Anda di halaman 1dari 116

ANALISIS KELAYAKAN BISNIS PENGGEMUKAN SAPI

POTONG PADA PT CATUR MITRA TARUMA DESA CARIU


KECAMATAN CARIU KABUPATEN BOGOR

CHAIRUN NISA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan
Bisnis Penggemukan Sapi Potong pada PT Catur Mitra Taruma Desa Cariu
Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Chairun Nisa
NIM H34090001
ABSTRAK

CHAIRUN NISA. Analisis Kelayakan Bisnis Penggemukan Sapi Potong pada PT


Catur Mitra Taruma Desa Cariu Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh
RATNA WINANDI.

Terdapat kesenjangan antara jumlah konsumsi daging sapi dengan jumlah


produksi daging sapi nasional. Kesenjangan tersebut membuka peluang untuk bisnis
penggemukan sapi potong. PT Catur Mitra Taruma melihat peluang tersebut dan
membuka bisnis penggemukan sapi potong pada bulan Maret 2010. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menganalisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong
pada PT Catur Mitra Taruma. Lokasi penelitian dilakukan di kantor pusat PT Catur
Mitra Taruma di Jakarta Selatan dan di lokasi kandang penggemukan di Desa Cariu
Kabupaten Bogor. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menilai
kelayakan bisnis berdasarkan aspek non finansial berupa aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen dan hukum, dan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Analisis
kuantitatif berdasarkan kriteria penilaian investasi dan analisis sensitivitas
mengunakan switching value digunakan untuk menilai kelayakan bisnis aspek
finansial. Hasil analisis yang diperoleh, bisnis penggemukan sapi potong pada PT
Catur Mitra Taruma layak untuk dijalankan baik berdasarkan aspek nonfinansial
maupun aspek finansial. Berdasarkan analisis sensitivitas menggunakan switching
value, komponen volume penjualan sapi siap potong lebih peka terhadap perubahan
dibandingkan komponen biaya pakan konsentrat.

Kata kunci: kelayakan, penggemukan, sapi potong.

ABSTRACT

CHAIRUN NISA. Feasibility Analysis of Fattening Beef Cattle in PT Catur Mitra


Taruma Desa Cariu Kecamatan Cariu Kabupaten Bogor. Supervised by RATNA
WINANDI.

There is a gap between national beef consumption and production. This gap
could be a chance to open fattening beef cattle. PT Catur Mitra Taruma took that
chance and opened fattening beef cattle on March 2010. The purpose of this research
is to analyze the feasibility of fattening beef cattle in PT Catur Mitra Taruma. The
research was conducted at the main office of PT Catur Mitra Taruma at South Jakarta
and its feedlot stall is at Desa Cariu, Kabupaten Bogor. Data analysis method which is
used on this research is qualitative analysis method to analyze feasibility based on
non-financial aspect such as market aspect, technical aspect, management and law
aspect, and also social, economic, and environmental aspect and quantitative analysis
based on investment criteria and sensitivity analysis using switching value to analyze
feasibility based on financial aspect. The result of this feasibility analysis shows that
fattening beef cattle in PT Catur Mitra Taruma is feasible to run. Based on the
sensitivity analysis using a switching value, the component ready for slaughter cattle
sales volume is more sensitive to change than the component cost of concentrate feed.

Keywords: beef cattle, fattening, feasibility.


ANALISIS KELAYAKAN BISNIS PENGGEMUKAN SAPI
POTONG PADA PT CATUR MITRA TARUMA DESA CARIU
KECAMATAN CARIU KABUPATEN BOGOR

CHAIRUN NISA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Bisnis Penggemukan Sapi Potong pada PT
Catur Mitra Taruma Desa Cariu Kecamatan Cariu Kabupaten
Bogor
Nama : Chairun Nisa
NIM : H34090001

Disetujui oleh

Dr Ir Ratna Winandi, MS
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing,
Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama, dan Dr Amzul Rifin, SP,
MA selaku dosen penguji Departemen Agribisnis. Terima kasih juga disampaikan
kepada Yanti N Muflik, SP, MAgribuss selaku wali akademik selama penulis
menjalani masa perkuliahan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ir Ifyandri St.
Rojolelo selaku Direktur Utama PT Catur Mitra Taruma, Ibu Maria Diana selaku
Manajer Akuntansi PT Catur Mitra Taruma, dan Suhail Basymeleh selaku
Supervisor Pemeliharaan Hewan PT Catur Mitra Taruma serta seluruh pihak dari
PT Catur Mitra Taruma lainnya yang telah membantu selama pengumpulan data
dan penelitian.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua tercinta Hasan
Basymeleh dan Nur Sahil Sahak, kakak tercinta Suhail dan Fatma serta seluruh
keluarga atas segala doa, kasih sayang, dan dukungannya kepada penulis selama
ini. Terima kasih juga kepada seluruh sahabat dan teman-teman, khususnya
teman-teman Agribisnis 46 atas segala doa, bantuan, dan dukungannya kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013

Chairun Nisa
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 8
KERANGKA PEMIKIRAN 13
Kerangka Pemikiran Teoritis 13
Kerangka Pemikiran Operasional 18
METODE PENELITIAN 19
Lokasi dan Waktu Penelitian 19
Jenis dan Sumber Data 20
Metode Pengumpulan Data 20
Metode Pengolahan dan Analisis Data 20
Asumsi Dasar 24
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 25
Sejarah Perusahaan 25
Lokasi Perusahaan 25
Visi dan Misi Perusahaan 26
Aktivitas Bisnis Perusahaan 26
ANALISIS KELAYAKAN BISNIS ASPEK NON FINANSIAL 27
Aspek Pasar 27
Aspek Teknis 32
Aspek Manajemen dan Hukum 46
Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan 52
ANALISIS KELAYAKAN BISNIS ASPEK FINANSIAL 53
Arus Kas (Cashflow) 53
Analisis Laba Rugi 73
Analisis Kelayakan Finansial TARUMA 74
Analisis Sensitivitas dan Switching Value 75
SIMPULAN DAN SARAN 77
Simpulan 77
Saran 78
DAFTAR PUSTAKA 78
LAMPIRAN 82
DAFTAR TABEL
1 Pertumbuhan ketersediaan komoditas pangan nabati dan pangan hewani
tahun 2007-2011 1
2 Konsumsi daging sapi per kapita di beberapa negara 2
3 Populasi sapi potong di Indonesia tahun 2011 3
4 Volume impor sapi Indonesia tahun 2009-2011 4
5 Jumlah penduduk Jabodetabek tahun 1990-2010 28
6 Harga produk yang dihasilkan TARUMA Februari 2013 31
7 Proyeksi panen sapi siap potong jenis lokal tahun 2013-2030 54
8 Proyeksi panen sapi siap potong jenis BX tahun 2013-2030 55
9 Proyeksi penjualan sapi siap potong jenis lokal tahun 2013-2030 56
10 Proyeksi penjualan sapi siap potong jenis BX tahun 2013-2030 57
11 Proyeksi pembelian sapi bakalan jenis lokal oleh TARUMA 60
12 Proyeksi pembelian sapi bakalan jenis BX oleh TARUMA 61
13 Proyeksi biaya pembelian sapi bakalan jenis lokal TARUMA 62
14 Proyeksi biaya pembelian sapi bakalan jenis BX TARUMA 63
15 Rincian biaya pakan untuk sapi yang digemukkan TARUMA 65
16 Rincian biaya pakan konsentrat untuk dijual oleh TARUMA 66
17 Rincian biaya eartag yang dikeluarkan TARUMA 68
18 Pembayaran pinjaman dan bunga TARUMA kepada Victoria Bank 72
19 Hasil analisis laporan laba rugi TARUMA 74
20 Hasil analisis kelayakan finansial TARUMA 74
21 Hasil analisis switching value pada TARUMA 76

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran operasional analisis kelayakan bisnis
penggemukan sapi potong pada PT Catur Mitra Taruma 19
2 Hubungan antara NPV dan IRR 23
3 Kandang koloni (kiri) dan kandang individu (kanan) 33
4 Loading dan unloading facilities pada TARUMA 34
5 Cattle yard (kiri) dan cattle scale dan cattle crush (kanan) 35
6 Jembatan timbang pada TARUMA 35
7 Gudang dan pabrik pakan TARUMA 36
8 Kantor administrasi (kiri) dan wisma pegawai (kanan) 36
9 Saluran dan kolam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) 37
10 Lapangan penjemuran kotoran sapi 38
11 Proses pemberian pakan dan minum 41
12 Proses pembuatan pakan konsentrat hingga pendistribusian ke kandang 42
13 Pembersihan dan pengumpulan kotoran sapi 44
14 Layout produksi pada TARUMA 45
15 Struktur organisasi TARUMA 48
16 Hubungan NPV dan IRR hasil analisis kelayakan finansial pada
TARUMA 75
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jumlah nilai sisa bisnis penggemukan sapi potong TARUMA 82
2 Biaya investasi pada bisnis penggemukan sapi potong TARUMA 84
3 Rincian re-investasi yang dilakukan TARUMA 86
4 Proyeksi siklus pembelian sapi bakalan lokal pada TARUMA 92
5 Proyeksi siklus pembelian sapi bakalan impor pada TARUMA 93
6 Rincian biaya penyusutan TARUMA 94
7 Laporan laba rugi TARUMA 96
8 Laporan arus kas (cashflow) TARUMA 98
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Subsektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sektor pertanian


yang menyumbang pertumbuhan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari
persentase subsektor peternakan dalam PDB (Produk Domestik Bruto) Nasional
Sektor Pertanian. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik yang disampaikan dalam
Laporan Kinerja Kementerian Pertanian (2011), PDB sektor pertanian (di luar
perikanan dan kehutanan) pada tahun 2011 (sampai dengan Triwulan III) tumbuh
sebesar 3.07 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada tahun 2010
yaitu 2.86 persen. Pertumbuhan tersebut berasal dari subsektor perkebunan
sebesar 6.06 persen, subsektor peternakan dan hasilnya sebesar 4.23 persen, dan
subsektor tanaman bahan makanan sebesar 1.93 persen. Persentase pertumbuhan
subsektor peternakan dan hasilnya pada tahun 2009, 2010, dan 2011 (sampai
dengan Triwulan III) terus mengalami peningkatan, secara berturut-turut 3.45
persen, 4.06 persen, dan 4.23 persen.
Kontribusi subsektor peternakan terhadap pertumbuhan sektor pertanian
menunjukkan bahwa subsektor peternakan merupakan salah satu subsektor
penting yang harus mampu dikembangkan untuk menunjang perekonomian
nasional. Pertumbuhan subsektor peternakan berimplikasi pada pertumbuhan
ketersediaan pangan hewani guna mewujudkan ketahanan pangan nasional.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan
– Badan Ketahanan Pangan (2012), pertumbuhan ketersediaan pangan hewani
seperti daging sapi dan susu lebih besar dibandingkan pertumbuhan pangan nabati
seperti beras, jagung, dan sayur, sebagaimana disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1 Pertumbuhan ketersediaan komoditas pangan nabati dan pangan hewani


tahun 2007-2011a
Pertumbuhan per
Produksi per tahunb
Komodi tahunc
tas 2007 - 2010 -
2007 2008 2009 2010 2011d
2011 2011
Pangan nabati
Beras 32 371 34 166 36 207 37 371 36 962 3.41 -1.09
Jagung 11 721 14 413 15 597 16 223 15 632 7.89 -3.64
Sayur 9 077 9 634 10 203 10 278 10 266 3.17 -0.12
Pangan hewani
Daging 242 279 291 311 332 8.30 6.75
Sapi
Daging 714 744 774 848 885 5.54 4.36
Ayam
Telur 1 260 1 221 1 201 1 253 1 299 0.82 3.67
Susu 479 545 697 767 780 13.35 1.69
a
Sumber: Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan – BKP (2012); bProduksi per tahun (000
ton); cPertumbuhan per tahun (persen); dAngka sementara
2

Pertumbuhan ketersediaan pangan hewani yang selalu bernilai positif


dibandingkan dengan pertumbuhan ketersediaan pangan nabati menunjukkan
bahwa subsektor peternakan juga dapat berperan dalam mewujudkan ketahanan
pangan terutama penyediaan bahan pangan asal ternak untuk memenuhi
kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia (Bahri dan Martindah 2007).
Protein hewani memiliki manfaat yang cukup besar dalam membangun ketahanan
pangan maupun menciptakan SDM yang sehat dan cerdas (Said 2011)
Daging yang berasal dari sapi potong merupakan salah satu sumber
penghasil protein hewani selain daging ayam, telur, dan susu. Daging sapi
memiliki kadar protein hewani yang paling tinggi dibandingkan sumber penghasil
protein hewani lainnya. Kadar ptotein hewani yang terkandung dalam daging sapi
adalah 19.8 persen, sedangkan kadar protein hewani dalam daging ayam, telur,
dan susu berturut-turut sebesar 18.2 persen, 12.8 persen, dan 3.2 persen (Santoso
2011). Protein hewani asal daging sapi ini sangat penting karena mengandung
semua asam amino esensial termasuk yang mengandung mineral S yang tidak
dimiliki oleh protein nabati dan sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan mudah
dicerna. Selain itu, daging sapi juga merupakan sumber utama mineral Ca, P,
Zinc, Fe serta vitamin B2, B6, dan B12 yang penting bagi tubuh manusia (Talib dan
Noor 2008). Selain mengandung gizi yang tinggi, daging sapi juga memiliki nilai
ekonomis yang tinggi (Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat
2011)
Angka konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia masih cukup rendah jika
dibandingkan dengan negara lainnya. Perbandingan konsumsi daging sapi per
kapita beberapa negara disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Konsumsi daging sapi per kapita di beberapa negaraa


Negara Konsumsi/Kapita/Tahun (kg)
Singapura 7
Malaysia 7
Vietnam 7
Filipina 4
Indonesia 2
a
Sumber: USDA dan Foodreview (2012)*disampaikan oleh Dr. Ir. Arief Daryanto, M.Ec pada
Seminar Nasional “Swasembada Daging 2014, Akankah Terealisasi?”, 29 September
2012, Gedung Graha Widya Wisuda IPB

Berdasarkan Tabel 2, konsumsi daging sapi per kapita masyarakat Indonesia


adalah sebesar 2 kg/kapita/tahun. Jika dibandingkan dengan negara Singapura
dengan konsumsi daging sapi sebesar 7 kg/kapita/tahun, dengan jumlah
penduduknya hanya 5.31 juta jiwa (Primus 2012) atau hanya sebesar 2.21 persen
dari total penduduk Indonesia, jumlah konsumsi daging sapi Indonesia masih jauh
tertinggal. Selain itu, jumlah konsumsi daging sapi Indonesia juga masih di bawah
jumlah rata-rata konsumsi daging sapi per kapita per tahun dunia berdasarkan data
FAO 2002 sebesar 9.8 kg/kapita/tahun1. Jumlah penduduk Indonesia kurang lebih

1
http://www.fao.org/docrep/005/y4252e/y4252e05b.htm
3

240 juta jiwa berarti konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia sebesar 480 juta
kg atau setara dengan 480 ribu ton per tahun.
Upaya pemenuhan konsumsi daging sapi Indonesia erat kaitannya dengan
populasi ternak sapi dan kemampuan produksinya. Populasi sapi potong di
Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010 secara
nasional populasi ternak besar mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan
tahun 2009. Populasi sapi potong sebesar 13.58 juta ekor (peningkatan sebesar
6.44 persen), sapi perah 0.49 juta ekor (peningkatan sebesar 2.89 persen), dan
kerbau 2 juta ekor (peningkatan sebesar 3.45 persen). Data terakhir dari Direktorat
Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyebutkan bahwa pada tahun 2011
berdasarkan hasil sensus peternakan populasi sapi potong Indonesia mencapai
14.79 juta ekor, dengan rincian seperti yang dituliskan pada Tabel 3.

Tabel 3 Populasi sapi potong di Indonesia tahun 2011a


Jenis Jantanb Persentasec Betinab Persentasec
Anak sapi 1.446 juta 30.68 1.415 juta 14.03
Sapi muda 1.815 juta 38.52 2.005 juta 19.88
Sapi dewasa 1.451 juta 30.8 6.658 juta 66.09
Total 4.712 juta 100.00 10.078 juta 100.00
a
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012);bJantan, Betina (ekor);
c
Persentase (persen)

Berdasarkan data populasi sapi potong di Indonesia pada tahun 2011,


terlihat bahwa jumlah sapi betina lebih besar dari jumlah sapi jantan. Dari jumlah
populasi tersebut, sapi yang dapat dipotong adalah sapi dewasa yang idealnya
telah mencapai bobot badan 345.82 kg/ekor. Dari bobot tersebut akan dihasilkan
50.845 persen karkas. Sebesar 79 persen dari karkas yang dihasilkan dari 1 ekor
sapi berupa daging. Karkas merupakan bagian dari sapi yang bisa dikonsumsi.
Sapi yang disarankan dipotong adalah sapi jantan atau sapi betina afkir (yang
sudah tidak dapat berproduksi lagi) karena jika sapi betina produktif dipotong
maka keberlanjutan populasi akan terancam dengan semakin sedikitnya indukan.
Produksi daging merupakan karkas hasil pemotongan ternak ditambah
dengan edible offal (bagian yang dapat dimakan) selama waktu tertentu dan
wilayah tertentu (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011).
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun
2011 produksi daging sapi di Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar 465 823
ton, meningkat sebesar 6.7 persen dibanding produksi tahun sebelumnya sebesar
436 452 ton. Namun, peningkatan tersebut belum dapat menghasilkan produksi
sapi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan total konsumsi daging sapi di
Indonesia sebesar 480 000 ton. Perbedaan antara jumlah konsumsi dan produksi
yang terjadi menyebabkan Indonesia harus mengimpor kebutuhan daging sapi,
baik itu melalui impor sapi bakalan (untuk digemukkan) ataupun mengimpor
daging sapi beku dan jeroannya.
4

Tabel 4 Volume impor sapi Indonesia tahun 2009-2011a


Tahunb
Jenis komoditi
2009 2010 2011c
Sapi bibit 27 920 1 132 835 0
Sapi bakalan 229 154 562 208 583 779 73 981 909
Daging sapi 67 390 133 40 834 529 40 834 529
Jeroan sapi 42 114 689 21 636 789 21 636 789
a
Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011); bTahun (kg);cAngka
Sementara

Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah impor sapi ke Indonesia mengalami


penurunan dari tahun ke tahun. Penurunan cukup tinggi terjadi pada tahun 2010
dan tahun 2011 terhadap impor sapi bakalan, yaitu sebesar 64.53 persen.
Penurunan impor ini dimungkinkan dipengaruhi oleh salah satu program
pemerintah yaitu Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) 2014. Swasembada
daging sapi yang dimaksud oleh pemerintah adalah 90 persen kebutuhan daging
sapi nasional dipenuhi oleh produksi dalam negeri, sedangkan 10 persen nya
dipenuhi dari impor. Program ini merupakan tindak lanjut dari program
swasembada daging yang pernah dicanangkan pada tahun 2005 dan tahun 2010
(Dirjen Peternakan 2011). Orientasi program swasembada daging sapi ini tidak
semata-mata diarahkan untuk pemenuhan kebutuhan konsumen dengan
pengendalian impor sapi dan daging, akan tetapi lebih diarahkan untuk
peningkatan produksi, kesejahteraan peternak, dan meningkatkan daya saing
produksi sehingga akan berdampak pada pengurangan jumlah impor sapi.
Berdasarkan Cuplikan Blue Print Program Swasembada Daging Sapi 2014,
Program Swasembada Daging Sapi 2014 mencakup lima kegiatan pokok, yaitu
(1) penyediaan bakalan/daging sapi lokal, (2) peningkatan produktivitas dan
reproduktivitas ternak sapi lokal, (3) pencegahan pemotongan sapi betina
produktif, (4) penyediaan bibit sapi lokal, dan (5) pengaturan stok daging sapi
dalam negeri (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011).
Kegiatan-kegiatan tersebut melibatkan berbagai pihak tidak hanya pemerintah,
tetapi pelaku bisnis peternakan sapi mulai dari yang berskala kecil, menengah,
hingga berskala besar seperti industri penggemukan sapi.

Perumusan Masalah

Dalam menghadapi era globalisasi, Indonesia mengembangkan visi


pembangunan pertanian Indonesia dalam upaya pembangunan nasional dengan
sebuah “Visi Pembangunan Nasional” untuk periode waktu tahun 2005-2025
berdasarkan UU No. 17 Tahun 2007 adalah “Indonesia yang mandiri, maju, adil,
dan makmur”. Terdapat tiga hal pokok yang berusaha diwujudkan dalam rangka
pembangunan pertanian nasional tersebut, yaitu pencapaian ketahanan pangan,
pengembangan agribisnis, dan peningkatan kesejahteraan petani. Ketahanan
pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga, yang
tentunya bagi peternakan adalah tersedianya produk peternakan yang cukup, baik
jumlah, mutu, aman, merata, dan terjangkau (Talib dan Noor 2008).
5

Permasalahan yang dihadapi dalam penyediaan daging sapi secara nasional


adalah produksi daging nasional yang belum mencukupi kebutuhan konsumsi
daging sapi nasional. Dengan besaran konsumsi daging sapi yang masih rendah
yaitu 2 kg/kapita/tahun, produksi daging sapi nasional belum dapat
mencukupinya, ditambah lagi dengan adanya potensi peningkatan konsumsi
daging sapi per kapita masyarakat Indonesia seiring dengan peningkatan populasi
penduduk, perkembangan taraf ekonomi, peningkatan kesadaran masyarakat akan
kebutuhan gizi, dan perbaikan tingkat pendidikan. Upaya pemenuhan kebutuhan
daging sapi nasional tersebut membawa kepada peluang yang baik bagi
berkembangnya bisnis penggemukan sapi di Indonesia. Indonesia sebagai negara
kepulauan memiliki daratan yang cukup luas dan kekayaan alam yang melimpah
sehingga dapat dimanfaatkan dalam bisnis penggemukan sapi.
Bisnis penggemukan sapi dapat dilakukan secara perseorangan maupun
secara perusahaan dalam skala besar. Bisnis penggemukan sapi mendatangkan
keuntungan dari pertambahan bobot badan, lama waktu penggemukan, dan harga
daging sapi. Selain itu, keuntungan juga dapat bertambah dari penjualan kotoran
sapi yang dimanfaatkan sebagai pupuk kandang (Siregar 2003). Daging sapi
sebagai suatu komoditas strategis memiliki harga yang cukup tinggi dan
cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Peningkatan harga tersebut dapat
meningkatkan keuntungan yang akan diperoleh dari bisnis penggemukan sapi.
Industri penggemukan sapi berkembang pesat di sekitar kawasan pasar
utama yaitu kawasan Jabodetabek (Talib dan Noor 2008). Beberapa perusahaan
penggemukan sapi yang terdapat di kawasan Jabodetabek diantaranya PT. Lembu
Jantan Perkasa (Jakarta), PT. Kariyana Gita Utama (Jakarta), PT. Prisma Mahesa
Unggul (Bogor), PT. ELDERS Indonesia (Jakarta), dan PT Catur Mitra Taruma
(Jakarta) (Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat 2012). Dari beberapa perusahaan
penggemukan sapi tersebut, PT Catur Mitra Taruma (TARUMA) merupakan
perusahaan penggemukan sapi yang umur operasionalnya masih sangat muda,
yaitu tiga tahun.
TARUMA didirikan pada bulan Maret tahun 2010. Aktivitas penggemukan
sapi bakalan pada TARUMA menggunakan sapi bakalan impor seperti Brahman
Cross dari golongan Bull (sapi jantan non produktif), Heifer (sapi betina non
produktif), dan Steer (sapi jantan yang dikebiri). Sapi impor digunakan karena
memiliki dasar genetik yang unggul, kuat fisik, dan kebal terhadap penyakit.
Selain menggunakan sapi impor, TARUMA juga menggunakan sapi lokal jenis
unggul seperti Limousin yang diperoleh dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Pemilihan sapi impor dan sapi lokal yang digunakan untuk bakalan didasarkan
pada beberapa persyaratan, yaitu: (1) Memiliki dasar genetik yang unggul, fisik
yang kuat, dan kebal terhadap kutu dan penyakit; (2) Pemerintah negara/daerah
asal sapi menerapkan standar kesehatan sapi secara ketat seperti dengan adanya
sistem imunisasi dan sertifikasi; (3) Jarak antara negara/daerah asal sapi relatif
tidak jauh sehingga dapat menekan biaya pengangkutan dan mengurangi
penyusutan berat sapi serta mengurangi angka kematian sapi; dan (4) Iklim di
negara/daerah asal sapi mirip dengan iklim di lokasi penggemukan sehingga sapi-
sapi tidak perlu menyesuaikan dengan iklim baru. Aktivitas penggemukan sapi
dilakukan dalam kurun waktu 4 bulan (Company Profile Taruma 2012).
Pada tahap awal berdirinya, TARUMA menyewa kandang dan mengadakan
pembelian 2 000 ekor sapi impor yang digemukkan. Selanjutnya melalui
6

dukungan perbankan, TARUMA melaksanakan pembebasan lahan seluas 25 ha di


Desa Cariu, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor, Jawa Barat kemudian
melakukan pembangunan fasilitas penggemukan sapi secara bertahap dengan
kapasitas 20 000 ekor. Tahap pertama dibangun kandang berkapasitas 3 200 ekor
lengkap dengan fasilitas pendukung seperti kandang semi tertutup, area luas untuk
sapi, gudang bahan baku pakan, kantor administrasi, rumah ibadah, wisma
pegawai, dan fasilitas pendukung lainnya (Company Profile Taruma 2012).
Pembangunan fasilitas yang dibutuhkan dalam bisnis penggemukan sapi
merupakan bentuk kegiatan investasi. Kegiatan investasi yang dilakukan oleh
TARUMA sebagai perusahaan penggemukan sapi yang baru berdiri untuk dapat
mewujudkan perusahaan penggemukan sapi dengan infrastruktur serta fasilitas
yang lengkap cukup besar, seperti untuk bangunan kandang, gudang bahan pakan,
kantor, dan fasilitas lainnya. Kegiatan investasi yang besar berhubungan dengan
pengeluaran biaya untuk investasi yang besar pula. Total biaya investasi yang
dikeluarkan TARUMA dalam tiga tahun awal berdirinya bisnis mencapai sekitar
Rp30 milyar. Selain kegiatan investasi, kegiatan operasional dalam bisnis
penggemukan sapi seperti pemberian pakan, pembelian sapi bakalan, obat dan
vitamin merupakan hal yang pokok dalam suatu bisnis penggemukan sapi. Biaya-
biaya tersebut dalam bisnis penggemukan sapi digolongkan sebagai biaya variabel
yang akan berubah mengikuti perubahan kapasitas produksi yang dilaksanakan.
Dalam kurun waktu tiga tahun pendirian TARUMA, keseluruhan biaya
operasional variabel yang telah dikeluarkan TARUMA mencapai Rp87.5 milyar,
dengan rata-rata biaya per tahunnya sebesar Rp29 milyar. Biaya tersebut masih
sangat dimungkinkan untuk mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya
kegiatan produksi yang dijalankan TARUMA. Dana yang digunakan untuk
menutupi biaya operasional selain berasal dari TARUMA juga berasal dari
pinjaman yang dilakukan kepada pihak bank. Kemampulabaan bisnis
penggemukan sapi potong pada TARUMA menjadi bahan pertimbangan bagi
pihak bank untuk memberikan pinjaman atau tidak. Untuk itu, analisis kelayakan
bisnis perlu dilakukan pada TARUMA selain faktor-faktor lainnya seperti umur
bisnis yang masih sangat muda dan besaran biaya investasi serta biaya operasional
variabel yang cukup besar.
Analisis kelayakan bisnis pada TARUMA akan dilihat dari dua aspek yaitu
aspek nonfinansial berupa aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan
hukum, dan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, dan aspek finansial. Analisis
kelayakan aspek nonfinansial penting untuk dilakukan agar bisnis yang dijalankan
TARUMA dapat dinyatakan layak tidak hanya dari sisi finansial tetapi juga dari
sisi nonfinansial. Analisis kelayakan aspek nonfinansial akan melihat bagaimana
kondisi bisnis penggemukan sapi potong TARUMA mampu memenuhi kriteria
dari masing-masing aspek kelayakan nonfinansial, mulai dari potensi pasar yang
dapat diraih, kegiatan produksi yang dilakukan, kegiatan manajerial dalam masa
pembangunan bisnis hingga bisnis dijalankan, serta dampak atau manfaat dari
bisnis penggemukan sapi potong TARUMA dilihat dari sisi sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Penilaian investasi yang terdapat dalam analisis kelayakan bisnis
perlu dilakukan agar kegiatan investasi yang telah dilakukan TARUMA dalam
jumlah besar terhindar dari keterlanjuran investasi yang tidak menguntungkan.
Selain berkaitan dengan penilaian investasi, analisis bisnis juga dilakukan untuk
melihat keuntungan yang diperoleh perusahaan sepanjang umur bisnisnya.
7

Bisnis penggemukan sapi potong yang dijalankan TARUMA memiliki


ketidapkastian yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan yang akan
mempengaruhi kelayakan bisnis, seperti penurunan volume penjualan sapi siap
potong dan peningkatan biaya pakan konsentrat. Analisis sensitivitas berdasarkan
switching value dilakukan untuk mengetahui sensitivitas (kepekaan) dari
komponen yang kemungkinan mengalami perubahan selama bisnis dilakukan.
Berdasarkan hal tersebut, maka masalah penelitian yang terkait dengan
analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana kelayakan bisnis penggemukan sapi potong pada
TARUMA dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen
dan hukum, serta aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan?
2. Bagaimana kelayakan bisnis penggemukan sapi potong pada
TARUMA dilihat dari aspek finansial?
3. Bagaimana tingkat sensitivitas bisnis penggemukan sapi potong pada
TARUMA berdasarkan switching value jika terjadi penurunan
volume penjualan sapi siap potong atau peningkatan biaya pakan
konsentrat?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini


adalah:
1. Menganalisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong pada
TARUMA dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen
dan hukum, serta aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan bisnis penggemukan sapi pada TARUMA
dilihat dari aspek finansial.
3. Mengetahui tingkat sensitivitas bisnis penggemukan sapi potong pada
TARUMA berdasarkan switching value pada komponen penurunan
volume penjualan sapi siap potong atau peningkatan biaya pakan
konsentrat.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak


yang berkepentingan yaitu:
1. Bagi TARUMA, menjadi masukan terhadap manajemen dan
informasi mengenai kelayakan bisnis serta sensitivitas dari bisnis
yang dilakukan jika terjadi perubahan pada biaya produksi atau
perubahan pemasukan
2. Bagi Perbankan, memberikan informasi yang berguna dalam
menentukan pemberian pinjaman modal kerja bagi bisnis
penggemukan sapi potong di TARUMA
8

3. Bagi pemerintah, menjadi informasi sekaligus masukan dalam


penentuan kebijakan yang berkaitan dengan bisnis penggemukan sapi
potong
4. Bagi mahasiswa dan pihak lainnya yang membutuhkan informasi
mengenai bisnis penggemukan sapi potong, menjadi literatur yang
menambah wawasan serta menjadi bahan untuk penelitian selanjutnya

TINJAUAN PUSTAKA

Bisnis penggemukan Sapi Potong

Ada dua tipe penggemukan sapi yaitu penggemukan sapi komersial dan
penggemukan oleh peternak rakyat. Perbedaan di antara keduanya terletak pada
status kepemilikan dan ukuran dari penggemukannya. Bisnis penggemukan yang
dilakukan oleh peternak biasanya dimiliki oleh individual atau keluarga dan
berskala kecil dengan kapasitas sapi maksimal 1 000 ekor. Sedangkan
penggemukan komersial yang dilakukan oleh perusahaan dengan skala besar
umumnya dimiliki oleh individu, partnership, atau korporasi, dengan kapasitas
sapi lebih dari 1 000 ekor (Field 2007). Di Indonesia, lebih dari 90 persen
kegiatan penggemukan sapi dilakukan oleh peternak rakyat (Muladno 2008).
Bisnis penggemukan sapi dikembangkan oleh feedlotters (perusahaan
penggemukan sapi dalam skala besar) ataupun oleh peternak rakyat dalam rangka
meningkatkan kualitas dan kuantitas sapi potong di dalam negeri, baik itu berasal
dari sapi potong lokal maupun sapi potong impor (Bank Indonesia 2000).
Penggemukan sapi potong umumnya dilakukan dengan tujuan untuk
menghasilkan nilai tambah secara ekonomis dan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat akan daging yang sehat dan berkualitas baik (Rahardjo 2009).

Jenis Sapi Potong

Dalam bisnis penggemukan sapi potong, pemilihan jenis sapi bakalan yang
akan digemukkan merupakan hal yang penting karena akan mempengaruhi
produktivitas daging yang dihasilkan. Secara umum, sapi dapat dibedakan
menjadi beberapa bangsa, yaitu sapi bangsa tropis, sapi bangsa subtropis (Eropa),
dan sapi bangsa brahman (Yulianto dan Saparinto 2010).

