I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur
utama nya terdiri atas sumber daya alam tanah, air dan vegetasi serta sumber daya
manusia sebagai pelaku pemanfaatan sumber daya alam tersebut. Daerah aliran sungai
di beberapa tempat di Indonesia memikul beban amat berat sehubungan dengan tingkat
kepadatan penduduknya yang sangat tinggi dan pemanfaatan sumberdaya alamnya yang
intensif sehingga terdapat indikasi belakangan ini bahwa kondisi daerah aliran sungai
semakin menurun dengan indikasi meningkatnya kejadian tanah longsor, erosi dan
sedimentasi, banjir, dan kekeringan. Disisi lain tuntutan terhadap kemampuannya dalam
menunjang system kehidupan, baik masyarakat di bagian hulu maupun hilir demikian
besarnya.
Wilayah Kabupaten Way Kanan dilalui oleh beberapa sungai besar seperti Way Umpu,
Way Giham, Way Besai, Way Tahmi, dan Way Kanan. Sungai – sungai sebagian besar
berfungsi sebagai drainase makro wilayah menuju laut jawa di pantai Timur lampung.
Sungai-sungai tersebut merupakan bagian dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Tulang
Bawang, dengan total DAS seluas 339,500 Ha. Way Umpu memiliki sub DAS sebesar
91.300 Ha dengan pola aliran dendritik yang mengaliri Kecamatan Banjit, Bahuga,
Blambangan Umpu, Kasui dan Pakuon Ratu. DAS kritis berada di sekitar wilayah
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat mengetahui kondisi biofisik Daerah Aliran Sungai Way Kanan
dan ordo sungai di suatu daerah aliran sungai yang memiliki persentase tertinggi
3. Mahasiswa dapat mengetahui jumlah ordo sungai di Daerah Aliran Sungai Way
Kanan.
3
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan
menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya
melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu,
DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha
penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan
produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai
dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran
Menurut (Rita, 2013) Daerah Aliran Sungai dibedakan menurut daya tampungnya,
yakni Daerah Aliran Sungai gemuk dan Daerah Aliran Sungai kurus.
1.DAS gemuk, yaitu suatu DAS yang luas sehingga memiliki daya tampung air yang
besar. Sungai dengan DAS seperti ini, airnya cenderung meluap bila di bagian hulu
2.DAS kurus, yaitu DAS yang relatif tidak luas sehingga daya tampung airnya kecil.
Sungai dengan DAS semacam ini luapan airnya tidak begitu hebat ketika bagian
Daerah Aliran Sungai juga dapat dibedakan berdasarkan fungsinya, yakni bagian hulu,
1.Bagian hulu, didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahakan
kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan
dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air
2.Bagian tengah, didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk
dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi yang antara lain
dapat diindikasikan dari kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian
muka air tanah, serta terkait pada prasana pengairan seperti pengelolaan sunagi,
3.Bagian hilir, pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat
melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah
hujan, dan terkait dengan kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air
limbah.
Cakupan luas suatu DAS di bumi kita ini sangat bervariasi mulai dari beberapa puluh
meter persegi sampai dengan ratusan ribu hektar. Suatu DAS yang sangat luas seperti
Amazon biasanya disebut “river basin” Secara hirarkis suatu DAS yang luas/besar
biasanya terdiri atas beberapa DAS yang lebih kecil. DAS-DAS yang lebih kecil
tersebut dinamai sub DAS dari DAS yang lebih besar. Sub DAS mungkin juga terdiri
atas beberapa sub-sub DAS. Menurut Asmad (2015), lingkungan biofisik Daerah Aliran
Sungai meliputi :
Daerah. Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang
dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya akan
mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada sungai tersebut, atau
biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber
Morfometri DAS merupakan ukuran kuantitatif karakteristik DAS yang terkait dengan
aspek geomorfologi suatu daerah. Karakteristik ini terkait dengan proses pengatusan
(drainase) air hujan yang jatuh di dalam DAS. Parameter tersebut adalah luas DAS,
bentuk DAS, jaringan sungai, kerapatan aliran, pola aliran, dan gradien kecuraman
sungai. Karakteristik DAS meliputi beberapa variabel yang dapat diperoleh melalui
pengukuran langsung, data sekunder, peta, dan dari data penginderaan jauh (remote
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah laptop, charger laptop, terminal listrik,
dan software Microsoft excel dan Microsoft word. Sedangkan bahan yang digunakan
adalah data peta topografi, jenis tanah, penggunaan lahan dan ordo sungai yang ada di
B. Cara Kerja
1. Menyiapkan laptop dan software Microsoft excel yang digunakan untuk mengolah
data agar dapat diketahui luasan penggunaan lahan , topografi, jenis tanah dan ordo
sungai
2. Menyalin data Daerah Aliran Sungai yang diberikan oleh asisten dosen dari flasdisk
5. Membuat tabel penggunaan lahan (land use), topografi atau kemiringan lahan, jenis
6. Memasukkan data dan menghitung luas serta persentase berdasarkan tabel yang telah
dibuat
A. Hasil Pengamatan
Berikut ini hasil yang diperoleh dari praktikum analisis kondisi biofisik Daerah Aliran
B. Pembahasan
DAS merupakan ekosistem, yang berisi unsur organisme dan lingkungan biofisik serta
unsur kimia yang berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan
inflow dan outflow dari material dan energi. Lingkungan biofisik yang dimaksud adalah
land use (penggunaan lahan), topografi, jenis tanah dan orde sungai. Keempat
komponen tersebut saling bergantung dalam analisi kondisi biofisik DAS (Rubynski,
2016).
Berbicara tentang DAS maka akan berkaitan dengan sifat biofisik sungai, yang meliputi
penggunaan lahan, luas topografi, jenis tanah dan ordo sungai. Pada praktikum ini
terdiri dari 12 jenis penggunaan lahan. Penggunaan tersebut terdiri dari hutan tanaman,
pertanian lahan kering campur semak, sawah, samak belukar, semak belukar rawa,
10
transmigrasi dan tubuh air. Penggunaan lahan adalah pengaturan mengenai tata cara
memanfaatkan lahan, agar diperoleh produk barang dan jasa yang lebih optimal
(Aprilina, 2015).
Penggunaan lahan terluas yang diperoleh pada praktikum ini yakni pertanian lahan
kering, dengan lahan seluas 41617 dan dengan total dari luas seluruh penggunaan lahan
Sedangkan untuk penggunaan lahan paling sedikit adalah transmigrasi, hanya sebesar
0,12 dan persentase penggunaan lahannya sebesar 0%. Untuk memperoleh angka-angka
tersebut, setiap kelas penggunaan lahan dijumlahkan sesuai dengan kelasnya, lalu di
Biofisik kedua yang dihitung dalam praktikum ini adalah topografi. Topografi sendiri
adalah kajian atau penguraian yang terperinci tentang keadaan muka bumi yang ada
pada suatu daerah. Pada perhitungan topografi atau kelerengan yang ada di Sub-DAS
Way Kanan, hanya ada dua kelas yakni datar dan landai. Kelas datar ditandai dengan
kelerengan 0 sampai 8 persen. Luas daerah datar adalah 141021, 28 dan total luas
seluruh topografi yang diukur adalah 147030,00 maka persentasenya sebesar 95,91%.
