Anda di halaman 1dari 61

i

ANALISIS FINANSIAL HUTAN RAKYAT DAN PERTANIAN PADI


(Studi kasus: Desa Benda dan Desa Dukuhmaja, Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat)

ANUGRAH NURMAN IBRAHIM

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
ii
iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Finansial


Hutan Rakyat dan Pertanian Padi (Studi kasus: Desa Benda dan Desa Dukuhmaja,
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat) adalah benar karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2017

Anugrah Nurman Ibrahim


NIM E14130072
iv

ABSTRAK
ANUGRAH NURMAN IBRAHIM. Analisis Finansial Hutan Rakyat dan
Pertanian Padi (Studi Kasus: Desa Benda dan Desa Dukuhmaja, Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat). Dibimbing oleh DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Urbanisasi merupakan salah satu faktor pendorong dalam peningkatan


pertumbuhan hutan rakyat di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja, Kecamatan
Luragung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Hutan rakyat dijadikan sebagai
tabungan dan alternatif tambahan pendapatan masyarakat desa yang bekerja di
kota, karena intensitas pemeliharaan tanaman kehutanan yang relatif lebih rendah
dibandingkan dengan pemeliharaan tanaman pertanian. Kondisi ini diduga
menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya konversi lahan pertanian padi
menjadi hutan rakyat. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis secara
finansial usaha hutan rakyat yang dibandingkan dengan usaha pertanian padi
sawah, untuk mengetahui usaha yang lebih layak, dan mengevaluasi tingkat
sensitivitas dari kenaikan biaya dan penurunan harga produk terhadap keuntungan
usaha. Berdasarkan analisis finansial yang dilakukan dengan metode Discounted
Cash Flow, usaha hutan rakyat dan pertanian padi sawah di Desa Benda dan Desa
Dukuhmaja secara finansial layak untuk dikembangkan sebagai suatu bisnis.
Hutan rakyat dengan sistem pengelolaan agroforestri memperoleh keuntungan
terbesar dengan nilai NPV Rp 728.178.746/ha, nilai BCR sebesar 6,31, dan IRR
sebesar 36%. Hasil analisis finansial memberikan informasi bahwa hutan rakyat
dengan sistem pengelolaan agroforestri lebih menguntungkan dari jenis
pengelolaan lainnya. Selain mengembangkan hutan rakyat, usaha pertanian padi
sawah diharapkan tetap dipertahankan oleh petani, karena dapat menghasilkan
nilai NPV, BCR, dan IRR yang layak secara finansial. Budidaya pertanian padi
sawah juga mampu memberikan keuntungan secara ekonomi, sosial dan
mengurangi terjadinya perubahan fungsi lahan yang dapat memengaruhi
ketahanan pangan pada masa yang akan datang.

Kata kunci: agroforestri, analisis finasial, hutan rakyat, pertanian padi sawah
v

ABSTRACT

ANUGRAH NURMAN IBRAHIM. Financial Analysis of Community Forest and


Paddy Farming (Case Study: Benda Village and Dukuhmaja Village, Kuningan
Regency, West Java). Supervised by DODIK RIDHO NURROCHMAT.

Urbanization is one of the supporting factor in increasing the growth of


community forest at Benda Village and Dukuhmaja Village, Luragung Sub-
district, Kuningan Regency, West Java. Community forest used as a saving and
alternative additional income for villagers who work in the city, because intensity
of forestry plants maintenance is relatively lower than agricultural crops
maintenance. This condition is expected to be one of the supporting factor caused
land conversion from paddy farming into community forest. The purposes of this
study are to make a financial analysis of community forest which is compared to
the community forest with farming paddy, to understand which one has more
feasibility in business, and to evaluate the sensitivity level based on increased cost
and decreased price of product to profit of business. According to the financial
analysis with Discounted Cash Flow methods, the results of financial analysis
showed that both of community forest and paddy farming at Benda Village and
Dukuhmaja Village were feasible to be developed as a business. While,
community forest managed by agroforestry system had the largest profit with
NPV of Rp 728.178.746/ha, BCR of 6,31, and IRR of 36%. The results of the
financial analysis indicated that community forest managed by agroforestry
system was considered to be more profitable than other types of management. In
addition to develop community forest, business of paddy farming was still
expected to be maintained by farmers, because it could be seen from the result that
this business is financially feasible in terms of NPV, BCR, and IRR. Cultivation of
paddy farming is also capable of providing profitable in social, economy, and as
well as to reduce the land transformation that affects food security in the future.

Keywords: agroforestry, financial analysis, paddy farming, community forest


vi

ANALISIS FINANSIAL HUTAN RAKYAT DAN PERTANIAN PADI


(Studi kasus: Desa Benda dan Desa Dukuhmaja, Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat)

ANUGRAH NURMAN IBRAHIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
2-2&5%/#,0#5 *'#0#05
#**0#&5 ᄂ 21*5%415-*5/1*#*5-#5 12-#5%0205
05
*-5-*5
05
2%2")$52-1*52*#*!*535

/15
(5 5 *2!/"52/(*5 /"#(5
ᄃ5
#012$2#5+&"5

/+ 5
/5/5
+-#%5#-"+5
(#(#*!5

*!!&5 ᄉ 2&20 5
viii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Analisis Finansial Hutan Rakyat dan Pertanian Padi (Studi kasus:Desa
Benda dan Dukuhmaja, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat).
Terselesainya penyusunan karya ilmiah ini tidak lepas dari dukungan,
motivasi, saran, dan kerjasama dari bebagai pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimkasih kepada:
1. Bapak Prof Dr Ir Dodik Ridho Nurrochmat, MSc.F.Trop selaku dosen
pembimbing atas arahan, masukan, dan saran selama penulis menyelesaikan
karya ilmiah ini.
2. Ibu Dr Ir Yeni Aryati Mulyani, MSc selaku penguji atas saran dan kritikan
yang membangun.
3. Kedua orang tua dan kaka saya, Asep Rahmat Nugraha, Nurbaiti dan Anugrah
Amarta Perdana yang telah mendukung dengan sepenuh hati selama penulis
menyelesaikan karya ilmiah ini.
4. Keluarga besar Departemen Manajemen Hutan, staf, dan seluruh dosen yang
selama ini telah membantu penulis.
5. Rekan-rekan terdekat saya, Fitria Minami, Sonya Kusumadewi, Erlita
Widasari, Jajang Jaelani, Andin Anindya, dan Dyah S. Alamanda atas
bantuan, dukungan, masukan, dan saran selama penulis menyelesaikan karya
ilmiah ini.
6. Rekan-rekan Paguyuban KSE IPB atas dukungan dan kebersamaannya
selama ini.
7. Rekan-rekan IAAS Indonesia (Ines, Colind, Coto, Dissa, Nabila, dan seluruh
jajaran pengurus VDPS) dan seluruh keluarga besar IAAS LC IPB atas
dukungan serta kebersamaannya selama ini.
8. Rekan-rekan manajemen hutan 50 atas semangat, dukungan, dan bantuannya.

Demi penyempurnaan karya ilmiah ini, penulis sangat mengharapkan saran,


kritik, dan masukan dari para pembaca. Besar harapan penulis semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2017

Anugrah Nurman Ibrahim


ix
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 3
Tempat dan Waktu Penelitian 3
Sasaran Penelitian 3
Jenis dan Sumber Data 3
Metode Pengambilan Contoh 3
Analisis Sensitivitas 5
Asumsi Dasar yang Digunakan dalam Pengolahan dan Analisis Data 5
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 6
Lokasi Penelitian 6
Tata Guna Lahan 7
Kependudukan 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Karakteristik Responden 7
Karakteristik Hutan Rakyat 8
Pola Tanam Hutan Rakyat 9
Analisis Kelayakan Finansial 12
Analisis Sensitivitas 15
Motif-Motif Petani Membangun Hutan Rakyat 16
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 22
RIWAYAT HIDUP 45
x

DAFTAR TABEL
Tabel 1 Sebaran anggota di asing-masing desa di UMHR
GAPOKTANHUT MADUAKAR 9
Tabel 2 Rekapitulasi Cash flow pada sistem pengelolaan pertanian padi
sawah, agroforestri sengon, jati, dan pisang, monokultur jati,
dan monokultur sengon di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja 13
Tabel 3 Analisis sensitivitas sistem pengelolaan pertanian padi sawah,
agroforestri, monokultur jati, dan monokultur sengon 16

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pola tanam hutan rakyat agroforestri 10
Gambar 2 Rantai pemasaran kayu jati dan sengon 12
Gambar 3 Rantai pemasaran pisang 12
Gambar 4 Hutan rakyat dengan pola tanam monokultur jati di Desa
Benda 44
Gambar 5 Pertanian padi sawah di Desa Benda 44
Gambar 6 Hutan rakyat dengan pola tanam agroforestri di Desa
Dukuhmaja 44

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Biaya pengusahaan padi sawah 20


Lampiran 2 Biaya pengusahaan agroforestri. 22
Lampiran 3 Biaya pengusahaan monokultur jati. 24
Lampiran 4 Biaya pengusahaan monokultur sengon. 26
Lampiran 5 Cash flow pengusahaan padi sawah (Rp/ha/tahun). 27
Lampiran 6 Cash flow pengusahaan agroforestri (Rp/ha/tahun). 32
Lampiran 7 Cash flow pengusahaan monokultur jati (Rp/ha/tahun). 36
Lampiran 8 Cash flow pengusahaan monokultur sengon (Rp/ha/tahun). 40
Lampiran 9 Dokumentasi pola tanam padi sawah, agroforestri, dan
monokultur di lokasi penelitian. 44
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan hutan rakyat di Indonesia memiliki potensi yang baik untuk


dikembangkan. Menurut Undang-undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan
rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak atau lahan
milik. Pembangunan hutan rakyat memiliki banyak manfaat dalam aspek sosial,
ekonomi, dan ekologi. Manfaat tersebut diantaranya adalah peningkatan
pendapatan petani hutan rakyat, peningkatan kesejahteraan masyarakat,
pembentukan iklim mikro dan makro, produktivitas lahan, pengaturan tata air
bersih, pengendalian erosi, dan peningkatan udara bersih (Hakiem et al. 2010).
Kontribusi hutan rakyat yang paling dirasakan manfaatnya oleh petani adalah
peningkatan kesejahteraan, terutama dalam pemenuhan kebutahan rumah tangga
(Maryudi 2005).
Pengelolaan hutan rakyat di Pulau Jawa telah lama dilakukan, dengan
kombinasi budidaya tanaman pangan dan tanaman hutan atau yang biasa disebut
dengan sistem agroforestri. Hutan rakyat saat ini menjadi usaha yang menarik
untuk dikembangkan. Hal tersebut salah satunya dapat dilihat dari perkembangan
luas dan produksi hutan rakyat di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat pada periode
2011-2015. Berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat (2015),
perkembangan luas hutan rakyat di Kabupaten Kuningan selama periode 2013-
2015 mengalami kenaikan dari luas 16.798,26 ha menjadi 23.976,17 ha dan
3
produksi hutan rakyat yang dihasilkan dapat mencapai 146.474,20 m .
Desa Benda dan Desa Dukuhmaja, Kecamatan Luragung, Kabupaten
Kuningan Jawa Barat, merupakan desa-desa yang sedang mengalami
pertumbuhan pembangunan hutan rakyat. Petani di kedua desa ini menjadikan
hutan rakyat sebagai sumber pendapatan tambahan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Hal ini sesuai dengan hasil kajian Darusman dan Hardjanto (2006) yang
menyebutkan bahwa pendapatan dari hutan rakyat masih diposisikan sebagai
pendapatan sampingan dan bersifat incidental bagi petani. Kayu banyak
dimanfaatkan sebagai tabungan saja dan belum dijadikan prioritas usaha. Hal ini
disebabkan daurnya yang dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman pertanian
lainnya. Selain dari faktor ekonomi, yang menjadi motif lain dari berkembangnya
hutan rakyat di kedua desa tersebut adalah adanya fenomena urbanisasi atau
masyarakat desa yang bekerja di kota, sehingga tidak memiliki cukup waktu dan
tenaga untuk mengelola lahan pertanian secara intensif.
Fenomena urbanisasi diduga menjadi salah satu faktor pendorong bagi
perkembangan hutan rakyat di kedua desa tersebut. Petani migran atau masyarakat
desa yang bekerja di kota menjadikan hutan rakyat sebagai tabungan atau
investasi dimasa yang akan datang. Kesibukan pekerjaan di kota membuat para
petani migran tidak memiliki waktu untuk mengelola lahan persawahan padi.
Hutan rakyat dianggap sebagai alternatif yang menjanjikan jika dilihat dari aspek
kebutuhan kayu yang terus meningkat dimasa depan dan intensitas pengelolaan
hutan rakyat yang rendah dibandingkan dengan budidaya tanaman pertanian. Oleh
2

karena itu, terjadilah konversi lahan persawahan padi menjadi hutan rakyat.
Kegiatan konversi lahan yang terjadi di kedua desa tersebut dikhawatirkan dapat
menyebabkan berkurangnya kontribusi produksi beras khususnya di Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat. Hal ini dapat dilihat dari penurunan produksi padi sawah
di Kabupaten Kuningan dari tahun 2013 ke tahun 2014, pada tahun 2014 sebesar
352.394 ton, sedangkan pada tahun 2013 sebesar 361.886 ton (Badan Pusat
Statistik Kabupaten Kuningan 2015).
Berdasarkan hal diatas, analisis kelayakan usaha dari segi finansial sangat
diperlukan. Menurut Gittinger (2008), analisis dari aspek finansial bertujuan untuk
mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha, sehingga dapat diketahui
layak atau tidaknya rencana usaha yang dimaksud. Maka dari itu, dengan
menggunakan analisis finansial akan mempermudah dalam pemilihan usaha
dengan melihat kelayakan yang berkelanjutan antara pengusahaan hutan rakyat
atau pengusahaan pertanian padi sawah.

