Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN

PROJECT UJIAN TENGAH SEMESTER


SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) TERAPAN
“Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan Kawasan Ekowisata di Sekitar Waduk
Sermo, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Provinsi DIY”

DISUSUN OLEH :

Affina Dyan Setyawati (18/431120/TK/47713)

Siti Nurul Annisa (18/425060/TK/46755)

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK GEODESI


DEPARTEMEN TEKNIK GEODESI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
Latar Belakang 3
Tujuan 5
Manfaat 5
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
Landasan Teori 6
Literature Review 10
BAB III 12
PELAKSANAAN 12
Alat dan Bahan 12
Lokasi 13
Metodologi 14
BAB IV 23
HASIL DAN PEMBAHASAN 23
Karakteristik Penggunaan Lahan di Sekitar Waduk Sermo 23
Analisis Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Ekowisata 23
Hasil Skoring Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Ekowisata 32
BAB V 35
PENUTUP 35
Kesimpulan 35
Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pemanfaatan lahan di suatu daerah dalam berbagai sektor merupakan salah


satu hal yang penting dalam pembangunan daerah. Pemanfaatan ini tentunya
memerlukan perencanaan agar lahan yang ada di daerah tersebut dapat
dimanfaatkan dengan baik dan berdampak positif bagi pengembangan wilayah
terkait. Salah satu sektor yang juga menggunakan lahan adalah sektor pariwisata.
Saat ini perkembangan dunia pariwisata di Indonesia sangat pesat. Hal ini dapat
mendorong tingkat perekonomian daerah, tetapi juga dapat berdampak negatif
pada kelestarian lingkungan di area wisata tersebut (Pratomo, 2018). Oleh karena
itu, pengembangan pariwisata haruslah berorientasikan pada pembangunan
berkelanjutan.
Kabupaten Kulon Progo, yang berada pada lintas jalur selatan Jawa,
memiliki potensi sumber daya alam di darat dan laut, serta sumber daya manusia
yang dapat dikembangkan menjadi modal dasar pembangunan di Daerah
Istimewa Yogyakarta pada umumnya dan Kabupaten Kulon Progo pada
khususnya sehingga dapat memberi peran dan kontribusi yang besar bagi
kepentingan regional dan nasional (Pemerintah Kabupaten Kulon Progo, 2007).
Ada beberapa objek wisata di Kulon Progo yang sudah dikenal baik oleh
wisatawan domestik maupun mancanegara, salah satunya adalah Waduk Sermo.
Waduk Sermo memiliki pesona keindahan alam yang memukau. Waduk Sermo di
Kulon Progo Jogja ini sudah diresmikan sejak dahulu, tepatnya pada 20
November 1996, oleh Presiden Soeharto. Waduk Sermo merupakan sumber air
bersih dan PDAM bagi penduduk sekitar, juga sebagai pengairan untuk sawah di
sekitar. Waduk ini dikelilingi oleh perbukitan beserta pepohonan yang lebat
sehingga berpadu menjadi sebuah pemandangan alam yang sangat mempesona.
Maka dari itu, tak heran bila Waduk Sermo menjadi wisata edukasi yang menarik
untuk dikunjungi (Ulfah, 2018).
Dampak dari adanya Waduk Sermo ini tentunya meningkatkan
perekonomian daerah, tetapi kegiatan wisata alam di waduk ini menimbulkan
dampak lingkungan, serta mempunyai risiko bencana bagi wisatawan. Sumarwoto
(2003) dalam (Sudarmadji & Widyastuti, 2014) menyebutkan bahwa
pengembangan pariwisata mempunyai dampak salah satunya berupa kerusakan
lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan sering disebabkan oleh eksploitasi yang
berlebihan, penggunaan tak terkendali dan perencanaan objek-objek pariwisata
yang salah.
Waduk Sermo merupakan andalan pariwisata di Kabupaten Kulon Progo.
Selain itu, Waduk Sermo digunakan untuk perikanan, pertanian, pengendalian
banjir, dan juga bahan baku air minum, serta pembangkit tenaga listrik. Ancaman
terbesar dari waduk dan danau dari berbagai kegiatan adalah sedimentasi dan
eutrofikasi. Penurunan kualitas air yang disebabkan oleh kegiatan perikanan dan
pariwisata akan mengancam daya dukung lingkungan Waduk Sermo. Dampak
lingkungan yang timbul akibat pembangunan sarana dan sarana pendukung objek
wisata dapat terjadi karena prinsipnya akan mengubah penggunaan lahan. Di
samping itu, perilaku wisatawan dapat juga memberikan dampak negatif bagi
lingkungan sekitar, baik lingkungan fisik, biotik maupun lingkungan sosial
ekonomi.
Oleh karena itu, keterlibatan pemerintah daerah dan provinsi yang
menentukan kebijakan dan aturan pengembangan di sekitar Waduk Sermo,
haruslah mengutamakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan agar tercipta keseimbangan antara pemenuhan ekonomi serta
kelestarian akan lingkungan. Berdasarkan latar belakang yang ada, maka penulis
melakukan kajian tentang “Analisis Kesesuaian Lahan untuk Pengembangan
Kawasan Ekowisata di Sekitar Waduk Sermo, Kecamatan Kokap, Kabupaten
Kulon Progo, Provinsi DIY” untuk mengembangkan pariwisata di daerah sekitar
Waduk Sermo yang tentunya berwawasan lingkungan. Kajian ini diharapkan
dapat membantu pemerintah Kabupaten Kulon Progo untuk mengembangkan
wisata di daerahnya dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan yang ada.

