THERESIA
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Theresia
NIM C252130341
RINGKASAN
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DI TAMAN
NASIONAL SEMBILANG KABUPATEN BANYUASIN
PROVINSI SUMATERA SELATAN
THERESIA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Sumberdaya Pengelolaan Pesisir dan Laut
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulisan tesis mengenai Pengelolaan ekosistem
mangrove di Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera
berhasil diselesaikan dengan baik sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi di
Program Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Mennofatria
Boer,DEA dan Ibu Dr Ir Niken T.M Pratiwi, M.Si selaku pembimbing yang telah
banyak memberi saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini. Di samping itu,
penulis juga berterima kasih kepada keluarga tercinta (Ayahanda Makmun
Harun,BA, Ibunda Fatimah,S.Pd, Bapak dan Ibu mertua Supriyono, M.Si dan
Dr.Hartati,M.Kes serta suami tercinta M.Gandri Haryono,S.Kel, M.P dan buah
hati saya Aqilah Salsabila Haryono, serta saudara Richardo,M.M, M.Si. Nike
marlini, Nia febrihatin,S.Pd dan semua keponakan tercinta) yang telah memberi
doa, kasih sayang dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
Rekan-rekan kuliah SPL 2013 di IPB teman-teman (bang jhotam, bu ati, syarief,
sadam, nike, sigit, kak asri, caya, riqy, jhon, asni, ulin, bang tahmid, bunda yuyun)
yang telah menginspirasi dan telah menjadi teman diskusi serta sebagai sumber
inspirasi maupun penyemangat bagi penulis.
Tesis ini masih belum terlepas dari kesalahan dan kekeliruan dalam
penyusunannya, untuk itu penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran
demi penyempurnaan isi dan tulisan dalam tesis ini.
Theresia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN xi
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
2 METODE PENELITIAN 5
Waktu dan Lokasi Penelitian 5
Teknik Pengumpulan Data 6
Pengambilan Responden 8
Teknik Pengolahan Data Kuisioner 8
Analisis Data 10
Analisis vegetasi mangrove 11
Analisis data citra satelit 11
Analis nilai manfaat mangrove 11
Analisis Keberlanjutan 13
3 DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN 16
Letak Geografis Taman Nasional Sembilang 16
Iklim dan Hidrologi 16
Tipe Habitat 18
Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat 19
Sejarah Kawasan 20
Visi, Misi dan Tujuan Pengelolaan 20
Kemajuan Pengukuhan dan Penataan Taman Nasional 21
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 23
Kondisi Ekologi, Ekonomi dan Sosial Ekosistem Hutan Mangrove 23
Kondisi ekologi ekosistem hutan Mangrove 23
Kondisi ekonomi ekosistem Mangrove di kawasan Taman
Nasional Sembilang 28
Kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat 29
Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kawasan
Taman Nasional Sembilang 31
Status keberlanjutan dimensi ekologi 32
Status keberlanjutan dimensi sosial 33
Status keberlanjutan dimensi ekonomi 34
Status keberlanjutan dimensi kelembagaan 36
5 SIMPULAN DAN SARAN 46
DAFTAR PUSTAKA 47
LAMPIRAN 51
RIWAYAT HIDUP 63
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
sebesar 91679 ha dan tahun 2009 berkurang menjadi 83447 ha atau sekitar 9,80
%.
Begitu juga dengan hasil produksi perikanan laut terlihat bahwa dari tahun
2003-2009, hasil produksi mengalami fluktuatif, dari tahun 2003-2007 mengalami
peningkatan hasil produksi perikanan laut dari 33510 – 41042 ton akan tetapi
pada tahun 2008-2009 mengalami penurunan yang cukup signifikan menjadi
23603 ton, tahun 2014 terjadi penurunan produksi ikan dengan hasil produksi
21191 ton, hal ini dapat di lihat pada(Gambar 1).
45000
40000
Produksi Ikan Laut (ton)
35000
30000 Produksi Ikan
25000 (ton), 21191
20000
15000
10000
5000
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Tahun
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Permasalahan :
Perubahan luasan mangrove
Konversi mangrove untuk pertambakan
Konflik pemanfaatan
METODE PENELITIAN
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis,
perlengkapan untuk kegiatan wawancara, kamera, recorder, komputer, Global
Positioning System (GPS), kompas, meteran dan tali sheet. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain peta dasar peta topografi pesisir Timur
Kabupaten Banyuasin Propinsi Sumatera, peta sebaran mangrove, data citra
Landsat, kuisioner, buku identifikasi mangrove.
Pengumpulan Data
7
7
8
L D
aut arat
Keteranga
n: Petak sampling Substrat (1 x 1 m)
Petak sampling anakan mangrove (5
x 5 m) Petak sampling pohon mangrove (20 x
20 m)
Gambar 4 Skema metode transek dan petak contoh pengumpulan data lapangan
Pengambilan Responden
Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis
deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif adalah menggambarkan
tentang keadaan pesisir sosial ekonomi masyarakat yang berada di kawasan
Taman Nasional Sembilang, menggambarkan pengelolaan nyata ekosistem
mangrove. Analisis Kuantitatif adalah mengetahui stuktur dan komposisi dari
ekosistem mangrove, nilai manfaat dari ekosistem mangrove di kawasan Taman
Nasional Sembiang, nilai keberlanjutan ekologi, sosial, ekonomi dan kelembagaan
serta rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan ekosistem mangrove di Taman
Nasional Sembilang.
