Anda di halaman 1dari 69

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

utama nya terdiri atas sumber daya alam tanah, air dan vegetasi serta sumber daya

manusia sebagai pelaku pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Daerah aliran sungai

di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat

kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang

intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi daerah aliran sungai

semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan

sedimentasi, banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam

menunjang system kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian

besarnya.

Wilayah Kabupaten Way Kanan dilalui oleh beberapa sungai besar seperti Way Umpu,

Way Giham, Way Besai, Way Tahmi, dan Way Kanan. Sungai – sungai sebagian besar

berfungsi sebagai drainase makro wilayah menuju laut jawa di pantai Timur lampung.

Sungai-sungai tersebut merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Tulang

Bawang, dengan total DAS seluas 339,500 Ha. Way Umpu memiliki sub DAS sebesar

91.300 Ha dengan pola aliran dendritik yang mengaliri Kecamatan Banjit, Bahuga,

Blambangan Umpu, Kasui dan Pakuon Ratu. DAS kritis berada di sekitar wilayah

Timur Kabupaten Way Kanan yang mencakup Kecamatan Blambangan Umpu.


2

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi biofisik Daerah Aliran Sungai Way Kanan

2. Mahasiswa dapat mengetahui persentase penggunaan lahan, topografi, jenis tanah

dan ordo sungai di suatu daerah aliran sungai yang memiliki persentase tertinggi

3. Mahasiswa dapat mengetahui jumlah ordo sungai di Daerah Aliran Sungai Way

Kanan.
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan

wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang

menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya

melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu,

pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan

DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha

penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan

produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai

dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran

merata sepanjang tahun (Fadem,2009).

Menurut (Rita, 2013) Daerah Aliran Sungai dibedakan menurut daya tampungnya,

yakni Daerah Aliran Sungai gemuk dan Daerah Aliran Sungai kurus.

1.DAS gemuk, yaitu suatu DAS yang luas sehingga memiliki daya tampung air yang

besar. Sungai dengan DAS seperti ini, airnya cenderung meluap bila di bagian hulu

terjadi hujan deras

2.DAS kurus, yaitu DAS yang relatif tidak luas sehingga daya tampung airnya kecil.

Sungai dengan DAS semacam ini luapan airnya tidak begitu hebat ketika bagian

hulunya terjadi hujan lebat.


4

Daerah Aliran Sungai juga dapat dibedakan berdasarkan fungsinya, yakni bagian hulu,

bagian tengah, dan bagian hilir.

1.Bagian hulu, didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahakan

kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan

dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air

(debit), dan curah hujan

2.Bagian tengah, didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk

dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi yang antara lain

dapat diindikasikan dari kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian

muka air tanah, serta terkait pada prasana pengairan seperti pengelolaan sunagi,

waduk, dan danau

3.Bagian hilir, pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat

memberikan manfaat untuk kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan

melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah

hujan, dan terkait dengan kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air

limbah.

Cakupan luas suatu DAS di bumi kita ini sangat bervariasi mulai dari beberapa puluh

meter persegi sampai dengan ratusan ribu hektar. Suatu DAS yang sangat luas seperti

Amazon biasanya disebut “river basin” Secara hirarkis suatu DAS yang luas/besar

biasanya terdiri atas beberapa DAS yang lebih kecil. DAS-DAS yang lebih kecil

tersebut dinamai sub DAS dari DAS yang lebih besar. Sub DAS mungkin juga terdiri

atas beberapa sub-sub DAS. Menurut Asmad (2015), lingkungan biofisik Daerah Aliran

Sungai meliputi :

a. Bentuk wilayah (topologi, bentuk dan luas DAS)


5

b. Tanah (jenis tanah, sifat kimia/fisik, kelas kemampuan, kelas kesesuaian)

c. Vegetasi/hutan (jenis, kerapatan, penyebaran)

d. Geologi dan Geomorfologi.

Daerah. Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang

dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya akan

mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada sungai tersebut, atau

merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan menggunakan satuan fisik-

biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber

daya alam. (Purwanto, 1992).

Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait dengan

aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan proses pengatusan

(drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut adalah luas DAS,

bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan gradien kecuraman

sungai. Karakteristik DAS meliputi beberapa variabel yang dapat diperoleh melalui

pengukuran langsung, data sekunder, peta, dan dari data penginderaan jauh (remote

sensing) (Seyhan 1977).


6

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah laptop, charger laptop, terminal listrik,

dan software Microsoft excel dan Microsoft word. Sedangkan bahan yang digunakan

adalah data peta topografi, jenis tanah, penggunaan lahan dan ordo sungai yang ada di

DAS Way Kanan.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan pada praktikum ini adalah :

1. Menyiapkan laptop dan software Microsoft excel yang digunakan untuk mengolah

data agar dapat diketahui luasan penggunaan lahan , topografi, jenis tanah dan ordo

sungai

2. Menyalin data Daerah Aliran Sungai yang diberikan oleh asisten dosen dari flasdisk

asisten dosen ke laptop praktikan

3. Membuka file yang telah disalin lalu mengamati data tersebut

4. Membuka software Microsoft word untuk membuat lembar pengamatan

5. Membuat tabel penggunaan lahan (land use), topografi atau kemiringan lahan, jenis

tanah dan ordo sungai


7

6. Memasukkan data dan menghitung luas serta persentase berdasarkan tabel yang telah

dibuat

7. Membuat laporan dari hasil praktikum yang telah dilakukan.


8

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Berikut ini hasil yang diperoleh dari praktikum analisis kondisi biofisik Daerah Aliran

Sungai Way Kanan :

Tabel 1. Penggunaan DAS Way Kanan

No. Keterangan Luas Persentase (%)


1. Hutan Tanaman 635,11 0,43
2. Lahan Terbuka 532,44 0,36
3. Padang Rumput/Savana 17840,48 12,13
4. Perkebunan 5858,73 3,98
5. Permukiman 11906,59 8,10
6. Pertanian Lahan Kering 41617,00 28,31
7. Pertanian Lahan Kering CampurSemak 12397,33 8,43
8. Sawah 2511,58 1,71
9. Semak Belukar 14085,81 9,58
10. Semak Belukar Rawa 38342,16 26,08
11. Transmigrasi 0,12916 0
12. Tubuh Air 1302,68 0,89
Jumlah 147030,05 100%

Tabel 2. Topografi Kelerengan di Sub DAS Way Kanan

No. Kelerengan Kelas Luas Persentase


1. >8 - 15 % Landai 6008,72 4,09
2. 0-8% Datar 141021,28 95,91
Jumlah 147030,00 100%
9

Tabel 3. Jenis Tanah

No. Jenis Tanah PPT PPT Luas Persentase


1. Dystropepts Inceptisol 1 Inceptum, permulaan 25339,70 17,23
2. Eutropepts Inceptisol 2 Inceptum, permulaan 156,43 0,11
3. Hapludox Oxisol Oxide, Oksida 94201,71 64,07
4. Kanhapludults Ultisol Ulthinus akhir 10284,39 6,99
5. Tropaquents Entisol Dari recent (baru) 17047,82 11,59
Jumlah 147030,04 100 %

Tabel 4. Ordo Sungai Sub DAS Way Kanan

No. Ordo Sungai Jumlah Persentase


1. Ordo 1 2 1,01
2. Ordo 2 35 17,59
3. Ordo 3 119 59,80
4. Ordo 4 39 19,60
5. Ordo 5 2 1,01
6. Ordo 6 2 1,01
Jumlah 199 100%

B. Pembahasan

DAS merupakan ekosistem, yang berisi unsur organisme dan lingkungan biofisik serta

unsur kimia yang berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan

inflow dan outflow dari material dan energi. Lingkungan biofisik yang dimaksud adalah

land use (penggunaan lahan), topografi, jenis tanah dan orde sungai. Keempat

komponen tersebut saling bergantung dalam analisi kondisi biofisik DAS (Rubynski,

2016).

Berbicara tentang DAS maka akan berkaitan dengan sifat biofisik sungai, yang meliputi

penggunaan lahan, luas topografi, jenis tanah dan ordo sungai. Pada praktikum ini

terdiri dari 12 jenis penggunaan lahan. Penggunaan tersebut terdiri dari hutan tanaman,

lahan terbuka, padang rumput/savana, perkebunan, pemukiman, pertanian lahan kering,

pertanian lahan kering campur semak, sawah, samak belukar, semak belukar rawa,
10

transmigrasi dan tubuh air. Penggunaan lahan adalah pengaturan mengenai tata cara

memanfaatkan lahan, agar diperoleh produk barang dan jasa yang lebih optimal

(Aprilina, 2015).

Penggunaan lahan terluas yang diperoleh pada praktikum ini yakni pertanian lahan

kering, dengan lahan seluas 41617 dan dengan total dari luas seluruh penggunaan lahan

sebesar 147030,05 maka besarnya persentase penggunaan lahannya adalah 28,31%.

Sedangkan untuk penggunaan lahan paling sedikit adalah transmigrasi, hanya sebesar

0,12 dan persentase penggunaan lahannya sebesar 0%. Untuk memperoleh angka-angka

tersebut, setiap kelas penggunaan lahan dijumlahkan sesuai dengan kelasnya, lalu di

total seluruh luas untuk menghitung persentasenya.

Biofisik kedua yang dihitung dalam praktikum ini adalah topografi. Topografi sendiri

adalah kajian atau penguraian yang terperinci tentang keadaan muka bumi yang ada

pada suatu daerah. Pada perhitungan topografi atau kelerengan yang ada di Sub-DAS

Way Kanan, hanya ada dua kelas yakni datar dan landai. Kelas datar ditandai dengan

kelerengan 0 sampai 8 persen. Luas daerah datar adalah 141021, 28 dan total luas

seluruh topografi yang diukur adalah 147030,00 maka persentasenya sebesar 95,91%.

Untuk daerah landai ditandai dengan kelerengan lebih besar dari 8 persen sampai

dengan 15 persen. Luas daerah landai hanya sebesar 6008,72 dan dalam persen hanya

sebesar 4,09 %. Selanjutnya perhitungan mengenai jenis tanah. Jenis tanah dapat

diartikan sebagai lapisan permukaan bumi yang memiliki ciri khusus yang secara fisik

fungsinya untuk tumbuhnya tanaman atau pohon (Neko, 2017).

