Anda di halaman 1dari 125

i

ANALISIS EKONOMI USAHA AGRIBISNIS SUTERA ALAM


DI PENGUSAHAAN SUTERA ALAM REGALOH
KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI

IKA PUTRI RAHMADANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Ekonomi


Usaha Agribisnis Sutera Alam di Pengusahaan Sutera Alam Regaloh Kecamatan
Tlogowungu Kabupaten Pati adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya
melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016

Ika Putri Rahmadani


NIM H44120037
ii
i

ABSTRAK
IKA PUTRI RAHMADANI. Analisis Ekonomi Usaha Agribisnis Sutera Alam di
Pengusahaan Sutera Alam Regaloh Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati.
Dibimbing oleh RIZAL BAHTIAR.

PSA Regaloh merupakan perusahaan umum yang memproduksi benang


sutera alam dan mengajak masyarakat sekitar untuk bermitra dalam
pengembangan usaha ulat sutera. Adanya perubahan kondisi iklim, jumlah
produksi kokon, dan benang sutera mempengaruhi pendapatan serta
keberlangsungan usaha bagi PSA Regaloh dan masyarakat sekitar. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan (1) menganalisis kelayakan ekonomi usaha agribisnis
sutera alam, (2) menganalisis sustainable livelihood petani ulat sutera terhadap
keberadaan PSA Regaloh, dan
(3) menganalisis strategi pengembangan usaha sutera alam di PSA Regaloh.
Metode yang digunakan adalah cost-benefit analysis, sustainable livelihood
analysis, dan analytical hierarchy process (AHP). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa analisis usaha persuteraan alam layak untuk diusahakan
secara ekonomi, dengan nilai NPV sebesar sebesar Rp 268 646 398 670, Net B/C
sebesar 3.18, IRR sebesar 15%, dan payback period selama 0.57 tahun; Asset
kapital sustainable livelihood yang sangat memberikan pengaruh pada kondisi
sebelum dan sesudah menjadi petani ulat sutera adalah financial capital; Dan
kriteria strategi pengembangan usaha sutera alam yang menjadi prioritas utama
adalah peningkatan sumberdaya manusia dengan skor 0.390, dengan alternatif
pengembangan usaha yang diutamakan adalah perbaikan tempat pemeliharaan
ulat sutera dengan skor 0.24.

Kata kunci: benang sutera, analisis ekonomi, sustainable livelihood, strategi


pengembangan.
ii

ABSTRACT
IKA PUTRI RAHMADANI. Economic Analysis of Natural Silk Agribusiness in
Pengusahaan Sutera Alam Regaloh, Tlogowungu Subdistrict, Pati. Supervised by
RIZAL BAHTIAR.

PSA Regaloh is a public company that produces yarns of natural silk and
it invite local communities for partnering in silkworm business development. The
existences of changes in climatic condition, number of cocoon production, and
silks affects the incomes and business continuity for PSA Regaloh and local
communities. Therefore, this research intends to (1) analyzing the economic
appropriateness of natural silk agribusiness, (2) analyzing sustainable livelihood
of natural silk farmers towards the existence of PSA Regaloh, and (3) analyzing
alternative strategies of natural silk business development at PSA Regaloh. The
methods that used are cost and benefit analysis, sustainable livelihood analysis,
and analytical hierarchy process (AHP). The result of this research shows that
economical analysis shows that the business have appropriateness to be run with
NPV value obtained is Rp 268 646 398 670, Net B/C is 3.18, Interal Rate of
Return is 11%, and Payback Period for 0.57 years; The criteria of sustainable
livelihood capital that gives more influences to the condition before and after
being a silkworm farmer is financial capital; The criteria of natural silk business
development’s strategy that becomes main priority is human resource
enhancement with 0.390 score and the alternative of business development that
been priority is repairing the place for silkworm breeding with 0.242 score.

Keywords: silk, PSA Regaloh, economic analysis, sustainable livelihood,


development strategies
iii

ANALISIS EKONOMI USAHA AGRIBISNIS SUTERA ALAM


DI PENGUSAHAAN SUTERA ALAM REGALOH
KECAMATAN TLOGOWUNGU KABUPATEN PATI

IKA PUTRI RAHMADANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN
BOGOR BOGOR
NAMA2016
PENULIS
iv
0 0" *',
% " , , &%&+ , ) ,% , 0- ( " +
% 0, % 0. ( " + "& + - % "& &10% 0
0' . % .
$
! 0/) %

, -0 0 &#

2 #

+ + %

- 0 &#

-0 ' (- + %

% " #0"0,
vi
vii

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga skripsi penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ialah
Analisis Ekonomi Usaha Agribisnis Sutera Alam di Pengusahaan Sutera Alam
Regaloh Kecamatan Tlogowungu Kabupaten Pati. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini,
terutama kepada:
1. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
sabar meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, serta
mendukung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
2. Ir. Ujang Sehabudin, M.Si sebagai dosen penguji utama yang telah
memberikan koreksi dan saran demi perbaikan dan penyempurnaan
skripsi.
3. Kastana Sapanli, S.Pi, M.Si sebagai dosen penguji wakil program studi
yang telah memberikan koreksi dan saran demi perbaikan dan
penyempurnaan skripsi.
4. Dr. Ir. Eka Intan K. Putri, M.S sebagai dosen pembimbing akademik yang
telah membimbing dan memberikan arahan selama menjadi mahasiswi di
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.
5. Kedua orang tua tercinta Bapak Sutrimo dan Ibu Kristiana serta adek
Adhitya Luchy Christiawan yang telah memberikan kasih sayang, perhatian,
dan doa kepada penulis.
6. KBM Agribisnis Perum Perhutai Unit I Jawa Tengah yang telah
memberikan izin kesempatan untuk melakukan penelitian mengenai sutera
alam di PSA Regaloh.
7. Pegawai PSA Regaloh Bapak Solikin, Bapak Sugeng, Ibu Listutik, Bapak
Pramono, Bapak Suyono, Ibu Sumartini, dan Bapak Warsono yang telah
membantu selama penelitian dan pengumpulan data.
8. Para petani ulat sutera Bapak Sudar, Bapak Seno, Bapak Karmijan, Bapak
Rustam, Bapak Wagimin, serta Bapak Sarmidi yang telah membantu
selama pengumpulan data.
viii

9. Seluruh dosen dan staff Departemen Ekonomi Sumberdaya dan


Lingkungan atas semua arahan, masukan, dan bantuan yang telah
diberikan kepada penulis.
10. Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga skrispi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2016

Ika Putri Rahmadani


ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL.............................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR........................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................xii
I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................7
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian......................................................................8
II.TINJAUAN PUSTAKA................................................................................9
2.1 Ulat Sutera...............................................................................................9
2.2 Siklus Hidup Ulat Sutera........................................................................9
2.3 Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan....................................................12
2.4 Kelayakan usaha...................................................................................13
2.5 Sustainable Livelihood.........................................................................15
2.6 Proses Hierarki Analisis.......................................................................16
2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan......................................................17
III. KERANGKA PEMIKIRAN....................................................................21
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis................................................................21
3.1.1 Analisis Usaha Tani........................................................................21
3.1.2 Analisis Kelayakan Ekonomi..........................................................22
3.1.3 Analytical Hierarchy Process.........................................................23
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional........................................................24
IV. METODE PENELITIAN.........................................................................27
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................27
4.2 Jenis dan Sumber Data........................................................................27
4.3 Metode Pengambilan Sampel..............................................................27
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data................................................28
4.4.1 Cost-Benefit Analysis Kelayakan Ekonomi Usaha PSA Regaloh. .29
4.4.2 Sustainable livelihood Petani Ulat Sutera.....................................31
4.4.3 Strategi Pengembangan Usaha Ulat Sutera yang Berkelanjutan.....32
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN......................................35
5.1 Sejarah dan Perkembangan Usaha.......................................................35
5.2 Letak Geografis dan Topografi...........................................................36
5.3 Kegiatan PSA Regaloh........................................................................36
5.4 Ketenagakerjaan..................................................................................46
5.5 Sarana PSA Regaloh............................................................................47
5.6 Karakteristik Responden......................................................................47
5.6.1 Karakteristik Demografi Responden..............................................48
5.6.2 Karakteristik Ekonomi Responden.................................................49
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................51
6.1 Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha Sutera Alam PSA Regaloh.......51
6.2 Sustainable Livelihood dari Keberadan PSA Regaloh........................58
6.3 Strategi Pengembangan Usaha Sutera Alam di PSA Regaloh...........64
VII. SIMPULAN DAN SARAN......................................................................69
7.1 Simpulan..............................................................................................69
7.2 Saran....................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................71
LAMPIRAN.....................................................................................................75
RIWAYAT HIDUP........................................................................................109
xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. PDB Sektor Pertanian Atas Dasar Harga Berlaku Tahun Dari
Tahun 2013-2014 ........................................................................... 1
2. Volume Ekspor dan Impor Komoditi Kehutanan Hasil Hutan
Bukan KayuTahun 2012-2013 ...................................................... 3
3. Kegiatan Produksi PSA Regaloh Tahun 1995-2015 ...................... 6
4. Karakteristik Tahapan Instar Ulat Sutera ....................................... 10
5. Kebutuhan Daun Murbei Ulat Sutera............................................. 11
6. Penelitian Terdahulu yang Relevan................................................ 19
7. Matriks Analisis Data..................................................................... 28
8. Kategori Kapital dalam Sustainable Livelihood ............................ 32
9. Skala Penilaian Analytical Hierarchy Process............................... 34
10. Kegiatan Pemeliharan Ulat Sutera ................................................ 42
11. Produksi benang PSA Regaloh Tahun 1995-2015 ........................ 46
12. Luas Area Bangunan PSA Regaloh .............................................. 47
13. Karakteristik Demografi Responden ............................................. 49
14. Karakteristik Ekonomi Responden................................................. 49
15. Total Manfaat Ekonomi usaha PSA Regaloh................................. 53
16. Biaya Pemeliharaan Kebun Murbei .............................................. 54
17. Biaya Pemeliharaan Ulat Sutera .................................................... 55
18. Biaya Pemintalan Benang Sutera ................................................... 56
19. Biaya Investasi usaha benang sutera ............................................. 57
20. Hasil Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PSA Regaloh ............. 57
21. Hasil Penilaian Kriteria Human Capital Petani Ulat Sutera .......... 59
22. Hasil Penilaian Kriteria Natural Capital Petani Ulat Sutera.......... 60
23. Hasil Penilaian Kriteria Social Capital Petani Ulat Sutera ............ 61
24. Hasil Penilaian Kriteria Physical Capital Petani Ulat Sutera ........ 61
25. Hasil Penialaian Kriteria Financial Capital Petani Ulat Sutera..... 62
27. Hasil Analisis Sustainable Livelihood Petani Ulat Sutera ............. 63

DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Produksi Benang Sutera Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010
Sampai 2013................................................................................... 4
2. Skema Pemikiran Operasional ...................................................... 26
3. Struktur Hirarki Analytical Hierachy Process................................ 33
4. Alur Proses Pemintalan Benang PSA Regaloh .............................. 44
5. Hasil Analisis Sustainable Livelihoood Petani Ulat Sutera............ 63
6. Diagram Hirarki Prioritas Pengembangan Usaha PSA Regaloh..... 64
7. Hasil Penilaian Prioritas Pengembangan Usaha PSA Regaloh...... 66
8. Hasil Penilaian Prioritas Alternatif Pengembangan PSA Regaloh.. 68
x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional dengan


pendekatan klaster ....................................................................... 77
2. Kuesioner Sustainable Livelihood .............................................. 80
3. Kuesiner Strategi Pengembangan Usaha PSA Regaloh ............... 90
4. Border Price Input Tradable........................................................ 95
5. Hasil Analisis Sustainable Livelihoood Petani Ulat Sutera ......... 97
6. Hasil analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PSA Regaloh ........... .. 100
7. Struktur Organisasi PSA Regaloh ............................................... 104
8. Dokumentasi Penelitian................................................................ 105
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai negara agraris, sebagian besar penduduk Indonesia menjadikan sektor


pertanian sebagai sumber penghidupan. Oleh karena itu perlu adanya
pembangunan nasional yang bertumpu pada pembangunan pertanian.
Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan nasional, karena
visi dan misi pembangunan pertanian dirumuskan dalam kerangka dan mengacu
pada visi dan misi pembangunan nasional, salah satunya adalah kebijaksanaan
dalam pengembangan agribisnis (Sudaryanto dan Syafa’at 2002).
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang memberikan
kontribusi dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selama
tahun 2013 – 2014, PDB sektor pertanian mengalami peningkatan yaitu sebesar
Rp 1.275,05 trilyun pada tahun 2013 dan meningkat menjadi Rp 1.410,66 trilyun
pada tahun 2014. Peningkatan ini diperoleh karena meningkatnya kinerja
perekonomian sebagian besar sub sektor pendukungnya, seperti yang terlihat
dalam Tabel 1. Salah satu subsektor pertanian yang berperan dalam pembentukan
PDB sektor pertanian adalah subsektor kehutanan.
Tabel 1 PDB sektor pertanian atas dasar harga berlaku (triliun rupiah) tahun 2013
- 2014
Nilai PDB
Lapangan Usaha 2013 2014
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1 275.05 1 410.66
a. Pertanian sempit, Perburuan, dan Jasa
Pertanian 994.78 1 088.94

- Tanaman Pangan 332.11 343.95


- Tanaman Hortikultura 137.37 159.52
- Tanaman Perkebunan 358.17 397.90
- Peternakan 147.98 397.90
- Jasa Pertanian dan Perburuan 19.14 20.50
b. Kehutanan 69.60 74.62
c. Perikanan 210.67 247.09
Sumber : Pusdatin (2015)
Sektor kehutanan berperan cukup strategis dalam pertumbuhan PDB
nasional. Dari tahun 2013 sampai 2014, peranan sektor kehutanan terhadap PDB
2

menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Hal ini dikarenakan selain


menghasilkan devisa negara juga mampu menyediakan lapangan dan kesempatan
kerja serta pengadaan bahan baku bagi usaha agroindustri. Salah satu komoditas
kehutanan yang cukup penting dalam menyumbang perolehan devisa negara
adalah pengembangan ulat sutera dengan perkebunan murbeinya.
Industri pengembangan sutera alam merupakan salah satu usaha budidaya
tanaman murbei dan ulat sutra yang menghasilkan kokon, benang, serta kain
sutera. Tujuan budidaya sutera diantaranya untuk memenuhi kebutuhan sutera
alam di dalam negeri maupun untuk pengembangan ekspor. Selain itu, kegiatan
persuteraan alam merupakan salah satu kegiatan rehabilitasi dan konservasi lahan
yang dapat meningkatkan daya dukung serta produktivitas lahan, terutama pada
lahan-lahan yang belum optimal dimanfaatkan.
Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.21/Menhut-II/2009 tanggal 19 Maret 2009, Pemerintah telah menetapkan lima
komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan nasional yang diprioritaskan
pengembangannya, yaitu lebah madu, sutera alam, gaharu, rotan, dan bambu.
Karena lebah madu dan sutera alam merupakan HHBK komoditi peternakan,
sedangkan komoditi gaharu, rotan, dan bambu merupakan HHBK komoditi bukan
peternakan (kayu), sehingga yang dapat dibandingkan yaitu sutera alam dan lebah
madu. Volume ekspor dan impor terhadap komoditi hasil hutan bukan kayu
ditunjukkan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2, penurunan volume impor dan
peningkatan volume ekspor terutama untuk sutera alam yang berupa kokon,
benang sutera, dan kain sutera dari tahun 2012-2013 merupakan peluang bagi
Indonesia dalam mengembangkan usaha, karena kemampuan Indonesia untuk
memenuhi permintaan nasional cukup baik. Hal ini dapat menjadi salah satu
komoditi unggulan bagi negara Indonesia.
Tabel 2 Volume impor dan ekspor komoditi kehutanan hasil hutan bukan kayu
2012-2013
2012 2013
Komoditi Volume impor Volume ekspor Volume impor Volume ekspor
(ton) (ton) (ton) (ton)
Sutera alam 175 620 495 150 351 141 645
Madu alam 1 555 725 659 021 1 365 518 4
Sumber : Kementerian Pertanian, 2013 (diolah)
3

Dalam meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia sebagai


produsen sutera, maka diterbitkan Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri
Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah
Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan Nomor:
07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan
Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Perkembangan produksi sutera alam di Indonesia mulai dikenal pada tahun 1718,
berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian (2007), daerah potensial dalam
pengembangan sutera alam di Indonesia antara lain:
1. Jawa Barat (Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Sukabumi, dan Purwakarta)
2. Jawa Tengah (Pemalang, Jepara, Pekalongan, Pati, Wonosobo,
Magelang, dan Temanggung)
3. Yogyakarta (Sleman dan Bantul)
4. Bali (Tabanan, Denpasar, dan Karangasem)
5. Sulawesi Selatan (Wajo, Soppeng, dan Enkerang)
6. Sumatera Utara (Simalungun dan Deli Serdang)
7. Daerah Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Jambi,
Bengkulu, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara.

Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang


berkontribusi dalam memproduksi benang sutera alam nasional. Berdasarkan data
BPS Provinsi Jawa Tengah menyatakan bahwa dari tahun 2010-2012, produksi
benang sutera yang dihasilkan mengalami penurunan. Kemudian pada tahun 2013,
produksi benang sutera meningkat kembali, yakni sebesar 2 698 ton. Data
produksi benang sutera yang dihasilkan di Provinsi Jawa Tengah dapat dilihat
pada Gambar 1. Pengembangan sutera alam di Jawa Tengah berada di bawah
pengelolaan Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah yang dilakukan sejak tahun
1965 bersamaan dengan pengembangan masyarakat desa hutan. Kegiatan
persuteraan alam di Jawa Tengah dilakukan di Pusat Pembibitan Ulat Sutera
(PPUS) Candiroto dan Pengusahaan Sutera Alam (PSA) berupa pabrik pembuatan
dan pemintalan benang sutera berada di Regaloh, Pati.
4

Produksi Benang Sutera Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2013 (ton)

3489

3500
3000 2689

2500
2000
1500
746 726
1000
500
0
2010 2011 2012 2013

Sumber: Jawa Tengah Dalam Angka 2015 (BPS Jawa Tengah)


Gambar 1. Produksi benang sutera Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 – 2013
Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh merupakan sebuah perusahaan
umum yang memberi kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar untuk menjadi
mitra dalam usaha pengembangan benang sutera. PSA Regaloh mengusahakan
budidaya ulat sutera mulai dari pemeliharaan ulat sutera, penyediaan pakan yang
berupa penanaman tanaman murbei, serta pengolahan kokon menjadi benang
sutera sekaligus pemasarannya. Tata niaga yang terdapat di PSA Regaloh cukup
panjang, sebab produk yang dihasilkan berupa bahan baku industri sandang,
sehingga dari proses budidaya akan berlanjut dengan agroindustri berupa usaha
pemintalan kokon dan penenunan. Disisi lain, bibit ulat sutera hingga sekarang
belum dapat diproduksi oleh petani/pemelihara ulat sendiri, tetapi oleh Pusat
Pembibitan Ulat Sutera (PPUS) Candiroto yang menambah panjangnya jalur tata
niaga.
Dalam pengembangan usaha, PSA Regaloh melibatkan banyak pihak
disekitar wilayah usaha, terutama bagi penduduk sekitar hutan di Desa Regaloh
Pati. Ada sekitar 154 penduduk yang menggantungkan hidupnya sebagai petani
ulat sutera. Selain itu juga ada yang berprofesi sebagai petani tumpang sari serta
buruh tani yang mengelola lahan milik Perhutani. Keberlanjutan semua usaha
PSA Regaloh yang masih beroperasi sampai saat ini memiliki pengaruh penting
bagi kehidupan penduduk yang bermitra dengan PSA Regaloh, sekaligus berperan
dalam memproduksi benang sutera nasional. Hal ini menjadikan PSA Regaloh
sebagai suatu objek penelitian yang cocok untuk diteliti. Penelitian di PSA
Regaloh
5

mencakup proses produksi dan pengembangan usaha benang sutera, serta


memperhitungkan kelayakan usaha secara ekonomi dan perubahan aset kapital
yang mempengaruhi sustainable livelihood petani ulat sutera.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 50/KptsII/1997 Tanggal


20 Januari 1997 yang dimaksud dengan persuteraan alam adalah bagian kegiatan
perhutanan sosial dengan hasil kokon atau benang sutera yang terdiri dari kegiatan
penanaman murbei, pembibitan ulat sutera, pemeliharaan ulat sutera dan
pengolahan kokon. Kegiatan usaha budidaya ulat sutera mencakup dua aspek yang
saling berhubungan, yaitu aspek budidaya dan aspek industri. Aspek budidaya
meliputi kegiatan pengelohan tanaman murbei sebagai makanan ulat, produksi
telur dan bibit ulat sutera, serta kegiatan pemeliharaan ulat sampai membentuk
kokon yang siap panen. Sedangkan aspek industri meliputi kegiatan pengolahan
kokon menjadi benang berikut proses penenunan sampai menjadi kain sutera.
Dalam pengusahaan sutera alam, PSA Regaloh ikut berkontribusi dalam
memproduksi daun murbei. Luas lahan murbei yang dimiliki pada tahun 1995
adalah sebesar 421,5 ha dan pada tahun berikutnya mengalami penurunan luas
kebun murbei hingga tahun 2015 menjadi sebesar 325,50 ha. Pelepasan luas lahan
murbei tersebut untuk diserahkan kepada KPH Pati guna ditanami pohon jati.
Produktivitas daun murbei, kokon, serta benang sutera yang dihasilkan PSA
Regaloh dari tahun 1995 sampai 2015 mengalami fluktuasi. Terutama untuk
benang sutera yang dihasilkan PSA Regaloh, dari tahun 2012 sampai 2016 jumlah
benang sutera yang diproduksi mengalami penurunan setiap tahun. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya musim kemarau panjang dan
penyakit yang menyerang ulat sutera. Penetapan harga benang sutera oleh
Perhutani tidak banyak berubah dari tahun 2012 sampai 2015, yaitu sebesar Rp
583 000/kg.
Jumlah telur ulat sutera yang dipesan oleh PSA Regaloh dari PPUS Candiroto
menyesuaikan kondisi kebun murbei dalam menghasilkan daun setiap bulannya.
Semakin banyak telur yang dipesan, maka menggambarkan produktivitas daun
dari kebun murbei tersebut semakin meningkat, dan begitu sebaliknya. Jumlah
produksi daun murbei, kokon, serta benang sutera yang dihasilkan PSA Regaloh
dari tahun
6

1995 sampai 2015 disajikan dalam tabel kegiatan produksi PSA Regaloh pada
Tabel 3.
Tabel 3 Kegiatan produksi PSA Regaloh Tahun 1995 – 2015
Luas Lahan Produksi Rasio Intake Produksi Rasio Produksi
Tahun Produktif Daun Murbei Murbei telur Kokon kokon Benang
Murbei (Ha) (Ton) ton/ha/thn (box) (Kg) per box Sutera (Kg)
1995 421.5 3 226.97 3.55 2 594 56 077.2 21.62 5 443.34
1996 421.5 2 087.79 2.13 1 786 44 336.6 24.82 4 984.60
1997 421.5 1 556.45 2.35 1 133 33 012.1 29.24 5 131.00
1998 421.5 3 245.29 2.22 2 149 49 517.6 23.04 6 074.56
1999 421.5 1 736.40 1.56 1 245 29 150.4 23.41 3 488.23
2000 419.3 1 966.30 1.78 1 445 34 997.4 24.22 3 024.63
2001 419.3 2 181.76 2.21 1 607 37 458.7 23.31 3 096.30
2002 408.5 2 128.10 2.02 1 522 25 162.9 16.53 2 553.88
2003 409.7 2 205.24 2.30 1 647 20 622.7 12.52 1 757.88
2004 309.2 2 095.67 2.51 1 477 21 040.2 14.25 1 711.86
2005 338.1 1 775.37 5.25 1 184 21 383.0 18.05 1 309.38
2006 337.9 1 699.21 5.03 1 152 18 817.6 16.33 1 354.68
2007 337.9 2 274.72 6.10 1 573 29 104.8 18.50 1 712.64
2008 337.9 2 369.04 7.01 1 616 27 986.1 17.32 1 900.49
2009 337.9 1 685.78 4.99 1 163 18 502.8 15.90 1 184.75
2010 327.0 2 142.16 6.60 1 477 25 383.3 17.20 1 172.00
2011 327.0 1 815.79 5.60 1 297 15 356.4 11.84 741.50
2012 325.5 1 870.47 5.70 1 338 22 711.6 17.00 970.00
2013 325.5 2 349.20 7.20 1 678 25 497.9 15.00 958.00
2014 325.5 1 723.40 5.30 1 231 17 012.7 14.00 947.00
2015 325.5 721.00 2.22 515 6 740.9 13.00 273.00
Sumber : PSA Regaloh (2015)
Keadaan jumlah produksi benang sutera yang cenderung berubah setiap tahun
mempengaruhi besaran biaya produksi yang dikeluarkan dan penerimaan yang
diterima oleh PSA Regaloh, yang selanjutnya akan berdampak pada
keberlangsungan usaha. Keberlangsungan usaha PSA Regaloh ini sangat
mempengaruhi kehidupan orang-orang yang tergabung didalamnya, terutama
pegawai, petani ulat, serta masyarakat sekitar PSA. Dalam mengusahakan industri
benang sutera, PSA Regaloh tentunya mempunyai dasar yang ingin dicapai
melalui berbagai strategi usaha pengembangan yaitu mengalokasikan sumberdaya
yang ada secara maksimal agar usaha yang dilakukan tersebut mampu bertahan di
tengah persaingan dengan industri lain disamping persediaan bahan baku yang
semakin mahal, bisa memberikan keuntungan dan layak untuk diusahakan, serta
dapat memenuhi kebutuhan benang sutera dalam negeri. PSA Regaloh
memasarkan benang suteranya ke berbagai daerah seperti Jepara, Kudus,
Pekalongan, dan Yogyakarta.
7

Berdasarkan masalah-masalah yang telah dijelaskan, maka dapat dirumuskan


beberapa perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian, rumusan masalah yang
akan dikaji adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kelayakan ekonomi pada usaha sutera alam PSA Regaloh?
2. Bagaimana perubahan kapital yang mempengaruhi sustainable livelihood
para petani ulat sutera PSA Regaloh?
3. Bagaimana rekomendasi pengembangan usaha sutera alam bagi
keberlanjutan usaha PSA Regaloh?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah


sebagai berikut :
1. Menganalisis kelayakan ekonomi pada usaha sutera alam PSA Regaloh.
2. Menganalisis perubahan kapital yang mempengaruhi sustainable livelihood
para petani ulat sutera PSA Regaloh.
3. Menganalisis rekomendasi usaha bagi pengembangan usaha sutera alam
PSA Regaloh secara berkelanjutan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak,


diantaranya :
1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
program Strata Satu (S1) pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
serta sebagai media untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperoleh
selama kegiatan perkuliahan.
2. Bagi pengusaha ulat dan benang sutera, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan masukan yang bermanfaat untuk membantu
dalam usaha sutera alam.
3. Bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan para pemangku kepentingan
sebagai masukan untuk pertimbangan dalam pengambilan strategi dan
kebijakan.
8

4. Bagi akademisi, penelitian ini ini dapat digunakan sebagai informasi dan
bahan referensi untuk penelitian berikutnya mengenai usaha sutera alam.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian mengenai analisis ekonomi usaha agribisnis sutera alam


berlokasi di Kecamatan Tlogowugu, Kabupaten Pati - Provinsi Jawa Tengah,
dengan cakupan daerah yang diteliti adalah Desa Regaloh. Pemilihan lokasi ini
dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan wilayah yang
dikembangkan oleh Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah sebagai pusat sutera
alam. Sumber data yang diambil terdiri dari wilayah pengusahaan benang sutera,
para pengambil kebijakan dan petugas di PSA Regaloh, serta petani ulat sutera
yang bermitra dengan PSA Regaloh.
9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulat Sutera

Ulat sutera adalah serangga penghasil benang sutera yang siklus hidupnya
mengalami metamorfosa sempurna yaitu dari larva (ulat), pupa sampai dengan
kupu-kupu (Apriyanto 2010). Jenis ulat sutera yang banyak dibudidayakan di
Indonesia adalah jenis Bombyx mori yang termasuk dalam keluarga Bombicidae.
Jenis ulat sutera Bombyx mori merupakan jenis ulat yang monophagous atau
hanya makan daun murbei saja. Menurut Borror et al. (1992), klasifikasi dari
Bombyx mori L sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Sub Filum : Mandibulata
Klass : Insecta
Sub Klass : Pterygota
Ordo : Lepidoptera
Family : Bombycidae
Genus : Bombyx
Spesies : Bombyx mori L
Larva ulat sutera mempunyai tanduk anal yang pendek dan memakan daun
murbei (Morus sp.). Ulat sutera memiliki bentuk tubuh yang berwarna putih serta
berbulu. Ulat sutera dapat melalukan molting (berganti kulit) pada saat memasuki
instar baru (Borror et al. 1992). Tubuh ulat sutera dibagi menjadi tiga bagian
utama yaitu kepala, dada dan perut.