11
c. Frekuensi (F),
MLP = ∑ i
3. Manfaat Pilihan
Manfaat pilihan adalah Mengacu pada nilai keanekaragaman hayati
(bideversity) hutan mangrove di Indonesia, yaitu US $ 1500 /Km/Tahun
Ruitenbek (1994) dalam Nugroho TS (2009). Manfaat pilihan dapat dituliskan
sebagai berikut :
ME = ∑
NET = ML + MLT + MP + ME
NET merupakan nilai ekonomi total dari penjumlahan ML (Manfaat
langsung), MTL(Manfaat tidak langsung), MP (Manfaat pilihan) dan ME
(Manfaat eksistensi).
Analisis Keberlanjutan
Analisis keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Taman
Nasional Sembilang dilakukan dengan memodifikasi pendekatan RAPFISH
(Rapid Asessment Technique for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries
Center, Univercity Of British Colombia (Kavanagh 2001 ; Pitcher dan Preikshot
2001; Alder et al. 2002; Cisse et al. 2014). Dalam penelitian ini metode RAPFISH
untuk ekosistem mangrove dilakukan dengan menilai atribut/indikator yang
terdapat pada masing-masing dimensi pengelolaan mangrove di Taman Nasional
Sembilang yang meliputi dimensi ekologi, sosial ekonomi dan kelembagaan.
Secara ringkas prose algoritma metode RAPFISH melalui beberapa tahapan
berikut:
1. Penentuan indikator pengelolaan mangrove di Taman Nasional Sembilang
secara berkelanjutan untung masing-masing dimensi (ekologi, sosial, ekonomi
dan kelembagaan). Empat dimensi dan 23 atribut ini akan menggambarkan
status keberlanjutan dari ekosistem mangrove di kawasan Taman Nasional
Sembilang Kab. Banyuasin Sumatera Selatan..
2. Penentuan nilai setiap indikator (skoring) dalam skala ordinal, berdasarkan
kriteria berkelanjutan untuk setiap faktor dan Scientific Judgement dari
pembuat skor. Penentuan kriteria nilai ini mencerminkan realitas kondisi lokasi
penelitian, yang secara rinci diuraikan pada Lampiran 12.
3. Analisis Nilai Stess dapat mengukur seberapa dekat nilai jarak dua dimensi
dengan nilai jarak multidimensi. Nilai stress yang dilambangkan dengan S dan
koefisien determinasi (R2) digunakan dalam mengukur goodness of fit. Hasil
analisis yang baik ditunjukkan dengan nilai stress yang rendah S < 0,25 dan
nilai R2 yang tinggi (Fauzi dan Anna 2002).
Untuk menentukan jarak antar masing – masing dimensi dalam kajian, dalam
aplikasi MDS digunakan kuadrat jarak Euclidean. Kuadrat jarak Euclidien
untuk kasus dua dimensi dapat digambarkan sebagai berikut : Teknik ordonansi
(penentuan jarak) dalam MDS didasarkan pada Euclidian Distance yang dalam
ruang berdimensi n dapat ditulis sebagai berikut (Gramendia et al. 2010)
4. Penentuan status keberlanjutan, berdasarkan pada indeks keberlanjutan
perikanan. Indeks keberlanjutan pengelolaan mempunyai selang antara 0-100.
Hasil statusnya menggambarkan keberlanjutan di setiapaspek yang dikaji
dalam bentuk skala 0 sampai 100. Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai
indeks lebih dari 75 maka pengembangan tersebut berkelanjutan (sustainable)
dan sebaliknya jika kurang dari 75 maka sistem tersebut belum berkelanjutan
(unsustainable), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 (Santoso
2012).
14
3 Menganalisis status Status ekologi, Data Primer Untuk ekologi Analisis Informasi tingkat keberlanjutan
keberlanjutan pengelolaan sosial ekonomi, observasi, sosial multidimensional apakah sudah optimal apa tidak
ekosistem mangrove di kelembagaan. ekonomi dan scaling (MDS) dan rekomnendasi strategi
Taman Nasional Sembilang kelembagaan menggunakan pengelolaan ekosistem mangrove
quisioner RAPFISH Taman Nasional Sembilang
4. Merumuskan alternatif Alternatif kebijakan Data Primer Wawancara Analisis Deskriptif Rekomendasi strategi pengelolaan
kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove di Taman
ekosistem mangrove Taman Nasional Sembilang
Nasional Sembilang di
Kabupaten Banyuasin
Sumatera Selatan agar dapat
efektif dan berkelanjutan
15
15
16
17
17
18
Tipe Habitat
yang lebih luas berada di Sungai Benu, yang berbatasan dengan kawasan Taman
Nasional Berbak. Rawa air tawar dan rawa bergambut di kawasan Taman
Nasional Sembilang ini sebagian besar terletak di luar kawasan Taman Nasional
Sembilang. Selain berupa hutan, kawasan Taman Nasional Sembilang juga
mempunyai habitat yang bervegetasi semak / belukar, dengan vegetasi dominan
Acrostichum sp. Tipe habitat ini terdapat di hulu anak Sungai Sembilang
(Simpang Satu) dan Pulau Alanggantang sebelah utara. Melimpahnya
Acrostichum erat kaitannya dengan anthropogenic disturbance (gangguan akibat
kegiatan manusia). Termasuk diantaranya kegiatan pembukaan lahan (termasuk
kebakaran hutan) yang akan memberikan peluang kepada jenis Acrostichum sp.
untuk berkembang secara ekstensif.