Sapi Bangsa Tropis


Sapi bangsa tropis merupakan sapi yang berada di wilayah tropis. Sapi
bangsa tropis memiliki beberapa ciri-ciri yaitu memiliki punuk di puggung dekat
kepala, kepala relatif panjang dengan dahi yang relatif sempit, garis punggung di
bagian tengah agak cekung, ujung telinga berbentuk meruncing, dan kulit kendur
sehingga permukaan kulit lebih luas (Yulianto dan Saparinto 2010). Indonesia
sebagai negara tropis memiliki beberapa sapi lokal yang dapat dikembangkan
dalam bisnis penggemukan sapi potong. Sapi lokal merupakan jenis-jenis sapi
yang telah lama terdapat di Indonesia dan telah berkembang secara turun-temurun
(Siregar 2003). Beberapa jenis sapi tropis yang dapat digunakan sebagai sapi
9

bakalan dalam bisnis penggemukan sapi. Sapi bakalan merupakan sapi yang siap
untuk digemukkan. Di antara sapi tropis yang dapat digunakan sebagai sapi
bakalan adalah:
1. Sapi Bali
Sapi bali merupakan keturunan dari banteng (Bos sondaicus) yang
telah mengalami proses penjinakan (domestikasi) berabad-abad lamanya.
Bentuk tubuh sapi bali menyerupai banteng tetapi dengan ukuran yang lebih
kecil akibat proses domestikasi dengan warna bulu untuk sapi betina adalah
merah bata sedangkan untuk sapi jantan berwarna kehitam-hitaman. Tinggi
badan sapi bali dewasa mencapai 130 cm, dengan bobot rata-rata sapi jantan
450 kg dan sapi betina 300-400 kg (Sudarmono dan Sugeng 2009). Menurut
Yulianto dan Sapironto (2010) pertambahan bobot tubuh sapi bali sebesar
0.35 kg/hari.
2. Sapi Madura
Sapi madura merupakan sapi hasil persilangan antara Bos sondaicus
dan Bos indicus. Baik sapi jantan maupun sapi betina memiliki warna bulu
merah bata dengan tinggi badan kira-kira 118 cm dan bobot badan 350 kg
(Sudarmono dan Sugeng 2009).
3. Sapi Ongole
Sapi ongole merupakan sapi keturunan sapi liar Bos indicus yang
dijinakkan di India dan mulai masuk ke Indonesia pada permulaan abad 20-
an (Siregar 2003). Di Indonesia, sapi ongole dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu sapi sumba ongole (SO) dan peranakan ongole (PO). Sapi sumba
ongole memiliki tubuh yang lebih besar dibandingkan sapi lokal lainnya,
dengan warna bulu yang bervariasi dari putih hingga putih kelabu. Tinggi
sapi sumba ongole jantan dewasa mencapai 150 cm dengan bobot badan
250-300 kg sedangkan sapi sumba ongole betina memiliki tinggi badan 135
cm dengan bobot badan 150-200 kg. Pertambahan bobot badan pada sapi
sumba ongole sebesar 0.81 kg/hari (Yulianto dan Saparinto 2010). Sapi
peranakan ongole merupakan hasil perkawinan sapi sumba ongole dengan
sapi lokal lainnya. Postur tubuh dan bobot bandan dari sapi peranakan
ongole lebih kecil dibandingkan dengan sapi sumba ongole. Sapi sumba
ongole terdapat di wilayah Sumba, Sulawesi Utara, Sumatera, dan
Kalimantan, sedangkan untuk sapi peranakan ongole banyak terdapat di
daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah (Siregar 2003).

Sapi Bangsa Subtropis (Eropa)


Sapi subtropis merupakan sapi asli daratan Eropa, termasuk Inggris,
Perancis, dan Switzerland. Sapi subtropis memiliki ciri-ciri yaitu tidak memiliki
punuk dan garis punggung lurus, kepala lebih pendek dengan dahi lebar, kulit
tebal berbulu kasar dan memiliki timbunan lemak yang cukup tebal, dan kaki agak
pendek (Yulianto dan Saparinto 2010). Beberapa jenis sapi subtropis yang dapat
digunakan sebagai sapi bakalan dalam bisnis penggemukan sapi adalah:
1. Sapi Aberdeen Angus
Sapi aberdeen angus merupakan sapi keturunan Bos taurus dari
Skotlandia, masuk ke Indonesia pada tahun 1973. Sapi aberdeen angus
memiliki tubuh padat, rata, panjang tidak bertanduk, dan berkaki pendek.
Warna bulu sapi aberdeen angus hitam agak panjang, keriting, dan halus.
10

Pertambahan bobot tubuh sapi aberdeen angus sebesar 0.95 kg/hari


(Yulianto dan Saparinto 2010). Pertumbuhan sapi jenis ini cukup baik
dengan bobot betina dewasa mampu mencapai 700 kg dan jantan dewasa
900 kg serta memiliki kualitas daging yang baik (Sudarmono dan Sugeng
2009).
2. Sapi Hereford
Sapi hereford merupakan sapi keturunan Bos taurus dari Inggris. Sapi
hereford memiliki tubuh tegap, rendah, punggung lebar dan rata, daging
padar, dan warna kulit merah. Sebagian jenis dari sapi ini bertanduk dan
sebagian lainnya tidak bertanduk. Keunggulan sapi hereford adalah
memiliki daging dengan mutu baik, daya adaptasi lingkungan yang baik,
kuat menghadapi perubahan musim dan kebutuhan untuk pakannya
sederhana, dengan pertambahan bobot tubuh sapi hereford sebesar 1.04
kg/hari (Yulianto dan Saparinto 2010). Bobot sapi betina hereford dewasa
mencapai 650 kg dan sapi jantan hereford dewasa mencapai 850 kg
(Sudarmono dan Sugeng 2009).
3. Sapi Limousin
Sapi limousin merupakan sapi keturunan Bos taurus dari Perancis.
Sapi limousin memiliki tubuh yang kekar dan berotot dengan dada besar dan
berdaging tebal. Warna kulit sapi limousin adalah merah emas atau cokelat
mulus dengan tanduk pada sapi jantan tumbuh keluar dan agak melengkung.
Pertumbuhan pada sapi limousin cukup baik dan cepat, tetapi tidak tahan
terhadap penyakit sehingga umumnya hanya diternakkan oleh peternak yang
berpengalaman (Yulianto dan Saparinto 2010).
4. Sapi Simmental
Sapi simmental merupakan sapi keturunan Bos taurus dari
Switzerland. Sapi simmental memiliki ukuran tubuh besar, pertumbuhan
otot yang baik, dan timbunan lemak di bawah kulit yang rendah. Warna
kulit sapi simmental adalah krem cokelat atau sedikit merah dan memiliki
tanduk yang kecil. Bobot sapi simmental betina dewasa mencapi 800 kg
sedangkan bobot sapi jantan simmental dewasa mencapai 1 150 kg
(Sudarmono dan Sugeng 2009).
5. Sapi Shorthorn
Sapi shorthorn merupakan sapi keturunan Bos taurus dari Inggris.
Sapi shorthorn memiliki bentuk punggung lurus, kepala pendek dan lebar
serta memiliki tanduk pendek. Warna kulit dari sapi shorthorn bervariasi
yaitu merah kelabu dan putih. Bobot sapi shorthorn betina dewasa mencapai
750 kg sedangkan bobot sapi jantan shorthorn dewasa mencapai 1 000 kg
(Sudarmono dan Sugeng 2009). Pertambahan bobot tubuh sapi shorthorn
sebesar 1.04 kg/hari (Yulianto dan Saparinto 2010).

Sapi Bangsa Brahman


Sapi bangsa brahman merupakan sapi yang banyak berkembangbiak di
wilayah Amerika Serikat. Sapi bangsa brahman merupakan sapi persilangan
antara sapi keturunan Bos taurus dan Bos sondaicus (Sudarmono dan Sugeng
2009). Ciri-ciri dari sapi bangsa brahman adalah umumnya memiliki punuk dan
tanduk kecil, kepala besar, kulit tebal dan bergelambir serta lebih tahan terhadap
11

lingkungan tropis (Yulianto dan Saparinto 2010). Beberapa jenis sapi bangsa
brahman adalah:
1. Sapi Brahman
Sapi brahman merupakan sapi pengembangan dari keturunana Bos
indicus yang berkembang pesat di Amerika Serikat. Sapi brahman memiliki
ukuran tubuh besar dengan punuk yang besar pula, bergelambir, dan
berkulit longgar serta bertanduk besar, dengan warna kulit keputihan. Sapi
brahman banyak digunakan dalam perkawinan silang dengan tujuan
memperoleh sapi yang cocok di daerah tropis. Bobot sapi brahman betina
dewasa mencapai 550 kg sedangkan bobot sapi jantan brahman dewasa
mencapai 800 kg. Pertambahan bobot tubuh sapi brahman sebesar 0.91
kg/hari (Yulianto dan Saparinto 2010).
2. Sapi Santa Gertrudis
Sapi santa gertrudis merupakan hasil persilangan antara sapi brahman
dengan sapi shorthorn, berasal dari Texas. Ukuran tubuh sapi santa gertrudis
besar dan padat dengan kepala lebar, dahi berlekuk serta memiliki daging
tebal dan warna kulit merah kecokelatan. Sapi jantan santa gertrudis dewasa
memiliki ukuran punuk yang kecil dan memiliki gelambir di bawah leher
dan perut. Sapi santa gertrudis memiliki pertumbuhan yang cukup cepat
tetapi tingkat fertilitasnya tidak tinggi. Selain itu, sapi santa gertrudis juga
memiliki ketahanan tubuh yang tinggi terhadap perubahan lingkungan dan
toleransi terhadap pakan yang sederhana. Bobot sapi santa gertrudis betina
dewasa mencapai 725 kg sedangkan bobot sapi jantan santa gertrudis
dewasa mencapai 900 kg. Pertambahan bobot tubuh sapi santa gertrudis
sebesar 1.13 kg/hari (Yulianto dan Saparinto 2010).

Penelitian Terdahulu

Sapi potong merupakan salah satu komoditas peternakan yang menarik


untuk diteliti. Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan terkait dengan
sapi potong, di antaranya penelitian mengenai studi kelayakan bisnis baik untuk
usaha penggemukan sapi potong maupun pengembangan sapi potong. Rivai
(2009) melakukan penelitian mengenai kelayakan usaha penggemukan sapi
potong pada PT Zagrotech Dafa Internasional (ZDI) Kecamatan Ciampea
Kabupaten Bogor, sedangkan Sumantri dan Fariyanti (2011) melakukan penelitian
mengenai kelayakan pengembangan usaha integrasi padi dengan sapi potong pada
kondisi risiko di Kelompok Tani Dewi Sri Kabupaten Karawang Jawa Barat.
Kedua penelitian tersebut melakukan analisis kelayakan non-finansial dan
finansial. Kelayakan nonfinansial dianalisis secara kualitatif dilihat dari beberapa
aspek, yaitu aspek pasar, teknis, manajemen dan hukum, sosial-ekonomi-budaya,
dan lingkungan. Kelayakan finansial dianalisis secara kuantitaif berdasarkan data
yang diperoleh dengan menggunakan kriteria penilaian investasi yaitu NPV, IRR,
Net B/C, dan Payback Period. Hasil yang diperoleh dari analisis kelayakan yang
dilakukan baik oleh Rivai (2009) dan Sumantri dan Fariyanti (2011) adalah usaha
penggemukan sapi pada PT ZDI dan pengembangan usaha integrasi padi dengan
sapi potong di Kelompok Tani Dewi Sri dinyatakan layak baik secara nonfinansial
maupun finansial yang dibuktikan dengan nilai NPV lebih besar dari nol, IRR
12

lebih besar dari tingkat discount rate yang digunakan, nilai Net B/C lebih dari satu
dan payback period sebelum umur bisnis berakhir.
Penelitian lainnya yang masih berkaitan dengan sapi potong dilakukan oleh
Sodiq dan Budiono (2012), dengan judul penelitian produktivitas sapi potong
pada kelompok tani ternak di pedesaan. Penelitian tersebut dilakukan dengan
metode survei di lima kabupaten di Jawa Tengah, yaitu Cilacap, Banyumas,
Purbalingga, Kebumen, dan Banjarnegara. Variabel utama yang diamati dalam
penelitian tersebut adalah produktivitas sapi potong pada bangsa sapi peranakan
ongole, peranakan sumba ongole, peranakan simmental, dan persilangan charolois
yang dipelihara secara kelompok. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang
dilakukan, pemeliharaan sapi potong pada kelompok tani ternak di pedesaan
ditujukan untuk menghasilkan pedet dan bakalan serta usaha penggemukan.
Produktivitas sapi pedet masih sangat rendah yaitu 6 persen pada kebuntingan
kedua dan tingkat kematian mencapai 25 persen.
Penelitian berkaitan dengan potensi sapi potong bakalan dilakukan oleh
Sumadi et al (2004) pada empat kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu
Gunung Kidul, Kulon Progo, Bantul, dan Sleman. Penelitian tersebut
menggunakan metode survei dengan total responden sebanyak 323 peternak sapi.
Hasil yang diperoleh adalah Daerah Istimewa Yogyakarta mampu menghasilkan
sapi muda (umur 2 tahun) jantan 9.81 persen dari populasi yang dapat digunakan
sebagai bakalan, sapi muda (umur 2 tahun) betina 5.30 persen dari populasi yang
dapat digunakna sebagai bibit, sapi dewasa (4.18 tahun) jantan 3.68 persen dari
populasi untuk dipotong, dan sapi betina tua (afkir) 6.46 persen dari populasi
untuk dipotong. Total potensi sapi potong di Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar
25.25 persen dengan potensi berdasarkan kabupaten masing-masing Gunung
Kidul 22.08 persen, Kulon Progo 25.96 persen, Bantul 33.45 persen, dan Sleman
19.47 persen. Perbedaan potensi tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan
ketersediaan pakan, tatalaksana pemeliharaan, iklim, dan sosial ekonomi
masyarakatnya.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Rahardjo (2009) mengenai strategi
pengembangan industri sapi potong menuju ketahanan pangan nasional studi
kasus pada PT. Lembu Jantan Perkasa (LJP). PT. LJP melakukan integrasi usaha
di bidang peternakan meliputi usaha pembibitan, usaha penggemukan, dan usaha
produksi pakan ternak. Usaha pembibitan dilakukan oleh tenaga ahli dengan
proses pembibitannya meliputi: seleksi sapi bibit bakalan yang memiliki alat
reproduksi yang baik; pemeliharaan sapi bibit dengan pakan ternak yang sesuai;
penyerentakan birahi secara berkala; inseminasi buatan pada sapi yang telah siap
kawin; pemerikasaan kebuntingan pada sapi yang telah diinseminasi;
pemeliharaan sapi bunting sampai melahirkan; pemeliharaan anak sapi secara
intensif; program penyapihan secara tepat; dan program inseminasi buatan
kembali setelah 3 bulan melahirkan. Usaha penggemukan dimulai dengan impor
sapi bakalan dari Australia, selanjutnya digemukkan selama 90-100 hari dengan
pemberian pakan bernutrisi tinggi sehingga diperoleh kenaikan berat badan sapi
sebesar 1.2-1.4 kg/hari. Usaha produksi pakan ternak didukung oleh 3 pabrik
pakan yang dimiliki oleh PT LJP dengan bahan baku berasal dari sisa produksi
pengolahan hasil pertanian/pengolahan yang masih mengandung nutrisi yang
baik.
13

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Pengertian Investasi
William F.S dalam Kasmir dan Jakfar (2010) menyebutkan bahwa investasi
adalah menanamkan sejumlah dana dalam suatu usaha saat sekarang kemudian
mengharapkan pengembalian dengan disertai tingkat keuntungan yang diharapkan
di masa yang akan datang. Pengorbanan sekarang mengandung kepastian bahwa
dana yang digunakan untuk investasi sudah pasti dikeluarkan, sedangkan hasil di
masa yang akan datang bersifat tidak pasti, tergantung pada kondisi di masa yang
akan datang. Gray et al (1992) dalam Nurmalina et al (2010) mendefinisikan
investasi sebagai kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dengan
menggunakan berbagai sumber seperti barang modal, bahan mentah, bahan
setengah jadi, tenaga kerja serta waktu, untuk mendapatkan manfaat (benefit).
Investasi dapat dilakukan dalam banyak bidang usaha. Dalam praktiknya
investasi dibagi menjadi 2 macam, yaitu investasi nyata dan investasi finansial
(Kasmir dan Jakfar 2010). Investasi nyata merupakan investasi yang dibuat dalam
harta tetap seperti tanah, bangunan, peralatan, dan mesin-mesin. Sedangkan
investasi finansial merupakan investasi dalam bentuk kontrak kerja, pembelian
saham, obligasi, atau surat berharga lainnya.

Studi Kelayakan Bisnis


Menurut Gittinger (1986) dalam Nurmalina et al (2010), bisnis merupakan
kegiatan yang mengeluarkan biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh
manfaat. Kasmir dan Jakfar (2010) mendefinisikan bisnis sebagai kegiatan atau
usaha yang dilakukan untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan target yang
diinginkan dalam berbagai bidang, baik jumlah maupun waktunya. Suatu kegiatan
investasi dapat memberikan manfaat yang berbeda dari berbagai alternatif
kegiatan bisnis yang ada. Untuk itu, studi kelayakan bisnis diperlukan agar dapat
menunjukkan apakah kegiatan investasi dalam bentuk bisnis yang direncanakan
atau sudah dilakukan layak untuk dilaksanakan atau dipertahankan. Studi
kelayakan bisnis merupakan analisis suatu kegiatan investasi memberikan manfaat
jika dilaksanakan dan dijadikan sebagai dasar penilaian kegiatan investasi atau
bisnis layak untuk dijalankan (Nurmalina et al 2010). Menurut Kasmir dan Jakfar
(2010), studi kelayakan bisnis merupakan kegiatan yang mempelajari secara
mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang dijalankan untuk menentukan
layak tidaknya bisnis tersebut dijalankan. Menurut Subagyo (2007), studi
kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap suatu bisnis tentang layak
tidaknya bisnis tersebut untuk dijalankan. Studi kelayakan bisnis dapat dijadikan
tolak ukur keberhasilan suatu bisnis sehingga dapat memberikan gambaran
prospek bisnis dan kemungkinan tingkat manfaat (benefit) yang dapat diterima
dari suatu bisnis yang dapat digunakan oleh pihak investor atau lembaga
keuangan dalam pengambilan keputusan investasi, penanaman modal, atau
peminjaman dana (Nurmalina et al 2010).
Studi kelayakan bisnis dilaksanakan dengan beberapa tujuan, yaitu: (1)
menghindari risiko kerugian; (2) memudahkan perencanaan; (3) memudahkan
14

pelaksanaan pekerjaan; (4) Memudahkan pengawasan dan pengendalian usaha.


Beberapa tujuan tersebut merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Selain perusahaan, banyak pihak yang berkepentingan terhadap studi kelayakan
bisnis, seperti investor, lembaga keuangan, masyarakat, dan pemerintah. Investor
merupakan pihak yang menanamkan modal dalam suatu bisnis, sehingga
kelayakan bisnis dibutuhkan untuk memberikan gambaran apakah modal yang
ditanamkan oleh investor akan memberikan keuntungan atau tidak. Bagi lembaga
keuangan, studi kelayakan bisnis diperlukan dalam pertimbangan pemberian
pinjaman dana untuk suatu kegiatan bisnis terkait dengan segi keamanan dana
serta pengembalian dana. Bagi masyarakat luas, studi kelayakan bisnis diperlukan
terkait dengan terbukanya lapangan pekerjaan serta tersedianya fasilitas umum
seperti jalan, listrik, sarana ibadah, dan sebagainya. Bagi pemerintah, studi
kelayakan bisnis diperlukan untuk meyakinkan apakah bisnis yang dijalankan
akan memberikan manfaat nyata bagi perekonomian negara secara umum (Kasmir
dan Jakfar 2010).

Aspek Kelayakan Bisnis


Penentuan kelayakan suatu bisnis dapat dilihat dari berbagai aspek.
Keseluruhan aspek yang ada harus dinilai sehingga dapat memberikan kesimpulan
layak tidaknya suatu bisnis yang dijalankan. Aspek-aspek yang dinilai dalam studi
kelayakan bisnis meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan
hukum, aspek sosial, ekonomi dan lingkungan serta aspek finansial (Kasmir dan
Jakfar 2010).
1. Aspek Pasar
Aspek pasar merujuk pada besarnya potensi pasar yang ada terhadap
produk yang ditawarkan oleh perusahaan, besarnya market share
perusahaan terhadap industri di mana perusahaan berada, struktur pasar dan
peluang pasar yang ada, prospek pasar di masa yang akan datang serta
strategi pemasaran yang harus dilakukan. Aspek pasar menjadi penting
untuk diperhatikan karena jika pasar yang ingin dituju oleh perusahaan tidak
jelas maka akan menimbulkan risiko kegagalan bisnis yang besar (Kasmir
dan Jakfar 2010). Dalam aspek pasar juga dipelajari tentang aspek
pemasaran produk yang dihasilkan oleh suatu bisnis. Pemasaran diharapkan
berjalan dengan baik apabila produk yang dihasilkan oleh perusahaan
mampu diterima di masyarakat dan menghasilkan penjualan yang
mendatangkan keuntungan. Untuk itu, dalam aspek pasar akan dikaji
mengenai permintaan dan penawaran, market share dari perusahaan, dan
kegiatan pemasaran meliputi strategi pemasaran yang dilakukan oleh
perusahaan (bauran pemasaran). Bauran pemasaran yang dilakukan meliputi
4P yaitu product (produk), price (harga), place (tempat), dan promotion
(promosi) (Nurmalina et al 2010).
2. Aspek Teknis
Aspek teknis berkaitan dengan pembangunan bisnis yang dijalankan
dan kegiatan operasional dari bisnis yang dijalankan. Pembangunan bisnis
merujuk kepada ketepatan lokasi bisnis dan tata letak (layout) tempat
produksi, sedangkan kegiatan operasional berkaitan dengan pemilihan
teknologi yang digunakan untuk produksi, luas atau kapasitas produksi yang
dijalankan agar mencapai skala ekonomis, alat atau mesin yang digunakan
15

dalam proses produksi serta alur dari kegiatan produksi yang dijalankan
(Umar 2007).
3. Aspek Manajemen dan Hukum
Aspek manajemen berkaitan dengan manajemen dalam pembangunan
bisnis dan manajemen dalam implementasi bisnis (masa operasional bisnis)
(Umar 2007). Manajemen pembangunan bisnis merupakan sistem untuk
merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi pembangunan bisnis secara
efisien. Manajemen implementasi bisnis terkait dengan manajemen
sumberdaya manusia yang berpengaruh dalam jalannya suatu bisnis seperti
struktur organisasi dari bisnis yang dijalankan, deskripsi masing-masing
jabatan dari struktur organisasi yang ada serta terkait dengan tenaga kerja
yang digunakan (Kasmir dan Jakfar 2010).
Aspek hukum berkaitan dengan dokumen-dokumen yang perlu diteliti
keabsahan, kesempurnaan, dan keasliannya. Dokumen-dokumen tersebut
meliputi badan hukum perusahaan, izin-izin yang dimiliki, sertifikat tanah
atau dokumen lainnya yang mendukung kegiatan bisnis yang dilakukan
(Kasmir dan Jakfar 2010). Aspek hukum yang terpenuhi dengan baik dapat
mempermudah dan memperlancar kegiatan bisnis pada saat akan
mengadakan kegiatan kerjasama dengan pihak lain (Nurmalina et al 2010).
4. Aspek Sosial, Ekonomi dan Lingkungan
Aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam studi kelayakan bisnis
berkaitan dengan dampak yang akan ditimbulkan dari aktivitas bisnis yang
dilaksanakan, baik dilihat dari sisi sosial, ekonomi, maupun lingkungan bagi
masyarakat luas dan bagi pemerintah. Bagi masyarakat, dampak sosial dari
adanya suatu bisnis akan dinilai dari manfaat yang dapat diterima
masyarakat dengan tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan
seperti listrik, pembangunan jalan, jembatan, dan sarana lainnya, sedangkan
dampak ekonomi akan dinilai dari apakah bisnis yang dijalankan
memberikan peluang peningkatan pendapatan, khususnya bagi masyarakat
di sekitar lokasi bisnis, serta peningkatan aktivitas ekonomi yang dapat
dilakukan oleh masyarakat. Bagi pemerintah, dampak sosial dari adanya
suatu bisnis dapat dilihat dari kontribusi bisnis tersebut dalam pembukaan
lapangan kerja atau pengurangan pengangguran, sedangkan dampak
ekonomi dari adanya suatu bisnis dapat dilihat dari peranan bisnis tersebut
dalam memberikan peluang peningkatan pendapatan asli daerah maupun
peningkatan perekonomian secara nasional (Kasmir dan Jakfar 2010).
Aspek lingkungan berkaitan dengan dampak yang terjadi pada
lingkungan terhadap suatu aktivitas bisnis. Aspek lingkungan erat kaitannya
dengan penanganan limbah dari kegiatan produksi yang dijalankan oleh
suatu perusahaan. Penanganan limbah yang tepat tidak akan menimbulkan
kerusakan pada lingkungan dan cenderung akan menimbulkan manfaat
tambahan bagi perusahaan itu sendiri. Sebaliknya, penanganan limbah yang
kurang tepat atau bahkan tidak ada akan menimbulkan pencemaran hingga
kerusakan lingkungan. Menurut Hufschmidt et al (1987) dalam Nurmalina
et al (2010), suatu bisnis yang tidak bersahabat dengan lingkungan tidak
akan bertahan lama.
16

5. Aspek Finansial
Aspek finansial dalam studi kelayakan bisnis merupakan aspek yang
digunakan untuk menilai kondisi finansial (keuangan) perusahaan secara
keseluruhan. Aspek finansial sangat berkaitan dengan keuntungan
perusahaan sehingga sangat penting untuk diteliti kelayakannya. Selain
berkaitan dengan keuntungan perusahaan, aspek finansial juga sangat
berkaitan dengan modal bagi perusahaan, baik kebutuhan modal maupun
cara penyediaannya. Penilaian terhadap aspek keuangan meliputi sumber
dana yang diperoleh, kebutuhan biaya investasi, estimasi pendapatan dan
biaya investasi yang dibutuhkan selama umur bisnis, proyeksi aliran kas
(cashflow) dan laporan laba/rugi, dan kriteria penilaian investasi (Kasmir
dan Jakfar 2010).
Kebutuhan modal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu modal investasi
dan modal kerja. Modal investasi merupakan modal yang digunakan untuk
pembelian aktiva tetap seperti tanah, bangunan, mesin dan peralatan,
kendaraan, dan aktiva tetap tidak berwujud seperti perijinan, lisensi, paten,
biaya studi pendahuluan, dan biaya latihan atau produk percobaan. Modal
kerja merupakan modal yang digunakan untuk aktivitas operasional seperti
pembelian bahan baku, pembayaran gaji karyawan, biaya pemeliharaan, dan
kegiatan operasional lainnya. Baik modal investasi maupun modal kerja
dapat bersumber dari dana pribadi (modal sendiri) ataupun dari dana
pinjaman (modal pinjaman). Umumnya, untuk modal investasi yang
bersumber dari dana pinjaman, periode pengembaliannya di atas satu tahun
sehingga merupakan pinjaman jangka panjang. Sedangkan untuk modal
kerja yang berasal dari dana pinjaman umumnya periode pengembaliannya
lebih singkat (Kasmir dan Jakfar 2010).
Investasi merupakan penanaman modal dalam suatu kegiatan dengan
jangka waktu relatif panjang dalam berbagai bidang usaha. Sebelum
melakukan kegiatan investasi terlebih dahulu perlu dibuat biaya kebutuhan
investasi. Secara umum, biaya kebutuhan investasi meliputi biaya pra-
investasi, biaya aktiva tetap, dan biaya operasional. Biaya pra-investasi
terdiri dari biaya pengurusan perijinan dan biaya studi pendahuluan. Biaya
aktiva tetap terdiri dari biaya pembelian aktiva tetap berwujud (tanah,
bangunan, mesin, peralatan, kendaraan, dan aktiva berwujud lainnya) dan
biaya aktiva tetap tidak berwujud (lisensi, paten, good wiil, dan merek
dagang). Biaya operasional terdiri dari biaya bahan baku produksi, upah dan
gaji karyawan, biaya listrik, telepon, dan air, pajak, premi asuransi, dan
biaya lainnya (Kasmir dan Jakfar 2010).
Cashflow (arus kas) merupakan aliran kas yang ada pada suatu
perusahaan dalam suatu periode tertentu. Arus kas adalah jumlah uang yang
masuk dan keluar dalam suatu perusahaan mulai dari investasi dilakukan
hingga berakhirnya investasi tersebut (Kasmir dan Jakfar 2010). Unsur-
unsur yang terdapat di dalam arus kas antara lain arus penerimaan (inflow),
arus pengeluaran (outflow), dan manfaat bersih (net benefit). Arus
penerimaan terdiri dari nilai produksi total, pinjaman, hadiah atau hibah,
nilai sewa, dan nilai sisa. Arus pengeluaran merupakan biya-biaya yang
harus dikeluarkan dalam suatu bisnis yang dapat mengurangi kas, meliputi
pengeluaran untuk biaya investasi, biaya operasional, pembayaran bunga
17

dan pinjaman dan pembayaran pajak. Manfaat bersih merupakan hasil


pengurangan antara arus penerimaan dengan arus pengeluaran. Berbeda
dengan arus kas, laporan laba/rugi menggambarkan tentang total
penerimaan dari penjualan produk yang dihasilkan dalam suatu bisnis dan
pengeluaran serta kondisi keuntungan yang diperoleh perusahaan pada
masing-masing tahun produksi. Laporan laba/rugi juga menggambarkan
kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode
tertentu. Unsur-unsur yang terdapat pada laporan laba/rugi meliputi
penjualan produk barang atau jasa, beban produksi (biaya operasional),
beban administrasi dan pemasaran (biaya untuk kegiatan pemasaran dan
biaya administrasi), dan beban keuangan seperti bunga dari modal pinjaman.
Komponen biaya investasi tidak dimasukkan dalam laporan laba/rugi, biaya
terkait dengan investasi yang dimasukkan hanya biaya penyusutan barang-
barang investasi yang ada (Nurmalina et al 2010).
Kriteria penilaian investasi merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk menilai apakah suatu kegiatan investasi dalam suatu bisnis
layak atau tidak untuk dilaksanakan, ditinjau dari aspek finansialnya.
Kriteria penilaian investasi mempertimbangkan time value of money atau
pengaruh waktu terhadap nilai uang yaitu sejumlah uang pada masa
sekarang nilai uangnya lebih besar dibandingkan dengan sejumlah uang
yang sama pada masa yang akan datang, sehingga dalam penghitungannya
digunakan discount factor agar dapat dibandingkan antara sejumlah uang
pada masa sekarang dengan sejumlah uang yang sama pada masa yang akan
datang (Nurmalina et al 2010). Beberapa kriteria penilaian investasi yang
dapat digunakan adalah Net Present Value (NPV), Net Benefit Ratio (Net
B/C), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (Kasmir dan Jakfar
2010).

Analisis Sensitivitas dan Switching Value


Menurut Gittinger (1986) dalam Nurmalina et al (2010), switching value
merupakan suatu variasi pada analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas merupakan
salah satu perlakuan terhadap ketidakpastian yang digunakan untuk mengetahui
dampak yang terjadi terhadap hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi
akibat adanya perubahan-perubahan tertentu dalam komponen penting dalam
suatu kegiatan bisnis seperti perubahan kuantitas penjualan, harga, dan biaya
operasional. Sedangkan switching value merupakan perubahan maksimum dari
komponen-komponen penting dalam bisnis yang masih dapat ditoleransi agar
bisnis tetap layak. Perhitungannya mengacu kepada nilai NPV yang diperoleh
sama dengan nol, persentase IRR sama dengan persentase discount rate, dan nilai
Net B/C sama dengan satu. Perbedaan antara analisis sensitivitas dengan analisis
switching value adalah pada analisis sensitivitas besarnya persentase perubahan
telah diketahui berdasarkan data historis yang ada pada perusahaan, sedangkan
pada analisis switching value justru besarnya persentase perubahan yang dicari
sehingga dapat diketahui batasan perubahan yang masih dapat ditoleransi agar
bisnis tetap dinyatakan layak.
18

Kerangka Pemikiran Operasional

Kebutuhan akan daging sapi di Indonesia saat ini masih belum dipenuhi
dengan jumlah produksi yang ada. Kebutuhan tersebut berpotensi mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan populasi penduduk, peningkatan
kesadaran akan kebutuhan gizi, peningkatan taraf ekonomi serta perbaikan tingkat
pendidikan. Potensi peningkatan konsumsi tersebut apabila tidak diikuti oleh
peningkatan produksi daging sapi akan menimbulkan kesenjangan. Kesenjangan
tersebut menjadi peluang bagi bisnis penyediaan daging sapi, yaitu bisnis
penggemukan sapi potong. Peluang bisnis penyediaan daging sapi untuk
kebutuhan nasional tersebut menjadi salah satu hal yang melatarbelakangi
berdirinya PT Catur Mitra Taruma (TARUMA) sebagai perusahaan penggemukan
sapi potong pada tahun 2010.
TARUMA melakukan sejumlah kegiatan investasi dan kegiatan operasional
yang cukup besar untuk dapat mewujudkan perusahaan penggemukan sapi dengan
fasilitas yang lengkap serta kapasitas produksi yang besar. TARUMA juga
melakukan peminjaman dana kepada pihak perbankan untuk membantu
memenuhi modal kerja TARUMA. Hal tersebut membawa kepada pentingnya
dilakukan analisis kelayakan bisnis pada TARUMA sehingga dapat diketahui
apakah bisnis penggemukan sapi potong yang dijalankan TARUMA akan
memberikan manfaat (benefit) sehingga layak untuk terus dijalankan atau tidak,
seperti dijelaskan pada Gambar 1.
19

1. Kesenjangan antara konsumsi dan produksi sapi potong


nasional
2. Peluang pemenuhan konsumsi daging sapi melalui bisnis
penggemukan sapi potong, salah satunya dilakukan oleh PT
Catur Mitra Taruma
3. PT Catur Mitra Taruma mengeluarkan biaya investasi dan
biaya operasional variabel yang besar serta melakukan
peminjaman modal kerja kepada pihak perbankan

Bagaimana kelayakan bisnis penggemukan sapi potong


pada PT Carur Mitra Taruma?

