EXIST IN EXIST
Exist In Exist
NIM E34130048
ABSTRAK
EXIST IN EXIST. Perencanaan Hutan Kota untuk Ekowisata di Kecamatan
Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh
E.K.S. HARINI MUNTASIB dan RACHMAD HERMAWAN.
ABSTRACT
EXIST IN EXIST
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis
ucapkan kepada Prof Dr E.K.S. Harini Muntasib selaku pembimbing I dan Dr Ir
Rachmad Hermawan, MScF selaku dosen pembimbing II yang telah bersedia
membimbing penulis selama proses pengerjaan tugas akhir ini, serta kepada Dr Ir
M. Buce Saleh, MS selaku dosen penguji dalam ujian komprehensif penulis yang
telah memberikan saran dalam penulisan skripsi penulis. Ungkapan terima kasih
selanjutnya juga penulis sampaikan kepada Tanoto Foundation yang telah
mendukung penulis secara finansial ataupun non finansial dalam menyelesaikan
kuliah dan penelitian tugas akhir penulis.
Selain itu, terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Rivani dari
Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Halmahera Tengah, Bapak Yunus dan
Bapak Yudi dari BAPPEDA Kabupaten Halmahera Tengah, Bapak Zakih dari
Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara, Bapak Husain dari Dinas Pariwisata
Kabupaten Halmahera Tengah, Bapak Desman serta Bapak Tohirin dari BP DAS
Ake Malamo Ternate yang telah membantu penulis selama proses pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada mama, kakak Bio In
God Bless, seluruh keluarga di Weda, serta Reinaldhi Andriano Saputra dan
teman-teman sekalian yang telah mendukung penulis baik dengan doa dan kasih
sayangnya untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga tugas akhir ini bermanfaat.
Exist In Exist
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODE 2
Lokasi dan Waktu 2
Alat dan Bahan 3
Prosedur Pengumpulan Data 3
Prosedur Analisis Data 6
Prosedur Sintesis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Beberapa Kawasan yang Mempunyai Peluang untuk Dipersiapkan menjadi
Hutan Kota 8
Kondisi Detail Kawasan Mangrove Desa Fidi Jaya 13
Perencanaan Hutan Kota untuk Ekowisata pada Kawasan Mangrove Desa Fidi
Jaya 26
SIMPULAN DAN SARAN 29
Simpulan 29
Saran 29
DAFTAR PUSTAKA 29
RIWAYAT HIDUP 32
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
METODE
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah panduan
wawancara, binokuler, buku identifikasi flora dan fauna, kamera digital, GPS,
aplikasi Arc GIS, dan Google Earth dengan kegunaan seperti yang tercantum
dalam tabel 1.
Pengumpulan data pada penelitian ini dibagi ke dalam dua tahapan. Tahapan
pertama adalah inventarisasi kawasan hutan kota dan tahapan ke dua adalah
pengumpulan data untuk perencanaan kawasan hutan kota terpilih.
Keterangan:
nx : Jumlah responden pada satu desa
Nx : Jumlah populasi pada satu desa
N : Jumlah populasi keseluruhan desa terpilih
n : Jumlah total responden
Pengumpulan Data
Kawasan Terpilih
Analisis Data
Sintesis Data
Perencanaan Kawasan
Tabel 2 Kriteria dan penilaian pemilihan kawasan hutan kota di Kecamatan Weda
Penilaian
No. Kriteria Tidak Memenuhi Kriteria Memenuhi Kriteria
(0) (1)
1. Lokasi Jauh dari pusat kota Dekat dengan pusat kota
Hanya ada satu jalan Terdapat lebih dari satu
2. Aksesibilitas
menuju kawasan jalan menuju kawasan
Luas kurang dari 0.25 Ha Luas lebih dari 0.25 Ha
3. Luas area dan lebih kecil dari dan paling besar di antara
kawasan lainnya kawasan lainnya
4. Tipe ekosistem Satu ekosistem Lebih dari satu ekosistem
Tidak terdapat atau
Lebih dari satu daya tarik
5. Daya tarik wisata terdapat satu daya tarik
wisata
wisata
Tanah hak dan tanah
Status kepemilikan
6. Tanah hak negara atau seluruhnya
lahan
tanah negara
Status perencanaan
Tidak direncanakan Direncanakan menjadi
7. oleh pemerintah
menjadi hutan kota hutan kota
daerah
pemerintah daerah harus memberikan insentif kepada pemegang hak atas tanah
yang lahannya ditetapkan menjadi hutan kota. Selain dikhawatirkan akan
memberikan peluang bagi pemegang hak atas tanah untuk sewaktu-waktu menjual
atau mewarisi tanah, membuat bangunan, ataupun melakukan hal lain yang dinilai
lebih menguntungkan dibandingkan mempertahankannya menjadi hutan kota,
pemberian intensif juga menjadi biaya tambahan dan beban tersendiri dalam
pembangunan hutan kota. Dinas Pariwisata Kabupaten Halmahera Tengah telah
merencanakan kawasan ini sebagai salah satu objek wisata utama yang dapat
dikembangkan di Kecamatan Weda dalam bentuk rencana tapak (site plan).