I.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesesuaian


kawasan wisata di sekitar Waduk Sermo guna pengembangan pariwisata
berkelanjutan dengan konsep ekowisata
I.3. Manfaat

Penelitian ini bermanfaat untuk :


a. Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam perancangan / pengelolaan
dalam menentukan upaya yang harus dilakukan dalam Pengembangan suatu
Daya Tarik Wisata.
b. Sebagai masukan bagi Pemerintah terkait kendala yang terjadi dalam
pengembangan wisata dan menentukan langkah yang tepat terkait Daya Tarik
Wisata Waduk Sermo.
c. Untuk mengajak masyarakat ikut dalam pengembangan Daya Tarik Wisata
Waduk Sermo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Landasan Teori


Pembangunan Berkelanjutan
Menurut UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pembangunan Berkelanjutan adalah upaya sadar dan
terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke
dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup
serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa
kini dan masa depan.
Penggunaan Lahan
Sugandhy dalam Sumaraw, et.al. (2016), penggunaan lahan adalah suatu
proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud
pembangunan secara optimal dan efisien. Selain itu, Soegino dalam Sumaraw,
et.al. (2016) menyatakan penggunaan lahan dapat diartikan pula suatu
aktivitas manusia pada lahan yang langsung berhubungan dengan lokasi dan
kondisi lahan. Jayadinata dalam Sumaraw, et.al. (2016), penggunaan lahan
dapat diartikan juga sebagai wujud atau bentuk usaha kegiatan, pemanfaatan
suatu bidang tanah pada suatu waktu.
Pariwisata Berkelanjutan
Pariwisata berkelanjutan merupakan konsep berwisata yang memberikan
dampak terhadap lingkungan, sosial, budaya, ekonomi untuk masa kini dan
masa depan, baik itu bagi masyarakat lokal maupun wisatawan (Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
Republik Indonesia, 2021).
Ekowisata
Definisi ekowisata menurut The International Ecotourism Society (TIES)
adalah kegiatan wisata alam yang bertanggung jawab dengan menjaga
keaslian dan kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan
penduduk setempat.
Prinsip Pengembangan Ekowisata Menurut Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pengembangan Ekowisata di
Daerah. Prinsip pengembangan ekowisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 meliputi:
a. Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata;
b. Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara
lestari sumber daya alam yang digunakan untuk ekowisata;
c. Ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan
menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta
memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan;
d. Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi
seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen
terhadap pelestarian lingkungan dan budaya;
e. Memberikan kepuasan dan pengalama kepada pengunjung;
f. Partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan
menghormati nilai-nilai sosial budaya dan keagamaan masyarakat di
sekitar kawasan; dan
g. Menampung kearifan lokal.
Analisis Spasial
Menurut ESRI, analisis spasial adalah proses di mana kita memodelkan
masalah secara spasial, memperoleh hasil dengan pemrosesan komputer, dan
kemudian mengeksplorasi dan mengevaluasi hasil tersebut. Analisis spasial
terbukti secara efektif mampu mengevaluasi kesesuaian spasial lokasi tertentu
untuk tujuan tertentu, memperkirakan dan memprediksi hasil,
menginterpretasikan dan memahami perubahan, mendeteksi pola penting yang
tidak terlihat di dalam informasi yang kita miliki, dan masih banyak lagi.
Alur kerja dari analisis spasial adalah eksplorasi data spasial, pemodelan
dengan alat GIS, dan pemecahan masalah spasial yang masing-masing
tahapannya akan dijelaskan lebih rinci sebagai berikut.
1. Eksplorasi data spasial
Merupakan proses iteratif dalam memvisualisasikan dan
mengeksplorasi informasi geografis dan hasil analisis yang dilakukan pada
data dan peta untuk dapat menjawab permasalahan tertentu.
2. Pemodelan dengan alat GIS
Melalui pemodelan spasial, kita dapat menghubungkan urutan
penggunaan tool, memasukkan luaran dari satu hasil tool ke tool lainnya,
serta memungkinkan kita untuk menyusun model sendiri sesuai dengan
kebutuhan kita.
3. Pemecahan masalah spasial
Banyak jenis masalah dan skenario dapat diatasi dengan
menerapkan analisis spasial, dengan 5 langkah utama, yakni menyusun
pertanyaan dan melakukan eksplorasi, membuat model dan melakukan
perhitungan, menguji dan menginterpretasi, membuat keputusan, dan
membagikan hasilnya.
Analisis spasial dapat dilakukan baik pada jenis data vektor
maupun raster. Bentuk analisisnya pun beragam dan memiliki fungsi yang
beragam pula. Bersumber pada dokumentasi online milik ESRI pada
laman desktop.arcgis.com, di bawah ini akan ditunjukkan beberapa jenis
tool yang disediakan oleh perangkat lunak GIS beserta kegunaannya.
1.1. Buffer: untuk membuat poligon penyangga di sekitar fitur masukan
hingga jarak yang ditentukan.
1.2. Multi Ring Buffer: melakukan buffer beberapa kali terhadap sebuah
fitur.
1.3. Erase: menghasilkan keluaran area baru yang berupa area yang tidak
tercakup oleh poligon penghapus.
1.4. Clip: menghasilkan keluaran yang batas terluarnya menggunakan
fitur pemotong, tetapi atributnya menggunakan fitur masukan.
1.5. Intersect: menghasilkan irisan antara poligon-poligon yang
berpotongan.
1.6. Union: menghasilkan keluaran berupa geometris dari dua poligon
masukan.
1.7. Merge: menggabungkan beberapa masukan yang berbeda tipe
geometrinya (titik/garis/poligon), tetapi sama tipe datanya.
1.8. Dissolve: menghasilkan agregasi fitur berdasarkan atribut yang
ditentukan.
1.9. Spatial Analyst Toolbox
a. Map Algebra → Raster Calculator
Menyediakan cara untuk melakukan analisis spasial dengan
membuat persamaan dalam bahasa aljabar. Dengan Raster
Calculator, kita dapat dengan mudah membuat dan menjalankan
persamaan Map Algebra yang menghasilkan data raster.
b. Zonal Statistic
Menghitung statistik nilai raster dalam zona set data lain.
Diambil dari laman desktop.arcgis.com dan dokumentasi QGIS di
docs.qgis.com, bentuk-bentuk analisis statistik yang dilakukan
adalah:
- Count: menghitung jumlah sel
- Majority: nilai yang paling sering muncul di setiap zona
ditetapkan ke semua sel di zona itu.
- Maximum: nilai tertinggi di setiap zona ditetapkan ke semua
sel di zona itu.
- Mean: rata-rata nilai di setiap zona ditetapkan ke semua sel
keluaran di zona itu.
- Median: median nilai di setiap zona ditetapkan ke semua sel
keluaran di zona itu.
- Minimum: nilai terendah di setiap zona ditetapkan ke semua
sel di zona itu.
- Minority: nilai yang paling jarang muncul di setiap zona
ditetapkan ke semua sel di zona itu.
- Range: perbedaan antara nilai maksimum dan minimum di
setiap zona ditetapkan ke semua sel di zona itu.
- Standard deviation: standar deviasi nilai di setiap zona
ditetapkan ke semua sel di zona itu.
- Sum: jumlah semua nilai sel di setiap zona ditetapkan ke
semua sel di zona itu.
- Variety: jumlah nilai unik di setiap zona ditetapkan ke semua
sel di zona itu.
c. Zonal Geometry
Menghitung ukuran geometri yang ditentukan (luas,
keliling, ketebalan, atau karakteristik elips) untuk setiap zona
dalam kumpulan data.
d. Surface → Slope
Mengidentifikasi kemiringan (gradien atau kecuraman) dari
setiap sel raster.
e. Reclassify
Menyediakan berbagai metode yang memungkinkan kita
untuk mengklasifikasi ulang atau mengubah nilai sel input ke nilai
alternatif.

