Indonesia diprediksi akan mengalami krisis air pada tahun 2025 dalam
World Water Forum II di Den Haag pada bulan Maret 2000, yang disebabkan oleh
kelemahan dalam pengelolaan air. Kajian tentang air dan pemanfaatannya sangat
terkait dengan bentuk dan karakteristik fisik suatu wilayah. Faktor topografi
mempunyai peranan penting dalam menentukan pola spasial terhadap areal-areal
jenuh air. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui pola sebaran
spasial zona kejenuhan air permukaan adalah Topographic Wetness Index (TWI).
Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimadur merupakan salah satu DAS utama di
Kabupaten Lebak, Banten yang turut berkontribusi dalam kejadian-kejadian banjir.
Kajian mengenai TWI di DAS Cimadur menjadi cukup penting karena dapat
menunjukkan sebaran titik-titik dugaan konsentrasi air yang dapat digunakan
untuk menentukan daerah-daerah yang berpotensi tergenang atau daerah-daerah
yang berpotensi untuk menyimpan air di DAS tersebut.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi jenis-jenis
bentuklahan, penggunaan lahan, dan kemiringan lereng dengan menggunakan data
penginderaan jauh (citra Google Earth, citra ALOS AVNIR-2, dan citra SRTM),
(2) Melakukan analisis TWI untuk mengetahui pola sebaran spasial zona
kejenuhan air permukaan, dan (3) Melakukan analisis ekologi bentanglahan
(bentuklahan, penggunaan lahan, kemiringan lereng, dan kelas TWI) dengan
bentuklahan sebagai unit analisis untuk penentuan daerah yang potensial
menyimpan air.
Hasil analisis ekologi bentanglahan menunjukkan bahwa DAS Cimadur
didominasi oleh bentuklahan pegunungan denudasional vulkanik Tersier (DV1
dan DV2) seluas 10.046 Ha, penggunaan lahan kebun campuran seluas 8.952 Ha,
kemiringan lereng 15-30% (curam) seluas 8.534 Ha, dan kelas TWI sedang (=
kelas 2) seluas 20.987 Ha. Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ekologi daerah
penelitian masih dalam ambang batas aman terkait dengan potensi menyimpan air,
namun cukup rentan terhadap perubahan iklim atau penutupan/penggunaan lahan,
karena dinamika aliran air di daerah penelitian cukup tinggi sehingga pada saat
musim hujan air mudah untuk diloloskan namun pada saat musim kemarau akan
berpotensi untuk mengalami kekeringan.
Indonesia was predicted would have water crisis in 2025 in the World
Water Forum II in the Hague in March 2000. Most of the cause has been by the
weaknesses in water management. Study of water and its high demand has been
associated with shapes and physical characteristics of an area. Topographic factors
play an important role in determining spatial pattern water resources. In this
research, Topographic Wetness Index (TWI) is implemented to determine spatial
pattern of surface water saturation zone. Cimadur watershed was selected as one
of main watersheds in Lebak, Banten which has been contributing on flood hazard.
Study on TWI in Cimadur watershed has became important because it could show
distribution points containing concentration of water and therefore useful for
determining potential inundation as well as areas potentially storing water in the
watershed.
This research aims to: (1) Identify types of landform, land use, and slopes
using remote sensing data (Google Earth imagery, ALOS AVNIR-2 imagery, and
SRTM imagery), (2) Conduct analysis of TWI to obtain the distribution of spatial
pattern of surface water saturation zones, and (3) Conduct an analysis of the
landscape ecology (landform, land use, slope, and grade TWI) using landform as
unit of analysis for determination of potential water storage.
Landscape ecological analysis shows that Cimadur watershed is dominated
by Tertiary denudational volcanic landforms (DV1 and DV2), which covers
10.046 Ha, mixed-use garden covers 8.952 Ha, the slope of 15-30% (steep) covers
8.534 Ha, and middle TWI class (= grade 2) covers 20.987 Ha. It shows that
ecological conditions in test site are still at safe water saving, however, the area is
fairly vulnerable to climate change or land cover/land use change. These are due
to dynamics of water flow in the area during rainy and dry seasons.
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Menyetujui,
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Analisis Ekologi Bentanglahan untuk Penentuan Potensi Sumberdaya Air (Studi
Kasus: DAS Cimadur, Banten).
Penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada Bapak Dr.
