Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM

HIDROLOGI DAN PENGELOLAAN DAS


(PDT 1312)

Oleh:

Ghia Sri Rahayu


NIM A0B019019

Dosen Pengampu :
Drs. Suwardi, M.Si

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya yang telah diberikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan penulisan
Laporan Praktikum Hidrologi dan Pengelolaan DAS. Oleh karena itu, perkenankanlah
penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terlibat dalam penyelesaian
laporan ini, khususnya kepada :

1. Tuhan Yang Maha Esa


2. Drs. Suwardi, M.Si selaku dosen pengampu mata kuliah Hidrologi dan
Pengelolaan DAS
3. Kedua orangtua yang senantiasa berdoa dan mendukung.
4. Teman – teman yang membantu secara daring untuk penyelesaian laporan
praktikum ini.

Penulis menyadari laporan praktikum ini masih sangat jauh dari kata
kesempurnaan, oleh karena itu kritik serta saran yang saya harapkan dan terima
dengan terbuka agar laporan praktikum ini dapat lebih baik lagi. Sebagai manusia
biasa yang masih jauh dari kata kesempurnaan karena kesempurnaan hanyalah milik
Allah SWT, oleh karena itu saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Atas perhatian
dari semua pihak yang membantu penulisan laporan praktikum ini, saya ucapkan
terimakasih. Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi semua.

Bogor, 29 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
ACARA I. MORFOMETRI DAS CILIWUNG
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 5
III. METODE PRAKTIKUM ................................................................................... 11
A. WAKTU DAN TEMPAT ......................................................................... 11
B. BAHAN DAN ALAT ................................................................................ 11
C. PROSEDUR KERJA ................................................................................. 11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... ..12
A. HASIL........................................................................................................12
B. PEMBAHASAN ...................................................................................... ..16
V. PENUTUP ........................................................................................................ ..19
A. KESIMPULAN..........................................................................................19
B. SARAN ................................................................................................... ..19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... ..20
LAMPIRAN .......................................................................................................... ..23

iii
LAPORAN PRAKTIKUM

HIDROLOGI DAN PENGELOLAAN DAS


ACARA I
MORFOMETRI DAS CILIWUNG

Oleh:

Ghia Sri Rahayu


NIM A0B019019

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang cenderung
topografinya dibatasi oleh punggung – punggung gunung (batas topografi) sebagai tempat
penampungan dan penyiraman air hujan yang kemudian menyalurkannya (air, sendimen, dan
unsur hara) ke muara (laut) melalui sungai utama (outlet). DAS merupakan bentuk dari
kumpulan berbagai jenis sungai pada suatu tempat tertentu pada kurun waktu tertentu pula.
Penamaan DAS biasanya memakai nama sungai utama atu sungai yang memiliki lebar dan
panjang yang lebih dibandingkan sungai lainnya. Wilayah daratannya disebut daerah
tangkapan air (DTA atau Catchnebt Area) yang merupakan suatu ekosistem dengan
sumberdaya alam (air, tanah, dan vegetasi) dan ada semberdaya manusia sebgai pemanfaat
sumberdaya alam.
Pemberian batasan pada DAS memiliki beberapa tujuan seperti mengetahui bentuk
hidrograf sehingga dapat diketahui debit puncak, digunakan dalam analisa banjir, dan
perencanaan manajemen sumber daya air. Namun kenyataannya, batas tersebut tidak tampak
di lapangan. Meskipun tidak tampak, batas DAS dapat dibuat dalam suatu peta jaringan.
Pemberian batasan pada DAS dikenal dengan istilah delineasi DAS. Delineasi DAS adalah
salah satu penelitian untuk memberikan dan menentukan batas DAS atau suatu bagian
lanskap yang ditunjukkan oleh suatu batas DAS yang tertutup pada suatu peta tanah yang
menentukan suatu areal DAS tertentu, bentuk DAS, dan lokasi DAS dari satu atau lebih
komponen tanah ditambah inklusi, dan areal sisa.
DAS berfungsi sebagai satu kesatuan bentang lahan, sebagai tempat berlangsungnya
proses hidrologi untuk mengubah input menjadi output, sebagai tempat interaksi atau
interelasi antara komponen – komponen ekosistem. Pentingnya posisi DAS sebagai unit
perencanaan yang utuh merupakan konsekuensi logis untuk menjaga kesinambungan
pemanfaatan sumberdaya hutan, tanah dan air. Kurang tepatnya perencanaan dapat
menimbulkan adanya degradasi DAS yang mengakibatkan buruk seperti yang dikemukakan
di atas. Dalam upaya menciptakan pendekatan pengelolaan DAS secara terpadu, diperlukan
perencanaan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan
mempertimbangkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan. Dengan demikian bila ada bencana,
apakah itu banjir maupun kekeringan, penanggulangannya dapat dilakukan secara
menyeluruh yang meliputi DAS mulai dari daerah hulu sampai hilir.

