta (ID): Grasindo.
Koentjaraningrat. 2004. Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta
(ID): Gramedia.
Murphy PE. 1995. Tourism A Community approach. London (GB): Methuen.
Nasar JL. 1988. Environmental Aesthetics: Theory, Research and Aplications.
NewYork (US): Cambridge Univ Pr.
Pantiyasa IW. 2013. Strategi Pengembangan Potensi Desa Menjadi Desa Wisata
Di Kabupaten Tabanan. Jurnal Ilmiah Hospitality Management.
Vol. 4 No. 1
44

Pearce, Robinson. 1998. Strategic Management. 3rd ed USA (US): Ricard D.


Irwin Illions.
Pitana GI. 1994. Daya Dukung Bali Dalam Pariwisata (Kajian dari Aspek
Lingkungan dan Sosial Budaya). Unud–Bappeda Propinsi Bali Denpasar.
Porteous JD. 1977. Environtment and Behaviour: Planning and Everyday Urban
Life. United Kingdom (AU): Addison Wesley.
Purnomo H, Sulistyantara B, Gunawan A. 2013. Kajian potensi dan daya
dukung ekowisata di Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu, Jawa Timur.
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 3(1):
Purwanto S, Syaufina L, Gunawan A. 2014. Kajian potensi dan daya dukung
taman wisata alam Bukit Kelam untuk strategi pengembangan ekowisata.
Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 4(2).
Putra AM. 2006. Konsep Desa Wisata. Jurnal Manajemen Pariwisata UNUD
(ID): 5(166).
Putra TP, Gunawan A, Munandar A. 2014. Residents’ perception towards
ecodesign concept for developing ecosettlement tourism. Proceeding of
International Seminar on Tourism: Eco-Resort and Destination
Sustainability (UPI), 2014 page:230-237 (ISBN:979378649 - 4)
Rangkuti F. 2003. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Reorientasi
konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama.
Rikhardi J. 2015. Desa Wisata . [internet]. [diacu 2015 Mei 11]. Tersedia dari
http://id:Wikepedia.Org/wiki/Pariwisata.
Ruswan M, Gunawan A, Hadi AA. 2006. Analisis pengaruh elemen lanskap
terhadap kualitas estetika lanskap kota Depok. Makalah Seminar
Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian IPB.
Rutledge AJ. 1981. A Visual Approach to Park Design. New York (US):
Garland STPM Pr.
Simonds JO. 1983. Landscape Architecture. New York (US): McGraw-Hill.
Soemanto RB. 1999. Sosiologi Pariwisata. Jakarta (ID): Universitas Terbuka.
Suansri P. 2003. Community Based Tourism Hand Book, Thailand (TH): Rest
Project.
Stepanus J, Gunawan A. 2009. The Effect of Crop Plants Vertical Structure On
Aesthetic Quality of Agricultural Landscape. Di dalam: Water Resource
Management In Southeast Asian Region. Proceding of The 4th Kyoto
University-Southeast Asian Forum; Bogor, 23-24 Januari 2009. Hlm 140-
144.
Timothy DJ. 1999. “Participatory Planning a View of Tourism in Indonesia”
dalam Annuals Review of Tourism Research, XXVI (2), Jakarta (ID).
Yaman AR, Mohd. A. 2004. Community Based Ecotourism, New Proposition for
Sustainable Development and Environment Conservation in Malaysia.
Journal of Applied Sciences.
Yoeti OA. 1982. Pengantar Ilmu Kepariwisataan. Bandung (ID): Angkasa.
45

LAMPIRAN
46

Lampiran 1 Penilaian estetik desa Wiyono


Nama
NRP
Tanda Tangan
Judul Tesis : Analisis potensi lanskap desa Wiyono, Pesawaran, Lampung untuk
Tujuan pengembangan desa wisata
Oleh : Muhammad Guriang
Tanggal Data : 17 Juni 2014
Penilai Responden : Mahasiswa Pascasarjana Arsitektur Lanskap IPB Angkatan Tahun
2013
Tabel penilaian estetik desa wiyono dengan SBE berilah tanda ( ) penilaian untuk tiap
VIEW RENDAH TINGGI
LANSKAP 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32

