Anda di halaman 1dari 99

PENYUSUNAN MASTER PLAN

PUSAT RESTORASI DAN PEMBELAJARAN


MANGROVE (PRPM)
MANGROVE CENTER
KABUPATEN TANGERANG DI DESA KETAPANG KECAMATAN MAUK

DRAFT LAPORAN AKHIR

DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN
2016
Master Plan PRPM Kab. Tangerang 2
MASTER PLAN PUSAT RESTORASI DAN PEMBELAJARAN MANGROVE (PRPM)
KABUPATEN TANGERANG, DI DESA KETAPANG KECAMATAN MAUK

© DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KAB. TANGERANG 2016

Penyusun :
M. Arsyad Al Amin, M.Si
Dr. Dadan Mulyana
Wasisa Titi Ilhami, M.Si
Harkyo Hutri B.
S. Hari Mahardika, M.M

Komposisi dan Layout :


Peta : Harkyo HB
Photo : Harkyo HB
Layout & Cover : @rsyad @arsyad-PKSPL IPB

Sitasi : Al Amin, M.A, Dadan Mulyana, Wasisa Titie I, Harkyo Bs. 2016. Master
Plan Pusat Restorasi Dan Pembelajaran Mangrove (Mangrove Center)
Kabupaten Tangerang Di Desa Ketapang Kecamatan Mauk Tangerang

Dicetak tahun 2016 oleh DISKANLUT KAB TANGERANG.


Isi diluar tanggung-jawab percetakan

Master Plan PRPM Kab. Tangerang i


DAFTAR ISI

-0-
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mangrove adalah tumbuhan khas yang tumbuh pada tanah Aluvial di daerah pantai dan
sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut dan dicirikan oleh susunan
pohon membentuk suatu formasi pohon-pohon yang membentuk zonasi yang diriaikan
adanya pohon-pohon jenis Avicennia spp (Api-api), Soneratia spp (Pedada), Rhizophora spp
(Bakau), Bruguiera spp(Tancang), Lumnitzera (Tarumtum), Excoecaria (buta-buta),
Xylocarpus spp (Nyirih), dan Nypa fruticans (Nipah). Hutan Mangrove merupakan zona
peralihan antara ekosistem darat dan ekosistem laut yang memiliki nilai penting untuk
perlindungan pantai, penahanan endapan lumpur dan fungsi keseimbangan lingkungan.
Hutan Mangrove ini juga merupakan hutan tropis yang hidup dan tumbuh di sepanjang
pantai berlumpur, atau lempung, atau gambut, atau berpasir dan selalu digenangi oleh air
laut secara berkala dan mempunyai zona vegetasi yang sesuai dengan tempat tumbuhnya.
Indonesia termasuk pemilik hutan mangrove terbesar di dunia, baik dilihat dari luasan
ataupun kekayaan jenis serta flora dan fauna yang ada didalamnya (biodiversity). Berbagai
fungsi ekologi, sosial, ekonomi dan terakhir fungsi perlindungan dan pencegahan bencana
menjadi perhatian dunia.

Namun demikian, saat ini keberadaan hutan mangrove sangat memprihatinkan. Kerusakan
masal terjadi di hamir seluruhkawasan, bukan saja kota besar namun juga merambah hutan-
hutan mangrove yang masih perawan-pun kini terancam akibat kegiatan manusia mulai
diambil kayunya, konversi lahan untuk tambak, industri, pemukiman dan pengembangan
kota. Perlu upaya nyata berupa perlindungan mangrove. Perlindungan terhadap kawasan
pantai berhutan mangrove dilakukan untuk melestarikan hutan mangrove sebagai
pembentuk utama ekosisitem hutan mangrove dan tempat berkembangbiaknya berbagai
biota, di samping sebagai perlindungan pantai dari pengikisan air laut (Pasal 26, Keppres No.
32 Tahun 1990). Hutan mangrove merupakan jalur hijau daerah pantai yang mempunyai
fungsi ekologis dan sosial ekonomi, khususnya bagi masyarakat pesisir melalui pemanfaatan
hasil hutan kayu dan bukan kayu serta jasa lingkungannya. Secara fisik hutan mangrove
mampu memecah energi kinetik gelombang air laut sehingga berfungsi sebagai pelindung
pantai.

Manfaat lain ekosistem mangrove adalah mencegah banjir. Sayangnya banyak kawasan
hutan mangrove mengalami kerusakan, hal ini malah menyebabkan abrasi semakin parah
dan sudah menggerus pantai lebih dari 1.500 m pantai seperti terjadi di pantai utara
Kabupaten Tangerang (Ketapang, Muara dan Marga Mulya) dan banjir lokal di kawasan
pinggiran pantai, seperti terjadi di kawasan jalan tol menuju Bandara Internasional
Soekarno-Hatta. Pelestarian dan penanaman kembali hutan mangrove perlu dilakukan

1 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


untuk mencegah terjadinya abrasi, banjir dan bencana lainnya. Untuk itu sudah sangat
mendesak untuk dilakukan kembali restorasi dan rehabilitasi lahan pesisir yang dulunya ada.
Selain fungsi konservasi Rehabilitasi / Restorasi mangrove dapat juga diarahkan untuk
kegiatan lainnya seperti Pembuatan PRPM Mangrove yang sekaligus dapat difungsikan
sebagai tempat belajar tentang mangrove. PRPM merupakan salah satu langkah yang sangat
mungkin untuk dilakukan dalam kaitannya dengan konservasi khususnya konservasi ex-situ
mangrove.
PRPM dalam konteks ini diarahkan menjadi sebuah arboretum. Arboretum berasal dari
bahasa latin, arbor yang berarti pohon, dan retum yang berarti tempat. Sedangkan
arboretum menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai tempat berbagai
pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian, pendidikan, rekreasi, dan
konservasi ex-situ mangrove. Istilah PRPM sendiri pertama kali digunakan oleh John Claudius
Loudon pada tahun 1833, walaupun sebenarnya sudah ada konsepnya terlebih dahulu.
Melihat dari definisi, secara umum arboretum memiliki kegunaan sebagai tempat
mengkoleksi berbagai jenis pohon. Kawasan di Desa Ketapang yang akan didesain sebagai
PRPM ini, selanjutnya akan menjadi Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM)
Ketapang, karena terletak di desa Ketapang Kecamatan Mauk.

PRPM juga sangat layak untuk dijadikan objek wisata edukatif karena di dalamnya para
pengunjung dapat mempelajari beraneka ragam spesies flora dan bahkan fauna khas hutan
mangrove yang terdapat di dalam kawasan PRPP tersebut. Fungsi lain yang tidak kalah
menarik dan menjadi topik pembicaraan hangat di dalam era akhir-akhir ini adalah masalah
ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH) yang semakin minim dipantai utara Tangerang yang
makin menipis, yang bagi konservasi keanekaragaman hayati, mitigasi perubahan iklim,
serta daerah resapan air hal ini juga bisa diwujudkan melalui pembuatan PRPM. Ke depan
kawasan PRPM tersebut akan memiliki fungsi yaitu fungsi konservasi, fungsi edukasi,
fungsiekonomi dan fungsi mitigasi.
Agar keempat fungsi tersebut dapat direncanakan dengan baik, maka diperlukan suatu
perencanaan yang matang, untuk itu perlu disusun rencana induk (master plan)
pengembanan PRPM yang terpadu dan komprehensif sebagai acuan dalam pengembangan
kawasan.

penyusunan master plan ini merupakan salah satu unsur penting dari rencana
pembangunan suatu kawasan. master plan tersebut disusun guna menciptakan
pengembangan kawasan PRPM yang lebih fokus, terukur, dan terpadu serta berkelanjutan
dalam mengembalikan hutan mengrove yang hilang di Kabupaten Tangerang.

2 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


1.2 Maksud dan Tujuan

Masterplan PRPM dimaksudkan untuk menjadi panduan dalam pengembangan kawasan


mangrove secara terpadu (mangrove center) dalam menyediakan sarana dan prasarana
untuk penelitian, pendidikan, rekreasi, dan konservasi mangrove, serta untuk meningkatkan
ruang terbuka hijau (RTH) pesisir.

Tujuan penyusunan Master Plan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove adalah untuk
mendesain konsep pengembangan kawasan, rencana kawasan, rencana pengembangan
aktifitas di kawasan, rencana penanaman, indikasi biaya dan perspektif/illustrasi
pengembangan kawasan.

1.3. Keluaran

Dokumen Masterplan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove yang dapat menjadi
acuan dalam pengembangan PRPM di Desa Ketapang Kabupaten Tangerang.

3 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


II. METODOLOGI

2.1. Lingkup Pekerjaan

Ruang lingkup pekerjaan penyusunan master plan PRPM Ketapang sebagai berikut:
1. Observasi/Survei/Kunjungan Lapang
2. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan lokasi PRPM
3. Melakukan penyusunan dan penataan rencana konsep (conceptual plan) dan
menyusun detail desain lanskap sesuai dengan karakter tapak (site plan), serta
Melakukan penyusunan dan penataan rencana penanaman (Planting Plan) di
kawasan PRPM
4. Penyusunan rencana pengelolaan PRPM berbasis masyarakat, menentukan tata cara
pemanfaatan dan tata cara pengawasan termasuk didalamnya pelatihan
manajemen/pengelolaan arboretum
5. Reporting dan Presentasi perkembangan pelaksanaan kegiatan.

2.3. Metode

2.3.1. Variabel yang Diukur

Variabel diukur yang dalam studi adalah sebagai berikut:

 Topografi dan morofologi lahan


 Tutupan lahan
 Identifikasi jenis vegetasi, tingkat kerapatan, dominansi jenis, keseragaman (indeks
biodiversity) sebagai bagian dari variabel vegetasi/flora, danIdentifikasi jenis satwa
sebagai variabel fauna.

2.3.2. Metode Analisis

2.3.2.1. Identifikasi Biodiversity

a. Prosedur Sampling/Penarikan Contoh


Teknik penarikan contoh yang dilakukan dalam kegiatan ini adalah sistem two stage cluster
sampling yang membagi jalur tracking menjadi beberapa unit analisis. Setiap satu unit
analisis memiliki karakteristik yang sama terutama kesamaan topografi dan sebaran
vegetasinya. Dari setiap unit analisis dapat dibagi lagi menjadi titik-titik analisis yang
dibangun berdasarkan tingkat peruntukan lahannya.

b. Analisis Kerapatan Vegetasi


Nilai kerapatan suatu vegetasi dapat dilihat menggunakan perhitungan nilai kerapatan jenis
dengan rumus sebagai berikut (Bengen, 2002):

4 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


ni
Di 
A

Keterangan :
Di = Kerapatan jenis (ind/m2)
ni = Jumlah total tegakan jenis i
A = Luas total area pengambilan contoh

c. Analisis Dominansi Vegetasi


Data vegetasi yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan formulasi metode petak
kuadrat untuk menghitung besarnya kerapatan (ind/ha), frekuensi, dominansi (m 2/ha),
Indeks Nilai Penting (INP) dan Keanekaragaman dengan menggunakan rumus yaitu:

1) Kerapatan Jenis
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan (K) =
Luas seluruh petak

Kerapatan suatu jenis


Kerapatan Relatif (KR) = x 100%
Kerapatan Total

2) Frekuensi
Jumlah petak terisi suatu jenis
Frekuensi (F) =
Jumlah seluruh petak

Frekuensi suatu jenis


Frekuensi Relatif (FR) = x 100%
Frekuensi seluruh jenis

3) Dominansi
Luas bidang dasar suatu jenis
Dominansi (D) =
Luas seluruh petak

Dominansi suatu jenis


Dominansi Relatif (DR) =
Dominansi total seluruh jenis

4) Indeks Nilai Penting (INP)

INP = Kerapatan relatif (KR) + Frekuensi Relatif (FR) (untuk semai dan
anakan)
INP = Kerapatan relatif (KR) + Frekuensi Relatif (FR) + Dominasi Relatif (DR)
(untuk pohon).

d. Analisis Keanekaragaman Hayati


1) Keanekaragaman Shannon-Wienner (Ludwig dan Reynold, 1988) :

5 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


n
s
  ni 
H '    i  ln  
i 1  N  N
dimana : H’ = indeks keragaman ni = nilai tiap individu ke-i
N = total individu s = jumlah jenis

2) Kekayaan jenis (species Richness) Margalef (Ludwig dan Reynold, 1988):


S 1
R
In n 
dimana : S = jumlah jenis
n = jumlah seluruh individu

e. Analisis Profil Arsitektur Tanaman


1. Pembuatan plot pengamatan
Pengukuran data kuantitatif kondisi vegetasi dilakukan dengan metode diagram
profil baik secara vertikal dan horizontal (Mueller-Dombois dan Ellenberg, 1974).
Dengan ukuran unit contoh 10 x 50 m pada tiap vegetasi. Gambar diagram profil
menggunakan skala 1:200 pada tiap vegetasi.
 Ditentukan secara purposive sampling komunitas hutan berdasarkan
keterwakilan ekosistem hutan mangrove yang akan dipelajari sebagai petak
contoh pengamatan profil.
 Dibuat petak contoh berbentuk jalur dengan arah tegak lurus kontur (gradien
perubahan tempat tumbuh) dengan ukuran lebar 10 m dan panjang 50 m,
ukuran petak contoh dapat berubah tergantung pada kondisi hutan.
 Dianggap lebar jalur (10 m) sebagai sumbu Y dan panjang jalur (50 m) sebagai
sumbu X.
 Diberi nomor semua tiang/pohon yang berdiameter > 5 cm yang ada di petak
contoh tersebut.
 Dicatat nama jenis pohon dan ukur posisi masing-masing pohon terhadap titik
koordinat X dan Y.
 Diukur diameter batang pohon setinggi dada, tinggi total, dan tinggi bebas
cabang, serta gambar bentuk percabangan dan bentuk tajuk.
 Diukur penutupan tajuk terhadap permukaan tanah dari sisi kanan, kiri, depan,
dan belakang terhadap pohon.
 Digambar bentuk profil vertikal dan horizontal (penutupan tajuk) pada kertas
milimeter dengan skala yang memadai.

2. Diagram Profil Arsitektur Vertikal


Diagram profil kerapatan vegetasi secara vertikal yaitu dengan cara mengukur tinggi
batang pohon dengan transek 10x50 m pada setiap stasiun pengamatan (Gambar 1).
6 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang
Gambar 1 Contoh Profil Vertikal (Ezwardi, 2009)

3. Diagram Profil Arsitektur Horizontal


Diagram profil kerapatan vegetasi secara horizontal yaitu dengan cara mengukur
diameter batang pohon dengan transek 10x50 m pada setiap stasiun pengamatan
(Gambar 2).

Gambar 2 Contoh Profil Horizontal (Ezwardi, 2009)

4. Profil Arsitektur tanaman Vertikal dan Horizontal

7 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


f. Analisis Tingkat Biodiversity Vegetasi
Standard baku untuk menentukan tingkat biodiversitas dari kawasan adalah sebagai berikut:

 Keanekaragaman hayati tinggi jika nilai H’ > 3


 Keanekaragaman hayati sedang jika H’ antara 1 – 3
 Keanekragaman hayati rendah jika H’ < 1

2.3.2.2. Penyusunan Design Lanscape PRPM


Dalam kegiatan ini dilakukan dengan melakukan pengukuran tapak (site) di lokasi
perencanaan, selanjutnya melakukan kerja designing dengan tahapan sebegai berikut :

a. Menyusun rencana konsep (conceptual plan)

Pengembangan lanskap kawasan mangrove untuk keiatan tertentu disesuaikan dengan


tujuan yang hendak dicapai serta sesuai dengan ikon dini lokasi. bertujuan untuk
menjadikan kawasan sebagai miniatur pesisir yang memilki greenbelt yang berfungsi
melindungi lingkungan pesisir sekitarnya serta memiliki nilai tambah untuk ekowisata.
Pengembangan lanskap ekowisata yang baik diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
masyarakat sekitar area sebagai user.

Conseptual plan disusun berdasarkan pengamatan lapangan, diskusi dengan stakeholders


dan hasil analisis dari berbagai data dan fakta yang dikumpulkan akan disusun suatu rencana
lanskap yang dikembangkan berdasarkan pertimbangan berikut:

 Melihat kondisi secara umum tanah dan air di tapak menunjukkan sesuai untuk
penggunaan lokasi (Rehabilitasi / Restorasi, ekowisata dan edutourism)

 Pengembangan kawasan ekowisata didasarkan pada posisi tapak di pesisir yang


berupa rtambak sehingga memiliki potensi untuk menjadi miniatur pesisir dengan
kawasan mangrove di sekelilingnya.

 Kawasan dapat dikembangkan untuk aktifitas edukasi sambil berekreasi, dengan


penekanannya lebih pada unsur edukasi untuk meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman dalam bidang perlindungan pesisir dengan mangrove serta mempelajari
adanya perikanan budidaya.

 Untuk mendukung suasana alami dan “hijau” di lokasi yang akan dikembangkan
maka dirancang berbagai fasilitas pendukungnya yang bersuasana alami/sederhana.

8 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


 Wisatawan, tidak hanya wisatawan umum, tetapi yang diharapkan adalah wisatawan
yang mau belajar tentang budidaya mangrove, perlindungan pesisir dengan
greenbelt baik dari masyarakat lokal atau masyarakat kelautan atau perikanan,
maupun wisatawan nusantara dan juga luar negeri.

 Masyarakat setempat harus merupakan bagian dari rencana pengembangan


ekowisata terutama untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan keramah tamahan
(hospitality) karena adanya kunjungan wisatawan. Masyarakat juga sudah
menyetujui diwujudkannya kecamatannya sebagai kawasan ekowisata.

b. Menyusun detail desain lanskap sesuai dengan karakter tapak (site plan)

Konsep ruang PRPM disesuaikan dengan kondisi eksisting lingkungan. Ruang PRPM dibagi
menjadi lima seperti terlihat pada block plan publik, yaitu ruang aktif untuk aktifitas sosial
untuk masyarakat sekitar (public area), ruang aktif untuk melihat seluruh kawasan (viewing
area) dan ruang rekreasi air (water recreation).

 Welcome Area merupakan area penerimaan yang ada sebagai pintu masuk ke
kawasan ekowisata. Area ini memberikan informasi tentang kawasan dan dapat
dilengkapi dengan kantor informasi bagi wisatawan agar wisatawan lebih mengerti
dan mudah untuk melakukan touring dan aktifitas ekowisata. Area ini umumnya
dilengkapi dengan beberapa fasilitas terkait informasi awal dan singkat tentang
kawasan mangrove antara lain dalam bentuk signates, pintu gerbang dan lainnya.

 Mangrove Area merupakan area ekowisata dimana wisatawan ataupun masyarakat


sekitar dapat mengamati dan merasakan udara yang sejuk dan nyaman berada di
hutan mangrove dengan berjalan kaki diatas deck kayu/ jembatan kayu maupun
dengan menggunakan perahu kecil serta mengamatinya dengan menara pengamat.

 Public Area merupakan area untuk memfasilitasi pengunjung maupun masyarakat


sekitar untuk melakukan aktifitas bersama seperti bersosialisasi dan duduk-duduk di
taman-taman sudut (pocket park) atau di lapangan bola.

 Viewing Area merupakan area untuk memfasilitasi pengunjung maupun masyarakat


sekitar untuk melihat kesejukan hutan mangrove dan menikmati suasana pesisir
dengan aktifitas gazebo apung serta bangku-bangku di bawah pohon.

9 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


 Water Recreation merupakan area untuk memfasilitasi pengunjung maupun
masyarakat sekitar untuk berwisata air dengan menggunakan perahu kecil untuk
menjelajah di ekowisata.

c. Menyusun dan penataan rencana penanaman (Planting Plan) di kawasan PRPM

Berdasarkan hal tersebut konsep utama pengembangan lanskap kawasan ini adalah untuk
menciptakan kawasan ekowisata berbasis greenbelt yang berkelanjutan, yang memiliki
tujuan mempertahankan fungsi ekologis dan fungsi sosial. Pengembangan greenbelt akan
melindungi kawasan secara ekologis, sedangkan ruang-ruang publik yang sudah ada tetap
dihadirkan dengan nuansa lanskap yang baru dan berbeda, dilengkapi dengan beberapa
aktifitas wisata yang menarik sehingga masyarakat dapat merasakan kenyamanan dengan
kondisi lingkungan yang bersih dan hijau.

d. Rencana Pengembangan Aktifitas dan Fasilitas

Aktifitas dan fasilitas utama yang akan dikembangkan di kawasan harus teridentifikasi sesuai
dengan kondisi kawasan dan rencana ini harus termaktub dalam rencana agar mendapatkan
legitimasi prencanaan, sehingga dapat dibiayai. Rencana kegiatan dapat berupa list kegiatan
seperti tabel 1 atau berupa activity plan.

e. Rencana Penanaman

Penyusunan rencana penanaman disesuaikan dengan kondisi lokasi dan tujuan


penanamanya. Untuk penentuan kondisi lokasi, mengacu kepada hasil analisis kualitas tanah
di lokasi kandungan dilihat dari N,P,K dan Pirit sebagai inikator kesuburan dan kesesuaian
lahan dalam kondisi cukup baik, lahan cukup sesuai untuk tanaman pesisir seperti tersebut
di atas. Jika tujuanya hanya Rehabilitasi / Restorasi saja, maka haruslah tanaman asli lokasi
agar visibilitas dan daya tumbuhnya tinggi, sehingga Rehabilitasi / Restorasi cepat berhasil.
Namun jika tujuanya sekaligus untuk pengayaan dan pengeawetan jenis (arboretum) maka
dapat mengambil dari luar daerah. Kerja-kerja desain seperti diatas dijalankan dengan
perangkat komputer oleh seorang ahli lansekap pesisir.

2.3.2.3. Penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Keanekaragaman Hayati

Langkah awal dalam penyusunan rencana strategis pengelolaan keanekaragaman hayati


adalah fokus kepada review datasekunder seperti program-program terkait dengan
pengelolaan dan atau perlindungan keanekaragaman hayati yang telah dilakukan oleh
pemerintah, kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat, selanjutnya adalah melakukan
survei cepat (rapid assesment) di lokasi dan melakukan indepth interview untuk
mengumpulkan isu dan permasalahan utama dilapangan.

