Anda di halaman 1dari 120

SKRIPSI

PENYUSUNAN DRAF MANUAL PRE-REQUISITE HACCP DAN DRAF


MANUAL HALAL UNTUK PKIS SEKAR TANJUNG


Oleh :
RIZKI RAMADHANI
F24102048



















2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2

PENYUSUNAN DRAF MANUAL PRE-REQUISITE HACCP DAN DRAF
MANUAL HALAL UNTUK PKIS SEKAR TANJUNG



Oleh :
RIZKI RAMADHANI
F24102048

SKRIPSI


Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor











2006
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

3












Dipersembahkan untuk






Ayah dan ibu yang selalu menyemangatiku untuk menyelesaikan skripsi
Skripsi ini kemenangan kita bertiga



Semua pihak yang berminat pada penulisan manual mutu
Writing quality manual is more than just writing!

4

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENYUSUNAN DRAF MANUAL PRE-REQUISITE HACCP DAN DRAF
MANUAL HALAL UNTUK PKIS SEKAR TANJUNG

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
RIZKI RAMADHANI
F24102048

Dilahirkan pada tanggal 13 J uni 1984
Di Sungai Gerong, Sumatera Selatan

Tanggal lulus : 28 J uli 2006

Menyetujui,
Bogor, 25 Agustus 2006

Ir. Darwin Kadarisman, MS
Dosen Pembimbing


Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc
Ketua Departemen ITP


5

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan pada tanggal 13 J uni 1984 di Sungai Gerong, Sumatera
Selatan. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan
Bapak Syahrowardi dan Ibu Darmawati.
Penulis menempuh jenjang pendidikan dasar hingga menengah atas di
Sungai Gerong dan Plaju. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SD
Taman Muda III Taman Siswa S. Gerong, Sekolah Menengah Pertama
diselesaikan pada tahun 1999 di SMP YKPP 3 Sungai Gerong dan SMP YKPP 1
Plaju, Sekolah Menegah Atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMU YKPP I
Plaju.
Tahun 2002 penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Perguruan tinggi
negeri IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa
perkuliahan di IPB penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan diantaranya Koperasi
Mahasiswa (KOPMA) IPB dan organisasi perkumpulan mahasiswa Sumatera
Selatan IKAMUSI. Dalam lingkup depertemen ITP penulis juga aktif di berbagai
kepanitiaan diantaranya panitia BAUR dan LCTIP. Selain itu penulis juga pernah
mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan (2005).
Demi menambah wawasan sebagai bekal memasuki dunia luar kampus,
tercatat berbagai seminar baik nasional maupun internasional, serta pelatihan di
dalam dan di luar lingkup bidang pangan pernah penulis ikuti. Dan untuk
menambah kesiapan memasuki dunia luar kampus, penulis memilih tugas magang
di PKIS Sekar Tanjung sebagai tugas akhir. Tugas magang inilah yang kemudian
diangkat menjadi topik skripsi penulis dalam rangka mendapatkan gelar Sarjana
Teknologi Pertanian.









6

Rizki Ramadhani. F24102048. Penyusunan Draf Manual Pre-requisite HACCP
dan Draf manual Halal untuk PKIS Sekar Tanjung. Dibawah bimbingan Ir.
Darwin Kadarisman, MS dan Hendri T. Priyo Handoko.


ABSTRAK

Kegiatan yang dilakukan pada tugas magang di PKIS Sekar Tanjung
adalah menyusun manual manajemen mutu berupa manual pre-requisite HACCP
dan manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung. Manual manajemen mutu dapat
didefinisikan sebagai suatu ringkasan tertulis dari semua aktivitas manajemen
mutu dalam organisasi. manual manajemen mutu memiliki dua peran : (1)
sebagai simbol yang menunjukkan sistem manajemen mutu, (2) sebagai buku
acuan praktis atau pedoman terhadap sistem manajemen mutu.
Tahap pertama dari serangkaian tahap penyusunan manual adalah
menetapkan konsep penyusunan manual berupa konsep sistem dan konsep
manual. Konsep sistem yang digunakan dalam menyusun draf manual halal adalah
konsep Sistem J aminan Halal (SJ H) sedangkan konsep sistem yang digunakan
dalam menyusun draf manual pre-requisite HACCP adalah Good Manufacturing
Practice (GMP) dan Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP). Konsep
sistem inilah yang akan diterapkan pada konsep manual yang sama, yaitu manual
manajemen mutu yang terdiri dari tigalevel (kebijakan, prosedur, dan referensi).
Konsep sistem yang telah ditetapkan harus dipadankan dengan persyaratan
standar/regulasi tertentu sehingga sistem dapat dinilai efektifitasnya. Standar atau
persyaratan yang dapat dijadikan acuan adalah standar yang dikeluarkan oleh
lembaga yang diakui. Penyusunan manual pre-requisite HACCP mengacu pada
persyaratan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
23/MenKes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Makanan yang Baik
(CPMB) dan US FDA tentang Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP).
Sedangkan penyusunan manual halal mengacu pada Panduan Penyusunan Sistem
J aminan Halal dari LPPOM MUI.
Konsep manual manajemen mutu yang terdiri dari 3 tingkat (level)
diwujudkan dalam kerangka manual yang terdiri dari 3 bab utama. Ketiga bab
tersebut yaitu : kebijakan (bab 1), prosedur (bab 2), dan referensi (bab 3).
Sebelum menulis isi manual, harus ditentukan terlebih dahulu desain manualnya.
Tahap selanjutnya adalah menyusun informasi mengenai aktivitas manajemen
mutu organisasi dan menuliskannya menjadi isi manual berdasarkan kerangka dan
desain yang telah ditetapkan. Manual yang sudah selesai ditulis kemudian
diserahkan pada tim manajemen sebagai hasil magang selama 4 bulan di PKIS
Sekar Tanjung.
Adapun hasil yang dicapai pada kegiatan magang di PKIS Sekar Tanjung
adalah tersusunnya dokumen berupa draf manual halal dengan judul Manual SJ H
untuk PKIS Sekar Tanjung dan draf manual pre-requisite HACCP dengan judul
Manual GMP SSOP untuk PKIS Sekar Tanjung. Penyerahan draf manual
dilakukan dengan didahului presentasi di depan tim manajemen PKIS Sekar
Tanjung. Draf manual tersebut baru bermanfaat dalam mendukung proses
sertifikasi HACCP dan halal apabila telah disahkan oleh pihak manajemen PKIS
Sekar Tanjung.

7

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena
atas ridhoNya skripsi ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu
tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para
sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Darwin Kadarisman, MS. Selaku dosen pembimbing yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi hingga terselesaikannya
penulisan skripsi ini. Ucapan yang sama penulis sampaikan kepada Ir. Tjahja
Muhandri, MT dan Dr. Muhammad Arpah selaku dosen penguji.
Penulis sampaikan juga ucapan terimakasih kepada Bapak H.M. Koesnan
selaku ketua PKIS Sekar Tanjung beserta semua karyawan PKIS Sekar Tanjung,
Bapak Hendri T.Priyo Handoko selaku pembimbing lapang, Bapak B.A. Manan
selaku ketua tim HACCP sekaligus auditor halal internal, Bapak Andi M.Ketaren
selaku Plant Manager, dan Ibu Dian selaku HRD Manager PKIS Sekar Tanjung
yang telah memberikan kesempatan dan bantuan kepada penulis dalam
penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal untuk PKIS
Sekar Tanjung.
Kepada teman teman, Rury, Nissa, Ririen, Anna, teman-teman yang
tergabung dalam kelompok praktikum B4, serta seluruh mahasiswa TPG39 yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih atas dukungan, kerjasama, dan
motivasi yang diberikan.
Akhirnya ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Ayah dan Ibu
beserta keluarga tercinta yang senantiasa memberikan dukungan doa, moril, dan
materi hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana. Kepada
Andi Dharmawan, seseorang yang istimewa di hati penulis, terimakasih untuk
semua pengorbanan, perhatian, dan semangat yang memotivasi penulis untuk
menyelesaikan skripsi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amien.

Bogor, Agustus 2006
Penulis
ii

8

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN....................................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Tujuan dan Sasaran Magang.................................................................... 2
C. Manfaat Magang...................................................................................... 2
II. KEGIATAN MAGANG............................................................................. 3
A. Waktu dan Tempat Magang..................................................................... 3
B. Keadaan Umum Industri.......................................................................... 3
III. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 5
A. Sistem Manajemen Mutu ........................................................................ 5
iii

9


B. J aminan Mutu........................................................................................... 6
1. Sistem J aminan Keamanan Pangan HACCP........................................ 6
2. Sistem J aminan Halal............................................................................ 11
C. Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu.................................................... 17
IV. METODOLOGI.......................................................................................... 21
Metode Penyusunan Draf manual Pre-requisite HACCP
dan Draf Manual Halal untuk PKIS Sekar Tanjung....................................... 21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................... 25
A. Menetapkan konsep penyusunan manual................................................. 25
B. Menetapkan Acuan Penyusunan Manual................................................. 32
C. Menetapkan Kerangka Manual................................................................. 37
D. Menetapkan Desain Manual..................................................................... 41
E. Menyusun Menetapkan Struktur Isi Manual............................................ 46
F. Memberi Nomor Manual, Nomor Halaman, dan Menyusun Daftar Isi .. 53
G. Mengajukan Draf Manual........................................................................ 57
VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 58
A. Kesimpulan............................................................................................... 58
B. Saran......................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 59
LAMPIRAN....................................................................................................... 61











iv

10

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk turunannnya.13
Tabel 2. Daftar isi draf manual halal.........................................53
Tabel 3. Daftar isi draf manual pre-requisite HACCP..........................................54


























v

11

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Diagram alir penyusunan manual........................................................ 21
Gambar 2. Sistem J aminan Halal pada rangkaian produksi...................................27
Gambar 3. Piramida keamanan pangan..................................................................28
Gambar 4. Piramida dokumentasi sistem manajemen mutu..................................29

























vi

12

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.23/MenKes/SK/1978/tentang
Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan . 62
Lampiran 2. Contoh sampul depan (cover) draf manual pre-requisite
HACCP... 77
Lampiran 3. Contoh struktur organisasi PKIS Sekar Tanjung pada
draf manual pre-requisite HACCP................. 78
Lampiran 4. Contoh denah lokasi PKIS Sekar Tanjung pada
draf manual pre-requisite HACCP.. 79
Lampiran 5. Contoh tata letak mesin dan peralatan di R. produksi pada
draf manual pre-requisite HACCP.. 80
Lampiran 6. Contoh tata letak mesin dan peralatan di R. gudang pada
draf manual pre-requisite HACCP.. 81
Lampiran 7. Contoh ringkasan informasi bab 1 pada draf manual
pre-requisite HACCP.. 82
Lampiran 8. Contoh diagram proses manajemen pada
draf manual pre-requisite HACCP. 83
Lampiran 9. Contoh kontrol pasokan uap panas pada
draf manual pre-requisite HACCP.. 84
Lampiran 10. Contoh SOP pengolahan susu pada
draf manual pre-requisite HACCP. 85
Lampiran 11. Contoh SOP dokumentasi pada draf manual
pre-requisite HACCP. 87
Lampiran 12. Contoh ringkasan informasi bab 2 pada draf
manual pre-requisite HACCP 94
Lampiran 13. Contoh ringkasan informasi bab 3 pada draf manual
pre-requisite HACCP. 95
Lampiran 14. Contoh sampul depan (cover) draf manual halal 96
Lampiran 15. Contoh daftar isi pada draf manual halal.... 97
vii

13

Lampiran 16. Contoh lembar pengesahan dan pengendalian
pada draf manual halal. 98
Lampiran 17. Contoh kebijakan, tujuan, dan ruang lingkup
pada draf manual halal. 99
Lampiran 18. Contoh persyaratan yang diacu pada draf manual halal.. 101
Lampiran 19. Contoh struktur organisasi manajemen halal
pada draf manual halal102
Lampiran 20. Contoh ringkasan informasi bab 1 pada draf manual halal.103
Lampiran 21. Contoh prosedur pembelian dan pengembalian bahan
pada draf manual halal104
Lampiran 22. Contoh ringkasan informasi bab 2 pada draf manual halal 106
Lampiran 23. Contoh ringkasan informasi bab 3 Pada draf manual halal 107







viii

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri pangan, sebagaimana industri lainnya, merupakan industri
yang sarat dengan persaingan. Masing-masing perusahaan berusaha
menonjolkan keunggulan produk/jasanya baik dari segi mutu, harga,
kemudahan didapat/disajikan, bahkan pelayanan bagi konsumennya. Pada
akhirnya, perusahaan yang memiliki peluang untuk keluar sebagai pemenang
adalah perusahaan yang mampu mengkomunikasikan keunggulan-keunggulan
tersebut kepada konsumen. Sebuah sertifikat dinilai cukup ampuh untuk
memberikan bukti tertulis yang valid berkaitan dengan keunggulan sistem
yang digunakan ataupun produk/jasa yang dihasilkan perusahaan. Pada
perkembangan selanjutnya, komunikasi melalui sertifikat ini semakin jamak
dilakukan oleh produsen, tak terkecuali produsen pangan.
Sertifikat yang dianggap valid adalah sertifikat yang dikeluarkan
oleh badan sertifikasi yang valid juga, misalnya LPPOM MUI untuk
sertifikasi halal ataupun PT. Sucofindo untuk sertifikasi mutu. Lembaga
sertifikasi tersebut akan melakukan audit terlebih dahulu sebelum memberikan
sertifikat kepada pihak yang mengajukan permintaan sertifikasi. Salahsatu
bentuk audit adalah audit mutu. Pokok bahasan audit mutu tidak hanya sebatas
mutu produk, tetapi juga meliputi seluruh spektrum fungsi mutu. Namun
secara garis besar audit mutu dapat dikelompokkan menjadi (1) audit terhadap
kebijakan dan sasaran-sasaran, (2) audit terhadap rencana, dan (3) audit
terhadap pelaksanaan. Tunggal (1992) menjelaskan bahwa ada tiga pihak
utama dalam setiap audit, yaitu auditee, klien, dan auditor. Auditee adalah
orang yang diaudit, klien adalah orang dan kelompok yang meminta
diadakannya audit, dan auditor adalah orang yang melakukan audit. Auditor
inilah yang akan memeriksa kesesuaian antara kebijakan, rencana, dan
prosedur-prosedur tersebut dengan kenyataannya di lapangan.
Olehkarena itu penting untuk menuangkan dalam bentuk tertulis
semua kebijakan, rencana, dan prosedur- prosedur tersebut kedalam suatu
pedoman mutu (quality manual). Pentingnya penyusunan pedoman seperti
2

halnya dalam proses sertifikasi mutu ini juga berlaku untuk proses sertifikasi
lainnya, misalnya sertifikasi halal yang dilakukan oleh LPPOM MUI.
Berdasarkan latar belakang inilah maka perusahaan harus dan perlu memiliki
suatu acuan tertulis dalam bentuk pedoman yang terdokumentasi sebagai
acuan bagi auditor pada saat melakukan audit, selain tentu saja sebagai acuan
bagi perusahaan dalam menjalankan kebijakannya.

B. Tujuan dan Sasaran Magang
Tujuan
Pelaksanaan magang ini bertujuan untuk menerapkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan dan memperoleh pengalaman
bekerja pada industri pangan.

Sasaran
Pelaksanaan magang memiliki sasaran : menyusun manual pre-
requisite HACCP dan menyusun manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung.

C. Manfaat Magang
1. Mahasiswa memperoleh pengalaman bekerja di industri pangan
khususnya berkaitan dengan persyaratan dasar (pre-requisite) HACCP.
2. Industri memperoleh draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual
halal yang dapat digunakan untuk memenuhi persyaratan dalam sertifikasi
HACCP dan sertifikasi halal.









3




II. KEGIATAN MAGANG


A. Waktu dan Tempat
Magang dilaksanakan selama 4 bulan , mulai bulan Febuari sampai
dengan Mei 2006. Pelaksanaan magang bertempat di Pusat Koperasi Industri
Susu PKIS Sekar Tanjung dengan alamat J l. Raya Puntir, Desa Martopuro
Purwosari-Pasuruan J awa Timur.

B. Keadaan Umum Industri
Pusat Koperasi Industri Susu (PKIS) Sekar Tanjung dibentuk
pada tanggal 15 Desember 2000, dengan badan hukum No.
17/BH/KWK.13/II/2001. PKIS Sekar Tanjung adalah koperasi sekuder
yang membawahi 6 koperasi, yaitu KPSP Setia Kawan, KUTT Suka
Makmur , KUD Dadi J aya, KUD Sembada Puspo, KUD DAU , dan
koperasi SAE. Pendiriannya didorong oleh keinginan yang kuat dari
koperasi-koperasi /KUD susu di wilayah Pasuruan dan sebagian Malang
untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah yang pada akhirnya
dapat meningkatkan pendapatan peternak. Untuk mencapai tujuan tersebut
maka didirikan Industri susu Sekar Tanjung (Sekar Tanjung Dairy
Industry) yang diresmikan pada tanggal 18 April 2005.
Produk yang dihasilkan adalah susu UHT dengan pola usaha
business to consumer dan business to business. Kapasitas produksi pabrik
susu ini mencapai 30 ton susu/ hari dengan jumlah karyawan 166 orang.
Karyawan tersebut tersebar di 7 divisi/departemen, diantaranya
Departemen Produksi, Departemen Logistik/Gudang, Departemen Sumber
Daya Manusia, Departemen Utilitas, Departemen QC/QA, Departemen
Filling & Packing, dan Departemen Marketing. Pembagian kerja dibagi
atas 3 shift, yaitu shift I dengan jam kerja 06.00 14.00, shift II dengan
jam kerja 14.00 22.00, dan shift III dengan jam kerja 22.00 06.00

4



Adapun visi dan misi PKIS Sekar Tanjung adalah sebagai berikut :
Visi dan Misi PKIS Sekar Tanjung
Visi
1. Ikut serta mendukung peningkatan gizi anak
2. Mengurangi ketergantungan pasar susu segar
3. Melestarikan peternakan sapi perah dan meningkatkan pendapatan
petani peternak

Misi
1. Menampung semua produksi susu segar dari anggota
2. Memproses susu yang ditampung menjadi susu UHT dan atau
produk lain
3. Memasarkan susu hasil produksi ke pasar publik dan pasar institusi
(maklon)
4. Meningkatkan kualitas produk, diversifikasi produk, daya saing,
serta membuka jaringan pemasaran baik domestik maupun asing
5. Memberikan bantuan teknis pada anggota untuk meningkatkan
kualitas susu segar
6. Mendorong meningkatkan pendapatan anggota/peternak

C. Deskripsi Kegiatan Magang
Kegiatan magang meliputi penyusunan draf manual pre-requisite
HACCP dan draf manual halal. Penyusunan draf manual dilatarbelakangi
kebijakan PKIS Sekar Tanjung untuk mendapatkan sertifikat HACCP dan
sertifikat halal dimana suatu pedoman terdokumentasi dalam bentuk
manual menjadi persyaratan sertifikasi kedua sistem tersebut. Pada
penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal
penulis bertanggung jawab kepada Bapak Handoko dari divisi
Procurement selaku pembimbing lapang dan Bapak Manan dari divisi
5

QC/QA selaku ketua tim HACCP sekaligus auditor halal internal PKIS
Sekar Tanjung.

III. TNJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Manajemen Mutu

Sistem manajemen mutu merupakan bentuk perkembangan metode
jaminan mutu mutakhir yang terus berkembang. Sistem manajemen mutu
memadukan semua unsur yang diperlukan organisasi untuk meningkatkan
kepuasan konsumen secara kontinyu melalui produk dan jasa yang lebih
baik (Muhandri dan Kadarisman, 2005).
J uran seperti dikutip oleh Muhandri dan Kadarisman. (2005)
mendefinisikan mutu sebagai Fitness for use. Artinya suatu produk atau jasa
harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, sedangkan
Philip B. Crosby seperti dikutip oleh Muhandri dan Kadarisman. (2005)
mendefinisikan mutu sebagai conformance to requirement. Kegiatan mutu
perusahaan dititikberatkan untuk (1) mencoba mengerti harapan-harapan
konsumen, (2) memenuhi harapan-harapan tersebut, (3) perlu pandangan
eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis dan
sesuai dengan permintaan atau keinginan. ISO-9000 mendefinisikan mutu
sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk atau jasa yang
memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan.
Menurut Feigenbaum seperti dikutip oleh Muhandri dan
Kadarisman. (2005), manajemen mutu merupakan pemanduan upaya-upaya
pengembangan, pemeliharaan, dan perbaikan mutu dari berbagai kelompok
dalam perusahaan, sehingga produk dan jasa mencapai tingkat yang
ekonomis dan memuaskan pelanggan. Salahsatu lembaga yang
mengeluarkan sertifikat di bidang manajemen mutu adalah International
Organization for Standardization (ISO). ISO 9000 versi 2000 menyatakan
bahwa manajemen mutu adalah kegiatan kegiatan terorganisasi untuk
mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan mengenai mutu.
Pengarahan dan pengendalian mutu meliputi penyusunan :
6

1. Kebijakan mutu
Kebijakan mutu yaitu keseluruhan arah dari suatu perusahaan berkaitan
dengan mutu yang secara formal dinyatakan manajemen puncak.
Manajemen puncak harus memastikan bahwa kebijakan mutu sejalan
dengan tujuan perusahaan, mencakup komitmen untuk memenuhi
persyaratan sistem manajemen mutu secara kontinyu perbaikan dan
efektivitasnya, memberikan kerangka kerja untuk menyusun dan
mereview kebijakan mutu, dikomunikasikan dan dipahami oleh
seluruh jajaran perusahaan, direview untuk kesinambungan
kelayakannya,
2. Tujuan mutu
Tujuan mutu yaitu sesuatu yang akan dicapai yang berkaitan dengan
mutu, umumnya didasarkan kepada kebijakan mutu dan dispesifikasikan
untuk fungsi-fungsi yang relevan dalam perusahaan
3. Rencana mutu
Rencana mutu difokuskan untuk menyusun tujuan dan sasaran mutu
serta melakukan spesifikasi proses-proses operasi penting dan
sumberdaya yang diperlukan untuk memenuhi tujuan tersebut.

