Anda di halaman 1dari 16

RMK TUGAS PERPAJAKAN (EKU216A)

OLEH :
Ida Ayu Mirah Dwi Sasmitha (2007531266 / 32)
Ni Ketut Puspita Gayatri (2007531257 / 31)
Ni Made Ayu Novitarini (2007531270 / 33)

Dosen Pengampu :
Dr. I Ketut Budiartha, S.E., M.Si., Ak., CPA
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021

BAB 1

PEMBAHASAN

14.1 UU No. 12 tahun 1994 tentang PBB

1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang
muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi
seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat
dari padanya.

Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang
bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek
yaitu bumi dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut
menentukan besarnya barang.

Contoh objek bumi:

 Sawah.
 Ladang.
 Kebun.
 Tanah.
 Pekarangan.
 Tambang.
Contoh objek bangunan:

 Rumah tinggal.
 Bangunan usaha.
 Gedung bertingkat.
 Pusat perbelanjaan.
 Pagar mewah.
 Kolam renang.
 Jalan tol.

2. Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki
hal-hal berikut ini:

 Mempunyai hak atas bumi.


 Memperoleh manfaat atas bumi.
 Memiliki bangunan.
 Menguasai bangunan.
 Memperoleh manfaat atas bangunan.

Tidak Termasuk Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Ternyata, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan PBB. Terdapat
juga objek pajak yang tidak dapat dikenakan PBB. Namun, objek pajak tersebut
harus memiliki kriteria tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini daftar kriteria tersebut:

 Objek pajak tersebut digunakan semata-mata untuk kepentingan umum


dibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional,
yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
 Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan
hal tersebut.
 Objek pajak merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, tanah penggemkbalaan yang dikuasai suatu desa, dan tanah
negara yang belum dibebani suatu hak.
 Objek pajak digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan
asas perlakuan timbal balik.
 Objek pajak digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional
yang ditentukan oleh menteri keuangan.

3. Undang-Undang yang Mengatur Pajak Bumi dan Bangunan

Pungutan atas PBB didasarkan pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun


1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan.

Kemudian, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009


tentang Pajak dan Retribusi Daerah, maka kewenangan dalam pemungutan Pajak
Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) telah diserahkan ke
pemerintah kabupaten/kota.

Sedangkan, untuk PBB sektor Pertambangan, Perhutanan, dan Perkebunan


(PBB P3) masih di bawah wewenang pemerintah pusat melalui Direktorat Jenderal
Pajak (DJP).

4. Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

Tarif pajak bumi dan bangunan yang berlaku sejak dahulu hingga saat ini
masih sama, yakni sebesar 0,5%.

5. Cara Mendaftarkan Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Bagi Anda yang ingin mendaftarkan objek PBB, baik untuk orang pribadi
maupun badan, Anda harus mendaftarkan Objek Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP), Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah
kerjanya meliputi letak objek pajak yang akan Anda daftarkan.
Sesampainya di sana, Anda perlu meminta formulir Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) yang sudah tersedia secara gratis di KPP dan KP2KP setempat.
Agar prosesnya berjalan dengan lancar, maka Anda juga perlu memahami hak dan
kewajiban Anda sebagai pendaftar objek pajak bumi dan bangunan Anda.

6. dan Kewajiban Wajib Pajak dalam Mendaftarkan Objek Pajak

Berikut ini hak-hak Anda ketika mengurus atau mendaftarkan Objek Pajak
Anda ke KPP dan KP2KP:

