Anda di halaman 1dari 193

KATA PENGANTAR

Kegiatan Penyusunan Kajian Desa Wisata di DIY merupakan langkah penting yang
diperlukan untuk menyusun Instrumen standardisasi/guidelines desa wisata
sebagai paduan pengembangan sebuah kampung/desa untuk menjadi desa
wisata. Melalui kegiatan ini, diharapkan seluruh upaya pembangunan dan
penataan desa wisata di DIY yang dilakukan oleh pemangku kepentingan terkait
dapat dilaksanakan secara lebih terarah, dalam kerangka keterpaduan
pemanfaatan potensi desa sebagai destinasi pariwisata, tanggap terhadap
dinamika pasar, serta dikelola secara berkelanjutan.

Laporan ini merupakan “Laporan Akhir” yang disusun sebagai laporan ketiga
dari tiga tahap pelaporan pekerjaan “Kajian Desa Wisata di DIY”. Laporan akhir
ini di dalamnya memuat uraian mengenai pendahuluan, pendekatan, batasan
kajian desa wisata serta profil desa amatan yang menjadi dasar penyusunan
Instrumen standardisasi/guidelines desa wisata sebagai paduan pengembangan
sebuah kampung/desa untuk menjadi desa wisata, analisis, instrumen
standarisasi/ guidelines pengembangan desa wisata serta strategi dan program
pengembangan desa wisata. Sekaligus studi kasus penerapan program pada desa
wisata Pentingsari.

Atas terselesaikannya laporan ini, Tim Penyusun menyampaikan terima kasih


kepada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pariwisata Daerah
Istimewa Yogyakarta serta semua pihak yang telah membantu selama proses
penyusunan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI
Laporan Akhir
Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Daftar Gambar vi

Daftar Tabel vii

1.

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1–1

1.2. Tujuan dan Sasaran 1 – 10

1.3. Lingkup Keluaran 1 – 12

1.4. Alur Pikir 1 – 13

2.

ii
BAB 2
BATASAN KAJIAN DESA WISATA
2.1. Pengertian Wisata Pedesaan dan Desa Wisata 2–1

2.2. Tipologi Desa Wisata di Indonesia 2–5

2.3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Desa Wisata 2–8

2.4. Model Pengembangan Desa Wisata 2 – 11

2.5. Prinsip dasar Pengembangan Desa Wisata 2 – 13

2.6. Komponen Kajian Pengembangan Desa Wisata 2 – 14

2.6.1. Daya Tarik 2 – 14

2.6.2. Aksesibilitas 2 – 19

2.6.3. Fasilitas 2 – 20

2.6.4. Pemberdayaan Masyarakat 2 – 21

2.6.5. Pemasaran dan Promosi 2 – 27

2.6.6. Kelembagaan dan SDM 2 – 31

3.

BAB 3
PROFIL DESA WISATA AMATAN
3.1. Batasan Lingkup Amatan 3–1

3.1.1. Justifikasi Batasan Amatan 3–1

3.1.2. Pemilihan Desa Wisata Amatan 3–1

3.2. Profil Desa Wisata Amatan 3–3

3.2.1. Desa Wisata berbasis Keunikan Sumber Daya Budaya 3–6


Lokal

3.2.1.1. Desa Wisata Kebon Agung 3–7

3.2.1.2. Desa Wisata Tanjung 3 – 13

3.2.1.3. Kampung Wisata Ketandan 3 – 15

3.2.2. Desa Wisata berbasis Keunikan Sumber Daya Alam 3 – 19

iii
3.2.2.1. Desa Wisata Nglanggeran 3 – 19

3.2.2.2. Desa Wisata Ketingan 3 - 23

3.2.2.3. Desa Wisata Nglinggo 3 – 27

3.2.3. Desa Wisata berbasis Perpaduan Keunikan Sumber 3 – 31


Daya Budaya dan Alam

3.2.3.1. Desa Wisata Srowolan 3 – 31

3.2.3.2. Desa Wisata Kembangarum 3 – 37

3.2.3.3. Desa Wisata Pentingsari 3 – 42

3.2.4. Desa Wisata berbasis Keunikan Aktifitas Ekonomi 3 – 48


Kreatif

3.2.4.1. Desa Wisata Bobung 3 – 48

3.2.4.2. Desa Wisata Kasongan 3 – 52

3.2.4.3. Kampung Wisata Prawirotaman 3 – 56

3.3. Isu-isu Strategis yang Berkaitan dengan Pengembangan 3 – 60


Desa Wisata

4.

BAB 4
PENDEKATAN PENGEMBANGAN DESA WISATA
4.1. Pendekatan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainable
Tourism Development) 4–1

4.2. Pendekatan Ekowisata 4–1

4.3. Pendekatan Pariwisata berbasis Pemberdayaan


Masyarakat (Community Based Tourism) 4–3

4.4. Pendekatan Budaya 4–4

4.5. Pendekatan Good Tourism Governance 4–6

4.6. Pendekatan Kesesuaian antara Permintaan dan


Penawaran (Demand and Supply) 4–7

4.7. Pendekatan Pengembangan Wilayah 4 – 10

iv
5.
BAB 5
ANALISIS PENGEMBANGAN DESA WISATA
6.

BAB 6
INSTRUMEN STANDARISASI/ GUIDELINES
PENGEMBANGAN DESA WISATA
6.1. Instrrumen Dasar Pengembangan Desa Wisata 6–1

6.1.1. Instrumen Dasar Desa Wisata 6–1

6.1.2. Komponen Dasar Desa Wisata 6–6

6.1.3. Persyaratan Dasar Pembentukan Desa Wisata 6–7

6.2. Instrumen Standarisasi/ Guidelines Pengembangan Desa 6–9


Wisata

6.2.1. Embrio/ Potensial 6–9

6.2.2. Berkembang 6 – 10

6.2.3. Maju 6 – 11

7.

BAB 7
PROGRAM IMPLEMENTASI BERDASAR TINGKAT
PERKEMBANGAN
7.1. Strategi Pengembangan 7–1

7.2. Program Pengembangan 7-4

8.

BAB 8
MONITORING DAN EVALUASI
8.1. Tujuan dan Sasaran 8–1

8.2. Instrumen Evaluasi 8-3

v
9.

BAB 9
STUDI KASUS – DESA WISATA PENTINGSARI
9.1. Justifikasi Pemilihan 9–1

9.2. Profil Singkat Desa Wisata Pentingsari

9.3. Program Pengembangan

10.

BAB 10
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
10.1. Kesimpulan 10 – 1

10.2. Rekomendasi 10 – 3

vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Contoh Desa Wisata Candirejo di kawasan
1–7
Borobudur, Jawa Tengah

Gambar 2.1. Tipologi Desa Wisata 2–5

Gambar 2.2. Skema Upaya Peningkatan Pemberdayaan


2 – 23
Masyarakat

Gambar 2.3. Aspek Keterlibatan Masyarakat dalam Konsep


2 – 26
Pemberdayaan

Gambar 2.4. Skema Proses Pembentukan Branding 2 – 30

Gambar 3.1. Peta Administratif Daerah Istimewa Yogyakarta 3–3

Gambar 3.2. Peta Sebaran Desa Wisata di DIY 3–5

Gambar 3.3. Peta Sebaran Desa Wisata Amatan 3–6

Gambar 4.1. Skema Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan 4-2

Gambar 4.2. Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan


4–5
Pariwisata

Gambar 4.3. Diagram Good Tourism Governance Model 4 – 10

Gambar 4.4. Diagram Kesesuaian Permintaan dan Penawaran 4 – 11

Gambar 4.5. Konsep Pengembangan Wilayah Berdasar pada


4 – 13
Penataan Ruang

vii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Pengelompokkan SDM pariwisata 3 - 34

Tabel 3.1. Luas Wilayah, Ketinggian, dan Jarak Lurus ke


Ibukota Provinsi menurut Kabupaten/Kota di 4–4
Daerah Istimewa Yogyakarta

11.

viii
BAB 1
PENDAHULUAN

KAJIAN PENGEMBANGAN
DESA WISATA DI DIY

Laporan Akhir 1 - 0
1.1. LATAR BELAKANG

1.1.1. KONDISI UMUM KEPARIWISATAAN INDONESIA


Industri pariwisata merupakan industri yang dikembangkan dan
diandalkan sebagai salah satu sektor pendorong pertumbuhan
ekonomi, karena sektor pariwisata berpengaruh signifikan terhadap
perekonomian masyarakat. Industri Pariwisata merupakan kegiatan
yang tidak mengenal batas ruang dan wilayah (borderless).
Pengaruh globalisasi akibat perkembangan teknologi informasi yang
diikuti dengan kemudahan akses membuat pergerakan manusia
menjadi lebih cepat, lebih bervariasi, lebih nyaman, lebih
ekonomis, lebih mudah. Berwisata merupakan salah satu
kebutuhan manusia. Rekreasi, relaksasi, mencari pengalaman,
kekaguman, nostalgia, keindahan dan beberapa alasan lain,
membuat orang untuk melakukan perjalanan ke berbagai destinasi
untuk menikmati berbagai produk pariwisata dan fasilitas yang
tersedia.
Beberapa negara bahkan mengandalkan industri pariwisata sebagai
pandapatan utamanya (sektor yang diandalkan untuk perkembangan
ekonomi). Agar mampu bersaing dengan Destinasi lain, mereka
mengemas potensi obyek dan tujuan wisatanya secara sistematis,
terprogram, terencana, konsisten, integrated dan holistik. Berbagai
kemudahan, fasilitas, pelayanan prima, kemudahan iklim dan
regulasi dijadikan sebagai alat promosi. Komitmen yang tinggi
dengan perencanaan yang berkelanjutan (sustainable) serta
penjagaan (pelestarian) yang benar menjadi ciri beberapa destinasi
yang mampu bertahan. Mereka sadar akan konsekuensi yang akan
diterimanya, apabila tidak menjaga potensi dan produk wisatanya
secara komprehensif. Industri Pariwisata memiliki konsumen (pasar)
yang tak dapat diatur atau dipaksa agar pergi kesuatu destinasi
tertentu. Kebebasan wisatawan untuk berkunjung ke destinasi
tertentu bersifat absolut.
Suatu Destinasi harus mengubah sikap dari eksklusif kedaerahan
(spasial) ke sikap yang saling bekerja sama, menjalin kemitraan dan
mengembangkan jejaring (networking) dengan program-program

Laporan Akhir 1 - 1
yang integrated dan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme).
Namun, sesuai hukum pasar, suatu destinasi harus mengerti benar
kaidah dan permasalahan pasar. Kepercayaan, adalah kata kunci
bila akan bergerak dibidang jasa. Berbagai bidang jasa saling
berhubungan erat dalam Industri Pariwisata seperti perbankan,
money changer, jasa tranportasi, pertanian dan perkebunan (agro
wisata), dan masih banyak lagi. Persaingan, perjanjian,
penghindaran klaim, proteksi, inteljen bisnis dilakukan oleh para
pelaku dan pengelola pariwisata. Dia harus mengenal siapa
konsumennya, kompetitornya dan potensinya sehingga destinasi
tersebut dapat mengerti posisi dan kemampuannya dalam
mempengaruhi pasar. Analisa komprehensif terhadap keinginan
konsumen diperlukan untuk mengetahui varian dan kualitas produk
yang diinginkan atau laku Dijual. Kualitas dan bauran
(keanekaragaman) produk yang dihasilkan, merupakan cermin
kemampuan produsen. Kemampuan produsen merupakan output
dari proses pembinaan dan pembelajaran. Pemberdayaan
masyarakat dengan model atur diri sendiri dibarengi dengan
kualitas dan bauran produksi signifikan serta ketergantungan
penghidupan pada kelestrian destinasi, merupakan salah satu cara
untuk meningkatkan ekonomi rakyat, utamanya disekitar destinasi.
Kualitas, validitas, ketersediaan dan menejemen data merupakan
hal terpenting dalam upaya untuk mengerti terhadap kemampuan
diri sendiri dan kemampuan pesaing. Output Perencanaan (solusi)
yang tepat hanya akan diperoleh apabila masukan (data) tentang
permasalahan dapat diperoleh dengan cepat dan tepat.
Pariwisata sering dipersepsikan sebagai wahana untuk
meningkatkan pendapatan, terutama meningkatkan pendapatan
pemerintah, khususnya pendapatan devisa, sehingga
perkembangannya lebih bersifat ekonomi-sentris dan berorientasi
pada pertumbuhan. Karena jumlah pendapatan devisa ditentukan
oleh jumlah kunjungan, pengeluaran, dan lama kunjungan
wisatawan ke negara destinasi, maka tolok ukur keberhasilan
pengembangan pariwisata sering dinilai dengan pencapaian target :
a. Jumlah kunjungan wisatawan

Laporan Akhir 1 - 2
b. Pengeluaran wisatawan (expenditures)
c. Lama tinggal wisatawan (lengh of stay)
(Renstra Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata Nasional tahun
2005 – 2009)
WTO (World Tourism Organization) memprediksi bahwa
pertumbuhan Industri Pariwisata Dunia (travel Industry) adalah 4,2%
pertahun dalam jangka waktu 10 tahun (2000 s/d 2010). Tingkat
pertumbuhan terbesar akan dimiliki oleh beberapa negara
dikawasan Asia. Optimisme yang sama disampaikan oleh World
Travel & Tourism Council (WWTC) yang menyatakan bahwa :”
Disadari atau tidak, Kepariwisataan dunia akan menjelma menjadi
‘Mega Industri’ dan diperkirakan akan menjadi salah satu penggerak
utama perekonomian di abad 21”. WWTC juga memprediksikan
Industri pariwisata akan menggerakkan antara 850 juta hingga 1
miliar wisatawan mancanegara di seluruh dunia pada tahun 2005.
Bahkan, melihat tren perkembangan pariwisata tahun 2020,
perjalanan wisata dunia akan mencapai 1,6 milyar orang, 438 juta
orang akan berkunjung ke kawasan Asia-pasifik dan 100 juta ke
Cina.
Pada tahun 2002, pengeluaran wisatawan internasional di seluruh
dunia mencapai US$ 474 miliar, dimana US$ 94,7 miliar diantaranya
diterima oleh negara-negara di kawasan Asia-Pasifik (WTO,2003).
Dengan perolehan US$ 4,496 miliar pada tahun 2002, penerimaan
devisa Indonesia baru mewakili 0,95% dari pengeluaran wisatawan
dunia. Indonesia diperkirakan akan dikunjungi oleh 10 juta orang
wisatawan pada tahun 2009 dengan perolehan devisa (diperkirakan)
sebesar US$ 10 miliar.

1.1.2. SADAR WISATA DAN PERAN PENTINGNYA DALAM PENGEMBANGAN


DESTINASI PARIWISATA
Dalam pengembangan kepariwisataan, Destinasi Pariwisata
merupakan unsur vital sekaligus penggerak utama bagi wisatawan
dalam memutuskan perjalanan dan kunjungan ke suatu daerah atau

Laporan Akhir 1 - 3
negara. Destinasi Pariwisata yang dibentuk oleh serangkaian
komponen produk, wilayah dan citra atau karakter atraksi menjadi
fokus penting dalam pengembangan kepariwisataan, khususnya
dalam mengembangkan keunggulan banding dan keunggulan saing
dalam berkompetisi untuk menarik pasar wisatawan regional
maupun internasional.
Dalam konteks Indonesia, pengembangan destinasi pariwisata masih
mengalami sejumlah kendala dan hambatan, baik dari manajemen
produk wisata yang dikembangkan didalamnya, maupun koordinasi
dan dukungan sektoral yang masih terbatas serta koordinasi lintas
wilayah/ daerah yang belum bisa berjalan efektif karena ego/
semangat kedaerahan.
Di lain pihak, perkembangan pariwisata dan tren pasar dunia
semakin menuntut pengembangan dan pengelolaan destinasi
pariwisata yang mampu memberikan daya tarik yang atraktif,
manajemen atraksi yang kreatif dan non konvensional, pengalaman
wisata dan pelayanan yang berkualitas serta berbagai kemudahan
dari segi akses informasi, aksesibilitas inter-regional maupun
kemudahan dan kenyamanan berwisata lainnya.
Dari dinamika perkembangan kepariwisataan nasional sangat
terlihat bagaimana implikasi sektor kepariwisataan terhadap
pembangunan ekonomi. Pariwisata sangat dipengaruhi oleh situasi
dan kondisi perekonomian. Dengan ekonomi yang maju pariwisata
akan berkembang karena didukung oleh kesejahteraan penduduk
dan fasilitas daerah tujuan wisata yang memadai. Hal sebaliknya
juga dapat terjadi yaitu pariwisata dapat mendorong perekonomian
regional dan nasional. Kegiatan pariwisata akan menimbulkan
demand akan barang dan jasa yang selanjutnya akan merangsang
pertumbuhan produksi.
Pengembangan destinasi pariwisata memiliki keterkaitan lintas
sektor yang mampu membuka peluang investasi sangat luas. Sektor
pariwisata bukanlah sektor yang berdiri sendiri, tetapi merupakan
industri multi sektor. Karena itu maka dampak ekonomi yang
ditimbulkan pariwisata juga berdimensi multi sektor. Dampak
ekonomi tersebut dapat berupa pertumbuhan industri/usaha yang

Laporan Akhir 1 - 4
terkait dengan pariwisata atau industri/usaha yang berkarakteristik
pariwisata, peningkatan pendapatan penduduk, kesempatan kerja
dan investasi.
Sektor pariwisata berkaitan secara langsung dan tak langsung
dengan berbagai sektor perekonomian yang memproduksi barang-
barang dan jasa-jasa yang sebagian atau seluruhnya dikonsumsi
oleh wisatawan, baik itu wisatawan mancanegara maupun
wisatawan nusantara. Dengan demikian berarti pertumbuhan sektor
pariwisata dapat dianggap sebagai pendorong laju pertumbuhan
sektor-sektor lain termasuk pertanian. Dampak ekonomis pariwisata
yang lintas sektor ini bahkan juga melintas multi sektor dalam
bentuk pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan investasi.
Sistem keterkaitan produk dan jasa layanan dalam kegiatan
kepariwisataan akan melibatkan unsur-unsur jaringan maskapai
penerbangan, tranportasi, jaringan hotel, biro-biro perjalanan,
industri jasa boga dan berbagai jasa terkait lainnya dari seluruh
dunia.

1.1.3. TUMBUHNYA TREN WISATA MINAT KHUSUS DAN PENGARUHNYA


TERHADAP KUNJUNGAN DESA WISATA
Pariwisata sebagai salah satu sektor dalam pembangunan Indonesia,
merupakan sektor yang sangat dinamis didalam menagkap berbagai
kecenderungan perkembangan global. Hal ini terlihat dari
terjadinya pergeseran orientasi motivasi kunjungan wisatawan dari
mass tourism kepada suatu bentuk kunjungan individual/kelompok
kecil yang berminat pada kehidupan keseharian. Disamping itu,
pariwisata adalah suatu sektor yang dinamis dan sangat tanggap
terhadap berbagai kecenderungan dan perkembangan nilai
kehidupan baru (Machin, 1986) dan (Hughes-Freeland, 1990). Desa
wisata merupakan salah satu jawaban dari perkembangan
kecenderungan pasar, dimana orientasi pilihan wisatawan pada
hotel besar dan modern telah bergeser pada pilihan-pilihan tipe
akomodasi atau juga produk yang berskala kecil, tetapi unik.
Melalui desa wisata, diharapkan terjadi permerataan yang sesuai
dengan konsep pembangunan pariwisata yang berkesinambungan.

Laporan Akhir 1 - 5
Bercermin kepada pola konsumsi wisatawaan terutama
mancanegara maka dewasa ini banyak bermunculan wisatawan
minat khusus yang orientasinya tidak lagi terbelenggu oleh
keindahan alam semata tetapi lebih kepada suatu interaksi baik
terhadap budaya, masyarakat maupun alam setempat. Effektifitas
dan wujud dari interaksi yang maksimal dapat direalisasikan melalui
keunikan suatu kawasan. Terutama jika dikawasan tersebut ditemui
hal– hal yang tidak lazim dan berbeda dari kesehariam wisatawan
tersebut. Keunikan tersebut dapat tertuang dalam suatu bentuk
kebiasaan, aktivitas sehari-hari, ritual serta pola hidup yang
harmonis dengan alam. Berlandaskan semangat untuk meningkatkan
taraf kehidupan masyarakat serta menyikapi keinginan wisatawan
untuk mencari sesuatu hal yang baru, eksotisme, maka konsep desa
wisata merupakan salah satu sarana untuk menyatukan kedua
elemen tersebut.
Adanya trend atau kecenderungan yang signifikan pada dua dekade
terakhir ini, yaitu segmen pasar wisata minat khusus memberikan
pengaruh kepada perkembangan desa wisata. Wisatawan dengan
berbagai motivasi melakukan perjalanan wisata ke desa wisata
untuk bisa menikmati kehidupan masyarakat, berinteraksi secara
aktif dalam berbagai aktivitas di lokasi desa wisata dan juga belajar
kebudayaan lokal setempat. Atraksi yang ada pada desa wisata
akan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pola kunjungan
wisatawan di desa wisata. Beberapa desa wisata seperti Candirejo
di kawasan Borobudur dan desa wisata Karangbanjar di Purbalingga
menawarkan suasana dan aktivitas pedesaan yang dikemas dalam
bentuk paket wisata. Menurut Daldjoeni (1998), setiap desa akan
memiliki geographical setting dan human effort yang berbeda-beda
satu dengan lainnya. Hal ini akan mempengaruhi strategi
masyarakat sebagai host community dalam memanfaatkan potensi
yang ada untuk dikemas sebagai atraksi yang menarik bagi
wisatawan. Wisatawan memiliki preferensi tertentu dengan atraksi
yang disajikan sehingga atraksi harus dikembangkan dan dikelola
sesuai dengan potensi desa sehingga mampu memenuhi apa yang
diharapkan oleh wisatawan.

Laporan Akhir 1 - 6
Gambar 1.1.

Contoh Desa Wisata Candirejo di kawasan Borobudur, Jawa Tengah

1.1.4. WISATA PEDESAAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK KEGIATAN


WISATA ALTERNATIF YANG PROSPEKTIF
Bentuk-bentuk kegiatan wisata alternatif perlu menjadi perhatian
penting dalam pengembangan daya tarik wisata di Indonesia,
khususnya terkait dengan keragaman budaya dan keunikan alam.
Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka pengembangan wisata
pedesaan (village tourism) atau desa wisata (tourism village)
sebagai aset pariwisata menjadi alternatif yang dipandang sangat
strategis untuk menjawab sejumlah agenda dalam pembangunan
kepariwisataan.
Melalui pengembangan wisata pedesaan atau desa wisata, maka
suatu destinasi pariwisata akan memiliki keragaman atau
diversifikasi produk yang akan membuka peluang kunjungan ulang
bagi wisatawan yang pernah berkunjung ke daerah atau destinasi
tersebut. Pengembangan wisata pedesaan atau desa wisata juga

Laporan Akhir 1 - 7
dianggap mampu meminimalkan potensi urbanisasi masyarakat dari
pedesaan ke perkotaan dikarenakan mampu menciptakan aktifitas
ekonomi di wilayah pedesaan yang berbasis pada kegiatan
pariwisata (ekonomi pariwisata). Daya produktif potensi lokal
termasuk didalamnya adalah potensi-potensi wilayah pedesaan akan
dapat didorong untuk tumbuh dan berkembang dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh desa, sehingga akan
dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mendorong
pengembangan bidang sosial budaya dan ekonomi masyarakat
pedesaan. Lebih lanjut, akan dapat didorong berbagai upaya untuk
melestarikan dan memberdayakan potensi keunikan berupa budaya
lokal dan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang ada di
masyarakat yang cenderung mengalami ancaman kepunahan akibat
arus globalisasi yang sangat gencar dan telah memasuki wilayah
pedesaan.
Sejalan dengan mengemukanya agenda pembangunan pariwisata
berkelanjutan (sustainable tourism development) sebagai respon
atas kepedulian yang semakin tinggi akan lingkungan, serta nilai
manfaat pariwisata bagi masyarakat, maka dalam konteks
pengembangan kepariwisataan muncul konsep wisata alternatif
(alternative tourism) sebagai bentuk penyeimbang atas dominannya
perkembangan wisata massal (mass tourism) dalam ranah
pengembangan produk kepariwisataan.
Salah satu bentuk wisata alternatif yang menyentuh langsung
kepada masyarakat dan secara signifikan dapat mengurangi
kecenderungan fenomena urbanisasi masyarakat dari desa ke kota
adalah pengembangan wisata pedesaan (village tourism)
yangberbasis pada pemanfaatan potensi desa dengan segala entitas
masyarakat, alam, dan budaya yang ada di dalamnya sebagai
kekuatan daya tarik wisata.
Lebih darisatu dekade terakhir, pengembangan wisata pedesaan
dan desa wisata berjalan begitu pesat dan menyebar di hampir
seluruh wilayah provinsi di Indonesia, terlebih dengan adanya
dorongan program PNPM Mandiri Pariwisata, banyak desa wisata
baru bermunculan diberbagai daerah yang mencoba untuk

Laporan Akhir 1 - 8
menangkap peluang perkembangan kepariwisataan serta minat
pasar untuk mencari destinasi wisata alternatif diluar destinasi-
destinasi populer yang sudah banyak dikenal dalam konteks wisata
massal (mass tourism) dan wisata konvensional.

1.1.5. NILAI STRATEGIS KEGIATAN PENYUSUNAN KAJIAN


PENGEMBANGAN DESA WISATA
Desa wisata dalam konteks produk wisata umumnya memiliki
penduduk yang masih memegang teguh tradisi dan budaya yang
relatif masih asli, begitu pula halnya dengan alam dan lingkungan
yang masih terjaga kelestariannya. Selain keunikan dan kekhasan
yang dimilikinya, kawasan desa wisata harus memiliki berbagai
fasilitas pendukung untuk menunjang kegiatan kepariwisataan yang
berlangsung didalamnya, yang akan memudahkan para pengunjung
atau wisatawan dalam melakukan kegiatan wisata.
Desa wisata adalah suatu wilayah dengan luasan tertentu dan
memiliki potensi keunikan daya tarik wisata yang khas dengan
komunitas masyarakatnya yang mampu menciptakan perpaduan
berbagai daya tarik wisata dan fasilitas pendukungnya untuk
menarik kunjungan wisatawan termasuk tumbuhnya fasilitas
akomodasi yang disediakan oleh masyarakat setempat.
Pengembangan desa wisata harus direncanakan secara tepat agar
dampak yang timbul dapat dikontrol.
Adanya perkembangan desa wisata yang begitu pesat perlu
didukung dengan kajian pengembangan desa wisata yang
selanjutnya dapat digunakan bagi segenap pemangku kepentingan
dalam pengembangan desa wisata yang dapat memberikan manfaat
bagi masyarakat setempat melalui pembangunan pariwisata
berkelanjutan (sustainable tourism development) yang berbasis
pemberdayaan masyarakat lokal (community based tourism).
Kajian yang ada diharapkan dapat mendorong terciptanya
pengembangan dan pengelolaan desa wisata yang lebih terarah,
terencana, dan berkelanjutan. Lebih lanjut, dapat didukung oleh

Laporan Akhir 1 - 9
semua pihak, serta memberi manfaat yang signifikan bagi seluruh
masyarakat desa melalui tumbuh dan berkembangnya ekonomi
pariwisata berbasis pemberdayaan masyarakat.
Pengembangan sebuah desa wisata memerlukan kajian sehingga
dampak dari pengembangan kegiatan kepariwisataan di kawasan
pedesaan dapat dikontrol, diantaranya melalui pengembangan skala
terbatas (small scale development), dengan memperhatikan faktor
daya dukung (carrying capacity) dan keberlangsungan
(sustainability) serta dapat memberikan manfaat ekonomi baik
secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat desa.
Oleh karenanya, pengembangan suatu desa wisata perlu menitik-
beratkan pada pentingnya pemberdayaan masyarakat melalui
Community Based Tourism.

1.2. TUJUAN DAN SASARAN

1.2.1. TUJUAN
Tujuan dari kegiatan Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY
adalah:
1. Meningkatkan pemberdayaan masyakat lokal dalam pariwisata,
khususnya dalam konsep desa wisata berbasis alam dan ekonomi
kreatif
2. Membangun sektor pariwisata sebagai salah satu pilar utama
pembangunan perekonomian Yogyakarta yang berkelanjutan
3. Memetakan potensi dan permasalahan desa wisata Yogyakarta
sebagai media edukasi, pariwisata dan peningkatan sosial
ekonomi masyarakat pedesaan.

Laporan Akhir 1 - 10
1.2.2. SASARAN
Sasaran dari kegiatan Kajian Pengembangan Desa Wisata di DIY
adalah:
1. Tersusunnya dokumen pemetaan potensi desa wisata
Yogyakarta sebagai media edukasi, pariwisata dan peningkatan
sosial ekonomi masyarakat pedesaan
2. Tersusunnya dokumen klasifikasi desa wisata yang sesuai
dengan tipologi desa-desa wisata sehingga program
pengembangan desa wisata DIY dapat tepat sasaran dan sesuai
dengan kondisi desa wisata tersebut
3. Meningkatnya pemberdayaan masyakat lokal dalam pariwisata

1.3. LINGKUP KELUARAN


Kajian Pengembangan Desa Wisata DIY akan menghasilkan:
A. Batasan/ cakupan desa wisata amatan
B. Profil dan kondisi desa wisata amatan, yang mencakup di
dalamnya:
a. Profil dan kondisi daya tarik wisata
b. Profil dan kondisi aksesibilitas/ transportasi
c. Profil dan kondisi fasilitas pariwisata
d. Profil dan kondisi pemberdayaan masyarakat
e. Profil dan kondisi pemasaran dan promosi
f. Profil dan kondisi Kelembagaan dan SDM
C. Analisis desa wisata amatan yang mencakup analisis lingkungan
internal maupun eksternal
a. Analisis lingkungan internal yang mencakup analisis kondisi
komponen: daya tarik wisata, aksesibilitas, fasilitas,
pemberdayaan masyarakat, pemasaran dan promosi, serta
kelembagaan dan SDM

Laporan Akhir 1 - 11
b. Analisis lingkungan eksternal, mencakup analisis dinamika
eksternal baik dalam konteks paradigma, regulasi atau
kesepakatan global/ internasional, tren dan aspek-aspek
lain yang berkaitan langsung dan tak langsung terhadap
konteks pengembangan desa wisata
D. Isu-isu strategis sebagai dasar perencanaan dan pengembangan
desa wisata di DIY
E. Instrumen standardisasi/guidelines desa wisata sebagai paduan
pengembangan sebuah kampung/desa untuk menjadi desa
wisata, yang mencakup di dalamnya:
a. Instrumen daya tarik wisata
b. Instrumen aksesibilitas/ transportasi
c. Instrumen fasilitas pariwisata
d. Instrumen pemberdayaan masyarakat
e. Instrumen pemasaran dan promosi
f. Instrumen Kelembagaan dan SDM

Laporan Akhir 1 - 12
1.4. ALUR PIKIR

Laporan Akhir 1 - 13
BAB 2
BATASAN KAJIAN
DESA WISATA

KAJIAN PENGEMBANGAN
DESA WISATA DI DIY

Usulan Teknis - 0
2.1. PENGERTIAN WISATA PEDESAAN DAN DESA WISATA

2.1.1. WISATA PEDESAAN

Wisata Pedesaan atau village tourism telah dikenal secara luas


sebagai salah satu bentu produk wisata yang dikembangkan di
kawasan atau area pedesaan (country side) di berbagai tempat di
dunia, sebagai bentuk kegiatan wisata yang membawa wisatawan
pada pengalaman untuk melihat dan mengapresiasi keunikan
kehidupan dan tradisi masyarakat di pedesaan dengan segala
potensinya

2.1.2. DESA WISATA

A. Pengertian

Desa Wisata memiliki beberapa pengertian sebagai berikut:

1) Suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan


fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur
kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan
tradisi yang berlaku.

2) Suatu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan dan daya


tarik yang khas (baik berupa daya tarik/ keunikan fisik
lingkungan alam pedesaan maupun kehidupan sosial budaya
kemasyarakatan), yang dikelola dan dikemas secara alami
dan menarik dengan pengembangan fasilitas pendukung
wisata dalam suatu tata lingkungan yang harmonis dan
pengelolaan yang baik dan terencana Sehingga daya tarik
pedesaan tersebut mampu menggerakkan kunjungan
wisatawan ke desa tersebut, serta menumbuhkan aktifitas
ekonomi pariwisata yang meningkatkan kesejahteraan dan
pemberdayaan masyarakat setempat.

3) Definisi Desa Wisata lainnya adalah: Village Tourism, where


small groups of tourist stay in or near traditional, often

Laporan Akhir 2 - 1
remote villages and learn about village life and the local
environment. Terjemahan bebas : Wisata pedesaan dimana
sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat
dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang
terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan
lingkungan setempat.

Desa Wisata dalam konteks wisata pedesaan tersebut dapat


disebut sebagai asset kepariwisataan yang berbasis pada
potensi pedesaan dengan segala keunikan dan daya tariknya
yang dapat diberdayakan dan dikembangkan sebagai produk
wisata untuk menarik kunjungan wisatawan ke lokasi desa
tersebut.

B. Kriteria Desa Wisata

Suatu Desa dapat dikembangkan sebagai DESA WISATA apabila


memiliki kriteria-kriteria dan faktor-faktor pendukung sebagai
berikut :

Memiliki potensi produk/ daya tarik yang unik dan


Potensi produk/
obyek dan daya khas yang mampu dikembangkan sebagai daya tarik
tarik wisata yang kunjungan wisatawan (sumber daya wisata alam,
unik dan khas
budaya). Potensi obyek dan daya tarik wisata
merupakan modal dasar bagi pengembangan suatu
kawasan pedesaan menjadi Desa Wisata. Potensi-
potensi tersebut dapat berupa :

 potensi fisik lingkungan alam (persawahan,


perbukitan, bentang alam, tata lingkungan
perkampungan yang unik dan khas, arsitektur
bangunan yang unik dan khas, dsbnya).

 potensi kehidupan sosial budaya masyarakat (pola


kehidupan keseharian masyarakat yang unik dan

Laporan Akhir 2 - 2
khas, adat istiadat dan tradisi budaya, seni
kerajinan dan kesenian tradisional, dsbnya).

Tingkat Tingkat penerimaan dan komitmen masyarakat


penerimaan dan terhadap kegiatan kepariwisataan; yaitu adanya sikap
komitmen yang
keterbukaan dan penerimaan masyarakat setempat
kuat dari
masyarakat terhadap kegiatan pariwisata sebagai bentuk kegiatan
setempat
yang akan menciptakan interaksi antara masyarakat
lokal (sebagai tuan rumah/ host) dengan wisatawan
(sebagai tamu/ guest) untuk dapat saling berinteraksi,
menghargai dan memberikan manfaat yang saling
menguntungkan, khususnya bagi masyarakat local
adalah bagi penghargaan dan pelestarian budaya
setempat dan manfaat ekonomi kesejahteraan
masyarakat lokal. Sedangkan bagi wisatawan adalah
pengkayaan wawasan melalui pengenalan budaya
local. Untuk itu perlu adanya semangat dan motivasi
yang kuat dari masyarakat dalam menjaga karakter
yang khas dari lingkungan fisik alam pedesaan dan
kehidupan budaya yang hidup dan tumbuh dalam
masyarakat setempat. Hal tersebut juga merupakan
faktor yang sangat mendasar, karena komitmen atau
motivasi tersebut sesungguhnya yang akan menjamin
kelangsungan daya traik dan kelestarian sumber daya
wisata yang dimiliki desa tersebut. Karena apabila hal
tersebut tidak terjaga maka modal dasar yang menjadi
daya tarik dan magnet wisatawan untuk berkunjung ke
desa tersebut akan hilang, dan kegiatan pariwisata
tidak dapat berlangsung kembali. Oleh karena itu
kelembagaan yang mendukung pengembangan dan
pengelolaan desa wisata menjadi faktor pendukung
keberhasilan pengembangan desa wisata.