Analisis Kelayakan Bisnis

Aspek Non-Finansial Aspek Finansial


- Aspek Pasar
- Aspek Teknis
- Aspek Manajemen dan Kriteria Penilaian Investasi
Hukum - NPV
- Aspek Sosial, Ekonomi, - Net B/C
dan Lingkungan - IRR
- Payback Period

Analisis Sensitivitas dan Switching Value

Hasil Kelayakan Bisnis

Layak Tidak Layak


(Lanjutkan) (Upaya Perbaikan)

Gambar 1 Kerangka METODE


pemikiran PENELITIAN
operasional analisis kelayakan bisnis
penggemukan sapi potong pada PT Catur Mitra Taruma

Lokasi dan Waktu Penelitian

Analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi potong dilakukan di PT Catur


Mitra Taruma (TARUMA) yang berkantor pusat di Grha Induk KUD Lantai 3,
Warung Buncit Raya No. 18-20, Jakarta 12510, dan kandang penggemukan sapi
yang terletak di Jl. Raya Jonggol Cariu km 81, Desa Cariu, Kecamatan Cariu,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja
20

(purposive), dengan pertimbangan TARUMA merupakan perusahaan


penggemukan sapi potong di kawasan Jabodetabek sebagai kawasan utama
industri penggemukan sapi potong dengan umur operasional yang masih sangat
muda, yaitu 3 tahun. Kegiatan investasi dan operasional yang dilakukan oleh
TARUMA juga cukup besar. Waktu pelaksanaan penelitian mulai dari
pengumpulan data hingga penulisan selesai adalah Januari 2013-Juni 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh langsung dari TARUMA melalui wawancara
kepada direktur utama, pihak manajer, dan karyawan lapang. Wawancara
dilakukan dengan mengajukan sejumah pertanyaan kepada pihak-pihak tersebut.
Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari dokumen yang dimiliki oleh
TARUMA yaitu company profile TARUMA dan laporan keuangan TARUMA,
studi kepustakaan, dan penelusuran literatur Badan Pusat Statistik (BPS),
Kementrian Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan,
Badan Ketahanan Pangan serta penelitian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian ini.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara wawancara kepada


direktur utama, pihak manajer dan karyawan lapang yang ada di TARUMA
melalui panduan interview guide yang telah disiapkan. Selain wawancara, juga
dilakukan kegiatan pengamatan di lokasi kandang untuk melengkapi informasi
yang diperoleh dari narasumber. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui
kegiatan literature review terhadap beberapa buku, jurnal, dan sumber lainnya
serta browsing di beberapa website pemerintahan, seperti Kementerian Pertanian,
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Badan Pusat Statistik, dan
Badan Ketahanan Pangan.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode analisis kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan sifat data. Data
yang bersifat kualitatif dianalisis untuk mengkaji aspek kelayakan non-finansial
yaitu aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan hukum, aspek sosial,
ekonomi, dan lingkungan. Data yang bersifat kuantitatif diolah untuk mengkaji
aspek kelayakan finansial berdasarkan kriteria penilaian investasi yaitu NPV, Net
B/C, IRR, dan PP serta dilakukan analisis sensitivitas melalui switching value
untuk mengetahui komponen dalam bisnis penggemukan sapi potong yang lebih
peka terhadapt perubahana serta mengetahui persentase perubahan produksi dan
biaya variabel terhadap kelayakan finansial yang masih dapat ditoleransi dalam
bisnis sehingga masih dinyatakan layak dengan menggunakan Microsoft Excel
2007 dan kalkulator.
21

Analisis Aspek Pasar


Tujuan analisis aspek pasar yang akan dilakukan pada bisnis penggemukan
sapi potong pada TARUMA adalah untuk menilai apakah bisnis penggemukan
sapi potong yang dijalankan TARUMA dapat menghasilkan produk yang diterima
oleh pasar dan menguntungkan. Selain itu, potensi pasar dan pangsa pasar serta
bauran pemasaran yang dilakukan TARUMA juga akan dinilai, apakah pangsa
pasar dan potensi pasar dari TARUMA sudah jelas serta apakah bauran
pemasaran telah dilaksanakan dengan baik atau tidak. Bisnis penggemukan sapi
potong pada TARUMA dinyatakan layak berdasarkan aspek pasar jika bisnis
tersebut telah memenuhi beberapa kriteria yang diperlukan dalam aspek pasar
seperti potensi dan pangsa pasar yang jelas, bauran pemasaran yang baik serta
produk yang dihasilkan dapat diterima oleh pasar dan menguntungkan (Kasmir
dan Jakfar (2010); Suliyanto (2010)).

Analisis Aspek Teknis


Tujuan analisis aspek teknis yang akan dilakukan pada bisnis penggemukan
sapi potong pada TARUMA adalah untuk menilai apakah secara teknis bisnis
penggemukan sapi potong yang dijalankan TARUMA dapat dijalankan dengan
baik atau tidak. Kriteria yang diperhatikan dalam penilaian aspek teknis adalah
kegiatan penentuan lokasi bisnis, tata letak atau layout produksi, proses produksi
serta penggunaan infrastruktur dan fasilitas yang ada. Bisnis penggemukan sapi
potong pada TARUMA dinyatakan layak berdasarkan aspek teknis jika bisnis
tersebut telah memenuhi kriteria yang ada pada aspek teknis serta mampu
menjawab tujuan dari analisis aspek teknis yang dilakukan (Kasmir dan Jakfar
(2010); Suliyanto (2010)).

Analisis Aspek Manajemen dan Hukum


Tujuan analisis aspek manajemen yang akan dilakukan pada bisnis
penggemukan sapi potong pada TARUMA adalah untuk menilai apakah bisnis
yang dijalankan dapat dibangun sesuai dengan rencana dan apakah tersedia
sumber daya manusia yang sesuai dengan kegiatan bisnis yang dijalankan.
Kriteria yang harus ada dalam penilaian aspek manajemen adalah kegiatan
manajerial pada masa pembangunan bisnis dan kegiatan manajerial pada masa
operasional bisnis. Bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA dinyatakan
layak berdasarkan aspek manajemen jika bisnis tersebut telah memenuhi kriteria
yang ada pada aspek manajemen serta mampu menjawab tujuan dari dilakukannya
analisis aspek manajemen (Kasmir dan Jakfar (2010); Suliyanto (2010)).
Tujuan analisis aspek hukum yang akan dilakukan pada bisnis
penggemukan sapi potong pada TARUMA adalah untuk menilai apakah bisnis
yang dijalankan TARUMA telah memenuhi ketentuan hukum dan berbagai
perizinan yang diperlukan dalam rangka pendirian dan operasional perusahaan.
Kriteria yang akan dilihat dalam analisis kelayakan aspek hukum adalah
kelengkapan dokumen serta perizinan yang dilakukan TARUMA. Bisnis
penggemukan sapi potong pada TARUMA dinyatakan layak berdasarkan aspek
hukum jika bisnis tersebut telah memenuhi kriteria yang ada pada aspek hukum
serta mamapu menjawab tujuan dari dilakukannya analisis aspek hukum (Kasmir
dan Jakfar (2010); Suliyanto (2010)).
22

Analisis Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan


Tujuan analisis aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan yang akan dilakukan
pada bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA adalah untuk menilai
apakah bisnis yang dijalankan dapat memberikan manfaat baik dilihat dari sisi
sosial, ekonomi, maupun lingkungan. Bisnis penggemukan sapi potong pada
TARUMA dinyatakan layak berdasarkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan
jika bisnis tersebut mampu memberikan manfaat secara sosial, ekonomi, dan
lingkungan baik bagi masyarakat sekitar lokasi bisnis maupun pemerintah.
(Kasmir dan Jakfar 2010).

Net Present Value


Net present value (NPV) merupakan nilai selisih antara total present value
manfaat dengan total present value biaya atau penjumlahan dari present value
manfaat bersih selama umur bisnis (Nurmalina et al 2010). NPV menunjukkan
manfaat bersih yang diterima oleh perusahaan selama umur bisnis pada discount
rate tertentu. Satuan dari NPV adalah Rupiah. Suatu bisnis dikatakan layak jika
nilai NPV-nya lebih besar dari nol, sedangkan bisnis yang nilai NPV-nya kurang
dari nol maka dikatakan bisnis tersebut tidak layak. Secara matematis, NPV
dirumuskan sebagai berikut:

∑ ∑ ∑
( ) ( ) ( )
Dimana:
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = Tahun kegiatan bisnis
i = Tingkat discount rate (%)

Net Benefit-Cost Ratio


Net benefit-cost ratio (Net B/C) merupakan salah satu kriteria penilaian
investasi untuk menggambarkan manfaat bersih yang menguntungkan terhadap
setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut (Nurmalina et al 2010). Suatu
bisnis dikatakan layak jika nilai Net B/C -nya lebih dari satu, sedangkan jika nilai
Net B/C -nya kurang dari satu maka bisnis tersebut dikatakan tidak layak. Secara
matematis, Net B/C dirumuskan sebagai berikut:
∑ ( )
( )

∑ ( )
( )
Dimana:
Bt = Manfaat pada tahun t
Ct = Biaya pada tahun t
t = Tahun kegiatan bisnis
i = Tingkat discount rate

Internal Rate of Return


Internal Rate of Return (IRR) merupakan kriteria penilaian investasi untuk
melihat besarnya pengembalian bisnis terhadap investasi yang dilakukan
23

(Nurmalina et al 2010). Sebuah bisnis dikatakan layak jika nilai IRR lebih besar
dari nilai discount rate-nya. IRR dinyatakan dengan satuan persentase (%). Secara
matematis, IRR dirumuskan sebagai berikut:
( )
Dimana:
NPV1 = NPV positif
NPV2 = NPV negatif
i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif
i1 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif

IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan nol,
artinya besarnya persentase IRR dalam kriteria penilaian investasi bisnis tertentu
merupakan persentase discount rate pada saat NPV menunjukkan angka nol
(Nurmalina et al 2010). Hubungan antara NPV dan IRR dijelaskan pada Gambar
2.

NPV (Rp)

5160
IRR

760

0 i = discount rate (%)


-260 30
10 25

Gambar 2 Hubungan antara NPV dan IRR

Payback Period
Payback period (PP) merupakan kriteria penilaian investasi yang digunakan
untuk mengukur seberapa cepat kegiatan investasi yang dilakukan dalam suatu
bisnis dapat kembali (Nurmalina et al 2010). Suatu bisnis dapat dikatakan layak
jika payback period-nya lebih kecil dari umur bisnis yang dijalankan. Satuan dari
payback period adalah tahun. Secara matematis, payback period dirumuskan
sebagai berikut:

Dimana:
I = Biaya investasi yang dikeluarkan
Ab = Manfaat bersih yang diperoleh setiap tahunnya
24

Asumsi Dasar

Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Analisis kelayakan bisnis yang digunakan pada penelitian ini adalah spesifik
pada analisis kelayakan investasi, karena kegiatan investasi yang dilakukan
pada TARUMA cukup besar sehingga ingin diketahui apakah kegiatan
investasi yang dilakukan dapat memberikan manfaat atau keuntungan bagi
perusahaan selama umur bisnisnya.
2. Umur bisnis untuk analisis finansial selama 21 tahun, berdasarkan umur
ekonomis dari bangunan kandang sapi yaitu 20 tahun yang dihitung sejak
bangunan kandang selesai dibangun yaitu tahun 2011 ditambah satu tahun
pertama kegiatan bisnis yang dilakukan di kandang sewaan pada tahun 2010.
3. Sapi yang digemukkan adalah jenis-jenis sapi lokal dan sapi impor jenis BX
(Brahman Cross). Sapi lokal yang dimaksud di sini adalah sapi Peranakan
Ongole, Peranakan Limousin, Rotte Ongole, Sumba Ongole, dan Pegon yang
diperoleh dari peternak di beberapa daerah di Pulau Jawa dan Sumbawa,
sedangkan sapi BX diperoleh dari importir sapi Australia.
4. Kandang untuk sapi dibedakan menjadi dua yaitu kandang untuk sapi lokal
dengan kapasitas maksimum 800 ekor sapi dan kandang untuk sapi BX
dengan kapasitas maksimum 2 400 ekor sapi. Kandang ini mulai digunakan
setahun setelah TARUMA didirikan pada tahun 2010. Sedangkan pada tahun
2010 kandang yang digunakan merupakan kandang sewaan dengan kapasitas
1 800 ekor sapi.
5. Baik sapi lokal maupun sapi BX digemukkan selama 120 hari (4 bulan)
dengan bobot awal untuk sapi lokal sebesar 331.40 kg dan bobot awal untuk
sapi BX sebesar 301.30 kg, yang diperoleh berdasarkan rata-rata bobot awal
sapi dari data sapi tahun 2011 dan tahun 2012 yang digemukkan di
TARUMA.
6. Total bobot akhir dari sapi yang siap dijual dihitung menggunakan rumus:
( ) ( )
Sehingga pada saat penjualan, bobot akhir dari sapi lokal sebesar 464.60 kg
dan bobot akhir dari sapi BX sebesar 470.50 kg.
7. ADG (Average Daily Gain) merupakan rataan pertambahan bobot sapi setiap
hari, satuannya kg/hari. ADG untuk sapi lokal yang digemukkan di TARUMA
adalah 1.11 kg/hari, sedangkan ADG untuk sapi BX adalah 1.41 kg/hari.
Angka ADG tersebut diperoleh dari data sapi tahun 2011 dan tahun 2012 yang
digemukkan di TARUMA.
8. Proyeksi yang dilakukan dalam analisis finansial dimulai pada tahun 2013
berdasarkan data pada tahun 2012. Proyeksi jumlah sapi yang digemukkan
pada tahun 2013 dan tahun-tahun selanjutnya merupakan jumlah sapi sesuai
kapasitas maksimum kandang. Harga sapi yang digunakan untuk menghitung
proyeksi analisis finansial merupakan rataan harga sapi sepanjang tahun 2012,
dan diasumsikan konstan hingga akhir bisnis.
9. Proyeksi yang dilakukan tidak memperhatikan tahapan siklus bisnis, artinya
bisnis yang dijalankan stabil dan berada pada kondisi kemampuan produksi
maksimumnya.
25

10. Tingkat mortalitas dari sapi yang digemukkan diasumsikan sebesar 0.05
persen setiap tahunnya baik untuk sapi lokal maupun sapi BX. Persentase
tingkat mortalitas diperoleh berdasarkan data historis TARUMA.
11. Biaya pengangkutan sapi hanya dikeluarkan pada saat pembelian sapi lokal
dan hanya 7 persen dari total keseluruhan sapi yang dibeli dalam satu tahun
yang mengeluarkan biaya pengangkutan, sebesar Rp 561.728/kg bobot sapi,
sisanya tidak ada biaya pengangkutan. Pada saat penjualan sapi siap potong
tidak ada biaya pengangkutan karena ditanggung langsung oleh pembeli.
12. Perhitungan penyusutan menggunakan metode garis lurus, yaitu:

13. Tingkat discount rate (DR) yang digunakan adalah sebesar 13 persen
berdasarkan besarnya suku bunga pinjaman pada Victoria Bank, selaku bank
yang memberikan pinjaman modal kerja untuk TARUMA, diasumsikan tetap
hingga akhir bisnis.
14. Pajak pendapatan yang digunakan berdasarkan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2 a, yang merupakan
perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak
penghasilan yaitu sebesar 25 persen, berlaku flat hingga akhir bisnis.

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Sejarah Perusahaan

PT. Catur Mitra Taruma (TARUMA) didirikan pada bulan Maret 2010 oleh
Abimanyu Suyoso, Djoko Suwono, Syahban Sinuraya, dan Ifyandri yang
merupakan pensiunan dari beberapa BUMN yang berbeda. Keinginan untuk
memberikan manfaat bagi orang banyak merupakan salah satu hal yang mendasari
pendirian TARUMA. Latar belakang dari pendirian TARUMA adalah fakta yang
ada di Indonesia bahwa peternak lokal belum mampu memenuhi semua kebutuhan
daging sapi nasional. Dalam cakupan yang lebih sempit lagi, total kebutuhan sapi
di wilayah Jabodetabek berdasarkan data dari Departemen Pertanian tahun 2009
sebesar 1 770 ekor per hari dan belum mampu dipenuhi oleh peternak-peternak
lokal di Indonesia (Company Profile Taruma 2012). Maka dari itu, peluang
pemenuhan kebutuhan sapi masih sangat terbuka lebar sehingga TARUMA
berusaha untuk memanfaatkan peluang tersebut dengan mendirikan perusahaan
penggemukan sapi potong.

Lokasi Perusahaan

TARUMA berkantor pusat di Grha Induk KUD lantai 3, Jl. Warung Buncit
Raya No. 18-20, Jakarta 12510. Sedangkan kandang penggemukan sapi terletak di
Jl. Raya Jonggol Cariu km 81 Desa Cariu, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, dengan luasan lahan mencapai 25 hektar. Selain terdiri dari bangunan
kandang semi tertutup, di lokasi yang terletak di Kecamatan Cariu tersebut juga
terdapat gudang/pabrik pakan, wisma karyawan, kantor administrasi, lahan
26

hijauan, dan fasilitas-fasilitas lainnya yang menunjang kegiatan penggemukan


sapi TARUMA.

Visi dan Misi Perusahaan

TARUMA sebagai perusahaan penggemukan sapi potong memiliki visi dan


misi dalam menjalankan bisnisnya. Visi TARUMA yaitu berperan aktif dalam
mewujudkan Indonesia sebagai bangsa yang memiliki kemampuan swasembada
sapi melalui langkah-langkah nyata dan optimal serta memberikan manfaat yang
berarti bagi masyarakat Indonesia. Untuk dapat mencapai visi tersebut, maka
dibentuk beberapa misi, yaitu (1) Mengelola perusahaan dengan
mengoptimalisasikan fasilitas penunjang operasional bisnis yang lengkap, (2)
Menjalin kerjasama yang menguntungkan dengan mitra yang kompeten dan
profesional di bidangnya, (3) Mengoptimalkan dan mengembangkan operasional
bisnis penggemukan, penjualan, dan pengembangbiakan sapi, (4) Memenuhi
kebutuhan daging sapi yang bermutu untuk seluruh mayarakat Indonesia, dan (5)
Memberikan kontribusi yang berarti untuk kesejahteraan lingkungan, masyarakat,
karyawan, dan para pemegang saham.

Aktivitas Bisnis Perusahaan

Aktivitas bisnis yang dijalankan TARUMA dapat digolongkan menjadi dua,


yaitu aktivitas bisnis utama dan aktivitas bisnis tambahan. Aktivitas bisnis utama
yang dijalankan oleh TARUMA saat ini meliputi kegiatan penggemukan sapi
potong. Sedangkan aktivitas bisnis tambahan yang dijalankan TARUMA berupa
kegiatan penjualan pakan konsentrat, penjualan karung bekas bahan baku pakan,
dan penjualan kotoran sapi.

Aktivitas Bisnis Utama


Aktivitas bisnis utama yang dijalankan TARUMA yaitu penggemukan sapi.
Kegiatan penggemukan sapi di TARUMA menggunakan dua jenis sapi bakalan,
yaitu sapi bakalan impor dan sapi bakalan lokal. Sapi bakalan impor yang
digunakan adalah sapi bakalan jenis Brahman Cross (BX), sedangkan sapi
bakalan lokal yang digunakan adalah sapi jenis Pegon, Limousin, Sumbawa
Ongole, dan Rotte Ongole. Sapi BX diperoleh dari importir sapi dari Australia
dengan harga beli pada saat penelitian dilakukan sebesar Rp31 500/kg bobot
hidup. Sedangkan sapi Limousin dan Pegon diperoleh dari beberapa tempat di
Pulau Jawa seperti Ponorogo, Magetan, Kebumen, Plaosan, Blitar, Kediri,
Purbalingga, Majalengka, Wonogiri, Magelang, Gunung Kidul, Banjarnegara,
Janggan, dan Jombang. Sapi Sumbawa Ongole dan Sapi Rotte Ongole diperoleh
dari Sumbawa. Harga beli pada saat penelitian dilakukan untuk jenis-jenis sapi
lokal yaitu Rp33 000-34 000/kg bobot hidup.
Program penggemukan sapi dilakukan dalam waktu 120 hari. Sapi yang
telah melalui program penggemukan selanjutnya akan dijual kepada konsumen
yang umumnya merupakan Rumah Potong Hewan (RPH) yang ada di sekitar
Jabodetabek. Harga jual sapi siap potong pada saat penelitian dilakukan untuk
27

jenis-jenis sapi lokal adalah Rp35 000/kg bobot hidup, sedangkan harga jual untuk
jenis sapi impor pada saat penelitian dilakukan adalah Rp33 000/kg bobot hidup.

Aktivitas Bisnis Tambahan


Selain menjalankan aktivitas penggemukan sapi sebagai aktivitas bisnis
utama, TARUMA juga menjalankan aktivitas bisnis tambahan berupa penjualan
pakan sapi (konsentrat), penjualan karung bekas bahan baku pakan, dan penjualan
kotoran sapi. Aktivitas-aktivitas tersebut digolongkan sebagai aktivitas bisnis
tambahan karena merupakan unsur penambah penerimaan perusahaan. Namun,
besarnya penerimaan yang dihasilkan dari aktivitas tambahan belum terlalu besar
karena aktivitas tambahan belum dikelola secara khusus untuk tujuan komersial.
Aktivitas bisnis tambahan yang dijalankan TARUMA salah satunya
didukung oleh pabrik pakan (feed mill) yang dimiliki TARUMA. Bahan pakan
bagi sapi potong ada dua macam, yaitu pakan hijauan berupa rumput gajah dan
pakan konsentrat. Rumput gajah diperoleh dari lahan yang ada di dalam kawasan
kandang penggemukan TARUMA. Rumput gajah kemudian dicacah
menggunakan mesin chopper yang terdapat pada pabrik pakan. Lain halnya
dengan pakan hijauan, bahan baku pakan konsentrat diperoleh dari pemasok di
luar TARUMA. Bahan baku yang ada selanjutnya diolah menggunakan mesin
mixer yang terdapat pada pabrik pakan TARUMA dan dikemas dalam karung
dengan kapasitas 50 kg. Sedangkan karung bekas bahan baku pakan dapat dijual
kepada petani serta rumah tangga di sekitar lokasi kandang penggemukan dengan
harga Rp1 000/lembar untuk karung yang masih baik kualitasnya dan
Rp500/lembar untuk karung yang kurang baik kualitasnya. Pakan yang dijual oleh
TARUMA hanya pakan konsentrat dengan harga jual pada saat penelitian
dilakukan adalah Rp3 000/kg.
Aktivitas bisnis tambahan lainnya adalah penjualan kotoran sapi. Kotoran
sapi merupakan limbah utama yang dihasilkan dari kegiatan penggemukan sapi.
Kotoran sapi yang dihasilkan dari keseluruhan sapi yang ada di TARUMA
dikumpulkan menjadi satu untuk kemudian dilakukan proses penjemuran di
bawah sinar matahari agar kadar air dari kotoran sapi tersebut berkurang. Kotoran
sapi yang telah dijemur akan dimasukkan ke dalam karung dengan kapasitas 50 kg
dan dijual dengan harga Rp80/kg. Umumnya kotoran sapi tersebut dibeli oleh
petani-petani sekitar lokasi kandang penggemukan untuk dimanfaatkan sebagai
pupuk.

ANALISIS KELAYAKAN BISNIS ASPEK NON FINANSIAL

Aspek Pasar

Aspek pasar dalam analisis kelayakan bisnis pada TARUMA berkaitan


dengan besarnya potensi pasar yang ada terhadap daging sapi serta besarnya
market share TARUMA dalam industri penggemukan sapi potong. Aspek pasar
juga berkaitan dengan strategi pemasaran yang dijalankan oleh TARUMA.
28

Potensi Pasar (Market Potential)


Target pasar sapi siap potong TARUMA adalah rumah potong hewan (RPH)
yang berada di wilayah Jabodetabek dan sekitarnya. Beberapa RPH yang menjadi
konsumen sapi siap potong TARUMA di antaranya RPH Cilangkap, RPH
Sawangan, RPH Pamulang, RPH Bubulak, RPH Cibinong, serta RPH Cianjur.
Konsumen dari sapi siap potong TARUMA tidak hanya RPH. Pedagang pasar di
wilayah Cariu juga membeli sapi siap potong TARUMA. Potensi pasar dari sapi
potong TARUMA akan berkembang searah dengan peningkatan permintaan
daging sapi terutama di wilayah Jabodetabek. Rahmanto (2004) menyebutkan
bahwa pertambahan populasi penduduk dan peningkatan pendapatan akan
menyebabkan permintaan terhadap produk peternakan terus meningkat. Untuk
dapat melihat potensi pasar dari sapi siap potong TARUMA, data permintaan
daging sapi akan didekati dengan menggunakan data konsumsi daging sapi.
Pertama, peningkatan konsumsi akan bergerak searah dengan peningkatan jumlah
penduduk. Tabel 5 menunjukkan peningkatan jumlah penduduk di wilayah
Jabodetabek berdasarkan data sensus penduduk tahun 1990-2010.

Tabel 5 Jumlah penduduk Jabodetabek tahun 1990-2010a


Sensus penduduk tahunb
Wilayah
1990 2000 2010
DKI Jakarta 8 259 266 8 389 443 9 607 787
Kabupaten Bogor 3 736 897 5 508 826 4 763 209
Kota Bogor 271 711 750 819 950 334
Kabupaten Bekasi 2 104 459 1 668 494 2 630 401
c
Kota Bekasi - 1 663 802 2 334 871
c
Kota Depok - 1 143 403 1 738 570
Tangerang 2 765 000 4 594 200 5 923 299
Jabodetabek 17 137 333 23 718 987 27 948 471
a
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013) (diolah); bSensus penduduk tahun (jiwa); cData Tidak
Tersedia

Berdasarkan data jumlah penduduk pada Tabel 5, diketahui bahwa jumlah


penduduk di wilayah Jabodetabek mengalami peningkatan dari tahun 1990 hingga
tahun 2010. Peningkatan jumlah penduduk yang terjadi akan memberikan peluang
bagi peningkatan jumlah konsumsi daging sapi. Jika laju pertumbuhan penduduk
Jabodetabek per tahun berdasarkan tahun dasar 2000 adalah 1.65 persen, dengan
asumsi laju pertumbuhan penduduk tetap, maka jumlah penduduk di wilayah
Jabodetabek pada tahun 2015 dan tahun 2020 berturut-turut sebesar 30 338 144
jiwa dan 32 932 141 jiwa. Pada jumlah penduduk tersebut, jika diasumsikan
konsumsi daging sapi masih sama dengan saat ini yaitu sebesar 2 kg/kapita/tahun,
maka jumlah konsumsi daging sapi pada tahun 2015 dan tahun 2020 di wilayah
Jabodetabek akan mencapai 60 676 288 kg dan 65 864 283 kg. Semakin besar
jumlah penduduk dan konsumsi per kapita maka kebutuhan konsumsi daging sapi
nasional akan meningkat (Harmini et al 2011). Peningkatan jumlah konsumsi
daging sapi merupakan peluang yang baik bagi TARUMA untuk dapat bertahan
dengan bisnis yang dijalankannya serta memperoleh keuntungan. Perusahaan
29

penggemukan sapi dengan target pasar di wilayah Jabodetabek memang tidak


hanya TARUMA, namun apabila konsumsi di wilayah tersebut terus mengalami
peningkatan dibarengi dengan peningkatan produksi yang dilakukan oleh
TARUMA, maka TARUMA tidak perlu khawatir kehilangan konsumen karena
pesaingnya.
Kedua, peningkatan pendapatan akan menyebabkan peningkatan konsumsi
produk peternakan, termasuk di dalamnya daging sapi. Sebagai contoh digunakan
data untuk wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan data produk domestik regional atas
dasar harga konstan 2000 menurut provinsi tahun 2004-2011 dan data sensus
penduduk yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (2013), diperoleh laju
pertumbuhan pendapatan per kapita untuk wilayah DKI Jakarta pada tahun 2011
atas tahun dasar 2010 sebesar 5.27 persen. Laju pertumbuhan yang positif
mengindikasikan adanya peningkatan pendapatan per kapita setiap tahunnya.
Peningkatan tersebut akan berdampak pada peningkatan konsumsi daging sapi.
Hal tersebut dikuatkan dengan data persentase pengeluaran rata-rata per kapita per
bulan untuk daging secara nasional yang mengalami pertumbuhan beberapa tahun
berturut turut pada tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012 sebesar 1.89, 2.10, 2.19,
2.26 (BPS 2013).

Pangsa Pasar (Market Share)


Konsep pangsa pasar merupakan persentase dari penjualan perusahaan
terhadap seluruh hasil penjualan dalam industri yang bersangkutan. TARUMA
sebagai perusahaan penggemukan sapi potong menghasilkan output berupa sapi
siap potong, yang penjualannya dihitung berdasarkan kg bobot hidup. Pada tahun
2012, TARUMA menjual 3 426 ekor sapi dengan total bobot badan 1 504 068 kg
bobot hidup. Berdasarkan data yang diperoleh dari TARUMA, persentase karkas
dari seekor sapi dengan bobot badan tertentu adalah 50 persen, sedangkan
persentase daging dari bobot karkas tersebut sebesar 75 persen. Persentase
tersebut tidak jauh berbeda dengan besarnya persentase karkas menurut penelitian
yang dilakukan oleh Ngadiyono (1995), yang menyebutkan bahwa persentase
karkas sebesar 54 persen dengan persentase daging 76 persen. Apabila satuan
penjualan sapi TARUMA diubah dari kg bobot hidup menjadi kg daging, maka
dari 1 504 068 kg bobot hidup sapi menghasilkan 752 034 kg karkas, setara
dengan 564 025.5 kg daging sapi.
Untuk menghitung pangsa pasar sapi potong TARUMA, seluruh hasil
penjualan dalam industri didekati dengan data konsumsi daging sapi nasional
maupun wilayah Jabodetabek yang merupakan target pasar dari TARUMA.
Dengan asumsi konsumsi daging sapi per kapita pada tahun 2012 sebesar 2
kg/kapita/tahun, dan jumlah penduduk Indonesia sebesar 240 juta penduduk,
maka jumlah konsumsi daging sapi nasional sebesar 480 000 000 kg, sehingga
pangsa pasarnya dapat dihitung menggunakan rumus:
30

Perhitungan tersebut menunjukkan bahwa sebesar 0.12 persen dari


keseluruhan konsumsi daging sapi di Indonesia dipenuhi oleh TARUMA. Apabila
dilihat dari pangsa pasar di wilayah Jabodetabek, dengan total konsumsi daging
sapi untuk wilayah Jabodetabek pada tahun 2012 sebesar 57 761 761.97 kg,
dengan menggunakan rumus yang sama maka akan diperoleh pangsa pasar di
wilayah Jabodetabek sebesar 0.98 persen, artinya dari keseluruhan konsumsi
daging sapi di wilayah Jabodetabek pada tahun 2012, sebesar 0.98 persen nya
dipenuhi oleh TARUMA.