II.2. Literature Review

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rivandi dan Santosa (2018),


proses evaluasi kesesuaian spasial lokasi minimarket berjejaring dilakukan
menggunakan analisis spasial proximity berupa buffer dan analisis jaringan
menggunakan OD-Cost Matrix. Dalam kasus ini dua metode tersebut
menghasilkan hasil evaluasi yang berbeda dan buffer dinilai lebih sesuai
dengan peraturan yang berlaku karena menggunakan istilah “radius”. Padahal,
buffer hanyalah menilai jarak dalam ruang, sedangkan untuk mencapai lokasi
tertentu kita harus melalui jalan sehingga seharusnya lebih cocok digunakan
analisis jaringan. Dalam penelitian yang lain oleh Purwaamijaya (2009),
analisis kesesuaian lahan dilakukan dengan metode multi criteria overlay
analysis berupa intersect antar layer yang saling berpengaruh, seperti tekstur
tanah, lereng permukaan, drainase, kedalaman efektif tanah, keadaan erosi,
banjir, dan kerikil/batuan. Namun, proses analisis ini tidak mengikutsertakan
analisis jaringan untuk jaringan jalan, padahal akses transportasi merupakan
komponen yang penting dalam perencanaan penentuan lokasi berbagai
kegiatan.
Oleh karena itu, analisis kesesuaian penggunaan lahan untuk
pengembangan pariwisata yang berwawasan lingkungan di sekitar Waduk
Sermo dilakukan dengan mengikutsertakan analisis jaringan. Selain
aksesibilitas, ada 9 variabel lain yang turut menentukan hasil analisis, yakni
kekritisan lahan, kemiringan lahan/topografi, ketersediaan sumber air,
keamanan, kondisi lahan, pengembangan lahan, konservasi, edukasi, dan
pemberdayaan masyarakat lokal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi kondisi eksisting objek wisata yang ada di sekitar Waduk
Sermo dan menganalisis kesesuaian lahan untuk pengembangan ekowisata di
sana. Data yang didapatkan kemudian dianalisis menggunakan metode
skoring untuk mendapatkan nilai kesesuaian lahan pengembangan ekowisata
(Sumaraw, et.al., 2016).
BAB III
PELAKSANAAN

III.1. Alat dan Bahan


a. Alat
1. Laptop
2. Software ArcGIS/QGIS
3. Microsoft Excel
b. Bahan
1. Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Kulon Progo (Studio Perencanaan
2012 Teknik PWK Undip)
2. Peta Tingkat Kekritisan Lahan Kabupaten Kulon Progo (Hibah PPM
SV UGM 2015)
3. Shapefile Jaringan Jalan (InaGeoportal)
4. Shapefile Persebaran Tempat Wisata sekitar Waduk Sermo (Google
Maps)
5. Shapefile/Koordinat Lokasi Pusat Kota (Google Maps)
6. Peta Topografi Kabupaten Kulonprogo (Studio Perencanaan 2012
Teknik PWK Undip)
7. Peta Jaringan PDAM Kabupaten Kulon Progo (Tirta Dharma PDAM
Kabupaten Kulon Progo)
8. Persebaran Pos Penjagaan dan Keamanan di sekitar Waduk Sermo
(Google Maps)
9. Sejarah dan Deskripsi Objek Wisata sekitar Waduk Sermo
10. Kondisi Masyarakat sekitar Waduk Sermo
III.2. Lokasi

(Gambar 1. Lokasi Studi : Waduk Sermo, Kabupaten Kulon Progo)


Waduk Sermo dikenal sebagai daerah tujuan wisata. Berbagai potensi
wisata tersebar luas di daerah Waduk Sermo ini. Waduk Sermo merupakan
satu - satunya waduk yang ada di Provinsi DIY, dan telah menjadi salah
satu objek wisata di Desa Hargowilis, Kabupaten Kulon Progo. Secara
0
geografis waduk Sermo berada pada koordinat − 7 49’ 27,67” Lintang
0
Selatan dan 110 7’ 13,24” Bujur Timur (Bappeda Kabupaten Kulon Progo,
2010). Fungsi utama dari waduk ini ialah sebagai penampung air yang
kemudiaan dikelola untuk air bersih (air minum), irigasi dan pengairan
3
dengan volume tangkapan tidak terlalu luas hanya 25 juta 𝑚 dengan luas
daerah genangan 157 hektar. Waduk Sermo berfungsi sebagai pengontrol
atau pencegah banjir ketika musim penghujan, dan sebagai pengembangan
sektor pariwisata (Widyantara, 2011).
Beberapa di antara lokasi objek wisata yang mewakili pariwisata di
sekitar Waduk Sermo yaitu: Wisata Budaya : Situs Purbakala Gono Tirto dan
Wisata Cagar Budaya Bulurejo, Wisata Alam : Wisata Alam Kalibiru, Suaka
Margasatwa Sermo, dan Pule Payung, Wisata Buatan : Objek Taman Bambu
Air Waduk Sermo.
III.3. Metodologi

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode


kuantitatif dengan analisis secara deskriptif. Data yang didapatkan kemudian
dianalisis menggunakan metode skoring untuk mendapatkan nilai kesesuaian
lahan pengembangan ekowisata. Variabel penelitian yang digunakan diambil
dari penelitian sebelumnya oleh (Sumaraw, Tondobala, & Lahamendu, 2016)
sebagai berikut :

Gambar 2. Variabel Penelitian dan Bobot yang digunakan


Nilai kesesuaian lahan untuk pengembangan ekowisata yang didapat
dalam hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk ke dalam empat kategori:
Sangat sesuai (S1), Sesuai (S2), sesuai bersyarat (S3), dan tidak sesuai (N).
Penentuan kategori penilaian dengan range nilai sebagai berikut:
a. Sangat sesuai (S1), hasil penilaian Kesesuaian Lahan untuk
pengembangan ekowisata: 78 % - 100 %
b. Sesuai(S2) hasil penilaian Kesesuaian Lahan untuk pengembangan
ekowisata : 55 % - <78 %
c. Sesuai bersyarat (S3) hasil penilaian Kesesuaian Lahan untuk
pengembangan ekowisata: 33 % - <55 %
d. Tidak sesuai(N) hasil penilaian Kesesuaian Lahan untuk pengembangan
ekowisata: <33 %
Proses pengolahan data untuk analisis kesesuaian lahan dilakukan
dengan tahapan :
1. Memasukkan data pada software yang digunakan
2. Melakukan georeferensi peta-peta terkait
3. Mengidentifikasi karakteristik penggunaan lahan di kawasan sekitar
Waduk Sermo
4. Mengidentifikasi lokasi wisata sekitar Waduk Sermo (Situs Purbakala
Gono Tirto, Wisata Cagar Budaya Bulurejo, Wisata Alam Kalibiru, Pule
Payung, dan Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo.