Perumusan Masalah

Tingginya tingkat urbanisasi dan budidaya padi sawah dengan usaha hutan
rakyat yang dilakukan bersama dan berdampingan di Desa Benda dan Desa
Dukuhmaja, Kecamatan Luragung, Kabupaten Kuningan, diduga menyebabkan
peningkatan perubahan fungsi lahan dari pertanian padi sawah menjadi hutan
rakyat. Perubahan fungsi lahan ini bertujuan untuk menjadikan hutan rakyat
sebagai bentuk investasi masa depan dalam memenuhi kebutuhan hidup yang
mereka perlukan. Penelitian ini diperlukan untuk mengetahui motif sebagian
petani mengubah fungsi lahan padi mereka menjadi hutan rakyat dan menganalisis
kelayakan usaha pertanian padi dibandingkan dengan usaha hutan rakyat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:


1. Mengetahui kelayakan usaha secara finansial usaha hutan rakyat di Desa
Benda dan Desa Dukuhmaja.
2. Membandingkan kelayakan finansial antara usaha pertanian padi dan usaha
hutan rakyat.
3. Menganalisis sensitivitas kelayakan usaha hutan rakyat di Desa Benda dan
Desa Dukuhmaja terhadap berbagai perubahan kondisi yang mungkin terjadi,
serta mengetahui motif-motif masyarakat membangun hutan rakyat.
.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai


kelayakan finansial usaha hutan rakyat di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja,
sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan bagi
pengelola usaha dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya. Selain itu
3

diharapkan, penelitian ini dapat menjadi rujukan untuk pelaksanaan penelitian


lanjutan atau penelitian lain yang sejenis.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja, Kecamatan


Luragung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanan selama satu
bulan yaitu pada bulan April 2017.

Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian adalah petani yang melakukan, memiliki dan juga


mengusahakan lahan pertanian padi sawah, dan usaha hutan rakyat Jati, Sengon,
serta hasil hutan lainnya dengan sistem agroforestri, sistem monokultur jati, serta
sistem monokultur sengon.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer berupa
data pengelolaan usaha, aspek finansial, dan motif-motif pembangunan usaha
hutan rakyat. Data primer diperoleh dari hasil observasi tentang kondisi di
lapangan dan wawancara langsung ke tokoh masyarakat dan petani penggarap.
Selain data primer, penelitian ini dilengkapi dengan data sekunder yang diperoleh
dari hasil penelusuran dan kumpulan data yang telah diolah lebih lanjut dari
kantor desa dan instansi-instansi terkait serta literatur-literatur atau pustaka yang
relevan.

Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh responden dilakukan secara purposive di masing-


masing desa. Kriteria petani yang dijadikan responden merupakan petani pemilik
dan penggarap dengan masing-masing pola tanam, yang terdiri dari: lima orang
petani padi sawah, tiga orang petani hutan rakyat dengan sistem agroforestri, dua
orang petani hutan rakyat dengan sistem monokultur pohon jati, dan dua orang
petani hutan rakyat dengan sistem monokultur pohon sengon.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dihasilkan bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data yang bersifat
kualitatif adalah data deskriptif untuk mendapatkan gambaran kegiatan usaha.
4

Data yang bersifat kuantitatif berupa data keuangan dalam usaha yang diolah dan
dianalisis secara finansial melalui metode analisis aliran kas dari biaya dan
pendapatan yang telah didiskonto atau Discounted Cash Flow (DCF), dengan
mempertimbangkan kriteria kelayakan finansial dengan menggunakan tiga kriteria
yaitu Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Benefit Cost
Ratio (BCR), serta analisis data kuantitatif ini diolah menggunakan software
Ms.Excel. Berikut adalah penjelasan mengenai ketiga kriteria tersebut:

a) Net Present Value (NPV)


Net Present Value (NPV) adalah salah satu kriteria kelayakan usaha yang
mempertimbangkan nilai waktu terhadap uang (time value of money) yang
merupakan selisih dari nilai kini arus manfaat dengan nilai kini arus biaya dalam
cashflow. Net Present Value (NPV) dapat diperoleh dengan rumus (Gittinger
2008):
=∑ −
(1 + )
=0

Keterangan:
= manfaat yang diperoleh pada tahun ke − t
= tingkat bunga (diskonto)yang berlaku
= biaya yang dikeluarkan pada tahun ke − t
= umur ekonomis proyek

Jika suatu proyek memiliki NPV > 0 maka proyek dinilai menguntungkan
untuk dijalankan. Apabila nilai NPV ≤ 0 maka proyek dinilai tidak
menguntungkan untuk dijalankan (Gittinger 2008).

b) Internal Rate of Return (IRR)


Nilai IRR dari suatu proyek, apabila memiliki nilai sama dengan tingkat
suku bunga, maka NPV dari proyek tersebut sama dengan nol. Tingkat bunga
tersebut adalah tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu usaha
untuk sumberdaya yang digunakan (Gittinger 2008). Internal Rate of Return
(IRR) dapat diperoleh dengan rumus: 1
IRR= + ( − )
1 1− 2 2 1

Keterangan:
1 = Tingkat suku bunga yang menyebabkan NPV positif
2 = Tingkat suku bunga yang menyebabkan NPV negatif
NPV1 = NPV yang bernilai positif
NPV2 = NPV yang bernilai negatif

IRR menunjukkan seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi


yang ditanamkan (Nurmalina et al 2010). Menurut Kasmir dan Jakfar (2003),
5

suatu proyek layak dijalankan, jika memiliki IRR ≥ tingkat suku bunga, dan suatu
proyek tidak layak dijalankan, jika IRR < tingkat suku bunga.

c) Benefit Cost Ratio (BCR)


Benefit Cost Ratio adalah hasil dari perbandingan antara pendapatan yang
akan diperoleh dengan pengeluaran yang akan dikeluarkan dalam jangka waktu
pengusahaan dan tetap memperhitungan suku bunga yang berlaku (Gittinger
2008). Benefit Cost Ratio (BCR) yang digunakan adalah Gross Benefit Cost Ratio
(Gross BCR) dapat diperoleh melalui rumus:
B
t
n

t
t=0
(1− )

BCR =
C
t

∑t=on t
(1+ )

Keterangan:

BCR = Benefit Cost Ratio


= Pendapatan kotor pada tahun ke − t

t
= Biaya pada tahun ke − t

n = umur ekonomis dari suatu proyek


i= tingkat suku bunga yang berlaku

Menurut Gittinger (2008), kriteria formal yang digunakan untuk pemilihan


B/C ratio dari manfaat proyek adalah memilih proyek yang memiliki nilai B/C
ratio sama dengan atau lebih besar dari satu. Bila nilai B/C ratio kurang dari satu,
maka nilai biaya pada suatu tingkat diskonto akan lebih besar dari nilai sekarang
manfaat dan pengeluaran pertama ditambah pengembalian untuk investasi yang
ditanamkan pada proyek tidak akan kembali (Gittenger 2008). Maka dari itu,
suatu proyek dapat dilaksanakan apabila memiliki nilai BCR ≥1. Namun bila BCR
<1 , proyek dinilai tidak menguntungkan untuk dijalankan.

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali pengaruh-pengaruh


yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah (Gittinger 2008). Skenario
yang akan digunakan pada analisis sensitivitas adalah sebagai berikut:
1. Kenaikan biaya input, yakni pupuk kimia, tenaga kerja, pupuk organik, dan
obat-obatan yang diperlukan sebesar 10%
2. Apabila terjadi penurunan harga padi, sengon, dan jati sebesar 10%.

Asumsi Dasar yang Digunakan dalam Pengolahan dan Analisis Data

Dalam pengolahan data, terutama data kuantitatif, terdapat beberapa asumsi


dasar yang perlu dirumuskan sebelum proses analisis data. Asumsi-asumsi dasar
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Discount Factor (DF) yang digunakan dalam analisis finansial senilai suku
bunga deposito Bank BNI pada tanggal 1 Juni 2016 sebesar 5% per tahun.
Pemilihan bank BNI ini, berdasarkan lokasi bank yang tidak terlalu jauh dari
6

kedua desa tersebut dan masyarakat di kedua desa tersebut lebih mengetahui
bank BNI dibandingkan bank lainnya.
2. Sumber modal seluruhnya adalah modal sendiri.
3. Satuan yang digunakan adalah Rupiah/ha/tahun.
4. Umur tebang yang digunakan untuk masing-masing perhitungan analisis
kelayakan usaha menggunakan rotasi tebang tanaman jati dengan jangka
waktu pengusahaan selama 15 tahun, dan tanaman sengon jangka waktu
pengusahaan lima tahun.
5. Pendapatan dari padi dihitung sesuai periode panen yaitu tiga kali dalam
setahun.
6. Pendapatan dari pisang dihitung sesuai periode panen yang dilakukan petani
di kedua desa tersebut sebanyak dua kali dalam setahun.
7. Semua harga input dan output yang digunakan dalam analisis ini berdasarkan
harga yang berlaku selama tahun penelitian, dengan harga konstan selama
usaha.
8. Tingkat kegagalan produksi jati merupakan 5% dari jumlah bibit yang
ditanam, sengon 10% dari jumlah bibit yang ditanam, dan pisang 10% dari
jumlah bibit yang ditanam. Kegagalan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor
eksternal.
9. Harga setiap satu pohon jati saat berumur 15 tahun memiliki harga Rp
1.000.000,- dan harga setiap satu pohon sengon yang akan dipanen ketika
berumur lima tahun adalah Rp 500.000,-. hal ini sesuai harga yang berlaku di
kedua desa tersebut.
10. Harga perkilogram padi lahan basah ditetapkan sebesar Rp 4.500,-, hal ini
sesuai harga yang berlaku di kedua desa tersebut.
11. Harga satu tandan pisang dalam satu pohon sebesar Rp 20.000,-. hal ini sesuai
harga yang berlaku di kedua desa tersebut.
12. Satu bulan diasumsikan terdiri dari 30 hari dan dalam satu tahun terdiri dari
12 bulan.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja, Kecamatan


Luragung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Berdasarkan data administratif dari
masing-masing desa dapat diketahui, Desa Benda terletak pada ketinggian 250
0
meter di atas permukaan air laut dengan suhu rata-rata 34 C dan memiliki tingkat
curah hujan sebesar 290 milimeter per tahun. Luas wilayah Desa Benda adalah
154,339 ha dengan batas desa antara lain sebelah utara berbatasan dengan Desa
Datar Kecamatan Cidahu, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cikaduwetan,
sebelah barat berbatasan dengan Desa Gunungkarung, dan sebelah timur
berbatasan dengan Desa Margamukti Kecamatan Cimahi (Desa Benda 2015).
Desa Dukuhmaja dengan luas wilayah 218,083 ha terletak pada ketinggian
0
150 – 170 meter di atas permukaan air laut dengan suhu rata-rata 35 C sampai
0
dengan 37 C. Desa Dukuhmaja berbatasan dengan desa-desa lain disekitarnya,
7

batas desa sebelah utara dengan Desa Gunungkarung, sebelah selatan berbatasan
dengan Desa Luragunglandeuh, sebelah barat berbatasan dengan Desa
Sindangsuka, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Cikaduwetan (Desa
Dukuhmaja 2017).

Tata Guna Lahan

Lahan yang digarap oleh masyarakat di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja
rata-rata merupakan lahan milik sendiri yang diperoleh secara turun temurun,
sehingga pengelolaan dan pembagian tata batas lahan tersebut dilakukan
sepenuhnya oleh masyarakat. Kepemilikan dan pembagian lahan tersebut, harus
diketahui oleh aparat desa.
Berdasarkan data yang diperoleh dari masing-masing desa. Desa Benda
dengan luas 154,339 ha memiliki luas hutan rakyat seluas 84,5417 ha, hal ini
menunjukan 54,776% lahan di Desa Benda dijadikan dan dimanfaatkan sebagai
hutan rakyat. Sedangkan untuk total luas lahan yang digunakan sebagai pertanian
padi sawah adalah 21 ha berarti sekitar 13,606% lahan di Desa Benda dijadikan
dan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian padi sawah. Selain kedua hal tersebut,
pembagian tata guna lahan di Desa Benda dijadikan sebagai perkampungan.
Pembagian tata guna lahan di Desa Dukuhmaja dengan luas lahan 218,083
ha digunakan seluas 18,3368 ha sebagai hutan rakyat, berarti sekitar 8,408% lahan
di Desa Dukuhmaja dijadikan dan dimanfaatkan sebagai hutan rakyat. Lahan di
Desa Dukuhmaja selain digunakan sebagai hutan rakyat juga digunakan sebagai
lahan pertanian padi sawah dengan total luas lahan 57 ha, yang berarti 26,137%
lahan di Desa Dukuhmaja dijadikan dan dimanfaatkan sebagai lahan pertanian
padi sawah. Selain kedua hal tersebut, pembagian tata guna lahan di Desa
Dukuhmaja digunakan untuk perkampungan.

Kependudukan

Penduduk di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja rata-rata merupakan


penduduk asli dan turun temurun serta tinggal di masing-masing desa tersebut.
Berdasarkan data kependudukan, pada tahun 2015 di Desa Benda terdapat 834
kepala keluarga dengan jumlah penduduk desa sebanyak 2.585 jiwa, yang terdiri
dari 1.271 laki-laki dan 1.314 perempuan (Desa Benda 2015). Sedangkan di Desa
Dukuhmaja pada tahun 2017 memiliki jumlah penduduk desa sebanyak 3.487
jiwa. Jumlah penduduk tersebut terdiri dari 1.743 laki-laki dan 1.744 perempuan
yang termasuk kedalam 1.128 kepala keluarga (Desa Dukuhmaja 2017).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Responden dalam penelitian ini merupakan petani pemilik dan juga yang
melakukan penggarapan di lahan mereka masing-masing. Responden merupakan
petani di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja, Kecamatan Luragung, Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat. Berdasarkan hasil penelitian dan observasi di lokasi
8

penelitian, petani hutan rakyat pada masing-masing desa tersebut memiliki


keragaman luas lahan dan penerapan pola tanam yang digunakan. Terdapat pola
tanam agroforestri, monokultur pohon sengon, dan monokultur pohon jati. Petani
yang memiliki usaha pertanian padi sawah di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja
melakukan pola tanam yang sama dengan luas lahan yang beragam sesuai dengan
kepemilikan lahan masing-masing.
Responden ditentukan berdasarkan jenis usaha yang dilakukan terdiri dari
lima orang petani padi di lahan persawahan, tiga orang petani hutan rakyat dengan
sistem agroforestri, dua orang petani hutan rakyat dengan sistem monokultur
pohon jati, dan dua orang petani hutan rakyat dengan sistem monokultur pohon
sengon.