Untuk daerah landai ditandai dengan kelerengan lebih besar dari 8 persen sampai
dengan 15 persen. Luas daerah landai hanya sebesar 6008,72 dan dalam persen hanya
sebesar 4,09 %. Selanjutnya perhitungan mengenai jenis tanah. Jenis tanah dapat
diartikan sebagai lapisan permukaan bumi yang memiliki ciri khusus yang secara fisik
Jenis tanah secara umum ada banyak, namun yang ada di Sub-DAS Way Kanan ada 6
tropaquepts. Dalam menentukan jenis tanah maka yang perlu dilakukan adalah melihat
11
3 sampai 4 angka di akhir. Misalnya untuk jenis tanah dystropepts maka lihat 4 huruf
diakhir yang terdiri dari huruf epts lalu disesuaikan dengan nama ordo tanah yang
Jenis tanah terbanyak yang ada di Sub-DAS Way Kanan adalah jenis tanah Oxisol
(Hapludox) yakni seluas 94201,71 dalam bentuk persen sebesar 64,07%. Sedangkan
jenis tanah yang sulit ditemukan adalah inseptisol 2 (eutropepts) yang luasnya hanya
156,43 dengan persentase hanya 0,11%. Alur sungai dalam suatu DAS dapat dibagi
dalam beberapa ordo sungai. Ordo sungai adalah posisi percabangan alur sungai di
dalam urutannya terhadap induk sungai di dalam suatu DAS. Semakin banyak jumlah
ordo sungai akan semakin luas pula DAS nya dan akan semakin panjang pula alur
sungainya.
Tingkat percabangan sungai (bufurcation ratio) adalah angka atau indeks yang
ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu ordo (Soemarto, 1995). Dalam
praktikum ini ada 6 ordo sungai yang terhitung, yakni orde 1, 2, 3, 4, 5 dan 6. Ordo
yang paling banyak jumlahnya adalah ordo 3 dengan jumlah persentase sebesar 59,80%.
Hal ini menunjukkan semakin banyak anak sungai maka akan semakin baik kondisi
DAS tersebut (Wanderi, 2016). Untuk ordo yang paling sedikit adalah ordo 1,5 dan 6
A. Simpulan
1. Komponen biofisik yang ada di Sungai Way Kanan adalah penggunaan lahan
(land use), topografi atau kelerengan, jenis tanah dan orde sungai
terbesar adalah 28, 31 % yakni pertanian lahan kering, kelerengan terbesar yakni
pada kelerengan 0-8% yakni sebesar 95,91%, jenis tanah yang banyak dijumpai di
Sungai Way Kanan adalah oxisol sebesar 64,07% serta persentase ordo sungai
3. Ordo sungai dihitung secara manual dengan menghitung jumlah cabang yang ada
pada peta sungai dan ditandai lalu dihitung jumlah total dan dicari persentasenya.
Berdasarkan perhitungan manual yang dilakukan, jumlah ordo ada 6, dengan jumlah
B. Saran
Saran untuk praktikum analisis kondisi biofisik daerah aliran sungai Way Kanan ini
1. Mahasiswa agar lebih memperhatikan lagi saat asisten dosen sedang menjelaskan
materi
13
2. Mahasiswa lebih sering lagi belajar dan memahami tentang materi yang akan dan
telah di praktikumkan
3. Asisten dosen harap lebih bersabar lagi dalam menyampaikan materi kepada
praktikan saat praktikan sulit untuk memahami materi yang sedang disampaikan oleh
asisten dosen.
14
DAFTAR PUSTAKA
Fadem, 2009. Kawasan das yang dibatasi oleh pembatasan topografi. World
Agroforestry Centre, Bogor.
Rita, 2013. Perbedaan daerah aliran sungai. Gadjah Mada University Press.
Rubynski, N.P. 2016. Analisis Kondisi Biofisik DAS Way Sebai. Universitas Lampung.
Bandar Lampung.
Wanderi, 2016. Analisis Kondisi Biofisik Das (Land Use, Topografi, Jenis Tanah, Ordo
Sungai). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
15
LAMPIRAN
16
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Koefisien aliran merupakan salah satu nilai parameter yang sangat dibutuhkan dalam
memperkirakan besarnya aliran pada suatu DAS yang nilainya mempunyai variasi yang
cukup besar disebabkan karena berbedanya tutupan lahan, jenis tanah, karakteristik
DAS (kemiringan DAS, panjang sungai, bentuk DAS, dsb) dan karakteristik curah
hujan. Besarnya koefisien aliran ini juga sangat dipengaruhi oleh durasi dari waktu
perhitungan (per-jam, harian, bulanan dan tahunan). Pada DAS yang tidak termonitor
data debitnya dan hujannya yang cukup panjang, besarnya prakiraan koefisien run off
sering kali tidak stabil / konsisten, hal tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor terkait
yang mempengaruhi perhitungan besarnya koefisien run off tersebut. Pendekatan dalam
menentukan besarnya koefisien aliran juga masih dalam diskusi yang berkepanjangan.
Saat ini parameter koefisien aliran masih menggunakan beberapa referensi hasil dari
penelitian pada beberapa negara, yang kondisi karakteristik hujan, jenis tanah dan
karena itu besarnya referensi untuk nilai koefisien aliran yang terpublikasikan
mempunyai deviasi yang cukup besar untuk suatu jenis tutupan lahan. Berbagai
permasalahan yang ditemukan tampaknya masih ada faktor lain yang sangat
berpengaruh dalam mendapatkan konsistensi dari nilai koefisien run off ini yaitu
mempengaruhi besarnya nilai baseflow dari suatu aliran air di sungai. Karena itu
teknologi pemisahan baseflow juga masih diperdebatkan hingga saat ini, hal ini terjadi
pada saat mengitung besarnya koefisien aliran pada saat musim kemarau dimana
B. Tujuan Praktikum
2. Mahasiswa dapat menentukan Koefisien Regim Aliran (KRA) dari data debit air
Argoguruh
3. Menentukan tindakan yang paling tepat untuk KRA yang telah didapat.
19
Koefisien Regim Aliran (KRA) sering disebut sebagai Koefisien Regim Sungai (KRS)
antara debit maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin) atau sering disingkat
menyatakan apakah DAS itu berfungsi sebagai prosesor yang baik atau tidak, dapat
ditinjau dari sudut pandang nilai perbandingan itu. Nilai KRA yang tinggi menunjukkan
bahwa kisaran nilai limpasan pada musim penghujan (air banjir) yang terjadi besar,
sedangkan pada musim kemarau aliran air yang terjadi sangat kecil atau menunjukkan
kekeringan.
Secara tidak langsung kondisi tersebut menunjukkan bahwa daya resap lahan di DAS
kurang mampu menahan dan menimpan air hujan yang jatuh dan air limpasannya
banyak yang masuk ke sungai dan terbuang ke laut sehingga ketersediaan air di DAS
musim kemarau sedikit. Klasifikasi KRA disajikan sebagaimana pada Tabel 1 sebagai
berikut.
Akibat yang ditimbulkan dari fenomena fluktuasi debit tersebut yaitu terjadi peluapan
bermukim di sekitar daerah sungai karena terendam banjir. Fluktuasi debit sungai yang
tidak teratur dan bahkan semakin menurun menyebabkan pula terganggunya produksi
energi listrik PLTA yang memanfaatkan debit aliran sungai. Semakin besar fluktuasi
debit aliran sungai pada musim hujan dan musim kemarau dari tahun ke tahun
menunjukkan bahwa kondisi hidrologi DAS sudah terganggu. Hal tersebut disebabkan
adanya perubahan pada penutupan hutan. Kondisi tersebut terjadi karena penggunaan
lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya dan pembangunan yang tidak
Apabila fungsi dari suatu DAS terganggu, maka sistem hidrologi akan terganggu,
penangkapan curah hujan, resapan dan penyimpanan airnya sangat berkurang, atau
memiliki aliran permukaan (run off) yang tinggi. Vegetasi penutup dan tipe penggunaan
lahan akan kuat mempengaruhi aliran sungai, sehingga adanya perubahan penggunaan
lahan akan berdampak pada aliran sungai. Fluktuasi debit sungai yang sangat berbeda
antara musim hujan dan kemarau, menandakan fungsi DAS yang tidak bekerja dengan
baik. Indikator kerusakan DAS dapat ditandai oleh perubahan perilaku hidrologi, seperti
tingginya frekuensi kejadian banjir (puncak aliran) dan meningkatnya proses erosi dan
menyatakan bahwa upaya pengelolaan Daerah Aliran Sungai harus dilaksanakan secara
Perubahan penggunaan lahan tidak akan membawa masalah yang serius sepanjang
mengikuti kaidah konservasi tanah dan air serta kelas kemampuan lahan. Dari Aspek
karakteristik penutupan lahan sehingga akan mempengaruhi sistem tata air DAS.
