Penulis:
Lestari Irene Purba, Arsi, Rakhmad Armus
Sri Rezeki Fransiska Purba, Kalis Amartani, I Wayan Yasa
Humairo Saidah, Made Budi Setyawan
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, buku “Agroklimatologi” ini dapat
diselesaikan.
Bab 3 Atmosfer
3.1 Pendahuluan ................................................................................................. 29
3.2 Sifat Kimia Susunan Atmosfer ................................................................... 30
3.3 Pembagian Wilayah Atmosfer ................................................................... 32
3.3.1 Lapisan Atmosfer ............................................................................... 34
3.3.2 Komposisi Atmosfer .......................................................................... 36
3.4 Kompleksitas Atmosfer Indonesia ............................................................. 37
3.5 Model Atmosfer .......................................................................................... 39
3.6 Reaksi-reaksi Kimia dalam Atmosfer ........................................................ 41
3.6.1 Reaksi Fotokimia ............................................................................... 41
3.6.2 Ion-Ion dan Radikal dalam Atmosfer ............................................... 42
3.6.3 Reaksi-reaksi Oksigen Atmosfer ...................................................... 43
viii Agroklimatologi
Gambar 2.1: Penyiraman terhadap tanaman cabai akibat musim panas yang
Panjang .......................................................................................19
Gambar 2.2: Pemasangan tiang penyanggah pada tanaman cabai untuk
mencegah patahnya cabang-cabang dari tiupan angin ............20
Gambar 2.3: Pemasang mulsa untuk menjaga kelembaban tanah akibat
kemarau ......................................................................................21
Gambar 2.4: Aphis craccivora yang menyerang tanaman kacang Panjang .25
Gambar 3.1: Pembagian wilayah atmosfer didasarkan pada perbedaan suhu 33
Gambar 3.2: Pembagian wilayah atmosfer didasarkan pada perbedaan suhu .34
Gambar 3.3: Lapisan Atmosfer berdasarkan temperature .............................36
Gambar 3.4: Tropopouse dalam bidang meridian; JP= aerojel
subtropics, dan JS= aerojel polar (kutub), EK = Ekuator .......38
Gambar 3.5: Siklus Oksigen, ...........................................................................43
Gambar 6.1: Skema Klasifikasi Schmidt-Ferguson .......................................81
Gambar 6.2: Skema Klasifikasi Oldeman .....................................................87
Gambar 7.1: Pembagian iklim Koppen di Indonesia .....................................96
Gambar 7.2: Kriteria klasifikasi iklim menurut Schmidt-Ferguson .............100
Gambar 7.3: Klasifikasi zona agroklimat ......................................................106
Gambar 7.4: Tipe iklim Oldeman di Indonesia menggunakan data observasi106
Gambar 7.5: Proyeksi klasifikasi tipe iklim Oldeman tahun 2046-2065
berdasarkan data model CSIRO-MK3.0 .................................107
Gambar 8.1: Monsun Summer (kiri) dan Monsun Winter (Kanan) ............111
Gambar 8.2: Arus Atlantik Utara ...................................................................112
Gambar 8.3: Fenomena ITCZ pada saat Gerak Semu Matahari di Utara (kiri)
dan di selatan (kanan) pada wilayah Afrika .............................114
Gambar 8.4: Pengaruh ENSO terhadap curah hujan di Amerika Latin,
El Nino (kiri) dan La Nina (kanan) ...........................................116
Gambar 8.5: Anomali Curah Hujan akibat ENSO di Australia pada periode
Winter menuju Spring ...............................................................118
Gambar 8.6: Dampak Fenomena ENSO terhadap iklim secara global ........119
Gambar 8.7: Mekanisme El Nino (atas) dan La Nina (bawah) ....................120
xii Agroklimatologi
1.1 Pendahuluan
Ilmu klimatologi sering digunakan dalam merencanakan dan melaksanakan
berbagai kegiatan di bidang kehutanan, kelautan, pertanian, perikanan,
peternakan, teknik, perhubungan, pariwisata, perdagangan, kesehatan dan
militer.
