Anda di halaman 1dari 95

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MINAPADI

DI DESA MARGOLUWIHKECAMATAN SEYEGAN


KABUPATEN SLEMAN

DWI RIZKI JULISTIA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
ii
iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER


INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
Usahatani Minapadi di Desa Margoluwih Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta
dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2017

Dwi Rizki Julistia


NIM H44130049
iv
ABSTRAK
DWI RIZKI JULISTIA. Analisis Pendapatan Usahatani Minapadi Di Desa
Margoluwih Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman. Dibimbing oleh YUSMAN
SYAUKAT.

Usahatani minapadi merupakan alternatif usahatani yang potensial


meningkatkan pendapatan petani dalam mengatasi penggunaan lahan yang
semakin kompetitif. Usahatani minapadi ini telah berkembang di Desa
Margoluwih Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa
Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan input dan
biaya produksi pada usahatani minapadi yang dibandingkan dengan usahatani
monokultur, mengestimasi pendapatan pada usahatani minapadi dibandingkan
dengan pendapatan pada usahatani monokultur dan menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan usahatani minapadi.
Metode penelitian yang digunakan ialah metode analisis deskriptif, analisis
pendapatan usahatani, dan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada usahatani minapadi memerlukan input seperti benih ikan, pakan ikan,
prebiotik, tetes tebu sedangkan pada usahatani monokultur tidak memerlukan
input tersebut, namun pada usahatani monokultur memerlukan pestisida dan
herbisida untuk mengatasi serangan hama serta penggunaan pupuk kimia yang
lebih banyak dibandingkan dengan usahatani minapadi. Waktu tenaga kerja yang
dicurahkan pada usahatani minapadi juga lebih banyak dibandingkan pada
usahatani monokultur. Biaya total yang dikeluarkan oleh petani minapadi per
hektar dalam satu musim tanam sebesar Rp 63.469.093 sedangkan petani
monokultur sebesar Rp 17.554.250. Petani minapadi memperoleh pendapatan
lebih besar dibandingkan petani monokultur per hektar dalam satu musim tanam
dengan nilai masing-masing sebesar Rp 28.450.107 dan Rp 3.196.550. Faktor
sosial ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan usahtani
minapadi yaitu umur petani dan pengalaman budidaya padi.

Kata kunci: Minapadi, monokultur, pendapatan, regresi logistik


vi

ABSTRACT
DWI RIZKI JULISTIA. Income Analysis of Rice-fish farming in Margoluwih
Village, Seyegan Subdistrict, Sleman Regency. Supervised by YUSMAN
SYAUKAT.

Rice-fish farming is a potential alternative farming to increase farmers'


income in overcoming increasingly competitive land use. Rice-fish farming has
been applied in Margoluwih Village, Seyegan Subdistrict, Sleman Regency,
Yogyakarta. This study aims to analyze the use of inputs and production costs in
rice-fish farming compared with monoculture farming, estimate the income of
rice-fish farming compared to monoculture farming and to analyze factors that
influence farmers’ decision to conduct rice-fish farming. The method to this
purposes are descriptive analysis, income analysis of farming, and logistic
regression analysis. The results showed that rice-fish farming requires inputs
such as fish seeds, fish feed, prebiotics, drops of sugarcane while monoculture
farming does not require such inputs, but monoculture farming requires pesticides
and herbicides to overcome pest attacks and more chemical fertilizers than rice-
fish farming. The labor time devoted to rice-fish farming is also higher than in
monoculture farming. The total cost of rice-fish farming per hectare in one
planting season is Rp 63.469.093 while the total cost of monoculture farming
amounted to Rp 17.554.250. Rice-fish farmers earn more income than
monoculture farmers with a value of Rp 28.450.107 and Rp 3.196.550
respectively per hectare in one growing season. Socio-economic factors that
influence farmer's decision to conduct rice-fish farming are age of farmer and
experience of rice cultivation.

Keywords: Rice-fish, monoculture, income, logistic regression


ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MINAPADI
DI DESA MARGOLUWIH KECAMATAN SEYEGAN
KABUPATEN SLEMAN

DWI RIZKI JULISTIA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani
Minapadi di Desa Margoluwih Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman berhasil
diselesaikan. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terimakasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini antara lain:
1. Kedua orangtuaku tercinta bapa M.Sianipar dan mama Farida serta kakak
Natalia yang selalu mendoakan dan memberi dukungan dalam penyusunan
skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan waktu, ilmu, arahan, saran, serta kesabaran kepada
penulis selama penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Dr. A. Faroby Falatehan, S.P, M.E selaku dosen penguji utama dan
Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji perwakilan dari komisi
pendidikan departemen yang telah memberikan kritik dan saran dalam
penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Ir. Aceng Hidayat, M.T selaku dosen pembimbing akademik dan
seluruh dosen serta staff Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
atas ilmu, kesabaran, dan bimbingan yang telah diberikan.
5. Bapak Sigit dan Mas Timbul selaku ketua dan sekretaris kelompok tani Mina
Murakabi, serta Bapak Sarjuni dan Bapak Tri selaku ketua dan bendahara
kelompok tani Sarana Makmur di Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan,
Kabupaten Sleman yang telah memberikan waktu, informasi, pelajaran, dan
dukungan selama penelitian.
6. Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman serta
penyuluh lapang pertanian dan perikanan Kecamatan Seyegan yaitu Bapak
Satriyo, Bapak Irfan, dan Bapak Warsono, yang telah memberikan waktu,
kesempatan, informasi, pelajaran, dan dukungan kepada penulis untuk
melakukan penelitian.
xii

7. Seluruh masyarakat di Desa Margoluwih Kecamatan Seyegan Kabupaten


Sleman yang telah memberikan waktu dan kesempatan kepada penulis selama
penelitian.
8. Mas Haryo Purnomo, yang selalu ada untuk mendengarkan keluh kesah
penulis, serta selalu memberi saran, dukungan, dan semangat sehingga skripsi
ini dapat terselesaikan.
9. Sahabat-sahabat yang selalu memberikan dukungan, ilmu, berbagi sukacita
dan dukacita, serta arti persahabatan yaitu Aisy dan Ai.
10. Seluruh sahabat ESL 50 yang selalu berbagi pengalaman, dukungan dan
keceriaan selama masa perkuliahan.
11. Kawan seperjuangan dalam penelitian bersama yaitu Ismi Dinar.
12. Sahabat-sahabat Komkes 50, PMK IPB, Kelompok Kecil, Asistensi
Egkrateia, yang selalu menguatkan dan memberi dukungan, serta pengalaman
selama melayani di kampus IPB.
13. Sahabat-sahabatPriskilla yang selalu setia mendoakan dan memberi dukungan
hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
14. Teman-teman satu bimbingan yaitu Risa, Cynthia, Diyana, dan Didik.
15. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu.
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan
skripsi ini sehingga kritik dan saran penulis terima. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi seluruh pihak yang terkait.

Bogor, Juni 2017

Dwi Rizki Julistia


i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTARTABEL .................................................................................................... xvi


DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xvii
I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 8
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 8
II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 9
2.1 Usahatani Minapadi .......................................................................................... 9
2.2 Biaya dan Pendapatan Usahatani .................................................................. 12
2.3 Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 13
III KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................................. 19
IV METODE PENELITIAN .................................................................................. 23
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................... 23
4.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................................. 23
4.3 Metode Pengumpulan Sampel ....................................................................... 23
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data .......................................................... 24
4.4.1 Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Minapadi dan Petani
Monokultur .............................................................................................. 24
4.4.2 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani
Melakukan Usahatani minapadi .............................................................. 27
4.4.2.1 Model Regresi Logistik .................................................................... 28
4.4.2.2 Pengujian Model Regresi Logistik ................................................... 31
a. Uji G ..................................................................................................... 31
b. Uji Wald ............................................................................................... 31
c. Uji Odds Ratio ...................................................................................... 32
V GAMBARAN UMUM....................................................................................... 33
5.1 Kondisi Umum Desa Margoluwih.................................................................. 33
5.1.1 Letak Geografis........................................................................................ 33
5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Margoluwih ............................................ 34
5.1.3 Sarana dan Prasarana .............................................................................. 35
5.2 Karakteristik Responden ................................................................................ 36
5.2.1 Karakteristik Umum ................................................................................ 36
5.2.1.1 Usia .................................................................................................. 36
5.2.1.2 Pendidikan Formal Responden ........................................................ 37
5.2.1.3 Jumlah Tanggungan Keluarga.......................................................... 38
5.2.2 Karakteristik Usahatani Minapadi dan Monokultur ................................ 38
5.2.2.1 Luas dan Status Penguasaan Lahan Sawah ...................................... 38
5.2.2.2 Status Usahatani ............................................................................... 40
5.2.2.3 Pengalaman Budidaya Padi .............................................................. 40
ii

5.2.2.4 Pengalaman Budidaya Ikan .............................................................. 41


5.2.2.5 Motivasi Usahatani .......................................................................... 42
VI HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... .43
6.1 Penggunaan Input dan Biaya Produksi Pada usahatani minapadidan
Usahatani monokultur .................................................................................... 43
6.1.1 Penggunaan Input Usahatani Minapadi dan Usahatani Monokultur ....... 43
6.1.2 Biaya Produksi Usahatani Minapadi dan Usahatani Monokultur ........... 47
6.2 Perbandingan Pendapatan Usahatani Minapadi dan Monokultur .................. 51
6.2.1 Output Usahatani Minapadi dan Usahatani Monokultur ......................... 51
6.2.2 Penerimaan Usahatani Minapadi dan Usahatani Monokultur ................. 54
6.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani Minapadi dan Monokultur .................... 55
6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Melakukan
Usahatani Minapadi ........................................................................................ 57
6.3.1 Variabel yang Signifikan ......................................................................... 60
6.3.2 Variabel yang Tidak Signifikan ............................................................... 62
VII SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 67
7.1 Simpulan......................................................................................................... 67
7.2 Saran ............................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 69
LAMPIRAN ............................................................................................................. 73
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. 79
iii

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1 Luas panen,produksi, dan produktivitas tanaman padi di Daerah Istimewa
Yogyakarta tahun 2004-2014 ........................................................................... 2
2 Luas area dan produksi ikan konsumsi menurut jenis usaha di Kabupaten
Sleman Tahun 2015 .......................................................................................... 4
3 Matriks metode analisi data ............................................................................ 24
4 Luas wilayah berdasarkan penggunaan lahan di Desa Margoluwih ............... 33
5 Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Margoluwih .................................... 34
6 Jenis pekerjaan masyarakat di Desa Margoluwih ........................................... 35
7 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan sebaran usia ............... 37
8 Jumlah minapadi dan monokultur berdasarkan tingkat pendidikan ............... 37
9 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan jumlah tanggungan
keluarga........................................................................................................... 38
10 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan status penguasaan
lahan ................................................................................................................ 39
11 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan luas lahan sawah ....... 39
12 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkanstatus usahatani .......... 40
13 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan pengalaman
budidaya padi .................................................................................................. 41
14 Jumlah petani minapadi berdasarkan pengalaman budidaya ikan .................. 42
15 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan motivasi melakukan
usahatani ......................................................................................................... 42
16 Penggunaan input dan biaya usahatani minapadi dan monokultur................. 44
17 Output usahatani minapadi dan usahatani monokultur................................... 52
18 Penerimaan usahatani minapadi dan usahatani monokultur ........................... 54
19 Analisis pendapatan usahatani minapadi dan usahatani monokultur ............. 55
20 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam
melakukan usahatani minapadi ....................................................................... 58
iv

DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1 Skema kerangka pemikiran operasional penelitian ........................................ 21

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 Karakteristik petani minapadi..................................................................... ....74
2 Karakteristik petani monokultur............................................. ........................ 75
3 Jumlah produksi hasil usahatani minapadi dan usahatani
monokultur............................................................ ....................................... ..76
4 Hasil olah data analisis regresi logistik program Minitab 15.0 for
windows .............................................................................................. ...........77
5 Dokumentasi penelitian............................... ............................................... ....78
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam


mewujudkan ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah
tangga. Sektor pertanian juga merupakan sektor strategis dalam menunjang
perekonomian negara dan keberadaan sektor pertanian yang memegang peranan
penting dalam pertumbuhan perekonomian negara dapat dilihat pada kontribusi
sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Menurut data
Badan Pusat Statistik (2015) sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan
berkontribusi pada PDB nasional atas dasar harga berlaku sebesar Rp 985.470
miliyar pada tahun 2010, Rp 1.091.447 miliyar pada tahun 2011, Rp 1.193.452
miliyar pada tahun 2012, Rp 1.310.427 miliyar dan terus meningkat hingga pada
tahun 2014 mencapai Rp 1.446.722 miliyar.
Selain bagi pertumbuhan perekonomian negara, sektor pertanian memiliki
peranan penting bagi pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Data Badan
Pusat Statistik (2015) juga menunjukan bahwa pada tahun 2014 persentase
pengeluaran rata-rata per kapita terbesar selama sebulan menurut kelompok
barang di Indonesia ialah pengeluaran untuk barang makanan seperti padi-padian
sebesar 7,3% dan ikan sebesar 4,02%.
Pertanian sebagai sektor strategis di Indonesia juga didukung oleh
kontribusi sektor pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini dapat dilihat dari
jumlah produksi padi Daerah Istimewa Yogyakarta meningkat dari tahun 2004
hingga tahun 2012 yang mencapai produksi 946.244 ton. Peningkatan ini
disebabkan oleh bertambahnya luas panen tanaman padi dan produktivitas sebagai
implementasi dari kebijakan swasembada beras secara nasional.Peningkatan
produksi padi tidak berlangsung lama, pada tahun 2013 terjadi penurunan
produksi hingga mencapai 921.824 ton dan pada tahun 2014 penurunan produksi
mencapai 919.573 ton, dan hal ini terjadi karena adanya penurunan produktivitas
serta penurunan luas lahan panen akibat alih fungsi pemanfaatan lahan pertanian
menjadi lahan non pertanian (Badan Pusat Statistik, 2015).
2

Kondisi alih fungsi lahan memberi dampak bagi penurunan produksi hasil
pertanian. Hal ini mendorong diperlukannya upaya untuk mengembangkan
teknologi budidaya padi yang mampu memberikan kontribusi positif terhadap
kesejahteraan dan pendapatan petani serta ketahanan pangan dalam situasi
penurunan luas lahan dan produktivitas hasil pertanian.

Tabel 1 Luas panen,produksi, dan produktivitas tanaman padi di Daerah Istimewa


Yogyakartatahun 2004-2014
Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton)
2004 132.869 53,05 692.998
2005 130.973 51,21 670.703
2006 132.374 53,50 708.163
2007 133.369 53,18 709.294
2008 140.167 56,95 798.232
2009 145.424 57,62 837.930
2010 147.058 56,02 823.887
2011 150.827 55,89 842.934
2012 152.912 61,88 946.224
2013 159.266 57,88 921.824
2014 158.903 57,87 919.573
Sumber: Badan Pusat Statistik (2015)

Abuasir et al. (2004) dan Berg et al. (2012) mengatakan bahwa salah satu
cara mengatasi permasalahan penuruan jumlah produksi hasil pertanian akibat
penurunan luas lahan adalah mengoptimalkan pemanfaatan lahan dengan sistem
intensifikasi. Intensifikasi lahan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya
dengan penganekaragaman komoditas bahan makanan dalam satu lahan usahatani
secara terpadu, seperti sistem usahatani minapadi yaitu pembudidayaan padi di
sawah bersamaan dengan pembudidayaan ikan secara terintegrasi. Hal serupa juga
dikatakan oleh Pengseng (2013) dalam penelitiannya di Selatan Thailand bahwa
kegiatan usahatani minapadi memberikan dampak positif bagi petani dalam
memaksimalkan sumberdaya lahan sawah yang dimilikinya.
Sudirman dan lrawan (1994) mengemukakan berbagai macam keuntungan
yang dapat diperoleh dari sistem usahatani minapadi. Pertama, usahatani minapadi
menambah sumber pendapatan bagi petani dengan hasil produksi ikan dan padi.
Kedua, penerapan usahatani minapadi meningkatkan produksi tanaman padi
kerena kesuburan tanah dapat ditingkatkan, pertumbuhan gulma dapat ditekan
3

sehingga kompetisi untuk memperebutkan unsur hara antara padi dan gulma dapat
berkurang, serta perkembangan populasi hama dan penyakit tanaman dapat
dikurangi. Ketiga, usahatani minapadi dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
dan produktifitas lahan.
Sektor pertanian yang menjadi sektor penunjang kebutuhan pangan
masyarakat membuat sektor pertanian memiliki peranan yang penting, sehingga
jika terjadi adanya penurunan produksi hasil pertanian maka akan mempengaruhi
jumlah konsumsi masyarakat akan kebutuhan pangan. Usahatani minapadi
menjadi diperlukan dalam menjaga ketahanan pangan dan memenuhi kebutuhan
pangan rumah tangga khususnya masyarakat di pedesaan (Kunda et al. 2014).
Rabbani et al. (2004a) dalam penelitian produksi usahatani minapadi di
Mymensingh, Bangladesh mengungkapkan usahatani minapadi dalam proses
produksinya menghasilkan padi dan ikan yangmenjadi sumber utama kebutuhan
karbohidrat dan protein bagi keluarga petani.
Penurunan jumlah produksi hasil pertanian tentunya akan mengurangi
jumlah pendapatan petani, namun Lantarsih (2016) juga Fausayana dan
Rosmarlinasiah (2008) mengatakan bahwa usahatani dengan sistem minapadi
sebagai bentuk tumpang sari pemeliharaan ikan di sawah yang bersamaan dengan
pemeliharaan padi merupakan teknologi budidaya yang mampu memberikan
kontribusi positif terhadap petani padi yaitu dalam peningkatan produktivitas
lahan dan produksi padi serta dapat meningkatkan pendapatan petani.
Usahatani minapadi memang memerlukan biaya input yang lebih besar
dibandingkan dengan usahatani monokultur karena output usahatani minapadi
ialah padi dan ikan, namun petani minapadi akan mendapatkan keuntungan yang
lebih besar dibandingkan dengan keuntungan petani monokultur. Petani minapadi
juga tetap mendapatkan penerimaan walaupun dihadapi oleh kondisi gagal panen
tanaman padi. Hal ini tentu menjadikan usahatani minapadi lebih menguntungkan
jika dibandingkan dengan usahatani monokultur (Nnaji et al. 2013).
Dalam pelaksanaan usahatani minapadi di Daerah Istimewa Yogyakarta,
Kabupaten Sleman menjadi wilayah pilihan karena potensi sektor pertaniannya.
Menurut data Badan Pusat Statistik (2015), pada tahun 2014 Kabupaten Sleman
memiliki luas lahan sawah dan lahan sawah teririgasi terluas diantara kabupaten
4

lainnya, yakni seluas 22.233 ha untuk lahan sawah dan 21.650 ha untuk lahan
sawah teririgasi. Hal ini menjadikan Kabupaten Sleman wilayah yang potensial
untuk dilakukan budidaya minapadi.
Kecamatan Seyegan merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Sleman
yang menerapkan sistem budidaya padi bersama dengan ikan atau Dinas bidang
Perikanan Kabupaten Sleman menyebutnya sebagai minapadi kolam dalam.
Lahan minapadi kolam dalam adalah lahan persawahan untuk kegiatan tanaman
padi yang juga secara bersamaandibuat kolam ikan dengan perbandingan bagian
untuk kolam maksimal 20% dari lahan sawah dengan kedalaman kolam minimal
80cm (Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman 2016).