Sejarah Kawasan
Visi
Menjadi unit pengelola unggulan dalam konservasi biodiversitas lahan
basah.
Misi
1. Memantapkan legitimasi kawasan secara legal dan aktual.
2. Memperkuat kapasitas kelembagaan konservasi biodiversitas lahan basah.
3. Mengoptimalkan segenap potensi kawasan dan keanekaragaman hayati di
dalamnya
21
Tujuan pengelolaan
Mengukuhkan Balai Taman Nasional sebagai model pengelolaan taman
nasional lahan basah, yang mampu menyelenggarakan tiga pilar konservasi
sebagaimana diamanatkan dalam pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1990, sedemikian
rupa sehingga berpengaruh nyata terhadap fungsi sistem penyangga kehidupan
dan penopang sistem sosial, ekonomi dan budaya pada tingkat komunitas dan
wilayah.
Gambar 8 Penataan zonasi kawasan Taman Nasional Sembilang Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan (RPTN 2010)
23
Hasil
Peranan satu jenis mangrove terhadap jenis lainnya dapa dilihat dari
indeks nilai penting (INP). Jika suatu jenis menunjukkan INP tinggi maka peranan
jenis tersebut sangat besar terhadap jenis mangrove lainnyadalam ekosistem
tersebut. Berdasarkan hasil analisis Excoecaria agallocha menunjukkan INP
cukup tinggi sekitar 124 % untuk kategori pohon (Gambar 10). Hal ini
mengindikasi bahwa Excoecaria agallocha mempunyai peranan cukup besar
terhadap ekosistem mangrove di kawasan Taman Nasional Sembilang.
Xylocarpus granatum 5
Rhizophora mucronata 9
Rhizophora apiculata 92
Excoecaria agallocha 124
Brugueria gymnorrhiza 27
Avicennia offcinalis 24
Avicenia Alba 19
0 50 100 150
Indek Nilai Penting (%)
(Panthera tigris sumatrae), juga musang air (Cyanogale bennettii), babi (Sus
srofta). Setidaknya terdapat lima primata termasuk ungko (Hylobates agilis), kera
ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (M. nemestrina), dan lutung kelabu
(Presbytis cristata).
Data di Balai Taman Nasional Sembilang (2009) mencatat paling sedikit
213 spesies burung berada di kawasan ini, termasuk banyak dari spesies residen
yang berstatus genting. Spesies burung ini meliputi spesies penetap (resident)
yang terancam seperti pecuk-ular asia (Anhinga melanogaster), koloni terakhir
dari undan (Pelecanus philippensis) di region Indo-Malaya, bangau storm
(Ciconia stormi), lebih dari 1.000 ekor bangau bluwok (Mycteria cinerea), lebih
dari 300 ekor bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), cangak sumatera (Ardea
sumatrana), rangkong badak (Buceros rhinoceros), rangkong helm (Rhinoplax
virgil), rangkong hitam (Antrhacoceros malayanus), serta lebih dari 25 spesies
burung air migran, termasuk 10.000-13.000 trinil-lumpur asia (Limnodromus
semipalmatus), 28 ekor trinil nordmann (Tringa guttifer), lebih dari 2.600 gajah
timur (Numenius madagascariensis), dan beberapa ribu individu spesies dara laut
(Sternidae).
Data lainnya di Balai Taman Nasional Sembilang mencatat jumlah total
burung air pantai yang memanfaatkan dataran lumpur di kawasan ini sekitar 0.5-1
juta ekor dengan sekitar 80.000 ekor dapat dijumpai setiap harinya di Delta
Banyuasin. Dataran lumpur Banyuasin juga merupakan tempat mencari makan
bagi ratusan bangau bluwok (Mycteria cinerea), bangau tongtong (Leptoptilos
javanicus), dan ibis-cucuk besi (Threskiornis melanocephalus), dan juga lebih dari
2.000 spesies kuntul (Ardea alba) (Silvius 1986 in TNS 2009). Kajian Tim
Burung Migran Balai Taman Nasional Sembilang Tahun 2008 mencatat 18
spesies burung migran mengunjungi dataran lumpur Banyuasin dengan perkiraan
jumlah 27.410 ekor.
Sungai-sungai dan muara dalam kawasan Taman Nasional Sembilang,
buaya muara (Crocodylus porosus) dan spesies buaya sinyulong (Tomistoma
schlegelii) pernah tercatat ditemukan di rawa-rawa air tawar di belakang hutan
mangrove. Di samping buaya, kawasan ini juga merupakan habitat bagi berbagai
spesies ular seperti ular cincin mas (Boiga dendrophila), ular sawah (Phyton sp.)
dan species kura-kura air tawar. Kawasan perairan Taman Nasional Sembilang
kaya akan keanekaragaman spesies ikan, baik ikan air tawar, ikan air payau
maupun ikan laut. Sedikitnya terdapat 142 spesies ikan dari 43 familia, 38 spesies
kepiting dan sedikitnya 13 spesies udang dari 9 familia (Taman Nasional
Sembilang 2009).
Beberapa spesies ikan, udang dan kepiting yang bernilai ekonomi antara
lain sembilang (Plotosus canius), kakap (Lutjanus sp.), kerapu (Epinephelus
tauvina), toman (Channa micropeltes), betutu (Ophiocara porocephala), bawal
putih (Pampus argenteus), tenggiri (Scomberomus sexfasciatus), belanak (Mugil
voigiensis), udang galah (Macrobrachium rosenbergii), udang lobster (Panulirus
sp.), udang petak (Oratosquilla sp.), udang tiger (Penaeus semisulcatus), kepiting
bakau (Scylla serrata), kepiting rajungan (Portunus pelagicus), dan sebagainya.
