OLEH :
Ida Ayu Mirah Dwi Sasmitha (2007531266 / 32)
Ni Ketut Puspita Gayatri (2007531257 / 31)
Ni Made Ayu Novitarini (2007531270 / 33)
Dosen Pengampu :
Dr. I Ketut Budiartha, S.E., M.Si., Ak., CPA
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
BAB 1
PEMBAHASAN
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang
muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi
seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat
dari padanya.
Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang
bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek
yaitu bumi dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut
menentukan besarnya barang.
Sawah.
Ladang.
Kebun.
Tanah.
Pekarangan.
Tambang.
Contoh objek bangunan:
Rumah tinggal.
Bangunan usaha.
Gedung bertingkat.
Pusat perbelanjaan.
Pagar mewah.
Kolam renang.
Jalan tol.
Subjek PBB adalah orang pribadi dan badan yang secara nyata memiliki
hal-hal berikut ini:
Ternyata, tidak semua objek bumi bangunan bisa dikenakan PBB. Terdapat
juga objek pajak yang tidak dapat dikenakan PBB. Namun, objek pajak tersebut
harus memiliki kriteria tertentu yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Berikut ini daftar kriteria tersebut:
Tarif pajak bumi dan bangunan yang berlaku sejak dahulu hingga saat ini
masih sama, yakni sebesar 0,5%.
Bagi Anda yang ingin mendaftarkan objek PBB, baik untuk orang pribadi
maupun badan, Anda harus mendaftarkan Objek Pajak di Kantor Pelayanan Pajak
(KPP), Kantor Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah
kerjanya meliputi letak objek pajak yang akan Anda daftarkan.
Sesampainya di sana, Anda perlu meminta formulir Surat Pemberitahuan
Objek Pajak (SPOP) yang sudah tersedia secara gratis di KPP dan KP2KP setempat.
Agar prosesnya berjalan dengan lancar, maka Anda juga perlu memahami hak dan
kewajiban Anda sebagai pendaftar objek pajak bumi dan bangunan Anda.
Berikut ini hak-hak Anda ketika mengurus atau mendaftarkan Objek Pajak
Anda ke KPP dan KP2KP:
1. Kewajiban Anda sebagai wajib pajak yang memiliki objek pajak bumi dan
bangunan adalah mendaftarkan objek pajak dengan mengisi SPOP.
2. Ketika mengisi SPOP harus jelas, benar, dan lengkap. Artinya, data dapat
dibaca sehingga tidak menimbulkan salah tafsir, sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya, dan data terisi seluruhnya, kemudian ditandatangani, serta
melampirkan surat kuasa khusus jika proses pengisian/pengurusan SPOP
dikuasakan.
3. Memberikan atau menyampaikan kembali SPOP yang telah Anda isi ke
KPP Pratama atau KP2KP setempat paling lambat 30 hari setelah formulir
SPOP diterima.
4. Jika ada perubahan data, Anda wajib melaporkan perubahan atas data objek
pajak ke KPP Pratama atau KP2KP setempat dengan mengisi kembali SPOP
sebagai perbaikan SPOP yang salah sebelumnya dengan melampirkan
beberapa dokumen pendukung seperti, Fotokopi sertifikat tanah, akta jual
beli tanah, dan lain sebagainya.
NJOP merupakan harga rata-rata atau harga pasar pada transaksi jual beli
tanah. Dalam hal ini, objek pajaknya adalah bumi dan bangunan. Setiap tahun,
biasanya Menteri Keuangan dengan mendengarkan pertimbangan bupati/walikota
menetapkan NJOP. Penetapan tersebut didasarkan atas sejumlah hal seperti:
NJOPTKP merupakan batas Nilai Jual Objek Pajak atas bumi dan bangunan
yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKP di masing-masing wilayah memang
berbeda-beda. Namun, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
201/KMK.04/2000 ditetapkan, NJOPTKP untuk setiap daerah di kabupaten/kota
setinggi-tingginya senilai Rp12.000.000 dengan memperhatikan ketentuan sebagai
berikut:
Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) merupakan dasar penghitungan PBB. NJKP
juga dikenal sebagai assessment value atau nilai jual objek yang akan dimasukan
dalam perhitungan pajak terutang. Artinya, NJKP merupakan bagian dari NJOP.
