Anda di halaman 1dari 8

Eksistensi Perempuan …….. Rehabilitasi Hutan Mangrove di Pantai Payum Kabupaten Merauke (Amir, A.

, et al)

Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/jkpi


e-mail:jkpi.puslitbangkan@gmail.com
JURNALKEBIJAKANPERIKANANINDONESIA
Volume 13 Nomor 2 November 2021
p-ISSN: 1979-6366
e-ISSN: 2502-6550
Nomor Akreditasi Kementerian RISTEK-BRIN: 85/M/KPT/2020

EKSISTENSI PEREMPUAN PESISIR MARIND IMBUTI PADA REHABILITASI HUTAN


MANGROVE DI PANTAI PAYUM KABUPATEN MERAUKE

EXISTENCE OF MARIND IMBUTI COASTAL WOMEN IN MANGROVE FOREST


REHABILITATION IN PAYUM BEACH, MERAUKE REGENCY
Astaman Amir*1, Modesta Ranny Maturbongs1 dan Andrias S. Samusamu2
1
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Musamus,Jl. Kamizun Mopah Lama, Kabupaten
Merauke, Papua 99600
2
Pusat Riset Perikanan, Badan Riset dan SDM KP, KKP
Teregistrasi I tanggal: 16 Desember 2020; Diterima setelah perbaikan tanggal: 31 Januari 2022;
Disetujui terbit tanggal: 11 April 2022

ABSTRAK

Pelestarian hutan mangrove masih sering mengalami hambatan yaitu adanya keterbatasan
waktu yang dimiliki oleh masyarakat pesisir khususnya kaum pria yang harus membagi waktu
untuk bekerja mencari nafkah dan melakukan kegiatan pelestarian hutan mangrove. Melihat kondisi
tersebut, ibu rumah tangga di wilayah pesisir mulai menunjukkan eksistensinya dalam
mengaktualisasikan peran sosialnya dalam rangka pelestarian hutan mangrove. Tujuan dari
penelitian ini adalah melihat eksistensi wanita pesisir dalam melakukan pelestarian hutan mangrove
di pesisir Pantai Payum yang terletak di Kabupaten Merauke. Pengambilan sampel data penelitian
menggunakan teknik purposive sampling. Data yang dikumpulkan dengan cara obeservasi langsung
di lokasi kajian, wawancara mendalam (deep interview) dengan teknik analisis kualitatif dan Focus
Group Discussion (FGD). Eksistensi wanita pesisir Marind Imbuti dalam pengelolaan willayah pesisir
telah ditunjukkan pada tahap perencanaan yang secara aktif memberikan masukan dan saran
dalam teknis pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove Pantai Payum secara berkelanjutan.
Dalam pelaksanaanya, peran wanita pesisir tidak terbatas pada penanaman bibit mangrove saja.
Wanita pesisir juga berperan dalam menyiapkan konsumsi untuk keluarganya yang terlibat dalam
rehabilitasi hutan mangrove. Pada tahapan evaluasi ini wanita Marind Imbuti juga memberikan
penilaian terhadap apa yang mereka lihat dan rasakan pada pelaksanaan kegiatan penanaman
hutan mangrove. Keterlibatan wanita pesisir Marind Imbuti dalam pengelolaan wilayah pesisir
telah memperilihatkan eksistensinya pada tahap perencanaan, pelaksaan dan evaluasi kegiatan
rehabilitasi hutan mangrove.

Kata Kunci: Wanita Pesisir; Marind Imbuti; Rehabilitasi Mangrove; Pantai Payum; Merauke

ABSTRACT

The conservation of mangrove forests is still often hampered by the limited time owned by
coastal communities, especially men who have to divide their time to work for a living and carry out
mangrove forest conservation activities. Based on these conditions, homemakers in coastal areas
began to show their existence in actualizing their social roles in the context of mangrove forest
rehabilitation. This study examines the presence of coastal women in rehabilitating mangrove forests
on the Coast of payum, Merauke Regency. A sampling of research data using the purposive sampling
technique. Data were collected utilizing observation and in-depth interviews with qualitative analysis
techniques. Marine Imbuti coastal women in the management of coastal areas have been shown at
the planning stage to actively provide input and advice in the technical implementation of sustainable
rehabilitation of the mangrove forest of pay Coast. In practice, the role of coastal women is not limited
to planting mangrove seedlings. Coastal women also play a role in preparing food for their families
involved in mangrove forest rehabilitation. At this evaluation stage, Marind Imbuti women also
assessed what they saw and felt in implementing mangrove forest planting activities. Marine Imbuti’s

___________________
Korespondensi penulis:
e-mail: amir_msp@unmus.ac.id
103
DOI: http://dx.doi.org/10.15578/jkpi.13.1.2021.103-110
Copyright © 2021, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.13 No.2 November 2021: 103-110

involvement in coastal area management has shown its existence in the planning, implementation
and evaluation stages of mangrove forest rehabilitation activities.