Karakteristik Hutan Rakyat

Menurut Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan rakyat


adalah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak (tanah milik). Hutan
rakyat dapat diartikan sebagai tanaman kayu yang ditanam pada lahan-lahan yang
dimiliki oleh masyarakat. Hutan rakyat berdasarkan jenis tanamannya dapat
dikelompokkan menjadi tiga bentuk pola tanam, yaitu hutan rakyat murni
(monokultur), hutan rakyat campuran (polyculture), dan hutan rakyat wanatani
(agroforestri) (LP IPB 1983 dalam Hardjanto 2003). Keberadaan hutan rakyat di
Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam menyumbang kebutuhan
pasokan kayu bagi industri perkayuan. Masyarakat di Desa Benda dan Desa
Dukuhmaja menjadikan hutan rakyat sebagai salah satu pendapatan sampingan.
Menurut Darusman dan Hardjanto (2006), pendapatan dari hutan rakyat bagi
petani masih diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat incidental,
kayu masih lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi prioritas
usaha, karena daurnya dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman pertanian
lainnya.
Orientasi sebagian besar petani hutan rakyat yang melakukan pengelolaan
hutan rakyat di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja, menjadikan hutan rakyat bukan
merupakan sumber mata pencaharian utama, melainkan tambahan pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Masyarakat di kedua desa tersebut diketahui
sebanyak 30% melakukan migrasi dari desa menuju ke kota (Admkanopi 2016).
Migrasi dilakukan untuk menambah pendapatan petani migran dengan cara
berdagang atau aktivitas usaha lainnya. Petani migran di kedua desa tersebut,
menjadikan hutan rakyat sebagai investasi mereka di masa yang akan datang.
Hutan rakyat dianggap sebagai alternatif yang menjanjikan jika dilihat dari aspek
kebutuhan kayu yang terus meningkat dimasa depan dan intensitas pengelolaan
hutan rakyat yang rendah dibandingkan dengan budidaya tanaman pertanian. Oleh
karena hal tersebut, terjadilah konversi lahan persawahan padi menjadi hutan
rakyat. Kondisi ini dapat dilihat dari kepemilikan luas lahan yang dimiliki oleh
petani hutan rakyat di masing-masing desa tersebut.
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa, rata-rata luas kepemilikan lahan terhadap
hutan rakyat di Desa Benda adalah lebih dari atau sama dengan 0,24 ha,
sedangkan di Desa Dukuhmaja rata-rata kepemilikkan hutan rakyat lebih dari atau
sama dengan 0,44 ha. Siswoyo (2007) menyebutkan bahwa pengusahaan hutan di
lahan milik masyarakat dalam skala kecil secara ekonomi memang berjalan
9

lambat, meskipun hutan rakyat menjadi penopang utama kehidupan petani dan
merupakan tabungan jangka panjang melalui penanaman jenis kayu keras bernilai
ekonomi, namun masih banyak petani yang mengusahakannya hanya untuk tujuan
subsisten. Subsisten yang dimaksud bukan semata mencukupi kebutuhan dasar
saja, tetapi sistem pengusahaan hutan rakyat belum banyak melakukan kegiatan
bisnis yang terencana dengan cashflow yang meningkat.

Tabel 1 Sebaran anggota di asing-masing desa di UMHR GAPOKTANHUT


MADUAKAR
No Desa/Kelompok Tani Jumlah Petak Jumlah Anggota Luas (ha)
A Desa Benda 590 354 84,5417
KTHR Flora Binangkit
B Desa Dukuhmaja 66 42 18,3368
KTHR Mekar Sari
C Desa Cikaduwetan 215 101 23,8568
KTHR Jati Mulya
D Desa Gunungkarung 144 105 18,368
KTHR Madya Pada
Jumlah 1.015 602 145,1033
*UMHR = Unit Manajemen Hutan Rakyat, GAPOKTANHUT = Gabungan
Kelompok Tani Hutan

Pola Tanam Hutan Rakyat

Sistem pengelolaan hutan rakyat di Indonesia, memiliki pola tanam yang


berbeda-beda setiap daerahnya. Sistem pengelolaan hutan rakyat di Desa Benda
dan Desa Dukuhmaja sebagian besar menggunakan pola tanam hutan rakyat
campuran dan monokultur dengan komoditas jati dan sengon. Pemilihan kedua
komoditas ini dikarenakan kualitas kayu yang dihasilkan dan daur yang dirasakan
tidak begitu lama. Mereka memiliki pandangan bahwa hasil kayu sengon yang
dapat dipanen setiap lima tahun sekali dan hasil kayu jati yang dipanen setiap 15
tahun sekali dapat dijadikan tabungan pada masa yang akan datang.
Pola tanam hutan rakyat campuran dari segi ekonomi dirasakan oleh petani,
bahwa pendapatan yang diperoleh lebih besar serta berkesinambungan daripada
menggunakan pola tanam hutan rakyat murni (monokultur). Selain kedua pola
tanam tersebut, di kedua desa ini berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan
serta informasi yang didapatkan oleh petani hutan rakyat, menyebabkan para
petani hutan rakyat ingin terus meningkatkan potensi lahan yang mereka miliki.
Petani hutan rakyat di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja telah mengenal pola
tanam hutan rakyat wanatani (agroforestri). Menurut Fakultas Kehutanan IPB
(2000), hutan rakyat campuran dengan sistem agroforestri pada suatu lahan
memiliki ciri tanaman kehutanan yang ditambahkan dengan tanaman sela seperti
tanaman pertanian, perkebunan, atau peternakan. Tanaman sela yang biasa
ditambahkan di hutan rakyat oleh para petani di kedua tersebut adalah tanaman
pisang (Gambar 1).
10

Gambar 1 Pola tanam hutan rakyat agroforestri

Tanaman pisang merupakan salah satu jenis buah-buahan yang sangat


potensial untuk dikembangkan untuk menunjang ketahanan pangan. Pemeliharaan
yang mudah membuat para petani hutan rakyat memilih pisang sebagai tanaman
sela yang ditanam pada lahan miliknya. Penerapan sistem pengelolaan agroforestri
di kedua desa tersebut, telah lama dilakukan terutama untuk mengoptimalkan
penggunaan lahan yang mereka miliki. Kegiatan pengelolaan dan pembangunan
hutan rakyat dengan ketiga pola tanam tersebut, sebagian besar telah dilakukan
sendiri oleh petani pemilik lahan dan penggarap di Desa Benda dan Desa
Dukuhmaja. Kegiatan pembangunan hutan rakyat yang dilakukan pada ketiga pola
tanam hutan rakyat di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja sebagai berikut:
1. Persiapan lahan
Persiapan lahan yang dilakukan oleh petani di Desa Benda dan Desa
Dukuhmaja berupa pembersihan lahan, pembuatan terasering, dan pembuatan
lubang tanam. Jarak tanam rata-rata antara komoditas adalah 2 x 2 meter atau
3 x 1 meter, sedangkan untuk jarak tanam komoditas selain tanaman
kehutanan dalam pola tanam agroforestri seperti tanaman pisang disesuaikan
dengan kondisi komoditas tanaman kehutanan. Berdasarkan wawancara
dengan para petani hutan rakyat di kedua desa tersebut, kegiatan persiapan
lahan dalam 1 ha dapat diselesaikan selama 3-4 hari kerja dengan dilakukan
oleh petani yang dibantu oleh tenaga kerja buruh tani.
2. Pengadaan Bibit
Petani di kedua desa tersebut sebagian besar memiliki modal sendiri
dalam melakukan pengelolaan hutan rakyat di lahan mereka masing-masing.
Berdasarkan kondisi dan wawancara yang dilakukan, mereka memperoleh
bibit kayu jati dan sengon dengan membeli ke toko. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan hasil bibit yang terbaik. Sedangkan untuk komoditas tanaman
pisang, bibit diperoleh dari warga lain dan ada juga yang beberapa petani
yang membeli bibit pisang di toko.
3. Penanaman
Lahan yang digunakan untuk penanaman adalah lahan milik dan
garapan sendiri. Kegiatan ini langsung dilakukan setelah pembuatan lubang
selesai. Berdasarkan wawancara di kedua desa tersebut, penanaman dilakukan
pada awal musim hujan, dan dalam lahan 1 ha cukup ditanam dengan jumlah
11

800-1000 bibit jati dan sengon apabila menerapkan pola tanam hutan rakyat
campuran, serta dalam lahan 1 ha masih dapat ditambahkan tanaman sela
seperti tanaman pisang.
4. Pemeliharaan
Penyiraman, penyiangan, pendangiran, pemupukan dan pemotongan
cabang adalah kegiatan pemeliharaan yang biasa dilakukan oleh petani hutan
rakyat di kedua desa tersebut untuk komoditas tanaman kayu kehutanan jati
dan sengon. Sedangkan untuk komoditas tanaman pisang pemeliharaan yang
biasa dilakukan adalah penyiraman, pemangkasan daun-daun yang tua, kering,
dan terserang penyakit, penyiangan, pemupukan, serta penjarangan anakan
pisang. Kegiatan pemeliharaan ini, dilakukan oleh petani setiap satu tahun
sekali untuk jati dan sengon.
Kegiatan penyiraman dilakukan sesuai kebutuhan dan biasanya
dilakukan saat musim kemarau setelah penanaman pada awal musim
penghujan. Kegiatan lainnya seperti penyiangan, pendangiran, pemupukan
dan pemotongan cabang dilakukan sesuai kebutuhan tidak ada waktu khusus
untuk melakukannya. Periode kegiatan ini juga diterapkan untuk
pemeliharaan terhadap komoditas tanaman pisang.
5. Pemberantasan hama dan penyakit
Penyakit yang ditemukan petani pada tanaman sengon adalah penyakit
karat puru. Penyakit karat puru disebabkan oleh cendawan Uromycladium
tepperianum. Penyakit karat puru ini dicirikan dengan pembengkakan (gall)
akibat cendawan di ujung ranting, tangkai daun, dan tulang daun (Mansur
2015). Petani hutan rakyat mengantisipasi sedini mungkin agar tidak
terjadinya penyakit karat puru dengan menghilangkan bagian gall dan
memotong serta memendamkan bagian ranting tanaman yang diserang
sebelum gall membesar, apabila gall ditemukan telah membesar petani tidak
mempunyai pilihan selain menebang pohon sengon tersebut yang terkena
penyakit karat puru.
Pemberantasan hama dan penyakit juga dilakukan kepada tanaman
pisang. Berdasarkan wawancara penyakit bercak daun merupakan penyakit
yang sering ditemukan dalam melakukan pengelolaan tanaman pisang.
Penyakit bercak daun ini disebabkan oleh cendawan Mycosphaerella
musicola Mulder. Gejala yang ditimbulkan dengan timbulnya bintik-bintik
hitam pada daun dan jika terlalu lama dibiarkan, bintik-bintik hitam tersebut
akan semakin membesar dan melebar membentuk noda kuning kecoklatan
hingga hitam. Pada akhirnya semua daun menjadi kuning dan kering. Petani
melakukan pemapasan daun-daun yang terserang dan kemudian
membakarnya.
6. Pemanenan
Kegiatan pemanenan untuk pohon sengon di kedua desa tersebut, pada
umumnya dilakukan oleh petani ketika pohon sengon berumur lima tahun.
Menurut Mansur (2015) bahwa, secara umum, pohon sengon memiliki daur
produksi 5-7 tahun, pada umur lima tahun, pohon sengon sudah dapat
dimanfaatkan kayunya. Sedangkan pohon jati tidak dilakukan berdasarkan
daurnya, tetapi petani lebih menerapkan sistem tebang butuh. Rata-rata
pemanenan jati di kedua desa tersebut dilakukan ketika jati berumur 15 tahun.
12

Pemanenan tidak hanya dilakukan untuk komoditas jati dan sengon,


tetapi dilakukan juga pada komoditas tanaman pisang. Tanaman pisang
dipanen setiap dua bulan sekali dalam satu tahun. Berdasarkan hasil
wawancara, seluruh biaya pemanenan untuk komoditas jati dan sengon
ditanggung oleh tengkulak. Petani pemilik hutan rakyat tidak perlu mencari
tenaga kerja dan menyiapkan peralatan pemanenan, mereka hanya menerima
pendapatan bersih dari hasil panen jati dan sengon. Untuk pemanenan pisang,
seluruh biaya pemanenan ditanggung oleh petani pemilik hutan rakyat dengan
dibantu oleh tenaga kerja buruh petani.
7. Pemasaran
Pemasaran hasil kayu jati dan sengon dari hutan rakyat dilakukan oleh
petani dengan menjual langsung ke tengkulak. Untuk kegiatan pemasaran
hasil kayu jati dan sengon selanjutnya, tengkulak menggunakan truk untuk
mengangkut kayu yang akan dijual dari lokasi hutan rakyat menuju industri
perkayuan. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, lokasi industri
perkayuan yang dituju berada disekitar Cirebon dan Surabaya (Gambar 2).

Gambar 2 Rantai pemasaran kayu jati dan sengon


Sedangkan untuk pemasaran buah pisang yang sudah dipanen oleh
petani, hasil buah pisang tersebut ada yang dijual langsung kepada
masyarakat sekitar (konsumen) dan ada yang dijual kepada pengumpul.
Kemudian dari pengumpul dijual kepada pedagang-pedagang di pasar hingga
akhirnya sampai kepada konsumen (Gambar 3).