Strategi Pemasaran
Strategi pemasaran yang dijalankan oleh TARUMA tercermin dari bauran
pemasaran yang dilakukan, meliputi produk (product), harga (price), saluran
distribusi (place), dan promosi (promotion).
1. Produk (Product)
Produk yang dihasilkan dari aktivitas bisnis utama yang dijalankan
TARUMA yaitu sapi siap potong. Sapi siap potong merupakan produk yang
menguntungkan untuk diperdagangkan karena pasar dari produk tersebut
cukup jelas serta keuntungan yang diperoleh dapat dihasilkan dari
pertambahan bobot yang dihasilkan selama proses penggemukan sapi.
Kualitas dari sapi siap potong dipengaruhi oleh manajemen penggemukan
yang dijalankan oleh TARUMA. Salah satu hal yang mempengaruhi
kualitas sapi siap potong TARUMA adalah kualitas bahan pakan yang
diberikan serta proses pemeliharaan yang dilakukan. Bahan pakan yang
diberikan merupakan bahan pakan yang mampu memenuhi kebutuhan gizi
dan serat bagi sapi, yaitu pakan konsentrat dan pakan hijauan. Pakan
konsentrat sengaja diproduksi sendiri agar mampu menghasilkan pakan
dengan komposisi bahan yang terbaik sesuai dengan kebutuhan sapi
sehingga mampu menghasilkan pertambahan bobot badan sapi yang tinggi.
Proses pemeliharaan yang dilakukan TARUMA sangat memperhatikan
kesehatan sapi. Kotoran sapi yang ada di kandang setiap hari dibersihkan
agar kebersihan kandang terjaga serta kesehatan sapi tidak terganggu.
Tenaga Dokter Hewan juga disediakan untuk mengawasi kesehatan hewan
setiap harinya sehingga meminimalisir kasus sapi mati karena penanganan
sapi sakit yang terlambat.
Kegiatan penggemukan sapi juga menghasilkan produk sampingan
lainnya, seperti kotoran sapi yang dapat dijual dan dimanfaatkan sebagai
pupuk kandang. Kotoran-kotoran sapi tersebut selanjutnya melalui proses
penjemuran dan pengemasan sederhana menggunakan karung untuk dijual
sebagai sumber penerimaan tambahan. Sumber penerimaan tambahan
lainnya juga dihasilkan oleh penjualan pakan konsentrat yang diproduksi
oleh pabrik pakan yang ada di TARUMA serta penjualan karung bekas
bahan baku pakan.
2. Harga (Price)
Harga produk sapi siap potong yang dihasilkan TARUMA ditentukan
berdasarkan harga yang terbentuk di pasar berdasarkan penawaran dan
permintaan yang terjadi. Penetapan harga untuk produk sampingan berupa
kotoran sapi dan karung bekas bahan pakan ditentukan berdasarkan harga
31

pasaran secara umum. Sedangkan untuk penetapan harga pada produk pakan
konsentrat, ditentukan berdasarkan strategi cost based pricing, yaitu
besarnya harga ditentukan berdasarkan harga pokok produksi dari pakan
konsentrat ditambah dengan margin atau keuntungan yang diinginkan oleh
perusahaan. Adapun daftar harga produk produk yang dihasilkan TARUMA
pada saat penelitian dilakukan dijelaskan pada Tabel 6.

Tabel 6 Harga produk yang dihasilkan TARUMA Februari 2013a


Produk Satuan Harga/Satuanb
Sapi impor kg bobot hidup 33 000
Sapi lokal kg bobot hidup 35 000
Pakan konsentrat Kg 3 000
Karung bekas bahan Lembar 500 s.d. 1 000
baku pakan
Kotoran sapi Kg 80
a
Sumber: Data primer (2013); bHarga/Satuan (Rp)

3. Saluran Distribusi (Place)


Produk yang dihasilkan dari aktivitas penggemukan sapi harus
dipasarkan agar menghasilkan penerimaan bagi TARUMA. Lokasi bisnis
yang terletak di Desa Cariu, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor dipilih
TARUMA salah satunya berdasarkan alasan kedekatan lokasi dengan
konsumen, yaitu RPH di wilayah Jabodetabek dan pedagang pasar yang ada
di sekitar lokasi bisnis. Sistem pendistribusian produknya adalah konsumen
datang langsung ke lokasi bisnis untuk melakukan transaksi pembelian.
TARUMA tidak menyediakan jasa pengangkutan atau pengiriman sapi yang
akan dibeli oleh konsumen. Demikian halnya untuk pembelian pakan
konsentrat, karung bekas bahan baku pakan, dan kotoran hewan, konsumen
langsung datang ke lokasi kandang penggemukan TARUMA.
4. Promosi (Promotion)
Promosi dilakukan untuk memperluas pasar dan memperoleh
konsumen bagi produk yang dihasilkan TARUMA. TARUMA
menggunakan strategi promosi dari mulut ke mulut dan menjalin
komunikasi dengan relasi bisnis sehingga memungkinkan terbukanya link
baru untuk dapat memasarkan produknya. Strategi lainnya adalah promosi
menggunakan media internet berupa website. Namun, hingga saat ini
kegiatan promosi menggunakan media internet tersebut belum dioptimalkan
karena website yang digunakan masih dalam tahap penyempurnaan.

Hasil Analisis Aspek Pasar


Berdasarkan analisis aspek pasar, bisnis penggemukan sapi potong pada
TARUMA layak untuk dijalankan, karena telah memenuhi kriteria kelayakan
bisnis yang ada yaitu potensi dan pangsa pasar yang jelas, bauran pemasaran yang
dijalankan dengan baik serta produk yang dihasilkan dapat diterima oleh pasar
dan menguntungkan. TARUMA telah memiliki target pasar dan pangsa pasar
yang jelas dalam memasarkan sapi siap potong yang dihasilkan TARUMA. Selain
32

itu, potensi pasar pada masa yang akan datang yang masih terbuka lebar seiring
dengan peningkatan konsumsi yang dipengaruhi oleh peningkatan jumlah
penduduk dan peningkatan pendapatan. Strategi pemasaran melalui bauran
pemasaran juga telah diupayakan dengan baik. Produk yang dihasilkan TARUMA
merupakan produk yang diinginkan konsumen dengan kualitas yang baik serta
harga sesuai dengan harga yang berlaku di pasaran. Konsumen langsung memilih
sapi mana yang akan dibeli dengan datang langsung ke lokasi penggemukan
TARUMA sehingga konsumen dapat memastikan sendiri kondisi sapi yang akan
dibeli. Selain produknya dapat diterima pasar, produk yang dihasilkan TARUMA
merupakan produk yang menguntungkan untuk dijual. Keuntungan tersebut
diperoleh dari pertambahan bobot sapi selama kegiatan penggemukan dijalankan.

Aspek Teknis

Penentuan Lokasi Bisnis


Penentuan lokasi bisnis yang tepat dapat menunjang kegiatan produksi
berjalan dengan baik. TARUMA memiliki dua lokasi bisnis yang letaknya
berjauhan, yaitu lokasi kandang penggemukan di Desa Cariu, Kecamatan Cariu,
Kabupaten Bogor dan lokasi kantor di Jakarta Selatan. Perbedaan dua lokasi
tersebut terletak pada kegiatan bisnis yang dilakukan. Lokasi kandang
penggemukan di Desa Cariu digunakan sebagai lokasi untuk kegiatan yang
berkaitan secara langsung dengan proses produksi, yaitu penggemukan sapi.
Sedangkan lokasi kantor pusat di Jakarta Selatan digunakan sebagai lokasi untuk
kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses produksi, seperti
administrasi umum dan keuangan.
Desa Cariu dipilih sebagai lokasi kandang penggemukan TARUMA karena
Desa Cariu memiliki lahan terbuka yang luas sehingga dapat dimanfaatkan
sebagai kandang penggemukan. Lahan terbuka yang luas juga dapat dimanfaatkan
sebagai lahan rumput gajah yang merupakan salah satu bahan pakan yang
dibutuhkan oleh sapi. Selain itu, Desa Cariu merupakan salah satu desa
peruntukan pertanian dan peternakan berdasarkan ketentuan dari Pemerintah
Kabupaten Bogor. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor 2005-2025,
Desa Cariu termasuk dalam dominasi peruntukan ruang Permukiman Perkotaan
Kepadatan Rendah dan berdasarkan Peraturan Bupati Bogor Nomor 83 Tahun
2009 tentang Pedoman Operasional Pemanfaatan Ruang bahwa pada dominasi
peruntukan ruang Permukiman Perkotaan Kepadatan Rendah dimungkinkan untuk
kegiatan peternakan (penggemukan sapi dan pembangunan fasilitasnya).
Pemilihan Desa Cariu sebagai lokasi bisnis juga didasarkan pada aspek
kedekatan dengan konsumen, yaitu konsumen di wilayah Jabodetabek. Keadaan
sarana dan prasarana yang ada di Desa Cariu juga cukup memadai seperti adanya
jalan aspal yang menunjang aktivitas bisnis yang dilakukan. Faktor ketersediaan
tenaga kerja juga turut menentukan pemilihan lokasi bisnis di Desa Cariu. Tenaga
kerja harian yang ada pada TARUMA keseluruhannya berasal dari masyarakat
Desa Cariu. Penentuan lokasi kantor pusat di Jakarta Selatan memperhatikan
faktor akses menuju lokasi dan ketersediaan tenaga kerja. Lokasi kantor pusat
TARUMA berada di jalan utama sehingga akses untuk dapat mencapai kantor
33

cukup mudah. Akses yang mudah menuju lokasi kantor memberikan kemudahan
bagi karyawan untuk dapat mencapai kantor, baik menggunakan kendaraan
pribadi maupun menggunakan kendaraan umum.

Infrastruktur dan Fasilitas Perusahaan


Infrastuktur yang baik akan sangat mendukung berjalannya suatu bisnis.
Demikian halnya dengan TARUMA yang berupaya mempersiapkan infrasturktur
dan fasilitas yang lengkap guna menunjang aktivitas bisnisnya.
1. Lahan
TARUMA memiliki lahan dengan luas 25 hektar yang berada di Desa
Cariu, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. Lahan tersebut diperuntukkan
bagi kegiatan penggemukan sapi, meliputi bangunan kandang, loading dan
unloading facilities, cattle yard, cattle scale dan cattle crush, jembatan
timbang, gudang dan pabrik pakan, kantor administrasi, wisma pegawai,
instalasi air, intalasi listrik, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), jalan,
lapangan penjemuran kotoran sapi, dan lahan rumput gajah.
2. Kandang
Bentuk bangunan kandang di TARUMA merupakan kandang semi
tertutup, yaitu kandang yang memiliki atap sebagai naungan bagi sapi tetapi
tidak memiliki dinding di sekelilingnya, dengan total luasan ± 3 hektar.
Kandang yang ada di TARUMA dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
kandang koloni dengan kapasitas 2 400 ekor sapi yang terbagi menjadi tujuh
bagian kandang (kandang A, kandang B, kandang C, kandang D, kandang E,
kandang F, dan kandang G) dan kandang individu dengan kapasitas 800
ekor sapi yang juga terbagi menjadi tujuh bagian kandang (kandang H,
kandang I, kandang J, kandang K, kandang L, kandang M, dan kandang N).
Berdasarkan luasan dan kapasitas kandang tersebut, maka diperoleh tingkat
kepadatan sapi pada kandang TARUMA sebesar 0.11 ekor/m2 atau 1
ekor/9.09 m2, yang artinya setiap 9.09 m2 terdapat 1 ekor sapi. Tingkat
kepadatan tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan tingkat kepadatan
pada umumnya, yaitu 1 ekor/3 m2 (Kementan 2010).

Gambar 3 Kandang koloni (kiri) dan kandang individu (kanan)


Kandang koloni diperuntukkan bagi sapi yang terbiasa hidup
berkoloni yaitu sapi Brahman Cross (BX) sedangkan kandang individu
diperuntukkan bagi sapi lokal yang biasa dipelihara dengan cara diikat.
34

Masing-masing kandang dilengkapi dengan feed bunk (tempat pakan) dan


water bunk (tempat air minum). Perbedaan mendasar dari kedua jenis
kandang tersebut terletak pada bentuk dan penempatan feed bunk serta water
bunknya. Pada kandang koloni, feed bunk terletak di sisi kandang dengan
bentuk tanpa sekat sedangkan water bunk terletak pada sisi yang lainnya.
Pada kandang individu, feed bunk terletak di sepanjang kandang berselang
dengan water bunk sehingga setiap satu ekor sapi memiliki feed bunk dan
water bunk masing-masing.
Beberapa kandang yang terdapat di TARUMA difungsikan sebagai
kandang karantina dan kandang percobaan. Kandang karantina merupakan
kandang yang diperuntukkan bagi sapi-sapi yang baru dibeli. Sapi-sapi
tersebut ditempatkan di kandang karantina dalam waktu 1x24 jam dengan
tetap diberi perlakuan yang sama dengan sapi lainnya yang ada di
TARUMA, yaitu diberi pakan dan minum. Kandang percobaan
diperuntukkan bagi kegiatan penelitian yang akan dilakukan, baik penelitian
yang dilakukan oleh penliti dari universitas maupun penelitian yang
dilakukan oleh pihak TARUMA, seperti penelitian terkait pemberian pakan
dengan komposisi atau treatment baru. Kandang di TARUMA didesain
khusus memiliki gangway atau lorong pemisah antar bagian kandang yang
satu dengan yang lainnya berukuran lebar sehingga dapat dilalui oleh mobil
pick-up yang mengangkut bahan pakan serta mengangkut kotoran sapi saat
kandang dibersihkan.
3. Loading dan Unloading Facilities
Loading dan unloading facilities merupakan fasilitas yang berfungsi
sebagai pintu masuk sapi saat sapi baru dibeli dan akan diturunkan dari truk
pengangkut dan sebagai pintu keluar sapi saat sapi dijual dan akan
dinaikkan ke truk pengangkut.

Gambar 4 Loading dan unloading facilities pada TARUMA

4. Cattle Yard
Cattle yard merupakan area setelah loading dan unloading facilities
sebelum memasuki kandang yang memiliki jalur khusus dengan lebar yang
hanya cukup dilalui oleh satu sapi sehingga proses penggiringan sapi
menjadi lebih mudah. Fungsi dari cattle yard adalah sebagai kandang
penanganan sapi sebelum sapi dimasukkan ke kandang pemeliharaan. Cattle
35

scale dan cattle crush terdapat pada cattle yard, berfungsi sebagai
timbangan sapi dan tempat pemasangan eartag sebagai identitas sapi.

Gambar 5 Cattle yard (kiri) dan cattle scale dan cattle crush (kanan)

5. Jembatan Timbang
Jembatan timbang berfungsi untuk menimbang truk yang mengangkut
sapi yang baru dibeli. Penimbangan dilakukan pada saat truk pengangkut
sapi tersebut baru tiba di lokasi kandang penggemukan TARUMA, sebelum
sapi diturunkan dari truk untuk memasuki kandang karantina.

Gambar 6 Jembatan timbang pada TARUMA

6. Gudang dan Pabrik Pakan


Gudang sekaligus pabrik pakan dibangun TARUMA untuk menjamin
ketersediaan bahan pakan yang diperlukan bagi sapi sesuai dengan
kebutuhan nutrisi yang diinginkan. Beberapa mesin yang terdapat dalam
pabrik pakan tersebut antara lain mesin chopper (untuk mencacah rumput
gajah), mesin hammer mill (untuk menghaluskan bahan baku pakan
konsentrat), mesin mixer besar (untuk mencampur bahan baku pakan
konsentrat), mesin mixer kecil (untuk mencampur vitamin), dan timbangan
(untuk menimbang bahan baku pakan dan pakan) serta trolly dorong untuk
mempermudah distribusi karung pakan di dalam pabrik.
36

Gambar 7 Gudang dan pabrik pakan TARUMA

7. Kantor Administrasi dan Wisma Pegawai


Kantor administrasi yang terdapat di lokasi kandang penggemukan
TARUMA di Desa Cariu difungsikan sebagai tempat untuk melakukan
pencatatan administrasi dari keseluruhan kegiatan produksi di lokasi
kandang seperti pencatatan jumlah sapi yang baru dibeli, pencatatan jumlah
sapi yang terjual, pencatatan keuangan, dan kegiatan administrasi lainnya.
Beberapa fasilitas penunjang yang disediakan di kantor administrasi adalah
komputer, laptop, printer, runag kerja, ruang pertemuan, meja dan kursi
kantor, dapur, dan kamar mandi. Wisma pegawai diperuntukkan bagi
pegawai yang pekerjaannya berhubungan langsung dengan proses produksi
dan kegiatan lainnya di lokasi kandang penggemukan seperti bagian nutrisi,
pemeliharaan hewan, administrasi dan umum, pemeliharaan fasilitas,
kesehatan hewan, dan penanganan sapi.

Gambar 8 Kantor administrasi (kiri) dan wisma pegawai (kanan)

8. Instalasi Air dan Listrik


Instalasi air dan listrik dipasang untuk menunjang aktivitas yang
dilakukan di lokasi kandang penggemukan TARUMA. Pasokan air bersih
diperoleh dari sumur yang dibangun. Selain itu, dibangun pula Pasokan
37

listrik dari PT PLN sebesar 110 kVA dihubungkan untuk dapat memenuhi
kebutuhan listrik TARUMA. Mesin Diesel (genset) dengan kapasitas 125
kVA juga disediakan untuk memberikan pasokan listrik saat pasokan listrik
dari PT PLN padam.
9. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
IPAL berfungsi untuk mengolah air limbah dari aktivitas
penggemukan sapi seperti limbah dari pembersihan kandang. Limbah cair
akan dialirkan dari kandang melalui saluran air yang bermuara pada kolam
pengolahan limbah yang berada di belakang kandang. Limbah cair yang
terkumpul dalam kolam akan melaui proses pengendapan sehingga terpisah
antara kotoran dan air. Kotoran akan mengendap sehingga air dapat
digunakan kembali. Air yang telah melalui proses pengendapan dapat
digunakan kembali untuk menunjang kegiatan di lokasi kandang
penggemukan TARUMA seperti untuk menyiram tanaman dan
membersihkan kandang. IPAL yang ada telah berfungsi dengan baik dan
dipergunakan untuk untuk kegiatan menyiram tanaman dan membersihkan
kandang setiap harinya.

Gambar 9 Saluran dan kolam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

10. Jalan
Jalan merupakan infrastruktur penunjang yang sangat penting bagi
aktivitas bisnis yang dijalankan TARUMA. Jalan yang ada di lokasi
kandang penggemukan TARUMA berupa jalan tidak beraspal yang
menghubungkan mulai dari gerbang TARUMA hingga kandang-kandang
yang ada di TARUMA.
11. Lahan Rumput Gajah
Lahan rumput gajah terletak di bagian depan TARUMA sebelum
memasuki wilayah kandang dan juga di bagian belakang kandang dengan
luasan mencapai 10 hektar.
12. Kendaraan
Kendaraan diperlukan sebagai sarana transportasi dan pengangkutan,
mulai dari pengangkutan sapi bakalan, pengangkutan pakan untuk
didistribusikan ke kandang-kandang, pengangkutan kotoran sapi ke
lapangan penjemuran, dan kegiatan-kegiatan administrasi yang dilakukan
38

TARUMA. Beberapa kendaraan yang dimiliki TARUMA antara lain 1 unit


motor, 1 unit truk, 1 unit mobil kantor, dan 3 unit mobil pick-up.
13. Lapangan Penjemuran
Lapangan penjemuran difungsikan sebagai area untuk melakukan
penjemuran kotoran sapi yang telah diangkut dari kandang. Kotoran sapi
tersebut dijemur menggunakan sinar matahari untuk selanjutnya dikemas
dalam karung-karung untuk dijual kepada petani sekitar lokasi kandang
penggemukan Desa Cariu.

Gambar 10 Lapangan penjemuran kotoran sapi

Proses Produksi
1. Aktivitas Bisnis Utama
Aktivitas bisnis utama yang dijalankan TARUMA adalah
penggemukan sapi. Proses penggemukan sapi di TARUMA dilakukan
dengan sistem dry lot fattening. Sistem dry lot fattening merupakan sistem
penggemukan dengan menempatkan sapi pada kandang, tidak digembalakan
di padang rumput, dan diberi dua jenis pakan yaitu pakan konsentrat dan
pakan hijauan. Pakan konsentrat diberikan dalam komposisi yang lebih
banyak dari pakan hijauan, yaitu dengan persentase 70 persen banding 30
persen. Proses penggemukan sapi dimulai dari pengadaan sapi bakalan
hingga sapi panen atau dijual.
1) Pengadaan Sapi Bakalan
Sapi bakalan yang akan digemukkan di TARUMA diperoleh
dengan dua cara tergantung jenis sapi bakalan yang akan dibeli. Sapi
bakalan lokal dibeli langsung ke lokasi penjualan sapi bakalan.
Lokasinya terdapat di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa
Timur (Ponorogo, Magetan, Plaosan, Lamongan), Jawa Tengah
(Banjarnegara, Kebumen, Boyolali, Gunung Kidul), Jawa Barat
(Majalengka), dan Nusa Tenggara Timur. Sapi impor diperoleh dari
importir sapi yang ada di Indonesia. Proses pengadaan sapi bakalan
merupakan tanggung jawab dari Manajer Pengadaan. Manajer
Pengadaan akan menentukan lokasi pembelian sapi bakalan dan
jumlah bakalan yang harus dibeli. Selanjutnya Manajer Pengadaan
akan mengutus pelaksana untuk survei ke lokasi pembelian sapi
39

bakalan dan melakukan proses pemilihan sapi bakalan. Sapi bakalan


dipilih berdasarkan beberapa kriteria tertentu, yaitu jantan dan sehat
dengan bobot hidup rataan 325 kg dan umur dibawah 22 bulan serta
persyaratan lainnya seperti:
- Panjang kaki depan dan kaki belakang proporsional dan lurus
tidak membentuk huruf X atau O
- Kaki depan dan kaki belakang apabila dilihat dari samping tidak
terlalu lurus atau terlalu bengkok, karena kaki depan yang terlalu
lurus atau terlalu bengkok tidak kuat menahan bobot badan
apabila sapi bertambah berat
- Kuku kaki dan persendian tegak
- Panjang tulang ekor tidak melebihi lutut kaki belakang
- Bentuk punggung datar
- Bentuk moncong pada kepala datar
Setelah persyaratan dapat dipenuhi, maka transaksi akan
dilakukan. Transaksi pembayaran dilakukan dalam dua cara
tergantung kemauan penjual sapi bakalan. Pertama, transaksi
pembayaran tidak langsung dilakukan lunas di tempat melainkan
pembayaran 50:50, yaitu 50 persen dibayar saat pemilihan sapi
bakalan di tempat dan 50 persen sisanya dibayar pada saat sapi yang
dibeli telah tiba di lokasi kandang penggemukan TARUMA Desa
Cariu dan dilakukan penimbangan. Dengan sistem transaksi yang
demikian, biaya pengangkutan sapi atau biaya transportasi dan biaya
penyusutan sapi ditanggung oleh pihak penjual sapi bakalan.
Umumnya biaya penyusutan sapi dihitung berdasarkan besarnya
penyusutan dari bobot total keseluruhan sapi yang dibeli.
Kedua, transaksi pembayaran dilakukan secara lunas di tempat
pembelian sapi bakalan. Sapi bakalan ditimbang terlebih dahulu agar
diketahui nilai belinya. Nilai beli sapi bakalan diperoleh dari
perkalian antara bobot hidup sapi bakalan dengan harga beli yang
disepakati pada saat transaksi. Setelah transaksi selesai, sapi bakalan
diangkut ke lokasi kandang penggemukan TARUMA di Desa Cariu
dengan menggunakan truk. Dengan pola pembelian seperti ini, biaya
pengangkutan atau biaya transportasi dan biaya penyusutan
ditanggung oleh pihak TARUMA. Berbeda dengan pembelian sapi
lokal, pembelian sapi bakalan impor tidak dilakukan proses pemilihan
dan pengecekan secara langsung, akan tetapi telah dilakukan
kesepakatan terlebih dahulu terkait jumlah, jenis, dan berat sapi.
Pembayaran dilakukan setengah di awal sebagai uang muka dan
setengah dibayarkan setelah sapi sampai di lokasi kandang
penggemukan TARUMA Desa Cariu dan tidak dikenakan biaya
pengangkutan.
2) Unloading dan Pengelompokkan Sapi Bakalan
Sapi-sapi bakalan yang telah dibeli dan tiba di lokasi kandang
penggemukan TARUMA Desa Cariu ditimbang secara keseluruhan
dengan menggunakan jembatan timbang. Selanjutnya sapi bakalan
diturunkan dari truk pengangkut untuk kemudian dimasukkan ke
dalam kandang. Proses pemindahan sapi bakalan dari truk ke kandang
40

biasa disebut dengan proses pembongkaran sapi (unloading). Bagian


belakang dari truk diarahkan ke pintu unloading yard. Pintu belakang
truk dibuka dan sapi diturunkan serta dihitung jumlahnya untuk
dicocokkan dengan surat jalan yang ada.
Pada tahap ini, sapi dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin di
dalam cattle yard dan diarahkan menuju kandang yang telah
disediakan. Apabila sapi yang dibeli adalah sapi impor, maka sapi
tersebut di arahkan ke kandang karantina, yaitu kandang A.
Sedangkan untuk sapi lokal, diarahkan ke kandang H. Sapi-sapi
tersebut dikarantina selama 1x24 jam di dalam kandang yang
disediakan. Proses karantina ini dimaksudkan untuk mengembalikan
kondisi sapi bakalan agar mendekati kondisi sapi pada saat pembelian
karena umumnya sapi mengalami penyusutan bobot badan selama
proses pengangkutan dari tempat pembelian hingga tiba di lokasi
kandang penggemukan TARUMA Desa Cariu. Selama proses
karantina, sapi bakalan diberi pakan konsentrat dan pakan hijauan
serta minum sebagaimana dilakukan pada saat proses pemeliharaan.
Setelah proses karantina, masing-masing sapi bakalan akan ditimbang
dengan menggunakan cattle scale. Sapi yang telah ditimbang
kemudian diarahkan ke cattle crush untuk dipasangi eartag sebagai
tanda pengenal sapi. Selanjutnya sapi yang telah dipasangi eartag
dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, jenis sapi, dan bobot sapi.
Tujuan dari pengelompokkan sapi bakalan adalah untuk
menyeragamkan sapi sesuai bobotnya agar pada proses pemberian
pakan menjadi lebih mudah. Sapi bakalan dengan bobot yang hampir
seragam sengaja dikelompokkan untuk mempermudah proses
pemberian pakan, karena dikhawatirkan apabila sapi dengan bobot
badan lebih besar dikelompokkan bersama sapi dengan bobot badan
lebih kecil, jumlah pakan yang mampu dikonsumsi oleh sapi bakalan
dengan bobot badan lebih kecil akan menjadi lebih sedikit karena
terlebih dahulu dikonsumsi oleh sapi dengan bobot badan lebih besar.
Hal tersebut apabila terjadi dapat mengurangi asupan nutrisi yang
dibutuhkan bagi tubuh sapi, sehingga akan mempengaruhi
pertambahan bobot badan sapi.
3) Pemeliharaan Sapi Bakalan
TARUMA sangat memperhatikan manajemen pemeliharaan sapi
yang akan digemukkan. Manajemen pemeliharaan yang tepat akan
menghasilkan sapi dengan penambahan bobot optimal dan kondisi
fisik yang sehat. TARUMA menerapkan program penggemukan pada
sapi bakalan yang ada dengan cara pemberian pakan berkualitas
tinggi dan pengecekan kesehatan serta pembersihan kandang secara
rutin.
Ada dua jenis pakan yang diberikan kepada sapi bakalan, yaitu
pakan konsentrat dan pakan hijauan. Pakan konsentrat diberikan tiga
kali dalam sehari yaitu pada pukul 07.30 WIB, pukul 10.30 WIB, dan
pukul 15.00 WIB. Sedangkan pakan hijauan diberikan dua kali dalam
sehari yaitu pada pukul 09.00 WIB dan pukul 14.00 WIB. Pakan
konsentrat dan pakan hijauan ditempatkan pada feed bunk yang
41

tersedia di kandang. Air minum ditempatkan pada water bunk yang


juga tersedia di kandang. Sebelum pemberian pakan pertama, feed
bunk sudah dibersihkan terlebih dahulu sehingga bersih dari sisa
pakan hari sebelumnya. Demikian halnya dengan water bunk yang
dibersihkan setiap harinya. Jumlah pakan konsentrat dan pakan
hijauan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan sapi. Rata-rata
sapi yang digemukkan di TARUMA mengkonsumsi pakan sebanyak
15 kg per ekor per hari yang terdiri dari 10 kg pakan konsentrat dan 5
kg pakan hijauan. Air minum diberikan tanpa batasan jumlah dan
waktu, artinya air minum selalu disediakan.

Gambar 11 Proses pemberian pakan dan minum

Pakan konsentrat diproduksi sendiri oleh TARUMA. Bahan-


bahan baku yang digunakan untuk memproduksi pakan konsentrat
yaitu bungkil sawit, bungkil kedelai, bungkil kopra, dedak padi,
onggok, molases, polard, kulit kopi, jagung halus, limestone, CGF,
premix, dan garam. Bahan baku tersebut diperoleh dari beberapa
pemasok di luar TARUMA.
Tahapan yang dilakukan dalam pembuatan pakan konsentrat
yaitu masing-masing bahan baku ditimbang menggunakan timbangan
duduk yang terdapat pada pabrik pakan sesuai dengan berat bahan
baku yang diperlukan. Sebelumnya, bahan baku yang belum halus
bentuknya harus dihaluskan terlebih dahulu menggunakan mesin
hammer meal. Onggok merupakan satu-satunya bahan baku yang
perlu dihaluskan terlebih dahulu sebelum ditimbang karena bentuk
dari onggok masih cukup kasar berupa gumpalan-gumpalan yang
cukup besar. Proses penghalusan diperlukan agar bentuk gumpalan
kasar tersebut berubah menjadi bentuk yang lebih halus, sehingga
akan lebih efisien jika diberikan kepada sapi. Menurut pihak
TARUMA, sapi kurang menyukai pakan yang masih berbentuk
gumpalan cukup besar, sehingga apabila tidak dihaluskan
dikhawatirkan sapi tidak akan memakan pakan tersebut yang dapat
berakibat pada kurangnya nutrisi yang diserap oleh sapi. Selanjutnya
dilakukan proses pencampuran bahan-bahan baku yang telah
ditimbang menggunakan mesin mixer yang merupakan mesin
42

pembuat konsentrat. Kapasitas mesin dalam sekali proses


pencampuran bahan baku sebesar 1 ton. Komposisi dari masing-
masing bahan baku telah ditentukan sebelumnya oleh Manajer
Nutrisi. Bahan-bahan baku yang telah tercampur menjadi pakan
konsentrat selanjutnya dikemas ke dalam karung dengan berat 50 kg
per karung. Pakan konsentrat yang telah dikemas dalam karung siap
untuk didistribusikan ke kandang-kandang menggunakan mobil pick-
up.

a. Pembuatan konsentrat b. Pengemasan

c. Pengangkutan dan pendistribusian ke kandang

Gambar 12 Proses pembuatan pakan konsentrat hingga


pendistribusian ke kandang

Pakan hijauan diperoleh dari lahan sendiri yang dikelola oleh


warga sekitar lokasi kandang penggemukan Desa Cariu. Pihak
TARUMA meminjamkan lahan dan memberikan bibit rumput gajah
kepada petani-petani sekitar untuk ditanam pada lahan yang telah
disediakan. Pada saat rumput gajah dapat dipanen, maka TARUMA
akan membeli hasil panen rumput gajah tersebut kepada warga yang
menanam dengan harga yang telah disepakati sebelumnya.
Pada saat penelitian dilakukan, harga rumput gajah adalah
Rp150 per kg, lebih murah dibandingkan dengan harga rumput gajah
di luar TARUMA, yaitu Rp250 per kg. Selain memperoleh harga
yang lebih murah, keuntungan lainnya yang diperoleh TARUMA
adalah penghematan biaya tenaga kerja karena TARUMA tidak perlu
43

mempekerjakan tenaga kerjanya untuk menanam dan memanen


rumput gajah. Manfaat juga diterima oleh petani sekitar yaitu
pemasukan tambahan dari mengusahakan rumput gajah ini tanpa
mengeluarkan modal selain modal tenaga kerja. Pembayaran
dilakukan setiap seminggu sekali. Rumput gajah yang telah dibeli
selanjutnya dibawa ke gudang pakan untuk dicacah menggunakan
mesin chopper. Pencacahan rumput gajah ini dilakukan dengan tujuan
efisiensi seperti yang dilakukan pada proses penghalusan bahan baku
konsentrat yaitu onggok. Rumput gajah yang telah dicacah
selanjutnya dikemas menggunakan karung dengan berat 50 kg per
karung dan siap untuk didistribusikan ke kandang-kandang mengikuti
jadwal pemberian pakan yang telah ditentukan.
Unsur dari kegiatan pemeliharaan yang lainnya adalah
pengecekan kesehatan sapi. Pengecekan kesehatan sapi rutin
dilakukan setiap hari oleh petugas bagian kesehatan hewan yang
merupakan dokter hewan. Pengecekan kesehatan sapi secara rutin ini
dilakukan dengan tujuan meminimalisir jumlah sapi mati akibat sakit.
Apabila ada sapi yang sakit, maka sapi akan dipisahkan dari
kelompokknya dan ditempatkan di kandang karantina sehingga sapi
dapat diberikan perawatan dan pengobatan secara intensif. Sapi
tersebut akan tetap ditempatkan di kandang karantina hingga kondisi
sapi membaik. Pakan yang diberikan kepada sapi telah mengandung
unsur vitamin untuk menjaga daya tahan tubuh sapi sehingga sapi
tidak mudah terserang penyakit. Proses pemeliharaan kesehatan yang
baik ini menyebabkan angka kematian sapi di TARUMA sangat
rendah, yaitu dua ekor sapi mati sejak TARUMA didirikan hingga
penelitian ini dilakukan, atau sebesar 0.05 persen dalam tiga tahun
pertama pendirian perusahaan.
Kegiatan rutin pembersihan kandang juga merupakan salah satu
bagian dari kegiatan pemeliharaan sapi di TARUMA. Kandang yang
bersih akan membuat sapi nyaman dan terbebas dari kemungkinan
penyakit yang dapat muncul akibat kandang yang kotor. Pembersihan
kandang dilakukan setiap pagi sebelum pemberian pakan pertama,
dimulai dari pembersihan feed bunk, water bunk, dan lantai kandang.
Feed bunk dibersihkan dari sisa pakan sehingga pada saat pemberian
pakan pertama kondisi feed bunk sudah kosong dan bersih.
Pembersihan water bunk juga dilakukan setiap pagi agar air yang
dikonsumsi sapi selalu dalam keadaan bersih. Pembersihan lantai
kandang dilakukan setelah pembersihan feed bunk dan water bunk
selesai dilakukan. Kotoran sapi yang banyak terdapat di lantai
kandang dibersihkan dengan cara didorong menggunakan serokan ke
gangway (lorong di antara kandang sapi). Setelah terkumpul di
gangway, kotoran sapi tersebut dipindahkan ke atas mobil pick-up
yang khusus mengangkut kotoran sapi. Kotoran sapi tersebut dibawa
ke lahan penjemuran yang terdapat di belakang lokasi kandang
penggemukan untuk selanjutnya dijemur dan dilakukan proses
pengemasan dengan karung. Kotoran sapi yang telah dijemur
44

dimasukkan ke dalam karung dan siap dijual kepada petani sekitar


lokasi penggemukan Desa Cariu.