Fenomena ini ditunjukkan oleh respon hidrologi DAS yang dapat dikenali melalui
Pengaturan tata guna lahan di DAS dimaksudkan untuk mengatur penggunaan lahan
sesuai dengan rencana pola tata ruang yang ada. Pengaturan penggunaan lahan
dimaksudkan untuk: (a) Memperbaiki kondisi hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS),
sehingga tidak menimbulkan banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim
kemarau; (b) Menekan laju erosi yang berlebihan pada daerah aliran sungai yang
berlebihan, sehingga dapat menekan laju sedimentasi pada alur sungai di bagian hilir
(Kodoatie, 2013).
Karakteristik daerah aliran sungai (DAS) meliputi pola drainase, tekstur aliran, luas dan
bentuk DAS. Pola drainase adalah penyususn keseluruhan lebah suatu individu sungai dan
anak-anak sungai. Pola drainase suatu DAS diantranya dendritik paralel, dan radial. Pola
segala arah bentuk sudut miring secara berpasangan. Pola parallel cabang sungai umumnya
secara dan menyambung pada sungai utama dengan arah yang hampir tegak lurus, pola
radial membentuk jaringan melingkar dengan anak sungai yang hampir sejajar mengalir
kearah sungai utama, karakteristik suatu daerah aliran sungai (DAS) dapat digambarkan
oleh fluktasi debit sungai. Hal ini dapat dijelaskan dengan proses siklus hidrologi pada
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah laptop, software Microsoft excel dan
Microsoft word. Sedangkan bahan yang digunakan adalah data debit air bendung
B. Cara Kerja
1. Memindahkan data debit air bendung Argoguruh pada tahun 2015 dari flashdisk
milik asisten dosen ke laptop praktikan yang hendak digunakan untuk mengolah data
2. Mengolah data yang telah di dapat sehingga didapatkan nilai debit maksimum, debit
3. Membuat tabel dan grafik hasil dari data yang telah diolah
A. Hasil Pengamatan
NO Keterangan Nilai
1. Q Max (11 Februari 2015) 735.070 𝑚3 /𝑠
2. Q Min (14 Oktober 2015) 12.300 𝑚3 /𝑠
3. KRA (Qmax/Qmin) 59.76
4. Kelas (KRA) Sedang
B. Pembahasan
Berdasarkan data yang diperoleh yaitu debit DAS Sekampung Bendung Argoguruh
tahun 2015 dengan debit maksimal 735.070 𝑚3 /𝑠 dan debit minimal 12.300 𝑚3 /𝑠
kemudian dihitung nilai KRA nya. Nilai KRA yang diperoleh yaitu 59.76. Hasil KRA
Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai menyatakan bahwa nilai KRA ≤ 80 dengan
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, salah satu cara untuk menurunkan nilai KRA
dan debit aliran sungai ketika musim penghujan yaitu dengan memperbaiki kondisi
bagian hulu serta daerah sekitar DAS. Alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu
pengelolaan lahan secara terpadu, seperti membuat lahan garapan dengan bentuk
terasering agar dapat menekan laju aliran permukaan, sedimenasi dan erosi, dengan
memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk dapat mengelolaan hutan negara agar
lahan-lahan hutan di bagian hulu sungai yang telah gundul akibat illegal logging akan
terkelola sehingga tidak gundul lagi, lalu mengajak para petani lahan milik pribadi unuk
dapat menanam tumbuhan pohon dan pertanian atau dengan sistem agroforestri, dan
pembuatan waduk atau tanggul, serta menejemen parit agar air hujan yang turun dapat
tertahan sementara lebih lama agar dapat di manfaatkan. Apabila tata guna lahan di
sekitar DAS baik maka kondisinya akan sama dengan pengelolaannya. Sesuai dengan
25
pendapat (Baja, 2012) daerah aliran sungai merupakan ekosistem yang kompleks, dan
kualitas serta kesehatannya sangat ditentukan oleh aktivitas tata guna lahan.
Pada hasil pengukuran debit air yang terdapat DAS Sekampung Bendung Argoguruh ini
ada beberapa faktor yang mempengaruhi debit air sungai Bendung Argoguruh tersebut.
1. Intensitas Hujan
Karena curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang memiliki komponen
musiman yang dapat secara cepat mempengaruhi debit air, dan siklus tahunan dengan
karakteristik musim hujan panjang (kemarau pendek), atau kemarau panjang (musim
hujan pendek). Yang menyebabkan bertambahnya debit air. Sedangkan debit air sungai
yang terdapat di kali kusu ternya dominansinya adalah air hujan dimana jika terjadi
2. Penggundulan Hutan
Pada daerah hulu dari kali Kusu sudah sangat mungkin ada penebangan pohon yang
berlebihan sehingga debit air kali Kusu sudah sangat rendah padahal fungsi utama hutan
dalam kaitan dengan hidrologi adalah sebagai penahan tanah yang mempunyai
kelerengan tinggi, sehingga air hujan yang jatuh di daerah tersebut tertahan dan meresap
ke dalam tanah untuk selanjutnya akan menjadi air tanah. Air tanah di daerah hulu
merupakan cadangan air bagi sumber air sungai. Oleh karena itu hutan yang terjaga
dengan baik akan memberikan manfaat berupa ketersediaan sumber-sumber air pada
musim kemarau. Sebaiknya hutan yang gundul akan menjadi malapetaka bagi penduduk
di hulu maupun di hilir. Pada musim hujan, air hujan yang jatuh di atas lahan yang
gundul akan menggerus tanah yang kemiringannya tinggi. Sebagian besar air hujan
26
akan menjadi aliran permukaan dan sedikit sekali infiltrasinya. Akibatnya adalah terjadi
tanah longsor dan atau banjir bandang yang membawa kandungan lumpur.
Risiko penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian sama besarnya dengan
penggundulan hutan. Penurunan debit air sungai dapat terjadi akibat erosi. Selain akan
meningkatnya kandungan zat padat tersuspensi (suspended solid) dalam air sungai
sebagai akibat dari sedimentasi, juga akan diikuti oleh meningkatnya kesuburan air
yang diubah menjadi lahan pertanian mempunyai kemiringan diatas 25%, sehingga bila
4. Intersepsi
Adalah proses ketika air hujan jatuh pada permukaan vegetasi diatas permukaan tanah,
oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah
hujan dan setelah hujan berhenti. Setiap kali hujan jatuh di daerah bervegetasi, ada
sebagian air yang tak pernah mencapai permukaan tanah dan dengan demikian,
meskipun intersepsi dianggap bukan faktor penting dalam penentu faktor debit air,
pengelola daerah aliran sungai harus tetap memperhitungkan besarnya intersepsi karena
jumlah air yang hilang sebagai air intersepsi dapat mempengaruhi neraca air regional.