Keywords: Coastal Woman; Marind Imbuti; Mangrove Rehabilitation; Payum Beach; Merauke

PENDAHULUAN kesejahteraan Masyarakat. Fungsi ekologis dan


fungsi ekonomis hutan mangrove dapat diniliakan
Wilayah pesisir merupakan ekosistem transisi secara ekomomi (economic valuation). Nilai ekonomi
yang dipengaruhi daratan dan lautan, yang mencakup hutan mangrove di pesisir pantai Kabupaten Merauke
beberapa ekosistem. Lebih lanjut, Widiastuti et al. sebesar Rp. 231.344.656.759,00 (Widiastuti et al.,
(2018), menjelaskan bahwah wilayah pesisir pantai 2016).
merupakan bagian dari lingkungan hidup yang memiliki
sumber daya dan jasa lingkungan sangat penting Kesadaran berbagai kalangan akan pentingnya
dalam menunjang kehidupan manusia, salah satunya ekosistem mangrove semakin meningkat. Kesadaran
adalah ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove ini membutuhkan waktu dan tentunya didasari oleh
adalah sebutan untuk komunitas tumbuhan yang penyadartahuan melalui bukti-bukti atau pencapaian
hidup di daerah pasang surut pantai, tidak terpengaruh yang menguntungk an secara ek onomi dari
oleh iklim, tanah tergenang air laut, tanah berlumpur pemanfaatan ekosistem mangrove (Sulistyawati,
atau liat, tidak memiliki strata tajuk, pohon-pohon 2017). Selain pemanfaatan sumber dayanya,
dapat mencapai tinggi 30 m. Umumnya, hutan ini ekosistem tersebut juga menyediakan jasa lingkungan
didominasi oleh Rhizophora sp., Avicennia sp., yang sangat penting bagi keberlangsungan ekosistem
Ceriops sp., dan Bruguiera sp. Hutan mangrove terdiri pesisir dan laut. Pelestarian ekosistem mangrove
dari beberapa zonasi, jenis Avicennia sp. umumnya yang masih sehat dan utuh merupakan upaya paling
berada di zona terdepan dan diikuti oleh beberapa penting karena nilai ekonomi dan ekologinya sangat
jenis campuran terutama Rhizophora spp. dan Ceriops tinggi. Namun dalam prakteknya, pelestarian hutan
spp. terdapat pada zona tengah, Xylocarpus spp., mangrove masih sering mengalami hambatan.
dan Hiriteria littoralis sering dijumpai di zona bagian Hambatan yang dihadapi adalah adanya keterbatasan
belakang. Zonasi ini bervariasi antar pantai, sesuai waktu yang dimiliki oleh masyarakat pesisir
dengan karakteristik pantai seperti bentuk pantai, khususnya kaum pria yang harus membagi waktu
panjang pantai, ada tidaknya sungai disekitarnya, untuk bekerja mencari nafkah dan melakukan kegiatan
kondisi substrat, dan perilaku pasang surut (Faisal, pelestarian hutan mangrove. Pengertian mayarakat
2012). pesisir dijelaskan lebih lanjut oleh Wahyono et al.
(2013), merupakan karakteristik masyarakat yang
Hutan mangrove merupakan ekosistem utama direpresentasikan sebagai kaum nelayan, yang
pendukung kehidupan penting di wilayah pesisir dan sumber kehidupannya tergantung dari sumberdaya
laut. Selain mempunyai fungsi ekologis sebagai alam sekitarnya, yaitu perairan pesisir.
penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat
pemijahan dan asuhan (nursery ground) berbagai Melihat kondisi tersebut, ibu rumah tangga di
macam biota perairan dan teresterial, penahan abrasi wilayah pesisir mulai menunjukkan eksistensinya
pantai, amukan angin taufan dan tsunami, penyerap dalam mengaktualisasikan peran sosialnya dalam
limbah, meminimalisir intrusi air laut dan logam berat, rangka pelestarian hutan mangrove. Menurut
hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis Probosiwi (2015), perempuan akan mampu bertahan
yang tinggi seperti sebagai penyedia makanan, hidup dan menjalankan fungsi atau peran sosialnya
minuman, obat-obatan, kayu, alat dan teknik dengan baik jika didukung oleh suatu kebijakan yang
penangkapan ikan, budidaya, pendidikan, dan mengarusutamakan gender. Peran sosial pada
ekowisata pesisir (Pramudji, 2001; Sofian et al., 2012; dasarnya merupakan suatu kebutuhan dari para ibu
Setiawan, 2013; Riwayati, 2014; Jumaedi, 2016; rumah tanggga untuk mengaktualisasikan dirinya
Milah, 2016; Sulistyawati, 2017; Fridiarty, 2017; dalam masyarakat. Peran ini lebih mengarah pada
Julaikha & Sumiyati, 2017; Wijayanti et al., 2018). proses sosialisasi dari pada ibu rumah tangga. Tingkat
Jika Fungsi ekonomis dari hutan mangrove dapat peranan itu berbeda-beda disebabkan oleh budaya
dikelola dengan baik dan berkelanjutan akan sangat dan kondisi alam setempat sehingga kaum wanita
membantu dalam peningkatan kesejahteraan harus mengadakan pilihan yang mantap dengan
masyarakat pesisir. Menurut Triyanti & Susilowati mengetahui kemam puannya. Kenyataanya,
(2019), dengan mengelola ekosistem pesisir sebagai menunjukkan makin banyak tugas rangkap yaitu,
ekowisata pesisir dapat memberikan kontribusi yang sebagai ibu rumah tangga dan sekaligus juga sebagai
signifikan bagi pembangunan nasional dan wanita karir (Mosser, 1999).