1. Anda dapat memperoleh formulir SPOP secara GRATIS pada KPP,


KP2KP, atau tempat lain yang sudah ditunjuk oleh pemerintah.
2. Anda berhak mendapatkan penjelasan, keterangan tentang tata cara
pengisian maupun penyampaian kembali SPOP pada KPP atau KP2KP
setempat.
3. Anda berhak mendapatkan tanda terima pengembalian SOPO dari KPP atau
KP2KP setempat.
4. Anda boleh memperbaiki atau mengisi ulang SPOP jika terdapat kesalahan
dalam pengisian. Namun, perbaikan ini juga harus disertai dengan fotokopi
bukti sah sertifikat tanah, akta jual beli tanah, dan lain sebagainya.
5. Anda juga berhak menunjuk pihak lain selain pegawai DJP dengan syarat
melampirkan surat kuasa khusus yang disertai meterai, sebagai tanda atas
kuasa wajib pajak untuk mengisi serta menandatangani SPOP.
6. Anda berhak mengajukan permohonan secara tertulis soal penundaan
penyampaian SPOP asalkan tidak melampaui batas waktu dan menyebutkan
alasan-alasan yang sah.
Sedangkan kewajiban Anda sebagai wajib pajak dalam mendaftarkan objek
pajak Anda melalui KPP atau KP2KP adalah:

1. Kewajiban Anda sebagai wajib pajak yang memiliki objek pajak bumi dan
bangunan adalah mendaftarkan objek pajak dengan mengisi SPOP.
2. Ketika mengisi SPOP harus jelas, benar, dan lengkap. Artinya, data dapat
dibaca sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya, dan data terisi seluruhnya, kemudian ditandatangani, serta
melampirkan surat kuasa khusus jika proses pengisian/pengurusan SPOP
dikuasakan.
3. Memberikan atau menyampaikan kembali SPOP yang telah Anda isi ke
KPP Pratama atau KP2KP setempat paling lambat 30 hari setelah formulir
SPOP diterima.
4. Jika ada perubahan data, Anda wajib melaporkan perubahan atas data objek
pajak ke KPP Pratama atau KP2KP setempat dengan mengisi kembali SPOP
sebagai perbaikan SPOP yang salah sebelumnya dengan melampirkan
beberapa dokumen pendukung seperti, Fotokopi sertifikat tanah, akta jual
beli tanah, dan lain sebagainya.

7. Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan

Setelah mengetahui pengertian PBB, dasar hukumnya, subjek dan objek


PBB, tarif, serta cara mendaftarkan obejk pajak, kini Anda juga perlu tahu dasar
PBB. Dasar pengenaan pajak bumi dan bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP).

NJOP merupakan harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli
tanah. Dalam hal ini, objek pajaknya adalah bumi dan bangunan. Setiap tahun,
biasanya Menteri Keuangan dengan mendengarkan pertimbangan bupati/walikota
menetapkan NJOP. Penetapan tersebut didasarkan atas sejumlah hal seperti:

1. Dasar penetapan NJOP bumi:


o Letak.
o Pemanfaatan.
o Peruntukan.
o Kondisi Lingkungan.
2. Dasar penetapan NJOP bangunan:
o Bahan yang digunakan dalam bangunan.
o Rekayasa.
o Letak.
o Kondisi lingkungan.
Selain itu, terdapat juga dasar penetapan NJOP saat tidak ada transaksi jual
beli. Nah, penjelasannya akan dijabarkan di bawah ini.

1. Perbandingan Harga dengan Objek Lainnya: objek lain yang dimaksud


merupakan objek yang masih sejenis, lokasinya berdekatan, memiliki fungsi
yang sama dengan objek lain yang sudah diketahui nilai jualnya.
Penggunaan objek lain yang memiliki kriteria tersebut sebagai gambaran
yang kurang lebih bisa mendekati nilai objek yang dibandingkan. Sehingga
NJOP yang ditetapkan pun memiliki hitungan yang benar.
2. Nilai Perolehan Baru: penetapan NJOP dengan nilai perolehan baru yang
dimaksud adalah dengan menghitung biaya yang sudah dikeluarkan untuk
memperoleh objek pajak. Penilaian tersebut nantinya akan dikurangi
dengan penyusutan yang terjadi, seperti penyusutan yang terjadi pada
kondisi fisik objek pajak.
3. Nilai Jual Pengganti: nilai jual pengganti yang dimaksud adalah penetapan
NJOP berdasarkan pada hasil produk onjek pajak. Jadi, nilai jualnya
didasarkan pada keluaran yang dihasilkan oleh objek pajak itu sendiri.

 Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak

NJOPTKP merupakan batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan
yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP di masing-masing wilayah memang
berbeda-beda. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
201/KMK.04/2000 ditetapkan, NJOPTKP untuk setiap daerah di kabupaten/kota
setinggi-tingginya senilai Rp12.000.000 dengan memperhatikan ketentuan sebagai
berikut:

1. Setiap wajib pajak memperoleh pengurangan NJOPTKP sebanyak 1 kali


dalam 1 Tahun Pajak.
2. Jika wajib pajak memiliki lebih dari 1 objek pajak, maka yang bisa atau
mendapat pengurangan NJOPTKP hanya 1 objek pajak yang nilainya paling
besar dan tidak bisa digabungkan dengan objek pajak lainnya yang wajib
pajak miliki.
 Nilai Jual Kena Pajak (NJKP)

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan dasar penghitungan PBB. NJKP
juga dikenal sebagai assessment value atau nilai jual objek yang akan dimasukan
dalam perhitungan pajak terutang. Artinya, NJKP merupakan bagian dari NJOP.

Dalam KMK Nomor 201/KMK.04/2000, terdapat ketentuan persentase


NJKP sudah ditetapkan oleh pemerintah. Berikut ini rinciannya:

 Objek pajak perkebunan sebesar 40%.


 Objek pajak pertambangan sebesar 40%.
 Objek pajak kehutanan sebesar 40%.
 Objek pajak lainnya seperti Pedesaan dan Perkotaan dilihat dari nilai NJOP-
nya, yakni:
o Jika NJOP-nya > Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP sebesar
40%.
o Sedangkan, jika NJOP-nya < Rp1.000.000.000,00, persentase NJKP
sebesar 20%.

14.2 UU No. 13 tahun 1985 tentang Bea Materai


1. Pengertian Bea Materai Menurut Undang-Undang
Pengertian bea materai menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1985
yaitu “ Bea Materai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk
dokumen-dokumen tertentu”. Sedangkan dokumen adalah kertas yang berisi
perjanjian-perjanjian atau tulisan yang mengandung arti yang sangat penting serta
perbuatan maupun kondisi suatu keadaan bagi seseorang maupun pihak-pihak yang
berkepentingan, termasuk dokumen elektronik. (Baca juga: Jenis Jenis Pajak
Pusat , Perbedaan Cek dan Giro)
Prinsip umum dari Bea Materai sendiri yaitu:

 Bea materai merupakan pajak atas suatu dokumen, seperti yang sudah
dijelaskan yaitu pajak yang dibebankan pada dokumen yang berisikan suatu
perjanjian, pembayaran atau mengandung arti penting lainnya.
 Satu dokumen terutang satu bea materai.

 Rangkap atau tindasan terutang bea materai sama dengan aslinya.

2. Dasar Hukum Bea Materai


Dasar hukum Bea Materai serta aturan mengenai Bea Materai:

