Anda di halaman 1dari 100

INVENTARISASI HUTAN MANGROVE

SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA PENGELOLAAN WILAYAH


PESISIR KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS

Oleh

SRI SUSANTI NINGSIH


057004020/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
INVENTARISASI HUTAN MANGROVE
SEBAGAI BAGIAN DARI UPAYA PENGELOLAAN
WILAYAH PESISIR KABUPATEN DELI SERDANG

TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains
Dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

SRI SUSANTI NINGSIH


057004020/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2008

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Judul Tesis : INVENTARISASI HUTAN MANGROVE SEBAGAI
BAGIAN DARI UPAYA PENGELOLAAN WILAYAH
PESISIR KABUPATEN DELI SERDANG
Nama Mahasiswa : Sri Susanti Ningsih
Nomor Pokok : 057004020
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui
Komisi Pembimbing

(Dr. Retno Widhiastuti, MS)


Ketua

(Dr. Budi Utomo, SP,MP) (Ir. Guslim, MS)


Anggota Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B. M.Sc)

Tanggal Lulus : 25 Februari 2008

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Telah diuji pada

Tanggal : 25 Februari 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Retno Widhiastuti, MS


Anggota : 1. Dr. Budi Utomo, SP, MP
2. Ir. Guslim, MS
3. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, M.Sc, Ph.D
4. Dr. Delvian, SP, M.Si

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
ABSTRAK

Sri Susanti ningsih, Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Upaya


Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, dibawah bimbingan Dr. Retno
Widhiastuti, MS selaku ketua, Dr. Budi Utomo, SP, MP dan Ir. Guslim, MS, masing-
masing sebagai anggota. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan dan
membandingkan kondisi hutan mangrove serta cara pengelolaan hutan mangrove
yang ada di Kabupaten Deli Serdang. Sebagai bahan kajian penelitian adalah 9 desa
hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang.Metoda penelitian yang
digunakan adalah metoda garis berpetak (jalur berpetak) dengan satu buah jalur untuk
tiap desa penelitian dengan ukuran 10 m x 60 m dengan arah tegak lurus tepi laut.
Untuk tingkat semai ukuran sub petak 2 m x 2 m, untuk tingkat pancang ukuran sub
petak 5 m x 5 m dan untuk tingkat pohon ukuran sub petak 10 m x 10 m. Parameter
yang dianalisis antara lain indeks nilai penting, indeks keanekaragaman, diagram
profil, ketebalan mangrove dan salinitas.Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis
vegetasi mangrove yang mendominasi wilayah pesisir kabupaten Deli Serdang adalah
Avicennia marina (api-api hitam) diikuti dengan Excoecaria agallocha (buta-buta)
dan Avicennia Alba (api-api putih). Keanekaragaman jenis mangrove yang terdapat di
wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang tergolong rendah. Ketebalan hutan
mangrove yang cukup tebal terdapat di Desa Paluh Kurau (500 m). Sedangkan
ketebalan hutan mangrove yang tipis terdapat di Desa Rugemuk (20 m). Desa
mangrove yang luas penutupan tajuknya tertinggi adalah Desa Karang Gading
(78,99%), Desa Tanjung Rejo (63,76%), sedangkan desa yang luas penutupan
tajuknya terendah adalah Desa Paluh Sibaji (20,58%) dan Desa Rugemuk (26,43%).
Salinitas tertinggi dijumpai di Kecamatan Labuhan Deli dan Kecamatan Hamparan
Perak, tetapi di Kecamatan Percut Sei Tuan salinitas sedang dan di Kecamatan Pantai
Labu dari rendah sampai sedang. Berdasarkan hasil analisis kerapatan vegetasi dan
luas penutupan tajuk bahwa kondisi hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten
Deli Serdang umumnya rusak.

Kata kunci : inventarisasi, mangrove, pengelolaan hutan mangrove, ketebalan hutan


mangrove, keanekaragaman jenis mangrove.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
ABSTRACT

Sri Susanti Ningsih, Inventory of mangrove as the management efforts of the


coastal region of Deli Serdang regency, under the academic supervision of Dr. Retno
Widhiastuti, MS as the chief, Dr. Budi Utomo, SP, MP, and Ir. Guslim, MS, as the
members. The research aims describe and compare the condition and management of
the mangroves at Deli Serdang regency. The research aims describe and compare the
condition and management of the mangroves at Deli Serdang regency. The research
study was conducted in 9 mangrove villages at the coastal region of Deli Serdang
regency. The methods used the square line with a line 10 m x 60 m sizes by vertical
sea side ways for each village. The seedlings sub size 2 m x 2 m square, the saplings
sub size 5 m x 5 m square, and trees level sub sizes 10 m x 10 m. The parameter
analysis was important values index, diversities index, profile diagram, the mangrove
thickness and salinities. The result, shows that mangrove vegetations was dominated
by Avicennia marina (api-api hitam) and followed by Excoecaria agallocha (buta-
buta) and Avicennia alba (api-api putih). The diversities mangroves of the coastal
region Deli Serdang regency are still low. The thickness and the thinness of
mangrove forest were found in Paluh Kurau (500 m) and Rugemuk (20 m),
respectively. The mangroves villages with the highest canopy wide were in Karang
Gading (78,99%), Tanjung Rejo (63,76%), while the lowest one were in Paluh Sibaji
(20,58%) and Rugemuk (26,43%). The highest salinity were found at sub districts of
Labuhan Deli and Hamparan Perak, while middle salinity at sub district of Percut
Sei Tuan, while of district of Pantai Labu the salinity were from low level to middle.
Base on the analysis of the vegetation closeness and canopy width, the condition of
coastal region of Deli Serdang regency mangroves were destroyed.

Key words: Inventory, mangroves, management of mangrove forests, the thickness of


mangrove forests, diversities of mangroves.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan ke hadirat Allah SWT karena dengan ridhoNya tesis

yang berjudul Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya

Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang ini dapat selesai. Tesis ini

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Jurusan

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Sekolah Pascasarjana USU

Medan.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar –

besarnya kepada Ibu Dr. Retno Widhiastuti, M.S sebagai Ketua Pembimbing dan

Bapak Dr. Budi Utomo, S.P., M.P serta Bapak Ir. Guslim, M.S masing – masing

sebagai anggota pembimbing yang penuh dengan ketulusan dan kesabaran

memberikan bimbingan dan arahan, serta kepada Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution,

M.Sc.,Ph.D dan Dr. Delvian, S.P.,M.Si masing-masing sebagai penguji yang telah

memberikan saran guna kesempurnaan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis

sampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Ketua Yayasan Universitas

Asahan dan Rektor Universitas Asahan yang telah memberikan bantuan moril dan

finansial selama penulis menjalani pendidikan dan penelitian. Ucapan terima kasih

juga kepada Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc selaku Direktur Program

Pascasarjana USU dan Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, serta Prof. Dr. Erman Munir,

M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Lingkungan yang telah memberi kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk

mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister.

Salam hormat yang mendalam kepada kedua orang tua yang tiada henti

mengiringi penulis dengan doa, teristimewa buat suami tercinta dan anak saya dan

juga ucapan terima kasih kepada semua rekan dan semua fihak yang telah membantu

dalam penelitian ini, semoga amal kebaikan Ibu, Bapak dan rekan sekalian diberi

balasan oleh Allah SWT.

Medan, Februari 2008

Penulis

Sri Susanti Ningsih

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
RIWAYAT HIDUP

Sri Susanti Ningsih, dilahirkan di Lima Puluh Kabupaten Asahan pada tanggal 27
Desember 1960 dari pasangan Bapak Syarifuddin dan Ibu Syarifah. Menikah dengan
Ir. Irfan Lubis pada tanggal 21 Mei 1989. Penulis mempunyai seorang putri Dian
Rizki Aulia (13 Oktober 1991) yang kini duduk di SMU Negeri 1 Lubuk Pakam kelas
XI-IPA.

RIWAYAT PENDIDIKAN
- Tahun 1972 Lulus dari SD Negeri I Lima Puluh.
- Tahun 1975 Lulus dari SMP Negeri I Lima Puluh.
- Tahun 1979 Lulus dari SMA Negeri V Medan.
- Tahun 1986 Lulus dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara-Medan.
- Tahun 2005 mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara Medan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

RIWAYAT PEKERJAAN
Sejak tahun 1987 sampai saat ini sebagai Dosen Tetap Yayasan Universitas
Asahan – Kisaran.
Tahun 1987-2000 sebagai Dosen Tidak Tetap di Universitas Al – Azhar – Medan.
Tahun 1999-2005 sebagai Ka-laboratorium Organisme Pengganggu Tanaman di
Fakultas Pertanian-Universitas Asahan – Kisaran.
Tahun 2001-2003 menjabat sebagai Pembantu Dekan I bidang Akademik di
Fakultas Pertanian Universitas Asahan – Kisaran.
Tahun 2003-2005 menjabat sebagai Pembantu Dekan II bidang Administrasi
Umum di Fakultas Pertanian Universitas Asahan – Kisaran.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ..................................................................................................... iv

ABSTRACT ................................................................................................... v

KATA PENGANTAR ................................................................................... vi

RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... viii

DAFTAR ISI................................................................................................... ix

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv

I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1


1.2. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 4
1.3. Perumusan Masalah ...................................................................... 5
1.4. Tujuan Penelitian .......................................................................... 6
1.5. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 7

2.1. Terminologi.................................................................................... 7
2.2. Biodiversitas dalam Hutan Mangrove............................................ 8
2.3. Fungsi Hutan Mangrove................................................................. 11

III. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ................................................ 16

3.1. Letak Wilayah ................................................................................ 16


3.2. Penduduk........................................................................................ 17
3.3. Ketenagakerjaan............................................................................. 17
3.4. Sifat Fisik Tanah ............................................................................ 18
3.5. Kecamatan Pantai Labu ................................................................. 19
3.6. Kecamatan Percut Sei Tuan .......................................................... 20
3.7. Kecamatan Labuhan Deli .............................................................. 21
3.8. Kecamatan Hamparan Perak ......................................................... 21

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
3.9. Hutan Mangrove di Kabupaten Deli Serdang ................................ 22

IV. BAHAN DAN METODA ..................................................................... 24

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 24


4.2. Bahan dan Alat-Alat....................................................................... 24
4.3. Metode Penelitian ......................................................................... 24
4.4. Pelaksanaan Penelitian .................................................................. 26
4.5. Analisis Data ................................................................................. 27

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 30

5.1. Hasil ............................................................................................... 30


5.1.1. Kerapatan vegetasi mangrove .................................................... 30
5.1.2. Dominansi .................................................................................. 31
5.1.3. Indeks keanekaragaman mangrove ............................................ 36
5.1.4. Diagram profil ............................................................................ 38
5.1.5. Ketebalan mangrove ................................................................... 49
5.1.6. Salinitas ...................................................................................... 50

5.2. Pembahasan.................................................................................... 51
5.2.1. Hutan mangrove dan hubungannya dengan lingkungan masyarakat
setempat ..................................................................................... 62

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 71

6.1. Kesimpulan .................................................................................... 71


6.2. Saran 72 ................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 73

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Jenis-jenis Pohon yang Umum Ditemukan di Hutan Mangrove


Sumatera............................................................................................... 10

2. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan


yang Biasa Dilakukan di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli
Serdang................................................................................................. 19

3. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut


Status Pekerjaannya di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang 20

4. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Percut


Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang ....................................................... 20

5. Kondisi Hutan Mangrove pada Empat Kecamatan di Kabupaten Deli


Serdang ................................................................................................ 22

6. Kerapatan Individu/ha yang Ditemui pada Plot Penlitian pada Tiap Desa
yang Dikaji Untuk Tingkat Semai, Pancang dan Pohon di Kabupaten
Deli Serdang ........................................................................................ 30

7. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove di Kabupaten Deli Serdang....... 31

8. Indeks Nilai PentingBeberapa Jenis Tumbuhan yang Ditemui pada Plot


Penelitian pada Tiap Desa yang Dikaji Untuk Tingkat Semai, Pancang
dan pohon di Kabupaten Deli Serdang ................................................ 32

9. Indeks Keanekaragaman pada Plot Penelitian pada Tiap Desa yang


Dikaji Untuk Tingkat Semai, Pancang dan Pohon di Kabupaten Deli
Serdang ................................................................................................ 37

10. Rekapitulasi Luasan Tajuk dan Celah Masing-Masing Lokasi Sampel di


Kabupaten Deli Serdang ...................................................................... 48

11. Ketebalan Mangrove pada Daerah Penelitian di Kabupaten Deli Serdang 50

12. Kadar Na (ppm) dalam Tanah pada Daerah Penelitian........................ 51

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
13. Hubungan Antara Kerapatan, Indeks Nilai Penting dan Luas Penutupan
Tajuk pada Lokasi Penelitian di Kabupaten Deli Serdang................... 61

14. Keadaan Penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang ....... 64

15. Luas Lahan Budidaya Air Payau pada Tiap Kecamatan di Kabupaten
Deli Serdang......................................................................................... 65

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Kerangka Berpikir dalam Penelitian....................................................... 4

2. Pengambilan Contoh Menggunakan Teknik Analisis Jalur Berpetak .... 25

3. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan


Mangrove Kecamatan Pantai Labu Desa Denai Kuala ........................... 39

4. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan


Mangrove Kecamatan Pantai Labu Desa Palu Sibaji.............................. 40

5. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan


Mangrove Kecamatan Pantai Labu Desa Rugemuk................................ 41

6. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan


Mangrove Kecamatan Pantai Labu Desa Sei Tuan................................. 42

7. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan


Mangrove Kecamatan Pantai Labu Desa Bagan Serdang....................... 43

8. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan


Mangrove Kecamatan Percut Sei Tuan Desa Percut............................... 44

9. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan


Mangrove Kecamatan Percut Sei Tuan Desa Tanjung Rejo................... 45

10. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan
Mangrove Kecamatan Hamparan Perak Desa Paluh Kurau ................... 46

11. Sebaran dan Profil Vegetasi Secara Vertikal dan Horizontal di Hutan
Mangrove Kecamatan Labuhan Deli Desa Karang Gading.................... 47

12. Kerusakan Hutan Mangrove Akibat Penebangan oleh Masyarakat........ 53

13. Vegetasi Kelapa Sawit yang Terdapat di Belakang Mangrove............... 58

14. Sawah yang terdapat di Desa Bagan Serdang ......................................... 58

15. Tambak-tambak yang Memasukkan air dari Laut .................................. 60

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
16. Peta Kabupaten Deli Serdang.................................................................. 98

17. Sketsa Peta Kecamatan Pantai Labu ....................................................... 99


18. Sketsa Peta Kecamatan Percut Sei Tuan................................................. 100

19. Sketsa Peta Kecamatan Hamparan Perak................................................ 101

20. Sketsa Peta Kecamatan Labuhan Deli..................................................... 102

21. Peta Ekosistem Wilayah Pesisisr Kabupaten Deli Serdang .................... 103

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai


Labu Desa Palu Sibaji pada Tingkat Pohon........................................... 77

2. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai


Labu Desa Palu Sibaji pada Tingkat Pancang........................................ 78

3. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai


Labu Desa Denai Kuala pada Tingkat Pohon ........................................ 79

4. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai Labu


Desa Denai Kuala pada Tingkat Pancang............................................... 80

5. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai Labu


Desa Denai Kuala pada Tingkat Semai................................................... 80

6. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai Labu


Desa Rugemuk pada Tingkat Pohon....................................................... 81

7. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai Labu


Desa Rugemuk pada Tingkat Pancang.................................................... 82

8. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai Labu


Desa Rugemuk pada Tingkat Semai....................................................... 82

9. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai


Labu Sei Tuan pada Tingkat Pancang dan Pohon.................................. 83

10. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai


Labu Desa Sei Tuan pada Tingkat Pancang........................................... 84

11. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai


Labu Desa Bagan Serdang pada Tingkat Pohon........ ........................... 85

12 Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai


Labu Desa Bagan Serdang pada Tingkat Pancang................................ 86

13 Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Pantai


Labu Desa Bagan Serdang pada Tingkat semai ................................... 86

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
14. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Percut Sei
Tuan Desa Tanjung Rejo pada Tingkat Pohon ...................................... 87

15. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Percut Sei


Tuan Desa Tanjung Rejo pada Tingkat Pancang ................................... 88

16. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Percut Sei


Tuan Desa Sei Tuan pada Tingkat Pohon .............................................. 89

17. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Percut Sei


Tuan Desa Sei Tuan pada Tingkat Pancang........................................... 86

18. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Percut Sei


Tuan Desa Percut pada Tingkat Semai .................................................. 90

19. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Hamparan


Perak Desa Paluh Kurau pada Tingkat Pohon pada Tingkat Pohon ..... 90

20. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Hamparan


Perak Desa Paluh Kurau pada Tingkat Pancang ................................... 91

21. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Hamparan


Perak Desa Paluh Kurau pada Tingkat Semai....................................... 92

22. Daftar Nama Tumbuhan yang Ditemukan di Kecamatan Labuhan


Deli Desa Karang Gading pada Tingkat Pancang.................................. 93

23. Daftar Nama Tumbuhan Pada Tingkat Pohon yang Ditemukan di


Hutan Mangrove Kabupaten Deli Serdang ............................................ 94

24. Daftar Tumbuhan yang Ditemukan pada Tingkat Pancang di Hutan


Mangrove Kabupaten Deli Serdang ...................................................... 95

25. Daftar Tumbuhan yang Ditemukan pada Tingkat Semai di Hutan


Mangrove Kabupaten Deli Serdang ...................................................... 96

26. Kadar Na dalam Air dan Tanah pada Daerah Penelitian ...................... 97

27. Peta Kabupaten Deli Serdang................................................................. 98

28. Peta Kecamatan Pantai Labu.................................................................. 99

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
29. Peta Kecamatan Percut Sei Tuan ........................................................... 100

30. Peta Kecamatan Hamparan Perak .......................................................... 101

31. Peta Kecamatan Labuhan Deli ............................................................... 102

32. Peta Ekosistem Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang..................... 103

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem mangrove menduduki lahan pantai zona pasang surut, di laguna,

estuaria dan endapan lumpur yang datar. Ekosistem ini bersifat kompleks dan

dinamis, namun labil. Kompleks, karena di dalam hutan mangrove dan perairan/tanah

di bawahnya habitat berbagai satwa dan biota perairan. Dinamis, karena hutan

mangrove dapat terus berkembang serta mengalami suksesi sesuai dengan perubahan

tempat tumbuh. Labil, karena mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali

(Nugroho et al., 1991).

Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan

mangrove terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi. Karena sifat

fisiknya mangrove mampu berperan sebagai penahan ombak serta penahan intrusi

dan abrasi air laut. Proses dekomposisi serasah mangrove yang terjadi mampu

menunjang kehidupan makhluk hidup di dalamnya (Arief, 2003).

Hutan mangrove mempunyai ciri khas yakni bentuk – bentuk perakaran yang

menjangkar dan bersifat pneumatophore. Adanya perakaran ini menjadikan proses

penangkapan partikel debu di tegakan Rhizophora sp. berjalan secara sempurna.

Pembentukan sedimen sangat dipengaruhi oleh adanya pasang surut yang membawa

partikel-partikel yang diendapkan pada saat surut (Poedjirahajoe, 1996).

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Secara umum ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam (natural

resources) yang memiliki intensitas relasi yang tinggi dengan masyarakat, mengingat

hutan mangrove mudah dijangkau dan berada pada kawasan-kawasan yang sudah

cukup terbuka/berkembang. Selain itu potensi ekonomi mangrove cukup tinggi yang

didukung oleh kemudahan pemanfaatan dan pemasaran hasilnya. Hal ini mendorong

laju kerusakan ekosistem mangrove umumnya berlangsung cepat (LPPM, 2005).

Permasalahan utama pada habitat mangrove bersumber dari berbagai tekanan

yang menyebabkan luas hutan mangrove semakin berkurang antara lain oleh kegiatan

pemukiman, tambak, ataupun berbagai kegiatan pengusahaan hutan yang tidak

bertanggungjawab (Bengen, 2000). Pertambahan penduduk terutama di daerah pantai,

mengakibatkan adanya perubahan tataguna lahan dan pemanfaatan sumberdaya alam

secara berlebihan, sehingga hutan mangrove dengan cepat menipis dan rusak di

seluruh daerah tropis. Kebutuhan yang seimbang harus dicapai antara memenuhi

kebutuhan sekarang untuk pembangunan ekonomi di satu pihak dan konservasi

sistem pendukung lingkungan yang diberikan oleh hutan mangrove di lain pihak.

Menipisnya hutan mangrove menjadi perhatian serius negara berkembang, termasuk

Indonesia, dalam masalah lingkungan dan ekonomi. (Yayasan Mangrove, 1993).

Ekosistem pesisir yang ditemukan di Kabupaten Deli Serdang berupa vegetasi

pantai antara lain jenis mangrove. Di beberapa daerah seperti Pantai Labu, vegetasi

mangrove dijumpai dengan ketebalan cukup tipis (< 25 m), di daerah Percut vegetasi

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
mangrove ditemukan dengan ketebalan sedang (25 – 100 m) hingga lebat (>100 m)

(Bappeda – SU dan PKSPL – IPB, 2002).

Dalam meningkatkan pengawasan dan pelestarian hutan mangrove khususnya

di lingkungan pesisir Kabupaten Deli Serdang, perlu dilakukan pendataan terutama

pada wilayah–wilayah yang rentan terhadap tekanan secara berkelanjutan serta

sosialisasi dan penegakan hukum berkaitan dengan pelestariannya. Oleh karena itu

perlu dilakukan penelitian pada wilayah–wilayah yang mewakili untuk

menggambarkan kondisi riil yang terjadi sampai dengan saat ini.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
1.2. Kerangka Pemikiran

Alur berpikir di dalam melakukan penelitian ini merujuk pada diagram alir

berikut :

Mangrove Kabupaten
Deli Serdang

Pemilihan Lokasi Sampel


(desa, kecamatan)

Analisis Variabel

Dominansi Keanekaragaman Diagram Ketebalan Salinitas


Mangrove Profil Mangrove

Baik Buruk/Rusak

Rekomendasi

- Pengawasan Rehabilitasi
- Pelestarian

Gambar 1. Kerangka Berfikir dalam Penelitian

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Kondisi hutan mangrove di wilayah pesisir Deli Serdang hingga kini belum

didata secara baik. Oleh karena itu maka perlu dilakukan penelitian untuk

menggambarkan kondisi hutan mangrove saat ini. Wilayah Deli Serdang yang

berbatasan dengan laut terdiri atas 9 desa pesisir yang digunakan sebagai sampel

mangrove untuk mengetahui : 1) Dominansi; 2) Keanekaragaman; 3) Diagram Profil;

4) Ketebalan mangrove; 5) Salinitas.

Dari nilai–nilai yang diperoleh pada sampel tersebut maka diestimasi kondisi

hutan mangrove tiap–tiap wilayah desa penelitian. Bila kondisi hutan mangrovenya

tergolong kategori baik maka cukup untuk dilakukan pengawasan dan pelestarian.

Bila kondisi hutan mangrovenya termasuk dalam kategori buruk/rusak maka harus

dilakukan rehabilitasi.

1.3. Perumusan Masalah

Berkurangnya hutan mangrove disebabkan karena manusia mengkonversi

areal mangrove menjadi areal pemukiman, pertambakan, serta memanfaatkan

sumberdaya alam mangrove secara berlebihan, sehingga hutan mangrove menipis dan

rusak. Untuk itu masalah yang ingin diteliti dalam penelitian ini dapat dirumuskan

pada hal–hal sebagai berikut:

1. Seberapa jauh kerusakan hutan mangrove yang ada di wilayah pesisir Kabupaten

Deli Serdang?

2. Wilayah mana yang mendesak untuk dilakukan rehabilitasi?

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
1.4. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan dan membandingkan kondisi hutan mangrove yang ada di

wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang.

2. Menginformasikan strategi pengelolaan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten

Deli Serdang.

1.5. Manfaat Penelitian

Diharapkan dari penelitian ini dapat diperoleh gambaran mengenai kondisi

hutan mangrove yang ada di wilayah Administrasi Kabupaten Deli Serdang. Pada

kawasan Administrasi yang hutan mangrovenya baik dapat diusulkan tindakan

pelestarian, namun pada wilayah Administrasi yang mangrovenya telah rusak,

direkomendasikan untuk direhabilitasi.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Terminologi

Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan

bahasa Inggris grove (Macnae, 1968, dalam Fahutan IPB, 2005). Dalam bahasa

Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di

daerah jangkauan pasang surut maupun untuk individu – individu jenis tumbuhan

yang menyusun komunitas tersebut, sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove

digunakan untuk menyatakan individu jenis tumbuhan dan kata mangal untuk

menyatakan komunitas tumbuhan tersebut.

Menurut Snedaker (1978), dalam Fahutan IPB, (2005), hutan mangrove

adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis

sampai sub–tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang

mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah an–aerob.

Adapun menurut Aksornkoae (1993), hutan mangrove adalah tumbuhan yang halofit

yang hidup di sepanjang areal pantai yang dipengaruhi oleh pasang tertinggi sampai

daerah mendekati ketinggian rata–rata air laut yang tumbuh di daerah tropis dan

sub–tropis.

Menurut FAO (1994), dalam Fahutan IPB, (2005), luas hutan mangrove di

dunia adalah sekitar 16.530.000 ha yang tersebar di Asia 7.441.000 ha, Afrika

3.258.000 ha dan Amerika 5.831.000 ha. Khusus untuk Indonesia yang merupakan

7
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
negara tropis berbentuk kepulauan (13.677 pulau) dengan garis pantai lebih dari

81.000 km, hutan mangrove diperkirakan seluas 3.735.250 ha (Dirjen ITGHDKRI,

1991).

2.2. Biodiversitas dalam Hutan Mangrove

Flora mangrove dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Chapman,

1984) yaitu : 1. Flora mangrove inti, yakni flora mangrove yang mempunyai peran

ekologi utama dalam formasi mangrove, yakni Rhizophora, Bruguiera, Ceriops,

Kandelia, Sonneratia, Avicennia, Nypa, Xylocarpus, Deris, Acanthus, Lumnitzera,

Scyphiphora, Smythea dan Dolichandrone. 2. Flora mangrove peripheral (pinggiran),

yakni flora mangrove yang secara ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi

juga flora tersebut berperan penting dalam formasi hutan lain, yakni: Excoecaria

agallocha, Acrostichum aureum, Cerbera manghas, Heritiera littoralis, Hibiscus

tiliaceus, dan lain–lain.

Menurut Soerianegara (1987), bahwa hutan mangrove terdiri atas jenis–jenis

pohon Avicennia, Rhizophora, Sonneratia, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,

Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceros, Scyphyphora, dan Nypa. Jenis–jenis tumbuhan

mangrove yang ditemukan di hutan mangrove Indonesia sekitar 89 jenis yang terdiri

atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2

jenis parasit (Soemodiharjo et al., 1993 dalam Fahutan IPB, 2005).

Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan,

hewan dan mikrobia yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (SNM,

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
2003), namun tanpa hadirnya tumbuhan mangrove, kawasan ini tidak dapat disebut

ekosistem mangrove (Jayatissa et al., 2002). Komposisi dan struktur vegetasi

mangrove berbeda-beda, secara spasial maupun temporal akibat pengaruh geofisik,

geografi, geologi, hidrografi, biogeografi, iklim, faktor edafik dan kondisi lingkungan

lainnya (Bandaranayake, 1998).

Mangrove merupakan formasi–formasi tumbuhan pantai yang khas di

sepanjang pantai tropis dan sub–tropis yang terlindung. Di Indonesia mangrove

merupakan hutan pasang surut dan hutan mangrove (Yayasan Mangrove, 1993). Di

Sumatera Utara, komunitas–komunitas mangrove terdapat pada daerah lingkungan

pantai yang terlindung yang membentuk tegakan pasang surut yang meluas ke arah

darat, atau sebagai komunitas mangrove tepian yang tipis di sepanjang pantai yang

lebih terbuka (Yayasan Mangrove, 1993).

Menurut Kusmana et al., (2003), ruang lingkup sumberdaya mangrove secara

keseluruhan terdiri atas :

1. Satu atau lebih spesies tumbuhan yang hidupnya terbatas di habitat mangrove.

2. Spesies – spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga

dapat hidup di habitat non mangrove.

3. Biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak,

cendawan, ganggang, bakteri, dan lain – lain) baik yang hidupnya menetap,

sementara, sekali – sekali, biasa ditemukan, hidup di habitat mangrove.

4. Proses – proses alamiah yang berperan dalam mempertahankan ekosistem ini baik

yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
5. Daratan terbuka/hamparan lumpur yang berada antara batas hutan dengan laut.

Ciri–ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya

yang unik adalah jenis – jenisnya yang sedikit, akar jangkar yang melengkung dan

menjulang pada Rhizophora spp, akar yang semrawut dan keras atau pneumatofora

pada marga Avicennia spp, akar Sonneratia spp yang mencuat vertikal seperti pensil,

adaptasinya yang kuat terhadap lingkungan sehingga biji (propagul) Rhizophora

berkecambah di pohon (vivipar) serta banyaknya lentisel pada bagian kulit pohon

(Yayasan Mangrove, 1993)

Anwar et al., (1984) melaporkan bahwa pada hutan mangrove di Sumatera

dijumpai 17 jenis pohon dari 4 suku, seperti disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis–Jenis Pohon yang Umum Ditemukan di Hutan Mangrove Sumatera


No. Suku Jenis Nama daerah
1. Rhizophoraceae Rhizophora apiculata Bakau minyak, Bakau Tanduk
R. mucronata Bakau Kurap, Belukap
Bruguiera cylindrica Berus
B. gymnorrhiza Tumu
B. parviflora Lenggadai
B. sexangula Tumu Putih, Mata Buaya
Ceriops tagal Tengar
Kandelia candel Berus-berus, Pisang-pisang

2. Sonneratiaceae Sonneratia acida Berembang


S. alba Gedabu
S. caseolaris -
S. griffithii Perepat

3. Verbenaceae Avicennia alba Api-api hitam


A. marina Api-api putih atau merah
A. officinalis Api-api putih, ludat

4. Meliaceae Xylocapus granatum Nyireh bunga


X. moluccensis Nyireh batu

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Hutan mangrove selain hijau umumnya tumbuh dengan baik di tepian

sepanjang pantai tropis yang terlindung secara alamiah, delta dan muara sungai.

