PEMUPUKAN
Rajiman
Desain Cover :
Dwi Novidiantoko
Sumber :
www.shutterstock.com
Tata Letak :
Titis Yuliyanti
Proofreader :
Avinda Yuda Wati
Ukuran :
xii, 128 hlm, Uk: 15.5x23 cm
ISBN :
978-623-02-1138-6
Cetakan Pertama :
Juni 2020
PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id
www.penerbitdeepublish.com
E-mail: cs@deepublish.co.id
KATA PENGANTAR
Rajiman
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. v
DAFTAR ISI .......................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi
vi
C. Daya Larut ...................................................................... 39
D. Kemasaman Pupuk .......................................................... 40
E. Indeks Garam (Salt Index) ............................................... 41
vii
BAB 13 KUALITAS TANAH ............................................................. 92
A. Pengertian Kualitas Tanah................................................ 92
B. Pengukuran Kualitas Tanah.............................................. 93
viii
DAFTAR TABEL
ix
Tabel 11.2. Cara Pemupukan Melingkar dan Larikan terhadap
Jagung ................................................................................ 81
Tabel 11.3. Pengaruh dosis NPK terhadap Hasil Padi ............................ 81
Tabel 11.4. Pengaruh Waktu Pemupukan terhadap Jumlah Polong
2 Genotif Kedelai ............................................................... 82
Tabel 11.5. Pengaruh Jenis Pupuk Organik terhadap Hasil dan
Kualitas Bawang Daun ....................................................... 83
Tabel 12.1. Cara dan Waktu Pengambilan Sampel Tanaman ................. 86
Tabel 12.2. Kriteria Defisiensi Hara Menurut Berat Miselia dan
Serapan K........................................................................... 91
Tabel 13.1. Kriteria Penilaian Indeks Kualitas Tanah ............................ 95
Tabel 13.2. Kriteria Kualitas Tanah berdasarkan Indeks Kualitas
Tanah ................................................................................. 96
Tabel 13.3. Kriteria Kualitas Tanah Berdasarkan Bahan Organik .......... 96
Tabel 13.4. Kriteria Penilaian Indikator Kinerja Tanah di
Lapangan ........................................................................... 98
Tabel 13.5. Kriteria Penilaian Hasil Analisis Tanah di
Laboratorium...................................................................... 99
Tabel 13.6. Kriteria Penilaian Kesehatan Tanah Berdasarkan
Indikator Kinerja .............................................................. 100
Tabel 13.7. Hasil Penetapan Kelas Kesehatan Tanah di Lahan
Pasir ................................................................................. 100
Tabel 13.8. Penilaian Kesehatan Tanah di Padang Betuah,
Bengkulu Tengah ............................................................. 101
Tabel 13.9. Nilai Analisis Sifat Tanah di Padang Betuah,
Bengkulu Tengah ............................................................. 101
Tabel 14.1. Nilai Netralisasi Beberapa Bahan Kapur ........................... 106
Tabel 14.2. Kapur yang Harus Ditambahkan untuk Menjadi pH
Tertentu............................................................................ 107
Tabel 14.3. Pengaruh Dosis Kapur terhadap Hasil dan Jumlah Ubi
Kayu ................................................................................ 110
x
DAFTAR GAMBAR
xi
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Pemupukan
Pemeliharaan pertanaman tidak dapat dilepaskan dari pemberian
pupuk. Sebelumnya kita definisikan pupuk dan pemupukan. Pupuk adalah
bahan yang mengandung satu atau lebih unsur hara baik organik atau
anorganik yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk
mencukupi kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu
berproduksi dengan baik. Pupuk berbeda dari suplemen. Pupuk
mengandung bahan baku yang diperlukan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, sementara suplemen seperti hormon tumbuhan membantu
kelancaran proses metabolisme.
Pemupukan adalah tindakan memberikan tambahan unsur-unsur
hara pada kompleks tanah, baik langsung maupun tidak langsung sehingga
mampu menyumbangkan bahan makanan bagi tumbuhan/ tanaman.
Pemupukan pada prinsipnya merupakan pemberian bahan penyedia hara
guna menambah atau menggantikan hara yang telah digunakan atau hilang.
Pemupukan bertujuan untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan tanaman
agar tanaman tumbuh secara optimal dan menghasilkan produksi dengan
mutu yang baik. Orientasi pemupukan untuk menghasilkan bahan kering
yang optimal dan berkelanjutan.
Pemupukan dilakukan disebabkan dalam tanah hara mengalami
perubahan berupa menguap, tercuci, perkolasi, diserap tanaman dan
dibawa panen. Latar belakang pemupukan disebabkan oleh:
- Tanah miskin hara.
- Pertumbuhan tanaman terhambat walaupun sudah dilakukan
penyiangan dan ditemukan gejala kekurangan unsur hara.
- Pertumbuhan tanaman perlu dipercepat untuk mengurangi risiko
akibat persaingan dengan gulma.
- Ingin meningkatkan hasil pertambahan pertumbuhan (tiap volume)
per satuan luas pada akhir daur.
1
Kegagalan pertumbuhan dan panen tidak hanya disebabkan oleh
kekurangan hara, namun kelebihan hara juga dapat menyebabkan
kegagalan panen. Pemupukan yang berlebihan mengakibatkan kerugian
yang berupa:
- Tanaman dapat keracunan dan mati sehingga panen merugi
- Menghabiskan modal yang besar tanpa hasil yang diinginkan.
Pemupukan akan memberikan manfaat bagi pertanaman jika
memberikan nilai tambah hasil pada tanaman. Kemanfaatan pemupukan
diukur dengan nilai efisiensi pupuk. Efisiensi pupuk adalah jumlah
kenaikan hasil yang dapat dipanen atau parameter pertumbuhan lainnya
yang diukur sebagai akibat pemberian satu satuan pokok atau hara.
Pemupukan yang efisien akan menghemat penggunaan pupuk, karena
dengan jumlah pupuk yang lebih sedikit akan diperoleh hasil yang sama
atau lebih tinggi. Usaha peningkatan efisiensi pupuk ini akan
menguntungkan banyak petani kecil. Pemupukan yang tidak efisien terjadi
akibat: (a) hara dari pupuk yang digunakan tersebut tidak diserap tanaman,
(b) hara dari pupuk yang diserap tanaman tidak digunakan untuk
membentuk bahan kering (misalnya gabah).
Beberapa faktor yang akan menentukan efisiensi penggunaan pupuk
antara lain: (a) macam tanah, (b) pengelolaan hama dan penyakit, (c)
varietas padi, (d) waktu pemberian pupuk, (e) musim dan waktu tanam, (f)
sumber/macam pupuk, (g) tata guna air, (h) rotasi tanaman, dan (i)
pengendalian gulma.
Perkembangan penggunaan pupuk khususnya pupuk anorganik
setiap tahun mengalami peningkatan. Kebutuhan pupuk bagi budidaya
pertanian dipengaruhi oleh sifat fisika dan faktor pengolahan lahan. Faktor
sifat fisik tanah yang mempengaruhi pemakaian antara lain: tekstur tanah
dan struktur. Tanah bertekstur pasir akan memiliki efisiensi hara yang
rendah, karena sering terjadi pencucian hara akibat didominasi pori makro.
Pada tanah yang bertekstur lempung yang mempunyai struktur kurang baik
seperti tanah vertisol, ultisol dan alfisol menyebabkan perakaran tanaman
hanya menyebar dekat permukaan. Struktur tanah dan stabilitas agregat
sangat menentukan sifat atau kualitas tanah lainnya, seperti aerasi tanah,
infiltrasi, permeabilitas, aliran permukaan, gerakan air dalam tanah,
2
penetrasi akar dan pencucian hara. Struktur yang baik akan menyebabkan
efisiensi pupuk yang tinggi.
Faktor yang utama efisiensi hara adalah ketersediaan bahan organik
tanah. Bahan organik akan memberikan sumbangan yang besar terhadap
sifat kimia, fisika dan biologi tanah. Peranan tidak langsung bahan organik
bagi tanaman meliputi: (1) Meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman.
(2) Membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga melindungi unsur-
unsur tersebut dari pencucian. (3) meningkatkan kapasitas tukar kation
tanah (4) memperbaiki struktur tanah (5) mengurangi erosi, (6)
memperbaiki agregasi tanah. (7) menstabilkan suhu dan (8) meningkatkan
efisiensi pemupukan
B. Produktivitas
Produktivitas tanah dapat dipertahankan atau ditingkatkan melalui
pengelolaan lahan, tanah dan tanaman secara tepat. Produktivitas lahan
ditentukan oleh kondisi atau faktor yang memiliki keterbatasan paling
tinggi. Produktivitas tanah yang optimal akan tercapai jika semua faktor
penentu dalam kondisi seimbang.
Peningkatan produktivitas tanah dapat ditempuh dengan
membangun kesuburan serta kesehatan tanah. Kesuburan dan kesehatan
tanah akan tercermin dari berbagai perubahan sifat-sifat tanah baik fisika,
kimia dan biologi. Pemahaman selama ini, bahwa perbaikan kesuburan
tanah hanya dilakukan dengan penambahan bahan kimia ke tanah.
Praktik pengelolaan lahan selama ini ternyata telah meninggalkan
pengaruh negatif terhadap kesuburan tanah. Pengaruh negatif tersebut
sebagai akibat kehilangan hara dari tanah akibat pencucian, penguapan,
erosi, terangkut panen. Hara yang hilang akibat kegiatan pertanian harus
digantikan ketersediaannya untuk mempertahankan keberlanjutan
kesuburan tanah. Kehilangan hara ini merupakan kehilangan modal yang
besar bagi petani.
Pergantian kehilangan hara dalam tanah dapat dilakukan dengan
menambahkan pupuk kandang, kompos, bahan organik ke dalam tanah.
Penambahan bahan organik akan memperbaiki kesuburan dan berdampak
pada peningkatan produktivitas. Seperti diketahui bahan organik sebagai
3
sumber hara yang mengalami dekomposisi menjadi meneral yang siap
diambil oleh tanaman.
Penggunaan pupuk kimia dalam budidaya pertanian disarankan
untuk mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang akan
ditimbulkan. Penggunaan pupuk kimia akan berhubungan dengan hasil
panen dan dampak perubahan kualitas lingkungan. Perubahan lingkungan
dapat terjadi di dalam usaha tani maupun di luar usaha tani. Penggunaan
pupuk harus memperhatikan aspek teknik, ekonomi, sosial dan budaya.
Secara teknis mudah dan dapat diaplikasikan, secara ekonomi
menguntungkan, secara sosial dan budaya tidak bertentangan dengan
lingkungan masyarakat.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman harus didukung
ketersediaan hara dalam tanah. Hara dalam tanah akan diserap oleh
tanaman sebagai bahan pokok pembentukan biomasa. Optimalisasi
pertumbuhan dan hasil tanah akan terwujud jika didukung oleh:
- Larutan dalam sistem air-tanah.
- Jumlah hara tersedia cukup dan seimbang.
- Hara tersedia dalam bentuk yang segera dapat diserap oleh tanaman.
Pemenuhan kebutuhan hara bagi tanaman akan diperoleh dari
sumber hara yang berasal dari:
- Cadangan hara yang berada dalam tanah.
- Pupuk mineral.
- Sumber bahan organik.
- Nitrogen yang berasal dari atmosfer.
- Endapan yang berasal dari angin atau hujan.
- Irigasi, banjir, sedimentasi, limpasan permukaan.
4
BAB 2
UNSUR HARA TANAMAN
5
Tanaman membutuhkan unsur hara. Unsur hara yang dibutuhkan
tanaman minimal berjumlah 16 jenis esensial. Hara esensial adalah:
1. Kekurangan unsur hara akan menghambat dan mengganggu
pertumbuhan vegetatif maupun generatif.
2. Kekurangan unsur hara tidak dapat digantikan oleh unsur hara
lainnya.
3. Unsur tersebut secara langsung terlibat dalam proses metabolisme.
6
Tabel 2.2. Kandungan Unsur Hara Tanaman
Jenis Hara Satuan Berat Atom Kandungan Nisbah
Molidenum (Mo) ppm 95,94 0,1 1
Tembaga (Cu) ppm 63,54 6,0 100
Seng (Zn) ppm 65,37 20,0 300
Mangan (Mn) Ppm 54,94 50,0 1.000
Boron (B) Ppm 10,84 20,0 2.000
Besi (Fe) Ppm 55,85 100,0 2.000
Klor (Cl) ppm 35,45 100,0 3.000
Sulfur (S) % 32,06 0,1 30.000
Fosfor (P) % 30,88 0,2 60.000
Magnesium (Mg) % 24,31 0,2 80.000
Kalsium (Ca) % 40,08 0,5 125.000
Kalium (K) % 39,10 1,0 250.000
Nitrogen (N) % 14,00 1,5 1.000.000
Oksigen (O) % 16,00 45,0 30.000.000
Karbon (C) % 12,01 45,0 40.000.000
Hidrogen (H) % 1,00 6,0 60.000.000
Sumber: Epstein (1972)
B. Harkat Hara
Untuk mengetahui jumlah hara dalam tanah maupun tanaman harus
dilakukan proses analisis. Analisis dapat dilakukan secara cepat di
lapangan maupun di laboratorium. Analisis tanah dan tanaman dapat
7
bermanfaat:
1. Untuk mengetahui status hara dalam tanah dan tanaman.
2. Untuk menjaga kelestarian kesuburan tanah dengan menduga
kehilangan hara akibat panen.
3. Menduga tingkat produktivitas dan menghitung keuntungan apabila
dilakukan pemupukan.
4. Mengetahui hara pembatas pertumbuhan tanaman.
5. Menilai lahan secara ekonomis.
Setelah dilakukan analisis tanah dan tanaman, kemudian dapat
dibuat harkat ketersediaan hara. Harkat ketersediaan hara dibedakan
menjadi 5 kelas yaitu Sangat Rendah, Rendah, Sedang, Tinggi dan Sangat
Tinggi.
a. Harkat Sangat Rendah (SR)
Pada kondisi ini tanaman akan mengalami kekurangan hara.
Kekurangan hara akan dapat dilihat pada indikator tanaman tergantung
hara yang kurang. Tanaman pada kondisi ini akan menghasilkan produksi
yang rendah. Namun jika dilakukan pemupukan akan nyata meningkatkan
produktivitas dan gejala kekahatan menghilang.
8
e. Harkat Sangat Tinggi (ST)
Pada kondisi ini, sebagian tanaman akan menunjukkan gejala
pertumbuhan yang menyimpang. Gejala penyimpangan dapat berupa
keracunan, sehingga produktivitas tanaman dapat mengalami penurunan.
C. Serapan hara
Tanaman akan memenuhi kebutuhan hara melalui akar dan daun.
Tanaman akan menyerap hara dalam bentuk anion dan kation. Bentuk hara
yang umum adalah NH4+, K+, Ca2+, Mg2+, NO3-, HPO42- dan Cl-. Ion dalam
tanah sebagian akan terjerap tanah dan larut dalam air. Penjerap ion dapat
berupa lempung maupun bahan organik. Ion yang larut dalam air akan
sangat mudah tercuci.
1. Penyerapan hara melalui akar
Penyerapan hara melalui akar melalui beberapa mekanisme, yaitu:
a. Hara berpindah dari dalam tanah ke permukaan akar.
b. Hara di permukaan akar akan masuk ke dalam akar.
c. Hara di dalam akar akan ditranslokasikan ke semua jaringan
tanaman.
Hara akan selalu berpindah satu tempat ke tempat lain, jika tidak
terikat oleh media. Perpindahan hara dari dalam tanah dan larutan tanah
menuju permukaan akar dengan mekanisme 1) intersepsi dan
persinggungan, 2) aliran masa, dan 3) difusi.
Mekanisme perpindahan hara secara intersepsi dan persinggungan
disebabkan oleh terjadinya pertumbuhan akar tanaman dan terbentuknya
buku akar. Pembentukan akar dan bulu akar akan menyebabkan
persinggungan dengan ion yang ada dalam tanah. Persinggungan akar
dengan tanah akan mengakibatkan pertukaran ion dan ion akan masuk ke
akar.
Pada aliran massa, ion dan bahan lain akan berpindah bersama
dengan aliran air ke akar. Aliran air terjadi akibat perbedaan tekanan.
Perbedaan tekanan disebabkan adanya transpirasi.
Mekanisme perpindahan hara secara difusi adalah perpindahan ion
akibat perbedaan konsentrasi. Ion akan berpindah dari konsentrasi tinggi
ke konsentrasi rendah. Perubahan konsentrasi di permukaan akar
disebabkan hara mengalir ke akar, sehingga konsentrasi menjadi rendah.
9
Pada kondisi konsentrasi yang rendah, ion akan disuplai dari larutan tanah
yang memiliki konsentrasi lebih tinggi.
Hara yang telah berada di permukaan akar akan diserap tanaman
melalui dua proses, yaitu: proses aktif dan selektif. Proses Aktif adalah
proses penyerapan unsur hara yang memerlukan energi aktif, sehingga
harus tersedia energi metabolik yang dihasilkan dari proses pernapasan
akar tanaman. Selama proses pernapasan akar tanaman akan menghasilkan
energi metabolik yang berfungsi untuk mendorong berlangsungnya
penyerapan unsur hara. Penyerapan hara aktif akan ditentukan oleh
aktivitas pernapasan akar tanaman. Semakin menurun aktivitas pernapasan
akar tanaman akan menurunkan proses penyerapan unsur hara. Pernapasan
akar yang paling aktif terletak pada bagian dekat ujung akar yang baru
terbentuk dan rambut-rambut akar.
Proses Selektif adalah proses penyerapan unsur hara yang terjadi
secara selektif. Penyerapan hara selektif akan ditentukan oleh membran
sel. Seperti diketahui bahwa sel akar terdiri dari3 bagian utama yaitu:
dinding sel, membran sel, dan protoplasma. Dinding sel merupakan bagian
yang langsung bersinggungan dengan tanah dan bersifat tidak aktif.
Membran sel merupakan bagian yang mengelilingi protoplasma. Membran
sel dan protoplasma bersifat aktif. Membran sel memiliki kemampuan
untuk melakukan seleksi terhadap unsur hara yang melewati. Penyerapan
unsur hara melalui membran sel akan berlangsung melalui suatu carrier
(pembawa). Carrier (pembawa) ini bersenyawa dengan ion (unsur) terpilih
yang akan di bawa masuk ke protoplasma dengan menembus membran sel.
Proses selektif dapat berlangsung sebagai berikut.
- Pada saat akar tanaman menyerap hara dalam bentuk kation (K+,
Ca2+, Mg2+, dan NH4+) selanjutnya akar akan mengeluarkan kation
H+ dalam jumlah yang setara.
- Pada saat akar tanaman menyerap hara dalam bentuk anion (NO3-,
H2PO4-, SO4-) selanjutnya akar mengeluarkan HCO3- dengan jumlah
yang setara.
10
terlindungi oleh lapisan yang bersifat hidrofobik. Penyerapan hara melalui
daun sangat dipengaruhi oleh konsentrasi larutan, valensi, temperatur dan
tingkat aktivitasnya.
Dalam aplikasi budidaya tanaman, pemupukan lewat daun akan
relatif cepat berpengaruh dibandingkan dengan lewat akar. Namun
pemupukan melalui daun akan mengalami permasalahan, antara lain:
a. Kemampuan penetrasi hara sangat lambat.
b. Hara mudah tercuci air hujan.
c. Hara sukar menempel pada daun yang memiliki lapisan hidropobik.
d. Kecepatan perpindahan hara terbatas, terutama daun yang berumur
tua.
e. Membutuhkan tambahan tenaga, peralatan dan biaya.
f. Jika diberikan dalam konsentrasi yang tinggi, daun sering
mengalami kerusakan.