1. Undang Undang nomor 13 1985


Undang undang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari 1986. Sebab sebab
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang bea materai yaitu
agar lebih sederhana serta lebih sempurna, agar objek lebih luas serta lebih mudah
untuk dilaksanakan karena hanya mengenal satu jenis bea materai yaitu materai
3000 dan 6000. (baca juga: Peran Pasar dalam Perekonomian , Fungsi Lembaga
Pembiayaan)
2. PP No. 24 tahun 2000
Peraturan ini sebelumnya merupakan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun
1995 yaitu peraturan untuk mengatur pelaksanaan Bea Materai yang pada akhirnya
dirubah menjadi Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2000 yang berisikan tentang
perubahan tarif Bea Materai dan Besarnya batas Pengenaan Harga Nominal yang
dikenakan Bea Materai. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal 1 Mei tahun
2000. (baca juga: Asas Pemungutan Pajak , Peran Bank Indonesia)
3. KMK RI Nomor 133b/KMK.04/2000
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonseia Nomor
133b/KMK.04/2000 tertanggal 28 April 2000 tentang pelunasan Bea Materai
dengan menggunakan cara lain. Diantaranya yaitu pada pasal 1 berisikan tentang
pelunasan Bea Materai dengan cara lain yaitu dengan membubuhkan tanda Bea
Materai Lunas dengan menggunakan mesin teraan materai, teknologi percetakan,
sistem komputerisasi, dan alat lain dengan teknologi tertentu. Pada pasal 2
pelunasan Bea Materai harus mendapatkan izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak
dan hasil percetakan tanda Bea Materai Lunas harus dilaporkan kepada Direktur
Jenderal Pajak . (Baca Juga: Fungsi Pajak Bagi Negara , Fungsi Pajak dalam
Perekonomian)
Pada pasal 3, pembubuhan Bea Materai Lunas dengan menggunakan
teknologi percetakan hanya boleh dilakukan oleh Perum Peruri atau perusahaan lain
yang sudah memiliki izin dari Badan Koordinasi Pemberantasan Uang Palsu yang
ditunjuk oleh Bank Indonesia dan masih banyak yang alinnya. (Baca Juga: Pajak
Penghasilan Perusahaan , Biaya Pajak Mobil Berbagai Merek)
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2014
Peraturan Mentri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2014 tentang bentuk,
Ukuran, Warna Benda Materai. Pada peraturan ini dijelaskan secara mendetail
berapa ukuran dimensi materai, cetakan dasar, cetakan utama, gambar serta
penggunaan teks yang ada pada materai, berat dan jenis kertas hingga penentuan
warna pada materai. (Baca Juga: Resiko Investasi di Pasar Uang , Keuntungan
Investasi Properti)
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014
Peraturan Mentri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014 tentang tata cara
pemateraian kemudian. Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal 25 April 2014,
dengan berlakunya peraturan ini otomatis PMK Nomor 476/KMK.03/2002 tentang
pelunasan Bea Materai dengan cara pematraian kemudian dinyatakan tidak berlaku
lagi. (Baca Juga: Fungsi Budgeter Pajak)
Pada Peraturan Mentri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2014 menetapkan tata
cara pemateraian kemudian merupakan cara pelunasan Bea Materai yang dilakukan
oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang Bea Materainya belum
dilunasi. Serta Hak dan Kewajiban pejabat pos, pemilik dokumen dan kantor
pelayanan pajak sehubungan dengan pemateraian kemudian. (Baca Juga: Jenis
Pajak Provinsi)
Jadi suatu dokumen yang Bea Materainya belum atau tidak dilunasi bukan
berarti tidak sah, sah atau tidaknya suatu dokumen tidak bergantung pada pelunasan
Bea Materai. Dokumen tetap sah akan tetapi harus dilakukan pelunasan Bea
Materainya terlebih dahulu dan dikenakan denda sebesar 200% pada kantor pos
besar agar dokumen tersebut dapat digunakan. (Baca Juga: Jenis Jenis Pajak Pusat)

3. Objek Bea Materai


Berikut penulis paparkan dokumen dokumen apa saja yang dikenakan bea
materai:

1. Surat-surat perjanjian atau surat surat lainnya seperti surat hibah, surat
kuasa, atau surat pernyataan yang dibuat dengan tujuan sebagai alat
pembuktian yang bersifat perdata. (Baca Juga: Jenis Surat Niaga)
2. Akta notaris beserta salinannya sebagai satu kesatuan objek bea materai
contohnya yaitu akta pendirian badan usaha, akta penerbitan surat utang,
akta perjanjian utang, akta pengalihan hak tanah atau bangunan atas waris
atau hibah serta akta jual beli tanah atau bangunan. (Baca Juga: Cara
Mengajukan Kartu Kredit )
3. Akta yang di buat pejabat pembuat akta tanah
4. Surat berharga seperti cek, wesel, promes, dan aksep
5. Surat yang memuat jumlah uang dengan nominal diatas Rp 1.000.000 yaitu
memuat penerima uang, menyatakan pembukuan dalam rekening, berisi
pemberitahuan saldo rekening, berisi pemberitahuan bahwa seluruh utang
atau sebagian telah dilunasi atau masih dalam perhitungan. (Baca
Juga: Pengertian Kliring Menurut )
6. Dokumen-dokumen yang dijadikan alat bukti di pengadilan, hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk berjaga jaga agar suatu saat apabila terjadi
sengketa sampai ke pengadilan tidak perlu repot repot mengurus pelunasan
Bea Materai maka dari itu dokumen dokumen yang cukup penting pun perlu
dibubuhi Bea Materai. (Baca Juga: Jenis-Jenis Kredit , Ciri Pasar Modal)
Dokumen yang Tidak di Kenakan Bea Materai