Jenis tanah secara umum ada banyak, namun yang ada di Sub-DAS Way Kanan ada 6

jenis, yakni dystropepts, eutropepts, hapludox, kanhapludults, tropaquents dan

tropaquepts. Dalam menentukan jenis tanah maka yang perlu dilakukan adalah melihat
11

3 sampai 4 angka di akhir. Misalnya untuk jenis tanah dystropepts maka lihat 4 huruf

diakhir yang terdiri dari huruf epts lalu disesuaikan dengan nama ordo tanah yang

artinya jenis tanah tersebut adalah inseptisol dan seterusnya.

Jenis tanah terbanyak yang ada di Sub-DAS Way Kanan adalah jenis tanah Oxisol

(Hapludox) yakni seluas 94201,71 dalam bentuk persen sebesar 64,07%. Sedangkan

jenis tanah yang sulit ditemukan adalah inseptisol 2 (eutropepts) yang luasnya hanya

156,43 dengan persentase hanya 0,11%. Alur sungai dalam suatu DAS dapat dibagi

dalam beberapa ordo sungai. Ordo sungai adalah posisi percabangan alur sungai di

dalam urutannya terhadap induk sungai di dalam suatu DAS. Semakin banyak jumlah

ordo sungai akan semakin luas pula DAS nya dan akan semakin panjang pula alur

sungainya.

Tingkat percabangan sungai (bufurcation ratio) adalah angka atau indeks yang

ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu ordo (Soemarto, 1995). Dalam

praktikum ini ada 6 ordo sungai yang terhitung, yakni orde 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Ordo

yang paling banyak jumlahnya adalah ordo 3 dengan jumlah persentase sebesar 59,80%.

Hal ini menunjukkan semakin banyak anak sungai maka akan semakin baik kondisi

DAS tersebut (Wanderi, 2016). Untuk ordo yang paling sedikit adalah ordo 1,5 dan 6

yang hanya 1,01%.


12

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data dan pembahasan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Komponen biofisik yang ada di Sungai Way Kanan adalah penggunaan lahan

(land use), topografi atau kelerengan, jenis tanah dan orde sungai

2. Persentase penggunaan lahan di sekitar Sub-DAS Way Kanan dengan persentase

terbesar adalah 28, 31 % yakni pertanian lahan kering, kelerengan terbesar yakni

pada kelerengan 0-8% yakni sebesar 95,91%, jenis tanah yang banyak dijumpai di

Sungai Way Kanan adalah oxisol sebesar 64,07% serta persentase ordo sungai

tertinggi adalah orde 3 sebanyak 119 cabang

3. Ordo sungai dihitung secara manual dengan menghitung jumlah cabang yang ada

pada peta sungai dan ditandai lalu dihitung jumlah total dan dicari persentasenya.

Berdasarkan perhitungan manual yang dilakukan, jumlah ordo ada 6, dengan jumlah

ordo terbanyak adalah ordo 3 sebanyak 119 cabang.

B. Saran

Saran untuk praktikum analisis kondisi biofisik daerah aliran sungai Way Kanan ini

adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa agar lebih memperhatikan lagi saat asisten dosen sedang menjelaskan

materi
13

2. Mahasiswa lebih sering lagi belajar dan memahami tentang materi yang akan dan

telah di praktikumkan

3. Asisten dosen harap lebih bersabar lagi dalam menyampaikan materi kepada

praktikan saat praktikan sulit untuk memahami materi yang sedang disampaikan oleh

asisten dosen.
14

DAFTAR PUSTAKA

Aprilina, U. 2013. Tata Guna Lahan (Land Use).http://punyauchti.blogspot.co.id/


2013/05/tata-guna-lahan-land-use.html. Diakses pada 25 September pukul 02.04
WIB.

Asmad, D.I. 2015. Makalah Daerah Aliran Sungai (DAS). http://ilmuenergi.


blogspot.co.id/ 2015/03/makalah-daerah-aliran-sungai-das.html. Diakses pada 25
September 2018 pukul 02.09

Fadem, 2009. Kawasan das yang dibatasi oleh pembatasan topografi. World
Agroforestry Centre, Bogor.

Neko, T. 2017. Jenis-Jenis Tanah Beserta Ciri-Ciri Dan Gambarnya (Lengkap).


https://tekoneko.net/jenis-jenis-tanah/. Diakses pada 25 September 2018 pukul
02.12 WIB.

Purwanto, E. 1992. Pemanfaatan dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai Dengan


Menggunakan Parameter Hidrologi. Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi No. 10
tahun 1991/1992.

Rita, 2013. Perbedaan daerah aliran sungai. Gadjah Mada University Press.

Rubynski, N.P. 2016. Analisis Kondisi Biofisik DAS Way Sebai. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.

Seyhan, 1997. Pengelolaan daerah aliran sungai dan program penghijauan.


Universitas gadjah mada, Yogyakarta.

Soemarto, C. D. 1995. Hidrologi Teknik. Erlangga. Jakarta

Wanderi, 2016. Analisis Kondisi Biofisik Das (Land Use, Topografi, Jenis Tanah, Ordo
Sungai). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
15

LAMPIRAN
16

Gambar 1. Peta Sungai di Sub-DAS Way Kanan


17

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Koefisien aliran merupakan salah satu nilai parameter yang sangat dibutuhkan dalam

memperkirakan besarnya aliran pada suatu DAS yang nilainya mempunyai variasi yang

cukup besar disebabkan karena berbedanya tutupan lahan, jenis tanah, karakteristik

DAS (kemiringan DAS, panjang sungai, bentuk DAS, dsb) dan karakteristik curah

hujan. Besarnya koefisien aliran ini juga sangat dipengaruhi oleh durasi dari waktu

perhitungan (per-jam, harian, bulanan dan tahunan). Pada DAS yang tidak termonitor

data debitnya dan hujannya yang cukup panjang, besarnya prakiraan koefisien run off

sering kali tidak stabil / konsisten, hal tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor terkait

yang mempengaruhi perhitungan besarnya koefisien run off tersebut. Pendekatan dalam

menentukan besarnya koefisien aliran juga masih dalam diskusi yang berkepanjangan.

Saat ini parameter koefisien aliran masih menggunakan beberapa referensi hasil dari

penelitian pada beberapa negara, yang kondisi karakteristik hujan, jenis tanah dan

struktur geologinya besar kemungkinan berbeda untuk masing-masing DAS. Oleh

karena itu besarnya referensi untuk nilai koefisien aliran yang terpublikasikan

mempunyai deviasi yang cukup besar untuk suatu jenis tutupan lahan. Berbagai

permasalahan yang ditemukan tampaknya masih ada faktor lain yang sangat

berpengaruh dalam mendapatkan konsistensi dari nilai koefisien run off ini yaitu

karakteristik geologi dari suatu DAS. Karakteristik geologi tersebut sangat


18

mempengaruhi besarnya nilai baseflow dari suatu aliran air di sungai. Karena itu

teknologi pemisahan baseflow juga masih diperdebatkan hingga saat ini, hal ini terjadi

pada saat mengitung besarnya koefisien aliran pada saat musim kemarau dimana

besarnya curah hujan sangat kecil / mendekati nol.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dari dilakukannya praktikum ini adalah :

1. Mahasiswa dapat mengetahui Koefisien Regim Aliran (KRA) di suatu DAS

2. Mahasiswa dapat menentukan Koefisien Regim Aliran (KRA) dari data debit air

Argoguruh

3. Menentukan tindakan yang paling tepat untuk KRA yang telah didapat.
19

II. TINJAUAN PUSTAKA

Koefisien Regim Aliran (KRA) sering disebut sebagai Koefisien Regim Sungai (KRS)

merupakan parameter karakteristik Hidrologi DAS yang diperoleh dari perbandingan

antara debit maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin) atau sering disingkat

dengan parameter Qmax/Qmin merupakan indikator besaran hidrologi untuk

menyatakan apakah DAS itu berfungsi sebagai prosesor yang baik atau tidak, dapat

ditinjau dari sudut pandang nilai perbandingan itu. Nilai KRA yang tinggi menunjukkan

bahwa kisaran nilai limpasan pada musim penghujan (air banjir) yang terjadi besar,

sedangkan pada musim kemarau aliran air yang terjadi sangat kecil atau menunjukkan

kekeringan.

Secara tidak langsung kondisi tersebut menunjukkan bahwa daya resap lahan di DAS

kurang mampu menahan dan menimpan air hujan yang jatuh dan air limpasannya

banyak yang masuk ke sungai dan terbuang ke laut sehingga ketersediaan air di DAS

musim kemarau sedikit. Klasifikasi KRA disajikan sebagaimana pada Tabel 1 sebagai

berikut.

Tabel 1. Klasifikasi Koefisien Regim Aliran (KRA)

No. Nilai Kelas


1 KRA ≤ 20 Sangat rendah
2 20 < KRA ≤ 50 Rendah
3 50 < KRA ≤ 80 Sedang
4 80 < KRA ≤ 110 Tinggi
5 KRA > 110 Sangat tinggi
20

Akibat yang ditimbulkan dari fenomena fluktuasi debit tersebut yaitu terjadi peluapan

sungai. Peluapan sungai dapat menimbulkan kerugian ekonomi masyarakat yang

bermukim di sekitar daerah sungai karena terendam banjir. Fluktuasi debit sungai yang

tidak teratur dan bahkan semakin menurun menyebabkan pula terganggunya produksi

energi listrik PLTA yang memanfaatkan debit aliran sungai. Semakin besar fluktuasi

debit aliran sungai pada musim hujan dan musim kemarau dari tahun ke tahun

menunjukkan bahwa kondisi hidrologi DAS sudah terganggu. Hal tersebut disebabkan

adanya perubahan pada penutupan hutan. Kondisi tersebut terjadi karena penggunaan

lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan pembangunan yang tidak

mendukung upaya-upaya pelestarian alam (Wahid, 2009).

