Anda di halaman 1dari 105

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA TEPUNG

TAPIOKA PADA CV.WANGUN MANDIRI BOGOR

Skripsi

Fery Perdian
1111092000028

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 / 1439H
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA TEPUNG
TAPIOKA PADA CV.WANGUN MANDIRI BOGOR

Fery Perdian
1111092000028

Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada
Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M / 1439 H
SURAT PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR HASIL

KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI

SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Mei 2018

Fery Perdian
1111092000028
RINGKASAN

Fery Perdian, Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tepung Tapioka pada


CV.Wangun Mandiri Bogor. Di bawah bimbingan Iwan Aminudin dan Achmad
Tjachja Nugraha

Tepung tapioka, tepung singkong, tepung kanji, atau aci adalah tepung
yang diperoleh dari umbi akar ketela pohon atau dalam Bahasa Indonesia disebut
singkong. Tapioka memiliki sifat-sifat yang serupa dengan sagu, sehingga
kegunaan keduanya dapat dipertukarkan. Tapioka adalah nama yang diberikan
untuk produk olahan dari akar ubi kayu (cassava). Analisis terhadap akar ubi kayu
yang khas mengidentifikasikan kadar air 70%, pati 24%, serat 2%, protein 1%
serta komponen lain (mineral, lemak, gula) 3%.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah : 1) Bagaimana proses produksi
tepung tapioka di CV. Wangun Mandiri ? 2) Berapa jumlah investasi, dan biaya
produksi dalam usaha tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri ? 3) Bagaimana
kelayakan usaha tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri ?. Jenis data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan sampel
dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Data tersebut akan
diolah menggunakan alat analisis secara kualitatif menggunakan analisis
deskriptif dan kuantitatif kemudian di analisis penerimaan, pendapatan, BEP
(Break Event Point), R/C Rasio, ROI (Rate Of Investment), Payback Period (PP),
dan NPV (Net Preasent Value).
Hasil analisis menunjukan bahwa modal investasi awal (periode 0) sebesar
Rp1.390.060.000 berupa investasi untuk pembelian lahan 1200 m2 sebesar Rp
200.000.000, biaya pembuatan bangunan sebesar Rp 388.000.000 biaya untuk
pembelian kendaraan sebesar Rp 200.000.000, serta biaya pembelian peralatan
sebesar Rp 685.500.000. Total biaya produksi digunakan untuk usaha pengolahan
tepung tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri pada periode pertama sebesar
Rp 2.048.025.000. Ketersediaan bahan baku yaitu singkong yang diperlukan
untuk menjalankan usaha pengolahan tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri
tercukupi. Dan diperoleh keuntungan rata-rata yang diterima pengusaha sebesar
Rp. 291.975.000,-/tahun. Usaha pengolahan tepung tapioka di didaerah penelitian
menguntungkan karena dari hasil perhitungan diperoleh nilai TR adalah Rp
2.340.000.000,-/tahun dan nilai TC adalah Rp 2.048.025.000,-/tahun (TR>TC).
Nilai R/C Ratio 1,142 dan nilai NPV -201.594.175 dengan nilai R/C Ratio > 1 dan
NPV > suku bunga pinjaman yang ditetapkan 12 %, artinya usaha pengolahan
tepung tapioka di daerah penelitian layak dikembangkan secara finansial lebih
dari 5 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses produksi di CV.Wangun
Mandiri meliputi lima tahapan, yaitu; a) pengupasan, b) pencucian, c) pemarutan,
d) pemerasan/ekstraksi, dan e) pengeringan. Dalam proses pengolahan tepung
tapioka CV.Wangun Mandiri memiliki ketetapan atau standar khusus baik dalam
kualitas singkong, maupun air yang digunakan dalam proses produksi (tidak
keruh, tidak berbau, dan air masak) agar menghasilkan tepung tapioka yang putih
dan berkualitas tinggi. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemiliki perusahaan,
jumlah investasi pada CV.Wangun Mandiri sebesar Rp. 1.390.600.000. dengan
rincian berupa pembelian lahan dan pembuatan bangunan, biaya pembelian
kendaraan, serta pembelian peralatan. Total biaya yang dikeluarkan perusahaan
sebesar Rp. 2.048.025.000. Total biaya merupakan jumlah keseluruhan modal
kerja yang terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dikeluarkan setiap
memulai kegiatan produksi pada tahun 2017. Berdasarkan hasil analisis kelayakan
finansial pada pengolahan tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri diperoleh NPV
positif yang berarti perusahaan akan mendapatkan keuntungan selama umur
proyek 5 tahun menurut nilai mata uang sekarang. Hasill IRR lebih besar dari
tingkat diskonto (tingkat suku bunga yang berlaku) mengartikan bahwa usaha ini
memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan mendepositkan
modalnya di Bank dengan suku bunga berlaku. Nilai PP (Payback Period) usaha
ini menunjukan masa pengembalian investasi yang ditanamkan cukup singkat
yaitu 4,7 tahun dalam masa proyek lima tahun sehingga arus perputaran kas lebih
cepat.
Berdasarkan hasil penelitian maka perusahaan disarankan untuk
meremajakan fasilitas dan alat produksi agar meningkatkan produktivitas dengan
produk berkualitas. Melakukan pembukuan keuangan guna mengetahui data-data
keuangan usaha pengolahan tepung tapioka setiap bulannya. Melegalitaskan
produk tepung tapioka guna memperluas pangsa pasar dan bersaing dengan
olahan tepung tapioka lainnya. Melakukan kegiatan produksi sesuai dengan
standar pabrik olahan tepung tapioka dan membuat peraturan yang jelas untuk
pegawai pabrik.

Kata Kunci : Tepung Tapioka, Analisis Kelayakan Finansial, CV. Wangun


Mandiri

vii
KATA PENGANTAR

ِ ‫ِﯿﻢ اﻟﺮ ﱠ ﻟﺮ ﱠﺣ ْ ﻤ َ ﻦ ِ ﷲِ ﺑِﺴ ْــــــــــــــــﻢ‬, ‫ﺣ‬

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji Syukur ke hadirat Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya yang

tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tepung Tapioka Pada CV.Wangun Mandiri

Bogor”. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, para

sahabat dan keluarga beliau serta semua kaum muslim semoga kita selalu

mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat serta diberikan syafa’at oleh beliau.

Selama penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak bimbingan dan

bantuan baik dari segi moral maupun material dari berbagai pihak, oleh karena itu

pada kesempatan ini izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengesahkan karya tulis ini sebagai

skripsi.

2. Bapak Dr. Ir. Edmon Daris, MS dan Dr. Ir. Iwan Aminudin, M.Si selaku Ketua

dan Sekretaris Prodi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Ir. Iwan Aminsudin, M.Si dan Bapak Achmad Tjachja Nugaha

selaku dosen pembimbing I dan II yang tiada henti selalu memberikan banyak

pengarahan dan bimbingan disela-sela kesibukannya.

4. Bapak Ir. Junaidi, M.Si dan Bapak Drs. Acep Muhib, MM selaku penguji I dan

II yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

5. Ayah saya H. Sukardi dan Ibu saya Hj. Sainah, terima kasih telah mendidik

penulis sejak kecil hingga dapat menyelesaikan pendidikan ke jenjang

perguruan tinggi. Semoga Alah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan

ridho-Nya. Serta terima kasih kepada Adikku Fera Meilany dan keluarga besar

Kabin Reba yang telah memberikan do’a, motivasi, nasihat dan apapun yang

diberikan baik berupa materil maupun moril. Semoga Allah S.W.T memberikan

balasan yang terbaik atas semua jasa-jasa yang telah diberikan kepada penulis.

6. Ibu Ir. Armaeni Dwi humaerah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan bimbingan, motivasi, serta dukungan kepada penulis selama

perkuliahan.

7. Bapak/Ibu dosen Prodi Agribisnis yang telah membagi ilmunya dan

memberikan pengarahan.

8. Bapak H. M. Supardi Supriatna selaku Pemilik CV.Wangun Mandiri yang

berkenan sudah mengijinkan peneliti untuk melakukan penelitian di

perusahaannya.

9. Teman-teman Agribisnis Angkatan 2011 yang tidak bisa penulis tuliskan satu

persatu. Semoga tali silaturrahmi kita tetap terjaga.

ix
10. Kawan-kawan seperjuangan khususnya Rumah Kompos UIN Syarih

Hidayatullah Jakarta banyak hal berharga yang sudah sama-sama kita lewati

selama ini dan memotivasi saya dalam penyelesain penulisan skripsi ini.

11. Pihak-pihak lain yang telah membantu penulis serta tidak dapat disebutkan satu

per satu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak

langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk memperkaya

pengetahuan pembaca, umumnya terutama bagi penulis. Akhir kata tiada gading yang

tak retak. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua pihak apabila

selama pengerjaan skripsi ini, penulis melakukan hal-hal yang tidak berkenan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Mei 2018

Penulis

x
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………..... xi
DAFTAR TABEL………………………………………………….... xiv
DAFTAR GAMBAR……………………………………………….... xv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….... xvi

BAB I PENDAHULUAN…………………………………….……… 1

1.1 Latar Belakang………......……………………………… 1


1.2 Rumusan Masalah…………...………………………….. 4
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian………………………... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian….…………………...………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……………………………………. 7

2.1 Agribisnis……………………………………………..... 7
2.2 Subsistem Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi... 9
2.3 Ubi Kayu………………………………………….......… 9
2.4 Produk Tepung Tapioka……………………………….... 13
2.4.1 Kandungan Unsur Gizi……………………………. 14
2.4.2 Standar Kualitas Tepung Tapioka………………… 15
2.4.3 Proses Produksi Tepung Tapioka…………………. 15
2.5 Studi Kelayakan Bisnis……………….......…………….. 17
2.5.1 Pengertian Studi Kelayakan……………………..... 17
2.5.2 Aspek – Aspek dalam Studi Kelayakan…………... 18
2.5.3 Kriteria Penilaian Kelayakan Finansial………….... 22
2.6 Penelitian Terdahulu……………………………………. 29
2.7 Kerangka Pemikiran…………………………………….. 30

BAB III METODE PENELITIAN…………………….……………. 32

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 32


3.2 Jenis dan Sumber Data………………………………….. 32
3.3 Metode Pengumpulan Data……………….......………… 33
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data………………..... 33
3.5 Analisis Pendapatan……………......…………………… 34
3.6 Definisi Operasional………………......………………... 37

BAB IV GAMBARAN UMUM…………...………………………… 39

4.1 Sejarah dan Perkembangan CV.Wangun Mandiri……... 39


4.2 Visi dan Misi CV.Wangun Mandiri…………………….. 40
4.3 Struktur Organisasi CV.Wangun Mandiri……………..... 41
4.4 Alat dan Bahan dalam Proses Produksi Tepung
Tapioka........................................................................….. 41
4.5 Pemilikan Modal Industri Tepung Tapioka di
CV.Wangun Mandiri…………………………………..... 43

BAB V PEMBAHASAN……………………………………………... 44

5.1 Proses Produksi Tepung Tapioka di CV.Wangun


Mandiri….......................................................................... 44
5.2 Analisis Kelayakan Usaha Tepung Tapioka……...…….. 47
5.2.1 Aspek Pasar…..…………………………………... 47
5.2.2 Aspek Teknis…………......………………………. 49
5.2.3 Aspek Manajemen……………......………………. 50
5.2.4 Aspek Hukum………………………......………… 51
5.2.5 Aspek Ekonomi dan Sosial…………………......… 52
5.2.6 Aspek Lingkungan……………………......………. 53
5.2.7 Aspek Finansial………………………………….... 53
5.3 Biaya Investasi……………………………………......… 54
5.4 Modal Kerja………………………………...................… 55
5.5 Penerimaan dan Pendapatan Pengolahan Tepung
Tapioka……...................................................................... 57
5.6 Analisis Kelayakan Finansial Pengolahan Tepung
Tapioka di CV.Wangun Mandiri………….....………….. 58

5.6.1 Break Even Point…………………....…………….. 58


5.6.2 Return on Invesment……………………….......…. 61
5.6.3 Analisis R/C Ratio……………………………….... 62
5.6.4 Analisis Payback Period…………………………... 63
5.6.5 Net Present Value………………………………..... 65

xii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……………………………. 68

6.3 Kesimpulan……………………………………………… 68
6.2 Saran……………………………………………………. 69

DAFTAR PUSTAKA…….………………………………………….. 71
LAMPIRAN………………………………………………………….. 75

xiii
DAFTAR TABEL

No Hal
1 Total Penerimaan Industri Tepung Tapioka yang Berada di
CV.Wangun Mandiri Tahun 2012-2016……………………………. 3
2 Klasifikasi Tanaman Ubi Kayu……………………….…………….. 10
3 Komponen Gizi Ubi Kayu per 100g………………………………... 11
4 Kandungan unsur gizi pada ubi kayu dan tepung tapioka /100g
bahan……………………………………………………………….. 14
5 Persyaratan standar kualitas tepung tapioka………………………... 15
6 Nama Pekerja, dan Tingkat pendidikan di CV.Wangun Mandiri…... 50
7 Modal Usaha CV.Wangun Mandiri………………………………… 54
8 Biaya Tetap dan Variabel CV.Wangun Mandiri…………………… 55
9 Total Biaya Usaha………………………………………………….. 57
10 Penerimaan dan Pendapatan Usaha Pengolahan Tepung Tapioka….. 57
11 Analisi BEP Volume Produksi Tepung Tapioka di CV.Wangun
Mandiri……………………………………………………………… 59
12 Analisis BEP Harga Tepung Tapioka di CV.Wangun Mandiri…….. 60
13 Analisis ROI Pengolahan Tepung Tapioka di CV.Wangun Mandiri.. 61
14 Analisis R/C Ratio Usaha Pengolahan Tepung Tapioka di CV.
Wangun Mandiri…………………………………………………..... 63
15 Payback Period Usaha Pengolahan Tepung Tapioka di CV.Wangun
Mandiri……………………………………………………………… 64
16 Hasil Analisis NPV Usaha Pengolahan Tepung Tapioka di
CV.Wangu Mandiri…………………………………………………. 66
17 Hasil Analisis Kelayakan Finansial dengan Modal
Sendiri………………………………………………………………. 66

xiv
DAFTAR GAMBAR

No Hal
1 Grafik Rata-Rata Konsumsi Per Kapita Ubi Kayu 2011-2015…… 1
2 Proses Produksi Tepung Tapioka (Badan Litbang Pertanian)……. 16
3 Kerangka Pemikiran……………………………………………….. 31
4 Struktur Organisasi………………………………………………… 41
5 Diagram Alur Produksi Tepung Tapioka (CV.Wangun Mandiri)… 46

xv
DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal
1 Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usaha Pengolahan Tepung
Tapioka CV.Wangun Mandiri........................................................... 75
2 Riincian Biaya Investasi Pengolahan Tepung Tapioka di
CV.Wangun Mandiri.......................................................................... 76
3 Total Biaya Usaha Pengolahan Tepung Tapioka............................... 77
4 Total Pendapatan Per Tahun Usaha Pengolahan Tepung Tapioka..... 77
5 IRR (Internal Rate of Return)........................................................... 77
6 Discount Factor Table NPV dan IRR................................................ 79
7 Hasil Analisis kelayakan Finansial Usaha Tepung Tapioka............ 80
8 Data Pertanyaan................................................................................. 81
9 Dokumentasi....................................................................................... 86

xvi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Propinsi Jawa Barat terdapat berbagai jenis tanaman pangan antara lain

padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, sagu, sorghum dan lain-lain. Ubi kayu sebagai

salah satu komoditas sub sektor tanaman pangan pada sektor pertanian memiliki

potensi dalam perekonomian nasional. Komoditi ubi kayu mempunyai prospek

yang cukup baik sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri makanan,

dalam memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat akibat bertambahnya

jumlah penduduk, peningkatan rata-rata pendapatan penduduk serta menciptakan

lapangan pekerjaan. Hal tersebut sejalan dengan perkembangan

penganekaragaman pangan ubi kayu di Indonesia yang mengalami peningkatan

setiap tahunnya seiring dengan pesatnya tingkat pertumbuhan jumlah penduduk

(Kasryno, 1984: 75). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1 grafik konsumsi pangan

ubi kayu di Indonesia.

Gambar 1. Grafik Rata-Rata Konsumsi Per Kapita Ubi Kayu 2011-2015


Sumber: Statistik Konsumsi Pangan, 2015 (diolah)
Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) luas area tanaman ubi kayu tahun

2011 tercatat 1,2 juta Ha dengan produksi 23 juta ton ubi kayu segar setara

dengan 8 juta ton chips ubi kayu atau 6,4 juta tepung ubi kayu (tepung tapioka)

dengan konsumsi olahan ratat-rata ubi kayu 3,598 kg/per/tahun. Industri kecil,

menengah dan besar berbahan baku ubi kayu terus tumbuh sampai mereka

kesulitan bahan baku yang sudah berjalan cukup lama, terutama di Kabupetan

Bogor, Propinsi Jawa Barat. Ubi kayu sebagai bahan pokok alternatif mendukung

diversifikasi pangan nasional, telah masuk ke dalam salah satu komoditas strategi

ketahanan pangan nasional (Direktorat Pangan, 2010). Mulai tanggal 28 februari

2010 telah berdiri Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) dengan visi “Singkong

Sejahtera Bersama”, dan Misi “Mensejahterakan Petani”.