Gambar 3. Persebaran Objek Wisata di Sekitar Waduk Sermo


5. Melakukan overlay peta kekritisan lahan dan persebaran lokasi wisata
sekitar Waduk Sermo
6. Melakukan skoring masing-masing tingkat kekritisan lahan di lokasi
wisata sekitar Waduk Sermo dengan menggunakan field calculator.
Langkah skoring ini sama untuk semua variabel
7. Melakukan identifikasi jenis dan struktur jalan untuk menuju ke lokasi
wisata sekitar Waduk Sermo dan melakukan skoring
8. Melakukan analisis jaringan untuk mengetahui jarak tempuh dari lokasi
wisata ke pusat kota dan melakukan skoring
9. Melakukan overlay peta kemiringan lahan dan persebaran lokasi wisata
sekitar Waduk Sermo dan melakukan skoring untuk tingkat kemiringan
lahan / kondisi topografi
Gambar 4. Peta Kemiringan Lahan di Area Objek Wisata
Keterangan :
Situs Purbakala Gono Tirto : Merah (>40%)
Pulepayung : Merah (>40%)
Kalibiru : Merah (>40%)
Taman Bambu Air Waduk Sermo : Oranye (25-40%)
Suaka Margasatwa Sermo : Oranye (25-40%)
Cagar Budaya Bulurejo : Hijau Tua (0-2%)

Gambar 5. Proses Field Calculator untuk Tingkat Kemiringan Lereng

Gambar 6. Hasil Field Calculator Tingkat Kemiringan Lereng


10. Mengidentifikasi sumber air di lokasi wisata sekitar Waduk Sermo dan
melakukan skoring untuk tingkat kondisi ketersediaan air
11. Mengidentifikasi pos keamanan atau penjagaan di lokasi wisata sekitar
Waduk Sermo dan melakukan skoring untuk tingkat keamanan
12. Melakukan overlay peta peruntukan pertanian dan persebaran lokasi
wisata sekitar Waduk Sermo dan melakukan skoring untuk tingkat
produktif dari lahan
13. Melakukan identifikasi peta penggunaan lahan di sekitar masing-masing
objek wisata dan melakukan skoring untuk mengetahui tingkat
pengembangan lahan

Gambar 7. Penggunaan Lahan di Objek Wisata Sekitar Waduk Sermo


Keterangan :
Situs Purbakala Gono Tirto : Dikelilingi Kebun (Hijau)
Pulepayung : Dikelilingi permukiman, kebun,
dan tegalan
Kalibiru : Dikelilingi permukiman, kebun,
dan tegalan
Waduk Sermo : Dikelilingi permukiman, kebun,
dan tegalan
Suaka Margasatwa Sermo : Dikelilingi tegalan
Cagar Budaya Bulurejo : Dikelilingi kebun dan sawah irigasi
14. Melakukan identifikasi sejarah, kondisi, dan peta di sekitar objek wisata
dan melakukan skoring untuk mengetahui tingkat kebutuhan konservasi
15. Melakukan identifikasi masyarakat di sekitar objek wisata dan melakukan
skoring untuk mengetahui tingkat pemberdayaan masyarakat
16. Melakukan skoring pada beberapa variabel terkait

Gambar 8. Skoring Tingkat Gambar 9. Skoring Variabel


Kemiringan Lereng Keamanan

Gambar 10. Skoring Variabel Gambar 11. Skoring Variabel


Pengembangan Lahan Konservasi

Gambar 12. Skoring Tingkat


Pemberdayaan Masyarakat
17. Melakukan skoring pada parameter kekritisan lahan, ketersediaan sumber
air, kondisi lahan, aksesibilitas kondisi jalan dari jalan raya ke lokasi, dan
edukasi sama seperti langkah sebelumnya.
a. Melakukan skoring pada parameter aksesibilitas jarak tempuh ke pusat
kota (PKW)
- Untuk melakukan skoring pada parameter ini kita perlu melakukan
langkah yang cukup berbeda dengan parameter-parameter lainnya.
Kita perlu memasukkan data jaringan jalan ke dalam File
Geodatabase → Feature Dataset untuk dilakukan proses
pengecekan topologi dan pembuatan network dataset

Gambar 13. Pembuatan Network Dataset


- Melakukan penambahan data kecepatan pada attribute table
dengan menggunakan field calculator pada data jaringan jalan dan
mencentang show codeblock. Berikut adalah script yang
digunakan.

If [REMARK] = "Arteri" then


kecepatan = [SHAPE_Leng] /60*60

elseif [REMARK] = "Kolektor" then


kecepatan = [SHAPE_Leng] /40*60
elseif [REMARK] = "Lokal" then
kecepatan = [SHAPE_Leng] /20*60

elseif [REMARK] = "Setapak" then


kecepatan = [SHAPE_Leng] /15*60

else
kecepatan = [SHAPE_Leng] /10*60
end if

Gambar 14. Proses Field Calculator untuk Penambahan Data


Kecepatan

Gambar 15. Hasil dari Proses Penambahan Data Kecepatan


- Melakukan pengecekan topologi dan pembuatan network dataset

Gambar 16. Aturan Topologi yang Digunakan


- Melakukan analisis jaringan untuk menghitung jarak antara objek
wisata dengan pusat kecamatan

Gambar 17. Window Load Location


Gambar 18. Proses Load Location Wisata

Gambar 19. Proses Pengaturan Analisis


Analisis yang dilakukan pada ArcGIS adalah OD-Cost Matrix,
kemudian dilakukan analisis kembali menggunakan QGIS dengan bantuan
Shortest path (point to layer) karena aturan pada parameter hanya
mensyaratkan perhitungan jarak, tidak sampai pada efisiensi jalur yang
digunakan.
18. Melakukan perkalian masing-masing skor dari setiap variabel yang sudah
didapatkan dengan bobot
19. Melakukan analisis
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Karakteristik Penggunaan Lahan di Sekitar Waduk Sermo