Tabel 2 Luas area dan produksi ikan air tawar menurut jenis usaha di Kabupaten
Sleman tahun 2015
Kolam Minapadi Perairan Umum
Kecamatan Produksi Luas Produksi Produksi
Luas (Ha) (Kg) (Ha) (Kg) Luas (Ha) (Kg)
Gamping 33,61 994.260 1,21 1.450 11,2 8.000
Godean 63,36 1.996.050 2,91 4.910 11,4 10.980
Moyudan 100,67 4.170.760 2,01 4.650 23,4 9.760
Minggir 66,14 1.940.510 3,93 3.690 16,5 15.970
Seyegan 104,37 3.962.730 26,09 95.350 18,4 10.640
Mlati 88,71 3.143.220 5,49 9.300 19,0 9.240
Depok 60,86 3.080.690 2,76 4.150 9,7 6.840
Berbah 55,01 2.363.190 4,36 11.790 20,0 18.200
Prambanan 18,99 487.580 0,93 2.040 9,7 4.650
Kalasan 99,49 3.720.910 5,66 13.080 34,0 15.100
Ngemplak 119,50 5.604.480 8,40 22.450 44,6 28.350
Ngaglik 10,04 249.010 4,98 2.850 14,9 9.240
Sleman 13,06 365.880 1,30 1.530 9,7 5.260
Tempel 26,20 610.170 2,36 3.130 9,9 5.890
Turi 35,26 1.205.200 4,81 6.460 17,2 10.650
Pakem 19,22 429.060 2,23 7.470 11,5 10.170
Cangkringan 45,30 1.856.700 9,57 25.700 27,9 11.260
Total 959,85 36.180.400 89 220.000 312 190.200
Sumber : Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman (2016)

Menurut data Dinas Pertanian, Perikanan, Kehutanan Kabupaten Sleman


(2016), pada tahun 2015 Kecamatan Seyegan merupakan kecamatan yang
memiliki area terluas untuk minapadi yaitu 26,09 ha dan jumlah produksi ikan
konsumsi hasil minapadi terbesar yaitu 95.350 kg dibandingkan dengan
5

kecamatan lainnya di Kabupaten Sleman. Hal ini membuktikan bahwa Kecamatan


Seyegan berpotensi untuk dilakukannya usahatani minapadi kolam dalam.
Desa Margoluwihadalah salah satu wilayah di Kecamatan Seyegan yang
menerapkan sistem minapadi kolam dalam sejak tahun 2011 program minapadi
kolam dalam diperkenalkan oleh Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan
Kabupaten Sleman. Desa Margoluwih memiliki potensi wilayah sawah yang
teririgasi dan ketersediaan sumberdaya air yang tercukupi. Hal ini mendukung
kegiatan minapadi dapat berkembang sehingga sejak tahun 2015 Desa
Margoluwih menjadi wilayah percontohan untuk dilakukannya usahatani
minapadi yang ditetapkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Istimewa
Yogyakarta dan organisasi pangan dunia yaitu Food and Agriculture
Organization (FAO). Pengembangan budidaya minapadi kolam dalam di Desa
Margoluwih ditujukan untuk meningkatkan produktivitas lahan, mengoptimalkan
pemanfaatan lahan, meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan kualitas gizi
masyarakat, serta tercapainya produksi hasil budidaya padi dan ikan yang dapat
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat (Dinas Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan, Kabupaten Sleman 2016).
Sistem integrasi pertanian menjadi salah satu cara untuk mengatasi
masalah terkait keterbatasan input dan penggunaan input yang dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan (Ugwumba 2010). Sistem minapadi selain
dapat meningkatkan pendapatan petani juga dapat meningkatkan produksi
tanaman padi dan produktifitas lahan karena pada sistem minapadi tidak
menggunakan pestisida dan ikan yang dibudidayakan dapat menghasilkan
kandungan organik yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, selain itu
pertumbuhan hama dan gulma juga dapat diminimalisir, sehingga dapat dikatakan
sistem budidaya minapadi juga menjaga kelestarian lingkungan (Abuasir et al.
2004; Moucheng et al. 2014; Lantarsih 2016).
Melihat potensi wilayah Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan,
Kabupaten Slemanyang melakukan budidaya sistem minapadi, sehingga kondisi
tersebut menarik untuk dikaji. Adapun hal yang ingin dikaji oleh peneliti ialah
penggunaan input dan biaya produksi dalam pelaksanaan usahatani minapadi serta
tingkat pendapatan usahatani minapadi yang selanjutnya akan dibandingkan
6

dengan sistem usahatani monokultur, dan faktor–faktor yang menyebabkan


petanimelakukan usahatani minapadi.

1.2 Perumusan Masalah

Kecamatan Seyegan merupakan salah satu daerah utama yang


memproduksi tanaman padi dan ikan dalam usahatani minapadi di Kabupaten
Sleman. Hal ini terlihat dari jumlah luas area minapadi terluas dan jumlah
produksi ikan konsumsi hasil minapadi terbesar dibandingkan dengan kecamatan
lain di Kabupaten Sleman. Kondisi lahan yang subur, serta area persawahan
Kecamatan Seyegan teririgasi dengan baik. Ketersediaan sumberdaya air di
Kecamatan Seyegan juga mendukung kegiatan budidaya sistem minapadi,
sehingga usahatani minapadi memungkinkan untuk dilakukan.
Rabbani et al. (2004) menunjukan usahatani minapadi memiliki input yang
berbeda dengan usahatani monokultur, karena selain input dalam proses produksi
padi, usahatani minapadi juga memerlukan input benih dan pakan ikan dalam
proses produksi ikan dan membutuhkan jumlah tenaga kerja yang lebih untuk
melaksanakan usahatani minapadi, walaupun dalam usahatani minapadi tidak
diperlukannya input seperti pestisida dan herbisida seperti yang ada pada
usahatani monokultur.
Dwiyana dan Mendoza (2006) mengatakan pada usahatani minapadi
petani akan mendapatkan penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan
penerimaan petani yang melakukan usahatani monokultur, namun petani minapadi
perlu mengeluarkan tambahan biaya produksi seperti biaya benih dan pakan ikan,
serta biaya tenaga kerja untuk mempersiapkan lahan dan kolam untuk budidaya
ikan, memberikan pakan ikan secara rutin, dan memeriksa lahan secara berkala.
Biaya produksi akan meningkat apabila kebutuhan akan tenaga kerja, benih dan
pakan ikan meningkat, dan hal tersebut dapat mempengaruhi pendapatan petani.
Penggunaan input yang berbeda pada usahatani minapadi dengan
usahatani monokultur di Desa Margoluwih tentu akan mempengaruhi perbedaan
jumlah biaya produksi usahatani yang selanjutnya juga akan mempengaruhi
tingkat pendapatan petani minapadi maupun petani monokultur, lalu bagaimana
penggunaan input dan biaya produksi pada usahatani dengan sistem
7

minapadi maupun dengan sistem monokultur di Desa Mergoluwih,


Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman?
Menurut Nnaji et al. (2013) dan Siregar (2015) mengatakan bahwa
pengembangan usahatani minapadi merupakan inovasi teknologi dari usahatani
padi pada sistem monokultur. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga ketahanan
pangan dan jumlah produksi hasil pertanian serta pemanfaatan lahan pertanian
yang semakin terbatas, selain itu usahatani dengan sistem minapadi lebih
menguntungkan dibandingkan usahatani dengan sistem monokultur. Hal ini
dikarenakan jika petani ada dalam kondisi gagal panen padi, petani tetap
mendapatkan keuntungan dari hasil budidaya ikan di lahan sawah miliknya.
Usahatani dengan sistem minapadi juga dapat membantu meningkatkan
kesejahteraan petani di Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan, Kabupaten
Sleman melalui perolehan dari pendapatan usahatani minapadi yang
dijalankan.Pendapatan usahatani yang diterima petani merupakan selisih dari
penerimaan penjualan hasil padi yang dipanen dan penjualan ikan yang
dibudidayakan dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani, sehingga
menarik untuk diketahui bagaimana pendapatan pada usahatani minapadi jika
dibandingkan dengan usahatani monokultur di Desa Margoluwih,
Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman?
Bosma et al. (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi usahatani
minapadi adalah kondisi lahan yang teririgasi, akses terhadap bantuan modal, dan
pengetahuan serta pengalaman budidaya padi dan ikan. Bambang (2003) juga
mengatakan bahwa terdapat hubungan positif antara variabel pendapatan dengan
motivasi utama petani melakukan usahatani minapadi, sehingga dapat dikatakan
bahwa pendapatan menjadi faktor utama yang mempengaruhi keputusan petani
untuk melakukan usahatani minapadi.
Kondisi usahatani minapadi di Desa Margoluwih masih dilakukan secara
tradisional. Sebelum diperkenalkan usahatani dengan sistem minapadi kolam
dalam oleh Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman, petani
di Desa Margoluwih khususnya di Dusun Cibuk Kidul masih menerapkan
usahatani monokultur, lalu apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
8

keputusan petani untuk melakukan usahatani minapadi di Desa


Margoluwih, Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :


1) Menganalisis penggunaan input dan biaya produksi pada usahatani dengan
sistem minapadi maupun dengan sistem monokultur di Desa Margoluwih,
Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman.
2) Mengestimasi pendapatan pada usahatani minapadi dibandingkan dengan
pendapatan usahatani monokultur di Desa Margoluwih, Kecamatan
Seyegan, Kabupaten Sleman.
3) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk
melakukan usahatani minapadi di Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan,
Kabupaten Sleman.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah :


1) Penelitian dilakukan di Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan,
Kabupaten Sleman.
2) Penelitian ini mencakup tentang analisis penggunaan input dan biaya
produksi dalam satu musim tanam, perbandingan pendapatan usahatani
minapadi dan usahatani monokultur dalam satu musim tanam, serta faktor-
faktor yang mempengaruhi petani melakukan sistem usahatani minapadi.
3) Responden dalam penelitian ini adalah petani yang melakukan usahatani
minapadi di Desa margoluwih yaitu di Dusun Cibuk Kidul dan Dusun
Mandungan dan petani yang melakukan usahatani monokultur di Desa
Margoluwih sebagai pembanding.
9

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Usahatani Minapadi

Secara ekonomi usahatani minapadi lebih menguntungkan bagi petani, hal


ini dikarenakan petani mendapatkan penerimaan dari hasil produksi padi dan
produksi ikan. Usahatani minapadi adalah kegiatan usahatani terintegrasi antara
budidaya padi yang bersamaan dengan budidaya ikan. Usahatani dengan sistem
minapadi juga merupakan bentuk dari diversifikasi komoditas hasil pertanian
untuk mendukung keberlanjutan produksi pangan dalam hal ini padi dan ikan,
serta meningkatkan pendapatan petani. Usahatani minapadi dikatakan
menguntungkan secara ekonomi karena dapat menghasilkan lebih dari satu hasil
produksi pertanian dalam sumberdaya lahan sawah yang sama. Hal ini tentu dapat
meningkatkan pendapatan petani minapadi jika dibandingkan dengan petani
monokultur yang hanya menghasilkan produksi padi saja (Frei dan Becker 2005).
Usahatani minapadi memang memerlukan biaya yang lebih besar
dibandngan usahatani monokultur, karena dalam usahatani minapadi memerlukan
biaya untuk input benih dan pakan ikan serta tenaga kerja untuk menebar benih
ikan dan memberi pakan ikan secara rutin, walaupun dalam usahatani minapadi
tidak lagi diperlukan biaya input pestisida dan herbisida untuk menanggulangi
hama penyakit dan gulma, namun demikian usahatani minapadi juga tetap
menguntungkan petani karena ketika petani diperhadapkan pada kondisi gagal
panen padi, petani minapadi tetap mendapatkan keuntungan dari hasil produksi
ikan. Hal ini juga yang membuat petani beralih melakukan usahatani minapadi,
karena ketika melakukan usahatani monokultur dan mengalami kondisi gagal
panen, petani tidak mendapatkan keuntungan. Oleh karena itu, usahatani dengan
sistem minapadi dapat membantu petani mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya lahan sawah yang dimilikinya guna mendapatkan keuntungan
maksimal dengan memproduksi padi dan ikan di lahan sawah secara bersamaan.
Usahatani minapadi memang tidak hanya lebih menguntungkan secara ekonomi,
namun juga secara ekologi usahatani minapadi dikatakan lebih ramah lingkungan
10

karena tidak menggunakan bahan kimia untuk mengurangi hama dan gulma
(Dwiyana dan Mendoza 2006).
Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman (2016)
mengatakan bahwa tujuan dari kegiatan usahatani minapadi ialah:
a) Usahatani minapadi yang menghasilkan ikan konsumsi dan tanaman padi
secara bersamaan dilahan sawah guna memenuhi kebutuhan konsumsi
pangan masyarakat
b) Usahatani minapadi dilakukan untuk meningkatkan kualitas gizi
masyarakat
c) Usahatani minapadi dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan
sawah
d) Usahatani minapadi dilakukan dalam rangka meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani
Keuntungan bagi petani yang melakukan usahatani minapadi ialah:
a) Dalam memproduksi padi tidak menggunakan pestisida dan herbisida
b) Petani tetap diuntungkan dengan hasil produksi ikan walaupun dihadapi
oleh kondisi gagal panen padi
c) Usahatani minapadi dapat mengurangi serangan hama dan penyakit pada
tanaman padi
d) Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani

Perbedaan dalam pelaksanaan sistem usahatani monokultur dengan sistem


usahatani minapadi kolam dalam yang dilakukan di Kabupaten Sleman adalah
sebagai berikut:
a) Pemilihan lokasi budidaya minapadi cukup berbeda dengan budidaya padi
monokultur, karena salah satu yang menjadi faktor utama pemilihan lokasi
budidaya minapadi ialah mempunyai sumber air yang cukup selama
pemeliharaan serta bebas cemaran patogen, bahan organik dan kimia, dan
juga bebas banjir. Sumberdaya air yang cukup menjadi faktor penting
dalam usahatani minapadi karena adanya kolam dalam tempat
pembudidayaan ikan di lahan sawah tersebut.
b) Setelah memilih lokasi budidaya minapadi, selanjutnya dilakukan
persiapan lahan. Sama halnya dengan usahatani monokultur dalam
11

mempersiapkan lahan, dibajak terlebih dahulu, lalu tanah diratakan dan


diberi pupuk, namun hal yang berbeda pada usahatani minapadi ialah,
setelah dilakukan persiapan lahan selanjutnya dibangun kolam dalam
seluas 20% dari total lahan sawah keseluruhan dengan kedalaman minimal
80 cm sampai 150 cm dan juga dibangun saluran air untuk pengairan
sawah dan untuk pengisian air kolam.
c) Usahatani monokultur hanya memerlukan benih padi saja, namun pada
usahatani minapadi diperlukan benih padi dan juga benih ikan. Benih padi
dan ikanyang dipakai pada usahatani minapadi di Kecamatan Seyegan,
Kabupaten Sleman ialah benih padi IR 64 atau Ciherang dan benih
ikannya ialah benih ikan nila merah.
d) Penanaman padi pada usahatani minapadi sama seperti penanaman padi
pada monokultur, hanya saja pada usahatani minapadi, bentuk penanaman
padi dilakukan dengan jajar legowo 2:1 dan rumpun padi dapat bertambah
30%, sehingga dapat menutup rumpun padi yang hilang akibat dibuat
kolam dan saluran.
e) Hal selanjutnya yang dilakukan pada usahatani minapadi sehingga berbeda
dengan usahatani monokultur ialah adanya pemasangan jaring.
Pemasangan jaring dimaksudkan untuk melindungi padi dan ikan dari
hama burung.
f) Setelah dilakukan penanaman padi, pada usahatani monokultur selanjutnya
akan dilakukan penyemprotan pestisida dan herbisida untuk
menanggulangi hama penyakit dan gulma dalam pemeliharaan tanaman
padi, namun pada usahatani minapadi setelah dilakukan penanaman padi
tiga sampai empat hari selanjutnya dilakukan pengisian air kolam dan
peneberan benih ikan nila. Tidak ada penyemprotan pestisida maupun
herbisida dalam usahatani minapadi, karena hal tersebut dapat
mempengaruhi ikan, sehingga ikan yang hidup dikolam pada lahan sawah
akan berperan untuk memakan hama, mengurangi pertumbuhan gulma,
dan mengurangi berkembangnya hama tikus, serta kotoran dari ikan dan
pakan ikan pada kolam dapat membantu penyuburan tanah dan
memberikan dampak positif bagi pertumbuhan dan produktivitas padi.
12

g) Usahatani minapadi juga berbeda dengan usahatani monokultur dalam sisi


penggunaan tenaga kerja, karena pada usahatani minapadi tenaga kerja
lebih dibutuhkan untuk melakakukan pemeliharaan lahan secara rutin dan
pemberian pakan ikan ikan setiap hari pagi dan sore, dan hal tersebut tentu
tidak dilakukan oleh tenaga kerja dalam usahatani monokultur.
h) Selanjutnya tahap pemanenan pada usahatani minapadi juga berbeda
dengan pemanenan pada usahatani monokultur. Pada usahatani minapadi,
panen ikan dilakukan terlebih dahulu yakin 10 hari sebelum panen padi.
Panen ikan dilakukan dengan adanya pengurangan air kolam dengan
membuka celah saluran dan ikan ditampung dalam bak penampungan
dengan kondisi air mengalir. Setelah ikan dipanen, panen padi mulai
dilakukan sama seperti halnya dengan panen padi pada usahatani
monokulur yang menggunakan alat seperti sabit bergerigi atau mesin
pemanen. Gabah yang baru dikeringkan untuk menghindari butir pecah
dan dijemur untuk penyeragaman kadar air.

2.2 Biaya dan Pendapatan Usahatani

Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari seseorang atau petani


mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan
memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani dikatakan
efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang
dimiliki atau dikuasai dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efisien apabila
pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi
masukan (input) (Soekartawi 1995).
Perhitungan biaya dan penerimaan oleh petani menjadi suatu hal yang
penting dalam melakukan usahatani, karena besarnya biaya dan penerimaan
tersebut akan menentukan tingkat keuntungan yang diperoleh dalam suatu
usahatani. Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani digolongkan menjadi dua
yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap
merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun
produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, sehingga besarnya biaya tetap tidak
tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh seperti biaya sewa tanah,
13

pajak, alat pertanian, dan iuran irigasi. Biaya tidak tetap atau biaya variabel
didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang
diperoleh, seperti biaya untuk sarana produksi. Jika menginginkan produksi yang
tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah begitu juga dengan pupuk dan
sebagainya, sehingga biaya tidak tetap sifatnya berubah-ubah tergantung dari
jumlah produksi yang diinginkan.
Biaya produksi dalam pelaksanaan usahatani juga dibedakan menjadi
biaya tunai dan tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang
dibayar secara tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman,
sedangkan biaya variabel misalnya pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan
dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tidak tunai adalah biaya tenaga kerja dalam
keluarga (Hernanto 1989).
Biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk penggunaan input dalam
melakukan usahatani akan mempengaruhi besarnya pendapatan yang akan
diterima oleh petani. Soekartawi (1995) mengatakan bahwa pendapatan
merupakan selisih antara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan selama proses
produksi dalam melakukan usahatani, sehingga besarnya pendapatan seorang
petani akan bergantung pada komponen penerimaan dan pengeluaran dalam
proses produksi. Tingkat pendapatan oleh petani juga akan menggambarkan
berhasil atau tidaknya kegiatan usahatani yang dilakukan petani.
Menurut Suratiyah (2006) besarnya biaya dan pendapatan yang diperoleh
petani tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi produksi usahatani tetapi juga
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor – faktor yang mempengaruhi biaya dan
pendapatan usahatanimeliputi faktor internal, faktor eksternal, dan faktor
manajemen. Faktor internal meliputi umur petani, pendidikan, pengalaman,
jumlah tenaga kerja keluarga, luas lahan, dan modal. Faktor eksternal yaitu input
meliputi ketersediaan dan harga serta output meliputi permintaan dan harga.