Gambar 3 Rantai pemasaran pisang

Analisis Kelayakan Finansial

Studi kelayakan proyek merupakan suatu studi untuk menilai proyek layak
atau tidak untuk dikerjakan pada masa yang akan datang. Pengertian layak dalam
penilaian ini adalah manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan usaha (Ibrahim
2003). Menurut Suratman (2002) secara umum aspek-aspek yang akan dikaji
dalam studi kelayakan meliputi: aspek hukum, sosial-ekonomi dan budaya, aspek
13

pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, aspek manajemen, dan aspek
keuangan. Aspek keuangan berkaitan dengan dari mana sumber dana yang akan
diperoleh dan proyeksi pengembaliannya dengan tingkat biaya modal dari sumber
dana yang bersangkutan. Aspek ini sering disebut juga aspek finansial. Aspek
finansial merupakan aspek yang selalu berkaitan dengan kepentingan pemilik
usaha, semakin positif dalam memperoleh keuntungan kepada pemilik modal
maka usaha dianggap layak untuk dilanjutkan.
Menurut Gittinger (2008), analisis dari aspek finansial bertujuan untuk
mengetahui perkiraan pendanaan dan aliran kas usaha, sehingga dapat diketahui
layak atau tidaknya rencana usaha yang dimaksud. Gittinger (2008) menyebutkan
berbagai kriteria yang digunakan untuk ukuran-ukuran berdiskonto manfaat
proyek yaitu: Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan
Benefit Cost Ratio (BCR). Harga, biaya, manajemen, dan teknologi yang
diterapkan, suku bunga, dan lain-lain. Analisis finansial dilakukan untuk
mengetahui tingkat kelayakan suatu usaha dengan jangka waktu tertentu.
Kegiatan pengelolaan hutan rakyat dan pertanian padi sawah dilakukan oleh
petani di lahan miliknya sendiri. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat dan pertanian
padi sawah dibantu oleh beberapa tenaga kerja dan diupah setiap pekerja
melakukan pekerjaannya. Setiap tenaga kerja laki-laki diberikan upah sebesar Rp
70.000/hari (Lampiran 1 sampai dengan Lampiran 4), sedangkan untuk
perempuan diberikan upah sebesar Rp 50.000/hari (Lampiran 1 sampai dengan
Lampiran 4). Perbedaan upah tenaga kerja antara laki-laki dan perempuan
disebabkan oleh jenis pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki lebih berat
dibandingkan pekerjaan perempuan. Biaya-biaya yang dikeluarkan selain
memberikan upah tenaga kerja diantaranya adalah biaya pengadaan bibit,
pengadaan pupuk, pengadaan pestisida, pengadaan alat, pengangkutan hasil
tanaman kehutanan, pengangkutan pisang, dan biaya retribusi.
Analisis finansial terhadap pengelolaan hutan rakyat dilakukan pada setiap
pola tanam yang ditemukan di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja. Selain pada
hutan rakyat, juga dilakukan simulasi perhitungan analisis finansial pada usaha
pertanian padi sawah yang terdapat di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja dengan
luasan yang sama dikonversi menjadi satu hektar. Analisis finansial dilakukan
dengan melihat rekapitulasi arus masuk dan arus keluar kas yang dibuat dalam
suatu cash flow (Lampiran 5 sampai dengan Lampiran 8) dalam masing-masing
unit usaha. Hasil perhitungan terhadap analisis finansial pada sistem pertaian padi
sawah, agroforestri, monokultur jati, dan monokultur sengon ditampilkan dalam
Tabel 2.

Tabel 2 Rekapitulasi Cash flow pada sistem pengelolaan pertanian padi sawah,
agroforestri sengon, jati, dan pisang, monokultur jati, dan monokultur
sengon di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja
Pertanian Agroforestri Monokultur Jati Monokultur
Padi Sawah Sengon
(Opsi-2) (Opsi-3)
(Opsi-1) (Opsi-4)
NPV (Rp/ha/15 170.602.650 728.178.746 307.465.188 484.800.852
tahun)
BCR 1,46 6,31 4,49 4,01
IRR (%) 33% 36% 17% 33%
14

Tabel 2 Rekapitulasi Cash flow pada sistem pengelolaan pertanian padi sawah,
agroforestri sengon, jati, dan pisang, monokultur jati, dan monokultur
sengon di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja (lanjutan).
Pertanian Agroforestri Monokultur Jati Monokultur
Padi Sawah Sengon
(Opsi-2) (Opsi-3)
(Opsi-1) (Opsi-4)
NPV (Rp/ha/15 170.602.650 728.178.746 307.465.188 484.800.852
tahun)
BCR 1,46 6,31 4,49 4,01
IRR (%) 33% 36% 17% 33%

Net Present Value (NPV)


Tabel 2 memberikan informasi mengenai hasil perhitungan dari NPV yang
menunjukkan hasil positif. Nilai NPV dari semua proyek usaha pada Tabel 2
memiliki nilai NPV > 0 maka proyek dinilai menguntungkan untuk dijalankan
(Gittinger 2008). Berdasarkan Tabel 2, opsi pertama petani dengan sistem
pengelolaan pertanian padi sawah memperoleh manfaat bersih dalam jangka 15
tahun sebesar Rp 170.602.650/ha, berarti setiap tahunnya petani dengan sistem
pengelolaan pertanian padi sawah menerima keuntungan sebesar Rp
11.373.510/ha. Opsi kedua merupakan petani yang memiliki proyek usaha hutan
rakyat dengan sistem pengelolaan pola tanam agroforestri. Petani pada opsi kedua
memperoleh nilai NPV tertinggi dibandingkan dengan ketiga opsi lainnya yaitu
sebesar Rp 728.178.746/ha. Berdasarkan nilai sekarang petani pada opsi kedua
akan memperoleh keuntungan setiap tahunnya yaitu sebesar Rp 48.545.250/ha.
Opsi ketiga dan opsi keempat merupakan petani hutan rakyat dengan sistem
pengelolaan monokultur jati dan monokultur sengon. Selama jangka waktu 15
tahun petani pada opsi ketiga akan memperoleh manfaat bersih sebesar Rp
307.465.188/ha. Sedangkan pada opsi keempat dalam jangka 15 tahun akan
memperoleh keuntungan sebesar Rp 484.800.852 /ha. Hasil NPV pada opsi ketiga
dan keempat tidak begitu besar dibandingkan dengan opsi kedua, karena petani
pada sistem pengelolaan monokultur sengon dan jati tidak menggunakan lahannya
secara optimal dan tidak begitu intensif dalam merawat dan pemeliharaan
komoditas tanaman kehutanan yang ditanam pada sistem monokultur tersebut.

Benefit Cost Ratio (BCR)


Berdasarkan Tabel 2, semua sistem pengelolaan yang diterapkan pada
keempat opsi memiliki nilai BCR lebih dari satu, maka proyek pada keempat opsi
tersebut dinilai layak dan menguntungkan untuk dijalankan. Pada Tabel 2,
diketahui sistem pengelolaan pada opsi kedua melalui hasil perhitungan dengan
menggunakan suku bunga deposito sebesar 5% dapat diperoleh nilai BCR sebesar
6,31. Hal ini menunjukkan bahwa, setiap Rp 1/ha yang dikeluarkan petani sebagai
biaya yang digunakan selama pengusahaan hutan rakyat, petani opsi kedua
tersebut akan mendapatkan keuntungan bersih Rp 6,31/ha lebih besar dari ketiga
skenario lainnya. Pendapatan terdiskonto yang diperoleh opsi kedua lebih besar
dibandingkan ketiga opsi lainnya, hal ini menjadikan salah satu faktor yang
15

menyebabkan nilai BCR yang diperoleh opsi kedua lebih besar dibandingkan
ketiga opsi lainnya.

Internal Rate of Return (IRR)


Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa, keempat opsi memiliki nilai IRR
lebih dari sama dengan tingkat suku bunga deposito 5%, maka keempat opsi
tersebut layak untuk dijalankan dan terus dikembangkan. Petani hutan rakyat
dengan sistem pengelolaan agroforestri (opsi kedua) memiliki tingkat IRR
tertinggi yaitu 36%. Petani pertanian padi sawah (opsi pertama) dan petani hutan
rakyat dengan sistem pengelolaan monokultur sengon (opsi keempat) memiliki
nilai IRR yang sama yaitu 33%. Sedangkan petani hutan rakyat dengan sistem
pengelolaan monokultur jati (opsi keempat) memiliki nilai IRR terendah yaitu
16%.
Nilai IRR yang dihasilkan dapat menggambarkan tentang besarnya
kemampuan usaha untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan. Suatu proyek
pengusahaan yang memiliki tingkat pengembalian IRR tertinggi belum tentu lebih
menguntungkan dibandingkan suatu proyek pengusahaan yang memiliki tingkat
pengembalian IRR lebih rendah. Hal ini sesuai dengan Gittinger (2008), suatu
usaha yang memiliki nilai tingkat pengembalian internal (IRR) tinggi tidak selalu
lebih baik dibandingkan usaha yang memiliki nilai IRR rendah. Proyek yang baik
tetap merupakan proyek yang memberikan lebih banyak hasil kepada pendapatan
dibandingkan terhadap sumberdaya yang digunakan.

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat pengaruh-pengaruh yang akan


terjadi akibat perubahan faktor-faktor biaya maupun manfaat (Gittinger 2008).
Analisis sensitivitas diterapkan untuk menilai hal-hal yang akan terjadi terhadap
hasil analisis kelayakan suatu proyek apabila terjadi perubahan di dalam
perhitungan biaya atau manfaat. Menurut Nurmalina et al. (2010) perubahan yang
sering terjadi dalam menjalankan bisnis adalah perubahan harga, keterlambatan
pelaksanaan, kenaikan biaya, dan perubahan hasil produksi. Analisis sensitivitas
ini dilakukan sebagai suatu teknis analisis untuk menguji kepekaan dari hasil
analisis yang telah dilakukan terhadap perubahan faktor-faktor yang berpengaruh
(Nugroho 2013).
Analisis sensitivitas dilakukan dengan uji kepekaan terhadap keempat
sistem pengelolaan tersebut pada kemungkinan kenaikan total biaya input (pupuk
kimia, tenaga kerja, pupuk organik, dan obat-obatan yang diperlukan) sebesar
10% dan terjadi penurunan harga produk padi, sengon, dan jati sebesar 10%. Tabel
3 menunjukkan bahwa penurunan harga atau kenaikan biaya sebesar 10% akan
mempengaruhi nilai NPV, BCR, dan IRR, tetapi tidak mengubah kelayakan usaha
dari keempat opsi. Ketiga indikator nilai NPV, BCR, dan IRR masih dapat
dikategorikan kedalam proyek yang layak dijalankan.
16

Tabel 3 Analisis sensitivitas sistem pengelolaan pertanian padi sawah, agroforestri,


monokultur jati, dan monokultur sengon

Kondisi Persen Perubahan


Jenis Persentase Persentase
Uraian Harga turun Biaya naik perubahan perubahan
pengelolaan Normal karena karena
(10%) (10%)
harga turun biaya naik
(%) (%)
Padi (1) 170.602.650 116.248.526 146.831.364 -31,86 -13,93
NPV Agroforestri 728.178.746 641.724.342 722.838.057 -11,87 -0,73
(Rp/15 (2)
tahun) Jati (3) 307.465.188 267.981.705 306.769.473 -12,84 -0,23
Sengon (4) 484.800.852 420.396.631 478.157.257 -13,28 -1,37
Padi (1) 1,46 1,31 1,37 -9,98 -5.97
Agroforestri 6,31 5,68 6,07 -9,99 -3.75
BCR (2)
Jati (3) 4,49 4,04 4,46 -9,98 -0.78
Sengon (4) 4,01 3,61 3,85 -9,97 -3.96
Padi (1) 33 24 29 -27.93 -12.79
IRR Agroforestri 36 34 36 -6.52 -0.94
(2)
(%) Jati (3) 17 16 16 -5.04 -0.22
Sengon (4) 33 31 33 -7.40 -1.29

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa, perbandingan persentasi


perubahan dari ketiga kriteria nilai (NPV, BCR, dan IRR) terhadap keempat opsi.
Hasil perbandingan persentasi tersebut rmenunjukan penurunan harga produk
sebesar 10% menghasilkan perubahan negatif yang lebih besar daripada terjadi
kenaikan biaya input sebesar 10%. Berdasarkan hal tersebut, keempat opsi pada
Tabel 3 lebih sensitif ketika terjadi penurunan harga produk daripada kenaikan
biaya input sebesar 10%.

Motif-Motif Petani Membangun Hutan Rakyat

Peran hutan rakyat diketahui telah berkembang sejak pertengahan tahun


tujuh puluhan. Peran tersebut diketahui sejak Fakultas Kehutanan IPB dan
Fakultas Kehutanan UGM mempublikasikan hasil penelitian mengenai peran
hutan rakyat sebagai pemasok kayu. Hasil kedua penelitian tersebut
menyampaikan bahwa sekitar 70% konsumsi kayu pertukangan dan 90%
konsumsi kayu bakar di Jawa dipenuhi dari hutan rakyat. Sejak saat itu, hutan
rakyat makin mendapat perhatian dari para pemangku kepentingan (Hardjanto
2003).
Hutan rakyat merupakan salah satu usaha jangka panjang yang menarik.
Menurut para petani, hutan rakyat di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja dijadikan
sebagai investasi dan tabungan mereka yang akan digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup jangka panjang. Menurut Nurhadi (2000), kebutuhan petani
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu kebutuhan jangka pendek, jangka menengah,
17

