Anda di halaman 1dari 92

SKRIPSI

ANALISIS PENDAPATAN DAN SENSITIVITAS USAHA KERIPIK


TEMPE SAGU
(Studi Kasus: UMKM Rahayu 36 Bekasi)

Marsha Zuleika
11180920000107

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2023 M / 1444 H
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Marsha Zuleika


Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 14 November 2000
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Cikoko Timur II No 30 RT 007 RW 02 Kel.
Cikoko Kec. Pancoran, Kota Jakarta Selatan.

No. HP : 081808523338
Email : zuleikamarsha@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN

2006 – 2012 : SD Negeri Cikoko 01 Pagi


2012 – 2015 : SMP Negeri 155 Jakarta
2015 – 2018 : SMA Negeri 37 Jakarta
2018 - 2023 : S1 Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI DAN KEPANITIAAN

2018 : Staf Divisi Logistik Agribisnis Musik Kompetisi


2019 : Mentor Mahasiswa Baru Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Jakarta Angkatan 2019
2022 : Member Masa Depan Jakarta Baznaz (Bazis) DKI
Jakarta
PENGALAMAN PELATIHAN DAN KERJA
2018 : Pelatihan Kepemimpinan TOP 2018 (Training
Organization Platform) HMJ Agribisnis UIN
Jakarta
2021 : Praktek Kerja Lapang PT Crowde Membangun
Bangsa
2021 : Partisipan Pembekalan Akhir KKN 2021
2021 : Partisipan Workshop Penyusunan E-Book KKN
2021-2022 : Duta Perubahan Perilaku di Satgas Covid-19 oleh
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
2022 : Sertifikasi Kompetensi Pelaksana Budidaya
Sayuran oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP)
2022 : Sertifikasi Kompetensi Manajemen Agribisnis
Level 4 oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP)
2023 : Data Admin Freelance di DATTA BOT
2023 : RUBI Gems Batch 5 RUBI by Avoskin
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat beserta
salam tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena atas
rahmat dan karunia-Nya yang sungguh besar sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan Dan Sensitivitas
Usaha Keripik Tempe Sagu (Studi Kasus: UMKM Rahayu 36 Bekasi)”.
Penulis memperoleh banyak bantuan dan doa dari berbagai pihak yang terkait
dalam proses penyusunan skripsi ini. Pada kesempatan kali ini penulis ingin
mengucapkan terimakasih atas bimbingan, arahan, motivasi, doa serta bantuan
moril maupun materil yang diberikan selama penyusunan skripsi ini berjalan.
Pihak-pihak tersebut adalah :
1. Bapak Husni Teja Sukmana, S.T., M.SC, PH.D selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Rizki Adi Puspita Sari, S.P, M.M selaku Ketua Program Studi
Agribisnis dan Ibu Titik Inayah, M.Si selaku Sekretaris Program Studi
Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, beserta seluruh dosen Program Studi Agribisnis yang
telah memberikan ilmu pengetahuan maupun pelajaran selama masa
perkuliahan.
3. Ibu Eny Dwiningsih, S.TP., M.Si selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan ilmu, bimbingan, arahan serta motivasi hingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
4. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si dan Ibu Diana Mutia Habibaty, S.E. Sy.
selaku dosen pembimbing I dan II yang senantiasa memberikan ilmu,
bimbingan, arahan serta motivasi hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Ibu Drh. Zulmaneri, M.M dan Ibu Agustina Senjayani, M.Si., M.Si selaku
Dosen Penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan nasihat, arahan, dan saran untuk kesempurnaan skripsi
penulis.
6. Keluarga Penulis, Bapak Abdul Salam, Ibu Marwati, Adik Talitha Shafnah
yang selalu memberikan doa. Semangat. Motivasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
7. Keluarga besar UMKM Rahayu 36 yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis dalam melakukan penelitian di lokasi tersebut.
8. Arjuna yang bersedia menjadi pendengar yang baik saat berkeluh kesah,
memberikan energi positif, doa, dan dukungan secara moril maupun
materil. Semoga Allah SWT membalas kebaikannya.
9. Faradila, Erja, Fitra, Lu’lu’ dan Devi atas kerjasama, dukungan, semangat,
motivasi dan selalu menjadi tempat penulis bercerita dan bertukar pikiran
semasa kuliah hingga proses penyusunan skripsi ini selesai.
10. Seluruh teman-teman Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
terutama angkatan 2018 yang selalu memberikan dukungan dan semangat
selama masa perkuliahan.
11. Seluruh pihak yang terlibat dan membantu dalam penyusunan skripsi ini,
tidak mengurangi rasa hormat dan ucapan terima kasih penulis.
12. Terakhir untuk diri saya sendiri yang sudah bertahan untuk tidak menyerah
dalam menyelesaikan skripsi ini sebagai mahasiswa, anak sulung, dan
manusia yang kedepannya akan terus berusaha menjadi lebih baik.
Penulis menyadari bahwa penulisan dan penelitian pada skripsi ini masih
jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan dapat dijadikan referensi bagi seluruh pihak lain yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 15 Juni 2023

Marsha Zuleika
NIM. 11180920000107

ii
RINGKASAN

Marsha Zuleika, Analisis Pendapatan dan Sensitivitas Usaha Keripik Tempe


Sagu (studi kasus: UMKM Rahayu 36 Bekasi). Di bawah bimbingan Siti
Rochaeni dan Diana Mutia Habibaty.

Usaha keripik tempe sagu merupakan salah satu inovasi dalam industri
makanan ringan. UMKM Rahayu 36 adalah usaha berskala rumah tangga keripik
tempe sagu yang berlokasi di Pondok Melati, Bekasi Selatan. P-IRT (Pangan
Industri Rumah Tangga) dengan nomor 2063275011439-25 dan Halal Indonesia
dengan nomor 01101256411220. Penjualan keripik tempe sagu pada periode
Bulan September 2021 – Agustus 2022 mengalami fluktuasi. Dengan keuntungan
yang dimiliki Rahayu 36 maka diperlukan analisis pendapatan dan pendekatan
switching value dengan tujuan agar UMKM Rahayu 36 dapat mengetahui
komponen apa saja yang dapat membuat usaha ini menghasilkan keuntungan yang
maksimal dimana nantinya dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam
keberlangsungan usaha keripik tempe sagu.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis pendapatan usaha yang
diperoleh dari produk keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36; 2) Menganalisis
B/C Ratio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP) pada usaha produk
keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36; 3) Menganalisis Sensitivitas usaha dari
produk keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36. Jenis penelitian kuantitatif
dijabarkan dengan analisis deskriptif, yang mana sumber data yang digunakan
adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pemilik
perusahaan dan data sekunder yang diperoleh dari studi literatur serta observasi
data perusahaan Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Pendapatan,
Analisis Usaha dengan menghitung tingkat B/C Ratio, Break Even Point (BEP)
dan Payback Period (PP), dan Analisis Sensitivitas Usaha.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh UMKM
Rahayu 36 pada periode bulan September 2021 – Agustus 2022 sebesar
Rp25.621.810 yang berarti usaha memperoleh keuntungan, dengan nilai B/C
Ratio yang diperoleh UMKM Rahayu 36 sebesar 0,24, yang berarti memberikan
manfaat dan layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Nilai Payback Period
(PP) usaha produksi keripik tempe sagu di UMKM Rahayu 36 adalah sebesar 2,54
diartikan usaha akan mengalami pengembalian modal dalam jangka waktu 2 tahun
6 bulan, dan nilai Break Even Point (BEP) harga dari UMKM Rahayu 36 adalah
sebesar Rp16.188/kemasan dengan BEP produksi adalah sebesar 5.440
kemasan/tahun diartikan harga jual dan jumlah produksi yang telah ditetapkan
UMKM Rahayu 36 sudah melebihi nilai Break Even Point (BEP), maka usaha
tersebut telah mengalami keuntungan. Kenaikan harga kedelai maksimum yang
masih ditoleransi dan memperoleh keuntungan bagi UMKM Rahayu 36 adalah
sebesar 43,6%, dengan pendapatan sebesar Rp759.000.

Kata Kunci: Keripik Tempe Sagu, Analisis Pendapatan, Switching Value

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

RINGKASAN .................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 7
1.3 Tujuan Penelitian................................................................................... 8
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 10

2.1 Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian ................................................ 10


2.2 Keripik Tempe Sagu ............................................................................ 12
2.3 Analisis Pendapatan ............................................................................ 13
2.3.1 Penerimaan Usaha ...................................................................... 14
2.3.2 Pendapatan Usaha ....................................................................... 14
2.3.3 Biaya .......................................................................................... 15
2.4 Analisis Usaha ..................................................................................... 17
2.4.1 Analisis Keuntungan atas Biaya (B/C Ratio) ............................... 17
2.4.2 Analisis Break Even Point (BEP) ................................................ 18
2.4.3 Analisis Payback Period (PP) ..................................................... 19
2.5 Analisis Sensitivitas Usaha (Switching Value) ..................................... 20
2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 21
2.7 Kerangka Pemikiran ............................................................................ 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 29

iv
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 29
3.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 29
3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 30
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 31
3.4.1 Analisis Pendapatan Usaha ......................................................... 31
3.4.2 Analisis Usaha ............................................................................ 34
3.4.3 Analisis Sensitivitas .................................................................... 37
3.5 Definisi Operasional ............................................................................ 38
BAB IV GAMBARAN UMUM USAHA ......................................................... 40

4.1 Profil Rahayu 36 ................................................................................. 40


4.1.1 Sejarah Rahayu 36 ...................................................................... 40
4.1.2 Tenaga Kerja Rahayu 36 ............................................................. 41
4.2 Sarana dan Prasarana UMKM Rahayu 36 ............................................ 43
4.3 Kegiatan Produksi Keripik Tempe Sagu .............................................. 45
4.4 Pemasaran Keripik Tempe Sagu Rahayu 36 ......................................... 47
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 50

5.1 Analisis Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu Rahayu 36 ............... 50


5.1.1 Biaya Tetap ................................................................................ 50
5.1.2 Biaya Variabel ............................................................................ 52
5.1.3 Total Biaya ................................................................................. 55
5.1.4 Penerimaan Usaha Rahayu 36 ..................................................... 57
5.1.5 Pendapatan Usaha Rahayu 36 ..................................................... 58
5.2 Analisis Usaha Keripik Tempe Sagu Rahayu 36 .................................. 59
5.2.1 B/C Ratio Rahayu 36 .................................................................. 59
5.2.2 Break Even Point (BEP) Rahayu 36 ............................................ 60
5.2.3 Payback Period (PP) Rahayu 36 ................................................. 62
5.3 Analisis Sensitivitas Usaha .................................................................. 64
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 67

6.1 Kesimpulan ......................................................................................... 67


6.2 Saran ................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 70

LAMPIRAN ..................................................................................................... 73

v
DAFTAR TABEL

1. Produksi dan Penjualan Keripik Tempe Sagu UMKM Rahayu 36 periode


September 2021 – Agustus 2022 .................................................................... 4
2. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu ............................................. 25

3. Peralatan Produksi Keripik Tempe Sagu UMKM Rahayu 36 .......................... 44

4. Biaya Tetap Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022 .................................................................. 51
5. Komponen Biaya Variabel Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36
Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022 ........................................... 53
6. Total Biaya Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022 .................................................................. 56
7. Penerimaan Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022 .................................................................. 57
8. Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022 .................................................................. 58
9. Analisis B/C Ratio Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022 .................................................................. 60
10. Analisis Break Even Point (BEP) Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36
Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022 ........................................... 61
11. Analisis Payback Period (PP) Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36
Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022 ........................................... 63
12. Sensitivitas Usaha Keripik Tempe Sagu Rahayu 36...................................... 64

vi
DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran ....................................................................................... 28

2. Struktur Organisasi Rahayu 36 ....................................................................... 41

3. Proses Pembuatan Keripik Tempe Sagu ......................................................... 49

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Panduan Wawancara ...................................................................... 74

Lampiran 2. Biaya Investasi Usaha Keripik Tempe Sagu Rahayu 36 .................. 76

Lampiran 3. Biaya Penyusutan Kendaraan Rahayu 36 ........................................ 76

Lampiran 4. Biaya Penyusutan Peralatan Produksi Rahayu 36 ........................... 77

Lampiran 5. Biaya Tenaga Kerja Rahayu 36 ...................................................... 77

Lampiran 6. Biaya Variabel Produk Keripik Tempe Sagu Periode Bulan


September 2021 – Agustus 2022 .................................................. 78
Lampiran 7. Kenaikan Bahan Baku Tempe Setengah Jadi 43,6% ....................... 79

Lampiran 8. Dokumentasi Pengolahan Keripik Tempe Sagu Rahayu 36............. 80

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Agroindustri merupakan industri yang mengolah komoditas pertanian

primer menjadi produk olahan baik produk antara (intermediate product) maupun

produk akhir (finish product). Termasuk penanganan pasca panen, industri

pengolahan makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri bio-energy,

industri pengolahan hasil ikutan (by-product) serta industri agrowisata.

Agroindustri menjadi salah satu pendukung keberhasilan produk pertanian. Hal ini

karena keterbatasan waktu jual produk segar akan dapat diatasi melalui

pengolahan produk agroindustri. Selain itu, agroindustri memungkinkan

diversifikasi produk olahan yang meningkatkan nilai tambah hasil pertanian.

Dengan demikian, petani memiliki kesempatan yang lebih luas untuk

meningkatkan produksi dan sekaligus menambah pendapatannya terutama ketika

produknya berhasil memasuki pasar komersil (Santoso, 2013: 8).

Kegiatan usaha agroindustri makanan ringan adalah keripik/kerupuk.

Keripik/kerupuk adalah makanan khas Indonesia yang diminati banyak orang,

pada umunya keripik adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung

tapioka dicampur dengan bahan perasa. Ada dua jenis keripik/kerupuk yang

dikenal, yaitu keripik dengan bahan baku nabati (seperti: keripik singkong, keripik

tempe, keripik bawang, rengginang, keripik gendar dll) dan kerupuk dengan bahan

pangan hewani (seperti: kerupuk udang, kerupuk ikan dan kerupuk kulit).

Sedangkan kerupuk kulit (rambak/jangek) adalah kerupuk yang tidak dibuat dari

1
adonan tepung tapioka, melainkan dari kulit sapi, kerbau, kelinci, ayam atau ikan

yang dikeringkan (Sari dkk, 2018: 168).

Industri pengolahan kedelai menjadi industri yang banyak diusahakan

karena kedelai dapat diolah menjadi berbagai macam produk, antara lain kecap,

tahu, tempe, oncom, susu kedelai, kembang tahu, keripik tempe dll. Selain

banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari pengolahan kedelai, berkembangnya

industri pengolahan kedelai di Indonesia juga dikarenakan kedelai merupakan

bahan pangan nabati yang kandungan gizinya cukup tinggi.

Keripik tempe sagu adalah hasil produk yang dihasilkan dari pengolahan

kedelai, dimana mengubah bahan baku tempe setengah jadi menjadi makanan

keripik tempe sagu. Keripik tempe sagu merupakan tempe tipis yang digoreng

kering seperti keripik, teksturnya kering dan keras. Tempe yang digunakan berasal

dari kedelai yang diberikan ragi dan dicampur dengan tepung tapioka setelah itu

difermentasi dalam ruangan yang tidak terkena cahaya matahari lalu dicetak pada

plastik dan dipotong tipis setelah itu digoreng. Apabila disimpan di tempat kering

dan bersih, keripik tempe sagu dapat bertahan hingga beberapa minggu dengan

cara dimasukkan ke kantong plastik atau kaleng yang tertutup rapat dan tidak

terpengaruh udara lembab. Keripik tempe sagu biasanya dijadikan cemilan

(snack) dan selalu digemari masyarakat karena kepraktisannya, gizi yang tinggi,

dan harga yang relatif terjangkau. (Sarwono, 2000: 42)

2
Rahayu 36 merupakan usaha berskala rumah tangga keripik tempe sagu

berlokasi di Pondok Melati, Bekasi Selatan yang sudah berdiri sejak tahun 2018.