Gambar 13 Pembersihan dan pengumpulan kotoran sapi

Lantai kandang yang telah bersih dari kotoran sapi selanjutnya


disemprot dengan menggunakan air untuk menghilangkan sisa-sisa
kotoran sapi. Limbah cair dari pembersihan kandang tersebut
dialirkan ke kolam IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) melalui
saluran yang telah dibangun. TARUMA memiliki delapan kolam
IPAL yang berfungsi untuk mendaur ulang limbah cair dari kandang
supaya dapat dimanfaatkan kembali dan tidak mecemari lingkungan.
Sistem yang bekerja pada IPAL yang dimiliki TARUMA adalah
sistem pengendapan. Limbah cair dari kandang pertama akan
mengalir ke kolam 1. Selanjutnya dari kolam 1 limbah cair akan
mengalir ke kolam 2, kolam 3, dan seterusnya hingga sampai pada
kolam 8. Pada masing-masing kolam terjadi proses pengendapan,
sehingga air yang sampai pada kolam 8 merupakan air yang paling
sedikit mengandung endapan. Air dari kolam 8 akan dimanfaatkan
kembali untuk kegiatan penyucian kandang dan penyiraman tanaman.
4) Pemanenan Sapi Siap Jual
Sapi bakalan yang telah melalui program penggemukan selama
120 hari dan telah mencapai bobot 464.60 kg untuk sapi lokal dan
470.50 kg untuk sapi BX, siap untuk dijual. Pembeli akan datang ke
lokasi kandang penggemukan TARUMA Desa Cariu untuk melihat
dan memilih sapi mana yang akan dibeli. Selanjutnya sapi yang telah
dipilih oleh calon pembeli ditimbang menggunakan cattle scale untuk
mengetahui bobot sapi dan nilai jual sapi. Proses loading sapi ke
dalam truk milik pembeli akan dilakukan setelah sapi selesai
ditimbang. Petugas bagian administrasi akan mencatat jumlah sapi
yang akan dibeli, jenis dan bobot sapi, serta petugas akan membuat
surat jalan untuk pembelian sapi tersebut. Pembayaran dapat
dilakukan secara cash di kandang atau dikirim melalui ATM.
45

Layout Produksi
Layout produksi merupakan pengaturan penempatan infrastruktur dan
fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan sehingga mempermudah proses produksi
dan aktivitas lainnya yang berkaitan dengan bisnis yang dilakukan. TARUMA
telah merancang layout produksi sebaik mungkin untuk mempermudah serta
mengefisienkan proses produksi. Misalnya, pabrik pakan dibangun di depan
kandang sehingga proses distribusi pakan menjadi lebih cepat. Selain itu, lorong
yang terdapat di antara kandang sengaja dibuat lebar sehingga mobil pick-up
pengangkut pakan dan pengangkut kotoran sapi dapat melewatinya. Kantor
administrasi dibangun di bagian depan agar mempermudah proses administrasi
yang dilakukan.

Wisma Pegawai Kantor Adm.

Gambar14 Layout produksi pada TARUMA

Hasil Analisis Aspek Teknis


Berdasarkan analisis aspek teknis, bisnis penggemukan sapi potong pada
TARUMA layak untuk dijalankan karena telah memenuhi kriteria kelayakan
bisnis yang ada yaitu penentuan lokasi bisnis yang tepat, pemanfaatan
infrastruktur dan fasilitas yang ada, proses produksi yang jelas, dan tata letak atau
layout produksi yang baik. Lokasi bisnis dipilih berdasarkan alasan kedekatan
dengan konsumen, sumber daya alam yang tersedia mendukung untuk kegiatan
bisnis penggemukan sapi potong serta faktor ketersediaan tenaga kerja. Proses
46

produksi telah dijalankan dengan baik mulai dari pembelian sapi bakalan hingga
proses penjualan dilakukan. TARUMA telah menyiapkan persyaratan dan standar
tertentu pada setiap kegiatan produksi yang dijalankan sehingga hasil dari
kegiatan produksinya dapat memuaskan. Infrastruktur dan fasilitas telah dibangun
dengan lengkap guna menunjang kegiatan produksi yang dijalankan TARUMA.
Infrastruktur dan fasilitas yang ada ditata sedemikian rupa sehingga menghasilkan
layout produksi yang baik dan efisien serta mempermudah proses produksi yang
dilakukan.

Aspek Manajemen dan Hukum

Aspek manajemen dalam analisis kelayakan bisnis pada TARUMA


berkaitan dengan kegiatan manajerial baik dalam masa pembangunan atau
persiapan bisnis penggemukan sapi maupun kegiatan manajerial pada saat
kegiatan bisnis berjalan. Sedangkan aspek hukum dalam analisis kelayakan bisnis
pada TARUMA berkaitan dengan berbagai dokumen dalam pendirian TARUMA
sebagai suatu perusahaan dan berbagai bentuk perizinan yang dilakukan, baik
dalam masa pembangunan bisnis maupun pada masa operasional bisnis.

Manajemen dalam Masa Pembangunan Bisnis


Bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA dimulai pada bulan Maret
2010, dengan tahap awal yang dilakukan yaitu pendirian perusahaan. Pendirian
perusahaan tercatat dalam Akta Pendirian Perseroan Terbatas yang dikeluarkan
pada tanggal 4 Maret 2010 oleh notaris Haryanto, SH Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan. Dalam akta pendirian tersebut, telah disahkan TARUMA sebagai
perusahaan dengan bentuk perseroan terbatas atas kesepakatan dan persetujuan
bersama-sama beberapa pihak yaitu Ir. Ifyandri, Ir. Abimanyu Suyoso, Ir.
Syahban Sinuraya, dan Ir. Djoko Suwono. Selain itu, tertulis dalam akta pendirian
tersebut hal-hal yang berkaitan dengan modal dasar, saham, rapat umum
pemegang saham, direksi, rapat direksi, dewan komisaris, rapat dewan komisaris
dan ketentuan-ketentuan lainnya yang berkaitan dengan perseroan terbatas. Dalam
akta tersebut telah ditetapkan Ir. Ifyandri sebagai direktur utama, sedangkan Ir.
Abimanyu Suyoso, Ir. Syahban Sinuraya, dan Ir. Djoko Suwono sebagai
komisaris. Setelah resmi menjadi sebuah perusahaan dengan bentuk perseroan
terbatas, pada tanggal 10 Maret 2010 TARUMA terdaftar dalam Direktorat
Jenderal Pajak Departemen Keuangan Republik Indonesia dengan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP) 03.018.861.9-017.000. TARUMA juga memperoleh
keputusan pengesahan badan hukum perseroan yang dikeluarkan oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada tanggal 25 Maret 2010
dengan daftar perseroan nomor AHU-15623.AH.01.01.Tahun 2010. Dinas
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, dan Perdagangan Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta juga menerbitkan Surat Izin Usaha
Perdagangan (SIUP)-Besar dengan Nomor 02294/1.824.271 pada tanggal 31
Maret 2010. TARUMA juga memperoleh Tanda Daftar Perusahaan Perseroan
Terbatas Nomor 09.03.1.51.64050 dengan kegiatan usaha pokok perdagangan
besar binatang hidup pada tanggal 12 April 2010. Dengan berbagai pengesahan
dan perizinan tersebut TARUMA telah sah menjadi sebuah perusahaan dengan
47

bentuk perseroan terbatas dengan kegiatan utama perdagangan dan penggemukan


sapi potong.
Tahapan dari pembangunan bisnis selanjutnya yang dilakukan oleh
TARUMA adalah pembelian dan pengolahan tanah untuk kegiatan operasional
penggemukan sapi potong, penyiapan tanah, pengerjaan konstruksi bangunan
serta penyelesaian pembangunan kandang berkapasitas 3 200 ekor sapi yang
dimulai dari Juni 2010 hingga Januari 2011. Pada tahap pembangunan kandang
tersebut, TARUMA telah memperoleh izin dari Bupati Bogor yang disampaikan
melalui Surat Keputusan Bupati Bogor Nomor 591.1/001/00061/BPT/2010
tentang pemberian izin lokasi kepada TARUMA untuk memperoleh tanah seluas
± 69 000 m2 yang diperlukan dalam rangka pembangunan tempat penggemukan
sapi di Desa Cariu, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor pada tanggal 3 September
2010. TARUMA juga mempunyai Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dengan
Nomor 524.5/003.2.I/00160/BPT/2011.

Manajemen dalam Masa Operasi Bisnis


Kegiatan operasional penggemukan sapi di kandang penggemukan
TARUMA di Desa Cariu mulai dilakukan pada bulan Februari 2011 setelah
bangunan dan fasilitas pendukungnya selesai dibangun. Dalam masa
operasionalnya tersebut, TARUMA mengajukan berbagai bentuk perizinan
lanjutan seperti izin gangguan dan izin usaha budidaya ternak. Badan Perizinan
Terpadu Pemerintah Kabupaten Bogor mengeluarkan Surat Keputusan Bupati
Bogor dengan Nomor 566.71/004/00177/BPT/2011 tentang pemberian izin
gangguan (HO) jenis bisnis penggemukan sapi yang terletak di Desa Cariu kepada
TARUMA, ditetapkan pada tanggal 14 April 2011. Badan Perizinan Terpadu
Pemerintah Kabupaten Bogor juga mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Bogor
dengan Nomor 025/524.5/00003/BPT/2011 tentang pemberian izin usaha
budidaya ternak, yang ditetapkan pada tanggal 25 April 2011. Selanjutnya, pada
tanggal 2 Januari 2012 TARUMA memperoleh Nomor Identitas Kepabeanan
(NIK) 01.029277 dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementrian Keuangan
Republik Indonesia dan pada tanggal 28 Februari 2012 TARUMA memperoleh
penetapan sebagai importir terdaftar hewan (IT-Hewan) dengan Nomor 04.IT-
20.12.0003 yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
1. Struktur Organisasi
TARUMA dalam menjalankan kegiatan bisnisnya didukung oleh
sumber daya manusia yang berkompeten dan mumpuni dalam bidang
penggemukan sapi. TARUMA sebagai sebuah perusahaan penggemukan
sapi potong memiliki beberapa unsur pembentuk perusahaan, meliputi
pemegang saham sebagai pemilik, komisaris sebagai wakil dari pemilik dan
sebagai pengawas, direksi sebagai penanggung jawab, general manager
serta manager/supervisor/staff sebagai karyawan pelaksana. Adapun
struktur organisasi TARUMA dapat dilihat pada Gambar 15.
48

Dewan Komisaris

Direktur Utama

Direktur Niaga GM Feedlot Direktur Keuangan &


Administrasi

Manajer Manajer Pemeliharaan Manajer Keuangan


Pengadaan Hewan
Manajer Akuntansi
Manajer
Penjualan Supervisor
Pemeliharaan Hewan A Manajer Administrasi
& Umum
Supervisor
Pemeliharaan Hewan B
Supervisor
Administrasi & Umum
Supervisor Kesehatan
Hewan

Supervisor Handling

Manajer Nutrisi

Manajer Pemeliharaan
Fasilitas

Gambar 15 Struktur organisasi TARUMA

2. Deskripsi Pekerjaan
Deskripsi pekerjaan yang jelas dibutuhkan agar masing-masing
individu dalam organisasi mampu menjalankan tugas dan kewajibannya
dengan baik. Adapun deksripsi pekerjaan dari masing-masing jabatan yang
ada dalam struktur organisasi TARUMA adalah sebagai berikut:
a) Dewan Komisaris, memiliki tugas dan wewenang dalam melakukan
pengawasan dan pengarahan atau memberikan nasihat kepada Direksi
dalam mengelola perusahaan.
b) Direktur Utama, berperan sebagai penanggung jawab dalam seluruh
kegiatan bisnis yang dijalankan oleh TARUMA dan memiliki
wewenang penuh dalam pengambilan keputusan perusahaan yang telah
disepakati bersama Dewan Komisaris.
c) Direktur Niaga, memiliki tugas untuk memimpin dan bertanggung
jawab pada seluruh kegiatan bisnis yang dijalankan oleh TARUMA.
49

d) General Manager Feedlot, memiliki tugas dan tanggung jawab dalam


memimpin dan mengawasi seluruh aktivitas bisnis penggemukan sapi
potong yang dilakukan TARUMA serta merencanakan dan
mengkoordinasikan tugas para manajer di bawahnya sehingga tercapai
kegiatan operasional yang baik.
e) Direktur Keuangan dan Administrasi, bertangung jawab untuk
mengarahkan penanggulangan berbagai jenis risiko keuangan yang
mungkin terjadi dan melakukan koordinasi seluruh aktivitas keuangan
yang terjadi di TARUMA.
f) Manajer Pengadaan, bertanggung jawab terhadap aktivitas pengadaan
sapi bakalan dalam aktivitas penggemukan sapi potong di TARUMA
dan berperan sebagai quality control dalam pengadaan sapi bakalan.
g) Manajer Penjualan, bertanggung jawab merencanakan dan mengelola
kegiatan pemasaran dan penjualan sapi siap potong yang telah
digemukkan.
h) Manajer Pemeliharaan Hewan, bertanggung jawab membuat
perencanaan mengenai seluruh kegiatan yang berkaitan dengan
pemeliharaan sapi dan mengontrol proses pemeliharaan yang dilakukan.
i) Supervisor Pemeliharaan Hewan, memiliki tugas dan tanggung jawab
untuk:
- Menjamin bahwa Pelaksana Pemeliharaan Hewan di bawahnya
melaksanakan tugas dengan baik
- Menyeleksi dan menentukan sapi yang akan dibeli
- Menerima sapi yang telah diputuskan untuk dibeli
- Menimbang dan melakukan treatment sapi yang baru masuk
- Menentukan pengelompokan dan penempatan sapi yang baru masuk
- Bersama dengan Manajer Nutrisi menetapkan lama hari
penggemukan dan program penggemukan sapi
- Bersama dengan Manajer Nutrisi menetapkan jadwal, jenis, dan
volume pakan
- Menjamin bahwa sapi dipelihara dan diperlakukan dengan baik
- Menjamin bahwa sapi diberi makanan dan minuman yang baik,
sesuai program penggemukan sapi
- Mengamati pertumbuhan sapi
- Mengamati kondisi/kesehatan sapi dan bersama dengan Supervisor
Kesehatan Hewan mengambil tindakan yang diperlukan
- Menentukan pengelompokan ulang sapi (grading) di kandang
- Menentukan waktu dan metode penimbangan ulang
- Menentukan sapi siap jual dan menimbang sapi yang akan dijual
untuk menentukan berat transaksi jual
- Membuat laporan dalam bidang tugasnya
j) Supervisor Kesehatan Hewan, memiliki tugas dan tanggung jawab
untuk:
- Menjamin kesehatan hewan dengan selalu mengawasi dan
melakukan pemeliharaan dan penjagaan dengan baik
- Mengamati kondisi/kesehatan sapi dan bersama dengan Supervisor
Pemeliharaan Hewan mengambil tindakan yang diperlukan
50

- Menentukan sapi jual paksa dan sapi potong paksa sehingga tidak
terjadi sapi mati
- Menentukan pemberian vitamin, suplement, dan obat-obatan
lainnya bersama dengan Manajer Nutrisi dan Manajer Pemeliharaan
- Melakukan pengobatan terhadap sapi yang sakit
- Mencegah penularan penyakit hewan
- Memisahkan sapi yang sakit untuk dikarantina
- Memelihara dan mengobati sapi yang dipelihara di tempat karantina
- Melaksanakan tes laboratorium yang diperlukan
- Membuat laporan sapi yang di potong paksa karena sakit
- Membuat laporan dalam bidang tugasnya
k) Supervisor Handling, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk:
- Menjamin bahwa handling (penanganan) hewan dilaksanakan
dengan baik
- Menurunkan dan menaikkan sapi
- Melakukan supervisi penanganan hewan dalam hal ini sapi meliputi
kegiatan menggiring, memindahkan, menjepit, mengikat,
menimbang, mengelompokkan, melakukan treatment, dan
pemasangan eartag
- Membuat laporan dalam bidang tugasnya
l) Manajer Nutrisi, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk:
- Bersama dengan Supervisor Pemeliharaan Hewan menetapkan lama
hari penggemukan dan program penggemukan sapi
- Bersama dengan Supervisor Pemeliharaan Hewan menetapkan
jadwal, jenis, dan volume pakan
- Menentukan formula pakan yang optimal
- Mengikuti perkembangan harga bahan baku pakan
- Merencanakan dan mengatur persediaan (logistik) bahan baku
pakan dan air minum
- Melakukan seleksi bahan baku pakan dan air minum
- Menjamin bahwa bahan baku pakan dan air minum yang diterima
telah sesuai dengan kualitas dan kuantitas yang ditentukan
- Mengatur dan menjaga agar persediaan bahan pakan dan air minum
tersedia dalam jumlah yang optimal
- Mengatur dan menjaga agar persediaan bahan pakan dan air minum
tersimpan dengan aman dan tidak rusak
- Membuat/memproses/memproduksi pakan
- Menjamin bahwa produksi pakan menghasilkan produk sesuai
dengan kebutuhan dengan kualitas yang baik
- Menjamin bahwa pakan diproduksi dengan cara yang efektif dan
efisien
- Melaksanakan distribusi pakan dan air minum
- Menjamin bahwa air minum dan pakan yang telah dibuat
terdistribusikan sesuai dengan program pakan
- Membuat laporan dalam bidang tugasnya
51

m) Manajer Pemeliharaan Fasilitas, memiliki tugas dan tanggung jawab


untuk:
- Menjamin bahwa para pelaksana di bawahnya yaitu pelaksana
pengoperasian fasilitas, pelaksana pembersihan kandang, pelaksana
pemeliharaan fasilitas, pelaksana pelestarian lingkungan hidup, dan
pelaksana keamanan dan kesehatan kerja agar melaksanakan tugas
dengan baik
- Mengkoordinir pelaksanaan pengawasan, pengaturan dan
pengoperasian instalasi air dan IPAL (Instalasi Pengolahan Air
Limbah)
- Membuat laporan dalam bidang tugasnya
n) Manajer Keuangan, memiliki tugas dan tanggung jawab untuk
melakukan perencanaan, pengembangan, dan pengontrolan fungsi
keuangan pada TARUMA sehingga dapat membantu perusahaan dalam
proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pencapaian
target keuangan perusahaan.
o) Manajer Akuntansi, memiliki tugas dan tanggung jawab dalam
mengelola, mengkoordinasikan serta mengontrol perencanaan dan
pelaporan fungsi akuntansi pada TARUMA.
p) Manajer Administrasi & Umum, memiliki tugas dan tanggung jawab
dalam merencanakan, mengorganisasikan, mengelola, dan mengontrol
kegiatan administrasi yang berkaitan dengan TARUMA.
q) Supervisor Administrasi & Umum, mengurusi segala bentuk kegiatan
administrasi dan umum TARUMA khususnya di lokasi kandang
penggemukan TARUMA Desa Cariu.

Hasil Analisis Aspek Manajemen dan Hukum


Berdasarkan analisis aspek manajemen, bisnis penggemukan sapi potong
pada TARUMA layak untuk dijalankan karena telah memenuhi kriteria kelayakan
bisnis yang ada yaitu kegiatan manajerial pada masa pembangunan bisnis dan
pada masa operasional bisnis yang dijalankan dengan baik. Bisnis penggemukan
sapi potong pada TARUMA telah dibangun sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan sebelumnya. Sumberdaya manusia yang baik juga dimiliki oleh
TARUMA sehingga mampu menghasilkan kegiatan manajerial yang baik, baik
dalam masa pembangunan bisnis maupun pada masa operasional bisnis. Struktur
organisasi yang ada mencerminkan kegiatan manajerial yang baik yaitu struktur
organisasi dibagi-bagi berdasarkan dengan sub bidang masing-masing, mulai dari
bidang pemasaran (niaga), bidang produksi (kegiatan penggemukan), serta bidang
administrasi dan keuangan. Deskripsi dari masing-masing pekerjaan yang ada
juga telah ditentukan degan jelas sehingga masing-masing individu dalam
organisasi perusahaan mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan
baik.
Berdasarkan analisis aspek hukum, bisnis penggemukan sapi potong pada
TARUMA layak untuk dijalankan karena telah memenuhi kriteria kelayakan
bisnis yang ada yaitu kelengkapan dokumen dan perizinan yang dilakukan, baik
dalam masa pendirian bisnis hingga masa operasional bisnis. TARUMA dalam
pendirian bisnisnya telah melengkapi berbagai dokumen dan kebutuhan perizinan
yang ada, mulai dari akta pendirian PT, NPWP, tanda daftar perusahaan,
52

pengesahan badan hukum perseroan, SIUP, izin lokasi, IMB, izin gangguan serta
izin budidaya ternak.

Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

Aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam analisis kelayakan bisnis


penggemukan sapi potong pada TARUMA berkaitan dengan dampak atau
pengaruh yang ditimbulkan dari aktivitas bisnis yang dijalankan, baik dilihat dari
sisi sosial, ekonomi, maupun lingkungan bagi masyarakat sekitar serta bagi
pemerintah. Berdirinya bisnis penggemukan sapi potong TARUMA memberikan
kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar lokasi penggemukan yaitu masyarakat
Desa Cariu, Kecamatan Cariu, Kabupaten Bogor. TARUMA hingga saat ini
mempekerjakan 53 pekerja yang merupakan masyarakat Desa Cariu. Hal tersebut
membawa dampak penurunan jumlah pengangguran di Desa Cariu. Apabila
dianalisis lebih jauh lagi, penurunan jumlah pengangguran tersebut akan
berdampak pada penurunan tindak kejahatan di sekitar Desa Cariu, karena
umumnya jumlah pengangguran berhubungan positif dengan jumlah kejahatan.
Dampak lain yang dirasakan oleh masyarakat Desa Cariu adalah dengan
dibukanya lokasi penggemukan sapi potong di Desa Cariu, peluang peningkatan
pendapatan muncul dengan jalan membuka warung atau rumah makan sederhana
di lingkungan lokasi penggemukan sehingga dapat dimanfaatkan oleh pekerja
TARUMA. Pemerintah daerah setempat juga memperoleh dampak positif dari
berdirinya bisnis penggemukan sapi potong TARUMA. TARUMA berkontribusi
dalam peningkatan pendapatan pemerintah Kabupaten Bogor, dilihat dari
pemasukan bagi pemerintah Kabupaten Bogor dari retribusi yang dibayarkan oleh
TARUMA.
Limbah dari kegiatan penggemukan sapi yang utama adalah kotoran sapi.
TARUMA telah berupaya untuk meminimalkan pencemaran limbah dengan
melakukan penjualan kotoran sapi kepada petani sekitar lokasi kandang
penggemukan, Petani sekitar dapat dikatakan memperoleh manfaat dari limbah
yang dihasilkan dari kegiatan penggemukan yang dijalankan oleh TARUMA yaitu
sebagai pupuk kandang. Kotoran sapi dari masing-masing kandang dibersihkan
dan dikumpulkan kemudian diangkut menggunakan mobil pick-up untuk
selanjutnya dijemur di lapangan penjemuran. Setelah proses penjemuran, kotoran
sapi dikemas dalam karung dan siap untuk dijual. TARUMA juga telah
mengupayakan pengolahan limbah cair yang dihasilkan agar tidak mencemari
lingkungan sekitar. Limbah cair dari proses pembersihan kandang dialirkan
menuju kolam-kolam penampungan untuk kemudian diendapkan limbahnya
sehingga airnya dapat dimanfaatkan kembali untuk kegiatan pembersihan kandang
dan penyiraman tanaman. Selain itu, lantai kandang juga disemprot menggunakan
disinfectan Biobact untuk mengurangi bau yang timbul dari kotoran sapi, karena
disinfectan Biobact mengandung microba pengurai sehingga mampu
menghilangkan bau akibat kotoran sapi.

Hasil Analisis Aspek Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan


Berdasarkan analisis aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan, bisnis
penggemukan sapi potong pada TARUMA layak untuk dijalankan karena telah
53

memenuhi kriteria kelayakan bisnis yaitu baik secara sosial, ekonomi, maupun
lingkungan kegiatan yang diusahakan TARUMA mampu mendatangkan manfaat
tidak hanya bagi TARUMA sendiri juga manfaat bagi masyarakat sekitar dan
pemerintah setempat. Manfaat yang muncul dari kegiatan bisnis penggemukan
sapi potong yang dijalankan TARUMA berupa peluang peningkatan kesempatan
kerja bagi masyarakat sekitar lokasi pendapatan, peningkatan pendapatan baik
bagi masyarakat sekitar maupun bagi pemerintah daerah, serta pemanfaatan
limbah untuk kegiatan pertanian masyarakat sekitar. Bisnis penggemukan sapi
potong pada TARUMA juga dinilai tidak mencemari lingkungan karena
TARUMA telah mengupayakan kegiatan pengolahan limbah yang dihasilkan dari
kegiatan produksi yang dijalankan.

ANALISIS KELAYAKAN BISNIS ASPEK FINANSIAL

Aspek finansial dalam analisis kelayakan bisnis penggemukan sapi pada


TARUMA berkaitan dengan keseluruhan aktivitas yang dijalankan oleh
TARUMA yang dilihat dari sisi finansial (keuangan). Kelayakan dari sisi finansial
pada bisnis penggemukan sapi TARUMA akan dinilai menggunakan kriteria
penilaian investasi, meliputi Net Benefit, Net B/C, IRR, dan Payback Period.
Sebelum menghitung kelayakan bisnis menngunakan kriteria penilaian investasi,
terlebih dahulu akan diproyeksikan arus kas (cashflow) dan laporan laba/rugi
sesuai dengan umur bisnis dari bisnis penggemukan sapi potong TARUMA.

Arus Kas (Cashflow)

Arus Penerimaan (Inflow)


Arus penerimaan yang diperoleh TARUMA yaitu penerimaan yang berasal
dari aktivitas bisnis utama dan aktivitas bisnis tambahan, penerimaan modal
pinjaman, dan penerimaan yang berasal dari nilai sisa. Total penerimaan selama
umur bisnis TARUMA sebesar Rp2.8 trilyun, dengan rata-rata penerimaan setiap
tahunnya Rp134 milyar.
1. Penerimaan dari Akivitas Bisnis Utama
Aktivitas bisnis utama menghasilkan penerimaan dari penjualan sapi
siap potong. Penerimaan pada tahun ke-1 yang berasal dari penjualan sapi
siap potong sebesar Rp18 417 099 060. Karena keterbatasan data pada
penelitian, penerimaan tersebut tidak dapat dirincikan. Penerimaan pada
tahun ke-2 dari penjualan sapi potong sebesar Rp 15 530 757 400. Pada
tahun tersebut, TARUMA hanya menjual 81 ekor sapi lokal dengan totol
bobot jual sapi sebesar 31 655 kg dengan harga jual rata-rata Rp26 655/kg.
Sedangkan sapi BX yang dijual sebanyak 1 175 ekor dengan total bobot jual
sapi sebesar 578 766 kg dengan harga jual rata-rata Rp25 376/kg. Penjualan
sapi siap potong pada tahun ke-2 mengalami penurunan dibandingkan tahun
sebelumnya. Penurunan tersebut terjadi akibat menurunnya jumlah sapi
yang digemukkan oleh TARUMA karena kesulitan memperoleh sapi
bakalan. Penerimaan pada tahun ke-3 dari penjualan sapi siap potong
54

sebesar Rp 44 612 053 400 yang merupakan hasil penjualan 2 333 ekor sapi
lokal dengan total bobot jual sebesar 990 515 kg dengan harga rata-rata
Rp28 863/kg dan 1 093 ekor sapi BX dengan bobot jual sebesar 513 553 kg
dengan harga rata-rata Rp31 200/kg. Penjualan sapi siap potong dari tahun
ke-1 hingga tahun ke-3 diperoleh berdasarkan data historis TARUMA.
Proyeksi penjualan sapi siap potong dimulai pada tahun ke-4 hingga tahun
ke-21, dengan jumlah sapi yang dijual sesuai dengan proyeksi panen sapi
TARUMA. Proyeksi panen diperoleh berdasarkan proyeksi pembelian yang
dilakukan TARUMA pada tahun ke-4 hingga tahun ke-21. Secara lebih rinci
proyeksi panen sapi siap potong dijelaskan pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7 Proyeksi panen sapi siap potong jenis lokal tahun 2013-2030a
Jumlah panen sapi lokal pada tahunb
No. Bulan
2013 2014 2015 2016-2029 2030
1 Januari 0 200 200 200 200
2 Februari 0 200 200 200 200
3 Maret 0 200 200 200 200
4 April 347 200 200 200 200
5 Mei 0 199 199 199 199
6 Juni 199 200 200 200 200
7 Juli 200 200 200 200 200
8 Agustus 200 200 200 200 200
9 September 200 200 200 200 200
10 Oktober 200 200 200 200 200
11 November 200 200 200 200 200
12 Desember 200 200 200 200 200
Total panen sapi/tahun 1 746 2 399 2 399 2 399 2 399
a
Sumber: Data primer (diolah);bJumlah panen sapi lokal (ekor)

Proyeksi panen pada Tabel 7 dibuat berdasarkan pembelian sapi


bakalan yang dilakukan setiap bulan oleh TARUMA, yaitu 200 ekor sapi
lokal, dengan lama penggemukan 120 hari (4 bulan) dan kapasitas kandang
800 ekor sapi lokal serta tingkat mortalitas 0.05 persen setiap tahunnya.
Panen sapi siap potong yang dilakukan pada bulan April sejumlah 347 ekor
merupakan panen sapi siap potong yang dibeli pada bulan Desember tahun
sebelumnya. Panen sapi siap potong yang dibeli pada tahun 2013 baru
dimulai pada bulan Juni karena pada bulan Januari tidak dilakukan
pembelian sapi bakalan untuk mencegah over capacity.
55

Tabel 8 Proyeksi panen sapi siap potong jenis BX tahun 2013-2030a


Jumlah panen sapi BX pada tahunb
No. Bulan
2013 2014 2015 2016-2029 2030
1 Januari 0 599 599 599 599
2 Februari 602 600 600 600 600
3 Maret 0 600 600 600 600
4 April 0 599 599 599 600
5 Mei 599 600 600 600 600
6 Juni 600 600 600 600 600
7 Juli 599 600 600 600 600
8 Agustus 600 599 599 599 599
9 September 599 600 600 600 600
10 Oktober 600 600 600 600 600
11 November 599 599 599 599 600
12 Desember 600 600 600 600 600
Total panen sapi/tahun 5 398 7 196 7 196 7 196 7 198
a
Sumber: Data primer (diolah);bJumlah panen sapi BX (ekor)

Proyeksi panen pada Tabel 8 dibuat berdasarkan pembelian sapi


bakalan yang dilakukan setiap bulan oleh TARUMA, yaitu 600 ekor sapi
BX, dengan lama penggemukan 120 hari (4 bulan) dan kapasitas kandang
sebesar 2 400 ekor sapi BX serta tingkat mortalitas sebesar 0.05 persen per
tahun. Panen sapi siap potong pada bulan Februari merupakan panen sapi
siap potong yang berasal dari pembelian sapi bakalan pada akhir tahun
sebelumnya. Panen pertama dari pembelian sapi bakalan pada bulan Januari
tahun 2013 dimulai pada bulan Mei tahun 2013.
Proyeksi penjualan sapi siap potong dapat dihitung berdasarkan
proyeksi panen sapi siap potong, baik untuk sapi lokal maupun sapi BX.
Proyeksi penjualan sapi siap potong diperoleh dengan menghitung perkalian
antara total bobot akhir sapi siap potong (kg) dan harga jual sapi siap potong
(Rp/kg). Harga jual yang digunakan adalah Rp28 863/kg untuk sapi lokal
dan Rp31 200/kg untuk sapi BX. Harga tersebut merupakan rataan harga
jual sapi di TARUMA sepanjang tahun 2012. Total bobot akhir sapi siap
potong dihitung berdasarkan rumus yang telah dituliskan pada Bab Metode
Penelitian Sub Bab Asumsi. Proyeksi penjualan secara lebih rinci dijelaskan
pada Tabel 9 dan Tabel 10.
56

Tabel 9 Proyeksi penjualan sapi siap potong jenis lokal tahun 2013-2030a
Jumlah Bobot akhir Total bobot Penerimaan
Tahun Harga juale
sapib sapic akhird penjualanf
2013 1 746 464.60 811 192 28 863 23 413 249 085
2014 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2015 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2016 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2017 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2018 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2019 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2020 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2021 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2022 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2023 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2024 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2025 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2026 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2027 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2028 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2029 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
2030 2 399 464.60 1 114 575 28 863 32 169 750 604
a
Sumber: Data primer (diolah);bJumlah sapi (ekor); cBobot akhir sapi (kg/ekor); dTotal
bobot akhir (kg); eHarga jual (Rp/kg); fPenerimaan penjualan (Rp)