dan jangka panjang. Kebutuhan jangka pendek merupakan kebutuhan untuk


kehidupan sehari-hari yang dikeluarkan oleh petani, seperti kebutuhan makan
sehari-hari, pakaian, dan transportasi. Kebutuhan jangka menengah seperti
kebutuhan untuk membayar biaya sekolah anak dan biaya kesehatan. Kebutuhan
jangka panjang seperti biaya untuk renovasi rumah, pengadaan atau penambahan
aset (Oktalina et al.2015).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di Desa Benda dan Desa
Dukuhmaja, salah satu faktor pendorong yang memiliki kontribusi besar dalam
pembangunan hutan rakyat di kedua desa tersebut adalah tabungan, investasi
jangka panjang, dan pendapatan yang diperoleh diposisikan sebagai pendapatan
sampingan yang bersifat incidental. Hal ini sesuai dengan Darusman dan
Hardjanto (2006) bahwa, pendapatan dari hutan rakyat bagi petani masih
diposisikan sebagai pendapatan sampingan dan bersifat incidental, kayu masih
lebih banyak sebagai tabungan saja dan belum menjadi prioritas usaha, karena
daurnya dirasakan sangat lama dibandingkan tanaman pertanian lainnya.
Berdasarkan hal tersebut, kondisi yang terjadi di Desa Benda dan Desa
Dukuhmaja adalah pendapatan dari usaha pertanian padi sawah masih menjadi
priotas utama, karena tidak memerlukan waktu yang lama untuk merasakan hasil
dari setiap panen yang dilakukan.
Fenomena urbanisasi yang terjadi di Desa Benda dan Desa Dukuhmaja, juga
diduga ikut menjadi salah satu faktor pendorong dan motif yang mempengaruhi
pertumbuhan hutan rakyat di kedua desa tersebut. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan, para petani migran yang melakukan urbanisasi ke luar daerah
Kabupaten Kuningan membangun hutan rakyat untuk tabungan dan investasi
jangka panjang. Bahkan, ada juga petani pertanian padi sawah yang sampai
mengonversi lahan sawahnya menjadi hutan rakyat. Kesibukan pekerjaan di kota
membuat para petani padi sawah tidak memiliki waktu untuk melakukan kegiatan
pengelolaan padi di lahannya. Maka dari itu, menurut petani di kedua desa
tersebut dengan intensitas pengelolaan hutan rakyat yang lebih rendah daripada
padi sawah, membuat hutan rakyat dapat menjadi alternatif terbaik untuk tetap
menjaga potensi lahan yang mereka miliki.
Intensitas pengelolaan hutan rakyat merupakan curahan waktu yang
diperlukan petani untuk melakukan kegiatan pengelolaan hutan rakyat di lahan
yang mereka miliki. Kegiatan pengelolaan hutan rakyat di kedua desa tersebut
dimulai dengan kegiatan persiapan lahan, pengadaan bibit, penanaman,
pemeliharaan, pemanenan dan sampai dengan pemasaran hasil. Menurut petani di
kedua desa tersebut, kegiatan pengelolaan hutan rakyat dirasakan lebih mudah
daripada pengelolaan pertanian padi sawah. Karena kegiatan pengelolaan hutan
rakyat tidak perlu setiap hari harus ke kebun untuk melakukan pemeliharaan
seperti kegiatan pengelolaan pertanian padi sawah. Selain itu, input produksi yang
digunakan juga lebih rendah dibandingkan pengelolaan pertanian padi sawah.
Sehingga para petani migran, tidak perlu khawatir, dan tetap memiliki lahan yang
produktif. Hasil wawancara ini sesuai dengan Hardjanto (2003) bahwa, kegiatan
pengelolaan umumnya hanya dilakukan pada saat penanaman, pemeliharaan tahun
pertama dan penebangan. Konsekuensinya, riap dan kualitas kayu hutan rakyat
umumnya rendah, tetapi keuntungannya, pemilik hutan rakyat dapat mencurahkan
sebagian besar waktunya untuk melakukan usaha lain (Puspitojati et al. 2014).
18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pengelolaan hutan rakyat dan pertanian padi sawah di Desa Benda dan Desa
Dukuhmaja secara finansial layak untuk dilakukan serta dikembangkan. Hasil dari
perhitungan nilai NPV, IRR, dan BCR dapat dipertimbangkan sesuai dengan
kriteria kelayakan finansial. Hasil perbandingan berdasarkan studi kelayakan
finansial antara pengelolaan pertanian padi sawah, pengelolaan hutan rakyat
dengan pola tanam agroforestri, monokultur jati, dan sengon didapatkan bahwa
sistem agroforestri sengon, jati dan tanaman sela pisang menghasilkan nilai
keuntungan yang paling besar dibandingkan dengan ketiga sistem pengelolaan
lainnya, dengan nilai NPV Rp 728.178.746/ha, berdasarkan nilai sekarang akan
memperoleh keuntungan setiap tahunnya yaitu sebesar Rp 48.545.250/ha, nilai
BCR sebesar 6,31, dan IRR sebesar 36%. Hasil analisis sensitivitas berdasarkan
persentase perubahan NPV, BCR, dan IRR menunjukkan bahwa semua usaha
pertanian padi sawah dan hutan rakyat lebih sensitif terhadap perubahan
penurunan harga produk dibandingkan dengan kenaikan biaya input. Motif-motif
petani membangun hutan rakyat karena dinilai dapat menjadi investasi dan
tabungan petani dalam waktu yang panjang sedangkan usaha pertanian padi sawah
untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Saran

1. Untuk memperoleh hasil panen yang optimal, petani hutan rakyat harus lebih
memaksimalkan pemanfaatan lahan yang dimiliki.
2. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan penurunan harga produk lebih sensitif
dibandingkan kenaikan biaya input, maka perlu adanya peningkatan informasi
akses pasar agar harga meningkat atau tetap stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Admkanopi. 2016. Pekerja Migran dan Kelestarian Hutan UMHR Madudakar


Kuningan [Internet]. [diunduh 2017 Juli1]. Tersedia pada:
http://kanopikuningan.or.id/index.php/kegiatan/kabar-umhr.
[BPS Kab. Kuningan] Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan. 2015. Statistik
Daerah Kabupaten Kuningan 2015. Kuningan (ID): BPS Kab. Kuningan.
Darusman D dan Hardjanto. 2006. Tinjuan Ekonomi Hutan Rakyat. Prosiding
Seminar Hasil Penelitian Hasil Hutan 2006: 4-13. Desa Benda. 2015. Profil Desa
Benda. Kabupaten Kuningan.
Desa Dukuhmaja. 2017. Profil Desa Dukuhmaja. Kabupaten Kuningan.
[Dishut Prov Jabar] Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat. 2015. Statistik
Kehutanan Jawa Barat Tahun 2015. Bandung (ID): Dinas Kehutanan
Provinsi Jawa Barat.
19

Fakultas Kehutanan IPB. 2000. Hutan Rakyat di Jawa: Perannya dalam


Perekonomian Desa. Didik Suharjito, Editor. Program Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Masyarakat (P3KM). Bogor.
Gittinger JP. 2008. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian.Mangiri K dan
Sutomo S, penerjemah. Jakarta (ID): UI-Press. Terjemahan dari: Economic
Analysis of Agriculture. Edisi ke-2.
Hakiem I, Setiasih I, Murniati, Sumarhani, Asmanah W, Rachman E, Mohammad
M, Sri R. 2010. Social Forestry: Menuju Restorasi Pembangunan
Kehutanan Berkelanjutan. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perubahan Iklim dan Kebijakan.
Hardjanto. 2003. Keragaman dan Pengembangan Usaha Kayu Rakyat di Pulau
Jawa [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ibrahim Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Kasmir dan Jakfar. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta (ID): Kencana Prenada
Media Group.
Mansur I. 2015. Bisnis dan Budidaya 18 Kayu Komersial. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Maryudi A. 2005. Beberapa kendala bagi sertifikasi hutan rakyat. Jurnal Hutan
Rakyat. 7(3).
Nugroho B. 2013. Ekonomi Keteknikan. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB.
Nurhadi. 2000. Kearifan lokal dalam pengembangan hutan rakyat. Jurnal Hutan
Rakyat. 2(1): 53-64.
Nurmalina R, Sarianti T, dan Karyadi A. 2010. Studi Kelayakan Bisnis.
Departemen Agribisnis (ID): Institut Pertanian Bogor.
Oktalina SN, Awang SA, Suryanto P, Hartono S. 2015. Strategi petani hutan
rakyat dan kontribusinya terhadap penghidupan di Kabupaten Gunungkidul.
Jurnal Sosial dan Humaniora Kawistara. 5(3): 221-328.
Puspitojati T, Mile MY, Fauziah E, Darusman D. 2014. Hutan Rakyat Sumbangsih
Masyarakat Pedesaan Untuk Hutan Tanaman.Yogyakarta (ID): PT Kanisius.
Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Siswoyo B. 2007. Hutan rakyat dan serbuan pasar: studi refleksi pengusahaan
hutan rakyat lestari secara kolaboratif di Pacitan, Jawa Timur. Jurnal Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik. 11 (2): 153-28.
Suratman. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Jakarta (ID): Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
20

Lampiran 1 Biaya pengusahaan padi sawah

Harga Total Biaya yang dikeluarkan responden sudah di konversi ke dalam (Rp/ha)
Satuan 1 2 3 4 5 Waktu
No Uraian belum di Rata-rata
Keterang Jumlah Keteran Jumlah Keteran Jumlah Keteran Jumlah Keteran Jumlah Pengel
konversi (Rp/ha)
an (per (Rp) x 3 gan (Rp) x 3 gan (Rp) x 3 gan (Rp) x 3 gan (Rp/ha) x uaran
ke (Rp/ha)
ha) panen (per ha) panen (per ha) panen (per ha) panen (per ha) 3 panen
BIAYA VARIABEL
1 Upah Tenaga
Kerja
Pembangunan 4 orang 4 orang 7 orang 7 orang 4 orang
Irigasi 70.000 dan 2 2.666.667 dan 2 4.000.000 dan 2 2.800.000 dan 2 1.400.000 dan 2 4.000.000 t0 2.973.333
hari hari hari hari hari
Persiapan 2 orang 2 orang 4 orang 4 orang 2 orang
Lahan 70.000 dan 1 2.000.000 dan 1 3.000.000 dan 1 2.400.000 dan 1 1.680.000 dan 1 3.000.000 t0-t15 2.416.000
hari hari hari hari hari
Penanaman 2 orang 2 orang 4 orang 4 orang 2 orang
50.000 dan 1 1.428.571 dan 1 2.142.857 dan 1 1.714.286 dan 1 750.000 dan 1 2.142.857 t0-t15 1.635.714
hari hari hari hari hari
Pemeliharaan 1 orang 1 orang 2 orang 2 orang 1 orang
70.000 dan 3 3.000.000 dan 3 4.500.000 dan 1 1.200.000 dan 1 840.000 dan 1 1.500.000 t0-t15 2.208.000
hari hari hari hari hari
Pemupukan 1 orang 1 orang 2 orang 2 orang 2 orang
t -t
70.000 dan 2 2.000.000 dan 2 3.000.000 dan 2 2.400.000 dan 2 630.000 dan 1 3.000.000 0 15 2.206.000
hari hari hari hari hari
Pemanenan 1 orang 2 orang 3 orang 3 orang 2 orang
197.000 dan 1 2.814.286 dan 1 8.442.857 dan 1 5.065.714 dan 1 5.906.250 dan 1 8.442.857 t0-t15 6.134.393
hari hari hari hari hari
Pengangkutan 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang 1 orang
t -t
10.000 dan 1 1.000.000 dan 1 1.071.429 dan 1 2.228.571 dan 1 2.100.000 dan 1 1.071.429 0 15 1.494.286
hari hari hari hari hari
2 Pupuk NPK 12.000 10 Kg 1.714.286 7 Kg 1.800.000 0 0 0 0 4 Kg 1.028.571 t0-t15 908.571
3 Pupuk Urea 2.500 100 Kg 3.571.429 7 Kg 375.000 100 Kg 2.142.857 200 Kg 1.500.000 0 0 1.517.857
t0-t15
4 Pupuk TSP 3.000 50 Kg 2.142.857 3 Kg 192.857 50 Kg 1.285.714 0 0 4 Kg 257.143 775.714
t0-t15
21

Lampiran 1 Biaya pengusahaan padi sawah (lanjutan).

Harga Total Biaya yang dikeluarkan responden sudah di konversi ke dalam (Rp/ha)
Satuan 1 2 3 4 5 Waktu
No Uraian belum di Rata-rata
Keterang Jumlah Keteran Jumlah Keteran Jumlah Keteran Jumlah Keteran Jumlah Pengel
konversi (Rp/ha)
an (per (Rp) x 3 gan (Rp) x 3 gan (Rp) x 3 gan (Rp) x 3 gan (Rp/ha) x uaran
ke (Rp/ha)
ha) panen (per ha) panen (per ha) panen (per ha) panen (per ha) 3 panen
5 Pupuk 200 35 Kg 100.000 0 0 0 0 0 0 4 Kg 17.143 t0-t15 23.429
Kandang
6 Pupuk KCL 2.500 0 0 3 Kg 160.714 50 Kg 1.071.429 0 0 0 0 t -t 246.429
0 15
7 Puradan 35.000 0 0 0 0 1 Kg 300.000 4 Kg 420.000 4 Kg 3.000.000 t -t 744.000
0 15
8 Pupuk Foska 250.000 0 0 0 0 0 0 1,5 Kg 1.125.000 0 0 t -t 225.000
0 15
9 Pupuk ZA 2.100 0 0 0 0 0 0 50 Kg 315.000 0 0 t -t 63.000
0 15
Pestisida yang 1 Unit
10 digunakan Pak 52.000 0 0 0 0 0 0 0 0 1.114.286 t0-t15 222.857
Botol
RT Misda
Pestisida yang 1 Unit
11 digunakan Pak 190.000 0 0 0 0 0 0 570.000 0 0 t0-t15 114.000
Botol
Tirja
12 Bibit Padi 70.000 2 Kg 2.000.000 1 Kg 1.500.000 4 Kg 2.400.000 9 Kg 1.890.000 0 0 t0-t15 1.558.000
13 Bibit Padi Pak 20.000 0 0 0 0 0 0 0 0 5 Kg 2.142.857 t0-t15 428.571
RT Misda
BIAYA TETAP
1 Biaya Sewa 250.000 0 0 0 0 1 Unit 2.142.857 0 0 1 Unit 5.357.143 t0-t15 1.500.000
Alat alat alat
2 Biaya Retribusi 16.500 Unit 78.571 Unit 117.857 Unit 188.571 Unit 82.500 Unit 117.857 t0-t15 117.071
lahan lahan lahan lahan lahan
BIAYA INVESTASI
1 Cangkul 70.000 2 Unit 666.667 3 Unit 1.500.000 5 Unit 1.428.571 4 Unit 400.000 2 Unit 1.000.000 t0,t10 999.048
2 Sabit 50.000 2 Unit 476.190 3 Unit 1.071.429 6 Unit 857.143 5 Unit 250.000 4 Unit 1.428.571 t0,t10 816.667
3 Mesin Traktor 10.000.000 1 Unit 47.619.048 0 0 0 0 1 Unit 12.000.000 0 0 t0 11.923.810
22

Lampiran 1 Biaya pengusahaan padi sawah (lanjutan).