Berdasarkan kondisi tersebut maka kawasan ini dinilai telah memenuhi tiga dari
tujuh kriteria penilaian yang telah ditetapkan, yaitu kriteria tipe ekosistem, daya
tarik wisata, dan status kepemilikan lahan.
menjelaskan bahwa suatu kawasan yang akan dipersiapkan menjadi hutan kota
sebaiknya merupakan kawasan yang sejak awal sudah direncanakan oleh
pemerintah daerah menjadi hutan kota agar dapat sejalan dengan rencana yang
sudah ditetapkan. Pemerintah daerah telah merencanakan kawasan ini sebagai
hutan kota dengan bentuk Taman Hutan Raya (TAHURA) yang dapat
dikembangkan di Kecamatan Weda dalam Rencana Tata Bangunan dan
Lingkungan (RTBL) Kawasan Hijau Kawasan Weda Kabupaten Halmahera
Tengah. Berdasarkan kondisi tersebut maka kawasan ini dinilai telah memenuhi
lima dari tujuh kriteria penilaian yang telah ditetapkan, yaitu kriteria lokasi,
aksesibilitas, daya tarik wisata, status kepemilikan lahan, dan status perencanaan
kawasan oleh pemerintah daerah.
(a) (b)
Gambar 6 Tipe ekosistem kawasan mangrove: (a) lahan kering (b) hutan
mangrove dan muara sungai
Tabel 3 Kondisi dan penilaian kawasan hutan kota di Kecamatan Weda
Tabel 4 Kondisi dan penilaian kawasan hutan kota di Kecamatan Weda (lanjutan)
Aspek Biofisik
1. Letak, luas, serta aksesibilitas dan sirkulasi kawasan
Kawasan mangrove di Desa Fidi Jaya secara geografis terletak pada
0 20’5.50” LU - 0020’54.09” LU dan 127051’56.70” BT - 127052’247.36” BT dan
0
secara administratif terletak di Desa Fidi Jaya yaitu di bagian timur laut
Kecamatan Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara. Lokasi
kawasan ini berada dekat dengan pusat kota, yaitu 1 km dari pusat kota. Kawasan
ini dapat ditempuh dengan berjalan kaki dari pusat kota dengan berjalan kaki
selama 10-20 menit dan dengan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum
selama 5-10 menit. Jalan menuju kawasan ini berupa jalan aspal, sehingga mudah
untuk dilewati. Kawasan ini memiliki luas area sebesar 112.66 Ha (Gambar 7).
Berdasarkan hasil pengamatan, terdapat satu akses masuk ke dalam kawasan yaitu
Pasar Weda yang berada di sebelah selatan kawasan. Pada kondisi aktualnya
diketahui bahwa keberadaan pasar ini memberikan dampak buruk bagi lingkungan
di sekitarnya, khususnya bagi daerah muara sungai di bagian belakang pasar ini.