Penggantian dari satu jenis vegetasi menjadi jenis vegetasi lain yang berbeda, sebagai
Evaporasi transpirasi juga merupakan salah satu komponen atau kelompok yang dapat
menentukan besar kecilnya debit air di suatu kawasan DAS, mengapa dikatakan salah
satu komponen penentu debit air, karena melalu kedua proses ini dapat membuat air
baru, sebab kedua proses ini menguapkan air dari per mukan air, tanah dan permukaan
daun, serta cabang tanaman sehingga membentuk uap air di udara dengan adanya uap
air diudara maka akan terjadi hujan, dengan adanya hujan tadi maka debit air di DAS
A. Simpulan
antara nilai debit maksimum (Qmaks) dengan nilai debit minimum (Qmin) pada
2. KRA yang didapat dari data debit aliran DAS Argoguruh tahun 2015 yaitu sedang
dengan nilai Qmaks mencapai 735,070 pada bulan Februari sedangkan nilai Qmin
menyentuh angka 0 pada bulan di akhir tahun. Nilai KRA yang sedang dengan skor
1 tersebut menunjukkan bahwa kisaran nilai limpasan pada musim penghujan (air
banjir) yang terjadi cukup besar, sedang pada musim kemarau aliran air yang terjadi
3. Tindakan yang harus diambil jika kondisi KRS DAS seperti diatas adalah perlakuan
penambahan vegetasi yang mampu dengan mudah menyerap dan menyimpan air
dalam jumlah banyak, hal tersebut secara otomatis akan memperbaiki tanah yang
ada di sekitar.
29
B. Saran
Saran untuk praktikum analisis kondisi biofisik daerah aliran sungai Way Kanan ini
1. Mahasiswa agar lebih memperhatikan lagi saat asisten dosen sedang menjelaskan
materi
2. Mahasiswa lebih sering lagi belajar dan memahami tentang materi yang akan dan
telah di praktikumkan
3. Asisten dosen harap lebih bersabar lagi dalam menyampaikan materi kepada
praktikan saat praktikan sulit untuk memahami materi yang sedang disampaikan oleh
asisten dosen.
30
DAFTAR PUSTAKA
Andono, R., Limantara, L. M. dan Juwono, P. T. 2014. Studi penilaian indikator kinerja
DAS Konaweha akibat perubahan tata guna lahan berdasarkan kriteria
hidrologis. Jurnal Teknik Pengairan. 5(1): 54-60.
Asdak, Chay. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Suhartanto, E., Priyantoro, D. dan Itratip. 2012. Studi penilaian kondisi DAS dan
implikasinya terhadap fluktuasi debit sungai (Studi Kasus pada SUB DAS
Jangkok Pulau Lombok). Jurnal Teknik Pengairan. 3(1): 1-5.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Koefisien aliran merupakan salah satu nilai parameter yang sangat dibutuhkan dalam
memperkirakan besarnya aliran pada suatu DAS yang nilainya mempunyai variasi yang
cukup besar disebabkan karena berbedanya tutupan lahan, jenis tanah, karakteristik
DAS (kemiringan DAS, panjang sungai, bentuk DAS, dsb) dan karakteristik curah
hujan. Besarnya koefisien aliran ini juga sangat dipengaruhi oleh durasi dari waktu
perhitungan (per-jam, harian, bulanan dan tahunan). Pada DAS yang tidak termonitor
data debitnya dan hujannya yang cukup panjang, besarnya prakiraan koefisien run off
sering kali tidak stabil / konsisten, hal tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor terkait
yang mempengaruhi perhitungan besarnya koefisien run off tersebut. Pendekatan dalam
menentukan besarnya koefisien aliran juga masih dalam diskusi yang berkepanjangan.
Parameter koefisien aliran masih menggunakan beberapa referensi hasil dari penelitian
pada beberapa negara, yang kondisi karakteristik hujan, jenis tanah dan struktur
geologinya besar kemungkinan berbeda untuk masing-masing DAS. Oleh karena itu
besarnya referensi untuk nilai koefisien aliran yang terpublikasikan mempunyai deviasi
yang cukup besar untuk suatu jenis tutupan lahan. Berbagai permasalahan yang
ditemukan tampaknya masih ada faktor lain yang sangat berpengaruh dalam
mendapatkan konsistensi dari nilai koefisien run off ini yaitu karakteristik geologi dari
baseflow dari suatu aliran air di sungai. Karena itu teknologi pemisahan baseflow juga
masih diperdebatkan hingga saat ini, hal ini terjadi pada saat mengitung besarnya
koefisien aliran pada saat musim kemarau dimana besarnya curah hujan sangat kecil /
mendekati nol.
B. Tujuan Praktikum
1. Mahasiswa dapat menentukan Koefisien Aliran Tahunan (KAT) dari data debit air
Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan
menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya
melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet). Oleh karena itu,
DAS sebagai suatu unit pengelolaan yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha
penggunaan sumberdaya alam disuatu DAS secara rasional untuk mencapai tujuan
produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas (lestari), disertai
dengan upaya untuk menekan kerusakan seminimum mungkin sehingga distribusi aliran
Cakupan luas suatu DAS di bumi kita ini sangat bervariasi mulai dari beberapa puluh
meter persegi sampai dengan ratusan ribu hektar. Suatu DAS yang sangat luas seperti
Amazon biasanya disebut “river basin” Secara hirarkis suatu DAS yang luas/besar
biasanya terdiri atas beberapa DAS yang lebih kecil. DAS-DAS yang lebih kecil
tersebut dinamai sub DAS dari DAS yang lebih besar. Sub DAS mungkin juga terdiri
atas beberapa sub-sub DAS. Menurut Asmad (2015), lingkungan biofisik Daerah Aliran
Sungai meliputi :
Daerah. Aliran Sungai (DAS) juga dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang
dibatasi oleh topografi alami, dimana semua air hujan yang jatuh didalamnya akan
mengalir melalui suatu sungai dan keluar melalui outlet pada sungai tersebut, atau
biologi dan satuan kegiatan sosial ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber
DAS adalah daerah tertentu yang bentuk dan sifat alaminya sedemikian rupa sehingga
merupakan suatu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungai yang melaluinya.
Sungai dan anak-anak sungai tersebut berfungsi untuk menampung, menyimpan dan
mengalirkan air yang berasal dari curah hujan serta sumber air lainnya. Penyimpanan
dan pengaliran air dihimpun dan ditata berdasarkan hukum alam di sekelilingnya sesuai
dengan keseimbangan daerah tersebut. Proses tersebut dikenal sebagai siklus hidrologi
Karakteristik fisik DAS merupakan variabel dasar yang menentukan proses hidrologi
pada DAS, sedangkan karakteristik sosial ekonomi dan budaya masyarakat adalah
variabel yang mempengaruhi percepatan perubahan kondisi hidrologi DAS. Oleh karena
itu, pemahaman mengenai karakteristik fisik DAS, dalam hal ini terrain dan
geomorfologi, pola pengaliran dan penyimpanan air sementara pada DAS, dapat
kondisi setempat. Komponen Yang ada di dalam sistem DAS secara umum dapat
35
dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu komponen curah hujan, komponen output yaitu
debit aliran dan polusi atau sedimen, dan komponen proses yaitu manusia, vegetasi,
Koefisien aliran merupakan salah satu nilai parameter yang sangat dibutuhkan dalam
memperkirakan besarnya aliran pada suatu DAS yang nilainya mempunyai variasi yang
cukup besar disebabkan karena berbedanya tutupan lahan, jenis tanah, karakteristik
DAS (kemiringan DAS, panjang sungai, bentuk DAS, dsb) dan karakteristik curah
hujan. Besarnya koefisien aliran ini juga sangat dipengaruhi oleh durasi dari waktu
perhitungan (per-jam, harian, bulanan dan tahunan). Pada DAS yang tidak termonitor
data debitnya dan hujannya yang cukup panjang, besarnya prakiraan koefisien run off
sering kali tidak stabil / konsisten, hal tersebut disebabkan oleh banyaknya faktor terkait
yang mempengaruhi perhitungan besarnya koefisien run off tersebut. Pendekatan dalam
menentukan besarnya koefisien aliran juga masih dalam diskusi yang berkepanjangan
(Hidayat 2010).