Bea materai merupakan pajak atas suatu dokumen, seperti yang sudah
dijelaskan yaitu pajak yang dibebankan pada dokumen yang berisikan suatu
perjanjian, pembayaran atau mengandung arti penting lainnya.
Satu dokumen terutang satu bea materai.
1. Surat-surat perjanjian atau surat surat lainnya seperti surat hibah, surat
kuasa, atau surat pernyataan yang dibuat dengan tujuan sebagai alat
pembuktian yang bersifat perdata. (Baca Juga: Jenis Surat Niaga)
2. Akta notaris beserta salinannya sebagai satu kesatuan objek bea materai
contohnya yaitu akta pendirian badan usaha, akta penerbitan surat utang,
akta perjanjian utang, akta pengalihan hak tanah atau bangunan atas waris
atau hibah serta akta jual beli tanah atau bangunan. (Baca Juga: Cara
Mengajukan Kartu Kredit )
3. Akta yang di buat pejabat pembuat akta tanah
4. Surat berharga seperti cek, wesel, promes, dan aksep
5. Surat yang memuat jumlah uang dengan nominal diatas Rp 1.000.000 yaitu
memuat penerima uang, menyatakan pembukuan dalam rekening, berisi
pemberitahuan saldo rekening, berisi pemberitahuan bahwa seluruh utang
atau sebagian telah dilunasi atau masih dalam perhitungan. (Baca
Juga: Pengertian Kliring Menurut )
6. Dokumen-dokumen yang dijadikan alat bukti di pengadilan, hal ini
dilakukan dengan tujuan untuk berjaga jaga agar suatu saat apabila terjadi
sengketa sampai ke pengadilan tidak perlu repot repot mengurus pelunasan
Bea Materai maka dari itu dokumen dokumen yang cukup penting pun perlu
dibubuhi Bea Materai. (Baca Juga: Jenis-Jenis Kredit , Ciri Pasar Modal)
Dokumen yang Tidak di Kenakan Bea Materai
Adapun, mengenai Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau
BPHTB diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 dan telah diubah dengan UU No. 20
Tahun 2000 (selanjutnya hanya disebut UU BPHTB). Disebutkan bahwa BPHTB
adalah bea yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Setiap perolehan hak atas tanah dan bangunan, warga negara diwajibkan
membayar BPHTB. Dalam bahasa sehari-hari BPHTB juga dikenal sebagai bea
pembeli, jika perolehan berdasarkan proses jual beli. Tetapi dalam UU BPHTB,
BPHTB dikenakan tidak hanya dalam perolehan berupa jual beli. Semua jenis
perolehan hak tanah dan bangunan dikenakan BPHTB.
Jika untuk hibah, waris atau jual beli waris sebagai berikut:
1. SSPD BPHTB
2. Fotokopi SPPT PBB untuk tahun yang bersangkutan
Fungsi : untuk mengecek kebenaran Data NJOP pada SSPD BPHTB.
3. Fotokopi KTP Wajib Pajak
1. Rp60.000.000,- untuk semua jenis perolehan hak atas tanah dan bangunan
2. Kecuali untuk hak karena Waris atau Hibah Wasiat sebesar Rp300.000.000,-
Catatan: Dengan catatan NPOPTKP diberikan sekali pada setiap wajib pajak
dalam satu tahun.
BAB 2
PENUTUP
14. 4 Kesimpulan
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pungutan atas tanah dan bangunan yang
muncul karena adanya keuntungan dan/atau kedudukan sosial ekonomi bagi
seseorang atau badan yang memiliki suatu hak atasnya, atau memperoleh manfaat
dari padanya.
Jika dilihat dari sifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang
bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajak terutang ditentukan dari keadaan objek
yaitu bumi dan/atau bangunan. Sedangkan keadaan subjeknya tidak ikut
menentukan besarnya barang.