2.2 Siklus Hidup Ulat Sutera

Menurut Jumar (2000), siklus hidup adalah suatu rangkaian berbagai stadia
yang terjadi pada seekor serangga selama pertumbuhannya, sejak dari telur sampai
menjadi dewasa. Perkembangan pasca-embrionik atau perkembangan insekta
setelah menetas dari telur akan mengalami serangkaian perubahan bentuk dan
ukuran hingga mencapai serangga dewasa. Ulat sutera merupakan salah satu
serangga yang mengalami metamorfosis sempurna. Sepanjang hidupnya, ulat sutera
1

mengalami empat fase, yaitu telur, larva, pupa, dan imago. Pada fase larva terdiri
dari beberapa tahap yaitu instar I sampai instar V.
Siklus hidup ulat sutera diawali dari telur, kemudian menetas menjadi ulat,
pupa,dan akhirnya menjadi ngengat yang siap bertelur lagi. Selama menjadi ulat,
merupakan masa makan dan terjadi pergantian kulit. Pergantian kulit ulat sutera
dinamakan instar I, instar II, instar III, instar IV dan instar V. Ketika ulat sutera
sama sekali berhenti makan diinamakan masa tidur atau masa istirahat. Setelah
instar V berakhir ulat mengokon untuk berubah menjadi pupa. Selanjutnya pupa
berubah menjadi kupu dan siklus akan berulang dimulai lagi dari telur dan
seterusnya (Suyono 2006).
Tahap-tahap perkembangan ulat sutera antara lain :
a. Telur
Telur berbentuk lonjong, warna putih kekuningan. Telur biasanya menetas
10 hari setelah menjalani perlakuan khusus pada suhu 25°C dan pada RH 80-
85%. Secara nonalamiah penetasan dapat dengan memberikan larutan HCl
(Purnomo 2010). Telur memiliki panjang 1.3 mm, lebar 1 mm, dan tebal 0.5
mm
b. Larva
Menurut Wyman (1974), perkembangan ulat sutera melalui perubahan
instar dimana pada setiap perubahan instar ditandai dengan adanya molting.
Karakteristik pada setiap instar ulat sutera terdapat pada Tabel 4. Pada Instar
I, II, dan III disebut ulat kecil dengan umur 11 hari. Instar IV dan V disebut
ulat besar dengan umur sekitar 12 hari. Setelah instar V berakhir, ulat akan
mulai mengokon.
Tabel 4 Karakteristik tahapan instar ulat sutera

Instar I II III IV V
Temperatur (ºC) 27 – 28 26 – 27 25 - 26 25 – 26 24 – 25
Kelembaban (%) 85 – 90 85 – 90 80 - 85 75 70
Waktu (hari ) 3–4 2–3 3–4 4–5 6-7
Sumber : PUSPROHUT (2013)
Daun murbei merupakan makanan utama bagi ulat sutera dalam
berkembang biak. Kebutuhan daun murbei disesuaikan dengan porsi setiap
tahapan instar ulat sutera yang semakin lama semakin banyak, seperti pada
1

Tabel 5. Daun murbei yang baik untuk masing-masing instar ulat sutera
adalah daun-daun muda hingga lembar ke tujuh yang berada di bawah daun
pucuk terpanjang. Daun murbei kemudian dipotong untuk memudahkan ulat
kecil memakan daun yang diberikan. Pada instar IV dan V, daun murbei yang
diberikan bersama dengan ranting dan disusun secara zig-zag.
Tabel 5 Kebutuhan daun murbei pada ulat sutera
Duduk daun dari pucuk Ukuran rajangan Banyaknya
Instar sampai ke- daun (cm) daun (kg/boks)
I Daun IV – V 0,5 – 1,0 2
II Daun VI – VII 1,5 – 2,0 5
III Daun VIII – IX 3,0 – 5,0 30
Semua daun, utuh dengan
IV - 100
rantingnya
Semua daun, utuh dengan
V - 700
rantingnya
Jumlah 837
Sumber : Nuraeni (2007)
c. Pupa
Perubahan dari larva menjadi pupa ditandai dengan berhentinya aktivitas
makan. Proses pergantian kulit larva menjadi pupa akan terjadi di dalam
kokon. Pembentukan pupa berlangsung antara 4 sampai 5 hari setelah ulat
selesai mengeluarkan serat sutera untuk membentuk kokon. Lama masa pupa
adalah 9 sampai 14 hari. Menurut Siregar (2009), bentuk pupa tidak tampak
gejala hidup, tungkai tambahan yang terdapat disepanjang perut ulat
menghilang, bagian dada muncul tiga pasang tungkai baru berbentuk tungkai
dewasa. Selain itu disusun sayap dan sistem otot baru. Ulat akan memasuki
masa fase pupa. Lamanya waktu untuk perkembangan instar ini antara 8
sampai 16 hari untuk betina dan jantan dengan kisaran waktu antara 6 sampai
18 hari. Kisaran waktu keseluruhan antara instar I hingga V adalah 26 hingga
50 hari untuk betina dan 22 sampai 54 hari untuk jantan (Herliana 2008).
Pupa jantan pada ruas ke-9 terdapat tanda titik, sedangkan pupa betina ruas
ke-8 terdapat tanda silang.
d. Imago
Pada tahapan imago berlangsung selama lima sampai tujuh hari. Pada
tahap imago merupakan tahapan yang reproduktif dimana terjadi perkawinan
dan betina mengeluarkan telur-telurnya. Kupu-kupu ini tidak dapat terbang
dan kehilangan fungsional dari bagian mulutnya, sehingga tidak
dapat
1

mengkonsumsi makanan. Menurut Atmosoedarjo et al. (2000) bahwa


pertumbuhan ulat sutera sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim di lokasi
pemeliharaan, yaitu suhu, kelembaban, kualitas udara, aliran udara, dan
cahaya.

2.3 Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam
proses produksi serta membawanya menjadi sebuah produk, termasuk di
dalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar di dalam maupun di luar usaha
tani. Dalam jangka pendek, satu kali produksi dapat dibedakan biaya tetap dan
biaya variabel. Tetapi dalam jangka panjang, semuanya merupakan biaya variabel
karena semua faktor yang digunakan menjadi variabel (Hernanto 1993). Secara
umum, jenis biaya dibedakan menjadi beberapa diantaranya:
a. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam kisaran perubahan
volume kegiatan tertentu. Jumlahnya tidak tergantung dari jumlah produksi.
Besar kecilnya biaya tetap di pengaruhi oleh kondisi perusahaan jangka
panjang, teknologi, dan metode, serta strategi manajemen. Contoh: pajak
bumi dan bangunan, biaya penyusutan mesin, biaya penyusutan gedung, dan
biaya administrasi.
b. Biaya variabel adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan
perubahan volume kegiatan. Contoh: biaya bahan baku dan biaya iklan.
c. Biaya langsung adalah biaya yang terjadi dimana penyebab satu-satunya
karena ada sesuatu yang harus dibiayai. Contoh: biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja, dan pengacara.
d. Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya disebabkan oleh
sesuatu yang dibiayai yang dalam hubungannya dengan produk. Contoh:
biaya asuransi gedung yang dibayar oleh perusahaan.
Penerimaan atau Revenue adalah semua penerimaan produsen dari hasil
penjualan barang atau outputnya. Menurut Mubyarto (1991), pendapatan adalah
hasil pengurangan antara hasil penjualan dengan semua biaya yang dikeluarkan
mulai dari produksi sampai pada produk tersebut berada pada tangan konsumen.
Bentuk penerimaan dapat digolongkan atas dua bagian, yaitu penerimaan yang
1

berasal dari hasil penjualan barang–barang yang diproses dan penerimaan yang
berasal dari luar barang–barang yang diproses. Penerimaan yang berasal dari luar
kegiatan usaha tapi berhubungan dengan adanya kegiatan usaha, seperti
penerimaan dalam bentuk bonus karena pembelian barang–barang kebutuhan
kegiatan usaha, penerimaan bunga bank, nilai sisa aset, sewa gedung, sewa
kendaraan dan lain sebagainya (Ibrahim 2003).
Keuntungan atau laba merupakan selisih antara penerimaan yang diterima
dari penjualan dengan biaya kesempatan dari sumber daya yang digunakan untuk
membuat barang itu (Lipsey and Stainer 1990). Keuntungan merupakan tujuan
utama dalam pembukaan usaha yang direncanakan. Semakin besar keuntungan
yang diterima, semakin layak usaha yang dikembangkan. Berdasarkan perkiraan
dan perencanaan produksi dapat diketahui pada jumlah produksi berapa
perusahaan mendapat keuntungan dan pada jumlah produksi berapa pula
perusahaan mendapat kerugian (Ibrahim 2003).

2.4 Kelayakan usaha

Studi kelayakan usaha merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara


mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan
dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut dijalankan (Kasmir
2003). Beberapa tujuan dilakukan analisis kelayakan usaha diantaranya adalah
menghindari resiko, memudahkan perencanaan, pelaksanaan pekerjaan,
pengawasan, serta pengendalian.
Kelayakan merupakan kata kunci yang harus dipegang oleh para pengelola
lembaga keuangan dan merupakan kriteria yang paling pokok dalam membiayai
suatu jenis usaha. Atas dasar itulah, maka kemampuan untuk menilai kelayakan
suatu usaha merupakan kemampuan yang sangat pokok dan sangat
menentukan bagi kelangsungan dan perkembangan usaha agribisnis tersebut.
Menurut Gittinger (1986), secara garis besar aspek-aspek dalam analisis
kelayakan usaha antara lain:
a. Aspek teknis, yang berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan
output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasa-jasa. Hal-hal
yang perlu
1

diperhatikan dalam aspek teknis antara lain lahan, ketersediaan air, input-
input fisik, produktivitas, kontrol penyakit, dan fasilitas pasar serta
penyimpanan.
b. Aspek institusional-organisasi-manajerial, yang mempuyai pengaruh penting
dalam pelaksanaan proyek, seperti tradisi dan budaya, sistem komunikasi,
kelembagaan lokal, serta kebijakan pemerintah pusat dan lokal.
c. Aspek sosial, yang berhubungan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari
investasi yang diusulkan, seperti penyebaran pendapatan, penciptaan
lapanagn kerja, pembangunan regional, peningkatan hidup di pedesaan, serta
peranan wanita.
d. Aspek komersial, yang berhubungan dengan rencana pemasaran output yang
dihasilkan oleh proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk
kelangsungan dan pelaksanaan proyek. Seperti kebijakan harga dan sistem
pemasaran dari input, output, dan keuangan.
e. Aspek ekonomi, yang menganalisis pengaruh-pengaruh ekonomi dari suatu
proyek yang diusulkan terhadap para peserta yang tergabung didalamnya.
Hal- hal yang perlu diperhatikan antara lain harga pasar, pendapatan, pajak,
insentif.
f. Aspek ekonomi, yang menganalisis apakah suatu proyek yang diusulkan akan
memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan perekonomian dan
apakah kontribusinya besar dalam menentukan penggunaan sumberdaya yang
diperlukan. Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain nilai tukar bayangan,
harga bayangan, serta keseimbangan ekspor dan impor.
Dalam melakukan analisis kelayakan suatu usaha agribisnis, salah satunya
untuk menghitung kelayakan ekonomi. Menurut Suswarsono (2000), analisis
ekonomi merupakan salah satu analisis yang membandingkan antara biaya dan
manfaat untuk menentukan apakah suatu bisnis secara ekonomi akan
menguntungkan selama umur usaha habis. Menurut Kadariah (2001), kriteria yang
biasa digunakan dalam analisis sebuah usaha antara lain:
a. Net Present Value (NPV)
b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
c. Internal Rate of Return (IRR)
d. Payback Period
1

2.5 Sustainable Livelihood

Sustainable Livelihood atau penghidupan berkelanjutan merupakan suatu


penghidupan yang meliputi kemampuan atau kecakapan, aset-aset (simpanan,
sumberdaya, dan akses) dan kegiatan yang dibutuhkan untuk sarana untuk hidup;
suatu penghidupan dikatakan berkelanjutan jika dapat mengatasi dan memperbaiki
diri dari tekanan dan bencana, menjaga atau meningkatkan kecakapan dan aset-
aset, dan menyediakan penghidupan berkelanjutan untuk generasi berikutnya, dan
yang memberi sumbangan terhadap penghidupan - penghidupan lain pada tingkat
lokal dan global dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Chambers and
Conway 1992).
Department for Internasional Developmet/DFID (1999) mengemukakan
bahwa tujuan dari penghidupan berkelanjutan adalah meningkatkan akses
terhadap pendidikan berkualitas tinggi, teknologi informasi dan pelatihan, serta
gizi dan kesehatan yang baik; lingkungan sosial yang mendukung dan kohesif;
akses yang aman, dan pengelolaan yang lebih baik terhadap sumberdaya alam;
akses yang lebih baik untuk fasilitas dan infrastruktur dasar; dan akses yang lebih
aman terhadap sumberdaya keuangan. Prinsip penghidupan berkelanjutan yang
dikembangkan oleh UNDP (2007) yaitu : manusia sebagai fokus utama
pembangunan (people- centered), memahami penghidupan secara menyeluruh
(holistic), merespon dinamika penghidupan masyarakat (dynamic),
mengoptimalkan potensi masyarakat (building on strengths), menyelaraskan
kebijakan makro dan mikro (macro-micro links), mewujudkan keberlanjutan
penghidupan (sustainability).
Dalam sustainable livelihood terdapat beberapa aset yang berpengaruh bagi
kehidupan berkelanjutan. Berdasarkan DFID (1999), aset-aset kapital yang
mempengaruhi sustainable livelihood dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Sumber daya manusia (Human Capital)
Human capital dapat dilihat berdasarkan keterampilan, pendidikan,
pengetahuan, kepemimpinan, kemampuan tenaga kerja, dan kesehatan yang
memungkinkan orang untuk mendapatkan pemasukan dari mata pencaharian.
b. Modal sosial (Social Capital)
Social capital dapat dilihat dari kehidupan bermasyarakat. Masing-masing
rumah tangga masyarakat yang berbeda akan dihubungkan bersama oleh
ikatan
1

kewajiban sosial, hubungan timbal balik, kelompok dan ikatan formal seperti
organisasi, kepercayaan, mekanisme dalam pengambilan keputusan, serta
hubungan yang saling mendukung.
c. Modal fisik (Physical Capital)
Physical capital merupakan infrastruktur dasar dan barang produsen yang
diperlukan untuk mendukung mata pencaharian. Yang termasuk kedalamnya
antara lain alat, infrastruktur (jalan, pelabuhan, bandara), fasilitas pasar, dan
teknologi yang akan mempengaruhi kemampuan orang lain untuk
mendapatkan kehidupan yang layak.
d. Modal ekonomi (Financial Capital)
Financial capital mengacu pada sumberdaya keuangan yang digunakan
seseorang untuk mencapai tujuan hidup mereka, termasuk aliran dana yang
dapat berkontribusi terhadap produksi dan konsumsi. Seperti hasil poduksi
pertanian, simpanan, dana pensiun, sarana kredit formal dan informal untuk
melengkapi sumber modal keuangan.
e. Sumber daya alam (Natural Capital)
Natural capital yang mendukung kehidupan masyarakat pedesaan, antara lain
tanah dan lahan, air, sumber daya hutan, ternak, tanaman, keragaman hayati,
dan jasa lingkungan.

2.6 Proses Hierarki Analisis

Proses hierarki analisis atau lebih dikenal dengan Analytical Hierarchy


Process (AHP) merupakan suatu model pendukung keputusan yang
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan
menguraikan masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi
suatu hirarki. Menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu
representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi
level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub
kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Dengan
hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok-
kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga
permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis dalam membantu
menentukan alternatif pengambilan keputusan.
1

Menurut Marimin (2004), AHP memiliki kelebihan dan kelemahan dalam sistem
analisisnya. Kelebihan-kelebihan metode AHP adalah :
a. Kompleksitas (Complexity). AHP memecahkan permasalahan yang kompleks
melalui pendekatan sistem dan pengintegrasian secara deduktif.
b. Struktur Hirarki. AHP mewakili pemikiran alamiah yang cenderung
mengelompokkan elemen sistem ke level-level yang berbeda dari masing-
masing level berisi elemen yang serupa.
c. Pengukuran (Measurement). AHP menyediakan skala pengukuran dan
metode untuk mendapatkan prioritas.
d. Konsistensi (Consistency). AHP mempertimbangkan konsistensi logis dalam
penilaian yang digunakan untuk menentukan prioritas.
e. Trade Off. AHP mempertimbangkan prioritas relatif faktor-faktor pada sistem
sehingga orang mampu memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka.
Sedangkan kelemahan metode AHP adalah sebagai berikut:
a. Ketergantungan model AHP pada input utama. Input utama model AHP
berupa persepsi seorang ahli, sehingga dalam hal ini melibatkan subyektifitas
para ahli. Model menjadi tidak bisa digunakan jika para ahli tersebut
memberikan penilaian yang tidak tepat.
b. Metode AHP hanya metode matematis tanpa ada pengujian secara statistik,
sehingga tidak ada batas kepercayaan dari kebenaran model yang terbentuk.

2.7 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Tinjauan penelitian terdahulu ditinjau berdasarkan beberapa aspek, yaitu


penelitian tentang budidaya ulat sutera, penyerapan tenaga kerja pada industri
sutera, karakteristik dari larva dan kokon ulat sutera, serta analisis kelayakan
usaha. Tinjauan ini membandingkan beberapa hal, yaitu judul, metode analisis,
serta hasil dari penelitian.
2.7.1 Penelitian tentang budidaya ulat sutera
Hasil penelitian mengenai budidaya ulat sutera yang dijadikan referensi
adalah dari Nurjayanti E.D (2011) mengenai budidaya ulat sutera dan produksi
benang sutera melalui sistem kemitraan dengan para petani mitra pada
pengusahaan sutera alam (PSA) di Desa Regaloh, Kabupaten Pati.
Penelitian tersebut
1

menganalisis kegiatan budidaya sutera alam serta pemintalan dan pemasaran


benang sutera. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif.
Ringkasan penelitian tentang budidaya sutera disajikan dalam Tabel 6.

2.7.2 Penelitian tentang penyerapan tenaga kerja industri sutera


Penelitian mengenai penyerapan tenaga kerja industri sutera yang
dijadikan referensi adalah dari Haris A. (2013), yang membahas mengenai analisis
penyerapan tenaga kerja industri tenun sutera di Kabupaten Wajo. Dalam hasil
penelitian menyimpulkan beberapa variabel yang memberikan pengaruh positif
dan negatif dalam hal penyerapan tenaga kerja di industri tenun sutera. Metode
analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan ekonometrika. Ringkasan
penelitian tentang penyerapan tenaga kerja pada industri sutera disajikan dalam
Tabel 6.
2.7.3 Penelitian tentang larva dan kokon ulat sutera
Penelitian mengenai larva dan kokon ulat sutera yang dijadikan referensi
adalah dari Nguku E. et al. (2007). Penelitian yang dilakukan mengenai
karakteristik larva dan kokon setelah penggunaan royal jelly. Penelitian tersebut
menganalisis mengenai penggunaan royal jelly pada larva ulat sutera yang dapat
meningkatkan kualitas serat sutera dan menambah nilai ekonomi. Metode analisis
yang digunakan adalah ekonometrika. Ringkasan penelitian tentang larva dan
kokon ulat sutera disajikan dalam Tabel 6.