104
Copyright © 2021, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
Eksistensi Perempuan …….. Rehabilitasi Hutan Mangrove di Pantai Payum Kabupaten Merauke (Amir, A., et al)

Tujuan dari penelitian ini adalah melihat eksistensi kembangkan jiwa entrepreneur bagi kaum wanita
wanita pesisir dalam melakukan pelastarian hutan tersebut. Pengelolaan sumberdaya pesisir di pesisir
mangrove di pesisir Pantai Payum, yang terletak di Pantai Payum mendukung adanya keterlibatan wanita
Kabupaten Merauke. Hasil penelitian ini diharapkan pesisir yaitu, kontribusinya baik berupa pemikiran dan
dapat menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam tenaga dengan memposisikan peran, kedudukan dan
penyusunan kebijakan pelestarian hutan mangrove kesempatan yang sejajar dengan laki-laki. Hal ini telah
yang berperspektif gender. Penelitian ini dilakukan di sesuai dengan amanat Instruksi Presiden Nomor 9
pesisir Pantai Payum, Kabupaten Merauke, pada Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG)
Bulan November sampai dengan Desember 2019. dalam pembangunan nasional yang mengamanatkan
Populasi dalam penelitian ini adalah wanita pesisir agar setiap lembaga pemerintah memasukkan
Kampung Payum. Pengambilan sampel dalam kesetaraan dan keadilan gender (KKG) dalam setiap
penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling tahapan kegiatan pembangunannya, baik di tahap
dengan kriteria wanita pesisir yang dijadikan perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan
responden adalah wanita pesisir pelaku rehabilitasi evaluasi. Tujuan dari PUG yang merupakan komitmen
hutan mangrove di pesisir Pantai Payum. Jumlah nasional maupun internasional ini adalah agar
responden sebanyak 10 orang yang diambil perempuan dan laki-laki mempunyai kesempatan dan
berdasarkan kebutuhan informasi penelitian. Adapun berpartisipasi serta memiliki kontrol dan manfaat yang
informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah sama dalam pembangunan sehingga pada akhirnya
terkait eksistensi wanita pesisir Kampung Payum dapat mengurangi ataupun mem persem pit
dalam kegiatan rehabilitasi Hutan Mangrove yang kesenjangan gender diberbagai bidang kehidupan.
dilihat dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan Pada tingkat internasional, kesetaraan gender antara
evaluasi kegiatan. Pengumpulan data dilakukan perempuan dan laki-laki telah diatur dalam konvensi,
dengan cara observasi dan wawancara mendalam CEDAW (Convention on Elimination of All Forms of
(deep interview). Focus Group Discussion (FGD) Discrimination against Women) yang terdiri atas
dilakukan pada tahap perencanaan untuk mengetahui pembukaan dan tiga puluh artikel yang mendefinisikan
peran dan kontribusi para wanita di pesisir Pantai tentang bagaimana jenis-jenis diskriminasi terhadap
Payum. Topik yang didiskusikan adalah rehabilitasi perempuan sehingga jelas sekali bahwa konvensi ini
hutan mangrove dalam rangka pengelolaan wilayah dibentuk untuk memberantas segala bentuk
pesisir. FGD dihadiri oleh 5 orang wanita pesisir dan ketidaksetaraan yang ada antara perempuan dan laki-
5 orang pria perwakilan kelompok rehabilitasi hutan laki (Rahminita, 2017).
mangrove yang ada di Kampung Payum. Penelitian
ini menggunakan teknik analisis data analisis Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor
kualitatif. Teknik ini bertujuan mendeskripsikan 132 Tahun 2003 tentang Pedoman Umum
eksistensi wanita pesisir dalam pelestarian hutan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender Dalam
mangrove. Pembangunan di Daerah, kesetaraan dan keadilan
gender adalah suatu kondisi yang adil dan setara
BAHASAN dalam hubungan kerjasama antara perempuan dan
laki-laki. Kesetaraan dan keadilan gender menjadi hal
Wanita pesisir merupakan salah satu subjek yang sangat penting karena dapat menjadi upaya
pengelola sumber daya pesisir baik dalam proses untuk menghilangkan diskriminasi antara perempuan
pengelolaannya maupun penerima manfaatnya agar dan laki-laki. Sehingga antara perempuan dengan laki-
terciptanya kesetaraan gender. Kesetaraan gender laki sama-sama mempunyai akses untuk dapat
antara perempuan dan laki-laki dapat dicapai melalui berperan secara maksimal baik sebagai pelaku
proses pendidikan, karena dalam kehidupan maupun penikmat pembangunan
masyarakat masih terdapat banyak nilai-nilai dan
praktek budaya yang menghambat keadilan serta Pengelolaan wilayah pesisir di Pantai Payum
kesetaraan gender tersebut (Sumar, 2015). merupakan wujud kesadaran masyarakat pesisir
Berdasarkan model SWOT yang dikembangkan oleh terhadap pemanfaatan dan pengelolaan wilayah
Mardiah & Zulhaida (2018), dapat disimpulkan bahwa, pesisir. Dalam pelaksanaanya, kegiatan rehabilitasi
tingkat pendidikan yang setara antara perempuan dan hutan mangrove ini akan mengalami kendala yaitu
laki-laki merupakan suatu aspek dari dimensi adanya keterbatasan waktu, tenaga dan pemikiran
kekuatan yang dimiliki perempuan, untuk mewujudkan kaum pria dalam melakukan pekerjaan utama mereka
kesetaraan dengan kaum laki-laki. Menurut Fridiarty dalam mencari nafkah dengan melakukan kegiatan
(2017), tantangan yang timbul dari upaya pengelolaan wilayah pesisir. Melihat hal tersebut,
pengembangan potensi wanita pesisir dalam hal wanita pesisir Pantai Payum memperlihatkan
pengelolaan mangrove adalah, menum buh eksistensinya dalam pengelolaan wilayah pesisir.