Secara umum karakteristik penggunaan lahan di kawasan sekitar Waduk
Sermo terdiri dari: permukiman, kebun, sawah irigasi, dan tegalan.
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Objek wisata Gono Tirto dikelilingi oleh jenis penggunaan lahan
kebun dan permukiman.
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Cagar Budaya Bulurejo berada di antara jenis penggunaan lahan
kebun, permukiman, dan sawah irigasi.
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Kalibiru terletak di antara jenis penggunaan lahan permukiman,
kebun, dan tegalan.
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Suaka Margasatwa Sermo dikelilingi oleh jenis penggunaan lahan
tegalan.
B.3. Pule Payung
Pule Payung dikelilingi oleh jenis penggunaan lahan permukiman,
kebun, dan tegalan.
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Objek wisata ini dikelilingi oleh jenis penggunaan lahan
permukiman, kebun, dan tegalan.

IV.2. Analisis Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Ekowisata di Sekitar


Waduk Sermo
1. Kekritisan Lahan
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Sesuai dengan hasil analisis dari peta kekritisan lahan Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, objek wisata Gono Tirto
masuk dalam kategori agak kritis.
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Sesuai dengan hasil analisis dari peta kekritisan lahan Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, objek wisata Cagar
Budaya Bulurejo masuk dalam kategori kritis.
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Sesuai dengan hasil analisis dari peta kekritisan lahan Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, objek wisata Kalibiru
masuk dalam kategori potensial kritis.
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Sesuai dengan hasil analisis dari peta kekritisan lahan Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, objek wisata Suaka
Margasatwa Sermo masuk dalam kategori kritis.
B.3. Pule Payung
Sesuai dengan hasil analisis dari peta kekritisan lahan Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, objek wisata ini masuk
dalam kategori potensial kritis.
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Sesuai dengan hasil analisis dari peta kekritisan lahan Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, objek wisata Taman
Bambu Air Waduk Sermo masuk dalam kategori agak kritis.
2. Aksesibilitas
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Objek wisata ini berada di ujung barat Kabupaten Kulon Progo
dengan medan yang cukup menantang (kondisi jalan cukup sulit)
dan berjarak sekitar 10 km dari pusat Kecamatan Kokap (cukup
jauh).
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Objek wisata ini berada di sebelah timur Waduk Sermo dengan
jalan yang mudah diakses karena konturnya landai (kondisi jalan
mudah) dan jaraknya dengan pusat kecamatan sekitar 9 km (cukup
jauh).
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Kalibiru memiliki akses jalan yang juga cukup menantang dengan
konturnya yang masuk pada kelas 6, yakni dengan ketinggian
500-750 meter (kondisi jalan cukup sulit). Kalibiru berjarak sekitar
7 km dari pusat kecamatan (cukup jauh).
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Suaka Margasatwa Sermo berada di lokasi di mana
aksesibilitasnya mudah karena konturnya cukup landai (kondisi
jalan mudah). Adapun jaraknya dengan pusat kecamatan adalah
sekitar 4 km (dekat).
B.3. Pule Payung
Objek wisata ini memiliki aksesibilitas yang cukup sulit karena
untuk mencapainya harus melalui medan yang cukup menantang
(kondisi jalan cukup sulit) dengan jarak dari pusat kecamatan
sekitar 8 km (cukup jauh).
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Objek wisata ini berlokasi di tepian Waduk Sermo, yang mana
aksesibilitasnya mudah (kondisi jalan mudah) dan berjarak sekitar
7 km dari pusat kecamatan (cukup jauh).
3. Kemiringan Lahan/Topografi
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Berdasarkan hasil overlay, diketahui bahwa keadaan topografi atau
kemiringan lahan di kawasan Situs Purbakala Gono Tirto adalah
>45% (curam)
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Berdasarkan hasil overlay, diketahui bahwa keadaan topografi atau
kemiringan lahan di kawasan Wisata Cagar Budaya Bulurejo
tergolong landai, yaitu 0 - 2%.
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Berdasarkan hasil overlay, diketahui bahwa keadaan topografi atau
kemiringan lahan di kawasan Wisata Alam Kalibiru adalah >40%
(curam)
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Berdasarkan hasil overlay, diketahui bahwa keadaan topografi atau
kemiringan lahan di kawasan Suaka Margasatwa Sermo tergolong
curam, yaitu 25 - 40%.
B.3. Pule Payung
Berdasarkan hasil overlay, diketahui bahwa keadaan topografi atau
kemiringan lahan di kawasan Pule Payung adalah >40% (curam)
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Berdasarkan hasil overlay, diketahui bahwa keadaan topografi atau
kemiringan lahan di kawasan Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
tergolong curam, yaitu 25 - 40%.
4. Ketersediaan Sumber Air
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Sesuai dengan hasil analisis dari peta jaringan PDAM Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, ketersediaan sumber air di
kawasan objek wisata Gono Tirto cukup memadai karena lokasinya
dengan sumber air bersih cukup jauh (kurang).
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Sesuai dengan hasil analisis dari peta jaringan PDAM Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, ketersediaan sumber air di
kawasan objek wisata Cagar Budaya Bulurejo memadai karena
lokasinya dengan sumber air bersih dekat (ada).
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Sesuai dengan hasil analisis dari peta jaringan PDAM Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, ketersediaan sumber air di
kawasan objek wisata Kalibiru memadai karena lokasinya dengan
sumber air bersih dekat (ada).
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Sesuai dengan hasil analisis dari peta jaringan PDAM Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, ketersediaan sumber air di
kawasan objek wisata Suaka Margasatwa memadai karena lokasinya
dengan sumber air bersih dekat (ada).
B.3. Pule Payung
Sesuai dengan hasil analisis dari peta jaringan PDAM Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, ketersediaan sumber air di
kawasan objek wisata Pule Payung memadai karena lokasinya dengan
sumber air bersih dekat (ada).
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Sesuai dengan hasil analisis dari peta jaringan PDAM Kabupaten
Kulon Progo menggunakan metode SIG, ketersediaan sumber air di
kawasan objek wisata Taman Bambu Air Waduk Sermo memadai
karena lokasinya dengan sumber air bersih dekat (ada).
5. Keamanan
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Sesuai dengan hasil pencarian informasi, keamanan di Situs
Purbakala Gono Tirto tergolong aman karena berdasarkan informasi
yang diperoleh, selalu dikunci dan dibersihkan oleh petugas (Aman).
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Berdasarkan informasi yang diperoleh, terdapat petugas yang