1. Dokumen berupa surat penyimpanan barang, konosemen, surat angkutan


penumpang, surat pengiriman dan penerimaan barang dan lainnya.
2. Segala bentuk ijazah
3. Tanda terima pembayaran gaji
4. Tanda bukti penerimaan uang negara
5. Kuitansi semua jenis pajak
6. Tanda penerimaan uang yang dibuat untuk keperluan intern organisasi
7. Dokumen yang menyebutkan tabungan
8. Surat Gadai
9. Tanda dari pembagian keuntungan atau bunga dari efek

14.3 UU No. 20 tahun 2000 tentang BPHTB

1. Pengertian dan Dasar Hukum BPHTB

Adapun, mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau
BPHTB diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 dan telah diubah dengan UU No. 20
Tahun 2000 (selanjutnya hanya disebut UU BPHTB). Disebutkan bahwa BPHTB
adalah bea yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, warga negara diwajibkan
membayar BPHTB. Dalam bahasa sehari-hari BPHTB juga dikenal sebagai bea
pembeli, jika perolehan berdasarkan proses jual beli. Tetapi dalam UU BPHTB,
BPHTB dikenakan tidak hanya dalam perolehan berupa jual beli. Semua jenis
perolehan hak tanah dan bangunan dikenakan BPHTB.

Sesuai bunyi pasal 2 Undang-undang BPHTB, yang menjadi objek BPHTB


adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Adapun, perolehan hak atas
tanah dan atau bangunan tersebut meliputi:
1. Jual beli;
2. Tukar-menukar;
3. Hibah;
4. Hibah wasit;
5. Waris;
6. Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain;
7. Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
8. Penunjukan pembeli dalam lelang;
9. Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
10. Penggabungan usaha;
11. Peleburan Usaha;
12. Pemekaran Usaha; dan
13. Hadiah.
Namun dari Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan yang sering terjadi
dalam masyarakat adalah:
1. Jual beli;
2. Tukar-menukar;
3. Hibah (Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dari pemberi hibah,
namun pemberi hibah masih hidup);
4. Hibah wasit (Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan kepada penerima
hibah namun belaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia); dan
5. Waris.

2. Syarat Mengurus BPHTB

Untuk jual beli, persyaratannya antara lain sebagai berikut:


1. SSPD BPHTB
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan
3. Fotokopi KTP Wajib Pajak
4. Fotokopi STTS/ Struk ATM Bukti pembayaran PBB untuk 5 Tahun
Terakhir (Untuk tahun 2013 hanya 3 tahun terakhir yaitu tahun 2011, 2012,
dan 2013)
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah (Sertifikat, Akta Jual Beli, Letter C/
atau Girik)

Jika untuk hibah, waris atau jual beli waris sebagai berikut:
1. SSPD BPHTB
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan
Fungsi : untuk mengecek kebenaran Data NJOP pada SSPD BPHTB.
3. Fotokopi KTP Wajib Pajak

4. Fotokopi STTS/Struk ATM Bukti pembayaran PBB untuk 5 Tahun


Terakhir (Untuk tahun 2013 hanya 3 tahun terakhir yaitu tahun 2011, 2012,
dan 2013)
Fungsi : untuk mempermudah melakukan penagihan, jika masih ada
piutang PBB, karena Biasanya pembeli tidak mau ditagih pajaknya
sebelum tahun dialihkan.
5. Fotokopi Bukti Kepemilikan Tanah (Sertifikat, Akta Jual Beli, Letter C/
atau Girik)
Fungsi : untuk mengecek ukuran luas tanah, luas bangunan, tempat/ lokasi
tanah dan atau bangunan, dan diketahui status tanah yang akan dialihkan.
6. Fotokopi Surat Keterangan Waris atau Akta Hibah
Fungsi : dibutuhkan untuk memberikan pengurangan pada setiap transaksi.
7. Fotokopi Kartu Keluarga

 Nilai Perolehan Obyek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)

1. Rp60.000.000,- untuk semua jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan
2. Kecuali untuk hak karena Waris atau Hibah Wasiat sebesar Rp300.000.000,-
Catatan: Dengan catatan NPOPTKP diberikan sekali pada setiap wajib pajak
dalam satu tahun.