Keterbatasan jenis mangrove disebabkan oleh kondisi – kondisi pada tempat

keberadaannya dan sedikitnya tumbuhan yang mampu bertahan serta tumbuh dengan

subur di lumpur bergaram dan sering digenangi air laut. Meskipun mangrove toleran

terhadap tanah bergaram, yang menandakan sebagai halophytes, mangrove lebih

bersifat facultative daripada bersifat obligate karena dapat tumbuh dengan baik di air

tawar. Hal ini terlihat pada jenis Bruguiera sexangula, B. gymnorrhiza dan

Sonneratia caseolaris yang tumbuh, berbuah & berkecambah di Kebun Raya Bogor

dan hadirnya mangrove di sepanjang tepian sungai Kapuas di pedalaman sejauh

+ 200 km di Kalimantan Barat (Yayasan Mangrove, 1993).

2.3. Fungsi Hutan Mangrove

Menurut Arief (2001), hutan mangrove memiliki fungsi–fungsi penting atau

fungsi–fungsi ganda, sebagai berikut :

1. Fungsi fisik, yakni sebagai pencegahan proses intrusi (perembesan air laut) dan

proses abrasi (erosi laut).

2. Fungsi biologis, yakni sebagai tempat pembenihan ikan, udang, kerang dan

tempat bersarang burung – burung serta berbagai jenis biota. Penghasil bahan

pelapukan sebagai sumber makanan penting bagi kehidupan sekitar

lingkungannya.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
3. Fungsi kimia, yakni sebagai proses dekomposisi bahan organik dan proses –

proses kimia lainnya yang berkaitan dengan tanah mangrove.

4. Ekonomi, yakni sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan pertanian dan

perikanan, obat-obatan dan bahan penyamak. Saat ini hasil dari mangrove,

terutama kayunya telah diusahakan sebagai bahan baku industri penghasil bubur

kertas (pulp).

Secara teoritis menurut Davies et al., (1995), hutan mangrove memiliki

fungsi–fungsi dan manfaat sebagai berikut :

1. Habitat satwa langka. Hutan mangrove sering menjadi habitat jenis – jenis satwa

endemik seperti Bekantan (Nasalis larvatus) yang endemik di Kalimantan,

Beruk Mentawai (Macacapagensis) yang endemik di kepulauan Mentawai dan

Tuntong (Batagus baska) yang endemik di Sumatera. Lebih dari 100 jenis

burung hidup di sini dan daratan lumpur yang luas yang berbatasan dengan

hutan mangrove merupakan tempat mendaratnya ribuan burung pantai migran,

termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodromus semipalmatus)

2. Pelindung terhadap bencana alam. Vegetasi hutan mangrove dapat melindungi

bangunan, tanaman pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai

atau angin yang bermuatan garam.

3. Pengendapan lumpur. Sifat fisik pada hutan mangrove membantu proses

pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan

penghilangan racun dan unsur hara dari air, karena bahan – bahan tersebut

seringkali terikat pada partikel lumpur.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
4. Penambat unsur hara. Sifat fisik hutan mangrove cenderung memperlambat

aliran air dan terjadi pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini

terjadi pengendapan unsur hara yang berasal dari berbagai sumber, termasuk

pencucian dari areal pertanian.

5. Penambat racun. Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam

keadaan terikat pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi – kisi

molekul partikel tanah liat. Beberapa spesies tertentu dalam hutan mangrove

bahkan melakukan penambatan racun secara aktif.

6. Sumber alam dalam kawasan (in – situ) dan luar kawasan (ex – situ). Hasil alam

in – situ mencakup semua fauna, flora dan hasil pertambangan atau mineral yang

dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan. Sedangkan sumber alam

ex – situ meliputi produk – produk yang dihasilkan oleh proses-proses alamiah

di hutan mangrove dan terangkut ke tempat lain yang kemudian digunakan oleh

masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan bagi organisme lain

atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas pantai karena pemindahan

pasir dan lumpur.

7. Transportasi. Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan

cara yang paling efesien dan paling sesuai dengan lingkungan.

8. Sumber plasma nutfah. Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar

manfaatnya baik bagi perbaikan jenis – jenis satwa komersial maupun untuk

memelihara populasi hidupan liar itu sendiri.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
9. Rekreasi dan pariwisata. Hutan mangrove memiliki potensi nilai estetika, baik

dari faktor alamnya maupun dari hidupan yang ada di dalamnya.

10. Sarana pendidikan dan penelitian. Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi membutuhkan laboratorium yang baik untuk kegiatan penelitian dan

pendidikan.

11. Memelihara proses–proses dan sistem alami. Hutan mangrove sangat tinggi

peranannya dalam mendukung berlangsungnya proses – proses ekologi,

geomorfologi atau geologi di dalamnya.

12. Penyerapan karbon. Proses fotosintesis merubah karbon anorganik (dari CO2)

menjadi karbon organik dalam bentuk bahan vegetasi. Pada sebagian besar

ekosistem, bahan ini membusuk dan melepaskan karbon kembali ke atmosfer

sebagai CO2 , akan tetapi hutan mangrove justru mengandung sejumlah besar

bahan organik yang tidak membusuk. Karena itu, hutan mangrove lebih

berfungsi sebagai penyerap karbon dibandingkan sebagai sumber karbon.

13. Memelihara iklim mikro. Evapotranspirasi dari hutan mampu menjaga

kelembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim

mikro terjaga.

14. Mencegah berkembangnya tanah sulfat masam. Keberadaan hutan mangrove

dapat mencegah teroksidasinya lapisan pirit dan menghalangi berkembangnya

kondisi asam.

Perakaran mangrove yang kuat mampu meredam gerakan pasang surut,

demikian pula ia mampu terendam dalam air yang kadar garamnya bervariasi. Lebih

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
dari itu, perakaran mangrove dapat mengendalikan lumpur. Sehingga ia mampu

memperluas penambahan formasi dan “surfacing land” (Van Steenis, 1958;

Chapman, 1997 dalam Rusila Noor et al., 1999). Daratan baru yang muncul (tanah

timbul) pada kawasan mangrove disebabkan oleh perakarannya yang menghunjam ke

dalam lumpur pantai sehingga membentuk dinding vegetasi yang mampu

menampung serasah dan lumpur (Davies dan Claridge, 1993; Othman, 1994, dalam

Rusila Noor et al., 1999).

Mangrove memainkan peranan penting dalam menjinakkan banjir pasang

musiman (saat air laut pasang pada musim hujan) dan sebagai pelindung wilayah

pesisir. Selain itu, produksi primer mangrove berperan mendukung sejumlah

kehidupan seperti satwa yang terancam punah, satwa langka, bangsa burung

(Avifauna) dan juga perikanan laut dangkal. Dengan demikian, kerusakan dan

penyerangan sumberdaya vital tersebut yang terus berlangsung akan mengurangi

produksi dari darat dan perairan, habitat satwa liar, mengurangi keanekaragaman

hayati dan juga merusak stabilitas lingkungan hutan pantai yang mendukung

perlindungan terhadap tanaman pertanian darat dan pedesaan (Yayasan Mangrove,

1993).

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
III. DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1. Letak Wilayah

Secara geografi Kabupaten Deli Serdang terletak di antara 2o 57II 00 – 3o 16II

LU dan 98o 33I – 99o 27I BT, dengan luas wilayah 2.497,72 Km2 (PKSPL-IPB, 2002.

Batas batas wilayah Kabupten Deli serdang adalah sebagai berikut (Bappeda DS,

2003) :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten

Simalungun

3. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai.

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat.

Lokasi penelitian Inventarisasi hutan mangrove sebagai bagian dari upaya

pengelolaan wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang ini adalah wilayah pesisir yang

mencakup desa-desa pantai terutama desa-desa yang hutan mangrovenya sudah

mengalami kerusakan. Adapun lokasi penelitian tersebut adalah:

1. Kecamatan Pantai Labu (Desa Denai Kuala, Desa Paluh Sibaji, Desa

Rugemuk, Desa Sei Tuan dan Desa Bagan Serdang).

2. Kecamatan Percut Sei Tuan (Desa Percut dan Desa Tanjung Rejo).

3. Kecamatan Labuhan Deli (Desa Karang Gading).

4. Kecamatan Hamparan Perak (Desa Paluh Kurau).

(LPPM, 2005)

16
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
3.2. Penduduk

Kabupaten Deli Serdang merupakan Kabupaten yang terbesar jumlah

penduduknya di Sumatera Utara. Jumlah penduduk Kabupaten Deli Serdang tahun

2003 setelah pemekaran sebesar 1.486.094 jiwa, atau sebesar 595 jiwa/km2. Ditinjau

dari segi penyebaran penduduk, jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan

Percut Sei Tuan yaitu sebesar 299.941 jiwa atau 20,18% dari seluruh penduduk

Kabupaten Deli Serdang (LPPM, 2005).

3.3. Ketenagakerjaan

Dari sekitar 1,15 Juta penduduk Kabupaten Deli Serdang yang berusia 10

tahun ke atas (penduduk usia kerja), sebanyak 651.419 orang atau 56,75% merupakan

angkatan kerja. Mereka yang berstatus bekerja (548.129 orang atau 47,74% dan

berstatus menganggur (103.290 orang atau 9%). Mereka yang berstatus mencari

pekerjaan ini sering disebut pengangguran terbuka (Open employment), sedang

mereka yang melakukan kegiatan non ekonomis (bukan angkatan kerja) sebanyak

496.446 orang.

Mereka yang mempunyai kegiatan utama sekolah (259.906 orang), mengurus

rumah tangga (189.006 orang), melakukan kegiatan lainnya (47.534 orang). Ditinjau

dari lapangan usaha penduduk yang bekerja lebih dari 33,91% penduduk Kabupaten

Deli Serdang bekerja di sektor pertanian. Sektor perdagangan mencapai 17,12%,

sektor industri 14,45% sektor jasa mencapai 15,56%. Sedangkan sektor terendah

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
adalah sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air minum

masing – masing sebesar 0,06% dan 0,76% (LPPM, 2005).

3.4. Sifat Fisik Tanah

Aluvium merupakan endapan dengan umur yang relatif masih muda yang

proses pengendapannya masih berlangsung hingga kini. Endapan ini secara luas

dijumpai di sepanjang wilayah pesisir. Aluvium terbagi menjadi aluvium sungai,

aluvium rawa, aluvium delta dan aluvium pantai.

Aluvium sungai terdapat sebagai endapan sungai tua di bagian Barat Laut

serta merupakan endapan yang lebih muda di tepi-tepi beberapa sungai besar seperti

sungai Deli, sungai Buluh, sungai Percut, sungai Batang Kuis, sungai Serdang, sungai

Kenang, sungai Perbaungan, sungai Nipah, sungai Martebing dan sungai Padang.

Endapan ini terdiri dari campuran bongkah, kerikil, pasir dan lempung. Semakin ke

arah hilir konfigurasi ukuran semakin menghalus, bahkan di bagian muara hanya

terdapat pasir dan lumpur tersisa.

Aluvium rawa dan delta sebenarnya masih berasal dari endapan sungai tetapi

berbeda lingkungan pengendapan. Aluvium rawa pada lingkungan yang tertutup ke

arah hilirnya (sebuah cekungan), sedangkan aluvium delta diendapkan di tepi muara

yang lebih terbuka ke arah laut. Aluvium berwarna abu-abu gelap hingga hitam terdiri

dari lumpur organik, lempung dan sedikit pasir halus, sisa tumbuhan.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Aluvium pantai terutama dijumpai di sepanjang pantai. Sungai-sungai yang

bermuara di sini membawa muatan sedimen material pasir. Sebagian dari pasir ini

diendapkan di sepanjang garis tepi pantai.

3.5. Kecamatan Pantai Labu

Kecamatan Pantai Labu memiliki luas 81,85 km2 ( 8.185 ha), merupakan

dataran rendah dengan ketinggian 0 – 8 m dpl yang berbatasan langsung dengan

Selat Malaka. Daerah Kecamatan Pantai Labu beriklim tropis dengan 2 musim yaitu

musim hujan dan musim kemarau dengan suhu berkisar 230C sampai dengan 340C.

Mata pencaharian utama penduduk wilayah Kecamatan Pantai labu adalah

sektor pertanian sub sektor pertanian tanaman pangan yang didukung dengan sektor

perikanan laut yang umumnya digeluti oleh penduduk pesisir. Wilayah administrasi

pesisir Kecamatan Pantai Labu (Desa Denai Kuala, Desa Paluh Sibaji, Desa

Rugemuk, Desa Bagan Serdang dan Desa Sei Tuan) yang dijadikan sebagai desa

kajian mangrove merupakan kawasan pantai dengan masing-masing luas adalah 168

km2, 137 km2, 300 km2, 459 km2 dan 1450 km2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan yang
Biasa Dilakukan di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang
No Jenis Kegiatan Jumlah Penduduk (jiwa)
1 Angkatan Kerja 18254
2 Bekerja 17241
3 Mencari Pekerjaan 1013
4 Bukan angkatan kerja 7883
5 Sekolah 2213
6 Lain-lain 5670
Jumlah 26137
Sumber: Kecamatan Pantai Labu dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2005.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status
Pekerjaannya di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang
No Status Pekerjaan Jumlah Penduduk (jiwa)
1 Berusaha/Bekerja Sendiri 9032
2 Berusaha dibantu buruh tidak tetap 1161
3 Berusaha dibantu buruh tetap 223
4 Buruh/ karyawan/pekerja dibayar 3999
5 Pekerja tidak dibayar 2826
Sumber: Kecamatan Pantai Labu dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, 2005.

3.6. Kecamatan Percut Sei Tuan

Kecamatan Percut Sei Tuan mempunyai luas wilayah 190.79 km2 yang terdiri

dari 18 Desa dan 2 Kelurahan serta 253 Dusun, 980 RT, 40 RW merupakan

kecamatan yang strategis pada sektor pertanian dan perekonomian. Lima desa dari

wilayah kecamatan merupakan desa pantai dengan ketinggian 0 – 20 m dpl. Di

sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka, di sebelah timur berbatasan dengan

Kecamatan Batang Kuis dan Pantai Labu, di sebelah barat berbatasan dengan

Kecamatan Labuhan Deli dan Kodya Medan dan di sebelah selatan berbatasan

dengan Kodya Medan. Desa Tanjung Rejo dan Desa Percut yang merupakan desa

kajian mangrove memiliki luas masing-masing 19.00 km2 dan 10,63 km2, dengan

jumlah penduduk masing-masing 9.084 jiwa dan 12.247 jiwa.

Tabel 4. Banyaknya Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Percut Sei


Tuan Kabupaten Deli Serdang
No Desa/Kelurahan Pertanian Perdagangan Nelayan Buruh Tani
1 Percut 535 1210 250 45

2 Tanjung Rejo 2420 87 208 50

Sumber: Kecamatan Percut Sei Tuan dalam Angka, Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang,
2005.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
3.7. Kecamatan Labuhan Deli

Kecamatan Labuhan Deli terletak pada 0.30 – 370 LU dan 470 – 980 BT dan

berada pada ketinggian kira-kira 5 m dpl. Luas wilayahnya 127,23 km2 yang terdiri

dari Desa Helvetia 9,71 km2, Desa Pematang Johar 18,90 km2, Desa Telaga Tujuh

18,90 km2, Desa Karang Gading 66,34 km2 dan desa Manunggal 13,36 km2.

Kecamatan Labuhan Deli memiliki batas-batas sebagai berikut :

1. Di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Kabupaten Langkat

2. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kodya Medan dan Kecamatan Sunggal

3. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hamparan Perak

4. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kodya

Medan

(Sumber: Kecamatan Labuhan Deli dalam Angka, BPS Kabupaten Deli Serdang, 2005).