10 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Data informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisa dengan menggunakan pendekatan
DPSIR. DPSIR (Driving Force-Pressure-State-Impact-Response) merupakan suatu kerangka
umum untuk mengorganisir informasi tentang keaadaan lingkungan. Kerangka berpikir
dalam proses DPSIR merupakan model analitik, siklus DPSIR memberikan konteks yang
general dan dapat di terapkan pada berbagai masalah. Analisis DPSIR terdiri dari 5 bagian
yaitu:

 Driving Force (faktor pemicu); Menjelaskan tentang isu-isu penting yang sedang
berkembang di lapangan
 Pressure (tekanan); kegiatan yang menjadi objek yang menyebabkan tekanan, baik
tekanan positif maupun negatif.
 State (Kondisi eksisting); State menjelaskan mengenai apa yang terjadi dan keadaan
llingkungan pada saat ini.
 Impact (dampak); Merupakan dampak yang timbul dengan adanya isu dan
penangulangan isu.
 Response (tanggapan); Adalah apa saja yang harus dilakukan untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang terjadi dengan melibatkan stakeholders.

Dari analisis DPSIR, yang bermuara kepada alternatif response yang bisa dilakukan untuk
menjawab permasalahan yang terjadi, alternatif-alternatifresponse tersebut diturunkan dan
dijabarkan lagi menjadi suatu kerangka pengelolaan kawasan yang didalamnya terdapat
tujuan dari kegiatan pengelolaan kawasan, output/hasil yang diharapkan serta program
kegiatan apa saja yang dapat dilakukan (jangka pendek-menegah-panjang). Agar dalam
pelaksanaannya bisa dipantau, indikator yang jelas dan terukur harus disertakan untuk
melengkapi kerangka kegiatan pengelolaan kawasan tersebut.

11 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Tabel 2. Contoh Pembuatan Matriks Rencana Pengembangan

Tahun
Rencana / Kegiatan
1 2 3 4 5

12 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


3. PROFIL WILAYAH
3.1. Lokasi

Lokasi PRPM mangrove Kabupaten Tangerang berada di Desa Ketapang Kecamatan Mauk
dengan luas kurang lebih 12 ha, dan akan ditambah luasnya jika memungkinkan. Lahan
adalah milik negara yang dikelola oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang,
berbatasan dengan Desa Marga Mulya, yang merupakan daerah dengan tingkat abrasi
sangat tinggi.

Kabupaten Tangerang adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Banten yang posisinya berada
di bagian Timur Provinsi Banten. Secara geografis terletak pada koordinat 106°20’-106°43’
Bujur Timur dan 6°00’-6°00’20’ Lintang Selatan. Kabupaten ini terletak pada posisi geografis
cukup strategis dengan batas-batas administrasi wilayah lain sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Laut Jawa (garis pantai ± 50 Km²)


 Sebelah Timur : Kota Tangerang dan DKI Jakarta
 Sebelah Selatan : Kabupaten Bogor dan Kota Depok
 Sebelah Barat : Kabupaten Serang dan Lebak.

Luas wilayah Kabupaten Tangerang total adalah 959,61 Km² atau 95.961 hektar. Wilayah ini
di bagian utara dibatasi oleh Teluk Jakarta dan Laut Jawa dengan garis pantai sepanjang ± 51
kilometer. Jarak antara Kabupaten Tangerang dengan pusat pemerintahan Republik
Indonesia (DKI Jakarta) sekitar 30 km, yang bisa ditempuh selama 1 jam. Keduanya
dihubungkan dengan lajur lalu lintas darat bebas hambatan (tol) Jakarta-Merak yang
menjadi jalur utama lalu lintas perekonomian antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera.

Kedudukan geografis yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta menjadi salah satu
potensi Kabupaten Tangerang untuk berkembang menjadi daerah penyangga Ibukota
Jakarta. Secara geografis menjadi pintu gerbang untuk hubungan Provinsi Banten dengan
Provinsi DKI Jakarta. Kedekatan dengan Ibukota dan sebagai pintu gerbang antara Banten
dan DKI Jakarta maka akan menimbulkan interaksi yang menumbuhkan fenomena
interdepedensi yang kemudian berdampak pada timbulnya pertumbuhan pada suatu
wilayah. Sebagai bentuk efek pertumbuhan wilayah, trickling down dan backwash effect,

13 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


sehingga terjadi bentuk hubungan yang sinergis.

Wilayah Kabupaten Tangerang terdiri dari daratan dan perairan dengan luas wilayah total
sebesar 95,961 Ha atau 959,61 Km2, dengan panjang garis pantai ± 51 Km. Jumlah
kecamatan yang dimiliki Kabupaten Tangerang, sebanyak 29 Kecamatan, terdiri 8
kecamatan pesisir dan 21 non pesisir (daratan). Luas terbesar berada di Kecamatan Rajeg
yaitu sebesar 5.370 Ha atau 5,60 % dari luas wilayah Kabupaten Tangerang, sedangkan
kecamatan yang memiliki luas terkecil yaitu Kecamatan Sepatan yaitu 1.732 Ha atau 1,80 %.
Kabupaten Tangerang terbagi ke dalam 29 kecamatan, 28 Kelurahan dan 246 desa dengan
pusat pemerintahan berada di Kecamatan Tigaraksa. Secara rinci, luas dan jumlah
administrasi pemerintahan Kabupaten Tangerang Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Wilayah Administrasi Kabupaten Tangerang

Luas Wilayah
No. Kecamatan Keterangan
( Km2 )

1 Cisoka 26.98 Non pesisir

2 Solear 29.01 Non pesisir

3 Tigaraksa 48.74 Non pesisir

4 Jambe 26.02 Non pesisir

5 Cikupa 42.68 Non pesisir

6 Panongan 34.93 Non pesisir

7 Curug 27.41 Non pesisir

8 Kelapa Dua 24.38 Non pesisir

9 Legok 35.13 Non pesisir

10 Pagedangan 45.69 Non pesisir

14 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Luas Wilayah
No. Kecamatan Keterangan
( Km2 )

11 Cisauk 27.77 Non pesisir

12 Pasar Kemis 25.92 Non pesisir

13 Sindang Jaya 37.15 Non pesisir

14 Balaraja 33.56 Non pesisir

15 Jayanti 23.89 Non pesisir

16 Sukamulya 26.94 Non pesisir

17 Kresek 25.97 Non pesisir

18 Gunung Kaler 29.63 Non pesisir

19 Kronjo 44.23 Kecamatan Pesisir

20 Mekar Baru 23.82 Kecamatan Pesisir

21 Mauk 51.42 Kecamatan Pesisir

22 Kemiri 32.7 Kecamatan Pesisir

23 Sukadiri 24.14 Kecamatan Pesisir

24 Rajeg 53.7 Non pesisir

25 Sepatan 17.32 Non pesisir

26 Sepatan Timur 18.27 Non pesisir

27 Pakuhaji 51.87 Kecamatan Pesisir

28 Teluknaga 40.58 Kecamatan Pesisir

15 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Luas Wilayah
No. Kecamatan Keterangan
( Km2 )

29 Kosambi 29.76 Kecamatan Pesisir

Jumlah 959.61

Sumber : Kabupaten Tangerang Dalam Angka, BPS Tahun 2013

Dari tabel 3.1 di atas, diketahui bahwa jumlah kecamatan pesisir di Kabupaten Tangerang
berjumlah 8 (delapan) kecamatan yaitu Kecamatan Kosambi, Teluk Naga, Pakuhaji, Sukadiri,
Mauk, Kemiri, Kronjo dan Mekarbaru, dimana jumlah desa pesisir yaitu desa yang
berbatasan dengan pantai berjumlah 25 Desa pesisir (peta disajikan pada Gambar 2.1).

Perkembangan penduduk yang cepat serta melimpahnya kegiatan industri dan pemukiman
ke wilayah Kabupaten Tangerang mengakibatkan banyak terjadi pergeseran lahan.
Kecenderungan yang terjadi adalah beralihnya fungsi lahan, untuk itu perlu mendapatkan
perhatian mengenai keseimbangan antara fungsi kawasan lindungan dan kawasan budidaya
serta aspek kesesuaian lahan. Penggunaan lahan di Kabupaten Tangerang saat ini meliputi
penggunaan untuk kawasan lindung dan penggunaan lahan untuk kawasan budidaya.

16 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Surya Tanjung Pasir
Lontar Ketapang
Karang bahari Salembar
Kronjo Serang Tanjung an Jaya
Jenggo Marga Tanjun Sukawa Burung Muara
Mulya g Anom Lem Kosambi
Pagedanga Kohod Barat
n Ilir
Muncun
Salembara
n Jati
Krama

Kosambi
Karang Timur
Anyar Patramanggal

Mauk Dadap
Barat

Gambar 2.1. Peta Desa-desa Pesisir Kabupaten Tangerang


-17-
3.2. Kondisi Ruang Fisik
3.2.1. Topografi
Sebagian besar wilayah Kabupaten Tangerang merupakan dataran rendah, yang memiliki
topografi relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0 - 3%. Ketinggian wilayah
antara 0 - 85 m di atas permukaan laut. Secara garis besar terdiri dari 2 (dua) bagian,
yaitu (1) dataran rendah dibagian utara dengan ketinggian berkisar antara 0-25 meter
diatas permukaan laut, yaitu Kecamatan Teluknaga, Mauk, Kemiri, Sukadiri, Kresek,
Gunung Kaler, Kronjo, Mekarbaru, Pakuhaji, Sepatan dan Sepatan Timur, (2) dataran
tinggi di bagian tengah ke arah selatan dengan ketinggian antara 25 – 85 meter di atas
permukaan laut. Kemiringan tanah rata-rata 0-8 % menurun ke utara.

3.2.2. Penggunaan Lahan

Perkembangan penduduk yang cepat serta melimpahnya kegiatan industri dan


permukiman ke Wilayah Kabupaten Tangerang mengakibatkan banyak terjadi pergeseran
tata guna lahan. Kecenderungan yang terjadi adalah beralihnya fungsi lahan, untuk itu
perlu mendapatkan perhatian mengenai keseimbangan antara fungsi kawasan lindung
dan kawasan budidaya serta aspek kesesuaian lahan. Penggunaan lahan di Kabupaten
Tangerang saat ini meliputi penggunaan untuk kawasan lindung dan penggunaan lahan
untuk kawasan budidaya. Penggunaan lahan untuk kegiatan lindung meliputi sempadan
pantai, danau/situ, dan sempadan sungai. Sedangkan penggunaan lahan untuk kegiatan
budidaya meliputi perumahan perkotaan, perumahan perdesaan, perdagangan dan jasa,
zona industri, kawasan industri, pertanian irigasi teknis, pertanian tadah hujan, kebun
campuran, tegalan, perikanan (tambak), hutan, dan lain-lain. Penggunaan tanah eksisting
di Wilayah Kabupaten Tangerang terdiri dari :

Penggunaan lahan untuk kawasan lindung meliputi sempadan pantai, danau/situ, dan
sempadan sungai. Sedangkan penggunaan lahan untuk kegiatan budidaya meliputi
perumahan perkotaan, perumahan perdesaan, perdagangan dan jasa, zona industry,
kawasan industri, pertanian irigasi teknis, pertanian tadah hujan, kebun campuran,
tegalan, perikanan (tambak), hutan dan lain-lain.

18 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Penggunaan lahan eksisting di wilayah Kabupaten Tangerang terdiri dari lahan terbangun
27.117 Ha dan lahan non terbangun 70.706 Ha. Luas kawasan lindung 1.591,58 Ha, hutan
mencapai luas 1.502 Ha, kawasan permukiman dengan luas sekitar 44.568,42 Ha dengan
penggunaan lahan yang paling besar, kawasan industri memiliki luas 2.059 Ha yang
merupakan penggunaan lahan yang jadi andalan bagi Kabupaten Tangerang, lahan sawah
irigasi teknis dengan luas 30.809 Ha yang tersebar di wilayah Utara Kabupaten Tangerang
dan sebagian wilayan Selatan Kabupaten Tangerang.

Tabel 3.2. Pengunaan Lahan Eksisting Kabupaten Tangerang

Pemanfaatan Ruang Luas Wilayah ( Ha ) Persentase

Lahan Terbangun

Kawasan permukiman perkotaan 4.575 4,68%

Kawasan permukiman perdesaan 18.624 19,04%

Zona indutri 2.059 2,10%

Kegiatan perdagangan 936 0,95%

Jasa 923 0,94%

Lahan Non Terbangun

Sawah irigasi teknis 30.809 31,49%

Sawah tadah hujan 14.958 15,29%

Kebun campuran 8.681 13,08%

Tegalan 4.128 8,87%

Rawa 2.917 2,98%

19 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Pemanfaatan Ruang Luas Wilayah ( Ha ) Persentase

Tambak 2.175 2,22%

Hutan 1.502 1,53%

Penggunaan lain 5.536 5,66%

Sumber : Profil Daerah Kabupaten Tangerang, 2014

Karakter perkembangan kawasan terbangun Kabupaten Tangerang tidak lepas dari


keberadaan Kabupaten Tangerang yang berada pada perlintasan pergerakan
antar wilayah serta jaringan jalan regional yang menghubungkan kota kota utama di
Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat. Sebagai konsekuensinya kawasan
terbangun yang mencakup permukiman perkotaan, permukiman perdesaan, perdagangan
dan jasa, zona industri, kawasan industri dan fasilitas umum cenderung berkembang
mengikuti pola jaringan jalan utama (linier). Sejalan kondisi tersebut maka perkembangan
Kabupaten Tangerang terjadi secara linier dengan titik orientasi perkembangan pada
simpul poros jalur Lintas Tengah (poros Serang - Grogol) (terkonsentrasi pada pusat kota),
sehingga distribusi kepadatan penduduk dan kepadatan bangunan tidak merata. Hal ini
menyebabkan tidak optimalnya pelayanan kota (kesenjangan perkembangan kegiatan di
bagian tengah (pusat kabupaten) dan selatan dengan bagian utara, terjadi konflik
pemanfaatan ruang terbangun dan sebagainya. Pola pengembangan fisik/tata guna lahan
saat ini berupa pola ekstensifikasi dan intensifikasi. Pola intensifikasi lebih banyak
dijumpai pada daerah terbangun di pusat-pusat kegiatan/pusat kota, sedangkan pola
ekstensifikasi dijumpai pada daerah-daerah pinggiran kota atau daerah transisi. Melihat
visi dan misi Kabupaten Tangerang serta fungsi yang berkembang saat ini yang
menekankan kepada kegiatan industri akan menimbulkan konsekuensi meningkatnya
aktivitas penduduk. Peningkatan kegiatan tanpa dimbangi dengan pelayanan sarana dan
prasarana yang memadai akan menimbulkan berbagai permasalahan yang saling
berkaitan.

20 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


3.2.3. Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir Kabupaten Tangerang merupakan pertemuan antara dua ekosistem yang
berbeda, yakni ekosistem Laut Jawa dan ekosistem daratan Kabupaten Tangerang. Dua
perbedaan ekosistem ini menunjukkan adanya perbedaan flora dan fauna. Dimana Laut
Jawa merupakan ekosistem laut yang dalam dengan berbagai macam flora dan fauna
lautnya, sedangkan daratan terdiri atas flora dan fauna daratan yang juga adanya dampak
kegiatan manusia kepada wilayah ini.

Wilayah pesisir Kabupaten Tangerang terdiri atas delapan kecamatan yang memiliki
wilayah pesisir, dimana total panjang pantai wilayah ini adalah 51 Km. Terdapat 2 teluk
pada wilayah ini yakni Teluk Tanjung Anom/Karang Serang di Kecamatan Mauk dan
Tanjung Burung (P.Betingan) di Kecamatan Teluknaga. Wilayah pesisir Kabupaten
Tangerang dibentuk oleh beberapa penggunaan lahan antara lain, hutan bakau
(mangrove), muara sungai besar, permukiman nelayan dan tambak. Pada umumnya
landai dengan ketinggian mulai dari 1-10 m dpl. Kelandaian ini menyebabkan lahan
pesisir mudah digenangi air pasang (rob). Keadaan tanah yang relatif tidak tahan
terhadap erosi menyebabkan pantai utara Kabupaten Tangerang rawan erosi.

Luas kawasan pesisir berdasarkan administrasi kecamatan yang ada di Kabupaten


Tangerang yakni mencapai 298,52 Km2 disertai dengan dominasi penggunaan lahan
sebagai kawasan pertanian, pertanian kering, tambak, hutan lindung mangrove, dan
permukiman berkepadatan rendah membuat kawasan pesisir ini memiliki potensi yang
kuat dalam pendukung pemenuhan kebutuhan penduduknya. Apalagi dikaitkan dengan
peranannya dalam menerima perkembangan pusat Ibukota Jakarta terutama di
Kecamatan Kosambi, Teluknaga dan Pakuhaji yang langsung berdekatan dan berbatasan
dengan Kota Tangerang. Kabupaten Tangerang akan terus mengalami perkembangan
pembangunan dan tekanan terhadap wilayah kawasan pesisir akan terus terjadi.

Wilayah perairan laut Kabupaten Tangerang merupakan fishing ground bagi sebagian
sumberdaya ikan, baik pelagis maupun demersal. Fishing Ground tersebut berada di
sekitar PPI Kronjo yang diarahkan untuk menjadi PPI tipe A sebagai pemenuhan pelayanan
yang fishing ground atau daerah penangkapan di laut Jawa, Selat Sunda dan Sumatera

21 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


bagian selatan disamping sebagai penyaing kompetitif Jakarta. Hasil tangkapan ikan
tersebut dijual untuk kebutuhan lokal dan ekspor, sehingga potensi ini merupakan
andalan utama bagi wilayah pesisir untuk dapat terus berkembang. Berdasarkan data dari
Perikanan dan Kelautan Kabupaten Tangerang pada tahun 2007, produksi perikanan
mengalami peningkatan sebesar ± 0,8% dari produksi Tahun 2006 yaitu dari 29.944 ton
menjadi ± 30.170,8 ton. Selain itu untuk meningkatkan hasil budidaya perikanan di
Kabupaten Tangerang telah dibangun sarana dan prasarana diantaranya Unit Pelaksana
Teknis Dinas (UPTD) Balai Benih Ikan (BBI) di Desa Sukamulya Kaliasin Kecamatan Balaraja
dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Saat ini terdapat 5 (lima) tempat pelelangan ikan
diantaranya TPI Kronjo di Kecamatan Kronjo, TPI Benyawakan di Kecamatan Kemiri, TPI
Citius di Kecamatan Pakuhaji, TPI Tanjung Pasir di Kecamatan Teluknaga, TPI Dadap di
Kecamatan Kosambi. Juga terdapat Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI) di Kronjo, Cituis, dan Tanjung Pasir. Selain itu juga terdapat
investasi swasta untuk industri hatchery udang, diantaranya di Kecamatan Teluknaga,
desa Tanjung Pasir PT. Pasir Mas Perkasa, CV Lautan Windu, PT. Hurang Jaya Makmur dan
CV. Anugrah. Perkembangan produksi penangkapan ikan di laut pada tahun 2007
mengalami kenaikan sebesar 5,0% dari produksi tahun 2006 yaitu dari 16.597,6 ton
menjadi 17.426,0 ton. Produksi penangkapan Ikan di perairan umum pada tahun 2006
mengalami kenaikan sebesar 1,6 % dari produksi tahun 2007 yaitu dari 126,6 ton menjadi
128,6 ton.

Mangrove yang berkembang dengan baik akan memberikan fungsi dan keuntungan yang
besar, baik untuk mendukung sumberdaya perikanan laut dan budidaya, memberi
pasokan bahan bangunan dan produk-produk lain, maupun untuk melindungi pantai dari
ancaman erosi. Potensi mangrove di Kabupaten Tangerang mengalami penurunan sangat
drastis dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, sebagai akibat konversi dan pembabatan
hutan mangrove yang tidak terkendali. Saat ini, hanya sekitar + 122 Hektar. Menumbuh-
kembangkan luasan mangrove merupakan tantangan bagi masyarakat Kabupaten
Tangerang, untuk meningkatkan manfaat mangrove bagi kehidupan.

22 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Vegetasi mangrove di Kabupaten Tangerang biasanya berasosiasi dengan terumbu karang
dengan spesies utama Rhizophora mucronata. Pada lahan yang baru terbentuk Api-api
(Avicennia marina dan Avicennia alba). Di daerah hulu umumnya tumbuh Nipah (Nypa
fruticans), Pedada (Sonneratia caseolaris) dan Xylocarpus granatum, sedangkan di daerah
muara umumnya adalah Buta-buta (Bruguiera parviflora dan Excoecaria agallocha).
Fauna penting yang ada di kawasan pesisir dan pulau Cangkir adalah fauna air seperti
ikan, udang, kerang dan sebagainya, serta kelompok hewan darat seperti jenis-jenis
insekta, reptilia, amphibia, mamalia dan burung, kepiting bakau (Scylla serrata), udang
dan berbagai jenis ikan.

Potensi terumbu karang di Kabupaten Tangerang terdapat di Karangserang dan Kronjo.


Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem yang khas terdapat di daerah tropis.
Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsium karbonat di laut
yang dihasilkan terutama oleh hewan karang. Karang adalah hewan tak bertulang
belakang yang termasuk dalam Filum Coelenterata (Hewan Berongga) atau Cnidaria.
Karang terbagi atas 2 (dua) kelompok yaitu karang yang membentuk terumbu (karang
hermatifik) dan karang yang tidak dapat dapat membentuk terumbu (karang
ahermatipik). Terumbu karang berdasarkan Teori Penenggelaman memiliki 3 (tiga) jenis
yaitu terumbu karang tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef) dan
terumbu karang atol (Atolls). Wilayah perairan Kabupaten Tangerang memiliki 2 (dua)
daerah terumbu karang yaitu Karang Serang, Kecamatan Sukadiri dan di Desa
Kronjo, Kecamatan Kronjo. Kabupaten Tangerang juga memiliki kawasan lindung.
Kawasan hutan lindung ini terdapat di Kabupaten Tangerang dikelola oleh Perum
Perhutani Unit III Jabar Banten-KPH Bogor seluas kurang lebih 1.576 ha tersebar di
Kecamatan Kronjo, Kecamatan Kemiri, Kecamatan Mauk, Kecamatan Pakuhaji, Kecamatan
Teluknaga,dan Kecamatan Kosambi. Kawasan hutan lindung ini sebagian besar lokasinya
sudah menjadi laut dan tambak dan hanya sebagian kecil yang masih berupa hutan bakau.
Selain itu, di wilayah Kabupaten Tangerang juga sudah disiapkan kawasan minapolitan
yakni rencana pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Kronjo seluas lebih
kurang 880 hektar.