Boedi Tjahjono dan Ir. Bambang H. Trisasongko, M.Sc selaku pembimbing
skripsi yang senantiasa mengarahkan, memberikan bimbingan, saran, kritik,
nasehat, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima
kasih kepada Bapak Dr. Ir Komarsa Gandasasmita, M.Sc selaku dosen penguji
yang telah memberikan saran dan masukan dalam perbaikan skripsi ini. Terima
kasih sebesar-besarnya kepada Ayah Yanuar dan Ibu Nur Hasanah sebagai orang
tua yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, semangat, nasehat, dan
menjadi sumber motivasi bagi penulis, juga kepada adik-adikku (Dicky dan
Rizqo) yang selalu memberi dukungan bagi penulis. Terima kasih juga penulis
ucapkan kepada Prof. Dr. Kukuh Murtilaksono, Mas Tovan, Pak Misjaya, Teh
Yuyun, serta keluarga besar kampung adat Lebakpicung yang telah memberikan
kesempatan dan membantu penulis dalam proses pengambilan data lapang di
Sungai Ciambulawung, Banten. Tidak lupa ucapan terima kasih kepada Reyna
Prachmayandini, Deuis Nurpadilah, Herdian Priambodo, dan Roma Purnanto atas
kerjasama maupun dukungan selama kegiatan survei lapang dan penelitian.
Terima kasih kepada Annisa, Mia, Rini, Citra, Lili, Adiz, Esti, Heni, Eni, Pipit,
Hera, Rima, Nurus, dan keluarga besar Soilscaper 44 untuk hiburan, motivasi,
kritik, saran, dan persahabatan yang sangat berarti bagi penulis.
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi yang berguna bagi
berbagai pihak. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna,
oleh karena itu diharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga karya
ilmiah ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
DAFTAR TABEL...................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ...............................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Tujuan .............................................................................................................2
1.3 Manfaat Penelitian ..........................................................................................3
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................4
2.1 Ekologi bentanglahan .....................................................................................4
2.2 Bentuklahan (Landform) ................................................................................5
2.3 Penutup/Penggunaan Lahan ...........................................................................7
2.4 Topographic Wetness Index (TWI) ................................................................8
2.5 Digital Elevation Model (DEM).....................................................................9
2.6 Daerah Aliran Sungai (DAS)..........................................................................9
III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................11
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................11
3.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................................11
3.3 Metode Penelitian .........................................................................................12
3.4 Tahapan Penelitian .......................................................................................14
3.4.1 Tahap Persiapan dan Pengumpulan Data...............................................14
3.4.2 Tahap Interpretasi Citra .........................................................................14
3.4.3 Tahap Pengecekan Lapang ....................................................................16
3.4.4 Tahap Analisis Data ...............................................................................16
3.4.5 Tahap Penyajian Hasil ...........................................................................17
IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ...............................................20
4.1 Letak Geografis Daerah Penelitian (DAS Cimadur, Banten).......................20
4.2 Kondisi Topografi Daerah Penelitian ...........................................................20
4.3 Kondisi Iklim Daerah Penelitian ..................................................................21
4.4 Kondisi Hidrologi Daerah Penelitian ...........................................................21
4.5 Kondisi Demografi, Sosial, dan Ekonomi Daerah Penelitian ......................21
ix
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Jenis Data Penelitian dan Sumbernya............................................. 12
2. Tujuan Penelitian, Jenis Data, Teknik Analisis, dan Keluaran....... 13
3. Perangkat Lunak yang digunakan untuk Analisis 14
Data.................................................................................................
4. Luas masing-masing kemiringan lereng di DAS Cimadur............. 24
5. Luas masing-masing bentuklahan di DAS Cimadur...................... 35
6. Kenampakan jenis penggunaan lahan pada citra dan kondisi di 40
lapang beserta luas tiap penggunaan lahan di DAS Cimadur.........
7. Klasifikasi kelas TWI dan order sungai terhadap panjang segmen 47
sungai di DAS Cimadur..................................................................
8. Perbandingan nilai debit musim hujan dan musim kemarau di 49
Sungai Ciambulawung berdasarkan pengukuran di lapangan........
9. Luas penggunaan lahan di atas bentuklahan di DAS 50
Cimadur..........................................................................................
10. Luas kemiringan lereng di atas bentuklahan di DAS 52
Cimadur..........................................................................................
11. Luas kelas TWI di atas bentuklahan di DAS Cimadur................... 54
12. Luas kelas TWI dan kemiringan lereng di DAS Cimadur.............. 55
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Klasifikasi Order Sungai Menurut Strahler.................................... 10
2. Peta Batas DAS Cimadur................................................................ 11
3. Diagram Alir Penelitian.................................................................. 19
4. Gambaran morfologi DAS Cimadur dari Citra SRTM................... 25
5. Peta Kemiringan Lereng DAS Cimadur......................................... 26
6. Peta Ketinggian DAS Cimadur....................................................... 27
7. Peta Geologi DAS Cimadur............................................................ 30
8. Peta Bentuklahan DAS Cimadur.................................................... 33
9. Gambaran dan interpretasi bentuklahan DAS Cimadur dari Citra 34
SRTM..........................................................................................