3.8. Kecamatan Hamparan Perak

Kecamatan Hamparan Perak memiliki luas kira kira 230.15 km2 ( 2.3015 ha)

atau 9.21 % dari luas Kabupaten Deli Serdang, yang terdiri dari 20 desa dan 3 desa

di antaranya adalah desa pantai. Luasa Desa Pantai Paluh Manan 1.893 km2, Desa

Palu Kurau 3.250 km2, Desa Sei Baharu 800 km2. Wilayah Kecamatan Hamparan

Perak berada pada ketinggian 0-15 m dpl, yang merupakan dataran rendah yang

sebagiannya berbatasan dengan Selat Malaka.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Kecamatan Hamparan Perak terletak di antara kota Medan, Kota Binjai,

Kabupaten Langkat dan Selat Malaka. Batas-Batas wilayahnya adalah sebagai

berikut:

1. Di sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Deli dan Selat Malaka.

2. Di sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sunggal dan Kota Medan.

3. Di sebelah Barat berbatasan dengan Kota Binjai dan Kabupaten Langkat.

4. Di sebelah Timur berbatasan dengan Kota Medan dan Kecamatan Labuhan Deli.

(Sumber: Kecamatan Hamparan Perak dalam Angka, BPS Kabupaten Deli Serdang, 2005)

3.9. Hutan Mangrove di Kabupaten Deli Serdang

Kondisi hutan mangrove di Kabupaten Deli Serdang menurut Bappeda–DS,

(2003) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kondisi Hutan Mangrove pada Empat Kecamatan di Kabupaten Deli


Serdang
Luas yang dirambah Luas yang utuh
No. Kecamatan Luas (ha)
(ha) (ha)
1. Labuhan Deli 6.245 2.550 3.695
2. Hamparan Perak 1.955 842 1.112
3. Percut Sei Tuan 3.600 2.872 728
4. Pantai Labu 2.079 - -
Sumber : Dinas Kehutanan Kabupaten Deli Serdang (2001).

Dari Tabel 5, menunjukkan bahwa kondisi hutan mangrove sekarang tampak

telah mengalami perubahan, berupa pengurangan perluasan hutan mangrove karena

kegiatan lain yang berdampak pada kerusakan mangrove sehingga perlu adanya

perhatian guna kelestarian ekosistem ini.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Kondisi hutan mangrove di Kabupaten Deli Serdang sudah relatif rusak

bahkan ekosistemnya sudah hampir tidak ada, hal ini pernah diberitakan Harian

Umum Medan Indonesia tanggal 8 Desember 2000 yang mengulas mengenai

keberadaan hutan mangrove di Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang.

Kerusakan hutan mangrove di daerah ini disebabkan eksploitasi yang berlebihan

untuk kegiatan pertambakan udang. Dampak kerusakan ini adalah :

1. Masyarakat di daerah tersebut sudah sukar untuk mendapatkan kepiting

maupun udang.

2. Air laut pada saat pasang sudah memasuki perkampungan.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
IV. BAHAN DAN METODA

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah desa – desa yang memiliki hutan mangrove di

wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang. Pelaksanaan dimulai pada bulan Juni sampai

dengan November 2007 (Lima bulan).

4.2. Bahan dan Alat–alat

Bahan yang diteliti adalah hutan mangrove yang terdapat di desa – desa

wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang yang digunakan sebagai bahan kajian

penelitian. Selama penelitian, peralatan yang digunakan meliputi meteran, kompas,

software, autocad, haga meter, phiband, GPS, buku identifikasi mangrove, alat tulis

menulis.

4.3. Metode Penelitian

Pada setiap desa penelitian sebagaimana diutarakan di atas, penelitian

dilakukan dengan menggunakan metode kombinasi antara metode jalur dengan

metode garis berpetak (jalur berpetak) (Kusmana, 1997). Pada setiap kawasan hutan

mangrove yang diteliti dibuat satu jalur dengan lebar 10 m dan panjang 60 m sebagai

sampel, jalur dibuat dengan arah tegak lurus tepi laut. Pada jalur dibuat sub – petak

ukur dengan ukuran 2 m x 2 m untuk semai, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang

24
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
(tinggi > 1,5m – diameter batang < 10 cm), untuk tingkat pohon (diameter ≥ 10 cm)

ukuran petak 10 m x 10 m.

10 m

10 m 5m

5m
2m

2m

10 m

5m
10 m

5m 2m

2m

10 m

10 m 5m

2m 5m

2m

Laut
Keterangan :
Petak contoh 2 m x 2 m untuk semai, petak contoh 5 m x 5 m untuk pancang, petak contoh 10 m x 10m
untuk pohon

Gambar 2. Pengambilan Contoh Menggunakan Teknik Analisis Jalur Berpetak.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
4.4. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian dilakukan pada sembilan desa hutan mangrove di wilayah pesisir

Kabupaten Deli Serdang yang merupakan bahan kajian penelitian. Pada tiap desa

penelitian dibuat jalur dengan lebar 10 m x 60 m dengan arah tegak lurus tepi laut.

Kemudian jalur seluas 600 m2 tersebut dibagi 6 petak dan pada setiap petak dibuat

sub petak dengan ukuran 2m x 2m untuk tingkat semai, 5m x 5m untuk tingkat

pancang, 10m x 10m untuk tingkat pohon. Selanjutnya dilakukan identifikasi jenis

vegetasi dengan menggunakan buku kunci determinasi tumbuhan, dengan

menggunakan jasa teknisi dari dinas kehutanan tingkat II kabupaten Deli Serdang dan

dari jasa ketua kelompok tani hutan mangrove terutama dalam penamaan nama lokal

dari jenis yang ditemukan. Identifikasi dilakukan pada tumbuhan yang ditemui yaitu:

1. tingkat semai, adalah permudaan dari mulai kecambah hingga tinggi 1,5 m.

2. tingkat pancang, adalah permudaan dengan tinggi > 1,5 m dan diameter batang

< 10 cm.

3. tingkat pohon, adalah tumbuhan berkayu yang memiliki diameter batang ≥ 10 cm.

Untuk tingkat semai dicatat nama daerah dan nama ilmiah dengan

menggunakan buku acuan Kitamura et al., (1997), Kusmana et al., (2003) lalu

dihitung jumlah individu. Untuk tingkat pancang dan pohon dicatat nama ilmiah dan

nama daerah, dihitung jumlah individu, diukur tinggi dan diameter batang dari tiap

individu. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis untuk memperoleh gambaran

kondisi vegetasi hutan mangrove pada petak-petak penelitian.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Pengukuran salinitas diambil dari sampel tanah yang berada pada 500 m di

belakang sampel hutan mangrove yang dianalisis, pada kedalaman 30 cm di tiga titik.

Jarak dari titik yang satu ke titik yang lain 100 m. Kemudian tanah dari ketiga titik

tadi dicampur menjadi satu (komposit) lalu dianalisa untuk melihat kadar Na dalam

tanah di laboratorium ilmu tanah Fakultas Pertanian-USU Medan.

4.5.Analisis Data

Analisis vegetasi adalah cara untuk mempelajari komposisi jenis dan struktur

vegetasi dalam suatu ekosistem (Kusmana, 1997). Beberapa data diperoleh dari

lapangan dikumpulkan dan dihitung untuk menyatakan beberapa variabel antara lain:

1. Dominansi

Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menentukan dominansi dari suatu

jenis vegetasi. Indeks Nilai Penting didapat dari perhitungan sebagai berikut:

Untuk tingkat semai dan pancang, INP = KR + FR

Untuk tingkat pohon, INP = KR + FR + DR


Keterangan :
KR = kerapatan relatif
FR = frekuensi relatif
DR = dominasi relatif

Kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominasi relatif dapat dihitung

sebagai berikut:

a. Kerapatan suatu jenis (K), dihitung dengan rumus :

Jumlah individu suatu jenis


K=
Luas petak contoh

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
b. Kerapatan Relatif (KR) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

Kerapatan Suatu Jenis


KR = ×100 %
Kerapatan Seluruh Jenis

c. Frekuensi (F) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

Jumlah petak ditemukan suatu jenis


F=
Jumlah seluruh petak contoh

d. Frekuensi Relatif (FR) suatu jenis, dihitung dengan rumus :

Frekwensi suatu jenis


FR = ×100 %
Frekwensi seluruh jenis

e. Dominasi (D) suatu jenis, dapat dihitung dengan rumus:

Luas bidang dasar suatu jenis


D=
luas petak contoh

f. Dominasi Relatif (DR) suatu jenis, dapat dihitung dengan rumus :

Dominasi suatu jenis


DR = ×100 %
Dominasi seluruh jenis

2. Indeks keanekaragaman (H′)

Indeks keanekaragaman dihitung dengan menggunakan Indeks Shannon Wienner:

s
H 1 = −∑ pi (ln pi )
i =1

H′ = Indeks Shannon Wienner


pi = Kelimpahan relatif dari spesies ke–i
= (ni/N)
ni = jumlah individu suatu jenis ke–i
N = jumlah total untuk semua individu
Menurut Barbour et al., (1987) menyatakan bahwa nilai H1 dengan kriteria 0-2

tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang dan >3 tergolong tinggi.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
3. Diagram Profil

Diagram profil yang digambarkan adalah diagram profil secara vertikal dan

horizontal, dari sampel yang berukuran 10 m x 60 m yang selanjutnya

digambarkan pada kertas milimeter. Kemudian dihitung luas penutupan tajuk

masing–masing sampel dengan menggunakan software komputer (autocad).

4. Ketebalan Mangrove

Ketebalan mangrove diukur mulai dari surut terendah sampai pasang tertinggi

dari bibir pantai.

5. Salinitas

Pengukuran salinitas diambil dari sampel tanah yang berada pada 500 m di

belakang sampel hutan mangrove yang dianalisis untuk mengetahui pengaruh

hutan mangrove dalam menghambat intrusi air laut.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

5.1.1. Kerapatan vegetasi mangrove

Hasil analisis vegetasi berupa komposisi jenis - jenis tumbuhan di hutan

mangrove secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1 – 25. Kerapatan vegetasi

yang ditemui di seluruh plot penelitian seluruhnya dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kerapatan Individu/ha Vegetasi Hutan Mangrove yang Ditemui pada Plot
Penelitian pada Tiap Desa yang Dikaji untuk Tingkat Semai, Pancang dan
Pohon di Kabupaten Deli Serdang
Kerapatan (pohon/ha)
Lokasi
S P Ph* Kriteria

1. Desa Sei Tuan (Kec. Pantai Labu) - 1633 600 Rusak


2. Desa Palu Sibaji (Kec. Pantai Labu) - 100 584 Rusak
3. Desa Tanjung Rejo (Kec. Percut Sei Tuan) - 2183 567 Rusak
4. Desa Denai Kuala (Kec. Pantai Labu) 1417 617 517 Rusak
5. Desa Rugemuk (Kec. Pantai Labu) 583 950 450 Rusak
6. Desa Paluh Kurau (Kec. Hamparan Perak) 550 1163 400 Rusak
7. Desa Percut (Kec. Percut Sei Tuan) 667 300 267 Rusak
8. Desa Bagan Serdang (Kec. Pantai Labu) 1967 1233 183 Rusak
9. Desa Karang Gading (Kec. Labuhan Deli) - 2133 - Rusak

Ph* = urutan dimulai berdasarkan jumlah pohon terbanyak

Di Desa Karang Gading (Kecamatan Labuhan Deli) kerapatan di tingkat

pancang 2133 pohon/ha. Di Desa Tanjung Rejo kerapatan di tingkat pancang 2183

pohon/ha. Di Desa Sei Tuan (Kecamatan Pantai Labu) kerapatan di tingkat pancang

1633 pohon/ha, lalu di Desa Bagan Serdang (Kecamatan Pantai Labu) kerapatannya

1233 pohon/ha dan Desa Paluh Kurau (Kecamatan Hamparan Perak) kerapatan pohon

di tingkat pancang adalah 1163 pohon/ha.

30
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Ditingkat semai kerapatan pohon tertinggi terdapat di Desa Bagan Serdang

(Kecamatan Pantai Labu) yaitu 1967 pohon/ha, lalu berturut turut di Desa Denai

Kuala (Kecamatan Pantai Labu) 1417 pohon/ha, Desa Percut (Kecamatan Percut Sei

Tuan) 667 pohon/ha, Desa Rugemuk (Kecamatan Pantai Labu) 583 pohon/ha dan

Desa Paluh Kurau (Kecamatan Hamparan Perak) 550 pohon/ha.

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2004), suatu kawasan hutan

mangrove tingkat kerusakannya dapat diketahui dari luas penutupan tajuk dan

kerapatan pohon/ha, seperti pada Tabel 7 dapat diketahui apakah hutan tersebut

sudah mengalami kerusakan atau tidak.

Tabel 7. Kriteria Baku Kerusakan Mangrove


Kriteria Penutupan (%) Kerapatan (pohon/ha)
Baik Sangat Padat >70 >1500
Rusak Sedang >50-<70 >1000 - <1500
Jarang <50 <1000
Sumber Kementerian Lingkungan Hidup, 2004.

5.1.2. Dominansi

Penentuan jenis pohon dominan dilakukan dengan menggunakan indeks nilai

penting. Indeks Nilai Penting (INP) beberapa jenis tumbuhan yang ditemui pada plot

penelitian pada tiap desa yang dikaji untuk tingkat semai, pancang, dan tingkat pohon

dapat dilihat pada Tabel 8.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Tabel 8. Indeks Nilai Penting Beberapa Jenis Tumbuhan yang Ditemui pada Plot Penelitian
pada Tiap Desa yang Dikaji Untuk Tingkat Semai, Pancang dan Pohon di
Kabupaten Deli Serdang
INP (%)
Lokasi Jenis Vegetasi
S No* P No* Ph No*
A. Kec. Pantai Labu
1. Desa Denai Kuala 1. Avicennia marina 55.51 5 71.75 9 122.79 9
2. Avicennia alba 69.63 4 99.41 6 103.54 10
3. Excoecaria agallocha - 28.84 24 41.10 16
4. Thespesia populnea - - 21.48 23
5. Cemara sumatrana - - 11.06 29
6. Acanthus ilicifolius 74.86 3 - -
2. Desa Palu Sibaji 1. Excoecaria agallocha - 58.67 13 188.30 4
2. Xylocarpus granatum - 99.25 7 12.06 27
3. Rhizophora apiculata - - 58.86 13
4. Avicennia marina - - 13.55 26
5. Lumnitzera racemosa - - 12.06 28
6. Bruguiera sexangula - 45.03 20 15.18 25
3. Desa Rugemuk 1. Avicennia marina 200 1 162.38 2 273.41 2
2. Excoecaria agallocha - - 23 26.59 20
3. Rhizophora apiculata - 37.70 -
4. Desa Sei Tuan 1. Avicennia marina - 123.86 4 148.26 6
2. Avicennia alba - 112.63 5 59.32 12
3. Excoecaria agallocha - 90.18 8 32.79 19
4. Sonneratia alba - 27.17 25 34.09 18
5. Rhizophora apiculata - 53.83 16 23.52 22
5. Desa Bagan Serdang 1. Avicennia marina 200 1 200 1 300.00 1

B.Kec. Percut Sei Tuan


1. Desa Percut 1. Avicennia marina 200 1 74.63 9 125.37 8
2. Bruguiera sexangula - 7.67 32 46.19 15
3. Excoecaria agallocha - - - 72.26 11
4. Lumnitzera racemosa - 72.61 10 37.50 17
5. Rhizophora apiculata - 17.02 28 18.66 24
6. Avicennia alba - 11.71 30 -
7. Bruguiera cylindrica - 9.69 31 -
8. Nypa fruticans - 6.66 34 -
2. Desa Tanjung Rejo 1. Avicennia marina - 54.28 15 223.98 3
2. Excoecaria agallocha - 42.60 21 50.09 14
3. Sonneratia alba - 5.96 32 25.92 21
4. Bruguiera cylindrica - 58.01 14 -
5. Bruguiera sexangula - 49.09 18 -
6. Lumnitzera racemosa - 24.32 26 -

C.Kec. Hamparan Perak


1. Desa Paluh Kurau 1. Avicennia marina 43.10 6 150.62 3 130.19 7
2. Avicennia alba 156.91 2 49.38 17 169.81 5

D.Kec. Labuhan Deli


1. Desa Karang Gading 1. Bruguiera cylindrica - 48.24 19 -
2. Bruguiera sexangula - 40.65 22 -
3. Excoecaria agallocha - 22.25 27 -
4. Lumnitzera racemosa - 16.83 29 -
5. Rhizophora apiculata - 64.04 12 -
6. Sonneratia alba - 6.98 31 -
No*: No urut INP dimulai dari nilai INP terbesar S: semai, P : pancang, Ph: pohon

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 8 diketahui bahwa pada tingkat pohon

A. marina merupakan jenis yang dominan di enam desa kajian (Desa Denai Kuala,

Desa Rugemuk, Desa Sei Tuan, Desa Bagan Serdang, Desa Percut dan Desa Tanjung

Rejo), pada dua desa lainnya yaitu pada Desa Palu Sibaji yang mendominasi adalah

jenis E. agallocha dan pada Desa Paluh Kurau yang mendominasi yaitu A. alba.