23 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


3.2.4. Hidro-oseanografi
A. Pasang Surut

Data oseanografi bersumber dari data pengamatan pasang surut yang dilakukan oleh
PPPGL Kementerian ESDM, pengamatan pasang surut selama 15 hari. Kondisi pasang
surut pantai utara Jawa bagian barat memiliki kecendrungan nilai yang sama, hal tersebut
disebabkan oleh pengaruh yang sama yang berasal dari Laut Jawa. Perhitungan data
pengamatan pasang surut perairan pesisir Kabupaten Tangerang dan sekitarnya (lokasi
pengamatan di belakang Klenteng Tanjung Kait) dilakukan dengan menggunakan bantuan
software.

Analisa yang dipakai adalah berdasarkan analisa konstanta harmonik dan non harmonik,
yang dikemukakan oleh Doodson dan Warburg (1941) dalam Ongkosono (1984), dimana
metoda selanjutnya dikembangkan oleh Hydrographic Department of Admiralty untuk
menghitung konstanta-konstanta harmonik pasang surut, yang kemudian disebut sebagai
Metoda Admiralty.

Hasil perhitungan akhir konstanta-konstanta harmonik pasang surut wilayah pesisir


Kabupaten Tangerang dan sekitarnya adalah tinggi permukaan laut rata-rata (mean sea
level) yang berada di atas titik nol rambu pengamat = 72 cm, sedang indeks formzal (F) =
3,53. Berdasarkan klasifikasi tipe pasang surut yang dihubungkan dengan index
formzalnya, dimana F>3, maka tipe pasang surut kawasan pesisir Kabupaten Tangerang
dan sekitarnya adalah tipe diurnal murni, dengan periode rata-rata = 24,8333 jam.

Selain untuk mendapatkan konstanta-konstanta harmonik dan tipe pasang surut, hasil
prediksi pengamat pasang surut ini digunakan sebagai koreksi untuk menentukan
kedalaman perairan di setiap titik pengukuran (rekaman echo sounder dan rekaman
seismik refleksi).

Lokasi Pengamatan :Tanjung Kait

Longitude :106o 31’ 30” BT

Latitude : 06o 01’ 04” LS

24 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Tanggal Pengukuran : 02-Feb-1988

Seri Pendek : 15 Piantan

B. Arus Laut

Pengukuran kecepatan dan arah arus terakhir dilakukan pada Tanggal 26 Agustus 2013
hingga 14 Oktober 2013 oleh Puslitbang Geologi Kelautan dengan nomor lembar 1210.
Lokasi lembar 1210 meliputi kawasan laut Kabupaten Tangerang hingga laut DKI Jakarta.
Berdasarkan pengukuran menggunakan alat Acoustic Current Doppler Profile (ADCP)
maka kecepatan arus tertinggi yang terekam terjadi pada tanggal 14 September.

Berdasarkan hasil pengukuran dan pemodelan numerik, maka dapat diketahui kecepatan
maksimum yang terjadi adalah 1,135 m/detik dengan rata-rata kecepatan arus 0,412
m/det. Sementara untuk arah dominan adalah barat menuju ke timur. Berdasarkan
rekaman ADCP dan pemodelan hidrodinamika maka dapat diketahui kecepatan arus
terbesar terjadi pada saat menjelang surut pada kondisi bulan baru.

C. Angin dan Energi Fluks Gelombang


Perhitungan energi fluks memanjang pantai tahunan di setiap titik peninjauan dilakukan
dengan menerapkan perhitungan analisa angin permukaan, yang dianggap sebagai faktor
utama di dalam pembentukan gelombang.

Arah angin permukaan tahunan yang digunakan sebagai titik tolak untuk memperkirakan
parameter-parameter gelombang di perairan Tangerang dan sekitarnya didominasi oleh
37,36% angin utara, 23,4% angin barat laut, 10,86% angin barat dan 8,73% angin timur
laut. Sedangkan angin permukaan dari arah lainnya dianggap kurang berpengaruh di
dalam proses pembentukan gelombang, hal ini dihubungkan dengan bentuk pantai di
daerah penyelidikan yang menghadap ke arah utara. Arah angin yang dominan ini
dianggap sebagai penyebab sistem gerakan air yang berada di dekat pantai. Karena
pergerakan angin tersebut merupakan gaya yang secara langsung dapat menimbulkan
gejala perubahan garis pantai. Akan tetapi besarnya pengaruh angin dominan ini
terhadap gerakan air sangat tergantung pada panjang tiupan angin (fetch) yang diukur
dari titik-titik peninjauan di pantai sampai ke daerah penghalang angin, maka harga

25 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


perkiraan parameter gelombang laut yang terdapat di perairan Tangerang dan sekitarnya
juga akan bervariasi, dimana harga tertinggi gelombang maksimumnya = 1,82 meter dan
periode gelombang maksimumnya = 5,1 detik.

D. Suhu dan Salinitas Air Laut


Perairan Kabupaten Tangerang sangat dekat dengan perairan DKI Jakarta dan perairan
Kabupaten Serang yang berarti kawasan ini tidak lepas dari pengaruh dinamika perairan
regional. Demikian pula suhu perairan, karakteristik suhu permukaan air laut pada
perairan utara Jawa memiliki nilai yang tidak jauh berbeda. Kisaran suhu bervariasi dari
25o – 32oC yang merupakan karakteristik dari perairan daerah tropis.

Selain itu, variasi kualitas air laut yang lainnya juga memiliki karakteristik yang tidak jauh
berbeda terutama untuk perairan yang memiliki banyak muara sungai dan bukan
merupakan perairan dalam. Nilai salinitas umumnya relatif rendah (<20 ppt). Perubahan
nilai salinitas di daerah muara dapat disebabkan oleh pengaruh pasang surut dan debit air
sungai yang sangat dipengaruhi oleh musim. Pada saat surut dan di saat musim hujan,
dengan debit air sungai yang besar maka nilai salinitas air laut di sekitar muara sungai
akan menurun, namun pada saat musim kemarau dan di waktu pasang maka nilai salinitas
akan naik.

E. Batimetri dan Morfologi Dasar Laut

Morfologi dasar laut di daerah penyelidikan dicirikan oleh adanya bentuk topografi dasar
laut yang menunjukkan landaian ke arah utara. Di samping itu juga ditemukan bentuk
punggungan dan relief yang agak bergelombang.

3.3. Kondisi Sosial Ekonomi

Jumlah penduduk Kab. Tangerang pada tahun 2013 berjumlah 3.157.780 jiwa terdiri dari
laki-laki sebanyak 1.617.690 jiwa dan perempuan 1.540.090 jiwa. Rasio penduduk
sebesar 104,96% penduduk 3 orang/km2 (BPS, 2014). Lapangan pekerjaan utama
penduduknya secara berurutan adalah di bidang industri (52,54%), jasa kemasyarakatan,
sosial dan perdagangan (39,97%) serta sekotor pertanian, perkebunan,kehutanan dan

26 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


perikanan menenpati urutan terkahir (7,49%). Penduduk usia kerja sejumlah 2.244.021
jiwa terdiri dari angkatan kerja 1.455.935 jiwa dan bukan angkatan kerja 788.086 jiwa.
Tingkat penggangguran terbuka di Kabupaten Tangerang sebesar 11,94 %.

Masyarakat di Kabupaten Tangerang menganut beberapa agama, mayoritas agama islam.


Hal tersebut tercermin dengan adanya tempat ibadah yang beragam, mulai
masjid,mushola, gereja, wihara dan kuil. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan
menjadi salah satu indikator pembangunan pendidikan sebuah wilayah. Jumlah sekolah
Kabupaten Tangerang tingkat TK sebanyak 313 unit, SD 921 unit, SMP 287 unit , SMA 131
unit dan SMK 140 unit.

Perkembangan penduduk yang cepat serta melimpahnya kegiatan industri dan


pemukiman ke wilayah Kabupaten Tangerang mengakibatkan banyak terjadi pergeseran
lahan. Kecenderungan yang terjadi adalah beralihnya fungsi lahan, untuk itu perlu
mendapatkan perhatian mengenai keseimbangan antara fungsi kawasan lindungan dan
kawasan budidaya serta aspek kesesuaian lahan. Penggunaan lahan eksisting di wilayah
Kabupaten Tangerang terdiri dari lahan terbangun 27.117 Ha dan lahan non terbangun
70.706 Ha. Luas kawasan lindung 1.591,58 Ha, hutan mencapai luas 1.502 Ha, kawasan
permukiman dengan luas sekitar 44.568,42 Ha dengan penggunaan lahan yang paling
besar, kawasan industri memiliki luas 2.059 Ha yang merupakan penggunaan lahan yang
jadi andalan bagi Kabupaten Tangerang. Lahan pertanian seluas 95,708 Ha, terdiri dari
lahan sawah 39,177 Ha dan lahan kering 56,731 Ha.

Keadaan jalan setiap tahunnya terus dilakukan peningkatan baik kuantitas maupun
kualitasnya. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Tangerang pada tahun 2010 terdiri dari
Jalan Nasional sepanjang 27,93 Km, Jalan Provinsi sepanjang 114,44 Km, dan 990,62 Km
merupakan jalan kabupaten yang terbagi menjadi 293 ruas dan jalan desa 640,93 Km.
kondisi jalan tersebut pada umunya baik mencapai 431,47 Km (43,6%), sedang 142,58 Km
(14,4%) dan rusak ringan mencapai 188,04 Km (19%) dan rusak berat 227,53 Km (23%).
Jaringan jalan paling strategis terletak pada jalan bebas hambatan, yaitu Jakarta-Merak
yang memiliki panjang 100 Km, mulai dari Tol Tomang di Jakarta s.d di Merak, Cilegon.

27 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Layanan jaringan listrik di Kabupaten Tangerang dilakukan melalui sistem
penyediaan/penambahan daya terpasang dengan penyediaan/penambahan tiang dan
gardu listrik pembagi pada lokasi-lokasi pengembangan perumahan maupun
pengembangan kegiatan lainnya, dimana pengelolaan secara teknis dilakukan oleh PT.
PLN cabang Kabupaten Tangerang. Pelayanan listrik di Kabupaten Tangerang cukup baik
dilihat dari jenis pelayanan yang ada. Prasarana penerangan di bagian kota hampir
seluruhnya dilalui jaringan listrik. Penebaran jaringan listrik yang telah ada umunya
melayani semua kecamatan di Kabupaten Tangerang. Kabupaten Tangerang juga dilalui
oleh jaringan listrik tegangan tinggi (sutet), tepatnya di Desa Lontar, Kecamatan Kemiri.

Kebutuhan air di Kabupaten Tagerang sebagian besar bersumber dari pompa air, yaitu
sebanyak 47,37% dari seluruh rumah tangga yang ada. Air ledeng atau PAM baru
mencapai 20,5%. Kondisi yang memprihatinkan diperlihatkan banyaknya rumah tangga
yang masih menggunakan sumber air hujan untuk keperluan masak/minum, yaitu
sebanyak 0,96% terutama di daerah Pantai Utara yang masih terbatas saluran air PAM,
dikarenakan kondisi air tanah yang kurang baik.

Telekomunikasi di Kabupaten Tangerang berkembang dengan cepat, hal tersebut ditandai


dengan pembangunan menara-menara komunikasi (Pemancar/BTS). Sehingga diperlukan
pengaturan-pengaturan mengenai letak dan jumlah pemancar yang ada, agar lebih
optimal dan tidak menggunakan lahan yang produktif dan tidak mempengaruhi kesediaan
lahan yang ada. Untuk kebutuhan sambungan pada masa yang akan datang diperkirakan
akan mengalami penambahan sambungan yang cukup banyak, mengingat pertumbuhan
Kabupaten Tangerang yang relative cepat, khususnya untuk kegiatan perkantoran,
perumahan, perdagangan dan jasa.

Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tangerang tahun 2013 tumbuh mencapai 6,11%,
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5,80% (BPS, 2014a).
Pertumbuhan yang meniggkat disebabkan beberapa hal diantanranya adalah
pertumbuhan sektor industri pengolahan yang meningkat sebesar 5,46% dibandingkan
tahun sebelumnya sebesar 4,46%. Disusul oelh sector pengangkutan dan komunikasi serta
pertanian yang pertumbuhannya meningkat dari tahun sebelumnya dengan nilai masing-

28 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


masing sebesar 7,25% dan 10,06%. Ketiga sector ini merupakan sector terbesar
peranannya dalam perekonomian Kabupaten Tangerang, sehingga secara langsung
mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi wiayah ini.

Pendapatan daerah regional bruto (PDRB) Kabupaten Tangerang pada tahun 2013
mengalami pertumbuhan yang positif, yang paling cepat pada sektor tersier (
perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan, komunikasi, keuangan dan jasa-jasa) yaitu
sebesar 9,95 %, urutan kedua pada sektor primer (pertanian, pertambanga dan
penggalian) sebesar 7,2 % dan terkahir sektor sekunder (industri pengolahan, listrik, gas ,
air dan bangunan) sebesar 4,66 %. Dengan demikian menggambarkan bahwa Kabupaten
Tangerang bukan lagi menggantungkan perekonomiannya dari sektor agraris melainkan
dari sector perdagangan dan jasa. Peranan sector pertanian terhadap pebentukan PDRB
Kabupaten Tangerang lima tahun terakhir cenderung fluktuatif, menurun di tahun 2011
sebesar 11,02%, namun dua tahun terakhir terus meningkat dari tahun 2012 sebesar
11.06% menjadi 11,17% pada tahun 2013.

PDRB per kapita Kabupaten Tangerang pada tahun 2013 mencapai Rp 16,13 juta lebih
tinggi disbanding tahun sebelumnya sebesar Rp 14,61 juta. Nialt menunjukkan bahwa
penduduk Kabupaten Tangerang secara umum sudah dapat dikatakan cukup. Namun
demikian peningkatan pendapatan per kapita secara keseluruhan belum sepenuhnya
diikuti oleh peningkatan pendapatan secara parsial terutama masyarakat pesisir yang
menggantungkan hidupnya pada perikanan. Terdapat kecenderungan semakin
menurunnya hasil tangkapan nelayan yang berakibat pada berkurangnya tingkat
pendapatan nelayan.

3.4. Kegiatan Perikanan

3.4.1. Perikanan Tangkap

Penduduk di Desa Tanjung Pasir mayoritas pekerjaannya sebagai nelayan. Potensi


perikanan di wilayah perairan desa ini cukup potensial, Daerah penangkapan ikan nelayan
teluknaga terpusat di Laut Jawa (Teluk Jakarta dan Teluk Banten), Selat Sunda, dan
Sumatera Bagian Selatan. Sebagian besar nelayan Desa Tanjung Pasir melakukan kegiatan

29 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


penangkapan ikan 1 trip/ hari (one day fishing) mencapai 3 – 10 mil ke laut dengan
menggunakan kapal nelayan denga rata-rata bobot mati 2 ton. Berbagai jenis ikan yang
dihasilkan seperti, udang, tongkol, kakap, bawal, cumi-cumi, kerapu dan lain-lain. Di
antara berbagai jenis sumberdaya laut tersebut ada yang memiliki nilai ekonomi tinggi
dan menjadi andalan pendapatan nelayan adalah ikan pelagis kecil (alu-alu, laying, selar,
teri, belanak, samge, sembilang, lundu, pelangi), ikan demersal dan udang/rebon.

Alat tangkap yang digunakan sangat sederhada dan jenisnya beranekaragam, seperti:
jaring insang, perangkap, sero, jaring lingkar, bubu, bagan dan pancing. Dari ketujuh alat
tangkap ini jenis pancing ulur (hand line) yang dominan digunakan oleh nelayan. Karena
alat tangkap ini murah dan mudah dalam pembuatan dan pengoperasiannya. Umpan yang
digunakan pada pancing ulur adalah layang (Decapterus sp.), kembung (Rastelliger sp.)
dan cumi-cumi (Loligo sp). Produksi ikan dari hasil tangkapan nelayan di Desa Tanjung
Pasir akan dilelang di tempat pelelangan ikan (TPI) yang berada di Desa Tanjung Pasir.

3.4.2. Perikanan Budidaya

Hasil produksi budidaya tambak yang paling menonjol di Kabupaten Tangerang yaitu
ikan bandeng. Jumlah produksi ikan bandeng mencapai 5.230,1 ton pada tahun 2010
dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 5.927,5 ton yang tersebar di 29 kecamatan
salah satunya adalah Kecamatan Teluknaga yang menjadi kecamatan dengan
kontribusi perikanan bandeng kedua terbesar, dan tepatnya berada di Desa Tanjung
Pasir (DKP Kabupaten Tangerang, 2012). Topografi Desa Tanjung Pasir adalah kawasan
pantai landai, sehingga terdapat tambak yang luasnya mencapai 332 hektar.
Komoditas budidaya tambak utama yang ada di Desa Tanjung Pasir salah satunya
adalah ikan bandeng

Sebelum tahun 1990 wilayah pesisir Teluknaga, khususnya Desa Tanjung Pasir, sebagian
besar wilayahnya merupakan kawasan budidaya udang intensif. Tahun 1997 para
petambak banyak yang berhenti bertambak. Perubahan kondisi fisik akibat ulah manusia
dengan adanya limbah dari Sungai Cisadane juga pembangunan pabrik-pabrik di daerah
Pantai Indah Kapuk dan Muara Angke yang mengakibatkan limbah mengalir ke laut

30 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


membuat budidaya udang berubah menjadi budidaya bandeng sekitar Tahun 1998.
Akhirnya petambak memutuskan untuk membudidayakan ikan bandeng yang sifatnya
tidak rentan terhadap perubahan lingkungan. Produksi ikan bandeng mengalami
kenaikan dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yaitu sebesar 430 ton sampai 485 ton.
Kenaikan produksi tambak ikan bandeng mampu menunjukkan potensi yang cukup
besar terdapat di desa ini.

Budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir menggunakan sistem tambak


tradisional dengan padat penebaran rata-rata 5300 ekor per hektar. Kegiatan budidaya
yang dilakukan terdiri dari pendederan dan pembesaran. Pendederan dilakukan dari
nener sampai ukuran 6 – 7 cm atau 11-12 cm (gelondongan), sedangkan untuk
pembesaran menggunakan benih ukuran gelondongan dan dipanen setelah 4-6 bulan
masa pemeliharaan seukuran 300 gram yang dijual sebagai ikan konsumsi. Selain
dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya, tambak bandeng di wilayah ini juga sering
digunakan untuk pemancingan. Sistem pemancingan disini dibayar berdasarkan jumlah
ikan yang diperoleh , setiap ikan yang berhasil dipancing dibayar sebesar Rp 25.000,-
sampai Rp 30.000,-/kg,. Berdasarkan kepemilikan tambak, dari total luas tambak yang ada
di Desa Tanjung Pasir hanya sekitar 20% saja yang dimiliki oleh penduduk desa setempat,
selebihnya merupakan milik orang Jakarta dan sekitarnya.

3.5. Kondisi Sumberaya Alam - Ekosistem Mangrove Kab. Tangerang


Menurut Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian No.
60/Kpts/DJ/I/1978 tentang silvikultur hutan payau, hutan mangrove adalah tipe hutan
yang terdapat di sepanjang pantai atau sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air
laut. Hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan
suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-
pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam
perairan asin. Ciri-ciri hutan mangrove adalah sebagai berikut : tidak dipengaruhi iklim,
terpengaruh pasang surut, tanah tergenang air laut atau berpasir dan tanah liat, tanah
rendah pantai, hutan tidak mempunyai stratum tajuk, tinggi mencapai 30 meter. Jenis
tumbuhan mulai dari laut ke darat adalah Rhizophora, Avicennia, Soneratia, Xylocarpus,

31 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Lumnitzera, Bruguiera dan tumbuh-tumbuhan bawah yang hidup diantaranyaAcrostichum
aureum, Achanthus illicifolius, dan Archanthus ebracteatus (Basyuni, 2002).
Tempat ideal bagi pertumbuhan hutan mangrove adalah di sekitar pantai, delta, muara
sungai yang arus sungainya banyak mengandung pasir dan lumpur serta umunya pada
pantai landai yang terhindar dari ombak besar. Vegetasi mangrove mempunyai zonasi
yang khas, dicirikan oleh adanya perbedaan jenis yang ersusun menurut urutan tetentu
walaupun dengan batas yang kurang jelas. Secara ekologis zonasi jenis di hutan mangrove
dari arah laut ke darat berturut-turut adalah Sonneratia spp, Rhizophora spp,
Bruguiera spp, Ceriops spp, Lumnitzera spp dan Xylocarpus spp. Dari seluruh jenis ini, nilai
ekonomi kayu Rhizophora spp dan Bruguiera spp paling tinggi. Hutan mangrove bagi
kebanyakan pantai pesisir merupakan suatu daerah pinggiran yang berguna dan
produktif, dan juga melindungi pesisir dari ombak dan perembesan air asin, dan
selanjutnya mempunyai fungsi dan potensi yang secara garis besarnya dapat dibagi tiga
aspek : (1) aspek fisik, (2) aspek biologi, dan (3) aspek ekonomis (Roy., dkk, 2007).
Ekosistem mangrove merupakan tempat di mana air pasang dan arus pantai membawa
perbedaan terhadap hutan dan di mana tumbuh-tumbuhan beradaptasi terhadap
perubahan kimiawi, fisika dan karakteristik biologis lingkungannya. Batasan-batasan dari
ekosistem daerah pesisir ini dapat disesuaiakan definisinya terhadap yang berhubungan
dengan bumi dan ekosistem lautan yang membatasinya. Dalam tahun terbaru ada studi-
studi khusus mengenai fauna, flora, ekologi, hidrologi fisiologi dan produktivitas dari
banyak perbedaan ekosistem-ekosistem mangrove, kebanyakan adalah kondisi dalam
keadaan asli. Sering kali kita menghadapi kondisi wilayah pesisir dan laut yang sudah tidak
mampu melangsungkan fungsi ekologisnya atau sudah tidak utuh secara ekologis. Dalam
perencanaan kawasan konservasi, kita harus dapat menilai dan mengevaluasi keberadaan
sasaran konservasi di wilayah perencanaan. Seperti yang terjadi di wilayah-wilayah lain, di
banyak wilayah pesisir di Indonesia, kondisinya telah terfragmentasi sehingga
fungsionalitas ekosistem telah berada di bawah viabilitas, atau kelayakan. Berbagai
bentuk gangguan yang merupakan (Gunawan, 2004).

Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui
mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai penghasil bahan organik, tempat berlindung

32 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai
pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu
bakar, kayu arang, dan tanin (Soedjarwo, 1979). Masing-masing kawasan pantai dan
ekosistem mangrove memiliki historis perkembangan yang berbeda-beda. Perubahan
keadaan kawasan pantai dan ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor alamiah
dan faktor campur tangan manusia.

Gambar 3.1. Ekosistem mangrove

Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik
dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan
mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat
tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran
(nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta
sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil
keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara
teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak
terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian
hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh
pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994 dalam
Santoso, 2000).

33 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk
tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon- pohon dan semak yang
tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga
: Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera,
Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Gambar 3.2. Pohon Sonneratia Sp. dan burung laut pada Ekosistem mangrove

Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau
masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang
surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae, 1968 dalam Supriharyono,
2000). Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan
dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove
oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun
menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat
karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di
mangrove.

34 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Ciri dan Karakteristik Ekosistem Mangrove adalah ekosistem mangrove hanya didapati di
daerah tropik dan sub-tropik. Ekosistem mangrove dapat berkembang dengan baik pada
lingkungan dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut: (a). Jenis tanahnya berlumpur,
berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan yang berasal dari lumpur, pasir atau
pecahan karang; (b). Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun
hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan menentukan
komposisi vegetasi ekosistem mangrove itu sendiri; (c). Menerima pasokan air tawar yang
cukup dari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan
salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur; (d). Suhu udara dengan fluktuasi
musiman tidak lebih dari 5ºC dan suhu rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20ºC; (e).
Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt; (f).
Arus laut tidak terlalu deras; (g). Tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan
gempuran ombak yang kuat; (h). Topografi pantai yang datar/landai. Habitat dengan ciri-
ciri ekologik tersebut umumnya dapat ditemukan di daerah-daerah pantai yang
dangkal, muara-muara sungai dan pulau-pulau yang terletak pada teluk.

Gambar 3.3. Tanah berlumpur pada Ekosistem mangrove

Fungsi Dan Kerusakan Ekosistem Mangrove. Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai


ekosistem yang tinggi produktivitasnya (Snedaker, 1978) yang memberikan kontribusi
terhadap produktivitas ekosistem pesisi (Harger, 1982). Dalam hal ini beberapa fungsi
ekosistem mangrove adalah sebagai berikut: (a). Ekosistem mangrove sebagai tempat

35 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat berkembang
biak berbagai jenis krustasea, ikan, burung biawak, ular, serta sebagai tempat
tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis dan tumbuhan
semut, dan berbagai hidupan lainnya; (b). Ekosistem mangrove sebagai penghalang
terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang dan gempuran ombak yang kuat serta
pencegahan intrusi air laut; (c). Ekosistem mangrove dapat membantu kesuburan tanah,
sehingga segala macam biota perairan dapat tumbuh dengan subur sebagai makanan
alami ikan dan binatang laut lainnya; (d). Ekosistem mangrove dapat membantu perluasan
daratan ke laut dan pengolahan limbah organik; (e). Ekosistem mangrove dapat
dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting mangrove dalam keramba
dan budidaya tiram karena adanya aliran sungai atau perairan yang melalui ekosistem
mangrove; (f). Ekosistem mangrove sebagai penghasil kayu dan non kayu; (g). Ekosistem
mangrove berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi .

Secara umum, ekosistem mangrove mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan yang


rendah. Di Indonesia tercatat 120 jenis tumbuhan mangrove dan 90 jenis di antaranya
ditemukan di Jawa. Keanekaragaman faunanya untuk Pulau Jawa informasinya masih
terpisah-pisah. Balen (1988) mencatat 167 jenis burung terestrial di ekosistem mangrove
Pulau Jawa; di Cagar Alam Muara Angke ditemukan 43 jenis burung (Atmawidjaja &
Romimohtarto, 1999), di ekosistem mangrove Teluk Naga ternyata 23 jenis burung air
yang memilih daerah tersebut sebagai tempat mencari pakan (Widodo & Hadi, 1990), di
ekosistem mangrove delta sungai Cimanuk, menurut Mustari (1992) tercatat 28 jenis
burung air (12 jenis burung wader migran dan 11 jenis di antaranya termasuk jenis burung
yang dilindungi), di kawasan pantai timur Surabaya dengan luas 3.200 hektar,
menurut Anonymous (1998) ekosistem mangrove yang ada mampu mengakumulasi
logam berat pencemar dan sebagai tempat persinggahan 54 jenis burung air dan burung
migran; di ekosistem mangrove Tanjung Karawang ditemukan 52 jenis burung (Sajudin et
al., 1984), 3 jenis tikus (Munif et al., 1984), 7 jenis moluska, 14 jenis krustasea (Hakim et
al., 1984), dan 9 jenis nyamuk (Rusmiarto et al., 1984); di daerah mangrove Pulau Pari
tercatat 24 jenis ikan (Hutomo & Djamali, 1979) dan 28 jenis krustasea (Toro, 1979), di
pantai barat Pulau Handeleum ditemukan 12 jenis Gastropoda mangrove dan 20 jenis di

36 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


pantai utara Pulau Penjaliran (Yasman, 1999); di Pulau Dua, Pulau Rambut dan Tanjung
Karawang ditemukan 6 jenis ular (Supriatna, 1984).

Sementara menurut hasil identifikasi terbaru yang dilakukan DInas Perikanan dan
Kelautan Kabupaten Tangerang bersama Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB tahun
2015 menunjukkan bahwa, ekosistem mangrove pada di sekitar Desa Ketapang kategori
pohon yaitu mangrove jenis Avicennia lanata, dan Avicennia marina. Kategori anakan
yang ditemukan jenis mangrove Avicennia marina sedangkan untuk kategori semai hanya
ditemukan mangrove jenis Avicennia marina. Berdasarkan hasil analisa data lapang,
kerapatan ekosistem mangrove untuk kategori pohon yaitu 1100 ind/ha, katgori anakan
yaitu 2800 ind/ha dan kategori semai yaitu 20000 ind/ha. Berdasarkan kriteria baku
kerusakan mangrove menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 201
Tahun 2004 bahwa ekosistem mangrove di stasiun 4 berada pada kondisi sedang.

Tabel 3.3 Jumlah tegakan jenis mangrove stasiun 4 Desa Ketapang

Kategori Mangrove Jumlah Tegakan Kriteria Baku


(ind/ha)
Pohon 1100 Sedang

Anakan 2800 -

Semai 20000 -

Sumber : Hasil analisa data lapang (2015)


Keterangan : kriteria baku kerusakan mangrove berdasarkan Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004

3.6. Profil Lokasi PRPM di Kecamatan Mauk


3.6.1. Administrasi Wilayah

Kecamatan Mauk terletak disebelah utara Kabupaten Tangerang, dengan luas wilayah
2
40.095 Km . Letak ketinggian Kecamatan Mauk dari permukaan laut sekitar 4 meter dan
memiliki curah hujan rata-rata 6,30 mm/hari dengan suhu rata-rata antara 15 s.d 30° C.

37 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Jarak Kecamatan Mauk dari Ibu Kota Kabupaten ± 41 Km yang dihubungkan dengan jalan
negara melewati beberapa kecamatan, seperti Kecamatan Rajeg, Pasar Kemis dan
Kecamatan Cikupa.

Hal tersebut menjadikan Kecamatan Mauk khususnya di Pantura dalam hal


perkembangan ekonomi dibidang pertanian dan perikanan meningkat, dikarenakan
wilayah Kecamatan Mauk sangat strategis dimana berbatasan dengan Laut Jawa, sehingga
akses pemasaran hasil perikanan dapat lebih mudah dilakukan.

Secara administrasi wilayah Kecamatan Mauk mempunyai batas-batas sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Berbatasan dengan Laut Jawa


 Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Sukadiri
 Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Rajeg
 Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kemiri

Kecamatan Mauk saat ini memiliki 11 desa dan 1 kelurahan, dimana kelurahan terletak di
Mauk Timur sebagai pusat pemerintahan. Desa – desa yang terdapat di Kecamatan Mauk
yaitu Kelurahan Mauk Timur, Desa Mauk barat, Desa Ketapang, Desa Marga Mulya, Desa
Tanjung Anom, Desa Jati Waringin, Desa Tegal Kunir Kidul, Desa Banyu Asih, Desa Tegal
Kunir Lor, Desa Sasak, Desa Gunung Sari, Desa Kedung Dalem. Berdasarkan posisi
geografisnya, maka di Kecamatan Mauk terdapat tiga desa pesisir, Desa Tanjung Anom,
Desa Mauk Barat dan Desa Ketapang. Pembagian desa berdasarkan jumlah RT dan RW
serta luasnya dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Luas Wilayah Menurut Desa Desa dan Jumlah RT/RW Kecamatan Mauk, 2015

Banyaknya
No Desa Luas (Km²)
RT RW

1 Gunung sari 21 5 3.215

2 Sasak 19 4 3.190

3 Kedung Dalem 21 5 3.600

38 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


4 Tegal Kunir Kidul 20 5 3.950

5 Jati Waringin 19 3 2.045

6 Tegal Kunir Lor 20 5 2.965

7 Banyu Asih 16 3 1.240

8 Mauk Timur 16 5 1.204

9 Mauk Barat 15 3 5.520

10 Ketapang 21 9 4.186

11 Marga Mulya 25 5 5.360

12 Tanjung Anom 24 5 3.620

Jumlah 239 48 40.095

Sumber : Kecamatan Mauk Dalam Angka, 2015

3.6.2. Sosial Ekonomi

A. Kependudukan

Berdasarkan konsep BPS (Badan Pusat Statistik) yang dimaksud dengan penduduk
Indonesia mencakup warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA)
yang tinggal dalam wilayah geografis indonesia, baik yang bertempat tinggal tetap
maupun yang bertempat tinggal tidak tetap (seperti tuna wisma, pengungsi, awak kapal
berbendera indonesia, masyarakat terpencil/terasing, dan penghuni perahu/rumah
apung). Jumlah penduduk Kecamatan Mauk berjumlah 79.740 orang yang terdiri dari
40.632 orang laki-laki dan 39.108 orang perempuan. Jumlah penduduk terbanyak di Desa
Tegal Kunir Kidul yaitu berjumlah 8.407 orang, sedangkan desa yang paling sedikit
penduduknya adalah Desa Gunung Sari yakni berjumlah 4.188 orang. Perbandingan
jumlah penduduk dan luas wilayah di Kecamatan Mauk dapat dilihat pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4. Perbandingan Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah di Kecamatan Mauk 2014

Penduduk Luas Wilayah


No Nama Desa
Jumlah % Km² %

1 Gunung sari 4.188 5.26 3.215 8.02

2 Sasak 5.008 6.38 3.190 7.96

3 Kedung Dalem 8.092 10.02 3.600 8.98

39 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


4 Tegal Kunir Kidul 8.407 10.46 3.950 9.85

5 Jati Waringin 7.784 9.91 2.045 5.10

6 Tegal Kunir Lor 7.177 9.02 2.965 7.39

7 Banyu Asih 7.124 8.86 1.240 3.09

8 Mauk Timur 5.641 6.99 1.204 3.00

9 Mauk Barat 6.025 7.49 5.520 13.77

10 Ketapang 6.298 8.01 4.186 10.44

11 Marga Mulya 6.922 8.77 5.360 13.37

12 Tanjung Anom 7.074 8.84 3.620 9.03

Jumlah 79.740 79.740 40.095 100

sumber: Kecamatan Mauk Dalam Angka, 2015.

B. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kemajuan suatu
wilayah. Oleh karena itu ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang berupa
sumber daya manusia dan sarana fisik sangatlah penting di sebuah wilayah. Jumlah sarana
dan prasarana pendidikan terbagi kedalam beberapa katergori. Untuk kategori Tamak
Kanak-Kanak negeri di Kecamatan Mauk sebanyak 1 unit, sedangkan untuk swasta
sebanyak 6 unit. Untuk tingkat sekolah dasar negeri (SDN) sebanyak 28 unit dengan
jumlah murid sebanyak 8.307, sedangkan sekolah dasar swasta sebanyak 1 unit dengan
jumlah murid sebanyak 223 orang. Tenaga pengajar sekolah dasar negeri sebanyak 264
orang, dan swasta sebanyak 11 orang.

Kategori sekolah menengah pertama negeri (SMPN) sebanyak 2 unit dengan jumlah murid
1.797 orang dan tenaga pengajar sebanyak 84 orang. Untuk SMP swasta sebanyak 8 unit
dengan jumlah murid 1669 dan tenaga pengajar 146 orang. Sekolah menengah atas
negeri sebanyak 1 unit, dengan jumlah murid 1.604 orang dan tenaga pengajar sebanyak
47 orang. Untuk SMA swasta sebanyak 1 unit, dengan jumlah murid sebanyak 79 orang
dan tenaga pengajar 13 orang. Banyaknya sekolah, murid dan guru dapat dilihat pada
Tabel 3.5.

40 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Tabel 3.5. Banyaknya Sekolah Negeri, Murid dan Guru di Kecamatan Mauk 2015

Jenis/Tingkatan Jumlah Jumlah


No Jumlah Guru
Pendidikan Sekolah Murid

1 TK Negeri 1 54 1

2 TK Swasta 6 214 19

3 SD Negeri 28 8307 264

4 SD Swasta 1 223 11

5 SMP Negeri 2 1797 84

6 SMP Swasta 8 1669 146

7 SMA Negeri 1 1604 47

8 SMA Swasta 1 79 13

9 SMK Negeri 1 1504 46

10 SMK Swasta 2 258 46

Jumlah

Sumber: Kecamatan Mauk Dalam Angka, 2015.

3.7. Isu dan Permasalahan Strategis di sekitar Lokasi PRPM


a. Kerusakan mangrove

Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber daya air,
udara, tanah, kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar. Gambaran kerusakan
ekosistem pesisir juga bisa dilihat dari kemerosotan sumberdaya alam yang signifikan di
kawasan pesisir, baik pada ekosistem hutan pantai, ekosistem perairan, fisik lahan dan
lain-lain. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi
oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah
pasang surut pantai berlumpur.
Dewasa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove secara drastis. Ada tiga
faktor utama penyebab kerusakan mangrove, yaitu pencemaran, Konversi hutan

41 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan Penebangan yang
berlebihan. Kerusakan dibagi 2 yaitu Kerusakan Alami dan Kerusakan Akibat Aktivits
Manusia Dalam Pembangunan.
Kerusakan Alami adalah Peristiwa rusaknya dan menurunya fungsi alam secara alami
sebagaimana mestinya. sehingga menimbulkan akibat negatif. Kebakaran hutan
mangrove yang pernah terjadi di lahan Pesisir Timur Sembilang pada tahun 1980 –
1990an. Kerusakan mangrove karena hama seperti ulat, belalang, ketam, laba-laba.

Gambar 3. 4. Kerusakan Ekosistem mangrove akibat aktifitas tambak

Hutan mangrove merupakan tipe ekosistem peralihan darat dan laut yang mempunyai
multi fungsi, yaitu selain sebagai sumberdaya potensial bagi kesejahteraan masyarakat
dari segi ekonomi, sosial juga merupakan pelindung pantai dari hempasan ombak. Oleh
karena itu dalam usaha pengembangan ekonomi kawasan mangrove seperti pembangkit
tenaga listrik, lokasi rekreasi, pemukiman dan sarana perhubungan serta pengembangan
pertanian pangan, perkebunan, perikanan dan kehutanan harus mempertimbangkan
daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya wilayah pesisir. Pertumbuhan
penduduk yang pesat menyebabkan tuntutan untuk mendayagunakan sumberdaya
mangrove terus meningkat. Secara garis besar ada dua faktor penyebab kerusakan hutan
mangrove, yaitu :

42 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


1. Faktor manusiayang merupakan faktor dominan penyebab kerusakan hutan
mangrove dalam hal pemanfaatan lahan yang berlebihan.
2. Faktor alam, seperti : banjir, kekeringan dan hama penyakit, yang merupakan faktor
penyebab yang relatif kecil (Tirtakusumah, 1994).
Faktor-faktor yang mendorong aktivitas manusia untuk memanfaatkan hutan
mangrove dalam rangka mencukupi kebutuhannya sehingga berakibat rusaknya hutan
(Perum Perhutani 1994), antara lain : a. Keinginan untuk membuat pertambakan dengan
lahan yang terbuka dengan harapan ekonomis dan menguntungkan, karena mudah dan
murah. b. Kebutuhan kayu bakar yang sangat mendesak untuk rumah tangga,
karena tidak ada pohon lain di sekitarnya yang bisa ditebang. c. Rendahnya
pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutan mangrove. d. Adanya kesenjangan
sosial antara petani tambak tradisional dengan pengusaha tambak modern, sehingga
terjadi proses jual beli lahan yang sudah tidak rasional. Tekanan pada ekosistem
mangrove yang berasal dari dalam, disebabkan karena pertumbuhan penduduk dan yang
dari luar sistem karena reklamasi lahan dan eksploitasi mangrove yang makin meningkat
telah menyebabkan perusakan menyeluruh atau sampai tingkat-tingkat kerusakan yang
berbeda-beda. Dibeberapa tempat ekosistem mangrove telah diubah sama sekali
menjadi ekosistem lain. Terdapat ancaman yang semakin besar terhadap daerah
mangrove yang belum diganggu dan terjadi degradasi lebih lanjut dari daerah yang
mengalami tekanan baik oleh sebab alami maupun oleh perbuatan
manusia (UNDP/UNESCO 1984). Menurut Soesanto dan Sudomo (1994) Kerusakan
ekosistem mangrove dapat disebabkan oleh berbagai hal, antara lain :

1. Kurang dipahaminya kegunaan ekosistem mangrove.


2. Tekanan ekonomi masyarakat miskin yang bertempat tinggal dekat atau sebagai
bagian dari ekosistem mangrove.
3. Karena pertimbangan ekonomi lebih dominan daripada pertimbangan lingkungan
hidup.
Menurut Sugandhy (1994) beberapa permasalahan yang terdapat di kawasan hutan
mangrove yang berkaitan dengan upaya kelestarian fungsinya adalah :

43 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


1. Pemanfaatan Ganda Yang Tidak Terkendali

Pemanfaatan ganda antar berbagai sektor dan Penggunaan sumberdaya yang berlebihan
telah menyebabkan terjadi pengikisan pantai oleh air laut. Sesuai dengan fungsi hutan
mangrove sebagai penahan ombak. Di beberapa daerah kawasan pantai hutan mangrove
sudah banyak yang hilang sehingga lahan pantai terkikis oleh ombak. Di wilayah Teluk
Jakarta pemanfaatan yang ada sekarang saling berkompetisi, seperti perluasan areal
pelabuhan, industri, transportasi laut, permukiman dan kehutanan. Demikian juga diBali,
khususnya di kawasan hutan mangrove Suwung, pembangunan landasan udara Ngurah
Rai Bali menyebabkan pantai Kuta terabrasi. Pemanfaatan demikian yang kurang
menguntungkan ditinjau dari aspek keseimbangan lingkungan, karena dapat
menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan wilayah pesisir. Disamping itu,
pengelolaan hutan mangrove belum berkembang, baik dalam hal silvikultur, sumberdaya
manusia, kelembagaan, perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasannya. Akibatnya
banyak terjadi perusakan hutan mangrove seperti penebangan yang tidak terkendali,
sehingga pemanfaatannya melampaui kemampuan sumberdaya alam untuk
meregenerasi.

b. Permasalahan Tanah Timbul Akibat Sedimentasi Yang Berkelanjutan

Di daerah muara sungai banyak dijumpai tanah timbul karena endapan lumpur yang
terus-menerus terbawa dari daerah hulu sungai. Permasalahan utama yang muncul
adalah tentang status tanah timbul tersebut. Karena lokasinya umumnya berdekatan
dengan lahan kehutanan, maka sering terjadi status penguasaannya langsung menjadi
kawasan hutan, walaupun oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk kepentingan
mereka, tanpa mengindahkan status tanahnya. Hal ini sering menimbulkan konflik
penguasaan. Contoh : kasus kawasan di Segara Anakan, dan kawasan Pantura
Jawa, kawasan Sulawesi Selatan dan lain-lain.

c. Konversi Hutan Mangrove,

Hampir semua bentuk pemanfaatan lahan di wilayah pesisir berasal dari konversi hutan
mangrove. Hutan mangrove sepanjang pantai utara Jawa, Bali Selatan dan Sulawesi

44 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Selatan bagian barat telah dikonversi menjadi kawasan permukiman, tambak, kawasan
industri, pelabuhan, lading garam dan lain-lain. Kebanyakan konversi hutan mangrove
menjadi bentuk pemanfaatan lain belum banyak ditata berdasarkan kemampuan dan
peruntukan pembangunan, sehingga menimbulkan kondisi yang kurang
menguntungkan dilihat dari manfaat regional dan nasional. Oleh karena itu pemanfaatan
hutan mangrove yang tersisa atau upaya Rehabilitasi / Restorasinya harus sesuai dengan
potensi dan rencana pemanfaatan yang lainnya dengan mempertimbangkan kelestarian
ekosistem, manfaat ekonomi dan penguasaan teknologi.

d. Permasalahan Sosial Ekonomi

Meningkatkannya pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan di wilayah pesisir,


khususnya Jawa, Bali, Sulawesi dan Lampung menyebabkan timbulnya ketidak
seimbangan antara permintaan kebutuhan hidup, kesempatan dengan persediaan
sumber daya alam pesisir yang ada . Upaya pengembangan pertanian
intensif (coastal agriculture), dan kegiatan serta kesempatan yang berorientasi
kelautan masih terbatas dikembangkan. Di pantai utara Jawa, hampir semua hutan
mangrove telah habis dirombak menjadi kawasan pemukiman, perhotelan, tambak dan
sawah yang berorientasi kepada ekosistem daratan. Pemanfaatan sumber daya alam
wilayah pesisir mestinya tidak hanya terbatas pada hutan mangrove atau tambak saja
tapi juga eksploitasi terumbu karang yang telah melampaui batas, sehingga sulit dapat
pulih kembali. Hal ini terjadi di Bali Selatan, pantai utara Jawa Tengah.

