Marsha Zuleika
11180920000107
DATA DIRI
No. HP : 081808523338
Email : zuleikamarsha@gmail.com
RIWAYAT PENDIDIKAN
Marsha Zuleika
NIM. 11180920000107
ii
RINGKASAN
Usaha keripik tempe sagu merupakan salah satu inovasi dalam industri
makanan ringan. UMKM Rahayu 36 adalah usaha berskala rumah tangga keripik
tempe sagu yang berlokasi di Pondok Melati, Bekasi Selatan. P-IRT (Pangan
Industri Rumah Tangga) dengan nomor 2063275011439-25 dan Halal Indonesia
dengan nomor 01101256411220. Penjualan keripik tempe sagu pada periode
Bulan September 2021 – Agustus 2022 mengalami fluktuasi. Dengan keuntungan
yang dimiliki Rahayu 36 maka diperlukan analisis pendapatan dan pendekatan
switching value dengan tujuan agar UMKM Rahayu 36 dapat mengetahui
komponen apa saja yang dapat membuat usaha ini menghasilkan keuntungan yang
maksimal dimana nantinya dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam
keberlangsungan usaha keripik tempe sagu.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis pendapatan usaha yang
diperoleh dari produk keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36; 2) Menganalisis
B/C Ratio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP) pada usaha produk
keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36; 3) Menganalisis Sensitivitas usaha dari
produk keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36. Jenis penelitian kuantitatif
dijabarkan dengan analisis deskriptif, yang mana sumber data yang digunakan
adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pemilik
perusahaan dan data sekunder yang diperoleh dari studi literatur serta observasi
data perusahaan Metode analisis data yang digunakan adalah Analisis Pendapatan,
Analisis Usaha dengan menghitung tingkat B/C Ratio, Break Even Point (BEP)
dan Payback Period (PP), dan Analisis Sensitivitas Usaha.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pendapatan yang diperoleh UMKM
Rahayu 36 pada periode bulan September 2021 – Agustus 2022 sebesar
Rp25.621.810 yang berarti usaha memperoleh keuntungan, dengan nilai B/C
Ratio yang diperoleh UMKM Rahayu 36 sebesar 0,24, yang berarti memberikan
manfaat dan layak untuk diusahakan dan dikembangkan. Nilai Payback Period
(PP) usaha produksi keripik tempe sagu di UMKM Rahayu 36 adalah sebesar 2,54
diartikan usaha akan mengalami pengembalian modal dalam jangka waktu 2 tahun
6 bulan, dan nilai Break Even Point (BEP) harga dari UMKM Rahayu 36 adalah
sebesar Rp16.188/kemasan dengan BEP produksi adalah sebesar 5.440
kemasan/tahun diartikan harga jual dan jumlah produksi yang telah ditetapkan
UMKM Rahayu 36 sudah melebihi nilai Break Even Point (BEP), maka usaha
tersebut telah mengalami keuntungan. Kenaikan harga kedelai maksimum yang
masih ditoleransi dan memperoleh keuntungan bagi UMKM Rahayu 36 adalah
sebesar 43,6%, dengan pendapatan sebesar Rp759.000.
iii
DAFTAR ISI
iv
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................... 29
3.2 Jenis dan Sumber Data ........................................................................ 29
3.3 Metode Pengumpulan Data .................................................................. 30
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 31
3.4.1 Analisis Pendapatan Usaha ......................................................... 31
3.4.2 Analisis Usaha ............................................................................ 34
3.4.3 Analisis Sensitivitas .................................................................... 37
3.5 Definisi Operasional ............................................................................ 38
BAB IV GAMBARAN UMUM USAHA ......................................................... 40
LAMPIRAN ..................................................................................................... 73
v
DAFTAR TABEL
4. Biaya Tetap Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022 .................................................................. 51
5. Komponen Biaya Variabel Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36
Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022 ........................................... 53
6. Total Biaya Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022 .................................................................. 56
7. Penerimaan Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022 .................................................................. 57
8. Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022 .................................................................. 58
9. Analisis B/C Ratio Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022 .................................................................. 60
10. Analisis Break Even Point (BEP) Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36
Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022 ........................................... 61
11. Analisis Payback Period (PP) Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36
Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022 ........................................... 63
12. Sensitivitas Usaha Keripik Tempe Sagu Rahayu 36...................................... 64
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
primer menjadi produk olahan baik produk antara (intermediate product) maupun
Agroindustri menjadi salah satu pendukung keberhasilan produk pertanian. Hal ini
karena keterbatasan waktu jual produk segar akan dapat diatasi melalui
pada umunya keripik adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung
tapioka dicampur dengan bahan perasa. Ada dua jenis keripik/kerupuk yang
dikenal, yaitu keripik dengan bahan baku nabati (seperti: keripik singkong, keripik
tempe, keripik bawang, rengginang, keripik gendar dll) dan kerupuk dengan bahan
pangan hewani (seperti: kerupuk udang, kerupuk ikan dan kerupuk kulit).
Sedangkan kerupuk kulit (rambak/jangek) adalah kerupuk yang tidak dibuat dari
1
adonan tepung tapioka, melainkan dari kulit sapi, kerbau, kelinci, ayam atau ikan
karena kedelai dapat diolah menjadi berbagai macam produk, antara lain kecap,
tahu, tempe, oncom, susu kedelai, kembang tahu, keripik tempe dll. Selain
Keripik tempe sagu adalah hasil produk yang dihasilkan dari pengolahan
kedelai, dimana mengubah bahan baku tempe setengah jadi menjadi makanan
keripik tempe sagu. Keripik tempe sagu merupakan tempe tipis yang digoreng
kering seperti keripik, teksturnya kering dan keras. Tempe yang digunakan berasal
dari kedelai yang diberikan ragi dan dicampur dengan tepung tapioka setelah itu
difermentasi dalam ruangan yang tidak terkena cahaya matahari lalu dicetak pada
plastik dan dipotong tipis setelah itu digoreng. Apabila disimpan di tempat kering
dan bersih, keripik tempe sagu dapat bertahan hingga beberapa minggu dengan
cara dimasukkan ke kantong plastik atau kaleng yang tertutup rapat dan tidak
(snack) dan selalu digemari masyarakat karena kepraktisannya, gizi yang tinggi,
2
Rahayu 36 merupakan usaha berskala rumah tangga keripik tempe sagu
berlokasi di Pondok Melati, Bekasi Selatan yang sudah berdiri sejak tahun 2018.
UMKM Rahayu 36 awalnya menjual susu jahe kedelai dan keripik tempe sagu
dengan tiga macam varian, yaitu original, ayam bakar dan balado. Pada penjualan
susu jahe kedelai hanya bertahan dua tahun pertama dan UMKM Rahayu sekarang
hanya fokus pada produksi keripik tempe sagu. UMKM Rahayu 36 dalam proses
produksinya menggunakan bahan baku tempe setengah jadi yang didapatkan dari
pabrik tempe untuk memproduksi hingga menjadi keripik tempe sagu. Dalam satu
sepuluh kilogram tempe setengah jadi dan dua puluh kilogram tepung tapioka.
Adapun keripik tempe sagu yang diproduksi oleh UMKM Rahayu 36 tersedia
dalam berbagai ukuran diantaranya terdapat ukuran 30 gram, 70 gram dan 215
gram per kemasan. Namun saat ini UMKM Rahayu 36 lebih memfokuskan pada
ukuran kemasan 215 gram dikarenakan banyaknya peminat pada ukuran tersebut.
media sosial. Berikut ini data penjualan keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36
3
Tabel 1. Produksi dan Penjualan Keripik Tempe Sagu UMKM Rahayu 36 periode
September 2021 – Agustus 2022
yang tertinggi terdapat pada bulan April 2022 dengan total penjualan sebesar 703
kemasan keripik tempe sagu. Sedangkan penjualan terendah keripik tempe sagu
terdapat pada bulan Agustus 2022, yaitu hanya sebesar 410 kemasan. Penjualan
terendah terjadi dikarenakan pesanan yang masuk dari reseller hanya sedikit.
antara penjualan dan produksi keripik tempe sagu. Dalam satu bulan, dilakukan
delapan kali produksi pembuatan keripik tempe sagu. Dengan masa simpan
keripik tempe sagu kurang lebih dua sampai tiga bulan, biasanya jika hasil
produksi pada bulan tertentu tidak terjual seluruhnya maka keripik tempe sagu
4
Usaha keripik tempe sagu adalah usaha produksi makanan dari bahan baku
tempe setengah jadi, proses produksi mengolah kedelai menjadi keripik tempe
sagu yang diharapkan mempunyai nilai tambah. Hal itu merupakan salah satu ide
dan banyak konsumen yang menyukai keripik atau camilan renyah. Keripik tempe
sagu berbeda dengan keripik tempe biasa, meski menggunakan bahan baku yang
Tempe setengah jadi dicampur dengan tepung tapioka hingga merata dan
Setelah itu dilakukan proses pengirisan kemudian direndam dalam air yang sudah
merata kemudian dilakukan pencetakan sesusai dengan keripik tempe sagu yang
ingin dibuat. Setelah itu akan dilakukan proses pemotongan dan kemudian dicelup
sebentar kedalam air yang sudah berisi rempah-rempah hingga akhirnya dilakukan
proses penggorengan hingga menjadi produk keripik tempe sagu yang siap
dikonsumsi.