Apabila fungsi dari suatu DAS terganggu, maka sistem hidrologi akan terganggu,

penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya sangat berkurang, atau

memiliki aliran permukaan (run off) yang tinggi. Vegetasi penutup dan tipe penggunaan

lahan akan kuat mempengaruhi aliran sungai, sehingga adanya perubahan penggunaan

lahan akan berdampak pada aliran sungai. Fluktuasi debit sungai yang sangat berbeda

antara musim hujan dan kemarau, menandakan fungsi DAS yang tidak bekerja dengan

baik. Indikator kerusakan DAS dapat ditandai oleh perubahan perilaku hidrologi, seperti

tingginya frekuensi kejadian banjir (puncak aliran) dan meningkatnya proses erosi dan

sedimentasi serta menurunnya kualitas air (Asdak, 2010). (Suhartanto 2012)

menyatakan bahwa upaya pengelolaan Daerah Aliran Sungai harus dilaksanakan secara

optimal melalui pemanfaatan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Perubahan penggunaan lahan tidak akan membawa masalah yang serius sepanjang

mengikuti kaidah konservasi tanah dan air serta kelas kemampuan lahan. Dari Aspek

hidrologi, perubahan 31 penggunaan lahan akan berpengaruh langsung terhadap


21

karakteristik penutupan lahan sehingga akan mempengaruhi sistem tata air DAS.

Fenomena ini ditunjukkan oleh respon hidrologi DAS yang dapat dikenali melalui

produksi air, erosi dan sedimen.

Pengaturan tata guna lahan di DAS dimaksudkan untuk mengatur penggunaan lahan

sesuai dengan rencana pola tata ruang yang ada. Pengaturan penggunaan lahan

dimaksudkan untuk: (a) Memperbaiki kondisi hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS),

sehingga tidak menimbulkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim

kemarau; (b) Menekan laju erosi yang berlebihan pada daerah aliran sungai yang

berlebihan, sehingga dapat menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir

(Kodoatie, 2013).

Karakteristik daerah aliran sungai (DAS) meliputi pola drainase, tekstur aliran, luas dan

bentuk DAS. Pola drainase adalah penyususn keseluruhan lebah suatu individu sungai dan

anak-anak sungai. Pola drainase suatu DAS diantranya dendritik paralel, dan radial. Pola

dendritik mempunyai percabangan pohon. Cabang sungai menyambung induknya dari

segala arah bentuk sudut miring secara berpasangan. Pola parallel cabang sungai umumnya

secara dan menyambung pada sungai utama dengan arah yang hampir tegak lurus, pola

radial membentuk jaringan melingkar dengan anak sungai yang hampir sejajar mengalir

kearah sungai utama, karakteristik suatu daerah aliran sungai (DAS) dapat digambarkan

oleh fluktasi debit sungai. Hal ini dapat dijelaskan dengan proses siklus hidrologi pada

suatu daerah aliran sungai (DAS) (Andono, 2014).


22

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah laptop, software Microsoft excel dan

Microsoft word. Sedangkan bahan yang digunakan adalah data debit air bendung

Argoguruh tahun 2015.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan pada praktikum ini adalah :

1. Memindahkan data debit air bendung Argoguruh pada tahun 2015 dari flashdisk

milik asisten dosen ke laptop praktikan yang hendak digunakan untuk mengolah data

2. Mengolah data yang telah di dapat sehingga didapatkan nilai debit maksimum, debit

minimun serta nilai KRA

3. Membuat tabel dan grafik hasil dari data yang telah diolah

4. Membuat laporan hasil praktikum.


23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

Berikut ini adalah hasil yang diperoleh :

Tabel 1. Nilai Q max dan Q min

NO Keterangan Nilai
1. Q Max (11 Februari 2015) 735.070 𝑚3 /𝑠
2. Q Min (14 Oktober 2015) 12.300 𝑚3 /𝑠
3. KRA (Qmax/Qmin) 59.76
4. Kelas (KRA) Sedang

Grafik 1. Grafik Debit Aliran Sungai Argoguruh Tahun 2015


24

B. Pembahasan

Berdasarkan data yang diperoleh yaitu debit DAS Sekampung Bendung Argoguruh

tahun 2015 dengan debit maksimal 735.070 𝑚3 /𝑠 dan debit minimal 12.300 𝑚3 /𝑠

kemudian dihitung nilai KRA nya. Nilai KRA yang diperoleh yaitu 59.76. Hasil KRA

yang diperoleh termasuk kedalam kelas sedang. Berdasarkan Peraturan Menteri

Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.60/Menhut-II/2012 Tentang Kriteria

Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai menyatakan bahwa nilai KRA ≤ 80 dengan

skor 1, termasuk dalam kualifikasi pemulihan yang sedang.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, salah satu cara untuk menurunkan nilai KRA

dan debit aliran sungai ketika musim penghujan yaitu dengan memperbaiki kondisi

Bendung Argoguruh dan DAS Sekampung. Cara untuk memperbaikinya dapat

dilakukan dengan memperbanyak serta memperbaiki kondisi vegetasi yang berada di

bagian hulu serta daerah sekitar DAS. Alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu

dengan memberdayakan masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk membuat sistem

pengelolaan lahan secara terpadu, seperti membuat lahan garapan dengan bentuk

terasering agar dapat menekan laju aliran permukaan, sedimenasi dan erosi, dengan

memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk dapat mengelolaan hutan negara agar

lahan-lahan hutan di bagian hulu sungai yang telah gundul akibat illegal logging akan

terkelola sehingga tidak gundul lagi, lalu mengajak para petani lahan milik pribadi unuk

dapat menanam tumbuhan pohon dan pertanian atau dengan sistem agroforestri, dan

pembuatan waduk atau tanggul, serta menejemen parit agar air hujan yang turun dapat

tertahan sementara lebih lama agar dapat di manfaatkan. Apabila tata guna lahan di

sekitar DAS baik maka kondisinya akan sama dengan pengelolaannya. Sesuai dengan
25

pendapat (Baja, 2012) daerah aliran sungai merupakan ekosistem yang kompleks, dan

kualitas serta kesehatannya sangat ditentukan oleh aktivitas tata guna lahan.

Pada hasil pengukuran debit air yang terdapat DAS Sekampung Bendung Argoguruh ini

ada beberapa faktor yang mempengaruhi debit air sungai Bendung Argoguruh tersebut.

1. Intensitas Hujan

Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki komponen

musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus tahunan dengan

karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek), atau kemarau panjang (musim

hujan pendek). Yang menyebabkan bertambahnya debit air. Sedangkan debit air sungai

yang terdapat di kali kusu ternya dominansinya adalah air hujan dimana jika terjadi

hujan maka debit air sungai akan semakin tinggi

2. Penggundulan Hutan

Pada daerah hulu dari kali Kusu sudah sangat mungkin ada penebangan pohon yang

berlebihan sehingga debit air kali Kusu sudah sangat rendah padahal fungsi utama hutan

dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah yang mempunyai

kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut tertahan dan meresap

ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu

merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga

dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber air pada

musim kemarau. Sebaiknya hutan yang gundul akan menjadi malapetaka bagi penduduk

di hulu maupun di hilir. Pada musim hujan, air hujan yang jatuh di atas lahan yang

gundul akan menggerus tanah yang kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan
26

akan menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi

tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur.

3. Pengalihan Hutan Menjadi Lahan Pertanian

Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya dengan

penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat erosi. Selain akan

meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai

sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air

dengan meningkatnya kandungan hara dalam air sungai.Kebanyakan kawasan hutan

yang diubah menjadi lahan pertanian mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila

tidak memperhatikan faktor konservasi tanah, seperti pengaturan pola tanam,

pembuatan teras dan lain-lain.

4. Intersepsi

Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas permukaan tanah,

tertahan bebereapa saat, untuk diuapkan kembali(”hilang”) ke atmosfer atau diserap

oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah

hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada

sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah dan dengan demikian,

meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam penentu faktor debit air,

pengelola daerah aliran sungai harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena

jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional.

Penggantian dari satu jenis vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang berbeda, sebagai

contoh, dapat mempengaruhi hasil air di daerah tersebut.


27

5. Evaporasi dan Transpirasi

Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok yang dapat

menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa dikatakan salah

satu komponen penentu debit air, karena melalu kedua proses ini dapat membuat air

baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari per mukan air, tanah dan permukaan

daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di udara dengan adanya uap

air diudara maka akan terjadi hujan, dengan adanya hujan tadi maka debit air di DAS

akan bertambah juga. Sedikit demi sedikit.


28

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan dari praktikum penentuan Koefisien Regim Sungai ini adalah.

1. Koefisien Regim Aliran (KRA) adalah bilangan yang menunjukkan perbandingan

antara nilai debit maksimum (Qmaks) dengan nilai debit minimum (Qmin) pada

suatu DAS/Sub DAS.

2. KRA yang didapat dari data debit aliran DAS Argoguruh tahun 2015 yaitu sedang

dengan nilai Qmaks mencapai 735,070 pada bulan Februari sedangkan nilai Qmin

menyentuh angka 0 pada bulan di akhir tahun. Nilai KRA yang sedang dengan skor

1 tersebut menunjukkan bahwa kisaran nilai limpasan pada musim penghujan (air

banjir) yang terjadi cukup besar, sedang pada musim kemarau aliran air yang terjadi

sangat kecil atau menunjukkan kekeringan..

3. Tindakan yang harus diambil jika kondisi KRS DAS seperti diatas adalah perlakuan

penambahan vegetasi yang mampu dengan mudah menyerap dan menyimpan air

dalam jumlah banyak, hal tersebut secara otomatis akan memperbaiki tanah yang

ada di sekitar.
29

B. Saran

Saran untuk praktikum analisis kondisi biofisik daerah aliran sungai Way Kanan ini

adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa agar lebih memperhatikan lagi saat asisten dosen sedang menjelaskan

materi

2. Mahasiswa lebih sering lagi belajar dan memahami tentang materi yang akan dan

telah di praktikumkan

3. Asisten dosen harap lebih bersabar lagi dalam menyampaikan materi kepada

praktikan saat praktikan sulit untuk memahami materi yang sedang disampaikan oleh

asisten dosen.
30

DAFTAR PUSTAKA

Andono, R., Limantara, L. M. dan Juwono, P. T. 2014. Studi penilaian indikator kinerja
DAS Konaweha akibat perubahan tata guna lahan berdasarkan kriteria
hidrologis. Jurnal Teknik Pengairan. 5(1): 54-60.

Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Baja, S. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalamPengembangan Wilayah. CV.


Andi. Yogyakarta.

Kodoatie, R. J. 2013. Rekayasa dan Manajemen BanjirKota. CV Andi. Yogyakarta.

Suhartanto, E., Priyantoro, D. dan Itratip. 2012. Studi penilaian kondisi DAS dan
implikasinya terhadap fluktuasi debit sungai (Studi Kasus pada SUB DAS
Jangkok Pulau Lombok). Jurnal Teknik Pengairan. 3(1): 1-5.

Wahid, A. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Debit Sungai Mamasa.


Jurnal SMARTek. 7(3): 204-218.
31

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Koefisien aliran merupakan salah satu nilai parameter yang sangat dibutuhkan dalam

memperkirakan besarnya aliran pada suatu DAS yang nilainya mempunyai variasi yang

cukup besar disebabkan karena berbedanya tutupan lahan, jenis tanah, karakteristik

DAS (kemiringan DAS, panjang sungai, bentuk DAS, dsb) dan karakteristik curah

hujan. Besarnya koefisien aliran ini juga sangat dipengaruhi oleh durasi dari waktu

perhitungan (per-jam, harian, bulanan dan tahunan). Pada DAS yang tidak termonitor

data debitnya dan hujannya yang cukup panjang, besarnya prakiraan koefisien run off

sering kali tidak stabil / konsisten, hal tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor terkait

yang mempengaruhi perhitungan besarnya koefisien run off tersebut. Pendekatan dalam

menentukan besarnya koefisien aliran juga masih dalam diskusi yang berkepanjangan.

Parameter koefisien aliran masih menggunakan beberapa referensi hasil dari penelitian

pada beberapa negara, yang kondisi karakteristik hujan, jenis tanah dan struktur

geologinya besar kemungkinan berbeda untuk masing-masing DAS. Oleh karena itu

besarnya referensi untuk nilai koefisien aliran yang terpublikasikan mempunyai deviasi

yang cukup besar untuk suatu jenis tutupan lahan. Berbagai permasalahan yang

ditemukan tampaknya masih ada faktor lain yang sangat berpengaruh dalam

mendapatkan konsistensi dari nilai koefisien run off ini yaitu karakteristik geologi dari

suatu DAS. Karakteristik geologi tersebut sangat mempengaruhi besarnya nilai


32

baseflow dari suatu aliran air di sungai. Karena itu teknologi pemisahan baseflow juga

masih diperdebatkan hingga saat ini, hal ini terjadi pada saat mengitung besarnya

koefisien aliran pada saat musim kemarau dimana besarnya curah hujan sangat kecil /

mendekati nol.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa dapat menentukan Koefisien Aliran Tahunan (KAT) dari data debit air

sungai Bendung Argoguruh

2. Mahasiswa dapat menganalisis kondisi DAS Argoguruh berdasarkan hasil

perhitungan Koefisien Aliran Permukaan (KAT) yang diperoleh.


33

II. TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan

wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang

menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya

melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu,

pengelolaan DAS merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan

DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha

penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan

produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai

dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran

merata sepanjang tahun (Fadem,2009).

Cakupan luas suatu DAS di bumi kita ini sangat bervariasi mulai dari beberapa puluh

meter persegi sampai dengan ratusan ribu hektar. Suatu DAS yang sangat luas seperti

Amazon biasanya disebut “river basin” Secara hirarkis suatu DAS yang luas/besar

biasanya terdiri atas beberapa DAS yang lebih kecil. DAS-DAS yang lebih kecil

tersebut dinamai sub DAS dari DAS yang lebih besar. Sub DAS mungkin juga terdiri

atas beberapa sub-sub DAS. Menurut Asmad (2015), lingkungan biofisik Daerah Aliran

Sungai meliputi :

a. Bentuk wilayah (topologi, bentuk dan luas DAS)

b. Tanah (jenis tanah, sifat kimia/fisik, kelas kemampuan, kelas kesesuaian)


34

c. Vegetasi/hutan (jenis, kerapatan, penyebaran)

d. Geologi dan Geomorfologi.

Daerah. Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang

dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya akan

mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada sungai tersebut, atau

merupakan satuan hidrologi yang menggambarkan dan menggunakan satuan fisik-

biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber

daya alam. (Purwanto, 1992).

DAS adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga

merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang melaluinya.

Sungai dan anak-anak sungai tersebut berfungsi untuk menampung, menyimpan dan

mengalirkan air yang berasal dari curah hujan serta sumber air lainnya. Penyimpanan

dan pengaliran air dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam di sekelilingnya sesuai

dengan keseimbangan daerah tersebut. Proses tersebut dikenal sebagai siklus hidrologi

(Rahayu, et al., 2009).

Karakteristik fisik DAS merupakan variabel dasar yang menentukan proses hidrologi

pada DAS, sedangkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat adalah

variabel yang mempengaruhi percepatan perubahan kondisi hidrologi DAS. Oleh karena

itu, pemahaman mengenai karakteristik fisik DAS, dalam hal ini terrain dan

geomorfologi, pola pengaliran dan penyimpanan air sementara pada DAS, dapat

membantu mengidentifikasi daerah yang memiliki kerentanan tinggi terhadap terjadinya

persoalan DAS, serta perancangan teknik-teknik pengendalian yang sesuai dengan

kondisi setempat. Komponen Yang ada di dalam sistem DAS secara umum dapat
35

dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu komponen curah hujan, komponen output yaitu

debit aliran dan polusi atau sedimen, dan komponen proses yaitu manusia, vegetasi,

tanah, iklim, dan topografi (Kartika, 2011).

Koefisien aliran merupakan salah satu nilai parameter yang sangat dibutuhkan dalam

memperkirakan besarnya aliran pada suatu DAS yang nilainya mempunyai variasi yang

cukup besar disebabkan karena berbedanya tutupan lahan, jenis tanah, karakteristik

DAS (kemiringan DAS, panjang sungai, bentuk DAS, dsb) dan karakteristik curah

hujan. Besarnya koefisien aliran ini juga sangat dipengaruhi oleh durasi dari waktu

perhitungan (per-jam, harian, bulanan dan tahunan). Pada DAS yang tidak termonitor

data debitnya dan hujannya yang cukup panjang, besarnya prakiraan koefisien run off

sering kali tidak stabil / konsisten, hal tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor terkait

yang mempengaruhi perhitungan besarnya koefisien run off tersebut. Pendekatan dalam

menentukan besarnya koefisien aliran juga masih dalam diskusi yang berkepanjangan

(Hidayat 2010).

Besarnya referensi untuk nilai koefisien aliran yang terpublikasikan mempunyai deviasi

yang cukup besar untuk suatu jenis tutupan lahan. Berbagai permasalahan yang

ditemukan tampaknya masih ada faktor lain yang sangat berpengaruh dalam

mendapatkan konsistensi dari nilai koefisien run off ini yaitu karakteristik geologi dari

suatu DAS. Karakteristik geologi tersebut sangat mempengaruhi besarnya nilai

baseflow dari suatu aliran air di sungai. Karena itu teknologi pemisahan baseflow juga

masih diperdebatkan hingga saat ini, hal ini terjadi pada saat mengitung besarnya

koefisien aliran pada saat musim kemarau dimana besarnya curah hujan sangat kecil /

mendekati nol (Triatmodjo, 2010).


36

Koefisien limpasan merupakan perbandingan debit aliran langsung dibagi dengan input

hujan (Basuki et all, 2017). Koefisien Aliran Tahunan (KAT) adalah perbandingan

antara tebal aliran tahunan (Q, mm) dengan tebal hujan tahunan (P, mm) di DAS atau

dapat di katakan berapa persen curah hujan yang menjadi aliran (runoff) di DAS

tersebut. Tebal aliran (Q) diperoleh dari volume debit (Q, dalam satuan m3) dari hasil

pengamatan SPAS di DAS selama satu tahun atau perhitungan rumus dibagi dengan

luas DAS (ha atau m3) yang kemudian dikonversi ke satuan mm. Sedangkan tebal

hujan tahunan (P) diperoleh dari hasil

pencatatan Rainfall Recorder (ARR) dan atau ombrometer.

Klasifikasi koefisien aliran tahunan disajikan sebagaimana dalam tabel berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Koefisien Aliran Tahunan

No. Nilai Kelas

1. KAT≤ 0,2 Sangat Rendah

2. 0,2 < KAT ≤ 0,3 Rendah

3. 0,3 < KAT ≤ 0,4 Sedang

4. 0,4 < KAT ≤ 0,5 Tinggi

5. KAT > 0,5 Sangat Tinggi

Sumber : (Permenhut 61 tahun 2014).


37

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah laptop, softwareMicrosoft excel dan

Microsoft word. Sedangkan bahan yang digunakan adalah data debit air bendung

Argoguruh tahun 2011 dan data curah hujan Kabupaten Pesawaran 2011.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan pada praktikum ini adalah :

1. Menyiapkan seluruh alat dan bahan seperti laptop, dan membuka software

Microsoft Excel yang berisi data debit di DAS Argoguruh tahun 2011 dan data

curah hujan Kabupaten Pesawaran 2011

2. Mengolah data yang telah diperoleh untuk mendapat hasil dari tujuan pengolahan

data. Pengolahan data dilakukan dengan menghitung dan menganalisis Koefisien

Aliran Tahunan (KAT) debit sungai di DAS Argoguruh tahun 2011.

3. Menganalisis hasil nilai KAT berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.

61/Menhut-II/2014 tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai.

