GILANG MUNGGARAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Tesis : Analisis Respon Hidrologi dan Simulasi Teknik Konservasi Tanah
dan Air Sub DAS Cimanuk Hulu
Nama : Gilang Munggaran
NIM : A151130121
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga proposal kolokium ini dapat diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang akan dilaksanakan bulan Mei-Agustus 2015 ini ialah
“Analisis Respon Hidrologi dan Simulasi Teknik Konservasi Tanah dan Air Sub
DAS Cimanuk Hulu”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si
selaku ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc dan
Bapak Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc.Agr selaku anggota komisi
pembimbing yang telah banyak memberikan saran bagi penelitian ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.
Gilang Munggaran
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Kerangka Pemikiran 2
Tujuan Penelitian 4
Manfaat Penelitian 4
TINJAUAN PUSTAKA 5
Daerah Aliran Sungai (DAS) 5
Konservasi Tanah dan Air 5
Model Hidrologi SWAT 5
METODOLOGI PENELITIAN 5
Waktu dan Tempat Penelitian 5
Bahan dan Alat Penelitian 5
Metode 6
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan 6
Parameter Masukan Model SWAT 6
Analisis Respon Hidrologi dengan Model SWAT 7
Simulasi Pengelolaan DAS 10
JADWAL PELAKSANAAN 13
DAFTAR PUSTAKA 14
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
No. Judul
Hal
1. Kerangka Pemikiran 3
2. Peta Lokasi Penelitian 5
3. Diagram Alur Tahapan Penelitian 12
PENDAHULUAN
Latar belakang
Sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Cimanuk Hulu merupakan DAS
prioritas yang memiliki peran penting sebagai sumber air utama untuk Waduk Jati
Gede (Erwin et al 2011). Pengelolaan Sub DAS Cimanuk Hulu menentukan
keberlanjutan masa penggunaan Waduk Jati Gede sebagai penyedia air irigasi.
Fungsi hidrologi Cimanuk Hulu saat ini sedang mengalami penurunan akibat
semakin tingginya pemanfaatan sumberdaya alam melebihi daya dukungnya.
Menurut Asdak (2010) menyatakan bahwa terganggunya fungsi hidrologi DAS
menyebabkan tingginya fluktuasi debit sungai, banjir, erosi dan cepatnya laju
sedimentasi.
Faktor utama penyebab terganggunya fungsi hidrologi DAS Cimanuk
Hulu adalah perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan dan
kondisi biofisik lingkungan sangat mempengaruhi fungsi DAS sebagai penghasil
air dan pengatur tata air. Perubahan penggunaan lahan menentukan besarnya
fluktuasi debit sungai dan sedimentasi (Rahman 2009). Oleh karena itu, perlu
dilakukan pengelolaan DAS berdasarkan analisis perubahan penggunaan lahan
dan analisis fungsi hidrologi Sub DAS Cimanuk Hulu.
Berbagai usaha telah dilakukan dan direncanakan dalam rangka
memperbaiki kualitas lingkungan biofisik DAS Cimanuk seperti program
pemerintah Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL/GERHAN)
di bawah Departemen Kehutanan, serta program Rehabilitasi Hutan dan Lahan
(RHL) dari tahun 2008-2012 oleh BPDAS Cimanuk-Citanduy. Adapun simulasi
perencanaan pengelolaan DAS dapat menggunakan model hidrologi Soil and
Water Assesment Tool (SWAT). SWAT merupakan salah satu model hidrologi
yang sudah banyak digunakan dalam simulasi hidrologi dan perencanaan
pengelolaan DAS. Model hidrologi ini mampu mengkaji karakteristik dan respon
hidrologi suatu DAS yang luas, jangka waktu yang panjang dan simulasi teknik
konservasi tanah dan air yang sesuai dengan biofisik DAS.