UMKM Rahayu 36 awalnya menjual susu jahe kedelai dan keripik tempe sagu

dengan tiga macam varian, yaitu original, ayam bakar dan balado. Pada penjualan

susu jahe kedelai hanya bertahan dua tahun pertama dan UMKM Rahayu sekarang

hanya fokus pada produksi keripik tempe sagu. UMKM Rahayu 36 dalam proses

produksinya menggunakan bahan baku tempe setengah jadi yang didapatkan dari

pabrik tempe untuk memproduksi hingga menjadi keripik tempe sagu. Dalam satu

kali produksi keripik tempe sagunya, UMKM Rahayu 36 membutuhkan sekitar

sepuluh kilogram tempe setengah jadi dan dua puluh kilogram tepung tapioka.

Adapun keripik tempe sagu yang diproduksi oleh UMKM Rahayu 36 tersedia

dalam berbagai ukuran diantaranya terdapat ukuran 30 gram, 70 gram dan 215

gram per kemasan. Namun saat ini UMKM Rahayu 36 lebih memfokuskan pada

ukuran kemasan 215 gram dikarenakan banyaknya peminat pada ukuran tersebut.

UMKM Rahayu 36 sudah memasarkan produknya didaerah Jabodetabek melalui

media sosial. Berikut ini data penjualan keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36

pada periode September 2021 - Agustus 2022 tercantum pada Tabel 1.

3
Tabel 1. Produksi dan Penjualan Keripik Tempe Sagu UMKM Rahayu 36 periode
September 2021 – Agustus 2022

Produksi Penjualan Selisih


No. Tahun Bulan (Kemasan/ (Kemasan/ (Kemasan/
Bulan) Bulan) Bulan
1. September 450 442 (+) 8
2. Oktober 505 487 (+) 18
2021
3. November 586 592 (-) 6
4. Desember 653 655 (-) 2
5. Januari 548 558 (-) 10
6. Februari 506 513 (-) 7
7. Maret 693 675 (+) 18
8. April 715 703 (+) 12
2022
9. Mei 447 460 (-) 13
10. Juni 607 621 (-) 14
11. Juli 596 605 (-) 9
12. Agustus 428 410 (+) 18
Total (Kemasan/Tahun) 6.734 6.721
Rata-rata (Kemasan/Tahun) 561,1 560,1
Sumber: UMKM Rahayu 36 (data diolah)
Keterangan: (+) Stock; (-) Menghabiskan Stock

Berdasarkan Tabel 1. penjualan keripik tempe sagu selama satu tahun

terakhir di UMKM Rahayu 36 mengalami fluktuasi. Penjualan keripik tempe sagu

yang tertinggi terdapat pada bulan April 2022 dengan total penjualan sebesar 703

kemasan keripik tempe sagu. Sedangkan penjualan terendah keripik tempe sagu

terdapat pada bulan Agustus 2022, yaitu hanya sebesar 410 kemasan. Penjualan

terendah terjadi dikarenakan pesanan yang masuk dari reseller hanya sedikit.

Berdasarkan keadaan di lapangan, tentunya terdapat perbedaan kondisi

antara penjualan dan produksi keripik tempe sagu. Dalam satu bulan, dilakukan

delapan kali produksi pembuatan keripik tempe sagu. Dengan masa simpan

keripik tempe sagu kurang lebih dua sampai tiga bulan, biasanya jika hasil

produksi pada bulan tertentu tidak terjual seluruhnya maka keripik tempe sagu

dijadikan stok produk penjualan untuk bulan-bulan berikutnya.

4
Usaha keripik tempe sagu adalah usaha produksi makanan dari bahan baku

tempe setengah jadi, proses produksi mengolah kedelai menjadi keripik tempe

sagu yang diharapkan mempunyai nilai tambah. Hal itu merupakan salah satu ide

dalam memodifikasi makanan ringan dimana proses produksinya cukup mudah

dan banyak konsumen yang menyukai keripik atau camilan renyah. Keripik tempe

sagu berbeda dengan keripik tempe biasa, meski menggunakan bahan baku yang

sama. Perbedaannya adalah penambahan tepung tapioka pada saat pembuatannya.

Tempe setengah jadi dicampur dengan tepung tapioka hingga merata dan

dilakukan pencetakan sesuai dengan potongan panah tempe yang diinginkan.

Setelah itu dilakukan proses pengirisan kemudian direndam dalam air yang sudah

dibumbui beberapa saat hingga akhirnya proses penggorengan dilanjutkan hingga

terbentuk produk keripik tempe sagu yang siap santap.

Keripik tempah jadi akan dicampurkan dengan tepung tapioka hingga

merata kemudian dilakukan pencetakan sesusai dengan keripik tempe sagu yang

ingin dibuat. Setelah itu akan dilakukan proses pemotongan dan kemudian dicelup

sebentar kedalam air yang sudah berisi rempah-rempah hingga akhirnya dilakukan

proses penggorengan hingga menjadi produk keripik tempe sagu yang siap

dikonsumsi.

Tentu dalam bisnis yang sedang berjalan, proses produksi menimbulkan

biaya yang menunjang kelangsungan usaha tersebut. Dalam usaha keripik tempe

sagu terdapat biaya pembelian bahan baku, biaya pembelian peralatan, biaya

tenaga kerja dan biaya lainnya. Pada umumnya perusahaan adalah suatu

organisasi yang memproduksi barang yaitu keripik tempe sagu yang kemudian

5
dijual dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Proses produksi tentunya

memiliki peranan penting dalam kegiatan perusahaan. Hal ini dikarenakan proses

produksi mempunyai pengaruh terhadap biaya produksi perusahaan, sehingga

diperlukan manajemen produksi yang baik.

Selain itu, dengan adanya kegiatan pengolahan tempe setengah jadi juga

mampu mengatasi penurunan nilai komoditas pertanian karena menurunnya mutu

produk segar. Pendapatan yang diperoleh dari produk keripik tempe sagu yang

diolah pun belum diketahui secara pasti, dikarenakan UMKM Rahayu 36 belum

pernah melakukan evaluasi terhadap pendapatan sejak awal beroperasinya usaha,

sehingga UMKM Rahayu 36 tidak mengetahui gambaran secara rinci atas biaya

produksi yang dikeluarkan dan pendapatan yang diperoleh perusahaan.

Pendapatan merupakan aspek yang cukup penting dalam pengembangan usaha

yakni sebagai tolak ukur keberhasilan suatu industri dengan kata lain pengeluaran

biaya yang seminim mungkin agar kegiatan di perusahaannya terus berkembang,

sehingga diperlukan adanya pengelolaan keuangan yang baik dalam

pelaksanaannya hingga tercapai tujuan perusahaan. Analisis switching value

diperlukan untuk mengetahui apakah perusahaan masih mendapatkan keuntungan

apabila terjadi kenaikan harga pada bahan baku utama keripik tempe sagu yaitu

tempe setengah jadi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, perlu dilakukan analisis pendapatan

untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan oleh UMKM Rahayu 36 agar

dapat berjalan lebih efektif dan efisien dalam memperoleh keuntungan dan

analisis switching value yang diperlukan untuk mengetahui apakah masih

6
memperoleh keuntungan dari pengolahan kedelai menjadi keripik tempe sagu jika

harga bahan baku naik. Hasil dari analisis pendapatan dan analisis switching value

diharapkan dapat bermanfaat bagi UMKM Rahayu 36 untuk mengetahui sampai

sejauh mana sudah tercapai tujuan utama dalam memperoleh keuntungan serta

mengetahui pendapatan dan sensitivitas pada produk keripik tempe sagu.

Nantinya hasil analisis ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan serta

evaluasi dalam mengambil keputusan bagi UMKM Rahayu 36 sehingga

kedepannya dapat meningkatkan pendapatan usaha dan mengetahui apakah

UMKM Rahayu 36 masih menguntungkan apabila terjadi kenaikan harga pada

bahan baku utama tahu yaitu tempe setengah jadi. Berdasarkan latar belakang

tersebut, maka dilakukan penelitian yang berjudul “Analisis Pendapatan dan

Sensitivitas Usaha Keripik Tempe Sagu, (Studi Kasus: UMKM Rahayu 36

Bekasi Selatan)”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka rumusan

masalah penelitian adalah :

1. Berapa besar pendapatan usaha yang diperoleh dari produk keripik tempe

sagu di UMKM Rahayu 36?

2. Berapa tingkat B/C Ratio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP)

yang diperoleh dari produk keripik tempe sagu di UMKM Rahayu 36?

3. Bagaimana Sensitivitas usaha yang diperoleh dari produk keripik tempe sagu

di UMKM Rahayu 36?

7
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dapat ditentukan tujuan penelitian sebagai

berikut.

1. Menganalisis pendapatan usaha yang diperoleh dari produk keripik tempe

sagu di UMKM Rahayu 36.

2. Menganalisis B/C Ratio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP)

pada usaha yang diperoleh dari produk keripik tempe sagu di UMKM Rahayu

36.

3. Menganalisis sensitivitas usaha yang diperoleh dari produk keripik tempe

sagu di UMKM Rahayu 36.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan informasi yang

dapat digunakan oleh berbagai pihak antara lain :

1. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan dan bisa

dijadikan pertimbangan dalam mengetahui peluang pengembangan usaha

produk keripik tempe sagu berdasarkan perhitungan biaya produksi,

pendapatan usaha dan sensitivitas usaha UMKM Rahayu 36 .

2. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, ilmu,

pengalaman dan dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama di

bangku perkuliahan serta sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan

Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8
3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk

penelitan sejenis yang akan dilakukan selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di UMKM Rahayu 36 yang berlokasi di Pondok

Melati, Bekasi. Komoditi yang menjadi subjek penelitian ini adalah produk

keripik yaitu keripik tempe sagu. Adapun objek penelitian ini berfokus untuk

mengetahui pendapatan dan sensitivitas usaha keripik tempe sagu di Rahayu 36.

Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui besaran pendapatan

yang diperoleh yaitu menggunakan analisis pendapatan, dan kemudian dilakukan

analisis usaha dengan menggunakan perhitungan B/C Ratio, Break Even Point

(BEP), dan Payback Period (PP) serta untuk mengetahui kepekaan usaha

dilakukan pendekatan Switching Value. Data yang digunakan untuk diolah dan di

analisis berupa biaya produksi, penjualan, harga dan data lainnya dalam satu tahun

yaitu bulan September 2021 hingga Agustus 2022. Narasumber dalam penelitian

ini adalah pemilik usaha UMKM yaitu Ibu Dewi dan karyawan.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian

Teknologi pengolahan hasil pertanian berarti penggunaan teknologi untuk

menyederhanakan dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pengolahan hasil

pertanian. Fungsi pengolahan juga harus dipahami sebagai fungsi strategi yang

menambah nilai pada rantai produksi dan menciptakan keunggulan kompetitif.

Secara umum permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan Pengolahan

hasil pertanian adalah (Purwanto, 2009: 17):

1. Sifat produk pertanian yang mudah rusak dan bulky sehingga diperlukan

teknologi pengemasan dan transportasi yang mampu mengatasi masalah

tersebut

2. Sebagian besar produk pertanian bersifat musiman dan sangat dipengaruhi

oleh kondisi iklim sehingga aspek kontinuitas produksi agroindustri menjadi

tidak terjamin, dan

3. Kualitas produk pertanian yang dihasilkan pada umumnya masih rendah

sehingga mengalami kesulitan dalam persaingan pasar baik didalam negeri

maupun di pasar internasional.

Pengolahan hasil pertanian dapat berupa pengolahan sederhana seperti

pembersihan, pemilihan (grading), pengepakan atau dapat pula berupa pegolahan

yang lebih canggih, seperti penggilingan (milling), penepungan (powdering),

ekstraksi dan penyulingan (extraction), penggorengan (roasting), pemintalan

(spinning), pengalengan (canning) dan proses pabrikasi lainnya. Dengan

10
perkataan lain, pengolahan adalah suatu operasi atau rentetan operasi terhadap

suatu bahan mentah untuk dirubah bentuknya dan atau komposisinya. Dengan

pengolahan hasil pertanian, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut (Purwanto, 2009:

17):

1. Dapat meningkatkan nilai tambah,

2. Menghasilkan produk yang dapat dipasarkan atau dikonsumsi

3. Meningkatkan daya saing, dan

4. Menambah pendapatan dan keuntungan petani.

Berdasarkan undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro

Kecil dan Menegah di sampaikan bab empat pasal enam di Indonesia, UKM

diklasifikasikan sebagai:

1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan badan usaha

perorangan yang memenuhi kriteria diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha

Mikro yang dimaksud adalah unit usaha yang memiliki kekayaan bersih paling

banyak Rp50.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp300.000.000.

2. Usaha Kecil yang dimaksud adalah unit usaha yang memiliki kekayaan bersih

lebih dari Rp50.000.000 sampai dengan paling banyak Rp500.000.000 tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan

tahunan paling banyak Rp300.000.000 sampai dengan paling banyak

Rp2.500.000.000.

3. Kriteria Usaha menengah yang dimaksud adalah unit usaha yang memiliki

kekayaan bersih lebih dari Rp500.000.000 sampai dengan paling banyak

11
Rp10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000 sampai

dengan paling banyak Rp50.000.000.000.

2.2 Keripik Tempe Sagu

Tempe merupakan salah satu makanan khas yang berasal dari Indonesia

dan sangat digemari oleh masyarakat. Banyaknya tempe yang dihasilkan dapat

membuka peluang kegiatan usaha baru bagi masyarakat, salah satunya adalah

membuat keripik tempe.

Keripik tempe dibuat dengan cara memasukkan tepung tapioaka kedalam

bahan baku tempe setengah jadi, lalu di cetak sesuai ukuran dan difermentasi

selama kurang lebih satu hari pada tempat tertutup. Setelah itu dipotong sesuai

ukuran, sebelum digoreng potongan keripik tempe sagu dicelupkan kedalam air

yang berisikan rempah-rempah dan bumbu. Kemudian mengalami proses

penggorengan hingga kering. Penambahan aneka rasa dapat dilakukan pada

adonan tepung atau pada keripik tempe yang sudah jadi. Sementara penambahan

aneka rasa seasoning yang dilakukan UMKM Rahayu 36 pada keripik tempe sagu

yang sudah jadi. Beberapa seasoning yang banyak disukai seperti ayam bawang,

keju, jagung bakar, beef barbeque dan manis pedas. Diversifikasi ini akan

meningkatkan nilai jual dan nilai tambah produk olahan sehingga konsumen lebih

tertarik dan menyukainya (Sa’diyah dan Herliana, 2009: 26).

Faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan keripik adalah tekstur,

warna, kandungan minyak dan masa simpannya untuk mempertahankan mutu

12
sensoriknya. Keripik merupakan salah satu produk hasil penggorengan yang

sensitif terhadap air dan oksigen sehingga mudah melempem dan tengik. Oleh

karena itu dibutuhkan jenis pengemas yang cocok untuk mempertahankan kualitas

keripik tempe sagu. Apabila disimpan ditempat kering dan bersih, keripik tempe

sagu dapat tahan disimpan sampai beberapa minggu. Misalnya dikemas dalam

kantong plastik, kaleng, atau toples yang tertutup rapat dan tidak terkena pengaruh

udara lembab (Sarwono, 2007: 78).

2.3 Analisis Pendapatan

Padangaran (2013: 97) menjelaskan bahwa analisis pendapatan dapat

dijadikan indikator mengenai sejauh mana perusahaan yang sedang dijalankan

telah berjalan dengan efisien. Perhitungan pendapatan dalam perusahaan pertanian

relatif lebih kompleks dibandingkan analisis pendapatan dalam perusahaan lain.

Untuk menghitung biaya dan pendapatan dalam usahatani dapat menggunakan

tiga macam pendekatan yaitu, pendekatan nominal (nominal approach),

pendekatan nilai yang akan datang (future value approach), dan pendekatan nilai

sekarang (present value approach). Pendekatan nominal merupakan pendekatan

yang tidak memperhitungkan nilai uang menurut waktu (time value of money)

tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung

jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode proses produksi.

Pendekatan future value merupakan pendekatan yang mengestimasi semua

pengeluaran dalam proses produksi yang akan dibawa pada saat panen atau saat

akhir proses produksi. Sedangkan, pendekatan present value merupakan

13
pendekatan yang mengestimasi semua pengeluaran dan penerimaan dalam proses

produksi baik pada saat awal maupun saat dimulainya proses produksi. Dari

ketiga pendekatan dapat dipilih pendekatan mana yang akan dipakai dalam

menghitung biaya dan pendapatan usaha.