2.7.4 Penelitian tentang analisis kelayakan usaha ulat sutera


Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha yang dijadikan referensi
adalah dari Nurlela A. (2006), Prayoga R. (2014), dan Rifki H.O (2010). Metode
analisis yang digunakan adalah cost-benefit analysis dalam memperkirakan
kelayakan usaha baik dari sisi finansial, ekonomi, atau pun keduanya. Ringkasan
penelitian tentang analisis kelayakan usaha disajikan dalam Tabel 6.
Perbedaan penelitian yang telah dikaji dengan sebelumnya adalah terdapat
pada beberapa alternatif tujuan, metode penelitian, dan hasil analisis yang ingin
dicapai. Adapun persamaannya dalam hal sumberdaya yang diteliti, yakni ulat
sutera. Fokus utama dalam penelitian ini adalah menganalisis kelayakan usaha
secara ekonomi, pengaruh usaha sutera alam terhadap kehidupan berkelanjutan
para petani ulat, serta bagaimana strategi pengelolaan usaha dari PSA Regaloh
secara keberlanjutan.
1

Tabel 6 Penelitian terdahulu yang relevan


Peneliti Judul Penelitian Hasil Analisis
Eka Dewi Budidaya Ulat Sutera dan 1. Pemanfaatan lahan PSA Regaloh terdiri dari
Nurjayanti Produksi Benang Sutera pengelolaan kebun murbei, pemeliharaan ulat
(2011) Melalui Sistem Kemitraan sutera, dan pabrik pemintalan benang.
Pada Pengusahaan Sutera 2. Sistem kemitraan yang dibangun antara pihak
Alam (PSA) Regaloh pengelola PSA Regaloh dengan petani
Kabupaten Pati. sekitar.
3. Pada Instar I sampai III, ulat sutera dipelihara
oleh pihak PSA Regaloh. Kemudian pada
akhir Instar III sampai V, ulat dipelihara oleh
petani mitra.
4. Proses pengolahan kokon menjadi benang
sutera terdiri dari boiling, reeling, rereeling,
serta pengepresan dan pengepakan.
Adbul Haris Analisis Penyerapan 1. Variabel modal, produktivitas, dan upah
(2013) Tenaga Kerja Industri mempunyai pengaruh positif. Sedangkan
Tenun Sutera di variabel upah berpengaruh negatif dan
Kabupaten Wajo. signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja
industri tenun sutera di Kabupaten Wajo.
2. Variabel yang paling dominan dalam
mempengaruhi penyerapan tenaga kerja
industri tenun sutera adalah modal. Semakin
tinggi modal yang digunakan, maka semakin
meningkat pula penyerapan tenaga kerja.
Nguku E.K, Larvae, cocoon and post- Penggunaan royal jelly pada larva ulat sutera
Muli E.M, cocoon characteristics of akan meningkatkan berat bobot dan
dan Raina bombyx mori L. mempercepat perkembangan ulat, sehingga
S.K (2007) (lepidoptera: dapat meningkatkan kualitas serat sutera.
bombycidae) fed on
mulberry leaves fortified
with Kenyan royal jelly
Ai Nurlela Analisis Kelayakan 1. KOPPUS Sabilulungan III memiliki tiga
(2006) Finansial dan Ekonomi unit usaha, yaitu budidaya ulat, pemintalan
Usaha Pemintalan dan benang, dan penenunan kain sutera.
Pertenunan Sutera Alam 2. Analisis kelayakan finansial usaha
di KOPPUS Sabilulungan pemintalan dan pertenunan oleh KOPPUS
III, Kecamatan Sukaresik, Sabibulungan III layak diusahakan, dengan
Kabupaten Tasikmalaya NPV yang diperoleh bernilai positif, Net
B/C lebih dari satu, IRR lebih besar dari
tingkat suku bunga yang berlaku, serta
Payback period yang lebih kecil dari umur
proyek. Namun, hasil analisis secara
ekonomi menunjukkan tidak layak untuk
dilaksanakan.
3. Hasil analisis sensitivitas secara finansial
menunjukkan kepekaan yang tinggi yang
diperoleh dari produksi benang sutera
sebanyak 11.18 persen dan kain sutera
sebesar 19.9 persen.
2

Peneliti Judul Penelitian Hasil Analisis


Reza Prayoga Kelayakan Usaha 1. Hasil analisis aspek non finansial yang
(2014) Produksi Kokon pada terdiri dari aspek pasar, teknis, sosial dan
Rumah Sutera Kecamatan lingkungan, serta manajemen dan hukum
Tamansari Kabupaten menunjukkan usaha produksi kokon di
Bogor Rumah Sutera layak dijalankan.
2. Hasil analisis kelayakan finansial
menunjukan usaha produksi kokon layak
untuk diusahakan, dengan NPV yang
diperoleh bernilai positif, Net B/C lebih
besar dari satu, IRR lebih besar dari
discount rate 6 persen, dan payback
period kurang dari umur usaha selama 13
tahun.
3. Hasil analsisis sensitivitas menunjukkan
produksi kokon dengan dan tanpa
pengembangan menunjukkan usaha masih
layak terhadap penurunan jumlah
produksi kokon sebanyak 3.86 persen dan
19.9 persen, serta kenaikan harga jual
daun murbei sebesar 35.11 persen dan
88.08 persen.
Harry Octa Analisis Kredit Usaha 1. Mekanisme yang perlu dilalui untuk
Rifki (2010) Rakyat Berdasarkan memperoleh kredit usaha rakyat adalah
Princip 5C Usaha Sutera tahap kelengkapan berkas, pengajuan
Alam) permohonan kredit, dan analisis kredit
untuk menentukan apakah layak atau
tidak layak dalam mendapatkan kredit
usaha rakyat.
2. Analisis kredit menggunakan prinsip 5C
yaitu, Character, Capital, Capacity,
Collateral, dan Condition of Economy.
Usaha Bapak Ilyas tidak memenuhi
kriteria, sehingga Bapak Ilyas tidak
mendapatkan persetujuan pengajuan
kredit. Dalam kriteria Character Bapak
Ilyas dan Bapak Baidin memenuhi kriteria
persetujuan kredit, sedangkan Bapak Dodi
tidak memenuhi kriteria Character.
Berdasarkan kriteria Capital, Collateral¸
dan Condition of economy usaha sutera
alam baik dengan skala rumah sutera 4 m
× 6 m dan skala rumah sutera 6 m × 10 m
memenuhi kriteria persetujuan kredit.
21

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis


Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini berisi landasan teori yang
menjadi dasar dalam menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang diuraikan
meliputi analisis usaha tani, analisis kelayakan ekonomi, dan Analytical Herarchi
Process (AHP).
3.1.1 Analisis Usaha Tani

Analisis usaha tani umumnya dilakukan oleh petani mitra sebagai produsen
serta kerjasama perusahaan (pengelola) yang menaungi. Analisis usaha tani
menjelaskan mengenai struktur biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani.
Biaya adalah jumlah yang dibayarkan petani untuk membeli berbagai input untuk
keperluan produksi (Mankiw 2001). Berdasarkan Mankiw (2001), terdapat
beberapa ukuran untuk mengelompokkan biaya pada usaha tani antara lain:
1. Biaya tetap, yaitu biaya yang tidak pernah berubah berapapun output yang
diproduksi.
2. Biaya variabel, yaitu biaya-biaya yang jumlahnya berubah sesuai dengan
output yang disajikan.
3. Biaya total, yaitu penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel.
4. Biaya marjinal, yaitu jumlah perubahan biaya total yang berubah apabila
petani meningkatkan produksi sebanyak satu unit output.
Adapun biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha agribisnis sutera alam
terdiri dari biaya tenaga kerja, pajak, serta biaya penyusutan alat dan bangunan.
Sedangkan yang termasuk biaya variabel antara lain biaya bahan baku, bahan
bakar, biaya pengemasan, biaya administrasi, serta sarana produksi.
Proses produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang atau jasa yang
disebut input diubah menjadi output. Dalam kegiatan produksi, para petani dan
pengusaha akan mengeluarkan sejumlah biaya yang kemudian dijual untuk
menghasilkan sejumlah penerimaan. Kemudian keuntungan didapatkan dari
selisih penerimaan dan biaya pada usaha tani.
2

3.1.2 Analisis Kelayakan Ekonomi

Analisis kelayakan ekonomi digunakan untuk merinci biaya yang


dikeluarkan maupun manfaat yang diterima melalui arus kas (cash flow).
Kemudian analisis ekonomi suatu usaha dapat dilakukan dengan menggunakan
kriteria investasi.
1. Arus kas (Cash flow)
Arus kas (Cash flow) merupakan aktivitas keuangan yang mempengaruhi
kondisi kas pada suatu periode tertentu (Nurmalina et al. 2010). Suatu cash
flow terdiri dari arus penerimaan (inflow) dan pengeluaran (outflow).
a. Arus penerimaan (inflow)
Arus penerimaan didalamnya akan dimasukkan setiap komponen yang
merupakan pemasukan dalam usaha. Komponen tersebut meliputi nilai
produksi total, penerimaan pinjaman, bantuan, nilai sewa, salvage value.
b. Arus pengeluaran (outflow)
Arus pengeluaran merupakan aliran yang menunjukkan pengurangan pada
kas, akibat biaya-biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha.
Komponen yang terdapat dalam outflow meliputi biaya investasi, biaya
operasional, dan biaya lainnya yang telah dikeluarkan.
c. Manfaat bersih (net benefit)
Manfaat bersih adalah total manfaat yang diperoleh dari total inflow
dikurangi total outflow.
2. Kriteria kelayakan investasi
Studi kelayakan usaha pada dasarnya bertujuan untuk menentukan
kelayakan usaha atau proyek berdasarkan kriteria investasi (Nurmalina et al.
2010). Menurut Kadariah (2001), beberapa kriteria kelayakan usaha
diantaranya sebagai berikut:
a. Net Present Value (NPV)
NPV merupakan metode yang menghitung selisih antara penerimaan
dengan biaya/pengeluaran. Jika seluruh manfaat yang diterima perusahaan
melebihi (paling kurang sama dengan) biaya yang dikeluarkan, maka
usaha tersebut dapat dikatakan layak, dimana nilai NPV bernilai positif
(NPV ≥0). Bila nilai NPV bernilai negatif, maka usaha yang dilakukan
mendapatkan kerugian dan dianjurkan untuk tidak diteruskan.
2

b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)


Net B/C merupakan ratio antara manfaat bersih yang bernilai positif
dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu usaha dapat dikatakan
layak jika nilai Net B/C ≥ 1, dan dikatakan tidak layak jika Net B/C ≤ 1.
c. Internal Rate of Return (IRR)
IRR menunjukkan metode untuk mencari tingkat bunga yang
menggambarkan nilai bersih sekarang (NPV) dari arus kas yang
diharapkan pada masa yang akan datang. Usaha tersebut dikatakan layak
jika IRR ≥ discount rate.
d. Payback Period
Perhitungan masa pengembalian investasi untuk usaha sutera alam
dilakukan dengan metode discounted payback period, dimana nilai bersih
total cash flow usaha tani didiskontokan dan dikumulatifkan dari tahun ke
tahun. Suatu usaha dikatakan layak jika payback periodnya sebelum masa
umur usaha tersebut berakhir.

3.1.3 Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP merupakan suatu model pendukung keputusan yang dikembangkan


oleh Thomas L. Saaty. Model pendukung keputusan ini akan menguraikan
masalah multi faktor atau multi kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki.
Menurut Saaty (1993), hirarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah
permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level
pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan
seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif. Menurut Kadarsyah
Suryadi dan Ali Ramdhani (1998), tahapan perhitungan dengan metode AHP
adalah sebagai berikut :
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan. Dalam tahap
ini, tentukan masalah yang akan dipecahkan secara jelas, detail, dan mudah
dipahami. Selanjutnya, tentukan solusi yang sesuai dengan masalah tersebut.
2. Membuat struktur hierarki yang diawali dengan tujuan utama. Setelah
menyusun tujuan utama sebagai level teratas, dilanjutkan dengan level hirarki
yang berada di bawahnya yaitu kriteria-kriteria yang cocok untuk
mempertimbangkan atau menilai alternatif dan menentukan alternatif tersebut.
Hirarki dilanjutkan dengan subkriteria (jika diperlukan).
2

3. Membuat matrik perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi


relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap tujuan atau kriteria yang setingkat
di atasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil
keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan
elemen lainnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh jumlah penilaian
seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen
yang dibandingkan.
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya. Jika tidak konsisten maka
pengambilan data diulangi.
6. Mengulangi langkah 3,4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan.
Penghitungan dilakukan lewat cara menjumlahkan nilai setiap kolom dari
matriks, membagi setiap nilai dari kolom dengan total kolom yang
bersangkutan untuk memperoleh normalisasi matriks, dan menjumlahkan nilai-
nilai dari setiap baris dan membaginya dengan jumlah elemen untuk
mendapatkan rata-rata.
8. Memeriksa konsistensi hirarki. Yang diukur dalam AHP adalah rasio
konsistensi dengan melihat index konsistensi. Konsistensi yang diharapkan
adalah yang mendekati sempurna agar menghasilkan keputusan yang
mendekati valid. Rasio konsistensi diharapkan kurang dari atau sama dengan
10%.

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional


Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.21/Menhut-II/2009
tanggal 19 Maret 2009, Pemerintah telah menetapkan lima komoditas hasil hutan
bukan kayu (HHBK) unggulan nasional yang diprioritaskan pengembangannya,
salah satu diantaranya komoditas sutera alam yang cukup penting dalam
menyumbang perolehan devisa negara. Pengembangan persuteraan alam
merupakan peluang besar bagi daerah yang memiliki potensi, apalagi komoditi
sutera alam hanya dapat dikembangkan di daerah tropis.
Salah satu usaha pengembangan sutera alam di Indonesia berlokasi di
Desa Regaloh, Kabupaten Pati yang berada di bawah pengelolaan Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah. Perhutani Unit I Jawa Tengah menetapkan
Pengusahaan Sutera
2

Alam (PSA) Regaloh sebagai unit usaha agribisnis, berupa pabrik pemintalan
benang sutera. PSA Regaloh bekerja sama dengan para petani ulat sutera.
Aktivitas agribisnis budidaya sutera di PSA Regaloh meliputi kegiatan
pengelolaan kebun murbei, pemeliharaan ulat sutera, sampai pemintalan benang
sutera. Jumlah produksi benang yang cenderung berubah setiap tahun, dapat
mempengaruhi besarnya biaya, penerimaan, dan keuntungan PSA Regaloh yang
kemudian dapat ditentukan besarnya kelayakan usaha secara ekonomi melalui
pendekatan Cost-Benefit Analysis. Selain itu, keberadaan PSA Regaloh juga akan
memperhitungkan kehidupan para petani ulat sutera melalui metode Sustainable
Livelihood Analysis. Serta untuk keberlanjutan pengembangan usaha sutera alam
dapat ditentukan melalui pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi pihak
pengelola dalam pengambilan kebijakan selama pengelolaan dan keberlangsungan
usaha sutera alam di PSA Regaloh, sehingga dapat memberikan manfaat baik
kepada pegawai PSA Regaloh, petani ulat sutera, masyarakat sekitar, serta
kelestarian alam disekitar PSA Regaloh. Adapun kerangka operasional penelitian
ditunjukkan pada Gambar 2.
2

Sutera alam

Petani mitra usaha PSA Regaloh

Aktivitas budidaya sutera

Perkebunan murbei Pemeliharaan ulat sutera Pemintalan benang sutera

Perubahan kapital pada Sustainable Livelihood petaniusaha


Pengembangan ulat sutera
agribisnis sutera alam
Kelayakan ekonomi usaha sutera alam

Cost – Benefit Sustainable Analytical Hierarchy


Analysis Livelihood Analysis Process

Rekomendasi bagi keberlangsungan kegiatan usaha agribisnis sutera alam

Gambar 2. Skema kerangka pemikiran operasional


27

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di Desa Regaloh, Kecamatan Tlogowungu,
Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan
secara sengaja berdasarkan pertimbangan PSA Regaloh merupakan salah satu
wilayah yang secara khusus diperuntukan sebagai usaha agribisnis dari ulat sutera
yang dikembangkan oleh Perum Perhutani wilayah I Provinsi Jawa Tengah.
Kegiatan pengambilan data dilaksanakan dari bulan Februari hingga Maret 2016.

4.2 Jenis dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder yang meliputi data kuantitatif dan kualitatif. Data Primer diperoleh dari
hasil survei dan wawancara langsung kepada petugas PSA Regaloh dan para
petani mitra dengan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data produksi serta pengolahan ulat
sutera, produksi benang serta pabrik pemintalan benang, dan data lainnya yang
berkaitan dengan penelitian. Data sekunder diperoleh dari beberapa instansi
terkait, seperti data dari PSA Regaloh, Kementerian Pertanian, Departemen
Kehutanan RI, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pati, BPS, serta studi
pustaka lainnya baik media cetak seperti buku, skripsi, jurnal maupun media
elektronik seperti situs internet.

4.3 Metode Pengambilan Sampel


Penentuan responden untuk perhitungan sustainable livelihood petani ulat
dilakukan secara non-probability sampling, yaitu semua objek penelitian tidak
mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai responden (Juanda
2007). Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive Sampling,
dengan responden yang dipilih secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu
yaitu petani yang memelihara ulat sutera dan bekerjasama dengan PSA Regaloh.
Pengambilan sampel ditentukan berdasarkan pendapat Slovin dalam Umar (2004),
secara matematis dirumuskan sebagai berikut:
N
n=
1+Ne2
2

Keterangan :
N : jumlah sampel minimum yang harus diambil
N : populasi
E : toleransi kesalahan (error)
Berdasarkan pendekatan menggunakan rumus Slovin, jumlah responden yang
diambil dalam penelitian sebesar 75 responden dari total 154 responden petani
mitra dengan standar eror sebesar 10%. Hal ini juga telah dikuatkan dengan
mengikuti kaidah pengambilan contoh sosial secara statistika yaitu minimal 30
data atau sampel dimana data tersebut mendekati sebaran normal (Walpole 1992).
Dalam kategori upaya pengembangan usaha sutera alam, pengambilan sampel
responden berdasarkan pengalaman dalam memelihara ulat sutera, yakni sebanyak
lima orang yang terdiri dari pihak PSA Regaloh, LSM, serta masyarakat sekitar
yang sudah lama mendalami ulat sutera (petani ulat sutera).

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh berupa data primer dan data sekunder kemudian diolah
dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif serta diinterpretasikan secara
deskriptif. Analisis data dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan
Expert Choice. Matriks analisis data disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7 Matriks analisis data
No. Tujuan Jenis Data Metode Analisis Sumber Data/Responden

Kelayakan ekonomi Cost-Benefit


1. Kuantitatif PSA Regaloh
usaha sutera alam Analysis
Perubahan kapital
pada Sustainable Kualitatif dan Sustainable Petani ulat sutera
2. sebanyak 75 orang
livelihood petani ulat Kuantitatif Livelihood Analysis
sutera
Pihak yang mendalami
Analytical ulat sutera sebanyak 5
Pengembangan usaha orang, yaitu PSA
3. Hierarchy Process
agribisnis sutera alam Kualitatif Regaloh, LSM, Petani
(AHP)
ulat sutera.

Sumber : Hasil analisis data (2016)


2

Dalam penelitian ini, metode analisis yang digunakan untuk


memecahkan tujuan masing-masing penelitian menggunakan beberapa
analisis, yakni :
4.4.1 Cost-Benefit Analysis Kelayakan Ekonomi Usaha PSA Regaloh
Usaha agribisnis sutera alam akan menghasilkan besaran biaya yang harus
dikeluarkan serta penerimaan yang diperoleh dari setiap usaha yang dijalankan.
Menurut Soekartawi (1995), total biaya produksi (TC) adalah jumlah dari total
biaya tetap (TFC) dan total biaya tidak tetap (TVC). Sedangkan penerimaan dari
usaha benang sutera di PSA Regaloh yaitu dengan mengalikan jumlah produksi
yang diperoleh, dalam hal ini benang sutera yang dihasilkan dengan harga jual
benang sutera tersebut.
Perhitungan arus kas (cash flow) dari usaha sutera alam terdiri dari
komponen inflow dan outflow yang masing-masing diperhitungkan jumlah satuan
serta periode umur ekonomisnya. Komponen inflow (manfaat) terdiri dari nilai
produksi total benang dan kokon, penerimaan petani ulat sutera, pajak yang
dibayarkan PSA Regaloh, serta nilai sisa aset investasi yang masih memiliki nilai
ketika masa umur usaha berakhir. Sedangkan komponen outflow (biaya) terdiri
dari biaya investasi dan biaya operasional (biaya pemeliharaan kebun murbei, ulat
sutera, serta pemintalan benang). Rincian cash flow dalam kelayakan usaha secara
ekonomi dapat dilihat pada Lampiran 6.

Menurut Kadariah (2001), kelayakan investasi terdiri atas beberapa kriteria,


baik manfaat dan biayanya dinyatakan dalam nilai sekarang. Kriteria kelayakan
yang bisa digunakan adalah NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Period.
1. Net Present Value (NPV)
NPV merupakan metode yang menghitung selisih antara penerimaan dengan
biaya/pengeluaran. Jika seluruh manfaat yang diterima perusahaan melebihi
(paling kurang sama dengan) biaya yang dikeluarkan, maka usaha tersebut dapat
dikatakan layak, dimana nilai NPV bernilai positif (NPV ≥ 0). Bila nilai NPV
bernilai negatif, maka usaha yang dilakukan mendapatakan kerugian dan
dianjurkan untuk tidak diteruskan. Rumus Net Present Value adalah sebagai
berikut:
𝑛

𝑁𝑃𝑉 = ∑ 𝐵𝑡 − 𝐶𝑡
𝑡=0/1 (1 + 𝑖) 𝑡
3

dimana :
Bt : Manfaat dari usaha sutera alam PSA Regaloh pada tahun ke-t
Ct : Biaya dari bisnis usaha sutera alam PSA Regaloh pada tahun ke-t
t : Tahun kegiatan usaha (1,2,3.. .n)
n : 50 tahun
i : 7%

2. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)


Net B/C merupakan ratio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan
manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu usaha dapat dikatakan layak jika nilai
Net B/C ≥ 1 dan dikatakan tidak layak jika Net B/C ≤ 1. Net B/C memiliki rumus
sebagai berikut:
𝐵𝑡 − 𝐶𝑡
∑𝑛𝑡=0/1 ( 𝑡) ≥0
𝐵 ( 1 + 𝑖)
𝑁𝑒𝑡 =
𝐶 𝐶𝑡 − 𝐵𝑡
∑𝑛𝑡=0/1 ( 𝑡) <0
( 1 + 𝑖)
dimana :
𝑛
∑𝑡=0/1 ( 𝐵𝑡−𝐶𝑡𝑡 ): untuk Bt – Ct ≥ 0 (PV Positif)
(1+𝑖 )

∑𝑛𝑡=0/1 ( 𝐵𝑡−𝐶𝑡𝑡 ): untuk Bt – Ct < 0 (PV Negatif)


(1+𝑖 )

t : Tahun kegiatan usaha (1,2,3.....n)


n : 50 tahun
i : 7%

3. Internal Rate of Return (IRR)


IRR menunjukkan metode untuk mencari tingkat bunga yang menggambarkan
nilai bersih sekarang (NPV) dari arus kas yang diharapkan pada masa yang akan
datang. Usaha tersebut dikatakan layak jika IRR ≥ discount rate. Adapun rumus
dari IRR adalah sebagai berikut:
𝑁𝑃𝑉1
𝐼𝑅𝑅 = 𝑖1 + ( 𝑥(𝑖 − 𝑖1))
𝑁𝑃𝑉1 − 𝑁𝑃𝑉2 2
3

dimana :
i1 : Discount rate yang menghasilkan NPV positif dari usaha sutera alam
i2 : Discount rate yang menghasilkan NPV negatif dari usaha sutera alam
NPV1 : NPV positif dari usaha sutera alam
NPV2 : NPV negatif dari usaha sutera alam
i1-i2 : Selisih bunga

4. Payback Period (PP)

Perhitungan masa pengembalian investasi untuk usaha sutera alam dilakukan


dengan metode discounted payback period, dimana nilai bersih total cash flow
usaha tani didiskontokan dan dikumulatifkan dari tahun ke tahun. Suatu usaha
dikatakan layak jika nilai payback period kurang dari atau sebelum umur usaha
tersebut berakhir. Rumus payback period adalah sebagai berikut ini:
𝐼
PP =
𝑁𝐵

dimana:
I : Investasi untuk usaha sutera alam
NB : Nilai bersih total cash flow usaha sutera alam rata-rata tiap tahun

4.4.2 Sustainable livelihood petani ulat sutera

Sustainable Livelihood merupakan suatu penghidupan yang meliputi


kemampuan atau kecakapan, aset-aset (simpanan, sumberdaya, dan akses) dan
kegiatan yang dibutuhkan untuk sarana untuk hidup; suatu penghidupan dikatakan
berkelanjutan jika dapat mengatasi dan memperbaiki diri dari tekanan dan
bencana, menjaga atau meningkatkan kecakapan dan aset-aset, dan menyediakan
penghidupan berkelanjutan untuk generasi berikutnya, dan yang memberi
sumbangan terhadap penghidupan - penghidupan lain pada tingkat lokal dan
global dalam jangka pendek maupun jangka panjang (Chambers and Conway
1992). Kategori aset kapital yang diperhitungkan dalam Sustainable Livelihood
petani ulat sutera disajikan pada Tabel 8. Metode penelitian yang digunakan
adalah wawancara dengan menggunakan kuesioner yang dapat dilihat pada
Lampiran 2.
3

Kategori kelima aset kapital tersebut dilakukan perbandingan dari kondisi


sebelum dan sesudah menjadi petani ulat sutera, serta diberikan skala nilai dengan
menggunakan Skala Liket. Rentang skala likert yang digunakan adalah nilai
terendah 1 (satu) sampai nilai tertinggi 5 (lima) dan dikalikan dengan jumlah
bobot kriteria untuk mengetahui total nilai yang dihasilkan. Perhitungan rumus
bobot kriteria adalah sebagai berikut:

100
𝐵𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎 =
(Σ𝑅𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛 𝑥 Σ𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑛𝑦𝑎𝑎𝑛 𝑥 Σ𝑘𝑎𝑝𝑖𝑡𝑎𝑙)
Total nilai capital yang diperoleh akan memberikan gambaran perubahan
kapital dari kondisi sebelum dan sesudah bergabung menjadi petani ulat. Dari
gambaran perubahan kapital tersebut akan diketahui kategori kapital yang paling
berperan dalam mendukung kehidupan petani untuk mencapai standar hidup.

Tabel 8 Kategori kapital dalam sustainable livelihood petani ulat sutera


Kapital Kriteria Kapital
Human Capital Sarana-prasarana akses kesehatan, jarak akses kesehatan, tenaga
kesehatan, biaya berobat, pemenuhan gizi sehari-hari, keikutsertaan
pelatihan bidang ulat sutera, keterampilan/pekerjaan lain,
keikutsertaan anggota keluarga dalam bekerja, kepemilikan barang-
barang rumah tangga, serta perbaikan pengangguran di sekitar desa.

Natural Capital Kepemilikan lahan usaha, kondisi kesuburan tanah sekitar, sumber air,
upaya pelestarian alam, kegagalan panen, dan pemanfaatan limbah
ulat sutera.

Social Capital Keberadaan kelompok tani, keterlibatan dalam kelompok tani, relasi
antara petani sutera, program pemberdayaan masyarakat, lembaga
sosial masyarakat, dan keterlibatan pengambilan keputusan.

Physical Capital Kondisi tempat pemeliharaan ulat dan kebun murbei, akses air bersih
masyarakat, kondisi jalan raya, keterjangkauan infrastruktur
komunikasi, kelengkapan alat budidaya ulat sutera, serta teknologi
produksi.