2
Saat ini fungsi DAS mulai menurun, dikarenakan terdapat berbagai masalah pada
pengelolaan DAS seperti perubahan alih fungsi hutan, pendangkalan aliran sungai, longsor,
dan erosi memberikan dampak perubahan ke arah lahan kritis. Menurut Asdak (2004)
pengelolaan DAS merupakan upaya manusia dalam mengendalikan hubungan timbal balik
antara sumber daya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya dengan
tujuan membina kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan
sumber daya alam bagi manusia secara berkelanjutan.
Pola aliran suatu sungai besar dapat terbentuk oleh sungai – sungai yang lainnya
secara bersama – sama mengalirkan atau mengeringkan air membuat jaringan kerja drainase.
Dalam suatu DAS, sungai – sungai (baik utama maupun cabang) secar keseluruhan
membentuk suatu pola jaringan. Umumnya dipengaruhi oleh struktur geologi daerah. Pola
aliran DAS tidak selalu sama antara DAS yang satu dengan DAS lainnya, bahkan dalam satu
DAS dapat terbentuk beberapa pola aliran yang dikendalikan oleh struktur geologi seperti
kekar, jenis kemiringan lapisan, lipatan dan lain sebagainya.
Menurut penelitian yang dilakukan dalam skala DAS, pola aliran berpengaruh
terhadap kerapatan dalam menentukan besar debit puncak dan waktu lamanya. Arthur
D.Howard telah mengklasifikasikan pola aliran sungai dalam beberapa kategori yaitu, pola
dasar, modifikasi pola dasar, dam gabungan modifikasi pola dasar. Dengan demikian setiap
pola mencerminkan struktur dan proses yang mengontrolnya.
Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait
dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan proses pengarusan
(drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut adalah luas DAS, bentuk
DAS, jaringan sungai< kerapatan aliran, pola aliran, dan gradient kecuraman sungai.
Proses diatas mempengaruhi keseimbangan beberapa sumber daya alam di lingkungan
maka penting bagi mahasiswa D3 Perencanaan Sumberdaya Lahan untuk mempelajari dan
menanggapi permasalahan seputar morfometri DAS. Strahler (1973) mengelompokkan
perhitungan morfometri menjadi 3 bagian yaitu liniear, area, dan relief permukaan.
Morfometri liniear berhubungan untuk menjelaskan hirarki jaringan sungai, ordo, dan
panjang sungai, memungkinkan untuk mengetahui homogenitas geometri DAS. Morfometri
area memberikan data yang berguna untuk karakteristik sungai dalam satu DAS, termasuk
konsentraasi dari aliran permukaan, inetraksi iklim dan geologi serta area yang penting untuk
dipelihara. Morfometri relief menyediakan informasi mengenai perbedaan ketinggian dalam

3
suatu DAS dan persamaan dalam berbagai ketinggian pada jaringan sungai. Meskipun
perhitungan relief rumit karena menyangkut aspek tiga dimensi, namun hal ini efektif dalam
menjelaskan secara kantitatif perubahan lansekap.
Kombinasi antara faktor morfometri DAS dengan faktor-faktor yang dapat diubah
manusia seperti penggunaan lahan, kemiringan dan panjang lereng akan memberikan respon
spesifik dari DAS terhadap curah hujan yang jatuh sebagai input DAS. Analisis morfometri
DAS sangat penting untuk dilakukan perencanaan daerah aliran sungai karena memberikan
informasi tentang karakteristik DAS seperti kemiringan, topografi, kondisi tanah,
karakteristik limpasan dan potensi air permukaan.
Oleh karena itu, dengan adanya praktikum Hidrologi dan Pengelolaan DAS tentang
Morfometri Daerah Aliran Sungai ini tujuannya adalah agar mahasiswa mampu menganalisis
dan mengetahui Morfometri DAS dari daerah masing – masing praktikan. Manfaat dari
praktikum ini yaitu mahasiswa lebih berpengetahuan, dapat mengetahui luas, panjang, lebar,
kemiringan sungai, orde dan tingkat percabangan sungai, kerapatan sungai, koefisien bentuk
sungai, total basin relief, dan relief ratio. Dalam pemanfaatan upaya menciptakan pendekatan
pengelolaan DAS secara terpadu, diperlukan perencanaan secara terpadu, menyeluruh,
berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dengan mempertimbangkan DAS sebagai suatu
unit pengelolaan.

4
II. TINJAUAN PUSTAKA

DAS adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga
merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang melaluinya. Sungai dan
anak-anak sungai tersebut berfungsi untuk menampung, menyimpan dan mengalirkan air
yang berasal dari curah hujan serta sumber air lainnya. Penyimpanan dan pengaliran air
dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam di sekelilingnya sesuai dengan keseimbangan
daerah tersebut. Proses tersebut dikenal sebagai siklus hidrologi (Rahayu, et al., 2009).
Batas DAS yang tergambar pada suatu peta jaringan sungai adalah batas artificial atau
batas buatan, karena pada kenyataannya batas tersebut tidak tampak di lapangan. Batas
tersebut meskipun tidak tampak di lapangan tetapi pada kenyataannya, batas tersebut
membatasi jumlah air hujan yang jatuh di atasnya. Batas DAS besar tersusun atas beberapa
sub DAS. Sub DAS adalah bagian dari DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya
melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis ke dalam Sub DAS-Sub DAS
(Anonim, 2006).
DAS didefinisikan dalam berbagai ukuran luas, tergantung pada definisi dan deskripsi
yang diberikan. Pada dasarnya, DAS besar terdiri dari beberapa sub DAS dan sub-sub DAS.
Sebuah kawasan dapat didefinisikan sebagai sebuah DAS mulai dari luasan 2 hektar hingga
30.000 hektar. Ilustrasi DAS dan sub-sub DAS disajikan di Gambar 40 yang menggambarkan
pengelompokkan sungai dan anak-anak sungainya dengan batasan topografi (Amrullah, et al.,
2015).
Definisi Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke
laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Asdak (2010) berpendapat
bahwa DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi punggung-
punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian
menyalurkannya ke laut melalui sungai utama.