4. Permasalahan Kelembagaan dan Pengaturan Hukum Kawasan Pesisir dan Lautan

Sering terjadi tumpang tindih, konflik dan ketidakjelasan kewenangan antara instansi
sektoral pusat dan daerah. Hal tersebut menyebabkan simpang siur tanggung jawab dan
prosedur perizinan untuk kegiatan pembangunan pesisir dan lautan. Contahnya seperti
pembukaan lahan di kawasan pesisir, usaha penggalian pasir laut, reklamasi,
penangkapan ikan dan pengambilan terumbu karang dan lain-lain. Akibat tersebut
menyebabkan terus meningkatnya perusakan ekosistem kawasan pesisir dan lautan
khususnya kawasan hutan mangrove.

45 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


e. Permasalahan Informasi Kawasan Pesisir

Keberadaan data dan informasi serta ilmu pengetahuan teknologi yang berkaitan dengan
tipologi ekosisitem pesisir Keanekaragaman hayati, lingkungan sosial budaya, peluang
ekonomi dan peran serta keluarga, sumber daya hutan mangrove masih terbatas sehingga
belum dapat mendukung penataan ruang kawasan pesisir, pembinaan dalam
pemanfaatan secara lestari, perlindungan kawasan serta Rehabilitasi / Restorasinya.

 Abrasi

Abrasi telah menjadi permasalahan serius dan sangat penting untuk mendapat perhatian,
dimana kawasan pesisir di Kabupaten Tangerang telah mengalami kerusakan hingga 51%,
artinya hampir semua kawasan pesisir mengalami abrasi. Proses abrasi muncul ketika
maraknya pembukaan areal tambak yang diusahakan secara tradisional oleh para
penduduk maupun tambak modern yang dikelola oleh para investor/pemodal besar.

Di sekitar kawasan PRPM, berdasar pengamatan dan diskusi dengan kelompok


masyarakat dan pemerintah desa Ketapang dan Desa Marga Mulya, diketahui bahwa
sejak awal 1980an terjadi fenomena perubahan alam di sekitar mereka berupa abrasi
berat yang menimpa kawasan pantai dua desa ini. Abrasi awalnya terjadi karena
pengambilan pasir pantai oleh pengembangan melalui warga masyarakat yang mengambil
dan menjual ke pengembang, dimana saat itu sedang ada pembangunan bandara
Internasional Soekarno hatta dan marak pengembangan perumahan. Disamping itu abrasi
juga disebabkan oleh arus pantai yang cukup deras, tanggul penahan yang lemah,
kurangnya lahan hutan bakau, serta sisa-sisa ekplorasi pasir laut yang masih terjadi
menyebabkan abrasi makin menjadi-jadi. Menurut penuturan warga, akibat abrasi, terjadi
pergeseran garis pantai yang cukup berat. Hal ini jug atelah terverifikasi dari hasil kajian
Diskanlut-FPIK IPB (2015) sebagaimana peta berikut yang memberi gambaran perubahan
garis pantai akibat abrasi dan akresi di sekitar lokasi PRPM yang telah mencapai lebih 2
km, terutama di Desa Marga Mulya.

46 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Gambar 3.5. Peta Perubahan garis pantai di sekitar lokasi PRPM tahun 1995 dan 2015. Garis
merah adalah garis pantai saat ini (Sumber : Diskanlut Kab. Tangerang, 2015)

 Tidak optimalnya tambak (sudah tidak produktif)

Karena adanya kerusakangan lingkungan, maka berakibat pada penurunan kualitas


lingkungan yakni penurunan kualitas air mulai dari air di hulu (sungai) kemudian masuk ke
laut sehingga akumulasi air yang rendah kualitasnya ditambah beban pencemar yang
masuk ke dalam perairan pesisir dan laut menyebabkan tercemarnya air laut secara
meluas, akibatnya biota yang hidup di perairan Kabupaten Tangernag juga sulit untuk
berkembang. Jenis dan jumlah produktifitas perikanan di Kabupaten Tangerang sudah
terindikasi menurun (Kamal et al, 2015). Kabupaten Tangerang dileati oleh sunga-sungai
besar. Sungai-sungai tersebut banyak digunakan untuk kebutuhan masyarakat sehari-hari.
Dimana adanya kegiatan pencemaran sungai sudah pastinya akan mempengaruhi kondisi
kehidupan masyarakat. Sebagai contoh Sungai Cisadane tervemar oleh (TSS, COD dan NH-
N) > BML sebagai parameter. Demikian juga Sungai Pasanggarahan (NH3-N) > BML dan

47 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Sungai Cimanceuri (TSS & NH-N) > BML. Laut sebagai tujuan akhir air sungai akan menjadi
tempat tertampungnya senyawa-senyawa pencemar yang dibawa oleh sungai. Pada
akhirnya kondisi muara ataupun kawasan pesisir dan laut akan mendapat pengaruh yang
cukup signifikan sebagai akibat dari pencemaran sungai tersebut.

Hal sama juga berpengaruh nyata pada perikanan budidaya khususnya tambak sebagai
salahsatu kegiatan utama dipesisir utara Tangerang juga mengalami dampaknya, yaitu
menurunnya produksi tambak yang ditunjukkan dengan 2 hal yaitu lamanya waktu
pembesaran ikan/udang serta ukuran per luasan panen yang makin menurun.

Permasalahan menurunnya produktifitas tambak juga disebabkan kesalahan desain dan


pengelolaan. Tambak rakyat di Indonesia yang pada awalnya berupa tambak tradisional,
berkembang sebagai kegiatan turun temurun dan sudah berlangsung lama, tanpa adanya
perencanaan yang matang, dan tambak-tambak yang barupun demikian juga. Tambak-
tambak ini berkembang tidak berdasarkan perencanaan dan sebagian besar merupakan
perluasan dari tambak yang sudah ada. Jaringan irigasi tambak yang belum didesain,
belum tertata dengan baik, sebagai contoh masih belum dipisahkannya saluran
pemasukan dan saluran pembuangan, pintu masuk pada petakan tambak masih
dipergunakan pula sebagai pintu pembuangan.
Kondisi ini menyebabkan kualitas air yang dimasukkan dalam petakan tambak menjadi
kurang baik, karena kemungkinan besar air buangan akan masuk kembali ke dalam
petakan tambak. Pada umumnya kapasitas saluran-saluran yang ada terlalu kecil untuk
dapat mengairi areal tambak yang ada, sehingga pertukaran air dalam petakan tambak
tidak dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan kebutuhannya. Pengisian air ke dalam
petakan tambak pada umumnya dimaksudkan hanya mengganti air yang hilang akibat
adanyan penguapan maupun perembesan, sehingga makin lama air di dalam petakan
tambak akan semakin menurun kualitasnya.
Di samping kapasitas salurannya kecil, juga panjang saluran yang ada sangat terbatas,
sehingga sistem irigasi untuk beberapa lokasi menggunakan sistem seri, dimana petak
tambak yang satu memperoleh air dari tambak lain yang bersebelahan. Saat ini selain
permasalahan air akibat sirkulasi air yang kurang lancer, akibat semakiin terdesak

48 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


pemukiman, maka saat ini saluran drainase dan irigasi tambak banyak terpenuhi sampah
dan limbah rumah tangga, sehingga air dari saluran air dan laut tidak bisa masuk ke dalam
tambak. Di wilayah Tanjung pasir, permukaan tanah tambak saat ini sudah jauh dibawah
saluran air / irigasi saluran air sehingga air terjebak di tambak dan tidak bisa keluar
akibatnya salinitas tambak menjadi sangat tinggi karena sirkulasi air tidak terjadi kecuali
melalui mekanisme evaporasi dan hujan.
Selain masalah yang menyangkut sistem irigasi sebagaimana diuraikan di atas, masalah
lain yang perlu diantisipasi adalah masalah yang berkaitan dengan karakterisitik fisik areal
pertambakan, khususnya mengenai pengendapan di muara maupun pada jalur sungai
yang dipergunakan sebagai saluran irigasi. Pengendapan di muara ini dapat
menyebabkan tersumbatnya pemasukan air laut ke dalam petakan tambak, khususnya
terjadi pada musim kemarau, sehingga menyebabkan penurunan kapasitas saluran
tersebut. Karena pada umumnya saluran ini juga berfungsi sebagai drainase air hujan dari
daerah di sebelah hulu, maka pengendapan di muara maupun di saluran ini dapat
mengakibatkan banjir pada musim hujan, terutama pada saat air pasang tinggi.
Budidaya ikan, khususnya udang, memerlukan persyaratan kualitas air tertentu. Dalam
kaitannya dengan kondisi hidrologi untuk daerah setempat, pengaruh kondisi hidrologi ini
terhadap kualitas air adalah terutama pada masalah salinitas air yang tersedia. Salinitas
ini selalu berubah mengikuti perubahan musim maupun pasang surut air laut. Dengan
demikian, maka keberhasilan budidaya tambak terletak pada kemampuan memanfaatkan
kondisi dan karakterisitik fisik yang ada, yang saat ini kondisi-kondisi tersebut sepenuhnya
belum dipertimbangkan.

 Kesadaran Masyarakat (sanitasi & lingkungan)

Sanitasi dan lingkungan yang buruk menjadi indikator betapa kesadaran masyarakat di
sekitar PRPM ini sangatlah rendah. Persoalan sanitasi sangat terkait dengan sampah dan
limbah rumah tangga yang tidak terkelola dengan baik. 2 hal tersebut menjadi isu yang
disadari semua pihak, namun tidak mudah memecahkanya, hal ini terkait dengan
kesadaran masyarakat yang kurang sehingga berpengaruh terhadap perilaku
masyarakatnya yang juga kurang peduli dengan kebersihan lingkungan, ditambah dengan
minimnya sarana prasarana penampungan sampah dan pengelolaanya serta tidak adanya

49 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


mekanisme pengelolaan limbah. Sampah dan limbah membuat kampong-kampung di
desa Ketapang menjadi kotor, bau dan tidak indah sehingga membuat stigma masyarakat
pesisir yang jorok. Fenomena ini tidak saj aterjadi di Desa Ketapang namun terjadi di
hampir semua desa pesisir di Kabupaten Tangerang, termasuk di lokasi-lokasi wisata yang
seharusnya relative bersih dan terjaga.

50 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


4. RENCANA LANSKAP DAN PENGEMBANGAN PRPM KABUPATEN
TANGERANG

4.1. Konsep Umum Desain PRPM Kab. Tangerang

Konsep Lanskap yang akan dikembangkan di tapak ini memiliki tujuan untuk menciptakan
pusat restorasi dan pembelajaran mangrove (PRPM) yang berkelanjutan yang dapat
meningkatkan pengetahuan, kapasitas, dan kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan
restorasi dan pengelolaan yang berkelanjutan dan sekaligus digunakan sebagai pusat
laboratorium alam dan tujuan ekowisata. Pengembangan PRPM di lokasi ini diadopsi dari
bentuk daun dan buah Ketapang, sesuai dengan nama daerahnya yaitu Desa Ketapang
yang lokasinya di pinggir pantai yang luasnya mencapai kurang lebih 12 ha (Peta lokasi
sebagaimana Gambar 4.1)., dan akan terus dikembangkan ke depan.

Selain itu pohon Ketapang (Terminalia catappa L.) mewakili tanaman mangrove yang
memiliki banyak manfaat bagi lingkungan. Selain daunnya yang dapat digunakan sebagai
penyamak kulit, bahan pembuatan tinta, sebagai pewarna hitam, kayu dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan kapal dan bijinya dapat dimakan. Ketapang yang mengering
dapat menurunkan pH air, menyerap bahan-bahan berbahaya, serta memberikan kondisi
nyaman bagi ikan (Ensiklopedia Flora Mangrove, 2013).

Pola pengembangan lanskap PRPM dari bentukan daun dan buah Ketapang tersebut
menjadi dasar pola sirkulasi untuk mendukung kegiatan yang akan dilakukan didalam
PRPM. Diharapkan dengan adanya pelestarian lingkungan pesisir melalui PRPM ini dapat
secara optimal berfungsi sebagai penguat dan penyangga lingkungan disekitarnya dan
menjadi cadangan energi yang kuat untuk melindungi RTH di kawasan Tangerang dan
sekitarnya.

51 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Gambar 4.1. Peta Lokasi PRPM Kabupaten Tangerang di Desa Ketapang

52 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Gambar 4.2. Konsep Tapak: “Daun dan Buah Ketapang”

4.1.1. Konsep aksesibilitas dan sirkulasi

Pemilihan lokasi pintu masuk terkait kemudahan aksesibilitas dipilih berdasarkan jarak
terhadap jalan kolektor dan jalan utama. Lebar jalan menuju pintu masuk kawasan dibuat
dengan ukuran standar untuk dilalui dua mobil. Terdapat dua pilihan lokasi pintu masuk,
yang pertama adalah di bagian utara tapak yang dekat dengan Jalan Raya Masuk dan yang
kedua adalah di bagian selatan yang lebih kedalam namun jaraknya dekat dengan jalan
desa. Lokasi yang dipilih adalah lokasi di bagian selatan yang dekat dengan jalan desa
dikarenakan pada lokasi bagian utara terdapat bagian kecil lahan yang belum dibebaskan
sehingga tidak dapat terhubung langsung dengan Jalan Raya Masuk.

53 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Sirkulasi pejalan kaki pada tapak dibuat menggunakan dek kayu dengan ukuran standar
untuk sirkulasi 4 orang. Pola sirkulasi yang dibuat berdasarkan konsep desain dan kondisi
pematang eksisting untuk memudahkan pembangunan struktur dek.

Gambar 4.3. Blockplan

4.1.2. Konsep pengembangan wisata

Pengembangan PRPM diarahkan juga menjadi obyek wisata berbasis edukasi


(eduecotourism). Untuk pengembangan ini maka konsep pengembangan wisata tertuang
didalam ruang yang disesuaikan dengan kondisi eksisting lingkungan seperti terlihat pada
block plan yaitu ruang penerimaan (welcome area), ruang sarana dan prasarana publik
(public and service area) sebagai ruang aktif untuk ruang publik dan aktifitas sosial untuk
masyarakat sekitar dilengkapi dengan fasilitas publik, area arboretum yang berisi koleksi
tanaman mangrove (mangrove colection area), dan kawasan yang digunakan untuk
silvofishery (silvofishery area).
o Welcome Area (Entrance) merupakan area penerimaan yang ada sebagai pintu
masuk ke kawasan PRPM. Area ini dilengkapi dengan gapura masuk kawasan

54 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


dengan beberapa fasilitas yaitu area parkir, pos keamanan dan VIC (Visitor
Information Center) yang berfungsi juga sebagai Kantor Pengelola dan Informasi
untuk memberikan informasi tentang kawasan bagi pengunjung agar lebih
mengerti dan mudah untuk melakukan touring.

o Public and Service Area merupakan area yang dapat diakses untuk publik berupa
sarana dan prasarana untuk menunjang berbagai kegiatan publik di PRPM. Pada
area ini dilengkapi dengan beberapa fasilitas seperti toilet/kamar mandi,
mushola/tempat ibadah, restoran sebagai tempat kuliner, dermaga untuk fasilitas
wisata air berupa kapal dayung (canoeing)/kapal bebek, gudang sarana media,
aula pertemuan, sarana penginapan dan nursery area berupa bedengan
pembibitan dan perbanyakan mangrove yang dilengkapi dengan fasilitas beberapa
screenhouse untuk rumah pembibitan tanaman, blok pembibitan, gudang
peralatan dan area perkerasan untuk display tanaman. Di area ini pengunjung
dapat belajar, meneliti dan menambah pengetahuan tentang jenis tanaman
mangrove.

o Mangrove Collection Area merupakan arboretum mangrove yang berisi koleksi


mangrove di PRPM dimana pengunjung ataupun masyarakat sekitar dapat
mengamati dan merasakan udara yang sejuk dan nyaman berada di aroretum ini
dengan berjalan kaki (track mangrove) dan dapat beristirahat di gazebo pada titik
tertentu serta mengamati ekosistem mangrove baik itu flora dan faunanya dari
atas

o Silvofishery Area merupakan area dengan sistem wanamina yaitu area untuk
penanaman bibit mangrove berupa tambak atau kolam dan saluran air untuk
budidaya ikan seperti ikan bandeng, udang, dan lain-lain. Dengan demikian
terdapat perpaduan antara tanaman mangrove (wana) dan budidaya sumberdaya
ikan (mina). Di area silvofishery/wanamina ini dilengkapi fasilitas yaitu beberapa
gazebo untuk beristirahat, berkumpul maupun berdiskusi di sekitar kolam/tambak.

55 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


4.1.3. Konsep pemberdayaan Masyarakat

Konsep pemberdayaan yang akan dikembangkan di PRPM Ketapang, didasari pada fakta
bahwa tidak ada kawasan konservasi yang berhasil dan bermanfaat tanpa ada dukungan
masyarakat sekitar. Untuk itu model pengelolaan Collabrative management (Co-
management) menjadi konsep pengelolaan secara umum, dimana ada kerjasama dan
pembagian peran antara pemerintah, masyarakat dan peran serta stakeholder lain. Untuk
meningkatkan peran serta dan sekaligus memberdayakan masyarakat sekitar PRPM, maka
kegiatan-kegiatan PRPM harus melihat masyarakat dan Pemerintah Desa Ketapang
sebagai stakeholder utama, dengan demikian maka dapat dikembangkan konsep
community based management untuk mengelola program pengelolaan PRPM. Dengan
model demikian, maka secara otomatis masyarakat akan terlibat secara langsung dalam
pengelolaan sebagai bagian dari management, dan menjadi penerima manfaat dari
kegiatan ekonomi yang berkembang dari kegiatan PRPM, semisal penyediaan tenaga
kerja, kesempatan berusaha untuk penyediaan makanan bagi pengunjung dalam bentuk
rumah makan, parkir serta penyediaan jasa pembibitan mangrove (nursery) yang dapat
dijual kepada pengunjung ataupun pihak lain yang membutuhkan dll.

Untuk memperkuat kapasitas masyarakat agar lebih berdaya, maka progam capacity
building perlu dilakukan, terutama untuk para pemuda yang terkait dengan jasa atau
penyediaan layanan untuk pengunjung atau ketrampilan lain yang mendukung kegiatan
PRPM.

4.1.4. Konsep Penyediaan Informasi Dan Promosi

Sebagai pusat konservasi dan pembelajaran mangrove, maka salah satu misi yang harus
dijalankan adalah menyediakan informasi seluas luasnya kepada orang yang berkunjung
untuk memperoleh informasi mengenai lokasi (PRPM) dan juga mengenai obyek yaitu
ekosistem mangrove, sehingga dengan berkunjung ke PRPM ini pengunjung akan
mendapatkan segala informasi yang terkait dengan PRPM dan mangrove sekaligus serta
pengunjung menjadi target promosi gaya hidup ramah lingkungan dan ajakan
penyelamatan mangrove (pro-mangrove). Dalam hal ini berangkat dari konsep PRPM

56 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


sebagai “one stop service”, demikian pula dalam hal informasi PRPM juga menjadi pusat
informasi terpadu tentang mangrove, artinya dengan mengunjungi PRPM akan
mendapatkan semua informasi tentang mangrove dan sekaligus petunjuk gaya hidup
ramah lingkungan pro-mangrove.

Untuk mendukung hal diatas, dalam pengembangan pusat informasi dan promosi di
PRPM akan dikembangkan :

a) Pusat Pelayanan Informasi Mangrove (Mangrove Information Center-MIC),


berupa bangunan gedung pusat informasi konservasi dan pembelajaran
mangrove, yang juga menjadi front office PRPM.
b) Pelayanan MIC kepada pengunjung, dengan membiasakan setiap petugas
adalah berorientasi pelayanan kepada pengunjung, selain menyediakan
petugas front desk officer.
c) Display tentang PRPM (konsep, layout, jenis pelayanan, footo-foto obyek
PRPM dll) di sekitar MIC.
d) Kebun bibit berisikan berbagai jenis mangrove, yang juga disediakan untuk
pengunjung apabila berminat menanam mangrove di sekitar PRPM.
e) Denah dan petunjuk-petunjuk lokasi di dalam PRPM untuk memudahkan
pengunjung menemukan fasilitas/obyek yang dikunjungi sesuai minat dan
kebutuhan.
f) Poster-poster tentang ekosistem mangrove termasuk upaya Rehabilitasi /
Restorasi
g) Produk-produk hasil dari mangrove baik berupa makanan olahan mangrove,
souvenir ataupun produk turunan lainnya.

