Anda di halaman 1dari 128

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

VOLUME IMPOR JAGUNG INDONESIA


TAHUN 1999-2019

Ifah Lailatul Ibtida


11170920000034

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M/1444 H
PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-


BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2023

Ifah Lailatul Ibtida


11170920000034
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Diri
Nama : Ifah Lailatul Ibtida
Tempat, Tanggal Lahir : Depok, 24 November 1999
Telepon : 0852 1321 2314
Email : ifah.ibtida17@mhs.uinjkt.ac.id
Alamat : Jalan Tengki 5 RT 05 RW 10, Meruyung, Limo,
Depok, 16515

Riwayat Pendidikan
2005 - 2011 SD Negeri Meruyung
2011 - 2014 SMP Negeri 13 Depok
2014 - 2017 SMA Negeri 9 Depok
2017 - 2022 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Riwayat Organisasi
2015 - 2017 Pramuka SMA Negeri 9 Depok
(Seksi bidang pelatihan)
2017 - 2019 HMJ Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Staff Departemen Penelitian dan Pengembangan)
(Staff Departemen Sosial Pengabdian Masyarakat)

Pengalaman Kerja
2023 Infomedia Nusantara (Freelance Screening kandidat)
2022 Dattabot (Freelance Data Admin)
2021 dan 2022 Dompet Dhuafa (Staff Data Process E Commerce)
2022 LAZ Al Azhar (Fundraiser)
2022 Mufid Botanica Beauty (Staff Community Development)
2021 Aksi Cepat Tanggap (Staff Data Entry)
2020 - 2021 CV Taisi Corporation (Staff Produksi dan Pemasaran)
2019 -2020 Bimbel Privat Galan (Tutor SD dan SMP)
RINGKASAN

Ifah Lailatul Ibtida. 11170920000034. Analisis Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Volume Impor Jagung Indonesia Tahun 1999-2019 (di bawah
bimbingan Lilis Imamah Ichdayati dan Rizki Adi Puspita Sari)

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia dan


termasuk salah satu komoditas penting yang diunggulkan oleh pemerintah.
Selama tahun 1999-2019 Indonesia rata-rata memproduksi jagung sebesar 16,08
juta ton per tahun. Permintaan jagung Indonesia rata-rata adalah 8,26 juta ton per
tahun. Produksi jagung Indonesia yang lebih tinggi (surplus produksi jagung) dari
tingkat permintaan nyatanya tidak membuat Indonesia dapat secara sepenuhnya
memenuhi permintaan tersebut dari produksi jagung dalam negeri. Periode panen
yang berbeda, ketidaksesuaian data produksi jagung, kualitas jagung yang tidak
sesuai standar ditambah dengan harga jagung dalam negeri yang lebih tinggi
dibandingkan dengan harga jagung impor, membuat impor jagung masih
diperlukan. Impor jagung yang terus meningkat tinggi akan berdampak buruk
pada perekonomian ataupun bagi petani jagung dalam negeri itu sendiri.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui apakah produksi jagung
dalam negeri, permintaan jagung, nilai tukar Rupiah, harga jagung impor, dan
harga jagung domestik mempengaruhi volume impor jagung di Indonesia dalam
jangka pendek dan jangka panjang. (2) Menganalisis pengaruh dari masing-
masing faktor terhadap volume impor jagung di Indonesia dalam jangka pendek.
(3) Menganalisis pengaruh dari masing-masing faktor terhadap volume impor
jagung di Indonesia dalam jangka panjang. Variabel yang digunakan adalah
produksi, permintaan jagung, nilai tukar, harga jagung impor, dan harga jagung
domestik yang berupa data time series selama tahun 1999-2019. Data penelitian
ini diperoleh dari Pusdatin Pertanian, BPS, dan Kemendag. Penelitian ini
dianalisis menggunakan analisis regresi berganda dengan Error Correction Model
(ECM) untuk mengetahui pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari
masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka pendek maupun
jangka panjang baik produksi, permintaan jagung, nilai tukar, harga jagung impor,
dan harga jagung domestik memiliki pengaruh terhadap volume impor jagung
Indonesia pada tahun 1999-2019. Dalam jangka pendek variabel yang
berpengaruh pada volume impor jagung Indonesia adalah produksi jagung dengan
pengaruh negatif dan signifikan serta permintaan jagung dengan pengaruh positif
dan signifikan. Dalam jangka panjang yang berpengaruh positif dan signifikan
pada volume impor jagung Indonesia adalah permintaan jagung dan harga jagung
impor, sedangkan produksi jagung berpengaruh negatif dan signifikan.

Kata Kunci: Jagung, Volume Impor, Error Correction Model (ECM).


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji serta syukur penulis ucapkan untuk setiap berkah, rahmat, dan karunia

yang Allah SWT berikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor

Jagung Indonesia Tahun 1999-2019”. Sholawat dan salam juga penulis

sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan seluruh

umatnya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana

Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyelesaian

penulisan skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan

dengan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Nashrul Hakiem, S.Si, MT, Ph.D selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta

jajarannya.

2. Bapak Akhmad Mahbubi, S.P., M.M., Ph.D dan Ibu Rizki Adi Puspita Sari,

M.M, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Sains

dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Dr. Lilis Imamah Ichdayati dan Ibu Rizki Adi Puspita Sari, M.M selaku

dosen pembimbing yang telah menyediakan dukungan waktu, bimbingan,

tenaga, masukan, dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.


4. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si dan Ibu Eny Dwiningsih, M.Si selaku dosen

penguji skripsi yang telah memberikan masukan, dukungan, dan saran kepada

penulis dalam menyempurnakan penulisan skripsi ini.

5. Kedua orang tua penulis Ibu Mukhsidah, Bapak Taufik, terima kasih yang

tidak terhingga atas seluruh dukungan (moral maupun material) yang telah

diberikan pada semua pilihan yang penulis pilih, serta terima kasih juga

kepada MC Mong (Shin Dong Hyun), Mukti Fajar, dan Kru Ilbakil S01 untuk

setiap motivasi, pengetahuan, dan kebahagiaan yang diberikan pada penulis.

6. Seluruh dosen Program Studi Agribsnis Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa

mengurangi rasa hormat atas seluruh ilmu yang telah diberikan.

Penulis berharap Allah SWT membalas kebaikan segala pihak yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis harap semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi penulis, pembaca, maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL.................................................................................................. x

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi

DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

1.1. Latar Belakang................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah.............................................................................. 7
1.3. Tujuan Penelitian................................................................................8
1.4. Manfaat Penelitian..............................................................................8
1.5. Ruang Lingkup...................................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 11

2.1. Industri Berbahan Baku Jagung....................................................... 11


2.1.1. Tanaman Jagung.................................................................... 11
2.1.2. Industri Jagung.......................................................................13
2.1.3. Komoditas Jagung dalam Perdagangan Internasional........... 17
2.2. Perdagangan Internasional............................................................... 19
2.3. Faktor Pendorong dan Penghambat Perdagangan Internasional...... 24
2.4. Impor................................................................................................ 25
2.4.1. Produksi................................................................................. 27
2.4.2. Permintaan............................................................................. 28
2.4.3. Nilai Tukar............................................................................. 31
2.4.4. Harga......................................................................................32
2.5. Penelitian Terdahulu........................................................................ 34
2.6. Kerangka Pemikiran.........................................................................37
2.7. Hipotesis...........................................................................................39

BAB III METODE PENELITIAN..................................................................... 41

3.1. Waktu Penelitian.............................................................................. 41


3.2. Jenis dan Sumber Data..................................................................... 41
3.3. Definisi Operasional.........................................................................42
3.4. Metode Analisis Data....................................................................... 44
3.4.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test).............................................. 45
3.4.2. Uji Derajat Integrasi...............................................................46
3.4.3. Uji Kointegrasi.......................................................................46
3.4.4. Error Correction Model (ECM)........................................... 47
3.4.5. Uji Asumsi Klasik..................................................................50

BAB IV GAMBARAN UMUM...........................................................................54

4.1. Perkembangan Volume Impor Jagung Indonesia.............................54


4.2. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia..................................... 57
4.3. Perkembangan Permintaan Jagung Indonesia.................................. 60
4.4. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah.................................................. 62
4.5. Perkembangan Harga Jagung Impor dan Jagung Domestik.............64

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN...............................................................67

5.1. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Jagung


di Indonesia...................................................................................... 67
5.1.1. Uji Akar Unit......................................................................... 67
5.1.2. Uji Derajat Integrasi...............................................................68
5.1.3. Uji Kointegrasi.......................................................................69
5.1.4. Hasil Estimasi Jangka Panjang.............................................. 70
5.1.5. Hasil Estimasi Jangka Pendek............................................... 74
5.1.6. Uji Asumsi Klasik..................................................................78
5.2. Pengaruh Faktor-Faktor Terhadap Volume Impor Jagung
Indonesia Dalam Jangka Pendek..................................................... 81
5.3. Pengaruh Faktor-Faktor Terhadap Volume Impor Jagung
Indonesia Dalam Jangka Panjang.................................................... 87

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 98

6.1. Kesimpulan.......................................................................................98
6.2. Saran.................................................................................................99

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................101

LAMPIRAN........................................................................................................110

ix
DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Perkembangan Produksi, Permintaan Jagung, dan Volume Impor


Jagung Tahun 1999-2019................................................................................. 3

2. Harga Jagung Impor dan Harga Jagung Domestik Selama Tahun


1999-2019.........................................................................................................5

3. Kode HS Jagung.............................................................................................18

4. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu............................... 35

5. Variabel dan Lembaga Penyedia Data.......................................................... 42

6. Negara Asal Impor Jagung ke Indonesia Tahun 2010-2019.......................... 55

7. Hasil Uji Akar Unit Pada Tingkat level......................................................... 68

8. Hasil Uji Derajat Integrasi..............................................................................68

9. Hasil Uji Kointegrasi......................................................................................69

10. Hasil Regresi Jangka Panjang........................................................................ 70

11. Hasil Regresi Jangka Pendek......................................................................... 74

12. Hasil Uji Multikolinearitas.............................................................................79

13. Hasil Uji Heteroskedastisitas..........................................................................80

14. Hasil Uji Autokorelasi....................................................................................80


DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Pohon Industri Jagung.................................................................................... 14

2. Skema Tata Niaga Jagung Dalam Negeri.......................................................16

3. Harga Komoditas Equilibrium-Relatif dalam Perdagangan


Internasional................................................................................................... 21

4. Kurva Permintaan...........................................................................................30

5. Kerangka Pemikiran Penelitian...................................................................... 38

6. Volume Impor dan Ekspor Jagung Indonesia Tahun 1999-2019...................54

7. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Tahun 1999-2019.......................58

8. Perkembangan Permintaan Jagung Indonesia Tahun 1999-2019...................61

9. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Tahun 1999-


2019................................................................................................................ 63

10. Perkembangan Harga Jagung Impor dan Harga Jagung Domestik


Indonesia Tahun 1999-2019...........................................................................65
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Data Variabel-Variabel Penelitian................................................................110

2. Hasil Uji Stasioner VIJ................................................................................. 111

3. Hasil Uji Stasioner PRD............................................................................... 111

4. Hasil Uji Stasioner PJ................................................................................... 111

5. Hasil Uji Stasioner NT................................................................................. 112

6. Hasil Uji Stasioner HI...................................................................................112

7. Hasil Uji Stasioner HD................................................................................. 112

8. Hasil Uji Derajat Integrasi VIJ..................................................................... 113

9. Hasil Uji Derajat Integrasi PRD................................................................... 113

10. Hasil Uji Derajat Integrasi PJ....................................................................... 113

11. Hasil Uji Derajat Integrasi NT......................................................................114

12. Hasil Uji Derajat Integrasi HI.......................................................................114

13. Hasil Uji Derajat Integrasi HD..................................................................... 114

14. Hasil Uji Kointegrasi.................................................................................... 115

15. Hasil Regresi Jangka Panjang.......................................................................115

16. Hasil Regresi Jangka Pendek.......................................................................116

17. Hasil Uji Normalitas..................................................................................... 116

18. Hasil Uji Multikolinearitas........................................................................... 117

19. Hasil Uji Heteroskedastisitas........................................................................117

20. Hasil Uji Autokorelasi.................................................................................. 117


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jagung adalah salah satu tanaman pangan yang berasal dari benua

Amerika. Jagung tersebar di Indonesia karena adanya perdagangan antar negara

yang dilakukan oleh orang-orang Eropa. Di Indonesia sendiri jagung

disebarluaskan oleh orang-orang Portugal yang melakukan kegiatan bisnis pada

abad ke 16. Jagung masuk ke dalam kelompok tanaman palawija dimana

pengembangannya diarahkan untuk ketersediaan pangan dan mewujudkan

ketahanan pangan nasional. Jagung termasuk tanaman padi-padian terpenting

ketiga di dunia setelah padi dan gandum. Di Indonesia sendiri jagung merupakan

sumber karbohidrat terpenting kedua setelah beras. Beberapa daerah di Indonesia

yang sebagian warganya menjadikan jagung sebagai bahan makanan pokok adalah

Jawa Timur, Jawa Tengah dan Madura. Jagung selain digunakan untuk konsumsi

rumah tangga, juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri dan pakan ternak

(Rifan, 2018:5-8).

Kebutuhan jagung Indonesia dipenuhi oleh produksi dalam negeri dan

impor. Jagung sebagai salah satu komoditas penting dipenuhi oleh beberapa

daerah penghasil jagung di Indonesia yang melakukan penanaman jagung secara

intensif sehingga jagung menjadi salah satu tanaman pangan unggulan. Jagung

sebagai salah satu tanaman komoditas penting juga dikenakan Pajak Pertambahan

Nilai (PPN) yang dibebankan kepada badan usaha industri atau sebagai Barang
Kena Pajak (BKP) dengan Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Atas

Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu (Kementerian Keuangan , 2020).

Indonesia merupakan salah satu negara penghasil jagung terbesar di dunia.

Berdasarkan produksi rata-rata tahun 1999-2019 Indonesia menempati tempat ke

tujuh sebagai negara produsen jagung terbesar di dunia dan posisi pertama di

ASEAN dengan volume produksi rata-rata adalah 17,01 juta ton per tahun (FAO,

2020). Varietas jagung yang diproduksi di Indonesia adalah jagung hibrida

(76,87%), lokal (17,29%), dan komposit (5,84%) (BPS, 2020:12). Berdasarkan

Pusdatin Pertanian (2020:20) pada tahun 2015-2019 terdapat sepuluh provinsi di

Indonesia yang berkontribusi sebesar 83,05% terhadap total produksi jagung di

Indonesia. Kontribusi terbesar berasal dari Provinsi Jawa Timur yaitu 24,56% .

Produksi jagung Indonesia yang dihitung secara agregat selama tahun

1999-2019 dapat dilihat pada Tabel 1. Produksi jagung menunjukkan

perkembangan yang berfluktuatif dengan tren positif dimana rata-rata

pertumbuhannya adalah 5,21% per tahun. Produksi jagung tertinggi pada rentang

waktu tersebut ada di tahun 2017 yaitu 28,9 juta ton meningkat 22,67%

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan terbesar terjadi di tahun 2018

dimana produksi jagung menurun sebesar 25,1% menjadi 21,6 juta ton. Penurunan

jumlah produksi ini banyak disebabkan oleh menurunnya luas panen sedangkan

sebab lainnya adalah bergesernya pola tanam, dan peralihan penanaman

komoditas lain yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi (Pusdatin Pertanian,

2020:12). Tabel 1 menunjukkan perkembangan produksi jagung Indonesia,

permintaan jagung, dan volume impor jagung Indonesia selama tahun 1999-2019.

2
Tabel 1. Perkembangan Produksi, Permintaan Jagung, dan Volume Impor Jagung
Tahun 1999-2019

Produksi Pertum- Permintaan Pertum- Volume Pertum-


Tahun Jagung buhan Jagung buhan Impor Jagung buhan
(Ton) (%) (Ton) (%) (Ton) (%)
1999 9.204.000 - 4.820.013 - 618.060 -
2000 9.677.000 5,14 5.891.195 22,22 1.264.575 104,60
2001 9.347.000 -3,41 2.525.896 -57,12 1.035.797 -18,09
2002 9.585.000 2,55 3.414.939 35,20 1.154.063 11,42
2003 10.887.000 13,58 3.568.315 4,49 1.345.452 16,58
2004 11.225.000 3,10 3.641.603 2,05 1.088.928 -19,07
2005 12.524.000 11,57 3.773.058 3,61 185.597 -82,96
2006 11.609.000 -7,31 8.691.888 130,37 1.775.321 856,55
2007 13.288.000 14,46 4.253.727 -51,06 701.953 -60,46
2008 16.317.000 22,80 4.232.525 -0,50 264.665 -62,30
2009 17.630.000 8,05 4.914.905 16,12 338.798 28,01
2010 18.327.000 3,95 6.009.115 22,26 1.527.516 350,86
2011 17.643.000 -3,73 5.215.219 -13,21 3.207.657 109,99
2012 19.387.000 9,88 5.956.107 14,21 1.805.392 -43,72
2013 18.511.000 -4,52 12.250.358 105,68 3.194.419 76,94
2014 19.009.000 2,69 13.120.534 7,10 3.175.362 -0,60
2015 19.612.000 3,17 13.961.538 6,41 3.500.104 10,23
2016 23.578.000 20,22 16.797.692 20,31 1.331.575 -61,96
2017 28.924.000 22,67 19.417.107 15,59 714.504 -46,34
2018 21.655.000 -25,13 15.107.701 -22,19 1.150.225 60,98
2019 22.587.000 4,30 15.978.067 5,76 1.443.433 25,49
Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi (Pusdatin) Pertanian (2020) diolah

Indonesia merupakan negara pengonsumsi jagung terbesar ke tiga belas di

dunia (Index Mundi, 2021). Permintaan jagung Indonesia berasal dari permintaan

rumah tangga, industri peternakan dan pakan, industri non pakan, dan peternakan

mandiri. Selama tahun 1999-2019 rata rata permintaan jagung Indonesia sebanyak

21,55% dipasok dari impor dan sebesar 78,45% dipasok oleh produksi dalam

negeri. Tabel 1 di atas berdasarkan Pusdatin Pertanian (2020) menunjukkan

bahwa selama tahun 1999-2019 rata-rata permintaan jagung Indonesia adalah 8,26

juta ton dan mengalami peningkatan secara rata-rata yaitu 13,37% per tahun.

Permintaan jagung menyentuh angka tertinggi di tahun 2017 yaitu 19,4 juta ton
3
dan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan industri,

semakin berkembangnya sektor peternakan serta semakin bertambahnya populasi

penduduk yang membuat konsumsi jagung untuk keperluan rumah tangga

semakin meningkat (Sulaiman dkk, 2018:98).

Produksi jagung yang lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan

jagung tidak membuat Indonesia terbebas dari kegiatan impor. Impor jagung

dilakukan salah satunya untuk memenuhi permintaan jagung yang tinggi terutama

untuk industri pakan dan menstabilkan harga bahan pangan dan pakan di dalam

negeri. Perkembangan volume impor jagung Indonesia yang ditampilkan pada

Tabel 1 menunjukkan bahwa selama tahun 1999-2019 volume impor jagung

Indonesia berkembang secara fluktuatif dan cenderung meningkat dengan rata-

rata sebesar 62,81% per tahun. Tabel 1 juga menunjukkan volume impor jagung

terbesar terjadi pada rentang waktu 2011-2015 dimana volume impor jagung rata-

rata menyentuh tiga juta ton per tahun. Pada tahun 2016 volume impor jagung

sempat mengalami penurunan sebesar 61,96% menjadi 1,33 juta ton dan terus

turun sebesar 46,34% menjadi 714.504 ton di tahun 2017 karena adanya

pembatasan impor jagung yang dilakukan oleh pemerintah yang bertujuan supaya

hasil panen petani dalam negeri dapat diserap oleh sektor industri, meningkatkan

budidaya jagung, dan menjaga stabilitas harga jagung. Impor jagung kembali

meningkat di tahun 2018 sebesar 60,98% dan di 2019 sebesar 25,49% dari tahun

sebelumnya.

Besarnya tingkat impor jagung juga tidak lepas dari tingginya harga

jagung sebagai imbas dari produksi jagung Indonesia yang banyak dilakukan saat

4
musim hujan, dengan sedikitnya alat pengering dan gudang penyimpanan

menjadikan kualitas jagung banyak mengalami kerusakan dan tercecer sehingga

tidak memenuhi standar permintaan konsumen (Purwanto, 2007:461). Harga

jagung produksi dalam negeri yang relatif lebih tinggi dibanding jagung impor

dapat mendorong meningkatnya permintaan jagung impor. Tabel 2 menunjukkan

perkembangan harga jagung impor dan harga jagung domestik tahun 1999-2019.

Tabel 2. Harga Jagung Impor dan Harga Jagung Domestik Selama Tahun 1999-
2019

Harga Jagung Harga Jagung


Pertumbuhan Pertumbuhan
Tahun Domestik Impor
(%) (%)
(Rp/Ton) (Rp/Ton)
1999 1.045.370 - 922.673 -
2000 1.028.650 -1,599 1.198.440 29,888
2001 1.138.520 10,681 1.243.939 3,797
2002 1.212.100 6,463 1.107.285 -10,986
2003 1.255.210 3,557 1.074.434 -2,967
2004 1.366.810 8,891 1.473.446 37,137
2005 1.543.240 12,908 1.620.767 9,998
2006 1.802.020 16,769 1.428.855 -11,841
2007 2.238.430 24,218 1.974.649 38,198
2008 2.501.470 11,751 3.471.748 75,816
2009 2.744.740 9,725 2.379.398 -31,464
2010 2.933.900 6,892 2.193.474 -7,814
2011 3.106.930 5,898 2.813.119 28,249
2012 4.093.420 31,751 2.618.362 -6,923
2013 3.485.540 -14,850 3.038.401 16,042
2014 3.670.420 5,304 3.033.167 -0,172
2015 3.778.070 2,933 2.678.544 -11,692
2016 4.196.060 11,064 2.311.670 -13,697
2017 4.273.700 1,850 2.139.142 -7,463
2018 4.531.000 6,021 1.979.030 -7,485
2019 4.962.550 9,524 2.082.085 5,207
Sumber: Pusat Data dan Sistem Informasi (Pusdatin) Pertanian (2020) dan BPS (2020) diolah

Tabel 2 menunjukkan selama tahun 1999-2019 harga jagung domestik dan

jagung impor menunjukkan perkembangan yang meningkat. Harga jagung impor

5
mengalami peningkatan rata-rata 6,5% per tahun sedangkan harga jagung

domestik lebih tinggi yaitu 8,4% per tahun. Harga jagung domestik tertinggi ada

di tahun 2019 yaitu sekitar Rp 4.962 per kilogramnya meningkat 9,52% dari tahun

2018. Harga jagung domestik yang meningkat terjadi karena terbatasnya

ketersediaan jagung untuk memenuhi kebutuhan jagung yang semakin tinggi.

Menurut Dahiri dan Rahayuningsih (2019:8) meningkatnya harga jagung juga

disebabkan oleh sebaran lokasi produksi dan waktu panen yang tidak serentak,

periode panen wilayah barat (Januari-Maret) dan wilayah timur (Maret dan April)

berbeda, serta rantai pasok jagung yang panjang. Harga jagung impor tertinggi ada

di tahun 2008 yaitu Rp 3.471 per kilogramnya meningkat 75,8% dari tahun 2007.

Harga jagung impor yang meningkat tajam terjadi karena adanya krisis ekonomi

dan ketersediaan jagung dunia yang terbatas. Selain itu harga jagung impor juga

dipengaruhi oleh kekuatan nilai tukar sehingga jika nilai tukar Rupiah menguat

dan harga jagung impor menjadi relatif lebih murah dibandingkan dengan harga

jagung di dalam negeri, membuat masyarakat dan pelaku usaha memilih untuk

menggunakan jagung impor dalam memenuhi kebutuhan mereka sehingga volume

impor jagung meningkat.

Kebutuhan Indonesia akan jagung impor akan tetap tinggi jika produksi

dalam negeri tidak mampu untuk memenuhi permintaan masyarakat terutama

industri pakan, industri non pakan dan industri peternakan sebagai konsumen

terbesar. Volume impor jagung yang terus meningkat pada jangka panjang akan

meningkatkan tingkat ketergantungan konsumen jagung terhadap jagung impor.

