Kesuburan Tanah
Fakulas Pertanian
Universitas Brawijaya
2014
i
Pengantar
Tanah merupakan bahan alami yang mempunyai beragam fungsi di dalam ekosistem,
mulai dari sebagai penyangga pertumbuhan tanaman, sebagai sarana untuk daur ulang
produk limbah, sebagai habitat organisme, sebagai pengendali air dan lingkungan,
sampai sebagai bahan konstruksi. Dari sisi produksi pertanian, tanah merupakan
sarana produksi yang sangat penting. Namun demikian, seiring dengan pesatnya
pertumbuhan penduduk, luasan lahan yang layak untuk produksi pangan semakin hari
semakin menyempit karena alih fungsi untuk berbagai kebutuhan manusia. Luasan
lahan yang semakin sempit tersebut diiringi dengan makin merosotnya kesuburan
tanah.
Oleh karena itu, upaya mempertahankan kesuburan tanah, untuk mempertahankan
dan bahkan meningkatkan produksi pangan agar bisa memenuhi kebutuhan pangan
penduduk yang semakin bertambah, harus tetap terus dilakukan. Agar upaya
mempertahankan kesuburan tanah berada pada jalan yang tepat dan benar,
diperlukan pemahaman tentang dasar kesuburan tanah dan pengelolaan kesuburan
tanah.
Buku ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk mahasiswa (program
sarjana dan program pascasarjana) dan masyarakat umum pemerhati pertanian dan
bidang lainnya yang terkait dengan produksi pangan dan pengelolaan lingkungan.
ii
Isi
Pengantar ...................................................................................................... i
1 Pendahuluan ......................................................................................... 1
1.1. Konsep Dasar .................................................................................................1
1.2. Kesuburan Tanah dan Produktivitas Tanah ..................................................2
2 Unsur Hara ............................................................................................. 4
2.1. Unsur Hara Esensial .......................................................................................4
2.2. Bentuk Unsur Esensial yang Tersedia untuk Tanaman .................................6
2.3. Unsur Hara dan Koloid Tanah........................................................................7
2.4. Unsur Hara dan Larutan Tanah .................................................................. 11
2.5. Penyerapan Unsur Hara oleh Tanaman ..................................................... 12
2.6. Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Unsur Hara ................................ 13
2.6. Sinkronisasi ................................................................................................. 15
3 Karbon ................................................................................................ 17
3.1. Siklus Karbon .............................................................................................. 17
3.2. Sumber Karbon dalam Tanah ..................................................................... 18
3.3. Bentuk Karbon Organik dalam Tanah ........................................................ 18
3.5. Dekomposisi Bahan Organik dalam Tanah ................................................. 19
4 Nitrogen .............................................................................................. 22
4.1. Nitrogen dan Pertumbuhan Tanaman ....................................................... 22
4.2. Bentuk Nitrogen ......................................................................................... 23
4.3. Sumber Nitrogen ......................................................................................... 25
4.4. Imobilisasi dan Mineralisasi Nitrogen Tanah ................................................ 25
4.5. Denitrifikasi ................................................................................................ 28
4.6. Fiksasi Nitrogen ........................................................................................... 28
4.7. Kehilangan Nitrogen ................................................................................... 30
5 Fosfor .................................................................................................. 31
5.1. Fosfor dalam Tanaman ................................................................................ 31
5.3. Sumber Pupuk Fosfor ................................................................................. 33
5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Fosfor ........................... 33
5.5. Ketersediaan Fosfor dalam Tanah .............................................................. 34
5.6. Fiksasi Fosfor dalam Tanah ........................................................................ 35
5.7. Fosfor dan Lingkungan ............................................................................... 36
6 Kalium ................................................................................................. 37
6.1. Kalium dalam Tanaman .............................................................................. 37
6.2. Kalium dalam Tanah ................................................................................... 37
6.3. Sumber Kalium ........................................................................................... 38
7 Unsur Hara Sekunder ........................................................................... 40
7.1. Kalsium dalam Tanaman ............................................................................ 40
7.2. Magnesium dalam Tanaman ..................................................................... 40
7.3. Sulfur dalam Tanaman ............................................................................... 41
7.5. Sumber Pupuk Kalsium, Magnesium, Sulfur .............................................. 43
iii
1P endahuluan
Tanah adalah media untuk pertumbuhan tanaman dan memasok unsur hara untuk
tanaman. Pada umumnya tanah memasok 13 dari 16 unsur hara esensial yang
diperlukan untuk partumbuhan tanaman, terutama tanaman pangan. Unsur hara
esnsial tersebut harus terus-menerus tersedia dalam takaran yang berimbang/ Tetapi
hal ini tidak selalu terjadi pada semua jenis tanah. Beberapa tanah tertentu yang tidak
dapat memenuhi tujuan tersebut disebut sebagai tidak tidak subur.Sebaliknya, ada
beberapa tanah yang dapat memenuhi tujuan tersebut dan tanah tersebut disebut
tanah subur. Oleh karena itu, kesuburan tanah adalah aspaek hubungan tanah-
tanaman, yaitu pertumbuhan tanaman dalam hubungannya dengan unsur hara yang
tersedia dalam tanah.
Tanaman bergantung pada tanah tidak hanya tempat untuk bertumpu tetapi unsur
hara yang diperlukan untuk proses-proses fisiologi dan pembentukan struktur
tanaman. Semua unsur hara yang telah diketahui sebagai unsur hara esensial untuk
pertumbuhan tanaman dan produksi diperoleh dari tanah, kecuali karbon yang
diperoleh dari udara melalui stomata. Hidrogen dan oksigen diperoleh dari air melalui
akar tanaman. Unsur hara lainya, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, sulfur dan unsur
hara mikro diperoleh langsung dari tanah. Oleh karena itu tanaman tergantung pada
tanah untuk memperoleh unsur hara.
Semua unsur hara tanaman berada dalam tanah. Namun demikian keberadaan unsur
hara di dalam tanah tidak selalu dapat diartikan bahwa tanah tersebut subur. Tanaman
menyerap unsur hara dalam bentuk ion yang terlarut dalam larutan tanah. Selain itu,
untuk mencapai pertumbuhan tanaman yang optimum unsur hara harus tersedia
dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu, tanah harus dapat memasok unsur hara
dalam jumlah cukup, dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman selama siklus
hidupnya.
Jadi, secara sederhana kesuburan tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah
untuk menyediakan unsur hara dalam jumlah cukup dalam bentuk yang tersedia.
Bentuk unsur hara tersedia adalah dalam bentuk ion yang dapat diserap oleh tanaman
yang tumbuh. Namun demikian, karena kandungan unsur hara dan respon tanaman
merupakan interaksi dari komponen kimia tanah serta kondisi tanah yang
mempengaruhi ketersediaan dan serapan unsur hara, maka sifat fisika, kimia dan
biologi tanah semuanya mempunyai peranan terhadap kesuburan tanah. Atas dasar
pandangan tersebut maka kajian kesuburan tanah meliputi pengamatan bentuk unsur
hara tanaman di dalam tanah, bagaimana unsur-unsur tersebut menjadi tersedia untuk
tanaman, dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan unsur hara oleh tanaman.
Hasil kajian tersebut dapat digunakan sebagai landasan pengelolaan kesuburan tanah
untuk memperbaiki pertumbuhan dan produksi tanaman. Kesuburan tanah bersifat site
specific dan crop specific, artinya tanah yang subur untuk suatu jenis tanaman belum
tentu subur untuk jenis tanaman lainnya. Konsep yang lebih luas berkaitan dengan
kemampuan tanah untuk menyangga pertumbuhan tanaman secara berkelanjutan
adalah produktivitas tanah, yaitu kemampuan tanah untuk mempertahankan
kesuburan tanah dalam jangka panjang.
2
Kesuburan tanah merupakan kunci dari sistem pertanian yang berkelanjutan, yaitu suatu
praktek pertanian yang melibatkan pengelolaan sumberdaya alam untuk pertanian
untuk memenuhi kebutuhan manusia bersamaan dengan upaya mempertahankan
atau meningkatkan kualitas lingkungan dan konservasi sumberdaya alam.
Secara umum, terdapat lima prinsip dasar pengelolaan kesuburan tanah dalam kaitannya
dengan sistem pertanian berkelanjutan, yaitu
1. unsur hara tanah yang terangkut oleh tanaman harus diganti / ditambahkan,
2. kondisi fisik tanah harus dipertahankan, yang dalam hal ini berarti bahwa kandungan
humus (bahan organik tanah) harus tetap atau meningkat,
3. harus tidak ada pertumbuhan gulma, hama dan penyakit,
4. harus tidak ada peningkatan kemasamam tanah atau konsentrasi unsur beracun, dan
5. erosi tanah harus dikendalikan agar sama atau lebih kecil dari kecepatan
pembentukan tanah.
Kesuburan tanah dan produktivitas tanah sekilas nampak serupa, tetapi di dalam
lingkup ilmu tanah dua istilah di atas mempunyai arti yang berbeda. Tanah subur
adalah tanah yang menghasilkan tanaman pada kondisi lingkungan yang cocok. Oleh
karena itu, kesuburan tanah dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah untuk
menyediakan unsur hara esensial dalam bentuk tersedia dan dalam kesimbangan yang
sesuai.
Produktivitas tanah pada dasarnya adalah konsep ekonom dan kemampuan tanah
untuk menghasilkan tanaman tertentu, atau tanaman dalam sistem manajemen
masukan (input) dan kondisi lingkungan tertentu, misalnya kondisi iklim. Produktivitas
tanah tidak hanya sifat tanah saja, tetapi merupakan fungsi dari berbgai factor.
Produktivitas tanah diukur dalam hal keluaran (output) hasil panen dalam
hubungannya dengan factor-faktor produksi untuk suatu jenis tanah tertentu pada
sistem nanajemen tertentu.
Suatu tanah bisa saja dinyatakan subur, yakni tanah yang mempunyai unsur hara
dalam bentuk tersedia tetapi belum tentuk tanah tersebut produktif. Tanah tergenang
bisa saja merupakan tanah yang subur tetapi mungkin tidak dapat menghasilkan
tanaman karena kondisi fisik yang tidak mendukung. Tanah-tanah berpasir bisa
dinyatakan tidak subur, tetapi dengan penggunaan pupuk dan pasokan air tanah pasir
tersebut menjadi produktif. Sampai saat ini belum ada standar untuk kesuburan tanah
maupun produktivitas tanah karena keduanya tergantung pada tanaman yang
ditumbuhkan. Tanah yang produktif untuk kentang bisa saja tidak produktif untuk
tanaman pangan lainnya.
Sebagai gambaran umum, perbedaan kesuburan tanah dengan produktivitas tanah
disajikan pada Tabel 1.
3
2U nsur Hara
Tanaman memerlukan paling sedikit 16 unsur kimia untuk pertumbuhan normal dalam
menuntaskan siklus hidupnya. Unsur kimia yang diperlukan tanaman untuk tumbuh
dan hidup disebut unsur hara esensial. Suatu unsur hara dianggap esensial jika,
(a) defisiensi unsur hara tersebut menyebabkan tanaman tidak mungkin dapat
menyelesaikan stadium vegetatif dan reproduktifnya,
(b) defisiensi bersifat spesifik pada unsur yang dimaksudkan, dan hanya dapat
diperbaiki dengan menambahkan unsur tersebut, dan
(c) unsur tersebut terlibat langsung dalamunsur hara tanaman, berperan dalam
metabolisme atau diperlukan untuk aktivitas enzim.
Unsur yang diperlukan dalam jumlah besar yaitu, karbon, hidrogen dan oksigen, adalah
unsur non mineral yang dipasok dari udara dan air. Tiga belas unsur lainnya diserap
tanaman hanya dalam bentuk mineral dari tanah atau harus ditambahkan dalam
bentuk pupuk.
Berdasarkan jumlah yang diperlukan tanaman (bukan jumlahnya dalam tanah), unsur
hara esensial dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu unsur hara makro
dan unsur hara mikro.
Unsur hara makro adalah unsur hara esensial yang diperlukan tanaman dalam jumlah
besar; yaitu karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K),
kalsium (Ca), sulfur (S) dan magnesium (Mg). C, H dan O diperoleh dari udara,
sedangkan N, P, K, Ca, Mg dan S diperoleh dari tanah. N, P dan K merupakan unsur
hara makro yang paling banyak dibutuhkan tanaman, oleh karena itu tiga unsur ini
disebut juga unsur primer. Ca, Mg, dan S, diperlukan tanaman dalam jumlah yang
lebih sedikit dibanding unsur primer, maka disebut unsur sekunder. Kalsium dan
magnesium biasanya dipasok melalui bahan kapur, sedangkan sulfur melalui pupuk.
Unsur hara mikro terdiri atas tujuh unsur esensial, besi (Fe), boron (B), tembaga (Cu),
klorin (Cl), mangan (Mn), molibdenum (Mo) dan seng (Zn). Walaupun jumlah unsur
hara mikro dalam tanah maupun dalam tanaman sangat kecil, tetapi perannya sama
penting dengan unsur hara makro. Defisiensi satu atau lebih unsur hara mikro dapat
menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tanaman dan penurunan kualitas dan hasil
tanaman. Namun demikian, jika unsur mikro berada dalam konsentrasi yang tinggi dapat
menyebabkan terjadinya keracunan pada tanaman.
Ringkasan peran penting beberapa unsur hara esensial dalam tanaman disajikan dalam
Tabel 2, sedangkan kisaran konsentrasi unsur di dalam jaringan tanaman disajikan
dalam Tabel 3.
5
Selain unsur hara esiensial, terdapat unsur lain yang dijumpai di dalam tanaman
mempunyai fungsi penting walaupun tidak termasuk unsur hara esensial. Unsur-unsur
tersebut adalah Cobalt (Co), Vanadium (V), Natrium (Na), dan Silikon (Si). Co
diperlukan oleh bakteri Rhizobium. Co juga merupakan salah satu unsur penyusun
6
vitamin B12 dalam tubuh ternak, oleh karena itu keberadaan Co pada rumput dan
pakan ternak sangat penting. Unsur V diperlukan bakteri Rhizobium dalam proses
fiksasi nitrogen. Selain itu, unsur V dapat menggantikan Mo untukunsur hara
Azotobacter. Na diserap oleh tanaman dalam bentuk kation Na+, dan diketahui bahwa
dalam kondisi tertentu Na dapat menggantikan kebutuhan K. Penambahan Si dapat
meningkatkan produksi tanaman, terutama tanaman tebu pada Oxiol dan Ultisol,
karena dapat menurunkan fiksasi P dan meningkatkan penyediaan P. Pemberian Si
biasanya dalam bentuk sodium silikat atau kalsium silikat.
Tanaman menyerap unsur esensial melalui sistem perakaran atau melalui daun dalam
berbagai bentuk. Sebenarnya tanah mengandung hampir semua unsur dalam jumlah
cukup besar, tetapi hanya sejumlah kecil dari unsur-unsur tersebut yang tersedia bagi
tanaman. Sebagai contoh, kandungan total unsur besi dalam tanah dapat melebihi
50.000 ppm, tetapi hanya kurang dari 5 ppm yang berada dalam bentuk tersedia untuk
diserap tanaman.
Unsur hara esensial dapat berada dalam satu atau lebih bentuk fisik, padat, cair atau
gas. Uraian berikut ini hanya mengemukakan unsur hara dalam tanah yang berada
dalam bentuk padat dan cair, walaupun unsur non-mineral maupun nitrogen dan
sulfur juga dapat berada dalam bentuk gas pada kondisi tertentu. Bentuk kimia suatu
unsur sangat mempengaruhi bagaimana unsur tersebut bereaksi dengan unsur dan
senyawa lainnya yang berada dalam tanah. Masing-masing unsur hara dalam tanah
dapat berada dalam berbagai bentuk ion (Tabel 4). Ion adalah unsur kimia atau
sekelompok unsur kimia yang berada dalam bentuk partikel bermuatan listrik (charged
particles). Kation adalah ion dengan muatan positif, sedangkan anion adalah ion yang
bermuatan negatif.
Natrium klorida atau garam dapur merupakan bentuk padatan ber ion yang cepat larut
dalam air yang kemudian melepaskan kation natrium dan anion klorida. Padatan ber
ion umumnya dijumpai dalam tanah termasuk liat silikat, hidroksida besi dan
aluminium, dan beberapa senyawa yang mengandung fosfor dan unsur esensial
lainnya. Padatan ber ion ini agak kurang larut sehingga tidak segera bisa melepaskan
ion-ion nya jika dicampur dengan air. Karena strukturnya yang unik, liat silikat dalam
tanah merupakan padatan dengan muatan negatif. Bahan organik mengandung
sejumlah besar karbon yang mempengaruhi sifat kimia dan struktur tanah. Tetapi
secara mendasar, bahan organik memiliki muatan negatif yang besar. Di dalam tanah,
bahan organik juga bereaksi kuat dengan molekul organik yang lebih kecil, seperti
pestisida dan eksudat akar.
Nitrogen tanah dapat berada dalam bentuk organik dan anorganik, dalam larutan dan
dalam bentuk gas, dan sebagai kation dan anion. Akar tanaman hanya menyerap
bentuk anorganik. Bentuk umum nitrogen yang dikandung dalam pupuk buatan dan
pupuk kandang meliputi amoniak, urea, amonium dan nitrat. Amoniak (NH 3 ) yang
berbentuk gas, bereaksi cepat dengan air tanah untuk membentuk kation amonium
yang bermuatan positif (NH 4 +). Urea -CO(NH 2 ) 2 cepat dikonversi dari bentuk padat
atau cair oleh enzim urease menjadi amoniak. Jika urea diberikan di permukaan tanah,
dapat terjadi kehilangan N dalam bentuk gas amoniak, terutama pada kondisi kering
pada tanah dengan pH tinggi. Jika dibenamkan atau dialirkan ke dalam tanah, urea
diubah menjadi amonium yang bermuatan positif yang kemudian di tahan oleh
muatan negatif tanah. Hal ini mencegah pencucian amonium, kecuali pada tanah
dengan kapasitas tukar kation (KTK) rendah.
Koloid mineral tanah yang utama terdiri atas liat alumino-silikat, dan oksida
dan hidroksida Al dan Fe. Mineral ini memberi muatan positif dan negatif pada
tanah. Namun demikian, karena muatan negatif biasanya lebih banyak
dibanding muatan positif maka koloid mineral lebih berkontribusi pada
muatan negatif koloid tanah.
Liat mempunyai dua sumber muatan. Sumber muatan yang pertama adalah
substitusi isomorf, yakni substitusi dalam lembar kristalin satu atom oleh atom
lain berukuran sama dengan valensi lebih rendah. Dalam hal ini lembar silikon
tetrahedra, Si4+ (diameter 0,041 nm) digantikan oleh Al3+ (diameter 0,051 nm)
atau Fe3+ (diameter 0,064 nm). Pada tiap tetrahedra dimana peristiwa ini
terjadi, tetrahedra akan mempunyai muatan 1. Jenis substitusi yang sama
juga dapat terjadi pada lembar oktahedra aluminium dimana Mg2+ (radius
8
0,066 nm), Fe2+ (diameter 0,070nm) dan Zn3+ (diameter 0,074 nm) dapat
mengganti Al3+ dengan keseluruhan muatan juga 1. Muatan tersebut adalah
muatan permanen (permanent charge) dan tidak dipengaruhi oleh pH tanah.
Jumlah dan macam mineral liat menentukan jumlah muatan negatif yang di
kontribusikan oleh fraksi ukuran liat (Tabel 5).
Sumber muatan kedua pada liat adalah patahan kisi (broken edges), yang
sebenarnya merupakan kisi lembar alumina dan silika dimana atom H+ sebagai
bagian dari ion hidroksil yang diikat kuat oleh atom O pada kondisi masam.
Disini muatan patahan kisi tersebut adalah netral. Tetapi, jika pH tanah > 6
atom H+ diikat agak lemah dan dapat dipertukarkan dengan kation Ca2+ dan
Mg2+. Muatan tersebut tergantung pH (pH-dependent charge) (Gambar 1).
Sebagian besar muatan pada liat tipe 2:1 adalah substitusi isomorf (permanent
charge), sedangkan pada liat tipe 1:1 adalah disebabkan oleh patahan kisi (pH-
dependent charge).
Koloid organik di dalam tanah dikenal sebagai humus yang tersusun dari sisa
tanaman dan hewan yang telah terdekomposisi. Tidak seperti liat, struktur
humus tanah masih belum terungkap jelas (Gambar 2).
9
Walaupun jumlah koloid organik lebih kecil dibanding koloid mineral, muatan
koloid organik lebih besar dibandingkan koloid mineral, dan dapat
berkontribusi 30-90% total muatan di permukaan kisi tanah. Karena memiliki
struktur terbuka dan kompleks, kemampuan humus untuk menarik air dari
atmosfer tanah di sekitarnya mendekati 80-90% beratnya, jika dibandingkan
dengan 15-20% untuk liat tanah. Namun demikian, humus tidak segera
memfiksasi kation yang dapat dipertukarkan, seperti halnya yang dilakukan
liat, tetapi mempertahankan ion-ion tersebut dalam bentuk yang mudah
dipertukarkan. Mineralisasi humus tanah melepaskan sejumlah nitrogen,
fosfor dan sulfur dari bentuk organik, dan dapat mempengaruhi ketersediaan
unsur mikro.
10
Jumlah dan tipe muatan pada koloid tanah menentukan kemampuan tanah
untuk menahan unsur hara melawan gaya pergerakan air dalam profil tanah.
Hal ini mempengaruhi kapasitas tanah untuk memasok unsur hara dari waktu
ke waktu. Kapasitas tanah untuk menahan kation-kation NH 4 , K, Ca, Mg, Zn
dan kation-kation lain meningkat dengan meningkatnya muatan negatif. Tanah
berperan seperti magnet, yang menarik dan menahan ion bermuatan
berlawanan, dan memegangnya untuk melawan pergerakan air ke bawah
profil tanah (Gambar 4).
Unsur hara yang ditahan / dipegang oleh tanah disebut kation dapat ditukar
(exchangeable cations) dan hanya dapat diganti atau ditukar oleh kation lain
yang mengambil alih posisinya. Kemampuan bahan bermuatan negatif untuk
mengikat kation disebut kapasitas tukar kation (KTK) tanah. Tanah dengan KTK
tinggi tidak hanya kuat menahan banyak unsur hara, tetapi juga berperan
menjadi penyangga (buffer), atau menghindari perubahan cepat konsentrasi
unsur hara dalam larutan tanah dengan menggantinya saat larutan tanah
berkurang. Umumnya, kesuburan tanah bawaan dan produktivitas tanah
jangka panjang sangat dipengaruhi oleh KTK nya. Nilai KTK suatu tanah
dinyatakan dengan satuan miliekuivalen per 100 gram tanah (meq/100g
tanah), atau dapat juga dinyatakan dalam sentimol (centimole) (satu centimole
= 0,01 M) muatan positif atau negatif per kg tanah (yakni cml(+)/kg tanah atau
cmol(-)/kg tanah).
KTK mempengaruhi cara pengelolaan tanah untuk perbaikan produksi
tanaman dan untuk perlindungan lingkungan. Tanah dengan KTK rendah
(kurang dari 5 meq/100g) umumnya mempunyai kandungan liat dan bahan
organik yang rendah, kapasitas menahan air yang rendah, memperlukan lebih
sering panambahan kapur dan pupuk, dan peka terhadap pencucian NO 3 , NH 4 ,
K dan mungkin Mg. Tanah semacam ini mempunyai protensi produksi yang
rendah dibandingkan dengan tanah dengan KTK lebih tinggi pada tingkat
pengelolaan yang sama. Tanah-tanah dengan KTK rendah biasanya lebih
mudah diolah dibandingkan tanah dengan KTK tinggi karena cepat mengering,
dan unsur hara yang ditambahkan sangat tersedia untuk serapan tanaman.
Tanah dengan KTK lebih tinggi dari 20 umumnya mempunyai kandungan liat
yang tinggi, kandungan bahan organik sedang sampai tinggi, kapasitas
11
menahan air tinggi, kurang sering diperlukan pupuk dan kapur (kecuali N), dan
potensi pencucian kation rendah. Namun demikian tanah tersebut sulit diolah
untuk mempertahankan aerasi yang baik. Selain itu, tanah-tanah dengan KTK
tinggi umumnya peka pada fiksasi K.