2.3.1 Penerimaan Usaha

Menurut Padangaran (2013: 98) penerimaan (revenue), yaitu hasil

penjualan produk perusahaan selama satu tahun. Untuk menghitung penerimaan,

data mengenai jenis dan jumlah produk serta harga dari masing-masing jenis

produk yang dijual harus diketahui. Hasil perhitungan mengenai penerimaan

perusahaan akan berbeda antar perusahaan dan juga berbeda dari waktu ke waktu

karena adanya perbedaan dalam cara pengelolaan serta pengaruh dari berbagai

faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pihak manajemen.

2.3.2 Pendapatan Usaha

Sebagaimana mestinya tujuan dari bisnis adalah laba. Sementara laba

didapat dari selisih antara pendapatan dan biaya. Untuk hal tersebut, maka

pengertian mengenai pendapatan dan biaya sangat perlu dipahami oleh pengambil

keputusan. Pendapatan (revenue) perusahaan berasal dari penjualan. Sementara

nilai penjualan, ditentukan oleh jumlah unit yang terjual (quantity, Q), dan harga

jual (price, P), atau lebih sederhana dikatakan, pendapatan = fungsi (quantity,

price) (Noor, 2017: 190). Menurut Padangaran (2013: 100) pendapatan bersih

perusahaan (net firm income), yaitu sisa dari pendapatan bersih operasi dikurangi

dengan pengeluaran tetap (FC) dan pajak. Net firm income inilah yang benar-

14
benar merupakan pendapatan bagi perusahaan untuk dibagikan kepada pemilik

saham, sesuai dengan kebijakan perusahaan.

2.3.3 Biaya

Mengacu Khaeruman (2019: 24) biaya (Cost) dalam konteks akuntansi

sebagai penyedia informasi adalah hasil pengukuran dalam unit moneter suatu

objek dan cost tercipta karena adanya kejadian ekonomik dalam suatu unit

organisasi. Menurut Sumarsan (2013: 103) biaya adalah pengorbanan sumber

ekonomis, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan

akan terjadi untuk mencapai tujuan organisasi, termasuk harga pokok yang

dikorbankan di dalam usaha untuk memperoleh penghasilan. Menurut Maher dan

Deakin (1996: 32) biaya adalah pengorbanan sumber daya. Dalam menjalankan

kegiatan sehari-hari, kita membeli banyak barang yang berbeda. Setiap barang itu

mempunyai harga yang mengukur pengorbanan yang harus kita lakukan untuk

memperolehnya.

Menurut Noor (2017: 172) biaya (cost) adalah pengeluaran yang tidak

dapat dielakkan dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain, biaya adalah

bagian dari pengeluaran. Artinya, untuk mencapai tujuan utama perusahaan

(mendapatkan laba) perlu melakukan aktivitas produksi yang akan menimbulkan

biaya. Pada sisi ini biaya adalah akibat dari adanya kegiatan produksi, di sisi lain

biaya juga sangat berpengaruh terbalik pada keuntungan. Dengan demikian,

sebuah perusahaan harus mengeluarkan biaya yang optimal untuk medapatkan

keuntungan yang optimal.

15
Berdasarkan definisi-definisi biaya yang telah disebutkan, dapat

disimpulkan bahwa biaya merupakan pengorbanan secara ekonomis yang dapat

diukur dengan satuan uang oleh suatu perusahaan yang telah terjadi ataupun yang

akan terjadi untuk memperoleh manfaat.

Menurut Maher dan Deakin (1996: 33) biaya produksi adalah biaya-biaya

yang dapat dihubungkan dengan suatu produk; biaya ini merupakan bagian dari

persediaan. Biaya produksi yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan

baku menjadi produk jadi. Biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku, biaya

tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (Khaeruman, 2019: 26).

Berdasarkan definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa biaya

produksi merupakan semua biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi.

Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Sumarsan

(2013: 10) biaya produksi dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu:

1. Biaya bahan

Bahan adalah bahan yang digunakan untuk membuat barang jadi. Biaya

bahan merupakan nilai atau besarnya rupiah yang terkandung dalam bahan

yang digunakan untuk proses produksi. Biaya bahan terdiri dari biaya bahan

langsung (direct material) dan biaya bahan tidak langsung (indirect material).

2. Biaya tenaga kerja

Tenaga kerja adalah karyawan bekerja untuk mengubah bahan baku menjadi

barang jadi. Biaya tenaga kerja langsung adalah gaji atau upah karyawan

dalam proses produksi. Biaya tenaga kerja terdiri dari biaya tenaga kerja

langsung (direct labor) dan biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labor).

16
3. Biaya overhead pabrik (BOP)

Biaya overhead pabrik adalah biaya bahan tidak langsung, biaya tenaga kerja

tidak langsung dan semua biaya pabrikasi (produksi) lainnya yang tidak dapat

dibebankan langsung ke produk tertentu. Yang termasuk biaya overhead

pabrik antara lain biaya gaji mandor, biaya gaji manajer, biaya penyusutan

mobil, biaya penyusutan pabrik, biaya penyusutan mesin, biaya pemakaian

minyak pelumas, biaya listrik, biaya asuransi dan biaya pabrik lainnya.

2.4 Analisis Usaha

Analisis usaha dilakukan guna mengetahui tingkat efisiensi usaha yang

dijalankan oleh suatu usaha. Analisis usaha juga dapat membantu dalam

mengetahui kondisi titik impas serta jangka waktu pengembalian modal dari suatu

usaha yang dijalankan. Metode analisis yang digunakan dalam analisis usaha

terdiri dari analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C Ratio), Break Even Point

(BEP), dan Payback Period (PP).

2.4.1 Analisis Keuntungan atas Biaya (B/C Ratio)

Menurut Saeri (2018: 109) dan Padangaran (2013: 90) B/C Ratio (Benefit

Cost Ratio) merupakan suatu analisis yang digunakan untuk menilai tingkat

efisiensi pengunaan biaya. Analisis B/C Ratio penerapannya lebih ditekankan

pada sejauh mana penerapan suatu teknologi tertentu memberikan keuntungan

dibandingkan dengan teknologi lain yang digunakan sebelumnya. Jika nilai B/C

yang diperoleh dari perhitungan lebih besar dari 0, berarti teknologi baru itu lebih

menguntungkan dibandingkan dengan sebelumnya. Jika B/C = 0 berarti teknologi

17
baru sama saja manfaatnya dengan teknologi lama dan jika B/C < 0 berarti

teknologi baru justru menghasilkan manfaat atau keuntungan yang lebih kecil.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa dalam memperoleh informasi tentang gambaran

manfaat dan keuntungan yang akan didapatkan dari biaya yang dikeluarkan

dengan cara menghitung B/C Ratio.

2.4.2 Analisis Break Even Point (BEP)

Menurut Padangaran (2013: 93) analisis break even point atau analisis titik

pulang pokok adalah suatu teknik analisis yang digunakan untuk menghitung

volume produksi berapa, perusahaan akan mencapai titik di mana penerimaan

persis sama dengan total modal yang digunakan. Menurut Saeri (2018: 100) Break

Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana suatu perusahaan

dalam kegiatan produksinya tidak memperoleh keuntungan dan juga tidak

memperoleh kerugian. Menurut Noor (2017: 200) titik impas atau BEP (Break

Even Point) adalah titik pulang pokok atau tingkat operasi/ produksi di mana

perusahaan tidak mengalami kerugian, namun juga tidak mendapat laba. Hal ini

terjadi pada saat nilai pendapatan (TR) sama dengan nilai biaya (TC) yang

dikeluarkan perusahaan atau Total Revenue (TR) = Total Cost (TC).

Dalam analisis BEP terdapat faktor-faktor yang dibedakan menurut

Rangkuti (2012: 13), menjadi :

1. Biaya semi variabel, yaitu biaya yang akan ikut berubah jumlahnya dengan

perubahan volume penjualan atau produksi. Biaya ini sebagian akan

dibebankan pada pos biaya tetap dan sebagian lagi akan dibebankan pada pos

biaya variabel

18
2. Biaya variabel, adalah biaya yang akan ikut berubah secara proporsional

dengan perubahan volume penjualan atau produksi

3. Biaya tetap, adalah biaya yang tidak akan ikut berubah dengan perubahan

volume penjualan atau produksi.

Menurut Rangkuti (2012: 37) titik break even adalah suatu kondisi di

mana perusahaan tidak untung dan tidak rugi (impas). Kondisi ini penting

diketahui oleh manager perusahaan sebagai dasar perencanaan laba. Titik impas

dapat dicari dalam bentuk unit yang dibutuhkan untuk impas atau dalam jumlah

rupiah, yaitu :

TFC
BEP (unit) = P−AVC ……………………………………………………………...(1)

TFC
BEP (rupiah) = AVC ……………………………………………………………(2)
1− P

Keterangan :

BEP (Unit) = BEP atas dasar penjualan produk per unit


BEP (Rupiah) = BEP atas dasar penjualan produk dalam satuan uang
P = Harga jual
TFC = Total biaya tetap
AVC = Rata-rata biaya variabel

2.4.3 Analisis Payback Period (PP)

Menurut Kasmir dan Jakfar (2020 : 101) Payback Period (PP) merupakan

teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu

proyek atau usaha. Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa cepat waktu

pengembalian investasi yang jelas digunakan. Payback period ditentukan dengan

mengetahui pada tahun keberapa kondisi cumulative of net cash flow dalam

keadaan nol (Rangkuti, 2012: 7).

19
Kriteria penilaian kelayakan bisnis berdasarkan payback period adalah

apabila payback period lebih kecil dari periode investasi, maka usulan investasi

layak dilanjutkan. Sebaliknya apabila payback period lebih besar dari periode

investasi, maka usulan investasi itu tidak layak dilanjutkan. Metode ini umumnya

digunakan untuk memilih dari berbagai alternatif usaha yang mempunyai resiko

tinggi, karena modal yang telah ditanamkan harus segera dapat kembali secepat

mungkin. Kelemahan dari metode ini adalah : tidak dapat menganalisis

pengahasilan usaha setelah modal kembali dan tidak mempertimbangkan nilai

waktu uang (Rangkuti 2012: 7).


I
PP = x 1 tahun ……………………………………………………………….(3)
π

Keterangan:

PP = Payback Period
I = Investasi
Π = Pendapatan

2.5 Analisis Sensitivitas Usaha (Switching Value)

Menurut Rangkuti (2012: 12) dan (Padangaran, 2013: 102) menyatakan

bahwa analisis sensitivitas adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui

apakah perusahaan masih menguntungkan ketika data yang digunakan dalam

perhitungan berubah untuk menjamin hasil yang diharapkan. Analisis sensitivitas

kemudian digunakan untuk menentukan seberapa baik perusahaan dapat bertahan

dalam situasi krisis dan ketidakpastian.

Analisis kepekaan (sensitivity analysis) bertujuan untuk mengetahui

apakah suatu investasi masih layak jika data yang digunakan untuk menghitung

kelayakan finansial. Oleh karena itu, perlu diperhatikan komponen yang mudah

20
berubah (peka) baik pada komponen biaya maupun laba. Dengan demikian,

manajemen dapat mengantisipasi komponen yang mudah berubah sejak dini,

sehingga komponen usaha yang mudah berubah harus dipantau dalam jangka

panjang. Secara umum, perubahan mudah terjadi ketika harga input atau hasil

produksi naik dan harga hasil produksi yang turun. (Padangaran, 2013: 159)

Varian dari analisis sensitivitas adalah “nilai pengganti" (switching value).

Dalam analisis sensitivitas yaitu memilih serangkaian nilai untuk membuat

perubahan pada masalah yang diidentifikasi sebagai hal yang penting, kemudian

dapat menentukan efek dari perubahan tersebut, sebaliknya jika ingin menghitung

nilai pengganti, harus menanyakan berapa banyak item dalam analisis yang tidak

baik dan akan diganti sehingga mencapai tingkat penerimaan proyek minimum

yang ditunjukkan oleh pengukuran manfaat (Gilttinger, 1986: 427). Switching

value ini merupakan perhitungan untuk mengukur ”perubahan maksimum” dari

perubahan suatu komponen inflow (penurunan harga output, penurunan produksi)

atau perubahan komponen outflow (peningkatan harga input/peningkatan biaya

produksi) yang masih dapat ditoleransi/diperbolehkan agar bisnis masih tetap

layak.

2.6 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu bertujuan untuk memperoleh bahan perbandingan dan

sebagai acuan penulis dalam melakukan penelitian. Penelitian merujuk pada

beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

Berikut adalah penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan acuan penulis.

21
Yusmah dan Bhakti (2020) melakukan penelitian dengan judul “Analisis

pendapatan usaha kecil dan menengah di kebupaten Tanjung Jabung Barat (studi

kasus usaha keripik tempe di Desa Serdang Jaya Kecamatan Betara)”. Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik sosial

ekonomi usaha keripik tempe di Desa Serdang Jaya Kecamatan Betara serta

pengaruh produksi, biaya produksi dan penggunaan tenaga kerja terhadap

pendapatan usaha keripik tempe di Desa Serdang Jaya Kecamatan Betara. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kuantitatif pada usaha

keripik tempe di Desa Serdang Jaya Kecamatan Betara. Pengumpulan data yang

dilakukan dengan menggunakan data sekunder. Alat analisis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan

variabel produksi (PRO), biaya produksi (BP) dan penggunaan tenaga kerja (PTK)

secara bersama-sama maupun parsial memiliki pengaruh terhadap pendapatan

pengusaha keripik tempe di Desa Serdang Jaya (Y) pada tingkat signifikansi 5%

Febry Nugroho, Jamalludin, dan Elfi Indrawanis (2019) melakukan

penelitian mengenai ”Analisis Usaha Agroindustri Keripik Tempe Di Desa

Sumber Datar, Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan Singingi”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan, efesiensi usaha R/C dan untuk

mengetahui BEP produksi dan BEP harga pada usaha Agroindustri Keripik

Tempe Djokam di Desa Sumber Datar Kecamatan Singingi Kabupaten Kuantan

Singingi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pendapatan keripik tempe

djokam Rp 425.327/produksi dengan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp

574.673, yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap, nilai R/C sebesar 1,74,

22
artinya setiap biaya yang dikeluarkan 1 rupiah maka diperoleh penerimaan sebesar

1,74 rupiah atau keuntungan sebesar 0,74 rupiah dan Break Even Poin produksi

dengan total biaya sebesar Rp 574,673, maka harus memproduksi sebanyak 11,49

Kg dengan harga jualnya Rp 50.000, agar mencapai titik impas. Break Even Poin

harga dengan biaya sebesar Rp 574.673 maka Agroindustri Keripik Tempe harus

memproduksi sebanyak 20 Kg dengan harga jual sebesar Rp 28.733, supaya

mencapai titik impasnya.

Hairun dkk (2016) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Usaha

Pembuatan Tempe (Studi Kasus pada Usaha Pembuatan Tempe “Bapak Joko

Sarwono”) Di Kelurahan Binuang Kecamatan Binuang Kabupaten Tapin. Tujuan

penelitian untuk mengetahui secara teknis Usaha Pembuatan Tempe Pak Joko

Sarwono dan untuk mengetahui pendapatan biaya, manfaat dan kelayakan

pembuatan tempe serta permasalahan yang dihadapi dalam Pembuatan Tempe

Pabrik perusahaan. Hasil Penelitian yang didapatkan adalah jumlah produksi rata-

rata per hari 40 papan tempe dengan nilai produksi Rp 25.000.000,- per bulan dan

biaya variabel pembuatan tempe Rp 19.600.000,- atau Rp 784.000,- per hari dan

biaya tetap Rp 3.128.250,- atau Rp 125.130,- per hari, selama sebulan penerimaan

tempe Rp 25.000.000,- atau Rp 1.000.000,- per hari dan keuntungan Rp

2.271.750,- atau Rp 90.870,- per hari sehingga nilai R/C Ratio diperoleh 1,10

berarti RCR > 1 berarti usaha pembuatan tempe menguntungkan dan sepadan

dengan usaha.