B. Jaminan Mutu
J aminan mutu merupakan bagian dari manajemen mutu yang
memfokuskan kepada pemberian keyakinan bahwa persyaratan mutu
dipenuhi. Dalam ISO 9000 : 1994 disebutkan bahwa jaminan mutu
merupakan seluruh perencanaan dan kegiatan sistematis yang diperlukan
untuk memberi keyakinan bahwa produk atau jasa akan memenuhi
persyaratan mutu. Contoh jaminan mutu diantaranya adalah sistem jaminan
keamanan pangan Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP)
dan Sistem J aminan Halal (SJ H) (Muhandri dan Kadarisman, 2005).

1. Sistem Jaminan Keamanan Pangan HACCP
Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi
bahaya spesifik yang mungkin timbul dalam mata rantai produksi
7

makanan dan tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya
tersebut, dengan tujuan untuk menjamin kemanan pangan (Fardiaz,
1996).
HACCP adalah suatu sistem kontrol pangan yang berbasis pada
usaha pencegahan. Dalam rangkaian proses produksi harus ditetapkan
titik-titik proses yang kemungkinan menimbulkan bahaya. Pengawasan
dan usahan pencegahan akan terjadinya bahaya perlu ditetapkan pada
titik-titik kritis tersebut. Hal ini akan menjamin kestabilan kualitas
produk, meringankan pekerjaan dalam hal inspeksi dan pengujian
produk akhir (Mortimor dan Wallace, 1995).
Keberhasilan penerapan HACCP memerlukan tanggung jawab
perusahaan berupa keterlibatan manajemen dan tenaga kerja. Disamping
itu, penerapannya juga memerlukan pendekatan yang integral dari
berbagai disiplin ilmu. Dalam penerapannya sistem HACCP ini cocok
dengan pelaksanaan sistem manajemen mutu seperti ISO seri 9000 dan
merupakan yang dipilih untuk manajemen keamanan pangan (Thaheer,
2005).
Sistem HACCP merupakan suatu sistem yang tidak dapat
berdiri sendiri melainkan sistem ini dibangun melalui penerapan
persyaratan dasar berupa GMP dan SSOP. Kedua persyaratan dasar atau
pre-requisite ini akan memudahkan implementasi penerapan sistem
HACCP yang efektif dan efisien. Dengan penerapan GMP dan SSOP
yang baik, tidak akan banyak titik kendali kritis dalam sistem HACCP
karena sudah dikendalikan oleh penerapan GMP dan SSOP yang baik.
Target penerapan HACCP adalah keamanan pangan yang
implementasinya mengacu pada 12 langkah HACCP, pre-requisite
program, dan universal program (Thaheer, 2005). Apalikasi HACCP
menurut Codex seperti dikutip oleh Saepullah (1999) terdiri dari 12
langkah dan 7 prinsip, meliputi :
Langkah 1 : Pembentukan tim HACCP
Langkah 2 : Deskripsi produk
Langkah 3 : Identifikasi cara penggunaan dan konsumennya
8

Langkah 4 : Menyusun diagram alir proses produksi
Langkah 5 : Verifikasi diagram alir proses produksi
Langkah 6 (Prinsip 1) : Analisa bahaya dan cara pencegahannya
Langkah 7 (Prinsip 2) : Identifikasi CCP didalam proses
Langkah 8 (Prinsip 3) : Menetapkan batas kritis untuk setiap CCP
Langkah 9 (Prinsip 4) : Menetapkan cara pemantauan CCP
Langkah 10 (Prinsip 5) : Menetapkan tindakan koreksi
Langkah 11 (Prinsip 6) : Verifikasi
Langkah 12 (Prinsip 7) : Menetapkan prosedur pencatatan yang efektif
Sistem manajemen HACCP di Indonesia menggunakan dua
standar dalam penerapannya, yakni SNI-01-4852-1998 dan pedoman
BSN 1004:2002. Standar SNI 01-4852-1998 menjelaskan persyaratan
industri pangan yang menerapkan sistem HACCP dan pedoman BSN
1004 : 2002. menjelaskan tentang rencana HACCP (Thaheer, 2005).
Menurut Thaheer (2005), prinsip penilaian pada sertifikasi
HACCP identik dengan sistem sertifikasi sistem manajemen lainnya.
Kaidah yang harus dipenuhi meliputi beberapa hal berikut :
1. Ketaatan (comply to regulation) adalah kemampuan sistem
HACCP yang dibangun untuk menjamin bahwa perusahaan yang
menerapkannya akan mampu memenuhi semua persyaratan hukum
dan perundangan yang telah dipersyaratkan untuknya.
2. Kecukupan (adequacy) adalah kemampuan sistem HACCP yang
dibangun telah memenuhi seluruh persyaratan yang menjamin
kemanan pangan secara administratif dokumen, meskipun pada
praktiknya tidak hanya terbatas pada paper work saja.
3. Kesesuaian (conformity) adalah kemampuan sistem HACCP yang
dibangun untuk memenuhi semua persyaratan standar yang
diacunya. Di Indonesia menggunakan standar acuan SNI-01-4852-
1998 tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis
(HACCP) serta Pedoman Penerapannya.
9

4. Konsistensi (consistency) adalah kemampuan sistem HACCP yang
dibangun untuk memenuhi konsistensi antara rancangan dan
penerapannya dalam aktivitas keseharian.
5. Keandalan (realibility) adalah kemampuan sistem HACCP yang
dibangun untuk mampu merealisasikan keamanan pangan terhadap
produk pangan yang dihasilkan.
Thaheer (2005) menambahkan bahwa didalam praktiknya,
kelima prinsip penilaian diatas dievaluasi dengan tiga perangkat, yakni
document review, site audit, dan laboratory testing. Beberapa lembaga
sertifikasi menganggap permasalahan keamanan pangan dalam sistem
HACCP hanyalah aspek manajerial sehingga tidak mewaijbkan
pelanggannya untuk melakukan uji laboratorium.
1. Document review
Document review atau tinjauan dokumen adalah tahap awal dari
pemeriksaan terhadap sistem HACCP suatu perusahaan.
Perusahaan yang telah menerapkan HACCP akan disertifikasi,
harus terlebih dahulu mengirimkan dokumen secara lengkap
kepada lembaga sertifikasi. Dokumen yang akan diperiksa oleh
lembaga sertifikasi meliputi dokumen GMP,SSOP, dan HACCP.
2. Evaluasi pre-requisite atau persyaratan dasar adalah kelengkapan
yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang ingin menerapkan
sistem HACCP. Secara umum persyaratan dasar HACCP dapat
dikelompokkan menjadi dua, yakni :
(1) Good Manufacturing Practices (GMP)
(2) Standard Sanitation Operating Procedure (SSOP)
3. Audit lapang sistem HACCP
Audit lapang sistem HACCP dilakukan dengan melakukan
penilaian langsung penerapan sistem HACCP pada operasi pabrik.
Penilaian ini dilakukan oleh auditor dengan mangacu kepada
standar rujukan yang digunakan, misalnya SNI-01-4852-1998
tentang Sistem Analisa Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis serta
Pedoman Penerapannya.
10

Urgensi pre-requisite HACCP sebagai perangkat evaluasi sistem
HACCP menimbulkan kebutuhan akan pemahaman mengenai GMP dan
SSOP. Berikut adalah penjelasan mengenai aspek GMP dan SSOP
sebagai pre-requisite HACCP.
Good manufacturing practices (GMP) atau Cara Produksi
Makanan yang Baik (CPMB) merupakan suatu pedoman cara
memproduksi makanan dengan tujuan agar produsen memenuhi
persyaratan persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan
produk makanan bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen (Thaheer,
2005).
Secara umum, peraturan GMP terdiri dari desain dan konstruksi
higienis untuk pengolahan produk makanan, desain dan konstruksi
higienis untuk peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan,
pembersihan dan desinfeksi peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi
yang baik, pelatihan dan higienitas pekerja, serta dokumentasi yang
tepat. (Thaheer, 2005).
SSOP merupakan prosedur yang digunakan oleh industri untuk
mencapai tujuan GMP melalui penerapan prinsip-prinsip sanitasi
(Winarno dan Surono, 2002). Sanitasi dapat didefinisikan sebagai usaha
pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-
faktor lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit
tersebut.
Ilmu sanitasi adalah penerapan dari prinsip-prinsip tersebut yang
akan membantu dalam memperbaiki, mempertahankan, atau
mengembalikan kesehatan yang baik pada manusia. Dalam industri
pangan, sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan secara aseptik dalam
persiapan, pengolahan dan pengemasan produk pangan, pembersihan
dan sanitasi pabrik termasuk lingkungannya, serta kesehatan pekerja
(J enie, 1988).
Thaheer (2005) menyebutkan pada proses sanitasi, diperlukan
suatu prosedur standar yang dapat mencakup seluruh area dalam
memproduksi suatu produk pangan mulai dari kebijakan perusahaan,
11

tahapan kegiatan sanitasi, petugas yang bertanggung jawab melakukan
sanitasi, cara pemantauan, sampai cara pendokumentasiannya. Prosedur
standar yang digunakan adalah prosedur operasi standar untuk sanitasi
(Standard Sanitation Operating Procedure). Prosedur ini dibuat untuk
membantu industri pangan dalam mengembangkan dan menerapkan
prosedur pengawasan sanitasi, melakukan monitoring sanitasi, serta
memelihara kondisi dan praktek sanitasi.
Menurut J enie (1988), sumber kontaminasi dalam industri
pangan adalah pekerja, hewan, dan lingkungan. Pada umumnya
kontaminasi pada makanan dapat diamati berdasarkan perpindahan
penyakit dari suatu sumber ke sumber lain. Perpindahan penyakit dapat
berlangsung dari debu, tanah, udara, manuasia, bahan makanan,
peralatan, air, binatang peliharaan, dan serangga.
SOP akan memberikan manfaat bagi unit usaha dalam menjamin
sistem keamanan produksi pangannya, antara lain : memberikan jadwal
pada prosedur sanitasi, memberikan landasan program monitoring
berkesinambungan, mendorong perencanaan yang menjamin dilakukan
koreksi bila diperlukan, mengidentifikasi kecenderungan dan mencegah
kembali terjadinya masalah, menjamin setiap personil mengerti sanitasi,
memeberikan sarana pelatihan yang konsisten bagi personil,
mendemontrasikan komitmen kapada pembeli dan inspector, dan
meningkatkan praktek sanitasi dan kondisi unit usaha (Thaheer, 2005).

2. Sistem Jaminan Halal
Halal adalah sesuatu yang diperkenankan dan diizinkan oleh
Allah Swt, sedangkan haram merupakan sesuatu yang dilarang oleh
Allah Swt dengan larangan yang pasti, jika melanggar akan mendapat
hukuman atau dosa (Qardhawi, 2002). Pangan halal adalah pangan yang
tidak mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk
dikonsumsi umat Islam dan yang pengelolaannya sesuai dengan
ketentuan hukum agama Islam (PP No. 69 tahun 1999 tentang Label dan
Iklan Pangan).
12

Menurut LPPOM MUI (2005), secara prinsip segala makanan
dan minuman pada dasarnya dibolehkan (halal) kecuali ada larangan dari
Al Quran dan As Sunnah. Kaidah tersebut didasari oleh firman Allah
Swt antara lain QS. Al Baqarah : 29 dan QS. Al J aatsiyah : 13.
Sedangkan keharaman makanan dan minuman dapat dipandang dari dua
aspek, yaitu haram secara substansial karena zatnya sendiri haram
(lianaihi) dan haram karena faktor eksternal (lighairihi). Makanan yang
haram lianaihi antara lain : (1) bangkai, darah, daging babi, sembelihan
atas nama selain Allah, sembelihan untuk sesaji, (2) potongan dari
binatang yang hidup, (3) binatang yang disembelih tanpa membaca
basmalah, (4) khomr, (5) himar jinak, keledai, binatang buas yang
bertaring, dan burung berkuku tajam, (6) segala yang menjijikkan dan
kotor, (7) jallalah, (8) sesuatu yang membahayakan, (9) binatang yang
diperintahkan membunuh, (10) binatang yang dilarang membunuhnya.
Sedangkan makanan yang diharamkan karena faktor eksternal antara lain
(1) hasil kejahatan, (2) tercampur dengan bahan haram/najis.
Makanan dan minuman yang diharamkan untuk dikonsumsi
menurut kitab perjanjian lama, yaitu anggur dan minuman yang
memabukkan hal ini dinyatakan dalam Bilangan 6 : 2. Bahan pangan
lainnya yang juga diharamkan, yaitu : darah, bangkai, binatang berkaki
empat yang tidak berkuku belah atau tidak memamah biak seperti unta,
babi, dan kelinci juga binatang yang menjjikkan.
Codex Alimentarius Commission menerima persyaratan akan
kehalalan produk jika pangsa pasarnya konsumen muslim. Menurut
Codex Alimentarius Commission (1999), semua bahan pangan halal,
kecuali bahan pangan yang ada pada tabel termasuk produk dan
turunannya. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk
turunannnya dapat dilihat pada Tabel 1.




13



Tabel 1. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk turunannnya
Asal bahan pangan J enis yang diharamkan
Hewan (a) Babi dan babi hutan
(b) Anjing, ular, dan monyet
(c) Hewan karnivora yang memiliki kuku dan
taring seperti singa, harimau, beruang, dan
binatang sejenisnya
(d) Burung bercakar seperti elang dan burung
sejenisnya
(e) Binatang yang dilarang dibunuh dalam Islam
seperti semut, lebah, dan binatang sejenisnya
(f) Hama seperti tikus dan binatang sejenisnya
(g) Binatang yang dianggap menjjikkan seperti
lalat dan sejenisnya
(h) Binatang yang hidup di dua alam, di darat dan
di laut seperti buaya dan kodok
(i) Binatang laut yang beracun dan berbahaya
bagi manusia
(j) Binatang yang disembelih tidak sesuai dengan
hukum Islam
(k) Darah
(l) J allah, yaitu binatang yang memakan kotoran,
baik unta, kambing, sapi, dan lainnya,
sehingga baunya berubah. J ika binatang itu
dijauhkan dari kotoran dalam waktu lama dan
diberi makanan yang suci, maka dagingnya
menjadi baik dan halal.



14


Sambungan Tabel 1. Bahan pangan yang diharamkan termasuk produk
turunannnya
Asal bahan pangan J enis yang diharamkan
Tumbuhan



Minuman
a. Tumbuhan yang beracun dan berbahaya bagi
kesehatan, kecuali racun dan bahaya tersebut
dapat dihilangkan selama proses

a. Semua minuman yang memabukkan
b. Semua minuman yang beracun dan berbahaya
bagi manusia
c. Minuman yang difermentasi lebih dari 3 hari

Sumber : Codex Alimentarius Commission (1999)

Menurut LPPOM MUI (1999) Sistem J aminan Halal (SJH)
merupakan sistem yang disusun dan dilaksanakan oleh perusahaan
pemegang sertifikat halal yang dimaksudkan untuk memperoleh dan
sekaligus menjamin kelangsungan produksi halal secara konsisten sesuai
dengan pedoman yang ditetapkan oleh LPPOM MUI/LPPOM MUI
Daerah.
Sertifikat halal yang dikeluarkan MUI masa berlakunya dua tahun.
Dalam masa itu, memungkinkan perusahaan melakukan perubahan-
perubahan baik berkaitan dengan formula, bahan-bahan yang digunakan,
pemasok/produsen bahan baku, maupun teknologi proses pengolahan yang
kesemuanya terjadi tanpa sepengetahuan MUI yang menerbitkan sertifikat
halal.
Menurut Nasution seperti dikutip oleh Effendi (2005), SJ H sangat
penting dan diperlukan dalam menghasilkan dan mempertahankan
produksi yang halal, antara lain karena beberapa faktor berikut ini :
1. Penggantian produsen, distributor, atau supplier
15

Meskipun pada umumnya status kehalalan suatu bahan tergantung
pada produsennya, akan tetapi pihak supplier atau distributor dapat
juga menjadi penyebab yang menimbulkan keraguan atas kehalalan
suatu bahan. Dalam hal ini, supplier atau distributor dapat menjadi
penyebab, akibat adanya peluang bahwa distributor/supplier yang
bersangkutan mendapatkan bahan dari berbagai produsen, sehingga
ada peluang bahwa produsen tersebut belum disertifikasi. Suatu bahan
yang sama, yang termasuk bahan yang kritis dalam sistem jaminan
halal, status kehalalannya akan berbeda apabila berasal dari produsen
yang berbeda. Pergantian produsen ini, seperti juga
penggantian/substitusi bahan baku/tambahan perlu mendapatkan
klarifikasi dari LPPOM MUI agar jelas statusnya. Walaupun status
bahan substitusi jelas, namun tetap perlu dilaporkan, sehingga bahan
tersebut tercatat dalam file LPPOM MUI untuk perusahaan yang
bersangkutan.
2. Penggantian bahan baku, bahan tambahan atau penolong
Pada saat pendaftaran, perusahaan diminta untuk membuat matriks
produk vs bahan baku/tambahan/ pembantu. Bila selama proses
pemeriksaan ada tambahan atau penggantian bahan-bahan tersebut,
maka bahan pengganti ini harus dimasukkan ke dalam matriks itu
terlebih dahulu, dan ini merupakan matriks akhir yang menjadi
pegangan LPPOM MUI saat sertifikat halal diterbitkan.
Penggantian/penambahan bahan untuk produk yang sudah disertifikasi
perlu mendapat klarifikasi dari LPPOM MUI, sehingga nama bahan
pengganti tersebut dapat dimasukkan kedalam matriks yang sudah
disetujui saat sertifikat halal diterbitkan. Seluruh persyaratan kehalalan
untuk bahan pengganti ini harus dipenuhi untuk mendapatkan
klarifikasi penggunaannya oleh LPPOM MUI.
3. Penggantian auditor halal internal
Pergantian auditor halal internal perusahaan perlu dilaporkan ke
LPPOM MUI sehingga contact person perusahaan di LPPOM MUI
dapat juga diganti, dan bila perlu ada konsultasi khusus berkenaan
16

dengan auditor halal internal perusahaan yang baru itu ke LPPOM
MUI. Hal ini dilakukan untuk menjaga kesinambungan komunikasi
antara LPPOM MUI dengan perusahaan, dan kesinambungan produksi
halal dapat dipertahankan
4. Maklon
Dalam produksi produknya, beberapa perusahaan menitipkan proses
produksinya di perusahaan lain, baik secara keseluruhan maupun
sebagian. Penitipan yang dilakukan sejak awal proses sertifikasi dan
telah diperiksa oleh LPPOM MUI merupakan catatan khusus di
dokumen LPPOM MUI untuk perusahaan yang bersangkutan saat
sertifikat halal diterbitkan.
5. Penambahan/pengembangan produk baru
Setelah sertifikat halal diterbitkan, terjadi pengembangan produk, baik
sejenis maupun baru oleh perusahaan pemegang sertifikat halal. Untuk
hal ini pendaftaran kembali perlu dilakukan dan proses pemeriksaan
oleh LPPOM MUI dilakukan seperti pada saat perusahaan
mendaftarkan produknya yang sudah mendapat sertifikat halal.
Penemuan produk di luar yang tercantum dalam sertifikat halal akan
menimbulkan konsekuensi bagi perusahaan yang bersangkutan.
6. Penggantian Merek produk/ nama perusahaan
Selain pengembangan produk, terjadi juga penggantina merek produk
ataupun nama perusahaan. Kasus seperti ini mengharuskan perusahaan
untuk melaporkan hal tersebut ke LPPOM MUI dan LPPOM MUI
perlu memeriksa ulang proses produksi tersebut untuk membuktikan
adanya nama baru dengan bahan baku/tambahan/pembantu yang tidak
berubah.
7. Coding
Untuk menjamin kerahasiaan formula, perusahaan melakukan
pengkodean terhadap bahan baku/tambahan yang dipergunakan.
Pengkodean ini dapat dilakukan di perusahaan sendiri maupun di
produsen/supplier/distributor bahan yang bersangkutan dan ini
dilakukan baik selama proses sertifikasi maupun setelah proses
17

sertifikasi selesai dan sertifikat telah diterbitkan. Banyak masalah yang
yang akan dihadapi dalam menelusuri asal usul/sumber bahan baku
yang dicoding tersebut. Berbagai persyaratan harus dipenuhi dalam
proses pengkodean bahan baku/pembantu ini. Pemeriksaan yang
dilakukan oleh LPPOM MUI dilakukan baik di tingkat produsen
maupun di distributor/supplier tempat proses pengkodean
dilaksanakan.
8. Penutup
Untuk menjamin produksi halal maka setiap perubahan bahan
baku/tambahan/pembantu dan proses produksi harus dilaporkan ke
LPPOM MUI. Demikian juga pengembangan produk/pergantian
nama/kemasan harus dilaporkan ke LPPOM MUI. Penitipan proses
produksi (maklon) baik seluruh produk maupun sebagian harus
diperiksa ke tempat proses produksi tersebut. Pemeriksaan bahan
baku/pembantu yang mengalami pengkodean harus dilakukan ditempat
awal proses pengkodean dilakukan.
Sistem J aminan Halal mencakup 5 komponen, yaitu (1) kebijakan
halal, (2) perencanaan, (3) pelaksanaan, (4) Evaluasi, dan (5) tindakan.
Untuk menjamin pelaksanaan kebijakan halal perusahaan secara konsisten
perlu ada perencanaan tertulis dalam bentuk pedoman (manual) Sistem
J aminan Halal. Manual Sistem J aminan Halal mencakup tujuan dan ruang
lingkup sistem jaminan halal, struktur organisasi manajemen halal,
panduan halal, acuan teknis, sistem administrasi, dan sistem dokumentasi.
Sedangkan panduan halal (halal guideline) dibagi lagi menjadi pengertian
halal haram, ketentuan halal haram berkaitan dengan makanan dan
minuman, fatwa MUI tentang pedoman fatwa produk halal, identifikasi
titik kritis, pedoman halal haram bahan yang digunakan, pedoman
perusahaan dalam melaksanakan produksi halal (LPPOM MUI, 2005).