Tiga manfaat dari mempelajari klimatologi dan meteorologi menurut Handoko
(1995) adalah sebagai berikut:
1. Peningkatan rasa waspada terhadap segala hal negatif yang mungkin
disebabkan oleh kondisi ekstrim iklim atau cuaca sebagai contoh
banjir, kekeringan, badai salju, badai, gelombang udara dingin, dan
gelombang udara panas.
2. Melakukan penyesuaian dengan melaksanakan kegiatan yang sesuai
dengan karakter iklim untuk menghindari atau menghambat kerugian
yang mungkin diakibatkan oleh iklim tersebut.
2 Agroklimatologi
2. Klimatologi kedaerahan
Klimatologi kedaerahan bertujuan untuk mendeskripsikan sifat dan
jenis iklim dunia.
3. Klimatologi terapan
Klimatologi terapan mencari kaitan antara klimatologi dengan bidang
ilmu lainnya sebagai contoh: agroklimatologi.
1.6 Agroklimatologi
Agroklimatologi atau Agrometeorologi adalah interaksi antara klimatologi dan
ilmu pertanian untuk mengetahui pengaruh cuaca (iklim) dan manfaat
pengaruh-pengaruh tersebut untuk usaha pertanian (Organization, 1983). Iklim
adalah keadaan cuaca rata-rata dalam jangka waktu yang lebih lama. yang
mana gejala dan peristiwa itu berulang dari tahun ke tahun. Manfaat iklim
adalah untuk menentukan letak geografis bumi dan untuk mengetahui gejala
dan peristiwa cuaca yang terjadi di suatu tempat dalam kurun waktu setahun.
Iklim sangat menentukan dalam pendapatan produksi yang akan diperoleh
petani. Dari iklim petani bisa menentukan jenis tanaman apa yang cocok untuk
ditanam di daerahnya, penentuan kapan waktu tanam dan juga panen serta
lainnya.
Cuaca adalah sebuah aktivitas fenomena atau keadaan atmosfer dalam waktu
beberapa hari. Manfaat cuaca adalah untuk menyeimbangkan suhu dan
kelembaban yang berada antara satu tempat dengan tempat lainnya. Perbedaan
ini terjadi karena sudut pemanasan matahari yang berbeda-beda disetiap
tempat karena perbedaan lintang bumi. Unsur cuaca yang diamati dalam
agroklimatologi meliputi radiasi matahari, suhu,kelembaban nisbi udara,
tekanan udara, evaporasi, curah hujan, angin dan awan. Sedangkan unsur
organisme pertanian yang diamati seperti fase pertumbuhan tanaman, produksi
tanaman, serangan hama hama penyakit dan lain sebagainya. Iklim dapat
memengaruhi hasil produksi pertanian baik itu dari segi kualitas, kuantitas,
maupun kontinuitas.
Iklim merupakan faktor penentu dalam pertanian, iklim sangat sulit untuk
diubah sehingga para petani harus berfikir bagaimana faktor iklim ini bisa
membantu para petani agar tidak gagal panen.
proses kimia fisik. Kecepatan proses tergantung pada aktivitas katalisator yang
diatur oleh suhu yakni suhu toleransi terlalu tinggi suhu akan mempercepat
proses dan meningkatkan produksi.
Faktor perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
produktivitas tanaman pangan yaitu (Oliver and Hidore, 1984):
1. Bumi yang semakin memanas dikarenakan terjadinya peningkatan
kadar CO2.
2. Kenaikan suhu yang berpengaruh terhadap pola hujan dan kejadian
cuaca ekstrim
3. Pemanasan global memengaruhi variabel yang berpengaruh terhadap
produktivitas pertanian.
4. Meningkatkan ketidakstabilan tanah.
Beberapa faktor iklim yang berpengaruh terhadap hama adalah sebagai berikut
(Kisimoto and Dyck, 1976):
1. Curah hujan/presipitasi
Periodesitas timbulnya hama sangat berhubungan dengan periode
hujan tahunan dan perubahan-perubahan jangka panjang. Pengaruh
hujan terhadap perkembangan hama dapat secara langsung berupa
pengaruh mekanis seperti dapat menghanyutkan serangga. Banyak
sedikitnya hujan dapat berpengaruh terhadap perkembangan hama,
karena tinggi rendahnya hujan erat hubungannya dengan suhu
maksimum, minimum serta tekanan udara.
