Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Master Plan Hutan
Kota Kawasan Pantai Kabupaten Batang, Jawa Tengah adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2013
RAMA WISNU ATMAJA. Master Plan Hutan Kota Mangrove Kawasan Pantai
Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Dibimbing oleh ENDES N DACHLAN dan
QODARIAN PRAMUKANTO.
ABSTRACT
RAMA WISNU ATMAJA. Master Plan of the Mangrove Urban Forest in the
Coastal Area of Batang District, Central Java. Supervised by ENDES N
DACHLAN and QODARIAN PRAMUKANTO.
Coastal area of Batang District is used intensively for the center of human
activities. The change of land use has increased the medium land vulnerability as
much as 3.07 % or 795.16 ha for 23 years. In the Land Management Plan, some of
the area for settlement and industrial in the coastal areas of Batang District is
located on the medium land vulnerability. Urban forest is needed to maintain the
stability of ecology and the environment. Urban forest in the coastal area of
Batang District is planned to have the total area of 837.03 ha or 2.54 % of coastal
area and 0.10 % of Batang District area and it is spread across the area except for
Banyuputih Sub-district. The development of the urban forest has divided into
three conservation levels, which are high, medium and low conservation level.
The level classification was based on the land vulnerability and land suitability of
mangrove forest in the coastal area of Batang District. Based on the 3
conservation levels, the urban forest master plan was expanded into 5 types which
are refuge, cultivation, recreation, germ plasm preservation and buffer type.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah
hutan kota, dengan judul Master Plan Hutan Kota Mangrove Kawasan Pantai
Kabupaten Batang Jawa Tengah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Endes N Dachlan, MS
dan Bapak Ir Qodarian Pramukanto, MSi selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir
Arzyana Sunkar, MSi, Ibu Dr Ir Rita Kartika Sari, MSi dan Bapak Ir Siswoyo,
MSi yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada seluruh staf Bappeda, Dinas kelautan dan Perikanan, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Batang dan Dishidros TNI AL, yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan
kepada ibu, ayah, kakak, serta seluruh keluarga atas kasih sayang dan doanya.
Terimaksaih kepada keluarga KSHE 45 (EDELWEIS), HIMAKOVA dan seluruh
keluarga besar DKSHE atas bimbingan, motivasi, bantuan, kebersamaan serta
memberikan ilmu pngetahuan. Terimakasih juga disampaikan kepada keluarga
besar IMAPEKA, KSR Unit I IPB serta sahabat di Batang atas bantuan, motivasi
dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Akan tetapi kota mempunyai luas yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan lahan
perkotaan. Rencana tata ruang kota berperan penting memberikan arahan dalam
pemanfaatan lahan dan sumberdaya kota secara efektif dan efisien yang
berkesinambungan antara kepentingan yang ada. Salah satu arahan penggunaan
lahan kota adalah memaksimalkan fungsi lahan perkotaan di kawasan pesisir
pantai sebagai jalur hijau sempadan pantai dengan fungsi ekologis, sosial dan
ekonomi yang seimbang. Keberadaan RTH terutama hutan kota dapat
mengendalikan dan menjaga kualitas lingkungan pantai. Sistematika kerangka
pemikiran disajikan pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
METODE
Kabupaten Batang
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Persiapan
Tahap persiapan dimulai dengan penetapan latar belakang, tujuan,
kegunaan studi, rencana kerja dan anggaran biaya yang dibutuhkan serta
administrasi dan perijinan. Pendekatan studi terhadap sumberdaya alam, untuk
mendapatkan kesesuaian tapak terhadap konsep.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan melakukan survei
lapang dan studi harian, yaitu studi pustaka dan browsing internet. Data yang
dikumpulkan berupa data spasial dan data atribut. Data spasial diperoleh dengan
melakukan browsing di internet dan dari beberapa instansi, yaitu: Bappeda
Kabupaten Batang, Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan Dinas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Batang (Tabel 2).
Data atribut diperoleh malalui studi pustaka, pengecekan lapang dan
dokumentasi di lapangan. Selain itu, data atribut juga diperoleh dari beberapa
5
instansi, yaitu: Bappeda Kabupaten Batang, Dinas Perikanan dan Kelautan dan
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Batang (Tabel 2).