10. Peta Penutupan/Penggunaan Lahan DAS Cimadur........................ 39
11. Peta Kelas TWI DAS Cimadur....................................................... 45
12. Peta Hasil Tumpangtindih Kelas TWI dan Order Sungai 46
Cimadur..........................................................................................
13. Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro, Penggunaan lahan 48
hutan, dan areal persawahan di Sungai Ciambulawung,
Banten.............................................................................................
14. Grafik luasan penggunaan lahan di atas bentuklahan di DAS 51
Cimadur..........................................................................................
15. Grafik luasan kemiringan lereng di atas bentuklahan di DAS 53
Cimadur..........................................................................................
16. Grafik luasan Kelas TWI di atas bentuklahan di DAS 55
Cimadur..........................................................................................
17. Grafik luasan Kelas TWI dan kemiringan lereng di DAS 56
Cimadur..........................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Luas masing-masing Kelas TWI di DAS Cimadur........................ 64
2. Luas Kelas TWI dan order Sungai Cimadur................................... 64
3. Luas kelas ketinggian di DAS Cimadur......................................... 64
4. Luas kemiringan lereng pada masing-masing penggunaan lahan 65
di DAS Cimadur.............................................................................
5. Hubungan Kelas TWI dan penggunaan lahan di DAS 65
Cimadur..........................................................................................
6. Penjelasan lanjutan batuan di DAS Cimadur.................................. 65
I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk :
3
kriteria, yaitu tujuan survei, skala peta, dan kualitas data penginderaan jauh yang
digunakan sebagai sumber utama dalam pemetaannya.
Jaringan sungai yang tidak memiliki anak sungai disebut order 1, jaringan
sungai yang menerima aliran dari dua sungai order 1 disebut order 2, jaringan
sungai yang menerima aliran dari dua sungai order 2 disebut order 3, dan begitu
seterusnya, sehingga setiap jaringan sungai yang memiliki order sama dan
bertemu maka akan menghasilkan order baru untuk aliran di bawahnya dengan
urutan angka setingkat di atas order yang lama. Dengan demikian, semakin besar
urutan order sungai maka akan semakin luas wilayah tangkapannya (DAS) dan
juga akan semakin banyak percabangan sungai di atasnya (Agustina 2007).
Sub-DAS adalah bagian dari DAS yang berukuran lebih besar dimana air
hujan yang diterima akan dialirkan melalui anak sungai menuju ke sungai utama,
sehingga setiap DAS terbagi ke dalam masing-masing sub-DAS. Keterkaitan
antara sub-DAS satu dengan lainnya akan membentuk sebuah sistem yang terdiri
dari anak-anak sungai yang dapat dianggap sebagai sebuah kesatuan yang disebut
ekosistem DAS (Manan 1979).
11
sungai yang diperoleh dari peta digital RBI (Rupa Bumi Indonesia) digital skala
1:25.000, peta geologi digital skala 1:100.000, citra Google Earth tahun 2011,
citra ALOS AVNIR-2 tahun 2009, dan citra SRTM tahun 2000.
6 Citra SRTM tahun CGIAR SRTM Untuk membuat peta bentuklahan DAS
2000 Cimadur, Banten
Peta batas dari tiap sub-DAS yang ada di dalam DAS Cimadur juga dibuat
dengan menggunakan ArcGIS 9.3 dengan terlebih dahulu dilakukan klasifikasi
terhadap order sungai yang mengalir di DAS tersebut, yaitu dimulai dari order 3, 4,
dan seterusnya hingga order terbesar untuk Sungai Cimadur. Klasifikasi order
sungai yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada klasifikasi Strahler,
seperti yang telah diuraikan sebelumnya pada Bab Tinjauan Pustaka. Selanjutnya,
peta batas sub-DAS yang dihasilkan digunakan untuk analisis hubungan antara
order sungai dan kelas TWI.
yang tidak diukur, sehingga dapat dihasilkan sebaran nilai pada seluruh wilayah.
Dalam penelitian ini digunakan metode interpolasi Inverse Distance Weighted
(IDW). Metode IDW merupakan metode deterministik yang sederhana dengan
mempertimbangkan titik di sekitarnya. Asumsi dari metode ini adalah bahwa nilai
interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh.
Bobot (weight) akan berubah secara linier sesuai dengan jaraknya terhadap data
sampel. Dalam proses ini data yang dihasilkan merupakan data baru dalam bentuk
grid (raster), sehingga data ini dapat digunakan untuk analisis TWI.