105

Copyright © 2021, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)


J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.13 No.2 November 2021: 103-110

Wanita pesisir mulai menunjukkan partisipasinya keikutsertaanya dalam proses perencanaan,


dalam kegiatan rehabilitasi hutan mangrove. pelaksanaan dan evaluasi kegiatan. Partisipasi wanita
pesisir ini tentunya merupakan suatu hal yang dinamis
Partisipasi merupakan proses aktif yang yang dapat dirangkai dengan konteks aktual yang
inisiatifnya diambil oleh komunitas, dibimbing oleh terjadi bukan saja secara lokal, dalam hal ini wilayah
cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan pesisir Pantai Payum, namun juga dapat disesuaikan
sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dengan konteks global. Millah (2016) mengemukakan
sehingga mereka dapat menegaskan kontrol secara bahwa, dalam konteks perubahan iklim yang terjadi
efektif. Keterlibatan seperti ini merupakan partisipasi secara global, partisipasi wanita pesisir dapat dilihat
yang paling ideal karena mengarah pada tumbuhnya pada suatu pendekatan adaptasi yang meliputi,
kemampuan mereka untuk lebih berdaya dalam kegiatan konservasi hutan mangrove, pembuatan
menghadapi tantangan hidup tanpa harus bergantung ekowisata mangrove, dan penguatan soft skill
pada orang lain (Saribanon & Pranawa, 2008). (Capacity building) melalui pelatihan-pelatihan
diservikasi tanaman mangrove.
Partisipasi masyarak at dalam proses
pembangunan akan terwujud sebagai suatu kegiatan Eksistensi wanita pesisir dalam perencanaan
nyata apabila terpenuhi adanya tiga faktor utama yang
mendukungnya, yaitu kemauan, kemampuan, dan Perencanaan merupakan suatu proses yang
kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi berkesinambungan yang mencakup keputusan-
(Sumardjo & Saharudin, 2003). Andreeyan (2014), keputusan atau pilihan berbagai alternatif penggunaan
mengungkapkan bahwa, partisipasi masyarakat sumberdaya untuk mencapai tujuan tertentu pada
adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses masa yang akan datang. Berdasarkan definisi
pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di tersebut, berarti ada empat elemen dasar
masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan perencanaan yaitu: Merencanakan berarti memilih,
tentang alternatif solusi untuk menangani masalah, perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber
pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan daya, perencanaan merupakan alat untuk mencapai
keterlibatan masyarakat dalam proses mengevaluasi tujuan dan perencanaan untuk masa depan (Conyers,
perubahan yang terjadi. Menurut Pratisti et al., (2012), 1994; Munir, 2002).
ada beberapa faktor utama yang secara khusus
mempengaruhi partisipasi perempuan dalam kegiatan Eksistensi wanita pesisir dalam pengelolaan
konservasi yaitu; persepsi perempuan terhadap dirinya willayah pesisir telah ditunjukkan pada tahap
sendiri, status sosial, dan persepsi masyarakat perencanaan. Wanita pesisir terlibat dalam Focus
terhadap partisipasi perempuan. Group Discussion (FGD) dalam menentukan kegiatan
pengelolaan wilayah pesisir yang akan dilaksanakan.
Partispasi wanita pesisir dalam pengelolaan Wanita pesisir secara aktif berdiskusi memberikan
willayah pesisir adalah hak dan kewajiban yang masukan dan saran dalam teknis pelaksanaan
dijalankan oleh wanita pesisir Pantai Payum. Salah kegiatan yaitu penyediaan dan perawatan bibit
satu fokus kegiatannya adalah rehabilitasi hutan mangrove, waktu pelaksanaan penanaman mangrove,
mangrove. Partisipasi wanita pesisir Pantai Payum lokasi penanaman, jumlah bibit yang akan ditanam
dalam rehabilitasi hutan mangrove adalah dan konsumsi selama kegiatan berlangsung.