Besarnya referensi untuk nilai koefisien aliran yang terpublikasikan mempunyai deviasi
yang cukup besar untuk suatu jenis tutupan lahan. Berbagai permasalahan yang
ditemukan tampaknya masih ada faktor lain yang sangat berpengaruh dalam
mendapatkan konsistensi dari nilai koefisien run off ini yaitu karakteristik geologi dari
baseflow dari suatu aliran air di sungai. Karena itu teknologi pemisahan baseflow juga
masih diperdebatkan hingga saat ini, hal ini terjadi pada saat mengitung besarnya
koefisien aliran pada saat musim kemarau dimana besarnya curah hujan sangat kecil /
Koefisien limpasan merupakan perbandingan debit aliran langsung dibagi dengan input
hujan (Basuki et all, 2017). Koefisien Aliran Tahunan (KAT) adalah perbandingan
antara tebal aliran tahunan (Q, mm) dengan tebal hujan tahunan (P, mm) di DAS atau
dapat di katakan berapa persen curah hujan yang menjadi aliran (runoff) di DAS
tersebut. Tebal aliran (Q) diperoleh dari volume debit (Q, dalam satuan m3) dari hasil
pengamatan SPAS di DAS selama satu tahun atau perhitungan rumus dibagi dengan
luas DAS (ha atau m3) yang kemudian dikonversi ke satuan mm. Sedangkan tebal
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah laptop, softwareMicrosoft excel dan
Microsoft word. Sedangkan bahan yang digunakan adalah data debit air bendung
Argoguruh tahun 2011 dan data curah hujan Kabupaten Pesawaran 2011.
B. Cara Kerja
1. Menyiapkan seluruh alat dan bahan seperti laptop, dan membuka software
Microsoft Excel yang berisi data debit di DAS Argoguruh tahun 2011 dan data
2. Mengolah data yang telah diperoleh untuk mendapat hasil dari tujuan pengolahan
Sungai.
A. Hasil Praktikum
Tabel 3. Data Debit Tahunan, Curah Hujan Tahunan dan Kelas KAT
B. Pembahasan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh data Q tahun atau debit rata-rata
tahunan sebesar 85428864 m3/s. Data debit diperoleh dari penjumlahan debit rata-rata
dalam kurun satu tahun. P.Tahunan atau tebal hujan tahunan diperoleh sebesar
39
277463517,1 m 3 yang merupakan perkalian antara curah hujan dengan luas DAS
dijelaskan diatas KAT diperoleh dari pembagian debit tahunan dan tebal hujan tahunan.
Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, maka KAT yang telah
diperoleh tergolong dalam kelas sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa DAS
Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kondisi Das agar tetap
baik, contohnya dengan memperbanyak serta memperbaiki kondisi vegetasi yang berada
di bagian hulu serta daerah sekitar DAS. Alternatif lain yang dapat dilakukan yaitu
pengelolaan lahan secara terpadu, seperti membuat lahan garapan dengan bentuk
terasering agar dapat menekan laju aliran permukaan, sedimenasi dan erosi, dengan
memberdayakan masyarakat sekitar hutan untuk dapat mengelolaan hutan negara agar
lahan-lahan hutan di bagian hulu sungai yang telah gundul akibat illegal logging akan
terkelola sehingga tidak gundul lagi, lalu mengajak para petani lahan milik pribadi unuk
dapat menanam tumbuhan pohon dan pertanian atau dengan sistem agroforestri, dan
pembuatan waduk atau tanggul, serta menejemen parit agar air hujan yang turun dapat
tertahan sementara lebih lama agar dapat di manfaatkan dan juga untuk mencegah
degradasi lahan.
aktivitas manusia didalamnya. Aktivitas manusia yang dimaksud adalah segala kegiatan
(pertanian). Ketika lahan terdegradasi maka manfaat dari sumberdaya lahan yang
40
Degradasi lahan juga berarti degradasi DAS, mengingat DAS merupakan suatu bentang
lahan. Penyebab terjadinya degradasi lahan adalah pengelolaan lahan yang buruk yang
lahan secara berlebihan (overuse). Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaikinya
yaitu dengan menerapkan tindakan konvervasi tanah dan air dalam pengelolaan lahan.
Konservasi tanah merupakan segala upaya untuk menjaga tanah untuk tidak terdispersi,
mengatur kecepatan dan volume aliran permukaan agar tidak terjadi pengangkutan
tanah. Konservasi tanah berhubungan erat dengan konservasi air karena setiap
perlakuan yang diberikan pada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air di tempat
itu. Arsyad (2010) mendefinisikan konservasi air sebagai penggunaan air yang jatuh ke
tanah untuk pertanian seefisien mungkin dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak
terjadi banjir yang merusak pada musim hujan dan cukup air pada waktu musim
kemarau. Oleh sebab itu, konservasi tanah dan konservasi air merupakan upaya
konservasi yang sinergis dan dikenal konservasi tanah dan air. Kaitannya dengan
pembangunan DAS, konservasi tanah dan air merupakan hal yang perlu dilakukan
untuk menjaga fungsi lahan di suatu DAS dalam mendukung pertumbuhan tanaman dan
sistem tata air. Oleh karena itu, diperlukan kajian tentang pembangunan dan
pengelolaan DAS berkelanjutan dan peranan tindakan konservasi tanah dan air.
41
A. Simpulan
2. KAT pada DAS Argoguruh termasuk dalam kategori KAT≤ 0,2, yang tergolong
dalam kelas sangat rendah sehingga hal ini menunjukkan bahwa DAS Argoguruh
B. Saran
Saran untuk praktikum analisis kondisi biofisik daerah aliran sungai Way Kanan ini
1. Mahasiswa agar lebih memperhatikan lagi saat asisten dosen sedang menjelaskan
materi
2. Mahasiswa lebih sering lagi belajar dan memahami tentang materi yang akan dan
telah di praktikumkan
3. Asisten dosen harap lebih bersabar lagi dalam menyampaikan materi kepada
praktikan saat praktikan sulit untuk memahami materi yang sedang disampaikan oleh
asisten dosen.
42
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S .2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi ke-2. Bogor (ID): IPB Pr.
Basuki, T.M., Rahardyan, N.A. dan Edi, S. 2017. Hasil air hutan jati pada dua sub
daerah aliran sungai dengan luas berbeda. Jurnal Penelitian Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai. 1(1): 1-14.
Fadem, 2009. Kawasan das yang dibatasi oleh pembatasan topografi. World
Agroforestry Centre, Bogor.
Hidayat, S.F., et al. 2010. Pemanfaatan Citra Pengindraan Jauh dan SIG untuk
Estimasi Tingkat Kerawanan Erosi DAS Blambangan Berdasarkan Metode USLE
Kabupaten Banyuwangi. Laporan KKL. Fakultas Geografi UGM :Yogyakarta.
Kartika, D.W. 2011. Kajian Degradasi Lahan Akibat Perubahan Penggunaan Lahan
Berdasarkan Integrasi Pengolahan Digital Citra PJ Multitemporal dan SIG di
Sebagian Dataran Tinggi Dieng. Skripsi.Fakultas Geografi UGM :Yogyakarta.
Rahayu et al. 2009. Monitoring air di Daerah Aliran sungai. Bogor: World
Agroforestry Center.
Triadmodjo, B. 2010. Studi Keseimbangan Air di Pulau Jawa. Forum Teknik No.1,
Tahun XX Edisi Februari.