Data dalam bentuk grid ini menghasilkan 9 data TWI yang bersifat kontinu
(continuous). Selanjutnya, data TWI direklasifikasi menjadi 3 kelas dengan
interval nilai 5 untuk masing-masing kelas, yakni kelas TWI rendah (= kelas 1)
dengan selang kelas nilai TWI <5, kelas TWI sedang (= kelas 2) dengan selang
kelas nilai TWI 5-10, dan kelas TWI tinggi (= kelas 3) dengan selang kelas nilai
TWI >10. Sistem pengkelasan ini dilakukan secara arbitrer tanpa referensi awal
mengingat terbatasnya acuan baku yang dapat digunakan. Pengkelasan ini
digunakan untuk memudahkan mengetahui titik-titik dugaan konsentrasi air.
Langkah selanjutnya adalah dengan melakukan delineasi masing-masing kelas
TWI yang sudah diklasifikasi agar keluaran akhir yang dihasilkan berbentuk data
vektor.
terbentuk sebuah laporan yang disajikan dalam bentuk skripsi. Rangkaian metode
penelitian ini disajikan dalam bentuk diagram alir seperti pada Gambar 3.
19
5.1.1 Morfologi
Dalam analisis morfologi terdapat dua aspek, yakni aspek morfografi dan
morfometri. Morfografi merupakan aspek deskriptif dari suatu bentuklahan yang
ada di permukaan bumi, sedangkan morfometri merupakan aspek kuantitatif dari
suatu bentuklahan, seperti lereng (kemiringan, bentuk, panjang, arah) dan
ketinggian. Morfografi daerah penelitian terdiri atas daerah dataran, perbukitan,
24
Untuk aspek ketinggian (Gambar 6), terlihat bahwa semakin ke arah Utara
DAS angka ketinggian tampak semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa
wilayah pegunungan dan perbukitan ini secara umum mempunyai kemiringan dari
Utara ke Selatan sesuai dengan aliran sungai Cimadur yang mengalir atau
bermuara ke Laut Selatan Jawa.
25
Samudera
Indonesia
5.1.2 Morfogenesis
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa morfogenesis
bentuklahan di daerah penelitian lebih didominasi oleh proses denudasional
terhadap morfologi yang dihasilkan oleh proses geomorfik sebelumnya, seperti
pengangkatan, baik yang berbatuan vulkanik maupun sedimen. Oleh karena itu
nama-nama bentuklahan sebagian besar berupa bentuklahan denudasional
vulkanik dan sebagian yang lain berupa denudasional struktural dan bentuklahan
fluvial.
Bentuklahan asal proses denudasional vulkanik tersebar dari bagian tengah
ke hulu daerah penelitian, sedangkan bentuklahan asal proses denudasional
struktural tersebar di bagian Selatan daerah penelitian, seperti perbukitan lipatan
yang telah mengalami erosi lanjut, hal ini dicirikan dengan batuan-batuan yang
menyusun bentuklahan tersebut, yang terdiri dari batupasir (Anggota Batupasir),
konglomerat (Anggota Konglomerat), batukapur (Limestone Member), dan
batulempung (Formasi Cimanceuri). Batupasir dan konglomerat umumnya lebih
resisten terhadap erosi sehingga menghasilkan bentuklahan igir-igir perbukitan,
sedangkan batukapur sebagian berbentuk igir-igir atau bukit namun sebagian yang
lain terlarut membentuk lembah/cekungan. Sedangkan batulempung karena lebih
lunak maka cenderung membentuk morfologi lembah-lembah. Bentuklahan asal
proses fluvial terdapat di bagian Selatan daerah penelitian, memiliki relief datar
dengan batuan penyusun utama Aluvium, dan menempati elevasi terendah (0-300
m dpl) sebagai wilayah yang lebih didominasi oleh proses-proses deposisi.
5.1.3 Morfokronologi
Berdasarkan Peta Geologi yang disajikan dalam Gambar 7, maka semua
bentuklahan di daerah penelitian terbentuk pada zaman Tersier (Eosen, Oligosen,
Miosen, dan Pliosen), hanya bentuklahan Lembah sungai (F) yang terbentuk pada
zaman Kuarter (Holosen). Secara spasial dapat diperhatikan pula bahwa wilayah
DAS bagian Utara tersusun oleh batuan vulkanik yang terbentuk pada zaman
Tersier: Miosen-Pliosen, pada wilayah DAS bagian tengah tersusun oleh batuan
vulkanik dan sedimen Tersier lebih tua: Eosen-Miosen, sedangkan wilayah DAS
30
bagian selatan mempunyai batuan penyusun Kuarter: Holosen sebagai hasil proses
pengendapan sungai. Dengan demikian, berdasarkan morfokronologinya dapat
disimpulkan bahwa secara umum morfokronologi bentuklahan di daerah
penelitian mempunyai umur lebih muda ke arah Utara seiring dengan kondisi
morfometrinya berupa elevasi yang semakin meningkat.