Fadhillah An Nur (2022) melakukan penelitian dengan judul “Analisis

Kelayakan Usaha Agroindustri Tempe di Kelurahan Tanjung Medan Utara

23
Kecamatan Tanjung Medan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau (Studi Kasus

Pada Agroindustri Tempe Bapak Adi)”. Tujuan penelitian untuk mengetahui

karakteristik pengusaha dan profil usaha, kelayakan usaha agroindustri tempe dari

aspek non finansial dan finansial serta sensitivitas usaha agroindustri tempe bapak

Adi. Hasil Penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa karakteristik

pengusaha yaitu: berumur 42 tahun, lama pendidikan 9 tahun pengalaman

berusaha 7 tahun dan jumlah tanggungan keluarga 4 jiwa. Kelayakan non finansial

menunjukkan bahwa berdasarkan aspek hukum usaha agroindustri tempe bapak

Adi ini perlu perbaikan karena belum sesuai dengan kelayakan usaha. Selanjutnya

analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa agroindustri tempe bapak Adi

kayak untuk dijalankan. Hal tersebut dilihat dari nilai kriteria investasi usaha

agroindustri tempe bapak Adi selama 10 tahun (2021-2030) dengan discount

factor yang berlaku sebesar 7,50% menghasilkan NPV Rp 508.671.096 > 0, IRR

sebesar 38% > I Net B/C 2,84 > 1 dan Payback Period 1 tahun 11 bulan 21 hari <

umur usaha (10 tahun). Berdasarkan analisis sensitivitas dengan pendekatan

switching value, keuntungan usaha agroindustri tempe lebih peka (sensitive) pada

kenaikan biaya operasional dengan presentase nilai NPV sebesar 32,23% Net B/C

23,55% dan IRR sebesar 26,69%.

24
Hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan, maka dapat dilihat

persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu


Nama Judul Persamaan Perbedaan
Penulis
Yusmah, Analisis pendapatan Alat analisis: Lokasi Penelitian
dan Bhakti, usaha kecil dan pendapatan usaha Alat analisis: regresi
(2020) menengah di Subjek Penelitian: linier berganda, Uji
Kabupaten Tanjung keripik tempe F dan Uji-t, tidak
Jabung Barat (studi menggunakan B/C
kasus usaha keripik Ratio, PP, dan
tempe di Desa sensitivitas
Serdang Jaya
Kecamatan Betara)
Febry Analisis Usaha Alat Analisis: Lokasi Penelitian
Nugroho, Agroindustri Keripik Pendapatan Alat analisis: Tidak
dkk (2019) Tempe Di Desa Usaha, BEP menggunakan B/C
Sumber Datar, (Break Even Ratio dan PP
Kecamatan Singingi Point) (Payback Period).
Kabupaten Kuantan Subjek Penelitian:
Singingi keripik tempe
Hairun, dkk Analisis Usaha Alat Analisis: Subjek penelitian:
(2016) Pembuatan Tempe Pendapatan Usaha Tempe
(Studi Kasus pada Usaha Alat analisis: R/C
Usaha Pembuatan ratio, kelayakan
Tempe “Bapak Joko usaha, tidak
Sarwono”) Di menggunakan B/C
Kelurahan Binuang ratio, PP, BEP dan
Kecamatan Binuang sensitivitas.
Kabupaten Tapin
Fadhillah Analisis Kelayakan Alat Analisis: Subjek Penelitian:
An Nur Usaha Agroindustri Pendapatan Usaha Tempe
(2022) Tempe di Kelurahan Usaha, B/C Ratio, Alat Analisis:
Tanjung Medan Payback Period, kelayakan non
Utara Kecamatan Pendapatan finansial dan
Tanjung Medan Usaha finansial, NPV, IRR.
Kabupaten Rokan Tidak menggunakan
Hilir Provinsi Riau BEP
(Studi Kasus Pada
Agroindustri Tempe
Bapak Adi)

25
2.7 Kerangka Pemikiran

UMKM Rahayu 36 merupakan salah satu industri rumah tangga keripik

tempe sagu yang berada di Kecamatan Pondok Melati, Bekasi. UMKM Rahayu

36 ini memproduksi tiga jenis varian keripik tempe sagu, yaitu original, ayam

bakar dan balado. UMKM Rahayu 36 memasarkan produknya ke daerah

Jabodetabek dan melalui sosial media. Berdasarkan hasil identifikasi dan

wawancara ke pemilik usaha, penjualan keripik tempe sagu pada UMKM Rahayu

36 berfluktuasi dan cenderung menurun terutama pada masa setelah pandemik

saat ini. Penjualan yang menurun tentunya sangat berpengaruh besar terhadap

tingkat penerimaan dan pendapatan yang diperoleh UMKM Rahayu 36. Sebab

apabila terjadi penurunan tingkatan penerimaan serta pendapatan yang diperoleh,

hingga perusahaan pun akan kesulitan dalam membiayai serta menjalankan

produksi berikutnya, perihal tersebut akan menghambat berjalannya proses

produksi serta pula mempengaruhi keberlangsungan usaha keripik tempe sagu.

Penurunan penjualan keripik tempe sagu disebabkan terdapatnya peningkatan

pada harga bahan baku utama yaitu tempe setengah jadi sehingga berakibat pada

bertambahnya biaya produksi dari produk keripik tempe sagu.

Berdasarkan fenomena keberhasilan pengembangan usaha keripik tempe

sagu Rahayu 36 diperlukannya analisis pada produk keripik tempe sagu untuk

mengetahui biaya yang telah dikeluarkan apakah menguntungkan serta dapat

dikatakan layak untuk dijalankan, yang dapat dihitung dengan menggunakan

beberapa metode analisis, yaitu analisis pendapatan usaha, B/C Ratio, Break Even

Point (BEP), dan Payback Period (PP). Analisis pendapatan usaha digunakan

26
untuk mengukur apakah kegiatan usaha pengolahan pada produk keripik tempe

sagu yang dilakukan saat ini menguntungkan atau tidak. Analisis B/C Ratio

digunakan untuk mengetahui perbandingan keuntungan atas biaya yang

dikeluarkan perusahaan pada jenis produk keripik tempe sagu apakah perusahaan

layak diusahakan atau tidak. Analisis Break Even Point (BEP) digunakan untuk

mengetahui pada tingkat berapa volume penjualan dan harga jual produk keripik

tempe sagu UMKM Rahayu 36 dapat menghasilkan keuntungan. Analisis

Payback Period (PP) digunakan untuk mengetahui berapa lama jangka waktu

yang dibutuhkan UMKM Rahayu 36 untuk memulihkan modal selama umur

investasi. Pendapatan dalam pengembangan usaha menjadi sangat penting karena

merupakan tolak ukur keberhasilan suatu usaha sehingga dalam pelaksanaannya

perlu dilakukan pengelolaan keuangan yang baik untuk mencapai tujuan

perusahaan. Setelah itu, perlu dilakukan analisis Sensitivitas Usaha dengan variasi

Switching Value untuk mengetahui apakah masih menguntungkan apabila terjadi

kenaikan harga terhadap bahan baku utama. Hasil perhitungan yang dilakukan

selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan

keberlangsungan usaha pada UMKM Rahayu 36. Berdasarkan uraian diatas,

berikut ini alur kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 1.

27
Keripik tempe sagu di UMKM Rahayu 36

1. Belum melakukan perhitungan pendapatan secara


keseluruhan.
2. Sudah memiliki izin PIRT dan Halal Indonesia
3. Sudah memiliki beberapa reseller di Wilayah
Jabodetabek

Analisis Pendapatan Analisis Usaha Produk


Produk Keripik Keripik Tempe Sagu:
Tempe Sagu: Analisis
1. B/C Ratio Sensitivitas Usaha
1. Biaya Usaha 2. Break Even Point
2. Penerimaan (BEP)
Usaha 3. Payback Period
3. Pendapatan (PP)
Usaha

Pendapatan Usaha dan Sensitivitas Usaha Produk


Keripik Tempe Sagu UMKM Rahayu 36

Gambar 1. Kerangka pemikiran

28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di UMKM Rahayu 36 yang beralamat di Jalan H

Harun 7 Gg Cikih RT 003 RW 011, Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok

Melati, Kota Bekasi, 17414. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

(purposive), dengan pertimbangan UMKM Rahayu 36 merupakan salah satu

industri rumah tangga yang bergerak dibidang pengolahan keripik tempe sagu.

Penelitian dilakukan dalam waktu kurang lebih dua bulan, dimulai dari bulan

September hingga Oktober 2022. Waktu tersebut digunakan untuk memperoleh

data dan keterangan terkait dengan penelitian.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang

dilakukan dengan analisis deskriptif meliputi kegiatan usaha pengolahan keripik

tempe sagu di UMKM Rahayu 36. Data kuantitatif pada penelitian ini berupa data

produksi, data penjualan, serta biaya operasional yang digunakan untuk

menganalisis Biaya Pendapatan, B/C Ratio, Break Even Point (BEP), Payback

Period (PP) dan Sensitivitas UMKM Rahayu 36.

Berdasarkan sumber data pada penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Observasi

dilakukan untuk mengamati kegiatan produksi keripik tempe sagu di UMKM

Rahayu 36. Wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi lebih dalam

29
mengenai UMKM Rahayu 36 dengan panduan wawancara, dimana wawancara

dilakukan dengan narasumber, yaitu Ibu Dewi selaku pemilik UMKM Rahayu 36

dan karyawan yang bekerja di UMKM Rahayu 36. Data sekunder diperoleh dari

data keuangan UMKM Rahayu 36 dan data-data lain yang berasal dari

kepustakaan, buku, jurnal ilmiah, skripsi, dan sumber data lainnya yang berkaitan

dengan penelitian yang akan dilakukan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis melakukan

pengumpulan data serta keterangan yang dibutuhkan melalui beberapa macam

metode dimana terdiri dari metode observasi, wawancara dan studi pustaka.

Berikut ini penjabaran lengkapnya dari ketiga metode sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi, yaitu proses dalam mengumpulkan data yang tidak hanya berfokus

pada subjek saja tetapi juga pada objek di sekitarnya. Penulis mengobservasi

secara langsung yang berkenaan dengan aktivitas produksi olahan tempe setengah

jadi menjadi keripik tempe sagu dan untuk mendapatkan sejumlah informasi yang

berkaitan dengan objek dari penelitian.

2. Wawancara

Wawancara adalah suatu proses Tanya jawab lisan untuk memperoleh

informasi serta data oleh pihak pewawancara dan narasumber. Kegiatan

wawancara dilakukan oleh peneliti melalui proses Tanya jawab dengan pemilik

UMKM Rahayu 36 dan karyawan berdasarkan panduan yang terdapat pada

30
Lampiran 1. Metode wawancara pada penelitian ini dilakukan guna mengetahui

gambaran usaha serta data dan informasi yang berkaitan dengan analisis

pendapatan serta sensitivitas usaha pengolahan keripik tempe sagu UMKM

Rahayu 36.

3. Studi Pustaka

Studi pustaka dalam penelitian ini merupakan pengumpulan data yang

dianggap berkaitan dengan penelitian ini, yaitu berupa data-data (arsip) keuangan

usaha UMKM Rahayu 36, serta data lainnya yang berasal dari kepustakaan, buku,

jurnal ilmiah, skripsi, dan sumber data lainnya yang menunjang penelitian ini dan

berkaitan dengan analisis pendapatan dan sensitivitas usaha pengolahan keripik.

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode pengolahan data yaitu

data kuantitatif yang dilakukan dengan analisis deskriptif dan diolah

menggunakan alat bantu berupa software Microsoft Office Excel 2010. Analisis

data dilakukan untuk mengetahui pendapatan, keuntungan atas biaya (B/C Ratio),

Break Even Point (BEP), Payback Period (PP), serta Sensitivitas UMKM Rahayu

36.

3.4.1 Analisis Pendapatan Usaha

Prawironegoro (2018: 133) penerimaan total (total revenue atau TR)

perusahaan merupakan acuan seluruh kegiatan perusahaan; kegiatan perusahaan

merupakan biaya. Total biaya (total cost atau TC) harus mengacu kepada total

pendapatan agar dapat menghasilkan laba. Bagian ini menyajikan analisis data

31
yang digunakan untuk menentukan pendapatan usaha pengolahan keripik tempe

sagu UMKM Rahayu 36.

3.4.1.1 Penerimaan Usaha

Mengacu pada padangaran (2013: 98) penerimaan (revenue) yaitu hasil

penjualan produk perusahaan selama satu tahun. Data mengenai jenis dan jumlah

produk serta harga dari masing-masing jenis produk yang dijual harus diketahui

untuk menghitung penerimaan. Penerimaan usaha pengolahan keripik tempe sagu

adalah hasil yang diterima dari penjualan produk, yaitu hasil kali dari harga jual

produk keripik tersebut dengan jumlah produk keripik tempe sagu yang terjual.

Adapun cara menghitung besarnya penerimaan usaha yang diperoleh sebagai

berikut:

TPKTS = HKTS x JKTST ………………………………………………………(4)

Keterangan:
TPKTS = Total Penerimaan Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
HKTS = Harga Keripik Tempe Sagu (Rp)
JKTST = Jumlah Keripik Tempe Sagu yang Terjual (Rp)

Setelah diketahui besaran total penerimaan usaha maka selanjutnya

dilakukan perhitungan analisis pendapatan. Pendapatan usaha keripik tempe sagu

didapatkan dari selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang

dikeluarkan selama proses produksi.

3.4.1.2 Pendapatan Usaha

Mengacu pada Suhardi (2016: 236) jika konsep pendapatan dikaitkan

dengan konsep biaya, baik untung (laba) atau rugi dapat ditentukan. Pendapatan

UMKM Rahayu 36 merupakan selisih antara total penerimaan usaha produk

keripik tempe sagu dengan total biaya produksi yang digunakan selama proses

32
produksi keripik tempe sagu. Adapun cara menghitung besarnya tingkat

pendapatan yang diperoleh yaitu menggunakan perhitungan rumus sebagai

berikut:

PUKTS = TPKTS – TBKTS …..………………………………………………..(5)

Keterangan:
PUKTS = Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
TPKTS = Total Penerimaan Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
TBKTS = Total Biaya Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp)

Pendapatan merupakan penghasilan bersih yang diperoleh selama produksi

keripik tempe sagu. Total pendapatan (PUKTS) adalah total pemasukan yang

diterima dari penjualan produk keripik tempe sagu, dan total biaya (TBKTS)

adalah gabungan biaya tetap dan biaya variabel dalam produksi keripik tempe

sagu. Jika hasil pendapatannya positif, berarti perusahaan tersebut memperoleh

laba (profit). Jika hasilnya negatif, berarti perusahaan mengalami kerugian. Jika

hasilnya 0 (nol), berarti perusahaan telah mencapai titik impas (BEP).

3.4.1.3 Identifikasi Biaya

Perilaku biaya dapat dikategorikan sebagai biaya variabel dan biaya tetap.

Biaya variabel adalah biaya yang berubah sesuai dengan peningkatan jumlah

produksi atau jumlah unit yang dijual. Biaya tetap adalah biaya yang tidak

berubah walaupun jumlah unit produksi meningkat atau jumlah unit yang dijual

meningkat, seperti beban listrik, beban asuransi, beban penyusutan mesin, beban

penyusutan pabrik, dan sebagainya (Sumarsan, 2013: 104).

Identifikasi biaya usaha dilakukan untuk mengetahui rincian biaya yang

dikeluarkan pada usaha keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36. Identifikasi biaya

usaha tersebut dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Kemudian

33
untuk menghasilkan biaya total usaha keripik tempe sagu adalah dengan

menjumlahkan biaya tetap dan biaya variabel.

Adapun biaya tetap yang dikeluarkan UMKM Rahayu 36 terdiri dari biaya

penyusutan peralatan dan biaya sewa bangunan. Biaya variabel terdiri dari biaya

bahan baku kulit sapi, biaya minyak, biaya kayu bakar, biaya bahan bakar, biaya

listrik dan air, dan biaya tenaga kerja. Biaya total merupakan keseluruhan biaya

atau jumlah biaya produksi yang dikeluarkan produsen. Biaya total dapat

dirumuskan sebagai berikut:

TBKTS = BTKTS + BVKTS …..…………………………………………….....(6)

Keterangan :
TBKTS = Total Biaya Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp)
BTKTS = Total Biaya Tetap Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp)
BVKTS = Total Biaya Variable Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp)

Biaya total atau total cost (TBKTS) adalah penjumlahan dari biaya tetap

dan biaya variabel. Total biaya tetap atau fixed cost (BTKTS) adalah biaya yang

dikeluarkan tidak mengalami perubahan selama periode pengolahan keripik tempe

sagu, total biaya variabel atau variable cost (BVKTS) adalah biaya yang berubah

selama pengolahan keripik tempe sagu.