Penerimaan penjualan sapi siap potong jenis lokal pada tahun 2013
sebesar Rp23 413 249 085 lebih rendah dibandingkan penerimaan penjualan
penjualan sapi siap potong jenis lokal pada tahun berikutnya yaitu sebesar
Rp32 169 750 604 karena tahun 2013 merupakan tahun awal penggemukan
sapi sesuai kapasitas maksimum produksinya sehingga jumlah panen sapi
siap potongnya menjadi lebih sedikit. Penerimaan penjualan sapi siap
potong jenis lokal pada tahun 2014 hingga tahun 2030 besarnya konstan
sesuai dengan kapasitas produksi maksimum.
57

Tabel 10 Proyeksi penjualan sapi siap potong jenis BX tahun 2013-2030a


Jumlah Bobot Total bobot Penerimaan
Tahun Harga juale
sapib akhir sapic akhird penjualanf
2013 5 398 470.50 2 539 759 31 200 79 241 360 598
2014 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2015 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2016 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2017 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2018 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2019 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2020 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2021 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2022 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2023 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2024 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2025 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2026 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2027 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2028 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2029 7 196 470.50 3 385 718 31 200 105 635 574 447
2030 7 198 470.50 3 386 659 31 200 105 664 933 973
a
Sumber: Data primer (diolah);bJumlah sapi (ekor); cBobot akhir sapi (kg/ekor); dTotal
bobot akhir (kg); eHarga jual (Rp/kg); fPenerimaan penjualan (Rp)

Penerimaan penjualan sapi siap potong jenis BX pada tahun 2013


sebesar Rp79 241 360 598 lebih rendah dibandingkan penerimaan penjualan
sapi siap potong pada tahun 2014 yaitu sebesar Rp105 635 574 447 karena
tahun 2013 merupakan tahun awal penggemukan sapi sesuai kapasitas
maksimum produksinya sehingga jumlah panen sapi siap potongnya
menjadi lebih sedikit. Penerimaan penjualan sapi siap potong jenis BX pada
tahun 2014 hingga tahun 2030 besarnya konstan sesuai dengan kapasitas
produksi maksimum setiap tahunnya.
2. Penerimaan dari Aktivitas Bisnis Tambahan
Aktivitas bisnis tambahan menghasilkan penerimaan dari penjualan
pakan konsentrat, penjualan karung bekas bahan baku pakan, dan penjualan
kotoran sapi. Besarnya penerimaan dari masing-masing penjualan tersebut
masih jauh lebih rendah dibandingkan penerimaan dari aktivitas bisnis
utama. Aktivitas bisnis tambahan yang dilakukan TARUMA belum dikelola
secara intensif sebagai suatu bentuk aktivitas bisnis yang mampu
menghasilkan penerimaan tambahan bagi perusahaan. Aktivitas bisnis
tambahan tersebut dapat dikatakan belum dikomersialisasikan secara utuh,
tercermin dari keterbatasan data yang diperoleh dalam penelitian terkait
dengan aktivitas bisnis tambahan.
Penerimaan dari aktivitas bisnis tambahan pada tahun 2010 sebesar
Rp100 960 000. Penerimaan tersebut meliputi penerimaan dari penjualan
pakan konsentrat, karung bekas bahan baku pakan, dan kotoran sapi.
Namun, karena keterbatasan data pada penelitian, penerimaan tersebut tidak
dapat dirincikan. Penerimaan dari aktivitas bisnis tambahan pada tahun
2011 sebesar Rp47 763 600, yang merupakan penerimaan dari penjualan
pakan konsentrat sebesar Rp22 553 700, penerimaan dari penjualan karung
58

bekas bahan baku pakan sebesar Rp12 157 500, dan penerimaan dari
penjualan kotoran sapi sebesar Rp13 052 400. Penerimaan dari aktivitas
bisnis tambahan pada tahun 2012 sebesar Rp43 815 200. Jumlah tersebut
merupakan penerimaan penjualan pakan konsentrat sebesar Rp24 678 400,
penerimaan penjualan karung bekas bahan baku pakan sebesar Rp8 034 000,
dan penerimaan penjualan kotoran sapi sebesar Rp11 102 800. Penjualan
pakan konsentrat hanya dilakukan jika ada pembeli sapi siap potong yang
ingin sekaligus membeli pakan bagi sapi yang dibelinya, dengan harga jual
Rp3 000/kg. Jumlah penjualan pakan konsentrat tidak dapat ditentukan,
tergantung banyaknya pembeli sapi siap potong yang juga sekaligus
membeli pakan konsentrat. Demikian halnya dengan penjualan karung
bekas bahan baku pakan dan kotoran sapi, jumlah penjualan masing-masing
tidak dapat ditentukan, tergantung ada pembeli atau tidak. Harga jual karung
bekas bahan baku pakan Rp1 000/lembar untuk karung dengan kualitas baik
dan Rp 500/lembar untuk karung dengan kualitas kurang baik, sedangkan
harga jual kotoran sapi Rp80/kg.
Proyeksi penjualan pakan konsentrat, karung bekas bahan baku pakan,
dan kotoran sapi diasumsikan sama dengan penjualan pada tahun 2012,
yaitu sebesar Rp43 815 200, konstan hingga tahun 2030. Asumsi tersebut
diambil karena adanya keterbatasan data terkait dengan penjualan-penjualan
tersebut.
3. Penerimaan Modal Pinjaman
Modal pinjaman yang diterima oleh TARUMA berasal dari dua pihak,
yaitu komisaris TARUMA dan pihak bank. Komisaris pada TARUMA
memberikan pinjaman untuk tambahan modal kegiatan investasi, sedangkan
pinjaman dari pihak bank diperuntukkan bagi tambahan modal kerja yaitu
untuk aktivitas pembelian sapi bakalan. Modal pinjaman dari komisaris
TARUMA hanya diterima pada tahun 2010 sebesar Rp4 102 944 033 dan
tahun 2011 sebesar Rp8 996 294 868. Modal pinjaman tersebut tidak
dikenai bunga dan tidak ada ketentuan jangka waktu pengembaliannya.
Modal pinjaman dari pihak bank diberikan oleh Victoria Bank sebesar Rp14
100 000 000 pada tahun 2012. Pinjaman tersebut merupakan pinjaman
jangka pendek sehingga harus dibayar dalam jangka waktu 1 tahun, dengan
bunga pinjaman sebesar 13%. Modal pinjaman pada tahun 2013 hingga
tahun 2029 diasumsikan konstan sebesar Rp15 000 000 000 setiap tahunnya,
sesuai dengan plafon pinjaman yang diberikan oleh Victoria Bank. Pada
tahun 2030 diasumsikan tidak melakukan peminjaman pada Victoria Bank
karena tahun 2030 merupakan tahun berakhirnya kegiatan bisnis TARUMA
sesuai dengan umur bisnisnya.
4. Penerimaan dari Nilai Sisa
Nilai sisa merupakan nilai dari barang-barang investasi yang belum
habis umur ekonomisnya pada akhir umur bisnis, termasuk di dalamnya
nilai dari pembelian tanah yang dilakukan di awal bisnis. Jumlah nilai sisa
TARUMA pada tahun 2025 sebesar Rp8 847 342 650. Rincian nilai sisa
disajikan pada Lampiran 1.
59

Arus Pengeluaran (Outflow)


Arus pengeluaran dapat bersumber dari dua kegiatan, yaitu kegiatan
investasi dan kegiatan operasional. Kegiatan investasi menghasilkan biaya
investasi, sedangkan kegiatan operasional (kegiatan produksi) menghasilkan biaya
operasional.
1. Biaya Investasi
Biaya investasi dikeluarkan TARUMA pada tahun-tahun awal
berjalannya bisnis penggemukan sapi potong, yaitu pada tahun 2010, tahun
2011, dan tahun 2012. Biaya re-investasi juga dikeluarkan untuk barang-
barang yang memiliki umur ekonomis kurang dari 20 tahun. Total biaya
investasi yang dikeluarkan oleh TARUMA sebesar Rp30 647 926 746,
meliputi biaya sarana dan prasarana Rp8 261 059 879, biaya bangunan
Rp18 934 183 720, biaya mesin dan peralatan Rp2 265 004 005, biaya
perlengkapan kantor Rp246 034 042, dan biaya kendaraan Rp941 645 100.
Biaya investasi terbesar yang dikeluarkan oleh TARUMA adalah biaya
untuk pendirian bangunan kandang, termasuk di dalamnya bangunan kantor
administrasi, wisma pegawai, dan pabrik serta gudang pakan. Rincian biaya
investasi dan biaya re-investasi disajikan pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.
2. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan seluruh biaya yang dikeluarkan selama
kegiatan produksi dijalankan dalam satu periode, terbagi menjadi dua
komponen yaitu biaya variabel dan biaya tetap.
a) Biaya Variabel
Merupakan biaya yang jumlahnya dipengaruhi oleh
perkembangan jumlah produksi atau jumlah penjualan dalam satu
periode. Adapun rincian biaya variabel yang dikeluarkan oleh
TARUMA adalah sebagai berikut:
1) Biaya Pembelian Sapi Bakalan
Besarnya biaya pembelian sapi bakalan sangat ditentukan
oleh jumlah sapi bakalan yang dibeli dan harga beli sapi.
Berdasarkan data historis TARUMA, pada tahun 2010 biaya
pembelian sapi bakalan yang dikeluarkan TARUMA sebesar
Rp22 170 843 231. Namun, karena keterbatasan data, pembelian
tersebut tidak dapat dirincikan. TARUMA mengeluarkan biaya
sebesar Rp3 345 127 500 untuk pembelian 507 ekor sapi lokal
dengan total bobot badan sapi sebesar 138 227 kg dan rata-rata
harga beli Rp24 200/kg bobot hidup pada tahun 2011, serta
mengeluarkan biaya sebesar Rp2 615 112 745 untuk pembelian
305 ekor sapi BX dengan total bobot 96 856.03 kg dan rata-rata
harga beli Rp27 000/kg bobot hidup. Pembelian sapi bakalan
pada tahun 2011 lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya
karena terdapat kesulitan memperoleh sapi bakalan untuk
digemukkan. Pada tahun 2012 TARUMA mengeluarkan biaya
pembelian sapi bakalan sebesar Rp22 427 444 250 untuk
pembelian 2 680 ekor sapi lokal dengan total bobot 917 945 kg
dan rata-rata harga Rp28 790/kg bobot hidup, serta biaya
sebesar Rp15 431 951 124 untuk pembelian 1 695 ekor sapi BX
60

dengan total bobot 505 743 kg dan rata-rata harga Rp30 513/kg
bobot hidup.
Pembelian sapi bakalan juga memperhatikan kapasitas
kandang yang dimiliki oleh TARUMA, yaitu 800 ekor untuk
sapi lokal dan 2 400 ekor untuk sapi BX dan lama pengemukan
(120 hari). Proyeksi pembelian sapi bakalan memperhatikan dua
unsur tersebut sehingga dapat ditentukan jumlah pembelian
yang dapat dilakukan setiap bulannya dan mencegah terjadinya
over capacity, sebagaimana disajikan pada Lampiran 4 dan
Lampiran 5. Proyeksi pembelian sapi bakalan secara lebih rinci
disajikan pada Tabel 11 dan Tabel 12.

Tabel 11 Proyeksi pembelian sapi bakalan jenis lokal oleh


TARUMAa
Jumlah pembelian sapi lokal pada tahunb
No. Bulan
2013 2014 2015 2016-2029 2030
1 Januari 0 200 200 200 200
2 Februari 200 200 200 200 200
3 Maret 200 200 200 200 200
4 April 200 200 200 200 200
5 Mei 200 200 200 200 200
6 Juni 200 200 200 200 200
7 Juli 200 200 200 200 200
8 Agustus 200 200 200 200 200
9 September 200 200 200 200 0
10 Oktober 200 200 200 200 0
11 November 200 200 200 200 0
12 Desember 200 200 200 200 0
Total pembelian
2 200 2 400 2 400 2 400 1 600
sapi/tahun
a
Sumber: Data primer (diolah);bJumlah pembelian sapi lokal (ekor)

Pembelian sapi bakalan jenis lokal setiap bulannya


diproyeksikan sebesar 200 ekor dan dimulai pada bulan Februari
tahun 2013 hingga bulan Agustus tahun 2030. Pembelian tidak
dilakukan pada bulan Januari tahun 2013 untuk menghindari
over capacity karena pada bulan tersebut masih terdapat sapi
persediaan dari tahun sebelumnya (Lampiran 4). Pada akhir
umur bisnis yaitu tahun 2030 pembelian hanya dibatasi sampai
bulan Agustus, sehingga sapi-sapi tersebut dapat terjual pada
bulan Desember tahun 2030. Demikian halnya dengan
pembelian sapi bakalan jenis BX, pembelian pada tahun 2030
dibatasi hingga pada bulan Agustus (Tabel 12). Pembelian sapi
BX setiap bulannya diproyeksikan 600 ekor, dimulai pada bulan
61

Januari tahun 2013. Proyeksi siklus pembelian sapi bakalan BX


dalam satu tahun dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 12 Proyeksi pembelian sapi bakalan jenis BX oleh


TARUMAa
Jumlah pembelian sapi BX pada tahunb
No. Bulan 2016-
2013 2014 2015 2030
2029
1 Januari 600 600 600 600 600
2 Februari 600 600 600 600 600
3 Maret 600 600 600 600 600
4 April 600 600 600 600 600
5 Mei 600 600 600 600 600
6 Juni 600 600 600 600 600
7 Juli 600 600 600 600 600
8 Agustus 600 600 600 600 600
9 September 600 600 600 600 0
10 Oktober 600 600 600 600 0
11 November 600 600 600 600 0
12 Desember 600 600 600 600 0
Total pembelian
7 200 7 200 7 200 7 200 4 800
sapi/tahun
a b
Sumber: Data primer (diolah); Jumlah pembelian sapi BX (ekor)

Berdasarkan proyeksi jumlah pembelian sapi bakalan pada


Tabel 11 dan Tabel 12 maka besarnya biaya yang dikeluarkan
untuk pembelian tersebut dapat diketahui. Apabila rata-rata
bobot awal sapi bakalan jenis lokal dan BX sebesar 331.4 kg
dan 301.3 kg, dengan rata-rata harga beli Rp28 790/kg bobot
hidup untuk sapi bakalan jenis lokal dan Rp30 513/kg bobot
hidup untuk sapi bakalan jenis BX, maka besarnya biaya
pembelian sapi bakalan dapat ditunjukkan pada Tabel 13 dan
Tabel 14.
62

Tabel 13 Proyeksi biaya pembelian sapi bakalan jenis lokal


TARUMAa
Bobot Total
Jumlah Harga
Tahun awal bobot Biaya pembelianf
sapib belie
sapic awald
2013 2 200 331.40 729 080 28 790 20 990 060 465
2014 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2015 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2016 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2017 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2018 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2019 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2020 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2021 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2022 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2023 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2024 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2025 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2026 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2027 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2028 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2029 2 400 331.40 795 360 28 790 22 898 247 780
2030 1 600 331.40 530 240 28 790 15 265 498 520
a
Sumber: Data primer (diolah);bJumlah sapi (ekor); cBobot awal sapi
(kg/ekor); dTotal bobot awal (kg); eHarga beli (Rp/kg); fBiaya
pembelian (Rp)

Tabel 13 menunjukkan besarnya biaya pembelian sapi


bakalan jenis lokal pada harga konstan dan bobot awal yang
seragam akan sangat dipengaruhi oleh jumlah sapi bakalan yang
dibeli. Biaya pembelian pada akhir umur bisnis TARUMA
menjadi lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya
karena jumlah sapi bakalan yang dibeli juga lebih sedikit
dibanding tahun-tahun sebelumnya. Demikian halnya dengan
besarnya biaya pembelian sapi bakalan jenis BX yang akan
sangat dipengaruhi oleh jumlah sapi yang dibeli, pada harga
konstan dan bobot awal yang seragam (Tabel 14).
63

Tabel 14 Proyeksi biaya pembelian sapi bakalan jenis BX


TARUMAa
Total
Jumlah Bobot Harga Biaya
Tahun bobot
sapib awal sapic belie pembelianf
awald
2013 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2014 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2015 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2016 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2017 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2018 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2019 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2020 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2021 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2022 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2023 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2024 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2025 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2026 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2027 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2028 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2029 7 200 301.30 2 169 360 30 513 66 194 603 762
2030 4 800 301.30 1 446 240 30 513 44 129 735 841
a
Sumber: Data primer (diolah);bJumlah sapi (ekor); cBobot awal sapi
(kg/ekor); dTotal bobot awal (kg); eHarga beli (Rp/kg); fBiaya
pembelian (Rp)

2) Biaya Pengangkutan Sapi Bakalan


Biaya pengangkutan sapi bakalan merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk mengangkut sapi bakalan dari lokasi
pembelian hingga sampai di lokasi kandang penggemukan
TARUMA. Namun, tidak semua pembelian sapi bakalan
mengeluarkan biaya pengangkutan, hanya pembelian sapi
bakalan jenis lokal yang mengeluarkan biaya pengangkutan dan
tidak semua pembelian sapi lokal tersebut mengeluarkan biaya
pengangkutan, karena ada biaya pengangkutan yang ditanggung
oleh penjual sapi bakalan, atau biaya pengangkutannya telah
dimasukkan ke dalam biaya pembelian sapi bakalan. Besarnya
biaya pengangkutan yang dikeluarkan akan berbeda-beda
tergantung jarak antara lokasi pembelian dengan kandang
penggemukan TARUMA.
Berdasarkan data historis TARUMA, pada biaya
pengangkutan yang dikeluarkan pada tahun 2010, 2011, dan
2012 berturut-turut sebesar Rp22 506 000, Rp17 000 000, dan
Rp39 000 000. Proyeksi pengeluaran biaya pengangkutan pada
tahun 2013 hingga tahun 2030 dihitung berdasarkan persentase
64

jumlah pembelian sapi bakalan yang dikenai biaya


pengangkutan pada tahun 2012, yaitu 7 persen dari total
pembelian sapi bakalan pada tahun 2012 mengeluarkan rata-rata
biaya pengangkutan sebesar Rp561.728/kg. Perhitungan tersebut
dilakukan karena tidak semua pembelian sapi bakalan dikenai
biaya pengangkutan dan tidak ada kepastian jumlah penjual
yang mengharuskan TARUMA mengeluarkan biaya
pengangkutan sendiri.
Pada tahun 2013, dari jumlah keseluruhan pembelian sapi
sebanyak 2 200 ekor, hanya sebesar 154 ekor sapi bakalan yang
dikenai biaya pengangkutan. Total biaya yang dikeluarkan jika
bobot awal sapi bakalan sebesar 331.4 kg/ekor dan biaya
pengangkutan Rp561.728/kg adalah Rp28 668 125.52. Total
biaya pengangkutan sapi bakalan yang dikeluarkan pada tahun
2014 hingga tahun 2029 besarnya sama setiap tahunnya yaitu
Rp31 274 318.75, yang berasal dari pembelian 168 ekor sapi
bakalan (7 persen dari 2 400 ekor) dengan bobot awal sapi
bakalan sebesar 331.4 kg/ekor dan biaya pengangkutan
Rp561.728/kg. Dari keseluruhan pembelian 1 600 ekor sapi
bakalan pada tahun 2030, sebanyak 112 ekor sapi bakalan yang
dikenai biaya pengangkutan sebesar Rp561.728/kg dengan
bobot awal 331.4 kg/ekor, sehingga total biaya pengangkutan
yang dikeluarkan sebesar Rp20 849 545.83.
3) Biaya Pakan
Pakan merupakan salah satu unsur penting yang harus
diperhatikan dalam bisnis penggemukan sapi potong karena
pakan yang tepat dan berkualitas mampu menghasilkan
pertambahan bobot badan sapi yang optimal. Biaya yang
dikeluarkan selama proses penggemukan sapi yang terkait
dengan pakan disebut sebagai biaya pakan. TARUMA
memproduksi pakan konsentrat dari pabrik pakan yang
dimilikinya serta memperoleh pakan hijauan dari lahan yang
dimilikinya namun diserahkan kepada petani sekitar lokasi
kandang penggemukan untuk ditanami rumput gajah (hijauan).
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pakan selama proses
penggemukan akan dipengaruhi oleh harga pakan (biaya untuk
memproduksi pakan), kebutuhan pakan bagi setiap sapi setiap
harinya, dan lama penggemukan. Biaya yang dikeluarkan untuk
memproduksi pakan konsentrat (harga pakan konsentrat)
sebesar Rp2 200/kg. Pakan konsentrat tersebut dijual kepada
pembeli dengan harga Rp3 000/kg. Pakan hijauan dibeli dari
petani yang mengerjakan lahan milik TARUMA dengan harga
Rp150/kg. Kebutuhan pakan konsentrat per ekor per hari
sebesar 10 kg sedangkan kebutuhan pakan hijauan per ekor per
hari sebesar 5 kg, dengan lama penggemukan 120 hari.
Besarnya kebutuhan pakan antar perusahaan penggemukan sapi
akan berbeda-beda sesuai dengan ketentuan yang diambil oleh
masing-masing perusahaan.
65

Besarnya biaya pakan yang dikeluarkan TARUMA terdiri


atas dua komponen, yaitu biaya pakan konsentrat dan hijauan
untuk sapi yang digemukkan dan biaya produksi pakan
konsentrat untuk dijual. Pada tahun 2010, biaya pakan yang
dikeluarkan sebesar Rp3 059 292 917. Biaya tersebut sudah
termasuk biaya produksi pakan untuk dijual, namun besarnya
tidak dapat dirincikan karena keterbatasan data saat penelitian.
Rincian biaya pakan untuk sapi yang digemukkan pada tahun
2011 dan tahun-tahun berikutnya disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Rincian biaya pakan untuk sapi yang digemukkan


TARUMAa
Kebutuhan
Harga pakand
Jumlah pakanc Lama
Tahun Biaya pakanf
sapib Konsentrat/ penggemukane
Konsentrat Hijauan
Hijauan
2011 812 10/5 2 200 150 120 2 216 760 000
2012 4 375 10/5 2 200 150 120 11 943 750 000
2013 9 400 10/5 2 200 150 120 25 662 000 000
2014 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2015 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2016 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2017 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2018 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2019 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2020 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2021 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2022 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2023 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2024 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2025 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2026 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2027 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2028 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2029 9 600 10/5 2 200 150 120 26 208 000 000
2030 6 400 10/5 2 200 150 120 17 472 000 000
a
Sumber: Data primer (diolah);bJumlah sapi (ekor); cKebutuhan pakan
(kg/ekor/hari); dHarga pakan (Rp/kg); eLama penggemukan (hari);
f
Biaya pakan (Rp)

Besarnya biaya pakan meningkat sejalan dengan


meningkatnya jumlah sapi yang digemukkan dengan kondisi
kebutuhan pakan, tingkat harga, dan lama penggemukan
konstan. Perubahan pada harga pakan yang menjadi lebih tinggi
akan menyebabkan biaya pakan yang dikeluarkan semakin
meningkat, cateris paribus. Lain halnya dengan biaya pakan
yang digunakan dalam penggemukan sapi, total biaya produksi
pakan konsentrat yang dijual kepada pembeli besarnya
dipengaruhi oleh jumlah pakan konsentrat yang terjual. Semakin
66

tinggi jumlah pakan konsentrat yang terjual maka biaya untuk


memproduksi pakan konsentrat tersebut juga akan semakin
tinggi. (Tabel 16).

Tabel 16 Rincian biaya pakan konsentrat untuk dijual oleh


TARUMAa
Jumlah pakan Total biaya produksi
Tahun Biaya produksic
yang dijualb pakand
2011 7 517.90 2 200 16 539 380.00
2012 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2013 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2014 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2015 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2016 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2017 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2018 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2019 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2020 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2021 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2022 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2023 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2024 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2025 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2026 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2027 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2028 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2029 8 226.13 2 200 18 097 493.33
2030 8 226.13 2 200 18 097 493.33
a
Sumber: Data primer (diolah);bJumlah pakan yang dijual (kg); cBiaya
produksi (Rp/kg); dTotal biaya produksi pakan (Rp)

4) Biaya Obat dan Vitamin


Pemberian obat dan vitamin merupakan komponen
penting lainnya dalam proses penggemukan yang sangat
diperhatikan oleh TARUMA. Biaya obat dan vitamin
merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pembelian obat dan
vitamin yang diperuntukkan bagi sapi yang digemukkan di
TARUMA. Berdasarkan data historis TARUMA, tidak ada
biaya obat dan vitamin yang dikeluarkan pada tahun 2010.
Biaya obat dan vitamin mulai dikeluarkan pada tahun 2011
dengan total biaya keseluruhan sebesar Rp18 828 000, untuk
812 ekor sapi, sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk
obat dan vitamin untuk setiap sapi sebesar Rp23 187.19. Biaya
obat dan vitamin yang dikeluarkan pada tahun 2012 untuk
67

masing-masing sapi sebesar Rp36 524.20, dengan total sapi


sebanyak 4 375 ekor maka keseluruhan biaya obat dan vitamin
yang dikeluarkan pada tahun tersebut sebesar Rp159 793 390.
Biaya tersebut mengalami peningkatan selain karena adanya
peningkatan jumlah sapi, juga karena adanya penambahan jenis
obat yang digunakan.
Dengan asumsi biaya obat dan vitamin untuk setiap sapi
sama dengan tahun 2012, maka besarnya biaya yang
dikeluarkan untuk obat dan vitamin pada tahun 2013 sebesar
Rp343 327 512 untuk 9 400 ekor sapi. Biaya pengeluaran untuk
obat dan vitamin pada tahun 2014 hingga tahun 2029 besarnya
konstan yaitu Rp350 632 353 untuk 9 600 ekor sapi, sedangkan
pada tahun 2030 biaya obat dan vitamin mengalami penurunan
menjadi Rp233 754 902 sesuai dengan jumlah sapi yang
semakin menurun yaitu 6 400 ekor sapi.
5) Biaya Eartag
Eartag merupakan tanda pengenal yang digunakan pada
setiap sapi dan bersifat sekali pakai, artinya satu eartag yang
sama hanya akan digunakan oleh seekor sapi. Maka dari itu,
kebutuhan eartag akan meningkat sejalan dengan meningkatnya
jumlah sapi. Biaya yang dikeluarkan TARUMA untuk membeli
eartag disebut biaya eartag. Berdasarkan data historis
TARUMA, tahun 2010 belum digunakan eartag sehingga tidak
ada biaya pengeluaran untuk membeli eartag. Rincian
pengeluran biaya eartag disajikan pada Tabel 17.
68

Tabel 17 Rincian biaya eartag yang dikeluarkan TARUMAa

Tahun Jumlah sapib Harga eartagc Biaya eartagd

2011 812 9 000 7 308 000


2012 4 375 9 000 39 375 000
2013 9 400 9 000 84 600 000
2014 9 600 9 000 84 600 000
2015 9 600 9 000 84 600 000
2016 9 600 9 000 84 600 000
2017 9 600 9 000 84 600 000
2018 9 600 9 000 84 600 000
2019 9 600 9 000 84 600 000
2020 9 600 9 000 84 600 000
2021 9 600 9 000 84 600 000
2022 9 600 9 000 84 600 000
2023 9 600 9 000 84 600 000
2024 9 600 9 000 84 600 000
2025 9 600 9 000 84 600 000
2026 9 600 9 000 84 600 000
2027 9 600 9 000 84 600 000
2028 9 600 9 000 84 600 000
2029 9 600 9 000 84 600 000
2030 6 400 9 000 57 600 000
a
Sumber: Data primer (diolah);bJumlah sapi (ekor); cHarga eartag (Rp/buah);
d
Biaya eartag (Rp)

b) Biaya Tetap
Merupakan biaya yang jumlahnya tidak dipengaruhi oleh
perkembangan jumlah produksi atau jumlah penjualan dalam satu
periode. Adapun rincian biaya tetap yang dikeluarkan oleh TARUMA
adalah sebagai berikut:
1) Biaya Sewa Kandang dan Kantor Pusat
Pada tahun pertama TARUMA berdiri yaitu pada tahun
2010, TARUMA belum memiliki kandang penggemukan
sendiri, sehingga TARUMA menyewa kandang penggemukan
di daerah Rangkas Bitung dengan biaya sewa Rp150 000 000
dalam satu tahun. Pada tahun selanjutnya TARUMA tidak
menyewa kandang penggemukan karena telah memiliki
kandang penggemukan sendiri di Desa Cariu. Sedangkan kantor
pusat yang terletak di daerah Warung Buncit Jakarta Selatan
disewa sejak tahun 2010 hingga saat ini dengan biaya sewa per
tahun nya Rp226 768 007. Biaya sewa kantor pusat tersebut
diasumsikan konstan hingga akhir umur bisnis.
69

2) Biaya Gaji
Biaya gaji yang dikeluarkan oleh TARUMA merupakan
biaya gaji yang dikeluarkan bagi direksi, staff, karyawan lapang,
dan satpam. Namun, karena rincian biaya yang terkait dengan
gaji sangat sensitif dan tidak dapat dikeluarkan oleh perusahaan,
maka biaya gaji yang akan dihitung di sini merupakan total
biaya gaji yang dikeluarkan secara keseluruhan setiap tahunnya,
tanpa perincian. Besarnya biaya gaji yang dikeluarkan
TARUMA pada tahun 2010 sebesar Rp1 419 934 976,
sedangkan pada tahun 2011 biaya gaji yang dikeluarkan
TARUMA sebesar Rp1 464 664 273 dan pada tahun 2012
sebesar Rp2 847 034 318. Perubahan yang terjadi pada biaya
gaji yang dikeluarkan TARUMA bersumber dari perubahan
jumlah karyawan yang ada di TARUMA. Pengeluaran untuk
biaya gaji pada tahun 2013 hingga tahun 2030 diasumsikan
konstan sesuai dengan biaya gaji pada tahun 2012.
3) Biaya Listrik dan Air
Berdasarkan data historis TARUMA, besarnya biaya
listrik dan air yang dikeluarkan pada tahun 2010, 2011, dan
2012 berturut-turut sebesar Rp30 892 225, Rp61 011 873, dan
Rp126 585 266. Proyeksi pengeluaran untuk biaya listrik dan air
pada tahun 2013 hingga tahun 2030 diasumsikan sama dengan
pengeluaran biaya listrik dan air pada tahun 2012.
4) Biaya Telekomunikasi
Biaya telekomunikasi yang dikeluarkan TARUMA
berdasarkan data historis yang ada sebesar Rp17 625 498 pada
tahun 2011 dan Rp 24 013 215 pada tahun 2012, sedangkan
pada tahun 2010 tidak terdapat biaya telekomunikasi. Proyeksi
pengeluaran untuk biaya telekomunikasi pada tahun 2013
hingga tahun 2030 diasumsikan sama dengan pengeluaran biaya
telekomunikasi pada tahun 2012.
5) Biaya Pemasaran
Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan
TARUMA terkait dengan pengeluaran untuk iklan, biaya
entertainment serta biaya bensin, parkir, dan tol yang
dikeluarkan berkaitan dengan upaya pemasaran. Biaya iklan
yang dikeluarkan disini merupakan biaya iklan untuk lowongan
pekerjaan, sedangkan untuk iklan yang terkait dengan upaya
memasarkan produk lebih bersifat dari mulut ke mulut. Biaya
enternainment serta biaya bensin, parkir, dan tol yang
dikeluarkan terkait dengan pengeluaran bagian direksi untuk
bertemu klien, relasi bisnis, dan sebagainya. Besarnya biaya
pemasaran pada tahun 2010, 2011, dan 2013 berturut-turut
sebesar Rp3 226 471, Rp53 656 967, dan Rp101 916 545.
Proyeksi pengeluaran untuk biaya pemasaran pada tahun 2013
hingga tahun 2030 diasumsikan sama dengan pengeluaran biaya
pemasaran pada tahun 2012.
70