Sedangkan pada satu desa lagi yaitu Desa Karang Gading tidak ditemukan jenis

vegetasi pada tingkat pohon.

Jenis vegetasi A. marina mempunyai INP tertinggi pada tingkat pohon

ditemukan pada Desa Bagan Serdang (INP 300%). Kemudian diikuti Desa Rugemuk

(INP 273,41%), Desa Tanjung Rejo (INP 223,98%), Desa Sei Tuan (INP 148,26%),

Desa Percut (INP 125,37% ) dan Desa Denai Kuala (INP 122,79%). Di Desa Paluh

Sibaji jenis vegetasi yang mempunyai INP tertinggi di tingkat pohon adalah E.

agallocha (INP 188,30%) dan di Desa Paluh Kurau jenis vegetasi dengan INP

tertinggi di tingkat pohon dimiliki oleh A. alba (INP 169,81%). Pada Desa Karang

Gading tidak ditemukan jenis vegetasi di tingkat pohon.

Pada tingkat pancang, jenis yang mendominasi di Desa Bagan Serdang, Desa

Rugemuk, Desa Paluh Kurau, Desa Sei Tuan, Desa Percut dan Desa Tanjung Rejo

adalah jenis A. marina dengan INP berturut-turut 200%, 162,38%, 150,62%,

123,86%, 74,63%, dan 54,28%. Pada Desa Denai Kuala di tingkat pancang yang

mendominasi adalah A. alba (INP 99,41%), pada Desa Paluh Sibaji yang

mendominasi adalah X. granatum (INP 99,25%) dan pada Desa Karang Gading yang

mendominasi adalah B. cylindrica (INP 48,24%).

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Di tingkat semai, jenis yang dominan di Desa Rugemuk, Desa Bagan Serdang

dan Desa Percut adalah A. marina dengan INP masing-masing 200%. Pada Desa

Denai Kuala jenis vegetasi yang dominan di tingkat semai adalah A. ilicifolius (INP

74,86%), diikuti A. alba (INP 69,63%) dan A. marina (INP 55,51%). Di Desa Paluh

Kurau yang mendominasi di tingkat semai adalah jenis A. alba (INP 156,91%) diikuti

oleh A. marina (INP 43,10%). Sedang di Desa Paluh Sibaji, Desa Sei Tuan, Desa

Tanjung Rejo dan Desa Karang Gading tidak ditemukan jenis vegetasi di tingkat

semai.

Di Desa Bagan Serdang jenis vegetasi yang mempunyai INP tertinggi pada

tingkat semai, pancang dan pohon adalah jenis A. marina. dimana pada tingkat semai

(INP 200%), pada tingkat pancang (INP 200%) dan pada tingkat pohon (INP 300%).

Di Desa Rugemuk, jenis vegetasi yang tertinggi di tingkat semai, pancang dan

pohon adalah A. marina di tingkat semai (INP 200%), di tingkat pancang (INP

162,38%) dan di tingkat pohon (INP 273,41%).

Di Desa Percut jenis vegetasi yang mempunyai INP di tingkat semai, pancang

dan pohon adalah A. marina dimana di tingkat semai (INP 200%), di tingkat pancang

(INP 74,63%) dan di tingkat pohon (INP 125,37%).

Di Desa Paluh Kurau jenis vegetasi yang mencapai INP tertinggi pada tingkat

semai adalah A. alba (INP 156,91%) diikuti dengan A. marina (INP 43,10%.) Di

tingkat pancang INP yang tertinggi adalah A. marina (INP 150,62%) diikuti dengan

A. alba (INP 49,38%), tetapi di tingkat pohon INP yang tertinggi adalah A. alba (INP

169,81%) diikuti dengan A. marina (INP 130,19%).

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Di Desa Denai Kuala jenis vegetasi yang mempunyai INP tertinggi pada

tingkat semai A. alba (INP 69,63%) diikuti oleh A. marina (INP 55,51%). Di tingkat

pancang jenis vegetasi yang mempunyai INP tertinggi masih jenis A. alba (INP

99,41%), diikuti oleh A. marina (INP 71,75%), tetapi pada tingkat pohon jenis

vegetasi yang mencapai INP tertinggi terdapat pada A. marina (INP 122,79%) diikuti

oleh A. alba (INP 103,54%).

Di Desa Paluh Sibaji jenis vegetasi yang mempunyai INP tertinggi pada

tingkat pancang adalah X. granatum (INP 99,25%) diikuti oleh E. agallocha (INP

58,67%), tetapi di tingkat pohon jenis vegetasi yang memiliki INP tertinggi adalah

E. agallocha (INP 188,30%) diikuti oleh R. apiculata (INP 58,86%), B. sexangula

(INP 15,18%), A. marina (INP 13,55%). Pada tingkat semai tidak ditemukan jenis

vegetasi.

Di Desa Sei Tuan jenis vegetasi yang mempunyai INP tertingggi pada tingkat

pancang adalah A. marina (INP 123,86%) diikuti oleh A. alba (INP 112,63 %),

E. agallocha (INP 90,18%), R. apiculata (INP 53,83%) dan S. alba (INP 27,17%). Di

tingkat pohon jenis vegetasi yang memiliki INP tertinggi masih tetap A. marina (INP

148,26%) diikuti oleh A. alba (INP 59,32%), S. alba (INP 34.09%), adalah E.

agallocha (INP 32,79%) dan R. apiculata (INP 23,52%). Di tingkat semai tidak

ditemukan jenis vegetasi.

Di Desa Tanjung Rejo jenis vegetasi di tingkat pancang yang memiliki INP

tertinggi adalah B. cylindrica (INP 58,01%) diikuti oleh A. marina (INP 54,28%),

B. sexangula (INP 49,09%), E. agallocha (INP 42,60%), L. racemosa (INP 24,32%)

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
dan S. alba (INP 5,96%). Di tingkat pohon jenis vegetasi yang memiliki INP tertinggi

adalah A. marina (INP 223,98%), lalu E. agallocha (INP 50,09%), S. alba (INP

25,92%). Di tingkat semai tidak ditemukan jenis vegetasi.

Di Desa Karang Gading jenis vegetasi di tingkat pancang dengan INP

tertinggi adalah B. cylindrica (INP 48,24%) diikuti B. sexangula (INP 40,65%),

R. apiculata (INP 64,04%), E. agallocha (INP 22,25%), L. racemosai (INP 16,83%)

dan S. alba (INP 6,98%). Di tingkat pohon dan di tingkat semai tidak ditemukan jenis

vegetasi.

5.1.3. Indeks keanekaragaman mangrove

Hasil perhitungan indeks keanekaragaman yang ditemui di seluruh plot

penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9. Dari Tabel 9 diketahui bahwa H1

pada tingkat semai berkisar antara 0 – 0,7238, pada tingkat pancang H1 berkisar

antara 0 – 0,6930 dan pada tingkat pohon H1 berkisar antara 0 – 0,6876. ini

menunjukkan bahwa keanekaragaman jenis mangrove di tingkat semai, pancang dan

pohon adalah rendah. Menurut kriteria yang dinyatakan oleh Barbour et al. (1987)

bahwa nilai keanekaragaman antara 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang dan

keanekaragaman > 3 tergolong tinggi.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Tabel 9. Indeks Keanekaragaman pada Plot Penelitian pada Tiap Desa yang Dikaji
Untuk Tingkat Semai, Pancang dan Pohon di Kabupaten Deli Serdang
H1
Lokasi
S P Ph
A. Kec. Pantai Labu
1. Desa Denai Kuala 0.7238 0.6697 0.6640
2. Desa Palu Sibaji - 0.6930 0.3808
3. Desa Rugemuk 0 0.0590 0.0792
4. Desa Sei Tuan - 0.6740 0.5929
5. Desa Bagan Serdang 0 0 0

B. Kec. Percut Sei Tuan


1. Desa Percut 0 0.6473 0.6508
2. Desa Tanjung Rejo - 0.6659 0.3959

C. Kec. Hamparan Perak


1. Desa Paluh Kurau 0.1973 0.4306 0.6876

D. Kec. Labuhan Deli


1. Desa Karang Gading - 0.6430 -
S : semai, P : pancang, Ph : pohon

Keanekaragaman jenis di seluruh lokasi penelitian berkisar antara 0 – 0,7238

(tergolong rendah), di mana pada tingkat semai keanekaragaman jenis tertinggi

dijumpai pada Desa Denai Kuala (Kecamatan Pantai Labu) dengan nilai

keanekaragaman (H1 = 0. 7238) dan terendah di Desa Rugemuk, Desa Bagan Serdang

(Kecamatan Pantai Labu) dan Desa Percut (Kecamatan Percut Sei Tuan) (H1 = 0).

Di tingkat pancang nilai keanekaragaman tertinggi (H1 = 0.6930) dijumpai pada Desa

Palu Sibaji (Kecamatan Pantai Labu) dan nilai keanekaragaman terendah di Desa

Bagan Serdang (Kecamatan Pantai Labu) (H1 = 0), sedangkan di tingkat pohon

keanekaragaman tertinggi di Desa Paluh Kurau (Kecamatan Hamparan Perak) (H1 =

0.6876) dan terendah di Desa Bagan Serdang (Kecamatan Pantai Labu) (H1 = 0).

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
5.1.4. Diagram profil

Gambar profil vegetasi hutan mangrove secara vertikal dan horizontal

menurut kaedah-kaedah yang diutarakan oleh Mueller-Dombois (1974). Berdasarkan

pengamatan pada jalur-jalur berukuran 10 x 60 m yang mewakili kondisi rata-rata di

desa kajian hutan mangrove dibuat diagram profil untuk menggambarkan kondisi

vegetasi secara vertikal dan horizontal pada setiap jalur, disajikan pada Gambar 3 s/d

11.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Tabel 10. Rekapitulasi Luas Penutupan Tajuk dan Celah Masing-Masing Lokasi
Sampel di Kabupaten Deli Serdang
No. Luas Penutupan Tajuk Luas Celah
Lokasi
Urutan LPT m2 % m2 %
A. Kec. Pantai Labu
1. Desa Denai Kuala 6 331,02 55,17 268,98 44,83
2. Desa Palu Sibaji 9 123,50 20,58 476,50 79,42
3. Desa Rugemuk 8 158,59 26,43 441,41 73,57
4. Desa Sei Tuan 3 357,50 59,58 242,50 40,42
5. Desa Bagan Serdang 4 355,60 59,27 244,40 40,73
B. Kec. Percut Sei Tuan
1. Desa Percut 5 331,02 55,17 268,98 44,83
2. Desa Tanjung Rejo 2 382,58 63,76 217,42 36,24
C. Kec. Hamparan Perak
1. Desa Paluh Kurau 7 307,6 51,24 292,54 48,76
D. Kec. Labuhan Deli
1. Desa Karang Gading 1 473,93 78,99 126,07 21,01
LPT : Luas Penutupan Tajuk

Dari Tabel 10 dan Gambar 3 s/d 11 dapat diketahui bahwa luas penutupan

tajuk tertinggi dan celah terendah dijumpai di Desa Karang Gading (Kecamatan

Labuhan Deli) yaitu sebesar 78,99 %. Hal ini menunjukkan tingkat kepadatan

populasi tergolong padat dan baik, kemudian diikuti oleh Desa Tanjung Rejo

(Kecamatan Percut Sei Tuan) yang tergolong pada kepadatan populasi sedang 63,76

%, tetapi sebaliknya pada Desa Palu Sibaji (Kecamatan Pantai Labu) dijumpai persen

penutupan tajuk terendah yaitu sebesar 20,58 % yang artinya keterbukaan celah

sebesar 79,42%, ini menunjukkan bahwa pertumbuhan populasi sangat jarang dan

tergolong buruk dan penutupan tajuk terendah kedua adalah Desa Rugemuk juga pada

Kecamatan yang sama yaitu sebesar 26,43% dengan keterbukaan celah sebesar

73,57%. Sesuai dengan kriteria baku kerusakan mangrove yang dikemukakan oleh

KLH (2004) bahwa luas penutupan tajuk > 70% berarti populasi sangat padat, luas

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
penutupan tajuk >50% - < 70% berarti kepadatan populasi sedang dan luas penutupan

tajuk < 50% berarti kepadatan populasi tergolong jarang.

5.1.5. Ketebalan mangrove

Untuk Pantai Timur Sumatera selisih pasang tertinggi dengan surut terendah

adalah 2,5 m (Bappeda – SU dan PKSPL – IPB, 2002). Berdasarkan undang-undang

RI No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, dalam pasal 50 di tentukan bahwa

ketebalan mangrove 130 x selisih pasang tertinggi dan surut terendah, dalam hal ini

diperoleh nilai 325 m.

Dari Tabel 11 dapat diketahui bahwa ketebalan mangrove tertinggi dijumpai

di Desa Paluh Kurau Kecamatan Hamparan Perak (500 m) dan diikuti oleh Desa

Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan (347 m) tetapi di Desa Rugemuk

Kecamatan Pantai Labu ketebalan mangrove mempunyai nilai terendah (20 m). Desa

Regemuk, Desa Denai Kuala, Desa Paluh Sibaji, Desa Sei Tuan dan Desa Bagan

Serdang (Kecamatan Pantai Labu) ketebalan mangrove tergolong tipis, Desa Percut

(Kecamatan Percut Sei Tuan) dan Desa Karang Gading (Kecamatan Labuhan Deli)

ketebalan mangrove tergolong sedang.