Pada sektor industri kebutuhan jagung yang tinggi jika tidak diimbangi dengan

6
penyediaan yang cukup, nantinya akan mempengaruhi tingkat perkembangan

industri itu sendiri (Aidah, 2020:85). Dalam jangka pendek meningkatnya volume

impor akan membuat harga jagung dalam negeri menjadi rendah sehingga

membuat produsen jagung menjadi merugi dan kehilangan ketertarikan untuk

menanam jagung. Ketergantungan terhadap jagung impor akan berdampak pada

kestabilan harga dan ketersediaan jagung yang bergantung pada fluktuasi produksi

jagung dunia, defisitnya neraca perdagangan serta devisa negara, menurunnya

pendapatan nasional, dan hasil panen jagung lokal yang kalah saing sehingga

nantinya akan berpengaruh pada keberlangsungan ketahanan pangan nasional

(Bantacut dkk, 2015: 137). Untuk mengurangi dampak akibat ketergantungan

impor jagung tersebut maka perlu diketahui apa saja yang menyebabkan impor

jagung tinggi dan berapa besar faktor-faktor tersebut mempengaruhi volume

impor jagung Indonesia. Penelitian ini akan menganalisis pengaruh dari beberapa

faktor, yaitu produksi jagung dalam negeri, permintaan jagung dalam negeri, nilai

tukar Rupiah, harga jagung impor, dan harga jagung domestik terhadap volume

impor jagung di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, diketahui masalah-masalah yang diduga

mengakibatkan volume impor jagung di Indonesia menjadi tinggi. Permasalahan

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

7
1. Apakah dalam jangka pendek dan jangka panjang produksi jagung,

permintaan jagung, nilai tukar Rupiah, harga jagung impor, dan harga

jagung domestik mempengaruhi volume impor jagung di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh dari masing-masing faktor tersebut terhadap volume

impor jagung di Indonesia dalam jangka pendek?

3. Bagaimana pengaruh dari masing-masing faktor tersebut terhadap volume

impor jagung di Indonesia dalam jangka panjang?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka penelitian ini dilakukan

bertujuan untuk :

1. Mengetahui apakah produksi jagung, permintaan jagung, nilai tukar

Rupiah, harga jagung impor, dan harga jagung domestik mempengaruhi

volume impor jagung di Indonesia dalam jangka pendek dan jangka

panjang.

2. Menganalisis pengaruh dari masing-masing faktor tersebut terhadap

volume impor jagung di Indonesia dalam jangka pendek.

3. Menganalisis pengaruh dari masing-masing faktor tersebut terhadap

volume impor jagung di Indonesia dalam jangka panjang.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak

terkait, diantaranya :

8
1. Bagi Penulis, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk

menyelesaikan pendidikan strata satu (S-1) serta sebagai salah satu cara

penerapan ilmu pengetahuan yang telah dicapai selama masa pendidikan.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan

rujukan bagi penelitian selanjutnya.

3. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para

pengambil kebijakan dalam melakukan perencanaan dan pengambilan

keputusan mengenai sektor pertanian.

4. Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu informasi yang dapat

dimanfaatkan oleh produsen maupun pelaku industri yang memanfaatkan

jagung sebagai bahan baku dalam mengambil keputusan usaha.

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini membahas pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi

volume impor jagung di Indonesia dalam jangka pendek maupun jangka panjang

pada tahun 1999-2019. Rentang waktu tersebut dipilih karena volume impor

banyak menunjukkan peningkatan lebih dari seratus persen dari tahun sebelumnya

dan tingkat ekspor Indonesia tidak lebih besar dari Impor (neraca perdagangan

jagung defisit). Faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah produksi jagung

Indonesia, permintaan jagung, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD),

harga jagung impor, dan harga jagung domestik. Faktor-faktor ini dianalisis

menggunakan analisis regresi berganda dengan pendekatan ECM (Error

Correction Model) untuk mengetahui pengaruh jangka pendek dan panjang.

9
Jangka panjang atau jangka pendek tidak tergantung pada lamanya periode waktu

secara harfiah, seperti satu bulan atau satu tahun dan sebagainya. Makna dari

jangka pendek dan jangka panjang akan berbeda-beda pada setiap kesempatan dan

tergantung pada konteks yang digunakan. Data yang digunakan pada penelitian ini

adalah jagung dengan kode HS 100590 (jagung brondong, pipilan kering, dan

lain-lain). Data sekunder yang digunakan merupakan data time series selama

tahun 1999-2019.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Industri Berbahan Baku Jagung

2.1.1. Tanaman Jagung

Jagung (Zea mays l) merupakan salah satu penghasil karbohidrat

terpenting di dunia. Tanaman pangan ini merupakan bahan pangan pokok bagi

penduduk di Amerika Tengah dan Selatan, Afrika dan beberapa daerah di

Indonesia (Aidah, 2020:19). Tanaman jagung tersebar ke Asia dan Afrika melalui

kegiatan bisnis yang dilakukan oleh orang-orang Eropa ke Amerika. Jagung

masuk ke Indonesia sekitar abad 16 lewat bangsa Portugal yang melakukan

kegiatan perdagangan (Rifan, 2018:5).

Jagung merupakan salah satu tanaman pangan paling penting dan

produktif di dunia. Lahan tanam jagung ada lebih dari 100 juta hektar dan telah

menyebar di tujuh puluh negara termasuk diantaranya 53 negara berkembang.

Luasnya penyebaran tanaman jagung merupakan hasil dari kemampuan

beradaptasi jagung yang tahan terhadap berbagai jenis lingkungan (Iriany dkk,

2016:1). Pertumbuhan dan perkembangan tanaman jagung dikelompokkan

menjadi tiga tahap yaitu fase perkecambahan yang ditandai oleh berkembangnya

biji hingga munculnya daun pertama, fase pertumbuhan vegetatif yang dapat

diketahui dengan banyaknya jumlah daun yang terbentuk, selain itu munculnya

daun pertama yang terbuka secara sempurna hingga keluarnya bunga jantan

(tasseling) namun sebelum keluarnya bunga betina (silking) juga merupakan ciri

dari fase pertumbuhan vegetatif, terakhir adalah fase reproduktif yang ditandai
dengan munculnya bunga betina (silking) sampai masak secara fisiologis

(Aidah, 2020: 30-31). Tempat tumbuh jagung yang baik adalah wilayah tropis

dengan letak hingga 50° LU dan 50° LS dari dataran rendah sampai dataran tinggi

dengan ketinggian 3.000 m di atas permukaan laut (dpl), dengan curah hujan

tinggi, sedang, hingga rendah sekitar 500 mm per tahun (Doswell et al 1996

dalam Iriany dkk, 2016:1). Jagung berdasarkan morfologinya diklasifikasikan

menjadi (Rifan, 2018:6)

Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Monocotyledoneae
Ordo : Graminae
Familia : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays L.

Perkembangan pemuliaan jenis tanaman jagung dapat dibedakan dari

komposisi genetiknya. Jagung hibrida memiliki komposisi genetik yang

hetrozigot dan homogenus. Jagung komposit (bersari bebas) memiliki komposisi

genetik heterozigot dan heterogenus. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat lebih

dari 50.000 varietas jagung yang sudah dikembangkan (Iriany dkk, 2016: 13).

Dilihat dari produktivitasnya, jagung hibrida memiliki kapasitas produksi (volume

produksi dalam satu periode tanam) 8-12 ton/ha. Jagung komposit atau lokal

memiliki kapasitas produksi 3-5 ton/ha. Jagung transgenik memiliki kapasitas

produksi 8-10 ton/ha (Maryo, 2019). Produktivitas tanaman jagung pada usaha

budidaya tanaman jagung dipengaruhi oleh jenis lahan pertanian, cara penanaman,

varietas benih yang digunakan, penggunaan pupuk, sumber bantuan benih, sumber

bantuan pupuk, ketersediaan benih unggul, cara pengendalian OPT, keanggotaan


12
kelompok tani, bantuan alat dan mesin pertanian, dampak perubahan iklim dan

kecukupan air. Produktivitas jagung akan optimal jika ditanam secara monokultur

sehingga memiliki produktivitas yang lebih tinggi, Jagung yang ditanam pada

lahan sawah irigasi akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan

dengan jenis lahan lain. Varietas jagung hibrida memiliki rata-rata produktivitas

lebih tinggi jika dibandingkan dengan jagung komposit atau jagung lokal. Rumah

tangga jagung dan kedelai yang menerima bantuan pupuk akan memiliki

produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumah tangga yang tidak

menerima bantuan pupuk. Adanya kelompok tani juga dapat meningkatkan

produktivitas dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga

produksi dapat optimal (BPS, 2021).

2.1.2. Industri Jagung

Jagung sebagai salah satu bahan pangan penting di Indonesia

dimanfaatkan sebagai komponen utama dalam pakan ternak, sumber minyak

pangan dan tepung, pupuk hijau atau kompos, bahan baku dalam industri farmasi,

dextrin, perekat, industri tekstil, kosmetik, juga industri kimia (Rifan, 2018:8).

Pada umumnya usaha tani jagung di Indonesia masih berskala kecil yang sebagian

besar pengelolaan lahannya 0,5 – 3 hektar per keluarga tani. Orientasi produksi

jagung di Indonesia dibagi menjadi orientasi pemenuhan kebutuhan pangan

keluarga dan pemenuhan permintaan pasar terutama industri pakan (Pusat

Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri, 2016: 20).

Berdasarkan statistik industri manufaktur tahun 2018, Industri yang

bergerak secara langsung dalam mengolah jagung di Indonesia masuk dalam

13
kelompok industri penggilingan beras dan jagung serta industri tepung beras dan

jagung dimana jumlahnya pada tahun 2018 sebanyak 402 industri yang

kepemilikan modalnya didominasi oleh milik swasta nasional. Selain industri

tersebut jagung digunakan sebagai bahan baku pelengkap pada bidang industri

lain (BPS, 2020:20). Gambar 1 menunjukkan pohon industri Jagung.

Gambar 1. Pohon Industri Jagung


Sumber: Kemendag (2016:7)

Jagung selain digunakan sebagai kebutuhan manusia juga dimanfaatkan

hijauan dan tongkolnya sebagai pakan ternak, bulirnya dimanfaatkan untuk

minyak dan tepung, tepung bulir dan tepung tongkol sebagai bahan baku industri

dan pemanfaatan tongkol jagung sebagai bahan baku pembuatan furtural (Pusdatin

Pertanian, 2019:22). Jagung mulai bergeser penggunaannya dari yang awalnya

pemenuh kebutuhan pangan menjadi pemenuh kebutuhan industri. Pergeseran ini

terjadi karena pada kelompok masyarakat tertentu mengonsumsi beras lebih

14
bergengsi tinggi dibandingkan dengan mengonsumsi jagung. Mengonsumsi

jagung dianggap merupakan kebiasaan yang hanya dilakukan masyarakat kurang

mampu serta dianggap tidak sebergizi beras. Selain itu, banyaknya kebijakan

bantuan pemerintah yang berupa bantuan bahan pangan beras dan harga beras

yang lebih terjangkau bagi kalangan tertentu membuat konsumsi jagung menurun.

Bantuan ini juga diratakan dengan hanya ada bantuan pangan berbentuk beras

yang sering kali tidak sesuai dengan kebiasaan jenis pangan yang biasanya

dikonsumsi masyarakat (Sulaiman dkk, 2018:15).

Penurunan konsumsi masyarakat dapat dilihat dari rata-rata permintaan

jagung Indonesia. Selama tahun 2010-2016 permintaan jagung Indonesia rata-rata

banyak berasal dari sektor industri. Bagi sektor industri, jagung sebanyak 47,2%

digunakan untuk bahan baku industri pakan dan 25,5% digunakan sebagai bahan

baku industri non pakan. Selain penggunaan untuk sektor industri, jagung juga

digunakan untuk pakan ternak mandiri/langsung sebesar 23,9%, konsumsi

langsung sebesar 2,8% dan bibit sebesar 0,6% (Sulaiman dkk, 2018:15).

Salah satu kegunaan jagung pada bidang industri adalah sebagai bahan

pakan ternak. Bagi industri peternakan terutama ternak unggas, jagung merupakan

salah satu bahan utama dimana sebanyak 60% komponen dalam ransum pakan

merupakan jagung (Kasryno dkk, 2007:474). Selama tahun 2010-2016

penggunaan jagung untuk sektor tersebut rata-rata berasal dari impor 33,4% dan

dari jagung dalam negeri sebesar 66,5% (Sulaiman dkk, 2018:17).

Proses pemasaran produk jagung melibatkan banyak pihak dari petani

sebagai produsen hingga pelaku industri yang mengolah jagung menjadi produk

15
turunan lain. Proses pemasaran ini diawali dengan hasil panen petani yang

didistribusikan ke pedagang pengepul tingkat kabupaten/kota lalu disalurkan ke

pedagang besar atau pelaku industri makanan, pakan ternak, kerajinan, kimia

farmasi, serta untuk kebutuhan energi seperti bioetanol dan konsumen rumah

tangga sebagai konsumen akhir (Aidah, 2020:73).

Gambar 2. Skema Tata Niaga Jagung Dalam Negeri


Sumber: Sudaryanto dkk (1979)

Gambar 2 menunjukkan tata niaga jagung dalam negeri. Rantai tata niaga

jagung di setiap daerah berbeda-beda. Secara umum tata niaga jagung dimulai

pada tingkat produsen dan berakhir di tingkat konsumen yaitu peternak/industri

atau usaha. Pada tata niaga jagung terdapat tiga komponen pendukung utama yaitu

produsen, pedagang, dan konsumen (Pusdatin Pertanian, 2014:3). Petani biasanya

akan menjual jagung ke pedagang pengumpul, penyalur kota, pengecer pasar, atau

melalui perantara yaitu makelar. Pengumpul atau makelar akan menjual ke

pedagang besar/eksportir, PUSKUD, dan pedagang provinsi. Dari pedagang besar,

16
PUSKUD, dan pedagang provinsi akan disalurkan dan dijual untuk konsumen

rumah tangga, industri, dan peternak. Dalam tata niaga jagung terdapat banyak

kendala pada tahap pemasaran produksi. Permasalahan ini mencakup petani yang

belum mampu untuk menjual langsung kepada pedagang besar (eksportir),

PUSKUD, dan pedagang provinsi (Sarasutha dkk, 2016: 500-501).

BULOG dalam tata niaga jagung bertugas untuk mengatasi permasalahan

dalam pemasaran jagung, penyaluran jagung ke konsumen dan juga menyerap

hasil produksi petani jagung dalam negeri. BULOG juga berperan sebagai

penampung jagung dari pedagang atau KUD. Jagung yang sudah ditampung akan

dipasok ke perusahaan pakan, perusahaan pengolahan, dan eksportir (Sudaryanto

dkk, 1979).

2.1.3. Komoditas Jagung dalam Perdagangan Internasional

Menurut Rifan (2018:53-54) pada proses produksi tanaman jagung

diterapkan ruang lingkup standar-standar produksi yang meliputi: standar

klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan,

pengemasan, dan rekomendasi. Dalam ketetapan Standar Nasional Indonesia (SNI)

jagung yang baik untuk konsumsi pangan maupun pakan memiliki syarat sebagai

berikut:

Syarat umum:

a. Bebas hama dan penyakit

b. Tidak berbau busuk, asam, atau bau asing

c. Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida

d. Bersuhu normal

17
Syarat khusus:

a. Kadar air maksimum: mutu I < 14%, mutu II 14%, mutu III 15% dan mutu

IV 15-17%

b. Butir rusak: mutu I < 2%, mutu II 3%, mutu III 7% dan mutu IV 10%

c. Warna lain: mutu I < 2%, mutu II 3%, mutu III 7% dan mutu IV 10%

d. Butir Pecah: mutu I < 1%, mutu II 1%, mutu III 2% dan mutu IV> 2%

e. Kadar aflatoxin tidak melebihi 50 pbb

Komoditas jagung dalam perdagangan internasional dibedakan menjadi 2

nomor yaitu HS (Harmonized System) dan SITC (Standard International Trade

Classification).

Tabel 3. Kode HS Jagung


Keterangan Kode HS
Jagung segar
a. Jagung bibit 1005.10.00.00
b. Jagung pipilan kering (lain-lain) 1005.90.90.00
c. Jagung brondong 1005.90.10.00
Jagung olahan
a. Maizena 1102.20.00.00
b. Menir/ tepung dari jagung 1103.13.00.00
c. Jagung digiling atau dipipihkan dari jagung 1104.19.10.00
d. Jagung dikuliti, dikilapkan atau digosok dari jagung 1104.23.00.00
e. Pati jagung 1108.12.00.00
f. Minyak mentah dari jagung 1515.21.00.00
g. Fraksi padat dari minyak jagung 1515.29.11.00
h. Sekam, dedak dari jagung 2302.10.00.00
Sumber: Pusdatin Pertanian (2021:43)

Berdasarkan pada kegunaannya yaitu jagung untuk benih dan non benih,

selain dibedakan berdasarkan klasifikasi atau nomor produk dan kegunaan,

jagung juga dibedakan berdasarkan warna. Jagung kering dibedakan menjadi

18
jagung putih (biji jagung berwarna putih), jagung kuning (sekurang-kurangnya

90% biji berwarna kuning) dan jagung campuran dimana jenis ini tidak memenuhi

kedua persyaratan warna sebelumnya.

Jenis jagung yang diperdagangkan di pasar internasional khususnya jenis

jagung yang dijadikan sebagai komoditas ekspor dan impor dibagi menjadi dua

kelompok yang didasarkan pada ketentuan internasional kode HS. Pertama,

jagung segar yang terdiri dari jagung pipilan kering, jagung berondong, jagung

bibit, dan lain-lain. Kedua, jagung olahan yang terdiri dari tepung jagung, minyak

mentah, fraksi padat dari minyak jagung, jagung digiling/dipipihkan, jagung

dikuliti, pati jagung, dan sekam/dedak jagung (Pusdatin pertanian, 2019:47).

2.2. Perdagangan Internasional

Menurut Deliarnov (2010) dalam Sari (2019:2) perdagangan internasional

adalah kegiatan perdagangan barang dan jasa yang dilakukan oleh penduduk suatu

negara dengan negara lain. Perdagangan internasional terjadi karena adanya

penawaran dan permintaan barang atau jasa antar negara. Perdagangan

internasional terjadi karena pada hakikatnya negara manapun di dunia tidak dapat

memenuhi seluruh kebutuhan barang dan jasa masyarakatnya secara mandiri.

Perdagangan internasional terbagi menjadi dua bagian yaitu impor dan ekspor.

Dua bagian ini dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua pihak yang melakukan

perdagangan yaitu penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain (Purba

dkk, 2021:13).

19
Adanya pertukaran barang dan jasa yang dilakukan antar negara akan

menghasilkan suatu lalu lintas perekonomian. Hubungan perdagangan yang

dilakukan antar suatu negara dengan negara lain akan menjadikan negara tersebut

memiliki sifat perekonomian terbuka sedangkan sifat perekonomian tertutup

dimiliki oleh negara yang tidak menjalin hubungan perdagangan dengan negara

apapun (Suparmoko, 1999:285).

Gambar 3 di bawah menunjukkan proses terjadinya pertukaran barang

melalui kegiatan perdagangan internasional yang dilakukan antar negara. Sumbu

vertikal menunjukkan harga relatif komoditas X (Px/Py) yaitu jumlah komoditas

yang harus diserahkan suatu negara untuk memproduksi satu unit tambahan X.

Sumbu horizontal menunjukkan jumlah komoditas X. Jika tidak ada perdagangan

maka negara 1 memproduksi dan mengkonsumsi pada titik A dengan harga relatif

komoditas X pada P1 dan negara 2 memproduksi dan mengkonsumsi komoditas

X di titik A’ pada P3. Dibukanya perdagangan internasional harga relatif

komoditas X akan berada diantara P1 dan P3, dengan harga relatif yang lebih

rendah negara 1 akan memproduksi komoditas X lebih banyak dari yang

dikonsumsi dalam negeri dan akan mengekspor kelebihan atau selisih dari

komoditas X yang tersedia. Dengan harga relatif yang lebih tinggi negara 2 akan

memilih mengimpor komoditas X untuk memenuhi kebutuhannya dibandingkan

memenuhinya dari produksi dalam negeri. Pada perdagangan internasional di

antara negara 1 dan negara 2 akan menghasilkan hanya pada titik P2 kuantitas

impor komoditas X yang diminta negara 2 dapat dipenuhi oleh ekspor komoditas

X oleh negara 1. Ekuilibrium pada Px/Py (jumlah komoditas Y harus diserahkan

20
suatu negara untuk memproduksi satu unit tambahan X) ada pada P2 dimana pada

Px/Py> P2 terjadi kelebihan ekspor kuantitas komoditas X yang akan mendorong

Px/Py di negara 1 ke P2 dan kelebihan permintaan impor pada Px/Py> P2’ milik

negara 2 akan mendorong Px/Py sampai pada P2 (Salvatore, 2017: 88).

Gambar 3. Harga Komoditas Equilibrium-Relatif dalam Perdagangan


Internasional
Sumber: Salvatore (2017: 88)

Perdagangan internasional yang terjadi antar negara selain bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan barang atau jasa dalam negeri, kegiatan ini juga memiliki

beberapa tujuan yaitu memperluas pasar konsumsi dan meningkatkan produksi

komoditas dalam negeri, meningkatkan devisa negara, mendorong pertumbuhan

ekonomi, meningkatkan efektivitas penyerapan tenaga kerja, modernisasi

teknologi produksi komoditas dalam negeri dan meningkatkan keterampilan

sumber daya manusia sehingga dapat bersaing di pasar internasional (Purba dkk,

2021:14).

Menurut Purba dkk (2021:15) teori perdagangan internasional digunakan

sebagai landasan bagi suatu negara untuk melakukan kegiatan dagang dengan

negara lain. Teori perdagangan internasional berisi tentang dasar-dasar


21
perdagangan internasional dan perhitungan yang dilakukan untuk menghitung

seberapa besar manfaat serta pengaruh yang didapatkan dari kegiatan perdagangan

internasional dan batasan-batasannya sebagai salah satu langkah untuk melindungi

ekonomi negara. Teori perdagangan internasional ada tiga yaitu:

1. Teori Praklasik Merkantilisme

Teori Merkanitilisme menjalankan kebijakan perdagangan dimana ekspor

akan terus didorong sebesar-besarnya kecuali logam mulia (alat pembayaran pada

masa itu) dan melarang/membatasi impor dengan ketat kecuali logam mulia. Teori

Merkantilisme memiliki pokok bahwa negara/raja akan kaya dan makmur jika

jumlah ekspor lebih banyak dibandingkan jumlah impor sehingga cadangan logam

mulia yang dimiliki semakin banyak. Logam mulia yang semakin banyak

mendorong naiknya jumlah uang yang beredar (Money Supply) yang tidak

diimbangi oleh produksi yang sesuai akan mengakibatkan terjadinya inflasi yang

mengakibatkan harga barang ekspor akan naik sehingga kuantitas ekspor akan

menurun. Tingginya money supply yang diikuti oleh inflasi akan menyebabkan

harga barang impor meningkat. Perkembangan ini akan menyebabkan jumlah

ekspor menjadi lebih sedikit dibanding jumlah impor sehingga persediaan logam

mulia akan berkurang dan mengakibatkan negara/ raja menjadi miskin. Kebijakan

Merkantilisme masih digunakan beberapa negara dengan kebijakan proteksi

sebagai usaha melindungi ekonomi dalam negeri melalui kebijakan tarif dan

kebijakan non tarif. Kebijakan merkantilisme modern ini disebut juga “Neo

Merkantilisme” (Sattar, 2017: 33-34).