3. BPHTB dalam Jual Beli


Untuk peralihan hak berupa jual beli, pajak dikenakan kepada kedua belah
pihak baik kepada penjual ataupun pembeli. Kepada penjual dikenakan Pajak
Penghasilan (PPh) dan pembeli dikenakan BPHTB yang besarnya dihitung
berdasarkan harga perolehan hak atau Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP). Dalam
bahasa sehari-hari, NPOP bisa juga diartikan sebagai nilai transaksi atau nilai
kesepakatan harga antara penjual dan pembeli.
Dalam prakteknya, nilai NPOP ini bisa lebih besar atau lebih kecil dari Nilai
Jual Objek Pajak (NJOP). Banyak faktor yang mempengaruhi nilai NPOP, seperti
perkembangan yang luar biasa di suatu daerah dalam waktu singkat sehingga harga
tanah meningkat dengan cepat. Daerah seperti ini nilai NPOP bisa jauh lebih besar
dari NJOP.
Sebaliknya, ada daerah yang nilai NPOP-nya lebih rendah dari nilai NJOP
seperti daerah yang direncanakan akan dijadikan tempat pembuangan sampah,
daerah yang berdekatan dengan area pemakaman, lokasi yang berada di dekat
saluran udara tegangan ekstra tinggi atau sutet, daerah dengan potensi konflik, atau
sengketa di kemudian hari.
Jika nilai NPOP lebih besar dari NJOP, yang dijadikan sebagai dasar
pengenaan PPh dan BPHTB adalah NPOP. Akan tetapi, jika NPOP lebih kecil dari
NJOP, yang dijadikan dasar untuk perhitungan PPh dan BPHTB adalah NJOP.
PPh atas peralihan tanah dan bangunan dihitung sebesar 5% dari NPOP atau
NJOP. Sedangkan untuk perhitungan BPHTB, NPOP dikurangi terlebih dahulu
dengan Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) kemudian
dikali 5%.
Besarnya NPOPTKP ini berbeda tiap daerah, sebagai contoh untuk DKI
Jakarta NPOPTKP adalah Rp80 juta, sedangkan untuk daerah Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi adalah Rp60 juta. Untuk daerah lain di Indonesia, sebaiknya
ditanyakan ke kantor pajak atau Pertanahan atau ke Pejabat Pembuat Akta Tanah
(PPAT) setempat.

BAB 2

PENUTUP

14. 4 Kesimpulan

Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang
muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi
seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat
dari padanya.

Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang
bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek
yaitu bumi dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut
menentukan besarnya barang.

Pengertian bea materai menurut Undang-Undang nomor 13 tahun 1985


yaitu “ Bea Materai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk
dokumen-dokumen tertentu”. Sedangkan dokumen adalah kertas yang berisi
perjanjian-perjanjian atau tulisan yang mengandung arti yang sangat penting serta
perbuatan maupun kondisi suatu keadaan bagi seseorang maupun pihak-pihak yang
berkepentingan, termasuk dokumen elektronik. (Baca juga: Jenis Jenis Pajak
Pusat , Perbedaan Cek dan Giro)
Adapun, mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau
BPHTB diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 dan telah diubah dengan UU No. 20
Tahun 2000 (selanjutnya hanya disebut UU BPHTB). Disebutkan bahwa BPHTB
adalah bea yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, warga negara diwajibkan
membayar BPHTB. Dalam bahasa sehari-hari BPHTB juga dikenal sebagai bea
pembeli, jika perolehan berdasarkan proses jual beli. Tetapi dalam UU BPHTB,
BPHTB dikenakan tidak hanya dalam perolehan berupa jual beli. Semua jenis
perolehan hak tanah dan bangunan dikenakan BPHTB.

Anda mungkin juga menyukai