Institut Pertanian Bogor


Program Pascasarjana Arsitektur Lansakap
47

Lampiran 2 Kumpulan foto lanskap Penilaian SBE

Lanskap 1 Lanskap 2

Lanskap 3 Lanskap 4

Lanskap 5 Lanskap 6

Lanskap 7 Lanskap 8

Lanskap 9 Lanskap 10
48

Lanskap 11 Lanskap 12

Lanskap 13 Lanskap 14

Lanskap 15 Lanskap 16

Lanskap 17 Lanskap 18

Lanskap 19 Lanskap 20
49

Lanskap 21 Lanskap 22

Lanskap 23 Lanskap 24

Lanskap 25 Lanskap 26

Lanskap 27 Lanskap 28
50

Lanskap 29 Lanskap 30

Lanskap 31 Lanskap 32
51

Lampiran 3 Kuisioner analisis SWOT

KUISIONER ANALISIS SWOT UNTUK STRATEGI PENGEMBANGAN


DESA WIYONO MENJADI DESA WISATA

Kepada
Yth Bapak/ Ibu...............
Di
Gedongtataan

Dengan hormat,

Kami yang bertanda tangan di bawah ini


Nama : Muhammad Guriang
NRP : A451110161
Mayor : Arsitektur Lanskap

Adalah mahasiswa Pascasarjana S2 Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor yang


sedang melakukan penelitian di desa Wiyono dengan mengunakan analisis SWOT guna
mendapatkan strategi yang tepat untuk pengembangan desa wisata, kiranya Bapak/Ibu
berkenan membantu kami untuk mengisi kuisioner ini dengan jujur tanpa dipengaruhi
oleh pihak lain,
Atas kerja samanya diucapkan terima kasih

Hormat kami

Muhammad Guriang

A. Identitas Responden
Petunjuk : Isilah titik-titik yang tersedia dan beri tanda (X) pada salah satu kolom yang
tersedia

1. Nama : ....................................................................
2. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
3. Umur :.....................................................................
4. Pekerjaan :.....................................................................

Petunjuk pengisian kuisioner


Berilah jawaban dengan memberi tanda (X) pada kolom yang tersedia dengan ketentuan
berikut ini
1 : Sangat tidak baik
2 : Tidak baik
3 : Baik
4 : sangat baik
52

NO PERTANYAAN 1 2 3 4
1 Potensi wisata alam dan wisata pertanian sebagai andalan
utama wisata desa.
2 Dukungan penuh dari masyarakat untuk menjadi desa
wisata
3 Sudah ada organisasi sadar wisata sebagai inisial mitra
pengelola desa wisata.
4 Ada lembaga yang memiliki akses ke pemerintahan
maupun pengusaha travel.
5 Aksesibilitas yang mudah menuju obyek-obyek wisata di
desa Wiyono
6 Sumber daya manusia yang belum berpengalaman dalam
mengelola desa wisata.
7 Keterbatasan dana dan infrastuktur yang dimiliki desa
Wiyono
8 Promosi tentang desa wisata secara profesional belum
dilaksanakan
9 Belum banyak produksi yang bercirikan desa wisata
10 Keramahtamahan (hospitality) dan komunikasi dengan
bahasa lisan dan bahasa tubuh yang masih kurang,
termasuk menggunakan bahasa Inggris.
11 Pengembangan wisata memungkinkan berkembangnya
sektor-sektor lain
12 Pemanfaatan hutan penyanga untuk kesejahteraan rakyat
13 Kegiatan desa wisata belum ada di provinsi Lampung
14 Dorongan pemerintah melalui peraturan daerah untuk
pariwisata berbasis masyarakat
15 Kepedulian pihak swasta terhadap kegiatan pariwisata
16 Dampak negatif pada norma, etika, dan budaya
masyarakat setempat
17 Generasi muda sebagian besar tidak menyukai hidup di
desa berdekatan dengan ibukota provinsi
18 Dampak negatif wisatawan pada sumberdaya alam
19 Masyarakat tidak terlibat dalam industri pariwisata desa
20 Eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan oleh para
investor

Responden untuk analisis SWOT


No Nama Jabatan Tempat Tinggal
1 Supriadi, SP Kepala Desa Wiyono Wiyono
2 Sujono, BA Sekretaris Desa Wiyono Dam C
3 Diman Kepala Dusun Gunung rejo Gunung Rejo
4 Purwanto Kepala Dusun Dam C Dam C
5 Dawo Kepala Dusun Way Linti Way Linti
6 Welas Utomo, S.Pd Sesepuh Desa Dam C
7 Ir. Vedi Fudiyansyah Manager PTPN VII Bandarlampung
53