membersihkan cagar budaya ini sehingga tergolong aman.
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Keamanan di wisata alam Kalibiru tergolong aman karena di jalan
terdapat beberapa pos petugas yang bertuliskan Pusat Informasi
mengenai Kalibiru.
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Suaka Margasatwa Sermo tergolong aman karena terdapat penjaga
yang akan membuka gerbang ketika ada pengunjung.
B.3. Pule Payung
Berdasarkan informasi yang diperoleh, di kawasan Pule Payung
memprioritaskan aspek keamanan di setiap spotnya sehingga
tergolong aman.
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Berdasarkan informasi yang diperoleh, pada Taman Bambu Air
Waduk Sermo tidak ada penjaga, tapi suasananya ramai sehingga
tergolong kurang aman.
6. Kondisi Lahan
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Berada di lahan yang kurang produktif karena sebagian besar daerah
kawasan Gono Tirto adalah permukiman dan kebun (kurang
produktif).
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Berada di lahan yang produktif karena sebagian besar daerah kawasan
Cagar Budaya Bulurejo adalah kebun, permukiman, dan sawah irigasi
(produktif).
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Berada di lahan yang produktif karena sebagian besar daerah kawasan
Kalibiru adalah permukiman, kebun, dan tegalan (produktif).
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Berada di lahan yang produktif karena sebagian besar daerah kawasan
Suaka Margasatwa Sermo adalah tegalan (produktif).
B.3. Pule Payung
Berada di lahan yang produktif karena sebagian besar daerah kawasan
Pule Payung adalah permukiman, kebun, dan tegalan (produktif).
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Berada di lahan yang produktif karena sebagian besar daerah kawasan
Pule Payung adalah permukiman, kebun, dan tegalan (produktif).
7. Pengembangan Lahan
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Kawasan wisata Situs Purbakala Gono Tirto tidak bisa berkembang
karena di segala sisi dikelilingi oleh kebun sebagai lahan produktif.
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Kawasan wisata Wisata Cagar Budaya Bulurejo tidak bisa
berkembang karena di segala sisi dikelilingi oleh kebun dan sawah
irigasi sebagai lahan produktif untuk pertanian.
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Berdasarkan peta penggunaan lahan, kawasan wisata Kalibiru
dikelilingi permukiman, kebun, dan tegalan sehingga tidak bisa
berkembang karena berkaitan dengan tempat tinggal penduduk dan
lahan produktif.
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Kawasan wisata Suaka Margasatwa Sermo tidak bisa berkembang
karena di segala sisi dikelilingi oleh tegalan sebagai lahan produktif.
B.3. Pule Payung
Kawasan wisata Pule Payung dikelilingi permukiman, kebun, dan
tegalan sehingga tidak bisa berkembang.
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Berdasarkan peta penggunaan lahan, kawasan wisata Taman Bambu
Air Waduk Sermo dikelilingi permukiman, kebun, dan tegalan
sehingga tidak bisa berkembang karena berkaitan dengan tempat
tinggal penduduk dan lahan produktif.
8. Konservasi
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Situs Purbakala Gono Tirto merupakan tempat penyimpanan
bermacam-macam benda purbakala yang ditemukan di Dusun Tirto
dan Kalurahan Hargotirto, sehingga sangat perlu dilakukan
konservasi.
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Pesanggrahan Bulurejo memang salah satu dari Cagar Budaya
pemerintah Kulon Progo yang merupakan bangunan milik Keraton
Yogyakarta sehingga sangat perlu dilakukan konservasi.
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Wisata Kalibiru merupakan kombinasi yang menawan antara hutan
yang hijau dan hamparan perbukitan yang sangat luas sehingga perlu
dilakukan konservasi untuk menjaga kelestarian dan daya tariknya.
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Suaka Margasatwa Sermo memiliki potensi fauna berupa 28 jenis
Aves, 19 jenis herpetofauna, dan flora terdiri dari 35 jenis tumbuhan
Arboretum bambu sehingga spesies tersebut sangat perlu dilakukan
konservasi.
B.3. Pule Payung
Pule Payung merupakan objek wisata alternatif yang menawarkan
fasilitas untuk mengabadikan potret keindahan Waduk Sermo
sehingga perlu dilakukan konservasi agar meningkatkan daya tarik
wisata di sekitar Waduk Sermo.
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo merupakan taman yang
terbuat dari beberapa bambu yang diterapungkan di tengah waduk
menggunakan drum bekas dan dialasi bambu sehingga perlu
dikonservasi.
9. Edukasi
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Objek Wisata Situs Purbakala Gono Tirto tergolong dalam wisata
sejarah ini tentunya memiliki nilai edukasi bagi wisatawan yang
berkunjung mengenai benda-benda purbakala yang ditemukan di
Dusun Tirto dan Kalurahan Hargotirto (mengandung unsur edukasi).
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Objek Wisata Cagar Budaya Bulurejo memiliki nilai edukasi bagi
wisatawan yang berkunjung mengenai peninggalan Keraton
Yogyakarta (mengandung unsur edukasi).
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Objek Wisata Kalibiru kurang memiliki nilai edukasi bagi wisatawan
yang berkunjung (kurang mengandung unsur edukasi).
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Objek Wisata Suaka Margasatwa Sermo memiliki nilai edukasi bagi
wisatawan yang berkunjung mengenai keanekaragaman hayati yang
ada di daerah Sermo (mengandung unsur edukasi).
B.3. Pule Payung
Objek Wisata Pule Payung kurang memiliki nilai edukasi bagi
wisatawan yang berkunjung (kurang mengandung unsur edukasi).
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Objek Wisata Taman Bambu Air Waduk Sermo kurang memiliki nilai
edukasi bagi wisatawan yang berkunjung (kurang mengandung unsur
edukasi).
10. Pemberdayaan Masyarakat Lokal
A. Wisata Budaya
A.1. Situs Purbakala Gono Tirto
Lingkungan di sekitar Situs Tirto juga terdapat banyak ditanami
pohon kelapa dan masyarakat mayoritas sebagai penyadap air nira
sehingga masyarakatnya tergolong diberdayakan.
A.2. Wisata Cagar Budaya Bulurejo
Pada wisata Cagar Budaya Bulurejo, tidak ditemukan informasi yang
cukup detail, hanya ada warga yang sedang mengecat lokasi sehingga
dianggap masyarakatnya kurang diberdayakan.
B. Wisata Alam
B.1. Wisata Alam Kalibiru
Berdasarkan informasi yang diperoleh, tak hanya sebagai tempat
wisata, Kalibiru jadi lapangan kerja untuk penduduk sekitar sehingga
jelas bahwa masyarakat di sekitarnya diberdayakan.
B.2. Suaka Margasatwa Sermo
Informasi yang diperoleh adalah bahwa sampah di kawasan Sermo
relatif tidak banyak karena masyarakat sekitar memiliki kepedulian
terhadap lingkungan sehingga masyarakatnya diberdayakan untuk
menjaga kebersihan sekitar.
B.3. Pule Payung
Berdasarkan informasi, suksesnya tempat rekreasi Pule Payung tidak
dapat lepas dari peran aktif serta kegigihan masyarakat sekitar
sehingga artinya masyarakat di sekitarnya diberdayakan.
C. Wisata Buatan
C.1. Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo
Objek Taman Bambu Air Waduk Sermo merupakan ide dari
masyarakat sekitar yang tergabung dalam koperasi Bumiaji sehingga
tentunya masyarakat diberdayakan dengan adanya wisata ini.

