1.1 DDDTLH
DDDTLH (Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup) merupakan sebuah
lingkup kajian perencanaan mengenai kapasitas dalam mendukung dan menampung
kehidupan bagi makhluk hidup. Penentuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
tersebut berperan penting dalam pembangunan wilayah secara berkelanjutan. Hal tersebut
dilatar belakangi oleh peningkatan dan penyebaran jumlah penduduk menuju ke perkotaan.
Pertumbuhan sektor industri suatu wilayah mempengaruhi ekosistem dengan meningkatnya
jumlah pencemaran limbah pabrik sehingga ketersediaan sumber daya alam baik itu
kebutuhan hidup dan lahan pun terbatas. Sehingga diperlukan adanya pemanfaatan sumber
daya alam secara baik dengan memperhatikan mengenai daya dukung dan daya tampung
lingkungan hidup.
Penentuan Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup telah ditetapkan
pada UU No 23 Tahun 2009 Mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Adapun keterkaitan peraturan UU No 23 Tahun 2009 dengan Daya Dukung dan Daya
Tampung Lingkungan Hidup antara lain sebagai berikut.
Pendekatan konsep mengenai Daya Dukung Dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
berdasar pada sebuah ekosistem. Ekosistem tersebut terdiri dari sumber daya alam hayati dan
non hayati yang memiliki kesatuan utuh yang dapat membentuk keseimbangan, stabilitas, dan
produktivitas lingkungan hidup. Kemudian struktur ekosistem pada elemen biotik dan abiotik
tersebut terjadi interaksi membentuk aliran energ, aliran materi, dan aliran informasi yang
membentuk sebuah konsep ekoregion. Konsep mengenai penyediaan atau kontribusi
ekosistem terhadap makhluk hidup bisa disebut sebagai jasa lingkungan hidup. Pendekatan
unit analisis dan indikator dalam konsep daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
ini untuk menentukan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup :
a. Nasional dan pulau/kepulauan
b. Provinsi dan ekoregion lintas kabupaten/kota
c. Kabupaten/kota dan ekoregion di wilayah kabupaten/kota
d. Lingkungan tematik (sektor kehutanan, pertambangan, pertanian, perkebunan dan
perikanan, dll)
Hubungan antara ekoregion, jasa lingkungan, Daya Dukung dan Daya Tampung, serta
kondisi Lingkungan Hidup dapat dilihat pada gambar 1.
Untuk menentukan fungsi dan tujuan dalam memetakan aspek DDDTLH terdapat
beberapa aspek daya dukung lingkungan hidup media sumber daya alam yang perlu
diperhitungkan. Media tersebut antara lain:
1. Daya dukung lahan
2. Daya dukung air
3. Daya dukung dan daya tampung pertanian dan perkebunan
4. Daya dukung hutan dan kawasan hutan
5. Daya dukung dan daya tampung kawasan tambang
6. Daya dukung dan daya tampung sumber daya alam berdasarkan valuasi ekonomi
Adapun unit analisis dalam kajian DDDTLH dibutuhkan sumber data berupa data
spasial yang berkenaan pada unit administrasi dan unit ekoregion. Pembagian sistem
klasifikasi tersebut dapat dijelaskan pada tabel 2.
Tabel 2. Unit analisis DDDTLH dan data yang diperlukan (Muta’alai, 2014)
Unit analisis Klasifikasi Wilayah Sumber Data
Wilayah 1. Nasional Data administrasi,
administrasi 2. Provinsi data spasial
3. Kabupaten/ Kota
4. Kecamatan
5. Desa
Wilayah Fungsional 1. Kawasan Lindung Data Spasial
(Tata Ruang) 2. Kawasan Budidaya
3. Kawasan Rawan Bencana
4. Kawasan Startegis
Wilayah Ekologis
1. Daerah Alisan 1. Daerah hulu Data administrasi,
Sungai 2. Daerah tengah data spasial
3. Daerah hilir
2. Ekoregion 1. Bentuk lahan asal proses vulkanik Data spasial
(Pendekatan 2. Bentuk lahan asal proses struktural
landform) 3. Bentuk lahan asal proses fluvial
4. Bentuk lahan asal proses solusional
5. Bentuk lahan asal proses denudasional
6. Bentuk lahan asal proses eolian
7. Bentuk lahan asal proses marine
8. Bentuk lahan asal proses glasial
9. Bentuk lahan asal proses organik
10. Bentuk lahan asal proses antropogenik
Seperti pada laporan DDDTLH Kabupaten Pesisir Selatan yang diterbitkan oleh Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pesisir Selatan memuat kajian DDDTLH berdasarkan
pada konsepsi batasan mengenai bentangalam, tutupan lahan, dan jasa ekosistem. Kemudian
dilakukan metode analisis pengumpulan data sekunder kajian sebelumnya. Lalu dilakukan
analisis data dan verifikasi groundchecking. Kemudian hasil pengamatan tersebut akan
dituangkan dalam lokakarya dan disosialisasikan hasil penyusunan inventarisasi berbasis jasa
ekosistem yang kemudian akan dimintai masukan dan saran demi menyempurnakan hasil dan
implikasi terhadap program pengendalian pembangunan berkelanjutan.