C. Dokumentasi Sistem Manajemen Mutu
Penerapan sistem mutu secara efektif di perusahaan memerlukan sistem
yang terstruktur dan terdokumentasi dengan baik. Setiap perusahaan yang
18

mempunyai sistem manajemen mutu yang sudah berjalan dengan baik
umumnya akan memiliki sistem dokumentasi penerapan sistem manajemen
mutu yaitu memiliki, panduan mutu (manual mutu), panduan prosedur,
panduan instruksi kerja, formulir, dan rekaman (Hadiwiardjo dan Wibisono,
2000).
Menurut Susilo seperti dikutip oleh Santosa (1998), tujuan penyusunan
dokumentasi sistem mutu adalah untuk menggambarkan kebijakan dan
prosedur secara formal, untuk memperlihatkan hubungan antar
kegiatan/aktivitas yang dilaksanakan, untuk memberikan gambaran yang jelas
mengenai manajemen mutu yang ada, untuk mendefinisikan wewenang dan
tanggung jawab secara jelas, untuk mempersiapkan dalam menghadapi audit/
asesmen eksternal, sebagai bahan pelatihan dan referensi kerja bagi karyawan,
sebagai sarana untuk menjaga kesinambungan operasi, sebagai persyaratan
ISO 9001/2/3 sub klausul 4.2.1.
Susunan dari dokumentasi sistem manajemen mutu mengikuti proses-
proses organisasi atau struktur yang sesuai dengan standar mutu, maupun
kombinasi dari keduanya. Susunan lainnya yang dapat memenuhi kebutuhan
organisasi juga dapat digunakan (ISO/TR 10013, 2001).
Struktur dokumentasi yang digunakan pada sistem manajemen mutu
dapat dijelaskan secara hierarkis. Struktur ini memfasilitasi distribusi,
pemeliharaan, dan pengertian dokumentasi. Pengembangan hierarki
tergantung pada kondisi organisasi (ISO/TR 10013, 2001).
Ruang lingkup dokumentasi sistem manajemen mutu dapat berbeda
antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Perbedaa tersebut dapat
berupa perbedaan dalam hal (a) ukuran organisasi dan jenis aktivitas, (b)
kompleksitas proses dan interaksinya, (c) kompetensi personil (ISO/TR
10013, 2001).
Dokumentasi sistem manajemen mutu boleh memasukkan definisi.
Perbendaharaan kata yang digunakan haruslah sesuai dengan standar definisi
dan istilah yang mengacu pada ISO 9000 atau kamus umum lainnya (ISO/TR
10013, 2001).
19

Dokumentasi sistem manajemen mutu biasanya meliputi hal-hak sebagai
berikut : (a) manual mutu dan tujuannya, (b) manual mutu, (c) prosedur
terdokumentasi, (d) instruksi kerja, (e) formulir, (f) rencana mutu, (g)
spesifikasi, (h) dokumen eksternal, (i) rekaman. Dokumentasi sistem
manajemen mutu dapat berupa hard copy atau media elektronik. Beberapa
keuntungan menggunakan media elektronik adalah sebagai berikut : (a)
personil yang tepat dapat memiliki akses informasi yang up to date setiap
waktu, (b) akses dan perubahan dapat dengan mudah dibuat dan dikendalikan,
(c) distribusi cepat dan dapat dengan mudah dikontrol dengan banyak pilihan
cetak hard copy, (d) terdapat akses ke dokumen dari daerah terpencil, (e)
penarikan dokumen yang usang sederhana dan efektif (ISO/TR 10013, 2001).
Kebijakan mutu dan tujuannya harus didokumentasikan dan dapat saja
berupa dokumen terpisah atau termasuk dalam manual mutu. Manual mutu
bersifat unik bagi tiap organisasi. ISO/TR 10013 (2001) memperbolehkan
adanya fleksibilitas dalam mendefinisikan struktur, format, isi, atau metode
penyajian dalam mendokumentasikan sistem manajemen mutu bagi semua
tipe organisasi.
Struktur dan format prosedur terdokumentasi (hard copy atau media
elektronik) harus didefinisikan oleh organisasi dengan cara sebagai berikut :
teks, bagan alir, tabel, kombinasi dari ketiganya, atau metode lainnya yang
sesuai dengan kebutuhan organisasi. Prosedur terdokumentasi harus
mengandung informasi penting seperti judul, tujuan, ruang lingkup,
wewenang dan tanggung jawab, deskripsi aktivitas, rekaman, apendiks,
review, persetujuan, revisi, identifikasi perubahan, dan mengandung
identifikasi unik. Prosedur terdokumentasi dapat berlaku sebagai referensi
bagi instruksi kerja yang mendefinisikan bagaiman sebuah aktivitas
dijalankan. Prosedur terdokumentasi umumnya menjelaskan aktivitas yang
terdiri dari banyak fungsi, sedangkan instruksi kerja umumnya
mengaplikasikan tugas untuk satu fungsi saja (ISO/TR 10013, 2001).
Instruksi kerja harus dikembangkan dan dipelihara untuk menjelaskan
kinerja dari tiap pekerjaan dimana ketiadaan instuksi kerja dapat
mengakibatkan kerugian. Ada banyak cara dalam mempersiapkan dan
20

menyajikan instruksi. Instruksi harus mengandung judul dan identifikasi unik,
seperti jenis pekerjaan, review, persetujuan, revisi, rekaman, dan identifikasi
perubahan. Instruksi kerja dapat dimasukkan dalam prosedur terdokumentasi
atau hanya direferensikan didalamnya (ISO/TR 10013, 2001).
Formulir dikembangkan dan dipelihara untuk merekam data yang
menunjukkan kesesuaian dengan persyaratan sistem manajemen mutu.
Formulir harus mengandung judul, nomor identifikasi, tingkat dan tanggal
revisi. Formulir harus direferensikan atau dilampirkan dalam manual mutu,
prosedur terdokumentasi, dan/atau instruksi kerja (ISO/TR 10013, 2001).
Rencana mutu adalah bagian dari dokumentasi sistem manajemen mutu.
Rencana mutu menunjukkan bagaimana rencana tersebut diaplikasikan
terhadap situasi spesifik dalam pertanyaan, mengidentifikasi dan
mendokumentasikan bagaimana organisasi akan memenuhi persyaratan yang
unik untuk masing-masing produk, proses, proyek, atau kontrak (ISO/TR
10013, 2001).
Spesifikasi adalah dokumen yang menyatakan persyaratan (ISO/TR
10013, 2001). Spesifikasi tidak dijelaskan lebih lanjut oleh ISO/TR 10013
(2001) karena spesifikasi bersifat unik untuk produk atau organisasi.
Organisasi harus menunjukkan dokumen ekternal dan kontrolnya dalam
sistem manajemen mutu terdokumentasi. Dokumen eksternal dapat meliputi
gambar dari pelanggan, spesifikasi, undang-undang dan persyaratan regulasi,
standar, kode, dan manual pemeliharaan (ISO/TR 10013, 2001).
Rekaman sistem manajemen mutu menyatakan hasil yang dicapai atau
menyediakan bukti yang mengindikasikan bahwa aktivitas yang diindikasikan
dalam prosedur terdokumentasi dan instruksi keja benar-benar berjalan
(performed). Rekaman harus mengindikasikan pemenuhan persyaratan dari
sistem manajemen mutu dan persyaratan yang spesifik untuk produk.
Pertanggungjawaban dari persiapan rekaman harus dinyatakan dalam
dokumentasi sistem manajemen mutu (ISO/TR 10013, 2001).



21

IV. METODOLOGI

Penyusunan Draf Manual Pre-requisite HACCP dan Draf Manual Halal
Manual manajemen mutu merupakan kumpulan informasi tertulis
mengenai aktivitas manajemen mutu dalam organisasi. Olehkarena itu kegiatan
utama dalam penyusunan manual adalah mengumpulkan informasi kemudian
menuliskan informasi tersebut dalam bentuk dokumen tertulis (manual). Adapun
metode yang digunakan dalam mengumpulkan informasi disesuaikan dengan
jenis informasi yang dibutuhkan pada tiap tahap penyusunan manual. Tahapan
penyusunan manual dapat dilihat pada Gambar 1.






















Menetapkan desain (layout dan format) manual
Menetapkan acuan penyusunan manual

Menetapkan kerangka manual
Menyusun dan menetapkan struktur isi manual
Memberi nomor manual
(coding) dan halaman
Menyusun daftar isi draf manual
Mengajukan draf manual (siap terbit)
Gambar 1. Diagram alir penyusunan manual
22

Menetapkan konsep penyusunan manual
Konsep manual merupakan hal pertama yang harus ditetapkan, karena
sebuah konsep akan menjiwai keseluruhan isi manual. Olehkarena itu Informasi
yang dibutuhkan dalam menetapkan konsep manual juga harus bersifat
menyeluruh (global) meliputi informasi dari dalam (internal) dan dari luar
organisasi (eksternal). Informasi internal diperoleh melalui audit dokumen,
wawancara, dan observasi lapang. Sedangkan informasi eksternal diperoleh
melalui studi literatur dari buku dan modul pelatihan mutu. Adapun detail
penerapan konsep dijabarkan pada tahapan berikutnya.

Menetapkan acuan penyusunan manual
Standar atau persyaratan yang dapat dijadikan acuan haruslah standar yang
dikeluarkan oleh lembaga yang diakui. Untuk produk yang dipasarkan didalam
negeri dapat memakai standar yang dikeluarkan oleh pemerintah atau lembaga
terkait, sedangkan untuk produk ekspor lebih baik memakai standar yang berlaku
secara internasional.
Olehkarena itu diperlukan informasi mengenai standar dan regulasi yang
berlaku untuk suatu sistem mutu. Informasi ini diperoleh melalui studi literatur
dari buku maupun modul pelatihan mutu yang memuat daftar standar atau regulasi
yang berlaku untuk suatu sistem mutu beserta rincian isi standarnya. Rincian isi
suatu standar juga dapat diunduh melalui internet pada situs lembaga yang
mengeluarkan standar tersebut.

Menetapkan kerangka manual
Setelah acuan ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah menetapkan
kerangka manual. Suatu kerangka menentukan aspek-aspek yang dibahas untuk
menjadi isi manual. Aspek-aspek ini akan menjadi bab utama pada kerangka
manual. Masing-masing bab utama terbagi lagi atas beberapa sub bab. Sub bab
manual yang disebutkan pada kerangka manual hanyalah sub bab minimal yang
harus ada pada tiap bab, sedangkan sub bab yang lebih terperinci ada pada
struktur isi manual. Adapun struktur isi manual baru ditetapkan pada tahap
selanjutnya (tahap menyusun dan menetapkan struktur isi manual).
23

Menetapkan desain manual
Sebelum menyusun dan menuliskan informasi yang akan menjadi isi
manual, terlebih dahulu harus ditentukan desain (layout dan format manual).
Layout dan format harus memenuhi syarat desain yang baik, yaitu (1) membantu
pengguna menemukan informasi, (2) membantu pengguna membaca informasi,
dan (3) membantu pembaca memahami informasi yang disajikan pada manual.
Informasi mengenai desain manual yang baik dapat diperoleh melalui
studi literatur berupa buku yang mengupas tuntas mengenai desain manual yang
baik. Selain studi literatur, metode lain yang dapat ditempuh adalah benchmarking
aspek desain manual mutu.
Benchmarking aspek desain manual dapat bersumber dari manual
organisasi yang sudah berhasil mendapatkan sertifikat mutu maupun lampiran
contoh desain manual pada buku yang membahas tentang penulisan manual. Hal
yang harus diingat adalah desain yang digunakan harus sesuai dengan konsep
manual yang sudah ditetapkan sebelumnya.

Menyusun dan menetapkan struktur isi manual
Setelah desain manual ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah
menuliskan aktivitas manajemen mutu organisasi berdasarkan kerangka dan
struktur isi yang ditetapkan sebelumnya. Tahapan ini memerlukan interpretasi isi
standar yang diacu sehingga aktivitas manajemen mutu perusahaan dapat
memenuhi persyaratan yang diacu. Informasi mengenai aktivitas mananajemen
mutu dalam organisasi diperoleh melalui observasi lapang dan wawancara semua
pihak yang mewakili berbagai aktivitas manajemen mutu organisasi.
Struktur isi manual harus disusun secara logis untuk memudahkan manual
diingat dan dipahami. Informasi mengenai ciri kerangka dan struktur isi yang baik
diperoleh melalui studi literatur yang membahas seluk-beluk menulis manual
termasuk menyusun kerangka dan struktur isi manual dengan urutan yang logis.

Memberi nomor manual dan halaman
Setelah draf manual selesai disusun, maka langkah selanjutnya adalah
memberi nomor manual dan halaman. Wawancara dan audit dokumen internal
24

dilakukan untuk mengetahui sistem penomoran yang selama ini berlaku dalam
organisasi. Studi literatur juga dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
metode penomoran halaman untuk manual.

Menyusun daftar isi dan mengajukan draf manual
Daftar isi disusun dengan menuliskan judul tiap bab dan sub bab pada draf
manual beserta nomor halamannya. Setelah daftar isi disusun, langkah selanjutnya
adalah mengajukan draf manual melalui proses serahterima draf manual yang
terlebih dahulu dipresentasikan didepan tim manajemen.























25

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan deskripsi kegiatan magang, manual yang disusun (dalam
bentuk draf manual) pada tugas magang ini adalah draf manual pre-requisite
HACCP dan draf manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung. Tahap pertama dari
serangkaian tahap penyusunan yang harus dilalui adalah menetapkan konsep
penyusunan manual. Suatu konsep penyusunan manual berupa gambaran besar
mengenai draf manual yang akan disusun. Konsep inilah yang menjadi dasar
dalam melaksanakan tahap selanjutnya pada proses penyusunan manual.

A. Menetapkan Konsep Penyusunan Manual
Prinsip dalam menetapkan konsep penyusunan manual adalah
menetapkan konsep sistem untuk selanjutnya diterapkan pada konsep
manual. Konsep sistem berkaitan dengan sistem manajemen yang
digunakan organisasi, penerapan sistem inilah yang nantinya akan menjadi
isi manual. Perbedaan sistem dengan sendirinya akan menghasilkan
manual dengan isi yang berbeda pula. Sedangkan konsep manual berkaitan
dengan jenis manual. Suatu manual dengan sistem manajemen yang
berbeda dapat memiliki jenis manual yang sama.
Konsep sistem ditetapkan berdasarkan kemampuan sistem
manajemen tersebut untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Sedangkan
konsep manual ditetapkan berdasarkan aspek dokumentasi (dalam bentuk
pedoman tertulis/manual) dari sistem manajemen yang telah ditetapkan
pada konsep sistem.
Suatu manual akan memberi manfaat maksimal bagi organisasi jika
manual tersebut sesuai dengan kebutuhan organisasi yang akan
menggunakan manual (PKIS Sekar Tanjung). Berdasarkan hasil
wawancara dengan narasumber Bapak Fuad selaku Sect. Head PPIC
sekaligus koordinator halal internal dan Bapak Manan selaku Sect. Head
QA/QC sekaligus ketua tim HACCP PKIS Sekar Tanjung, diketahui
bahwa saat ini PKIS Sekar Tanjung membutuhkan manual halal dan
26

manual pre-requisite HACCP untuk mendukung proyek sertifikasi halal
dan sertifikasi HACCP PKIS Sekar Tanjung.
Berdasarkan hasil obeservasi lapang, PKIS Sekar Tanjung telah
menerapkan persyaratan dasar (pre-requisite) HACCP dan halal, tetapi
sistem yang selama ini berjalan belum mengacu pada persyaratan standar
tertentu sehingga sulit dinilai efektivitasnya. Padahal sistem manajemen
yang akan diaudit dalam proses sertifikasi merupakan sistem manajemen
yang mengacu pada persyaratan standar tertentu.
Olehkarena itu PKIS Sekar Tanjung harus menetapkan suatu
sistem yang dapat mengakomodasi kepentingan PKIS Sekar Tanjung
dalam mendapatkan sertifikat sekaligus dapat direalisasikan dengan
sumberdaya yang dimiliki PKIS Sekar Tanjung. Sesuai dengan kebutuhan
PKIS Sekar Tanjung akan manual halal dan manual pre-requisite HACCP,
maka penelusuran Informasi mengenai sistem manajemen difokuskan pada
kedua sistem manajemen tersebut.
Berdasarkan hasil studi literatur didapat informasi bahwa LPPOM
MUI sebagai lembaga sertifikasi halal di Indonesia telah mengumumkan
kewajiban pemberlakuan Sistem J aminan Halal (SJ H) pada J urnal Halal
No. 55/X/2005 dengan ketentuan : Semua perusahaan bersertifikat halal
MUI ataupun dalam proses sertifikasi diwajibkan untuk mempunyai dan
menerapkan Sistem J aminan Halal mulai bulan J uni 2005.
Menurut LPPOM MUI (2005), Sistem J aminan Halal
mengelaborasikan dan mengintegrasikan konsep-konsep syariat Islam
khususnya terkait dengan halal haram, etika usaha, dan prinsip-prinsip
manajemen pada suatu rangkaian produksi/olahan bahan yang akan
dikonsumsi umat Islam. Sistem ini dibuat untuk memperoleh dan sekaligus
menjamin bahwa produk-produk tersebut halal.
LPPOM MUI (2005) juga menambahkan bahwa prinsip SJ H pada
dasarnya mengacu pada konsep Total Quality Management (TQM), yaitu
sistem manajemen kualitas terpadu yang menekankan pada pengendalian
kualitas pada setiap tahap. Setiap tahap tersebut harus selalu dikendalikan
sehingga masuknya bahan haram maupun najis kedalam produk tidak
27

sampai terjadi. Olehkarena itu aspek GMP juga termasuk aspek yang
dinilai dalam audit halal. Adapun Sistem J aminan Halal sebagai sebuah
sistem pada suatu rangkaian produksi dapat dilihat pada Gambar 2.








Gambar 2. Sistem J aminan Halal pada rangkaian produksi (LPPOM MUI, 2005)

Berdasarkan pengumuman pemberlakuan wajib SJ H diatas, maka
sebagai industri yang berdomisili di Indonesia, PKIS Sekar Tanjung wajib
melaksanakan SJ H. Adanya pengumuman ini ditindaklanjuti dengan
menetapkan SJH sebagai konsep sistem yang akan digunakan dalam
menyusun manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung.
Setelah konsep sistem untuk manual halal ditetapkan, maka konsep
sistem berikutnya yang harus ditetapkan adalah sistem untuk manual
persyaratan dasar (pre-requisite) HACCP. Menurut Thaheer (2005),
persyaratan dasar (pre-requisite) sistem HACCP berisi petunjuk praktis
manajemen yang baik, disesuaikan dengan tahap pada generasi pertanian.
Beberapa petunjuk praktis manajemen yang baik dikenal dengan istilah
tipikal seperti : (1) Good Farming Practices pada usaha pertanian, (2)
Good Handling Practices pada kegiatan pasca panen, (3) Good Hygienic
Practices pada semua penanganan bahan pangan, (4) Good Manufacturing
Practices, (5) Good Distribution Practices pada kegiatan distribusi, (6)
Good Retailing Practices bagi pengeceran barang, (7) Good Catering
Practices sebagai petunjuk bagi konsumen.
Semua sistem manajemen yang baik tersebut bagi industri pangan
harus dipadukan dengan Good Hygienic Practices. Good Hygienic
Practices dikenal juga dengan istilah Standard Sanitation Operating
Konsep Syariah
Etika Bisnis
Kebijakan halal
Perencanaan halal
Pelatihan
Implementasi dan
Pelaksanaan
Audit internal
Evaluasi
Tindakan koreksi
Proses sertifikasi
Sertifikat
halal
28

Procedure (SSOP). Prasojo (2005) menggambarkan persyaratan dasar
HACCP dalam bentuk piramida. Piramida keamanan pangan dapat dilihat
pada Gambar 3.






Gambar 3. Piramida kemanan pangan (Prasojo, 2005)

PKIS Sekar Tanjung merupakan suatu industri manufaktur yang
memproduksi susu UHT. Olehkarena itu konsep sistem yang digunakan
pada penyusunan manual pre-requisite HACCP adalah gabungan konsep
GMP dan SSOP. Penerapan GMP dan SSOP inilah yang akan menjiwai
keseluruhan isi dari manual pre-requisite HACCP.
Setelah konsep sistem ditetapkan, maka perlu dipikirkan
pendokumentasiannya dalam bentuk konsep manual. Waller et al. (1994)
telah mengingatkan bahwa tidak ada metode yang pasti benar atau pasti
salah untuk menyusun manual selama dapat mencapai hasil yang
diinginkan. Hal ini dipertegas oleh Sulistyo et al.(2005) yang mengatakan
bahwa setiap badan usaha dapat mengkreasikan sendiri bentuk dan format
prosedur serta instruksi kerja sesuai kebutuhan badan usaha. Adanya suatu
rencana (konsep) yang jelas sangat potensial dalam mendukung
keberhasilan meskipun tidak mengikuti metode yang lazim.
Mengingat kentalnya unsur subyektivitas pada penetapan konsep
manual, maka diperlukan informasi lain sebagai bahan pertimbangan
dalam menyusun manual. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah
subyektivitas yang tidak berdasar dan cenderung merugikan. Sumber
informasi yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan konsep manual
adalah hasil dari studi literatur. Waller et al. (1994) membagi manual
manajemen mutu menjadi 3 tingkat (level). Ketiga tingkat manual tersebut
digambarkan dalam bentuk piramida dokumentasi sistem manajemen
GMP
SSOP
HACCP
29

mutu. Piramida dokumentasi sistem manajemen mutu dapat dilihat pada
Gambar 4.