2. Teori Klasik yang dibagi menjadi dua bagian besar yaitu :

22
Berdasarkan teori klasik Adam Smith, perdagangan internasional

membawa manfaat dan meningkatkan kemakmuran suatu negara jika negara

tersebut melakukan perdagangan bebas (free trade) dan melakukan spesialisasi

terhadap keunggulan yang dimiliki.

a. Teori Keunggulan Absolut oleh Adam Smith

Teori keuntungan absolut menjelaskan bahwa suatu negara akan

melakukan ekspor terhadap suatu barang yang dianggap memiliki

keunggulan mutlak dimana kemampuan suatu negara untuk memproduksi

barang atau jasa per unit dengan sumber daya yang lebih sedikit dibanding

negara lain. Teori ini didasarkan pada asumsi hanya tenaga kerja

merupakan faktor produksi, kedua negara memproduksi kualitas barang

yang sama, pertukaran barang dilakukan secara barter tanpa uang, dan tidak

ada biaya transportasi (diabaikan).

b. Teori Keunggulan Komparatif.

Teori ini menyatakan bahwa banyaknya tenaga kerja akan menentukan

nilai suatu barang yang diproduksi. Suatu negara akan mengekspor barang

yang memiliki keunggulan komparatif lebih besar dan akan mengimpor

barang yang memiliki keunggulan komparatif lebih rendah, misalnya biaya

produksi (Sattar, 2017: 43). Perdagangan internasional juga akan terjadi

jika masing-masing negara memiliki comparative cost yang kecil.

3. Teori Hecksher-Ohlin (The Proportional Factors Theory)

Teori ini menyatakan bahwa jumlah faktor produksi yang dimiliki suatu

negara akan menentukan harga atau biaya produk, keunggulan komparatif yang

23
dimiliki hasil produksi barang suatu negara akan ditentukan oleh struktur dan

faktor-faktor yang dimiliki negara, dengan faktor produksi yang melimpah dan

berbiaya rendah akan mendorong negara untuk melakukan spesialisasi produksi

dan mengekspor nya, sebaliknya negara dengan faktor produksi rendah dan mahal

akan cenderung melakukan impor dibandingkan dengan memproduksi sendiri

(Sattar, 2017: 63).

2.3. Faktor Pendorong dan Penghambat Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional terjadi atas dasar kepercayaan dan sifat saling

menguntungkan yang didapat oleh para pelaku perdagangan. Perdagangan

internasional dapat didorong pertumbuhannya jika adanya kebutuhan barang atau

jasa yang belum bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri, perbedaan kemampuan

ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya, perluasan usaha

yang disebabkan oleh kelebihan produksi, perbedaan ketersediaan sumber daya

alam, sumber daya manusia yang menyebabkan perbedaan kuantitas hasil

produksi, selera masyarakat dunia akan produk tertentu yang sama, kerja sama

ekonomi, globalisasi ekonomi dunia, serta kemajuan teknologi komunikasi,

informasi dan transportasi (Sari, 2019:12).

Perdagangan internasional dapat terhambat oleh beberapa faktor yang

mengakibatkan kegiatan perdagangan yang terjadi tidak berjalan secara optimal.

Faktor-faktor tersebut yaitu: nilai tukar yang berbeda mengakibatkan pembayaran

dalam perdagangan internasional menjadi sulit, kebijakan ekonomi internasional

salah satunya pembatasan impor yang dapat menghambat masuknya produk impor

24
ke pasar dalam negeri, konflik yang terjadi di suatu negara dapat mempengaruhi

dan mengganggu kegiatan perdagangan internasional, arus keluar masuk kegiatan

ekspor impor yang membutuhkan waktu lama karena proses pabean negara,

kualitas sumber daya manusia yang rendah, perbedaan organisasi ekonomi

regional yang dapat menghambat kemudahan kegiatan perdagangan antar negara

non organisasi, dan kebijakan pembatasan produk impor demi menjaga

keberlangsungan perdagangan produk dalam negeri (Sari, 2019: 8).

2.4. Impor

Impor adalah kegiatan perdagangan yang dilakukan suatu negara atau

perusahaan dengan cara memasukkan barang atau jasa dari luar negeri untuk

diperdagangkan di dalam negeri dengan ketentuan-ketentuan yang telah

diterapkan. Impor pada umumnya dilakukan sebagai upaya untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri dimana barang atau jasa yang dibutuhkan tidak bisa

diproduksi sendiri atau barang itu memiliki harga yang lebih murah dibandingkan

dengan harga pasar dalam negeri. Barang yang diimpor oleh pelaku impor

(importir) dapat berupa barang konsumsi, barang-barang modal, bahan baku dan

bahan penolong (Astuti, 2019:22).

Negara yang memiliki sifat perekonomian terbuka kegiatan perdagangan

luar negeri akan mempengaruhi pengeluaran/konsumsi yang dilakukan oleh sektor

industri, sektor pemerintah, dan sektor rumah tangga. Sektor perusahaan akan

mengimpor bahan-bahan mentah dan barang-barang modal dari luar negeri

dimana bahan atau barang ini belum mampu dipenuhi ataupun diproduksi dalam

25
negeri. Pada sektor pemerintah impor barang-barang dilakukan untuk keperluan

pertahanan dan pembangunan negara. Pada sektor rumah tangga perilaku impor

ditujukan untuk konsumsi barang-barang konsumsi yang kualitas atau

kuantitasnya tidak atau belum dicukupi oleh produksi dalam negeri (Sukirno,

1981:128).

Impor dipengaruhi oleh permintaan barang/jasa luar negeri dari dalam

negeri dimana jumlahnya tergantung pada pendapatan nasional negara, tinggi

rendahnya kurs valuta asing, dan harga barang-barang sejenis di dalam negeri

(Suparmoko, 1999:59). Mankiw dkk (2012:185) menjelaskan besarnya impor

suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yaitu :

1. Selera konsumen terhadap barang-barang produksi dalam dan luar negeri

2. Harga barang-barang di dalam dan luar negeri

3. Nilai tukar mata uang domestik terhadap negara lain

4. Pendapatan konsumen dalam negeri

5. Biaya transportasi barang dari satu negara ke negara lain, dan

6. Kebijakan kegiatan perdagangan internasional oleh pemerintah

Selain faktor-faktor tersebut di atas, menurut Rita (2009) dalam Audayuda

(2017:105) produksi dan harga barang atau jasa dalam negeri mempengaruhi

tingginya kebutuhan impor. Adanya penurunan pada produksi dalam negeri dan

meningkatnya harga suatu barang atau jasa dalam negeri akan mendorong

tumbuhnya impor. Berdasarkan Sukirno (2004) dalam Pebriani (2017:26)

banyaknya kegiatan impor yang dilakukan oleh suatu negara ditentukan oleh

besarnya faktor-faktor penentu tersebut yang dimiliki barang atau jasa dalam

26
negeri dapat bersaing dengan barang atau jasa yang ditawarkan oleh negara lain.

Jika produk yang ditawarkan oleh negara lain memiliki keunggulan yang lebih

baik dibanding produk dalam negeri maka negara akan cenderung melakukan

lebih banyak kegiatan impor.

Pada penelitian ini tidak semua faktor-faktor yang disebutkan di atas

digunakan karena adanya keterbatasan peneliti dalam memperoleh data. Faktor-

faktor yang digunakan pada penelitian ini adalah produksi jagung Indonesia,

permintaan jagung, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD), harga

jagung impor, dan harga jagung domestik.

2.4.1. Produksi

Produksi merupakan kegiatan menciptakan nilai guna pada barang atau

jasa berupa waktu, bentuk atau tempat untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Produksi merupakan proses yang berupa kegiatan penciptaan, penghasilan dan

pembuatan yang mengubah sumber daya berupa input menjadi suatu produk yang

berupa output (Setiadi, 2008:115). Menurut Soekartawi (2003: 3-4) kegiatan

produksi dapat digambarkan dalam sebuah fungsi produksi. Fungsi produksi

merupakan hubungan fungsional sebab akibat antara tingkat penggunaan input

dan tingkat output. Fungsi produksi menjelaskan jumlah output yang dihasilkan

dari proses produksi melalui penggunaan input variabel dalam jumlah yang

berbeda-beda. Fungsi produksi dapat digambarkan sebagai berikut:

Q= f(X1, X2, X3,…, Xn)

dimana:
Q : Output
X : Input
27
Fungsi produksi adalah suatu konsep yang menjelaskan tingkat output

yang maksimum pada kombinasi input dan teknologi tertentu. Setiap output yang

dihasilkan dalam suatu proses produksi dipengaruhi dan bergantung pada input-

input yang dipakai dalam proses produksi. Berdasarkan karakteristik atau jenisnya,

input yang digunakan dalam sistem produksi secara umum terdiri dari tenaga kerja,

modal atau kapital, bahan baku, sumber energi, tanah, informasi, aspek manajerial

atau kewirausahaan, serta teknologi (Haryanto dkk, 2009:37-38). Berdasarkan

Silasa (2016:6) Pada teori kuantitas Keynes, perputaran uang tidak konstan dan

berubah-ubah. Banyaknya masyarakat yang memegang uang membuat

masyarakat akan cenderung melakukan transaksi untuk memenuhi kebutuhannya

dan membutuhkan penawaran output yang lebih besar. Dalam jangka pendek

keterbatasan output yang diproduksi dapat meningkatkan harga. Negara akan

cenderung melakukan kegiatan impor jika biaya produksi yang dikeluarkan dalam

menghasilkan suatu barang lebih tinggi dibandingkan dengan membeli barang dari

negara lain. Berdasarkan Aidah (2020: 90) negara yang memiliki faktor-faktor

produksi yang melimpah dengan harga murah akan cenderung melakukan

spesialisasi produk sehingga mendorong pertumbuhan ekspor. Negara dengan

faktor produksi rendah dan biaya yang mahal akan cenderung melakukan impor

untuk memenuhi kebutuhannya dibandingkan dengan melakukan kegiatan

produksi sendiri (Sattar, 2017:63).

2.4.2. Permintaan

Permintaan merupakan kuantitas dan kualitas barang atau jasa yang telah

disediakan produsen yang mampu dibeli oleh konsumen pada tingkat harga,
28
waktu dan tempat tertentu. Permintaan akan barang dan jasa dibedakan menjadi

permintaan efektif yaitu permintaan yang disertai dengan kemampuan dan

ketersediaan konsumen untuk memperolehnya. Permintaan potensial yaitu

permintaan yang dilandasi oleh keinginan konsumen untuk membeli barang atau

jasa namun pembelian itu belum dilakukan. Permintaan absolut yaitu permintaan

yang tidak disertai oleh kemampuan konsumen untuk memperoleh barang atau

jasa (Ansar, 2017:51). Pada komoditas jagung di Indonesia, permintaan yang

terjadi adalah permintaan efektif. Permintaan jagung didasari pada daya beli yang

dimiliki oleh konsumen serta tersedianya jagung di pasar.

Hukum permintaan menunjukkan hubungan sebab akibat antara harga

satuan barang atau jasa dengan jumlah barang atau jasa yang akan dibeli (Syafii

dkk, 2020:27). Hukum permintaan menjelaskan bahwa semakin tinggi harga

barang atau jasa maka jumlah permintaan akan barang atau jasa tersebut akan

menurun, dan sebaliknya. Hukum permintaan bersifat ceteris paribus. Seorang

individu dalam memenuhi kebutuhannya yang tidak terbatas akan terbatas pada

kemampuannya untuk memperoleh barang atau jasa, baik itu terbatas pada

pendapatan, waktu, ketersediaan ataupun tempat (Ansar, 2017:52). Hubungan

antara permintaan barang atau jasa pada suatu harga di satuan waktu tertentu

dapat digambarkan dengan kurva permintaan. Berikut adalah kurva permintaan.

Kurva permintaan menggambarkan hubungan antara jumlah barang atau

jasa dan harga. Garis vertikal pada kurva penawaran menunjukkan tingkat harga

(P) dan garis horizontal menunjukkan jumlah permintaan. Jumlah barang yang

diminta akan ditentukan oleh fungsi permintaan (f(P)) (Ansar, 2017:59).

29
Gambar 4. Kurva Permintaan
Sumber: Ansar (2017:59)

Menurut Supriyatno (2008:61-62) besarnya permintaan akan suatu barang

atau jasa akan dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, pendapatan masyarakat,

intensitas kebutuhan, distribusi pendapatan, pertambahan penduduk, selera, harga

barang pengganti (barang substitusi), dan harga barang pelengkap (barang

komplementer). Sedangkan menurut Khusaini (2013:30) faktor-faktor yang

mempengaruhi permintaan adalah selera, pendapatan, harga barang subtitusi,

harga barang komplementer, promosi, dan populasi.

Berdasarkan Silasa (2016:8) dalam jangka pendek, Peningkatan

permintaan secara agregat akan berpengaruh pada nilai harga dari output yang

merupakan produk dari tingkat harga dan jumlah output yang diminta, dan tidak

akan menaikkan tingkat harga karena perusahaan akan lebih memilih untuk

menyesuaikan barang produksinya dibandingkan dengan mengubah harga dari

hasil produksinya (pandangan keynesian). Dalam jangka panjang, naiknya

permintaan dapat meningkatkan output produksi dan tingkat harga akan dilakukan

penyesuaian karena dalam jangka panjang perusahaan akan cenderung untuk

melakukan pengembangan ekspansi usaha ke depan.

30
2.4.3. Nilai Tukar

Nilai tukar atau kurs adalah nilai yang disepakati oleh penduduk antar

negara yang digunakan dalam kegiatan perdagangan. Nilai tukar yang dipakai

dalam kegiatan perdagangan dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar nominal

(nominal exchange rate) merupakan nilai yang digunakan saat menukar mata

uang suatu negara dengan mata uang negara lain dan kurs riil (real exchange rate)

yaitu nilai tukar yang digunakan untuk menukarkan barang atau jasa antar negara.

Nilai tukar atau kurs merupakan harga satu unit mata uang asing dalam mata uang

domestik (Simorangkir dan Suseno, 2004:5).

Nilai tukar Rupiah diartikan sebagai nilai Rupiah dalam valuta asing yaitu

besaran nilai Rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu satuan mata uang

asing. Apabila nilai tukar melemah dapat diartikan bahwa Rupiah mengalami

depresiasi. Sedangkan jika nilai tukar melemah dapat diartikan bahwa Rupiah

mengalami apresiasi. Depresiasi yang terjadi pada nilai tukar mata uang domestik

terhadap mata uang asing menjadikan harga barang/jasa impor menjadi lebih

mahal. Sebaliknya jika terjadi apresiasi pada mata uang domestik akan

menjadikan harga barang impor menjadi lebih murah dan harga barang ekspor

menjadi lebih mahal sehingga dapat membuat permintaan akan barang impor

meningkat (Simorangkir dan Suseno, 2004:31).

Nilai tukar Rupiah secara fundamental dipengaruhi oleh permintaan dan

penawaran mata uang tersebut di pasar valuta asing. Permintaan nilai tukar

dipengaruhi oleh pembayaran barang dan jasa untuk impor, aliran modal keluar

(capital outflow), dan kegiatan spekulasi. Sedangkan penawaran nilai tukar

31
dipengaruhi oleh faktor penerimaan hasil ekspor, faktor aliran modal masuk

(capital inflow), intervensi atau penjualan cadangan devisa bank sentral

(Simorangkir dan Suseno, 2004:6). Berdasarkan data empiris krisis nilai tukar

akan berpengaruh negatif pada perekonomian suatu negara. Lemahnya nilai tukar

suatu negara dapat mengakibatkan perubahan harga bagi barang-barang impor

berupa bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi menjadi lebih mahal

sehingga berdampak pada naiknya harga barang produksi dalam negeri

(Simorangkir dan Suseno, 2004:2-4).

Perubahan pada nilai tukar akan berpengaruh pada harga (inflasi) melalui

direct passthrough. Pengaruh ini dibagi menjadi dua tahap, pertama first round

effect yaitu pengaruh nilai tukar terhadap harga impor dan kedua second round

effect yaitu pengaruh terhadap inflasi domestik atau harga keseluruhan

perekonomian menjadi meningkat (Sugeng dkk, 2010:317). Nilai tukar mata uang

sebuah negara akan menentukan seberapa besar kemampuan negara untuk

melakukan impor. Nilai tukar dipengaruhi oleh keseimbangan antara permintaan

dan penawaran yang terjadi di pasar. Nilai tukar yang tidak stabil akan

mempengaruhi sektor industri yang menggunakan bahan baku impor yang

berdampak pada tingginya harga barang produksi Indonesia (Aidah, 2020:86).

2.4.4. Harga

Berdasarkan Kotler dkk (2010:665) harga adalah sejumlah uang yang

ditukarkan oleh konsumen terhadap barang atau jasa untuk memperoleh nilai guna

atau manfaat dari menggunakan barang atau jasa tersebut. Harga adalah salah satu

faktor yang mempengaruhi permintaan barang atau jasa. Permintaan suatu barang

32
atau jasa ditentukan oleh harga produk, harga produk lainnya, dan pendapatan

konsumen hal ini didasarkan pada asumsi selera dan preferensi pada konsumen

tertentu. Pilihan konsumen akan dipengaruhi oleh harga barang, karena pada

konsumen tertentu pilihannya ini dihadapkan pada kendala dari daya beli atau

pendapatan yang dimiliki oleh konsumen itu sendiri (Haryanto dkk, 2009: 83).

Menurut Kotler dkk (2010:665) harga yang ditetapkan pada suatu barang/jasa

akan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi

tujuan perusahaan menciptakan produk, strategi bauran pemasaran, biaya, dan

pertimbangan perusahaan/organisasi. Faktor eksternal meliputi pasar dan

permintaan, biaya harga dan penawaran pesaing, serta keadaan perekonomian.

Dalam menentukan penetapan harga ada beberapa hal yang mempengaruhi

besaran harga yaitu faktor laba yang diinginkan, faktor produk atau penjualan

produk tersebut, faktor dari luar perusahaan (konsumen), dan faktor biaya dan

produk tersebut (Kamaruddin, 2013:174).

Tingkat harga suatu barang di pasar dunia juga akan mempengaruhi

besarnya ekspor atau impor yang dilakukan suatu negara. Semakin tinggi harga

barang atau jasa maka permintaan akan barang atau jasa tersebut akan berkurang

kuantitasnya, dan semakin rendah harga barang atau jasa maka permintaan akan

barang atau jasa akan meningkat, cateris paribus. Faktor yang menentukan

apakah barang atau jasa tersebut akan diimpor atau ekspor salah satunya adalah

harga. Penurunan harga akan mendorong meningkatnya jumlah permintaan impor,

dan meningkatnya harga akan menyebabkan penurunan terhadap jumlah

permintaan impor (Sukirno, 1981:141). Pada kegiatan perdagangan yang

33
menggunakan harga internasional sebagai nilai barang yang berlaku dalam pasar

dunia, jika harga internasional tinggi maka produsen dalam negeri akan mencoba

memanfaatkan kondisi tersebut untuk memasarkan barangnya ke pasar dunia

(ekspor) untuk memperoleh keuntungan. Jika harga internasional lebih rendah dari

harga domestik maka akan mendorong konsumen dalam negeri untuk

memanfaatkan kondisi tersebut untuk memenuhi kebutuhan mereka dengan cara

melakukan impor (Mankiw, 2009:146). Pada komoditas jagung, kekuatan

permintaan (impor) dan penawaran (ekspor) jagung dunia secara teori cukup kuat

dipengaruhi oleh harga jagung dunia. Harga jagung dunia nantinya akan

mempengaruhi besaran harga impor dari negara importir (Aidah, 2020:86).

2.5. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pengaruh suatu faktor terhadap impor sudah pernah

dilakukan oleh para peneliti dengan berbagai macam variabel dan fokus

komoditas yang berbeda. Pada penelitian ini digunakan beberapa penelitian

terdahulu sebagai referensi dan perbandingan. Persamaan dan perbedaan antara

penelitian ini dengan penelitian terdahulu disajikan pada Tabel 4.

Penelitian Mulyadewi (2018) menggunakan analisis regresi linear

berganda pada faktor-faktor yang mempengaruhi impor jagung di Indonesia

periode 1995-2015 dengan variabel-variabel yang dipakai adalah produksi jagung,

harga jagung domestik, dan nilai tukar. Penelitian didapatkan hasil berupa

variabel bebas yang berpengaruh positif dan signifikan hanya harga jagung

34
domestik, sedangkan variabel nilai tukar dan produksi jagung Indonesia

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap impor jagung Indonesia.

Tabel 4. Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

No Nama/Judul Persamaan Perbedaan


Mulyadewi (2018)/ Komoditas: Jagung Alat analisis: Analisis
Analisis Faktor-Faktor Variabel : Impor regresi linear
yang mempengaruhi jagung, produksi, berganda dengan
1 Impor Jagung di Indonesia harga jagung metode OLS
(Tahun 1995-2015) domestik, nilai tukar. Periode : 1995-2015
Variabel berbeda:
Harga jagung impor
Hastuti (2018)/ Pengaruh Komoditas: Jagung Alat analisis: Analisis
Produksi Jagung, Variabel : Impor regresi linear
Konsumsi Jagung, Jumlah jagung, produksi. berganda dengan
Penduduk dan Cadangan metode OLS
2
Devisa Terhadap Impor Periode: 1987-2016
Jagung Indonesia Variabel berbeda:
Jumlah penduduk,
dan cadangan devisa.
Audayuda (2017)/ Komoditas : Jagung Alat analisis: Analisis
Analisis Faktor-Faktor Variabel : Impor Regresi Linear
yang mempengaruhi jagung, produksi Berganda
Impor Jagung Di jagung, harga jagung Periode: 1990-2014
3
Indonesia domestik, kurs Variabel berbeda:
Rupiah. harga jagung impor
dan permintaan
jagung.
Hernadi (2016)/ Analisis Alat analisis: Error Periode: 1995-2014
Faktor-Faktor yang Correction Model Variabel berbeda:
mempengaruhi Impor (ECM) PDB perkapita.
4 Jagung Indonesia Periode Variabel: Impor
1995-2014 jagung, produksi,
harga jagung impor,
nilai tukar.

Hastuti (2018) meneliti tentang pengaruh produksi jagung, konsumsi

jagung, jumlah penduduk dan cadangan devisa terhadap impor jagung Indonesia.

Penelitian ini menggunakan data periode 1987-2016 dan dianalisis menggunakan

35
analisis regresi linear berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square).

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variabel tersebut terhadap pengaruhnya

secara simultan dan parsial pada impor jagung Indonesia. Penelitian menghasilkan

bahwa secara simultan variabel produksi jagung, konsumsi jagung, jumlah

penduduk dan cadangan devisa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impor

jagung Indonesia, sedangkan secara parsial variabel yang berpengaruh positif dan

signifikan adalah konsumsi jagung, jumlah penduduk, dan cadangan devisa.

Variabel yang berpengaruh negatif dan signifikan adalah produksi jagung

terhadap impor jagung Indonesia.

Penelitian Audayuda (2017) meneliti mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi impor jagung di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis

regresi linear berganda dengan menggunakan data time series tahun 1990-2014.

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Impor jagung

Indonesia, produksi jagung Indonesia, harga jagung domestik, dan kurs Rupiah.

Penelitian ini diperoleh bahwa variabel-variabel tersebut mempengaruhi impor

jagung di Indonesia sebesar 70,3%. hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

penelitian ini variabel yang berpengaruh secara signifikan dan positif adalah harga

jagung impor, sedangkan variabel yang berpengaruh signifikan dan negatif adalah

produksi jagung dan nilai tukar Rupiah

Hernadi (2016) meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang

mempengaruhi impor jagung Indonesia periode 1995-2014 dalam penelitian ini

faktor-faktor yang digunakan adalah produksi jagung, harga jagung impor, nilai

tukar Rupiah, dan PDB. Penelitian ini diketahui bahwa dalam jangka pendek dan

36
jangka panjang produksi jagung nasional berpengaruh negatif dan signifikan serta

PDB perkapita berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume impor jagung

Indonesia, sedangkan harga impor jagung dan nilai tukar Rupiah tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap volume impor jagung Indonesia periode

1995-2014.