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu terkait sistem usahatani minapadi telah dilakukan oleh


Nnaji et al. (2013) mengenai Profitability of Rice-Fish Farming in Bida, North
Central Nigeria.Percobaan dilakukan pada lahan atau plot seluas 864m2yang
14

dibagi menjadi enam plot masing-masing 144m2, tiga plot untuk usahatani dengan
sistem monokultur dan tiga plot lainnya untuk usahatani dengan sistem minapadi.
Analisis pendapatan dilakukan dengan mengurangi penerimaan dan biaya yang
dikeluarkan dari setiap usahatani yang dilakukan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi padi pada usahatani
monokultur lebih besar dibandingkan dengan produksi padi pada usahatani
minapadi, yaitu sebesar 78 kg untuk monokultur dan 60,5 kg untuk minapadi.
Pada usahatani minapadi juga menghasilkan produksi ikan sebanyak 68,14 kg.
Penerimaan serta biaya pada usahatani minapadi lebih besar dibandingkan dengan
usahatani monokultur. Pada usahatani minapadi, penerimaan yang didapat sebesar
₦27.576 dari hasil penjualan padi dan ikan, serta biaya total yang dikeluarkan
sebesar ₦19.980 (₦ adalah Naira mata uang negara Nigeria). Pada usahatani
monokultur, penerimaan yang didapat sebesar ₦7.800 yang hanya didapat dari
hasil penjualan padi, dan biaya total yang dikeluarkan sebesar ₦5.050. Total
pendapatan usahatani minapadi lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan
usahatani monokultur, yaitu sebesar ₦7.596 untuk minapadi dan ₦2.750 untuk
monokultur.
Pengseng (2013) melakukan penelitian mengenai On Farm Trial with Rice
Fish Cultivation in Nakhon Si Thammarat Southern Thailand. Tujuan dalam
penelitian ini adalah untuk menganalisis secara ekonomi dan ekologi budidaya
integrasi antara budidaya padi dengan budidaya ikan dan dibandingkan dengan
budidaya padi monokultur. Percobaan dilakukan pada lahan atau plot yang dibagi
masing-masing seluas 5.600m2, tiga plot untuk usahatani dengan sistem
monokultur dan tiga plot lainnya untuk usahatani dengan sistem minapadi.
Analisis pendapatan dengan selisih anatara penerimaan dan biaya menjadi alat
analisis yang digunakan untuk menganalisis usahatani minaadi secara ekonomi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa produksi padi yang dihasilkan pada
lahan minapadi lebih besar daripada produksi padi yang dihasilkan pada lahan
monokultur. Usahatani minapadi dapat menghasilkan padi sebanyak 1.122 kg dan
ikan sebanyak 216 kg.Biaya total yang dikeluarkan usahatani minapadi lebih
besar dibandingkan dengan usahatani monokultur, namun keuntungan yang
didapat pada usahatani minapadi juga lebih besar jika dibandingkan dengan
15

usahatani monokultur yaitu sebesar 7.338 baht untuk usahatani minapadi dan
1.719 baht untuk usahatani monokultur.
Bosma et al. (2012) melakukan penelitian mengenai Factors Affecting
Farmers Adoption Of Integrated Rice-Fish Farming Systems in The Mekong
Delta, Vietnam. Penelitian ini dilakukan terhadap 48 petani minapadi dan 46
petani monokultur. Alat analisis yang digunakan adalah analisis komponen
prinsipal dan regresi biner logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi usahatani
minapadi adalah luas lahan, kondisi lahan yang teririgasi, akses terhadap bantuan
modal, dan pengetahuan serta pengalaman budidaya padi dan ikan. Penelitian juga
menunjukkan pendapatan usahatani dengan sistem minapadi lebih besar
dibandingkan usahatani dengan sistem monokultur.
Penelitian lainnya adalah mengenai Comparative Productivity,
Profitability and Efficiency of Rice Monoculture and Rice-Fish Culture Systems in
Magelang District, Central Java, Indonesia oleh Dwiyana dan Mendoza (2006).
Tujuan dari penelitian ini ialah membandingkan produktifitas, pendapatan, dan
efisiensi dari usahatani monokultur dan usahatani minapadi. Penelitian ini
dilakukan terhadap 74 petani monokultur dan 144 petani minapadi dengan metode
analisis produktivitas berdasarkan perbandingan jumlah produksi terhadap lahan,
analisis pendapatan dengan menghitung selisih antara total penerimaan dengan
biaya total tunai dan non tunai, serta analisis efisiensi yang terbagi menjadi dua,
yaitu efisiensi alokatif meliputi efisiensi penggunaan lahan, tenaga kerja, dan
modal serta efisiensi teknis.
Hasil penelitian menunjukan bahwa produktivitas padi pada usahatani
monokultur sebesar 4,86 ton/ha dan lebih besar dibandingkan dengan
produktivitas padi pada usahatani minapadi sebesar 4,49 ton/ha. Pendapatan rata-
rata yang diperoleh dari usahatani minapadi dalam satu kali musim tanam lebih
besar dibandingkan dengan usahatani monokultur yaitu sebesar Rp 4.719.400
untuk usahatani minapadi dan Rp 2.858.000 untuk usahatani minapadi. Hal ini
terjadi karena pada usahatani minapadi petani mendapatakan tambahan
penerimaan dari hasil penjualan ikan. Analisis pada efisiensi alokatif menunjukan
bahwa usahatani minapadi lebih efisien pada penggunaan lahan, namun pada
16

penggunaan tenaga kerja dan modal usahatani monokultur lebih efisien, dan untuk
efisiensi teknis hasil penelitian menunjukan bahwa nilai efisiensi teknis usahatani
minapadi lebih kecil dibandingkan dengan usahatani monokultur, hal ini
dikarenakan adanya kompetisi antara padi dan ikan dalam relasi penggunaan
lahan dan air pada usahatani minapadi.
Rabbani et al. (2004b) melakukan penelitian mengenai An Economic Study
on Alternate Rice-Fish Culture in Selected Areas of Mymensingh District in
Bangladesh. Tujuan dari penelitian ini ialah menentukan tingkat pendapatan pada
usahatani minapadi. Penelitian ini dilakukan terhadap 80 petani yang dipilih
secara sengaja dan dibagi menjadi tiga klasifikasi usahatani minapadi berdasarkan
luas lahan kepemilikan, yaitu 24 petani minapadi skala kecil dengan luas
kepemilihan lahan 0,02 ha sampai 1,01 ha, lalu 44 petani minapadi skala
menengah dengan luas kepemilikan lahan 1,02 ha sampai 3,03 ha, dan 12 petani
skala besar dengan luas kepemilikan lahan diatas 3,03 ha.
Hasil penelitian menunjukan bahwa usahatani minapadi merupakan
usahatani yang menguntungkan karena dalam pelaksanaan usahatani, petani tidak
hanya memproduksi padi tetapi juga memproduksi ikan. Biaya yang dikeluarkan
dalam usahatani minapadi sebesar ₮46656.25/ha, 47079.26/ha, dan 54268.74/ha
untuk usahatani minapadi skala kecil, menengah, dan besar secara berurutan.
Pendapatan rata-rata yang diperoleh dari usahatani minapadi ialah sebesar
₮27463.50, 28226.33, dan 31018.61 untuk usahatani minapadi skala kecil,
menengah, dan besar secara berurutan (₮ adalah Taka mata uang negara
Bangladesh).
Penelitian lainnya terkait usahatani minapadi ialah mengenai Faktor-
Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Sistem Usahatani Minapadi di Desa Pujo
Rahayu, Kecamatan Belitang, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan
oleh Abuasir et al. (2004). Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi petani mengadopsi sistem usahatani minapadi
dan menghitung besarnya pendapatan petani yang mengadopsi sistem usahatani
minapadi dan yang tidak mengadopsi sistem usahatani minapadi. Penelitian
dilakukan terhadap 30 petani, 10 petani yang melakukan usahatani minapadi dan
20 petani yang tidak mengadopsi usahatani minapadi dengan metode
17

pengumpulan data secara pengamatan dan wawancara langsung terhadapa petani.


Alat analisis untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi
usahatani minapadi adalah dengan menggunakan uji Khi kuadrat dan dilanjutkan
dengan uji Koefesien kontingensi untuk melihat keeratan hubungan antara adopsi
dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta alat analisis untuk menghitung
pendapatan menggunakan selisish anatara penerimaan dan biaya yang dikeluarkan
petani dan selanjutnya diuji menggunakan tes Median.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor internal yang meliputi
pendidikan formal petani, umur petani, dan modal tidak berpengaruh terhadap
keputusan petani untuk menerapkan minapadi, namun faktor pola hubungan
petani menjadi faktor internal yang berpengaruh. Selanjutnya, faktor eksternal
yang meliputi keuntungan relatif dan kompleksitas tidak mempengaruhi
keputusan petani, namun kompatibilitas (tingkat kesulitan usahatani minapadi
untuk dimengerti petani), triabilitas (tingkat kesulitan usahatani minapadi untuk
diterapkan petani), dan observabilitas (tingkat kecepatan usahatani minapadi
untuk dapat dilihat keuntungannya oleh petani), ketiga faktor eksternal tersebut
berpengaruh terhadap keputusan petani untuk menerapkan usahatani minapadi.
Hasil penelitian dengan uji median juga menunjukkan bahwa pendapatan petani
minapadi berbeda nyata atau lebih besar dibandingkanpendapatan petani yang
tidak mengadopsi sistem usahatani minapadi.
Bambang (2003) melakukan penelitian mengenai Sistem Usahatani
Minapadi Ikan Mas di Desa Totap Majawa, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten
Simalungun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya
pertambahan alokasi faktor produksi tenaga kerja, lahan dan modal pada usahatani
minapadi di daerah penelitian, mengestimasi besarnya peningkatan pendapatan
petani dengan adanya usahatani minapadi, dan mengetahui faktor-faktor yang
menjadi motivasi petani padi sawah melakukan usahatani minapadi. Alat analisis
yang digunakan adalah analisis deskriptif dan uji korelasi.
Hasil penelitian menunjukkan pada penggunaan faktor produksi terdapat
pertambahan skala luas lahan dengan adanya usahatani minapadi seluas 30,05 ha,
terdapat juga pertambahan modal pada usahatani minapadi sebesar Rp 22.945.568
dari modal usahatani padi sawah, dan terdapat pertambahan alokasi tenaga kerja
18

dalam keluarga sebesar 172,97 HKSP per hektar dan dari luar keluarga sebesar
30,85 HKSP per hektar. Pendapatan usahatani per hektar meningkat dengan
adanya usahatani minapadi yaitu sebesar Rp 10.266.987,40. Pendapatan menjadi
faktor utama yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan usahatani
minapadi, karena terdapat hubungan positifantaravariabel pendapatandengan
motivasi utama petani melakukan usahatani minapadi.
Penelitian yang dilakukan memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya, yakni menganalisis penggunaan input dan biaya produksi pada
usahatani minapadi maupun usahatani monokultur, melakukan perbandingan
pendapatan usahatani minapadi dengan usahatani monokultur,mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan usahatani
minapadi, serta lokasi penelitian dilakukan di Desa Margoluwih, Kecamatan
Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
19

III KERANGKA PEMIKIRAN

Usahatani minapadi merupakan usahatani yang mengkombinasikan


budidaya padi bersama dengan budidaya ikan di lahan sawah yang sama. Hal ini
dimaksudkan untuk memanfaatkan sumberdaya lahan milik petani secara optimal.
Petani yang dihadapkan pada kondisi keterbatasan sumberdaya lahan pertanian
dalam melakukan usahatani tentu akan mempengaruhi hasil produksi dan tingkat
pendapatan petani, sehingga usahatani minapadi dapat memberikan kontribusi
positif bagi petani dalam pemanfaatan lahan pertanian, mencukupi kebutuhan
pangan, bahkan meningkatkan pendapatan petani.
Usahatani minapadi memiliki potensi yang menguntungkan jika dapat
dikembangkan dengan baik, namun usahatani minapadi juga memerlukan input
yang lebih banyak dibandingkan dengan usahatani monokultur, karena dalam
menjalankan usahatani minapadi petani harus menyediakan input untuk kegiatan
produksi padi dan juga untuk kegiatan produksi ikan. Biaya yang dikeluarkan oleh
petani untuk input produksi dalam melakukan usahatani minapadi akan
berpengaruh terhadap pendapatan petani, sehingga perlu adanya suatu penelitian
mengenai penggunaan input dan biaya produksi usahatani minapadi, tingkat
pendapatan usahatani minapadi, serta faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
petani untuk melakukan usahatani minapadi di Desa Margoluwih, Kecamatan
Seyegan, Kabupaten Sleman.
Penelitian ini diawali dengan mengidentifikasi penggunaan input dan
biaya produksi antara petani yang melakukan usahatani minapadi dengan petani
yang melakukan usahatani monokultur. Terdapat perbedaan penggunaan input
dalam usahatani minapadi dan usahatani monokultur, seperti diperlukan input
benih dan pakan ikan dalam usahatani minapadi, namun tidak menggunakan
pestisida maupun herbisida seperti pada usahatani monokultur. Penggunan input
yang berbeda tentu juga akan mempengaruhi besarnya biaya yang berbeda antara
usahatani minapadi maupun usahatani monokultur. Data yang didapat berasal dari
wawancara mendalam dengan petani yang melakukan usahatani minapadi dan
petani yang melakukan usahatani monokultur, serta alat analisis yang digunakan
berupa analisis deskriptif.
20

Penelitian ini juga melakukan analisis pendapatan untuk mengetahui besar


keuntungan yang didapatkan petani dari kegiatan usahatani minapadi yang juga
akan dibandingkan dengan pendapatan petani yang melakukan usahatani
monokultur. Selisish antara penerimaan yang didapat petani dengan biaya yang
dikeluarkan petani menjadi pendapatan yang diperoleh petani dalam menjalankan
usahatani minapadi maupun usahatani monokultur. Penerimaan yang didapat dan
biaya yang dikeluarkan dalam usahatani minapadi maupun usahatani monokultur
selanjutnya dianalisis menggunakan pendekatan R/C (Return/Cost) ratio. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui kondisi usahatani baik minapadi maupun monokultur
menguntungkan secara ekonomi atau tidak.
Tahap selanjutnya adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan usahatani minapadi.
Pendekatan yang dilakukan adalah dengan wawancara langsung kepada petani dan
dianalisis menggunakan metode regresi logistik. Rekomendasi kebijakan
usahatani untuk meningkatkan pendapatan petani merupakan hasil yang diperoleh
dari penelitian ini. Alur pemikiran proses penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
21

Upaya pemanfaatan sumberdaya lahan pertanian


yang semakin terbatas di Desa Margoluwih,
Kecamatan Seyegan, Kabupaten Sleman

Usaha pengembangan budidaya padi


bersama budidaya ikan di lahan sawah

Usahatani minapadi Usahatani monokultur

Penggunaan input Penggunaan input dan


Analisis deskriptif
dan biaya produksi biaya produksi
usahatani minapadi usahatani monokultur

Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani


dibandingkan
minapadi monokultur

Analisis pendapatan

Faktor-faktor yang mempengaruhi


usahatani minapadi

Analisis regresi logistik

Rekomendasi kebijakan usahatani


untuk meningkatkan pendapatan petani

Keterangan: : Komponen analisis


: Metode analisis
: Hubungan langsung
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran operasional penelitian
22
23

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan,


Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilihan lokasi penelitian ini
dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwadi
Kecamatan Seyegan merupakan wilayah yang berpotensi untuk dilakukan
usahatani minapadi dan memiliki area terluas untuk pelaksanaan usahatani
minapadi di Kabupaten Sleman, dan Desa Margoluwih merupakan salah satu desa
yang menjadi perintis dimulainya usahatani minapadi di Kecamatan Seyegan.
Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Maret 2017.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung
menggunakan kuisioner kepada responden yang menjadi objek penelitian, yaitu
petani yang melakukan usahatani minapadi maupun petani yang melakukan
usahatani monokultur di Desa Margoluwih, Kecamatan Seyegan, Kabupaten
Sleman. Data sekunder merupakan data pendukung yang diperoleh dari Badan
Pusat Statistk, Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman,
serta intansi lainnya yang terkait dengan penelitian.

4.3 Metode Pengumpulan Sampel

Responden dalam penelitian ini adalah petani yang menjalankan usahatani


minapadi maupun usahatani monokultur di Desa Margoluwih, Kecamatan
Seyegan, Kabupaten Sleman. Jumlah responden yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini sebanyak 50 petani yang terdiri dari 25 petani minapadi dan 25
petani monokultur. Metode pengumpulan data responden pada penelitian ini
dilakukan dengan metode total sampling atau sensus untuk responden petani
minapadi, karena petani minapadi yang menjadi responden adalah jumlah
24

keseluruhan dari anggota kelompok tani minapadi di Desa Margoluwih dan


dengan metode simple random sampling untuk responden petani monokultur.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis secara
kualitatif dan kuantitatif. Metode pengolahan dan analisis data dilakukan dengan
menggunakan program Minitab 15.0 for windows dan Microsoft Office Excel
2007. Matriks metode analisis data dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3 Matriks metode analisi data


No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1 Menganalisis penggunaan input dan Data primer melalui Analisis deskriptif
biaya produksi pada usahatani wawancara
minapadi maupun usahatani menggunakan
monokultur kuesioner

2 Mengestimasi pendapatan petani Data primer melalui Analisis pendapatan


minapadi dibandingkan dengan wawancara dengan pendekatan
pendapatan petani monokultur menggunakan penerimaan dan
kuesioner pengeluaran usahatani
3 Mengidentifikasi faktor-faktor yang Data primer melalui Model regresi logistik
mempengaruhi keputusan petani wawancara menggunakan program
untuk melakukan usahatani menggunakan Minitab 15.0 for windows
minapadi kuesioner
Sumber: Penulis (2017)

4.4.1 Analisis Perbandingan Pendapatan Petani Minapadi dan Petani


Monokultur

Pendekatan yang digunakan untuk membandingkan pendapatan petani


yang melakukan usahatani minapadi dengan petani yang melakukan usahatani
monokultur adalah melalui analisis pendapatan. Pada usahatani monokultur
pendapatan merupakan pendapatan atas satu komoditas padi saja, sedangkan pada
usahatani minapadi pendapatan usahatani merupakan penjumlahan pendapatan
dari masing-masing komoditas yang diusahakan, yaitu padi dan ikan. Pendapatan
usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya termasuk biaya
tunai dan biaya yang diperhitungkan (Soekartawai 1995). Secara sistematis
pendapatan usahatani dapat dituliskan sebagai berikut:

Π = TR - TC .............................................................................................(4.1)
25

𝑇𝐶 = ∑13 9
𝑖=1 𝑉𝑖 . 𝑋𝑖 + ∑𝑗=1 𝐵𝑗 .......................................................................(4.2)

keterangan:
Π = pendapatan usahatani (Rp)
TR = total penerimaan usahatani (Rp)
TC = biaya total (Rp)
Vi = harga untuk input i (Rp/unit)
Xi = jumlah input i yang digunakan (unit)
Bj = biaya tetap untuk j (Rp/unit)

dimana:
i = 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13 {yaitu 1 = benih padi (Rp/kg); 2 = benih ikan
(Rp/kg); 3 = pakan ikan (Rp/kg); 4 = prebiotik (Rp/liter); 5 = tetes tebu (Rp/liter);
6 = pupuk urea (Rp/kg); 7 = pupuk NPK (Rp/kg); 8 = pupuk SP-36 (Rp/kg); 9 =
pupuk phonska (Rp/kg); 10 = pupuk organik (Rp/kg); 11 = pupuk kandang
(Rp/kg); 12 = pestisida (Rp/lt); 13 = herbisida (Rp/lt)}

j = 1,2,3,4,5,6,7,8,9 {yaitu 1 = biaya pengairan (Rp/musim tanam); 2 = biaya sewa


traktor (Rp/musim tanam); 3 = biaya sewa lahan (Rp/musim tanam); 4 = pajak
lahan (Rp/musim tanam); 5 = iuran anggota (Rp/musim tanam); 6 = simpanan
wajib anggota koperasi (Rp/musim tanam); 7 = tenaga kerja luar keluarga
(Rp/HOK); 8 = biaya penyusutan alat (Rp/musim tanam); 9 = tenaga kerja dalam
keluarga (Rp/HOK)}

Biaya penyusutan alat-alat pertanian dihitung dengan membagi selisih


antara nilai pembelian dan nilai sisa dengan lamanya modal dipakai. Rumus biaya
penyusutan adalah sebagai berikut (Suratiyah 2006):
𝑁𝐵−𝑁𝑆
Biaya penyusutan = ................................................................................(4.3)
𝑛

keterangan:
NB = nilai pembelian (Rp)
NS = nilai sisa (Rp)
n = umur ekonomis (tahun)

Penerimaan yang diperoleh dari usahatani minapadi maupun monokultur


merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jualnya. Secara
sistematis penerimaan dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 1995):
𝑇𝑅 = ∑2𝑖=1 𝑌𝑖 . 𝑃𝑖.........................................................................................(4.4)
Keterangan :
TR = penerimaan total
Yi = output yang dihasilkan untuk komoditas i
Pi = harga jual output yang dihasilkan untuk komoditas i
26

i1 = padi
i2 = ikan

Penerimaan petani yang melakukan usahatani minapadi merupakan


penjumlahan dari penerimaan hasil padi dan ikan sedangkan petani yang
melakukan usahatani monokultur hanya memperoleh total penerimaan dari hasil
padi saja. Penerimaan petani digolongkan menjadi penerimaan tunai dan non
tunai. Penerimaan secara tunai merupakan perkalian antara output untuk setiap
komoditas yang dijual dengan harga jual yang berlaku, sedangkan penerimaan
non tunai merupakan perkalian antara output untuk setiap komoditas yang
dikonsumsi (dimanfaatkan) oleh keluarga dengan harga jual yang berlaku.
Usahatani minapadi yang dilakukan oleh petani memberikan penerimaan tunai
dari penjualan ikan dan padi, sedangkan penerimaan non tunai berasal dari
pemanfaatan padi dan ikan oleh keluarga petani sendiri. Oleh karena itu, total
penerimaan yang diperoleh petani merupakan penjumlahan antara penerimaan
tunai dan penerimaan non tunai.
Biaya total yang dikeluarkan untuk usahatani minapadi maupun usahatani
monokultur digolongkan menjadi biaya tunai dan non tunai. Identifikasi total
penerimaan dan biaya total digunakan untuk melihat besarnya pendapatan petani
yang melakukan usahatani minapadi dan petani yang tidak melakukan usahatani
minapadi atau disebut usahatani monokultur. Setelah mengestimasi total
penerimaan dan biaya total maka analisis yang dilakukan selanjutnya adalah
dengan melihat rasio penerimaan atas biaya (R/C) dari usahatani minapadi dan
usahatani monokultur. Hal ini dilakukan untuk melihat tingkat keuntungan
usahatani minapadi yang dibandingkan dengan tingkat keuntungan usahatani
monokultur apabila dilihat dari R/C rasio. Analisis R/C ini terbagi menjadi R/C
atas biaya tunai dan R/C atas biaya total yang merupakan penjumlahan dari biaya
tunai dan biaya non tonai. Secara sistematis analisis R/C dapat dituliskan sebagai
berikut (Soekartawi 1995):
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 (𝑇𝑅)
R/C atas biaya tunai = .......................................................(4.5)
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎𝑇𝑢𝑛𝑎𝑖 (𝐵𝑇)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 (𝑇𝑅)
R/C atas biaya total = .......................................................(4.6)
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 (𝑇𝐶)
27

Analisis R/C menunjukkan besarnya penerimaan untuk setiap satuan biaya


yang dikeluarkan dalam usahatani. Secara teoritis, apabila R/C > 1 maka
usahatani tersebut dalam kondisi yang menguntungkan dan apabila R/C < 1 maka
usahatani tersebut dalam kondisi merugi, sedangkan apabila R/C = 1 maka
usahatani yang dilakukan berada pada titik impas yang artinya usahatani tersebut
tidak menguntungkan dan juga tidak merugikan.