Level 2





Gambar 4. Piramida dokumentasi sistem manajemen mutu (Waller et al., 1994)

Manual manajemen mutu digunakan sebagai istilah yang umum,
berisi dokumentasi untuk kedua tingkat pertama dari sistem manajemen
mutu dan sebuah pedoman untuk referensi kerja. Bagian pertama dari
manual manajemen mutu disebut manual kebijakan mutu. Ini mencakup
seluruh kebijakan mutu dan rencana yang datang dari pucuk pimpinan
organisasi (Waller et al., 1994).
Bagian kedua dari manual manajemen mutu disebut manual
prosedur mutu karena mencakup semua prosedur yang dikembangkan dan
diterapkan di tingkat madya dari organisasi. Sebagai tambahan pada
manual manajemen mutu, hampir semua sistem manajemen mutu
melibatkan bahan referensi, yang terdiri dari semua dokumen bagi seluruh
orang di organisasi yang harus melaksanakan tugasnya. Referensi ini
bukan hanya untuk tingkat ketiga dari organisasi, walaupun sebagian besar
ditujukan kesana (Waller et al., 1994).
Waller et al. juga (1994) membagi target pembaca manual menjadi
empat yaitu target pembaca internal, target pembaca eksternal 1, target
pembaca eksternal 2, dan target pembaca eksternal 3. Sedangkan gaya
Referensi tempat kerja
Manual
Kebijakan
Level 1
Level 3
Manual Prosedur
30

manual kebijakan mutu dibagi berdasarkan pengetahuan teknis
manajemen, yaitu (1) manajer mutu (2) penilai (3) manajer dan (4) klien.
Target pembaca internal untuk tingkat 1 manual kebijakan mutu
adalah pembaca kebijakan mutu yang terdiri dari para manajer dan semua
staff. Bab ini akan bertindak sebagai pedoman referensi bagi kebijakan
organisasi dan sebagai pengingat pada standar manajemen yang harus
dipenuhi (Waller et al, 1994).
Target pembaca eksternal 1 adalah penilai sistem manajemen mutu.
Dari manual manajemen mutu tersebut penilai eksternal akan membuat
pertimbangan awal mengenai kesiapan untuk proses sertifikasi. Penilai
sudah mengetahui persyaratan manajemen mutu, yang mereka perlu
pelajari dari bab kebijakan adalah bagaimana organisasi menafsirkan
persyaratan standar (Waller et al, 1994).
Target pembaca eksternal 2 adalah klien dan pelanggan. Semakin
penting atau semakin ingin tahu klien atau pelanggan maka mereka
semakin tertarik untuk membaca bab kebijakan mutu. Manajemen mutu
juga mencakup seleksi dan manajemen pemasok (target pembaca eksternal
3). Ini adalah bagian dari proses aliansi pemasok strategis. Pemasok
mempunyai kepentingan langsung dalam manual kebijakan mutu karena
akan mempengaruhi bisnisnya (Waller et al, 1994).
Suatu analisis mengenai keempat target pembaca menunjukkan
bahwa terdapat beberapa kegiatan bersama dari pengetahuan dan keahlian.
Manajer ahli mengenai bagaimana organisasi mereka bekerja, namun
mereka tidak harus tahu manajemen mutu. Penilai ahli dalam manajemen
mutu namun hanya tahu sedikit mengenai organisasi. Klien dan pelanggan
umumnya tidak ahli pada keduanya namun ingin mengetahui manual
kebijakan mutu (Waller et al, 1994).
Seperti halnya manual kebijakan mutu, manual prosedur mutu juga
mempunyai dua target pembaca, internal dan eksternal. Namun karena
manual prosedur terutama mengenai prosedur internal target pembaca
utamanya sebagian besar juga internal. Target pembaca internal utama
untuk manual prosedur mutu adalah manajemen madya, yaitu mereka yang
31

bekerja pada lapisan kedua dari organisasi. Mereka adalah orang orang
yang bertanggung jawab untuk mengembangkan prosedur dan memastikan
bahwa prosedur tersebut diikuti (Waller et al, 1994).
Bagi manual prosedur mutu, ada target pembaca eksternal , yaitu
penilai eksternal yang akan berkepentingan dengan isinya. Mereka ingin
memeriksa bahwa semua proses manajemen yang relevan telah diwakili.
Gaya manual prosedur mutu harus pantas untuk manajemen madya, yang
akan paling banyak memanfaatkannya. Karena manajer madya dalam
suatu organisasi akan membentuk grup karyawan yang sejenis dan dapat
diidentifikasi, yang akrab dengan masalah prosedural organisasi, atau
sebagai pendatang baru yang akan menjadi seperti itu. Adapun bagian
yang harus diuraikan pada bab ini mencakup (1) proses manajemen dalam
organisasi (2) prosedur yang harus diikuti untuk membuat prosedur
tersebut bekerja secara halus dan seragam (Waller et al, 1994).
Konsep manual yang disusun untuk kedua manual (manual pre-
requisite HACCP dan manual halal) adalah konsep yang sama yaitu
konsep manual manajemen mutu. Penggunaan konsep yang sama pada
kedua manual dilakukan dengan pertimbangan untuk memberi kemudahan
jika kedua manual tersebut akan dikembangkan menjadi manual mutu
terintegrasi. Tentunya dengan penambahan beberapa sistem mutu yang
lain, misalnya HACCP, proses bisnis dan aspek manajemen perusahaan.
Adapun penggunaan manual manajemen mutu sebagai konsep
manual dilatarbelakangi kebutuhan PKIS Sekar Tanjung akan suatu
manual yang dapat dijadikan acuan bagi auditor pada proses sertifikasi.
Auditor akan mengaudit ketiga tingkat sistem manajemen mutu. Selain itu,
penyusunan manual halal dan manual pre-requisite HACCP juga ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan keempat target pembaca seperti yang telah
dikemukakan diatas. Olehkarena itu diperlukan manual yang merupakan
gabungan dari ketiga tingkat sistem manajemen mutu.
Mengenai masalah penggabungan dokumen ini, Thaheer (2005)
telah menyebutkan beberapa manfaat penggabungan sistem dokumentasi
dari beberapa sistem manajemen. Beberapa manfaat tersebut diantaranya :
32

(1) penggunaan personal didalam pengendalian sistem menjadi relatif
sedikit, (2) menghindari tumpang-tindih pekerjaan yang tidak perlu,
terutama pada fungsi pengendalian sistem manajemen dan administrasi,
(3) mengurangi frekuensi audit, (4) menyederhanakan kerumitan
pengelolaan dokumen, (5) menyederhanakan pengendalian distribusi
dokumen, dan (6) menghemat biaya pengelolaan.
Kedua konsep yang telah ditetapkan (konsep sistem dan konsep
manual) akan menjadi pertimbangan pada tahap penyusunan manual
selanjutnya. Langkah penyusunan tersebut terdiri dari beberapa tahap
yang membentuk kesatuan metode penyusunan manual. Metode
penyusunan manual yang berhasil disusun berdasarkan konsep yang telah
ditetapkan dapat dilihat pada bab IV.

B. Menetapkan Acuan Penyusunan Manual
Konsep sistem yang telah ditetapkan harus dipadankan dengan
persyaratan standar/regulasi tertentu sehingga sistem dapat dinilai
efektifitasnya. Standar atau persyaratan yang dapat dijadikan acuan tentu
saja standar yang dikeluarkan oleh lembaga yang diakui. Olehkarena itu
diperlukan informasi mengenai persyaratan standar/regulasi yang berlaku
untuk suatu sistem mutu dan pihak yang mengeluarkannya. Informasi
mengenai persyaratan standar/regulasi pada penyusunan draf manual pre-
requisite HACCP dan draf manual halal diperoleh melalui studi literatur.
Cara ini dinilai paling efisien karena dalam satu sumber pustaka/literatur
dapat diperoleh informasi mengenai beberapa persyaratan standar
sekaligus .
Menurut Muhandri et al. (2005), standar dapat dibagi menjadi
beberapa jenis. Berdasarkan lingkungan penerapannya standar terdiri dari
4 jenis, yaitu standar internasional, standar regional, standar nasional, dan
standar perusahaan. Berdasarkan cara penerapannya standar dibagi atas 2
jenis, yaitu standar wajib atau mandatory standard dan standar sukarela
atau voluntary standard. Berdasarkan aspek standarisasi standar dibagi
atas 3 jenis, yaitu standar terminologi, standar sampling, dan standar uji.
33

Berdasarkan kategori subyek standar dibagi atas 5 jenis, yaitu standar
produk, standar bahan mentah, standar proses, standar kemasan, dan
standar label. Pemilihan persyaratan standar yang akan diacu pada
akhirnya akan sangat bergantung pada kebutuhan dan kemampuan
perusahaan/industri yang akan menerapkan standar tersebut.
Pada penyusunan draf manual halal untuk PKIS Sekar Tanjung
konsep sistem yang telah ditetapkan adalah Sistem J aminan Halal. Sistem
J aminan Halal (SJ H) merupakan sistem yang disusun dan dilaksanakan
oleh perusahaan pemegang sertifikat halal yang dimaksudkan untuk
memperoleh dan sekaligus menjamin kelangsungan produksi halal secara
konsisten. Pada perkembangannya SJH diterjemahkan dengan cara yang
berbeda antar produsen maupun praktisi masalah kehalalan. Perbedaan ini
muncul akibat ketiadaan suatu pedoman yang jelas yang dapat dijadikan
standar dalam menerapkan sistem tersebut.
Menurut Hardigaluh seperti dikutip oleh Firdaus (2004), SJ H yang
ada di PT Nestle meliputi : (1) adanya database bahan baku, (2)
mengetahui titik kritis keharaman bahan baku, (3) adanya database hasil
produk, (4) adanya internal auditor halal, (5) adanya kebijakan pembelian,
(6) pelatihan karyawan tentang halal dan (7) metode analisis kimia.
Sedangkan menurut Apriyantono seperti dikutip oleh Firdaus (2004),
setidaknya ada lima komponen dalam SJ H, yaitu : (1) standarisasi
manajemen halal dan sistem halal, (2) standarisasi audit sistem halal, (3)
Haram Analysis Critical Control Point, (4) guideline halal, dan (5) adanya
database halal.
Olehkarena itu LPPOM MUI sebagai lembaga yang memiliki
kewenangan untuk melakukan audit halal eksternal berinisiatif untuk
menerbitkan buku panduan dengan judul Panduan Penyusunan Sistem
J aminan Halal pada tahun 2005. Berdasarkan panduan tersebut, SJ H
mencakup 5 komponen, yaitu (1) kebijakan halal, (2) perencanaan, (3)
pelaksanaan, (4) Evaluasi, dan (5) tindakan. Untuk menjamin pelaksanaan
kebijakan halal perusahaan secara konsisten perlu ada perencanaan tertulis
dalam bentuk pedoman (manual) Sistem J aminan Halal.
34

Menurut LPPOM MUI (2005), manual SJ H mencakup tujuan dan
ruang lingkup sistem jaminan halal, struktur organisasi manajemen halal,
panduan halal, acuan teknis, sistem administrasi, dan sistem dokumentasi.
Sedangkan panduan halal (halal guideline) dibagi lagi menjadi pengertian
halal haram, ketentuan halal haram berkaitan dengan makanan dan
minuman, fatwa MUI tentang pedoman fatwa produk halal, identifikasi
titik kritis, pedoman halal haram bahan yang digunakan, pedoman
perusahaan dalam melaksanakan produksi halal. Olehkarena persyaratan
cara berproduksi halal telah dideskripsikan dengan jelas dalam Panduan
Penyusunan Sistem J aminan Halal. Panduan Penyusunan Sistem J aminan
Halal dari LPPOM MUI dijadikan acuan dalam menyusun manual halal
untuk PKIS Sekar Tanjung.
Pada penyusunan draf manual pre-requisite HACCP konsep sistem
yang telah ditetapkan adalah GMP dan SSOP. Seperti halnya SJ H, GMP
dan SSOP juga memiliki banyak standar. Penelusuran informasi melalui
studi literatur menghasilkan daftar beberapa persyaratan standar yang
dapat dipertimbangkan untuk menjadi acuan untuk persyaratan dasar
HACCP. Beberapa standar GMP dikeluarkan pemerintah masing-masing
negara, seperti aturan GMP untuk Amerika Serikat, Australia, New
Zealand.
US-FDA mempublikasikan standar GMP pada tahun 1997 yang
dirumuskan bersama para koalisi dari asosiasi industri perdagangan The
Council for Responsible Nutrition (CRN), National Nutrition Food
Association, dan Consumer Health Care Products Association (CHPA).
Selain itu, peraturan mengenai GMP dalam bentuk paktek yang higienis
(codes of hygienic practices) dikembangkan oleh organisasi internasional
seperti Food Hygiene Committee of The Food and Agriculture
Organization, World Health Organization (WHO), dan Codex
Alimentarius Commission (Thaheer, 2005).
Standar SSOP juga dikeluarkan oleh pemerintah masing-masing
negara. Salahsatu yang cukup populer dan banyak dijadikan bahasan pada
berbagai seminar dan pelatihan mengenai sistem jaminan keamanan
35

pangan adalah standar SSOP yang dikeluarkan oleh US-FDA (Amerika
Serikat).
US-FDA mengelompokkan prinsip-prinsip sanitasi untuk diterapkan
dalam SSOP menjadi 8 kunci sanitasi, yaitu :
1. Keamanan air
Keamanan suplai air yang kontak dengan produk pangan dan yang
kontak langsung dengan permukaan peralatan harus dijaga secara
konsisten dan efisien, terutama air yang digunakan untuk produksi
pangan atau es. SSOP untuk keamanan air mencakup petugas dan
prosedur standar yang digunakan untuk menjamin keamanan air.
Didalamnya terdapat tahapan-tahapan perlakuan untuk air yang
diterapkan agar diperoleh air dengan kualitas tertentu.
2. Kondisi dan kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan
pangan.
Tujuan kunci kedua dari prinsip sanitasi ini adalah memberikan
jaminan bahwa permukaan yang kontak dengan pangan didesain untuk
memfasilitasi proses sanitasi, serta dibersihkan secara rutin.
3. Pencegahan kontaminasi silang
Pencegahan kontaminasi silang merupakan proesdur untuk mencegah
kontaminasi silang dari benda yang tidak saniter ke makanan, bahan
pengemas makanan, permukaan yang kontak dengan makanan,
termasuk piranti pekerja. Pabrik yang baik dirancang untuk mencegah
kontaminasi silang.
4. Menjaga fasilitas pencuci tangan
Menjaga fasilitas kebersihan adalah prosedur yang mengatur tata cara
perawatan fasilitas kebersihan seperti fasilitas cuci tangan,, fasilitas
sanitasi tangan, dan fasilitas toilet. Tujuan SSOP ini adalah untuk
mendukung program kebersihan pekerja dalam rangka mencegah
penyebaran cemaran ke area pengolahan atau ke produk.
5. Pencegahan adulterasi
Pencegahan adulterasi adalah prosedur untuk menjamin pangan,
kemasan pangan, dan permukaan yang kontak dengan dengan makanan
36

terlindung dari berbagai cemaran mikrobiologi, kimia, dan fisik
termasuk pelumas, bahan bakar, pestisida, senyawa pembersih,
sanitaiser, kondensat, dan cipratan dari lantai. Makanan teradulterasi
adalah makanan mengandung senyawa beracun yang mungkin
membahayakan kesehatan atau makanan telah dipersiapkan, dikemas,
atau disimpan, pada kondisi tidak saniter, sehingga mungkin tercemar
kotoran dan menjadi berbahaya bagi kesehatan.
6. Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan bahan toksik yang benar
Pelabelan, penyimpanan, dan penggunaan senyawa kimia/toksik
dengan benar adalah prosedur untuk menjamin bahwa pelabelan,
penyimpanan, dan penggunaan senyawa kimia/toksik telah cukup
untuk melindungi produk dari kontaminasi. Pemantauan dilakukan
untuk menjamin bahwa senyawa-senyawa toksik telah dilabel dengan
tepat, disimpan dengan tepat, dan digunakan dengan tepat.
7. Pengawasan kondisi kesehatan personil yang dapat mengakibatkan
kontaminasi
Pengawasan kondisi kesehatan personil adalah prosedur untuk
mengelola pekerja yang didiagnosa dengan penyakit atau gejala
penyakit, luka yang mungkin menjadi sumber cemaran mikroba.
Tujuan utama pengendalian kesehatan pekerja adalah untuk
mengendalikan kondisi yang dapat mengakibatkan kontaminasi
mikrobiologi terhadap makanan, pengemas makanan, atau permukaan
yang kontak dengan makanan.
8. Menghilangkan hama dari unit pengolahan
Menghilangkan hama dari unit pengolahan adalah prosedur untuk
mencegah dan mempertahankan agar tidak ada hama di fasilitas
pengolahan. Pemantauan harus meyakinkan bahwa hama tidak dapat
masuk ke area penting dan menjamin bahwa seluruh prosedur diikuti
agar hama dapat dicegah.
Mengenai persyaratan dasar HACCP di Indonesia, Thaheer (2005)
menyebutkan bahwa didalam SNI 01-4852-1998 tentang Sistem Analisa
Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis serta Pedoman Penerapannya,
37

persyaratan dasar sistem HACCP tidak dideskripsikan secara jelas
sehingga berbagai acuan persyaratan dasar dapat saja diakomodasikan.
Beberapa instansi teknis di Indonesia menerjemahkan persyaratan
dasar (pre-requisite) menjadi program pembinaan, misalnya Cara
Pengolahan Makanan yang Baik (CPMB) yang pernah dipopulerkan oleh
Departemen Kesehatan PerMenkes Nomor 23/MenKes/Per/I/1978 yang
hingga kini masih digunakan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan,
atau Sertifikasi Kelayakan Pengolahan (SKP) yang pernah dikeluarkan
oleh Dirjen Perikanan, Departemen Pertanian, dan sampai saat ini masih
dipergunakan oleh Dirjen Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan
Perikanan (DKP).
Setelah mempertimbangkan berbagai persyaratan standar/regulasi
diatas maka diputuskan untuk menggunakan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor: 23/MenKes/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara
Produksi Makanan yang Baik (CPMB) sebagai acuan penyusunan draf
manual pre-requisite HACCP untuk PKIS Sekar Tanjung adalah CPMB
yang berlaku secara nasional sangat sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan PKIS Sekar Tanjung sebagai badan usaha berskala nasional.
Lagipula dalam CPMB sudah dimasukkan aspek-aspek GMP dan SSOP
dalam butir persyaratannya. Meskipun demikian, untuk menegaskan
kedudukan SSOP sebagai implementasi dari GMP maka standar SSOP
dari US-FDA juga dijadikan acuan.

C. Menetapkan Kerangka Manual
Konsep manual manajemen mutu yang terdiri dari 3 tingkat (level)
diwujudkan dalam kerangka manual yang terdiri dari 3 bab utama. Ketiga
bab tersebut yaitu : kebijakan (bab 1), prosedur (bab 2), dan referensi (bab
3). Demi menegaskan sifat hierarkis manual sebagai buku pedoman, maka
digunakanlah kata level pada manual untuk menggantikan kata bab
yang biasa digunakan dalam buku-buku pada umumnya. Sebenarnya,
sebelum bab 1 (kebijakan), manual memiliki beberapa bagian seperti
halaman depan (cover), daftar isi, lembar pengesahan dan pengendalian
38

manual, serta lembar pengenalan manual. Bagian tersebut merupakan
bagian yang harus ada dalam manual yang utuh namun tidak termasuk
dalam ketiga bab (level) manual. Dengan kata lain, bagian ini dapat
dianggap sebagai manual level 0 pada manual manajemen mutu.
Penetapan kerangka manual selain bertujuan untuk merealisasikan
konsep manual, juga bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan tidak
adanya guideline atau pedoman untuk menyusun rencana tertulis
berdasarkan persyaratan yang diacu. Langkah antisipasi ini diwujudkan
dengan mencantumkan sub bab minimal yang harus ada pada tiap bab
dalam kerangka. Adapun sub bab yang lebih rinci baru dapat ditentukan
pada tahap menyusun dan menetapkan struktur isi manual (pembahasan
bagian E.
Menurut Waller et al (1994) setidaknya bab/level 1 (kebijakan)
pada manual manajemen mutu memiliki 6 bagian yaitu (1) pendahuluan,
(2) pernyataan kebijakan, (3) struktur organisasi, (4) wewenang dan
tanggung jawab manajemen, (5) tinjauan manajemen, dan (6) sistem
manajemen mutu dan hubungannya dengan persyaratan.
Pada bagian pendahuluan diletakkan program mutu organisasi
dalam konteksnya dengan memperkenalkan organisasi dan sistem
manajemen mutunya. Pernyataan kebijakan meliputi pernyataan misi dan
pernyataan kebijakan mutu. Pernyataan misi mengungkapkan sasaran
perusahaan dan tindakan sebagai fokus bisnis inti, sedangkan pernyataan
kebijakan mutu menyangkut pelanggan dan masalah mutu.
Penandatangan pernyataan kebijakan mutu oleh eksekutif puncak
diperlukan untuk menunjukkan bahwa gerakan manajemen mutu telah
dipahami dan didukung oleh tingkat tertinggi dari organisasi. Struktur
organisasi dibagi kedalam dua tipe.
Tipe pertama yaitu struktur manajemen lini. Pada struktur ini
wewenang turun ke bawah dari pucuk organisasi melalui suatu rantai atau
lini manajer, ke tenaga kerja di bagian dasar. Secara potensial struktur
manajemen lini membuat masalah pengendalian dan tanggung jawab
menjadi jelas.
39

Tipe yang kedua adalah struktur berdasarkan proyek. Pada struktur
ini hanya sebagian peran dan tanggung jawab dalam organisasi yang
ditetapkan. Peran fungsional dalam suatu hierarki benar-benar muncul
sampai batas waktu tertentu, namun staf tidak terikat oleh peran itu. Peran
dan tanggung jawab individual juga ditetapkan sesuai proyek yang perlu
ditangani. Struktur ini baik untuk memanajemeni pola kerja yang terdiri
dari beberapa proyek terpisah, semuanya perlu suatu gabungan
keterampilan yang berbeda. Struktur ini sangat fleksibel dan paling bisa
memanfaatkan keterampilan dan pengalaman dalam organisasi.
Bagan organisasi harus mengidentifikasi peran kunci dan
menunjukkan hubungan diantara subyek dengan menuliskan uraian
singkat dari hubungan tanggungjawab dan pelaporan. Tinjauan manajemen
adalah suatu proses dimana manajemen senior secara teratur mengevaluasi
semua aspek dari sistem manajemen mutu. Pernyataan kesesuaian dengan
persyaratan berupa referensi silang terhadap prosedur khusus yang dimiliki
untuk menunjukkan bagaimana persyaratan dari standar manajemen mutu
telah dipenuhi oleh organisasi.
Bab (level) 2 adalah prosedur kerja, disebut demikian karena
mencakup semua prosedur yang dikembangkan dan diterapkan di tingkat
madya organisasi. Prosedur adalah implementasi dari apa yang tertulis
pada bab sebelumnya (kebijakan). Hal yang harus diperhatikan adalah
bahwa prosedur kerja harus mengungkapkan : (1) bagaimana semua
aktivitas manajemen dilaksanakan (2) siapa yang akan melaksanakan
aktivitas, dan (3) bagaimana aktivitas didokumentasikan (Waller et al.,
1994). Adapun prosedur yang digunakan pada penyusunan draf manual
pre-requisite HACCP dan manual halal merupakan kombinasi prosedur
enam bagian dan prosedur bagan alir. Prosedur enam bagian mencakup
pengertian umum sebagai berikut :
1. Tujuan
Berisi masalah spesifik yang ingin dicapai sehingga prosedur tersebut
dibuat atau berisi alasan prosedur.