Unsur hara yang diserap secara intersepsi dan aliran masa adalah Ca,
Mg, Zn, Cu, B, Fe dan N, sedang unsur P dan K digunakan tanaman
dengan cara difusi. Penyerapan hara oleh tanaman dipengaruhi oleh 4
faktor yaitu:
a. Faktor air, air berfungsi sebagai pelarut hara.
b. Faktor daya serap akar.
c. Alkalis tanah, yaitu derajat kemasaman atau kebasaan tanah yang
mempengaruhi ketersediaan hara bagi tanaman.
- N mudah diserap pada pH 5,5-8,5
- P mudah diserap pada pH 5,0-8,5
- K mudah diserap pada pH 5,5-9,0
- S mudah diserap pada pH 5,0-9,0
- Ca mudah diserap pada pH 5,0-8,5
- Mg mudah diserap pada pH 5,0-8,5
- Fe mudah diserap pada pH 4,0-5,5
- Mn mudah diserap pada pH 5,0-5,5
- B mudah diserap pada pH 5,0-7,5
- Cu mudah diserap pada pH 5,0-7,5
d. Daya serap tanaman, yaitu kemampuan tanaman untuk menyerap
hara.
11
D. Kehilangan Hara
Kehilangan hara yang terjadi di lahan dapat terjadi akibat pencucian,
terangkut bersama hasil panen, erosi dan run off serta penguapan.
Pencucian hara lebih banyak dipengaruhi oleh kemampuan tanah untuk
memegang hara, tekstur, kelembaban dan hujan.
Tabel 2.3. Unsur Hara N, P, dan K yang Terangkut Setiap Ton Hasil Panen
Hara Terbawa Panen (kg/ton)
Jenis Tanaman
N P K
Padi unggul 15 2,7 3,7
Padi lokal 15 2,5 2,5
Jagung 16 2,8 4,0
Kacang tanah 32 3,2 4,8
Singkong 1,7 0,5 2,5
Ubi jalar 3,7 0,5 5,2
Kentang 2,7 0,3 3,6
Wortel 3 0,5 3,8
Bawang 1,6 0,3 1,7
Tomat 3,3 0,4 4,2
Pisang 2,4 0,3 5,6
Jeruk 1,8 0,2 2,5
Rumput 30 3,7 26,7
Leguminosa 37,5 4,4 33,2
Sumber: Puslitanak dalam Rauf (2014)
Pada tekstur pasir pencucian hara akan lebih intensif atau lebih cepat
dibandingkan tanah bertekstur lempungan. Keadaan unsur hara dalam
tanah dipengaruhi oleh kecepatan pelapukan mineral tanah, sifat bahan
induk, keadaan tanaman, laju pencucian oleh air hujan, kandungan bahan
organik, dan penguapan. Jika pencucian tinggi dan pelapukan lambat,
maka kehilangan hara lebih besar dibanding pengambilan hara oleh
tanaman. Kehilangan hara pada kondisi ini sering disebut pemiskinan hara
tanah. Di Belanda kehilangan N akibat pelindian mencapai 50% dari 100-
120 kg N per hektare (De Visser, 1998), sementara di Jepang mencapai
58% (Hayashi dan Hatana, 1999).
Produktivitas tanaman menentukan jumlah hara yang terangkut
akibat terbawa hasil panen. Pada prinsipnya hara yang ada di tanaman
merupakan akumulasi penyerapan hara dari tanah. Unsur hara utama N, P
12
dan K yang terangkut panen untuk setiap ton hasil panen beberapa jenis
tanaman disajikan pada Tabel 2.3. Kandungan hara tersebut merupakan
besarnya kehilangan hara dari lahan akibat panen. Kehilangan hara tanah
pada setiap panen (nutrient removal from harvest) bevariasi. Hal ini
dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah, hasil panen, sifat genetik
tanaman, dan sebagainya. Pada padi kehilangan hara terakumulasi padi
gabah, jerami dan akar.
13
Tabel 2.5. Kehilangan Hara Akibat Erosi
Erosi Kehilangan hara (kg/ha)
Lokasi
(ton/ha) N P K
Darmaga 96,1 432,5 - 106,7
Citayam 93,5 1.065,8 108,5 197,0
Jasinga 90,5 651,6 119,2 140,8
Pacet 65,1 241,0 80,0 18,0
Pengalengan 66,5 333,0 - -
Sumber: Puslitanak dalam Rauf (2014)
E. Ketersediaan Hara
Tanaman mengambil unsur hara dalam bentuk kation dan anion dari
dalam larutan tanah atau langsung dari kompleks jerapan lempung-humus
dengan cara pertukaran kation. Tidak semu hara yang ada dalam tanah
berbentuk kation atau anion, tetapi terikat oleh senyawa organik dan
mineral tanah. Bahan organik merupakan sumber N, P, dan S serta mineral
sebagai sumber K dan unsur mikro lain. Ketersediaan unsur hara
dipengaruhi oleh derajat kemasaman (pH) tanah, yang tersedia secara
optimal pada pH netral (6,5-7,5). Pada pH tinggi (>8) unsur N, Fe, Mn, B,
Cu dan Zn tersedia dalam jumlah sedikit, sedang unsur P tidak tersedia
karena terikat ole ion Ca. Pada kemasaman rendah (pH < 6,5) unsur yang
tersedia adalah P, K, S, Ca, Mg dan Mo) namun akan mengalami
pengurangan dengan cepat. P pada pH yang sangat masam akan terikat
oleh Al dan Fe.
Meskipun unsur hara tersedia optimal pada pH netral, namun setiap
jenis tanaman menghendaki kisaran pH tertentu. Sebagai contoh tanaman
teh (4,5-5,5); ubi jalar pH 5-6; tebu pH 6-8; karet pH 3,5-8); padi pH 5-7,5
dan kacang tanah pH 5-7,5.
14
BAB 3
HARA MAKRO
Nitrogen
Berperan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif dan anakan;
membuat tanaman hijau; penyusun bahan klorofil daun, lemak dan protein.
Namun jika kandungan terlalu tinggi akan menyebabkan pembungaan dan
pembuahan terhambat, batang mudah roboh dan tidak tahan terhadap
penyakit. Fungsi nitrogen secara lengkap adalah:
1) Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman.
2) Menyehatkan pertumbuhan daun, warna lebih hijau.
3) Meningkatkan kadar protein tanaman.
4) Meningkatkan kualitas tanaman penghasil daun-daunan.
5) Meningkatkan perkembangbiakan mikroorganisme dalam tanah.
Nitrogen oleh tanaman diserap dalam bentuk amonium (NH 4+) dan
15
nitrat (NO3-). Tetapi nitrat akan segera berubah tereduksi menjadi
amonium dengan bantuan molibdenum. Ketersediaan hara yang lebih
banyak akan menyebabkan pembentukan protein lebih aktif.
Sumber utama hara nitrogen bagi tanaman dan tanah dapat berupa:
1. Udara bebas.
2. Halilintar yang menghasilkan nitrat akan terbawa oleh hujan.
3. Bahan organik dalam bentuk sisa-sia tanaman.
4. Pabrik pupuk buatan.
5. Aktivitas bakteri.
Pemberian nitrogen yang berlebihan akan merugikan tanaman
terutama dalam menghasilkan buah. Kerugian akibat kelebihan nitrogen
adalah:
1. Banyak menghasilkan daun dan batang.
2. Batang/tanaman mudah rebah dan lembek/lunak.
3. Kurang menghasilkan buah/gabah.
4. Memperpanjang fase vegetatif tanaman, sehingga lambat dalam
pengisian biji.
Nitrogen di dalam tanah terdapat dalam bentuk:
1. Protein yang terikat oleh bahan organik.
2. Senyawa-senyawa amino.
3. Amonium (NH4 +)
4. Nitrat (NO3-)
Nitrogen akan mengalami pengurangan disebabkan oleh:
1. Digunakan oleh tanaman dan mikroorganisme.
2. Diikat oleh mineral liat.
3. Tercuci oleh hujan terutama Nitrat (NO3-).
4. Mengalami proses dinitrifikasi.
Gejala kekurangan Nitrogen:
Daun berwarna hijau kekuningan sampai kuning, pertumbuhan terhambat
dan kerdil, daun tua berwarna kuning. Kekurangan nitrogen yang parah
menyebabkan daun kering mulai bawah sampai atas. Status ketersediaan
hara N dalam tanaman dapat dilakukan analisis jaringan.
16
Fosfat
Fosfat bagi tanaman berfungsi untuk memacu pertumbuhan akar dan
pembentukan sistem perakaran (pembelahan sel); mempercepat
pembungaan dan pemasakan buah, biji dan gabah; memperbesar
persentase pembentukan bunga menjadi buah; sebagai penyusun inti sel,
lemak, protein dan resistan terhadap penyakit. Fosfat dalam tanah diserap
tanaman dalam bentuk H 2PO4- dan HPO4=. Sehingga hara fosfat bagi
tanaman bermanfaat untuk:
1. Mempercepat pertumbuhan akar semai.
2. Mempercepat dan memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi
tanaman dewasa.
3. Mempercepat pembungaan dan pemasakan biji atau gabah.
4. Meningkatkan produksi biji-bijian.
Sumber hara fosfat dapat berasal dari 1) batuan fosfat, 2) sisa-sisa
tanaman dan 3) pupuk buatan.
Gejala kekurangan fosfat:
Kekurangan P akan menyebabkan perakaran kurang dan tidak
berkembang; kekurangan P yang parah daun, cabang, dan batang berwarna
ungu, hasil tanaman menurun, tanaman kerdil. Pada tanaman jagung
batang menjadi lemah dan padi-padian jumlah anakan berkurang.
Kalium
Hara kalium bagi tanaman dapat membantu tanaman, khususnya:
1. memperlancar proses fotosintesis;
2. membantu pembentukan protein dan karbohidrat;
3. sebagai katalisator dalam transformasi tanaman;
4. pengeras kayu;
5. meningkatkan kualitas bunga dan buah (rasa dan warna),
6. meningkatkan resistensi dari hama penyakit dan kekeringan;
7. mempercepat pertumbuhan jaringan meristem.
Kalium diserap tanaman dalam bentuk K+, terutama pada tanaman
yang berumur muda. Kalium memiliki peranan yang penting dalam
mengatur turgor sel akibat tekanan osmotik. Adapun sumber hara kalium
dapat ditemukan pada:
17
1. Bahan mineral.
2. Sisa-sisa tanaman dan jasad renik.
3. Air irigasi serta larutan tanah.
4. Abu tanaman dan pupuk buatan.
Gejala kekurangan kalium:
Kekurangan K menyebabkan pertumbuhan lambat dan kerdil, klorosis
(daun seperti terbakar), tanaman mudah patah dan roboh.
Magnesium
Magnesium berfungsi untuk mengaktifkan enzim untuk
metabolisme karbohidrat, penyusun klorofil dan meningkatkan hasil
minyak. Magnesium diserap tanaman dalam bentuk Mg2+. Ketersediaan
hara Magnesium dalam tanah sangat dipengaruhi oleh temperatur,
kelembaban dan pH). Sumber hara Magnesium dapat ditemukan pada:
1. Dolomit limestone (CaCO3MgCO3),
2. Sulfat of Potash Magnesium. Bahan ini mengandung Magnesium
11,1 % dan MgO sebesar 18,5%.
3. Epsom Salt (MgSO4.7H2O). Bahan ini mudah sekali larut dalam air
4. Kleserit (MgSO4H2O). Bahan ini mengandung Magnesium 18,3 %
dan MgO sebesar 30,5%.
5. Magnesia (MgO).
6. Terpentin (Mg3SiO2(OH)4)
7. Magnesit (MgCO3)
8. Karnalit (MgCl2KCl.6H2O
9. Basic Slag. bahan ini mengandung Magnesium 3,4 %
Gejala kekurangan Magnesium:
Kekurangan Mg tanaman akan mengalami klorosis, pucuk dan pinggir
daun membalik seperti mangkuk dan daun menguning.
Kalsium(Ca)
Kalsium diserap tanaman dalam bentuk Ca2+ dan sebagian besar
akan ditimbun di daun dalam bentuk kalsium pektat. Fungsi Ca untuk
merangsang pembentukan bulu akar, mengeraskan batang dan merangsang
pembentukan biji-bijian. Adapun sumber kalsium yang dapat
18
dimanfaatkan sebagai pupuk adalah batu-batu kapur dan sisa-sisa tanaman.
Secara umum bahwa tanah-tanah yang ada saat ini sering mengalami
kekurangan kalsium, sehingga membutuhkan banyak tambahan kapur.
Gejala Kekurangan Ca:
Kekurangan Ca menyebabkan kuncup dan akar tanaman tidak dapat
berkembang.
Belerang (S)
Fungsi S untuk menambah kadar protein dan vitamin, membantu
pembentukan bintil akar (leguminose) dan pembentukan butir-butir hijau
daun. Tanaman menyerap sulfur dari tanah dalam bentuk SO4-. Sulfur akan
banyak dijumpai pada tanaman yang memiliki bintil akar/nodul.
Sebagaimana diketahui bahwa sulfur merupakan salah satu unsur
penyusun protein, sehingga pelepasan sulfur akan terjadi jika ada
pelapukan. Adapun sumber sulfur adalah sisa-sisa tanaman dan jasad renik
serta pupuk buatan.
Gejala kekurangan belerang:
Daun berwarna hijau kekuning-kuningan, pertumbuhan terlambat dan
kerdil.
19
BAB 4
HARA MIKRO
Besi (Fe)
Hara Fe berfungsi untuk membentuk klorofil, pembentukan
karbohidrat, lemak, protein dan enzim. Pupuk hara besi dapat diberikan
melalui daun dengan cara penyemprotan. Hara besi diserap tanaman dalam
bentuk fero (Fe2+) dan ferii (Fe3+).
Zat besi (Fe) terdapat dalam enzim:
a. Catalase
b. Peroksidase
c. Prinodic hidrogenase
d. Cytochrom oxidase
Kekurangan hara Fe menyebabkan daun berwarna kuning, terutama
pada tulang daun yang hijau berubah ke arah putih dan mati. Kekurangan
Fe sering terjadi pada tanah alkali/kapur. Pergerakan Fero akan terhambat,
jika tanaman terjadi kekurangan Mn dan K atau kelebihan sulfat. Namun
jika kelebihan hara besi akan menyebabkan keracunan bagi tanaman.
20
Boron (B)
Hara B berfungsi dalam pembentukan/pembiakan sel terutama pada
titik tumbuh, pertumbuhan tepung sari, bunga dan akar. Boron
berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas sayuran dan buah. Hara B
diserap tanaman dalam bentuk BO3=. Unsur ini sangat dibutuhkan terutama
pada tanah pasir dan tanah yang kaya kapur. Kekurangan B pada tanaman
akan menyebabkan daun berwarna pucat. Boron pada legum berperan
dalam pembentukan bintil-bintil akar. Unsur ini dapat memperbanyak
cabang-cabang nodul untuk memberikan banyak bakteri dan mencegah
bakteri parasit.
Kekurangan boron dapat menghambat pertumbuhan kuncup dan
pucuk, bahkan akan menyebabkan kematian. Boron dalam tanah tersedia
dalam bentuk: turmalin, datolit, dan boraks.
Mangan (Mn)
Mangan bagi tanaman berperan untuk menyusun klorofil, membantu
fotosintesis, merangsang perkembangan biji dan pemasakan buah. Selain
itu Mn berperan dalam pembentukan protein dan vitamin. Tanaman
mengambil mangan dalam bentuk Mn2+. Mn penting untuk
mempertahankan kondisi hijau daun pada daun yang tua.
Kekurangan Mn menyebabkan tanaman berdaun kuning dan
terhambat pembungaan dan tanaman mengalami klorosis. Tanah yang
kekurangan unsur Mn dapat diatasi dengan memberikan 1% MnSO4H2O.
Penyemprotan MnSO4 melalui daun akan lebih efektif daripada melalui
tanah, karena Mn2+ pada tanah akan cepat direduksi. Kelebihan Mn bisa
dikurangi dengan menambah fosfat dan kapur.
Tembaga (Cu)
Hara Cu dibutuhkan tanaman untuk membantu membentuk enzim
dan membentuk klorofil. Hara Cu diambil tanaman dalam bentuk Cu 2+. Cu
sebagai pupuk digunakan dalam bentuk CuSO4.5H2O atau Cupri sulfat.
Tanaman yang mengalami kekurangan Cu akan menunjukkan gejala
daun belang (loreng-loreng), ujung daun memutih. Jika kekurangan Cu
berkelanjutan, tanaman akan menjadi layu dan akhirnya mati. Defisiensi
tembaga pada umumnya terjadi pada tanah-tanah gambut yang
21
mengakibatkan pertumbuhan tanaman menjadi tidak normal (layu dengan
cepat dan batang tanaman melemah).
Seng (Zn)
Hara Zn bagi tanaman berfungsi membentuk hormon untuk
mencapai keseimbangan fisiologis. Seng dapat dimanfaatkan tanaman jika
dalam bentuk Zn2+. Ketersediaan Zn yang sangat sedikit telah memacu
perkembangan tanaman, namun kelebihan sedikit saja akan menyebabkan
keracunan.
Zn dalam tanah terdapat dalam bentuk:
a. Sulfida --------------------------- (ZnS)
b. Calamine ------------------------ (Zn CO3)
Kekurangan Zn dapat menghambat pertumbuhan vegetatif
terhambat dan pengisian biji. Kekurangan Zn terjadi pada daerah yang
lembap dan tanah masam sampai sedikit netral.
Molibdinum (Mo)
Hara Mo berfungsi dalam proses fiksasi nitrogen dan katalisator
dalam mereduksi N. Molibdinum dapat dimanfaatkan tanaman dalam
bentuk MoO4 (ion Molibdat). Ketersediaan Mo bagi tanaman dipengaruhi
oleh pH. Pada pH rendah akan menurunkan ketersediaan Mo. Tanaman
membutuhkan Mo dalam jumlah sangat kecil, namun jika kelebihan akan
menyebabkan keracunan bagi tanaman. Kekurangan Mo akan terjadi gejala
klorosis, mengganggu fiksasi nitrogen, menurunkan daya reduksi nitrat
dan asimilasi nitrogen.
Clor (Cl)
Hara Cl berfungsi untuk meningkatkan kualitas tanaman. Hara Cl
banyak ditemukan pada tanaman yang berserat. Kekurangan unsur ini
menyebabkan pertumbuhan tidak normal (gandum dan kapas) dan pada
kultur jaringan akan menekan perkembangan akar. Pada umumnya
keracunan tanaman akan terjadi jika kandungan Cl lebih dari 0,1%.
Kobal (Co)
Unsur Co belum banyak diketahui secara tepat fungsinya bagi
proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Namun demikian unsur
22
ini sangat diperlukan oleh tanaman tingkat tinggi berdaun hijau. Unsur Co
diperlukan oleh rhizobium untuk mengikat unsur N, sehingga unsur ini
lebih banyak berperan pada tanaman kacang-kacangan. Penelitian
menunjukkan bahwa inokulasi rhizobium pada tanaman kacang-kacangan
tidak dapat tumbuh dengan baik jika kekurangan unsur Co.
23
BAB 5
HARA PENUNJANG
2. Natrium (Na)
Ketersediaan natrium yang tinggi pada tanah umumnya terdapat
pada daerah arid dan semi arid yang berdekatan dengan pantai.
Ketersediaan natrium tanah dipengaruhi oleh aktivitas air laut.
Ketersediaan hara natrium yang berlebihan umumnya terjadi pada tanah
salin. Tanah salin adalah tanah yang memiliki kandungan garam yang
tinggi. Sumber utama natrium adalah NaCl.
Natrium dalam tanah yang tinggi cenderung akan menyebabkan
keracunan tanaman. Gejala keracunan natrium pada tanaman dapat dilihat
dari indikator:
24
- Stres akibat tingginya tekanan osmotik.
- Setiap ion akan memiliki dampak yang spesifik.
Penyerapan natrium oleh tanaman dipengaruhi oleh:
- Nilai ESP (Exchangeable Sodium Persentage).