2.6. Kerangka Pemikiran

Jagung sebagai tanaman pangan penting di Indonesia memiliki pengaruh

yang besar bagi ketersediaan bahan pangan dan pakan di Indonesia. Dalam

memenuhi permintaan jagung dalam negeri maka pemerintah melakukan impor

ketika produksi jagung secara kuantitas dan kualitas belum mampu secara

sepenuhnya untuk memenuhi permintaan jagung nasional. Volume impor jagung

yang berfluktuatif dan semakin meningkat selama tahun 1999-2019 jika terus

dibiarkan, selain akan berpengaruh pada ketersediaan pangan juga akan

berdampak pada defisit neraca perdagangan, defisit devisa negara, dan hasil

produksi jagung lokal yang akan kalah saing dengan produk impor dengan segala

kelebihan yang dimiliki.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang

mempengaruhi volume impor jagung Indonesia dengan kode HS 100590 (jagung

brondong, pipilan kering, dan lain-lain). Faktor-faktor yang digunakan pada

penelitian ini yaitu produksi jagung Indonesia, permintaan jagung, nilai tukar

Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD), harga jagung impor, dan harga jagung

domestik. Faktor-faktor ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana

faktor-faktor tersebut mempengaruhi volume impor jagung Indonesia baik dalam


37
jangka pendek maupun dalam jangka panjang menggunakan analisis regresi linear

berganda dengan pendekatan Error Correction Model (ECM). Berdasarkan hal di

atas maka dapat disusun sebuah kerangka pemikiran pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian


38
2.7. Hipotesis

Hipotesis dapat berarti sebuah pernyataan yang menjelaskan bahwa ada

hubungan diantara fakta-fakta yang terjadi yang sifatnya praduga sehingga masih

harus dibuktikan kebenarannya (Siyoto dan Sodik, 2015: 56). Pada penelitian ini

hipotesis hubungan setiap variabel dalam jangka pendek dan panjang sebagai

berikut::

a. Produksi jagung Indonesia

H0 : Tidak ada pengaruh antara produksi jagung Indonesia terhadap volume

impor jagung Indonesia tahun 1999-2019.

H1 : Ada pengaruh negatif antara produksi jagung Indonesia terhadap volume

impor jagung Indonesia tahun 1999-2019.

b. Permintaan jagung

H0 : Tidak ada pengaruh antara permintaan jagung terhadap volume impor

jagung Indonesia tahun 1999-2019.

H2 : Ada pengaruh positif antara permintaan jagung terhadap volume impor

jagung Indonesia tahun 1999-2019.

c. Nilai tukar Rupiah

H0 : Tidak ada pengaruh antara nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika

pada volume impor jagung Indonesia tahun 1999-2019.

H3 : Ada pengaruh negatif antara nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika

pada volume impor jagung Indonesia tahun 1999-2019.

d. Harga jagung impor

39
H0 : Tidak ada pengaruh antara harga jagung impor terhadap volume impor

jagung Indonesia tahun 1999-2019.

H4 : Ada pengaruh negatif antara harga jagung impor terhadap volume impor

jagung Indonesia tahun 1999-2019.

e. Harga jagung domestik

H0 : Tidak ada pengaruh antara harga jagung domestik terhadap volume

impor jagung Indonesia tahun 1999-2019.

H5 : Ada pengaruh positif antara harga jagung domestik terhadap volume

impor jagung Indonesia tahun 1999-2019.

40
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Desember 2021 hingga Juni 2022. Data

sekunder yang digunakan diperoleh dari beberapa sumber yang berkaitan dengan

impor jagung di Indonesia.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan data

sekunder berupa data time series dengan rentang waktu tahun 1999-2019. Pada

rentang waktu tersebut volume impor banyak menunjukkan peningkatan lebih dari

seratus persen dari tahun sebelumnya dan tingkat ekspor Indonesia tidak lebih

besar dari impor (neraca perdagangan jagung defisit).

Penelitian ini menggunakan analisis uji hipotesis yaitu analisis regresi

linear berganda dengan pendekatan Error Correction Model (ECM) dengan alat

bantu software Eviews 10 dan Microsoft Excel untuk mengetahui apakah variabel

bebas yaitu produksi jagung Indonesia, permintaan jagung, nilai tukar Rupiah

terhadap Dolar Amerika, harga jagung impor, dan harga jagung domestik

berpengaruh pada variabel terikat yaitu volume impor jagung Indonesia. Analisis

regresi linear berganda dengan pendekatan Error Correction Model (ECM)

digunakan untuk mengetahui pengaruh jangka panjang dan jangka pendek dari

setiap variabel yang digunakan. Analisis deskriptif juga digunakan untuk

menggambarkan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Sumber data


pada penelitian ini merupakan data sekunder yang diperoleh secara tidak langsung

melalui berbagai lembaga penyedia data. Tabel 5 menunjukkan sumber data pada

penelitian yang diperoleh dari berbagai lembaga.

Tabel 5. Variabel dan Lembaga Penyedia Data

No Variabel Penyedia Data


1 Volume impor jagung Indonesia (Ton) Pusdatin Pertanian
2 Produksi jagung Indonesia (Ton) BPS
3 Permintaan jagung Industri (Ton) Pusdatin Pertanian
Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
4 Kemendag
(Rp/USD)
5 Harga jagung impor (Rp/Ton) Pusdatin Pertanian
6 Harga jagung domestik (Rp/Ton) BPS

3.3. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi dimana variabel-variabel yang sedang

diteliti memiliki sifat operasional yang berkaitan dengan proses pengukuran

variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian sehingga memungkinkan

sebuah konsep abstrak dijadikan suatu yang operasional sehingga memudahkan

peneliti dalam melakukan pengukuran penelitian (Sarwono, 2006:27). Definisi

operasional yang digunakan pada masing-masing variabel dalam penelitian ini

sebagai berikut:

1. Volume impor jagung Indonesia (VI)

Volume impor jagung yang digunakan dalam penelitian ini adalah

komoditas jagung dengan kode Harmonized System (HS) 100590 yaitu jagung

42
brondong, pipilan kering, dan lainnya selain penggunaan untuk bibit selama

periode waktu 1999-2019. Volume impor jagung dinyatakan dalam satuan Ton.

2. Produksi jagung (PR)

Produksi jagung menurut Pusdatin Pertanian adalah hasil perkalian antara

luas panen dan produktivitas, sehingga pola perkembangan produksi jagung

dipengaruhi oleh perkembangan luas panen dan produktivitas. Produksi jagung

pada penelitian ini menggunakan produksi jagung Indonesia yang dihimpun dari

produksi jagung pulau Jawa dan luar pulau Jawa. Produksi jagung dinyatakan

dalam satuan Ton.

3. Permintaan jagung (PJ)

Permintaan merupakan kuantitas dan kualitas barang atau jasa yang telah

disediakan produsen yang mampu dibeli oleh konsumen pada tingkat harga,

waktu dan tempat tertentu (Ansar, 2017:51). Permintaan jagung yang digunakan

dalam penelitian ini adalah konsumsi dalam wujud jagung basah berkulit yang

disetarakan dengan jagung pipilan kering (HS 100590) (Pusdatin Pertanian,

2020:21). Permintaan jagung dinyatakan dalam satuan Ton.

4. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika (USD) (NT)

Menurut Simorangkir dan Suseno (2004:4) nilai tukar atau kurs adalah

harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik. Nilai tukar Rupiah

terhadap Dolar Amerika adalah harga satu Rupiah terhadap satu USD atau harga

satu USD dalam Rupiah. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika dinyatakan

dalam satuan (Rp/USD).

43
5. Harga jagung impor (HI)

Berdasarkan Eurostat dan Organisation for Economic Co-operation and

Development (OECD) (2012:246) harga jagung impor adalah harga jagung secara

internasional yang ditentukan dari harga rata-rata yang berlaku di banyak negara

peserta perdagangan. Harga jagung impor dinyatakan dalam satuan Rp/Ton.

6. Harga jagung domestik (HD)

Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), harga produsen adalah harga

yang diperoleh produsen dari produksi suatu barang atau jasa yang dikonsumsi

oleh pembeli. Harga jagung domestik dinyatakan dalam satuan Rp/Ton.

3.4. Metode Analisis Data

Proses analisis data pada penelitian ini menggunakan statistik inferensial

parametrik dan statistik deskriptif. Analisis statistik dilakukan pada penelitian ini

untuk membantu peneliti mengetahui hubungan yang dimiliki antar variabel

dalam model volume impor jagung (VIJ). Analisis statistik inferensial digunakan

sebagai alat yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk menghitung

besarnya hubungan yang dimiliki oleh variabel-variabel bebas terhadap variabel

terikat (Sarwono, 2006:29). Statistik inferensial dilakukan untuk mengetahui

pengaruh antar variabel bebas pada volume impor jagung Indonesia tahun 1999-

2019. Statistik deskriptif diperuntukkan untuk menjelaskan dan menggambarkan

data yang telah terkumpul tanpa bertujuan untuk membuat kesimpulan yang

bersifat umum atau generalisasi, deskriptif akan mendeskripsikan keadaan yang

44
telah direkam melalui alat ukur kemudian diolah sesuai dengan fungsinya (Siyoto

dan Sodik, 2015: 111).

Pengaruh faktor-faktor dianalisis dengan pendekatan Error Correction

Model (ECM) dengan alat bantu software Eviews 10 dan Microsoft Excel. Uji

stasioner dan uji asumsi klasik data time series pada setiap variabel secara umum

digunakan untuk mengetahui bentuk atau pola variasi dari data di masa lampau

dan pengetahuan yang didapat dari analisis digunakan untuk melakukan

peramalan pada sifat-sifat data di masa depan (Ansofino dkk, 2016:100).

Dalam penelitian ini langkah-langkah analisis data kuantitatif yang

dilakukan adalah menguji stasioneritas data menggunakan uji akar unit, uji derajat

integrasi, uji kointegrasi pada residual yang dihasilkan dengan meregresikan

persamaan jangka panjang, menganalisis hubungan jangka panjang dan pendek,

dan uji asumsi klasik sebagai uji diagnostik pada error term.

3.4.1. Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Uji akar unit digunakan untuk mengetahui apakah data-data yang ada

stasioner atau tidak. Data stasioner adalah data yang memiliki nilai means, varians,

dan autovariansnya (pada variasi lag) menunjukkan hasil yang sama (tidak

mengalami perubahan secara sistematis) pada waktu kapan pun data itu dibentuk

atau dipakai. Uji stasioneritas data dilakukan pada tingkat level dan first difference

karena pada umumnya data time series tidak stasioner pada tingkat level, sehingga

perlu dilakukan pengujian pada tingkat first difference (Astuti dan Saputro,

2018:132). Data yang berbentuk time series memiliki permasalahan autokorelasi

sebagai akibat dari data yang stasioner yaitu adanya korelasi antara kesalahan

45
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1

(sebelumnya). Data yang tidak stasioner akan menghasilkan autokorelasi dimana

data yang ada tidak memungkinkan untuk diamati pada periode waktu lain dan

akan menghasilkan model yang dikenal sebagai regresi lancung (korelasi semu)

dimana hasil dari regresi tersebut menunjukkan hubungan variabel yang signifikan

(Gujarati, 2004: 792) namun analisisnya akan salah dan mengakibatkan salahnya

keputusan yang dipilih dalam penentuan suatu kebijakan. Salah satu cara untuk

menguji stasioneritas data adalah Augmented Dickey Fuller (ADF) (Gujarati, 2004:

830). Data akan stasioner jika nilai uji statistik ADF lebih besar dari nilai kritis,

jika nilai uji statistik ADF lebih kecil dari nilai kritis maka data dikatakan tidak

stasioner (Ansofino dkk, 2016:102).

3.4.2. Uji Derajat Integrasi

Mengacu pada Ajija dkk (2011:138) uji derajat integrasi dilakukan jika

data yang diteliti tidak stasioner pada tingkat level saat uji akar unit. Uji derajat

integrasi bertujuan untuk mengetahui pada derajat berapa data yang ada akan

stasioner. Apabila data tidak stasioner pada tingkat level maka harus dilakukan

pengujian derajat integrasi hingga masing-masing variabel stasioner. Uji derajat

integrasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller

(ADF) pada tingkat first difference dan second difference.

3.4.3. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi dilakukan untuk menguji residual regresi yang dihasilkan

pada uji akar unit bersifat stasioner atau tidak (Firdaus, 2018: 151). Sifat stasioner

didapatkan jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritis, begitupula

46
sebaliknya jika nilai absolut statistik ADF lebih kecil dari nilai kritis maka data

yang digunakan tidak stasioner (Widarjono, 2009:317) Jika Yt dan Xt

berkointegrasi maka terdapat hubungan jangka panjang di antara kedua variabel,

adanya kointegrasi memungkinkan hubungan jangka pendek memiliki

ketidakseimbangan (disequilibrium) antar kedua variabel. Teori Granger

Representation Theorem menjelaskan antar variabel Yt dan Xt berkointegrasi

keduanya dapat dinyatakan dalam bentuk model ECM. Jika terjadi kointegrasi,

maka persamaan regresi Yt = α+βXt+εt merupakan persamaan regresi kointegrasi

atau regresi jangka panjang dimana β diinterpretasikan sebagai long run multiplier

yang digunakan untuk mengetahui pengaruh jangka panjang secara permanen bagi

Xt terhadap Yt (Rosadi, 2012: 200-201). Apabila kedua data yang dianalisis tidak

stasioner tetapi saling berkointegrasi, maka terdapat hubungan jangka panjang

atau keseimbangan antara kedua variabel tersebut. Dalam jangka pendek, akan

ada kemungkinan terjadinya ketidakseimbangan (disequilibrium). Oleh karena itu

diperlukan koreksi kesalahan dengan model ECM (Firadus, 2018: 151). Residu

atau Error Correction Term (ECT) akan terkointegrasi jika nilai uji statistik ADF

lebih besar dari nilai kritis, jika nilai uji statistik ADF residu lebih kecil dari nilai

kritis maka data dikatakan tidak stasioner (Ansofino dkk, 2016:102).

3.4.4. Error Correction Model (ECM)

Error Corection Model (ECM) dipilih karena memiliki kemampuan untuk

melihat dan meninjau kekonsistenan model empiris dengan teori ekonomi dan

mencari solusi dari permasalahan variabel time series yang tidak stasioner serta

melihat hubungan jangka pendek dan panjang antar variabel yang digunakan.

47
Mengacu pada Mardianti dalam Putra (2013:40) model ECM dikembangkan

untuk mengatasi perbedaan kekonsistenan yang dihasilkan peramalan antara

jangka pendek dengan jangka panjang melalui cara proporsi disequilibrium pada

satu periode dikoreksi pada periode selanjutnya, sehingga tidak ada informasi

yang dihilangkan dalam penggunaannya untuk jangka panjang. ECM digunakan

untuk mengoreksi kesalahan yang terjadi pada model jangka pendek. ECM

digunakan untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju

keseimbangan jangka panjang. Pada ECM diasumsikan bahwa apa yang terjadi

sebenarnya di lapangan tidak selalu sama dengan apa yang diinginkan oleh pelaku

ekonomi. Perbedaan ini dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan maka

diperlukan penyesuaian (terjadi perbedaan fenomena aktual yang dihadapi antar

waktu) dengan melakukan koreksi kesalahan (Ansofino dkk, 2016:117). Jangka

panjang digunakan untuk melihat pengaruh dari variabel bebas (koefisien negatif

atau positif) terhadap variabel terikat. Jangka pendek lebih memfokuskan untuk

mengatasi permasalahan ketidakseimbangan yang disebabkan oleh adanya shock

(guncangan/ketidaksesuaian) sehingga setiap variabel yang ada akan cenderung

menyesuaikan untuk mencapai keseimbangannya pada jangka panjang.

Berdasarkan Rosadi (2012:202) model ECM tidak akan mengalami regresi

lancung karena masing-masing variabel bebas dan terikat memiliki unit root,

dimana ΔY dan ΔX bersifat stasioner, karena Y dan X berkointegrasi maka error

equilibrium juga akan stasioner sehingga seluruh variabel yang ada di dalam

model ECM juga akan stasioner. Oleh karena itu metode OLS dan inferensi pada

koefisien dengan uji t dapat diinterpretasikan seperti pada model regresi biasa. Hal

48
yang perlu diperhatikan adalah adanya variabel error yang tidak terobservasi yaitu

εt-1. Berdasarkan Gujarati (2004:824-825) bentuk umum dari ECM sebagai

berikut :

∆�� = �0 + �1∆��+ �2ECT�−1 + εt……………(1)

Penelitian menggunakan model dua langkah Engle-Granger. Model yang

digunakan sebagai persamaan regresi jangka panjang (persamaan regresi

kointergrasi) yaitu:

VIt = α0-α1PRt + α2PJt - α3NTt - α4HIt + α5HDt + εt ……………(2)

Keterangan:

VI : Volume impor jagung (Ton)


PR : Produksi jagung Indonesia (Ton)
PJ : Permintaan jagung (Ton)
NT : Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar (Rp/USD)
HI : Harga jagung impor (Rp/Ton)
HD : Harga jagung domestik (Rp/Ton)
ε : Error term atau residu
α0 : Konstanta
t : Periode waktu 1999-2019
α1, α2, α3, α4, α5 : Koefisien regresi

Dugaan parameter estimasi yang didasarkan pada hipotesis adalah:

α1, α3, α4 < 0 dan α2, α5 > 0

Dari persamaan 2 dapat dirumuskan dalam bentuk Error Correction Model (ECM)

untuk persamaan jangka pendek menjadi:

DVIt = α0 -α1DPRt + α2DPJt - α3DNTt - α4DHIt + α5DHDt + α6ECTt-1 +εt……(3)

Keterangan:

DVI : Diferensi volume impor jagung (Ton)


DPR : Diferensi produksi jagung Indonesia (Ton)

49
DPJ : Diferensi permintaan jagung (Ton)
DNT : Diferensi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar (Rp/USD)
DHI : Diferensi harga jagung impor (Rp/Ton)
DHD : Diferensi harga jagung domestik (Rp/Ton)
ECT : Error correction term
ε : Error term atau residu
α0 : Konstanta
t : Periode waktu 1999-2019
α1, α2, α3, α4, α5 : Koefisien regresi

Dugaan parameter estimasi yang didasarkan pada hipotesis adalah:

α1, α3, α4 < 0 dan α2, α5 > 0

Error Correction Term (ECT) merupakan hubungan dinamis pada variabel

jangka pendek yang dipengaruhi oleh keseimbangan jangka panjang. Pada model

dua langkah Engle-Granger jika nilai koefisien ECT bernilai negatif dan

signifikan maka model ECM dapat dikatakan valid, sedangkan jika nilai koefisien

ECT bernilai positif maka model ECM tidak dapat digunakan karena variabel-

variabel yang digunakan menjauh dari keseimbangan jangka panjang. Model

ECM dapat mengoreksi masing-masing variabel yang tidak stasioner untuk dapat

mencapai nilai ekuilibriumnya pada jangka panjang dalam suatu persamaan

regresi (Ajija dkk, 2011:133).

3.4.5. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam setiap

analisis regresi. Berdasarkan Batalgi dalam Buhaerah (2017: 173) pada model

ECM (jangka pendek) memerlukan pengujian hipotesis dengan menggunakan

nilai rasio-t dan uji diagnostik karena pada model ini uji terhadap error term

(residu) perlu dilakukan, sedangkan pada model jangka panjang, nilai rasio-t yang

dihasilkan dari estimasi tidak perlu dilakukan karena pada model jangka panjang

50
digunakan untuk melihat apakah residu yang dihasilkan sudah stasioner atau

belum. Secara umum ada empat uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, uji

multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi (Ansofino dkk,

2016:93). Analisis regresi yang baik memiliki estimator OLS yang terbebas dari

syarat asumsi klasik sehingga bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator).

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah residual terdistribusi

secara normal atau tidak. Asumsi normalitas merupakan salah satu asumsi penting

dalam inferensi statistika pada analisis regresi (Rosadi, 2012: 56).

Pada penelitian ini digunakan uji Jarque-Bera (Uji J-B) dengan ketentuan

data yang berdistribusi normal akan memiliki nilai probabilitas (p-value) lebih

besar dari 0,05 (α>5%), begitu pula sebaliknya. Model regresi yang baik adalah

model yang nilai residunya terdistribusi secara normal atau mendekati normal. Uji

normalitas dilakukan pada nilai residu dan bukan pada masing-masing variabel

penelitian (Ansofino dkk, 2016:94).

2. Uji Multikoleniaritas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat adanya korelasi atau

hubungan yang kuat antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi

linear berganda, korelasi yang kuat antar variabel bebas akan mengganggu

hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebasnya itu sendiri (Ansofino

dkk, 2016:94). Multikolinearitas terjadi apabila ada hubungan dependansi linear

yang kuat di antara variabel bebas. Adanya multikolinearitas dapat mengakibatkan

51
nilai standard error dari koefisien menjadi tidak valid nantinya hasil uji

signifikasi koefisien dengan uji t juga tidak valid (Rosadi, 2012: 52).

Variance Inflation Factor (VIF) atau tolerance (1/VIF) merupakan ukuran

yang sering digunakan untuk melihat adanya multikolinearitas. Jika VIF bernilai

sekitar satu atau tolerance mendekati satu maka regresi bebas dari

multikolinearitas. Jika variabel bebas memiliki nilai VIF > 10 maka terjadi

kolinearitas yang kuat antar variabel bebas (Rosadi, 2012: 52).

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menganalisis apakah variansi dari

error memiliki sifat tetap/konstan (hemoskedastik) atau berubah-ubah

(heteroskedastik) (Rosadi, 2012: 53). Model regresi yang baik adalah model yang

memiliki kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya

(Ansofino dkk, 2016:94). Apabila heteroskedastisitas terjadi maka erstimator OLS

tidak bersifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) dan hanya bersifat LUE.

Adanya heteroskedastisitas mengakibatkan nilai standard error dari koefisien

hasil estimasi yang dihasilkan bersifat tidak akurat. Salah satu uji yang dilakukan

untuk mengetahui adanya heteroskedastisitas adalah uji Breusch-Pagan-Godfrey.

Model akan memiliki masalah heteroskedastisitas jika memiliki nilai probabilitas

(p-value) lebih kecil dari 0,05 (α<5%), begitupula sebaliknya.

4. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana adanya korelasi atau hubungan antara

satu variabel gangguan dengan variabel gangguan lain. Uji autokorelasi dilakukan

untuk melihat adanya korelasi antara suatu periode t dengan periode sebelumnya

52
(t-1). Adanya autokorelasi akan menyebabkan nilai standard error dari metode

OLS tidak bisa lagi dipercaya kebenarannya dalam evaluasi hasil regresi

(Ansofino dkk, 2016:59). Masalah autokorelasi dapat diketahui dengan

menggunakan uji Breusch-Godfrey serial Correlation LM Test. Dalam uji asusmsi

OLS klasik diasumsikan residual yang ada bersifat indepeden antara satu dengan

lainnya. Model regresi akan mengalami masalah autokorelasi jika memiliki nilai

probabilitas (p-value) lebih kecil dari 0,05 (α<5%), begitupula sebaliknya.

53
BAB IV
GAMBARAN UMUM

4.1. Perkembangan Volume Impor Jagung Indonesia

Volume impor jagung Indonesia selama tahun 1999-2019 menunjukkan

angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan volume ekspor jagung Indonesia.

Impor jagung Indonesia selama tahun 2014-2018 Indonesia menempati urutan ke-

21 sebagai negara pengimpor jagung di dunia. Gambar 6 menunjukkan

perkembangan volume impor jagung Indonesia tahun 1999-2019.

Gambar 6. Volume Impor dan Ekspor Jagung Indonesia Tahun 1999-2019


Sumber: Pusat Data Informasi Pertanian (2020:60) diolah

Selama tahun 1999-2019 volume impor jagung Indonesia menunjukkan

perkembangan yang berfluktuatif dengan tren perkembangan yang positif.

Volume impor jagung menyentuh angka tertinggi pada rentang waktu 2011-2015

yaitu lebih dari tiga juta ton. Volume impor jagung yang tinggi pada periode

tersebut disebabkan oleh permintaan jagung sebagai bahan baku utama pakan

ternak yang tinggi dan perkembangan sektor tersebut yang setiap tahunnya yang
selalu meningkat (Sulaiman dkk, 2018:86). Volume impor jagung yang meningkat

tinggi membuat pemerintah memberlakukan kebijakan pengendalian impor pada

tahun 2015 yang bertujuan agar produksi dalam negeri dapat diserap konsumen

dalam negeri melalui Permentan Nomor 57/Permentan/PK.110/11/2015 tentang

Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal Tumbuhan ke dan dari Wilayah

Negara Republik Indonesia (Sulaiman dkk, 2018:86). Indonesia banyak

mengimpor jagung dari Argentina, Brazil, Amerika Serikat, Thailand, dan India.