Laporan Akhir 2 - 3
Potensi SDM lokal Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya
yang mendukung manusia (SDM) lokal yang cukup dan memadai untuk
mendukung pengelolaan desa wisata. Hal tersebut
sangat penting dan mendasar karena pengembangan
desa wisata dimaksudkan untuk memberdayakan
potensi SDM setempat sehingga mampu meningkatkan
kapasitas dan produktifitasnya secara ekonomi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan
melalui bidang-bidang yang dimilikinya. Dengan
demikian dampak positif pengembangan pariwisata di
desa tersebut akan dapat dirasakan langsung
masyarakat setempat, dan bukannya pihak lain.

Peluang akses Potensi dasar yang dimiliki oleh suatu desa untuk
terhadap pasar
menjadi desa wisata selanjutnya perlu didukung
wisatawan
dengan faktor peluang akses terhadap akses pasar.
Faktor ini memegang peran kunci, karena suatu desa
yang telah memiliki kesiapan untuk dikembangkan
sebagai desa wisata tidak ada artinya manakala tidak
memiliki akses untuk berinteraksi dengan pasar/
wisatawan. Oleh karena itu kesiapan desa wisata harus
diimbangi dengan kemampuan untuk membangun
jejaring pasar dengan para pelaku industri pariwisata,
dengan berbagai bentuk kerjasama dan pengembangan
media promosi sehingga potensi desa tersebut muncul
dalam peta produk dan pemaketan wisata di daerah,
regional, nasional maupun inernasional. Sedemikian
sehingga dapat dijaring peluang kunjungan wisatawan
ke desa tersebut.

Laporan Akhir 2 - 4
Memiliki alokasi ruang/ area untuk pengembangan
fasilitas pendukung wisata pedesaan, seperti :
akomodasi/ homestay, area pelayanan umum, area
kesenian dan lain sebagainya. Hal tersebut sangat
Ketersediaan area/
ruang untuk penting dan mendasar karena aktifitas wisata
pengembangan pedesaan akan dapat berjalan baik dan menarik
fasilitas
apabila didukung dengan ketersediaan fasilitas
pendukung wisata
pedesaan. penunjang yang memungkinkan wisatawan dapat
tinggal, berinteraksi langsung dengan masyarakat
lokal, dan belajar mengenai kebudayaan setempat,
kearifan lokal dan lain sebagainya.

2.2. TIPOLOGI DESA WISATA DI INDONESIA

Tipologi desa wisata didasarkan atas karakteristik sumber daya dan


keunikan yang dimilikinya dapat dikelompokkan dalam 4 (empat)
kategori, yaitu:

Gambar 2.1.
Tipologi Desa Wisata

Laporan Akhir 2 - 5
Gambaran tipologi desa wisata tersebut, selanjutnya dapat
diuraikan sebagai berikut:

1) Desa wisata berbasis keunikan sumber daya budaya lokal


(adat tradisi kehidupan masyarakat,artefak budaya, dsb)
sebagai daya tarik wisata utama

Yaitu wilayah pedesaan dengan keunikan berbagai unsur adat


tradisi dan kekhasan kehidupan keseharian masyarakat yang
melekat sebagai bentuk budaya masyarakat pedesaan, baik
terkait dengan aktifitas mata pencaharian, religi maupun
bentuk aktifitas lainnya.

2) Desa wisata berbasis keunikan sumber daya alam sebagai


daya tarik utama (pegunungan, agro/ perkebunan dan
pertanian, pesisir – pantai, dsbnya)

Yaitu wilayah pedesaan dengan keunikan lokasi yang berada di


daerah pegunungan, lembah, pantai, sungai, danau dan
berbagai bentuk bentang alam yang unik lainnya, sehingga
desa tersebut memiliki potensi keindahan view dan lansekap
untuk menarik kunjungan wisatawan.

3) Desa wisata berbasis perpaduan keunikan sumber daya


budaya dan alam sebagai daya tarik utama

Yaitu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan daya tarik


yang merupakan perpaduan yang kuat antara keunikan sumber
daya wisata budaya (adat tradisi dan pola kehidupan
masyarakat) dan sumber daya wisata alam (keindahan bentang
alam/ lansekap).

4) Desa wisata berbasis keunikan aktifitas ekonomi kreatif


(industri kerajinan, dsb) sebagai daya tarik wisata utama.

Laporan Akhir 2 - 6
Yaitu wilayah pedesaan yang memiliki keunikan dan daya tarik
sebagai tujuan wisata melalui keunikan aktifitas ekonomi
kreatif yang tumbuh dan berkembang dari kegiatan industri
rumah tangga masyarakat local, baik berupa kerajinan,
maupun aktifitas kesenian yang khas.

Kriteria Desa Wisata yang bisa menjadi acuan lain dalam


menentukan tipologi desa wisata yaitu :

1) Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan


hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling
menarik dan atraktif di desa.

2) Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata


terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari
ibukota provinsi dan jarak dari ibukota kabupaten.

3) Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah,


jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria
ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu
desa.

4) Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan aspek


penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada
komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama
yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.

5) Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan


transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan
sebagainya.

Masing-masing kriteria di atas digunakan untuk melihat


karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menetukan apakah
suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe
one day trip atau tipe tinggal inap.

Laporan Akhir 2 - 7
2.3. PRINSIP-PRINSIP PENGEMBANGAN DESA WISATA

Pengembangan desa wisata sebagai suatu aset kepariwisataan dan


aset ekonomi untuk menumbuhkan ekonomi pariwisata di daerah,
khususnya di wilayah pedesaan, disamping perlu didukung dengan
pemenuhan atas sejumlah kriteria dasar diatas, juga harus
dikembangkan dengan menjaga dan memenuhi prinsip-prinsip
sebagai berikut:

a. Tidak bertentangan dengan adat istiadat atau budaya


masyarakat desa setempat. Pengembangan suatu desa
menjadi desa wisata harus memperhatikan sebagai aspek yang
berkaitan dengan kehidupan sosial, budaya dan mata
pencaharian desa tersebut. Suatu desa dalam
pengembangannya atraksi wisata harus disesuaikan dengan
adat, budaya ataupun tata cara yang berlaku di desa tersebut.
Wisatawan yang berkunjung ke desa tersebut harus mengikuti
tata cara dan adat istiadat yang berlaku di desa tersebut.

b. Pembangunan fisik ditujukan untuk meningkatkan kualitas


lingkungan desa. Pengembangan pariwisata di suatu desa
pada hakekatnya tidak merubah apa yang sudah ada di desa
tersebut, tetapi lebih kepada upaya merubah apa yang ada di
desa dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga
menarik untuk dijadikan atraksi wisata. Pengembangan fisik
seperti penambahan sarana jalan setapak, penyediaan MCK,
penyedeiaan sarana dan prasarana ait bersih dan sanitasi lebih
dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang
ada sehingga desa tersebut dapat dikunjungi dan dinikmati
oleh wisatawan.

c. Memperhatikan unsur kelokalan dan keaslian.

Arsitektur bangunan, pola lansekap serta material yang


digunakan dalam pembangunan haruslah menonjolkan ciri khas

Laporan Akhir 2 - 8
desa tersebut sehingga dapat mencerminkan kelokalan dan
keaslian wilayah setempat. Bahan-bahan/material yang
digunakan untuk bangunan rumah, interior, peralatan
makan/minum dan fasilitas lainnya hendaknya memberikan
nuansa yang alami dan menggambarkan unsur kelokalan dan
keaslian. Bahan-bahan seperti kayu, gerabah, bambu dan sirap
serta material alami lainnya hendaknya mendominasi suasana,
sehingga menyatu dengan lingkungan alami sekitarnya.
Penggunaan bahan-bahan tersebut selain meningkatkan daya
tarik desa yang bersangkutan juga sesuai dengan konsep dasar
lingkungan.

d. Memberdayakan Masyarakat Desa Wisata.

Unsur penting dalam pengembangan desa wisata adalah


keterlibatan masyarakat desa dalam setiap aspek wisata yang
ada di desa tersebut. Pengembangan wisata sebagai
pengejawantahan dari konsep pariwisata inti rakyat
mengandung arti bahwa masyarakat desa memperoleh
manfaat sebesar-besarnya dalam pengembangan pariwisata.
Masyarakat terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata dalam
bentuk pemberian jasa dan pelayanan yang hasilnya dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat di luar aktivitas mereka
sehari-hari. Beberapa bentuk keterlibatan masyarakat
tersebut adalah penyediaan fasilitas akomodasi berupa rumah-
rumah penduduk (homestay), penyediaan kebutuhan konsumsi
wisatawan, pemandu wisata, penyediaan transportasi lokal
seperti andong/dokar, kuda, pertunjukan kesenian, dan lain
sebagainya.

Laporan Akhir 2 - 9
e. Memperhatikan Daya Dukung dan Daya Tampung serta
Berwawasan Lingkungan.

Pembangunan suatu desa menjadi desa wisata harus


memperhatikan kapasitas desa tersebut, baik kapasitas fisik
maupun kesiapan masyarakat. Prinsip-prinsip pariwisata yang
berkelanjutan (sustainable tourism) harus mendasari
pengembangan desa wisata. Pengembangan yang melampaui
daya dukung akan menimbulkan dampak yang besar tidak
hanya pada lingkukngan alam tetapi juga pada kehidupan
sosial budaya masyarakat yang pada akhirnya akan mengurangi
daya tarik desa tersebut.

Pendekatan lain dalam memandang prinsip-prinsip pengembangan


desa wisata adalah:

a. Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil


beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.

b. Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan


dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama
atau individu yang memiliki.

c. Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu “sifat”


budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau “sifat”
atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa
sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi
kedua atraksi tersebut.

Pengembangan desa wisata harus direncanakan secara hati-hati


agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian
dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan Indonesia,
dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja
dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.

Laporan Akhir 2 - 10
2.4. MODEL PENGEMBANGAN DESA WISATA

Model pengembangan desa wisata adalah:

1) Interaksi tidak langsung

Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa


mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan
wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal: penulisan
buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa,
arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan
kartu pos dan sebagainya.

2) Interaksi setengah langsung

Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan,


kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama
penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat
akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan
hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.

3) Interaksi Langsung

Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam


akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang
terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu
daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain
dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan
kedua.

Berikut ini adalah beberapa langkah penerapan aktivitas


konservasi dalam pengembangan Desa Wisata, antara lain:

1. Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya


dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah
tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan
biaya untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh
pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah Desa

Laporan Akhir 2 - 11
Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di
daerah wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata
budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur
yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan
mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa
menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang
masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah
tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang
akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar
resor minimum dan kegiatan budaya lain.

2. Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru


untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut
dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area
pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh
pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa
Wisata Sade, di Lombok.

3. Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah


desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut
sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk
pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di Flores.
Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara lain :
kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional
dan pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini
dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan
skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang
menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik.
Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk
desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi
wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat,
plaza, kebun dan dermaga perahu boat.

Laporan Akhir 2 - 12
2.5. PRINSIP PENGEMBANGAN DESA WISATA

Prinsip pengembangan desa wisata adalah sebagai salah satu produk


wisata alternatif yang dapat memberikan dorongan
bagipembangunan pedesaan yang berkelanjutan serta memiliki
prinsip-prinsip pengelolaan antara lain, ialah: (1) memanfaatkan
sarana dan prasarana masyarakat setempat, (2) menguntungkan
masyarakat setempat, (3) berskala kecil untuk memudahkan
terjalinnya hubungan timbal balik dengan masyarakat setempat, (4)
melibatkan masyarakat setempat, (5) menerapkan pengembangan
produk wisata pedesaan, dan beberapa kriteria yang mendasarinya
seperti antara lain:

1. Penyediaan fasilitas dan prasarana yang dimiliki masyarakat


lokal yang biasanya mendorong peran serta masyarakat dan
menjamin adanya akses ke sumber fisik merupakan batu
loncatan untuk berkembangnya desa wisata.

2. Mendorong peningkatan pendapatan dari sektor pertanian


dankegiatan ekonomi tradisional lainnya.

3. Penduduk setempat memiliki peranan yang efektif dalam proses


pembuatan keputusan tentang bentuk pariwisata yang
memanfaatkan kawasan lingkungan dan penduduk setempat
memperoleh pembagian pendapatan yang pantas dari kegiatan
pariwisata.

4. Mendorong perkembangan kewirausahaan masyarakat


setempat.

Sedangkan dalam prinsip perencanaan yang perlu dimasukkan


dalam “prelemenary, planning” yaitu (1) meskipun berada di
wilayah pariwisata tak semua tempat dan zona lingkungan harus
menjadi daya tarik wisata dan (2) potensi desa wisata tergantung
juga kepada kemauan masyarakat setempat untuk bertindak

Laporan Akhir 2 - 13
kreatif, inovatif, dan kooperatif. Tidak semua kegiatan pariwisata
yang dilaksanakan di desa adalah benar-benar bersifat desa wisata,
oleh karena itu agar dapat menjadi pusat perhatian pengunjung,
desa tersebut pada hakikatnya harus memiliki hal yang penting,
antara lain:

1. Keunikan, keaslian, sifat khas

2. Letaknya berdekatan dengan daerah alam yang luar biasa

3. Berkaitan dengan kelompok atau masyarakat berbudaya


yangsecara hakiki menarik minat pengunjung

4. Memiliki peluang untuk berkembang baik dari sisi prasarana


dasar, maupun sarana lainnya.

Perencanaan pariwisata di desa wisata bukanlah tugas yang mudah

terutama dalam keadaan yang mempunyai lingkungan alam dan


budaya yang peka.

2.6. KOMPONEN PENGEMBANGAN DESA WISATA

2.6.1. DAYA TARIK

Daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan,


keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam,
budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan
kunjungan wisatawan.

Jenis-Jenis Daya Tarik Wisata terdiri dari 3 (tiga) kategori:

1) Daya tarik wisata alam adalah daya tarik wisata yang berupa
keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam.Daya tarik
wisata alam selanjutnya dapat dijabarkan, meliputi:

Laporan Akhir 2 - 14
a) Daya tarik wisata alam yang berbasis potensi
keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah
perairan laut, yang berupa antara lain :

 bentang pesisir pantai;


contoh : pantai Kuta, pantai
Pangandaran, pantai
Gerupuk, dan sebagainya.

 bentang laut (baik perairan


di sekitar pesisir pantai
maupun lepas pantai yang
menjangkau jarak tertentu
yang memiliki potensi
bahari);contoh : perairan
laut Kepulauan Seribu,
perairan laut kepulauan
Wakatobi, dan sebagainya

 kolam air dan dasar


laut;contoh : taman laut
Bunaken, taman laut
Wakataboi, taman laut dan
gugusan pulau-pulau kecil
Raja Ampat, atol pulau
Kakaban, dan sebagainya.

b) Daya tarik wisata alam yang berbasis potensi


keanekaragaman dan keunikan lingkungan alam di wilayah
daratan, yang berupa antara lain:

 pegunungan dan hutan


alam/ taman nasional/
taman wisata alam/ taman
hutan raya (Contoh : TN

Laporan Akhir 2 - 15
gunung Rinjani, TN Komodo,
TN Bromo – Tengger –
Semeru, dsbnya).

 perairan sungai dan danau


(contoh : danau Toba,
danau Maninjau, danau
Sentani, sungai Musi, sungai
Mahakam, situ Patengan).

 perkebunan; contoh : agro


wisata Gunung Mas,dsbnya.

 pertanian; contoh : area


persawahan Jatiluwih,
dsbya.

 bentang alam khusus(gua,


karst, padang pasir, dan
sejenisnya); contoh : Karst
Gunung Kidul, Karst Maros.

2) Daya tarik wisata budaya adalah daya tarik wisata berupa


hasil olah cipta, karsa, dan rasa manusia sebagai makhluk
budaya. Daya tarik wisata budaya selanjutnya dapat
dijabarkan, meliputi:

a) Daya tarik wisata budaya yang bersifat berujud (tangible);


yang berupa antara lain :

 cagar budaya; yang


meliputi: bangunan atau
komplek percandian,
keraton, situs purbakala/
artefak historis (a.l: tugu/

Laporan Akhir 2 - 16
monumen), museum, kota
tua, dan sejenisnya. Contoh
: Candi Borobudur, Keraton
Kasunanan Surakarta,
Komplek Trowulan,
Monumen Tugu Pahlawan,
Museum Nasional, Kuta Tua
Jakarta – Sunda Kelapa,
dsbnya.

 perkampungan tradisional
dengan adat dan tradisi
budaya masyarakat yang
khas; (misalnya: kampung
Naga, perkampungan suku
Badui, desa Sade, desa
Penglipuran)

 museum, galeri seni, rumah


budaya, dll.

b) Daya tarik wisata budaya yang bersifat tidak berujud


(intangible), yang berupa antara lain:

 Kehidupan adat dan tradisi


masyarakat dan aktifitas
budaya masyarakat yang
khas di suatu area/ tempat;
(misalnya: Sekaten, Karapan
sapi, Pasola, pemakaman
Toraja, Ngaben, pasar
terapung, Kuin, dan
sejenisnya).

Laporan Akhir 2 - 17
 Kesenian; contoh : kesenian
angklung, kesenian sasando,
kesenian reog, dsb.

3) Daya tarik wisata hasil buatan manusia adalah daya tarik


wisata khusus yang merupakan kreasi artifisial (artificially
created) dan kegiatan-kegiatan manusia lainnya di luar
ranah wisata alam dan wisata budaya. Daya tarik wisata
hasil buatan manusia/ khusus, selanjutnya dapat
dijabarkan meliputi antara lain:

 fasilitas rekreasi dan


hiburan/taman bertema;
yaitu fasilitas yang
berhubungan dengan
motivasi untuk rekreasi,
hiburan/ entertainment
maupun penyaluran hobby;
contoh: taman bertema
(theme park)/ taman
hiburan (kawasan Trans
Studio, TI Jaya Ancol,
Taman Mini Indonesia
Indah).

 fasilitas peristirahatan
terpadu (integrated resort);
yaitu kawasan
peristirahatan dengan
komponen pendukungnya
yang membentuk kawasan
terpadu; misalnya :kawasan
Nusa Dua resort, kawasan

Laporan Akhir 2 - 18
Tanjung Lesung, dan
sebagainya.

 fasilitas rekreasi dan olah


raga, misalnya: kawasan
rekreasi dan olahraga
(kawasan Senayan),
kawasan padang golf, area
sirkuit olah raga.

2.6.2. AKSESIBILITAS

Semua jenis sarana prasarana, transportasi yang mendukung


pergerakan wisatawan dari wilayah asal wisatawan ke destinasi
pariwisata, contohnya adalah: Jalan Raya, jalan Tol, jembatan,
transportasi darat, laut, udara, penyeberangan, dan sebagainya.

2) Jasa / Pelaku Pariwisata

Unsur pelaksana/ jasa terkait yang berfungsi sebagai operator


pelayanan kebutuhan wisatawan dalam melakukan perjalanan
wisata, contohnya adalah: tour operator, pemandu wisata,
pengelola usaha transportasi, dan sebagainya.

Laporan Akhir 2 - 19
3) Durasi Waktu & Aktifitas

Rentang waktu yang diperlukan dan aktifitas yang dilakukan


wisatawan dalam melakukan kunjungan perjalanan wisata untuk
menyusun program kegiatan.

2.6.3. FASILITAS UMUM DAN FASILITAS WISATA

Semua jenis sarana yang secara khusus


ditujukan untuk mendukung penciptaan
kemudahan, kenyamanan, keselamatan
wisatawan dalam melakukan kunjungan
ke destinasi pariwisata.

Contoh Fasilitas Wisata adalah:


akomodasi (tempat mengiap, hotel,
homestay), restoran, artshop,
workshop, dan sebagainya

Contoh Fasilitas Umum adalah:


telekomunikasi, warnet, kantor pos,

Laporan Akhir 2 - 20
bank/money changer, rest area, dan
sebagainya.

2.6.4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pemberdayaan masyarakat merupakan aspek penting dalam


pengembangan desa wisata. Hal ini dikarenakan pengembangan
desa wisata banyak memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki oleh
masyarakat. Masyarakat memiliki peran penting untuk menunjang
keberhasilan pengembangan desa wisata sehingga masyarakat yang
tidak berdaya (powerless) perlu diberdayakan untuk menciptakan
kemandirian dan peningkatan kesejahteraan ekonomi (powerfull).
Pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan desa wisata yang
dilakukan oleh pihak pengelola Desa Wisata diterapkan dalam
bidang atraksi, akomodasi, penyiapan SDM yaitu a)
pertemuan/serasehan, b) pendampingan, c) bantuan modal, d)
pembangunan sarana dan prasarana, e) pembentukan organisasi
desa wisata, f) kerja bakti, g) pemasaran. Kegiatan pemberdayaan
tersebut diharapkan akan memberikan dampak sosial-budaya,
ekonomi kepada masyarakat Desa Wisata.

Pemberdayaan masyarakat sering dijadikan alternatif pertama yang


dipilih dalam pendekatan pembangunan yang melibatkan partisipasi
masyarakat. Dalam pembangunan kepariwisataan, pemberdayaan
masyarakat juga dinilai sebagai salah satu model pendekatan yang
sangat efektif dalam menstimulasi partisipasi aktif dari segenap
pemangku kepentingan, khususnya adalah masyarakat setempat.

Laporan Akhir 2 - 21
Pentingnya pemberdayaan masyarakat dalam pengembangan digaris
bawahi oleh Murphy (1988), yang memandang bahwa
pengembangan kegiatan pariwisata merupakan “kegiatan yang
berbasis komunitas”, yaitu bahwa sumber daya dan keunikan
komunitas lokal baik berupa elemen fisik maupun non fisik (tradisi
dan budaya) yang melekat pada komunitas tersebut merupakan
unsur penggerak utama kegiatan pariwisata itu sendiri; di lain pihak
komunitas lokal yang tumbuh dan hidup berdampingan dengan
suatu objek wisata tidak dapat dipungkiri sebenarnya telah menjadi
bagian dari sistem ekologi yang saling kait mengkait.

Pada dasarnya, pendekatan yang melibatkan partisipasi masyarakat


ini dilakukan sebagai pelengkap sistem perencanaan terpusat yang
dilakukan oleh pemerintah. sistem perencanaan yang terpusat yang
dilakukan oleh pemerintah memiliki baik kekuatan maupun
kelemahan. Dengan adanya sistem perencanaan yang terpusat, akan
lebih efisien apabila dilihat dari sudut pandang sistem penyuluhan
yang seragam, yang terkadang juga memberikan hasil yang baik.
Namun, dengan sistem tersebut, tidak dapat mengembangkan
masyarakat untuk mempunyai tanggung jawab dalam
mengembangkan ide-ide baru yang lebih sesuai dengan kondisi
setempat. Di samping itu pula, sistem top-down yang memposisikan
masyarakat selalu mendapat “suapan” dari pemerintah dapat
mengakibatkan ketergantungan, karena semua komponennya telah
disediakan, sehingga tidak mendidik masyarakat untuk mandiri
dalam memanfaatkan potensi yang mereka miliki. Adanya
kecenderungan kegiatan yang tidak berkelanjutan setelah proyek
berakhir yang dilakukan dengan sistem perencanaan terpusat juga
merupakan salah satu kelemahan yang pada akhirnya juga akan
berdampak kepada masyarakat itu sendiri.

Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat merupakan pendekatan


yang saat ini dinilai sangat strategis dalam meningkatkan

Laporan Akhir 2 - 22
kesejahteraan masyarakat. Hasil yang lebih berkelanjutan akan
dicapai jika masyarakat diberikan kepercayaan agar dapat
menentukan proses pembangunan yang dibutuhkan oleh mereka
sendiri. Masyarakat dapat menganalisa masalah dan peluang yang
ada serta mencari jalan keluar sesuai sumber daya yang mereka
miliki. Masyarakat sendiri yang membuat keputusan dan rencana,
mengimplementasikan serta mengevaluasi keefektifan kegiatan
yang dilakukan. Peran dari pemerintah dan lembaga lain sebatas
mendukung dan memfasilitasi.

Harmonisasi Menekan laju


program yang pertumbuhan
•Unit simpan pinjam.
outputnya dapat penduduk miskin. •Kelompok usaha
meringankan bersama
konsumsi •Pekerjaan sektor
DEMOGRAFI informal.
masyarakat •Pekerjaan konstruksi.
miskin.
•KB.
•Kesejahte-
raan RTM.
KONSUMSI
PENDAPATAN
Kebutuhan pokok.
Pendidikan.
Kesehatan. Harmonisasi
Transportasi.
program yang
Prasaran Fisik.
Dll. outputnya dapat
memberikan
kesempatan
berusaha dan
menciptakan
penghasilan bagi18
masyarakat miskin.

Gambar 2.2.
Skema Upaya Peningkatan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat terjadi pada saat masyarakat mampu:

 Mengidentifikasi masalah/ penyebab kemiskinan dan alternatif


penyelesaiannya.

 Mengidentifikasi sumber daya yang tersedia di wilayahnya.

Laporan Akhir 2 - 23
Memutuskan tindakan yang harus dilaksanakan (peningkatan
kemampuan masyarakat berorganisasi dalam skala kelompok dan
menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan desa/ kelurahan).

Prinsip-prinsip dalam upaya memberdayakan masyarakat,


diantaranya:

1. Enabling: menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan


potensi masyarakat berkembang

2. Empowering: memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh


masyarakat

3. Protecting: mencegah terjadinya persaingan yang tidak


seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah

Tujuan dari adanya pemberdayaan masyarakat dalam


pengembangan desa wisata adalah memfasilitasi masyarakat agar
mampu menganalisis perikehidupan dan masalah-masalahnya, serta
mencari pemecahan masalah berdasarkan kemampuan dan
keterbatasan yang mereka miliki. Di samping itu pula, dengan
adanya pemberdayaan masyarakat diharapkan mampu menstimulasi
untuk mengembangkan usahanya sendiri dengan segala kemampuan
dan sumber daya yang dimiliki dan mengembangkan sistem untuk
mengakses sumberdaya yang diperlukan.

Dasar-dasar pemberdayaan masyarakat yang seharusnya dianut di


antaranya:

1. Mengutamakan masyarakat, khususnya kaum miskin dan


kelompok terpinggirkan;

2. Menciptakan hubungan kerjasama antara masyarakat dan


lembaga-lembaga pengembangan;

3. Memobilisasi dan optimalisasi penggunaan sumber daya lokal


secara keberlanjutan;

Laporan Akhir 2 - 24
4. Mengurangi ketergantungan;

5. Membagi kekuasaan dan tanggung jawab;

6. Meningkatkan tingkat keberlanjutan.

Manfaat yang diharapkan dari adanya pemberdayaan masyarakat


antara lain:

1. Peningkatan kesejahteraan jangka waktu panjang yang


berkelanjutan;

2. Peningkatan penghasilan dan perbaikan penghidupan kelompok


masyarakat berpenghasilan rendah;

3. Peningkatan penggunaan sumberdaya daerah yang tersedia


secara efektif dan efisien;

4. Program pengembangan dan pemberian pelayanan yang lebih


efektif, efisien, dan terfokus;

5. Proses pengembangan yang lebih demokratis.

Dalam konteks pemberdayaan masyarakat lokal dalam


pengembangan pariwisata, selanjutnya ditegaskan bahwa aspek
keterlibatan masyarakat dapat diimplementasikan dalam tiga area,
yaitu tahap perencanaan (planning stage), implementasi atau
pelaksanaan (implementation stage), serta dalam hal mendapatkan
manfaat atau keuntungan (share benefits) baik secara ekonomi
maupun sosial budaya.

Laporan Akhir 2 - 25
Gambar 2.3.
Aspek Keterlibatan Masyarakat dalam Konsep Pemberdayaan

1. Pada tahap perencanaan, keterlibatan masyarakat lokal


terutama berkaitan dengan identifikasi masalah atau persoalan,
identifikasi potensi pengembangan, pengembangan alternatif
rencana dan fasilitas, dan sebagainya

2. Pada tahap implementasi, bentuk keterlibatan masyarakat


berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
program pengembangan, pengelolaan objek atau usaha terkait
dengan kegiatan, dan sebagainya

Sementara aspek nilai manfaat, maka bentuk pertisipasi


masyarakat terwujud dalam peran dan posisi masyarakat dalam
memperoleh nilai manfaat secara ekonomi maupun sosial budaya,
yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan ekonomi
masyarakat lokal.

Laporan Akhir 2 - 26
2.6.5. PEMASARAN DAN PROMOSI

Secara umum tujuan dari pembangunan pemasaran Desa Wisata


adalah menyiapkan data dan informasi wisatawan nusantara dan
mancanegara yang akan digunakan secara optimal bagi pengambil
kebijakan dalam pemasaran pariwisata dalam negeri (pasar
wisatawan nusantara) dan pariwisata luar negeri (pasar wisatawan
mancanegara).

Ruang lingkup pembangunan pemasaran meliputi pembekalan


berbagai aspek, sebagai berikut:

1. Pasar Desa Wisata

Pasar Desa Wisata mencakup batasan segmentasi wisatawan


yang satu sama lainnya memiliki perbedaan, baik dalam hal
negara asal, usia, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan,
keinginan, sikap, daya beli dan cara-cara pembeliannya.
Berbagai variabel tersebut yang dapat digunakan untuk
mensegmenkan suatu pasar. Variabel utama yang dapat
dilakukan untuk melakukan segmentasi adalah:

a. Segmentasi geografis

Segmentasi ini membagi pasar ke dalam unit-unit geografis,


misalkan daerah/negara asal wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Desa Wisata. Unit-unit geografis disini dapat
berupa negara, provinsi, kota, kabupaten, dan kecamatan.

b. Segmentasi demografis

Segmentasi ini membagi pasar ke dalam kelompok-


kelompok berdasar pada variabel demografis seperti, umur,
jenis kelamin, jumlah keluarga, pendapatan, pekerjaan,
pendidikan, agama dan kebangsaan. Segmentasi ini paling
banyak digunakan oleh para pemasar, karena kebutuhan

Laporan Akhir 2 - 27
dan keinginan konsumen paling sering dipengaruhi oleh
variabel-variabel demografis ini.

c. Segmentasi psikografis

Segmentasi ini membagi pasar ke dalam kelompok-


kelompok berdasar pada orientasi nilai dan perilaku
wisatawan yang merepresentasikan kelas sosial, gaya hidup,
dan karakteristik pribadi/ individu. Seseorang yang berada
pada kelompok demografis yang sama bisa memiliki profil
psikografis yang berbeda.

d. Segmentasi berdasar perilaku (behavior segmentation)

Segmentasi ini membagi pasar kedalam kelompok-kelompok


berdasar pengetahuan mereka, sikap, penggunaan atau
tanggapan terhadap suatu produk.

Setelah segmen pasar diidentifikasi, selanjutnya dipilih segmen


yang paling menarik dan menguntungkan untuk dijadikan
sasaran pasar (target market), yaitu pasar utama dan pasar
potensial. Pengertian dari kedua kategori pasar ini adalah:

a. Pasar utama merupakan pasar yang memiliki kontribusi


signifikan (10 besar) sebagai penyumbang kunjungan
terbesar secara nasional dan telah berlangsung dalam kurun
waktu setidaknya 5 – 10 tahun terakhir.

b. Pasar potensial adalah negara-negara sumber pasar yang


karena faktor-faktor tertentu (kemampuan pembelanjaan,
kecenderungan kunjungan yang tumbuh signfikan, dan
aspek-aspek lain yang mengindikasikan nilai penting pasar
tersebut, seperti lama tinggal /LOS dan revenue).

Laporan Akhir 2 - 28
2. Pencitraan Desa Wisata dan Media Komunikasi Pemasaran

a. Slogan (Branding)

Brand merupakan identitas yang dimiliki suatu destinasi


wisata dalam hal ini adalah Desa Wisata, dan juga
merupakan cerminan citra destinasi wisata (brand image).
Setiap destinasi wisata mempunyai citra atau image
tertentu yaitu mental maps seseorang terhadap satu
destinasi wisata yang mengandung keyakinan, kesan dan
persepsi (I Gde Pitana dan Putu G. Gayatri, 2005).

Pencitraan merupakan bagian dari Positioning, yaitu


kegiatan untuk membangun citra atau image dibenak pasar
melalui desain terpadu antara produk, komunikasi
pemasaran, kebijakan harga, dan saluran pemasaran yang
tepat dan konsisten dengan citra atau image yang ingin
dibangun serta ekspresi yang tampak dari sebuah produk.
Positioning bertujuan membantu wisatawan untuk
mengetahui perbedaan yang sebenarnya antara suatu
destinasi dengan destinasi pesaing.

Untuk membangun citra atau image maka perlu diketahui


bagaimana persepsi wisatawan. Persepsi adalah bagaimana
wisatawan melihat atau berpendapat mengenai suatu
destinasi wisata. Persepsi tersebut terbentuk sejalan
dengan pengalaman wisatawan terhadap suatu destinasi
wisata selama berkunjung. Untuk menunjukkan perbedaan
dengan destinasi pesaing, perlu dilakukan branding.
Branding adalah proses komunikasi dari sebuah
brand/produk.

Laporan Akhir 2 - 29
Gambar 2.4.
Skema Proses Pembentukan Branding
Sumber: Tourist Destination Image, Risk De Keyser, 1993

b. Media Komunikasi Pemasaran

Berbagai program termasuk slogan tidak akan mampu


menjamin keberhasilan tanpa adanya strategi komunikasi
yang tepat. Salah satu cara menentukan strategi komunikasi
yang baik adalah dengan memiliki media komunikasi
pemasaran yang relevan, dan prosesnya disebut dengan
promosi.

Promosi (promotion) itu sendiri, adalah suatu cara


menginformasikan atau memberitahukan kepada calon
wisatawan tentang produk yang ditawarkan dengan
memberitahukan tempat-tempat dimana orang dapat
melihat atau melakukan kunjungan ke suatu destinasi
wisata secara tepat. Cara berpromosi akan berbeda-beda,
tergantung dimana akan berpromosi, target promosi, dan
media promosi yang digunakan.

Laporan Akhir 2 - 30
2.6.6. KELEMBAGAAN DAN SDM

A. Aspek Kelembagaan

Berdasarkan UU No 10/2009, ruang lingkup organisasi


kepariwisataan meliputi: Organisasi Pemerintah, Pemerintah
Daerah, Swasta, dan Masyarakat

a. Organisasi Pemerintah

Merupakan unsur pelaksana Pemerintah, dipimpin oleh Menteri


yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden
dan mempunyai tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan sebagian urusan pemerintahan di bidang
kepariwisataan. Urusan Pemerintahan bidang Pariwisata
merupakan urusan pemerintahan dalam rangka penajaman,
koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.

b. Organisasi Pemerintah Daerah

Merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah dalam rangka


penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah. Pembagian
urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, urusan
pemerintahan bidang pariwisata merupakan urusan pilihan.

c. Organisasi Swasta

Merupakan orang atau sekelompok orang (pengusaha) yang


menyediakan barang dan atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan
wisatawan dan penyelenggaraan pariwisata.

d. Organisasi Masyarakat

Merupakan masyarakat yang mengorganisir dan bertempat


tinggal di dalam wilayah destinasi pariwisata dan diprioritaskan
untuk mendapatkan manfaat dari penyelenggaraan kegiatan
pariwisata di tempat tersebut.

Laporan Akhir 2 - 31
e. Regulasi dan Mekanisme Operasional di Bidang
Kepariwisataan

Pemberlakuan Otonomi Daerah yang dimulai sejak 1 Januari


2001 dengan UU Otonomi Daerah No. 22 tahun 1999 dan UU No.
25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah,
memberikan sinyal bahwa Pemerintah Daerah diberi
kewenangan untuk mengatur daerahnya baik dalam hal
pendanaan kegiatan pemerintah maupun pelayanan kepada
masyarakat. Perubahan yang penting dari hubungan pemerintah
pusat dan daerah dalam desentralisasi adalah kewenangan dan
tanggung jawab pembangunan daerah yang semakin luas.
Pemerintah Daerah, terutama tingkat kabupaten, bukan lagi
berperan sebagai “operator” pembangunan, namun juga
inisiator, motivator, planner, controller, supervisor, dan fund
raising.

