Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tidak semua wilayah pesisir di Indonesia merupakan wilayah pariwisata, namun
ada beberapa daerah-daerah pesisir di Indonesia yang di manfaatkan masyarakatnya
sebagai lahan pertanian garam. Namun belakangan ini garam justru menjadi
permasalahan, seharusnya dilihat dari laut yang di miliki negara Indonesia seharusnya
mampu memprodksi garam yang berlimpah, dan kenyataannya saat ini negara
Indonesia masih banyak menginpor garam dari negara lain. Pada tahun 2012, data
BPS dalam Mustafa (2015) menyatakan bahwa selama periode Januari-Oktober,
negara Indonesia masih menginpor garam sebanyak 1,97 juta ton dengan
menghabiskan devisa negara senilai 96 juta dolar AS (Rp.870 miliar). Di Indonesia
seperti halnya di provinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Nusa Tenggara Timur, Nusa
Tenggara Barat, Aceh, Sulawesi dan Bali memanfaatkan beberapa lautnya sebagai
lahan untuk memproduksi garam.
Di provinsi Bali tepatnya di desa Kusamba, kecamatan Dawan, kabupaten
Klungkung rata-rata penduduknya bekerja sebagai petani garam. Pertanian di desa ini
dari tahun ke tahun menyumbang rata-rata sebanyak 30% dari total PDRB pada
struktur perekonomian kabupaten Kelungkung. Kabupaten ini juga memiliki potensi
dalam pengembangan usaha di bidang garam rakyat. Namun seiring berjalannya
waktu serta kenyataan di lapangan, Kabupaten Klungkung yang memiliki sentra
pemindangan sebagai pengguna garam, masih sangat bergantung pada pasokan garam
dari luar provinsi Bali. Produksi garam di Kabupaten Klungkung hanya cukup untuk
memenuhi keperluan garam untuk konsumsi masyarakat saja, dan belum dapat
memenuhi kebutuhan usaha pemindangan ikan yang sbanyak memerlukan garam
menurut Tribunnews, 2014 dalam Yogana, 2016 . Kurang optimalnya produksi garam
di desa ini di sebabkan oleh banyak faktor. Oleh sebab itu penelitian ini perlu
dilakukan agar kedepannya petani garam di wilayah desa Kusamba dapat memenuhi

1
kebutuhan garam di kabupaten Klungkung serta bersaing di perdagangan luar
sehngga dapat meningkatkan sekonomi masyarakat petani garam di desa Kusamba.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari penelitian tingkat kesejahteraan ekonomi
petani garam di pantai Kusamba sebagai berikut :

1. Apakah penghasilan sebagai petani garam mencukupi kebutuhan keseharian


masyarakat Desa Kusamba ?
2. Apa saja kendala yang di hadapi petani garam di Desa Kusamba

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian tingkat kesejahteraan ekonomi petani garam di
pantai Kusamba sebagai berikut :

1. Mengetahui kesejahteraan masyarakat pesisir Desa Kusamba berdasarkan


penghasilan petani garam
2. Mengetahui kendala yang di hadapi petani garam di Desa Kusamba

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah membangun kesejahteraan
masyarakat pesisir pantai dan pengelolaan dalam distribusi garam dari pantai
Kusamba.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Masyarakat Pesisir


Masyarakat pesisir didefinisikan sebagai kelompok orang yang tinggal di daerah
pesisir dengan sumber kehidupan perekonomiannya bergantung secara langsung pada
pemanfaatan sumberdaya laut dan pesisir. Mereka terdiri dari nelayan pemilik, buruh
nelayan, pembudidaya ikan dan organisme laut lainnya, pedagang ikan, pengolah
ikan, supplier faktor sarana produksi perikanan. Dalam bidang non-perikanan,
masyarakat pesisir bisa terdiri dari penjual jasa pariwisata, penjual jasa transportasi,
petani rumput laut, petani garam, serta kelompok masyarakat lainnya yang
memanfaatkan sumberdaya non-hayati laut dan pesisir untuk menyokong
kehidupannya (Nikijuluw, 2001).
Masyarakat pesisir mempunyai sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang
khas/unik. Sifat ini sangat erat kaitannya dengan sifat usaha di bidang perikanan itu
sendiri yang diakibatkan oleh bidang tersebut yang sangat bergantungan pada alam.
Beberapa sifat dan karakteristik usaha-usaha masyarakat pesisir diuraikan sebagai
berikut (Wahyudin, 2015).
2.1.1 Ketergantungan Pada Kondisi Lingkungan
Salah satu sifat usaha pesisir yang sangat menonjol adalah bahwa
keberlanjutan atau keberhasilan usaha tersebut sangat bergantung pada kondisi
lingkungan, terutama laut. Keadaan ini tentunya merupakan hal yang sangat
penting bagi kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir, sehingga
masyarakat pesisir menjadi sangat tergantung pada kondisi lingkungan
tersebut. Tentunya lingkunga laut tidak seterusnya sehat. Justru, lingkungan
laut itu sangat rentan terhadap kerusakan, khususnya pencemaran akibat
limbah rumah tangga maupun industri dapat mempengaruhi keadaan sosial-
ekonomi masyarakat pesisir (Wahyudin, 2015).