Analisis Data
Analisis data dilakukan secara spasial, deskriptif, kuantitatif dan kualitatif.
Analisis spasial dilakukan untuk mengolah data-data spasial yang diperoleh.
Analisis deskriptif, kuantitatif dan kualitatif dilakukan untuk menganalisis data-
data atribut. Analisis kuantitatif bertujuan untuk melakukan penilaian data atribut
dengan melakukan skoring data. Analisis kualitataif bertujuan untuk melakukan
penilaian kualitas berdasarkan perhitungan hasil skoring. Analisis deskriptif
bertujuan untuk menjelaskan keterkaitan hasil analisis yang dilakukan sehingga
didapatkan master plan. Berikut beberapa analisis spasial yang dilakukan untuk
menghasilkan peta komposit.
GPS dari lapang untuk mengetahui tingkat akurasi pembuatan kelas tutupan lahan
(Gambar 6).
Gambar 7 Bagan alur tahapan penentuan lokasi hutan kota secara spasial
10
Selang nilai yang didapatkan dari skoring kerentanan lahan kawasan pantai,
yaitu 7-35 (Tabel 3). Selanjutnya dibagi menjadi 3, yaitu 7 ≤ kerentanan rendah <
16, 16 ≤ kerentanan sedang < 25 dan 25 ≤ kerentanan tinggi ≤ 35. Hasil skoring
kesesuaian lahan hutan mangrove menghasilkan selang nilai antara 3-9 (Tabel 4).
Kesesuaian lahan hutan mangrove dibagi menjadi 3, yaitu 3 ≤ sangat sesuai < 5, 5
≤ sesuai < 8 dan 8 ≤ kurang sesuai ≤ 9. Penentuan tingkat konservasi hutan kota
kawasan pantai dilakukan dengan melakukan overlay peta kerentanan lahan
dengan peta kesesuaian lahan hutan mangrove kawasan pantai Kab. Batang.
Master Plan
Pembuatan master plan dikembangkan dari peta hasil overlay kerentanan
pantai dan kesesuaian lahan hutan mangrove. Arahan penyususnan master plan
dilakukan berdasarkan sumberdaya, aktivitas dan fasilitas yang akan
dikembangkan. Pada tahap ini digambarkan aktivitas, fasilitas-fasilitas yang dapat
dikembangkan, tata letak dan elemen lanskap yang mendukung keberadaan tapak
berupa zonasi tapak, tata guna lahan secara mikro dan perencanaan lanskap pada
lokasi studi.
kawasan atas dan bawah. Kawasan atas, yaitu Kecamatan Wonotunggal, Bandar,
Blado, Reban, Bawang dan Tersono memiliki curah hujan rata-rata 3 408 mm/th
dengan jumlah hari hujan rata-rata 148 hari. Selanjutnya kawasan bawah, yaitu
Kecamatan Batang, Kandeman, Tulis, Subah, Banyuputih, Gringsing, Pecalungan
dan Warungasem memiliki curah hujan rata-rata 2 212 mm/th dengan jumlah hari
hujan rata-rata 123 hari (DKP 2007).
Kerentanan Lahan
Gambar 8 Peta tutupan lahan kawasan pantai Kabupaten Batang tahun 1989
14
Gambar 9 Peta tutupan lahan kawasan pantai Kabupaten Batang tahun 2000
2000
15
Gambar 10 Peta tutupan lahan kawasan pantai Kabupaten Batang tahun 2012
2012
16
Abrasi Pantai
Berdasarkan hasil analisis perubahan garis pantai diketahui bahwa kawasan
pantai Kabupaten Batang mengalami abrasi yang tersebar di seluruh kawasan
(Gambar12).