Bab 1 Pengertian Klimatologi dan Agroklimatologi 11
2. Suhu Udara
Suhu udara terhadap hama dan penyakit tumbuhan dapat
mengendalikan perkembangan, kelangsungan hidup dan penyebaran
serangga.
3. Kelembapan udara
Kebutuhan serangga akan air sangat dipengaruhi kelembapan dan
ketersediaan air. Untuk menyatakan kandungan air di udara tau
kelembapan udara dilakukan dengan cara antara lain kelembaban
udara mutlak, kelembaban udara spesifik, kelembaban udara nisbi
dan tekanan uap.
4. Cahaya dan Radiasi Matahari
Penyesuaian serangga terhadap kondisi cahaya selain dalam bentuk
kebiasaan/karakteristik hidup juga dalam hal fisiologis, anatomis,
morfologis, indra penglihatan dan warna tubuh.
5. Angin dan gerakan udara
Angin merupakan faktor penting dalam menyebarkan hama dan
penyakit tumbuhan.
12 Agroklimatologi
Bab 2
Iklim dan Cuaca serta
Kaitannya dengan Pertanian
2.1 Pendahuluan
Perubahan suatu keadaan pada lingkungan menjadikan keadaan yang tidak
kondusif dalam suatu wilayah. Keadaan lingkungan seperti pengaruh suhu,
kelembapan, curah hujan dan angin dapat tidak dapat diatur sehingga dapat
memengaruhi pendapatan dalam bidang pertanian. Iklim dan cuaca dapat
digunakan dalam bidang pertanian, akan tetapi memerlukan yang biaya dan
teknologi yang canggih. Dalam dunia pertanian tersebut, iklim dan cuaca
sangat memengaruhi produksi pertanian. Iklim dan cuaca yang mempunyai
sifat dinamis, beragam dan terbuka dalam bidang pertanian, sehingga kita
harus mempelajari keadaan iklim dan cuaca agar lebih berdaya guna dalam
bidang pertanian (Lestari, 2017).
Pemahaman yang perlu dilakukan terhadap karakteristik kondisi lingkungan.
Pemahaman mengenai iklim dan cuaca perlu dilakukan perhitungan dan
pemahaman terhadap suatu hasil dari data tersebut. Sehingga, perhitungan dan
penyampaian data yang dihasilkan dari kondisi lingkungan, seperti iklim dan
cuaca tersebut bisa diterapkan. Oleh karena itu, hasil perhitungan dan
penyampaian data dapat dilaksanakan dalam perlakuan di lapangan.
14 Agroklimatologi
pertanian secara maksimal serta mengurangi risiko gagal panen. Oleh karena
itu, pemahaman yang tepat dalam bidang pertanian dengan cara memanfaatkan
sumber daya iklim dan cuaca. Proses pemahaman dalam bidang pertanian
harus dilakukan dengan peralatan yang modern serta harus menyesuaikan pada
kondisi dan keadaan lingkungan tersebut (Ruminta et al., 2018; Nuraisah et al.,
2019).
Proses adaptasi terhadap iklim dan cuaca dalam bidang usaha tani, harus
didasari oleh pengetahuan mengenai ciri-ciri dan kondisi lingkungan dengan
maksimal. Pemahaman tersebut dapat dilakukan dengan perhitungan serta
penyampaian hasil pada kondisi lingkungan atau tempat tersebut. Fungsi
masing-masing kondisi lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan
suatu tumbuhan sangat berpengaruh sekali. Pada tanaman padi faktor iklim
dan cuaca untuk pertumbuhan dan perkembangan serta produksi tanaman padi
merupakan hasil akhir yang dapat dipengaruhi oleh penyinaran matahari dan
gangguan dari tanaman itu sendiri. Sinar matahari dapat berguna tanaman
dikarenakan sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman padi, karena
proses pertama pertumbuhan tanaman merupakan proses siklus hidup dan
keadaan dari tanaman tersebut. Proses fisiologi dan fisika yang terjadi sebagai
bentuk suatu mengkonversi energi surya atau matahari. Energi surya yang
terjadi yang memancarkan daya yang mengikat kekuatan energi yang
menjadikan senyawa-senyawa yang membantu proses pada tanaman.