3
2.1.2 Ketergantungan pada Musim
Karakteristik lain yang sangat menyolok di kalangan masyarakat pesisir
adalah ketergantungan mereka pada musim. Ketergantungan pada musim ini
semakin besar bagi para nelayan kecil serta petani-petani garam maupun
rumput laut (Wahyudin, 2015).
Pergantian musim tentunya memiliki peran yang besar dalam
menentukan hasil yang diperoleh nelayan ataupun petani masyarakat pesisir.
Pada musim kemarau, hasil panen petani pesisir khususnya petani garam
tentunya akan besar. Semakin banyak panas matahari, semakin banyak
penghasilannya juga. Namun pada musim hujan, kondisi sosial-ekonomi
petani garam akan jauh lebih kecil dibandingkan pada musim kemarau. Sama
halnya dengan nelayan, dimana mereka mengandalkan musim-musim tertentu
untuk menangkap ikan-ikan tertentu. Ketika sedang tidak musim, maka hasil
penangkapan (penghasilan) akan sangat kecil dan mengubah kondisi sosial-
ekonomi nelayan tersebut.
2.1.3 Ketergantungan pada pasar
Karakteristik lain dari usaha yang dilakukan oleh masyarakat pesisir ini
adalah ketergantungan pada pasar. Hal ini disebabkan karena komoditas yang
dihasilkan oleh mereka itu harus di jual terlebih dahulu agar dapat digunakan
untuk memenuhi keperluan hidup. Jika petani padi yang bersifat tradisional
bisa hidup tanpa menjual produknya atau hanya menjual sedikit saja, maka
nelayan dan petani tambak harus menjual sebagian besar hasilnya.
Setradisional atau sekecil apapun nelayan dan petani tambak tersebut, mereka
harus menjual sebagian besar hasilnya demi memenuhi kebutuhan hidup
(Wahyudin, 2015).

4
2.2 Petani Garam
Dari berbagainya pekerjaan yang diteladani oleh masyarakat pesisir, salah satunya
adalah sebagai petani garam. Petani garam merupakan pekerjaan yang banyak
ditemukan di wilaya pesisir karena mudah untuk memanfaatkan air laut menjadi
garam. Petani memiliki karakteristik yang beragam, karakteristik tersebut dapat
berupa karakter demografis, karakter sosial serta karakter kondisi ekonomi petani itu
sendiri. Karakter-karakter tersebut yang membedakan tipe perilaku petani berupa
umur, tingkat pendidikan dan luas lahan.
Karakter petani garam dapat dilihat dari umur petani karena menurut Soekartawi,
2005 petani yang muda biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang
belum mereka ketahui, sehinggamereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi
inovasi walaupun biasanya mereka masih belum berpengalaman dalam soal adopsi
inovasi tersebut.
Tingkat pendidikan merupakan jumlah tahun mengikuti pendidikan formal yang
ditempuh petani pada bangku sekolah. Pendidikan akan berpengaruh terhadap
perilaku dan tingkat adopsi suatu inovasi. Seseorang yang berpendidikan tinggi
cenderung lebih terbuka untuk menerima dan mencoba hal-hal yang baru.
Disebutkan oleh Hernanto, 1993 luas lahan pembuatan garam menentukan
pendapatan, taraf hidup dan derajat kesejahteraan rumah tangga petani. Luas
penguasaan lahan akan berpengaruh terhadap adopsi inovasi, karena semakin luas
lahan maka akan semakin tinggi hasil produksi sehingga turut meningkatkan
pendapatan petani.
2.2.1 Petani garam di Kusamba
Di Bali terdapat desa di Kabupatan Klungkung yang hingga sekarang
masih memproduksi garam, yaitu Desa Kusamba. Garam yang dihasilkan di
Kusamba telah diakui hingga masyarakat Negara Jepang karena kualitasnya
yang tinggi (organik). Walaupun demikian, hasil garam yang diproduksi oleh
petani garam di Kusamba belum dimanfaatkan oleh pemerintah secara
maksimal sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan usaha-usaha lain yang
membutuhkan banyak garam (Yogana et al, 2016).
5
Petani garam yang menghasilkan garam-garam berkualitas di Kusamba
ini sudah berkurang jumlahnya jika dibandingkan tahun sebelum-sebelumnya.
Hingga sekarang, hanya ada 17 dari yang sebelumnya berjumlah 200
kelompok, dengan satu kelompok yang memimpin kelompok-kelompok
tersebut. Dengan berkurangnya minat masyarakat muda terhadap pekerjaan
sebagai petani garam, serta bantuan dari pemerintah yang tak kunjung datang,
petani garam di Desa Kusamba tidak lagi dapat mengandalkan pekerjaan
sebagai petani garam sebagai penghasilan utama.