Selama sepuluh tahun terakhir Indonesia mengimpor dari Argentina (31,65%),

Brazil (22,46%), dan India (19,93%). Pada Tabel 6 menunjukkan negara asal

impor jagung ke Indonesia tahun 2010-2019.

Tabel 6. Negara Asal Impor Jagung ke Indonesia Tahun 2010-2019

Amerika
Tahun Argentina Brazil India Thailand Lainnya
Serikat
2010 832.202 340.985 164.053 139.434 4.257 46.585
2011 1.074.480 265.014 410.271 1.240.260 5.844 211.788
2012 286.308 74.375 44.153 1.125.760 1.401 273.395
2013 442.791 1.277.440 24.548 1.426.870 6.989 15.781
2014 723.338 1.308.860 9.653 1.100.170 10.634 22.707
2015 1.776.080 1.331.410 33.831 96.892 1.159 260.732
2016 307.864 519.247 30.369 815 703 472.577
2017 140.234 75.936 198.373 1.664 31.988 266.309
2018 329.911 223.496 186.156 78.546 85 332.031
2019 777.603 23.119 6.153 63 75 636.420
Sumber : World Integrated Trade Solution (2010-2019) diolah

Volume impor jagung yang tinggi tidak sejalan dengan tingginya produksi

jagung Indonesia (surplus produksi). Berdasarkan Dahiri dan Rahayuningsih

(2019:8) tingginya tingkat volume impor jagung dapat terjadi karena adanya

55
ketidak-akuratan data produksi dan stok jagung pipilan kering (PK) yang dimiliki

oleh pemerintah, khususnya data produksi serta pasokan pada musim paceklik dan

panen raya. Ketidak-akuratan data jagung terhadap produksi dan stok saat

paceklik menjadikan pemenuhan kebutuhan jagung menjadi terhambat dan hanya

dapat mengandalkan stok jagung tersedia yang jumlahnya terbatas. Data jagung

yang dimiliki pemerintah merupakan data jagung yang bersifat agregat. Data

jagung yang tersedia saat ini tidak membedakan jenis jagung dan tujuan

penggunaannya sehingga jenis jagung yang diproduksi tidak dibedakan

berdasarkan kegunaannya (konsumsi manusia, pakan, dan industri) serta tidak

dibedakan pula berdasarkan persyaratan jenis dan kualitas jagung yang dimiliki

sehingga kurangnya pasokan jagung yang sesuai dengan jenis jagung berdasarkan

kegunaannya (konsumsi manusia, pakan, dan industri) membuat jagung impor

menjadi pilihan (Tangendjaja dkk, 2005:240).

Selama tahun 1999-2019 volume impor jagung Indonesia mengalami

peningkatan rata-rata sebesar 62,81% per tahun. Impor jagung yang semakin

tinggi membuat pemerintah memberlakukan proteksi jagung untuk produksi

dalam negeri. Langkah proteksi yang dilakukan adalah penerapan tarif impor dan

pembatasan impor. Tarif ad-valorem merupakan tarif impor yang digunakan

pemerintah Indonesia. Besarnya tarif yang berlaku berbeda-beda setiap tahunnya

(Varina, 2018:49). Kebijakan penerapan pajak/tarif impor dilakukan untuk

menekan laju impor sehingga produksi jagung meningkat. Pajak/tarif impor yang

diterapkan akan membuat harga jagung dalam negeri menjadi bersaing dengan

harga jagung impor setelah pajak. Selain itu tingginya tingkat impor akan

56
menyusutkan devisa dengan adanya penerapan pajak diharapkan dapat

memberikan pemasukan bagi devisa serta sekaligus meminimalisir jumlah impor

(Utomo, 2012:177).

Pembatasan impor dilakukan sebagai salah satu langkah meminimalisir

impor. Kebijakan pembatasan impor yang dilakukan adalah Permentan Nomor

57/Permentan/PK.110/11/2015, Pemasukan dan Pengeluaran Bahan Pakan Asal

Tumbuhan ke dan dari Wilayah Negara Republik Indonesia. Kebijakan tersebut

menjadikan kegiatan impor jagung tidak dilakukan oleh swasta melainkan

diserahkan kepada Perum Bulog dengan persetujuan dari Menteri terkait.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 21 tahun 2018 tentang

Ketentuan Impor Jagung. Impor jagung untuk kebutuhan pakan hanya bisa

dilakukan oleh Perum Bulog setelah mendapat penugasan dari pemerintah yaitu

Menteri BUMN dengan berdasarkan usulan Menteri. Impor jagung untuk

kebutuhan pangan hanya dapat dilakukan oleh Perum Bulog dan perusahaan

pemilik API-P (Angka Pengenalan Impor Produsen), serta impor Jagung untuk

pemenuh kebutuhan bahan baku industri dilakukan oleh perusahaan pemilik API-

P yaitu perusahaan yang melakukan impor jagung untuk menunjang proses

produksi (sebagai bahan baku, bahan penolong, serta barang modal) dan dilarang

untuk diperdagangkan atau dipindahtangankan ke pihak lain.

4.2. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia

Produksi jagung Indonesia sebagian besar dihasilkan oleh daerah Jawa

Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Jawa Barat,

57
Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera Barat.

Selama 2015-2019 sepuluh provinsi tersebut berkontribusi sekitar 80% dari

produksi nasional. Volume rata-rata produksi jagung Indonesia pada rentang

waktu tersebut 2015-2019 adalah 23,1 juta ton pertahun. Produksi jagung pipilan

kering yang dilakukan di dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

banyak menggunakan varietas jagung hibrida (76,87%), lokal (17,29%), dan

komposit (5,84%) (BPS, 2020:12).

Berdasarkan Gambar 7 produksi jagung Indonesia menunjukkan

peningkatan rata-rata sebesar 5,21% setiap tahunnya. Volume produksi jagung

tertinggi ada di tahun 2017 yaitu sebesar 28,9 juta ton. Pada tahun 2017 produksi

jagung Indonesia mencapai titik tertinggi karena adanya pembukaan lahan baru di

luar pulau Jawa serta penggunaan bibit unggul oleh petani (Pusdatin Pertanian,

2020:37). Gambar 7 menunjukkan perkembangan produksi jagung Indonesia

tahun 1999-2019.

Gambar 7. Perkembangan Produksi Jagung Indonesia Tahun 1999-2019


Sumber: BPS (2020) diolah
58
Selama tahun 1999-2019 secara rata-rata, produksi jagung Indonesia

dihasilkan dari Pulau Jawa yaitu sebesar 52,1% dan dari luar pulau Jawa sebesar

47,8%. Volume rata-rata produksi jagung Indonesia pada rentang waktu tersebut

adalah 16,21 juta ton per tahun. Produksi jagung dari luar pulau Jawa mulai

meningkat tinggi sejak tahun 2015 yang sebelumnya didominasi oleh produksi

pulau Jawa. Penanaman jagung di luar pulau jawa produktivitasnya tidak setinggi

di lahan pulau Jawa namun karena masih tersedianya lahan yang cukup luas bagi

petani untuk menanam jagung membuat produksi jagung yang dihasilkan menjadi

lebih banyak.

Turunnya produksi jagung di Pulau Jawa terjadi karena daya saing nilai

ekonomi jagung lebih rendah dibandingkan dengan komoditas tanaman lain atau

tanaman pangan utama yaitu padi sawah, perkebunan, holtikultura, dan komoditas

tanaman semusim lainnya. Turunnya produksi jagung juga disebabkan oleh

perubahan iklim global, gagal panen yang disebabkan oleh bencana alam atau

penyakit, serta turunnya luas panen jagung akibat dari maraknya konversi lahan

menjadi infrastruktur, perumahan, dan lain lain (Pusdatin Pertanian, 2020:11-12).

Peningkatan yang terjadi pada produksi jagung merupakan hasil dari

diterapkannya program peningkatan produksi jagung seperti SLPTT (Sekolah

Lapang Pertanian Tanaman Terpadu), PAT (perluasan Areal Tanam), Peningkatan

Indeks Pertanaman (IP) dan program UPSUS yaitu program untuk menaikkan

produksi jagung melalui perluasan areal tanam (sawah, lahan kering, lahan

perkebunan, dan lahan pinggir hutan). Peningkatan produksi jagung di luar Pulau

Jawa juga disebabkan oleh pertumbuhan tanaman jagung yang lebih baik

59
dibandingkan dengan tanaman komoditas lain pada lahan sawah tadah hujan dan

lahan kering (Pusdatin Pertanian, 2016 :15-20).

Peningkatan laju produksi jagung cenderung lebih lambat dibandingkan

dengan peningkatan permintaan, lambatnya peningkatan produksi disebabkan oleh

luas areal tanam jagung yang tidak banyak meningkat sehingga produksi jagung

tidak selalu bisa memenuhi permintaan dalam negeri (Sulaiman dkk 2018:2).

4.3. Perkembangan Permintaan Jagung Indonesia

Permintaan jagung Indonesia selama tahun 1999-2019 berfluktuatif dan

menunjukkan tren yang meningkat. Setiap tahunnya rata-rata permintaan jagung

adalah 8,21 Juta Ton dan rata-rata meningkat sebesar 13,37% per tahun.

Permintaan jagung Indonesia paling banyak berasal dari permintaan untuk sektor

industri terutama industri pakan dan peternakan (Sulaiman dkk, 2018:13).

Permintaan jagung di Indonesia berasal dari sektor industri industri pakan

(59,18%), non pakan (26,23%), pakan langsung untuk peternak mandiri (10,90%),

dan rumah tangga (3,67%). Permintaan jagung Indonesia mulai meningkat tinggi

pada tahun 2012-2017. Peningkatan ini terjadi seiring dengan semakin

berkembangnya sektor industri dan peternakan (pusdatin, 2020:22).

Bertambahnya populasi penduduk serta kesadaran masyarakat untuk

mengonsumsi protein hewani yang lebih tinggi juga menyebabkan permintaan

jagung baik sebagai bahan pangan maupun bahan baku pakan ternak semakin

meningkat (Sulaiman dkk, 2018:9).

60
Semakin tingginya permintaan daging terutama daging unggas

menyebabkan peningkatan permintaan jagung di Indonesia menjadi tinggi

(Pusdatin Pertanian, 2016). Meningkatnya permintaan jagung setiap tahunnya

juga merupakan hasil dari meningkatnya kebutuhan jagung oleh masyarakat.

Peningkatan tersebut diantaranya disebabkan oleh peningkatan populasi penduduk,

kondisi ekonomi, pola konsumsi, urbanisasi, dan perkembangan industri yang

menggunakan jagung sebagai bahan baku (Sulaiman dkk, 2018:9).

Jagung banyak digunakan pada industri, terutama industri pakan sebagai

konsumen terbesar karena kualitas jagung yang cenderung lebih baik jika

dibandingkan dengan bahan baku subtitusi lain seperti gandum dan bahan lain

yang dalam penggunaannya tidak mengungguli kualitas nutrisi jagung sebagai

bahan baku utama pakan, hal ini menjadikan jagung masih dipilih sebagai bahan

baku utama untuk sektor industri (Pusdatin Industri, 2019:51). Gambar 8

menunjukkan perkembangan permintaan jagung Indonesia tahun 1999-2019.

Gambar 8. Perkembangan Permintaan Jagung Indonesia Tahun 1999-2019


Sumber: BPS (2020) diolah

61
Pada tahun 2007 permintaan jagung menurun sebagai dampak dari krisis

ekonomi dunia, produksi jagung yang terbatas, terbatasnya ketersediaan jagung,

kelangkaan pangan, serta harga yang meningkat membuat permintaan jagung

menjadi terbatas (Yusdja dan Haryono, 2011:19). Berdasarkan data Pusdatin

Pertanian (2013:30) laju pertumbuhan permintaan jagung untuk industri dalam

negeri menunjukkan perlambatan hal ini berkaitan dengan rendahnya kualitas

jagung produksi dalam negeri yang tidak baik, contohnya adalah tingginya kadar

aflatoxin dan kadar air yang tidak sesuai dengan kriteria penggunaan industri

sehingga industri dalam negeri memilih jagung impor. Sedangkan pada

permintaan jagung rumah tangga terjadi penurunan seiring dengan pergeseran

konsumsi pangan pokok masyarakat dari jagung menjadi beras (Sulaiman dkk,

2018:11).

4.4. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar atau kurs merupakan harga mata uang asing dalam mata uang

domestik. Nilai tukar Rupiah terhadap dolar diartikan sebagai nilai Rupiah dalam

valuta asing yaitu besaran nilai Rupiah yang dibutuhkan untuk memperoleh satu

satuan mata uang dolar (Simorangkir dan Suseno, 2004:5). Nilai tukar Rupiah

terhadap dolar Amerika Serikat selama tahun 1999-2019 menunjukkan

perkembangan fluktuatif dengan tren yang positif. Perkembangan nilai tukar yang

semakin meningkat menandakan bahwa nilai tukar Rupiah semakin melemah atau

terdepresiasi, begitupula sebaliknya. Nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi

tertinggi tahun 2000 yaitu 35,14% dan mengalami apresiasi tertinggi di tahun

62
yaitu 2010 sebesar -13,21% dari tahun sebelumnya. Penguatan Rupiah pada tahun

2010 terjadi karena adanya investor asing yang berinvestasi di pasar modal

maupun pasar uang. Bentuk dari investasi yang dilakukan yaitu pembelian saham,

obligasi, dan surat berharga negara, adanya investasi tersebut turut meningkatkan

IHSG dan menjadikan nilai tukar Rupiah menguat (Diana dkk, 2020:1636).

Gambar 9 menunjukkan perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar

Amerika tahun 1999-2019.

Gambar 9. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Tahun 1999-2019


Sumber: Kemendag (2021) diolah

Melemahnya nilai tukar Rupiah yang terjadi terus menerus disebabkan

oleh meningkatnya inflasi serta cadangan devisa Indonesia yang menurun

sehingga menyebabkan defisitnya anggaran pada produk domestik bruto (PDB).

Depresi Rupiah yang terus menerus terjadi juga disebabkan oleh defisit transaksi

berjalan, isu perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina setelah adanya

kesepakatan perdagangan yaitu pembatasan impor barang yang berasal dari Cina.

63
4.5. Perkembangan Harga Jagung Impor dan Jagung Domestik

Harga jagung impor Indonesia selama tahun 1999-2019 menunjukkan

perkembangan yang fluktuatif dengan pertumbuhan rata-rata 6,59% per tahun.

Pertumbuhan rata-rata harga jagung impor lebih rendah jika dibandingkan dengan

harga jagung domestik. Sebagai komoditas yang strategis, perubahan yang terjadi

pada harga jagung akan mempengaruhi harga komoditas lain yang menggunakan

jagung sebagai bahan baku. Sebagai salah satu langkah perlindungan maka

dikeluarkan kebijakan perlindungan harga di tingkat produsen yaitu penetapan

harga bawah dan harga atas (Sulaiman dkk, 2018:4).

Berdasarkan Peraturan Kementerian Perdagangan RI Nomor 07 Tahun

2020 tentang harga acuan pembelian di tingkat petani dan harga acuan penjualan

di tingkat konsumen, harga acuan pembelian di petani terendah untuk jagung

adalah Rp2.500/Kg dan tertinggi adalah Rp3.150/Kg, sedangkan harga acuan

penjualan di konsumen adalah Rp4.500/Kg.

Harga Jagung Impor hampir selalu lebih rendah dari harga jagung

domestik. Harga jagung impor terendah ada di tahun 1999 yaitu Rp922.673 per

Ton. Harga jagung impor menyentuh harga tertinggi di tahun 2008 yaitu sebesar

Rp3.471.747 per ton meningkat sebesar 276,27% selama sembilan tahun

sebelumnya. Peningkatan ini terjadi disebabkan oleh meningkatnya harga pangan

imbas dari krisis ekonomi 2008 yang menyebabkan harga pangan dunia

meningkat. Harga jagung domestik menunjukkan peningkatan hampir di setiap

tahun. Gambar 10 menunjukkan perkembangan harga jagung impor dan harga

jagung domestik pada tahun 1999-2019.


64
Gambar 10. Perkembangan Harga Jagung Impor dan Harga Jagung Domestik
Indonesia Tahun 1999-2019
Sumber: BPS dan Pusdatin Pertanian (2020 dan 2021) diolah

Harga jagung meningkat rata-rata 8,4% per tahun. Harga jagung domestik

menyentuh harga tertinggi di tahun 2019 yaitu sebesar Rp4.962.550 per ton.

Harga jagung domestik tergolong lebih mahal jika dibandingkan dengan jagung

dari negara lain. Tingginya harga jagung domestik disebabkan oleh biaya produksi

yang tinggi serta proses pasca panen yang panjang sehingga membuat harga untuk

memperoleh jagung dalam negeri menjadi mahal.

Harga jagung domestik yang cukup tinggi mendorong pemerintah

melakukan impor untuk menstabilkan harga. Besarnya impor jagung yang

dilakukan pemerintah menyebabkan harga jagung dalam negeri tidak dapat

bersaing dengan harga jagung impor. Dampak selanjutnya adalah tingginya

tingkat impor merugikan petani karena harga jagung akan menurun untuk

menyesuaikan harga jagung impor sehingga dapat diterima oleh konsumen, hal ini

membuat petani tidak termotivasi untuk meningkatkan produksi. Harga jagung

yang tinggi ini menyebabkan perkembangan industri menjadi semakin


65
berketergantungan pada jagung impor yang harganya relatif lebih murah

(Sulaiman dkk, 2018:123). Biaya produksi jagung yang relatif lebih tinggi

dibandingkan dengan tanaman pangan lain, membuat harga jagung domestik

menjadi mahal. Mahalnya harga jagung domestik masih membuat pendapatan

petani tetap rendah ini disebabkan karena sebagian besar margin dari perdagangan

jagung ada di pedagang akibat dari rantai pasok yang panjang (Aldillah, 2017:50).

66
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Faktor Faktor yang mempengaruhi Volume Impor Jagung di


Indonesia

Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan pendekatan

Error Correction Model (ECM). Jenis data yang digunakan adalah data sekunder

yaitu data volume impor jagung, produksi jagung, permintaan jagung, nilai tukar

Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, harga jagung impor, dan harga jagung

domestik selama 21 tahun mulai dari tahun 1999 sampai 2019. Pada penelitian ini

dilakukan uji akar unit, uji derajat integrasi, uji kointergrasi pada residual,

meregresikan persamaan jangka panjang, dan estimasi Error Correction Model

(ECM) sebagai persamaan jangka pendek, dan uji asumsi klasik.

5.1.1. Uji Akar Unit

Uji akar unit (unit root test) atau Uji stasioneritas data, digunakan untuk

mengetahui apakah data-data setiap variabel sudah stasioner atau tidak. Pada

penelitian ini digunakan uji Augmented Dickey-Fuller (ADF). Jika nilai uji

statistik ADF lebih besar dari nilai kritis dan memiliki probabilitas lebih kecil dari

5% maka seluruh variabel dapat dikatakan stasioner. Tabel 7 menunjukkan hasil

uji akar unit setiap variabel pada tingkat level. Terlihat semua variabel

menunjukkan nilai uji statistik ADF yang lebih kecil dari nilai kritis 10% dan

memiliki probabilitas yang lebih besar dari 0,1 (α>10%) sehingga seluruh variabel

dikatakan tidak stasioner pada tingkat level.


`Tabel 7. Hasil Uji Akar Unit Pada Tingkat level

Variabel Nilai uji ADF Nilai kritis 10% Probabilitas Keterangan


VI -2,471725 -2,650413 0,1366 Tidak Stasioner
PR -1,053680 -2,650413 0,7126 Tidak Stasioner
PJ -0,659163 -2,650413 0,8354 Tidak Stasioner
NT -0,908180 -2,650413 0,7639 Tidak Stasioner
HI -1,997790 -2,650413 0,2853 Tidak Stasioner
HD 0,451194 -2,650413 0,9798 Tidak Stasioner
Sumber : Lampiran 2-7

Masing-masing variabel yang yang telah diuji menunjukkan hasil yang

tidak stasioner pada tingkat level. Untuk menjadikan setiap variabel stasioner

maka diperlukan uji derajat integrasi untuk mengetahui pada derajat berapa semua

variabel berada pada tingkat yang sama.

5.1.2. Uji Derajat Integrasi

Uji derajat integrasi bertujuan untuk mengetahui pada derajat berapa data

yang ada akan stasioner. Data yang tidak stasioner pada tingkat level harus

dilakukan pengujian hingga masing-masing variabel menunjukkan hasil yang

stasioner. Tabel 8 menunjukkan hasil uji derajat integrasi setiap variabel pada

tingkat first difference.

Tabel 8. Hasil Uji Derajat Integrasi

Variabel Nilai uji ADF Nilai kritis 10% Probabilitas Keterangan


D(VI) -5,294389 -2,660551 0,0005 Stasioner
D(PR) -4,464803 -2,660551 0,0029 Stasioner
D(PJ) -5,146808 -2,660551 0,0006 Stasioner
D(NT) -3,965276 -2,660551 0,0076 Stasioner
D(HI) -4,935174 -2,660551 0,0010 Stasioner
D(HD) -6,175931 -2,660551 0,0001 Stasioner
Sumber : Lampiran 8-13
Pada Tabel 8 semua variabel menunjukkan nilai statistik ADF yang lebih

besar dari nilai kritis 10% dan memiliki probabilitas yang lebih kecil dari 0,1

68
(α<10%) sehingga seluruh variabel sudah stasioner pada tingkat yang sama yaitu

tingkat pertama atau first difference. Variabel yang telah stasioner pada tingkat

yang sama yaitu pada first difference dapat dilakukan pengujian kointegrasi.

5.1.3. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi dilakukan setelah analisis regresi pada persamaan yang

menjadi persamaan jangka panjang atau disebut juga persamaan regresi

kointegrasi selesai dilakukan. Uji kointegrasi ditujukkan untuk mengetahui

apakah residual yang dihasilkan dari meregresikan persamaan regresi kointegrasi

bersifat stasioner atau tidak. Uji kointegrasi yang digunakan pada penelitian ini

adalah metode residual based dengan uji statistik Augmented Dickey-Fuller

(ADF). Persamaan regresi kointegrasi pada penelitian ini sebagai berikut:

VIt = α0- α1PRt + α2PJt - α3NTt - α5HIt + α5HDt + εt.

Persamaan regresi kointegrasi menghasilkan regresi untuk estimasi jangka

panjang serta nilai residual yang selanjutnya akan diuji stasioneritasnya dengan uji

Augmented Dickey-Fuller (ADF). Hasil Augmented Dickey-Fuller (ADF) pada

nilai residual persamaan di atas ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Uji Kointegrasi


Nilai uji ADF Nilai kritis 10% Probabilitas Keterangan
ECT -3,120395 -2,650413 0,0411 Stasioner
Sumber : Lampiran 14

Berdasarkan hasil uji kointegrasi didapatkan nilai absolut statistik ADF

sebesar -3,120395 yang lebih besar dari nilai kritis 10% yaitu -2,650413 dan

memiliki probabilitas yang lebih kecil dari 0,1 (α<10%) maka residual telah

stasioner pada tingkat level. Berdasarkan uji kointegrasi yang telah dilakukan

69
dapat disimpulkan bahwa terjadi kointegrasi pada antar variabel atau ada

hubungan jangka panjang antara variabel terikat dan variabel bebas sehingga

dapat dilakukan estimasi jangka pendek menggunakan pendekatan Error

Correction Model (ECM).

5.1.4. Hasil Estimasi Jangka Panjang

Jangka panjang merupakan periode yang memungkinkan adanya

penyesuaian pada setiap perubahan yang terjadi. Penyesuaian ini dapat

menunjukkan sejauh mana perubahan yang ada pada variabel bebas dapat

menyesuaikan secara penuh terhadap variabel terikat (Putra, 2013:42). Tabel 10

menunjukkan hasil estimasi persamaan jangka panjang.