Menurut kriteria yang dikemukakan oleh Bappeda – SU dan PKSPL – IPB

(2002) ada dua desa yang mangrovenya tebal yaitu Desa Paluh Kurau (Kecamatan

Hamparan Perak) dan Desa Tanjung Rejo (Kecamatan Percut Sei Tuan), dua desa

yang ketebalan mangrovenya sedang yaitu Desa Percut (Kecamatan Percut Sei Tuan)

dan Desa Karang Gading (Kecamatan Labuhan Deli), lima desa yang ketebalan

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
mangrovenya tipis yaitu Desa Bagan Serdang, Desa Denai Kuala, Desa Paluh Sibaji,

Desa Sei Tuan dan Desa Rugemuk (Kecamatan Pantai Labu). Ini berarti bahwa

hampir semua desa mangrove di Kabupaten Deli Serdang tidak memiliki ketebalan

yang mencukupi.

Tabel 11. Ketebalan Mangrove pada Daerah Penelitian di Kabupaten Deli Serdang
Lokasi Ketebalan Mangrove (m) Kriteria*
A. Kec. Pantai Labu
1. Desa Denai Kuala 94 Tipis
2. Desa Palu Sibaji 90 Tipis
3. Desa Rugemuk 20 Tipis
4. Desa Sei Tuan 75 Tipis
5. Desa Bagan Serdang 100 Tipis
B. Kec. Percut Sei Tuan
1. Desa Percut 215 Sedang
2. Desa Tanjung Rejo 347 Tebal
C. Kec. Hamparan Perak
1. Desa Paluh Kurau 500 Tebal
D. Kec. Labuhan Deli
1. Desa Karang Gading 236 Sedang
Ket : Selisih pasang tertinggi dengan surut terendah : 325 m
* : Kriteria menurut Bappeda – SU dan PKSPL – IPB (2002)

5.1.6. Salinitas

Menurut Hakim et al.(1986) kriteria salinitas sebagai berikut : 100-250

(rendah), 250 – 750 (sedang), 750 -2250(tinggi), > 2250 (sangat tinggi). Setelah

dilakukan analisa kadar Na dalam tanah pada lokasi penelitian diperoleh data

sebagaimana yang tertera pada Tabel 12. Kadar Na dalam tanah pada Desa Denai

Kuala, Desa Rugemuk, Desa Sei Tuan, Desa Bagan Serdang tergolong rendah dan

kadar Na dalam tanah pada Desa Paluh Sibaji, Desa Percut, Desa Tanjung Rejo

tergolong sedang, sementara pada Desa Paluh Kurau dan Desa Karang Gading kadar

Na dalam tanah tergolong tinggi. Dari Tabel 12 dapat diketahui bahwa salinitas dalam

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
tanah tidak hanya ditentukan oleh ketebalan mangrove, namun dipengaruhi faktor lain

seperti jenis tanah, kerapatan vegetasi dan lain – lain.

Tabel 12. Kadar Na dalam Tanah pada Daerah Penelitian di Kabupaten Deli Serdang
Kadar Na Ketebalan Kerapatan
Kondisi di belakang Jenis
Lokasi Penelitian Dalam Tanah Mangrove (Pohon/ha)
Mangrove substrat
(ppm) (m) P Ph
A. Kec. Pantai Labu
1. Desa Denai Kuala 207 Tanaman Kelapa Sawit 94 Lumpur 617 517
2. Desa Palu Sibaji 360 Sawah 90 Lumpur 100 584
3. Desa Rugemuk 214 Tanaman Kelapa Sawit 20 Lumpur 950 450
4. Desa Sei Tuan 187 Tanaman Kelapa Sawit 75 Lumpur 1633 600
5. Desa Bagan Serdang 214 Sawah 100 Lumpur 1233 183
B. Kec. Percut Sei Tuan
1. Desa Percut 393 Tambak 215 Lumpur 300 267
2. Desa Tanjung Rejo 393 Tambak 347 Lumpur 2183 567
C. Kec. Hamparan Perak
1. Desa Paluh Kurau 1605 Tambak 500 Pasir 1163 400
D. Kec. Labuhan Deli
1. Desa Karang Gading 1770 Sawah 236 Pasir 2133 -
P = Pancang Ph = Pohon

5.2. Pembahasan

Dari nilai kerapatan (pohon/ha) pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa kerapatan

pohon/ha tertinggi adalah 600 pohon/ha yang ditemui di Desa Sei Tuan. Kerapatan

pohon pada Tabel 6, dapat menggambarkan kerapatan tajuk suatu kawasan hutan dan

celah yang terbentuk. Semakin meningkat kerapatan pohon semakin tinggi tingkat

penutupan tajuk di suatu kawasan hutan dan semakin sedikit celah yang terbentuk

sehingga lantai hutan semakin tertutup oleh tajuk pohon. Semakin baik kondisi hutan

berarti penutupan tajuk hutannya juga semakin rapat dan lantai hutan semakin

tertutup. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya iklim mikro di dalam hutan yang

relatif baik sehingga memperkecil tumbuhnya vegetasi luar yang berkembang di

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
hutan mangrove tersebut sehingga kelestarian vegetasi mangrove bisa tumbuh dengan

stabil.

Vegetasi di tingkat semai menunjukkan kepadatan yang jarang hingga padat

di mana pada Desa Bagan Serdang (Kecamatan Pantai Labu) kepadatan tanaman

tergolong padat dan pada Desa Denai Kuala (Kecamatan Pantai Labu) kepadatannya

sedang, akan tetapi di Desa Rugemuk, Desa Paluh Kurau, Desa Percut kepadatan di

tingkat semai tergolong jarang dan ada empat desa yang tidak dijumpai adanya

vegetasi mangrove di tingkat semai yaitu Desa Paluh Sibaji, Desa Sei Tuan

(Kecamatan Pantai Labu), Desa Tanjung Rejo (Kecamatan Percut Sei Tuan) dan Desa

Karang Gading (Kecamatan Labuhan Deli). Rendahnya jumlah individu di tingkat

semai berkaitan dengan nilai kerapatan yang rendah pada tingkat dewasa atau pohon

yang merupakan sumber tumbuhan penghasil biji sebagai calon kecambah dan juga

karena kondisi lingkungan yang terganggu akibat dari besarnya celah yang terbentuk

akibat penutupan tajuk yang rendah sehingga intensitas cahaya matahari yang masuk

ke lantai hutan semakin tinggi yang dapat menekan pertumbuhan semai dan

kemungkinan juga disebabkan oleh arus laut yang dapat membawa biji ke daerah

lain.

Kerapatan dari tingkat pancang ke tingkat pohon terjadi penurunan hampir di

seluruh desa yang diamati kecuali di Desa Paluh Sibaji (Kecamatan Pantai Labu) nilai

kerapatan lebih tinggi di tingkat pohon daripada di tingkat pancang. Adanya

penurunan kerapatan vegetasi dari tingkat pancang ke tingkat pohon kemungkinan

disebabkan berbagai faktor antara lain terjadi penebangan secara liar oleh masyarakat

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
setempat atau yang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha tambak, seperti yang

dikemukakan oleh LPPM (2005) bahwa mangrove ditebang secara liar tanpa ada

tebang pilih untuk dijadikan kayu bakar atau dijual.

Gambar 12. Kerusakan Hutan Mangrove Akibat Penebangan Oleh Masyarakat


di Desa Sei Tuan, Desa Rugemuk (Kecamatan Pantai Labu)

Menurut Arief (2003) tipe tanah juga merupakan salah satu faktor penunjang

terjadinya proses regenerasi, di mana partikel debu dan partikel liat yang berupa

lumpur mampu menangkap buah dari tumbuhan mangrove yang jatuh setelah masak,

yang menyebabkan rapat atau tidaknya suatu zona mangrove. Tetapi bila terjadi air

pasang yang tinggi menyebabkan banyak buah yang jatuh terbawa oleh arus laut

sehingga kerapatan pohon rendah.

Timbulnya perbedaan jenis yang mendominasi dari tingkat semai sampai ke

tingkat pohon kemungkinan karena jenis A. marina mampu beradaptasi dengan

lingkungannya sehingga dapat tumbuh dengan baik dari tingkat semai ke tingkat

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
pancang dan ke tingkat pohon. Jenis vegetasi tersebut diduga memiliki batas toleransi

yang lebar terhadap lingkungannya, misalnya lebih toleran terhadap naungan

sehingga pada intensitas cahaya matahari yang rendah tetap mampu tumbuh dengan

baik, disamping itu juga toleran terhadap tanah-tanah salin. Menurut Arief (2003)

bahwa A. marina memiliki perakaran yang sangat kuat sehingga dapat bertahan dari

hempasan ombak, merupakan zone perintis atau pioner, dan menyukai tanah

berlumpur lembek dan mampu hidup pada tanah yang berkadar garam tinggi sehingga

mampu bertahan hidup dan mendominasi areal hutan mangrove.

Menurut ketahanannya terhadap lingkungan, tumbuhan dapat dibagi atas dua

yaitu (1) Tumbuhan yang batas toleransinya lebar (eury) terhadap lingkungan dan (2)

Tumbuhan yang batas toleransinya sempit (steno) terhadap lingkungannya.

(Suryanegara, Indrawan, 1998).Timbulnya perbedaan jenis yang dominan dari tiap

tingkat pertumbuhan disebabkan beberapa hal antara lain :

1. Tidak diketahui awal mulai sejarah pertumbuhan pohon karena penelitian ini

hanya eksplorasi yang sifatnya berjangka pendek sehingga tidak diketahui

apakah di masa lalu pernah dilakukan penanaman dan pemeliharaan jenis klimak

yang ada saat penelitian.

2. Biji pohon hutan secara umum bersifat rekasitran sehingga saat biji jatuh ke

lantai hutan, bila tidak segera berkecambah akan membusuk/ mati oleh tingginya

kandungan air

Di Desa Rugemuk, Desa Bagan Serdang (Kecamatan Pantai Labu) dan Desa

Percut (Kecamatan Percut Sei Tuan) hanya satu jenis vegetasi yang ditemukan di

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
tingkat semai yaitu A. marina (INP sebesar 200 %) dan di tingkat pancang maupun

di tingkat pohon jenis tersebut juga tetap mendominasi vegetasi hutan mangrove. Hal

ini disebabkan karena A. marina merupakan jenis vegetasi endemik yang telah

mampu beradaptasi terhadap kondisi lingkungannya sehingga mampu terus bertahan

dari generasi ke generasi berikutnya. Disamping itu perkecambahan dari biji A.

marina bersifat semi-vivipari (kriptovivipari) di mana biji telah berkecambah tetapi

tetap terlindungi oleh kulit buah (pericarp) sebelum lepas dari pohon induk

(Kitamura et al., 1997). Pada saat buah jatuh tunas masih tertutup namun setelah

pericarp terbuka tunasnya sudah lengkap sehingga kemungkinan untuk hidup lebih

besar (Sugiarto dan Ekaryono, 2003).

Di Desa Paluh Sibaji (Kecamatan Pantai Labu) dan Desa Sei Tuan

(Kecamatan Pantai Labu) pada tingkat semai tidak ditemukan adanya vegetasi

mangrove hal ini kemungkinan karena tidak adanya siklus pertumbuhan dan

perkembangan yang kontinyu dan juga diduga bahwa biji yang dihasilkan dari tingkat

pohon terbawa oleh air pasang surut sehingga tidak ada dijumpai di sekitar lokasi

tersebut dan kemungkinan biji yang dihasilkan tidak dapat tumbuh akibat kondisi

lingkungan yang tidak menguntungkan bagi perkecambahan biji.

Jenis vegetasi yang dominan di Desa Paluh Sibaji, Desa Sei Tuan (Kecamatan

Pantai Labu) dari tingkat pancang sampai ke tingkat pohon adalah jenis yang sama

yaitu A. marina, hal ini disebabkan jenis vegetasi tersebut merupakan jenis vegetasi

yang toleran terhadap perubahan lingkungan sehingga mampu tumbuh dan bertahan

sampai ke tingkat pohon. Di Desa Karang Gading (Kecamatan Labuhan Deli)

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
vegetasi yang ditemukan hanya di tingkat pancang sedangkan pada tingkat semai dan

tingkat pohon tidak ditemukan adanya vegetasi mangrove. Hal ini kemungkinan

karena adanya pemutusan siklus hidup dari vegetasi akibat adanya penebangan

mangrove di lokasi tersebut sehingga tidak ada sumber penghasil biji untuk bahan

kecambah bagi pertumbuhan selanjutnya.

Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Setyawan et al., (2004) bahwa

anak pohon yang memiliki INP yang tinggi merupakan genus yang sama yaitu

Rhizophora sp, Avicennia sp dan Soneratia sp. Hal ini disebabkan karena pohon-

pohon yang telah mapan yang mampu beregenerasi melahirkan keturunan dengan

jumlah melimpah, meskipun tidak tertutup kemungkinan adanya suplai baru dari luar

kawasan.

Pada lokasi penelitian A. marina merupakan jenis yang paling mendominasi

pada tingkat semai, pancang dan pohon. Seperti yang diungkapkan oleh Setiawan

(2004) tidak semua jenis yang tercakup dalam analisis vegetasi memiliki nilai penting

yang cukup besar, beberapa diantaranya memiliki nilai penting yang rendah karena

penyebaran yang terbatas dan/atau nilai penutupannya yang kecil, sehingga

pengaruhnya terhadap ekosistem relatif dapat diabaikan.

Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa indeks keanekaragaman (H1)

menunjukkan penyebaran individu dalam jenis. Nilai H1 = 0 jika hanya terdapat satu

jenis dalam sampel, nilai (H1) meningkat dengan meningkatnya jumlah jenis dan nilai

(H1) bernilai maksimum jika seluruh individu jenis diwakili oleh jumlah individu

yang sama ( Ludwig & Reynold, 1988).

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Berdasarkan perhitungan terhadap keanekaragaman jenis (H1) pada Tabel 9

menunjukkan keanekaragaman jenis yang rendah baik di tingkat semai maupun di

tingkat pancang. Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi tekanan oleh faktor luar

yang mengakibatkan kepunahan pada jenis-jenis tumbuhan tertentu, mungkin akibat

penebangan, tumbangnya pohon akibat gangguan angin, rendahnya persentase

perkecambahan biji akibat tingginya genangan air atau naiknya suhu tanah akibat

tingginya intensitas matahari yang masuk ke lantai hutan.

Rendahnya keanekaragaman vegetasi mangrove mungkin akibat terjadinya

pasang surut atau pengeringan yang menyebabkan mekanika tanah berpengaruh

buruk terhadap perakaran pohon serta menggangu pertukaran gas, udara tanah dan

atmosfer. Peredaran lengas tanah yang berhubungan dengan penguapan dan infiltrasi

pada umumnya menghambat perkecambahan. Jenis vegetasi yang kurang mampu

beradaptasi terhadap substrat ataupun lingkungan menyebabkan banyak tegakan

mangrove yang mati pada tingkat semai. Sebaliknya jenis yang sesuai saja yang akan

berkembang dan mendominasi sehingga mengubah zonasi dari mangrove tersebut

(Pramudji, 1996).

Pada Desa Sei Tuan, Desa Rugemuk, Desa Denai Kuala, di belakang

mangrove terdapat vegetasi kelapa sawit. Pada Desa Paluh Sibaji dan Desa Bagan

Serdang di belakang mangrove terdapat persawahan. Diketahui bahwa tanaman

kelapa sawit membutuhkan pupuk Kalium (K) yang merupakan unsur yang berperan

aktif dalam proses fisiologis seperti proses fotosintesis dan transpirasi.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Gambar 13. Vegetasi Kelapa Sawit yang Terdapat di Belakang Mangrove

Unsur K juga berperan sebagai katalisator dalam setiap proses biokimia.