3.4.2 Analisis Usaha

3.4.2.1 Analisis Rasio Keuntungan Atas Biaya (B/C Ratio)

Mengacu pada Suratiyah (2015: 115) B/C atau produktivitas modal yaitu

perbandingan antara keuntungan atau pendapatan dengan total biaya per

usahatani. B/C ratio dapat digunakan untuk membandingkan antara keuntungan

atau pendapatan yang di raih UMKM Rahayu 36 dalam menjalankan usaha

34
pengolahan keripik tempe sagu dengan total biaya produksi yang dikeluarkan.

Usaha produk keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36 dapat dikatakan layak dan

memberi manfaat apabila B/C ratio lebih besar dari nol, semakin besar nilai B/C

ratio maka semakin besar pula manfaat yang diperoleh oleh UMKM Rahayu 36.

Berikut merupakan rumus yang digunakan dalam perhitungan B/C Ratio:

PUKTS
B/C Ratio = ……………………………………………………………………….…………………(7)
TBKTS

Keterangan:
B/C = B/C Ratio Usaha Keripik Tempe Sagu
PUKTS = Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
TBKTS = Total Biaya Keripik Tempe Sagu (Rp)

3.4.2.2 Analisis Break Event Point (BEP)

Mengacu pada Darwis (2017: 99) berusahatani umumnya bertujuan untuk

mendapatkan keuntungan, sehingga dalam merencanakan suatu diperlukan suatu

analisis yang bisa memberikan dasar pada value produksi berapakah yang harus

dihasilkan agar diperoleh pendapatan yang bisa menutup biaya totalnya agar

terhindar dari kerugian. Alat analisis yang digunakan dalam hal ini adalah analisis

Break Event Point atau analisis pulang pokok. Mengacu pada Rangkuti (2012: 92)

analisis titik impas menunjukkan suatu titik di mana perusahaan tidak

memperoleh keuntungan ataupun menderita kerugian. Analisis Break Even Point

(BEP) dilakukan untuk mengetahui tingkat keuntungan minimal yang harus

dicapai, dimana pada tingkat tersebut perusahaan tidak mengalami keuntungan

maupun kerugian dalam usaha produk keripik tempe sagu di UMKM Rahayu 36.

Adapun perhitungan BEP dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

35
a. BEP atas dasar penjualan dalam unit (Kemasan)

BEP berdasarkan satuan penjualan (Kemasan) menunjukkan jumlah produk

tempe yang harus terjual dalam kegiatan usaha produksi agar tidak

mengalami kerugian.

TBKTS
BEP (unit) = ………………………………………………………...(8)
HJKTS

b. BEP berdasarkan penjualan dalam Rupiah (Rp)

BEP berdasarkan penjualan Rupiah (Rp) menunjukkan total penerimaan

untuk produk tempe yang perlu diperoleh agar tidak mengalami kerugian.

TBKTS
BEP (rupiah) = …………………………………………………….(9)
TPKTS

Keterangan :
BEP (Unit) = BEP atas dasar penjualan keripik tempe sagu per kemasan
BEP (Rupiah) = BEP atas dasar penjualan keripik tempe sagu dalam satuan uang
TBKTS = Total Biaya Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp/Kg)
HJKTS = Harga Jual Keripik Tempe Sagu (Rp)
TPKTS = Total Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp/Kg)

3.4.2.3 Analisis Payback Period (PP)

Mengacu pada Kasmir dan Jakfar (2020: 101) Metode Payback Period

(PP) merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu pengembalian investasi

atau modal dana yang sudah dikeluarkan untuk suatu proyek atau usaha.

Perhitungan payback period dapat dilihat dari perhitungan kas bersih yang

diperoleh suatu usaha setiap tahun. Nilai kas bersih diperoleh dari penjumlahan

laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan. Payback Period (PP) merupakan

periode yang digunakan untuk menghitung masa pengembalikan investasi yang

telah diinvestasikan pada usaha pengolahan keripik tempe sagu di UMKM

36
Rahayu 36. Metode PP digunakan untuk mengetahui seberapa cepat waktu

pengembalian investasi. Model perhitungan Payback Period (PP), yaitu:

BIKTS
PP = PUKTS x 1 tahun ……………………….………………………………...(10)

Keterangan:
PP = Payback Period
BIKTS = Biaya Investasi Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
PUKTS = Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)

3.4.3 Analisis Sensitivitas

Menurut padangaran (2013: 159) analisis nilai pengganti atau analisis

sensitivitas memiliki tujuan untuk melihat sejauh mana usaha produksi keripik

tempe sagu di UMKM Rahayu 36 dapat bertahan dengan adanya perubahan-

perubahan yang dapat diperkirakan, sehinggal hal tersebut dapat ditanggulangi

dan diantisipasi oleh pelaku usaha.

Mengacu pada Mukti dan Septina (2017:147-148) analisis switching value

merupakan suatu variasi pada analisis sensitivitas yang menunjukkan bahwa

apabila terjadi perubahan pada biaya bahan baku maka perubahan tersebut tidak

boleh melebihi nilai switching value. Dengan kata lain, usaha keripik tempe sagu

menjadi tidak menguntungkan. Perbedaaan yang mendasar antara analisis

sensivitas yang biasa dilakukan dengan switching value adalah pada analisis

sensivitas besarnya perubahan sudah diketahui secara empirik (misal penurunan

harga output 20%) bagaimana dampaknya terhadap hasil kelayakan. Perhitungan

switching value justru perubahan tersebut dicari misal berapa perubahan

maksimum dari kenaikan harga output yang masih dapat ditoleransi agar usaha

keripik tempe sagu masih tetap menguntungkan. Analisis sensitivitas usaha di

Rahayu 36 ini menggunakan pendekatan switching value dengan mencari nilai

37
pengganti atau batas maksimum yang dapat ditoleransi oleh Rahayu 36

memperoleh keuntungan.

3.5 Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah pengertian dan ruang lingkup yang didasari

atas hal-hal definitif dan terukur. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1. Biaya produksi dalam penelitian ini adalah penjumlahan dari biaya tetap dan

biaya variabel yang dikeluarkan oleh UMKM Rahayu 36 pada produk keripik

tempe sagu per bulan, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

2. Biaya tetap dalam penelitian ini adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan

terus dikeluarkan oleh UMKM Rahayu 36 tanpa melihat banyak atau

sedikitnya produk keripik tempe sagu yang diproduksi per bulan, dinyatakan

dalam satuan rupiah (Rp).

3. Biaya variabel dalam penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh

UMKM Rahayu 36 dengan melihat banyak atau sedikitnya produk keripik

tempe sagu yang diproduksi per bulan, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

4. Biaya total dalam penelitian ini adalah jumlah total biaya tetap dan biaya

variabel yang dikeluarkan oleh UMKM Rahayu 36 pada keripik tempe sagu

per bulan, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

5. Penerimaan adalah hasil produksi keripik tempe sagu dikali dengan harga jual

produk keripik tempe sagu yang diperoleh UMKM Rahayu 36 per bulan,

dinyatakan dalam satuan rupiah.

38
6. Pendapatan adalah penerimaan dari hasil penjualan produk keripik tempe

sagu yang diterima oleh UMKM Rahayu 36 dikurangi biaya total produksi

yang dikeluarkan UMKM Rahayu 36 pada produk keripik tempe sagu per

bulan, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).

7. B/C Ratio dalam penelitian ini adalah perbandingan antara total pendapatan

yang diperoleh UMKM Rahayu 36 dengan biaya produksi keripik tempe sagu

per bulan yang dikeluarkan oleh UMKM Rahayu 36.

8. Break Even Point (BEP) dalam penelitian ini adalah titik pertemuan antara

biaya dan penerimaan dimana volume penjualan dan harga jual produk

keripik tempe sagu yang diolah UMKM Rahayu 36 per bulan tidak

mengalami untung atau rugi.

9. Payback Period (PP) dalam penelitian ini adalah jangka waktu pengembalian

biaya awal dari UMKM Rahayu 36

10. Pendekatan switching value dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

berapa perubahan maksimum dari kenaikan harga tempe setengah jadi yang

masih dapat ditoleransi agar usaha keripik tempe sagu masih tetap

menguntungkan.

39
BAB IV
GAMBARAN UMUM USAHA

4.1 Profil Rahayu 36

Rahayu 36 merupakan usaha industri skala rumahan yang memproduksi

makanan ringan (snack) keripik tempe sagu. Rahayu 36 sudah menjalankan

usahanya selama 5 tahun sejak didirikan pada tahun 2018 ileh Ibu Dewi sebagai

pendiri dan sekaligus pemilik perusahaan diatas lahan seluas 50 m2. Produk yang

diproduksi oleh Rahayu 36 berfokus pada keripik tempe sagu yang terbagi

menjadi tiga macam varian produk yaitu original, ayam bakar, dan balado. Masing

masing varian dikemas dalam urukuran 215 gram. Perusahaan ini berlokasi di

Jalan H. Harun Kelurahan Jatirahayu, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi,

Jawa Barat 17414

4.1.1 Sejarah Rahayu 36

Rahayu 36 telah berdiri sejak tahun 2019, dengan Ibu dewi selaku

pemiliknya. Berawal dari Ibu Dewi sering mengikuti pelatihan pelatihan yang

diadakan di Kelurahan Jatirahayu, kemudian Ibu Dewi melihat bahwa keripik

tempe sagu cukup diminati oleh masyarakat dan masih sedikitnya orang yang

berjualan produk tersebut, kemudian Ibu Dewi tertarik untuk menjalani usaha

keripik tempe sagu. Usaha ini didirikan dengan niat awal mengisi waktu luang

sebagai ibu rumah tangga dan dapat membantu keuangan keluarga. Setelah

mendapatkan izin suami akhirnya Bu Dewi siap untuk menjalankan usaha keripik

tempe sagu bersama tetangga. Saat ini juga produk yang dihasilkan oleh Rahayu

40
36 sudah terdaftar oleh P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dengan nomor

2063275011439-25 dan Halal Indonesia dengan nomor 01101256411220.

4.1.2 Tenaga Kerja Rahayu 36

Rahayu 36 merupakan usaha rumahan yang baru berdiri sehingga memiliki

struktur organisasi yang sangat sederhana. Namun, dengan adanya struktur

organisasi tersebut tentunya pembagian tugas-tugas, wewenang serta tanggung

jawab akan menjadi lebih rinci dan terarah. Berikut ini merupakan struktur

organisasi Rahayu 36.

Pemilik Usaha dan Bagian


Keuangan

Staff Produksi Staff Distribusi

Gambar 2. Struktur Organisasi Rahayu 36

Tenaga kerja di Rahayu 36 berjumlah empat orang yang terdiri dari

pemilik dan bagian keuangan, dua orang bekerja di bagian produksi dan lainnya

bekerja di bagian distribusi. Waktu jam kerja yang diterapkan pukul 10.00 – 15.00

WIB, namun seringkali antara waktu jam kerja yang sudah ditetapkan dengan

keadaan di lapangan tidak sesuai, bisa menjadi lebih cepat atau lambat. Hari kerja

yang ditetapkan yaitu empat hari kerja dalam seminggu. Berikut tugas dan serta

tanggung jawab dari masing-masing bagian dalam Rahayu 36 sebagai berikut:

41
1. Pemilik Usaha sekaligus Bagian Keuangan

Pemilik usaha adalah pemilik dari Rahayu 36 yaitu Ibu Dewi yang

sekaligus berperan dalam bagian keuangan. Beliau bertugas sebagai penyandang

dana serta pembuat kebijakan dan pengambilan keputusan terkait perkembangan

UMKM Rahayu 36 sekaligus mengatur stok produksi, melakukan pencatatan

keuangan masuk dan keluar serta mengelola keuangan perusahaan.

2. Staff Produksi

Bagian ini memiliki tugas diantaranya untuk melaksanakan proses

produksi keripik tempe sagu mulai dari persiapan bahan baku tempe setengah jadi

hingga pada tahap pengemasan plastik yang sudah dilengkapi dengan logo

perusahaan dibagian depan. Karyawan bagian produksi terdapat 2 orang. Pekerja

pada bagian produksi memiliki waktu empat hari kerja Pukul 10.00-15.00 WIB.

3. Staff Distribusi

Bagian distribusi di UMKM Rahayu 36 bertugas untuk mendistribusikan

keripik tempe sagu kepada konsumen yaitu reseller maupun perorangan yang

berada di daerah Jabodetabek. Distribusi dilakukan menggunakan motor sebagai

alat transportasinya. Karyawan pada bagian distribusi ini berjumlah 1 orang.

Pada penelitian ini saya melakukan wawancara dan observasi langsung ke

Rahayu 36 untuk mengetahui lebih jelas keadaan yang sebenarnya dan

mendapatkan data yang dibutuhkan. Adapun hasil wawancara saya kepada bu

Dewi dan karyawannya sebagai berikut. Ibu dewi adalah pemilik dari usaha

keripik tempe sagu Rahayu 36 yang sudah berdiri pada tahun 2018 dan sudah

memiliki P-IRT serta Halal Indonesia. Tenaga kerja yang terdapat dirahayu 36

42
sebanyak 4 orang termasuk Ibu dewi didalamnya. Pekerja Rahayu 36 adalah Ibu

rumah tangga yang tinggal di daerah bekasi. Ibu dewi mengajak Ibu-ibu rumah

tangga untuk membangun usaha agar mendapatkan penghasilan tambahan. Awal

mula Rahayu 36 menggunakan kedelai sebagai bahan bakunya tetapi setelah tahun

kedua Rahayu 36 menggunakan tempe setengah jadi sebagai bahan baku keripik

tempe sagu dan membeli di pabrik tempe terdekat. Dalam sekali produksi keripik

tempe sagu Rahayu 36 memerlukan 8-10 kilogram tempe. Karyawan Rahayu 36

bu Ade juga menjelaskan produksi keripik tempe sagu dilakukan seminggu 2x

dengan hari sebelumnya melakukan fermentasi tempe.

4.2 Sarana dan Prasarana UMKM Rahayu 36

Sarana dan prasarana memiliki peranan yang cukup penting dalam

menunjang berjalannya proses produksi yang bertujuan dalam kelancaran usaha

dan proses pembuatannya. Dalam menunjang kegiatan produksinya, Rahayu 36

memiliki luas bangunan kurang lebih 20 meter persegi yang terdiri dari ruang

produksi dan gudang. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Rahayu 36

dalam proses produksinya yaitu diantaranya adalah sebaga berikut:

1. Ruang Produksi

Ruang produksi merupakan salah satu ruangan yang digunakan untuk

proses pembuatan keripik tempe sagu mulai dari persiapan bahan baku (tempe

yang sudah direbus, tepung tapioka, garam, telur, bahan penyedap, telur, kemiri,

bawang putih kating) proses sortasi kedelai, pencampuran dengan bahan-bahan

lain, pencetakan, pengeringan, pemotongan, penggorengan, sampai pengemasan

keripik tempe sagu. Ruang produksi tersebut adalah ruangan inti dari Rahayu 36

43
karena ruangan ini adalah tempat dimana hampir seluruh kegiatan dari proses

produksi keripik tempe sagu.

2. Gudang

Gudang merupakan sarana yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan

beberapa peralatan yang digunakan untuk menunjang proses produksi pengolahan

kedelai yang sudah direbus menjadi keripik tempe sagu.

3. Peralatan Produksi

Peralatan produksi merupakan peralatan yang menunjang keberlangsungan

proses produksi keripik tempe sagu. Adapun peralatan produksi yang digunakan

oleh Rahayu 36 adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Peralatan Produksi Keripik Tempe Sagu UMKM Rahayu 36


No. Peralatan Produksi Jumlah Jenis (Unit)
1. Nampan 2 Buah
2. Baskom 4 Buah
3. Plastik Cetakan 1 Roll
4. Alat Potong 1 Buah
5. Wajan 2 Buah
6. Saringan 2 Buah
7. Timbangan 1 Buah
8. Hand Sealer 1 Buah
9. Talenan 2 Buah
10. Blender 1 Buah
11. Spatula 2 Buah
12. Stiker Kemasan 10 Pack
Sumber: Rahayu 36 (2022)

4. Alat Transportasi

Transportasi merupakan sarana penunjang yang digunakan Rahayu 36

untuk pembelian bahan-bahan yang diperlukan dalam memproduksi keripik tempe

sagu, serta transportasi juga digunakan untuk mendistribusikan keripik tempe sagu

44
ke beberapa reseller terdekat. Alat transportasi yang dimiliki Rahayu 36 yaitu satu

kendaraan roda dua (motor).