biaya yang menunjang kelangsungan usaha tersebut. Dalam usaha keripik tempe
sagu terdapat biaya pembelian bahan baku, biaya pembelian peralatan, biaya
tenaga kerja dan biaya lainnya. Pada umumnya perusahaan adalah suatu
organisasi yang memproduksi barang yaitu keripik tempe sagu yang kemudian
5
dijual dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Proses produksi tentunya
memiliki peranan penting dalam kegiatan perusahaan. Hal ini dikarenakan proses
Selain itu, dengan adanya kegiatan pengolahan tempe setengah jadi juga
produk segar. Pendapatan yang diperoleh dari produk keripik tempe sagu yang
diolah pun belum diketahui secara pasti, dikarenakan UMKM Rahayu 36 belum
sehingga UMKM Rahayu 36 tidak mengetahui gambaran secara rinci atas biaya
yakni sebagai tolak ukur keberhasilan suatu industri dengan kata lain pengeluaran
apabila terjadi kenaikan harga pada bahan baku utama keripik tempe sagu yaitu
dapat berjalan lebih efektif dan efisien dalam memperoleh keuntungan dan
6
memperoleh keuntungan dari pengolahan kedelai menjadi keripik tempe sagu jika
harga bahan baku naik. Hasil dari analisis pendapatan dan analisis switching value
sejauh mana sudah tercapai tujuan utama dalam memperoleh keuntungan serta
Nantinya hasil analisis ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan serta
bahan baku utama tahu yaitu tempe setengah jadi. Berdasarkan latar belakang
Bekasi Selatan)”
1. Berapa besar pendapatan usaha yang diperoleh dari produk keripik tempe
2. Berapa tingkat B/C Ratio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP)
yang diperoleh dari produk keripik tempe sagu di UMKM Rahayu 36?
3. Bagaimana Sensitivitas usaha yang diperoleh dari produk keripik tempe sagu
7
1.3 Tujuan Penelitian
berikut.
2. Menganalisis B/C Ratio, Break Even Point (BEP), dan Payback Period (PP)
pada usaha yang diperoleh dari produk keripik tempe sagu di UMKM Rahayu
36.
1. Bagi perusahaan, penelitian ini dapat bermanfaat bagi perusahaan dan bisa
8
3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan untuk
Melati, Bekasi. Komoditi yang menjadi subjek penelitian ini adalah produk
keripik yaitu keripik tempe sagu. Adapun objek penelitian ini berfokus untuk
mengetahui pendapatan dan sensitivitas usaha keripik tempe sagu di Rahayu 36.
analisis usaha dengan menggunakan perhitungan B/C Ratio, Break Even Point
(BEP), dan Payback Period (PP) serta untuk mengetahui kepekaan usaha
dilakukan pendekatan Switching Value. Data yang digunakan untuk diolah dan di
analisis berupa biaya produksi, penjualan, harga dan data lainnya dalam satu tahun
yaitu bulan September 2021 hingga Agustus 2022. Narasumber dalam penelitian
ini adalah pemilik usaha UMKM yaitu Ibu Dewi dan karyawan.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
pertanian. Fungsi pengolahan juga harus dipahami sebagai fungsi strategi yang
1. Sifat produk pertanian yang mudah rusak dan bulky sehingga diperlukan
tersebut
10
perkataan lain, pengolahan adalah suatu operasi atau rentetan operasi terhadap
suatu bahan mentah untuk dirubah bentuknya dan atau komposisinya. Dengan
17):
Kecil dan Menegah di sampaikan bab empat pasal enam di Indonesia, UKM
diklasifikasikan sebagai:
1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan badan usaha
Mikro yang dimaksud adalah unit usaha yang memiliki kekayaan bersih paling
banyak Rp50.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
2. Usaha Kecil yang dimaksud adalah unit usaha yang memiliki kekayaan bersih
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan
Rp2.500.000.000.
3. Kriteria Usaha menengah yang dimaksud adalah unit usaha yang memiliki
11
Rp10.000.000.000 tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
Tempe merupakan salah satu makanan khas yang berasal dari Indonesia
dan sangat digemari oleh masyarakat. Banyaknya tempe yang dihasilkan dapat
membuka peluang kegiatan usaha baru bagi masyarakat, salah satunya adalah
bahan baku tempe setengah jadi, lalu di cetak sesuai ukuran dan difermentasi
selama kurang lebih satu hari pada tempat tertutup. Setelah itu dipotong sesuai
ukuran, sebelum digoreng potongan keripik tempe sagu dicelupkan kedalam air
adonan tepung atau pada keripik tempe yang sudah jadi. Sementara penambahan
aneka rasa seasoning yang dilakukan UMKM Rahayu 36 pada keripik tempe sagu
yang sudah jadi. Beberapa seasoning yang banyak disukai seperti ayam bawang,
keju, jagung bakar, beef barbeque dan manis pedas. Diversifikasi ini akan
meningkatkan nilai jual dan nilai tambah produk olahan sehingga konsumen lebih
12
sensoriknya. Keripik merupakan salah satu produk hasil penggorengan yang
sensitif terhadap air dan oksigen sehingga mudah melempem dan tengik. Oleh
karena itu dibutuhkan jenis pengemas yang cocok untuk mempertahankan kualitas
keripik tempe sagu. Apabila disimpan ditempat kering dan bersih, keripik tempe
sagu dapat tahan disimpan sampai beberapa minggu. Misalnya dikemas dalam
kantong plastik, kaleng, atau toples yang tertutup rapat dan tidak terkena pengaruh
pendekatan nilai yang akan datang (future value approach), dan pendekatan nilai
yang tidak memperhitungkan nilai uang menurut waktu (time value of money)
tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung
jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode proses produksi.
pengeluaran dalam proses produksi yang akan dibawa pada saat panen atau saat
13
pendekatan yang mengestimasi semua pengeluaran dan penerimaan dalam proses
produksi baik pada saat awal maupun saat dimulainya proses produksi. Dari
ketiga pendekatan dapat dipilih pendekatan mana yang akan dipakai dalam
data mengenai jenis dan jumlah produk serta harga dari masing-masing jenis
perusahaan akan berbeda antar perusahaan dan juga berbeda dari waktu ke waktu
karena adanya perbedaan dalam cara pengelolaan serta pengaruh dari berbagai
didapat dari selisih antara pendapatan dan biaya. Untuk hal tersebut, maka
pengertian mengenai pendapatan dan biaya sangat perlu dipahami oleh pengambil
nilai penjualan, ditentukan oleh jumlah unit yang terjual (quantity, Q), dan harga
jual (price, P), atau lebih sederhana dikatakan, pendapatan = fungsi (quantity,
price) (Noor, 2017: 190). Menurut Padangaran (2013: 100) pendapatan bersih
perusahaan (net firm income), yaitu sisa dari pendapatan bersih operasi dikurangi
dengan pengeluaran tetap (FC) dan pajak. Net firm income inilah yang benar-
14
benar merupakan pendapatan bagi perusahaan untuk dibagikan kepada pemilik
2.3.3 Biaya
sebagai penyedia informasi adalah hasil pengukuran dalam unit moneter suatu
objek dan cost tercipta karena adanya kejadian ekonomik dalam suatu unit
ekonomis, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan
akan terjadi untuk mencapai tujuan organisasi, termasuk harga pokok yang
Deakin (1996: 32) biaya adalah pengorbanan sumber daya. Dalam menjalankan
kegiatan sehari-hari, kita membeli banyak barang yang berbeda. Setiap barang itu
mempunyai harga yang mengukur pengorbanan yang harus kita lakukan untuk
memperolehnya.
Menurut Noor (2017: 172) biaya (cost) adalah pengeluaran yang tidak
dapat dielakkan dalam mencapai tujuan tertentu. Dengan kata lain, biaya adalah
biaya. Pada sisi ini biaya adalah akibat dari adanya kegiatan produksi, di sisi lain
15
Berdasarkan definisi-definisi biaya yang telah disebutkan, dapat
diukur dengan satuan uang oleh suatu perusahaan yang telah terjadi ataupun yang
Menurut Maher dan Deakin (1996: 33) biaya produksi adalah biaya-biaya
yang dapat dihubungkan dengan suatu produk; biaya ini merupakan bagian dari
persediaan. Biaya produksi yaitu biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan
baku menjadi produk jadi. Biaya produksi terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (Khaeruman, 2019: 26).
produksi merupakan semua biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi.
Biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Menurut Sumarsan
1. Biaya bahan
Bahan adalah bahan yang digunakan untuk membuat barang jadi. Biaya
bahan merupakan nilai atau besarnya rupiah yang terkandung dalam bahan
yang digunakan untuk proses produksi. Biaya bahan terdiri dari biaya bahan
langsung (direct material) dan biaya bahan tidak langsung (indirect material).