Tabel 10. Hasil Regresi Jangka Panjang


Variabel Koefisien T statistik Probabilitas
PR -0,284739 -2,697348 0,0165
PJ 0,209551 2,445888 0,0273
NT -258,7476 -1,369471 0,1910
HI 0,797696 2,121599 0,0509
HD 0,726556 1,589480 0,1328
C 3274934. 2,089360 0,0541
R-Square 0,517546
Adjusted R-
Squared 0,356728
F-Statistik 3,218208
Prob (F-Statistic) 0,035876
Sumber : Lampiran 15

Tabel 10 memperlihatkan hasil estimasi jangka panjang antara variabel

produksi jagung (PR), permintaan jagung (PJ), nilai tukar (NT), harga jagung

impor (HI), harga jagung domestik (HD) terhadap volume impor jagung Indonesia

(VIJ). Dari hasil estimasi di atas maka didapatkan model VIJ jangka panjang,

yaitu :
70
VI = 3274934 - 0,284739PR + 0,209551PJ - 258,7476NT + 0,797696HI +

0,726556HD + ε

Berdasarkan hasil estimasi jangka panjang didapatkan pula pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan dan parsial, serta nilai

koefisien regresi sebagai berikut:

a. Uji Simultan Jangka Panjang

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh setiap variabel bebas

terhadap variabel terikat secara simultan. Variabel bebas akan berpengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel terikat jika nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel

atau memiliki probabilitas lebih kecil dari 0,1 (α<10%). Pada Tabel 8, dengan

tingkat signifikan 10% nilai F-hitung menunjukkan nilai sebesar 3,218208,

sedangkan nilai F-tabel yaitu 2,24 (db1 = 5, db2= 16, α=10%) dan nilai Prob (F-

Statistic) 0,035876 lebih kecil dari 0,1, maka dapat dinyatakan bahwa dalam

jangka panjang variabel produksi jagung (PR), permintaan jagung (PJ), nilai tukar

(NT), harga jagung impor (HI), dan harga jagung domestik (HD) berpengaruh

secara simultan terhadap volume impor jagung Indonesia (VI).

b. Uji Parsial Jangka Panjang

Uji parsial dilakukan pada variabel-variabel bebas baik itu dalam jangka

panjang atau jangka pendek untuk mengetahui adanya pengaruh signifikan dari

variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji parsial digunakan untuk mengetahui

variabel bebas mana saja yang memberikan pengaruh pada variabel terikat.

Variabel bebas akan berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat jika

71
memiliki nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel atau memiliki probabilitas yang

lebih kecil dari α pada tingkat signifikan α<10%.

Produksi jagung memiliki probabilitas sebesar 0,0165 lebih kecil dari

tingkat siginifikan 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa produksi jagung Indonesia

dalam jangka panjang berpengaruh signifikan pada taraf α<10% terhadap volume

impor jagung Indonesia. Nilai koefisien Produksi jagung adalah -0,284739 dengan

arah negatif menunjukkan bahwa setiap kenaikan produksi jagung sebesar satu ton

akan menurunkan volume impor jagung Indonesia sebesar 0,284739 ton, ceteris

paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang digunakan pada penelitian ini.

Permintaan jagung memiliki probabilitas sebesar 0,0273 lebih kecil dari

tingkat siginifikan 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan jagung dalam

jangka panjang berpengaruh signifikan pada taraf α<10% terhadap volume impor

jagung Indonesia. Nilai koefisien permintaan jagung adalah 0,209551 dengan arah

positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan permintaan jagung sebesar satu ton

akan meningkatkan volume impor jagung Indonesia sebesar 0,209551 ton, ceteris

paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang digunakan pada penelitian ini.

Nilai tukar Rupiah memiliki probabilitas sebesar 0,1910 lebih besar dari

tingkat siginifikan 0,1. Hal ini menunjukkan bahwa nilai tukar Rupiah dalam

jangka panjang berpengaruh namun tidak signifikan terhadap volume impor

jagung Indonesia. Nilai koefisien nilai tukar Rupiah adalah -258,74768 dengan

arah negatif menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai tukar Rupiah sebesar satu

satuan nilai tukar akan menurunkan volume impor jagung Indonesia sebesar

258,7476 ton, ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengujian parsial

72
pada variabel nilai tukar Rupiah tidak sesuai dengan hipotesis yang digunakan

pada penelitian ini.

Harga jagung impor memiliki probabilitas sebesar 0,0509 dan signifikan

pada taraf α<10% hal ini menunjukkan bahwa harga jagung impor dalam jangka

panjang berpengaruh signifikan terhadap volume impor jagung Indonesia pada

taraf α<10%. Nilai koefisien harga jagung impor adalah 0,797696 dengan arah

positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga jagung impor sebesar satu

Rupiah akan meningkatkan volume impor jagung Indonesia sebesar 0,797696 ton,

ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengujian parsial pada variabel

harga jagung impor pengaruhnya positif tidak sesuai dengan hipotesis yang

berpengaruh negatif.

Harga jagung domestik memiliki probabilitas sebesar 0,1328 lebih besar

dari tingkat siginifikan yaitu 0,1, hal ini menunjukkan bahwa harga jagung

domestik dalam jangka panjang berpengaruh namun tidak signifikan terhadap

volume impor jagung Indonesia. Nilai koefisien harga jagung domestik adalah

0,726556 dengan arah positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga jagung

domestik sebesar satu Rupiah akan meningkatkan volume impor jagung Indonesia

sebesar 0,726556 ton namun tidak signifikan, ceteris paribus. Hal ini

menunjukkan bahwa hasil pengujian parsial pada harga jagung domestik tidak

sesuai dengan hipotesis yang digunakan pada penelitian ini.

c. Koefisien Determinasi (R2)

Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui besaran

kemampuan variabel bebas untuk menjelaskan variabel terikat. Nilai koefisien

73
determinasi (R2) memiliki rentang nilai 0-1. Nilai koefisien determinasi pada

model ditunjukkan melalui Adjusted R Squared.

Pada hasil estimasi jangka panjang didapatkan nilai Adjusted R Squared

sebesar 0,356728 yang berarti bahwa variabel-variabel bebas yaitu produksi

jagung, permintaan jagung Indonesia, nilai tukar, harga jagung impor, dan harga

jagung domestik mampu menjelaskan informasi yang dibutuhkan untuk volume

impor jagung Indonesia sebesar 35,67%, sedangkan sisanya yaitu 64,33%

dijelaskan oleh variabel diluar model penelitian.

5.1.5. Hasil Estimasi Jangka Pendek

Tabel 10 menunjukkan hasil estimasi jangka pendek dari penggunaan uji

ECM untuk mengoreksi ketidakseimbangan jangka pendek menuju keseimbangan

jangka panjang. Variabel ECT atau residu yang dihasilkan dari regresi kointegrasi

ditambahkan pada model regresi jangka pendek. Model ECM akan valid jika

koefisien ECT bernilai negatif dan signifikan pada tingkat α<10%.

Tabel 11. Hasil Regresi Jangka Pendek


Variabel Koefisien T statistik Probabilitas
D(PR) -0,271041 -3,962716 0,0016
D(PJ) 0,153741 2,219227 0,0449
D(NT) -282,7643 -1,734185 0,1065
D(HI) 0,304861 1,008302 0,3317
D(HD) -0,681037 -1,073353 0,3026
ECT(-1) -0,514969 -2,348059 0,0354
C 366319,8 1,731684 0,1070
R-Square 0,726443
Adjusted R-
Squared 0,600186
F-Statistik 5,753682
Prob (F-
Statistik) 0,004074
Sumber : Lampiran 16

74
Pada Tabel 10 diketahui bahwa ECT bernilai negatif yaitu -0.514969 dan

signifikan pada α<10% sehingga ECM dapat dikatakan valid. Dari hasil uji

estimasi jangka pendek didapatkan pula model ECM yang digunakan sebagai

model VI jangka pendek dari hasil estimasi di atas, yaitu :

DVI = 366319,8 - 0,271041DPR + 0,153741DPJ - 282,7643DNT +

0,304861DHI - 0,681037DHD - 0,514969ECT(-1) + εt

Berdasarkan hasil estimasi jangka pendek didapatkan pula pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan dan parsial, serta nilai

koefisien regresi sebagai berikut:

a. Uji Simultan Jangka Pendek

Uji ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh setiap variabel bebas

terhadap variabel terikat secara simultan. Variabel bebas berpengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel terikat jika nilai F-hitung lebih besar dari F-tabel

atau memiliki probabilitas lebih kecil dari 0,1 (α<10%). Pada Tabel 10 dengan

tingkat signifikan 10% nilai F-hitung menunjukkan nilai sebesar 5,753682,

sedangkan nilai F-tabel yaitu 2,27 (db1 = 5, db2= 15, α=10%) dan nilai Prob (F-

Statistic) 0,003073 lebih kecil dari 0,1. F-hitung lebih besar dari F-tabel sehingga

dapat dikatakan bahwa dalam jangka pendek variabel produksi jagung (PR),

permintaan jagung (PJ), nilai tukar (NT), harga jagung impor (HI), dan harga

jagung domestik (HD) berpengaruh secara simultan terhadap volume impor

jagung Indonesia (VI).

b. Uji Parsial Jangka Pendek

75
Uji parsial dilakukan pada variabel-variabel bebas baik itu dalam jangka

panjang atau jangka pendek untuk mengetahui adanya pengaruh signifikan dari

variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji parsial digunakan untuk mengetahui

variabel bebas mana saja yang memberikan pengaruh pada variabel terikat.

Variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat jika

memiliki nilai T-hitung lebih besar dari T-tabel atau memiliki probabilitas yang

lebih kecil dari α pada tingkat signifikan 10% atau 0,1.

Produksi jagung memiliki probabilitas sebesar 0,0016 lebih kecil dari

tingkat siginifikan 0,1, hal ini menunjukkan bahwa produksi jagung Indonesia

dalam jangka pendek berpengaruh signifikan terhadap volume impor jagung

Indonesia. Nilai koefisien Produksi jagung adalah -0,271041 dengan arah negatif

menunjukkan bahwa setiap kenaikan produksi jagung sebesar satu ton akan

menurunkan volume impor jagung Indonesia sebesar 0,271041 ton, ceteris

paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang digunakan pada penelitian ini.

Permintaan jagung memiliki probabilitas sebesar 0,0449 lebih kecil dari

tingkat siginifikan yaitu 0,1 hal ini menunjukkan bahwa permintaan jagung dalam

jangka pendek berpengaruh signifikan terhadap volume impor jagung Indonesia.

Nilai koefisien permintaan jagung adalah 0,153741 dengan arah positif

menunjukkan bahwa setiap kenaikan permintaan jagung industri sebesar satu ton

akan meningkatkan volume impor jagung Indonesia sebesar 0,153741 ton, ceteris

paribus. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang digunakan pada penelitian ini.

Nilai tukar Rupiah memiliki probabilitas sebesar 0,1065 lebih besar dari

tingkat siginifikan yaitu 0,1, hal ini menunjukkan bahwa nilai tukar Rupiah dalam

76
jangka pendek berpengaruh tidak signifikan terhadap volume impor jagung

Indonesia. Nilai koefisien nilai tukar Rupiah adalah -282,7643 dengan arah

negatif menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai tukar Rupiah sebesar satu

satuan nilai tukar akan menurunkan volume impor jagung Indonesia sebesar

282,7643 ton, ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengujian parsial

pada variabel nilai tukar Rupiah tidak sesuai dengan hipotesis yang digunakan

pada penelitian ini.

Harga jagung impor memiliki probabilitas sebesar 0,3317 lebih besar dari

tingkat siginifikan yaitu 0,1, hal ini menunjukkan bahwa harga jagung impor

dalam jangka pendek berpengaruh tidak signifikan terhadap volume impor jagung

Indonesia. Nilai koefisien harga jagung impor adalah 0,304861 dengan arah

positif menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga jagung impor sebesar satu

Rupiah akan meningkatkan volume impor jagung Indonesia sebesar 0,304861 ton,

ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengujian parsial pada variabel

harga jagung impor tidak sesuai dengan hipotesis yang digunakan pada penelitian

ini.

Harga jagung domestik memiliki probabilitas sebesar 0,3026 lebih besar

dari tingkat siginifikan yaitu 0,1, hal ini menunjukkan bahwa harga jagung

domestik dalam jangka pendek berpengaruh tidak signifikan terhadap volume

impor jagung Indonesia. Nilai koefisien harga jagung domestik adalah -0,681037

dengan arah negatif menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga jagung domestik

sebesar satu Rupiah akan menurunkan volume impor jagung Indonesia sebesar

0,681037 ton, ceteris paribus. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengujian parsial

77
pada harga jagung domestik tidak sesuai dengan hipotesis yang digunakan pada

penelitian ini.

c. Koefisien Determinasi (R2)

Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengetahui besaran

kemampuan variabel bebas untuk menjelaskan variabel terikat. Nilai koefisien

determinasi (R2) memiliki rentang nilai 0-1. Nilai koefisien determinasi pada

model ditunjukkan melalui Adjusted R Squared. Dari hasil estimasi jangka pendek

didapatkan nilai Adjusted R Squared sebesar 0,600186 yang berarti bahwa

variabel-variabel bebas yaitu produksi jagung, permintaan jagung Indonesia, nilai

tukar, harga jagung impor, dan harga jagung domestik mampu menjelaskan

informasi yang dibutuhkan untuk volume impor jagung Indonesia sebesar 60,01%,

sedangkan sisanya yaitu 39,99% dijelaskan oleh variabel di luar model penelitian.

5.1.6. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam setiap

analisis regresi. Analisis regresi yang baik memiliki estimator OLS yang terbebas

dari syarat asumsi klasik sehingga bersifat BLUE (Best Linear Unbiased

Estimator). Pada uji asumsi klasik di penelitian ini dilakukan uji normalitas, uji

multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah residual terdistribusi

secara normal atau tidak. Pada penelitian ini digunakan uji Jarque-Bera (Uji J-B)

dengan tingkat signifikan sebesar α>10%. Berdasarkan hasil uji dihasilkan nilai

78
probabilitas sebesar 0,431198 yang lebih besar dari tingkat signifikan yaitu

α>10% yang berarti data yang ada sudah terdistribusi normal.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk melihat adanya korelasi atau

hubungan yang kuat antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi

linear berganda, korelasi yang kuat antar variabel bebas akan mengganggu

hubungan antara variabel terikat dengan variabel bebasnya itu sendiri. Metode

yang digunakan untuk mengetahui adanya multikolinearitas pada penelitian ini

adalah dengan melihat nilai Variance Inflation Factor (VIF), jika nilai VIF

masing-masing variabel bernilai kurang dari 10 maka model regresi tidak

mengalami masalah multikolinearitas.

Tabel 12. Hasil Uji Multikolinearitas


Variable Centered VIF
D(PRD) 1,331890
D(PJ) 1,563163
D(NT) 1,072596
D(HI) 1,139050
D(HD) 1,593311
ECT(-1) 1,137736
C NA
Sumber: Lampiran 18

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk menganalisis apakah variansi dari

error memiliki sifat tetap/konstan (hemoskedastik) atau berubah-ubah

(heteroskedastik). Penelitian ini menggunakan uji Breusch-Pagan-Godfrey untuk

mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas. Model regresi akan mengalami

79
masalah heteroskedastisitas jika pada Obs*R-squared memiliki nilai Prob. Chi-

Square lebih kecil dari 0,1.

Tabel 13. Hasil Uji Heteroskedastisitas


F-statistic 0,434717 Prob. F(6,13) 0,8430
Prob. Chi-
Obs*R-squared 3,342196 0,7648
Square(6)
Scaled explained Prob. Chi-
1,832954 0,9344
SS Square(6)
Sumber: Lampiran 19

Dari tabel di atas diketahui bahwa Obs*R-squared memiliki nilai Prob.

Chi-Square lebih besar dibanding dengan 0,1 yaitu sebesar 0,7648. Dari hasil uji

heteroskedastisitas didapatkan bahwa pada model regresi tidak terjadi masalah

heteroskedastisitas .

4. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah keadaan dimana adanya korelasi atau hubungan antara

satu variabel gangguan dengan variabel gangguan lain. Uji autokorelasi dilakukan

untuk mengetahui adanya korelasi serial pada residual. Adanya autokorelasi akan

menyebabkan nilai standard error dari metode OLS tidak bisa lagi dipercaya

kebenarannya dalam evaluasi hasil regresi. Penelitian ini menggunakan uji

Breusch-Godfrey serial Correlation LM Test. Model regresi akan mengalami

autokorelasi jika pada Obs*R-squared memiliki nilai nilai Prob. Chi-Square lebih

kecil dari 0,1 (α=10%).

Tabel 14. Hasil Uji Autokorelasi

F-statistic 0,396121 Prob. F(2,11) 0,6821


Prob. Chi-
Obs*R-squared 1,343666 0,5108
Square(2)
Sumber: Lampiran 20

80
Pada Tabel 13 di atas diketahui bahwa Obs*R-squared memiliki nilai Prob.

Chi-Square lebih besar dari 0,1 yaitu sebesar 0,5108. Hasil uji autokorelasi

menunjukkan bahwa pada model regresi tidak terjadi masalah autokorelasi.

5.2. Pengaruh Faktor-Faktor Terhadap Volume Impor Jagung Indonesia


Dalam Jangka Pendek

Hasil analisis pada estimasi jangka pendek yang dilakukan pada variabel

bebas yaitu produksi jagung Indonesia, permintaan jagung, nilai tukar, harga

jagung impor, dan harga jagung domestik menghasilkan beberapa variabel yang

memiliki pengaruh pada variabel terikat yaitu volume impor jagung Indonesia

selama tahun 1999-2019. Pengaruh dari masing-masing variabel adalah sebagai

berikut:

a. Produksi

Hasil analisis estimasi jangka pendek yang menggunakan ECM

menunjukkan bahwa produksi jagung Indonesia menghasilkan nilai probabilitas

0,0016 dan nilai koefisien yang negatif yaitu -0,271041 maka dalam jangka

pendek, setiap kenaikan produksi jagung sebesar satu ton akan menurunkan

jumlah volume impor jagung sebesar 0,271041 ton, sehingga produksi jagung

Indonesia dalam jangka pendek memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan.

Hasil ini sesuai dengan penelitian Hernadi (2016) dimana dalam jangka pendek

produksi jagung berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume impor

jagung.

Usaha tani jagung yang dilakukan petani dalam negeri masih terkendala

oleh banyak faktor. Penguasaan lahan tani jagung yang sempit, biaya produksi

81
jagung yang tinggi, harga benih hibrida yang relatif mahal, terbatasnya

ketersediaan air, usaha tani yang masih konvensional, penggunaan input yang

belum optimal, menjadikan usaha tani jagung tidak efisien dan tidak memberikan

keuntungan yang cukup ataupun menjanjikan. Pada sisi pasca panen, penjemuran

jagung sebagai cara menjaga kualitas juga masih terbatas. Terbatasnya

penggunaan teknologi pasca panen membuat hasil panen raya daya serap oleh

konsumen tidak optimal sehingga tingkat kehilangan atau tercecer masih tinggi

(Sulaiman dkk, 2018:50). Pada usaha tani konvensional biaya produksi dan pasca

panen relatif mahal, salah satunya karena adanya biaya tenaga kerja yang menjadi

komponen biaya tertinggi. Produksi jagung yang tidak mencukupi kebutuhan

dalam negeri membuat harga jagung menjadi lebih tinggi dan ketersediaannya

rendah karena terbatasnya persediaan yang ada. Ketidakmampuan serta

terbatasnya modal petani untuk meningkatkan produksinya membuat permintaan

jagung dalam negeri harus dipenuhi oleh jagung impor. Produsen jagung perlu

didukung untuk meningkatkan produksinya, hal yang dapat dilakukan adalah

dengan memberikan pinjaman modal usaha tani, subsidi sarana produksi pertanian,

dan asuransi produksi sehingga produksi dalam negeri dapat mengejar tingkat

permintaan jagung yang sedang tinggi.

b. Permintaan Jagung

Hasil analisis estimasi jangka pendek pada permintaan jagung

menghasilkan nilai probabiltas 0,0449 dan nilai koefisien positif yaitu 0,153741.

Maka dalam jangka pendek, setiap kenaikan permintaan jagung sebesar satu ton

akan meningkatkan jumlah volume impor jagung sebesar 0,153741 ton, sehingga

82
dapat dikatakan bahwa dalam jangka pendek permintaan jagung akan berpengaruh

secara positif dan signifikan.

Laju pertumbuhan permintaan jagung yang lebih tinggi dibandingkan

dengan laju pertumbuhan produksi menjadikan kebutuhan jagung tidak dapat

secara sepenuhnya dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Terbatasnya persediaan

jagung untuk memenuhi permintaan dalam negeri membuat harga jagung

domestik meningkat. Bagi konsumen meningkatnya harga jagung domestik dalam

jangka pendek terjadi karena terbatasnya persediaan dalam negeri serta adanya

perubahan tingkat pendapatan tidak serta merta menurunkan permintaan jagung

secara proporsional namun akan mempertahankan tingkat permintaannya tidak

terlalu jauh dengan tingkat permintaan tertinggi yang pernah dicapai sehingga

jagung impor dipilih untuk memenuhi kebutuhannya saat harga jagung domestik

tinggi dan produksi tidak mencukupi.

Bagi sektor industri sebagai konsumen terbesar, kenaikan harga yang

disebabkan oleh tingginya permintaan akan membuat jagung impor menjadi

pilihan utama karena ketersediaannya yang kontinu sepanjang tahun serta

harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan jagung domestik. Hal ini

dilakukan untuk menjaga keuntungan usaha serta untuk memenuhi kebutuhan

serta kelancaran tingkat produksinya. Pada tahun 2016 untuk mengatasi jumlah

impor yang tinggi pemerintah menerapkan pembatasan jagung impor yang

menjadikan tingkat impor turun sebesar 61% dari tahun sebelumnya. Untuk

membatasi tingkat impor yang tinggi penerapan kebijakan kuota dan tarif impor

dapat dilakukan untuk meminimalisir volume impor dan menjadikan produksi

83
dalam negeri dapat terserap dengan optimal. Penerapan kebijakan seperti yang

tercantum Peraturan Kementerian Perdagangan RI Nomor 07 Tahun 2020 tentang

harga acuan pembelian di tingkat petani dan harga acuan penjualan di tingkat

konsumen yang dilaksanakan secara efektif dapat membuat harga jagung menjadi

adil, jelas, dan dapat dijangkau oleh konsumen.

c. Nilai Tukar

Hasil analisis estimasi jangka pendek pada nilai tukar menghasilkan nilai

probabiltas 0,1065 dan nilai koefisien positif yaitu -282,7643. Maka dalam jangka

pendek, setiap kenaikan nilai tukar sebesar satu Rupiah akan menurunkan jumlah

volume impor jagung sebesar 282,7643 ton sehingga dapat dikatakan bahwa nilai

tukar akan berpengaruh negatif namun tidak signifikan. Berdasarkan Sugeng dkk

(2010:320) dalam jangka pendek penawaran dan permintaan nilai tukar akan

berpengaruh pada harga impor barang (first round effect) dan akibat dari kenaikan

harga impor akan akan menyebabkan harga keseluruhan perekonomian menjadi

meningkat (second round efffect). Depresiasi nilai tukar Rupiah akan

meningkatkan beban biaya impor sehingga importir akan menaikkan harga untuk

menjaga keuntungan. Beban biaya impor dapat dibebankan ke konsumen ataupun

ditanggung oleh importir itu sendiri. Peningkatan nilai tukar ini dapat menjadikan

harga memperoleh barang impor lebih mahal sehingga menurunkan jumlah impor

yang dilakukan, maka dengan semakin nilai tukar Rupiah terhadap dolar

(terdepresiasi) maka akan menurunkan jumlah impor jagung yang dilakukan

karena biaya untuk memperoleh jagung impor menjadi lebih mahal.

84
Hasil penelitian yang dilakukan menghasilkan bahwa nilai tukar Rupiah

terhadap volume impor jagung tahun 1999-2019 memiliki pengaruh negatif

namun tidak signifikan, hasil yang tidak signifikan sesuai dengan penelitian

Hernadi (2016). Hasil yang tidak signifikan menunjukkan bahwa nilai tukar

Rupiah dalam jangka pendek tidak menjadi acuan besar bagi Indonesia dalam

melakukan kegiatan Impor.

d. Harga Jagung Impor

Hasil analisis estimasi jangka pendek pada harga jagung impor

menghasilkan nilai probabiltas sebesar 0,3317 dan nilai koefisien positif yaitu

0,304861. Maka dalam jangka pendek, setiap kenaikan harga jagung impor

sebesar satu Rupiah akan meningkatkan jumlah volume impor jagung sebesar

0,304861. Hasil penelitian tidak sesuai dengan hipotesis namun sesuai dengan

penelitian Hernadi (2016) dimana harga jagung impor dalam jangka pendek

berpengaruh positif dan tidak signifikan. Hasil yang tidak signifikan menunjukkan

bahwa harga jagung impor dalam jangka pendek tidak menjadi acuan besar bagi

Indonesia dalam melakukan kegiatan Impor.