40

2. Ruang lingkup :
Berisi penjelasan fungsi bidang atau personel didalam penerapan
prosedur atau berisi mengenai ruang lingkup penerapan prosedur.
3. Acuan/referensi
Berisi daftar dokumen yang berisi informasi yang diperlukan untuk
memahami prosedur atau dapat berupa dokumen eksternal dan internal
yang berhubungan dengan prosedur dan terkait dengan kegiatan
prosedur.
4. Definisi
Mendefinisikan istilah umum yang digunakan dalam prosedur atau
penjelasan suatu pekerjaan yang tidak umum dimengerti atau yang
menggunakan pengertian spesifik dalam prosedur.
5. Rincian prosedur :
Rincian jenis pekerjaan yang harus dilaksanakan atau kerangka
tindakan personel dan bidang/bagian yang dilibatkan didalam aktivitas
tertentu dan berisi urutan aktivitas suatu proses berikut tanggungjawab,
material dan peralatan yang diperlukan, sampai apabila memungkinkan
mengenai proses pencatatannya.
6. Dokumentasi / lampiran
Berisi formulir, rekaman atau rekaman-rekaman dan dokumen rujukan
lainnya yang dibutuhkan melengkapi jalannya proses seperti yang
digambarkan dalam prosedur. Atau setiap dokumen pendukung yang
terkait dengan prosedur (instruksi kerja, formulir, form/checklist).
Prosedur bagan alir menggambarkan aliran proses pekerjaan/kegiatan
produksi.
Bab (level 3) adalah referensi kerja. Referensi kerja setidaknya
memiliki dua tipe referensi, yaitu referensi internal dan referensi eksternal.
Pada akhir tiap bab dicantumkan ringkasan untuk masing-masing bab pada
manual.
Kerangka manual bersama dengan acuan dan aktivitas manajemen
organisasi merupakan tiga aspek yang saling berinteraksi. Adapun hasil
interaksi tersebut adalah output yang berupa isi manual. Lebih jauh
41

mengenai hubungan acuan dan kerangka manual dengan aktivitas
manajemen mutu organisasi dapat dilihat pada pembahasan bagian E
(menyusun draf dan menetapkan struktur isi manual). Hal yang perlu
diingat adalah bahwa sebelum menulis isi manual, harus ditentukan
terlebih dahulu desain manualnya.

D. Menetapkan Desain (Layout dan Format) Manual
Menurut Waller et al. (1994), ada tiga tahap dalam proses
penetapan desain manual. Ketiga tahap tersebut diantaranya : (1)
mengidentifikasi semua elemen yang harus didesain, (2) menentukan
bagaimana memperlakukan berbagai elemen tersebut secara individual,
dan (3) menentukan bagaimana desain untuk semua elemen akan bekerja
sebagai suatu kelompok.
Pada penyusunan draf manual halal dan draf manual pre-requisite
HACCP identifikasi elemen dilakukan dengan menilai salinan manual dari
berbagai sumber. Sumber yang dijadikan rujukan dapat berupa salinan
manual dari organisasi yang telah berhasil mendapat sertifikat mutu
maupun salinan manual pada lampiran berbagai literatur yang membahas
masalah penulisan manual dan panduan penerapan manajemen mutu.
Setelah semua salinan manual dinilai, kemudian dianalisis elemen-
elemen yang memerlukan sebuah gaya desain. Dari hasil analisis tersebut
didapat beberapa elemen yaitu halaman depan (cover), daftar isi, lembar
pengesahan dan pengendalian, tajuk di tiap halaman, dan bagan alir, dan
referensi kerja.
Gaya desain yang digunakan harus memenuhi kriteria desain yang
baik. Menurut Waller et al. (1994), desain manual yang baik adalah desain
yang memenuhi 3 kriteria, yaitu (1) membantu pembaca menemukan
informasi, (2) membantu pembaca membaca informasi, dan (3) membantu
pembaca memahami informasi yang disajikan pada manual. Ketiga kriteria
tersebut diwujudkan dalam layout dan format manual pada masing-masing
elemen yang telah disebutkan diatas.

42

Layout
1. Layout halaman depan (cover)
Waller et al. (1994) menyebutkan bahwa cover harus memberi
identifikasi pada manual tentang apa sebenarnya manual itu, sehingga
bisa memberi gambaran umum mengenai isinya. Hal ini merupakan
salahsatu perwujudan kriteria pertama dari desain yang baik
(membantu pengguna menemukan informasi).
Pada halaman depan draf manual halal dan draf manual pre-
requisite HACCP untuk PKIS Sekar Tanjung kriteria kemudahan
menemukan informasi diwujudkan dengan mencantumkan judul
utama, sub judul (terjemahan pendek dari judul utama), bab yang ada,
kode manual dan keterangan industri (logo dan alamat). Layout cover
draf manual pre-requisite HACCP dapat dilihat pada Lampiran 2.
J udul adalah alat yang paling jelas untuk akses informasi. Hal
yang juga harus dipertimbangkan adalah bagaimana judul berhubungan
dengan teks yang mengikutinya. J ika judul difungsikan sebagai alat
akses, maka sebaiknya judul memasukkan suatu terjemahan pendek
dari istilah teknis atau pertanyaan yang mungkin telah dimiliki
pembaca sebelum mereka membaca teks (Waller et al., 1994).

2. Layout daftar isi
Pada bagian daftar isi, semua judul yang ada dalam dokumen
dicantumkan dengan nomor halaman. Karena daftar isi meringkas isi
manual, maka daftar isi ditempatkan lebih dahulu sehingga mudah
ditemukan. Menurut Waller et al. (1994), nomor halaman ditempatkan
langsung setelah teks, sehingga pembaca tidak harus melompati suatu
ruang untuk bisa mendapatkannya. Meletakkan nomor halaman segaris
dengan teks, setelah melewati suatu senjang akan menyulitkan
pembacaan. Hal ini penting dalam menunjang kemudahan akses
menemukan informasi (kriteria pertama untuk desain yang baik).
Tajuk/ Kop pada halaman daftar isi didesain tidak memiliki
ruang untuk menulis keterangan nomor bab/level. Hal ini dikarenakan
43

daftar isi bersifat umum untuk semua bab, atau dengan kata lain daftar
isi dapat diibaratkan sebagai level 0 pada draf manual. Selebihnya
layout tajuk di halaman daftar isi sama dengan layout tajuk di setiap
halaman. Layout daftar isi pada draf manual halal dapat dilihat pada
Lampiran 15.

3. Layout lembar pengesahan dan pengendalian
Sebagaimana tajuk/kop pada halaman daftar isi, tajuk/kop pada
lembar pengesahan dan pengendalian juga didesain tidak memiliki
ruang untuk menulis keterangan nomor bab/level, dengan alasan yang
sama. Hal yang membedakan adalah adanya penambahan ruang untuk
menulis kode distribusi sebagai fungsi pengendalian serta ruang untuk
menulis nama dan alamat perusahaan.
Penyebutan perusahaan yang menerbitkan manual diperlukan
untuk kepentingan manajerial karena pemakai dapat menghubungi
pihak yang mengeluarkan manual. Sedangkan penyediaan ruang untuk
menulis keterangan lainnya (No. dokumen, jenis dokumen, tanggal
berlaku, revisi, halaman) sama dengan tajuk yang ada disetiap
halaman.
Fungsi pengesahan diwujudkan dengan adanya ruang untuk
tandatangan. Menurut Thaheer (2005), pengesahan merupakan bukti
bahwa dokumen sah untuk digunakan di lingkungan perusahaan.
Pengesahan dilakukan oleh pejabat yang berwenang dengan
membubuhkan tandatangan pada lembar pengesahan. Penentuan
pejabat yang berwenang disesuaikan dengan level dokumen yang
disahkan. Layout lembar pengesahan dan pengendalian untuk draf
manual halal dapat dilihat pada Lampiran 16.

4. Layout pada tiap halaman (level 1, 2, 3 )
Pada layout tiap halaman terdapat tajuk/kop yang menyediakan
ruang untuk mencantumkan keterangan perusahaan (logo perusahaan),
klasifikasi subyek (bab/level), judul manual, judul lelar, kode dokumen
44

(document code), jenis dokumen (document type), tanggal berlaku
efektif (effective date), revisi, dan halaman (page).
Pada layout tiap halaman keterangan perusahaan hanya muncul
dalam bentuk logo, karena nama dan alamat perusahaan telah ada pada
halaman depan dan lembar pengesahan. Manual diberkaskan menurut
kode klasifikasi sistem, olehkarena itu kode tersebut harus tampak
pada sudut atas masing-masing halaman. Sedangkan sistem yang
digunakan dijadikan sebagai judul manual.
Sebuah manual berlaku secara efektif sejak tanggal
dikeluarkan. Pada saat membuat tanggal berlaku (effective date) harus
dipertimbangkan waktu yang diperlukan untuk mencetak dan
menyebarkannya. Olehkarena sebuah manual memiliki masa efektif
berlaku maka sebuah manual juga harus direvisi jika masa efektif
berlaku manual berakhir atau mengalami perubahan pada isinya.
Manual juga harus dilengkapi dengan nomor halaman untuk
memudahkan proses temu balik.
Setiap manual memuat hal atau subyek untuk memudahkan
identifikasinya. Penentuan hal atau subyek diupayakan sesuai dengan
bagan klasifikasi subyek yang digunakan oleh perusahaan. Hal atau
subyek ini dikenal dengan istilah judul lelar (running heads).
Pencantuman judul lelar bertujuan untuk membantu pengguna
agar pengguna dapat mengorientasikan diri dengan cepat ketika
membalik halaman manual. J udul lelar pada draf manual pre-requisite
HACCP dan draf manual halal menunjukkan nama bab pada setiap
halaman manual. Contoh layout tiap halaman dapat dilihat pada
Lampiran 22.

5. Layout bagan alir /flow chart (level 2)
Layout bagan alir dirancang sedemikian rupa untuk
memudahkan pengguna menemukan informasi yang diperlukan dalam
melaksanakan kegiatan prosedural. Layout diagram alir terdiri dari
kolom-kolom prosedur dimana masing-masing kolom dibagi atas 3 sub
45

kolom. Sub kolom pertama menunjukkan subyek (pelaku) kegiatan,
sub kolom kedua menunjukkan kegiatan, sub kolom ketiga
menunjukkan dokumentasi yang diperlukan dalam menjalankan
kegiatan, baik dokumentasi yang harus diacu maupun dokumentasi
yang harus dibuat oleh pelaku kegiatan. Kedua dokumentasi tersebut
terdapat pada bagian kontrol proses pada bab prosedur. Adapun
keterangan yang lebih rinci mengenai dokumen terdapat pada bab 3
(referensi). Layout prosedur pembelian pada draf manual halal dapat
dilihat pada Lampiran 21.

6. Layout referensi kerja (level 3)
Layout referensi kerja berupa document masterlist dalam bentuk tabel
tiga kolom yang berisi Nomor, nama dokumen, dan nomor (kode)
dokumen.

Format
Format penulisan yang digunakan pada draf manual pre-requisite
HACCP dan draf manual halal adalah format outline. Sulistyo et al. (2003)
menjelaskan bahwa format outline mengatur informasi dalam bentuk
ringkasan dalam hierarki abjad atau numerik. Outline merupakan format
sangat terstruktur dan banyak digunakan bila sebuah kebijakan atau prosedur
harus dirinci menjadi bagian-bagian komponen, dimana masing-masing
bagian dibuatkan deskripsi tersendiri. Format yang sangat terstruktur akan
memudahkan pengguna dalam menemukan dan membaca informasi.
Kemudahan membaca informasi juga diwujudkan dengan
mengatur jenis ketikan, ukuran ketikan, panjang kalimat, dan spasi antar
baris. Ada banyak pilihan jenis dan ukuran huruf pada ketikan. Akan tetapi
secara umum dapat dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu jenis serif yang
memiliki pengait kecil pada akhir huruf dan jenis sans serif yang tidak
memiliki kait. Sebagai pedoman umum, ukuran terkecil dari ketikan yang
harus digunakan pada isi teks adalah 9 pt, dan yang terbesar adalah 11 pt.
Untuk judul dapat dipilih tipe 12 atau 14 pt, dan 18 atau 20 pt untuk judul
46

bagian utama. Sedangkan Panjang kalimat yang direkomendasikan adalah 8-
12 kata per kalimat, atau 50-70 karakter. (Waller et al, 1994).
J enis huruf yang digunakan pada draf manual halal dan pre-
requisite HACCP adalah jenis sans serif yaitu arial ukuran 10 pt dengan
pertimbangan kemudahannya untuk dibaca. Sedangkan Ukuran ketikan yang
dipilih untuk judul utama adalah 20 pt. Sebagai perwujudan kriteria ketiga
(membantu pembaca memahami isi manual), juga dicantumkan definisi dari
simbol dan istilah yang digunakan serta catatan kaki (foot note) dalam
manual. Kombinasi layout dan format penulisan akan membentuk desain
manual yang utuh. Tahap selanjutnya yang harus dilakukan adalah
menyusun informasi mengenai aktivitas manajemen mutu organisasi dan
menuliskannya menjadi isi manual dalam layout dan format yang telah
ditetapkan tersebut.

E. Menyusun dan Menetapkan Struktur Isi Manual
Informasi yang harus disusun menjadi isi manual adalah aktivitas
manajemen halal, GMP, dan SSOP PKIS Sekar Tanjung. Informasi
tersebut ditulis berdasarkan kerangka, acuan, dan desain yang ditetapkan
sebelumnya. Menurut Waller et al. (1994), suatu manual manajemen mutu
yang baik adalah manual yang mampu memenuhi peran sebagai simbol
dan sebagai buku acuan bagi organisasi.
J ika penyusun manual berkonsentrasi terlalu banyak pada manual
sebagai simbol, penyusun akan meyeleweng dan mulai menerapkan suatu
dunia impian teoritis yang semuanya ditetapkan secara logis dan diuraikan
dengan cara yang ideal. Sebaliknya jika penyusun hanya menganggap
manual manajemen mutu sebagai dokumen fungsional penyusun akan
cenderung meremehkan pentingnya manual ini dan gagal untuk
mengeksploitasi manfaatnya sebagai kesatuan simbol keberhasilan (Waller
et al., 1994). Olehkarena itu dibutuhkan pengetahuan mengenai seni
menyusun manual, yaitu seni dalam menyeimbangkan pemenuhan kedua
peran tersebut.
47

Tahap ini dapat dikatakan sebagai tahap yang paling menarik dan
menantang untuk dikerjakan selama proses penyusunan manual di PKIS
Sekar Tanjung. Menarik karena pekerjaan menyusun manual dapat
dinikmati sebagai suatu seni sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Menantang karena untuk menyusun manual dibutuhkan kemauan dan
komitmen untuk bekerja keras, baik bekerja dengan otak maupun otot.
Kerja otak dibutuhkan terutama dalam menginterpretasikan
persyaratan yang ada dalam acuan, sedangkan kerja otot terutama
dibutuhkan dalam mencari dan menuliskan (mengetik) semua informasi
mengenai aktivitas manajemen mutu organisasi menjadi satu dokumen
tunggal (manual) sesuai dengan sistem manajemen mutu yang diacu.
Informasi mengenai aktivitas manajemen mutu PKIS Sekar
Tanjung yang menjadi isi manual ditulis berdasarkan hasil audit dokumen,
obesrvasi lapang, dan wawancara dengan tim manajemen PKIS Sekar
Tanjung. Sebagai narasumber dari tim manajemen adalah para manajer
dan supervisor dari tiap departemen di PKIS Sekar Tanjung. Wawancara
dengan supervisor menghasilkan informasi berupa praktek kerja sehari-
hari sebagai bahan untuk mengisi bab 2 pada manual, sedangkan
wawancara dengan manager HRD, ketua tim HACCP, koordinator halal
dan auditor halal internal mengahasilkan informasi berupa latar belakang
organisasi termasuk kebijakan mutunya sebagai bahan untuk mengisi bab
1 pada manual. Audit dokumen menghasilkan informasi berupa dokumen
yang digunakan PKIS Sekar Tanjung sebagai bahan untuk mengisi bab 3
pada manual. Semua informasi tersebut pada akhirnya harus diverifikasi
melalui observasi lapang untuk selanjuntnya ditulis kedalam manual
menurut kerangka dan desain yang telah ditetapkan.
Pada proses penyusunan draf manual halal dan draf manual pre-
requisite HACCP ditemui beberapa kendala, namun dengan adanya
konsep yang matang dan persiapan yang telah dilakukan sebelumnya,
kendala tersebut dapat diatasi. Berikut adalah pemaparan mengenai proses
penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual halal
untuk PKIS Sekar Tanjung.
48

Pada penyusunan draf manual pre-requisite HACCP kendala
pertama yang dihadapi adalah ketiadaan suatu panduan penyusunan
rencana tertulis (guideline) untuk CPMB, padahal rencana tersebut
diperlukan untuk memenuhi hal-hal yang dipersyaratkan dalam acuan
(Kepmenkes RI No. 23 tahun 1978 tentang CPMB). Kendala ini dapat
segera diatasi dengan adanya kerangka dan desain manual yang telah
ditetapkan sebelumnya, sehingga dapat berfungsi sebagai panduan
penyusunan rencana tertulis yang siap pakai.
Suatu desain baru akan berfungsi dengan baik apabila ditunjang
dengan gaya penulisan yang baik pula. Gaya penulisan ini sangat penting
karena jika pengguna tidak menyukai gaya penulisan manual maka
kemungkinan besar mereka tidak akan menggunakan manual itu sama
sekali, atau paling tidak, menggunakannya secara tidak tepat. Ini tentu saja
sangat beresiko karena jika manual tidak digunakan dengan tepat maka
perusahaan beresiko gagal mendapatkan sertifikat karena yang dikatakan
manual dengan yang mereka lakukan tidak konsisten. Salahsatu syarat
gaya penulisan manual yang baik adalah mudah dimengerti (Waller et
al.,1994).
Hal tersebut hanya dapat dicapai dengan menerapkan aturan
penulisan yang jelas. Aturan penulisan yang jelas dapat dibagi kedalam
aturan kata dan struktur bahasa (aturan kalimat). Aturan kata mengupas
unit dasar bahasa, yaitu kata berkaitan dengan bagaimana memilih dan
menggunakannya. Berikut adalah aturan kata yang harus dipatuhi : (1)
gunakan kata umum, (2) batasi jumlah kata yang digunakan, (3)
menjelaskan istilah teknis dengan membuat daftar istilah, catatan kaki,
ataupun penjelasan setelah istilah, (4) ungkapkan secara konsisten, (5)
gunakan kata kerja sebenarnya (6) gunakan kata ganti personal. Aturan
kalimat bergeser dari bagaimana menggunakan kata ke bagaimana
sebaiknya kalimat-kalimat disatukan agar menjadi jelas. Berikut adalah
aturan kalimat yang harus yang harus dipatuhi : (1) gunakan kalimat yang
pendek, (2) gunakan daftar, (3) gunakan struktur paralel, (4) gunakan
49

konstruksi kalimat aktif, (4) menulis secara positif, (5) mengedit
rancangan manual (Waller et al.,1994).
Bab 1 (Kebijakan) pada draf manual pre-requisite HACCP diisi
dengan syarat minimum manual kebijakan yang ada pada kerangka dan
hasil interpretasi dari persyaratan yang ada dalam acuan. Sebagaimana
telah dijelaskan pada pembahasan skripsi bagian C (menetapkan kerangka
manual), setidaknya ada 6 aspek yang harus dibahas pada manual
kebijakan, yaitu (1) pendahuluan, (2) pernyataan kebijakan, (3) struktur
organisasi, (4) wewenang dan tanggung jawab manajemen, (5) tinjauan
manajemen, dan (6) sistem manajemen mutu dan hubungannya dengan
persyaratan.
Pada bagian pendahuluan ditampilkan informasi yang berkaitan
dengan latar belakang PKIS Sekar Tanjung seperti profil industri, visi,
misi, karyawan, termasuk produk/jasa yang dihasilkan. Sedangkan bagian
kebijakan ditampilkan dengan memperkenalkan organisasi dan kebijakan
mutunya dalam konteks GMP dan SSOP. Masalah mulai muncul ketika
akan mengisi bagian 3 dan 4 dari bab kebijakan. Kedua bagian tersebut
menjadi kendala karena dari hasil audit dokumen tidak ditemukan adanya
dokumen yang menjelaskan wewenang dan tanggung jawab manajemen
dalam bentuk job description. Hal yang paling mendasar seperti struktur
organisasi juga tidak relevan lagi karena belum pernah direvisi sejak
diterbitkan pertama kali.
Solusi yang digunakan untuk menghadapi masalah ini adalah
dengan menuliskan informasi tersebut berdasarkan hasil observasi
terhadap sistem yang selama ini berjalan. Tentu saja dengan catatan bahwa
informasi yang ditulis harus segera disesuaikan dengan dokumen resmi
apabila dokumen yang bersangkutan telah diterbitkan.
Struktur organisasi yang ditampilkan pada manual pre-requisite
HACCP adalah struktur organisasi tipe 1, karena program mutu GMP dan
SSOP ini melibatkan peran fungsional yang kontinyu dari semua pihak
yang terlibat dalam organisasi. Sedangkan bagian 6 (sistem manajemen
mutu organisasi) baru dapat diisi setelah manual selesai disusun.
50