- Ketersediaan oksigen pada zona perakaran. Suplai oksigen yang
terbatas akan mengakibatkan penurunan efektivitas penyerapan Na.
- Akumulasi bikarbonat dalam tanaman.
Menurut Hanafiah (2005) bahwa penggunaan Na mampu untuk
menggantikan (substitusi) pupuk KCl pada budidaya padi. Selain itu
pemberian garam (NaCl) dalam tanah gambut mampu meningkatkan
serapan K dan bobot tanaman jagung. Namun peningkatan NaCl dalam
tanah akan menurunkan serapan Nitrogen.
3. Iodin (I)
Unsur Iodin terasa penting terutama bagi kesehatan manusia.
Keberadaan iodin berperan untuk mengendalikan penyakit gondok.
Di alam iodin dapat memanfaatkan dari sumber:
- Air laut dengan kadar 10-25 ppb.
- Air sumur dengan kadar 10-318 ppb.
- Tanah dan batuan dengan kadar 0,1-70 ppm.
- Tumbuhan laut dengan kadar 0,001-12,500 ppm.
- Tumbuhan darat dengan kadar 0,1-20 ppm.
Beberapa manfaat penggunaan iodin bagi tanaman dirasakan seperti:
- Peningkatan hasil buah-buahan pada penggunaan kadar iodin 0,5-
1,0 ppm.
- Gejala keracunan akan muncul pada kadar iodin >0,5-1,0 ppm.
Iodin diserap tanaman dalam bentuk I-. Kekurangan iodin akan
menyebabkan:
- Daun tua terlihat klorotik dan bisulan, sedang daun muda terlihat
hijau lebih gelap.
- Pertumbuhan terhambat dan daun terlihat keriting bagian belakang
dan nekrosis pada ujung dan tepi daun.
25
4. Fluorin(F)
Fluorin dalam tanah berasal dari pelapukan tanah, bebatuan,
jaringan tanaman dan binatang. Secara khusus peran fluorin bagi tanaman
belum memberikan dampak yang spesifik. Kelebihan fluorin dalam tanah
dapat menjadi bahan polutan atmosfer, air dan tanah.
Penurunan serapan fluorin pada tanah disebabkan oleh:
- Kondisi iklim. Serapan Fluorin membutuhkan suhu dan kecepatan
angin yang rendah, kelembaban tinggi dan tereduksinya transpirasi.
- Kenaikan pH substrat.
- Penambahan garam Ca netral pada media tumbuh.
- Penyemprotan CaSO4.2H2O atau CaCl2.
- Eliminasi bahan-bahan asupan tanah berkadar fluorin tinggi.
Peningkatan ketersediaan fluorin dalam tanah akan meningkatkan
kadar Ca dan P, namun menurunkan kadar Mg dan Mn.
26
BAB 6
KLASIFIKASI PUPUK
A. Klasifikasi Pupuk
Pupuk dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Menurut Pembentukannya:
- Pupuk alam yaitu pupuk yang tidak dibuat di pabrik, dengan ciri
kelarutan haranya rendah di tanah, namun mampu memperbaiki
sifat fisik dan biologi tanah.
- Pupuk buatan yaitu pupuk yang dibuat di pabrik dengan ciri
kandungan dan kelarutan hara yang tinggi. Pupuk ini bermanfaat
untuk memperbaiki sifat kimia tanah.
27
3. Menurut Kadar Hara:
- Pupuk kadar hara tinggi yaitu pupuk yang mengandung hara
lebih dari 30% misalnya urea mengandung 45% N.
- Pupuk kadar hara sedang yaitu pupuk yang mengandung hara 20-
30% misalnya abu dapur mengandung 10-30% K2O.
- Pupuk kadar hara rendah yaitu pupuk yang mengandung hara
kurang dari 20% misalnya FMP mengandung K 19%.
5. Menurut Kelarutannya:
- Pupuk larut dalam air (+)
- Pupuk larut dalam asam sitrat (=)
- Pupuk larut dalam asam keras (x)
6. Menurut Senyawanya:
- Organik yaitu pupuk yang mengandung senyawa organik. Pada
umumnya pupuk alam termasuk pupuk organik, misalnya pupuk
kandang, guano, blotong. Pupuk alam yang tidak termasuk pupuk
organik adalah rock fosfat.
- Anorganik yaitu pupuk yang mengandung senyawa anorganik.
Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik.
7. Menurut Penggunaannya:
- Pupuk Daun yaitu pupuk yang diberikan ke tanaman dengan cara
dilarutkan kemudian disemprotkan pada permukaan daun.
28
- Pupuk akar/tanah yaitu pupuk yang diberikan melalui akar atau
tanah.
8. Menurut Bentuk
- Pupuk padat, yaitu pupuk yang memiliki tingkat kelarutan
terhadap air mudah sampai sukar.
- Pupuk cair yaitu pupuk yang cara penggunaannya dalam bentuk
cair.
B. Jenis Pupuk
1. Pupuk Tunggal
Pupuk tunggal yaitu pupuk yang mengandung hanya satu jenis unsur
hara sebagai penambah kesuburan. Contoh pupuk tunggal yaitu pupuk
nitrogen, fosfor, dan kalium.
29
pupuk ini: larut air, dapat dijerap oleh koloid tanah, reaksi fisiologis
masam, mempunyai daya mengusir Ca dari kompleks jerapan, mudah
menggumpal, tetapi dapat dihancurkan kembali, asam bebasnya kalau
terlalu tinggi meracun tanaman.
30
Pupuk Fosfat (P)
Secara umum unsur hara dalam pupuk berbentuk oksida, kecuali
nitrogen. Pupuk fosfor mengandung hara dalam bentuk P2O5. Pupuk TSP
mengandung P sebesar 44% P2O5. Untuk mengetahui kadar P (bukan P2O5)
maka harus dikalikan dengan suatu bilangan konversi:
Persentase P = 0.43 X persentase P2O5
Persentase P2O5 = 2.29 X persentase P
Angka 0.43 berasal dari berat molekul P2O5 dibagi berat 2P. Berat
atom P=31 dan O=16, sehingga 144:62 = 2.29 atau sebaliknya 62:144 =
0.43. Kadar yang ditunjukkan umumnya P yang larut dalam asam sitrat
2%; jadi bukan P yang larut air.
31
Dobel Superfosfat (DS)
Berbeda dengan ES, pupuk ini dianggap tidak mengandung gipsum,
dalam pembuatannya digunakan asam fosfat yang berfungsi sebagai
pengasam dan untuk meningkatkan kadar P. Garis besar reaksi
pembuatannya sebagai berikut.
(Ca3PO4)2CaF + 4H3PO4+ 3H20 → 3Ca(H2PO4)2 + HF
Kadar P2O5 pupuk dobel superfosfat + 38%. Pupuk ini telah lama
digunakan di Indonesia baik oleh petani maupun di perkebunan besar.
Sifatnya berupa tepung kasar berwarna putih kotor. Asam fosfat
dipisahkan dari larutannya. Asam H3PO4 diperoleh dari:
Ca3 (PO4)3CaF + 3H2SO4 →2H3PO4 + CaSO4 + HF
Pupuk ini berwarna abu-abu coklat muda; sebagian P larut air;
reaksi fisiologis: sedikit asam. Bahaya meracun sulfat relatif kecil dan
sulfidanya yang berasal dari reduksi sulfat juga rendah. Bekerjanya lambat
dan kemungkinan pelindian juga rendah. Bila diberikan pada tanah yang
bayak mengandung Fe3+ dan Al3+ bebas akan terjadi sematan P oleh kedua
unsur tersebut. Karena lambat bekerjanya pupuk ini diberikan sebagai
pupuk dasar.
Pupuk Kalium
Jenis pupuk yang khusus mengandung kalium relatif sedikit
jumlahnya. Umumnya sudah dicampur dengan pupuk atau unsur lain
menjadi pupuk majemuk. Sehingga menjadi pupuk yang mengandung
kalium, nitrogen dan atau fosfat (dua atau lebih hara tanaman). Kadar
32
pupuk K dinyatakan sebagai % K 2O. Konversi kadar K2O menjadi K
adalah sebagai berikut. % K2O = 1.2 X % K, dan % K = 0.83 X % K2O
Muriate (KCl)
Dianggap pupuk yang kadar hara K nya tinggi. Nama muriate
berasal dari asam murit adalah sama dengan asam klorida. Kadar K 2O
teoretis dapat mencapai 60-62%; tetapi dalam kenyataan pupuk muriate
yang diperdagangkan hanya sekitar 50%. Bentuknya berupa butiran kecil-
kecil atau berupa tepung dengan warna putih sampai kemerah-merahan.
Dalam praktik lebih banyak digunakan jika dibandingkan dengan pupuk-
pupuk K yang lain karena harganya relatif murah.
Pupuk ini kurang disenangi karena kadar Cl nya yang tinggi
terutama untuk pemupukan tanaman yang peka terhadap kualitas maupun
produksi. Banyak digunakan untuk perkebunan karet dan tebu, tetapi
sekarang sebagian beralih ke pupuk KNO3. Pemupukan KNO3 selain
memupuk K juga berarti memupuk N.
33
Kalium-Magnesium Sulfat
Rumus kimia pupuk Kalium-Magnesium Sulfat: K2SO4.2MgSO4.
Kadar K2O berkisar antara 22-23% dan kadar MgO antara 18-129%.
Dibuat dari garam kompleks K 2SO4. 2MgSO4. Seperti pupuk ZK kadar Cl
rendah ialah kurang dari 3%. Kadar S= 18%.
2. Pupuk Majemuk
Pupuk majemuk yaitu pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur
hara yang digunakan untuk menambah kesuburan tanah. Contoh pupuk
majemuk yaitu NP, NK, dan NPK. Pupuk majemuk yang paling banyak
digunakan adalah pupuk NPK yang mengandung senyawa amonium nitrat
(NH4NO3), amonium dihidrogen fosfat (NH4H2PO4), dan kalium klorida
(KCL).
Kadar unsur hara N, P, dan K dalam pupuk majemuk dinyatakan
dengan komposisi angka tertentu. Misalnya pupuk NPK 10-20-15 berarti
bahwa dalam pupuk itu terdapat 10% nitrogen, 20% fosfat (sebagai
P2O5)dan 15% kalium (sebagai K2O).
Penggunaan pupuk majemuk harus disesuaikan dengan kebutuhan
dari jenis tanaman yang akan dipupuk karena setiap jenis tanaman
memerlukan perbandingan N, P, dan K tertentu. Di Indonesia beredar
beberapa jenis pupuk majemuk dengan komposisi N, P, dan K yang
beragam.
Pupuk majemuk mengandung dua atau lebih hara tanaman (makro
maupun mikro). Banyak sekali pupuk majemuk yang beredar di
masyarakat baik untuk pertanian, perkebunan, pertamanan, hidroponik
atau khusus untuk tanaman anggrek. Pupuk tersebut mempunyai nama
dagang yang berbeda-beda tergantung pabrik pembuatnya. Pupuk yang
ditujukan untuk komoditas bernilai ekonomi tinggi umumnya mengandung
banyak hara tanaman terutama N, P dan K. Untuk tanaman sayuran dan
34
hidroponik banyak menggunakan hara kedua N, P, K, Ca, Mg dan S.
Sedangkan untuk tanaman hias dan anggrek di samping mengandung
seluruh hara makro juga mengandung seluruh hara mikro dengan grade
fertilizer yang beraneka. Bahkan ditambah lagi dengan zat pengatur
pertumbuhan tanaman (hormon).
Nitrogen umumnya berasal dari nitrat (NO3-), amonium (NH4+),
amida (-NH2) dan protein, baik secara tunggal maupun gabungan.
Umumnya pupuk ini larut air. Sumber P berupa monohidrofosfat (HPO4=)
dan dihidrofosfat (H2PO4-). P ini tidak sempurna larut air, tetapi larut
seluruhnya dalam asam sitrat. K berasal dari garam nitrat, klorida atau
sulfat kalium. Pupuk majemuk cair bersifat larut air, penggunaannya
disemprotkan pada organ tanaman.
Tersedianya beraneka pupuk majemuk tentu untuk memudahkan
petani tanpa harus membuat campuran sendiri. Pupuk majemuk dibuat
disesuaikan dengan jenis tanaman atau tujuan penggunaannya. Pupuk yang
digunakan untuk kedelai berbeda dengan untuk rumput atau padi.
Demikian juga untuk tanaman kapas atau tembakau. Untuk tanaman kopi
yang belum menghasilkan digunakan pupuk yang berbeda dengan tanaman
kopi yang sudah produksi.
Untuk tanaman hias yang bernilai tinggi (misalnya anggrek)
digunakan pupuk cair atau pupuk padat slow release. Kandungan haranya
lengkap berupa mineral yang air larut dan juga sering senyawa organik
protein dan hormon tumbuh serta unsur yang dapat berperanan untuk
mengintensifkan warna bunga.
3. Pupuk Campuran
Pembuatan pupuk campuran bertujuan untuk mendapatkan pupuk
yang mengandung lebih dari satu unsur hara. Pembuatan pupuk campuran
akan menghemat tenaga, waktu dan biaya. Pupuk campuran di lapangan
dapat diperoleh melalui beberapa cara, antara lain:
a. Mencampur pupuk tunggal yang memiliki kadar hara yang tinggi.
b. Mendapatkan dalam bentuk pupuk majemuk
c. Reaksi antara bahan mentah kasar yang berjalan secara langsung.
Semua pupuk belum tentu dapat dicampur secara langsung tanpa
menimbulkan dampak negatif atau kerugian. Beberapa pupuk akan
35
menimbulkan masalah jika dicampur. Pupuk yang akan menimbulkan
masalah antara lain:
- Pupuk yang mempunyai sifat higroskopis yang tinggi, sehingga
ketika dicampur pupuk akan menggumpal.
- Pencampuran pupuk akan menyebabkan kehilangan haranya
(menguap).
- Pencampuran akan membentuk senyawa baru, sehingga hara tidak
tersedia bagi tanaman.
Berdasarkan sifat yang ditimbulkan akibat pencampuran pupuk,
dapat dibedakan menjadi 5 kriteria. Sebagai pedoman mencampur pupuk
dapat dilihat pada tabel. Adapun kriteria dampak pencampuran pupuk
sebagai berikut.
A = Selalu dapat dicampur
B = Dapat dicampur menjelang pemakaian
C = Campuran menjadi keras, tetapi mudah dihaluskan dan disimpan
D = Campuran menjadi keras
E = Sama sekali tidak dapat dicampur
Jenis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Pupuk
A A B E A C B E A A A A E E 1
A A E B A B A A A A A A A E 2
B E A E A E A B B E A B A B 3
E B E A A E A A E B D A A E 4
A A A A A A A A A A A A E A 5
C A E E A A E E B A A B A A 6
B A A A A E A A B B B B A E 7
E A B A A E A A E D D E B E 8
A A B E A B B E A A A A E E 9
A A E B A A B D A A A A B A 10
A A A D A A B D A A A A B A 11
A A B A A B B E A A B A E E 12
E A E A A E A B E B A E A E 13
E E B E A A E E E A A E E A 14
Keterangan:
1. Amonium Sulfat (ZA) 8. Tepung Tulang
2. Sendowo Chilli 9. Ammophos
3. Urea 10. KCl
36
4. Kalkstikstof 11. ZK, PK
5. Bungki, Guano 12. Nitrophoska
6. Doble Superfosfat (DS) 13. Kapur, Napal
7. Fosfat Alam 14. Pupuk Kandang
37
BAB 7
PUPUK BUATAN
38
Pada sumber pupuk P dan K perlu perhitungan tersendiri, karena kedua
unsur hara dalam bentuk senyawa P 2O5 dan K2O. Perhitungan kebutuhan
bobot unsur hara P dan K adalah:
Bobot P = 44/100 x bobot P2O5
Bobot K = 83/100 x bobot K2O
Berdasarkan kandungan unsur haranya pupuk dapat dikelompokkan
menjadi 3 golongan yaitu:
1. Kadar hara tinggi jika pupuk mengandung lebih dari 30 %
2. Kadar hara sedang jika pupuk mengandung 20- 30 %
3. Kadar hara rendah jika pupuk mengandung kurang dari 20 %
B. Higroskopisitas
Sifat higroskopis merupakan sifat pupuk yang berhubungan dengan
kemudahan mengikat uap air dari udara. Pupuk dikatakan higroskopis bila
ditempatkan pada tempat terbuka mudah sekali mencair. Salah satu contoh
pupuk yang bersifat higroskopis adalah Urea. Sedangkan contoh yang
bersifat tidak higroskopis adalah SP-36.
Aplikasi sifat higroskopis digunakan untuk menentukan teknik
penyimpanan. Bagi pupuk yang memiliki sifat higroskopis sebaiknya
disimpan tempat yang kering, wadah yang kedap udara dan tidak terlalu
lama. Untuk mengantisipasi penyimpanan pupuk yang bersifat higroskopis
harus ditempatkan pada ruangan yang memiliki kelembaban udara yang
rendah. Jika tidak dilakukan perlakuan ini, pupuk akan mudah mencair
atau mengumpal. Usaha untuk mengurangi sifat higroskopis dapat
dilakukan dengan tindakan:
- Pupuk dibuat dalam bentuk butiran atau tablet.
- Butiran diberi selaput penahan air.
C. Daya Larut
Daya larut merupakan kemudahan pupuk untuk terlarut di dalam air.
Daya larut ini akan menentukan cepat atau lambat unsur hara dapat diserap
tanaman atau hilang karena terlindi/tercuci. Jenis pupuk dengan daya larut
yang tinggi akan cepat tersedia serta mudah diserap oleh tanaman, namun
juga akan mudah tercuci oleh hujan atau pengairan. Pada umumnya pupuk
39
yang memiliki kandungan Nitrogen yang tinggi mempunyai daya larut
yang tinggi pula.
Pupuk yang memiliki daya larut tinggi sangat baik diaplikasikan
untuk pemupukan melalui daun. Daya larut pupuk yang tinggi dicirikan
pupuk ketika diberikan pada air untuk melarut tidak memerlukan adukan
yang terlalu tinggi.
D. Kemasaman Pupuk
Kemasaman pupuk merupakan dampak yang ditimbulkan setelah
pemberian pupuk. Pupuk dikatakan bereaksi masam ketika pemberian
pupuk akan menurunkan pH tanah atau menjadi masam. Sebaliknya pupuk
basa, jika pemberian pupuk akan meningkatkan pH tanah atau menjadi
basa. Secara umum, pupuk yang beredar di pasaran, menyebabkan pH
tanah turun. Artinya, reaksi tanah bersifat asam kepada pupuk yang
diberikan. Kemasaman pupuk dinyatakan dalam nilai ekuivalen
kemasaman. Ekuivalen kemasaman adalah jumlah CaCO3 (kg) yang
diperlukan untuk menetralisir penurunan pH akibat pemberian pupuk
sebesar 100 kg pupuk. Sebagai contoh pupuk Urea memiliki ekuivalen
kemasaman 71. Hal ini berarti untuk mempertahankan pH yang sama
setiap pemberian urea sebanyak 100 kg harus diikuti pemberian kapur
sebanyak 71 kg.
40
Pupuk yang bersifat basa juga memberikan informasi ekuivalen
kebasaan. Ekuivalen kebasaan adalah kebutuhan kapur untuk
mengembalikan pH semula akibat peningkatan pH yang disebabkan oleh
pemupukan. Contoh kalsium sanida dengan ekuivalen kebasaan 63. Hal ini
berarti untuk mempertahankan pH semula, setiap pemupukan kalsium
sianida sebanyak 100 kg membutuhkan kapur sebanyak 63 kg.
Kemasaman pupuk berhubungan dengan kebutuhan kapur untuk
mengembalikan tanah pada pH semula. Informasi sifat kemasaman ini
akan membantu petani memilih jenis pupuk pada lokasi tanah. Pada tanah
yang bersifat masam sebaiknya menggunakan pupuk yang memiliki sifat
kemasaman basa dan sebaliknya. Beberapa ekuivalen kemasaman pupuk
disajikan pada Tabel 7.1.