4. Membuat laporan hasil praktikum.


38

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

Tabel 1. Data Debit Sungai Argoguruh tahun 2011

No. Keterangan Nilai


1. Q min 2.574
2. Q max 237.509
3. Q total 9.887,60
4. Q rata-rata 27,089
5. Faktor Konversi 3153600
6. Tebal Aliran Tahunan 85428864

Tabel 2. Data Curah Hujan Bendung Argoguruh Tahun 2011

No. Keterangan Nilai


1. CH 12,96 m
2. Luas DAS 21409222 Ha
3. P tahunan 277463517,1 m3

Tabel 3. Data Debit Tahunan, Curah Hujan Tahunan dan Kelas KAT

No. Keterangan Nilai


1. Q tahunan 85428864
2. P tahunan 2774635177
3. KAT 0,030789224
4. Kelas KAT Sangat Rendah

B. Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data Q tahun atau debit rata-rata

tahunan sebesar 85428864 m3/s. Data debit diperoleh dari penjumlahan debit rata-rata

dalam kurun satu tahun. P.Tahunan atau tebal hujan tahunan diperoleh sebesar
39

277463517,1 m 3 yang merupakan perkalian antara curah hujan dengan luas DAS

Agroguruh, sehingga diperoleh KAT sebesar 0,030789224. Seperti yang telah

dijelaskan diatas KAT diperoleh dari pembagian debit tahunan dan tebal hujan tahunan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 61/Menhut-II/2014 tentang

Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, maka KAT yang telah

diperoleh tergolong dalam kelas sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa DAS

Argoguruh masih dalam kondisi yang bagus.

Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kondisi Das agar tetap

baik, contohnya dengan memperbanyak serta memperbaiki kondisi vegetasi yang berada

di bagian hulu serta daerah sekitar DAS. Alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu

dengan memberdayakan masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk membuat sistem

pengelolaan lahan secara terpadu, seperti membuat lahan garapan dengan bentuk

terasering agar dapat menekan laju aliran permukaan, sedimenasi dan erosi, dengan

memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk dapat mengelolaan hutan negara agar

lahan-lahan hutan di bagian hulu sungai yang telah gundul akibat illegal logging akan

terkelola sehingga tidak gundul lagi, lalu mengajak para petani lahan milik pribadi unuk

dapat menanam tumbuhan pohon dan pertanian atau dengan sistem agroforestri, dan

pembuatan waduk atau tanggul, serta menejemen parit agar air hujan yang turun dapat

tertahan sementara lebih lama agar dapat di manfaatkan dan juga untuk mencegah

degradasi lahan.

Degradasi lahan merupakan berkurangnya kemampuan lahan untuk mendukung segala

aktivitas manusia didalamnya. Aktivitas manusia yang dimaksud adalah segala kegiatan

yang terkait dengan pembangunan, terutama dalam kegiatan bercocok tanam

(pertanian). Ketika lahan terdegradasi maka manfaat dari sumberdaya lahan yang
40

diterima oleh manusia juga akan berkurang sehingga menghambat pembangunan.

Degradasi lahan juga berarti degradasi DAS, mengingat DAS merupakan suatu bentang

lahan. Penyebab terjadinya degradasi lahan adalah pengelolaan lahan yang buruk yang

umumnya berupa kesalahan penggunaan lahan (misuse) dan pemanfaatan sumberdaya

lahan secara berlebihan (overuse). Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya

yaitu dengan menerapkan tindakan konvervasi tanah dan air dalam pengelolaan lahan.

Konservasi tanah merupakan segala upaya untuk menjaga tanah untuk tidak terdispersi,

mengatur kecepatan dan volume aliran permukaan agar tidak terjadi pengangkutan

tanah. Konservasi tanah berhubungan erat dengan konservasi air karena setiap

perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air di tempat

itu. Arsyad (2010) mendefinisikan konservasi air sebagai penggunaan air yang jatuh ke

tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak

terjadi banjir yang merusak pada musim hujan dan cukup air pada waktu musim

kemarau. Oleh sebab itu, konservasi tanah dan konservasi air merupakan upaya

konservasi yang sinergis dan dikenal konservasi tanah dan air. Kaitannya dengan

pembangunan DAS, konservasi tanah dan air merupakan hal yang perlu dilakukan

untuk menjaga fungsi lahan di suatu DAS dalam mendukung pertumbuhan tanaman dan

sistem tata air. Oleh karena itu, diperlukan kajian tentang pembangunan dan

pengelolaan DAS berkelanjutan dan peranan tindakan konservasi tanah dan air.
41

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. KAT pada DAS Argoguruh adalah sebesar 0,030789224

2. KAT pada DAS Argoguruh termasuk dalam kategori KAT≤ 0,2, yang tergolong

dalam kelas sangat rendah sehingga hal ini menunjukkan bahwa DAS Argoguruh

masih dalam kondisi yang baik.

B. Saran

Saran untuk praktikum analisis kondisi biofisik daerah aliran sungai Way Kanan ini

adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa agar lebih memperhatikan lagi saat asisten dosen sedang menjelaskan

materi

2. Mahasiswa lebih sering lagi belajar dan memahami tentang materi yang akan dan

telah di praktikumkan

3. Asisten dosen harap lebih bersabar lagi dalam menyampaikan materi kepada

praktikan saat praktikan sulit untuk memahami materi yang sedang disampaikan oleh

asisten dosen.
42

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad S .2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.

Asmad, D.I. 2015. Makalah Daerah Aliran Sungai (DAS). http://ilmuenergi.


blogspot.co.id/ 2015/03/makalah-daerah-aliran-sungai-das.html. Diakses pada 09
Oktober 2018 pukul 02.53

Basuki, T.M., Rahardyan, N.A. dan Edi, S. 2017. Hasil air hutan jati pada dua sub
daerah aliran sungai dengan luas berbeda. Jurnal Penelitian Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. 1(1): 1-14.

Fadem, 2009. Kawasan das yang dibatasi oleh pembatasan topografi. World
Agroforestry Centre, Bogor.

Hidayat, S.F., et al. 2010. Pemanfaatan Citra Pengindraan Jauh dan SIG untuk
Estimasi Tingkat Kerawanan Erosi DAS Blambangan Berdasarkan Metode USLE
Kabupaten Banyuwangi. Laporan KKL. Fakultas Geografi UGM :Yogyakarta.

Kartika, D.W. 2011. Kajian Degradasi Lahan Akibat Perubahan Penggunaan Lahan
Berdasarkan Integrasi Pengolahan Digital Citra PJ Multitemporal dan SIG di
Sebagian Dataran Tinggi Dieng. Skripsi.Fakultas Geografi UGM :Yogyakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 61 Tahun


2014 Tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Aliran Sungai. Jakarta.

Purwanto, E. 1992. Pemanfaatan dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai Dengan


Menggunakan Parameter Hidrologi. Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi No. 10
tahun 1991/1992.

Rahayu et al. 2009. Monitoring air di Daerah Aliran sungai. Bogor: World
Agroforestry Center.

Triadmodjo, B. 2010. Studi Keseimbangan Air di Pulau Jawa. Forum Teknik No.1,
Tahun XX Edisi Februari.
43

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) berperan vital dalam berkembangnya kebudayaan,

sehingga DAS selalu menjadi pusat dari tumbuhnya peradaban, termasuk tentunya

perkembangan penduduk. Perkembangan penduduk yang terus meningkat, lama

kelamaan merubah keseimbangan harmonis antar manusia dengan sungai dan hutan

yang ada di sekitarnya. Semakin bertambah jumlah penduduk, semakin berat pula

tekanan yang dihadapi oleh DAS. Dalam jangka panjang, kualitas DAS dalam

memberikan pelayanan terhadap manusia maupun lingkungannya juga mengalami

kemunduran. Persoalan yang terakhir ini terjadi hampir di seluruh DAS di Indonesia,

dan salah satunya adalah pulau Sumatra yang memiliki jumlah serta petumbuhan

penduduk yang relatif tinggi, salah satunya di Provinsi lampung, khususnya di

Kabupaten Lampung Timur.

Lampung Timur merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 50 meter diatas

permukaan laut. Secara astronomis Kabupaten Lampung Timur terletak pada posisi

105015’–106020’ Bujur Timur dan antara 4037’–5037’ Lintang Selatan. Luas wilayah

Lampung Timur adalah 5.325,03 km2. Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten

Lampung Timur memiliki batas-batas: Utara – Kabupaten Lampung Tengah dan

Kabupaten Tulang Bawang; Selatan – Kabupaten Lampung Selatan; Timur – Laut Jawa;

Barat – Kota Metro dan Kabupaten Lampung Tengah. Banyak sekali permasalahan di
44

Kabupaten Lampung Timur, salah satunya adalah tekanan penduduk di DAS yang

melalui Kabupaten Lampung Timur.

Pertumbuhan jumlah penduduk, tekanan sosial ekonomi, dan tekanan pembangunan,

menyebabkan penurunan kondisi sumberdaya alam, terutama sumberdaya tanah, dan air

termasuk kondisi DAS. Hal ini dikarenakan timbulnya kerusakan vegetasi penutup

tanah yang merupakan faktor terpenting dalam memelihara ketahanan tanah terhadap

erosi, dan kemampuan tanah dalam meresap air. Akibat adanya kerusakan vegetasi, baik

kerusakan hutan maupun vegetasi penutup lainnya, maka luas hutan dan vegetasi

menjadi semakin berkurang, sehingga fungsi sebagai subsistem perlindungan dalam

sistem DAS secara keseluruhan menjadi berkurang. Akibatnya daya dukung lahan

terhadap pertumbuhan diatasnya menurun.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah :

1. Mengetahui keadaan sosial ekonomi di kawasan DAS Kabupaten Lampung Timur

dan sekitarnya

2. Mengetahui pengaruh keadaan sosial ekonomi terhadap kerusakan lahan,

3. Mengetahui faktor sosial ekonomi yang dominan mempengaruhi kerusakan lahan.


45

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang sangat penting bagi

keberlangsungan hidup manusia khususnya yang berada pada wilayah sekitar DAS,

karena DAS merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi suatu proses

interaksi antara faktor-faktor biotik, nonbiotik dan manusia. Sebagai suatu ekosistem,

maka setiap ada masukan (input) ke dalamnya, proses yang terjadi dan berlangsung di

dalamnya dapat dievaluasi berdasarkan keluaran (output) dari ekosistem tersebut

(Suripin, 2002).

Pengelolaan DAS yang baik dan benar sangat diperlukan agar input yang datang dapat

menghasilkan output yang nantinya tidak merugikan masyarakat sekitar DAS akan

tetapi sebaliknya akan menguntungkan masyarakat sekitar. Masukan atau input yang

dimaksud di sini adalah curah hujan sedangkan keluaran atau output adalah debit air dan

muatan sedimen. Hal tersebut adalah komponen paling penting dalam DAS sehingga

paling membutuhkan perhatian khusus agar tidak terjadi hal-hal tidak diinginkan yang

sering sekali terjadi sekarang yaitu banjir. Banjir terjadi akibat pengelolaan DAS yang

kurang baik sehingga air hujan yang jatuh tidak ditampung DAS dengan baik yang pada

akhirnya menyebabkan debit air yang tidak terkontrol dan terjadilah banjir.