Tenaga kerja adalah karyawan bekerja untuk mengubah bahan baku menjadi
barang jadi. Biaya tenaga kerja langsung adalah gaji atau upah karyawan
dalam proses produksi. Biaya tenaga kerja terdiri dari biaya tenaga kerja
langsung (direct labor) dan biaya tenaga kerja tidak langsung (indirect labor).
16
3. Biaya overhead pabrik (BOP)
Biaya overhead pabrik adalah biaya bahan tidak langsung, biaya tenaga kerja
tidak langsung dan semua biaya pabrikasi (produksi) lainnya yang tidak dapat
pabrik antara lain biaya gaji mandor, biaya gaji manajer, biaya penyusutan
minyak pelumas, biaya listrik, biaya asuransi dan biaya pabrik lainnya.
dijalankan oleh suatu usaha. Analisis usaha juga dapat membantu dalam
mengetahui kondisi titik impas serta jangka waktu pengembalian modal dari suatu
usaha yang dijalankan. Metode analisis yang digunakan dalam analisis usaha
terdiri dari analisis rasio keuntungan atas biaya (B/C Ratio), Break Even Point
Menurut Saeri (2018: 109) dan Padangaran (2013: 90) B/C Ratio (Benefit
Cost Ratio) merupakan suatu analisis yang digunakan untuk menilai tingkat
dibandingkan dengan teknologi lain yang digunakan sebelumnya. Jika nilai B/C
yang diperoleh dari perhitungan lebih besar dari 0, berarti teknologi baru itu lebih
17
baru sama saja manfaatnya dengan teknologi lama dan jika B/C < 0 berarti
teknologi baru justru menghasilkan manfaat atau keuntungan yang lebih kecil.
manfaat dan keuntungan yang akan didapatkan dari biaya yang dikeluarkan
Menurut Padangaran (2013: 93) analisis break even point atau analisis titik
pulang pokok adalah suatu teknik analisis yang digunakan untuk menghitung
persis sama dengan total modal yang digunakan. Menurut Saeri (2018: 100) Break
Even Point (BEP) dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana suatu perusahaan
memperoleh kerugian. Menurut Noor (2017: 200) titik impas atau BEP (Break
Even Point) adalah titik pulang pokok atau tingkat operasi/ produksi di mana
perusahaan tidak mengalami kerugian, namun juga tidak mendapat laba. Hal ini
terjadi pada saat nilai pendapatan (TR) sama dengan nilai biaya (TC) yang
1. Biaya semi variabel, yaitu biaya yang akan ikut berubah jumlahnya dengan
dibebankan pada pos biaya tetap dan sebagian lagi akan dibebankan pada pos
biaya variabel
18
2. Biaya variabel, adalah biaya yang akan ikut berubah secara proporsional
3. Biaya tetap, adalah biaya yang tidak akan ikut berubah dengan perubahan
Menurut Rangkuti (2012: 37) titik break even adalah suatu kondisi di
mana perusahaan tidak untung dan tidak rugi (impas). Kondisi ini penting
diketahui oleh manager perusahaan sebagai dasar perencanaan laba. Titik impas
dapat dicari dalam bentuk unit yang dibutuhkan untuk impas atau dalam jumlah
rupiah, yaitu :
TFC
BEP (unit) = P−AVC ……………………………………………………………...(1)
TFC
BEP (rupiah) = AVC ……………………………………………………………(2)
1− P
Keterangan :
Menurut Kasmir dan Jakfar (2020 : 101) Payback Period (PP) merupakan
proyek atau usaha. Metode ini digunakan untuk mengetahui seberapa cepat waktu
mengetahui pada tahun keberapa kondisi cumulative of net cash flow dalam
19
Kriteria penilaian kelayakan bisnis berdasarkan payback period adalah
apabila payback period lebih kecil dari periode investasi, maka usulan investasi
layak dilanjutkan. Sebaliknya apabila payback period lebih besar dari periode
investasi, maka usulan investasi itu tidak layak dilanjutkan. Metode ini umumnya
digunakan untuk memilih dari berbagai alternatif usaha yang mempunyai resiko
tinggi, karena modal yang telah ditanamkan harus segera dapat kembali secepat
Keterangan:
PP = Payback Period
I = Investasi
Π = Pendapatan
apakah suatu investasi masih layak jika data yang digunakan untuk menghitung
kelayakan finansial. Oleh karena itu, perlu diperhatikan komponen yang mudah
20
berubah (peka) baik pada komponen biaya maupun laba. Dengan demikian,
sehingga komponen usaha yang mudah berubah harus dipantau dalam jangka
panjang. Secara umum, perubahan mudah terjadi ketika harga input atau hasil
produksi naik dan harga hasil produksi yang turun. (Padangaran, 2013: 159)
perubahan pada masalah yang diidentifikasi sebagai hal yang penting, kemudian
dapat menentukan efek dari perubahan tersebut, sebaliknya jika ingin menghitung
nilai pengganti, harus menanyakan berapa banyak item dalam analisis yang tidak
baik dan akan diganti sehingga mencapai tingkat penerimaan proyek minimum
layak.
Berikut adalah penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan acuan penulis.
21
Yusmah dan Bhakti (2020) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
pendapatan usaha kecil dan menengah di kebupaten Tanjung Jabung Barat (studi
kasus usaha keripik tempe di Desa Serdang Jaya Kecamatan Betara)”. Tujuan dari
ekonomi usaha keripik tempe di Desa Serdang Jaya Kecamatan Betara serta
pendapatan usaha keripik tempe di Desa Serdang Jaya Kecamatan Betara. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kuantitatif pada usaha
keripik tempe di Desa Serdang Jaya Kecamatan Betara. Pengumpulan data yang
dalam penelitian ini adalah regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan
variabel produksi (PRO), biaya produksi (BP) dan penggunaan tenaga kerja (PTK)
pengusaha keripik tempe di Desa Serdang Jaya (Y) pada tingkat signifikansi 5%
bertujuan untuk mengetahui besarnya pendapatan, efesiensi usaha R/C dan untuk
mengetahui BEP produksi dan BEP harga pada usaha Agroindustri Keripik
574.673, yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap, nilai R/C sebesar 1,74,
22
artinya setiap biaya yang dikeluarkan 1 rupiah maka diperoleh penerimaan sebesar
1,74 rupiah atau keuntungan sebesar 0,74 rupiah dan Break Even Poin produksi
dengan total biaya sebesar Rp 574,673, maka harus memproduksi sebanyak 11,49
Kg dengan harga jualnya Rp 50.000, agar mencapai titik impas. Break Even Poin
harga dengan biaya sebesar Rp 574.673 maka Agroindustri Keripik Tempe harus
Pembuatan Tempe (Studi Kasus pada Usaha Pembuatan Tempe “Bapak Joko
penelitian untuk mengetahui secara teknis Usaha Pembuatan Tempe Pak Joko
Pabrik perusahaan. Hasil Penelitian yang didapatkan adalah jumlah produksi rata-
rata per hari 40 papan tempe dengan nilai produksi Rp 25.000.000,- per bulan dan
biaya variabel pembuatan tempe Rp 19.600.000,- atau Rp 784.000,- per hari dan
biaya tetap Rp 3.128.250,- atau Rp 125.130,- per hari, selama sebulan penerimaan
2.271.750,- atau Rp 90.870,- per hari sehingga nilai R/C Ratio diperoleh 1,10
berarti RCR > 1 berarti usaha pembuatan tempe menguntungkan dan sepadan
dengan usaha.