17
Gambar 12 Peta abrsi pantai Kabupaten Batang tahun 1989, 2000 dan 2012
2012
18
Tabel 6 Luas abrasi dan akresi pantai Kabupaten Batang tahun 1989, 2000 dan
2012
Selang Tahun
Keterangan Total
1989-2000 2000-2012
Abrasi (ha) 55.92 34.13 90.05
Akresi (ha) 20.72 38.82 59.54
Daratan hilang (ha) 35.2 -4.69 30.51
Abrasi pantai yang terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu
secara alami dan akibat kegiatan manusia. Kondisi pantai Kabupaten Batang yang
terbuka dan tidak memiliki penghalang memiliki kerentanan yang lebih tinggi
akan terjadinya abrasi akibat gelombang dan arus pasang surut laut. Terlebih lagi
wilayah muara sungai yang bersifat lebih dinamis terhadap perubahan garis pantai
karena proses alami (Pranoto 2007). Sebaliknya pembangunan jetty di muara
sungai dapat menghambat transport sedimen dan mengakibatkan pendangkalan
muara sungai karena tertahannya sedimen dari hulu sungai. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya abrasi di kawasan sekitar muara sungai. Akresi pada
muara sungai dapat terjadi apabila sedimentasi dari aliran sungai lebih besar dari
transport sedimen olah arus laut dan sebaliknya pula abrasi. Hal tersebut dapat
menyebabkan abrasi yang lebih besar apabila tidak ada upaya pengelolaan yang
baik.
dan kandungan lainnya hanya epipedon ochrik, histik atau sulfurik. Tanah
aluvial mempunyai warna kelabu, coklat, hitam serta memiliki produktifitas
sedang sampai tinggi yang biasanya digunakan untuk lahan pertanian dan
permukiman.
b. Tanah andosol merupakan tanah dengan epidedon mollik, umbrik atau ochrik.
Tanah ini memiliki horizon kambik dan bulk density (kerapatan limbak)
kurang dari 0.85 g/cc serta didominasi bahan amorf atau > 60 % terdiri dari
bahan vulkanik vitrik, cinder atau pyro klasik vitrik lainnya. Tanah andosol
memiliki pH netral sampai asam yang berwarna kelabu coklat tua atau hitam.
tanah yang memiliki produktivitas sedang sampai tinggi ini digunakan untuk
pertanian, perkebunan dan perhutanan.
c. Tanah litosol merupakan tanah mineral yang ketebalannya 20 cm atau kurang,
lapisan di bawahnya merupakan batuan keras yang padu. Tanah litosol
merupakan tanah yang sangat muda, yaitu baru tingkat permulaan dalam
perkembangan dan hanya memiliki horison penciri epipedon ochrik atau histik
bila tanah sangat lembek. Tanah jenis ini memiliki produktivitas rendah dengan
pH, kandungan unsur hara dan permeabilitasnya bervariasi, biasanya
digunakan untuk hutan, padang rumput dan tegalan untuk palawija..
d. Tanah podsolik merupakan tanah dengan horison penimbunan liat di horison
bawah (horison argilik) dan memiliki tingkat kejenuhan < 50 % serta tidak
memiliki horison albik. Tanah podsolik memiliki warna kuning sampai merah
dengan produktivitas rendah sampai sedang dan biasanya digunakan untuk
pertanian dan perkebunan yang berbatasan dengan hutan (Hardjowigeno 2007).
Tabel 7 menjelaskan hasil analisis bahan organik dan tekstur tanah kawasan
pantai Kabupaten Batang di beberapa stasiun pengamatan (DKP 2007).
Tekstur Tanah
Bahan
Lokasi Sampel Silt Clay
Kecamatan Gravel Pasir Organik
(Tambak) (Lanau) (Lempung)
(%) (%) (%)
(%) (%)
Batang Ds. Denasri 16.80 12.12 25.88 45.20 12.20
Kulon
Batang Ds. Kasepuhan 17.24 18.37 33.19 31.20 12.40
Kandeman Ds. Depok 32.04 23.35 19.60 25.01
Tulis Dukuh Roban 34.30 32.36 8.30 25.04 11.50
barat, Ds.