Salah satu faktor penghambat lingkungan investasi di Indonesia


adalah kebijakan Pemerintah Daerah yang tidak jelas akibat
dari tumpangtindih peraturan pusat dan daerah maupun antar
daerah menjadi satu hal yang sering dikeluhkan oleh investor
dan calon investor yang mau menanamkan modalnya di
Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa era otonomi daerah
ternyata tidak diikuti oleh reformasi regulasi terutama di
tingkat daerah otonomi, serta masih ada beberapa fakta yang
menunjukkan masih adanya inefisiensi dalam hal regulasi,
terutama berkaitan dengan iklim usaha yang mendukung
investasi di Indonesia.

Mengingat pentingnya aspek regulasi, maka tidak dapat


dihindarkan lagi bahwa diperlukan suatu tata-pengaturan
regulasi yang baik (good regulation governance), sehingga
sektor publik, swasta, dan masyarakat dapat memperoleh

Laporan Akhir 2 - 32
kondisi yang selaras. Tiga elemen good regulation governance
yang dirancang untuk memaksimumkan efisiensi dan efektivitas
regulasi didasarkan pada pendekatan terpadu yang saling
sinergi, yaitu: (1) adopsi kebijakan regulasi pada tingkat politis,
(2) alat kontrol kualitas regulasi, dan (3) kapasitas manajemen
regulasi yang berkelanjutan melalui kelembagaan. Sehingga
diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang berdampak positif
terhadap semua stakeholders. Diharapkan tidak ada lagi
regulasi yang tumpang tindih (overlapping), meningkatnya
persepsi positif dunia usaha terhadap regulasi pemerintah dan
terciptanya iklim investasi yang mendukung dalam
kelembagaan, serta berkembangnya kegiatan ekonomi daerah
dan nasional.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka regulasi dan mekanisme


operasional adalah pengaturan perilaku dan cara kerja untuk
memaksimumkan efektivitas dan efisiensi pembangunan
kepariwisataan (didasarkan pada pendekatan terpadu lintas
sektoral dan antar level pemerintahan).

B. Aspek SDM

Pemahaman Aspek SDM Pariwisata

Berdasarkan UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan


Nasional maka kebutuhan SDM Pariwisata menurut
penggolongan berdasarkan institusinya adalah:

a. Institusi Pemerintah Pusat

b. Institusi Pemerintah Daerah

c. Institusi Swasta

Laporan Akhir 2 - 33
Tabel 2.1.
Pengelompokkan SDM pariwisata

TINGKATAN
NO SDM PARIWISATA KETERANGAN
KOMPETENSI

1 SDM Pemerintah a. Akademisi/ Perguruan Tinggi


dan Non Pemerintah Peneliti/ Ilmuwan Negeri, PNS,
Lembaga Peneliti
b. Teknokrat
Swasta dan LSM

2 SDM Usaha a. Professional Usaha Pariwisata:


Pariwisata/Industri pengelola, top
b. Tenaga teknis
hingga low
management dan
craft level.

Kompetensi yang dibutuhkan SDM Pariwisata dalam berbagai


tingkatan (Koster; 2005) adalah:

a. Akademisi/ peneliti/ilmuwan: SDM yang memiliki


kompetensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
kepariwisataan.

b. Teknokrat: SDM yang memiliki kompetensi untuk


mengembangkan rancang bangun, kebijakan, diversifikasi
produk wisata dan pemasaran pariwisata.

c. Professional: SDM yang memiliki keahlian untuk mengelola


dan mengembangkan usaha pariwisata.

d. Tenaga teknis: SDM yang memiliki kompetensi berupa


ketrampilan untuk melaksanakan tugas-tugas yang bersifat
teknis dalam pariwisata.

Laporan Akhir 2 - 34
BAB 3
PROFIL DESA
WISATA AMATAN

KAJIAN PENGEMBANGAN

DESA WISATA DI DIY

Laporan Pendahuluan 4 - 0
3.1. BATASAN LINGKUP AMATAN

3.1.1. JUSTIFIKASI BATASAN AMATAN

Dalam pekerjaan Kajian Desa Wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta


diperlukan batasan amatan dalam pemilihan desa wisata di setiap
kabupaten/ kota di Daerah Istimewa Yogyakarta yang akan menjadi
kawasan pengamatan di dalam kajian ini. Beberapa hal yang
menjadi pertimbangan dalam pengambilan kawasan amatan dari
kajian desa wisata ini antara lain:

a. Memiliki daya tarik yang unik dan khas yang mampu


dikembangkan sebagai daya tarik kunjungan wisatawan

b. Memiliki pasar wisatawan yang cukup signifikan

c. Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM)


lokal

d. Memiliki alokasi ruang/ area untuk pengembangan fasilitas


pendukung

e. Masuk di dalam paket-paket wisata kepariwisataan Yogyakarta

f. Menjadi daerah penerima PNPM Pariwisata

g. Mendapatkan penghargaan dalam bidang pariwisata sebagai


desa wisata

h. Telah siap sebagai destinasi pariwisata dalam menerima


wisatawan nusantara maupun mancanegara

3.1.2. PEMILIHAN DESA WISATA AMATAN

Ruang lingkup amatan dalam studi Kajian Desa Wisata di DIY


meliputi Desa-desa wisata yang terdapat di Kabupaten Sleman,
Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Gunungkidul
dan Kota Yogyakarta. Desa wisata terpilih adalah desa yang

Laporan Akhir 3 - 1
mewakili Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menentukan pola
Kajian Desa Wisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dari Beberapa hal yang menjadi pertimbangan di atas, dapat


diambil beberapa desa wisata yang menjadi amatan, antara lain:

a. Desa wisata berbasis keunikan sumber daya budaya lokal:

1) Desa wisata Kebon Agung

2) Desa wisata Tanjung

3) Kampung wisata Ketandan

b. Desa wisata berbasis keunikan sumber daya alam:

1) Desa wisata Nglanggeran

2) Desa wisata Ketingan

3) Desa Wisata Ndlinggo

c. Desa wisata berbasis perpaduan keunikan sumber daya budaya


dan alam:

1) Desa wisata Srowolan

2) Desa wisata Kembangarum

3) Desa wisata Pentingsari

d. Desa wisata berbasis keunikan aktifitas ekonomi kreatif:

1) Desa wisata Bobung

2) Desa wisata Kasongan

3) Kampung wisata Prawirotaman

Laporan Akhir 3 - 2
3.2. PROFIL DESA WISATA AMATAN

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu dari 33 provinsi di wilayah


Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara geografis, Daerah Istimewa
Yogyakarta terletak di tengah Pulau Jawa bagian selatan. Bentuk
wilayahnya menyerupai bangun segitiga dengan puncak Gunung Merapi di
bagian utara dengan ketinggian 2.911 meter di atas permukaan air laut,
sedangkan pada bagian kaki, dua buah dataran membentang ke arah
selatan membentuk dataran pantai yang memanjang di tepian Samudera
Indonesia.

Gambar 3.1.
Peta Administratif Daerah Istimewa Yogyakarta

Laporan Akhir 3 - 3
Secara astronomis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak antara 7.33° -
8.12° Lintang Selatan dan 110° - 110.50° Bujur Timur. Adapun batas-batas
wilayahnya sebagai berikut :

a. Sebelah Barat Laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang

b. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Purworejo

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

d. Sebelah Tenggara berbatasan dengan Kabupaten Wonogiri

e. Sebelah Timur Laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten

Dengan luas wilayah 3.185,80 km² atau 0,17 dari luas wilayah Indonesia,
Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi terkecil setelah Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, dan secara administatif meliputi 4 kabupaten dan 1
kota, yaitu :

a. Kota Yogyakarta dengan luas 32,50 Km² (1,02)

b. Kabupaten Bantul dengan luas 506,85 Km² (15,91)

c. Kabupaten Kulonprogo dengan luas 586,27 Km² (18,40)

d. Kabupaten Gunungkidul dengan luas 1.485,36 Km² (46,62)

e. Kabupaten Sleman dengan luas 574,82 Km² (18,04)

Tabel 3.1.
Luas Wilayah, Ketinggian, dan Jarak Lurus ke Ibukota Provinsi menurut
Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta

Luas Wilayah Luas Jarak


Kabupaten/Kota Ibukota Ketinggian
(km²) Persentasi (%) Lurus

Kulonprogo Wates 586,27 18,40 50 22


Bantul Bantul 506,85 15,91 45 12
Gunungkidul Wonosari 1.485,36 46,63 185 30
Sleman Sleman 574,82 18,04 145 9
Yogyakarta Yogyakarta 32,50 1,02 75 2
DIY Yogyakarta 3.185,80 100,00

Laporan Akhir 3 - 4
Gambar 3.2.
Peta
Sebaran
Desa
Wisata di
DIY

Laporan Akhir 3 - 5
Gambar 3.3.
Peta
Sebaran
Desa Wisata
Amatan

Laporan Akhir 3 - 6
3.2.1. DESA WISATA BERBASIS KEUNIKAN SUMBER DAYA BUDAYA LOKAL

3.2.1.1. Desa Wisata Kebon Agung

Desa Wisata Kebon Agung terletak di wilayah Kecamatan Imogiri,


Kabupaten Bantul, DI. Yogyakarta. Dengan letak geografis sebagai
berikut :

 2 Km sebelah selatan Raja-Raja Mataram,


 15 Km sebelah selatan ibukota DIY,
 15 Km utara dari Pantai Parang Tritis,
 1 Km selatan Kantor Kecamatan Imogiri.
Desa Wisata Kebon Agung terbagi menjadi 5 pedukuhan : Kanten,
Mandingan, Kalangan, Tlogo. Jumlah RT 23. Jumlah Penduduk 3376
jiwa, dengan jumlah 1368 Kepala Keluarga (KK). Luas wilayah 187,
11Ha : Lahan pertanian 117,670 ha, dan 70,435 ha sisanya: lahan
perumahan, dll.

A. Daya Tarik

Beberapa daya tarik yang ada di desa wisata Kebonagung, antara


lain:

a. Wisata Tani

Desa Wisata Kebon agung memiliki daya tarik sebagai desa wisata
tani, dimana kegiatan wisatawan mengamat dan ikut merasakan
cara membajak sawah, menanam padi, menyemprot, memanen,
menumbuk padi dengan lesung, serta menanak nasi secara
tradisional. Selain itu, wisatawan juga dapat merasakan meng-
angon atau mengembala bebek dan cara berternak sapi.

Laporan Akhir 3 - 7
b. Wisata Air

Wisata ini merupakan salah satu paket wisata yang dapat dinikmati
wisatawan. Keberadaan Bendungan Tegal yang membendung aliran
Kali Opak menjadi daya tarik utama dari wisata ini. Di tempat ini
para wisatawan dapat menikmati pemandangan sambil berwisata
air dengan menggunakan perahu naga. Selain itu, wisatawan juga
dapat menyaksikan para penggemar olahraga dayung melakukan
latihan serta lomba perahu aga yang sering digelar ditempat ini.

c. Wisata Budaya
1) Kenduri, yaitu suatu kegiatan yang biasa dilakukan
masyarakat setempat untuk merayakan atau memperingati
momen-momen tertentu seperti perayaan selamatan
menempati rumah baru, upacara tujuh bulanan bagi ibu
hamil, serta doa atau tahlilan kematian.
2) Wiwit atau labuh, yaitu upacara pemberian sesajen berupa
hasil pertanian sebagai ungkapan rasa syukur atas segala
karunia yang diberikan Tuhan Yang Mahakuasa kepada
seluruh warga sekaligus sebagai pengharapan agar mereka
mendapat keselamatan dan kedamaian dalam melakukan
aktivitas sehari-hari, termasuk permohonan kesuburan atas
tanaman mereka.
3) Wisata kesenian daerah, wisatawan yang berkunjung ke
Desa Kebon Agung selain menikmati berbagai pertunjukkan

Laporan Akhir 3 - 8
seni juga dapat belajar cara menabuh gamelan serta
tembang-tembang yang sering dilantunkan oleh masyarakat
setempat misalnya :seni karawitan/gamelan, macapat,
solawatan/ shalawatan, jathilan/kuda kepang dan gejok
lesung.

d. Wisata Kerajinan Tangan

Salah satu paket wisata yang ditawarkan Desa Kebon Agung ini
adalah belajar membuat kerajinan dari desa ini antara lain : tatah
sungging, natik tulis, batik keramik, batik topeng kayu dan wisata
kuliner.

Laporan Akhir 3 - 9
e. Wisata Museum

Selain berbagai sajian paket wisata tersebut diatas, wisatawan juga


dapat mengunjungi sebuah Museum Tani Jawa yang berlokasi di
Dusun Candran. Di dalam museum ini dipajang berbagai jenis alat
pertanian tradisional Jawa misalnya : ani-ani, jodang, luku, ganco,
tlenyem, garu, singkal,kejen, dan gosrok. Selain itu museum ini
juga dipamerkan berbagai alat dapur tradisional seperti tungku,
keren, anglo, kendil, telenan potong, sothil, serta pipisan ( batu
untuk membuat jamu).

Museum yang dikepalai oleh Kristya Bintara ini juga kerap


menyelenggarakn berbagai festival, seperti Festival Ngliwet dan
Festival Memedi Sawah.

B. Aksesibilitas

Desa Wisata Kebon Agung terletak sekitar 17 kilometer arah selatan


Kota Yogyakarta atau sekitar 3 kilometer dari ibu kots Kecamatan
Imogiri. Lokasi ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan
roda empat maupun roda dua dari arah Kota Yogyakarta dengan
waktu tempuh sekitar 25 menit.

Laporan Akhir 3 - 10
C. Fasilitas

Fasilitas yang tersedia di Desa Wisat Kebon Agung cukup lengkap.


Homestay yang tersedia di desa ini ada sekitar 130 buah yang
berada di 60 rumah penduduk. Setiap rumah dapat ditempati
sekitar 6 orang dengan biaya sekitar Rp.100.000,00/hari untuk satu
orang. Biaya ini termasuk biaya makan tiga kali, yaitu makan pagi,
makan siang, dan makan mlam. Fasilitas lainnya yaitu berupa toilet
2 buah, pusat informasi 1 buah, pusat jajanan yang menjual
beragam jenis makanan khas Jawa seperti bakpia, kue apem, dan
gula merah. Selian itu, ditempat ini juga tersedia tempat parkir
uang luas dengan kapasitas sekitar 50 buah mobil, 200 buah motor,
dan 4 buah untuk bus.

D. Pemberdayaan Masyarakat

Pada tahun 2010 Desa Wisata Kebon Agung dilaksanakan


Pencanangan Desa Wisata Kebon Agung sebagai percontohan desa
wisata nasional, untuk mendorong program PNPM Mandiri
pariwisata agar lebih fokus dalam memberikan kesejahteraan bagi
masyarakat.Program pemberdayaan masyarakat mandiri pariwisata
akan mendapat dana Rp 60 juta untuk menghidupkan kembali
kelompok tari, gejog lesung, kentongan, jathilan, laras madya
(rebana untuk lansia), serta membeli seragam dan alat-alat yang
diperlukan untuk proses pengembangan.

Laporan Akhir 3 - 11
E. Pemasaran dan Promosi

Strategi pemasaran yang selama ini sudah dilakukan oleh Desa


Wisata Kebon Agung adalah pemasaran melalui brosur atau leaflet,
selebihnya pemasaran hanya dilakukan dari mulut ke mulut oleh
wisatawan yang pernah berkunjung ke Desa Wisata Kebon Agung,
di dunia mayapun Kebon Agung dipromosikan oleh wisatawan yang
pernah berkunjung bukan dari pengelola Desa Wisata Kebon Agung
sendiri, karena pengelola tidak memiliki kemampuan dan
pengetahuan di bidang IT. Dalam hal pelayanan, Desa Wisata Kebon
Agung sudah berusaha memberikan pelayanan yang terbaik, namun
ada beberapa pengelola yang terkadang masih terlalu pasif dan
canggung dalam melayani tamu, cara berpakaian dan tingkah
lakunya pun terkadang masih kurang dari standar pelayanan yang
baik.

F. Kelembagaan dan SDM

Kualitas SDM pengelola Desa Wisata Kebonagung tergolong rendah


dilihat dari latar belakang pendidikan dan pengalaman yang minim,
pekerjaan, serta usia yang sudah tidak muda lagi, kemampuan dan
pengetahuan dalam bidang IT pun juga sangat rendah. Kualitas SDM
sangat berpengaruh dalam strategi pemasaran dan pelayanan suatu
desa wisata. Kualitas SDM pengelola Desa Wisata Kebon Agung
tergolong rendah sehingga strategi pemasaran dan pelayanannya
pun sulit berkembang, karena minimnya pengetahuan yang mereka
miliki, sehingga tidak adanya inovasi yang coba dibuat dalam
strategi pemasaran dan pelayanan Desa Wisata Kebonagung sendiri.

Laporan Akhir 3 - 12
3.2.1.2. Desa Wisata Tanjung

Desa wisata Tanjung berada di Jalan Palagan Tentara Pelajar Km.


11, tepatnya di Donoharjo, Ngaglik, Sleman atau 5 km dari
Monumen Yogya Kembali kearah Utara atau 30 menit dari kota
Yogyakarta. Desa wisata Tanjung berpenduduk sekitar 1.600 jiwa
yang berprofesi sebagai petani dan terbagi dalam 3 pedukuhan
yakni Tanjung, Panasan dan Bantarjo dengan 6 RW dan 11 RT. Desa
ini diresmikan menjadi desa wisata sejak 1 juli 2001.

A. Daya Tarik

Desa wisata tanjung terletak 2 Km dari kota Yogyakarta. Meliputi


tiga pedukuhan, yaitu Tanjung, Panasan, dan Bantarjo yang dibagi
dalam 6 RW dan 11 Rt dengan mayoritas penduduk sebagai petani.
Wisata pendidikan yang ditawarkan meliputi pertanian, masih
menggunakan peralatan tradisional, seperti kegiatan membajak,
membersihkan tanah, menanam, memanen, beternak bebek dan
sebagainya. Home stay yang ditawarkan berupa rumah joglo yang
telah berusia ± 200 tahun.

Rumah Joglo atau yang lebih dikenal dengan nama Joglo Tanjung
merupakan joglo tertua dan masih memiliki bentuk aslinya
meskipun telah beberapa kali di renovasi. Bahkan beberapa
diantaranya masih asli, seperti : sentong, gandok kiwo-tengen, dan
gebyok yang merupakan bangunan 9 X 10 meter dengan rangka dari
kayu nangka. Relief gaya kuno menghiasi pada tiang dan dinding
bagian dalam Joglo Tanjung ini.

Laporan Akhir 3 - 13
B. Aksesibilitas

Desa Tanjung Wisata terletak 5 Km sebelah utara Monumen Jogja


Kembali ( Monjali) yang terletak di desa Tanjung Donoharjo Ngaglik
Sleman. Setelah melewati tikungan desa Rejodani, terus menuju
barat, akan terlihat gapura. Masuk sekitar 3 menit, maka disana
terdapat rumah Joglo di Desa Tanjung Wisata. Untuk memasuki
kawasan ini relatif mudah karena jalan sudah bagus dan bisa
dilewati kendaraan baik roda dua maupun roda empat.

C. Fasilitas

Home stay yang ditawarkan berupa rumah joglo yang telah berusia
± 200 tahun. Untuk berkunjung ke desa ini, pengunjung dikenakan
biaya Rp. 40.000,-/hari sudah termasuk makan 3 kali sehari. Untuk
biaya pelatihan seperti membatik dan kesenian tradisional,
pengunjung dikenakan biaya tambahan masing - masing Rp.
20.000,-/orang/2 jam untuk belajar membatik dan Rp. 5.000,-
/orang/2 jam untuk belajar kesenian tari tradisional.

D. Pemberdayaan Masyarakat

Pemerintah sebagai stakeholder memberikan dukungan penuh untuk


meningkatkan nilai pariwisata di Desa Tanjung ini. Masyarakat
berperan aktif dalam menyediaan sarana dan prasarana di Desa
Wisata Tanjung ini. Baik dari penyediaan homestay, kuliner sampai
atraksi kerajinan dan kesenian merupakan hasil karya masyarakat
setempat.

Laporan Akhir 3 - 14
E. Pemasaran dan Promosi

Untuk menarik wisatawan berkunjung ke Desa Wisata Tanjung


selain dengan promosi melalui media cetak dan mendia elektronik
masyarakat juga berperan aktif mengikuti perlombaan kesenian dan
mengadakan festival pentas kesenian guna meningkatkan daya tarik
kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara.

F. Kelembagaan dan SDM

Kegiatan peningkatan sumber daya manusia di Desa Tanjung ini


sering dilakukan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan desa
wisata. Melalui kerja sama dengan pihak swasta , pemerintah dan
masyarakat desa Tanjung saling berperan aktif dalam
pengembangan IPTEK dengan sistem tata kerja dan manajemen
yang efektif sehingga dihasilkan sistem yang komprehensif tetapi
efisien.

3.2.1.3. Kampung Wisata Ketandan

Kampung Ketandan merupakan saksi sejarah akulturasi antara


budaya Tionghoa, Keraton dan warga Kota Yogyakarta. Terletak di
pusat Kota, tepatnya di Jalan Ahmad Yani, Jalan Suryatmajan,

Laporan Akhir 3 - 15
Jalan Suryotomo dan Jalan Los Pasar Beringharjo. Sejak 200 tahun
yang lalu daerah ini menjadi tempat masyarakat Tionghoa tinggal
dan mencari nafkah, sehingga diakui sebagai kawasan Pecinan kota
Jogja. Kampung Ketandan lahir pada akhir abad 19, sebagai pusat
permukiman orang Cina pada jaman Belanda. Pemerintah Belanda
kemudian menerapkan aturan pembatasan pergerakan
(passentelsel) serta membatasi wilayah tinggal Tionghoa
(wijkertelsel). Tetapi dengan izin Sri Sultan Hamengku Buwono II,
warga Tionghoa tersebut tetap dapat menetap di tanah yang
terletak di utara Pasar Beringharjo ini, dengan maksud turut
memperkuat aktivitas perdagangan dan perekonomian masyarakat.

Masyarakat Tionghoa sangat berperan dalam penguatan kegiatan


perekonomian Jogja semenjak 200 tahun yang lalu. Mereka bisa
membaur dengan pedagang pasar, pedagang Malioboro dan warga
Jogja pada umumnya. Sampai sekarang daerah ini masih menjadi
salah satu pusat keramaian yang selalu dikunjungi para penggiat
ekonomi.

Pemerintah Kota Yogyakarta kemudian menetapkan Kampung


Ketandan sebagai daerah cagar budaya kawasan Pecinan yang akan
dikembangkan terus menerus. Bangunan Tionghoa yang masih ada
sudah rapuh, maka Pemkot selalu mendorong agar renovasinya
mempertahankan arsitekstur khas Tionghoa. Bahkan bangunan baru
yang akan atau telah dibangun diusulkan kembali berasitektur
Tionghoa.

A. Daya Tarik

Kampung ketandan merupakan saksi sejarah akulturasi antara


budaya Tionghoa, keraton dan masyarakat Yogyakarta. Dikawasan
ini banyak masyarakat Tionghoa tinggal dan membangun kehidupan,
sehingga akhirnya masyarakat umum mengakui Ketandan sebagai
kawasan pecinan kota Jogja. Akulturasi budaya tersebut juga

Laporan Akhir 3 - 16
tercermin pada arsitektur bangunan akulturasi budaya Cina dengan
kebudayaan Jawa.

B. Aksesibilitas

Akses menuju kawasan Kampung Pecinan Ketandan sangatlah


mudah karena sarana dan prasarana yang ada sangat memadai dan
terjangkau. Jika menggunakan kendaraan pribadi, wisatawan bisa
masuk ke Jalan Ketandan ke arah Timur dari Jalan Malioboro. Jika
menggunakan angkutan umum, wisatawan akan diantar hingga pintu
masuk Jalan Ketandan.

C. Fasilitas

Di Kampung Pecinan Ketandan ini terdapat ornamen-ornamen kuno


pada bangunan yang bertingkat. Ciri khas bangunan cina pun bisa
dilihat seperti aksesoris yang terpasang di hampir setiap pintu
rumah. Selain itu di kawasan Ketandan ini juga banyak terdapat
toko-toko emas yang merupakan usaha utama para warga Tionghoa
yang sudah ada sejak lama. Di Kampung Ketandan ini, juga terdapat

Laporan Akhir 3 - 17
becak yang siap mengantar para wisatawan jalan-jalan melihat
suasana kampung Ketandan dan Malioboro.

D. Pemasaran dan Promosi

Lokasi yang strategis memiliki keunggulan tersendiri dalam hal


promosi. Kampung Ketandan ini sudah terlihat menonjol dikawasan
sekitarnya. Selain brosur, leaflet, media cetak dan elektronik
bahkan dari wesite juga sudah tersedia sehingga memudahkan
wisatawan untuk mendapatkan informasi. Selain itu sejak tahun
2006 strategi pemasaran yang dilakukan oleh Kampung Ketandan ini
melalui event menyambut Tahun Baru imlek dengan diadakannya
Pekan Budaya Tionghoa. Dan kawasan Kampung Ketandan ini dihiasi
dengan ornamen-ornamen dan gapura berarsitektur Tionghoa.

E. Kelembagaan dan SDM

Jejaring dan kerjasama yang sudah ada akan diperkuat. Jejaring


tersebut adalah antara kampung wisata dengan pemerintah, biro
perjalanan wisata, serta industri pariwisata lain. Jejaring dengan
hotel terdekat atau yang berada di lokasi kampung wisata akan
diperkuat, dan jika memungkinkan bisa dikembangkan skema CSR
antara hotel dengan kampung wisata.

Laporan Akhir 3 - 18
3.2.2. DESA WISATA BERBASIS KEUNIKAN SUMBER DAYA ALAM

3.2.2.1. Desa Wisata Nglanggeran

Gunung Nglanggeran terletak di Desa Nglanggeran, Patuk,


Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, 25 Km dari Kota
Yogyakarta. Gunung purba Nglanggeran pernah aktif puluhan juta
tahun yang lalu. Gunung nglanggeran mempunyai 2 puncak yakni
puncak barat dan puncak timur serta kaldera ditengahnya. Gunung
Nglanggeran ini merupakan deretan gunung batu yang besar dengan
bentuk dan nama yang unik, seperti Gunung 5 jari, Gunung kelir
dan gunung wayang. Disebut gunung wayang karena susunan
bebabtuanh yang mirip tokoh pewayangan dan menurut
kepercayaan masyarakat sekitar Gunung ini djaga oleh Kiai Ongko
Wijoyo dan punokawan yakni Kiai Semar, Kiai Gareng, Kiai Petruk
dan Kiai Bagong, denikian pula dengan sebutan Gunung Kelir karena
menyerupai kelir dan dipercaya sebagai tempat tinggal Kiai Ongko
Wijoyo dan Punokawan, selain itu masih ada sumber air yang ada di
puncak gunung Nglanggeran dan tidak pernah mengalami
kekeringan yakni sumber air comberan.

UNESCO menyatakan Gunung Nglanggeran/Gunung Api Purba layak


dijadikan Geopark (Taman Bumi) saat kunjungannya didampingi

Laporan Akhir 3 - 19
pemerintah kabupaten Gunungkidul bersama pihak akademisi pada
tanggal 8 Oktober tahun 2010.

A. Daya Tarik

Terdapat dua daya tarik wisata di Desa Nglanggeran, yakni gunung


api purba dan embung besar. Gunung api purba merupakan gunung
batu dari karst atau kapur. Jutaan tahun lalu, gunung itu pernah
aktif. Puncak gunung tersebut adalah Gunung Gedhe di ketinggian
sekitar 700 meter dari permukaan laut, dengan luas kawasan
pegunungan mencapai 48 hektar.

Embung adalah bangunan berupa kolam seperti telaga di ketinggian


sekitar 500 meter dari permukaan laut. Embung dengan luas sekitar
5.000 meter persegi itu berfungsi menampung air hujan untuk
mengairi kebun buah kelengkeng, durian, dan rambutan di
sekeliling embung. Pada musim kemarau, para petani bisa
memanfaatkan airnya untuk mengairi sawah. Pengunjung dapat
naik ke embung dengan tangga. Sampai di sisi embung, kita bisa
melihat matahari terbenam yang indah. Kita juga bisa melihat
gunung api purba di seberang embung.

Laporan Akhir 3 - 20
B. Aksesibilitas

Lokasinya hanya berjarak 22 kilometer (km) dari Wonosari, ibu kota


Kabupaten Gunung Kidul, atau 25 km dari Yogyakarta. Lokasi Desa
Wisata Nglanggeran dapat dicapai melalui jalan raya yang sudah
cukup baik. Trayek transportasi lokal seperti bus maupun angkot
banyek menuju Desa Wisata Nglanggeran, sehingga memudahkan
pengunjung untuk menuju Desa Wisata Nglanggeran.

C. Fasilitas

Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengembangkan kawasan


wisata ini dengan membuat penginapan dan menyiapkan rumah
penduduk untuk tempat live in. Program live in banyak diikuti
pelajar dan wisatawan mancanegara.

Lewat program itu, wisatawan bisa berinteraksi dengan penduduk


dan belajar budaya Desa Nglanggeran, seperti membatik topeng,
membuat kerajinan dari janur (daun kelapa yang masih muda),
belajar tari tradisional Jathilan dan Reog, ikut kenduri, menangkap
dan melepas ikan di sungai, menanam padi di sawah, dan belajar
memasak kuliner ala Desa Nglanggeran.

Laporan Akhir 3 - 21
Pengunjung dapat menikmati fasilitas berbagai kegiatan luar ruang,
seperti rock climbing dengan 28 jalur, trekking, dan pengenalan
budaya daerah Nglanggeran

D. Pemberdayaan Masyarakat

Masyarakat setempat juga turut andil dalam kegiatan pariwisata di


Desa Wisata Nglanggeran, Penberdayaan masyarakat berupa antara
lain; penggunaan rumah warga sebagai Home Stay dalam program
live in, keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan wisata
nglanggeran baik secara kelembagaan untuk menjadi pengelola
kawasan wisata maupun secara individual seperti menjadi guide
bagi pengunjung maupun penyediaan kios – kios penjaja makanan
maupun souvenir.

E. Pemasaran dan Promosi

Pemasaran Desa Wisata Nglanggeran dilakukan melalui media massa


baik secara cetak maupun elektronik, banyaknya media massa yang
melakukan peliputan terhadap kawasan wisata ini membuat sudah
dikenal secara nasional dan internasional.

F. Kelembagaan dan SDM

Tahun 1999, Desa Wisata Nglanggeran dikelola Karang Taruna Bukit


Putra Mandiri, namun karena keterbatasan dana dan sumber daya
manusia mengakibatkan kawasan ini kekurangan fasilitas penunjang
untuk kegiatan berwisata.

Mengingat banyaknya potensi budaya dan ekowisata di situs gunung


api tersebut, tahun 2008 Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran
mengambil alih pengelolaannya. Badan pengelola ini kemudian
menambahkan beberapa fasilitas pendukung guna menunjang
kegiatan wisata di Desa Wisata Nglanggeran

Laporan Akhir 3 - 22
3.2.2.2. Desa Wisata Ketingan

Salah satu desa wisata yang ada di Kabupaten Sleman adalah Desa
Wisata Ketingan atau sering juga disebut dengan desa wisata
burung kuntul (bangau). Desa ini menjadi begitu istimewa karena
keberadaan koloni burung kuntul dan burung blekok yangberjumlah
ribuan. Setiap pagi, burung-burung tersebut akan terbang
berpencar meninggalkan desa menuju ke persawahan yang banyak
airnya untuk mencari makan. Saat menjelang senja, burung-burung
ini akan kembali ke Dusun Ketingan. Mereka akan bertengger dan
bersarang di pepohonan yang memang masih banyak terdapat di
Desa Ketingan.

Keberadaan burung kuntul dan bleok di Dusun Ketingan ini


sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, yakni sekitar tahun
1997. Kala itu, koloni burung kuntul mulai berduyun-duyun datang
ke wilayah Ketingan setelah persemian gapura desa oleh Sultan
Hamengku Buwono X.

Pada tahun 2005 digagaslah usaha untuk menjaga keberadaan


burung kuntul tersebut. Akhirnya diputuskan bahwa Dusun Ketingan
menjadi sebuah desa wisata yang menawarkan keindahan serta
keasrian desa, serta tak ketinggalan koloni burung kuntul. Oleh
karena itu, Desa Wisata Ketingan dikenal sebagai Desa Wisata Fauna
Burung Kuntul. Selain pengamatan burung kuntul, Dusun Ketingan

Laporan Akhir 3 - 23
juga menawarkan paket wisata pembuatan jamu, bertani,
menyaksikan upacara daur hidup, serta kesenian gejog lesung.

A. Daya Tarik

Di Dusun Ketingan terdapat banyak gardu yang dapat digunakan


sebagai tempat pengamatan burung (bird watching). Saat paling
tepat untuk mengamati pola perilaku burung-burung tersebut
adalah di pagi hari atau di sore hari. Saat pagi, burung-burung akan
terbang secara berkelompok meninggalkan desa, sedangkan saat
sore, koloni burung kuntul akan pulang kembali ke sarangnya. Pagi
dan sore juga merupakan saat yang pas untuk berburu foto burung
kuntul.

Burung kuntul yang ada di Dusun Ketingan juga memiliki perilaku


yang unik. Setiap malam purnama dan Jumat Kliwon (penanggalan
Jawa), mereka memiliki kebiasaan berkumpul. Ribuan burung
kuntul akan terbang dan mengepak-kepakkan sayapnya yang putih
bersih di atas desa mulai sore hari hingga malam. Terntu saja
kebiasaan berkumpul ini menjadi pemandangan tersendiri dan
momen yang sangat bagus bagi para fotografer.

Selain menyaksikan koloni burung kuntul beserta habitatnya,


wisatawan yang berkunjung ke tempat ini juga dapat belajar

Laporan Akhir 3 - 24
bertani, membuat jamu, gejog lesung, serta menyaksikan upacara
daur hidup. Wisatawan yang memilih paket liburan dengan belajar
bertani, wisatawan dapat mencoba menggarap tegal (ladang),
menanam padi, membajak sawah, atau memanen padi yang sudah
menguning.

Ritual khusus Merti Bumi yang digelar setahun sekali. Ritual ini
digelar sebagai bentuk ucapan syukur atas hasil bumi yang
melimpah. Dalam kegiatan ini warga Ketingan akan mengenakan
pakaian tradisional, kemudian berjalan mengelilingi desa sambil
membawa gunungan hasil bumi.

Laporan Akhir 3 - 25
B. Aksesibilitas

Desa Wisata Ketingan terletak di Desa Tirtoadi, Kecamatan Mlati,


Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. Jarak dari pusat kota Yogyakarta
ke Desa Wisata Ketingan hanya 10 km, sedangkan dari Jalan
Magelang hanya berjarak 3 km. Wisatawan yang membawa
kendaraan pribadi dapat menempuh rute Yogyakarta-Jalan
Magelang–Mlati–Desa Wisata Ketingan. Terdapat petunjuk arah
menuju Desa Wisata Ketingan. Jalan menuju Desa Ketingan cukup
mudah dan mendatar

Pengelola Desa Wisata Ketingan menyediakan fasilitas penjemputan


bagi wisatawan yang akan mengunjungi Desa Ketingan. Akses lain
dapat ditempuh melalui kendaran umum berupa angkot khusus
untuk menuju Desa Wisata Ketingan yang tersedia di Terminal
Jombor.

C. Fasilitas

Sebagai Desa Wisata yang terus berbenah diri guna menyambut


kedatangan wisatawan, beberapa fasilitas dan akomodasi guna
memudahkan wisatawan mulai dilengkapi. Fasilitas yang ada di
Dusun Ketingan antara lain, pemandu lokal, menara pengamatan
burung, tempat menginap ala pedesaan yang mampu menampung
sekitar 30 orang, serta kendaraan antar jemput wisatawan bila
diperlukan.