26
27
27
28
Nilai manfaat langsung (direct use value) ini dibagi menjadi dua yaitu
manfaat langsung hasil hutan dan manfaat langsung hasil perikanan. Manfaat
langsung ekosistem mangrove yang dimanfaatkan oleh masyarakat Taman
Nasional Sembilang adalah daun nipah, kayu bakar, tiang rumah, hasil ikan, hasil
kepiting, udang ebi, bibit mangrove dan wisata alam.
Manfaat tidak langsung diperoleh dari mangrove sebagai break water
penahan ombak yang terdapat pada desa Sungai Barong. Pembangunan
breakwater ini baru terlaksana 4 bulan yang lalu, dalam pembangunan breakwater
ini Japan International Cooperation Agency (JICA) bekerja sama dengan Taman
Nasional Sembilang serta masyarakat sekitar untuk mengurangi kekuatan
gelombang yang langsung berhadapan pada ekosistem mangrove di Sungai
Barong.
Nilai manfaat pilihan ekosistem mangrove di kawasan Taman Nasional
Sembilang (option value) mengacu pada nilai keanekaragaman hayati
(biodeversity) hutan mangrove di Indonesia, yaitu US $ 1500 /km/tahun atau US $
29
1%
1%
Nelayan
6% 8%
Petambak
37%
17% Pemanfaat Kayu
Pembuatan atap
Nypah
30%
Perawat bibit
mangrove
1%
6%
8% SD Tamat
40
66,45
20
0 BAD GOOD
0 20 40 60 80 100
-20
-40
DOWN
-60
Mangroves Sustainability
0 5 10 15
40
20
0 21,53 GOOD
BAD
0 20 40 60 80 100
-20
-40
DOWN
-60
Mangrove Sustainability
Dimensi sosial untuk nilai indeks keberlanjutan yang terdapat pada sumbu
y, artinya perlu perbaikan indikator-indikator yangdapat mempengaruhi nilai
indeks sehingga akan meningkatkan status nilai indeks tersebut. Tingkat
keberlanjutan dimensi sosial-ekonomi yang diperkirakan indikator-indikator yang
memberikan pengaruh terdiri dari enam indikator, yaitu (1)Tingkat pendidikan,
(2) mata pencaharian, (3) persepsi masyarakat tentang kondisi mangrove, (4)
partisipasi massyarakat terhadap pengelolaan mangrove, (5) peningkatan
pengetahuan masyarakat terhadap mangrove dan (6) Konflik pemanfaatan
mangrove. Hasil analisis sensitivitas dapat dilihat pada Gambar 17.
4,34
Pengelolaan mangrove
Persepsi Masyarakat Tentang
4,51
Kondisi Mangrove
Mata Pencaharian 7,93
0 2 4 6 8 10
60
UP
20
-40
DOWN
-60
Mangrove Sustainability
0 1 2 3 4 5 6 7
40
20
-40
DOWN
-60
Mangrove Sustainability
60
UP
40
-40
DOWN
-60
Mangrove Sustainability
Dimensi
Ekologi
80 66,45
60
40
20
Dimensi
52.,36 0 21,53 Dimensi Sosial
Kelembagaan
55,35
Dimensi
Ekonomi
analisis cukuo memadai apabila nilai stress lebih kecil dari 0.25 (25%) dan nilai
R2 mendekati nilai 1.0.
Nilai stress dapat digunakan untuk mengukur seberapa dekat nilai jarak
dua dimensi dengan nilai jarak multidimensi (Fauzi dan Anna 2005). Informasi
lain yang diperoleh dari analisis RAPFISH ini adalah jumlah iterasi. Jumlah
iterasi pada setiap dimensi maupun gabungan seluruh dimensi/multidimensi
adalah 2 sampai dengan 5 kali. Besarmya jumlah iterasi menyatakan pengulangan
perhitungan pada analisis RAPFISH yang berguna untuk mengetahui pengaruh
kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut,yang berpengaruh pada jarak
terhadap titik referensi. Hasil pengukuran nilai statistik dalam analisis RAPFISH
terhadap empat dimensi keberlanjutan disajikan pada Tabel 6.
40
20
0
0 20 40 60 80 100
-20
-40
-60
Mangroves Sustainability
Pembahasan
mengidentifikasi peningkatan pesat dalam budidaya udang dari tahun 1997 dan
seterusnya, dan penurunan kawasan hutan (terutama mangrove) dari 75%, dimana
60% adalah karena permintaan untuk lahan pertanian, dan 40% adalah karena
pengembangan tambak udang baru.
Kegiatan pembangunan tambak udang memicu terjadinya laju degradasi
hutan mangrove yang mengakibatkan terjadinya perubahan fungsi hutan
mangrove (Duke et al. 2007; Giri et al. 2007; Guimaraes et al. 2010). Nfotabong-
Atheull et al. (2011), menyatakan bahwa laju kerusakan hutan mangrove yang
tinggi di negara berkembang tidak hanya karena bencana alam, tetapi juga
konversi menjadi tambak udang dan pemanenan produk kayu. Menurut Schaduw
et al. (2011) pengurangan luasan dan menurunnya kualitas perairan ekosistem
mangrove adalah ancaman yang serius terhadap suatu kawasan yang penduduknya
sangat bergantung terhadap sumberdaya yang ada di ekosistem mangrove. Hutan
yang telah ditebang habis akan sangat sulit untuk pulih kembali. Menurut Bahij
(2011), akibat rusak atau perubahan luasan tutupan mangrove akan
mengakibatkan kacaunya siklus rantai makanan bagi seluruh biota ekosistem
mangrove. Strategi yang direkomendasikan dilakukan pemeliharan pohon-pohon
mangrove yang masih kecil agar tetap terjaga sampai tumbuh besar dan
melakukan rehabilitasi terhadap mangrove yang sudah rusak, pembinaan
masyarakat untuk pembuatan tambak silvofishery dan dibuat peraturan desa atau
perdes tentang perusakan karena peraturan desa lebih efektif dan lebih ditaati oleh
masyarakat setempat.