Kedungsegog
Subah Roban Timur 24.36 16.88 26.76 32.00 13.80
Ds. Sengon
Subah Ds. Kuripan 23.36 16.30 27.14 33.20
Gringsing Dukuh Seklayu, 23.62 11.48 24.80 40.10 15.30
Ds. Sidorejo
Gringsing Ds. Yosorejo 22.38 15.72 25.40 36.50 15.00
Sumber :(DKP) RTRWKab.Batang tahun 2007
20
Batang
21
Tekstur tanah yang kasar seperti pasir memiliki ketahanan yang lebih tinggi
terhadap erosi, karena butiran yang besar (kasar) tersebut memerlukan lebih
banyak energi untuk mengangkut. Semakin banyak kandungan bahan organik
dalam tanah akan menjadikan tanah semakin mantap sehingga tahan terhadap
erosi karena tidak mudah hancur. Bentuk struktur tanah yang membulat (granuler,
remah, gumpal membulat), menghasilakan tanah dengan porositas tinggi yang
akan memperkecil aliran permukaan. Tanah dengan permeabilitas yang semakin
tinggi akan semakin banyak meresapkan air sehingga memperkecil aliran
permukaan dan dapat memperkecil erosi yang terjadi.
Tanah aluvial memiliki kepekaan erosi paling kecil dari jenis tanah lain
yang ada di kawasan pantai Kabupaten Batang. Hal tersebut dikarenakan tanah
aluvial memiliki tekstur kasar dari endapan yang tidak jauh dari sumbernya, selain
itu sebagian besar tanah aluvial di sepanjang aliran besar akan memiliki campuran
yang mengandung cukup banyak hara sebagai bahan organik tanah yang
menjadikan struktur tanah semakin mantap sehingga tahan erosi. Tanah aluvial
pantai merupakan jenis tanah yang paling sesuai untuk konservasi hutan
mangrove (FAO 1976).
Kusmana et al. (2003) menyatakan substrat atau kondisi tanah bagi hutan
mangrove dapat dikategorikan menjadi tanah berlumpur, berpasir dan berkoral.
Terdapat pula pengkategorian tanah yang lain, yaitu tanah yang belum matang
(lunak atau lembek) dan tanah yang sudah matang (stabil atau keras). Jenis
substrat tersebut akan mempengaruhi penyebaran jenis mangrove. Jenis
Rhizophora spp. dan Avicennia spp. dapat tumbuh baik pada tanah lunak (belum
begitu matang), sedangkan jenis Bruguiera spp., Sonneratia spp dan Ceriops spp.
dapat tumbuh di tanah yang lebih keras atau matang (lebih dekat ke arah darat).
Batang
23
lipat maka besarnya benda yang dapat diangkut menjadi 64 kali lipat, sedangkan
berat benda yang dapat diangkut menjadi 32 kali lebih berat (Hardjowigeno
2007).
Kemiringan lahan yang paling baik sebagai lokasi hutan mangrove adalah
lahan dengan kemiringan 1–2 %. Hal tersebut dikarenakan pada lahan yang
sedikit miring akan mengalirkan kembali air pasang ke arah laut, sedangkan lahan
yang benar-benar datar cenderung tidak dapat mengalirkan air pasang kembali ke
laut, sehingga air akan menggenang (Kusmana et al. 2003).
besar karena kondisi perairan laut Kabupaten Batang bertipe terbuka. Kondisi
tersebut menyebabkan pantai langsung terkena gelombang dari laut lepas,
sehingga pada musim barat pantai mengalami tekanan yang tinggi yang dapat
merubah garis pantai karena arah datangnya arus berpengaruh besar (Gambar 15).
Pasang Surut
Pasang surut air laut memiliki pengaruh yang cukup besar pada pergerakan
sedimen di pantai. Hal tersebut karena pasang surut tidak hanya mempengaruhi air
bagian atas, melainkan seluruh masa air dan memiliki energi yang besar, sehingga
mampu membawa sedimen dalam jumlah besar dan mempengaruhi perubahan
garis pantai (Supriharyono 2000).
Faried dan Maharudin (2011) menyebutkan bahwa kisaran pasang-surut
(tidal range) perairan Kabupaten Batang berkisar antara 1.38 m untuk pasang
tertinggi dan surut terendah mencapai 0.42 m atau kisaran pasang-surut perairan
tersebut adalah 0.96 m. Supriharyono (2000) menyatakan bahwa Pantai Utara
Jawa memiliki tipe pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide,
prevailing semidiurnal), yaitu terjadi dua kali pasang dan surut dalam sehari. Hal
tersebut menunjukkan bahawa dalam waktu 24 jam dapat terjadi dua kali proses
pergerakan sedimen yang dapat menyebabkan perubahan garis pantai. Pada pantai
yang terbuka pergerakan sedimen akan semakin besar, tetapi di daerah sekitar
25
muara sungai arus pasut lebih lambat daripada laju pengendapan sedimen,
sehingga membentuk endapan (Handayani 2004).