23
Kecamatan Tanjung Medan Kabupaten Rokan Hilir Provinsi Riau (Studi Kasus
karakteristik pengusaha dan profil usaha, kelayakan usaha agroindustri tempe dari
aspek non finansial dan finansial serta sensitivitas usaha agroindustri tempe bapak
berusaha 7 tahun dan jumlah tanggungan keluarga 4 jiwa. Kelayakan non finansial
Adi ini perlu perbaikan karena belum sesuai dengan kelayakan usaha. Selanjutnya
kayak untuk dijalankan. Hal tersebut dilihat dari nilai kriteria investasi usaha
factor yang berlaku sebesar 7,50% menghasilkan NPV Rp 508.671.096 > 0, IRR
sebesar 38% > I Net B/C 2,84 > 1 dan Payback Period 1 tahun 11 bulan 21 hari <
switching value, keuntungan usaha agroindustri tempe lebih peka (sensitive) pada
kenaikan biaya operasional dengan presentase nilai NPV sebesar 32,23% Net B/C
24
Hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan, maka dapat dilihat
25
2.7 Kerangka Pemikiran
tempe sagu yang berada di Kecamatan Pondok Melati, Bekasi. UMKM Rahayu
36 ini memproduksi tiga jenis varian keripik tempe sagu, yaitu original, ayam
wawancara ke pemilik usaha, penjualan keripik tempe sagu pada UMKM Rahayu
saat ini. Penjualan yang menurun tentunya sangat berpengaruh besar terhadap
tingkat penerimaan dan pendapatan yang diperoleh UMKM Rahayu 36. Sebab
pada harga bahan baku utama yaitu tempe setengah jadi sehingga berakibat pada
sagu Rahayu 36 diperlukannya analisis pada produk keripik tempe sagu untuk
beberapa metode analisis, yaitu analisis pendapatan usaha, B/C Ratio, Break Even
Point (BEP), dan Payback Period (PP). Analisis pendapatan usaha digunakan
26
untuk mengukur apakah kegiatan usaha pengolahan pada produk keripik tempe
sagu yang dilakukan saat ini menguntungkan atau tidak. Analisis B/C Ratio
dikeluarkan perusahaan pada jenis produk keripik tempe sagu apakah perusahaan
layak diusahakan atau tidak. Analisis Break Even Point (BEP) digunakan untuk
mengetahui pada tingkat berapa volume penjualan dan harga jual produk keripik
Payback Period (PP) digunakan untuk mengetahui berapa lama jangka waktu
perusahaan. Setelah itu, perlu dilakukan analisis Sensitivitas Usaha dengan variasi
kenaikan harga terhadap bahan baku utama. Hasil perhitungan yang dilakukan
berikut ini alur kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 1.
27
Keripik tempe sagu di UMKM Rahayu 36
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Melati, Kota Bekasi, 17414. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
industri rumah tangga yang bergerak dibidang pengolahan keripik tempe sagu.
Penelitian dilakukan dalam waktu kurang lebih dua bulan, dimulai dari bulan
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang
tempe sagu di UMKM Rahayu 36. Data kuantitatif pada penelitian ini berupa data
menganalisis Biaya Pendapatan, B/C Ratio, Break Even Point (BEP), Payback
Berdasarkan sumber data pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Observasi
29
mengenai UMKM Rahayu 36 dengan panduan wawancara, dimana wawancara
dilakukan dengan narasumber, yaitu Ibu Dewi selaku pemilik UMKM Rahayu 36
dan karyawan yang bekerja di UMKM Rahayu 36. Data sekunder diperoleh dari
data keuangan UMKM Rahayu 36 dan data-data lain yang berasal dari
kepustakaan, buku, jurnal ilmiah, skripsi, dan sumber data lainnya yang berkaitan
metode dimana terdiri dari metode observasi, wawancara dan studi pustaka.
1. Observasi
Observasi, yaitu proses dalam mengumpulkan data yang tidak hanya berfokus
pada subjek saja tetapi juga pada objek di sekitarnya. Penulis mengobservasi
secara langsung yang berkenaan dengan aktivitas produksi olahan tempe setengah
jadi menjadi keripik tempe sagu dan untuk mendapatkan sejumlah informasi yang
2. Wawancara
wawancara dilakukan oleh peneliti melalui proses Tanya jawab dengan pemilik
30
Lampiran 1. Metode wawancara pada penelitian ini dilakukan guna mengetahui
gambaran usaha serta data dan informasi yang berkaitan dengan analisis
Rahayu 36.
3. Studi Pustaka
dianggap berkaitan dengan penelitian ini, yaitu berupa data-data (arsip) keuangan
usaha UMKM Rahayu 36, serta data lainnya yang berasal dari kepustakaan, buku,
jurnal ilmiah, skripsi, dan sumber data lainnya yang menunjang penelitian ini dan
menggunakan alat bantu berupa software Microsoft Office Excel 2010. Analisis
data dilakukan untuk mengetahui pendapatan, keuntungan atas biaya (B/C Ratio),
Break Even Point (BEP), Payback Period (PP), serta Sensitivitas UMKM Rahayu
36.
merupakan biaya. Total biaya (total cost atau TC) harus mengacu kepada total
pendapatan agar dapat menghasilkan laba. Bagian ini menyajikan analisis data
31
yang digunakan untuk menentukan pendapatan usaha pengolahan keripik tempe
penjualan produk perusahaan selama satu tahun. Data mengenai jenis dan jumlah
produk serta harga dari masing-masing jenis produk yang dijual harus diketahui
adalah hasil yang diterima dari penjualan produk, yaitu hasil kali dari harga jual
produk keripik tersebut dengan jumlah produk keripik tempe sagu yang terjual.
berikut:
Keterangan:
TPKTS = Total Penerimaan Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
HKTS = Harga Keripik Tempe Sagu (Rp)
JKTST = Jumlah Keripik Tempe Sagu yang Terjual (Rp)
didapatkan dari selisih antara total penerimaan dengan total biaya yang
dengan konsep biaya, baik untung (laba) atau rugi dapat ditentukan. Pendapatan
keripik tempe sagu dengan total biaya produksi yang digunakan selama proses
32
produksi keripik tempe sagu. Adapun cara menghitung besarnya tingkat
berikut:
Keterangan:
PUKTS = Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
TPKTS = Total Penerimaan Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
TBKTS = Total Biaya Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp)
keripik tempe sagu. Total pendapatan (PUKTS) adalah total pemasukan yang
diterima dari penjualan produk keripik tempe sagu, dan total biaya (TBKTS)
adalah gabungan biaya tetap dan biaya variabel dalam produksi keripik tempe
laba (profit). Jika hasilnya negatif, berarti perusahaan mengalami kerugian. Jika
Perilaku biaya dapat dikategorikan sebagai biaya variabel dan biaya tetap.
Biaya variabel adalah biaya yang berubah sesuai dengan peningkatan jumlah
produksi atau jumlah unit yang dijual. Biaya tetap adalah biaya yang tidak
berubah walaupun jumlah unit produksi meningkat atau jumlah unit yang dijual
meningkat, seperti beban listrik, beban asuransi, beban penyusutan mesin, beban
dikeluarkan pada usaha keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36. Identifikasi biaya
usaha tersebut dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Kemudian
33
untuk menghasilkan biaya total usaha keripik tempe sagu adalah dengan
Adapun biaya tetap yang dikeluarkan UMKM Rahayu 36 terdiri dari biaya
penyusutan peralatan dan biaya sewa bangunan. Biaya variabel terdiri dari biaya
bahan baku kulit sapi, biaya minyak, biaya kayu bakar, biaya bahan bakar, biaya
listrik dan air, dan biaya tenaga kerja. Biaya total merupakan keseluruhan biaya
atau jumlah biaya produksi yang dikeluarkan produsen. Biaya total dapat
Keterangan :
TBKTS = Total Biaya Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp)
BTKTS = Total Biaya Tetap Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp)
BVKTS = Total Biaya Variable Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp)
Biaya total atau total cost (TBKTS) adalah penjumlahan dari biaya tetap
dan biaya variabel. Total biaya tetap atau fixed cost (BTKTS) adalah biaya yang
sagu, total biaya variabel atau variable cost (BVKTS) adalah biaya yang berubah
Mengacu pada Suratiyah (2015: 115) B/C atau produktivitas modal yaitu
34
pengolahan keripik tempe sagu dengan total biaya produksi yang dikeluarkan.
Usaha produk keripik tempe sagu UMKM Rahayu 36 dapat dikatakan layak dan
memberi manfaat apabila B/C ratio lebih besar dari nol, semakin besar nilai B/C
ratio maka semakin besar pula manfaat yang diperoleh oleh UMKM Rahayu 36.
PUKTS
B/C Ratio = ……………………………………………………………………….…………………(7)
TBKTS
Keterangan:
B/C = B/C Ratio Usaha Keripik Tempe Sagu
PUKTS = Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
TBKTS = Total Biaya Keripik Tempe Sagu (Rp)
analisis yang bisa memberikan dasar pada value produksi berapakah yang harus
dihasilkan agar diperoleh pendapatan yang bisa menutup biaya totalnya agar
terhindar dari kerugian. Alat analisis yang digunakan dalam hal ini adalah analisis
Break Event Point atau analisis pulang pokok. Mengacu pada Rangkuti (2012: 92)
maupun kerugian dalam usaha produk keripik tempe sagu di UMKM Rahayu 36.
35
a. BEP atas dasar penjualan dalam unit (Kemasan)
tempe yang harus terjual dalam kegiatan usaha produksi agar tidak
mengalami kerugian.
TBKTS
BEP (unit) = ………………………………………………………...(8)
HJKTS
untuk produk tempe yang perlu diperoleh agar tidak mengalami kerugian.
TBKTS
BEP (rupiah) = …………………………………………………….(9)
TPKTS
Keterangan :
BEP (Unit) = BEP atas dasar penjualan keripik tempe sagu per kemasan
BEP (Rupiah) = BEP atas dasar penjualan keripik tempe sagu dalam satuan uang
TBKTS = Total Biaya Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp/Kg)
HJKTS = Harga Jual Keripik Tempe Sagu (Rp)
TPKTS = Total Produksi Keripik Tempe Sagu (Rp/Kg)
Mengacu pada Kasmir dan Jakfar (2020: 101) Metode Payback Period
atau modal dana yang sudah dikeluarkan untuk suatu proyek atau usaha.