Semakin meningkatnya tingkat impor maka dibutuhkan mata uang

pembayaran (valas) yang lebih banyak untuk melakukan transaksi impor. Tingkat

permintaan impor jagung yang meningkat akan membuat harga impor menjadi

lebih tinggi. Harga yang tinggi menjadikan konsumen memilih untuk

menyesuaikan pilihannya berdasarkan kemampuan yang dimiliki (Silasa, 2016:8).

Namun dalam penelitian ini harga jagung impor berpengaruh positif dan tidak

sesuai dengan hipotesis penelitian. Hal ini dapat terjadi karena penerapan

85
kebijakan Peraturan Kementerian Perdagangan RI Nomor 07 Tahun 2020 tentang

harga acuan pembelian di tingkat petani dan harga acuan penjualan di tingkat

konsumen, dimana harga acuan pembelian di petani terendah untuk jagung adalah

Rp2.500/Kg dan tertinggi adalah Rp3.150/Kg, sedangkan harga acuan penjualan

di konsumen adalah Rp4.500/Kg tidak diterapkan secara baik dan efektif sehingga

menjadikan harga jagung domestik yang tersedia di pasar menjadi lebih tinggi

dibandingkan dengan harga acuan tersebut dan harga jagung impor. Selain itu,

jagung masih digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan pakan,

ketergantungan industri sebagai salah satu konsumen terbesar pada jagung masih

cukup tinggi. Jagung impor masih menjadi pilihan utama karena dilihat dari

perkembangan harganya, meskipun terjadi peningkatan pada harga jagung impor,

nilainya masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga jagung domestik.

e. Harga Jagung Domestik

Hasil analisis estimasi jangka pendek pada harga jagung domestik

dihasilkan nilai probabiltas 0,3026 dan nilai koefisien negatif yaitu -0,681037

dapat dikatakan bahwa harga jagung domestik akan berpengaruh negatif namun

tidak signifikan. Maka dalam jangka pendek, setiap kenaikan harga jagung

domestik sebesar satu Rupiah akan menurunkan jumlah volume impor jagung

sebesar 0,6810371. Dalam penelitian ini harga jagung domestik terhadap volume

impor jagung tahun 1999-2019 tidak sesuai dengan hipotesis. Hasil yang tidak

signifikan menunjukkan bahwa harga jagung domestik dalam jangka pendek tidak

menjadi acuan besar bagi Indonesia dalam melakukan kegiatan Impor.

86
Berdasarkan Utomo (2012:173) meskipun harga jagung domestik

menurun kegiatan impor masih dapat dilakukan dengan alasan tertentu. Impor

jagung dilakukan untuk mengatasi tingginya permintaan jagung dan

mempertahankan harga jagung. Jagung impor dibutuhkan untuk memenuhi

kebutuhan permintaan domestik yang kebutuhannya tidak dapat dipenuhi oleh

produksi dalam negeri karena kualitasnya yang berbeda. Berdasarkan Utomo

(2012:174) harga komoditas yang rendah karena masuknya impor dapat membuat

petani mengurangi produksi untuk menghindari kerugian yang dapat mengurangi

kesejahteraan mereka. Untuk melindungi petani dan mempertahankan produksi

jagung maka pemerintah memberlakukan kebijakan untuk membatasi impor yang

masuk, sehingga dengan harga jagung yang meningkat petani mendapatkan

keuntungan dari usaha taninya. Kebijakan pembatasan impor jagung yang dimulai

pada tahun 2016 melalui Permentan Nomor 57/Permentan/PK.110/11/2015

membuat penggunaan jagung impor menurun dan memaksa konsumen untuk

menggunakan jagung dalam negeri.

5.3. Pengaruh Faktor-Faktor Terhadap Volume Impor Jagung Indonesia


Dalam Jangka Panjang

Hasil analisis pada estimasi jangka panjang yang dilakukan pada variabel

bebas yaitu produksi jagung Indonesia, permintaan jagung, nilai tukar, harga

jagung impor, dan harga jagung domestik menghasilkan beberapa variabel yang

memiliki pengaruh pada variabel terikat yaitu volume impor jagung Indonesia

selama tahun 1999-2019. Pengaruh dari masing-masing variabel adalah sebagai

berikut:
87
a. Produksi

Analisis estimasi jangka panjang yang telah dilakukan diperoleh bahwa

produksi jagung Indonesia memiliki nilai koefisien yang negatif yaitu -0,284739

dan nilai probabilitas yaitu 0,0165 sehingga jumlah produksi jagung yang

dihasilkan oleh produsen dalam negeri berpengaruh negatif dan signifikan pada

taraf signifikansi 10% terhadap volume impor jagung. Maka dalam jangka

panjang, setiap kenaikan produksi jagung sebesar satu ton akan menurunkan

volume impor jagung Indonesia sebesar 0,284739 ton, ceteris paribus. Hal ini

sesuai dengan hasil penelitian Hastuti (2018), Mulyadewi (2018), Audayuda

(2017), dan Hernadi (2016) yang menunjukkan bahwa produksi jagung

berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume impor jagung Indonesia.

Indonesia memproduksi jagung dengan kualitas yang beragam. Kadar air

jagung produksi Indonesia yang tinggi (20%-25%) akan sulit diserap oleh

konsumen dalam negeri terutama sektor industri dan peternakan sebagai

konsumen utama yang menetapkan syarat kadar air hanya maksimal 14-17% yang

didasari pada ketentuan pemerintah berdasarkan SNI. Bagi pakan ternak jumlah

kadar aflatoxin maksimal yang dapat diterima menurut ketentuan SNI 01-4483-

1998 adalah 50 ppb. Pada jagung produksi dalam negeri kadar aflatoxin dan kadar

air lebih tinggi dari standar ketentuan yang telah diterapkan sehingga menjadi

alasan rendahnya penyerapan produksi jagung oleh sektor peternakan dan industri

pakan, sehingga jagung impor masih dipilih dengan pertimbangan bahwa

kualitasnya sudah terjamin (Kemenperin, 2022).

88
Periode panen wilayah barat (Januari-Maret) dan wilayah timur (April dan

Maret) yang berbeda membuat stok jagung menjadi tidak pasti untuk memenuhi

kebutuhan nasional. Peningkatan produksi dapat mengurangi ketergantungan akan

jagung impor sehingga kuantitas jagung yang diimpor dapat menurun. Menurut

Sulaiman dkk (2018:17) jagung mulai digunakan sebagai biofuel dan sumber

energi alternatif oleh beberapa negara maju. Produksi jagung dalam negeri yang

tadinya digunakan untuk pakan dan pangan mulai bersaing dengan penggunaan

sebagai biofuel sehingga jika produksi jagung menurun dan tidak mencukupi

permintaan dalam negeri maka akan meningkatkan penggunaan jagung impor.

Banyaknya negara yang juga menjadi importir jagung dengan pangsa pasar

yang tinggi juga menjadikan ketergantungan akan jagung impor menjadi risiko

karena akan terjadi persaingan dengan negara lain, sehingga usaha untuk

meningkatkan produksi jagung dalam negeri merupakan langkah yang tepat untuk

lepas dari ketergantungan impor, sehingga naiknya produksi jagung dapat

mengurangi kegiatan impor jagung (Sulaiman dkk, 2018:48). Produksi jagung

yang mencukupi baik kuantitas dan kualitasnya akan membuat konsumen serta

pelaku industri memilih menggunakan jagung produksi dalam negeri. Peningkatan

produksi jagung, penerapan teknologi budidaya, serta peningkatan kualitas

melalui penggunaan bibit varietas unggul yang sesuai standar industri dapat

menekan penggunaan jagung impor selama stok jagung dalam negeri rendah,

terutama di masa paceklik dan ditambah dengan lokasi produksi dan waktu panen

jagung di setiap daerah yang tidak serentak. .

89
Peningkatan produksi jagung dapat dilakukan melalui kegiatan

intensifikasi dan ekstensifikasi. Cara intensifikasi yaitu efisiensi peningkatan

produktivitas penggunaan input produksi menggunakan teknologi pertanian,

menurunkan harga bibit jagung varietas unggul, perbaikan pengelolaan panen dan

pasca panen. Cara ekstensifikasi yaitu memperluas lahan tanam di luar Jawa, dan

mengurangi konversi lahan jagung menjadi lahan non pertanian (Sulaiman dkk,

2018:116). Menurut Dahiri dan Rahayuningsih (2019:8) tingginya produksi

jagung yang masih disertai oleh tingginya tingkat impor dapat disebabkan oleh

ketidak-akuratan data pemerintah mengenai produksi dan ketersediaan jagung

yang merupakan data agregat dan bukan data musiman. Data jagung yang tersedia

saat ini tidak membedakan jenis jagung dan tujuan penggunaannya sehingga jenis

jagung yang diproduksi tidak dibedakan berdasarkan kegunaannya (konsumsi

manusia, pakan, dan industri) serta tidak dibedakan pula berdasarkan persyaratan

jenis dan kualitas jagung yang dimiliki sehingga kurangnya pasokan jagung yang

sesuai dengan jenis jagung berdasarkan kegunaannya (konsumsi manusia, pakan,

dan industri) membuat jagung impor menjadi pilihan (Tangendjaja dkk, 2005:240).

b. Permintaan Jagung

Analisis estimasi jangka panjang yang telah dilakukan diperoleh bahwa

permintaan jagung dalam negeri Indonesia memiliki nilai probabilitas 0,0273 dan

nilai koefisien permintaan jagung bernilai positif yaitu 0,209551, sehingga

permintaan jagung berpengaruh positif dan signifikan pada taraf signifikansi 10%

terhadap volume impor jagung Indonesia. Maka dalam jangka panjang, setiap

90
adanya peningkatan pada permintaan jagung sebesar satu ton akan meningkatkan

volume impor jagung Indonesia sebesar 0,0273 ton, ceteris paribus.

Permintaan jagung Indonesia untuk kebutuhan rumah tangga mulai

bergeser menjadi untuk kebutuhan sektor industri dan pakan ternak. Tingginya

kebutuhan untuk sektor industri dan peternakan belum dapat dipenuhi secara

sepenuhnya oleh produksi dalam negeri, selain itu lambatnya peningkatan laju

pertumbuhan produksi dibandingkan dengan laju pertumbuhan permintaan

membuat impor jagung masih tetap dilakukan (Sulaiman, 2018:2). Produksi

jagung yang terpencar dan tersebar dari daerah kawasan industri atau pengolahan

jagung menyulitkan konsumen partai besar untuk memperoleh jagung dari daerah

berbeda yang berakibat pula pada besarnya biaya dan tenaga yang dikeluarkan.

Konsumen partai besar menjadikan alasan ini sebagai salah satu alasan untuk

memilih jagung impor. Kebijakan investasi sektor industri terutama industri pakan

(baik itu Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanam Modal Asing

(PMA)) pada awal pendiriannya tidak dibarengi dengan sistem produksi pertanian

yang mumpuni. Industri yang menggunakan jagung sebagai bahan baku banyak

berada di Jabodetabek yang jauh dari sentra produksi jagung. Industri pakan

(PMA) pada awal produksinya dibebaskan untuk mengimpor jagung tanpa

dikenakan tarif membuat industri tersebut memanfaatkan fasilitas ini untuk

mengimpor jagung karena banyaknya masalah dalam memperoleh jagung

domestik jika dilakukan tanpa adanya bantuan pedagang perantara yang membuat

harga menjadi mahal, maka industri ini menjadi bergantung pada jagung impor.

Jagung yang diproduksi di daerah sentra produksi luar pulau jawa lebih memilih

91
mengekspor jagung dibandingkan dengan memasok ke sentra konsumsi karena

lokasi jauh yang membuat biaya logistik menjadi tinggi (Tangendjaja dkk,

2005:242).

Sektor industri merupakan sektor dengan permintaan jagung terbesar.

Permintaan jagung pada sektor industri terdiri dari industri non pakan dan industri

pakan yang masing-masing menggunakan 44,11% dan 33,17% dari total

permintaan jagung nasional. Pemerintah menerapkan standardisasi bagi jagung

yang dapat digunakan untuk proses produksi pada sektor industri. Ketentuan

standar jagung bagi sektor industri terutama pakan berdasarkan ketentuan SNI 01-

4483-1998 meliputi kadar air maksimal 14-17%, kadar protein kasar maksimal

7,5%, kadar serat kasar maksimal 3%, kadar abu maksimal 2%, kadar lemak

maksimal 3%, kadar aflatoksin maksimal 50 ppb, kadar okratoxin maksimal 5 ppb,

butir pecah 5%, warna lain 5%, benda asing 2%, dan kepadatan minimum 700

Kg/Cm3. Produksi jagung dalam negeri masih sulit untuk memenuhi permintaan

konsumen karena tidak sesuai dengan ketentuan standar tersebut, dengan sulitnya

mendapatkan jagung dengan tingkat kandungan aflatoxin di bawah 20 pbb untuk

industri pangan dan 50 pbb untuk industri pakan membuat jagung impor masih

menjadi pilihan (Kemenperin, 2022).

Produksi jagung Indonesia yang banyak dilakukan saat musim hujan, agar

jagung tetap terjaga kualitasnya serta tidak terinfeksi oleh mikotoksin (cemaran

aflatoksin dan okratoksin), jagung yang dipanen harus dikurangi kadar airnya

dengan proses pengeringan lalu penyimpanan (Kemenperin, 2022). Sedikitnya

alat pengering dan gudang penyimpanan menjadikan kualitas jagung banyak

92
mengalami kerusakan, tercecer, dan penurunan kualitas sehingga tidak memenuhi

standar permintaan masyarakat maupun industri (Purwanto, 2007:461). Akibat

dari buruknya fasilitas pascapanen yang membuat kualitas jagung berkurang

menjadikan industri sebagai konsumen terbesar menolak membeli jagung yang

tidak sesuai tersebut sehingga petani terpaksa langsung menjual panennya dengan

harga yang rendah. Permintaan jagung yang terus meningkat tinggi namun tidak

diimbangi dengan produksi dan kualitas yang baik menjadikan sektor industri

meningkatkan penggunaan jagung impor untuk memenuhi kebutuhannya.

Membuat kelembagaan kerja sama antara produsen dan sektor industri dengan

tujuan agar produsen dapat menyediakan bahan baku yang sesuai standar

permintaan dan kontinu dapat dilakukan. Menjaga dan meningkatkan kualitas

jagung dalam negeri dapat dilakukan melalui koordinasi dengan sektor industri

dan pedagang besar, memperpendek rantai pasok dan peningkatan sarana

prasarana pertanian pascapanen. Adanya dryer, corn sheller, grading, dan

pengemasan yang baik dapat menjaga kualitas jagung sehingga dapat memenuhi

permintaan konsumen (Sulaiman dkk, 2018:118).

c. Nilai Tukar

Analisis estimasi jangka panjang yang telah dilakukan diperoleh bahwa

nilai tukar Rupiah memiliki nilai probabilitas yaitu 0,1910 dan nilai koefisien

negatif yaitu -258,7476, sehingga nilai tukar Rupiah akan berpengaruh negatif

namun tidak signifikan pada taraf signifikansi 10% terhadap volume impor jagung

Indonesia. Maka dalam jangka panjang, setiap adanya peningkatan pada nilai

tukar Rupiah sebesar satu Rupiah maka akan menurunkan volume impor jagung

93
Indonesia sebesar 258,7476 ton, ceteris paribus. Nilai tukar Rupiah yang

berpengaruh negatif sesuai dengan hasil penelitian Mulyadewi (2018) dan

Audayuda (2017).

Nilai tukar yang meningkat dalam jangka panjang akan berpengaruh pada

inflasi domestik atau harga keseluruhan perekonomian (Sugeng dkk, 2010:317).

Semakin tinggi harga jagung impor karena depresiasi nilai tukar Rupiah membuat

permintaan akan jagung impor semakin berkurang, namun, dari hasil analisis

menunjukkan bahwa nilai tukar tidak berpengaruh signifikan, menjelaskan bahwa

nilai tukar Rupiah terhadap Dolar tidak menjadi acuan kuat bagi Indonesia untuk

melakukan kegiatan impor jagung. Nilai tukar Rupiah yang melemah tidak

mempengaruhi impor jagung Indonesia karena permintaan jagung Indonesia untuk

memenuhi kebutuhan dalam negeri harus dipenuhi oleh impor jika permintaan

jagung dalam negeri yang tinggi tidak dapat dipenuhi oleh kuantitas dan kualitas

produksi dalam negeri yang sesuai.

d. Harga Jagung Impor

Analisis estimasi jangka panjang yang telah dilakukan diperoleh bahwa

harga jagung impor menghasilkan nilai probabilitas yaitu 0,0509 dan nilai

koefisien positif yaitu 0,797696 yang berarti harga jagung impor akan

berpengaruh positif dan signifikan pada taraf signifikansi 10% terhadap volume

impor jagung Indonesia. Hasil uji tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yaitu

berpengaruh negatif. Setiap adanya peningkatan pada harga jagung impor sebesar

satu Rupiah harga maka akan meningkatkan volume impor jagung Indonesia

sebesar 0,797696 ton, ceteris paribus.

94
Jagung impor dibutuhkan untuk memenuhi permintaan jagung Indonesia,

meskipun harga jagung impor meningkat tidak membuat impor jagung berkurang

karena jagung merupakan bahan baku penting dengan lebih dari 20% berasal dari

impor. Jika dilihat dari perkembangan harga jagung impor dan harga jagung

domestik setiap tahunnya, harga jagung impor masih lebih rendah jika

dibandingkan dengan harga jagung domestik. Kebijakan tarif impor menjadikan

harga jagung impor menjadi lebih mahal karena ditambah adanya pajak/tarif.

Namun seringkali penerapan tarif impor menjadi tidak efektif ketika harga

domestik masih lebih tinggi dibandingkan dengan harga impor setelah pajak/tarif

sehingga menimbulkan adanya trade-off.

Sektor usaha/industri yang menggunakan jagung sebagai bahan baku

utama, meskipun harga jagung impor mengalami peningkatan, harganya masih

lebih rendah dari jagung domestik. Pada beberapa waktu harga jagung domestik

dapat bernilai dua kali lipat dibandingkan dengan harga jagung impor. Harga

jagung impor jika dihitung secara rata-rata selama tahun 1999-2019 adalah Rp

2.037.268 per ton sedangkan harga jagung domestik Rp 2.709.912 per ton,

sehingga dengan harga jagung impor yang meningkat perusahaan dapat

melakukan penyesuaian terhadap output produksi serta tingkat harga. Impor

jagung masih tetap dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sekalipun

harga jagung impor meningkat.

e. Harga Jagung Domestik

Analisis estimasi jangka panjang yang telah dilakukan diperoleh bahwa

harga jagung domestik menghasilkan nilai probabilitas yaitu 0,1328 dan nilai

95
koefisien positif yaitu 0,726556 yang berarti harga jagung domestik akan

berpengaruh positif namun tidak signifikan pada taraf signifikansi 10% terhadap

volume impor jagung Indonesia. Maka dalam jangka panjang, setiap adanya

peningkatan pada harga jagung domestik sebesar satu Rupiah maka akan

meningkatkan volume impor jagung Indonesia sebesar 0,726556 ton, ceteris

paribus. Harga jagung domestik berdasarkan hasil analisis diatas ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan oleh Audayuda (2017) yang menunjukkan

bahwa harga jagung dalam negeri berpengaruh positif namun tidak signifikan

terhadap volume impor jagung Indonesia.

Harga jagung domestik yang meningkat banyak diakibatkan oleh

rendahnya stok jagung yang tersedia karena panen yang tidak merata. Biaya dan

tenaga yang dikeluarkan untuk memperoleh jagung produksi dalam negeri cukup

besar karena harga bibit yang mahal, rantai pasok yang panjang serta biaya

logistik yang tinggi. Biaya logistik yang tinggi terjadi karena sentra produksi

dengan lokasi industri tidak berada pada satu kawasan yang dekat ditambah belum

mendukungnya aspek infrastruktur transportasi dan logistik, mendorong

meningkatnya biaya produksi jagung. Menurunkan biaya dan mengefektifkan

proses logistik dapat mengurangi beban biaya produksi jagung sehingga harga

jagung menurun dan kebutuhan akan impor jagung berkurang. Mahalnya biaya

memperoleh jagung menjadikan konsumen lebih memilih menggunakan jagung

impor karena biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh jagung impor relatif

lebih murah dibanding jagung domestik (Sulaiman dkk, 2018:57). Pada sektor

usaha/ industri yang menggunakan jagung sebagai bahan baku utama harga

96
jagung domestik yang meningkat akan menyulitkan usaha untuk berkembang

sehingga jagung impor akan lebih dipilih karena harganya yang lebih murah

sehingga perusahaan dapat meningkatkan output produksi dan mengembangkan

usaha. Pemerintah dapat menyediakan kredit, pinjaman modal, serta subsidi

sarana pertanian, dan juga menggandeng sektor industri untuk dapat berkoordinasi

untuk memberikan kepastian harga yang wajar, sesuai, dan transparan sehingga

produsen jagung juga bisa merasa keuntungan dari usaha taninya serta dapat

bersaing dengan jagung impor.

97
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada penelitian mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor jagung Indonesia tahun 1999-

2019 dapat disimpulkan bahwa:

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor jagung Indonesia pada

tahun 1999-2019 yaitu produksi jagung, permintaan jagung, nilai tukar,

harga jagung impor dan harga jagung domestik secara bersama-sama

memiliki pengaruh terhadap volume impor jagung Indonesia tahun 1999-

2019 baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

2. Faktor yang memiliki pengaruh signifikan pada jangka pendek pada

volume impor jagung Indonesia tahun 1999-2019 adalah produksi jagung

dengan pengaruh negatif dan permintaan jagung Indonesia dengan

pengaruh positif. Faktor-faktor yang memiliki pengaruh namun tidak

signifikan dalam jangka pendek adalah nilai tukar, harga jagung impor,

dan harga jagung domestik.

3. Faktor yang memiliki pengaruh signifikan pada jangka panjang pada

volume impor jagung Indonesia tahun 1999-2019 adalah produksi jagung

dengan pengaruh negatif, sedangkan yang berpengaruh positif adalah

permintaan jagung Indonesia dan harga jagung impor. Faktor-faktor yang

berpengaruh namun tidak signifikan dalam jangka panjang adalah nilai

tukar dan harga jagung domestik.


6.2. Saran

Berdasarkan analisis dan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan

beberapa saran yaitu:

1. Dalam jangka pendek upaya mendorong peningkatan efisiensi dan

produktivitas produsen jagung perlu untuk dilakukan. Pemberian subsidi

terhadap input produksi jagung serta pinjaman modal usaha tani dapat

membantu produsen meningkatkan tingkat efisiensi dan produktivitasnya

untuk memenuhi permintaan nasional. Penerapan kuota impor dan tarif

dengan nilai tertentu pada jagung impor yang melebihi kuota juga dapat

dilakukan untuk meminimalisir tingkat impor pada jangka pendek.

2. Dalam jangka panjang, menjaga agar efisiensi serta produktivitas produksi

jagung perlu dilakukan dan ditingkatkan, selain itu penting pula untuk terus

memastikan tersedianya pasar yang dapat menyerap banyak produksi jagung.

Perbaikan infrastruktur penunjang pertanian, struktur pemasaran, dan

kelembagaan produsen dapat menjadikan jagung produksi dalam negeri

menjadi kompetitif. Membuat kelembagaan kerja sama antara produsen dan

sektor industri atau pedagang/pengumpul dengan tujuan agar produsen dapat

menyediakan bahan baku yang sesuai standar permintaan dan kontinu dapat

dilakukan. Pemerintah dan sektor industri dapat pula melakukan koordinasi

untuk memberikan kepastian harga yang wajar dan transparan sehingga

produsen jagung juga bisa merasakan keuntungan dari usaha taninya serta

dapat bersaing dengan jagung impor. Keakuratan data produksi dan stok

jagung juga perlu ditingkatkan dan dimutakhirkan berdasarkan jenis, musim,

99
dan kegunaan sehingga stok yang tersedia bisa memenuhi permintaan jagung

dalam negeri ketika produksi sedang mengalami penurunan.