Hal ini dibuktikan dengan banyaknya limbah padat ataupun cair dari pasar
tersebut yang dibuang langsung ke muara sungai. Selain itu, pada bagian belakang
pasar ini terdapat juga bangunan-bangunan illegal seperti warung-warung kecil
yang masuk ke dalam wilayah sempadan sungai yaitu 10-15 meter dari tepi sungai
kecil menurut Peraturan Daerah Kabupaten Halmahera Tengah No. 1 Tahun 2012.
Oleh karena itu, area Pasar Weda sebagai akses masuk menuju kawasan mangrove
14
ini perlu ditata kembali dan dikelola limbahnya untuk meminimalisir dampak
negatif bagi lingkungan di sekitarnya.
3. Tanah
Berdasarkan analisis jenis tanah menurut peta hidrogeologi Kecamatan
Weda 2016 diketahui bahwa kawasan mangrove ini mempunyai jenis tanah
alluvial dan endapan pantai yang terdiri dari lempung, lanau, pasir dan kerikil.
Tanah alluvial merupakan jenis tanah yang terjadi karena endapan lumpur yang
biasanya terbawa karena aliran sungai. Hardjowigeno (2003) menjelaskan bahwa
tanah alluvial mempunyai tingkat kesuburan bervariasi dari rendah hingga tinggi,
tekstur sedang hingga kasar, kandungan bahan organik dari rendah hingga tinggi,
pH berkisar dari masam, netral, hingga alkalin, serta kejenuhan basa dan kapasitas
tukar kation bervariasi tergantung dari bahan induk. Tanah ini tergolong tidak
peka terhadap erosi, sehingga dapat dibangun dengan bangunan non permanen
dan semi permanen. Sebagian tanah pada kawasan ini yaitu di area mangrove
masih berlumpur, sehingga dibutuhkan fasilitas jembatan sebagai jalur yang dapat
digunakan pengunjung untuk mengelilingi kawasan.
Lahan pada kawasan mangrove ini memiliki kelas kemampuan lahan yang
berbeda walaupun memiliki jenis tanah yang sama dalam satu kawasan.
Berdasarkan analisis peta kemampuan lahan yang didapat dari BAPPEDA
Kabupaten Halmahera Tengah, diketahui bahwa area mangrove pada kawasan ini
tergolong sebagai lahan dengan kemampuan kelas V, sedangkan sebagian besar
area pertanian lahan kering campur semak tergolong sebagai lahan dengan
kemampuan kelas III (Gambar 9). Tanah dengan kemampuan lahan pada kelas V
di area mangrove ini merupakan lahan yang selalu tergenang air, sehingga tidak
sesuai untuk usaha pertanian tanaman semusim dan lebih sesuai untuk dijadikan
hutan. Tanah dengan kemampuan lahan pada kelas III di area pertanian lahan
kering campur semak mempunyai faktor pembatas salah satunya adalah drainase
yang jelek (Arsyad 2006). Faktor pembatas ini membuat tanah pada kelas ini
memerlukan tindakan konservasi yang serius apabila digunakan untuk usaha
pertanian, sehingga pemerintah daerah menetapkan salah satu upaya konservasi
yang akan dilakukan pada area ini adalah memperbaiki drainase tanah.
Berdasarkan kelas kemampuan lahan ini, pemerintah daerah menetapkan bahwa
lahan pada area ini sesuai untuk dijadikan area pertanian dengan intensitas sedang.
Penggunaan lahan oleh penduduk yang tidak sesuai dengan kemampuan
lahan serta kondisi alami area pertanian lahan kering campur semak ini
menyebabkan area ini tergolong ke dalam kategori lahan kritis berdasarkan
analisis peta kekritisan lahan yang diperoleh dari BP DAS Ake Malamo (Gambar
10). Menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 52/Kpts-II/2001 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, lahan kritis
merupakan lahan yang keadaan fisiknya sedemikian rupa sehingga lahan tersebut
tidak berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi
maupun sebagai media tata air. Oleh karena itu, pemerintah daerah Kabupaten
Halmahera Tengah menetapkan area ini sebagai salah satu sasaran rehabilitasi
hutan dan lahan dalam Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan tahun
2010-2016.