Samudera
Indonesia
Gambar 9. Gambaran dan interpretasi bentuklahan DAS Cimadur dari Citra SRTM
35
penyusunnya terdiri dari: Formasi Cikotok (Temv), atau batuan gunungapi zaman
Tersier berumur Eosen sampai Miosen; Formasi Cicarucup (Tet) atau basement
rock berbatuan sedimen zaman Tersier berumur Eosen, dan Anggota
Batugamping (Tojl) yang berupa batuan karbonat zaman Tersier berumur
Oligosen. Pada bentuklahan ini kerucut-kerucut gunungapi juga sudah tidak
tampak lagi, hanya berupa tebing-tebing dengan lereng yang curam karena telah
mengalami erosi lanjut seperti yang dibuktikan dengan banyaknya torehan-
torehan memanjang yang tampak pada citra SRTM. Bentuklahan ini menempati
luasan sebesar 4.209 Ha atau 20,02% dari total luas daerah penelitian.
Perbukitan denudasional vulkanik tua (DV3). Bentuklahan ini terletak
di bagian tengah daerah penelitian, tepatnya di bawah bentuklahan Pegunungan
denudasional vulkanik tua (DV2) dan di atas Perbukitan denudasional struktural
dewasa dan tua (DS1 dan DS2). Bentuklahan DV3 ini mempunyai morfologi
perbukitan dengan kemiringan lereng 15-30% (curam) dan >30% (sangat curam).
Tersusun dari Formasi Cikotok (Temv) berbatuan vulkanik dan Anggota
Batugamping (Tojl) yang keduanya dari zaman Tersier berumur Eosen sampai
Miosen. Bentuklahan ini mempunyai luas 2.641 Ha atau menempati 12,56% dari
total luas daerah penelitian.
Tebing denudasional vulkanik (DV4). Bentuklahan ini terletak di bagian
Utara daerah penelitian berupa tebing (kaldera) yang curam yang telah mengalami
erosi lanjut dan berbentuk melingkar seperti tapal kuda atau huruf U. DV4
mengelilingi Dataran vulkanik bermaterial tufa (DV5) yang berada di bawahnya.
Bentuklahan ini mempunyai kemiringan lereng 15-30% (curam) dan >30%
(sangat curam) serta mempunyai batuan yang keras seperti lava atau perselingan
lava dan piroklastik, namun dalam peta geologi dimasukkan ke dalam Formasi
Cimapag (Tmc), terdiri dari batuan sedimen klastik, breksi, dan kuarsa yang
berasal dari endapan vulkanik berumur Miosen Awal. Bentuklahan ini
mempunyai luas sebesar 3.941 Ha atau menempati 18,75% dari total luas daerah
penelitian.
Dataran vulkanik bermaterial tufa (DV5). Bentuklahan ini terletak di
bagian Utara daerah penelitian, mempunyai kenampakan morfologi datar
berombak seperti terlihat dari citra SRTM, atau secara umum berupa
37
kemiringan lereng 8-15% (agak curam) dan 15-30% (curam). Batuan yang
menyusun DS2 adalah dari Formasi: Anggota Batupasir (Toj) yaitu batuan
sedimen zaman Tersier berumur Oligosen, kemudian Anggota Batugamping
(Tmtl) yang merupakan batuan karbonat zaman Tersier berumur Miosen Awal,
dan Anggota Konglomerat (Teb) yang merupakan batuan sedimen zaman Tersier
berumur Eosen yang sering dijumpai pada struktur lipatan. Bentuklahan ini
mempunyai luasan 1.593 Ha yang menempati 7,58% dari total luas daerah
penelitian.
Tabel 6. Kenampakan jenis penggunaan lahan pada citra dan kondisi di lapang
beserta luas tiap penggunaan lahan di DAS Cimadur
No Jenis Kenampakan Pada Kondisi di Lapang Luas Luas
Penggunaan Citra (Ha) (%)
Lahan
1 Hutan 7284 34,65
2 Sungai 90 0,43
7 Tanah 40 0,19
terbuka
Hutan (H). Pada citra dicirikan oleh teksturnya yang kasar, berwarna
hijau tua, dan bentuk yang homogen. Hutan tersebar di bagian Utara dan tengah
daerah penelitian dengan kemiringan lereng dominan >30% (sangat curam) yang
mempunyai luas sebesar 7.284 Ha atau menempati 34,65% dari total luas daerah
penelitian.
Kebun campuran (Kc). Kenampakan dari penggunaan lahan ini pada
citra dapat dilihat dari bentuknya yang bergerombol dengan pola yang tidak
teratur dan memiliki warna hijau tua dengan tekstur yang agak kasar sampai kasar
yang biasanya berasosiasi dengan permukiman. Penggunaan lahan ini
mendominasi bagian tengah dan Selatan daerah penelitian dengan luas sebesar
8.952 Ha atau menempati 42,58% dari total luas daerah penelitian. Penggunaan
lahan ini secara dominan tersebar pada kemiringan lereng 15-30% (curam).
Permukiman (P). Pada citra dapat dilihat dengan bentuknya yang
mengelompok, tekstur halus, pola yang tidak teratur, memiliki warna merah tua,
biasanya berasosiasi dengan jalan atau sungai. Permukiman tersebar di bagian
Utara dan Selatan daerah penelitian yang mempunyai kemiringan lereng dominan
0-3% (datar) dengan luas sebesar 221 Ha atau 1,05% dari total luas daerah
penelitian.
Sawah (Sa). Penggunaan lahan ini pada citra dicirikan dengan bentuk
petak-petak segi empat dan setiap petaknya dipisah oleh kenampakan garis
pematang yang polanya teratur. Warna sawah terlihat hijau tua (untuk sawah yang
berair atau baru tanam), hijau keabu-abuan, serta cokelat (untuk sawah yang baru
42
dipanen) dengan tekstur halus. Penggunaan lahan ini terletak di bagian Utara dan
Selatan daerah penelitian dengan kemiringan lereng dominan 0-3% (datar).
Penggunaan lahan ini mempunyai luas sebesar 3.691 Ha atau menempati 17,56%
dari total luas daerah penelitian.
Semak/tegalan (Se). Pada citra memiliki kenampakan rona yang cerah,
berwarna hijau muda dengan tekstur agak kasar sampai kasar, dan pola yang tidak
teratur. Semak/tegalan tersebar di bagian Utara dan tengah daerah penelitian
dengan kemiringan lereng dominan 15-30% (curam) yang mempunyai luasan 744
Ha atau menempati 3,54% dari total luas daerah penelitian.
Sungai (Su). Kenampakan dari penggunaan lahan ini pada citra dicirikan
dengan pola aliran yang berkelak-kelok pada wilayah yang datar, berwarna putih
atau krem, serta memiliki tekstur yang halus. Penggunaan lahan ini mempunyai
kemiringan lereng dominan 0-3% (datar) dengan luasan 90 Ha atau menempati
0,43% dari total luas daerah penelitian.
Tanah terbuka (Tb). Pada citra dicirikan dengan kenampakan pantulan
tanahnya yang berwarna cokelat dengan tekstur halus. Penggunaan lahan ini
sedikit sekali penyebarannya karena daerah penelitian merupakan kawasan
konservasi yang dilindungi oleh Pemerintah, dengan kemiringan lereng dominan
15-30% (curam) yang mempunyai luas sebesar 40 Ha atau menempati 0,19% dari
total luas daerah penelitian.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
penutupan/penggunaan lahan kebun campuran merupakan tipe yang paling
dominan di DAS Cimadur dengan total luasan sebesar 8.952 Ha. Fenomena ini
dapat dipahami mengingat penggunaan lahan kebun campuran tidak mempunyai
kendala terhadap morfologi, sehingga dapat berkembang pada berbagai
bentuklahan dan kemiringan lereng, dan didukung dengan akses jalan yang ada di
daerah penelitian yang memungkinkan manusia untuk mengintervensi lahan.
Sebaliknya, tanah terbuka merupakan tipe penggunaan lahan terkecil atau sebesar
40 Ha, dikarenakan sebagian kawasan DAS Cimadur masuk ke dalam kawasan
Taman Nasional yang dilindungi oleh Pemerintah.
43
Gambar 12. Peta Hasil Kelas TWI dan Order Sungai Cimadur
47
Tabel 7. Klasifikasi Kelas TWI dan order sungai terhadap panjang segmen sungai
di DAS Cimadur
No Kelas TWI Order sungai Total panjang segmen
sungai (m)
1 1 3 39
2 4 13
3 2 3 336.806
4 4 251.612
5 5 297.179
6 6 235.917
7 3 3 2.479
8 4 1.987
9 5 1.011
10 6 1.712
Gambaran yang bisa diambil pada Tabel 7 ini adalah bahwa sub-DAS
sungai-sungai order 3 ini sesungguhnya perlu mendapat perhatian khusus atau
perlu mendapat pengelolaan yang baik, karena sub-DAS sungai-sungai order 3 ini
berpotensi tinggi untuk dapat menahan atau menyimpan air. Potensi menyimpan
air yang tinggi juga dapat diartikan berpotensi melahirkan suatu gangguan atau
bencana, seperti banjir atau kekeringan di daerah hilirnya atau yang terkait dengan
pemanfaatan air sungai, baik di hulu maupun di hilir. Sebagai contoh, untuk kasus
di daerah penelitian adalah pemanfaatan air sungai untuk pembangkit listrik
tenaga mikrohidro (PLTMH).