D. Pemberdayaan Masyarakat

Masayarakat Dusun Ketingan terlibat langusng dalam pengelolaan


Kawasan Desa Wisata Ketingan, keterlibatan masyarakat berupa
kelembagaan pengelola desa wisata, pelestarian alam sebagai
tujuan utama wisata di desa ketingan, penyediaan rumah warga
sebagai home stay bagi wisatawan yang akan menginap, sebagai
pemandu wisata maupun pengelola kegiatan kesenian yang ada di
Dusun Ketingan, penyediaan kios maupun warung – warung kuliner,

Laporan Akhir 3 - 26
serta berbagai macam kegiatan lain yang menunjang kegiatan
wisata di Dusun Ketingan.

E. Pemasaran dan Promosi

Pemasaran Desa Wisata Ketingan dilakukan melalui media massa


cetak maupun elektronik, selain pengelolaan pemasaran secara
swakelola oleh pengelola desa wisata, pemasaran desa wisata juga
mendapat bantuan oleh pihak pemerintah melalui website
pemereintah Kabupaten Sleman maupun Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.

F. Kelembagaan dan SDM

Kelembagaan dilakukan secara swadaya masyarakat dengan adanya


bantuan baik secara financial maupun pelatihan pelatihan oleh
pemerintah.

3.2.2.3. Desa Wisata Nglinggo

Desa Wisata Nglinggo adalah sebuah dusun di Desa Pagerharjo,


Kecamatan Samigaluh di Pegunungan Menoreh. Dusun ini
mempunyai daya tarik alam pegunungan, wisata trekking, air
terjun, nuansa pedesaan, perkebunan teh dan kopi.

Laporan Akhir 3 - 27
Masyarakat Nglinggo masih menjaga tradisi kehidupan Jawa dan
kesenian tradisional dalam kehidupan sehari-hari. Para pengunjung
bisa tinggal bersama keluarga di rumah pedesaan termasuk terlibat
dalam aktivitas penderesan gula aren, memetik teh, kopi dan
memerah susu kambing Peranakan Etawa.

A. Daya Tarik

Desa Wisata Nglinggo memiliki keistimewaan yang disebut puncak


Nglinggo. Dari puncak ini, pengunjung dapat merasakan udara yang
sejukdan kesegaran dari hawa perbukitan dan gunung yang
berkabut. Pengunjung juga dapat menikmati keindahan hamparan
perkebunan the dan hutan pinus serta air terjun di kaki hutan
pinus.

Selain itu, Desa Wisata Nglinggo juga memiliki keistimewaan lain


yang terletak pada wilayah desa yang dikelilingi oleh beberapa
gunung, yaitu: Gunung Widosari, Bentarm, Tritisan dan Kukusan.
Keunggulan wilayah ini menjadi nilai tersendiri bagi pengunjung
yang juga merencanakan untuk mengadakan paket wisata ke
beberapa gunung yang mengelilingi Desa Wisata Nglinggo.

Laporan Akhir 3 - 28
Pesona wisata yang bisa menjadi paket kunjungan di Dusun Nglinggo
antara lain: Wisata trekking pedesaan (nuansa pedesaan &
panorama Menoreh/sunrise, air terjun Watu Jonggol, Watu Bentar,
Perkebunan teh), Wisata pertanian (proses pemetikan teh & kopi,
pembuatan minyak atsiri, peternakan kambing PE), Wisata budaya
penderesan gula aren, rumah pedesaan (joglo, kampung, dan
limasan)

B. Aksesibilitas

Akses Menuju Lokasi Desa Wisata Nglinggo cukup mudah, baik


menggunakan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum.

Untuk menggunakan kendaraan umum, dari terminal Giwangan,


Yogyakarta, pengunjung dapat menggunakan bus umum jurusan
Kulon Progo dan turun di Terminal Wates, Dari Terminal Wates
terdapat kendaraan umum yang menuju arah Dusun Nglinggo dan
turun di jalan desa dan dilanjutkan dengan Ojek menuju Dusun
Nglinggo.

C. Fasilitas

Desa Wisata Nglinggo menyediakan berbagai akomodasi dan fasilitas


pendukung, antara lain:

a. Home stay sebanyak 5 buah berkapasitas 30 orang


b. Satu Buah tempat pertemuan berkapasitas 100 orang

Laporan Akhir 3 - 29
c. Pusat Informasi yang akan melayani wisatawan pengunjung Desa
Wisata Nglinggo setiap hari.
d. Kios – kios sebagai pusat jajanan yang menawaran makanan dan
minuman khas Kulon Progo
e. Area parkir.

D. Pemberdayaan Masyarakat

Dengan bantuan secara financial maupun bimbingan dari


Pemerintah Kbupaten kulon Progo, Masyarakat Desa Wisata
Nglinggo mampu melakukan kegiatan pelestarian dan pengelolaan
desa untuk tujuan pariwisata

Peran serta masyarakat desa dalam pengelolaan dapat berupa


dalam kelembagaan pengelolaan desa wisata maupun dalam sector
informal seperti sebagai penjual di kios kios yang ada di desa
wisata.

Kegiatan dalam perkebunan the seperti pemetikan pucuk daun the


juga menjadi sebuah daya tarik wisata tersendiri di Kawasan Desa
Wisata Nglinggo

E. Kelembagaan dan SDM

Desa Wisata Nglinggo hingga saat ini dikelola secara sinergis antara
Pemerintah Kabupaten Kulon (Pemkab) Kulon Progo dan masyarakat
desa secara swadaya. Keduanya saling bekerja sama untuk menjaga
keasrian dan kelestarian wilayah desa dengan berbagai program
pembangunan berbasis masyarakat, dengan model pengelolaan ini,
masyarakat diajak untuk ikut memiliki desa dengan harapan,
mereka akan menjaga keasrian dan kealamian lingkungan Desa
Nglinggo dan sekitarnya secara mandiri.

Laporan Akhir 3 - 30
3.2.3. DESA WISATA BERBASIS PERPADUAN KEUNIKAN SUMBER DAYA
BUDAYA DAN ALAM

3.2.3.1. Desa Wisata Srowolan

Desa Wisata Pasar Perjuangan Srowolan merupakan gabungan dari


Pedukuhan Srowolan Gatep, Pedukuhan Karanggeneng dan
Pedukuhan Gandok Kadilobo, Desa Purwobinangun Kecamatan
Pakem,Kabupaten Sleman.

A. Daya Tarik
a. Wisata Budaya

Masyarakat ingin mengenalkan wisata dengan nilai sejarah yaitu


pasar Srowolan sebagai icon kepariwisataan karena pasar ini selain
merupakan pasar kuno juga jadi saksi bisu perjuangan masyarakat
melawan tentara Belanda pada tahun 1948.

Selain dari Pasar dan Gudang Garam terdapat juga rumah kuno
berukuran 10 x 12 m berbentuk Sinom yang merupakan bekas
kecamatan Pakem Lama yang berada di sebelah timur pasar. Rumah
kuno ini dahulu merupakan pusat Kecamatan.

Laporan Akhir 3 - 31
Selain Bangunan bersejarah, di lokasi ini juga terdapat rumah yang
dahulu ditinggali oleh Sayuti Melik, penulis naskah Proklamasi
Kemerdekaan yang berada di dusun Kadisobo untuk mengenang
kembali sejarah perjuangan bangsa pada waktu itu untuk
memperoleh kemerdekaan.

Kesenian yang ada di Desa wisata Perjuangan Pasar Srowolan antara


lain seni tari, seni suara dan seni. Kesenian tersebut dapat menjadi
alternatif bagi pengunjung apabila ingin menikmati kesenian yang
terdapat di Desa Wisat srowolan. Tradisi Pertanian juga masih
dilakukan di Desa wisata ini. Beberapa kegiatan tradisi pertanian
yang masih dilaksanakan diantaranya angler, tedun dan wiwit.

Selain itu terdapat juga upacara adat/keagamaan yang masih ada


yaitu ruwatan atau membuang sukerto, nyadran/ngirim leluhur,
bersih desa/wujud syukur kepada Tuhan atas panen yang melimpah
serta midang atau melaksanakan nadar atas cita-citanya yang
berhasil.

Kerajinan yang ditonjoljkan dari desa wisata ini antara lain tunggak
bambu berupa kentongan dan bebek-bebekan sedang industri kecil
berupa pembuatan tempe dan slondok.

b. Wisata Alam

Bagi anda yang mempunyai hobi memancing, terdapat kolam


pemancingan seluas 2 hektar yang keberadaannya menyebar di
Dusun Srowolan Karanggeneng dan Kadilobo dengan fasilitas warung

Laporan Akhir 3 - 32
makan spesial air tawar. Terdapat juga embung yang dapat
dimanfaatkan sebagai wisata tirta.

Srowolan juga mempunyai hamparan sawah dan kebun salak yang


dapat menjadi daya tarik tersendiri, selain dapat melakukan
kegiatan persawahan juga dapat melakukan wisata petik salak.

B. Aksesibilitas

Jarak tempuh dari pusat Pemerintahan Kecamatan Pakem


sepanjang 4 Km ditempuh selama 10 menit.8 km menuju kota
Kabupaten Sleman dengan jarak tempuh 15 menit. 20 km menuju
kota propinsi dengan jarak tempuh kurang lebih 30 menit dengan
kendaraan bermotor.

Laporan Akhir 3 - 33
C. Fasilitas

Desa wisata Srowolan adalah desa yang dikelilingi sawah-sawah dan


sungai yang mengalir asri. Hawa sejukpun selalu terasa ketika
memasuki desa wisata srowolan. Untuk resmi dijadikan sebagai
desa wisata oleh dinas pariwisata tentu mempunyai sarana dan
keunikan tersendiri. Sarana Desa Wisata Srowolan adalah:

a. Banyu Sumilir

1) Family Gathering

Family Gathering merupakan program untuk tamu di pondok makan


Banyu Sumilir. Di tempat ini, wisatawan dapat mengadakan
kegiatan, baik perorangan maupun kelompok dari institusi atau
lembaga, dalam skala kecil (kurang dari 20 orang), sedang (antara
20-100 orang), maupun besar (lebih dari 100 orang).

Sedangkan untuk materi kegiatan yang akan diselenggarakan


menyesuaikan keinginan tamu. Dalam program Family Gathering
ditawarkan berbagai fasilitas antara lain:

 Area dan fasilitas bermain (kolam air, kolam lumpur, kebun


salak,
 pemancingan, sarana outbound)
 Area makan keluarga dan kuliner tradisional keluarga
 Pertunjukan kesenian tadisional
 Rumah tinggal sementara (homestay)

Laporan Akhir 3 - 34
2) Adventure Education Based Outdoor Activity

Program ini dibuat khusus bagi para pelajar mulai dari tingkat SD,
SMP, dan SMA yang menginginkan sebuah kegiatan wisata alam
selama sehari semalam dengan berbagai kegiatan outward bound
basic level. Program ini dikemas sebagai sarana untuk
meningkatkan komunikasi, toleransi, kerjasama (kekompakan)

antarteman dalam satu kelompok. Untuk biaya fasilitas program ini


tiap orang dikenai biaya Rp150.000. Biaya ini mencakup fasilitator,
makan, minum, dan snack. Dalam program Adventure Education
Based Outdoor Activity ditawarkan:

 Tim fasilitator outward bound,


 Camping ground,
 Wisata alam,
 Sarana outward bound, dan
 Wisata kuliner tradisional

Sarana akomodasi bagi pengunjung yang ingin menginap berupa


penginapan/home stay siap huni sejumlah 50 buah dengan jumlah
kamar 159 kamar dan dapat menampung 318 orang wisatawan.
Yang tersebar di Dusun Srowolan, Karanggeneng dan Kadilobo.

Paket wisata yang disediakan dapat dinikmati pengunjung dengan


biaya yang relative murah yaitu untuk Menginap bersama penduduk
hanya dikenakan biaya Rp. 45.000,-/orang (3 x makan). Untuk
Menyaksikan hiburan cokekan hanya perlu mengeluarkan biaya Rp.
150.000,-. Sementara untuk belajar karawitan cukup membayar Rp.
10.000,-. Pengunjung juga dapat belajar Belajar membajak,
bertanam padi dengan biaya Rp. 10.000,-/orang.

Transportasi dan akses menuju Desa wisata Srowolan sangat mudah


karena dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda

Laporan Akhir 3 - 35
empat. Hal tersebut dikarenakan jalan menuju lokasi telah diaspal
meskipun transportasi umum tidak tersedia di lokasi ini.

b. Panggung Kesenian

Panggung kesenian ini difungsikan untuk menyelenggarakan even-


even kesenian lokal serta acara-acara khusus lainnya

D. Pemasaran dan Promosi

Promosi adalah kegiatan pemasaran produk yang ingin kita


tawarkan kepada public dengan tujuan agar lebih dikenal
masyarakat sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis.

Promosi harus dilakukan secara rutin, tidak bisa hanya sekali


promosi tetapi harus berulang-ulang. Promosi yang paling baik
adalah promosi melalui media, bisa televisi, radio, surat kabar dan
internet. Promosi yang dilakukan oleh karang taruna pengurus desa
wisata adalah melalui kegiatan sosial seperti sepeda santai, dan
melalui surat kabar. Tetapi didalam pengembangan desa wisata
berbasis intenasional tidak cukup dengan surat kabar.

Cara yang paling efisien adalah merancangkan sebuah website


pribadi yang berisikan tentang semua hal mengenai desa wisata
Srowolan. Memang saat ini Srowolan sudah bisa diexpose melalui
media internet, tetapi website itu bukan milik mereka. Saat ini
website biasapun sulit menembus internasional, website yang
disajikan harus mempunyai 2 bahasa, yaitu bahasa nasional dengan

Laporan Akhir 3 - 36
bahasa internasional. Masalah promosi ini juga merupakan salah
satu penghambat desa wisata Srowolan untuk mendatangkan tourist
dengan skala besar ke dusun tersebut.

E. Kelembagaan dan SDM

Di desa wisata Srowolan memiliki karang taruna yang terorganisir.


Banyak aktifitas yang dikerjakan di Srowolan antara lain aktif dalam
sinoman, merti dusun,

pengembangan desa. Tetapi struktur organisasi di Desa Wisata


berbeda dengan organisasi dimasyarakat biasa. Di desa wisata ada
sie keamanan, promosi,perlengkapan dan lain-lain yang tidak
dimiliki dalam struktur organisasi kemasyarakatan biasa. Aktifitas
karang taruna di desa wisata yaitu mulai dari mempersiapkan
sarana dan prasarana, menjadi guide

(pemandu wisata) wisatawan yang berkunjung, promosi desa


wisata, dan juga bekerjasama dalam pembangunan desa wisata.
Guide adalah hal wajib yang harus dilakukan oleh pengurus maupun
anggota.

3.2.3.2. Desa Wisata Kembangarum

Desa wisata Kembangarum merupakan desa wisata yang diresmikan


pada pertengahan tahun 2005. Desa ini menawarkan edukasi dan

Laporan Akhir 3 - 37
alam sebagai sajian wisata bagi pengunjung. Program-program yang
dirancang dan dibangun di desa wisata ini mengedepankan edukasi
atau pendidikan bagi anak-anak khususnya.

A. Daya Tarik

Sebuah desa wisata yang terletak 20 km dari pusat kota Yogyakarta.


Desa ini mempunyai pemandangan alam yang menakjubkan. Sawah
yang hijau terbentang, perkebunan salak yang tertata rapi, sungai
yang jernih dan jalan yang diperindah dengan tembok terbuat dari
batu membuat desa ini layak mendapat predikat sebagai salah satu
desa wisata terindah di Yogyakarta.

Desa wisata yang berawal karena adanya sanggar lukis di Kembang


Arum kemudian berkembang menjadi desa wisata pendidikan,
wisata pertanian, perkebunan, wisata air, perikanan, pemukiman,
seni budaya, kuliner, dan outbound. Yang tidak kalah menariknya
adalah wisata perfilman. Sudah banyak film/feature yang dibuat di
Desa Wisata Kembang Arum ini seperti Si Bolang, Wisata Kuliner,
Jelang Siang. Sekitar 27 film yang sudah dibuat dan ditayangkan
oleh RCTI, TPI, Indosiar, TVRI Jogja, dll. Selain itu ada wisata yang
hanya ada satu di Indonesia yaitu wisata baksos yaitu dengan
menggunakan motor trail dan mobil offroad. Tiap motor trail ada
mekanik yang dibekali dengan makanan. Jadi di tengah-tengah
perjalanan menuju lereng merapi, peserta baksos akan memberi
makanan pada orang yang membutuhkan yang ditemui di jalan.

Laporan Akhir 3 - 38
Paket –paket wisata Desa Wisata Kembangarum antara lain:

a. Paket creative camp, yaitu belajar memainkan gamelan


tradisional, melukis dengan media kertas dan kanvas, belajar
membatik, membuat layang-layang, bermain angklung, dan
membuat kerajinan janur.
b. Paket wisata outbound dan olahraga tradisional, yaitu balap
dinglik, balap egrang, balap bakiak, bambu salak glundong,
tarik tambang lumpur, bambu keseimbangan, bambu pancuran,
tampah bola, gebuk bantal di atas air, mencari ikan, sepak bola
lumpur, bola basket lumpur, kenthos keseimbangan, bola volly
geber, dan flying fox.
c. Paket wisata petulangan, yaitu tracking menyusuri desa wisata
dan perkebunan salak, tracking menyusuri sungai, serta motor
trail, dan off road ke lerang Gunung Merapi.
d. Paket wisata pertunjukan dan hiburan, yaitu wayang kulit
pentilan, wayang kulit semalam suntuk, jathilan dan tarian
rampak buto, karawitan atau cokekan, jathilan kelinthing
(jathilan anak-anak), organ tunggal, campur sari, musik akustik,
dan musik band (jazz, blues, reggae).
e. Paket wisata pertanian, yaitu membajak sawah dengan kerbau,
nutu (menumbuk) padi, dan menanam padi.
f. Paket wisata perkebunan, yaitu menanam salak, singkong, dan
jagung.
g. Paket wisata peternakan, yaitu memberi makan kambing.
h. Paket wisata permukiman tradisional, yaitu Griya Sekar Arum,
Joglo Sempor Sungai, Penginapan Gubug Pereng, Gubug Pereng
bawah, Griya Arum Sari, dan Rumah Joglo.
i. Wisata pengambil foto untuk prewedding dan film.
j. Paketiwisata aneka kuliner tradisional, jajanan pasar, dan
minuman tradisional.
k. Paket pijat di pinggir sungai.

Laporan Akhir 3 - 39
B. Aksesibilitas

Desa Wisata Kembangarum terletak di Desa Donokerto, Kecamatan


Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Untuk menuju desa wisata
Kembangarum, wisatawan bisa menggunakan angkutan umum yang
tersedia di terminal jombor, dengan jurusan jombor tempel,dan
dilanjutkan dengan jalur D4. Jika membutuhkan privasi dan
kenyamanan bersama keluarga atau teman terdekat, bisa dengan
menggunakan jasa sewa mobildari Jogja Empat Roda.

C. Fasilitas

Berbagai fasilitas yang bisa dinikmati di desa wisata kembangarum


seperti sanggar lukis, disini wisatawan akan diajari bagaimana
melukis dengan cara yang benar diatas kanvas menggunakan cat
minyak, dengan ditemani suasana yang nyaman dan gemericik ari
sungai yang ada disekitar sanggar lukis bersama kicauan burung
akan membuat suasana hati semakin nyaman saat melukis. Anak-
anak juga bisa belajar banyak dan membaca diperpustakaan yang
ada didesa kembangarum ini. Tak kalah dengan wahan pendidikan
sanggar lukis dan perpustakaan wisata, disini wisatawan bisa
menemukan fasilitas pijat, rasa lelah dan beban akan hilang
seketika, saat dipijat wisatawan juga ditemani dengan keindahan
alam dan sungai yang jernih, karena fasilitas pijat ini dilakukan
dipinggiran sungai yang ada didesa kembangarum. berbagai fasilitas
lain yang bisa wisatawan nikmati disini seperti, mobil untuk jeljah
alam, arena permainan, dan rumah makan tradisonal dengan
masakan khasnya nasi takir.

Didesa wisata kembangarum ini wisatawan juga bisa menikmati


fasilitas kolam pemancingan dan kolam renang alami, anda bisa
berenang dan memancing bersama keluarga, dengan kegiatan
seperti itu tentunya kehangantan keluarga akan di dapatkan.
Wisatawan juga bisa bertempat tinggal sementara disini, disediakan

Laporan Akhir 3 - 40
rumah khusus dengan bangunan unik, dengan suasana udara yang
sejuk dan nyaman. Jadikan desa wisata kembangarum sebagi
tempat singgah sementara untuk keluarga, kehangatan,
kebersamaan dan pendidikan.

D. Pemberdayaan Masyarakat

Kegiatan-kegiatan dalam desa wisata ini banyak melibatkan peran


masyarakat Kembang Arum sendiri. Misalnya seperti pijat massal,
warga menjadi pemijat dan akan diberi tip dan fee. Wisata
kulinernya yang khas melibatkan ibu-ibu PKK, wisata seni dan
budayanya melibatkan bapak-bapak dan pemuda menjadi pemandu
outbound. Orang yang umurnya sudah sangat tua pun tidak
ketinggalan, mereka juga mempunyai kontribusi dalam wisata budi
pekerti. Contohnya nenek-nenek mengunyah sirih atau menumbuk
padi akan menggugah keingintahuan anak-anak yang datang
berkunjung ke desa ini. Pemasaran dan Promosi

E. Pemasaran dan Promosi

Sistem pemasaran desa wisata ini masih dikelola oleh Sanggar


Pratista. Awalnya adalah dengan sistem gethok tular yaitu informasi
dari mulut ke mulut. Dengan memanfaatkan koneksi sanggar yang
mengajar di 79 sekolah ini, Pratista melakukan sosialisasi kepada
murid dan orang tua murid. Hal ini lalu berkembang sehingga
muncul makelar wisata yang menghubungkan antara wisatawan
dengan pengelola Kembang Arum. Untuk mendukung ini, Pratista

Laporan Akhir 3 - 41
juga mencetak brosur kemudian disebarkan pada para tamu atau
koneksi.

F. Kelembagaan dan SDM

lima orang tim kreatif yang terdiri dari Pak Marsaid, Pak Ngatiman,
Pak Muji, Pak Yuli dan Bu Jarwati. Tim ini menangani acara-acara
yang diinginkan oleh tamu. Tamu yang ingin beriwisata di desa ini
awalnya akan melakukan survey lalu reservasi ke kantor yang ada di
Sanggar Pratista. Dengan reservasi, pengelola Kembang Arum bisa
menyiapkan segala hal yang dibutuhkan oleh tamu secara maksimal
dan hampir semua keinginan tamu diakomodasi oleh pengelola.
Kemudian Pak Hery akan menyampaikan ini kepada tim kreatif yang
sudah terbentuk. Tim kreatif akan membuat anggaran untuk
akomodasi dan lain-lainnya untuk disampaikan kepada ketua RT dan
ibu-ibu PKK. Ketua RT membagi tugas warga untuk menjadi
pemandu di acara outbound dan sebagai guide wisata sedangkan
ibu-ibu PKK menyediakan masakan untuk wisata kulinernya. Sistem
pembagian keuntungan antara Sanggar Pratista dengan warga sudah
dimusyawarahkan di awal pendirian desa wisata. Jika ada tamu
yang datang, uang yang didapat dari tamu tersebut akan digunakan
untuk mengisi kas wisata yaitu sebesar 5000 rupiah per tamu. Kas
lain yang juga diisi adalah kas kumpulan bapak-bapak, kas PKK
serta infaq masjid. Warga yang terlibat membantu kegiatan
outbound juga akan mendapat fee sesuai dengan jam kerjanya.

3.2.3.3. Desa Wisata Pentingsari

Dusun Pentingsari berbentuk seperti semenanjung dimana sebelah


barat terdapat lembah yang sangat curam yaitu kali Kuning dan
sebelah selatan terdapat lebah yang berupak Goa Ledok / Ponteng
dan Gondoran sebelah timur terdapat lembah yang curam yaitu Kali
Pawon dan sebelah utara merupakan dataran yang dapat

Laporan Akhir 3 - 42
berhubungan langsung dengan tanah di sekeliling kelurahan
Umbulharjo sampai ke pelataran gunung Merapi. Dusun Pentingsari
terdiri dari dua dusun yaitu Bonorejo dan Pentingsari. Pentingsari
ditetapkan sebagai desa wisata pada tanggal 15 Mei 2008.

A. Daya Tarik
a. Pancuran Suci Sendangsari

Pancuran ini dipercaya oleh masyarakat dusun Pentingsari dan


sekitarnya sebagai tempat bertemunya Dewi Nawang Wulan dan
Joko Tarup bisa menyembuhkan berbagai penyakit dan membuat
awet muda dengan minum atau cuci muka dengan air ini, lokasi
obyek ini sangat dekat dengan nuansa mistis dan nuansa keindahan
lembah sungai kuning.

b. Luweng

Luweng merupakan salah satu bukti betapa luasnya perjuangan


Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajah Belanda di
Yogyakarta , luweng pada saat itu digunakan sebagai alat masak
warga dusun Pentingsari dalam menyediakan konsumsi bagi tentara
Pangeran Diponegoro, disamping sebagai tempat persembunyian
bila dalam posisi terdesak.

Laporan Akhir 3 - 43
c. Rumah Joglo

Rumah ini merupakan rumah adat di DIY dan Jawa Tengah. Rumah
Joglo berada di poros Desa Wisata Pentingsari, disamping
menampilkan karakteristik keindahan dan budaya di rumah Joglo
ini dapat digunakan sebagai tempat pertemuan, diklat, pentas seni
dan budaya

d. Wisata Alam

Kondisi lingkungan di Dewi Peri masih sangat alami hembusan udara


yang sejuk, rindangnya berbagai jenis tanaman, riuhnya suara
ocehan burung di alam bebas, ramahnya penduduk desa bisa
dijumpai di sepanjang jalan dusun Pentingsari, sementara di sisi
yang lain hamparan sawah, berbagai jenis tamanan sayur-sayuran
yang sudah dikelola dengan system yang baik oleh penduduk
memberi warna keindahan tersendiri Desa Wisata Pentingsari.

e. Batu Dakon

Batu dakon yang ada di Dewi berbeda dengan batu dakon pada
umunya yang biasa digunanakan untuk bermain anak-anak
,disamping memiliki nilai mistis batu dakon ini konon masih ada
kaitanya dengan obyek Luweng, batu ini dipercaya sebagai tempat
mengatur setrategi perang dan meramal nasip pada waktu
perjuangan mengusir penjajah Belanda.

f. Batu Persembahan

Batu Persembahan dipercaya digunakan sebagai tempat


persembahan kepada ular besar yang singgah di Ponteng yang
dipercaya sebagai anak dari Baru Klinting yang singgah di Gunung
Merapi, bentuk persembahan dipercaya seekor kera yang datang
dari Gunung Merapi tiap bulan Suro ( bulan jawa)

Laporan Akhir 3 - 44
g. Ponteng

Tempat pertemuan sungai Kuning dan Sungai Pawon ( tempuran ) di


Ujung Selatan Dusun Pentingsari di percaya ada sebuah goa sebagai
tempat singgahnya ular besar anak dari baruklinting.

h. Jalur Traking

Kondisi alam di Desa Wisata Pentingsari yang diapait oleh Dua


Sungai (Sungai Pawon dan Sungai Kuning ) sangat cocok untuk
traking remaja, anak-anak,dewasa dan orang tua dengan melewati
jalur susur sungai, melewati hamparan sawah, naik turun tebing
dengan terowongan yang sangat unik dan indah, melewati ditengah
rindangnya berbagai jenis tanaman kehutanan.

B. Aksesibilitas

Untuk saat ini, belum ada transportasi umum yang dapt mencapai
kawasan Desa Pentingsari. Oleh karena itu, disarankan bagi para
wisatawan yang berkunjung untuk menggunakan kendaraan sewaan
jika ingin menyambangi desa wisata ini. Di Yogyakarta, mobil
sewaan bisa didapat dengan kisaran harga Rp.250.000 hingga
Rp.400.000, tergantung jenis mobil yang ingin disewa. Namun, bagi
pengunjung yang datang dari luar Yogyakarta, pengurus Desa Wisata
Pentingsari akan menyediakan sarana penjemputan di Bandara Adi
Sutjipto.

C. Fasilitas

Di Desa Pentingsari, wisatawan yang datang akan difasilitasi oleh


penginapan berupa rumah-rumah penduduk setempat. Dengan
menginap di rumah penduduk, para wisatawan dapat merasakan
kehidupan sehari-hari masyarakat pedesaan. Selain itu, Desa
Pentingsari juga menyediakan beberapa fasilitas, baik tempat
maupun jasa, yang diharapkan mampu menambah kenyamanan para
wisatawan.

Laporan Akhir 3 - 45
D. Pemberdayaan Masyarakat

Keberhasilan Pentingsari sebagai desa wisata terbaik tidak lepas


dari peran masyarakat penting sari itu sendiri. Saat pentingsari
diresmikan sebagai desa wisata, masyarakat dengan kesadaran diri
sendiri mengelola dan mengembangkan desa ini sehingga menjadi
sekarang. Keadaan ekonomi masyarakat penting sari pun ikut
terangkat sejalan dengan perkembangan desa mereka. Masyarakat
penting sari benar-benar mengelola desa nya dengan sangat baik.
Selain masyarakatnya yang sangat ramah ramah, banyaknya pilihan
wisata, serta keikutsertaan ibu ibu karang taruna dalam pelayanan
para wisatawan. Kini masyarakat Pentingsari menggantungkan
hidup dari keberadaan desa wisata.

Masyarakat penting sari hidup dari desa ini, semua masyarakat


diikutsertakan kedalam pengelolaan desa. Seperti homestay,
konsumsi untuk wisatawan, paket paket wisata di pentingsari,
semua terlibat. Tidak ada yang merasakan sendiri, karna ini dari
desa dan untuk desa.

Pemberdayaan masyarakat sekitar Pemberdayaan masyarakat


sekitar dilakukan dengan mengajak masyarakat untuk berpartisipasi
aktif sebagai pelaku wisata baik homestay, sebagai tempat
kunjungan dan pelatihan, penyediaan makanan dan kuliner maupun
sebagai pemandu kegiatan wisata.

Laporan Akhir 3 - 46
E. Pemasaran dan Promosi

Di desa wisata Pentingsari masih menggunakan pemasaran


konvensional untuk memasarkan daya tarik yang dimiliki oleh desa
wisata Pentingsari.

Bagi pihak desa wisata permasalahan yang timbul yaitu dalam hal
pemasaran produknya ke masyarakat luas yang kurang cepat dan
kurang mudah. Sulitnya pelanggan yang berada diluar daerah dalam
melakukan pemesanan, sulitnya pelanggan dalam melihat atraksi
dan keunikan desa wisata menjadi bagian dari permasalahan bagi
desa wisata Pentingsari, sehingga dibutuhkan media yang efektif
dan efisien yang bisa menyebarkan informasi secara cepat dan
mudah, maka dibuatlah sistem pemasaran dan pemesanan berbasis
internet. Sedangkan untuk menjaring kunjungan tamu selain
bekerjasama dengan Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman dan
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, juga dengan media cetak
(koran) dan elektronik (televisi), biro perjalanan dan sekolah-
sekolah unggulan baik di Yogyakarta maupun di Kota besar seperti
Jakarta dan Surabaya. Kerjasama juga dilakukan dengan kelompok
masyarakat sekitar seperti kelompok ternak sapi perah, kelompok
petani jamur, kelompok tani kopi Merapi dan sebagainya yang
berada di sekitar lereng Merapi.

F. Kelembagaan dan SDM

Kelembagaan dan SDM di Desa Wisata Pentingsari dikelola oleh


masyarakat, perangkat desa, karang taruna dibantu pihak
pemerintah daerah dan pihak swasta yang memberikan hibah untuk
pengembangan Desa Wisata Pentingsari.

Laporan Akhir 3 - 47
3.2.4. DESA WISATA BERBASIS KEUNIKAN AKTIFITAS EKONOMI KREATIF

3.2.4.1. Desa Wisata Bobung

Desa Wisata Bobung terletak di desa Putat, kecamatan Patuk,


Kabupaten Gunung Kidul, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Letaknya sekitar 10 km menuju arah barat Kota Wonosari atau
sekitar 30 km menuju arah timur Kota Yogyakarta. Daerah ini
dikenal sebagai sentra kerajinan batik kayu di Yogyakarta.

Sejarah dari kerajinan batik kayu ini dipercaya oleh masyarakat


sekitar dimulai oleh Sunan Kalijaga. Awalnya Kerajinan batik kayu
di Bobung berawal dari kebutuhan topeng kayu untuk lakon-lakon
dalam seni tari Topeng Panji yang berkembang di dusun ini sejak
sekitar 1960. Tarian Panji itu berkembang yang membuat
kebutuhan akan topeng juga bertambah. Tari Panji konon
diciptakan Sunan Kalijaga sebagai media dakwah. Tarian ini juga
masih dipentaskan untuk menghibur pengunjung yang datang.

Bentuk topeng sangat khas karena mirip dengan penggambaran


tokoh wayang purwa yang matanya tertarik ke atas dengan hidung
lancip, motif batik yang mendasari pewarnaan topeng menambah
nilai keindahan topeng. Dari tahun ke tahun akhirnya daerah ini
berkembang sebagai sentra kerajinan batik kayu. Bukan hanya
topeng yang diproduksi,tetapi berbagai bentuk kerajinan lain.
Hingga pada akhirnya, saat ini warga yang semua menjadi petani

Laporan Akhir 3 - 48
sejak pertengahan 1980-an masyarakat mulai bergeser menjadi
perajin. Kerajinan batik kayu dari Bobung sudah menembus dunia.

A. Daya Tarik

Desa Bobung merupakan desa wisata yang mempunyai daya tarik


utama sebagai sentra kerajinan batik kayu. Beberapa produk
kerajinan seperti topeng dan patung kayu bermotif batik
merupakan hasil karya yang unik dan menarik. Kerajinan batik kayu
lainnya adalah berbagai model binatang seperti jerapah, kuda, dan
lainnya. Desa Wisata Bobung, hampir semua penduduknya ber-mata
pencaharian sebagai pengrajin topeng, patung kayu serta kerajinan
batik kayu lainnya.

Wisatawan yang berkunjung ke sana selain memnikmati aneka


kerajinan kayu juga menikmati udara segar lereng bukit pedesaan
dengan pola kehidupan yang khas. Atraksi lain yang juga dapat
dinikmati adalah tari topeng, cara bercocok tanam serta menikmati
kehidupan dengan alam pedesaan, karena sudah tersedia beberapa
home stay.

Penduduk Desa Wisata Bobung juga menyelenggarakan acara


rasulan yang diadakan setiap tahunya. Awalnya, rasulan merupakan
tradisi petani. Namun, ritual di dusun yang mayoritas warganya

Laporan Akhir 3 - 49
bekerja di sektor kerajinan topeng dan batik kayu itu kini bukan
hanya menjadi milik petani. Seiring perjalanan waktu rasulan
menjadi syukuran sekitar 250 warga yang bekerja di sektor
kerajinan topeng dan batik kayu

Terdapat 10 gunungan hasil bumi yang dibentuk secara rapi.


Pembuatnya adalah tiap RT di Bobung. Roeg, jatilan dan tarian
topeng mengiringi arak-arakan yang menjadi bagian tradisi rasulan
atau bersih desa di Dusun Bobung.

B. Aksesibilitas

Desa Wisata Bobung terletak di Desa Putat Kecamatan Patuk 10 Km


arah Barat Kota Wonosari atau 30 Km arah Timur Kota Yogyakarta.

Akses menuju lokasi Desa Wisata bobung ini sangatlah mudah.


Karena lokasi berdekatan dengan jalan utama Jogja-Wonosari,
maka kondisi jalan telah halus di aspal serta sering dilewati
kendaraan umum. Wisatawan dapat memanfaatkan kendaraan
umum tersebut maupun menggunakan kendaraan pribadi baik roda
dua maupun roda empat.