Tanggal 28 Februari 2011 pada HUT MSI I di Pondok Ratna Farm Ciawi

Bogor, Mentri pertanian RI bersama Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) telah

mencanangkan program pengembangan klaster agroindustri ubi kayu terpadu

(Pikiran Rakyat, 2011). Menetapkan ubi kayu sebagai komoditas strategis pangan

utama setingkat dengan padi, jagung dan kedelai. Hasil olahan ubi kayu yang

dibebaskan dari pengenaan PPN 10% atau PPN 10% ditanggung oleh pemerintah

yaitu tepung ubi kayu (tepung tapioka). Pengembangan agroindustri ubi kayu di

Kota Bogor didukung oleh ketersediaan lahan, prospek yang menguntungkan,

ketersediaan industri pengolahan skala besar dan kecil, peningkatan permintaan

ubi kayu untuk kebutuhan lokal dan ekspor, ketersediaan sumber daya manusia,

serta pengalaman bertani yang cukup lama (Pikiran Rakyat, 2011).

2
Salah satu wilayah yang mengalami perkembangan pesat dalam industri

tepung ubi kayu (tepung tapioka) adalah Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor

Utara, Kota Bogor, Jawa Barat. Sejalan dengan hal tersebut, banyak industri yang

bergerak dalam bidang agroindustri tepung tapioka. Pengembangan agroindustri

ubi kayu (tepung tapioka) yang dilakukan oleh setiap industri yang berada di

Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara sudah berjalan sejak tahun 1990,

dengan didukung potensi wilayah sebagai sentra produksi aci di Kota Bogor.

Industri tepung tapioka yang berdaa di wilayah Kelurahan Ciparigi merupakan

industri pengolahan tapioka berskala cukup besar dengan kapasitas 4-8 ton

tapioka per satu kali penggilingan (Amien, 2005: 89-90).

CV.Wangun Mandiri merupakan agroindustri tepung tapioka yang berada

di Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor. Agroindustri

tersenbut telah berdiri dari tahun 1998 sampai sekarang masih melakukan

produksi tepung dari olahan ubi kayu. Seiring berjalannya waktu kondisi tersebut

pabrik CV.Wangun Mandiri saat ini produksi tepung tapioka cenderung menurun

hal ini dikarenakan penerimaan pada setiap indutri sering mengalami fluktuasi

yang tidak menentu dan hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Total Penerimaan Industri Tepung Tapioka yang Berada di CV.Wangun


Mandiri Tahun 2012-2017
Tahun Total Pendapatan Per Tahun
2013 337.041.000
2014 241.800.000
2015 290.821.000
2016 397.677.500
2017 356.941.000
Sumber : CV.Wangun Mandiri, 2017 (diolah)

3
Pada tabel diatas dapat dilihat total penerimaan industri tepung tapioka yang

berada di CV. Wangun Mandiri masih terus mengalami fluktuasi, total

penerimaaan mengalami penurunan yang drastis pada tahun 2014 yaitu mencapai

sebesar 1,3% atau setara Rp 95.241.000 dari tahun sebelumnya. Tingkat total

penerimaan industri tepung tapioka secara keseluruhan mengalami penurunan

yang terbilang sangat tinggi dan kenaikan total penerimaan terbilang lambat dari

tahun ketahun disebabkan penurunan penerimaan dan persaingan usaha dalam

pengolahan industri tepung tapioka semakin ketat. Sehingga usaha tepung tapioka

yang dijalankan diharapkan memberikan keuntungan sesuai target yang

diharapkan.

Berdasarkan beberapa hal diatas, industri tepung tapioka yang berada di

CV.Wangun Mandiri perlu dilakukan perhitungan finansial perusahaan untuk

dapat mengetahui usahanya layak atau tidaknya industri tepung tapioka yang

dijalankan dan memberikan solusi bagi pengembangan perusahaan. Oleh karena

itu hasil penelitian ini agar tujuan perusahaan memdapatkan keuntungan tercapai

terlebih dahulu dilakukan sebuah studi kelayakan untuk menilai investasi yang

akan ditanamkan di perusahaan tersebut layak atau tidak layak untuk dijalankan.

Maka berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengkaji suatu penelitian tentang

“ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA TEPUNG TAPIOKA DI

CV.WANGUN MANDIRI BOGOR”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan beberapa hal telah dipaparkan sebelumnya, menjadi suatu

pertanyaan tentang bagaimana usaha tepung tapioka yang sudah melakukan

4
produksi pengalami peningkatan atau keberhasilan yang sesuai dengan keinginan

dari sebuah perusahaan. Masalah yang akan di bahas dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimana proses produksi tepung tapioka di CV. Wangun Mandiri ?

2. Berapa jumlah investasi, dan biaya produksi dalam usaha tepung tapioka

di CV.Wangun Mandiri ?

3. Bagaimana kelayakan usaha tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri ?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas,

maka secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis finansial usaha

tepung tapioka, antara lain:

1. Mengetahui proses produksi usaha tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri.

2. Mengidentifikasi jumlah investasi dan biaya produksi untuk membuat

tepung tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri.

3. Menganalisis kelayakan usaha tepung tapioka yang berada di CV.Wangun

Mandiri.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

a. Aspek Teoritis (Keilmuan)

1. Bagi penulis sebagai bahan pembanding antara teori yang dipelajari di

bangku kuliah dan fakta dalam penerapannya di lapangan.

5
2. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

penelitian sejenis dan juga sebagai pengembangan penelitian lebih

lanjut.

3. Bagi pembaca merupakan bahan informasi bagi pihak yang

membutuhkan.

b. Aspek Praktis (guna laksana)

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik oleh

pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi industri tepung tapioka

yang berada di CV.Wangun Mandiri Bogor yang memerlukan data hasil

dalam penelitian ini sebagai bahan acuan ataupun pengembangan

perusahaannya.

1.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup analisis dan pembahasan dalam penelitian ini dengan objek

penelitian yaitu usaha tepung tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri,

Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara. Penelitian ini berfokus untuk

menganalisis kelayakan finansial usaha tepung tapioka yang berada di

CV.Wangun Mandiri, Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara dan dianalisa

secara kualitatif menggunakan analisis deskriptif dan kuantitatif kemudian di

analisis penerimaan, pendapatan, BEP (Break Event Point), R/C Rasio, ROI (Rate

Of Investment), Payback Period (PP), dan NPV (Net Preasent Value).

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agribisnis

Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu

atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang

ada hubungannya dalam pertanian dalam arti luas; yang dimaksud dengan

pertanian dalam arti yang luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan

pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian (Soekartawi,

2003: 13). Adjid (1998) juga mengemukakan bahwa agribisnis adalah kegiatan

usaha dibidang pertanian yang berwatak bisnis, pelakunya secara konsisten

berupaya untuk meraih nilai tambah komersial dan finansial yang

berkesinambungan untuk menghasilkan produk yang dibutuhkan pasar.

Antara (2006) menyatakan bahwa agribisnis berasal dari kata agribusinees,

dimana agri =agriculture artinya pertanian dan business artinya usaha atau

kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Jadi secara sederhana agribisnis

(agribusiness) didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan pertanian dan terkait

dengan pertanian yang berorientasi pada keuntungan. Jika didefiniskan secara

lengkap agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan dengan penanganan

komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari

mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran produksi (agroindustri),

pemasaran masukan-keluaran pertanian dan kelembagaan penunjang kegiatan.

Manajemen agribisnis pada prinsipnya adalah penerapan manajemen dalam sistem

agribisnis. Oleh karena itu, seseorang yang hendak terjun di bidang


agribisnisharus memahami konsep-konsep manajemen dalam agribisnis yang

meliputi pengertian manajemen, fungsi-fungsi manajemen, tingkatan manajemen,

prinsip-prinsip manajemen dan bidang-bidang manajemen (Firdaus, 2007: 28).

Mengingat adanya karakteristik agribisnis yang khas (unique) maka

manajemen agribisnis harus dibedakan dengan manajemen lainnya. Beberapa hal

yang membedakan manajemen agribisnis dari manajemen lainnya menurut

Downey dan Erickson (1992: 142-144) adalah sebagai berikut: (1)

keanekaragaman jenis bisnis yang sangat besar pada sektor agribisnis, yaitu dari

para produsen dasar ke konsumen akhir akan melibatkan hampir setiap jenis

perusahaan bisnis yang pernah di kenal oleh peradaban; (2) besarnya pelaku

agribisnis; (3) hampir semua agribisnis terkait erat dengan pengusaha tani, baik

langsung maupun tidak langsung; (4) keanekaragaman skala usaha di sektor

agribisnis, dari yang berskala usaha kecil sampai dengan perusahaan besar; (5)

persaingan pasar yang ketat, khususnya pada agribisnis skala kecil; dimana

penjualan berjumlah banyak, sedangkan pembeli berjumlah sedikit; (6) falsafah

cara hidup (the way of life) tradisional yang dianut para pelaku agribisnis

cenderung membuat agribisnis lebih tradisional daripada bisnis lainnya; (7)

kenyataan menunjukkan bahwa badan usaha agribisnis cenderung berorientasi dan

dijalankan oleh petani dan keluarga; kenyataan bahwa agribisnis cenderung lebih

banyak berhubungan dengan masyarakat luas; (9) kenyataan bahwa produksi

agribisnis sangat bersifat musiman; (10) kenyataan bahwa agribisnis sangat

tergantung dengan lingkungan eksternal/gejala alam; dan (11) dampak dari adanya

program dan kebijakan pemerintah mengena langsung pada sektor agribisnis.

8
2.2 Subsistem Pengadaan dan Penyaluran Sarana Produksi

Masing-masing komponen pelaku agribisnis membagi diri dalam fungsi

dan tugasnya namun tetap bersinergi dalam menghasilkan produk yang

berkualitas. Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi berfungsi untuk

menghasilkan dan menyediakan saranan produksi pertanian terbaik agar mampu

menghasilkan produk usaha tani yang berkualitas, melakukan pelayanan yang

bermutu kepada usahatani, memberikan bimbingan teknis produksi, memberikan

bimbingan manajemen dan hubungan sistem agribisnis, memfasilitasi proses

pembelajaran atau pelatihan bagi petani, menyaring dan mensistesis informasi

agribisnis praktis untuk petani, mengembangkan kerjasama bisnis yang dapat

memberikan keuntungan bagi para pihak yang terkait (Suparta, 2005: 99).

Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi juga sering disebut

sebagai agribisnis hulu (up-stream agribusiness); diartikan sebagai kegiatan yang

menginovasi, memproduksi dan mendistribusikan sarana produksi pertanian, baik

industri alat mesin pertanian, pupuk, benih serta obat pengendalian hama dan

penyakit (Saragih, 1999: 57). Selanjutnya, menurut Distan Provinsi Bali (2010)

bahwa agribisnis hulu mencakup industri yang memproduksi barang modal untuk

sektor pertanian seperti; industri benih, sayuran, ternak, ikan, industri

agrochemical dan industri mesin pertanian.

2.3 Ubi Kayu

Ubi kayu (Manihot utilisima Pohl) merupakan salah satu makanan produk

yang ada di Indonesia penghasil energi setelah padi. Singkong mempunyai banyak

9
sebutan antara lain adalah singkong dan ketela pohon. Tanaman ubi kayu berasal

dari negara Brazil. Ubi kayu banyak ditanam didaerah-daerah kering (Soetanto,

2001: 201-201). Di Indonesia, Ubi kayu menjadi makanan pokok setelah beras

dan jagung. Ubi kayu merupakan komoditas tanaman pangan yang penting

sebagai sumber bahan pangan karbohidrat dan bahan baku industri makanan,

kimia dan ternak (Lidiasari, 2006: 192). Morfologi tanaman ubi kayu mempunyai

batang tegak dengan tinggi 1,5-4,0 m, bentuk batang bulat, berkayu dan bergabus

sedangkan daun bertipe jemari. Klasifikasi tanaman ubi kayu menurut Rukmana

(1997: 72) adalah sebagai berikut :

Tabel 2. Klasifikasi Tanaman Ubi Kayu


Kingdom Plantae
Divisi Spermatopyta
Sub Divisi Angiospermae
Kelas Dicotyledoneae
Ordo Euphorbiales
Famili Euphorbiaceae
Genus Manihot
Spesies Manihot utilisium Pohl
Sumber: Rukamana, 2007

Ubi kayu mempunyai arti terpenting dibandingkan jenis umbi-umbian lain.

Ubi kayu berbentuk seperti silinder yang ujungnya mengecil dengan dimeter rata-

rata 2-5cm dan panjang sekitar 20-30cm. Ubi kayu biasanya diperdagangkan

dalam bentuk masih berulit. Umbinya memiliki kulit yang terdiri dari dua lapis

yaitu kulit luar adn kulit dalam. Daging ubi berwarna putih atau kuning. Dibagian

tengah daging umbi terdapat suatu jaringan yang tersusun atas serat. Ubi kayu

segar banyak mengandung pati. Pengeringan umbi-umbian sering sering

dilakukan sebagai usaha pengawetan. (Muchtadi, 1989: 20)

10
Kandungan Karbohidrat ubi kayu yang tinggi menyebabkan ubi kayu

dapat menjadi sumber karbohidrat bagi masyarakat. Komposisi gizi ubi kayu

disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen Gizi Ubi Kayu per 100 g


Komponen Kadar
Energi 157 kal
Air 60 g
Protein 0,8 g
Lemak 0,3 g
Karbohidrat 37,9 g
Kalsium 33 g
Fospor 40 g
Besi 0,7 g
Vitamin A 385 SI
Vitamin B1 0,06 mg
Vitamin C 30 mg
Sumber: Widyastuti (2012: 17)

Selain itu ubi kayu juga dapat dijadikan sebagai bahan makanan pengganti

ubi kayu (manihot utillissima) memiliki sifat karakterisitik: mengandung kadar air

(k.a) sebesar 65% dan kadar pati tinggi (34,6) serta sianida (HCN). Berdasarkan

kadar HCN-nya, ubi kayu dibagi dalam dua golong besar, yaitu jenis pahit dan

tidak pahit. Jenis kayu yang tidak pahit umumnya dimanfatkan untuk konsumsi

lansung, yaitu varietas ubi kayu yang memiliki HCN tinggi, biasanya digunakan

untuk keperluan industri setelah melalui proses pengolahan. Varietas ubi kayu

jenis pahit, yang biasanya untuk industri memiliki karakter :

1. Rasa pahit tidak menjadi masalah

2. Warna umbi putih atau kuning tergantung spesifikasi yang diinginkan

3. Kandungan serat tinggi/rendah

4. Bentuk umbi panjang dan besar

5. Kadar HCN tinggi tidak masalah

11
Varietas ubi kayu untuk industri umumnya dapat dipilih pada varietas-

varietas unggul nasional. Kadar HCN, ubi kayu dibedakan menjadi 4 golongan

(Suprapti, 2005: 163) yaitu:

a. Golongan ubi kayu yang tidak beracun dengan kadar HCN < 50 mg per kg.

b. Golongan ubi kayu agak beracun dengan kadar HCN 50-80 mg per kg.

c. Golongan ubi kayu yang beracun dengan kadar HCN 80-100 mg per kg.

d. Golongan ubi kayu yang sangat beracun dengan kadar HCN > 100 mg per kg.

Kadar Asam Sianida dapat dikurangi dengan cara perebusan, pemanasan,

pengukusan, pencucian dan pengeringan. Sebagai bahan baku industri, ubi kayu

dapat diolah menjadi berbagai produk antara lain tapioka, glukosa, fruktosa,

sorbitol, high fructose syrup (HFS), dektrin, alcohol, etanol, asam sitrat dan

monosodium glutamate. Bahkan ampas dari tepung tapioka dijadikan obat

nyamuk bakar. Sebagai bahan pakan ubi kayu digunakan mulai dari daun sampai

umbi segarnya. Industri pakan yang menggunakan ubi kayu dipandang lebih

murah dibandingkan dengan jagung dan kedelai. Sedangkan dari industri pakan

dari gaplek maupun sisa dari pengolahan tepung tapioka berupa ampas tapioka

yang diperkaya dengan bahan lain (Hafsah, 2003: 59-61).

Ubi kayu sebagai komoditi tanaman pangan mempunyai peranan dan

prospek sebagai sumber bahan pangan, bahan baku industri untuk industri bahan

pangan, kimia, dan pakan, mengusahakan ubi kayu dapat menjadi sumber

pendapatan dan menyerap tenaga kerja baik di sub sistem hulu, tengah (usahatani)

dan hilir, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan devisa Negara melalui

meningkatkan ekspor dan menekan impor (Hafsah, 2003: 59-61).

12
2.4 Produk Tepung Tapioka

Tepung tapioka adalah salah satu olahana dari singkong. Tepung tapioka

umumnya berbentuk butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong.

Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengental dan bahan pengikat

dalam industri makanan. Sedangkan ampas tapioka banyak dipakai sebagai

campuran makanan ternak. Pada umumnya masyarakat Indonesia mengenal dua

jenis tepung tapioka, yaitu tepung tapioka kasar dan tepung tapioka halus. Tepung

tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran singkong yang kasar,

sedangkan tepung tapuoka yang halus merupakan hasil pengolahan lebih lanjut

dan tidak mengandung gumpalan lagi (Suprapti, 2005:178-182).

Tepung tapioka adalah pati dari umbi singkong yang dikeringkan dan

dihaluskan. Tepung tapioka merupakan produk awetan singkong yang memiliki

peluang pasar yang sangat luas (Suprapti, 2009: 18-182). Pengolahan tepung

tapioka memiliki beberapa tingkatan teknologi, Tingkatan teknologi tersebut

adalah tradisional atau mekanik sederhana, semi modern dan full otomate. Tepung

tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi kayu yang dibuang ampasnya. Ubi kayu

tergolong polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan ampilopektin

yang tinggi tetapi lebih rendah daripada ketan yaitu amilopektin 83% dan amilosa

17%, sedangkan buah-buahan termasuk mengandung selulosa dan pektin

(Winarno, 2004: 51).

