Anda di halaman 1dari 89

ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU

KEDELAI IMPOR PADA KOPTI KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Syifa Nurriyah
11180920000046

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022/1444 H
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU
KEDELAI IMPOR PADA KOPTI KABUPATEN BOGOR

Oleh:
Syifa Nurriyah
11180920000046

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022/1444 H
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kedelai Impor


Pada KOPTI Kabupaten Bogor” yang ditulis oleh Syifa Nurriyah dengan NIM
11180920000046, telah diuji dan dinyatakan lulus dalam Sidang Munaqosyah
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
pada Hari Selasa, Tanggal 09 Agustus 2022. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S1) Program Studi
Agribisnis.

Menyetujui,

Penguji 1 Penguji 2

Eny Dwiningsih, S.TP, M.Si Titik Inayah, SP, M.Si


NIP. 19760108 201411 2 002 NIDN. 2030068704

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dewi Rohma Wati, SP, M.Si Agustina Senjayani, M.Si


NIDN. 2006128401 NIDN. 2003087801

Mengetahui,

Dekan Ketua
Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Agribisnis

Ir. Nashrul Hakiem, S.Si, MT, Ph.D Akhmad Mahbubi, SP, MM, Ph.D
NIP. 19710608 200501 1 005 NIP. 19811106 201101 1 001
CamScanner
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Syifa Nurriyah


Tempat/Tanggal Lahir : Bogor / 05 September 2000
Jenis Kelamin : Perempuan
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. AMD Babakan No.39 RT.007 RW.003
Kabupaten Bogor
No. HP : 085697313895
E-mail : syifa.nurriyah18@mhs.uinjkt.ac.id

RIWAYAT PENDIDIKAN

2018 - 2022 : S1 Program Studi Agribisnis UIN Jakarta


2015 – 2018 : SMAN 1 Ciseeng
2012 – 2015 : MTs Nurul Iman
2006 – 2012 : MI Nurul Iman

PENGALAMAN KEPANITIAAN

2018 : Anggota Divisi Acara Kesenian ALERT

PENGALAMAN PELATIHAN DAN KERJA

2022 : Kompetensi Pelaksana Budidaya Sayuran BNSP


LSP Agribisnis Ambissi
2021 : PKL di CV. Cindy Group Indonesia
2020 : Partisipan Webinar Berseri: WTO & Analisis
Kebijakan Perdagangan (ITAPS, IPB, ISEI BOGOR
RAYA, Kementerian Perdagangan, UNIED 2020)
PENGHARGAAN

2021 : Publikasi “Analisis Efisiensi Biaya Persediaan


Dimsum Frozen di Toko Urban Request Food,
Bekasi” pada Sharia Agribusiness Journal Vol 1 No
2 (2021)
2019 : Penerima Beasiswa Pendidikan Bidikmisi

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh


Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat
dan karunia-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulisan skripsi yang
berjudul “Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kedelai Impor pada
KOPTI Kabupaten Bogor” dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Shalawat
serta salam penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
beserta keluarganya, para sahabat dan kepada kita semua selaku umatnya yang
mengharapkan syafa’at-nya di hari kiamat nanti.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan skripsi ini memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak.
Pada kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas bimbingan, arahan, motivasi dan doa yang diberikan kepada penulis
selama proses menyusun skripsi ini. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis
menyampaikan terimakasih kepada:
1. Keluarga Penulis, Alm. Bapak Sayadi Ningrat dan Ibu Acih selaku orangtua
penulis, Kakak Sumiyati dan Holifah yang selalu memberikan doa, dukungan,
kasih sayang dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
serta segenap keluarga besar H. Muhammad yang tidak bisa penulis sebutkan
satu persatu.
2. Bapak Ir. Nashrul Hakiem, S.Si, MT, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Akhmad Mahbubi Mufti, SP, MM, Ph.d. selaku Ketua Program Studi
Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dewi Rohma Wati, SP, M.Si selaku dosen pembimbing 1 yang telah
memberikan ilmu, bersedia meluangkan waktu untuk membimbing,
memberikan arahan serta motivasi hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Ibu Agustina Senjayani, M.Si selaku dosen pembimbing 2 yang telah
memberikan ilmu, bersedia meluangkan waktu untuk membimbing,
memberikan arahan serta motivasi hingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Bapak Dr. Achmad Tjachja Nugraha MP selaku dosen pembimbing akademik
penulis yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing,
memberikan arahan, motivasi serta dukungan kepada penulis.
7. Seluruh Dosen dan staff Program Studi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu, pelajaran serta pengalaman selama
penulis menjalani perkuliahan.
8. Bapak Sukhaeri SP, SE selaku Ketua KOPTI Kabupaten Bogor yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Koperasi
tersebut, serta seluruh pihak yang ada pada KOPTI Kabupaten Bogor dan
Rumah Tempe Indonesia.
9. Teman-teman Kupu-Kupu, Rempong, Kelas E 2018, Kelas P1 Manajemen
2018, serta seluruh teman-teman Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
terutama angkatan 2018 yang selalu memberikan inspirasi, dukungan,
motivasi, semangat dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
10. Seluruh pihak yang terlibat dan tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu dalam
penyusunan skripsi ini, namun tidak mengurangi rasa hormat dan ucapan
terima kasih penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan di masa yang akan
datang. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan bagi para pembaca pada umumnya
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Bogor, Agustus 2022

Syifa Nurriyah
NIM. 11180920000046

viii
RINGKASAN

Syifa Nurriyah, Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kedelai Impor


pada KOPTI Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Dewi Rohma Wati dan
Agustina Senjayani.

Meningkatnya kebutuhan terhadap komoditas kedelai dapat dikaitkan dengan


semakin meningkatnya konsumsi masyarakat Indonesia terhadap produk olahan
kedelai. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk segera
mengatasi permasalahan tersebut ialah dengan melakukan impor. Selain itu,
kualitas kedelai impor dianggap lebih baik dengan harga yang lebih murah
dibanding kedelai lokal. Salah satu koperasi yang menjual kedelai impor adalah
KOPTI Kabupaten Bogor. Dalam melakukan pemesanan kepada supplier selalu
mengandalkan perkiraan secara acak berdasarkan perkiraan dari kepala gudang.
Tentu saja hal ini akan memberikan kerugian secara financial jika bahan baku
kedelai yang dipesan melebihi permintaan dari perajin. KOPTI Kabupaten Bogor
juga selalu melakukan pemesanan berulang dalam jumlah yang kecil sehingga
dapat menyebabkan biaya pemesanan yang dikeluarkan semakin besar, ditambah
tidak adanya kendaraan operasional yang dimiliki. Tujuan dari penelitian ini adalah:
1). Menganalisis pengendalian persediaan bahan baku kedelai di KOPTI Kabupaten
Bogor berdasarkan metode Economic Order Quantity (EOQ). 2). Menganalisis
persediaan bahan baku yang optimal dengan metode EOQ melalui perbandingan
biaya persediaan yang dikeluarkan.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu berupa data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui pengamatan dan
wawancara secara langsung. Untuk mendapatkan data melalui pengamatan,
dilakukan observasi tentang pengelolaan persediaan bahan baku dan kondisi
gudang penyimpanan, sedangkan melalui wawancara mengenai biaya pemesanan
dan biaya penyimpanan, serta luas gudang penyimpanan. Data sekunder diperoleh
dari arsip dan dokumen-dokumen seperti harga produk, jumlah pemesanan dan
penjualan kedelai yang akan diolah dan dihitung menggunakan metode EOQ.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa metode Economic Order Quantity (EOQ)
lebih efisien dibandingkan dengan metode aktual. Penggunaan metode EOQ
mampu mengurangi total biaya persediaan yang dikeluarkan oleh KOPTI
Kabupaten Bogor sebesar Rp108.261.242 atau sebesar 87,55%. Sebaiknya KOPTI
Kabupaten Bogor mempertimbangkan dan menerapkan metode EOQ serta
menentukan besarnya safety stock secara ilmiah dan reorder point untuk
menghindari risiko kehabisan atau kelebihan bahan baku yang berakibat pada
besarnya biaya persediaan. KOPTI Kabupaten Bogor juga perlu memaksimalkan
penggunaan gudang penyimpanan, beralih menggunakan armada pengiriman yang
lebih besar kapasitasnya untuk mengurangi biaya transportasi dan pengiriman
kedelai dari supplier tidak hanya disimpan di gudang milik KOPTI Kabupaten
Bogor tetapi ada juga yang langsung ditujukan ke gudang KWP (Kepala Wilayah
Pelayanan).
DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN UJIAN ............................................................................. iii


PERNYATAAN ......................................................................................... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vii
RINGKASAN ............................................................................................. ix
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7

2.1 Kedelai ........................................................................................ 7


2.2 Persediaan dan Pengendalian Persediaan ....................................... 8
2.2.1 Persediaan ........................................................................ 8
2.2.2 Pengendalian Persediaan ................................................... 11
2.3 Pengelolaan Persediaan ................................................................. 13
2.3.1 Economic Order Quantity (EOQ) ..................................... 13
2.3.2 Persediaan Pengaman (Safety Stock) ................................. 17
2.3.3 Maximum Inventory .......................................................... 19
2.3.4 Reorder Point (ROP) ........................................................ 19
2.4 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 20
2.5 Kerangka Pemikiran...................................................................... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 25

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 25


3.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................. 25
3.3 Informan Penelitian ...................................................................... 26
3.4 Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 26
3.5 Metode Analisis Data ................................................................... 27
3.5.1 Asumsi-Asumsi Model EOQ Klasik (Sederhana) .............. 27
3.5.2 Economic Order Quantity (EOQ) ..................................... 28
3.5.3 Persediaan Pengaman (Safety Stock) ................................. 29
3.5.4 Maximum Inventory ........................................................... 30
3.5.5 Reorder Point (ROP) ........................................................ 31
3.5.6 Total Inventory Cost (TIC) ............................................... 31
3.6 Definisi Operasional .................................................................... 32

BAB IV GAMBARAN UMUM KOPERASI ............................................ 34

4.1 Sejarah KOPTI Kabupaten Bogor ................................................ 34


4.2 Visi, Misi dan Tujuan KOPTI Kabupaten Bogor .......................... 38
4.3 Program Strategis ......................................................................... 38
4.4 Struktur Organisasi dan Wilayah Kerja ........................................ 39
4.4.1 Struktur Organisasi ........................................................... 39
4.4.2 Wilayah Kerja ................................................................... 41
4.5 Kegiatan Usaha KOPTI Kabupaten Bogor ................................... 42
4.6 Fasilitas Pengendalian Persediaan Kedelai
di KOPTI Kabupaten Bogor ......................................................... 45

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 47

5.1 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kedelai


di KOPTI Kabupaten Bogor ......................................................... 47
5.2 Analisis Persediaan Bahan Baku yang Optimal dengan
Metode EOQ Melalui Perbandingan Biaya Persediaan
yang dikeluarkan .......................................................................... 61

BAB VI PENUTUP .................................................................................... 65

6.1 Kesimpulan .................................................................................. 65


6.2 Saran ............................................................................................ 66

xi
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 67

LAMPIRAN .............................................................................................. 70

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

1. Konsumsi, Produksi dan Impor Kedelai Segar Tahun 2016 – 2020 ....... 2

2. Perbandingan Teori Asumsi EOQ Klasik dengan Data Penelitian ........ 27

3. Pemesanan Bahan Baku Kedelai di KOPTI Kabupaten Bogor


Periode Januari – Desember 2021 (dalam Kg) ..................................... 48

4. Biaya Pemesanan Bahan Baku Kedelai Per Sekali Pesan


Tahun 2021 ......................................................................................... 51

5. Biaya Penyimpanan Bahan Baku Kedelai Tahun 2021 ........................ 53

6. Nilai Safety Stock Bahan Baku Kedelai pada KOPTI


Kabupaten Bogor ................................................................................ 56

7. Nilai Persediaan Maksimum Bahan Baku Kedelai di


KOPTI Kabupaten Bogor (dalam Kg) ................................................. 57

8. Perbandingan Biaya Persediaan Bahan Baku Kedelai


Berdasarkan Kondisi Aktual dengan Metode EOQ .............................. 61
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 24

2. Gudang Penyimpanan ........................................................................... 46


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lembar Panduan Wawancara ................................................................ 70

2. Perhitungan Standar Deviasi Distribusi Bahan Baku Kedelai ................ 73

3. Struktur Organisasi .............................................................................. 74


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketahanan pangan merupakan isu yang penting di negara Indonesia. Dengan

adanya persediaan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk

Indonesia, maka hal ini akan menghindari terjadinya permasalahan politik maupun

sosial secara terus-menerus. Salah satu bahan pangan yang memiliki potensi dan

mempunyai peranan dalam menumbuh kembangkan industri kecil dan menengah

adalah kedelai. Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama di Indonesia

yang memiliki nilai gizi tinggi serta menjadi komoditas terpenting ketiga setelah

komoditas padi dan jagung (Kementerian Pertanian, 2020:3-4).

Kebutuhan kedelai di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap

tahunnya dikarenakan bertambahnya jumlah penduduk sehingga meningkatnya

jumlah penggunaan kedelai di Indonesia. Meningkatnya kebutuhan terhadap

komoditas kedelai dapat dikaitkan dengan semakin meningkatnya konsumsi

masyarakat Indonesia terhadap produk olahan kedelai. Salah satu upaya yang

dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk segera mengatasi semakin melebarnya

kesenjangan antara produksi kedelai dalam negeri dan kebutuhan nasional kedelai

ialah dengan melakukan impor (Kementerian Pertanian, 2020:15). Data konsumsi,

produksi dan impor kedelai segar tahun 2016 – 2020 dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Konsumsi, Produksi dan Impor Kedelai Segar Tahun 2016 – 2020

Tahun Konsumsi (Ton) Produksi (Ton) Impor (Ton)


2016 1.905.199 859.653 2.261.803
2017 1.986.302 538.728 2.671.914
2018 1.983.854 650.000 2.585.809
2019 1.905.751 424.189 2.670.086
2020 1.933.065 632.326 2.475.287
Rata-Rata 1.942.834 620.979 2.532.980
Sumber: Kementerian Pertanian (2021) diolah

Berdasarkan tabel 1, rata-rata konsumsi kedelai dari tahun 2016-2020 sebesar

1.942.834 ton, sedangkan rata-rata produksi kedelai sebesar 620.979 ton. Hal ini

menunjukkan bahwa produksi kedelai dalam negeri belum mampu memenuhi

kebutuhan. Sehingga, pemerintah Indonesia melakukan impor kedelai untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri. Kedelai impor sebagian besar merupakan

kedelai yang berasal dari Amerika Serikat. Diduga bahwa kedelai yang masuk

tersebut sebagian besar merupakan produk Genetic Modified Organism (GMO).

Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2005 tentang

Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika. Produk transgenik impor

diantaranya adalah kedelai yang tidak diberi label karena dianggap aman dan biasa

dikonsumsi sebagai bahan baku tahu dan tempe (Andayanie, 2016:11). Selain itu,

kualitas kedelai impor dianggap lebih baik dengan harga yang lebih murah

dibanding kedelai lokal.