Financial Capital Besaran pendapatan dan pengeluaran petani sehari-hari, akses modal,
serta tabungan.
Sumber : Hasil analisis data (2016)

4.4.3 Strategi Pengembangan Usaha Ulat Sutera yang Berkelanjutan

Upaya pengembangan usaha ulat sutera perlu dikelola dengan baik agar
dapat menjaga keberlangsungan usaha setiap waktu. Pengelolaan yang baik
dilakukan untuk mempertahankan keberadaanya sehingga tetap dapat terus
mendapatkan
3

manfaat ekonomi dan ekologi dari keberadaan PSA Regaloh. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pengelolaan PSA Regaloh yang berintegrasi secara keseluruhan.
Metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Metode ini
dilakukan dengan menggunakan kuesioner dengan cara wawancara ke para ahli
bidang sutera sebanyak lima responden. Langkah-langkah perhitungan metode
AHP adalah sebagai berikut (Marimin 2004) :
1. Penyusunan hirarki. Penyusunan hierarki dilakukan dengan cara
mengidentifikasi persoalan-persoalan yang akan diselesaikan, kemudian
diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, dan disusun
menjadi struktur hirarki. Diagram pada Gambar 3 berikut mempresentasikan
keputusan dalam strategi pengembangan usaha ulat sutera PSA Regaloh yang
berkelanjutan. Adapun kriteria strategi untuk membuat keputusan tersebut
antara lain produktivitas, sarana dan prasarana, serta sumberdaya manusia.
Alternatif yang dipilih berdasarkan mayoritas strategi yang diusulkan oleh
para petani mitra, yaitu peningkatan kualitas telur, perbaikan tempat
pemeliharaan ulat, penambahan pegawai, keberlanjutan kebun murbei, serta
pemberdayaan masyarakat.

Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh

Produktivitas Sarana dan Prasarana Sumberdaya Manusia

Perbaikan Tempat Pemeliharaan Ulat Sutera


Peningkatan kualitas telur Keberlanjutan KebunPemberdayaan
Penambahan Pegawai Murbei masyarakat

Sumber: Hasil analisis data (2016)


Gambar 3. Stuktur hirarki strategi pengembangan usaha PSA Regaloh yang
berkelanjutan
3

2. Penilaian Kriteria dan Alternatif.


Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan (pairwase
comparisons). Menurut Saaty (1983) dalam Marimin (2004), untuk berbagai
persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan
pendapat. Skala penilaian AHP dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Skala penilaian Analytical Hierarchy Process
Skala Definisi

1 Sama pentingnya

3 Sedikit lebih penting

5 Jelas lebih penting

7 Sangat jelas lebih penting

9 Mutlak lebih penting

2, 4, 6, 8 Ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan

3. Penentuan prioritas
Setiap kriteria dan alternatif perlu dilakukan perbandingan berpasangan
(pairwase comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif tersebut kemudian
diolah untuk menentukan peringkat relatif dari keseluruhan alternatif yang ada.
Marimin (2004) menyatakan bahwa, baik kriteria kualitatif maupun kriteria
kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan judgement yang telah ditentukan
untuk menghasilkan prioritas.
4. Konsistensi Logis
Semua elemen dalam kriteria maupun alternatif dikelompokkan secara
logis dan diperhitungkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang
logis. Nilai rasio konsistensi yang diharapkan adalah kurang dari atau sama
dengan sepuluh persen. Jika syarat rasio konsistensi tidak terpenuhi, maka
penilaiannya masih acak dan perlu diperbaiki (Marimin dan Maghfiroh 2010).
35

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Sejarah dan Perkembangan Usaha

Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh merupakan salah proyek dari


Perum Perhutani yang dimulai dirintis pada tahun 1965 dan dimulai dalam bentuk
sebuah perusahaan pada tahun pada bulan Juni 1966. Pengelolaan PSA Regaloh
dimulai dengan penanaman tanaman murbei (Morus Sp) jenis Morus multicaulis,
Morus cathayana, Morus kanva, dan Morus alba. Pada awalnya, tujuan
pelaksanaan proyek ini antara lain :
a. Sebagai realisasi rencana pembangunan lima tahun di sektor kehutanan
dalam rangka peningkatan produksi sutera alam.
b. Sebagai usaha pemenuhan kebutuhan dan pengembangan sosial ekonomi
rakyat, terutama rakyat disekitar kawasan hutan.
c. Sebagai usaha untuk memperkecil kemungkinan perusakan hutan atau
tanah hutan dengan jalan menambah lapangan pekerjaan.

Pada tanggal 1 Juni 1966, proyek sutera alam Regaloh ditetapkan oleh
Menteri Pertanian RI (Bapak Suetjipto, S.H) dalam Surat Keputusan No.
1/BPU/Perh/Dep Tan dengan nama UPERA Regaloh Pati. Pada tahun 1966-1970
proyek ini telah mengalami kemajuan terutama dalam bidang tanaman murbei,
pembibitan ulat, pemeliharaan ulat, penyusunan organisasi, pembinaan
masyarakat pemelihara ulat, serta penambahan dan perbaikan sarana-sarana yang
diperlukan. Pada tanggal 1 Juni 1972 proyek sutera alam ini atas perintah Direksi
Perhutani Jawa Tengah (sekarang Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah)
dipisahkan dari KPH Pati dan berada langsung dibawah pengawasan Perum
Perhutani Unit I Jawa Tengah. Selain itu juga, telah dibangun pabrik-pabrik
pemintalan benang sutera alam dilengkapi dengan mesin-mesin pemintal otomatis
buatan Jepang (reeling, rereeling, boiling dan oven).
Pada tahun 1984, PSA Regaloh bergabung lagi dengan KPH Pati sehingga
pengelolaan dan pengawasan PSA Regaloh di bawah KPH Pati. Namun pada
tahun 2006 sampai 2016, PSA Regaloh memisahkan diri lagi dengan KPH Pati
dan tergabung dalam Kesatuan Bisnis Mandiri Industri Non-Kayu (KBM INK)
yang berada dibawah pengelolaan dan pengawasan Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah.
3

5.2 Letak Geografis dan Topografi

PSA Regaloh terletak di Desa Regaloh, Kecamatan Tlogowungu,


Kabupaten Pati. Secara administratif batas-batas Desa Regaloh yaitu sebelah utara
adalah Desa Tlogosari, sebelah timur Desa Suwaduk, sebelah selatan Desa
Tlogorejo, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Guwo. PSA Regaloh
terletak 7 km di sebelah utara kota Pati yang merupakan daerah pegunungan atau
dataran tinggi lereng sebelah timur Gunung Muria yang banyak ditanami
hutan jati. Ketinggian tempat PSA Regaloh berkisar antara 80 sampai 115 m dpl.
Jenis tanah di wilayah PSA Regaloh adalah latosol merah coklat, sedikit berbau
dan berhumus.
Kondisi iklim dan kelembaban mengalami perbedaan antara musim hujan
dan musim kemarau. Suhu udara pada musim hujan berkisar antara 26-29°C,
dengan kelembaban 77-90%. Pada musim kemarau suhu udara antara 26–31°C
dengan kelembaban 67-85%. Wilayah PSA Regaloh merupakan daerah tadah
hujan, sehingga curah hujan tidak dapat merata sepanjang tahun. Curah hujan rata-
rata adalah 1.986 mm/tahun dimana bulan terkering adalah Bulan Agustus -
September dan bulan terbasah adalah Januari - Februari.

5.3 Kegiatan PSA Regaloh

Dalam proses pengelolaan usaha, PSA Regaloh mempunyai beberapa


kegiatan pokok dalam proses usahanya. Kegiatan pokok tersebut terdiri dari
perkebunan murbei, pemeliharaan ulat sutera, dan pemintalan benang yang dapat
dilihat pada Lampiran 8.
1. Perkebunan tanaman murbei
Tanaman murbei sebagai pakan ulat sutera merupakan salah satu faktor
penting dalam usaha persuteraan. Jumlah dan kualitas daun murbei
mempengaruhi kesehatan ulat, produksi dan kualitas kokon. Jenis tanaman
murbei (Morus sp) yang banyak ditanam adalah Morus multicaulis, Morus
kanva, Morus cathayana, dan Morus alba. Pada tahun 2016, PSA Regaloh
memiliki luas kebun murbei sekitar 325,5 ha yang semula 887,4 ha. Pada
awalnya kebun murbei ini merupakan kebun jati, yang kemudian pohon-
pohonnya ditebang habis atas dasar pertimbangan sosial ekonomi pada tahun
1965 sampai 1967 untuk dijadikan tanaman murbei. Tanaman murbei yang
3

sudah berumur 10 tahun lebih, kondisi kesuburannya mulai menurun, sehingga


perlu diadakan intensifikasi dalam perawatannya untuk meningkatkan
produktivitas daun. Dalam penanaman murbei terdapat dua sistem cara tanam,
yakni :
a. Penanaman dengan bibit murbei dalam kantong platik umur bibit lebih
kurang tiga bulan. Sebelum penanaman, dilaksanakan terlebih dahulu
pemasangan acir tanaman pokok (ukuran panjang 0,50 m dan diameter 1-2
cm). Kemudian pembuatan larikan tanaman sekaligus anggelan disesuaikan
dengan jarak tanam. Pembuatan lubang tanaman dengan ukuran 30x30x30
cm. Dan selanjutnya, penanaman dengan bibit dikantong plastik yang
dirobek dan dilepas. Bibit dimasukan ke dalam lubang dan ditimbun dengan
tanah dan sedikit ditekan.
b. Penanaman dengan stek langsung di lapangan. Stek langsung ditanam pada
area yang sudah disediakan dengan jarak tanam yang sudah ditentukan.
Syarat yang harus dipenuhi antara lain umur batang/cabang lebih kurang
satu tahun, stek yang baik memiliki panjang 20-25 cm, dan stek dipotong
45º miring.
Kegiatan pemeliharaan kebun murbei dilakukan untuk mendapatkan
kuantintas dan kualitas daun murbei yang dibutuhkan sebagai pakan ulat sutera.
Kegiatan tersebut meliputi:
a. Pangkas dan wiwil tanaman murbei
Pangkas dan wiwil dilakukan setelah daun dipungut. Rata-rata tinggi
pangkasan dilakukan dengan ketinggian 30-60 cm. Untuk pangkasan pada
batang yang terlalu tua harus dibuang, dan apabila diperoleh batang sehat
dengan diameter 1-2 cm, dimanfaatkan sebagai stek.
b. Pendangiran
Kegiatan pendangiran dilakukan setelah pangkasan selesai yang meliputi
pencangkulan tanah dan membuat gundulan. Dalam setahun, pendangiran
ini dilakukan sebanyak dua kali.
c. Pemupukan
Pekerjaan pemupukan dilakukan setelah tanah didangir. Jenis pupuk yang
digunakan adalah pupuk organik dan non organik. Pupuk organik yang
3

digunakan berupa pupuk kandang/kompos dengan dosis 5 ton/ha dilakukan


sekali dalam satu tahun, sedangkan pupuk non organik berupa Urea dan SP
36 dengan dosis pemberian 200 kg/ha dan 100 kg/ha diberikan sebanyak
dua kali dalam setahun. Waktu pemberian pupuk dimulai dari pupuk non
organik pada Triwulan I dan Triwulan IV (atau jika masih ada hujan),
sedangkan pupuk organik pada Triwulan II dan III (musim kemarau).
d. Pemberantasan hama/penyakit
Pemberantasan hama/penyakit dapat dilaksanakan dengan penyemprotan
hama dengan dosis 0,5 liter/ha inteksida. Daun yang disemprotkan baru
dapat dipakai untuk pakan ulat sutera setelah ±1,0 sampai 1,5 bulan dari
penyemprotan.

2. Pemeliharaan Ulat
a. Persiapan pemeliharaan ulat kecil
Dalam pemeliharaan ulat kecil, hal pertama yang dilakukan adalah
desinfeksi ruangan. Desinfeksi ruangan dilakukan pada enam sampai
delapan hari sebelum pemeliharaan ulat. Bahan yang digunakan untuk
desinfeksi adalah larutan kaporit 2-5% (campuran 1 kg kaporit dengan 1
liter air). Larutan tersebut disemprotkan ke seluruh ruangan pemeliharaan
dan alat pemeliharaan ulat. Setelah disemprot ruangan ditutup semua.
Penyemprotan dilaksanakan pada pagi hari antara jam 07.00 sampai 09.00
WIB.
Pada hari kedua, ruangan dibilas dengan air bersih dan dilanjutkan
dengan penyemprotan larutan formalin 2-5% (campuran 1 liter formalin
dengan 6 liter air). Setelah disemprot ruangan ditutup rapat. Alat-alat
pemeliharaan ulat kecil yang dibutuhkan antara lain kapur tohor, arang
kayu, poposoru, ayakan kertas samak, sasak pemeliharaan, box penetasan,
jaring penetasan, sapu, jaring pemindah, termometer ruangan, dan alat
pemotong daun.
b. Penerimaan telur
Telur ulat sutera yang dipesan berasal dari PPUS Candiroto yang
pemesanan dilakukan tujuh hari sebelum pengambilan. Pengambilan telur
dilakukan pagi atau sore hari menggunakan kendaraan yang memiliki
3

pendingin ruangan dengan suhu yang digunakan antara 24-25ºC dan


kelembaban antara 80-85%.
c. Penetasan telur/inkubasi
Tahapan untuk menetaskan telur ulat sutera meliputi:
- Persiapkan ruangan tempat penetasan telur yang sudah didesinfeksi dan
gunakan kain hitam pada rak inkubasi.
- Sediakan box penetasan sesuai volume telur dan atur suhu ruangan 24-
25ºC dan kelembaban antara 80-85%.
- Telur yang sudah diterima ditaruh di box penetasan. Lalu tempatkan pada
rak yang sudah dipasang kain hitam.
- Berikan pencahayaan 18 jam dan penggelapan ruangan 6 jam setiap hari
sampai memasuki bintik biru. Lakukan pemeriksaan pada waktu menetas
pada jam lima pagi. Jika yang menetas baru sedikit (kurang dari 50%),
segera ditutup kembali dan tunggu hari berikutnya. Jika yang menetas
sudah banyak (lebih dari 50%), tutup dibuka dan ruangan dibuat terang
agar penetasan bisa serempak.
d. Hakikate
Ulat yang sudah menetas dibawa ke rak pemeliharaan dan ditaruh diatas
sasak yang sudah dipasang kertas minyak/paraffin. Setengah jam sebelum
pemberian pakan, ulat ditaburi dengan popusoru tipis rata. Popusoru dibuat dari
campuran formalin tablet (32 butir) yang sudah dihaluskan dengan 1 kg kapur
tohor. Setelah ditaburi popusoru, diatas ulat dipasang jaring penetasan yang
kemudian diberi makan secukupnya dengan daun yang sudah dipotong.
e. Pemeliharaan ulat kecil
Pemeliharaan ulat kecil dilakukan setelah proses hakikate, ulat diangkat
dari jaring penetasan dan dipindahkan diatas kertas parafin mulai dari instar I
sampai Instar III hari kedua. Pemberian makan ulat sutera dilaksanakan tiga
kali sehari dan tidak boleh menggunakan daun dalam keadaan basah. Perlakuan
terhadap ulat sutera terdiri atas:
4

 Sebelum tidur
Ketika ulat tidak mau makan, mulut menyempit, badan bening mengkilat, dan
badan kepala tegak ke atas. Pada kondisi ini segera lakukan perluasan atau
pemencaran pada ulat.
 Selama tidur
Bubuk kapur ditaburkan dengan ayakan secara merata pada seluruh
permukaan pemeliharaan ulat. Kondisi suhu diusahakan satu derajat lebih
tinggi dibanding dengan temperature selama periode makan.
 Setelah bangun tidur
Ulat sutera ditaburi dengan campuran formalin tablet dan kapur. Pemberian
makan dilakukan setelah ulat bangun lebih dari 90%. Apabila ulat yang
bangun tidak seragam, ulat dibagi menjadi dua kelompok. Untuk pembersihan
tempat ulat, pada Instar I dilakukan satu kali pada saat ulat bangun tidur I,
Instar II ketika satu kali sebelum tidur II, dan Instar III dilakukan satu kali
sebelum tidur. Jumlah daun murbei yang digunakan selama pemeliharaan ulat
kecil sebanyakk 35 kg. Pemeliharaan ulat kecil dilakukan mulai telur menetas
sampai umur ulat 10 hari (awal Instar III). Pemeliharan pada tahap awal ini
dilakukan oleh Petugas PSA di dalam gedung khusus, yang letaknya
ditengah- tengah kebun murbei.
f. Pemeliharaan Ulat Besar
Dalam pemeliharaan ulat besar sebelumnya dilakukan terlebih dahulu
desinfeksi dengan larutan kaporit 2-5% setelah pemeliharaan selesai panen
kokon. Sesudah ulat sutera pada tahap Instar III hari kedua, ulat dipindah dari
gedung ulat kecil ke gedung pemeliharaan ulat besar. Setelah sampai di
gedung ulat besar, ulat ditaruh di sasag atau bagor yang sudah disediakan.
Kemudian ulat diberi makan daun murbei beserta cabangnya sebanyak empat
kali dalam sehari.
Pada tahap ulat sutera Instar IV, setelah ulat bangun tidur dari instar III,
dilakukan perluasan tempat hari pertama dan diatur suhu ruangan antara 25
sampai 26ºC. Pemberian makan ulat sehari sebanyak empat kali dengan
jumlah daun murbei rata-rata mencapai 100 kg. Sedangkan ulat sutera pada
tahap Instar V, setelah ulat bangun tidur dari instar IV, ruangan dibersihkan
seperti
4

pada tahap instar III. Ruangan ulat sutera diperluas dan dipencar. Pemberian
makan dilakukan sehari empat kali dengan jumlah daun murbei rata-rata
mencapai 300 kg. Pada hari ke lima, ruangan ulat dibersihkan dari kotoran.
Dan hari ke enam, mulai ada tanda-tanda ulat akan mengokon.
Pemeliharaan ulat besar dilakukan mulai dari Instar III hari kedua sampai
mengokon oleh para petani yang bekerjasama dengan PSA Regaloh. Tempat
untuk memelihara ulat sutera letaknya terpencar di petak dalam kebun
murbei. Jumlah petani yang ikut memelihara ulat sutera sekitar 154 orang.
Setelah umur ulat sutera sekitar 20 sampai 21 hari, ulat-ulat tersebut mulai
mengokon dan menjadi kepompong.
g. Pengokonan
Pada hari ke enam Instar V, ulat akan menunjukan tanda-tanda mulai
mengokon. Tanda-tanda akan mengokon antara lain ulat tidak mau makan,
kepala ulat bergerak-gerak cari pegangan, tubuh ulat kelihatan bening, dan
dari mulut mengeluarkan serat sutera. Ketika ulat mulai mengokon, terlebih
dahulu persiapkan seriframe yang sudah dibersihkan dan buka dari
lipatannya. Ambil ulat sutera yang sudah siap mengokon dan dikumpulkan.
Letakkan satu per satu ulat pada seriframe.
Serifame penuh berisi antara 350 sampai 400 ekor ulat dan letakkan pada
rak-rak yang telah tersedia. Selama pengokonan, tetap jaga keadaan sirkulasi
udara, jangan sampai ada suara keras, guncangan, dan terkena sinar matahari
langsung. Panen kokon dilakukan pada hari ke enam sampai tujuh hari
pengokonan. Kokon yang ada pada seriframe diambil dan langsung
dipisahkan antara kokon baik dan kokon cacat. Kokon yang baik lalu
dikupas, diambil pupanya, dan dibersihkan untuk dibawa ke pabrik.
Sedangkan kokon cacat dipisahkan sendiri. Kegiatan selama pemeliharaan
ulat sutera mulai dari pemeliharaan ulat kecil sampai ulat besar disajikan
dalam Tabel 10.
4

Tabel 10 Kegiatan pemeliharaan ulat sutera di PSA Regaloh


Waktu
No Kegiatan Kebutuhan daun murbei
(hari)
1 Pemeliharaan ulat kecil
Instar I ±4 Rajangan daun murbei muda tanpa
ranting.
Lembar daun dari pucuk terpanjang 4
sampai 5 dan ukuran daun rajangan 0,5 –
1,0 cm.
Instar II ±3 Rajangan daun murbei muda tanpa
ranting. Lembar daun dari pucuk
terpanjang 5 sampai 6 dan ukuran daun
rajangan 1,0 – 2,0 cm.
Instar III/2 ±2 Daun murbei muda dirajang dua kali
besar tubuh ulat. Lembar daun dari
pucuk terpanjang 7 sampai 8 dan
ukuran daun
rajangan 2,0 – 3,0 cm.
2 Pemeliharaan ulat besar
Instar III/2 ±2 Daun murbei muda dirajang dua kali
besar tubuh ulat. Lembar daun dari
pucuk terpanjang 7 sampai 8 dan
ukuran daun
rajangan 2,0 – 3,0 cm.
Instar IV ±4 Daun muda dengan rantingnya
Instar V ±7 Daun tua dengan rantingnya
Sumber : PSA Regaloh (2015)
3. Pemintalan benang sutera
Kokon yang sudah dibersihkan kemudian dibawa para petani ke pabrik
pemintalan benang. Kokon adalah seutas benang sutera yang memiliki
panjang antara 600 sampai 1500 meter yang direkat dengan serisin yang
mengeras. Kokon yang disetorkan petani, kemudian ditimbang dan disortir
untuk menentukan jumlah pendapatan yang akan diterima petani. Kokon
pintal (kokon baik) memiliki ciri-ciri seperti warnanya putih bersih, kulitnya
keras, bentuknya sempurna, dan berisi satu pupa. Sedangkan kokon cacat
memiliki ciri-ciri berupa kokon tipis, berlubang, bentuknya tidak sempurna,
bernoda, dan berisi lebih dari satu pupa.
Kokon yang sudah disortir kemudian dioven (pengeringan kokon). Suhu
yang digunakan antara 70-80ºC. Rata-rata untuk ukuran kokon dengan jumlah
volume 1-2 ton, memerlukan waktu 20 jam, kokon 2-4 ton memerlukan
waktu 28 jam, dan kokon 4-7 ton memerlukan waktu 36 jam. Kekeringan
kokon yang harus dicapai sekitar 40% agar kokon tahan lama untuk disimpan.
Setelah proses pengopenan selesai, kokon tersebut didinginkan dan
dimasukkan ke
4

dalam kantong plastik sesuai dengan jenis kualitasnya dan kemudian


ditimbang. Ada beberapa tahapan untuk mengolah kokon menjadi benang
sutera antara lain:
a. Boilling (perebusan kokon)
Proses boilling terlebih dahulu diawali dengan air diisi sampai batas
dasar keranjang dan dipanaskan sampai 70ºC. Kemudian kokon dimasukan
dalam keranjang dan boilling ditutup rapat. Posisi keranjang masih diatas
diberi uap sampai 80ºC, lalu diturunkan dan direndam selama satu menit.
Lalu keranjang dinaikkan dengan suhu mencapai 90ºC dan turunkan
kembali untuk direndam selama dua menit. Selanjutnya didinginkan dengan
memberi air dingin sampai suhu turun menjadi 70ºC. Setelah selesai, tutup
boilling dibuka dan keranjang dinaikkan sehingga kokon siap untuk dipintal.
b. Brushing machine (pencari ujung)
Kokon yang siap untuk dipintal, terlebih dahulu dicari ujung filamen
dengan menggunakan mesin. Sirkulasi air harus terus mengalir selama
mesin beroperasi. Temperature air pada bak pencari ujung untuk kokon
yang baru dari perebusan antara 70-75ºC dan untuk kokon sisa dari reeling
yang putus ujungnya antara 80-85ºC. Kemudian serat kokon ditarik pelan-
pelan dan setelah ketemu satu helai filamen, kokon siap diproses ke mesin
reeling.
c. Reeling (pemintalan)
Kokon yang sudah ketemu ujungnya, letakkan pada bak reeling.
Temperature air pada bak reeling antara 30-40ºC. Benang-benang yang
dipintal harus melalui jalur yang telah ditetapkan dengan mesin reeling.
Kecepatan pintalan maksimal 16.20 kg benang sutera kasar (raw silk) dua
plung dari pagi sampai sore. Rata-rata tiap satu ukel benang (haspel kecil)
beratnya antara 25-30 gram.
d. Rereeling
Rereeling merupakan proses pemindahan benang dari haspel kecil ke
haspel besar. Haspel kecil dari proses reeling, diletakkan sebanyak lima
buah pada setiap haspel kayu. Kemudian mesin dihidupkan. Setelah benang
sudah berpindah di haspel besar, benang tersebut diangkat dan ditempatkan
pada streng (mempertemukan ujung serta pangkal benang dan diikat
dengan
4

benang bewarna). Selesai distreng, kunci haspel dilepas dan benang


ditiriskan supaya kering. Kapasitas alat rereeling baru mencapai ±1 kg
setiap jamnya.
e. Ukel press dan pengepakan
Benang hasil rereeling yang sudah kering, diukel satu per satu. Ujung
ukel diikat dengan tali. Selesai diukel, benang ditimbang dengan berat satu
kilogram. Benang dengan berat satu kilogram, kemudian di tata di mesin
press dan diikat dengan tiga tali untuk dilakukan pengepresan. Selesai
proses pengepresan, benang sutera tersebut dikemas dan didistribusikan
sesuai pemesanan. Alur proses pemintalan benang sutera disajikan pada
Kebun Murbei Produksi daun murbei Intake telur ulat sutera
Inkubasi telur

Pemeliharaan ulat kecil


(Instar I, Instar II, Instar III hari ke dua di Gedung ulat kecil oleh Perhutani)

Pemeliharaan ulat besar


(Instar III hari kedua, Instar IV, Instar V di Gedung ulat besar kerjasama dengan petani ulat) Produksi kokon basah diterima oleh pabrik pemintala
Seleksi kokon
Penerimaan atau penimbangan kokon Pengeringan kokon

Boiling Pencari ujung benang


Reeling

Rereeling

Ukel atau pengepresan benang

Gambar 4.