Industri tepung tapioka merupakan industri yang memiliki peluang dan

prospek pembangunan yang baik untuk memenuhi permintaan pasar. Industri

tepung tapioka termasuk industri hilir, dimana industri ini melakukan proses

13
pengolahan dari bahan ubi kayu yang berasal dari petani menjadi tepung tapioka

atau aci. Tujuan dari industri pengolahan ubi kayu ini adalah menciptakan nilai

tambah dan menambah umur simpanan dari suatu produk.

2.4.1 Kandungan Unsur Gizi

Tepung tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku ubi

kayu. Tepung tapioka mengandung banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan

pembantu dalam berbagai industri. Komposisi zat gizi tepung tapioka lebih baik

bila dibandingkan denagn tepung lain, tapioka juga dapat digunakan sebagai

bahan bantu berwarna putih (Tri dan Agusto, 1990). Tepung tapioka, meskipun

dibuat dari bahan (singkong) dengan kandungan unsur gizi yang rendah, namun

masih memiliki unsur gizi. Perbadingan unsur gizi pada singkong dan tepung

tapioka disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan unsur gizi pada ubi kayu/singkong dan tepung tapioka/100g
bahan
No Kandungan gizi Singkong putih Sinkong Kuning Tepung Tapioka
1 Kalori (kal) 146 157 362
2 Protein (g) 1,2 0,8 0,5
3 Lemak (g) 0,3 0,3 0,3
4 Karbohidrat (g) 34,7 37,9 86,9
5 Kalsium (mg) 33,0 33,0 0,0
6 Fosfor (mg) 40,0 40,0 0,0
7 Zat besi (mg) 0,7 0,7 0,0
8 Vitamin A (SI) 0,0 385 0,0
9 Vitamin B1 (mg) 0,06 0,06 0,0
10 Vitamin C(mg) 30,0 30,0 0,0
11 Air (g) 62,5 60 12,0
12 Bagian yang 75 75 0,0
dapat dimakan
(%)
Sumber: Direktorat Gizi Depkes RI

14
2.4.2 Standar Kualitas Tepung Tapioka

Kualitas tepung tapioka ditentukan berdasarkan persyaratan standar yang

ditetapkan oleh SII (standar industri Indonesia), dengan tujuan agar produk tepung

tapioka yang dihasilkan dapat menembus pasar di dalam dan di luar negeri.

Persyaratan standar yang ditetapkan oleh SII disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Persyaratan Standar Kualitas Tepung Tapioka


No Spesifikasi AAA (Terbaik) AA (Baik) A (Sedang)
1 Tingkat Keputihan Minimal 95,5 Minimal 92 <92
2 Kekentalan 3-4 2,5-3 <2,5
3 Kadar Air 12-15% 12-15% 12-15%
4 Tingkat Kehalusan 100 mesh 100 mesh 100 mesh
5 Serat dan Kotoran Negatif Negatif Negatif
Sumber: Departemen Perindustrian, Jakarta

2.4.3 Proses Produksi Tepung Tapioka

Pembuatan tepung tapiokadapat dilakukan dalam skala rumahan tangga

(menggunakan alat-alat yang ada didapur) maupun skala komersial (menggunakan

alat khusus). Beberapa bahan baku berupa singkong dan memerlukan banyak air.

Keluaran proses produksi selain tapioka, dihasilkan limbah cair dan limbah padat

berupa onggok dan kulit. Proses pengupasan dan pencucian dilakukan secara

manual, sedangkan pemarutan, ekstraksi dan penghancuran secara mekanik

(Badan Litbang Pertanian, 2011)

Proses pengolahan tepung tapioka dimulai dari singkong yang diterima

digudang, lalu dicuci dan dikupas, terus digiling dalam mesin penggiling. Dalam

proses menggiling, yang keluar adalah ampas dari sari pati yang merupakan

tepung tapioka. Selanjutnya, sari pati dikeringkan (dijemur) untuk disimpan

15
digudang. Proses produksi tapioka terdiri dari pencucian, pengupasan, pemarutan,

ekstraksi, pengendapan pati dan pengeringan seperti pada gambar berikut.

Ubi kayu
(2000kg)

Air Pencucian dan


(1000kg) Pengupasan Kulit (354kg)

Pemarutan

Bubur pati
(1.609kg)

Ekstrasi

Air Pemerasan Onggok


(1000kg)
(992kg)

Pati (488 kg)


v

Pengeringan Tepung kasar


(9376kg)

Tepung tapioka
(372kg)

Gambar 2. 3Proses Produksi Tepung Tapioka


Sumber: Badan Litbang Pertanian, 2011

16
2.5 Studi Kelayakan Bisnis

Keputusan untuk melakukan investasi yang menyangkut sejumlah besar

dana dengan harapan mendapatkan keuntungan bertahun-tahun dalam jangka

panjang memberikan dampak yang cukup besar bagi kelangsungan usaha suatu

perusahaan. Oleh karena itu, sebelum mengambil keputusan untuk menanamkan

investasi terlebih dahulu mengkaji studi kelayakan khususnya aspek financial dan

ekonomi (Soeharto, 1999: 41). Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah

menganalisis resiko dengan menggunakan suatu asumsi tertentu, baik mengenai

biaya yang dikeluarkan untuk investasi maupun pemasukan dari pendapatan yang

akan diperoleh atau faktor-faktor lain. Suatu asumsi tidak akan selalu tepat karena

memiliki resiko berbeda atau meleset dari kenyataan, maka untuk mendapatkan

hasil yang optimal adalah dengan menggunakan cara memisahkan analisi

keputusan investasi dengan keputusan pendanaan (financing decision). Keputusan

investasi mencoba menentukan proyek atau aset apa saja yang akan dipilih dan

berapa besar biayanya, sedangkan keputudan pendanaan menetukan bagaimana

dan dari mana proyek dibiayai, sehingga setelah pemilihan usulan invetasi

dianalisis dengan berbagai kriteria (misalnya. NPV atau IRR) maka langkah

selanjutnya adalah mencoba mengaitkan dengan keputusan pendanaan dan

melihat bagaimana kemungkinan interaksi yang terjadi (Soeharto, 1999: 41).

2.5.1 Pengertian Studi Kelayakan

Menurut Kasmir dan Jakfar (2009: 149-160), pengertian kelayakan adalah

penelitian yang dilakukan secara mendalam untuk menentukan apakah usaha yang

17
akan dijalankan akan memberikan manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan

biaya yang akan dikeluarkan. Sedangkan pengertian bisnis adalah usaha yang

dijalankan dengan tujuan utamanya untuk memperoleh keuntungan sehingga

dapat disimpulkan bahwa pengertian studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan

yang memperajari secara mendalam tentang suatu usaha atau bisnis yang akan

dijalankan dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha tersebut.

Menurut Umar (2009: 67), studi kelayakan bisnis merupakan penelitian

terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak layak

bisnis yang dibangun, tetapi juga saat dioperasionalkan secara rutin dalam rangka

pencapaian keuntungan yang maksimal untuk waktu yang tidak ditentukan,

misalnya rencana peluncuran produk baru. Menyusun studi kelayakan bisnis

banyak hal yang berhubungan dengan perhitungan bunga dan nilai uang, seperti

beban bunga, tingkat bunga, nilai uang (time value money), nilai pinjaman beserta

cicilan (kredit), serta perhitungan penyusutan terhadap aset yang digunakan

(Ibrahim, 2003: 37-41).

2.5.2 Aspek-aspek Dalam Studi Kelayakan

Menetukan penilaian studi kelayakan, terlebih dahulu harus mengetahui

tahapan dari aspek-aspek kelayakan usaha. Aspek-aspek tersebut adalah sebagai

berikut:

1. Aspek Teknis

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam aspek ini adalah masalah penentuan

lokasi, luas produksi, tata letak (layout), penyusunan peralatan pabrik, dan proses

produksinya termasuk pemilihan teknologi. Jadi, analisis dari aspek teknis adalah

18
untuk menilai kesiapan perusahaan dalam menjalankan usahanya dengan menilai

ketepatan lokasi, luas produksi dan layout serta kesiagaan mesin-mesin yang akan

digunakan (Kasmir dan Jakfir, 2009: 149-160).

Menurut (Kasmir dan Jakfir, 2009: 149-160) ada beberapa tujuan yang

hendak dicapai dalam penilaian aspek teknis/operasi yaitu:

a. Agar perusahaan dapat menentukan lokasi yang tepat, baik untuk lokasi

pabrik, gudang, cabang maupun kantor pusat.

b. Agar perusahaan dapat menentukan layout yang sesuai dengan proses

produksi yang dipilih, sehingga memberikan efisiensi.

c. Agar perusahaan dapat menentukan teknologi yang paling tepat dalam

menjalankan produksinya.

d. Agar perusahaan dapat menentukan metode persediaan yang paling baik

untuk dijalankan sesuai dengan bidang usahanya.

e. Agar dapat menentukan kualitas tenegan kerja yang dibutuhkan sekarang

dan di masa yang akan datang.

2. Aspek Manajemen

Uraian aspek organisasi dan manajemen adalah bentuk kegiatan dan cara

pengelolaan dari gagasan usaha atau proyek yang direncanakan secara efisien.

Apabila bentuk dan sistem pengelolaan telah dapat dibentukan secara teknis (jenis

pekerjaan yang diperlukan) dan berdasarkan pada kegiatan usaha, disusun bentuk

struktur organisasi yang cocok dan sesuai untuk menjalankan kegiatan tersebut.

Berdasarkan pada struktur organisasi yang ditetapkan, kemudian ditentukan

jumlah tenaga kerja serta keahlian yang diperlukan (Ibrahim, 2003: 37-41).

19
3. Aspek Hukum

Aspek hukum terdiri dari dokumen yang perlu diteliti keabsahan,

kesempurnaan dan keasliannya yang meliputi badan hukum, izin-izin yang

dimiliki, sertifikat tanah atau dokumen lainnya yang mendukung kegiatan usaha

tersebut (Kamsir dan Jakfar, 2009: 149-160). Aspek hukum mengkaji tentang

legalitas usulan proyek yang akan dibangun dan dioperasikan. Ini berarti bahwa

setiap proyek yang akan didirikan dan dibangun di wilayah tertentu harus

memenuhi hukum dan tata peraturan yang berlaku di wilayah tersebut (Soeratman,

2002: 178).

4. Aspek Ekonomi dan Sosial

Aspek sosial dan ekonomi terdiri dari dampak positif dan negative yang

akan dapat dirasakan oleh berbagai pihak, baik bagi pengusaha itu sendiri,

pemerintah, ataupun masyarakat luas. Dalam aspek ekonomi dan sosial dampak

positif yang diberikan dengan adanya investasi lebih ditekankan kepada

masyarakat khususnya yaitu memberikan pemasukan berupa pendapatan baik bagi

pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (Kasmir dan Jakfar, 2009: 149-160).

5. Aspek Lingkungan

Pengutamaan dalam aspek lingkungan, secara khusus adalah meliputi

dampak lingkungan di sekitarnya, baik dalam usaha atau proyek maupun di luar

suatu proyek yang akan dijalankan. Arti keberadaan suatu usaha atau proyek yang

akan mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang berda di sekitar rencana lokasi, baik

dampak rencana usaha dan atau kegiatan terhadap kegiatan-kegiatan yang sudah

20
ada sebaiknya maupun dampak kumulatif dari rencana usaha dan kegiatan yang

sudah ada terhadap lingkungan hidup (Kasmir dan Jakfar, 2009: 149-169).

6. Aspek Pasar

Menurut Ibrahim (2003: 37-41), faktor utama yang perlu dinilai dalam

aspek pasar dan pemasaran, antara lain:

a. Jumlah permintaan produk di masa lalu dan masa kini serta kecenderungan

permintaan dimasa yang akan datang.

b. Berdasarkan pad angka proyek (perkiraan), berapa besar kemungkinan

market space (market potensi) yang tersedia di masa yang akan datang.

c. Berapa besar market share yang direncanakan berdasarkan pada rencana

produksi.

d. Faktor-faktor apa saja yang mungkin mempengaruhi permintaan di masa

yang akan datang.

e. Strategi apa saja yang perlu dilakukan dalam meraih market sahare yang

telah direncanakan.

Pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan

penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang

mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk

mengembangkan hubungan pertukaran (Boyd, Walker dan Larreche, 2000: 205).

Bauran pemasaran merupakan kiat dalam pemasaran yang digunakan perusahaan

untuk mencapai pasar sasarannya. Kombinasi dari bauran pemasaran yaitu

produk, harga, distribusi, dan promosi (Kotler, 2004: 39-41).

21
7. Aspek Keuangan

Kajian aspek keuangan dalam studi kelayakan berkaitan dengan bagaimana

menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekligus pelaksanaannya serta mecari

sumber daya yang bersangkutan serta efisien, sehingga memberikan tingkat

keuntungan yang menjamin bagi investor (Soeratman, 2002: 178). Keseluruhan

penilaian dalam aspek keuangan menurut (Kasmir dan Jakfar, 2009: 147-160).

Meliputi hal-hal seperti:

a. Sumber-sumber dana yang akan diperoleh.

b. Kebutuhan biaya investasi.

c. Estimasi pendapatan dan biaya invertasi selama beberapa periode termasuk

jenis-jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama umur investasi.

d. Proyeksi neraca dan laporan laba rugi untuk beberapa periode ke depan.

e. Kriteria penilaian investasi.

f. Rasio keuntungan yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan.

2.5.3 Kriteria Penilaian Kelayakan Finansial

Pelaksanaan dari sebuah proyek dapat diketahui memberikan keuntungan

atau tidak dengan melakukan evaluasi proyek, yaitu dengan cara menghitung

manfaat dan biaya yang diperlukan sepanjang umur proyek dengan

menggunakan kriteria penilaian kelayakan finansial yang digunakan sebagai

berikut:

1. Biaya

Biaya dalam suatu kegiatan usaha terdiri dari dua jenis, yaitu biaya

investasi dan biaya modal kerja. Biaya investasi adalah biaya yang diperlukan

22
dalam pembangunan proyek, terdiri dari pengadaan tanah, gedung, mesin,

peralatan, dan biaya lainnya yang berhubungan dengan pengembangan proyek.

Biaya modal kerja dalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha

setelah pembangunan proyek siap, terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya

tidak tetap (variable cost) (Ibrahim, 2003: 37-41). Perhitungan pengeluaran

sebagai berikut:

Total Biaya = FC + VC

Dimana: FC = Fixed Cost (biaya tetap)


VC = Variabel Cost (biaya variabel)

Menurut Soekartawi (2002: 109-110) biaya tetap umumnya didefinisikan

sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun

produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak

tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Di sisi lain biaya tidak

tetap atau biaya variabel biasanya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya

dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh.

2. Penerimaan dan Pendapatan

Penerimaan usaha kecil menengah adalah perkalian antara volume

produksi yang diperoleh dengan harga jual. Harga jual adalah harga transaksi

antara penjual (penghasil) dan pembeli untuk setiap komoditas menurut suatu

tempat. Satuan yang digunakan seperti satuan yang lazim dipakai pembeli atau

penjual secara partai besar, misalnya: Kg, kwintal, ikat, dan sebagainya. Menurut

Soekartawi (2002: 109-110) analisis pendapatan usaha kecil menegah dapat

dipakai sebagai ukuran untuk melihat apakah suatu usaha menguntungkan atau

23
merugikan, sampai seberapa besar keuntungan atau kerugian tersebut. Perhitungan

Penerimaan sebagai berikut:

Penerimaan Usaha = P × Q
Dimana: P = Harga jual produk
Q = Jumlah produk yang dihasilkan

Pendapatan usaha kecil menengah merupakan ukuran penghasilan yang

diterima oleh penjual dari usahanya. Dalam analisis usaha kecil menengah,

pendapatan penjual (penghasil) digunakan sebagai indikator penting karena

merupakan sumber utama dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari (Parwati,

2012: 22-23). Pendapatan merupakan hasil akhir dari penerimaan dikurangi

dengan total biaya yang dikeluarkan dalam suatu produksi, sedangkan total

penerimaan adalah produksi dikalikan dengan harga produksi (Soekartawi, 2002:

109-110). Perhitungan pendapatan sebagai berikut:

Pendapatan = Penerimaan + Total Biaya

3. BEP (Break Event Point)

BEP adalah suatu analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan

yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan serta pendapatan yang diterima

perusahaan dari kegiatannya (Umar, 2009: 67). Break event point menunjukan

bahwa perusahaan tidak mengalami kerugian, namun juga belum memperoleh

keuntungan karena semua penerimaan akan habis untuk menutup biaya variabel

dan biaya tetap yang ditanggung perusahaan (Halim, 2007:167).