5
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen yang
saling berinteraksi sehingga membentuk suatu kesatuan. Sistem tersebut mempunyai sifat
tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen penyusunnya (Asdak, 2002). Besar
kecilnya ukuran ekosistem tergantung pada pandangan dan batas yang diberikan pada
ekosistem tersebut. Daerah aliran sungai (DAS) dapat dianggap sebagai suatu ekosistem.
Pada suatu ekosistem terdapat hubungan antara lingkungan biotik, lingkungan abiotik, dan
lingkungan budaya yang saling berinteraksi dari berbagai fungsi komponen untuk
membentuk satu kesatuan yang teratur. Ekosistem DAS dikelompokkan dalam tiga bagian,
yaitu DAS bagian hulu, DAS bagian tengah dan DAS bagian hilir. Ketiga bagian DAS
tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda. DAS adalah suatu sistem dalam hidrologi,
sehingga di sini terdapat sistem masukan dan sistem keluaran.
Menurut Asdak (2010) DAS dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu bagian hulu, bagian
tengah, dan bagian hilir. Ciri-ciri pada setiap bagian DAS dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bagian Hulu
a. Merupakan daerah konservasi.
b. Mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi.
c. Merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 20%).
d. Bukan merupakan daerah banjir.
e. Pengaturan air ditentukan oleh pola drainase.
2. Bagian Tengah
Daerah Aliran Sungai bagian tengah merupakan daerah transisi dari kedua
karakteristik biogeofisik DAS yang berbeda tersebut di atas.
3. Bagian Hilir
a. Merupakan daerah pemanfaatan.
b. Kerapatan drainase lebih kecil.
c. Merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai sangat kecil (kurang
dari 10%).
d. Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan).
e. Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi.
DAS yang sehat dapat menyediakan unsur hara bagi tumbuhan, sumber makanan bagi
manusia dan hewan, air minum yang sehat bagi manusia dan makhluk lainnya, serta empat
berbagai aktivitas lainnya. Manusia hidup di bumi akan selalu dipengaruhi baik secara positif
dan negatif oleh adanya interaksi dari sumber daya air dengan sumber daya alam lainnya.

6
Dampak dari interaksi sumberdaya tersebut tidak terbatas pada batasan politik saja. Sebagai
contoh yang nyata adalah air. Air yang mengalir dalam kapasitas yang sangat besar akan
mengakibatkan terjadinya banjir. aliran air yang besar akan mengalir dari permukaan yang
tinggi ke permukaan yang lebih rendah tanpa memperdulikan batas-batas administrasi. Dari
sinilah diperlukan suatu pengelolaan DAS (Agus dan Widianto, 2004).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012,
pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara
sumberdaya alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud
kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi
manusia secara berkelanjutan. Pada dasarnya pengelolaan DAS merupakan upaya manusia
untuk mengendalikan hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia dan
keserasian ekosistem serta meningkatkan kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia
secara berkelanjutan (Departemen Kehutanan, 2000).
DAS sebagai suatu sistem hidrologi meliputi jasad hidup, lingkungan fisik dan kimia
yang berinteraksi secara dinamik dan di dalamnya terjadi keseimbangan dinamik antara
energi dan material yang masuk dengan energi dan material yang keluar. Energi matahari,
iklim di atas DAS dan unsur-unsur endogenik di bawah permukaan DAS merupakan
masukan, sedangkan air dan sedimen yang keluar dari muara DAS serta air yang kembali ke
udara melalui evapotranspirasi adalah keluaran DAS. Konsep dasar yang digunakan dalam
setiap hidrologi adalah Daur Hidrologi. Konsep Daur Hidrologi merupakan titik awal
pengetahuan mengenai hidrologi (Galleguillos et al., 2011).
DAS dapat mengalami kerusakan karena adanya percepatan oleh peningkatan
pemanfaatan sumber daya alam sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan
perkembangan ekonomi, kebijakan yang belum berpihak kepada pelestarian sumber
daya alam, serta masih kurangnya kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam konteks
pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam (Saeful, 2009 dalam Sonapasma, 2010),
hal ini berdampak DAS lambat laun mencapai tingkat kritis hingga sangat kritis.
Ahli hidrologi banyak yang menaruh perhatian terhadap perolehan debit dan curah
hujan. Semakin besar curah hujan yang jatuh di sungai atau sekitar aliran sungai, debit sungai
akan semakin besar. Debit adalah volume aliran yang terjadi di suatu sungai pada periode
waktu tertentu. Bila terjadi hujan yang sangat lebat, debit akan sangat tinggi melampaui
kapasitas aliran sungai atau kapasitas tampung bendung, sehingga dapat menimbulkan banjir
di sungai dan DAS. Pada suatu sungai besarnya debit aliran susah untuk di ukur, biasanya
angka yang menjadi patokan sebagai pemantau adalah tinggi muka air. Nilai tinggi muka air