41
Tabel 7.2. Indeks Garam Beberapa Pupuk
Jenis Pupuk Indeks Garam
Ammonium Nitrat 3,2
Amonium Sulfat 3,3
Urea 1,7
Monoomonium Fosfat (MAP) 2,7
Diamonium Fosfat (DAP) 1,7
SP-36 0,4
KCl 1,9
Kalium Sulfat 0,9
KNO3 5,3
KMgSO4 1,97
Sumber: Novizan (2005)
42
BAB 8
PUPUK ORGANIK
43
Menurut Suriadikarta dan Setyorini (2012 bahwa dalam pembuatan
pupuk organik harus diperhatikan sebagai berikut.
1. Kandungan air. Pada umumnya pupuk organik memiliki kadar
lengas sangat tinggi, sehingga diperlukan tindakan pengeringan
sampai memiliki kadar air 30-35 %.
2. Bentuk pupuk. Bentuk pupuk organik sangat terkait dengan aplikasi
di lapangannya. Pupuk organik yang berbentuk tepung akan sulit
diaplikasikan, karena pupuk akan mudah hilang terbawa angin
menjadi debu. Pupuk organik dapat berbentuk granular maupun cair.
3. Tingkat kematangan pupuk organik. Kematangan pupuk organik
dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain C/N rasio, pH,
warna, KTK, suhu dan aroma kompos. Selama proses pengomposan
bahan organik mentah akan mengalami perombakan yang dilakukan
oleh bakteri dan fungi. Pada saat pengomposan aktivitas
mikroorganisme akan meningkat, sehingga terjadi peningkatan suhu
sampai stabil dan akan mengalami penurunan kembali setelah
kompos matang.
4. Kombinasi bahan dasar kompos. Pembuatan kompos dapat
dilakukan dari berbagai bahan dasar dengan kualitas yang bervariasi.
Sehingga kompos yang dihasilkan juga mengalami
perubahan/variasi kualitas pupuk organiknya.
5. Bahan beracun. Masalah utama dalam produksi kompos adalah
kehadiran logam/bahan berbahaya bah kesehatan manusia dan
pertumbuhan tanaman. Bahan logam yang sering terikut dalam
proses pengomposan adalah Cd, Pb dan Cr.
6. Pupuk organik dapat membawa patogen atau telur serta serangga
yang mengganggu tanaman. Pupuk kandang sering membawa
gulma.
Menurut Rosmarkam dan Yuwono (2002) bahwa dekomposisi
bahan organik pada tahap akhir akan terjadi proses mineralisasi. Pada
proses mineralisasi akan terjadi pelepasan hara N, P, K, Ca, Mg, S dan
hara mikro. Hara makro dan mikro akan diserap tanaman untuk
membentuk jaringan tanaman dalam bentuk senyawa organik.
44
B. Manfaat Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan kunci utama dalam pengelolaan dan
perbaikan kesuburan tanah secara berkelanjutan. Fungsi pupuk organik
dalam membangun kesuburan tanah antara lain:
1. Menyediakan hara makro dan mikro dengan lengkap dalam jumlah
tidak tertentu dan relatif kecil.
2. Memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah menjadi ringan untuk
diolah dan mudah ditembus akar.
3. Meningkatkan daya menahan air, sehingga tanah memiliki
kemampuan menyediakan air menjadi lebih baik.
4. Membuat permeabilitas tanah lebih baik. Pada tanah pasiran akan
menurunkan permeabilitas dan pada tanah lempungan akan
meningkatkan permeabilitas tanah.
5. Meningkatkan KTK sehingga tanah memiliki kemampuan mengikat
kation lebih tinggi, sehingga hara tidak mudah tercuci.
6. Memperbaiki kehidupan biologi tanah, sehingga mampu
meningkatkan proses dekomposisi bahan organik.
7. Meningkatkan daya sangga (buffering capacity) terhadap perubahan
sifat tanah.
Rusmarkam dan Yuwono (2002) menyatakan bahwa pupuk organik
memiliki sifat yang dalam memperbaiki kesuburan tanah, antara lain:
1. Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepas hara
tanaman yang lengkap(N, P, K, Ca, Mg, S) serta hara mikro dalam
jumlah relatif kecil,
2. Bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah, menyebabkan
tanah menjadi ringan untuk diolah dan mudah ditembus akar,
3. Bahan organik dapat mempermudah pengolahan tanah-tanah berat,
4. Bahan organik meningkatkan daya menahan air (water holding
capacity) sehingga kemampuan tanah untuk menyediakan air
menjadi lebih banyak dan kelengasan tanah lebih terjaga,
5. Bahan organik membuat permeabilitas tanah menjadi lebih baik,
menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar (pasiran) dan
meningkatkan permeabilitas pada tanah bertekstur sangat lembut
(lempungan),
45
6. Bahan organik meningkatkan kapasitas pertukaran kation (KPK)
sehingga kemampuan mengikat kation menjadi lebih tinggi
akibatnya jika tanah yang dipupuk dengan bahan organik dengan
dosis tinggi hara tanaman tidak mudah tercuci,
7. Bahan organik memperbaiki kehidupan biologi tanah baik hewan
tingkat tinggi maupun hewan tingkat rendah menjadi lebih baik
karena ketersediaan makanan lebih terjamin,
8. Bahan organik dapat meningkatkan daya sangga (buffering
capacity) terhadap guncangan perubahan sifat drastis pada tanah,
9. Bahan organik mengandung Mikrob dalam jumlah cukup yang
berperan dalam proses dekomposisi bahan Organik.
Penggunaan pupuk organik dalam budidaya tanaman dapat
memberikan manfaat ditinjau dari aspek ekonomi, lingkungan dan
kesuburan tanah. Secara ekonomi penggunaan pupuk organik memberikan
manfaat berupa:
1. Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2. Mengurangi volume/ukuran limbah
3. Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Penggunaan pupuk organik berpengaruh terhadap perubahan
lingkungan. Aspek lingkungan yang diperbaiki berupa:
1. Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah
2. Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan
Sebagai output utama dalam budidaya pertanian, penggunaan pupuk
organik berorientasi pada perbaikan kesuburan dan peningkatan hasil
pertanaman. Adapun manfaat penggunaan pupuk organik terhadap tanah
dan tanaman adalah:
1. Meningkatkan kesuburan tanah.
3. Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah.
4. Meningkatkan kapasitas jerap air tanah.
5. Meningkatkan aktivitas mikrob tanah.
6. Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah
panen).
7. Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman.
8. Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman.
9. Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah.
46
C. Baku Mutu Pupuk Organik
Baku mutu diartikan sebagai kualitas atau ukuran tertentu yang
digunakan sebagai patokan atau sesuatu yang dianggap tetap nilainya,
sehingga dapat di pakai sebagai ukuran nilai. Standar mutu adalah besaran
parameter yang ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional dalam
bentuk SNI dalam bentuk persyaratan teknis minimal (Permentan
70/2011).
47
Tabel 8.2. Standar Baku Mutu Pupuk Organik Remah/Curah
Standar Mutu
No Parameter Satuan
Murni Diperkaya Mikrob
1 C organik) % Min 15 Min 15
2 C/N Rasio % 15-25 15-25
3 Bahan ikutan (Plastik, Kaca, % Maks. 2 Maks. 2
Kerikil)
4 Kadar air % 18-25 15-25
5 Logam berat
- As ppm Maks. 10 Maks. 10
- Hg ppm Maks. 1 Maks. 1
- Pb ppm Maks. 50 Maks. 50
- Cd ppm Maks. 2 Maks. 2
6 pH - 4-9 4-9
7 Hara makro (N + P2)5 +K2O % Min 4 Min 4
8 Mikrob kontaminan:
- E Coli MPN/g < 102 < 102
- Salmonela sp MPN/g < 102 < 102
9 Mikrob fungsional
- Penambat N cfu/g - > 103
- Pelarut P cfu/g - > 103
10 Ukuran butiran 2-5 mm % Minimal 80 Minimal 80
11 Hara Mikro
- Fe total atau ppm Maks. 9000 Maks. 9000
- Fe tersedia ppm Maks. 500 Maks. 500
- Mn ppm Maks. 5000 Maks. 5000
- Zn ppm Maks. 5000 Maks. 5000
Sumber: Permentan 70 Tahun 2011
Pada saat ini di lapangan telah beredar jenis dan mutu produk pupuk
organik yang bervariasi, sehingga pupuk organik akan memiliki komposisi
hara yang tergantung pada sumber bahannya. Pembuatan pupuk organik
umumnya dilakukan pada skala industri. Sebagian besar petani membeli
pupuk organik untuk memenuh kebutuhan pupuknya.
Produk pupuk tersebut membutuhkan pengawasan dalam rangka
memberikan kepastian/jaminan mutu pupuk organik. Bentuk penjaminan
mutu pupuk organik yang beredar telah banyak dilakukan oleh Pemerintah
melalui kebijakan yang berupa PP No. 8 Tahun 2001 tentang Pupuk
Budidaya Tanaman. Khusus yang mengatur regulasi pupuk organik
dituangkan dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 70 tahun 2011 tentang
48
pupuk organik dan pembenah tanah. Sehingga produk pupuk organik harus
memenuhi standar yang telah ditetapkan dalam Permentan 70 Tahun 2011
(Tabel 8.1, Tabel 8.2 dan Tabel 8.3.) Tujuan standarisasi kualitas pupuk
organik adalah untuk melindungi kelestarian fungsi lingkungan,
keanekaragaman hayati tanah, konsumen/pengguna dan memberikan
kepastian usaha bagi produsen/pelaku usaha pupuk organik. Sehingga
pupuk organik dar dimasyarakat dituntut untuk memenuhi standar mutu
dan terjamin efektivitasnya.
49
Kriteria kualitas bahan organik sangat terkait dengan bahan organik
berupa C/N. bahan organik yang mengalami proses pengomposan dengan
baik akan menghasilkan C/N sebesar 10-15. Pada bahan organik yang
memiliki C/N tingi berarti bahan organik tergolong masih mentah. Bahan
organik yang belum matang akan merugikan kehidupan di dalam tanah.
Bahan organik akan diserang mikrob (fungi dan bakteri) untuk
memperoleh energi, sementara tanaman juga membutuhkan hara, sehingga
terjadi proses kompetisi terhadap hara oleh tanaman dengan mikrob. Hara
menjadi tidak tersedia, sehingga terjadi gejala defisiensi unsur hara
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Hasil penelitian Suriadikarta dan Setyorini (2005) menunjukkan
bahwa sebagian besar pupuk organik yang beredar di pasaran tidak sesuai
dengan standar pada Pementan 70 Tahun 2011. Pupuk organik yang
beredar di Jawa Tengah dan Jawa Timur menunjukkan kandungan C yang
tinggi (lebih 2 %) atau hanya 7 jenis pupuk dari 21 sampel pupuk organik.
Rata-rata pupuk organik tersebut memiliki C/N rendah yaitu kurang dari
10.
50
Tabel 8.4. Komposisi Kandungan Limbah Organik
No Jenis Bahan Organik C/N N P K
1. Jerami padi 105 0,58 0,10 1,38
2. Batang jagung 55 0,59 0,31 1,31
3. Batang kedelai 32 1,30
4. Daun tebu 20 0,41 0,03 0,26
5. Rumput 20 0,41 0,03 -
6. Enceng Gondok 18 2,04 0,37 3,40
7. Kotoran kerbau 19 1,23 0,55 0,69
8. Kencing kerbau - 2,05 0,55 0,69
9. Kotoran sapi 19 1,91 0,56 1,40
10. Kencing sapi - 9,74 0,05 7,78
11. Kotoran kuda 24 2,33 0,83 1,31
12. Kencing kuda - 13,20 0,02 10,90
13. Kotoran domba 29 1,87 0,78 0,92
14. Kencing domba - 9,90 0,10 12,31
15. Kotoran ayam - 3,77 1,89 1,76
16. Kotoran bebek - 2,15 1,13 1,15
17. Kotoran manusia 8 7,24 1,72 2,41
18. Limbah ikan 4,5 7,4 - -
Sumber: Muni (1999)
51
Tabel 8.5. Nilai C/N dari Berbagai Sumber Bahan Organik
No Jenis Bahan Organik C/N No Jenis Bahan Organik C/N
1. Urine ternak 0,8 9. Enceng gondok 17,6
2. Kotoran ayam 5,6 10. Jerami gandum 80 -130
3. Kotoran sapi 15,8 11. Jerami Padi 80 -130
4. Kotoran babi 11,4 12. Ampas tebu 110 -120
5. Kotoran manusia 6-10 13. Jerami jagung 50-60
6. Darah 3 14. Sesbania Sp. 17,9
7. Tepung Tulang 8 15. Serbuk gergaji 500
8. Urine manusia 0,8 16. Sisa sayuran 11-17
Sumber: Salundik (2006)
Tabel 8.6. Nisbah C/N Bahan Dasar Kompos dari Limbah Kaya Nitrogen
dan Kaya Karbon
Kaya Nitrogen C/N Kaya Karbon C/N
Limbah cair 2-3 Daun jeruk 40-60
Kotoran ayam 10 Buah 35
Kotoran babi 13 -18 Jerami gandum/legum 40-50
Rumput 12 Jerami oat 60
Limbah sayuran 13 Jerami rye 100
Limbah dapur 23 Kulit kayu 100-130
Kentang 25 Tebasan semak 100- 150
Kotoran kuda 25 Serbuk gergaji/kayu 100-500
Bulu unggas, rambut, wol 30 Kertas/hardboard 200-500
Sumber: Sutanto (2002)
52
Tabel 8.7. Jenis Limbah Organik yang Cocok untuk Bahan Kompos
Probabilitas
Jenis Limbah Struktur Kelembaban
Pencampuran
Abu bakaran Buruk Terlalu kering Tidak ada
Tinja Buruk Terlalu kering Maks. 30 %
Kotoran ternak segar Buruk Baik- sedang Maks. 30 %
Limbah pekarangan Baik Baik-sedang Maks. 100 %
Limbah sayuran Buruk Terlalu basah Tidak ada
Rumput Buruk Terlalu basah Maks. 50 %
Kulit kayu Baik Terlalu kering Tidak ada
Limbah kulit kopi Buruk-sedang Baik Tidak ada
Limbah dapur Buruk Terlalu basah Maks. 50 %
Daun Sedang Terlalu kering Maks. 80 %
Kulit buah Baik Terlalu kering Maks. 30 %
Kertas Baik Terlalu kering Maks. 60 %
Kayu Baik Terlalu kering Terlalu kering
Kotoran sapi Sedang Sedang Terlalu kering
Serbuk gergaji Baik Terlalu kering Terlalu kering
Jerami Baik Terlalu kering Maks. 50 %
Tembakau Sedang Terlalu kering Maks. 50%
Sumber: Sutanto (2002)
53
5. Menjadi penyangga pH tanah dan unsur hara anorganik yang
diberikan.
6. Membantu menjaga kelembaban tanah.
7. Aman dipakai dalam jumlah besar dan berlebih sekalipun.
8. Tidak merusak lingkungan.
Penggunaan pupuk organik memberikan dampak yang relatif lama
bagi pertanian. Pada saat ini, petani mulai meninggalkan penggunaan
pupuk organik. Hal ini disebabkan:
1. Kandungan unsur hara jumlahnya kecil, sehingga jumlah pupuk
yang diberikan harus relatif banyak bila dibandingkan dengan pupuk
anorganik.
2. Karena jumlahnya banyak, menyebabkan memerlukan tambahan
biaya operasional untuk pengangkutan dan implementasinya.
3. Dalam jangka pendek, apalagi untuk tanah-tanah yang sudah miskin
unsur hara, pemberian pupuk organik yang membutuhkan jumlah
besar sehingga menjadi beban biaya bagi petani. Sementara itu
reaksi atau respons tanaman terhadap pemberian pupuk organik
tidak se-spektakuler pemberian pupuk buatan.
54
pengolahan dan aerasi, (ii) meningkatkan daya pegang air tanah, dan (iii)
merangsang aktivitas mikroorganisme yang membuat hara dalam tanah
menjadi lebih tersedia bagi tanaman.
2. Kompos Cacing
Pengomposan cacing (Vermi-Composting) adalah penggunaan
cacing tanah untuk pengomposan sisa tanaman. Cacing memiliki
kemampuan memakan sisa tanaman sebanding dengan bobot tubuhnya.
Selain itu cacing tanah akan menghasilkan kotoran sebanyak bobot
tubuhnya dalam sehari. Cacing memiliki kemampuan mengubah bahan
organik menjadi kompleks biokimia dalam tubuh cacing.
Kotoran cacing tanah merupakan bahan yang subur, karena
mengandung unsur hara (N, P, K, Ca dan Mg), bakteri dan aktinomiset.
Populasi aktinomiset dalam kotoran cacing adalah di atas 6 kali lebih
banyak dari tanah asli.
Peranan cacing tanah dalam menjaga kualitas dan produktivitas
lahan tidak dapat diragukan lagi. Cacing tanah membantu menyiapkan
bahan organik, sehingga berperan sebagai:
a. Bahan perbaikan kesuburan tanah
b. Ameliorasi kondisi fisik tanah.
c. Mencampur lapisan subsoil dan top soil.
d. Mengatasi disifisiensi yang tidak diketahui pada tanaman.
e. Penggunaan cacing tanah dalam daur ulang sampah kota dan desa,
sisa kotoran air dan lumpur, dan sisa industri seperti kertas,
makanan dan kayu
f. Menyediakan makanan tradisional.
3. Pupuk Hijau
Penggunaan pupuk hijau telah lama dikenal oleh masyarakat. Pupuk
hijau umumnya diberikan petani menjelang tanam atau saat pengolahan
tanah. Pupuk hijau diartikan memasukan hijauan muda dan dapat sebagai
penambah N dan unsur-unsur lain, atau sisa-sisa tanaman yang
dikembalikan ke tanah. Pupuk hijau umumnya berupa tanaman leguminosa
dan sering ditanam sebagai tanaman sela atau sebagai tanaman rotasi untuk
memanfaatkan waktu sehingga tanah tidak diberakan.
55
Penggunaan pupuk hijau memberikan manfaat dalam memperbaiki
lahan. Penggunaan pupuk hijau berperan untuk a. meningkatkan
kandungan bahan organik, b. meningkatkan kandungan nitrogen, dan c.
meningkatkan daur hara dan konservasi tanah.
Menurut Sutanto (2002) bahwa praktik penggunaan pupuk hijau
dapat dilakukan dalam berbagai bentuk. Alternatif bentuk penggunaan
pupuk hijau dilakukan sebagai berikut.
- Perbaikan tanah selama pemberoan.
Pemberoan merupakan usaha perbaikan kesuburan tanah secara
alamiah, namun memerlukan waktu yang lama. Perbaikan
kesuburan tanah dapat dipercepat dengan menanam sumber pupuk
hijau selama pemberoan. Tanaman pupuk hijau dibiarkan tumbuh
selama musim kemarau.
- Budidaya lorong
Budidaya lorong penggunaan tanaman semak atau pohon sebagai
tanaman pagar yang secara periodik akan dilakukan pemangkasan.
Hasil pangkasan akan dibenamkan atau digunakan sebagai pupuk
hijau.
- Pemberoan terkendali
Penggunaan tanaman legum yang disebar di antara tanaman pangan.
Tanaman legum akan dilakukan pemangkasan agar tidak
mengganggu tanaman pangan.
- Mulsa hidup
Penanaman jenis semak di antara tanaman semusim untuk menutup
tanah. Mulsa hidup dapat berfungsi untuk mengendalikan gulma dan
mengurangi pengolahan tanah.
- Tanaman naungan
Penggunaan naungan umumnya dilakukan pada tanaman
perkebunan. Naungan berfungsi untuk mengatur kelembaban udara
dan intensitas cahaya. Naungan secara periodik dilakukan
pengurangan dahan untuk sumber pupuk hijau.
Pupuk hijau merupakan sumber bahan organik yang dapat diberikan
ke lahan. Pupuk hijau dapat dikategorikan dalam jenis: pohon, semak,
penutup tanah, polong legum, rerumputan, gulma, pakuan dan algae.
56
Pemilihan tanaman pupuk hijau harus mempertimbangkan persyaratan
sebagai berikut.
a. Cepat tumbuh dan banyak menghasilkan bahan hijauan. Hal ini
berfungsi untuk mobilisasi hara dari tanah ke tanaman dan menekan
pertumbuhan gulma.
b. Sistem perakaran dalam. Sistem perakaran yang dalam dimaksudkan
tanaman pupuk hijau tidak mengganggu tanaman utama. Pupuk
hijau akan mengambil hara hasil pelapukan dan pelindian.
c. Sukulen, tidak banyak mengandung kayu. Kondisi ini akan
memudahkan dekomposisi bahan organik, mudah dipangkas dan
mudah dimasukkan ke dalam tanah.
d. Pertumbuhan awal cepat. Hal ini dimaksudkan untuk segara
menutup tanah dan menekan pertumbuhan gulma.
e. Banyak mengandung nitrogen. Pupuk hijau yang memiliki
kandungan nitrogen tinggi akan meningkatkan ketersediaan nitrogen
dalam tanah.
f. Memiliki hubungan yang sinergis dengan mikoriza, sehingga akan
menambah kemampuan menyediakan fosfor dalam tanah.
g. Efisien terhadap air, sehingga tidak terjadi kompetisi dalam
pemanfaatan air dengan tanaman utama.
h. Bukan tanaman inang, sehingga tanaman mampu menekan populasi
hama dan penyakit.
i. Pembentukan biji mudah, sehingga petani mampu memproduksi dan
mengerjakan secara mandiri.
j. Multiguna, tanaman dapat berfungsi sebagai bahan pupuk dan pakan
ternak.
Kunci utama dalam pemanfaatan sumber pupuk hijau adalah
perbaikan kesuburan tanah. Kesuburan tanah akan optimal, jika pemilihan
jenis pupuk hijau tepat. Penggunaan pupuk hijau secara bersama akan
memberikan dampak yang lebih baik dari pada satu jenis tanaman.
Beberapa jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk
hijau antara lain Caliandra calothyrsus (kaliandra), calopogonium
mucunoides, Crotalaria sp (orok-orok), Dolichos lablab (koro), Gliricidia
sepium, Indigofera sp (wedusan), Leucanea glauca (petai cina), Mucuna
pruiens (koro benguk), Mucuna utilis (koro pedang), sesbania sp, dll.
57
Penggunaan pupuk hijau secara langsung tidak memberikan
keuntungan ekonomi terhadap petani. Kentungan yang diperoleh berupa
perbaikan kesuburan tanah. Pemilihan pupuk hijau akan memberikan
keuntungan ekonomi bagi petani, jika selain menghasilkan daun juga
menghasilkan bunga (turi), kayu, obat-obatan, pangan dan bahkan bahan
ajir.
58
c. Pupuk K Organik
Pupuk organik yang diperkaya K dapat memanfaatkan debu
mineral granit, teratai, kulit dan tangkai pisang. Teratai air adalah
tanaman yang kaya kalium dan unsur-unsur tanaman penting
lainnya. Kulit dan tangkai buah pisang mengandung 34-42% kalium
berdasar kadar abunya.
59
BAB 9
PENGOMPOSAN
60
Jika limbah dikomposkan, maka serangga tidak akan tertarik, karena
suhu tinggi. Kondisi ini mengakibatkan lingkungan yang sehat,
teratur dan terkendali.
4. Pengomposan akan menghasilkan bahan yang mudah hancur, cepat
menyediakan hara, mudah dikelola dan mengurangi risiko penyakit
jika dibenamkan ke dalam tanah.
5. Pengomposan dapat mengurangi dampak gangguan perkecambahan
dibandingkan jika dilakukan pengomposan secara in situ dalam
tanah.
6. Pengomposan dijadikan sarana pembelajaran dalam proses
konservasi tanah dan air melalui proses daur ulang.
Menurut Yelianti, et al. (2009) bahwa pengomposan dari berbagai
sumber bahan organik yang dikombinasikan dengan mikroorganisme
dekomposer menghasilkan kualitas kompos yang berbeda. Kualitas bahan
organik yang dikombinasikan dengan macam organisme disajikan pada
Tabel 9.1.
61
B. Faktor yang Mempengaruhi Pengomposan
Menurut Talkah (2010) bahwa faktor yang mempengaruhi proses
pengomposan adalah:
1. Rasio C-N ; C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar
antara 30: 1 hingga 40: 1. Pada kondisi ini organisme akan aktif
memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N
untuk menyintesis protein. Bila C/N terlalu tinggi, maka organisme
akan mengalami kekurangan N sehingga dekomposisi berjalan
lambat. C/N dipengaruhi oleh waktu pengomposan (Tabel 9.2).
62
4. Porositas. Porositas ialah ruang di antara partikel. Porositas
dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume
total. Ruangan akan diisi oleh air dan udara. Komposisi udara dan
air akan menentukan kecepatan dekomposisi bahan organik.
5. Kelembaban. Kelembaban berperan penting dalam proses
metabolisme organisme. Aktivitas organisme yang optimal terjadi
pada kelembaban 40-60 %.
6. Suhu. Suhu yang terbentuk dalam pengomposan merupakan
dampak dari proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi
dengan cepat pada tumpukan kompos. Pada Suhu 30-60oC
menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih
tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikrob, sehingga hanya
mikrob termofilik saja yang mampu bertahan hidup. Suhu yang
tinggi akan membunuh mikrob-mikrob patogen tanaman dan benih-
benih gulma.
Tabel 9.4. Pengaruh Suhu Pengomposan terhadap C/N pada Hari ke-4
Suhu (oC) C/N
5 20,93
20 19,16
25 18,53
30 17,14
40 12,60
60 28,17
80 41,72
Sumber: Yuniwati, et al. (2012)
63
8. Kandungan hara ; kandungan hara memegang peranan penting
dalam menstimulasi mikroorganisme melakukan perombakan bahan
organik.
9. Kandungan bahan berbahaya; Beberapa bahan organik mungkin
mengandung bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikrob. Bahan
yang berbahaya berupa logam berat seperti As, Mg, Cu, Zn, Ni, Cr.
64
bahan organik. Sehingga pada pengomposan sering dilakukan
penambahan bahan pengapuran.
5. Kualitas kompos: untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas
kompos dapat ditambahkan bahan pengayaan hara.
Menurut Rynk (1992), kondisi yang optimal untuk mempercepat
proses pengomposan seperti pada Tabel 9.5.
C. Metode Pengomposan
Pengomposan bahan organik dapat dilakukan melalui teknologi
yang sederhana sampai dengan teknologi yang modern. Secara prinsip
pengomposan merupakan upaya untuk mengaktifkan mikrob agar proses
dekomposisi bahan organik dapat berjalan lebih cepat. Mikrob yang
diaktifkan dapat berupa bakteri, fungsi dan jasad renik lainnya. Beberapa
bahan organik yang dapat dikomposkan terdiri atas limbah pertanian,
limbah rumah tangga, sampah kota, kotoran ternak, dan lain-lain. Cara
pengomposan bahan organik dapat dilakukan dengan beberapa metode,
antara lain:
1. Metode Indoor
Metode ini merupakan pembuatan kompos dengan cara dimasukkan
ke dalam lubang kompos dalam tanah. Pembuatan lubang kompos
dilakukan dengan memilih lokasi yang agak tinggi agar tidak terjadi
pengenangan selama pengomposan. Lubang kompos dibuat dengan cara
digali dengan ukuran kedalaman 1,2-1,5 m, lebar 1,5-2 m dan panjang
menyesuaikan lahan yang tersedia. Di sekeliling lubang kompos dibuat
tanggul kecil untuk menghadang air hujan agar tidak masuk lubang.
Metode ini sesuai diterapkan pada wilayah yang memiliki curah hujan
yang tinggi.
Bahan yang digunakan dalam metode ini adalah campuran residu
tanaman, kotoran ternak, urine ternak, abu bahan bakar, dan air. Semua
bahan yang berasal dari sisa tanaman (daun, cabang, batang, akar), sisa
pakan ternak, pupuk hijau dikumpulkan dan dimasukkan ke lubang
pengomposan yang telah disediakan. Bahan ditimbun secara berlapis-lapis
dengan ketebalan 10-15 cm. Setiap lapisan ditaburi kotoran ternak dan
tanah yang terkena kencing atau campuran 4,5 kg kotoran ditambah 3,5 kg
tanah yang terkena kencing dan 4,5 kg inokulan yang diambil dari bahan
65
kompos yang telah jadi. Lapisan diberikan secara bertahap menurut waktu
sampai ketebalan 1,2-1,5 m. Pembuatan antar lapisan tidak boleh lebih dari
satu minggu. Pembuatan kompos ini juga harus dilakukan penyiraman air
sampai kondisi lembap. Selama pengomposan dilakukan pembalikan
selama 3 kali yaitu umur 15 hari, 30 hari dan 2 bulan.
1,2-1,5 m
10-15 cm
2. Metode Heap
Metode heap merupakan model pengomposan dengan menimbun
bahan organik di atas permukaan tanah. Timbunan dilakukan dengan
menumpuk bahan seperti model indoor. Alas dibuat lebar 2 m dan panjang
menyesuaikan, serta ditimbun sampai tinggi 1,5 m. Timbunan pada bagian
atas lebarnya akan dikurangi 0,5 m. Metode ini sesuai diterapkan pada
wilayah yang memiliki curah hujan yang tinggi.
Permukaan tanah
66
bahan yang berasal dari sisa tanaman (daun, cabang, batang, akar), sisa
pakan ternak, pupuk hijau dikumpulkan dan dimasukkan ke lubang
pengomposan yang telah disediakan. Bahan ditimbun secara berlapis-lapis
dengan ketebalan 10-15 cm. Namun pelapisan sebaiknya dilakukan dengan
lapisan bahan yang kaya karbon diikuti bahan yang kaya dengan
kandungan nitrogen. Lapisan diberikan secara bertahap menurut waktu
sampai ketebalan 1,5 m. Setelah selesai penimbunan disisi luar dan atas
diberi lumpur agar terjaga kelembaban airnya. Selama pengomposan
dilakukan pembalikan selama 2 kali yaitu umur 6 dan 12 minggu.
Pengomposan metode heap mengalami kendala dalam
pelaksanaannya, karena:
Membutuhkan tenaga yang banyak.
Tidak terlindung dari terpaan angin dan hujan.
Membutuhkan air yang relatif banyak, sehingga tidak cocok
didaerah kering.
Fermentasi terjadi secara aerob, sehingga berpotensi kehilangan
nitrogen dan bahan organik lebih besar.
3. Metode Bangalore
Pengomposan metode Bangalore sebaiknya dibuat di dekat lokasi
ternak untuk menghemat biaya. Metode ini mirip dengan model metode
indoor yaitu harus disediakan lubang/bak penampung limbah ternak. Bak
penampungan akan langsung digunakan untuk membuat kompos. Cara
menggunakannya adalah kotoran dimasukkan ke bak penampung baik
langsung atau melalui parit. Selama pengomposan tidak dilakukan
penyiraman dan pembalikan. Karena bahan kompos akan ditutup dengan
tanah sampai selesai pengomposan. Setelah 8-10 hari proses
penngomposan dilakukan secara aerob, selanjutnya pengomposan akan
berjalan secara semi aerob. Proses ini akan berjalan selama 4 bulan sampai
kompos matang.
Penggunaan metode ini dimaksudkan untuk a) mengurangi
kehilangan nitrogen yang menguap, b) tidak memerlukan tenaga yang
banyak c) proses pengomposan berjalan lebih lambat. Namun
permasalahan yang akan muncul berupa bau yang membusuk dan lalat
yang cukup banyak.
67
4. Metode Berkeley
Bahan yang digunakan merupakan campuran bahan organik kaya
selulosa (2 bagian) dan bahan organik kaya nitrogen (1 bagian).
Pembuatan kompos dengan metode ini adalah menimbun bahan secara
berlapis dengan ukuran 2,4 m x 2,2 m x 1,5 m. Setelah tercapai suhu
termofilik (2-3 hari), maka hari keempat dilakukan pembalikan kompos.
Pembalikan akan dilakukan kembali pada hari ke 7 dan ke 10. Keunggulan
metode ini adalah pembuatan kompos hemat waktu karena dalam waktu
yang singkat akan tersedia kompos yang dapat dimanfaatkan.
68
2. Kekerasan Bahan
Kompos yang telah matang terasa lunak ketika dihancurkan.
Kompos mudah hancur jika diremas, walaupun bahan masih utuh seperti
awalnya.
3. Warna Kompos
Perubahan warna dari asal menjadi coklat kehitam-hitaman
merupakan indikator kompos sudah matang.
4. Penyusutan
Seiring dengan kematangan kompos akan menyebabkan penyusutan
volume. Penyusutan kompos sangat dipengaruhi karakteristik bahan
mentah dan tingkat kematangan kompos. Penyusutan yang semakin besar
menunjukkan tingkat kematangan yang meningkat. Penyusutan berkisar
antara 20-40 %.
5. Suhu
Peningkatan suhu menunjukkan bahwa bahan kompos masih
mengalami proses dekomposisi. Kompos yang telah matang akan
menghasilkan suhu mendekati suhu awal pengomposan.
6. Tes Perkecambahan
Pengujian kematangan kompos dilakukan dengan mengecambahkan
benih dengan media kompos. Pengujian dilakukan dengan langkah a).
kompos diletakkan di dalam bak pengecambahan, b. benih ditanam
dikompos, 3. Amati perkecambahan benih mulai hari ke 2 atau ke 3.
Sebagai kontrol pengecambahan menggunakan media kapas. Kompos
yang sudah matang akan menunjukkan pengecambahan kompos dan kapas
tidak berbeda nyata.
69
BAB 10
PERHITUNGAN KEBUTUHAN PUPUK
A. Kebutuhan Pupuk
Penggunaan pupuk seringkali berlebihan atau kurang, sehingga hasil
pertanian tidak dapat optimal. Dalam menentukan kebutuhan pupuk suatu
lahan harus memperhatikan dosis pupuk yang diberikan, kandungan hara
pupuk yang digunakan dan kehilangan hara dari lahan. Pemberian jumlah
pupuk yang tidak tepat akan berakibat fatal terhadap tanaman dan tanah.
Akibat yang timbul dari pemberian pupuk yang tidak tepat antara lain:
- Kematian tanaman yang diusahakan.
- Timbulnya gejala atau penyakit tanaman yang baru.
- Kerusakan/degradasi tanah.
- Tidak ekonomi.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka pemberian pupuk perlu
diperhitungkan secara cermat.
70
Jawab:
Berat tanah = luas x kedalaman x BV
= 108 cm2 x 25 cm x 1,25 g.cm-3
= 3,125 x 109 gram
= 3.125 ton
Berat tanah seluas 1 hektar dengan kedalaman 25 cm = 3.125 ton.
Jumlah Nitrogen = % N total tanah x Berat Tanah per ha
= (0,5/100) x 3.125 ton
= 15, 625 ton
71
3. Kebutuhan Hara yang Ditambahkan
Kebutuhan hara yang harus ditambahkan merupakan selisih hara
yang dibutuhkan tanaman dengan ketersediaan hara dalam tanah. Secara
persamaan penambahan pupuk menggunakan rumus:
Jumlah Hara yang diberikan = Hara tanaman-hara tanah
Berdasarkan contoh 1 dan contoh 2 dapat dihitung jumlah pupuk
nitrogen yang harus diberikan ke lahan adalah:
Jumlah Nitrogen yang diberikan = 15,72-15,625 ton
= 0,095 ton
= 95 kg nitrogen
72
4. Kebutuhan Pupuk
Kebutuhan pupuk dalam budidaya pertanian ditentukan oleh jenis
pupuk yang digunakan dan kandungan hara di dalamnya. Salah satu jenis
pupuk nitrogen adalah Urea. Urea memiliki kandungan nitrogen sebesar 46
%. Perhitungan kebutuhan pupuk anorganik menggunakan rumus:
Kebutuhan Pupuk per hektar = kebutuhan nitrogen x 100/kandungan hara
73
Contoh:
Padi sawah membutuhkan pupuk nitrogen (N) sebesar 92 kg/ha, pupuk
fosfat (P2O5) sebesar 27 kg/ha dan kebutuhan Kalium (K2O) sebesar 30
kg/ha. Kebutuhan pupuk urea, SP-36 dan KCl pada padi sawah tersebut
adalah:
Urea = 100/46 x 92 kg/ha = 200 kg/ha
SP-36 = 100/36 x 27 kg/ha = 75 kg/ha
KCl = 100/60 x 30 kg/ha = 50 kg/ha
Jika petani akan menggunakan pupuk majemuk NPK 15: 15: 15,
maka petani akan menggunakan pupuk NPK dan pupuk tunggal sebagai
berikut.
1. Menghitung jumlah hara masing-masing jenis pupuk!
Hara Nitrogen pupuk urea: (46/100)*200 = 92 kg/ha
Hara P2O5 pupuk SP-36: (36/100)* 75 = 27 kg/ha
Hara K2O pupuk KCl: (60/100)*50 = 30 kg/ha
74
Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan pupuk majemuk adalah:
NPK = 180 kg
Urea = 121,7 kg/ha
KCl = 5 Kg/ha
75
BAB 11
APLIKASI PEMUPUKAN
A. Cara Pemupukan
Cara pemberian pupuk pada tanaman disesuaikan dengan bentuk
pupuk dan jenis tanaman yang dipupuk. Pemberian pupuk agar bermanfaat
bagi tanaman harus mempertimbangkan waktu dan cara pemberiannya.
Penggunaan pupuk diharapkan mampu meningkatkan produksi secara
optimal. Pemilihan cara pemupukan yang baik sangat tergantung pada
jenis tanah, kadar lengas, daya fiksasi tanah terhadap hara, pengolahan,
jenis tanaman, sistem perakaran, kemampuan tanaman menyerap hara dan
macam pupuk yang diberikan. Ada beberapa cara pemupukan yang
dilakukan pada usaha tani yaitu:
1. Cara Disebar
Pemupukan ini dilakukan dengan cara menyebar pupuk secara
merata di seluruh areal lahan yang ditanami. Pemberian pupuk cara sebar
dapat dilakukan sebelum atau sesudah ada tanaman. Pemupukan dengan
cara sebar akan menghemat tenaga, namun dalam pelaksanaannya harus
dihindari tanaman dalam kondisi basah, terutama pemupukan N dan K.
76
Jika dalam kondisi basah daun dapat terbakar. Pemupukan ini umumnya
dilakukan pada pupuk dasar dan susulan, seperti tanaman padi, jagung,
kedelai dll.
Pupuk yang disebarkan merata pada tanah-tanah di sekitar
pertanaman atau pada waktu pembajakan/penggaruan terakhir, sehari
sebelum tanam, kemudian diinjak-injak agar pupuk masuk ke dalam tanah.
Pemupukan dengan cara disebar harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:
- Tanaman ditanam pada jarak tanam yang rapat, baik teratur dalam
barisan maupun tidak teratur dalam barisan.
- Tanaman mempunyai akar yang dangkal atau berada pada dekat
dengan permukaan tanah.
- Tanah mempunyai kesuburan yang relatif baik.
- Pupuk yang dipakai cukup banyak atau dosis permukaan tinggi.
- Daya larut pupuk besar, karena bila daya larutnya rendah maka yang
diambil tanaman sedikit.
Namun pemupukan dengan cara disebar tentunya akan mengurangi
efektivitas pemupukan. Secara umum pemupukan cara disebar
menyebabkan kerugian yang berupa:
- Penyebaran atau pencampuran pupuk tidak merata pada semua
lapisan olah tanah.