Gambar 13.a berikut adalah instalasi mikrohidro yang ada di dalam DAS
Cimadur, tepatnya berada di Kampung Lebak Picung, Desa Hegarmanah,
Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten. Lebih rincinya, mikrohidro ini
digerakkan oleh aliran Sungai Ciambulawung yang mempunyai luas sub-DAS
sebesar 554 Ha dengan penutupan/penggunaan lahan yang bervariasi di dalam
sub-DAS tersebut, namun utamanya adalah hutan (Gambar 13.b), kebun
campuran, dan sebagian digunakan sebagai areal persawahan (Gambar 13.c).
48
Tabel 8. Perbandingan nilai debit musim hujan dan musim kemarau di Sungai
Ciambulawung berdasarkan pengukuran di lapangan
Titik Koordinat Geografis Ketinggian Lebar Sungai (m) Debit Air (l/s)
x y (m) Hujan Kemarau Hujan Kemarau
A 650748 9249837 537 7,00 4,63 242,71 36,10
B 650696 9249880 552 4,27 3,65 153,60 28,54
C 650765 9249874 582 7,00 7,06 39,45 16,20
D 651123 9249875 574 4,40 4,09 66,15 15,96
E 651104 9249814 567 1,90 2,80 26,03 4,55
F 651053 9249858 564 7,00 4,76 39,30 13,05
G 650844 9249890 548 6,12 5,98 118,23 51,38
H 650717 9249972 570 5,70 6,05 206,10 35,21
I 650642 9249939 565 1,20 2,35 112,38 49,25
J 650594 9249899 562 0,72 1,33 30,38 104,73
K 651038 9250542 630 - 5,78 - 72,73
L 651066 9250492 634 - 5,50 - 20,83
M 651011 9250490 629 - 3,24 - 47,64
N 650426 9249871 560 - 17,60 - 47,60
Gambar 14. Grafik luasan penggunaan lahan di atas bentuklahan di DAS Cimadur
Pada Tabel 9 dan Gambar 14 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan kebun
campuran merupakan penggunaan lahan yang paling banyak terdapat di daerah
penelitian dengan total luas 8.952 Ha. Kebun campuran tersebar di semua jenis
bentuklahan. Hal ini sangat wajar mengingat penggunaan lahan kebun campuran
tidak mempunyai kendala morfologi pada berbagai bentuklahan. Keberadaan
kebun campuran terluas adalah di atas bentuklahan Pegunungan denudasional
vulkanik tua (DV2), yaitu menempati areal seluas 2.585 Ha. Hal ini disebabkan
oleh bentuklahan ini menempati luasan terbesar kedua di daerah penelitian dengan
akses jalan yang masih memungkinkan untuk manusia dapat mengintervensi lahan.
Penggunaan lahan hutan juga merupakan penggunaan lahan terluas kedua
setelah kebun campuran dengan total luas 7.284 Ha. Hutan tersebar di bagian
Utara dan tengah daerah penelitian, menempati bentuklahan Dataran vulkanik
bermaterial tufa (DV5), Pegunungan denudasional vulkanik dewasa (DV1),
Pegunungan denudasional vulkanik tua (DV2), dan Tebing denudasional vulkanik
(DV4). Keberadaan hutan terluas adalah di atas bentuklahan Pegunungan
denudasional vulkanik dewasa (DV1), yang menempati luas 4.432 Ha. Hal ini
52
Gambar 15. Grafik luasan kemiringan lereng di atas bentuklahan di DAS Cimadur
Gambar 16. Grafik luasan Kelas TWI di atas bentuklahan di DAS Cimadur
Tabel 12. Luas Kelas TWI dan kemiringan lereng di DAS Cimadur
No Kemiringan Kelas TWI (Ha)
Lereng 1 2 3
1 0-3% 0 3549 52
2 3-8% 0 543 24
3 8-15% 0 2465 24
4 15-30% 0 8801 29
5 >30% 1 5525 8
Luas Total 1 20883 137
56
Gambar 17. Grafik luasan Kelas TWI dan kemiringan lereng di DAS Cimadur
6.1 Kesimpulan
1. Geomorfologi daerah penelitian didominasi oleh morfologi pegunungan
dengan total luas 10.046 Ha atau 47,78% berbatuan vulkanik tua (Tersier).