Sumber: PSA Regaloh (2015)


Gambar 4. Alur proses pemintalan benang sutera
4

Selain proses pembuatan benang sutera, PSA Regaloh juga mengusahakan


produksi benang twis dan spoon silk. Benang twis merupakan kegiatan merangkap
benang raw silk sesuai dengan yang diinginkan, bisa rangkap 2, 3, atau 4. Proses
pembuatan benang twis dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
 Winding.
Proses winding terdiri dari proses memindahkan benang raw silk dari jantra ke
bobin besar untuk awal proses penuwisan benang. Proses winding dimulai
dengan pemasangan benang pada jantra, kemudian mesin dinyalakan. Putaran
benang pada jantra harus rata, tidak boleh bergelombang karena dapat
mengakibatkan benang kusut dan sering putus. Selama proses pemindahan
benang, alat pengatur benang pada bobin tetap dijaga dengan baik. Bila
terdapat alat pengatur yang tidak bekerja dengan baik, maka segera diganti
dengan bobin yang baru.
 Doubling.
Proses doubling berfungsi untuk merangkap benang sesuai dengan permintaan
konsumen. Mesin doubling terdiri dari dua mesin yaitu mesin doubling S dan
mesin doubling Z. Proses doubling dimulai dari bobin hasil proses winding
dipasang pada mesin doubling, kemudian mesin dinyalakan. Bilamana selama
proses doubling ada benang yang putus, maka sambungan benang tersebut
harus sesuai jumlah rangkapan. Kapasitas maksimum merangkap benang
adalah empat.
 Twist. Mesin twist terdiri dari mesin twist S dan mesin twist Z yang fungsinya
untuk memilin benang hasil dari mesin doubling. Proses twist dimulai dengan
memasang bobin pada mesin twist, kemudian benang ditarik dan lilitkan.
Mesin twit dinyalakan. Selesai proses twisting, benang siap untuk divacum.
 Vacuum Head Seter. Proses ini berfungsi untuk mengeratkan benang yang
sudah ditwis supaya tidak mudah pudar. Suhu maksimum yang digunakan
adalah 70ºC.
 Rewinding. Proses rewinding berfungsi untuk memindahkan benang hasil dari
penuwisan ke haspel yang lebih besar untuk memudahkan dalam pengukelan
dan pengepakan.
4

 Ukel Pres/Pengepakan. Hasil benang dari mesin rewinding kemudian di ukel


dan dipacking. Satu pack terdiri dari satu kg benang. Harga benang twis
sebesar Rp 600 000 per kg, sudah termasuk PPN 10%.

Spoon silk merupakan benang yang dipintal dari kokon-kokon cacat. Proses
pemintalan spoon silk dilakukan secara manual oleh para tenaga kerja pemintal
benang. Hasil produksi benang yang menjadi sumber penerimaan PSA Regaloh
terdiri dari benang sutera, benang twist, dan spoon silk. Produksi benang sutera,
benang twist, dan spoon silk disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11 Produksi benang PSA Regaloh Tahun 1995-2015
Tahun Benang Sutera Benang Twist Spoon Silk
1995 5 443.34 0 0
1996 4 984.60 0 0
1997 5 131.00 0 0
1998 6 074.56 0 0
1999 3 488.23 0 0
2000 3 024.63 0 0
2001 3 096.30 0 0
2002 2 553.88 0 0
2003 1 757.88 0 0
2004 1 711.86 0 0
2005 1 309.38 0 0
2006 1 354.68 0 0
2007 1 712.64 0 0
2008 1 900.49 0 0
2009 1 184.75 0 0
2010 1 172.00 2 757 0
2011 741.50 565 0
2012 970.00 175 164
2013 958.00 1 085 247
2014 947.00 623 77
2015 273.00 177 53
Sumber: PSA Regaloh (2015)

5.4 Ketenagakerjaan

Keberadaan PSA Regaloh memberikan manfaat secara sosial dan ekonomi


bagi masyarakat yang tinggal disekitarnya karena dapat menyerap tenaga kerja
yang berasal dari penduduk Desa Tlogosari, Sumbermulyo, Guwo, Purwosari,
Pasucen, Tlogorejo dan Regaloh. Keberadaan PSA Regaloh sangat membantu
masyarakat sekitar, karena dengan adanya usaha tersebut masyarakat memperoleh
tambahan pendapatan untuk mencukupi kebutuhan hidup. Tenaga kerja di PSA
Regaloh terdiri dari pegawai/karyawan kantor PSA Regaloh berjumlah 8 orang
dan
4

petani mitra atau pemelihara ulat berjumlah 154 orang yang bertugas memelihara
ulat sampai ulat menghasilkan kokon. Struktur organisasi PSA Regaloh dapat
dilihat pada Lampiran 7.
Pegawai kantor PSA Regaloh bekerja selama lima hari dalam satu
minggu. Hari Senin sampai Kamis bekerja dari jam 07.00-14.00 WIB dan hari
Jumat jam 07.00-11.00 WIB. Sedangkan jam kerja untuk pekerja pemintal yang
bekerja di pabrik pemintalan benang bekerja dari pukul 06.00 – 14.00 WIB yang
terbagi dalam dua shift kerja. Setiap shift bekerja selama empat jam. PSA Regaloh
juga menyediakan areal perkebunan murbei yang dikelola secara tumpang sari
dengan luas lahan rata-rata 0.50 ha per petani.

5.5 Sarana PSA Regaloh

Sarana yang dimiliki PSA Regaloh untuk pemintalan benang sutera berupa
bangunan pabrik dan kantor yang letaknya berpisah dengan kebun murbei. Luas
area yang digunakan untuk perkebunan murbei seluas 325.50 ha. Untuk keperluan
administrasi perkantoran PSA Regaloh mempunyai bangunan kantor seluas 2 548
m2, sedangkan pabrik pemintalan benang memiliki luas 7 370 m 2. Di pabrik ini,
petani pemelihara ulat sutera menyetorkan hasil pemeliharaan yang berupa kokon
untuk dijual. Rincian luas area dan bangunan PSA Regaloh disajikan pada Tabel
12 Tabel 12 Luas area dan bangunan PSA Regaloh tahun 2016
No Kategori Luas
1. Kebun murbei 325.50 ha
2. Kantor PSA Regaloh 2 548.00 m2
3. Pabrik pemintal benang 7 370.00 m2
Sumber : PSA Regaloh (2015)

5.6 Karakteristik Responden

Dalam pengembangan usaha sutera alam, PSA Regaloh ikut


memberdayakan masyarakat disekitar tempat usaha. Para masyarakat tersebut ada
yang menjadi petani ulat sutera maupun buruh pintal benang. Jumlah petani ulat
sutera yang bermitra dengan PSA Regaloh di tahun 2016 ini berjumlah 154 orang.
Responden yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 75 petani ulat sutera.
4

Karakteristik responden tersebut dibagi ke dalam karakteristik demografi dan


karakteristik ekonomi.

5.6.1 Karakteristik Demografi Responden


Karakteristik demografi responden terdiri dari beberapa aspek yaitu jenis
kelamin, usia, dan tingkat pendidikan terakhir. Distribusi karakteristik tersebut
dapat dilihat pada Tabel 13. Berdasarkan Tabel 13, jenis kelamin responden laki-
laki berjumlah 91% dan 9% responden perempuan. Sebagian besar para petani
ulat yang bekerja merupakan petani berjenis kelamin laki-laki. Hal ini
dikarenakan pekerjaan memelihara ulat sutera sangat membutuhkan tenaga yang
besar, seperti kegiatan mengambil dan mengangkut daun murbei yang rata-rata
sekali pengambilan beratnya mencapai 20-40 kg, curahan waktu yang dibutuhkan
cukup besar selama pemberian pakan ulat, serta kegiatan lapang dalam
pengolahan lahan murbei. Adapun para petani ulat perempuan yang ikut bertugas
membantu suami ataupun keluarga.

Aspek demografi kedua adalah usia responden. Sebagian besar responden


berusia pada interval 41-60 tahun, yaitu sebanyak 67%. Hal ini menunjukkan para
petani ulat yang mulai memasuki usia tua dan berpengalaman dalam memelihara
ulat sutera. Dan aspek karakteristik demografi terakhir adalah tingkat pendidikan
responden. Pendidikan terakhir responden disini menjelaskan pendidikan formal
yang ditempuh oleh responden. Persentase tingkat pendidikan terakhir responden
paling besar berada pada jenjang Sekolah Dasar atau sederajat yakni sebesar 55%.
Sedangkan jenjang pendidikan terendah berada pada tingkat Sekolah Menengah
Atas atau sederajat sebanyak 3%. Sebagian besar para petani ulat sutera yang
bergabung dengan PSA Regaloh tidak melanjutkan tingkat pendidikannya.
Mereka belajar keterampilan dan pengetahuan menjadi seorang petani ulat sutera
berasal dari pengalaman dan pelatihan baik oleh PSA Regaloh, ketua kelompok,
serta sesama petani ulat.
4

Tabel 13 Karakteristik demografi responden

No Karakteristik Responden Jumlah (orang) Persentase (%)


1 Jenis Kelamin 7 9
a. Laki-laki 68 91
b. Perempuan
Jumlah 75 100
2 Usia (tahun)
a. <20 0 0
b. 20 – 40 8 11
c. 41 – 60 50 67
d. 61 – 80 17 23
Jumlah 75 100
3 Pendidikan terakhir
a. Tidak sekolah 24 32
b. SD/Sederajat 41 55
c. SMP/Sederajat 8 11
d. SMA/Sederajat 2 3
Jumlah 75 100
Sumber: Hasil analisis data (2016)

5.6.2 Karakteristik Ekonomi Responden


Karakteristik ekonomi responden yang dilihat adalah tingkat pendapatan.
Tingkat pendapatan yang diperoleh selama menjadi petani ulat sutera terdiri dari
hasil penjualan kokon dan kacang tanah. Kokon yang dihasilkan merupakan
kokon selama pemeliharaan ulat sutera besar dan hasil kacang tanah yang ditanam
selama tiga bulan. Rincian besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani ulat
sutera disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Pendapatan petani ulat sutera

Jumlah keseluruhan Rata-rata per petani


No Pendapatan
(Rp/tahun) Per tahun (Rp/tahun) Per bulan (Rp/bulan)
1 Kokon 203 970 500 2 719 607 226 634
2 Kacang tanah 1 247 600000 16 634 667 1 386 222
Total 1 451 570 500 19 354 274 1 612 856
Sumber: Hasil analisis data (2016)
5

Hasil dari penjualan kokon yang disetorkan ke pabrik pemintal benang, rata-
rata petani memperoleh penghasilan sebesar Rp 226 634 per bulan. Rata-rata
dalam satu bulan, petani memelihara ulat sutera sebanyak 2 boks. Sedangkan hasil
panen dari tanaman tumpang sari (kacang tanah), rata-rata petani mendapatkan
penghasilan sebesar Rp 1 386 222 per bulan. Sehingga dalam satu bulan, petani
ulat sutera memperoleh pendapatan rata-rata sebesar Rp 1 612 856 atau dalam
setahun sebesar Rp 19 354 274.
51

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha Sutera Alam PSA Regaloh


Unit usaha persuteraan alam di PSA Regaloh merupakan salah satu unit
kesatuan milik Pemerintah (Perhutani) yang mengelola usaha benang sutera di
Indonesia. Usaha benang sutera ini termasuk dalam usaha yang cukup potensial
karena sudah memiliki alat-alat modern dan lengkap dalam memproduksi benang
sutera, benang sutera yang dihasilkan bersifat alami, ketersediaan kebun murbei
yang luas, serta mampu memperdayakan masyarakat disekitar wilayah dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan
dilakukan analisis kelayakan usaha sutera alam secara ekonomi. Analisis
kelayakan secara ekonomi merupakan analisis usaha berdasarkan sudut pandang
masyarakat secara keseluruhan. Analisis ekonomi dilakukan untuk mengetahui
apakah usaha sutera alam layak secara ekonomi dengan memasukkan manfaat dan
biaya sosial. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah
1. Umur usaha produksi benang sutera di PSA Regaloh yang digunakan
adalah selama 50 tahun, dimulai dari tahun 1974 sampai 2023. Penentuan
umur usaha berdasarkan umur dari aset-aset investasi terbesar yakni
mesin-mesin pemintal benang sampai mengalami reinvestasi.
2. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama usaha untuk persiapan
pemeliharaan, dan membutuhkan waktu satu tahun, serta diasumsikan
bahwa awal investasi berada pada bulan pertama di tahun ke-1, sehingga
belum menghasilkan keuntungan.
3. Total produksi benang dan kokon yang dihasilkan adalah jumlah rata-rata
produksi benang dari tahun 1995 sampai 2015 dan diasumsikan tetap
untuk tahun berikutnya selama masa umur usaha.
4. Shadow price dari gaji pegawai tetap yang bekerja di PSA Regaloh
sebanyak delapan orang menggunakan perkiraan gaji finansial.
5. Shadow price dari tenaga kerja pemintal benang yang digunakan adalah
nilai upah finansial. Hal ini diasumsikan bahwa tenaga kerja yang menjadi
buruh pintal benang berasal dari masyarakat lokal yang menganggur bila
tidak ada PSA Regaloh, sehingga nilai production foregone sama dengan
5

nol. Selain itu, karena berasal dari masyarkat lokal maka diasumsikan
tidak ada biaya pengangkutan tenaga kerja.
6. Shadow price terhadap input-input tradable, seperti kapur tohor, kaporit,
pupuk urea, pupuk SP-36 menggunakan harga yang telah dikonversi
terhadap nilai kurs yang berlaku.
7. Shadow price dari output (benang dan kokon) yang dihasilkan PSA
Regaloh menggunakan harga finansial yang berlaku di PSA Regaloh,
dimana sudah termasuk PPN 10%.
8. Lahan murbei yang digunakan usaha merupakan lahan milik negara,
sehingga shadow price dari lahan murbei menggunakan pendekatan nilai
sewa lahan per tahun sebesar Rp 10 000 000 per ha.
9. Penentuan harga operasional yang digunakan dalam perhitungan adalah
harga yang berlaku pada bulan Februari 2016 dan diasumsikan konstan
hingga umur usaha berakhir.
10. Tingkat suku bunga yang digunakan adalah sebesar 7%, berdasarkan rata-
rata tingkat suku bunga deposito bank umum yang berlaku pada saat
penelitian sekitar bulan Februari 2016.

6.1.1 Identifikasi Manfaat

Manfaat ekonomi dari usaha sutera alam yang diperhitungkan dibagi


menjadi manfaat privat dan manfaat sosial. Manfaat privat berasal dari
penerimaan penjualan benang yang diproduksi PSA Regaloh, baik dari benang
sutera, benang twist, kokon baik, kokon cacat, dan spoon silk per tahun. Produksi
benang dan kokon yang dihasilkan setiap tahun rata-rata berbeda jumlah
produksinya, tergantung dari kondisi lingkungan. Selain itu juga, manfaat dari
nilai sisa aset investasi yang masih bernilai sampai umur usaha habis.
Selain manfaat privat, terdapat juga manfaat sosial yang dirasakan dari
adanya usaha sutera alam PSA Regaloh. Manfaat sosial merupakan manfaat yang
dirasakan bukan hanya oleh pelaku usaha tetapi oleh keseluruhan masyarakat.
Manfaat sosial terdiri dari manfaat yang diterima petani ulat selama bermitra
dengan PSA Regaloh (penghasilan dari kokon dan kacang tanah) serta manfaat
dari penerimaan pajak yang dibayarkan PSA Regaloh. Keseluruhan nilai total
manfaat
5

ekonomi yang diperoleh adalah sebesar Rp 6 836 832 793. Rincian perhitungan
total nilai manfaat ekonomi dari usaha PSA Regaloh dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15 Perhitungan total manfaat ekonomi usaha PSA Regaloh

Harga per Harga per tahun


No Nama Jumlah Satuan satuan (Rp) (Rp) Persentase
1 Benang sutera 2 370.939 Kg 583 000 1 382 257 576 20%
2 Benang twis 256.305 Kg 600 000 153 782 857 2%
3 Kokon baik 26 784.559 Kg 85 000 2 276 687 531 33%
4 Kokon cacat 828.388 Kg 30 000 24 851 653 0%
5 Spoon silk 25.762 Kg 125 000 3 220 238 0%
6 Petani ulat sutera 154.000 Orang 18 851 565 2 903 141 000 42%
7 Pajak PBB 1 691 938 0%
8 Nilai sisa aset 91 299 000 1%
Total manfaat per tahun 6 836 832 793 100%
Rata-rata manfaat per bulan 569 736 066
Sumber: Hasil analisis data (2016)

6.1.2 Identifikasi Biaya

Biaya ekonomi yang diperhitungkan dalam penelitian adalah seluruh biaya


yang dikeluarkan selama proses pembuatan benang sutera. Biaya-biaya tersebut
dikategorikan menjadi dua bagian yakni biaya operasional (biaya pemeliharaan
kebun murbei, biaya pemeliharaan ulat sutera, serta biaya pemintalan benang) dan
biaya investasi.

6.1.2.1 Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan demi


keberlangsungan operasional usaha yang dijalankan. Biaya operasional yang
dikeluarkan oleh PSA Regaloh selama proses produksi benang sutera terdiri dari
biaya pemeliharaan kebun murbei, biaya pemeliharaan ulat sutera, serta biaya
pemintalan benang.

Biaya yang diperlukan selama pemeliharaan kebun murbei merupakan


biaya-biaya yang dipergunakan untuk menjaga produktivitas kebun murbei dalam
menghasilkan daun murbei. Komponen biaya terbesar merupakan biaya untuk
sewa lahan murbei. Area kebun murbei yang diusahakan merupakan lahan milik
Perhutani, sehingga asumsi shadow price (harga sosial) yang digunakan untuk
kebun murbei adalah harga sewa lahan per ha yang berlaku disekitar Desa
Regaloh
5

bulan Februari 2016. Produktivitas daun murbei yang dihasilkan dapat menurun
jika tidak dilakukan perawatan kebun. Rata-rata tanaman murbei sebesar 10%
disulam kembali agar tetap dapat menghasilkan daun setiap tahun. Beberapa
komponen biaya perawatan kebun murbei tersebut antara lain biaya pengadaan
pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk SP 36, serta intektisida. Shadow price untuk
pupuk Urea dan SP 36 (input tradable) diperhitungkan menggunakan harga
border price. Hasil perhitungan border price komponen tersebut dapat dilihat
pada Lampiran 4. Selain itu, terdapat biaya pemangkasan daun murbei yang
diperlukan sebagai pakan ulat sutera. Keseluruhan biaya yang diperlukan PSA
Regaloh dalam pemeliharaan kebun murbei sebesar Rp 3 835 589 468 per tahun.
Perhitungan biaya pemeliharaan kebun murbei dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Biaya pemeliharaan kebun murbei PSA Regaloh

Biaya per Biaya per tahun


No Uraian Jumlah Satuan Persentase
satuan (Rp) (Rp)
1 Sewa lahan 325.50 Ha 10 000 000.00 3 255 000 000 85%
2 Sulaman murbei 325 500.00 Batang 100.00 32 500 000 1%
3 Pupuk kandang 325 500.00 Kg 150.00 48 825 000 1%
4 Pupuk Urea 65 100.00 Kg 5 285.50 344 086 050 9%
5 Pupuk SP 36 32 550.00 Kg 3 008.35 97 921 793 3%
6 Intektisida 162.75 Liter 71 500.00 11 636 625 0%
Pangkasan daun
7 325.50 Ha 140 000.00 45 570 000 1%
murbei
Total biaya perkebunan murbei per tahun 3 835 589 468 100%
Rata-rata biaya perkebunan murbei per bulan 319 632 456
Sumber: Hasil analisis data (2016)

Biaya pemeliharaan ulat sutera meliputi biaya pengadaan bibit ulat, kertas
samak/parafin, sasag, kapur tohor, formalin, kaporit, dan desinfektan, serta tempat
penunjang pemeliharaan ulat dan pembayaran ke petani ulat yang telah
menyetorkan kokon. Komponen biaya terbesar terdapat pada biaya pembayaran
ke petani ulat sutera sebanyak 154 orang yang menyetorkan kokon ke PSA
Regaloh, yakni sebesar Rp 248 516 529. Komponen biaya terbesar selanjutnya
adalah pembelian bibit ulat sutera dari PPUS Candiroto yang jumlahnya
disesuaikan dengan ketersediaan daun murbei yang ada. Shadow price untuk input
tradable (kapur tohor dan kaporit) diperhitungkan menggunakan harga border
price. Hasil perhitungan border price komponen tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 4.
5

Shadow price dari biaya pemeliharaan ulat sutera lainnya menggunakan harga
finansial yang berlaku. Keseluruhan biaya yang diperlukan PSA Regaloh dalam
pemeliharaan ulat sutera sebesar Rp 477 750 912 per tahun. Hasil perhitungan
biaya pemeliharaan ulat sutera dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Biaya pemeliharaan ulat sutera PSA Regaloh

Biaya per Biaya per tahun


No Uraian Jumlah Satuan Persentase
satuan (Rp) (Rp)
1 Bibit ulat 1 468.00 Boks 94 000 137 992 000 29%
2 Kertas samak 4 404.00 Lembar 1 000 4 404 000 1%
Pengadaan
3 2%
sasak/bagor 1 468.00 Lembar 6 000 8 808 000
4 Kapur tohor 4 404.00 Kg 2 147 9 457 083 2%
5 Formalin 1 468.00 Liter 25 000 36 700 000 8%
6 Kaporit 1 468.00 Kg 6 355 9 329 300 2%
7 Desinfekstan 1 468.00 Liter 8 000 11 744 000 2%
Pembayaran ke
8 52%
petani 27 612.95 Kg 9 000 248 516 529
Pemeliharaan
9 2%
RUB-RUK 36.00 Unit 300 000 10 800 000
Total biaya pemeliharaan ulat sutera per tahun 477 750 912 100%
Rata-rata biaya pemeliharaan ulat sutera per bulan 39 812 576
Sumber : Hasil analisis data (2016)

Dan terakhir, biaya yang diperlukan untuk pemintalan benang sutera.


Biaya tersebut meliputi biaya pembelian bahan bakar jenis MFO, pembayaran
tenaga kerja pemintal benang dan gaji pegawai PSA Regaloh, biaya listrik, serta
biaya pelabelan dan pengemasan benang, dan pemeliharan mesin-mesin pemintal
benang. Komponen biaya terbesar berasal dari biaya pembelian bahan bakar
MFO, yakni sebesar Rp 360 000 000. Sedangkan biaya terkecil berasal dari
pemeliharaan mesin- mesin pemintal yang membutuhkan perawatan setiap tahun
sebesar Rp 576 000. Shadow price dari bahan bakar jenis MFO menggunakan
harga yang belum mendapatkan subsidi oleh Pemerintah pada bulan Februari
2016. Sedangkan shadow price dari gaji pegawai dan tenaga kerja pemintal
benang, serta listrik menggunakan harga finansial yang berlaku. Setiap hari tenaga
kerja pemintal benang bekerja selama empat jam dari pukul 06.00 sampai 14.00
WIB yang terbagi dalam dua shift kerja, sedangkan untuk tenaga kerja pemintal
spoon silk dikerjakan dirumah warga dengan pemintalan benang secara manual.
Keseluruhan biaya yang
5

diperlukan PSA Regaloh dalam pemintalan benang sebesar Rp 740 341 437 per
tahun. Hasil perhitungan biaya pemintalan benang dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18 Biaya pemintalan benang PSA Regaloh

Biaya per Biaya per tahun


No Uraian Jumlah Satuan Persentase
satuan (Rp) (Rp)
1 MFO 90 000.00 Liter 4 000 360 000 000 49%
2 Upah buruh pintal 2370.90 Kg 27 250 64 608 094 9%
Upah buruh pintal
3 0%
spoon silk 135.25 Kg 85 000 2 189 762
4 Upah buruh twist 897.10 Kg 38 000 9 739 581 1%
5 Listrik 76.60 Kwh 1 889 000 22 668 000 3%
6 Gaji pegawai 8.00 Orang 15 600 000 187 200 000 25%
Pelabelan dan
7 13%
pengemasan 7 780 000 93 360 000
Pemeliharaan
8 0%
mesin 48 000 576 000
Total biaya pemintalan benang per tahun 740 341 437 100%
Rata-rata biaya pemintalan benang per bulan 61 695 120
Sumber : Hasil analisis data (2016)

6.1.2.2 Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluakan oleh PSA Regaloh pada
awal tahun beroperasi. Biaya investasi tersebut meliputi biaya pengadaan stek
murbei, mesin-mesin pemintal benang, pendirian bangunan kantor dan pabrik,
pembuatan sumur, dan alat-alat pendukung dalam memproduksi benang. Besaran
biaya investasi tersebut adalah sebesar Rp 3 092 806 000. Komponen biaya
investasi terbesar yang dikeluarkan adalah pendirian tempar pemeliharaan ulat
(RUK dan RUB). Selanjutnya biaya pengadaaan seriframe, rak pemeliharaan, dan
mesin-mesin pemintal benang. Hasil perhitungan biaya investasi dapat dilihat
pada Tabel 19. Beberapa komponen dari biaya investasi mengalami reinvestasi
sebelum masa umur usaha tersebut berakhir. Komponen yang mengalami
reinvestasi tersebut antara lain timbangan digital, timbangan duduk, haspel,
ayakan, pisau, rak pemeliharaan, seriframe, dan sprayer.
5

Tabel 19 Biaya investasi usaha PSA Regaloh

Umur
Biaya per Biaya total
No Uraian Jumlah Satuan pakai
satuan (Rp) (Rp)
(tahun)
1 Stek murbei 3 255 000 Batang 10 100 32 500 000
2 Sumur 6 Unit 10 3 000 000 18 000 000
3 Rak pemeliharaan 575 Unit 13 250 000 143 750 000
4 Seriframe 12 830 Unit 13 35 000 449 050 000
5 Sprayer 1 Unit 10 1 200 000 1 200 000
6 RUB-RUK 36 Unit 50 50 000 000 1 800 000 000
7 Timbangan digital 2 Unit 5 500 000 1 000 000
8 Timbangan duduk 1 Unit 10 1 200 000 1 200 000
9 Haspel 80 Unit 5 5 000 400 000
10 Bangunan kantor 1 Unit 50 48 365 000 48 365 000
11 Bangunan pabrik 1 Unit 50 85000 000 85 000 000
12 Boiler 1 Unit 50 34 000 000 34 000 000
13 Reeling 1 Unit 50 55 000 000 55 000 000
14 Rereeling 1 Unit 50 70 000 000 70 000 000
15 Twist 1 Unit 50 60 000 000 60 000 000
16 Ayakan 36 Unit 5 6 000 216 000
17 Pisau Rajang 5 Unit 5 25 000 125 000
Total Biaya Investasi 3 092 806 000
Sumber : Hasil analisis data (2016)

6.1.3 Analisis Kelayakan Ekonomi

Analisis kelayakan ekonomi terdiri dari analisis manfaat dan analisis biaya
yang digunakan selama usaha berlangsung. Hasil dari analisis kelayakan ekonomi
usaha sutera alam diperoleh nilai NPV sebesar Rp 268 646 398 670, Net B/C
sebesar 3.18, tingkat internal rate of return (IRR) sebesar 15%, serta payback
period selama 0.57 tahun. Dari hasil perhitungan tersebut, secara keseluruhan
usaha sutera alam layak untuk diusahakan secara ekonomi. Rincian hasil analisis
kelayakan ekonomi dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20 Hasil analisis kelayakan ekonomi usaha sutera alam PSA Regaloh
Kriteria Nilai
NPV Rp 268 646 398 670
Net B/C 3.18
IRR 15%
Payback Period 0.57 tahun
Sumber: Hasil analisis data (2016)
5

Berdasarkan hasil analisis data, nilai NPV yang diperoleh bernilai positif,
Gross B/C ≥ 1, Net B/C ≥ 1, IRR ≥ discount rate sebesar 7%, serta Payback
Period yang dihasilkan kurang dari umur usaha, sehingga usaha persuteraan alam
PSA Regaloh sudah dapat dikatakan layak secara ekonomi. Selain memberikan
manfaat kepada PSA Regaloh, usaha sutera alam ini juga memberikan manfaat
secara sosial bagi masyarakat lokal yang berada disekitar tempat usaha PSA
Regaloh. Jika diaplikasikan, PSA Regaloh dapat memproduksi benang sutera
secara keberlanjutan untuk mampu bersaing dengan benang sutera sintetik
disamping memberikan manfaat sosial dengan memberdayakan masyarakat
sekitar, sehingga memberikan kontribusi bagi pembangunan perekonomian
wilayah pedesaan, khususnya wilayah disekitar PSA Regaloh. Detail perhitungan
analisis kelayakan ekonomi usaha PSA Regaloh dapat dilihat pada Lampiran 6.