Laporan Akhir 3 - 50
C. Fasilitas

Fasilitas yang dimiliki oleh Desa Wisata Bobung ini juga relatif
lengkap. Fasilitas yang ada diantaranya adalah tempat parkir yang
luas dan kamar mandi umum. Wisatawan juga dapat menyaksikan
langsung proses pembuatan topeng - topeng kayu di bengkel kerja
para pengerajin. Lokasi tersebut juga dilengkapi dengan t ruang
gallery / ruang pameran dimana kita bisa melihat produk -produk
hasil kerajinan tangan para pengerajin. Tersedia juga home visit
yang diperuntukan bagi wisatawan yg ingin belajar membuat topeng
kayu.

D. Pemberdayaan Masyarakat

Sebagian besar masyarakat Desa Wisata Bobung berprofesi sebagai


pengrajin batik kayu, keunikan kegiatan masyarakat ini yang
menjadikan Bobung sebagai sebuah desa wisata yang layak untuk
dikembangkan.

Masyarakat juga menjadikan rumahnya sebagai Home stay bagi


wisatawan yang ingin berwisata dan menginap di Desa Wisata
Bobung.

E. Kelembagaan dan SDM

Pengelolaan Desa Wisata Bobung dilakukan secara swadaya


masyarakat dengan mendapatkan bantuan baik secara financial
maupun bimbingan dan pelatihan pelatihan dari Pemerintah
Kabupaten Gunung Kidul.

Laporan Akhir 3 - 51
3.2.4.2. Desa Wisata Kasongan

Desa Wisata Kasongan merupakan pusat kerajinan gerabah yang


berbahan dasar tanah liat atau lempung. Jenis tanah ini memang
mendominasi kontur tanah Desa Kasongan. Jenis Kerajinan gerabah
yang diproduksi oleh desa kasongan sangat variatif. Pada jaman
dulu warga Desa Kasongan cenderung hanya membuat perkakas
untuk kebutuhan rumah tangga saja, seperti kendi, kendilm
gentong, anglo dan sejenisnya. Namun semakin meningkatnhya nilai
ekonomis dan estetis dari gerabah, warga Desa Kasongan juga
memproduksi gerabah sebagai kerajinan.

Asal usul daerah Kasongan menjadi sentra industry gerabah berawal


pada masa penjajahan Belanda. Pada masa itu, di salah satu daerah
di sebelah selatan kota Yogyakarta pernah terjadi peristiwa yang
mengejutkan warga setempat, seekor kuda milik reserse Belanda
ditemukan mati di atas lahan sawah milik seorang warga. Hal
tersebut membuat warga ketakutan. Karena takut akan hukuman,
warga akhirnya melepaskan hak tanahnya dan tidak mengakui
kepemilikan atas tanah tersebut. Hal ini diikuti ileh warga lainya.
Tanah yang telah dilepas ini pin kemudian diakui oleh penduduk
desa lain. Karena tidak memiliki lahan persawahan lagi, maka untuk
mengisi hari , mereka memanfaatkan apa saja yang ada disekitar.
Salah satunya, mereka memanfaatkan tanah yang ada untuk

Laporan Akhir 3 - 52
mebuat gerabah perkakas untuk keperluan dapur ataupun mainan
untuk anak – anak. Berawal dari kegiatan seperti itulah kebiasaan
membuat gerabah dimulai.

A. Daya Tarik

Di kawasan Kasongan, akan terlihat galeri – galeri keramik di


sepanjang jalan yang menjual berbagai barang hiasan dan souvenir,
bentuk dan fungsi yang beraneka ragam, mulai dari asbak rokok
kecil atau pot dan vas bunga yang berukuran besar.

Salah satu produk gerabah yang cukup terkenal adalah sepasang


patung pengantun dalam posisi duduk berdampingan. Patung ini
dikenal dengan nama loro blonyo. Patung ini diadopsi dari sepasang
patung pengantin milik Keraton Yogyakarta, Wisatawan
mancanegara yang menyukai model patung loro blonyo memesan
khusus berbagai bentuk seperti penari, pemain gitar, peragawati
dan lain sebagainya.

Saat ini pengunjung dapat menjumpai berbagai macam produk


kerajinan selain gerabah. Pendatang yang membuka galeri di
Kasongan turut mempengaruhi berkembangnya berbagai jenis usaha
kerajinan. Produk yang dijual masih termasuk kerajinan lokal
seperti kerajinan batok kelapa, kerjainan tumbuhan yang
dikeringkan atau kerajinan kerang. Usaha kerajinan Kasongan
berkembang mengikuti arus peluang yang ada. Namun demikian,
kerajinan gerabah tetap menjadi tonggak utama mata pencaharian
warga setempat

Laporan Akhir 3 - 53
B. Aksesibilitas

Desa Kasongan terletak di daerah dataran rendah bertanah gamping


di Pedukuhan Kajen, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten
Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Untuk menuju Desa Wisata Kasongan, wisatawan dapat


menggunakan moda angkutan umum darat yang tersedia. Dari arah
Kota Yogyakarta, Desa Kasongan dapat dicapai sekitar 8 km ke arah
barat daya dari pusat Kota Yogyakarta atau sekitar 15-20 menit
berkendara. Sarana transportasi yang disediakan menuju Desa
Kasongan ini antara lain bus antar kota dalam propinsi jurusan
Yogyakarta – Bantul dan Taksi.

C. Fasilitas

Di Desa Wisata Kasongan, wisatawan dapat tinggal di home stay di


beberapa lokasi yang telah disediakan, berbelanja di toko-toko
kerajinan yang berderet di sepanjang jalan – jalan lingkungan, dan
melihat langsung proses pembuatan berbagai produk kerajinan dan
seni gerabah di bengkel –bengkel kerja.

Di kawasan sentra kerajinan gerabah Kasongan juga terdapat ATM


dari berbagai bank yang tersebar di berbagai titik.

Bagi para wisatawan yang ingin secara khusus mempelajari


pembuatan kerajinan gerabah disediakan beberapa kursus singkta
yang diselenggarakan oleh rumah – rumah atau galeri gerabah.

Laporan Akhir 3 - 54
D. Pemberdayaan Masyarakat

Sebagian penduduk kasongan membuka galeri – galeri kerajinan di


penggir jalan utama kawasan Desa Wisata Kasongan, sedangkan
sebagian penduduk lainya berprofesi sebagai pengrajin kerajinan
gerabah yang akan di jual ke dalam galeri galeri yang ada di sana.

Beberapa profesi penunjang kegiatan wisata di Desa Wisata


Kasongan antara lain sebagai tukang parkir, penjaja makanan di
kios – kios makanan yang ada di sana dan berbagai macam profesi
lain.

E. Pemasaran dan Promosi

Pemasaran Kasongan sebagai desa wisata dilakukan dalam berbagai


cara baik secara media cetak maupun media elektronik. Pemasaran
Desa Wisata Kasongan juga tak lepas dari pemasaran produk
kerajinan dari Kaosngan yang sudah go internastional dari galeri –
galeri kerajinan yang ada.

Pada jaman dahulu pemasaran produk – produk kerajinan hanya


dilakukan melalui pemasaran langusng dibawa menggunakan sepeda
oleh pengrajin itu sendir ke rumah – rumah penduduk di sekitar
Yogyakarta. Namun saat ini kerajinan dari Kasongan telah dikenal
dunia Internasional, beberapa produk kerajinan dikirim ke berbagai
kota yang banyak dikunjungi wisatawan asing seperti Bali, sebagian
produk lain langsung dikirim ke Negara pemesan produk kerajinan.

F. Kelembagaan dan SDM

Kelembagaan dan SDM di Desa Wisata Kasongan dikelola swadaya


oleh masyarakat, perangkat desa, karang taruna dengan dibantu
oleh pemerintah Kabupaten Bantul serta pihak swasta dan
stakeholder terkait dengan pengembangan sentra industri gerabah
Kasongan.

Laporan Akhir 3 - 55
3.2.4.3. Kampung Wisata Prawirotaman

Prawirotaman adalah sebuah kampung yang sudah dikenal sejak


abad ke-19, saat seorang bangsawan Keraton Yogyakarta bernama
Prawirotomo menerima hadiah sepetak tanah dari keraton. Sejak
awal, kamopung ini mempunyai peran yang sangat besar bagi
Yogyakarta, pada masa pra-kemerdekaan, kampung ini menjadi
pusat konsentrasi lascar pejuang, hingga kemudian pasca
kemerdekaan, kampung ini dikenal sebagai pusat industry batik cap
yang dikelola oleh keturunan Prawirotomo. Sementara sejak tahun
70-an seiring dengan meredupnya industry batik cap, para
pengusaha batik cap beralih ke dalam jasa penginapan dan
Prawirotaman pun mulai dikenal sebagai kampung turis. Meski
banyak kepemilikan tempat usaha telah berpindah tangan,
kebanyakan penginapan masih dikelola oleh keturunan
Prawirotomo, yang terdiri dari tiga keluarga besar Werdoyoprawiro,
Suroprawiro dan Mangunprawiro.

Memasuki kawasan Prawirotaman, pengunjung akan disambut


dengan nuansa kampung di tengah kota. Mulai dari lalu lalang
kendaraan hingga sapaan warga yang umumnya menguasai bahasa
Inggris. Sederetan penginapan dengan keunikan rancang bangunnya,
mulai Jawa klasik hingga hotel modern ada di kawasan ini.

Laporan Akhir 3 - 56
A. Daya Tarik

Prawirotaman adalah sebuah kawasan yang bias menjadi alternatif


untuk mencari penginapan ketika berlibur di Kota Yogyakartam
kawasan Prawirotaman tidak hanya menyediakan penginapan unik
dan terjangkau, tetapi juga banyak terdapat artshop, café, toko
buku hingga pasar tradisional

Kampung Prawirotaman mendapat julukan Kampung Turis atau


Kampung Bodypacker karena setiap saat banyak dikunjungi para
wisatawan asing yang menginap di hotel – hotel di kawasan ini.

Di kawasan Prawirotaman, beberapa artshop juga berjejer


menjajakan pernak – pernik seni yang unik, mulai dari patung
tradisional, cap batik yang memiliki nilai seni tinggi hingga furnitur
klasik yang berharga jutaan rupiah.

Selain dapat menyaksikan hiruk pikuk warga yang tengah


berbelanja, dan juga menyaksikan wisatawan asing, pengunjung
Prawirotaman juga dapat mencicipi penganan khas Yogyakarta yang
banyak di jual terutama di dalam Pasar Prawirotaman.

Laporan Akhir 3 - 57
B. Aksesibilitas

Kampung Prawirotaman terletak sekitar lima kilometer dari pusat


Kota Yogyakarta. Bagi pengunjung yang ingin dating ke Kampung
Prawirotamanm selain dapat menggunakan kendaraan pribadi,
pengunjung juga dapat menggunakan bus umum jurusan Yogya-
Parangtritis ataupun bus kota jalur 12. Jika menggunakan
kendaraan pribadi, dari kawasan Pojok Beteng Wetan, Anda bias
menuju kea rah selatan yakni ke Jalan Parangtritis, hingga
menemukan sebuah pasar di timur jalan. di kawasan tersebut
Kampung Prawirotaman berada.

C. Fasilitas

Selain penginapan yang banyak terdapat di Prawirotaman, kawasan


ini juga terdapat beberapa fasilitas wisata lain seperti agen tour
and travel, warnet dan wartel, money changer, hingga bookshop.
Café dan restoran tersedia di sepanjang Jalan Prawirotaman dan
sekitarnya. Berbagai macam makanan seperti masakan khas Jawa,
Eropa maupun perpaduan dari keduanya.

D. Pemberdayaan Masyarakat

Peran serta masyarakat lokal, sebagai pemilik usaha penginapan


dan perhotelan maupun fasilitas penunjang wisata lain seperti
travef agent, bookshop dan jasa wisata lain.

Dilain pihak keberadaan Kampung Wisata Prawirotaman juga


memberikan peluang usaha lain antara lain sebagi penarik becak,
pemandu wisata maupun karyawan hotel dan penginapan yang ada
di kawasan Prawirotaman.

Laporan Akhir 3 - 58
E. Pemasaran dan Promosi

Pemasaran dan promosi Kampung Wisata Prawirotaman termasuk


cukup baik dikarenakan banyaknya hotel dan penginapan serta
travel agent yang berskala nasional maupun internasional

Pemasaran yang dilakukan baik melalui media cetak maupun


elektronik telah dilakukan membuat Kawasan Kampung Wisata
Prawirotaman telah dikenal secara internasional.

F. Kelembagaan dan SDM

Kerjasama antara pihak-pihak terkait membentuk sebuah jejaring


sosial antara warga lokal, stakeholder, dukungan pemerintah serta
agen lainnya seperti tukang becak, sopir taksi dan travel agent yang
memiliki tugas masing-masing untuk ikut serta membangun dan
mempromosikan baik melalui media cetak dan elektronik bahkan
media yang masih tradisional pun seperti mulut ke mulut sebagai
modal dan kemampuan individu sendiri, yang menjadi dasar modal
sosial untuk membangun tujuan yang diinginkan bersama.

Laporan Akhir 3 - 59
3.3. ISU-ISU STRATEGIS TERKAIT PENGEMBANGAN DESA
WISATA

Dalam upaya pengembangan desa wisata, berikut ini merupakan


beberapa isu yang teridentifikasi dari berbagai sumber terutama
terkait dengan tata kelola Desa Wisata. Isu-isu ini masih bersifat
secara umum.

A. Penetrasi Modal Luar

Desa wisata yang sudah berkembang mudah terkena “penetrasi


modal luar”, sehingga formatnya berubah dari kegiatan dan modal
berskala kecil ke “kegiatan kecil dengan modal berskala menengah-
besar”. Pada awalnya masyarakat lokal akan mengembangkan
fasilitas dasar di desa, sekaligus menyediakan fasilitas atraksi
maupun akomodasi. Namun dalam perkembangan selanjutnya,
penyediaan fasilitas-fasilitas tersebut diambil-alih aleh pemodal
besar, misalnya dengan mendirikan akomodasi eksklusif, yang pada
gilirannya mempersempit kesempatan masyarakat lokal untuk
mengembangkan usaha. Pola “penetrasi modal luar” juga dapat
terjadi dalam bentuk jaringan permodalan, di mana pemilik modal
berinvestasi di berbagai jenis usaha pariwisata di desa, sementara
masyarakat berperan sebagai mitranya.

B. Stagnasi Pengembangan Daya Tarik

Desa wisata berpotensi terjebak oleh stagnasi. Setelah sekian lama


dikunjungi wisatawan, aktivitas pariwisata semakin menurun. Hal
ini muncul akibat terbatasnya inovasi pengembangan atraksi. Sejak
dipasarkan sebagai destinasi, desa wisata tetap menawarkan atraksi
yang “itu-itu saja”, kurang terorganisir (atraksi ditata bagus ketika
wisatawan menjelang datang), kinerjanya jarang dievaluasi. Kasus
di Tunisia dilaporkan oleh Ludwig (1990) dengan menyebutkan

Laporan Akhir 3 - 60
monotoni atraksi sebagai ancaman serius bagi aktraktivitas desa-
desa wisata negeri tersebut. Pengelola desa wisata terlalu cepat
puas ketika rombongan wisatawan berkunjung dalam jumlah besar
dalam jangka pendek, kemudian tidak tahu ingin berbuat apa ketika
masa kunjungan berlalu. Hal ini diperburuk oleh program
pemasaran yang tidak tepat membidik sasaran. Tidak jarang juga
pengelola desa wisata cenderung menunggu pasar daripada proaktif
menyisir segmen pasar potensial.

C. Daya Saing Desa Wisata yang Lemah

Dalam suatu kawasan destinasi, desa wisata cenderung berkembang


secara kuantitatif, tetapi lemah dalam daya saing. Terinspirasi oleh
kesuksesan yang dicapai oleh satu desa wisata, maka desa-desa lain
seakan berlomba untuk menjadi destinasi wisata baru. Penataan
fisik dilakukan dengan cara mobilisasi warga desa. Sepintas hal ini
tampak sebagai suatu bukti penyiapan diri menyongsong geliat
pariwisata yang menjanjikan keuntungan besar atau sikap respansif
desa terhadap induksi perubahan-perubahan sosial; ekonomi dan
budaya di desa. Namun dalam banyak kasus sebenarnya upaya itu
lebih dipicu kegairahan memperoleh simbol status baru yang lebih
bergengsi; yakni desa wisata. Tentu patut dibanggakan kalau
semakin banyak desa wisata yang layak untuk dijual dan dikunjungi.
Sebaliknya akan sangat kontraproduktif, apabila penamaan desa
wisata hanya mengisi kekosongan angka-angka statistik. Faktanya,
tidak sedikit dari desa-desa wisata baru ini mengimitasi atraksi dan
produk-produk wisata yang ditawarkan oleh desa wisata
sebelumnya. Akibatnya, bukan daya saingnya yang dibangun, tetapi
aura persaingan antar-desa wisata yang semakin tajam dan condong
tidak sehat.

Laporan Akhir 3 - 61
D. Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) Pariwisata di Desa
Wisata

Desa wisata sebaiknya dikelola oleh sumberdaya manusia yang


memiliki karakter entrepreneur. Pariwisata apa pun bentuknya
adalah entitas bisnis yang menuntut kejelian pengelolanya
menciptakan dan menangkap peluang keuntungan. Pengelola yang
memiliki semangat wirausaha dan kemampuan menjalankan praktek
bisnis merupakan salah satu faktor penentu sukses desa wisata. Di
pedesaan Australia, Ollenburg (2006) menemukan kisah-kisah
keberhasilan desa wisata berbasis pertanian sangat terkait dengan
spirit wirausaha yang kuat di kalangan penggiat pariwisata.
Kalangan petani melihat pariwisata bukan sebagai pelarian aktivitas
ekonomi, tetapi menjadikannya sebagai bagian dari kegiatan
pertanian keluarga. Barangkali hal ini berbeda dengan kondisi di
desa-desa kita yang menempatkan pariwisata sebagai aktivitas
pendamping dan belum sepenuhnya terintegrasi dengan aktivitas
pertanian. Pada umumnya sumberdaya manusia yang mumpuni
relatif sulit ditemukan di desa karena lebih tertarik dengan daya
pikat-atau terbawa arus migrasi ke-perkotaan.

E. Dampak Lingkungan Perkembangan Pariwisata

Desa wisata cenderung mudah terkena dampak lingkungan


perkembangan pariwisata itu sendiri. Meskipun kesadaran
lingkungan pada masyarakat setempat cukup baik, misalnya
mengkonservasi lahan dan hutan di sekitar desa, namun hal itu
dilakukan karena nilai tambahnya tidak sepadan dengan keuntungan
dari pemanfaatannya. Kesadaran ini dapat berubah cepat, ketika
lahan tersebut memberikan keuntungan ekonomi lebih tinggi,
misalnya melalui pembangunan amenitas dan fasilitas pariwisata
lainnya. Di samping itu, pemanfaatan bahan baku lokal semakin

Laporan Akhir 3 - 62
terbatas, sedangkan penggunaan bahan baku asing sering
diutamakan di dalam pembangunan infrastruktur pariwisata, baik
karena alasan kepraktisan, maupun karena tututan citra modern.

F. Ketidakseimbangan Distribusi dan Redistribusi Sumberdaya


Pariwisata.

Distribusi dan redistribusi sumberdaya pariwisata yang tidak


seimbang antar-warga masyarakat. Barangkali struktur sosial
masyarakat desa lebih sederhana daripada masyarakat kota, namun
relasi kekuasaan, budaya dan ekonomi mereka cukup rumit.
Okupasi mereka tak lagi seragam, tetapi beragam, meskipun
komposisinya tidak proporsional. Misalnya, sebagian besar
bergantung pada pertanian, tetapi ada sebagian kecil lainnya sudah
bekerja di sektor off-farm dan non-farm. Jelas bahwa lingkungan
dan pengalaman kerja mereka berbeda dengan rekannya di sektor
pertanian. Keterkaitan okupasional dan ekonomi seperti itu juga
dipraktekkan dalam pengelolaan desa wisata. Sebagaimana
digambarkan oleh Page dan Getz (1997), pariwisata pedesaan lebih
banyak dimotori oleh sekelompok orang yang memiliki sumberdaya
ekonomi (lahan, modal, bergerak, status pekerjaan yang baik) dan
modal sosial (jaringan sosial, pengaruh, otoritas, pendidikan, status
dan kedudukan sosial) di atas rata-rata warga desa. Hal ini
berakibat pada ketimpangan distribusi sumberdaya pariwisata antar
anggota masyarakat yang tidak jarang berujung pada disharmoni
aatau bahkan konflik. Oleh sebab itu, penduduk miskin yang
kebetulan memiliki modal sosial dari ekonomi yang terbatas akan
sangat sulit menjadi pelaku utama atau pihak yang diberdayakan
melalui pariwisata. Redistribusi sumberdaya pariwisata, atau
jelasnya arus uang dan jasa yang masuk ke desa melalui kunjungan

Laporan Akhir 3 - 63
wisatawan, berpeluang untuk tidak menjangkau segmen penduduk
miskin.

Peran golongan perbankan tergolong masih kecil, kecuali jika unit


usaha yang dikelola sudah mapan. Berbeda dengan tipe usaha lain
seperti perdagangan, hasil usaha pariwisata tidak dapat dipetik
dalam jangka pendek karena harus melalui rangkaian promosi yang
khusus. Hal ini dipersulit lagi oleh fluktuasi pasar yang cukup tinggi.
Selain membutuhkan waktu panjang, keberhasilan promosi usaha
akomodasi di pedesaan tidak semata ditentukan oleh jenis dan
mutu akomodasi itu sendiri, seperti bangunan fisik dan layanan bagi
tamu, tetapi juga oleh realitas daya tarik destinasi secara
keseluruhan. Semua ini sangat menentukan kemapanan usaha
pariwisata.

Laporan Akhir 3 - 64
BAB
PENDEKATAN
4
PENGEMBANGAN DESA WISATA

KAJIAN PENGEMBANGAN
DESA WISATA DI DIY

Laporan Pendahuluan 2 - 0
4.1. PENDEKATAN PARIWISATA BERKELANJUTAN (SUSTAINABLE
TOURISM DEVELOPMENT)

Pariwisata berkelanjutan atau sustainable tourism adalah sebuah konsep


turunan dari konsep pembangunan berkelanjutan yang ada pada laporan
World Commission on Environment and Development, berjudul Our
Common Future (atau lebih dikenal dengan the Brundtland Report) yang
diserahkan ke lembaga PBB pada tahun 1987 (Mowforth dan Munt 1998).
Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang
berusaha untuk memenuhi kebutuhan sekarang dan selanjutnya diwariskan
kepada generasi mendatang. Singkat kata, dengan pembangunan
berkelanjutan generasi sekarang dan generasi yang akan datang
mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati alam beserta
isinya.

Sedangkan pariwisata berkelanjutan sendiri adalah sebuah proses dan


sistem pembangunan pariwisata yang dapat menjamin keberlangsungan
atau keberadaan sumber daya alam, kehidupan sosial-budaya dan ekonomi
hingga generasi yang akan datang. Intinya, pariwisata berkelanjutan adalah
pariwisata yang dapat memberikan manfaat jangka panjang kepada
perekonomian lokal tanpa merusak lingkungan.

Salah satu mekanisme dari pariwisata berkelanjutan adalah ekowisata yang


merupakan perpaduan antara konservasi dan pariwisata, yaitu pendapatan
yang diperoleh dari pariwisata seharusnya dikembalikan untuk kawasan
yang perlu dilindungi untuk pelestarian dan peningkatan kondisi social
ekonomi masyarakat di sekitarnya.

Sementara itu, menurut United Nations Environment Programme on


Tourism, sustainable tourism merupakan pengembangan pariwisata yang
mempertemukan antara kebutuhan wisatawan pada saat ini dengan tetap
mempertimbangkan, melindungi dan mempertinggi potensi asset untuk
masa yang akan datang. Hal ini juga berarti mempertimbangkan potensi
masa yang akan datang dalam segala sektor, termasuk di dalamnya adalah
faktor ekonomi, sosial, dan budaya yang akan dipenuhi, yang didukung oleh

Laporan Akhir 4 - 1
sistem integrasi kebudayaan, proses ekologi yang esensial, keragaman
biologi, dan life support.

Mekanisme pembangunan secara keseluruhan yang berlangsung pada suaut


wilayah tertentu akan selalu memiliki pengaruh terhadap semua aspek
pembangunan pada suatu wilayah, berupa efek langsung (direct effect),
efek tak langsung (indirect effect), maupun efek ikutan (induced effect).
Sehubungan dengan hal tersebut kebijakan serta arahan dan program –
program implementasi yang direkomendasikan akan bertumpu pada
tatanan:

1. Layak secara ekonomi (economically visible)

2. Berwawasan lingkungan (enviromentaly sustainable)

3. Diterima secara sosial (socially acceptable)

4. Dapat diterapkan secara teknologis (tecnologically appropriate)

Gambar 4.1.

Skema Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan

Laporan Akhir 4 - 2
4.2. PENDEKATAN EKOWISATA

Rumusan 'ecotourism' sebenarnya sudah ada sejak 1987 yang dikemukakan


oleh Hector Ceballos-Lascurain yaitu sbb:

"Nature or ecotourism can be defined as tourism that consist in travelling


to relatively undisturbed or uncontaminated natural areas with the
specific objectives of studying, admiring, and enjoying the scenery and its
wild plantas and animals, as well as any existing cultural manifestations
(both past and present) found in the areas."

"Wisata alam atau pariwisata ekologis adalah perjalanan ketempat-tempat


alami yang relatif masih belum terganggu atau terkontaminasi (tercemari)
dengan tujuan untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati
pemandangan, tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, serta bentuk-bentuk
manifestasi budaya masyarakat yang ada, baik dari masa lampau maupun
masa kini."

Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip
konservasi, bahkan dalam strategi pengembangan ekowisata juga
menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat
dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem
di areal yang masih alami. Bahkan dengan ekowisata pelestaraian alam
dapat ditingkatkan kualitasnya karena desakan dan tuntutan dari pada eco
– traveler.

Sementara itu destinasi yang diminati wisatwan ecotour adalah daerah


alami. Pendekatan lain bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian
lingkungan. Maksud dari menjamin kelestarian ini seperti halnya tujuan
konservasi (UNEP, 1980) sebagai berikut:

1. Menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap mendukung


sistem kehidupan

2. Melindungi keanekaragaman hayati

3. Menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya.

Laporan Akhir 4 - 3
Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan
pariwista pada umumnya, ada dua aspek yang perlu dipikirkan, pertama
aspek destinasi, kemudia kedua adalah aspek market. Untuk
pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep product driven.
Meskipun aspek market perlu dipertimbangkan namun macam, sifat dan
perilakuk obyek dan daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk
menjaga kelestarian dan keberadaannya.

Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam


dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya
keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih
terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan
keberlanjutan pembangunan. Sebag ekowisata tidak melakukan eksploitasi
alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan pengetahuan fisik dan psikologi wisatawan.
Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari aspek
inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar.

4.3. PENGEMBANGAN PARIWISATA BERBASIS PEMBERDAYAAN


MASYARAKAT (COMMUNITY BASED TOURISM)

Community-based tourism merupakan suatu pendekatan yang menyeluruh


dari pariwisata yang menyatukan dampak aspek lingkungan, sosial, budaya,
dan ekonomi dari pariwisata.

Pada bulan Juli 2000, Bank Dunia mulai memikirkan bagaimana caranya
menanggulangi masalah kemiskinan melalui sektor pariwisata yang
kemudian dikenal dengan “ community-based tourism ” (CBT). Selanjutnya
diidentifikasi adanya tiga kegiatan pariwisata yang dapat mendukung
konsep CBT yakni adventure travel, cultural travel dan ecotourism.

CBT akan melibatkan pula masyarakat dalam proses pembuatan keputusan,


dan dalam perolehan bagian pendapatan terbesar secara langsung dari
kehadiran para wisatawan. Sehingga dengan demikian CBT akan dapat
menciptakan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan dan membawa

Laporan Akhir 4 - 4
dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat
yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri dan
rasa bangga dari penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan
kegiatan pariwisata. Jadi sesungguhnya CBT adalah konsep ekonomi
kerakyatan di sektor riil, yang langsung dilaksanakan oleh masyarakat dan
hasilnyapun langsung dinikmati oleh mereka.

Gambar 4.2.

Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Pariwisata

Pentingnya peran masyarakat atau komunitas lokal juga digarisbawahi oleh


Wearing (2001) yang menegaskan bahwa sukses atau keberhasilan jangka
panjang industri pariwisata sangat tergantung pada tingkat penerimaan
dan dukungan dari komunitas lokal. Karena itu, untuk memastikan bahwa
pengembangan pariwisata di suatu tempat dapat dikelola dengan baik dan
berkelanjutan, maka hal mendasar yang harus diwujudkan untuk
mendukung tujuan tersebut adalah bagaimana memfasilitasi keterlibatan
yang luas dari komunitas lokal dalam proses pengembangan dan
memaksimalkan nilai manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan pariwisata.
Ilustrasi yang dikemukakan oleh Wearing tersebut menegaskan bahwa

Laporan Akhir 4 - 5
masyarakat lokal memiliki kedudukan yang sama pentingnya sebagai salah
satu pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengembangan
pariwisata, selain pemerintah dan swasta.

Pendekatan perencanaan pariwista pada masyarakat ini melalui proses


dialog antara wisatawan sebagai guest dan masyarakat sebagai host, yaitu
pengembangan pariwisata memandang masyarakat lokal sebagai sumber
daya yang berkembang dinamis untuk berperan sebagai subyek dan bukan
sekedar obyek. Dalam kaitan ini pengembangan pariwisata pada dasarnya
adalah pengembangan masyarakat dan wilyah yang selanjutnya didasarkan
pada kriteria sebagai berikut:

a. Memajukan tingkat hidup masyarakat sekaligus melestarikan identitas


budaya dan tradisi lokal;

b. Meningkatkan tingkat pendapatan secara ekonomis sekaligus


mendistribusikan secara merata pada penduduk lokal;

c. Berorientasi pada pengembangan wirausaha berskala kecil dan


menengah dengan daya serap tanaga kerja besar dan berorientasi pada
teknologi kooperatif;

d. Memanfaatkan pariwisata seoptimal mungkin sebagai penyumbang


tradisi budaya dengan dampak negatif yang seminimal mungkin.

4.4. PENDEKATAN BUDAYA

Pariwisata budaya adalah kegiatan kepariwisataan yang memanfaatkan dan


mengembangkan secara selektif, terencana dan terprogram, berbagau
asset budaya masyarakat, baik berupa tata nilai, adat – istiadat, mapun
produk budaya fisik sebagai daya tarik wisata. Termasuk dalam pengertian
tata nilai budaya adalah segala nilai – nilai/norma – norma kehidupan
masyarakat yang masih ada dan digunakan sebagai pegangan hidup maupun
yang telah ditinggalkan. Termasuk dalam pengertian adat – istiadat adalah
segala bentuk perilaku dan tingkah laku kehidupan masyarakat sehari – hari
yang dilakukan berdasar tata nilai yang dianut dan yang berlaku.

Laporan Akhir 4 - 6
Dr. Heddy Shri Ahimsa – Putra (2000) menjelaskan bahawa pengembangan
wisata budaya pada dasarnya tidak hanya mencakup obyke wisata ataupun
paket wisata itu sendiri, tetapi juga unsur – unsur lain yang terkait di
dalamnya, yang juga tidak dapat diabaikan, jika pengembangan tersebut
diinginkan keberhasilannya. Paling tidak ada tiga hal yang harus
diperhatikan dalam pengembangan wisata budaya; (1) pengembangan
obyek wisata itu sendiri; (2) pengembangan paket wisata budaya; (3)
pengembangan pelayanan wisata budaya ; (4) pengembangan promosi
wisata budaya tersebut. Tiga hal ini terkait satu sama lain. Kegagalan yang
satu akan dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada keseluruhan.

Pendekatan budaya dalam perencanaan pariwisata Provinsi Daerah


Istimewa Yogyakarta melalui:

a. Mengidentifikasi wisata budaya yang potensial dikembangkan


berdasarkan kajian budaya dalam bentuk obyek wisata maupun atraksi
wisata budaya.

b. Pengamatan langsung pada sosial budaya masyarakat tradisional


terutama dalam bentuk obyek dan atraksi budaya yang ada di Daerah
Istimewa Yogyakarta

c. Melakukan wawancara dennga para budayawan – budayawan yang ada


di Daerah Istimewa Yogyakarta terutama budayawan dari Yogyakarta

4.5. PENDEKATAN GOOD TOURISM GOVERNANCE

Istilah “governance” sudah dikenal dalam literature adminstrasi dan ilmu


politik hamper 120 tahun, wacana tentang governance dalam pengertian
yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah sebagai bentuk
dari tata pemerintahan, penyelenggaraan pemerintah atau pengelolaan
pemerintah, tata pamong. Setelah berbagai lembaga pembiayaan
menetapkan good governance sebagai persyaratan utama untuk setiap
program bantuan meraka. Oleh para teoritisi dan praktisi adminisitrasi
Negara Indonesia ; istilah “good governance” telah diterjemahkan ke
berbagai istilah, misalnya ; penyelengaraan pemerintahan yang amanah

Laporan Akhir 4 - 7
(Bintarao Tjokroamidjojo), tata-pemerintahan yang baik (UNDP), dan ada
juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih
(clean government).

Ada tiga pokok pendukung kemampuan suatu bangsa dalam melaksanakan


good governance, yakni: pemerintah (the state), civil society (masyarakat
adab, masyarakat madani, masyarakat sipil) dan pasar atau dunia usaha.
Penyelengaraan pemerintahaan yang baik dan bertanggung jawab baru
tercapai bila dalam penerapan otoritas politik,ekonomi dan administrasi
ketiga unsur tersebut memiliki jaringan dan interaksi yang setara dan
sinerjik. Interaksi dan kemitraan seperti itu biasannya baru dapat
berkembang subur bila ada kepercayaan (trust), transparansi, partisipasi,
serta tata aturan yang jelas dan pasti, good governance yang sehat juga
akan berkembang sehat dibawah kepemimpinan yang beribawa dan
memiliki visi yang jelas.

Seperti pernah dikemukakan oleh Mahathir dan Ishihara (1995) yang


mengatakan bahwa; Pengalaman telah menunjukan bahwa dalam rangka
mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), ternyata
sangat memerlukan terciptanya kondisi ideal dari ketiga petaruh
(stakeholders) sebagai berikut:

a. Partisipatif ; Dalam arti semua anggota/ warga masyarakat mampu


memberikan suaranya dalam pengambilan keputusan, langsung ataupun
melalui lembaga perantara yang diakui mewakili kepentingannya.
Partisipasi yang luas dibangun atas kebebasan berorganisasi dan
menyampaikan pendapatnya secara konstruktif.

b. Penegakan dan kepatuhan pada peraturan perundangan; Dalam arti


hukum harus ditegakkan atas dasar keadilan tanpa memandang
golongan dan perbedaan yang ada.

c. Transparansi; Dalam arti adanya aliran informasi yang bebas, serta


adanya kelembagaan dan informasi yang langsung dapat diakses oleh
berbagai pihak yang berkepentingan. Disamping itu, informasi juga
harus cukup tersedia untuk dimengerti dan dipantau oleh semua fihak
yang berkepentingan.