4.4.2 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani


Melakukan Usahatani Minapadi

Model pendugaan fungsi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam


mengambil keputusan untuk melakukan usahatani minapadi merupakan model
regresi logistik melalui Minitab 15.0 for windows. Menurut Soekartawi (2005),
pengambilan keputusan petani untuk mengembangkan usahataninya dapat muncul
karena adanya dorongan untuk memaksimlakan pemanfaatan sumberdaya yang
dimilki oleh petani. Pemilihan variabel-variabel model pendugaan fungsi logit
dalam penelitian ini didasarkan atas penelitian terdahulu. Pada penelitian Abuasir
et al. (2004) variabel yang digunakan yaitu pendidikan, umur, pola hubungan
petani, modal, keuntungan relatif, kesesuaian usahatani dengan kondisi setempat,
tingkat kesulitan usatani minapadi untuk dipahami dan dilakukan oleh petani, dan
tingkat kecepatan usahatani minapadi untuk dapat dilihat keuntungannya oleh
petani, menjadi variabel yang digunakan dalam mengetahui faktor adopsi
usahatani minapadi di Desa Pujo Rahayu, Belitang, Ogan Komering Ulu,
Sumatera Selatan. Adapun variabel yang digunakan oleh Bosma et al. (2012)
dalam mengidentifikasi faktor yang mempengaruhi petani adopsi usahatani
minapadi di Mekong delta, Vietnam meliputi luas lahan, kondisi kualitas lahan
beririgasi, akses bantuan terhadap modal, pengetahuan dan pengalaman budidaya
padi dan ikan, jumlah orang dewasa dan anak, pentingnya usahatani terintegrasi,
dan jarak dari rumah ke lahan usahatani. Oleh karena itu, faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan usahatani minapadi
dalam model penelitian ini adalah tingkat pendidikan formal, luas lahan usahatani,
umur petani, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman budidaya padi, serta jarak
lahan sawah dengan sumber air untuk melihat ketersediaan air.
28

4.4.2.1 Model Regresi Logistik

Alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang


mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan untuk melakukan usahatani
minapadi yaitu dengan pendekatan model regresi logistik. Model tersebut
dirumuskan sebagai berikut (Agresti 2002):
1 1
Pi = F (Zi) = F ( α + βXi) = 1+𝑒 −𝑍𝑖 = 1+𝑒 −(𝛼+𝛽𝑋𝑖) .....................................(4.7)

Persamaan (4.7) dapat ditunjukkan menjadi:


1
Pi = 1+𝑒 −𝑍𝑖 ..............................................................................................(4.8)

keterangan:
Pi = peluang individu dalam mengambil keputusan
Xi = variabel bebas
α = intersep
β = koefisien regresi
e = bilangan dasar logaritma natural (e+2,718)
Zi = α + βXi
Kedua sisi dari persamaan (4.8) dikalikan dengan 1+𝑒 −𝑍𝑖 sehingga
persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
(1+𝑒 −𝑍𝑖 ) Pi = 1 .......................................................................................(4.9)
Dibagi dengan Pi dimana 1 disubsitusikan dengan Pi/Pi,
1 1−𝑃𝑖 1
𝑒 −𝑍𝑖 = − 1= karena 𝑒 −𝑍𝑖 = maka menjadi,
𝑃𝑖 𝑃𝑖 𝑒 𝑍𝑖

𝑒 𝑍𝑖 = 𝑃𝑖
1−𝑃𝑖
.............................................................................................(4.10)
Persamaan (4.10) ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma natural (ln)
yaitu :
𝑃𝑖
Zi = ln 1 −𝑃𝑖 ...........................................................................................(4.11)

Atau dari persamaan (4.11) dapat dituliskan menjadi,


𝑃𝑖
ln(1−𝑃𝑖 ) = Zi = α + βXi ........................................................................(4.12)

Persamaan (4.12) merupakan model persamaan logit atau model regresi logistik.
Berdasarkan fakor-faktor yang diduga mempengaruhinya, maka model
logit dapat dirumuskan sebagai berikut :
29

𝑃𝑖
ln(1−𝑃𝑖 ) = Zi = α+β1X1+β2X2+β3X3+β4X4+β5X5+β6X6+εi...................(4.13)

keterangan:
Pi = peluang individu dalam mengambil keputusan usahatani minapadi
(1 – Pi) = peluang individu dalam mengambil keputusan non usahatani minapadi
(usahatani monokultur)
Zi = keputusan petani
α = intersep
βi = parameter koefisisen regresi untuk Xi
X1 = tingkat pendidikan formal (tahun)
X2 = luas lahan usahatani (m2)
X3 = umur petani (tahun)
X4 = jumlah tanggungan keluarga (jiwa)
X5 = pengalaman budidaya padi (tahun)
X6 = jarak lahan sawah dengan sumber air (meter)
εi = error term

Hipotesis dari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani


dalam melakukan usahatani minapadi adalah sebagai berikut:
1)Tingkat Pendidikan Formal
Pendidikan formal petani diharapkan bernilai positif. Semakin tinggi
tingkat pendidikan formal seorang petani, maka akan semakin mudah bagi petani
untuk memahami sistem atau inovasi usahatani yang baru dibandingkan dengan
petani berpendidikan rendah. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan
formal petani, maka akan semakin mudah bagi petani untuk memahami dan
melalukan adopsi usahatani minapadi.
2)Luas Lahan Sawah
Luas lahan sawah yang dimiliki oleh petani diharapkan bernilai negatif.
Petani yang memiliki luas lahan yang terbatas akan cenderung untuk
mengembangkan usahataninya dan memanfaatkan secara optimal lahan sawah
miliknya agar dapat memperoleh tambahan penghasilan, sehingga akan terdorong
untuk mengadopsi sistem usahatani minapadi.
30

3)Umur Petani
Umur petani diharapkan bernilai negatif. Umur menunjukkan tingkat
produktivitas seseorang dalam bekerja. Semakin tinggi umur seseorang maka
produktivitas dalam bekerja akan semakin menurun. Dalam penelitian ini, petani
dengan golongan usia muda (produktif) akan memiliki semangat yang tinggi serta
memiliki inovasi untuk mengembangkan cabang usahatani melalui minapadi.
4)Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga diharapkan bernilai positif. Semakin banyak
jumlah anggota keluarga petani akan menyebabkan semakin banyak biaya yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga terdapat
dorongan untuk meningkatkan pendapatan petani dengan mengembangkan cabang
usahatani milikinya. Oleh karena itu, semakin banyak jumlah anggota keluarga
akan mendorong petani untuk mengadopsi usahatani minapadi.
5)Pengalaman Budidaya Padi
Pengalaman budidaya padi diharapkan bernilai positif. Semakin lama
pengalaman yang dimiliki petani dalam budidaya padi, maka akan mendorong
petani untuk melakukan pengembangan akan usahatani miliknya dalam
memanfaatkan lahan sawah agar meningkatkan hasil produksi dan pendapatannya
sehingga petani akan melakukan usahatani minapadi sebagai bentuk
pengembangan usahatani.
6)Jarak Lahan Sawah dengan Sumber Air
Jarak lahan sawah dengan sumber air diharapkan bernilai negatif, karena
jarak lahan sawah dengan sumber air akan mempengaruhi ketersediaan air yang
menjadi faktor penting dalam pelaksanaan usahatani minapadi. Semakin jauh
jarak lahan sawah dengan sumber air maka ketersediaan air akan semakin
terbatas, sedangkan semakin dekat lahan sawah dengan sumber air maka
ketersediaan air akan lebih banyak sehingga akan mendorong petani untuk
melakukan usahatani minapadi. Budidaya padi bersamaan dengan budidaya ikan
pada lahan sawah yang sama dapat dilaksanakan jika ketersediaan air mencukupi
untuk pengairian sawah dan juga pengisian air pada kolam dalam tempat budidaya
ikan.
31

4.4.2.2 Pengujian Model Regresi Logistik

a. Uji G
Setelah dugaan model linear logistik diperoleh, selanjutnya menguji apakah model
logit tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan kualitatif (Y)
(Juanda 2009). Hipotesis statistik yang diuji dalam hal ini adalah:
H0 : β1 = β2 = β3 =...= βk = 0 (model tidak dapat menjelaskan)
H1 : minimal ada βi≠ 0, untuk i = 1,2,3,....k (model dapat menjelaskan)

Statistik uji yang digunakan adalah (Nachrowi dan Usman 2008)


[𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑 (𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙𝐵)]
G = -2ln [𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑 (𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙𝐴)] ................................................................(4.14)

Keterangan:
Model A adalah model yang terdiri dari seluruh variabel
Model B adalah model yang hanya terdiri dari konstanta saja
Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis H0 ditolak (model signifikan)
apabila statistik -G > X2a, (k-1) maka dapat disimpulkan bahwa minimal ada βi ≠ 0
dan model dapat menjelaskan pilihan individu pengamatan.

b. Uji Wald
Untuk menguji faktor mana (βi ≠ 0) yang berpengaruh nyata terhadap
pilihannya, diperlukan satistik uji Wald. Uji Wald dapat menguji signifikansi dari
parameter koefisien secara parsial yang serupa dengan uji-t dalam regresi linear
biasa (Juanda 2009). Hipotesis statistik yang diuji adalah:
H0 : βi = 0 untuk 1,2,3,...,k (peubah Xi tidak berpengaruh nyata)
H1 : βi ≠ 0 (peubah Xi berpengaruh nyata)
Statistik uji yang digunakan adalah:
𝛽𝑖
W = 𝑠𝑒 ................................................................................................(4.15)
𝛽𝑖

dimana:
βi = koefisien regresi
seβi = standard error of β (galat kesalahan dari β)
32

H0 ditolak apabila W lebih kecil dari taraf nyata sehingga parameter


tersebut signifikan secara statistik pada tingkat signifikansi α yang dipilih artinya
peubah Xi tersebut berpengaruh nyata terhadap Y.

c. Uji Odds Ratio


Odds ratio merupakan rasio peluang peluang terjadi pilihan 1 (ya)
terhadap peluang terjadi pilihan 0 (tidak) dari variabel respons (Agresti 2002).
Secara sistematis dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑃𝑖
Odds ratio = 1−𝑃𝑖 .................................................................................(4.16)

dimana:
Pi = peluang petani melakukan usahatani minapadi
1 – Pi = peluang petani tidak melakukan usahatani minapadi
33

V GAMBARAN UMUM

5.1 Kondisi Umum Desa Margoluwih

5.1.1 Letak Geografis

Desa Margoluwih merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan


Seyegan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Margoluwih
berada diwilayah topografi berupa dataran 500 hektar dengan ketinggian 110 m di
atas permukaan laut. Desa Margoluwih memiliki suhu udara rata-rata harian 30oC
dengan curah hujan rata-rata per tahun 37 mm.
Secara geografis, Desa Margoluwih terletak 4 km dari ibu kota Kecamatan
Seyegan, 10 km dari ibu kota Kabupaten Sleman dan 12 km dari ibu kota Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun perbatasan wilayah Desa Margoluwih
adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Desa Margodadi, Kecamatan Seyegan
Sebelah Selatan : Desa Sidoagung, Kecamatan Godean
Sebelah Barat : Desa Sidorejo, Kecamatan Godean
Sebelah Timur : Desa Sidomoyo, Kecamatan Godean
Luas wilayah Desa Margoluwih sebesar 530,2 hektar yang terdiri atas
pemukiman, persawahan, dan lain-lain. Desa Margoluwih memiliki 14 dusun, 29
RW dan 74 RT. Adapun penggunaan lahan di Desa Margoluwih sebagian besar
digunakan untuk persawahan (53,87%) dan pemukiman (37,17%). Informasi
penggunaan lahan di Desa Margoluwih secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Luas wilayah berdasarkan penggunaan lahan di Desa Margoluwih


No Penggunaan Lahan Luas Lahan (ha) Persentase (%)
1 Pemukiman 207 37,17
2 Persawahan 300 53,87
3 Kolam dan empang perikanan 30,73 5,51
4 Perkantoran 2 0,35
5 Sekolah 1,5 0,27
6 Kuburan 2 0,36
7 Jalan 11 1,97
8 Lapangan voli dan sepak bola 2,7 0,50
Jumlah 556,93 100,00
Sumber: Desa Margoluwih (2015)
34

5.1.2 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Margoluwih

Penduduk Desa Margoluwih hingga akhir Desember 2014 berjumlah


9.360 jiwa yang terdiri atas 4.714 (50,36%) laki-laki dan 4.646 (49,64%)
perempuan dengan jumlah kepala keluarga sebesar 3.061 jiwa. Sebagian besar
masyarakat Desa Margoluwih memeluk agama Islam. Tingkat pendidikan
masyarakat di Desa Margoluwih tergolong tinggi seperti yang ditunjukkan dalam
Tabel 5. Rata-rata penduduk telah menyelesaikan pendidikannya hingga Sekolah
Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) dengan jumlah 846 orang (35,67%), namun
terdapat juga penduduk Desa Margoluwih yang telah menyelesaikan pendidikan
sarjana S1 sebanyak 95 orang (4,01%), sarjana S2 sebanyak 12 orang (0,50%) dan
sarjana S3 sebanyak 3 orang (0,13%).

Tabel 5 Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Margoluwih


No Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Buta Aksara dan Angka 24 1,01
2 Tidak Tamat SD 214 9,03
3 Tamat SD 570 24,03
4 Tamat SLTP 528 22,25
5 Tamat SLTA 846 35,67
6 Tamat Akademi (D1-D3) 80 3,37
7 Tamat Sarjana S1 95 4,01
8 Tamat Sarjana S2 12 0,50
9 Tamat Sarjana S3 3 0,13
Jumlah 2.372 100,00
Sumber: Desa Margoluwih (2015)

Adapun komposisi penduduk menurut mata pencaharian pokok dapat


dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan tabel tersebut, penduduk Desa Margoluwih
sebagian besar berprofesi sebagai petani yaitu sebanyak 1.960 orang (45,92%) dan
berprofesi sebagai buruh tani sebanyak 800 orang (18,74%). Hal ini menunjukkan
bahwa sektor pertanian khususnya tanaman pangan seperti padi merupakan tulang
punggung di Desa Margoluwih, selain itu Desa Margoluwih juga memiliki potensi
budidaya perikanan sehingga di Desa Margoluwih juga terdapatusahatani
minapadi yang menggabungkan budidaya padi dan ikan di lahan sawah dengan
luas lahan yang digunakan untuk melakukan usahatani minapadi di Desa
Margoluwih yaitu sebesar 15 hektar. Selain mata pencaharian sebagai petani,
masyarakat Desa Margoluwih juga tergolong dalam mata pencaharain lainnya
yaitu menjadi buruh pabrik, tukang bangunan, dan juga tukang batu. Tingkat
35

kesejahteraan ekonomi keluarga di Desa Margoluwih dapat dilihat dari Produk


Domestik Regional Bruto di Desa Margoluwih tahun 2014 yaitu sebesar Rp
135.112,4 juta menurut harga berlaku dan sebesar Rp 52.239 juta menurut harga
konstan, dan dengan kontribusi terbesar dari sektor pertanian sebesar Rp 27.720,4
juta menurut harga berlaku dan Rp 11.295 juta menurut harga konstan (Desa
Margoluwih 2015).

Tabel 6 Jenis pekerjaan masyarakat di Desa Margoluwih


No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%)
1 Petani Padi 1.960 45,92
2 Buruh Tani 800 18,74
3 Petani Ternak 149 3,49
4 Petani Budidaya Ikan 543 12,73
6 Pedagang 68 1,6
7 PNS 203 4,75
8 Pensiunan 124 2,91
9 Pegawai BUMN/BUMD 26 0,61
10 Pegawai Swasta 46 1,07
11 Pengusaha Industri Kecil dan 133 3,12
Kerajianan
12 Lainnya 216 5,06
Jumlah 4.268 100,00
Sumber: Desa Margoluwih (2015)

5.1.3 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Margoluwih sudah cukup


tersedia dengan baik. Jalan utama yang menghubungkan desa dengan wilayah luar
juga dalam kondisi yang beraspal sehingga bisa dilalui berbagai jenis kendaraan
darat. Desa Margoluwih tidak memiliki transportasi umum sehingga untuk
melakukan mobilisasi sebagian besar masyarakat menggunakan kendaraan pribadi
berupa motor. Kebutuhan penduduk untuk pendidikan dasar dan pelayanan
kesehatan telah tersedia didalam desa. Apabila dilihat dari fasilitas pendidikan,
Desa Margoluwih memiliki 3 TK, 4 SD Negeri dan 2 SD Swasta. Penduduk yang
ingin melanjutkan pendidikan ke tingkat menengah pertama dan tingkat
menengah atas serta perguruan tinggi harus mencari ke wilayah lain di luar desa.
Pelayanan kesehatan yang dimiliki Desa Margoluwih sebanyak 1
puskesmas pembantu, 1 poliklinik, 1 rumah bersalin, dan 14 posyandu dengan
jumlah bidan desa 2 orang, dokter 1 orang, kader posyandu aktif 28 orang dan 4
pembina posyandu. Layanan air bersih di Desa Margoluwih masih bersumber
pada mata air dan sumur gali, sedangkan untuk sarana irigasi teknis lahan
36

pertanian bersumber dari selokan air buatan yang bernama Selokan Mataram dan
aliran Sungai Krusuk yang melintasi wilayah Desa Margoluwih.

5.2 Karakteristik Responden

Karakteristik umum responden petani di Desa Margoluwih diperoleh


secara total sampling atau sensus yang dilakukan terhadap 25 responden petani
minapadi dan secara simple random sampling yang dilakukan terhadap 25
responden petani monokultur. Karakteristik responden ini dilihat dari variabel
yang meliputi usia, pendidikanformal, jumlah tanggungan keluarga, luas dan
status penguasaan lahan sawah, status usahatani minapadi dan monokultur, serta
motivasi melakukan usahatani minapadi. Karakteristik tersebut dijelaskan dalam
sub bab berikut:

5.2.1 Karakteristik Umum

Karakteristik umum pada penelitian ini terdiri dari usia, pendidikan formal
responden, dan jumlah tanggungan keluarga.

5.2.1.1 Usia

Tingkat usia menjadi salah satu aspek yang mempengaruhi petani dalam
mengambil suatu tindakan atau keputusan yang berhubungan dengan
usahataninya. Usia petani yang masih produktif tentu memiliki kondisi fisik yang
baik untuk menjalankan aktivitas dalam berusahatani.
Tabel 7 menyajikan data yang menunjukkan sebaran usia responden petani
pada usia produktif, yaitu usia 35-44 tahun sebesar 32% dan usia 45-54 tahun
sebesar 24% untuk petani minapadi, dan untuk petani monokultur sebagian besar
ada pada usia 45-54 tahun dan usia 55-64 tahun yang masing-masing sebesar
48%. Responden yang memilki usia paling muda berumur 22 tahun dan responden
yang memiliki usia paling tua berumur 65 tahun. Tabel 7 juga menunjukkan
bahwa usahatani minapadi banyak dilakukan oleh petani usia kurang dari 35 tahun
sebesar 16%. Kegiatan usahatani menjadi sumber mata pencaharian dalam
memenugi kebutuhan sehari-hari di Desa Margoluwih.
37

Tabel 7 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan sebaran usia


Petani Minapadi Petani Monokultur
Usia (tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
<35 4 16 0 0
35 - 44 8 32 0 0
45 - 54 6 24 12 48
55 - 64 4 16 12 48
>65 3 12 1 4
Jumlah 25 100 25 100
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

5.2.1.2 Pendidikan Formal Responden

Dalam melakukan kegiatan usahatani baik usahatani minapadi maupun


usahatani monokultur, tingkat pendidikan responden akan berpengaruh terhadap
tingkat penyerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang digunakan. Sebaran
tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah minapadi dan monokultur berdasarkan tingkat pendidikan


Petani Minapadi Petani Monokultur
Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)

Tidak Sekolah 0 0 0 0
Tamat SD 0 0 0 0
Tamat SMP 7 28 10 40
Tamat SMA 16 64 14 56
Tamat Akademi (D1-D3) 0 0 1 4
Sarjana S1 2 8 0 0
Jumlah 25 100 25 100
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

Berdasarkan Tabel 8, sebaran pendidikan yang dimiliki oleh petani


minapadi maupun monokultur relatif sama yaitu tamat SMP dan tamat SMA,
namun pada petani minapadi sebanyak 7 orang (28%) tamat SMP dan sebanyak
16 orang (64%) tamat SMA, bahkan ada sebanyak 2 orang (8%) yang memiliki
pendidikan sarjana S1. Pada petani monokultur sebanyak 10 orang (40%) tamat
SMP dan hanya 14 orang (56%) yang tamat SMA. Tidak terdapat lulusan
38

sarjanapada jenjang pendidikan petani monokultur, namun terdapat 1 orang (4%)


petani monokultur yang lulus pendidikan akademi D2.

5.2.1.3 Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga petani responden juga mempengaruhi petani


melakukan usahatani karena petani melakukan usahatani untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarga sehari-hari. Tabel 9 menunjukkan jumlah petani
minapadi dan monokultur berdasarkan jumlah tanggungan keluarga petani.
Sebanyak 13 orang (52%) petani minapadi dan sebanyak 9 orang (36%) petani
monokultur memiliki 3 orang jumlah tanggungan keluarga. Seluruh petani
monokultur responden memiliki tanggungan keluarga, namun terdapat 1 orang
(4%) petani minapadi yang belum memilki tanggungan keluarga. Berdasarkan
penelitian di lapangan, petani minapadi maupun petani monokultur memilki
jumlah tanggungan keluarga tidak lebih dari 5 orang.

Tabel 9 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan jumlah tanggungan


keluarga
Jumlah Tanggungan Usahatani Minapadi Usahatani Monokultur
Keluarga (orang) Jumlah (orang) Persentase (%) Jumlah (Orang) Persentase (%)
0 1 4 0 0
1 1 4 3 12
2 6 24 4 16
3 13 52 9 36
4 4 16 6 24
5 0 0 3 12
Jumlah 25 100 25 100
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

5.2.2 Karakteristik Usahatani Minapadi dan Monokultur


Karakteristik usahatani minapadi dan monokultur pada penelitian ini
terdiri dari luas dan status penguasaan lahan sawah, status usahatani, pengalaman
budidaya padi, pengalaman budidaya ikan, dan motivasi usahatani.

5.2.2.1 Luas dan Status Penguasaan Lahan Sawah

Status penguasaan lahan sawah petani minapadi dan monokultur di Desa


Margoluwih merupakan sebagai pemilik dan ada juga sebagai penyewa. Sebanyak
16 orang (64%) petani minapadi menyewa lahan sawah dari masyarakat setempat
39

atau milik saudaranya untuk diusahakan kegiatan budidaya minapadi dan 9 orang
petani lainnya (36%) mengelola lahan sawah yang merupakan miliknya sendiri.
Berbeda halnya dengan petani monokuktur ada 12 orang petani (48%) yang
mengelola lahan sawah miliknya sendiri dan sebanyak 13 orang petani (52%)
menyewa lahan sawah untuk melakukan kegiatan budidaya padi monokultur.
Status penguasaan lahan petani dapat diihat dari Tabel 10.

Tabel 10 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan status penguasaan


lahan
Petani Minapadi Petani Monokultur
Status Penguasaan Lahan Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)

Milik 9 36 12 48
Sewa 16 64 13 52
Jumlah 25 100 25 100
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

Luas lahan sawah petani responden mulai dari 0,05 ha sampai 0,2 ha.
Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani minapadi dan
petani monokultur mengelola lahan sawah seluas 0,1 ha sampai dengan 0,15 ha
dengan jumlah responden sebanyak 14 orang (56%) untuk petani minapadi dan
sebanyak 17 orang (68%) untuk petani monokultur. Sementara itu, luas lahan
sawah terbesar ialah 0,2 ha atau seluas 2000 m2 lebih banyak diusahakan oleh
petani minapadi sebanyak 36% dibandingkan dengan petani monokultur yang
hanya sebesar 24%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penguasaan lahan sawah
yang luasannya paling besar lebih banyak dikelola oleh petani minapadi
dibandingkan dengan petani monokultur.Luas lahan sawah petani minapadi dan
monokultur Desa Margoluwih dapat dilihat dari Tabel 11.

Tabel 11 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan luas lahan sawah
Petani Minapadi Petani Monokultur

Luas Lahan Sawah (ha) Jumlah Persentase Jumlah Persentase


(orang) (%) (orang) (%)
<0,1 2 8 2 8
0,1 – 0,15 14 56 17 68
0,16 - 0,2 9 36 6 24
Jumlah 25 100 25 100
Sumber: Data Primer, diolah (2017)
40

5.2.2.2 Status Usahatani

Masyarakat Desa Margoluwih pada umumnya menjadikan kegiatan


usahatani sebagai mata pencaharian sampingan untuk menambah penghasilan dan
memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Jumlah petani responden berdasarkan status
usahatani ditunjukkan dalam Tabel 12.

Tabel 12 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan status usahatani


Petani Minapadi Petani Monokultur
Status Usahatani Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
Pekerjaan Utama 9 36 13 52
Pekerjaan Sampingan 16 64 12 48
Jumlah 25 100 25 100
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

Tabel 12 menunjukkan bahwa sebanyak 16 orang (64%) responden petani


minapadi menyatakan usahatani minapadi sebagai pekerjaan sampingan dan
hanya 9 orang (36%) responden petani minapadi yang menyatakan usahatani
minapadi sebagai pekerjaan utama. Petani minapadi sebagian besar memiliki
pekerjaan utama menjadi buruh pabrik, tukang bangunan, karyawan, dan juga
satpam sehingga usahatani minapadi menjadi pekerjaan sampingan untuk
menambah penghasilan. Tabel 12 juga menyajikan data petani monokultur lebih
banyak menjadikan kegiatan usahatani sebagai pekerjaan utamanya yaitu
sebanyak 13 orang (52%) dan tidak berbeda jauh, sebanyak 12 orang petani (48%)
menjadikan usahatani monokultur sebagai pekerjaan sampingan dan memiliki
pekerjaan utama sebagai buruh pabrik dan tukang bangunan.

5.2.2.3 Pengalaman Budidaya Padi

Keberhasilan usahatani petani responden tidak terlepas dari


pengalamannya dalam mengelola lahan yang dimiliki. Oleh karena itu,
pengalaman menjadi indikator keberhasilan usahatani. Semakin lama petani
berusaha dalam budidaya padi maka akan semakin banyak pengalaman yang
diperoleh sehingga diharapkan petani mampu mengelola usahataninya menjadi
lebih baik. Hal ini dikarenakan melalui pengalaman-pengalaman sebelumnya
petani responden dapat memahami cara mengelola lahan sawah miliknya agar
41

menghasilkan produksi yang lebih berkualitas dan sesuai dengan apa yang
diinginkan. Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa pengalaman budidaya padi di
Desa Margoluwih beragam, dengan pengalaman paling rendah yaitu 3 tahun dan
paling tinggi yaitu 50 tahun. Sebagian besar petani responden minapadi memiliki
pengalam budidaya padi kurang dari 10 tahun sebanyak 8 orang (32%) hal ini
sejalan dengan usahatani minapadi yang baru mulai diusahakan sejak tahun 2012
sehinggga banyak petani yang mencoba melakukan usahatani minapadi dengan
pengalaman budidaya padi yang kurang dari 10 tahun, namun rata-rata petani
minapadi sudah memiliki pengalaman budidaya padi berkisar 10 sampai 30 tahun.

Tabel 13 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan pengalaman


budidaya padi
Petani Minapadi Petani Monokultur
Pengalaman Budidaya Padi (tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
<10 8 32 5 20
10 - 20 6 24 8 32
21 - 30 6 24 7 28
>30 5 20 5 20
Jumlah 25 100 25 100
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

Hal serupa juga terjadi pada responden petani monokultur yang sebagian
besar memiliki pengalaman budidaya padi 10 sampai 20 tahun sebanyak 8 orang
(32%) dan pengalaman budidaya padi 21 sampai 30 tahun sebanyak 7 orang
(28%). Kegiatan usahatani padi merupakan salah satu bentuk usaha yang
diperoleh secara turun temurun sehingga para petani sudah memperoleh
pengalaman budidaya padi sejak kecil.

5.2.2.4 Pengalaman Budidaya Ikan

Berbeda halnya dengan pengalaman budidaya padi yang dimiliki petani


minapadi maupun petani monokultur, pengalaman budidaya ikan hanya mengacu
kepada petani minapadi. Pengalaman budidaya ikan diperlukan karena pada
usahatani minapadi melakukan budidaya padi yang bersamaan dengan budidaya
ikan di lahan sawah. Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar petani
minapadi memiliki pengalaman budidaya ikan selama 5 sampai 10 tahun atau
42

sebanyak 13 orang petani minapadi (52%) dan sebanyak 8 orang petani minapadi
(32%) memiliki pengalaman budidaya ikan kurang dari 5 tahun.

Tabel 14 Jumlah petani minapadi berdasarkan pengalaman budidaya ikan


Petani Minapadi
Pengalaman Budidaya Ikan (tahun)
Jumlah (orang) Persentase (%)
<5 8 32
5 - 10 13 52
11 - 15 3 12
>15 1 4
Jumlah 25 100
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

5.2.2.5 Motivasi Usahatani

Pada umumnya petani di Desa Margoluwih memiliki dua alasan beragam


dalam melakukan usahataninya baik usahatani minapadi maupun usahatani
monokultur. Sebanyak 12 orang (48%) petani minapadi memilih melakukan
usahatani minapadi untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga sehari-hari,
namun tidak jauh berbeda sebanyak 13 orang petani minapadi (52%) melakukan
usahatani minapadi untuk mendapatkan tambahan penghasilan. Berbeda halnya
dengan petani monokulur yang sebagian besar melakukan usahatani monokultur
untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau sebanyak 15 orang petani monokultur
(60%) dan hanya sebanyak 10 orang (40%) yang melakukan usahatani
monokultur untuk menambah penghasilan. Motivasi petani melakukan usahatani
minapadi maupun monokultur dapat dilihat dari Tabel 15.

Tabel 15 Jumlah petani minapadi dan monokultur berdasarkan motivasi usahatani


Petani Minapadi Petani Monokultur

Motivasi Usahatani Jumlah Persentase Jumlah Persentase


(orang) (%) (orang) (%)
Harga Komoditas Tinggi 0 0 0 0
Memenuhi Kebutuhan Keluarga 12 48 15 60
Mengikuti Program Pemerintah 0 0 0 0
Tambahan Penghasilan 13 52 10 40
Jumlah 25 100 25 100
Sumber: Data Primer, diolah (2017)
43

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Penggunaan Input dan Biaya Produksi Pada Usahatani Minapadi dan
Usahatani Monkultur

Kegiatan usahatani minapadi dan monokultur menggunakan beberapa


input yang berbeda dalam memproduksi outputnya. Usahatani minapadi yang
merupakan kegiatan budidaya padi bersama dengan ikan akan menghasilkan padi
dan ikan sebagai outputnya, sedangkan usahatani monokultur merupakan kegiatan
budidaya padi saja sehingga hanya padi yang menjadi outputnya. Input yang
digunakan pada usahatani akan mempengaruhi besarnya biaya yang dikeluarkan
oleh petani, karena berbedanya input yang digunakan oleh usahatani minapadi dan
monokultur maka ada perbedaan biaya yang dikeluarkan oleh petani minapadi dan
petani monokultur dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Penelitian ini akan
menjelaskan perbedaan dari rata-rata penggunaan input yang digunakan dalam
usahatani dengan monokultur dan perbandingan dari biaya yang dikeluarkan oleh
petani minapadi maupun petani monokultur meliputi biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan.

6.1.1 Penggunaan Input Usahatani Minapadi dan Usahatani Monokultur

Input merupakan faktor utama dalam kegiatan produksi pada usahatani.


Dalam satu tahun, kegiatan usahatani baik minapadi maupun monokultur
dilakukan sebanyak tiga kali leh petani responden atau yang sering disebutkan
dalam satu tahun ada tiga kali musim tanam. Setiap musim tanam dalam
produksinya petani memiliki input tetap dan input variabel. Input tetap merupakan
input yang jumlahnya dalam jangka pendek tidak dapat diubah seperti lahan
sawah dan input variabel merupakan input yang dapat diubah jumlahnya selama
proses produksi dan akan mempengaruhi hasil produksi (Hernanto 1989). Pada
prakteknya, usahatani minapadi memiliki input variabel yang berbeda dengan
usahatani monokultur, karena selain input dalam proses produks padi, dalam
usahatani minapadi juga memerlukan input benih ikan dan pakan ikan dalam
proses produksi ikan, dan membutuhkan jumlah tenaga kerja atau lama waktu
tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan usahatani monokultur.
44

Perbedaan rata-rata penggunaan input produksi dan biaya yang dikeluarkan pada
usahatani minapadi dan monokultur terlihat dalam Tabel 16.

Tabel 16 Penggunaan input dan biaya usahatani minapadi dan monokultur


Usahatani Minapadi Usahatani Monokultur Harga
Uraian Biaya dan Input
Input Biaya Input Biaya (Rp/Satuan)

Biaya Tunai
Benih Padi (kg/ha) 54,4 553.600 41,6 427.600 10.220
Benih Ikan (kg/ha) 706 19.688.000 0 - 27.840
Pakan Ikan (kg/ha) 2190 20.373.600 0 - 9.307
Prebiotik (liter/ha) 7,6 509.200 0 - 67.120
Tetes Tebu (liter/ha) 10 68.800 0 - 4.960
Pupuk Urea (kg/ha) 84 186.000 282 727.000 1.910
Pupuk NPK (kg/ha) 74 246.000 198 710.000 2.120
Pupuk SP-36 (kg/ha) 0 - 48,4 151.000 1.570
Pupuk Phonska (kg/ha) 68 187.000 0 - 980
Pupuk Organik (kg/ha) 912 684.000 658 493.500 540
Pupuk Kandang (kg/ha) 0 - 102 129.000 460
Pestisida (liter/ha) 0 - 4,2 345.200 69.040
Herbisida (liter/ha) 0 - 3 286.000 57.200
Biaya Pengairan
420.000 264.000 342.000
(Rp/ha/musim tanam)
Biaya Sewa Traktor
708.000 644.000 676.000
(Rp/ha/musim tanam)
Biaya Sewa Lahan
3.360.000 2.333.333 2.846.667
(Rp/ha/musim tanam)
Pajak Lahan
186.667 198.667 192.667
(Rp/ha/musim tanam)
Iuran Anggota
20.000 12.000 16.000
(Rp/musim tanam)
Simpanan Wajib
Anggota Koperasi - 20.000 20.000
(Rp/musim tanam)
Tenaga Kerja Luar
24 9.520.760 18 6.411.350 376.442
Keluarga (HOK)
Sub Total 56.711.627 13.152.650 4.723.042
Biaya yang
Diperhitungkan
Tenaga Kerja Dalam
62,8 4.972.000 23 4.108.000 128.890
Keluarga (HOK)
Penyusutan Alat
1.785.467 293.600 1.039.533
(Rp/musim tanam)
Sub Total 6.757.467 4.401.600 1.168.424
Total Biaya
63.469.093 17.554.250 5.891.466
(Rp/ha/musim tanam)
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

Rata-rata penggunaan input benih padi lebih banyak digunakan dalam


usahatani minapadi yaitu sebanyak 54,4 kg/ha dibandingkan dalam usahatani
45

monokultur yang hanya menggunakan 41,6 kg/ha dengan rata-rata harga benih
padi Rp 10.220/kg. Hal ini dapat terjadi dikarenakan pola tanam padi yang
berbeda pada usahatani minapadi dan monokultur. Jenis benih padi yang
digunakan pada usahatani minapadi dan monokultur tidaklah berbeda, petani
responden minapadi dan monokultur menggunakan jenis benih padi Ciherang atau
IR 64. Pada usahatani monokultur dilakukan pola tanam tegel atau pola segi
empat seperti ubin pada lahan sawah, sedangkan pada usahatani minapadi dari
total luas lahan sawah keseluruhan 20% digunakan sebagai kolam dalam untuk
ikan, dan sisa lahan 80% digunakan untuk menanam padi dengan pola tanam jajar
legowo 2:1. Pola tanam jajar legowo 2:1 dipakai oleh petani minapadi untuk
memaksimalkan penanaman padi pada sisa luas lahannya, sehingga dengan pola
tanam jajar legowo 2:1 petani minapadi menggunakan benih padi dengan jumlah
yang lebih banyak dibandingkan dengan petani monokultur yang menggunakan
pola tanam tegel. Pada usahatani minapadi, ikan menjadi salah satu produk
usahatani, dan ikan nila merah menjadi produk hasil usahatani minapadi di Desa
Margoluwih, sehingga benih ikan nila merah, pakan ikan, prebiotik dan tetes tebu
menjadi input dalam usahatani minapadi dan input tersebut tidak terdapat dalam
usahatani monokultur. Pengisian air dan penebaran benih ikan nila pada usahatani
minapadi dilakukan setelah 14 hari penanaman padi. Rata-rata benih ikan nila
yang digunakan oleh petani minapadi ialah sebanyak 706 kg/haatau tebaran 2
sampai 3 ekor benih setiap m2 dengan berat benih ikan 25 gr/ekor dengan rata-rata
harga benih ikan nila merah Rp 27.840/kg.
Jenis pupuk yang digunakan pada usahatani minapadi tidak jauh berbeda
dengan penggunaan pupuk usahatani minapadi. Pupuk urea, NPK, dan organik
menjadi pupuk yang sama-sama digunakan oleh usahatani minapadi maupun
usahatani monokultur, namun pada usahatani minapadi juga digunakan pupuk
phonska dan pada usahatani monokultur juga digunakan pupuk SP-36 dan pupuk
kandang. Jumlah pupuk yang digunakan juga berbeda antara usahatani minapadi
dan monokultur. Pada usahatani monokultur lebih banyak menggunakan pupuk
daripadi usahatani minapadi, usahatani monokultur per hektar lahan sawah
menggunakan pupuk urea sebanyak 282 kg, pupuk NPK 198 kg, pupuk SP-36
48,4 kg, pupuk organik 658 kg, dan pupuk kandang 102 kg, sedangkan usahatani
46

minapadi per hektar lahan sawah hanya menggunakan pupuk urea sebanyak 84
kg, pupuk NPK 74 kg, pupuk phonska 68 kg dan pupuk oganik 912 kg. Perbedaan
jenis pupuk dan jumlah pupuk dikarenakan pada usahatani monokultur terdapat
tiga kali pemupukan sedangkan dalam usahatani minapadi cukup satu kali
pemupukan dan selanjutnya pemupukan dilakukan secara alami dari kotoran ikan
dan pakan ikan, sehingga pada usahatani minapadi juga tidak menggunakan
pupuk kandang seperti yang dilakukan pada usahatani monokultur.
Input lainnya yang berbeda dalam usahatani minapadi dan monokultur
adalah penggunaan pestisida dan herbisida. Pada usahatani minapadi tentu tidak
digunakan pestisda dan herbisida untuk mengatasi hama dan gulma, karena
penggunaan tersebut dapat mempengaruhi ikan yang juga dibudidayakan pada
usahatani minapadi, dan pada usahatani minapadi gulma tidak dapat bertumbuh
karena ikan dapat memakan akar akar rumput yang dapat tumbuh menghalangi
pertumbuhan padi dan untuk hama tikus pada usahatani minapadi juga tidak
sebanyak pada usahatani monokultur karena adanya kolam dalam dan saluran
yang dibangun pada lahan usahatani minapadi. Tidak seperti pada usahatani
monokultur yang masih sering di serang hama tikus dan gulma, sehingga petani
monokultur menggunakan pestisida dan herbisida cair yang disemprotkan untuk
mengatasi serangan hama dan gulma.
Pada usahatani minapadi, dibutuhkan waktu tenaga kerja yang lebih
banyak dibandingkan pada usahatani monokultur. Waktu tenaga kerja yang
dicurahkan dalam usahatani minapadi sebanyak 62 HOK untuk tenaga kerja
dalam keluarga dan 24 HOK untuk tenaga kerja luar keluarga, sedangkan pada
usahatani monokultur hanya 23 HOK untuk tenaga kerja dalam keluarga dan 18
HOK untuk tenaga kerja luar keluarga. Waktu yang dicurahkan oleh tenaga kerja
dihitung dalam satuan hari orang kerja (HOK) lima jam per hari. Waktu tenaga
kerja dalam keluarga lebih banyak dicurahkan dibandingkan dengan tenaga kerja
luar keluarga baik dalam usahatani minapadi maupun monokultur. Hal ini terjadi
karena besarnya biaya atau upah yang dibayarkan untuk menyewa tenaga kerja
luar keluarga, sehingga petani minapadi dan petani monokultur memutuskan
untuk lebih banyak menggunakan waktu dan tenaganya sendiri dibandingkan
menyewa tenaga kerja untuk melakukan kegiatan usahataninya. Pada usahatani
47

minapadi, tenaga kerja mencurahkan waktu yang lebih banyak dalam persiapan
lahan membuat kolam dalam dan saluran atau ceren, serta adanya pemasangan
mulsa dan jaring kolam, juga tenaga kerja yang dibutuhkan untuk memeberi
pakan ikan sehari dua kali yaitu pagi dan sore yang dimulai sejak benih ikan
ditebar 14 hari setelah padi ditanam dan sampai ikan dapat dipanen 10 sampai 14
hari sebelum padi dipanen, sedangkan pada usahatani monokultur tenaga kerja
tidak mencurhakan waktunya untuk melakukan kegiatan tersebut, sehingga waktu
tenaga kerja lebih banyak dicurahkan jika melakukan usahatani minapadi
dibandingkan dengan melakukan usahatani monokultur.