3. Bagi penelitian serupa disarankan untuk meneliti variabel-variabel yang


belum diteliti, seperti kebijakan pemerintah terhadap kegiatan impor jagung.

Dampak dari kebijakan pembatasan impor serta penerapan tarif impor yang

dilakukan pemerintah sebagai langkah mengurangi impor juga disarankan

untuk diteliti, dengan variabel yang lebih lengkap diharapkan dapat

memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai impor jagung di

Indonesia.

100
DAFTAR PUSTAKA

Aidah, Siti N. 2020. Ensiklopedi Jagung Filosofi, Deskripsi, Manfaat, Budidaya,


dan Peluang Bisnisnya. Penerbit Karya Bakti Makmur (KBM) Indonesia.
Yogyakarta

Ansar. 2017. Teori Ekonomi Mikro. IPB Press. Bogor

Ajija, Shochrul R., Dyah Wukansari., dan Rahmat Heru Setianto. 2011. Cara
Cerdas Menguasai Eviews. PT Salemba Empat. Jakarta

Aldillah, Rizma. 2017. Strategi Pengembangan Agribisnis Jagung di Indonesia.


Jurnal Analisis kebijakan Pertanian, 15 (1): 43-66.

Ansofino, Jolianis., Yola Malinda., dan Hagi Afliando. 2016. Buku Ajar
Ekonometrika. Deepublish. Yogyakarta.

Astuti, Wahyu P. 2019. Ekspor dan Impor. Penerbit Mutiara Aksara. Semarang.

Astuti, Putri Yuni dan Dewi R S Saputro. 2018. Kointegrasi dan Estimasi Error
Correction Model (ECM)- Engle-Granger. Prosiding Sendikmad 6.
Pendidikan Matematika Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta

Audayuda, Raditya. 2017. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Impor


Jagung di Indonesia. Jurnal Agribisnis, 12(2): 102-117.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2022. Konsep Harga Produsen. http


s://www.bps.go.id/subject/36/harga-produsen.html#subjekViewTab1.
Diakses tanggal 22 Oktober 2022 (19.00).

Badan Pusat Statistik (BPS). 2020. Statistik Industri Manufaktur Indonesia 2018.
https://www.bps.go.id/publication/2020/09/29/3f254a494f5b2d5754c837c2/
statistik-industri-manufaktur-Indonesia-2018-.html. Diakses tanggal 19
Oktober 2021 (12.00).

Badan Pusat Statistik (BPS). 2021. Analisis Produktivitas Jagung dan Kedelai di
Indonesia 2020 (Hasil Survei Ubinan). Diunduh dari
https://www.bps.go.id/publication/2021/07/27 /16e8f4b2ad77dd7de2e53ef2/
analisis -produktivitas- jagung-dan-kedelai-di-Indonesia-2020--hasil-survei-
ubinan-.html

Badan Standardisasi Nasional (BSN). 2015. Jagung Bahan Baku Pakan.. Pusat
Standardisasi - LIPI. Jakarta

Bantacut, Tajuddin.,Y. R Firdaus., dan Muammar Tawaruddin Akbar. 2015.


Pengembangan Jagung Untuk Ketahanan Pangan, Industri Dan Ekonomi..
Jurnal Pangan, 24: 135-148.

Buhaerah, Pihri. 2017. Pembangunan Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi:


Studi Kasus Indonesia. Badan Kebijakan Fiskal Kemetrian Keuangan RI.
Kajian Ekonomi Keuangan, 1(2): 165-180.
http://fiskal.kemenkeu.go.id/ejournal. Diakses tanggal 22 September 2021
(14:00)

Dahiri dan Rahayuningsih. 2019. Polemik Impor Jagung. Buletin APBN Vol IV
Edisi 4: 7-10. https://berkas.dpr.go.id/puskajianggaran/buletin-apbn/public-
file/buletin-apbn-public77.pdf. Diakses tanggal 17 Oktober 2021 (14:00)

Diana, I Kadek Arya dan Ni Putu Martini Dewi. 2020. Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah Atas Dolar Amerika Serikat Di
Indonesia. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan, 9(8): 1631-1661. https://oj
s.unud.ac.id/index.php/eep/article/view/60977. Diakses tanggal 29 Oktober
2022 (20.00)

Eurostat dan Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).


2012. Eurostat-OECD Methological Manual on Purchasing Power Parities.
Publication Office of the European Union. Luxembourg. https://ww
w.oecd.org/sdd/prices-ppp/PPP%20manual%20revised%202012.pdf.
Diakses tanggal 21 Febuari 2022 (13.00)

Falatehan, A F, dan Arif Wibowo. 2008. Analisis Keunggulan Komparatif dan


Kompetitif Pengusahaan Komoditi Jagung di Kabupaten Grobogan (Studi
Kasus: Desa Panunggalan, Kecamatan Pulo Kulon, Kabupaten Grobogan,
Jawa Tengah. Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Jurnal Agribisnis dan
Ekonomi Pertanian, (2)1: 1-15.

Firdaus, M. 2018. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series. IPB
Press. Bogor.

102
Food and Agriculture Organization (FAO) .http://www.fao.org/faostat
/en/#data/QC/visualize. Diakses tanggal 28 Juni 2021 (13:35).

Gujarati, Damodar N. 2004. Basic Econometrics: Forth Edition. McGraw-


Hill/Irwin. New York

Hastuti, Lisa E. 2018. Pengaruh Produksi Jagung, Konsumsi Jagung, Jumlah


Penduduk Dan Cadangan Devisa Terhadap Impor Jagung Indonesia. Jurnal
Ilmiah Pertanian, 09(12): 1-10. http://epr ints.ums.ac.id/61192/11/NAS
KAH%20PUBLIKASI-42%20LISA.pdf. Diakses tanggal 17 Oktober 2021
(10:00)

Haryanto, Tri., Nur I Hidayati., dan Wagino Djoewito. 2009. Ekonomi Pertanian.
Airlangga University Press. Surabaya.

Hernadi, Dodi. 2016. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Jagung


Indonesia Periode 1995-2014. Jurnal Jurusan S1 Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi, Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Index Mundi. 2021. Corn Domestic Consumption by Country in 1000 MT.


https://www.ind exmundi.com /agriculture/? commodity =corn&graph=
domestic- consumption. Diakses tanggal 11 Juni 2021 (23:24)

Iriany, R Neni, M Yasin H G, dan Andi Takdir M. 2016. Asal, Sejarah, Evolusi,
dan Taksonomi Tanaman Jagung.
http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11
/tiga.pdf. Diakses tanggal 5 Agustus 2021 (13.40).

Kamaruddin, Ahmad.. 2013. Akuntansi Manajemen: Dasar-Dasar Konsep Biaya


dan pengambilan keputusan edisi revisi 8. Rajawali Pers Bisnis. Jakarta.

Kasryno, Faisal., Effendi Pasandaran., Suyamto., dan Made O Adnyana. 2007.


Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia. Jagung: Teknik Produksi dan
Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,
Departemen Pertanian

Kementerian Keuangan RI. 2020. PPN Pertanian Hanya 1% denggan PMK


89/PMK.010/2020.https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ppn-Pertan

103
ian-hanya-1-dengan-pmk-89pmk0102020/. Diakses tanggal 22 febuari 2022
(10:22)

Kementerian Perdagangan. 2021. Nilai Tukar Mata Uang Asing Terhadap Rupiah.
https://statistik.kemendag.go.id/exchange-rates. Diakses tanggal 21
September 2021 (14:34)

Kementerian Perdagangan. 2014. Laporan Ringkas: Analisis Outlook Pangan


2015-2019. http://bppp.kemendag. go.id/media_ content/ 2017/ 08/
Analisis_ Outlook_ Pangan_2015-2019.pdf. Diakses tanggal 10 Januari
2022 (17.17)

Kementerian Perdagangan. 2016. Laporan Ringkas: Analisis Outlook Pangan


2015-2019. https://ews.kemendag.go.id/sp2kp-landing/assets/pdf/120116_
ANK_PKM_DSK_Jagung.pdf. Diakses tanggal 03 November 2022 (17.17)

Kementerian Perindustrian. 2022. Kemenperin dukung penyerapan jagung lokal


dalam rantai pasok indstri. https://kemenperin.go.id/artikel/
23308/Kemenperin-Dukung-Penyerapan-Jagung-Lokal-dalam-Rantai-
Pasok-Industri. Diakses tanggal 21 September 2022 (17:02)

Kementerian Pertanian. 2019. Kementan Tegaskan Produksi Jagung Mencukupi


Kebutuhan Pakan. http://ditjennak. pertanian.go.id/ kementan-tegaskan-
produksi-jagung-mencukupi-kebutuhan-pakan. Diakses tanggal 17 Oktober
2021 (16:30)

Khusaini, Muhammad. 2013. Ekonomi Mikro: Dasar-Dasar Teori. UB Press.


Malang.

Kotler, P., Veronica Wong., John Saunders., dan Gary Armstrong. 2010. Principles of
Marketing Fourth Europian Edition. Prentice-Hall Inc. Jersey

Mankiw, Gregory N. 2009. Macroeconomics. Worth Publishers. New York.

Mankiw, Gregory N., Euston Quah., dan Peter Wilson. 2012. Pengantar Ekonomi
Makro. Salemba Empat. Jakarta.

Maryo. 2019. Beda Jagung Hibrida, Komposit, dan Transgenik.


http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/89806/BEDA-JAGUNG-HIBR

104
IDA-KOMPOSIT-DAN-TRANSGENIK/. Diakses tanggal 03 November
2022

Mulyadewi, Cinthya. 2018. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor


Jagung Di Indonesia. [Skripsi]. Program Studi Ilmu Ekonomi. Fakultas
Ekonomi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta.

Pebriani, Eka Rizki. 2017. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Susu Di


Indonesia. [Skripsi]. Program Studi Agribisnis. Fakultas Sains dan
Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta

Prihartini, Qoriyana N. 2020. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Biji


Kakao Di Indonesia. [Skripsi]. Program Studi Agribisnis. Fakultas Sains
dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta

Purba, Bonaraja., Dewi Suryani Purba., Pratiwi Bernadetta Purba., Pinondang


Nainggolan., Elly Susanti., Darwin Damanik., Luthfi Parinduri., Darwin
Lie., Fajrillah., Abdul Rahman., Edwin Basmar., dan Eko Sudarmanto. 2021.
Ekonomi Internasional. Yayasan Kita Menulis. Medan

Purwanto, Siwi. 2007. Perkembangan Produksi Dan Kebijakan Dalam


Peningkatan Produksi Jagung. Direktorat Budi Daya Serealia, Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan. Jakarta

Pusat Data dan Informasi Industri. 2019. Analisa Struktut Industi Pakan Ternak
Dalam Rangka Pengembangan Perwilayahan Industri. Kementrian
Perindustrian RI. Jakarta.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Outlook Jagung Komoditas
Pertanian Subsektor Tanaman Pangan. Sekertariat Jendral Kementerian
Pertanian. Jakarta.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Analisis Hasil Survei
Penggunaan Jagung Tahun 2014. Sekertariat Jendral Kementerian
Pertanian. Jakarta.

105
Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2016. Outlook Jagung Komoditas
Pertanian Subsektor Tanaman Pangan. Sekertariat Jendral Kementerian
Pertanian. Jakarta.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2019. Analisis Kinerja Perdagangan
Jagung volume 9 nomor 1B. Sekertariat Jendral Kementerian Pertanian.
Jakarta.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2021. Analisis Kinerja Perdagangan
Jagung volume 10 nomor 1B. Sekertariat Jendral Kementerian Pertanian.
Jakarta.

Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2020. Outlook Jagung Komoditas
Pertanian Subsektor Tanaman Pangan. Sekertariat Jendral Kementerian
Pertanian. Jakarta.

Pusat Pengkajian Perdagangan Dalam Negeri. 2016. Laporan Akhir: Analisis


Rantai Pasok Jagung Sebagai Bahan Baku Pakan Ternak. Badan
Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Republik Indonesia. Jakarta.

Putra, Dinan A. 2013. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor


Tembakau Indonesia Ke Jerman. Economics Development Analysis Journal,
2 (3): 35-45.

Rifan, A. 2018. Peluang Usaha Budidaya Jagung Hibrida. CV Graha Printama


Selaras. Sukoharjo.

Rosadi, Dedi. 2012. Ekonometrika & Analisis Runtun Waktu Terapan Dengan
EViews. Penerbit ANDI. Yogyakarta.

Salvatore, Dominick. 2017. Ekonomi Internasional Edisi 9 Buku 1. Salemba


Empat. Jakarta.

Sarasutha, I G.P., Suryawati., dan Margaretha SL. 2016. Tataniaga Jagung.


http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2016/11/dua
empat.pdf. Diakses tangga l 5 Febuari 2021 (14.00).

Sari, Kartika. 2019. Perdagangan Internasional. Penerbit Cempaka Putih. Klaten.

106
Sarwono, Jonathan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Graha
Ilmu. Yogyakarta.

Sattar. 2017. Buku Ajar Ekonomi Internasional. Deepublish. Sleman.

Setiadi, Nugroho J. 2008. Business Economics And Managerial Decision Making.


Kencana Prenada Media Group. Jakarta.

Silasa, Husnun Aziza Dg, 2016. Analisis Jangka Panjang dan Pendek Variabel
Makroekonomi Dalam Upaya Menstabilkan Inflasi di Indonesia. Jurnal
Ilmiah FEB, 4(2)

Simorangkir, Iskandar dan Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar. Pusat
Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI. Jakarta.

Siyoto, Sandu dan Sodik, M Ali. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Literasi
Media Publishing. Yogyakarta.,

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis


Cobb-Douglas. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Sudaryanto, Tahlim., Kahirina Noekman., dan Faisal Kasryno. Kedudukan


Komoditi Jagung dalam Perekonomian Indonesia. Buku Jagung Edisi 1979
Bab 1. Diakses tanggal 22 Oktober 2022 (12:50)

Sugeng, Sugeng., M Noor Nugroho, Ibrahim., dan Yanfitri. 2010. Pengaruh


Dinamika Penawaran Dan Permintaan Valas. Buletin Ekonomi Moneter
dan Perbankan. 12(3): 311-353.

Sukirno, Sadono. 1981. Pengantar Teori Makroekonomi. Lembaga Penerbit


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
http://balitsereal.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2018/08/1kedu
dukan.pdf

Sulaiman, Andi A., I K Kariyasa., Hoerudin., K Subagyono., dan Farid A Bahar.


2018. Cara Cepat Swasembada Jagung. IAARD Pres. Bogor

Suparmoko, M. 1999. Pengantar Ekonomika Makro Edisi 4. BPFE. Yogyakarta

107
Supriyatno, M, L. 2008. Ekonomi Mikro Perspektif Islam. Penerbit UIN-Malang
Press. Yogyakarta.

Syafii, Ahmad, dkk. 2020.Ekonomi Mikro. Yayasan Kita Menulis. Medan

Tangendjaja, Budi., Yusmichad Yusdja., dan Nyak Ilham. 2005. Analisis Ekonomi
Permintaan Jagung. Ekonomi Jagung Indonesia, 229-254. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta.

Utomo, Susilo. 2012. Dampak Impor dan Ekspor Jagung Terhadap Produktivitas
Jagung di Indonesia. Jurnal Etikonomi, 11(2): 158-179. Fakultas Ekonomi
Universitas Sahid Jakarta. Jakarta.

Varina,Firna. 2018. Dampak Tarif Impor Jagung Terhadap Kesejahteraan Pelaku


Pasar Jagung Indonesia. Jurnal Agrosains dan Teknologi, 3(1) : 47-64.
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Graha Karya. Jambi.

Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika: Pengantar dan Aplikasinya Edisi Ketiga.


Ekonosia. Yogyakarta.

World International Trade Solution. 2019. Indonesia Cereals; maize (corn), other
than seed imports by country. https://wits.worldbank.org/trade/
comtrade/en/country/IDN/year/2021/tradeflow/Exports/partner/ALL/produc
t/100590. Diakses tanggal 25 Oktober 2022 (20.49)

Yusdja, Yusmichad dan Haryono Soeprano. 2011. Dampak Krisis Ekonomi


Terhadap Pertanian Di Indonesia. IPB Press. Bogor

108
LAMPIRAN
LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Variabel-Variabel Penelitian

VIJ PRD PJ NT HD HI
Tahun
(Ton) (Ton) (Ton) (Rp/US$) (Rp/Ton) (Rp/ton)

1999 618060 9204000 4137474 7100 1045370 922672,8632


2000 1264575 9677000 5215360 9595 1028650 1198439,752
2001 1035797 9347000 1225000 10266 1138520 1243939,388
2002 1154063 9585000 2095000 9261 1212100 1107284,673
2003 1345452 10886000 2368570 8571 1255210 1074434,04
2004 1088928 11225000 2385000 9030 1366810 1473445,969
2005 185597 12524000 2534000 9751 1543240 1620766,688
2006 1775321 11609000 7311000 9141 1802020 1428854,924
2007 701953 13288000 2713000 9142 2238430 1974648,962
2008 264665 16317000 2713000 9772 2501470 3471747,543
2009 338798 17630000 3415000 10356 2744740 2379398,145
2010 1527516 18328000 4432000 9078 2933900 2193474,261
2011 3207657 17643000 3670000 8773 3106930 2813119,298
2012 1805392 19387000 4319000 9419 4093420 2618362,379
2013 3194419 18512000 10565347 10563 3485540 3038400,651
2014 3175362 19008000 11413668 11885 3670420 3033166,841
2015 3500104 19612000 12133262 13458 3778070 2678543,761
2016 1331575 23188000 12561617 13330 4196060 2311670,443
2017 714504 28924000 14332450 13398 4273700 2139141,583
2018 1150225 21655000 12030320 14267 4531000 1979030,331
2019 1443433 22586000 12480700 14131 4962550 2082085,423
Keterangan :
VIJ : Volume impor jagung (HS 100590) (Ton)
PRD : Produksi jagung Indonesia (Ton)
PJ : Permintaan jagung industri (Ton)
NT : Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar (Rp/USD)
HI : Harga jagung impor (Rp/Ton)
HD : Harga jagung domestik (Rp/Ton)

110
Lampiran 2. Hasil Uji Stasioner VIJ

Null Hypothesis: VIJ has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.471725 0.1366


Test critical values: 1% level -3.808546
5% level -3.020686
10% level -2.650413

Lampiran 3. Hasil Uji Stasioner PRD

Null Hypothesis: PRD has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.060653 0.7100


Test critical values: 1% level -3.808546
5% level -3.020686
10% level -2.650413

Lampiran 4. Hasil Uji Stasioner PJ

Null Hypothesis: PJ has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.831325 0.7880


Test critical values: 1% level -3.808546
5% level -3.020686
10% level -2.650413

111
Lampiran 5. Hasil Uji Stasioner NT

Null Hypothesis: NT has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -0.908114 0.7640


Test critical values: 1% level -3.808546
5% level -3.020686
10% level -2.650413

Lampiran 6. Hasil Uji Stasioner HI

Null Hypothesis: HI has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.997790 0.2853


Test critical values: 1% level -3.808546
5% level -3.020686
10% level -2.650413

Lampiran 7. Hasil Uji Stasioner HD

Null Hypothesis: HD has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic 0.451194 0.9798


Test critical values: 1% level -3.831511
5% level -3.029970
10% level -2.655194

112
Lampiran 8. Hasil Uji Derajat Integrasi VIJ

Null Hypothesis: D(VIJ) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.294389 0.0005


Test critical values: 1% level -3.831511
5% level -3.029970
10% level -2.655194

Lampiran 9. Hasil Uji Derajat Integrasi PRD

Null Hypothesis: D(PRD) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.347451 0.0037


Test critical values: 1% level -3.857386
5% level -3.040391
10% level -2.660551

Lampiran 10. Hasil Uji Derajat Integrasi PJ

Null Hypothesis: D(PJ) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -5.279895 0.0005


Test critical values: 1% level -3.831511
5% level -3.029970
10% level -2.655194

113
Lampiran 11. Hasil Uji Derajat Integrasi NT

Null Hypothesis: D(NT) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.965073 0.0076


Test critical values: 1% level -3.831511
5% level -3.029970
10% level -2.655194

Lampiran 12. Hasil Uji Derajat Integrasi HI

Null Hypothesis: D(HI) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.935174 0.0010


Test critical values: 1% level -3.831511
5% level -3.029970
10% level -2.655194

Lampiran 13. Hasil Uji Derajat Integrasi HD

Null Hypothesis: D(HD) has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.175931 0.0001


Test critical values: 1% level -3.831511
5% level -3.029970
10% level -2.655194

114
Lampiran 14. Hasil Uji Kointegrasi

Null Hypothesis: ECT has a unit root


Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=4)

t-Statistic Prob.*

Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.193614 0.0356


Test critical values: 1% level -3.808546
5% level -3.020686
10% level -2.650413

Lampiran 15. Hasil Regresi Jangka Panjang

Dependent Variable: VIJ


Method: Least Squares
Date: 01/02/22 Time: 23:00
Sample: 1999 2019
Included observations: 21

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PRD -0.233491 0.096461 -2.420569 0.0286


PJ 0.226338 0.082901 2.730202 0.0155
NT -249.1698 176.2690 -1.413577 0.1779
HI 0.693946 0.351792 1.972607 0.0673
HD 0.638356 0.446769 1.428829 0.1735
C 3274934. 1533654. 2.135381 0.0496

R-squared 0.548366 Mean dependent var 1467781.


Adjusted R-squared 0.397821 S.D. dependent var 1002836.
S.E. of regression 778202.4 Akaike info criterion 30.20232
Sum squared resid 9.08E+12 Schwarz criterion 30.50075
Log likelihood -311.1243 Hannan-Quinn criter. 30.26709
F-statistic 3.642541 Durbin-Watson stat 1.233314
Prob(F-statistic) 0.023425

115
Lampiran 16. Hasil Regresi Jangka Pendek

Dependent Variable: D(VIJ)


Method: Least Squares
Date: 01/02/22 Time: 23:02
Sample (adjusted): 2000 2019
Included observations: 20 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

D(PRD) -0.229933 0.060619 -3.793078 0.0022


D(PJ) 0.162600 0.068364 2.378429 0.0334
D(NT) -300.1296 159.6201 -1.880274 0.0827
D(HI) 0.283556 0.291241 0.973612 0.3480
D(HD) -0.686989 0.609944 -1.126316 0.2804
ECT(-1) -0.537953 0.220160 -2.443465 0.0296
C 363673.3 205216.2 1.772147 0.0998

R-squared 0.739197 Mean dependent var 41268.65


Adjusted R-squared 0.618826 S.D. dependent var 995816.3
S.E. of regression 614809.6 Akaike info criterion 29.76523
Sum squared resid 4.91E+12 Schwarz criterion 30.11374
Log likelihood -290.6523 Hannan-Quinn criter. 29.83326
F-statistic 6.141010 Durbin-Watson stat 1.824026
Prob(F-statistic) 0.003073

Lampiran 17. Hasil Uji Normalitas

116
Lampiran 18. Hasil Uji Multikolinearitas

Variance Inflation Factors


Date: 01/09/22 Time: 11:53
Sample: 1999 2019
Included observations: 20

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

D(PRD) 0.003675 1.197783 1.110737


D(PJ) 0.004674 1.403443 1.360408
D(NT) 25478.58 1.245044 1.078435
D(HI) 0.084821 1.123649 1.108567
D(HD) 0.372031 2.299514 1.544395
ECT(-1) 0.048470 1.135994 1.134551
C 4.21E+10 2.228292 NA

Lampiran 19. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

F-statistic 0.403701 Prob. F(6,13) 0.8637


Obs*R-squared 3.141192 Prob. Chi-Square(6) 0.7909
Scaled explained SS 1.850501 Prob. Chi-Square(6) 0.9329

Lampiran 20. Hasil Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.465341 Prob. F(2,11) 0.6397


Obs*R-squared 1.560148 Prob. Chi-Square(2) 0.4584

117

Anda mungkin juga menyukai