Laporan Akhir 4 - 8
d. Daya tanggap (responsiveness); dalam arti adanya kemampuan
kelembagaan dari pemerintah untuk memproses dan melayani keluhan
dan pendapat semua anggota masyarakat.

e. Orientasi pada konsesus; Di sini kepemerintahan yang baik dituntut


harus dapat menjembatani perbedaan kepentingan antar warga
masyarakat untuk mencapai konsesus yang luas dan mampu
mengakomodasi kepentingan kelompok serta mencari kemungkinan
dalam penentuan kibijakan dan prosedur yang dapat diterima.

f. Bersikap adil; Dalam arti harus diupayakan bahwa semua warga


masyarakat mempunyai kesempatan untuk meperbaiki dan memelihara
kesejahteraannya.

g. Efektivitas dan efisiensi; Disini berarti setiap kinerja kelembagaan yang


ada dan prosesnya mampu membuahkan hasil yang memadahi untuk
memenuhi kebutuhan dengan pemanfaatan sumberdaya secara
bijaksana (best use).

h. Akuntabilitas dan pertanggungjawaban; Harus selalu diupayakan bahwa


pengambilan keputusan pada institusi pemerintah, sektor swasta dan
organisasi kemasyarakatan bisa dipertanggungjawabkan kepada publik
dan segenap stakeholders. Kadar dan takaran akuntabilitas ini memang
berbeda antara satu organisasi dengan organisasi yang lain serta
tergantung juga pada apakah kebijakan itu diambil untuk keperluan
internal atau eksternal.

i. Visi strategik: disini berarti bahwa pemimpin dan publik harus sama
sama memiliki perspektif yang luas dan jauh kedepan tentang
pemerintahan yang baik, pengembangan manusia dan kebersamaan
serta mempunyai kepekaan atas apa yang diperlukan untuk
pembangunan dan perkembangan bersama.

Secara diagramatis, visi penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dengan


bersendikan kepada proses kolaborasi sinergis antara para stakeholders
dalam penyelenggaraan pengembangan kebudayaan dan pariwisata ini
dapat digambarkan dalam model bagan alir (flow chart) berikut ini:

Laporan Akhir 4 - 9
Gambar 4.3.

Diagram Good Tourism Governance Model

4.6. PENDEKATAN KESESUAIAN ANTARA PERMINTAAN DAN


PENAWARAN (DEMAND AND SUPPLY)

Perencanaan pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah mencari titik


temu antara permintaan (demand) dan penawaran (supply). Dengan
mengacu pada sisi permintaan dan penawaran yang ada, maka akan
diketahui tingkat perkembangan yang telah dicapai.

Pendekatan Demand and Supply dilakukan melalui pasar wisatawan


(domestik dan mancanegara) yang akan menuntut barang/obyek yang baik,
yang disertai dengan pelayanan yang baik. Disamping obyek wisata yang
menarik, obyek tersebut harus didukung oleh sarana dan prasarana yang
memuaskan wisatawan. Wisatawan akan menuntut pelayanan transportasi
yang baik, akomodasi yang baik, hiburan yang segar, makanan – minuman
yang menarik sesuai selera, dan pelayanan lain – lainnya. Jika supply
(obyek wisata) sudah ditingkatkan dan dikemas dengan baik sesuai dengan

Laporan Akhir 4 - 10
tuntutan permintaan pasar (wisatawan), maka dapat diperkirakan bahwa
arus wisatwan akan meningkat di masa depan.

Aspek-aspek yang akan dikaji dalam tinjauan terhadap komponen


penawaran (supply), akan mencakup:

1. Kualitas dan kuantitas (jenis dan jumlah) atraksi wisata yang telah
berkembang dan dikunjungi/ dimanfaatkan wisatawan

2. Kualitas dan kuantitas ameniti (akomodasi, restoran, informasi dan


fasilitas yang lain) menurut wisatawan

3. Kualitas dan kuantitas akses terhadap atraksi wisata (sistem


transportasi) menurut wisatawan

4. Sistem promosi dan pemasaran yang telah dilakukan, direncanakan dan


efektifitasnya terhadap tingkat kunjungan dan motivasi wisatawan

5. Jumlah, jenis, dan asal wisatawan (jumlah kunjungan), Length of Stay,


pola/ besaran pengeluaran.

Gambar 4.4.

Diagram kesesuaian permintaan dan penawaran

Laporan Akhir 4 - 11
4.7. PENDEKATAN PENGEMBANGAN WILAYAH

Tiga konsep utama pengembangan wilayah yang mengacu pada penataan


ruang yaitu pusat pertumbuhan (growth pole), integrasi fungsional
(functional integration) dan pendekatan desentralisasi (decentralization
approach) merupakan teori yang relevan untuk diterapkan dalam program
pengembangan pariwisata. Sebagai sebuah komoditi, pariwista
dimaksudkan menjadi penggerak kegiatan perekonomian wilayah dalam
pengertian yang luas, sehingga perlu disediakan secara lengkap fasilitas –
fasilitas pelayanan regional untuk memfasilitasinya.

a. Pusat pertumbuhan

Konsep pusat pertumbuhan adalah mengembangkan wilayah sebagai pusat


pertumbuhan berdasarkan potensi yang dimilikinya (area strategis,
ekonomi, produk, image dan sebagainya) serta mengintegrasikan pusat
tersebut dalam pengembangan sistem infrastruktur pendukung yang
efisien.

b. Integrasi fungsional

Konsep integrasi fungsional adalh merupakan alternatif pendekatan yang


mengutamakan adanya integrasi yang diciptakan secara sengaja di berbagai
pusat pertumbuhan karena adanya fungsi – fungsi yang komplementer.

c. Desentralisasi

Konsep desentralisasi adalah mencegah terjadinya aliran yang keluar


(outflow) dari sumber daya manusia (braindrain). Melalui konsep ini
diharapkan pengelola wilayah (dengan daerah yang lebih kecil) memiliki
kewenangan lebih dalam memutuskan jenis strategi dan kebijakan untuk
daerahnya.

Laporan Akhir 4 - 12
Gambar 4.5.

Konsep Pengembangan Wilayah Berdasar pada Penataan Ruang

Laporan Akhir 4 - 13
BAB
ANALISIS PENGEMBANGAN
5
DESA WISATA

KAJIAN PENGEMBANGAN
DESA WISATA DI DIY

Laporan Akhir 5 - 0
Kajian pengembangan desa wisata menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengembangan desa wisata di DIY, diantaranya
adalah:
A. Keunggulan dan keunikan per aspek kajian
B. Kelemahan per aspek kajian
C. Peluang dan dukungan ke depan pengembangan aspek kajian
Dengan meliputi beberapa aspek kajian sebagai berikut:
A. Daya Tarik
B. Aksesibilitas
C. Fasilitas
D. Pemberdayaan Masyarakat
E. Pemasaran dan Promosi
F. Kelembagaan dan SDM
Berikut adalah matrik analisis desa wisata amatan:

Laporan Akhir 5 - 1
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA AMATAN
PEMBERDAYAAN
DAYA TARIK AKSESIBILITAS FASILITAS PEMASARAN DAN PROMOSI KELEMBAGAAN DAN SDM
MASYARAKAT
 Potensi utama berupa  Akses menuju Desa Wisata  Rumah warga Kebon Agung  Pengelolaan Desa Wisata  Melalui cetak berupa  Awal terbentuknya Desa
kehidupan masyarakat Kebun Agung mudah sebagai homestay yang Kebon Agung di lakukan leaflet dan brosur-brosur Wisata Kebon Agung, pada
pedesaan seperti bercocok dicapai dengan kendaraan mampu menampung oleh warga Desa Kebon tentang Desa Wisata Kebon tahun 1998, melalui
tanam, permainan umum, lokasi desa yang sebanyak 60 orang Agung sendiri sepenuhnya, Agung. prakarsa penduduk desa
tradisional, pembuatan tidak jauh dengan Makam wisatawan dengan bantuan pelatihan  Penggunaan Media promosi dan Kepala Desa kala itu,
masakan kuliner khas Desa Imogiri, Pasar Imogiri serta  Pendopo yang disediakan dan pendampingan dari online melalui media membentuk sebuah usaha
Kebon Agung, acara Terminal Imogiri, khusus untuk ruang Pemerintah Kabupaten jejaring sosial untuk mengenalkan dan
kenduri, dsb. memudahkan wisatawan pertemuan di Desa Wisata  Peningkatan kesadaran dan mendidik masyarakat yang
untuk mengunjungi Desa  Pendampingan dari sudah mulai melupakan
 Festival kesenian Kebon Agung. peran serta masyarakat pemerintah daerah,
tradisional gejog lesung Wisata Kebun Agung. dalam menunjang kegiatan kehidupan pedesaan yang
 Beberapa bangunan Joglo melalui pameran – masih tradisional.
BERBASIS KEUNIKAN SUMBER DAYA BUDAYA LOKAL

 Pengunjung diajak untuk  Dengan kondisi jalan raya tradisional untuk kegiatan wisata di Desa Wisata pameran yang diikuti
tinggal dan mengikuti hotmix yang terawat seperti acara kenduri, Kebon Agung. pemda di berbagai kota  Oleh beberapa pemrakarsa
kegiatan keseharian para dengan baik, wisatawan kegiatan membatik, dan  Karang Taruna Desa Kebon Desa Wisata kemudian
dapat berkunjung, dari  Kerja sama dengan dibentuk badan
penduduk Desa Wisata kegiatan karawitan. Agung yang dilibatkan beberapa travel agent
Kebun Agung di dalam arah Terminal Giwangan dalam sebagai pemandu pengelolaan Desa Wisata
Yogyakarta, wisatawan  Bangunan Rumah sebagai yang telah menjadi Kebon Agung, yang di
rumah rumah penduduk kantor sekretariat Desa dalam kegiatan-kegiatan rekanan pihak pengelola
yang dijadikan sebagai dapat berkunjung dengan kepariwisataan di Desa anggotai warga Desa Kebon
KEBONAGUNG

kedaraan pribadi maupun Wisata Kebon Agung. Desa Wisata Kebon Agung. Agung sendiri.
homestay bagi para Kebon Agung.
kendaraan umum, cukup  Puskesmas, sebagai  Kerja sama dengan pihak –
DESA WISATA

wisatawan yang ingin  Penduduk Desa Kebon  Peningkatan SDM bagi para
menginap. menyusuri Jalan Imogiri pendukung kegiatan wisata pihak sekolah untuk pengelola Desa Wisata
Timur ke arah Makam di Desa Kebon Agung. Agung menyediakan mengenalkan kehidupan
 Kegiatan wisata alam Rumahnya, sebagai berupa pendampingan dan
Raja-Raja Mataram di masyarakat pedesaan. pelatihan dari
berupa hiking menyusuri Imogiri, Desa Wisata Kebon homestay bagi para
kawasan Desa Kebon wisatawan untuk tinggal  Kerja sama promosi pemerinatah antara lain
Agung hanya terletak dengan desa wisata lain melalui PNPM dan
Agung, Flyingfox, serta kurang lebih satu bersama penduduk
Kegiatan wisata berperahu Pokdarwis.
kilometer dari Makam  Penyediaan warung-
naga menyusuri Sungai Imogiri. warung yang menjajakan  Pengelola Desa Wisata
Opak yang terletak di makanan tradisional Kebon Agung melakukan
sebelah desa kerjasama dengan desa-
 Kegiatan pendukung desa lain di sekitarnya
berupa kegiatan kerajinan untuk menunjang kegiatan
dan kesenian dari desa- wisata di Desa Wisata
desa lain disekitar yang Kebon Agung, antara lain
didatangkan ke Desa berupa, mendatangkan
Kebon Agung seperti tenaga pelatihan untuk
kegiatan membatik, kegiatan membatik,
pembuatan kerajinan maupun kerajinan gerabah
gerabah tradisional, dari desa lain, kegiatan
kesenian karawitan dsb. promosi bersama dengan
desa lain.
 Terdapat bangunan
Museum Tani Jawa
Indonesia

Laporan Akhir 5 - 2
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA AMATAN
PEMBERDAYAAN
DAYA TARIK AKSESIBILITAS FASILITAS PEMASARAN DAN PROMOSI KELEMBAGAAN DAN SDM
MASYARAKAT
 Memiliki adat joglo  Akses sangat mudah,  Terdapat rumah Joglo yang  Masyarakat  Melalui travel Agent  Juli 2001 awal
Tanjung, yaitu rumah terletak di sebelah utara masih terjaga keaslianya, mempertahankan pola  Melalui berapa Hotel di terbentuknya desa wisata
berarsitektur Jawa yang kota Yogyakarta. Berjarak yang dapat digunakan kehidupan tradisional Yogyakarta Tanjung.
utuh dengan usia 200 5km dari Monumen jogja untuk makan siang dan  Masyarakat menyediakan  Terdiri dari 3 Pedukuhan:
tahun, yang sering Kembali. sebagai tempat studi  Media promosi online
sarana akomodasi di melalui media jejaring Banteran, Bakalan, dan
digunakan untuk studi  Akses jalan raya baik arsitektur rumah adat rumah-rumah mereka Bantarjo.
arsitektur Jawa. Jawa (Joglo). sosial
 Kendaraan umum untuk dengan imbalan tertentu,  Biaya akomodasi dan
 pola kehidupan  Tersedia rumah-rumah sesuai peraturan yang 
mencapai lokasi relatif konsumsi terjangkau,
masyarakatnya yang masih terbatas penduduk yang dapat telah ditetapkan oleh dengan pembagian 50%
TANJUNG
tradisional. ditinggali (sekitar 40 pengelola. untuk pemilik rumah,
 Pada hari tertentu dan rumah disewakan, dari sekitar 40% utk makan,
malam bulan purnama total 320 rumah yang ada dan 10% untuk kas desa.
masyarakat melakukan di desa ini)
 Pengelolaan wisata di Desa
aktivitas tradisional Tanjung sudah terbentuk
seperti: dolanan anak, termasuk dengan
menari Angguk dan peraturan mengenai
Pekbung oleh remaja pembagian dari kunjungan
putri, Jathilan oleh remaja wisata.
putra, dan Cokekan oleh
orang yg sudah tua.
 Pengunjung dapat belajar
membatik dan tari klasik
di desa ini
 Merupakan saksi sejarah  Akses sangat mudah,  Terdapat berbagai  Keterlibatan masyarakat  Kampung ini terletak di  Kampung Ketandan muncul
akulturasi masyarakat terletak di pusat kota bangunan berasitektur tinggi, terutama saat wilayah yang sangat pada pada akhir abad 19
Tionghoa dengan keraton Yogyakarta. Cina, namun sebagian perayaan Imlek dimana strategis, yaitu di icon dan awal abad 20, sebagai
serta masyarakat  Moda transportasi mudah, telah mengalami seluruh komunitas Yogyakarta (JL. akibat kebijakan Belanda
Yogyakarta. dapat ditempuh dengan perubahan karena masyarakat Ketandan turut Malioboro), sehingga (wijkertersel), yaitu
 Kampung Pecinan kendaraan umum seperti digunakan sebagai tempat serta memeriahkan event sangat diuntungkan dari pembatasan wilayah
KETANDAN

Ketandan, peninggalan trans Jogja, bus kota, usaha berupa toko tahunan yang segi pemasaran tinggal bagi warga
yang diunggulkan adalah taksi. Untuk berkeliling (sebagian berupa toko diselenggarakan di  Kampung ini bekerjasama Tionghoa.
ciri khas perkampungan dapat digunakan becak. mas/perhiasan). Kampung Ketandan ini. dengan Pemerintah Kota  Pengunjung tidak ditarik
Tionghoa seperti bangunan  Fasilitas disekitar memadai  Sebagian besar warga Yogyakarta dan komunitas biaya untuk berkunjung
berarsitektur Cina. Namun dan lengkap, karena Kampung Ketandan masyarakat Tionghoa di  Sebagian bangunan tua
sebagian besar adalah terletak di pusat Kota merupakan warga Yogyakarta. tidak dihuni, namun
bangunan yang telah Yogyakarta di dekat Jl. Tionghoa dengan tingkat  Event tahunan yang diupayakan dirawat dan
direnovasi dan menjadi Malioboro dan Ps. ekonomi menengah keatas diselenggarakan adalah direnovasi oleh Pemerintah
toko yang sebagian besar Beringharjo. (sebagian besar Pekan Kebudayaan DIY.
adalah toko mas. pedagang), sehingga Tionghoa
warganya secara ekonomi
relatif kuat.

Laporan Akhir 5 - 3
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA AMATAN
PEMBERDAYAAN
DAYA TARIK AKSESIBILITAS FASILITAS PEMASARAN DAN PROMOSI KELEMBAGAAN DAN SDM
MASYARAKAT
 Ada 2 (dua) daya tarik  Jalan menuju Desa Wisata  Akomodasi disediakan  Masyarakat sangat  Desa Wisata Nglanggeran  Pembentukan Desa Wisata
utama dari Desa Wisata Nglanggeran cukup bagus, pihak desa wisata mendukung dengan adanya sudah sangat terkenal, Nglanggeran pada tahun
Nglanggeran, yaitu Puncak dengan kondisi jalan yang menggunakan beberapa Desa Wisata Nglanggeran. baik di dunia pariwisata 1999, diawali dengan
Gunung Api Purba dan lebar, dan mudah dilalui. rumah penduduk yang  Masyarakat sangat pada umumnya, maupun ide/gagasan dari pemuda-
Embung Nglanggeran.  Lokasi parkir di kedua daya telah dipersiapkan untuk berperan dan terlibat dunia maya di bidang pemuda Desa Nglanggeran
 Selain dua wisata alam tarik wisata cukup homestay. langsung dalam semua pariwisata. untuk membuka Gunung
tersebut, Desa Wisata memadai.  Pusat cenderamata dan kegiatan desa wisata  Diawali dengan promosi Api Purba menjadi lokasi
Ngalnggeran juga memiliki tempat makan/restoran (pemandu, tim SAR, kepada pihak-pihak wisata minat khusus
 Penanda (signing) sudah (camping, hiking,
kekayaan potensi wisata cukup jelas dan belum dibangun secara petugas kebersihan, sekolah, akademisi
NGLANGGERAN
budaya, agrowisata. layak di wilayah Desa petugas parkir, tuan rumah (penelitian), instansi adventure). Dengan dana
mencukupi. swadaya masyarakat,
 Tema wisata homestay dan Penempatannya juga Wisata Nglanggeran, hanya untuk kegiatan live-in, sampai dengan menjalin
beberapa kios telah pelaku seni dan budaya, kerjasama dengan tour mulai membuat lapangan
live-in juga diusung oleh sesuai dengan kebutuhan. parkir yang layak.
Desa Wisata Nglanggeran tersedia untuk membeli pembuat makanan khas) operator dan tour agent
 Moda transportasi yang jajanan khas Nglanggeran, yang ada di Prov. DI Peningkatan promosi dan
 Wisata budaya juga dapat digunakan ke lokasi  Masyarakat juga menjadi pembangunan jaringan
dan beberapa pernak- pengurus desa wisata, Yogyakarta.
disajikan di Desa Wisata desa wisata ini adalah pernik khas Nglanggeran yang kuat, serta beberapa
Nglanggeran untuk maksimal menggunakan yang melibatkan kaum kali meraih penghargaan
yang dikelola oleh muda Desa Nglanggeran.
kegiatan live-in, micro bus (bus sedang, masyarakat sekitar. sebagai desa wisata
menyambut tamu, kapasitas 25 seat) terbaik tingkat nasional,
BERBASIS KEUNIKAN SUMBER DAYA ALAM

memberikan pelatihan menjadikan Desa Wisata


kepada para tamu, sampai Nglanggeran semakin
dengan perform para tamu terkenal.
yang mengikuti pelatihan  Sebagian besar SDM yang
kegiatan budaya di Desa bekerja untuk mengelola
Wisata Nglanggeran. desa wisata ini adalah
DESA WISATA

kaum muda Desa


Nglanggeran.
 Daya tarik utama desa  Akses menuju Desa  Beberapa fasilitas dan  Masyarakat dilibatkan  Seiring berkembangnya  Desa Wisata Ketingan
wisata Ketingan adalah Ketingan sangat mudah, akomodasi telah dibenahi hampir disetiap jenis teknologi yang semakin terbentuk karena
Wisata Fauna Burung baik itu menggunakan guna memudahkan kegiatan yang ditawarkan memudahkan manusia banyaknya koloni
Kuntul dan Blekok (Alam- fasilitas transportasi wisatawan untuk oleh Desa Wisata Ketingan untuk berinteraksi dengan (kelompok) burung kuntul
Agro) umum, maupun menikmati Desa Wisata ini, mulai dari pemandu yang lainnya melalui dan blekok yang datang
 Daya dukung konservasi transportasi pribadi, Ketingan ini. Fasilitas yang wisata, pelatih dalam jejaring sosial, maka Desa dan singgah di Desa
daya tarik menjadi sangat karena disamping jalan ada di Dusun Ketingan ini pembuatan makanan- Ketingan juga Ketingan mulai tahun
penting bagi keberadaan menuju Desa Wisata antara lain: pemadu lokal, minuman tradisional khas menggunakan media 2005, setelah peresmian
desa Ketingan ini, Ketingan bagus, juga menara pengamat burung, Desa Ketingan, sampai tersebut sebagai salah satu Gapura Desa Ketingan oleh
dikarenakan daya tarik adanya penanda (sign) homestay pedesaan yang dengan pelaku kegiatan media promosi. Sri Sultan HB X.
utama dari desa wisata ini yang mudah untuk dapat menampung kurang pertanian dan seni  Kemitraan dengan pihak  Desa Wisata Ketingan
KETINGAN

adalah Fauna Burung dijadikan panduan. lebih 250 orang (48 pertunjukan. lain seperti tour operator, dikelola oleh warga
Kuntul, maka keberadaan  Apabila menggunakan rumah), dan kendaraan  Selain berbekal tenaga dan desa wisata yang lain telah masyarakat Desa Ketingan.
daya dukung sangat fasilitas transportasi antar jemput wisatawan. keterampilan, sebagian dilakukan sejak awal
diperlukan. umum, dapat ditempuh  Program andalan yang masyarakat juga sudah pembentukan desa wisata
 Daya dukung konservasi dengan colt micro umum, ditawarkan oleh Desa mempersiapkan rumahnya ini.
yang ada di Desa Ketingan dilanjutkan dengan jasa Wisata Ketingan adalah untuk menjadi homestay
adalah pohon melinjo, ojek. program pengamatan bagi wisatawan, dengan
sawo, mahoni, johar,  Pengelola desa wisata juga burung (bird watching), melakukan pembenahan
nangka, flamboyan dan menyediakan transportasi kegiatan pertanian, seni pada beberapa bentuk
bambu yang tersebar jemputan pada lokasi yang pertunjukan (upacara daur bagian rumah, sehingga
hampir diseluruh penjuru telah ditentukan. hidup, rumawahan, gejog dapat diterima sebagai
desa, diantara rumah- lesung yang umurnya standard wisatawan.
rumah penduduk. sudah ratusan tahun),
serta membuat makanan
dan minuman khas (jamu-
jamuan tradisional).

Laporan Akhir 5 - 4
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA AMATAN
PEMBERDAYAAN
DAYA TARIK AKSESIBILITAS FASILITAS PEMASARAN DAN PROMOSI KELEMBAGAAN DAN SDM
MASYARAKAT
 Potensi utama desa  Akses untuk menuju Desa  Akomodasi tersedia untuk  Desa Wisata Nglinggo  Media promosi Desa Wisata  Desa Wisata Nglinggo
Nglinggo adalah Wisata Nglinggo masih sekitar 200 orang yang merupakan desa wisata Nglinggo masih sebatas terbentuk atas desakan
agrowisata, berupa sangat kurang memadai, akan ditempatkan di yang mengedepankan promosi yang sederhana wisatawan yang
perkebunan teh, kopi, mengingat jalan masuk ke rumah-rumah warga yang kesejahteraan masyarakat, dan terkesan tradisional, menemukan keindahan,
tanaman buah, karet. Desa Wisata Nglinggo telah disiapkan untuk sehingga peran serta yaitu hanya mengandalkan keaslian Desa Nglinggo.
 Potensi yang lainnya merupakan jalan yang homestay dengan fasilitas masyarakat dalam promosi dari para Kepala Dusun Nglinggo,
berupa wisata yang masuk dalam kelas jalan yang memadai. memajukan Desa Wisata wisatawan dan pelaku saat itu mencoba
mengandung sisi edukasi, lokal, sempit, banyak  Belum ada pusat Nglinggo sangat tinggi. wisata yang pernah hadir mendesain sendiri bentuk
seperti peternakan tikungan tajam, tanjakan cinderamata, pusat oleh- Kesadaran wisata bagi dan menikmati suguhan desa wisata beserta
kambing etawa, mulai dari dan turunan yang ekstrim. oleh yang ada di kawasan masyarakat Nglinggo untuk Desa Wisata Nglinggo. organisasi karang taruna,
memberi makan, memeras  Sudah disediakan angkutan Desa Wisata Nglinggo. menjadi tuan rumah yang  Selain promosi yang dengan referensi dari
susu, sampai dengan jemputan berupa mobil baik bagi wisatawan sederhana, Desa Wisata dinas, studi banding, dan
 TIC masih bergabung menjadikan Desa Wisata berbagai sumber yang lain.
mengolah susu menjadi berjenis van, apabila dengan pengurus Nglinggo telah merambah
minuman siap saji; memerlukan transit dari Nglinggo menjadi semakin ke dunia maya, melalui  Sistem pengelolaan
pemerintahan desa, belum maju dan berkembang
pembuatan gula aren. jalan utama (Kalibawang, berdiri sendiri sebagai situs resmi dinas sepenuhnya masih menjadi
Kulonprogo-Kalikotak, baik. pariwisata Kabupaten tanggung jawab kepala
 Dari segi seni dan budaya, suatu organisasi
Desa Wisata Nglinggo Purworejo). kepariwisataan yang  Masyarakat secara Kulonprogo, web/blog dari Dusun Nglinggo, sedangkan
memiliki upacara adat  Perlu disediakan lokasi khusus menangani bidang langsung dapat menerima wisatawan yang pernah ke untuk teknis pelaksanaan
merti desa dengan transit untuk kendaraan desa wisata. manfaat yang baik dengan Desa Wisata Nglinggo. diberikan kepada
menampilkan kesenian massal ukuran besar yang adanya Desa Wisata organisasi Karang Taruna
daerah sambil berkeliling tidak dapat langsung Nglinggo, sehingga keingin Nglinggo. Kedepan,
ke seluruh wilayah desa, menjangkau Desa Wisata ikut sertaan masyarakat administrasi dan
NGLINGGO

dalam rangka upacara Nglinggo, baik berupa area dalam semua kegiataan keorganisasian Desa Wisata
nyadran. Jathilan, Tarian parkir maupun tempat desa wisata sangat tinggi. Nglinggo ini akan diberikan
Lengger Tapeng, yang peristirahatan sementara sepenuhnya masalah
merupakan sajian khas (rest area). pengelolaannya kepada
tarian tradisonal Desa Karang Taruna Nglinggo.
 Penanda (signing) masih
Nglinggo sangat kurang. Terumata  Desa Wisata Nglinggo telah
 Wisata tema alam dan di bagian jalan masuk pada membangun kerjasama
tema minat khusus jalur utama. yang cukup rapi dan saling
menjadi daya tarik lainnya menguntungkan dengan
 Moda transportasi umum, daya tarik wisata maupun
dari desa wisata Nglinggo, microbus, hanya bisa
disamping lokasi yang desa wisata yang lain di
sampai pintu masuk di Kabupaten Kulonprogo.
berada pada puncak jalur utama Kalibawang-
perbukitan Menoreh, Kalikotak, sedangkan
pemandangan alam (Curug untuk jalur masuk menuju
Watu Jonggol, Puncak lokasi jalan kaki, atau
Perkebunan Teh) yang ada menggunakan mobil
di Desa Wisata Nglinggo jemputan yang telah
menjadi daya tarik disiapkan oleh pihak desa
tersendiri. Beberapa wisata.
rumah penduduk telah
disiapkan untuk menjadi
tempat homestay bagi
wisatawan yang ingin
menginap dan melakukan
live-in bersama
masyarakat desa nglinggo.

Laporan Akhir 5 - 5
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA AMATAN
PEMBERDAYAAN
DAYA TARIK AKSESIBILITAS FASILITAS PEMASARAN DAN PROMOSI KELEMBAGAAN DAN SDM
MASYARAKAT
 Daya tarik utama adalah  Akses jalan, diantaranya:  Sarana akomodasi berupa  Pemberdayaan masyarakat  Sudah terdapat biro  Organisasi yang secara
wisata sejarah dengan jalan tanah sepanjang penginapan atau home di Desa Wisata Srowolan perjalanan yang secara khusus mengelola desa
keberadaan: 1100 m, jalan conblock stay siap huni sejumlah cukup mendapat apresiasi khusus menawarkan desa wisata Srowolan sudah
a. Pasar Pejuangan sepanjang 600 m, jalan 159 kamar dan dapat yang baik dari masyarakat wisata sebagai suatu paket terbentuk, organisasi ini
Srowolan, pasar kuno aspal sepanjang 3550 m, menampung 318 lokal, hal ini terbukti wisata, seperti Tourista terdiri dari tokoh-tokoh
yang menjadi saksi bisu namun belum di lalui oleh wisatawan, yang tersebar dengan adanya organisasi Tour yang menawarkan masyarakat, ibu-ibu PKK
perjuangan masyarakat angkutan umum. di Dusun Srowolan, pengurus desa wisata desa-desa wisata di DIY dan Karang Taruna dari
melawan tentara  Srowolan belum Kadilobo dan Srowolan termasuk desa wisata dusun Srowolan, dusun
Belanda pada saat clas terjangkau layanan mobil Karanggeneng  Pengelolaan desa wisata Srowolan, seperti yang Kadilobo dan dusun
ke II tahun 1948. Pasar angkutan umum.  Belum ada pusat juga sebagian besar dapat dilihat dari situs Karanggeneng. Organisasi
ini tempat bagi penjual cinderamata, pusat oleh- dilakukan oleh masyarakat internet tersebut belum secara
 aksesibilitas masih http://www.bhutours.com khusus mengadakan
untuk menawarkan terbatas dalam oleh yang ada di kawasan lokal itu sendiri, dengan
kuliner tradisional, Desa Wisata Srowolan. beberapa bantuan dari /desawisata pertemuan, pertemuan
pengelolaan infrastruktur, diadakan saat akan
seperti: opor bebek, seperti: kondisi jalan dan  Lingkungan desa wisata tenaga profesional,  informasi tentang desa
sayur lompong dan misalnya dalam kegiatan wisata Srowolan belum mengadakan kegiatan atau
rambu-rambu penanda. Srowolan masih sangat komunikasi untuk
salak pondoh. Sekaligus alami dengan atmosfer outbound sebagai dapat menjangkau daerah
sebagai tempat bagi  Sebagian besar jalan sudah instruktur atau pemandu yang luas, hal ini membicarakan masalah
beraspal, hanya sebagian pedesaan yang sangat dalam lingkup desa wisata
even-even temporer kental, sehingga pada wisata kemungkinan disebabkan
(senam, merti bumi, kecil jalan setapak yang adanya media promosi Srowolan.
masih tanah. Kondisi jalan waktu malam hari kondisi  Rumah-rumah penduduk
wayang orang) lingkungan desa masih juga banyak yang yang kurang.  Dalam pengembangannya
cukup baik untuk dilalui sebagai desa wisata,
b. Gudang Garam, minim penerangan, seperti difungsikan menjadi  Brosur wisata merupakan
oleh kendaraan roda Srowolan telah
bangunan kuno yang empat, dengan kondisi lampu jalan ataupun homestay, sehingga sumber informasi yang
dahulu sebagai tempat lampu di pemukiman. masyarakat dapat paling banyak diakses bekerjasama dengan
aspal yang halus, namun di berbagai pihak dalam hal
penyimpanan garam merasakan langsung wisatawan sebagai salah
beberapa titik terdapat  Desa wisata Srowolan peningkatan kualitas
pada waktu jaman manfaat dari pariwisata satu media promosi,
lubang pada aspal. Lebar mempunyai beberapa sumber daya masyarakat
BERBASIS PERPADUAN KEUNIKAN SUMBER DAYA BUDAYA DAN ALAM

Belanda, bangunan ini sedangkan brosur wisata


jalan dapat dilalui oleh rumah makan yang layak  Hal ini masih perlu dan pemasaran desa
berada di sebelah Utara dua kendaraan roda untuk menampung ditingkatkan terutama tidak bisa diperoleh setiap
Pasar Srowolan. saat karena hanya bisa wisata Srowolan.
empat, namun untuk bus wisatawan, antara lain: kualitas homestay dan Kerjasama yang pernah
c. Rumah Kuno, berukuran ukuran besar masih Rumah makan dan kualitas masyarakat diperoleh wisatawan saat
berkunjung ke suatu dilakukan misalnya dengan
10 x 12 m berbentuk kesulitan untuk mengakses pemancingan“Mina sebagai tuan rumah
destinasi wisata dimana Dinas Pariwisata
Sinom, bekas jalan di desa wisata Raharja”; Rumah makan,
akses dan jumlahnya Kabupaten Sleman,
Kecamatan Pakem Srowolan. pemancingan dan
terbatas. universitas-universitas dan
Lama, berada disebelah outbound “Banyu Sumilir”;
 Ada beberapa jalan masuk pecinta alam untuk
Timur Pasar Srowolan. Rumah makan “Shaba”
untuk menuju desa wisata mengadakan pelatihan dan
d. Rumah Tinggal Sayuti Srowolan, antara lain:  Sarana utilitas di desa Kuliah Kerja Nyata.
Melik, pengetik naskah jalan Palagan Tentara wisata Srowolan, yaitu Kerjasama dengan biro
SROWOLAN

Proklamasi Pelajar Utara dan Selatan, meliputi: air bersih serta perjalanan wisata dan
DESA WISATA

Kemerdekaan, berada jalan Turi – Pakem dan jaringan sanitasi dan instansi-instansi dalam
di dusun Kadilobo. jalan Magelang. Diantara drainase. Di desa wisata memasarkan desa wisata
e. Sekolah Kasultanan, beberapa jalan masuk Srowolan, persediaan air Srowolan.
tempat pendidikan tersebut, kondisi jalan bersih cukup melimpah hal  Pengelola desa wisata
pada jaman dahulu, Palagan Tentara Pelajar ini disebabkan oleh adanya Srowolan telah
berada di Barat Pasar Selatan merupakan jalan sumur yang dapat bekerjasama dengan pihak
Srowolan. yang paling sering dilewati menyediakan air bersih lain, misalnya Disparda
 Daya tarik wisata oleh wisatawan, selain untuk satu RT, air dari Sleman, universitas-
pendukung: kondisi jalannya yang sumur ini disalurkan universitas, tour operator,
cukup baik, namun juga dengan adanya pompa air. pecinta alam dan instansi-
a. Kesenian yang ada di mempunyai jarak yang Pompa air tersebut
Pasar Srowolan, antara instansi dalam
cukup dekat dari jalan diperoleh dari dana yang pengembangan SDM dan
lain: seni tari, seni utama (Jalan Palagan dikumpulkan secara
suara, membatik, kuda usaha untuk menarik serta
Tentara Pelajar) menuju swadaya oleh penduduk mempromosikan desa
lumping dan karawitan. desa wisata Srowolan. setempat. wisata Srowolan.
b. Tradisi Pertanian,
 Mempunyai potensi moda  Pelatihan dan peningkatan
kegiatan pertanian
transportasi lokal, yaitu SDM masyarakat desa
seperti angler, tedun
sepeda dan gerobak sapi wisata Srowolan belum
dan wiwit.
sebagai moda sekaligus dapat memberi manfaat
c. Tradisi Daur Hidup, daya tarik secara langsung kepada
seperti selapanan, Laporan Akhir 5 - 6
masyarakat karena belum
mitoni, mantenan dan
adanya ketertarikan dan
ruwatan.
keseriusan untuk
d. Upacara Adat, seperti
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA AMATAN
PEMBERDAYAAN
DAYA TARIK AKSESIBILITAS FASILITAS PEMASARAN DAN PROMOSI KELEMBAGAAN DAN SDM
MASYARAKAT
 Daya tarik utama: wisata  Akses dari kota Jogja  Terdapat rumah yang  Melibatkan masyarakat  Website  Kawasan merupakan tanah
pendidikan (sanggar lukis, cukup mudah untuk dibangun khusus untuk langsung sebagai pengelola  Brosur kas daerah dan sanggar
perpustakaan, membatik) dijangkau oleh kendaraan para tamu dan desa wisata Pratista yang di kelola oleh
yang dikemas secara alam pribadi dan angkutan penginapan. Rumah ini  Kerjasama dengan pihak Pengelola desa wisata
 Masyarakat terjun langsung lain melalui sanggar
 Daya tarik pendukung: umum (Terminal Giwangan dibangun dari bambu, sebagai pelaku wisata Kembangarum
(bus Jogja-Tempel) – turun berlantai tanah, dan Pratista
Agrowisata salak, (pembimbing, instruktur,  Kegiatan-kegiatan dalam
KEMBANGARUM
di Pasar Sleman – naik dihiasi dengan wayang dan pemandu wisata)  Penyelenggaraan even desa wisata ini banyak
Permainan tradisional jalur D4) lukisan-lukisan (pijat massal, lomba dll)
seperti enggrang, engklek, melibatkan peran
dakon, gobak sodor, dan  Jalan di kawasan desa  Masjid  Acara di televisi nasional masyarakat Kembang Arum
lainnya dapat dimainkan di Kembangarum ditata  Homestay (Si Bolang, Wisata Kuliner, sendiri. Dengan
lokasi tersebut. sedemikian rupa dengan Jelang Siang dll) melibatkan warga secara
Pagar batu yang ditata,  Arena pemainan langsung (pengelola,
Terdapat juga Sungai di
tampak menyatu dengan  Sanggar lukis pendamping dll)
desa ini juga dijadikan
alam, natural dan  Perpustakaan wisata  Pelatihan sebagai
sebagai sarana permainan
sederhana. Berbagai instruktur lukis, pemandu,
(outbound), area  Mobil untuk jelajah alam
tanaman hias ditanam di pemijat dll
pemancingan, kuliner khas  Rumah makan
sepanjang gang.
(nasi takir), pijat dengan  Desa mendapatkan
Perpaduan ini jelas
nuansa alami dan keuntungan langsung dari
membedakan desa
tradisional, retribusi pengunjung
Kembangarum dari desa
biasa.