Aktifitas di dalam DAS berpengaruh besar pada perubahan ekosistem yang ada di

dalamnya karena aktifitas sekecil apapun dapat menghasilkan dampak yang nyata.
46

Sebagai contoh aktifitas di dalam DAS yang berpengaruh pada perubahan ekosistem

yaitu perubahan tata guna lahan khususnya pada daerah hulu juga dapat mengurangi

kinerja DAS sebagai penampung, penyimpan dan pendistribusi air.

Perubahan fluktuasi debit air akan terjadi pada daerah hilir sehingga akan sering sekali

terjadi banjir pada daerah ini dan ini sangat merugikan ekosistem khususnya yang ada

pada daerah hilir. Adanya keterkaitan antara masukan dan keluaran pada suatu DAS ini

dapat dijadikan dasar untuk menganalisis dampak suatu tindakan atau aktivitas

pembagunan di dalam DAS terhadap lingkungan, khususnya hidrologi (Suripin, 2002)

dalam Juhadi (2013). Akan tetapi dalam kontek penelitian ini, DAS hanya diartikan

sebagai satuan bentang lahan maksudnya adalah hanya sebagai batasan saja.

B. Fungsi daerah aliran sungai (DAS)

Daerah aliran sungai atau biasa disingkat DAS mempunyai fungsi yang sangat vital,

sehingga apabila DAS tidak dikelola dengan baik maka akan sering sekali terjadi

bencana alam seperti banjir dan kekeringan. Salah satu faktor mengapa suatu fungsi

DAS tidak berjalan dengan baik adalah dari faktor manusia. Manusia melakukan

kegiatan pengelolaan lahan yang hanya melihat pada satu sisi saja yaitu keinginan

mereka untuk terus mendapatkan keuntungan dan mencukupi kebutuhan mereka tanpa

memperhatikan pada sisi lainnya yaitu perencanaan tata guna lahan. Perencanaan tata

guna lahan harus diperhatikan oleh masyarakat sekitar agar lahan yang mereka kelola

dapat menguntungkan bagi mereka tanpa mengurangi kualitas dari lahan karena pada

dasarnya lahan sekurang-kurangnya mempunyai tiga jenis nilai (rent) yaitu Ricardian

rent (mencakup kualitas dari tanah), Locational rent (mencakup lokasi relatif dari tanah)

dan Environmental rent (mencakup sifat kualitas dari tanah sebagai suatu komponen

utama dari ekosistem). Secara ideal, tujuan dari penatagunaan lahan adalah untuk
47

mengoptimalkan pemanfaatan dari ketiga komponen tersebut (Hardjowigeno dan

Widiatmaka, 2007:268). Dari ketiga nilai (rent) tersebut semuanya dianggap sangat

penting bagi masyarakat dan keberhasilan DAS dalam menjalankan fungsinya dengan

baik yaitu menampung, menyimpan, dan mendistribusi air yang datang.

DAS memiliki beberapa faktor yang memiliki fungsi gabungan. Faktor-faktor tersebut

adalah berupa vegetasi, bentuk wilayah (topografi), jenis tanah, dan manusia yang

dalam penelitian ini adalah pelaku utama atau pelaku sosial ekonomi. Faktor-faktor

tersebut saling memiliki keterkaitan yang sangat berpengaruh pada berjalan dengan

baiknya fungsi DAS dan apabila keempat faktor tersebut salah satunya mengalami

perubahan maka ekosistem DAS akan mengalami dampak dari perubahan faktor-faktor

tersebut yaitu mengalami degradasi lahan atau kerusakan lahan.

C. Konsep Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi setiap orang itu berbeda-beda dan bertingkat, ada yang keadaan

sosial ekonominya tinggi, sedang, dan rendah. Sosial ekonomi menurut Abdulsyani

(1994) dalam Juhadi (2013) adalah kedudukan atau posisi sesorang dalam kelompok

manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan,

jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi, sedangkan menurut Soerjono

Soekanto (2001) dalam Juhadi (2013) sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam

masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan, prestasinya,

dan hak-hak serta kewajibannya dalam hubunganya dengan sumber daya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan pengertian keadaan sosial

ekonomi dalam penelitian ini adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat

berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan pemilikan kekayaan atau

fasilitas serta jenis tempat tinggal.


48

D. Lahan

Lahan dan tanah merupakan satu kesatuan dalam ekosistem di bumi. Akan tetapi istilah

lahan dan tanah pengertiannya seringkali rancu. Banyak masyarakat yang mengira

bahwa lahan dan tanah mempunyai pengertian yang memiliki kesamaan tetapi dengan

kata yang berbeda. Pada hakikatnya, pengertian dari lahan bersifat lebih umum atau

lebih luas dibandingkan dengan pengertian dari tanah yang sebaliknya bersifat lebih

khusus atau lebih sempit. Seperti pada pengertian berikut ini. Menurut FAO (1976) oleh

Rayes (2007), sumber daya lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas

iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan vegetasi dimana pada batas-batas tertentu

mempengaruhi penggunaan lahan. Berdasarkan pengertian tersebut di dalam definisi

lahan, tanah termasuk di dalamnya.

E. Kerusakan Lahan

Sumberdaya lahan utama, yaitu tanah dan air. Pada dasarnya tanah dan air, merupakan

sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau

degradasi. Kerusakan lahan adalah lahan yang telah mengalami proses penurunan

tingkat produktifitasnya (Syarief, 1986 dalam disertasi Juhadi). Kehilangan unsur hara

dan bahan organik dari daerah perakaran;

1. Terakumulasinya garam di daerah pengakaran (salinasi), terkumpulnya atau

terungkapnya unsur atau senyawa yang merupakan racun bagi tumbuhan;

2. Penjenuhan tanah oleh air (water logging); dan

3. Erosi

Kerusakan lahan oleh satu atau lebih proses tersebut menyebabkan degradasi

kemampuan lahan untuk mendukung pertumbuhan tumbuhan atau menghasilkan barang

dan jasa (Riquir, 1977 dalam Arsyad, 2006). Hilangnya secara berlebihan satu atau
49

beberapa unsur hara dari daerah perakaran menyebabkan merosotnya kesuburan tanah

sehingga tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk

mendukung pertumbuhan tanaman yang normal. Kerusakan lahan dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yakni erosivitas hujan, erodibilitas tanah, faktor konservasi

(vegetasi dan pengelolaan), bentuk lahan (lereng), dan aktivitas manusia.


50

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah laptop, software Microsoft word dan

software Microsoft excel. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah data

Kabupaten Lampung Timur dalam Angka 2016, yang diperoleh melalui website milik

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lampung Timur.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang digunakan pada praktikum ini adalah :

1. Menyiapkan seluruh alat dan bahan seperti laptop, dan membuka softwere

Microsoft Excel untuk mengolah data jumlah KK petani dan jumlah lahan pertanian

di Lampung Timur tahun 2016.

2. Pengolahan data yaitu menghitung dan menganalisis nilai tekanan penduduk

didekati dengan Indeks Ketersediaan Lahan (IKL) dihitung menggunakan cara

membandingkan luas lahan pertanian dengan jumlah kepala keluarga petani.

3. Menganalisis hasil nilai IKL berasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor

P. 61/Menhut-II/2014 tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai.

4. Membuat laporan hasil praktikum.


51

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 1. Nilai Tekanan Penduduk di Kabupaten Lampung Timur Tahun 2016

No Keterangan Nilai
1. Jumlah KK petani 509.212 KK
2. Luas lahan pertanian (ha) 539.434,16 Ha
3. Nilai IKL 1,05 Ha/KK
4. Kelas IKL Sedang

Tabel 2. Tingkat Kesejahteraan penduduk di Kabupaten di Kabupaten Lampung Timur


Tahun 2016

No Keterangan Nilai
1. Jumlah KK Petani Miskin 86.500 KK
2. Jumlah Total KK 509.212 KK
3. Nilai TKP 16,99 %
4. Kelas TKP Sedang

B. Pembahasan

Tingginya tekanan penduduk pada lahan pertanian suatu DAS dapat mengakibatkan

penurunan sumber daya lahan dan kerusakan ekosistem DAS. Menurut (Wuryanta,

2015) tekanan Penduduk (TP) pada lahan pertanian adalah salah satu parameter penting

untuk menentukan tingkat kualitas lingkungan suatu Daerah Aliran Sungai (DAS).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 61/Menhut-II/2014 tentang

Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai tekanan penduduk dapat
52

diukur berdasarkan Indeks Ketersediaan Lahan (IKL). IKL dapat dihitung dengan

membandingan antara luas lahan pertanian dengan jumlah kepala keluarga petani di

dalam DAS.

Hasil nilai IKL didapat berdasarkan data yang bersumber dari website resmi milik

Badan Pusat Statistik (BPS). Nilai IKL di Kabupaten Lampung Timur atau hasil yang

didapat setelah dilakukan perhitungan yaitu pada tahun 2016 tergolong sedang dengan

nilai 1,05. Dalam hal ini dikatakan sedang karena indeks ketersediaan lahan yaitu 1 <

IKL ≤ 2. Menurut analisa yang telah dilakukan berdasarkan data hasil perhitungan

menunjukkan bahwa kondisi DAS di Lampung Timur tergolong kurang baik. Alasan

disimpulkan bahwa kondisi DAS tersebut kurang baik karena IKL pada tahun 2016

tergolong sedang. IKL sedang artinya luasan lahan pertanian yang ada di Lampung

Timur dapat sudah cukup banyak berubah menjadi lahan pertanian. Dari data yang

didapat, maka perlunya peran penting pemerintah dengan cara pendekatan tentang

pentingnya DAS kepada masyarakat sekitar DAS di kabupaten Lampung Timur,

Agar masyarakat mampu memperbaik taraf hidupnya dan juga ikut serta melestarikan

hutan.