43
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
sehingga DAS selalu menjadi pusat dari tumbuhnya peradaban, termasuk tentunya
kelamaan merubah keseimbangan harmonis antar manusia dengan sungai dan hutan
yang ada di sekitarnya. Semakin bertambah jumlah penduduk, semakin berat pula
tekanan yang dihadapi oleh DAS. Dalam jangka panjang, kualitas DAS dalam
kemunduran. Persoalan yang terakhir ini terjadi hampir di seluruh DAS di Indonesia,
dan salah satunya adalah pulau Sumatra yang memiliki jumlah serta petumbuhan
Lampung Timur merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 50 meter diatas
permukaan laut. Secara astronomis Kabupaten Lampung Timur terletak pada posisi
105015’–106020’ Bujur Timur dan antara 4037’–5037’ Lintang Selatan. Luas wilayah
Kabupaten Tulang Bawang; Selatan – Kabupaten Lampung Selatan; Timur – Laut Jawa;
Barat – Kota Metro dan Kabupaten Lampung Tengah. Banyak sekali permasalahan di
44
Kabupaten Lampung Timur, salah satunya adalah tekanan penduduk di DAS yang
menyebabkan penurunan kondisi sumberdaya alam, terutama sumberdaya tanah, dan air
termasuk kondisi DAS. Hal ini dikarenakan timbulnya kerusakan vegetasi penutup
tanah yang merupakan faktor terpenting dalam memelihara ketahanan tanah terhadap
erosi, dan kemampuan tanah dalam meresap air. Akibat adanya kerusakan vegetasi, baik
kerusakan hutan maupun vegetasi penutup lainnya, maka luas hutan dan vegetasi
sistem DAS secara keseluruhan menjadi berkurang. Akibatnya daya dukung lahan
B. Tujuan Praktikum
dan sekitarnya
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang sangat penting bagi
keberlangsungan hidup manusia khususnya yang berada pada wilayah sekitar DAS,
karena DAS merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi suatu proses
interaksi antara faktor-faktor biotik, nonbiotik dan manusia. Sebagai suatu ekosistem,
maka setiap ada masukan (input) ke dalamnya, proses yang terjadi dan berlangsung di
(Suripin, 2002).
Pengelolaan DAS yang baik dan benar sangat diperlukan agar input yang datang dapat
menghasilkan output yang nantinya tidak merugikan masyarakat sekitar DAS akan
tetapi sebaliknya akan menguntungkan masyarakat sekitar. Masukan atau input yang
dimaksud di sini adalah curah hujan sedangkan keluaran atau output adalah debit air dan
muatan sedimen. Hal tersebut adalah komponen paling penting dalam DAS sehingga
paling membutuhkan perhatian khusus agar tidak terjadi hal-hal tidak diinginkan yang
sering sekali terjadi sekarang yaitu banjir. Banjir terjadi akibat pengelolaan DAS yang
kurang baik sehingga air hujan yang jatuh tidak ditampung DAS dengan baik yang pada
akhirnya menyebabkan debit air yang tidak terkontrol dan terjadilah banjir.
Aktifitas di dalam DAS berpengaruh besar pada perubahan ekosistem yang ada di
dalamnya karena aktifitas sekecil apapun dapat menghasilkan dampak yang nyata.
46
Sebagai contoh aktifitas di dalam DAS yang berpengaruh pada perubahan ekosistem
yaitu perubahan tata guna lahan khususnya pada daerah hulu juga dapat mengurangi
Perubahan fluktuasi debit air akan terjadi pada daerah hilir sehingga akan sering sekali
terjadi banjir pada daerah ini dan ini sangat merugikan ekosistem khususnya yang ada
pada daerah hilir. Adanya keterkaitan antara masukan dan keluaran pada suatu DAS ini
dapat dijadikan dasar untuk menganalisis dampak suatu tindakan atau aktivitas
dalam Juhadi (2013). Akan tetapi dalam kontek penelitian ini, DAS hanya diartikan
sebagai satuan bentang lahan maksudnya adalah hanya sebagai batasan saja.
Daerah aliran sungai atau biasa disingkat DAS mempunyai fungsi yang sangat vital,
sehingga apabila DAS tidak dikelola dengan baik maka akan sering sekali terjadi
bencana alam seperti banjir dan kekeringan. Salah satu faktor mengapa suatu fungsi
DAS tidak berjalan dengan baik adalah dari faktor manusia. Manusia melakukan
kegiatan pengelolaan lahan yang hanya melihat pada satu sisi saja yaitu keinginan
mereka untuk terus mendapatkan keuntungan dan mencukupi kebutuhan mereka tanpa
memperhatikan pada sisi lainnya yaitu perencanaan tata guna lahan. Perencanaan tata
guna lahan harus diperhatikan oleh masyarakat sekitar agar lahan yang mereka kelola
dapat menguntungkan bagi mereka tanpa mengurangi kualitas dari lahan karena pada
dasarnya lahan sekurang-kurangnya mempunyai tiga jenis nilai (rent) yaitu Ricardian
rent (mencakup kualitas dari tanah), Locational rent (mencakup lokasi relatif dari tanah)
dan Environmental rent (mencakup sifat kualitas dari tanah sebagai suatu komponen
utama dari ekosistem). Secara ideal, tujuan dari penatagunaan lahan adalah untuk
47
Widiatmaka, 2007:268). Dari ketiga nilai (rent) tersebut semuanya dianggap sangat
penting bagi masyarakat dan keberhasilan DAS dalam menjalankan fungsinya dengan
DAS memiliki beberapa faktor yang memiliki fungsi gabungan. Faktor-faktor tersebut
adalah berupa vegetasi, bentuk wilayah (topografi), jenis tanah, dan manusia yang
dalam penelitian ini adalah pelaku utama atau pelaku sosial ekonomi. Faktor-faktor
tersebut saling memiliki keterkaitan yang sangat berpengaruh pada berjalan dengan
baiknya fungsi DAS dan apabila keempat faktor tersebut salah satunya mengalami
perubahan maka ekosistem DAS akan mengalami dampak dari perubahan faktor-faktor
Keadaan sosial ekonomi setiap orang itu berbeda-beda dan bertingkat, ada yang keadaan
sosial ekonominya tinggi, sedang, dan rendah. Sosial ekonomi menurut Abdulsyani
(1994) dalam Juhadi (2013) adalah kedudukan atau posisi sesorang dalam kelompok
manusia yang ditentukan oleh jenis aktivitas ekonomi, pendapatan, tingkat pendidikan,
jenis rumah tinggal, dan jabatan dalam organisasi, sedangkan menurut Soerjono
Soekanto (2001) dalam Juhadi (2013) sosial ekonomi adalah posisi seseorang dalam
masyarakat berkaitan dengan orang lain dalam arti lingkungan pergaulan, prestasinya,
ekonomi dalam penelitian ini adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat
D. Lahan
Lahan dan tanah merupakan satu kesatuan dalam ekosistem di bumi. Akan tetapi istilah
lahan dan tanah pengertiannya seringkali rancu. Banyak masyarakat yang mengira
bahwa lahan dan tanah mempunyai pengertian yang memiliki kesamaan tetapi dengan
kata yang berbeda. Pada hakikatnya, pengertian dari lahan bersifat lebih umum atau
lebih luas dibandingkan dengan pengertian dari tanah yang sebaliknya bersifat lebih
khusus atau lebih sempit. Seperti pada pengertian berikut ini. Menurut FAO (1976) oleh
Rayes (2007), sumber daya lahan merupakan suatu lingkungan fisik yang terdiri atas
iklim, topografi, tanah, hidrologi, dan vegetasi dimana pada batas-batas tertentu
E. Kerusakan Lahan
Sumberdaya lahan utama, yaitu tanah dan air. Pada dasarnya tanah dan air, merupakan
sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun mudah mengalami kerusakan atau
degradasi. Kerusakan lahan adalah lahan yang telah mengalami proses penurunan
tingkat produktifitasnya (Syarief, 1986 dalam disertasi Juhadi). Kehilangan unsur hara
3. Erosi
Kerusakan lahan oleh satu atau lebih proses tersebut menyebabkan degradasi
dan jasa (Riquir, 1977 dalam Arsyad, 2006). Hilangnya secara berlebihan satu atau
49
beberapa unsur hara dari daerah perakaran menyebabkan merosotnya kesuburan tanah
sehingga tanah tidak mampu menyediakan unsur hara yang cukup dan seimbang untuk
oleh beberapa faktor, yakni erosivitas hujan, erodibilitas tanah, faktor konservasi
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah laptop, software Microsoft word dan
software Microsoft excel. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah data
Kabupaten Lampung Timur dalam Angka 2016, yang diperoleh melalui website milik
B. Cara Kerja
1. Menyiapkan seluruh alat dan bahan seperti laptop, dan membuka softwere
Microsoft Excel untuk mengolah data jumlah KK petani dan jumlah lahan pertanian
Sungai.