Selain keenam bagian dari manual kebijakan mutu diatas, isi dari
manual kebijakan mutu untuk draf manual pre-requisite HACCP juga
dikembangkan sesuai dengan hasil interpretasi dari persyaratan yang ada
dalam acuan. Pada Kepmenkes RI No.23 tahun 1978 tentang CPMB,
terdapat beberapa klausul yang kemudian diinterpretasikan dalam bentuk
sub bab mengenai bangunan, lingkungan, peralatan, dan perlengkapan.
Sub bab ini menjadi pelengkap keenam sub bab diatas sekaligus menjadi
pembeda dari manual sistem mutu lainnya, misalnya manual halal.
Bab 2 (Prosedur kerja) pada manual pre-requisite HACCP,
merupakan inti operasional dari keseluruhan sistem GMP dan SSOP.
Bagian ini menetapkan model rinci tentang bagaimana organisasi harus
beroperasi, yang merupakan praktek nyata saat ini. Berdasarkan hasil audit
dokumen, PKIS Sekar Tanjung telah memiliki manual prosedur dan
instruksi kerja dalam menjalankan fungsi operasionalnya.
Kendalanya adalah prosedur tersebut masih ditulis dengan gaya
penulisan yang berbeda-beda sehingga sulit disatukan menjadi satu
dokumen tunggal. Kendala ini diatasi dengan menggunakan satu gaya
penulisan prosedur berdasarkan desain prosedur yang telah ditetapkan
pada tahap sebelumnya (menetapkan desain manual).
Bab ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu kontrol proses dan sanitasi,
prosedur kerja, serta ringkasan informasi bab 2. Kontrol proses dan
sanitasi berupa tabel yang berisikan parameter proses, sumberdaya
pendukung proses dan sanitasi yang harus dikontrol. Kontrol ini
merupakan pengembangan dari kerangka bab 2. Adanya pengembangan
tersebut dikarenakan aspek manuafakturing memiliki banyak parameter
yang harus dikontrol sehingga diperlukan satu sub bab khusus yang
membahas mengenai kontrol proses. Kontrol ini menjadi acuan dalam
melakukan tahapan-tahapan kerja yang tertuang dalam prosedur kerja.
Persyaratan GMP pada acuan CPMB diterjemahkan kedalam
prosedur kerja, sedangkan persyaratan SSOP pada CPMB diterjemahkan
kedalam instruksi kerja. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan kedudukan
SSOP sebagai bentuk implementasi dari program GMP. Instruksi kerja
51

tersebut tidak ditampilkan dalam manual karena konsep yang digunakan
adalah konsep manual manajemen mutu menurut Waller et al. (1994).
Berdasarkan konsep tersebut instruksi kerja dimasukkan pada bab
3 dalam bentuk masterlist (nama dan nomor dokumen) saja, sedangkan
naskah aslinya tersedia di setiap stasiun kerja. Sulistyo et al. (2003),
menambahkan bahwa posisi instruksi kerja hanya sebagai sisipan
(ditampilkan hanya jika diperlukan), hal yang paling penting adalah
tersedianya instruksi kerja tersebut di setiap stasiun kerja.
Bab 3 adalah referensi kerja. Tipe referensi yang dicantumkan pada
manual pre-requisite HACCP berupa dokumen internal dan eksternal.
Waller et al. (1994) menjelaskan bahwa dokumen internal adalah referensi
yang dihasilkan secara internal oleh subyek pekerjaan dan proses yang
digunakan, sedangkan dokumen eksternal adalah referensi yang dihasilkan
secara eksternal oleh pengaruh luar organisasi. Contoh referensi yang
dihasilkan secara internal adalah formulir, manual teknis, instruksi teknis,
gambar teknis, standar dan spesifikasi internal, instruksi dan daftar
periksa, metodologi pengujian, materi referensi dan riset. Sedangkan
contoh referensi yang dihasilkan secara eksternal adalah perundang-
undangan, standar industri, spesifikasi pelanggan, dan instruksi kerja dari
kualifikasi nasional.
Pada organisasi yang cukup besar seperti PKIS Sekar Tanjung
tidak mungkin mengambil salinan dari refensi ke dalam manual. Salahsatu
solusinya adalah dengan menyediakan suatu katalog atau indeks bagi
referensi. Pada draf manual pre-requisite HACCP indeks ini diwujudkan
dalam bentuk masterlist document yang berisi tipe referensi beserta nomor
dokumennya.
Setelah semua aktivitas manajemen mutu yang dipersyaratkan
selesai ditulis, dilakukan tahapan penyuntingan akhir. Tahap ini
dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa semua aktivitas manajemen mutu
telah ditulis berdasarkan kerangka dan urutan yang tidak akan berubah lagi
(final). Setelah tahap ini selesai barulah tabel kesesuaian dengan acuan
yang terdapat pada bab 1 dapat diisi.
52

Semua proses penyusunan draf manual pre-requisite HACCP
diatas juga berlaku pada penyusunan draf manual halal. Hal yang
membedakan hanyalah dari segi penulisan isi manual, karena disesuaikan
dengan sistemnya masing-masing. Draf manual halal disusun berdasarkan
Panduan Penyusunan SJ H yang diterbitkan LPPOM MUI, sehingga tidak
ada kendala dalam penyusunannya. Apalagi Panduan SJ H tersebut juga
tidak bertentangan dengan kerangka manual yang ditetapkan sebelumnya,
bahkan ditambah dengan penjelasan yang dapat mempermudah interpretasi
persyaratan SJH. Sebagaimana draf manual pre-requisite HACCP, draf
manual halal juga terdiri dari 3 bab.
Bab 1 pada draf manual halal selain diisi dengan 6 aspek seperti
yang ada pada kerangka untuk bab kebijakan, juga diisi dengan hasil
interpretasi dari persyaratan standar, misalnya persyaratan untuk auditor
halal internal. Bab 2 pada draf manual halal diisi dengan prosedur cara
berproduksi halal berdasarkan Panduan Penyusunan SJ H. Berdasarkan
hasil observasi lapang sistem ini belum sepenuhnya dilaksanakan oleh
PKIS Sekar Tanjung. Bahkan dari hasil audit dokumen juga diketahui
bahwa banyak prosedur halal yang belum didokumentasikan. Adanya
proyek penyusunan manual SJ H ini merupakan langkah awal yang sangat
baik untuk mulai menerapkan cara berproduksi halal berdasarkan acuan
tertentu. Hal yang harus diingat adalah prosedur pada manual masih perlu
diujucobakan sebelum disahkan menjadi manual. Bab 3 pada draf manual
halal diisi dengan masterlist dokumen halal internal dan eksternal.
Setelah semua aktivitas manajemen halal yang dipersyaratkan
selesai ditulis, dilakukan tahapan penyuntingan akhir. Tahap ini
dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa semua aktivitas manajemen halal
telah ditulis berdasarkan kerangka dan urutan yang tidak akan berubah lagi
(final) sehingga struktur isi dapat ditentukan. Setelah tahap ini selesai
barulah tabel kesesuaian dengan acuan yang terdapat pada bab 1 dapat
diisi dan nomor halaman dapat dicantumkan.


53

F. Memberi Nomor Manual, Nomor Halaman, dan Menyusun Daftar Isi
Setelah struktur isi ditetapkan langkah selanjutnya adalah memberi
kode manual dan nomor halaman. Sistem pengkodean (coding) manual
yang digunakan sesuai dengan posisi manual pada tingkat hierarkisnya.
Olehkarena kedua draf manual berupa satu dokumen tunggal (manual
manajemen mutu), maka kode yang digunakan pun sama untuk semua
tingkatan (level) pada manual. Lain halnya apabila manual manajemen
mutu tersebut kemudian ingin dipisahkan berdasarkan tingkat
hierarkisnya. Dalam hal ini kode manual harus disesuaikan berdasarkan
tingkat hierarkis manual. Penjelasan mengenai sistem pengkodean pada
draf manual pre-requisite HACCP dapat dilihat pada Lampiran 11.
Waller et al. (1994) juga menyebutkan bahwa nomor halaman
adalah hal mendasar dalam rangka membuat dokumen bisa diakses. Agar
mudah memperbaruinya, seri nomor halaman baru dapat dimulai untuk
setiap bagian utama dalam manual. Daftar isi draf manual halal dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Daftar isi draf manual halal
J udul/subyek Halaman
Lembar Pengesahan dan Pengendalian Manual
Pengenalan Manual
1.0. Kebijakan
1.1. Profil Industri
1.2. Kebijakan Halal
1.3. Tujuan dan Ruang Lingkup
1.4. Persyaratan SJ H LPPOM MUI
1.5. Definisi Definisi
1.6. Struktur Organisasi Tim Manajemen Halal
1.7. Persyaratan auditor halal internal
1.8. Uraian Tugas Tim Manajemen Halal
1.9. Tinjauan Manajemen
1.10. Ringkasan Informasi Level 1 : Kebijakan

ii
iii
1-1
1-1
1-3
1-3
1-5
1-6
1-7
1-8
1-8
1-11
1-13
54

Lanjutan Tabel 2. Daftar isi draf manual halal
J udul/subyek Halaman
2.0.0. Prosedur
2.1.0. SOP untuk Departemen Procurement
2.1.1. SOP Pembelian dan Pengembalian Bahan
2.2.0. SOP untuk Departemen Produksi
2.2.1. SOP Produksi Halal
2.3.0. SOP untuk Departemen QC/QA
2.3.1. SOP Penelitian dan Pengembangan
2.3.2. SOP Pemeriksaan Bahan dan Pemberian Status
Halal Pass
2.4.0. SOP untuk Departemen Logistik/Gudang
2.4.1. SOP penerimaan dan penyimpanan bahan
2.4.2. SOP pengeluaran bahan
2.4.3. SOP distribusi
2.5.0. SOP untuk Seluruh Departemen
2.5.1. SOP dokumentasi
2.6.0. Ringkasan Informasi Level 2 : Prosedur
3.0. Referensi
3.1. Daftar Dokumen Referensi (Masterlist)
3.2. Ringkasan Informasi Level 3 : Referensi

2-1
2-1
2-1
2-3
2-3
2-5
2-5
2-7

2-9
2-9
2-12
2-14
2-17
2-17
2-24
3-1
3-1
3-3

Tabel 3. Daftar isi draf manual pre-requisite HACCP
J udul/subyek Halaman
Lembar Pengesahan dan Pengendalian Manual
Pengenalan Manual
1.0. Kebijakan
1.1. Profil Industri
1.2. Struktur Organisasi
1.3. Kebijakan GMP-SSOP

iv
v
1-1
1-1
1-3
1-5
55

Lanjutan Tabel 3. Daftar isi draf manual pre-requisite HACCP
J udul/subyek Halaman
1.4. Tujuan dan Ruang Lingkup
1.5. Persyaratan yang Diacu
1.6. Definisi-Definisi
1.7. Lokasi Pabrik
1.8. Bangunan dan Fasilitas
1.9. Mesin dan Peralatan
1.10. Tinjauan Manajemen
1.11. Ringkasan Informasi Level 1 : Kebijakan
2.0.0.0.Prosedur
2.1.0.0.Proses Manajemen
2.1.1.0.Diagram Proses Manajemen
2.1.2.0.Kontrol Proses dan Sanitasi
2.1.2.1.Kontrol Sumber Daya Proses
2.1.2.2.Kontrol Proses Penerimaan Fresh Milk
2.1.2.3.Kontrol Proses Penerimaan Raw Material
2.1.2.4.Kontrol Proses Pasteurisasi
2.1.2.5.Kontrol Proses Intermediate
2.1.2.6.Kontrol Proses Blending
2.1.2.7.Kontrol Proses Intermediate
2.1.2.8.Kontrol Proses Sterilisasi
2.1.2.9.Kontrol Proses Intermediate
2.1.2.10. Kontrol Proses Filling
2.1.2.11. Kontrol Proses Inkubasi
2.1.2.12. Kontrol Proses Penanganan
Unsterile/Defect Product
2.1.2.13. Kontrol Proses Pengepakan (Packing)
2.1.2.14. Kontrol Proses Penggudangan
2.1.2.15. Kontrol Penanganan Produk Reject

1-5
1-7
1-10
1-11
1-13
1-14
1-27
1-29
2-1
2-1
2-1
2-2
2-2
2-15
2-19
2-21
2-25
2-27
2-25
2-32
2-38
2-40
2-51
2-55

2-57
2-58
2-61

56

Lanjutan Tabel 3. Daftar isi draf manual pre-requisite HACCP
J udul/subyek Halaman
2.1.2.16. Kontrol Sanitasi
2.2.0.0. Standard Operating Procedure (SOP)
2.2.1.0. SOP untuk Departemen Utilitas
2.2.1.1. SOP Persiapan Penyuplaian Sumberdaya Proses
2.2.1.2. SOP Penyuplaian Sumberdaya Proses
2.2.1.3. SOP Persiapan Pengolahan Limbah
2.2.1.4. SOP Pengolahan Limbah
2.2.2.0. SOP untuk Departemen QC/QA
2.2.2.1. SOP Persiapan Analisis Fresh Milk
2.2.2.2. SOP Persiapan Analisis Raw Material
2.2.2.3. SOP Persiapan Analisis Milk in Process
2.2.2.4. SOP Persiapan Analisis Produk J adi
2.2.2.5. SOP Persiapan Analisis Produk Retur/Berstatus
Hold
2.2.2.6. SOP Analisis Fresh Milk
2.2.2.7. SOP Analisis Direct Raw Material
2.2.2.8. SOP Analisis Indirect Raw Material
2.2.2.9. SOP Analisis Milk in Process
2.2.2.10. SOP Analisis Produk jadi
2.2.2.11. SOP Analisis Produk Hold/Retur
2.2.3.0. SOP Departemen Produksi
2.2.3.1. SOP Persiapan Pengolahan Susu
2.2.3.2. SOP Pengolahan Susu
2.2.4.0. SOP Departemen Filling & Packing
2.2.4.1. SOP Persiapan Pengemasan Sterilized Milk
2.2.4.2. SOP Pengemasan Sterilized Milk
2.2.5.0. SOP Departemen Logistic/Warehouse
2.2.5.1. SOP Penimbangan Fresh Milk
2.2.5.2. SOP Persiapan Penerimaan Material

2-64
2-80
2-80
2-81
2-82
2-84
2-86
2-88
2-88
2-90
2-92
2-94
2-96

2-98
2-100
2-102
2-104
2-106
2-108
2-110
2-110
2-112
2-114
2-114
2-116
2-119
2-119
2-121

57

Lanjutan Tabel 3. Daftar isi draf manual pre-requisite HACCP
J udul/subyek Halaman
2.2.5.3. SOP Penerimaan Raw Material
2.2.5.4. SOP Penimbangan Raw Material
2.2.5.5. SOP Penerimaan Finish Good
2.2.5.6. SOP Pengeluaran Finish Good
2.2.5.7. SOP Penyimpanan Produk Retur
2.2.6.0. SOP untuk Departemen HRD
2.2.6.1. SOP Pengendalian Sanitasi Lingkungan dan
Pekerja
2.2.7.0. SOP untuk Seluruh Departemen
2.2.7.1. SOP Dokumentasi
2.3.0.0. Ringkasan Informasi Level 2 : Prosedur
3.0. Referensi
3.1. Masterlist Document
3.2. Ringkasan Informasi Level 3 : Referensi

2-123
2-125
2-127
2-129
2-131
2-134
2-134

2-136
2-136
2-143
3-1
3-1
3-7

G. Mengajukan Draf Manual
Pengajuan draf manual dilakukan dengan didahului presentasi di
depan tim manajemen. Pada presentasi tersebut dijelaskan mengenai isi
draf manual termasuk saran-saran perbaikan dan pengembangan.
Kesimpulan dan saran dapat dilihat pada bab VI.
Adapun hasil yang dicapai pada kegiatan magang di PKIS Sekar
Tanjung adalah tersusunnya dokumen berupa draf manual halal dengan
judul Manual SJ H untuk PKIS Sekar Tanjung dan draf manual pre-
requisite HACCP dengan judul Manual GMP SSOP untuk PKIS Sekar
Tanjung.





58

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil magang, dapat disimpulkan bahwa :
1. PKIS Sekar Tanjung telah menerapkan aspek-aspek halal, GMP dan
SSOP tetapi sulit dinilai efektivitasnya karena belum ada dokumen mutu
yang mengacu pada persyaratan standar tertentu.
2. Pada penyusunan draf manual pre-requisite HACCP dan draf manual
halal ditemui beberapa kendala antara lain :
a. Beberapa aspek baik pada GMP, SSOP, maupun halal ada yang
belum didokumentasikan.
b. Dokumen yang ada belum terkendali seluruhnya.
c. Gaya penulisan dokumen masih bervariasi.
3. Belum ada uraian tugas (job description) yang jelas.

B. Saran

1. Perlu adanya uji coba sistem pada draf manual.
2. Perlu adanya audit internal untuk sistem yang berjalan.
3. Perlu adanya pembahasan draf manual pre-requisite HACCP dan draf
manual halal untuk selanjutnya disahkan menjadi manual.
2. Perlu adanya penggabungan sistem GMP,SSOP, dan SJH menjadi satu
sistem mutu terintegrasi.










59

DAFTAR PUSTAKA

Codex Alimentarius Commission. 1999. General Guidelines for Use of The Term
Halal. The Secretariat of The J oint FAO/WHO Food Standards
Programme, Rome.

Effendi, U. 2005. Urgensi Sistem J aminan Halal. J urnal Halal LPPOM MUI No.
55 : 37-38.

Fardiaz, S. 1996. Prinsip HACCP dalam Industri Pangan. J urusan Teknologi
Pangan dan Gizi, Fateta, IPB, Bogor.

Firdaus, M. 2004. Pengembangan Sistem J aminan Produk Halal dan
Implementasinya pada Industri Bakso Kusno, PT. Sari Lezat Perkasa, dan
PT. Firmenich Indonesia. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Ternak,
Fakultas Peternakan, IPB, Bogor.

Hadiwiardjo, B.H dan Wibisono. 2000. ISO 9000 Sistem Manajemen Mutu
Ghalia Indonesia, J akarta.

ISO/TR 10013. 2001. Guidelines for Quality Management System
Documentation. ISO Central Secretariat, Switzerland.

J enie, B.S.L. 1988. Sanitasi dalam Industri Pangan. PAU Pangan dan Gizi, IPB,
Bogor.

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika. 2005. Panduan
Penyusunan Sistem J aminan Halal. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-
obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia, Surabaya.

Mortimor, S dan Carol Wallace. 1994. HACCP A Practical Approach. Chapman
and Hall, London.

Muhandri, T dan Kadarisman. 2005. Sistem J aminan Mutu Pangan. Departemen
Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta, IPB, Bogor.

Mulyo,S.S., Samuel B.S., Dewi P.H., Dyah, A., Agus, G.K., Suntana,S.D.,
Edy,R., Edi,G., Heriyanto, dan Aris S.H. 2005. Panduan Penerapan
Manajemen Mutu ISO 9001:2000 Bagi J asa Pelaksana Konstruksi dan
J asa Konsultasi Konstruksi. Gramedia Pustaka Utama, J akarta.

Prasojo, T. 2006. Standar Prosedur Operasi Pangan. Pelatihan Auditor Sistem
HACCP XXXIX, Bogor.

Qardhawi, Y. 2002. Halal dan Haram. Terjemahan A.S. Al-Falahi. Robbani Press,
J akarta.

60

Saepullah, A. 1999. Mempelajari Aplikasi Sistem HACCP Pada Proses Produksi
Teh Botol Di PT. Sinar Sosro, J akarta. Skripsi. J urusan Teknologi Pangan
dan Gizi, Fateta, IPB, Bogor.

Santosa, U.M. 1998. Penyusunan Dokumentasi Prosedur Operasi Sistem
Pemeliharaan Preventif Peralatan Produksi Di Departemen Produksi PT.
Pepsi Cola IndoBeverages, Ungaran. Skripsi. J urusan Teknologi Pangan
dan Gizi, Fateta, IPB, Bogor.

Sulistyo dan Basuki. 2003. Manajemen Arsip Dinamis. Gramedia Pustaka Utama,
J akarta.

Thaheer,H. 2005. Sistem Manajemen HACCP. Bumi Aksara, J akarta.

Tunggal, A.W. 1992. Audit Mutu. Rineka Cipta, J akarta.

Waller, Derek Allen, dan Andrew Burns. 1994. Menulis Manual Manajemen
Mutu : Desain ISO 9000. Terjemahan Djarot Suseno. PT. Pustaka
Binaman Pressindo, J akarta.

Winarno, F.G. dan Surono. 2002. GMP Cara Pengolahan Pangan yang Baik.
Mbrio Press, Bogor.


