7
kemudian digunakan menduga besarnya debit yang terjadi pada sungai atau DAS. Hubungan
antara tinggi muka air dan debit ditentukan oleh ciri-ciri fisik dari aliran disebelah hilir alat
ukur. Semakin besar debit aliran, muka air juga akan semakin tinggi. Besarnya debit air
sungai selain dipengaruhi oleh limpasan permukaan juga dipengaruhi aliran bawah
permukaan dan air tanah (Hwan et al., 2013).
Morfometri didefinisikan sebagai pengukuran bentuk (measurement of
the shape). Morfometri dalam kajian hidrologi pertama kali dikemukakan
oleh R.E Horton dan A.E. Strahler. Tujuan utama dari
kajian morfometri adalah mengetahui karakteristik aliran secara menyeluruh berdasarkan
hasil pengukuran berbagai sifat aliran. Pengukuran sifat aliran
yang pertama adalah susunan (hirarki) dari setiap segmen aliran menurut suatu sistem
klasifikasi yang disebut dengan orde aliran. Segmen-segmen aliran
disusun mulai dari alur-alur (tributaries) di bagian atas atau hulu DAS sampai dengan sungai
utama di bagian bawah atau hilir DAS. Secara numeris
penyusunan orde dimulai dengan pemberian nilai 1 (selanjutnya disebut dengan orde 1) untuk
segmen pertama (alur-alur).
Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait
dengan aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan proses pengatusan
(drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut adalah luas DAS, bentuk
DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan gradien kecuraman sungai (Safarina,
et al., 2011). Sehingga karakteristik morfometri sangat menentukan perilaku air (hidrologi)
suatu DAS, seperti limpasan permukaan, infiltrasi, cadangan air tanah dan perilaku genangan
banjir.
Analisis morfometri dapat dimanfaatkan dalam pengelolaan DAS. Interaksi antara
kondisi geomorfologi dengan karakteristik hidrologi dapat dicerminkan dari kondisi
morfometri DAS. Sebagai salah satu upaya mengurangi risiko akibat banjir bandang, maka
analisis morfometri perlu dilakukan. Analisis morfometri dapat menjadi langkah awal dalam
memahami dinamika suatu DAS. Selain itu, morfometri dapat menjadi salah satu cara untuk
mengetahui proses dan karakteristik dari suatu DAS (Mesa, 2006 dan Triatmodjo, 2009) serta
memudahkan dalam memahami karakteristik geologi dan hidrologinya (Strahler, 1964).
Menurut Susilo (2006), terdapat beberapa karakteristik DAS yang penting dan dapat
dikaji berdasarkan hasil analisis morfometri, antara lain :

8
1. Daerah Pengaliran (A)
Daerah pengaliran merupakan karakteristik DAS yang paling penting dalam pemodelan
berbasis DAS. Daerah pengaliran mencerminkan volume air yang dapat dihasilkan dari curah
hujan yang jatuh di daerah tersebut. Curah hujan yang konstan dan seragam untuk seluruh
daerah pengaliran merupakan asumsi yang umum dalam pemodelan hidrologi.
2. Panjang DAS (L)
Panjang daerah aliran sungai biasanya didefinisikan sebagai jarak yang diukur
sepanjang sungai utama dari outlet hingga batas DAS. Sungai biasanya tidak akan mencapai
batas DAS, sehingga perlu ditarik garis perpanjangan mulai dari ujung sungai hingga batas
DAS dengan memperhatikan arah aliran. Meskipun daerah pengaliran dan panjang DAS
merupakan ukuran dari DAS tetapi keduanya mencerminkan aspek ukuran yang berbeda.
Daerah pengaliran digunakan sebagai indikasi potensi hujan dalam menghasilkan sejumlah
volume air, sedangkan panjang DAS biasanya digunakan dalam perhitungan waktu tempuh
yang dibutuhkan oleh air untuk mengalir di dalam DAS.
3. Kemiringan DAS (S)
Banjir merupakan besaran yang mencerminkan momentum run off dan lereng
merupakan faktor penting dalam momentum tersebut. Lereng DAS mencerminkan tingkat
perubahan elevasi dalam jarak tertentu sepanjang arah aliran utama.
4. Bentuk DAS
Bentuk DAS mempunyai variasi yang tak terhingga dan bentuk ini dianggap
mencerminkan bagaimana aliran air mencapai outlet. DAS yang berbentuk lingkaran akan
menyebabkan air dari seluruh bagian DAS mencapai
outlet dalam waktu yang relatif sama. Akibatnya puncak aliran terjadi dalam waktu yang
relatif singkat.
5. Kerapatan Aliran (Dd)

Kerapatan aliran merupakan pengukuran terhadap panjang aliran (stream length) per
unit daerah pengaliran (drainage area atau basin area).
Selain karakteristik DAS seperti yang disebutkan di atas, penggunaan lahan dan curah
hujan merupakan karakteristik DAS yang tidak kalah pentingnya. Penggunaan lahan dan
curah hujan memang tidak terkait dengan morfometri DAS, namun dalam kajian tentang
banjir dengan menggunakan DAS sebagai unit analisis.