Gambar 1. Pelaksanaan Focus Group Discussion Rehabilitasi Hutan Mangrove.


Figure 1. Implementation of the Focus Group Discussion on Mangrove Forest Rehabilitation.

106
Copyright © 2021, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
Eksistensi Perempuan …….. Rehabilitasi Hutan Mangrove di Pantai Payum Kabupaten Merauke (Amir, A., et al)

Perencanaan didefinisikan sebagai upaya yang rangkaian kegiatan tindak lanjut setelah program atau
dilakukan oleh sebuah institusi publik untuk membuat kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas
arah kebijakan pembangunan yang harus dilakukan pengambilan keputusan, langkah yang strategis
di sebuah wilayah baik negara maupun daerah dengan maupun operasional atau kebijaksanaan menjadi
berdasarkan keunggulan dan kelemahan yang dimiliki kenyataan guna mencapai sasaran dari program yang
wilayah tersebut. Artinya dalam sebuah proses ditetapkan semula (Syukur, 1987). Strategi yang perlu
perencanaan, lembaga perencana wajib dilakukan dalam pengelolaan hutan mangrove pada
memperhatikan kondisi sosial, budaya, ekonomi, tahapan pelaksanaan diantaranya yaitu
keamanan, kondisi fisik, pembiayaan, dan kualitas memanfaatkan potensi yang ada dengan melakukan
sumberdaya yang ada di wilayah tersebut (Widodo, penanaman mangrove, membentuk kawasan hutan
2006). Perencanaan yang terkait dengan pengelolaan lindung konservasi hutan mangrove agar kawasan
hutan mangrove sejauh ini belum disinergikan antar hutan mangrove tetap terjaga dan lestari, memberikan
para pihak terkait sehingga sistem kebijakan yang sosialisasi atau pemahaman kepada masyarakat akan
terbentuk tidak sinkron satu sama lain serta arahan pentingnya menjaga hutan mangrove dan manfaat
pola pembiayaan yang kurang terstruktur, akibatnya yang didapat oleh masyarakat (Utomo et al., 2017).
pengelolaan hutan mangrove kurang maksimal dan
berkelanjutan (Huda, 2008). Menurut Muhsimin et al., Keterlibatan wanita nelayan dalam pelaksanaan
(2018), sinergitas berupa koordinasi antar para pihak pengelolaan lingkungan dapat dilihat dari kontribusi
dalam pengelolaan ekosistem mangrove merupakan tenaga, pikiran, waktu bahkan material yang
salah satu indikator sensitif yang perlu mendapat disumbangkan wanita nelayan terhadap pengelolaan
perhatian sehingga ekosistem tersebut dapat dikelola lingkungan pesisir (Suyoto & Anggrani, 2016). Menurut
secara berkelanjutan. Perencanaan pengelolaan Suhardin (2016), berdasarkan perbedaan gender,
ekosistem mangrove dapat mencapai hasil maksimal secara kodrati kaum wanita memiliki tingkat
jika dimulai dengan diskusi perencanan pengelolaan kepedulian terhadap lingkunagn yang lebih tinggi jika
dengan para pihak yang memiliki komitmen serius dibandingkan dengan kaum laki-laki. Pada tahapan
terkait keberlanjutan ekositem mangrove (Warpur, pelaksanaan kegiatan, peran wanita pesisir Kampung
2018). Payum sangat terlihat, mereka bertugas untuk
menyediakan bibit mangrove untuk ditanam. Hutan
Eksistensi wanita pesisir dalam pelaksanaan mangrove yang ada di Kampung Payum secara alami
telah menyediakan bibit mangrove dengan jenis
Pelaksanaan merupakan aktifitas atau usaha- Rhizophora Sp, sehingga mereka tidak perlu
usaha yang dilaksanakan untuk melaksanakan semua mengeluarkam uang untuk membeli bibit mangrove
rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dari pihak lain. Mereka hanya perlu mencari dan
dan ditetapkan dengan dilengkapi segala kebutuhan, mengumpulkan bibit mangrove tersebut kemudian
alat-alat yang diperlukan, siapa yang melaksanakan, melakukan perawatan hingga bibit mangrove siap
dimana tempat pelaksanaannya mulai dan bagaimana untuk ditanam di lokasi penanaman.
cara yang harus dilaksanakan, suatu proses

Gambar 2. Penyediaan dan Perawatan Bibit Mangrove.