61
















LAMPIRAN





62

Lampiran 1. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.23/MenKes/SK/1978/tentang
Pedoman Cara Produksi yang Baik untuk Makanan

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN RI
NOMOR : 23/MEN.KES/SK/I/1978
TENTANG
PEDOMAN CARA PRODUKSI YANG BAIK UNTUK MAKANAN

Isi : 1. PENGERTIAN
2. LOKASI
3. BANGUNAN
3.0.Umum
3.1.Tata ruang
3.2.Lantai
3.3.Dinding
3.4.Atap dan langit
3.5.Pintu
3.6.J endela
3.7.Penerangan
3.8.Ventilasi dan Pengatur suhu
4. FASILITAS SANITASI
4.0.Umum
4.1.Sarana penyediaan air
4.2.Sarana pembuangan
4.3.Sarana toilet
4.4.Sarana cuci tangan
5. ALAT PRODUKSI
6. BAHAN
7. PROSES PENGOLAHAN
7.0.Formula Dasar
7.1.Protokol Pembuatan
8. PRODUK AKHIR
63

9. LABORATORIUM
10. KARYAWAN
11. WADAH DAN PEMBUNGKUS
12. LABEL
13. PENYIMPANAN
13.0. Bahan dan hasil produksi
13.1. Bahan berbahaya
13.2. Wadah
13.3. Label
13.4. Alat dan perlengkapan produksi
14. PEMELIHARAAN
14.0. Bangunan
14.1. Pencegahan masuknya binatang
14.2. Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat
14.3. Buangan
14.4. Alat dan perlengkapan

1. PENGERTIAN
1.1. Makanan adalah makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam
peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Men.Kes/Per/XII/76 tanggal 31
Desember 1976
1.2. Bangunan adalah tempat-tempat atau ruangan yang digunakan untuk
melakukan kegiatan produksi atau penyimpanan makanan
1.3. Ruang pokok adalah ruangan yang digunakan sebagai tempat proses
produksi makanan
1.4. Ruang pelengkap adalah ruangan yang digunakan sebagai tempat
administrasi produksi dan pelayanan karyawan
1.5. Pencemaran makanan adalah peristiwa masuknya zat asing kedalam
makanan yang mengakibatkan turunnya mutu makanan
1.6. Permukaan kerja adalah bidang dating tempat melaksanakan kegiatan
produksi
64

1.7. Tingkat sanitasi adalah usaha yang dilakukan untuk memastikan jasad
renik patogen dan mengurangi jumlah jasad renik lainnya, agar tidak
membahayakan kesehatan manusia
1.8. Buangan adalah kotoran atau bahan sisa lain dalam rangka kegiatan
produksi yang berbentuk padat, cair, atau gas
1.9. Buangan terolah adalah buangan yang telah diolah dengan sistem yang
tepat sehingga tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
1.10. Menteri adalah Menteri Kesehatan Republik Indonesia

2. LOKASI
2.1. Bagaimana harus berada di tempat yang bebas dari pencemaran
2.2. pencemaran yang tersebut dalam 2.1. dapat bersumber pada :
a. Daerah persawahan atau rawa, daerah pembuangan kotoran sampah,
daerah kering dan berdebu, daerah kotor, daerah berpenduduk padat,
daerah penumpukan barang bekas, dan daerah lain yang diduga dapat
mengakibatkan pencemaran
b. Perusahaan lain yang dapat diduga mencemarkan hasil produksi
c. Rumah atau tempat tinggal atau fasilitas lain yang bersamaan letak
dan atau penggunaannya dengan bangunan
d. Pekarangan yang tidak terpelihara, timbunan barang yang tidak
teratur, tempat penimbunan bahan sisa atau sampah, tempat
bersembunyi atau berkembangbiak serangga, binatang pengerat,
dan/atau binatang lain
e. Tempat yang kurang baik sistem saluran pembuangan airnya,
sehingga terdapat genangan air yang dapat merupakan tempat
serangga atau jasad renik berkembang biak

3. BANGUNAN
3.1. Umum
3.1.1. Bangunan harus dibuat berdasarkan perencanaan yang memenuhi
persyaratan teknik dan hygiene sesuai dengan makanan yang
65

diproduksi, sehingga mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindak
sanitasi dan mudah dipelihara
3.2. Tata ruang
3.2.1. Bangunan unit produksi harus terdiri atas ruangan pokok dan ruang
pelengkap
3.2.2. Ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang dimaksud dalam 3.2.1.
harus terpisah sedemikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan
pencemaran terhadap makanan yang diproduksi.
3.2.3. Ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Luasnya sesuai dengan jenis dan kapasitas produksi, jenis dan
ukuran alat produksi serta jumlah karyawan yang bekerja
b. Susunan bagian-bagiannya diatur sesuai dengan urutan proses
produksi, sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap
makanan yang diproduksi
3.2.4. Ruangan pelengkap harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Luasnya sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja
b. Susunan bagian-bagiannya sesuai dengan urutan kegiatan yang
dilakukan dan tidak boleh menimbulkan lalu lintas yang simpang
siur

3.3. Lantai
3.3.1. lantai ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Rapat air
b. Tahan terhadap air, garam, basa, asam atau bahan kimia lainnya
c. Permukaan rata serta halus, tetapi tidak licin dan mudah
dibersihkan
d. Untuk ruangan pengolahan yang memerlukan pembilasan air,
mempunyai kelandaian secukupnya kearah saluran pembuangan
dan mempunyai saluran tempat air mengalir atau lubang
pembuangan yang dilengkapi dengan penahan bau, dengan
memperhatikan pula nomor 14.2
66

e. Pertemuan antara lantai dengan dinding tidak boleh membentuk
sudut mati dan harus melengkung serta rapat air

3.3.2. Lantai ruang pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Rapat air
b. Tahan terhadap air
c. Permukaannya datar, rata, serta halus, tetapi tidak licin dan mudah
dibersihkan
d. Ruangan untuk mandi, cuci dan sarana toilet harus mempunyai
kehandalan secukupnya ke arah saluran pembuangan

3.4. Dinding
3.4.1. Dinding ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Sekurang-kurangnya 20 cm di bawah dan 20 cm diatas permukaan
lantai harus rapat air
b. Permukaan bagian dalam harus halus, rata, dan berwarna terang,
tahan lama, tidak mudah mengelupas, mudah dibersihkan dan
sekurang-kurangnya setinggi 2m dari lantai harus rapat air, tahan
terhadap air, garam, basa, asam, atau bahan kimia lainnya
c. Pertemuan antara dinding dengan dinding dan antara dinding
dengan lantai tidak boleh membentuk sudut mati dan harus
melengkung serta rapat air

3.5. Atap dan langit-langit
3.5.1. Ruangan pokok harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Atap terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak
bocor
b. Permukaan bagian dalam harus halus, rata, berwarna terang, tahan
lama, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan
c. Ruangan untuk mandi, cuci, dan sarana toilet, selain harus
memenuhi syarat yang disebut huruf a dan b diatas, sekurang-
kurangnya setinggi 2 m dan lantai harus rapat air
67

3.5.2. Ruang pelengkap harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Atas terbuat dari bahan tahan lama, tahan terhadap air dan tidak
bocor
b. Langit-langit
(a) dibuat dari bahan yang tidak mudah melepaskan bagian-
bagiannya
(b) tidak terdapat lubang dan tidak retak
(c) tahan lama dan mudah dibersihkan
(d) tinggi dari lantai sekurang-kurangnya 3 m
(e) permukaan dalam harus rata dan berwarna terang

3.6. Pintu
3.6.1.Pintu ruangan harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Dibuat dari bahan tahan lama
b. Permukaan rata, halus, berwarna terang dan mudah dibersihkan
c. Dapat ditutup dengan baik
d. Membuka ke luar

3.7.J endela
J endela harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Dibuat dari bahan tahan lama
b. Permukaan rata, halus, berwarna terang, mudah dibersihkan
c. Sekurang-kurangnya setinggi 1m dari lantai
d. Luasnya sesuai dengan besarnya bangunan

3.8.Penerangan
Permukaan kerja dalam ruangan pokok dan pelengkap harus terang sesuai
dengan keperluan dan persyaratan kesehatan

3.9.Ventilasi dan pengatur suhu
Ventilasi dan pengatur suhu ruangan pokok dan ruangan pelengkap, baik
secara alami maupun buatan, harus memenuhi syarat sebagai berikut :
68

a. Tutup menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat
menghilangkan uap, gas, asap, bau, debu, dan panas yang dapat
merugikan kesehatan
b. Dapat mengatur suhu yang diperlukan
c. Tidak boleh mencemari hasil produksi melalui udara yang
dialirkan
d. Lubang ventilasi harus dilengkapi dengan alat yang dapat
mencegah masuknya kotoran ke dalam ruangan serta sudah
dibersihkan

4. FASILITAS SANITASI
4.1. Umum
Bangunan yang dilengkapi dengan fasilitas sanitasi yang dibuat
berdasarkan perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan
hygiene

4.2. Sarana penyediaan air
4.2.1. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana penyediaan air yang pada
pokoknya terdiri dari :
a. sumber air
b. perpipaan pembawa
c. tempat persediaan air
d. perpipaan pembagi

4.2.2. Sarana penyediaan air harus dapat menyediakan air harus yang cukup
bersih sesuai dengan kebutuhan produksi pada khususnya dan
kebutuhan pada perusahaan pada umumnya.

4.2.3. Pemasangan dan bahan sarana penyediaan air harus memenuhi
ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

69

4.3. Sarana pembuangan
4.3.1. Bangunan harus dilengkapi dengan sarana pembuangan yang pada
pokoknya terdiri dari :
a. Saluran dan tempat pembuangan buangan
b. Tempat buangan padat
c. Sarana pengolahan buangan
d. saluran pembuangan buangan terolah

4.3.2. Sarana pembuangan harus dapat mengolah dan membuang buangan
padat, cair, dan/atau gas yang dapat menimbulkan pencemaran
lingkungan
4.3.3. Pemasangan dan bahan sarana pembuangan harus memenuhi ketentuan
yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan

4.4. Sarana toilet
a. Letaknya tidak terbuka langsung ke ruang proses pengolahan
b. Dilengkapi dengan bak cuci tangan
c. Diberi tanda pemberitahuan, bahwa setiap karyawan harus mencuci
tangan dengan sabun atau detergen sesudah menggunakan toilet
d. Disediakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah
karyawan

4.5. Sarana cuci tangan
Sarana cuci tangan harus :
1.5.4. Ditempatkan di tempat-tempat yang diperlukan, misalnya di tempat
pintu masuk ruangan pokok
1.5.5. Dilengkapi dengan air mengalir yang tidak boleh dipakai berulang kali,
dengan sabun atau detergen, handuk, atau alat lain untuk
mengeringkan tangan dan tempat sampah bertutup
1.5.6. Disediakan dalam jumlah yang cukup sesuai dengan jumlah karyawan.


70

5. ALAT PRODUKSI
5.1. Alat dan perlengkapan yang dipergunakan untuk memproduksi makanan
harus dibuat perencanaan yang memenuhi persyaratan teknik dan
hygiene
5.2. Alat dan perlengkapan yang disebut selama 5.1. harus memenuhi syarat
sebagai berikut :
a. sesuai dengan jenis produksi
b. permukaan yang berhubungan dengan makanan harus halus, tidak
berlubang atau bercelah, tidak mengelupas, tidak menyerap air, dan
tidak berkarat
c. tidak mencemari hasil produksi dengan jasad renik, unsure atau
fragmen logam yang lepas, minyak pelumas, bahan baker, dan lain-
lain
d. mudah dibersihkan

6. BAHAN
6.1. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang digunakan untuk
memproduksi makanan tidak boleh merugikan atau membahayakan
kesehatan dan harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang
Ditetapkan
6.2. Bahan tambahan yang standar mutu dan persyaratannya belum ditetapkan
oleh Menteri hanya boleh digunakan dengan izin khusus menteri
6.3. Terhadap bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong yang disebut
dalam nomor 6.1. sebelum digunakan harus dilakukan pemeriksaan secara
organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi dan atau biologi

7. PROSES PENGOLAHAN
7.1. Formulasi dasar
Untuk jenis produk harus ada formula dasar yang menyebutkan :
a. jenis bahan yang digunakan, baik bahan baku, bahan tambahan,
maupun bahan penolong, serta persyaratan mutunya
b. jumlah bahan untuk satu kali pengolahan
71

c. tahap-tahap proses pengolahan
d. langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama proses pengolahan
dengan mengingat factor waktu, suhu, kelembaban, tekanan dan
sebagainya, sehingga tidak mengakibatkan peruraian, pembusukan,
kerusakan, dan pencemaran pada produk akhir
e. jumlah hasil yang diperoleh untuk satu kali pengolahan
f. uraian mengenai wadah, label, serta cara pewadahan dan
pembungkusan
g. cara pemeriksaan bahan, produk antara dan produk akhir
h. hal lain yang dianggap perlu sesuai dengan jenis produk, untuk
menjamin dihasilkannya produk yang memenuhi persyaratan

7.2. Protokol pembuatan
Untuk setiap satuan pengolahan harus ada instruksi tertulis dalam bentuk
protocol pembuatan yang menyebutkan :
a. Nama makanan
b. Tanggal pembuatan dan nomor kode
c. J enis dan jumlah bahan yang digunakan
d. Tahap tahap pengolahan dan hal-hal yang perlu diperhatikan selama
proses pengolahan
e. J umlah hasil pengolahan
f. Hal lain yang dianggap perlu

8. PRODUK AKHIR
8.1.Produk akhir harus memenuhi standar mutu atau persyaratan yang
ditetapkan menteri dan tidak boleh merugikan atau membahayakan
kesehatan.
8.2. Produk akhir yang standar mutu atau persyaratnnya belum ditetapkan oleh
Menteri, persyaratannya ditentukan sendiri oleh pabrik yang bersangkutan
8.3. Produk akhir sebelum diedarkan harus dilakukan pemeriksaan secara
organoleptik, fisika, kimia, mikrobiologi, dan/atau biologi

72

9. LABORATORIUM
9.1.Perusahaan yang memproduksi jenis makanan tertentu yang ditetapkan
Menteri, harus memiliki laboratorium untuk melakukan pemeriksaan
terhadap bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong yang
digunakan dan produk akhir.
9.2. Untuk setiap pemeriksaan yang dimaksud dalam 9.1. harus ada protocol
pemeriksaan yang menyebutkan :
a. Nama makanan
b. Tanggal pembuatan
c. Tanggal pengambilan contoh
d. J umlah contoh yang diambil
e. Kode produksi
f. J enis pemeriksaan yang dilakukan
g. Kesimpulan pemeriksaan
h. Nama pemeriksaan
i. Hal lain yang dianggap perlu

10. KARYAWAN
10.1. Karyawan yang berhubungan dengan produksi makanan harus
a. Dalam keadaan sehat
b.Bebas dari luka, penyakit kulit, atau hal lain yang diduga dapat
mengakibatkan pencemaran terhadap hasil produksi
c. Diteliti dan diawasi kesehatan secara berkala
d. Mengenakan pakaian kerja, termasuk sarung tangan, tutup kepala dan
sepatu yang sesuai
e. Mencuci tangan di bak cuci tangan sebelum melakukan pekerjaan
f. Menahan diri untuk tidak makan, minum, merokok, meludah atau
melakukan tindakan lain selama melakukan pekerjaan yang dapat
mengakibatkan pencemaran terhadap produk makanan dan merugikan
karyawan lain.

73

10.2. Perusahaan yang memproduksi makanan harus menunjuk dan
menetapkan penanggung jawab untuk bidang produksi dan
pengawasan mutu yang memiliki kualifikasi sesuai dengan tugas dan
tanggung jawabnya. Seyogyanya penanggung jawab bidang produksi
tidak merangkap sebagai penanggung jawab pengawasan mutu.

11. WADAH DAN PEMBUNGKUS
11.1. Wadah dan pembungkus untuk makanan harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
a. Dapat melindungi dan mempertahankan mutu dan isinya terhadap
pengaruh dari luar
b. Tidak berpengaruh terhadap isi
c. Dibuat dari bahan yang tidak melepaskan bagian atau unsur yang
dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi mutu makanan
d. Menjamin keutuhan dan keaslian isinya
e. Tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan
peredaran
f. Tidak boleh merugikan atau membahayakan konsumen

11.2. Sebelum digunakan wadah harus :
a. Dibersihkan dan dikenakan tindak sanitasi
b. steril bagi jenis produk yang akan diisi secara aseptic.

12. LABEL
12.1. Label makanan harus memenuhi ketentuan yang disebut dalam peraturan
Menteri Kesehatan tentang Label dan Periklanan Makanan.
12.2. Label makanan harus dibuat dengan ukuran,kombinasi warna dan/atau
bentuk yang berbeda untuk tiap jenis makanan, agar mudah dibeda-
bedakan.

13. PENYIMPANAN
1.1. Bahan dan hasil produksi
74

1.1.1. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta produk yang
akhir harus disimpan terpisah dalam masing-masing ruangan yang
bersih, bebas serangga, binatang pengerat dan/atau binatang lain,
cukup penerangan, terjamin peredaran udara dan pada suhu yang
sesuai.

1.1.2. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta produk akhir
harus ditandai dan harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga:
a. jelas dibedakan antara yang belum diperiksa dan yang sudah
diperiksa
b. jelas dibedakan antara yang memenuhi persyaratan dan yang tidak
memenuhi persyaratan
c. bahan yang terdahulu diterima, digunakan terlebih dahulu.
d. Produk akhir yang terdahulu dibuat, diedarkan terlebih dahulu

13.1.3. Bahan baku, bahan tambahan, dan bahan penolong serta produk akhir
harus disimpan dengan sistem kartu :
a. Untuk bahan baku, bahan tambahan dan bahan penolong harus
disebutkan nama, tanggal penerimaan, asal, jumlah penerimaan, asal,
jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa
akhir, tanggal pemeriksaan dan hasil pemeriksaan
b. Untuk produk akhir harus disebutkan nama, tanggal pembuatan,
kode produksi, tanggal penerimaan, jumlah penerimaan, tanggal
pengeluaran, tujuan pengeluaran, jumlah pengeluaran, sisa akhir,
tanggal pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan

1.2. Bahan berbahaya
1.2.1. Bahan seperti insektisida, rodetisida, desinfektan, bahan yang mudah
meledak dan lain-lain harus disimpan dalam ruangan tersendiri dan
diawasi sedemikian rupa, sehingga tidak membahayakan atau
mencemari bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong dan produk
akhir
75

1.3. Wadah
Wadah dan pembungkus harus disimpan rapi ditempat yang bersih dan
terlindung dari pencemaran

1.4. Label
Label harus disimpan dengan baik dan diatur sedemikian rupa, hingga
tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan

1.5. Alat dan perlengkapan produksi
Alat dan perlengkapan produksi yang telah dibersihkan dan kenakan
tindak sanitasi yang belum digunakan harus disimpan sedemikian rupa
hingga terlindung dari debu atau pencemaran lain

2. PEMELIHARAAN
2.1. Bangunan
Bangunan dan bagian-bagiannya harus dipelihara dan dikenakan tindak
sanitasi secara teratur dan berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih
dan berfungsi dengan baik

2.2. Pencegahan masuknya binatang
Harus dilakukan usaha pencegahan masuknya serangga, binatang
pengerat, unggas dan binatang lainnya ke dalam bangunan

2.3. Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat
Pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat dengan
menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida`harus dilakukan
dengan hati-hati dan harus dijaga serta dibatasi sedemikian rupa
sehingga tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan manusia dan
tidak menimbulkan pencemaran terhadap bahan baku, bahan tambahan
dan bahan penolong serta produk akhir.


76

2.4. Buangan
2.4.1. Buangan padat harus dikumpullkan untuk dikubur, dibakar, atau
diolah, sehingga aman
2.4.2. Buangan air harus diolah dahulu sebelum dialirkan ke luar
2.4.3. Buangan gas harus diatur atau diolah sedemikian rupa, sehingga tidak
mengganggu kesehatan karyawan dan tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan

2.5. Alat dan Perlengkapan
2.5.1. Alat dan perlengkapan yang digunakan untuk memproduksi makanan
yang :
a. Berhubungan langsung dengan makanan, harus di bersihkan dan
dikenakan tindak sanitasi secara teratur, sehingga tidak
menimbulkan pencemaran terhadap produk akhir
b. Tidak berhubungan langsung dengan makanan, harus selalu dalam
keadaan bersih
2.5.2. Alat pengangkutan dan pemindahan barang dalambangunan unit
produksi harus bersih dan tidak boleh merusak barang yang diangkut
atau dipindahkan, baik bahan baku, bahan tambahan, bahan penolong
yang digunakan maupun produk akhir.
2.5.3. Alat pengangkutan untuk mengedarkan produk akhir harus bersih,
dapat melindungi produk itu, baik fisik, maupun mutunya, sampai
ketempat tujuan.

Ditetapkan di J akarta
Pada tanggal 24 januari 1978
Menteri Kesehatan Republik Indonesia

(G.A. Siwabessy)





1



MANUAL GMP - SSOP
Untuk PKIS SEKAR TANJUNG
(Sebagai Pre-requisite Sistem HACCP)





Level 1 : Kebijakan
Level 2 : Prosedur
Level 3 : Referensi









QM-01-00-2006






Jl. Raya Puntir, Desa Martopuro Purwosari-Pasuruan
Jawa timur 67162 Jawa Timur - Indonesia
Ph. (hunting) (0343) 614 949 Fax 615 267
website : www.sekartanjung.com


Lampiran 2. Contoh sampul depan (cover) draf manual pre-requisite HACCP
77
1




1.2. Struktur Organisasi
1.2.1. Struktur Organisasi PKIS Sekar Tanj






GMP-SSOP Manual

Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 3 of 29
Kebijakan
Level 1
Ketua
Pengawas
Penasehat
Plant manager
Dept Head
marketing/PPIC
Dept Head
Procurement
Dept Head
HRD
Dept Head
QC/QA
Operational
manager
Bendahara Sekretaris
Spv. utility Spv. proses Spv.filling &
packing
Spv. logistic &
warehouse
Spv.
Kimia/fisik
Spv. mikro
Lampiran 3. Contoh Struktur organisasi PKIS Sekar Tanjung pada draf manual pre-requisite HACCP
78

2





GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 11 0f 29


1. 7. Lokasi pabrik
Welang River
HIGHWAY ROAD
T
e
x
t
SMK 1 PRW
Petrol station
Tradisional
Market
BMD PVC
Jamur Popan
R
A
Y
A
P
U
N
T
I
R
M
o
s
q
u
e
TTT
City hall
S
M
P
N

1

P
R
W
P
la
s
t
ic
Alternative Road
B
e
t
o
n
S
e
k
a
r

T
a
n
ju
n
g
SSL Road
E
t
ir
a
R
a
n
in
d
o
Warehouse
Puntir Stadium
Etika
PVC
Stadium
Martopuro
Koramil
M
o
s
q
u
e
TO PASURUAN TO MALANG
T
O

S
B
Y
Sekar Tanjung
Warehouse
T
r
a
d
is
io
n
a
l
M
a
r
k
e
t


Gambar 3. Denah lokasi pabrik

Level 1
Kebijakan
U S
Lampiran 4. Contoh denah lokasi PKIS Sekar Tanjung pada draf manual Pre-requisite
HACCP
79
3





GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 22 0f 29


1.9. Mesin dan Peralatan
1.9.1. Tata letak mesin dan peralatan di R. produksi

Gambar 4. Tata letak mesin dan peralatan di R. produksi
Level 1
Kebijakan
Lampiran 5. Contoh tata letak mesin dan peralatan di ruang produksi pada draf
manual pre- requisite HACCP
80
4





GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 23 0f 29


1.9.2. Tata letak mesin dan peralatan di R. gudang
RACK 2
RACK 1
RACBK 6B
RACK 6A
RACK 5 RACK 4 RACK 3
RACK 5
RACK 1 RACK 4 RACK 2
1
1
2
2
PACKI NG
HALL


Gambar 5. Tata letak mesin dan peralatan di gudang prod. Jadi

Level 1
Kebijakan
Lampiran 6. Contoh tata letak mesin dan peralatan di ruang gudang pada draf
manual pre-requisite HACCP
81
5





GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 29 0f 29


1.11. Ringkasan Informasi Level 1 : Kebijakan




































Gambar 6. Ringkasan Informasi Level 1 : Kebijakan


Level 1
Kebijakan
Level 1 : Kebijakan
Tinjauan Manajemen Mesin dan peralatan
Bangunan dan
Fasilitas
Lokasi Pabrik
Definisi-Definisi
Persyaratan yang
diacu
Tujuan dan Ruang
Lingkup
Profil industri
Kebijakan GMP-SSOP Struktur Organisasi
Lampiran 7. Contoh ringkasan informasi bab 1 pada draf manual pre-requisite HACCP
82
6





GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 1 0f 143


2. Prosedur
2.1. Proses Manajemen PKIS Sekar Tanjung
2.1.1. Diagram proses manajemen
Manajemen bisnis




Gambar 7. Diagram manajemen bisnis

Manajemen mutu



Gambar 8. Diagram manajemen mutu

Manajemen pasokan



Gambar 9. Diagram manajemen pasokan

Realisasi produk (Manufacturing)







Gambar 10. Diagram realisasi produk (manufacturing)
Level 2
Prosedur
Pengembangan
/ rekayasa
Permintaan
keterangan
penjualan
Perencanaan
Produksi