17
4. Topografi
Kondisi topografi erat kaitannya dengan kemiringan lahan. Kemiringan
lahan ini sangat penting untuk diketahui karena dapat menjadi dasar dalam
penempatan pengembangan objek dan atraksi wisata, serta pengembangan sarana
dan prasarana pendukung wisata yang nyaman bagi pengunjung (Putri 2012).
Berdasarkan analisis kemiringan lahan menurut peta kemiringan lahan Kecamatan
Weda, diketahui bahwa kawasan mangrove ini mempunyai topografi datar dengan
kelerengan 0-3%. Kondisi ini memungkinkan tapak untuk dilakukan
pembangunan fasilitas atau sarana prasarana yang mendukung wisata
(Hardjowigeno dan Widyatmaka 2007). Akan tetapi, kondisi ini juga
menyebabkan sebagian besar wilayah ini yaitu di kawasan hutan mangrove masih
dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga konstruksi fasilitas atau sarana
prasarana untuk mendukung wisata yang akan dibangun pada wilayah ini
sebaiknya terbatas dan menyesuaikan kondisi tersebut.
5. Hidrologi
Kawasan mangrove ini merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS)
Ake Fidi yang bagian muaranya berhubungan langsung dengan Teluk Weda.
Djamhur (2014) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa Teluk Weda mempunyai
tipe pasang surut air laut semidiurnal condong keharian ganda (mixed tide
prevailing semidiurnal). Tipe pasang surut tersebut merupakan tipe dimana dalam
satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode
yang berbeda. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar kawasan khususnya
wilayah hutan mangrove dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Pasang surut air
laut inilah yang menyebabkan terbentuknya zonasi vegetasi mangrove.
Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa aliran sungai yang ada dekat
Pasar Weda disalahgunakan oleh penduduk setempat untuk pembuangan limbah
padat ataupun cair. Hal ini menyebabkan menurunnya kualitas air sungai yang
juga berdampak pada kelestarian biota air yang ada. Oleh karena itu, dibutuhkan
pengelolaan limbah yang lebih efektif untuk mencegah peningkatan pencemaran
yang terjadi pada sungai tersebut. Selain itu, dibutuhkan juga penataan daerah
sempadan sungai agar tidak terus menerus disalahgunakan penduduk setempat
menjadi lahan pemukiman ataupun tempat usaha (Asdak 2007). Selain sungai
yang bermuara pada Teluk Weda, terdapat juga saluran air di tepi kawasan yang
berbatasan dengan jalan. Saluran ini merupakan bagian dari sistem drainase mayor
berupa saluran primer yang dibuat oleh pemerintah Kecamatan Weda untuk
mencegah terjadinya genangan ataupun banjir pada wilayah sekitarnya. Air yang
dialirkan pada saluran ini selanjutnya langsung dialirkan ke sungai Fidi.
6. Iklim
Berdasarkan data yang diperoleh dari Statisiun Meteorologi Babullah
Ternate diketahui bahwa pada tahun 2016 Kecamatan Weda memiliki curah hujan
bulanan berkisar antara 73.2 mm – 336.9 mm. Nugraha et al. (2015) menjelaskan
bahwa curah hujan yang relatif rendah akan mendukung kegiatan wisata alam.
Sementara itu, data suhu dan kelembaban udara pada Kecamatan Weda belum
tersedia pada stasiun tersebut, sehingga suhu dan kelembaban udara Kecamatan
Weda diasumsikan sama atau tidak beda jauh dengan suhu dan kelembaban udara
Ternate. Berdasarkan data yang diperoleh dari stasiun tersebut, diketahui bahwa
pada tahun 2016 suhu udara Ternate berkisar antara 26.90C – 28.20C, sedangkan
kelembaban udaranya berkisar antara 76 % - 85 %,
19
Aspek Wisata
Secara umum aspek wisata dipengaruhi oleh dua unsur utama yaitu besarnya
permintaan wisata (demand) dan potensi wisata yang ditawarkan (supply).
Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk Kecamatan Weda, diketahui
bahwa penduduk Kecamatan Weda mendukung adanya pengembangan wisata
khususnya wisata alam ataupun wisata budaya pada Kecamatan Weda. Selain itu,
penduduk Kecamatan Weda juga setuju apabila kawasan mangrove ini menjadi
salah satu objek yang dikembangkan menjadi wisata di Kecamatan Weda karena
memiliki keindahan alam yang unik dan dapat menjadi sumber pendapatan daerah
atau masyarakat lokal. Selain itu, sebagian besar penduduk tersebut mengaku
sudah pernah berkunjung ke kawasan ini. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk
Kecamatan Weda di kalangan usia remaja hingga dewasa merupakan pengunjung
potensial sekaligus pengunjung aktual pada kawasan ini. Meskipun demikian,
tidak menutup kemungkinan masyarakat di luar Kecamatan Weda baik yang
tinggal di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, ataupun
di luar wilayah tersebut yang bersedia mengeluarkan biaya lebih untuk berwisata
ke lokasi ini juga berpotensi menjadi pengunjung potensial. Muntasib dan
Rachmawati (2009) menjelaskan bahwa permintaan wisata ini dipengaruhi oleh
dua faktor utama, yaitu faktor pendorong yang merupakan faktor yang memotivasi
individu untuk melakukan liburan (stress, bosan, kurang hiburan di tempat asal)
dan faktor daya tarik yang merupakan faktor yang dapat menarik pengunjung
untuk datang (cuaca, pemandangan, dll).
Selain unsur permintaan kawasan ini juga memiliki unsur penawaran berupa
daya tarik wisata. Menurut UU No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, daya
tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai
yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia
yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisata. Berdasarkan hasil
pengamatan dan hasil wawancara dengan penduduk, diketahui bahwa beberapa
daya tarik wisata utama yang dimiliki kawasan mangrove ini antara lain,
pemandangan ekosistem hutan mangrove yang berada di tepian aliran sungai dan
yang membentuk pulau tersendiri serta pemandangan laut yang berada di depan
pulau mangrove tersebut. Pemandangan inilah yang membuat kawasan ini
memiliki kualitas visual yang baik (good view) (Gambar 13). Selain potensi
tersebut, terdapat juga keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa yang ada di
dalamnya serta muara sungai yang dapat dilalui oleh pengunjung untuk
mengelilingi kawasan mangrove ini menggunakan perahu kecil. Potensi wisata
lain yang ada di kawasan ini adalah kuliner khas Weda yang dijual dan dapat
dinikmati pengunjung pada area Pasar Weda sebagai akses masuk kawasan ini.
Akan tetapi, pengembangan potensi wisata kuliner ini harus dilakukan dengan
terlebih dahulu menata area Pasar Weda dan mengelola sistem pembuangan
limbahnya agar akses masuk kawasan ini tidak lagi mengesankan lingkungan
yang kumuh atau kualitas visual buruk (bad view) seperti saat ini (Gambar 13).
23
Aspek Kebijakan
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjelaskan
bahwa untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan ressapan air, di
setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota. Peraturan lebih rinci
terkait hutan kota selanjutnya dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 63
Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa
penyelenggaran hutan kota terdiri atas penunjukan, pembangunan, penetapan, dan
pengelolaan. Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional juga menjelaskan bahwa salah satu pola
pemanfaatan ruang yang tergolong ke dalam kawasan perlindungan setempat
adalah kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota.
Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah selanjutnya menyusun Pearaturan
Daerah Kabupaten Halmahera Tengah No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Halmahera Tengah Tahun 2010-2030
sebagai tindak lanjut dari RTRW Nasional dan RTRW Provinsi Maluku Utara.