4.3 Kegiatan Produksi Keripik Tempe Sagu

Produksi keripik tempe sagu Rahayu 36 hampir sama dengan produksi

keripik tempe pada umumnya. Produksi keripik tempe sagu terdiri dai beberapa

proses, diantaranya yaitu persiapan bahan baku, sortasi kedelai, pencampuran

kedelai yang sudah direbus dengan ragi dan tepung tapioka, pencetakan adonan

kedelai kedalam plastik, pengeringan, pemotongan, penggorengan, penyarian,

serta pengemasan kedalam plastik. Berikut ini merupakan tahapan kegiatan

produksi keripik tempe sagu di Rahayu 36:

1. Persiapan bahan baku

Bahan baku yang disiapkan masuk pada tahap produksi keripik tempe sagu

antara lain yaitu tempe setengah jadi, tepung tapioka, bahan penyedap rasa,

garam, telur, rempah-rempah serta minyak goreng untuk menggoreng keripik

tempe sagu yang sudah jadi. Adapun jenis tempe setengah jadi yang digunakan

adalah dari kedelai impor. Tempe setengah jadi yang digunakan dalam satu kali

produksi yaitu sekitar 8-10 kilogram.

2. Sortasi Tempe Setengah Jadi

Proses sortasi tempe setengah jadi ini bertujuan untuk memisahkan tempe

yang baik dengan yang rusak atau terkena benda asing seperti daun dan kotoran

yang terbawa pada proses perebusan kedelai sehingga menghasilkan keripik

45
tempe sagu dari bahan baku tempe setengah jadi yang berkualitas. Tempe

setengah jadi masih disortir dengan menggunakan tenaga manusia.

3. Pencampuran

Proses pencampuran ini dilakukan untuk menggambungk tempe setengah

jadi dengan ragi dan tepung tapioka. Tepung tapioka yang ditambahkan yaitu

sebesar 7 ons tepung tapioka setiap 1 kg tempe setengah jadi, kemudian diaduk

secara merata adonan tersebut..

4. Pencetakan dan Pengeringan

Pencetakan tempe setengah jadi yang sudah dicampur dengan tepung

tapioka dibuat dengan plastik berbentuk oval. Tahap pencetakan proses keripik

tempe sagu yang telah dibuat akan difermentasikan pada suhu ruang yang stabil

serta tidak diperbolehkan terkena sinar matahari secara langsung selama satu

sampai dua hari.

5. Pemotongan

Adonan kedelai yang sudah jadi disusun rapih untuk dipotong, keripik

tempe sagu dipotong-potong dengan menggunakan alat potong yang tajam dengan

ukuran yang sangat tipis. Keripik tempe sagu yang telah dipotong tipis kemudian

dicelupkan kedalam rendaman air yang berisikan bumbu dan rempah-rempah

sebelum akhirnya digoreng.

6. Penggorengan

Adonan keripik yang telah dipotong, kemudian dicelupkan kedalam

larutan bumbu dan siap untuk digoreng. Tahap penggorengan ini dilakukan

dengan suhu panas hingga keripik tempe sagu berubah menjadi kuning

46
kecokelatan. Proses penggorengan sesuai akan berfokus pada tingkat kematangan

yang merata. Kemudian, apabila keripik tempe sagu telah memenuhi tingkat

kematangan yang merata, maka keripik tempe sagu ditiriskan menggunakan

saringan. Penirisan keripik tempe sagu yang telah matang dilakukan sebanyak dua

kali untuk mengurangi minyak yang terdapat pada keripik yang telah digoreng.

7. Pengemasan

Pengemasan keripik tempe sagu dilakukan setelah semua proses produksi

selesai, pengemasan ini dilakukan menggunakan plastik yang sudah diberikan

logo perusahaan dibagian depan. Pengemasan keripik tempe sagu yang

mempunyai bentuk kurang bagus atau kecil akan dipisahkan karena tidak sesuai

dengan standar perusahaan

4.4 Pemasaran Keripik Tempe Sagu Rahayu 36

Rahayu 36 melakukan penjualan produk keripik tempe sagu setiap ada

pesanan. Pemasaran produk keripik tempe sagu Rahayu 36 dilakukan dengan

system pemasaran langsung dan tidak langsung. Pemasaran langsung dilakukan

tanpa adanya perantara, sehingga produk keripik tempe sagu Rahayu 36 sampai ke

tangan konsumen akhir. Sistem pemasaran langsung ini digunakan oleh Rahayu

36 untuk melayani pembeli yang dating membeli produk keripik tempe sagu

secara lansung ke Rahayu 36. Konsumen yang berada dikawasan sekitar Rahayu

36 yang membeli produk keripik tempe sagu untuk dikonsumsi sendiri.

Sedangkan, pemasaran tidak langsung dilakukan dengan perantara, dimana

perantara di Rahayu 36 adalah para reseller yang memasarkan produk keripik

tempe sagu Rahayu 36 kepada konsumen akhir. Reseller berada di wilayah Jakarta

47
dan Bekasi. Pemesanan produk keripik tempe sagu dapat dilakukan dengan dating

langsung ke Rahayu 36 dan melalui via whatsapp kemudian dapat langsung

diantar ke tempat pembeli. Rahayu 36 mengantarkan produk keripik tempe sagu

menggunakan kendaraan roda dua sepeda motor.

48
Sortasi Tempe Setengah Jadi Kotoran

Tepung
Pencampuran
Tapioka

Pencetakan dan Pengepresan Tempe

Pemotongan

Air +
Bumbu + Pencelupan
Rempah

Penggorengan dan Penirisan

Pengemasan

Pemasaran

Gambar 3. Proses Pembuatan Keripik Tempe Sagu

49
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu Rahayu 36

Analisis pendapatan usaha merupakan analisis yang berfungsi untuk

mengetahui apakah suatu usaha menguntungkan dan seberapa besar keuntungan

yang diperoleh. Adapun komponen yang diperlukan dalam perhitungan

pendapatan usaha adalah penerimaan usaha dan biaya produksi.

Biaya produksi merupakan total biaya yang dikeluarkan UMKM Rahayu

36 untuk memproduksi Keripik Tempe Sagu. Biaya tersebut mulai dari biaya

produksi keripik tempe sagu, seperti penyediaan bahan baku, hingga biaya

produksi dan distribusi. Produksi keripik tempe sagu di Rahayu 36 dilakukan dua

kali seminggu. Rincian biaya keripik tempe sagu dihitung dengan membagi biaya

komponen menjadi biaya tetap dan biaya variabel (tidak tetap).

5.1.1 Biaya Tetap

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang besarnya

tidak dipengaruhi oleh output yang dihasilkan. Biaya tetap Rahayu 36 terdiri dari

penyusutan bangunan dan penyusutan peralatan produksi. Biaya Penyusutan

dihitung dengan menggunakan metode garis lurus, dimana nilai beli dikurangi

nilai sisa, dan hasilnya dibagi dengan umur ekonomis. Nilai sisa dianggap nol

karena diasumsikan setelah digunakan tidak dapat dijual kembali. Hasil

perhitungan biaya tetap produksi Keripik Tempe Sagu Rahayu 36 disajikan pada

tabel 4.

50
Tabel 4. Biaya Tetap Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022

No Komponen Nilai (Rp/Tahun)


1 Biaya Penyusutan Peralatan Rp226.190
2 Biaya Penyusutan Kendaraan Rp1.000.000
3 Biaya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) Rp175.000
Total Biaya Tetap Rp1.401.190
Sumber: Data Primer (diolah), 2022

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat terdapat biaya tetap yang harus

dikeluarkan oleh Rahayu 36 selama periode Bulan September 2021 – Agustus

2022. Biaya penyusutan peralatan produksi di Rahayu 36 terdiri dari nampan,

baskom, kompor, alat potong, wajan, saringan, timbangan, alat sil plastik, talenan,

blender, spatula. Biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan oleh Rahayu 36

sebesar Rp226.190 per tahunnya. Biaya penyusutan peralatan ini dihitung dengan

nilai pembelian dikurangi nilai sisa dibagi umur ekonomis dengan nilai sisa

diasumsikan sebesar nol.

Biaya penyusutan kendaraan untuk produk keripik tempe sagu Rahayu 36

terdiri dari kendaraan roda dua yaitu motor Vario. Biaya penyusutan yang

dibayarkan setiap tahun untuk produksi keripik tempe sagu yaitu sebesar

Rp1.000.000. Biaya ini didapatkan dari nilai pembelian dikurangi nilai sisa dan

dibagi dengan umur ekonomis kendaraan roda dua yaitu 15 tahun.

Biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan biaya yang wajib

dikeluarkan oleh Rahayu 36 setiap tahunnya atas tanah untuk bangunan yang

dimiliki. Besarnya jumlah biaya pajak bumi dan bangunan untuk produksi keripik

tempe sagu yang dibayarkan yaitu sebesar Rp175.000 per tahunnya.

51
Secara keseluruhan total biaya tetap yang dikeluarkan oleh Rahayu 36

untuk keripik tempe sagu selama satu tahun sebesar Rp1.401.190. Dengan total

biaya tetap tertinggi yang dikeluarkan Rahayu 36 yaitu pada biaya penyusutan

kendaraan sebesar Rp1.000.000/tahun. Sedangkan biaya tetap terendah yang

dikeluarkan oleh Rahayu 36 dalam memproduksi keripik tempe sagu adalah biaya

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yaitu sebesar Rp175.000/tahunnya.

5.1.2 Biaya Variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang secara langsung berhubungan

terhadap proses produksi keripik tempe sagu yang jumlahnya berubah sebanding

(proporsional) dengan perubahan volume atau jumlah produksi. Biaya variabel

yang dikeluarkan terdiri dari biaya bahan baku tempe setengah jadi, biaya garam,

biaya penyedap rasa, biaya tepung tapioka, biaya minyak goreng, biaya kemasan,

biaya telur, biaya kemiri, biaya bawang putih kating, biaya listrik dan air, biaya

bahan bakar kendaraan, biaya gas dan biaya tenaga kerja. Hasil perhitungan biaya

variabel pada produk keripik tempe sagu Rahayu 36 dapat dilihat pada Tabel 5

dibawah ini.

52
Tabel 5. Komponen Biaya Variabel Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36
Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022

No. Komponen Nilai (Rp/Tahun)


1 Biaya tempe setengah jadi Rp7.300.000
2 Biaya Garam Rp18.000
3 Biaya Penyedap Rasa Rp480.000
4 Biaya Tepung Tapioka Rp2.409.000
5 Biaya Minyak Goreng Rp1.680.000
6 Biaya Telur Rp990.000
7 Biaya Rempah-rempah Rp600.000
8 Biaya Kemasan Rp8.928.000
9 Biaya Listrik dan Air Rp960.000
10 Biaya Bensin Rp2.400.000
11 Biaya Gas Rp672.000
12 Biaya Tenaga Kerja Rp80.160.000
Total Biaya Variabel Rp106.597.000
Sumber: Data Primer (diolah)

Berdasarkan Tabel 5, dapat dilihat terdapat biaya variabel yang

dikeluarkan oleh Rahayu 36 selama periode Bulan September 2021 – Agustus

2022. Komponen biaya paling utama pada keripik tempe sagu di Rahayu 36

adalah biaya bahan baku tempe setengah jadi. Tempe setengah jadi merupakan

bahan baku utama untuk memproduksi keripik tempe sagu di Rahayu 36. Adapun

biaya bahan baku tempe setengah jadi untuk memproduksi keripik tempe sagu

yaitu sebesar Rp7.300.000 per tahun. Biaya bahan baku tempe setengah jadi

diperoleh dari total kebutuhan tempe setengah jadi dalam setahun sebesar 730 kg

dengan harga per kilo sebesar Rp 10.000.

Biaya garam dan penyedap diperoleh dari penggunaan garam dan

penyedap untuk memberikan rasa asin gurih pada keripik tempe sagu yang akan

digoreng. Keripik tempe sagu yang hendak melalui proses penggorengan terlebih

dahulu akan dimasukan kedalam rendaman air yang berisikan garam, penyedap

dan rempah-rempah sebelum akhirnya melalui proses penggorengan. Garam yang

53
digunakan adalah garam dapur biasa dengan kebutuhan 1,8 kilogram, adapun

biaya penggunaan garam untuk produk keripik tempe sagu yaitu sebesar

Rp18.000/tahunnya. Penyedan yang digunakan adalah penyedap yang beredar

dipasaran dan dibutuhkan sebanyak 9,6 kilogram/tahunn, adapun biaya

penggunaan penyedap rasa yaitu sebesar Rp480.000/tahun.

Biaya tepung tapioka adalah biaya yang cukup penting dalam

memproduksi keripik tempe sagu setelah bahan baku kedelai. Penggunaan tepung

tapioka sangat mempengaruhi karena dapat memberikan rasa gurih dan lebih

renyah terhadap keripik tempe sagu. Biaya penggunaan tepung tapioaka yaitu

sebesar Rp2.409.000/tahunnya.

Biaya penggunaan minyak goreng sudah pasti digunakan untuk

menggoreng keripik tempe sagu yang sudah melewati semua proses. Biaya

penggunaan minyak goreng yang digunakan untuk menggoreng keripik tempe

sagu sebesar Rp1.680.000/tahun. Total biaya minyak goreng tersebut dikeluarkan

pada periode September 2021 – Agustus 2022 dikarenakan harga minyak goreng

selalu berflutuasi setiap tahunnya. Solusi yang dilakukan Rahayu 36 saat

mengalami peningkatan harga minyak goreng yaitu dengan melakukan

penggorengan secara berulang dengan maksimal 5x cara ini untuk menekan saat

harga minyak goreng sedang tinggi. Biaya penggunaan telur dalam proses

pembuatan keripik tempe sagu. Penggunaan telur ini dicampurkan kedalam

rendaman air yang nantinya keripik tempe sagu akan dicelupkan sebelum

digoreng.

54
Biaya listrik dan air merupakan biaya yang digunakan untuk menunjang

proses pengolahan tempe setengah jadi menjadi keripik tempe sagu, seperti

pemakaian lampu, mesin pompa air, alat sil kemasan. Adapun biaya listrik dan air

untuk produksi keripik tempe sagu yaitu sebesar Rp960.000/tahunnya. Rahayu 36

juga memperhatikan pengeluaran pada biaya ini agar tidak terjadi pembengkakan,

dengan cara mematikan lampu pada siang hari dan setelah dipakai, mengusahakan

produksi keripik tempe sagu di ruangan dengan pencahayaan matahari supaya

tidak boros dalam pemakaian listrik.

Biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dikeluarkan untuk tenaga yang

ada di Rahayu 36. Tenaga kerja di Rahayu 36 terdiri dari 4 orang yang merupakan

pemilik (Pemasaran), bagian produksi dan distribusi. Biaya ini dikeluarkan untuk

tenaga kerja yang memperoleh gaji bulanan. Adapun upah tenaga kerja secara

keseluruhan pada Rahayu 36 yaitu sebesar Rp80.160.000/tahun.

Secara keseluruhan bahwa total biaya variabel yang dikeluarkan oleh

Rahayu 36 dalam memproduksi keripik tempe sagu dalam satu tahun yaitu sebesar

Rp106.597.000/tahun. Untuk komponen biaya variabel tertinggi yang dikeluarkan

adalah biaya tenaga kerja Rp80.160.000/tahun. Sedangkan untuk biaya komponen

terendah adalah biaya penggunaan garam sebesar Rp18.000/tahunnya.

5.1.3 Total Biaya

Total biaya adalah semua biaya yang dikeluarkan Rahayu 36 dalam

pembuatan keripik tempe sagu. Perhitungan total biaya dihasilkan dari

penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel yang telah dikeluarkan Rahayu 36.