Model SWAT sudah banyak diaplikasikan dalam perencanaan pengelolaan
DAS di Indonesia. Menurut Junaidi dan Tarigan (2011) menyatakan bahwa
penggunaan model hidrologi SWAT sebagai alternatif dalam menentukan kondisi
perencanaan pengelolaan DAS terbaik. Pada penelitian ini Model SWAT
digunakan untuk mengetahui respon hidrologi dari Sub DAS Cimanuk Hulu
berdasarkan penggunaan lahan eksisting dan perubahan penggunaan lahan. Selain
itu juga, perencanaan pengelolaan Sub DAS Cimanuk Hulu berdasarkan simulasi
penerapan teknik Konservasi Tanah dan Air (KTA) pada RHL yang disusun oleh
BPDAS, serta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang disusun oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (BPPEDA).
Perumusan Masalah
DAS Cimanuk termasuk 15 DAS super prioritas di Pulau Jawa dari 58
DAS super prioritas di Indonesia, sehingga mendapatkan prioritas penanganan
(Kemenhut 2009). Menurut Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS)
Cimanuk-Citanduy tahun 2013 luasan lahan kritis di DAS Cimanuk telah terjadi
2
peningkatan lahan kritis seluas 16 232.41 ha, yaitu dari tahun 2009 seluas
14 687.42 ha menjadi 30 919.83 ha pada tahun 2013.
Berdasarkan hasil review evaluasi penutupan lahan oleh BPDAS
Cimanuk-Citanduy pada tahun 2013, tutupan lahan berupa hutan di wilayah DAS
Cimanuk seluas 95 419.12 ha (26.22% dari luas DAS seluas 363 796.08 ha). Hal
ini menunjukkan luasan tutupan lahan berupa hutan dibawah ketentuan yang
ditetapkan dalam UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu seluas 30% dari
luas DAS. Selain itu juga, DAS Cimanuk memiliki kemiringan lahan kategori
agak curam sampai dengan sangat curam lebih dari 50%, maka potensi
terjadinya bencana erosi, banjir, longsor dan penurunan daya dukung DAS cukup
tinggi.
Sub DAS Cimanuk Hulu merupakan bagian dari DAS Cimanuk yang
berfungsi sebagai daerah konservasi tanah dan air. Kondisi Sub DAS Cimanuk
Hulu sangat kritis dengan rata-rata sedimentasi sebesar 57 m3 ha-1 tahun-1. Selain
itu juga, Sub DAS Cimanuk Hulu memiliki laju erosi sebesar 13 juta ton tahun-1
(BPDAS Cimanuk-Citanduy 2007). Banyaknya lahan kritis, tingginya fluktuasi
debit sungai, meningkatknya laju erosi dan sedimentasi di Sub DAS Cimanuk
Hulu menyebabkan fungsi hidrologinya semakin menurun dan akan
memperpendek umur guna (life time) Waduk Jati Gede. Menurut Asdak (2010)
menyatakan bahwa fungsi hidrologi suatu DAS terganggu dapat ditandai oleh
adanya erosi di bagian hulu dan meningkatkan sedimentasi di bagian hilir.
Melihat permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan upaya pengelolaan
Sub DAS Cimanuk Hulu yang mengacu pada kaidah-kaidah teknik KTA. Adapun
permasalahan yang harus dipecahkan pada penelitian ini, sebagai berikut:
1. Sub DAS Cimanuk Hulu termasuk DAS prioritas, sehingga memerlukan
penanganan konservasi tanah dan air.
2. Perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Cimanuk Hulu mengakibatkan
tingginya fluktuasi debit sungai dan sedimentasi, sehingga fungsi hidrologi
DAS menurun.
3. Dalam memperbaiki fungsi hidrologi DAS tersebut perlu dilakukan beberapa
simulasi teknik KTA yang tepat diterapkan pada Sub DAS Cimanuk Hulu.
Kerangka Pemikiran
Sub DAS Cimanuk Hulu merupakan bagian DAS Cimanuk yang memiliki
peran sebagai sumber air utama untuk seluruh wilayah di dalam DAS Cimanuk.