4.1.5. Konsep pengelolaan pengunjung

Pengelolaan pengunjung PRPM didesain untuk menyediakan segala keperluan


pengunjung, sehingga konsep ‘one stop services’ juga diperlukan untuk menjaring
pengunjung lebih mudah melakukan aktifitas didalam PRPM, baik keperluan terkait
langsung dalam hal konservasi dan pembelajaran mangrove ataupun keperluan

57 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


pendukung kunjungan seperti berwisata, penyediaan konsumsi, parkir kendaraan dan jika
memungkinkan untuk mendukung ekowisata dikembangkan pelayanan penginapan dan
tempat pertemuan terbatas. Hanya saja, karena PRPM bukanlah tempat public yang
hanya berorientasi jumlah kunjungan maka pengunjung PRPM harus dibatasi.

Untuk memaksimalkan pengelolaan terhadap pengunjung, agar juga tidak merusak PRPM,
maka konsep pengelolaan pengunjung berkonsep terbatas atau ekslusif, dimana hanya
pengunjung tertentu yang diperbolehkan, terutama adalah yang berorientasi pada konsep
utama PRPM yaitu yang berkepentingan dengan kegiatan pembelajaran dan konservasi
mangrove.

Pengunjung yang akan dialokasikan harus dibatasi jumlahnya berdasar daya dukung
kawasan, tidak berpotensi merusak ekosistem, tidak meninggalkan jejak emisi di lokasi
dan memiliki kesadaran dan kapasitas untuk menjaga PRPM. Dalam hal ini kunjungan
harus diupayakan berombongan misal dari sekolah, kampus, kelompok pecinta lingkungan
atau field trip. Pengunjung individu dialokasikan sepanjang tidak ada kegiatan pendidikan
dan konservasi yang sedang dijalankan. Untuk pengelolaan kunjungan, maka PRPM dapat
menerapkan system entrance fee (karcis) yang hasil pendapatannya harus digunakan
untuk kegiatan konservasi.

4.1.6. Konsep Rehabilitasi / Restorasi mangrove

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan No.03/MENHUT-V/2004 Rehabilitasi / Restorasi


hutan mangrove adalah upaya mengembalikan fungsi hutan mangrove yang mengalami
degradasi, kepada kondisi yang dianggap baik dan mampu mengemban fungsi ekologis
dan ekonomis.

Dalam kerangka pengelolaan dan pelestarian mangrove, terdapat dua konsep utama yang
dapat diterapkan. Kedua konsep ini pada dasarnya memberikan legitimasi dan pengertian
bahwa mangrove sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap
lestari. Kedua konsep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan Rehabilitasi /
Restorasi hutan mangrove.

58 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Kegiatan penghijauan yang dilakukan terhadap utan-hutan yang telah gundul, merupakan
salah satu upaya Rehabilitasi / Restorasi yang bertujuan bukan saja untuk mengembalikan
nilai estetika, namun yang paling utama adalah untuk mengembalikan fungsi ekologis
kawasan hutan mangrove tersebut. Kegiatan seperti ini menjadi salah satu andalan
kegiatan Rehabilitasi / Restorasi di beberapa kawasan hutan mangrove yang telah ditebas
dan dialihkan fungsinya kepada kegiatan lain. Kegiatan Rehabilitasi / Restorasi hutan
mangrove sendiri telah dirintis sejak tahun 1960 di kawasan pantai utara Pulau Jawa.

Selain Rehabilitasi / Restorasi untuk pemulihan ekosistem mangrove yang rusak dikenal
juga restorasi ekosistem mangrove. Pengertian ekologi restorasi adalah proses mengubah
dengan sengaja keadaaan lingkungan suatu lokasi guna menetapkan suatu ekosistem yang
bersifat tertentu, asli, dan bersejarah. Tujauannya untuk mengembalikan struktur, fungsi,
kenekragaman dan dinamika suatu ekosistem yang dituju. Tujuan utama restorasi
mangrove ada dua, yaitu : merestorasi fungsi ekologi hutan mangrove yang rusak
(degraded) dan mendapatkan produk hutan yang mempunyai nilai komersial. Dalam
konteks ini nilai komersial berarti produk hutan yang dibutuhkan oleh penduduk sekitar
sebagai sumber energi dan perumahan selain untuk industri. Dua tujuan ini menentukan
spesies mangrove yang akan ditanam, untuk tujuan restorasi ekologi semua spesies
mangrove dapat dimanfaatkan/ditanam. Restorasi dilakukan hingga mencapai struktur
dan komposisi spesies semula, melalui suatu program reintroduksi yang aktif, terutama
dengan cara menanam dan membenihkan spesies tumbuhan semula (Basyuni, 2002).
Restorasi merupakan upaya memulihkan kawasan hutan yang mengalami kerusakan
(degraded) atau terganggu (disturbed) akibat aktivitas manusia atau gangguan alam.
Dengan upaya restorasi, kemungkinan pulihnya proses ekologi akan kembali, serta dengan
upaya ini, ketahanan yang menjadi syarat berlangsungnya pemulihan sistem dapat
tercapai. Ekosistem yang membutuhkan restorasi umumnya adalah ekosistem yang telah
mengalami perubahan atau kerusakan akibat aktivitas-aktivitas manusia, baik secara
langsung maupun tidak. Dalam beberapa kejadian, dampak terhadap kerusakan
ekosistem diperparah dengan terjadinya bencana alam seperti kebakaran hutan, banjir,
badai atau letusan gunung berapi yang mengakibatkan ekosistem tidak dapat lagi
dipulihkan seperti sediakala. Program restorasi berupaya memulihkan kembali ekosistem

59 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


sebagaimana mulanya. Oleh karena itu, mengetahui keadaan awal suatu ekosistem
sangatlah diperlukan sebagai dasar perencanaa program restorasi (Septyohadi, 2004).

 Fungsi dan Peranan Rehabilitasi / Restorasi Mangrove

Hutan mangrove dilaksanakan untuk memulihkan dan meningkatkan fungsi lindung,


fungsi pelestarian dan fungsi produksi (Kementrian Lingkungan Hidup, 1994). Program
Rehabilitasi / Restorasi dan konservasi dimaksudkan untuk memulihkan atau memperbaiki
kualitas tegakan yang sudah rusak serta mempertahankannya. Hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk menjaga fungsi hutan baik sebagai penghasil kayu, penjaga intrusi air laut,
abrasi, serta sebagai penyangga kehidupan tetap terjaga (Aqsa, 2010).

Rehabilitasi / Restorasi hutan mangrove merupakan bagian dari sistem pengelolaan hutan
mangrove yang merupakan bagian integral dari pengelolaan kawasan pesisir secara
terpadu yang ditempatkan pada kerangka Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai unit
manajemen. Penyelenggaraan Rehabilitasi / Restorasi hutan mangrove yang dimaksud
ditujukan untuk memulihkan sumberdaya hutan yang rusak sehingga berfungsi optimal
dalam memberikan manfaat kepada seluruh pihak yang berkepentingan, menjamin
keseimbangan lingkungan dan tata air Daerah Aliran Sungai (DAS) dan kawasan pesisir,
mendukung kelangsungan industri berbasis sumberdaya mangrove. Tujuan tersebut dapat
dicapai jika penanganan kawasan dilakukan secara tepat, adanya kelembagaan yang kuat,
dan teknologi Rehabilitasi / Restorasi yang tepat guna berorientasi pada pemanfaatan
yang jelas (DKP, 2010).

4.1.7. Konsep activity support


Kegiatan pendukung di dalam PRPM Kabupaten Tangerang, dirancang sebagai upaya
melengkapi kegiatan utama PRPM, dalam hal ini untuk mendukung kegiatan pelayanan
Rehabilitasi / Restorasi dan pembelajaran, jadi bersifat tidak langsung.
Beberapa kegiatan pendukung yang akan dikembangkan di lokasi PRPM antara lain:
a. Pelayanan dukungan ekowisata
b. Dukungan layanan rumah bibit

60 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


c. Dukungan jasa pelayanan wisata diklola oleh kelompok masyarakat berupa
Rumah Makan dan Homestay
4.1.8. Konsep lansekap dan tata hijau

Konsep lanskap yang akan dikembangkan pada kawasan PRPM ini adalah konsep kawasan
ruang terbuka hijau yang juga sekaligus menjadi green belt (sabuk hijau) bagii kawasan
pantai utara Kabuaten Tangerang, sebagaimana tertuang dalam site plan berikut ini.

Gambar 4.3. Siteplan PRPM Ketapang

Gambar 4.3 di atas memperlihatkan siteplan pengembangan kawasan PRPM. Pada


siteplan terdapat fasilitas umum seperti gapura penerimaan, pos jaga, VIC (Visitor
Information Center), kantor pengelola, area parkir, area kuliner, dermaga, toilet, mushola,
bedeng pembibitan, aula pertemuan, menara pandang. Pada siteplan terdapat gazebo di
titik tertentu ditengah sirkulasi, sehingga pengunjung yang sudah lelah melakukan touring
dapat beristirahat disana sambil menikmati good view dari hutan mangrove di sekitar
kawasan. Fasilitas dalam kawasan PRPM ini sekaligus berfungsi sebagai Ruang Terbuka

61 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Hijau (Green Open Space) yang dapat dimanfaatkan masyarakat di wilayah Tangerang dan
sekitarnya.

Selain fasilitas hard material yang terlihat dalam siteplan, pembagian zona tanaman (soft
material) dan blok-blok antar jenis tanaman mangrove sudah dilakukan tertuang dalam
Plantingplan (Gambar 4.4.). Dalam plantingplan tersebut, mangrove yang ditanam dibagi
menjadi 19 blok/zona tanaman yang terdiri dari 19 jenis tanaman mangrove yang karakter
dan ciri tanaman sesuai dengan kondisi ekologis kawasan.

Gambar 4.4. Planting Plan di dalam PRPM Ketapang

62 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Beberapa jenis pohon mangrove yang akan ditanam di PRPM adalah terlihat
dalam Tabel 4.1. berikut ini.
Tabel 4.1. Beberapa jenis pohon mangrove yang akan ditanam di PRPM

No. Nama Lokal Nama Latin


1 Api-api daun lebar Avicenia marina
2 Api-api daun panjang Avicenia alba
3 Bakau bandul Rhizophora mucronata
4 Bakau Kacang Rhizopora apiculata
5 Bogem / pedada Sonneratia casiolaris
6 Pedada Sonneratia alba
7 Dungun Heritiera littoralis
8 Gebang Corypha utan
9 Gedangan Aegiceras corniculatum
10 Jaranan Dolichandrone spathacea
11 Kenyangnyong Ceriops decandra
12 Laban Vitex pubescens
13 Nipah Nypa fruticans
14 Nyirih Xylocarpus granatum
15 Nyuruh Xylocarpus moluccensis
16 Tancang Merah Bruguiera gymnorrhiza
17 Tancang putih Bruguiera cylindrica
18 Tingi Ceriops tagal
19 Du udu Lumnitzera racemosa

4.2. Rencana Pengembangan Fasilitas


Rencana pembangunan fasilitas dilakukan melalui beberapa tahapan yakni pembuatan
gambar Detail Engineering Design (DED), persiapan lahan, pemasangan tiang pancang
(stake out), dan pembangunan fasilitas. Tahapan pembuatan gambar DED meliputi
perencanaan struktur bangunan, perencanaan grading lahan, pembuatan Rencana
Anggaran Biaya (RAB) dari masing-masing fasilitas yang akan dibuat, dan pembuataan
peta koordinat pembangunan dari masing-masing fasilitas.

Pada tahap persiapan lahan dilakukan pembersihan area lahan yang akan dibangun.
Selanjutnya dilakukan grading lahan pada area yang diperlukan sesuai dengan rencana .
Pada tahapan stake out, dilakukan pengecekan ulang peta koordinat pembangunan
fasilitas dari masing-masing fasilitas yang akan dibangun dengan kondisi lapangan. Lalu

63 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


dilakukan pemasangan benchmark dan tiang pancang dari masing-masing fasilitas yang
akan dibangun.

Selanjutnya pada tahapan pembangunan dilakukan pembuatan struktur pondasi dari


masing-masing bangunan yang akan dibuat, dilanjutkan dengan proses pelaksanaan
pekerjaan, finishing, hingga pemeliharaan awal.

Fasilitas yang akan dibangun antara lain :

a. Areal Parkir
b. Jembatan tracking
c. Gasebo (tempat istirahat)
d. Menara pandang
e. Bangunan restoran
f. Penginapan
g. Mangrove information center (MIC) sekaligus pusat souvenir dan
pembejalaran
h. Nursery center.

Selain itu, fasilitas yang akan dikembangkan juga disesuaikan dengan aktifitas yang akan
dikembangkan, sehingga fasilitas disesuaikan dengan aktifitas, sebagaimana table 4.2
berikut.

Tabel 4. 1. Rencana Aktifitas dan fasilitas utama yang akan dikembangkan

Lokasi Aktifitas Fasilitas


Jalur jalan perkerasan (2-3 m)
Jalur masuk
Menuju lokasi ekowisata Gerbang
lokasi
Signates
Berjalan, melihat dan Belajar Jalur/trek jalan alami (1-2m)
”Pemandu wisata”
Papan interpretasi
Dek viewing
Dalam
Dek tracking
lokasi
Dek Gazebo
wisata
Tempat duduk, gazebo, peneduh alami
Rekreasi : Darmaga kayu
tracking hutan mangrove Gazebo apung
Naik perahu Gazebo Tetap (Fix)

64 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Lokasi Aktifitas Fasilitas
Pusat informasi
Tempat pembuangan sampah
 Floating Cage (Dimensinya mengikuti Gazebo
Budidaya dan Restocking Ikan Apung)
(bandeng, udang dan nila)
 Fix Cage (Dimensinya mengikuti Gazebo Tetap (Fix)

4.3. Rencana Pengembangan Kegiatan/Aktifitas


4.3.1. Rencana Rehabilitasi / Restorasi mangrove
Perencanaan Rehabilitasi / Restorasi mangrove harus diawali dengan pemilihan lokasi dan
analisis kesesuaian lahan untuk penanaman mangrove, kemudian pemilihan dan
pengadaan bibit/pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan perawatan tanaman.

a. Pemilihan Lokasi dan Kesesuaian Jenis Mangrove

Lokasi penanaman mangrove dapat dilakukan di kawasan hutan lindung, hutan produksi,
kawasan budidaya, dan di luar kawasan hutan pada daerah : Pantai, dengan lebar sebesar
130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan yang diukur
dari garis air surut terendah ke arah darat; Tepian sungai, selebar 50 m ke arah kiri dan
kanan tepian sungai yang masih terpengaruh air laut; Tanggul, pelataran dan pinggiran
saluran air ke tambak.

Pemilihan jenis mangrove juga harus disesuaikan dengan lahan yang akan diRehabilitasi /
Restorasi. Beberapa jenis mangrove yang cocok untuk kondisi lahan tertentu menurut
Bengen (2006) adalah sebagai berikut :

 Bakau (Rhizophora spp.) dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang
berlumpur, dan dapat mentoleransi tanah lumpur-berpasir, dipantai yang agak
berombak dengan frekuensi genangan 20-40 kali/bulan. Bakau merah (Rhizophora
stylosa) dapat ditanam pada substrat pasir berkoral.
 Api-api (Avicennia spp.) lebih cocok ditanam pada substrat pasir berlumpur terutama
di bagian terdepan pantai, dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan.
 Bogem/Prapat (Sonneratia spp.) dapat tumbuh baik dilolasi bersubstrat lumpur atau
lumpur berpasir dari pinggir pantai ke arah darat, dengan frekuensi genangan 30-40
kali/bulan.

65 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


 Tancang (Bruguiera gymnorrhiza) dapat tumbuh dengan baik pada substrat yang lebih
keras yang terletak ke arah darat dari garis pantai dengan frekuensi genangan 30-40
kali/bulan.

b. Cara Pemilihan Bibit Yang Baik

Menurut Bengen (2006) dalam proses pembibitan bibit mangrove diusahakan berasal dari
lokasi setempat atau lokasi terdekat, disesuaikan dengan kondisi tanahnya. Persemaian
dilakukan dilakukan di lokasi tanam untuk penyesuaian dengan lingkungan setempat.
Bengen (2006) menyatakan bahwa untuk mengatasi hama pada tanaman mangrove
sebaiknya dilakukan beberapa cara sebagai berikut :

 Buah Rhizophora spp. atau Bruguiera spp. yang akan digunakan sebagai bibit, dipilih
yang telah cukup matang. Tanda-tanda kematangan buah ditunjukkan oleh keluarnya
buah dari tangakai.
 Buah kemudian disimpan ditempat yang teduh, ditutupi dengan karung goni yang
setengah basah selama 5-7 hari. Penyimpanan ini dimaksudkan untuk menghilangkan
bau/aroma buah segar yang dimiliki buah mangrove yang sangat disenangi oleh
serangga.
 Setelah itu buah mangrove siap untuk disemai pada kantong plastik/botol air mineral
bekas atau ditanam langsung ke lokasi tanam.

Penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menanam
langsung buahnya atau melalui persemaian bibit. Penanaman langsung tingkat
keberhasilan tumbuhnya rendah (sekitar 20-30%), sedangkan penanaman dengan melalui
persemaian bibit tingkat keberhasilan tumbuhnya relatif tinggi (sekitar 60-80%). Untuk
memperoleh bibit mangrove yang baik, pengumpulan buah (propagule) dapat dilakukan
antara bulan September sampai dengan bulan Maret, dengan karak teristik sebagai
berikut :

Bakau/Bakau-bakau (Rhizophora spp.)

- Buah sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang berusia di atas 10 tahun.

66 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


- Buah yang baik dicirikan oleh hampir lepasnya bongkol dari batang buah.
- Buah yang sudah matang dari Bakau Besar (R. mucronata) dicirikan oleh
warna buah hijau tua atau kecoklatan dengan kotiledon (cincin) yang
berwarna kuning; buah Bakau Kecil (R. apiculata) matang ditandai dengan
warna buah hijau kecoklatan dan warna kotiledon merah.

Tancang (Bruguiera spp.)

- Buah dipilih dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun.


- Buahnya dipilih yang sudah matang, dicirikan oleh hampir lepasnya
bongkol buah dari batangnya.

Api-api (Avicennia spp.), Bogem (Sonneratia spp), dan Nyirih (Xilocarpus granatum)

- Buah sebaiknya diambil yang sudah matang, dicirikan oleh warna


kecoklatan, agak keras dan bebas dari hama penggerek.
- Buah lebih baik diambil yang sudah jatuh dari pohon.

c. Pembibitan

Buah disemaikan langsung ke kantong-kantong plastik atau ke dalam botol air


mineral bekas yang yang sudah berisi media tanah. Sebelum diisi tanah, bagian
bawah kantong plastik atau botol air mineral bekas diberi lubang agar air yang
berlebihan dapat keluar. Khusus untuk buah bakau (Rhizophora spp.) dan Tancang
(Bruguiera spp.) sebelum disemaikan sebaiknya disimpan dulu di tempat yang
teduh dan ditutupi dengan karung basah selama 5-7 hari. Ini bermanfaat untuk
menghindari batang bibit dimakan oleh serangga atau ketan pada saat ditanam
nanti (Bengen, 2006).

Persemaian bibit mangrove menurut Bengen (2006) dilakukan pada lahan yang
lapang dan datar, dekat dengan lokasi tanam. Terendam dengan air pasang,
dengan frekuensi lebih kurang 20-40 kali/bulan, sehingga tidak memerlukan
penyiraman

67 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


d. Pembuatan bedeng persemian

 Ukuran disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya berukuran 1x5 m atau 1x10 m


dengan tinggi 1 m
 Bedeng diberi naungan ringan dari daun nipah atau sejenis.
 Media bedengan berasal dari tanah lumpur sekitarnya.
 Bedeng berukuran 1x5 m dapat menampung bibit dalam kantong plastik (10x50 cm)
atau dalam botol air mineral bekas (500 ml) sebanyak 1200 unit, atau sebanyak 2250
unit untuk bedeng berukuran 1x10 m.

Cara pembibitan mangrove adalah dengan cara buah disemaikan langsung ke kantong-
kantong plastik atau ke dalam botol air mineral bekas yang sudah berisi media tanah.
Sebelum diisi tanah, bagian bawah kantong plastik atau botol air mineral bekas diberi
lubang agar air yang berlebihan dapat keluar. Khusus untuk buah Bakau (Rizophora spp.)
dan Tancang (Bruguiera spp.) sebelum disemaikan sebaiknya disimpan dulu di tempat
yang teduh dan ditutupi karung basah selam 5-7 hari. Daun muncul setelah 20 hari,
setelah berumur 2-3 bulan bibit sudah bisa ditanam di lokasi.

e. Penanaman

Menurut Bengen (2006) penanaman mangrove dapat dilakukan melalui dua sistem, yaitu :
(1) sistem banjar harian, dan (2) sistem tumpang sari, atau lebih dikenal dengan sistem
wanamina (silvofishery).

(1) Sistem banjar harian

a). Menggunakan benih

Didekat ajir, buat lubang tanam pada saat air surut, dengan kedalaman lubang
disesuaikan dengan benih yang akan ditanam. Penanaman benih sebaiknya dilakukan
sedalam kurang lebih sepertiga dari panjang benih.

Benih ditanam secara tegak, dengan bakal kecambah menghadap ke atas.

68 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


b). Menggunakan bibit

Buat lubang didekat ajir pada saat air surut, dengan ukuran lebih besar dari ukuran
kantong plastik atau botol air mineral bekas.

Bibit ditanam secara tegak ke dalam lubang yang telah di buat, dengan
melepaskan bibit dari kantong plastik atau botol air mineral secara hati-hati agar
tidak merusak akarnya. Sela-sela lubang disekeliling bibit ditimbun dengan tanah
sebatas leher akar

c). Jarak tanam tergantung pada tujuan penanaman mangrove, bila untuk
perlindungan pantai bibit ditanam ada jarak 1x1 m, tetapi bil untuk produksi
digunakan jarak 2x2 m.

d). Jenis tanaman mangrove yang ditanam disesuaikan dengan zonasi ataupun
tujuan dari penanaman mangrove di lokasi tersebut. Bila untuk penahan abrasi
gunakann jenis bakau (Rhizophora spp.), namun bila untuk penghjauan saja cukup
ditanam jenis api-api (Avicenniaspp.)