Lampiran 4 Perhitungan nilai SWOT dari responden


FAKTOR INTERNAL
No Peryataan Responden Rating Weight Rating
1 2 3 4 5 6 7 Score
Strength
1 Potensi wisata alam dan wisata pertanian 3 4 4 4 4 4 4 3.857 0.116 0.447
sebagai andalan utama wisata desa.
2 Dukungan penuh dari masyarakat untuk 3 3 2 3 2 3 3 2.714 0.096 0.261
menjadi desa wisata
3 Sudah ada organisasi sadar wisata sebagai 4 4 4 3 4 3 3 3.571 0.097 0.346
inisial mitra pengelola desa wisata.
4 Ada lembaga yang memiliki akses ke 3 4 3 4 3 4 3 3.429 0.098 0.336
pemerintahan maupun pengusaha travel.
5 Aksesibilitas yang mudah menuju obyek- 4 3 3 3 4 4 4 3.571 0.097 0.346
obyek wisata di desa Wiyono
Jumlah 0.504 1.737
Weakness
1 Sumber daya manusia yang belum 2 2 2 3 2 3 2 2.286 0.114 0.261
berpengalaman dalam mengelola desa wisata.
2 Keterbatasan dana dan infrastuktur yang 2 2 2 2 2 2 3 2.143 0.095 0.204
dimiliki desa Wiyono
3 Promosi tentang desa wisata secara 3 3 3 3 4 3 3 3.143 0.094 0.295
profesional belum dilaksanakan
4 Belum banyak produksi yang bercirikan desa 3 4 4 4 4 3 3 3.571 0.096 0.343
wisata
5 Keramahtamahan (hospitality) dan 2 2 2 2 3 2 2 2.143 0.097 0.208
komunikasi masih kurang.
Jumlah 0.496 1.310
Total 1.000
Kuadran X= (jumlah strength-jumlah weakness) 0.427

FAKTOR EKSTERNAL
No PERYATAAN RESPONDEN Rating Weight Ratting
1 2 3 4 5 6 7 Score
Opportunity
1 Pengembangan wisata memungkinkan 2 2 2 3 2 2 2 2.143 0.117 0.251
berkembangnya sektor-sektor lain
2 Pemanfaatan hutan penyanga untuk 3 3 3 3 2 2 2 2.571 0.103 0.265
kesejahteraan rakyat
3 Kegiatan desa wisata belum ada di provinsi 3 3 4 3 3 3 4 3.286 0.088 0.289
Lampung
4 Dorongan pemerintah melalui peraturan 2 4 3 3 2 3 2 2.714 0.094 0.255
daerah untuk pariwisata berbasis masyarakat
5 Kepedulian pihak swasta terhadap kegiatan 2 3 2 2 2 2 2 2.143 0.104 0.223
pariwisata
Jumlah 0.506 1.283
Threat
1 Dampak negatif pada norma, etika, dan 3 4 3 4 4 3 3 3.429 0.100 0.343
budaya masyarakat setempat
2 Generasi muda sebagian besar tidak 4 4 3 3 4 4 3 3.571 0.096 0.343
menyukai hidup di desa berdekatan dengan
ibukota provinsi
3 Dampak negaif wisatawan pada sumberdaya 3 2 3 2 2 2 2 2.286 0.121 0.277
alam
4 Masyarakat tidak terlibat dalam industri 3 4 3 4 3 4 4 3.571 0.091 0.325
pariwisata desa
5 Eksploitasi sumberdaya alam secara 3 3 4 3 4 3 3 3.286 0.086 0.283
berlebihan oleh para investor
Jumlah 0.494 1.570
Total 1.000
Kuadran Y = (Opportunity-Threat) -0.287
54

Lampiran 5 Kuisioner persepsi masyarakat desa Wiyono menjadi desa wisata

Kepada
Yth Bapak/ Ibu...............
Di
Gedongtataan

Dengan hormat,

Kami yang bertanda tangan di bawah ini


Nama : Muhammad Guriang
NRP : A451110161
Mayor : Arsitektur Lanskap

Adalah mahasiswa Pascasarjana S2 Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor yang


sedang melakukan penelitian di desa Wiyono dengan mengunakan analisis kesiapan
masyarakat guna mendapatkan dukungan yang tepat untuk pengembangan desa wisata,
kiranya Bapak/Ibu berkenan membantu kami untuk mengisi kuisioner ini dengan jujur
tanpa dipengaruhi oleh pihak lain.
Atas kerja samanya diucapkan terima kasih

Hormat kami

Muhammad Guriang

B. Identitas Responden
Petunjuk : Isilah titik-titik yang tersedia dan beri tanda (√) pada salah satu kolom yang
tersedia

1. Nama : ........................................................................................
2. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
3. Umur :..........................................................................................
4. Pekerjaan :..........................................................................................
5. Jabatan di desa :..........................................................................................
6. Asal Dusun :..........................................................................................