Perhitungan payback period dapat dilihat dari perhitungan kas bersih yang
diperoleh suatu usaha setiap tahun. Nilai kas bersih diperoleh dari penjumlahan
laba setelah pajak ditambah dengan penyusutan. Payback Period (PP) merupakan
36
Rahayu 36. Metode PP digunakan untuk mengetahui seberapa cepat waktu
BIKTS
PP = PUKTS x 1 tahun ……………………….………………………………...(10)
Keterangan:
PP = Payback Period
BIKTS = Biaya Investasi Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
PUKTS = Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu (Rp)
sensitivitas memiliki tujuan untuk melihat sejauh mana usaha produksi keripik
apabila terjadi perubahan pada biaya bahan baku maka perubahan tersebut tidak
boleh melebihi nilai switching value. Dengan kata lain, usaha keripik tempe sagu
sensivitas yang biasa dilakukan dengan switching value adalah pada analisis
maksimum dari kenaikan harga output yang masih dapat ditoleransi agar usaha
37
pengganti atau batas maksimum yang dapat ditoleransi oleh Rahayu 36
memperoleh keuntungan.
atas hal-hal definitif dan terukur. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Biaya produksi dalam penelitian ini adalah penjumlahan dari biaya tetap dan
biaya variabel yang dikeluarkan oleh UMKM Rahayu 36 pada produk keripik
2. Biaya tetap dalam penelitian ini adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan
sedikitnya produk keripik tempe sagu yang diproduksi per bulan, dinyatakan
3. Biaya variabel dalam penelitian ini adalah biaya yang dikeluarkan oleh
tempe sagu yang diproduksi per bulan, dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp).
4. Biaya total dalam penelitian ini adalah jumlah total biaya tetap dan biaya
variabel yang dikeluarkan oleh UMKM Rahayu 36 pada keripik tempe sagu
5. Penerimaan adalah hasil produksi keripik tempe sagu dikali dengan harga jual
produk keripik tempe sagu yang diperoleh UMKM Rahayu 36 per bulan,
38
6. Pendapatan adalah penerimaan dari hasil penjualan produk keripik tempe
sagu yang diterima oleh UMKM Rahayu 36 dikurangi biaya total produksi
yang dikeluarkan UMKM Rahayu 36 pada produk keripik tempe sagu per
7. B/C Ratio dalam penelitian ini adalah perbandingan antara total pendapatan
yang diperoleh UMKM Rahayu 36 dengan biaya produksi keripik tempe sagu
8. Break Even Point (BEP) dalam penelitian ini adalah titik pertemuan antara
biaya dan penerimaan dimana volume penjualan dan harga jual produk
keripik tempe sagu yang diolah UMKM Rahayu 36 per bulan tidak
9. Payback Period (PP) dalam penelitian ini adalah jangka waktu pengembalian
10. Pendekatan switching value dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
berapa perubahan maksimum dari kenaikan harga tempe setengah jadi yang
masih dapat ditoleransi agar usaha keripik tempe sagu masih tetap
menguntungkan.
39
BAB IV
GAMBARAN UMUM USAHA
usahanya selama 5 tahun sejak didirikan pada tahun 2018 ileh Ibu Dewi sebagai
pendiri dan sekaligus pemilik perusahaan diatas lahan seluas 50 m2. Produk yang
diproduksi oleh Rahayu 36 berfokus pada keripik tempe sagu yang terbagi
menjadi tiga macam varian produk yaitu original, ayam bakar, dan balado. Masing
masing varian dikemas dalam urukuran 215 gram. Perusahaan ini berlokasi di
Rahayu 36 telah berdiri sejak tahun 2019, dengan Ibu dewi selaku
pemiliknya. Berawal dari Ibu Dewi sering mengikuti pelatihan pelatihan yang
tempe sagu cukup diminati oleh masyarakat dan masih sedikitnya orang yang
berjualan produk tersebut, kemudian Ibu Dewi tertarik untuk menjalani usaha
keripik tempe sagu. Usaha ini didirikan dengan niat awal mengisi waktu luang
sebagai ibu rumah tangga dan dapat membantu keuangan keluarga. Setelah
mendapatkan izin suami akhirnya Bu Dewi siap untuk menjalankan usaha keripik
tempe sagu bersama tetangga. Saat ini juga produk yang dihasilkan oleh Rahayu
40
36 sudah terdaftar oleh P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga) dengan nomor
jawab akan menjadi lebih rinci dan terarah. Berikut ini merupakan struktur
pemilik dan bagian keuangan, dua orang bekerja di bagian produksi dan lainnya
bekerja di bagian distribusi. Waktu jam kerja yang diterapkan pukul 10.00 – 15.00
WIB, namun seringkali antara waktu jam kerja yang sudah ditetapkan dengan
keadaan di lapangan tidak sesuai, bisa menjadi lebih cepat atau lambat. Hari kerja
yang ditetapkan yaitu empat hari kerja dalam seminggu. Berikut tugas dan serta
41
1. Pemilik Usaha sekaligus Bagian Keuangan
Pemilik usaha adalah pemilik dari Rahayu 36 yaitu Ibu Dewi yang
2. Staff Produksi
produksi keripik tempe sagu mulai dari persiapan bahan baku tempe setengah jadi
hingga pada tahap pengemasan plastik yang sudah dilengkapi dengan logo
pada bagian produksi memiliki waktu empat hari kerja Pukul 10.00-15.00 WIB.
3. Staff Distribusi
keripik tempe sagu kepada konsumen yaitu reseller maupun perorangan yang
Dewi dan karyawannya sebagai berikut. Ibu dewi adalah pemilik dari usaha
keripik tempe sagu Rahayu 36 yang sudah berdiri pada tahun 2018 dan sudah
memiliki P-IRT serta Halal Indonesia. Tenaga kerja yang terdapat dirahayu 36
42
sebanyak 4 orang termasuk Ibu dewi didalamnya. Pekerja Rahayu 36 adalah Ibu
rumah tangga yang tinggal di daerah bekasi. Ibu dewi mengajak Ibu-ibu rumah
mula Rahayu 36 menggunakan kedelai sebagai bahan bakunya tetapi setelah tahun
kedua Rahayu 36 menggunakan tempe setengah jadi sebagai bahan baku keripik
tempe sagu dan membeli di pabrik tempe terdekat. Dalam sekali produksi keripik
memiliki luas bangunan kurang lebih 20 meter persegi yang terdiri dari ruang
produksi dan gudang. Adapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Rahayu 36
1. Ruang Produksi
proses pembuatan keripik tempe sagu mulai dari persiapan bahan baku (tempe
yang sudah direbus, tepung tapioka, garam, telur, bahan penyedap, telur, kemiri,
keripik tempe sagu. Ruang produksi tersebut adalah ruangan inti dari Rahayu 36
43
karena ruangan ini adalah tempat dimana hampir seluruh kegiatan dari proses
2. Gudang
3. Peralatan Produksi
proses produksi keripik tempe sagu. Adapun peralatan produksi yang digunakan
4. Alat Transportasi
sagu, serta transportasi juga digunakan untuk mendistribusikan keripik tempe sagu
44
ke beberapa reseller terdekat. Alat transportasi yang dimiliki Rahayu 36 yaitu satu
keripik tempe pada umumnya. Produksi keripik tempe sagu terdiri dai beberapa
kedelai yang sudah direbus dengan ragi dan tepung tapioka, pencetakan adonan
Bahan baku yang disiapkan masuk pada tahap produksi keripik tempe sagu
antara lain yaitu tempe setengah jadi, tepung tapioka, bahan penyedap rasa,
tempe sagu yang sudah jadi. Adapun jenis tempe setengah jadi yang digunakan
adalah dari kedelai impor. Tempe setengah jadi yang digunakan dalam satu kali
Proses sortasi tempe setengah jadi ini bertujuan untuk memisahkan tempe
yang baik dengan yang rusak atau terkena benda asing seperti daun dan kotoran
45
tempe sagu dari bahan baku tempe setengah jadi yang berkualitas. Tempe
3. Pencampuran
jadi dengan ragi dan tepung tapioka. Tepung tapioka yang ditambahkan yaitu
sebesar 7 ons tepung tapioka setiap 1 kg tempe setengah jadi, kemudian diaduk
tapioka dibuat dengan plastik berbentuk oval. Tahap pencetakan proses keripik
tempe sagu yang telah dibuat akan difermentasikan pada suhu ruang yang stabil
serta tidak diperbolehkan terkena sinar matahari secara langsung selama satu
5. Pemotongan
Adonan kedelai yang sudah jadi disusun rapih untuk dipotong, keripik
tempe sagu dipotong-potong dengan menggunakan alat potong yang tajam dengan
ukuran yang sangat tipis. Keripik tempe sagu yang telah dipotong tipis kemudian
6. Penggorengan
larutan bumbu dan siap untuk digoreng. Tahap penggorengan ini dilakukan
dengan suhu panas hingga keripik tempe sagu berubah menjadi kuning
46
kecokelatan. Proses penggorengan sesuai akan berfokus pada tingkat kematangan
yang merata. Kemudian, apabila keripik tempe sagu telah memenuhi tingkat
saringan. Penirisan keripik tempe sagu yang telah matang dilakukan sebanyak dua
kali untuk mengurangi minyak yang terdapat pada keripik yang telah digoreng.
7. Pengemasan
mempunyai bentuk kurang bagus atau kecil akan dipisahkan karena tidak sesuai
tanpa adanya perantara, sehingga produk keripik tempe sagu Rahayu 36 sampai ke
tangan konsumen akhir. Sistem pemasaran langsung ini digunakan oleh Rahayu
36 untuk melayani pembeli yang dating membeli produk keripik tempe sagu
secara lansung ke Rahayu 36. Konsumen yang berada dikawasan sekitar Rahayu
tempe sagu Rahayu 36 kepada konsumen akhir. Reseller berada di wilayah Jakarta
47
dan Bekasi. Pemesanan produk keripik tempe sagu dapat dilakukan dengan dating
48
Sortasi Tempe Setengah Jadi Kotoran
Tepung
Pencampuran
Tapioka
Pemotongan
Air +
Bumbu + Pencelupan
Rempah
Pengemasan
Pemasaran
49
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
36 untuk memproduksi Keripik Tempe Sagu. Biaya tersebut mulai dari biaya
produksi keripik tempe sagu, seperti penyediaan bahan baku, hingga biaya
produksi dan distribusi. Produksi keripik tempe sagu di Rahayu 36 dilakukan dua
kali seminggu. Rincian biaya keripik tempe sagu dihitung dengan membagi biaya
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang besarnya
tidak dipengaruhi oleh output yang dihasilkan. Biaya tetap Rahayu 36 terdiri dari
dihitung dengan menggunakan metode garis lurus, dimana nilai beli dikurangi
nilai sisa, dan hasilnya dibagi dengan umur ekonomis. Nilai sisa dianggap nol
perhitungan biaya tetap produksi Keripik Tempe Sagu Rahayu 36 disajikan pada
tabel 4.
50
Tabel 4. Biaya Tetap Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022
baskom, kompor, alat potong, wajan, saringan, timbangan, alat sil plastik, talenan,
sebesar Rp226.190 per tahunnya. Biaya penyusutan peralatan ini dihitung dengan
nilai pembelian dikurangi nilai sisa dibagi umur ekonomis dengan nilai sisa
terdiri dari kendaraan roda dua yaitu motor Vario. Biaya penyusutan yang
dibayarkan setiap tahun untuk produksi keripik tempe sagu yaitu sebesar
Rp1.000.000. Biaya ini didapatkan dari nilai pembelian dikurangi nilai sisa dan
Biaya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan biaya yang wajib
dikeluarkan oleh Rahayu 36 setiap tahunnya atas tanah untuk bangunan yang
dimiliki. Besarnya jumlah biaya pajak bumi dan bangunan untuk produksi keripik
51
Secara keseluruhan total biaya tetap yang dikeluarkan oleh Rahayu 36
untuk keripik tempe sagu selama satu tahun sebesar Rp1.401.190. Dengan total
biaya tetap tertinggi yang dikeluarkan Rahayu 36 yaitu pada biaya penyusutan
dikeluarkan oleh Rahayu 36 dalam memproduksi keripik tempe sagu adalah biaya
terhadap proses produksi keripik tempe sagu yang jumlahnya berubah sebanding
yang dikeluarkan terdiri dari biaya bahan baku tempe setengah jadi, biaya garam,
biaya penyedap rasa, biaya tepung tapioka, biaya minyak goreng, biaya kemasan,
biaya telur, biaya kemiri, biaya bawang putih kating, biaya listrik dan air, biaya
bahan bakar kendaraan, biaya gas dan biaya tenaga kerja. Hasil perhitungan biaya
variabel pada produk keripik tempe sagu Rahayu 36 dapat dilihat pada Tabel 5
dibawah ini.
52
Tabel 5. Komponen Biaya Variabel Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36
Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022
2022. Komponen biaya paling utama pada keripik tempe sagu di Rahayu 36
adalah biaya bahan baku tempe setengah jadi. Tempe setengah jadi merupakan
bahan baku utama untuk memproduksi keripik tempe sagu di Rahayu 36. Adapun
biaya bahan baku tempe setengah jadi untuk memproduksi keripik tempe sagu
yaitu sebesar Rp7.300.000 per tahun. Biaya bahan baku tempe setengah jadi
diperoleh dari total kebutuhan tempe setengah jadi dalam setahun sebesar 730 kg
penyedap untuk memberikan rasa asin gurih pada keripik tempe sagu yang akan
digoreng. Keripik tempe sagu yang hendak melalui proses penggorengan terlebih
dahulu akan dimasukan kedalam rendaman air yang berisikan garam, penyedap
53
digunakan adalah garam dapur biasa dengan kebutuhan 1,8 kilogram, adapun
biaya penggunaan garam untuk produk keripik tempe sagu yaitu sebesar
memproduksi keripik tempe sagu setelah bahan baku kedelai. Penggunaan tepung
tapioka sangat mempengaruhi karena dapat memberikan rasa gurih dan lebih
renyah terhadap keripik tempe sagu. Biaya penggunaan tepung tapioaka yaitu
sebesar Rp2.409.000/tahunnya.
menggoreng keripik tempe sagu yang sudah melewati semua proses. Biaya
pada periode September 2021 – Agustus 2022 dikarenakan harga minyak goreng
penggorengan secara berulang dengan maksimal 5x cara ini untuk menekan saat
harga minyak goreng sedang tinggi. Biaya penggunaan telur dalam proses
rendaman air yang nantinya keripik tempe sagu akan dicelupkan sebelum
digoreng.
54
Biaya listrik dan air merupakan biaya yang digunakan untuk menunjang
proses pengolahan tempe setengah jadi menjadi keripik tempe sagu, seperti
pemakaian lampu, mesin pompa air, alat sil kemasan. Adapun biaya listrik dan air
juga memperhatikan pengeluaran pada biaya ini agar tidak terjadi pembengkakan,
dengan cara mematikan lampu pada siang hari dan setelah dipakai, mengusahakan
Biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dikeluarkan untuk tenaga yang
ada di Rahayu 36. Tenaga kerja di Rahayu 36 terdiri dari 4 orang yang merupakan
pemilik (Pemasaran), bagian produksi dan distribusi. Biaya ini dikeluarkan untuk
tenaga kerja yang memperoleh gaji bulanan. Adapun upah tenaga kerja secara
Rahayu 36 dalam memproduksi keripik tempe sagu dalam satu tahun yaitu sebesar
penjumlahan biaya tetap dan biaya variabel yang telah dikeluarkan Rahayu 36.
55
Total biaya adalah hasilnya Perhitungan biaya selama satu bulan. Adapun total
Tabel 6. Total Biaya Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022
Agustus 2022 sebesar Rp107.998.190 dengan total biaya tetap yaitu sebesar
56
5.1.4 Penerimaan Usaha Rahayu 36
usaha keripik tempe sagu selama satu tahun. Besarnya penerimaan usaha keripik
tempe sagu Rahayu 36 diperoleh dari penjualan keripik tempe sagu dikalikan
dengan harga jual produk keripik tempe sagu per kemasan. UMKM Rahayu 36
menjual keripik tempe sagu dengan hitungan satuan gram. Satu bungkus keripik
Tabel 7. Penerimaan Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022
produksi keripik tempe sagu di Rahayu 36 selama periode Bulan September 2021
57
penjualan keripik tempe sagu perkemasan (215 gram) dengan harga
satu bulan tiap bulannya cenderung berfluktuasi sesuai dengan jumlah penjualan
selisih total penerimaan produk tempe dengan total biaya yang dikeluarkan. Hasil
Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pendapatan Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022
Komponen Nilai
Total Penerimaan Rp134.420.000
Total Biaya (Rp) Rp107.998.190
Total Pendapatan (Rp) Rp26.421.810
Sumber: Tabel 7, 6 (2022), diolah
keripik tempe sagu Rahayu 36 pada periode bulan September 2021 – Agustus
dikurangi dengan pajak usaha. Hasil perolehan pendapatan usaha pada Tabel 8
menunjukkan bahwa hasil yang diperoleh memiliki nilai positif, yang artinya
58
dikarenakan penerimaan yang diperoleh lebih besar dari total biaya yang
dikeluarkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Febry dkk (2019),
penelitian tersebut menyatakan bahwa hasil pendapatan usaha yang diperoleh dari
tempe sagu yang dijalakan oleh Rahayu 36. Metode analisis yang digunakan
dalam analisis usaha terdiri dari analisis B/C Ratio, Break Even Point (BEP), dan
lebih mendalam mengenai usaha produksi keripik tempe sagu yang dijalankan
keuntungan atau pendapatan yang diperoleh Rahayu 36 dengan total biaya yang
dikeluarkan dalam kegiatan produksi keripik tempe sagu. Perhiungan analisis B/C
Ratio pada usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 dalam satu periode produksi
59
Tabel 9. Analisis B/C Ratio Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu 36 Periode
Bulan September 2021 – Agustus 2022
Komponen Nilai
Pendapatan Usaha (Rp) Rp26.421.810
Total Biaya (Rp) Rp107.998.190
B/C Ratio 0,24
Sumber: Tabel 8, 6 (2022), diolah
Pada Tabel 9, dapat diketahui bahwa nilai B/C Ratio yang diperoleh dari
usaha keripik tempe sagu di Rahayu 36 telah mencapai angka lebih dari nol. Hasil
tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan Saeri (2018: 109) bahwa jika nilai
B/C yang diperoleh dari perhitungan lebih besar dari 0, berarti teknologi baru itu
bahwa usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 layak untuk diusahakan dan
dikembangkan karena nilai B/C Ratio lebih besar dari pada nol. Nilai B/C Ratio
yang diperoleh yaitu sebesar 0,24 yang artinya setiap Rp1.000.000 atas
manfaat atau keuntungan sebesar Rp240.000. Maka dapat diartikan juga bahwa
menghasilkan keuntungan.
Analisis Break Even Point (BEP) merupakan suatu titik impas di mana
usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 tidak memperoleh keuntungan dan tidak pula
mengalami kerugian, atau laba yang diperoleh adalah nol. Perhitungan Break
Even Point (BEP) pada penelitian ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu BEP
volume dan BEP harga. Perhitungan analisis Break Even Point (BEP) pada usaha
60
keripik tempe sagu Rahayu 36 dalam periode Bulan September 2021 – Agustus
Tabel 10. Analisis Break Even Point (BEP) Usaha Keripik Tempe Sagu Pada
Rahayu 36 Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022
Komponen Nilai
Total Biaya (Rp) Rp107.998.190
Harga Jual (Rp) Rp20.000
Jumlah produksi yang terjual 6721
BEP Produksi (215 gram) 5400
BEP Harga (Rp/215 gram) Rp16.069
Sumber: Tabel 6, 7 (2022), diolah
Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa usaha keripik tempe sagu
memperoleh nilai BEP produksi 5.400 kemasan 215 gram dan nilai BEP harga
Rp16.069. Pada kondisi tersebut usaha keripik tempe sagu Rahayu 36 mengalami
titik impas, yaitu tidak memperoleh keuntungan dan tidak pula mengalami
menjual keripik tempe sagu paling sedikit yaitu 5.400 kemasan 215 gram per
tahun dan dengan harga jual tidak kurang dari Rp16.069 per kemasan 215 gram
dibandingkan, keripik tempe sagu yang terjual dalam satu tahun produksi yakni
sebanyak 6.721 kemasan 215 gram keripik tempe sagu, yang berarti jumlah
penjualan tersebut sudah lebih besar dibandingkan dengan hasil perhitungan BEP
Produksi. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha keripik tempe sagu Rahayu 36
61
sagu dengan hasil perhitungan BEP Produksi yaitu sebanyak 1.321 kemasan 215
gram.
Pada harga jual keripik tempe sagu yang ditetapkan oleh Rahayu 36 yaitu
sebesar Rp20.000 per kemasan 215 gram, sedangkan hasil perhitungan BEP harga
sebesar Rp16.069 per kemasan 215 gram. Hal tersebut menunjukkan bahwa harga
yang ditetapkan oleh Rahayu 36 lebih besar dari hasil perhitungan BEP harga,
dengan kata lain usaha keripik tempe sagu memberikan keuntungan sebesar
selisih harga yang ditetapkan perusahaan dengan hasil perhitungan BEP harga
keadaan aktual, dapat dilihat bahwa keuntungan yang diperoleh Rahayu 36 lebih
besar dari nilai BEP. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut
yaitu Rahayu 36 sudah memiliki konsumen tetap yang membeli keripik tempe
konsumen yakni memberikan potongan harga atau gratis ongkir kepada konsumen
yang rutin membeli keripik tempe sagu dengan jumlah yang cukup banyak.
kegiatan produksi. Payback Period (PP) dihitung dengan cara perbandingan nilai
investasi dengan nilai pendapatan satu tahun. Nilai investasi pada penelitian ini
62
dihasilkan dari total biaya sarana produksi yang digunakan Rahayu 36 dalam
menjalankan usaha keripik tempe sagu yang dapat dilihat pada Lampiran 2.
Perhitungan analisis Payback Period (PP) pada usaha keripik tempe sagu Rahayu
Tabel 11. Analisis Payback Period (PP) Usaha Keripik Tempe Sagu Pada Rahayu
36 Periode Bulan September 2021 – Agustus 2022
Komponen Nilai
Investasi Usaha (Rp) Rp15.965.000
Pendapatan Usaha (Rp) Rp26.421.810
Payback Period (Tahun) 0,60
Sumber: Lampiran 2, Tabel 8 (2022), diolah
Berdasarkan Tabel 11, dapat dilihat bahwa nilai Payback Period (PP) yang
diperoleh usaha keripik tempe sagu yaitu sebesar 0,60. Nilai Payback Period (PP)
modal dalam jangka waktu 7 bulan 6 hari. Nilai payback period tersebut
didapatkan dari hasil pembagian antara nilai investasi usaha dan pendapatan usaha
Rahayu 36. Investasi usaha didapatkan dari total biaya yang dikeluarkan oleh
usaha didapatkan dari total uang yang dihasilkan Rahayu 36 selama periode bulan
Semakin besar nilai payback period yang dihasilkan, maka jangka waktu
yang dibutuhkan suatu usaha dalam melakukan pengembalian modal pun akan
semakin lama pula. Berkaitan dengan hal tersebut, maka usaha keripik tempe sagu
63
5.3 Analisis Sensitivitas Usaha
terjadi dengan hasil kegiatan suatu usaha, jika terdapat perubahan dalam dasar-
dasar perhitungan biaya dan manfaat. Nurmalina dalam Mukti dan Septina (2017:
pada analisis sensitivitas yang menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan pada
input dan output maka perubahan tersebut tidak boleh melebihi nilai switching
masih memberi keuntungan bagi Rahayu 36. Berikut merupakan hasil perhitungan
dimana hanya harga kedelai saja yang meningkat dan harga yang lainnya
dianggap konstan pada Rahayu 36 yang dapat dilihat pada Tabel 11.
Hasil sensitivitas Tabel 12. dapat diketahui usaha ini saat dilakukan
kenaikan bahan baku tempe setengah jadi sebesar 10% atau harga menjadi
64
mempengaruhi keuntungan yang diperoleh Rahayu 36 lebih sedikit yakni sebesar
Rp16.237.310 selama satu tahun. Meskipun begitu kenaikan harga tempe setengah
penjumlahan antara harga normal tempe setengah jadi Rp10.000 ditambah dengan
yang diperoleh Rahayu 36 saat harga tempe setengah jadi naik 43,6% lebih sedikit
yakni Rp936.494 selama satu tahun. Hasil perhitungan B/C Ratio sebesar 0,0070,
apabila terjadi kenaikan harga bahan baku tempe setengah jadi sebesar 43,6%
dikarenakan B/C Ratio lebih besar daripada 0. Hal tersebut mengartikan bahwa
setiap biaya atau modal yang dikeluarkan sebesar Rp1.000.000 maka memperoleh
manfaat sebesar Rp7.000. Berdasarkan hasil perhitungan BEP produksi dan harga
maka Rahayu 36 perlu memproduksi keripik tempe sagu sebanyak 6674 kemasan
215 gram dengan mematok harga sebesar Rp19.861 per kemasan 215 gram
keripik tempe sagu. Hasil payback periode nilai pengembalian investasi usaha
dapat dikembalikan dalam waktu 17,05. Hal tersebut bahwa Rahayu 36 masih
modal lebih lama. Berdasarkan hal tersebut, kenaikan harga tempe setengah jadi
yang cukup tinggi yakni 43,6% masih dapat ditoleransi Rahayu 36 untuk
65
Produksi keripik tempe sagu Rahayu 36 menjadi tidak layak dan tidak
mengalami kenaikan lebih dari 43,6%. Hal tersebut menjadi tidak masuk akal
dikarenakan keuntungan yang akan didapat oleh Rahayu 36 menjadi sangat sedikit
mengalami kerugian.
66
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka
dengan jumlah produksi penjualan sebanyak 6.721 kemasan dan harga jual
a. Nilai B/C Ratio yang diperoleh dari usaha keripik tempe sagu yaitu
sebesar 0,24. Nilai tersebut telah mencapai angka lebih dari nol, sehingga
b. Nilai BEP yang diperoleh dari usaha keripik tempe sagu yaitu BEP
produksi 5.400 kemasan dan nilai BEP harga Rp16.069. Rahayu 36 harus
memproduksi dan menjual keripik tempe sagu paling sedikit yaitu 5.400
kemasan per tahun, dengan harga jual tidak kurang dari Rp16.069 per
c. Nilai Payback Period (PP) yang diperoleh yaitu sebesar 0,60, yang artinya
bulan 6 hari.