9
Soewarno (1991) menyatakan bahwa sungai di dalam semua DAS mengikuti suatu
aturan yaitu aliran sungai dihubungkan oleh suatu jaringan satu arah dimana cabang dan anak
sungai mengalir ke dalam sungai induk yang lebih besar dan membentuk suatu pola tertentu.
Pola itu tergantung dari kondisi topografi, geologi, iklim, vegetasi yang terdapat di dalam
DAS yang bersangkutan. Secara keseluruhan kondisi tersebut akan menentukan karakteristik
sungai di dalam bentuk polanya. Beberapa pola aliran yang terdapat di Indonesia, antara lain:

a) Radial
Pola ini biasanya dijumpai di daerah lereng gunung api atau daerah topografi
berbentuk kubah, misal sungai di lereng Gunung Semeru di Jawa Timur, Gunung
Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta, Gunung Ijen di Jawa Timur, Gunung Slamet
di Jawa Tengah.
b) Rektangular
Terdapat di daerah batuan kapur, misal di daerah Gunung Kidul di Daerah Istimewa
Yogyakarta.
c) Trellis
Biasanya dijumpai pada daerah dengan lapisan sedimen di daerah pegunungan
lipatan, misalnya di daerah pegunungan lipatan di Sumatera Barat dan di Jawa
Tengah.
d) Dendritik
Pola ini pada umumnya terdapat pada daerah dengan batuan sejenis dan
penyebarannya luas. Misalnya suatu daerah oleh endapan sedimen yang luas dan
terletak pada suatu bidang horisontal di daerah dataran rendah bagian timur Sumatera
dan Kalimantan.

10
III. METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Praktikum acara 1 Hidrologi dan Pengelolaan DAS tentang “Morfometri Daerah


Aliran Sungai Ciliwung ” dilaksanakan pada tanggal 29 November 2020 – 3 Desember 2020
dan dilakukan di tempat tinggal praktikan yang berada di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Karena adanya pandemic covid-19 sehingga segala bentuk kegiatan tidak boleh dilakukan
tatap muka sesuai aturan yang ada.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini tentang Morfometri Daerah Aliran
Sungai yaitu data mengenai DAS Ciliwung, data luas DAS, data panjang aliran dan lebar
DAS, data kemiringan, dan data orde dan tingkat percabangan sungai. Alat yang digunakan
pada praktikum ini yaitu seperangkat alat komputer atau laptop.

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum ini tentang Morfometri Daerah Aliran
Sungai yaitu buka semua data DAS yang ada di website BBWS atau BPDAS Ciliwung.
Perhatikan angka – angka pada masing – masing data tersebut. Jika data sulit ditemukan
maka pengamat bisa melakukan survey langsung pada tempat DAS yang bersangkutan.
Langkah selanjutnya adalah menghitung morfometri DAS nya seperti :
1. Hitung Luas DAS
2. Hitung Panjang Aliran dan Lebar DAS
3. Kemiringan Sungai
4. Orde dan Tingkat Percabangan Sungai
5. Kerapatan Sungai (Dd)
6. Menentukan Koefisien Bentuk DAS
7. Menentukan Total Basin Relief
8. Menentukan Relief Ratio

11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Luas DAS
Luas DAS Ciliwung pada BBWS yaitu seluas 421 km2 dengan hulu sungai berada di
Tugu/Gunung Pangrango yang mengalir melalui Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota
Depok dan bermuara di Teluk Jakarta.

2. Panjang DAS

Diketahui : Lg : panjang aliran permukaan (km)


A : luas DAS (km2) = 421 km2
Lb : panjang sungai induk (km) = 129,79 km
Jawab :
A
Lg =
2 Lb
A 421
= = = 1,621 km2
2 Lb 2  129,79

3. Lebar DAS

Diketahuai : W : lebar maksimum DAS (km)


A : luas DAS (km2) = 421 km2
Lb : panjang sungai induk (km) = 129,79 km
Jawab :
A
W=
Lb
421
=
129,79
= 3,243 km

12
4. Kemiringan Sungai

Diketahui : Su : kemiringan dasar sungai (%)


h85 : ketinggian pada 0,85 terhadap panjang sungai induk = 3.019 m
(ketinggian pada gunung pangrango hulu sungai ciliwung)
h10 : ketinggian pada 0,10 terhadap panjang sungai induk = 13 m
(ketinggian pada permukaan daerah manggarai)
Lb : panjang sungai induk (km) = 129,79 km
Jawab :
h85 − h10
Su =
0,75 xLb
3.019 − 13
=
0,75 x129,79
3.006
=
97,3425
= 30,88 %

5. Orde dan Tingkat Percabangan Sungai

Diketahui : Rb : indeks tingkat percabangan sungai


Nu : jumlah alur sungai untuk orde ke u
Nu+1 : ketinggian pada 0,10 terhadap panjang sungai induk
Orde Sungai Panjang

1 161 km
2 33,75 km
3 66,25 km

Jawab :
Nu
- Rb1 =
Nu + 1
N1 N1 161
= = = = 4,77
N1 + 1 N 2 33,75

13
Nu
- Rb2 =
Nu + 1
N2 N 2 33,75
= = = = 0,51
N 2 + 1 N 3 66,25

6. Kerapatan Sungai

Diketahui : Dd : indek kerapatan aliran (km/km2)


Lg : panjang aliran permukaan (km) = 1,621 km
A : luas DAS (km2) = 421 km2
Jawab :
Lg
Dd =
A
1,621
=
421
= 0,0038 km/km2

7. Koefisien Bentuk DAS

Diketahui : F : koefisien corak atau bentuk DAS


A : luas DAS (km2) = 421 km2
L : panjang sungai utama (km) = 129,79 km
Jawab :
A
F=
L2
421
=
(129,79) 2
421
=
16.845,4441
= 0,02499

14
8. Total Basin Relief

Diketahui : HI : ketinggian titik outlet (m) = 13 m


H : total basin relief (m)
Hm : ketinggian maksimum DAS (m) = 3.019 m
Jawab :
H = Hm – HI