Kajian tersebut menghasilkan laporan yang diterbitkan oleh instansi pemerintah yang
merampungkan bagian pendahuluan kegiatan, konsep dan metode, serta layanan ekosistem
yang disajikan dalam laporan. Jasa/layanan ekosistem terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
1. Jasa ekosistem penyediaan, dimana berisikan pelayanan berupa barang yang dapat
dimanfaatkan oleh manusia secara langsung. Jasa tersebut terbagi menjadi
jasa penyediaan pangan,
penyediaan air bersih,
penyediaan serat (fiber),
Bahan bakar kayu dan fosil,
dan sumberdaya genetik.
2. Jasa ekosistem regulasi, dimana berisikan pelayanan yang dapat dimanfaatkan melalui
pengaturan yang dilakukan oleh ekosistem. Sehingga pengaturan tersebut
menghasilkan barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan manusia. Jasa tersebut terbagi
menjadi
jasa pengaturan iklim
Jasa pengaturan tata air dan banjir
Pencegahan dan perlindungan dari bencana
Pemurnian air
Pengolahan dan penguraian limbah
Pemeliharaan kualitas udara
Penyerbukan alami
Pengendalian hama dan penyakit
3. Jasa ekosistem kultural, layanan ekosistem yang dihasilkan oleh lingkungan hidup
yang bersifat menunjang kehidupan sosial dan budaya. Produknya berupa jasa non
material melalui pengayaan budaya, perkambangan kognitif, refleksi, rekreasi, dan
estetika. Jasa tersebut terbagi menjadi
Jasa budidaya tempat tinggal dan ruang hidup
Jasa budaya rekreasi dan ecotourism
Jasa budaya estetika (pesona alam)
2.1 KLHS
KLHS adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk
memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi
dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. KLHS
memuat kajian:
1. Kapasitas DDDTLH untuk pembangunan
2. Perkiraan dampak dan risiko lignkungan hidup
3. Kinerja layanan/jasa ekosistem
4. Efisiensi pemanfaatan SDA
5. Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim
6. Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati
Adapun peraturan mengenai KLHS dan Keterkaitan UU No 32 Tahun 2009 Terhadap
KLHS dapat dilihat pada tabel 3.
Pendekatan KLHS dalam Penataan ruang dibentuk oleh 4 kerangka kerja dalam penataan
ruang, yaitu
1. KLHS dengan Kerangka Dasar Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup/AMDAL (EIA-Mainframe)
2. KLHS sebagai Kajian Penilaian Keberlanjutan Lingkungan Hidup (Environmental
Appraisal)
3. KLHS sebagai Kajian Terpadu/Penilaian Keberlanjutan (Integrated Assessment/
Sustainability Appraisal)
4. KLHS sebagai pendekatan Pengelolaan Berkelanjutan Sumberdaya Alam
(Sustainable Natural Resource Management) atau Pengelolaan Berkelanjutan
Sumberdaya (Sustainable Resource Management)
2. Penilaian/analisis Teknis
Meliputi proses identifikasi, deskripsi, dan evaluasi mengenai konsekuensi dan efek
lingkungan akibat penerapan RTRW dan KRP tata ruang. Analisis tersebut harus
berdasar kepada pemilihan metode analisis, penentuan level of detail, dan sistemasi
informasi dan penjaringan
3. Penetapan Alternatif
Penetapan alternatif, meliputi:
a. substansi pokok/dasar RTRW atau KRP tata ruang (misalnya: mengubah pola atau
struktur ruang dari yang semula diusulkan)
b. program atau kegiatan penerapan muatan RTRW atau KRP tata ruang (misalnya:
mengubah lokasi atau besaran infrastruktur yang dibutuhkan), dan
c. kegiatan-kegiatan operasional pengelolaan efek lingkungan hidup (misalnya:
penerapan kode bangunan yang hemat energi).
Dokumen KLHS Kota Palangkaraya (Pemkot Palangkaraya, 2014) memuat tentang kajian
KLHS yang berperan dalam mengatur kebijakan dan rencana tata ruang wilayah kota.
Pengkajian tersebut meliputi:
1. Perencanaan pola ruang dan struktur ruang
2. Penetapan kawasan strategis
3. Arah pemanfaatan ruang kota dan pengendalian wilayah
4. Identifikasi mengenai dampak RTRW dan KRP Daerah
Gambar 2. Kerangka Kerja KLHS Secara Umum