Kuswadi (2006: 101-103) menyatakan bahwa break even tidak lain adalah

kembali pokok, pulang pokok, impas, yang maksudnya adalah tidak untung dan
24
tidak rugi. Titik pulang pokok atau Break Event Point (BEP) atau titik impas

adalah suatu titik atau kondisi saat tingkat volume penjualan (produksi) tertentu

dengan harga penjualan tertentu, perusahaan tidak mengalami laba atau rugi atau

impas. Dengan kata lain, kembali pokok artinya seluruh penghasilan sama besar

dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan. Perhitungannya sebagai berikut:

= atau =
/

Dimana: FC= Biaya Tetap


P = Harga Jual per unit
VC = Biaya Variabel per unit

4. Return of Invesment (ROI)

Return on Invesment (ROI) merupakan rasio yang menunjukan hasil

(return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan atau suatu ukuran

tentang efisiensi manajemen. Rasio ini menunjukan hasil dari seluruh aktiva yang

dikendalikannya dengan mengabaikan sumber pendanaan dan biasanya rasio ini

diukur dengan presentase. Rasio ini menunjukan produktifitas dari seluruh dana

perusahaan baik modal pinjaman maupun modal sendiri. Semakin kecil (rendah)

rasio ini semakin tidak baik, demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunaan

untuk mengukur efektifitas dari seluruh operasi perusahaan (Kasmir dan Jakfar,

2009: 149-160). Perhitungannya sebagai berikut:

rata − rata profit tahunan


ROI = 100%
investasi awal

5. R/C Ratio

Menurut Permatasari (2014: 38) ratio penerimaan atas biaya (R/C ratio)

menunjukkan berapa besar penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah

yang dikeluarkan dalam produksi usaha, sehingga dapat digunakan untuk

25
mengukur tingkat keuntungan relatif kegiatan usaha. Dari angka rasio penerimaan

atas biaya tersebut dapat diketahui apakah usaha tersebut menguntungkan atau

tidak. Tingkat pendapatan atas usaha dapat diukur dengan menggunakan analisis

penerimaan atas biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada perhitungan

secara finansial. Analisis ini menunjukkan besar penerimaan usaha yang akan

diperoleh petani untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan

usahanya.

Jika R/C ratio meningkat menunjukkan adanya peningkatan penerimaan.

Usaha dikatakan layak apabila R/C ratio bernilai lebih besar dari satu (R/C > 1)

yang berarti setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan

tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya yang

dikeluarkan, atau secara sederhana kegiatan usaha ini meguntungkan. Apabila R/C

ratio bernilai kurang dari 1 (R/C < 1), artinya setiap tambahan yang dikeluarkan

dalam produksi akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil dari

biaya yang dikeluarkan, atau secara sederhana dapat dikatakan bahwa kegiatan

usaha ini mengalami kerugian (Permatasari, 2014: 38). Perhitungannya sebagai

berikut:

/ = (Total Penerimaan Penjualan)/(Total Biaya)

6. Payback Periode (PP)

Penentuan layak atau tidak layaknya suatu usulan proyek investasi cukup

dengan membandingkan antara waktu pengembalian jumlah dana untuk investasi

dengan umur ekonomi proyek (Soeratman, 2002: 178). Payback periode adalah

suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi

26
dengan menggunakan aliran kas (Umar, 2009: 67). Payback periode merupakan

teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu

proyek atau usaha. Perhitungan ini dapat dilihat dari perhitungan kas bersih yang

diperoleh setiap tahun. Nilai kas bersih merupakan penjumlahan laba setelah pajak

ditambah dengan penyusutan (dengan catatan investasi menggunakan 100%

modal sendiri) (Kasmir dan Jakfar, 2009: 149-160).

Ada 2 macam model perhitungan yang akan digunakan dalam menghitung

masa pengembalian investasi, pertama perhitungan apabila kas bersih setiap tahun

sama, maka menggunakan rumus perbandingan investasi dengan kas bersih yang

dikalikan 12 bulan didapatlah nilai payback periode dalam jangka beberapa bulan.

Cara kedua adalah apabila kas bersih setiap tahun berbeda, maka payback

periode dihitung dengan cara pengurangan nilai investasi dengan kas bersih

pertahun sampai di temukan nilai payback period. Untuk menilai apakah usaha

layak diterima atau tidak dari segi payback periode, maka hasil perhitungan

tersebut haruslah sebagai berikut:

a. Payback periode sekarang lebih kecil dari nilai investasi.

b. Dengan membandingkan rata-rata industri usaha sejenis.

c. Sesuai dengan target perusahaan.

Perhitungan kelayakan dari segi payback period memiliki kelemahan.

Perhitungan yang dilakukan mengabaikan time value of money dan tidak

mempertimbangkan arus kas yang terjadi setelah pengembalian. Berdasarkan

pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa payback periode dari suatu

investasi menggambarkan panjang waktu yang diperlukan agar biaya yang

27
ditanamkan pada suatu investasi/usaha dapat diperoleh kembali sepenuhnya

(Kasmir dan Jakfar, 2009: 149-160). Perhitungannya sebagai berikut:

Investasi awal
= Penerimaan Periode * 1 tahun
7. Net Present Value (NPV)

Menurut Umar (2009: 67) suatu keputusan investasi membutuhkan dana

yang cukup besar untuk ditanamkan pada suatu proyek. Dana investasi tersebut

akan kembali melalui penerimaan-penerimaan berupa keuntungan di masa yang

akan datang. Samryn (2002: 289-291) menjelaskan net present value (NPV) atau

nilai sekarang merupakan hasil perhitungan yang menunjukkan kesetaraan

pendapatan, arus kas, atau penghematan biaya dari investasi yang diperkirakan

akan diperoleh pada masa yang akan datang dengan nilai investasi yang dilakukan

saat ini, berdasarkan pertimbangan perubahan daya beli uang atau nilai waktu

uang.

Menurut metode NPV seluruh aliran kas bersih di-present value-kan atas

dasar faktor diskonto (discount factor = DF), hasilnya dibandingkan dengan initial

investment. Selisih antara keduanya merupakan NPV. Faktor diskonto adalah

suatu angka yang apabila dikalikan dengan arus kas bersih atau penghematan

biaya dari investasi akan menghasilkan angka yang setara dengan nilai kas

tersebut pada saat investasi, berdasarkan tingkat bunga modal yang berlaku.

Bunga modal biasanya dianggap sebagai rate of return (presentase pengembalian)

minimal yang harus dicapai dari suatu investasi (Samryn, 2002: 289-291).

Perhitungannya sebagai berikut:

(Bt−Ct)
NPV = ∑nt=1 t
(1+i)

28
Dimana: Bt = Penerimaan kotor tahun ke –t
n = Umur Ekonomis
Ct = Biaya kotor tahun ke –t
I = Tingkat suku bunga

Kriteria yang digunakan (Diatin, 2007):

NPV > 0, Usaha layak untuk dijalankan.

NPV = 0, Usaha tersebut mengembalikan sama besarnya nilai uang yang

ditanamkan.

NPV < 0, Usaha tidak layak untuk dijalankan.

2.6 Penelitian Terdahulu

Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan dapat dijadikan

dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini, adapun penelitian

yang dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Penelitian Gazali Fadhil Cafah (2009) dengan judul Analisis Biaya

Produksi Pada Usaha Produksi Tahu Bandung Raos Cap Jempol,

Dramaga, Bogor. Analisis finansial yang dilakukan, menghasilkan nilai

yang memenuhi syarat kelayakan untuk mengembangkan proyek. Dengan

nilai NPV positif dan IRR lebih besar dari Discount Rate, dan nilai B/C

Ratio lebih besar dari 1.

2. Hening Pury Asanti (2011) dengan judul Analisis kelayakan Finansial

pengolahan buah, studi kasus CV. Winner Perkasa Indonesia Unggul,

Sawangan, Depok. Hasil kelayakan finansial disimpulkan bahwa usaha

menggunakan 100% modal sendiri dinyatakan layak yang ditandai dengan

29
NPV positif pada Discount Factor 14% dan IRR lebih besar dari Dicount

Rate, dan nilai B/C Ratio lebih besar dari 1.

3. Farah Habibah Huda (2014) dengan judul Studi Kelayakan Finansial

Pendirian Industri Tepung Singkong Modifikasi (Mocaf) di Wilayah

Kabupaten Bogor. Hasli dari penelitian ini menyatakan bahwa NPV

positif, IRR lebih besar dari Discount Rate, B/C Rasio lebih besar dari 1

dan PBP selama 2,12 tahun.

2.7 Kerangka Pemikiran

Industri pengolahan tepung tapioka merupakan salah satu jenis industri

dengan memanfaatkan singkong sebagai bahan utama, dimana singkong akan

diolah sesuai dengan kebutuhan untuk dijual secara komersial. Pada usaha yang

dilakukan oleh CV. Wangun Mandiri mengalami penurunan pendapatan yang

secara fluktuatif sehingga dapat mempengaruhi perusahaan makan harus ada

prospek pengembangan dari perusahaan dengan mengunakan analisis kelayakan

finansial, sehingga adanya pengefisiensian biaya yang dikeluarkan dan perlu

adanya perbaikan dalam perusahaan. Untuk lebih jelas, maka kerangka pemikiran

dapat diuraikan pada gambar 3.

30
CV. Wangun Mandiri

Usaha Pengolahan Ubi Kayu

Analisis Deskriptif Output Tepung Tapioka Analisis Finansial

Lingkungan Biaya Investasi

Teknis BEP
Penerimaan
Manajemen ROI

Hukum R/C Ratio

Pasar PP

Ekonomis dan Sosial Pendapatan NPV

Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tepung


Tapioka

Layak Tidak Layak

Proses Pengembangan Perusahaan Evaluasi

Gambar 3. Kerangka Pemikiran

31
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Agustus 2017 sampai januari

2018. Periode tersebut digunakan untuk memperoleh data. Peneliti sebelumnya

telah melakukan pra-penelitian yang meliputi wawancara terkait data yang

terangkum dalam pendahuluan. Penelitian ini dilakukan di CV. Wangun Mandiri

yantg beralamat di Jl. Ciburial RT.04/04 Ciparigi Bogor Utara. Penentuan lokasi

penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa

unit usaha tepung tapioka yang berada di daerah Ciparigi sudah menjadi sentra

pengembangan agroindustri tepung dari olahan singkong.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan

data sekunder. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari

objek penelitian yaitu melalui pengamatan langsung dilapangan dan wawancara

dengan pimpinan CV.Wangun Mandiri. Hal ini dilakukan antara lain untuk

mengetahui aspek-aspek kelayakan finansial yang terdapat pada CV.Wangun

Mandiri yaitu data-data mengenai penerimaan, biaya investasi, biaya tetap dan

biaya variabel. Data primer tersebut digunakan dalam menganalisis studi

kelayakan finansial.

Data sekunder diperoleh dari laporan manajemen perusahaan dan instansi

yang terkait. Data sekunder juga diperoleh melalui proses membaca, mempelajari
dan mengambil keterangan yang diperlukan dari buku-buku atau majalah,

dokumen-dokumen, penelitian terdahulu, bahan-bahan kuliah serta sumber-

sumber data lainnya yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

3.3. Metode Pengumpulan data

Metode pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan untuk

mengumpulkan data penelitian. Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara

observasi, wawancara dan studi literatur. Observasi adalah pengumpulan data

dengan mengamati langsung objek-objek yang diteliti sehingga memperoleh

gambaran yang nyata dari keadaan perusahaan yaitu lokasi perusahaan. sistem

pengawasan proses produksi, penanganan limbah, sarana dan prasaran produksi.

Wawancara yang penulis lakukan dengan melakukan tanya jawab secara

langsung dengan pimpinan perusahaan dan karyawan di bidang keuangan dan

produksi yang memiliki informasi mengenai data-data perusahaan. Studi literatur

adalah pengumpulan data melalu sumber – sumber buku atau jurnal terkait yang

berhubungan dengan aspek-aspek kelayakan usaha dan finansial.

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analis data yang digunakan dalam penelititan ini adalah metode analisis

kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan untuk mendapatkan

gambaran mengenai aspek-aspek kelayakan usaha seperti aspek teknis, aspek

manajemen, aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial, aspek lingkungan, dan

aspek pasar yang terdapat di CV.Wangun Mandiri.

33
Analisis kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mengitung

kelayakan finansial pada CV. Wangun Mandiri. Metode kuantitatif untuk

menghitung kelayakan finasial tersebut adalah BEP, ROI, R/C ratio, PP, NPV dan

IRR. Aspek kelayakan finansial tersebut akan dihitung menggunakan bantuan

microsoft excel 2010.

3.5 Analisis Pendapatan

Menurut Niswonger (1992: 34), pendapatan dari penjualan adalah seluruh

total tagihan kepada pelanggan atas barang yang dijual, baik secara tunai maupun

kredit. Pendapatan yaitu pertambahan harta diluar tambahan investasi yang

mengakibatkan modal bertambah. Pendapatan usaha yaitu pendapatan yang

diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan (untuk perusahaan dagang

penjualan), sedangkan pendapatan diluar usaha yaitu pendapatan yang diperoleh

dari bukan usaha pokok perusahaan (diluar pokok usaha). Analisis pendapatan

usaha dilakukan terhadap biaya kegiatan produksi dari awal pembuatan hingga

pengemasan yang dilakukan dalam satu bulan. Analisis pendapatan digunakan

untuk mengetahui nilai pendapatan yang diperoleh CV.Wangun Mandiri. Terlebih

dahulu dilakukan

1. Perhitungan penerimaan dengan rumus sebagai berikut:

Penerimaan Usaha = P × Q

Dimana : P = Harga jual produk

Q = Jumlah produk yang dihasilkan

34
2. Perhitungan pengeluarannya sebagai berikut:

Total Biaya = FC + VC

Dimana : FC = Fixed Cost (biaya tetap)

VC = Variabel Cost (biaya variabel)

3. Perhitungan pendapatan sebagai berikut:

Pendapatan = Penerimaan + Total Biaya

4. Pemenuhan kriteria kelayakan finansial

a. Analisis Break Even Point (BEP)

BEP adalah suatu titik jumlah produksi atau penjualan yang dilakukan agar

biaya yang dikeluarkan dapat tertutupi kembali atau nilai dimana profit yang

diterima perusahaan adalah nol.

b. FC atau FC
= =
P − VC 1 − VC/p
c.

Dimana : FC= Biaya Tetap

P = Harga Jual per unit

VC = Biaya Variabel per unit

b. Net Present Value (NPV)

Analisis Net Present Value dilakukan untuk melihat bagaimana nilai

investasi dengan mempertimbangkan perubahan nilai mata uang. NPV merupakan

perbedaan antara nilai sekarang dari keuntungan dan biaya (Sudong, 2002: 32-33).

n
NPV = (Bt − Ct)
t=1
(1 + i)t

35
Dimana : Bt = Penerimaan kotor tahun ke –t

n = Umur Ekonomis

Ct = Biaya kotor tahun ke –t

I = Tingkat suku bunga

Kriteria yang digunakan (Diatin, 2007: 72) :

NPV > 0, Usaha layak untuk dijalankan.

NPV = 0, Usaha tersebut mengembalikan sama besarnya nilai uang yang

ditanamkan.

NPV < 0, Usaha tidak layak untuk dijalankan.

c. Return on Investment (ROI)

Return on Invesment (ROI) adalah rata-rata profit tahunan dibandingkan

dengan jumlah yang diinvestasikan. Menurut Santosa (2013: 46) rumus ROI yaitu

: rata − rata profit tahunan


ROI = 100%
investasi awal

d. Net Benefit Cost (Rasio B/C)

Perhitungan Rasio B/C merupakan perbandingan antara penerimaan total

dan biaya total, yang menunjukan nilai penerimaan yang diperoleh dari setiap

rupiah yang dikeluarkan. Proyek dinyatakan layak apabila rasio B/C ≥ 1

(Surahman dkk, 2008).

B/C Rasio = Total Penerimaan Penjualan


Total Biaya

36
e. Payback Periode (PP)

Estimasi jangka waktu pengembalian investasi suatu industri dapat

ditunjukan dengan perhitungan Payback Periode (Fazwa dkk, 2001: 197) Payback

Periode adalah waktu minimum untuk mengembalikan investasi awal dalam

bentuk aliran kas yang didasarkan atas total penerimaan dikurangi semua biaya

(Erlina, 2006).
Investasi awal
PBP = Penerimaan Periode
* 1 tahun

Suatu usaha dikatakan layak jika nilai payback periode lebih kecil atau sama

dibandingkan umur investasi usaha.

3.6 Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman mengenai pengertian tentang istilah-

istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :

1. Investasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh CV. Wangun Mandiri untuk

menjalankan produksi tepung tapioka dan bersifat jangka panjang.

2. Produksi adalah jumlah tepung tapioka yang dihasilkan oleh CV. Wangun

Mandiri.

3. Harga jual adalah harga jual tepung tapioka per karung pada CV. Wangun

Mandiri.

4. Penerimaan adalah pendapatan kotor yang diterima oleh CV. Wangun

Mandiri dari penjualan tepung tapioka.

37
5. Total biaya produksi adalah semua biaya yang dkeluarkan dalam kegiatan

produksi seperti biaya bahan baku, biaya bahan penunjang, biaya tenaga kerja

dan biaya penyusutan dan biaya pengemasan yang dikeluarkan oleh CV.

Wangun Mandiri.

6. Bahan baku adalah Bahan-bahan dasar yang digunakan untuk memulai

produksi tepung tapioka di CV. Wangun Mandiri.

7. Modal kerja adalah total biaya yang dikelaurkan per perbulan.

8. Perhitungan penyusutan dengan nilai sisa sebesar 10 % dari harga

permbelian.

9. Keuntungan adalah total penerimaan bersih yang diterima CV. Wangun

Mandiri dalam satu tahun.

10. Biaya tetap aadalah biaya yang jumlahnya tetap.

11. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan

perubahan tingkat produksi.