Meskipun jumlah muatan positif jarang sebesar muatan negatif, kisi patahan
kaolinit dan mineral besi dan aluminium dalam tanah dapat menghasilkan kisi
muatan positif saat pH tanah menurun di bawah 5,5. Muatan positif ini dapat
signifikan dalam retensi anion sulfat dan fosfat, terutama dalam lapisan liat
tanah bagian bawah dimana pH umumnya tidak terpengaruh oleh
pengapuran. Kemampuan bahan bermuatan positif di dalam tanah untuk
mengikat ion negatif (misalnya H 2 PO 4 -) disebut kapasitas tukar anion (KTA)
tanah. KTA terutama penting pada lapisan bawah tanah-tanah yang telah
melapuk lanjut.
Unsur hara dijerap tanah atau tetap larut dalam larutan tanah, yaitu air yang mengitari
partikel tanah. Di dalam larutan tanah, unsur hara berada dalam bentuk ion sempurna
dan siap untuk diserap oleh sistem perakaran tanaman. Tetapi larutan tanah hanya
dapat memasok unsur hara beberapa hari sebelum larutan tanah hilang. Akar tanaman
berada dalam kontak langsung hanya dengan sebagian kecil volume tanah yang
tersedia. Diketahui bahwa serapan unsur hara melalui kontak langsung dengan larutan
tanah hanya kurang dari 3% serapan total. Oleh karena itu, unsur hara dalam larutan
tanah yang dalam kontak langsung dengan sistem akar harus secara konstan diganti
dari sejumlah cadangan yang dipegang oleh koloid tanah melalui proses keseimbangan
dan pengangkutan.
Larutan tanah menahan sebagian besar unsur hara, terutama kation, dalam keadaan
seimbang dengan jumlah kation yang ditahan oleh padatan tanah. Tanah menyerap
kation dan anion dari larutan tanah, dan melepaskan sejumlah kecil ion seperti H+, OH-,
and HCO 3 -. Reaksi ini menyebabkan ion dalam larutan tanah tidak lagi seimbang
dengan ion pada padatan tanah. Sebagai contoh, penyerapan tanaman terhadap
kation seperti K+ dari larutan tanah menyebabkan ketidak seimbangan K+ dalam
larutan tanah dengan yang ada dalam padatan tanah. Maka, ion K+ dilepaskan dari
permukaan tanah, atau dilarutkan dari mineral tanah untuk memulihkan kesimbangan.
Proses keseimbangan ini sering disebut penyanggaan (buffering), yang prosesnya
tergantung pada sifat dan ciri tanah. Tanah dengan jumlah liat yang rendah lebih cepat
terkuras cadangan ion nya, sehingga mempunyai kapasitas penyangaan yang rendah
dibandingkan dengan tanah yang mengandung liat tinggi. Mineral liat tertentu
mempunyai kapasitas penyanggaan yang lebih tinggi dibandingkan lainnya.
Larutan tanah dapat dipengaruhi oleh faktor lain selain serapan tanaman dan reaksi
pertukaran. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan perubahan konsentrasi larutan
termasuk reaksi yang melibatkan udara tanah, organisme tanah, bahan organik tanah,
curah hujan dan evapotranspirasi, pelarutan dan pengendapan mineral, dan
penambahan unsur hara dalam bentuk pupuk buatan dan pupuk kandang (Gambar 5).
12
Tanaman mengambil unsur hara esensial dapat melalui akar (terutama rambut akar), atau
daun dan bagian tanaman lainnya, terutama melalui stomata daun. Rambut akar
memperoleh unsur hara dari larutan tanah, diserap dalam bentuk air; tetapi sebagian
besar ion unsur hara diserap melalui proses yang melibatkan pertukaran ion dari
permukaan akar atau rambut akar. Penyerapan unsur hara memerlukan energi.
Terbatasnya penyediaan oksigen pada akar akan mengurangi penyediaan energi untuk
metabolisme sehingga dapat mengurangi kecepatan penyerapan unsur hara. Proses
penyerapan unsur hara oleh tanaman terjadi melalui intesepsi akar, aliran masa dan
difusi.
Intersepsi akar, adalah proses dimana ion-ion unsur hara di serap oleh akar pada saat
akar tumbuh berkembang di dalam tanah. Intersepsi unsur hara oleh akar terutama
terjadi pada unsur Ca dan Mg, meskipun kedua unsur ini juga bergerak ke akar
tanaman melalui proses aliran masa.
Pada proses aliran massa, unsur hara dibawa oleh air tanah yang bergerak mendekati
akar; terjadi karena proses penggantian air dalam tanaman akibat transpirasi. Karena air
tanah mengandung unsur hara, maka dalam proses penggantian air ini akan terjadi
masukan unsur hara. Jadi jumlah unsur hara yang diambil melalui aliran masa ini
berkaitan erat dengan jumlah air yang diambil oleh tanaman.
Pada proses difusi ion bergerak sendiri melalui larutan tanah pada posisi dimana ion
tersebut dapat diserap oleh akar tanaman terjadi karena pengambilan ion unsur hara
oleh akar lebih cepat daripada ion unsur hara yang menggantikannya, sehingga terjadi
perbedaan konsentrasi yang menyebabkan ion bergerak dari suatu area dengan
konsentrasi tinggi yang jauh dari dari akar ke area dengan konsentrasi rendah yang dekat
dengan akar. Pergerakan unsur hara melalui difusi ditentukan oleh kecepatan difusi unsur
hara itu sendiri. Fosfat bergerak relatif lambat, dan hanya akan dapat diambil oleh akar
tanaman jika berada sangat dekat dengan akar tanaman atau rambut akar.
Perkembangan sistem perakaran kurang begitu penting untuk unsur hara yang kecepatan
difusinya tinggi (bergerak lebih mudah meskipun dalam kondisi sistem perakaran yang
terbatas). Kalium mempunyai kecepatan difusi diantara fosfat dan nitrat; perkembangan
akar hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap penyerapan nitrat, pengaruh
sedang terhadap kalium dan pengaruh yang besar terhadap fosfat. Aliran masa penting di
dalam pergerakan Ca dan S terhadap permukaan akar, sedangkan difusi penting untuk P.
13
Aliran masa maupun difusi semuanya penting untuk K, Mg dan N. Walaupun difusi
merupakan proses yang lebih lambat dibandingkan aliran massa, tetapi merupakan
berperan penting dalam pengurasan larutan tanah, terutama untuk unsur hara yang
bereaksi kuat dengan koloid tanah.
Secara ringkas, pergerakan unsur hara ke akar tanaman adalah sebagai berikut
Intersepsi Akar Ca, Mg : 100%
Aliran Massa N, Ca, Mg, S, Cl, Mo, Cu, B : 100%
Fe, Mn, Zn : 30-50%
Difusi P dan K bergantung pada difusi, beberapa unsur mikro juga bergerak
melalui difusi
2.5.1. Iklim
Sebagian besar ion unsur hara berasal dari larutan tanah, sehingga sebaran unsur
hara di dalam profil tanah dipengaruhi oleh pergerakan air. Kandungan air tanah
mempengaruhi absorbsi air tanaman dan kecepatan pergerakan ion unsur hara
melalui aliran masa. Pada saat air bergerak ke permukaan tanah, air membawa
unsur hara yang kemudian tertinggal pada permukaan tanah bila air menguap.
Pada saat turun hujan, air bergerak ke lapisan tanah yang lebih dalam dengan
membawa unsur hara yang berada di tanah lapisan atas. Anion nitrat yang sangat
mobil jika berada di lapisan atas pada akhir musim kering akan segera dibawa ke
lapisan bawah jika terjadi hujan. Sulfat umumnya dijumpai dalam jumlah besar
pada lapisan bawah, dimana kapasitas pertukaran kationnya mungkin lebih besar
di lapisan bawah dibanding di lapisan atas. Jika kandungan air tanah dalam
keadaan kapasitas lapang, maka tambahan air akan bergerak melalui profil
dengan membawa ion unsur hara sehingga hilang melalui pencucian. Kation yang
paling mudah hilang karena pencucian adalah kalsium dan magnesium.
2.5.2. pH tanah
Sebagian besar unsur hara tersedia bagi tanaman dalam kisaran pH tanah 5.5-7.5.
Semua unsur hara mikro, kecuali molibdenum, lebih tersedia pada tanah masam
dibanding pada tanah alkalin. Pada tanah masam dengan pH di bawah 5.5,
aluminium bebas biasanya dijumpai dan hal ini dapat menghambat ketersediaan
fosfat karena terjadi pembentukan fosfat aluminum yang tidak larut. Tanaman
yang tumbuh pada tanah alkalin biasanya memerlukan penyediaan kalsium yang
tinggi, sedangkan tanaman yang tumbuh di tanah masam, misalnya tanaman teh,
memerlukan penyediaan aluminium yang tinggi.
Jika lebih dari satu unsur hara diberikan ke tanaman, mungkin akan terjadi
interaksi. Istilah 'penyediaan unsur hara berimbang' berarti penyediaan unsur
hara agar tanaman dapat menyerap dalam jumlah yang sesuai dengan
kebutuhannya, tanpa ada suatu unsur hara yang menjadi pembatas. Berbagai
hipotesis telah dikemukakan dalam kaitannya dengan penyediaan unsur hara dan
pertumbuhan serta produksi tanaman. Salah satu hipotesis yang paling lama
dikemukakan oleh pakar kimia tanah dari Jerman Justus Von Leibig (1803-1873)
yang menyatakannya dalam 'hukum minimum' (Gambar 6). Ia berpendapat
bahwa pertumbuhan tanaman dibatasi oleh satu faktor yang berada dalam
jumlah minimum, dan perumbuhan tanaman dapat meningkat jika faktor yang
minimum tadi diubah/di tingkatkan.
tanaman, tetapi pada suatu titik tertentu penambahan pupuk berikutnya tidak
dapat meningkatkan produksi tanaman (Gambar 7).
Hukum tersebut menyatakan bahwa jika dua faktor sama-sama rendah,
peningkatan salah satu faktor saja tidak akan memberikan hasil tanpa disertai
dengan peningkatan faktor lainnya. Sebaliknya peningkatan kedua faktor akan
meningkatkan pertumbuhan dan produksi. Jika peningkatan produksi yang
disebabkan oleh peningkatan kedua faktor tersebut jauh lebih besar
dibandingkan dengan peningkatan produksi akibat peningkatan satu faktor saja,
maka telah jadi interaksi antara kedua faktor tersebut, dan interaksi kedua faktor
tersebut memberikan pengaruh yang positif. Sebaliknya jika peningkatan
produksi akibat peningkatan kedua faktor tersebut sama dengan peningkatan
produksi akibat penambahan satu faktor, maka tidak terjadi interaksi.
2.6. Sinkronisasi
Sinkroni adalah matching menurut waktu, ketersediaan unsur hara dan kehutuhan
tanaman akan unsur hara. Apabila penyediaan unsur hara tidak match, maka akan
terjadi defisiensi unsur hara atau kelebihan unsur hara, meskipun jumlah total
penyediaan sama dengan jumlah total kebutuhan (Gambar 8).
16
3K arbon
Sebagian besar kabon di bumi ini dalam bentuk terikat (terutama dalam bentuk
karbonat), baik dalam batuan induk maupun karbon fosil. Pada tanah mineral, bahan
organik tanah merupakan cadangan karbon global yang jumlahnya bisa mencapai 2
kali di atmosfer. Oleh karena itu segala perubahan pada pool bahan organik tanah
akan sangat mempengaruhi kadar CO 2 global. Peningkatan konsentrasi CO 2 di atmosfer
terutama disebabkan oleh pembakaran bahan bakar dari fosil dan pembakaran hutan.
Selain itu, CO 2 juga terus menerus dihasilkan oleh organisme heretotrof di biosfer. Di
lain pihak, CO 2 difiksasi oleh organisme autotrof, terutama melalui proses fotosintesis.
Walaupun cadangan karbon global total sangat besar (lebih dari 1016 ton), hanya
sebagian kecil yang terlibat aktif dalam siklus karbon.
Mikroorganisme tanah menggunakan komponen sisa organik sebagai subsrat untuk
energi dan sumber karbon dalam sintesis sel baru. Energi yang diberikan ke sel
mikroba melalui oksidasi senyawa organik. Hasil akhir berupa CO 2 yang dilepas
kembali ke atmosfer. Secara keseluruhan, dekomposisi (disebut juga respirasi mikroba
atau mineralisasi) merupakan salah satu bagian dari siklus karbon (Gambar 9). Dari
pool CO 2 atmosfer tanaman dan organisme autotrof lainnya (yakni bakteri fotosintesis
dan khemoautotrof) memfiksasi karbon menjadi bentuk organik. Fiksasi karbon
tersebut diimbangi oleh dekomposisi heterotrofik yang dilakukan oleh mikroorganisme
tanah.
Sumber karbon yang utama adalah CO 2 atmosfer yang difiksasi oleh tanaman dan
organisme fotoautotrof lainnya. CO 2 atmosfer difiksasi menjadi bentuk karbon organik
penyusun jaringan tanaman melalui reaksi: CO 2 +H 2 O CH 2 O+O 2 . Jaringan tanaman
kemudian dikonsumsi oleh herbivora. Sisa tanaman merupakan sumber karbon
langsung untuk tanah, sedangkan tubuh hewan herbivora dan limbahnya merupakan
sumber karbon yang tidak langsung. Selain sisa tanaman dan hewan, beberapa
organisme tanah seperti sianobakteri dan beberapa bakteri fotoautotrof dan
khemoautotrof juga memberikan sumbangan karbon ke dalam tanah karena
kemampuannya memfiksasi CO 2 .
Selain sumber karbon tersebut di atas, karbon juga dapat masuk ke tanah dalam
bentuk hidrokarbon aromatik polisiklik dari pembakaran bahan bakar fosil dan dalam
bentuk produk industri seperti pestisida. Pada ekosistem yang produktif, pergantian
(turnover) karbon umumnya berjalan cepat. Misalnya, hutan tropika basah mempunyai
pool karbon tanah lima kali lebih besar daripada ekosistem pertanian. Semakin tidak
produktif suatu ekosistem semakin rendah kecepatan turnover karbon dalam tanah.
Separoh dari karbon organik dalam tanah berada dalam bentuk aromatik, 20%
berasosiasi dengan nitrogen, dan sekitar 30% berada dalam bentuk karbon
karbohidrat, asam lemak, dan karbon alkan. Walaupun karbon organik tanah dapat
dalam berbagai bentuk, secara sederhana karbon organik tanah dapat dikelompokkan
menjadi 3 pool, yakni,
1. karbon tidak larut (insoluble),
2. karbon larut (soluble),
3. karbon biomasa.
Karbon organik tidak larut menyusun sekitar 90% total kabon organik tanah, meliputi
komponen utama dinding sel tanaman (selulosa dan lignin) dan komponen utama
dinding sel jamur dan eksoskeleton fauna tanah (khitin). Karbon organik tanah tidak
larut ini juga termasuk bahan terlapuk dalam bentuk humus tanah.
Karbon organik larut sebagai besar dihasilkan oleh akar tanaman dalam bentuk
eksudat akar, oleh organisme lain yang menghasilkan eksudat, dan oleh dekomposisi
enzimatik pada karbon tidak larut dan karbon biomasa. Di dalam tanah, karbon organik
larut ini merupakan substrat antara bagi berbagai mikroba tanah. Karena cepat
diasimilasi oleh mikroba tanah, jumlah karbon organik yang larut ini bisanya kurang
dari 1% total karbon organik tanah. Karbon biomasa terdiri atas mikroorganisme dan
fauna tanah.
Turnover karbon biomasa di dalam tanah terutama dilakukan oleh mikroorganisme
perombak (decomposer), dan juga fauna tanah. Semua bahan organik melalui pool
mikroba dulu sebelum di redistribusikan ke pool lainnya. Oleh karena itu jumlah pool
karbon biomasa ini di dalam tanah hanya berkisar 1-2% total karbon organik tanah.
Meskipun jumlahnya kecil, karbon biomasa berperan penting dalam siklus karbon dan
unsur hara tanah lainnya (Paul dan Voromey, 1980).
19
Sisa tanaman (tajuk, akar dan eksudat akar) merupakan penyusun utama karbon yang
masuk ke dalam tanah, walaupun mikroba dan fauna tanah juga memberikan
kontribusi pada karbon tanah. Pada saat sisa tanaman masuk ke dalam tanah, awalnya
dekomposisi berjalan dengan cepat dan kemudian berjalan lambat dan stabil.
Hal ini disebabkan oleh dua faktor, yakni
1. ada beberapa komponen penyusun jaringan tanaman yang lebih resisten
dibandingkan komponen lainnya, dan
2. terbentuknya senyawa stabil yang mencegah aktivitas lanjutan oleh mikroba
tanah.
Hasil akhir dekomposisi bahan organik adalah CO 2 , jika kondisi aerasi tanah cukup baik
(Gambar 1). Oleh karena itu produksi CO 2 (evolusi CO 2 ) seringkali digunakan sebagai
indikator kecepatan dekomposisi, walaupun ini tidak akurat karena CO 2 juga dapat
masuk ke dalam tanah melalui cara lain, misalnya respirasi akar tanaman.
Dekomposisi karbon organik dalam tanah dilakukan oleh organisme perombak yang
terdiri atas komunitas mikroorganisme dan fauna yang berperan dalam berbagai
macam fungsi dalam ekosistem. Aktivitas organisme perombak menyebabkan
terjadinya dekomposisi bahan organik dalam tanah. Aktivitasnya tergantung pada
jumlah dan kualitas bahan organik, dan faktor fisik, kimia dan iklim mikro yang ada di
dalam subsistem tanah (Swift et al., 1979). Mikroorganisme tanah mengatur siklus
unsur hara dengan cara mempengaruhi proses dekomposisi yang mempengaruhi
pelepasan dan retensi unsur hara. Selain daripada itu, biomasa mikroorganisme tanah
mencerminkan pool bahan organik yang dinamis yang berfungsi sebagai penyedia
unsur hara yang tersedia bagi tanaman (Paul dan Clark, 1989).
Menurut Swift et al. (1979), dekomposisi sisa tanaman terdiri atas tiga proses yang
berkaitan, yakni pencucian (leaching) senyawa mudah larut, katabolisme (catabolisms)
organisme perombak dan pelumatan (comminution) bahan oleh fauna tanah. Proses
kehilangan awal yang berlangsung sangat cepat disebabkan oleh pencucian. Hujan yang
menimpa sisa tanaman dapat mengkikis senyawa mudah larut hanya dalam beberapa
hari. Jumlah bahan yang terlindi ini bisa mencapi 15% dari bobot kering serasah hutan.
Aktivitas lainnya berlangsung secara biologi dan dapat dipisahkan antara aktivitas fauna
tanah dan mikroorganisme tanah. Mikroorganisme tanah berperan dalam transformasi
kimia selama proses dekomposisi. Aktivitas fauna tanah merangsang aktivitas
20
mikroorganisme dalam melapuk sisa tanaman menjadi partikel yang lebih kecil,
meningkatkan luas permukaan untuk kolonisasi mikroba dan menambah permukaan baru
untuk kegiatan enzim.
Dekomposisi sisa organik dalam tanah tidak dalam bentuk hubungan linear
dengan waktu. Dekomposisi pada awalnya berjalan cepat karena organisme
menggunakan bahan yang mudah terdekomposisi dalam substrat dan kemudian
berjalan lambat karena mendekomposisi bahan yang resisten. Pola kecepatan
penurunan berdasarkan waktu tersebut adalah reaksi first order; yaitu logaritme
natural (ln) dari jumlah substrat yang tersisa pada waktu tertentu adalah
proporsional dengan waktu. Konstanta reaksi first order ini disebut k (Gambar
11). Waktu turnover karbon organik adalah 1/k.
Pada Gambar 11 tersebut nilai ln dari konsentrasi substrat diplot pada sumbu
vertikal, dan waktu pada sumbu horizontal. Slope dari kurva adalah konstanta
kecepatan (k) dimana substrat mulai berkurang. Jika kita mengetahui konsentrasi
awal substrat (A 0) dan sisa substrat (A t ) pada waktu (t) maka kita dapat
menghitung nilai k dari persamaan berikut ini:
ln (A t /A 0) = -kt
Dalam kenyataan di lapangan, dekomposisi sisa organik yang kompleks tidak
selalu mengikuti pola reaksi first-order tersebut. Pada keadaan seperti ini,
konstanta kecepatan (k) dapat dihitung ganda, yaitu nilai k untuk fase
dekomposisi cepat dan nilai k untuk fase dekomposisi lambat.
Kualitas Substrat
Jika sisa tanaman tercampur dengan tanah, sekitar sepertiga karbonnya akan
hilang pada tahun petama tetapi kemudian dekomposisi berjalan sangat
lambat, jadi sekitar lima sampai sepuluh tahun kemudian 10-15% karbon sisa
tanaman tersisa dalam tanah (Jenkinson, 1981). Perubahan kecepatan
dekomposisi setelah satu tahun tersebut disebabkan oleh adanya sintesis
senyawa humik selama stadium awal dekomposisi. Dekomposisi menghasilkan
konversi atau mineralisasi hara yang semula terikat dalam bentuk organik
menjadi bentuk anorganik, tetapi pada waktu yang sama senyawa anorganik
juga diimobilisasi oleh jaringan mikroba. Secara umum, kecepatan
dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu tanah, dan
komposisi sifat fisik dan kimia bahan, yang disebut dengan kualitas (Swift and
Sanchez, 1984). Parameter kualitas yang menyebabkan mudah tidaknya bahan
terdekomposisi antara lain kandungan nisbah C:N, lignin dan polifenol
(Handayanto et al., 1994).
Iklim
Faktor utama dalam proses pelapukan fisika dan kimia adalah air dan suhu, di
samping faktor-faktor yang lain. Iklim terutama suhu dan curah hujan sangat
mempengaruhi jumlah nitrogen dan bahan organik dalam tanah. Rata-rata
kandungan bahan organik dan nitrogen meningkat sampai tiga kali setiap kali
suhu rata-rata tahunan turun 10oC. Disamping suhu dan curah hujan,
kelembaban tanah efektif juga mempengaruhi kecepatan dekomposisi dan
mineralisasi bahan organik.
22
4N itrogen
Nitrogen (N) adalah unsur hara esensial yang digunakan dalam jumlah besar oleh
semua bentuk kehidupan. Pertumbuhan tanaman seringkali dibatasi oleh defisiensi
nitrogen dibandingkan dengan defisiensi unsur hara lainya, karena nitrogen diperlukan
tanaman dalam jumlah yang relatif besar dibandingkan dengan unsur hara lainnya.
Sehingga umumnya pupuk nitrogen dibutuhkan dalam jumlah yang lebih besar
dibanding pupuk lainnya.
Fungsi utama nitrogen adalah,
a. bahan penyusun protein,
b. merangsang pertumbuhan vegetatif tanaman dan memberikan tanaman
warna hijau, dan
c. mengatur dan mempengaruhi penggunaan unsur hara lainnya.
Kondisi alami nitrogen bukan sebagai penyusun batuan atau mineral, tetapi
sebenarnya dalam bentuk gas N 2 dalam atmosfer; 78% udara yang kita hirup ini adalah
nitrogen. Namun demikian, N 2 dalam atmosfer tidak tersedia bagi tanaman. Molekul
N 2 mempunyai tiga ikatan dan merupakan molekul diatomik yang paling stabil. Agar
bisa tersedia bagi tanaman, diperlukan kondisi khusus untuk mengkonversi N 2
atmosfer menjadi bentuk yang bisa digunakan tanaman.
Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk anion nitrat dan kation amonium. Nitrat
terutama berupa ion dalam larutan tanah, sedangkan amonium berada dalam bentuk
kation yang dapat dipertukarkan yang diikat oleh koloid tanah, dan hanya sebagian kecil
yang berada dalam larutan tanah.
Setelah diserap, di dalam tanaman amonium langsung digunakan oleh tanaman tetapi
nitrat ditransformasi menjadi amonium dari penggunaan energi yang dihasilkan
fotosintesis. Ion amonium berkombinasi dengan ion karbon untuk membentuk asam
glutamik yang kemudian digunakan oleh tanaman untuk menghasilkan asam-asam
amino. Asam amino digabung bersama membentuk protein. Protein yang dibentuk
berperan untuk mengendalikan proses pertumbuhan tanaman melalui aktivitas
enzimatik. Pasokan nitrogen yang baik akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang
baik dan daun berwarna hijau tua.
Tanaman yang defisiensi nitrogen maka daunnya akan berwarna kekuningan (klorosis)
dan perkembangan sistim perakarannya terhambat sehingga tanaman tumbuh kerdil
(Gambar 12). Namun demikian, kelebihan pasokan nitrogen dapat menyebabkan
tanaman tetap berada dalam fase vegetatif dan menunda pembentukan bunga atau
buah. Selain itu, pasokan nitrogen yang berlebihan juga menyebabkan tanaman lunak
dan sukulen sehingga tanaman menjadi lebih peka pada penyakit tanaman tertentu.
23
Nitrogen dalam bahan organik tanah berada dalam berbagai bentuk senyawa,
tetapi hanya separoh yang telah dapat diidentifikasi. Senyawa nitrogen organik
yang terbentuk secara alami di dalam tanah meliputi protein dan asam amino,
polimer dinding sel mikroba dan gula amino, asam nukleat, dan berbagai jenis
vitamin, antibiotika, serta hasil sementara metabolisme. Karena sebagian
besar nitrogen organik dalam tanah tidak diketahui komposisinya,
karakterisasi nitrogen organik tanah biasanya dilakukan dengan fraksionasi
berdasarkan hidrolisis asam (Tabel 6).
24
Tabel 6. Fraksionasi Klasik nitrogen Organik tanah atas dasar Hidrolisis asam
(Stevenson, 1986)
Bentuk Nitrogen Keberadaan Kisaran (%)
N tidak larut asam Sebagian besar N aromatik. 10-20
N-amonia NH 4 + dapat ditukar plus N amida. 20-35
N-asam amino N protein, N peptida, N amino bebas. 30-45
N- gula amino Dinding sel mkroba. 5-10
Kisaran kandungan nitrogen gula amino pada dinding sel mikroba adalah sama
dengan yang dijumpai untuk nitrogen biomasa mikroba, yakni sekitar 5% dari
total nitrogen tanah. Tujuan fraksionasi nitrogen organik tanah adalah
menentukan fraksi mana yang paling aktif dalam turnover hara. Salah satu
metode untuk mengamati turnover nitrogen organik tanah adalah
menambahkan nitrogen anorganik yang diberi label 15N (isotop stabil) dan
diamati bagaimana 15N tersebut terpisah dari fraksi nitrogen organik tanah.
Hasil beberapa penelitian tentang nitrogen terimobilisasi menunjukkan bahwa
asam amino dan fraksi nitrogen yang dapat dihidrolisa seringkali diperkaya 15N
sedangkan fraksi yang tidak larut asam tidak terlebur dengan 15N.
Hampir semua nitrogen yang digunakan oleh tanaman diduga berasal dari udara, dimana
4/5 nya adalah berupa dinitrogen (nitrogen gas, N 2 ). Dalam bentuk ini nitrogen tidak
tersedia bagi tanaman dan harus diubah menjadi bentuk amonium atau nitrat sebelum
dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Jadi, ketersediaan unsur hara nitrogen dalam tanah
tergantung ketersediaan ion nitrat dan amonium tersebut.
Nitrogen di dalam tanah bisa berasal dari tiga sumber, yaitu
a. nitrat dari atmosfer yang tercuci kebawah oleh hujan,
b. nitrogen yang difiksasi melalui proses biologi, dan
c. dekomposisi sisa tanaman dan hewan dan mineralisasi humus.
Sebagian besar nitrogen total dalam tanah terdapat dalam bahan organik tanah dan tidak
tersedia bagi tanaman sampai bahan organik tersebut dimineralisasi dalam bentuk
amonium dan nitrat. Jumlah bahan organik di dalam tanah berkaitan dengan vegetasi,
iklim, tekstur tanah dan drainase dan pengelolaan tanah yang lampau.
Nitrogen tanah sangat dinamik dan secara konstan terjadi perubahan antara bentuk
organik dan anorganik. Imobilisasi nitrogen diartikan sebagai serapan bentuk nitrogen
tersedia bagi tanaman (NH 4 + dan NO 3 -) oleh tanaman dan mikroba serta
transformasinya menjadi asam-asam amino dan protein. Bentuk nitrogen ini tidak lagi
tersedia bagi tanaman atau mikroba dan telah di imobilisasi dalam jaringan tanaman
atau mikroba. Kelak senyawa nitrogen organik akan kembali mengalami proses
dekomposisi oleh bakteri, jamur dan organisme lainnya untuk melepaskan bentuk
nitrogen anorganik yang tersedia bagi tanaman (NH 4 +, NO 2 - dan NO 3 -).
Proses dekomposisi dan pelepasan NH 4 +, NO 2 - dan NO 3 - dari jaringan tanaman dikenal
sebagai mineralisasi. Imobilisasi dan mineralisasi merupakan proses yang terus
berjalan di dalam tanah dan umumnya satu sama lain berjalan seimbang. Artinya,
jumlah nitrogen yang dibebaskan ke dalam tanah oleh mineraliasi (dekomposisi bahan
organik) sama dengan jumlah yang diimobilisasi (diserap tanaman).
Kecepatan dekomposisi bahan organik yang melepaskan N tergantung pada kondisi
yang mempengaruhi kehidupan mikroorganisme perombaknya, yakni suhu tanah,
kelembaban tanah, pH tanah, sistem pengolahan tanah, sistem budidaya, dan
keberadaan unsur hara lainnya. Selain itu, kecepatan proses pelepasan nitrogen
anorganik dari bahan organik juga tergantung dari kualitas (komposisi) bahan itu
sendiri. Faktor yang menentukan baik atau buruknya kualitas; bahan organik dalam
26
kaitannya dengan penyediaan unsur hara untuk tanaman adalah nisbah C:N, lignin dan
polifenol (Handayanto et al., 1994).
Sisa organik yang mempunyai nisbah C:N tinggi sangat sulit untuk didekomposisi
karena tingginya kandungan karbon. Bahan ini termasuk jerami padi, daun pinus,
tongkol jagung, daun kering, serbuk gergajian. Beberapa bahan tersebut bahkan
mempunyai nisbah C:N yang melebihi 100:1. Senyawa nitrogen organik yang lebih sulit
terdekomposisi termasuk selulosa, lignin, minyak, lemak dan resin. Sisa organik yang
mempunyai nisbah C:N rendah yang umumnya mudah terdekomposisi, antara lain
pupuk kandang, sisa tanaman legum, rumput muda. Stevenson (1986) menyatakan
bahwa agar terjadi mineralisasi, kandungan nitrogen suatu bahan organik harus lebih
dari nilai kritis 1,5%-2,5%; di bawah nilai kritis tersebut akan terjadi imobilisasi. Janzen
dan Kucey (1988) melaporkan bahwa nilai kritis kandungan nitrogen adalah 1,1%-1,9%.
Sesaat setelah pembenaman sisa organik ke dalam tanah, mikroorganisme tanah mulai
menyerang dan mendekomposisi bahan tersebut. Mikroorganisme tanah
menggunakan komponen karbon sisa organik sebagai sumber energi dan memerlukan
nitrogen tersedia agar dapat membentuk protein untuk tubuhnya. Terjadi kompetisi
antar mikroorganisme terhadap jumlah nitrogen tanah yang terbatas. Mikroorganisme
tidak banya bersaing antar mereka tetapi juga bersaing dengan tanaman untuk
mendapatkan unsur nitrogen. Selama proses dekomposisi, jumlah nitrogen tanah yang
teredia menurun drastis dan karbon dalam bahan organik dibebaskan dalam bentuk
CO 2 ke atmosfer.
Pada kondisi lapangan konsep nisbah C:N yang mempengaruhi keseimbangan
mineralisasi-imobilisasi tersebut ternyata tidak dapat diberlakukan secara umum
karena adanya keragaman fraksi organik yang sukar dirombak oleh organisme tanah.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa jika suatu bahan organik mempunyai kandungan
lignin yang tinggi, meskipun kandungan nitrogen tinggi atau nisbah C:N rendah, lignin
akan lebih berperan dibandingkan nisbah C:N dalam mempengaruhi laju dekompisisi
dan mineralisasi nitrogen bahan organik tersebut. Makin tinggi kandungan lignin,
makin lemah pengaruh kandungan nitrogen atau nisbah C:N terhadap laju dekomposisi
bahan organik, dan makin besar jumlah nitrogen bahan organik yang tidak dilepaskan
selama proses dekomposisi terjadi (Handayanto et al., 1995). Hal ini diduga karena
terbentuknya senyawa derivatif N-lignin (Schubert, 1973).
Faktor kualitas lain yang telah terbukti mempengaruhi laju dekomposisi dan
mineralisasi nitrogen bahan organik adalah polifenol. Semakin tinggi kandungan
polifenol dalam bahan organik, maka akan semakin lambat laju dekomposisi dan
pelepasan nitrogen dari bahan organik karena kemampuan protein diikat oleh
polifenol aktif (Handayanto et al., 1997). Polifenol adalah senyawa aromatik hidroksil
yang mempunyai kemampuan membentuk komplek dengan protein (Haslam, 1989;
Handayanto, 1994).
Setelah bahan terdekomposisi, mikroorganisme tidak lagi mempunyai sumber
makanan dan mulai mati. Dekomposisi mikroorganisme yang mati tersebut kembali
melepaskan NH 4 + dan NO 3 - yang tersedia untuk tanaman, demikian seterusnya.
Proses biologi dapat berperan penting dari waktu ke waktu tergantung pada kondisi
tanah. Proses dapat dipercepat dengan aplikasi sumber nitrogen saat pencampuran
sisa organik untuk mamasok cukup nitrogen untuk mempertahankan aktivitas
mikroorganisme. Dalam proses mineralisasi, senyawa organik komplek dirombak
menjadi senyawa organik sederhana, dan senyawa organik sederhana ini pada
akhirnya kehilangan karbon nya menjadi NH 4 + anorganik yang dapat dikonversi ke
NO 3 -.
27
4.4.1. Aminisasi
4.4.2. Amonifikasi
Amina dan asam amino yang dilepaskan dalam aminisasi digunakan oleh
heterotrof tanah yang lain dan dirombak lebih lanjut menjadi senyawa
mengandung amonium. Proses ini disebut amonifikasi yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
R-NH 2 + HOH = NH 3 + R-OH + energi
Amoniak yang dihasilkan melalui proses ini dapat digunakan melalui berbagai
cara di dalam tanah, yaitu dikonversi menjadi nitrit dan nitrat oleh proses
nitrifikasi, digunakan langsung oleh tanaman, digunakan langsung oleh
mikroorganisme tanah, dan diikat / dijerap oleh liat tanah jenis tertentu.
4.4.3. Nitrifikasi
lingkungan yang berbahaya jika mencapai permukaan air tanah. Penting untuk
diingat bahwa proses nitrifikasi memerlukan oksigen, yakni berlangsung
sebagian besar pada tanah yang bereaksi baik. Aerasi tanah yang jelek akan
menghambat atau menghentikan proses mineralisasi.
4.5. Denitrifikasi
Denitrifikasi adalah reduksi nitrat tanah menjadi gas N 2 dan N 2 O pada kondisi anaerob.
Gas-gas tersebut kemudian dilepas ke atmosfer. Reaksi denitrifikasi adalah,
2NO 3 - + 5 H 2 + 2 H+ N 2 + 6 H 2 O
Denitrifikasi dilakukan oleh bakteri denitrifikasi yang jumlahnya di dalam tanah sekitar
0,1-5% dari jumlah populasi bakteri dalam tanah. Bakteri denitrifikasi didominasi oleh
genus Pseudomonas dan juga genus Bacillus, tetapi sulit untuk diketahui mana yang
aktif.
Kehilangan nitrogen melalui denitrifikasi bervariasi sesuai dengan derajad kejenuhan
tanah, lama penjenuhan, kandungan bahan organik dan pH tanah. Nampaknya,
semakin besar kejenuhan tanah dan makin lama tanah jenuh memacu denitrifikasi.
Dari sisi praktis, cara terbaik untuk mencegah kehlangan nitrat dari denitrifikasi adlah
mempromosikan peraktek pertanian yang merangsang aerasi tanah yang baik,
mengurangi genangan tanah, dan mempertahankan pH tanah pada kisaran 5,5-7,0.
Kecepatan denitrifikasi meningkat dengan meningkatnya suhu dan akan menjadi
paling cepat pada tanah dengan pH antara 6 dan 8.
Nitrogen dapat difiksasi dari atmosfer baik secara alami atau sintesis. Dalam hal
keduanya, gas N 2 ditransformasi menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman, seperti
NH 4 + or NO 3 -.
Fikasi secara biologi dapat berupa simbiotik atau non simbiotik. Fiksasi
nitrogen simbiotik dilakukan oleh mikroorganisme pemfiksasi N yang tumbuh
berasosiasi dengan tanaman inang. Tanaman dan mikroorganisme sama-sama
memperoleh keuntungan dari asosiasi ini.
Contoh asosiasi simbiotik yang paling terkenal adalah bakteri Rhizobium
dengan tanaman legum, seperti kedele, kacang tanag. Bakteri Rhizobium
29
menginfeksi akar tanaman dan membenuk nodul (bintil) (Gambar 14). Bakteri
dalam nodul memfiksasi N 2 dari atmosfer dan membuatnya tersedia bagi
tanaman. Tanaman legum menyediakan karbohidrat yang digunakan bakteri
sebagai sumber energi. Jumlah nitrogen simbiotik yang dapat difiksasi berkisar
dari beberapa kilogram per hektar sampai lebih dari 200 kg per hektar. Dari sisi
pengelolaan unsur hara, sisa tanaman legum sangat bermanfaat digunakan
sebagai pupuk hijau. Selain mengurangi peluang polusi juga mengurangi
penggunaan jumlah pupuk.
Fiksasi nitrogen non simbiotik dilakukan oleh bakteri hidup bebas dan gangang
hijau biru dalam tanah. Jumlah nitrogen yang difiksasi oleh organisme tersebut
lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang difiksasi secara simbiotik.
Nitrogen dapat difiksasi oleh muatan listrik yang dilepaskan melalui petir di
atmosfer. Panas yang dihasilkan petir dapat membentuk NO 3 --N, yang
kemudian dibawa ke bumi melalui air hujan. Polusi industri juga berkuntribusi
pada kandungan nitrogen dalam air hujan, yang bisa juga penting pada kondisi
tertentu. Namun demikian, jumlah nitrogen yang dibawa ke tanah melalui
proses ini hanya sekitar 2 ton per hektar per tahun.
amonium fosfat. Hampir semua pupuk nitrogen komersial berasal dari bentuk
NH 3 dari N atmosfer.
Nitrogen dapat hilang dari lahan pertanian melalui volatilisasi, pencucian dan limpasan
permukaan, dan pengangkutan hasil panen tanaman.
Volatilisasi adalah kehilangan nitrogen dalam bentuk gas amoniak yang dapat
terjadi pada kondisi tertentu akibat penggunaan pupuk amonium. Pada kondisi
tanah dengan pH tinggi, atau pada tanah masam yang baru di kapur, aplikasi
pupuk amonium sulfat, urea atau amonium nitrat dapat menghasilkan
transformasi amonium (NH 4 +) menjadi amoniak (NH 3 ) yang kemudian hilang
ke atmosfer. Keadaan ini bisa dihindari dengan membenamkan pupuk ke
dalam tanah (pada tanah dengan pH tinggi), atau menunggu paling sedikit satu
bulan setelah pengapuran (pada tanah masam) jika pupuk ditebarkan di
permukaan tanah.
5F osfor
Jumlah kandungan fosfor (P) dalam tanaman berkisar antara 0,10,46% bobot kering
tanaman, atau sekitar sepuluh kali lebih sedikit dibandingkan N atau K. Walaupun
jumlah fosfor yang diperlukan tanaman lebih sedikit dibandingkan unsur hara makro
lainnya, unsur fosfor sangat penting dalam pertumbuhan awal dan dalam transfer energi
dalam tanaman selama pertumbuhan. fosfor juga penting dalam berbagai proses
biokimia yang mengatur proses fotosintesis, respirasi, pembelahan sel, dan beberapa
proses perkembangan dan pertumbuhan tanaman.
Fosfor berkonsentrasi pada bagian tanaman yang mempunyai pertumbuhan cepat,
terutama pada ujung akar. fosfor mempengaruhi periode pemasakan dan dijumpai dalam
jumlah besar dalam biji dan buah. Defisiensi fosfor menyebabkan tanaman tumbuh
kerdil, perkembangan sistem perakaran buruk; daun tanaman berwarna keunguan;
pemasakan terlambat dan pembentukan buah menjadi buruk (Gambar 15).
Fosfor diserap tanaman dalam bentuk H 2 PO 4- dan HPO 4-2. Bentuk yang diserap
tergantung pada pH tanah, HPO 4 -2 sangat penting pada tanah masam. Di dalam tanaman,
konsentrasi fosfor tertinggi dijumpai pada jaringan paling muda yang aktif tumbuh. Ketika
tanaman menua, Fosfor cenderung bergerak dan lebih terkonsentrasi dalam biji atau
buah. Kecepatan serapan ion fosfat dipengaruhi oleh konsentrasinya di dalam larutan
tanah; konsentrasi optimum berkisar antara 0,07 sampai 0,20 ppm, tergantung pada
tekstur tanah (setara dengan hanya beberapa gram fosfat dalam larutan tanah dalam
satu hektar dengan kadalaman sekitar 1 m). Karena tanaman dapat dengan mudah
menyerap 10 kg P /ha, maka jumlah fosfor dalam larutan tanah sangat kecil, maka perlu
dilakukan penambahan P. Jika tidak ada faktor pembatas lainnya, kecepatan
pertumbuhan tanaman ditentukan oleh kecepatan penggantian fosfor yang diangkut dari
larutan tanah. Anion fosfat bersifat tidak mobil di dalam tanah, oleh karena itu ion fosfor
harus berada dekat dengan sistem perakaran.
32
Jumlah fosfor yang diambil oleh tanaman bervariasi tergantung pada jenis tanaman,
tanah, iklim dan tingkat produksi. Serapan fosfor oleh tanaman bijian dan legum kira-kira
< 10kg /ha (produksi rendah sekitar 1 ton kg/ha) sampai 15-35 kg/ha untuk produksi
tinggi (4-8 ton/ha). Tanaman umbian memerlukan fosfor dalam jumlah tinggi; untuk
produksi 8 ton/ha diperlukan sekitar 35-49 kg P/ha. Tebu dan rumput memerlukan fosfor
lebih tinggi lagi, sekitar 20-70 kg P/ha tergantung tingkat produksinya.
Fosfor merupakan unsur yang mempunyai mobilitas dan ketersediaan rendah di dalam
tanah. Selain itu, fosfor sulit dikelola karena bereaksi kuat dengan fase cair dan padatan
tanah. Oleh karena itu, mobilitas fosfor dalam tanah sangat terbatas kecuali pada tanah
organik atau pasir tercuci dengan KTK yang sangat rendah. fosfor dijumpai dalam bentuk
organik dan anorganik dalam tanah. Bentuk fosfor yang tersedia bagi tanaman terbatas
terutama untuk larutan HPO 4 -2 dan H 2 PO 4 -, dengan bentuk dominan ditentukan oleh
pH tanah. Pada tanah dengan nilai pH lebih besar dari 7,0 bentuk yang dominan adalah
HPO 4 -2, sedangkan dalam tanah dengan pH antara 4,3 dan 7,0 bentuk yang dominan
adalah H 2 PO 4 -. Apapun bentuknya, konsentrasi P tersedia dalam larutan tanah sangat
rendah. Lapisan bajak pada tanah pertanian mengandung sekitar 200-800 kg total
P/ha, sebagian besar dalam bentuk tidak tersedia.
Sumber utama P dalam tanah adalah apatit, kalsium fosfat yang juga mengandung
hidroksida atau fluoride. Ini adalah mineral yang dihumpai pada tulang dan gigi.
Sumber lainnya termasuk sisa tanaman dan hewan yang melapuk, humus, dan
mikroorganisme. Pada tanah-tanah masam, besi dan aluminium dalam larutan dan
dalam bentuk oksida dan hidroksida bereaksi kuat dengan P dan mengikatnya sehingga
P menjadi tidak tersedia untuk tanaman. Kandungan bahan organik yang tinggi dapat
membantu menurunkan reaksi fiksasi P, melalui pengikatan Al, Fe dan Ca dan
membentuk komplek larut dengan P. Pada tanah-tanah alkalin, P mudah bereaksi
dengan Ca membentuk kalsium fosfat larut. Tidak semua P yang ditambahkan sebagai
pupuk akan tetap tersedia untuk tanaman pertama, residunya akan tetap di dalam
tanah untuk diserap tanaman berikutnya. Karena P terikat kuat oleh tanah,
pergerakannya terutama melalui proses difusi. Kecepatan difusinya sangat lambat, dan
pada tanah-tanah kering kecepatan difusi menjadi lebih lambat lagi. Oleh karena itu
pentingnya penempatan P dalam daerah perakaran tidak bisa diabaikan.
Hanya sedikit bagian P total dalam tanah berada dalam larutan. Konsentrasi dalam
larutan tanah berkisar antara 0,1- sekitar 5 ppm saja. Sebagian besar tanaman respon
pada penambahan P jika derajad larutan tanah kurang dari 0,1-0,2 ppm. Kandungan P
dalam larutan secara konstan tergantikan, sebanyak dua kali per hari selama periode
pertumbuhan. Proses keseimbangan (pertukaran dan pelarutan) maupun pelapukan
bahan organik dan penambahan pupuk memacu pergerakan P dari cadangan tanah
kedalam bentuk larutan.
Meskipun P tidak mudah tercuci dari tanah, P dapat menjadi bahan pencemar
berbahaya pada air permukaan. P dapat memasuki permukaan air melalui erosi tanah.
Meskipun diikat kuat oleh permukaan tanah pada kondisi areasi, ketersediaan P secara
cepat meningkat jika diendapkan dalam air. Jadi erosi tidak hanya menghasilkan
kehilangan tanah subur yang produktif, tetapi juga berkontribusi pada masalah kualitas
air melalui pengkayaan ekosistem yang berkembang pada kondisi P rendah.
33
Pupuk P dapat berasal dari berbagai sumber (Tabel 8). P larut air mudah dilarutkan
dalam air. P larut sitrat adalah P tambahan yang diekstrak oleh sitrat. Jumlah P larut air
dan P sitrat disebut P tersedia.
Sisa P setelah ekstrasi dengan air dan sitrat disebut P tidak larut sitrat, dan meskipun
pada akhirnya akan dilepaskan, P ini tidak mudah segera tersedia bagi tanaman saat
tanam. P sebenarnya tidak terjadi dalam bentuk P 2 O 5 dalam pupuk atau tanah.
Sebagian besar literatur sekarang menggunakan persen unsur P (%) saja. Untuk
mengkonversi % P 2 O 5 menjadi %P, dikalikan 0,44.
P tersedia adalah P larut yang dapat memasuki larutan tanah dan diserap oleh tanaman.
Sebagian besar P dalam tanah berada dalam bentuk tidak larut (disebut P tidak tersedia),
dan akan tetap tidak tersedia selama tetap dalam bentuk tidak larut. Dua macam ketidak-
tersediaan P, yakni (a) bentuk organik, dan (b) bentuk anorganik. P tidak tersedia dalam
bentuk organik berada dalam bentuk senyawa organik (termasuk yang berada dalam
humus) dan akan menjadi tersedia jika mengalami mineralisasi. Komposisi humus
bervariasi tergantung kondisi lokal. Secara umum perbandingan C, N dan P dalam bahan
organik tanah adalah 100:10:1. Pada proses mineraliasi, ion ortofosfat dilepaskan ke
dalam larutan tanah dan kemudian digunakan oleh tanaman atau organisme tanah, atau
membentuk ikatan dengan senyawa lain.
Kandungan bahan organik yang tinggi dan kecepatan mineralisasi yang memadai akan
menyebabkan pelepasan ion P yang cukup untuk pertumbuhan tanaman, walaupun P
yang dilepaskan dengan cara ini berada dalam permukaan tanah. Jika tidak segera
dimanfaatkan oleh tanaman atau organisme tanah, P tersebut akan dikonversi dalam
bentuk senyawa anorganik (termasuk aluminium fosfat).
P tidak tersedia dalam bentuk anorganik terutama dalam bentuk senyawa tidak larut
dengan unsur lain, terutama besi, aluminium dan kalsium. Pada tanah masam P
umumnya terikat dengan besi bebas atau aluminium bebas untuk membentuk besi fosfat
dan aluminium fosfat, yang tidak larut. Pada tanah alkalin, P terikat dengan kalsium
membentuk kalsium fosfat.
Berbagai senyawa kalsium dan fosfat yang dijumpai dalam tanah dan pupuk, berbeda
dalam hal:
a. proporsi kalsium dan fosfat yang dikandungnya,
35
Fiksasi adalah proses-proses dalam tanah dimana unsur yang tersedia menjadi tidak
tersedia bagi tanaman. Dalam kaitannya dengan P, fiksasi terdiri atas transformasi P
tersedia menjadi bentuk kalsium, aluminium atau besi fosfat yang tidak larut. Pada tanah
berkapur, ion fosfat berada dalam bentuk kalsium dan magnesium fosfat yang tidak larut.
Dalam tanah yang mengandung kalsium karbonat bebas, dikalsium fosfat atau apatit
dapat diendapkan di luar permukaan partikel kalsium karbonat atau konkresi.
Pada tanah-tanah tropika, oksida besi dan aluminium umumnya bereaksi dengan P untuk
membentuk aluminium dan besi fosfat. Senyawa ini kemudian di endapkan dalam bentuk
partikel kecil atau film, atau dijerap pada permukaan oksida besi dan oksida aluminium,
atau pada permukaan partikel liat. Oksida besi dan aluminium sangat berkait dengan
mineral liat kaolinit, dan dalam keadaan ini fiksasi P meningkat dengan meningkatnya
kandungan liat dalam tanah.
Fiksasi juga berkaitan dengan tekstur; fiksasi pada tanah bertekstur berat (banyak
mengandung liat) lebih besar dibandingkan tanah tanah bertekstur ringan. Pada tanah
masam dengan pH di bawah 5,5, keberadaan aluminium menambah kemungkinan
terjadinya fiksasi fosfat (Gambar 16).. Jika fosfat monomerik yang larut ditambahkan ke
dalam tanah, misal sebagai pupuk superfosfat, akan bereaksi dengan aluminium dapat
ditukar untuk membentuk aluminium fosfat Al(OH) 2 H 2 PO 4 . Beberapa fosfat yang di
fiksasi biasanya akan dapat menjadi tersedia dalam waktu yang sangat lama. Pada tanah
masam, ketersediaan P dapat dipercepat dengan pengapuran yang memadai. Fosfat juga
dapat dilepaskan jika tanah digenangi, seperti halnya pada padi sawah.
36
6K alium
Kalium (K) diperlukan oleh tanaman dengan jumlah yang hampir sama dengan N. K
sangat esensial untuk pembentukan dan transfer karbohidrat dalam tanaman, dan untuk
fotosintesis serta sintesis protein. K diserap oleh tanaman dalam bentuk kation K+, yang
dijerap oleh koloid tanah (liat dan bahan organik) bersama dengan kation lainnya yang
dapat ditukar. Rambut akar menyerap kation K dari larutan tanah, atau langsung dari
koloid tanah.
Sebagian besar fungsi K dalam tanaman adalah tidak langsung dimana K diperlukan
untuk reaksi kimia lainnya agar berlangsung dengan baik. Sekitar 60 enzim
memerlukan keberadaan K, dengan konsentrasi K yang tinggi dijumpai pada titik
pertumbuhan aktif dan biji muda. Kalium tidak membentuk senyawa organik dengan
tanaman, tetapi tetap berada dalam bentuk K+. Tanaman menggunakan K dalam
fotosintesis, dalam pengangkutan karbohidat, dalam pengaturan air, dan dalam
sintesis protein.
Defisiensi K, terutama jika N rendah, menyebabkan tanaman kerdil, daun menjadi kecil,
berwarna kelabuan (Gambar 17), dan mati secara prematur mulai dari ujung daun;
ukuran buah dan biji menjadi lebih kecil.
Ketersediaan K tanah tergantung pada jenis dan jumlah mineral tanah yang ada di
dalam tanah.. Secara umum, K dalam tanah dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yakni
(a) K tidak tersedia, (b) K lambat tersedia, dan (c) K tersedia.
K tidak tersedia: adalah K di dalam tanah dalam bentuk senyawa organik atau anorganik
yang tidak larut; tetap tidak tersedia sampai senyawa organik di mineralisasi atau
senyawa anorganik dilapuk. Cadangan K tidak tersedia yang paling penting adalah dalam
38
mineral tidak lapuk, terutama feldspar dan mika. Mika lebih tahan pelapukan, dijumpai
pada tanah-tanah tua. Feldspar lebih mudah terlapuk.
K lambat tersedia: adalah K yang ketersediaannya diantara tidak tersedia dan tersedia,
termasuk K yang secara bergantian difiksasi dan dilepaskan oleh mineral liat tipe 2:1,
terutama ilit. Beberapa mineral liat yang berstruktur mirip mika dapat berubah menjadi
mika akibat serapan kation K. K yang lambat tersedia dapat dilepaskan melalui
pelapukan asam terhadap liat atau dengan pembasahan dan pengeringan.
K tersedia adalah K yang dapat segera diserap tanaman, berada dalam bentuk ion K+. K
tersedia meliputi adalah: kation K yang dijerap oleh koloid tanah, ion K dalam larutan
tanah, dan K dalam bentuk larut. Pengamatan jumlah K di dalam tanah biasanya
dilakukan dengan mengukur kadar K dapat ditukar.
Perbedaan antara K tersedia, tidak tersedia dan lambat tersedia tidak jelas, dan ada
kecenderungan K untuk berubah dari satu bentuk ke bentuk lainnya dalam upaya
mencapai keseimbangan. Dalam kenyataan ini berarti bahwa jika tanaman mengambil K
tersedia, ada kecenderungan K untuk bergerak dari lambat tersedia menjadi bentuk yang
tersedia untuk menjaga keseimbangan; hal yang sama K bentuk tidak tersedia berubah
menjadi bentuk lambat tersedia sebagai akibat serapan K oleh tanaman.
Pada sebagian besar tanah, K tidak mudah dipindahkan. Perpindahan atau pergerakan
K terutama melalui proses difusi. Jika dibandingkan dengan nitrat N, K kurang mobil,
tetapi lebih mobil daripada P. Pada tanah-tanah berpasir dengan KTK rendah, Kalium
dapat digerakkan melalui proses aliran massa, dan kehilangan dari tanah permukaan
akan terjadi, terutama setelah hujan lebat.
Perilaku K yang ditambahkan tergantung pada KTK dan mineral liat tanah. K dapat
tercuci dari daerah perakaran sebelum sempat berinteraksi dengan padatan tanah,
atau dapat ditukar dengan kation lain pada komplek pertukaran, dan dapat ditahan
dalam bentuk tersedia untuk tanaman. Jika di dalam tanah terdapat vermikulit atau
montmorilonit yang bermuatan kuat, K dapat difiksasi dalam daerah antar lapisan
lempeng liat tipe 2:1, dan secara pelahan dilepaskan ketika mineral liat mengalami
pembasahan dan pengeringan.
Kemampuan tanaman menyerap K tersedia bervariasi tergantung sifat dan ciri tanah dan
tergantung kation lain yang ada di dalam tanah. Tanah dengan KTK rendah lebih cepat
menyediakan K dibanding KTK tinggi. Jika 0.1 me K dapat ditukar ditahan oleh tanah
dengan KTK 10 me/100 g tanah, maka persen kejenuhannya hanya 1%, dan tanah akan
mengalami defisiensi K. Jika 0.1 me K dapat ditukar ditahan oleh tanah dengan KTK 5
me/100 g tanah, maka persen kejenuhan K adalah 2%, yang nampaknya cukup untuk
menyediakan kebutuhan tanaman.
Walaupuan K tidak banyak menyebabkan masalah lingkungan, dari sisi ekonomi sangat
bermanfaat untuk melakukan pengelolaan yang benar untuk meminimalkan
kehilangan K. Kehilangan K dapat diminimalkan dengan menerapkan praktek
pengendalian erosi yang baik dan benar, mempertahankan pH yang baik untuk
meningkatkan KTK tanah, mengembalikan sisa organik, dan menggunakan aplikasi
terpisah untuk mengurangi kehilangan melalui pencucian pada tanah-tanah dengan
KTK rendah.
Sumber utama K dalam tanah adalah mineral yang mengandung K, terutama kalium
feldspar, penyusun batuan beku dan mika. K dalam mineral tersebut dilepaskan jika
39
mineral mengalami pelapukan kimia. Pada saat terjadi pelapukan, K dibebaskan sebagai
ion K dan kemudian:
a. diserap oleh tanaman atau organisme tanah, atau
b. hilang melalui air yang memasuki tanah, atau
c. ditahan oleh kisi pertukaran kation pada koloid tanah, atau
d. dikonversi menjadi bentuk tidak tersedia.
Sumber K lainnya berasal dari luar tanah, yaitu berupa pupuk K, diantaranya kalium
klorida (60% K 2 O), kalium sulfat (50% K 2 O), kalium magnesium sulfat (22% K 2 O), kalium
nitrat (44% K 2 O), dan pupuk kandang (1-2% K 2 O) (Tabel 8). Kandungan K dalam pupuk
biasanya dinyatakan dalam K 2 O walaupun K tidak berada dalam bentuk ini di dalam
pupuk. Untuk mengitung jumlahnya cukup menggalikan K dengan 1,2; untuk
menghitung jumlah K dari K 2 O, dikalikan 0,83.
Kalsium (Ca) adalah komponen struktur dinding sel tanaman dan dijumpai dalam
jumlah besar pada daun. Kebutuhan tanaman akan Ca sangat bervariasi. Ca terlibat
dalam pertumbuhan sel, dan juga memacu serapan N nitrat. Karena Ca tidak
ditranslokasikan dalam tanaman, maka pasokan yang cukup selama musim tanam
sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan tanaman dan akar.
Defisiensi Ca menyebabkan terhambatnya pertumbuhan tajuk dan ujung akar, sehingga
tanaman menjadi kerdil (Gambar 18). Gejala pada daun sangat bervariasi. Karena Ca
bersifat tidak mobil dalam tanaman, tanaman yang kekurangan Ca menghasilkan
pertumbuhan daun muda yang tidak normal.
Ca diserap tanaman dalam bentuk Ca2+. Ca umumnya mendominasi kation dapat ditukar
pada kebanyakan tanah, tetapi jumlahnya kecil pada tanah masam. Tanaman karet,
misalnya, yang memerlukan curah hujan tinggi dan toleran terhadap kemasaman,
biasanya hanya memerlukan Ca dalam jumlah sedikit. Beberapa tanah masam di daerah
tropika mengalami defisiensi Ca dan dalam hal ini pengapuran dengan kalsium karbonat
diperlukan untuk memperbaiki penyediaan Ca untuk tanaman, misalnya tanaman tebu
yang tidak toleran terhadap tingkat Ca rendah.
Defisiensi Mg juga ditengarai pada tanaman kelapa sawit, yang menyebabkan penyakit
oranye. Mg diambil tanaman dalam bentuk Mg2+. Pada tanah tropika kation dapat ditukar
yang dominan adalah Ca, kemudian Mg. Mudah tidaknya tanaman menyerap Mg
dipengaruhi oleh jumlah dan macam kation lain yang ada, dan terutama oleh nisbah Mg
dapat ditukar/K dapat ditukar. Jika tanah mengalami pencucian, Ca dan Mg dapat ditukar
akan tercuci; pada tanah masam Ca lebih cepat tercuci, sehingga nisbah Ca/Mg pada
tanah masam umumnya kecil. Defisiensi Mg dalam tanah dapat diperbaiki dengan
menambahkan dolomit, yang mengandung magnesium karbonat, atau dolomit yang
mengandung Ca dan Mg karbonat.
Sulfur (S) merupakan salah satu komponen biokimia tanaman yang mengatur
pertumbuhan tanaman. Unsur S sangat diperlukan dalam sintesis klorofil dan dalam
reaksi fotosintesis. Bersama-sama dengan Mg, S berperan dalam pembentukan minyak
dalam biji tanaman.
Gejala defisiensi S ditandai dengan wana daun yang hijau pucat sampai kuning
bersama-sama dengan tubuh tanaman yang pendek dan lemah. Gejala defisiensi S
sama dengan gejala defisiensi N, tetapi gejala defisiensi N terjadi di dekat bagian
bawah tanaman sedangkan gejala defisiensi S di bagian atas tanaman.
Tanaman menyerap S terutama dalam bentuk anion sulfat (SO 42-) melalui akar; tanaman
juga dapat menyerap molekul-molekul mengandung S, misal asam amino. Daun tanaman
dapat menyerap sulfur dioksida (SO 2 ) langsung dari atmosfer
Jumlah S yang digunakan oleh tanaman sangat berbeda tergantung berbagai faktor.
Kebutuhan S yang tinggi umumnya terjadi pada tanaman legum dan tanaman penghasil
minyak (misalnya kacang tanah). Kebutuhan S yang rendah umumnya terjadi pada
tanaman bijian dan rumput. Efisiensi tanaman dalam hal mengekstrak S dari tanah juga
berbeda antara satu dengan lainnya; tanaman rumput yang memiliki sistem akar
berserabut, memiliki kemampuan ekstraksi S lebih baik dibanding leguminosa.
42
S dalam tanah terutama berada dalam bentuk sulfat (SO 4 -2). Senyawa
mengandung S dapat sebagai sumber unsur S, tetapi harus lebih dahulu
mengalami proses oksidasi biologi menjadi sulfat, yang dilakukan oleh bakteri
Thiobacillus. Proses ini menghasilkan sejumlah besar asam, dan kadang-
kadang senyawa sulfur yang dihasilkan digunakan untuk menurunkan pH
tanah. Bahan-bahan pupuk mengandung sulfat tidak memasamkan tanah,
walaupun pH mungkin sedikit turun dalam jangka pendek. Sulfat yang berada
dalam bentuk anion (SO 4 -2) ditahan kurang kuat oleh tanah sehingga mudah
tercuci. Sampai saat ini defisiensi S tidak banyak dijumpai karena dalam
kenyataannya atmosfer cukup banyak mengandung unsur S akibat
penggunaan batubara dan proses pembakaran minyak. Selain itu, pupuk-
pupuk komersial yang menggunakan superfosfat juga banyak mengandung S.
Namun demikian, peningkatan penggunaan pupuk berkualitas seperti urea dan
TSP yang hanya sedikit mengandung S bisa menyebabkan defisiensi S pada
beberapa jenis tanah.
Anion sulfat ditahan oleh KTA (kapasitas tukar anion) tanah. Hal ini berkaitan
dengan fraksi liat dalam tanah (terutama kaolinit, aluminium dan besi oksida).
KTA tanah topika lapisan bawah > tinggi dibanding lapisan atas, terutama pada
tanah-tanah yang mempunyai horison argilik (misal Ultisol dan Oxisol yang
disebut Low Activity Clay soil). Karena kandungan S di lapisan atas rendah, maka
tanaman dengan perakaran dangkal seringkali mengalami defesiensi S,
sebaliknya untuk tanaman dengan perakaran dalam (tanaman pohon misalnya).
Dibanding N, anion S kurang mobil di dalam tanah, tetapi cepat dapat tercuci
oleh air yang berlebihan. Oleh karena itu pola pergerakan air di dalam tanah juga
mempengaruhi pergerakan sulfat. Pada tanah-tanah masam yang telah melapuk,
yang mengandung kaolinit cukup tinggi jarang mengalami kekurangan S, karena
tanah ini mempunyai retensi sulfat yang tinggi dan mempunyai KTK yang rendah.
43
Terdapat tiga sumber utama unsur S: (a) mineral tanah mengandung S; termasuk
sulfida dan sulfat, terutama dijumpai pada daerah dengan drainase jelek; sulfat,
terutama kalsium sulfat seringkali dijumpai di daerah bercurah hujan rendah dan
pada tanah-tanah salin, (b) S di atmosfer: terjadi dalam bentuk SO 2; jumlahnya
bervariasi dari satu tempat ke lain tempat; jumlahnya umumnya sangat tinggi
pada daerah perkotaan dan daerah industri, dimana bahan mengandung sulfur
selalu digunakan untuk pembakaran, dan (c) bahan organik tanah: termasuk sisa
organik segar dan S dalam humus. Humus merupakan sumber terbesar untuk S
jika humus mengalami mineralisasi. Jumlah S yang dilepaskan dalam mineralisasi
humus tergantung pada: (a) jumlah bahan organik tanah, (b) kandungan S dalam
bahan organik, dan (c) kecepatan mineralisasi bahan organik. Dalam beberapa
hal, mineralisasi S kira-kira sebanding dengan mineralisasi N. Kecepatan
mineralisasi tergantung pada kelengasan tanah, suhu tanah dan akitivitas
mikrobiologi. Dalam kenyataannya, penyedia sulfur terbesar di daerah tropika
berkaitan dengan bahan organik. Tanah yang mempunyai kandungan bahan
organik cukup tinggi (misalnya lahan baru dari pembukaan hutan) umumnya
memberikan produksi tanaman yang tinggi pula. S yang dijumpai di dekat daerah
berawa dalam bentuk H 2 S.
Sebelum akhir tahun 50an, sedikit sekali perhatian terhadap sulfur sebagai
faktor pembatas dalam produksi tanaman, sampai akhirnya diketahui muncul
defisiensi S pada tanah-tanah tropika. Kebanyakan tanah tropika mempunyai
kandungan bahan organik tanah rendah, apalagi jika dalam pembukaan hutan
selalu digunakan cara tebas dan bakar.
Defsiensi S umumnya terjadi pada tanah bertekstur ringan, kandungan bahan
organik rendah dan sering mengalami pencucian. Selain itu bertambahnya
populasi manusia menyebabkan makin pendeknya masa bero yang
menyebabkan menurunnya kandungan bahan organik tanah, sehingga hanya
terdapat S yang dihasilkan dari mineralisasi bahan organik. S di daerah tropika
kurang mendapatkan perhatian karena petani telah banyak menggunakan pupuk
N mengandung S (misal amonium sulfat, dan superfosfat tunggal).
Tabel 10 di bawah ini menyajikan sumber-sumber Ca, Mg dan S yang digunakan untuk
pembuatan pupuk komersial. Selain itu, bahan-bahan lain seperti tulang, abu kayu dan
pupuk kandang juga cukup banyak mengandung Ca, Mg dan S.
44
Mangan (Mn) diserap oleh akar dalam bentuk Mn2+, dan juga dalam bentuk khelat
organik. Bentuk-bentuk tersebut juga dapat diserap oleh daun. Di dalam tanaman, Mn
berkaitan dengan aktivasi berbagai enzim tanaman. Mn juga bersifat racun jika
konsentrasi melebihi tingkatan tertentu. Tingkat meracuni umumnya terjadi pada tanah
dengan pH < 5.5, karena Mn menjadi sangat larut. Kelarutan Mn juga meningkat jika Mn4+
direduksi menjadi Mn2+ pada kondisi drainase tanah yang jelek. Tanaman yang
kekurangan Mn akan menampakkan harus-haris kuning pada daun bagian atas (Gambar
21).
Seng (Zn) diserap oleh akar tanaman dalam bentuk kation Zn2+, dan seperti halnya Fe, Mn
dan Cu, Zn juga dapat diserap dalam bentuk khelat organik. Zn di dalam tanaman
berperan sebagai aktivator berbagai enzim tanaman. Defisiensi Zn umumnya terjadi pada
tanah kalkareous, tetapi dapat juga terjadi pada tanah masam yang diberikan pengapuran
berlebihan, atau jika pH tanah meningkat secara temporer akibat praktek pembakaran
sisa tanaman. Zn juga dapat bersifat racun bagi tanaman jika berada dalam jumlah cukup
tinggi di dalam tanah. Defisiensi Zn dalam tanah menyebabkan muncuknya klorosis pada
daun muda (Gambar 22).
Tembaga (Cu) diserap oleh akar tanaman dan oleh daun dalam bentuk Cu2+, dan dalam
bentuk khelat Cu, atau diberikan dalam bentuk pupuk daun yang disemprotkan. Cu juga
46
Besi (Fe) diserap oleh akar tanaman dalam bentuk ion Fe2+ atau Fe3+, walaupun Fe2+ lebih
aktif dalam metabolisme tanaman dibandingkan Fe3+. Fe juga dapat diserap akar tanaman
dalam bentuk senyawa organik yang dikenal sebagai 'khelat', dan diserap oleh daun
tanaman akibat pemberian pupuk daun. Fe merangsang aktivitas enzim-enzim yang
terlibat dalam produksi khlorofil. Defisiensi Fe umumnya terjadi pada tanah alkalin dan
tanah kalkareous, terutama dalam kondisi yang berdrainase baik (Gambar 24).
Penggenangan menyebabkan Fe menjadi lebih tersedia. Jika tanaman padi ditanam pada
tanah kalkareous, defisiensi Fe mungkin dijumpai pada lahan kering, tetapi tidak terjadi
defisiensi Fe pada padi sawah. Namun demikian, jika kandungan bahan organik tanah
terlalu rendah, defisiensi Fe juga bisa terjadi pada tanah padi sawah. Keracunan besi
dapat terjadi jika tanah digenangi, yang menyebabkan konsentrasi Fe2+ bersifat racun
dalam larutan tanah dan dalam tanaman padi. Pemecahan yang umumnya dilakukan
adalah dengan mendrainase tanah untuk mengoksidasi Fe2+ menjadi bentuk Fe3+.
Boron (B) diserap oleh tanaman dalam berbagai bentuk anion, termasuk B 4 O 72-, H2 BO3-,
HBO 32-, dan BO 33-. Namun demikian, fungsinya di dalam tanaman belum diketahui
dengan jelas. Defisiensi B menyebabhan terhambatnya pertumbuhan tanaman.
Pertumbuhan tajuk terhambat (Gambar 25).
47
Khlorin (Cl) telah diketahui sebagai salah satu unsur hara esensial, diperlukan dalam
jumlah sangat kecil. Namun demikian fungsinya dalam tanaman masih belum diketahui
dengan jelas. Kelebihan Cl dapat memberikan pengaruh yang buruk terhadap beberapa
jenis tanaman, terutama tembakau dan kentang (Gambar 26). Gejala defisiensi
ditunjukkan oleh terhambatnya pertumbuhan akar, teiapi sulit dilihat di lapangan.
Molibdenum (Mo) diserap oleh tanaman dalam bentuk anion MoO 4 2-. Mo berbeda
dengan unsur mikro lainnya dalam hal ketersediaanya yang lebih besar pada tanah alkalin
dibandingkan pada tanah masam. Mo diperlukan oleh tanaman dalam jumlah sangat kecil
untuk reduksi N dan sintesis protein. Mo diperlukan oleh bakteri Rhizobium untuk fiksasi
N, sehingga tanaman legum pada tanah masam seringkali diberi tambahan unsur ini.
Gejala defisiensi Mo pada tanaman mirip dengan gejala defisiensi N, yaitu terjadi
khlorosis pada daun (Gambar 27).
Bahan organik tanah merupakan penimbunan dari sisa-sisa tanaman dan hewan yang
sebagian telah mengalami pelapukan dan pembentukan kembali. Bahan organik tanah
tersebut berada dalam pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan organisme
tanah. Sebagai akibatnya bahan organik tanah berubah terus sehingga harus selalu
diperbaharui melalui penambahan sisa-sisa tanaman atau hewan.
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting,
daun, dan buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis
sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut.
Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa-senyawa polisakarida, seperti
selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan- bahan pektin dan lignin. Selain itu N
merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam bahan organik karena
merupakan unsur yang penting dalam sel mikroba yang terlibat dalam proses
perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi
dan akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan
tidak saja sumber bahan organik, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk
hidup. Sumber sekunder bahan organik adalah fauna. Fauna terlebih dahulu harus
menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan pula
bahan organik. Bahan organik tanah selain dapat berasal dari jaringan asli juga dapat
berasal dari bagian batuan.
Perbedaan sumber bahan organik tanah tersebut akan memberikan perbedaan
pengaruh yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu berkaitan erat dengan
komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut. Kandungan bahan organik dalam
setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini tergantung dari beberapa hal yaitu; tipe vegetasi
yang ada di daerah tersebut, populasi mikroba tanah, keadaan drainase tanah, curah
hujan, suhu, dan pengelolaan tanah. Komposisi atau susunan jaringan tumbuhan akan
jauh berbeda dengan jaringan binatang. Pada umumnya jaringan binatang akan lebih
cepat hancur daripada jaringan tumbuhan. Jaringan tumbuhan sebagian besar
tersusun dari air yang beragam dari 60-90% dan rata-rata sekitar 75%. Bagian padatan
sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein 10%, lignin 10-30% dan lemak 1-8%.
Ditinjau dari susunan unsur karbon merupakan bagian yang terbesar (44%) disusul
oleh oksigen (40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar 8%. Susunan abu itu
sendiri terdiri dari seluruh unsur hara yang diserap dan diperlukan tanaman kecuali C,
H dan O.
Bahan organik tanah dapat dikelompokkan menjadi (1) komponen hidup : jumlahnya
jarang sekali mencapai 4% dari C organik tanah total, dapat dikelompokkan lagi
menjadi tiga, yakni akar tanaman (5-10%), makroorganisme atau fauna tanah (15-
30%), mikroorganisme (60-80%), dan (2) komponen mati:menyusun sekitar 98% total C
organik tanah, dan dapat dikelompokkan menjadi bahan makroorganik dan humus.
49
Serasah tanaman juga mengandung bahan tanaman mati (dan beberapa hewan).
Karena seresah terletak dipermukaan tanah, maka bukan merupakan penyusun bahan
organik tanah. Namun demikian, karena seresah tanaman sangat penting dalam siklus
hara dan pembentukan humus, lapisan seresah tanaman dinyatakan sebagai bagian
integral dari profil tanah.
Bahan makroorganik merupakan komponen atau bagian terkecil dari komponen mati,
umumnya mengandung 10-30% total C organik tanah. Bahan ini tersusun terutama
dari sisa tanaman pada berbagai tingkatan dekomposisi, dan dapat tersaring oleh
ayakan 250 m. Bahan ini dapat disamakan dengan fraksi ringan yang diperoleh
dengan cara pengapungan pada cairan berdensitas 1.6 - 2,.0 g/cm3. Pada tanah-tanah
alofan, sebagian besar fraksi ringan beukuran < 250 um. Jika banyak mengandung
pumice (batu apung), densitas 1.2 g/cm3 biasanya yang dipakai karena sebagian besar
pumice tenggelam.
9.2.1. Humus
Tabel 11. Klasifikasi bahan organik tanah berdasarkan pool fungsi, waktu turnover dan
komposisinya berdasarkan estimasi perhitungan komputer model CENTURY
(Parton et. al., 1987).
Pool fungsi Waktu turnover Komposisi Nama lain
(th.)
Bahan 0.1 0.5 isi sel (cellular contents), sisa tanaman
Metabolik selulose atau hewan
Bahan 0.3 2.1 lignin, polifenolik sisa tanaman
Struktural
Pool Aktif 0.2 1.4 biomass microbia, karbohidrat fraksi labil
dapat larut, enzim eksoselular
Pool Lambat 8 50 BO berukuran partikel
(Particulate organik matter,
berukuran 50 m -2.0 mm)
Pool Pasif 400 2200 asam-asam humik, fulvik, substansi
kompleks organo-mineral humus
Bahan organik tanah mudah dilapuk/labil (decomposable or labile). Fraksi labil terdiri
atas bahan yang mudah didekomposisi berkisar dari beberapa hari sampai beberapa
tahun. Komponen labil terdiri atas 3 kelompok, yaitu,
51
a. bahan yang paling labil adalah bagian sel tanaman seperti karbohidrat, asam
amino, peptida, gula amino, dan lipida,
b. bahan yang agak lambat didekomposisi seperti malam (waxes), lemak, resin,
lignin dan hemiselulosa, dan
c. biomass dan bahan metabolis dari mikroba (microbial biomass) dan bahan
rekalsitran lainnya.
Bahan organik tanah sukar dilapuk (resistant), grup ini dapat tersusun dari pool aktif
(waktu turnover <1 tahun) dan pool rekalsitran yang dicirikan dengan sangat lambat
waktu turnover nya. Pool ini dapat dibagi menjadi dua yaitu pool lambat (slow pool)
dengan waktu turnover 8-50 tahun, dan, pool pasif (passive pool) yang dapat tinggal
dalam tanah selama beribu-ribu tahun.
Fraksi labil berperan sangat penting dalam mempertahankan kesuburan kimia tanah
yaitu sebagai sumber hara tanaman dikarenakan komposisi kimia bahan asalnya dan
tingkat dekomposisinya yang cepat. Biomasa mikroba sangat penting dalam
mempertahankan status bahan organik tanah yang berperanan sebagai source dan
sink bagi ketersediaan hara karena daur hidupnya relatif singkat. Faktor iklim makro
yang menentukan kecepatan dekomposisi fraksi adalah suhu dan kelembaban tanah
dan keseimbangan biomas microbia. Di daerah tropika basah, suhu isotermik dan
isohipertermik serta keragaman ketersediaan air tanah sangat menentukan populasi
mikroba tanah sehingga sangat menentukan kecepatan dekomposisi komponen labil.
Komponen bahan organik tanah yang paling sulit dilapuk adalah asam-asam humik
yang merupakan hasil pelapukan seresah (substansi organik menyerupai lignin) atau
kondensasi dari substansi organik terlarut yang terbebas melalui dekomposisi gula,
asam amino, polifenol dan lignin. Jadi boleh dikatakan bahwa humus adalah produk
akhir dekomposisi bahan organik oleh mikroba.
Tahannya susbstansi humik terhadap dekomposisi adalah dikarenakan konfigurasi fisik
maupun struktur kimia yang sulit dipecahkan oleh mikroba. Substansi ini secara fisik
terikat kuat dengan liat atupun koloidal tanah, dapat juga dikarenakan letaknya di
dalam agregat mikro (Hassink, 1995; Matus, 1994) dan ditambah lagi dengan adanya
hifa ataupun akar-akar halus. Kontribusi substansi humik terhadap ketersediaan hara
masih belum banyak data penelitian tersedia, dikarenakan terlalu panjangnya waktu
turnover nya.
Namun demikian pool stabil dari bahan organik ini tetap memegang peranan penting
sebagai biological ameliorant terhadap unsur beracun bagi tanaman, juga sangat
berperan dalam pembentukan agregat tanah dan pengikatan kation dalam tanah.
Peranan sebagai pengikat kation lebih diutamakan artinya pada tanah-tanah masam
dimana bahan organik tanah merupakan satu-satunya fraksi tanah bermuatan positif.
Seperti diketahui bahan organik tanah tersusun dari berbagai komponen baik yang
masih hidup maupun yang sudah mati. Hasil berbagai penelitian menunjukkan bahwa
C-organik hidup sekitar 4% dari total C tanah, terutama terdiri atas akar-akar halus,
mikroba fauna tanah. C-organik mati terutama terdiri atas seresah pada permukaan
tanah (surface litter), seresah akar, sisa-sisa metabolik mikrorganisme dan substansi
humik. C-organik hidup dan C-organik mati saling berinteraksi, termasuk juga
organisme saprofit yang membutuhkan C-organik mati untuk kebutuhan
metabolismenya.
52
Karakterisasi bahan organik tanah dapat dilakukan melalui berbagai cara, di antaranya
analisis kimia: total C dan total N (metode termudah), fraksionasi fisik: berdasar
ukuran dan berat jenis, dan penggunaan isotop: 13C (isotop stabil, bukan radioaktif)
dan 14C (radioaktif).
Metode kimia, dapat mendeteksi asam humik dan fulvik, tetapi kurang akurat. Dengan
analisis secara kimia, kandungan aromatik dalam humat dinyatakan sekitar 50%, tetapi
dengan NMR (nuclear magnetic resonance) dan pirolisis gas kromatografi-spektroskopi
masa, dinyatakan bahwa kandungan aromatik tersebut < 50%.
Dalam studi bahan organik tanah secara tradisional, bahan organik tanah harus
dipisahkan dari matrik koloid mineral (liat) dan seskuioksida, serta didispersi dalam
larutan (dengan NaOH atau Na 4 P 2 O 7 ). Bahan yang terdispersi dipresipitasi pada nilai pH
masam disebut asam humik, sedangkan bahan yang tetap dalam larutan disebut asam
fulvik.
Metode fisik (fraksionasi fisik) bahan organik tanah dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu berdasarkan berat jenis partikel dan berdasarkan ukuran partikel (Hassink, 1995).
Pada prinsipnya fraksionasi bahan organik tanah secara fisik ini melibatkan pemisahan
bahan organik dengan partikel tanah. Penetapan fraksi bahan organik tanah berdasarkan
berat jenis dapat dilakukan dengan menggunakan bahan suspensi silikat LUDOX yang
mempunyai berat jenis (BJ) 1,8 g/cm3 dan dapat dibedakan menjadi:
a. fraksi ringan, merupakan bahan yang telah atau hanya sebagian
terdekomposisi, BJ <1,13 g/cm3
b. fraksi sedang: sebagian terdiri atas humus, BJ 1,13-1,37 g/cm3
c. fraksi berat: bahan organik yang terjerap oleh partikel liat dalam bentuk
organo mineral, bersifat amorf, BJ >1,37 g/cm3.
Fraksi kasar terutama tersusun dari seresah tanaman (plant debris) yang memiliki nisbah
C:N tinggi, fraksi yang bertekstur halus kebanyakan bahan organik yang telah dilapuk
lanjut dan berasosiasi dengan debu dan liat.
Prinsip penetapan fraksi bahan organik tanah berdasarkan ukuran partikel adalah
menentukan jumlah absolut dan proporsi relatif C dan N dari partikel organik dalam
tanah. Fraksi bahan organik tanah berukuran pasir (50 m-2,0 mm) biasanya lebih labil
daripada bahan organik tanah berukuran liat atau debu (Tiesen and Steward, 1983).
Bahan organik tanah yang mempunyai ukuran pasir selanjutnya oleh Cambardella and
Elliot (1992) disebut dengan bahan organik berukuran partikel (Particulate Organik
Matter = POM).
Teknik radioisotop 14C, dapat merunut (tracing) umur bahan organik tanah; dengan
isotop stabil 13C dapat membedakan asal bahan organik tanah, dari tanaman bertipe
C3 atau C4 (rantai fotosintesis): contoh tipe C3 adalah tanaman hutan, pohon
leguminosa; tipe C4: tebu, jagung.
Diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi kadar bahan organik tanah, faktor
yang penting adalah kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan drainase yang saling
berkaitan. Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik dan N. Kadar bahan
organik terbanyak ditemukan di lapisan atas setebal 20 cm (15-20%). Semakin ke
53
bawah kadar bahan organik semakin berkurang. Hal itu disebabkan akumulasi bahan
organik memang terkonsentrasi di lapisan atas.
Faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin ke daerah dingin,
kadar bahan organik dan N makin tinggi. Pada kondisi yang sama kadar bahan organik
dan N bertambah 2 hingga 3 kali tiap suhu tahunan rata-rata turun 100C. bila
kelembaban efektif meningkat, kadar bahan organik dan N juga bertambah. Hal itu
menunjukkan suatu hambatan kegiatan organisme tanah. Tekstur tanah juga cukup
berperan, makin tinggi jumlah liat maka makin tinggi kadar bahan organik dan N tanah,
bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang baik sehingga
bahan organik cepat habis. Pada tanah dengan drainase buruk, dimana air berlebih,
oksidasi terhambat karena kondisi aerasi yang buruk. Hal ini menyebabkan kadar
bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase baik. Disamping itu vegetasi
penutup tanah dan adanya kapur dalam tanah juga mempengaruhi kadar bahan
organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan padang rumput dan tanah
pertanian.
Bahan organik tanah adalah salah satu kunci keberhasilan sistim pertanian
berkelanjutan Untuk produksi berkelanjutan perlu dipertahankan kandungan bahan
organik tanah sekitar 2%, tetapi pada daerah tropika kandungan bahan organik
umumnya kurang dari 2% karena cepatnya proses dekomposisi.
Telah lama diketahui bahwa salah satu dari yang terpenting dan paling banyak diteliti
adalah tentang kontribusi bahan organik tanah terhadap kesuburan tanah. Unsur hara
dijebak atau dilepas dari bahan organik tanah melalui dua proses utama yakni
a. proses biologi yang mengendalikan penyimpanan dan pelepasan N, P dan S
karena unsur tersebut terkandung dalam satusn struktural bahan organik
tanah, dan
b. proses kimia yang mengendalikan interaksi dengan kation-kation unsur hara
makro dan mikro (Ca, Mg, K, Fe, Cu, Zn dan Mn).
Bahan organik tanah memiliki peranan kimia di dalam menyediakan N, P dan S untuk
tanaman peranan biologis di dalam mempengaruhi aktivitas organisme mikroflora dan
mikrofauna, serta peranan fisik di dalam memperbaiki struktur tanah dan lainnya. Hal
ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang tumbuh di tanah tersebut.
Besarnya pengaruh ini bervariasi tergantung perubahan pada setiap faktor utama
lingkungan.
Beberapa peran penting bahan organik tanah terhadap kesuburan tanah adalah:
a. penyedia unsur hara (melalui dekomposisi dan mineralisasi),
b. pemacu aktivitas mikroorganisme tanah dan fauna tanah, sehingga
memperbaiki agregasi tanah dan mengurangi resiko erosi,
c. pengikat unsur-unsur beracun pada tanah masam, misal Al, dan
d. meningkatkan kapasitas penyangga tanah; kaitannya dengan efisiensi
penggunaan unsur hara (termasuk pupuk).
54
10.1. pH tanah
Asam adalah senyawa yang dapat memberikan proton (H+) ke senyawa lainnya.
Beberapa contoh umum adalah asam muriatik atau asam klorida (HCl) yang
merupakan asam kuat, dan cuka (asam asetat) yang merupakan asam lemah.
Basa adalah senyawa yang dapat menerima H+. Jika ditempatkan dalam air, suatu
asam mengalami ionisasi menjadi hidrogen (H+) dan anion asosiasinya, seperti contoh
di bawah ini disosiasi asam klorida:
HCl H+ + Cl- .
Jumlah H+ adalah kemasaman aktif yang ada. Pada asam kuat, semua senyawa dapat
mengalami ionisasi dan melapaskan H+. Pada asam lemah, inonisasi hanya terjadi pada
sebagian asam yang ada. Hidrogen tidak larut dalam senyawa seperti cuka dapat
memberikan 99% asam, yang disebut kemasaman potensial, sedangkan yang aktif
hanya 1%.
pH adalah ukuran konsentrasi H+ aktif dalam larutan tanah, dan menunjukkan
kemasaman atau kebasaan relatif. Keadaan netral terjadi pada pH 7,0. Nilai di atas 7,0
adalah basa, sedangkan nilai di bawah 7,0 adalah asam. Skala pH bersifat logaritmik,
yang berarti bahwa tiap unit mempunyai 10 kali lipat peningkatan kemasaman atau
kebasaan. Sebagai gambaran, nilai pH 6,0 adalah 10 kali lipat lebih asam dibandingkan
nilai pH 7,0, dan pH 5,0 adalah 100 kali lebih asam dari pH 7,0.
Semakin banyak H+ yang ditahan dalam tanah, semakin tinnggo kemasaman tanah.
Pada tanah-tanah pertanian, N atau S bentuk organik dan beramoniak dikonversi
menjadi nitrat atau sulfat oleh mikroorganisme dan melepaskan asam. Penambahan
asam dan pencucian dapat menyebabkan pelarutan mineral ketika pH menurun. Hal
ini kemudian melepaskan kation seperti Al3+, Mn2+ dan Fe3+ yang dapat bereaksi
dengan air untuk melepaskan kation H atau mengganti kation-kation basa pada
komplek pertukaran. Kation-kation basa yang digantikan tersebut kemudian diserap
oleh tanaman, atau tercuci, dan kejenuhan basa menjadi rendah.
Tanah berperan sebagai asam lemah, dengan hanya sebagian kecil potensial
kemasamannya dalam bentuk aktif. Jumlah H+ sebenarnya yang ada dalam larutan
tanah merupakan bagian sangat kecil dari kemasaman total sampai pH kurang dari 3.
Logam-logam Al, Mn dan Fe yang dapat dipertukarkan, bersama dengan muatan yang
tergantung pH pada bahan organik dan kisi liat merupakan penyusun utama sumber
kemasaman potensial (juga disebut sebagai kemasaman cadangan atau kemasaman
total).
Kemasaman cadangan, dalam hubungannya dengan basa-basa yang dapat
dipertukarkan membantu menyangga tanah untuk bertahan dari perubahan pH yang
cepat. Tanaman yang tumbuh pada tanah-tanah masam harus mampu bertahan pada
kandungan Al dan Mn yang tinggi dan ketersediaan P, Ca dan Mg yang rendah.
Mikroorganisme tidak bersaing ketat pada kondisi seperti ini, dan digantikan oleh
55
jamur. Karena sebagian besar tanaman tidak tahan pada kondisi ini, maka tanah harus
di amelioriasi agar lingkungan perakaran menjadi lebih baik.
Ketersediaan unsur hara sangat terkait dengan aktivitas H, atau pH dalam larutan
tanah. Menurunnya pH tanah secara langsung meningkatkan kelarutan Mn, Zn, Zu dan
Fe. Pada pH kurang dari sekitar 5,5, tingkat meracun dari Mn, Zn or Al bertambah.
Ketersediaan N, K, Ca, Mg dan S cenderung menurun dengan menurunnya pH.
Pengaruhnya pH pada P dan B tidak langsung, karena ketersediaan unsur ini
tergantung pada pembentukan senyawa kurang larut dengan Al, Fe, Mn dan Ca, yang
dipengaruhi oleh pH. Sebagai akibatnya, ketersediaan P dan B menurun, baik pada pH
tinggi maupun rendah dengan ketersediaan maksimum pada kisaran pH 5,5-7,0.
Kapur tersusun terutama dari kalsium dan magnesium karbonat larut. Beberapa bahan
pengapuran mengandung Ca oksida atau Ca hidroksida yang tingkat kelarutannya lebih
tinggi. Jika bahan tersebut dicampur dengan air, kapur pelahan-lahan larut. Jika ada
sumber asam, pelarutan tersebut berjalan lebih cepat. Banyak orang berpendapat
kurang benar bahwa Ca (atau Mg) merupakan bahan yang aktif untuk meningkatkan
pH. Sementara Ca membantu mengganti kemasaman dapat ditukar dari tanah. Ca
adalah komponen ber ion (karbonat, oksida atau hidroksida) yang bereaksi dengan
kemasaman tanah. Karbonat dan oksida larut dalam air membentuk hidroksida. Untuk
kalsium karbonat reaksinya terjadi sebagai berikut:
CaCO 3 (padat) + H 2 O Ca2+ + HCO 3 - + OH-.
Untuk kalsium oksida reaksinya adalah
CaO + H 2 O Ca2+ + 2 OH
dan asam dalamlarutan dinetralisasi
H+ + OH- H 2 O.
56
Kation kalsium tetap berada dalam bentuk dapat dipertukarkan untuk dapat diserap
tanaman, demikian juga untuk magnesium.
Sejumlah bahan tersedia untuk pengapuran tanah-tanah masam (Tabel 12). Pemilihan
suatu bahan pengapuran hendaknya didasarkan pada kemampuannya menetralisiasi
kemasaman tanah, komposisi kimia, kelembutan ukuran, mudah penanganan, dan
biaya. Limestone (batu kapur) adalah batuan sedimen alami yang kaya dengan mineral
kalsit (CaCO 3 ) atau dolomit (Ca,Mg(CO 3 ) 2 ).
Kebanyakan batu kapur terbentuk sebagai endapan tebal, endapan kalkaerus yang
kompak dari hewan laut di dasar laut. Deposit kalsit yang relatif murni disebut batu
kapur berkalsit, sedangkan bahan mengandung lebih banyak Mg disebut batu kapur
berdolomit. Jika kapur dolomit atau kalsit di panaskan, karbonat akan dilepaskan, dan
terbentuklan kalsium (magnesium) oksida. Jika diperlakukan dengan air, kalsium
oksida membentuk Ca(OH) 2 . Bahan ini sangat reaktif sehingga sulit diterapkan di
lapangan untuk mencapai tujuan pH yang dikehendaki untuk budidaya pertanian.
Untuk membandingkan nilai netralisasi asam dari berbagai bahan pengapuran, dapat
dilakukan uji kalsium karbonat ekuivalen (KKE) menggunakan kalsit murni (CaCO 3 )
sebagai standar dengan kisaran nilai 100%. Nilai KKE > 100 menunjukkan bahwa bahan
tersebut dapat menetralisasi asam lebih banyak dibandingkan dengan kalsit dengan
berat yang sama. Batu kapur dolomit murni memiliki KKE 108, atau 8% lebih tinggi
dibandingkan kalsit murni. Karena Mg lebih ringan dibandingkan Ca, persentase bahan
yang lebih besar adalah karbonat yang merupakan bahan aktif dalam kapur.
Karena bahan-bahan pengapuran kurang larut dan relatif tidak mobil dalam
tanah, aplikasi permukaan hanya berpengaruh pada kedalaman 5-8cm, dan hal
ini merupakan tindakan pengapuran yang tidak efisien. Pembenaman merata
dalam daerah perakaran meningkatkan kecepatan reaksi dan mengena volume
tanah yang lebih besar, memaksimumkan manfaat kapur. Pengaruh manfaat
pengapuran dicapai jika tanah dan kapur tercampur.
58
Uji tanah meliputi tahapan, (a) pengambilan contoh tanah (b) analisis contoh tanah di
laboratorium, dan (c) interpretasi hasil analisis dan rekomendasi awal. Pengambilan
contoh yang salah merupakan sumber kesalahan utama dalam interpretasi hasil analisis.
Dua macam pengambilan contoh tanah: (a) pengambilan contoh pada tiap horizon dalam
profil tanah (umumnya untuk survei tanah dan klasifikasi tanah), tetapi kurang sesuai
untuk evaluasi kesuburan tanah untuk rekomendasi pemupukan, kenapa?, karena hanya
menunjukkan tanah pada titik tertentu, dan (b) pengambilan contoh tanah pada plot
untuk karakterisasi kesuburan rata-rata dari wilayah tersebut dengan tujuan untuk
rekomendasi pemupukan. Untuk tujuan ini, wilayah yang diambil contohnya harus
dikelompokkan, paling tidak dalam 10 sampai 20 tempat pengambilan contoh, biasanya
cukup pada kedalaman 15-20 cm. Masing-masing contoh kemudian dikompositkan dan
diambil subcontoh pewakil sekitar 500 g untuk analisis di laboratorium. Hasil yang
diperoleh dari pendekatan tersebut secara hati-hati digunakan untuk menduga kondisi
tanah, berkaitan dengan iklim, pertumbuhan tanaman dan tingkat produksi yang
diharapkan
Fisolofi ini menagsumsikan ada nisbah basa dapat ditukar yang ideal di dalam
tanah yang akan mengpotimasi penggunaan unsur hara tanaman untuk
perbaikan produksi tanaman. Persentase yang umum digunakan adalah 65%
kalsium, 10% magnesium, dan 5% kalium. Nilai ini setara dengan nisbah
Ca/Mg= 6,5, Ca/K= 13, dan Mg/K= 2. Jika nisbah tersebut tidak ditemui, maka
dapat dinyatakan salah salah satu diantara unsur hara tersebut defisien.
Persentase tersebut juga menghasilkan kejenuhan basa 80%. Filosofi ini
umumnya paling tepat untuk tanah dengan KTK yang tinggi dan pH tinggi.
Filosofi ini tidak mengarah pada fosfor, sulfur dan unsur mikro.
Filosofi ini berasumsi bahwa tingak kesukupan unsur hara untuk menggantikan
yang diangkut tanaman seharusnya dipertimbangkan tanpa memperhatikan
60
tingkat unsur hara tanah. Hal ini tidak termasuk tanah-tanah dimana tingkat
kandungan hara sangat tinggi, meskipun bisa menjadi bersifat racun.
Filosofi ini didasarkan pada kalibrasi uji tanah yang menunjukkan tidak ada
respon hasil terhadap aplikasi unsur hara juga hasil uji tanah menunjukkan
tingkat hara yang lebih tinggi. Dengan kata lain, jika hasil uji tanah
menunjukkan kandungan suatu hara cukup tinggi, tidak perlu dilakukan
penambahan unsur hara melalui pupuk.
Kalibrasi
Uji tanah terkalibrasi adalah prosedur ekstraksi tanah yang menghasilkan nilai
uji tanah yang dapat dikorelasikan dengan respon tanaman yang positif
terhadap pemupukan. Proses kalibrasi melibatkan percobaan-percobaan
lapangan yang berulang kali dengan menggunakan berbagai jenis tanah, resim
kelembaban, dan kondisi iklim, pada tanaman tertentu. Proses ini tidak ada
kejelasan kapan berakhir karena respon kultivar baru seringkali berbda dengan
kultivar lama, adanya praktek pengelolaan yang modern, dan makin
canggihnya laboratorium.
Skala Penilaian
Hasil uji tanah di laboratorium umumnya dikembangkan dengan skala
penilaian dalam kaitannya dengan respon tanaman terhadap penambahan
unsur hara untuk mempertahankan atau memperbaiki hasil tanaman.
Sangat Rendah Kurang dari 50% potensial hasil tanaman yang dapat
diharapkan tanpa adanya penambahan unsur hara yang dimaksudkan.
Sejumlah besar unsur hara harus ditambahkan melalui pemupukan.
Rendah - 50 sampai 70% potensial hasil tanaman dapat diharapkan tanpa
adanya penambahan penambahan unsur hara yang dimaksudkan.
Penambahan unsur hara diharapkan dapat meningkatkan hasil tanaman.
Sebagian kebutuhan unsur hara perlu ditambahkan melalui pemupukan..
Sedang - 75 sampai 100% potensial hasil tanaman dapat diharapkan tanpa
adanya penambahan penambahan unsur hara yang dimaksudkan.
Penambahan unsur hara diharapkan dapat meningkatkan hasil tanaman.
Sebagian kecil kebutuhan unsur hara perlu ditambahkan melalui pemupukan.
Tinggi Tidak bisa diharapkan kenaikan hasil tanaman melalui penambahan
unsur hara. Tidak diperlukan pemupukan.
Sangat tinggi - Tidak bisa diharapkan kenaikan hasil tanaman melalui
penambahan unsur hara. Tanah dapat menyediakan unsur hara lebih banyak
dibandingkan yang dibutuhkan tanaman. Tidak disarankan dilakukan
pemupukan untuk menghindari masalahunsur hara dan dampak lingkungan.
61
Kesuburan tanah merupakan pengaruh kombinasi tiga komponen utama yang saling
berinteraksi, yaitu sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Sifat kimia dan fisika tanah telah
lebih dipahami dibandingkan sifat biologi tanah. Sampai saat ini masih sulit
mendefinisikan status biologi tanah yang sesuai karena sifatnya yang dinamis dan
perubahan yang terjadi dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan perubahan sifat
kimia dan fisika dalam tanah. Beberapa aspek biologi tanah dapat digunakan sebagai
tanda peringatan dini terhadap degradasi lahan, seperti menentukan jumlah karbon
dalam pool mikroba dibandingkan dengan jumlah karbon total dalam tanah.
Biologi tanah sangat komplek dan diperlukan pemahaman yang lebih dalam terhadap
pengaruh antara yang disebabkan oleh komponen biologi pada kesuburan kimia dan
fisika. Sampai saat ini belum ditemukan metoda yang tepat untuk menentukan tingkat
aktivitas organisme tanah yang sesuai, jumlah dan diversitas organisme tanah untuk
mempertahankan tanah yang subur dan produktif. Karena hal ini akan berubah
tergantung pada jenis tanah, maka nilai optimal tunggal menjadi kurang bermanfaat.
5. N dilepaskan selama pelapukan bahan organik, baik di dalam tanah atau di dalam
biomasa mikroba tanah
6. Jamur mikoriza arbuskular dapat meningkatkan serapan fosfor ke dalam tanaman
pada tanah-tanah yang kekurangan fosfor
7. Bahan pembenah tanah mempengaruhi lingkungan fisik dan kimia organisme
tanah
8. Beberapa rotasi tanaman dan tindakan pengolahan tanah menurunkan kesesuaian
tanah untuk patogen tanaman
9. Sistem produksi berbasis kesuburan biologi tanah dapat memberikan keuntungan
10. Proses-proses biologi tanah berkembang lambat, dan waktu yang diperlukan akan
berbeda pada tanah, lingkungan dan tindakan pengelolaan lahan yang berbeda.
organik tanah. Beberapa cara pendekatan pemecahan masalah kesuburan tanah tropika
antara lain:
1. Pemupukan dan / atau pengapuran yang berimbang; namun demikian
karena kandungan bahan organik tanah-tanah tropika umumnya sangat
rendah, maka kapasitas penyangga juga rendah dan sebagai akibatnya
sebagian pupuk hilang tercuci. Selain daripada itu, kondisi sosial ekonomi
dan infrastruktur yang kurang menunjang juga dapat menghambat
pemanfaatan pupuk untuk meningkatkan produktivitas tanah.
2. Manipulasi tanaman (termasuk pengembangan cara konvensional tentang
pemuliaan dan seleksi tanaman dengan melibatkan adaptasi tanaman pada
kondisi yang menyebabkan tanah-tanah menjadi marginal, misalnya
keracunan aluminium dan kekeringan).
3. Pengelolaan sumberdaya biologi tanah, termasuk (i) pengelolaan masukan
organik, (ii) manipulasi kondisi fisik tanah (meliputi cara pengolahan tanah,
misalnya diterapkannya sistem tanpa olah tanah dan olah tanah minimum),
(iii) manipulasi lingkungan biologi (meliputi penerapan sistem atau pola
tanam yang sesuai dengan kondisi setempat, misalnya sistem tumpang gilir,
rotasi tanaman, agroforestry),dan (iv) pemanfaatan biofertilizer
4. Pengelolaan terpadu (kombinasi cara pengelolaan (1), (2) dan (3).
Pengertian biofertilizer secara umum adalah pemanfaatan strain- strain unggul baik
berupa sel hidup ataupun dalam bentuk latent dari mikroba penambat N (N), mikroba
pelarut fosfor (P) atau mikroba perombak selulosa yang diberikan ke biji, tanah
ataupun tempat pengomposan dengan tujuan meningkatkan jumlah mikroba dan
mempercepat proses tersedianya hara bagi tanaman. Di Indonesia penggunaan
"biofertilizer" belum memasyarakat di kalangan petani meskipun dalam peningkatan
produksi kedelai telah dimasukkan Rhizogin/Legin mikroba penambat N. Pemanfaatan
biofertilizer yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik dan organik memberikan
prospek cukup baik untuk memperbaiki dan meningkatkan produktivitas tanah.
66
Azotobacter
Populasi Azotobacter dalam tanah kira-kira 103/kg tanah. Azotobacter
mengekskresikan sejumlah kecil senyawa N ke dalam media tumbuhnya
(Brotonegoro dalam Prihatini et al., 1996). Percobaan di laboratorium
menunjukkan bahwa inokulasi tanah Wanaraja Garut dengan inokulan
Azotobacter meningkatkan kandungan N total mulai minggu ke 4 setelah
inokulasi, sedangkan pada tanah Terbanggi Lampung yang mempunyai pH
lebih masam peningkatan N baru terjadi pada minggu ke 6 (Ariyani dalam
Prihatini et al., 1996). Terdapat respon yang berbeda pada dua varietas
gandum RR 21 dan Lerma-52 yang diinokulasi dengan Azotobacter. Lebih jauh
diungkapkan bahwa inokulasi Azotobacter yang dibarengi dengan pemberian
kompos akan memberikan tambahan hasil lagi sebesar 6% (Joshy dalam
Prihatini et al., 1996).
Bahan organik berfungsi sebagai sumber energi bagi organisme makro dan
mikro fauna. Sejumlah bakteri, actinomycetes dan fungi dalam tanah
berhubungan dengan kandungan humus tanah. Cacing tanah dan fauna
lainnya sangat erat ditentukan oleh jumlah materi dan sisa-sisa tanaman yang
dikembalikan ke tanah. Cacing tanah membangun rongga-rongga di dalam
tanah sehingga tanah menjadi remah, aerasi dan drainase diperbaiki, sehingga
selain sebagai sumber enersi, pupuk organik dapat meningkatkan populasi dan
aktivitas mikroba di dalam tanah. Senyawa-senyawa amino seperti protein,
peptida, asam amino dan gula amino yang disintesis oleh microorganisme,
sebagian bersifat stabil terhadap perombakan oleh mikroba. Hal ini berarti
68
Unsur hara dapat langsung ditambahkan melalui aplikasi pupuk kimia ke dalam tanah.
Namun demikian, penambahan pupuk kimia saja tidak cukup untuk mempertahankan
tingkat kesuburan tanah yang mencukupi, Jika bahan organik dalam tanah menurun,
hasil tanaman juga turun, meskipun ditambahn banyak pupuk. Hal ini terjadi karena
degradasi struktur tanah, penurunan kapasitas tanah menahan air dan unsur hara, dan
meningkatnya kemasaman. Untuk tanah-tanah tropika yang miskin unsur hara dan
telah melapuk lanjut nampaknya tidak cukup untuk meningkatkan kandungan bahan
organik tanah. Pada kondisi seperti itu lebih baik menggunakan pendekatan terpadu
tang memadukan aplikasi pupuk kimia dengan upaya peningkatan kansungan bahan
organik.
Dikenal berbagai jenis pupuk kimia. Beberapa yang umum digunakan dengan
kandungan haranya disajikan pada Tabel 13. Sebagai contoh, 100 kg urea
mengandung 45 kg nitrogen (N), sedangkan yang 55 kg berupa bahan pengisi.
Di-amonium fosfat mengandung 21 kg nitrogen dan 23 kg fosfor per 100 kg
pupuk; jadi di dalam 1oo kg di-amonium fosfat mengandung 56 kg bahan
pengisi.
Selain yang disebutkan pada Tabel 12, pupuk campuran juga sering digunakan.
Pupuk campuran tersebut mengandung berbagai jenis pupuk kimia. Pupuk
campuran mempunyai nisbah khusur dari unsur nitrogen (N), fosfor (P) dan
kalium (K). maka seringkali disebut sebagai pupuk NPK. Kantong pupuk NPK
selalu dituliskan kandungan masing-masing untuk N,P dan K. Suatu pupuk NPK
yang berlabel 10:10:10 mengandung 10 kg N, 10 kg P 2 0 5 dan 10 kg K 2 0 per 100
70
kg. Jadi setiap 100kg pupuk NPK mengandung 70kg bahan pengisi yang tidak
mengandung NPK.
Tabel 13. Jenis pupuk kimia, kandungan unsur hara dan jumlah kapur yang
diperlukan untuk netralisasi pengaruh kemasaman dari pupuk.
Pupuk Kimia Formula Kandungan CaCO
Kimia (%) yang
diperluk
an*
N P K
Amonium sufat (AS) (NH 4 ) 2 SO 4 21 - - 110
Kalsium amonium (NH 4 20 - - -
nitrat (CAN) NO 3 )*CaCO 3
Urea CO(NH 2 ) 2 45 - - 80
Mono-amonium NH 4 H 2 PO 4 11 20 - -
foosfat (MAP)
Di-amonium fosfat (NH 4 ) 2 PO 4 21 23 - -
(DAP)
Super fosfat (SSP) Ca(H 2 PO 4 ) 2 - 8 - -
Triple super phosphate Ca(H 2 PO 4 ) 2 - 22 - -
TSP
Slag basa (CaO) 5 *P 2 O 5 - 3-8 - -
*SiO
Batuan fosfat alam - 11-17 -
Kalium klorida KCl - - 50
Kalium nitrat KNO 3 14 - 37 -
Potassium sulphate K 2 SO 4 - - 24
Potassium magnesium K 2 SO 4 *MgSO 4 - - 81
sulphate
*Jumlah CaCO yang diperlukan untuk netralisasi pupuk kimia
Setiap jenis pupuk kimia mempunyai karakteristik tertentu yang yang harus
dipertimbangkan dalam memutuskan kapan dan bagaimana aplikasi pupuk
tertentu. Beberapa pupuk dijerap oleh partikel tanah. Hal ini berarti bahwa
partikel tanah menjaga pupuk tetap pada tempatnya untuk dapat digunakan
oleh tanaman sementara pada saat yang sama partikel tanah tersebut dapat
melepaskan pupuk ketika dibutuhkan oleh tanaman. Jika pupuk difiksasi oleh
partikel tanah, maka partikel tanah tersebut mengikat kuat pupuk tersebut
sehingga pupuk berada di luar jangkauan akar tanaman permanen. Beberapa
pupuk dapat menguap dan larut dalam air tanpa memberikan manfaat bagi
tanaman. Selain itu, penting untuk mempertimbangkan ketika tanaman
memerlukan paling banyak hara yang dipasok oleh pupuk.
Nitrogen
dijerap oleh partikel tanah. Oleh karena itu cara terbaik adalah mencampur
dengan sempurna pupuk ammonium dengan tanah. Urea juga harus dicampur
baik dengan tanah, daripada diaplikasikan di atas tanah di mana karena dapat
dapat hilang melalui volatilisasi. Amonium dan urea mungkin tidak dapat
mencapai 5 cm dari bibit. Urea diubah menjadi amonium dalam tanah dan
kemudian dijerap. Namun demikian, amonium dalam tanah kemudian dengan
cepat diubah menjadi nitrat (NO 3 -) yang tidak dijerap tanah. Hal ini berarti
bahwa nitrogen dalam bentuk nitrat dapat dengan mudah tercuci dalam
kondisi basah. N-nitrat juga dapat menguap dalam kondisi basah melalui
denitrifikasi. Melalui cara ini nitrogen hilang sepanjang musim tanam. Oleh
karena itu lebih baik membagi waktu pemberian pupuk nitrogen, daripada
menggunakan semuanya sekaligus. Selain aplikasi di awal musim tanam,
aplikasi dapat diberikan pada saat pembentukan anakan dan / atau tahap
pembungaan. Jika amonium dan urea diberikan dengan cara disebar, saat
aplikasi terbaik adalah sebelum menabur benih untuk mencegah kerusakan
benih.
Fosfat
Kalium
Kalium Kalium juga penting bagi pengembangan sistem akar dan selama
periode pertumbuhan tanaman. Kalium harus tersedia selama musim tanam
keseluruhan. Karena kalium dijerap oleh partikel tanah maka tidak akan hilang
melalui limpasan permukaan atau pencucian seperti nitrogen. Kalium yang
dijerap tanah masih tetap tersedia bagi tanaman. Oleh karena itu, jumlah
pupuk kalium yang diperlukan dapat diberikan dalam satu aplikasi di awal
musim. Pupuk Kalium harus diberikan minimal 4 cm dari benih. Kalium klorida
tidak cocok untuk tanah liat atau tanah yang memiliki drainase yang buruk.
72
13.2. Kompos
Kompos merupakan pupuk yang ideal. Untuk memnuat timbunan kompos, bahan
organik (misalnya sisa tanaman, jerami, pupukkandang, limbah dapur dlsb)
dikumpulkan dan disimpan bersama. Dalam timbunan ini mikroorganisme
mendekomposisi bahan-bahan organik tersebut. Sasarannya adalah setelah aplikasi di
lahan kompos dapat menyediakan unsur hara dan meningkatkan kandungan bahan
organik dalam tanah.
5. Unsur hara dan bahan organik dapat hilang ketika sisa tanaman atau
vegetasi bero dibakar. Pengaruh positif dari abu seringkali hanya terjadi
pada satu musimsaja. Melalui pengkomposan Unsur hara dan bahan
organik tetap tersimpan dan pengaruh posityif bisa berlangaung lebih
lama.
Jika salah satu dari bahan-bahan diatas tidak tersedia, tumpukan kompos
masih dapat dibuat dengan bahan lain, tapi waktu yang dibutuhkan untuk
matang akan berbeda. Membalik tumpukan selalu memacu dekomposisi;
semakin banyak tumpukan dibalik, semakin cepat bahan yang terdekomposisi.
Tapi harus ditunggu beberapa hari setiap kali sebelum membalik bahan
berikutnya untuk memungkinkan tumpukan mencapai suhu yang baik. Bahan
lembab segar terurai dengan mudah. Bahan tua dan keras seperti jerami dan
kayu lebih sulit untuk melapuk. Semakin besar proporsi bahan terakhir dalam
heap, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk kompos siap pakai. Kotoran
hewan juga memiliki efek positif karena tanpa kotoran hewan dekomposisi
berlangsung lebih lambat.
Rasio C: N yang tepat dalam kompos sangat penting. Sebagai aturan praktis,
rasio 1 bagian pupuk kandang untuk sisa tanaman tiga bagian, satu bagian
atau bahan tanaman tua untuk satu bagian bahan muda lebih disukai. Rasio
C:N ratio yang terlalu rendah menyebabkan hilangnya nitrogen dalam bentuk
amonia. Hal ini dapat diatasi dengan menambahkan tanah atau serbuk
gergajian kayu. Jika rasio C: N terlalu tinggi, suhu di tumpukan akan rendah
dan dekomposisi akan sangat lambat. Metode terbaik adalah dengan
menggunakan berbagai bahan, yang tidak lebih dari 10% harus bahan kasar
(cabang, ranting, batang, dll). Akan lebih baik jika lebih dauhulu
mempersiapkan jenis bahan, misalnya dengan merendam semalam atau
dengan menggunakannya dalam kandang. Jika sapi berbaring di atasnya untuk
satu malam juga dapat menyerap urin yang membantu dekomposisi.
Sebaiknya bahan kasar dipotong kecil-kecil (kurang dari 20 cm) sebelum
ditambahkan ke tumpukan.
Tingkat Kelembaban
Tumpukan kompos harus tetap dalam kondisi relatif lembab. Tetapi tidak
terlalu basah, karena akan membusuk daripada terdekomposisi. Dalam
tumpukan yang terlalu kering, bakteri dan jamur tidak dapat berkembang
75
dengan baik. Tingkat kelembaban yang tepat biasanya dapat diperoleh dengan
membasahi semua bahan sebelum memulai pembuatan tumpukan. Tumpukan
harus ditempatkan di tempat teduh atau di bawah naungan untuk
menghindari kekeringan. Naungan adalah yang terbaik karena juga mencegah
tercucinya unsur hara akibat hujan deras. Di daerah kering, atau di musim
kemarau, tumpukan dapat dimulai dalam sebuah lubang sedalam 60-70 cm
sehingga membuatnya tetap lembab. Tetapi hal ini tidk bisa dilakukan di
daerah basah atau di musim hujan, karena air yang berlebih akan membuat
kompos menjadi basah di bagian bawah.
Ventilasi
Bakteri dan jamur membutuhkan oksigen untuk berkembang dan bernapas.
Ventilasi yang baik dapat dicapai dengan mencampur bahan halus dan kasar.
Setiap titik dalam tumpukan harus berada dalam jarak 70 cm dari titik
ventilasi.
Suhu
Suhu di tengah-tengah tumpukan yang baik berkisari 60-70C pada hari-hari
pertama setelah penumpukan atau pembalikan. Untuk mencapai suhu
tersebut, tumpukan harus setidaknya satu meter lebar dan satu meter tinggi.
Namun, tumpukan tidak boleh lebih tinggi dari 1,5 m, atau lebih luas dari 2,5
m, karena suhu kemudian dapat menjadi terlalu tinggi. Hal ini juga sulit untuk
membentuk ventilasi tumpukan yang baik.
Kebersihan
Secara teori, semua bahan organik dapat digunakan untuk kompos. Namun,
kotoran manusia membutuhkan perlakukan hati-hati untuk memastikan
bahwa penyakit dan virus yang ada benar-benar dihancurkan. Untuk hal
tersebut, akan sangat membantu dengan menambahkan tanah, kompos lama
atau bahan lain yang merangsang pertumbuhan mikro-organisme seperti
pupuk kandang dan molase. Kapur atau abu juga dapat digunakan jika dalam
bentuk halus.
Pupuk kandang terdiri atas kotoran hewan, biasanya tercampur dengan jerami atau
daun. Jumlah dan kualitas kotoran tergantung pada pakan ternak. Pupuk yang baik
mengandung lebih dari sekedar kotoran dan urin. Jerami dan daun ditambahkan dan
akan melapuk. Pelapukan diperlukan untuk menahan semua unsur hara. Penggunaan
kotoran lama merupakan metode yang ideal untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesuburan tanah.
Tujuan penerapan aplikasi pupuk kandang adalah untuk:
Meningkatkankandungan bahan organik;
Meningkatkan unsur hara yang tersedia;
Memperbaiki struktur (pembentukan agregat) dan retensi air tanah.
Unsur hara dari pakan ternak sebagian disimpan dalam tubuh hewan. Dengan
menyebarkan kotoran dan urin ternak ke lapangan unsur hara tersebut menjadi
tersedia bagi tanaman. Pupuk organik menambah bahan organik ke dalam tanah,
sehingga memperbaiki struktur tanah dan kapasitas untuk menahan air. Organisme
tanah juga terpacu tumbuh, yang kemudian juga memperbaiki struktur tanah. Jika
76
Di daerah dengan curah hujan tinggi (daerah tropika basah) petani seringkali
tidak memiliki cukup ternak untuk menghasilkan jumlah pupuk kandang yang
cukup. Namun, terdapat alternatif lain dalam bentuk pupuk hijau, masa bera
intensif dan agroforestri.
Di daerah dengan sedikit hujan dan musim kering (daerah sub-humid),
kondisinya lebih baik untuk memelihara ternak dan pupuk kandang kurang
dibutuhkan untuk meningkatkan kesuburan tanah, karena dekomposisi bahan
organik berlamngsung lebih lambat.
Di daerah semi-arid dan arid ebih sulit untuk mempertahankan staabilitas
ternak, karena pakan langka, dan sulit untuk menumbuhkan oakan ternak.
Salah satu pilihan dalam situasi ini adalah untuk membiarkan hewan untuk
merumput di siang hari, dan untuk menjaga mereka di kandang di malam hari.
Kotoran tersebut kemudian disimpan dalam kerucut kotoran agar tidak cepat
mengering.
Pupuk kandang segar sangat tidak cocok untuk langsung. C: N ratio kotoran
segar tinggi, sehinggaa dapat menyebabkan imobilisasi nitrogen. Jika materi
organik sangat kasar yaitu mengandung banyak serat dan sedikit daun segar
berair maka C: N rationya tinggi. Mikroorganisme kemudian harus bekerja
keras untuk mencernanya dan memungkinkan unsur hara untuk menjadi
tersedia bagi tanaman. Selain itu mikro-organisme menggunakan unsur hara
untuk membangun tubuh mereka sendiri yang kadang melebihi jumlah yang
mereka hasilkan. Juga, dalam tahap awal dekomposisi, senyawa yang
dilepaskan dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Jika pupuk kandang
tebar di lahan kosong maka banyak unsur hara yang akan tercuci. Menyimpan
dan mematangkan pupuk kandang memiliki sejumlah keuntungan:
Rasio C: N menurun dalam proses pematangan.
Senyawa berbahaya yang dilepaskan pada tahap pertama
dekomposisi dapat dihindari.
Biji gulma mengalami dekompoisisi atau kehilangan daya tumbuhnya.
Hanya sedikit unsur hara yang hilang melalui run-off atau volatilisasi.
Pupuk kandang yang matang kebih mmudah untuk diangkut
Terlepas dari kenyataan bahwa pupuk kandang yang matang adalah pupuk
yang ideal dengan karakteristik pernaikan tanah, tidak selalu digunakan di
lahan. Di daerah dengan sumber bahan bakarnya terbatas, pupuk kandang
77
kering dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak. Sumber bahan
bakar alternatif dapat dibuat dengan menanam pohon untuk kayu bakar
sebagai pagar hidup atau sepanjang jalan. Mengurusi pupuk kandang juga
dapat dilihat sebagai pekerjaan kotor dan memalukan, dan pupuk timbunn
pupuk sebagai tidak sehat jika dilakukan di dekat lahan pertanian.
Jika ternak petani biasanya merumput dengan bebas, maka kegiatan kemudian
menyimpan supaya stabil akan membutuhkan tenaga kerja tambahan untuk
mengumpulkan jerami dan membersihkan kandang. Terkadang alternatif kain
bisa membiarkan ternak merumput di sisa tanaman setelah panen, dan
kemudian mengumpulkan kotoran dari lapangan. Mengangkut pupuk ke
lapangan juga memerlukan banyak tenaga kerja. Sehingga pupuk kandang
seringkali dibawa ke lapangan pada waktu senggang tenaga kerja, seperti
sebelum persemaian. Namun, jika pupuk kandang tersebut segera disebarkan
ke lapangan, tanah bisa terlalu kering untuk bercampur dengan pupuk
kandang, dan unsur hara bisa hilang. Lebih baik menjaga pupuk kandang di
tumpukan di lapangan dan mencampurnya dengan tanah sebelum tanam.
Dengan cara ini unsur hara tidak akan tercuci atau menguap.
Ada sejumlah cara yang berbeda untuk menjaga kotoran dan memungkinkan
untuk usia. Tiga cara yang umum disajikan di bawah ini.
Kotak Longgar
Mememeliharan ternak dalam kandang dapat menghasilkan pupuk berkualitas
tinggi. Atap kandang dapat berfungsi sebagai pelindung dari hujan dan
matahari (Gambar 29).
Setiap hari jerami jerami atau daun segar yang ditebarkan ke kandang. Ternak
merubah jerami menjadi pupuk. Jerami atau dedaunan juga menyerap urin
dan hara. Bahan jerami perlu selalu ditambahkan untuk menghindari
campuran tidak menjadi basah. Pupuk kandang otak longgar pada akhirnya
dapat mencapai ketinggian 2 meter setelah 3 atau 4 bulan. Karena lapisan
78
Gambar 30. Tumpukan pupuk dengan lapisan dan potongan (Diadaptasi dari
(Mller-Smann Dan Kotschi, 1994).
Pupuk harus dipadatkan dengan baik, terutama jika sangat longgar, dan harus
tetap dalam kondisi lembab. Jika tumpukan terlalu kering, akan muncul becak
putih; jika terlalu basah akan mucul warna hijau kekuningan. Tumpukan
pupuk yang baik memiliki warna coklat atau hitam yang konsisten. Tumpukan
kotoran harus terletak di bawah naungan sehingga terlindung dari hujan dan
kering. Tumpukan pupuk kandang sangat cocok di daerah basah atau selama
musim hujan.
Kotoran Pupuk Kandang
Pupuk kandang di daerah kering mengandung kurang jerami sehingga
menghambat proses pematangan. Suatu alternatif yang cocok untuk daerah-
daerah tersebut adalah kerucut pupuk kandang (Gambar 31). Kerucut pupuk
kandang dimulai sebagai lingkaran dengan diameter 1,5 sampai 2 meter.
Setiap hari lapisan kotoran ternak ditambahkan sekitar 30 cm tebal. Setiap
lapisan memiliki diameter yang lebih kecil. Pada ketinggian 1,5 meter, puncak
79
13.4. Pembakaran
Pembakaran vegetasi dalam persiapan lahan tanam seringkali dilakukan oleh petani.
Kegiatan ini memang memberikan manfaat yang cukup besar karena pembakaran
vegetasi bero dan sisa tanaman dengan gulma dapat menghemat banyak tenaga kerja.
Vegetasi bero atau rumput akan cepat hilang sehingga tidak memerlukan upaya untuk
menebas / membersihkan. Abu hasil pembakaran juga mengandung banyak unsur
hara dalam bentuk yang tersedia bagi tanaman. Hasil panen pertama setelah kegiatan
pembakaran vegetasi tersebut biasanya bagus. Namun demikian setelah beberapa
musim, pengaruh negatif pembakaran mulai muncul terkait dengan menurunnya
kandungan unsur hara dan tingkat kesuburan tanah. Hal ini disebabkan oleh banyak
hal. Selama pembakaran, sejumlah besar unsur nitrogen dan sulfur dilepaskan,
sehingga unsur hara tersebut menjadi tidak lagi tersedia bagi tanaman. Setelah
pembakaran, semua unsur hara yang semula tersimpan dalam vegetasi menjadi
tersedia dalam larutan tanah, tetapi unsur-unsur tersebut tidak semuanya bisa
digunakan sekaligus semuanya oleh tanaman. Pada saat terjadi hujan lebat, sejumlah
besar nitrogen akan tercuci. Fosfat dalam bentuk mineral menjadi terfiksasi pada
partikel tanah dan kemudian menjadi tidak tersedia bagi tanaman.
Pembakaran sisa tanaman secara terus menerus menurunkan pasokan bahan organik
segar sehingga menyebabkan rendahnya kandungan bahan organik dalam tanah, yang
pada gilirannya akan membawa efek negatif terhadap kesuburan tanah dalam jangka
panjang. Setelah pembakaran, tanah menjadi tidak terlindungi sehingga peka terhadap
pembentuk crust dan peka terhadap erosi air dan angin. Abu hasil pembakaran
dengan mudah terbawa hanyut oleh air dan angin. Bersama-sama dengan
pengangkutan abu tersebut ada unsur hara yang juga terangkut sehingga
menyebabkan tanah tidak mempunyai cadangan persediaan unsur hara untuk musim
tanam berikutnya. Karena tanah tidak terlindungi, suhu tanah di siang hari menjadi
sangat tinggi, yang menyebabkan kondisi tidak nyaman bagi organisme tanah dan
untuk perkecambahan biji. Tanah juga cepat menjadi kering. Sebagai akibatnya, tanah
menjadi panas, kering dan tidak dihuni organisme tanah.
80
Selain hal di atas, pembakaran sisa tanaman dan vegetasi bero dalam persiapan lahan
juga menyebabkan meningkatnya emisi gas rumah kaca (CO 2 , CH 4 dan N 2 O) dan aerosol
(asap dan partikel debu), yang mempengaruhi refleksi dan absorbsi radiasi (Handayanto,
1995) yang pada gilirannya dapat menimbulkan pengaruh tambahan terhadap iklim dan
hidrologi.
13.5. Pemulsaan
Pemulsaan adalah kegiatan penutupan tanah dengan bahan organik, seperti sisa
tanaman, jerami atau daun, atau dengan bahan lainnya seperti pastik atau batu kerikil.
Tujuan pemulsaan adalah untuk (a) memperbaiki infiltrasi, (b) melindungi tanah dari
erosi angin dan air dan dari dehigrasi, (c) mencegah suhu tinggi pada tanah, dan (d)
meningkatkan tingkat kelengasan dalam tanah. Jika permulsaan dengan bahan
organik, maka ditujukan untuk (a) meningkatkan atau menahan kandungan bahan
organik dalam tanah, (b) meningkatkan penggunaan unsur hara dari pupuk kimia, dan
(c) menstimulasi organisme tanah
Mulsa sebaiknya diaplikasikan sebelum mulai musim hujan agar tanah tidak
terlanjur rusak. Biji tanaman dapat ditanam pada lapisan mulsa dengan
82
membuat lubang kecil di tempat penanaman biji. Setalah penanaman tiap biji,
lubang kecil harus ditutup, jika tidak akan dimakan burung, atau hewan
lainnya. Lapisan mulsa tidak perlu terlalu tebal, tetapi secukupnya selama
dapat menutup seluruh permukaan tanah. Jika lapisan mulsa terlalu tebal
maka kecambah tanaman akan sulit untuk mencapai permukaan tanah. Biji
tanaman juga dapat disemaikan dalam barisan yang telah dibersihkan dengan
membenamkan atau memindahkan mulsa.
Pemupukan hijau adalah kegiatan pembenaman tanaman atau bagian tanaman tidak
berkayu. Bahan tanaman yang dibenamkan tersebut dapat berasal dari tanaman yang
ditumbuhkan setelah atau antara tanaman utama, atau dapat juga berasal dari gulma
yang tumbuh selama periode bero. Bahan tanaman juga dapat berasal dari tanaman
atau pohon naungan yang pangkasannya atau seresah daunnya bisa dibenamkan ke
dalam tanah.
Tujuan dari pemupukan hijau adalah untuk:
1. Membuat unsur hara tersedia untuk tanaman utama
2. Memperbaiki struktur tanah
3. Meningkatkan atau mempertahankan kandungan bahan organik dalam
tanah
4. Meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kelembaban
5. Melindungi tanah dari erosi angin dan erosi air, dehidrasi dan fluktuasi suhu
ekstrim pada saat jika tidak tanaman,
6. Jika menggunakan tanaman leguminosa sebagai pupuk hijai, ditujukan untuk
memfiksasi nitrogen dari udara yang menjadi tersedia untuk tanaman utama
setelah bahan tanaman leguminosa tersebut dibenamkan ke dalam tanah.
1. Jika petani tidak terbisaa menanam pupuk hijau, petani mungkin belum
siap menerima metode ini. Sementara petani yang telah mencurahkan
waktu dan tenaganya tidak memperoleh keuntungan yang nyata, ditinjau
dari segi uang dan pangan. Keuntungan langsung dalam bentuk
peningkatan produksi tidak selalu segera nampak. Lebih lanjut,
membenamkan pupuk hijau merupakan kerja berat terutama jika
dilakukan secara manual dengan tangan.
2. Suatu alternatif yang lebih mudah dikenalkan adalah pola tumpangsari
(Bab 4) dengan tanaman pupuk hijau. Tanaman pupuk hijau ditanam
dalam kombinasi dengan tanaman utama. Untuk mencegah kompetisi
unsur hara, tanaman pupuk hijau sebaiknya ditanam setelah tanaman
utama. Hal ini dapat dilakukan walau dalam musim tanam yang pendek
karena tanaman pupuk hijau tidak harus sampai masak / tua penuh. Salah
satujenis tanaman yang yang telah digunakan cukup berhasil untuk tujuan
ini adalah mucuna (Hairiah et al., 1992) di bawah tanaman jagung (Gambar
33).
yang tumbuh baik di daerah setempat dapat juga digunakan selama dapat
memenuhi persyaratan di atas
Pupuk hijau yang biasanya dibenamkan ketika masih hijau dan sukulen. Bahan
tanaman tersebut kemudian melapuk cepat oleh organisme tanah, dimana
unsur hara menjadi tersedia untuk tanaman utama. Dalam beberapa bulan
bahan tanaman pupuk hijau tersebut telah habis terdekomposisi.Jadi hanya
sedikit tambahan kandungan bahan organik dalam tanah. Bahan yang muda
dan sukulen hendaknya dibenamkan ke dalam tanah paling sedikit dua bulan
sebelum tanaman baru di tanam karena di awal proses dekomposisi senyawa-
senyawa yang dilepaskan dapar merusak tanaman muda atau dapat
menyebabkan akar peka terhadap perusakan oleh patogen.
Jika bahan pupuk hijau dibenamkan ketika sudah tua dan keras maka akan
melapuk lambat. Dalam hal ini penambahan bahan pupuk hijau tersebut tidak
menambah kandungan bahan organik dalam tanah. Karena unsur hara sangat
lambat tersedia pengarunya dalam musim pertama lebih kecil dibandingkan
jika menggunakan bahan pupuk hijau yang muda dan sukulen (segar).Namun
demikian pengaruhnya akan nampak selama bebera musim.
Jika tanah mempunyai kandungan bahan organik yang rendah, maka lebih baih
baik membiarkan tanaman pupuk hijau cukup tua dan kuat sehingga ada
penambahan kandungan bahan organik tanah. Kandungan bahan organik
dalam tanah pada akhirnya merupakan indikator penting untuk kesuburan
tanah. Bahan yang tua dan keras biasanya sulit melapuk. Banyak organisme
tanah diperlukan untuk melakukan dekomposisi ini. Sebelum organisme dapat
memulai melapuk bahan organik organisme tanah tersebut harus tumbuh
sendiri. Menumbuhkan organisme menggunakan nitrogen seperti yang
dilakukan tanaman (hal ini juga disebut imobilisasi nitrogen). Hal ini berarti
bahwa jika tanaman tumbuhpada waktu yang samadengan organisme maka
tanaman akan kekurangan nitrogen. Oleh karena itu lebih baik yang
pertamakali membiarkan organisme tanah untuk tumbuh dahuku dan
mendekomposisi bahan organik sebelum tanaman ditanam. Jadi pupuk hijau
harus dibenamkan 5-6minggu sebelum tanaman utama ditanam.
13.7. Tumpangsari
Gambar 34. Tanaman dengan berbagai sistem perakaran (van Noordwijk et al.,
1993)
Dalam periode bero hijau, spesies ditanam yang mempunyai kualitas lebih baik
dibanding sepesies yang biasanya tumbuh normal secara prontan dalam periode bero.
Sasaran bero hijau ini adalah memulihkan kesuburan tanah secara cepat. Secara
tradisional, periode bero digunakan untuk memulihkan kesuburan tanah setelah masa
pertanaman, atau untuk menekan pertumbuhan gulma yang umumnya tumbuh
diantara tanaman. Banyak jenis gulma semacam ini tidak bisa berkompetisi dengan
gulma yangtumbuh selama periode bero. Jika petanihanya memiliki lahan yang sempit,
periode bero menjadi sangat pendek untuk memulihkan kesuburan tanah.Hal ini
87
sering merupakan masalah dalam transisi dari sistem ladang berpindah ke sistem
permanen.
Petani akan harus menyediakan waktu danuang untuk menanam spesies yang
mungkin tidak memberikan hasil dan pendapatan. Walaupun sebenarnya ada
juga jenis tanaman untuk periode bero hijau yang dapat dijuam.
13.9. Agroforestri
Agroforestri (atau dikenal dengan istilah Wanatani), adalah sistem penggunaan lahan
dimana tanaman tahunan (pohon / tanaman berkayu) ditanam bersama-sama dengan
tanaman semusim, atau ternak dalam susunan yang beraturan, dalam bentuk rotasi,
atau keduanya, menciptakan interaksi ekologi dan ekonomi antara tanaman pohon
dan semusim.
Agroforestri memiliki dua fungsi utama yaitu fungsi produksi dan fungsi jasa. Sebagai
fungsi produksi, kontribusi nyata yang diberikan oleh sistem agroforestri adalah
88
mendapatkan produk dari lahan, termasuk kayu bakar, pakan ternak, buah Ijika
tanaman tahuan adalah pohon buah), kayu untuk bangunan, dan produk-produk hutan
lainnya, yang mengarah kepada keuntungan ekonomi dan dan ketahanan pangan.
Fungsi jasa termasuk sebagai naungan (untuk manusia dan hewan), pengendali
kecepatan angin, pengendali erosi, memperbaiki dan mempertahankan kesuburan
tanahm pengelolaan tanah.
Terdapat dua sistem paduan tanaman sela dan pohon dalam agroforestri yaitu, (i) sistem
sekuen; pohon dan tanaman sela menempati lahan yang sama dalam waktu yang
berbeda; contohnya sistem budidaya lorong, dan (ii) sistem simultan; pohon dan
tanaman sela menempati lahan yang sama dalam waktu yang sama; contohnya
campuran tanaman kopi atau kakao dengan pohon pelindungnya. Dalam dua sistem
tersebut di atas, tanaman sela (tanaman semusim atau tahunan), memperoleh unsur
hara dari pohon agroforestri.
Sampai saat ini sebenarnya hanya ada dua sistem agroforestri yang diakui secara
resmi, yaitu tumpangsari dan pekarangan. Tumpangsari dikenalkan pada awal abad
20 oleh Departemen Kehutanan di Jawa untuk memperbaiki pengelolaan hutan jati.
Pekarangan sebenarnya merupakan kebun di sekitar rumah yang ditumbuhi pohon,
dan sistem ini merupakan salah satu sistem paling kebun rumah yang paling modern di
dunia.
Sasaran penting agroforestri adalah:
1. Mencegah kehilangan unsur hara
2. Menyediakan perlindungan dari erosi angin dan air
3. Menyediakan bahan mulsa organik
4. Menghasilkan produk yang bernilai
5. Membuat lingkunganlebih cocok untuk peternakan
Seperti yang diuraikan di atas, spesies berkayu memiliki sistem perakaran yang
tebap dan dalam, Keadaan ini bisa menimbulkan kompetisi dengan tanaman
pangan utama untuk memperoleh air dan unsur hara.
Acacia juga menyediakan pakan bagi ternak dalam bentuk buah, daun dan
tajuk muda.
Pematah Angin
Di daerah arid dan semi arid angin kencang dapat mengangkut lapisan tanah
atas. Telah diketahui bahwa tanah lapisan atas merupakan bagian tanah yang
paling subur, tempat aplikasi pupuk kimia dan tempat menyemaikan biji
tanaman. Pematah angin dalam bentuk barisan pogon atau tanaman semak
dapat mengurangi kehilangan lapisan tanah atas tersebut. Secara fisik, barisan
pohon mengangkat angin sehingga hanya ada sedikit angin dibalik barisan
pohon tersebut (Gambar 36).
tertutup
Tembus/terbuka
Gambar 35. Example of wind breaks and effect of wind turbulence (van Scholl,
1998).
Pagar Hidup
Pohon dan vsemak dapat digunakan sebagai pagar hidup. Ponon yang tumbuh
cepat dapat dinaman dengan jarak tertentu sehingga berperan sebagai pagar.
Pada waktu yang sama tanaman pagar tersebut bisa menyediakan pakan
ternak, kayu bakar, pupuk hijau atau mulsa. Tanaman pagar yang cocok untuk
tujuan ini adalah leguminosa. Pagar tanaman yang rapat dapat menjadi batas
petakan lahan atau memagari lahan tanaman sayuran. Lebih dari itu, jika
91
tanaman pagar berupa tanaman perdu yang lebat, maka menjadi pagar yang
tidak bisa diterobos hewan pengganggu. Agar supaya tanaman pagar dapat
memberikan banyak manfaat, lebih baik digunakan spesies yang dapat juga
menjadi penyedia pakan ternak, buar atau kayu bakar.
Pagar Hidup
Pagar hidup dapat digunakan di wilayah ini dengan cara yang sama dengan di
daerah arid seperti diuraikan di atas. Selain itu, di daerah yang basah pagar
tanaman yang rapat dapat digunakan sebagai pemisah atau pembatas lahan.
Kompetesi air antara tanaman utama (biasanya tanaman pangan) dengan
tanaman pagar bukan menjadi masalah penting di daerah humid. Tanaman
pagar dalam sistem ini juga sebagai penyedia mulsa, kayubakar atau pakan
ternak.
Tanaman perkebunan seperti kopi, the, panili, merica lebih menyukai tumbuh
di wilayah yang ternaungi dibandingkan dengan willayah yang langsung
terkena sinar matahari. Oleh karena itu di beberapa daerah biasanya ditanam
pohon naungan diantara tanaman-tanaman tersebut di atas. Jumlah naungan
yang diberikan tergantung pada jarak tanam antar pohon, bentuk daun,
kerapatan tajuk dan tinggi pohon. Selain naungan, pohon juga menghasilkan
produk seperti kayu perkakas rumah tangga,kayu bakar dan pakan ternak.
Karena adanya seresah yang berupa dauun-daun yang gugur maka terjadi
penambahan bahan organik ke tanah, serta terjadi pembentukan mulsa di
permukaan tanah. Tanaman pemfiksasi nitrogen juga memberikan tambahan
sejumlah nitrogen. Pohon naungan kurang sesuai untuk daerah yang hanya
memiliki sedikit curah hujan karena bisa terjadi kompetisi antara tanaman
utama dengan pohon naungan dalam merebutkan air. Beberapa jenis pohon
naungan yang sering digunakan adalah: Albizzia varieties, Acacia, Leucaena
glauca, Gliricidia sepium, Erythrina varieties, Sesbania grandiflora, Prosopis,
dan Cassia.
Dalam perkebunan karet muda, kelapa sawit, kopi, teh dan kakao, tanaman
penutup tanah yang dapat menambak nitrogen berperan penting dalam
pengendalian erosi. Tanaman tersebut melindungi tanah dari dampak hujan
dan dehidrasi, dan tanaman tersebut juga menambah bahan organik dan
unsur hara. Dalam areal perkebunan kelapa sawit dan karet, spesies merayap
Centrosema pubescens, Pueraria phaseoloides dan Calopogonium mucunoides
sering digunakan. Namun, penggunaannya tidak cocok untuk perkebunan kopi,
teh dan coklat muda yang phonnya umumnya rapat, karena tajuk tanaman
merayap tersebut bisa merambat pada batang-batang pohon muda. Oleh
karena itu, lebih cocok digunakan lapisan mulsa dari tanaman pagar yang
terdiri dari jenis Crotalaria dan Tephrosia dan Leuceana glauca dengan
Flemingia congesta. Tanaman pagar dipangkas sebelum musim kemarau,
sehingga pangkasannya berfungsi sebagai mulsa. Dengan pemangkasan
tanaman pagar sebelum musim kemarau, persaingan untuk air selama waktu
92
Keuntungan
Kekurangan / pengamatan
1. Sistem ini memerlukan banyak tenaga kerja. Jika pohon-pohon
diabaikan (tidak dipangkas tepat waktu), maka produksi tanaman
semusim akan lebih rendah.
2. Di wilayah sengan kelerengan curam, tanaman pagar harus
mengikuti garis kontur tanah. Ranting, gulma dan bahan lain yang
tercuri ke bawah lereng akan terjebak di bagian bawah batang
pohon, menciptakan akumulasi bahan organik yang akhirnya
membentuk teras. Dengan cara ini erosi dicegah.
94
14.1. Landasan
Penurunan kesuburan tanah dan salah kelola unsur hara tanaman menyebabkan telah
upaya menyediakan makanan untuk penduduk dunia pada tahun 2020 dan selanjutnya
menjadi lebih sulit. Konsekuensi negatif dari kerusakan lingkungan, keterbatasan
lahan, tekanan jumlah penduduk, dan kekurangan kelembagaan serta terbatasnya
pemahaman proses biologi yang diperlukan untuk mengoptimalkan siklus unsur hara,
meminimalkan penggunaan input luar, dan memaksimalkan efisiensi penggunaan
input, khususnya di bidang pertanian tropis. Tetapi beberapa upaya masih dapat
dilakukan untuk menghadapi kesulitan tersenut. Upaya tersebut dilakukan melalui
pendekatan pengelolaan hara terpadu (PHT). Pelaksanaan PHT memerlukan upaya
bersama para pelaku dari berbagai sektor, termasuk sektor swasta dan publik,
lembaga ilmiah dan kebijakan, serta Negara-negara industri dan negara-negara
berkembang.
Aplikasi pupuk yang berimbang dan tepat adalah komponen utama dari PHT.
Pupuk perlu diaplikasikan pada tingkat yang diperlukan untuk pertumbuhan
tanaman optimal berdasarkan kebutuhan tanaman dan pertimbangan iklim
pertanian. Pada saat yang sama, eksternalitas negatif harus diminimalkan.
Aplikasi pupuk yang berlebihan, walaupun murah bagi petani Negara maju,
dapat memacu, tidak menyebabkan serapan hara tanaman meningkat dan
tidak memberikan hasil yang tinggi. Malahan aplikasi unsur hara yang
berlebihan tersebut tidak ekonomis dan dapat merusak lingkungan.
95
Konservasi hara di dalam tanah adalah komponen penting lain dari PHT.
Teknologi konservasi tanah mencegah hilangnya fisik tanah dan unsur hara
melalui pencucian dan erosi dan termasuk dalam tiga kategori umum.
Pertama, praktek-praktek seperti terasering, alley cropping, dan pengolahan
tanah minimum mengubah lingkungan fisik tanah sehingga kehilangan tanah
dan unsur hara dari gerusan air.
Kedua, aplikasi mulsa, tanaman penutup, tumpangsari, dan penambatan
nitrogen secara biologi berperan sebagai penghalang angin dan erosi air dan
membantu untuk meningkatkan karakteristik tanah dan struktur tanah.
Terakhir, pupuk organik seperti kotoran hewan dan pupuk hijau juga
membantu konservasi tanah dengan memperbaiki struktur tanah dan mengisi
kembali unsur hara sekunder dan unsur mikro.
Peningkatan aplikasi pupuk anorganik dan organik tidak hanya menghemat
unsur hara dalam tanah, tetapi membuat serapan hara lebih efisien.
Kebanyakan tanaman tidak efisien dalam penggunaan nitrogen. Seringkali
kurang dari 50 persen diterapkan nitrogen ditemukan kemballi dalam hasil
panen tanaman. Malahan di Niger, hanya 20 persen nitrogen tetap diang
diterapkan dapat ditemukan kembali dalam hasil panen. Volatilisasi amonia ke
atmosfer meruakan penyumpang terbesar dari kehilangan nitrogen. Dalam
padi tergenang, misalnya, volatilisasidapat menyebabkan 20 sampai 80 persen
nitrogen hilang dari sumber pupuk.
Namun demikian, kerusakan tersebut masih dapat dikurangi. Penempatan
pupuk yang dalam dapat mencegah kehilangan pupuk dari volatilisati.
96
Jika digunakan dengan tepat, daur ulang sampah organik dari perkotaan ke
daerah pedesaan merupakan potensi sumber unsur hara bagi pertanian dan
kebutuhan tanaman, terutama pada lahan pertanian di dekat pusat-pusat
perkotaan. Sebagai contoh, air limbah yang tidak diinginkan lingkungan telah
digunakan untuk mengairi ladang dan mengemabalikan unsur hara dan bahan
organik ke tanah. Seperti pupuk organik, lumpur limbah perkotaan merupakan
sumber unsur hara utama, meskipun relatif miskin dibandingkan dengan
pupuk komersial. Lumpur dan limbah perkotaan biasanya mengandung sekitar
3,3 persen nitrogen, fosfor 2,3 persen, dan 0,3 persen kalium, meskipun
mencapai setinggi 10 persen nitrogen dan fosfor 8 persen pada basis berat
kering.
Namun demikian, kandungan unsur hara sangat bervariasi dan tergantung
pada sumber sampah. Limbah perkotaan juga memiliki sejumlah manfaat lain.
Seperti pupuk organik yang lain, limbah perkotaan membantu memperbaiki
struktur tanah dengan menambahkan bahan organik ke tanah. Dapak
perkotaan juga juga merupakan sumber unsur hara sekunder dan unsur hara
mikro yang diperlukan dalam jumlah kecil untuk pertumbuhan. Limbah
perkotaan harus diperlakukan dengan hati-hati karena mungkin mengandung
logam berat, parasit, dan patogen lainnya yang jika berlebihan dapat
mengurangi hasil panen dan berbahaya untuk untuk kesehatan manusias dan
ternak.
Untuk meminimalkan risiko tersebut, aplikasi terus menerus sampah
perkotaan perlu dipantau untuk memastikan logam berat dan konsentrasi
unsur hara secara keseluruhan tidak mencapai tingkat beracun dan tidak
merusak lingkungan melalui pencucian dan eutrofikasi. Limbah perkotaan juga
mengandung senyawa organik seperti pewarna, tinta, pestisida, dan pelarut
yang sering ditemukan dalam lumpur komersial dan industri. Patogen ini telah
terbukti menyebabkan kerusakan genetik, sementara yang lain, seperti
bakteri, protozoa, dan virus dapat menyebabkan salmonellosis, disentri
amuba, dan hepatitis menular.
Sampah perkotaan yang tidak diperlakukan dapat menempatkan patogen
dalam kontak dengan buah-buahan dan sayuran. Salah satu pilihan adalah
mengkoposkan limbah tersebut. Proses pengkomposan dapat dapat
mengkonsentrasikan unsur hara dan membunuh organisme penyebab
penyakit, memperlambat pelepasan nitrogen yang mungkin meresap ke dalam
tanah, dan menghilangkan bau.
bakteri rhizobium menginfeksi, dan menarik energi dari tanaman legum, dan
sebagai imbalannya bakteri mengkonversi dan menyimpan nitrogen atmosfer
dalam bentuk yang dapat digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Selain
membantu tanaman sendiri, tanaman serealia yang di rotasi dengan tanaman
legum dapat menyerap nitrat yang dilepaskan dari akar dan nodul tanaman
legum yang melapuk. Rotasi padi-legum dapat menurunkan 30 persen
penggunaan pupuk kimia.
98
15.1. Landasan
Teknologi Revolusi Hijau yang melibatkan penggunaan bahan agrokimia sintetik yang
sangat tinggi,sepetti pupuk dan pestidida dengan adopsi varietas tanaman produksi
tinggi dan sangat respon terhadap pupuk telah meningkatkan produksi tanaman per
hektar. Namun demikian, peningkatan produksi tersebut telah mulai melambat dan
dalam beberapa hal ditengarai adanya penurunan pertumbuhan produksi dan
produktivitas. Prioritas dalam penelitian pertanian secara perlahan menggerakkan kita
dari suato fokus pada keragaan tanaman individual menjadi produktivitas sistem total
akibat perhatian pada kualitas produksi dan keamanan lingkungan. Masalah-masalah
lingkungan dan kesehatan yang terkait dengan pertanian semakin meningkat.
Pertanian organik sebenarnya bukan hal yang baru bagi komunitas petani Indonesia.
Berbagai bentuk pertanian organik sudah merupakan praktek yang berhasilpada
berbagai kondisi iklim, terutama pada lahan kering. Sebagian besar hutan
menghasilkan produk yang penting secara ekonomi seperti tanaman obat dlsb.
Diantara berbagai sistem pertanian, pertanian organik mulai mendapatkan perhatian
luas antar petani, wirausahawan, para pembuat kebijakan, dan pakar pertanian
dengan alasan yang berragam, seperti meminimumkan ketergantungan pada masukan
kimia (pupuk, perstisida, herbisida dan bahan-bahan agrokimia lainnya), jadi
meningkatkan keamanan pangan atau kualiat lingkjungan. Sistem pertanian organik
memerlukan banyak tenaga kerja dan memberikan peluang untuk peningkatan tenaga
kerja pedesaan dan mencapai perbaikan jangka panjang pada kualitas berdasarkan
sumberdaya lokal.
Sistem pertanian organik didasarkan pada standar khusus yang secara tepat
diformulasikan untuk produksi pangan dan bertujuan mencapai agroekosistem yang
berkelanjutan secara ekologi dan sosial. Banyak definisi yang diajukan untuk pertanian
organik dengan fokus utama pada prinsip-prinsip ekologi sebagai landasan produksi
tanaman dan peternakan.
Komisi Alimentarius Codex yang merupakan salah satu bagian dari FAO/WHO
mendefenisikan pertanian organik sebagai sistem manajemen produksi pangan yang
holistik (menyeluruh) yang mengarah dan memacu kesehatan agroekosistem,
termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Pertanian organik
menekankan penggunaan praktek pengelolaan dibandingkan masukan dari luar lahan
dengan memperhatikan bahwa kondisi regional memerlukan sistem yang teradaptasi.
Hal ini dipersyaratkan dengan menggunakan jika mungkin metode-metode agronomi,
biologi dan mekanis, sebagai pengganti penggunaan bahan-bahan sintetik, untuk
memenuhi fungsi-fungsi di dalam sistem.
Secara sederhana, pertanian organik dapat didefinisikan sebagai suatu jenis pertanian
diversifikasi dimana tanaman dan ternak dikelola melalui penggunaan teknologi
terpadu dengan pilihan pada ketergantungan ketersediaan sumberdaya lahan secara
99
Praktek pengelolaan tanaman seperti rotasi tanaman, pemupukan hijau, daur ulang
residue tanaman, pengelolaan air, jenis tanaman yang efisien dlsb, telah diadopsi
melalui kombinasi pilihan manajemen struktural dan taktis untuk memastikan produk
pertanian dengan kuantitas dan kualitas yang memadai, baik untuk ternak maupun
konsumsi manusia. Biasanya, rotasi tanaman yang melibatkan tanaman legum lebih
100
disukai daripada tanaman lain. Petani organik lebih menyukai menanam varietas lokal
yang memiliki beberapa ciri-ciri kualitas untuk pasar premium.
Pemahaman yang umum adalah bahwa konversi pertanian organik dalam skala besar
menurunkan produksi untuk persediaan pangan dunia belum dibuktikan dalam studi
pemodelan. Studi konversi menunjukkan bahwa konsumsi pangan domestik tidak akan
kekurangan, ekspor akan bervariasi tergantung pada tanaman, tetapi struktur
pertanian pasti akan berubah dengan diversifikasi pertanian. Konversi yang luas untuk
pertanian organik akan meningkatkan hasil di atas rata-rata hasil saat ini sebagai akibat
dari peningkatan investasi dalam penelitian dan penyuluhan.
Petani organik menanam berbagai varietas tanaman dan memelihara ternak untuk
mengoptimalkan penggunaan unsur hara dan ruang antara spesies. Hal ini dapat
menjamin keuntungan ekonomi melalui produksi tanaman yang rendah atau
kegagalan hasil karena faktor biotik dan abiotik yang secara bersamaan. Hal ini dapat
berdampak penting pada ketahanan pangan lokal. Dalam sistem tadah hujan,
pertanian organik lebih baik dibandingkan sistem pertanian dalam kondisi tercekam
lingkungan. Dalam situasi yang tepat, pelung pasar yang besar dari pertanian organik
berkontribusi untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui peningkatan
pendapatan keluarga.
tanaman atau pakan ternak yang diproduksi di lahan dan pengembalian unsur hara
sebagai pupuk kandang. Usaha ternak yang menghasilkan susu pada khususnya telah
membantu sejumlah petani kecil dan marginal untuk meningkatkan pendapatan
petani. Survei lapangan menunjukkan bahwa petani marjinal dan kecil telah terbantu
meningkatkan keuntungan pertanian serta ketersediaan kotoran ternak dalam jumlah
yang cukup.
Sistem pertanian organik bergantung pada pengelolaan bahan organik tanah untuk
memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah. Salah satu prinsip dasar pengelolaan
kesuburan tanah dalam sistem organik adalah bahwa unsur hara tanaman tergantung
pada 'unsur hara yang dihasilkan secara biologis' daripada menggunakan unsur hara
berbentuk mudah larut, bentuk unsure hara kurang tersedia seperti bahan organik. Hal
ini memerlukan pelepasan unsur hara ke tanaman melalui aktivitas mikroba tanah dan
hewan tanah. Peningkatan aktivitas biologis tanah juga diketahui sebagai peran kunci
dalam menekan gulma, hama dan penyakit. Yang dibutuhkan sekarang adalah untuk
menyelaraskan komponen dalam suatu system yang sinergi.
Petani organik telah lama menyatakan bahwa pupuk sintetis dan pestisida
meningkatkan kerentanan tanaman terhadap hama. Tanaman organik telah terbukti
lebih toleran serta tahan terhadap serangan serangga. Beras organik dilaporkan
memiliki dinding sel lebih tebal dan menurunkan kadar asam amino bebas
dibandingkan beras konvensional.
Penggantian input eksternal dengan sumber daya pertanian dari lahan pertanian
biasanya mengarah pada penurunan biaya input variabel pada pengelolaan organik.
Pengeluaran untuk pupuk dan semprotan hama-penyakit secara substansial lebih
rendah dibandingkan dengan sistem konvensional. Dalam beberapa hal, biaya input
yang tinggi juga terjadi karena pembelian kompos dan pupuk organik lainnya.
Berberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi pertanian organik dengan input
yang lebih rendah dan harga yang menguntungkan dapat mengimbangi berkurangnya
hasil sehingga pertanian organik lebih menguntungkan daripada pertanian
konvensional.
Ketertarikan petani dalam pertanian organik di negara-negara berkembang semakin
berkembang karena memanfaatkan sumber daya alam dan manusia yang tersedia,
memerlukan masukan yang lebih sedikit dan menyediakan pangan yang aman sambil
melestarikan lingkungan. Studi sampai saat ini tampaknya menunjukkan bahwa
pertanian organik menawarkan keunggulan komparatif di daerah dengan curah hujan
kurang dan tingkat kesuburan alam dan tanah yang relatif rendah.
Mungkin, dampak terbesar dari pertanian organik adalah pada pola pikir orang.
Pertanian organic menggunakan pengetahuan pertanian tradisional dan adat, sambil
memperkenalkan teknologi modern untuk mengelola dan meningkatkan keragaman,
untuk memasukkan prinsip-prinsip biologis dan sumber daya ke dalam sistem
pertanian, dan secara ekologis mengintensifkan produksi pertanian. Dengan
mengadopsi pertanian organik, petani ditantang untuk menggunakan pengetahuan
dan perspektif baru, dan berinovasi. Hal ini menyebabkan peningkatan keterlibatan
dalam pertanian yang dapat memicu peluang lebih besar untuk lapangan kerja di
pedesaan dan kenaikan perekonomian.
Organik sistem pertanian dapat memberikan manfaat agronomi dan lingkungan yang
baik melalui perubahan struktur dan pengelolaan taktis sistem pertanian. Manfaat dari
pertanian organik relevan untuk negara-negara maju (perlindungan lingkungan,
peningkatan keanekaragaman hayati, mengurangi penggunaan energi dan emisi CO2)
dan ke negara-negara berkembang seperti Indonesia (pemanfaatan sumberdaya
secara berkelanjutan, meningkatkan hasil panen tanpa over-ketergantungan pada
mahal input eksternal, lingkungan dan perlindungan keanekaragaman hayati, dll).
Pemerintah, sektor swasta dan asosiasi produsen masing-masing memiliki peran
penting dalam mempromosikan dan memfasilitasi pemasaran produk organik.
15.10. Biodinamik
Pertanian organik tidak akan bisa terlepas dari biodinamik, yaitu pendekatan terhadap
ilmu tentang kehidupan (alam) yang mengacu kepada alam itu sendiri sebagai titk
tolaknya. Di dalam biodinamik, alam didekati sedemikian rupa dengan memperhatikan
semua fenomena alam, pertanda-pertanda alam, kemampuan-kemampuannya,
103
kekuatannya, kelemahannya dan segala hal yang bisa tumbuh, hilang dan hidup di
alam.
Wacana tentang Biodinamik pertama kali diluncurkan oleh Rudolf Steiner (1861 -
1925) dari Austria. Pada dasarnya pertanian biodinamik adalah sebuah konsep
pertanian yang berorientasi pada alam sebagai subyeknya. Di dalam konsep ini
dikembangkan sebuah wawasan berpikir tentang pertanian yang berkelanjutan dan
menganggap bahwa tanah pertanian itu sendiri adalah sebuah kehidupan yang harus
diperhatikan dan diakui keberadaannya. Tanah pertanian bukanlah melulu tempat
eksploitasi atau dapat sekenanya dieksploitasi sedemikian rupa tanpa mempedulikan
kondisinya. Di sini tanah pertanian harus sebagai subjek; bukan hanya sebagai obyek
eksploitasi.
Biodinamik mengarah kepada wawasan proses bertani yang sehat. Tanah Pertanian
tidak hanya sekedar tanah usaha milik perorangan. Tetapi merupakan bagian dari
lingkaran kehidupan besar yang bernama alam semesta. Apa yang dikerjakan manusia
di lahan pertanian secara langsung merupakan bagian dari proses gerak hidup alam
semesta dan juga sekaligus mempengaruhi gerak kehidupan alam semesta itu sendiri.
Sebagai bagian dari alam semesta harus diperhatikan gejala-gejala yang terjadi di alam
untuk menyelaraskan kehidupan manusia (apa dikerjakan di tanah pertanian) dan juga
manusia harus peduli, bahwa sekecil apapun yang dikerjakannya pada lahan pertanian,
sebenarnya adalah sesuatu yang mempunyai pengaruh pada alam semesta ini.
Memang ini terlihat tidak berarti jika hanya dilihat pada satu per satu orang. Tapi
masalahnya menjadi lain jika misalnya ada sepuluh juta orang yang memperlakukan
hal sama pada saat yang bersamaan pada lahan pertaniannya.
Sasaran utama usaha pertanian adalah panen dari tanaman yang dibudidayakan di
lahan pertanian. Tanaman akan hidup subur kalau lahan yang ditanami mengandung
unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman secara cukup. Sumber unsur hara
yang ada di tanah, jika diolah dan diambil terus hasilnya (panen), maka lama-kelamaan
akan habis. Pada saat itulah diperlukan tambahan unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman pada lahan pertanian dengan cara memberikan pupuk.
Dalam konsep biodinamik proses itu diperhatikan benar secara sungguh-sunguh. Harus
diperhatikan apakah lahan pertanian kita masih punya daya dukung yang memadai
untuk suatu budidaya pertanian. Apakah tanahnya masih subur ? Apakah air tanahnya
masih tersedia dengan cukup ?
Proses pertanian sekarang ini (yang berlaku di masyarakat pada umumnya) cenderung
mengabaikan kepentingan- kepentingan dan daya dukung lahan pertanian itu sendiri.
Dengan konsep intensifikasi, tanah pertanian dipaksa sedemikian rupa agar dapat
menghasilkan panen sebanyak-banyaknya. Tanah tidak pernah diberi waktu untuk
beristirahat. Ketika musim kering, tanah diberi pengairan, ketika tanah sudah
kekurangan unsur hara, diberikan pupuk sebagai pengganti hilangnyaunsur hara yang
terbawa bersama panenan (dalam dosis yang gila-gilaan). Itu semua diberikan dalam
tempo yang panjang dan dosis yang tanah sendiri tidak dapat mendukungnya. Sebagai
akibatnya tanah mengalami kejenuhan sehingga daya dukungnya terhadap
pertumbuhan tanamanpun menurun drastis
Banyak Petani yang tidak menyadari dan tidak mengetahui. Yang mereka tahu dan
rasakan adalah bahwa dari hari ke hari jumlah pupuk yang dibutuhkan semakin
meningkat untuk luasan lahan yang sama. Tanah menjadi keras dan tidak bisa
menghasilkan panen yang baik kalau tidak diberi pupuk (dalam jumlah yang banyak).
104
Sebetulnya pemupukan terhadap lahan pertanian, adalah suatu konsep yang benar
dalam dunia pertanian. Tetapi yang umumnya tidak disadari oleh petani adalah bahwa
konsep pemupukan itu harus benar. Harus disadari bahwa pupuk yang umumnya
diberikan saat ini adalah pupuk-pupuk kimia yang disintesa dari unsur-unsur kimia
murni yang peluruhannya di lahan pertanian tidak bisa berlangsung 100 %. Dan lagi,
dosis pemupukannyapun terkadang berlebihan.
Harus disadari juga bahwa lahan pertanian sebenarnya adalah kumpulan organisme
hidup (dalam bentuk jasad renik) yang melakukan proses gerak kehidupan. Sebagai
organisme hidup mereka butuh makan, dan untuk sumber makanannya juga adalah
organisme hidup atau sisa organisme hidup atau sisa pembuangan organisme hidup
yang lain. Yang terjadi pada dunia pertanian dewasa ini. Organisme hidup yang
biasanya mendapat makanan dari sisa organisme hidup (misalnya kotoran ternak),
tidak lagi memperolehnya. Mereka makan dengan cara mendegradasi kotoran ternak
tersebut menjadi senyawa-senyawa organik yang lebih sederhana yang akhirnya bisa
diserap akar tumbuhan sebagai makanan dan di kotoran ternak itulah juga organisme
hidup yang ada di lahan pertanian hidup (bertempat tinggal).
Harus dijadikan perhatian yang sungguh-sunguh, bahwa organisme hidup yang ada di
tanah bersama- sama tanah dan lingkungan sekitarnya membentuk sebuah sinergi
kehidupan yang menentukan daya dukung lahan pertanian terhadap tanaman. Tanpa
adanya organisme hidup di tanah, daya dukung kehidupan lahan pertanian akan
menjadi sangat buruk kalau tidak boleh dikatakan menjadi 0.
Organisme hidup tersebut yang menjadi sumber utama vitamin, enzim dan penyelaras
kehidupan mikro di dalam tanah. Dari proses metabolisme mereka, dihasilkan
sejumlah enzim dan vitamin yang sangat diperlukan oleh tanaman dalam proses
fotosintesis, metabolisme dan proses kehidupan yang lain. Banyak penyakit tanaman
yang dapat ditekan karena keberadaan jasad renik yang ada di tanah.
105
Daftar Pustaka
Anonymous. 1995. Yayasan Bumi Lestari (Sustainable Earth Foundation)
Cambardella, C.A. and Elliot, E.T. 1994. Carbon and nitrogen dynamics of soil organik fractions
from cultivated grassland soils. Soil Science Society of America Journal 58: 123-130.
Costa, F. J. A., Bouldin, D. R. and Suhet, A. R. 1990. Evaluation of N recovery from mucuna
placed on the surface or incorporated in a Brazilian oxisol. Plant and Soil 124, 91-96.
Fox, T.R., N.B. Comeford, and W.W. McFee. 1990. Kinetics phosphorus release from spodosols.
Effects of oxalate and formate. Soil Science Society American Journal 54: 1441-1447.
Hairiah, K., Utomo, W.H and van der Heide, J. 1992. Biomass production and performance of
leguminous cover crops on an Ultisol in Lampung. Agrivita 15: 39-44.
Handayanto, E. 1994. Nitrogen Mineralization From Legum Tree Prunings of Different Quality.
PhD thesis, University of London 230 p.
Handayanto, E. 1995. Pengaruh pencucian dan ekstraksi air terhadap konsentrasi polifenol dan
mineralisasi N pangkasan pohon leguminosa. Agrivita 18: 62-66
Handayanto, E. Cadisch, G and Giller, K.E. 1997. Regulating N Mineralization from Plant
Residues by Manipulation of Quality. In: Driven by Nature: Plant Litter Quality and
Decomposition. K.E. Giller and G. Cadisch eds. CAB International, Walingford, Oxon, UK.
pp 175-185
Handayanto, E., Cadisch, G. and Giller, K.E. 1994. N release from legum hedgerow tree
prunings in relation to their quality and incubation method. Plant and Soil 160: 238-247
Handayanto, E., Cadisch, G. and Giller, K.E. 1995. Manipulation of quality and mineralization of
tropical legum tree prunings by varying nitrogen supply. Plant and Soil 176: 149-160.
Haslam, E. 1989 . Plant Polyphenols: Vegetable Tannins Revisited. Cambridge University Press,
Cambridge. 230 p.
Hassink, J. 1995. Density fractions of soil macroorganik matter and microbial biomass as
predictors of C and N mineralization. Soil Biolology and Biochemistry 27:1099-1108.
Janzen, H. H. and Kucey, R. M. N. 1988. C, N and S Mineralization of Crop Residues as
Influenced by Crop Species and Nutrient Regime. Plant and Soil 106 : 35-41.
Jenkinson, D.S., Ladd, J.N., 1981. Microbial biomass in soil: measurement and turnover. In:
Paul, E.A., Ladd, J.N. Eds., Soil Biochemistry, vol. 5. Marcel Dekker, New York, pp.
415471.
Komariah, S., T. Prihatini dan E. Sanitise. 1994. Pengaruh mikroba perombak gambut untuk
mempercepat dekomposisi. Laporan Akhir Reklamasi pengelolaan lahan gambut. P4SL.
Badan Litbang Pertanian Puslittanak Bogor.
Matus, F. J. 1994. The distribution of soil organik matter of various aggregate size classes in
arable soils.. Doctoral Thesis. The Netherlands. Agricultural University of Wageningen.
Mller-Smann, K.M. and Kotchi, J. Sustaining growth: soil fertility management in tropical
smallholders. 1994. [CTA: GTZ] Margraf Verlag, Weikersheim, Germany. ISBN 3-8236-
1226-3.
Mulongoy, K., Ibewiro, E. B., Eseni, O., Kilumba, N., Opara-Nadi, A. O. and Osonubi, O. 1993.
Effect of management practices on alley-cropped maize utilization of nitrogen derived
from prunings on a degraded Alfisol in south-western Nigeria. In Soil Organik Matter
Dynamics and Sustainability of Tropical Agriculture. Eds. K. Mulongoy and R. Merckx. pp.
223-230. John Wiley & Sons, Chichester, UK.
Parton, W.J., Schimel, D.S., Cole, C.V. and Ojima, D.S. 1987. Analysis of factors controlling soil
organik matter levels in Great Plains grasslands. Soil Science Scociety of America Journal 51:
1173-1179
Paul E.A. dan Clark F.E., 1989. Soil Microbiology and Biochemistry Academic Press, Inc. New
York USA.
106