Harga Total Biaya yang dikeluarkan responden sudah di konversi ke dalam (Rp/ha)
Satuan 1 2 3 4 5 Waktu
No Uraian belum di Rata-rata
Keterang Jumlah Keteran Jumlah Keteran Jumlah Keteran Jumlah Keteran Jumlah Pengel
konversi (Rp/ha)
an (per (Rp) x 3 gan (Rp) x 3 gan (Rp) x 3 gan (Rp) x 3 gan (Rp/ha) x uaran
ke (Rp/ha)
ha) panen (per ha) panen (per ha) panen (per ha) panen (per ha) 3 panen
4 Alat Semprotan 450.000 1 unit 2.142.857 2 Unit 6.428.571 1 Unit 1.285.714 2 Unit 900.000 1 Unit 3.214.286 t0,t10 2.794.286
5 Garok 90.000 0 0 1 Unit 642.857 4 Unit 1.028.571 2 Unit 180.000 0 0 t0,t10 370.286

1) H. Uswandi dengan luas lahan 0,21 ha.


2) Karsan dengan luas lahan 0,14 ha.
3) Rasta dengan luas lahan 0,35 ha.
4) Tirja dengan luas lahan 1 ha.
5) RT Misda dengan luas lahan 0,14 ha.

Lampiran 2 Biaya pengusahaan agroforestri.

Harga Total Biaya yang dikeluarkan responden sudah di konversi ke dalam (Rp/ha)
Satuan 1 2 3
No Uraian belum di Jumlah Jumlah Waktu Rata-rata
konversi ke Keterangan Keterangan Jumlah (Rp) Keterangan Pengeluaran (Rp/ha)
(Rp) x 3 (Rp/ha) x 3
(Rp/ha) (per ha) (per ha) x 3 panen (per ha)
panen panen
BIAYA VARIABEL
1 Upah Tenaga Kerja
Pembersih lahan 70.000 4 orang dan 4 560.000 4 orang dan 1 400.000 2 orang dan 1 1.000.000 t0 653.333
hari hari hari
Penanaman 70.000 4 orang dan 7 980.000 10 orang dan 999.999 3 orang dan 1 1.500.000 t0 1.160.000
hari 1 hari hari
23

Lampiran 2 Biaya pengusahaan agroforestri (lanjutan).

Harga Total Biaya yang dikeluarkan responden sudah di konversi ke dalam (Rp/ha)
Satuan 1 2 3
No Uraian belum di Keterangan Jumlah Keterangan Jumlah (Rp) Keterangan Jumlah Waktu Rata-rata
konversi ke Pengeluaran (Rp/ha)
(Rp) x 3 (Rp/ha) x 3
(Rp/ha) (per ha) (per ha) x 3 panen (per ha)
panen panen
Pemeliharaan 70.000 3 orang dan 3 315.000 2 orang dan 3 599.999 2 orang dan 3 3.000.000 t1-t15 1.305.000
hari hari hari
Pemupukan 70.000 3 orang dan 1 105.000 2 orang dan 1 200.000 2 orang dan 1 1.000.000 t -t 435.000
1 15
hari hari hari
Pemanenan Pisang 70.000 2 orang dan 1 140.000 2 orang dan 1 400.000 1 orang dan 1 1.000.000 t -t 513.333
1 15
hari hari hari
Pemanenan Kayu Pak 2.250.000 Borongan 1.125.000 0 0 0 0 t ,t ,t 375.000
5 10 15
Haji Uswandi
Pemanenan Kayu 1.950.000 0 0 Borongan 2.785.712 Borongan 13.928.571 t ,t ,t 5.571.428
5 10 15
2 Pupuk NPK 12.000 400 Kg 2.400.000 0 0 4 Kg 342.857 t1-t15 914.286
3 Pupuk Urea 2.500 100 Kg 125.000 200 kg 714.285 0 0 t1-t15 279.762
4 Pupuk TSP 3.000 100 Kg 150.000 50 Kg 214.286 4 Kg 85.714 t1-t15 150.000
5 Pupuk Organik 500 1 Kg 250 0 0 0 0 t -t 83
1 15
6 Pestisida 25.000 1 Unit Botol 12.500 1 Unit Botol 35.714 1 Unit Botol 178.571 t -t 75.595
1 15
7 Pupuk KCL 2.500 0 0 50 kg 178.571 0 0 t -t 59.524
1 15
8 Puradan 17.000 0 0 0 0 4 Kg 485.714 t -t 161.905
1 15

BIAYA TETAP
1 Biaya Retribusi 16.500 Unit lahan 82.500 Unit lahan 141.428 Unit lahan 117.857 t0-t15 113.929

BIAYA INVESTASI
1 Cangkul 70.000 4 Unit 140.000 4 Unit 400.000 2 Unit 1.000.000 t0,t10 513.333
2 Sabit 50.000 3 Unit 75.000 4 Unit 285.714 4 Unit 1.428.571 t0,t10 596.428
24

Lampiran 2 Biaya pengusahaan agroforestri (lanjutan).

Harga Total Biaya yang dikeluarkan responden sudah di konversi ke dalam (Rp/ha)
Satuan 1 2 3
No Uraian belum di Keterangan Jumlah Keterangan Jumlah (Rp) Keterangan Jumlah Waktu Rata-rata
konversi ke Pengeluaran (Rp/ha)
(Rp) x 3 (Rp/ha) x 3
(Rp/ha) (per ha) (per ha) x 3 panen (per ha)
panen panen
3 Golok 100.000 5 Unit 250.000 7 Unit 999.999 2 Unit 1.428.571 t0,t5,t10,t15 892.857
4 Alat Semprotan 450.000 1 Unit 225.000 1 Unit 642.857 1 Unit 3.214.286 t0,t10 1.360.714
5 Kampak 80.000 3 Unit 120.000 0 0 1 Unit 571.429 t0,t10 230.476
6 Mesin Sabit Rumput 2.000.000 1 Unit 1.000.000 0 0 0 0 t0 333.333
7 Bibit Sengon 1.500 1000 Bibit 750.000 600 Bibit 1.285.713 90 Bibit 964.286 t0 1.000.000
8 Bibit Jati 4.000 1000 Bibit 2.000.000 500 Bibit 2.857.140 80 Bibit 2.285.714 t0 2.380.951
9 Bibit Pisang 4.500 80 Bibit 180.000 60 Bibit 385.714 15 Bibit 482.143 t0 349.286

1) H. Uswandi dengan luas lahan 2 ha.


2) Rasta dengan luas lahan 0,7 ha.
3) RT Misda dengan luas lahan 0,14 ha.

Lampiran 3 Biaya pengusahaan monokultur jati.

Total Biaya yang dikeluarkan responden sudah di konversi ke dalam (Rp/ha)


Harga Satuan 1 2
No Uraian belum di
konversi ke Waktu Rata-rata (Rp/ha)
(Rp/ha) Keterangan (per ha) Jumlah (Rp) x 3 panenKeterangan (per ha)Jumlah (Rp) x 3 panen Pengeluaran

BIAYA VARIABEL
1 Upah Tenaga Kerja
25

Lampiran 3 Biaya pengusahaan monokultur jati (lanjutan).

Total Biaya yang dikeluarkan responden sudah di konversi ke dalam (Rp/ha)


Harga Satuan 1 pak didi 2 pak tirja
No Uraian belum di
konversi ke Waktu Rata-rata (Rp/ha)
(Rp/ha) Keterangan (per ha) Jumlah (Rp) x 3 panen Keterangan (per ha) Jumlah (Rp) x 3 panen Pengeluaran

Pembersih lahan 70.000 2 orang dan 1 hari 500.000 3 orang dan 1 hari 500.000 t0 500.000
Penanaman 70.000 2 orang dan 1 hari 500.000 6 orang dan 1 hari 1.000.000 t0 750.000
Pemeliharaan 70.000 1 orang dan 1 hari 250.000 1 orang dan 1 hari 166.667 t -t 208.333
1 15
Pemupukan 70.000 2 orang dan 1 hari 500.000 2 orang dan 3 hari 1.000.000 t1 750.000
Pemanenan 1.850.000 Borongan 6.607.143 Borongan 4.404.761 t 5.505.952
15
2 Pupuk Urea 2.500 10 kg 89.286 30 kg 178.571 t1 133.929
3 Pupuk TSP 3.000 10 kg 107.143 0 0 t1 53.571
4 Pupuk Kandang 500 0 0 6 kg 7.143 t1 3.571
BIAYA TETAP
1 Biaya Retribusi 16.500 Unit lahan 58.929 Unit lahan 157.143 t0-t15 108.036

BIAYA INVESTASI
1 Cangkul Pak Didi 70.000 2 Unit 500.000 0 0 t0,t10 250.000
2 Cangkul Pak Tirja 100.000 0 0 2 Unit 476.190 t0,t10 238.095
3 Sabit 50.000 2 Unit 357.143 2 Unit 238.095 t0,t10 297.619
4 Golok 400.000 2 Unit 714.286 1 Unit 952.381 t0,t10 833.333
5 Kampak 60.000 0 0 2 Unit 285.714 t0,t10 142.857
6 Bibit Jati 4.000 150 Bibit 2.142.857 500 Bibit 4.761.904 t 3.452.381
0
7 Alat Semprotan 450.000 1 Unit 1.607.143 1 Unit 1.071.428 t0,t10 1.339.286
1) Didi dengan luas lahan 0,28 ha.
2) Tirja dengan luas lahan 0,42 ha.
26

Lampiran 4 Biaya pengusahaan monokultur sengon.

Total Biaya yang dikeluarkan responden sudah di konversi ke dalam (Rp/ha)


No Uraian Harga Satuan belum di 1 2 Waktu Rata-rata
konversi ke (Rp/ha) Pengeluar
Keterangan (per ha) Jumlah (Rp) x 3 panen Keterangan (per ha) Jumlah (Rp) x 3 panen (Rp/ha)
an
BIAYA VARIABEL
1 Upah Tenaga Kerja
Pembersih lahan 70.000 2 orang dan 1 hari 666.667 4 orang dan 2 hari 1.333.333 t0 1.000.000
Penanaman 70.000 5 orang dan 1 hari 1.666.667 5 orang dan 1 hari 833.333 t0 1.250.000
Pemeliharaan 70.000 2 orang dan 2 hari 1.333.333 3 orang dan 4 hari 2.000.000 t -t 1.666.667
1 15
Pemupukan 70.000 2 orang dan 2 hari 1.333.333 4 orang dan 2 hari 1.333.333 t1-t15 1.333.333
Pemanenan 1.850.000 Borongan 8.809.524 Borongan 4.404.761 t,t ,t 6.607.143
5 10 15
2 Pupuk KCL 2.500 20 kg 1.714.286 0 0 t1-t15 857.143
3 Pestisida 25.000 1 Unit Botol 238.095 1 Unit Botol 59.524 t1-t15 148.810
4 Pupuk Urea 2.500 0 0 150 Kg 892.857 t1-t15 446.429
5 Pupuk Foska 4.000 0 0 75 Kg 714.286 t1-t15 357.143
6 Pupuk Kandang 500 0 0 300 Kg 357.143 t1-t15 178.571

BIAYA TETAP
1 Biaya Retribusi 16.500 Unit lahan 157.143 Unit lahan 157.143 t0-t15 157.143

BIAYA INVESTASI
1 Cangkul 70.000 2 Unit 666.667 2 Unit 1.500,000 t ,t 1.083.333
0 10

2 Sabit 50.000 2 Unit 476.191 1 Unit 1.071.429 t ,t 773.810


0 10

3 Golok 150.000 2 Unit 1.428.572 1 Unit 357.143 t0, t5, t10, 892.857
t
15
4 Alat Semprotan 450.000 1 Unit 2.142.857 1 Unit 6.428.571 t0,t10 4.285.714
5 Mesin Sabit Rumput 2.000.000 1 Unit 9.523.810 0 0 t0,t10 4.761.905
27

Lampiran 4 Biaya pengusahaan monokultur sengon (lanjutan).

Total Biaya yang dikeluarkan responden sudah di konversi ke dalam (Rp/ha)


No Uraian Harga Satuan belum di 1 2 Waktu Rata-rata
konversi ke (Rp/ha) Pengeluar
Keterangan (per ha) Jumlah (Rp) x 3 panen Keterangan (per ha) Jumlah (Rp) x 3 panen (Rp/ha)
an
6 Bibit Sengon 1.500 170 Bibit 1.214.286 300 Bibit 1.071.428 t0 1.142.857
1) Carsidi dengan luas lahan 0,21 ha.
2) Wasjun dengan luas lahan 0,42 ha.

Lampiran 5 Cash flow pengusahaan padi sawah (Rp/ha/tahun).

Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8
INFLOW
Produksi Padi 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286
Nilai Sisa

TOTAL INFLOW 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
A. Beli Lahan 71.942.857 0 0 0 0 0 0 0 0
B. Cangkul 999.048 0 0 0 0 0 0 0 0
C. Sabit 816.667 0 0 0 0 0 0 0 0
D. Mesin Traktor 11.923.810 0 0 0 0 0 0 0 0
E. Alat Semprotan 2.794.286 0 0 0 0 0 0 0 0
F. Garok 370.286 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL BIAYA INVESTASI 88.846.952 0 0 0 0 0 0 0 0


28

Lampiran 5 Cash flow pengusahaan padi sawah (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8
2. Biaya Produksi
A. Upah Tenaga Kerja
Pembangunan Irigasi 2.973.333 0 0 0 0 0 0 0 0
Persiapan Lahan 2.416.000 2.416.000 2.416.000 2.416.000 2.416.000 2.416.000 2.416.000 2.416.000 2.416.000
Penanaman 1.635.714 1.635.714 1.635.714 1.635.714 1.635.714 1.635.714 1.635.714 1.635.714 1.635.714
Pemeliharaan 2.208.000 2.208.000 2.208.000 2.208.000 2.208.000 2.208.000 2.208.000 2.208.000 2.208.000
Pemupukan 2.206.000 2.206.000 2.206.000 2.206.000 2.206.000 2.206.000 2.206.000 2.206.000 2.206.000
Pemanenan 6.134.393 6.134.393 6.134.393 6.134.393 6.134.393 6.134.393 6.134.393 6.134.393 6.134.393
Pengangkutan 1.494.286 1.494.286 1.494.286 1.494.286 1.494.286 1.494.286 1.494.286 1.494.286 1.494.286
B. Pupuk NPK 908.571 908.571 908.571 908.571 908.571 908.571 908.571 908.571 908.571
C. Pupuk Urea 1.517.857 1.517.857 1.517.857 1.517.857 1.517.857 1.517.857 1.517.857 1.517.857 1.517.857
D. Pupuk TSP 775.714 775.714 775.714 775.714 775.714 775.714 775.714 775.714 775.714
E. Pupuk Kandang 23.429 23.429 23.429 23.429 23.429 23.429 23.429 23.429 23.429
F. Pupuk KCL 246.429 246.429 246.429 246.429 246.429 246.429 246.429 246.429 246.429
G. Puradan 744.000 744.000 744.000 744.000 744.000 744.000 744.000 744.000 744.000
H. Pupuk Foska 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000
I. Pupuk ZA 63.000 63.000 63.000 63.000 63.000 63.000 63.000 63.000 63.000
J. Pestisida Pak RT Misda 222.857 222.857 222.857 222.857 222.857 222.857 222.857 222.857 222.857
K. Pestisida Pak Tirja 114.000 114.000 114.000 114.000 114.000 114.000 114.000 114.000 114.000
L. Bibit Padi 1.558.000 1.558.000 1.558.000 1.558.000 1.558.000 1.558.000 1.558.000 1.558.000 1.558.000
M. Bibit Padi Pak RT Misda 428.571 428.571 428.571 428.571 428.571 428.571 428.571 428.571 428.571
N. Biaya Sewa Alat 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
29

Lampiran 5 Cash flow pengusahaan padi sawah (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8
O. Biaya Retribusi 117.071 117.071 117.071 117.071 117.071 117.071 117.071 117.071 117.071
TOTAL BIAYA PRODUKSI 27.512.226 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893
TOTAL OUTFLOW 116.359.179 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893
NET BENEFIT -68.594.893 23.225.393 23.225.393 23.225.393 23.225.393 23.225.393 23.225.393 23.225.393 23.225.393
DISCOUNT FACTOR (5%) 1 0,95 0,91 0,86 0,82 0,78 0,75 0,71 0,68
PV/TAHUN -68.594.893 22.119.422 21.066.116 20.062.968 19.107.588 18.197.703 17.331.146 16.505.853 15.719.860
PV BENEFIT/TAHUN 47.764.286 45.489.796 43.323.615 41.260.586 39.295.796 37.424.568 35.642.445 33.945.186 32.328.749
PV COST/TAHUN 116.359.179 23.370.374 22.257.499 21.197.618 20.188.208 19.226.865 18.311.300 17.439.333 16.608.889

Lampiran 5 Cash flow pengusahaan padi sawah (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
INFLOW
Produksi Padi 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286
Nilai Sisa 2.460.143

TOTAL INFLOW 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 47.764.286 50.224.429


OUTFLOW
1. Biaya Investasi
A. Beli Lahan 0 0 0 0 0 0 0
B. Cangkul 0 999.048 0 0 0 0 0
30

Lampiran 5 Cash flow pengusahaan padi sawah (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
C. Sabit 0 816.667 0 0 0 0 0
D. Mesin Traktor 0 0 0 0 0 0 0
E. Alat Semprotan 0 2.794.286 0 0 0 0 0
F. Garok 0 370.286 0 0 0 0 0

TOTAL BIAYA INVESTASI 0 4.980.286 0 0 0 0 0


2. Biaya Produksi
A. Upah Tenaga Kerja
Pembangunan Irigasi 0 0 0 0 0 0 0
Persiapan Lahan 2.416.000 2.416.000 2.416.000 2.416.000 2.416.000 2.416.000 2.416.000
Penanaman 1.635.714 1.635.714 1.635.714 1.635.714 1.635.714 1.635.714 1.635.714
Pemeliharaan 2.208.000 2.208.000 2.208.000 2.208.000 2.208.000 2.208.000 2.208.000
Pemupukan 2.206.000 2.206.000 2.206.000 2.206.000 2.206.000 2.206.000 2.206.000
Pemanenan 6.134.393 6.134.393 6.134.393 6.134.393 6.134.393 6.134.393 6.134.393
Pengangkutan 1.494.286 1.494.286 1.494.286 1.494.286 1.494.286 1.494.286 1.494.286
B. Pupuk NPK 908.571 908.571 908.571 908.571 908.571 908.571 908.571
C. Pupuk Urea 1.517.857 1.517.857 1.517.857 1.517.857 1.517.857 1.517.857 1.517.857
D. Pupuk TSP 775.714 775.714 775.714 775.714 775.714 775.714 775.714
E. Pupuk Kandang 23.429 23.429 23.429 23.429 23.429 23.429 23.429
F. Pupuk KCL 246.429 246.429 246.429 246.429 246.429 246.429 246.429
G. Puradan 744.000 744.000 744.000 744.000 744.000 744.000 744.000
H. Pupuk Foska 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000 225.000
31

Lampiran 5 Cash flow pengusahaan padi sawah (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
I. Pupuk ZA 63.000 63.000 63.000 63.000 63.000 63.000 63.000
J. Pestisida yang digunakan Pak RT Misda 222.857 222.857 222.857 222.857 222.857 222.857 222.857
K. Pestisida yang digunakan Pak Tirja 114.000 114.000 114.000 114.000 114.000 114.000 114.000
L. Bibit Padi 1.558.000 1.558.000 1.558.000 1.558.000 1.558.000 1.558.000 1.558.000
M. Bibit Padi Pak RT Misda 428.571 428.571 428.571 428.571 428.571 428.571 428.571
N. Biaya Sewa Alat 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000
O. Biaya Retribusi 117.071 117.071 117.071 117.071 117.071 117.071 117.071

TOTAL BIAYA PRODUKSI 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893
TOTAL OUTFLOW 24.538.893 29.519.179 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893 24.538.893
NET BENEFIT 23.225.393 18.245.107 23.225.393 23.225.393 23.225.393 23.225.393 25.685.536
DISCOUNT FACTOR (5%) 0,64 0,61 0,58 0,56 0,53 0,51 0,48
PV/TAHUN 14.971.295 11.200.913 13.579.406 12.932.768 12.316.922 11.730.402 12.355.182
PV BENEFIT/TAHUN 30.789.284 29.323.128 27.926.789 26.596.942 25.330.421 24.124.210 24.158.809
PV COST/TAHUN 15.817.989 18.122.215 14.347.382 13.664.174 13.013.499 12.393.808 11.803.627
NPV (I:5%) 170.602.650
IRR 33%
PV POSITIF 239.197.543
PV NEGATIIF -68.594.893
NET B/C 3,49
GROS B/C 1,46
32

Lampiran 6 Cash flow pengusahaan agroforestri (Rp/ha/tahun).

Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8
INFLOW
Produksi Jati
Produksi Sengon 299.999.871
Pisang 0 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285
Nilai Sisa

TOTAL INFLOW 0 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285 302.794.156 2.794.285 2.794.285 2.794.285
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
A. Beli Lahan 71.428.540 0 0 0 0 0 0 0 0
B. Cangkul 513.333 0 0 0 0 0 0 0 0
C. Sabit 596.428 0 0 0 0 0 0 0 0
D. Golok 892.857 0 0 0 0 892.857 0 0 0
E. Alat Semprotan 1.360.714 0 0 0 0 0 0 0 0
F. Kampak 230.476 0 0 0 0 0 0 0 0
G. Mesin Sabit Rumput 333.333 0 0 0 0 0 0 0 0
H. Bibit Sengon 1.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0
I. Bibit Jati 2.380.951 0 0 0 0 0 0 0 0
J. Bibit Pisang 349.286 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL BIAYA INVESTASI 79.085.919 0 0 0 0 892.857 0 0 0


2. Biaya Produksi
A. Upah Tenaga Kerja
Pembersih lahan 653.333 0 0 0 0 0 0 0 0
33

Lampiran 6 Cash flow pengusahaan agroforestri (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Penanaman 1.160.000 0 0 0 0 0 0 0 0
Pemeliharaan 0 1.305.000 1.305.000 1.305.000 1.305.000 1.305.000 1.305.000 1.305.000 1.305.000
Pemupukan 0 435.000 435.000 435.000 435.000 435.000 435.000 435.000 435.000
Pemanenan 0 513.333 513.333 513.333 513.333 6.459.761 513.333 513.333 513.333
B. Pupuk NPK 0 914.286 914.286 914.286 914.286 914.286 914.286 914.286 914.286
C. Pupuk Urea 0 279.762 279.762 279.762 279.762 279.762 279.762 279.762 279.762
D. Pupuk TSP 0 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
E. Pupuk Organik 0 83 83 83 83 83 83 83 83
F. Pestisida 0 75.595 75.595 75.595 75.595 75.595 75.595 75.595 75.595
G. Pupuk KCL 0 59.524 59.524 59.524 59.524 59.524 59.524 59.524 59.524
H. Puradan 0 161.905 161.905 161.905 161.905 161.905 161.905 161.905 161.905
I. Biaya Retribusi 113.929 113.929 113.929 113.929 113.929 113.929 113.929 113.929 113.929

TOTAL BIAYA PRODUKSI 1.927.261 4.008.416 4.008.416 4.008.416 4.008.416 9.954.843 4.008.416 4.008.416 4.008.416
TOTAL OUTFLOW 81.013.181 4.008.416 4.008.416 4.008.416 4.008.416 10.847.700 4.008.416 4.008.416 4.008.416
NET BENEFIT -81.013.181 -1.214.131 -1.214.131 -1.214.131 -1.214.131 291.946.456 -1.214.131 -1.214.131 -1.214.131
DISCOUNT FACTOR (5%) 1 0,95 0,91 0,86 0,82 0,78 0,75 0,71 0,68
PV/TAHUN -81.013.181 -1.156.315 -1.101.253 -1.048.812 -998.869 228.747.687 -906.003 -862.860 -821.772
PV BENEFIT/TAHUN 0 2,661.224 2.534.499 2.413.808 2.298.865 237.247.144 2.085.138 1.985.846 1.891.282
PV COST/TAHUN 81.013.181 3.817.539 3.635.751 3.462.620 3.297.734 8.499.457 2.991.142 2.848.706 2.713.054
34

Lampiran 6 Cash flow pengusahaan agroforestri (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
INFLOW
Produksi Jati 565.475.964
Produksi Sengon 299.999.871 299.999.871
Pisang 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285
Nilai Sisa 1.578.571

TOTAL INFLOW 2,794,285 302.794.156 2.794.285 2.794.285 2.794.285 2.794.285 869.848.692


OUTFLOW
1. Biaya Investasi
A. Beli Lahan 0 0 0 0 0 0 0
B. Cangkul 0 513.333 0 0 0 0 0
C. Sabit 0 596.428 0 0 0 0 0
D. Golok 0 892.857 0 0 0 0 892.857
E. Alat Semprotan 0 1.360.714 0 0 0 0 0
F. Kampak 0 230.476 0 0 0 0 0
G. Mesin Sabit Rumput 0 0 0 0 0 0 0
H. Bibit Sengon 0 0 0 0 0 0 0
I. Bibit Jati 0 0 0 0 0 0 0
J. Bibit Pisang 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL BIAYA INVESTASI - 3.593.809 - - - - 892.857


2. Biaya Produksi
A. Upah Tenaga Kerja
Pembersih lahan 0 0 0 0 0 0 0
35

Lampiran 6 Cash flow pengusahaan agroforestri (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
Penanaman 0 0 0 0 0 0 0
Pemeliharaan 1.305.000 1.305.000 1.305.000 1.305.000 1.305.000 1.305.000 1.305.000
Pemupukan 435.000 435.000 435.000 435.000 435.000 435.000 435.000
Pemanenan 513.333 6.459.761 513.333 513.333 513.333 513.333 6.459.761
B. Pupuk NPK 914.286 914.286 914.286 914.286 914.286 914.286 914.286
C. Pupuk Urea 279.762 279.762 279.762 279.762 279.762 279.762 279.762
D. Pupuk TSP 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000 150.000
E. Pupuk Organik 83 83 83 83 83 83 83
F. Pestisida 75.595 75.595 75.595 75.595 75.595 75.595 75.595
G. Pupuk KCL 59.524 59.524 59.524 59.524 59.524 59.524 59.524
H. Puradan 161.905 161.905 161.905 161.905 161.905 161.905 161.905
I. Biaya Retribusi 113.929 113.929 113.929 113.929 113.929 113.929 113.929

TOTAL BIAYA PRODUKSI 4.008.416 9.954.843 4.008.416 4.008.416 4.008.416 4.008.416 9.954.843
TOTAL OUTFLOW 4.008.416 13.548.652 4.008.416 4.008.416 4.008.416 4.008.416 10.847.700
NET BENEFIT -1.214.131 289.245.504 -1.214.131 -1.214.131 -1.214.131 -1.214.131 859.000.991
DISCOUNT FACTOR (5%) 0,64 0,61 0,58 0,56 0,53 0,51 0,48
PV/TAHUN -782.640 177.571.648 -709.877 -676.074 -643.880 -613.219 413.194.164
PV BENEFIT/TAHUN 1.801.221 185.889.346 1.633.760 1.555.962 1.481.869 1.411.304 418.412.093
PV COST/TAHUN 2.583.861 8.317.697 2.343.638 2.232.036 2.125.749 2.024.522 5.217.929
NPV (I:5%) 728.178.746
IRR 36%
PV POSITIF 819.513.500
36

Lampiran 6 Cash flow pengusahaan agroforestri (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
PV NEGATIIF -91.334.754
NET B/C 8,97
GROS B/C 6,31

Lampiran 7 Cash flow pengusahaan monokultur jati (Rp/ha/tahun).

Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8
INFLOW
Produksi Jati
Nilai Sisa

TOTAL INFLOW 0 0 0 0 0 0 0 0 0
OUTFLOW
1. Biaya Investasi
A. Beli Lahan 71.428.566 0 0 0 0 0 0 0 0
B. Cangkul Pak Didi 250.000 0 0 0 0 0 0 0 0
C. Cangkul Pak Tirja 238.095 0 0 0 0 0 0 0 0
D. Sabit 297.619 0 0 0 0 0 0 0 0
E. Golok 833.333 0 0 0 0 0 0 0 0
F. Kampak 142.857 0 0 0 0 0 0 0 0
G. Bibit Jati 3.452.381 0 0 0 0 0 0 0 0
H. Alat Semprotan 1.339.286 0 0 0 0 0 0 0 0
37

Lampiran 7 Cash flow pengusahaan monokultur jati (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8
TOTAL BIAYA INVESTASI 77.982.137 0 0 0 0 0 0 0 0
2. Biaya Produksi
A. Upah Tenaga Kerja
Pembersih lahan 500.000 0 0 0 0 0 0 0 0
Penanaman 750.000 0 0 0 0 0 0 0 0
Pemeliharaan 0 208.333 208.333 208.333 208.333 208.333 208.333 208.333 208.333
Pemupukan 0 750.000 0 0 0 0 0 0 0
Pemanenan 0 0 0 0 0 0 0 0 0
B. Pupuk Urea 0 133.929 0 0 0 0 0 0 0
C. Pupuk TSP 0 53.571 0 0 0 0 0 0 0
D. Pupuk Kandang 0 3.571 0 0 0 0 0 0 0
E. Biaya Retribusi 108.036 108.036 108.036 108.036 108.036 108.036 108.036 108.036 108.036

TOTAL BIAYA PRODUKSI 1.358.036 1.257.440 316.369 316.369 316.369 316.369 316.369 316.369 316.369
TOTAL OUTFLOW 79.340.172 1.257.440 316.369 316.369 316.369 316.369` 316.369 316.369 316.369
NET BENEFIT -79.340.172 -1.257.440 -316.369 -316.369 -316.369 -316.369 -316.369 -316.369 -316.369
DISCOUNT FACTOR (5%) 1 0,95 0,91 0,86 0,82 0,78 0,75 0,71 0,68
PV/TAHUN -79.340.172 -1.197.562 -286.956 -273.291 -260.278 -247.883 -236.079 -224.838 -214.131
PV BENEFIT/TAHUN 0 0 0 0 0 0 0 0 0
PV COST/TAHUN 79.340.172 1.197.562 286.956 273.291 260.278 247.883 236.079 224.838 214.131
38

Lampiran 7 Cash flow pengusahaan monokultur jati (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
INFLOW
Produksi Jati 820,833,243
Nilai Sisa 1,461,309

TOTAL INFLOW 0 0 0 0 0 0 822,294,552


OUTFLOW
1. Biaya Investasi
A. Beli Lahan 0 0 0 0 0 0 0
B. Cangkul Pak Didi 0 250.000 0 0 0 0 0
C. Cangkul Pak Tirja 0 238.095 0 0 0 0 0
D. Sabit 0 297.619 0 0 0 0 0
E. Golok 0 833.333 0 0 0 0 0
F. Kampak 0 142.857 0 0 0 0 0
G. Bibit Jati 0 0 0 0 0 0 0
H. Alat Semprotan 0 1.339.286 0 0 0 0 0

TOTAL BIAYA INVESTASI 0 3.101.190 0 0 0 0 0


2. Biaya Produksi
A. Upah Tenaga Kerja
Pembersih lahan 0 0 0 0 0 0 0
Penanaman 0 0 0 0 0 0 0
Pemeliharaan 208.333 208.333 208.333 208.333 208.333 208.333 208.333
Pemupukan 0 0 0 0 0 0 0
Pemanenan 0 0 0 0 0 0 5.505.952
39

Lampiran 7 Cash flow pengusahaan monokultur jati (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
B. Pupuk Urea 0 0 0 0 0 0 0
C. Pupuk TSP 0 0 0 0 0 0 0
D. Pupuk Kandang 0 0 0 0 0 0 0
E. Biaya Retribusi 108.036 108.036 108.036 108.036 108.036 108.036 108.036

TOTAL BIAYA PRODUKSI 316.369 316.369 316.369 316.369 316.369 316.369 5.822.321
TOTAL OUTFLOW 316,369 3.417.559 316,369 316,369 316,369 316,369 5.822.321
NET BENEFIT -316.369 -3.417.559 -316.369 -316.369 -316.369 -316.369 816,472,231
DISCOUNT FACTOR (5%) 0,64 0,61 0,58 0,56 0,53 0,51 0,48
PV/TAHUN -203.934 -2.098.085 -184.974 -176.166 -167.777 -159.788 392.737.103
PV BENEFIT/TAHUN 0 0 0 0 0 0 395.537.739
PV COST/TAHUN 203.934 2.098.085 184.974 176.166 167.777 159.788 2.800.636
NPV (I:5%) 307.465.188
IRR 17%
PV POSITIF 392.737.103
PV NEGATIIF -85.271.916
NET B/C 4,61
GROS B/C 4,49
40

Lampiran 8 Cash flow pengusahaan monokultur sengon (Rp/ha/tahun).

Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8
INFLOW
Produksi Sengon 342.857.126
Nilai Sisa

TOTAL INFLOW 0 0 0 0 0 342.857.126 0 0 0


OUTFLOW
1. Biaya Investasi
A. Beli Lahan 71.428.568 0 0 0 0 0 0 0 0
B. Cangkul 1.083.333 0 0 0 0 0 0 0 0
C. Sabit 773.810 0 0 0 0 0 0 0 0
D. Golok 892.857 0 0 0 0 892.857 0 0 0
E.Alat Semprotan 4.285.714 0 0 0 0 0 0 0 0
F. Mesin Sabit Rumput 4.761.905 0 0 0 0 0 0 0 0
G. Bibit Sengon 1.142.857 0 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL BIAYA INVESTASI 84.369.044 0 0 0 0 892.857 0 0 0


2. Biaya Produksi
A. Upah Tenaga Kerja
Pembersih lahan 1.000.000 0 0 0 0 0 0 0 0
Penanaman 1.250.000 0 0 0 0 0 0 0 0
Pemeliharaan 0 1.666.667 1.666.667 1.666.667 1.666.667 1.666.667 1.666.667 1.666.667 1.666.667
Pemupukan 0 1.333.333 1.333.333 1.333.333 1.333.333 1.333.333 1.333.333 1.333.333 1.333.333
Pemanenan 0 0 0 0 0 6.607.143 0 0 0
B. Pupuk KCL 0 857.143 857.143 857.143 857.143 857.143 857.143 857.143 857.143
41

Lampiran 8 Cash flow pengusahaan monokultur sengon (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
0 1 2 3 4 5 6 7 8
C. Pestisida 0 148.810 148.810 148.810 148.810 148.810 148.810 148.810 148.810
D. Pupuk Urea 0 446.429 446.429 446.429 446.429 446.429 446.429 446.429 446.429
E. Pupuk Foska 0 357.143 357.143 357.143 357.143` 357.143 357.143 357.143 357.143
F. Pupuk Kandang 0 178.571 178.571 178.571 178.571 178.571 178.571 178.571 178.571
G. Biaya Retribusi 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143

TOTAL BIAYA PRODUKSI 2.407.143 5.145.238 5.145.238 5.145.238 5.145.238 11.752.380 5.145.238 5.145.238 5.145.238
TOTAL OUTFLOW 86.776.187 5.145.238 5.145.238 5.145.238 5.145.238 12.645.238 5.145.238 5.145.238 5.145.238
NET BENEFIT -86.776.187 -5.145.238 -5.145.238 -5.145.238 -5.145.238 330.211.889 -5.145.238 -5.145.238 -5.145.238
DISCOUNT FACTOR (5%) 1 0,95 0,91 0,86 0,82 0,78 0,75 0,71 0,68
PV/TAHUN -86.776.187 -4.900.226 -4.666.882 -4.444.650 -4.233.000 258.729.655 -3.839.456 -3.656.624 -3.482.499
PV BENEFIT/TAHUN 0 0 0 0 0 268.637.530 0 0 0
PV COST/TAHUN 86.776.187 4.900.226 4.666.882 4.444.650 4.233.000 9.907.875 3.839.456 3.656.624 3.482.499

Lampiran 8 Cash flow pengusahaan monokultur sengon (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
INFLOW
Produksi Sengon 342.857.126 342.857.126
Nilai Sisa 3.583.333

TOTAL INFLOW 0 342.857.126 0 0 0 0 346.440.460


OUTFLOW
42

Lampiran 8 Cash flow pengusahaan monokultur sengon (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
1. Biaya Investasi
A. Beli Lahan 0 0 0 0 0 0 0
B. Cangkul 0 1.083.333 0 0 0 0 0
C. Sabit 0 773.810 0 0 0 0 0
D. Golok 0 892.857 0 0 0 0 892.857
E.Alat Semprotan 0 4.285.714 0 0 0 0 0
F. Mesin Sabit Rumput 0 4.761.905 0 0 0 0 0
G. Bibit Sengon 0 0 0 0 0 0 0

TOTAL BIAYA INVESTASI 0 11.797.619 0 0 0 0 892.857


2. Biaya Produksi
A. Upah Tenaga Kerja
Pembersih lahan 0 0 0 0 0 0 0
Penanaman 0 0 0 0 0 0 0
Pemeliharaan 1.666.667 1.666.667 1.666.667 1.666.667 1.666.667 1.666.667 1.666.667
Pemupukan 1.333.333 1.333.333 1.333.333 1.333.333 1.333.333 1.333.333 1.333.333
Pemanenan 0 6.607.143 0 0 0 0 6.607.143
B. Pupuk KCL 857.143 857.143 857.143 857.143 857.143 857.143 857.143
C. Pestisida 148.810 148.810 148.810 148.810 148.810 148.810 148.810
D. Pupuk Urea 446.429 446.429 446.429 446.429 446.429 446.429 446.429
E. Pupuk Foska 357.143 357.143 357.143 357.143` 357.143 357.143 357.143
F. Pupuk Kandang 178.571 178.571 178.571 178.571 178.571 178.571 178.571
G. Biaya Retribusi 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143
43

Lampiran 8 Cash flow pengusahaan monokultur sengon (Rp/ha/tahun) (lanjutan).

Uraian Tahun
9 10 11 12 13 14 15
TOTAL BIAYA PRODUKSI 5.145.238 11.752.380 5.145.238 5.145.238 5.145.238 5.145.238 11.752.380
TOTAL OUTFLOW 5.145.238 23.550.000 5.145.238 5.145.238 5.145.238 5.145.238 12.645.238
NET BENEFIT -5.145.238 319.307.126 -5.145.238 -5.145.238 -5.145.238 -5.145.238 333.795.222
DISCOUNT FACTOR (5%) 0,64 0,61 0,58 0,56 0,53 0,51 0,48
G. Biaya Retribusi 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143 157.143

TOTAL BIAYA PRODUKSI 5.145.238 11.752.380 5.145.238 5.145.238 5.145.238 5.145.238 11.752.380
TOTAL OUTFLOW 5.145.238 23.550.000 5.145.238 5.145.238 5.145.238 5.145.238 12.645.238
NET BENEFIT -5.145.238 319.307.126 -5.145.238 -5.145.238 -5.145.238 -5.145.238 333.795.222
DISCOUNT FACTOR (5%) 0,64 0,61 0,58 0,56 0,53 0,51 0,48
PV/TAHUN -3.316.666 196.026.877 -3.008.314 -2.865.061 -2.728.629 -2.598.695 160.561.209
PV BENEFIT/TAHUN 0 210.484.534 0 0 0 0 166.643.785
PV COST/TAHUN 3.316.666 14.457.657 3.008.314 2.865.061 2.728.629 2.598.695 6.082.575
NPV (I:5%) 484.800.852
IRR 33%
PV POSITIF 615.317.741
PV NEGATIIF -130.516.890
NET B/C 4,71
GROS B/C 4,01
44

Lampiran 9 Dokumentasi pola tanam padi sawah, agroforestri, dan monokultur


di lokasi penelitian.

Gambar 4 Hutan rakyat dengan pola tanam monokultur jati di Desa Benda

Gambar 5 Pertanian padi sawah di Desa Benda

Gambar 6 Hutan rakyat dengan pola tanam agroforestri di Desa Dukuhmaja


45

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada 14 Desember 1994 dan merupakan anak


kedua dari Bapak Asep Rahmat Nugraha (alm) dan Ibu Nurbaiti. Pendidikan
formal yang telah ditempuh adalah SD Islam Al-Husna pada tahun 2001-2007,
SMP Negeri 4 Bekasi pada tahun 2007-2010, dan SMA Negeri 1 Bekasi pada
tahun 2010-2013. Penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB pada tahun 2013 melalui jalur
SBMPTN. Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan
(PPEH) di jalur Gunung Sawal-Pangandaran, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di
Hutan Pendidikan Gunung Walat dan sekitarnya, serta Praktik Kerja Lapang
(PKL) di PT. Inhutani II, Kalimantan Utara.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota salah satu Unit
Kegiatan Mahasiswa IAAS LC IPB (International Association of Student in
Agricultural and Related Sciences Local Committee IPB). Penulis pernah
menjabat sebagai ketua Village Concept Project IAAS LC IPB pada awal tahun
2013 sampai dengan 2014, yang kemudian pada periode berikutnya tahun 2014-
2015 penulis menjabat sebagai ketua Departemen Project IAAS LC IPB, dan pada
tahun 2015-2016 penulis menjabat sebagai Vice Director Project and Science
Technology IAAS Indonesia. Selain aktif di IAAS penulis pernah menjadi anggota
aktif di Divisi Infokom dan Kelompok Studi Hidrologi Hutan FMSC (Forest
Management Student Club). Penulis pernah menjadi delegasi IAAS LC IPB dalam
IAAS World Congress 2015 di Belgia, Belanda, Italia, dan Switzerland. Selain itu
penulis aktif dalam membuat kegiatan-kegiatan gerakan sosial seperti program
Laskar Carangpulang sebagai cara penulis untuk mengajak anak-anak untuk cinta
terhadap pertanian. Penulis juga aktif sebagai ketua Paguyuban Karya Salemba
Empat (KSE) IPB pada tahun 2016-2017. Karya Salemba Empat (KSE)
merupakan salah satu program beasiswa yang terdapat di Indonesia dan telah
bekerjasama dengan IPB.
Pencapaian penulis diantaranya adalah sebagai 150 Pemuda terbaik dalam
sosial project dan delegasi dari Indonesia Youth Forum, duta promosi pariwisata
WAKATOBI pada tahun 2014-2016, The Ambassador BPJS Ketenagakerjaan
batch IV, 15 program edukasi kesehatan terbaik pada acara Health Agent Award
Nutrifood Indonesia, Mahasiswa Berprestasi Karya Salemba Empat IPB,
Mahasiswa Berprestasi Departemen Manajemen Hutan, Peringkat ketiga
Mahasiswa Berprestasi Fakultas Kehutanan, dan delegasi pertukaran pelajar
mahasiswa manajemen hutan IPB dengan Universitas Putra Malaysia.

Anda mungkin juga menyukai