Laporan Akhir 5 - 7
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA AMATAN
PEMBERDAYAAN
DAYA TARIK AKSESIBILITAS FASILITAS PEMASARAN DAN PROMOSI KELEMBAGAAN DAN SDM
MASYARAKAT
 Daya Tarik Utama:  Akses masuk ke lokasi Desa  Akomodasi tersedia dalam  Masyarakat sangat antusias  Desa wisata Pentingsari  Desa wisata Pentingsari
Watu Gendong, Watu Wisata Pentingsari cukup bentuk homestay yang dan berperan aktif dalam telah bekerjasama secara ditetapkan menjadi desa
Payung, Watu Gajah, Watu memadai dan terbilang menjadi satu dengan mengelola dan aktif dengan Pemerintah wisata pada tanggal 15
Persembahan, Watu cukup memadai. permukiman warga yang mengembangkan desa Pusat melalui April 2008 berdasarkan
Dakon, Makam Pentingsari  Penanda (signage) yang berjumlah 70 rumah, yang wisata Pentingsari, hal ini Kemenparekraf dan surat Dinas Pariwisata
(lokasi pejuang tahun dipasang cukup jelas. didalamnya termasuk terlihat dari kesiapan pemerintah Kota Kabupaten Sleman nomor
1948-1949), Sendang Sari, menyediakan makanan masyarakat menyediakan Yogyakarta dalam kegiatan 556/336, dengan
 Micro bus dapat digunakan harian. Selain itu fasilitas-fasilitas dan promosinya. Selain itu mengangkat tema alam
Luweng Sunan Kalijaga sampai ke area parkir yang
(sejak tahun 1477). akomodasi juga didukung kegiatan pendukung desa wisata Pentingsari budaya dan pertanian yang
telah disiapkan oleh desa homestay yang masih kepariwisataan bagi telah menjadi desa wisata berwawasan lingkungan.
 Daya Tarik Pendukung: wisata. dalam tahap wisatawan. unggulan yang menjadi Berangkat dari kehidupan
Camping, Outbound, pengembangan sebanyak percontohan bagi desa sederhana masyarakat
 Masyarakat desa wisata
Kesenian (kuda lumping, 52 rumah. wisata-desa wisata yang desa yang ingin
Pentingsari juga berperan
angguk, Sholawatan, lain. mengembangkan desa
aktif dalam setiap
karawitan, cokekan, tarian Pentingsari sebagai desa
kegiatan yang seringkali  Desa Wisata Pentingsari
jawa, tradisi wisata agar dapat
diadakan dalam sudah sangat terkenal,
manten/pernikahan, memberikan tambahan
menyambut wisatawan baik di dunia pariwisata
tradisi kenduri, gamelan, nilai ekonomi, social dan
yang datang, baik dalam pada umumnya, maupun
membatik, kreasi janur). budaya bagi warganya.
bentuk pentas kesenian dunia maya di bidang
(tari penyambutan, pariwisata.  Dengan dukungan
gamelan, karawitan, dll), Kementerian Pariwisata
PENTINGSARI

 Desa wisata Pentingsari


dan kegiatan juga menjalin kerjasama dan Ekonomi Kreatif
kepariwisataan yang dengan tour operator dan melalui PNPM Mandiri
lainnya. travel agent yang ada di Pariwisata yang diterima
Provinsi DI Yogyakarta. sejak tahun 2009, maka
desa wisata Pentingsari
menjadi salah satu desa
wisata yang paling
diminati wisatawan dari
berbagai kalangan.
 Sebagian besar SDM di
desa wisata ini terlibat
aktif dalam mengelola
desa wisata Pentingsari.
 Dalam memenuhi
kebutuhan daya tarik
pendukungnya, desa
wisata Pentingsari
bekerjasama dengan desa
wisata-desa wisata
lainnya, seperti dalam
memenuhi pertunjukan
kesenian, atau
pertunjukan budaya
lainnya yang dipesan
secara khusus oleh
wisatawan yang akan
datang berkunjung.

Laporan Akhir 5 - 8
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA AMATAN
PEMBERDAYAAN
DAYA TARIK AKSESIBILITAS FASILITAS PEMASARAN DAN PROMOSI KELEMBAGAAN DAN SDM
MASYARAKAT
 Daya tarik utama desa  Akses masuk ke lokasi Desa  Akomodasi hanya tersedia  Sebagian besar masyarakat  Desa Wisata Bobung lebih  Banyaknya permintaan
wisata Bobung adalah Wisata Bobung sangat di beberapa rumah, hanya Desa Bobung berprofesi terkenal sebagai desa untuk ikut mempelajari
kerajinan topeng (batik memadai dan terbilang untuk 50an tamu sebagai pengrajin topeng pengrajin topeng kayu cara pembuatan topeng,
kayu) cukup bagus. menginap, karena kayu (batik kayu), dengan daripada desa wisata pada maka tahun 2006
 Pendukung daya tarik  Penanda yang dipasang sebagaian besar wisatawan penetapan Desa Bobung umunya. Sehingga promosi dibentuklah desa wisata
utamanya adalah belajar juga sangat jelas. ke desa wisata ini rata- menjadi desa wisata, maka dan kemitraan yang yang disyahkan oleh
BERBASIS KEUNIKAN AKTIFITAS EKONOMI KREATIF

membuat topeng, rata hanya membutuhkan profesi masyarakat Bobung dilakukan sebatas dalam pemerintah daerah
 Micro bus dapat digunakan waktu setengah hari untuk menjadi bertambah, yaitu hal pengembangan usaha Kabupaten Gunung Kidul.
membatik kayu, dan sampai ke area parkir yang
pagelaran kesenian budaya mengikuti kegiatan sebagai pelaku wisata penjualan hasil kerajinan  Selain untuk pertunjukan
telah disiapkan oleh desa pelatihan membatik kayu. (pemandu wisata, topeng kayu.
Desa Bobung. wisata. menerima tamu di desa
 Pusat cenderamata ada di pengelola desa wisata)  Namun, dalam beberapa wisatanya sendiri,
hampir setiap rumah di  Masyarakat sangat antusias tahun terakhir, kegiatan kesenian Desa Wisata
pinggir jalan Desa Bobung, dengan adanya desa wisata kepariwisataan di Desa Bobung sering digunakan
yaitu berupa showroom Bobung, hal ini terlihat Wisata Bobung mulai untuk membantu
DESA WISATA

BOBUNG

kerajinan topeng, dan ukir dengan kesiapan terasa dampaknya, pertunjukan di desa wisata
kayu. masyarakat untuk masyarakat disamping yang lain (seperti,
membuat area parkir bagi menjadi pengrajin, juga Nglanggeran).
wisatawan. dapat menjadi pemandu  Mendapatkan bantuan
wisata yang bagus, bibit, pupuk untuk
kesenian tradisi diaktifkan tanaman kayu yang
kembali, bahkan diajarkan digunakan sebagai bahan
kepada masyarakat yang dasar pembuatan
masih berusia sekolah. kerajinan. Bibit dan pupuk
di bagikan kepada seluruh
masyarakat, dengan
harapan, hasilnya
disamping untuk
mencukupi kebutuhan
dasar barang kerajinan
seluruh Bobung, juga
dapat meningkatkan
penghasilan masyarakat
sekitar.

Laporan Akhir 5 - 9
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA AMATAN
PEMBERDAYAAN
DAYA TARIK AKSESIBILITAS FASILITAS PEMASARAN DAN PROMOSI KELEMBAGAAN DAN SDM
MASYARAKAT
 Daya tarik utama berupa  Akses menuju Desa Wisata  Terdapat banyak  98% Penduduk Dusun  Pemasaran yang paling  Kegiatan pembuatan
wisata belanja kerajinan Ksongan dari arah Kota showroom di sepanjang Kasongan bermata banyak berasal dari kerajinan gerabah
gerabah dan kerajinan lain Yogyakarta melalui Jalan jalan desa yang digunakan pencaharian sebagai kegiatan perdagangan kasongan telah dilakukan
dari desa disekitar Raya Bantul. Dengan untuk memasarkan pengrajin gerabah kerajinan gerabah sejak jaman kolonial
kasongan kualitas jalan raya antar kerajinan gerabah tradisional Kasongan, termasuk ekspor Belanda, dilakukan secara
 Kegiatan pelatihan kota. kasongan  Pengelolaan desa wisata barang kerajinan hingga ke turun temurun.
pembuatan gerabah khas  Pengunjung dapat  Beberapa rumah warga belum terstruktur luar negeri.  Tidak ada sistem
kasongan menggunakan kendaraan yang digunakan sebagai  Wisatawan sebagian besar  Melalui media massa pengelolaan secara khusus
 Kegiatan live in di pribadi maupun kendaraan homestay datang untuk berbelanja elektronik dari televisi untuk kegiatan Desa
beberapa homestay yang umum jurusan Jogja  bangunan koperasi dan gerabah, maupun maupun online Wisata
disediakan di Kasongan Bantul. UPT Setya Bawana yang kerajinan lain ditampung  Pemasaran melalui  Kerajinan yang di pasarkan
KASONGAN

 Terdapat Gerbang Desa disediakan oleh oleh showroom secara kunjungan wisata dari di Desa Wisata Kasongan
Wisata Kasongan yang unik pemerintah sebagai personal travel agent terdapat berbagai macam,
dan sangat mudah dikenali tempat pelatihan  Pengunjung yang ingin khusus untuk kerajinan
untuk memasuki kawasa pembuatan gerabah melakukan kegiatan  gerabah berasal dari Dusun
Kasongan.  Edotel kasongan, kerja pelatihan pembuatan Kasongan, sedangkan
sama antara pemerintah kerajinan gerabah dipandu kerajinan lain berasal dari
desa dengan SMK N 1 oleh pengelola UPT Setya desa – desa lain yang ada
Sewon Bawana. disekitarnya.
 Area parkir yang cukup  Kegiatan wisata lain yang  Pemerintah Desa
luas yang dapat ada di Desa Wisata Bangunjiwo membentuk
menampung bus pariwisata Kasongan dilakukan oleh sebuah jejaring KAJIGELEM
maupun kendaraan umum individu. (Kasongan, Jipangan,
lain Gendheng dan Lemah
Dadi) sebuah jejaring
antar dusun penghasil
kerajinan didalam Desa
Bangunjiwo.

Laporan Akhir 5 - 10
INSTRUMEN KAJIAN
DESA WISATA AMATAN
PEMBERDAYAAN
DAYA TARIK AKSESIBILITAS FASILITAS PEMASARAN DAN PROMOSI KELEMBAGAAN DAN SDM
MASYARAKAT
 Prawirotaman sebagai  Akses sangat terjangkau,  Terdapat berbagai macam  Masyarakat sebagai  Melalui travel Agent  Prawirotaman sebagai
sebuah kampung pusat terletak di bagian selatan penginapan mulai dari pengelola utama kawasan  Media promosi online sebuah kampung dikenal
industri batik cap yang kota Yogyakarta. guest house, hotel melati, prawirotaman, sekaligus melalui media jejaring sejak abad ke-19, saat
dikelola oleh keturunan  Moda transportasi mudah, hotel bintang hingga perencana kawasan sosial facebook, twitter, seorang bangsawan kraton
seorang bangsawan kraton dapat ditempuh dengan boutique hotel tersebut. Pengelolaan path, instagram bernama Prawirotomo
yang bernama kendaraan umum seperti  Terdapat berbagai macam kebersiha dan keamanan menerima hadiah sepetak
Prawirotomo. merupakan tanggung  Group Backpacker tanah dari kraton.
trans Jogja, bus kota, restaurant dengan nuansa
 Prawirotaman dikenal taksi, becak, andong, . tradisional, nasional jawab dari seluruh  Brosur pariwisata milik  Sejak awal, kampung ini
sebagai kampung turis. Untuk berkeliling dapat internasional, pastry cafe, masyarakat prawirotaman. pemerintah memang mempunyai peran
 Penginapan murah untuk digunakan becak. bakery, warung dan  Sebagian besar hotel dan  agoda.com yang tak kecil bagi
sebagainya fasilitas pariwisata lainnya Yogyakarta. Masa pra
PRAWIROTAMAN

turis dengan rate 50rb  id.hotel.com


sampai 300rb  Terdapat fasilitas bank, dimiliki dan atau dikelola kemerdekaan, kampung ini
oleh masyarakat  www.yogyes.com menjadi konsentrasi laskar
 Hingga sekarang sebagian atm, mini market 24 jam,
apotek 24 jam, tour agent, prawirotaman.  www.tripadvisor.com pejuang.
besar penginapan masih
dikelola oleh leh tour operator, souvenir  Masyarakat secara  Pasca kemerdekaan,
keturunan Prawirotomo, shop langsung dapat menerima tepatnya tahun 60-an,
terdiri dari tiga keluarga manfaat yang baik dengan kampung ini dikenal
besar yaitu adanya Kampung Wisata sebagai pusat industri
Werdoyoprawiro, Prawirotaman, bahkan batik cap yang dikelola
Suroprawiro, dan manfaat tersebut oleh keturunan
Mangunprawiro. menyebar hingga Prawirotomo.
kampung-kampung yang  Sementara sejak tahun 70-
ada disekitarnya. an, seiring meredupnya
industri batik cap, para
keturunan Prawirotomo
banting setir ke jasa
penginapan dan
Prawirotaman pun mulai
dikenal sebagai kampung
turis.
 Keanekaragaman daya  Akses menuju desa  Mempunyai fasilitas  Pelibatan masyarakat  Promosi melalui media  Adanya paguyuban/
tarik wisata (alam, wisata yang terjangkau pariwisata yang cukup lokal/ asli yang tinggi website, brosur, dan organisasi pengurusan
budaya dan khusus) dengan kendaraan lengkap (penginapan/ pada kegiatan even rutin desa wisata yang
baik masih embrional pribadi maupun umum homestay, rumah kepariwisataan di desa  Ikut serta dalam dikelola langsung oleh
dan sudah berkembang  Kondisi akses di dalam makan, toko wisata tersebut website pemerintah masyarakat lokal
KESIMPULAN

 Keunikan daya tarik desa wisata yang baik cinderamata) (sebagai pengambil daerah  Terdapat pelatihan
wisata unggulan dan dan mempunyai  Kualitas fasilitas keputusan, pegelola, dari pemerintah
pelaku wisata)  Kerjasama dengan
adanya daya tarik rambu-rambu yang pariwisata yang baik pihak lain dalam maupun dari organisasi
wisata pendukung cukup jelas yang mencukupi  Usaha pariwisata di memasarkan desa desa wisata langsung
sebagai pelengkap  Mempunyai moda kebutuhan wisatawan kawasan desa wisata wisatanya (tour agent, untuk pengembangan
konsep something to transportasi yang khas  Mempunyai/ dekat (homestay, toko hotel dll) ketrampilan para
see, something to do di dalam kawasan desa dengan fasilitas umum cinderamata, rumah masyarakat desa
dan something to buy wisata lainnya makan) yang langsung wisata dalam hal
dikelola oleh pengelolaan desa
 Penanda kawasan masyarakat lokal wisata
(landmark) yang
mudah dikenali
sebagai suatu daya
tarik wisata.

Laporan Akhir 5 - 11
BAB
INSTRUMEN STANDARISASI/
6
GUIDELINES PENGEMBANGAN
DESA WISATA

KAJIAN PENGEMBANGAN
DESA WISATA DI DIY

Laporan Akhir 6 - 0
6.1. INSTRUMEN DASAR PENGEMBANGAN DESA WISATA
6.1.1. INSTRUMEN DASAR DESA WISATA
Suatu desa dapat dikembangkan menjadi Desa Wisata apabila
memiliki kriteria dasar sebagai berikut:
A. Potensi Daya Tarik Wisata yang Unik dan Khas
Memiliki potensi produk/ daya tarik yang unik dan khas yang
mampu dikembangkan sebagai daya tarik kunjungan wisatawan
(sumber daya wisata alam, budaya). Potensi obyek dan daya
tarik wisata merupakan modal dasar bagi pengembangan suatu
kawasan pedesaan menjadi Desa Wisata. Potensi-potensi
tersebut dapat berupa:
1) Potensi fisik (persawahan, perbukitan, bentang alam,
lingkungan perkampungan yang unik dan khas, arsitektur
bangunan yang unik dan khas, dan sebagainya).
2) Potensi kehidupan sosial budaya masyarakat (pola
kehidupan keseharian masyarakat yang unik dan khas, adat
istiadat dan tradisi budaya, dan sebagainya).
3) Potensi industri kreatif dari hasil karya masyarakat
(kerajinan tangan, gerabah, dan sebagainya)

Laporan Akhir 6 - 1
B. Dukungan aksesbilitas yang baik, baik menuju dan di dalam
kawasan
Memiliki daya dukung berupa aksesibilitas yang mudah
dijangkau oleh wisatawan, baik dengan kendaraan pribadi
maupun kendaraan umum. Dan didukung dengan rambu-rambu
penanda yang memudahkan wisatawan dalam menuju kawasan
desa wisata tersebut. Serta mempunyai dukungan akses yang
baik di dalam kawasan desa wisata (akses jalan yang aman dan
nyaman, rambu-rambu penanda, moda transportasi lokal yang
unik dan menarik yang dapat menjadi daya tarik tersendiri
dalam menikmati wisata di kawasan tersebut.)

C. Peluang dan Dukungan Ketersediaan Fasilitas dan Sarana


Prasarana Dasar
Memiliki peluang dan dukungan ketersediaan untuk
pengembangan fasilitas dan sarana prasarana pedesaan,
seperti: akomodasi (homestay), area pelayanan umum, area
kesenian dan lain sebagainya. Aktifitas wisata pedesaan akan

Laporan Akhir 6 - 2
dapat berjalan baik dan menarik apabila didukung dengan
ketersediaan fasilitas penunjang yang memungkinkan wisatawan
dapat tinggal, berinteraksi langsung dengan masyarakat lokal,
dan belajar mengenai kebudayaan setempat, kearifan lokal dan
lain sebagainya.

D. Komunitas Masyarakat, Sikap Menerima dan Komitmen yang


Kuat dari Masyarakat Setempat
Memiliki komunitas masyarakat yang tinggal di wilayah
tersebut, serta memiliki sikap menerima dan komitmen yang
kuat terhadap kegiatan kepariwisataan sebagai bentuk kegiatan
yang akan menciptakan interaksi antara masyarakat lokal
(sebagai tuan rumah/ host) dengan wisatawan (sebagai tamu/
guest) untuk dapat saling berinteraksi, menghargai dan
memberikan manfaat yang saling menguntungkan, khususnya
bagi masyarakat lokal adalah penghargaan dan pelestarian
budaya setempat dan adanya manfaat ekonomi bagi
kesejahteraan masyarakat lokal, melalui pemberdayaan
masyarakat di bidang pariwisata. Sedangkan bagi wisatawan
adalah pengkayaan wawasan melalui pengenalan budaya lokal.

Laporan Akhir 6 - 3
Untuk itu perlu adanya semangat dan motivasi yang kuat dari
masyarakat dalam menjaga karakter yang khas dari lingkungan
fisik alam pedesaan dan kehidupan budaya yang hidup dan
tumbuh dalam masyarakat setempat.

E. Potensi SDM Lokal yang Mendukung


Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM)
lokal yang cukup dan memadai untuk mendukung pengelolaan
dan pengembangan desa wisata. Pengembangan desa wisata
dimaksudkan untuk memberdayakan potensi SDM setempat
sehingga mampu meningkatkan kapasitas dan produktifitasnya
secara ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan melalui bidang-bidang yang dimilikinya. Dengan
demikian dampak positif pengembangan pariwisata di desa
tersebut akan dapat dirasakan langsung masyarakat setempat.

Laporan Akhir 6 - 4
F. Potensi dan Kemampuan dalam Menciptakan Pasar
Wisatawan
Memiliki potensi dan kemampuan dalam menciptakan pasar
wisatawan sebagai salah satu unsur pendukung kesinambungan
pengembangan desa wisata. Kesiapan desa wisata harus
diimbangi dengan kemampuan untuk membangun jejaring pasar
dengan para pelaku industri pariwisata, dengan berbagai bentuk
kerjasama dan pengembangan media promosi sehingga potensi
desa tersebut muncul dalam peta produk dan pemaketan wisata
di daerah, regional, nasional maupun internasional. Sehingga
dapat dijaring peluang kunjungan wisatawan ke desa tersebut,
termasuk promosi dan pemasaran juga dilakukan oleh pengelola
Desa Wisata langsung kontak kepada Pasar.

Laporan Akhir 6 - 5
6.1.2. KOMPONEN DASAR DESA WISATA

Terdapat beberapa komponen pembentuk desa wisata, antara lain:


1) Batasan geografis ataupun administratif yang jelas.
2) Potensi daya tarik wisata baik alam, budaya maupun karya
kreatif sebagai unsur penarik kunjungan wisatawan.
3) Masyarakat yang antusias dan mendukung pengembangan desa
wisata.

4) Fasilitas pariwisata sebagai unsur pendukung wisatawan dalam


melakukan aktifitas wisata di desa tersebut (akomodasi/
homestay, warung makan yang dikelola oleh masyarakat, pusat
informasi wisata dan lainnya).

5) Sarana prasarana yang berupa jaringan jalan, moda angkutan


wisata yang mendukung kemudahan wisatawan dalam mencapai
desa tersebut.
6) Organisasi pengelolaan desa wisata yang berfungsi sebagai unit
pengelola kegiatan wisata di desa tersebut (merencanakan,
melaksanakan, mengelola, mengevaluasi/ monitoring kegiatan-
kegiatan pengembangan).
7) Sumber daya manusia yang menjadi motor penggerak
pengelolaan kegiatan wisata di desa tersebut.

Laporan Akhir 6 - 6
6.1.3. PERSYARATAN DASAR PEMBENTUKAN DESA WISATA
A. Maksud
Dengan maksud agar pembentukan dan pengelolaan desa wisata
yang tidak sedikit melibatkan anggota masyarakat pendukungnya
dapat berjalan sebagaimana mestinya, terarah/ terpandu atas
kreatifitas dan solidaritas serta keterlibatan social yang tumbuh
atau ditumbuhkan maka, diperlukan semacam surat keputusan
pengukuhan dari pemerintah (Gubernur/ Bupati) atas keberadaan
desa wisata.
Selanjutnya surat keputusan pengukuhan dari pemerintah ini
diarahkan untuk:
1) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya
pengelolaan desa wisata. Pariwisata pedesaan adalah
pariwisata dengan daya tarik berupa kehidupan desa yang
memiliki ciri – ciri khusus dalam masyarakatnya.
2) Membangun generasi muda berkenaan dengan pentingnya daya
baca dan daya paham generasi dimaksud terhadap pelestarian,
pengelolaan, pun pemeliharaan desa wisata yang melingkupi
budaya dan alam desa itu.
3) Menumbuh – kembangkan sikap apresiasi masyarakat terhadap
potensi daya tarik alam dan budaya.
4) Dapat berupaya “mendiskripsikan” dan “mendistribusikan”
berbagai hal terkait dengan produk wisata berbasis potensi
wisata pedesaan tanpa mengabaikan aspek lingkungan.
5) Dapat berupaya untuk senantiasa peduli terhadap masa depan
desa untuk pengelolaan/ pengembangan wisata. Dengan
demikian masyarakat lebih tergerak hatinya untuk bertanggung
jawab melestarikan dengan menjual desa tanpa kehilangan
desanya.
6) Menghimpun berbagai masukan untuk menyusun dan
mengembangkan kebijakan pembangunan yang berkaitan
dengan upaya pelestarian dan pengembangan desa wisata yang
sejalan dengan pendekatan pembangunan berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan.

Laporan Akhir 6 - 7
B. Persyaratan
Bagi masyarakat yang ingin membentuk, mengelola desanya
menjadi desa wisata harus memiliki surat keputusan Pengukuhan
dari pemerintah (Gubernur/ Bupati) dengan persyaratan yang harus
dipenuhi, antara lain; sebagai berikut:
1) Desanya memiliki daya tarik yang aseli, otentik, dan unik
berciri khas pedesaan/ perkampungan.
2) Memiliki sumber daya manusia dan lembaga yang mumpuni
untuk mengelola desanya.
3) Memperoleh daya dukung yang sungguh – sungguh dari
masyarakat yang dapat terpresentasikan melaui pengamalan
sapta pesona pariwista (aman, tertib, bersih, sejuk, indah,
ramah – tamah, dan kenangan).
4) Memiliki sarana/ prasarana penunjang yang memadai. Misal:
sekretariat, akses, MCK, homestay, kesenian, tempat pentas,
penunjang atraksi, papan nama/ petunjuk, sarana teknologi
informasi.
5) Memiliki aktifitas sebagai upaya tindakan pengelolaan yang
“kredibel” dan laku “jual”. Mampu melakukan atau membuat
pelatihan, pengemasan produk wisata, kegiatan usaha, Data
kunjungan, marketing dan promosi, “net – working”.
6) Mengajukan permohonan untuk memperoleh Surat Keputusan di
maksud, siap dan sanggup dilakukan penilaian oleh pihak yang
“berwenang” dengan apa adanya.
(Dinas Pariwisata DIY, 2012 dalam Purwanggono, 2013)

Laporan Akhir 6 - 8
6.2. INSTRUMEN STANDARISASI/ GUIDELINES PENGEMBANGAN
DESA WISATA
Untuk mengembangkan sebuah desa wisata, penting untuk
mengetahui terlebih dahulu sejauh mana potensi dan
perkembangan yang sudah terjadi di sebuah desa wisata sehingga
dapat disusun strategi dan program yang sesuai dengan tingkat
perkembangannya.
Berdasarkan Tourism Life Cycle dan Product Life Cycle maka
tingkat perkembangan suatu desa wisata sebagai sebuah produk
wisata dapat dikategorikan ke dalam 3 (tiga) tahapan yaitu embrio/
potensial, berkembang, dan maju. Sementara, indikator untuk
masing-masing tahapan adalah sebagai berikut:

6.2.1. EMBRIO/ POTENSIAL


Tahapan Embrio/ Potensial. Pada tingkatan ini, sebuah desa
dicirikan sebagai berikut:
No. INSTRUMEN INDIKATOR
1. Daya Tarik a. Masih berupa potensi yang dapat
dikembangkan untuk menjadi daya
tarik wisata
b. Pemanfaatan potensi masih sebatas
digunakan oleh masyarakat lokal
dan sekitar
2. Aksesibilitas a. Pengembangan aksesibilitas wisata
masih terbatas
b. Akses ke kawasan masih berupa
transportasi umum belum
transportasi wisata
3. Fasilitas a. Pengembangan fasilitas wisata
masih terbatas
4. Pemberdayaan a. Kesadaran masyarakat terhadap
Masyarakat potensi wisata belum tumbuh/
masih rendah.
b. Masyarakat sebatas melakukan
aktifitas sehari-hari untuk mencari
nafkah (bertani, beternak dan

Laporan Akhir 6 - 9
No. INSTRUMEN INDIKATOR
sebagainya)
5. Pemasaran dan a. Belum ada/ masih sedikit sekali
promosi wisatawan yang berkunjung
b. Belum adanya media promosi
tentang desa wisata tersebut
6. Kelembagaan dan a. Belum memiliki organisasi
SDM kepengurusan desa wisata
b. Masih secara spontan dalam
menerima kunjungan wisatawan
c. Belum adanya pengembangan
kualitas dalam bidang
kepariwisataan

6.2.2. BERKEMBANG
Berkembang. Pada tingkatan ini, sebuah desa dicirikan sebagai
berikut:
No. INSTRUMEN INDIKATOR
1. Daya Tarik a. Potensi daya tarik sudah mulai
dikelola
b. Munculnya aktifitas perdagangan
disekitar daya tarik wisata
c. Munculnya daya tarik wisata dari
aktifitas dan budaya lokal dari
masyarakat
2. Aksesibilitas a. Terdapat rambu-rambu penanda
keberadaan desa wisata
b. Terdapat angkutan umum menuju
kawasan tersebut
c. Mempunyai akses untuk kendaraan
pribadi
3. Fasilitas a. Sudah terdapat pengembangan
sarana prasarana dan fasilitas
pariwisata
b. Pengunaan fasilitas umum desa dan
fasilitas pribadi masyarakat sebagai
fasilitas wisata secara spontan
4. Pemberdayaan a. Sudah mulai tercipta lapangan

Laporan Akhir 6 - 10
No. INSTRUMEN INDIKATOR
Masyarakat pekerjaan dan aktifitas ekonomi
bagi masyarakat setempat
b. Kesadaran masyarakat terhadap
potensi wisata sudah mulai tumbuh.
5. Pemasaran dan a. Sudah mulai dikenal dan dikunjungi
promosi wisatawan
b. Sudah mempunyai media promosi
(website, brosur)
6. Kelembagaan dan a. Mempunyai organisasi kepengurusan
SDM desa wisata
b. Masih memerlukan pendampingan
dari pihak terkait (pemerintah,
swasta)

6.2.3. MAJU
Maju. Pada tingkatan ini, sebuah desa dicirikan sebagai berikut:
No. INSTRUMEN INDIKATOR
1. Daya Tarik a. Daya tarik wisata sudah berkembang
dan menjadi tujuan wisata rutin
para wisatawan
b. Terdapat aktifitas perdagangan di
sekitar daya tarik wisata, sekaligus
sebagai daya tarik tersendiri
c. Daya tarik wisata dari aktifitas dan
budaya masyarakat sudah
berkembang
2. Aksesibilitas a. Memiliki rambu-rambu penanda
yang jelas untuk menuju kawasan
tersebut
b. Mempunyai akses untuk kendaraan
pribadi dan kendaraan umum besar
c. Mempunyai moda transportasi di
dalam kawasan yang sekaligus dapat
menjadi daya tarik
3. Fasilitas a. Sarana prasarana dan fasilitas
pariwisata sudah memadai
b. Berkembangnya fasilitas wisata yang
memanfaatkan potensi dari

Laporan Akhir 6 - 11
No. INSTRUMEN INDIKATOR
masyarakat (homestay, persawahan,
kebun dsb)
4. Pemberdayaan a. Masyarakat sudah sepenuhnya sadar
Masyarakat akan potensi wisata termasuk
pengembangannya.
b. Masyarakat terlibat langsung dalam
pengelolaan daya tarik wisata
5. Pemasaran dan a. Sudah menjadi destinasi wisata yang
promosi dikenal dan banyak dikunjungi oleh
wisatawan
b. Mampu melakukan promosi dan
pemasaran secara swadaya serta
mengembangkan jaringan kerjasama
dengan pihak luar.
6. Kelembagaan dan a. Masyarakat sudah mandiri dan
SDM mampu mengelola usaha pariwisata
secara swadaya (SDM, produk,
organisasi, dsb).
b. Dapat menjadi model percontohan
bagi pengembangan desa-desa
wisata lainnya.

Laporan Akhir 6 - 12
BAB
PROGRAM PENGEMBANGAN
7
DESA WISATA

KAJIAN PENGEMBANGAN
DESA WISATA DI DIY

Laporan Akhir 7 - 0
7.1. STRATEGI PENGEMBANGAN
Dalam rangka mengantisipasi berbagai dinamika yang terkait
dengan pengelolaan desa wisata, dan mempertimbangkan kondisi
objektif sebagian besar desa-desa wisata saat ini dan dengan tujuan
untuk mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya yang tersedia desa
wisata agar dapat dilakukan dan dikendalikan oleh masyarakat
lokal. Beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain.
A. Skala Usaha Kecil
Idealnya usaha tersebut berskala kecil agar mampu menjadi
jembatan bagi masyarakat untuk mengasah ketrampilan bisnis
(Nasikun, 1997; WTO, 2003). Salah satu bentuk konkretnya adalah
jasa akomodasi, seperti homestay atau jenis usaha lain yang
berskala kecil. Seperti umum diketahui, bahwa usaha-usaha kecil
nonpertanian sudah cukup lama berkembang di pedesaan dan
memberikan kontribusi penting bagi diversifikasi dan peningkatan
pendapatan rumahtangga (Sawit, et.al, 1993; Effendi, et.al, 1996;
Abdullah, et.al, 1995). Meskipun usaha-usaha demikian umumnya
berskala mikro, namun pengelolanya memiliki ketrampilan khusus,
keuletan, kerja keras yang produktif di dalam menjalankan
usahanya. Hal ini dapat lebih mudah ditransformasikan ke sektor
jasa, seperti usaha pariwisata.

B. Padat Karya
Usaha pariwisata di desa sebaiknya tidak padat modal (capital
intensive), tetapi berbasis padat karya (labour intensive). Besaran
modal ini lebih sesuai dengan kondisi umum yang dihadapi oleh
pengelola usaha pariwisata tentang kesulitan memperoleh modal.
Sebaliknya, membiarkan modal besar sebagai kekuatan
pengembangan akan mengakibatkan tersingkirnya penduduk lokal
dari arena kompetisi.

Laporan Akhir 7 - 1
C. Penyerapan Tenaga Kerja Lokal
Dalam pengelolaan usaha pariwisata sebaiknya menggunakan
tenaga kerja setempat, agar dapat menghindari marjinalisasi
penduduk lokal dalam pengembangan pariwisata pedesaan. Namun
demikian, syarat pemanfaatan tenaga kerja lokal ini cukup
dilematis ketika berhadapan dengan realitas mutu atau kompetensi
yang masih rendah. Di sisi lain keterbatasan jumlah tenaga kerja
trampil ini mengakibatkan okupasi-okupasi strategis di sektor
pariwisata dikuasai oleh kaum pendatang (Vorlaufer, 1979;
Damanik, 2001; Karim, 2008). Oleh sebab itu harus dicari solusi
cerdas berupa pemberian pelatihan yang berorientasi pada
kompetensi teknis bagi tenaga kerja lokal.