Figure 2. Provision and Care of Mangrove Seeds

107

Copyright © 2021, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)


J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.13 No.2 November 2021: 103-110

Pratisti et al., (2012) mengemukakan bahwa, diketahui apakah tujuan masih dapat dicapai, serta
peran perempuan pada tahapan pembibitan mangrove apakah perkembangan kegiatan berjalan lebih cepat
sangat dibutuhkan dan dapat dikategori pada skala atau terlambat dari jadwal yang ditetapkan.
penting dalam suatu siklus konservasi mangrove.
Pencarian bibit mangrove oleh wanita pesisir ini Untuk mengetahui apakah tujuan kegiatan
dilakukan agar para pria dapat fokus pada pekerjaan penanaman mangrove tercapai atau tidak, maka perlu
utama mereka dalam mencari nafkah. Setelah dilakukan evaluasi. Evaluasi merupakan penilaian
dilakukan pencarian dan perawatan bibit mangrove, pencapaian tujuan yang telah direncanakan dan
wanita pesisir akan membawa bibit tersebut ke lokasi pemeriksaan terhadap pelaksanaan penanaman
rehabilitasi mangrove dengan cara dijunjung dan mangrove yang telah dilakukan, yang dimana hasil
berjalan kaki secara beramai-ramai. Setibanya di evaluasi tersebut akan dijadikan landasan untuk
lokasi penanaman, seluruh masyarakat pesisir kegiatan berikutnya agar lebih baik. Pada tahapan
termasuk wanita pesisir melakukan pemasangan ajir, evaluasi ini wanita pesisir telah dapat bersuara
penggalian lubang tanam dan penanaman bibit memberikan penilaian terhadap apa yang ia lihat dan
mangrove. Permasalahan yang terjadi pada saat rasakan pada pelaksanaan kegiatan penanaman
kegiatan berlangsung adalah ketidak pahaman mereka hutan mangrove. Hal ini dilakukan bukan untuk
mengenai jarak tanam yang ideal untuk melakukan mencari-cari kesalahan melainkan untuk dijadikan
penanaman bibit mangrove, sehingga sering kali bibit perbaikan dan penyempurnaan pada kegiatan
yang telah ditanam dicabut kembali untuk disesuaikan penanaman hutan mangrove dimasa yang akan
jarak tanamnya. Dalam pelaksanaanya, peran wanita datang. Dalam menilai hal tersebut, wanita pesisir
pesisir tidak terbatas pada penanaman bibit mangrove melakukan observasi terhadap hasil akhir kemudian
saja. Wanita pesisir juga berperan dalam menyiapkan melakukan perbandingan kesesuaian antara
konsumsi untuk keluarganya yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan yang
rehabilitasi hutan mangrove. akhirnya memberikan sebuah kesimpulan evaluasi
kegiatan.
Kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang
dilakukan merupakan wujud dari adanya kesadaran Model Evaluasi Berbasis Tujuan secara umum
dan pengetahuan masyarakat pesisir akan manfaat mengukur apakah tujuan yang ditetapkan oleh
hutan mangrove. Anggota kelompok telah mengetahui kebijakan, program atau proyek dapat dicapai atau
manfaat mangrove baik dari ekonomi dan ekologi. tidak. Model evaluasi ini memfokuskan pada
Manfaat ekonomi yang dirasakan adalah mangrove pengumpulan informasi yang bertujuan mengukur
sebagai tempat tinggal biota laut. Manfaat ini pencapaian tujuan kebijakan, program dan proyek
dirasakan oleh masyarakat terutama yang berprofesi untuk pertanggung jawaban dan pengambilan
sebagai nelayan yang biasanya mengambil ikan dan keputusan. Jika suatu program tidak mempunyai
kepiting disekitar mangrove. Manfaat ekologi yang tujuan yang bernilai, maka program tersebut
dirasakan adalah dengan adanya mangrove merupakan program yang buruk. Tujuan merupakan
masyarakat dapat terhindar dari bencana alam karena tujuan yang akan dicapai, pengaruh atau akhir dari
dahulunya pernah terjadi bencana alam yaitu banjir yang akan dicapai program (Wirawan, 2011).
rob yang merugikan masyarakat (Alfiandi et al., 2019).
Hal ini diperlukan untuk menurunkan degradasi hutan KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
mangrove (Roy et al., 2013). Kesimpulan

Eksistensi wanita pesisir dalam Evaluasi Keterlibatan wanita pesisir Marind Imbuti dalam
pengelolaan wilayah pesisir telah memperlihatkan
Menurut Scriven dalam Wirawan menjelaskan eksistensinya pada tahap perencanaan, pelaksaan
model Evaluasi Berbasis Tujuan adalah setiap jenis dan evaluasi kegiatan rehabilitasi hutan mangrove.
evaluasi berdasarkan pengetahuan dan direferensikan
kepada tujuan-tujuan program, orang atau produk. Rekomendasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 28 Tahun 2016 tentang Pedoman Kompentensi wanita Marind Imbuti dalam
Pelaksanan Pemantauan Dan Evaluasi Program/ pengelolaan wilayah pesisir harus ditingkatkan oleh
Kegiatan Responsive Gender Kementerian Kelautan akademisi, pemerintah dan pihak terkait lainnya guna
dan Perikanan, evaluasi harus didasarkan pada hasil mem epertahankan eksistensinya dalam
pemantauan dan secara teknis evaluasi dilakukan memepertahankan keberlanjutan pengelolaan
untuk membandingkan hasil yang telah dicapai ekosistem mangrove di pesisir Pantai Payum,
dengan target yang telah ditentukan, sehingga dapat Kabupaten Merauke sebagai aspek penting dari sisi