38
BAB IV
GAMBARAN UMUM

4.1. Sejarah dan Perkembangan CV.Wangun Mandiri

CV.Wangun Mandiri merupakan pelaku usaha yang bergerak dibidang

pengolahan singkong menjadi tepung tapioka. CV. Wangun mandiri berdiri pada

pada bulan Agustus 1998 yang didirikan oleh H.M Supardi Supriatna. Beliau

adalah pimpinan sekaligus pemilik dari CV.Wangun Mandiri dan hingga saat ini

pabrik tepung tapioka tersebut masih dikelola sendiri oleh H.M. Supardi Supriatna

dengan dibantu anak pertamanya dan beberapa karyawan. Pada awal berdirinya di

tahun 1998, agroindustri tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri memproduksi

tepung tapioka sebanyak 2.500kg dalam satu hari, memiliki 8 orang pekerja

produksi dan 3 orang staff kantor.

Tepung yang dipilih oleh pemilik adalah komoditas singkong. Pemilik

memilih komoditas tersebut karena dalam hal bahan bakunya tidak sulit, cepat

panen dan risiko kehilangan sedikit karena banyak yang belum mengetahui

manfaat dari singkong. Kondisi dan wilayahnya pun cocok untuk budidaya

singkong, sehingga beliau membuat pabrik pengolahan tepung tapioka untuk

membantu petani singkong yang berada di sekitar lokasi dan menjual hasil

panennya ke pabrik CV.Wangun Mandiri untuk diolah menjadi tepung tapioka.

Harga jual singkong adalah Rp.800/kg. Hal ini menjadikan bantuan kepada petani

singkong agar mudah dalam menjual hasil pertaniannya, sehingga dapat

meningkatkan kesejahteran petani singkong. Modal awal yang digunakan untuk

menjalankan usaha tersebut hanya terbatas dari kepemilikan pribadi. Pada bulan

39
Desember 1999, pemilik mulai meningkatkan produksi tepung tapioka dan

menambah jumlah tenaga kerja untuk menjalankan proses pembuatan tepung

tapioka.

Seiring berjalannya waktu, telah berkembang pesat dalam melakukan proses

produksi tepung tapioka. Sehingga sering kurangnya bahan baku untuk pembuatan

tepung tapioka, terutama pada musim kemarau. hal tersebut membuat

CV.Wangun Mandiri melakukan pembelian bahan baku ke luar daerah bogor,

sehingga biaya untuk pengadaan bahan baku meningkat. Hingga kini CV.Wangun

Mandiri memiliki 20 mitra dalam memasarkan produk tepung tapioka. Proses

produksi tepung tapioka dilakukan dengan teknik semi modern. Sehingga proses

produksinya lebih cepat dan kualitas lebih baik. Setiap proses produksi

dibutuhkan 6.2500Kg bahan baku singkong dan dibutuhkan waktu sekitar 8 jam.

4.2 Visi dan Misi CV.Wangun Mandiri

1. Visi

Menjadi agroindustri pengolahan tepung tapioka yang terintegrasi, serta

mengenalkan manfaat yang terkandung dalam tepung tapioka.

2. Misi

- Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui usaha agroindustri dan

pengolahan tepung tapioka.

- Menambah berbagai macam tepung yang bisa di jadikan olahan makanan.

- Berinovasi dalam hal produksi tepung dengan komoditas potensi lokal.

40
4.3 Struktur Organisasi CV.Wangun Mandiri

Struktur yantg digunakan CV.Wangun Mandiri adalah struktur organisasi

lini atau garis, dimana pelimpahan wewenang langsung secara vertikal dan

sepenuhnya dari kepemimpinan terhadap bawahannya. Bentuk struktur ini

merupakan bentuk yang paling tua dan digunakan semakinluas pada masa

perkembangan industri pertama. Keuntungan dari struktur ini adalah atasan dan

bawahan dihubungkan dengan satu garis komando, proses decesion making

berjalan cepat. Kekurangan dari struktur ini adanya tendensi gaya kepemiminan

otoriter, pengembangan kreativitas karyawan terhambat dan karyawan bergantung

pada satu orang dalam organisasi.

P e m im p in P e ru s a h a a n
H .M . S u p a rd i S u p ria tn a

P e na ngun g Ja w a b K e ua nga n
R ifk i R in a

P ro d u k s i D is trib u s i

Gambar 4. Struktur Organisasi

4.4 Alat dan Bahan Dalam Proses Produksi Tepung Tapioka

Dalam pembuatan tepung tapioka dibutuhkan alat dan bahan, beberapa

proses pembuatan tepung tapioka sebagai berikut :

1. Kebutuhan alat, beberapa peralatan yang dibutuhkan dalam pembuatan

tepung tapioka adalah sebagai berikut :

41
a. Timbangan digunakan untuk mengukur bahan-bahan padat, timbangan

sering digunakan pada pembuatan tepung tapioka adalah timbangan halus

atau timbangan kue, sedangkan untuk industri tepung tapioka yang

bersekala besar dapat ditambah dengan timbangan yang berkapasitas lebih

besar.

b. Gelas ukur digunakan untuk mengukur benda-benda cair. Pada

industri kecil dapat digunakan ember plastik.

c. Bak plastik atau semen yang digunakan untuk kegiatan perendaman atau

penyucian singkong kupas, pengendapan atau penyucian tepung aci,

perendaman atau pencucian dan pemutihan.

d. Alat untuk pengering digunakan sebagai perangkat penjemuran atau oven.

e. Pisau digunakan sebagai alat pengupas singkong dan pemisahan

bagian-bagian yang tidak bermanfaat.

f. Alat pemeras, kegiatan pemerasan dapat dilakukan dengan

menggunakan saringan atau alat pemerasan manual atau dengan mesin yang

dilengkapi dengan kain putih.

g. Mesin pemarut digunakan untuk memarut singkong.

h. Mesin penggiling tepung digunakan untuk menggiling tepung.

i. Mesin penghancur digunakan untuk mengoptimalkan proses pemisahan pati

melalui ekstrasi.

j. Bak pengendapan agar pengendapan berlangsung cepat, diperlukan bak-

bak yang dangkal dan miring agar lebih mudah menuangkan isinya. Bak

yang dangkal memungkinkan waktu pengendapan menjadi lebih cepat.

42
k. Kemasan produk, pada umumnya tepung tapioka dikemas dalam kantung

plastik yang kedap air dan udara kemudian dimasukan kedalam karung.

l. Plastik sealer digunakan untuk menutup kemasan tepung tapioka atau

plastik.

2. Kebutuhan bahan, proses pembuatan tepung tapioka diperlukan bahan-

bahan sebagai berikut :

a. Bahan baku tepung tapioka adalah singkong yang memenuhi sarat dan

berkualitas unggul.

b. Air bersih yang digunakan untuk pencucian singkong yang sudah

dikupas, penyaringan atau ekstrasi, dan pencucian aci 3-4 kali.

c. Garam digunakan untuk meningkatkan keputihan tepung tapioka.

4.5 Pemilikan Modal Industri Tepung Tapioka di CV. Wangun Mandiri

Pemilikan modal merupakan sarat utama dalam mendirikan usaha atau

industri. Suatu perusahaan tidak dapat beroperasi tanpa adanya suatu modal yang

memadai. Dalam hal ini pengusaha industri tepung tapioka di CV. Wangun

Mandiri didapat dari modal pribadi.

43
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Proses Produksi Tepung Tapioka di CV. Wangun Mandiri

Untuk melihat gambaran proses produksi yang dilakukan oleh

CV.Wangun Mandiri. Untuk memperoleh kualitas tepung tapioka agar sesuai

dengan kualifikasi yang sudah ditentukan, pasokan singkong mesyaratkan

singkong segar dengan mengutamakan jenis singkong konsumsi: Adira I, Adira II,

Malang I, Malang II, Valenca, Gading, dan Darul Hidayah., yang tidak lebih tiga

hari dari saat dipanen. Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka

melalui tahapan-tahapan sebagai berikut;

1. Pengupasan

Pengupasan dilakukan dengan cara manual yang bertujuan untuk memisahkan

daging singkong dari kulitnya. Selama pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk

memilih singkong berkualitas dari singkong lainnya. Singkong yang kualitasnya

rendah tidak diproses menjadi tapioka.

2. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan meremas-remas singkong

di dalam bak yang berisi air, yang bertujuan memisahkan kotoran pada singkong.

3. Pemarutan

Singkong yang telah dikupas dan dicuci maka proses yang dilakukan selanjutnya

adalah pemarutan dengan menggunakan mesin parut.

4. Pemerasan/Ekstraksi

Pemerasan dilakukan dengan 3 cara yaitu:

44
a. Pemerasan bubur singkong yang dilakukan dengan cara manual menggunakan

kain saring, kemudian diremas dengan menambahkan air di mana cairan yang

diperoleh adalah pati yang ditampung di dalam ember.

b. Pemerasan bubur singkong dengan saringan goyang (sintrik). Bubur singkong

diletakkan di atas saringan yang digerakkan dengan mesin. Pada saat saringan

tersebut bergoyang, kemudian ditambahkan air melalui pipa berlubang. Pati yang

dihasilkan ditampung dalam bak pengendapan.

c. Pengendapan

Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan selama 4 jam. Air di

bagian atas endapan dialirkan dan dibuang, sedangkan endapan diambil dan

dikeringkan.

5. Pengeringan

Sistem pengeringan menggunakan oven pengering, dengan kapasitas mesin 400-

500 kg. Dengan menggunakan oven pengering CV.Wangun Mandiri dapat

memangkas waktu proses pengeringan yang berkisar 2 hari menggunakan panas

matahari, dalam menggunakan oven pengering hanya membutuhkan waktu 6-7

jam. Sistem kerja oven pengering ini adalah mengeringkan produk pada suhu

yang dikehendaki (suhu bisa diatur secara konstan). Tepung tapioka yang

dihasilkan sebaiknya mengandung kadar air 12-15%.

Proses pembuatan tepung tapioka meliputi proses pengambilan pati dan

pengeringan. Air yang digunakan selama proses pembuatan tepung tapioka di CV.

Wangun Mandiri harus memenuhi persyaratan standar air minum (tidak keruh,

45
tidak berbau, dan air masak) agar tepung tapioka yang dihasilkan putih dan

berkualitas tinggi. Berikut diagram alir proses produksi tepung tapioka.

Singkong
(6.250kg)
))ramaterial)

Pengupasan Kulit (1.125


Kg)

Daging singkong
(5.125 kg)

Limbah cair
Air bersih Pencucian
(1.800 kg)
(2000 kg)

Pemarutan

Bubur (5.525 kg)

Pemerasan Onggok
(2.825 kg)

Pengendapan
Pati (2.700 kg)

Limbah cair
Pengeringan
(200 kg)

Tepung Tapioka
(2.500 kg) Bahan
Jadi)
Gambar 5. Diagram Alur Produksi Tepung Tapioka
Sumber: Data Primer CV.Wangun Mandiri

46
5.2 Analisis Kelayakan Usaha Tepung Tapioka di CV.Wangun Mandri

Analisis kelayakan usaha tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri

digunakan untuk menilai keuangan secara keseluruhan yang meliputi kebutuhan

dan sumber dana yang dibutukan diantaranya biaya investasi awal untuk

pembelian lahan beserta peralatan, biaya operasional, rekapitulasi penerimaan dan

kriteria penilaian investasi. Aspek ini sangat penting untuk menggambarkan hal-

hal yang berkaitan dengan keuntungan pada usaha tepung tapioka yang

dijalankan. Pada aspek non finansial yang dilakukan untuk mengetahui sejauh

mana usaha tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri layak untuk dilaksanakan.

Aspek non finansial yang dikaji terdiri dari dari aspek pasar, aspek teknis, aspek

manajemen, aspek hukum, aspek sosial, ekonomi dan aspek lingkungan.

5.2.1 Aspek Pasar

Kegiatan pemasaran CV.Wangun Mandiri dilaksanakan mulai dari

menyediakan produk yaitu tepung tapioka yang berkualitas, menawarkan harga

yang terjangkau, membuka saluran distribusi dari produsen sampai kepada agen-

agen. Produk yang dihasilkan adalah tepung tapioka dengan merek dagang

Wangun yang terjaga kualitasnya. Terjaga kualitasnya karena produk tepung ini

diolah dengan menggunaan komposisi bahan baku telah memenuhi persyaratan.

Perusahaan ini menetapkan harga jual berdasarkan perhitungan Harga

Pokok Produksi (HPP) yang akhirnya ditetapkan harga jual untuk tepung tapioka

sebesar Rp. 3.000,- per kilogram. Harga ini ditetapkan untuk harga grosir yaitu

pembelian dalam jumlah besar minimal 1 karung dengan kapasitas 50 kg. Hal ini

47
dikarenakan perusahaan ini sebagai supplier. Saluran distribusi merupakan salah

satu kegiatan dalam bauran pemasaran yang tidak kalah penting dilakukan

perusahaan untuk membuat produknya terjangkau dan tersedia bagi pasar

sasarannya sehingga konsumen dapat memperolehnya. Perusahaan memiliki jalur

distribusi yang tidak terlalu panjang yaitu dengan menyalurkan produk tepung

tapioka melalui agen-agen, koperasi, dan kemudian dipasarkan kembali sampai

kepada konsumen akhir. Pendistribusian 70% dari keseluruhan produk yang

dihasilkan disalurkan ke agen-agen, 10% disalurkan ke koperasi, dan 20%

disalurkan kepada pedagang pengecer yang datang sendiri melakukan pesanan.

Agen-agen tersebut berupa perusahaan besar yang berada di Bogor dengan sistem

titip jual sehingga produk yang tidak terjual dalam waktu tertentu dikembalikan ke

perusahaan.

Konsumen juga dapat datang langsung ke perusahaan untuk membeli

produk-produk tersebut dengan sistem jual putus dan resiko ditanggung oleh

konsumen sendiri. Selain itu, pihak perusahaan mendistribusikan produknya

secara langsung ke koperasi-koperasi yang berada di kota Bogor dengan sistem

jual putus dan resiko ditanggung oleh konsumen. Pasar yang dituju pun begitu

beragam mulai dari, sampai anak-anak sekolah, bahkan tidak jarang ada

permintaan dari luar pulau seperti Riau yang juga menggunakan sistem jual UKM

pembuatan makanan, dan perusahaan besar sehingga di kemas lagi dalam bentuk

yang bagus.

48
5.2.2 Aspek Teknis

Aspek teknik yang diteliti pada CV.Wangun Mandiri meliputi lokasi

usaha, teknologi, proses produksi, dan layout. Perusahaan ini beralamatkan di Jl.

Ciburial Rt 04/Rw 04, Kelurahan Ciparigi, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor,

Jawa Barat 16157. Lokasi pabrik terletak di tengah-tengah perumahan yang

berada agak jauh dari jalan raya yaitu sekitar satu kilometer. Transportasi menuju

jalan raya tidak sulit karena jalan dilewati oleh angkutan umum. Produk tepung

tapioka yang dihasilkan perusahaan ini menggunakan bahan dasar singkong.

Industri pengolahan tepung singkong menjadi tepung tapioka memperoleh

pasokan singkong dari petani.

Kebutuhan bahan baku sampai saat ini masih bisa dipenuhi oleh petani

singkong dan pabrik olahan singkong tradisional. Kebutuhan bahan baku untuk

industri pengolahan tepung singkong sebanyak 6.250 Kg dalam satu kali proses

produksi menghasilkan tepung tapioka. Sedangkan rata-rata produksi tepung

singkong menjadi tepung tapioka sebanyak 2.500 Kg per satu kali produksi. Pihak

perusahaan sengaja mengambil bahan baku singkong dari petani dan pabrik

sendiri karena telah mengetahui kualitas dan sudah menjadi mitra bisnis. Tepung

singkong yang memiliki kualitas baik untuk tepung tapioka yaitu berwarna putih,

kental dan kandungan air rendah. Harga yang ditetapkan oleh pihak petani

singkong dalam menjual singkong kepada industri pengolahan tepung singkong di

CV.Wangun Mandiri sebesar Rp 800 per kilogram. Harga ini lebih murah

dibandingkan harga jual singkong yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul

yaitu sebesar Rp 1.000 per kilogram. Perbedaan harga ini dipengaruhi oleh adanya

49
pengiriman barang langsung ke tempat pengolahan sehingga biaya pengambilan

bahan baku tidak ada.

5.2.3 Aspek Manajemen

Tenaga kerja yang diperkerjakan berasal dari masyarakat sekitar atau

tetangga yang berdomisili di daerah yang sama dengan perusahaan. CV.Wangun

Mandiri memperkerjakan 8 orang tenaga kerja dan 3 orang anggota keluarga.

Perusahaan belum dapat menambah jumlah tenaga kerja dikarenakan beberapa

faktor alasan tertentu dari pemiliknya, namun bapak H.M. Supardi Supriatna

sebagai pemilik perusahaan berkomitqmen dalam waktu dekat akan menambah

jumlah tenaga kerja sebagaimana visi perusahaan yaitu memberdayakan

lingkungan guna menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga yang berada di

sekitar perusahaan. Perekrutan tenaga kerja, perusahaan tidak memiliki standar

khusus karena perusahaan lebih mengutamakan kemampuan kerja dan

keterampilan daripada tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan tenaga kerja tidak

tetap dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Nama Pekerja, dan Tingkat Pendidikan di CV. Wangun Mandiri


No Nama Pekerja Tingkat Pendidikan Lama Bekerja
1 Supardi Supriatna SD 4 Tahun
2 Agus SD 10 Tahun
3 Sudrajat SD 7 Tahun
4 Ceceng SD 12 Tahun
5 Maman abdurahman SD 9 Tahun
6 Ginanjar SMP 6 Tahun
7 Yayan SMP 6 Tahun
8 Adang SMP 10 Tahun
9 Sutisna SMA 5 Tahun
10 Sobarna SMA 6 Tahun
11 Rifki Sarjana 1 Tahun
12 Rina Sarjana 4 Tahun
Total Pekerja 12 Orang
Sumber: Data Primer CV. Wangun Mandiri

50
Pekerja yang berjumlah dua belas orang keseluruhannya ditempatkan pada

bagian produksi, finishing (pengemasan dan pengepakan), dan pendistribusian.