(2) Sistem wanamina (Silvofishery)

Pada prinsipnya penanaman benih atau bibit mangrove dengan sistem wanamina
sama seperti pada sistem banjar harian. Perbedaannya adalah pada penanaman
mangrove dengan sistem wanamina dibuatkan tambak/kolam dan saluran air
untuk membudidayakan sumber daya ikan (ikan, udang, dsb), sehingga terdapat
perpaduan antara tanaman mangrove (wana) dan budidaya sumberdaya ikan
(mina).

Secara umum terdapat tiga pola dalam sistem wanamina (Bengen, 2006), yaitu;

 Wanamina dengan pola empang parit, pada pola empang parit lahan untuk
hutan mangrove dengan empang masih menjadi satu hamparan yang
diatur oleh satu pintu air.

69 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


 Wanamina dengan pola empang parit yang disenpurnakan. Lahan untuk
hutan mangrove dan empang diatur oleh saluran air yang terpisah.
 Wanamina dengan pola komplangan. Lahan untuk hutan mangrove dan
hutan mangrove terpisah dalam dua hamparan ynag diatur oleh saluran air
dengan dua pintu yang terpisah untuk hutan mangrove dan empang.
 Pemeliharaan

Langkah-langkah pemeliharaan mangrove menurut Bengen (2006) adalah sebagai


berikut :

 Penyiangan dan Penyulaman

Tiga bulan setelah penanaman dilaksanakan pemeriksaan lapangan untuk mengetahui


tingkat pertumbuhan tanaman. Apabila ada tanaman yang mati, harus segera
dilaksanakan penyulaman dengan tanaman yang baru.

Pada lokasi penanaman yang agak tinggi atau frekuensi genangan air pasang kurang, perlu
mendapat perhatian lebih intensif dalam pemeliharaannya. Hal ini disebabkan pad alokasi
tersebut cepat ditumbuhi kembali oleh sejenis pakisan atau Piyai (Acrosthicum aureumi).
Jadi apabila kelihatan tumbuhan Piyai mengganggu tumbuhan anakan, perlu segera
dilakukan penebasan kembali. Kegiatan penyiangan dan penyulaman ini dilakukan
samapai tanaman berumur lima tahun.

 Penjarangan

Kegiatan penjarangan diperlukan untuk memberi ruang tumbuh yang ideal bagi tanaman,
yaitu agar pertumbuhan tanaman dapat meningkat dan pohon-pohon yang tumbuh sehat
dan baik. Hasil penjarangan ini dapat dimanfaatkan untuk bahan baku arang, industri
kertas, kayu bakar, bahkan untuk makanan kambing.

 Perlindungan tanaman

70 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Mangrove dalam pertumbuhannya mempunyai masa-masa kritis. Oleh karena itu
perlindungan tanaman mangrove dari hama yang merusak, mulai dari pembibitan hingga
mencapai anakan, perlu dilakukan agar pertumbuhannya dapat berlangsung dengan baik.

Sejak usia pertumbuhan satu tahun, batang mangrove sangat disukai oleh serangga atau
ketam/kepiting. Menurut pengalaman 60-70% mangrove akan mati sebelum berusia satu
tahun karena digerogoti oleh seranggga atau ketam/kepiting.

Hama lain yang sering menyerang tanaman mangrove pada usia muda adalah kutu lompat
(mealy bug). Serangan pleh hama ini dicirikan oleh warna daun tanaman menjadi kuning,
kemudian rontok dan tanaman mati. Bila serangan hama ini terjadi sebaiknya tanaman
yang terserang dimusnahkan saja agar menghambat penyebarannya pada tanaman lain.

 Rencana Pengembangan Silvofishery


Menurut pakar lingkungan, ekosistem mangrove harus dikelola berdasarkan pada
paradigma ekologi yang meliputi prinsip-prinsip interdependensi antar unsur ekosistem,
sifat siklus dari proses ekologis, fleksibilitas, diversitas dan koevolusi dari organisme
beserta lingkungannya dalam suatu unit fisik DAS dan merupakan bagian integral dari
program PWPLT (Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Terpadu). Alternatif
pemanfaatan daerah pesisir yang bersifat multiple-use dimana mangrove sebagai salah
satu unsur ekosistemnya. Pakar lain menyatakan bahwa budidaya sistem silvofishery di
dalam area hutan mangrove memungkinkan adanya budidaya perikanan tanpa perlu
mengkonversi area mangrove. Dengan alternatif pengelolaan seperti ini diharapkan dapat
meningkatkan nilai ekonomi hutan mangrove, tanpa mengancam fungsi ekologisnya.

Komoditas perikanan yang sesuai untuk budidaya di air payau kawasan mangrove adalah
kepiting bakau (Scylla serrata), ikan bandeng (Chanos chanos), udang windu (Penaeus
monodon), udang vanamei (Penaeus vannamei), ikan patin (Pangasius pangasius), ikan
kakap (Lates calcarifer), kerang hijau atau rumput laut. Kepiting bakau mempunyai
karakteristik yang sedikit berbeda dengan komoditas lainnya karena kemampuannya
untuk bertahan hidup dalam kondisi kurang air. Oleh karena itu membudidayakan
kepiting tidak memerlukan tambak yang luas.

71 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Gambar 4.5. Pengembangan Silvofishery (wanamina)

Penanaman bibit mangrove dalam sistem wanamina yaitu dengan membuat tambak atau
kolam dan saluran air untuk budidaya ikan seperti ikan bandeng, udang, dan lain-lain.
Dengan demikian terdapat perpaduan antara tanaman mangrove (wana) dan budidaya
sumberdaya ikan (mina). Ada banyak cara dalam memanfaatkan mangrove secara lestari,
di antaranya ada lima bentuk utama, yaitu:

 tambak tumpang sari, dengan mengkombinasikan tambak dengan penanaman


mangrove;
 hutan rakyat, dengan pengelolaan yang berkelanjutan dengan siklus tebang 15-30
tahun atau tergantung dari tujuan penanaman;
 budaya memanfaatkan mangrove untuk mendapatkan hasil hutan selain kayu berhasil
memanfaatkan buah dan daun mangrove sebagai bahan baku beragam makanan kecil
dan minuman sirup karena berdasarkan penelitian laboratorium, buah mangrove
mengandung gizi seperti karbohidrat, energi, lemak, protein dan air;
 silvofishery (wanamina); dan
 bentuk kombinasi pemanfaatan mangrove yang simultan.

Pengelolaan budidaya ikan/udang di tambak melalui konsep silvofishery, disamping sangat


efisien juga mampu menghasilkan produktivitas yang cukup baik dengan hasil produk
yang terjamin keamanannya karena merupakan produk organik (non-cemical). Bukan

72 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


hanya itu konsep ini juga mampu mengintegrasikan potensi yang ada sehingga
menghasilkan multiple cash flow atau bisnis turunan antara lain adalah bisnis wisata alam
(eco-taurism business) yang sangat prospektif, pengembangan UMKM pengolahan produk
makanan dari buah mangrove, disamping bisnis turunan lainnya. Jenis komoditas
perikanan yang dapat dikembangkan dalam silvofishery antara lain: kakap, kerapu,
bandeng atau baronang, jenis Crustase (udang, kepiting bakau dan rajungan), kekerangan
(kerang hijau, kerang darah atau kerang bakau).

Silvofishery merupakan pola pendekatan teknis yang terdiri atas rangkaian kegiatan
terpadu antara kegiatan budidaya ikan, udang atau usaha kepiting lunak, dengan kegiatan
penanaman, pemeliharaan, pengelolaan dan upaya pelestarian hutan mangrove.
Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dengan menerapkan silvofishery, yaitu:

 Konstruksi pematang tambak akan menjadi kuat karena akan terpegang akar-akar
mangrove dari pohon mangrove yang ditanam di sepanjang pematang tambak dan
pematang akan nyaman dipakai para pejalan kaki karena akan dirimbuni oleh tajuk
tanaman mangrove
 Hasil penelitian ahli perikanan pada tahun 1979 menunjukkan terdapat hubungan
yang signifikan antara luas kawasan mangrove dengan poduksi perikanan budidaya,
dimana semakin meningkatnya luasan mangrove maka produksi perikanan budidaya
juga turut meningkat.
 Salah satu nilai ekologis dari ekosistem mangrove telah digunakan sebagai pengolah
limbah cair sejak 1990, percobaan lapangan dan eksperimen rumah hijau telah
diujikan efek dari penggunaan ekosistem mangrove untuk mengolah limbah. Hasil uji
lapang di Negara Tiongkok membuktikan bahwa bertambahnya konsentrasi polutan di
lahan mangrove tidak menyebabkan terdeteksinya kerusakan pada tanaman
mengrove, invertebrata bentik, atau spesies alga.
 Peningkatan produksi dari hasil tangkapan alam dan ini akan meningkatkan
pendapatan masyarakat petani ikan.
 Mencegah erosi pantai dan intrusi air laut ke darat sehingga pemukiman dan sumber
air tawar dapat dipertahankan

73 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


 Terciptanya sabuk hijau di pesisir (coastal green belt) serta ikut mendukung program
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim global karena mangrove akan mengikat
karbondioksida dari atmosfer dan melindungi kawasan pemukiman dari
kecenderungan naiknya muka air laut.
 Mangrove akan mengurangi dampak bencana alam, seperti badai dan gelombang air
pasang, sehingga kegiatan berusaha dan lokasi pemukiman di sekitarnya dapat
diselamatkan

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak negatif tanpa
menghilangkan fungsi ekonomis areal mangrove sebagai lahan budidaya perikanan dapat
dilakukan melalui budidaya sistem polikultur dan wanamina. Sistem polikultur adalah
sistem budidaya ikan yang dipelihara lebih dari satu jenis ikan dalam satu wadah. Sistem
ini berguna untuk efisiensi penggunaan pakan alami yang ada di kolam.
Sedangkan, silvofishery adalah suatu bentuk kegiatan yang terintegrasi (terpadu) antara
budidaya air payau dengan pengembangan mangrove pada lokasi yang sama. Konsep
silvofishery ini dikembangkan sebagai salah satu bentuk budidaya perikanan
berkelanjutan dengan input yang rendah. Pendekatan antara konservasi dan pemanfaatan
kawasan mangrove ini kemungkinan untuk mempertahankan keberadaan mangrove yang
secara ekologi memiliki produktivitas relatif tinggi dengan keuntungan ekonomi dari
kegiatan budidaya perikanan.

Dalam mengakomodasi kebutuhan lahan dan lapangan pekerjaan, hutan mangrove dapat
dikelola dengan model silvofishery atau wanamina yang dikaitkan dengan program
Rehabilitasi / Restorasi pantai dan pesisir. Kegiatan silvofishery berupa empang parit pada
kawasan hutan mangrove, terutama di areal Perum Perhutani telah dimulai sejak tahun
1978. Empang parit ini pada dasarnya adalah semacam tumpang sari pada hutan jati,
dimana ikan dan udang sebagai pengganti tanaman palawija, dengan jangka waktu 3-5
tahun masa kontrak.

Pada awalnya empang parit ini hanya berupa parit selebar 4 meter yang disisihkan dari
tepi areal kegiatan reboisasi hutan mangrove, sehingga keluasannya mencapai 10-15%
dari total area garapan. Jarak tanam 3 m x 2 m, dengan harapan 4-5 tahun pada akhir

74 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


kontrak, tajuk tanaman sudah saling menutup. Sejak tahun 1990 dibuat sistem pola
terpisah (komplangan) dengan 20% areal untuk budidaya ikan dan 80% areal untuk hutan
dengan pasang surut bebas.

Selain itu nilai pakan lain yang penting dari ekosistem adalah berbagai organisme akuatik
yang beberapa diantaranya memiliki nilai komersial memilih habitat mangrove sebagai
tempat hidupnya. Tiga puluh persen produksi perikanan laut tergantung pada kelestarian
hutan mangrove, karena kawasan mangrove menjadi tempat perkembangbiakan jenis-
jenis ikan yang tinggi nilai komersilnya. Daun-daun berjatuhan dan berakumulasi pada
sedimen mangrove sebagai leaf litter (lapisan sisa-sisa daun) yang mendukung komunitas
organisme detrial yang besar jumlahnya. Tanaman mangrove, termasuk bagian batang,
akar dan daun yang berjatuhan memberikan habitat bagi spesies akuatik yang berasosiasi
dengan ekosistem mangrove. Ekosistem ini berfungsi sebagai tempat untuk memelihara
larva, tempat bertelur dan tempat pakan bagi berbagai spesies akuatik. Ikan merupakan
komoditas yang memiliki nilai ekonomi tak langsung yang turut mempertahankan
keberadaan kawasan mangrove. Semakin dijaganya ekosistem mangrove maka akan
memberikan nilai ekonomi lebih besar bagi masyarakat, sehingga masyarakat sangat
berperan dalam menjaga kelestarian ekosistem mangrove.

Dengan dilakukannya pengelolaan kawasan mangrove melalui wanamina maka didapat


beberapa manfaat secara ekologi dan ekonomi, yaitu:

 Menjamin keberadaan ekosistem hutan mangrove dengan luasan yang cukup dan
sebaran yang proporsional.
 Mengoptimalkan aneka fungsi kawasan tersebut, termasuk fungsi konservasi, fungsi
lindung dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi
yang seimbang secara berkelanjutan.
 Meningkatkan daya dukung kawasan.
 Mendukung pengembangan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara
partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga menciptakan
ketahanan sosial ekonomi.

75 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Untuk pengembangan sistem wanamina (sylvofishery), di kawasan ekosistem hutan
mangrove ada beberapa hal yang dapat direkomendasikan:

1. Rencana pengembangan dan pengelolaan kawasan harus didasarkan atas asas


kelestarian manfaat dan keterpaduan, dengan tujuan:

 Menjamin keberadaan kawasan ekosistem hutan mangrove dengan luasan yang cukup
dan sebaran proporsional,
 Mengoptimalkan aneka fungsi kawasan, termasuk fungsi konservasi, fungsi lindung
dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi yang
seimbang dan berkelanjutan;
 Mendukung pengembangan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara
partisipatif, berkeadilan dan berwawasan lingkungan sehingga menciptakan
ketahanan sosial dan ekonomi.

2. Revitalisasi fungsi kawasan hutan mangrove.

3. Pengembangan kegiatan wanamina dengan proporsi 80% kawasan untuk hutan dan
20% untuk usaha perikanan.

Sebagai kawasan hutan prinsip pengelolaan hutan mangrove tidak berbeda dengan
pengelolaan hutan secara umum. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki
manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat
ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara harmonis dan seimbang. Oleh karena itu
hutan harus dikelola dan diurus, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan
bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia baik generasi sekarang maupun yang akan
datang. Dalam kedudukannya sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan,
hutan telah memberikan manfaat yang besar bagi umat manusia, oleh karena itu harus
dijaga kelestariannya.

76 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Gambar 4.5. Berbagai Tipe Pola Wanamina

Metode wanamina (silvofisheries) merupakan suatu kegiatan harmonisasi budidaya


perikanan dengan hutan mangrove. Dimana dalam hal ini komoditas budidaya adalah ikan
bandeng dan vegetasi hutan mangrove adalah Rhizopora sp. dan Avicenia sp. Prinsipnya
metode ini mengandalkan berbagai jenis burung yang bersarang pada phon mangrove
dan kotorannya bermanfaat sebagai pupuk guna menumbuhkan pakan alami berupa
klekap. Klekap merupakan makanan bagi ikan bandeng yang terdiri dari berbagai jenis
mikro organisme dan membentuk flok. Prinsip keseimbangan (Principle of harmony)
menjadi dasar bagi terwujudnya budidaya berkelanjutan (sustainable aquaculture).
Keseimbangan yang dimaksud adalah bahwa pengelolaan perikanan budidaya harus
mampu menjamin berjalannya siklus dan interaksi yang saling menguntungkan dalam
sebuah ekosistem.

77 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


V. RENCANA PENGELOLAAN PUSAT RESTORASI DAN
PEMBELAJARAN MANGROVE KABUPATEN TANGERANG
5.1. Visi dan Misi Pengelolaan PRPM

Visi atau cita-cita yang didambakan dalam Pengelolaan PRPM Kabupaten Tangerang
adalah:

“Terkelolanya kawasan PRPM Ketapang yang Sehat, Mencerdaskan,


dan Mensejahterakan masyarakat sekitar”

Misi

Untuk mencapai visi tersebut diatas, perlu dirumuskan misi sebagai berikut:

1) Mempertahankan kualitas keanekaragaman hayati di kawasan PRPM melalui


upaya rehabilitasi dan pelestarian keanekaragaman hayati ekosistem mangrove
yang terintegrasi dengan program pembelajaran untuk masyarakat.

2) Mendokumentasikan data dan informasi keanekaragaman hayati kawasan PRPM


secara terpadu untuk kepentingan ilmu pengetahuan generasi mendatang.

3) Peningkatan peran serta masyarakat sekitar kawasan PRPM Ketapang dan


stakeholder lain termasuk dunia usaha dalam upaya pelestarian keanekaragaman
hayati di kawasan PRPM Ketapang.

5.2. Tujuan dan Sasaran Pendirian PRPM Ketapang

Tujuan dari Pendirian PRPM Ketapang adalah terlaksananya upaya-upaya pemulihan


(rehabilitasi) dan pelestarian ekosistem mangrove yang dilaksanakan secara terpadu
dengan program pemerintah dan stakeholder lain untuk mempertahankan
keanekaragaman hayati ekosistem mangrove yang Sehat dan Lestari, dapat menjadi
pusat pembelajaran dan promosi konservasi mangrove bagi masyarakat dan publik serta
dapat mensejahterakan masyarakat sekitar.

78 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


5.3. Strategi Pengembangan PRPM Ketapang

Dalam rangka mencapai visi, misi dan sasaran pengelolaan PRPM Ketapang, perlu
dirumuskan strategi pengelolaan. Adapun strategi yang akan dijalankan adalah :

1. Mendorong kerjasama dengan seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten Tangerang


dan stakeholder lain termasuk dunia usaha secara terintegrasi dalam menjalankan
program rencana Pengembangan PRPM Ketapang.

2. Peningkatan upaya rehabilitasi ekosistem mengrove di PRPM Ketapang untuk


mencapai kualitas ekosistem mangrove yang sehat dan fungsional.

3. Pengembangan upaya pengawetan plasma nutfah / dan biodiversitas dengan


mengembangkan fungsi arboretum dalam PRPM Ketapang untuk
mempertahankan keberadaan kekayaan plasma nutfah / dan biodiversitas
mangrove guna mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4. Pengembangan fungsi edukasi dan rekreasi didalam PRPM Ketapang melalui


pengembangan fasilitas dan jasa pelayanan yang mendukungnya

5. Penguatan Dukungan Sosial, Ekonomi, dan Kelembagaan Masyarakat dan


stakeholder sekitar kawasan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
sekitar lokasi PRPM.

5.3.1. Program kerjasama dengan Stakeholder dalam integrasi pelaksanaan program


rencana Pengembangan PRPM Ketapang.
Kerjasama atau bekerja secara kolaboratif menjadi kunci dalam keberhasilan program
rencana Pengembangan PRPM Ketapang. Terdapat 5 (lima) pihak yang berkepentingan
dan potensial menjadi pelaku langsung dalam program rehabilitasi yaitu : (1) pemerintah
(kabupaten Tangerang dan Kementerian Kelautan dan Perikanan), (2) masyarakat lokal,
(3) piahk swasta melalui CSR, (4) lembaga non pemerintah atau swadaya masyarakat dan
(5) perguruan tinggi. Kelimanya dapat secara mandiri melakukan program masing-masing,
namun akan lebih efektif dan tingkat keberhasilannya lebih terjamin jika dilakukan secara
terintegrasi dan berkolaborasi. Hal ini bahkan menjadi suatu kebutuhan dan kewajiban,
bagi semua pihak untuk melakukan kerjasama, terutama jika tindak-lanjutnya

79 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


ditingkatkana bukan sekedar program rehabilitasi tetapi sudah kearah pengelolaan
ekosistem. Dalam hal kerja bersama ini, beberapa kegiatan perlu dilakukan yaitu:

a. Koordinasi dalam perencanaan dan pelaksanaan pengembangan PRPM Ketapang


b. Monitoring dan evaluasi teritengrasi
c. Data sharing dan informasi
Data dan informasi mengenai mangrove dalam hal pembelajaran perlu untuk
didokumentasikan dalam suatu sistem dokumentasi data PRPM sehingga ke depan PRPM
juga berfungsi sebagai MANGROVE CENTER, dimana perusahaan dan dunia usaha dapat
menjadi sumber funding melalui dana CSRnya yang dapat menyediakan ruang koleksi dan
dokumentasi untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tentang
mangrove.

5.3.2. Program Penguatan Rehabilitasi Ekosistem Kawasan


Tujuan Pengembangan PRPM Ketapang adalah merehebilitasi dan melindungi ekosistem
dan sumberdaya yang ada agar tetap lestari dan memberi manfaat bagi keberlangsungan
kehidupan ekosistem dan pendidikan. Prinsip ini menegaskan pengembangan dan
pengelolaan PRPM yang utama adalah melindungi kepentingan kelestarian mangrove,
sehingga diperlukan seperangkat program rehabilitasi di kawasan PRPM Ketapang .
Adapun strategi ini akan dicapai melalui program-program sebagai berikut :

1. Penyediaan sumber benih dan pembibtan melalui nursery center;

2. Rehabilitasi hutan mangrove;

3. Pengawetan jenis dan plasma nutfah mangrove melalui Arboretum;

4. Perlindungan hutan mangrove dan ekosistemnya;

5. Penelitian dan Pengembangan;

6. Monitoring dan Evaluasi.

5.3.2. Program Pengembangan fungsi edukasi dan rekreasi

Pengembangan edukasi menjadi misi kedua setelah restorasi, sehingga program ini
menjadi pogram wajib. Program Pengembangan fungsi edukasi dan rekreasi didalam

80 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


PRPM Ketapang dilakukan melalui pengembangan fasilitas, kegiatan dan jasa pelayanan
yang mendukungnya, namun wisata yang dikembangkan bukanlah wisata masal tetapi
wisata berbasis ekologi (ekowisata) dan karenanya menjadi ekslusif. Konsep wisatanya
jugaharus selalu ada muatan pendidikan dan promosi pelestarian mangrove (eco-edu
tourism). Beberapa program yang perlu dilakukan dalam menjalankan fungsi edukasi dan
rekreasi adalah sbb :

 Penataan kawasan yang nyaman dan good view


 Penyediaan sarana dan prasarana wisata yang selaras dengan fungsi ekologi
kawasan
 Pengembangan kegiatan wisata berbasis edukasi
 Mangrove Summer camp sebagai bentuk pendidikan lingkungan dan promosi
restorasi mangrove untuk anak sekolah mulai TK sampai perguruan tinggi.
 Pengembangan informasi seputar kenekaragaman hayati mangrove dan
publikasi promosi pelestariannya
 Pengembangan paket paket kunjungan dan pendidikan lingkungan untuk siswa
sekolah, mahasiswa dan umum.
 Pengembangan bahan-bahan edukasi dalam bentuk bacaan ataupun system
informasi yang udah diakses.