6) Biaya Ekspedisi, Pos, dan Materai


Biaya ekspedisi, pos, dan materai merupakan biaya yang
dikeluarkan terkait dengan keperluan pengiriman dokumen.
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan tersebut pada tahun
2011 dan tahun 2012 sebesar Rp634 000 dan Rp4 311 000,
sedangkan pada tahun 2010 tidak terdapat biaya untuk
pengeluaran tersebut. Proyeksi pengeluaran untuk biaya
ekspedisi, pos, dan materai pada tahun 2013 hingga tahun 2030
diasumsikan sama dengan pengeluaran biaya ekspedisi, pos, dan
materai pada tahun 2012.
7) Biaya Perjalanan Dinas
Biaya perjalanan dinas merupakan biaya yang dikeluarkan
terkait dengan kegiatan pencarian sapi bakalan ke daerah-daerah
di Pulau Jawa dan sekitarnya. Biaya perjalanan dinas ini baru
dikeluarkan pada tahun 2011 sebesar Rp30 100 613 dan pada
tahun 2012 sebesar Rp85 501 282. Proyeksi pengeluaran untuk
biaya perjalanan dinas pada tahun 2013 hingga tahun 2030
diasumsikan sama dengan pengeluaran biaya perjalanan dinas
pada tahun 2012.
8) Biaya ATK dan Rumah Tangga Kantor
Biaya ATK dan rumah tangga kantor merupakan biaya
yang dikeluarkan TARUMA untuk pembelian alat tulis dan
kebutuhan lainnya yang menunjang kegiatan kantor serta
pembelian kebutuhan rumah tangga kantor seperti pengharum
ruangan, kebutuhan dapur, dan sebagainya, termasuk di dalam
biaya ATK dan rumah tangga kantor ini adalah biaya pembelian
majalah dan surat kabar. Besarnya biaya ATK dan rumah tangga
kantor pada tahun 2010, 2011, dan 2012 berturut-turut sebesar
Rp47 117 497, Rp43 615 066, dan Rp53 388 433. Proyeksi
pengeluaran untuk biaya ATK dan rumah tangga kantor pada
tahun 2013 hingga tahun 2030 diasumsikan sama dengan
pengeluaran ATK dan rumah tangga kantor pada tahun 2012.
9) Biaya STNK, KIR, dan Pajak Kendaraan
Biaya STNK, KIR, dan pajak kendaraan mulai
dikeluarkan TARUMA pada tahun 2011 sebesar Rp2 083 600
dan Rp1 825 000 pada tahun 2012. Proyeksi pengeluaran untuk
biaya STNK, KIR, dan pajak kendaraan pada tahun 2013 hingga
tahun 2030 diasumsikan sama dengan pengeluaran biaya STNK,
KIR, dan pajak kendaraan pada tahun 2012.
10) Biaya Retribusi dan Sumbangan
Biaya retribusi dan sumbangan merupakan biaya yang
dikeluarkan terkait dengan pembayaran retribusi selama
pengangkutan sapi dari lokasi pembelian hingga lokasi kandang
penggemukan TARUMA dan dana-dana sosial yang
dikeluarkan TARUMA. Biaya retribusi dan sumbangan yang
dikeluarkan TARUMA pada tahun 2010, 2011, dan 2012
sebesar Rp20 518 845, Rp12 625 500, dan Rp38 087 500.
Proyeksi pengeluaran untuk biaya retribusi dan sumbangan pada
71

tahun 2013 hingga tahun 2030 diasumsikan sama dengan


pengeluaran biaya retribusi dan sumbangan pada tahun 2012.
11) Biaya Perijinan
Biaya perijinan merupakan biaya yang dikeluarkan
TARUMA terkait dengan keperluan perpanjangan surat-surat
izin yang sebelumnya telah dimiliki TARUMA. Biaya tersebut
dikeluarkan mulai tahun 2011 sebesar Rp95 600 000 dan pada
tahun 2012 sebesar Rp96 616 272. Proyeksi pengeluaran untuk
biaya perijinan pada tahun 2013 hingga tahun 2030 diasumsikan
sama dengan pengeluaran biaya perijinan pada tahun 2012.
12) Biaya Konsultasi
Biaya konsultasi merupakan biaya yang dikeluarkan
TARUMA untuk membayar jasa konsultasi yang dilakukan
pihak TARUMA dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) terkait
dengan kegiatan penggemukan sapi potong dan jasa audit
laporan keuangan kepada konsultan keuangan. Jasa konsultasi
tersebut mulai dilaksanankan pada bulan Mei tahun 2011.
Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk jasa tersebut sebesar
Rp27 500 000/bulan, sehingga total biaya konsultasi yang
dikeluarkan pada tahun 2011 sebesar Rp220 000 000. Audit
laporan keuangan mulai dilakukan pada tahun 2012 dengan
biaya sebesar Rp22 000 000/tahun. Total biaya konsultasi yang
dikeluarkan pada tahun 2012 sebesar Rp352 000 000. Proyeksi
pengeluaran untuk konsultasi pada tahun 2013 hingga tahun
2030 diasumsikan sama dengan pengeluaran biaya konsultasi
pada tahun 2012.
13) Biaya Pemeliharaan
Biaya pemeliharaan merupakan biaya yang dikeluarkan
TARUMA dalam rangka pemeliharaan beberapa barang
investasi yang ada, dalam hal ini bangunan, kendaraan,
peralatan mesin, dan tanaman. Biaya pemeliharaan yang
dikeluarkan TARUMA tidak ditentukan besarannya. Besarnya
biaya pemeliharaan yang dikeluarkan TARUMA pada tahun
2010 adalah Rp24 315 537, Rp34 362 310 pada tahun 2011, dan
Rp75 475 929.50 pada tahun 2012. Proyeksi pengeluaran untuk
pemeliharaan pada tahun 2013 hingga tahun 2030 diasumsikan
sama dengan pengeluaran biaya pemeliharaan pada tahun 2012.
14) Biaya Pajak Bumi dan Bangunan
Biaya pajak bumi dan bangunan mulai dikeluarkan
TARUMA pada tahun 2012, satu tahun setelah bangunan
kandang penggemukan TARUMA berdiri di wilayah Cariu
Kabupaten Bogor. Biaya pajak bumi dan bangunan yang
dibayarkan sebesar Rp5 251 376, dan diasumsikan besarnya
tetap hingga pembayaran pajak bumi dan bangunan pada akhir
umur bisnis.
15) Biaya Pembayaran Pinjaman dan Bunga
Pinjaman dilakukan TARUMA kepada dua pihak yaitu
pemilik dan Victoria Bank. Pinjaman kepada pihak pemilik
72

tidak dikenai bunga dan tidak ditentukan tenggang waktu


pembayarannya, sehingga diasumsikan pinjaman kepada
pemilik tersebut akan mulai di bayar pada tahun 2013 hingga
akhir umur bisnis perusahaan sebesar Rp727 735 494.50/tahun.
Sedangkan pinjaman kepada Victoria Bank dikenai bunga
sebesar 13 persen dan dibayar setiap tahunnya mulai tahun
2013. Pembayaran pinjaman dan bunga yang dikeluarkan pada
tahun 2013 merupakan pembayaran pinjaman yang dilakukan
TARUMA kepada Vicoria Bank pada tahun 2012, pembayaran
pinjaman dan bunga yang dikeluarkan pada tahun 2014
merupakan pembayaran pinjaman yang dilakukan TARUMA
kepada Vicoria Bank pada tahun 2013, dan seterusnya. Rincian
pembayaran pinjaman dan bunga kepada Victoria Bank
disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Pembayaran pinjaman dan bunga TARUMA kepada


Victoria Banka
Pembayaran Total pembayaran
Tahun Bunga 13%b
pinjamanb pinjaman dan bungab
2013 14 100 000 000 1 833 000 000 15 933 000 000
2014 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2015 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2016 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2017 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2018 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2019 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2020 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2021 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2022 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2023 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2024 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2025 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2026 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2027 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2028 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2029 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
2030 15 000 000 000 1 950 000 000 16 950 000 000
a
Sumber: Data primer (diolah);bPembayaran pinjaman, bunga 13%, total
pembayaran pinjaman dan bunga (Rp)

16) Biaya Pajak


Biaya pajak yang dikeluarkan TARUMA merupakan biaya
pajak penghasilan yang harus dikeluarkan TARUMA setiap
tahunnya sebesar 25 persen dari laba yang dihasilkan TARUMA
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia
73

Nomor 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2a. Besarnya pajak akan


berbeda-beda setiap tahunnya sesuai dengan laba yang diperoleh
perusahaan yang dapat dilihat dari laporan laba rugi pada
Lampiran 7.

Analisis Laba Rugi

Laporan laba rugi menggambarkan kinerja perusahaan dalam periode


tertentu karena dalam laporan laba rugi dapat dilihat kondisi keuntungan yang
diperoleh perusahaan pada periode tertentu. Komponen dalam laporan laba rugi di
antaranya penerimaan penjualan, biaya operasional yang termasuk di dalamnya
biaya penyusutan serta beban pajak dan bunga pinjaman. Komponen dalam laba
rugi yang tidak tercantum dalam arus kas adalah biaya penyusutan yang diperoleh
dari kegiatan investasi yang dilakukan perusahaan. TARUMA melakukan
kegiatan investasi tidak serentak pada tahun pertama berdirinya bisnis, sehingga
besaran biaya penyusutan pertahunnya berbeda-beda. Biaya penyusutan
TARUMA juga berubah karena adanya komponen dari biaya penyusutan yang
hanya disusutkan selama 3 tahun tanpa ada kegiatan re-investasi, yaitu kegiatan
praoperasional. Rincian biaya penyusutan TARUMA disajikan pada Lampiran 6.
Laba bersih positif pertama yang diperoleh TARUMA terjadi pada tahun
kedua berdirinya bisnis, yaitu sebesar Rp2 889 607 652. Namun pada tahun dua
berikutnya laba negatif kembali diperoleh. Laba positif yang diperoleh TARUMA
pada tahun 2011 diperkirakan karena jumlah pembelian sapi yang sedikit pada
tahun tersebut namun nilai penjualan sapinya besar. Nilai penjualan yang lebih
besar tersebut diperoleh dari penjualan persediaan sapi yang dibeli di tahun 2010
namun dijual pada tahun 2011. Penyebab laba negatif yang diperoleh TARUMA
pada masa awal bisnisnya adalah kapasitas produksi maksimal yang belum
terpenuhi. Terbukti pada saat kapasitas produksi telah dimaksimalkan pada tahun
2014 diperoleh laba positif sebesar Rp10 931 729 927. Rincian laba rugi dapat
dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis laporan laba rugi disajikan pada Tabel 19.
74

Tabel 19 Hasil analisis laporan laba rugi TARUMAa


No. Tahun Nilai laba rugib
1 2010 - 8 872 030 799
2 2011 2 889 607 652
3 2012 -15 046 687 299
4 2013 -17 992 177 177
5 2014 10 931 729 927
6 2015 10 931 729 927
7 2016 10 931 729 927
8 2017 10 931 729 927
9 2018 10 931 729 927
10 2019 10 931 729 927
11 2020 10 931 729 927
12 2021 10 931 729 927
13 2022 10 931 729 927
14 2023 10 931 729 927
15 2024 10 931 729 927
16 2025 10 931 729 927
17 2026 10 931 729 927
18 2027 10 931 729 927
19 2028 10 931 729 927
20 2029 10 931 729 927
21 2030 39 896 039 125
a
Sumber: Data primer (diolah); bNilai laba rugi (Rp)

Analisis Kelayakan Finansial TARUMA

Analisis kelayakan finansial digunakan untuk menilai kelayakan bisnis yang


didirikan TARUMA berdasarkan aspek finansial. Penilaian kelayakan finansial
dalam penelitian ini menggunakan kriteria penilaian investasi berupa net present
value (NPV), net benefit-cost ratio (Net B/C), internal rate of return (IRR),
payback period (PP).
Analisis kelayakan finansial pada TARUMA dihitung berdasarkan data-data
yang terdapat pada laporan arus kas pada Lampiran 8. Hasil analisis kelayakan
finansial disajikan pada Tabel 20.

Tabel 20 Hasil analisis kelayakan finansial TARUMAa


No. Kriteria kelayakan Hasil penilaian pada DF 13%
1 NPV Rp20 696 240 936
2 Net B/C 1.75
3 IRR 22%
4 PP 7 tahun 3 bulan
a
Sumber: Data primer (diolah)
75

Berdasarkan Tabel 20, hasil NPV memiliki nilai yang lebih besar dari nol,
sehingga berdasarkan NPV bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA
layak untuk dijalankan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengusahaan
TARUMA menurut nilai sekarang menguntungkan untuk dijalankan karena
memberikan tambahan manfaat bersih sebesar Rp20 696 240 936 selama jangka
waktu 21 tahun. Nilai Net B/C yang diperoleh lebih besar dari satu, sehingga
berdasarkan Net B/C bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA layak
untuk dijalankan. Nilai Net B/C sebesar 1.75 menunjukkan bahwa setiap
tambahan biaya yang dikeluarkan sebesar Rp1 akan menghasilkan tambahan
manfaat bersih bagi TARUMA sebesar Rp1.75. Nilai IRR yang diperoleh yaitu
22% lebih besar dari tingkat diskonto yang digunakan yaitu 13%, sehingga
berdasarkan IRR bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA layak untuk
dijalankan. Hubungan antara NPV dan IRR yang diperoleh pada analisis
kelayakan finansial pada TARUMA disajikan pada Gambar 16.

NPV (Rp milyar)

20.7
IRR

6.27

0 i = discount rate (%)


-3.42 25
13 18

Gambar 16 Hubungan NPV dan IRR hasil analisis kelayakan finansial pada
TARUMA

Payback period yang diperoleh selama 7 tahun 3 bulan menunjukkan bahwa


jangka waktu pengembalian investasi yang dilakukan lebih cepat dari umur bisnis,
sehingga bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA layak untuk
dijalankan. Bisnis penggemukan sapi potong yang dijalankan TARUMA secara
keseluruhan berdasarkan hasil penilaian menggunakan kriteria penilaian investasi
layak untuk dijalankan.

Analisis Sensitivitas dan Switching Value

Analisis switching value digunakan untuk mengetahui batasan persentase


perubahan tertentu pada komponen penting dari bisnis yang dijalankan.
Komponen dari bisnis penggemukan sapi pada TARUMA yang dinilai peka
terhadap perubahan adalah penurunan volume penjualan sapi siap potong dan
peningkatan biaya pakan konsentrat. Berdasarkan besaran persentase perubahan
76

yang diperoleh dari analisis switching value, maka dapat diketahui komponen
mana yang lebih peka terhadap perubahan, dilihat berdasarkan besaran persentase
perubahan. Besaran persentase perubahan yang rendah mengindikasikan bahwa
komponen tersebut relatif lebih peka jika dibandingkan dengan komponen lain
yang besaran persentase perubahannya lebih besar. Hasil analisis switching value
yang diperoleh disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21 Hasil analisis switching value pada TARUMAa


No. Komponen yang berubah Persentase perubahan
1 Maksimum penurunan volume penjualan sapi 2.99 %
siap potong
2 Maksimum peningkatan biaya pakan konsentrat 15.72 %
a
Sumber: Data primer (diolah)

Hasil analisis switching value yang diperoleh yang disajikan pada Tabel 21
menunjukkan bahwa maksimum penurunan volume penjualan sapi siap potong
yang masih dapat ditoleransi agar bisnis tetap dikatakan layak adalah sebesar 2.99
persen dan maksimum peningkatan biaya pakan konsentrat yang masih dapat
ditoleransi agar bisnis tetap dikatakan layak adalah sebesar 15.72 persen. Pada
kondisi tersebut, besarnya NPV yang diterima perusahaan adalah nol dengan nilai
Net B/C sebesar 1 dan IRR sebesar 13% sesuai dengan discount rate yang
digunakan. Jika dibandingkan besaran persentase maksimum antara penurunan
volume penjualan sapi siap potong dan peningkatan biaya pakan konsentrat,
besaran persentase maksimum penurunan volume penjualan sapi siap potong lebih
rendah dibandingkan besaran persentase maksimum peningkatan biaya pakan
konsentrat, sehingga dapat dikatakan bahwa pada TARUMA komponen penjualan
sapi siap potong lebih peka terhadap perubahan dibandingkan dengan biaya pakan
konsentrat. Komponen yang lebih peka terhadap perubahan tersebut hendaknya
lebih diperhatikan oleh perusahaan sehingga perubahan yang terjadi tidak
melebihi batasan yang ada karena jika melebihi batasan yang ada maka bisnis
yang dijalankan akan mengalami kerugian dan bisnis tidak lagi dinyatakan layak
untuk dijalankan.
Penurunan volume penjualan sapi siap potong pada harga jual yang konstan
sebesar 2.99 persen atau setara dengan 132 273 kg bobot hidup untuk sapi BX dan
142 986 kg bobot hidup untuk sapi lokal. Jumlah tersebut apabila dikonversikan
ke dalam jumlah sapi, maka penurunan volume penjualan sebesar 2.99 persen
setara dengan penurunan penjualan sebanyak 281 ekor sapi BX atau 308 ekor sapi
lokal. Penurunan penjualan tersebut dapat dimungkinkan terjadi akibat beberapa
hal seperti misalnya penurunan angka pertambahan bobot harian pada sapi yang
digemukkan (ADG). Penurunan ADG dari sapi yang digemukkan dapat
disebabkan oleh penurunan kondisi kesehatan sapi atau asupan gizi yang
diperoleh sapi berkurang. Untuk itu, pihak TARUMA harus selalu memperhatikan
manajemen pemberian pakan dan pengecekan kesehatan sehingga kasus
penurunan ADG dari sapi yang digemukkan tidak terjadi. ADG yang menurun
akan menyebabkan bobot akhir sapi siap potong yang akan dijual menjadi lebih
rendah dalam waktu penggemukan yang sama pada saat ADG tidak mengalami
77

penurunan yaitu 120 hari. Hal tersebut akan menurunkan keuntungan yang dapat
diperoleh TARUMA atau bahkan menyebabkan kerugian bagi TARUMA.
Peningkatan biaya pakan konsentrat sebesar 15.72 persen atau setara dengan
Rp346/kg konsentrat dapat dimungkinkan terjadi karena peningkatan harga bahan
baku pakan seperti misalnya harga kedelai atau bahan baku pakan lainnya. Untuk
mengantisipasi peningkatan biaya pakan akibat dari meningkatnya harga bahan
baku pakan, TARUMA hendaknya menyiapkan alternatif bahan baku pakan
lainnya yang memiliki kandungan serupa dengan bahan baku yang meningkat
harganya dengan harga yang lebih murah sehingga kualitas pakan yang dihasilkan
tidak jauh berbeda dengan kualitas pakan sebelum ada peningkatan harga bahan
bakunya dan biaya yang dikeluarkan juga tidak mengalami peningkatan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang didapat dari penelitian mengenai analisis kelayakan bisnis


penggemukan sapi potong pada PT Catur Mitra Taruma (TARUMA), yaitu:
1. Berdasarkan hasil analisis kelayakan bisnis aspek nonfinansial, bisnis
penggemukan sapi potong pada TARUMA layak untuk dijalankan.
Berdasarkan aspek pasar, bisnis yang dijalankan TARUMA memiliki
potensi pasar yang terbuka lebar di masa yang akan datang. TARUMA
juga telah memiliki target pasar yang jelas. Berdasarkan aspek teknis,
TARUMA memiliki lokasi bisnis yang tepat yang didukung dengan
fasilitas dan infrastruktur yang lengkap, prosedur produksi yang jelas serta
layout produksi yang baik sehingga mempermudah proses produksi.
Berdasarkan aspek manajemen dan hukum, TARUMA telah memiliki
kelengkapan dokumen yang diperlukan dalam pendirian bisnis serta telah
memiliki manajemen yang baik dengan deskripsi pekerjaan yang jelas
untuk masing-masing pekerjaan. Berdasarkan aspek sosial, ekonomi, dan
lingkungan, bisnis yang dijalankan TARUMA mampu memberikan
manfaat tidak hanya bagi perusahaan tetapi bagi masyarakat sekitar lokasi
bisnis hingga pemerintah setempat. Bisnis penggemukan sapi potong
TARUMA juga dinilai tidak mencemari lingkungan.
2. Berdasarkan hasil analisis kelayakan bisnis aspek finansial, bisnis
penggemukan sapi potong pada TARUMA layak untuk dijalankan karena
memiliki NPV lebih dari nol, nilai Net B/C lebih dari satu, IRR lebih dari
discout rate yang digunakan, dan PP sebelum umur bisnis berakhir. NPV
yang diperoleh selama umur bisnis sebesar Rp20 696 240 936, Net B/C
sebesar 1.75, IRR sebesar 22 persen, dan PP selama 7 tahun 3 bulan.
3. Hasil analisis switching value pada dua komponen yang dinilai paling
berpengaruh dalam bisnis penggemukan sapi pada TARUMA yaitu
penjualan sapi siap potong dan biaya pakan menunjukkan bahwa
penurunan maksimum yang masih dapat ditoleransi dalam volume
penjualan sapi siap potong sebesar 2.99 persen sedangkan kenaikan
maksimum yang masih dapat ditoleransi dalam biaya pakan sebesar 15.72
78

persen. Hasil tersebut menunjukkan bahwa komponen penjualan sapi siap


potong lebih peka terhadap perubahan dibanding komponen biaya pakan.

Saran

Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk dapat mengatasi permasalahan dalam penyediaan sapi bakalan,
TARUMA sebaiknya mulai melakukan kegiatan pembibitan sapi sehingga
pemenuhan kebutuhan sapi bakalan tidak hanya bergantung pada pemasok
di luar TARUMA.
2. Sebaiknya aktivitas bisnis tambahan dikelola lebih lanjut sehingga
menghasilkan penerimaan yang lebih besar, seperti misalnya pakan
konsentrat yang dijual diberi merek tertentu dan dipasarkan lebih luas dan
kotoran sapi diproses lebih lanjut sehingga nilai tambah yang diperoleh
lebih tinggi.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan menerapkan skenario-skenario tertentu
dalam bisnis penggemukan sapi potong pada TARUMA seperti misalnya
skenario jika ada penambahan aktivitas bisnis yang dilakukan.
4. Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan analisis ekonomi pada bisnis
penggemukan sapi potong TARUMA sehingga dapat memaksimumkan
sumberdaya yang bersifat nasional dalam menghasilkan pendapatan
nasional.

DAFTAR PUSTAKA

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2012. Pertumbuhan ketersediaan komoditas


pangan nabati dan pangan hewani [Internet]. [diunduh 2012 November
25]. Tersedia pada:
http://bkp.deptan.go.id/file/statistik12/Tabel1/Tabel%20I.2.pdf
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Sensus penduduk 2010 [Internet]. [diunduh
2013 Maret 12]. Tersedia pada: http://sp2010.bps.go.id/
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Persentase pengeluaran rata-rata per kapita
sebulan menurut kelompok barang, Indonesia 1999, 2002-2012. Jakarta
(ID).
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produk domestik regional bruto atas harga
konstan menurut provinsi taun 2004-2011.Jakarta (ID).
Bahri S, Martindah E. 2007. Kebijakan pengendalian penyakit strategis dalam
rangka mendukung program kecukupan daging sapi 2010. Lokakarya
Nasional Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Startegis
pada Ternak Ruminansia Besar [Internet]. [diunduh 2012 November 25].
Tersedia pada:
http://bbalitvet.litbang.deptan.go.id/ind/attachments/247_70.pdf
Bank Indonesia. 2000. Pola pembiayaan usaha kecil (PPUK) penggemukan sapi
potong [Internet]. [diunduh 2012 November 25]. Tersedia pada:
79

http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/B05D8B50-2016-4E20-B443-
8E538F4B7E7A/15890/PenggemukanPedetSapiPerah1.pdf
[Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat]. 2012. Perusahaan importir sapi bakalan
[Internet]. [diunduh 2012 Desember 5]. Tersedia pada:
http://www.disnak.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenuAuto&id
MenuKiri=691&idMenu=702
[Direktoat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan]. 2011. Cuplikan blue print
program swasembada daging sapi 2014 [Internet]. [diunduh 2012
November 25]. Tersedia pada:
http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/index.php/publikasi/analisis-kebijakan-
pertanian/374-joomla-promo38/2431-cuplikan-blue-print-program-
swasembada-daging-sapi-2014
[Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan]. 2011. Blue print program
swasembada daging sapi 2014 [Internet]. [diunduh 2012 November 25].
Tersedia pada: http://ngada.org/bn80-2010lmp.pdf
[Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan]. 2012. Statistik
Peternakan dan Kesehatan Hewan 2011. Jakarta (ID): Kementan
Field, Thomas G. 2007. Beef production and management decisions fifth edition.
Departement of animal sciences, Colorado State University, Fort Collins,
Colorado. Pearson Prentice Hall.
Harmini, Asmarantaka RW, Atmakusuma J. 2011. Model dinamis sistem
ketersediaan daging sapi nasional. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol (12)
no. 1:128-146. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Kasmir, Jakfar. 2010. Studi Kelayakan Bisnis Edisi Kedua. Jakarta (ID): Kencana
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2010. Petunjuk praktis perkandangan sapi.
Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian, Balai Besar Pengkajian
Dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian NTB. NTB (ID): Kementan
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2012. Laporan kinerja kementerian pertanian
tahun 2011 [Internet]. [diunduh 2012 November 25]. Tersedia
pada:http://www.deptan.go.id/pengumuman/berita/2012/Laporan-kinerja-
kementan2011.pdf
[Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat]. 2011. Proposal
pembuatan portofolio investasi pembibitan dan penggemukan sapi potong
[Internet]. [diunduh 19 Mei 2013]. Tersedia pada
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/userfiles/daerah/6371/attac
hment/Download%20File%20Pembibitan%20dan%20Penggemukan%20S
api%20Potong.pdf kerjasama dengan Badan Koordinasi Penanaman
Modal Daerah Provinsi Kalimanatan Selatan, Banjarmasin.
Muladno. 2008. Kumpulan pemikiran: pengembangan industri peternakan sapi
potong. [Internet]. [diunduh 2012 November 25]. Tersedia pada:
http://www.muladno.com/book/PemikiranAkademi1/22-sapi%20potong-
forkom.pdf
Ngadiyono, Nono. 1995. Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi
sumba ongole, brahman cross, dan australian commercial cross yang
dipelihara secara intensif pada berbagai bobot potong. Disertasi. IPB
80

Nurmalina R, Sarianti T, Karyadi A. 2010. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID):


Departemen Agribisnis FEM IPB
Primus, Josephus. 2012. Jumlah penduduk Singapura naik [Internet]. [diunduh
2012 November 5]. Tersedia pada:
http://internasional.kompas.com/read/2012/09/28/17040660/Jumlah.Pendu
duk.Singapura.Naik
Rahardjo HB. 2009. Strategi pengembangan industri sapi potong menuju
ketahanan pangan nasional: PT Lembu Jantan Perkasa. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009.
Rahmanto B. 2004. Analisis usaha peternakan sapi potong rakyat. Icaserd
working paper No. 59. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian.
Rivai, Arief. 2011. Analisis kelayakan usaha penggemukan sapi potong
(fattening) pada PT Zagrotech Dafa Internasional (ZDI) Kecamatan
Ciampea Kabupaten Bogor [skripsi]. Program Sarjana Agribisnis
Penyelenggaraan Khusus, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Said, Syahruddin. 2011. Peningkatan populasi dan mutu genetik ternak indonesia
melalui aplikasi bioteknologi reproduksi dalam rangka mendorong
percepatan swasembada daging dan susu nasional. Pusat Penelitian
Bioteknologi-LIPI. Bogor [Internet]. [diunduh 2012 November 25].
Tersedia pada:
http://www.opi.lipi.go.id/data/1228964432/data/13086710321319803211.
makalah.pdf
Santoso U. 2011. Pentingnya protein hewani asal ternak [Internet]. [diunduh 2012
November 25]. Tersedia pada: http://livestock-
livestock.blogspot.com/2011/08/pentingnya-protein-hewani-asal-
ternak.html
Siregar SB. 2003. Penggemukan Sapi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Sodiq A, Budiono M. 2012. Produktivitas sapi potong pada kelompok tani ternak
di pedesaan. Agripet: Vol (12) no. 1:28-33. Purwokerto (ID): Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman
Subagyo A. 2007. Studi Kelayakan: Teori dan Aplikasi. Jakarta (ID): PT Elex
Media Komputindo
Sudarmono AS, Sugeng YB. 2009. Sapi Potong. Jakarta (ID): Penebar Swadaya
Sumadi HW, Ngadiyono N. 2004. Analisis potensi sapi potong bakalan di Daerah
Istimewa Yogyakarta. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner 2004. Yogyakarta (ID): Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada.
Sulyanto. 2010. Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis. Yogyakarta (ID):
Penerbit Andi.
Sumantri B, Fariyanti A. 2011. Kelayakan pengembangan usaha integrasi padi
dengan sapi potong pada kondisi risiko di Kelompok Tani Dewi Sri.
Forum Agribisnis Vol 1 No 2:167-182. Bogor (ID): Magister Sains
Agribisnis Sekolah Pascasarjana IPB
Talib C, Noor YG. 2008. Penyediaan daging sapi nasional dalam ketahanan
pangan Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan Dan
Veteriner 2008. Bogor (ID): Puslitbangnak
81

[TARUMA] PT Catur Mitra Taruma. 2012. Company Profile Taruma. Jakarta


(ID): Taruma
[TARUMA] PT Catur Mitra Taruma. 2012. Laporan keuangan untuk tahun 2010
dan 2011. Jakarta (ID): Taruma
[TARUMA] PT Catur Mitra Taruma. 2013. Laporan keuangan untuk tahun 2012.
Jakarta (ID): Taruma
Umar H. 2007. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3: Teknik Menganalisis Kelayakan
Rencana Bisnis secara Komprehensif. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka
Utama
Yulianto P, Saparinto C. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Jakarta
(ID): Penebar Swadaya
82

Lampiran 1 Jumlah nilai sisa bisnis penggemukan sapi potong TARUMAa


Umur
No Investasi Nilai ivestasib Nilai sisab
ekonomisc
A Sarana dan prasarana
1 Pembelian tanah 6 718 269 105.00 - 6 718 269 105.00
2 Praoperasional 324 000 000.00 3
3 Jalan, saluran, dan instalasi 658 994 423.00 20 0
4 Pertamanan dan landscape 235 951 351.00 20 0
5 Sumur 323 845 000.00 8 121 441 875.00
B Bangunan
1 Bangunan kandang 1 6 007 392 064.00 20 0
2 Bangunan kandang 2 9 376 383 661.00 20 0
3 Bangunan kandang 3 279 172 573.00 20 0
4 Bangunan kandang 4 3 254 145 422.00 20 162 707 271.10
5 Gazebo 17 090 000.00 20 854 500.00
C Mesin dan peralatan
1 Chopper dan timbangan 40 575 000.00 8 15 215 625.00
2 Mesin mixer feedmeal 1 472 500 000.00 8 236 250 000.00
3 Mesin mixer feedmeal 2 580 000 000.00 8 364 500 000.00
4 Mesin mixer mini 28 500 000.00 8 14 250 000.00
5 Mesin hammer meal 77 000 000.00 8 38 500 000.00
6 Mesin chopper 107 929 500.00 8 53 964 750.00
7 Timbangan duduk 1 700 000.00 8 1 062 500.00
8 Trolly dorong 11 200 000.00 8 5 600 000.00
9 Manual exotic custle crush 103 341 150.00 8 51 670 575.00
10 Rumah timbang 33 500 000.00 8 16 750 000.00
11 Jembatan timbang 115 830 000.00 8 57 915 000.00
12 Mesin genset denyo 177 000 000.00 8 88 500 000.00
13 Mesin pompa dorong 53 735 000.00 8 33 584 375.00
14 Mesin pompa sedot 2 650 000.00 8 1 656 250.00
15 Mesin electrical water 24 013 605.00 8 12 006 802.50
16 Mesin roper gearpump 29 697 750.00 8 14 848 875.00
17 Mesin skid loader 235 000 000.00 8 146 875 000.00
18 Panel box dan gear box 125 500 000.00 8 78 437 500.00
19 Penangkal petir 41 382 000.00 8 25 863 750.00
20 Sepatu boot 2 650 000.00 3 0
21 Sekop/serokan 200 000.00 3 0
22 Backpack sprayer 1 100 000.00 8 550 000.00
D Perlengkapan kantor
1 Komputer dan printer 12 115 000.00 4 9 086 250.00
2 Komputer c dan printer 15 000 000.00 4 11 250 000.00
3 Komputer 6 829 000.00 4 5 121 750.00
4 Printer b 845 000.00 4 633 750.00
83

5 Komputer hp 45 500 000.00 4 0


6 Printer dan ups prolik 2 225 000.00 4 0
7 Printer 550 000.00 4 0
8 Laptop 14 881 440.00 4 11 161 080.00
9 Laptop 15 998 000.00 4 3 999 500.00
10 Exhause fan kulkas 10 047 072.00 4 7 535 304.00
microwave camera
11 Rak meja lukisan mebel 21 675 100.00 4 16 256 325.00
12 Lemari 4 pintu 6 000 000.00 4 0
13 Meja laci & kursi 16 979 000.00 4 0
14 Meja rapat 2 000 000.00 4 0
15 Tv 3 000 000.00 4 0
16 Deposit box 17 125 500.00 4 0
17 Furniture kandang 6 000 000.00 4 0
18 Kitchen set & lemari 35 095 300.00 4 0
19 Cpu timbangan 2 150 000.00 4 0
20 Springbed kk 7 443 630.00 4 0
21 Mesin absensi 3 000 000.00 4 750 000.00
22 Mesin hitung uang 1 575 000.00 4 393 750.00
E Kendaraan
1 Motor kawasaki 20 800 000.00 4 15 600 000.00
2 Mobil truk 167 500 000.00 8 62 812 500.00
3 Mobil grand max 109 488 000.00 8 41 058 000.00
4 Mobil hyundai 414 000 000.00 8 258 750 000.00
5 Mobil pick up 1 62 000 000.00 8 38 750 000.00
6 Mobil pick up t120s 68 504 400.00 8 42 815 250.00
7 Mobil pick up t120ss 99 352 700.00 8 62 095 437.50
Total nilai sisa 8 847 342 650.10
a
Sumber: Laporan keuangan PT Catur Mitra Taruma tahun 2010 2011 2012 (diolah); bNilai
investasi bilai sisa (Rp); cUmur ekonomis (tahun)
84