Kondisi lingkung biofisik Sub DAS Cimanuk hulu saat ini telah rusak disebabkan
oleh permasalahan sosial-ekonomi dan kondisi biofisik. Permasalahan sosial-
ekonomi mencakup lemahnya penegakan hukum terhadap praktik penebangan
liar, kurangnya koordinasi lembaga pengelolaan DAS dengan seluruh stakeholder
yang terkait, dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan
lingkungan (BBWS Cimanuk-Cisanggarung 2010). Permasalahan tersebut
menyebabkan timbulnya berbagai permasalahan kondisi biofisik Sub DAS
Cimanuk Hulu diantaranya: terjadinya perubahan penggunaan lahan, tingginya
fluktuasi debit aliran, erosi, sedimentasi, banjir di musim hujan dan kekeringan di
musim kemarau.
3
Kondisi Biofisik
Sub DAS Cimanuk Hulu
Permasalahan Permasalahan
Sosial-ekonomi Kondisi Biofisik
Simulasi Model
SWAT
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan permasalahan di atas,
maka tujuan penelitian ini untuk:
1. Menganalisis perubahan penggunaan lahan di Sub DAS Cimanuk Hulu.
2. Menganalisis karakteristik hidrologi di Sub DAS Cimanuk Hulu pada kondisi
eksisting, kemudian membandingkannya setelah menggunakan simulasi
model SWAT.
3. Merekomendasikan simulasi teknik KTA yang tepat untuk pengelolaan Sub
DAS Cimanuk Hulu berdasarkan hasil simulasi model SWAT.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi
instansi yang berkepentingan dalam pengelolan Sub DAS Cimanuk Hulu terutama
dalam mengatasi permasalahan banjir, sedimentasi dan fluktuasi debit sungai.
Selain itu juga, memberikan rekomendasi skenario teknik KTA yang tepat
diterapkan pada Sub DAS Cimanuk Hulu, sehingga dapat menjaga ketersediaan
air dan mengurangi sedimentasi di Waduk Jati Gede.
5
TINJAUAN PUSTAKA
dilihat dari kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian
curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan
air limbah. Adapun menurut Sosrodarsono dan Takeda (1980) mengatakan bahwa
DAS terdapat empat jenis berdasarkan bentuknya, diantaranya:
1. DAS berbentuk bulu burung. DAS ini mempunyai anak-anak sungai yang
langsung mengalir ke sungai utama dan memiliki debit banjir yang kecil
karena waktu tiba banjir dari anak-anak sungai berbeda-beda serta waktu
berlangsung agak lama.
2. DAS berbentuk radial. DAS ini mempunyai anak sungai yang memusat pada
suatu titik secara radial sehingga menyerupai bentuk kipas atau lingkaran.
Daerah Aliran Sungai ini mempunyai banjir yang relative besar mulai titik
pertemuan anak-anak sungainya dan banjir yang terjadi relative tidak lama.
3. DAS berbentuk paralel. DAS ini mempunyai dua jalur Sub-DAS yang bersatu.
Kedua cabang atau ordo sungai pada masing-masing Sub-DAS tersebut
membentuk sungai utama. Banjir biasanya terjadi pada bagian hilir di bawah
pertemuan kedua anak sungai tersebut.
4. DAS berbentuk kompleks. DAS ini mempunyai bentuk lebih dari satu pola
sehingga polanya menjadi tidak nyata dan sering dijumpai pada DAS yang
sangat luas.
terhadap respon hidrologi dari DAS khususnya kestabilan fluktuasi debit aliran
dan penurunan hasil sedimen (Alibuyog et al, 2009).
Data yang dipergunakan berupa data fisik, data iklim, data hidrologi, dan
data polusi (jika diperlukan). Masukan data fisik berupa data elevasi, penggunaan
lahan / tutupan lahan, serta profil dan karakteristik tanah). Rincian data iklim yang
dipergunakan berupa curah hujan, suhu minimum dan maksimum, radiasi
matahari, kecepatan angin, dan kelembaban relatif. Data hidrologi terdiri dari data
debit, sedimen dan nutrien (Neitsch et.al 2005).