Hasil ordinasi RAPFISH terhadap dimensi sosial, diperoleh nilai indeks
keberlanjutan sebesar 21.53 yang menunjukkan bahwa status keberlanjutan
dimensi sosial dikategorikan “tidak berkelanjutan”. Berdasarkan hasil analisis
sensitivitas yang terlihat pada Gambar 17, terdapat satu indikator yang sensitif
yaitu peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap ekosistem mangrove.
Peningkatan pengetahuan terhadap ekosistem mangrove atribut yang
sangat sensitif dibandingkan atribut lainya. Semakin tinggi tingkat pengetahuan
terhadap fungsi dan manfaat mangrove maka ekosistem mangrove akan tetap
terjaga dan dimanfaatkan secara optimal. Pengetahuan masyarakat pesisir tentang
ekosistem mangrove berpengaruh terhadap perilaku masyarakat terhadap
pelestarian ekosistem mangrove, sedangkan sikap masyarakat terhadap pelestarian
ekosistem mangrove lebih besar pengaruhnya terhadap niat selanjutnya
melakukan pelestarian ekosistem mangrove.
Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem
mangrove mengakibatkan menurunnya nilai estetika dari ekosistem mangrove itu
sendiri, dampak negatif yang mungkin akan timbul dapat ditekan apabila
masyarakat di sekitar hutan mangrove dilibatkan dan diberi akses untuk
mengelola hutan dengan tetap melestarikan kelestariannya. Tingkat pendidikan
mayarakat yang rendah merupakan salah satu faktor kurangnya pemahaman,
kepedulian dan tanggung jawab masyarakat terhadap kelestarian ekosistem
mangrove menjadi rendah. Oleh karena itu, sangat diharapkan partisipasi
masyarakat dalam upaya pelestarian eksosistem mangrove. Pemerintah juga harus
intensif mengadakan penyuluhan/pelatihan/pembinaan kepada msayarakat agar
masyarakat mempunyai wawasan tentang pengelolaan ekosistem mangrove.
Sesuai dengan pendapat Din et al. (2008), bahwa salah satu kendala dalam
42
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Giri C, Pengra B, Zhu Z, Singh A, Tieszen LL. 2007. Monitoring mangrove forest
dynamics of the Sundarbans in Bangladesh and India using multi-temporal
satellite data from 1973 to 2000. Estuarine Coastal and Shelf Science. 73:
91–100.
Guimaraes AS, Travassos P, Filho PWMES, Goncalves FD, Costa F. 2010.
Impact of aquaculture on mangrove areas in the northern Pernambuco Coast
(Brazil) using remote sensing and geographic information system.
Aquaculture Research. 41: 828–838.
Indica M, Ulqodry TZ, Hendri M. 2010. Perubahan Luasan Mangrove dengan
Menggunakan Teknik Penginderaan jauh di Taman Nasional Sembilang
Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan. Maspari Journal 02(2011): 77-81
JICA. 2013. Taman Nasional Sembilang (TNS)
http://www.jica.go.jp/project/indonesian/indonesia/008/outline/05.html. Di
akses pada tanggal Mei 2014 pukul 19.30 WIB.
Kalitow WH. 2015. Valuasi Ekonomi Hutan Mnagrove di Desa Tiwoho
Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara [skirpsi]. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian Universitas Sam Ratulangi. Manado
Kathiresan K, Qasim SZ. 2005. Biodiversity of Mangrove Ecosystems; Hindustan
Publishing Corporation (India). New Delhi :Pp.251
Kavanagh P. 2001. Rapid Appraisalof Fishereis (RAPFISH) Project. RAPFISH
Software Descreption (for Microsoft Excel). University of British
Columbia, Fisheries Centre, Vancouver.
Kavanagh P, Pitcher TJ. 2004. Implementing Microsoft Excell Software for
Rapfish: A Technique for the Rapid Appraisal of Fisheries Status.
University of British Columbia. Fisheries Center Research Reports.
Kordi MG 2012.Potensi, fungsi, dan pengelolaan ekosistem mangrove. PT Rineka
Cipta. Jakarta. 16 hal
Kuenzer C, Bluemel A, Gebhardt S, Quoc TV, Dech S. 2011. Remote Sensing of
Mangrove Ecosystems.Remote Sensing. 3: 878- 928.
Li MS, LJ Mao, Shen WJ, Liu SQ, Wei AS. 2013. Change and fragmentation
trends of zhanjiang mangrove forests in southern china using multitemporal
landsat imagery (1977-2010). Journal Estuarine, Coastal and Shelf Science
130 (2013) 111-120
Loureen, George, Jared, James, Lilian.2015. The Facilitative Role of Sea Blight
(Suaeda monoica) in Faunal Recolonisation of Degraded Mangroves at
Mwache Creek, Kenya.IOSR Journal of Environmental Science, Toxicology
and Food Technology IOSR-JESTFT.9(2): 42-47
Malik A, Fensholt R, Mente O. 2015. Economic Valuation of Mangroves for
Comparison with Commercial Aquaculture in South Sulawesi, Indonesia.