6.2 Sustainable Livelihood Petani Ulat Sutera PSA Regaloh


Dalam konsep Sustainable lovelihood merupakan kegiatan yang dibutuhkan
oleh setiap masyarakat untuk menjalankan kehidupannya dengan menggunakan
kapasitas atau kemampuan serta kepemilikan sumberdaya (aset) untuk mencapai
tingkat kehidupan yang diharapkan. Menurut DFID (1999), Sustainable livelihood
dipengaruhi oleh lima aset kapital yakni human capital, financial capital, natural
capital, social capital, serta phyisical capital.
Dalam kehidupan sehari-hari, PSA Regaloh melibatkan peran serta
masyarakat sekitar, salah satunya petani ulat sutera. Para petani ulat
bertugas sebagai pemelihara ulat serta mengelola lahan murbei. Rata-rata lahan
yang mereka kelola seluas 0,5 ha dengan beberapa jenis tanaman pertanian
yang diizinkan seperti kacang tanah dan jagung. Sehingga sebagian besar
penghasilan mereka berasal dari penyetoran kokon ulat sutera serta penjualan
tanaman tumpang sari yang dikelola. Keberadaan PSA Regaloh memberikan
pengaruh terhadap sustainable livelihood para petani ulat. Pengaruh tersebut
diterperinci dalam lima kapital yang tercakup dalam 33 pertanyaan (Lampiran
2) dengan membandingkan kondisi sebelum dan sesudah menjadi petani ulat
sutera. Output dari hasil analisis ini adalah melihat pengaruh perubahan
aset/kapital yang dimiliki para petani ulat dalam mendukung keberlanjutan
hidup dengan bermitra bersama PSA Regaloh. Untuk mempermudah
perhitungan analisis, maka perhitungan menggunakan skala likert
5

dengan masing-masing nilai disesuaikan dengan lima kriteria penilaian yang ada.
Berdasarkan perhitungan menggunakan Microsoft Excel 2013, hasil penilaian
masing-masing lima kriteria kapital dalam sustainable livelihood disajikan dalam
Tabel 21 sampai Tabel 25.
Pertama, kriteria human capital pada kondisi sebelum dan sesudah menjadi
petani ulat sutera terlihat secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar
16.64. Peningkatan human capital ini berdampak positif bagi kehidupan para
petani ulat, terlihat dari kemampuan terhadap akses kesehatan para petani yang
dikunjungi bertambah baik, dari Puskesmas sudah mampu ke dokter umum
maupun dokter spesialis. Jarak akses kesehatan yang semakin terjangkau dari
tempat tinggal. Tenaga medis yang semakin professional, serta pemenuhan
kebutuhan gizi dari tahun ke tahun yang semakin baik.
Selain itu, mereka juga mendapatkan tambahan pekerjaan lain yang
cenderung bersifat tetap seperti menjadi petani tumpang sari dan beternak hewan.
Kepemilikan barang-barang elektronik rumah juga bertambah serta biaya berobat
menjadi lebih terjangkau bagi para petani. PSA Regaloh yang melibatkan banyak
orang dalam usahanya, telah mampu menyerap jumlah pengangguran disekitar
tempat usaha. Hasil analisis indikator human capital dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21 Hasil penilaian kriteria human capital petani ulat sutera
Aspek human capital Sebelum Sesudah
Akses kesehatan 4.98 6.18
Jarak akses kesehatan 5.29 6.13
Tenaga kesehatan 5.73 6.85
Biaya berobat 9.94 9.06
Kebutuhan gizi 5.06 7.17
Pelatihan 2.00 3.94
Pekerjaan lain 3.97 7.52
Keikutsertaan keluarga 7.09 6.42
Kepemilikan barang 4.00 7.28
Perbaikan pengangguran 3.29 7.97
Total Nilai 51.92 68.56
Sumber: Hasil analisis data (2016)
6

Kedua, hasil analisis dari kriteria natural capital ketika sudah menjadi petani
ulat sutera disajikan dalam Tabel 22. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa
total nilai yang dihasilkan memberikan peningkatan perubahan sebesar 4.80
terhadap natural capital petani ulat. Perubahan ini mampu memberikan pengaruh
ke arah yang lebih baik dalam memudahkan aktivitas para petani. Hal ini terlihat
dari lahan tempat budidaya ulat sutera yang seluruhnya berada di lahan negara,
sehingga semuanya menjadi tanggungjawab PSA Regaloh dan tidak memberatkan
petani dalam mengelola lahan. Akses ke sumber air menjadi lebih mudah dengan
dibangunnya sumur-sumur serta adanya pengairan disekitar kebun murbei.
Keadaan lahan murbei yang disisipi dengan tanaman kacang tanah atau jagung,
menjadikan kondisi lahan tetap dikelola dan dapat mempertahankan kesuburan
tanah. Dan untuk kegagalan yang dihadapi petani dalam memelihara ulat sutera,
sudah cenderung berkurang.
Tabel 22 Hasil penilaian kriteria natural capital petani ulat sutera
Aspek natural capital Sebelum Sesudah
Kepemilikan lahan 10.35 3.33
Kesuburan tanah 12.31 11.15
Sumber air 7.73 9.20
Pelestarian alam 3.33 16.57
Kegagalan pemeliharaan 16.53 9.95
Pemanfaatan limbah ulat 3.33 8.17
Total Nilai 53.60 58.40
Sumber: Hasil analisis data (2016)
Ketiga, hasil analisis kriteria social capital yang disajikan dalam Tabel 23
dapat disimpulkan bahwa hubungan social capital yang dimiliki setelah
bergabung menjadi petani ulat meningkat sebesar 11.47. Hal ini menunjukkan
bahwa kemampuan relasi antar petani ulat sutera yang selalu terjaga harmonis,
baik selama pemeliharaan ulat maupun tidak. Perbedaan pendapat merupakan
sesuatu yang wajar, dimana partisipasi dalam berpendapat tetap aktif dijalankan,
walaupun kecenderungan dominan pengambilan keputusan berada pada ketua.
Serta keberadaan program pemberdayaan sudah dapat dimanfaatkan dalam
menambah keterampilan petani.
6

Tabel 23 Hasil penilaian social capital petani ulat sutera


Aspek social capital Sebelum Sesudah
Kelompok tani 14.28 14.28
Keikutsertaan peran 3.08 8.45
Relasi petani 10.17 19.81
Pemberdayaan masyarakat 2.85 4.45
Lembaga sosial 10.47 10.05
Pengambilan keputusan 2.85 7.69
Perselisihan petani 14.09 13.52
Total Nilai 57.82 69.29
Sumber: Hasil analisis data (2016)
Keempat, hasil analisis kriteria physical capital menunjukkan peningkatan
nilai sebesar 21.42 dari keadaan aspek-aspek fisik yang berpengaruh bagi
kehidupan para petani ulat. Peningkatan nilai tersebut didukung dari kemudahan
fasilitas dalam mendapatkan air bersih yang dibutuhkan para petani sehari-hari,
yang sebelumnya menggantungkan air dari sumur timba, sungai, ataupun
mengangkut air, sudah mampu menggunakan sumur pompa dalam memenuhi
kehidupan rumah sehari-hari. Keterjangkaun terhadap akses jaringan komunikasi
yang semakin lebih baik dan mudah. Akses jalan raya untuk menuju PSA Regaloh
sudah semakin lancar. Kelengkapan alat-alat budidaya dan teknologi yang
disediakan oleh PSA Regaloh juga membantu dan memudahkan petani selama
pemeliharaan ulat. Namun, untuk kondisi keamanan dari tempat pemeliharaan dan
kebun murbei cenderung mengalami penurunan, hal ini dikarenakan
berkurangnya kegiatan pengawasan. Hasil analisis dari kriteria physical capital
disajikan dalam Tabel 24. Tabel 24 Hasil penilaian physical capital petani ulat
sutera
Aspek physical capital Sebelum Sesudah
Keamanan kebun-brak 12.80 11.42
Fasilitas air rumah 9.33 13.46
Kondisi jalan raya 5.64 13.33
Keterjangkaun sinyal 8.93 12.13
Kelengkapan alat budidaya 10.48 12.44
Teknologi 10.75 16.57
Total Nilai 57.95 79.37
Sumber: Hasil analisis data (2016)
6

Dan terakhir, hasil analisis kriteria financial capital para petani ulat yang
dapat dilihat dalam Tabel 25 yang telah memberikan kontribusi terbesar dengan
peningkatan nilai sebesar 33.73. Hal ini terlihat dari penghasilan yang diterima
setelah menjadi petani ulat sutera mengalami perbaikan sebelum mereka menjadi
petani ulat. Petani ulat memperoleh penghasilan rata-rata sebesar Rp 226 634 dari
kokon yang dihasilkan dan sebesar Rp 1 386 222 dari kacang tanah setiap bulan.
Pendapatan yang diperoleh lebih baik daripada sebelumnya yang mayoritas tidak
bekerja secara tetap, dimana petani sudah mampu menyisihkan penghasilannya
dalam bentuk tabungan. Dan kemampuan dalam mengakses jasa bantuan modal
usaha, beberapa sudah dimanfaatkan oleh para petani seperti BRI, koperasi, dan
BMT.
Tabel 25 Hasil penilaian financial capital petani ulat sutera
Aspek financial capital Sebelum Sesudah
Penghasilan 14.93 23.80
Pengeluaran 17.73 20.13
Peminjaman modal 7.73 11.33
Tabungan 9.13 28.00
Total Nilai 49.53 83.26
Sumber: Hasil analisis data (2016)
Berdasarkan penilaian kelima aspek kapital, Sustainable livelihood para
petani ulat dalam kondisi sebelum dan sesudah menjadi petani ulat sutera dapat
dilihat pada Tabel 26 dan Gambar 5. Dalam Tabel 26 dapat disimpulkan bahwa
kehidupan sehari-hari petani ulat sutera dari yang sebelum dan sesudah menjadi
petani ulat secara keseluruhan mengalami peningkatan kemampuan dan perubahan
akses ke arah yang lebih baik dalam menunjang sustainable livelihood petani,
terutama perubahan paling besar terhadap financial capital petani ulat sutera.
Mereka yang sudah bergabung menjadi petani ulat sutera mendapatkan pengaruh
perubahan yang besar terhadap financial capital, natural capital, social capital,
physical capital, dan terakhir human capital. Dimana pengaruh kepemilikan akses
kapital terpenting petani ulat terdapat pada financial capital, physical capital,
social capital, human capital, dan yang terkecil natural capital.
Financial capital bersumber dari hasil pendapatan kokon dan kacang
tanah sebesar Rp 1 612 856 per bulan. Physical capital dari kemudahan akses
terhadap
6

sumber air, transportasi, jalan, komunikasi, serta peralatan yang mendukung


bekerja. Social capital digambarkan dari relasi sosial yang semakin menguat antar
petani ulat yang berasal dari tujuh desa sekitar PSA Regaloh. Human capital
bersumber dari akses sumberdaya manusia yang bertambah baik. Dan yang
terkecil, natural capital dimana peran petani ulat sutera hanya sebagai tenaga
kerja yang sepenuhya hanya bisa memanfaatkan lahan yang dimiliki Perhutani
untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan demi kesejahteraan petani, tanpa memiliki
hak kepemilikan atas lahan tersebut. Detail perhitungan analisis sustainable
livelihood petani ulat dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 26 Hasil analisis kriteria sustainable livelihood petani ulat sutera
Sustainable Livelihood Sebelum Sesudah ∆ Perubahan
Human Capital 51.92 68.56 16.64
Natural Capital 53.60 58.40 4.80
Social Capital 57.83 69.30 11.47
Physical Capital 57.96 79.38 21.42
Financial Capital 49.53 83.27 33.73
Total 270.84 358.90 88.06
Sumber: Hasil analisis data (2016)

Hasil analisis sustainable livelihood petani ulat sutera


Sebelum Setelah
Human Capital
100,00

80,00
68,56
60,00
51,92
40,00
Financial Capital 83,27 Natural Capital
20,00 58,40
53,60
49,53
0,00

57,83
57,96

79,38 69,30
Physical Capital Social Capital

Sumber: Hasil analisis data (2016)


Gambar 5. Sustainable livelihood petani ulat sutera PSA Regaloh
6

6.3 Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh


Keberadaan PSA Regaloh memberikan banyak kontribusi, baik terhadap
Perum Perhutani maupun masyarakat sekitar yang diperdayakan. Agar keberadaan
PSA Regaloh terus berkelanjutan, diperlukan berbagai alternatif usaha yang bisa
dilakukan. Salah satu cara untuk menentukan alternatif usaha tersebut melalui
perhitungan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Tujuan utama dari
metode AHP ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan usaha sutera
alam di PSA Regaloh yang sesuai dengan kriteria produktivitas, sarana dan
prasarana, serta sumberdaya manusia. Analisis pada tahapan ini dikaji dengan
nilai perbandingan tertinggi dan hasilnya yang konsisten akan menjadi aspek
prioritas utama. Alternatif strategi yang digunakan dalam pengembangan usaha
meliputi peningkatan kualitas telur, perbaikan tempat pemeliharaan ulat,
penambahan pegawai, keberlanjutan kebun murbei, serta pemberdayaan
masyarakat. Struktur hierarki dari strategi pengembangan usaha agribisnis sutera
alam di PSA Regaloh disajikan dalam Gambar 6.

Tujuan Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam PSA


Regaloh
Kriteria

Produktivitas Sarana dan Prasarana Sumberdaya Manusia

Perbaikan Tempat Pemeliharaan Ulat Sutera


Alternatif Peningkatan kualitas telur Penambahan Pegawai Pemberdayaan
Keberlanjutan Kebun Murbei masyarakat

Sumber: Hasil analisis data (2016)


Gambar 6. Diagram hierarki pengembangan usaha sutera alam PSA Regaloh
6

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan Software Expert


Choice 11, menggambarkan beberapa alternatif strategi pengembangan usaha
yang disusun dengan mempertimbangkan kondisi usaha PSA Regaloh. Alternatif
usaha yang dihasilkan didukung oleh kriteria yang terdapat pada hierarki
penyusunan keputusan pengembangan usaha sutera alam PSA Regaloh. Hasil
analisis menunjukan bahwa kriteria yang menjadi prioritas utama dalam
pengembangan usaha sutera alam PSA Regaloh adalah sumberdaya manusia
dengan skor 0,394. Kriteria sumberdaya manusia terpilih menjadi prioritas utama
karena dalam pengembangan usaha, sumberdaya manusia merupakan pusat
orientasi dalam menentukan strategi keberlanjutan usaha tersebut. Sumberdaya
manusia yang berkaitan dalam usaha sutera alam harus ditingkatkan baik dari sisi
kualitas maupun kuantintasnya, seperti dalam manajemen sumberdaya manusia,
peningkatan keterampilan, pendidikan, pelatihan, perbaikan dalam pembagian
tugas dan tanggung jawab, peraturan, bahkan jumlah pegawai.
Kriteria sarana dan prasarana merupakan prioritas selanjutnya dalam
pengembangan usaha sutera alam dengan skor 0,373. Faktor sarana dan prasarana
merupakan faktor yang menjadi penunjang bagi berjalannya usaha. Sarana dan
prasarana yang disediakan seperti kebun murbei, tempat pemeliharaan, rak
pemeliharaan, seriframe, sampai ke mesin-mesin pemintal benang untuk
dipelihara selama mengembangakan usaha sutera alam ke arah yang lebih baik.
Terlebih kondisi beberapa tempat pemeliharaan ulat yang rusak, perlu diperbaiki
agar dapat menunjang kegiatan pemeliharaan ulat, peningkatan daya tahan dari
telur-telur ulat sutera terhadap penyakit yang sering menyerang, serta pemenuhan
kebutuhan daun murbei sebagai sumber pakan utama bagi ulat sutera agar selalu
tersedia. Sehingga keseluruhan upaya dari sarana-prasarana yang ada dapat
menjaga produktivitas kokon untuk menghasilkan benang sutera di PSA Regaloh.
Kriteria produktivitas menjadi prioritas terakhir dengan skor 0,233.
Setelah sumberdaya manusia dan sarana-prasarannya diutamakan, kriteria
produktivitas dapat mengikuti dalam pengembangan usaha sutera alam di PSA
Regaloh tersebut. Output utama dari usaha sutera alam adalah benang sutera.
Sumberdaya manusia yang tersedia untuk mengelola dan mengambil keputusan
yang tepat dan sesuai, serta didukung sarana-prasarana yang dikembangkan
terus terjaga, maka hasil
6

produktivitas benang sutera dapat bertambah. Hasil olahan kriteria yang menjadi
prioritas utama dalam pengembangan usaha sutera alam PSA Regaloh disajikan
pada Gambar 7.
Kriteria pengembangan usaha sutera alam

Sumberdaya Manusia

Sarana dan Prasarana

Produktivitas

00,050,10,150,20,250,30,350,40,45

Sumber: Hasil analisis data (2016)


Gambar 7. Hasil penilaian prioritas kriteria pengembangan usaha PSA Regaloh.

Alternatif-alternatif usaha untuk pengembangan usaha sutera alam,


berdasarkan hasil analisis yang menjadi prioritas utama adalah perbaikan tempat
pemeliharaan ulat sutera dengan skor 0,238. Tempat pemeliharaan ulat merupakan
rumah inti yang difungsikan selama pemeliharaan ulat untuk menghasilkan kokon.
Situasi dan kondisi dari tempat pemeliharaan ulat agar tetap dapat dijaga serta
menunjang selama pemeliharaan. Prioritas alternatif kedua adalah peningkatan
kualitas telur dengan skor 0,224. Telur-telur ulat sutera yang dipesan dari
Candiroto merupakan hasil penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan bibit
telur dengan kualitas terbaik. Salah satu usaha dengan peningkatan kualitas telur
adalah agar dapat mengurangi tingginya resiko tingkat kematian maupun
kegagalan ulat sutera selama pemeliharaan, serta meningkatkan kualitas kokon
yang dihasilkan.
Pemberdayaan masyarakat menjadi prioritas alternatif selanjutnya dalam
pengembangan usaha sutera alam dengan skor 0,205. Bentuk pemberdayaan
masyarakat yang utama dilakukan adalah mengajak masyarakat sekitar untuk
bekerjasama dengan PSA Regaloh, baik menjadi petani ulat, petani tumpang sari,
maupun tenaga kerja pemintal benang. Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah
6

pengangguran serta mengurangi masyarakat untuk tidak merusak hutan disekitar


PSA Regaloh. Selain itu, masyarakat yang bermitra dengan PSA Regaloh akan
memperoleh tambahan pengetahuan dan beberapa bentuk pelatihan yang
bermanfaat daripada tidak memiliki kegiatan (pengangguran).
Alternatif prioritas pengembangan berikutnya adalah keberlanjutan kebun
murbei dengan skor 0,183. Kebun murbei merupakan komponen utama terhadap
keberlangsungan pemeliharaan ulat sutera. Daun murbei yang dihasilkan
merupakan sumber pakan utama bagi ulat sutera, yang apabila berkurang
jumlahnya dapat mengurangi kualitas kokon yang dihasilkan. Selain itu,
keberadaan kebun murbei yang terus terjaga, akan menjaga kondisi tanah untuk
tetap diolah dan tidak ditelantarkan.
Alternatif prioritas pengembangan yang terakhir adalah penambahan
jumlah pegawai dengan skor 0,151. Tujuan penambahan jumlah pegawai adalah
untuk mengurangi pembagian tugas yang merangkap. Sumberdaya manusia yang
tersedia di PSA Regaloh terbatas jumlahnya (delapan orang), dimana masih ada
beberapa bidang yang membutuhkan tenaga yang besar. Terutama pada kebun
murbei yang luas wilayahnya sekitar 325,5 ha dan menjadi tanggung jawab oleh
tiga mandor kebun, menyebabkan belum maksimal selama pelaksanaan tugas.
Adanya upaya penambahan jumlah pegawai dapat menjadi alternatif dalam
menjalankan tugas dan mengawasi secara lebih optimal, bertanggung jawab penuh
dan tidak saling tumpang tindih selama pelaksanaan tugas. Hasil penilaian
alternatif prioritas pengembangan sutera dapat dilihat pada Gambar 8.
6

Alternatif pengembangan usaha sutera alam

murbei Pemberdayaan masyarakat Peningkatan kualitas telur

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25

Sumber: Hasil analisis data (2016)


Gambar 8. Hasil penilaian prioritas alternatif pengembangan usaha PSA Regaloh
69

VII. SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai
berikut :

1. Hasil dari analisis kelayakan ekonomi usaha sutera alam diperoleh nilai NPV
sebesar Rp 268 646 398 670 (NPV bernilai positif), Net B/C sebesar 3.18 (Net
B/C ≥ 1), IRR sebesar 15% (IRR ≥ discount rate sebesar 7%,), serta payback
period selama 0.57 tahun, sehingga usaha persuteraan alam PSA Regaloh
sudah dapat dikatakan layak secara ekonomi.
2. Sustainable livelihood petani ulat sutera dalam kehidupan sehari-hari baik
sebelum dan sesudah menjadi petani ulat memberikan pengaruh aset kapital
yang tinggi terhadap financial capital, natural capital, social capital, physical
capital, dan terakhir human capital. Pengaruh perubahan terbesar akses
kepemilikan kapital para petani ulat terdapat pada financial capital, physical
capital, social capital, human capital, dan yang terkecil natural capital.
3. Strategi pengembangan usaha sutera alam di PSA Regaloh yang utama
diprioritaskan adalah kriteria sumberdaya manusia yang ditingkatkan baik dari
sisi kualitas maupun kuantintas, kriteria sarana dan prasarana, dan terakhir
kriteria produktivitas. Sedangkan untuk alternatif pengembangan usaha, yang
menjadi prioritas utama adalah perbaikan tempat pemeliharaan ulat sutera,
peningkatan kualitas telur, pemberdayaan masyarakat dengan bermitra bersama
PSA Regaloh, keberlanjutan kebun murbei sebagai sumber pakan utama bagi
ulat sutera, dan terakhir penambahan jumlah pegawai.