Petunjuk pengisian kuisioner


Berilah jawaban dengan memberi tanda (√) pada kolom yang tersedia dengan ketentuan
berikut ini
SS : Sangat setuju R : Ragu-ragu STS : Sangat tidak setuju
S : Setuju TS : Tidak Setuju
55

NO PERNYATAAN SS S R TS STS
FASILITAS
1 Apakah Akomodasi (bangunan atau rumah) anda bersedia
untuk digunakan menginap para pengunjung wisata
2 Apakah Anda bersedia menjamin kebersihan lingkungan
dan rumah dari sampah
3 Apakah Anda siap menyediakan makanan tradisionaluntuk
para wisatawan terjamuin kebersihan dan kesehatanya
INFRASTRUKTUR
4 Apakah anda bersedia menjaga dan membangun
Aksesibilitas (kondisi jalan) menuju ke desa Wiyono dengan
baik
5 Apakah anda setuju Desa Wiyono dijadikan Lokasi Desa
Wisata
6 Apakah anda dapat menjaga keamanan dan kenyamanan bagi
wisatawan
TRANSPORTASI
7 Apakah anda setuju untuk membangun angkutan tradisionil
dan moderen di desa wiyono untuk memudahkan wisatawan
ke desa wiyono
KERAMAH TAMAHAN
8 Apakah anda bersedia melayani para wisatawan dengan
ramah dan kekeluargaan

Gedongtataan, ...........................2014
Responden

...........................................................
56

Lampiran 6 Analisis Hasil Sikap

Analisis Hasil Penilaian Sikap Masyarakat Wiyono untuk pengembagan Desa Wisata
NO SS S R TS STS JML SS S R TS STS M SS % S% R% TS% STS%
1 47 51 2 0 0 100 235 204 6 0 0 4,39 47 51 2 0 0
2 32 68 0 0 0 100 160 272 0 0 0 4,32 32 68 0 0 0
3 57 43 0 0 0 100 285 172 0 0 0 4,57 57 43 0 0 0
4 31 69 0 0 0 100 155 276 0 0 0 4,31 31 69 0 0 0
5 47 53 0 0 0 100 235 212 0 0 0 4,47 47 53 0 0 0
6 57 43 0 0 0 100 285 172 0 0 0 4,57 57 43 0 0 0
7 35 61 4 0 0 100 175 244 12 0 0 4,19 35 61 4 0 0
8 57 43 0 0 0 100 285 172 0 0 0 4,57 57 43 0 0 0
9 47 53 0 0 0 100 235 212 0 0 0 4,47 47 53 0 0 0
10 43 57 0 0 0 100 215 228 0 0 0 4,43 43 57 0 0 0
11 31 69 0 0 0 100 155 276 0 0 0 4,31 31 69 0 0 0
12 37 60 3 0 0 100 185 240 9 0 0 4,25 37 60 3 0 0
4,4 43,4 55,8 0,8 0 0
57

Lampiran 7 Pengunjung desa Wiyono dan kegiatan masyarakat desa Wiyono


Pengunjung pertanian di desa Wiyono
No Asal Tujuan
1 Kelompok Tani dari Bandar Lampung Belajar Pembibitan
2 Dosen dan Mahasiswa Unila Belajar pembibitan
3 Peneliti dari Amerika Belajar pembibitan dan penelitian
4 Perusahan Amerika (Mondelas) Sharing pengetahuan tani coklat
5 Peneliti dari Swis Sharing dan penelitian
6 Kelompok tani asal Medan Belajar pembibitan
7 Kelompok tani asal Palembang Belajar Penelitian

Penyadapan getah karet Pengilingan kopi

Pembibitan Pembibitan

FGD dan kusioner Kegiatan seni marawis


58

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjungkarang, Provinsi Lampung, pada tanggal 8


Juni 1967. Penulis merupakan anak ke enam dari sepuluh bersaudara dari Bapak
MH. Yunus Syamsu dan Ibu Rasuna. Penulis menyelesaikan sekolah dasar hingga
sekolah menengah atas di Tanjungkarang Kota Bandar Lampung, Provinsi
Lampung. Tahun 1980 penulis lulus dari SD Negeri 43 Bandar Lampung. Sekolah
lanjutan tingkat pertama diselesaikan pada tahun 1983 di SMP Negeri 2 Bandar
Lampung. Penulis melanjutkan pendidikan sekolah menegah atas di SMA Negeri
2 Bandar Lampung dan lulus pada tahun 1986. Pada tahun 1986 penulis diterima
sebagai mahasiswa Diploma Tiga Progaram Studi Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur PMDK.
Pada tahun 1997 penulis menyelesaikan pendidikan strata satu Pendidikan Kimia
di Universitas Lampung (UNILA).
Pengalaman bekerja yang pernah dijalankan penulis, yaitu sebagai
Pegawai Negeri Sipil Guru Kimia sekolah menengah atas di SMA Negeri 1
Gedongtataan pada tahun 1991-2013, pindah tugas ke sekolah menengah kejuruan
di SMK Negeri 1 Gedongtataan pada tahun 2013 hingga sekarang. Sebagai
pimpinan Lembaga Pendidikan Bimbingan Belajar Green Club pada tahun (1991-
1993), dan pada tahun 1998 sebagai Kepala Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP) Swadaya Bandar Lampung. Pada tahun 2011 penulis diterima sebagai
mahasiswa magister sains sekolah pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB)
pada mayor Arsitektur Lanskap.

Anda mungkin juga menyukai