Forests (6): 3028-3044.
Masood, Afsar, Zamir, Kazmi. 2015. Application of Comparative Remote Sensing
Techniques for Monitoring Mangroves in Indus Delta, Sindh,
PakistanBiological Forum – An International Journal 7(1): 783-792.
Nagelkerken I, Blaber SJM, Bouillon S, Green P, Haywood M, Kirton LG,
Meynecke JO, Pawlik J, Penrose HM, Sasekumar A, Somerfield PJ. 2008.
The habitat function of mangroves for terrestrial and marine fauna: A
review. Aquatic Botany.89 (2008) 155–185.
49
LAMPIRAN
52
Lampiran 1 Data ekologi mangrive di kawasan Taman Nasional Sembilang
Spesies n A(Satu Kerapatan Kerapatan Frekuensi Frekuensi Basal Area Dominansi Dominansi INP
stasiun/ha) Relatif Relatif Relatif
Avicenia Alba 11 1,2 9.167 6.707 0,222 8.511 54452,617 4,538 3,542 18,8
Rhizophora 47 1,2 39.167 28.659 0,667 25.533 587313,168 48,943 38,201 92,4
apiculata
Avicennia 7 1,2 5.833 4.268 ,.5 19.150 12359,415 1,030 0,804 24,2
officinalis
Brugueria 14 1,2 11.667 8.537 0,444 17.022 21198,672 1,767 1,379 26,9
gymnorrhiza
Excoecaria 78 1,2 65.000 47.561 0,556 21.278 849782,751 70,815 55,273 124,1
agallocha
Xylocarpus 1 1,2 0.833 0.610 0,111 4.256 223,621 0,019 0,015 4,9
granatum
Rhizophora 6 1,2 5.000 3.659 0,111 4.256 12109,712 1,009 0,788 8,7
mucronata
TOTAL 100 100 100 300
53
2 Kerapatan vegetasi mangrove 1,2,3 3 1 1 = <1000 pohon/ha 3 Data primer hasil pengukuran mangrove
2 = 1000-1500 pohon/ha
3 = > 1500 pohon/ha
3 Dominasi jenis vegetasi mangrove 1,2,3 3 1 1 = <1 3 Data primer hasil pengukuran mangrove
2 = 1<indeks<3
3 = indeks >3
4 INP vegetasi mangrove 1,2,3 3 1 1 = INP<100 3 Data primer hasil pengukuran mangrove
2 = 100<INP<300
3 = INP>300
5 Tutupan mangrove 1,2,3 3 1 1 = luas tutupan mangrove berkurang 1 Data citra landsat 7 dan landsat 8
2 = luas tutupan mangrove tetap sama
3 = luas tutupan mangrove bertambah
6 Jumlah jenis fauna mangrove 1,2,3 3 1 1= jumlah fauna berkurang 3 Data sekunder dari Balai Taman Nasional
2= Jumlah fauna tetap sama Sembilang
3 = jumlah fauna bertambah
Dimensi Sosial
No Dimensi Skor Keterangan
Kriteria Baik Buruk Acuan pemberian skor
1 Tingkat pendidikan 1,2,3 3 1 1 = Lulus SD 1 Hasil wawancara dan kuisioner
2 = Lulus SMP
3 = Lulus SMA dan PT
2 Mata pencaharian 1,2,3 3 1 1 = > 20 % tidak memiliki mata pencaharian 2 Hasil wawancara dan kuisioner
2 = 20-50 % memiliki mata pencaharian tetap
yang bergantung pada ekosistem mangrove
3 = < 50 % memiliki mata pencaharian tetap tetapi
memiliki mata pencaharian sampingan
3 Persepsi masyarakat tentang 1,2,3 3 1 1 = persepsi rendah 1 Hasil wawancara dan kuisioner
kondisi manrove 2 = persepsi sedang
3 = persepsi tinggi
4 Partisipasi masyarakat dalam 1,2,3 3 1 1 = partisipasi rendah 1 Hasil wawancara dan kuisioner
pengelolaan mangrove 2 = partisipasi sedang
3 = partisipasi tinggi
5 Peningkatan pengetahuan masyarakat 1,2,3 3 1 1 = tidak ada peningkatan 2 Hasil wawancara dan kuisioner
tentang mangrove 2 = sama saja
3 = peningkatan pengetahuan tinggi
6 Konflik pemanfaatan mangrove 1,2,3 3 1 1 = lebih dari 5 kali/tahun 1 survei dan hasil wawancara
2 = 2-5 kali/tahun
3 = kurang dari 2 kali/tahun
57
57
58
Dimensi Dimensi Kelembagaan
No Skor
Kriteria Baik Buruk Acuan pemberian skor Keterangan
1 Kepatuhan terhadap aturan-aturan 1,2,3 3 1 1 = Lebih dari 5 kali terjadi pelanggaran 1 laporan atau catatan pelanggaran dari
pengelolaan 2 = 2-4 kali terjadi pelanggaran hukum pengawas, serta survei dan hasil wawancara
3 = kurang dari 2 kali pelanggaran hukum
2 Kelengkapan aturan main 1,2,3 3 1 1 = tidak ada penegakan aturan main 2 survei dan dilakukan dengan wawancara dan
pengelolaan mangrove 2 = ada penegakan aturan main namun tidak efektif kuisioner
3 = ada penegakan aturan main dan efektif
3 Mekanisme pengambilan keputusan 1,2,3 3 1 1 = Tidak ada mekanisme pengambilan keputusan 2 survei dan hasil wawancara
dalam pengelolaan 2 = ada mekanisme tapi tidak berjalan efektif
3 = ada mekanisme dan berjalan efektif
4 Rencana pengelolaan 1,2,3 3 1 1 = belum ada RPP 2 survei dilakukan dengan wawancara dan
2 = ada RPP namun belum sepenuhnya dijalankan kuisioner
3 = ada RPP dan telah dijalankan sepenuhnya
5 Tingkat sinergitas kebijakan dan 1,2,3 3 1 1 = Konflik antar lembaga (kebijakan antar 2 Survei dan wawancara