D. Bahan Baku Lokal


Pengelolaan desa wisata sedapat mungkin menggunakan bahan baku
lokal. Penggunaan bahan baku lokal memiliki manfaat ganda, yakni
memberikan efek atau nilai ekonomi sumberdaya lokal dan
menguatkan citra lokal dalam desa wisata. Banyak contoh positif
maupun negatif pengembangan desa wisata yang terkait dengan
bahan baku lokal ini dengan segala konsekuensi yang menyertainya.
Di sebuah desa wisata di Sumba Barat Daya, terdapat bangunan
akomodasi yang 90 persen berbahan baku lokal, mulai dari lantai,
dinding, tiang, atap, pintu sampai perlengkapan tidur. Bambu,
batang kelapa, pasir, dan ilalang yang tersedia melimpah menjadi
lebih bernilai dari sebelumnya dan masyarakat setempat menikmati
keuntungan dari pemanfaatan bahan baku tersebut. Berbeda
dengan itu di Nias, masyarakat terlanjur menyukai bahan baku
asing, seperti seng, asbes, beton dan kaca sebagai bahan bangunan
akomodasi yang jelas bukan produk lokal, melainkan bahan yang
didatangkan dari daratan Sumatera dengan biaya tinggi, Bisa
dipastikan bahwa potensi rembesan keluar (leakages) dari hasil
pariwisata setempat cukup besar, sementara peningkatan nilai
ekonomi komoditas lokal menjadi macet.

Laporan Akhir 7 - 2
E. Menekan Eksploitasi Sumberdaya lokal dan Pencemaran
Lingkungan
Pengelolaan desa wisata sebaiknya mampu menekan potensi
pencemaran lingkungan dan eksploitasi sumberdaya lokal. Salah
satu kekuatan desa wisata adalah alam yang relatif asri dan lestari.
Penggerusan kelestarian alam atas alasan apa pun pasti akan
menjadi bumerang yang mematikan bagi desa wisata. Oleh sebab
itu keseimbangan pemanfaatan kawasan menjadi syarat penting.
Daerah pedesaan yang menawarkan pertanian sebagai basis atraksi
wisata harus dikendalikan untuk tetap menjaga keseimbangan luas
area pertanian dengan zona pengembangan infrastruktur
pariwisata. Pemanfaatan sumberdaya lokal, misalnya air, yang
digunakan baik untuk keperluan pertanian maupun pariwisata perlu
dikendalikan agar tidak mematikan salah satu atau kedua aktivitas
tersebut. Pedesaan yang mengembangkan pariwisata pantai dan
bahari harus mampu menciptakan langkah pelestarian lingkungan,
misalnya dengan membangun instalasi limbah cair dan padat,
perluasan zona sempadan pantai yang steril dari bangunan buatan,
ekspansi tanaman penyangga abrasi dan sebagainya.

F. Membuka Lapangan Kerja

Desa wisata seharusnya mampu membuka peluang kerja dan


berusaha bagi banyak kelompok masyarakat. Pariwisata pedesaan
harus diarahkan untuk memberagamkan kesempatan kerja dan
keberagaman pekerjaan tersebut harus pula ditujukan bagi
masyarakat banyak, khususnya kalangan perempuan. Asumsi yang
mengatakan pariwisata mampu menciptakan kesempatan kerja
harus dibuktikan dengan tingkat presisi yang tinggi, tidak hahya
dalam hal kuantitas dan kualitas, tetapi juga dalam hal efektivitas
menjangkau kelompok masyarakat yang sering luput dari sasaran
perubahan.

Laporan Akhir 7 - 3
7.2. PROGRAM PENGEMBANGAN
Dalam pengembangan desa wisata dibutuhkan strategi atau langkah yang tepat sesuai dengan tingkat
perkembangan desa tersebut agar dapat memberikan hasil yang maksimal sesuai dengan yang diinginkan. Dengan
memperhatikan aspek-aspek daya tarik, aksesibilitas, fasilitas, pemberdayaan masyarakat, pemasaran dan
promosi serta kelembagaan dan SDM, maka bisa disusun implikasi program yang disesuaikan dengan tingkat
perkembangan desa wisata (embrio/ potensial-berkembang-maju), yang diuraikan dalam tahap perencanaan-
implikasi, seperti yang tertera dalam matriks berikut:

NO ASPEK EMBRIO BERKEMBANG MAJU

1. Daya Tarik Wisata 1. Mengidentifikasi dan 1. Implementasi rencana 1. Melakukan Inovasi terhadap
menginventarisir potensi dan pengembangan potensi dan produk yang ada
karakteristik desa dari semua karakteristik desa menjadi daya 2. Memperkaya produk yang ada
aspek tarik wisata utama dan dengan produk baru yang sesuai
2. Mensosialisasikan potensi kepada pendukung dengan perkembangan
seluruh masyarakat 2. Menyusun paket wisata kebutuhan pasar
3. Menyusun rencana kerja berdasarkan potensi dan
pengembangan desa wisata karakter desa

2. Aksesibilitas 1. Mengidentifikasi permasalahan 1. Mengembangkan aksesibilitas 1. Mengemas potensi aksesibilitas


aksesibilitas desa wisata terkait menuju dan di dalam kawasan menjadi sebuah daya tarik
2. Mengidentifikasi potensi desa wisata wisata
aksesibilitas yang dapat menjadi 2. Membuat rencana 2. Mengembangkan daya tarik
daya tarik pengembangan daya tarik pendukung untuk memperkaya
berbasis aksesibilitas/ daya tarik berbasis aksesibilitas/
transportasi transportasi

Laporan Akhir 7 - 4
NO ASPEK EMBRIO BERKEMBANG MAJU

3. Fasilitas 1. Merintis pengembangan fasilitas 1. Pengembangan fasilitas dan 1. Melengkapi fasilitas pendukung
dan sarana prasarana sarana prasarana pendukung yang sudah ada sesuai dengan
wisata kebutuhan wisata

4. Pemberdayaan 1. Mengidentifikasi potensi 1. Memberikan pelatihan kepada 1. Menjadikan kelompok


Masyarakat masyarakat lokal dalam kegiatan kelompok masyarakat dengan masyarakat yang mandiri dan
pariwisata berbagai macam keterampilan mampu membangun tim kerja
2. Membangun/ membentuk sesuai dengan karakter dan yang kuat
sumber daya manusia lokal potensi produk yang dimiliki 2. Membangun kerjasama antara
menjadi kelompok masyarakat desa kelompok masyarakat dengan
yang mau bekerja/ pihak lainnya
berpartisipasi dalam
pembangunan desanya

5. Pemasaran dan 1. Menyusun informasi mengenai 1. Menyusun paket wisata dan 1. Memperluas pemasaran paket
Promosi potensi dan karakter serta melakukan promosi dan wisata
produk yang akan dipasarkan pemasaran (fam trip, roadshow, 2. Mempresentasikan informasi
(profil desa) penyebaran bahan promosi) mengenai potensi dan
2. Mengidentifikasi semua potensi 2. Membangun sistem promosi dan keunggulan/ karakteristik
lokal sebagai modal bersama pemasaran melalui (brosur, produk
(SDM, Kelompok Masyarakat, leaflet, proposal, website statis, 3. Membangun kerjasama dan
Aset Desa, Sarana dan papan/ peta petunjuk dan jaringan dengan berbagai pihak
Prasarana) informasi di tempat yang (ASITA, PHRI, BPW, dll)
strategis)
4. Membuka peluang investasi baik
3. Mengembangkan potensi lokal di lingkup internal maupun
menjadi modal dalam bentuk eksternal desa dengan prinsip
daya tarik, produk wisata dan saling menguntungkan (win win
fasilitas pendukung solution).

Laporan Akhir 7 - 5
NO ASPEK EMBRIO BERKEMBANG MAJU

6. Kelembagaan dan 1. Merintis pengembangan 1. Memberikan pelatihan tentang 1. Memperkuat kelembagaan dan
SDM kelembagaan lokal untuk kelembagaan dan manajemen manajemen dengan kelengkapan
pengelolaan potensi wisata yang lebih modern, misalnya lainnya yang diperlukan untuk
2. Mensosialisasikan manajemen koperasi pelayanan
dan kelembagaan desa wisata 2. Membentuk Forum Komunikasi 2. Mengembangkan Jaringan
kepada masyarakat Desa Wisata di daerah kerjasama Desa Wisata di
tingkat regional/ nasional
3. Meningkatkan kompetensi
dengan melakukan pelatihan
secara rutin dengan yang materi
yang lebih tinggi

Laporan Akhir 7 - 6
BAB
MONITORING DAN EVALUASI
8

KAJIAN PENGEMBANGAN
DESA WISATA DI DIY

Laporan Kemajuan 7 - 0
Dalam pengembangan desa wisata diperlukan monitoring dan
evaluasi atas pelaksanaan program dikaitkan dengan tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai dari implementasi program tersebut.
Khususnya bagi masyarakat maupun bagi wilayah sasaran.
Monitoring dan evaluasi tersebut sangat penting untuk
menemukenali tingkat keberhasilan dan sekaligus kekurangan dan
hambatan yang terjadi, sehingga dapat diperoleh solusi dan
rekomendasi untuk pengembangan program desa wisata di masa
mendatang

8.1. TUJUAN DAN SASARAN


Dalam rangka mengantisipasi berbagai dinamika yang terkait
dengan pengelolaan desa wisata, dan mempertimbangkan kondisi
objektif sebagian besar desa-desa wisata saat ini dan dengan tujuan
untuk mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya yang tersedia desa
wisata agar dapat dilakukan dan dikendalikan oleh masyarakat
lokal. Beberapa langkah yang dapat ditempuh antara lain.

8.1.1. TUJUAN MONITORING DAN EVALUASI


A. Mengetahui kesesuaian rencana program kerja yang dibuat
berdasarkan kebutuhan dan karakter dari desa wisata.
B. Mengetahui proses pelaksanaan pengelolaan dan
pengembangan desa wisata sesuai dengan rencana yang telah
dibuat.
C. Mengetahui tingkat keberhasilan dalam pencapaian target
yang telah ditentukan.

8.1.2. SASARAN MONITORING DAN EVALUASI


Terciptanya kesesuaian rencana program kerja serta proses
pelaksanaan dan pengembangan desa wisata sehingga tercapai
tingkat keberhasilan sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Laporan Akhir 8 - 1
8.2. INSTRUMEN EVALUASI
Instrumen evaluasi merupakan alat ukur yang digunakan untuk
mengevaluasi program pengembangan suatu desa wisata. Dalam
penyusunan instrumen evaluasi desa wisata, dapat dilakukan
dengan cara mengidentifikasikan karakteristik desa wisata yang
diteliti dan menjabarkan indikator dari setiap desa wisata yang
diuraikan dalam matriks sebagai berikut:
NO KARAKTERISTIK INDIKATOR
1. DAYA TARIK 1. Peningkatan inovasi / penciptaan dan
pengelolaan produk wisata berbasis
potensi sumber daya lokal di desa
wisata
2. Peningkatan modifikasi / daur ulang
produk wisata sesuai dengan kebutuhan
pasar
3. Peningkatan kunjungan wisatawan di
desa wisata
4. Peningkatan lama tinggal wisatawan di
desa wisata
5. Peningkatan pertumbuhan (jumlah dan
kualitas) usaha pariwisata yang dikelola
masyarakat setempat di desa wisata
6. Peningkatan kualitas lingkungan desa
wisata (termasuk sarana prasarana
lingkungan untuk mendukung kegiatan
kepariwisataan)
7. Peningkatan konservasi sumber daya
(alam dan budaya) di desa wisata
2. AKSESIBILITAS 1. Peningkatan kemudahan akses menuju
kawasan desa wisata
2. Peningkatan kemudahan akses si dalam
kawasan desa wisata
3. Peningkatan moda transportasi lokal
menjadi daya tarik wisata
3. FASILITAS 1. Peningkatan kualitas fasilitas pariwisata
(misalnya: homestay)
2. Peningkatan jumlah fasilitas pariwisata
3. Peningkatan pembangunan fasilitas
pariwisata dalam mendukung
pengembangan sebagai desa wisata (kios
souvenir, parkir dll)
4. PEMBERDAYAAN 1. Peningkatan kompetensi dan

Laporan Akhir 8 - 2
MASYARAKAT keterampilan masyarakat si desa wisata
dalam bidang kepariwisataan
2. Peningkatan kapasitas dan peran
masyarakat/ SDM setempat dalam
inisiasi dan pelaksaaan program desa
wisata
3. Peningkatan swadaya masyarakat di
desa wisata
4. Peningkatan penciptaan lapangan kerja
di desa wisata
5. Peningkatan penyerapan tenaga kerja
lokal di desa wisata
6. Peningkatan pendapatan masyarakat
dari kegiatan kepariwisataan di desa
wisata
5. PEMASARAN DAN 1. Peningkatan kunjungan wisatawan di
PROMOSI desa wisata
2. Peningkatan lama tinggal wisatawan di
desa wisata
3. Peningkatan pangsa pasar / market
share
4. Peningkatan minat / permintaan pasar
terhadap desa wisata
6. INVESTASI 1. Peningkatan modal dalam bentuk daya
tarik, produk wisata dan fasilitas
pendukung di desa wisata
2. Peningkatan investasi baik di lingkup
internal maupun eksternal desa wisata
dengan prinsip saling menguntungkan
(win win solution)
7. KELEMBAGAAN DAN 1. Peningkatan jaringan kerjasama desa
SDM wisata di tingkat regional/ nasional
2. Peningkatan kinerja dan kemampuan
lembaga masyarakat setempat dalam
memfasilitasi dan mengelola program
desa wisata
3. Peningkatan kompetensi dan
keterampilan masyarakat si desa wisata
dalam bidang kepariwisataan
4. Peningkatan kapasitas dan peran
masyarakat/ SDM setempat dalam
inisiasi dan pelaksaaan program desa
wisata

Laporan Akhir 8 - 3
BAB 9
STUDI KASUS: DESA WISATA
PENTINGSARI

KAJIAN PENGEMBANGAN
DESA WISATA DI DIY

Laporan Akhir 9 - 0
9.1. JUSTIFIKASI PEMILIHAN
Dalam studi kasus penerapan kajian pengembangan desa wisata di
DIY ini dipilih desa wisata Pentingsari sebagai studi kasus serta
percontohan penerapannya, hal ini dilandasi beberapa justifikasi,
antara lain:
1. Memiliki daya tarik wisata yang unik, yaitu perpaduan alam
pegunungan dan daya tarik sejarah serta budaya sekaligus
daya tarik khusus, seperti camping ground dan kolam
pemancingan
2. Sarana dan prasarana yang sudah cukup memadai
3. Memiliki pasar wisatawan yang cukup signifikan
4. Memiliki dukungan ketersediaan sumber daya manusia (SDM)
lokal dengan pengelolaan langsung dari masyarakat lokal
5. Mendapatkan penghargaan dalam bidang pariwisata sebagai
desa wisata
6. Telah siap sebagai kawasan pariwisata dalam menerima
wisatawan nusantara maupun mancanegara

Laporan Akhir 9 - 1
9.2. PROGRAM PENGEMBANGAN
Program pengembangan Desa Wisata Pentingsari sebagai salah satu desa percontohan, dapat di bagi menjadi 6
(enam) instrumen, antara lain: daya tarik, aksesibilitas, fasilitas, pemberdayaan masyarakat, pemasaran dan
promosi serta kelembagaan dan SDM. Jabaran program dapat dilihat pada matrik berikut:

9.2.1. DAYA TARIK WISATA

TAHAPAN
INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III

1.1. Indentifikasi dan inventarisasi ulang seluruh daya Tarik dan  Dinas Pariwisata Rp. 50.000.000,- tiap
potensi keunikan yang tersedia di Desa Wisata Pentingsari  Masyarakat tahapan kegiatan

1.2. Beautification daya Tarik wisata di desa wisata Pentingsari  Dinas Pariwisata Rp. 300.000.000,- tiap
(penanaman vegetasi, jalur pedestrian dll)  Masyarakat tahapan kegiatan

1.3. Peningkatan kebersihan di sekitar daya Tarik wisata desa  Masyarakat Rp. 50.000.000,- tiap
wisata pentingsari antara lain Watu Gendong, Watu Payung,  Dinas Pariwisata tahapan kegiatan
Watu Gajah, Watu Persembahan, Watu Dakon, Makam
Pentingsari (lokasi pejuang tahun 1948-1949), Sendang Sari,
Luweng Sunan Kalijaga (sejak tahun 1477), Camping,
Outbound, Kesenian (kuda lumping, angguk, Sholawatan,
karawitan, cokekan, tarian jawa, tradisi manten/pernikahan,
tradisi kenduri, gamelan, membatik, kreasi janur).

Laporan Akhir 9 - 2
TAHAPAN
INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III

1.4. Studi penetapan tata aturan Tentang Tata Bangunan Dan  Dinas Pariwisata Rp. 50.000.000,- tiap
Lingkungan di dalam kawasan Desa Wisata Pentingsari sesuai  Masyarakat tahapan kegiatan
dengan tata aturan tentang desa wisata

1.5. Penguatan modal bagi masyarakat terkait pengembangan  Dinas Pariwisata Rp. 50.000.000,- tiap
pariwisata di Desa Wisata Pentingsari  BKPM tahapan kegiatan
 Kemendag
 Masyarakat

1.6. Penanaman pohon dan penangkaran burung liar sebagai upaya  Dinas Pariwisata Rp. 50.000.000,- tiap
konservasi dan pengelolaan berkelanjutan sumber daya  Kehutanan tahapan kegiatan
kepariwisataan dan lingkungan di Desa Wisata Pentingsari
 Masyarakat

1.7. Pembangunan dan renovasi sarana prasarana dasar seperti  PU Rp. 50.000.000,- tiap
kamar mandi, pos kesehatan, pusat informasi dan pengelola  Dinas Pariwisata tahapan kegiatan
untuk meningkatkan kualitas kegiatan kepariwisataan di sekitar
lokasi daya tarik wisata  Masyarakat

Laporan Akhir 9 - 3
9.2.2. AKSESIBILITAS

TAHAPAN
NO INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III

1. Pembuatan sign and posting (penanda)

1.1. Penanda di dalam kawasan Desa Wisata, yang menunjukkan Dinas pariwisata Rp. 10.000.000,-
lokasi daya tarik/ lokasi aktivitas, termasuk di dalamnya tiap tahapan kegiatan
peta lokasi (you’re here map)

1.2. Penanda di jalur utama menuju Desa Wisata, mulai dari jalan  Dinas pariwisata Rp. 50.000.000,-
penghubung antar provinsi, sampai jalan masuk ke Desa  Dinas Lalu Lintas tiap tahapan kegiatan
Wisata dan Angkutan Jalan
Raya

1.3. Baliho/ penanda di jalan masuk Desa Wisata Dinas pariwisata Rp. 10.000.000,-
tiap tahapan kegiatan

2. Perbaikan jalan masuk menuju Desa Wisata

2.1. Pelebaran jalan masuk menuju Desa Wisata: PU Rp. 1.000.000.000,-


2.1.1. Pembebasan Lahan tiap tahapan kegiatan
2.1.2. Pembuatan Drainase kanan-kiri jalan
2.1.3. Pembuatan Talud

2.2. Pengerasan jalan masuk menuju Desa Wisata: PU Rp. 500.000.000,-


2.2.1. Pengerasan batu kali tiap tahapan kegiatan
2.2.2. Pengerasan aspal

Laporan Akhir 9 - 4
TAHAPAN
NO INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III
2.2.3. Pengecoran bahu jalan

3. Pembuatan fasilitas aksesibilitas

3.1. Pembuatan terminal/transit zone di jalan masuk Desa Wisata Dinas Pariwisata Rp. 500.000.000,-
PU/Perhubungan tiap tahapan kegiatan

3.2. Pembuatan souvenir shop/toserba Dinas Pariwisata Rp. 150.000.000,-


BKPM tiap tahapan kegiatan
Disperindakop

Laporan Akhir 9 - 5
9.2.3. FASILITAS

TAHAPAN
NO INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III

1. 1.1. Peningkatan fasilitas homestay yang sudah ada sebanyak 70  Dinas Pariwisata Rp. 1.400.000.000,- tiap
unit  Masyarakat tahapan kegiatan

1.2. Pengembangan fasilitas homestay yang sedang dikembangkan  Dinas Pariwisata Rp. 2.600.000.000,- tiap
sebanyak 52 unit  Masyarakat tahapan kegiatan

1.3. Pengembangan fasilitas Tourism Information Center (TIC)  Dinas Pariwisata Rp. 150.000.000,- tiap
tahapan kegiatan

1.4. Pengembangan fasilitas kios souvenir pada area parkir  Dinas Pariwisata Rp. 300.000.000,- tiap
wisatawan/meeting point. tahapan kegiatan

Laporan Akhir 9 - 6
9.2.4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

TAHAPAN
NO INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III

3. Menjadikan kelompok masyarakat yang mandiri dan mampu


membangun tim kerja yang kuat; melalui berbagai kegiatan antara
lain:

1.1. Penyuluhan / Sosialisasi Kelompok Sadar Wisata/pengelola Dinas terkait Rp. 50.000.000,- tiap
desa wisata kepada Masyarakat tentang Sapta Pesona secara pemberdayaan tahapan kegiatan
berkala dengan tujuan untuk mendorong dan memotivasi masyarakat bidang
masyarakat agar menjadi TUAN RUMAH yang baik dalam pariwisata
mendukung kegiatan kepariwisataan di daerahnya.

1.2. Penyuluhan / Sosialisasi Kelompok Sadar Wisata/pengelola  Dinas terkait Rp. 50.000.000,- tiap
desa wisata kepada Masyarakat tentang peningkatan kualitas pemberdayaan tahapan kegiatan
lingkungan dan daya tarik wisata setempat masyarakat bidang
pariwisata
 Dinas terkait
Lingkungan Hidup

1.3. Bimbingan teknis peningkatan kualitas (ketrampilan) dan  Dinas terkait Rp. 100.000.000,- tiap
kuantitas usaha dan jasa wisata masyarakat lokal dalam pemberdayaan tahapan kegiatan
rangka pelibatan aktif masyarakat dalam bidang masyarakat bidang
kepariwisataan di desanya pariwisata
 Dekranasda

1.4. Bimbingan teknis penguatan kemampuan pengelola desa Dinas terkait Rp. 50.000.000,- tiap
wisata dalam mengelola bidang usaha pariwisata dan usaha pemberdayaan

Laporan Akhir 9 - 7
TAHAPAN
NO INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III
terkait lainnya. masyarakat bidang tahapan kegiatan
pariwisatav

4. Membangun kerjasama antara kelompok masyarakat dengan pihak Dinas terkait


lainnya; melalui berbagai kegiatan antara lain: pemberdayaan
masyarakat bidang
pariwisata

2.1. Pelatihan pembuatan proposal kerjasama dengan bidang Dinas terkait Rp. 50.000.000,- tiap
usaha pariwisata dan usaha terkait lainnya pemberdayaan tahapan kegiatan
masyarakat bidang
pariwisata

2.2. Pelatihan peningkatan ketrampilan kelompok usaha Dinas terkait Rp. 100.000.000,- tiap
pariwisata dan usaha terkait lainnya di luar desa wisata yang pemberdayaan tahapan kegiatan
mendukung kegiatan wisata di desa wisata sebagai dampak masyarakat bidang
multiganda pariwisata; (contohnya yaitu penyediaan buah pariwisata
dan sayuran, bahan baku cinderamata, grup kesenian, dan
usaha jasa lainnya)

2.3. Workshop jaringan komunikasi dan kerjasama antar pengelola Dinas terkait Rp. 50.000.000,- tiap
desa wisata tingkat Kabupaten pemberdayaan tahapan kegiatan
masyarakat bidang
pariwisata

2.4. Workshop jaringan komunikasi dan kerjasama antar pengelola Dinas terkait Rp. 50.000.000,- tiap
desa wisata tingkat Provinsi pemberdayaan tahapan kegiatan

Laporan Akhir 9 - 8
TAHAPAN
NO INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III
masyarakat bidang
pariwisata

2.5. Workshop jaringan komunikasi dan kerjasama antar pengelola Dinas terkait Rp. 75.000.000,- tiap
desa wisata tingkat Nasional pemberdayaan tahapan kegiatan
masyarakat bidang
pariwisata

Laporan Akhir 9 - 9
9.2.5. PEMASARAN DAN PROMOSI

TAHAPAN
NO INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III

1. 1.1. Pembuatan Website yang informatif tentang desa wisata  Pengelola Desa Rp. 100.000.000,- tiap
Pentingsari, sekaligus perawatan dan pengelolaan website Wisata tahapan kegiatan
 Dinas Kominfo
 Dinas Pariwisata

1.2. Pelatihan admin website yang bertugas untuk update  Pengelola Desa Rp. 25.000.000,- tiap
informasi tentang desa wisata dan merespon dengan segera Wisata tahapan kegiatan
pertanyaan dan permintaan informasi.  Dinas Kominfo
 Dinas Pariwisata

1.3. Intensifikasi pemasaran melalui media sosial (Facebook,  Pengelola Desa Rp. 25.000.000,- tiap
twitter, instagram, path) selain website yang up-to-date Wisata tahapan kegiatan
sebagai alat pemasaran wajib.  Dinas Kominfo

1.4. Identifikasi ulang daya tarik di masing-masing Desa Wisata  Pengelola Desa Rp. 50.000.000,- tiap
dan explorasi daya tarik potensial yang akan dikembangkan Wisata tahapan kegiatan
agar pasar terhindar dari kejenuhan.  ASITA

1.5. Pembentukan forum desa agar tercipta hubungan usaha  Pengelola Desa Rp. 50.000.000,- tiap
yang baik dan berkelanjutan serta menghindari perang Wisata tahapan kegiatan
harga diantara desa wisata yang pada akhirnya akan  ASITA
merugikan Desa Wisata itu sendiri. Sekaligus penetapan
harga yang jelas dan atraktif, baik bagi para wisatawan

Laporan Akhir 9 - 10
TAHAPAN
NO INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III
maupun bagi para travel agent.

1.6. Pembentukan jejaring aktif dengan menjalin hubungan  Pengelola Desa Rp. 25.000.000,- tiap
lembaga pendidikan terkait dengan Pariwisata, untuk Wisata tahapan kegiatan
menjalin kerjasama secara bekelanjutan, dapat berupa  Institusi Pendidikan
kegiatan pengiriman pelajar/mahasiswa dalam rangka tinggi (terutama
praktek atau penelitian yang bermutu, membuka akses terkait pariwisata)
pasar baru, dan menjadi mitra dalam pengembangan Desa
Wisata.

1.7. Pembentukan jejaring aktif menjajaki pasar lembaga dan  Pengelola Desa Rp. 25.000.000,- tiap
korporasi, baik lembaga pendidikan maupun lembaga Wisata tahapan kegiatan
lainya, terutama untuk pangsa pasar live-in desa Wisata  Institusi Pendidikan
yang memungkinkan untuk diselenggarakan kegiatan (TK – Perguruan
semacam ini. tinggi)
 Dinas Pendidikan

1.8. Pemantapan daya tarik utama desa wisata Pentingsari.  Pengelola Desa Rp. 25.000.000,- tiap
Wisata tahapan kegiatan
 Dinas Pariwisata

Laporan Akhir 9 - 11
9.2.6. KELEMBAGAAN DAN SDM

TAHAPAN
NO INDIKASI PROGRAM INSTANSI TERKAIT ESTIMASI PEMBIAYAAN
I II III

1. 1.1. Pembentukan forum pengelola desa wisata tingkat kabupaten  Dinas Pariwisata Rp. 100.000.000,- tiap
dan provinsi  Masyarakat tahapan kegiatan

1.2. Penyelenggaraan forum pengelola desa wisata tingkat  Dinas Pariwisata Rp. 50.000.000,- tiap 6
kabupaten dan provinsi tiap 6 (enam) bulan  Forum desa wisata (enam) bulan
 Masyarakat

1.3. Pelatihan peningkatan kompetensi secara rutin dengan yang  Dinas Pariwisata Rp. 150.000.000,- tiap
materi yang lebih tinggi  Forum desa wisata kegiatan
 Masyarakat

1.4. Program magang (trainning program)  Dinas Pariwisata Rp. 150.000.000,- tiap
 Forum desa wisata kegiatan
 Masyarakat
 Swasta

1.5. Program pendidikan dengan bekerjasama dengan PTN/PTS  Dinas Pariwisata Rp. 10.000.000,- tiap
yang mempunyai Jurusan Pariwisata untuk peningkatan mutu  Forum desa wisata SDM
kualitas SDM pada desa wisata terkait (D2/D3/D4/S1/S2)
 Masyarakat
 Swasta

Laporan Akhir 9 - 12
BAB 10
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KAJIAN PENGEMBANGAN
DESA WISATA DI DIY

Laporan Kemajuan 7 - 0
10.1. KESIMPULAN
Secara umum pengembangan desa wisata di DIY dapat digambarkan
sebagai berikut :
A. DAYA TARIK WISATA
 Belum mengemuka secara informatif , komunikatif dan
menarik serta “menjual”. Masih diperlukan upaya untuk
mendiskripsikan dan mendistribusikan potensi yang
dimiliki agar dapat dikenal secara meluas.
 Otensitas, originalitas, dan karakteristik desa belum
begitu nampak. Namun masyarakat desa telah berusaha
untuk menampakkannya.
 Potensi pedesaan yang dimiliki perlu dipilih dan
diklasifikasikan untuk menemukan “icon” yang ingin
diandalkan.
 Secara umum potensi berada pada posisi sudah siap
untuk dikembangkan.
 Diperlukan upaya tekun mengolah diri agar potensi
tersebut dapat dikelola sedemikian rupa sehingga dapat
memberi manfaat ekonomi, sosial, budaya dan
lingkungan.

B. AKSESIBILITAS DAN FASILITAS


 Secara umum masih diperlukan adanya papan nama
petunjuk arah menuju ke lokasi, disamping akses (
berbagai kemudahan ).
 Keberadaan prasarana penunjang sangatlah penting
karena dapat mempengaruhi kondisi fisik dan mental
wisatawan. Untuk itu hal-hal yang yang perlu mendapat
perhatian adalah :
- Ketersediaan
- Kualitas fisik dan non fisik

Laporan Akhir 10 - 1
- Setting tata ruang
- Dukungan terhadap kegiatan wisata
- Kontribusi terhadap kebutuhan wisatawan.

C. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
 Secara umum nampak semangat warga untuk
mewujudkan adanya desa wisata, namun masih perlu
dipandu agar totalitas peran masyarakat dapat kompak
dan “guyub”

 Masih diperlukan upaya untuk mewujudkan pengamalan


“sapta pesona pariwisata:, karena selama ini
pengamalannya belum sepenuhnya menjadi kebutuhan,
walau “pokdarwis” telah berusaha ke arah itu.
 “Pokdarwis” merupakan suatu lembaga yang harus
mendapatkan “dukungan masyarakat” untuk mewujudkan
pengelolaan pariwisata yang baik, berkelanjutan dengan
pengalaman sapta pesona pariwisata. Kelompok ini
merupakan “agen” yang memediasi supaya pengelolaan
pariwisata berjalan harmonis antara pemerolehan materi
(ekonomi), sosial, budaya, dan lingkungan . Sedangkan
“Desa Wisata” adalah lembaga pengelola yang juga harus
mendapat “dukungan masyarakat” untuk “menjual”
produk-produk wisata.

D. PEMASARAN DAN PROMOSI


 Pemasaran masih cukup tradisional, belum
memanfaatkan media sosial yang mudah diakses oleh
calon wisatawan
 Keterbatasan pemaketan wisata yang menitik beratkan
pada potensi daya tarik di desa wisata tersebut, sehingga
belum siap dalam menerima wisatawan

Laporan Akhir 10 - 2
 Kemitraan dengan travel-travel agent yang masih
terbatas, sehingga diperlukan jejaring kemitraan yang
luas dalam memasarkan desa wisata.

E. KELEMBAGAAN dan SDM


 Layak segera dipikirkan dan diwujudkan adanya
pengelolaan yang lebih professional dengan SDM yang
kompeten di bidang pengelolaan wisata pedesaan.
 Lembaga yang ada masih bekerja secara sosial belum
professional (pada umumnya).
 Lembaga yang professional dan SDM yang kompeten akan
sangat memberi peluang pengelolaan desa wisata
bergerak “ maju “ tanpa mengabaikan aspek lingkungan
dalam arti yang luas. Untuk itu diperlukan program-
program pelatihan dan atau bimbingan teknis yang
terstruktur dan terarah.

F. PENERAPAN INSTRUMEN STANDARISASI PENGEMBANGAN


DESA WISATA

Dalam instrumen strandarisasi pengembangan desa wisata


pada desa wisata di DIY dapat diterapkan dalam contoh
sebagai berikut:
 Tahapan Embrio/ Potensial : Desa Wisata Bangunrejo
 Tahapan Berkembang : Desa Wisata Nglinggo

 Tahapan Maju : Desa Wisata Pentingsari

10.2. REKOMENDASI
Peningkatan kualitas desa wisata sangatlah diperlukan dengan cara
mengoptimalkan potensinya dengan pengelolaan yang baik, benar
dan tepat. Berikut rekomendasi yang dapat dilakukan dalam
pengembangan desa wisata di DIY, antara lain:

Laporan Akhir 10 - 3
A. MANAJEMEN DAYA TARIK
Dapat merupakan tindakan pengelolaan yang membutuhkan
kemampuan untuk :
 Penyelenggaraan atraksi
 Penyajian keunikan dan keragaman obyek
 Pengadaan akses & fasilitas
 Kreasi aktifitas
 Mengantisipasi aspek aspek teknis yang diperlukan,
misalnya ;

- Tata tertib pengunjung


- Pemeliharaan obyek
- Aspek keamanan dan kenyamanan
- SDM

B. MANAJEMEN INFORMASI
Adalah tindakan layanan informasi, Misalnya :
 Layanan informasi berkenaan dengan obyek
 Layanan informasi berkenaan dengan atraksi
 Layanan informasi berkenaan dengan amenitas
Layanan informasi dapat disajikan dalam bentuk :
 Media cetak /elektronik

 Guide line (peta petunjuk)


 Product knowledge yang tersaji
 Pusat layanan informasi

C. MANAJEMEN AKSES & FASILITAS


Adalah tindakan layanan berkenaan dengan berbagai
kemudahan dan sejumlah fasilitas pendukung yang diperlukan.

Laporan Akhir 10 - 4
Hal ini sangat penting karena dapat mempengaruhi kondisi
fisik dan mental wisatawan. Berbagai hal mengenai
manajemen akses & amenitas ini sangat tergantung pada :
 Ketersediaan
 Kualitas fisik & Non Fisik
 Setting tata ruang
 Dukungan terhadap kegiatan wisata
 Kontribusi terhadap kebutuhan wisatawan

D. MANAJEMEN LINGKUNGAN
Merupakan tindakan pengelolaan lingkungan demi
keberlangsungan pariwisata itu sendiri. Hal demikian
berhubungan dengan :
 Keselamatan/ keamanan
 Kebersihan lingkungan
 Kualitas fisik lingkungan
 Kualitas sanitasi

E. MANAJEMEN KELEMBAGAAN
 Membangun jejaring pokdarwis dan desa wisata
 Konsep pengembangan desa wisata yang sejalan seiring
dengan “Jogja – Incorporated”

 Desa wisata dapat berkerjasama dengan ASITA, PHRI,


HPI, lembaga pendidikan, industri kerajinan dll dalam
bentuk forum kemitraan

F. PENYUSUNAN PAKET WISATA


a. Identifikasi potensi dan jalur terpadu

1) Identifikasi potensi

Laporan Akhir 10 - 5
 Sudah maju
 Sudah berkembang
 Baru mulai berkembang
2) Identifikasi jalur terpadu
 Poros dan jeruji
b. Analisis pasar dan preferensi wisatawan
1) Wisnus
2) Wisman
3) Produk tersaji
c. Pemekatan Produk (paket wisata)
1) Paket wisata berbasis alokasi waktu
2) Paket wisata berbasis tema
3) Paket wisata berbasis “event”
4) Paket wisata berbasis bauran
d. Pengelolaan dan pengembangan
1) Pengelola
2) Produk yang ditawarkan
3) Contact person/address
4) Promosi/ pemasaran (channel/outlet pemasaran)

G. PRODUK HUKUM
Perlunya mengagas produk hukum desa wisata, dengan
penyelenggaraan loka karya. Hal ini diperlukan untuk
menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dalam
pengembangan desa wisata, khususnya di DIY

Laporan Akhir 10 - 6

Anda mungkin juga menyukai