9
METODOLOGI PENELITIAN
Metode
Karakteristik Tanah
Data informasi karakteristik tanah diperoleh dengan melakukan
pengamatan sifat morfologi dan pengambilan sampel tanah ke lapangan.
Pengambilan sampel tanah akan dilakukan di Sub DAS Cimanuk Hulu
berdasarkan pengelompokan satuan unit penggunaan lahan hasil overlay dari peta
penggunaan lahan, topografi dan jenis tanah. Sifat morfologi tanah yang akan
diamati mencakup kedalaman solum, kedalaman efektif tanah dan kandungan
bahan kasar (Tabel 2). Sampel tanah yang akan diambil dan dianalisis di
Laboratorium yaitu: sampel tanah utuh (undisturbed soil sample) dan sampel
tanah terganggu (disturbed soil sample). Sampel tanah utuh diambil pada lapisan
tanah dalam keadaan tidak terganggu, maka sampel tersebut bisa menggambarkan
kondisi di lapangan. Sampel tanah utuh digunakan untuk analisis bobot isi dan
kadar air tersedia, dan permeabilitas. Adapun sampel tanah terganggu akan
diambil dari setiap horizon dan digunakan untuk analisis tekstur, dan C-organik.
Pada tahap awal mengoprasikan Model SWAT, DAS yang akan digunakan
sebagai lokasi penelitian dideliniasi berdasarkan data DEM. Proses deliniasi DAS
menggunakan data DEM berdasarkan batas topografi alaminya untuk membentuk
jaringan sungai, outlet, dan sub DAS. Model SWAT membagi DAS dalam
beberapa subbbasin dan setiap subbassin memiliki satu jaringan sungai utama
secara otomatis. Adapun tahapan proses yang harus dilakukan pada tahapan
deliniasi model SWAT diantaranya diantaranya memasukan data berupa DEM
grid dari lokasi penelitian (add DEM grid), menentukan mask (batasan DAS yang
akan diteliti), menentukan jaringan sungai (stream definition), DEM- based untuk
mengetahui luas dari DAS, outlet and inlet definition untuk membuat dan
menentukan outlet DAS, melakukan seleksi dan outlet DAS yang akan diteliti
(watershed outlet selection and definition) dan tahap terakhir melakukan
penghitungan parameter Sub DAS (calculate subbasin parameter).
Running SWAT
Tahap selanjutnya running SWAT, penggabungan HRU dengan data iklim
yang dilakukan setelah satuan analisis terbentuk. Adapun tahapannya yaitu:
pertama kali melakukan pengisian kolom tanggal mulai dan tanggal akhir
simulasi yang akan dilakukan, memilih distribusi curah hujan yang akan
digunakan dan tahap akhir memilih Run SWAT. Proses simulasi SWAT
dilakukan setelah proses penggabungan HRU dengan data iklim selesai
Output Model
13
Kalibrasi
Tahap kalibrasi dilakukan untuk menguji keakuratan model, sehingga
output model dapat mendekati kondisi real (kenyataan) DAS yang sedang diuji.
Kalibrasi model dilakukan dengan cara memilih nilai-nilai untuk input parameter
model secara hati-hati dengan membandingkan data prediksi model (output) untuk
satu set kondisi yang diasumsikan dengan data observasi untuk kondisi yang sama
(Arnold et al 2012). Kalibrasi dalam model SWAT dilakukan dengan
menyesuaikan kombinasi nilai parameter yang berpengaruh terhadap kondisi
hidrologi DAS, sehingga diperoleh hasil model (debit dan sedimen model) yang
mendekati hasil pengukuran (debit dan sedimen observasi). Data debit dan
sedimen yang digunakan dalam proses kalibrasi adalah data debit dan sedimen
harian periode dari 2009. Kalibrasi akan dilakukan menggunakan tool
autokalibrasi dalam SWAT (van Griensven dan Bauwens 2003 dan Liew et al.