Pada saat pasang, air laut masuk ke sungai hingga jarak tertentu dan akan
mengaduk sedimen yang ada di sungai dan pada saat air surut arus akan menuju
ke laut dengan membawa material yang teraduk saat pasang menuju ke laut. Hal
tersebut menjadi masalah serius ketika di muara sungai hanya terdapat sedikit
mangrove sebagai penahan atau bahkan sama sekali tidak ada penahan. Apabila di
muara sungai dibangun jetty maka material sedimen yang terbawa arus surut tidak
dapat menyebar atau tertahan oleh jetty, sehingga daerah sekitar muara tersebut
memiliki risiko lebih besar terjadinya abrasi.
Pasang surut yang terjadi akan mempengaruhi kondisi penggenangan
kawasan pantai. Karena itu pasang surut menjadi faktor penting dalam persebaran
dan perkembangan mangrove. Lokasi terbaik yang dapat digunakan untuk
penanaman mangrove terletak pada ketinggian lahan diantara permukaan laut rata-
rata sampai permukaan rata-rata pasang tertinggi atau saat pasang purnama
(Kusmana et al. 2003).
Tabel 8 Luasan tingkat kerentanan lahan pada kawasan pantai Kabupaten Batang
tahun 1989 dan 2012
Gambar 16 Peta kerentanan lahan kawasan pantai Kabupaten Batang tahun 1989
27
Gambar 17 Peta kerentanan lahan kawasan pantai Kabupaten Batang tahun 2012
28
Tabel 8 Gambar 16 dan 17 menunjukkan bahwa pada tahun 1989 dan 2012
kawasan pantai Kabupaten Batang memiliki potensi kerentanan lahan rendah
hingga sedang. Penambahan luasan kerentanan lahan sedang terjadi karena adanya
perubahan tutupan atau penggunaan lahan dari tahun 1989 hingga 2012. Pada
lahan dengan potensi kerentanan rendah tahun 1989 dan 2012 berada pada
penggunaan lahan vegetasi pohon, vegetasi semak dan rumput, badan air dan
lahan terbuka. Lahan dengan kerentanan sedang berada pada penggunaan lahan
terbangun, lahan terbuka, badan air, vegetasi semak dan rumput dan vegetasi
pohon dengan kelerengan curam.
Tabel 8 menunjukkan bahwa pada tahun 1989 dan 2012, lahan dengan
kerentanan sedang mengalami peningkatan. Hal tersebut menunjukkan
penggunaan lahan pada kawasan pantai Kabupaten Batang mengalami perubahan
yang cenderung menurunkan kualitas lahan tersebut. Perubahan yang terjadi pada
lahan vegetasi pohon yang berubah menjadi lahan vegetasi semak dan rumput,
lahan terbuka dan lahan terbangun akan menyebabkan potensi kerentanan lahan
tersebut semakin besar. Perubahan lahan pada tingkat kerentanan sedang
meningkat sebesar 795.16 ha atau 3.07%.