Produksi

Penjualan

Dokumen
Mutu
Tinjauan
manajemen
Inspeksi /
Audit
Tindakan
koreksi
Pengendalian
dokumen
Perencanaan
produksi
Penerbitan
P.O ke
supplier
Analisa
barang oleh
QC
Peng-
gudangan
Kedatangan
barang
RM
handling
Pasteurized
milk
handling
Sterilized
milk
handling
Finish
product
handling
Return
product
handling
Utilitas berfungsi dengan baik
Lampiran 8. Contoh diagram proses manajemen pada draf manual pre-requisite HACCP
83
7





GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 2 0f 143


2.1.2. Kontrol proses dan sanitasi
2.1.2.1. Kontrol sumber daya proses
Tabel 22. Kontrol pasokan uap panas
Siapa Dimana Kapan Tindakan Parameter Rujukan Dokumentasi
boiler 1x1jam monitoring
steam press.
boiler
7-9 bar Operation
Manual
daily boiler
report
boiler 1x1jam monitoring
steam press.
header
7-9 bar Operation
Manual
daily boiler
report
boiler 1x1jam monitoring
level tank
solar
min. 200 liter Operation
Manual
daily boiler
report
boiler 1x24 jam monitoring
suhu feed
water
min. 60oC Operation
Manual
daily boiler
report
boiler 1x1 jam membuka
valve blow
down selama
3-4 detik
min. 60oC Operation
Manual
daily boiler
report
boiler 1x24 jam monitoring
level water
40 - 70 cm Operation
Manual
daily boiler
report
Boiler 1x24 jam analisis pH
feed water
7.5 8.5 Operation
Manual
water report
Boiler 1x24 jam analisis
hardness
feed water
< 70 ppm Operation
Manual
water report
Boiler 1x24 jam analisis
organoleptik
feed water
normal Operation
Manual
water report
Opr. Boiler
(Dept. utility)
Boiler 1x24 jam analisis pH
boiler water
10.5 11.5 Operation
Manual
water report




Level 2
Prosedur
Lampiran 9. Contoh kontrol pasokan uap panas pada draf manual pre-requisite HACCP
84
8





GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 112 0f 143


2.2.3.2. SOP pengolahan susu (PRD 02)

A. Tujuan
Prosedur ini bertujuan untuk mengubah fresh milk menjadi produk susu UHT siap
kemas yang aman untuk dikonsumsi

B. Elemen GMP : 7

C. Ruang lingkup : Prosedur ini mencakup proses penerimaan fresh milk, proses
pasteurisasi, proses sterilisasi, dan proses production aseptic tank

D. Definisi :
WI : Work Instruction
KPPM : Kontrol Proses Penerimaan Fresh Milk
KPP : Kontrol Proses Pasteurisasi
KPS : Kontrol Proses Sterilisasi
KPPAT : Kontrol Proses Production Aseptic Tank
FM : Fresh milk
PM : Pasteurized milk
AT : Aseptic tank
MRR : Milk reception report
PR : Pasteurization report
TFPR : Tetra Flex Production Report
PDR : Production report

E. Prosedur :




Level 2
Prosedur
Lampiran 10. Contoh SOP pengolahan susu pada draf manual pre-requisite HACCP
85
9




GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 113 0f 143


































Level 2
Prosedur
Opr. Reception tank
Penerimaan FM + pencatatan
data-data yang ada di road
tanker, PHE cooler dan
reception tank
WI, KPPFM, MRR
Opr. Pasteurizer
Pasteurisasi FM + Pencatatan
data-data indikator yang ada di
homogenizer Alex 20,
Pasteurizer, dan storage tank
WI, KPP, PR
Opr. Sterilizer
Sterilisasi PM + Pencatatan
data-data indikator yang ada di
sterilizer dan homogenizer II
WI, KPS, TFPR
Opr. Aseptic tank
Menampung produk UHT dan
menjaga produk dari penetrasi
m.o. sebelum transfer Ke Filling
machine + pencatatan data-
data indikator yang ada di
aseptic tank
WI, KPPAT, PDR
@
Stop pengolahan
WI
Opr PRD
WI
Opr. triblender
Blending susu dgn ingredient +
pencatatan data-data indikator
WI


Analisis FM
QC - 06


Analisis MiP
QC - 09


Analisis MiP
QC - 09
Opr PRD
Sanitasi alat dgn CIP
Opr PRD
Maintanance
WI
@


Persiapan Penerimaan
FM
PRD - 01
86
10




GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM -01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 136 0f 143


2.2.7.0. SOP untuk Seluruh Departemen
2.2.7.1. SOP Dokumentasi
A. Tujuan :
Untuk memastikan semua dokumen yang mempengaruhi mutu seperti quality
manual, prosedur, dokumen pendukung, dan external document dapat
dikendalikan dengan baik.

B. Ruang lingkup :
Prosedur ini mencakup mulai dari identifikasi kebutuhan, pembuatan,
pembuatan revisi, persetujuan, pendistribusian hingga pengendaliannya

C. Elemen GMP : 7

D. Definisi :
DRF : Document Request Form
ML : Master List
MLE : master List of External Document

E. Prosedur







Level 2
Prosedur
Lampiran 11. SOP Contoh dokumentasi pada draf manual Pre-requisite HACCP
87
11




GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 137 0f 143


Initiator
Identifikasi dokumen baru/revisi/dari
luar & Draft pengembangan dokumen
Information, Draft doc.



























Initiator
Terbitkan formulair permintaan
dokumen/ DRF
Draft, DRF
Process/ Doc. owner
Verifikasi permintaan
Draft, DRF
Process/ Doc. owner
Verifikasi permintaan
Draft, DRF
Process / Doc. owner
Kembalikan DRF pada initiator
DRF
Initiator
Ajukan pada document controller
Draft, DRF
Level 2
Prosedur
Dok. Luar/
External
doc ?
Tidak
Ya
B
Disetujui?
Ya
Tidak
C
B
A
88
12




GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 138 0f 143









Tidak

Revisi ya New







(note2)
(note 3)
(note1)











Document controller
periksa kelekapan dan keabsahan dokumen
Draft ; DRF ; ML
Document controller
Terbitkan dokumen yang sudah siap
Draft ; Final doc. ; DRF
Document controller
Terbitkan nomor dokumen
untuk dokumen baru

Document controller
Setujui dokumen baru / yang direvisi
Draft ; DRF ; ML
Initiator
Konfirmasikan dokumen luar pada
doc. Controller dan
registrasi pada MLE
External document
Document controller
Setujui dokumen baru / yang direvisi
Draft ; DRF ; ML
Document controller
Perbanyak/gandakan sesuai dengan daftar
distribusi & beri cap control copy
Final Doc. ; DRF ; ML ; RH
Level 2
Prosedur
Diterima?
B
A
D
C
89
13




GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 139 0f 143

















Tidak


Ya











Document controller
Distribusikan ke bagian yang terkait
Final Doc. ; ML
Document controller
Pastikan pemilik proses melakukan
sosialisasi dokumen
Final Doc. ; ML
Document controller
Ambil dokumen lama dan perlakukan dengan
mengacu pada prosedur rekaman mutu
Doc. ML, RH & DL
Document controller
Lakukan kontrol rekaman mutu
Document
Document controller
Lakukan kontrol rekaman mutu
Document
Level 2
Prosedur
New
document ?
Receiver

Semua fungsi
departemen
QMS-05

Kontrol
Catatan
File
D
90
14




GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 140 0f 143


6.Note
Note 1 : semua external document harus didaftarkan pada document controller dengan
menggunakan Master List of External Document

Note 2 : Untuk dokumen baru, layoutnya harus mengikuti standar yang sudah ditetapkan dan
pemberian nomor dokumennya sebagai berikut :

Manual Manajemen Mutu (quality manual)
QM XX
Artinya : QM XX Nomor urut
(consecutive number)
Manual mutu
(Quality manual)
Contoh
QM 01 QM : Manual mutu (Quality Manual)
(1) : Nomor urut (Consecutive number)
i. Kebijakan (Policy)
XXX- XX
Artinya : XXX XX
Nomor urut
(consecutive number)
Kode Sistem
(System Code)
Contoh
GSS-01 GSS : kode untuk sistem pre-requisite HACCP (GMP dan SSOP)
01 : nomor urut (consecutive number)
Level 2
Prosedur
91
15




Prosedur (Procedure)
XXX XX
Artinya : XXX - XX Nomor urut
(Consecutive number)
Kode departemen
( department code)
Contoh
QAC 01 QAC : Kode departemen QA
01 : nomor urut (consecutive number)

Kode untuk tiap-tiap departemen sebagai berikut :
Human Resources & Administration : HRA
Logistik/Warehouse : LOG/WHS
Produksi : PRD
Fillng/packing : FILL
Utility : UTL
QA/QC : QAC

Dokumen Pendukung
XX XXX XXX XXX
Artinya : XX XXX XXX XXX Nomor urut
Dokumen pendukung
Kode aktivitas
Kode departemen
Kode
Dokumen pendukung
Contoh
WI/QAC/SPL/001 W1 : Instruksi kerja (work instruction)
QAC : Kode departemen QA/QC (QA/QC Department code)
SPL : Kode aktivitas sampling (sampling activity code)
1. : nomor urut instruksi kerja (W1 consecutive number)

GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 141 0f 143

Level 2
Prosedur
92
16




GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 142 0f 143


Kode-kode dokumen pendukung (support documentation code)
FR : Form
CL : Check List
ST : Standard

Dokumen luar (external document)
XX XXX XXX
Artinya : XX XXX - XXX
Nomor urut dokumen luar
Kode
Departemen
Dokumen
Luar

Semua dokumen luar dipastikan sudah dicek oleh pemakai dokumen

- Note 3 : Penandatangan dokumen dilakukan sebagai berikut :
i. Untuk kebijakan
Kolom checked by ditandatangani oleh QMR
Kolom approved by ditandatangani oleh General manager

ii. Untuk prosedur
Kolom checked by ditandatangani oleh pemilik proses
Kolom approved by ditandatangani oleh QMR

iii. Untuk instruksi kerja dan formulir
Kolom checked by ditandatangani oleh pelaksana kerja
Kolom approved by ditandatangani oleh pemilik proses



Level 2
Prosedur
93
17





GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : QM-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 143 0f 143


2.3.0.0. Ringkasan Informasi Level 2 : Prosedur












Gambar 11. Ringkasan Informasi Level 2 : Prosedur












Level 2
Prosedur
Level 2 : Prosedur Diagram Proses
Manajemen
Kontrol Proses
dan Sanitasi
Standard Operating
Procedure (SOP)
Lampiran 12. Contoh ringkasan informasi bab 2 pada draf manual pre-requisite HACCP
94
18





GMP
SSOP
MANUAL


Doc. Code No. : GS-01-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 7 0f 7


Ringkasan Informasi Level 3 : Referensi
















Gambar 12. Ringkasan Informasi Level 3 : Referensi









Level 3
Referensi
Level 3 : Referensi
Internal Document
External Document
Lampiran 13. Contoh ringkasan informasi bab 3 pada draf manual Pre-requisite HACCP
95
19




MANUAL SJH
PKIS SEKAR TANJUNG
(Sebagai syarat pengajuan sertifikasi halal dari MUI)





Level 1 : Kebijakan
Level 2 : Prosedur
Level 3 : Referensi





QM - 02 - 00 - 2006











Jl. Raya Puntir, Desa Martopuro Purwosari-Pasuruan
Jawa timur 67162 Jawa Timur - Indonesia
Ph. (hunting) (0343) 614 949 Fax 615 267
website : www.sekartanjung.com
Lampiran 14. Contoh sampul depan (cover) draf manual halal
96
20





MANUAL
SJH

Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : i


Isi Manual Sistem Jaminan Halal (SJH) PKIS Sekar Tanjung

Lembar Pengesahan dan Pengendalian Manual 2
Pengenalan Manual 3
1. 0.Kebijakan 5
1.1. Profil industri 5
1.2. Kebijakan halal 7
1.3. Tujuan dan ruang lingkup 7
1.4. Persyaratan SJH LPPOM MUI 9
1.5. Definisi-definisi 10
1.6. Struktur organisasi tim manajemen halal 11
1.7. Persyaratan auditor halal internal 12
1.8. Uraian tugas (job description) tim manajemen halal 12
1.9. Tinjauan manajemen 15

2.0.0. Prosedur (SOP) 18
2.1.0. SOP untuk Departemen Procurement 18
2.1.1. SOP pembelian dan pengembalian bahan 18
2.2.0. SOP untuk Departemen Produksi 20
2.2.1. SOP produksi halal 20
2.3.0. SOP untuk Departemen QC/QA 22
2.3.1. SOP penelitian dan pengembangan 22
2.3.2. SOP pemeriksaan bahan dan pemberian status halal pass 24
2.4.0. SOP untuk Departemen Logistik/Gudang 26
2.4.1. SOP penerimaan dan penyimpanan bahan 26
2.4.2. SOP pengeluaran bahan 29
2.4.3. SOP distribusi 31
2.5.0. SOP untuk Seluruh Departemen 34
2.5.1. SOP dokumentasi 34

3.0. Referensi 42
Daftar Isi
Lampiran 15. Contoh daftar isi pada draf manual halal
97
21



3.1. Daftar Dokumen 42


LEMBAR PENGESAHAN DAN PENGENDALIAN
Distribusi
AHI

PRD

PRC

QAC


Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : ii

QC/QA

WHS/LOG



MANUAL SJH


UNTUK
PROSES FABRIKASI DI PKIS SEKAR TANJUNG









Disiapkan Oleh Disetujui Oleh




B.A. Manan Fuad Ardiansyah
Auditor Halal Internal Koordinator Halal Internal





Peringatan :
Dilarang memperbanyak dan/atau menyalin sebagian atau keseluruhan dari
dokumen dalam bentuk apapun tanpa seizin manajemen PKIS Sekar Tanjung
PKIS Sekar Tanjung
Jl. Raya Puntir Desa Martopuro Purwosari Pasuruan Jawa Timur
Kode Pos 67162 Fax 615 267 website : www. Sekartanjung.com
Lampiran 16. Contoh lembar pengesahan dan pengendalian pada draf manual halal
98
22





1.2. Kebijakan Halal
Kebijakan halal industri yaitu : PKIS Sekar Tanjung memiliki kebijakan hanya
memproduksi produk dengan menggunakan bahan halal dan tidak
bahan lain* termasuk mencegah adanya kontaminasi yang dapat mengubah
status kehalalan produk yang dihasilkan.

*Yang dimaksud bahan lain disini adalah bahan-bahan yang diproduksi tanpa
memperhatikan aspek halal (tidak disertifikasi halal).

1.3. Tujuan dan Ruang Lingkup
1.3.1. Tujuan
Sistem Jaminan Halal ini disusun dengan tujuan sbb:
a. Menjamin pelaksanaan kebijakan menyangkut kehalalan produk yang
dihasilkan industri, yang dicanangkan industri secara konsisten dengan
mengacu pada aturan yang telah ditetapkan oleh LPPOM-MUI.
(m) Mampu berperan sebagai bentuk kepedulian industri terhadap kepentingan
konsumen terutama konsumen muslim dalam mengkonsumsi hanya
makanan/minuman yang halal.
(n) Sebagai salahsatu bentuk pelayanan dari PKIS Sekar Tanjung kepada
konsumen perusahaan mitra menyangkut jaminan kehalalan produk yang
dihasilkan. Hal ini berkaitan dengan kebijakan manajemen yang menerapkan
sistem tailor made selain memproduksi produknya sendiri.

1.3.2. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Sistem Jaminan Halal meliputi keseluruhan pabrik yang dimiliki
dan mencakup semua lini produk pada pabrik tersebut.






MANUAL
SJH

Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 3 of 13

Level 1 Kebijakan
Lampiran 17. Contoh kebijakan, tujuan, dan ruang lingkup pada draf manual halal
99
23




MANUAL
SJH

Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 4 0f 13


Adapun lini Lini produk adalah sebagai berikut :
1. Susu UHT merek Idola

plain flavored
2. Susu UHT merek Idola

strawberry flavored
3. Susu UHT merek Idola

chocolate flavored
4. Susu UHT merek Juara

plain flavored
5. Susu UHT merek Juara

strawberry flavored
6. Susu UHT merek Juara

chocolate flavored
7. Susu UHT merek Sekar

plain flavored
8. Susu UHT merek Sekar

strawberry flavored
9. Susu UHT merek Sekar

chocolate flavored
10. Susu UHT merek Starkit

plain flavored
11. Susu UHT merek Starkit

strawberry flavored
12. Susu UHT merek Starkit

chocolate flavored
13. Susu UHT merek Real Good

plain flavored*
14. Susu UHT merek Real Good

cereal flavored*
*diproduksi oleh PKIS Sekar Tanjung untuk PT. Greenfield
















Level 1 Kebijakan
100
24




MANUAL
SJH

Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 5 0f 13


1.4. Persyaratan yang diacu :
Panduan Penyusunan Sistem Jaminan Halal (PPSJH) LPPOM MUI Jawa Timur
(Cetakan I, Agustus 2005)

1.4.1. Tabel 1. Kesesuaian dengan persyaratan yang diacu
Subyek PPSJH Manual SJH
Kebijakan halal 1 1.2
Perencanaan 2 1.0
Tujuan dan ruang lingkup 2.1. 1.3
Struktur organisasi manajemen halal 2.2. 1.6
Persyaratan auditor halal internal 2.2.1. 1.7
Uraian tugas tim organisasi halal pada
industri pengolahan makanan
2.2.2. 1.8
Panduan halal 2.3 3.0
Acuan teknis pelaksanaan SJH 2.4. 3.0
Sistem administrasi 2.5 2.5
Sistem dokumentasi 2.6. 3.0
Pelaksanaan 3 2.0
Evaluasi 4 1.9
Tindakan 5 1.9











Level 1 Kebijakan
Lampiran 18. Contoh persyaratan yang diacu pada draf manual halal
101
25





MANUAL
SJH

Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 7 0f 13


1.6. Struktur Organisasi Manajemen Halal

















Gambar 1. Organisasi Halal di PKIS Sekar Tanjung

1.6.1. Tabel 2. Personel Tim Manajemen Halal PKIS Sekar Tanjung
No. Nama Jabatan Bagian/Divisi
1 Fuad . A Koordinator halal Top management
2 B.A. Manan Auditor halal internal Bagian QA
3 Handoko Anggota Bagian Pembelian
4 Gunawan. W Anggota Bagian Gudang
5 B.A. Manan Anggota Bagian QA
6 Sukmana Anggota Bagian R&D (QC)
7 Nurman Anggota Bagian Produksi
Auditor Halal Internal
Bagian
Pembelian
Penerimaan/
Gudang
QA
R&D
(QC)
Bagian
Produksi
Bagian
Distribusi
Koordinator Halal
LPPOM - MUI
Level 1 Kebijakan
Lampiran 19. Contoh struktur organisasi manajemen halal pada draf manual halal
102
26



8 M. Wahyudi Anggota Bagian distribusi

MANUAL
SJH

Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 13 0f 13


1.10. Ringkasan informasi level 1 : Kebijakan
























Gambar 1. Ringkasan informasi level 1 : Kebijakan





Level 1 Kebijakan
Level I Manual SJH :
Kebijakan
Profil Industri
Kebijakan Halal
Tujuan & Ruang
Lingkup
Definisi Standar
Tinjauan
Manajemen
Job Description
Struktur
organisasi
Lampiran 20. Contoh ringkasan informasi bab 1 pada draf manual halal
103
27





MANUAL
SJH

Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 1 0f 24


2. Prosedur
2.1. Bagian Procurement
2.1.1. Prosedur pembelian dan pengembalian bahan (PRC 01)
A. Tujuan :
Prosedur ini bertujuan untuk menjamin semua bahan yang dibeli berstatus
halal

B. Ruang lingkup :
Prosedur ini mencakup pengecekan spesifikasi bahan yang harus sesuai dengan
daftar bahan yang disetujui LPPOM MUI, sertifikat halal, keterangan kemasan
(nama merek/kode bahan, produsen, lokasi pabrik, serta adanya logo khusus), dan
surat keterangan dari produsen apabila menggunakan kode internal perusahaan.

C. Definisi :
DB : Daftar Bahan
NPB : Nota Pemesanan Bahan
SH : Sertifikat Halal
DLS : Daftar Lembaga Sertifikasi yang disetujui LPPOM MUI
SKIB : Surat Keterangan Identitas Bahan
SKS : Surat Keterangan Supplier
BAP : Bukti Acara Pengembalian Bahan

D. Prosedur :








Level 2 Prosedur
Lampiran 21. Contoh prosedur pembelian dan pengembalian bahan pada draf manual
halal
104
28




MANUAL
SJH

Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 2 0f 24













(Note 1)

















Note 1 : SKIB berlaku untuk produsen/supplier yang menggunakan kode internal
Perusahaan
SKS berlaku untuk supplier yang merupakan penyalur.
N
Pemesanan bahan + Permintaan
sertifikat halal bahan pada supplier
DB, NPB
Staff Pembelian
Pengecekan bahan + sertifikat
halal bahan
Staff Pembelian
SH, SKIB, DLS, SKP,SKS
Ok?
Y
Staff Pembelian
Pengembalian bahan ke
supplier
BAP


Pemberian status halal
(Halal Pass)
QC/QA-02


Penerimaan dan
penyimpanan bahan
WHS-01
Level 2 Prosedur


Pemeriksaan bahan

QC/QA-02
105
29




MANUAL
SJH

Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 24 0f 24

























Gambar 2. Ringkasan informasi level 2 : Prosedur








Level 2
Prosedur Kerja
Level 2 : Prosedur
Prosedur
pembelian
Prosedur
dokumentasi
Prosedur
distribusi
Prosedur
pengeluaran bahan
Prosedur
penyimpanan bahan
Prosedur penelitian
dan pengembangan
Prosedur
pemeriksaan bahan
Prosedur
produksi halal
Lampiran 22. Contoh ringkasan informasi bab 2 pada draf manual halal
106
30




MANUAL
SJH

Doc. Code No. : QM-02-00-2006
Doc. Type : Manual
Revisi : 00
Effective Date :
Page : 3 0f 3





















Gambar 3. Ringkasan informasi level 3 : Referensi kerja












Level 3
Referensi Kerja
Level 3 : Referensi Kerja
Dokumen internal
Dokumen eksternal
Lampiran 23. Contoh ringkasan informasi bab 3 pada draf manual halal
107

Anda mungkin juga menyukai