Pendekatan menyeluruh DAS terpadu menuntut suatu manajemen terbuka yang

menjamin keberlangsungan proses koordinasi antara lembaga terkait. Selain itu juga

perlu memandang penting partisispasi masyarakat dalam pengelolaan DAS mulai dari

perencanaan, perumusan kebijakan, pelaksanaan dan pemanfaatan. Perencanaan DAS

tidak dapat dilakukan melalui pendekatan sektoral saja, melainkan harus ada keterkaitan

antar sektor baik dalam perencanaan APBN, program kerja maupun koordinasi

pelaksanaan. Untuk melengkapi gambaran tentang pengelolaan DAS dan keterkaitan

antara kondisi DAS pada satu wilayah dengan wilayah lain, perlu dilakukan kajian
53

terhadap peranan DAS dan kaitannya dengan kehidupan keseharian manusia yang

berada di sekitar DAS.

Bantaran sungai banyak yang menjadi lokasi pemukiman yang tentunya menambah

beban masalah sungai. Terbatasnya fasilitas umum yang disediakan pemerintah

menyebabkan masyarakat memanfaatkan adanya sungai sebagai fasilitas keseharian

mereka bertinggal. Permukiman padat di sepanjang sungai cenderung mengakibatkan

terhambatnya aliran sungai karena banyaknya sampah domestik yang dibuang ke badan

sungai sehingga mengakibatkan berkurangnya daya tampung sungai untuk mengalirkan

air yang datang akibat curah hujan yang tinggi di daerah hulu. Sesuai dengan Keppres

No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, kriteria sempadan sungai adalah

sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan

sungai yang berada di luar pemukiman, sedangkan untuk sungai di kawasan permukaan

berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara

10-15 meter.

Pada kenyataannya , semuanya tidak memenuhi kriteria sempadan tersebut. Jarak

bangunan dan garis sempadan sungai umumnya hanya sekitar 5-25 meter. Pelanggaran

ini terkait dengan masalah klasik, yaitu pertumbuhan penduduk yang pesat dan daya

tarik ekonomi di perkotaan yang kuat sehingga menyebabkan terjadinya perambahan

lahan di sepanjang DAS. Lambatnya upaya penegakan hukum dari pemerintah

mengakibatkan sulitnya upaya pembenahan. Di sisi lain, walaupun tidak ada aspek legal

atas kepemilikan tanah, fasilitas utilitas tetap diberikan oleh pihak pemerintah (listrik

dari PLN dan telepon dari Telkom).


54

Kebiasaan membuang kotoran, sampah, lebih disebabkan pandangan yang keliru dari

masyarakat terkait dengan fungsi sungai, yang dianggap sebagai halaman belakang

rumah (backyard area). Kebiasaan masyarakat semacam ini ditemui hampir diseluruh

desa lokasi studi. Hal ini mengindikasikan ketidakpedulian masyarakat terhadap

pentingnya memelihara sungai, meskipun di lain pihak sungai juga memiliki peranan

dalam kehidupan sehari-hari mereka. Bencana runtuhnya infrastruktur sungai yang

terjadi pun merupakan akibat bencana yang mereka harus alami sebagai penduduk

permukiman di wilayah hilir, yang merupakan akibat kebiasaan serupa di wilayah hulu.
55

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa :

1. Keadaan sosial ekonomi masyarakat di DAS Kabupaten Lampung Timur tergolong

dalam keadaan kurang baik dengan kebanyakan masyarakatnya sudah mengalih

fungsikan daerah sempadan sungai menjadi lahan pertanian.

2. Keadaan sosial ekonomi terhadap kerusakan lahan di DAS Kreo menunjukkan tingkat

sedang,

3. Faktor sosial ekonomi yang dominan mempengaruhi kerusakan lahan di DAS Kreo

adalah faktor orientasi pasar yang kebanyakan masyarakat banyak yang lebih memilih

untuk menjual hasil panen ke pasar.

B. Saran

Saran yang bisa diberikan adalah sebagai berikut.

1. Peran pemerintah dalam meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap informasi

pengendalian degradasi sungai perlu ditingkatkan dengan kegiatan sosialisasi dengan

menyebar informasi fungsi sungai dan berbagai peraturan pemanfaatannya dalam

bentuk brosur, leaflet, atau billboard yang terpasang di kawasan tertentu khususnya

di kawasan yang riskan terhadap pelanggaran pemanfaatan sungai.


56

2. Partisipasi masyarakat dalam penyusunan perencanaan perlu dtingkatkan khususnya

pada tahap penyusunan draft sampai dengan tahap pelaksanaan dan evaluasinya.

3. Kepentingan masyarakat terhadap perencanaan pengendalian degradasi perlu

ditingkatkan melalui perluasan pengertian dampak terhadap masyarakat, bukan saja

pada pemliik asset, tetapi juga dampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi

masyarakat secara keseluruhan.


57

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah & Air. Bogor : IPB Press.

BPS Lampung. 2016. Kabupaten Lampung Timur Dalam Angka. BPS.Lampung.go.id.


Internet. Diakses tanggal 16 Oktober 2018 Pukul 02:40 WIB.

Hardjowigeno dan Widiatmoko. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan


Tataguna Lahan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Juhadi. 2013. Dimensi Spasio Ekologikal Pemanfaatan Lahan Perbukitan-Pegunungan


di Kecamatan Kokap, Girimulyo dan Pengasih Kabupaten Kulonprogo, Daerah
Istimewa Yogyakarta. Disertasi. Yogyakarta. Fakultas geografi Universitas
Gadjah Mada.

Pemerintah Republik Indonesia. 2014. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 61 Tahun


2014 Tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Aliran Sungai. Jakarta.

Rayes, M. Luthfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta. ANDI
Yogyakarta.

Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta. ANDI
Yogyakarta.

Wuryanta, A. dan Susanti, P. D. 2015. Analisis Spasial Tekanan Penduduk terhadap


Lahan Pertanian di Sub DAS Keduang, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah.
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan. 12(3): 149-162.
58

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung yang berada di dua provinsi yaitu Provinsi Jawa

Barat dan DKI Jakarta merupakan salah satu dari 13 DAS dalam kondisi sangat kritis

akibat perubahan penggunaan lahan (Pawitan, 2004; Sobirin, 2004). DAS Ciliwung

bagian hulu mencakup areal seluas 14.860 ha berada di Kabupaten Bogor dan

merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m s/d 2.040 m dpl. Di

wilayah ini umumnya dicirikan oleh sungai berarus deras terutama pada musim hujan,

dan variasi kemiringan lereng tinggi di atas 45% (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2003).

Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu telah terjadi dari penutupan

vegetasi yang baik menjadi kawasan terbangun selama tahun 1981 s/d 1999. Dalam

kurun waktu tersebut telah terjadi alih fungsi lahan dari hutan, kebun campuran sawah

teknis, sawah tadah hujan dan tegalan menjadi kawasan permukiman seluas 250 ha

(Irianto, 2000). Sabar (2007) menyatakan bahwa alih fungsi lahan DAS Ciliwung Hulu

selama periode tahun 1990 sampai 1999 relatif pesat, ditandai dengan peningkatan luas

lahan terbangun sebesar 20,3%. Dampak alih fungsi lahan terhadap regime debit aliran

sungai dicerminkan dengan peningkatan debit maksimun rata-rata harian Sungai

Ciliwung tahun 1989 – 1999 dan penurunan debit minimum rata-rata harian sungai

sehingga keseimbangan air terganggu.


59

Setelah implementasi otonomi daerah maka pengelolaan sumberdaya alam di

dalam DAS dilakukan secara terfragmentasi. Masing-masing daerah mengelola

sendiri sumberdaya alam (SDA) yang ada di daerahnya. Pengelolaan SDA ini sering

tidak diimbangi dengan upaya konservasi dan tidak menjadikan konservasi sebagai

kegiatan prioritas (Ekawati et al., 2005). Kondisi demikian jika dibiarkan terus maka

DAS akan semakin terdegradasi sehingga dapat memberikan dampak negatif terhadap

kesejahteraan masyarakat misalnya melalui banjir dan kekeringan.

B. Tujuan Praktikum

Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Mahasiswa dapat mengetahui pelaksanaan penegakan hukum yang dilakukan

pemerintah pada DAS Ciliwung

2. Mahasiswa dapat mengetahui kebijakan apa yang perlu diperbaiki.


60

II. TINJAUAN PUSTAKA

DAS merupakan salah satu jenis sumberdaya common pool resource yang ditentukan

oleh hubungan hidrologi di mana pengelolaan yang optimal memerlukan koordinasi

dalam penggunaan sumberdaya oleh semua pengguna. Pembangunan watershed

berupaya untuk mengelola hubungan hidrologi untuk mengoptimalkan kegunaan

sumberdaya alam untuk konservasi, produktivitas, dan pengurangan kemiskinan. Untuk

mencapai hal ini diperlukan pengelolaan yang terkoordinasi dari berbagai sumberdaya

di dalam DAS termasuk hutan, peternakan, lahan pertanian, air permukaan dan air

bawah tanah melalui proses hidrologi (Kerr, 2007).

Mengingat pentingnya fungsi DAS Ciliwung yang memiliki interdependensi sebagai

pengatur hidro-orologi lingkungan bagi wilayah hulu-hilir termasuk dengan Ibukota

Negara DKI Jakarta dan kondisinya semakin buruk maka diupayakan penanganan tata

ruangnya secara intensif melalui Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 dan

disusul Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008. Upaya tersebut memasukkan

kawasan DAS Ciliwung sebagai kawasan strategis nasional. Upaya ini nampaknya

belum memberikan hasil yang signifikan dalam pengelolaan kawasan hulu terutama

dalam kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang (Djakapermana, 2009).

Pemerintah semakin tidak mampu mengendalikan perubahan lahan menjadi lahan

terbangun baik karena permasalahan internal pemerintah, lemahnya koordinasi, maupun

kekuatan para pihak yang berkepentingan di DAS Ciliwung dengan imunitas yang kuat.
61

Program rehabilitasi hutan dan lahan melalui penanaman pohon dan konservasi lahan

yang dilakukan oleh pemerintah mengalami kegagalan. Penanaman yang dilakukan oleh

pihak pemerintah tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat, di antaranya

masyarakat mencabuti kembali bibit yang ditanam dan dibuang, atau bibit dicabut dan

dijual kembali kepada pihak yang memerlukan.