Salah satu koperasi yang menjual kedelai impor adalah KOPTI Kabupaten

Bogor, serta merupakan koperasi dengan jumlah anggota 1.393 yang terdiri dari

1.043 perajin tempe dan 350 perajin tahu. Kabupaten Bogor berdiri sejak tahun

1980 yang beralamatkan di Jl. Brigjend Saptadji Hadiprawira No. 27, Kota Bogor,

2
Jawa Barat. Terdapat beberapa merek kedelai yang ada di gudang penyimpanan,

yaitu Kedelai Bola dan Kedelai Hiu yang menjadi pilihan utama bagi perajin tempe

dan tahu karena kualitasnya bagus, kedua merek kedelai tersebut dipesan kepada

dua supplier yang memiliki gudang di wilayah Bekasi, Serang dan Tangerang mulai

dari tahun 1999.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan penelitian, KOPTI

Kabupaten Bogor lebih mempertimbangkan merek dibandingkan dengan kuantitas.

Apabila ada perajin yang memesan kedelai dengan merek tertentu dan tidak tersedia

di gudang penyimpanan, maka akan dilakukan pemesanan kepada supplier sesuai

dengan permintaan dari perajin. Hal tersebut sering kali terjadi, membuat KOPTI

Kabupaten Bogor selalu melakukan pemesanan berulang dalam jumlah yang kecil

sehingga dapat menyebabkan biaya pemesanan yang dikeluarkan semakin besar,

ditambah tidak adanya kendaraan operasional yang dimiliki untuk melakukan

pemesanan kedelai kepada supplier dan pengiriman kedelai kepada perajin

sehingga harus menyewa kendaraan.

Permintaan dari perajin merupakan acuan untuk KOPTI Kabupaten Bogor

mengadakan persediaan bahan baku kedelai di gudang penyimpanan. Dalam

melakukan pemesanan kepada supplier KOPTI Kabupaten Bogor selalu

mengandalkan perkiraan secara acak berdasarkan perkiraan dari kepala gudang.

Tentu saja hal ini akan memberikan kerugian secara financial jika bahan baku

kedelai yang dipesan melebihi permintaan dari perajin. Sebagai contoh pada tahun

2021 pemesanan kedelai kepada supplier sebesar 754.400 kg, sedangkan penjualan

kedelai kepada perajin sebesar 740.024 kg. Kelebihan baku terbesar terjadi pada

3
bulan April sebesar 12.703 Kg dan bulan Mei sebesar 11.754 Kg. Hal ini terjadi,

dikarenakan kesalahan perhitungan yang dilakukan oleh kepala gudang.

Salah satu metode yang digunakan untuk mengendalikan jumlah persediaan

adalah metode Economic Order Quantity (EOQ), teknik ini juga relatif mudah

untuk digunakan dan mampu memberikan solusi yang terbaik untuk koperasi, hal

ini dibuktikan dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ)

tidak hanya diketahui berapa jumlah persediaan yang paling efisien bagi koperasi

tetapi juga akan diketahui berapa biaya yang akan dikeluarkan. Metode Economic

Order Quantity (EOQ) ini berusaha untuk mencapai tingkat persediaan yang

seminimal mungkin, biaya rendah, serta mutu yang lebih baik. Dengan menerapkan

metode EOQ, maka perusahaan akan mampu mengurangi biaya penyimpanan,

penghematan ruang untuk gudang, serta masalah yang timbul akibat dari banyaknya

persediaan yang menumpuk sehingga dapat mengurangi risiko yang timbul karena

persediaan yang ada di dalam gudang (Rakian, 2015:2).

1.2 Rumusan Masalah

Salah satu koperasi yang menjual kedelai impor adalah KOPTI Kabupaten

Bogor. Dalam melakukan pemesanan kepada supplier KOPTI Kabupaten Bogor

selalu mengandalkan perkiraan secara acak berdasarkan perkiraan dari kepala

gudang. Tentu saja hal ini akan memberikan kerugian secara financial jika bahan

baku kedelai yang dipesan melebihi permintaan dari perajin. Sebagai contoh pada

tahun 2021 pemesanan kedelai kepada supplier sebesar 754.400 kg, sedangkan

penjualan kedelai kepada perajin sebesar 740.024 kg. KOPTI Kabupaten Bogor

4
juga selalu melakukan pemesanan berulang dalam jumlah yang kecil sehingga

dapat menyebabkan biaya pemesanan yang dikeluarkan semakin besar, ditambah

tidak adanya kendaraan operasional yang dimiliki. Berdasarkan uraian masalah

tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pengendalian persediaan bahan baku kedelai di KOPTI Kabupaten

Bogor berdasarkan metode Economic Order Quantity (EOQ)?

2. Bagaimana mengoptimalkan pengelolaan persediaan bahan baku dengan

metode EOQ melalui perbandingan biaya persediaan yang dikeluarkan?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan, maka tujuan dari

penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pengendalian persediaan bahan baku kedelai di KOPTI

Kabupaten Bogor berdasarkan metode Economic Order Quantity (EOQ).

2. Menganalisis persediaan bahan baku yang optimal dengan metode EOQ

melalui perbandingan biaya persediaan yang dikeluarkan.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperolah dari penelitian ini antara lain:

1. Bagi penulis, dari penelitian ini penulis dapat menambah pengetahuan dan

wawasan serta dapat menerapkan teori yang telah diperolah selama perkuliahan

dengan mempraktekannya dilapangan.

5
2. Bagi koperasi, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengurus

koperasi serta dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan masukan oleh

koperasi untuk mengambil keputusan mengenai strategi dan kebijakan

pengawasan persediaan bahan baku.

3. Bagi pembaca, diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menambah bahan

referensi, rujukan, serta pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini,

antara lain:

1. Penelitian hanya berfokus pada persediaan bahan baku kedelai di KOPTI

Kabupaten Bogor.

2. Data yang diperlukan merupakan data tahun 2021 serta keseluruhan bersumber

dari data KOPTI Kabupaten Bogor.

3. Perhitungan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) hanya

pada bahan baku kedelai di KOPTI Kabupaten Bogor.

4. Biaya yang dihitung adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh KOPTI

Kabupaten Bogor seperti biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai

Kedelai (Glycine max (L.) Merril) adalah tanaman pangan turunan kedelai

jenis liar yaitu Glycine ururiencis tanaman ini berbentuk semak yang tumbuh tegak.

(Atman, 2014:1). Produksi kedelai di Indonesia sebagian besar ditujukan untuk

memenuhi konsumsi dalam negeri. Mengingat bahwa kebutuhan untuk konsumsi

kedelai lebih besar daripada produksinya, maka Indonesia perlu melakukan impor

untuk memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri. Untuk kedelai yang diimpor dari

negara Amerika Serikat sebagian besar dalam bentuk segar yaitu berupa kacang

kedelai selain untuk benih, kacang kedelai juga digunakan untuk bahan baku

industri tahu dan tempe (Kementerian Pertanian, 2021:32).

Produk kedelai impor dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Produk Rekayasa

Genetik (PRG) atau GMO (Genetically Modified Organism) dan non-Produk

Rekayasa Genetik atau disebut non-GMO (Maskar, dkk, 2015:42). Sebagian besar

kedelai yang digunakan untuk bahan baku pembuatan tempe merupakan Produk

Rekayasa Genetik (PRG) atau GMO (Genetically Modified Organism). Kedelai

PRG adalah varietas yang sudah dimodifikasi secara genetik dengan tujuan agar

menghasilkan kedelai yang memiliki berbagai keunggulan, yaitu memiliki

karakteristik yang lebih tahan terhadap hama dan penyakit, lebih tahan terhadap

herbisida, serta memiliki ukuran biji yang lebih besar (Maskar, dkk, 2015:208).
Indonesia telah mengatur komoditas pangan hasil rekayasa genetik melalui

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2005 tentang Keamanan Hayati Produk

Rekayasa Genetika. Pasal 1 Ayat 16 PP tersebut menyebutkan bahwa bahan asal

tanaman PRG adalah bahan yang dihasilkan dari tanaman PRG dan dapat diolah

lebih lanjut bagi keperluan manusia dan keperluan lain.

2.2 Persediaan dan Pengendalian Persediaan

2.2.1 Persediaan

Persediaan menurut Handoko (2000:333) merupakan suatu istilah yang

umum untuk menunjukkan segala sesuatu atau berbagai sumber daya pada

organisasi yang disimpan untuk mengantisipasi terhadap pemenuhan permintaan.

Sedangkan menurut Ristono (2009:1) persediaan diartikan sebagai barang-barang

yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada masa atau periode yang akan

datang. Persediaan terdiri dari persediaan bahan baku, persediaan bahan setengah

jadi, dan persediaan barang jadi. Persediaan adalah model yang sering digunakan

dalam menyelesaikan suatu masalah yang berkaitan dengan usaha pengendalian

bahan baku maupun barang jadi di dalam suatu aktivitas yang dilakukan

perusahaan. Ciri khas dari model persediaan yaitu solusi optimalnya difokuskan

untuk menjamin persediaan dengan biaya yang serendah rendahnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Koesdijati (2018:79) melalui

persediaan bahan baku kedelai yang cukup dan terencana dapat mengurangi biaya

yang tidak terduga, yaitu pembelian bahan baku yang dilakukan secara mendadak,

8
hal ini tentu saja akan mengakibatkan harganya lebih tinggi dari pada biasanya.

Apabila persediaan bahan baku kedelai menumpuk, akan menyebabkan jumlah

biaya penyimpanan yang membengkak serta dapat menimbulkan risiko adanya

kerusakan pada bahan baku. Dengan begitu, maka dibutuhkan solusi untuk

menentukan berapa jangka waktu pemesanan, berapa jumlah pemesanan bahan

baku dan berapa besaran biaya minimal agar proses produksi tetap berjalan dengan

lancar serta dapat seimbang sesuai dengan permintaan pasar.

Tujuan utama dari adanya persediaan sendiri adalah untuk menghilangkan

adanya pengaruh ketidakpastian, memberi waktu luang untuk melakukan

pengelolaan produksi dan pembelian, serta mengantisipasi adanya perubahan

permintaan dan penawaran. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Sulistyaningsih dan Baihaqi (2018:194) persediaan bahan baku kedelai yang tidak

optimal akan menyebabkan kehabisan stock, sehingga perusahaan tidak mampu

melakukan proses produksi secara optimal yang bertujuan untuk memenuhi

permintaan konsumen.

Menurut Handoko (2000:336-338) dalam membuat setiap keputusan akan

mempengaruhi besarnya (jumlah) persediaan. Maka dari itu, harus

dipertimbangkan biaya-biaya variabel berikut ini:

1. Biaya Penyimpanan

Biaya penyimpanan (holding cost atau carrying cost) terdiri dari biaya-biaya

yang bervariasi secara langsung dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan

per periode akan semakin besar apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin

banyak pula, atau rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya penyimpanan

9
tersebut meliputi: biaya fasilitas penyimpanan, biaya modal, biaya keusangan,

biaya perhitungan fisik dan konsiliasi laporan, biaya asuransi persediaan, biaya

pajak persediaan, biaya pencurian, pengrusakan atau perampokan, biaya

penanganan persediaan dan sebagainya.

2. Biaya Pemesanan (Pembelian)

Setiap kali bahan dipesan, perusahaan akan menanggung biaya pemesanan.

Biaya pemesanan ini meliputi pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi, upah

pegawai, biaya telepon dan internet, pengeluaran surat-menyurat, biaya

pengepakan dan penimbangan, biaya pemeriksaan (inspeksi) penerimaan, biaya

utang lancar dan sebagainya.

3. Biaya Penyiapan

Biaya penyiapan merupakan biaya yang dikeluarkan sejak perusahaan mulai

memproduksi bahan-bahan dasar pada pabrik sendiri. Dengan demikian,

perusahaan menghadapi biaya penyiapan (setup cost) untuk memproduksi

komponen tertentu. Biaya-biaya tersebut meliputi biaya mesin-mesin menganggur,

biaya persiapan tenaga kerja langsung, biaya scheduling, biaya ekspedisi dan

sebagainya.

4. Biaya Kekurangan atau Kehabisan Bahan

Biaya kekurangan atau kehabisan bahan (shortage cost) adalah biaya yang

paling sulit untuk diperkirakan. Biaya ini akan timbul apabila persediaan tidak

memenuhi atau mencukupi permintaan. Yang termasuk ke dalam biaya kekurangan

atau kehabisan bahan meliputi biaya yang disebabkan oleh kehilangan penjualan,

kehilangan pelanggan, biaya pemesanan khusus, biaya ekspedisi, selisih harga,

10
terganggunya operasi, tambahan pengeluaran untuk kegiatan manajeria dan

sebagainya.

2.2.2 Pengendalian Persediaan

Menurut Akhmad (2018:153-154) pengendalian persediaan adalah salah satu

kegiatan dari urutan kegiatan yang berkaitan erat satu dengan yang lainnya pada

seluruh kegiatan operasi perusahaan sesuai dengan apa yang telah direncanakan

baik dari segi waktu, jumlah, mutu maupun biaya. Sedangkan menurut Zainul

(2019:87) pengendalian persediaan merupakan aktivitas mempertahankan jumlah

persediaan pada tingkat yang dikehendaki. Pada produk barang, pengendalian

persediaan ditekankan pada pengendalian materialnya. Sedangkan pada produk

jasa, pengendalian persediaan diutamakan banyak pada jasa pasokan dan sedikit

pada material, karena sering kali bersamaan dengan pengadaan jasa sehingga tidak

memerlukan persediaan.

Pengendalian persediaan perlu diperhatikan karena berkaitan langsung

dengan biaya-biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan sebagai akibat dari

adanya persediaan. Oleh karena itu, persediaan yang ada harus seimbang dengan

kebutuhan perusahaan, karena apabila persediaan terlalu banyak maka dapat

berakibat pada perusahaan yang menanggung risiko kerusakan dan biaya

penyimpanan yang tinggi disamping biaya investasi yang besar. Akan tetapi, jika

terjadi kekurangan persediaan, maka berakibat pada terganggunya kelancaran

dalam proses produksi. Oleh karena itu, diharapkan dapat terjadi keseimbangan

11
dalam pengadaan persediaan sehingga biaya dapat ditekan seminimal mungkin dan

dapat memperlancar berlangsungnya proses produksi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Misra, Muttalib dan Nurinaya

(2019:92) ketersediaan kedelai sebagai bahan baku industri harus senantiasa dapat

memenuhi kapasitas pengelolahannya, karena tingginya permintaan konsumen

terhadap kedelai, maka akan berdampak pada keterbatasan proses produksi tahu

dan tempe yang akan dihasilkan. Apabila terjadi kegagalan pengendalian

persediaan pada bahan baku, maka akan menyebabkan kegagalan perusahaan dalam

memperoleh laba. Jika pengendalian persediaan tidak dilaksanakan dengan baik,

dikhawatirkan pada saat perusahaan mengalami kekurangan bahan baku akan

berdampak pada hasil produksi bahkan dapat terjadi pemberhentian proses produksi

dan tentunya akan berdampak pada pendapatan atau keuntungan yang diperoleh

perusahaan.

Tujuan dari pengelolaan persediaan menurut Ristono (2009:4-5) adalah

sebagai berikut:

1. Untuk dapat memenuhi kebutuhan atau permintaan konsumen dengan cepat

(memuaskan konsumen).

2. Untuk menjaga keberlanjutan produksi atau menjaga agar perusahaan tidak

mengalami kehabisan persediaan yang dapat berakibat pada terhentinya proses

produksi.

3. Untuk mempertahankan dan bila mungkin meningkatkan penjualan serta laba

perusahaan.

12
4. Menjaga agar pembeliaan secara kecil-kecilan dapat dihindari, karena dapat

mengakibatkan ongkos pesan menjadi lebih besar.

5. Menjaga agar penyimpanan dalam emplacement tidak besar-besaran, karena

dapat mengakibatkan biaya menjadi lebih besar.

2.3 Pengelolaan Persediaan

2.3.1 Economic Order Quantity (EOQ)

Menurut Utama, dkk (2019:173), Economic Order Quantity (EOQ)

merupakan kuantitas persediaan yang optimal atau yang menyebabkan biaya

persediaan dapat mencapai titik terendah. Konsep EOQ juga kadang-kadang

disebut model fixed order quantity. Model EOQ ini digunakan untuk menentukan

kuantitas pesanan persediaan untuk meminimumkan biaya langsung, biaya

penyimpanan persediaan dan biaya kebalikannya (inverse cost) pesanan persediaan.

Menurut Heizer dan Render (2004:507) Economic Order Quantity (EOQ)

merupakan salah satu teknik pengendalian persediaan yang paling umum

digunakan. Economic Order Quantity (EOQ) adalah teknik pengendalian

persediaan yang meminimalkan total biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.

Teknik ini relatif mudah untuk digunakan, tetapi didasarkan pada beberapa asumsi

sebagai berikut:

1. Jumlah permintaan diketahui cukup konstan dan independen.

2. Waktu tunggu (lead time) diketahui dan bersifat konstan.

3. Persediaan segera diterima dan selesai seluruhnya. Dengan kata lain,

persediaan yang dipesan tiba dalam satu kelompok pada suatu waktu.

13
4. Tidak tersedia diskon kuantitas.

5. Biaya variabel hanya biaya untuk memasang atau memesan (biaya pemasangan

atau pemesanan) dan biaya untuk menyimpan persediaan dalam waktu tertentu.

6. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan dilakukan

pada waktu yang tepat.

Untuk menghitung EOQ sederhana, dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

= .................................................................................................... (1)

Keterangan:

Q* = jumlah barang yang optimum pada setiap pesanan


D = permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S = biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = biaya penyimpanan per unit per tahun

Menurut Aminudin (2005:148-160) terdapat jenis-jenis model Economic

Order Quantity (EOQ) yang masing-masing modelnya memiliki karakteristik

tersendiri sesuai dengan parameter persoalannya. Model deterministik merupakan

salah satu model persediaan yang semua parameter-parameternya diasumsikan

diketahui dengan pasti. Berikut merupakan jenis-jenis dari model persediaan

deterministik:

1. Model EOQ Klasik (sederhana)

Asumsi-asumsi dasar dari model ini yaitu:

a. Barang yang dipesan dan disimpan hanya barang sejenis (homogen)

b. Permintaan per periode diketahui dan konstan

c. Ordering cost konstan

d. Holding cost berdasarkan rata-rata persediaan

14
e. Harga per unit barang konstan

f. Barang yang dipesan segera tersedia (tidak diijinkan back order)

Adapun untuk mengetahui total annual cost pada model ini dapat

menggunakan rumus sebagai berikut:

Pada model persediaan ini akan dicari berapa jumlah pemesanan (Q) sehingga

total annual cost dapat mencapai minimum.

2. Model EOQ Back Order

Pada pengendalian persediaan dengan model sederhana diasumikan tidak ada

back order, artinya pelanggan akan mencari tempat lain untuk bisa mendapatkan

barangnya jika barang yang dibeli tidak tersedia atau stock habis. Apabila

pelanggan bersedia menunggu pesanan yang sudah habis, maka pesanan untuk

diambil kemudian oleh pelanggan biasa disebut back order. Tujuan dari model

persediaan ini yaitu menentukan besar Q dan S yang dapat meminimukan total

biaya yang relevan. Setiap siklus ditunjukkan oleh dua segitiga yang menunjukkan

terdapat dua tahap.

Tahap pertama merupakan tahap dimana permintaan pembeli dapat dipenuhi

dengan on hand inventory. Tahap ini diwakili oleh segitiga besar (tinggi S). apabila

permintaan terhadap barang selama setahun sebesar A, maka periode waktu setiap

tahap pertama pada setiap siklusnya yaitu S/A tahun.

Tahap kedua merupakan tahap dimana on hand inventory sudah nol dan

pembeli harus memesan untuk dapat diambil setelah tersedia kemudian. Tahap ini

digambarkan sebagai segitiga kecil dengan tinggi Q – S. nilai ini menunjukkan

15
bahwa jumlah barang yang dipesan oleh pembeli tetapi tidak dapat segera dipenuhi.

Waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi permintaan tersebut adalah (Q – S)/ A

tahun.

Sebagai beban (dalam hal ini kerugian) atas ketidakmampuan perusahaan

menyediakan barang yang diminta, maka ada biaya yang timbul yang dikenal

dengan istilah shortage cost. Seperti halnya holding cost, shortage cost ini

tergantung pada banyaknya barang yang diminta (tetapi tidak tersedia) dan lamanya

permintaan itu baru dapat dipenuhi. Total annual relevant cost ini merupakan

gabungan dari ordering cost, holding cost dan shortage cost. Secara sistematis pada

ditulis sebagai berikut:

3. Model EOQ Fixed Production Rate

Model ini harus dikaitkan dengan tingkat produksi dari perusahaan pemasok

barang atau produsen. Asumsi-asumsi yang harus dipenuhi pada penggunaan model

ini adalah sebagai berikut:

a. Tingkat permintaan konstan

b. Tingkat produksi dari pemasok konstan

c. Tingkat produksi lebih besar dari tingkat permintaan per tahun

d. Lead time konstan

e. Tidak diijinkan adanya back order

4. Model EOQ Quantity Discount

Model ini didasari dengan adanya kemungkinan potongan kuantitas atau harga

per unit barang bila perusahaan membeli dalam kuantitas persediaan yang lebih

16
besar. Jika holding cost adalah persentase dari harga yakni h = i.c, maka prosedur

penentuan EOQ yaitu sebagai berikut:

a. Untuk setiap potongan harga hitung EOQ-nya

b. Jika EOQ di luar jangkauan pada tiap potongan harga (tidak feasible) maka

disesuaikan nilai EOQ (naikkan pada kuantitas terendah sehingga feasible).

c. Hitung total cost tiap EOQ (setelah disesuaikan)

d. Pilih EOQ yang menghasilkan total cost terendah.

2.3.2 Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Menurut Assauri (2008:263-264), persediaan penyelamat (safety stock)

merupakan persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga

kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock-out). Kemungkinan kekurangan

bahan dapat terjadi karena penggunaan bahan baku yang lebih besar daripada

perkiraan sebelumnya atau keterlambatan dalam permintaan bahan baku yang

dipesan. Pengadaan persediaan penyelamat oleh sebuah perusahaan bertujuan untuk

mengurangi kerugian yang akan timbul karena terjadinya stock-out, tetapi juga pada

saat itu harus diusahakan agar carrying cost dapat serendah mungkin.

Faktor-faktor yang menentukan besarnya persediaan penyelamat (Safety

Stock) adalah sebagai berikut:

1. Penggunaan bahan baku rata-rata

Salah satu yang menjadi dasar untuk memperkirakan penggunaan bahan baku

selama periode tertentu, khususnya selama periode pemesanan adalah rata-rata

penggunaan bahan baku pada masa sebelumnya. Tentu saja hal ini perlu

17
diperhatikan karena setelah perusahaan mengadakan pesanan penggantian, maka

pemenuhan kebutuhan atau permintaan dari pelanggan sebelum barang yang

dipesan itu datang harus dapat dipenuhi terlebih dahulu dari persediaan yang ada.

2. Faktor waktu atau lead time

Lead time yaitu lamanya waktu antara mulai dilakukannya pemesanan bahan-

bahan sampai pada kedatangan bahan-bahan yang dipesan dan diterima di gudang

persediaan. Lamanya waktu tersebut bervariasi antara satu pesanan dengan pesanan

lainnya. Maka dari itu, untuk melakukan suatu pesanan, lamanya waktu tersebut

harus diperkirakan, walaupun risiko kesalahan masih tetap ada karena mungkin

lebih besar atau lebih kecil. Biasanya persediaan yang diadakan bertujuan untuk

menutupi kebutuhan selama lead time yang telah diperkirakan. Akan tetapi, apabila

kedatangan bahan tersebut terlambat atau lead time yang terjadi lebih besar

daripada yang telah diperkirakan, maka persediaan yang ditetapkan sebelumnya

tidak dapat memenuhi kebutuhan penggunaannya. Maka dari itu, persediaan

penyelamat ini dibutuhkan untuk menghadapi adanya keterlambatan kedatangan

bahan yang dapat berakibat pada kemacetan produksi.

Apabila suatu perusahaan ingin menjaga agar kemungkinan dapat terjadinya

kekurangan persediaan hanya 5% saja, maka service level (SL) = 95%.

Menggunakan tabel distribusi normal Z pada daerah dibawah kurva normal 95%

maka dapat diperolah sebesar 1,645. Menggunakan formula safety stock besarnya

persediaan pengaman dapat dihitung dengan rumus safety stock sama dengan

standar normal deviasi dikali dengan standar deviasi dari tingkat kebutuhan.

18
2.3.3 Maximum Inventory

Maximum Inventory (persediaan maksimum) adalah batasan mengenai

jumlah persediaan yang paling besar yang sebaiknya diterapkan oleh perusahaan.

Hal tersebut perlu dilakukan oleh setiap perusahaan agar jumlah persediaan yang

disimpan didalam gudang tidak berlebihan jumlahnya, sehingga tidak terjadi

pemborosan terhadap modal kerja (Assauri, 2008:176). Tujuan dari Maximum

Inventory (persediaan maksimum) yaitu agar perusahaan dapat menghindari

terjadinya kekurangan atau kelebihan persediaan bahan baku. Karena kedua hal

tersebut sangat mengganggu proses produksi dan dapat merugikan perusahaan

(Wardhani, 2015:320-321).

2.3.4 Reorder Point (ROP)

Menurut Heizer dan Render (2004:512) titik pemesanan kembali (Reorder

Point / ROP) adalah tingkat persediaan (titik) dimana sebuah tindakan harus

diambil untuk mengisi ulang persediaan barang kembali. Titik pemesanan kembali

(Reorder Point / ROP) adalah rata-rata tingkat penggunaan per satuan waktu (d)

dikali waktu tunggu untuk pesanan baru dalam hari (L).

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi titik pemesanan kembali

(Reorder Point / ROP) yaitu sebagai berikut:

1. Lead time

2. Tingkat pemakaian bahan baku rata-rata per satuan waktu tertentu

3. Safety stock

19
Persamaan untuk menghitung titik pemesanan kembali (Reorder Point / ROP)

ini mengasumsikan permintaan selama waktu tunggu serta waktu tunggu itu sendiri

adalah konstan. Ketika kasusnya tidak seperti ini, persediaan pengaman harus

ditambahkan ke dalam persamaan tersebut. Bentuk persamaannya menjadi:

..................................................................... (2)
Keterangan:

ROP = titik pemesanan kembali


d = rata-rata tingkat penggunaan per satuan waktu
L = lead time atau waktu tunggu
Safety stock = persediaan pengaman

2.4 Penelitian Terdahulu

Andries (2019) melakukan penelitian mengenai persediaan bahan baku

kedelai pada pabrik tahu Nur Cahaya di Batu Kota dengan metode Economic Order

Quantity (EOQ). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

menganalisis persediaan bahan baku yang diterapkan Pabrik Tahu Nur Cahaya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang kemudian di analisis

menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ). Berdasarkan hasil

penelitian menunjukkan persediaan bahan baku yang dilakukan oleh Pabrik Tahu

Nur Cahaya belum optimal. Volume pembelian kedelai impor sebanyak 7.500 kg

dengan harga Rp8.000/ kg selama Bulan September 2018. Biaya pesanann Bulan

September yaitu sebesar Rp330.000. Biaya penyimpanan Bulan September

Rp5,91/kg. Pembelian bahan baku pada Pabrik Tahu Nur Cahaya sebanyak 7.500

kg dengan Total Inventory Cost (TIC) sebesar Rp366.975. Pembelian bahan baku

20
optimal setelah menggunakan analisis EOQ yaitu sebesar 11.814,99 kg dengan

biaya total persediaan menurut perhitungan Total Inventory Cost (TIC) EOQ yaitu

sebesar Rp244.392,94 kg, sehingga total persediaan bahan baku pada Pabrik Tahu

Nur Cahaya belum efisien dengan selisih sebesar 4.314,99 kg. Pabrik Tahu Nur

Cahaya menetapkan titik pemesanan kembali setelah melakukan pemesanan

persediaan bahan baku selama 5 hari.

Mbae (2018) melakukan penelitian mengenai persediaan bahan baku kedelai

pada pabrik tahu madani poso pesisir dengan metode Economical Order Quantity

(EOQ). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jumlah persediaan bahan baku yang

optimal yang harus dipertahankan oleh Pabrik Tahu Madani dengan biaya yang

paling ekonomis serta melakukan pemesanan kembali (Re Order point) oleh

perusahaan dengan menggunakan metode EOQ. Teknik analisa data dalam

penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pabrik Tahu Madani belum efisien dalam

melakukan pengadaan persediaan bahan baku dengan pembelian rata-rata bahan

baku sebanyak 2.125 Kg dengan total biaya persediaan sebesar Rp8.205.450

sedangkan menurut metode EOQ jumlah pembelian rata-rata bahan baku sebanyak

5.851 Kg dengan total biaya persediaan sebesar Rp5.265.756,-. menghasilkan

efisiensi biaya sebesar Rp2.939.694 waktu pemesanan kembali (Reorder Point)

yang harus dilakukan oleh Pabrik Tahu Madani menurut metode EOQ adalah pada

saat persediaan tinggal 616 Kg.

Sulistyaningsih dan Baihaqi (2018) melakukan penelitian mengenai

persediaan kedelai sebagai bahan baku pembuatan tahu pada UD. Lumayan Desa

21
Paowan Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo. Tujuan penelitian ini untuk

menganalisa efisiensi persediaan bahan baku dilihat dari kuantitas pemesanan

bahan baku ekonomis, jumlah persediaan pengaman dan jumlah persediaan

maksimal serta membandingkan total biaya persediaan aktual perusahaan dan total

biaya persediaan menggunakan pengawasan persediaan bahan baku yang efektif.

Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode deskriptif dan metode kuantitatif. Berdasarkan hasil analisis

kuantitas persediaan bahan baku ekonomis adalah sebesar 7.267,30 kg dengan

frekuensi pembelian bahan baku sebanyak 9 kali dalam setahun. Jumlah persediaan

pengaman adalah sebesar 2.315,73 kg dengan titik pemesanan kembali adalah

sebesar 2.315,73 kg. Persediaan maksimal yang sebaiknya dilakukan perusahaan

adalah sebesar 8.923,03 kg. Setelah menggunakan metode EOQ lebih

menguntungkan dan efisien dibandingkan dengan perhitungan manual yang

digunakan oleh pabrik. Total biaya persediaan bahan baku aktual yang dikeluarkan

perusahaan adalah sebesar Rp10.522.259,34 dan total biaya persediaan

menggunakan analisis persediaan bahan baku yang ekonomis adalah sebesar

Rp6.712.957,02. Sehingga perusahaan dapat menghemat anggaran sebesar

Rp3.831.845,97 atau 0,36%.

2.5 Kerangka Pemikiran

Salah satu koperasi yang menjual kedelai impor adalah KOPTI Kabupaten

Bogor, serta merupakan koperasi dengan jumlah anggota 1.393 yang terdiri dari

1.043 perajin tempe dan 350 perajin tahu. Terdapat beberapa merek kedelai yang

22
ada di gudang penyimpanan, yaitu Kedelai Bola dan Kedelai Hiu yang menjadi

pilihan utama bagi perajin tempe dan tahu karena kualitasnya bagus.

Pemesanan kedelai kepada supplier selalu mengandalkan perkiraan secara

acak berdasarkan perkiraan dari kepala gudang. Tentu saja hal ini akan memberikan

kerugian secara financial jika bahan baku kedelai yang dipesan melebihi

permintaan dari perajin. Sebagai contoh pada tahun 2021 pemesanan kedelai

kepada supplier sebesar 754.400 kg, sedangkan penjualan kedelai kepada perajin

sebesar 740.024 kg. KOPTI Kabupaten Bogor juga selalu melakukan pemesanan

berulang dalam jumlah yang kecil sehingga dapat menyebabkan biaya pemesanan

yang dikeluarkan semakin besar, ditambah tidak adanya kendaraan operasional

yang dimiliki untuk melakukan pemesanan kedelai kepada supplier dan pengiriman

kedelai kepada perajin sehingga harus menyewa kendaraan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan menggunakan

metode Economic Order Quantity (EOQ). Metode EOQ ini merupakan metode

untuk mengoptimalkan biaya persediaan seperti biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan. Kemudian dengan adanya selisih antara total biaya persediaan yang

dikeluarkan menggunakan kondisi aktual dan metode EOQ, maka dapat ditentukan

metode persediaan bahan baku kedelai yang optimal serta paling efisien untuk

KOPTI Kabupaten Bogor.

23
KOPTI Kabupaten Bogor

Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kedelai

Biaya Persediaan

Biaya Pemesanan Biaya Penyimpanan

Analisis Pengendalian - Economic Order Quantity


Persediaan (EOQ)
- Safety Stock (SS)
- Maximum Inventory (MI)
- Reorder Point (ROP)
Pengendalian Persediaan - Total Inventory Cost (TIC)
yang Optimal

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di KOPTI Kabupaten Bogor yang beralamat di Jl.

Brigjend Saptadji Hadiprawira No. 27, Cilendek Barat, Bogor Barat, Kota Bogor,

Jawa Barat, 16112. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan secara sengaja

(purposive). Dasar pertimbangan pemilihan lokasi penelitian ini bahwa KOPTI

Kabupaten Bogor merupakan satu-satunya koperasi primer yang menghimpun para

perajin tempe dan tahu di wilayah Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan

pada bulan Maret – April 2022.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu dengan

mengolah data ke dalam rumus matematis. Data yang dikumpulkan dalam

penelitian ini yaitu berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan

data yang diperoleh melalui pengamatan dan wawancara secara langsung. Untuk

mendapatkan data melalui pengamatan, dilakukan observasi tentang pengelolaan

persediaan bahan baku dan kondisi gudang penyimpanan, sedangkan melalui

wawancara mengenai biaya pemesanan dan biaya penyimpanan, serta luas gudang

penyimpanan. Data sekunder diperoleh dari arsip dan dokumen-dokumen seperti

harga produk, jumlah pemesanan dan penjualan kedelai yang akan diolah dan

dihitung menggunakan metode EOQ.


3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini yaitu kepada pihak-pihak yang terkait dengan

persediaan bahan baku di KOPTI Kabupaten Bogor antara lain yaitu sekretaris,

manajer keuangan, kepala gudang dan penanggungjawab gudang. Berikut rincian

tugas dari masing-masing informan penelitian:

1. Sekretaris, bertanggung jawab untuk mencatat seluruh data dan informasi

mengenai barang yang ada di gudang, seperti data barang yang masuk dan

keluar dari gudang.

2. Manajer keuangan, bertanggung jawab untuk melakukan pemesanan kedelai

kepada supplier.

3. Kepala gudang, bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengontrol barang

yang masuk dan keluar serta melakukan pengecekan dan mengontrol

ketersediaan barang di gudang.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara

observasi, wawancara dan studi literatur. Observasi dilakukan dengan cara

mengikuti aktivitas yang dilakukan KOPTI Kabupaten Bogor sekaligus

mengkonfirmasi terkait data-data mengenai persediaan, pemesanan dan

penyimpanan. Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab kepada informan

penelitian menggunakan daftar pertanyaan. Studi literatur yaitu pengambilan data

sekunder seperti penelitian terdahulu, buku, jurnal, serta dokumen-dokumen yang

berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.

26
3.5 Metode Analisis Data

Metode kuantitatif dilakukan untuk memperoleh data yang nantinya akan

diolah menggunakan metode perhitungan untuk mendapatkan biaya persediaan

minimum kedelai pada KOPTI Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini, pengolahan

data kuantitatif menggunakan alat bantu software komputer yaitu Microsoft Excel

dan kalkulator.

3.5.1 Asumsi-Asumsi Model EOQ Klasik (Sederhana)

Peneliti menggunakan asumsi-asumsi dasar menurut model EOQ Klasik

(Sederhana). Model tersebut dipilih berdasarkan kondisi yang terjadi di KOPTI

Kabupaten Bogor, berikut adalah asumsi-asumsi yang harus dipenuhi sebelum

melakukan perhitungan EOQ dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan Teori Asumsi EOQ Klasik dengan Data Penelitian

No Asumsi EOQ Klasik Data Penelitian Hasil


1 Barang yang dipesan Barang yang terdapat di gudang KOPTI
dan disimpan hanya Kabupaten Bogor yang diteliti tergolong
barang sejenis sejenis (homogen) yaitu hanya terdapat Sesuai
(homogen) kedelai segar dengan menggunakan
packing karung ukuran 50 Kg.
2 Permintaan per periode Kedelai selalu didistribusikan setiap
diketahui dan konstan harinya kepada para perajin tempe dan
Sesuai
tahu sehingga frekuensi permintaan
kedelai konstan.
3 Ordering cost konstan Biaya pemesanan setiap kali melakukan
pesanan kedelai tergolong konstan,
dikarenakan waktu yang dibutuhkan Sesuai
untuk melakukan pemesanan cenderung
sama dan yang bertugas untuk

27
melakukan pemesanan kedelai kepada
supplier adalah manajer keuangan.
4 Holding cost Biaya penyimpanan pada data penelitian
berdasarkan rata-rata tahun 2021 di KOPTI Kabupaten Bogor
persediaan tergolong konstan, dikarenakan biaya Sesuai
simpan diperoleh sebesar Rp100/Kg dari
harga produk.
5 Harga per unit barang Harga kedelai di KOPTI Kabupaten
konstan Bogor tahun 2021 rata-rata stabil dan Sesuai
konstan.
6 Barang yang dipesan Kedelai yang ada di KOPTI Kabupaten
segera tersedia (tidak Bogor memiliki supplier tetap, sehingga
diijinkan back order) permintaan untuk kedelai bisa selalu Sesuai
terpenuhi dengan tetap memiliki waktu
tunggu (lead time).
Sumber: Aminudin (2005)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan mengenai kondisi di KOPTI

Kabupaten Bogor setelah dilakukan pencocokan dengan teori asumsi klasik pada

tabel 2, dapat diketahui bahwa seluruh data telah terpenuhi.

3.5.2 Economic Order Quantity (EOQ)

Perhitungan metode Economic Order Quantity EOQ dilakukan berdasarkan

rumus berikut (Heizer dan Render, 2004:509):

.................................................................................................. (1)

Keterangan:

Q* = jumlah barang yang optimum pada setiap pesanan


D = permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S = biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = biaya penyimpanan per unit per tahun

28
Biaya pemesanan per tahun dapat dicari menggunakan rumus berikut (Heizer

dan Render, 2004:509):


D
Biaya pemesanan = Q ............................................................................. (2)

Keterangan:

D = permintaan tahunan dalam unit untuk barang persedian


Q = jumlah barang pada setiap pesanan
S = biaya pemesanan untuk setiap pesanan

Biaya penyimpanan per tahun dapat dicari menggunakan rumus berikut

(Heizer dan Render, 2004:509):

Q
Biaya penyimpanan = ......................................................................... (3)
2

Keterangan:

Q = jumlah barang pada setiap pesanan


H = biaya penyimpanan per unit per tahun

Frekuensi pemesanan per tahun dapat dicari menggunakan rumus berikut:

F= ......................................................................................................... (4)

Keterangan:

D = permintaan tahunan dalam unit untuk barang persedian


EOQ = jumlah barang yang optimum pada setiap pesanan

3.5.3 Persediaan Pengaman (Safety Stock)

Besarnya persediaan pengaman dapat dicari menggunakan rumus berikut:

Safety Stock = Z x α .................................................................................... (5)

29
Keterangan:

Z = standar normal deviasi


α = standar deviasi dari tingkat kebutuhan

Dalam menentukan biaya persediaan pengaman (Safety Stock) dapat

digunakan analisis statistik, yaitu dengan mempertimbangkan adanya

penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi antara perkiraan pemakaian bahan

baku dengan pemakaian yang sebenarnya, sehingga dapat diketahui standar

deviasinya.

Adapun rumus standar deviasi adalah sebagai berikut:

SD = ............................................................................................ (6)

Keterangan:

SD = standar deviasi
X = distribusi produk
= perkiraan permintaan
N = jumlah data

Batas toleransi yang umumnya digunakan adalah 5% sehingga nilai standar

normal deviasi yang digunakan adalah 1,65.

3.5.4 Maximum Inventory

Besarnya persediaan maksimum yang sebaiknya dimiliki oleh koperasi dapat

dicari menggunakan rumus berikut:

MI = EOQ + SS ............................................................................................ (7)

Keterangan:

MI = Maximum Inventory

30
EOQ = Economic Order Quantity
SS = Safety Stock

3.5.5 Reorder Point (ROP)

Perhitungan Reorder Point (ROP) dapat dicari menggunakan rumus berikut

(Heizer dan Render, 2014:524):

𝑅𝑂𝑃 = 𝑑 × 𝐿 + 𝑆𝑎𝑓𝑒𝑡𝑦 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘 .................................................................. (8)

Keterangan:

ROP = titik pemesanan kembali


d = rata-rata tingkat penggunaan per satuan waktu
L = lead time atau waktu tunggu
Safety stock = persediaan pengaman

3.5.6 Total Inventory Cost (TIC)

Perhitungan total biaya persediaan dapat dicari menggunakan rumus berikut:


D 𝑄∗
TIC = Q* S + H.......................................................................................... (9)
2

Keterangan:

Q* = jumlah barang yang optimum pada setiap pesanan


D = permintaan tahunan dalam unit untuk barang persedian
S = biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = biaya penyimpanan per unit per tahun

Total biaya persediaan diperoleh dari jumlah total biaya pemesanan dan total

biaya penyimpanan per tahunnya.

31
3.6 Definisi Operasional

1. Economic Order Quantity (EOQ) adalah jumlah bahan baku kedelai yang

optimum pada setiap pesanan yang seharusnya dilakukan oleh KOPTI

Kabupaten Bogor.

2. Penggunaan bahan baku (D) merupakan jumlah permintaan tahunan

bahan baku kedelai di KOPTI Kabupaten Bogor.

3. Biaya pemesanan (S) yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh KOPTI

Kabupaten Bogor untuk setiap kali pesan seperti biaya upah SDM, biaya

transportasi, biaya telepon, serta biaya bongkar, muat dan timbang

(Rp/pesan).

4. Biaya penyimpanan (H) yaitu biaya-biaya yang dikeluarkan oleh KOPTI

Kabupaten Bogor selama setahun untuk menyimpan persediaan, seperti

biaya listrik, biaya pemeliharaan dan perbaikan bangunan serta biaya

penyusutan bangunan (Rp/pcs).

5. Frekuensi pemesanan (F) yaitu berapa kali pemesanan yang dilakukan

oleh KOPTI Kabupaten Bogor.

6. Persediaan pengaman (Safety stock) merupakan persediaan tambahan

yang diadakan untuk melindungi atau menjaga kemungkinan terjadinya

kekurangan bahan (stock-out).

7. Maximum inventory (MI) batasan mengenai jumlah persediaan yang

paling besar yang sebaiknya diterapkan oleh KOPTI Kabupaten Bogor.

8. Pemakaian bahan baku (d) adalah rata-rata tingkat penggunaan per

satuan waktu oleh KOPTI Kabupaten Bogor.

32
9. Waktu tunggu (L) yaitu lamanya waktu antara mulai dilakukannya

pemesanan bahan baku kedelai sampai pada kedatangan kedelai yang

diterima di gudang persediaan (Hari).

10. Titik pemesanan kembali (ROP) adalah tingkat persediaan (titik) bahan

baku kedelai di KOPTI Kabupaten Bogor dimana harus dilakukan

tindakan untuk mengisi ulang persediaan bahan baku kedelai kembali.

11. Total biaya persediaan (TIC) merupakan jumlah dari seluruh biaya yang

ditimbulkan saat melakukan persediaan, termasuk biaya pemesanan dan

biaya penyimpanan.

33
BAB IV
GAMBARAN UMUM KOPERASI

4.1 Sejarah KOPTI Kabupaten Bogor

KOPTI Kabupaten Bogor berdiri sejak tanggal 2 November 1980. Semenjak

KOPTI Kabupaten Bogor berdiri banyak mengalami hambatan, sehingga dalam

satu tahun kepengurusan telah mengalami tiga kali pergantian pengurus tanpa

laporan pertanggungjawaban dan serah terima. Pada tanggal 11 November 1981,

KOPTI Kabupaten Bogor mengadakan reorganisasi total dengan menyusun

kepengurusan yang baru. Pada tanggal 18 Juni 1983 melalui Surat Keputusan

Kantor Wilayah Koperasi Jawa Barat, KOPTI Kabupaten Bogor ditetapkan sebagai

badan hukum dengan Nomor 7848/BH/DK-10/9. Akta pendirian ini ditandatangani

oleh H. Ahmad Chairy, Sukhaeri, Daud dan Sutarman.

KOPTI Kabupaten Bogor melakukan daftar ulang pada tanggal 7 Juli 1997

dengan Nomor 7848/BH/PAD/KWK-10/VII/97 yang ditandatangani oleh M.

Suroto, Sukatma, H. M Sobirin, dan Dunaryo. SIUP KOPTI Kabupaten Bogor

bernomor 517/106/PM/B/DISPERINDAGKOP. KOPTI Kabupaten Bogor juga

mempunyai dokumen-dokumen kelengkapan organisasi lainnya, seperti Tanda

Daftar Perusahaan (TDP) dari Departemen Perindustrian Dan Perdagangan Kota

Bogor dengan Nomor 10.04.2.52.00334. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dari

Direktorat Jendral Pajak KPP Bogor Nomor 01.241.682.2.404.000. Status

Kepemilikan Tanah dengan Sertifikat HGB Nomor 21 dari Kantor BPN Kabupaten
Bogor. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Bupati Bogor Nomor

644.2/48/PU/1994 dan Izin Gangguan Tempat Usaha Bukan Perusahaan Industri

dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kota Bogor Nomor

503.45.269 tahun 2008.

Maksud didirikannya KOPTI Kabupaten Bogor yaitu karena mengingat hal-

hal sebagai berikut:

1. Teknis produksi perajin tempe tahu yang masih dilakukan secara tradisional

mengakibatkan produksi yang dihasilkan dibawah standar dan jangkauan

pemasaran, serta hasil produksinya juga sangat terbatas.

2. Lemahnya posisi tawar menawar para perajin dalam pengadaan bahan baku

serta tidak adanya kepastian harga, karena kedelai sebagai bahan baku

diperoleh dari pasar bebas. Kondisi pengadaan bahan baku seperti ini, dapat

menyebabkan perajin sebagai produsen selalu dipihak yang dirugikan dan

akibatnya setiap keuntungan yang dihasilkan dari setiap kegiatan produksi

sangat minimal.

3. Sebagai produsen, kemampuan permodalan perajin pada umumnya sangat

kecil dalam mempertahankan kelangsungan usaha.

KOPTI Kabupaten Bogor hendak menyatukan potensi dari para anggotanya

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan anggota KOPTI Kabupaten Bogor.

Berdirinya KOPTI Kabupaten Bogor menyangkut beberapa kepentingan sebagai

berikut:

1. Kepentingan perajin yaitu memberikan kepastian usaha serta jaminan

kelangsungan hidup usaha dari ancaman kebangkrutan.

35
2. Kepentingan masyarakat yaitu memberikan hasil produksi yang berkualitas

tinggi.

3. Koperasi menunjang program pembangunan sektor perkoperasian di

Indonesia, terutama menjadikan koperasi sebagai soko guru perekonomian

bagi warga negara yang tergolong ekonomi lemah menjadi suatu gerakan yang

mempunyai identitas dan berdedikasi serta spesialisasi.

KOPTI Kabupaten Bogor berdiri pada tahun 1980-an dan masih dihadapkan

dengan berbagai masalah, tercatat telah terjadi beberapa kali pergantian pengurus

selama kurun waktu 10 tahun dan hingga pada akhirnya KOPTI Kabupaten Bogor

mengalami masa kejayaan pada tahun 1990-an. KOPTI Kabupaten Bogor

melakukan pelayanan pengadaan bahan baku kedelai yang prima, menghimpun

simpanan anggota yang setiap saat bisa mereka ambil, pemberian beasiswa bagi

anak anggota berprestasi, pemberian paket hari raya, memberangkatkan ibadah haji

ke tanah suci, bantuan untuk perbaikan pemukiman serta tempat produksi,

pemberian pinjaman dengan bunga yang terjangkau dan masih banyak lagi yang

bisa diberikan KOPTI Kabupaten Bogor kepada anggota. Pada tahun 1999 KOPTI

Kabupaten Bogor mengalami keterpurukan usaha dan organisasi pasca dicabutnya

tataniaga kedelai oleh Badan Usaha Logistik (BULOG) akibat krisis moneter yang

melanda dunia pada saat itu.

Belajar dari pengalaman tersebut pengurus mencoba membangun kembali

kepercayaan semua pihak yang menjadi mitra kerja KOPTI Kabupaten Bogor

dengan kembali menyalurkan kedelai. Selain itu, KOPTI Kabupaten Bogor juga

membuat usaha lainnya yaitu pembuatan alat-alat produksi mesin tempe dan tahu,

36
dandang perebusan serta alat lain yang dibutuhkan untuk proses produksi,

memberikan reward bagi mereka yang berpartisipasi dengan aktif dalam usaha

KOPTI Kabupaten Bogor, memberikan pelayanan yang prima dalam penyaluran

kedelai dengan dukungan tiga truk angkutan yang dimiliki KOPTI Kabupaten

Bogor untuk memudahkan dalam saluran distribusi, membangun rumah tempe

sebagai percontohan bagi perajin agar pola produksi tradisional berubah menjadi

cara produksi yang lebih baik dengan penggunaan alat-alat yang memenuhi standar

kesehatan dan higienisasi.

Selain itu, upaya yang masih terus diperjuangkan pengurus adalah turut

berpartisipasi melalui lembaga koperasi sekunder baik PUSKOPTI maupun

GAPOKTINDO untuk memperjuangkan kestabilan harga kedelai, dengan

memberikan dukungan untuk melakukan pendekatan kepada pemerintah melalui

kementerian yang terkait untuk mendesak agar Badan Usaha Logistik (BULOG)

diperankan kembali dalam tataniaga kedelai.

KOPTI Kabupaten Bogor sebagai salah satu koperasi produsen tempe tahu di

Jawa Barat, cukup mampu bertahan dan tetap eksis menghadapi persaingan dengan

para distributor/pedagang. Karena komitmen yang dibangun bersama oleh KOPTI

Kabupaten Bogor menjadi pegangan antara pengurus dan anggotanya, selain itu

sebagai bentuk perhatian yang diberikan oleh KOPTI Kabupaten Bogor yaitu

pemberian reward dalam bentuk souvenir dan lain-lain, serta SHU kepada perajin.

37
4.2 Visi, Misi dan Tujuan KOPTI Kabupaten Bogor

Visi KOPTI Kabupaten Bogor adalah “menjadi koperasi yang andal dan

tangguh yang memiliki hubungan erat dengan anggotanya”.

Misi KOPTI Kabupaten Bogor adalah:

1. Menjalankan usaha dengan cermat dan saling memberikan manfaat.

2. Melayani dengan kesungguhan hati serta menjadi panutan dalam

melaksanakan tata kelola yang baik.

Tujuan KOPTI Kabupaten Bogor adalah meningkatkan kesejahteraan dan

membangun kemandirian melalui:

1. Terciptanya KOPTI yang kuat dan tangguh

2. Usaha yang saling menguntungkan

3. Jalinan komunikasi yang berkesinambungan

4.3 Program Strategis

KOPTI Kabupaten Bogor dalam mengembangkan koperasi mempunyai

beberapa program strategis yang dilaksanakan sebagai berikut:

1. Peningkatan kualitas SDM

a. Pendidikan

b. Pelatihan

c. Study banding

d. Diskusi dan seminar

38
2. Peningkatan usaha

a. Pengembangkan industri usaha skala kecil sampai menengah dibidang

industri tempe dan tahu.

b. Membangun perbengkelan mesin tempe dan tahu

c. Mengembangkan usaha jasa angkutan dan rental

d. Mengembangkan sumber-sumber energi alternatif.

3. Peningkatan citra koperasi

a. Merumuskan Kembali visi, misi dan program strategis.

b. Mengembangkan usaha KOPTI yang masih berjalan.

c. Mengembangkan sistem manajemen yang masih berjalan.

d. Sosialisasi program untuk memberikan harapan baru bagi pengelola dan

anggota.

4.4 Struktur Organisasi dan Wilayah Kerja

4.4.1 Struktur Organisasi

KOPTI Kabupaten Bogor telah mengalami pergantian kepengurusan.

Berakhirnya masa jabatan pengurus periode 2013-2017, maka pada Rapat Anggota

Tahunan (RAT) KOPTI Kabupaten Bogor ke-30 yang dilaksanakan pada hari

Kamis, 27 Januari 2022 diadakan kembali pemilihan pengurus baru untuk periode

tahun 2018-2022. Struktur organisasi KOPTI Kabupaten Bogor dapat dilihat pada

lampiran 3.

39
Pembagian tugas dan tanggungjawab serta kegiatan usaha yang dilaksanakan

oleh KOPTI Kabupaten Bogor sesuai dengan fungsi yang tercantum pada struktur

organisasi KOPTI Kabupaten Bogor, sebagai berikut:

1. Rapat Anggota Tahunan (RAT)

RAT merupakan kekuasaan tertinggi dalam struktur organisasi KOPTI

Kabupaten Bogor. Melalui RAT inilah, anggota dapat menggunakan hak yang

didapatkan yaitu dengan aktif berpartisipasi dalam proses penetapan ketentuan dan

kebijakan yang mendasar bagi KOPTI Kabupaten Bogor. Kegiatan yang dilakukan

dalam RAT yaitu menetapkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga,

kebijakan umum, memilih dan mengangkat sertaa memberhentikan pengurus dan

pengawas. RAT juga dilakukan untuk menetapkan dan mengesahkan rencana kerja,

rencana anggaran pendapatan dan belanja, serta pengesahan laporan keuangan.

2. Ketua

Ketua bertugas untuk memimpin, menjalankan dan memajukan usaha koperasi.

Ketua juga bertugas untuk memimpin jalannya rapat anggota tahunan (RAT) dan

memimpin rapat pengurus. Selain itu, ketua juga bertugas untuk mengesahkan

surat-surat yang bersangkutan dengan kegiatan organisasi baik ke luar maupun ke

dalam koperasi.

3. Sekretaris

Sekretaris bertugas untuk menjaga dan memelihara buku-buku dan arsip-arsip

koperasi, mengkoordinir dalam penyusunan laporan-laporan koperasi, pembuatan

surat-menyurat untuk dinas, merencanakan jadwal operasional. Selain itu,

sekretaris juga bertugas dalam pengadaan dan penjualan kedelai.

40
4. Bendahara

Bendahara bertugas untuk mengatur dan mengawasi keluar masuk aliran uang,

yaitu dengan melakukan anggaran pendapatan dan belanja KOPTI Kabupaten

Bogor, mencari dana dengan cara memupuk simpanan para anggota dan mencari

sumber dana dari luar dengan syarat yang tidak memberatkan. Bendahara juga

wajib memelihara kekayaan milik KOPTI Kabupaten Bogor dan mengatur

pengeluaran agar tidak melampaui batas anggaran belanja yang telah ditetapkan.

Selain itu, bendahara juga bertanggung jawab dan mengawasi peralatan tempe dan

tahu.

5. Tim Manajemen

KOPTI Kabupaten Bogor memiliki anggota yang cukup banyak dan wilayah

pelayanan yang cukup luas, sehingga dibutuhkan sumber daya manusia yang

mempunyai kemampuan dan kecakapan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Maka dari itu, dalam membantu tugas operasional Dewan Pengurus ditempatkan

enam orang manajer, yaitu general manajer, manajer usaha, manajer organisasi,

manajer keuangan, manajer R&D dan manajer marketing.

4.4.2 Wilayah Kerja

Wilayah kerja KOPTI Kabupaten Bogor meliputi daerah-daerah di

Kabupaten Bogor. KOPTI Kabupaten Bogor mempunyai 22 wilayah kerja,

sehingga KOPTI Kabupaten Bogor mempunyai 22 Kepala Wilayah Pelayanan

(KWP). KWP diangkat dan diberhentikan oleh pengurus KOPTI Kabupaten Bogor.

41
KWP bertugas sebagai penghubung antara pengurus KOPTI Kabupaten Bogor

dengan anggota dalam hal kegiatan usaha KOPTI Kabupaten Bogor.

4.5 Kegiatan Usaha KOPTI Kabupaten Bogor

Kegiatan usaha KOPTI Kabupaten Bogor yang utama adalah pengadaan

kedelai kepada pengajin tempe dan tahu yang berada di wilayah Kabupaten Bogor.

Hingga saat ini KOPTI Kabupaten Bogor telah mengembangkan beberapa usaha

lainnya. Berikut merupakan penjelasan dari kegiatan usaha yang dijalankan KOPTI

Kabupaten Bogor.

1. Usaha pengadaan kedelai

Usaha pengadaan kedelai bagi anggota merupakan kegiatan utama yang

dijalankan KOPTI Kabupaten Bogor. Pengadaan kedelai berasal dari kedelai impor.

Dalam usaha pengadaan kedelai pada tahun 2021 KOPTI Kabupaten Bogor telah

melakukan penjualan kedelai sebanyak 740.024 kg.

KOPTI Kabupaten Bogor melakukan pelayanan yang prima setiap saat dan

tepat waktu, memberikan reward yang nilainya disesuaikan dengan volume

pembelian kedelai masing-masing anggotta sehingga mampu memberi motivasi

mereka untuk menyerap sebanyak mungkin dan pemberian THR menjelang Hari

Raya Idul Fitri. KOPTI Kabupaten Bogor juga memberikan informasi harga setiap

saat kepada perajin yang bertujuan untuk mengantisipasi perubahan harga kedelai

yang relatif tidak stabil ditingkat importir, sehingga para perajin mendapatkan

informasi harga yang sebenernya dan terbaru. Disamping itu, dalam melakukan

strategi pemasaran KOPTI Kabupaten Bogor lebih banyak dilakukan dengan

42
pendekatan secara personal (human approach) kepada perajin dalam memasarkan

kedelai, dengan tujuan bukan hanya berorientasi pada keuntungan saja tetapi lebih

bersifat membantu menyerap aspirasi yang mereka sampaikan juga

mengakomodasi segala permasalahan perajin yang berhubungan dengan

produktivitas mereka, sehingga KOPTI Kabupaten Bogor dapat membantu

mencarikan solusi.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan penelitian di KOPTI

Kabupaten Bogor mengenai proses pengendalian persediaan yang biasa dilakukan,

apabila para perajin tempe dan tahu melakukan penambahan atau pengurangan

pembelian kedelai, penyampaian permintaan tersebut biasanya dilakukan melalui

chat atau telepon yang ditujukan kepada pengurus KOPTI Kabupaten Bogor.

Sehingga, perubahan tersebut bisa diakomodir oleh pengurus untuk melakukan

pemesanan bahan baku kedelai berikutnya.

Alur pemesanan kedelai pada KOPTI Kabupaten Bogor yaitu dari perajin yang

melakukan pemesanan kedelai dengan merek dan jumlah tertentu yang nantinya

kepala gudang akan berkomunikasi dengan manajer keuangan mengenai stock yang

ada di gudang penyimpanan dan melakukan pemesanan kepada supplier,

selanjutnya supplier mendapatkan pasokan kedelai dari importir. Kedelai impor

sebagian besar merupakan kedelai yang berasal dari Amerika Serikat.

2. Usaha pengadaan peralatan produksi

Semakin majunya cara berpikir para perajin, membuat mereka menyadari

bahwa keinginan konsumen menginginkan tempe atau tahu yang baik dan bagus,

baik dalam proses produksi yang sesuai dengan standar serta menggunakan

43
peralatan produksi yang baik dan bagus, sehingga produk yang dihasilkan perajin

memang yang benar-benar berkualitas, bersih dan sehat. Dari perilaku konsumen

ini pada akhirnya memaksa perajin harus mulai mencoba merubah pola produksi

yang sebelumnya menggunakan alat-alat tradisional sedikit demi sedikit

menggunakan alat semi modern.

Peralatan produksi yang dipasarkan berbahan stainless steel karena dengan

menggunakan bahan ini akan jauh lebih bagus dan memiliki kekuatan yang lebih

lama dibandingkan besi, selain itu besi juga menimbulkan karat yang bisa terbawa

dalam produk tempe sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Adapun peralatan

produksi yang dipasarkan oleh KOPTI Kabupaten Bogor, yaitu mesin tempe, meja

kerja, meja peragian, tungku kompor LPG, bak fermentasi, bak pencucian, dandang

perebusan, bak perendaman, bak penyaringan, tungku dandang, tahang tahu,

cetakan tahu, bronjong tahu, meja kerja tahu, gayung stainless, ketel uap, mesin

susu kedelai, mesin tahu, mesin pemecah kedelai, dua silinder full stainless steel

(buang kulit), dan satu silinder full stainless steel (buang kulit).

3. Usaha pengadaan bahan pembantu

Salah satu usaha yang dilakukan KOPTI Kabupaten Bogor dalam pengadaan

bahan baku pembantu saat ini adalah pengadaan ragi tempe untuk kebutuhan

anggota dan untuk memproduksi tempe higienis di Rumah Tempe Indonnesia

(RTI). Usaha ini menjadi salah satu usaha pendukung KOPTI Kabupaten Bogor

karena dengan melakukan pengadaan bahan pembantu ini dapat memberikan hasil

yang cukup baik.

44
4. Pembuatan tempe bersih dan higienis

KOPTI Kabupaten Bogor dapat merealisasikan pembuatan pabrik tempe

dengan nama Rumah Tempe Indonesia (RTI) pada tahun 2021. Rumah Tempe

Indonesia didirikan sebagai salah satu unit usaha komersial KOPTI Kabupaten

Bogor yang bertujuan profit oriented (keuntungan) dan sekaligus social oriented

yaitu sebagai percontohan guna meningkatkan kualitas produksi tempe menjadi

lebih baik bagi para perajin KOPTI Kabupaten Bogor. Membuka wawasan

masyarakat umum sebagai konsumen tempe bahwa produk tempe sudah diproduksi

lebih sehat, higienis dam ramah lingkungan, rumah tempe juga dibangun untuk

memberikan inspirasi dan menjadi referensi bagi perajin tempe khususnya dan

masyarakat pada umumnya. Dalam produksinya Rumah Tempe Indonesia (RTI)

telah menggunakan peralatan produksi berbahan stainless steel dengan standar food

grade.

5. Usaha sewa tempat

KOPTI Kabupaten Bogor memiliki salah satu usaha yang tidak ada

hubungannya dengan pelayanan kepada anggota yaitu sewa tempat. Menyewakan

tempat adalah salah satu usaha pemanfaatan aset yang dimiliki, tujuannya selain

memanfaatkan ruangan serta bangunan yang dimiliki sekaligus juga menambah

pendapatan KOPTI Kabupaten Bogor. Disamping itu, dengan menyewakan tempat

tersebut KOPTI Kabupaten Bogor dapat lebih menghemat biaya pemeliharaan

bangunan karena perawatan secara langsung menjadi tanggungjawab bagi

penyewa.

45
4.6 Fasilitas Pengendalian Persediaan Kedelai di KOPTI Kabupaten Bogor

Terdapat beberapa fasilitas yang tersedia di KOPTI Kabupaten Bogor untuk

menunjang kelancaran kegiatan usaha yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Gudang penyimpanan

Gudang penyimpanan di KOPTI Kabupaten Bogor digunakan untuk

menyimpan persediaan bahan baku kedelai segar dengan ukuran 50 Kg.

Gudang penyimpanan pada KOPTI Kabupaten Bogor tidak terpisah dengan

bangunan kantor. Luas gudang penyimpanan adalah 52 m2 dan terdiri dari 1

lantai. Kapasitas gudang penyimpanan dapat menampung maksimal 112.200

Kg kedelai segar berukuran 60𝑐𝑚 × 93𝑐𝑚. Bahan baku kedelai yang berada

di gudang penyimpanan KOPTI Kabupaten Bogor berasal dari beberapa

supplier yang memiliki gudang di wilayah Bekasi, Serang dan Tangerang.

Berikut adalah gudang penyimpanan dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Gudang Penyimpanan


Sumber: Dokumentasi Penelitian

46
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Pengendalian Persediaan Bahan Baku Kedelai di KOPTI


Kabupaten Bogor

Pengendalian persediaan bahan baku kedelai di KOPTI Kabupaten Bogor

menggunakan analisis Economic Order Quantity (EOQ) yang diperoleh dari data,

informasi dan pengamatan mendalam yang dilakukan oleh penulis selama proses

penelitian di KOPTI Kabupaten Bogor. Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai

berikut:

1. Perhitungan EOQ

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di KOPTI Kabupaten Bogor,

diketahui bahwa pemesanan bahan baku kedelai kepada supplier belum

memperhatikan jumlah pemesanan yang optimal, sehingga sering kali terjadi

kesalahan perhitungan mengenai bahan baku kedelai serta besarnya biaya

persediaan yang dikeluarkan oleh KOPTI Kabupaten Bogor. Pemesanan bahan

baku kedelai yang dilakukan KOPTI Kabupaten Bogor pada tahun 2021 sebanyak

72 kali. Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimal pada setiap kali

melakukan pemesanan bahan baku kedelai kepada supplier, dapat diterapkan

dengan menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ). Adapun untuk

rincian pemesanan bahan baku kedelai yang dilakukan oleh KOPTI Kabupaten

Bogor pada tahun 2021 dapat dilihat pada tabel 3.


Tabel 3. Pemesanan Bahan Baku Kedelai di KOPTI Kabupaten Bogor Periode
Januari – Desember 2021 (dalam Kg)

Bulan Pemesanan
Januari 83.650
Februari 86.300
Maret 87.000
April 53.000
Mei 42.000
Juni 46.000
Juli 52.200
Agustus 54.800
September 55.500
Oktober 58.050
November 56.900
Desember 79.000
Jumlah 754.400
Rata-Rata 62.867
Sumber: Data Penelitian (diolah)

Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa jumlah pemesanan bahan baku kedelai

pada tahun 2021 sebesar 754.400 kg. Sementara rata-rata pemesanan bahan baku

kedelai pada tahun 2021 sebesar 62.867 kg.

Apabila KOPTI Kabupaten Bogor akan melakukan pengadaan bahan baku

kedelai, maka harus mengeluarkan biaya-biaya yang berkaitan dengan pemesanan

dan penyimpanan bahan baku. KOPTI Kabupaten Bogor harus merencanakan

masalah biaya tersebut dengan baik. Apabila tidak direncanakan dengan baik, maka

nantinya biaya persediaan bahan baku kedelai yang dikeluarkan akan semakin

tinggi dan berpengaruh pada total biaya persediaan. Berikut merupakan biaya

persediaan bahan baku kedelai.

48
1. Biaya Pemesanan

Biaya pemesanan merupakan biaya yang dikeluarkan oleh KOPTI Kabupaten

Bogor yang berhubungan dengan kegiatan pemesanan bahan baku, mulai dari

pemesanan bahan baku kepada supplier sampai tersedianya bahan baku kedelai di

gudang penyimpanan. KOPTI Kabupaten Bogor melakukan pemesanan bahan baku

kedelai sebanyak 72 kali dalam setahun. Besarnya biaya pemesanan dipengaruhi

oleh frekuensi pemesanan bahan baku yang dilakukan. Jika dilakukan pemesanan

bahan baku kedelai per sekali pesan dengan kuantitas yang besar, maka frekuensi

pemesanan akan semakin kecil sehingga biaya pemesanan juga akan semakin kecil

dalam setahun. Sebaliknya, jika dilakukan pemesanan bahan baku kedelai per sekali

pesan dengan kuantitas yang kecil, maka frekuensi pemesanan akan semakin besar

sehingga biaya pemesanan juga akan semakin besar dalam setahun. Komponen

biaya pemesanan bahan baku kedelai yang dikeluarkan oleh KOPTI Kabupaten

Bogor selama tahun 2021 adalah sebagai berikut:

a. Biaya Sumber Daya Manusia

Perhitungan upah SDM untuk pemesanan bahan baku kedelai per sekali pesan

adalah:

𝑈𝑝𝑎ℎ 𝑆𝐷𝑀 (𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛)


Kepala Gudang = 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑒𝑠𝑎𝑛𝑎𝑛 (𝑇𝑎ℎ𝑢𝑛)

𝑅𝑝14.400.000
= 27

= Rp200.000

Berdasarkan perhitungan diatas, biaya SDM yang dikeluarkan untuk

melakukan pemesanan selama setahun adalah Rp14.400.000 dan KOPTI

Kabupaten Bogor melakukan pemesanan sebanyak 72 kali dalam setahun. Jadi,

49
upah yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan bahan baku kedelai per sekali

pesan yaitu Rp200.000. Untuk biaya SDM yang dihitung hanya upah kepala

gudang, karena diberikan oleh KOPTI Kabupaten Bogor, sedangkan manajer

keuangan diberikan upah oleh Rumah Tempe Indonesia (RTI), upah SDM yang

dicantumkan berkaitan dengan pemesanan bahan baku kedelai, untuk tugas dan

tanggungjawab lainnya dari kepala gudang dibayarkan melalui insentif setiap

minggunya.

b. Biaya Transportasi

Berdasarkan hasil wawancara, rata-rata jumlah kedelai yang dikirim dalam satu

kali pemesanan dari gudang supplier adalah sebanyak 10 ton. Sehingga perhitungan

biaya transportasi setiap kali pemesanan adalah:

Biaya transportasi = Rp79.200.000 : 72

= Rp1.100.000

Berdasarkan perhitungan diatas, biaya transportasi yang dikeluarkan untuk

melakukan pemesanan selama setahun adalah Rp79.200.000 dan KOPTI

Kabupaten Bogor melakukan pemesanan sebanyak 72 kali dalam setahun. Jadi,

biaya transportasi setiap kali melakukan pemesanan adalah Rp1.100.000.

c. Biaya Telepon

Berdasarkan hasil wawancara, rata-rata waktu yang dibutuhkan setiap kali

melakukan pemesanan adalah 4 menit. Sehingga perhitungan biaya telepon setiap

kali melakukan pemesanan adalah:

Biaya telepon = Rp144.000 : 72

= Rp2.000

50
Berdasarkan perhitungan diatas, biaya telepon yang dikeluarkan untuk

melakukan pemesanan selama setahun adalah Rp144.000 dan KOPTI Kabupaten

Bogor melakukan pemesanan sebanyak 72 kali dalam setahun. Jadi, biaya telepon

setiap kali melakukan pemesanan adalah Rp2.000.

d. Biaya Bongkar, Muat dan Timbang

Berdasarkan hasil wawancara, biaya bongkar, muat dan timbang yang

dikeluarkan setiap kali melakukan pemesanan adalah Rp27/Kg. Sehingga

perhitungan biaya bongkar, muat dan timbang adalah:

Biaya Bongkar, Muat dan Timbang = Rp19.440.000 : 72

= Rp270.000

Berdasarkan perhitungan diatas, biaya bongkar, muat dan timbang yang

dikeluarkan untuk melakukan pemesanan selama setahun adalah Rp19.440.000 dan

KOPTI Kabupaten Bogor melakukan pemesanan sebanyak 72 kali dalam setahun.

Jadi, biaya bongkar, muat dan timbang setiap kali melakukan pemesanan adalah

Rp270.000.

Berdasarkan rincian biaya pemesanan tersebut, maka biaya pemesanan bahan

baku kedelai di KOPTI Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Biaya Pemesanan Bahan Baku Kedelai Per Sekali Pesan Tahun 2021

No Jenis Biaya Jumlah (Rp)


1 Upah SDM 200.000
2 Biaya Transportasi 1.100.000
3 Biaya Telepon 2.000
4 Biaya Bongkar, Muat dan Timbang 270.000
Total 1.572.000
Sumber: Data Penelitian (diolah)

51
Berdasarkan tabel 4, diketahui bahwa untuk melakukan satu kali pemesanan

bahan baku kedelai kepada supplier, dikenakan biaya pemesanan per sekali pesan

sebesar Rp1.572.000.

2. Biaya Penyimpanan

Biaya penyimpanan merupakan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh KOPTI

Kabupaten Bogor yang berkaitan dengan penyimpanan bahan baku kedelai di

gudang penyimpanan. Besarnya jumlah biaya penyimpanan dapat dipengaruhi oleh

jumlah bahan baku kedelai yang dipesan setiap kali melakukan pemesanan. Hal ini

sesuai dengan pernyataan Handoko (2000:336), yaitu biaya penyimpanan (holding

cost atau carrying cost) terdiri dari biaya-biaya yang bervariasi secara langsung

dengan kuantitas persediaan. Biaya penyimpanan per periode akan semakin besar

apabila kuantitas bahan yang dipesan semakin banyak pula, atau rata-rata

persediaan semakin tinggi. Dalam melakukan penyimpanan bahan baku kedelai,

KOPTI Kabupaten Bogor tidak melakukan perawatan atau mengeluarkan biaya

tertentu, dikarenakan bahan baku kedelai tidak perlu diberikan pemeliharaan

khusus karena sifatnya yang awet dan cukup tahan lama.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan penelitian, harga bahan baku

kedelai dinaikkan sebesar Rp100/Kg dari harga untuk digunakan sebagai biaya

listrik, biaya pemeliharaan dan perbaikan bangunan serta biaya penyusutan

bangunan. Lokasi gudang penyimpanan bahan baku kedelai pada KOPTI

Kabupaten Bogor tidak terpisah dengan bangunan kantor. Sehingga biaya yang

dikeluarkan untuk menyimpan bahan baku kedelai tidak begitu mahal. Perhitungan

biaya penyimpanan bahan baku kedelai dapat dilihat pada tabel 5.

52
Tabel 5. Biaya Penyimpanan Bahan Baku Kedelai Tahun 2021

Bahan baku Harga/Kg (Rp) Biaya Penyimpanan/Kg (Rp)


Kedelai 10.350 100
Sumber: Data Penelitian (diolah)

Berdasarkan tabel 5, diketahui bahwa biaya penyimpanan sebesar Rp100/Kg

diperoleh dari harga bahan baku kedelai. Berdasarkan hasil wawancara, harga

bahan baku kedelai tahun 2021 tetap stabil dan tidak ada diskon untuk produk

tersebut. Kemudian, setelah diketahui jumlah permintaan bahan baku kedelai, biaya

pemesanan dan biaya penyimpanan, maka dilakukan perhitungan mengenai jumlah

pemesanan yang optimal pada setiap kali melakukan pemesanan bahan baku

kedelai.

Perhitungan mengenai analisis pengendalian persediaan bahan baku kedelai

dapat menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ). Hal ini karena

terpenuhinya asumsi mengenai kondisi dan kebutuhan KOPTI Kabupaten Bogor.

KOPTI Kabupaten Bogor memiliki data permintaan kedelai yang diketahui dan

konstan, memiliki waktu tunggu (lead time) yang konstan, tidak tersedia diskon

kuantitas, biaya variabel yang ada hanyalah biaya pemesanan dan biaya

penyimpanan, serta kehabisan persediaan dapat dihindari sepenuhnya apabila

pemesanan dilakukan pada waktu yang tepat.

Penggunaan metode Economic Order Quantity (EOQ) memungkinkan

KOPTI Kabupaten Bogor dapat menentukan jumlah pemesanan bahan baku kedelai

yang optimal dengan jumlah permintaan yang ada. Adapun perhitungan metode

EOQ adalah sebagai berikut:

53
Diketahui:

S (biaya pemesanan) = Rp1.572.000

H (biaya penyimpanan) = Rp100

D (permintaan tahunan dalam unit) = 754.400 kg

2 (754.400 ×𝑅𝑝1.572.000
Q* = √ 𝑅𝑝100

2.371.833.600.000
Q* = √
𝑅𝑝100

Q* = √23.718.336.000

Q* = 154.007 kg

Berdasarkan hasil perhitungan dari metode EOQ, diketahui bahwa kuantitas

pemesanan bahan baku kedelai yang ekonomis adalah sebesar 154.007 kg. Jika

KOPTI Kabupaten Bogor melakukan pemesanan bahan baku kedelai lebih besar

dari 154.007 kg, maka KOPTI Kabupaten Bogor harus mengurangi jumlah

pemesanan bahan baku kedelai agar tidak terjadi penumpukan bahan baku di

gudang penyimpanan yang menyebabkan kerugian. Sebaliknya, jika KOPTI

Kabupaten Bogor melakukan pemesanan bahan baku kedelai kurang dari 154.007

kg, maka KOPTI Kabupaten Bogor harus menambah jumlah pemesanan bahan

baku kedelai agar tidak terjadi kekurangan bahan baku yang akan mengakibatkan

hilangnya kesempatan untuk memperoleh keuntungan.

Pemesanan yang dilakukan setiap saat tanpa mempertimbangkan jumlah

permintaan dari para perajin tempe dan tahu serta stock bahan baku yang ada di

gudang penyimpanan akan menimbulkan biaya yang dikelurkan lebih besar yang

diakibatkan karena besarnya biaya pemesanan. Agar menghasilkan biaya yang

54
lebih efisien, maka KOPTI Kabupaten Bogor harus mengetahui kapan dan berapa

banyak jumlah bahan baku yang harus dipesan, sehingga tidak terjadi penumpukan

atau kekurangan bahan baku. Maka dari itu, diperlukan perhitungan mengenai

frekuensi pemesanan. Perhitungan frekuensi pemesanan bahan baku kedelai yang

ekonomis pada tahun 2021 adalah sebagai berikut:


𝐷 754.400
F = 𝐸𝑂𝑄 = 154.007 = 5 kali/tahun

Jadi frekuensi pemesanan bahan baku kedelai dapat dilakukan sebanyak 5 kali

dalam setahun. Frekuensi pemesanan bahan baku kedelai berdasarkan metode EOQ

lebih jarang dilakukan dibandingkan dengan frekuensi pemesanan yang dilakukan

oleh KOPTI Kabupaten Bogor. Frekuensi pemesanan yang dilakukan oleh KOPTI

Kabupaten Bogor adalah sebanyak 72 kali dalam setahun, sedangkan berdasarkan

metode EOQ adalah sebanyak 5 kali dalam setahun, sehingga dapat menghemat

biaya pemesanan yang dikeluarkan. Hal ini sesuai dengan penelitian

Sulistyaningsih dan Baihaqi (2018:194), yaitu semakin besar frekuensi pemesanan

maka semakin besar pula biaya pemesanan yang harus dikeluarkan oleh

perusahaan.

2. Perhitungan Safety Stock

Perhitungan safety stock dilakukan dengan tujuan untuk melindungi

perusahaan / organisasi dari risiko kehabisan bahan baku (stock-out). Terjadinya

kekurangan bahan baku kedelai bisa disebabkan karena kebutuhan terhadap bahan

baku melebihi jumlah pemesanan yang dilakukan, hal ini dapat terjadi karena

kebutuhan bahan baku kedelai setiap harinya terlalu banyak. Untuk mengantisipasi

55
risiko tersebut KOPTI Kabupaten Bogor melakukan persediaan pengaman dengan

perkiraan terhadap permintaan bahan baku kedelai dan waktu tunggunya.

Adanya persediaan pengaman mampu mengurangi biaya yang timbul akibat

kekurangan atau kehabisan bahan baku kedelai. Semakin besar persediaan

pengaman, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kekurangan atau kehabisan

bahan baku, sehingga KOPTI Kabupaten Bogor tidak akan mengalami kerugian

akibat dari tidak terpenuhinya permintaan para perajin tempe dan tahu. Namun

demikian, dengan adanya persediaan pengaman, maka akan terjadi penambahan

terhadap biaya penyimpanan. Oleh karena itu, KOPTI Kabupaten Bogor harus

cermat dan tepat saat menentukan jumlah persediaan pengaman, sehingga

persediaan bahan baku tersebut mampu berperan sesuai dengan fungsinya. Dari

perhitungan safety stock dapat dilihat besarnya jumlah persediaan yang

dicadangkan sebagai pengaman yang berfungsi untuk mengantisipasi permintaan

yang fluktuatif. Nilai safety stock dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Nilai Safety Stock Bahan Baku Kedelai pada KOPTI Kabupaten Bogor

Bahan Baku Z ⅀ SS (Z x α)
Kedelai 1,65 6.388 10.540
Sumber: Data Penelitian (diolah)

Berdasarkan tabel 6, diketahui bahwa persediaan pengaman (safety stock)

yang perlu dipesan oleh KOPTI Kabupaten Bogor untuk menghindari kehabisan

bahan baku kedelai adalah sebesar 10.540 kg. Dengan demikian, KOPTI Kabupaten

Bogor harus memiliki persediaan bahan baku kedelai di gudang penyimpanan

sebanyak 10.540 kg, untuk mengantisipasi adanya kekurangan bahan baku kedelai.

56
Hal ini sesuai dengan pernyataan Assauri (2008:263), bahwa safety stock

merupakan persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau menjaga

kemungkinan terjadinya kekurangan bahan (stock-out). Serta pernyataan tersebut

sesuai dengan penelitian Sulistyaningsih dan Baihaqi (2018:195), yaitu persediaan

pengaman merupakan persediaan minimum yang harus tersedia di gudang, dengan

adanya safety stock ini perusahaan akan mampu menghindari risiko kehabisan

bahan baku yang ditimbulkan akibat keterlambatan dan ketidakpastian kedatangan

bahan baku.

3. Perhitungan Maximum Inventory

Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan bahan baku kedelai

yang paling maksimal yang ada di gudang. Jumlah persediaan bahan baku kedelai

di KOPTI Kabupaten Bogor sangat sedikit, dikarenakan KOPTI Kabupaten Bogor

tidak melakukan penyimpanan produk dalam waktu yang lama. Setelah bahan baku

kedelai dikirim dari supplier dan sampai di gudang akan langsung didistribusikan

kepada para perajin, sehingga gudang di KOPTI Kabupaten Bogor tidak digunakan

semaksimal mungkin. Adapun perhitungan persediaan maksimum pada bahan baku

kedelai di KOPTI Kabupaten Bogor dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Nilai Persediaan Maksimum Bahan Baku Kedelai di KOPTI Kabupaten


Bogor (dalam Kg)

Bahan Baku EOQ Safety Stock Maximum Inventory


Kedelai 154.007 10.540 164.547
Sumber: Data Penelitian (diolah)

57
Berdasarkan tabel 7, diketahui bahwa persediaan maksimum bahan baku

kedelai yang boleh dilakukan oleh KOPTI Kabupaten Bogor adalah sebesar

164.547 kg. Penentuan persediaan maksimum perlu dilakukan oleh KOPTI

Kabupaten Bogor agar tidak melakukan persediaan secara berlebihan, sehingga

dapat meminimalisir biaya penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Assauri

(2008:176), bahwa maximum Inventory (persediaan maksimum) perlu dilakukan

oleh setiap perusahaan agar jumlah persediaan yang disimpan didalam gudang tidak

berlebihan jumlahnya, sehingga tidak terjadi pemborosan. Selain itu, pernyataan

tersebut sesuai dengan penelitian Sulistyaningsih dan Baihaqi (2018:197), yaitu

penentuan persediaan maksimal perlu dilakukan agar perusahaan tidak melakukan

persediaan secara berlebihan, sehingga biaya penyimpanan dapat diminimalisir dan

bisa dialokasikan untuk keperluan perusahaan yang lainnya.

4. Perhitungan Reorder Point (ROP)

Reorder point (ROP) adalah batas dari jumlah persediaan yang ada di gudang

penyimpanan saat pesanan harus diadakan kembali oleh perusahaan / organisasi.

Penentuan reorder point (ROP) adalah untuk mengetahui kapan KOPTI Kabupaten

Bogor akan melakukan pemesanan kembali kepada supplier sehingga bahan baku

yang dipesan dapat diterima tepat waktu. Karena pada saat KOPTI Kabupaten

Bogor melakukan pemesanan bahan baku kedelai, bahan baku tersebut tidak bisa

langsung diterima dihari yang sama.

Lead time dalam penelitian ini merupakan waktu tunggu yang diperlukan saat

melakukan pemesanan bahan baku kedelai kepada supplier sampai dengan

datangnya bahan baku yang dipesan di gudang penyimpanan. Waktu tunggu saat

58
KOPTI Kabupaten Bogor melakukan pemesanan bahan baku kedelai adalah 2 hari

untuk mendapatkan persediaan bahan baku sampai di gudang penyimpanan.

Lamanya waktu tunggu tersebut disebabkan karena adanya antrian kendaraan saat

melakukan pemesanan bahan baku kedelai di gudang supplier. Untuk menghindari

adanya kekurangan bahan baku kedelai di gudang penyimpanan, maka KOPTI

Kabupaten Bogor harus melakukan pemesanan kembali bahan baku kedelai pada

saat jumlah persediaan di gudang penyimpanan mencapai titik pemesanan kembali

(reorder point). Berdasarkan perhitungan menurut metode EOQ, reorder point pada

KOPTI Kabupaten Bogor pada tahun 2021 adalah sebagai berikut.

= 2.418 × 2 + 10.540

= 15.376 kg

Berdasarkan perhitungan tersebut, ketika jumlah persediaan bahan baku

kedelai di gudang mencapai jumlah 15.376 kg, maka KOPTI Kabupaten Bogor

harus melakukan pemesanan kepada supplier. Pemesanan bahan baku kedelai harus

dilakukan sebelum persediaan di gudang penyimpanan habis. Karena dalam

melakukan pemesanan bahan baku kedelai dibutuhkan lead time (waktu tunggu)

selama 2 hari saat melakukan pemesanan bahan baku kedelai kepada supplier

sampai dengan datangnya bahan baku yang dipesan di gudang penyimpanan.

Pemesanan bahan baku kedelai bertujuan untuk mencegah terjadinya

kekurangan bahan baku di gudang yang mengakibatkan hilangnya kesempatan

untuk memperoleh keuntungan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Heizer dan

Render (2004:75), bahwa titik pemesanan kembali (reorder point) adalah tingkat

59
persediaan (titik) dimana sebuah tindakan harus diambil untuk mengisi ulang

persediaan barang kembali. Selain itu, pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian

Andries (2019:1116), yaitu pemesanan kembali (reorder point) merupakan saat

dimana perusahaan harus melakukan pemesanan kembali bahan baku kedelai,

sehingga permintaan terhadap bahan baku kedelai yang dipesan akan datang tepat

waktu.

5. Perhitungan Total Inventory Cost (TIC)

Total biaya persediaan (TIC) adalah total biaya yang harus dikeluarkan oleh

KOPTI Kabupaten Bogor. Berdasarkan penelitian Sulistyaningsih dan Baihaqi

(2018), untuk mengetahui total biaya persediaan adalah dengan menjumlahkan

biaya pemesanan per tahun dan biaya penyimpanan per tahun. Perhitungan total

biaya persediaan menurut metode EOQ pada KOPTI Kabupaten Bogor tahun 2021

adalah sebagai berikut:


D 𝑄∗
TIC = Q* S + H
2

754.400 154.007
TIC = 154.007 × 1.572.000 + × 100
2

TIC = 7.700.408 + 7.700.350

TIC = Rp15.400.758

Berdasarkan perhitungan Total Inventory Cost (TIC), diketahui bahwa

sepanjang tahun 2021 total biaya persediaan untuk bahan baku kedelai di KOPTI

Kabupaten Bogor berdasarkan perhitungan metode EOQ yang paling optimal

adalah sebesar Rp15.400.758.

60
5.2 Analisis Persediaan Bahan Baku yang Optimal dengan Metode EOQ
Melalui Perbandingan Biaya Persediaan yang dikeluarkan

Metode yang telah dilakukan oleh KOPTI Kabupaten Bogor secara aktual

dapat dibandingkan dengan metode EOQ. Dengan mengetahui hasil

perbandingannya, maka KOPTI Kabupaten Bogor akan mengetahui metode mana

yang dapat menghasilkan biaya paling minimum dan efisien sehingga bisa

menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Perbandingan antara kondisi aktual

yang dilakukan KOPTI Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode EOQ dapat

dilihat pada tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan Biaya Persediaan Bahan Baku Kedelai Berdasarkan Kondisi


Aktual dengan Metode EOQ

Keterangan Kondisi Aktual Metode EOQ


Pemesanan Sekali Pesan (Kg) 10.478 154.007
Frekuensi Pemesanan (kali) 72 5
Safety Stock (Kg) 3000 – 4000 10.540
Reorder Point (Kg) - 15.376
Maximum Inventory (Kg) - 164.547
Total Inventory Cost (Rp) 123.662.000 15.400.758
Sumber: Data Penelitian (diolah)

Berdasarkan tabel 8, dapat diketahui bahwa perbandingan jumlah pemesanan

bahan baku kedelai berdasarkan kondisi aktual per sekali pesan adalah 10.478 Kg

dengan frekuensi pemesanan sebanyak 72 kali dalam setahun. Sedangkan jumlah

pemesanan bahan baku kedelai berdasarkan metode EOQ adalah 154.007 Kg

dengan frekuensi pemesanan sebanyak 5 kali dalam setahun. Sehingga, pemesanan

bahan baku kedelai berdasarkan kondisi aktual belum optimal. Dengan

menggunakan metode EOQ, maka akan diperoleh hasil perhitungan mengenai

61
pemesanan bahan baku kedelai yang optimal dengan mempertimbangkan jumlah

pemesanan dan frekuensi pemesanan untuk menekan biaya-biaya persediaan yang

dikeluarkan untuk bahan baku kedelai. Oleh karena itu, KOPTI Kabupaten Bogor

perlu mempertimbangkan untuk menggunakan metode EOQ dalam melakukan

pemesanan bahan baku kedelai.

Berdasarkan kondisi aktual persediaan pengaman (safety stock) adalah

sebesar 3000 – 4000 Kg. Sedangkan berdasarkan metode EOQ jumlah persediaan

pengaman (safety stock) adalah sebesar 10.540 Kg. Akan tetapi, persediaan

berdasarkan kondisi aktual diperoleh berdasarkan perkiraan secara acak dari kepala

gudang. Maka dari itu, perlu dilakukan perhitungan mengenai persediaan pengaman

(safety stock) secara ilmiah agar dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya

kekurangan atau kehabisan bahan baku kedelai.

KOPTI Kabupaten Bogor juga belum menentukan kapan harus melakukan

pemesanan bahan baku kedelai kepada supplier. Berdasarkan hasil wawancara

KOPTI Kabupaten Bogor melakukan pemesanan bahan baku kedelai apabila

persediaan di gudang hampir habis. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya

kekurangan atau kehabisan bahan baku kedelai, maka KOPTI Kabupaten Bogor

perlu menentukan titik pemesanan kembali. Berdasarkan metode EOQ, KOPTI

Kabupaten Bogor harus melakukan pemesanan bahan baku kedelai saat persediaan

di gudang penyimpanan mencapai jumlah 15.376 Kg.

Berdasarkan kondisi aktual KOPTI Kabupaten Bogor belum menentukan

besarnya jumlah persediaan maksimum. Sedangkan berdasarkan metode EOQ,

besarnya jumlah maximum inventory (persediaan maksimum) adalah 164.547 Kg.

62
Dengan menggunakan metode EOQ, maka KOPTI Kabupaten Bogor dapat

menetapkan besarnya jumlah persediaan maksimum, sehingga dapat meminimalisir

biaya penyimpanan.

Apabila menerapkan persediaan pengaman (safety stock), titik pemesanan

kembali (reorder point) dan persediaan maksimum (maximum inventory), maka

KOPTI Kabupaten Bogor mampu mengantisipasi terjadinya kelebihan atau

kekurangan persediaan bahan baku kedelai, sehingga dapat berjalan dengan lancar

tanpa khawatir terhadap tingginya biaya-biaya persediaan yang dikeluarkan. Akan

tetapi, pengendalian persediaan dengan metode EOQ juga memiliki kekurangan.

Seperti terjadinya perubahan harga, karena metode EOQ ini tidak

memperhitungkan kemungkinan terjadinya perubahan harga. Oleh karena itu,

KOPTI Kabupaten Bogor juga perlu memperhatikan mengenai faktor perubahan

harga saat melakukan pemesanan bahan baku kedelai kepada supplier.

Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat diketahui bahwa besarnya total

biaya persediaan yang dikeluarkan oleh KOPTI Kabupaten Bogor berdasarkan

kondisi aktual adalah sebesar Rp123.662.000, sedangkan total biaya persediaan

yang dikeluarkan oleh KOPTI Kabupaten Bogor berdasarkan metode EOQ adalah

sebesar Rp15.400.758. sehingga diperoleh selisih total biaya persediaan bahan baku

kedelai adalah sebesar Rp108.261.242 atau sebesar 87,55%. Dengan demikian,

dapat diketahui bahwa pengendalian persediaan bahan baku kedelai di KOPTI

Kabupaten Bogor belum efisien dari biaya persediaan yang dikeluarkan, karena

biaya persediaan yang dihasilkan KOPTI Kabupaten Bogor lebih besar apabila

dibandingkan dengan perhitungan menggunakan metode EOQ.

63
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan penelitian, KOPTI

Kabupaten Bogor memiliki gudang penyimpanan yang dapat menampung kedelai

segar maksimal 112.200 Kg. Pengiriman kedelai dari supplier tidak hanya disimpan

di gudang milik KOPTI Kabupaten Bogor tetapi ada juga yang langsung ditujukan

ke gudang KWP (Kepala Wilayah Pelayanan). KWP ini merupakan anggota dari

KOPTI Kabupaten Bogor yang memiliki modal cukup besar serta gudang

penyimpanan, nantinya biaya transportasi serta biaya bongkar, muat dan timbang

ditanggung oleh KWP (Kepala Wilayah Pelayanan) sesuai dengan kesepakatan.

Sehingga KOPTI Kabupaten Bogor dapat menghemat biaya transportasi serta biaya

bongkar, muat dan timbang yang dinilai menjadi salah satu besarnya biaya

persediaan yang dikeluarkan oleh KOPTI Kabupaten Bogor.

Penggunaan metode EOQ dapat membantu KOPTI Kabupaten Bogor untuk

mengetahui persediaan bahan baku kedelai yang paling optimal dengan total biaya

persediaan yang paling rendah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Utama, dkk

(2019), Economic Order Quantity (EOQ) merupakan kuantitas persediaan yang

optimal atau yang menyebabkan biaya persediaan dapat mencapai titik terendah.

Hal ini sejalan dengan penelitian Sulistyaningsih dan Baihaqi (2018:199), bahwa

dengan menggunakan metode EOQ perusahaan akan mengeluarkan total biaya

persediaan yang lebih kecil dibandingkan dengan kondisi aktual perusahaan. Serta

sejalan dengan penelitian Andries (2019:1118), yaitu metode EOQ dapat membantu

pabrik dalam mencapai tingkat pemesanan persediaan bahan baku dan frekuensi

pemesanan yang optimal.

64
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengendalian

persediaan bahan baku kedelai impor pada KOPTI Kabupaten Bogor, diperoleh

kesimpulan bahwa metode EOQ lebih efisien dibandingkan dengan kondisi aktual

dengan hasilnya sebagai berikut:

1. Jumlah pemesanan bahan baku kedelai yang paling optimal menurut metode

EOQ adalah sebesar 154.007 kg dengan frekuensi pemesanan sebanyak 5 kali

dalam setahun. Jumlah persediaan pengaman (safety stock) adalah sebesar

10.540 kg dengan titik pemesanan kembali (reorder point) adalah sebesar

15.376 kg. Persediaan maksimum (maximum inventory) yang sebaiknya

dilakukan oleh KOPTI Kabupaten Bogor adalah sebesar 164.547 kg.

2. Total biaya persediaan bahan baku kedelai yang dikeluarkan oleh KOPTI

Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp123.662.000 sedangkan total biaya

persediaan menggunakan metode EOQ adalah sebesar Rp15.400.758, sehingga

KOPTI Kabupaten Bogor dapat menghemat biaya sebesar Rp108.261.242 atau

sebesar 87,55%. Dengan demikian, total biaya persediaan berdasarkan kondisi

aktual lebih besar dibandingkan dengan total biaya persediaan berdasarkan

metode EOQ, sehingga dengan menggunakan perhitungan metode EOQ akan

menghasilkan efisiensi terhadap biaya persediaan.


6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka disarankan kepada KOPTI Kabupaten

Bogor beberapa hal sebagai bahan pertimbangan, yaitu:

1. KOPTI Kabupaten Bogor hendaknya mempertimbangkan dan menerapkan

metode Economic Order Quantity (EOQ) yang telah terbukti menghasilkan

total biaya persediaan yang lebih efisien, sehingga akan menghasilkan

keuntungan yang lebih besar yang dapat dialokasikan untuk keperluan lainnya.

2. Sebaiknya KOPTI Kabupaten Bogor menentukan besarnya persediaan

pengaman (safety stock) secara ilmiah dan titik pemesanan kembali (reorder

point) untuk menghindari risiko kehabisan bahan baku atau kelebihan bahan

baku yang berakibat pada besarnya biaya persediaan. KOPTI Kabupaten Bogor

juga perlu memaksimalkan penggunaan gudang penyimpanan, beralih

menggunakan armada pengiriman yang lebih besar kapasitasnya untuk

mengurangi biaya transportasi dan pengiriman kedelai dari supplier tidak

hanya disimpan di gudang milik KOPTI Kabupaten Bogor tetapi ada juga yang

langsung ditujukan ke gudang KWP (Kepala Wilayah Pelayanan).

66
DAFTAR PUSTAKA

Akhmad. 2018. Manajemen Operasi “Teori dan Aplikasi dalam Dunia Bisnis”.
Bogor: Azkiya Publishing.

Aminudin. 2005. Prinsip-Prinsip Riset Operasi. Jakarta: Erlangga.

Andayanie, Wuye Ria. 2016. Pengembangan Produksi Kedelai Sebagai Upaya


Kemandirian Pangan di Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Andries, Anna L. 2019. Analisis Persediaan Bahan Baku Kedelai pada Pabrik
Tahu Nur Cahaya di Batu Kota Dengan Metode Economic Order Quantity
(EOQ). Jurnal EMBA: Vol. 7, No. 1, hlm. 1111 – 1120.

Assauri, Sofjan. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Atman. 2014. Produksi Kedelai; Strategi Meningkatkan Produksi Kedelai Melalui


PTT. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik. 2021. Analisis Produktivitas Jagung dan Kedelai di


Indonesia 2020 (Hasil Survei Ubinan). Jakarta: BPS-RI.

Badan Pusat Statistik. 2021. Impor Kedelai Menurut Negara Asal Utama, 2010-
2019. Jakarta: Publikasi Statistik Indonesia.

Handoko, T Hani. 2000. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi 1.


Yogyakarta: BPPE.

Heizer, Jay and Render, Barry. 2004. Operations Management, 7th Edition. New
Jersey: Pearson Education. Inc., Upper Saddle River.

Heizer, Jay dan Render, Barry. 2014. Operations Management: Sustainability and
Supply Chain Management, 11th Edition. USA: Pearson Education.

Koesdijati, T. 2018. Minimalisasi Persediaan Bahan Baku Kedelai dengan Metode


EOQ pada Produksi Tahu. Jurnal Teknik WAKTU: Vol. 16, No. 2, Hlm. 78-
83.

Maskar, D.H., dkk. 2015. Evaluasi Kesepadanan Mutu Gizi Tempe Kedelai Pangan
Rekayasa Genetik (PRG) dan Non-PRG Serta Dampak Konsumsinya pada
Tikus Percobaan. J. Gizi Pangan: Vol. 10, No. 3, hlm. 207-216.
Maskar, D.H., dkk. 2015. Pengaruh Kedelai Produk Rekayasa Genetik Terhadap
Kadar Malonaldehid, Aktivitas Superoksida Dismutase dan Profil Darah
pada Tikus Percobaan. Penelitian Gizi dan Makanan: Vol. 38, No. 1, Hlm.
41-48.

Mbae, I. 2018. Analisis Persediaan Bahan Baku Kedelai pada Pabrik Tahu Madani
Poso Pesisir dengan Metode Economical Order Quantity (EOQ). Jurnal
EKOMEN: Vol. 18, No. 2, pp. 9-19.

Misra, Muttalib, A dan Nurinaya. 2019 Model Pengendalian Persediaan Bahan


Baku Kedelai Terhadap Proses Produksi Tahu Tempe pada UD. Restu Pasui
Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enkerang. Jurnal Profitability Fakultas
Ekonomi dan Bisnis: Vol. 3, No. 2, Hlm. 90-102.

Pemerintah Indonesia. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21


Tahun 2005 Tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik. Lembaran
RI Tahun 2005 Nomor 44. Jakarta: Sekretariat Negara.

Pemerintah Indonesia. 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun


2012 Tentang Pangan. Lembaran RI Tahun 2012 Nomor 227. Jakarta:
Sekretariat Negara.

Kementerian Pertanian. 2020. Outlook Kedelai “Komoditas Pertanian Subsektor


Tanaman Pangan”. Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian.

Kementerian Pertanian. 2021. Buletin Konsumsi Pangan. Pusat Data dan Sistem
Informasi Pertanian. Vol. 12, No. 1, Hlm. 32-42.

Rakian, A., Hamid, L., dan Daulay, I.N. 2015. Analisis Pengendalian Persediaan
Bahan Baku Tepung Terigu Menggunakan Metode EOQ pada Pabrik Mie
Musbar Pekanbaru. Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Ilmu Ekonomi:
Vol. 2, No. 1, halaman 1-15.

Ristono, Agus. 2009. Manajemen Persediaan Edisi Pertama. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Sulistyaningsih dan Baihaqi, A. 2018. Analisis Persediaan Kedelai Sebagai Bahan


Baku Pembuatan Tahu pada UD. Lumayan Desa Paowan Kecamatan
Panarukan Kabupaten Situbondo. Jurnal Penelitian: Vol. 2, No. 2, pp. 190-
201.

Utama, Rony Edward, dkk. 2019. Manajemen Operasi. Tangerang Selatan: UM


Jakarta Press.

68
Wardhani, Parwita Setya. 2015. Perencanaan dan Pengendalian Persediaan
dengan Metode EOQ. Jurnal Media Mahardhika: Vol. 13, No. 3, hlm. 310-
328.

Zainul, Mohammad. 2019. Manajemen Operasional. Sleman: CV Budi Utama.

69
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Panduan Wawancara

PANDUAN WAWANCARA
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI
IMPOR PADA KOPTI KABUPATEN BOGOR

Daftar Pertanyaan untuk Sekretaris:


1. Berapa jumlah permintaan/penjualan kedelai di KOPTI Kabupaten Bogor
dalam sebulan/setahun selama 2021?
2. Biaya apa saja yang dikeluarkan KOPTI Kabupaten Bogor untuk menyimpan
persediaan kedelai?
3. Berapa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk penyimpan persediaan kedelai oleh
KOPTI Kabupaten Bogor selama sebulan/setahun?
4. Biaya apa saja yang dikeluarkan oleh KOPTI Kabupaten Bogor untuk sekali
melakukan pemesanan kedelai?
5. Berapa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk sekali melakukan pemesanan
kedelai oleh KOPTI Kabupaten Bogor selama sebulan/setahun?
6. Berapa harga kedelai tahun 2021?
PANDUAN WAWANCARA
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI
IMPOR PADA KOPTI KABUPATEN BOGOR

Daftar Pertanyaan untuk Manajer Keuangan:


1. Berapa kali KOPTI Kabupaten Bogor melakukan pemesanan kedelai dalam
sebulan/setahun?
2. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pemesanan kedelai
kepada supplier?
3. Berapa biaya telepon yang dikeluarkan untuk melakukan pemesanan kedelai
kepada supplier?
4. Berapa lama waktu yang dibutuhkan mulai dari melakukan pemesanan kedelai
sampai tiba di gudang penyimpanan?

71
PANDUAN WAWANCARA
ANALISIS PENGENDALIAN PERSEDIAAN BAHAN BAKU KEDELAI
IMPOR PADA KOPTI KABUPATEN BOGOR

Daftar Pertanyaan untuk Kepala Gudang:


1. Apakah KOPTI Kabupaten Bogor menyiapkan persediaan kedelai selama
waktu pemesanan hingga kedelai sampai di gudang penyimpanan?
2. Berapa jumlah kedelai dalam sekali pemesanan?
3. Berapa jumlah rata-rata penjualan kedelai dalam sebulan/setahun?
4. Berapa luas gudang penyimpanan?

72
Lampiran 2. Perhitungan Standar Deviasi Distribusi Bahan Baku Kedelai

No Bulan X X- (X- )²

1 Januari 83.650 82.168 1.482 2.196.324


2 Februari 86.300 85.516 784 614.656
3 Maret 87.000 81.713 5.287 27.952.369
4 April 53.000 53.949 (949) 900.601
5 Mei 42.000 47.930 (5.930) 35.164.900
6 Juni 46.000 49.159 (3.159) 9.979.281
7 Juli 52.200 51.307 893 797.449
8 Agustus 54.800 57.030 (2.230) 4.972.900
9 September 55.500 49.682 5.818 33.849.124
10 Oktober 58.050 64.061 (6.011) 36.132.121
11 November 56.900 56.869 31 961
12 Desember 79.000 60.640 18.360 337.089.600
Jumlah 489.650.286 6.388
Sumber: Data Penelitian (diolah)

Keterangan:

X = Distribusi bahan baku kedelai dari supplier

= Permintaan dari perajin kepada KOPTI Kabupaten Bogor

N = 12 Bulan

73
Lampiran 3. Struktur Organisasi

RAT (Rapat Anggota Tahunan)

Sekretaris Ketua Bendahara

Tim Manajemen

General Manajer Manajer Manajer Manajer Manajer


Manajer Usaha Organisasi Keuangan R&D Marketing

22 Wilayah Pelayanan

Ciseeng, Parung, Cibinong, Citeureup I, Citeureup II, Bojonggede,


Sukaraja, Ciawi Megamendung, Caringin Cijeruk, Tamansari,
Leuwiliang, Ciampea, Cibungbulang, Jasinga, Dramaga, Cimanggu,
Cilendek, Depok I, Depok II, Sawangan I, Sawangan II, Cimanggis

Anggota KOPTI Kabupaten Bogor


Perajin Tempe dan Tahu

74

Anda mungkin juga menyukai