= 3.019 m – 13 m
= 3.006 m

9. Relief Ratio

Diketahui : Rh : ketinggian titik outlet (m)


H : total basin relief (m) = 3.006 m
Lb : panjang sungai utama (km) = 129,79 km = 129.790 m
Jawab :
H
Rh =
Lb
3.006
=
129.790
= 0,02316 m

15
B. Pembahasan

Morfometri Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan keadaan jaringan alur sungai secara kuantitatif. Sifat yang khas dari suatu DAS
dapat dilihat dari morfometri DASnya. Morfometri DAS adalah pengukuran bentuk dan pola
DAS yang dapat dilihat dari suatu peta. Gordon (1992) menjelaskan bahwa parameter dalam
morfometri DAS saling berhubungan satu sama lain, sehingga seringkali salah satu parameter
dapat dikendalikan pewakil parameter lainnya.
Penentuan morfometri DAS terlebih dulu harus mengetahui orde sungai mulai dari
orde satu sampai orde satu sampai selanjutnya, kerana jika dilihat dari pengertian morfometri
DAS itu sendiri adalah pengembangan atau melakukan analisi terhadap orde sungai. Seperti
yang disebutkan oleh chow (1964) bahwa penetapan orde sungai diklasifikasi oleh Horton
dan dimodifikasi oleh Strahler yaitu aliran sungai yang paling ujung tidak mempunyai anak
sungai yang paling ujung tidak mempunyai anak sungai disebut orde pertama, jika dua aliran
dari orde yang sama bergabung akan membentuk orde setingkat lebih tinggi, dan jika dua
orde yang berbeda bergabung akan membentuk aliran yang mempunyai orde paling besar.
Karakteristik dari DAS Ciliwung Cisadane yaitu ditinjau dari kualitas perairannya,
perbedaan karakteristik kualitas air pada musim kemarau dan musim hujan sangat tinggi,
karena dipengaruhi oleh besarnya perbedaan debit air yang mengalir. Konsentrasi BOD pada
musim kemarau dan musim hujan mempunyai perbedaan yang sangat tinggi, karena pada
musim kemarau konsentrasi BOD meningkat dan konsentrasi suspended solid (SS) turun.
Berdasarkan hasil dari pengamatan yang sudah dilakukan oleh praktikan bahwa luas
DAS Ciliwung pada BBWS yaitu seluas 421 km2 dengan hulu sungai berada di Tugu/Gunung
Pangrango yang mengalir melalui Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan bermuara
di Teluk Jakarta. Panjang dari DAS Ciliwung sebesar 1,621 km2. Lebar dari DAS Ciliwung
sebesar 3,243 km. Kemiringan sungai dari DAS Ciliwung sebesar 30,88%. Kerapatan sungai
dari DAS Ciliwung sebesar 0,0038 km/km2. Orde dan Tingkat Percabangan Sungai dari DAS
Ciliwung ada 2 yaitu Rb1 sebesar 4,77 , dan Rb2 sebesar 0,51. Dari situ dapat diketahui Rb1
dan Rb2 memiliki nilai yang berbeda. Hal itu disebabkan percabangan dan panjang antara
orde 1 dan orde lainnya berbeda. Rasio panjang dan rasio percabangan mengikuti geometri
sungai tersebut. Chow (1964) menyebutkan bahwa nilai Rb tidak akan sama dari tiap-tiap
orde satu dengan berikutnya karena adanya variasi dari bentuk atau geometri sungai tersebut.
Nilai Rb dalam kondisi normal adalah 3-5, rasio panjang 1.5-3.5 sedangkan rasio luas 3-6.

16
Dari pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dari nilai Rb2 tidak normal. Hal itu disebabkan
oleh beberapa faktor baik karena kesalahan perhitungan ataupun karena memang kondisi di
lapangan memang seperti itu. Koefisien Bentuk DAS Ciliwung sebesar 0,0249. Total Basin
Relief dari DAS Ciliwung didapat sebesar 3.006 meter, dan yang terakhir ada Relief Ratio
dari DAS Ciliwung didapat sebesar 0,02316 meter.
Bentuk DAS berpengaruh terhadap bentuk aliran dan kecepatan terpusatnya aliran,
dapat diketahui setelah menentukan batasan-batasan DAS. Bentuk DAS dapat dibedakan
menjadi empat yaitu memanjang, radial, paralel dan kompleks. Bentuk DAS pada DAS
Ciliwung memiliki bentuk sempit, dan memanjang. Dalam bentuk memanjang biasanya
induk sungainya memanjang dengan anak-anak sungai langsung masuk ke induk sungai.
Kadang-kadang berbentuk seperti bulu burung. Bentuk DAS seperti ini mempunyai debit
banjir relatif kecil karena perjalanan banjir dari anak sungai berbeda-beda waktunya.
Sedangkan pada bentuk yang sempit sama seperti dengan bentuk radial, dikarenakan bentuk
DAS radial menyebabkan aliran yang datang dari segala penjuru arah alur sungai
memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Apabila terjadi hujan yang sifatnya merata dari
seluruh DAS akan menyebabkan terjadi banjir besar.
Berdasarkan bentuk topografinya, wilayah DAS Ciliwung hulu bervariasi antara
bentuk datar, landai, agak curam, curam sampai dengan sangat curam. Pembagian wilayah
DAS Ciliwung Bagian Hulu berdasarkan topografi dan bentuk wilayah diklasifikasikan
kedalam bentuk kelas lereng 0 – 15 %, 15 – 40 %, > 40%. DAS Ciliwung hulu mempunyai
wilayah dengan kelerengan antara 0 – 15% menempati areal kurang lebih 34,11 % luas
wilayahnya, sedangkan diatas antara 15 % - 40 % menempati areal 25,77 % luas wilayahnya
dan kelerengan > 40 % menempati areal 40,12% dari luas wilayahnya. Dengan melihat
sebarannya berdasarkan dominansi jenis kelerengannya tersebut, maka wilayah DAS
Ciliwung hulu mempunyai potensi erosi yang sangat besar sehingga dalam perlakuannya
perlu memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah, baik vegetatif maupun teknik sipil.
Jenis – jenis tanah yang ada di wilayah Sub DAS Ciliwung Bagian Hulu meliputi
jenis komplek Aluvial Kelabu, Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Andosol Coklat, Latosol
Coklat, Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat. Hal ini didasarkan atas Peta Tanah
Tinjau untuk Kabupaten Bogor dan Kota Bogor skala 1 : 250.000 dari Pusat Penelitian Tanah
Bogor. Dari jenis-jenis tanah diatas, jenis tanah yang tersebar luas di DAS Ciliwung Bagian
Hulu adalah Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat sebesar 32,89 % dari total luas
areal DAS Ciliwung Bagian Hulu. Sedangkan formasi geologi DAS Ciliwung bagian hulu
dibangun oleh formasi geologi vulkanik yaitu komplek utama Gunung Salak dan komplek