6.1.2 Biaya Produksi Usahatani Minapadi dan Usahatani Monokultur

Usahatani merupakan cara petani memperoleh dan memadukan


sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan) yang terbatas
dengan tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu
(Soekartawi et al. 1986). Dalam kegiatan usahatani, biaya merupakan bentuk
pengeluaran yang harus dibayarkan terhadap segala sesuatu yang dibutuhkan
khususnya pada kegiatan produksi. Biaya usahatani minapadi maupun monokultur
merupakan nilai barang atau jasa yang digunakan untuk menghasilkan padi dan
ikan pada usahatani minapadi maupun menghasilkan padi saja pada usahatani
monoklutur. Biaya usahatani minapadi dan monokultur dalam penelitian ini
dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai (dibayarkan) dan biaya yang
diperhitungkan atau non tunai (tidak dibayarkan). Biaya tunai ini merupakan
biaya yang langsung dikeluarkan petani dalam kegiatan produksi usahatani
minapadi maupun monokultur. Sementara itu, biaya yang diperhitungkan yaitu
biaya yang secara nyata tidak dikeluarkan sebagai biaya namun pada
kenyataannya biaya tersebut harus dikeluarkan oleh petani untuk mendukung
proses produksi usahatani minapadi maupun monokultur.
Komponen biaya tunai usahatani minapadi terdiri atas benih padi, benih
ikan, pakan ikan, prebiotik, tetes tebu, pupuk urea, pupuk NPK, pupuk phonska,
pupuk organik, biaya pengairan, sewa traktor, sewa lahan, pajak lahan, iuran
anggota dan tenaga kerja luar keluarga. Komponen biaya tunai usahatani
monokultur terdiri atas benih padi, pupuk urea, pupuk NPK, pupuk SP-36, pupuk
48

organik, pupuk kandang, pestisida, herbisida, biaya pengairan, sewa traktor, sewa
lahan, pajak lahan, iuran anggota, simpanan wajib anggota koperasi, dan tenaga
kerja luar keluarga. Biaya yang diperhitungkan untuk usahatani minapadi maupun
usahatani monokultur meliputi tenaga kerja dalam keluarga dan penyusustan alat
pertanian. Data mengenai perbandinganbiaya usahatani minapadi dan usahatani
monokultur dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16 menunjukkan bahwa rata-rata biaya yang dikeluarkan pada
usahatani minapadi lebih besar dibandingkan dengan usahatani monokultur. Biaya
total yang dikeluarkan petani minapadi sebesar Rp 63.469.093 per hektar per
musim tanam sedangkan untuk petani monokultur sebesar Rp17.554.250 per
hektar per musim tanam. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perhitungan
biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan pada usahatani minapadi lebih besar
yaitu Rp 56.711.627 untuk biaya tunai dan Rp 6.757.467 untuk biaya yang
diperhitungkan, sedangkan usahatani monokultur biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan masing-masing hanya sebesar Rp 13.152.650 dan Rp 4.401.600.
Biaya yang lebih besar dikeluarkan oleh usahtani minapadi dikarenakan adanya
biaya benih ikan, pakan ikan, biaya untuk tenaga kerja yang membutuhkan waktu
lebih banyak pada usahatani minapadi dan biaya tersebut tidak dikeluarkan dalam
usahatani monokultur.
Penggunaan benih padi yang lebih banyak pada usahatani minapadi terjadi
karena pola tanam yang berbeda pada usahatani minapadi dan monokultur,
sehingga biaya yang dikeluarkan oleh petani minapadi untuk benih padi juga lebih
besar dibandingkan biaya yang dikeluarkan oleh petani monokultur untuk benih
padi. Biaya untuk benih padi pada usahatani minapadi sebesar Rp 553.600
sedangkan pada usahatani monokultur sebesar Rp 427.600. Biaya lainnya yang
dikeluarkan oleh petani minapadi namun tidak dikeluarkan oleh petani
monokultur ialah biaya benih ikan sebesar Rp 19.688.000 dan biaya pakan ikan
sebesar Rp 20.373.600, termasuk juga biaya untuk prebiotik Rp 509.200 dan
biaya untuk tetes tebu sebesar Rp 68.800.
Penggunaan pupuk yang berbeda pada usahatani minapadi dan monokultur
juga mempengaruhi biaya pupuk yang dikeluarkan. Pada usahatani minapadi
petani hanya mengeluarkan biaya untuk pupuk urea, pupuk NPK, pupuk phonska,
49

dan pupuk organik, sedangkan pada usahatani monokultur, petani mengeluarkan


biaya pupuk yang lebih besar yaitu biaya untuk pupuk urea, pupuk NPK, pupuk
SP-36, pupuk organik, dan pupuk kandang. Penggunaan pupuk yang lebih banyak
pada usahatani monokultur dikarenakan pada usahatani monokultur diperlukan
tiga kali pemupukkan, satu kali pada saat sebelum persemaian benih dan dua kali
selama pemeliharaan, sedangkan pada usahatani minapadi hanya memerlukan satu
kali pemupukkan pada saat setelah penanaman padi. Usahatani monokultur juga
mengeluarkan biaya untuk pestisda dan herbisida untuk mengatasi gulma dan
hama masing-masing sebesar Rp 345.200 dan Rp 286.000 per hektar per musim
tanam, sedangkan pada usahatani minapadi tidak mengeluarkan biaya tersebut
karna pada pelaksanaan usahatani minapadi tidak menggunakan pestisida dan
herbisida.
Berdasarkan kondisi lapang penelitian, biaya pengairan pada usahatani
minapadi lebih mahal yaitu sebesar Rp 420.000 dibandingkan pada usahatani
monokultur Rp 264.000, hal ini dikarenakan usahatani minapadi memerlukan
volume air yang lebih banyak walaupun hanya satu kali pengairan saja
dibandingkan dengan usahatani monokultur volume air yang digunakan lebih
sedikit dalam pengairannya. Hal serupa juga pada biaya sewa traktor dan sewa
lahan pada usahatani minapadi cenderung lebih mahal dibandingkan dengan
usahatani monokultur. Biaya sewa traktor dan biaya sewa lahan yang lebih mahal
pada usahatani minapadi dikarenakan lahan sawah usahatani minapadi lebih dekat
dengan akses jalan raya, selain itu juga kebanyakan petani minapadi menyewa
lahan untuk melakukan usahatani minapadi, sehingga rata-rata biaya sewa lahan
untuk usahatani minapadi lebih besar dibandingkan dengan usahatani monokultur.
Biaya pajak lahan pada usahatani minapadi lebih kecil jika dibandingkan
biaya pajak lahan pada usahatani monokultur. Hal ini terjadi karena kebanyakan
petani minapadi merupakan penyewa lahan dan sedikit pemilik lahan,
dibandingkan dengan petani monokultur yang kebanyakan pemiliki lahan
sehingga rata-rata biaya pajak lahan pada usahatani monokultur lebih besar
dibandingkan dengan rata-rata biaya pajak lahan usahatani minapadi.Iuran
anggota pada kelompok tani minapadi sebesar Rp 20.000 setiap musim tanam
sedangkan pada kelompok tani monokultur sebesar Rp 12.000, besarnya iuran
50

anggota kelompok ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama anggota masing-


masing kelompok, sehingga biaya iuaran anggota kelompok tani minapadi dan
monokultur berbeda. Simpanan wajib anggota koperasi termasuk dalam biaya
tunai usahatani monokultur karena petani responden monokultur merupakan
anggota dari koperasi.
Biaya tenaga kerja luar keluarga pada usahtani minapadi per hektar per
musim tanam yaitu sebesar Rp 9.520.760 dan pada usahatani monokultur sebesar
Rp 6.411.350 per hektar per musim tanam. Biaya tenaga kerja dalam keluarga
usahatani minapadi sebesar Rp 4.972.000 dan pada usahatani monokultur sebesar
Rp 4.108.000 per hektar per musim tanam. Biaya tenaga kerja luar keluarga
maupun dalam keluarga pada usahatani minapadi lebih besar dibandingkan pada
usahatani monokultur dikarenakan pada usahatani minapadi dilakukan kegiatan
yang tidak terdapat pada usahatani monokultur, seperti pembuatan kolam dalam
dan saluran untuk pembudidayaan ikan, adanya pemasangan mulsa dan jaring
kolam, serta pemberian pakan ikan dan pemeliharaan pada usahatani minapadi
dilakukan setiap hari, sehingga biaya tenaga kerja yang dilekuarkan oleh usahatani
minapadi lebih besar dibandingkan dengan usahatani monokultur.
Alat-alat pertanian yang digunakan pada usahatani minapadi dan
monokultur juga berbeda. Pada umumnya usahatani monokultur hanya
menggunakan cangkul, sabit, dan hand sprayer dalam melakukan kegiatan
usahatani, namun pada usahatani minapadi tidak digunakan hand sprayer untuk
menyemprotkan pestisida dan herbisida. Peralatan seperti cangkul dan sabit juga
digunakan dalam usahatani minapadi dan beberapa peralatan lain yang digunakan
pada usahatani minapadi seperti pipa saluran air, jaring penutup kolam, mulsa,
dan ember pakan, jenis peralatan tersebut hanya digunakan pada usahatani
minapadi dan tidak terdapat pada usahatani monokultur. Peralatan yang lebih
banyak digunakan pada usahatani minapadi menyebabkan penyusutan alat pada
usahatani minapadi lebih besar yaitu Rp 1.785.467 dibandingkan dengan
penyusutan alat usahatani monokultur yang hanya sebesar Rp 293.600. Pada
analisis biaya usahatani minapadi dan monokultur, didapati bahwa biaya tunai,
biaya yang diperhitungkan, dan biaya total lebih besar pada usahatani minapadi
dibandingkan dengan usahatani monokultur.
51

6.2 Perbandingan Pendapatan Usahatani Minapadi dan Usahatani


Monokultur

Analisis pendapatan usahatani dalam penelitian ini dibedakan atas dua


jenisusahatani yaitu usahatani minapadi dan monokultur. Usahatani minapadi
merupakan usahatani yang dilakukan oleh petani dengan mengembangkan
budidaya padi bersamaan dengan budidaya ikan di lahan sawah yang sama.
Sementara itu, usahatani monokultur adalah usahatani yanghanya menjalankan
budidaya padi tanpa mengembangkan budidaya ikan secara bersamaandi lahan
sawah. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan pendapatan atas biaya tunai
yang didapat dari selisih penerimaan dengan biaya tunai dan pendapatan atas
biaya total yang didapat dari selisih penerimaan dengan biaya total, selain itu juga
akan dilakukan perbandingan R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total.

6.2.1 Output Usahatani Minapadi dan Usahatani Monokultur

Output usahatani minapadi terdiri atas padi dan ikan, sedangkan output
usahatani monokultur hanya padi saja. Jenis benih padi yang digunakan oleh
petani di Desa Margoluwih pada usahatani minapadi maupun monokultur ialah
benih padi Ciherang dan IR 64. Usahatani minapadi tidak menggunakan benih
padi khusus, namun syarat utama benih padi yang cocok untuk dibudidayakan
pada usahatani minapadi ialah benih padi yang memeliki masa tanam 90 sampai
110 hari, tahan air, dan berukuran sedang. Dalam satu tahun terdapat tiga kali
musim tanam pada usahatani minapadi dan monokultur. Rata-rata petani minapadi
dan monokultur memanen padi setelah berusia 95 hari dan pada petani minapadi
pemanenan ikan dilakukan lebih dulu 10 sampai 14 hari sebelum padi dipanen.
Rata-rata output usahatani minapadi dan monokultur disajikan dalam Tabel 17.
Tabel 17 menunjukkan bahwa dilihat dari hasil panen padi, usahatani
minapadi mengahsilkan output padi yang lebih banyak yaitu 7.612 kg/ha atau
7,612 ton/ha dalam satu musim tanam dibandingkan dengan usahatani monokultur
yang hanya menghasilkan output padi sebanyak 5.652 kg/ha atau 5,652 ton/ha
dalam satu musim tanam. Berdasarkan hasil penelitian dilapang, rata-rata
kepemilikan lahan petani minapadi seluas 0,14 ha dengan luas lahan terbesar 0,2
ha dan luas lahan terkecil 0,05 ha menghasilkan rata-rata produksi padi 761,2
kgdengan produksi padi terbesar 1300 kg dan produksi padi terkecil 300 kg dan
52

juga menghasilkan rata-rata produksi ikan 254,8 kg dengan produksi ikan terbesar
370 kg dan produksi ikan terkecil 90 kg. Rata-rata kepemilikan lahan petani
monokultur seluas 0,13 hektar dengan luas lahan terbesar 0,2 ha dan luas lahan
terkecil 0,08 ha menghasilkan rata-rata produksi padi 565,2 kg dengan produksi
padi terbesar 1200 kg dan produksi padi terkecil 200 kg hal ini terjadi pada petani
monokultur yang mengalami gagal panen akibat serangan hama tikus dan padi
yang roboh akibat angin kencang.
Perbedaan jumlah produksi yang dihasilkan antara usahatani minapadi dan
monokuktur juga terjadi karena benih yang ditanam pada usahatani minapadi
lebih banyak dibandingkan dengan usahatani monokultur, walaupun luas lahan
yang dipakai untuk menanam padi pada usahatani minapadi lebih sedikit karena
20% dari lahan digunakan untuk kolam dalam dan saluran air, namun sistem pola
tanam jajar legowo 2:1 yang membuat usahatani minapadi tetap membutuhkan
benih padi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan usahatani monokultur
yang memiliki sistem pola tanam tegel atau segi empat seperti ubin. Pola tanam
jajar legowo 2:1 juga membuat padi tumbuh lebih baik dikarenakan pencahayaan
sinar matahari yang tepat dan menyeluruh bagi tanaman padi, dibandingkan
dengan sistem pola tanam tegel yang hanya bagian pinggir tanaman padi yang
mendapat sinar matahari secara menyeluruh. Sistem pola tanam yang berbeda ini
juga mempengaruhi hasil produksi padi yang berbeda.

Tabel 17 Output usahatani minapadi dan usahatani monokultur


Usahatani Minapadi Usahatani Monokultur
Hasil Produksi
Jumlah (kg/ha) Jumlah (kg/ha)
Padi 7.612 5.652
Ikan 2.548 0
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

Hal lain yang menyebabkan hasil padi pada usahatani minapadi


lebih banyak dibandingkan dengan usahatani monokultur ialah pemeliharaan dan
pengelolaan usahatani yang dilakukan pada usahatani minapadi. Pemupukkan
oleh petani minapadi hanya dilakukan satu kali pada saat penanaman padi, dan
selanjutnya pemupukkan dilakukan secara alamiah dengan kotoran dan makanan
ikan selama ikan hidup di lahan sawah. Pemupukan secara alamiah pada usahatani
53

minapadi dengan kotoran ikan dan pakan ikan memberi kontibusi postif pada
kesuburan lahan sawah dan selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan padi
pada usahatani minapadi, sehingga hasil produksi padi pada usahatani minapadi
lebih banyak dibandingkan dengan hasil produksi padi usahatani monokultur.
Komposisi pupuk kimia yang digunakan usahatani minapadi juga lebih sedikit
dibandingkan pupuk kimia yang digunakan pada usahatani monokultur. Benih
ikan yang ditebar dan hidup di lahan sawah bersamaan dengan padi memberikan
pengaruh positif bagi pertumbuhan tanaman padi. Ikan yang hidup di lahan sawah
memakan akar-akar rumput sebelum tumbuh menjadi gulma bagi padi. Pakan ikan
dan kotoran ikan menjadi pupuk alami bagi tanaman padi, serta dengan adanya
kolam dalam untuk budidaya ikan di lahan sawah dapat mengurangi serangan
hama tikus bagi tanaman padi, sehingga hal ini menyebabkan hasil padi yang
dibudidayakan pada usahatani minapadi lebih banyak dibandingkan pada hasil
padi yang dibudidayakan pada usahatani monokultur.
Jenis ikan yang menjadi output dari usahatani minapadi ialah ikan nila
merah. Rata-rata output ikan nila merah yang dihasilkan pada kegiatan usahatani
minapadi sebanyak 2.548 kg/ha, dengan rata-rata benih yang ditebar sebanyak 706
kg/ha atau tebaran 2 sampai 3 ekor benih setiap m2dengan berat benih ikan
pembesaran 25 gr/ekor. Ikan yang dibudidayakan di lahan sawah bersama dengan
budidaya padi juga memberikan keuntungan bagi pertumbuhan ikan, akar-akar
rumput sebelum tumbuh menjadi gulma dan menggangu pertumbuhan tanaman
padi dapat dimakan oleh ikan dan menjadi makanan alami bagi ikan selain tetap
adanya pemberikan pakan ikan berupa pelet. Pemberian pakan ikan harus
dilakukan dua kali sehari yaitu pagi dan sore selama 60 sampai 70 hari masa
pemeliharaan ikan di lahan sawah sampai ikan siap dipanen 10 sampai 14 hari
sebelum padi dipanen. Ikan yang siap dipanen adalah ikan yang memiliki berat
200 sampai 250 gr/ekor. Prebiotik dan tetes tebu yang ada pada usahatani
minapadi dicampurkan pada pelet agar kandungan pakan ikan dapat membantu
pertumbuhan ikan yang hidup di lahan sawah secara optimal. Ikan nila merah
sebagai output yang juga dihasilkan pada usahatani minapadi menambah
keuntungan bagi petani dalam memaksimalkan pemanfaatan lahan sawah serta
54

ikan nila merah menjadi output yang dapat memberikan penerimaan bagi petani
ketika petani dihadapkan pada kondisi gagal panen padi.

6.2.2 Penerimaan Usahatani Minapadi dan Usahatani Monokultur

Penerimaan usahatani merupakanjumlah output usahatani dikalikan


dengan harga jual yang berlaku. Penerimaan ini merupakan pendapatan kotor
sebelum dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses produksi. Output
usahatani minapadi berupa padi dan ikan nila merah sedangkan output usahatani
monokultur hanya padi saja yang selanjutnya output dari usahatani minapadi
maupun monokultur dijual dengan harga yang berlaku di pasar sehingga akan
diperoleh penerimaan kotor usahatani. Perbandingan rata-rata penerimaan
usahatani minapadi dan usahatani monokultur ditunjukkan pada Tabel 18.
Tabel 18 menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan petani yang
melakukan usahatani minapadi lebih tinggi dari rata-rata penerimaan petani yang
melakukan usahatani monokultur. Total penerimaan petani per hektar per musim
tanam pada usahatani minapadi sebesar Rp 91.919.200 sedangkan total
penerimaan petani per hektar per musim tanam pada usahatani monokultur
sebesar Rp 20.750.800. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan output yang
dihasilkan pada usahatani minapadi dan usahatani monokultur. Usahatani
minapadi mneghasilkan padi dan ikan sedangkan usahatani monokultur hanya
menghasilkan padi saja.

Tabel 18 Penerimaan usahatani minapadi dan usahatani monokultur


Usahatani Minapadi Usahatani Monokultur
Produksi
Penerimaan Penerimaan
Padi (kg/ha) 29.635.200 20.750.800
Ikan (kg/ha) 62.284.000 0
Total Penerimaan
91.919.200 20.750.800
(Rp/Ha/Musim Tanam)
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

Harga jual padi pada masing-masing usahatani juga dipengaruhi oleh


kualitas padi yang dihasilkan dan didapati bahwa kualitas padi hasil budidaya
minapadi lebih bagus dibandingkan hasil padi budidaya monokultur karena padi
yang dihasilkan usahatani minapadi tanpa pestisida dan herbisida, sehingga harga
55

jual yang diterima berbeda antara petani minapadi dan petani monokultur. Harga
rata-rata untuk gabah padi pada usahatani minapadi Rp 3.896 per kg, sedangkan
harga rata-rata gabah padi pada usahatani monokultur Rp 3.668 per kg. Harga
didapat dari hasil negosiasi petani dengan pedagang yang datang pada saat panen
padi di lahan sawah. Harga rata-rata penjualan ikan nila merah hasil usahatani
minapadi sebesar Rp 24.480 per kg. Harga jual ikan nila merah juga didapat dari
hasil negosiasi petani dengan pedagang yang datang pada saat panen ikan nila
merah dilakukan di lahan sawah.

6.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani Minapadi dan Usahatani Monokultur

Pendapatan usahatani minapadi dan usahatani monokultur dalam


penelitian ini dianalisis berdasarkan pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan
atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari selisih antara
penerimaan dengan biaya tunai sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh
dari selisih antara penerimaan dengan biaya total. Pendapatan atas biaya total akan
lebih rendah dibandingkan pendapatan atas biaya tunai. Hal ini dikarenakan dalam
analisis pendapatan atas biaya total memperhitungkan seluruh biaya termasuk
tenaga kerja dalam keluarga dan penyusutan alat, sedangkan pada analisis
pendapatan atas biaya tunai tidak memperhitungkan hal tersebut.