Berdasarkan peraturan tersebut diketahui kawasan mangrove di Desa Fidi Jaya ini
direncanakan menjadi beberapa jenis pola ruang, antara lain :
1. Sempadan sungai : kawasan lindung yang termasuk ke dalam kawasan
perlindungan setempat
2. Area mangrove dan area pertanian lahan kering campur semak : Area
Penggunaan Lain (APL)
3. Area pasar : kawasan budidaya yang termasuk ke dalam kawasan peruntukan
pemukiman
Berdasarkan RTRW Kabupaten Halmahera Tengah tersebut selanjutnya
pemerintah daerah Kecamatan Weda menyusun Rencana Detail Tata Ruang
(RDTR) Kecamatan Weda Tahun 2010-2030. Berdasarkan RDTR tersebut,
diketahui bahwa kawasan mangrove ini memang direncanakan menjadi ruang
terbuka hijau kota yaitu hutan kota. Perencanaan lebih rinci dari kawasan ini
selanjutnya disusun dalam bentuk Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL) Kawasan Hijau Kawasan Weda Kabupaten Halmahera Tengah tahun
anggaran 2016. Pada RTBL tersebut dijelaskan bahwa kawasan mangrove ini
akan dikembangkan menjadi hutan kota dengan konsep wisata edukasi mangrove
yang akan dilengkapi dengan fasilitas yang mendukun seperti, area parkir,
mushola, dan toilet yang akan disediakan pada area masuk, jembatan penghubung
menuju hutan mangrove, jalur untuk mengelilingi hutan mangrove, dan menara
pengamatan. Pada RTBL tersebut, area masuk kawasan mangrove ini dialokasikan
26
di bagian barat area mangrove yang berada dekat dengan jalan dengan terlebih
dahulu membuka lahan mangrove tersebut. Tindakan pembukaan lahan mangrove
ini akan berdampak pada berkurangnya ketebalan, kerapatan, dan
keanekaragaman jenis mangrove (Mariati 2016). Selain itu, penempatan area
masuk pada lokasi tersbut menyebabkan pulau mangrove yang ada di bagian
belakang Pasar Weda tidak termasuk ke dalam area pengembangan wisata. Oleh
karena itu, untuk meminimalisir dampak tersebut sebaiknya area masuk kawasan
ini tetap dialokasikan di area Pasar Weda, sehingga pulau mangrove yang berada
di bagian belakang pasar tersebut menjadi area pengembangan wisata utama
dengan membangun jembatan menuju area pulau mangrove tersebut, sedangkan
area hutan mangrove di sisi lainnya lebih diarahkan untuk area perlindungan
dengan pemanfaatan terbatas seperti untuk penelitian.
karena area ini memiliki hutan mangrove yang masih utuh dan alami
dengan tingkat ancaman manusia yang rendah. Alokasi ruang
perlindungan yang lebih besar dari ruang ekowisata ditetapkan untuk
meminimalisir dampak negatif kegiatan wisata terhadap lingkungan
mengingat tipe hutan kota ini adalah tipe perlindungan. Luas area ruang
penyangga adalah 6.33 Ha. Area ini dipilih sebagai ruang penyangga
karena letaknya yang berbatasan langsung dengan jalan, sehingga
berfungsi untuk membatasi dan menghalangi kawasan di dalamnya
khususnya ruang perlinndungan dengan area di luar kawasan. Luas area
ruang rehabilitasi adalah 38.27 Ha. Area ini dipilih karena kondisi lahan
yang tergolong kritis akibat drainase tanah yang buruk dan ketidaksesuaian
penggunaan lahan dengan kemampuan dan kesesuaian lahan. Upaya
pengelolaan yang perlu dilakukan pada ruang ini, yaitu perbaikan drainase
tanah dan penanaman vegetasi dengan sistem Agroforestri. Oleh karena
itu, wisata yang dapat dikembangkan pada ruang ini adalah wisata
Agroforestri (Tabel 4).
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Barron S, Sheppard SRJ, Condon PM. 2016. Urban forest indicators for planning
and designing future forest. Forest. 7(9):1-17. doi:10.3390/f7090208.
[BPK Solo] Badan Penelitian Kehutanan Solo. 2010. Sistem Agroforestri Hutan
Rakyat dalam Mendukung Pengelolaan DAS Berkelanjutan. Solo (ID):
BPK Solo.
[BPS Halteng] Badan Pusat Statistik Kabupaten Halmahera Tengah. 2016.
Kecamatan Weda dalam Angka 2016. Halmahera Tengah (ID): BPS
Halteng.
[Dishutbun Inhu] Dinas Kehutanan dan Perkebunan Indragiri Hulu. 2007.