A. Hasil Praktikum
No Keterangan Nilai
1. Jumlah KK petani 509.212 KK
2. Luas lahan pertanian (ha) 539.434,16 Ha
3. Nilai IKL 1,05 Ha/KK
4. Kelas IKL Sedang
No Keterangan Nilai
1. Jumlah KK Petani Miskin 86.500 KK
2. Jumlah Total KK 509.212 KK
3. Nilai TKP 16,99 %
4. Kelas TKP Sedang
B. Pembahasan
Tingginya tekanan penduduk pada lahan pertanian suatu DAS dapat mengakibatkan
penurunan sumber daya lahan dan kerusakan ekosistem DAS. Menurut (Wuryanta,
2015) tekanan Penduduk (TP) pada lahan pertanian adalah salah satu parameter penting
untuk menentukan tingkat kualitas lingkungan suatu Daerah Aliran Sungai (DAS).
Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai tekanan penduduk dapat
52
diukur berdasarkan Indeks Ketersediaan Lahan (IKL). IKL dapat dihitung dengan
membandingan antara luas lahan pertanian dengan jumlah kepala keluarga petani di
dalam DAS.
Hasil nilai IKL didapat berdasarkan data yang bersumber dari website resmi milik
Badan Pusat Statistik (BPS). Nilai IKL di Kabupaten Lampung Timur atau hasil yang
didapat setelah dilakukan perhitungan yaitu pada tahun 2016 tergolong sedang dengan
nilai 1,05. Dalam hal ini dikatakan sedang karena indeks ketersediaan lahan yaitu 1 <
IKL ≤ 2. Menurut analisa yang telah dilakukan berdasarkan data hasil perhitungan
menunjukkan bahwa kondisi DAS di Lampung Timur tergolong kurang baik. Alasan
disimpulkan bahwa kondisi DAS tersebut kurang baik karena IKL pada tahun 2016
tergolong sedang. IKL sedang artinya luasan lahan pertanian yang ada di Lampung
Timur dapat sudah cukup banyak berubah menjadi lahan pertanian. Dari data yang
didapat, maka perlunya peran penting pemerintah dengan cara pendekatan tentang
Agar masyarakat mampu memperbaik taraf hidupnya dan juga ikut serta melestarikan
hutan.
menjamin keberlangsungan proses koordinasi antara lembaga terkait. Selain itu juga
perlu memandang penting partisispasi masyarakat dalam pengelolaan DAS mulai dari
tidak dapat dilakukan melalui pendekatan sektoral saja, melainkan harus ada keterkaitan
antar sektor baik dalam perencanaan APBN, program kerja maupun koordinasi
antara kondisi DAS pada satu wilayah dengan wilayah lain, perlu dilakukan kajian
53
terhadap peranan DAS dan kaitannya dengan kehidupan keseharian manusia yang
Bantaran sungai banyak yang menjadi lokasi pemukiman yang tentunya menambah
terhambatnya aliran sungai karena banyaknya sampah domestik yang dibuang ke badan
air yang datang akibat curah hujan yang tinggi di daerah hulu. Sesuai dengan Keppres
No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, kriteria sempadan sungai adalah
sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan
sungai yang berada di luar pemukiman, sedangkan untuk sungai di kawasan permukaan
berupa sempadan sungai yang diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara
10-15 meter.
bangunan dan garis sempadan sungai umumnya hanya sekitar 5-25 meter. Pelanggaran
ini terkait dengan masalah klasik, yaitu pertumbuhan penduduk yang pesat dan daya
mengakibatkan sulitnya upaya pembenahan. Di sisi lain, walaupun tidak ada aspek legal
atas kepemilikan tanah, fasilitas utilitas tetap diberikan oleh pihak pemerintah (listrik
Kebiasaan membuang kotoran, sampah, lebih disebabkan pandangan yang keliru dari
masyarakat terkait dengan fungsi sungai, yang dianggap sebagai halaman belakang
rumah (backyard area). Kebiasaan masyarakat semacam ini ditemui hampir diseluruh
pentingnya memelihara sungai, meskipun di lain pihak sungai juga memiliki peranan
terjadi pun merupakan akibat bencana yang mereka harus alami sebagai penduduk
permukiman di wilayah hilir, yang merupakan akibat kebiasaan serupa di wilayah hulu.
55
A. Simpulan
2. Keadaan sosial ekonomi terhadap kerusakan lahan di DAS Kreo menunjukkan tingkat
sedang,
3. Faktor sosial ekonomi yang dominan mempengaruhi kerusakan lahan di DAS Kreo
adalah faktor orientasi pasar yang kebanyakan masyarakat banyak yang lebih memilih
B. Saran
bentuk brosur, leaflet, atau billboard yang terpasang di kawasan tertentu khususnya
pada tahap penyusunan draft sampai dengan tahap pelaksanaan dan evaluasinya.
pada pemliik asset, tetapi juga dampak terhadap kehidupan sosial dan ekonomi
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah & Air. Bogor : IPB Press.
Rayes, M. Luthfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta. ANDI
Yogyakarta.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta. ANDI
Yogyakarta.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung yang berada di dua provinsi yaitu Provinsi Jawa
Barat dan DKI Jakarta merupakan salah satu dari 13 DAS dalam kondisi sangat kritis
akibat perubahan penggunaan lahan (Pawitan, 2004; Sobirin, 2004). DAS Ciliwung
bagian hulu mencakup areal seluas 14.860 ha berada di Kabupaten Bogor dan
merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m s/d 2.040 m dpl. Di
wilayah ini umumnya dicirikan oleh sungai berarus deras terutama pada musim hujan,
dan variasi kemiringan lereng tinggi di atas 45% (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2003).
Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu telah terjadi dari penutupan
vegetasi yang baik menjadi kawasan terbangun selama tahun 1981 s/d 1999. Dalam
kurun waktu tersebut telah terjadi alih fungsi lahan dari hutan, kebun campuran sawah
teknis, sawah tadah hujan dan tegalan menjadi kawasan permukiman seluas 250 ha
(Irianto, 2000). Sabar (2007) menyatakan bahwa alih fungsi lahan DAS Ciliwung Hulu
selama periode tahun 1990 sampai 1999 relatif pesat, ditandai dengan peningkatan luas
lahan terbangun sebesar 20,3%. Dampak alih fungsi lahan terhadap regime debit aliran
Ciliwung tahun 1989 – 1999 dan penurunan debit minimum rata-rata harian sungai
sendiri sumberdaya alam (SDA) yang ada di daerahnya. Pengelolaan SDA ini sering
tidak diimbangi dengan upaya konservasi dan tidak menjadikan konservasi sebagai
kegiatan prioritas (Ekawati et al., 2005). Kondisi demikian jika dibiarkan terus maka
DAS akan semakin terdegradasi sehingga dapat memberikan dampak negatif terhadap
B. Tujuan Praktikum
DAS merupakan salah satu jenis sumberdaya common pool resource yang ditentukan
mencapai hal ini diperlukan pengelolaan yang terkoordinasi dari berbagai sumberdaya
di dalam DAS termasuk hutan, peternakan, lahan pertanian, air permukaan dan air
Negara DKI Jakarta dan kondisinya semakin buruk maka diupayakan penanganan tata
ruangnya secara intensif melalui Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 dan
kawasan DAS Ciliwung sebagai kawasan strategis nasional. Upaya ini nampaknya
belum memberikan hasil yang signifikan dalam pengelolaan kawasan hulu terutama
kekuatan para pihak yang berkepentingan di DAS Ciliwung dengan imunitas yang kuat.
61
Program rehabilitasi hutan dan lahan melalui penanaman pohon dan konservasi lahan
yang dilakukan oleh pemerintah mengalami kegagalan. Penanaman yang dilakukan oleh
masyarakat mencabuti kembali bibit yang ditanam dan dibuang, atau bibit dicabut dan
Ciliwung hanya mengandalkan tugas dan fungsi yang diembannya tanpa mengetahui
posisi dan peran masingmasing dalam melaksanakan kegiatan pengelolaan DAS, (2)
rendahnya kapasitas lembaga pemerintah dalam pengelolaan DAS, (3) lemahnya koordinasi
program dan pelaksanaan pengelolaan DAS, dan (4) belum terbangunnya kelembagaan
Lingkungan hulu adalah bagian utama bagi sistem kompleks dari property right regime.
Wilayah hulu merupakan sumber utama layanan jasa ekosistem dan memainkan peranan
penting untuk penyimpanan air guna mencegah banjir diwilayah hilirnya (Quinn et al,
2010). Aktivitas perubahan tataguna lahan dan pembuatan bangunan konservasi yang
dilaksanakan di daerah hulu dapat memberikan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan fluktuasi debit air dan sedimen serta material terlarut lainnya (non-point
pollution). Dengan adanya bentuk keterkaitan hulu-hilir tersebut maka kondisi suatu
DAS yang dituangkan dalam bentuk satu sistem perencanaan dan evaluasi yang logis
2007).
Pengelolaan DAS akan berjalan dengan baik apabila ada koordinasi dan keselarasan
antara pemerintah pusat dan daerah maupun antar lembaga terkait dalam suatu daerah.
Hubungan antar instansi hendaknya senantiasa dilandasi dengan koordinasi agar tidak
Keberlanjutan lembaga pengelola DAS memerlukan itikad baik dan perjanjian antar
instansi. Perjanjian sebagai bentuk komitmen antar instansi karena pergantian pejabat di
suatu instansi diharapkan tidak akan menghambat program yang telah disepakati (Dewi
et al ., 2007).
63
Pada praktikum kali ini alat yang digunakan adalah laptop dan software Microsoft excel,
sedangkan bahan yang digunakan adalah data tentang keberadaan dan penegakan
B. Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan laptop dan sofware Microsoft excel yang di gunakan untuk mengolah
data
rendah.
A. Hasil Praktikum
PerMenhut No 61 Ada
2. Buruk 1,05
Tahun 2014 Tidak dipraktekan
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, terdapat peraturan berkaitan dengan
DAS Ciliwung. Peraturan yang telah ada sebagian besar tidak dipraktekkan yang terdiri
2014, dimana pemerintah menetapkan pada pasal 18 ayat 2 yang menjelaskan bahwa
“luas kawasan hutan yang harus dipertahankan minimal 30 % (tiga puluh persen) dari
luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional”. Namun
pada kenyataan dilapangan di daerah DAS Ciliwung luas kawasan hutan hanya sekitar
3,57%.
65
sengketa lingkungan hidup baik melalui pengadilan maupun diluar pengadilan. Bahkan,
pasal 88 mengenai tanggung jawab mutlak menjelaskan setiap orang yang tindakannya,
limbah B3, dan/atau yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup
bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan.
Dari kasus-kasus/sengketa lingkungan hidup yang ditangani Walhi Jawa Barat bersama
para korban, penyelesaian sengketa lingkungan hidup khususnya di DAS Ciliwung tidak
banyak yang diselesaikan oleh perusahaan, pemerintah dan pemerintah daerah. Banyak
sengketa lingkungan hidup yang berujung pada kriminalisasi korban dan aktivis
lingkungan. Ada beberapa pembelajaran yang diperoleh oleh Walhi Jawa Barat dalam
sengketa lingkungan hidup yang dilakukan oleh warga, sehingga berakibat pada
• Belum ada tindakan pemerintah dan pemerintah daerah menjalankan pasal 88 terkait
lingkungan hidup
• Banyak perusahaan yang bandel dan tidak mau diajak untuk menyelesiakan masalah
• Minimnya gugatan warga korban pencemaran dan lingkungan hidup sehingga masalah
Meskipun di Jawa Barat sudah terbangun Tim Satgas Penegakan Hukum Lingkungan
Terpadu (PHLT) yang mensinergikan peran pemerintah provinsi Jawa Barat, Kepolisian
Daerah dan Kejaksaan tinggi Jawa Barat, namun kelembagaan ini belum memberikan
kontribusi nyata dalam menegakan hukum lingkungan hingga memberikan efek jera
bagi para perusak dan pencemar dan memaksa pelaku melakukan upaya pemulihan
lingkungan secara nyata. Hampir 2 tahun Tim Satgas PHLT bekerja, sanksi yang
diberikan kepada para pelaku pencemaran dan perusak lingkungan hanya sebatas
A. Simpulan
B. Saran
Saran yang perlu diberikan untuk penegakan hukum di DAS Ciliwung adalah sebagai
berikut.
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Djakapermana, RD. 2009. Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabek punjur : Upaya
Menyeimbangkan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kelestarian Lingkungan Hidup.
Sekretariat Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen PekerjaanUmum.
Ekawati, S., Syahrul Donie, S. Andy Cahyono dan Nana Haryanti. 2005. Kelembagaan
rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada tingkat mikro DAS, kabupaten dan
propinsi di era otonomi daerah. Jurnal Penelitian Sosial & Ekonomi
Kehutanan.Vol. 2, No. 2 Juli 2005, hal.141-154.
Irianto, S. 2000. Kajian hidrologi daerah aliran sungai Ciliwung menggunakan model
HEC-1. Tesis SPs-IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).
Karyana, A. 2007. Analisis posisi dan peran lembaga serta pengembangan kelembagaan
di daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung. Disertasi S3 Sekolah Pascasarjana IPB.
Bogor (Tidak dipublikasikan).
Quinn, C.H., Fraser, E.D.G., Hubacek & Reed, M.S. 2010. Property rights in UK
uplands and the implications for policy and management. Ecological Economics
Volume 69, Issue 6, pp. 1355-1363.
Sabar, A. 2007. Kajian Pengaruh Alih Fungsi Lahan terhadap Debit Aliran di DAS
Ciliwung Kawasan Bopunjur dengan Pendekatan Indeks Konservasi. Fakultas
Teknik Sipil dan Lingkungan ITB. Bandung.
Sobirin, S. 2004. Sembilan belas DAS Jabar dalam kondisi kritis. Pikiran Rakyat Edisi
3 Nopember 2004. Bandung.