17
Gunung Pangrango.
Pola aliran sungai yang terdapat pada DAS Ciliwung yaitu memiliki pola aliran
sungai mulai dari hulu sampai daerah Katulampa mempunyai pola aliran dendritic. Pola
aliran ini mencirikan bahwa antara kenaikan aliran dengan penurunan aliran ketika terjadi
banjir mempunyai durasi yang seimbang. Sedangkan ke arah hilir berbentuk paralel
(memanjang) dan makin sempit. Dengan pola aliran seperti ini peranan daerah hulu semakin
penting, kontribusi aliran permukaan dari daerah ini cukup besar. Jika kondisi fisik
khususnya perubahan penggunaan lahan berubah maka akan mengakibatkan perubahan yang
nyata terhadap karakteristik aliran sungai. Sehingga, pola aliran ini pada umumnya terdapat
pada daerah dengan batuan sejenis dan penyebarannya luas.
Selain itu, pada DAS Ciliwung juga terdapat pola aliran sungai yang memanjang,
kerapatan, dan rendah. Pola aliran sungai tersebut sama halnya dengan bentuk yang ada pada
DAS Ciliwung. Dalam pola aliran yang memanjang biasanya induk sungai dapat memanjang
dengan anak-anak sungai langsung masuk ke induk sungainya. Pada pola aliran kerapatan
sungai dapat terjadi dengan adanya suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak
sungai di dalam suatu DAS Ciliwung. Sedangkan pada pola aliran sungai yang rendah dapat
menyebabkan pola aliran yang datang dari segala penjuru arah alur sungai memerlukan waktu
yang hampir bersamaan. Apabila terjadi hujan yang sifatnya merata dari seluruh DAS akan
menyebabkan terjadi banjir besar.
Hidrologi DAS Ciliwung menurut toposekuensnya dibagi ke dalam tiga bagian: hulu,
tengah dan hilir, masing-masing dengan stasiun pengamatan arus sungai di Bendung
Katulampa, Ratujaya, dan Pintu Air Manggarai. Karakteristik Hidrologi DAS Ciliwung di
ketiga bagian DAS ini dicirikan tidak hanya ditentukan oleh sifat curah hujannya, akan tetapi
juga ditentukan oleh sifat topografi dan jenis penggunaan lahannya. Perubahan penggunaan
lahan di kawasan Jabotabek dan Bopunjur dalam tiga dasawarsa terakhir ini telah
mengakibatkan berubahnya fungsi hidrologi DAS, yang secara nyata telah meningkatkan
frekuensi dan intensitas banjir bagi DKI Jakarta.

18
V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa morfometri DAS adalah
ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait dengan aspek geomorfologi suatu daerah.
Karakteristik ini terkait dengan proses pengatusan (drainase) air hujan yang jatuh di dalam
DAS. Parameter tersebut adalah luas DAS, bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran,
pola aliran, dan gradien kecuraman sungai. Daerah Aliran Sungai Ciliwung yang diamaati
memiliki luas sebesar 421 km2 dengan hulu sungai berada di Tugu/Gunung Pangrango yang
mengalir melalui Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok dan bermuara di Teluk Jakarta.
DAS Ciliwung juga memiliki panjang DAS sebesar 1,621 km2. Nilai Orde dan Tingkat
Percabangan Sungai dari DAS Ciliwung ada 2 yaitu Rb1 sebesar 4,77 , dan Rb2 sebesar 0,51.
Nilai kerapatan pada DAS Ciliwung sebesar 0.0038 km/km2. DAS Ciliwung memiliki pola
aliran sungai dendritic. Pola aliran ini mencirikan bahwa antara kenaikan aliran dengan
penurunan aliran ketika terjadi banjir mempunyai durasi yang seimbang. Sedamgkan, bentuk
DAS Ciliwung memiliki bentuk yang sempit, dan memanjang. Daerah pada DAS Ciliwung
yang terukur merupakan daerah yang permeable.