IV.3. Hasil Skoring Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Ekowisata di


Sekitar Waduk Sermo

Tabel 1. Hasil Skoring Kesesuaian Lahan Pengembangan Ekowisata Kawasan


Situs Purbakala Gono Tirto
Tabel 2. Hasil Skoring Kesesuaian Lahan Pengembangan Ekowisata Kawasan
Cagar Budaya Bulurejo

Tabel 3. Hasil Skoring Kesesuaian Lahan Pengembangan Ekowisata Kawasan


Wisata Alam Kalibiru

Tabel 4. Hasil Skoring Kesesuaian Lahan Pengembangan Ekowisata Kawasan


Suaka Margasatwa Sermo
Tabel 5. Hasil Skoring Kesesuaian Lahan Pengembangan Ekowisata Kawasan
Pule Payung

Tabel 6. Hasil Skoring Kesesuaian Lahan Pengembangan Ekowisata Kawasan


Taman Bambu Air Waduk Sermo

IV.4. Peta Persebaran Objek Wisata dan Aksesibilitasnya untuk Pengembangan


Kawasan Ekowisata Sekitar Waduk Sermo
Gambar 20. Peta Persebaran Objek Wisata di Sekitar Waduk Sermo
Pada Gambar 20. kita dapat ketahui bahwa terdapat enam objek wisata
yang lokasinya berdekatan dengan Waduk Sermo. Ada lima objek wisata yang
berlokasi di Kapanewon Kokap, sedangkan satu objek wisata yang lain berlokasi
di Kapanewon Pengasih yang berada di sebelah timur, yakni objek wisata Cagar
Budaya Bulurejo.
Gambar 21. Peta Aksesibilitas untuk Pengembangan Kawasan Ekowisata di
Sekitar Waduk Sermo
Gambar 21. menunjukkan jalur. Adapun jarak yang ditempuh untuk dapat
mencapai lokasi-lokasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 21. berikut ini pada
kolom “cost”. Kita dapat mengetahui jarak yang harus ditempuh jika ingin
mencapai suatu objek wisata di sekitar Waduk Sermo dari ibukota Kapanewon
Kokap. Hasil yang ditunjukkan adalah dalam satuan meter sehingga bisa
diketahui bahwa kisaran jarak dari ibukota kecamatan ke objek wisata adalah 4 -
10 km. Analisis jaringan berupa shortest path dipilih karena pada parameter yang
disebutkan dalam referensi yang kami gunakan (Sumaraw et al., 2016) hanya
membutuhkan analisis jarak saja, tidak sampai kepada analisis efisiensi dari suatu
rute/jalur.

Gambar 21. Hasil Analisis Jaringan Shortest Path


BAB V
PENUTUP
V.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisis
Kesesuaian Lahan Pengembangan Ekowisata di Sekitar Waduk Sermo, maka
dapat disimpulkan beberapa poin sebagai berikut :
1. Sesuai dengan penilaian analisis kesesuaian lahan pengembangan
ekowisata Kawasan Situs Purbakala Gono Tirto, diketahui kawasan wisata
ini tergolong sesuai (S2) dengan skor: 76,67%. Untuk pengembangan
pariwisata berkelanjutan dengan konsep ekowisata melalui konservasi
bermacam-macam benda purbakala yang ditemukan di Dusun Tirto dan
Kalurahan Hargotirto sebagai objek dan daya tarik utama kawasan wisata
ini.
2. Sesuai dengan penilaian analisis kesesuaian lahan pengembangan
ekowisata Kawasan Cagar Budaya Bulurejo, diketahui kawasan wisata ini
sesuai (S2) dengan skor: 71,67%. Untuk pengembangan pariwisata
berkelanjutan dengan konsep ekowisata melalui konservasi cagar budaya
pemerintah Kulon Progo yang merupakan bangunan milik Keraton
Yogyakarta sebagai daya tarik utama kawasan wisata ini.
3. Sesuai dengan penilaian analisis kesesuaian lahan pengembangan
ekowisata Kawasan Wisata Kalibiru, diketahui kawasan wisata ini sesuai
(S2) dengan skor: 73,33%. Untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan
dengan konsep ekowisata, melalui pelestarian hutan yang hijau dan
hamparan perbukitan yang sangat luas sebagai objek dan daya tarik
kawasan wisata ini.
4. Sesuai dengan penilaian analisis kesesuaian lahan pengembangan
ekowisata Kawasan Wisata Suaka Margasatwa Sermo, diketahui kawasan
wisata ini sesuai (S2) dengan skor: 75%. Untuk pengembangan pariwisata
berkelanjutan dengan konsep ekowisata, melalui konservasi potensi fauna
dan flora sebagai objek dan daya tarik kawasan wisata ini.
5. Sesuai dengan penilaian analisis kesesuaian lahan pengembangan
ekowisata Kawasan Wisata Pule Payung, diketahui kawasan wisata ini
sesuai (S2) dengan skor: 73,33%. Untuk pengembangan pariwisata
berkelanjutan dengan konsep ekowisata, melalui melalui pelestarian
Waduk Sermo sebagai objek dan daya tarik kawasan wisata ini.
6. Sesuai dengan penilaian analisis kesesuaian lahan pengembangan
ekowisata Kawasan Taman Bambu Air Waduk Sermo, diketahui kawasan
wisata ini sesuai (S2) dengan skor: 70%. Untuk pengembangan pariwisata
berkelanjutan dengan konsep ekowisata, melalui melalui pelestarian
taman yang terbuat dari beberapa bambu yang diterapungkan di tengah
waduk untuk melihat keindahan Waduk Sermo sebagai objek dan daya
tarik kawasan wisata ini.
Sesuai dengan penilaian analisis kesesuaian lahan pengembangan
ekowisata di sekitar Waduk Sermo, diketahui semua objek wisata yang
dijadikan sampel penelitian sesuai (S2) untuk pengembangan ekowisata
dengan skor berada pada rentang 55 % - <78 %. Secara umum kawasan wisata
yang ada di sekitar Waduk Sermo sesuai dikembangkan menjadi kawasan
wisata yang berwawasan akan lingkungan dengan konsep ekowisata dan
dalam pengembangannya harus memperhatikan aspek kelestarian lingkungan
dan budaya, serta pemberdayaan masyarakat lokal.
V.2. Saran
Adapun beberapa rekomendasi secara umum yang dapat diberikan dalam
penelitian ini antara lain :
1. Waduk Sermo harus dikonservasi dan dilestarikan keberadaannya sebagai
salah satu objek dan daya tarik wisata (ODTW) di Kabupaten Kulon
Progo.
2. Dalam pengolahan dan pengembangan kawasan wisata sekitar Waduk
Sermo sebaiknya menggunakan konsep pengembangan pariwisata
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (ekowisata) demi menjaga
kelestarian lingkungan yang ada.
3. Masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan dan pengembangan
kawasan wisata di sekitar Waduk Sermo untuk peningkatan taraf hidup
masyarakat setempat.
DAFTAR PUSTAKA