Tabel 19 Analisis pendapatan usahatani minapadi dan usahatani monokultur


Usahatani Usahatani
Selisih
Komponen Minapadi Monokultur
Penerimaan 91.919.200 20.750.800 71.168.400
Biaya Tunai 56.711.627 13.152.650 43.558.977
Biaya yang Diperhitungkan 6.757.467 4.401.600 2.355.867
Biaya total 63.469.093 17.554.250 45.914.843
Pendapatan Atas Biaya Tunai 35.207.573 7.598.150 27.609.423
Pendapatan Atas Biaya total 28.450.107 3.196.550 25.253.557
R/C Tunai 1,6 1,5 0,1
R/C Total 1,4 1,1 0,3
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 19, total penerimaan usahatani
minapadi sebesar Rp 91.919.200 per hektar per musim tanam dan total
penerimaan usahatani monokultur sebesar Rp 20.750.800 per hektar per musim
tanam. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan hasil produksi dari
56

masing-masing usahatani. Petani minapadi mendapat penerimaan dari hasil


penjualan padi dan ikan sedangkan petani monokultur hanya mendapatkan
penerimaan dari hasil penjualan padi saja. Biaya total usahatani minapadi yaitu
sebesar Rp 63.469.093 per hektar dalam satu musim tanam. Biaya ini memiliki
proporsi yang lebih besar daripada biaya total yang dikeluarkan dalam usahatani
monokultur yaitu sebesar Rp 17.554.250 per hektar dalam satu musim tanam. Hal
tersebut dikarenakan adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani
minapadi untuk melakukan usahataninya berupa biaya tunai seperti benih ikan,
pakan ikan, prebiotik, tetes tebu, upah terhadap waktu tenaga kerja luar keluarga
yang lebih banyak pada usahatani minapadi dan juga biaya non tunai berupa
penyusustan alat dan pemberian upah terhadap tenaga kerja dalam keluarga yang
membutuhkan waktu lebih banyak dalam pengelolaan usahatani minapadi.
Adapun pendapatan usahatani yang diperoleh petani minapadi dan petani
monokultur bernilai positif yang artinya kedua usahatani tersebut memperoleh
keuntungan atas usahatani yang dijalankan. Pendapatan atas biaya tunai usahatani
minapadi memiliki jumlah yang lebih tinggi yaitu Rp 35.207.573 dibandingkan
dengan usahatani monokultur sebesar Rp 7.598.150 dengan selisih Rp 27.609.423.
Data hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total pada
usahatani minapadi memiliki jumlah yang juga lebih tinggi yaitu Rp 28.450.107
dibandingkan dengan usahatani monokultur sebesar Rp 3.196.550 dengan selisih
Rp 25.253.557. Pendapatan atas biaya total lebih rendah jika dibandingkan
dengan pendapatan atas biaya tunai, karena pendapatan total merupakan selisih
anatar penerimaan dan biaya total yang memperhitungkan seluruh biaya yang
secara tunai dibayarkan maupun secara non tunai atau yang diperhitungkan. Data
analisis pendapatan menunjukkan bahwa usahatani minapadi yang melakukan
budidaya padi bersamaan dengan ikan terbukti lebih menguntungkan
dibandingkan dengan usahatani monokultur yang hanya melakukan budidaya padi
saja di lahan sawah. Berdasarkan informasi dilapang, didapati bahwa usahatani
minapadi juga menguntungkan petani ketika petani mengalami kondisi gagal
panen padi karena petani tetap mendapatkan penerimaan dari hasil penjualan ikan.
Tingkat keuntungan usahatani minapadi dan monokultur dapat dilihat dari
nilai R/C rasio yang diperoleh dari kedua usahatani tersebut. Berdasarkan data
57

yang diperoleh, Tabel 19 menunjukkan bahwa nilai rata-rata R/C atas biaya tunai
usahatani minapadi per hektar dalam satu musim tanam ialah 1,6 dan nilai rata-
rata R/C atas biaya tunai untuk usahatani monokultur senilai 1,5 sedangkan nilai
rata-rata R/C atas biaya total usahatani minapadi per hektar dalam satu musim
tanam ialah 1,4 dan nilai rata-rata R/C atas biaya total untuk usahatani monokultur
senilai 1,1. R/C atas biaya tunai maupun atas biaya total usahatani minapadi dan
monokultur bernilai lebih dari 1yang artinya kedua usahatani tersebut
menguntungkan secara ekonomi, namun R/C atas biaya tunai maupun atas biaya
total pada usahatani minapadi lebih besar dibandingkan dengan usahatani
monokultur, sehingga dapat dikatakan bahwa jika dilihat dari tingkat keuntungan
berdasarkan R/C rasio, usahatani minapadi lebih menguntungkan secara ekonomi
dibandingkan dengan usahatani monokultur.

6.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Melakukan


Usahatani Minapadi

Petani melakukan berbagai tindakan untuk memperoleh tambahan


penghasilan, salah satunya dengan cara mengembangkan usahatani ke bidang
budidaya perikanan bersamaan dengan usahatani padi yang dijalankan. Hal
tersebut dilakukan petani di Desa Margoluwih dengan melakukan budidaya padi
bersama dengan budidaya ikan di lahan sawah yang sama atau disebut sebagai
usahatani minapadi. Tingginya resiko usahatani padi terhadap iklim dan cuaca,
turut mendorong petani untuk melakukan usahatani minapadi selain karena faktor
pendapatan, serta usahatani minapadi ini juga merupakan cara petani dalam
memanfaatkan sumberdaya lokal yang ada khusunya dalam memaksimalkan
pemanfaatan lahan sawah. Petani di Desa Margoluwih sudah ada yang melakukan
usahatani minapadi, namun masih ada petani yang belum mengembangkan
usahataninya ke bidang budidaya perikanan atau hanya melakukan usahatani padi
monokultur saja. Pada sub bab ini aka dikaji faktor-fakor yang mempengaruhi
keputusan petani untuk melakukan usahatani minapadi.
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh dalam pengambilan keputusan
oleh petani dianalisis dengan model regresi logistik. Variabel independen yang
diduga berpengaruh dalam pengambilan keputusan tersebut diantaranya tingkat
58

pendidikan formal (X1), luas lahan sawah (X2), umur petani (X3), jumlah
tanggungan keluarga (X4), pengalaman budidaya padi (X5), dan jarak lahan sawah
dengan sumber air (X6). Variabel dependen dalam model ini adalah keputusan
petani untuk melakukan usahatani minapadi yang bernilai “satu” dan keputusan
petani untuk tidak melakukan usahatani minapadi atau melakukan usahatani
monokultur bernilai “nol”. Pengolahan model regresi logistik menggunakan
program Minitab 15.0 for windows. Hasil olah data untuk mengestimasi faktor-
faktor yang mempengaruhi keputusan petani dapat dilihat pada Tabel 20.
Pengujian keseluruhan model logit dapat dilakukan dengan melakukan uji
G yang menyebar menurut sebaran Khi-kuadrat. Pengujian dapat dilakukan
dengan membandingkan antara nilai G dan nilai Khi kuadrat pada α tertentu
dengan derajat bebas k-1, namun apabila menggunakan program Minitab 15.0 for
windows dapat melihat dari nilai P yang menunjukkan model regresi logistik
secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan petani untuk melakukan
usahatani minapadi apabila nilai P yang dihasilkan kurang dari taraf nyata yang
digunakan yaitu 5% (α = 5%).

Tabel 20 Hasil estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam


melakukan usahatani minapadi
Predictor Coef P Odd Ratio
Constant 8,48080 0,066
Pendidikan (X1) 0,211695 0,361 1,24
Luas Lahan Sawah (X2) -0,0001182 0,896 1,00
Umur Petani (X3) -0,211064 0,003 0,81
Jumlah Tanggungan Keluarga (X4) -0,223802 0,559 0,80
Pengalaman Budidaya Padi (X5) 0,102956 0,029 1,11
Jarak Lahan Sawah dengan Sumber Air (X6) -0,0009743 0,322 1,00
Sumber: Data Primer, diolah (2017)

Berdasarkan hasil olahan data regresi logistik yang disajikan pada


Lampiran didapatkan nilai Log-Likelihood sebesar -23,759 menghasilkan nilai G
sebesar 21,797 dengan nilai P sebesar 0,001. Nilai P yang dihasilkan berada
dibawah taraf nyata 5% (α = 5%), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi
logistik secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan petani untuk melakukan
usahatani minapadi. Adapun uji kebaikan model atau Goodness of Fit dapat
dilihat pada Pearson, Deviance, dan Hosmer-Lameshow. Nilai P dari Pearson
sebesar 0,340 dan untuk Deviance sebesar 0,294, sedangkan nilai P dari Hosmer-
Lameshow yaitu 0,460. Nilai P ketiganya menunjukkan nilai yang lebih besar dari
59

taraf nyata 5% (α = 5%) sehingga dapat disimpulkan model tersebut layak untuk
digunakan dalam prediksi.
Pada penelitian Abuasir et al. (2004) salah satu variabel yang digunakan
untuk melihat faktor yang mempengaruhi petani adopsi usahatani minapadi di
Desa Pujo Rahayu, Belitang, Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan yaitu
variabel keuntungan relatif, sehingga pada penelitian ini juga pada awal model
regresi logistik memakai variabel keuntungan, namun setelah data hasil penelitian
diolah dalam Minitab 15.0 for windows terdapat masalah dalam pengolahan data
model regresi logistik yaitu model tidak mencapai konvergen atau kegagalan
konvergensi untuk variabel keuntungan selama diiterasi oleh program Minitab
15.0 for windows. Dalam statistik masalah tersebut dikenal sebagai convergance
failure pada model regresi logistik, suatu keadaan saat terjadi kegagalan
konvergensi pada model akibat adanya complete separate yaitu nilai maksimum
pada variabel dependen “nol” tidak mencapai nilai minimum pada variabel
dependen “satu” karena variabel dependen pada regresi logistik merupakan
variabel dikotomi yaitu “satu” dan “nol” sehingga hasil yang didapat oleh model
tidak dapat dipercaya dan tidak signifikan, untuk itu variabel yang diduga memicu
adanya kegagalan konvergensi tidak diikutsertakan dalam model regresi logistik
(Allison 2008).
Hal tersebut terjadi pada penelitian ini,variabel dependen “satu” untuk
keputusan melakukan usahatani minapadi dan variabel dependen “nol” untuk
keputusan tidak melakukan usahatani minapadi atau melakukan usahatani
monokultur. Saat variabel keuntungan responden minapadi dan monokultur
diikutsertakan dalam model maka terdapat kegagalan konvergensi karena
keuntungan maksimum pada petani monokultur tidak mencapai keuntungan
minimum petani minapadi, sehingga terjadi complete separate pada model regresi
logistik. Berdasarkan hasil penelitian, keuntungan maksimum petani monokultur
memang tidak mencapai keuntungan minimum petani minapadi, sehingga untuk
mengatasi masalah complete separate tersebut keuntungan tidak lagi menjadi
variabel yang diikutsertakan untuk melihat faktor yang mempengaruhi keputusan
petani melakukan usahatani minapadi dan hanya tingkat pendidikan formal, luas
lahan sawah, umur petani, jumlah tanggungan keluarga, pengalaman budidaya
60

padi, dan jarak lahan sawah dengan sumber air menjadi variabel yang digunakan
dalam model regresi logistik.

6.3.1 Variabel yang Signifikan

Hasil olah data menunjukkan terdapat dua variabel yang signifikan dalam
model regresi logistik ini, yaitu variabel umur petani (X3) dan pengalaman
budidaya padi (X5). Variabel umur petani (X3) memiliki nilai signifikan secara
statistik pada taraf nyata 5% (α = 5%) dengan nilai P sebesar 0,003. Nilai
koefisien bertanda negatif yang menunjukkan bahwa semakin tinggi umur petani
maka keinginan untuk melakukan usahatani minapadi semakin berkurang. Nilai
odd ratio sebesar 0,81 yang berarti bahwa setiap kenaikan umur petani satu tahun
maka peluang untuk melakukan usahatani minapadi 0,81 kali lebih kecil
dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan usahatani minapadi, cateris
paribus. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan umur petani akan
mengurangi peluang untuk melakukan usahatani minapadi, dengan demikian
petani yang tergolong dalam usia muda memiliki peluang lebih besar untuk
melakukan usahatani minapadi.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian, rata-rata umur
petani minapadi berada pada usia yang lebih muda dibandingkan dengan umu
petani monokultur. Mengacu pada Tabel 7 yang menunjukkan bahwa umur petani
minapadi kurang dari 35 tahun sebesar 16% dan petani minapadi dengan umur 35
sampai 44 tahun sebesar 32%, sedangkan pada petani monokultur tidak terdapat
petani yang memiliki umur kurang dari 44 tahun, kebanyakan petani monokultur
berada pada kisaran umur 45 sampai 54 tahun sebesar 48% dan umur 55 sampai
64 tahun sebesar 48%. Umur petani minapadi cenderung lebih muda
dibandingkan dengan umur petani monokultur menunjukkan bahwa umur petani
responden yang lebih muda memiliki keinginan dan kemampuan untuk
mengembangkan usahataniagar mendapatkan keuntungan maksimal dalam
pemanfaatan lahan dengan mengintegrasikan budidaya padi bersamaan dengan
budidaya ikan di lahan sawah yang sama. Umur petani akan berpengaruh terhadap
kinerja dan tenaga dalam mengelola usahataninya. Semakin tua umur petani maka
tingkat produktivitas petani dalam bekerja akan lebih rendah dibandingkan petani
61

yang memiliki umur lebih muda. Oleh karena itu, penerapan usahatani minapadi
ini membutuhkan petani yang tergolong dalam umur produktif karena usahatani
minapadi cenderung memerlukan curahan waktu dan tenaga yang lebih banyak
dibandingkan usahatani monokultur.
Variabel pengalaman budidaya padi (X5) memiliki nilai signifikan secara
statistik pada taraf nyata 5% (α = 5%) dengan nilai P sebesar 0,029. Nilai
koefisien bertanda positif yang menunjukkan bahwa semakin lama pengalaman
budidaya padi yang dimiliki petani maka akan meningkatkan peluang untuk
melakukan usahatani minapadi. Nilai odd ratio sebesar 1,11 artinya setiap
kenaikan pengalaman budidaya padi satu tahun maka peluang petani untuk
melakukan usahatani minapadi 1,11 kali lebih besar dibandingkan peluangnya
untuk tidak melakukan usahatani minapadi, cateris paribus. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa kecendrungan untuk melakukan usahatani minapadi adalah
petani yang memiliki pengalaman budidaya padi lebih lama, karena semakin lama
pengalaman yang dimiliki dalam budidaya padi, maka akan mendorong petani
untuk melakukan pengembangan usahataninya dalam memanfaatkan lahan sawah
agar meningkatkan hasil produksi dan pendapatannya. Berdasarkan kondisi di
lapangan, pengalaman budidaya padi lebih lama dimiliki oleh petani responden
yang melakukan usahatani monokultur. Tabel 13 menunjukkan bahwa sebesar
28% petani monokultur memiliki pengalaman budidaya padi 21 sampai 30 tahun
sedangkan petani minapadi hanya sebesar 24%, walaupun sebesar 20% petani
minapadi dan petani monokultur memiliki pengalaman budidaya padi lebih dari
30 tahun namun kebanyakan petani minapadi memiliki pengalaman budidaya padi
kurang dari 10 tahun yaitu sebesar 32%.
Hal ini menunjukkan bahwa `kebanyakan petani responden yang
melakukan usahtani minapadi belum cukup lama memiliki pengalaman budidaya
padi, walaupun seharusnya petani yang memiliki pengalaman budidaya padi lebih
lama memiliki dorongan untuk mengembangkan usahataninya agar mendapatakan
keuntungan maksimal dalam pemanfataan lahan sawah, namun yang terjadi
dilapang petani yang memiliki pengalaman budidaya padi yang lebih lama sudah
terbiasa dengan pemanfaatan lahan untuk budidaya padi saja atau monokultur dan
enggan untuk melakukan usahatani minapadi. Sebesar 32% petani minapadi yang
62

memiliki pengalaman budidaya padi kurang dari 10 tahun memang tergolong baru
dalam menjalankan usahatani padi, namun memiliki dorongan untuk
mengembangkan usahatani padi miliknya menjadi usahatani minapadi guna
meningkatkan keuntungan. Oleh karena itu, semakin lama pengalaman budidaya
padi yang dimiliki petani responden seharusnya akan mendorong petani untuk
melakukan usahatani minapadi untuk meningkatkan pendapatan petani dalam
memaksimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan yang dimilikinya, walaupun hasil
penelitian dilapang menunjukkan kebanyakan petani responden yang melakukan
usahatani minapadi tergolong belum lama memiliki pengalaman budidaya padi.

6.3.2 Variabel yang Tidak Signifikan

Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olah data adalah variabel
pendidikan (X1), luas lahan sawah (X2), jumlah tanggungan keluarga (X4), dan
jarak lahan sawah dengan sumber air (X6). Variabel pendidikan (X1) tidak
signifikan secara statistik dengan nilai P sebesar 0,361 yang lebih besar dari taraf
nyata 5% (α = 5%) sehingga pengaruh pendidikan dapat diabaikan secara statistik.
Berdasarkan hasil penelitian dilapang, tingkat pendidikan petani responden
minapadi maupun monokultur rata-rata sudah tamat SMP dan tamat SMA.
Mengacu pada Tabel 8 sebesar 28% petani minapadi tamat SMP dan sebesar 64%
petani minapadi sudah tamat SMA bahkan terdapat 8% petani minapadi yang
merupakan seorang sarjana, sedangkan sebesar 40% petani monokultur sudah
tamat SMP dan jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan petani minapadi,
namun sebesar 56% petani monokultur juga sudah tamat SMA dan terdapat 4%
petani monokultur yang lulus akademi D2. Semakin tinggi tingkat pendidikan
formal seorang petani, maka seharusnya akan semakin mudah bagi petani untuk
memahami dan melakukan adopsi sitem usahatani minapadi dibandingkan dengan
petani berpendidikan rendah, namun berdasarkan kondisi lapang tingkat
pendidikan kebanyakan petani minapadi dan petani monokultur cenderung sama,
sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap tingkat pendidikan antara
petani minapadi dengan petani monokultur. Oleh karena itu, tingkat pendidikan
tidak memiliki kecendrungan dalam pengambilan keputusan petani untuk
melakukan usahatani minapadi.
63

Variabel luas lahan sawah (X2) tidak signifikan karena memilik nilai P
sebesar 0,896 yang lebih besar dari taraf nyata 5% (α = 5%) sehingga pengaruh
luas lahan sawah dapat diabaikan secara statistik. Berdasarkan kondisi lapangan,
luas lahan sawah tidak menentukan keputusan petani untuk melakukan usahatani
minapadi karena luas lahan yang dimiliki atau yang dikelola oleh petani minapadi
dan petani monokultur memiliki luas lahan sawah yang sama. Mengacu pada
Tabel 11 sebesar 8% petani minapadi dan petani monokultur mengelola lahan
sawah seluas kurang dari 0,1 hektar, 56% petani minapadi dan 68% petani
monokultur mengelola lahan sawah seluas 0,1 sampai 0,15 hektar, dan 36% petani
minapadi serta 24% petani monokulutr mengelola lahan seluas 0,16 sampai 0,2
hektar.Petani yang memiliki luas lahan yang terbatas seharusnya akan cenderung
untuk mengembangkan usahataninya dan memanfaatkan secara optimal lahan
sawah miliknya agar dapat memperoleh tambahan penghasilan sehingga terdorong
untuk melakukan usahatani minapadi, namun berdasarkan kondisi lapang rata-rata
responden petani minapadi dan monokultur sama-sama mengelola lahan yang
tidak lebih dari 0,2 hektar, sehingga luas lahan sawah yang dikelola oleh petani
minapadi tidak berbeda dengan luas lahan sawah pada usahatani monokultur.
Oleh karena itu, luas lahan sawah tidak menjadi faktor dalam pengambilan
keputusan petani untuk melakukan usahatani minapadi.
Variabel jumlah tanggungan keluarga (X4) tidak signifikan secara statistik
dengan nila P sebesar 0,559 yang lebih besar dari taraf nyata 5% (α = 5%)
sehingga pengaruh jumlah tanggungan keluarga dapat diabaikan secara statistik.
Semakin banyak jumlah anggota keluarga petani seharusnya akan menyebabkan
semakin banyak biaya yang diperlukan oleh petani untuk memenuhi kebutuhan
hidup keluarga sehari-hari sehingga terdapat dorongan bagi petani untuk
meningkatkan pendapatannya dengan melakukan usahatani minapadi, namun
kenyataan yang terjadi di lapangan menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga
petani minapadi maupun petani monokultur tidak berpengaruh signifikan karena
petani minapadi maupun petani monokultur rata-rata memiliki 3 orang
tanggungan dalam keluarganya, mengacu pada Tabel 9 sebesar 52% petani
minapadi dan 36% petani monokultur memiliki 3 orang tanggungan keluarga dan
tidak ada responden petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih dari
64