Batang
30
Tabel 9 Tingkat konservasi lahan hutan kota kawasan pantai Kabupaten Batang
KLM
Tidak Sesuai Sedang Sesuai
KL
Rendah KR KR KS
Sedang KR KS KT
Tinggi KS KT KT
Keterangan: KL (Kerentanan lahan); KLM (Kesesuaian Lahan Hutan Mangrove); KT (Konservasi
Tinggi); KS (Konservasi Sedang); KR (Konservasi Rendah)
Unit tingkat konservasi tinggi lokasi hutan kota sebagian besar terdapat di
sepanjang pantai Kecamatan Batang dan Kandeman serta sebagian kecil
Kecamatan Tulis, Subah dan Gringsing dengan luas total 162.19 ha. Hal tersebut
dikarenakan pada lokasi tersebut memiliki kerentanan lahan sedang dengan abrasi
pantai yang mencapai 6.27 m/tahun dan kesesuaian lahan hutan mangrove yang
sangat sesuai. Sebaliknya unit tingkat konservasi sedang dan rendah lokasi hutan
kota terdapat di seluruh kecamatan dengan luasan 1 637.99 ha untuk tingkat
konservasi sedang dan 31 914.07 ha untuk tingkat konservasi rendah. Sebagian
besar unit tingkat konservasi sedang dan rendah berada lebih jauh dari laut atau
berada di belakang unit tingkat konservasi tinggi sehingga gelombang, pasang
surut dan abrasi pantai tidak terlalu berpangaruh terutama pada unit tingkat
konservasi rendah (Gambar 19).
Gambar 19 Peta tingkat konservasi lahan hutan kota mangrove Kabupaten Batang
32
Gambar 20 Peta rencana tata guna lahan kawasan pantai Kabupaten Batang tahun 2011-2031
34
Tabel 10 Bentuk hutan kota pada setiap land use dan land cover kawasan pantai
Kabupaten Batang
(a) (b)
Gambar 21 Substrat garis pantai (a) Plabuhan Kecamatan Gringsing (b) Celong
Kecamatan Banyuputih
35
Gambar 22 Peta lokasi eksisting hutan kota kawasan pantai Kabupaten Batang
Batang
36
Gambar 23 Peta Zonasi pemanfaatan hutan kota mangrove kawasan pantai Kabupaten Batang
37
Rencana Zonasi
Pembagian zonasi hutan kota dimaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi
hutan kota yang direncanakan. Pembagian zona dilakukan melalui pendekatan
pertimbangan ekologis dan pemanfaatan fasilitas eksisting. Setiap hutan kota yang
direncanakan memiliki zonasi yang disesuaikan dengan fungsi yang ingin dicapai
dari masing-masing tipe hutan kota.
Hutan kota mangrove tipe perlindungan dan tipe budidaya memiliki zonasi,
yaitu zona pemanfaatan dan zona perlindungan. Zona pemanfaatan dikembangkan
untuk lokasi budidaya perikanan dengan sistem wanamina. Aktivitas yang
direncanakan adalah pengembangan budidaya tambak, kawasan tangkapan dan
pusat pemancingan. Zona perlindungan dikembangkan sebagai lokasi dengan
fungsi perbaikan lingkungan, perlindungan lingkungan dan kegiatan pemanfaatan
terbatas (Gambar 24).
Hutan kota tipe penyangga hanya memiliki satu zonasi yang digunakan
sebagai penyangga bagi daerah di sekitarnya sehingga aktivitas yang dilakukan
tidak mengganggu keseimbangan lingkungan (Gambar 25). Hutan kota tipe
penyangga direncanakan di Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Ujung
Negoro-Roban yang berada di Kecamatan Kandeman dan Kecamatan Tulis.
Hutan kota tersebut diharapkan mampu menjadi penyangga bagi lingkungan
disekitarnya, sehingga kegiatan manusia tidak merusak keseimbangan ekologis
lingkungan.
Hutan kota tipe rekreasi memiliki zona pemanfaatan yang dikembangkan
untuk kegiatan rekreasi alam dengan pengembangan fasilitas secara minimalis.
Kegiatan rekreasi yang dapat dikembangkan adalah wisata umum, yaitu
menikmati keindahan pantai, wisata memancing, foto hunting, wisata pendidikan
dan wisata khusus seperti birdwatching. Zona perlindungan pada hutan kota tipe
rekreasi digunakan sebagai perbaikan lingkungan dan pelestarian mangrove
(Gambar 26).
Hutan kota tipe pelestarian plasma nutfah dikembangkan menjadi tempat
koleksi plasma nutfah dan sebagai habitat satwa. Pada hutan kota ini direncanakan
memiliki zonasi hutan mangrove yang terdiri dari zona Api-api dan pedada, zona
Bakau, zona Bakau dan Tancang, zona Tancang dan zona Nipah dan vegetasi
hutan pantai. Hutan kota tipe ini direncanakan hanya memiliki satu zona yang
berfungsi sebagai tempat pelestarian plasma nutfah sebagai fungsi utama, tempat
koleksi mangrove, menjadi pelindung pantai dan menjadi salah satu arboretum di
Kabupaten Batang.