Lampiran 2 Biaya investasi pada bisnis penggemukan sapi potong TARUMAa


Tahun Umur
No. Investasi Nilai Ivestasic
pembelian ekonomisb
A Sarana dan prasarana
1 Pembelian tanah 2010 - 6 718 269 105.00
2 Praoperasional 2010 3 324 000 000.00
3 Jalan saluran dan instalasi 2011 20 658 994 423.00
4 Pertamanan dan landscape 2011 20 235 951 351.00
5 Sumur 2010 8 323 845 000.00
Total biaya sarana dan prasarana 8 261 059 879.00
B Bangunan
1 Bangunan kandang 1 2011 20 6 007 392 064.00
2 Bangunan kandang 2 2011 20 9 376 383 661.00
3 Bangunan kandang 3 2011 20 279 172 573.00
4 Bangunan kandang 4 2012 20 3 254 145 422.00
5 Gazebo 2012 20 17 090 000.00
Total biaya bangunan 18 934 183 720.00
C Mesin dan peralatan
1 Chopper dan timbangan 2010 8 40 575 000.00
2 Mesin mixer feedmeal 1 2011 8 472 500 000.00
3 Mesin mixer feedmeal 2 2012 8 580 000 000.00
4 Mesin mixer mini 2011 8 28 500 000.00
5 Mesin hammer meal 2011 8 77 000 000.00
6 Mesin chopper 2011 8 107 929 500.00
7 Timbangan duduk 2012 8 1 700 000.00
8 Trolly dorong 2011 8 11 200 000.00
9 Manual exotic custle crush 2011 8 103 341 150.00
10 Rumah timbang 2011 8 33 500 000.00
11 Jembatan timbang 2011 8 115 830 000.00
12 Mesin genset denyo 2011 8 177 000 000.00
13 Mesin pompa dorong 2012 8 53 735 000.00
14 Mesin pompa sedot 2012 8 2 650 000.00
15 Mesin electrical water 2011 8 24 013 605.00
16 Mesin roper gearpump 2011 8 29 697 750.00
17 Mesin skid loader 2012 8 235 000 000.00
18 Panel box dan gear box 2012 8 125 500 000.00
19 Penangkal petir 2012 8 41 382 000.00
20 Sepatu boot 2010 3 2 650 000.00
21 Sekop/serokan 2010 3 200 000.00
22 Backpack sprayer 2011 8 1 100 000.00
Total biaya mesin dan peralatan 2 265 004 005.00
D Perlengkapan kantor
85

1 Komputer dan printer 2010 4 12 115 000.00


2 Komputer c dan printer 2010 4 15 000 000.00
3 Komputer 2010 4 6 829 000.00
4 Printer b 2010 4 845 000.00
5 Komputer hp 2011 4 45 500 000.00
6 Printer dan ups prolik 2011 4 2 225 000.00
7 Printer 2011 4 550 000.00
8 Laptop 2010 4 14 881 440.00
9 Laptop 2012 4 15 998 000.00
10 Exhause fan kulkas microwave 2010 4
camera 10 047 072.00
11 Rak meja lukisan mebel 2010 4 21 675 100.00
12 Lemari 4 pintu 2011 4 6 000 000.00
13 Meja laci & kursi 2011 4 16 979 000.00
14 Meja rapat 2011 4 2 000 000.00
15 Tv 2011 4 3 000 000.00
16 Deposit box 2011 4 17 125 500.00
17 Furniture kandang 2011 4 6 000 000.00
18 Kitchen set & lemari 2011 4 35 095 300.00
19 Cpu timbangan 2011 4 2 150 000.00
20 Springbed kk 2011 4 7 443 630.00
21 Mesin absensi 2012 4 3 000 000.00
22 Mesin hitung uang 2012 4 1 575 000.00
Total biaya perlengkapan kantor 246 034 042.00
E Kendaraan
1 Motor kawasaki 2010 4 20 800 000.00
2 Mobil truk 2010 8 167 500 000.00
3 Mobil grand max 2010 8 109 488 000.00
4 Mobil hyundai 2012 8 414 000 000.00
5 Mobil pick up 1 2012 8 62 000 000.00
6 Mobil pick up t120s 2012 8 68 504 400.00
7 Mobil pick up t120ss 2012 8 99 352 700.00
Total biaya kendaraan 941 645 100.00
Total biaya investasi 30 647 926 746.00
a
Sumber: Laporan keuangan PT Catur Mitra Taruma tahun 2010, 2011, 2012 (diolah); bUmur
ekonomis (tahun); cNilai investasi (Rp)
86
86

Lampiran 3 Rincian re-investasi yang dilakukan TARUMAa


Tahunb
No Investasi
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
A Sarana dan Prasarana
1 Sumur 323 845 000
Total Biaya Re-investasi Sarana Prasarana - - - - - - - - 323 845 000 - -
B Mesin dan Peralatan
2 Chopper dan Timbangan 40 575 000
3 Mesin Mixer Feedmeal 1 472 500 000
4 Mesin Mixer Feedmeal 2 580 000 000
5 Mesin Mixer mini 28 500 000
6 Mesin Hammer Meal 77 000 000
7 Mesin Chopper 107 929 500
8 Timbangan Duduk 1 700 000
9 Trolly Dorong 11 200 000
10 Manual Exotic Custle Crush 103 341 150
11 Rumah Timbang 33 500 000
12 Jembatan Timbang 115 830 000
13 Mesin Genset Denyo 177 000 000
14 Mesin Pompa Dorong 53 735 000
15 Mesin Pompa Sedot 2 650 000
16 Mesin Electrical Water 24 013 605
17 Mesin Roper Gearpump 29 697 750
18 Mesin Skid Loader 235 000 000
19 Panel Box dan Gear Box 125 500 000
20 Penangkal Petir 41 382 000
87

21 Sepatu Boot 2 650 000 2 650 000 2 650 000


22 Sekop/serokan 200 000 200 000 200 000
23 Backpack Sprayer 1 100 000
Total Biaya Re-Investasi Mesin dan Peralatan - - - 2 850 000 - - 2 850 000 - 40 575 000 1 184 462 005 1 039 967 000
C Perlengkapan Kantor
24 Komputer dan Printer 12 115 000 12 115 000
25 Komputer C dan Printer 15 000 000 15 000 000
26 Komputer 6 829 000 6 829 000
27 Printer B 845 000 845 000
28 Laptop 14 881 440 14 881 440
29 Printer Dan UPS Prolik 2 225 000 2 225 000
30 Printer 550 000 550 000
31 Komputer HP 45 500 000 45 500 000
32 Laptop 15 998 000 15 998 000
Exhause Fan Kulkas Microwave
33 10 047 072 10 047 072
Camera
34 Rak meja Lukisan Mebel 21 675 100 21 675 100
35 Lemari 4 Pintu 6 000 000 6 000 000
36 Meja Laci & Kursi 16 979 000 16 979 000
37 Meja Rapat 2 000 000 2 000 000
38 TV 3 000 000 3 000 000
39 Deposit Box 17 125 500 17 125 500
40 Furniture Kandang 6 000 000 6 000 000
41 Kitchen Set & lemari 35 095 300 35 095 300
42 CPU Timbangan 2 150 000 2 150 000
43 Springbed KK 7 443 630 7 443 630

87
88
88

44 Mesin Absensi 3 000 000 3 000 000


45 Mesin Hitung Uang 1 575 000 1 575 000
Total Biaya Re-investasi Perlengkapan Kantor - - - - 81 392 612 144 068 430 20 573 000 - 81 392 612 144 068 430 20 573 000
D Kendaraan
46 Motor Kawasaki 20 800 000 20 800 000
47 Mobil Truk 167 500 000
48 Mobil Grand Max 109 488 000
49 Mobil Hyundai 414 000 000
50 Mobil Pick Up 1 62 000 000
51 Mobil Pick up T120S 68 504 400
52 Mobil Pick Up T120SS 99 352 700
Total Biaya Re-Investasi Kendaraan - - - - 20 800 000 - - - 297 788 000 - 643 857 100

Lanjutan biaya re-investasi yang dilakukan TARUMA


Tahunb
No Investasi
2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
A Sarana dan Prasarana
1 Sumur 323 845 000
Total Biaya Re-investasi Sarana Prasarana - - - - - 323 845 000 - - - -
B Mesin dan Peralatan
2 Chopper dan Timbangan 40 575 000
472 500
3 Mesin Mixer Feedmeal 1
000
4 Mesin Mixer Feedmeal 2 580 000 000
5 Mesin Mixer mini 28 500 000
77 000
6 Mesin Hammer Meal
000
7 Mesin Chopper 107 929
89

500

8 Timbangan Duduk 1 700 000


11 200
9 Trolly Dorong
000
103 341
10 Manual Exotic Custle Crush
150
33 500
11 Rumah Timbang
000
115 830
12 Jembatan Timbang
000
177 000
13 Mesin Genset Denyo
000
14 Mesin Pompa Dorong 53 735 000
15 Mesin Pompa Sedot 2 650 000
24 013
16 Mesin Electrical Water
605
17 Mesin Roper Gearpump 29 697 750
18 Mesin Skid Loader 235 000 000
19 Panel Box dan Gear Box 125 500 000
20 Penangkal Petir 41 382 000
21 Sepatu Boot 2 650 000 2 650 000 2 650 000
22 Sekop/serokan 200 000 200 000 200 000
23 Backpack Sprayer 1 100 000
Total Biaya Re-Investasi Mesin dan 1 181 612
- 2 850 000 - - 2 850 000 40 575 000 1 042 817 000 - -
Peralatan 005
C Perlengkapan Kantor
24 Komputer dan Printer 12 115 000 12 115 000 12 115 000
25 Komputer C dan Printer 15 000 000 15 000 000 15 000 000
26 Komputer 6 829 000 6 829 000 6 829 000
27 Printer B 845 000 845 000 845 000
28 Laptop 14 881 440 14 881 440 14 881 440

89
90

90
29 Printer Dan UPS Prolik 2 225 000 2 225 000
30 Printer 550 000 550 000
31 Komputer HP 45 500 000 45 500 000
32 Laptop 15 998 000 15 998 000

Exhause Fan Kulkas Microwave


33 10 047 072 10 047 072 10 047 072
Camera
34 Rak meja Lukisan Mebel 21 675 100 21 675 100 21 675 100
35 Lemari 4 Pintu 6 000 000 6 000 000
36 Meja Laci & Kursi 16 979 000 16 979 000
37 Meja Rapat 2 000 000 2 000 000
38 TV 3 000 000 3 000 000
39 Deposit Box 17 125 500 17 125 500
40 Furniture Kandang 6 000 000 6 000 000
41 Kitchen Set & lemari 35 095 300 35 095 300
42 CPU Timbangan 2 150 000 2 150 000
43 Springbed KK 7 443 630 7 443 630
44 Mesin Absensi 3 000 000 3 000 000
45 Mesin Hitung Uang 1 575 000 1 575 000
Total Biaya Re-investasi Perlengkapan
- 81 392 612 144 068 430 20 573 000 - 81 392 612 44 068 430 20 573 000 - 81 392 612
Kantor
D Kendaraan
46 Motor Kawasaki 20 800 000 20 800 000 20 800 000
47 Mobil Truk 167 500 000
48 Mobil Grand Max 109 488 000
49 Mobil Hyundai 414 000 000
50 Mobil Pick Up 1 62 000 000
51 Mobil Pick up T120S 68 504 400
91

52 Mobil Pick Up T120SS 99 352 700


Total Biaya Re-Investasi Kendaraan - 20 800 000 - - - 297 788 000 - 643 857 100 - 20 800 000
a b
Sumber: Laporan keuangan PT Catur Mitra Taruma tahun 2010, 2011, 2012 (diolah); Tahun (Rp)

91
92
92

Lampiran 4 Proyeksi siklus pembelian sapi bakalan lokal pada TARUMAa


Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2013 347 347 347 0
200 200 200 200 0
200 200 200 200 0
200 200 200 200 0
200 200 200 200 0
200 200 200 200 0
200 200 200 200 0
200 200 200 200 0
200 200 200 200
200 200 200
200 200
200
Total 347 547 747 600 800 800 800 800 800 800 800 800
a
Sumber: Data primer (diolah)
93

Lampiran 5 Proyeksi siklus pembelian sapi bakalan impor pada TARUMAa


Tahun Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
2013 602 0
600 600 600 600 0
600 600 600 600 0
600 600 600 600 0
600 600 600 600 0
600 600 600 600 0
600 600 600 600 0
600 600 600 600 0
600 600 600 600 0
600 600 600 600
600 600 600
600 600
600
Total 1202 1200 1800 2400 2400 2400 2400 2400 2400 2400 2400 2400
a
Sumber: Data primer (diolah)

93
94

Lampiran 6 Rincian biaya penyusutan TARUMAa


Tahun Umur Penyusutan per
No. Investasi Nilai ivestasic
pembelian ekonomisb tahunc
A Sarana dan prasarana
1 Pembelian tanah 2010 - 6 718 269 105.00 -
2 Praoperasional 2010 3 324 000 000.00 108 000 000.00
3 Jalan saluran dan instalasi 2011 20 658 994 423.00 32 949 721.15
4 Pertamanan dan landscape 2011 20 235 951 351.00 11 797 567.55
5 Sumur 2010 8 323 845 000.00 40 480 625.00
Total biaya penyusutan sarana dan prasarana 8 261 059 879.00 193 227 913.70
B Bangunan
1 Bangunan kandang 1 2011 20 6 007 392 064.00 300 369 603.20
2 Bangunan kandang 2 2011 20 9 376 383 661.00 468 819 183.05
3 Bangunan kandang 3 2011 20 279 172 573.00 13 958 628.65
4 Bangunan kandang 4 2012 20 3 254 145 422.00 162 707 271.10
5 Gazebo 2012 20 17 090 000.00 854 500.00
Total biaya penyusutan bangunan 18 934 183 720.00 946 709 186.00
C Mesin dan peralatan
1 Chopper dan timbangan 2010 8 40 575 000.00 5 071 875.00
2 Mesin mixer feedmeal 1 2011 8 472 500 000.00 59 062 500.00
3 Mesin mixer feedmeal 2 2012 8 580 000 000.00 72 500 000.00
4 Mesin mixer mini 2011 8 28 500 000.00 3 562 500.00
5 Mesin hammer meal 2011 8 77 000 000.00 9 625 000.00
6 Mesin chopper 2011 8 107 929 500.00 13 491 187.50
7 Timbangan duduk 2012 8 1 700 000.00 212 500.00
8 Trolly dorong 2011 8 11 200 000.00 1 400 000.00
9 Manual exotic custle crush 2011 8 103 341 150.00 12 917 643.75
10 Rumah timbang 2011 8 33 500 000.00 4 187 500.00
11 Jembatan timbang 2011 8 115 830 000.00 14 478 750.00
12 Mesin genset denyo 2011 8 177 000 000.00 22 125 000.00
13 Mesin pompa dorong 2012 8 53 735 000.00 6 716 875.00
14 Mesin pompa sedot 2012 8 2 650 000.00 331 250.00
15 Mesin electrical water 2011 8 24 013 605.00 3 001 700.63
16 Mesin roper gearpump 2011 8 29 697 750.00 3 712 218.75
17 Mesin skid loader 2012 8 235 000 000.00 29 375 000.00
18 Panel box dan gear box 2012 8 125 500 000.00 15 687 500.00
19 Penangkal petir 2012 8 41 382 000.00 5 172 750.00
20 Sepatu boot 2010 3 2 650 000.00 883 333.33
21 Sekop/serokan 2010 3 200 000.00 66 666.67
22 Backpack sprayer 2011 8 1 100 000.00 137 500.00
Total biaya penyusutan mesin dan peralatan 2 265 004 005.00 283 719 250.63
D Perlengkapan kantor
95

1 Komputer dan printer 2010 4 12 115 000.00 3 028 750.00


2 Komputer c dan printer 2010 4 15 000 000.00 3 750 000.00
3 Komputer 2010 4 6 829 000.00 1 707 250.00
4 Printer b 2010 4 845 000.00 211 250.00
5 Komputer hp 2011 4 45 500 000.00 11 375 000.00
6 Printer dan ups prolik 2011 4 2 225 000.00 556 250.00
7 Printer 2011 4 550 000.00 137 500.00
8 Laptop 2010 4 14 881 440.00 3 720 360.00
9 Laptop 2012 4 15 998 000.00 3 999 500.00
Exhause fan kulkas
10 2010 4 10 047 072.00 2 511 768.00
microwave camera
11 Rak meja lukisan mebel 2010 4 21 675 100.00 5 418 775.00
12 Lemari 4 pintu 2011 4 6 000 000.00 1 500 000.00
13 Meja laci & kursi 2011 4 16 979 000.00 4 244 750.00
14 Meja rapat 2011 4 2 000 000.00 500 000.00
15 Tv 2011 4 3 000 000.00 750 000.00
16 Deposit box 2011 4 17 125 500.00 4 281 375.00
17 Furniture kandang 2011 4 6 000 000.00 1 500 000.00
18 Kitchen set & lemari 2011 4 35 095 300.00 8 773 825.00
19 Cpu timbangan 2011 4 2 150 000.00 537 500.00
20 Springbed kk 2011 4 7 443 630.00 1 860 907.50
21 Mesin absensi 2012 4 3 000 000.00 750 000.00
22 Mesin hitung uang 2012 4 1 575 000.00 393 750.00
Total biaya penyusutan perlengkapan kantor 246 034 042.00 61 508 510.50
E Kendaraan
1 Motor kawasaki 2010 4 20 800 000.00 5 200 000.00
2 Mobil truk 2010 8 167 500 000.00 20 937 500.00
3 Mobil grand max 2010 8 109 488 000.00 13 686 000.00
4 Mobil Hyundai 2012 8 414 000 000.00 51 750 000.00
5 Mobil pick up 1 2012 8 62 000 000.00 7 750 000.00
6 Mobil pick up t120s 2012 8 68 504 400.00 8 563 050.00
7 Mobil pick up t120ss 2012 8 99 352 700.00 12 419 087.50
Total biaya penyusutan kendaraan 941 645 100.00 120 305 637.50
Total biaya penyusutan investasi tahun 2010 214 674 153.00
Total biaya penyusutan investasi tahun 2011 1 011 613 311.73
Total biaya penyusutan investasi tahun 2012 379 183 033.60
Biaya penyusutan tahun 2013 dan tahun-tahun berikutnya 1 497 470 498.33
a
Sumber: Laporan keuangan PT Catur Mitra Taruma tahun 2010, 2011, 2012 (diolah); bUmur
ekonomis (tahun); cNilai investasi, Penyusutan per tahun (Rp)
96

96
Lampiran 7 Laporan laba rugi TARUMAa
Tahun keb -
Komponen 1 2 3 4 5 6 7-20 21
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016-2029 2030
Penjualan 18 518 059 060 15 578 521 000 44 655 868 600 102 698 424 884 137 849 140 252 137 849 140 252 137 849 140 252 137 878 499 778
Biaya operasional-variabel
1. Biaya pembelian sapi 22 170 843 231 5 960 240 245 41 859 395 374 87 184 664 227 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 59 395 234 361
2. Biaya pengangkutan sapi 22 506 000 17 000 000 37 900 000 28 668 126 31 274 319 31 274 319 31 274 319 20 849 546
3. Biaya pakan 3 059 292 917 2 233 299 380 11 961 847 493 25 680 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 17 490 097 493
4. Biaya obat dan vitamin - 18 828 000 159 793 390 343 327 512 350 632 353 350 632 353 350 632 353 233 754 902
5. Biaya eartag - 7 308 000 39 375 000 84 600 000 86 400 000 86 400 000 86 400 000 57 600 000
Total biaya operasional-variabel 25 252 642 148 8 236 675 625 54 058 311 257 113 321 357 358 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 77 197 536 303
Margin kotor (6 734 583 088) 7 341 845 375 (9 402 442 657) (10 622 932 475) 22 061 884 544 22 061 884 544 22 061 884 544 60 680 963 475
Biaya operasional-tetap
1. Biaya sewa kandang 150 000 000 - - - - - - -
2. Biaya sewa kantor pusat 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007
3. Biaya gaji 1 419 934 976 1 464 664 273 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318
4. Biaya listrik dan air 30 892 225 61 011 873 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266
5. Biaya telekomunikasi - 17 625 498 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215
6. Biaya pemasaran 3 226 471 53 656 967 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545
7. Biaya ekspedisi, pos, dan materai - 634 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000
8. Biaya perjalanan dinas - 30 100 613 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282
9. Biaya atk dan rumah tangga
47 117 497 43 615 066 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433
kantor
10. Biaya stnk, kir, dan pajak
- 2 083 600 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000
kendaraan
11. Biaya retribusi dan sumbangan 20 518 845 12 625 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500
97

12. Biaya perijinan - 95 600 000 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272
13. Biaya konsultasi - 220 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000
14. Biaya pemeliharaan 24 315 537 34 362 310 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930
15. Biaya pbb - - 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376
16. Biaya penyusutan 214 674 153 1 226 287 465 1 605 470 498 1 497 470 498 1 497 470 498 1 497 470 498 1 497 470 498 1 497 470 498
Total biaya operasional-tetap 2 137 447 711 3 489 035 172 5 644 244 642 5 536 244 642 5 536 244 642 5 536 244 642 5 536 244 642 5 536 244 642
Laba kotor (laba sebelum bunga
(8 872 030 799) 3 852 810 203 (15 046 687 299) (16 159 177 177) 16 525 639 903 16 525 639 903 16 525 639 903 55 144 718 833
dan pajak)
Bunga (13%) 1 833 000 000 1 950 000 000 1 950 000 000 1 950 000 000 1 950 000 000
Laba sebelum pajak (8 872 030 799) 3 852 810 203 (15 046 687 299) (17 992 117 117) 14 575 639 903 14 575 639 903 14 575 639 903 53 194 718 833
Pajak (25%) - 936 202 551 - - 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 13 298 679 708
Laba bersih (8 872 030 799) 2 889 607 652 (15 046 687 299) (17 992 117 117) 10 931 729 927 10 931 729 927 10 931 729 927 39 896 039 125
a
Sumber: Laporan keuangan PT Catur Mitra Taruma tahun 2010, 2011, 2012 (diolah); bTahun ke (Rp)

97
98
98

Lampiran 8 Laporan arus kas (cashflow) TARUMAa


Uraian Tahun ke-b
Komponen 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Inflow 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Penjualan sapi
18 417 099 060 5 530 757 400 4 612 053 400 102 654 609 684 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052
potong
Penjualan
100 960 000 47 763 600 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200
lainnya
Penerimaan
4 102 944 033 8 996 294 868 14 100 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000
Pinjaman
Nilai Sisa
Total Inflow 22 621 003 093 24 574 815 868 58 755 868 600 117 698 424 884 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252
Outflow
1. Biaya
Investasi
Sarana dan
7 366 114 105 894 945 774 323 845 000
Prasarana
Bangunan 15 662 948 298 3 271 235 422
Mesin dan
43 425 000 1 181 612 005 1 039 967 000 2 850 000 2 850 000 - 40 575 000 1 184 462 005 1 039 967 000
Peralatan
Perlengkapan
81 392 612 144 068 430 20 573 000 81 392 612 144 068 430 20 573 000 - 81 392 612 144 068 430 20 573 000
Kantor
Kendaraan 297 788 000 643 857 100 20 800 000 - - - 297 788 000 - 643 857 100
Total Biaya
7 788 719 717 17 883 574 507 4 975 632 522 2 850 000 102 192 612 144 068 430 23 423 000 - 743 600 612 1 328 530 435 1 704 397 100
Investasi
2. Biaya
Operasional
2.1 Biaya
Variabel
Biaya
22 170 843 231 5 960 240 245 41 859 395 374 87 184 664 227 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542
Pembelian Sapi
Biaya
Pengangkutan 22 506 000 17 000 000 37 900 000 28 668 126 31 274 319 31 274 319 31 274 319 31 274 319 31 274 319 31 274 319 31 274 319
Sapi
Biaya Pakan 3 059 292 917 2 233 299 380 11 961 847 493 25 680 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493
99

Biaya Obat dan


18 828 000 159 793 390 343 327 512 350 632 353 350 632 353 350 632 353 350 632 353 350 632 353 350 632 353 350 632 353
Vitamin
Biaya Eartag 7 308 000 39 375 000 84 600 000 84 600 000 84 600 000 84 600 000 84 600 000 84 600 000 84 600 000 84 600 000
Total Biaya
25 252 642 148 8 236 675 625 54 058 311 257 113 321 357 358 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707
Variabel
2.2 Biaya
Tetap
Biaya Sewa
150 000 000
Kandang
Biaya Sewa
226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007
Kantor Pusat
Biaya Gaji 1 419 934 976 1 464 664 273 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318
Biaya Listrik
30 892 225 61 011 873 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266
dan Air
Biaya
17 625 498 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215
Telekomunikasi
Biaya
3 226 471 53 656 967 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545
Pemasaran
Biaya
Ekspedisi Pos 634 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000
dan Materai
Biaya
Perjalanan 30 100 613 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282
Dinas
Biaya ATK dan
Rumah Tangga 47 117 497 43 615 066 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433
Kantor
Biaya STNK,
KIR, dan Pajak 2 083 600 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000
Kendaraan
Biaya Retribusi
20 518 845 12 625 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500
dan Sumbangan
Biaya Perijinan 95 600 000 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272
Biaya
220 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000
Konsultasi
Biaya
24 315 537 34 362 310 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930
Pemeliharaan
Biaya PBB 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376
Total Biaya
1 922 773 558 2 262 747 707 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144
Tetap

99
100
100

Total Biaya
27 175 415 706 10 499 423 332 58 097 085 401 117 360 131 502 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851
Operasional
3. Biaya
Pembayaran
16 660 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495
Pinjaman dan
Bunga
4. Biaya Pajak - 963 202 551 - - 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976
Total Outflow 34 964 135 423 29 346 200 390 63 072 717 923 134 023 716 996 141 249 867 933 141 291 743 751 141 171 098 321 141 147 675 321 141 891 275 933 142 476 205 756 142 852 072 421
Net Benefit (12 343 132 330) (4 771 384 522) (4 316 849 323) (16 325 292 113) 11 599 272 319 11 557 396 501 11 678 041 931 11 701 464 931 10 957 864 319 10 372 934 496 9 997 067 831
DF 13% 0.8849558 0.7831467 0.6930502 0.6133187 0.5427599 0.4803185 0.4250606 0.3761599 0.3328848 0.2945883 0.2606977
PV Manfaat
(10 923 125 956) (3 736 693 963) (2 991 793 124) (10 012 607 388) 6 295 620 301 5 551 231 668 4 963 876 021 4 401 621 430 3 647 706 838 3 055 745 638 2 606 212 122
Bersih
PV Biaya 30 941 712 764 22 982 379 505 43 712 557 392 82 199 255 587 76 664 769 279 67 865 042 297 60 006 277 931 53 094 090 031 47 233 453 747 41 971 830 101 37 241 200 036
PV Manfaat 20 018 586 808 19 245 685 542 40 720 764 268 72 186 648 199 82 960 389 581 73 416 273 965 64 970 153 951 57 495 711 461 50 881 160 585 45 027 575 739 39 847 412 159
NPV 20 696 240 936
IRR 22%
PV Positif 48 360 461 366
PV Negatif (27 664 220 430.54)
Net B/C 1.75
Net Benefit
Rata-Rata per 8 370 591 923
Tahun
Payback Period 7.3 tahun

Lanjutan laporan cashflow TARUMA


Uraian Tahun ke-b
Komponen 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Inflow 2021 2022 2023 2024 2025 2026 2027 2028 2029 2030
Penjualan sapi
137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 805 325 052 137 834 684 578
potong
Penjualan
43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200 43 815 200
lainnya
101

Penerimaan
15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000 15 000 000 000
Pinjaman
Nilai Sisa 8 847 342 650
Total Inflow 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 152 849 140 252 146 725 842 428
Outflow
1. Biaya
Investasi
Sarana dan
323 845 000
Prasarana
Bangunan
Mesin dan
- 2 850 000 - - 2 850 000 40 575 000 1 181 612 005 1 042 817 000 - -
Peralatan
Perlengkapan
- 81 392 612 144 068 430 20 573 000 - 81 392 612 144 068 430 20 573 000 - 81 392 612
Kantor
Kendaraan - 20 800 000 - - - 297 788 000 - 643 857 100 - 20 800 000
Total Biaya
- 105 042 612 144 068 430 20 573 000 2 850 000 743 600 612 1 325 680 435 1 707 247 100 - 102 192 612
Investasi
2. Biaya
Operasional
2.1 Biaya
Variabel
Biaya
89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 89 092 851 542 59 395 234 361
Pembelian Sapi
Biaya
Pengangkutan 31 274 319 31 274 319 31 274 319 31 274 319 31 274 319 31 274 319 31 274 319 31 274 319 31 274 319 20 849 546
Sapi
Biaya Pakan 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 26 226 097 493 17 490 097 493
Biaya Obat dan
350 632 353 350 632 353 350 632 353 350 632 353 350 632 353 350 632 353 350 632 353 350 632 353 350 632 353 233 754 902
Vitamin
Biaya Eartag 86 400 000 86 400 000 86 400 000 86 400 000 86 400 000 86 400 000 86 400 000 86 400 000 86 400 000 57 600 000
Total Biaya
115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 115 787 255 707 77 197 536 303
Variabel
2.2 Biaya
Tetap
Biaya Sewa
Kandang
Biaya Sewa
226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007 226 768 007
Kantor Pusat

101
102
102

Biaya Gaji 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318 2 847 034 318
Biaya Listrik
126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266 126 585 266
dan Air
Biaya
24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215 24 013 215
Telekomunikasi
Biaya
101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545 101 916 545
Pemasaran
Biaya
Ekspedisi Pos 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000 4 311 000
dan Materai
Biaya
Perjalanan 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282 85 501 282
Dinas
Biaya ATK dan
Rumah Tangga 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433 53 388 433
Kantor
Biaya STNK
KIR dan Pajak 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000 1 825 000
Kendaraan
Biaya Retribusi
38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500 38 087 500
dan Sumbangan
Biaya Perijinan 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272 96 616 272
Biaya
352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000 352 000 000
Konsultasi
Biaya
75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930 75 475 930
Pemeliharaan
Biaya PBB 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376 5 251 376
Total Biaya
4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144 4 038 774 144
Tetap
Total Biaya
119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 119 826 029 851 81 236 310 446
Operasional
3. Biaya
Pembayaran
17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495 17 677 735 495
Pinjaman dan
Bunga
4. Biaya Pajak 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 3 643 909 976 13 298 679 708
Total Outflow 141 147 675 321 141 252 717 933 141 291 743 751 141 168 248 321 141 150 525 321 141 891 275 933 142 473 355 756 142 854 922 421 141 147 675 321 112 314 918 261
Net Benefit 11 701 464 931 11 596 422 319 11 557 396 501 11 680 891 931 11 698 614 931 10 957 864 319 10 375 784 496 9 994 217 831 11 701 464 931 34 410 924 167
103

DF 13% 0.2307059 0.2041645 0.1806766 0.1598908 0.1414962 0.1252179 0.1108123 0.0980640 0.0867823 0.0767985
PV Manfaat
2 699 596 855 2 367 577 793 2 088 150 537 1 867 666 606 1 655 310 044 1 372 120 900 1 149 764 672 980 072 909 1 015 479 980 2 642 707 051
Bersih
PV Biaya 32 563 599 745 28 838 790 880 25 528 104 926 22 571 497 520 19 972 268 829 17 767 329 430 15 787 801 992 14 008 924 138 12 249 119 177 8 625 616 241
PV Manfaat 35 263 196 601 31 206 368 673 27 616 255 463 24 439 164 126 21 627 578 873 19 139 450 330 16 937 566 664 14 988 997 048 13 264 599 157 11 268 323 292
NPV 20 696 240 936
IRR 22%
PV Positif 48 360 461 366
PV Negatif (27 664 220 430.54)
Net B/C 1.75
Net Benefit
Rata-Rata per 8 370 591 923
Tahun
Payback Period 7.3 tahun
a
Sumber: Laporan keuangan PT Catur Mitra Taruma tahun 2010, 2011, 2012 (diolah); bTahun ke (Rp)

103
104

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekalongan pada tanggal 9 Agustus 1991 dari


pasangan Hasan Basymeleh dan Nur Sahil Sahak. Penulis adalah anak ketiga dari
3 bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Kota Pekalongan pada tahun 2003 dan pendidikan menengah pertama di SMP Al-
Irsyad Al-Islamiyyah Kota Pekalongan pada tahun 2006. Pada tahun 2009 penulis
lulus dari SMA Negeri 3 Kota Pekalongan dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Masuk IPB dan diterima di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan
Manajemen.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi
kampus dan berbagai kepanitiaan. Pada tahun 2009-2010, penulis menjabat
sebagai dewan gedung asrama putri A4 TPB-IPB dan anggota UKM basket IPB
Pada tahun 2010-2011, penulis menjabat sebagai anggota badan pengawas
Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) Fakultas Ekonomi
dan Manajemen IPB dan reporter Orange Magazine. Dilanjutkan pada tahun
2011-2012, penulis menjabat sebagai sekretaris Departemen Sosial dan
Lingkungan HIPMA Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Selain itu penulis
juga pernah meraih gelar juara pada Olympiade Mahasiswa IPB cabang Basket
Putri pada tahun 2012.

Anda mungkin juga menyukai