5 orang. Sebagian besar tanggungan petani responden di Desa Margoluwih masih


berada pada usia sekolah sehingga tidak dapat dijadikan tenaga kerja dalam
keluarga pada usahatani. Jika dilihat dari jumlah tanggungan keluarga petani
minapadi maupun petani monokultur, maka terlihat bahwa jumlah tanggungan
keluarga tidak memilki kecendrungan dalam pengambilan keputusan petani untuk
melakukan usahatani minapadi.
Variabel lainnya yang tidak signifikan ialah variabel jarak lahan sawah
dengan sumber air (X6) dengan nilai P 0,322 yang lebih besar dari taraf nyata 5%
(α = 5%) sehingga pengaruh jarak lahan sawah dengan sumber airdapat diabaikan
secara statistik. Jarak lahan sawah dengan sumber air akan mempengaruhi
pelaksanaan usahatani minapadi karena terkait dengan ketersediaan air. Hal ini
menjadi penting karena usahatani minapadi dapat dilaksanakan jika ketersediaan
air mencukupi untuk pengairian sawah dan juga pengisian air pada kolam dalam
tempat budidaya ikan. Jika ketersediaan air sulit terpenuhi, maka usahatani
minapadi juga akan sulit dilakukan karena ketersediaan air menjadi faktor penting
dalam keberhasilan usahatani minapadi. Jarak lahan sawah dengan sumber air
akan menunjukkan ketersediaan air untuk pengairan lahan sawah. Semakin jauh
jarak lahan sawah dengan sumber air maka ketersediaan air akan semakin
terbatas, sedangkan semakin dekat lahan sawah dengan sumber air maka
ketersediaan air akan lebih banyak, maka seharusnya akan mendorong petani
untuk melakukan usahatani minapadi.
Berdasarkan kondisi di lapang, selokan mataram yang melewati Desa
Margoluwih menjadi sumber air yang mengairi lahan sawah di Desa Margoluwih.
Lahan sawah untuk usahatani minapadi dan monokultur dapat terairi dengan baik
dengan sistem irigasi teknis dari selokan mataram. Jarak lahan sawah minapadi
maupun monokultur dengan selokan mataram sebagai sumber air untuk pengairan
lahan sawahtidak signifikan berbeda karena jaraknya tidak lebih dari 2000 meter
dari lahan sawah, maka dapat disimpulkan bahwa jarak lahan sawah dengan
sumber air yang menunjukkan ketersediaan air untuk pengairan lahan sawah tidak
mempengaruhi keputusan petani untuk melakukan usahatani minapadi.
Hasil olah data model regresi logistik dengan Minitab 15.0 for windows
ditampilkan juga hubungan antara nilai aktual peubah dependen dengan dugaan
65

peluangnya. Nilai Concordant menyimpulkan bahwa 84,6 persen petani dengan


kategori melakukan usahatani minapadi mempunyai peluang lebih besar untuk
melakukan usahatani minapadi. Adapun nilai Discordant menunjukkan 15 persen
pengamatan dengan kategori tidak melakukan usahatani minapadi atau kategori
melakukan usahatani monokultur mempunyai peluang lebih besar untuk
melakukan usahatani minapadi. Sementara itu, nilai Ties sebesar 0,3 persen dapat
diartikan bahwa persentase pengamatan dengan peluang pada ketegori melakukan
usahatani minapadi sama dengan peluang pada kategori melakukan usahatani
monokultur yaitu sebesar 0,3 persen.
66
67

VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan sebagai


berikut:
1. Terdapat perbedaan penggunaan input yang digunakan oleh usahatani
minapadi dan usahatani monokultur di Desa Margoluwih. Pada usahatani
minapadi dibutuhkan benih ikan, pakan ikan, prebiotik, tetes tebu sedangkan
pada usahatani monokultur tidak memerlukan input tersebut, tetapi pada
usahatani monokultur terdapat input pestisida dan herbisida yang tidak
digunakan dalam usahatani minapadi. Penggunaan komposisi pupuk pada
usahatani monokultur lebih banyak dibandingkan pada usahatani minapadi,
namun pada usahatani minapadi membutuhkan waktu tenaga kerja yang lebih
banyak dibandingkan dengan usahatani monokultur. Biaya terbesar yang
dikeluarkan oleh petani minapadi terdapat pada biaya benih ikan dan pakan
ikan masing-masing senilai Rp 19.688.000 dan Rp 20.373.600 per hektar per
musim tanam, sehingga biaya total yang dikeluarkan oleh petani minapadi
sebesar Rp 63.469.093 per hektar dalam satu musim tanamsedangkan untuk
petani monokultur hanya sebesar Rp17.554.250.
2. Perbandingan pendapatan antara usahatani minapadi dan monokultur di Desa
Margoluwih menunjukkan bahwa usahatani minapadi yang melakukan
budidaya padi bersama dengan budidaya ikan di lahan sawah lebih
menguntungkan dibandingkan dengan usahatani monokultur yang hanya
melakukan budidaya padi saja. Pendapatan yang diperoleh petani minapadi
per hektar selama satu musim tanam sebesar Rp 28.450.107 dibandingkan
dengan usahatani monokultur sebesar Rp 3.196.550.
3. Faktor sosial ekonomi yang berpengaruh secara nyata terhadap keputusan
petani dalam melakukan usahatani minapadi di Desa Margoluwih yaitu umur
petani dan pengalaman budidaya padi.
68

7.2 Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan serta simpulan yang telah dijelaskan,


maka saran yang dapat disampaikan adalah:

1. Dalam melakukan usahatani minapadi petani mengeluarkan biaya yang besar


untuk pembelian pakan ikan dan benih ikan yaitu sebesar 31% dan 32% dari
total biaya yang dikeluarkan petani, sehingga untuk mengurangi biaya
tersebut petani minapadi dapat meningkatkan peran kelompok tani minapadi
untuk melakukan usaha pembuatan pakan ikan dan pembenihan ikan secara
mandiri. Dinas pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman
bersama penyuluh lapang dapat memberikan sosialisasi terkait pembuatan
pakan ikan dan pembenihan ikan secara mandiri, serta bantuan sarana
pendukung agar petani minapadi dalam kelompok tani dapat melakukan
usaha pembuatan pakan ikan dan pembenihan ikan secara mandiri yang
selanjutnya dapat membantu petani minapadi mengurangi biaya pembelian
pakan ikan dan benih ikan.
2. Usahatani minapadi akan lebih menguntungkan apabila petani dapat
meningkatkan nilai jual hasil produksi usahataninya. Hal ini dapat dilakukan
oleh petani minapadi dengan meningkatkan peran kelompok tani minapadi
untuk melakukan inovasi pengembangan promosi produk hasil minapadi
yaitu beras minapadi. Beras minapadi juga berpotensi menjadi icon yang baru
bagi Kabupaten Sleman. Pemerintah Kabupaten Sleman beserta stakeholder
diharapkan dapat melakukan penelitian laboratorium untuk kandungan beras
minapadi agar dapat membuktikan beras minapadi lebih berkualitas karena
tanpa pestisida dan herbisida, serta memberikan sosialisasi terkait
pengelolaan padi minapadi menjadi beras minapadi yang memiliki standar
kualitas dan bernilai jual, juga bantuan pemasaran beras minapadi sehingga
petani dapat secara optimal mengelola hasil produksi padi minapadi menjadi
beras minapadi.
69

DAFTAR PUSTAKA

Abuasir S, Hakim N, Sumitro Y. 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi


sistem usahatani mina padi di Desa Pujo Rahayu Kecamatan Belitang
Kabupaten Ogan Komering Ulu. Jurnal KPM. 1(1):30-3

Agresti A. 2002. Categorical Data Analysis. Florida (US):Wiley Interscience

Allison D. 2008. Convergance Failures in Logistic Regression. Journal of


Statistics and Data Analysis. 360:1-11.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. [Internet]. Indonesia (ID). [disadur. 2016
Juni 10]. Tersedia pada https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1199

______________________. 2015.[Internet]. Indonesia (ID). [disadur. 2017


Januari26].Tersedia pada https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/937

______________________. 2015. Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka


2015. DIY (ID): Badan Pusat Statistik DIY.

Bambang. 2003. Sistem usahatani mina padi ikan mas studi kasus di Desa Totap
Majawa Tanah Jawa Kabupaten Simalungun [tesis]. Medan (ID):
Universitas Sumatera Utara.

Berg H, Berg C, Nguyen T. 2012. Integrated rice-fish farming: safe guarding


biodiversity and ecosystem services for sustainable food production in the
Mekong Delta. Journal of Sustainable Agriculture. 36:859-872.doi:
10.1080.

Bosma RH, Nhan DK, Udo HMJ, Kaymak U. 2012. Factors affecting farmers’
adoption of integrated rice - fish farming systems in the Mekong delta,
Vietnam. Reviews in Aquaculture. 4:178-190.doi: 10.1111.

Desa Margoluwih. 2015. Data Dasar Profil Desa Margoluwih Tahun 2014.
Kecamatan Seyegan. Kabupaten Sleman. Yogyakarta.

Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sleman. 2016. Profil


Perikanan Sleman Tahun 2015. DIY (ID): Dinas Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan Kabupaten Sleman

Dwiyana E, Mendoza TC. 2006.Comparative productivity, profitability, and


efficiency of rice monoculture and rice-fish culture systems. Journal of
Sustainable Agriculture. 29(1):145-166.doi: 10.1300.

Fausayana I, Rosmarlinasiah. 2008. Usaha minapadi organik pada kawasan


agribisnis berwawasan kesehatan di Kabupaten Konawe. Jurnal Wiptek.
16(2): 87-94.
70

Frei M, Becker K. 2005. Integrated rice-fish culture: coupled production saves


resources. Natural Resources Forum. 29:135-143.

Hernanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta(ID):Penebar Swadaya.

Juanda B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press.

Kunda M, Das SK, Mazumder SK. 2014. Impacts of integrated rice-prawn-fish


culture technologies on the livelihood of rural farmers. Journal of Advanced
Scientific Research. 5(4):34-38.

Lantarsih R. 2016. Pengembangan “minapadi kolam dalam” Di Kabupaten


Sleman. Jurnal Agraris. 2(1):17-26.

Moucheng L, Yin X, Zheng Y, Qingwen M, Yehong S, Fuller A. 2014. Standards


of ecological compensation for traditional ecoagriculture: taking rice-fish
system in Hani Terrace as an example. Journal Mt.Science. 11(4): 1049-
1059.doi: 10.1007

Nachrowi ND, H Usman. 2008. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta (ID): PT


Raja Grafindo Persada.

Nnaji JC, Madu CT, Raji A. 2013. Profitability of rice-fish farming in Bida, North
Central Nigeria. Journal of Fisheries and Aquatic Science. 8(1):148-153.

Pengseng P. 2013. On farm trial with rice fish cultivation in Nakhon Si


Thammarat Southern Thailand. Walailak Journal of Science and
Technology. 10(1):67-75

Rabbani MG, Hossain MI, Islam MS, Hossain TMB, Mannan MA. 2004a.
Factorsaffecting alternate rice-fish production of Mymensingh District in
Bangladesh. Pakistan Journal of Biological Sciences. 7(5):667-669.

Rabbani MG, Islam MS, Hossain MI, Hossain TMB, Begum MEA. 2004b. An
economic study on alternate rice-fish culture in selected areas of
Mymensingh District in Bangladesh. Pakistan Journal of Biological
Sciences. 7(5):685-688

Siregar AZ. 2015. Sistem mina padi di Desa Manik Rembung mendukung
ketahanan pangan Sumatera Utara. Jurnal Pertanian Tropik. 2(21):165-177.

Soekartawi, A Soeharjo, J L Dillon, dan J B Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani


danPenelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia Press.

Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.


71

_________. 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta (ID): Universitas


Indonesia Press.

Sudirman, lrawan, 1994. Mina Padi; Budidaya lkan Bersama Padi. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.

Suratiyah K. 2006. IlmuUsahatani. Jakarta(ID): Penebar Swadaya.

Ugwumba COA. 2010. Environmental Sustainability and Profitability of


Integrated Fish Cum Crop Farming in Anambra State Nigeria.Agricultural
Journal. 5(3): 229-233
72
73

LAMPIRAN
74

Lampiran 1 Karakteristik petani minapadi


Jumlah Status
Jenis Luas Lahan Sumber modal
Responden Umur Pendidikan Tanggungan penguasaan Status Usahatani
Kelamin Sawah (ha) usahatani
Keluarga (orang) lahan

1 47 L Tamat SMA 3 0,2 Milik Pekerjaan Utama Sendiri


2 40 L Tamat SMA 2 0,2 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
3 43 L Tamat SMA 3 0,2 Sewa Pekerjaan Utama Sendiri
4 22 L Tamat SMA 0 0,2 Sewa Pekerjaan Sampingan Pinjaman
5 40 L Tamat SMP 3 0,2 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
6 37 L Tamat SMA 3 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Pinjaman
7 32 L Tamat SMP 3 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
8 41 L Tamat SMP 1 0,1 Milik Pekerjaan Sampingan Sendiri
9 58 L Tamat SMA 3 0,2 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
10 39 L Tamat SMA 2 0,15 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
11 48 L Tamat SMA 3 0,2 Sewa Pekerjaan Sampingan Pinjaman
12 46 L S1 2 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
13 30 L S1 2 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
14 29 L Tamat SMA 3 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
15 65 L Tamat SMA 4 0,1 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
16 53 L Tamat SMA 3 0,15 Milik Pekerjaan Utama Pinjaman
17 55 L Tamat SMA 3 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
18 36 L Tamat SMP 2 0,2 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
19 65 L Tamat SMP 4 0,2 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
20 46 L Tamat SMA 2 0,05 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
21 40 L Tamat SMA 3 0,15 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
22 50 L Tamat SMP 4 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Pinjaman
23 62 L Tamat SMA 4 0,1 Milik Pekerjaan Utama Pinjaman
24 55 L Tamat SMA 3 0,05 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
25 65 L Tamat SMP 3 0,15 Sewa Pekerjaan Utama Sendiri
Sumber: Data primer (2017)
75

Lampiran 2 Karakteristik petani monokultur


Status
Jumlah Tanggungan Luas Lahan Sumber modal
No Umur Jenis Kelamin Pendidikan penguasaan Status Usahatani
Keluarga (orang) Sawah (ha) usahatani
lahan
1 63 L D2 1 0,2 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
2 62 L Tamat SMP 3 0,15 Milik Pekerjaan Utama Pinjaman
3 63 L Tamat SMA 4 0,1 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
4 61 L Tamat SMA 3 0,2 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
5 62 L Tamat SMA 2 0,1 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
6 54 L Tamat SMP 3 0,2 Sewa Pekerjaan Utama Pinjaman
7 50 L Tamat SMP 4 0,1 Milik Pekerjaan Utama Pinjaman
8 48 L Tamat SMA 5 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
9 62 L Tamat SMA 3 0,2 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
10 50 L Tamat SMP 4 0,08 Milik Pekerjaan Sampingan Pinjaman
11 45 L Tamat SMA 3 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
12 60 L Tamat SMA 1 0,15 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
13 55 L Tamat SMP 2 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Pinjaman
14 50 L Tamat SMA 3 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
15 52 L Tamat SMA 3 0,2 Sewa Pekerjaan Utama Sendiri
16 50 L Tamat SMP 4 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
17 65 L Tamat SMP 4 0,08 Milik Pekerjaan Utama Pinjaman
18 60 L Tamat SMA 3 0,15 Milik Pekerjaan Sampingan Pinjaman
19 48 L Tamat SMP 5 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
20 50 L Tamat SMA 4 0,1 Sewa Pekerjaan Utama Sendiri
21 49 L Tamat SMA 2 0,1 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
22 62 L Tamat SMP 1 0,2 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
23 61 L Tamat SMP 3 0,15 Sewa Pekerjaan Sampingan Pinjaman
24 58 L Tamat SMA 2 0,1 Milik Pekerjaan Utama Sendiri
25 50 L Tamat SMA 5 0,1 Sewa Pekerjaan Sampingan Sendiri
Sumber: Data primer (2017)
76

Lampiran 3 Jumlah produksi hasil usahatani minapadi dan usahatani monokultur

Responden Luas Lahan Produksi Produksi Responden Luas Lahan Produksi


Minapadi Sawah (ha) Padi (kg) Ikan (kg) Monokultur Sawah (ha) Padi (kg)

1 0,2 1000 360 1 0,2 1200


2 0,2 1260 365 2 0,15 650
3 0,2 1200 370 3 0,1 530
4 0,2 900 360 4 0,2 520
5 0,2 1300 355 5 0,1 400
6 0,1 520 185 6 0,2 1000
7 0,1 500 200 7 0,1 550
8 0,1 550 175 8 0,1 500
9 0,2 1000 370 9 0,2 950
10 0,15 850 270 10 0,08 250
11 0,2 1200 360 11 0,1 300
12 0,1 480 185 12 0,15 750
13 0,1 450 200 13 0,1 520
14 0,1 550 180 14 0,1 430
15 0,1 500 175 15 0,2 1100
16 0,15 850 280 16 0,1 600
17 0,1 550 180 17 0,08 450
18 0,2 950 360 18 0,15 230
19 0,2 1200 370 19 0,1 520
20 0,05 300 95 20 0,1 480
21 0,15 850 250 21 0,1 450
22 0,1 450 185 22 0,2 550
23 0,1 520 180 23 0,15 750
24 0,05 300 90 24 0,1 200
25 0,15 800 270 25 0,1 250
Rata-rata 0,14 761,2 254,8 0,1304 565,2
Max 0,2 1300 370 0,2 1200
Min 0,05 300 90 0,08 200
Sumber: Data primer (2017)
77

Lampiran 4 Hasil olah data regresi logistik program Minitab 15.0 for windows
Welcome to Minitab, press F1 for help.

Binary Logistic Regression: Keputusan versus Pendidikan; LLS; ...


Link Function: Logit

Response Information

Variable Value Count


Keputusan 1 25 (Event)
0 25
Total 50

Logistic Regression Table

Odds 95% CI
Predictor Coef SE Coef Z P Ratio Lower Upper
Constant 8,48080 4,61813 1,84 0,066
Pendidikan 0,211695 0,231850 0,91 0,361 1,24 0,78 1,95
LLS -0,0001182 0,0009000 -0,13 0,896 1,00 1,00 1,00
Umur -0,211064 0,0698243 -3,02 0,003 0,81 0,71 0,93
JTK -0,223802 0,382972 -0,58 0,559 0,80 0,38 1,69
PBP 0,102956 0,0470943 2,19 0,029 1,11 1,01 1,22
JLS -0,0009743 0,0009834 -0,99 0,322 1,00 1,00 1,00

Log-Likelihood = -23,759
Test that all slopes are zero: G = 21,797, DF = 6, P-Value = 0,001

Goodness-of-Fit Tests

Method Chi-Square DF P
Pearson 46,2328 43 0,340
Deviance 47,5181 43 0,294
Hosmer-Lemeshow 7,7299 8 0,460

Table of Observed and Expected Frequencies:


(See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic)

Group
Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total
1
Obs 0 1 2 2 1 1 4 5 4 5 25
Exp 0,2 0,6 1,2 1,8 2,2 2,8 3,2 3,8 4,5 4,8
0
Obs 5 4 3 3 4 4 1 0 1 0 25
Exp 4,8 4,4 3,8 3,2 2,8 2,2 1,8 1,2 0,5 0,2
Total 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 50

Measures of Association:
(Between the Response Variable and Predicted Probabilities)

Pairs Number Percent Summary Measures


Concordant 529 84,6 Somers' D 0,70
Discordant 94 15,0 Goodman-Kruskal Gamma 0,70
Ties 2 0,3 Kendall's Tau-a 0,36
Total 625 100,0
78

Lampiran 5 Dokumentasi penelitian

Lahan sawah usahatani minapadi Lahan Sawah Usahatani Minapadi

Kolam dalam dan saluran lahan minapadi Pola tanam jajar legowo 2:1

Proses wawancara petani Proses wawancara petani

Saat pemberian pakan ikan Icon minapadi Desa Margoluwih


79

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, 31 Juli 1995. Penulis adalah anak kedua dari
dua bersaudara dari pasangan Bapak Manahan Sianiapr dan Ibu Farida.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Swasta Tirta Buaran pada
tahun 2007. Kemudian pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan
menengah pertama di SMP Negeri 9 Tangerang Selatan hingga tahun 2010. Pada
tahun 2013, penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3
Tangerang Selatan dan melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor.
Penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa Program Sarjana Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN) undangan pada tahun 2013.
Selama menempuh pendidikan, penulis juga aktif dalam berbagai
organisasi. Penulis aktif dalam organisasi seperti anggota IPB Debating
Community (2013-2014), wakil koordinator komisi UKM PMK (2014-2015), staf
CSR dari Resource and Environmental Econommic Student Association (2015-
2016) dan juga menjadi anggota badan peneliti dan pengembangan UKM PMK
(2015-2016). Penulis juga mencapai beberapa prestasi selama menjadi mahasiswa,
diantaranya Juara 2 Java Overland Varsities English Debate Competition Tingkat
Perguruan Tinggi Se-Pulau Jawa pada tahun 2014, penerima beasiswa Tanoto
Foundation tahun 2014, Juara I Mahasiswa Berprestasi Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan tahun 2015, dan menjadi delegasi Institut Pertanian
Bogor dalam program World Study Abroad, Seoul-South Korea pada bulan Maret
2017.

Anda mungkin juga menyukai