Penyusunan site plan hutan kota [laporan khir]. Indragiri Hulu (ID):
Dishutbun Inhu.
Djamhur M. 2014. Model pengembangan kawasan konservasi pesisir dan pulau-
pulau kecil berbasis zonasi (kasus di Teluk Weda) [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Djamhur M, Boer M, Bengen DG, Fakhrudin H. 2014. Perencanaan kawasan
untuk pengembangan ekowisata perairan di Teluk Weda, Maluku Utara.
Tata Loka. 16(2):70-83.
Drumm A, Moore A, Sales A, Patterson C, Terborgh JE. 2004. Ecotourism
Development: A Manual For Conservation Planners and Managers.
Arlington (US): The Nature Conservancy.
Faruq. 2011. Tingkat kenyamanan kawasan perkotaan berdasarkan kajian iklim
mikro di Kecamatan Klojen [skripsi]. Malang (ID): Universitas Malang.
Ghorbani M, Fakur A. 2016. Introduction of a method for locating new urban
forest parks using multi-criteria analysis and GIS approaches. Biological
Forum 8(1):345-350.
Gul A, Gezer A., Kane B. 2006. Multi-criteria analysis for locating new urban
forests (an example from Isparta, Turkey). Urban Forestry and Urban
Greening 37(5):57-71.
Hadi R, Lila KA, Gunadi IGA. 2012. Evaluasi indeks kenyamanan taman kota
(Lapangan Puputan Gadung I Gusti Ngurah Made Agung) Denpasar, Bali.
Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 1(1):34-45.
Hardjowigeno S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta (ID):
Akademika Pressindo.
Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesusaian Lahan dan Perencanaan
Tata Guna Lahan. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada Pr.
Irwan ZD. 2008. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta (ID):
Bumi Aksara.
[Kemendagri] Kementerian Dalam Negeri. 2007. Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan
Perkotaan. Jakarta (ID): Kemendagri.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor:
52/Kpts-II/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai. Jakarta (ID): Kemenhut.
[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan
Republik Indonesia Nomor: P.71/Menhut-II/2009 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Hutan Kota. Jakarta (ID): Kemenhut.
Lakitan B. 2002. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada.
31
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 16 Januari 1996 dari ayah Frinkie
Happy Waani dan ibu Zuniar. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Tahun 2013 penulis lulus dari SMA Negeri 39 Jakarta dan pada tahun yang sama
penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN
Undangan dan diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif sebagai anggota dan
pengurus Kelompok Pemerhati Ekowisata (KPE) dan Biro Sosial Lingkungan di
Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(HIMAKOVA) periode 2014/2015 dan 2015/2016, anggota dan pengurus Komisi
Kesenian (Komkes) di Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (PMK IPB) periode
2015/2016, anggota dan pengurus Divisi Sosial Lingkungan di Tanoto Scholars
Association IPB (TSA IPB) periode 2015/2016, serta reporter BEMedia IPB pada
periode 2015/2016. Selain itu, penulis juga pernah menjadi asisten praktikum
Ilmu Ukur Tanah dan Pemetaan Wilayah pada tahun ajaran 2014/2015, asisten
praktikum Rekreasi Alam dan Ekowisata, serta asisten praktikum Interpretasi
Alam pada tahun ajaran 2015/2016. Kegiatan lapang yang pernah diikuti penulis
antara lain, Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Cagar Alam Sancang
Timur dan Taman Wisata Alam Papandayan pada tahun 2015, Praktik Pengenalan
Hutan (P2H) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada Februari 2016, dan Praktik
Kerja Lapang dan Profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak
pada Juli-Agustus 2016.
Selama megikuti perkuliahan di IPB, penulis juga aktif mengikuti berbagai
jenis lomba. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain, Juara 2
Cabang Olah Raga Aerobik dalam Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) 2016, Juara
2 IPB Green Environmental Ambassador 2016, Juara 1 Green TV IPB Presenter
Hunt 2017. Selain itu, penulis juga pernah menjadi delegasi IPB dan
mempresentasikan abstrak essay sekaligus menjadi volunteer dalam International
Symposium of Conservation Asia 2016 di Singapura.