Karyana (2007) menjelaskan bahwa kegagalan tersebut diakibatkan rendahnya kinerja

kelembagaan pemerintah dalam mengelola DAS Ciliwung karena permasalahan (1)

keberadaan lembaga-lembaga pemerintah yang terlibat dalam pengelolaan DAS

Ciliwung hanya mengandalkan tugas dan fungsi yang diembannya tanpa mengetahui

posisi dan peran masingmasing dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan DAS, (2)

rendahnya kapasitas lembaga pemerintah dalam pengelolaan DAS, (3) lemahnya koordinasi

program dan pelaksanaan pengelolaan DAS, dan (4) belum terbangunnya kelembagaan

yang mampu mengelola DAS Ciliwung secara terpadu.

Lingkungan hulu adalah bagian utama bagi sistem kompleks dari property right regime.

Wilayah hulu merupakan sumber utama layanan jasa ekosistem dan memainkan peranan

penting untuk penyimpanan air guna mencegah banjir diwilayah hilirnya (Quinn et al,

2010). Aktivitas perubahan tataguna lahan dan pembuatan bangunan konservasi yang

dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk

perubahan fluktuasi debit air dan sedimen serta material terlarut lainnya (non-point

pollution). Dengan adanya bentuk keterkaitan hulu-hilir tersebut maka kondisi suatu

DAS dapat digunakan sebagai suatu unit perencanaan (Djakapermana, 2009).

Mempertimbangkan adanya keterkaitan ini maka perlu adanya pemikiran pemanfaatan

DAS yang dituangkan dalam bentuk satu sistem perencanaan dan evaluasi yang logis

terhadap pelaksanaan program-program pengelolaan DAS. Pendekatan ekosistem dalam


62

pengelolaan DAS merupakan alternatif dalam memahami dan mengusahakan

terwujudnya pemanfaatan dan konservasi sumberdaya alam yang berkelanjutan (Asdak,

2007).

Pengelolaan DAS akan berjalan dengan baik apabila ada koordinasi dan keselarasan

antara pemerintah pusat dan daerah maupun antar lembaga terkait dalam suatu daerah.

Hubungan antar instansi hendaknya senantiasa dilandasi dengan koordinasi agar tidak

terjadi tumpang tindih maupun conflict of interest dalam pengelolaan DAS.

Keberlanjutan lembaga pengelola DAS memerlukan itikad baik dan perjanjian antar

instansi. Perjanjian sebagai bentuk komitmen antar instansi karena pergantian pejabat di

suatu instansi diharapkan tidak akan menghambat program yang telah disepakati (Dewi

et al ., 2007).
63

III. METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan

Pada praktikum kali ini alat yang digunakan adalah laptop dan software Microsoft excel,

sedangkan bahan yang digunakan adalah data tentang keberadaan dan penegakan

hukum di DAS Ciliwung yang diunduh dari internet.

B. Cara Kerja

Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.

1. Menyiapkan laptop dan sofware Microsoft excel yang di gunakan untuk mengolah

data

2. Mencari data tentang DAS Ciliwung dari berbagai sumber

3. Analisis peraturan yang ada pada DAS Ciliwung

4. Mengklasifikasikan hasil analisis tersebut dalam bentuk tinggi sedang maupun

rendah.

5. Membuat laporan praktikum.


64

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Praktikum

Hasil yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Klasifikasi keberadaan dan penegakan hukum di DAS Ciliwung

No. UU Nilai Kelas Skor


Ada
1. UU No 41 Tahun 1999 Buruk 1,05
Tidak dipraktekan

PerMenhut No 61 Ada
2. Buruk 1,05
Tahun 2014 Tidak dipraktekan

3. UU No 60 Tahun 2014 Ada Dipraktekkan Buruk 1,05

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, terdapat peraturan berkaitan dengan

DAS Ciliwung. Peraturan yang telah ada sebagian besar tidak dipraktekkan yang terdiri

dari UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, PerMenhut No 61 dan No 60 Tahun

2014, dimana pemerintah menetapkan pada pasal 18 ayat 2 yang menjelaskan bahwa

“luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % (tiga puluh persen) dari

luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional”. Namun

pada kenyataan dilapangan di daerah DAS Ciliwung luas kawasan hutan hanya sekitar

3,57%.
65

Undang-Undang No 32 tahun 2009 pasal 84 s/d pasal 93 mengatur penyelesaian

sengketa lingkungan hidup baik melalui pengadilan maupun diluar pengadilan. Bahkan,

pasal 88 mengenai tanggung jawab mutlak menjelaskan setiap orang yang tindakannya,

usahanya, dan/atau kegiatannya menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola

limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup

bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur

kesalahan.

Dari kasus-kasus/sengketa lingkungan hidup yang ditangani Walhi Jawa Barat bersama

para korban, penyelesaian sengketa lingkungan hidup khususnya di DAS Ciliwung tidak

banyak yang diselesaikan oleh perusahaan, pemerintah dan pemerintah daerah. Banyak

sengketa lingkungan hidup yang berujung pada kriminalisasi korban dan aktivis

lingkungan. Ada beberapa pembelajaran yang diperoleh oleh Walhi Jawa Barat dalam

penyelesiaan sengketa lingkungan hidup di Jawa Barat, diantaranya :

• Tindakan pemerintah dan pemerintah daerah sangat lambat merespon pengaduan

sengketa lingkungan hidup yang dilakukan oleh warga, sehingga berakibat pada

kriminalisasi warga yang dilakukan oleh perusahaan

• Daya paksa pemerintah masih sangat lemah terhadap perusahaan-perusahaan yang

melanggar hukum lingkungan hidup

• Belum ada tindakan pemerintah dan pemerintah daerah menjalankan pasal 88 terkait

dengan tanggung jawab mutlak perusahaan/korporasi yang melakukan kejahatan

lingkungan hidup

• Banyak perusahaan yang bandel dan tidak mau diajak untuk menyelesiakan masalah

sengketa lingkungan hidup


66

• Daya paksa pemerintah lemah mengakibatkan perusahaan semena-mena melakukan

kejahatan lingkungan hidup

• Minimnya gugatan warga korban pencemaran dan lingkungan hidup sehingga masalah

lingkungan hidup terus terjadi dan berlarut-larut.

Meskipun di Jawa Barat sudah terbangun Tim Satgas Penegakan Hukum Lingkungan

Terpadu (PHLT) yang mensinergikan peran pemerintah provinsi Jawa Barat, Kepolisian

Daerah dan Kejaksaan tinggi Jawa Barat, namun kelembagaan ini belum memberikan

kontribusi nyata dalam menegakan hukum lingkungan hingga memberikan efek jera

bagi para perusak dan pencemar dan memaksa pelaku melakukan upaya pemulihan

lingkungan secara nyata. Hampir 2 tahun Tim Satgas PHLT bekerja, sanksi yang

diberikan kepada para pelaku pencemaran dan perusak lingkungan hanya sebatas

administratif berupa peringatan dan pembinaan. Sangat sedikit kasus-kasus lingkungan

bisa di bawa ke meja hijau.


67

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Implementasi Undang-Undang yang berlaku pada DAS Ciliwung masih lemah


dijalankan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan aparatur penegak hukum

2. Kebijakan pembangunan level nasional dan daerah semakin memperburuk krisis,


bencana dan kualitas lingkungan selain menambah masalah sengketa lingkungan
hidup yang berujung pada kriminalisasi warga oleh perusahaan pencemar dan
perusak lingkungan hidup.

B. Saran

Saran yang perlu diberikan untuk penegakan hukum di DAS Ciliwung adalah sebagai
berikut.

1. Pemerintah seharusnya lebih memperhatikan lagi dan mempertegas lagi tentang


penegakan hukum di DAS Ciliwung tanpa pandang bulu

2. Pendekatan terhadap masyarakat juga perlu dilakukan agar dalam pelaksanaan


penegakan hukum di DAS Ciliwung mendapat dukungan dari masyarakat sehingga
DAS Ciliwung akan menjadi baik kembali.
68

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

BPDAS Citarum-Ciliwung. 2003. Rencana Pengelolaan DAS Terpadu DAS Ciliwung.


Kerjasama antara BPDAS Citarum-Ciliwung Departemen Kehutanan dengan
Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Dewi, I.N. dan Iwanudin. 2007. Kelembagaan pengelolaan DAS Limboto-Gorontalo.


Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi KehutananVol. 4 No. 3 September 2007,
hal. 221-231.

Djakapermana, RD. 2009. Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek punjur : Upaya
Menyeimbangkan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kelestarian Lingkungan Hidup.
Sekretariat Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen PekerjaanUmum.

Ekawati, S., Syahrul Donie, S. Andy Cahyono dan Nana Haryanti. 2005. Kelembagaan
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada tingkat mikro DAS, kabupaten dan
propinsi di era otonomi daerah. Jurnal Penelitian Sosial & Ekonomi
Kehutanan.Vol. 2, No. 2 Juli 2005, hal.141-154.

Irianto, S. 2000. Kajian hidrologi daerah aliran sungai Ciliwung menggunakan model
HEC-1. Tesis SPs-IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Karyana, A. 2007. Analisis posisi dan peran lembaga serta pengembangan kelembagaan
di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung. Disertasi S3 Sekolah Pascasarjana IPB.
Bogor (Tidak dipublikasikan).

Kerr, J. 2007. Watershed management : lessons from common property theory.


Departement of Community, Agriculture, Recreation and Resource Studies.
Michigan State University. International Journal of the Commons Vol. 1 no I
October 2007, pp.89-109.

Pawitan, H. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap


Hidrologi Daerah Aliran Sungai. Laboratorium Hidrometeorologi FMIPA IPB,
Bogor.
69

Quinn, C.H., Fraser, E.D.G., Hubacek & Reed, M.S. 2010. Property rights in UK
uplands and the implications for policy and management. Ecological Economics
Volume 69, Issue 6, pp. 1355-1363.

Sabar, A. 2007. Kajian Pengaruh Alih Fungsi Lahan terhadap Debit Aliran di DAS
Ciliwung Kawasan Bopunjur dengan Pendekatan Indeks Konservasi. Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan ITB. Bandung.

Sobirin, S. 2004. Sembilan belas DAS Jabar dalam kondisi kritis. Pikiran Rakyat Edisi
3 Nopember 2004. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai