Anda di halaman 1dari 33

KANDUNGAN UNSUR HARA MAKRO TANAH

PADA BERBAGAI KOMODITAS TANAMAN


PANGAN DAN HORTIKULTURA
DI PROVINSI BALI

Oleh

I Wayan Diara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR

2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga
penelitian ini dapat dilaksanakan. Upaya perbaikan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan
terlebih dahulu mengetahui keadaan kandungan unsur hara dalam tanah. Penelitian tentang
kandungan unsur hara makro dalam tanah di lahan-lahan komoditas tanaman pangan dan
hortikultura yang menjadi unggulan di Provinsi Bali dilakukan untuk mendapat gambaran
mengenai ketersediaan unsur hara tersedia sehingga upaya perbaikan kesuburan tanah dan nutrisi
tanaman serta peningkatan produksi tanaman dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Didalam laporan ini disajikan profil kandungan unsur tanah (kandungan C organik, N
total, P tersedia, K tersedia,C/N ratio, Na. Ca, Mg, dan pH) di lahan-lahan komoditas pangan
dan hortikultura unggulan di Bali, yaitu padi sawah, kedele, sayuran, bawang merah, bawang
putih, manggis, mangga, salak dan jeruk di beberapa kabupaten di Bali. Profil tersebut disusun
berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap sampel tanah dari lahan-lahan tersebut dan
dibandingkan dengan standar kriteria kecukupan unsur hara dalam tanah. Sudah tentu laporan
penelitian ini masih mempunyai kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran sangat diharapkan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada Gubernur Provinsi Bali,
melalui Dinas Pertanian Pertanian Tanaman Pangan Bali atas bantuan dana penelitian ini, kepada
Rektor Universitas Udayana melalui Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepada
Masyarakat Unud atas ijin melakukan penelitian ini. Kepada pihak-pihak lain yang memberikan
bantuan bagi penelitian ini kami ucapkan banyak terimakasih.

Denpasar, Juli 2016

Penulis

i
ABSTRAK

Upaya perbaikan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui
keadaan unsur hara dalam tanah. Ketersediaan unsur hara baik jenis amupun jumlahnya di
dalam tanah akan menentukan kondisi kesuburan tanah dan selanjutnya akan memberikan arah
upaya perbaikan yang harus dilakukan. Oleh karena itu penelitian tentang kandungan unsur hara
makro perlu dilakukan untuk memberikan gambaran kondisi unsur hara dalam tanah terutama
pada lahan-lahan komoditas tanaman pangan dan hortikultura unggulan di Provinsi Bali.
Penelitian ini mepunyai tujan untuk mengetahui kandungan unsur hara makro tanah di
sentra pengembangan komoditas tanaman pangan dan hortikultura di Bali. Contoh tanah yang
dianalisis meliputi C organik, N total, rasio C/N, P tersedia, K tersedia, Na, Ca, Mg, dan pH
tanah. Analisis sifat fisik dan kimia dilakukan di laboratorium Kimia Tanah Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan unsur hara tanah di lahan komoditas
yang diteliti pada lahan komoditas hortikultura sangat bervariasi. Kandungan C-organik tanah
cukup tinggi ditemukan pada lahan sayuran organik (3,3 %). Lahan jeruk keprok dan manggis
mempunyai kandungan C-organik tanah paling rendah (masing-masing 0,45 dan 0,8%).
Kandungan N total tanah tergolong sedang (0,2 - <0,5 %) yang ditemukan pada semua lahan
yang diteliti. Kandungan P tersedia dalam tanah pada lahan-lahan salak, jeruk siam dan sayuran
non-organik tergolong tinggi (≥26,0 me kg-1) dan sebagian pada lahan komoditas yang lain
tergolong sedang (16,0 - <26,0 me kg-1) dan rendah (≤15,0 me kg-1). Sebagaian besar lahan
komoditas yang diteliti mempunyai kandungan K tersedia yang tinggi ((≥0,6 me kg-1) , hanya
lahan sayuran non-organik mempunyai kandungan sedang (0,3 me kg-1). Semua lahan
komoditas yang diteliti mempunyai kandungan Na yang tergolong tinggi (≥ 0,8 me kg-1) kecuali
lahan sayuran organik dan non-organik yang mempunyai kandungan Na tergolong sedang (0,4 -
<0,8 me kg-1). Kandungan Ca tergolong sedang (6,0 - >11,0 me kg-1). Lahan komoditas salak,
jeruk siam dan sayuran organik mempunyai kandungan Mg tergolong sedang (1,1 - <2,1 me kg-
1
), kandungan Mg yang rendah (≤0,99 me kg-1) hanya ditemukan pada lahan manggis dan
sayuran non-organik. Lahan sayuran organik dan non-organik organik mempunyai pH netral
(≥6,6), pH agak masam ( 5,5 - <6,6) ditemukan pada lahan komoditas lainnya.

Kata kunci : unsur hara, kesuburan tanah, komoditas tanaman

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………..

KATA PENGANTAR …………………………………………………………… i

ABSTRAK ……………………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. iii

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………………. v

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1


1.1 Latar Belakang …………………………………………………. 1
1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………….. 3
1.3 Perumusan Masalah ..................................................................... 3
1.4 Tujuan penelitian .......................................................................... 3
BAB II. STUDI PUSTAKA …………………………………………………... 4
2.1 Unsur hara bagi kebutuhan tanaman …………………………… 4
2.2 Jumlah Kebutuhan Unsur Hara ………………………………… 5
2.3 Bahan Organik dan Karbon Organik Tanah ………………….. 6
2.4 Reaksi Tanah (pH tanah) ……………………………………… 11

BAB III. METODE PENELITIAN …………………………………………… 12


3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………….. 12
3.2. Ruang Lingkup Penelitian …………………………………….. 13
3.3. Bahan dan Alat Penelitian ……………………………………. 13