kelembagaan dalam pengelolaan lembaga berbeda kepentingan)
2 = komunikasi antar lembaga tidak efektif
3 = Sinergi antar lembaga berjalan baik
6 Kapasitas pemangku kepentingan 1,2,3 3 1 1 = tidak ada peningkatan 1 survei dengan wawancara/kuisioner
2 = ada tapi tidak difungsikan (keahlian yang
didapat tidak sesuai dengan fungsi pekerjaan)
3 = ada dan difungsikan (keahlian yang didapat
sesuai dengan fungsi pekerjaan)
Dimensi Ekonomi
No Dimensi Skor Keterangan
Kriteria Baik Buruk Acuan pemberian skor
1 Nilai ekonomi total manfaat 1,2,3 3 1 1 = > 5 M/tahun 3 Hasil wawancara dan perhitungan
hutan mangrove 2 = 5-10 M/tahun valuasi manfaat mangrove
3 = >10 M/tahun
2 Jenis manfaat langsung 1,2,3 3 1 1 = < 3 jenis manfaat langsung 2 Hasil wawancara dan kuisioner
hutan mangrove terhadap masyarakat 2 = 3 - 5 jenis manfaat langsung
3 = > 5 jenis manfaat langsung
3 Pendapatan rata-rata masyarakat 1,2,3 3 1 1 = < UMR 2 survei dan hasil wawancara
sekitar kawasan 2 = sama dengan UMR
3 = > UMR
4 Nilai ekonomi ekosistem mangrove 1,2,3 3 1 1 = Masyarakat yang memanfaatkan rendah 3 survei dan hasil wawancara
bagi masyarakat setempat (<30%)
2 = Masyarakat yang memanfaatkan cukup banyak
(30-60%)
3 = Masyarakat yang memanfaatkan banyak
(>60 %)
5 Persentase nilai manfaat 1,2,3 3 1 1 = Persentasi nilai manfaat langsung > nilai
langsung terhadap nilai manfaat manfaat tidak langsung
tidak langsung 1 Hasil wawancara dan perhitungan
2 = Persentasi nilai manfaat langsung sama saja
valuasi manfaat mangrove
dengan manfaat tidak langsung
3 = Pernsentasi nilai manfaat langsung< nilai
manfaat tidak langsung
59
59
60
Lampiran 13 Rekomendasi program-program pengelolaan ekosistem mangrove di Taman Nasional
No
Sembilang
Program Kegiatan Input (yang diperlukan) Output (hasil) Outcome (hasil jangka panjang) Benefit Pihak terkait
1 Pemberdayaan 1. Peningkatan ekonomi masyarakat 1) Terbentuknya tambak yang ramah lingkungan; Kelestarian hasil tambak silvofishery Manfaat untuk masyarakat, peningkatan 1). Masyarakat;
masyarakat a. Pelatihan dan Pengembangan 1)Sumber daya manusia ahli budidaya; 2) Laporan kegiatan silvofishery ramah lingkungan dengan intensifikasi pengetahuan masyarakat mengenai silvofishery 2) Dinas kehutanan Provinsi dan kabupaten;
silvofishery Ramah Mangrove 2)Sumber daya manusia pendukung; produksi ramah lingkungan, meningkatkan ekonomi 3) Dinas kelautan dan perikanan provinsi
3) Lahan pertambakan yang sudah ada masyarakat dan kelestarian mangrove tetap dan kabupaten;
4)Jenis ikan yang akan dibudidayakan; terjaga 4) aparatur desa
5) Kelompok masyarakat
b. Pembinaan UMKM 1) Sumber daya industri kecil dan menengah Kondisi awal UMKM dan Tebinanya UMKM di kawasan Masyarakat:Meningkatkan ekonomi masyarakat , 1) masyarakat;
(pembuatan sirup dari buah mangrove, kerajinan batik, perkembangan UMKM Taman Nasional Sembilang masyarakat merasakan manfaat dengan adanya 2) Kepala desa;
terasi,presto ikan bandeng,kerupuk ikan pari dll); pembinaan UMKM, dapat membantu kegiatan 3) Balai Taman Nasional Sembilang;
2) Sumber daya manusia ahli ekonomi sumber daya alam; kelembagaan perekonomian daerah 4) Dinas Kesehatan;
3) Kelompok UMKM 5) Balitbang dan
6) POM
2. Pengembangan Kelembagaan 1) Sumber daya manusia ahli; 1). Kondisi kelembagaan desa yang kuat; Terbangunnya kelembagaan Masyarakat: Masyarakat mengerti bagaimana 1). Masyarakat;
2) Kelompok masyarakat 2). Terbentuknya lembaga pengawas yang kuat dan aktif untuk memanajemen kelompok kelembagaan, 2). Dinas Kehutanan Provinsi dan Daerah;
hutan mangrove pemerintah daerah dapat membantu kegiatan 3). Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
dan Daerah
pembinaan masyarakat 4). Aparatur Desa
3. Peningkatan Pendidikan
a. Pembuatan bahan ajar fungsi dan 1). Penyusunan bahan ajar dan penataan Terbitnya buku mengenai fungsi dan Terbangunnya pengetahuan Masyarakat: Masyarakat dapat mengetahui fungsi 1). Dinas Pendidikan;
manfaat mangrove di kawasan sumber daya manusia ahli mangrove; manfaat mangrove masyarakat akan pentingnya mangrove dan manfaat mangrove dan Pemerintah Daerah 2).Masyarakat;
Taman Nasional Sembilang 2). Sumber daya manusia ahli pendidikan; di kawasan Taman Nasional Sembilang dapat membatu dalam kegiatan pendidikan 3)Pihak pengelola Taman Nasional Sembilang.