55
Total biaya adalah hasilnya Perhitungan biaya selama satu bulan. Adapun total

biaya usaha keripik tempe sagu dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Total Biaya Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022

Komponen Nilai (Rp/Tahun)


Biaya Tetap
Biaya Penyusutan Peralatan Rp226.190
Biaya Penyusutan Kendaraan Rp1.000.000
Biaya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) Rp175.000
Total Biaya Tetap Rp1.401.190
Biaya Variabel
Biaya tempe setengah jadi Rp7.300.000
Biaya Garam Rp18.000
Biaya Penyedap Rasa Rp480.000
Biaya Tepung Tapioka Rp2.409.000
Biaya Minyak Goreng Rp1.680.000
Biaya Telur Rp990.000
Biaya Rempah-rempah Rp600.000
Biaya Kemasan Plastik Rp8.928.000
Biaya Listrik dan Air Rp960.000
Biaya Bensin Rp2.400.000
Biaya Gas Rp672.000
Biaya Tenaga Kerja Rp80.160.000
Total Biaya Variabel Rp106.597.000
Total Biaya Rp107.998.190
Sumber: Tabel 4, 5 (2022), diolah

Berdasarkan Tabel 6, total biaya yang dikeluarkan Rahayu 36 dalam

memproduksi keripik tempe sagu periode Periode Bulan September 2021 –

Agustus 2022 sebesar Rp107.998.190 dengan total biaya tetap yaitu sebesar

Rp1.401.190 dan total biaya variabel sebesar Rp106.597.000. Hal tersebut

menunjukkan bahwa untuk memproduksi keripik tempe sagu, biaya variabel

memiliki presentase yang lebih tinggi dibandingkan biaya tetapnya. Rendahnya

presentase biaya tetap disebabkan karena komponen biaya yang dikeluarkan

hanya berupa biaya penyusutan peralatan, penyusutan kendaraan dan PBB.

56
5.1.4 Penerimaan Usaha Rahayu 36

Penerimaan usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 berasal dari penjualan

produk. Adapun penerimaan usaha pada penelitian ini merupakan penerimaan

usaha keripik tempe sagu selama satu tahun. Besarnya penerimaan usaha keripik

tempe sagu Rahayu 36 diperoleh dari penjualan keripik tempe sagu dikalikan

dengan harga jual produk keripik tempe sagu per kemasan. UMKM Rahayu 36

menjual keripik tempe sagu dengan hitungan satuan gram. Satu bungkus keripik

tempe sagu harga jual yang ditawarkan kepada konsumen yaitu

Rp20.000/kemasan. Adapun penerimaan usaha keripik tempe sagu pada Rahayu

36 dapat dilihat dalam Tabel 7.

Tabel 7. Penerimaan Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022

Jumlah Penjualan Harga Jual Penerimaan


Tahun Bulan
(pcs) (Rp/pcs) (Rp)
September 442 Rp8.840.000
Oktober 487 Rp9.740.000
2021
November 592 Rp11.840.000
Desember 655 Rp13.100.000
Januari 558 Rp11.160.000
Februari 513 Rp10.260.000
Rp20.000
Maret 675 Rp13.500.000
April 703 Rp14.060.000
2022
Mei 460 Rp9.200.000
Juni 621 Rp12.420.000
Juli 605 Rp12.100.000
Agustus 410 Rp8.200.000
Total Penjualan 6721
Total Penerimaan (Rp/Tahun) Rp134.420.000
Sumber: Rahayu 36 (2022), diolah

Berdasarkan Tabel 7, dapat diketahui bahwa total penerimaan usaha

produksi keripik tempe sagu di Rahayu 36 selama periode Bulan September 2021

– Agustus 2022 adalah sebesar Rp134.420.000. Penerimaan ini diperoleh dari

57
penjualan keripik tempe sagu perkemasan (215 gram) dengan harga

Rp20.000/kemasan. Penerimaan usaha keripik tempe sagu pada Rahayu 36 dalam

satu bulan tiap bulannya cenderung berfluktuasi sesuai dengan jumlah penjualan

yang juga naik turun.

5.1.5 Pendapatan Usaha Rahayu 36

Besarnya pendapatan usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 diperoleh dari

selisih total penerimaan produk tempe dengan total biaya yang dikeluarkan. Hasil

perhitungan pendapatan usaha produk keripik tempe sagu Rahayu 36 selama

Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022

Komponen Nilai
Total Penerimaan Rp134.420.000
Total Biaya (Rp) Rp107.998.190
Total Pendapatan (Rp) Rp26.421.810
Sumber: Tabel 7, 6 (2022), diolah

Berdasarkan Tabel 8, dapat diketahui bahwa pendapatan usaha produk

keripik tempe sagu Rahayu 36 pada periode bulan September 2021 – Agustus

2022 adalah sebesar Rp26.421.810. Pendapatan usaha tersebut merupakan hasil

dari perhitungan selisih antara penerimaan usaha Rahayu 36 sebesar

Rp134.420.000 yang dikurangi dengan total biaya produksi Rahayu 36 sebesar

Rp107.998.190 pendapatan usaha tersebut merupakan laba bersih yang telah

dikurangi dengan pajak usaha. Hasil perolehan pendapatan usaha pada Tabel 8

menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh memiliki nilai positif, yang artinya

usaha keripik tempe sagu yang dijalankan Rahayu 36 menguntungkan

58
dikarenakan penerimaan yang diperoleh lebih besar dari total biaya yang

dikeluarkan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Febry dkk (2019),

penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil pendapatan usaha yang diperoleh dari

penjualan keripik tempe di Desa Sumber Datar, diperoleh pendapatan usaha

sebesar Rp425.327 per produksi dengan penjualan keripik tempe11,49 Kilogram

dan harga jual sebsar Rp50.000 per Kilogram.

5.2 Analisis Usaha Keripik Tempe Sagu Rahayu 36

Analisis usaha dilakukan guna mengetahui tingkat efisiensi usaha keripik

tempe sagu yang dijalakan oleh Rahayu 36. Metode analisis yang digunakan

dalam analisis usaha terdiri dari analisis B/C Ratio, Break Even Point (BEP), dan

Payback Period (PP). Dengan menggunakan analisis tersebut, dapat diketahui

lebih mendalam mengenai usaha produksi keripik tempe sagu yang dijalankan

UMKM Rahayu 36.

5.2.1 B/C Ratio Rahayu 36

Analisis B/C Ratio digunakan untuk melihat perbandingan antara tingkat

keuntungan atau pendapatan yang diperoleh Rahayu 36 dengan total biaya yang

dikeluarkan dalam kegiatan produksi keripik tempe sagu. Perhiungan analisis B/C

Ratio pada usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 dalam satu periode produksi

dapat dilihat pada Tabel 9.

59
Tabel 9. Analisis B/C Ratio Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode
Bulan September 2021 – Agustus 2022

Komponen Nilai
Pendapatan Usaha (Rp) Rp26.421.810
Total Biaya (Rp) Rp107.998.190
B/C Ratio 0,24
Sumber: Tabel 8, 6 (2022), diolah

Pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa nilai B/C Ratio yang diperoleh dari

usaha keripik tempe sagu di Rahayu 36 telah mencapai angka lebih dari nol. Hasil

tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Saeri (2018: 109) bahwa jika nilai

B/C yang diperoleh dari perhitungan lebih besar dari 0, berarti teknologi baru itu

lebih menguntungkan. Mengacu pada kutipan tersebut, sehingga dapat dikatakan

bahwa usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 layak untuk diusahakan dan

dikembangkan karena nilai B/C Ratio lebih besar dari pada nol. Nilai B/C Ratio

yang diperoleh yaitu sebesar 0,24 yang artinya setiap Rp1.000.000 atas

keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan, maka Rahayu 36 akan memperoleh

manfaat atau keuntungan sebesar Rp240.000. Maka dapat diartikan juga bahwa

dengan pengeluaran biaya produksi yang terjangkau, perusahaan dapat

menghasilkan keuntungan.

5.2.2 Break Even Point (BEP) Rahayu 36

Analisis Break Even Point (BEP) merupakan suatu titik impas di mana

usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 tidak memperoleh keuntungan dan tidak pula

mengalami kerugian, atau laba yang diperoleh adalah nol. Perhitungan Break

Even Point (BEP) pada penelitian ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu BEP

volume dan BEP harga. Perhitungan analisis Break Even Point (BEP) pada usaha

60
keripik tempe sagu Rahayu 36 dalam periode Bulan September 2021 – Agustus

2022 dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Analisis Break Even Point (BEP) Usaha Keripik Tempe Sagu Pada
Rahayu 36 Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022

Komponen Nilai
Total Biaya (Rp) Rp107.998.190
Harga Jual (Rp) Rp20.000
Jumlah produksi yang terjual 6721
BEP Produksi (215 gram) 5400
BEP Harga (Rp/215 gram) Rp16.069
Sumber: Tabel 6, 7 (2022), diolah

Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa usaha keripik tempe sagu

memperoleh nilai BEP produksi 5.400 kemasan 215 gram dan nilai BEP harga

Rp16.069. Pada kondisi tersebut usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 mengalami

titik impas, yaitu tidak memperoleh keuntungan dan tidak pula mengalami

kerugian. Hal tersebut menunjukkan bahwa Rahayu 36 harus memproduksi dan

menjual keripik tempe sagu paling sedikit yaitu 5.400 kemasan 215 gram per

tahun dan dengan harga jual tidak kurang dari Rp16.069 per kemasan 215 gram

agar Rahayu 36 tidak mangalami kerugian.

Pada keadaan aktual usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 jika

dibandingkan, keripik tempe sagu yang terjual dalam satu tahun produksi yakni

sebanyak 6.721 kemasan 215 gram keripik tempe sagu, yang berarti jumlah

penjualan tersebut sudah lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan BEP

Produksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha keripik tempe sagu Rahayu 36

memperoleh keuntungan, berdasarkan selisis dari volume penjualan keripik tempe

61
sagu dengan hasil perhitungan BEP Produksi yaitu sebanyak 1.321 kemasan 215

gram.

Pada harga jual keripik tempe sagu yang ditetapkan oleh Rahayu 36 yaitu

sebesar Rp20.000 per kemasan 215 gram, sedangkan hasil perhitungan BEP harga

menunjukkan bahwa harga minimal yang harus ditetapkan perusahaan yaitu

sebesar Rp16.069 per kemasan 215 gram. Hal tersebut menunjukkan bahwa harga

yang ditetapkan oleh Rahayu 36 lebih besar dari hasil perhitungan BEP harga,

dengan kata lain usaha keripik tempe sagu memberikan keuntungan sebesar

selisih harga yang ditetapkan perusahaan dengan hasil perhitungan BEP harga

yaitu sebesar Rp3.931 per kemasan.

Berdasarkan hasil perbandingan antara perolehan nilai BEP dengan

keadaan aktual, dapat dilihat bahwa keuntungan yang diperoleh Rahayu 36 lebih

besar dari nilai BEP. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut

yaitu Rahayu 36 sudah memiliki konsumen tetap yang membeli keripik tempe

sagu setiap minggunya, konsumen tersebut umumnya merupakan reseller.

Adapun upaya perusahaan dalam mempertahankan dan menjaga kepercayaan dari

konsumen yakni memberikan potongan harga atau gratis ongkir kepada konsumen

yang rutin membeli keripik tempe sagu dengan jumlah yang cukup banyak.

5.2.3 Payback Period (PP) Rahayu 36

Analisis Payback Period (PP) digunakan untuk mengetahui jangka waktu

atau seberapa cepat pengembalian modal yang telah dikeluarkan Rahayu 36

kegiatan produksi. Payback Period (PP) dihitung dengan cara perbandingan nilai

investasi dengan nilai pendapatan satu tahun. Nilai investasi pada penelitian ini

62
dihasilkan dari total biaya sarana produksi yang digunakan Rahayu 36 dalam

menjalankan usaha keripik tempe sagu yang dapat dilihat pada Lampiran 2.

Perhitungan analisis Payback Period (PP) pada usaha keripik tempe sagu Rahayu

36 dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Analisis Payback Period (PP) Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu
36 Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022

Komponen Nilai
Investasi Usaha (Rp) Rp15.965.000
Pendapatan Usaha (Rp) Rp26.421.810
Payback Period (Tahun) 0,60
Sumber: Lampiran 2, Tabel 8 (2022), diolah

Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa nilai Payback Period (PP) yang

diperoleh usaha keripik tempe sagu yaitu sebesar 0,60. Nilai Payback Period (PP)

menunjukkan bahwa usaha keripik tempe sagu akan mengalami pengembalian

modal dalam jangka waktu 7 bulan 6 hari. Nilai payback period tersebut

didapatkan dari hasil pembagian antara nilai investasi usaha dan pendapatan usaha

Rahayu 36. Investasi usaha didapatkan dari total biaya yang dikeluarkan oleh

Rahayu 36 untuk meraih keuntungan pada perusahaan. Sedangkan, pendapatan

usaha didapatkan dari total uang yang dihasilkan Rahayu 36 selama periode bulan

September 2021 – Agustus 2022.

Semakin besar nilai payback period yang dihasilkan, maka jangka waktu

yang dibutuhkan suatu usaha dalam melakukan pengembalian modal pun akan

semakin lama pula. Berkaitan dengan hal tersebut, maka usaha keripik tempe sagu

Rahayu 36 membutuhkan jangka waktu yang sebentar dalam melakukan

pengembalian modal usaha.

63
5.3 Analisis Sensitivitas Usaha

Analisis sensitivitas merupakan analisis untuk melihat apa yang akan

terjadi dengan hasil kegiatan suatu usaha, jika terdapat perubahan dalam dasar-

dasar perhitungan biaya dan manfaat. Nurmalina dalam Mukti dan Septina (2017:

147-148) menyatakan bahwa pendekatan switching value merupakan suatu variasi

pada analisis sensitivitas yang menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan pada

input dan output maka perubahan tersebut tidak boleh melebihi nilai switching

value. Pendekatan switching value dapat dilakukan dengan menghitung secara

coba-coba hingga mendapatkan perubahan maksimum yang dapat ditoleransi atau

masih memberi keuntungan bagi Rahayu 36. Berikut merupakan hasil perhitungan

analisis sensitivitas variasi switching value dengan pendekatan Ceteris Paribus,

dimana hanya harga kedelai saja yang meningkat dan harga yang lainnya

dianggap konstan pada Rahayu 36 yang dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 12. Sensitivitas Usaha Keripik Tempe Sagu Rahayu 36


Harga Kedelai Naik
Uraian
10% 15% 20% 43,6%
Harga Tempe Setengah
11.000 11.500 12.000 14.360
Jadi (Rp)
Payback Period (PP) 0,98 1,09 1,64 17,05
B/C Ratio 0,14 0,12 0,08 0,0070
BEP Harga (Rp) 17.584 17.826 18.555 19.861
BEP Produksi (Kemasan
5909 5990 6235 6674
215 gram)
Pendapatan (Rp) 16.237.310 14.611.685 9.713.810 936.494
Sumber: Lampiran 9 (2022), diolah

Hasil sensitivitas Tabel 12. dapat diketahui usaha ini saat dilakukan

kenaikan bahan baku tempe setengah jadi sebesar 10% atau harga menjadi

Rp11.000. Kenaikan harga tempe setengah jadi sebesar Rp1.000 ternyata

64
mempengaruhi keuntungan yang diperoleh Rahayu 36 lebih sedikit yakni sebesar

Rp16.237.310 selama satu tahun. Meskipun begitu kenaikan harga tempe setengah

jadi 10% masih dapat ditoleransi Rahayu 36 untuk memperoleh keuntungan.

Selanjutnya meningkatkan kenaikan harga tempe setengah jadi sebesar 43,6%

atau menjadi Rp 14.360. Kenaikan harga menjadi Rp14.360 merupakan hasil

penjumlahan antara harga normal tempe setengah jadi Rp10.000 ditambah dengan

presentase kenaikan harga tempe setengah jadi sebesar Rp4.360. Keuntungan

yang diperoleh Rahayu 36 saat harga tempe setengah jadi naik 43,6% lebih sedikit

yakni Rp936.494 selama satu tahun. Hasil perhitungan B/C Ratio sebesar 0,0070,

dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa Rahayu 36 masih layak diusahakan

apabila terjadi kenaikan harga bahan baku tempe setengah jadi sebesar 43,6%

dikarenakan B/C Ratio lebih besar daripada 0. Hal tersebut mengartikan bahwa

setiap biaya atau modal yang dikeluarkan sebesar Rp1.000.000 maka memperoleh

manfaat sebesar Rp7.000. Berdasarkan hasil perhitungan BEP produksi dan harga

maka Rahayu 36 perlu memproduksi keripik tempe sagu sebanyak 6674 kemasan

215 gram dengan mematok harga sebesar Rp19.861 per kemasan 215 gram

keripik tempe sagu. Hasil payback periode nilai pengembalian investasi usaha

dapat dikembalikan dalam waktu 17,05. Hal tersebut bahwa Rahayu 36 masih

layak untuk memperoleh keuntungan meskipun jangka waktu pengembalian

modal lebih lama. Berdasarkan hal tersebut, kenaikan harga tempe setengah jadi

yang cukup tinggi yakni 43,6% masih dapat ditoleransi Rahayu 36 untuk

memperoleh keuntungan tetapi perlu diwaspadai.