Peranan unsur K pada berbagai jenis tanah dapat meningkatkan produksi tandan

terutama pada tanah yang kandungan pasirnya tinggi serta pada tanah aluvial dan

hidromorfik. (Hew et al. 1973 dalam Suyatno R, 1994).

Gambar 14. Sawah yang Terdapat di Desa Bagan Serdang

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Sodium dikenal sebagai unsur tambahan yang menguntungkan dan untuk

beberapa jenis tanaman ia dapat menggantikan sebagian fungsi K (Marschner, 1995

dalam Yufdy dan Jumberi A, (2005). Menurut Wild dan Jones (1996) dalam Yufdy

dan Jumberi A, (2005) pengaruh Na akan sangat besar bila pasokan K bagi tanaman

tidak mencukupi. Sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa Na sangat penting

untuk tanaman non – halophytic seperti padi. (Hasegawa et al., 1990; Song dan

Fujiama, 1998; dalam Yufdy dan Jumberi A,(2005).

Kerapatan pohon/ha pada semua desa penelitian adalah rendah dan ketebalan

mangrove juga rendah kecuali di Desa Paluh Kurau dan Desa Tanjung Rejo, tetapi

jenis vegetasi dan kondisi yang ada di belakang mangrove serta jenis tanah

mengakibatkan salinitas pada Desa Denai Kuala, Desa Rugemuk, Desa Sei Tuan,

Desa Bagan Serdang rendah.

Pada Desa Paluh Kurau ketebalan mangrove cukup tebal tetapi kerapatan

pohon tergolong jarang walaupun di tingkat pancang jumlah pohon banyak tetapi akar

tanaman pada tingkat pancang tidak mencengkram substrat sampai ke bawah hanya

pada bagian atas saja, di samping itu jenis tanah berpasir. Selain hal-hal tersebut di

atas kondisi di belakang mangrove terdapat tambak-tambak yang memasok air dari

laut. Hal inilah yang mengakibatkan salinitas di Desa Paluh Kurau tinggi. Tanah

dengan butir-butir yang terlalu kasar (pasir) tidak dapat manahan air dan unsur hara

secara maksimal, akibatnya air terus mengalir menurut aliran gravitasi.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Gambar 15. Tambak-Tambak yang Memasukkan Air Dari Laut

Adanya perbedaan kandungan Na dalam tanah hal ini disebabkan beberapa

faktor antara lain tinggi serta seringnya pasang yang terjadi, lama genangan akan

menyebabkan semakin tingginya kadar Na dalam tanah dan hal ini sejalan dengan

jenis tegakan yang dijumpai dalam kawasan tersebut dimana semakin beragam,

rapat, tinggi suatu tegakan serta didukung oleh perakaran yang rapat akan dapat

menetralisir kadar Na yang tinggi dan intrusi air laut ke daratan. Secara umum

mangrove dapat bertahan karena mempunyai kadar internal (bahan penetralisir yang

berasal dari lingkungan) yang tinggi dan mampu memindahkan garam dengan cara

menyimpan garam dalam daun yang lebih tua (Soeroyo,1993).

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Tabel 13. Hubungan Antara Kerapatan dan Luas Penutupan Tajuk pada Lokasi
Penelitian di Kabupaten Deli Serdang
Kerapatan (Pohon/ha) Luas Penutupan Tajuk
Lokasi
P Ph %
A. Kec. Pantai Labu
1. Desa Denai Kuala 617 517 55,17
2. Desa Palu Sibaji 100 584 20,58
3. Desa Rugemuk 950 450 26,43
4. Desa Sei Tuan 1633 600 59,58
5. Desa Bagan Serdang 1233 183 59,27

B.Kec. Percut Sei Tuan


1. Desa Percut 300 267 55,17
2. Desa Tanjung Rejo 2183 567 63,76

C.Kec. Hamparan Perak


1. Desa Paluh Kurau 1163 400 51,24

D.Kec. Labuhan Deli


1. Desa Karang Gading 2133 - 78,99
P = pancang Ph = Pohon

Dari Tabel 13 dapat disimpulkan bahwa pada semua desa penelitian kerapatan

pohon/ha tergolong rusak, tetapi luas penutupan tajuk pada Desa Karang Gading

baik/sangat padat (78,99 %) dan pada Desa Tanjung Rejo, Desa Sei Tuan, Desa

Bagan Serdang, Desa Percut, Desa Denai Kuala, Desa Paluh Kurau luas penutupan

tajuk tergolong rusak dengan kepadatan sedang. Pada Desa Rugemuk, Desa Paluh

Sibaji luas penutupan tajuk tergolong rusak dengan kerapatan jarang. Kerapatan pada

Desa Karang Gading tergolong rusak karena tidak ada vegetasi ditemukan di tingkat

pohon walaupun jumlah vegetasi di tingkat pancang termasuk padat tetapi diketahui

tingkat kematian pada tingkat pancang tinggi (30-40%). Ini berarti hutan mangrove di

Desa Karang Gading perlu untuk direhabilitasi.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
5.2.1. Hutan mangrove dan hubungannya dengan lingkungan masyarakat
setempat

Mangrove mempunyai beberapa keterkaitan bagi kebutuhan manusia baik

sebagai penyedia bahan pangan, sandang, kesehatan dan juga lingkungan, di mana

hutan mangrove tersebut dapat melindungi pantai dan sungai dari proses erosi atau

abrasi, serta menahan tiupan angin kencang dari laut ke darat, menahan sedimentasi

secara periodik sampai terbentuk lahan baru, sebagai kawasan penyangga proses

intrusi atau rembesan air laut ke darat atau sebagai filter air asin menjadi tawar,

sebagai penyerap karbondioksida sehingga mengurangi pemanasan global, sebagai

habitat alami bagi berbagai jenis biota darat dan laut, sebagai penghasil kayu, bahan

baku industri dan juga sebagai kawasan wisata dan konservasi. Apabila kawasan

mangrove tersebut tidak terpelihara dan dijaga maka semua fungsi di atas tidak akan

berjalan akibatnya akan mengancam kehidupan flora dan fauna serta manusia.

Dari hasil penelitian di setiap desa hutan mangrove yang dikaji dapat

diketahui bahwa di Desa Denai Kuala, Desa Palu Sibaji, Desa Rugemuk, Desa Sei

Tuan dan Desa Bagan Serdang (Kecamatan Pantai Labu), Desa Percut dan Desa

Tanjung Rejo (Kecamatan Percut Sei Tuan), Desa Paluh Kurau (Kecamatan

Hamparan Perak) dan Desa Karang Gading (Kecamatan Labuhan Deli), jenis

vegetasi mangrove dan jumlah individu yang dijumpai dari mulai tingkat semai,

pancang dan pohon adalah sebagai berikut : di Desa Paluh Sibaji dari mulai tingkat

semai, pancang dan pohon dijumpai 6 jenis vegetasi dengan jumlah individu 6 pada

tingkat pancang dan 35 pada tingkat pohon. Pada Desa Denai Kuala terdapat 6 jenis

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
vegetasi dengan jumlah individu adalah 85 pada tingkat semai, 37 pada tingkat

pancang dan 31 pada tingkat pohon. Pada Desa Rugemuk terdapat 3 jenis vegetasi

dengan jumlah individu 51 pada tingkat semai, 27 pada tingkat pancang dan 27 pada

tingkat pohon. Pada Desa Sei Tuan dijumpai 5 jenis vegetasi dengan jumlah individu

98 di tingkat pancang dan 36 pada tingkat pohon, Sedangkan di Desa Bagan Serdang

jenis vegetasi hanya satu jenis dengan jumlah individu 118 di tingkat semai, 74 pada

tingkat pancang dan 11 pada tingkat pohon.

Jenis vegetasi mangrove yang dijumpai di Desa Tanjung Rejo hanya 6 jenis

vegetasi dengan jumlah individu 131 pada tingkat pancang dan 34 pada tingkat

pohon, sedangkan di Desa Percut ada 8 jenis vegetasi dengan jumlah individu 40 di

tingkat semai, 99 di tingkat pancang dan 16 di tingkat pohon, Di Desa Paluh Kurau

(Kecamatan Hamparan Perak) jenis vegetasi yang dijumpai hanya 2 jenis dengan

jumlah individu 33 pada tingkat semai, 86 pada tingkat pancang dan 24 pada tingkat

pohon. Di Desa Karang Gading (Kecamatan Labuhan Deli) ada 6 jenis vegetasi

dengan jumlah individu 125 dan hanya dijumpai pada tingkat pancang saja.

Menurut Jacobs (1981) kecukupan jumlah tumbuhan untuk tetap dapat

menjaga heterogenitas dan adaptabilitas vegetasi terhadap perubahan-perubahan

ataupun penyakit yakni berkisar 1000 – 25000 individu/ha dengan rata-rata kisaran

individu 5000 individu/ha yang tersebar dari tingkat semai hingga ke tingkat pohon.

Data hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah, keanekaragaman vegetasi

dan regenerasi vegetasi dari tingkat semai sampai ke tingkat pohon tidak

menunjukkan ekosistem mangrove seperti data di atas. Hal ini dapat dilihat bahwa

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
yang mendominasi berbeda-beda mulai dari tingkat semai sampai ke tingkat pohon,

sehingga tidak menggambarkan kondisi hutan mangrove yang stabil yang artinya

telah terjadi kerusakan kawasan magrove yang diakibatkan oleh faktor manusia baik

secara sengaja maupun tidak sengaja, dimana hutan mangrove tersebut telah ditebang

secara liar untuk dijadikan kayu bakar, pembuatan arang, bahan bangunan di samping

itu lahan hutan mangrove sudah beralih fungsi sebagai tempat tinggal penduduk,

lokasi tambak maupun persawahan dan perkebunan.

Tabel 14. Keadaan Penduduk di Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang Tahun
2004, 2005, 2006
Kecamatan Jumlah Penduduk Nelayan Penuh Nelayan Sambilan
2004 2005 2006 2004 2005 2006 2004 2005 2006
1. Pantai Labu 40.396 41.264 42.618 1.615 2.268 2.857 285 600 812

2. Percut Sei Tuan 303.497 310.016 320.186 1.495 1.586 2.778 415 827 860

3. Hamparan Perak 130.480 133.348 137.722 1.691 1.947 2.033 430 832 895

4. Labuhan deli 50.604 51.691 53.387 2.093 2.118 2.613 458 889 922
Sumber : Deli Serdang dalam angka BPS Kabupaten Deli Serdang 2004, 2005, 2006

Menurut Zoysia et al., (1991) suatu hutan yang utuh kerapatan/ha dari

masing-masing kelas pertumbuhan adalah sebagai berikut : tumbuhan di tingkat

semai <1 m berjumlah 226.950, permudaan dengan tinggi >1 m – keliling <10 cm

dbh (Ө 3.2 cm dbh) berjumlah 12.735, pemudaan 10-30 cm dbh (Ө 3.2 - 9.6 cm dbh)

berjumlah 1.487, Permudaan 30 - < 90 cm dbh (Ө 9.6 – 28.7 cm dbh) berjumlah 580

dan pohon berukuran >150 cm dbh (Ө > 28.7 cm dbh) adalah 158 pohon/ha.

Kamal et al., (2005) menyebutkan luas hutan mangrove di Sumatera Barat

mencapai 39.832 ha dimana hutan mangrove tersebut sudah beralih fungsi sebagai

lahan pertanian, pemukiman dan perikanan akibatnya mempermudah terjadinya

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
pencemaran laut oleh bahan pencemar rumah tangga, yang sebelumnya tertahan oleh

akar mangrove. Dampak luas dari kerusakan hutan mangrove adalah hilangnya 1 ha

hutan mangrove bisa berakibat hilangnya tiga hingga dua belas ton ikan atau

udang/tahun dan dapat mengakibatkan pencemaran air laut terus menerus meningkat.

Luas lahan pertambakan di Kabupaten Deli Serdang diperkirakan mencapai

1.090 ha. Kegiatan budidaya tambak dilakukan dengan berbagai tingkat teknologi

yaitu budidaya udang intensif, semi intensif dan tradisional. Kegiatan budidaya ini

dilakukan di semua kecamatan pantai yaitu Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan

Percut Sei Tuan, Kecamatan Hamparan Perak, Kecamatan Labuhan Deli.

Tabel 15. Luas Lahan Budidaya Air Payau Pada Tiap Kecamatan di Kabupaten
Deli Serdang
Kecamatan Luas Lahan/ Unit
1. Labuhan Deli 21
2. Hamparan Perak 72
3. Percut Sei Tuan 70
4. Pantai Labu 62
Sumber : LPPM – USU, 2005

Informasi yang diperoleh dari masyarakat di daerah penelitian bahwa mereka

yang mata pencahariannya sebagai nelayan, bila musim ombak besar mereka tidak

melaut. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mereka menebang pohon-pohon

mangrove untuk dijual dan juga dijadikan sebagai kayu bakar seperti dari jenis

Avicennia sp. Menurut masyarakat setempat harga satu batang mangrove dari jenis

B. sexangula (mata buaya), R. apiculata (bakau minyak), R. mucronata (bakau kurap)

laku dijual di tempat dengan harga Rp 20.000/batang. Mereka memanfaatkan jenis

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
mangrove ini sebagai bahan bangunan dan bahan pembuat arang. Beberapa species

pohon mangrove tertentu mempunyai kualitas kayu yang baik untuk dijadikan bahan

bangunan. Selain masyarakat setempat ada juga masyarkat dari daerah lain yang

mengambil kayu mangrove untuk dijadikan arang. Hal inilah yang menyebabkan

ekosistem mangrove di kawasan ini menjadi rusak.

Di Desa Rugemuk dari sekian puluh hektar mangrove yang ada hanya tinggal

seperempatnya saja. Karena mangrove yang ada dulunya telah ditebang oleh

pengusaha-pengusaha untuk didirikan tambak dan ternak ayam. Dari masyarakat

sendiri mangrove ini ditebangi secara liar tanpa ada tebang pilih untuk dijadikan

bahan kayu bakar atau dijual. Jadi saat ini dampak tidak adanya mangrove sangat

dirasakan oleh masyarakat Desa Rugemuk. Masyarakat yang ada di sekitarnya sangat

merasa resah karena tidak adanya mangrove rembesan air asin mengakibatkan air

tawar menjadi payau bahkan petani juga merasakan dampak punahnya mangrove, air

asin masuk ke areal pertanian sehingga para petani itu sendiri sulit untuk bercocok

tanam (LPPM, 2005).

Dilihat dari jumlah vegetasi yang dijumpai pada daerah penelitian (Tabel 8)

dan dibandingkan dengan data hutan mangrove yang utuh(Tabel 1) jauh lebih rendah,

hal ini menunjukkan adanya tingkat degradasi yang cukup tinggi. Untuk itu perlu

dilakukan pengelolaan yang baik melalui reboisasi dengan melibatkan masyarakat

sekitar serta memelihara yang sudah ada. Disamping itu perlu meningkatkan

kesadaran masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan mangrove melalui

penyuluhan dan diikutsertakan sebagai subjek agar memahami betapa pentingnya

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
fungsi hutan mangrove dalam kelangsungan dan kesejahteraan masyarakat terutama

penduduk setempat.

Dilihat dari kerapatan pohon yang rendah dan luas penutupan atjuk yang

rendah di beberapa desa hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang,

maka disarankan pada hutan mangrove Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei

Tuan perlu dilakukan pengawasan, pada hutan mangrove Desa Sei Tuan, Desa Bagan

Sedang, Desa Denai Kuala, Desa Rugemuk, Desa Paluh Sibaji (Kecamatan Pantai

Labu), Desa Percut (Kecamatan Percut Sei Tuan), Desa Paluh Kurau (Kecamatan

Hamparan Perak), dan Desa Karang Gading (Kecamatan Labuhan Deli) perlu

direhabilitasi.