BAB IV. HASIL PENELITIAN ……………………………………………….. 14


4.1. Kandungan Karbon (C) Organik Tanah …………………….. 14
4.2. Kandungan N total Tanah ……………………………………
14
4.3. Rasio C/N Tanah ……………………………………………
15
4.4. Kandungan P tersedia Tanah ……………………………….
16

iii
4.5. Kandungan K tersedia Tanah ………………………………. 16
4.6. Kandungan Na tersedia Tanah ……………………………… 17
4.7. Kandungan Ca tersedia Tanah ………………………………
17
4.8. Kandungan Mg tersedia Tanah ………………………………
18
4.9. Reaksi (pH) Tanah ………………………………………….
19
BAB V. PEMBAHASAN …………………………………………………….. 21

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………. 25


6.1 Kesimpulan ……………………………………………………. 25
6.2 Saran ……………………………………………………………. 26

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 27

iv
DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

4.1 Kadar C-organik tanah 15

4.2 Kadar N-total tanah 15

4.3 Kadar C/N ratio tanah 16

4.4 Kadar P tersedia tanah 17

4.5 Kadar K tersedia tanah 18

4.6 Kadar Na tanah 18

4.7 Kadar Ca tanah 19

4.8 Kadar Mg tanah 20

4.9 pH tanah 20

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Visi Pembangunan Daerah Provinsi Bali Tahun 2005-2025 adalah “Bali Dwipa Jaya

berlandaskan Tri Hita Karana” yang satu dari lima misinya adalah mewujudkan pembangunan

Bali yang lestari, handal dan merata dengan meningkatkan keseimbangan sumberdaya alam dan

kelestarian lingkungan hidup (Bappeda Provinsi Bali, 2012). Sasaran pembangunan dari misi

tersebut juga menjadi sasaran program pembangunan jangka menengah dan jangka panjang

subsektor tanaman pangan provinsi Bali, yaitu pelestarian dan pemanfaatan lingkungan hidup

dan sumberdaya alam secara berkelanjutan.

Tanaman pangan merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian yang sangat

penting dan strategis dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat Bali, di samping menjadi

sumber pendapatan utama lebih dari 297.763 KK beserta keluarga. Subsektor tanaman pangan

mempunyai kontribusi cukup besar (>8%) terhadap PDRB Bali maupun perolehan devisa export

non migas. Strategi yang ditempuh dalam merevitalisasi sub sektor tanaman pangan salah

satunya adalah “Mendorong peningkatan produktivitas, produksi dan kualitas hasil”, di samping

“Pemanfaatan pertanian ramah lingkungan dalam rangka pelesatarian lingkungan dan Bali

Organik” (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Bali, 2012).

Salah satu strategi khusus yang dirancang untuk mempercepat pencapaian revitalisasi

tanaman pangan di Provinsi Bali adalah melaksanakan penetapan wilayah sentra pengembangan

sesuai potensi melalui pewilayahan komoditas /pengembangan cluster. Komoditas dan wilayah

pengembangannya yang direncanakan adalah Padi sawah (di Sembilan kabupaten/kota, prioritas

di Tabanan, Gianyar, Badung dan Buleleng); Padi ladang (gogo) (di Bangli, Gianyar dan

1
Tabana); Kedele (di Badung, Jembrana, Gianyar dan Tabanan); Jagung (di Karangasem),

Mangga dan Anggur (di Buleleng), Manggis (di Tabanan) dan Jeruk besar (di Badung); Tanaman

hias (di Denpasar, Tabanan, Badung dan Karangasem) (Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Provinsi Bali, 2012).

Pengembangan potensi pewilayahan komoditas / pengembangan cluster tersebut tentunya

akan lebih berhasil jika disertai dengan upaya peningkatan produksi tanaman dan produktivitas

lahan masing-masing wilayah tersebut. Peningkatan produksi dan produktivitas lahan dapat

dilakukan dengan perbaikan nutrisi tanaman melalui perbaikan kesuburan tanahnya. Tanaman

memanfaatkan unsur hara dalam tanah untuk pertumbuhan dan hasilnya. Ketersediaan unsur hara

yang dibutuhkan baik jenis maupun jumlahnya akan menentukan upaya perbaikan kesuburan

tanah yang akan dilakukan untuk memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman bersangkutan.

Setidaknya unsur hara penting yang dibutuhkan tanaman seperti unsur hara makro dan beberapa

unsur hara mikro mutlak harus tersedia dalam tanah. Ketersediaan unsur-unsur hara tersebut

dapat diketahui melalui analisis sampel tanah di laboratorium.

Selama ini upaya untuk memperbaiki kesuburan tanah melalui pemupukan di lahan

pertanian tanaman pangan dan hortikultura di Provinsi Bali hanya dilakukan berdasarkan

rekomendasi umum (tidak spesifik). Untuk itu peneltitian tentang kandungan unsur hara dalam

tanah di lahan-lahan komoditas tanaman pangan dan hortikultura yang menjadi unggulan di

daerah Provinsi Bali dalam wilayah pengembangan tersebut di atas sangat perlu dilakukan untuk

mendapat gambaran mengenai ketersediaan unsur hara tersedia sehingga upaya perbaikan

kesuburan tanah dan nutrisi tanaman serta peningkatan produksi tanaman dapat dilakukan secara

berkelanjutan.

2
1.2 Tujuan Penelitian
Mendata beberapa unsur hara tanah di sentra pengembangan komoditas tanaman pangan

dan hortikultura di Bali dan menggambarkan profilnya.

Urgensi (keutamaan) penelitian dan Potensi hasil yg bisa didapat

Mendata beberapa unsur hara tanah di sentra pengembangan komoditas tanaman pangan

dan hortikultura di Bali. Potensi hasil yang diperoleh adalah tersedianya profil beberapa unsur

hara tanah di sentra pengembangan komoditas tanaman pangan dan hortikultura secara

berkelanjutan di Bali.

1.3 Perumusan Masalah


Masalah yang diteliti adalah kandungan beberapa unsur hara tanah di sentra

pengembangan komoditas tanaman pangan dan hortikultura di Bali. Sampai saat ini gambaran

tentang profil kandungan unsur hara tanah di lahan-lahan komoditas unggulan tanaman pangan

dan hortikultura di Bali belum tersedia. Perbaikan kesuburan tanah dilakukan melalui

pemupukan berdasarkan rekomendasi umum sehingga potensi hasil tanaman dan produktivitas

lahan belum tercapai secara maksimal. Keadaan ini disebabkan oleh karena penelitian melalui

analisis kandungan unsur hara tanah di wilayah pengembangan komoditas tersebut belum

dilakukan secara maksimal.

1.4 Tujuan penelitian


Mendata kandungan karbon (C) organik tanah dan beberapa unsur hara di sentra

pengembangan komoditas tanaman pangan dan hortikultura di Bali.

3
BAB II
STUDI PUSTAKA

2.1 Unsur hara bagi kebutuhan tanaman

Tanaman memerlukan makanan yang sering disebut hara tanaman. Berbeda dengan

manusia yang menggunakan bahan organik, tanaman menggunakan bahan anorganik untuk

mendapatkan energi dan pertumbuhannya. Dengan fotosintesis, tanaman mengumpulkan karbon

yang ada di atmosfir yang kadarnya sangat rendah, ditambah air yang diubah menjadi bahan

organik oleh klorofil dengan bantuan sinar matahari. Unsur yang diserap untuk pertumbuhan dan

metabolisme tanaman dinamakan hara tanaman. Mekanisme perubahan unsur hara menjadi

senyawa organik atau energi disebut metabolisme.

Tanaman dapat memenuhi siklus hidupnya dengan menggunakan hara. Fungsi hara

tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain dan apabila tidak terdapat suatu hara tanaman,

maka kegiatan metabolisme akan terganggu atau berhenti sama sekali. Disamping itu umumnya

tanaman yang kekurangan atau ketiadaan suatu unsur hara akan menampakkan gejala pada suatu

organ tertentu yang spesifik yang biasa disebut gejala kekahatan.

Unsur hara yang diperlukan tanaman adalah Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O),

Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Seng (Zn),

Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Molibdenum (Mo), Boron (B), Klor (Cl), Natrium (Na),

Kobal (Co), dan Silikon (Si). Unsur Na, Si, dan Co dianggap bukan unsur hara essensial, tetapi

hampir selalu terdapat dalam tanaman. Misalnya, unsur Na pada tanaman di tanah dengan kadar

garam yang relatif tinggi dan sering melebihi kadar P (Fosfor). Silikon (Si) pada tanaman padi

dianggap penting walaupun tidak diperlukan dalam proses metabolisme tanaman. Jika tanaman

4
padi mengandung Si yang cukup, maka tanaman tersebut lebih segar dan tidak mudah roboh

diterpa angin sehingga seakan-akan Si meningkatkan produksi tanaman (Anonymous, 2013).

2.2 Jumlah Kebutuhan Unsur Hara

Berdasarkan jumlah yang diperlukan tanaman, unsur hara dibagi menjadi dua golongan,

yakni unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara esensial yang

diperlukan dalam jumlah banyak (konsentrasi 1000 mg/kg bahan kering). Unsur hara mikro

adalah unsur hara esensial yang diperlukan dalam jumlah sedikit (konsentrasi kurang dari atau

sama dengan 100 mg/kg bahan kering). Unsur hara makro dibutuhkan tanaman dan terdapat

dalam jumlah yang lebih besar, dibandingkan dengan unsur hara mikro. Contoh : yang diperoleh

dari Udara dan Air: C, H, O dan yang diperoleh dari tanah: N, P, K, Ca, Mg, S. Contoh unsur

hara mikro: Fe, Mn, Cu, Mo, B, Cl. Suatu unsur hara dikatakan essensial bagi tanaman , jika

memenuhi 3 kriteria berikut ini : 1). Jika kekurangan unsur tersebut maka dapat menghambat dan

mengganggu pertumbuhan tanaman; 2). Kekurangan unsur tersebut tidak dapat digantikan unsur

lain; 3). Unsur tersebut harus secara langsung terlibat dalam gizi makanan tanaman (Anonymous,

2013).

Davidescu (1980) mengusulkan bahwa batas perbedaan unsur hara makro dan mikro

adalah 0,02 % dan bila kurang disebut unsur hara mikro. Ada juga unsur hara yang tidak

mempunyai fungsi pada tanaman, tetapi kadarnya cukup tinggi dalam tanaman dan tanaman

yang hidup pada suatu tanah tertentu selalu mengandung unsur hara tersebut misalnya unsur hara

Al (Almunium), Ni (Nikel) dan Fe (Besi). Unsur hara C diperlukan dalam jumlah 43,6%, O

sebanyak 44,4% dan H sebanyak 6,2%.

Berdasarkan sumber penyerapannya, unsur hara dibedakan menjadi dua, yakni unsur hara

yang diserap dari udara dan unsur hara yang diserap dari tanah.

5
 Diserap dari Udara

Unsur hara yang diserap dari udara adalah C, O, dan S, yaitu berasal dari CO2, O2, dan SO2,

Penyerapan N baik dari udara maupun dari tanah diasimilasikan dalam proses reduksi dan

aminasi. Nitrogen (N) udara diserap dari N2 bebas lewat bakteri bintil akar dan NH3 diserap

lewat stomata tanaman.

 Diserap dari tanah

Penyerapan unsur hara dilakukan oleh akar tanaman dan diambil dari kompleks jerapan tanah

ataupun dari larutan tanah berupa kation dan anion. Adapula yang dapat diserap dalam bentuk khelat

yaitu ikatan kation logam dengan senyawa organik. Dewasa ini kebanyakan unsur hara mikro

diberikan lewat daun.

2.3 Bahan Organik dan Karbon Organik Tanah

Bahan organic tanah (Soil organic matter atau SOM) adalah sebenarnya sisa-sisa

tanaman,yang mengalami berbagai tahap dekomposisi. Akumulasi dari bahan organic tanah

adalah keseimbangan antara penambahan sisa-sisa tanaman dan kehilangannya karena pelapukan

yang dilakukan oleh mikroorganisme.

Bahan organic tanah membantu menstabilkan partikel-partikel tanah, jadi dapat

mengurangi erosi. Bahan organic tanah juga memperbaiki struktur tanah dan kemampuannya

(workability) meningkatkan aerasi dan penetrasi air, meningkatkan kapasitas memegang air

(water-holding capacity), dan menyimpan serta mensuplai hara untuk pertumbuhan tanaman dan

juga untuk mikroorganisme tanah.

Kondisi iklim, seperti suhu dan curah hujan, berpengaruh besar terhadap jumlah bahan

organic di dalam tanah. Secara specific, akumulasi bahan organik dalam tanah lebih besar pada

6
daerah dengan curah hujan tinggi dan suhu rendah. Dekomposisi bahan organic terjadi lebih

besar di daerah lebih panas dan kering. Faktor lain yang mempengaruhi dekomposisi bahan

organik adalah aerasi dan taraf pH tanah dan populasi mikrobia dalam tanah.

Cara dan pengelolaan pertanian juga dapat mempengaruhi jumlah bahan organic tanah.

Peningkatan pengolahan tanah menurunkan bahan organik. Pengolahan memang meningkatkan

aerasi tanah, yang menyebabkan tanh menjadi lebih kering dan mmpercepat laju dekomposision.

Makin bertambahnya bera di musim panas dalam system rotasi tanaman juga mengurangi bahan

organic tanah, karena lebih sedikit sisa-sisa jaringan yang dikembalikan ke tanah.

Pemupukan meningkatkan bahan organic tanah (SOM) karena meningkatkan

produktivitas dank arena itu menambah residu tanaman. Peningkatan penggunaan pupuk

kandang dan pembenah tanah lainnya mempunyai efek yang serupa. Peningkatan penggunaan

tanaman pakan dalam rotasi tanaman meningkatkan bahan organic tanah karena dapat

meningkatkan produktivitas dan mengakibatkan kelembaban tanah. Erosi yang meningkat yang

disebabkan oleh run-off dan factor lainnya, menurunkan bahan organic tanah karena partikel

tanah yang kaya bahan organic biasanya mudah di pindahkan/diangkut. (Anonymous, 2012b).

Oleh karena karbon organic tanah (SOC) bereaksi terhadap praktek pengolahan tanah,

penelitian jangka panjang secara konsisten menunjukkakan manfaat dari pemberian pupuk

kandang, pemupukan yang cukup, dan rotasi tanaman untuk mempertahankan produktivitas

agronomi dengan cara meningkatkan C input kedalam tanah (Duff et al. 1995; Mitchell et al.

1996; Reeves 1997).

Duff et al. (1995) melaporkan bahwa pemupukan N akan meningkatkan cadangan karbon

organic tanah (SOC) dibandingkan dengan tanpa pemupukan, tetapi tanpa penambahan pupuk

kandang, cadangan karbon organic tanah menurun dengan nyata selama lebih dari 50 tahun.

7
Pembakaran sisa-isa tanaman menyebabkan penurunan karbon organic tanah secara serius

(Reeves 1997). Penurunan karbon organic tanah menyebabkan kesuburan tanah rendah dan

kapasitas tukar kation rendah, yang berakibat perlunya tambahan pupuk untuk mempertahankan

hasil ekonomis.

Secara umum, peningkatan karbon organic tanah meningkatkan respon hasil tanaman dan

menjaga kualitas air, jadi berarti memperbaiki kualitas tanah. Suatu penelitian di Michigan

USA, menunjukkan peningkatan hasil tanaman secara potential sekitar 12% dengan setiap

peningkatan bahan organic 1% (Magdoff, 1998).

Quiroga et al. (2006) menemukan bahwa hasil tanaman berhubungan dengan tekstur

tanah, dan pada tekstur yang sama, hasil tergantung pada total kadar bahan organic tanah.

Pengaruh peningkatan kandungan organic dalam tanah terhadap kualitas air, adalah

signifikan, karena prosentase kandungan organic secara langsung berhubungan dengan kapasitas

memegang air dari tanah tersebut. Hudson (1994) melaporkan bahwa peningkatan kandungan

bahan organic 1% akan dapat menjamim bahwa tanah dapat memegang 160 m3 air yang

dibutuhkan tanaman dalam 1 ha dengan kedalaman 30 cm (1 foot depth). Tanah dengan bahan

organic yang tidak cukup tidak mungkin dapat memegang cukup air atau memberikan

lingkungan bagi kehidupan mikroba2 yang menguntungkan.

Karbon organik tanah memberikan banyak keuntungan, tetapi ia juga mempunyai

dampak negatif terhadap lingkungan dan produksi tanaman. Peningkatan kadar bahan organic

tanah meningkatkan kebutuhan akan penggunaan pestisida yang dibenamkan kedalam tanah (soil

incorporated pesticides) (Stevenson, 1972; Ross and Lembi, 1985). Karena bahan organik tanah

meningkat dari 1-3% menjadi 3-5%, dosis soil-incorporated pesticides) diperlukan untuk

mempertahankan efisiensi yang umumnya meningkat 20-100%.

8
Secara ekonomi produksi tanaman, kualitas lingkungan, dan paparan pestisida kepada

manusia dipengaruhi oleh meningkatnya penggunaan pestisida yang diakibatkan oleh tingginya

bahan organik tanah. Selain itu, tingginya level bahan organik tanah dan pupuk kandang

berhubungan erat dengan solubilitas P yang lebih besar dalam air jika tanah mudah tererosi

(Robinson and Sharpley, 1995; Sharpley and Smith, 1995). Penemuan ini menyarankan bahwa,

begitu cadangan karbon organic tanah meningkat, strategi pengolahan tanah lainnya akan

diperlukan untuk mempertahankan kualitas lingkungan (Komatsuzaki and Ohta, 2007).

Bahan organik tanah terdiri atas semua organism hidup dalam tanah dan sisa-sisa

organisme hidup sebelumnya yang mengalami berbagai derajat dekomposisi. Bahan organic

tanah memainkan peranan penting dalam mempertahankan kualitas tanah karena pengaruh

positifnya terhadap berbagai sifat tanah seperti ketersediaan hara, pemegangan air dan

pelepasannya, juga pengurangan resiko pemadatan tanah, pengerasan permukaan dan erosi.

Tindakan pengolahan terus menerus, cenderung mengurangi bahan organik tanah kecuali

dilakukan tidndakan management yang dapat mengmbalikan kerusakan yg diakibatkannya.

Penurunan kadar bahan organic tanah tsb adalah proses yang terjadi perlahan (a gradual

process). Proses penggantian bahan organic tanah berjalan lambat, tetapi dapat dicapai melalui

tindakan-tindakan management yang telah diadopsi dan penambahan bahan-bahan organik

kedalam tanah (Anon, 2012).

Peningkatan bahan organic tanah akan menghasilkan situasi yang menguntungkan karena

secara positif mempengaruhi kesuburan dan kualitas tanah serta mempertahankan kondisi fisik,

kimia dan biologis yang dibutuhkan untuk praktek petanian berkelanjutan.

Sejumlah factor yang mempengaruhi laju penurunan levels bahan organik tanah termasuk

tipe tanah, dan sifat-sifat tanah, iklim, topografi, vegetasi dan tindakan pengelolaan lahan. Tanah

9
dengan tingkat karbon organik tanah (SOM) diatas 3,4% dianggap tidak mengkhawatirkan. Ini

setara dengan karbon organic tanah (SOC) 2%. Faktor conversi dari SOC ke SOM adalah kira2

1,72 (SOM=1,72 x SOC) (Anon, 2012).

Terabaikannya pengembalian bahan organik kedalam tanah dan intensifnya penggunaan

pupuk kimia pada lahan pertanian telah menyebabkan mutu fisik dan kimia tanah menurun atau

sering disebut kelelahan lahan (land fatigue) (Sisworo, 2006). Kondisi tanah yang demikian

menyebabkan biota tanah yang berpengaruh terhadap fiksasi nitrogen dan kelarutan fosfat

menurun, miskin hara mikro, perlindungan terhadap penyakit rendah, boros terhadap

penggunaan pupuk dan air, serta tanaman peka terhadap kekeringan. Produktivitas tanah dan

keberlanjutan produksi pertanian baik tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan ditentukan

oleh kecukupan kandungan bahan organik tanah. Bahan organik tanah merupakan komponen

penting penentu kesuburan tanah, terutama di daerah tropika seperti di Indonesia dengan suhu

udara dan curah hujan yang tinggi. Kandungan bahan organic yang rendah menyebabkan partikel

tanah mudah pecah oleh curah hujan dan terbawa oleh aliran permukaan sebagai erosi, yang pada

kondisi ekstrim mengakibatkan terjadinya desertitifikasi.

Rendahnya kandungan bahan organik tanah disebabkan oleh ketidakseimbangan antara

peran bahan dan hilangnya bahan organik dari tanah utamanya melalui proses oksidasi biologis

dalam tanah. Erosi tanah lapisan atas yang kaya akan bahan organik juga berperan dalam

berkurangnya kandungan bahan organik tanah tersebut. Bahan organik tanah merupakan

cadangan (pool) bahan organik yang dinamis, sehingga perubahan bersih (net change) dalam

cadangan tersebut lebih informatif dari pada jumlah totalnya.

10
2.4 Reaksi Tanah (pH tanah)

Reaksi tanah menunjukkan kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan

nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion unsur (H+) di dalam tanah. Makin

tinggi kadar ion H+ di dalam tanah maka semakin masam tanah tersebut. Selain ion H+

ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. Pada tanah

masam jumlah ion H+ > ion OH-. Pada tanah Alkalis jumlah ion OH- >ion H+ . Pada tanah netral

jumlah ion H+ = OH- (Anon, 2013).

11
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sentra pengembangan komoditas tanaman pangan dan di Bali

(Tabel 3.1). Penelitian analisis sampel tanah untuk mempelajari sifat fisik dan kimia dilakukan

di laboratorium Kimia Tanah Fakultas PertanianUniversitas Brawijaya Malang. Penelitian

dilakukan selama 7 (tujuh) bulan yaitu bulan Juni–Desember 2013.

Tabel 3.1. Lokasi pengambilan sampel untuk penelitian kandungan unsur tanah

Komoditas Kabupaten/Kecamatan Kecamatan Desa

1. Padi sawah Tabanan, Gianyar Penebel (Jatiluwih ,Wangaya


organik Betan) dan Payangan

2. Padi sawah Tabanan Marga Guama


non-oragik
3.
4. Bawang putih Tabanan Penebel Utu

5. Bawang merah Bangli Kintamani Buahan

6. Kedele Klungkung Banjarangkan Banjarangkan

7. Sayuran Tabanan Baturiti Tigalar

8. Manggis Tabanan, Jembrana Pupuan Desa Padangan dan


Poh Santen

9. Mangga Buleleng Kubutambahan Depehe

10. Jeruk siam Bangli Kintamani Abuhan

11. Jeruk keprok Karangasem Bebandem Perasi

12. Salak Karangasem Sibetan Sibetan

12
3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian meliputi :

Analisis kadar C-organik tanah dan beberapa unsur hara makro di sentra pengembangan

komoditas tanaman pangan dan hortikultura di Bali. Penelitian dilakukan di sentra

pengembangan masing-masing komoditas tanaman pangan dan hortikultura (berdasarkan

pengembangan cluster); Pengambilan contoh tanah di lokasi sentra pengembangan masing-

masing komoditas tanaman pangan (berdasarkan pengembangan cluster); Analisis kandungan

unsur hara tanah (kandungan C organik, N total, P tersedia,K tersedia,C/N ratio, Na. Ca, Mg, dan

pH).

3.3 Bahan dan Alat Penelitian

Untuk penelitian ini digunakan alat-alat pengambil sampel tanah, kantong plastik,

karung plastik, meteran tanah. Untuk analisis sampel tanah digunakan bahan dan alat untuk

analisis sampel tanah di laboratorium. Data sekunder berupa data curah hujan di catat dari

station meteorologi terdekat dengan lokasi penelitian dan data lain yang mempunyai relevansi

dengan kajian ini.

13
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Kandungan unsur tanah yang di teliti dalam penelitian ini meliputi: kandungan karbon

(C) organic, N total, rasio C/N, masing-masing P, K , Na, Ca , Mg dan pH di masing-masing

lokasi penelitian. Hasil analisis sampel tanah di masing-masing lokasi dibandingkan dengan

standar kriteria penilaian sifat kimia dan fisik tanah berdasarkan Kirteria Laboratorium Kimia

dan Fisik Tanah Universitas Brawijaya, Malang (1983). Profil kandungan unsur hara tanah

pada lahan masing-masing komoditas yang diteliti disajikan pada Gambar 4.1 sampai dengan

Gambar 4.9.

4.1 Kandungan Karbon (C) Organik Tanah

Kandungan C organik tergolong sangat tinggi pada lahan sayuran organik dan padi sawah

organik (≥3,0%) (Gambar 4.1). Pada lahan bawang merah, salak jeruk siam kurang subur dan

sayuran non organik, kandungan unsur tanah tersebut tergolong sedang (2,0-<3,0%). Kadar

unsur C organik tergolong rendah pada lahan bawang putih, kedele, padi sawah non-organik,

manggis, mangga,jeruk siam agak subur, jeruk keprok.

4.2 Kandungan N total Tanah

Kandungan N total tanah pada lahan yang diteliti sebagian besar tergolong sedang (0,2-

<0,5%) dan rendah (0,1-<0,2%). Hanya lahan padi sawah organik yang mempunyai kadar N

total tanah tergolong tinggi (0,5%) (Gambar 4.2).

14
4.3 Rasio C/N Tanah

Semua lahan usaha tani yang diteliti mempunyai rasio C/N yang tergolong rendah (10 -

<10) (Gambar 4.3). Lahan sayuran organic mempunyai rasio C/N menpunyai rasio yang sangat

rendah (rasio C/N = 7).

Gambar 4.1. Kadar C-organik tanah

Gambar 4.2. Kadar N-total tanah

15
Gambar 4.3. Kadar C/N ratio tanah

4.4 Kandungan P tersedia Tanah

Lahan Salak, jeruk siam kurang subur, jeruk siam agak subur dan sayuran non-organik

mempunyai kandungan P tersedia yang tinggi (berturut-turut 48,44; 35,99; 28,67 dan 26,0 me kg-
1
). Kandungan P tersedia yang tergolong ditemukan pada lahan padi sawah non organik dan

bawang merah (16-<26 me kg-1), sementara pada lahan lainnya kandungan unsur tersebut

tergolong rendah (<15 me kg-1) (Gambar 4.4).

4.5 Kandungan K tersedia Tanah

Lahan-lahan manggis, mangga, salak, jeruk siam kurang subur maupun agak subur, jeruk

keprok, sayuran baik organik maupun non-organik, padi sawah baik organik maupun non-

organik mempunyai kandungan K tersedia di dalam tanah yang tergolong tinggi (>0,6 me kg-1)

(Gambar 4.5). Pada lahan sayuran non-organik kandungan K tersedia yang tergolong sedang

16
(0,3-<0,6 me kg-1) dan tidak ditemukan kandungan yang tergolong rendah (<0,2 me kg-1) pada

lahan yang diteliti.

4.6 Kandungan Na tersedia Tanah

Hampir semua lahan yang diteliti mempunyai kandungan Na tersedia yang tergolong
tinggi bahkan sangat tinggi (<0,8 me kg-1), kecuali lahan sayuran organic dan non organik yang
menunjukkan kandungan unsur tersebut yang tergolong sedang (0,4- < 0,8 me kg-1) (Gambar
4.6).

4.7 Kandungan Ca tersedia Tanah

Kandungan Ca tersedia dalam tanah yang tergolong tinggi (≥11,0 me kg-1) hanya
ditemukan pada lahan padi sawah non-organik (Gambar 4.7). Lahan-lahan bawang merah,
bawang putih, kedele, mangga, salak, jeruk siam baik kurang subur maupun agak subur), jeruk
keprok, sayuran baik organik maupun non-organik, serta padi sawah organik, mempunyai
kandungan Ca tersedia yang tergolong sedang (6,0- <1,0 me kg-1). Kandungan unsur Ca yang
tergolong rendah (<5,0 me kg-1) hanya ditemukan pada lahan manggis.

Gambar 4.4. Kadar P tersedia tanah

17
Gambar 4.5. Kadar K tersedia tanah

Gambar 4.6. Kadar Na tanah

4.8 Kandungan Mg tersedia Tanah

Lahan-lahan bawang merah, bawang putih, kedele, mangga, jeruk keprok, padi sawah

baik organik maupun non-organik ditemukan mempunyai kandungan Mg tersedia yang tergolong

tinggi (≥2,1 me kg-1) (Gambar 4.8). Kriteria kandungan Mg tergolong sedang (1,1- <2,1 me kg-

18
1
) ditemukan pada lahan-lahan salak, jeruk siam baik kurang subur maupun agak subur, sayuran

organik. Pada lahan-lahan manggis dan sayuran non-organik ditemukan kandungan Mg yang

tergolong rendah (≤0,9 me kg-1)

4.9 Reaksi (pH) Tanah

pH tanah yang tergolong netral (≥6,6) hanya ditemukan pada lahan-lahan sayuran baik

organic maupun non-organik dan padi sawah organik (Gambar 12). Lahan-lahan lainnya yang

diteliti (bawang merah, bawang putih, kedele, mangga, salak, jeruk siam maupun jeruk keprok

dan padi sawah non-organik) mempunyai ph tergolong agak masam (5,5-6,6). Hanya lahan

manggis yang diemukan mempunyai ph tanah yang tergolong masam (4,4-5,5) (Gambar 4.9).

Gambar 4.7. Kadar Ca tanah

19
Gambar 4.8. Kadar Mg tanah

Gambar 4.9. pH tanah

20
BAB V
PEMBAHASAN

Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa kandungan C-organik tertinggi (3,3%) sampai

saat ini hanya ditemukan pada lahan yang melakukan pertanian organik (sejak lima tahun

terkahir), seperti usahatani padi sawah organik di desa Wangaya Betan, kabupaten Tabanan dan

sayuran organik di desa Titigalar, Baturiti di kabupaten Tabanan (Gambar 4.1). Kondisi ini

menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik secara konsisten setiap tahun memang

meningkatkan kandungan C-organik dalam tanah.

Penurunan karbon organik tanah menyebabkan kesuburan tanah rendah dan kapasitas

tukar kation rendah, yang berakibat perlunya tambahan pupuk untuk mempertahankan hasil

ekonomis. Secara umum, peningkatan karbon organic tanah meningkatkan respon hasil tanaman

dan menjaga kualitas air, jadi berarti memperbaiki kualitas tanah. Suatu penelitian di Michigan

USA, menunjukkan peningkatan hasil tanaman secara potential sekitar 12% dengan setiap

peningkatan bahan organik 1% (Magdoff, 1998). Quiroga et al. (2006) menemukan bahwa hasil

tanaman berhubungan dengan tekstur tanah, dan pada tekstur yang sama, hasil tergantung pada

total kadar bahan organik tanah.

Pengaruh peningkatan kandungan organik dalam tanah terhadap kualitas air, adalah

signifikan, karena prosentase kandungan organic secara langsung berhubungan dengan kapasitas

memegang air dari tanah tersebut. Hudson (1994) melaporkan bahwa peningkatan kandungan

bahan organic 1% akan dapat menjamin bahwa tanah dapat memegang 160 m3 air yang

dibutuhkan tanaman dalam 1 ha dengan kedalaman 30 cm (1 foot depth). Tanah dengan bahan

organik yang tidak cukup tidak mungkin dapat memegang cukup air atau memberikan

lingkungan bagi kehidupan mikroba yang menguntungkan.

21
Bahan organik tanah terdiri atas semua organism hidup dalam tanah dan sisa-sisa

organisme hidup sebelumnya yang mengalami berbagai derajat dekomposisi. Bahan organik

tanah memainkan peranan penting dalam mempertahankan kualitas tanah karena pengaruh

positifnya terhadap berbagai sifat tanah seperti ketersediaan hara, pemegangan air dan

pelepasannya, juga pengurangan resiko pemadatan tanah, pengerasan permukaan dan erosi.

Tindakan pengolahan terus menerus, cenderung mengurangi bahan organik tanah kecuali

dilakukan tindakan managemen yang dapat mengembalikan kerusakan yg diakibatkannya.

Peningkatan bahan organic tanah akan menghasilkan situasi yang menguntungkan karena

secara positif mempengaruhi kesuburan dan kualitas tanah serta mempertahankan kondisi fisik,

kimia dan biologis yang dibutuhkan untuk praktek petanian berkelanjutan. Peningkatan

kandungan C-organik tanah perlu dilakukan pada lahan komoditas manggis dan jeruk keprok

mengingat kandungan c-organik masih <1% (Gambar 4.1).

Kandungan N total dalam tanah pada hampir semua lahan komoditas yang diteliti sudah

mencapai kriteria sedang (0,2-0,5%) (Gambar 4.2). Kondisi ini menunjukkan bahwa petani

kemungkinan sudah melakukan penambahan unsur N melalui pemupukan Ponska seperti pada

bawang merah, kedele, mangga, padi sawah dan sayuran non-organik. Seperti diketahui manfaat

dan fungsi unsur N adalah memacu pertumbuhan tanaman secara umum, terutama pada fase

vegetative. Berperan dalam pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim dan persenyawaan

lain. Unsur N mudah hilang dan sangat mobil dalam tanah sehingga tanah cepat mengalami

kekurangan N. Lahan-lahan salak, jeruk siam dan sayuran organik mempunyai kandungan P

tersedia tergolong tinggi (≥26,0 me kg-1) (Gambar 4.3) mungkin karena petani selalu secara

konsisten menambah bahan organik tanah melalui pupuk kandang dan khususnya pada lahan

salak pupuk organik yang diberikan adalah beberapa macam. Kandungan K tersedia tergolong

22
tinggi (ditemukan (≥26,0 me kg-1) pada sebagaian besar lahan komoditas yang diteliti (Gambar

4.4). Ini menunjukkan bahwa kemungkinan defisiensi K tidak akan terjadi pada lahan-lahan

komoditas tersebut.

Seperti kandungan unsur K tersedia sebagaian besar lahan komoditas yang diteliti juga

mempunyai kandungan unsur Na (Gambar 4.6), Mg (Gambar 4.7), dan pH yang agak masam

(5,5-<6,6) (Gambar 4.9). Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion unsur (H+) di dalam

tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah maka semakin masam tanah tersebut. Selain ion

H+ ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. Pada

tanah masam jumlah ion H+ > ion OH-.

Kandungan Ca yang tinggi hanya ditemukan pada lahan padi sawah non-organik (>11,0

me kg-1) (Gambar 4.7). Kemungkinan kandungan Ca yang tinggi tersebut disebabkan oleh

penggunaan pupuk SP36 yang banyak dan terus menerus. Pupuk kimia tersebut mengandung Ca

yang cukup banyak.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan unsure tanah terutama aspek unsur

hara makro (N,P,K,C-organik, Na, Ca dan Mg) berada dalam kategori sedang sampai tinggi pada

sebagian besar lahan-lahan komoditas pangan dan hortikultura yang diteliti (Padi sawah organik

maupun non-organik, kedele, bawang merah, bawang putih, sayuran organik maupun non-

organik, manggis, mangga, salak, jeruk siam dan jeruk keprok) di Provinsi Bali. Kategori rendah

hanya ditemukan pada beberapa jenis unsur pada beberapa lahan komoditas . Keadaan tersebut

menggambarkan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Kondisi yang baik

tersebut perlu dipertahankan untuk dapat menjamin kesuburan tanah secara berkelanjutan.

Kandungan beberapa unsur tanah seperti C-organik, N dan Mg yang masih tergolong rendah

(Gambar 4.1, 4.2 dan 4.8) pada lahan-lahan manggis dan sayuran non-organik perlu ditingkatkan

23
melalui pemupukan, mengingat peranan unsur-unsur tersebut sangat penting bagi pertumbuhan

dan hasil tanaman.

Pada penelitian ini kajian tentang hubungan antara kandungan unsur hara tanah dengan

produksi masing-masing komoditas belum dilakukan. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk

mengkaji hubungan tersebut. Di samping itu kandungan unsur hara mikro pada lahan-lahan

komoditas unggulan di Provinsi Bali juga perlu diteliti untuk memperoleh gambaran

selengkapnya tentang profil kandungan unsur hara tanah. Sebagai usahatani yang berkelanjutan,

perlu dipertahankan keberlanjutan kualitas tanah yang baik dan ramah lingkungan, perlu

ditingkatkan manfaat dari upaya yang dilakukan dan diterima petani secara social dan

menguntungkan secara ekonomis.

24
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut:

1. Kandungan unsur hara tanah di lahan komoditas yang diteliti (bawang merah, bawang

putih, kedele, manggis, mangga, salak, jeruk siam, jeruk keprok, sayuran organik dan non-

organik, padi sawah organik dan non-organik) sangat bervariasi.

2. Kandungan C-organik tanah yang cukup tinggi ditemukan pada lahan sayuran organik dan

padi sawah organik (3,3 %). Lahan jeruk keprok dan manggis mempunyai kandungan C-

organik tanah paling rendah (masing-masing 0,45 dan 0,8%).

3. Kandungan N total tanah yang ditemukan hanya tergolong sedang (0,2 - <0,5 %) pada

semua lahan yang diteliti. Kandungan P tersedia dalam tanah pada lahan-lahan salak, jeruk

siam dan sayuran non-organik tergolong tinggi (≥26,0 me kg-1) dan sebagian pada lahan

komoditas yang lain tergolong sedang (16,0 - <26,0 me kg-1) dan rendah (≤15,0 me kg-1).

Sebagaian besar lahan komoditas yang diteliti mempunyai kandungan K tersedia yang

tinggi ((≥0,6 me kg-1) , hanya lahan sayuran non-organik mempunyai kandungan sedang

(0,3 me kg-1).

4. Semua lahan komoditas yang diteliti mempunyai kandungan Na yang tergolong tinggi (≥

0,8 me kg-1) kecuali lahan sayuran organik dan non-organik yang mempunyai kandungan

Na tergolong sedang (0,4 - <0,8 me kg-1). Kandungan Ca yang tinggi (>11,0 me kg-1)

hanya ditemukan pada lahan padi sawah non-organik, sedangkan kandungan Ca pada lahan

komoditas lainnya tergolong sedang (6,0 - >11,0 me kg-1). Sebagian besar lahan

25
komoditas mempunyai kandungan Mg yang tinggi (≥2,1 me kg-1). Lahan komoditas

salak, jeruk siam dan sayuran organik mempunyai kandungan Mg tergolong sedang (1,1 -

<2,1 me kg-1), kandungan Mg yang rendah (≤0,99 me kg-1) hanya ditemukan pada lahan

manggis dan sayuran non-organik.

5. Lahan sayuran organik dan non-organik serta padi sawah organik mempunyai pH netral

(≥6,6), pH agak masam ( 5,5 - <6,6) ditemukan pada lahan komoditas lainnya.

6.2. Saran

1. Perlu dilakukan analisis kandungan unsur didalam jaringan tanaman untuk lebih

memastikan kekurangan (defisiensi) unsur bersangkutan sehingga tindakan yang tepat

dapat dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi komoditas tersebut.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkaji hubungan antara kandungan masing-

masing unsur tanah dan tanaman (hasil analisis jaringan) yang ditemukan dengan

hasil/produksi masing–masing komoditas .

3. Perlu diteliti analisis usahatani masing-masing komoditas untuk mengetahui manfaat dan

peningkatan keuntungan yang diterima petani setelah melakukan peningkatan kesuburan

tanah melalui peningkatan kandungan unsur tanah.

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2013. Fisiologi Pohon. Jumlah kebutuhan unsure hara. www.fisiologi pohon.com.
Januari 2013.

Anonymous. 2012. The Importance of Soil Organic Matter. www.agriculture.gov.ie, Down load
26 juni 2012.

Bappeda Provinsi Bali. 2012. Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi Bali.
Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Pertanian 25 Tahun Ke Depan Provinsi
Bali, tanggal 31 Mei-1 Juni 2012. Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan
Pertanian 25 Tahun Ke Depan Provinsi Bali, tanggal 31 Mei-1 Juni 2012.

Davidescu, F.P. 1980. Optimizing operation of chemical plants using model predictive control.
Graduate Schools Yearbook 2004. Elsivier.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bali. 2012. Revitalisasi Pembangunan Sub sector Tanaman
Pangan provinsi Bali. Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Pertanian 25
Tahun Ke Depan Provinsi Bali, tanggal 31 Mei-1 Juni 2012.

Duff B, Rasmussen PE, Smiley RW. 1995. Wheat/fallow systems in semi-arid regions of the
Pacific NW America. In: Barnett V, Payne R, Steiner R (eds) Agricultural sustainability:
economic, environmental and statistical considerations. Wiley, Chichester, UK, pp 87–
109.

Hudson B.D. 1994 Soil organic matter and available water capacity. J Soil Water Conserv.
49(2):189–194

Komatsuzaki , M. and H. Ohta, 2007. Soil Management Practices for Sustainable Agro-
ecosystems. Sustain Sci., 2007, 2: 103-120.

Magdoff F (1998) Building soils for better crops, 2nd edn. University of Nebraska Press,Lincoln,
Nebraska

Mitchell CC, Arriaga FJ, Entry JA, Novak JL, Goodman WR, Reeves DW, Rungen MW, Traxler
GJ (1996) The old rotation, 1896–1996: 100 years of sustainable cropping research.
Alabama Agricultural Experiment Station Bulletin, Auburn University, Alabama, pp 1–26.

Quiroga A, Funaro D, Noellemeyer E, Peinemann N (2006). Barley yield response to soil

Sisworo, W.H. 2006. Swasembada Pangan dan Pertanian Berkelanjutan Tantangan Abad Dua
Satu: Pendekatan Ilmu Tanah, Tanaman, dan Pemanfaatan Iptek Nuklir. Badan Tenaga
Nuklir Nasional. Jakarta.

Stevenson FJ (1972) Organic matter reactions involving herbicides in soil. J Environ Qual
1(4):333–343

27

Anda mungkin juga menyukai