Gambar 24 Zonasi hutan kota tipe perlindungan dan budidaya Kecamatan Batang
39
Gambar 25 Zonasi hutan kota tipe penyangga Kecamatan Kandeman dan Kecamatan Tulis
40
Gambar 26 Zonasi hutan kota tipe rekreasi, perlindungan dan budidaya Kecamatan Gringsing
41
Gambar 27 Zonasi hutan kota tipe rekreasi Pantai Sigandu Kecamatan Batang dan Kecamatan Kandeman
42
Pengguna
Tipe
Fasilitas Pengunjung
Sirkulasi Pengelola Pengunjung
Khusus
Umum Jalan aspal √ √ √
Jalan Batu
√ √ √
(makadam)
Jalan papan kayu √ √ √
Khusus Jalur parit √ √
Jalan papan kayu √ √
Tipe HK
1 2 3 4 5
Jenis Pohon
Api-api (Avicennia spp.) √ √ √ √ √
Bakau (Rhizophora spp.) √ √ √ √ √
Bintaro (Cerbera manghas) √ √ √
Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) √
Keben (Baringtonia asiatica) √ √ √
Ketapang (Terminalia catappa) √ √ √
Merbau (Instia bijuga) √ √ √
Nipah (Nypa fruticans) √ √ √
Nyamplung (Calophyllum inophyllum) √ √ √
Nyirih (Xylocarpus granatum) √ √ √
Pedada (Sonneratia spp.) √ √ √ √
Tancang (Bruguiera spp.) √ √ √ √ √
Tingi (Ceriops spp.) √
Waru Laut (Hibiscus tiliaceus) √ √ √
Keterangan: 1) HK tipe budidaya; 2) HK tipe perlindungan 3) HK tipe rekreasi; 4) HK tipe
penyangga; 5) HK tipe pelestarian plasma nutfah
bakau (Rhizophora spp) dan Tancang (Bruguiera spp); zona Tancang (Bruguiera
spp); zona Nipah (Nypa fruticans) yang merupakan salah satu zonasi hutan
mangrove di Indonesia (Bengen 2001), (Gambar 28).
45
Gambar 28 Zonasi hutan kota tipe pelestarian plasma nutfah Kecamatan Subah
Subah
46
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
ACCURACY TOTALS
----------------
Totals 55 55 48
Lampiran 7 Data flora dan fauna kawasan pantai Kabupaten Batang tahun 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan Batang pada tanggal 21 Juni 1990 sebagai anak keempat
dari 4 bersaudara pasangan Cucu Karyanto dan Sri Hanah. Pendidikan formal
ditempuh penulis di TK Kasih Ibu Proyonanggan, SD Negeri 4 Karangasem, SMP
Negeri 3 Batang, SMA Negeri 1 Batang. Penulis melanjutkan pendidikan di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
tahun 2008 dan tahun 2009 penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB.
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif sebagai pengurus
Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
(HIMAKOVA) periode 2009-2011, KSR PMI UNIT I IPB periode 2009-2011
dan Organisasi Mahasiswa Daerah Pekalongan-Batang (IMAPEKA) Periode
2009-2010.
Kegiatan-kegiatan yang pernah penulis ikuti selama berada di IPB,
diantaranya Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di
Cagar Alam Gunung Burangrang, Jawa Barat (2010), ekspedisi Studi Konservasi
Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah (2010),
menjadi relawan KSR IPB saat meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta (2010),
Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Slamet-Nusa
Kambangan (2010), Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan
Gunung Walat, TN Gunung Halimun Salak dan KPH Cianjur (2011) dan Praktik
Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur
(2012).
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
penulis melaksanakan penelitian di Kabupaten Batang dengan judul “Master Plan
Hutan Kota Mangrove Kawasan Pantai Kbupaten Batang, Jawa Tengah” dibawah
bimbingan Dr Ir Endes N Dachlan, MS dan Ir Qodarian Pramukanto, MSi.