6
BAB III
METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan pada tanggal 16 September 2017 untuk survei dan 23
September 2017 untuk pengambilan data yang berlokasi pada Pantai Kusamba,
Klungkung, Bali.

Gambar 1. Lokasi Penelitian

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.

Tabel 1.Alat yang digunakan


Alat Satuan Keterangan
Form wawancara seperlunya Untuk mencatat hasil wawancara
Alat tulis 1 set Sebagai media untuk menulis
Kendaraan seperlunya Sebagai media untuk menuju pantai

Tabel 2. Bahan yang digunakan


Bahan Keterangan
Informasi dari Petani Garam Sebagai sumber wawancara

7
3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap yaitu survei lokasi dan
wawancara.

Pantai
Kusamba

Survei Lokasi

Wawancara
Petani Garam

Hasil Wawancara

Gambar 2. Diagram alur penelitian

1. Survei Lokasi
Survei lokasi ini bertujuan untuk menentukan letak lokasi dan serta
memastikan bagaimana keadaan lokasi sebelum melakukan wawancara
Agar nanti untuk pertanyaan-pertanyaan saat wawancara lebih sesuai
dengan keadaan di lokasi tersebut. Jadi survei lokasi ini dilakukan
seminggu sebelum diadakannya wawancara langsung.
8
2. Wawancara
Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan suatu tujuan yang kita
inginkan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan. Wawancara ini
lebih baik dilakukan apabila sebelumnya sudah melakukan survei lokasi.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil yang diperoleh yaitu terdapat 3 kelompok petani garam yang kami
wawancarai dan umur para petani tersebut rata-rata 60 tahun. Masing-masing
kelompok petani garam memiliki lahan yaitu 3 petak dengan 3 x5m per 1 petaknya.