- Memerlukan jumlah yang besar, karena sebagian akan mengalami
kehilangan melalui pencucian dan penguapan.
- Memerlukan alat atau tangan dalam mengaplikasikan.
Pemupukan dengan cara disebar membutuhkan kondisi yang ideal
terutama lingkungan, khususnya ketika pemupukan susulan. Pada saat
pemupukan susulan diusahakan daun dalam kondisi kering, jika kondisi
basah pupuk akan menempel pada daun dan menyebabkan plasmolisis atau
daun mengering terbakar. Bahaya daun terbakar terutama pada pupuk
nitrogen dan kalium.
2. Cara Dibenamkan
Pemupukan dengan cara dibenam dapat dilakukan pada jalur dengan
meletakkan pupuk padat atau menyemprotkan cairan ke dalam tanah
sebelum tanam. Pembenaman pupuk dapat dilakukan dengan
77
menggunakan alat sederhana (bajak atau garu). Pembenaman pupuk dapat
dilakukan dengan 4 cara yaitu:
- Pembenaman lapisan bajak, yaitu dengan cara pupuk diletakkan di
bekas alur bajak, kemudian ditutup dengan pembalikan tanah alur
berikutnya.
- Pembenaman dalam Pupuk N, yaitu pupuk N disebar di permukaan
tanah, kemudian dibalik pada waktu pembajakan, sehingga pupuk
posisinya berada dalam tanah. Pemberian pupuk dilakukan sebelum
lahan diairi.
- Pembenaman Setempat, yaitu pupuk diberikan pada alur atau lubang
tertentu dekat tanaman atau memasukkan pupuk ke dalam lubang di
samping tanaman dengan jarak tertentu. Perlakuan pemupukan
model ini umumnya dilakukan pada tanaman tahunan.
- Pembenaman pupuk melalui penugalan di sekitar tanaman.
Penugalan biasanya dilakukan pada tanaman palawija.
Pemupukan dengan cara dibenamkan perlu mempertimbangkan
beberapa hal, yaitu:
- Pupuk yang digunakan relatif sedikit.
- Jarak tanam antara tanaman yang dipupuk cukup jarang dan jarak
antara barisan pertanaman cukup jarang.
- Kesuburan tanah rendah.
- Tanaman dengan perkembangan akarnya yang sedikit.
- Untuk tanah tegalan atau darat.
- Bila mengkhawatirkan akan terjadi pengikatan unsur hara oleh tanah
dalam jumlah yang cukup besar.
3. Melalui Daun
Pemupukan dilakukan dengan cara menyemprotkan pupuk melalui
daun. Pemupukan melalui daun harus lebih hati-hati terutama dalam
menentukan dosis larutan yang digunakan, karena pemupukan melalui
daun terdapat beberapa kendala yaitu:
- Pinggir daun sering terbakar karena larutan terlalu pekat.
- Memerlukan frekuensi yang lebih banyak, karena hara yang
diberikan rendah.
- Biaya persatuan hara tinggi.
78
Penggunaan pupuk melalui daun harus mempertimbangkan
beberapa aspek antara lain:
- Unsur hara sulit diambil tanaman melalui akar tanah, misalnya
tanaman yang tumbuh pada tanah berpasir atau tanah-tanah yang
berbatu.
- Jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman sangat sedikit (unsur
hara mikro).
- Kondisi dan sifat fisik pupuk yang buruk.
Pemupukan lewat daun dilakukan dengan cara pupuk dilarutkan ke
air dengan konsentrasi sangat rendah kemudian disemprotkan langsung
kepada daun. Pemberian pupuk melalui daun harus mempertimbangkan:
- Konsentrasi larutan pupuk dibuat sangat rendah atau mengikuti
petunjuk dalam kemasan pupuk. Pembuatan konsentrasi larutan
pupuk jangan terlalu pekat.
- Pupuk daun disemprotkan ke bagian daun yang menghadap ke
bawah, karena stomata umumnya menghadap ke bawah.
- Penyemprotan dilakukan pagi atau sore ketika matahari belum
begitu menyengat. Hal ini bertujuan untuk mengurangi penguapan
hara pada saat penyemprotan.
- Penyemprotan pupuk daun jangan dilaksanakan menjelang musim
hujan dengan tujuan untuk menghindari pencucian oleh air hujan.
4. Melalui Udara
Pupuk padat maupun cair dapat diberikan lewat udara dengan cara
disebar melalui pesawat udara. Pemupukan melalui udara umumnya
dilakukan pada lahan yang curam, sukar dilewati, lahan luas atau
pemupukan di hutan dan padang rumput.
79
6. Melalui Sprinkler Irigation
Pemupukan ini merupakan langkah efisiensi, karena pemupukan
dilakukan dengan memasukkan pupuk ke penampungan, kemudian
dipompa dan disemprotkan ke udara, sehingga membasahi tanaman.
Model ini banyak diterapkan pada model pertanian aeroponik dan
perkebunan kopi.
80
Tabel 11.2. Cara Pemupukan Melingkar dan Larikan terhadap Jagung
Cara Pemupukan
Parameter
Melingkar Larikan
Panjang tongkol (cm) 18,24 17,87
Diameter tongkol (cm) 4,90 5,08
Bobot tongkol berkelobot per tanaman (gram) 213,24 156,48
Bobot tongkol tanpa kelobot per tanaman (gram) 208,21 158,29
Bobot tongkol tanpa kelobot (ton/ha) 5,59 6,65
Sumber: Jumini, et al. (2011)
B. Dosis
Seperti telah dipahami bahwa kebutuhan hara setiap tanaman
berbeda beda, sehingga pemberian pupuk ke tanaman tidak harus sama
jumlahnya (dosis). Dosis adalah jumlah pupuk yang diberikan dalam luas
tertentu. Dosis pemupukan yang digunakan dalam budidaya pertanian
dipengaruhi oleh tingkat kesuburan tanah. Kesuburan tanah dapat dilihat
dari fisik dan kimia. Kesuburan kimia merupakan indikator ketersediaan
hara bagi tanaman. Pemupukan cenderung memenuhi kesuburan kimia.
Sehinga pemberian pupuk dalam budidaya dipengaruhi oleh tujuan
pemupukan, jenis tanah dan ketersediaan hara dalam tanah. Pada tanah
yang subur cenderung memerlukan dosis yang rendah.
81
C. Waktu
Waktu pemupukan memiliki hubungan erat dengan ketersediaan
hara dan kebutuhan hara oleh tanaman. Pemberian pupuk pada waktu yang
tepat berarti menyediakan hara sesuai dengan kebutuhannya. Secara umum
kebutuhan hara tanaman akan mengalami kenaikan sejalan dengan umur
tanaman. Soetejo dan Kartasapoetra (1988) menyebutkan bahwa waktu
aplikasi juga menentukan pertumbuhan tanaman. Berbedanya waktu
aplikasi akan memberikan hasil yang tidak sesuai dengan pertumbuhan
tanaman.
Waktu pemberian pupuk berhubungan dengan sifat kelarutan pupuk.
Sifat kelarutan pupuk ada 2 yaitu mudah larut dan sukar larut. Pupuk yang
sukar larut (P dan K), umumnya diberikan sebelum tanam. Pupuk yang
mudah larut (N) diberikan sesuai dengan kebutuhan tanaman.
Pemberian pupuk pada tanaman secara umum dilakukan pada fase
pertumbuhan vegetatif dan generatif. Pemberian pupuk nitrogen umumnya
diberikan pada waktu pertumbuhan vegetatif, sedangkan pupuk p dan K
diperlukan saat pertumbuhan generatif. Penelitian Suryati, et al. (2009)
menyatakan waktu pemupukan nitrogen pada tanaman kedelai
memberikan hasil yang berbeda nyata pada jumlah polong (Tabel 12.4).
Kebutuhan nitrogen sangat variatif sesuai periode pertumbuhannya.
Kebutuhan Nitrogen tertinggi pada periode pengisian polong atau fase
mulai berbunga sampai fase biji penuh.
82
mengikuti pola pertumbuhan tanaman. Sebagai alternatif pemenuhan hara
dilakukan dengan pemberian pupuk bertahap. Pemberian pupuk pada awal
pertanaman akan mengakibatkan pemborosan akibat terjadinya pencucian.
Di samping itu pemberian awal akan mengakibat kelebihan hara,
sementara tanaman belum membutuhkan.
D. Jenis Pupuk
Seperti diketahui bahwa setiap tanaman membutuhkan jenis dan
jumlah hara yang berbeda. Perbedaan kebutuhan hara disebabkan oleh
perbedaan hasil yang akan di panen. Tanaman yang akan dipanen daun
akan membutuhkan nitrogen yang lebih tinggi. Menurut Prihmantoro
(1999) bahwa pemupukan bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan
unsur hara yang dibutuhkan tanaman agar dapat dicapai produksi dan
kualitas hasil tanaman yang tinggi.
Setiap pupuk memiliki karakter kandungan hara yang berbeda.
Ketersediaan hara sangat ditentukan oleh jenis pupuk. Jenis pupuk tunggal
hanya mengandung hara satu jenis, sedang pupuk majemuk mengandung
hara yang lebih dari satu. Sementara itu pupuk organik memiliki
kandungan hara yang lebih lengkap dibandingkan pupuk anorganik.
Penggunaan jenis pupuk yang berbeda akan berpengaruh terhadap
pertumbuhan, hasil dan kualitas tanaman. Menurut Susilowati (2006)
bahwa penggunaan jenis pupuk organik berpengaruh terhadap hasil
bawang daun (Tabel 11.5).
83
BAB 12
EVALUASI KESUBURAN TANAH
84
Kesuburan tanah dapat dibedakan menjadi dua yaitu: kesuburan
potensial dan kesuburan aktual. Kesuburan potensial adalah kondisi alami
tanah yang berhubungan dengan kesuburan jangka panjang dan umumnya
sulit diubah, atau bila dapat diubah maka memerlukan masukan tinggi;
contohnya: topografi, kedalaman efektif, tekstur, mineral liat, dan
sebagainya. Sedang kesuburan tanah aktual adalah kondisi kesuburan
dalam jangka pendek dan berubah-ubah setiap musim tanam, misalnya
status unsur hara tersedia yang dapat dikaitkan dengan pH, Eh, KTK,
kadar bahan organik, pemberian kapur, dan sebagainya (Syekhfani, 1997).
Evaluasi kesuburan tanah dapat dilakukan melalui pengamatan
visual maupun analisis laboratorium. Secara umum evaluasi kesuburan
tanah dapat dilakukan dengan 3 pendekatan yaitu:
- Pengamatan pertumbuhan tanaman.
- Analisis jaringan tanaman.
- Analisis tanah.
85
2. Gejala kekurangan hara akan tampak, jika tanaman benar-benar
kekurangan, sehingga menimbulkan pengaruh yang lebih lanjut.
3. Gejala kekurangan hara muncul menyerupai gejala yang disebabkan
serangan hama dan penyakit.
86
Jumlah
Jenis Tanaman Sampel yang diambil Waktu Pengambilan sampel per
hektar
Daun di atas atau di Dari pertumbuhan vegetatif 15-125
bawah buku sampai berbunga
Daun pada ruas silk Silking 15-25
Kedelai & Seluruh bagian di Fase bibit (kurang dari 30 20-30
kacang- atas tanah cm)
kacangan lain Dua atau tiga daun Sebelum dan menjelang 20-30
terbuka penuh pada pembungaan
bagian atas tanaman
Padi (biji kecil) Seluruh bagian di Fase bibit (kurang dari 30 50-100
atas tanah cm)
Empat daun teratas Menjelang bunting 50-100
Tembakau Daun terlebar Sebelum berbunga 8-12
terbuka sempurna
Tebu Daun ke-3 dan 4 Umur di atas 4 bulan 15-25
terbuka sempurna
dari atas
Kapas Daun terbuka Sebelum dan pada saat 30-40
sempurna paling pembungaan pertama bila
muda pada batang tampak kuncup bunga
utama pertama
Kentang Daun ke-3 hingga 6 Menjelang dan selama 20-30
dari atas berbunga
Kubis Daun pertama Menjelang vegetatif penuh 10-20
terbuka penuh dari
lingkaran tengah
Tomat di lahan Daun ke-3 dan 4 dari Menjelang atau selama fase 20-25
atas berbunga
Tomat di rumah Tanaman muda Menjelang atau selama fase 20-25
kaca Daun terdekat berbunga
dengan kelompok
daun ke 2 dan 3
Tanaman tua Menjelang atau selama fase 20-25
Daun pada kelompok berbunga
daun ke 4 dan 6
Tanaman Umbi Daun tengah dewasa Menjelang pembesaran akar 20-30
(wortel, bawang, atau suing
dll)
Seledri Tangkai daun dari Pertumbuhan pertengahan 15-30
daun dewasa (tinggi 30- 35 cm)
termuda
87
Jumlah
Jenis Tanaman Sampel yang diambil Waktu Pengambilan sampel per
hektar
Melon, Daun dewasa dekat Fase pertumbuhan awal 20-30
semangka, timun pangkal batang sampai pembentukan bunga
utama
Apel Daun pangkal pada Musim pertengahan 50-100
cabang-cabang
utama
Jeruk lemon Daun dewasa pada Musim pertengahan 20-30
tunas yang muncul
bunga pada
ujungnya.
Jeruk manis Daun-daun Musim pertengahan 20-30
melingkar pada
dahan, tidak
berbunga berumur 4
sampai 7 bulan
Tanaman hias Daun dewasa terbuka Fase sepanjang tahun 30-100
pohon sempurna
Tanaman hias Daun dewasa terbuka Fase sepanjang tahun 30-100
semak sempurna
Mawar Daun-daun teratas Selam fase berbunga 20-30
pada batang
berbunga
Sumber: Fakultas Pertanian UB (1997)
88
C. Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan terhadap contoh tanah yang diambil di
lapangan dengan metode tertentu sesuai tujuan yang diharapkan. Analisis
tanah di laboratorium dilakukan terhadap variabel-variabel kimia dan fisik
tanah: pH, kapasitas tukar kation, Nitrogen, kalium, fosfor, kalsium,
magnesium (hara makro), hara mikro (Fe, Cu, Zn, B, Mo, dll), bahan
organik, tekstur tanah dan sebagainya.
Prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam uji tanah ialah:
- Mampu mengekstraksi bentuk unsur hara yang tersedia saja, secara
tepat. Jadi sifatnya selektif artinya tidak mengekstraksi bentuk yang
tidak dapat dimanfaatkan oleh tanaman.
- Metode analisis yang dipakai di laboratorium harus sederhana,
cepat, mudah dilaksanakan dan memiliki ketepatan dan ketelitian
tinggi.
- Hasil analisis harus dapat direproduksi.
Kadar unsur hara tanah yang diperoleh dari data analisis tanah bila
dibandingkan dengan kebutuhan unsur hara bagi masing-masing jenis
tanaman, maka dapat diketahui apakah status/kadar unsur hara dalam tanah
tersebut sangat rendah (kurang), rendah, sedang, cukup ataukah tinggi,
sesuai kriteria tertentu.
Pengujian tanah merupakan cara yang relatif akurat dan diperoleh
beberapa keuntungan, yang berupa:
- Pelaksanaan lebih mudah dan dapat diulang.
- Pembiayaan relatif lebih murah.
- Tidak memerlukan ruangan yang luas.
- Dapat menganalisis hara total dan tersedia atau bahkan analisis lebih
jauh dari ketersediaan.
Namun uji tanah memiliki kelemahan yang berupa:
- Metode yang tidak dapat dipakai untuk semua tanah.
- Pengambilan contoh tanah harus tepat mewakili daerah.
D. Uji Biologi
1. Percobaan Lapangan
Percobaan lapangan dilakukan untuk mengetahui defisiensi dan
responsibilitas hara terhadap hasil atau produksi tanaman. Percobaan
89
lapangan dapat menggunakan berbagai jenis dan jumlah pupuk tertentu.
Percobaan ini dapat diketahui kekurangan unsur hara yang perlu
ditambahkan ke dalam tanah dalam bentuk pupuk untuk memenuhi
kebutuhan unsur hara tanaman dalam mencapai tingkat produksi tertentu.
Sejumlah perlakuan pemupukan dilakukan dengan beberapa
ulangan, dengan menggunakan suatu tanaman tertentu sebagai indikator.
Percobaan defisiensi hara menggunakan ommision trial. Ommision trial
menggunakan perlakuan satu atau lebih jenis pupuk, atau kombinasi antar
jenis pupuk. Berdasarkan percobaan lapangan dengan indikator tanaman
tertentu dapat diformulasikan rekomendasi pemupukan.
Percobaan lapangan sering mengalami kendala pelaksanaan.
Kendala pelaksanaan percobaan lapan yaitu:
- Perubahan iklim atau cuaca akan mempengaruhi hasil percobaan.
- Membutuhkan biaya yang relatif lebih besar.
- Pelaksanaan membutuhkan waktu yang lebih lama.
- Membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.
3. Percobaan Mikrobiologi
Tanah dikatakan subur bila mempunyai kandungan dan keragaman
biologi yang tinggi. Keberagaman biologi disebabkan setiap
mikroorganisme memiliki tingkat sensitivitas terhadap unsur hara tertentu
sesuai dengan kebutuhannya. Mikroorganisme dalam memiliki peranan
yang penting dalam 4 hal, yaitu:
90
1) berperan dalam siklus energi.
2) berperan dalam siklus hara.
3) berperan dalam pembentukan agregat tanah.
4) menentukan kesehatan tanah (suppressive/conducive terhadap
munculnya penyakit terutama penyakit tular tanah-soil borne
pathogen).
Pengukuran kesuburan tanah secara mikrobiologi umumnya
menggunakan indikator mikrob. Ekstrak tanah ditumbuhi mikrob, seperti
azotobacter sp. Kesuburan tanah dapat dilihat dari pengamatan koloni
tanah. Sebagai contoh penggunaan Aspergilus niger untuk mengetahui
hara K. Ketersediaan hara K dilihat dari serapan K dalam miselia (Tabel
12.2).
Tabel 12.2. Kriteria Defisiensi Hara Menurut Berat Miselia dan Serapan K
Berat Miselia (g) Serapan K Harkat
<1,4 <12,5 Sangat defisien
1,4-2,0 12,5-16,6 Agak defisien
>2,0 >16,6 Tidak defisien
Sumber: Rosmarkam dan Yuwono (2005)
91
BAB 13
KUALITAS TANAH
92
B. Pengukuran Kualitas Tanah
Penilaian kualitas tanah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
indeks kualitas tanah, kandungan bahan organik dan kesehatan tanah.
Penilaian kualitas tanah akan diuraikan sebagai berikut.
1. Indeks Kualitas Tanah (IKT)
Penilaian indikator kualitas tanah diharapkan dapat memberikan
gambaran kondisi tanah dapat berfungsi dengan baik. Indikator kualitas
tanah dapat berupa ketampakan morfologi atau visual tanaman. Menurut
Hanudin (2010) bahwa indikator yang baik adalah:
- Mudah pengamatan/pengukurannya.
- Mampu mengukur setiap perubahan dalam fungsi tanah.
- Terdiri sifat fisika, kimia dan biologi tanah.
- Mudah diakses dan diterapkan di lapangan.
- Peka terhadap perubahan iklim dan pengelolaan.
Perubahan kualitas tanah sebagai akibat pengelolaan dapat dilihat
dari kapasitas tanah yang mencerminkan fungsi tanah untuk:
- Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis.
- Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya.
- Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan-bahan
anorganik dan organik.
- Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer.
- Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan
arkeologis terkait dengan permukiman manusia.
Menurut Doran dan Parkin dalam Hanudin (2010) indikator kualitas
tanah harus memenuhi persyaratan: 1). menunjukkan proses-proses yang
terjadi dalam ekosistem, 2). memadukan sifat fisika tanah, kimia tanah dan
proses biologi tanah, 3). dapat diterima oleh pengguna dan dapat
diterapkan di berbagai kondisi lahan, 4). peka terhadap berbagai
keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan 5) komponen yang
biasa diamati sebagai data dasar tanah.