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, adapun saran-saran yang


diberikan peneliti sebagai rekomendasi kepada pihak-pihak terkait, yaitu:

1. Pihak Pemerintah perlu menjaga keberlangsungan usaha sutera alam dan


keberadaan PSA Regaloh setiap waktu. Hal ini bertujuan agar input-input fisik
yang sudah tersedia dengan biaya yang cukup mahal dapat terus termanfaatkan
dan menghasilkan produk benang sutera.
7

2. Pihak PSA Regaloh perlu meningkatan kualitas kokon dan benang sutera yang
diproduksi. Hal ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas produk yang akan
dipasarkan, serta meningkatkan harga jual produk tersebut untuk dapat
bersaing di pasar internasional, khususnya benang sutera impor. Selain itu juga,
PSA Regaloh untuk mengusahakan output selain benang sutera, seperti tenun
sutera maupun handcraft dari kokon agar dapat menambah pendapatan usaha.
Pengembangan PSA Regaloh sebagai salah satu wisata edukasi bisa dilakukan
untuk memberikan pengetahuan mengenai budidaya ulat sutera kepada
masyarakat luas.
3. Para petani sutera perlu memiliki keterampilan dan pekerjaan tambahan, agar
tidak sepenuhnya bergantung dari keberlangsungan usaha sutera alam yang
sewaktu-waktu bisa tutup usaha.
71

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto. 2010. Budidaya Ulat Sutera. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian


Bogor.

Atmosoedarjo et al. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yogyakarta (ID): Yayasan


Sarana Wana Jaya.

Borror et al. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi Keenam. Yogyakarta


(ID): Gajah Mada University Press.

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. 2015. Jawa Tengah Dalam
Angka 2015. Semarang (ID). Dapat diunduh dari: http://jateng.bps.go.id/
[Internet]. 18 Juni 2016.

Chambers, R. and G. Conway. 1992. Sustainable rural livelihoods: Practical


Concepts for The 21 st Century. IDS Discussion Paper 296. Brighton: IDS.

[DFID] Department for Interational Development. 1999. Sustainable Livelihoods


Guidance Sheets. London: DFID.

Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Penerjemah Slamet


Utomo dan Komel Mangiri. Jakarta (ID): Universitas Indonesia-Press.

Haris A. 2013. Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Industri Tenun Sutera di


Kabupaten Wajo [skripsi]. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin.

Herliana. 2008. Pengaruh Pupuk terhadap Kualitas Kokon Ulat Sutera [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hernanto F. 1993. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Ibrahim. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. Jakarta (ID): PT Rineka
Cipta.

Juanda B. 2007. Ekonometrika Permodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB

Press. Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): Rineka Cipta.

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Jakarta: UI-Press.

Kasmir J. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Bogor (ID): Kencana.

Lipsey and Steiner. 1990. Economics. George Weindfeld and Nicholson Ltd.

[Kementan] Kementerian Pertanian. 2013. Volume Ekspor dan Impor Komoditi


Hasil Hutan Bukan Kayu. Jakarta (ID).
7

[Kemenperin] Kementerian Perindutrian. 2007. Prospek persuteraan alam


Indonesia sangat besar. Jakarta (ID).

Keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 50/KptsII/1997 tentang Persuteraan


Alam, tanggal 20 Januari 1997.

Mankiw N.G. 2001. Pengantar Ekonomi Edisi Kedu Jilid I. Jakarta (ID):
Penerbit Erlangga.

Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk.


Jakarta (ID): PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Marimin dan Maghfiroh. 2010. Aplikasi Teknik Pengambilan Keputusan dalam


Manajemen Rantai Pemasok. Bogor (ID): IPB Press.

Mubyarto. 1991. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Nguku E. et al. 2007. Larvae, Cocoon and Post-Cocoon Characteristics of


Bombyx Mori L. (Lepidoptera: Bombycidae) Fed on Mulberry Leaves
Fortified with Kenyan Royal Jelly. 11(4) : 85 – 89. Nairobi: Kenya.

Nurjayanti E.D. 2011. Budidaya Ulat Sutera dan Produksi Benang Sutera melalui
Sistem Kemitraan pada Pengusahaan Sutera Alam (PSA) Regaloh
Kabupaten Pati [Jurnal]. Semarang (ID): Universitas Wahid Hasyim.

Nuraeni. 2007. Aspek Biologis Ulat Sutera dari Dua Sumber Bibit di Sulawesi
Selatan [jurnal] 4(1): 10-17. Kendari (ID): Universitas Haluoleo.

Nurlela A. 2006. Analisis Kelayakan Finansial dan Ekonomi Usaha Pemintalan


dan Pertenunan Sutera Alam di KOPPUS Sabilulungan III Kecamatan
Sukaresik Kabupaten Tasikmalaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.

Nurmalina et al. 2010. Studi kelayakan bisnis. Departemen Agribisnis FEM IPB.
Bogor.

[Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Buletin PDB Sektor
Pertanian. Kementerian Pertanian.

[PSA] Pengusahaan Sutera Alam Regaloh. 2015. Data Kegiatan PSA Regaloh.
Pati (ID).

Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor: P.21/Menhut-II/2009 tentang Kriteria


dan Indikator Penetpan Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan, tanggal
19 Maret 2009.
73

Peraturan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri


Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-
II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006; dan Nomor:
07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan
Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster.

Prayoga R. 2014. Kelayakan Usaha Produksi Kokon Pada Rumah Sutera


Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

Purnomo. 2010. Budidaya Ulat Sutera. Hlm. 57-59.

[PUSPROHUT] Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan Produktivitas


Hutan. 2013. Budidaya Murbei dan Ulat Sutera. Bogor : Forda Press.

Rifqi H.O. 2010. Analisis Kredit Usaha Rakyat Berdasarkan Prinsip 5C Usaha
Sutera Alam Studi Kasus Petani Plasma Rumah Sutera Alam Ciapus
Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Saaty T.L. 1993. Fundamental of Decision Making and Priority Theory with the
Analytical Hierarchy Process. Pittsburgh PA: RWS Publications.

Siregar. 2009. Serangga Pengguna Pertanian. Medan(ID): USU Press.

Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Jakarta (ID): UI-Press.

Sudaryanto T dan N Syafa’at. 2002. Analisis Kebijakan pengembangan


Agribisnis. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian
Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian
Bogor.

Suryadi K dan Ramdhani A. 1998. Sistem Pendukung Keputusan. Bandung (ID):


PT Remaja Rasdakarya.

Suwarsono H. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Yogyakarta (ID): UUP STIM


YKPN.

Suyono. 2006. Pengaruh Program Kemitraan bagi Pengembangan Ekonomi


Lokal terhadap Pendapatan Petani Budidaya Ulat Sutera di Kabupaten
Wonosobo. Tesis Megister. Ilmu Ekonomi dan Ilmu Pembangunan.

Umar. 2004. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Cetakan ke-6.
Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.

[UNDP] United Nations Development Programme. 2007. Modul Pembelajaran


Pendekatan Penghidupan Berkelanjutan Bagi Perencana dan Pengiat
Pembangunan Daerah. UNDP. Jakarta (ID).
7

Wyman. 1974. Wyman’s Gardening Encyclopedia. New York. MaMillan


Publishing Co. Inc.

Walpole. 1992. Pengantar Statistika. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka.


75

LAMPIRAN
76
7

Lampiran 1. Pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional dengan


pendekatan klaster.

PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN PERSUTERAAN ALAM


NASIONAL DENGAN PENDEKATAN KLASTER

Dalam rangka meningkatkan daya saing dan menjadikan Indonesia negara


produsen sutera, maka dalam pelaksanaannya perlu koordinasi, integrasi dan
komitmen bersama secara berkesinambungan antara Departemen Kehutanan,
Departemen Perindustrian dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan
Menengah dalam pembinaan dan pengembangan persuteraan alam nasional.
Untuk maksud tersebut diatas telah diterbitkan Peraturan Bersama Menteri
Kehutanan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Nomor: P.47/Menhut-II/2006; Nomor: 29/M-IND/PER/6/2006;
dan Nomor: 07/PER/M.KUKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan
Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster. Beberapa hal yang perlu
diketahui para pelaku usaha persuteraan alam yang tertuang dalam Peraturan
Bersama diatas antara lain:

1. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan dilakukan pada :


a. Sentra produksi persuteraan alam.
b. Daerah potensial dan kawasan hutan negara.
c. Kelompok tani, koperasi, usaha kecil, usaha menengah di bidang
persuteraan alam.

2. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan dilakukan dengan pendekatan


klaster, melalui :
a. Bantuan infrastruktur ekonomi, teknologi dan sarana produksi.
b. Perkuatan kelembagaan dan usaha persuteraan alam serta jaringan kerjsa
usaha pihak-pihak yang berkepentingan.
c. Pelaksanaan pembinaan dan pengembangan Persuteraan Alam Nasional
dililakukan secara terkoordinasi dengan melibatkan instansi terkait,
Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan pihak-pihak terkait
lainnya.
d. Pembinaan dan Pengembangan Persuteraan Alam Nasional mengacu kepada
Rencana Induk Pengembangan Persuteraan Alam Nasional. Adapun
Rencana Induk Pengembangan Persuteraan Alam Nasional (2006- 2010)
adalah sebagai berikut:
a. Potensi perkembangan Persuteraan Alam Nasional dari tingkat hulu
hingga ke tingkat hilir :
7

 Kokon berasal dari ulat sutera. Bibit ulat sutera berupa telur ulat sutera
yang pada saat ini diproduksi dan dikembangkan oleh Perum
Perhutani yang berlokasi di Candiroto Jawa Tengah dan Soppeng
Sulawesl Selatan dengan produksi sebanyak 25.000 box s per tahun.
Petani sutera sebanyak hampir 10.000 orang dengan luas tanaman
murbei hampir
10.000 ha dan produksi kokon mendekati 1.000 ton.
 Industri pemintalan sutera sampai saat ini sebanyak 4.463 unit usaha
dengan daerah penghasil utama terdapat di daerah Sulawesi Selatan
dan Jawa Barat. Tenaga kerja yang terserap sebanyak 7.796 orang
dengan nilai produksi sebesar Rp 19,5 milyar dan benang sutera yang
dihasilkan sekitar 78 ton per tahun. Produksi ini masih di bawah
kapasitas produksi terpasang industri benang samping diekspor ke
Jepang, Italia, Perancis dan Amerika Serikat.

b. Prospek Pengembangan Persuteraan Alam Indonesia


 Persuteraan Alam Indonesia merupakan kelompok agro-industri yang sangat
potensial sutera sekitar 400 ton.
 Industri Pertenunan Sutera pada saat ini terdapat 46.257 unit usaha yang
mempekerjakan 148.022 tenaga kerja dengan nilai produksi sebesar Rp 309
miliar. Sentra utama yang memproduksi kain sutera terdapat di Sulawesi
Selatan dan daerah lain yang memproduksi adalah Jawa Barat, Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
 Promosi dan pemasaran produk sutera telah berjalan sesuai mekanisme
pasar. Secara tradisional sudah terbentuk jaringan distribusi pemasaran.
Permintaan kain sutera oleh industri pembatikan sekitar 1 juta meter atau
setara 200 ton benang sutera per bulan, permintaan kain sutera untuk
industri gaun pengantin, interior, garmen dan produk jadi lainnya di dalam
negeri cukup besar, di untuk dikembangkan karena memiliki berbagai
keunggulan antara lain : geografis alam Indonesia sangat mendukung untuk
menghasilkan murbei dan kokon yang baik dalam jumlah besar; produk
sutera memiliki nilai ekonomi tinggi dan banyak digemari di dalam negeri
dan luar negeri; persuteraan alam dapat dikelola masyarakat pedesaan secara
luas; permintaan pasar produk sutera baik domestik maupun ekspor
cenderung meningkat.
 Persuteraan Alam Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
berarti dalam perekonomian nasional. Hal ini akan terwujud apabila
pengembangan persuteraan alam nosional dikelola dengan cermat dan
konsepsional oleh instansi pembina dan para stakeholders.

c. Sasaran pengembangan persuteraan alam nasional pada tahun 2010 terdiri


dari sasaran pengembangan produk sutera hulu dan produk sutera hilir.
 Sasaran pengembangan produk sutera hulu untuk memproduksi kokon
sebanyak 5.000 ton diperlukan ketersediaan lahan untuk tanaman murbei
7

seluas 12.250 ha melalui rehabilitasi tanaman yang sudah ada maupun


penanaman baru dan diharapkan mampu mempekerjakan petani sebanyak
13.235 KK.
 Sasaran pengembangan produk sutera hilir yang mencakup produksi benang
sutera sebanyak 625 ton, kebutuhan benang sutera 900 ton, kain sutera
sebanyak 44 juta meter, tenaga kerja yang terserap sebanyak 235.868 orang
dan nilai impor benang sutera 275 ton dan ekspor produk sutera sebesar US
$ 15.087.

Direktur Bina Perhutanan Sosial,


ttd.
Ir. Billy Hindra, MSc.
NIP. 710001261

Sumber: Direktorat Bina Perhutanan Sosial, Ditjen RLPS


8

Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Sustainable Livelihood

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN
LINGKUNGAN
Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor

16680 No : Tanggal :

KUESIONER SUSTAINABLE LIVELIHOOD

Nama Responden : ...............................................................................................


No. Telepon/ HP : …...........................................................................................
Alamat Responden : Desa ......................................................................................
Kecamatan............................., Kabupaten Pati, Jawa Tengah

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penyelesaian Skripsi yang


berjudul “Analisis Ekonomi Usaha Agribisnis Sutera Alam di Pengusahaan
Sutera Alam Regaloh, Kecamatan Tlogowungu, Kabupaten Pati oleh Ika
Putri Rahmadani (H44120037) Departemen Ekonomi Sumberdaya dan
Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Saya mohon partisipasi
Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini dengan lengkap dan benar. Informasi yang
Bapak/Ibu berikan akan dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasikan, dan
hanya untuk pengkajian dan penelitian. Atas perhatian dan partisipasi yang
diberikan, saya ucapkan terimakasih.
A. Identintas Responden Masyarakat
1. Jenis Kelamin : L/P
2. Usia...........................................tahun
3. Status pernikahan : a. Menikah b. Belum menikah
4. Pendidikan terakhir :
a. Tidak Pernah Sekolah d. SMA/Sederajat
b. SD/Sederajat e. Diploma
c. SMP/Sederajat f. Sarjana
5. Penduduk asli : a. Ya b. Tidak
6. Jika pendatang, alasan menetap di daerah ini :
a. Ikut suami/istri
b. Dekat dengan tempat kerja
c. Lainnya..............................
7. Jumlah tanggungan keluarga...............................................................orang
8. Jenis pekerjaan :
a. PNS. ............................... d. Buruh,.................................
b. Guru e. Wiraswasta,.........................
c. Pegawai swasta,........................ f. Lainnya,...............................
9. Pendapatan per bulan : Rp ................................................................
10. Pendapatan anggota keluarga inti lainnya per bulan :
a. Suami/istri : Rp ................................................................
8

b. Anak 1 : Rp ................................................................
c. Anak 2 : Rp ................................................................
d. Lainnya : Rp ................................................................
B. Karakter 5 Capital dalam Livelihood Sustainable
Pada bagian B, Bapak/Ibu akan diberikan pertanyaan yang berkaitan dengan
kondisi sebelum dan sesudah keikutsertaan menjadi anggota petani mitra
ulat sutera. Pertanyaan yang diberikan akan berhubungan dengan lima capital,
yakni Human Capital, Natural Capital, Financial Capital, Social Capital, dan
Physical Capital. Dan ada beberapa pertanyaan tertentu yang jawaban tersebut
diberikan per point atau nilai tertentu, yakni untuk
a. Skor nilai 1 d. Skor nilai 4
b. Skor nilai 2 e. Skor nilai 5
c. Skor nilai 3

I. Human Capital
1. Apa saja sarana-prasarana akses kesehatan yang sering anda kunjungi ?
Sebelum Sesudah
a. Posyandu a. Posyandu
b. Puskesmas b. Puskesmas
c. Apotek c. Apotek
d. Klinik d. Klinik
e. Rumah sakit e. Rumah sakit

2. Bagaimana akses anda terhadap fasilitas kesehatan selama ini ?


Sebelum Sesudah
a. >4000 m a. >4000 m
b. 3000 – 4000 m b. 3000 – 4000 m
c. 2000 – 3000 m c. 2000 – 3000 m
d. 1000 – 2000 m d. 1000 – 2000 m
e. 0 - 1000 m e. 0 – 1000 m

3. Jenis tenaga kesehatan apa yang sering anda akses di sekitar desa ?
Sebelum Sesudah
a. Dukun a. Dukun
b. Bidan/perawat b. Bidan/perawat
c. Manteri c. Manteri
d. Dokter d. Dokter
e. Dokter spesialis e. Dokter spesialis

4. Berapa biaya yang dikeluarkan saat berobat ?


Sebelum Sesudah
a. > Rp 200.000 a. > Rp 200.000
b. Rp 151.000 – Rp 200.000 b. Rp 151.000 – Rp 200.000
8

c. Rp 101.000 – Rp 150.0000 c. Rp 101.000 – Rp 150.0000


d. Rp 51.000 – Rp 100.000 d. Rp 51.000 – Rp 100.000
e. Rp 0 – Rp 50.000 e. Rp 0 – Rp 50.000

5. Bagaimana kebutuhan gizi/nutrisi sehari-hari? Apakah sudah terpenuhi?


Sebelum Sesudah
a. Kurang terpenuhi a. Kurang terpenuhi
b. Cukup terpenuhi b. Cukup terpenuhi
c. Terpenuhi c. Terpenuhi
d. Lebih terpenuhi d. Lebih terpenuhi
e. Sangat terpenuhi e. Sangat terpenuhi

6. Apakah anda pernah mengikuti pelatihan dalam bidang ulat sutera dan
berapa kali dalam setahun? Jika pernah, apa saja bentuk pelatihan yang
sudah pernah diberikan?
Sebelum Sesudah
a. Tidak pernah a. Tidak pernah
b. Pernah, 1 kali b. Pernah, 1 kali
c. Pernah, 2 kali c. Pernah, 2 kali
d. Pernah, 3 kali d. Pernah, 3 kali
e. Pernah, lebih dari 3 kali e. Pernah, lebih dari 3 kali
Bentuk pelatihan :

7. Adakah keterampilan atau pekerjaan lain yang anda miliki? Jika ada,
apakah keterampilan tersebut?
Sebelum Sesudah
a. Tidak ada a. Tidak ada
b. Ada, tidak tetap, sedikit b. Ada, tidak tetap, sedikit
c. Ada, tidak tetap, banyak c. Ada, tidak tetap, banyak
d. Ada, tetap, dan sedikit d. Ada, tetap, dan sedikit
e. Ada, tetap, dan banyak e. Ada, tetap, dan banyak
Keterampilan :

8. Adakah keikutsertaan anggota keluarga dalam membantu usaha ulat


sutera? Jika ada, berapa orang yang membantu usaha tersebut dalam
sehari?
Sebelum Sesudah
a. Tidak ada a. Tidak ada
b. Ada, tidak tetap, 1 orang b. Ada, tidak tetap, 1 orang
c. Ada, tetap, 1 orang c. Ada, tetap, 1 orang
d. Ada, tetap, 2 orang d. Ada, tetap, 2 orang
8

e. Ada, semua anggota e. Ada, semua anggota


keluarga keluarga

9. Apa saja kepemilikan barang/teknologi yang anda sering gunakan dalam


sehari-hari?
Sebelum Sesudah
a. Radio a. Radio
b. TV, Sepeda, Handphone b. TV, Sepeda, Handphone
c. Kulkas, Mesin cuci c. Kulkas, Mesin cuci
d. Motor, Laptop d. Motor, Laptop
e. Mobil e. Mobil

10. Bagaimana kondisi pengangguran disekitar desa dan pengaruh adanya


PSA Regaloh terhadap pengangguran? Jika anda bukan pengangguran
(bekerja), bergerak dibidang apa?
Sebelum Sesudah
a. Banyak sekali a. Banyak sekali
b. Banyak b. Banyak
c. Relatif banyak c. Relatif banyak
d. Sedikit d. Sedikit
e. Tidak ada e. Tidak ada
Bekerja di bidang :

II. Natural Capital

1. Bagaimana status kepemilikan lahan dan bangunan untuk budidaya ulat


sutera yang anda miliki? Berapa luas lahan dan bangunan tersebut?
Sebelum Sesudah
a. Lahan negara a. Lahan negara
b. Lahan desa b. Lahan desa
c. Sewa c. Sewa
d. Milik keluarga/Warisan d. Milik keluarga/Warisan
e. Milik pribadi e. Milik pribadi

2. Bagaimana kondisi kesuburan tanah disekitar dari adanya tempat usaha


ulat sutera?
Sebelum Sesudah
a. Tidak subur a. Tidak subur
b. Kurang subur b. Kurang subur
c. Relatif subur c. Relatif subur
8

d. Subur d. Subur
e. Sangat subur e. Sangat subur

3. Darimana sumber air diperoleh?


Sebelum Sesudah
a. Hujan a. Hujan
b. Sungai b. Sungai
c. Saluran mata air c. Saluran mata air
d. Sumur d. Sumur
e. Pompa e. Pompa

4. Adakah bentuk upaya pelestarian yang dilakukan untuk menjaga


kelestarian alam sekitar? Jika ada, bentuk upaya apakah yang dilakukan?
Misal: Tanam pohon, menggunakan pupuk organik, rotasi lahan, dll.
Sebelum Sesudah
a. Tidak ada a. Tidak ada
b. Pernah, 1 kali b. Pernah, 1 kali
c. Pernah, 2 kali c. Pernah, 2 kali
d. Pernah, kadang-kadang d. Pernah, kadang-kadang
e. Pernah, sering e. Pernah, sering
Upaya pelestarian alam :

5. Pernahkan mengalami kegagalan selama pemeliharaan ulat sutera dan


seberapa sering terjadi?
Sebelum Sesudah
a. Sangat sering a. Sangat sering
b. Relatif sering b. Relatif sering
c. Pernah, beberapa kali c. Pernah, beberapa kali
d. Pernah sekali d. Pernah sekali
e. Tidak pernah e. Tidak pernah

6. Bagaimana pemanfaatan limbah yang dihasilkan dari usaha ulat


sutera? Seperti : Pupuk, kerajinan tangan, produk pangan, dll
Sebelum Sesudah
a. Tidak ada a. Tidak ada
b. Pernah dimanfaatkan b. Pernah dimanfaatkan
c. Kadang-kadang c. Kadang-kadang
dimanfaatkan dimanfaatkan
d. Relatif dimanfaatkan d. Relatif dimanfaatkan
e. Sering dimanfaatkan e. Sering dimanfaatkan
8

III. Social Capital


1. Ada berapa jenis kelompok petani mitra yang ada di desa ini?
Sebelum Sesudah
a. 1 kelompok a. 1 kelompok
b. 2 kelompok b. 2 kelompok
c. 3 kelompok c. 3 kelompok
d. 4 kelompok d. 4 kelompok
e. Lebih dari 4 kelompok e. Lebih dari 4 kelompok

2. Apakah anda mengikuti salah satu kelompok tersebut dan apa perannya?
Sebelum Sesudah
a. Tidak ikut a. Tidak ikut
b. Iya, Sebagai anggota pasif b. Iya, Sebagai anggota pasif
c. Iya, Sebagai anggota aktif c. Iya, Sebagai anggota aktif
d. Iya, Sebagai fasilitator d. Iya, Sebagai fasilitator
e. Iya, Sebagai pengurus e. Iya, Sebagai pengurus

3. Bagaimana hubungan antar masyarakat/petani mitra disekitar tempat usaha?


Sebelum Sesudah
a. Tidak baik/erat a. Tidak baik/erat
b. Cukup baik/erat b. Cukup baik/erat
c. Relatif baik/erat c. Relatif baik/erat
d. Baik /erat d. Baik/erat
e. Sangat baik/erat e. Sangat baik/erat

4. Bagaimana keberadaan program pemberdayaan masyarakat yang diberikan


baik dari PSA Regaloh maupun dari dinas terkait?
Sebelum Sesudah
a. Tidak ada a. Tidak ada
b. Ada, Tidak aktif b. Ada, Tidak aktif
c. Ada, Kurang aktif c. Ada, Kurang aktif
d. Ada, Aktif d. Ada, Aktif
e. Ada, Sangat aktif e. Ada, Sangat aktif

5. Bagaimana keberadaan lembaga sosial masyarakat yang ada disekitar


usaha sutera? Misal : Kelompok tani sutera, kelompok ibu-ibu PKK, dan
lain-lain.
Sebelum Sesudah
a. Tidak ada a. Tidak ada
b. Ada, Tidak aktif b. Ada, Tidak aktif
c. Ada, Kurang aktif c. Ada, Kurang aktif
8

d. Ada, Aktif d. Ada, Aktif


e. Ada, Sangat aktif e. Ada, Sangat aktif
Lembaga sosial :

6. Bagaimana keterlibatan anda dalam mekanisme proses pengambilan


keputusan?
Sebelum Sesudah
a. Tidak terlibat a. Tidak terlibat
b. Ikut terlibat dan tidak punya b. Ikut terlibat dan tidak
suara punya suara
c. Ikut terlibat dan mengikuti c. Ikut terlibat dan mengikuti
hasil keputusan pimpinan hasil keputusan pimpinan
d. Ikut terlibat dan memberikan d. Ikut terlibat dan
suara memberikan suara
e. Ikut terlibat dan e. Ikut terlibat dan
menentukan pengambilan menentukan pengambilan
keputusan keputusan

7. Apakah pernah terjadi konflik atau perselisihan antar masyarakat/petani ? jika


pernah, seberapa sering dan apa pemicu perselisihan tersebut?
Sebelum Sesudah
a. Sering berselisih a. Sering berselisih
b. Pernah, lebih dari 2 kali b. Pernah, lebih dari 2 kali
c. Pernah, 2 kali c. Pernah, 2 kali
d. Pernah, 1 kali d. Pernah, 1 kali
e. Tidak pernah e. Tidak pernah
Penyebab perselisihan :

IV. Physical Capital

1. Bagaimana kondisi keamanan rumah dan bangunan usaha ulat sutera?


Sebelum Sesudah
a. Tidak aman dan kuat a. Tidak aman dan kuat
b. Kurang aman dan kuat b. Kurang aman dan kuat
c. Cukup aman dan kuat c. Cukup aman dan kuat
d. Aman dan kuat d. Aman dan kuat
e. Sangat aman dan kuat e. Sangat aman dan kuat

2. Bagaimana kondisi akses terhadap fasilitas air bersih dan sanitasi warga?
8

Sebelum Sesudah
a. Cukup sulit a. Cukup sulit
b. Sulit b. Sulit
c. Relatif mudah c. Relatif mudah
d. Mudah d. Mudah
e. Lebih mudah e. Lebih mudah

3. Bagaimana kondisi jalan raya menuju PSA Regaloh ?


Sebelum Sesudah
a. Jalan tanah a. Jalan tanah
b. Jalan sirtu b. Jalan sirtu
c. Jalan semi aspal c. Jalan semi aspal
d. Jalan aspal d. Jalan aspal
e. Jalan beton e. Jalan beton

4. Bagaimana kondisi keterjangkauan infrastruktur


komunikasi? Seperti: Jaringan telepon, HP, telepon rumah,
sinyal internet.