B. Saran

Praktikum acara 1 tentang Morfometri Daerah Aliran Sungai ini perlu direalisasikan

agar mahasiswa dapat lebih mengerti tentang karakteristik aliran secara menyeluruh

berdasarkan hasil pengukuran berbagai sifat aliran. Sebaiknya praktikan juga harus lebih teliti

dalam mencari data morfometri pada poin 1 sampai 9 agar sesuai dengan data instansi dan

semoga pandemi cepat berakhir sehingga dapat praktikum secara langsung.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., dan Widianto. 2004. Konservasi Tanah Pertanian Lahan Kering. World
Agroforestry Centre ICRAF. Bogor.

Amrullah, Rachmansyah, A. & Yanuwiadi, B., 2015. Deliniasi Unit Pengelolaan Sub DAS
Konto. J-PAL, VI(2), pp. 115-122.

Anonim, 2006. Pengertian Seputar DAS. http://bpdas-serayuopakprogo.dephut.go.id/info-


das/pengertian-seputar-das. Diakses 8 Mei 2016.

Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.

Asdak,C. 2002. Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Chow, V.T. 1964. Handbook of applied Hydorology. Mcgraw-Hill. New York.

Departemen Kehutanan. 2000. Statistik Kehutanan Indonesia. Departemen Kehutanan


Republik Indonesia. Jakarta.

Dewi, I. G. A. S. U., Trigunasih, N. M., & Kusmawati, T. (2012). Prediksi erosi dan
perencanaan konservasi tanah dan air pada Daerah Aliran Sungai Saba. Jurnal
Agroekoteknologi Tropika (Journal of Tropical Agroecotechnology).

Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2009. Pedoman monitoring dan evaluasi
DAS. DRLPS Press. Jakarta.
Eni, S. P. (2007). Perbandingan Pola Permukiman dan Kondisi Lingkungan Daerah Aliran
Sungai (DAS) Ciliwung Pada Kelurahan Bidara Cina dan Tanjung Barat di
Jakarta. EMAS Jurnal Sains dan Teknologi, 17(3), 227-240.

Galleguillos et al. 2011. Comparison of two temparature differencing methods to estimate


daily evapotranspiration over a mediteranean vineyard watershed from ASTER
data.

20
Horton, R.E. 1945. Erosional Development of streams and their drainage basic : Am.Bull

Kahirun, K., La Baco, S., & Hasani, U. O. (2017). Karakteristik Morfometri Menentukan
Kondisi Hidrologi Das Roraya. Jurnal Ecogreen, 3(2), 105-115.

Keputusan Menteri Kehutanan. 2001. Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah


Aliran Sungai. Kementerian Kehutanan. Jakarta.
Mesa, L.M. 2006. Morphometric Analysis of a Subtropical Andean basin (Tucuman,
Argentina). Environmental Geology, 50, pp. 1235-1242.
Nugroho, S. (2013, 18 oktober). Respon morfomtri dan penggunaan lahan DAS terhadap
banjir bandang (studi kasus bencana banjir disunagi bohorok). Diambil kembali dari
http://sirrma.bppt.go.id
Pawitan, H. (2002). Hidrologi DAS Ciliwung dan Andilnya terhadap Banjir Jakarta. Makalah
Lokakarya Pengelolaan DAS Terpadu di Era Otonomi Daerah: Peningkatan
Kapasitas Multipihak Dalam Pengendalian Banjir DKI Jakarta, 8.
Rahayu, S. et al., 2009. Monitoring Air di Daerah Aliran Sungai. World Agroforestry Center:
Bogor.

Safarina A.B., H.T. Salim, I.K. Hadihardaja dan M.B.K. Syahril. 2011. Clusterization of
Synthetic Unit Hydrograph Methods Based on Watershed Characteristics
International. Journal of Civil & Environmental Engineering. 11 ( 06).
Slamet, (2013) model hidrologi satuan sintetik menggunakan parameter morfometri (studi
kasus di sungai ciliwung). Diambil kembali dari http://repository.usu.ac.id
Soewandita, H., & Sudiana, N. (2010). Studi dinamika kualitas air DAS Ciliwung. Jurnal Air
Indonesia, 6(1).
Soewarno, 1991. Hidrologi: Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai (Hidrometri).
Nova, Bandung.

Sonapasma, D.M. 2010. Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air pada
Sub DAS Unda Hulu. Skripsi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian
Universitas Udayana. Denpasar.
Sosrodarsono suyono, Takeda kensaku. 1993. Bendungan Type urugan. Jakarta : pradnya
Kahirun, K., La Baco, S., & Hasani, U. O. (2017). Karakteristik Morfometri
Menentukan Kondisi Hidrologi Das Roraya. Jurnal Ecogreen, 3(2), 105-115.

21
Strahler, A.N. 1964. Quantitative Geomorphology of Drainage Basins and Channel
Networks; Handbook of applied hydrology. McGraw- Hill Book Cooperation, New
York.
Susilo, Bowo dan Danar Guruh Pratomo. 2006. Karakteristik Daerah Aliran Sungai
berdasarkan Analisis Morfometri. Pertemuan Ilmiah tahunan III – Teknik Geomatika
ITS.
Triadmodjo, B. 2008. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.

Wahid, A. (2009). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Debit Sungai


Mamasa. SMARTek, 7(3).

22
LAMPIRAN

23
Gambar Keadaan DAS Ciliwung

24

Anda mungkin juga menyukai