Budiastyo, B. B. (2011, 17 Februari). Lukendar Dapat Wangsit Merenovasi Pesanggrahan


Bulurejo. Diambil kembali dari Tribun Jogja:
https://jogja.tribunnews.com/2011/02/17/lukendar-dapat-wangsit-merenovasi-pes
anggrahan-bulurejo
Di Waduk Sermo Mereka Beristirahat. (2020, 12 Juni). Diambil kembali dari
https://jogja.mblusuk.com/1048-Di-Waduk-Sermo-Mereka-Beristirahat.html
ESRI. (n.d.). ArcMap. Diambil kembali dari ArcGIS Desktop:
https://desktop.arcgis.com/en/arcmap/latest/tools/spatial-analyst-toolbox/an-over
view-of-the-spatial-analyst-toolbox.htm
ESRI. (n.d.). The ArcGIS Book. Diambil kembali dari Learn ArcGIS:
https://learn.arcgis.com/en/arcgis-book/chapter5/
ISTC: Mendorong Percepatan Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia.
kemenparekraf.go.id. (2021). Diakses pada 19 Oktober 2021, dari
https://kemenparekraf.go.id/ragam-pariwisata/ISTC%3A-Mendorong-Percepatan
-Pariwisata-Berkelanjutan-di-Indonesia.
QGIS. (n.d.). Documentation QGIS 2.18. Diambil kembali dari QGIS Documentation:
https://docs.qgis.org/2.18/en/docs/user_manual/plugins/plugins_zonal_statistics.
html
Portal Informasi Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta yang dikelola oleh Dinas
Pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta. (2021). Diambil kembali dari Visiting
Jogja: visitingjogja.com/3267/waduk-sermo/
Pratomo, J. D. (2018). Pengembangan Ekowisata Taman Sungai Mudal di Kulon Progo
Yogyakarta. Domestic Case Study, 1-10.
Progo, D. d. (2007). Peraturan Daerah Kabupaten Kulon Progo Nomor : 16 Tahun 2007.
Yogyakarta: Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.
Purwaamijaya, I. M., & Fikri, T. (2009). Analisis Kesesuaian Lahan untuk Perumahan
Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Garut. Jurnal Geografi
GEA, Vol 9, No. 2.
Rahmayanti, Y. (2017). DAMPAK KEBERADAAN OBJEK WISATA WADUK SERMO
TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI
SREMO, KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.
docplayer.info. Diakses pada 18 Oktober 2021, dari
https://docplayer.info/68143519-Dampak-keberadaan-objek-wisata-waduk-serm
o-terhadap-perubahan-sosial-ekonomi-masyarakat-di-sremo-kulon-progo-daerah-
istimewa-yogyakarta.html.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 tahun 2009 Tentang
Pedoman Pengembangan Ekowisata di Daerah
Rivandi, Y. G., & Santosa, P. B. (2018). The spatial suitability evaluation of networked
minimarket locations according to Bupati Bantul Regulation No. 35/2013.
Journal of Geospatial Information Science and Engineering, 1-7.
Rudi. (2021, 15 Januari). Pule Payung Yogyakarta, Wisata Populer Dekat Waduk Sermo.
Diambil kembali dari NativeIndonesia.com:
https://www.nativeindonesia.com/pule-payung-yogyakarta/
Situs Purbakala Gono Tirto. (2021). Diambil kembali dari
https://goo.gl/maps/hXmc22iDzdGVknZ79
Suaka Margasatwa Sermo. (2019). Diambil kembali dari UlasanTempat.com:
https://ulasantempat.com/yogyakarta/suaka-margasatwa-sermo-56636
Sudarmadji, & Widyastuti. (2014). Dampak dan Kendala Wisata Waduk Sermo dari
Aspek Lingkungan Hidup dan Risiko Bencana. Jurnal Teknosains, 81-166.
Sumaraw, C. A., Tondobala, L., & Lahamendu, V. (2016). ANALISIS KESESUAIAN
LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI SEKITAR DANAU
TONDANO. Koleksi Spasial Perpustakaan Universitas Sam Ratulangi, 95-105.
Ulfah, R. H. (2018). Pengembangan Daya Tarik Wisata Taman Bambu Air Waduk Sermo
di Kulon Progo Yogyakarta. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarukmo
(STIPRAM) Yogyakarta.
Wisata Alam Kalibiru – Spot Foto yang bikin narsis. (2017, 5 Januari). Diambil kembali
dari Jajan Jajan Sehat:
https://www.jalanjajanhemat.com/2017/01/05/wisata-alam-kalibiru-spot-foto-yan
g-bikin-narsis/

Anda mungkin juga menyukai