Menurut Partoyo (2005) indikator kualitas tanah harus
mencerminkan fungsi 1. melestarikan aktivitas biologi, 2. pengaturan dan
penyaluran air, dan 3. filter dan buffering. Kualitas tanah diukur
berdasarkan pengamatan pada indikator sifat fisika, kimia dan biologi
93
tanah. Indikator tersebut merupakan cerminan dari sifat, karakteristik
fisika, kimia dan biologis tanah yang menggambarkan kondisi tanah.
Menurut Hanudin (2010) bahwa perubahan kualitas tanah dapat
dilihat dari indikator sifat fisik, sifat kimiawi dan sifat biologi. Indikator
sifat fisik tanah dapat dilihat dari parameter ukuran, stabilitas, pengaturan
partikel tanah dan ruang pori tanah. Indikator sifat fisik berpengaruh
langsung terhadap komposisi air dan gas, ketahanan terhadap degradasi
dan pertumbuhan akar. Indikator sifat kimia dilakukan dengan analisis
rutin yang terdiri dari ketersediaan hara, kandungan bahan organik, reaksi
tanah (pH), salinitas dan kapasitas pertukaran kation (KPK). Indikator
biologi terdiri dari jenis dan jumlah mikrob dan makrofauna. Mikrob yang
terdapat di tanah terdiri bakteri, actinimiceter, mikoriza, ganggang biru,
dll. Mikrofauna yang sering dijumpai pada tanah terdiri dari cacing tanah,
orong-orong, rayap dll. Sifat biologi akan berpengaruh terhadap
kandungan bahan organik. Bahan organik berperan dalam meningkatkan
aktivitas dan jumlah mikroorganisme tanah sehingga respirasi tanah akan
meningkat. Respirasi tanah yang tinggi menunjukkan tingkat dekomposisi
dan oksidasi bahan organik yang baik (Arifin, 2011).
Menurut Partoyo (2005) bahwa kualitas tanah diukur berdasarkan
pengamatan kondisi dinamis indikator-indikator tanah. Pengukuran
indikator kualitas tanah menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks
kualitas tanah merupakan indeks yang dihitung berdasarkan nilai dan
bobot tiap indikator kualitas tanah. Indikator kualitas tanah mendasarkan
pada sifat, fisika, kimia dan biologis tanah. Parameter yang digunakan
adalah jeluk perakaran, berat volume, porositas, debu dan lempung, C-
organik, pH, P-tersedia, K-tertukar, N-tersedia dan N-total (Tabel 13.1).
Penghitungan indeks kualitas tanah didasarkan indikator yang
tercantum pada Tabel 13.1. Langkah perhitungan indeks kualitas tanah
adalah:
- Indeks bobot dihitung dengan mengalikan bobot fungsi tanah yaitu
bobot 1 (nomor 2) dengan bobot 2 (nomor 4) dengan bobot 3
(nomor 5).
- Skor dihitung dengan membandingkan data pengamatan dari
indikator tanah dan fungsi penilaian ((nomor 7-10).
- Indeks kualitas tanah dihitung dengan mengalikan indeks bobot
(nomor 6) dan skor (nomor 2) dari indikator.
94
Tabel 13.1. Kriteria Penilaian Indeks Kualitas Tanah
Fungsi Penilaian
Indeks
Batas
Fungsi Tanah Indikator Tanah Bobot Batas atas
bawah
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
B1 B2 B3 X1 Y1 X2 Y2
Melestarikan 0,4 Medium perakaran 0,33
aktivitas - Jeluk perakaran (cm) 0,6 0,080 15 0 60 1
biologi - Berat volume 0,4 0,053 2,1 0 1,3 1
(g.cm-3) 0,33
0,2 0,027 10 0 50 1
Kelengasan 0,4 0,053 0,2 0 3,5 1
- Porositas (%) 0,4 0,053 0 0 15 1
- C-organik (%) 0,33
- Debu+lempung (%) 0,1 0,013 6 0 8 1
Keharaan 0,2 0,027 2,5 0 150 1
- pH 0,2 0,027 2,22 0 35,5 1
- P-tersedia(ppm) 0,3 0,040 0,2 0 3,5 1
- K-tersedia (mg.kg-1) 0,2 0,027 0,02 0 0,1 1
- C-organik (%)
- N-tersedia (mg.kg-1)
Pengaturan 0,3 Debu+lempung (%) 0,6 0,180 0 0 15 1
dan penya- Porositas (%) 0,2 0,060 10 0 50 1
luran air Berat volume (g.cm-3) 0,2 0,060 2,1 0 1,3 1
Filter dan 0,3 Debu+lempung (%) 0,6 0,180 0 0 15 1
Buffering Porositas (%) 0,1 0,030 10 0 50 1
Proses mikrobiologis 0,3
- C-organik (%) 0,15 0,045 0,2 0 3,5 1
- Total N (%) 0,15 0,045 0,04 0 0,07 1
Total 1,0 1,0
Keterangan:
B1 = bobot 1, B2 = Bobot 2, B 3 = bobot 3
95
Berdasarkan perhitungan indeks kualitas tanah, kualitas tanah dapat
dikelompokkan menjadi 5 kelas. Kriteria kelas kualitas tanah disajikan
pada Tabel 13.2.
2. Bahan Organik
Salah satu indikator kualitas tanah adakah kandungan bahan organik
tanah. Seperti diketahui bahan organik memiliki sifat yang sangat labil dan
mudah berubah tergantung manajemen pengelolaan tanah. Walaupun
kandungan bahan organik tanah sangat sedikit yaitu 1-5% dari berat total
tanah mineral, namun pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan biologi
tanah sangat besar.
96
tanah, dapat mengikat logam beracun dengan membentuk kelat kompleks,
meningkatkan kapasitas pertukaran kation dan sebagai sumber hara bagi
tanaman (Stevenson, 1994). Secara biologi tanah, bahan organik tanah
mampu mengikat butir-butir partikel membentuk agregat dari benang
hyphae terutama dari jamur mycorrhiza dan hasil ekskresi tumbuhan dan
hewan lainnya (Soegiman, 1982; Addiscott, 2000).
Penilaian kualitas tanah berdasarkan kandungan bahan organik
relatif sederhana. Penilaian didasarkan analisis kandungan bahan organik
di laboratorium. Nilai bahan organik kemudian dimasukkan dalam 5
kategori (Tabel 13.3).
3. Kesehatan Tanah
Kesehatan tanah ialah integrasi dan optimasi sifat-sifat tanah yang
bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas tanah, tanaman,
dan lingkungan (Gugino, dkk., 2007). Kesehatan tanah tidak dapat diukur
langsung, tetapi diukur dengan menggunakan indikator kinerja tanah.
Indikator kinerja tanah ialah sifat tanah yang terukur dan dapat
menunjukkan tanda bahwa tanah menjalankan fungsinya atau tidak.
Perubahan indikator kinerja mencerminkan keberhasilan pemeliharaan dan
tindakan konservasi tanah. Kesehatan tanah dapat terjamin bila fungsi
tanah dapat berjalan lancar. Tanah memiliki fungsi untuk tempat produksi
pertanian, pengatur asupan dan kualitas air, tempat hidup aneka-ragam-
hayati, mendaur-ulang bahan organik dan unsur hara, dan filter bahan
pencemar (Riwandi, 2010).
Kesehatan tanah dapat menggunakan indikator keberagamaan
mikroorganisme di dalam tanah, baik sebagai dekomposer atau transformer
senyawa organik menjadi anorganik, antagonis patogen, maupun sebagai
simbion bagi tanaman, seperti mycorrhiza (Yulianti, 2010). Semakin
banyak jumlah dan jenisnya, semakin sehat kondisi tanah tersebut. Usaha
peningkatan kesehatan tanah dilakukan dengan penambahan bahan organik
secara teratur, sehingga akan berdampak pada peningkatan populasi dan
aktivitas mikroorganisme di dalam tanah.
Perhitungan kesehatan tanah dilakukan dengan memberikan nilai
pada setiap indikator kinerja tanah di lapang dengan memberikan nilai 1
kepada indikator kinerja tanah yang tidak sehat, dan nilai 5 diberikan
97
kepada yang sangat sehat. Nilai masing-masing indikator kinerja tanah
dijumlahkan sehingga diperoleh total nilai. Persentase nilai diperoleh dari
total nilai yang diperoleh dikalikan 100 dibagi dengan total nilai tertinggi.
Kriteria penilaian kesehatan tanah berdasarkan indikator kinerja tanah di
lapang disajikan pada Tabel 13.4.
98
Indikator-indikator kesehatan tanah dapat dikenali baik secara
kualitatif (cepat, murah tetapi kurang akurat) maupun kuantitatif (melalui
pengukuran). Penilaian kesehatan tanah menggunakan parameter lapangan
maupun hasil analisis laboratorium. Parameter yang diamati di lapangan
adalah warna tanah, kadar lengas, kemiringan lereng, tekstur/kematangan
tanah, struktur tanah, bahan organik tanah, pH (H2O), cacing tanah,
Legume Cover Crop (LCC), padatan tanah, dan kinerja tanaman.
Sedangkan hasil analisis laboratorium meliputi pH(H2O), Daya Hantar
Listrik (DHL), Carbon (C), Nitrogen (N), nisbah C/N, P2O5, Basa tertukar
(K-, Ca-, Mg-dd), Al-dd, H-dd, Kapasitas Pertukaran Kation (KPK),
Kejenuhan Basa (Kj-Basa), dan Kejenuhan Aluminium (Kj-Al) (Riwandi,
2010).
99
Tabel 13.6. Kriteria Penilaian Kesehatan Tanah Berdasarkan
Indikator Kinerja
No Kelas Kriteria (%)
1. Tidak sehat <20
2. Kurang Sehat 20-40
3. Cukup Sehat 40-60
4. Sehat 60-80
5. Sangat Sehat >80
100
Tabel 13.8. Penilaian Kesehatan Tanah di Padang Betuah,
Bengkulu Tengah
101
BAB 14
PENGAPURAN
A. Pengertian Kapur
Kapur adalah setiap bahan yang mengandung Ca maupun Mg yang
dapat diberikan kepada tanah untuk menaikan pH. Pengapuran adalah
upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pH tanah dengan
menambahkan kapur kedalam tanah. Tujuan utama dari pengapuran ini
ialah untuk meningkatkan pH dari pH masam menjadi pH netral. Pada pH
tanah yang masam, banyak unsur hara (misalnya: N, P, K, Ca, Mg) yang
tidak tersedia bagi tanaman karena pada pH rendah unsur tersebut rusak.
Hanya unsur Fe dan Al (unsur mikro) yang tersedia pada tanah masam.
Maka diharapkan, dengan pengapuran akan meningkatkan pH menjadi
netral, di mana pada pH netral banyak unsur hara yang dapat tersedia bagi
tanaman.
Potensi luas tanah masam di Indonesia sangat besar dengan di
didominasi oleh ordo tanah ultisol (podsolik merah kuning) dengan pH 4-
5. Tanah ultisol di Indonesia mempunyai luas hingga 38,437 juta Ha.
Tanah ultisol merupakan tanah yang umumnya diusahakan sebagai lahan
pertanian baik itu pertanian lahan basah maupun pertanian lahan kering.
Pada tanah masam memiliki beberapa kendala dalam pengelolaannya,
sehingga berdampak pada pertumbuhan tanaman. Permasalahan yang
sering muncul pada tanah masam antara lain:
1. Terakumulasinya ion H + pada tanah sehingga menghambat
pertumbuhan tanaman.
2. Tingginya kandungan Al3+ sehingga meracun bagi tanaman.
3. Kekurangan unsur hara Ca dan Mg.
4. Kekurangan unsur hara P karena terikat oleh Al3+.
5. Berkurangnya unsur Mo sehingga proses fotosintesis terganggu.
6. Keracunan unsur mikro yang memiliki kelarutan yang tinggi pada
ranah masam.
102
Pengapuran pada lahan pertanian akan memberikan manfaat yang
berupa:
1. Menurunkan pH tanah.
2. Menurunkan kelarutan Al.
3. Meningkatkan kandungan unsur hara Ca dan Mg.
4. Memperbaiki tekstur, struktur dan memantapkan agregat tanah.
5. Menurunkan tingkat bahaya erosi karena agregat tanah yang mantap.
6. Memperbaiki sifat biologi tanah seperti aktivitas mikro organisme.
B. Sumber Kapur
Sejumlah zat yang berbeda digunakan sebagai bahan pengapuran,
bahan kimia yang digunakan untuk pengapuran tanah dan air adalah
oksida, hidroksida dan kalsium silikat atau magnesium, karena ini yang
mampu mengurangi kemasaman. Ada berbagai jenis kapur yang dapat
digunakan untuk pengapuran lahan pertanian, antara lain:
1. Kapur giling = kapur Super, kalsit kelas 1 (CaCO3)
Kapur giling menduduki kelas utama dalam pengapuran lahan
pertanian. Bahan aslinya terutama mengandung CaCO3 atau MgCO3 yang
dapat mengubah keasaman tanah.
103
diperdagangkan sebagai pupuk, karena kandungan Mg di samping Ca. Di
samping penambah unsur hara, dolomit akan mampu menambah daya
guna lahan.
104
belum lazim. Kapur tulis harus digiling sebelum digunakan, tapi karena
mudah pecah, hanya dibutuhkan sedikit tenaga.
C. Pertimbangan Pengapuran
Usaha perbaikan tanah dengan pengapuran tidak semata-mata
bertujuan untuk meningkatkan pH tanah, namun juga harus
memperhatikan tujuan produksi. Sehingga pengapuran harus
mempertimbangkan beberapa hal, antara lain:
1. Kemasaman (pH) tanah yang dibutuhkan oleh tanaman.
Seperti telah dipahami, bahwa setiap jenis tanaman memerlukan
kesesuaian lahan, terutama pH yang berbeda-beda. Kemasaman tanah akan
105
mempengaruhi tingkat ketersediaan hara dalam tanah yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman.
106
E. Cara Pemberian Kapur
Pemberian bahan kapur di lahan pertanian dilakukan 1-2 minggu
sebelum tanam bersamaan dengan pengolahan kedua. Pengolahan tanah
kedua akan mencampur bahan kimia dalam tanah. Ada beberapa cara
pemberian bahan kapur yaitu disebar, diolah dan diberikan per rumpun
(terutama tanaman tahunan). Cara pengapuran dengan cara dicampur akan
memberikan dampak yang lebih baik dibanding disebarkan.
107
2. Metode kadar Al dd
Perhitungan kapur didasarkan kadar Aldd yang diukur di
laboratorium dengan menggunakan ekstraksi KCl 1 N. Hasil Al dd
dikalikan dengan faktor 1; 1,5 ; 2 dst. Perhitungan ini berdasarkan ion Ca
untuk menentukan. Faktor ini ditentukan oleh kadar bahan organik,
semakin tinggi bahan organik faktor pengalinya makin tinggi.
Kebutuhan kapur = Faktor pengali x Al dd
108
Cara untuk menghitung kebutuhan kapur biasanya dengan
mengalibrasikan dengan kandungan Al-dd.
Contoh:
Jika diketahui kebutuhan kapur = 1 x Al-dd artinya 1 me Ca/100g tanah
untuk menetralkan 1 me Al/100 g tanah.
1 me Ca/100 gr tanah = Berat Atom Ca/Valensi x me Ca/100 g tanah
1 me Ca/100 gr tanah = 40/2 x 1 me Ca/100 g tanah
= 20 mg Ca/100 g tanah
= 200 mg Ca/1 kg tanah x 2 x 106
(asumsi kedalaman tanah 20 cm,
BV = 1 gr/cm3)
= 400 kg Ca/ha
109
H. Pengaruh Pengapuran terhadap Hasil dan Kualitas Tanah
Usaha peningkatan produksi dilakukan dengan perbaikan kualitas
lahan. Salah satu usaha perbaikan kualitas lahan dilakukan dengan
pengapuran. Pengapuran di tanah ultisol dengan dosis 300 kg/ ha mampu
meningkatkan hasil umbi ubi kayu secara nyata. Menurut Ispandi dan
Munip (2005) bahwa pemberian kapur di wilayah Metro dan
Tulangbawang, pada MT 2003 maupun MT 2004 mampu meningkatkan
hasil umbi 15-20%. Di samping itu, pengapuran sampai dosis 300kg/ha
dapat meningkatkan serapan hara P, K, Ca masing-masing 68%; 10%;
113%. Namun jika ditingkatkan menjadi 600 kg/ha hanya mampu
meningkatkan serapan hara Ca sebesar 22% pada ubi kayu.
Peningkatan pemberian kapur sebesar 300 kg/ha nyata
meningkatkan jumlah umbi pertanaman, baik di lokasi Metro maupun
Tulangbawang, baik MT 2003 maupun 2004. Namun jika dosisnya
ditingkatkan menjadi 600 kg/ha sudah tidak mampu meningkatkan rata-
rata jumlah umbi per tanaman ubi kayu.
Tabel 14.3. Pengaruh Dosis Kapur terhadap Hasil dan Jumlah Ubi Kayu
Metro Tulangbawang
2003 2004 2003 2004
Perlakuan
Hasil Hasil Hasil Hasil
(Kg/Ha) Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Umbi Umbi Umbi Umbi
Umbi Umbi Umbi Umbi
(t/ha) (t/ha) (t/ha) (t/ha)
0 32,84 b 6,67 b 15,21 b 7,38 b 26,59 b 6,50 b 15,36 b 8,36 b
300 39,56 a 7,19 a 17,68 a 8,58 a 30,87 a 7,67 a 17,61 a 9,72 a
600 39,44 a 7,33 a 17,08 ab 8,20 ab 27,85 ab 7,49 a 17,20 ab 8,66 ab
Sumber: Ispandi dan Munip (2005)
110
kemampuan tanaman membentuk akar baru. Pembentukan akar baru pada
tanaman ubi kayu berpotensi untuk meningkatkan jumlah umbi per
tanaman ubi kayu.
111
BAB 15
PENGENALAN SATUAN DAN BERAT ATOM
UNSUR KIMIA
A. Satuan
km = Kilo Meter
hm = Hekto Meter
dam = Deka Meter
m = Meter
dm = Desi Meter
cm = Centi Meter
mm = Mili Meter
112
Di samping itu dikenal juga dengan satuan panjang yang lain.