Dengan morfologi ini maka dinamika hidrologi atau pergerakan air
(permukaan dan bawah tanah) di daerah penelitian menjadi sangat besar
akibat besarnya nilai elevasi bentuklahan, kemiringan lereng, dan gravitasi
bumi.
2. Kebun campuran merupakan penggunaan lahan yang paling dominan di
daerah penelitian dengan total luas 8.952 Ha atau 42,58% dan
persebarannya melintas di seluruh bentuklahan. Fenomena ini
mengindikasikan bahwa intervensi manusia terhadap bentuklahan cukup
dominan. Sehingga kegiatan manusia di daerah penelitian yang terkait
perubahan penggunaan lahan perlu mendapat pengawasan yang baik agar
tidak merusak kondisi ekologi yang sudah ada.
3. TWI kelas sedang sangat dominan di daerah penelitian (total luas 20.987
Ha atau 99,83%), dimana persebarannya melintas di berbagai bentuklahan
dan berbagai sub-DAS order sungai. Dengan demikian wilayah sub-DAS
teratas atau order 3 perlu mendapat perhatian/pengelolaan tersendiri agar
fungsi sub-DAS dalam menyimpan air dapat berfungsi lebih optimal dan
untuk menjaga ekologi DAS.
4. Ekologi bentanglahan daerah penelitian didominasi oleh bentuklahan
Pegunungan denudasional vulkanik (VD1 dan VD2), penggunaan lahan
kebun campuran, kemiringan lereng 15-30% (curam), dan kelas TWI
sedang (= kelas 2). Hal ini mengindikasikan bahwa kondisi ekologi daerah
penelitian masih dalam ambang batas aman terkait dengan potensi
menyimpan air, namun cukup rentan terhadap perubahan iklim atau
penutupan/penggunaan lahan, karena dinamika aliran air di daerah
penelitian cukup tinggi sehingga pada saat musim hujan air mudah untuk
diloloskan namun pada saat musim kemarau akan berpotensi untuk
mengalami kekeringan.
59
6.2 Saran
1. Klasifikasi kelas TWI perlu dicoba dengan berbagai metode, mengingat
masih belum diperolehnya acuan yang baku terkait dengan klasifikasi TWI.
2. Penelitian lanjutan dapat ditambah untuk melakukan analisis banjir di
DAS Cimadur dengan didukung data-data tambahan, seperti data curah
hujan harian/bulanan, data debit DAS harian/bulanan, data aliran
permukaan, dll.
60
Agustina R. 2007. Pemanfaatan Air Pada Bendung Kecil di Sub DAS Ciomas-
DAS Cidanau, Banten. [Skripsi]. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas
Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Asdak C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Asriningrum W. 2002. Studi Kemampuan Landsat ETM+ untuk Identifikasi
Bentuklahan (Landform) di Daerah Jakarta-Bogor. [Tesis]. Program
Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
BP4K Kuningan. 2012. Klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson.
http://www.bp4kkuningan.web.id/index.php/component/content/article/36/
98. [27 Juni 2012].
BPS Banten. 2012. Geografi dan Iklim. http://lebakkab.bps.go.id. [27 Juni 2012].
BPS Banten. 2012. Penduduk. http://lebakkab.bps.go.id. [27 Juni 2012].
Dwiyanti E. 2009. Analisis Data Landsat ETM+ untuk Kajian Geomorfologi dan
Penutup/Penggunaan Lahan dan Pemanfaatannya untuk Pemetaan Lahan
Kritis di Kota Cilegon. [Skripsi]. Jurusan Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Fakultas Geografi UGM-Bakosurtanal. 2000. Pembakuan Spek Metodologi
Kontrol Kualitas Pemetaan Tematik Dasar dalam Mendukung Perencanaan
Tata Ruang Yogyakarta. Kerjasama Fakultas Geografi UGM dan Proyek
Inventarisasi Evaluasi Sumberdaya Nasional Matra Laut-Bakosurtanal.
Grabs T, Seibert J, Bishop K, Laudon H. 2009. Modeling spatial patterns of
saturated areas: A comparison og the topographic wetness index and a
dynamic distributed model. Journal of Hydrology. 373: 15-23.
Lillesand T M, R W Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Manan S. 1979. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. [Skripsi].
Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
PPLH. 2010. Laporan Akhir Pekerjaan Jasa Penelitian dan Pemrosesan Model
Desa Mandiri Berbasis Mikro Hidro Di Sekitar Taman Nasional Gunung
61
LAMPIRAN
64