Pada Desa Rugemuk, Desa Sei Tuan, Desa Bagan Serdang Sebaiknya ditanam

dengan jenis mangrove Rhizophora apiculata, pada Desa Denai Kuala ditanam jenis

Cemara, pada Desa Paluh Sibaji, Desa Percut ditanam jenis mangrove Rhizophora

apiculata dan Bruguiera cylindrica, pada Desa Tanjung Rejo dan Desa Karang

Gading ditanam jenis mangrove Bruguiera sexangula dan Bruguiera cylindrica, pada

Desa Pluh Kurau sebaiknya ditanam jenis mangrove Avicennia marina.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan bahwa

mangrove merupakan ekosistem hutan dan oleh karena itu pemerintah bertanggung

jawab dalam pengelolaan yang berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan,

kebersamaan, keterbukaan dan keterpaduan. Dalam kaitannya dengan kondisi

mangrove yang rusak, kepada setiap orang yang memiliki, pengelola dan atau

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
memanfaatkan hutan kritis atau produksi, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan

untuk tujuan perlindungan konservasi.

Untuk merehabilitasi kerusakan hutan mangove di Kecamatan Pantai Labu

(Desa Paluh Sibaji) tercatat sejak tahun 1993 reboisasi hutan mangrove dimulai

dengan penanaman seluas 8 ha pada tahap pertama dan tahap kedua seluas 5 ha,

namun usaha penanaman kembali hutan mangrove di daerah ini mengalami hambatan

akibat perhitungan pemerintah yang tidak tepat tentang waktu penanaman.

Pemerintah menghendaki penanaman dilakukan di bulan Desember akan tetapi warga

di daerah tersebut keberatan karena pada waktu itu musim badai angin kencang

sehingga jika mangrove ditanam tidak akan tumbuh (LPPM, 2005).

Menurut masyarakat faktor-faktor penyebab kegagalan tersebut adalah :

1. Waktu penanaman tidak mengindahkan kalender musim.

2. Penanaman mangrove bisa dibilang sulit.

3. Kurangnya pengetahun tentang penanaman mangrove.

4. Kurangnya kesadaran masyarakat itu sendiri.

5. Kurangnya perawatan mangrove (LPPM, 2005).

Pesatnya aktivitas pembangunan di kawasan pantai Deli Serdang terutama

sektor industri dan perkebunan telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem

mangrove yaitu rusaknya ekosistem hutan mangrove yang ada. Partisipasi adalah kata

kunci dalam pegelolaan ekosistem mangrove berbasis masyarakat di Kabupaten Deli

Serdang. Banyak program dan kegiatan pengelolaan yang kurang berhasil

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
dikarenakan pelaksanaan program gagal melibatkan partisipasi masyarakat sejak awal

program.

Pelibatan masyarakat diperlukan untuk kepentingan pengelolaan secara

berkelanjutan pada suatu sumberdaya dan pada umumnya kelompok masyarakat yang

berbeda akan berbeda pula dalam kepentingannya terhadap sumberdaya tersebut.

Berbagai cara untuk meningkatkan kesadaran dan keterlibatan aktif

masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Deli Serdang dapat

dilakukan:

1. Sosialisasi

Dalam kegiatan ini masyarakat bersama-sama akan menetapkan

a. Lokasi penanaman.

b. Kegiatan dan biaya pemeliharaan pasca penanaman.

c. Masyarakat yang terlibat berasal dari masyarakat yang mempunyai tempat

tinggal dan bekerja sebagai nelayan, penggarap/pemilik tambak dan yang

aktivitasnya berdekatan dengan lokasi mangrove.

d. Pengumpulan dan pengangkutan benih.

2. Penyuluhan

Dalam penyuluhan yang disampaikan adalah fungsi dan manfaat mangrove baik

secara ekologi maupun fungsi jasa sosial hutan mangrove. Kegiatan ini bertujuan

untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai fungsi dan manfaat

mangrove.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
3. Pembentukan kelompok binaan

Pembentukan kelompok bertujuan untuk melibatkan masyarakat dalam kegiatan

rehabilitasi dan pelatihan sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan

dan kesadaran mereka akan pentingnya fungsi ekosistem hutan mangrove.

4. Pemantauan dan Evaluasi

Dilakukan dengan maksud untuk mengetahui perubahan variabel administratif,

sosial budaya, prilaku masyarakat dan lingkungan (LPPM, 2005).

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Vegetasi hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang (Desa Sei

Tuan, Desa Paluh Sibaji, Desa Denai Kuala, Desa Rugemuk, Desa Bagan

Serdang, Desa Percut, Desa Tanjung Rejo, Desa Paluh Kurau, Desa Karang

Gading) telah mengalami kerusakan.

2. Jenis vegetasi yang mendominasi hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten

Deli Serdang adalah jenis Avicennia marina diikuti oleh Excoecaria agllocha

dan Avicennia alba.

3. Keanekaragaman jenis vegetasi hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten

Deli Serdang tergolong rendah.

4. Luas penutupan tajuk tertinggi terdapat pada hutan mangrove Desa Karang

Gading (78,99 %), luas penutupan tajuk terendah terdapat pada hutan mangrove

Desa Rugemuk (26,43 %) dan Desa Paluh Sibaji (20,58 %).

5. Ketebalan vegetasi mangrove yang baik terdapat di hutan mangrove Desa Paluh

Kurau dan Desa Tanjung Rejo. Vegetasi mangrove di Desa Karang Gading,

Desa Percut ketebalan mangrove tergolong sedang, sedangkan vegetasi

mangrove di Desa Rugemuk, Desa Paluh Sibaji, Desa Denai Kuala, Desa Sei

Tuan dan Desa Bagan Serdang ketebalan mangrove tergolong tipis.

71
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
6. Salinitas tanah pada Desa Denai Kuala, Desa Rugemuk, Desa Sei Tuan, Desa

Bagan Serdang tergolong rendah. Pada Desa Paluh Sibaji, Desa Percut dan Desa

Tanjung salinitas tanah tergolong sedang, pada Desa Paluh Kurau dan Desa

Karang Gading salinitas tanah tergolong tinggi

6.2. Saran

Melihat kerapatan pohon yang rusak dan luas penutupan tajuk yang rendah di

beberapa desa hutan mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Deli Serdang maka

disarankan :

1. Di Desa Tanjung Rejo perlu dilakukan pengawasan pada hutan mangrove.

2. Di Desa Sei Tuan, Desa Bagan Serdang, Desa Denai Kuala, Desa Rugemuk,

Desa Paluh Sibaji, Desa Percut, Desa Paluh Kurau dan Desa Karang Gading

perlu dilakukan rehabilitasi hutan mangrove.

3. Di Desa Paluh Sibaji, Desa Percut, Desa Tanjung Rejo dan Desa Karang Gading

Jenis mangrove yang ditanam sebaiknya dari jenis Rhizophora apiculata, dan

Bruguiera sexangula.

4. Di Desa Rugemuk, Desa Sei Tuan jenis mangrove yang ditanam sebaiknya

Rhizophora apiculata.

5. Di desa Denai Kuala, Desa Bagan Serdang dan Paluh Kurau sebaiknya ditanam

dengan jenis mangrove Avicennia marina.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
DAFTAR PUSTAKA

Aksoronkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangrove. IUCN, Bangkok,


Thailand.

Anwar, J., Damanik, S.J., Hisyam, N. dan Whitten, A.J. 1984. Ekosistem Sumatera.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta.

______. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.

Bandaranayake, W.M. 1998. Traditional and Medicinal Uses of Mangroves.


Mangrove and Salt Marshes 2:133-148.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Deli Serdang. 2003. Rencana


Strategis Kawasan Pesisir Pantai Kabupaten Deli Serdang.

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Sumatera Utara. 2002. Laporan


Akhir Penyusunan Master Plan (Penyusunan Zonasi Pengelolaan
Sumberdaya Pesisir dan Laut di Kabupaten Asahan, Deli Serdang dan
Langkat). Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi
Sumatera Utara dengan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut
Pertanian Bogor.

Barbour, M.G., Burk, J.H., and Pitts, W.D. 1987. Terrestrial Plant Ecologi. Second
edition. Menlo Park CA : The Benjamin Cummings Pub. Co. Inc.

Bengen, D.G. 2000. Mangrove Surga yang Terkoyak. Trubus 31.

Chapman, V.J. 1984. Mangrove Vegetation. Setrauss and Cramer Gmbh. German.

Davies, J.G. Claridge dan Nararita, E. 1995. Manfaat Lahan Basah, Potensi Lahan
Basah dalam Mendukung dan Memelihara Pembangunan. Ditjen
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan–Asean
Wetland Buereau Indonesia (AWB).

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
73
Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Sumatera Utara. 2002. Laporan Akhir Data
Spasial Sumberdaya Pesisir dan Laut Kabupaten Nias dan Deli Serdang,
Propinsi Sumatera Utara. Kerjasama dengan Pusat Kajian Sumberdaya
Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor.

Direktorat Jenderal Inventarisasi Tata Guna Lahan Departemen Kehutanan Republik


Indonesia. 1991. C. Kusmana, 1993. A Study on Mangrove Forest
Management Based on Ecological Data in East Sumatera, Indonesia. Ph
D, Dissertation. Kyoto University. Japan.

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2005. Teknik Rehabilitasi Mangrove.


Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Jacobs, M. 1981. The Tropical Rainforest. A. First encounter. Ranke Kruk et al,
editor. Springer-Verlap. Berlin Heidelberg New York. London Paris Tokyo.

Jayatissa, L.P., Dahdouh-Guebos, F. and Koedam, N. 2002. A review of The Floral


Composition and Distribution of Mangroves in Srilanka. Botanical Journal
of The Linnean Society 138:29-43.

Kamal, E., Hermalena, L., Tamin, R. dan Suardi, M.L. 2005. Mangrove Sumatera
Barat. Pusat Kajian Mangrove dan Kawasan Pesisir Universitas Bung Hatta.

Kitamura, S., Anwar, C., Chaniago, A. dan Baba, S. 1997. Buku Panduan
Mangrove di Indonesia. Bali dan Lombok. Proyek Pengembangan
Manajemen Mangrove Berkelanjutan, Departemen Kehutanan Republik
Indonesia dan Japan International Cooperation Agency.

Kementrian Negara Lingkungan Hidup. 2004. Kumpulan Peraturan Pengendalian


Kerusakan Pesisir dan Laut. Deputi Bidang Peningkatan Konservasi
Sumberdaya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan.

Kusmana, C. 1997. Metode Survei Vegetasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kusmana, C., Onrizal dan Sudarmadji. 2003. Jenis–Jenis Pohon Mangrove di


Teluk Bintuni Papua. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan PT.
Bintuni Utama Murni Wood Industries. Bogor.

Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Sumatera Utara. 2005. Laporan


akhir Kajian Implementasi Pemulihan Mangrove Berbasis Masyarakat
di Kabupaten Deli Serdang. Kerjasama Bapedalda Propinsi Sumatera Utara
dengan Lembaga Pengabdian Pada Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Ludwig, J.A. dan Reynold, J.F. 1988. Statistical Ecology. A Primer on Competing:
John Willey and Sons.

Muller, D. dan Ellenburg, D.H. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology.
Wiley International Edition, Jhon Wiley & Sons New York Chichester
Brisbane Toronto.

Nugroho, S.G., Setiawan, A., dan Harianto, S.P. 1991. “Coupled Ekosystem Silvo
Fishery” Bentuk Pengelolaan Hutan Mangrove–Tambak yang Saling
Mendukung dan Melindungi. Prosiding Seminar IV Ekosistem Mangrove.
Panitia Nasional Program MAB Indonesia–LIPI. Jakarta .

Hakim, N., Nyakpa, A.M.Y., Lubis, A.M., Nugroho, S.G., Saul, M.K., Go Ban Hong
dan Barley, H.H. 1986. Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung.

Poedjirahajoe. 1996. Peran Perakaran Rhizophora mucronata dalam Perbaikan


Habitat Mangrove di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Pemalang.
Buletin Kehutanan No. 30. Fakultas Kehutanan. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.

Pramudji. 1996. Studi Ekosistem Hutan Mangrove di Beberapa Pulau


Kepulauaan Tanimbar, Maluku Tenggara. Lingkungan dan Pembangunan
16(3) : 200-209.

Rusila Noor Y, M Khazali dan INN Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan


Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.

Setyawan, A.D., Indrowuryanto, Wiryanto, Winarno, K., dan Susilowati, A. 2004.


Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah: 2. Komposisi dan
Struktur Vegetasi. Jurnal Biodeversitas. Volume 6, No.3 : 194-198.

______. 2004. Tumbuhan Mangrove di Pesisir Jawa Tengah: 1.


Keanekaragaman Jenis. Jurnal Biodeversitas. Volume 6, No 2 : 90-94.

Strategi Nasional Mangrove. 2003. Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove di


Indonesia (Draft Revisi); Buku II: Mangrove di Indonesia. Kantor Menteri
Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Soeryanegara, I. 1987. Makalah Penentuan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan


Mangrove. Prosiding Seminar III Hutan Mangrove. Proyek Penelitian
Lingkungan Hidup LIPI. Jakarta.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Soeryanegara, I. dan Indrawan, A. 1998. Ekologi Hutan Indonesia Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Sugiarto dan Ekaryono, W. 2003. Penghijauan Pantai. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suyatno, R. 1994. Kelapa Sawit, Upaya Peningkatan Produktivitas. Kanisius.


Yogyakarta.

Undang- Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.

Yufdy, M.P. dan Jumberi, A. 2005. Pemanfaatan Hara Air Laut untuk Memenuhi
Kebutuhan Tanaman. (http:// www. dpi. nsw. gov. au / - data / assets / pdf –
file / 0006 / 199455 / ses 2 – hamessing – nutrients – from – seawater – for –
plant - requirements. pdf. Diakses pada tanggal 4 Februari 2008)

Yayasan Mangrove. 1993. Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove di Indonesia.


Kerjasama dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen
Kehutanan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Departemen
Dalam Negeri. Jakarta.

Zoysia, N.D., Gunatileke, C.V.S. dan Gunatilek, I.A.U.N. 1991. Comparative


Phytosociology of Natural and Modified. Rain Forest Sites in Sinharaja
mab Reserve in Srilangka. Gomez-ompa A, Whitmore TC, Hadley M,
Editor. Rain Forest Regeneration and Management; Man and The Biosphere
Series. Volume ke-6. France: Paris and The Partenon Publishing Group. Hlm
223-233. e V.

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Lampiran 27. Peta Kabupaten Deli Serdang

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Lampiran 28. Peta Kecamatan Pantai Labu

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Lampiran 29. Peta Kecamatan Percut Sei Tuan

100
Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Lampiran 30. Peta Kecamatan Hamparan Perak

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Lampiran 31. Peta Kecamatan Labuhan Deli

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008
Lampiran 32. Peta Ekosistem Wilayah Pesisir Kab. Deli Serdang

Sri Susanti Ningsih : Inventarisasi Hutan Mangrove Sebagai Bagian Dari Upaya Pengelolaan Wilayah Pesisir Kabupaten Deli Serdang, 2008
USU e-Repository © 2008

Anda mungkin juga menyukai