Satuan panjang lainnya adalah:
- 1 inch / inchi / inc / inci = sama dengan = 25,4 mm
- 1 feet / ft / kaki = sama dengan = 12 inch = 0,3048 m
- 1 mile / mil = sama dengan = 5.280 feet = 1,6093 m
- 1 mil laut = sama dengan = 6.080 feet = 1,852 km
- 1 mikron = 0,000001 m
- 1 elo lama = 0,687 m
- 1 pal jawa = 1.506,943 m
- 1 pal sumatera = 1.851,85 m
- 1 acre = 4.840 yards2
- 1 cicero = 12 punt
- 1 cicero = 4,8108 mm
- 1 hektar = 2,471 acres
- 1 inchi = 2,45 cm
113
- 1 barrel = 158,99 liter
- 1 liter = 0.00629 barrel
114
B. Berat Atom Unsur Kimia
No. Periode,
Nama Lambang Berat Atom
atom Golongan
1 Hidrogen H 1; 1 1
2 Helium He 1; 18 4
3 Litium Li 2; 1 7
4 Berilium Be 2; 2 9
5 Boron B 2; 13 11
6 Karbon C 2; 14 12
7 Nitrogen N 2; 15 14
8 Oksigen O 2; 16 16
9 Fluor F 2; 17 17
10 Neon Ne 2; 18 20
11 Natrium Na 3; 1 23
12 Magnesium Mg 3; 2 24
13 Alumunium Al 3; 13 27
14 Silikon Si 3; 14 28
15 Fosfor P 3; 15 31
16 Belerang S 3; 16 32
17 Klor Cl 3; 17 35
18 Argon Ar 3; 18 40
19 Kalium K 4; 1 39
20 Kalsium Ca 4; 2 40
21 Skandium Sc 4; 3 45
22 Titanium Ti 4; 4 48
23 Vanadium V 4; 5 51
24 Krom Cr 4; 6 52
25 Mangan Mn 4; 7 55
26 Besi Fe 4; 8 56
27 Kobalt Co 4; 9 59
28 Nikel Ni 4; 10 59
29 Tembaga Cu 4; 11 64
30 Seng Zn 4; 12 65
31 Galium Ga 4; 13 70
32 Germanium Ge 4; 14 73
115
No. Periode,
Nama Lambang Berat Atom
atom Golongan
33 Arsen As 4; 15 75
34 Selenium Se 4; 16 79
35 Brom Br 4; 17 80
36 Kripton Kr 4; 18 84
37 Rubidium Rb 5; 1 85
38 Strontium Sr 5; 2 88
39 Itrium Y 5; 3 89
40 Zirkonium Zr 5; 4 91
41 Niobium Nb 5; 5 93
42 Molibden Mo 5; 6 96
43 Teknetium Tc 5; 7 99
44 Rutenium Ru 5; 8 101
45 Rodium Rh 5; 9 103
46 Paladium Pd 5; 10 106
47 Perak Ag 5; 11 108
48 Kadmium Cd 5; 12 112
49 Indium In 5; 13 115
50 Timah Sn 5; 14 119
51 Antimon Sb 5; 15 122
52 Telurium Te 5; 16 128
53 Yodium I 5; 17 127
54 Xenon Xe 5; 18 131
55 Sesium Cs 6; 1 133
56 Barium Ba 6; 2 137
57 Lantanum La 6 139
58 Serium Ce 6 140
59 Praseodimium Pr 6 141
60 Neodimium Nd 6 144
61 Prometium Pm 6 147
62 Samarium Sm 6 150
63 Europium Eu 6 152
64 Gadolinium Gd 6 157
65 Terbium Tb 6 159
116
No. Periode,
Nama Lambang Berat Atom
atom Golongan
66 Disprosium Dy 6 163
67 Holmium Ho 6 165
68 Erbium Er 6 167
69 Tulium Tm 6 169
70 Iterbium Yb 6 173
71 Lutetium Lu 6; 3 175
72 Hafnium Hf 6; 4 178
73 Tantalum Ta 6; 5 181
74 Tungsten W 6; 6 184
75 Renium Re 6; 7 186
76 Osmium Os 6; 8 190
77 Iridium Ir 6; 9 192
78 Platina Pt 6; 10 195
79 Emas Au 6; 11 197
80 Raksa Hg 6; 12 201
81 Talium Tl 6; 13 204
82 Timbal Pb 6; 14 207
83 Bismut Bi 6; 15 209
84 Polonium Po 6; 16 209
85 Astatin At 6; 17 210
86 Radon Rn 6; 18 222
87 Fransium Fr 7; 1 223
88 Radium Ra 7; 2 226
89 Aktinium Ac 7 227
90 Torium Th 7 232
91 Protaktinium Pa 7 231
92 Uranium U 7 238
93 Neptunium Np 7 237
94 Plutonium Pu 7 244
95 Amerisium Am 7 243
96 Curium Cm 7 247
97 Berkelium Bk 7 247
98 Kalifornium Cf 7 251
117
No. Periode,
Nama Lambang Berat Atom
atom Golongan
99 Einsteinium Es 7 252
100 Fermium Fm 7 257
101 Mendelevium Md 7 258
102 Nobelium No 7 259
103 Lawrensium Lr 7; 3 260
104 Rutherfordium Rf 7; 4 261
105 Dubnium Db 7; 5 262
106 Seaborgium Sg 7; 6 263
107 Bohrium Bh 7; 7 262
108 Hassium Hs 7; 8 265
109 Meitnerium Mt 7; 9 266
110 Darmstadtium Ds 7; 10 269
111 Roentgenium Rg 7; 11 272
112 Kopernisium Cn 7; 12 285
113 Ununtrium Uut 7; 13 284
114 Ununquadium Uuq 7; 14 289
115 Ununpentium Uup 7; 15 288
116 Ununhexium Uuh 7; 16 292
118
DAFTAR PUSTAKA
119
Seeds of Vicia faba L Plants Grown under Reclaimed Sand Soil.
Agronomy 4 (4): 281-287.
Hanafiah, K, A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT Raja
Geafindo Persada.
Hanudin, Eko. 2010.Soil Quality Sebagai Instrumen Monitoring dan
Pengelolaan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Prosiding Seminar
Nasiona Pertanian Indonesia Menuju Millenium Development
Goals (MDGs) tahun 2015 Kerjasama Fakultas Pertanian UMY
dan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (PERHEPI) di
Yogyakarta Tanggal 12 Juni 2010.
Hayashi, Y., and R. Hatano. 1999. Annual Nitrogen leaching to Subsurface
Water from Clayey Aquic Soil Cultivated with Onions in
Hokkaido, Japan. Soil science and Plant Nutrition. 45: 451-459.
Howeler, R.H. 1981. Mineral Nutrition and Fertilization of Cassava.
CIAT. Columbia. 50p.
Ispandi, Anwar, A dan Munip, A. 2005. Efektifitas Pengapuran terhadap
Serapan Hara Dan Produksi Beberapa Klon Ubikayu di Lahan
Kering Masam. Ilmu Pertanian. 12 (2): 125-139
Jastrow, J.D., Boutton T.W., and Miller R.M.. 1996. Carbon dynamics of
aggregate-associated organic matter estimated by carbon-13
natural abundance. Soil Science Society of America Journal.
60:801-807
Jumini, Nurhayati dan Murzani. 2011. Efek Kombinasi Dosis Pupuk N P
K Dan Cara Pemupukan Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Jagung
Manis. Jurnal Floratek 6: 165-170.
Kuntyastuti, H, Abdullah Taufiq, Novita Nugrahaeni, dan Andy
Wijanarko. 2012. Pengaruh Pupuk NPK dan Pupuk Kandang
Terhadap Hasil Kedelai Varietas Gema. Prosiding Seminar Hasil
Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
Kuswandi. 2005. Pengapuran Tanah Pertanian. Edisi Revisi. Yogyakarta:
Kanisius.
Muni, M. 1999. Pemanfaatan Limbah Organik untuk Pupuk Bokhasi
dalam Menunjang Pertanian Berkelanjutan. IPSA. Jakarta.
Mustafa, M; Ahmad A, Ansar M, Syafiuddin M. 2012. Dasar Dasar Ilmu
Tanah. Program Studi Agroteknologi Jurusan Ilmu Tanah,
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar.
120
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Oades, J.M. 1989. An Introduction to organic matter in soils pp 89-159. in
Minerals in Soils Environments (Eds. Dixon J.B. and Weed S.B.)
(SSSA, Medison, Wisconsin, U.S.A.)
Partoyo. 2005. Analisis Indeks Kualitas Tanah Pertanian Di Lahan Pasir
Pantai Samas Yogyakarta. Jurnal Ilmu Pertanian 12 (2): 140-151.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011
tentang Pupuk Organik, pupuk Hayati dan Pembenah Tanah.
Kementerian Pertanian.
Peraturan Pemerintah Nomor 08 Tahun 2001 tentang Pupuk Budidaya
Tanaman.
Prihmantoro, H. 1999. Memupuk Tanaman Sayuran. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Puget P., Chenu C., and Balesdent J. 1995. Total and young organic matter
distributions in aggregate of silty cultivated soils. European
Journal of Soil Science. 46:449-459.
Rajiman. 20014. Rauf A. 2014. Tanah Pertanian Kita Sedang Sakit.
Fakultas Pertanian USU Medan.
Riwandi. 2010. Identifikasi Dan Interpretasi Indikator Kesehatan Tanah.
Makalah Seminar Nasional dan Kongres Masyarakat Konservasi
Tanah dan Air Indonesia (MKTI) tanggal 24-25 Nopember 2010 di
Ratu Convention Center Jl. Slamet No 24 Telanaipura, Jambi.
Rosmarkam, E dan Yuwono, N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.
Yogyakarta: Kanisius.
Rynk, R. 1992. On-Farm Composting Handbook. NRAES Pub.
Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Jakarta: Agromedia
Pustaka..
Setiawan, J; Moenandir dan A Nugroho. 2010. Pengaruh Pemupukan N, P,
K pada Pertumbuhan dan Hasil Padi (Oryza Sativa L.) Kepras.
Universitas Brawijaya.
Soegiman 1982. Ilmu Tanah (Terjemahan). Jakarta: Bhratara Karya
Aksara.
Stevenson F.J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction.
New York: John Wiley & Sons.
121
Suriadi A dan Nazam M. (-). Penilaian Kualitas Tanah Berdasarkan
Kandungan Bahan Organik (Kasus di Kabupaten Bima). Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian NTB.
Suriadikarta, A.A. dan Setyorini, D. 2012. Baku Mutu Pupuk Organik.
http:/balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 5 Desember
2012.
Suryati, D; Susanti N dan Hasanudin. 2009. Waktu Aplikasi Pupuk
Nitrogen Terbaik untuk Pertumbuhan dan Hasil Kedelai Varietas
Kipas dan Galur 13 ED. Jurnal Akta Agrosia 12 (2):204-212.
Susilowati, Y E. 2006. Pengaruh Macam Pupuk Organik dan Anorganik
Terhadap Pertumbuhan, Hasil, dan Kualitas Bawang Daun. Jurnal
Ilmu Pertanian 26 (2): 2652-266.
Sutedjo, M.M., AG. Kartasapoetra dan R.D.S. Sastroatmojo. 1991.
Mikrobiologi Tanah. Jakarta: Rineka Cipta.
Syekhfani. 1997. Strategi Penanggulangan Masalah Kesuburan Tanah
dalam Rangka Pengamanan Produksi Tanaman Pertanian. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Kimia Tanah pada
Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang, tanggal 20
Desember 1997. 32h.
Tindaon, F dan Simarmata, T. 2011. Percepatan Pemulihan Kesehatan
Lahan Untuk Meningkatkan Produktivitas Tanah Dan Membangun
Kemandirian Pangan Di Indonesia. Jurnal Visi 19 (2): 523-532.
Triadiati, Akbar Adjie Pratama, Sarlan Abdulrachman. 2012. Pertumbuhan
dan Efisiensi Penggunaan Nitrogen pada Padi (Oryza sativa L.)
Dengan Pemberian Pupuk Urea yang Berbeda. Buletin Anatomi
dan Fisiologi Volume XX, Nomor 2, Oktober2012
Yelianti, U; Kasli; M Kasim dan F F Husin. 2009. Kualitas Pupuk Organik
Hasil Dekomposisi Beberapa Bahan Organik dengan
Dekomposernya. Jurnal Akta Agrosia. 12 (1): 1-7.
Yulianti, T. 2010. Bahan Organik: Perannya dalam Pengelolaan Kesehatan
Tanah dan Pengendalian Patogen Tular Tanah Menuju Pertanian
Tembakau Organik. Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak
Industri 2(1): 26-32.
Yulipriyanto, Hieronymus. 2010. Biologi Tanah dan Strategi
Pengelolaannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
122
Yuniwati, M; Frendy I dan Adiningsih P. 2012. Optimasi Kondisi Proses
Pembuatan Kompos dari Sampah Organik dengan Cara Fermentasi
Menggunakan EM4. Jurnal Teknologi 5 (2) 172-181.
123
INDEKS
A D
Agregasi, 3 Daya larut, 38, 39, 40, 77
Air, 2, 4, 7, 9, 11, 12, 15, 18, 20, Defisiensi, 5, 21, 27, 50, 89, 90, 91
24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33, Dolomit, 18, 103, 105, 106
35, 39, 40, 44, 45, 46, 47, 48, 54, Dosis, 46, 70, 76, 77, 78, 81, 110,
55, 57, 59, 61, 63, 64, 65, 66, 67, 120
79, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 103,
104, 119, 121, 127 E
Aktif, 10, 16, 62, 68 Efektif, 21, 58, 62, 80, 85, 105, 121
Analisis jaringan, 16, 71, 85, 86, 88 Efisien, 2, 57
Efisiensi, 2, 3, 72, 73, 76, 80, 122
B
Erosi, 3, 12, 13, 14, 92, 96, 98, 100,
Bahan organik, 3, 4, 9, 12, 13, 14, 103
15, 16, 20, 24, 43, 44, 45, 46, 50, Evaluasi, v, 84, 85
51, 52, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 63,
64, 65, 66, 67, 68, 85, 89, 92, 93, F
94, 96, 97, 98, 99, 100, 104, 106, Fosfor, 6, 7, 29, 31, 57, 89, 115
107, 108, 122
Baku mutu, 47, 48, 49, 122 H
Bangalore, 67
Hama, 2, 17, 57, 60, 86
Berkeley, 68
Hara, v, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10,
Besi, 6, 7, 20, 33, 105, 115
11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 20,
Boron, 6, 7, 21, 88, 115
21, 22, 24, 27, 28, 29, 31, 32, 33,
C 34, 35, 36, 38, 39, 41, 42, 43, 44,
45, 46, 47, 48, 49, 50, 53, 54, 55,
Cara, 11, 14, 20, 28, 29, 30, 35, 65, 56, 57, 58, 61, 64, 65, 70, 71, 72,
67, 68, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 86, 73, 74, 76, 78, 79, 81, 82, 83, 84,
88, 89, 107, 109, 110, 120, 123 85, 86, 88, 89, 90, 91, 92, 93, 94,
124
97, 98, 102, 103, 104, 106, 110, Kalsium, 7, 18, 29, 40, 41, 89, 103,
120 106, 110, 115
Hasil, v, 1, 2, 4, 12, 17, 18, 24, 25, Kapasitas tukar kation, 3, 89
27, 32, 42, 46, 50, 56, 57, 60, 70, Kapur, 19, 20, 21, 28, 30, 31, 36,
71, 75, 76, 80, 81, 82, 83, 84, 86, 40, 41, 85, 102, 103, 104, 105,
89, 90, 97, 99, 100, 105, 108, 106, 107, 108, 109, 110
110, 120, 121, 122 Kebutuhan pupuk, v, 2, 48, 70, 72,
Heap, 66, 67 73, 74, 75
Higroskopis, 36, 38, 39, 42 Kelembaban udara, 39, 56
Kemasaman tanah, 105
I Kesehatan tanah, 3, 91, 93, 97, 99,
Indeks garam, 38, 41, 42 100, 101, 121, 122
Indoor, 65, 66, 67 Kesuburan tanah, v, 3, 6, 8, 13, 34,
Infiltrasi, 2 45, 46, 50, 55, 56, 57, 58, 78, 81,
Irigasi, 4, 18, 20, 54 84, 85, 91, 121, 122
Ketersediaan air, 3, 64
J Kinerja tanah, 97, 98
Klasifikasi pupuk, v, 27
Jaringan, 9, 15, 17, 22, 26, 41, 44,
Kobal, 6, 22
85, 86, 88
Kompos, 3, 44, 51, 52, 53, 55, 60,
Jaringan tanaman, 9, 15, 26, 44, 85,
61, 62, 63, 65, 66, 67, 68, 69,
88
119, 121, 123
Jenis, 6, 7, 12, 13, 14, 27, 29, 31,
Kualitas lahan, v, 53, 110
32, 34, 35, 36, 38, 39, 40, 41, 42,
43, 48, 50, 51, 52, 53, 56, 57, 58, L
60, 72, 73, 74, 76, 81, 83, 84, 86,
88, 89, 90, 94, 103, 105, 106, Limbah organik, 43, 51, 53, 60, 120
107 Limpasan permukaan, 4
Jenis pupuk, 29, 32, 34, 36, 38, 39,
M
40, 41, 42, 50, 57, 73, 74, 83, 90
Magnesium, 6, 7, 18, 34, 89, 103,
K 115
Kalium, 6, 7, 17, 18, 29, 32, 33, 34, Majemuk, 27, 32, 34, 35, 73, 74,
35, 40, 42, 50, 59, 74, 77, 89, 75, 83
115 Makro, v, 2, 6, 7, 15, 20, 24, 29, 34,
38, 44, 45, 47, 48, 49, 53, 89
125
Mikro, v, 3, 6, 7, 14, 20, 24, 27, 29, Produktivitas, 3, 8, 9, 12, 55, 60,
34, 38, 44, 45, 47, 48, 49, 51, 53, 76, 84, 92, 93, 97, 122
58, 79, 89, 102, 103 Pupuk, v, 1, 2, 3, 4, 16, 17, 18, 19,
Miskin hara, 1 20, 21, 24, 25, 27, 28, 29, 30, 31,
32, 33, 34, 35, 36, 38, 39, 40, 41,
N 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50,
Nitrogen, 4, 6, 7, 15, 16, 22, 25, 29, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 61, 65,
31, 32, 34, 35, 38, 40, 43, 50, 51, 67, 70, 72, 73, 74, 76, 77, 78, 79,
52, 56, 57, 58, 64, 67, 68, 70, 71, 80, 81, 82, 83, 90, 104, 119, 120,
72, 73, 74, 77, 82, 83, 86, 89, 99, 121, 122
115, 119, 120, 122 Pupuk buatan, v, 16, 17, 18, 19, 27,
28, 38, 42, 53, 54
P Pupuk hijau, 55, 56, 57, 58, 65, 67
Pupuk kandang, 3, 28, 36, 44, 54,
Panen, 1, 2, 3, 4, 8, 12, 13, 46, 83,
83, 120
107
Pupuk organik, v, 28, 43, 44, 45,
Pelindian, 12, 32, 57
46, 47, 48, 49, 50, 53, 54, 58, 59,
Pemupukan, v, 1, 2, 3, 5, 8, 11, 27,
61, 83, 121, 122
31, 33, 40, 41, 76, 77, 78, 79, 80,
81, 82, 83, 90, 107, 112, 120, S
121
Pencucian hara, 2, 12 Sampel, 50, 86, 88
Pengapuran, v, 65, 102, 103, 104, Seng, 6, 7, 22, 115
105, 107, 110, 120 Serapan, 9, 25, 26, 73, 91, 110, 120
Pengelolaan, 2, 3, 45, 84, 93, 96, Sifat biologi, 53, 94, 103
120, 122, 127 Sifat fisika, 2, 27, 50, 93
Pengomposan, v, 44, 50, 51, 55, 60, Sifat kimia, 3, 27, 94
61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69 Sprinkler, 80
Penunjang, v, 24 Struktur, 2, 3, 24, 31, 45, 46, 52,
Penyakit, 2, 15, 17, 25, 46, 57, 60, 53, 93, 98, 99, 100, 103, 106
61, 70, 86, 91, 92 Suhu, 3, 26, 44, 60, 61, 63, 64, 68,
Pertumbuhan, 1, 2, 4, 5, 6, 8, 9, 15, 69, 80, 96, 103
16, 17, 18, 19, 21, 22, 25, 35, 44,
T
46, 57, 60, 76, 80, 82, 83, 85, 86,
87, 88, 94, 102, 120, 121, 122 Tanaman, v, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
Porositas, 62, 63, 94, 95 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18,
126
19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28,
29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 39,
41, 42, 43, 44, 45, 46, 48, 50, 53,
54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 63, 65,
66, 68, 70, 71, 72, 73, 76, 77, 78,
79, 80, 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87,
88, 89, 90, 92, 93, 97, 98, 99,
100, 102, 105, 107, 110, 119,
120, 121, 122
Tekstur, 2, 12, 30, 85, 89, 98, 99,
100, 103, 106, 107
Tembaga, 6, 7, 21, 115
Tunggal, 27, 29, 35, 38, 73, 74, 83
U
Uji biologi, 89
W
Waktu, 2, 35, 54, 55, 56, 62, 66, 67,
68, 76, 77, 78, 82, 84, 86, 88, 90,
122
127
BIODATA PENULIS
128