Gambar 3. Grafik Tingkat Pendidikan Petani Garam di Pantai Kusamba

Gambar 4. Grafik Tingkat Pendidikan Keluarga Petani Garam di Pantai Kusamba

10
4.2. Pembahasan
Pada penelitian kali ini, dari 3 kelompok petani garam yang telah diwawancarai
mereka rata-rata berumur 60 tahun. Para petani garam tersebut rata-rata riwayat
pendidikannya hanya sampai sekolah dasar sedangkan anak-anaknya rata-rata
merupakan lulusan sekolah menengah atas. Kelompok petani sekarang lebih sedikit
dari yang dulu karena di Pantai Kusamba sempat terjadi erosi jadi berkurang.
Untuk menjadi seorang petani garam tersebut mereka tidak mendapatkan modal
apapun dan dari mana pun. Luasan lahan yang digunakan sekarang dalam pembuatan
garam tersebut merupakan peninggalan dari generasi sebelumnya. Rata- rata luas
lahan yang diperoleh perkelompok petani garam di Pantai Kusamba yaitu 3 petak
dengan 3 x 5 m per 1 petaknya. Menurut (Yogana, dkk. 2016) menyatakan tenaga
kerja berasal dari dalam keluarga dan petani tidak mampu menyewa tenaga kerja dari
luar hal ini dikarenakan ongkos buruh dengan hasil yang diperoleh sangat kurang
untuk menyewa tenaga kerja. Anak-anak dari petani garam ini dominan tidak
berkeinginan untuk bekerja sebagai petani garam, karena mereka memiliki pekerjaan
yang penghasilannya lebih besar, salah satunya seperti bekerja sebagai tukang
bangunan.
Dari panen garam tersebut para petani garam rata-rata mendapatkan hasil panen
20 kg/panen, dan harga perkilo garam yaitu Rp. 10.000 Rp. 15.000. Dalam
kebutuhan sehari-harinya para petani garam di Pantai Kusamba rata-rata
mengeluarkan pengeluaran sebesar Rp.100.000 per satu harinya. Pemerintah
menginginkan garam lebih namun sampai saat ini pemerintah belum mendukung
proses pembuatan garam tersebut berupa mesin misalnya agar dalam pembuatan
garam lebih efisien.
Para petani garam di Pantai Kusamba rata-rata hanya menggantungkan hidupnya
dengan bertani garam saja, maka ketika curah hujan tidak mendukung para petani
garam tidak memiliki pekerjaan alternative lainnya. Curah hujan merupakan kendala
utama yang dihadapi para petani garam. Kendala lainnya seperti abrasi yang dapat
mengurangi luasan lahan mereka, selain itu pemasaran produksi garam yang hanya
dijual ke tengkulak juga merupakan salah satu kendala yang tidak kalah pentingnya.
11
Namun ada juga yang berternak sapi dan babi disaat cuaca mungkin tidak mendukung
untuk bertani garam. Dengan kondisi cuaca yang tidak stabil, terkadang sangat panas
namun terkadang sangat mendung pada waktu yang tidak semestinya, maka petani
garam tidak mudah untuk memprediksi hari-hari yang dapat digunakan untuk
memanen garam secara maksimal.

12
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian tingkat kesejahteraan ekonomi petani garam di
pantai Kusamba sebagai berikut :

1. Rata-rata petani garam perharinya dapat menghasilkan garam mencapai 20


kg/panen dengan harga perkilo garam yaitu Rp. 10.000 Rp. 15.000. Dalam
kebutuhan sehari-hari para petani garam di Pantai Kusamba rata-rata
mengeluarkan pengeluaran sebesar Rp.100.000 per satu harinya. Dengan
begitu, bisa dikatakan bahwa masyarakat Desa Kusamba yang berprofesi
sebagai petani garam dapat mencukupi kebutuhan sehari-harinya.
2. Kendala utama yang dihadapi para petani garam di Pantai Kusamba yakni
curah hujan yang tidak mendukung, selain itu abrasi juga menjadi salah satu
kendala dimana lahan yang digunakan dalam pembuatan garam menjadi
berkurang dan menyebabkan hasil yang didapatkan menjadi kurang
maksimum. Kendala lainnya yakni pada pemasaran yang dimana petani garam
hanya menjual produksi garamnya pada tengkulak dengan harga yang rendah,
sedangkan para tengkulak menjualnya kembali di pasaran dengan harga yang
jauh lebih tinggi.

5.2 Saran
Diharapkan untuk pemerintah supaya membantu para petani garam melalui
bantuan teknologi dalam produksi garam di Desa Kusamba, Klungkung. Hal itu
diperlukan guna meningkatkan hasil produksi garam di daerah Desa Kusamba,
Klungkung.

13
DAFTAR PUSTAKA
Hernanto, F. 1993. Ilmu Usahatani. Penerbit swadaya : Jakarta.
Mustofa, 2015. Analisis Optimalisasi Terhadap Aktivitas Petani Garam Melalui
Pendekatan Hulu Hilir Di Penambangan Probolinggo. Jurnal WIGA Vol. 5
No. 1, Maret 2015 ISSN NO 2088-0944.
Soekartawi, 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Wahyudin, Yudi. 2015. Sistem Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir.
Institud Pertanian Bogor : Bogor.
Yogana, I Putu Bagus, et al. 2016. Potensi dan Proses Pemberdayaan Petani Garam
di Desa Kusamba Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung. Universitas
Udayana : Bali.

14
LAMPIRAN

Lampiran 1. Foto aktivitas petani garam

Lampiran 2. Hasil produksi garam super

15
Lampiran 3. Brosur tata cara pembuatan garam

16

Anda mungkin juga menyukai