67
3. Sensitivitas usaha dengan variasi switching value pada kenaikan maksimum
harga bahan baku tempe setengah jadi yang dapat ditoleransi untuk
adalah sebesar Rp936.494 dengan tingkat B/C Ratio sebesar 0,0070, BEP
harga sebesar Rp19.861, BEP Produksi sebanyak 6674 kemasan, dan Payback
Period (PP) sebesar 17,05. Sedangkan apabila harga tempe setengah jadi
6.2 Saran
berikut:
para reseller atau promosi melalui media sosial untuk memperluas pasar ke
2. Berdasarkan hasil dari pendekatan switching value usaha keripik tempe sagu
tempe setengah jadi yang cukup tinggi. Namun, Rahayu 36 masih harus tetap
waspada terhadap harga tempe setengah jadi yang tidak stabil. Penambahan
produksi dan promosi variasi ukuran pada keripik tempe sagu yang diproduksi
68
setengah jadi konsumen dapat beralih mengkonsumsi keripik tempe sagu
69
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Dini dan Angwar, Mukhammad. 2018. Produk Pangan Berbasis Tempe
Dan Aplikasinya. LIPI Press. Jakarta.
Darwis, Khaeriyah. 2017. Ilmu Usahatani Teori dan Penerapan. CV. Inti
Mediatama. Makasar.
Geasti, Dwi Haryono, dan Affandi, Muhammad Irfan. 2019. Struktur Biaya, Titik
Impas, Dan Pendapatan Usahatani Padi Di Kecamatan Seputih Raman
Kabupaten Lampung Tengah. JIIA, Vol. 7, No. 3. Tahun 2019.
Hairun, Suslinawati, dan Ana Zuraida. 2016. Analisis Usaha Pembuatan Tempe
(Studi Kasus Pada Usaha Pembuatan Tempe “Bapak Joko Sarwono”) Di
Kelurahan Binuang Kecamatan Binuang Kabupaten Tapin. Jurnal Al Ulum
Sains dan Teknologi. Vol. 2, No. 1. Tahun 2016.
Kasmir & Jakfar. 2020. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Revisi. PRENADAMEDIA
GROUP. Jakarta.
Khaeruman. 2019. Manajemen Biaya Teori dan Konsep. CV. AA Rizky. Serang.
Maher, Michael W dan Daekin, Edward B. 1996. Akuntansi Biaya. Edisi Keempat
Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta.
70
Mukti, T., & Septina, E. 2017. Analisis Kelayakan Usaha Agroindustri Mie Sagu
di Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Kepualauan Miranti. Jurnal
Dinamika Pertanian. Vol. 33, No. 2, Tahun 2017.
Rangkuti, Freddy. 2012. Studi Kelayakan Bisnis & Investasi. Studi Kasus. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sari, Melda dkk. 2018. Studi Produksi Industri Kerupuk Kulit Di Jorong Kapalo
Koto Nagari Tanjung Barulak Kecamatan Batipuh Kabupaten Tanah Datar.
Jurnal Buana. Vol. 2, No. 1. Tahun 2018.
Sunnara dan Isvandary. 2009. Sukses Mengolah Kedelai. Buana Cipta Pustaka.
Jakarta.
Suratiyah, Ken. 2015. Ilmu Usahatani. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.
71
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah
Wahyudi, Dedi dkk. 2016. Analisis Usaha Agroindustri Kerupuk Kulit Sapi di
Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota Pekanbaru (Studi Kasus
Pada Usaha Agroindustri Kerupuk Kulit Sapi Mamak Kito). JURNAL JOM
FAPERTA UR. Vol. 3, No. 2, Tahun 2016.
Yusmah, Nur Abdi dan Bhakti, Yulmardi Adi. 2020. Analisis Pendapatan Usaha
Kecil dan Menengah Di Kebupaten Tanjung Jabung Barat (Studi Kasus
Usaha Keripik Tempe Di Desa Serdang Jaya Kecamatan Betara). E-Jurnal
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Vol. 9. No.2, Tahun 2020.
72
LAMPIRAN
73
Lampiran 1. Panduan Wawancara
PANDUAN WAWANCARA
A. Pewawancara
NIM : 11180920000107
Hari/Tanggal Wawancara:
B. Identitas Responden
Nama :
Usia :
Jabatan :
C. Pelaksanaan Usaha
7. Bagaimana sistem pembayaran upah bagi tenaga kerja di UMKM Rahayu 36?
74
D. Rincian Biaya UMKM Rahayu 36
Umur
Jumlah Harga Jumlah
No. Uraian Barang
(Unit) Satuan (Rp) Biaya (Rp)
(Tahun)
1
2
3
4
5
6
Total
75
Lampiran 2. Biaya Investasi Usaha Keripik Tempe Sagu Rahayu 36
Umur
Jumlah Harga Beli Jumlah biaya
Uraian Ekonomis
(Unit) (Rp) (RP)
(Tahun)
Kendaraan 1 15 15.000.000 15.000.000
Nampan 2 2 20.000 40.000
Baskom 4 2 15.000 60.000
Kompor 1 7 300.000 300.000
Alat Potong 2 0,25 10.000 20.000
Wajan 2 5 75.000 150.000
Saringan 2 3 10.000 20.000
Timbangan 1 3 65.000 65.000
Alat Sil Plastik 1 5 130.000 130.000
Talenan 2 4 15.000 30.000
Blender 1 4 130.000 130.000
Spatula 2 5 10.000 20.000
Total Biaya Investasi 15.965.000
Umur Biaya
Harga beli
Uraian Ekonomis Nilai (Rp) Penyusutan
(Rp)
(Tahun) (Rp/Tahun)
Sepeda Motor 15 15.000.000 15.000.000 1.000.000
Total 1.000.000
76
Lampiran 4. Biaya Penyusutan Peralatan Produksi Rahayu 36
Umur Biaya
Jumlah Harga Beli Nilai
Uraian Ekonomis Penyusutan
(Unit) (Rp) (Rp)
(Tahun) (Rp/Tahun)
Nampan 2 2 20.000 40.000 20.000,00
Baskom 4 2 15.000 60.000 30.000,00
Kompor 1 7 300.000 300.000 42.857,14
Alat
2
Potong 0,25 10.000 20.000 5.000,00
Wajan 2 5 75.000 150.000 30.000,00
Saringan 2 3 10.000 20.000 6.666,67
Timbangan 1 3 65.000 65.000 21.666,67
Alat Sil
1
Plastik 5 130.000 130.000 26.000,00
Talenan 2 4 15.000 30.000 7.500,00
Blender 1 4 130.000 130.000 32.500,00
Spatula 2 5 10.000 20.000 4.000,00
Total Biaya Penyusutan Peralatan 226.190
77
Lampiran 6. Biaya Variabel Produk Keripik Tempe Sagu Periode Bulan
September 2021 – Agustus 2022
Harga Beli
Uraian Jumlah Satuan Total (Rp)
(Rp)
Biaya Tempe
730 Kg 10.000 7.300.000
setengah jadi
Biaya Garam 1,8 Kg 10.000 18.000
Biaya Penyedap Rasa 9,6 Kg 50.000 480.000
Biaya Tepung
146 Kg 16.500 2.409.000
Tapioka
Biaya Minyak
96 Liter 17.500 1.680.000
Goreng
Biaya Telur 36 Kg 27.500 990.000
Biaya Rempah-
20 Kg 30.000 600.000
rempah
Biaya Kemasan
5952 Kemasan 1.500 8.928.000
Plastik
Biaya Listrik dan Air 960.000
Biaya Bensin 2.400.000
Biaya Gas 672.000
Biaya Tenaga Kerja 80.160.000
Total Biaya Variabel 106.597.000
78
Lampiran 7. Kenaikan Bahan Baku Tempe Setengah Jadi 43,6%
Harga Tempe
Kebutuhan
Bulan Setengah Jadi Total (Rp)
Perbulan (Kg)
Perkilo (43%)
September 14.360,00 15,05 216.118
Oktober 14.360,00 15,05 216.118
November 14.360,00 15,05 216.118
Desember 14.360,00 15,05 216.118
Januari 14.360,00 15,05 216.118
Februari 14.360,00 15,05 216.118
Maret 14.360,00 15,05 216.118
April 14.360,00 15,05 216.118
Mei 14.360,00 15,05 216.118
Juni 14.360,00 15,05 216.118
Juli 14.360,00 15,05 216.118
Agustus 14.360,00 15,05 216.118
Total 2.593.416
Total Biaya 133.483.506
Penerimaan 134.420.000
Pendapatan 936.494
B/C Ratio 0,0070
BEP Harga 19.861
BEP Produksi 6674
PP 17,05
79
Lampiran 8. Dokumentasi Pengolahan Keripik Tempe Sagu Rahayu 36
80