Bagian administrasi perusahaan dikerjakan oleh pemilik sekaligus pemimpin

perusahaan yaitu H.M. Supardi Supriatna dan dibantu oleh anggota keluarga

sebanyak 3 orang sebagai tenaga kerja tetap. Setiap hari tenaga kerja mulai datang

dan bekerja dari pukul 08.00-17.00 WIB dan dengan waktu istirahat selama satu

jam dari pukul 12.00-13.00 WIB dan tenaga kerja diperbolehkan pulang ke rumah

masing-masing saat jam istirahat karena seluruh tenaga kerja bertempat tinggal di

dekat lingkungan pabrik. Kemudian pada saat waktu-waktu tertentu misalnya saat

bulan Ramadhan tiba dan permintaan meningkat sangat tajam, perusahaan ini

dapat merekrut tenaga kerja harian hingga 18 orang dalam satu hari dengan sistem

shift yaitu pembagian kerja di waktu pagi dan malam hari. Sistem penggajian

untuk tenaga kerja tidak tetap dari masyarakat sekitar berjumlah 8 orang sebesar

Rp. 50.000,- perorang sedangkan untuk tenaga kerja tetap terdiri dari 3 orang

anggota keluarga sebesar Rp. 80.000,- perorang dan gaji manajer Rp. 4.480.000,-

untuk H.M. Supardi Supriatna selaku manajer tunggal.

5.2.4 Aspek Hukum

Perusahaan ini memiliki badan hukum berbentuk Perseroan Komanditer

(CV) dengan nama CV.Wangun Mandiri yang secara hukum telah terdaftar pada

Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Deperindag) Kota Bogor, dan telah

memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) sejak tahun 1998. Usaha ini juga

telah mendapatkan Surat Izin Usaha Industri (SIUI) dan Izin domisili atau lokasi

proyek dari Pemerintah Daerah serta memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

51
Produk-produk perusahaan ini juga telah mendapat izin dari Dinas Kesehatan dan

label halal dari MUI sehingga layak untuk dipasarkan dan dikonsumsi oleh

masyarakat luas. Pajak yang dikeluarkan oleh perusahaan ini adalah pajak

penghasilan (PPh) yang dibayarkan setiap tahun melalui Bank BRI.

5.2.5 Aspek Ekonomi dan Sosial

Keberadaan perusahaan ini tidak menimbulkan dampak negatif bagi

masyarakat sekitar, meskipun perusahaan ini menggunakan mesin-mesin yang

menimbulkan kebisingan dalam proses produksi hingga finishingnya tetapi proses

produksi tidak dilakukan pada malam hari, bahkan memberikan dampak positif

karena dengan keberadaan perusahaan ini membuka lapangan pekerjaan bagi

masyarakat sekitar yang sebagian besar pengangguran. Dampak positif juga dapat

secara langsung dirasakan oleh petani yang berada di daerah Bogor dan sekitarnya

karena perusahaan ini bekerjasama dalam hal pasokan bahan baku singkong

sehingga perusahaan memiliki ikatan baik dengan para petani. Bentuk kerjasama

perusahaan dengan petani adalah ketika pasokan singkong untuk diolah telah

habis maka perusahaan ini menghubungi petani lewat telepon supaya

mempersiapkan singkong yang siap untuk diangkut, serta diperlukan dengan

system pembayaran langsung saat singkong telah diterima. Singkong yang

dipasok oleh petani adalah singkong dengan kualitas grade AA dengan ketentuan

singkong yang tidak mengalami kerusakan-kerusakan fisik dan sangat layak untuk

diolah, seperti bentuk buah tidak utuh sempurna atau bengkok, ukuran singkong

kecil, dan warna singkong tidak menarik atau pudar. Perusahaan ini telah

memberikan sebuah gambaran contoh dan model untuk para petani dalam

52
meningkatkan nilai tambah singkong sehingga akan memberikan keuntungan

yang lebih besar bagi para petani.

5.2.6 Aspek Lingkungan

Limbah yang dihasilkan pada usaha pengolahan tepung tapioka ini adalah

limbah padat dan limbah cair. Penanganan limbah dari sisa hasil pengolahan

berupa limbah padat yaitu ampas hasil ekstraksi dari singkong diolah kembali

menjadi tepung Tapioka. Ampas hasil pemarudan singkong dikumpulkan menjadi

satu kemudian dialihkan ke kelompok kerja lain yang kemudian diolah menjadi

tepung Tapioka. Penanganan limbah cair yaitu air sisa pembersihan singkong saat

di sortasi sampai pencucian alat-alat produksi dan sisa hasil pemasakan berupa

busa-busa dialirkan pada saluran pembuangan dan tidak mencemari lingkungan

karena tidak mengandung bahan-bahan kimia yang berbahaya sehingga kegiatan

produksi yang dilakukan merupakan kegiatan yang ramah lingkungan.

5.2.7 Aspek Finansial

Aspek keuangan merupakan aspek yang digunakan untuk menilai

keuangan perusahaan secara keseluruhan. Aspek ini meliputi sumber dana yang

diperoleh, biaya investasi, kebutuhan modal kerja, estimasi penerimaan, kriteria

penilaian investasi. Aspek ini sangat penting untuk menggambarkan hal-hal yang

berkaitan dengan keuntungan perusahaan.

53
5.3 Biaya Investasi

Biaya investasi adalah biaya yang masa kegunaannya dapat berlangsung

untuk waktu yang relatif lama. Biasanya waktu untuk biaya investasi ditetapkan

lebih dari satu tahun, batas waktu satu tahun ditetapkan atas dasar kebisaan

merencanakan dan merealisasikan anggaran untuk jangka waktu satu tahun. Biaya

investasi untuk usaha pengolahan tepung singkong yang berada di CV.Wangun

Mandiri berupa investasi untuk pembelian lahan 1200 m2 sebesar Rp 200.000.000,

biaya pembuatan bangunan sebesar Rp 388.000.000 biaya untuk pembelian

kendaraan sebesar Rp 200.000.000, serta biaya pembelian peralatan sebesar Rp

685.500.000 dan total biaya investasi yang diperlukan untuk usaha pengolahan

tepung singkong di CV.Wangun Mandiri adalah sebesar Rp 1.390.600.000,-

Tabel 7. Modal Usaha CV. Wangun Mandiri


Item Nama Barang Unit Harga (Rp) Total (Rp)
Bangunan Pabrik 1 Gedung 588.000.000 588.000.000
Transportasi Mobil 1 Buah 200.000.000 200.000.000
Mesin Pengupas 1 Buah 5.000.000 5.000.000
Mesin Parut 1 Buah 15.000.000 15.000.000
Vibroting 2 Buah 7.500.000 15.000.000
Mesin Perasan 1 Buah 22.500.000 22.500.000
Conveyor 2 Buah 17.500.000 35.000.000
Mesin Pengurai 1 Buah 5.000.000 5.000.000
Mesin Pompa Air 2 pk 1 Buah 2.500.000 2.500.000
Instalasi Air 1 Buah 5.000.000 5.000.000
Oven Pengering 2 Buah 200.000.000 400.000.000
Genset 50 kva 1 Buah 50.000.000 50.000.000
Mesin jahit Karung 2 Buah 7.500.000 15.000.000
Mesin penempung 1 Buah 7.500.000 7.500.000
Bak Pencuci 1 Buah 2.000.000 2.000.000
Bak Pembilasan 1 Buah 7.500.000 7.500.000
Alat Timbangan 2 Buah 3.000.000 6.000.000
Meja 4 Buah 400.000 1.600.000
Kursi 4 Buah 200.000 800.000
Peralatan Komputer 1 Buah 4.000.000 4.000.000
Printer 1 Buah 500.000 500.000
Telpon 1 Buah 200.000 200.000
Kipas Angin 2 Buah 250.000 500.000
Sofa 1 Buah 2.000.000 2.000.000
Total Biaya Investasi 1.390.600.000
Sumber: Data Primer CV.Wangun Mandiri, 2017

54
5.4 Modal kerja

Modal kerja adalah modal yang digunakan untuk membiayai operasional

perusahaan selama perusahaan beroperasi atau selama kegiatan perusahaan

berlangsung. Modal kerja terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap

(variable cost). Menurut Soekartawi (1994), biaya tetap merupakan biaya-biaya

yang dalam batas-batas tertentu tidak berubah apablia tingkat kegiatan produksi

berubah. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak langsung berkaitan dengan

jumlah bahan baku yang diperlukan, dengan kata lain biaya ini harus dibayar

tanpa melihat apakah produksi ini menghasilkan atau tidak. Biaya tetap (fixed

cost) adalah biaya yang dikeluarkan secara tetap pada unit usaha pengolahan

tepung singkong di CV.Wangun Mandiri dalam jangka waktu tertentu atau dalam

setiap produksi. Berikut merupakan tabel biaya tetap yang dikeluarkan oleh

CV.Wangun Mandiri dalam melakukan usaha pengolahan tepung singkong adalah

sebagai berikut.

Tabel 8. Biaya Tetap dan Biaya Variabel CV. Wangun Mandiri


Harga
Total/tahun
Item Komponen biaya Jumlah/bln Satuan
(Rp)
(Rp)
Biaya Variabel Bahan Baku 162.500 kg 800 1.560.000.000
Gaji manager 1 orang 4.480.000 53.760.000
Tenaga kerja tetap 3 orang 2.100.000 75.600.000
Upah buruh 8 orang 1.300.000 124.800.000
Biaya Listrik 1 LS 1.000.000 12.000.000
BBM solar 520 L 4.500 28.080.000
Biaya Tetap
Telphone 1 Unit 500.000 6.000.000
1.300
Karung 2.000 31.200.000
Karung
Benang 3,75 Rol 13.000 585.000
Transport - 13.000.000 156.000.000
Sumber: CV.Wangun Mandiri, 2017

55
Berdasarkan pada tabel di atas, biaya variabel usaha pengolahan tepung

tapioka di CV.Wangun Mandiri sebesar Rp 1.560.000.000,-. Yang digunakan

untuk pembelian bahan baku (singkong) dalam satu tahun dengan jumlah 1.950

ton/ tahun dengan harga singkong Rp. 800 /kg. Menurut Soekartawi (1994), Biaya

tidak tetap (Variable Cost) adalah biaya yang secara langsung berkaitan dengan

bahan baku yang diusahakan dan dengan input variabel yang dipakai. Ada juga

pengertian lain tentang biaya variabel adalah biaya yang besarnya sangat

tergantung pada jumlah produksi. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan

secara berangsur-angsur atau dapat berubah-ubah sewaktu-waktu sehingga tidak

dapat dipastikan dan sesuai dengan keadaan pada saat aktivitas usaha pengolahan

tepung singkong di CV.Wangun Mandiri dalam proses produksi.

Berdasarkan rincian biaya tetap yang digunakan untuk usaha pengolahan

tepung singkong, total biaya tetap yang dikeluarkan perusahaan dalam satu tahun

sebesar Rp. 488.025.000. Biaya tetap pada CV.Wangun Mandiri terdiri gaji

manajer, gaji pegawai, upah tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik. Gaji

manajer, gaji pegawai, upah buruh, biaya listrik, bbm solar, telphon, karung,

benang dan transport.

Total biaya usaha merupakan jumlah keseluruhan modal kerja yang terdiri

dari biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dikeluarkan setiap memulai kegiatan

produksi per bulan pada tahun 2017. Total biaya pengolahan tepung tapioka yang

dikeluarkan per bulan yang dapat ditunjukan pada tabel 9 berikut.

56
Tabel 9. Total Biaya Usaha
No Komponen Jumlah
1 Biaya Tetap Rp 488.025.000
2 Biaya Tidak Tetap Rp 1.560.000.000
Total Biaya Usaha Rp 2.048.025.000
Sumber: CV. Wangun mandiri 2017, Diolah

5.5 Penerimaan dan Pendapatan Pengolahan Tepung Singkong

Penerimaan dalam usaha berasal dari penjualan produk tepung tapioka.

Penerimaan adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual,

hasil produksi tepung singkong baik tepung tapioka sehingga penerimaan

ditentukan oleh besar kecilnya jumlah produksi tepung singkong selama proses

produksi dan harga jual yang berlaku saat itu di wilayah penelitian. Menurut

Soeharto (1999) pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang

benar-benar dikeluarkan, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah selisih

antara penerimaan dikurangi dengan biaya total. Berdasarkan pada Tabel 10

peneriman dan pendapatan usaha pengolahan tepung singkong dapat dilihat

sebagai berikut:

Tabel 10. Penerimaan dan Pendapatan Usaha Pengolahan Tepung Tapioka


Hasil Produksi Produk Terjual Harga Jumlah/Tahun
Tepung Tapioka 2500 kg/hari Rp 3.000 Rp 2.340.000.000*
Total Biaya Usaha Rp 2.048.025.000
Pendapatan Rp 291.975.000
Sumber : CV.Wangun Mandiri, 2017 (diolah)
Ket : *selama 26 kali produksi dalam satu bulan

Berdasarkan Tabel 10, tersebut menunjukkan bahwa untuk mengetahui

besarnya pendapatan usaha pengolahan tepung singkong di CV.Wangun Mandiri

yaitu jumlah penerimaan yang didapat sebesar Rp 2.340.000.000,- dikurangi

dengan total biaya pengolahan usaha pengolahan tepung singkong sebesar Rp

57
2.048.025.000,- maka diperoleh hasil perhitungan pendapatan usaha pengolahan

tepung singkog CV.Wangun Mandiri adalah sebesar Rp 291.975.000,- per tahun,

dapat disimpulkan bahawa usaha dalam menjalankan agroindustri tepung tapioka

pada CV.Wangun Mandiri sangat memiliki prospek yang cukup menguntungkan.

5.6 Analisis Kelayakan Finansial Pengolahan Tepung Tapioka di


CV.Wangun mandiri

Hasil analisis kelayakan finansial pada CV.Wangun Mandiri meliputi

kriteria Net Present value, Net Benefit-Cost Ratio, Return On Invesment, Payback

Periode, dan Break event Point. Perhitungan kelayakan finansial usaha ini

diperoleh dari data hasil pengurangan aliran kas manfaat dengan pengeluaran

biaya-biaya yang menggunakan 100% modal sendiri kemudian didiskontokan

dengan tingkat suku bunga investasi sebesar 12% yang didapat dari perhitungan

rata-rata tingkat suku bunga investasi periode 2013-2017. Berikut disajikan

rincian analisis kelayakan finansial.

5.6.1 Break Even Point (BEP)

Break Event Point (BEP) merupakan suatu kondisi pada saat hasil tepung

tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri yang diperoleh sama dengan modal

yang dikeluarkan. Artinya, pada saat itu, usaha yang dijalankan tidak mendapat

keuntungan, tetapi juga tidak mengalami kerugian (impas). Kondisi ini laba yang

diperoleh adalah nol (impas). Dalam hal ini, BEP untuk usaha pengolahan tepung

tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri dilihat dari dua segi, yaitu: BEP

untuk harga produksi/kg dan BEP untuk volume produksi. Perhitungan dilakukan

pada setiap satu kali produksi.

58
BEP untuk volume produksi per tahun merupakan hasil dari pembagian

antara total biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha tepung tapioka dengan harga

jual volume produksi tepung tapioka. Analisis BEP volume produksi tepung

btapioka digunakan untuk menentukan seberapa besar tepung tapioka yang harus

diproduksi untuk mendapatkan titik impas apakah CV.Wangun Mandiri tersebut

mendapat keuntungan atau tidak dalam usaha pengolahan tepung tapioka.

Disajikan pada tabel 11.

Tabel 11. Analisis BEP Volume Produksi Rata-Rata Tepung Tapioka di


CV.Wangun Mandiri
No Uraian Nilai
1 Biaya Produksi Rp 2.048.025.000
2 Harga Jual Rp 3.000
3 BEP Volume Produksi 682.675/kg
Sumber: data primer 2017 (diolah)

Berdasarkan analisis perhitungan Tabel 11. dapat diketahui rata-rata biaya

produksi tepung tapioka per tahun sebesar Rp 2.048.025.000,- kemudian dibagi

harga 682.675 kg. Jadi, jika produksi melebihi 682.675 kg per tahunnnya dalam

312 kali produksi dalam satu tahun, maka dapat disimpulkan CV.Wangun Mandiri

dalam memproduksi tepung tapioka pada lokasi penelitian ini mendapat

keuntungan. Jika produksi tepung tapioka yang dihasilkan kurang dari 682.675 kg

per tahun dalam 312 kali produksi, maka CV.Wangun Mandiri dalam

memproduksi tepung tapioka dikatakan rugi. Sementara hasil produksi tepung

tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri dalam 1 kali produksi rata-rata

sebesar 2.500 kg per hari atau 780.000 kg per tahun. Berdasarkan analisis

perhitungan BEP produksi tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri maka

dikatakan layak dan dapat dilanjutkan.

59
Adapun, analisis BEP harga merupakan hasil dari perbandingan antara

total biaya yang dikeluarkan penguasaha tepung tapioka dengan volume produksi.

Perhitungan BEP harga dimaksudkan untuk mengetahui besaran harga titik impas

pada CV.Wangun Mandiri yang bergerak dibidang pengolahan tepung tapioka.