108
Copyright © 2021, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)
Eksistensi Perempuan …….. Rehabilitasi Hutan Mangrove di Pantai Payum Kabupaten Merauke (Amir, A., et al)

kearifan local dalam konsep rehabilitasi dan Munir. (2002). Perencanaan Pembangunan Daerah
konservasi. Dalam Perspektif Otonomi. NTB: Bappeda.

DAFTAR PUSTAKA Pramudji. (2001). Ekosistem hutan mangrove dan


peranannya sebagai habitat berbagai fauna
Alfiandi D., Rommy Q., dan Indra G.F. (2019). aquatik. Oseana. Vol. XXVI (4): 13-23.
Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan
Mangrove. Jurnal Sylva Lestari. 7 (1): 30 -41. Pratisti Cahyani, Saksono Hery, Suadi. (2012).
Partisipasi perempuan dalam konservasi manrove
Andreeyan R. (2014). Partisipasi masyarakat dalam di desa Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Jurnal
pelaksanaan pembangunan di Kecamatan Perikanan (Journal of Fisheries Scinces). Vol. XIV
Sambutan, Kota Samarinda. Jurnal Administrasi (1): 32-45.
Negara. Vol. 2 (4): 1938-1951.
Probosiwi Ratih. (2015). Perempuan dan perannya
Conyers, Diana. (1994). Perencanaan Sosial di Dunia dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Jurnal
Ketiga: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Kajian Ilmu Administrasi Negara. Vol. 3 (1): 41-
Mada University Press. 56.

Fridiarty Lelly. (2017). Upaya meningkatkan ekonomi Rahminita Siti Hediati. (2017). Implementasi konvensi
masyarakat wanita mangrove pesisir pantai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
Nagalawan. Prosiding. Seminar Nasional perempuan (CEDAW) dan korelasinya terhadap
Pengabdian Masyarakat LPM UNIMED 2017. ketidaksetaraan gender di Cina. Jurnal Ilmu Sosial.
ISBN 978-602-50131-0-2: 251-253. Vol. 16 (1): 41-46.

Huda Nurul. (2008). Strategi kebijakan pengelolaan Riwayati. (2014). Manfaat dan fungsi hutan mangrove
mangrove berkelanjutan di wilayah pesisir bagi kehidupan. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera.
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi. TESIS. Vol. 12 (24): 17-23.
Program Pascasarjana. Universitas Diponegoro.
Semarang: 99p. Roy AKD., Alam K., dan Gow J. (2013). Community
Perceptions of State Forest Ownership and
Julaikha Siti & Sumiyati Lita. (2017). Nilai ekologis Management: A Case Study Of The Sundarbans
ekosistem hutan mangrove. Jurnal Biologi Tropis. Mangrove Forest In Bangladesh. Journal
Vol. 17 (1): 23-31. Environmental Management. (117): 141-149.

Jumaedi Slamet. (2016). Nilai manfaat hutan mangrove Saribanon, N., Pranawa, S. (2008). Strategi dan
dan faktor-faktor penyebab konservasi zona sabuk Mekanisme Perencanaan Sosial Partisipatif dalam
hijau (Greenbelt) menjadi tambak di wilayah pesisir Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis
Kota Singk awang Kalimantan Barat. Masyarakat di DKI Jakarta. Jurnal Kajian Politik
Sosiohumaniora. Vol. 18 (3): 227-234. dan Masalah Pembangunan. 4 (2): 337-353.

Mardiah Ainun & Zulhaida. (2018). Penerapan Setiawan Heru. (2013). Status ekologi hutan mangrove
kesetaraan gender dalam pengembangan karir pada berbagai tingkat ketebalan. Jurnal Penelitian
karyawan. Marwah: Jurnal Perempuan, Agama, Kehutanan Wallacea. Vol. 2 (2): 104-120.
dan Jender. Vol. 17 (1): 80-95.
Sofian Achmad, Harahab Nuddin, Marsoedi. (2012).
Millah Ahmad Sihabul. (2016). Gerakan ekofeminisme Kondisi dan manfaat langsung ekosistem hutan
perempuan Muslimah pesisir dalam adaptasi mangrove Desa Penunggul Kecamatan Nguling
perubahan iklim di Surabaya Jawa Timur. An-Nur Kabupaten Pasuruan. El-Hayah. Vol. 2 (2): 56-63.
Jurnal Studi Islam. Vol. VIII (1): 63-88.