3). Kelompok masyarakat masyarakat
b. Pembuatan Kurikulum Muatan 1). Sumber daya manusia ahli pendidikan; Terbentuknya kurikulum muatan lokal Terbangunnya pengetahuan pendidik Masyarakat: Masyarakat mengetahui fungsi dan 1). Dinas Pendidikan Provinsi dan Kabupaten;
Lokal 2). Sumber daya manusia pendidik dan pelajar mengenai fungsi dan manfaat mangrove dan pelajar tingkat dasaar dan manfaat mangrove di wilayah Taman Nasional 2)Pihak pengelola Taman Nasional Sembilang;
tingkat dasar dan menengah; menengah mengenai fungsi da Sembilang, khususnya pelajar sebagai penerima 3) Masyarakat dan Stakeholders lainnya
3). Kelompok masyarakat n manfaat mangrove di wilayah estafet pembangunan dan meningkatnya
Taman Nasional Sembilang kemampuan SDM
4. Ekosiwata 1). Sumber daya ahli ekowisata; 1). Program-program wisata yang dapat dilakukan; Peningkatan kemampuan sumber daya Mayarakat: Mendatangkan tambahan pendapatan 1). Masyarakat;
2). Kelompok masyarakat; 2). Sarana pendukung untuk aktivitas ekowisata; manusia di bidang ekowisata dan p bagi masyarakat melalui kegiatan ekowisata dan 2). Pihak Pengelola Taman Nasional Sembilang;
3). Ekosistem hutan mangrove; 3). Pelatihan sumber daya manusia yang engembangan potensi kawasan dalam membatu Pemerintah Daerah dalam perencanaan 3). Dinas Pariwisata dan
berhubungan dengan kegiatan ekowisata kegiatan ekowisata. pengembangan wilayah pesisir serta kelestarian 4). Aparatur Desa.
4). Pemancingan ikan mangrove di kawasan. eksosistem mangrove tetap terjaga walaupun
dimanfaatkan untuk kegiatan wisata
2 Research Center 1). Penelitian dan Modul 1). Ahli hutan mangrove; jurnal penelitiam dan publikasi ilmiah Terbangunnya capacity building staf PT Masyarakat: Mengikutsertakan masyarakat 1). Masyarakat;
2). Ahli pengembangan penelitian; bertaraf nasional dan internasional dalam berpikir ilmiah dalam pengamatan 2) Perguruan Tinggi;
3). Kelompok masyarakat fenomena alam dan pemecahan persoalan 3). Pihak pengelola Taman Nasional Sembilang
dan masyarakat luas mengetahui hasil-hasil 4). Aparatur Desa
penelitian yang telah dilakukan
2). Konsultasi Publik 1). Sumber daya manusia ahli komunikasi; Kegiatan konsultai publik ketika sesuatu Sosialisasi kepada publik mengenai Mayarakat: dilibatkan dalam kegiatan Semua pihak yang terkait
2). Sumber daya manusia ahli hutan mangrove; kegiatanakan sedang dan sudah berjalan suatu kegiatan pembangunan dan masyarakat mengetahui
3). Kelompok masyarakat dan tentang kegiatan yang akan dan sudah berjalan.
4). Stakeholders terkait. Pemerintah Daerah; dapat mengantisipasi
konflik yang bisa timbul akibat suatu kegiatan.
Perguruan tinggi; meningkatkan kemampuan
SDM dan Pengabdiankepada masyarakat.
3). Pelatihan-pelatihan 1). Sumber daya manusia ahli bidang yang dilatihkan; Event-event pelatihan Peningkatan pengetahuan dan Masyarakat: meningkatkan kemampuan SDM 1). Perguruan tinggi;
2). Kelompok masyarakat; keterampilan pengelolaan mangrove di Taman Nasional 2). Masyarakat;
Sembilang 3). Pihak Pengelola Taman Nasional Sembilang
semua pihak terkait.
4). Informasi/Dokumentasi 1). Sumber daya manusia dan 1).Dokumen-dokumen hasil perkembangan Terdokumentasinya kegiatan-kegiatan Masyarakat: dilibatkan dalam kegiatan Semua pihak yang terkait.
2). Kelompok masyarakat kegiatan yang telah dilakukan dokumentasi dan informasi . Pemerintah daerah:
2).Buletin bulananTerdokumentasinya Mempermudah penelusuran data. Perguruan
kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan tinggi: Meningkatnya kemapuan SDM dan
pengabdian kepada masyarakat.
61 61
RIWAYAT HIDUP