2005 dalam Arnold et al. 2012).
Hasil ouput model diuji keakuratannya dengan menggunakan metode
statistik yaitu: koefisien determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE).
Koefisien determinasi adalah nilai kuadrat dari koefisien korelasi berdasarkan
Bravais-Pearson. Nilai R2 dapat dikalkulasikan menggunakan rumus:
Keterangan:
X = Data observasi,
= Data observasi rata-rata
Y = Data simulasi dari model.
Keterangan:
= Data observasi ke-i,
= Data simulasi ke-i,
= Data observasi rata-rata,
n = Jumlah observasi.
2004, 2009 dan 2014 dengan mengaplikasikan model SWAT. Adapun Simulasi
teknik KTA yang akan dilakukan didasarkan pada:
1. Penggunaan lahan berdasarkan pertimbangan RTRW Provinsi JawaBarat
(Kab. Garut, Kab. Sumedang, Kab. Bandung dan Kab. Tasikmalaya).
2. Penggunaan lahan berdasarkan RKT (Rencana Kerja Teknis) RHL DAS
Cimanuk.
3. Teknik KTA berdasarkan potensi erosi dari hasil simulasi model SWAT.
4. Penerapan tutupan vegetasi permanen berdasarkan luasan kawasan hutan di
Sub DAS Cimanuk Hulu.
Berdasarkan beberapa scenario tersebut dibandingan respon hidrologinya berupa
fluktuasi debit aliran dan hasil sedimen, sehingga diharapkan dapat memberikan
rekomendasi teknik KTA terbaik dalam perencanaan pengelolaan Sub DAS
Cimanuk Hulu. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
16
Input Data
Debit dan
Output Model: Sedimen
Berupa Debit dan Observasi
Sedimen Model
Kalibrasi
Validasi
Tidak
Aplikasi Model SWAT di
Sub DAS Cimanuk Hulu
Ya
Analisis Respon Hidrologi dengan simulasi teknik KTA yang didasarkan pada:
a. Penggunaan lahan berdasarkan pertimbangan RTRW Provinsi JawaBarat
(Kab. Garut, Kab. Sumedang, Kab. Bandung dan Kab. Tasikmalaya).
b. Penggunaan lahan berdasarkan Rencana Teknis RHL BPDAS Cimanuk-
Citanduy.
c. Teknik KTA berdasarkan potensi erosi dari hasil simulasi model SWAT.
d. Penerapan tutupan vegetasi permanen berdasarkan luasan kawasan hutan di
Sub DAS Cimanuk Hulu.
.
JADWAL PELAKSANAAN
Bulan
No. Kegiatan
Mei Juni Juli Agustus Septemb Oktober November
1. Penyusunan
Proposal
2. Sidang Komisi I
3. Koloium
4. Penyusunan
Proposal
5. Penelitian
- Pengumpulan
Data
-Pengolahan dan
Analisis Data
-Penyusunan dan
Pembahasan
-Pembuatan
Jurnal
7. Penulisan Tesis
8. Sidang Komisi II
9. Seminar Hasil
10. Sidang Komisi III
11. Sidang Tesis
18
DAFTAR PUSTAKA
Rahman A, 2009. Pengaruh Luas Pola Penggunaan Lahan Dan Kondisi Fisik
Lingkungan Terhadap Debit Air Dan Sedimentasi Pada Beberapa Daerah
Tangkapan Air (Catchment Area) Di Sub Das Cimanuk Hulu Jawa Barat. J.
Agroland 16 (3) : 224 – 230.
Suripin, M.Eng. 2004. Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi Offset,
Yogyakarta.
Sosrodarsono, S., dan K. Takeda. 1980. Hidrologi Untuk Pengairan. PT Pradhya
Paramita, Jakarta
. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999, No
167. Republik Indonesia. Jakarta.
Wischmeier WH, Smith DD. 1978. Predicting rainfall erosion losses: a guide to
conservation planning. Agricultural handbook 282. USDA-ARS.