BEP harga produksi per kg ialah total biaya produksi per tahun dalam 312 kali

produksi dibagi total jumlah produksi per tahun dalam 312 kali produksi. Hasil

analisis perhitungan BEP harga produksi usaha pengolahan tepung tapioka yang

berada di CV.Wangun Mandiri dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 12. Analisis BEP Harga Tepung Tapioka di CV.Wangun Mandiri


No Uraian Nilai
1 Biaya Produksi Rp 2.048.025.000
2 Jumlah Produksi 780.000/kg
3 BEP Harga Rp 2.625
Sumber: data primer 2017 (diolah)

Berdasarkan perhitungan Tabel 12, hasil BEP harga pada tepung tapioka

yang berada di CV.Wangun Mandiri adalah sebesar Rp 2.625 /Kg. Jadi pada saat

harga tepung tapioka Rp 2.625/Kg usaha pengolahan tepung tapioka yang berada

di CV.Wangun Mandiri ini tidak menderita kerugian dan tidak mendapat

keuntungan. BEP harga dikatakan mengalami kerugian apabila BEP harga kurang

dari Rp 2.625 /Kg dan mendapatkan keuntungan apabila BEP harga lebih dari Rp

2.625 /Kg. Sementara harga tepung tapioka/Kg di CV.Wangun Mandiri sebesar

Rp 3.000 ini jauh lebih tinggi dari BEP harga yang dianalisis. Berdasarkan

analisis perhitungan BEP harga tepung tapioka yang berada di CV.Wangun

Mandiri, maka dikatakan layak dan dapat dilanjutkan. Dari hasil analisis BEP

volume produksi tepung tapioka dan BEP harga dapat dikatakan CV.Wangun

60
Mandiri ini layak untuk dijalankan dan mempunyai prospek bisnis yang cukup

baik.

5.6.2 Return on Investment (ROI)

ROI merupakan analisis untuk mengetahui keuntungan usaha berkaitan

dengan modal yang telah digunakan. Besar kecilnya ROI ditentukan oleh tingkat

perputaran modal dan keuntungan bersih yang dicapai. Semakin tinggi pendapatan

maka profit rata-rata usaha pengolahan tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri

akan semakin baik. ROI dalam hal ini dihitung berdasarkan rata-rata profit per

bulan dari usaha pengolahan tepung tapioka yang ada di CV.Wangun Mandiri

dibagi dengan investasi awal. Berikut dibawah ini Tabel 13 perhitungan ROI:

Tabel 13. Analisis ROI Usaha Pengolahan Tepung Tapioka di CV.Wangun


Mandiri
No Uraian Nilai
1 Pendapatan/Tahun Rp 291.975.000
2 Investasi Awal Rp 1.390.600.000
3 ROI 0,209 %
Sumber: data primer 2017 (diolah)

Berdasarkan Tabel 13, nilai ROI yang didapat dalam usaha pengolahan

tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri adalah sebesar 0,209. Nilai ROI sebesar

0,209 diperoleh dari rata-rata profit per tahun dari jumlah 312 kali proses produksi

di CV.Wangun Mandiri, yaitu sebesar Rp 291.975.000,- kemudian dibagi rata-rata

investasi awal dari usaha pengolahan tepung tapioka yang berada di CV.Wangun

Mandiri berupa pembelian lahan 1200 m2 sebesar Rp 200.000.000, biaya

pembuatan bangunan sebesar Rp 388.000.000 biaya untuk pembelian kendaraan

sebesar Rp 200.000.000, serta biaya pembelian peralatan sebesar Rp 685.500.000

dan total biaya investasi yang diperlukan untuk usaha pengolahan tepung

61
singkong di CV.Wangun Mandiri adalah sebesar Rp 1.390.600.000,-. Berdasarkan

hasil analisis ROI diatas dapat diketahui bahwa setiap pengeluaran modal

investasi sebesar Rp. 1.000 akan diperoleh hasil Rp 209.

5.6.3 Analisis R/C Ratio

Revenue Cost Ratio (R/C) merupakan perbandingan antara penerimaan

kotor dengan biaya total yang dikeluarkan dari usaha pengolahan tepung tapioka

yang berada di CV.Wangun Mandiri tersebut. Analisa ini digunakan untuk

melihat perbandingan total penerimaan dengan total pengeluaran dari usaha

pengolahan tepung tapioka dan dapat mengukur keuntungan dan kelayakan dari

usaha pengolahan tepung tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri. Jika nilai

R/C ratio diatas satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat, sehingga

penerimaan akan menjadi lebih dari satu rupiah.

Berdasarkan dalam penelitian ini, penerimaan yang diperoleh dari rata-rata

hasil produksi usaha pengolahan tepung tapioka yang berada di CV.Wangun

Mandiri per tahunnya yaitu sebesar Rp 2.340.000.000,- sedangkan rata-rata biaya

yang dikeluarkan adalah sebesar Rp 2.048.025.000,- per tahun dalam 312 kali

produksi. R/C Ratio merupakan pembagian penerimaan atas biaya (R/C rasio).

Hasil R/C Ratio dalam penelitian ini yaitu sebesar 1,142. Berikut dibawah ini

Tabel 14, analisis perhitungan R/C Ratio pada usaha pengolahan tepung tapioka

yang berada di CV.Wangun Mandiri dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

62
Tabel 14. Analisis R/C Rasio Usaha Pengolahan Tepung Tapioka di CV.Wangun
Mandiri
No Uraian Nilai
1 Penerimaan kotor Rp 2.340.000.000
2 Biaya Produksi Rp 2.048.025.000
3 R/C Rasio 1,142 %
Sumber: data primer 2017 (diolah)

Berdasarkan perhitungan Tabel 14, dapat diketahui bahwa nilai rasio

penerimaan atas biaya (R/C rasio) sebesar 1,142 mengindikasikan bahwa pada

usaha pengolahan tepung tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri untuk

setiap Rp 1.000,- atas keseluruhan rata-rata biaya yang dikeluarkan dalam proses

produksi akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.142,- kepada pengusaha

pengolahan tepung tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri. Dari analisis R/C

ratio diatas dapat dikatakan usaha pengolahan tepung tapioka yang berada di

CV.Wangun Mandiri ini layak untuk dijalankan dan mempunyai prospek bisnis

yang cukup baik karena memiliki nilai rasio penerimaan atas biaya yang lebih dari

satu (R/C rasio > 1).

5.6.4 Analisis Payback Periode (PP)

Payback periode merupakan periode waktu dimana investasi dan biaya

produksi akan kembali. Cepat atau lambatnya sangat tergantung pada sifat aliran

kas masuknya, jika aliran kas masuknya besar atau lancar maka proses

pengembalian akan semakin cepat. Berdasarkan teori Lukman (2004) payback

period adalah perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk

menutup nilai investasi suatu usaha dengan mengunakan aliran kas yang

dihasilkan oleh usaha tersebut. Perhitungan analisis payback period usaha

63
pengolahan tepung tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri dapat dilihat pada

Tabel 15 di bawah ini.

Tabel 15. Payback Period Usaha Pengolahan Tepung Tapioka di CV.Wangun


Mandiri
No Uraian Nilai
1 Biaya Investasi Rp 1.390.600.000
2 Pendapatan/Tahun Rp 291.975.000
3 Payback Period 4,76 Tahun
Sumber: CV.Wangun Mandiri (diolah) 2017

Berdasarkan tabel diatas, maka Payback Period pada usaha tepung tapioka

dimaksudkan untuk menentukan berapa lama modal yang ditanamkan dalam

usaha pengolahan tepung tapioka ini akan kembali, Payback Period adalah

perbandingan antara investasi yang dikeluarkan dengan pendapatan usaha yang

diperoleh. Hasil perhitungan atas biaya investasi dibagi dengan pendapatan

penjualan tepung tapioka per bulan, nilai payback period adalah sebesar 4,76

tahun. Perhitungan ini berdasarkan satu tahun pada tahun 2016, sehingga dapat

disimpulkan bahwa usaha pengolahan tepung tapioka yang berada di CV.Wangun

Mandiri akan mengalami payback period dalam waktu 1 tahun. Untuk

menghitung sisa hari dilakukan perhitungan sebagai berikut:

- 4,76 x 365 = 1.737,4 hari

- 1.737,4 : 30 hari = 57,91 bulan

- 0,91 x 30 hari = 27 hari

Berdasarkan hasil perhitungan payback period pada usaha pengolahan

tepung tapioka di CV.Wangun Mandiri akan menghasilkan balik modal dalam

jangka waktu 57 bulan 27 hari atau 4,76 tahun.

64
5.6.5 Net Present Value (NPV)

Net present value (NPV) adalah nilai sekarang dari uang atau cash flow

dimasa mendatang dengan mempertimbangkan faktor bunga. Net present value

(NPV) atau nilai sekarang merupakan hasil perhitungan yang menunjukan

kesetaraan pendapatan, arus kas, atau penghematan biaya dari investasi yang

diperkirakan akan diperoleh pada masa yang akan datang dengan nilai investasi

yang dilakukan saat ini, berdasarkan pertimbangan perubahan daya beli uang atau

nilai waktu uang. Hasil arus kas bersih (net cash flow) kemudian

didiskonstantakan dengan tingkat suku bunga investasi sebesar 12% yang didapat

dari hasil perhitungan rata-rata tingkat suku bunga investasi periode 2015-2016.

Usaha pengolahan tepung tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri

dikatakan layak jika telah memenuhi kriteria investasi NPV lebih besar dari 0.

Semakin tinggi nilai NPV menunjukkan semakin layak usaha pengolahan tepung

tapioka tersebut dilaksanakan. Selain itu, NPV juga berhubungan positif dengan

tingkat resiko suatu usaha. Nilai NPV lebih kecil dari nol menunjukkan bahwa

usaha pengolahan tepung tapioka tersebut tidak layak untuk dilaksanakan karena

hanya akan menimbulkan kerugian. Hasil perhitungan NPV pada usaha

pengolahan tepung tapioka yang berada di CV.Wangun Mandiri dapat dilihat pada

Tabel 16 sebagai berikut.

65
Tabel 16. Hasil Analisis Net Present Value (NPV) Usaha Pengolahan Tepung
Tapioka di CV.Wangun Mandiri
Discount Factor
Tahun Cash Flow Present Value ( CF X DF)
12%
0 Rp 397.677.500 1 Rp 397.677.500
1 Rp 438.000.000 0,893 Rp 391.134.000
2 Rp 447.000.000 0,797 Rp 356.259.000
3 Rp 469.000.000 0,712 Rp 333.928.000
4 Rp 480.000.000 0,636 Rp 305.280.000
5 Rp 493.000.000 0,567 Rp 279.531.000
Total PV Rp 1.666.132.000
Biaya Investasi Rp 1.390.600.000
NPV Rp 275.532.000
Sumber: data primer, diolah (2018)

Berdasarkan Tabel 16, hasil analisis kelayakan finansial dari usaha

pengolahan tepung tapioka pada CV.Wangun Mandiri dengan asumsi

menggunakan modal pribadi diketahui bahwa usaha pengolahan tepung tapioka

ini layak. Karena memiliki NPV positif sebesar Rp 275.532.000.

Tabel 17. Hasil Analisis Kelayakan Finansial dengan Modal Sendiri


No Analisis Hasil Analisis Keterangan

1 Net Present Value (NPV) pada DF 12% Rp 275.532.000 Layak


2 Internal Rate of Return (IRR) 19,57% Layak
3 Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) 1,142 Layak
4 Payback Period 4, 7 Tahun
Sumber: Data Primer, Diolah 2018

Berdasarkan Tabel 17 ditunjukan bahwa dengan tingkat diskonto 12% akan

diperoleh nilai Net Present Value (NPV) sebesar 275.532.000 yang berarti akan

memberikan keuntungan sebesar Rp. 275.532.000,- selama umur proyek 5 tahun

menurut nilai mata uang sekarang. Kemudian nilai Internal Rate of Return (IRR)

sebesar 19,57% (Lampiran 5) dan lebih besar dari tingkat suku bunga yang

berlaku (12%) yang berarti bahwa usaha ini akan memberikan keuntungan yang

66
lebih besar dibandingkan dengan mendepositkan modalnya di Bank dengan suku

bunga yang berlaku. Nilai Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) sebesar 1,142 yang

berarti bahwa setiap Rp. 1000,- biaya yang dikeluarkan akan memberikan

keuntungan sebesar Rp. 1.142,- dan hasil analisis Payback Period (PP)

menunjukan bahwa untuk mengembalikan nilai investasi sebesar Rp.

1.390.600.000,- memerlukan waktu 57 bulan 27 hari atau 4,76 tahun (Lampiran

7). Berdasarkan kriteria kelayakan diatas maka usaha ini dinyatakan layak yang

ditunjukan dengan nilai NPV positif, nilai IRR yang lebih besar dari tingkat suku

bunga yang berlaku, dan nilai Net B/C yang lebih besar dari satu. Nilai PP usaha

ini menunjukan masa pengembalian investasi yang ditanamkan cukup singkat

yaitu 4 Tahun 7 Bulan dalam masa proyek lima tahun sehingga arus perputaran

kas lebih cepat.

67
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan observasi dan

wawancara untuk mengetahui proses produksi, dan analisis studi kelayakan

finansial dalam usaha pengolahan tepung tapioka yang berada di CV. Wangun

Mandiri maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Proses produksi di CV.Wangun Mandiri meliputi lima tahapan, yaitu; a)

pengupasan, b) pencucian, c) pemarutan, d) pemerasan/ekstraksi, dan e)

pengeringan. Dalam proses pengolahan tepung tapioka CV.Wangun Mandiri

memiliki ketetapan atau standar khusus baik dalam kualitas singkong,

maupun air yang digunakan dalam proses produksi (tidak keruh, tidak berbau,

dan air masak) agar menghasilkan tepung tapioka yang putih dan berkualitas

tinggi.

2. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemiliki perusahaan, jumlah investasi

pada CV.Wangun Mandiri sebesar Rp. 1.390.600.000. dengan rincian berupa

pembelian lahan dan pembuatan bangunan, biaya pembelian kendaraan, serta

pembelian peralatan. Total biaya yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp.

2.048.025.000. Total biaya merupakan jumlah keseluruhan modal kerja yang

terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dikeluarkan setiap memulai

kegiatan produksi pada tahun 2017.

3. Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial pada pengolahan tepung

tapioka di CV.Wangun Mandiri diperoleh NPV positif yang berarti


perusahaan akan mendapatkan keuntungan selama umur proyek 5 tahun

menurut nilai mata uang sekarang. Hasill IRR lebih besar dari tingkat

diskonto (tingkat suku bunga yang berlaku) mengartikan bahwa usaha ini

memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan

mendepositkan modalnya di Bank dengan suku bunga berlaku. Nilai PP

(Payback Period) usaha ini menunjukan masa pengembalian investasi yang

ditanamkan cukup singkat yaitu 4,76 tahun dalam masa proyek lima tahun

sehingga arus perputaran kas lebih cepat.

6.2. Saran

6.2.1 Kepada Pemerintah

1. Diharapkan kepada pemerintah mempermudah proses birokrasi, ijin

usaha dan atau yang bersifat administratif bertujuan memberikan

kepercayaan pada usaha atau pabrik pengolahan tepung tapioka yang

berada di wilayah bogor.

2. Diharapkan kepada pemerintah terutama Pemkot Bogor untuk untuk

meningkatkan minat petani dalam menanam singkong sehingga

memudahkan dalam pembelian bahan baku untuk tepung tapioka.

6.2.2 Kepada Pengolah

1. Meremajakan fasilitas dan alat produksi agar meningkatkan produktivitas

dengan produk berkualitas.

2. Melakukan pembukuan keuangan guna mengetahui data-data keuangan

usaha pengolahan tepung tapioka setiap bulannya.

69
3. Melegalitaskan produk tepung tapioka guna memperluas pangsa pasar

dan bersaing dengan olahan tepung tapioka lainnya.

4. Melakukan kegiatan produksi sesuai dengan standar pabrik olahan

tepung tapioka dan membuat peraturan yang jelas untuk pegawai pabrik.

70
DAFTAR PUSTAKA

Adjid. 1998. Membangun Pertanian Modern. Yayasan Pengembangan Sinar Tani.


Bogor.

Amien. A.M. 2005. Kemandirian Lokal. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anoraga, Pandji dan Djoko Sudantoko. 2002. Koperasi, Kewirausahaan dan


Usaha Kecil. Rineka Cipta. Semarang.

Antara, Made. 2006. Pertanian, Bangkit atau Bangkrut. Arti Foundation. Jakarta.

Boyd, Walker, dan Larreche. 2000. Manajemen Pemasaran Suatu Pendekatan


Strategis dengan Orientasi Global Edisi 2 Jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Badan Ketahanan Pangan. 2010. Laporan Tengah Kajian Distribusi Pangan


Masyarakat Provinsi DIY. Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Konsumsi Pangan.

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultur. 2010. Pangan dan
Hortikultur. Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultur. 2015. Pangan dan
Hortikultur. Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Downey, W. D. dan S. P. Erickson. 1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga.


Jakarta.

Fazwa, M.A.F., Fauzi, P.A., Ab, A.G., Rasip dan Noor, M.M. 2001. A
preliminary analysis on finansial assesment of Citrushystrix (limau purut)
grown on plantation basis, Forest Research Institute Malaysia (FRIM).
Selangor.

Firdaus, Muhammad. 2007. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara. Jakarta.

Gumbira Sa'id, E. Rahmayanti dan M.Z. Muttaqin. 2001. Manajemen Teknologi


Agribisnis, Kunci Daya Saing Global Produk Agribisnis. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Hafsah, M.J. 2003. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi. Pustaka Sinar
Harapan. Jakarta.

Halim, Abdul. 2007. Manajemen Keuangan Bisnis. Ghalia Indonesia. Bogor.

71
Ibrahim, H.M. Yacob. 2003. Studi Kelayakan Bisnis Edisi Revisi. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta.
Indonesian Agriculture. 2015. Diperoleh dari
http://www.nationsencyclopedia.com/2015.Asia-and-Oceania/industri.html

Kasmir dan Jakfar. 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Kencana Prenada Media Group.
Jakarta.

Kasryno, F. 1984. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Yayasan


Obor Indonesia. Jakarta.

Kotler, Philip. 2004. Marketing Management. Upper Saddle River. New Jersey.

Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri. Andi Offset. Yogyakarta.

Kusuma, P.T.W.W., Hidayat, D.D. dan Indrianti, N. 2012. Analisis Kelayakan


Finansial Pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) Nata de Coco di
Sumedang, Jawa Barat. Jurnal Teknotan.

Kuswadi. 2006. Memahami Rasio-Rasio Keuangan Bagi Orang Awam. Elex


Media Komputindo. Jakarta.

Lidiasari, Eka. 2006. Influence of Drying Temperature Difference On Physical


and Chemical Qualities of Partially Fermented Cassava Flour. Jurnal Ilmu-
Ilmu Pertanian.

Lies Suprapti. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Manfaatnya. Kanisius.


Yogyakarta.

Linda Gumelar. 2015. Indonesia Perlu Siapkan Industri Singkong. Diakses di


http://www.pikiran-rakyat.com/Ekonomi/2015, 19 Juni 2017.

Muchtadi, Tien., R. 1989. Teknologi Proses Pengolahan. IPB Press. Bogor.

Muzhar, M. 1994. Pengembangan Agroindustri dan Berbagai Permasalahannya.


Berita Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Tahun ke-38 No.1.

Niswonger, Rollin. 1992. Prinsip-prinsip Akuntansi. Erlangga. Jakarta.

Parwati. 2012. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pusat Penelitian Pembangunan Pedesaan dan Kawasan UGM. 1998. Kajian


Pembangunan Pertanian Abad ke-21 Sistem Pertanian Berkebudayaan
Industri dan Strategi Operasional Repelita VII : UGM. Yogyakarta.

Ridwan, Abdullah. 2013. Metodologi Penelitian. Kanisius. Yogyakarta.

72
Rukmana, Rahmat. 1997. Ubi Kayu dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Samryn, L.M. 2002. Akuntansi Manajemen Suatu Pengantar. Raja Grafme


Persada. Jakarta.

Santosa, Budi. 2013. Manajemen Proyek Konsep dan Implementasi. Graha Ilmu.
Yogyakarta.

Saragih, S. A. 1999. Pembuatan dan Karakterisasi Karbon Aktif dari Batubara


Riau sebagai Adsorben. Universitas Indonesia. Jakarta.

Siahaan. 1996. Statistik Industri Besar dan Sedang. Bayumedia Press. Malang.

Soegiyanto. 1989. Pola Pengembangan Industri. Erlangga. Jakarta.

Soeharto, Iman. 1999. Manajemen Proyek Dari Konseptual Sampai Operasional


Cetakan ke-3. Erlangga. Jakarta.

Soekartawi. 2002. Analisis Usaha Tani. UI-Press. Jakarta.

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi Dengan Pokok Bahasan Analisis


Fungsi Cobb-Douglas. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Soemarso. 2015. Akuntansi Suatu Pengantar Edisi Revisi. Graha Ilmu.


Yogyakarta.

Soeratman. 2002. Studi Kelayakan Investasi Bisnis dan Proyek. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

Soetanto. 2001. Pengolahan Singkong. Balai Pustaka dan Media Wiyata. Jakarta.

Sudong, Y. dan Tiong, R.L.K. 2002. NPV at risk method in infrastructure project
invesment evaluation. Journal of Construction Engineering and
Management.

Suparta, N. 2005. Pendekatan Holistik Membangun Agribisnis. Media Adhikarsa


Denpasar. Bali

Suprapti, Lies. 2009. Tepung Tapioka. Kanisius. Yogyakarta.

Suprapti, M. 2005. Kedelai Tradisional. Kanisius. Yogyakarta.

Surahman, D.N., Astro, H.M. dan Priyatna, H. 2007. Business Plan: Kajian Bisnis
Agroindustri Studi Kasus Usaha Kecil Menengah Nanas. LIPI Press.
Jakarta.

Suratiyah, Ken. 2006. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.

73
Suratman. 2001. Studi Kelayakan Bisnis : Teknik dan Prosedur. Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.

Umar, Husein. 2009. Studi Kelayakan Bisnis Edisi 3 Revisi. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.

Whistler, R.C., E.F. Paschail, I. N. Bemiller, and H. I. Robert. 1984. Starch,


Chemistry and Technology VOl.11. Academic Press. New York.

Widiastuti. 2012. Sukses Agribisnis Minyak Atsiri. Pustaka Baru Press.


Yogyakarta.

Winardi. 1998. Kamus Ekonomi. Unpublished.

Winarno ,F.G. 2004. Kimis Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

74
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Fery Perdian

Tempat, Tanggal Lahir : Tangerang 15 April 1993

Alamat : :Jl. Mesjid Nurul Fajri RT 002/03 No.8,


Kelurahan Pondok Jaya Kecamatan Pondok
Aren, Tangerang Selatan

E-Mail : fery.perdian8@gmail.com

No. Telp : 0856-9446-0005

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

RIWAYAT PENDIDIKAN

1999-2005 : SDN Podok Aren 04

2005-2008 : SMPN 2 Pondok Aren

2008-2011 : SMA Negeri 4 Kota Tangerang Selatan

2011-2017 : Strata 1 Jurusan Agribisnis

Fakultas Sains dan Teknologi


Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta
PENGALAMAN ORGANISASI

2006-2007 :Pengurus Ekstra Kurikuler Sepak Bola


SMPN 2 Podok Aren

2009-2010 :Anggota Ekstra Kurikuler Fusal SMAN 4


Kota Tangerang Selatan

2013-2014 :Pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan


Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2016-2018 :Anggota Karang Taruna Kelurahan Pondok


Jaya

2017-2018 :Pengurus Persatuan Sepak Bola Jaya Remaja


Pondok Jaya
Lampiran 1. Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usaha Pengolahan Tepung Tapioka
CV.Wangun Mandiri

No Harga Satuan Total/tahun


Item Komponen biaya Jumlah/bln
(Rp) (Rp)

1 Biaya Variabel Bahan Baku 162.500 Kg 800 780.000.000

Gaji manager 1 Orang 4.480.000 53.760.000

Tenaga kerja tetap 3 Oang 2.100.000 75.600.000

Upah buruh 8 Oang 1.300.000 124.800.000

Biaya Listrik 1 LS 1.000.000 12.000.000

2 Biaya Tetap BBM solar 520 L 4.500 28.080.000

Telphone 1 Unit 500.000 6.000.000

Karung 1.300 Karung 2.000 31.200.000

Benang 3,75 Rol 13.000 585.000


Transport
- 13.000.000 156.000.000
Maintenance lain-lain

72
Lampiran 2. Rincian Biaya Investasi Pengolahan Tepung Tapioka di
CV.Wangun Mandiri

Harga Umur
Nilai Sisa Penyusutan
No Nama Barang Jumlah Satuan Total (Rp) Ekonomis
(Rp) (Rp)
(Rp) (Tahun)
1 Pabrik 1 588.000.000 588.000.000 20 58.800.000 26.460.000
2 Mobil 1 200.000.000 200.000.000 10 20.000.000 18.000.000
3 Mesin Pengupas 1 7.500.000 7.500.000 5 750.000 1.350.000
4 Bak Pencuci 1 7.500.000 7.500.000 10 750.000 675.000
5 Bak Pembilasan 1 5.000.000 5.000.000 10 500.000 450.000
6 Mesin Parut 1 15.000.000 15.000.000 5 1.500.000 2.700.000
7 Vibroting 2 7.500.000 15.000.000 5 1.500.000 2.700.000
8 Mesin Perasan 1 22.500.000 22.500.000 5 2.250.000 4.050.000
9 Conveyor 2 17.500.000 35.000.000 5 3.500.000 6.300.000
10 Mesin Pengurai 1 5.000.000 5.000.000 5 500.000 900.000
11 Pompa Air 2 pk 1 2.500.000 2.500.000 5 250.000 450.000
12 Instalasi Air 1 5.000.000 5.000.000 10 500.000 450.000
13 Oven Pengering 2 200.000.000 400.000.000 10 40.000.000 36.000.000
14 Genset 50 kva 1 50.000.000 50.000.000 5 5.000.000 9.000.000
15 Mesin jahit 1 2.000.000 2.000.000 5 200.000 360.000
16 Mesin penampung 1 7.500.000 7.500.000 5 750.000 1.350.000
17 Alat Timbangan 2 3.000.000 6.000.000 5 600.000 1.080.000
18 Meja 4 400.000 1.600.000 5 160.000 288.000
19 Kursi 4 200.000 800.000 5 80.000 144.000
20 Komputer 1 4.000.000 4.000.000 5 400.000 720.000
21 Printer 1 500.000 500.000 5 50.000 90.000
22 Telpon 1 200.000 200.000 5 20.000 36.000
23 Kipas Angin 2 250.000 500.000 5 50.000 90.000
24 Sofa 1 2.000.000 2.000.000 5 200.000 360.000
Total Biaya 1.396.600.000 139.660.000 114.003.000
Lampiran 3. Total Biaya Usaha Pengolahan Tepung Tapioka CV.Wangun
Mandiri

Biaya Tetap Rp. 488.025.000


Biaya Variabel Rp. 1.560.000.000
Total Biaya Usaha Rp. 2.048.000.000

Lampiran 4. Total pendapatan per tahun Usaha Pengolahan Tepung


Tapioka CV.Wangun Mandiri

Jumlah Penerimaan Rp. 2.340.000.000


Total Biaya Usaha Rp. 2.048.025.000
Pendapatan / Tahun Rp. 291. 975.000

73
Lampiran 5. IRR (Internal Rate of Return)

No. Cash Flow (Rp) Discount Factor 12% Present Value (Rp)
1 438.000.000 0,893 391.134.000
2 447.000.000 0,797 356.259.000
3 469.000.000 0,712 333.928.000
4 480.000.000 0,636 305.280.000
5 493.000.000 0,567 279.531.000
Total PV 1.666.132.000
Biaya Investasi 1.390.600.000
NPV 275.532.000

No. Cash Flow (Rp) Discount Factor 20% Present Value (Rp)
1 438.000.000 0,833 364.854.000
2 447.000.000 0,694 310.218.000
3 469.000.000 0,578 271.082.000
4 480.000.000 0,482 231.360.000
5 493.000.000 0,401 197.693.000
Total PV 1.375.207.000
Biaya Investasi 1.390.600.000
NPV -15.393.000

IRR = i1 ( 2 − 1)

Keterangan = NPV1 = nilai NPV Positif

NPV2 = nilai NPV Negatif

i1 = DF Positif

I2 = DF Negatif

. .
IRR = 12 (20 − 12)
. . ( . . )

IRR = 19,57

74
Lampiran 6. Discount Factor Table NPV dan IRR

Discount Factor
Period 10% 11% 12% 13% 14% 15%
1 0.909 0.900 0.892 0.885 0.877 0.869
2 1
0.826 9
0.811 9
0.797 0
0.783 2
0.769 6
0.756
3 4
0.751 6
0.731 0.711 1
2 0.693 5
0.675 1
0.657
4 3
0.683 2
0.658 80.635 10.613 0
0.592 5
0.571
5 0
0.620 7
0.593 50.567 30.542 1
0.519 8
0.497
9 5 4 8 4 2

Period 16% 17% 18% 19% 20%


1 0.862 0.854 0.847 0.840 0.833
2 1
0.743 7
0.730 5
0.718 3
0.706 3
0.694
3 2
0.640 5
0.624 2
0.608 2
0.593 4
0.578
4 7
0.552 4
0.533 6
0.515 4
0.498 7
0.482
5 3
0.476 7
0.456 8
0.437 7
0.419 3
0.401
1 1 1 0 9

75
Lampiran 7. Hasil Analisis Kelayakan Finansial Usaha Tepung Tapioka

1 Investasi Awal (Rp) 1.390.600.000


2 Biaya Tetap (Rp) 488.025.000
3 Biaya Variabel (Rp) 1.560.000.000
4 Total Biaya Usaha (Rp) 2.048.025.000
5 Harga Tepung Tapioka / kg (Rp) 3.000
6 Penerimaan (Rp) 2.340.000.000
7 Pendapatan (Rp) 291.975.000
8 BEP Produksi (Rp) 682.675
9 BEP Harga (Rp) 2.625
10 ROI 0,209
11 R/C Ratio 1,142
12 Payback Periode (Tahun) 4,76
13 NPV (Rp) 275.532.000
14 IRR 19,57 %

76
Lampiran 8. Data Pertanyaan

KUISIONER PENELITIAN ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL


USAHA TEPUNG TAPIOKA PADA CV WANGUN MANDIRI BOGOR

Gambaran Umum Perusahaan

1. Bagaimana sejarah perusahaan dan perkembangan perusahaan?


2. Dimana lokasi perusahann?
3. Bagaimana kondisi dan lokasi perusahaan?
4. Berapa luas perusahaan?
5. Apa visi dan misi perusahaan?
6. Bagaimana organisasi perusahaan?
7. Berapa jumlah karyawan yang bekerja ?
8. Berapa biaya inestasi yang dibutuhkan untuk membuka usaha tepung
tapioka ini?
9. Bagaimana cara mengembangkan usaha ini?
10. Berapa produksi yang dihasilkan dalam sehari?
11. Apakah perusahaan memiliki usaha lain?

Hasil dan pembahasan


A. Aspek Pasar
1. Apa saja bauran pemasaran yang ada diperusahaan?
2. Apa produk utama yang dihasilkan oleh perusahaan? Apakah ada
yang lain?
3. Bagaimana kualitas produk yang dihasilkan?
4. Berapa harga jual yang ditetapkan perusahaan?
5. Bagaimana strategi penjualan produk tersebut?
6. Apakah perusahaan memilik suplier?
7. Bagaimanakah rantai distribusi perusahaan?
8. Bagaimana cara memperoleh produk tersebut?
9. Apakah konsumen datang langsung atau dikirimkan?

B. Aspek Teknis
1. Bagaimana lokasi dan kondisi perusahaan?
2. Apa bahan baku yang dari produk yang dihasilkan?
3. Berapa kebutuhan bahan baku perhari?
4. Darimanakah asal bahan baku tersebut?
5. Berapakah harga bahan baku tersebut?

77
C. Aspek Manajemen
1. Bagaimana sistem ketenagakerjaan pada perusahaan?
2. Berapa jumlah karyawan pada perusahaan?
3. Berasal dari mana karyawan pada perusahaan?
4. Apa tingkat pendidikan para karyawan pada perusahaan?
5. Berapa waktu bekerja dalam sehari?
6. Apakah perusahaan membutuhkan tambahan tenaga kerja dalam
waktu tertentu?
7. Bagaimana sistem gaji karyawan?
8. Berapa Gaji yang diterima karyawan?

D. Aspek Hukum
1. Bagaimana cara mendapatkan izin untuk mendirikan perusahaan?

E. Aspek Ekonomi dan Sosial


1. Bagaimana dampak perusahaan bagi masyarakat?
2. Apakah perusahaan bekerjasama dengan masyarakat sekitar?

F. Apek Lingkungan
1. Limbah apa yang dihasilkan perusahaan?
2. Bagaimana cara penanganan limbah yang terdapat pada
perusahaan?

G. Aspek keuangan
1. Berapakah Modal investasi yang digunakan untuk membangun
perusahaan?

Nama
Item Unit Harga Total
Barang
Bangunan Pabrik
Transportasi Mobil
Mesin
Pengupas

Mesin Parut

Mesin Vibroting

Mesin Perasan

Conveyor

78
Mesin Pengurai

Pompa Air 2 pk

Instalasi Air

Oven
Pengering

Genset 50 kva

Mesin jahit
Karung

Mesin
penempung

Bak Pencuci

Bak
Pembilasan

Alat
Timbangan

Meja

Peralatan Kursi

Komputer

Printer

Telpon

Kipas Angin

Sofa

Total Biaya Investasi

79
Komponen Biaya Harga Kebutuhan
No. Jumlah Biaya/Tahun
Variabel Satuan (Rp) /Bulan
1 Bahan Baku
2 Upah Kerja
3 Biaya Listrik
4 BBM solar/LPG
5 Telphon
6 Karung
Transport
7 maintenance lain-
lain

Total Biaya Variabel

2. Berapakah Biaya tetap yang dikeluarkan

Jumlah Harga Total


No Komponen Biaya Biaya
(Unit) Satuan
1 Mesin Pengupas
2 Bak Pencuci
3 Bak Pembilasan
4 Mesin Parut
5 Vibroting
6 Mesin Perasan
7 Conveyor
8 Mesin Pengurai
9 Pompa Air 2 pk
10 Instalasi Air
11 Oven Pengering
12 Genset 50 kva
Mesin jahit
13
Karung
14 Mesin penempung
16 Alat Timbangan
Total Biaya Tetap

80
Lampiran 9. Dokumentasi

Dokumentasi 1. Produksi Tepung Tapioka Dokumentasi 2. Penggilingan

Dokumentasi 3. Produksi Tepung Tapioka Dokumentasi 2. Penyimpanan Gudang

Dokumentasi 3. Raw Material setelah penggilingan

81
Dokumentasi 4. Penyimpanan di Gudang

Dokumentasi 5.

Dokumentasi 6 Wawancara dengan Pemilik Usaha

82

Anda mungkin juga menyukai