Muhsimin, Santoso Nyoto, hariyadi. (2018). Status Suhardin. (2016). Pengaruh perbedaan jenis kelamin
keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di dan pengetahuan tentang konsep dasar ekologi
wilayah desa Akuni Kecamatan Tinanggea terhadap kepedulian lingkungan. Jurnal Penelitian
Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Silvikultur Pendidikan Agama dan Keagamaan. Vol. 14 (1):
Tropika. Vol. 09 (1): 44-52. 17-132.

109

Copyright © 2021, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)


J.Kebijak.Perikan.Ind. Vol.13 No.2 November 2021: 103-110

Sumar Warni Tune. (2015). Implementasi kesetaraan Wahyono,A., M. Imron dan I. Nadzir. (2013). Kapasitas
gender dalam bidang Pendidikan. Musawa. Vol. 7 Adaptif Masyarak at Pesisir Menghadapi
(1): 158-182. Perubahan Iklim : Kasus Pulau Gangga, Minahasa
Utara. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan
Sulistyawati Rini. (2017). Hutan mangrove dan dan Perikanan, Vol. 3 No. 2: 133-134
pemberdayaan perempuan Kamoro. USAID: 1-3.
h t t p s : / / w w w . g o o g l e . c o m / W arpur Mak lon, Kalor Jhon D., Rumbiak
url?s a=t&s our ce=web&r ct=j&ur l=https:/// Kristhopholus, Paiki Kalvin, Wanimbo Efray,
www.lestari-indonesia.org/wp-content/uploads/ Hamuna Baigo, Mandey Vera K. (2018). Penerapan
2017/03/USAID_LESTARI-CeritaDariLapangan- pengelolaan ekosistem mangrove berkelanjutan di
Hutan_mangrove_dan_Pemberdayaan_Perempuan.pdf Holte Camp kota Jayapura. Jurnal Acropora Ilmu
&ved=2ahUKEwjyZLu3s7pAhV54HM Kelautan dan Perikanan Papua. Vol. 1 (1): 1-6.
B H Q J e A o w Q F j A A e g Q I B B A
B&usg=AOvVaw2YSV3yHcuX7eEZcBkr9bSd. Widiastuti,M.M.D., G.Samderubun dan T. Arifin.
Diunduh pada, 23 Mei 2020, pukul 20:45 WIB. (2018). Strategi Kebijakan Penanggulangan
Penggalian Pasir Pantai Di Pantai Nasai –
Sumardjo dan Saharudin. (2003). Metode - Metode Kabupaten Merauke. Jurnal Kebijakan Sosial
Partisipatif dalam Pengembangan Masyarakat. Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Vol. 8 No. 1:
Bogor: IPB press. 13-26

Suyoto, R.S., Anggraini, O. (2016). Partisipasi Wanita Widiastuti,M.M.D., N.N. Ruata dan T Arifin. (2016).
Nelayan dalam Pengelolaan Lingkungan Wilayah Valuasi Ekonomi Ekosistem Mangrove di Wilayah
Pesisir Kabupaten Bantul. Jurnal Media Wisata. Pesisir Kabupaten Merauke. Jurnal Sosial
14(2): 471 – 482 Ekonomi Kelautan Perikanan, Vol. 11 No. 2: 147 -
159
Syukur, Abdullah. (1987). Kumpulan Makalah “Study
Implementasi Latar Belakang Konsep Pendekatan Widodo, Tri. (2006). Perencanaan Pembangunan.
dan Relevansinya Dalam Pembangunan”. Ujung Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah).
Pandang: Persadi. Yogyakarta: UUP STIM YKPN.

Triyanti,Riesti. dan Indah Susilowati. (2019).Analisis W ijayanti Sri Hapsari, Hermawan Francisca,
Pemangku Kepentingan Dalam Pengelolaan Ram awati Yussi. (2018). Pem berdayaan
Kawasan Pesisir Berkelanjutan Di Kabupaten perempuan pantai Beting dalam pengolahan dodol
Gunung Kidul. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi mangrove. Jurnal pengabdian Masyarakat
Kelautan dan Perikanan, Vol. 9 No. 1 Juni 2019: Wikrama Parahita. Vol. 2 (1): 6-13.
23-35
Wirawan. (2011). Evaluasi: Teori, Model, Standar,
Utomo Bekti, Budiastuti sri, Muryani Chatarina. Aplikasi dan Profesi (Contoh Aplikasi Evaluasi
(2017). Strategi pengelolaan hutan mangrove di Program: Pengembangan Sumber Daya Manusia,
Desa Tanggul Tlare Kecamatan Kedung Kabupaten Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Jepara. Jurnal Ilmu Lingkungan. Vol. 15 (2): 117- (PNPM) Mandiri Perdesaan, Kurikulum,
123. Perpustakaan dan Buku Teks). Jakarta:
Rajagrafindo Persada Rajawali Pers.

110
Copyright © 2021, Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia (JKPI)

Anda mungkin juga menyukai