Sebelum Sesudah
a. Tidak terjangkau a. Tidak terjangkau
b. Sulit terjangkau b. Sulit terjangkau
c. Cukup terjangkau c. Cukup terjangkau
d. Mudah terjangkau d. Mudah terjangkau
e. Lebih mudah terjangkau e. Lebih mudah terjangkau

5. Bagaimana kelengkapan alat produksi usaha ulat sutera dan darimana alat
tersebut diperoleh ? Misal: pupuk, pakan, kaporit, kapur, densifektan, dll
Sebelum Sesudah
a. Tidak lengkap a. Tidak lengkap
b. Kurang lengkap b. Kurang lengkap
c. Cukup lengkap c. Cukup lengkap
d. Lengkap d. Lengkap
e. Sangat lengkap e. Sangat lengkap
Diperoleh dari :

6. Bagaimana teknologi produksi ulat sutera yang digunakan selama ini dan
darimana teknologi tersebut diperoleh?
Sebelum Sesudah
8

a. Tidak ada a. Tidak ada


b. Semi tradisional b. Semi tradisional
c. Tradisional c. Tradisional
d. Semi modern d. Semi modern
e. Modern e. Modern
Diperoleh dari :

V. Financial Capital
1. Bagaimana dampak dari keikutsertaan menjadi petani mitra terhadap
pendapatan/penghasilan yang diperoleh? Berikan alasan.
Sebelum Sesudah
a. Semakin menurun a. Semakin menurun
b. Menurun b. Menurun
c. Relatif tetap c. Relatif tetap
d. Meningkat d. Meningkat
e. Semakin meningkat e. Semakin meningkat
Alasan :

2. Bagaimana pola pengeluaran anda jika dibandingkan sebelum dan


sesudah menjadi bagian dari petani mitra? Berikan alasan.
Sebelum Sesudah
a. Semakin berkurang a. Semakin berkurang
b. Berkurang b. Berkurang
c. Relatif tetap c. Relatif tetap
d. Bertambah d. Bertambah
e. Semakin meningkat e. Semakin bertambah
Alasan :

3. Apa saja jenis layanan lembaga keuangan yang sering anda akses
untuk memberikan modal investasi? Berikan alasan.
Sebelum Sesudah
a. Tidak ada a. Tidak ada
b. Pegadaian b. Pegadaian
c. Koperasi c. Koperasi
d. Bank Mikro d. Bank Mikro
e. Perbankan e. Perbankan
Alasan :
8

4. Bagaimana pengaruh besaran pendapatan yang anda gunakan


untuk tabungan?
Sebelum Sesudah
a. Tidak ada a. Tidak ada
b. Berkurang b. Berkurang
c. Tetap c. Tetap
d. Bertambah d. Bertambah
e. Semakin bertambah e. Semakin bertambah

C. Strategi Pengembangan Usaha


Pada bagian C, Bapak/Ibu dimohon untuk saling berbagi dan memberikan
informasi, pendapat, dan saran yang digunakan untuk menentukan stategi
atau kebijakan yang dapat meningkatkan pengembangan usaha sutera
alam di PSA Regaloh ini agar lebih maju dan keberlanjutan. Dari masukan
strategi- strategi yang disampaikan, nantinya akan dipilih dan diprioritaskan
strategi yang bisa dilakukan guna mendukung pengembangan usaha sutera
alam.
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
9

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Cara/Strategi Pengembangan Usaha

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN


DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
Jl. Kamper Wing 5 Level 5 Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680

No : Tanggal :
KUESIONER PENELITIAN
“Para Pakar di Bidang Usaha Ulat Sutera”

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan dalam penyusunan penelitian mengenai :


Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis di Pengusahaan Sutera Alam
Regaloh, Kabupaten Pati
Data yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk kepentingan akademik. Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.

Penggunaan Proses Hierarki Analitik


Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh
Kabupaten Pati

Nama Penilai :
Pekerjaan :
Jabatan :
Tanda Tangan
: Oleh :
Ika Putri Rahmadani
PENGANTAR
Pengisian kuesioner ini bertujuan untuk menentukan alternatif Strategi
kebijakan Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh,
Kabupaten Pati. Landasan utama pengisian kuesioner ini adalah Hierarki
(Structure AHP) dengan komponen-komponen yang telah disusun berdasarkan
pendapat ahli (pakar). Hierarki dapat dilihat pada Gambar 1.

PETUNJUK PENGISIAN
I. UMUM
1. Isi kolom identitas yang terdapat pada halaman depan Kuisioner.
2. Berikan penilaian terhadap hierarki penentuan Pengembangan Usaha Sutera
Alam.
3. Penilaian dilakukan dengan membandingkan tingkat kepentingan/peran
komponen dalam satu level hierarki yang berkaitan dengan komponen-
komponen level sebelumnya menggunakan skala penilaian yang terdapat pada
petunjuk bagian II.
4. Penilaian dilakukan dengan mengisi titik-titik pada kolom yang telah tersedia.
9

Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam PSA Regaloh


Tujuan

Produktivitas Sarana dan Prasarana Sumberdaya Manusia


Kriteria

Peningkatan kualitas telur


Perbaikan Tempat Pemeliharaan
Penambahan Pegawai
Keberlanjutan KebunPemberdayaan
Murbei masyarak
Alternatif

Gambar 1. Hierarki penentuan alternatif pengembangan usaha agribisnis sutera


alam di PSA Regaloh

II. SKALA PENILAIAN


Definisi dari skala yang digunakan adalah sebagai berikut :
Nilai Keterangan
1 A sama penting dengan B
3 A sedikit lebih penting dari B
5 A jelas lebih penting dari B
7 A sangat jelas lebih penting dari B
9 A mutlak lebih penting dari pada B
2,4, 6, 8, atau Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan
1/2, 1/4, 1/6, 1/8 patokan diatas

Contoh Pengisian :
Misalkan terdapat tiga elemen yang mempengaruhi investasi yaitu faktor
C, D, dan E, Berdasarkan tingkat kepentingan maka faktor tersebut disusun dalam
bentuk tabel seperti pada contoh berikut:

Elemen B
Elemen A C D E F
(b)
C 1 ...3(a)... ...1/3 .. ...2...
.
D 1 ...4... ...7...
E 1 ...1/2..
.
F 1

Keterangan :
Nilai Pada (a) : Faktor C sedikit lebih penting dari D
Nilai Pada (b) : Faktor E sedikit lebih penting dari C
Perhatian : Konsistensi penilaian sangat penting untuk diperhatikan
9

Bagian I
Dalam pengisian kuisioner dalam tabel 1 dibawah ini, Bapak/Ibu diminta
untuk membandingkan mana yang lebih penting dari elemen kriteria A dengan
elemen kriteria B, lalu memberikan bobot berdasarkan petunjuk. Keluaran
kuisioner yaitu memprioritaskan salah satu elemen berdasarkan pendapat
responden.
Nilai Keterangan
1 Kriteria A sama penting dengan B
3 A sedikit lebih penting dari B
1/3 Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A)
5 A jelas lebih penting dari B
1/5 Kebalikannya (B jelas lebih pentimg dar A)
7 A sangat jelas lebih penting dari B
1/7 Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A)
9 A mutlak lebih penting dari pada B
1/9 Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A)
2,4, 6, 8, atau Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan
1/2, 1/4, 1/6, 1/8 patokan diatas

Tabel 1. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen Kriteria dibawah


ini berdasarkan Fokus Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis
Sutera Alam di PSA Regaloh

Elemen Faktor B
Elemen Faktor A Sarana dan Sumberdaya
Produktivitas
Prasarana Manusia
Produktivitas 1 ..... .....
Sarana dan
1 .....
Prasarana
Sumberdaya
1
Manusia

Bagian II
Dalam pengisian kuisioner dalam tabel 2 sampai 6 di bawah ini, Bapak/Ibu
diminta untuk membandingkan mana yang lebih penting dari elemen alternatif A
dengan elemen alternatif B, berdasarkan kriteria yang ada, lalu memberikan bobot
berdasarkan petunjuk. Keluaran kuisioner yaitu memprioritaskan salah satu elemen
berdasarkan pendapat responden.
Nilai Keterangan
1 Alternatif A sama penting dengan B
3 A sedikit lebih penting dari B
1/3 Kebalikannya (B sedikit lebih penting dari A)
5 A jelas lebih penting dari B
1/5 Kebalikannya (B jelas lebih pentimg dar A)
7 A sangat jelas lebih penting dari B
1/7 Kebalikannya (B sangat jelas lebih penting dari A)
9 A mutlak lebih penting dari pada B
9

1/9 Kebalikannya (B mutlak lebih penting dari A)


2,4, 6, 8, atau Diberikan apabila terdapat sedikit perbedaan dengan
1/2, 1/4, 1/6, 1/8 patokan diatas

Tabel 2. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen faktor dalam


Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh
dibawah ini berdasarkan kriteria Produktivitas.
Elemen Faktor B
Peningka Perbaikan
Elemen Faktor
tan tempat Penambahan Keberlanjutan Pemberdayaan
A
kualitas pemelihara pegawai kebun murbei masyarakat
telur an ulat
Peningkatan
1 ..... ..... ..... .....
kualitas telur
Perbaikan
tempat
..1... ..... ..... .....
pemeliharaan
ulat
Penambahan
..... 1 ..... .....
pegawai
Keberlanjutan
1 .....
kebun murbei
Pemberdayaan
1
masyarakat

Tabel 3. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen faktor dalam


Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh
dibawah ini berdasarkan kriteria Sarana dan Prasarana.
Elemen Faktor B
Peningka Perbaikan
Elemen Faktor
tan tempat Penambahan Keberlanjutan Pemberdayaan
A
kualitas pemelihara pegawai kebun murbei masyarakat
telur an ulat
Peningkatan
1 ..... ..... ..... .....
kualitas telur
Perbaikan
tempat
..1... ..... ..... .....
pemeliharaan
ulat
Penambahan
..... 1 ..... .....
pegawai
Keberlanjutan
1 .....
kebun murbei
Pemberdayaan
1
masyarakat
9

Tabel 4. Membandingkan tingkat kepentingan elemen-elemen faktor dalam


Strategi Pengembangan Usaha Agribisnis Sutera Alam di PSA Regaloh
dibawah ini berdasarkan Kriteria Sumberdaya Manusia.
Elemen Faktor B
Peningka Perbaikan
Elemen Faktor
tan tempat Penambahan Keberlanjutan Pemberdayaan
A
kualitas pemelihara pegawai kebun murbei masyarakat
telur an ulat
Peningkatan
1 ..... ..... ..... .....
kualitas telur
Perbaikan
tempat
..1... ..... ..... .....
pemeliharaan
ulat
Penambahan
..... 1 ..... .....
pegawai
Keberlanjutan
1 .....
kebun murbei
Pemberdayaan
1
masyarakat
9

Lampiran 4. Perhitungan border price input tradable

Perhitungan Border price kapur tohor

Uraian Nilai
Harga CIF (USS/ton) (a) 166
Exchange rate (Rp/USS) (b) 13 395
Harga CIF (Rp/ton) (c=axb) 2 220 385
Harga CIF (Rp/kg) (d=c/1000) 2 220
Transportasi and handling
Port - Province (e) 30
Provinci-Kabupaten (f) 35
Handling (g) 28
Value before processig (Rp/kg) (h=d-e-f-g) 2 127
Processing Convertion Factor (%) (i) 100%
Import Parity at Wholesale (Rp/kg) (j=hxi) 2 127
Distribution Cost to Farm (Rp/kg) (k) 20
Import Parity Value at Farm (Rp/kg) (l=j+k) 2 147

Perhitungan Border price kaporit

Uraian Nilai
Harga CIF (USS/ton) (a) 480
Exchange rate (Rp/USS) (b) 13 395
Harga CIF (Rp/ton) (c=axb) 6 428 109
Harga CIF (Rp/kg) (d=c/1000) 6 428
Transportasi and handling
Port - Province (e) 30
Provinci-Kabupaten (f) 35
Handling (g) 28
Value before processig (Rp/kg) (h=d-e-f-g) 6 335
Processing Convertion Factor (%) (i) 100%
Import Parity at Wholesale (Rp/kg) (j=hxi) 6 335
Distribution Cost to Farm (Rp/kg) (k) 20
Import Parity Value at Farm (Rp/kg) (l=j+k) 6 355
9

Perhitungan Border price pupuk urea

Uraian Nilai
Harga CIF (USS/ton) (a) 400
Exchange rate (Rp/USS) (b) 13 395
Harga CIF (Rp/ton) (c=axb) 5 358 000
Harga CIF (Rp/kg) (d=c/1000) 5 358
Transportasi and handling
Port - Province (e) 30
Provinci-Kabupaten (f) 35
Handling (g) 28
Value before processig (Rp/kg) (h=d-e-f-g) 5 266
Processing Convertion Factor (%) (i) 100%
Import Parity at Wholesale (Rp/kg) (j=hxi) 5 266
Distribution Cost to Farm (Rp/kg) (k) 20
Import Parity Value at Farm (Rp/kg) (l=j+k) 5 286

Perhitungan Border price pupuk SP 36

Uraian Nilai
Harga CIF (USS/ton) (a) 230
Exchange rate (Rp/USS) (b) 13 395
Harga CIF (Rp/ton) (c=axb) 3 080 850
Harga CIF (Rp/kg) (d=c/1000) 3 081
Transportasi and handling
Port - Province (e) 30
Provinci-Kabupaten (f) 35
Handling (g) 28
Value before processig (Rp/kg) (h=d-e-f-g) 2 988
Processing Convertion Factor (%) (i) 100%
Import Parity at Wholesale (Rp/kg) (j=hxi) 2 988
Distribution Cost to Farm (Rp/kg) (k) 20
Import Parity Value at Farm (Rp/kg) (l=j+k) 3 008
9

Lampiran 5. Hasil perhitungan sustainable livelihood petani ulat


Sebelum menjadi Petani Ulat Sutera
Keterangan Jumlah Jawaban Nilai Jawaban Bobot Jumlah
Human Capital A B C D E A B C D E
Pertanyaan 1 0 57 0 17 1 0 114 0 68 5 0,027 4,98667
Pertanyaan 2 23 11 10 8 23 23 22 30 32 115 0,027 5,92000
Pertanyaan 3 1 18 46 10 0 1 36 138 40 0 0,027 5,73333
Pertanyaan 4 0 0 0 2 73 0 0 0 8 365 0,027 9,94667
Pertanyaan 5 10 15 50 0 0 10 30 150 0 0 0,027 5,06667
Pertanyaan 6 75 0 0 0 0 75 0 0 0 0 0,027 2,00000
Pertanyaan 7 1 74 0 0 0 1 148 0 0 0 0,027 3,97333
Pertanyaan 8 6 5 32 6 26 6 10 96 24 130 0,027 7,09333
Pertanyaan 9 16 49 4 6 0 16 98 12 24 0 0,027 4,00000
Pertanyaan 10 38 29 8 0 0 38 58 24 0 0 0,027 3,20000
Total Nilai 51,92000
Natural Capital
Pertanyaan 1 35 0 0 2 38 35 0 0 8 190 0,044 10,35556
Pertanyaan 2 0 1 23 49 2 0 2 69 196 10 0,044 12,31111
Pertanyaan 3 34 12 0 29 0 34 24 0 116 0 0,044 7,73333
Pertanyaan 4 75 0 0 0 0 75 0 0 0 0 0,044 3,33333
Pertanyaan 5 0 1 0 0 74 0 2 0 0 370 0,044 16,53333
Pertanyaan 6 75 0 0 0 0 75 0 0 0 0 0,044 3,33333
Total Nilai 53,60000
Social Capital
Pertanyaan 1 0 0 0 0 75 0 0 0 0 375 0,038 14,28571
Pertanyaan 2 72 0 3 0 0 72 0 9 0 0 0,038 3,08571
Pertanyaan 3 0 1 31 43 0 0 2 93 172 0 0,038 10,17143
Pertanyaan 4 75 0 0 0 0 75 0 0 0 0 0,038 2,85714
Pertanyaan 5 7 1 2 65 0 7 2 6 260 0 0,038 10,47619
Pertanyaan 6 75 0 0 0 0 75 0 0 0 0 0,038 2,85714
Pertanyaan 7 0 1 0 2 72 0 2 0 8 360 0,038 14,09524
Total Nilai 57,82857
Physical Capital
Pertanyaan 1 0 0 12 63 0 0 0 36 252 0 0,044 12,80000
Pertanyaan 2 4 10 58 3 0 4 20 174 12 0 0,044 9,33333
Pertanyaan 3 44 12 17 2 0 44 24 51 8 0 0,044 5,64444
Pertanyaan 4 7 16 46 6 0 7 32 138 24 0 0,044 8,93333
Pertanyaan 5 1 17 27 30 0 1 34 81 120 0 0,044 10,48889
Pertanyaan 6 0 8 47 15 5 0 16 141 60 25 0,044 10,75556
Total Nilai 57,95556
Financial Capital
Pertanyaan 1 0 9 59 6 1 0 18 177 24 5 0,067 14,93333
Pertanyaan 2 0 2 31 41 1 0 4 93 164 5 0,067 17,73333
Pertanyaan 3 56 2 12 0 4 56 4 36 0 20 0,067 7,73333
9

Pertanyaan 4 40 11 21 3 0 40 22 63 12 0 0,067 9,13333


Total Nilai 49,53333

Setelah menjadi Petani Ulat Sutera


Keterangan Jumlah Jawaban Nilai Jawaban Bobot Jumlah
Human Capital A B C D E A B C D E
Pertanyaan 1 0 33 6 32 4 0 66 18 128 20 0,026667 6,186667
Pertanyaan 2 19 13 9 12 22 19 26 27 48 110 0,026667 6,133333
Pertanyaan 3 0 14 17 42 2 0 28 51 168 10 0,026667 6,853333
Pertanyaan 4 3 4 1 9 58 3 8 3 36 290 0,026667 9,066667
Pertanyaan 5 0 1 32 39 3 0 2 96 156 15 0,026667 7,173333
Pertanyaan 6 50 4 6 3 12 50 8 18 12 60 0,026667 3,946667
Pertanyaan 7 0 15 0 48 12 0 30 0 192 60 0,026667 7,52
Pertanyaan 8 6 3 46 9 11 6 6 138 36 55 0,026667 6,426667
Pertanyaan 9 0 13 4 55 3 0 26 12 220 15 0,026667 7,28
Pertanyaan 10 0 0 1 74 0 0 0 3 296 0 0,026667 7,973333
Total Nilai 68,56
Natural Capital
Pertanyaan 1 75 0 0 0 0 75 0 0 0 0 0,044444 3,333333
Pertanyaan 2 0 3 44 27 1 0 6 132 108 5 0,044444 11,15556
Pertanyaan 3 23 12 0 40 0 23 24 0 160 0 0,044444 9,2
Pertanyaan 4 0 0 0 2 73 0 0 0 8 365 0,044444 16,57778
Pertanyaan 5 0 23 39 4 9 0 46 117 16 45 0,044444 9,955556
Pertanyaan 6 47 0 1 1 26 47 0 3 4 130 0,044444 8,177778
Total Nilai 58,4
Social Capital
Pertanyaan 1 0 0 0 0 75 0 0 0 0 375 0,038095 14,28571
Pertanyaan 2 0 9 63 0 3 0 18 189 0 15 0,038095 8,457143
Pertanyaan 3 0 0 17 57 1 0 0 51 228 5 0,038095 10,81905
Pertanyaan 4 52 4 19 0 0 52 8 57 0 0 0,038095 4,457143
Pertanyaan 5 5 7 7 56 0 5 14 21 224 0 0,038095 10,05714
Pertanyaan 6 18 15 18 20 4 18 30 54 80 20 0,038095 7,695238
Pertanyaan 7 0 0 0 20 55 0 0 0 80 275 0,038095 13,52381
Total Nilai 69,29524
Physical Capital
Pertanyaan 1 0 0 43 32 0 0 0 129 128 0 0,044444 11,42222
Pertanyaan 2 0 0 6 60 9 0 0 18 240 45 0,044444 13,46667
Pertanyaan 3 0 0 0 75 0 0 0 0 300 0 0,044444 13,33333
Pertanyaan 4 0 1 27 45 2 0 2 81 180 10 0,044444 12,13333
Pertanyaan 5 0 0 25 45 5 0 0 75 180 25 0,044444 12,44444
Pertanyaan 6 0 0 0 2 73 0 0 0 8 365 0,044444 16,57778
Total Nilai 79,37778
9

Financial Capital
Pertanyaan 1 0 3 25 44 3 0 6 75 176 15 0,066667 23,8
Pertanyaan 2 0 0 25 24 26 0 0 75 96 130 0,066667 20,13333
Pertanyaan 3 48 0 6 2 19 48 0 18 8 95 0,066667 11,33333
Pertanyaan 4 41 10 15 7 1 41 20 45 28 5 0,066667 28
Total Nilai 83,26667

Kesimpulan perhitungan sebelum dan sesudah menjadi petani ulat sutera:

Sustainable Livelihood Sebelum Sesudah ∆ Perubahan


Human Capital 51.92 68.56 16.64
Natural Capital 53.60 58.40 4.80
Social Capital 57.83 69.30 11.47
Physical Capital 57.96 79.38 21.42
Financial Capital 49.53 83.27 33.73
Total 270.84 358.90 88.06

Hasil Analisis Sustainable Livelihood


Petani Ulat Sutera
SebHeulmuman CapitaSl etelah 100,00
80,00
68,56
60,00

51,92
40,00
Financial Capital83,27 Natural Capital
49,53 58,40
20,00 53,60
0,00

57,96 57,83
79,38 69,30

Physical Capital Social Capital


100
100

Lampiran 6. Cash Flow Analisis Kelayakan Ekonomi Usaha PSA Regaloh


1
0
1 1
102

102
103

1
104

104
Lampiran 7. Struktur Organisasi PSA Regaloh
10

Lampiran 8. Dokumentasi Penelitian

Gambar 1. Perkebunan murbei tanpa Gambar 2. Perkebunan Murbei


tumpang sari dengan tumpang sari

Gambar 3. Tanaman murbei Gambar 4. Gedung pemeliharaan ulat kecil

Gedung 5. Gedung pemeliharaan ulat Gedung 6. Pabrik pemintalan benang


besar
10

Gambar 7. Rak pemeliharaan ulat Gambar 8.Petani ulat sutera

Gambar 9. Seriframe Gambar 10. Mesin Boiling

Gambar 11. Mesin Reeling Gambar 12. Mesin Rereeling


10

Gambar 13. Mesin Winding Gambar 14. Mesin Twisting

Gambar 15. Mesin Doubling Gambar 16. Mesin Vacum Heat Setter

Gambar 17. Alat Pengepresan Gambar 18. Benang Sutera


10

Gambar 19. Peta Wilayah Perkebunan Murbei

Gambar 20. Kantor PSA Regaloh


10

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ika Putri Rahmadani, lahir di Kota Pati pada tanggal 16
Februari 1994 dari ayah Sutrimo dan Ibu Kristiana Puji Ernawati. Penulis adalah
anak pertama dari dua bersaudara. Penulis memiliki satu orang adik laki-laki yang
bernama Adhitya Luchy Christiawan. Pendidikan awal yang diikuti penulis
dimulai di SD Negeri 2 Wedarijaksa selama enam tahun pada tahun 2000 dan
diselesaikan pada tahun 2006. Pendidikan tingkat menengah pertama diselesaikan
pada tahun 2009 di SMP Negeri 1 Pati. Selanjutnya pada tahun 2012 penulis
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Pati. Pada tahun yang
sama yaitu tahun 2012 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam Organisasi Mahasiswa


Daerah Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP) pada tahun 2012-2013. Pada
tahun 2012-2013, penulis juga aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Gentra Kaheman
dan IPB Political School (IPS). Pada tahun 2013-2014, penulis aktif dalam
Organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen
(DPM FEM) sebagai staff Komisi I. Selanjutnya, pada tahun 2014-2015, penulis
tergabung dalam Organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa
IPB (DPM KM IPB) sebagai Bendahara Komisi II serta Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Komisariat Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Dan terakhir, penulis
juga aktif dalam Organisasi Korps Himpunan Islam Wati (KOHATI) Cabang
Bogor sebagai Ketua Devisi Pengembangan Sumberdaya Organisasi Periode
2015-2016. Selain itu, penulis pun aktif dalam program kreativitas mahasiswa
(PKM) khususnya PKM-P dan berhasil didanai dikti pada tahun 2015 serta
berbagai kepanitian baik dilingkup fakultas maupun universitas.

Anda mungkin juga menyukai