65
Produksi keripik tempe sagu Rahayu 36 menjadi tidak layak dan tidak

memperoleh keuntungan apabila harga bahan baku tempe setengah jadi

mengalami kenaikan lebih dari 43,6%. Hal tersebut menjadi tidak masuk akal

dikarenakan keuntungan yang akan didapat oleh Rahayu 36 menjadi sangat sedikit

dalam satu tahun. Keuntungan yang sangat sedikit mengakibatkan Rahayu 36

mengalami kerugian.

66
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka

dapat diberikan kesimplan sebagai berikut:

1. Analisis pendapatan usaha yang diperoleh Rahayu 36 yaitu:

a. Penerimaan usaha keripik tempe sagu yaitu sebesar Rp134.420.000

dengan jumlah produksi penjualan sebanyak 6.721 kemasan dan harga jual

Rp20.000 per kemasan.

b. Pendapatan usaha keripik tempe sagu yaitu sebesar Rp26.421.810 pada

periode September 2021 – Agustus 2022..

2. Hasil perhitungan analisis usaha keripik tempe sagu Rahayu 36:

a. Nilai B/C Ratio yang diperoleh dari usaha keripik tempe sagu yaitu

sebesar 0,24. Nilai tersebut telah mencapai angka lebih dari nol, sehingga

dapat dikatakan bahwa usaha tersebut layak untuk diusahakan.

b. Nilai BEP yang diperoleh dari usaha keripik tempe sagu yaitu BEP

produksi 5.400 kemasan dan nilai BEP harga Rp16.069. Rahayu 36 harus

memproduksi dan menjual keripik tempe sagu paling sedikit yaitu 5.400

kemasan per tahun, dengan harga jual tidak kurang dari Rp16.069 per

kemasan, agar tidak mengalami kerugian.

c. Nilai Payback Period (PP) yang diperoleh yaitu sebesar 0,60, yang artinya

Rahayu 36 akan mengalami pengembalian modal dalam jangka waktu 7

bulan 6 hari.

67
3. Sensitivitas usaha dengan variasi switching value pada kenaikan maksimum

harga bahan baku tempe setengah jadi yang dapat ditoleransi untuk

memperoleh keuntungan adalah sebesar 43,6%, pendapatan yang diperoleh

adalah sebesar Rp936.494 dengan tingkat B/C Ratio sebesar 0,0070, BEP

harga sebesar Rp19.861, BEP Produksi sebanyak 6674 kemasan, dan Payback

Period (PP) sebesar 17,05. Sedangkan apabila harga tempe setengah jadi

melebihi 43,6% maka Rahayu 36 akan mengalami kerugian.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, makan saran yang dapat diberikan pada

Rahayu 36 terkait keberlangsungan usaha produksi keripik tempe sagu, sebagai

berikut:

1. Berdasarkan analisis pendapatan usaha di Rahayu 36 periode September 2021-

Agustus 2022, Disarankan Rahayu 36 untuk memiliki karyawan pada bagian

pemasaran untuk bertugas menawarkan hasil produksi keripik tempe sagu ke

para reseller atau promosi melalui media sosial untuk memperluas pasar ke

wilayah-wilayah selain Jabodetabek.

2. Berdasarkan hasil dari pendekatan switching value usaha keripik tempe sagu

di Rahayu 36, usaha masih menguntungkan apabila terjadi kenaikan harga

tempe setengah jadi yang cukup tinggi. Namun, Rahayu 36 masih harus tetap

waspada terhadap harga tempe setengah jadi yang tidak stabil. Penambahan

produksi dan promosi variasi ukuran pada keripik tempe sagu yang diproduksi

Rahayu 36 dapat dilakukan, sehingga apabila terjadi kenaikan harga tempe

68
setengah jadi konsumen dapat beralih mengkonsumsi keripik tempe sagu

dengan ukuran yang lebih kecil.

3. Rahayu 36 harus membuat data perkiraan permintaan konsumen

supayaRahayu 36 bisa memperkirakan produksi keripik tempe sagu.

69
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Dini dan Angwar, Mukhammad. 2018. Produk Pangan Berbasis Tempe
Dan Aplikasinya. LIPI Press. Jakarta.

Blocher, Edward J, DKK. 2000. Cost Management: A Strategic Emphasis.


Terjemahan : A. Susty Ambarriani. Salemba Empat. Jakarta.

Darwis, Khaeriyah. 2017. Ilmu Usahatani Teori dan Penerapan. CV. Inti
Mediatama. Makasar.

Fadhillah An Nur. 2022. Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Tempe di


Kelurahan Tanjung Medan Utara Kecamatan Tanjung Medan Kabupaten
Rokan Hilir Provinsi Riau (Studi Kasus Pada Agroindustri Tempe Bapak
Adi). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau, Pekanbaru.

Geasti, Dwi Haryono, dan Affandi, Muhammad Irfan. 2019. Struktur Biaya, Titik
Impas, Dan Pendapatan Usahatani Padi Di Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. JIIA, Vol. 7, No. 3. Tahun 2019.

Gittinger, J. Price. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian, Edisi


Kedua. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Hairun, Suslinawati, dan Ana Zuraida. 2016. Analisis Usaha Pembuatan Tempe
(Studi Kasus Pada Usaha Pembuatan Tempe “Bapak Joko Sarwono”) Di
Kelurahan Binuang Kecamatan Binuang Kabupaten Tapin. Jurnal Al Ulum
Sains dan Teknologi. Vol. 2, No. 1. Tahun 2016.

Harnanto. 2017. Akuntansi Biaya. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Hartopo, A. 2019. Analisis Pendapatan Petani Sagu di Kampung Simporo Distrik


Ebungfauw Kabupaten Jayapura Papua. Penerbit INDOCAMP. Tangerang
Selatan.

Kasmir & Jakfar. 2020. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. PRENADAMEDIA
GROUP. Jakarta.

Khaeruman. 2019. Manajemen Biaya Teori dan Konsep. CV. AA Rizky. Serang.

Khaswarina, Shorea dan Kusumawaty, Yeni. 2018. Buku Ajar Manajemen


Agroindustri. UR Press. Pekanbaru.

Maher, Michael W dan Daekin, Edward B. 1996. Akuntansi Biaya. Edisi Keempat
Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta.

70
Mukti, T., & Septina, E. 2017. Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Mie Sagu
di Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepualauan Miranti. Jurnal
Dinamika Pertanian. Vol. 33, No. 2, Tahun 2017.

Noor, Henry Faizal. 2017. Ekonomi Manajerial. Edisi Revisi. PT Rajagrafindo


Persada. Depok.

Nugroho, Febry., Jamalludin dan Indrawanis, Elfi. 2019. Analisis Usaha


Agroindustri Keripik Tempe Di Desa Sumber Datar Kecamatan Singingi
Kabupaten Kuantan Singingi (Studi Kasus Pada Usaha Keripik Tempe
Djokam). Jurnal Agri Sains, Vol 3 No 2 Tahun 2019.

Padangaran, Ayub M. 2013. Analisis Kuantitatif Pembiayaan Perusahaan


Pertanian. PT Penerbit IPB Press. Bogor.

Prawironegoro, Darsono. 2018. Ekonomi Manajerial. Edisi Revisi. Mitra Wacana


Media. Jakarta.

Purwanto, H. 2009. Teknologi pengolah hasil pertanian. MEDIAGRO, 5(1).

Rangkuti, Freddy. 2012. Studi Kelayakan Bisnis & Investasi. Studi Kasus. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Saeri, M. 2018. Usahatani dan Analisisnya. Unidha Press. Malang.

Santoso, Imam. 2013. Pengantar Agroindustri. UB Press. Malang.

Sari, Melda dkk. 2018. Studi Produksi Industri Kerupuk Kulit Di Jorong Kapalo
Koto Nagari Tanjung Barulak Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar.
Jurnal Buana. Vol. 2, No. 1. Tahun 2018.

Sarwono, Budi. 2000. Usaha Pembuatan Keripik Tempe. BPFE. Yogyakarta.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI – Press. Jakarta.

Suhardi. 2016. Pengantar Ekonomi Mikro. PENERBIT GAVA MEDIA.


Yogyakarta.

Sumarsan, Thomas. 2013. Sistem Pengendalian Manajemen: Konsep, Aplikasi,


dan Pegukuran Kinerja. Edisi 2. PT Indeks. Jakarta.

Sunnara dan Isvandary. 2009. Sukses Mengolah Kedelai. Buana Cipta Pustaka.
Jakarta.

Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

71
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah

Wahyudi, Dedi dkk. 2016. Analisis Usaha Agroindustri Kerupuk Kulit Sapi di
Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru (Studi Kasus
Pada Usaha Agroindustri Kerupuk Kulit Sapi Mamak Kito). JURNAL JOM
FAPERTA UR. Vol. 3, No. 2, Tahun 2016.

Winarno, F G. Winarno, Wida dan Winarno, A. Driando Ahnan. (2017). Tempe


Kumpulan Fakta Menarik Berdasarkan Penelitian. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

Yusmah, Nur Abdi dan Bhakti, Yulmardi Adi. 2020. Analisis Pendapatan Usaha
Kecil dan Menengah Di Kebupaten Tanjung Jabung Barat (Studi Kasus
Usaha Keripik Tempe Di Desa Serdang Jaya Kecamatan Betara). E-Jurnal
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Vol. 9. No.2, Tahun 2020.

72
LAMPIRAN

73
Lampiran 1. Panduan Wawancara

PANDUAN WAWANCARA

A. Pewawancara

Nama : Marsha Zuleika

NIM : 11180920000107

Hari/Tanggal Wawancara:

B. Identitas Responden

Nama :

Usia :

Jabatan :

C. Pelaksanaan Usaha

1. Bagaimana kegiatan produksi keripik tempe di UMKM Rahayu 36?

2. Darimana bahan baku berasal?

3. Kemana saja produk keripik tempe sagu didistribusikan?

4. Apa bentuk promosi yang dilakukan dalam memperkenalkan produk?

5. Bagaimana sistem kerja di UMKM Rahayu 36?

6. Berapa jumlah tenaga kerja di UMKM Rahayu 36?

7. Bagaimana sistem pembayaran upah bagi tenaga kerja di UMKM Rahayu 36?

74
D. Rincian Biaya UMKM Rahayu 36

1. Biaya Produksi Usaha Keripik Tempe Sagu

Umur
Jumlah Harga Jumlah
No. Uraian Barang
(Unit) Satuan (Rp) Biaya (Rp)
(Tahun)
1
2
3
4
5
6
Total

2. Produksi dan Harga Jual Usaha Keripik Tempe Sagu

Usaha Keripik Tempe Sagu


Bulan
Produksi (Kg/Bulan) Harga Jual (Rp/Kg)
September (2021)
Oktober (2021)
November (2021)
Desember (2021)
Januari (2022)
Februari (2022)
Maret (2022)
April (2022)
Mei (2022)
Juni (2022)
Juli (2022)
Agustus (2022)
Total

75
Lampiran 2. Biaya Investasi Usaha Keripik Tempe Sagu Rahayu 36

Umur
Jumlah Harga Beli Jumlah biaya
Uraian Ekonomis
(Unit) (Rp) (RP)
(Tahun)
Kendaraan 1 15 15.000.000 15.000.000
Nampan 2 2 20.000 40.000
Baskom 4 2 15.000 60.000
Kompor 1 7 300.000 300.000
Alat Potong 2 0,25 10.000 20.000
Wajan 2 5 75.000 150.000
Saringan 2 3 10.000 20.000
Timbangan 1 3 65.000 65.000
Alat Sil Plastik 1 5 130.000 130.000
Talenan 2 4 15.000 30.000
Blender 1 4 130.000 130.000
Spatula 2 5 10.000 20.000
Total Biaya Investasi 15.965.000

Lampiran 3. Biaya Penyusutan Kendaraan Rahayu 36

Umur Biaya
Harga beli
Uraian Ekonomis Nilai (Rp) Penyusutan
(Rp)
(Tahun) (Rp/Tahun)
Sepeda Motor 15 15.000.000 15.000.000 1.000.000
Total 1.000.000

76
Lampiran 4. Biaya Penyusutan Peralatan Produksi Rahayu 36

Umur Biaya
Jumlah Harga Beli Nilai
Uraian Ekonomis Penyusutan
(Unit) (Rp) (Rp)
(Tahun) (Rp/Tahun)
Nampan 2 2 20.000 40.000 20.000,00
Baskom 4 2 15.000 60.000 30.000,00
Kompor 1 7 300.000 300.000 42.857,14
Alat
2
Potong 0,25 10.000 20.000 5.000,00
Wajan 2 5 75.000 150.000 30.000,00
Saringan 2 3 10.000 20.000 6.666,67
Timbangan 1 3 65.000 65.000 21.666,67
Alat Sil
1
Plastik 5 130.000 130.000 26.000,00
Talenan 2 4 15.000 30.000 7.500,00
Blender 1 4 130.000 130.000 32.500,00
Spatula 2 5 10.000 20.000 4.000,00
Total Biaya Penyusutan Peralatan 226.190

Lampiran 5. Biaya Tenaga Kerja Rahayu 36

Jumlah Upah Total Biaya


Uraian
TK (Rp/Bulan) (Rp/Tahun)
Pemilik Usaha 1 3.200.000 38.400.000
Karyawan Produksi 2 1.500.000 36.000.000
Karyawan Distribusi 1 480.000 5.760.000
Total Biaya Tenaga Kerja 5.180.000 80.160.000

77
Lampiran 6. Biaya Variabel Produk Keripik Tempe Sagu Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022

Harga Beli
Uraian Jumlah Satuan Total (Rp)
(Rp)
Biaya Tempe
730 Kg 10.000 7.300.000
setengah jadi
Biaya Garam 1,8 Kg 10.000 18.000
Biaya Penyedap Rasa 9,6 Kg 50.000 480.000
Biaya Tepung
146 Kg 16.500 2.409.000
Tapioka
Biaya Minyak
96 Liter 17.500 1.680.000
Goreng
Biaya Telur 36 Kg 27.500 990.000
Biaya Rempah-
20 Kg 30.000 600.000
rempah
Biaya Kemasan
5952 Kemasan 1.500 8.928.000
Plastik
Biaya Listrik dan Air 960.000
Biaya Bensin 2.400.000
Biaya Gas 672.000
Biaya Tenaga Kerja 80.160.000
Total Biaya Variabel 106.597.000

78
Lampiran 7. Kenaikan Bahan Baku Tempe Setengah Jadi 43,6%

Harga Tempe
Kebutuhan
Bulan Setengah Jadi Total (Rp)
Perbulan (Kg)
Perkilo (43%)
September 14.360,00 15,05 216.118
Oktober 14.360,00 15,05 216.118
November 14.360,00 15,05 216.118
Desember 14.360,00 15,05 216.118
Januari 14.360,00 15,05 216.118
Februari 14.360,00 15,05 216.118
Maret 14.360,00 15,05 216.118
April 14.360,00 15,05 216.118
Mei 14.360,00 15,05 216.118
Juni 14.360,00 15,05 216.118
Juli 14.360,00 15,05 216.118
Agustus 14.360,00 15,05 216.118
Total 2.593.416
Total Biaya 133.483.506
Penerimaan 134.420.000
Pendapatan 936.494
B/C Ratio 0,0070
BEP Harga 19.861
BEP Produksi 6674
PP 17,05

79
Lampiran 8. Dokumentasi Pengolahan Keripik Tempe Sagu Rahayu 36

80

Anda mungkin juga menyukai