5.3.3. Program Penguatan Dukungan Sosial Ekonomi Masyarakat Untuk


Mendukung Pengelolaan Keanekaragaman Hayati

Pengembangan sosial ekonomi dan budaya masyarakat untuk mendukung pengembangan PRPM
dilakukan melalui pengembangan sistem yang memungkinkan masyarakat/stakeholder turut
terlibat dalam upaya pencegahan atas rusaknya ekosistem mangrove, dan sekaligus mendorong
supaya masyarakat/stakeholder ikut serta dalam upaya perlindungan dengan mendorong upaya
upaya mandiri dalam rehabilitasi dan pelestarian ekosistem, seperti upaya membangun
arboretum.

Strategi ini semua berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan, agar
dapat hidup berdampingan dengan alam/nature kawasan yang menjadi kawasan

81 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


pengelolaan. Kunci dari strategi pengembangan sosekbud di sekitar kawasan adalah
peningkatan kesadaran dan kesejehteraan sosial ekonomi, serta pemberdayaan
masyarakat. Oleh karena itu program yang perlu dikembangkan dalam strategi ini yaitu :

1. Peningkatan kualitas SDM dalam pengelolaan kawasan dan perekonomian

2. Pelibatan Publik dalam Upaya Rehabilitasi kawasan dengan pola adopsi

3. Peningkatan manfaat Ekonomi Ekosistem;

4. Pemberdayaan Masyarakat;

5. Monitoring dan Evaluasi.

Adapun program tersebut dijabarkan sebagai berikut:

 Peningkatan Kualitas SDM

Kualitas SDM menjadi kunci atas suksesnya upaya rehabilitasi dan pengelolaan ekosistem.
Sasarannya adalah agar masyarakat sadar dan mau melakukan sesuatu hal yang positif
serta bisa dan mampu melakukan sendiri. Untuk itu masyarakat harus diberitahu melalui
penyuluhan baik melalui kampanye, ceramah, melalui lembaga keagamaan dan didorong
juga supaya memiliki kemampuan untuk menjalankan melalui pelatihan, praktik dan
seterusnya.

Beberapa pelatihan yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan rehabilitasi meliputi


pelatihan yang bersifat teknis, strategis dan manajemen antara lain :

1. Pelatihan pengenalan mangrove


2. Pelatihan Rehabilitasi mangrove
3. Pelatihan Pengembangan Arboretum dan pemandu wisata
4. Pelatihan manajemen pengelolaan usaha
5. Pelatihan pengolahan limbah (sampah) menjadi barang multiguna
6. Pelatihan budidaya perikanan
7. Pelatihan monitoring dan analisis data
8. Pelatihan masak dari bahan sea food, dll.

82 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Selain itu dalam peningkatan kualitas SDM ini juga perlu menjalankan strategi mendidik
sejak dini, dengan sasaran siswa-siswi sejak tingkatan sekolah sejak tingkat Play Group,
sehingga dasar-dasar konservasi sudah ditanamkan sejak anak baru mengenal, sehingga
akan tertanam dalam sanubari dan kesadaran kognitif dan afektifnya.

 Pelibatan Publik dalam Upaya Rehabilitasi

Kesediaan dan kehadiran sektor public dalam upaya rehabilitasi ekosistem di PRPM juga
sangat penting, dan akan sangat membantu mempercepat upaya rehabilitasi.
Keterbatasan pendanaan, birokrasi dan mekanisme monitoring yang kurang efektif
membuat keterlibatan sector public menjadi sangat diharapkan. Mekanismenya dapat
melalui CSR (corporat social (and environmental) responsibility) atau melalui PPP (Public
private partnership). Dengan keterlibatan publik maka akan terbentuk suatu skeme
padanaan berkelanjutan untuk tujuan konservasi yang salahsatunya untuk upaya
rehabilitasi.

Siapa yang harus menangani mekanisme ini, tugas pemerintah yang harus menyediakan
instrument aturannya, pelaksanaanya dapat bekerjasama dengan perguruan tinggi, NGO
atau langsung dengan kelompok masyarakat.

 Peningkatan Manfaat Ekonomi Ekosistem

Pengembangan Ekonomi Masyarakat di sekitar kawasan PRPM pada intinya menodorong


tumbuh kembangnya aktifitas ekonomi di sekitar kawasan yang dihasilkan dari
pemanfaatan ekosistem secara berkelanjutan, sehingga keberadaan ekosistem tersebut
dirasakan manfaatnya, dan masyarakat merasakan jika keberadaan ekosistem tersebut
hilang maka nilai ekonomi masyarakat juga hilang, sehingga kesejahteraan sosial ekonomi
masyarakat di sekitar kawasan juga terancam.

Strategi pengembangan ekonomi dilaksanakan dengan mendayagunakan potensi kawasan


sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat, antara lain :

a. Pengembangan Kegiatan Ekonomi Non-Perikanan

Pengembangan potensi ekonomi non perikanan dalam di sekitar PRPM sangat perlu
dikembangkan terutama untuk mendukung pengelolaan rehabilitasi seperti kegiatan

83 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


pengembangan tenaga pemandu wisata dan penelitian, pengembangan home stay, bisnis
transportasi, restoran, keterampilan dalam pembuatan cendera mata (souvenir), rental
perahu dan kader konservasi serta dan penyedia jasa-jasa wisata lainnya.

b. Pengembangan Kegiatan yang seiring Misi Rehabilitasi

Selain itu dapat juga dikengembangkan kegiatan lainnya yang sekaligus dapat seiring
dengan kegiatan rehabilitasi, diantara mengurangi penyebab kerusakan mangrovedari
kegiatan manusia seperti pembuangan sampah ke laut. Kegiatan ini memang tidak
langsung terkait denganmangrovenamun mengurangi resiko rusaknya mangrove, karena
sumber penyebab telah diminimalisir. Kegiatan yang dapat dilaksanakan misalnya :

1. Mangrove Summer camp sebagai bentuk pendidikan lingkungan dan promosi


restorasi mangrove untuk anak sekolah mulai TK sampai perguruan tinggi.
2. Pembuatan cendera mata dari produk mangrove atau barang bekas sehingga
mengurangi sampah yang tenggelam ke laut,
3. membuat kompos dan menjualnya untuk penghijauan,
4. menjual tanaman hias,
5. Mengebangkan pohon (mangrove) asuh,
6. jasa pendidikan lingkungan untuk anak-anak (youth camp dan
7. berbagai kegiatan insidentil yang memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar
kawasan seperti kegiatan seni dan budaya.

 Pemberdayaan Masyarakat

Masyarakat di sekitar lokasi PRPM adalah para pemukim di lokasi yang semi terisolir yang
menggantungkan hidupnya, sebagian atau seluruhnya, pada sumberdaya yang ada di
sekitarnya. Keberhasilan pengelolaan sangat bergantung pada seberapa besar masyarakat
merasa diajak turut serta dan dibantu. Selama masyarakat setempat masih dianggap
hanya sebagai obyek pengelolaan, akan sulit terjalin kerja sama, koordinasi dan
komunikasi seperti yang diharapkan.

Selain itu kemampuan pengelola kawasan (Pemerintah Kabupaten) dalam mendorong


masyarakat untuk aktif terlibat dan sekaligus menjalin kerjasama semua pihak terutama

84 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


secara vertikal (pemerintah privinsi dan pusat) ataupun secara horizontal (pengusaha,
swasta dan masyarakat) menjadi kunci keberhasil dalam pemberdayaan.

Untuk mewujudkan pola pengelolaan secara efisien dan efektif, pengelola PRPM dituntut
berperan dalam memberdayakan masyarakat setempat, sebagai fasilitator bagi kegiatan
pemanfaatan ekstraktif terbatas. Untuk mendukung hal tersebut, Pemerintah atau
pengelola PRPM Ketapang diharapkan dapat berkomunikasi secara efektif dengan semua
stakeholder, terutama komunitas masyarakat lokal. Adapun kegiatan yang perlu
dijalankan dalam rangka mengajak masyarakat dalam penyatuan pengelolaan adalah
dengan Pelibatan Masyarakat Lokal dalam setiap Upaya Rehabilitasi dimulai sejak
perencanaan dan kegiatannya, bahkan sampai monitoring.

Dalam pemberdayaan masyarakat hal yang penting juga sangat ditentukan adanya
fasilitasi atau pendampingan terus menerus dari pihak luar yang independent, aktif dan
memiliki kemampuan teknis yang bagus, dengan adanya pendampingan masyarakat lokal
akan merasa di temani, sehingga kepercayaan dirinya tumbuh dan ada tempat bertanya
jika menghadapi masalah. Selain itu, keberadaan fasilitator yang netral dapat menjadi
jalan komunikasi dan penengah para pihak yang berkonflik.

5.4. Rencana Pengembangan Restorasi dan Pembelajaran Mangrove di PRPM


Ketapang Kabupaten Tangerang

Secara umum, rencana program restorasi dan pembelajaran mangrove tidak dapat
dilepaskan dari 3 tujuan utama yaitu tujuan ekologi, tujuan sosial ekonomi dan tujuan
kelembagaan. Tujuan ekologi adalah untuk memulihkan kembali ekosistem mangrove dan
sumberdaya perikanan. Sedangkan tujuan sosial ekonomi adalah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat inheren dengan program upaya restorasi dan tujuan
kelembagaan adalah untuk meningkatkan kapasitas kebijakan pengelolaan kawasan
secara integratif dari hulu hingga ke hilir.

Dalam kerangka ketiga tujuan tersebut, maka penyusunan rencana Pengembangan PRPM
Ketapang harus berbasis pada pendekatan pendekatan :

85 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


(1) teknis-ekologis seperti informasi mengenai sensitifitas suatu ekosistem dari kajian-
kajian sebelumnya, tata ruang dan kesesuaian lahan serta pertimbangan teknis di
lapangan (geofisik, hidro-oseanografi, hidrologi, kualitas air serta flora dan fauna).

(2) Sosial ekonomi berupa persepsi masyarakat, nilai dan standar sosial budaya
setempat, kesehatan, pendidikan, dan ketergantungan masyarakat terhadap area
yang akan direhabilitasi.

(3) Pengaturan Kelembagaan yang terkait dengan peraturan yang ada, model
pengelolaan kawasan yang efektif, penegakan aturan yang ada, peran dan fungsi
serta koordinasi para pemangku kepentingan, dll.

Secara garis besar tekanan yang menghasilkan kerusakan ataupun degradasi kualitas
mangrove diartikan sebagai penurunan kualitas hidup habitat ekosistem mangrove dapat
dikategorikan dalam dua kelompok penyebab kerusakan utama: faktor alam dan manusia
(antropogenik).

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka untuk menentukan alokasi lokasi ditentukan


berdasarkan kriteria lokasi calon daerah sebagai berikut :

1. Presentase dan tingkat kerusakan habitat mangrove


2. Kedekatan lokasi dengan pemukiman sehingga dapat dikelola oleh masyarakat
3. Aksesibilitas untuk pengembangan pemanfaatan di masa mendatang
4. Tidak tumpang tindih dengan aktifitas intensif misalnya daerah penangkapan ikan
masyarakat dan perikanan budidaya intensif.
Adapun rencana pengembangan dilakukan secara bertahap, sebagaiana tabel 5.5 beriut.
Tabel 5.5. Rencana pengembangan wisata (WTI)
Waktu
Link dan Supporting activity Pealaksanaan
No Program Kegiatan Tujuan Pelaksana & (Tahun)
Mitra
Pemberdayaan Infrastruktur 1 2 3 4 5
1. Koordinasi Koordinasi Lintas Menguatkan Pelibatan desa - Bappeda X X
Percepatan Sektor/SKPK kerjasama dalam sekitar lokasi
Program pembangunan
kawasan
2. Peningkatan -Pelatihan Menghasilkan Pemuda sekitar Dinas X X
Sumberdaya Pengelolaan tenaga terampil lokasi wisata Pariwisata
Manusia Lokal Wisata bagi untuk mengelola
pemuda lokasi wisata dan
layanan UPF
- Pelatihan Tour Menghasilkan Pemuda sekitar - X X

86 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Waktu
Link dan Supporting activity Pealaksanaan
No Program Kegiatan Tujuan Pelaksana & (Tahun)
Mitra
Pemberdayaan Infrastruktur 1 2 3 4 5
Guide dan tenaga pemandu lokasi
pemandu wisata wisata yang terampil Disertai
dan profesional pendampingan
3. Penyiapan Penyiapan unit Pendirian Lembaga Perekrutan dari - Biro Hukum dan X
Kelembagaan pengelola pengelola tenaga kerja Bappeda
Fasilitas (UPF) local
Penyiapan Membuat payung Keterlibatan - Biro hukum X
mekanisme hukum keterlibatan Mayarakat
Kerjasama pihak ketiga dalam
Operasi obyek mekanisme
kerjasama
pengelolaan obyek
4. Pengembangan Rekruitmen Menyiapkan tenaga Mengutamakan - BKD X X
SDM tenaga kerja pengelola dari masyarakat
operasional UPF obyek sekitar yang
memenuhi
kualifikasi
Pendidikan Meningkatkan Mendorong Dinas X
kepariwisataan ketrampilan dan peserta dari Pendidikan
untuk calon manajemen masyarakat
tenaga kerja pengelolaan sekitar yang
pariwisata memenuhi
kualifikasi
5. Pemasaran Publikasi Mempromosikan - Media Massa Dinas X X X X
obyek wisata Pariwisata
melalui media Provinsi dan
massa baik Kemenbudpar
berbentuk cetak Dinas
(Spanduk, Pariwisata
Pamflet/selebaran Organisasi
Buku terkait Pemuda
mangrove KKP
Komik mangrove
stiker) dan website,
juga melalui Papan
informasi dan
elektronik berupa
video terkait dengan
mangrove
6. Fasilitas Pembuatan Penanda masuk Tenaga Kerja Desain dan Dinas X
Pelayanan Entrance Gate kawasan/Gapura Lokal pengawasan Pariwisata
pembangunan PU
Pembuatan area Penyediaan tempat Pengelolaan Pengawasan X
Parkir parkir oleh Karang PU
Taruna Desa
Pembuatan Penyediaan fasilitas - - Dispar X
Gazebo istirahat sementara
bagi pengunjung
Pembangunan Menyediakan Pengelolaan - Dispar X
Mushola dan fasilitas peribadatan oleh pemuda
Toilet dan toilet desa setempat
Pembangunan Menyediakan Petugas terlatih Bagian fasilitas Dispar X
Information informasi dan entrance gate
Center layanan wisata bagi
pengunjung
Pembangunan Menyediakan Masyarakat lokal Tenant untuk Disperindagkop X
Restoran/Kuliner makanan sebagai makanan –
berkualitas berciri penyedia jasa Pujasera
mangrove
Nursery Penyediaan bedeng Masyarakat lokal Area seluas Diskanlut, X X
mangrove pembibitan dan dan petugas 500 m2 DIshut danBLH
screenhouse untuk terlatih
display contoh

87 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


Waktu
Link dan Supporting activity Pealaksanaan
No Program Kegiatan Tujuan Pelaksana & (Tahun)
Mitra
Pemberdayaan Infrastruktur 1 2 3 4 5
tanaman mangrove
yang ditanam di
arboretum
7. Jaringan Utilitas Pembuatan Jalan Memudahkan akses Pelaksana - Dinas PU – Bina X
Dasar dan Jembatan pengunjung Kontraktor lokal Marga
menuju lokasi memasuki kawasan
wisata
Penyediaan Menyediakan air - Pengolah air Dinas PU Cipta X
Jaringan air bersih untuk dan sumur bor Karya
bersih pengunjung wisata
8. Fasilitas Pembangunan Menyediakan - - Investasi X
Wisata- Menara pandang tempat pengunjung Swasta
dan teropong mengobservasi view PU - Dishub
dari ketinggian
Pembangunan Memudahkan - - Dinas X
tracking deck pengunjung pariwisata
berpetualang di
dalam kawasan
wisata
Bungalow / Menyediakan Penyerapan Dukungan Dinas X
Tempat tempat istirahat tenaga kerja Amdal dan Pariwisata
Penginapan /menginap yang lokal Kemudahan Swasta
memadai bagi tamu berkualifikasi ijin (investor)
Perlu Fasilitas listrik PU
pendidilkan dan air Dinas
tambahan Pariwisata
PU Cipta Karta
PLN
Penyediaan Menyediakan lokasi Tenaga operaor Dermaga Dinas X
perahu, sampan dan fasilitas dari masyarakat Tambat Pariwisata
dan cano pengunjung yang lokal perahu
berminat untuk
bermain canoing
Dermaga tambat Menyediakan - Perahu Wisata PU X
perahu wisata tambat perahu
untuk kegiatan wisat
danau
9 Pengembangan Paket wisata Menyediakan Penyediaan bibit Lokasi Dinas X
Edu-ecotourism untuk pelajar dan kegiatan bagi yang ditanam rehabilitasi pendidikan
mahasiswa masyarakat yang pelajar sesuai zona
akan melakukan
rehabilitasi
mangrove
Tour Keliling Pengenalan dan Pemandu dan Track deck dan UPF dan X X X X
penjelasan PRPM bibit dari perahu pemandu dari
dan kegiatan kelompok masyarakat
rehabilitasi dan masyarakat
konservasi
mangrove
Summer Camp Mendidik siswa dan Penyediaan Area camp, UPF, perguruan X X X
Mangrove pemuda untuk lebih konsumsi, bibit ruang tinggi, Dinas
mengenal dan dan homestay pertemuan Pendidikan
memahami konsep dan
konservasi dan pendamping
pemanfaatan
mangrove

88 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


5.5. Kelembagaan Pengelola PRPM

PRPM Ketapang merupakan milik negara yang pengelolaannya dapat diserahkan kepada
lembaga yang dibentuk atau kerjasama pengelolaan dengan lapisan masyarakat melalui
pola co-management. Unit/Kelompok pengelola dapat mengelola PRPM dan melakukan
pemanfaatan kawasan yang sesuai dengan visi-misi pengembangan PRPM. Keanggotaan
pengelola PRPM merupakan gabungan antara pemerintah daerah, perangkat desa,
masyarakat yang tergabung kedalam kelompok pengelola PRPM yang selanjunta dapat
disebut sebagai kelompok kerja mangrove, dapat pula melibatkan peneliti atau pelaku
bisnis untuk terlibat dalam dukungan pembiayaan.
Sesuai dengan fungsi PRPM, maka tugas dan tanggung jawab pengelola PRPM adalah
sebagai berikut :
a. Terlibat dan bertanggung jawab dalam setiap tahapan pembanunan dan
pengembangan PRPM;
b. Menggalang partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan dan
pengembangan PRM;
c. Menginisiasi pemeberdayaan terhadap masyarakat sekitar untuk
meningkatkan kesadaran lingkungan maupun peningkatan kapasitas
masyarakat dalam bentuk pelatihan-pelatihan untuk pemanfaatan ekosistem
mangrove misalnya pelatihan pengolahan buah mangrove;
d. Bertanggung jawab terhadap upaya rehabilitasi termasuk pemeliharaan hasil
rehabilitasi sampai berhasil dan fungsional secara ekologis
e. Bertanggung jawab terhadap pengembangan sarana prasarana pendukung
PRPM;
f. Melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pengembangan dan operasonal
kegiatan PRPM;
g. Membuat pelaporan secara periodic kepada Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.

89 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


5.6. Perspektif /Ilustrasi Pengembangan Kawasan

Perspektif rencana pengembangan PRPM Ketapang dapat disajikan gambar-gambar


berikut ini.

 Ilustrasi Rencana Pembangunan Gapura

Master Plan PRPT Mangrove Ketapang| 1


 Ilustrasi Rencana Pondok Kantor Pengelola dan Pusat Informasi

2 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


 Ilustrasi Rencana Walking& Joging Tracking (jembatan)

3 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


 Ilustrasi Rencana Ilustrasi Viewing Area

4 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


 Ilustrasi Rencana Tracking Area dan Menara Pengamat

5 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang


VI. PENUTUP

Demikian master plan PRPM Kabupaten Tangerang ini disusun. PRPM yang merupakan
sebuah konsep yang menggabungkan antara restorasi, edukasi, dan wisata maka akan
sangat strategis bagi Kabupaten Tangerang, bukan saja karena dapat mengembalikan
keberadaan ekosistem mangrove yang semakin langka di pantai utara tangerang, tetapi
juga dapat menjadi solusi bagi masyarakat sekitar lokasi sehingga masyarakat dapat
merasakan arti penting suatu ekosistem, bahwa ekosistem sangat berperan penting
terhadap keberlanjutan dan keberlangsungan ekonomi masyarakat.
Dalam pengembangannya apabila terdapat rencana pengembangan lain yang tidak
dipaparkan dalam Master plan PRPM ini dapat dilakukan sejauh tidak bertentangan
dengan konsep PRPM itu sendiri dan pemanfaatan tersebut adalah pemanfaatan yang
berkelanjutan dengan memperhatikan aspek-aspek lingkungan.

6 | Master Plan PRPM Kab. Tangerang

Anda mungkin juga menyukai