Senyawa-senyawa yang di dalam tanaman akan mengalami penurunan dan
kemudian senyawa tersebut akan terjadi pada kegiatan siklus pernapasan pada
tanaman. Proses ini terjadi di dalam tanaman itu sendiri untuk dapat memenuhi
kegiatan dan kerja dari organ tanaman. Senyawa-senyawa pada tanaman dapat
membuat bahan alami. Bahan-bahan alami yang dihasilkan oleh tanaman
tersebut dihasilkan dalam proses penyerapan di dalam tanaman (Surmaini et
al., 2011).
Sinar matahari sangat dibutuhkan oleh tanaman padi, karena proses
fotosintesis menentukan bulir pada padi. Bulir tanaman padi sangat tergantung
keberadaan air, gas karbondioksida serta kondisi lingkungan yang baik. Proses
respirasi dan metabolisme pada tanaman dapat memengaruhi tanaman itu
sendiri. Iklim dan cuaca merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan
dan perkembangan suatu tanaman. Proses penguapan yang terjadi pada
tanaman merupakan suatu proses yang memerlukan air yang terjadi pada
tanaman ke lapisan udara kemudian diwujudkan proses yang terjadi secara
kimia pada tanaman (Fahmi et al., 2010). Proses terjadinya penguapan pada
16 Agroklimatologi
tanaman merupakan suatu proses yang terjadi secara alami, penguapan yang
terjadi pada tanaman dapat dipengaruhi oleh adanya air, kelembaban, suhu dan
sinar matahari serta kondisi lingkungan wilayah tersebut. Tanaman padi
tahapan yang terjadi dalam tanaman tersebut, tahapan pembentukkan bunga,
dalam proses isi biji dan proses masak buah padi sangat memerlukan sinar
matahari, kelembapan, suhu serta angin. Iklim dan cuaca sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Lestari, 2017).
Tanaman memiliki tahapan-tahapan dalam siklus hidupnya, seperti proses
yang terjadi di dalam tanaman itu sendiri, pertumbuhan, perkembangan
tanaman dan hasil produksi suatu tanaman sangat dipengaruhi unsur cuaca.
Unsur-unsur cuaca yang memengaruhi tanaman yaitu, keadaan atmosfer dari
tanaman masih dalam bentuk benih sampai tanaman membentuk bunga dan
biji. Hal ini terjadi siklus hidup tanaman, keberadaan air dan kelembaban
tanah. Curah hujan sangat memengaruhi keberadaan air di dalam tanah. Curah
hujan yang terus-menerus atau terjadi hampir setiap air merupakan bagian
iklim yang dapat memengaruhi tanaman. Unsur iklim merupakan akumulasi
dari suatu unsur cuaca yaitu, salah satu curah hujan yang terjadi dari waktu ke
waktu (Hilman et al., 2019). Dengan demikian, pertumbuhan dan
perkembangan dan hasil produk tanaman merupakan salah satu rangkaian
kegiatan yang terjadi dalam suatu proses mekanisme tanaman tahapan demi
tahapan selama proses pertumbuhan dan perkembangan. Oleh karena itu,
unsur iklim merupakan suatu proses yang di dalam pengertian lebih teknis
dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan, perkembangan dan produksi hasil
tanaman yang penting atau sebagai akumulasi keadaan cuaca selama
pertumbuhan tanaman di lapangan (Herlina dan Prasetyorini, 2020)
Teknik bercocok tanaman sangat berpengaruh terhadap hasil produksi dalam
bidang pertanian. Pada teknik bercocok tanam pada tanaman padi sawah,
produksi dan pengelolaan tanaman sangat berpengaruh terhadap semua unsur
iklim. Unsur iklim pada tanaman padi sawah memiliki masing-masing peranan
yang dapat memengaruhi tanaman padi di sawah. Peranan yang berbeda
tersebut memiliki pertimbangan yang harus diperhatikan pada bercocok tanam
padi sawah. Keadaan lingkungan yang sesungguhnya di lapangan dapat
memengaruhi tanaman (Sudarma dan As-syakur, 2018). Sehingga
memengaruhi petani dalam bercocok tanam dan menerapkan sistem yang
cocok untuk tanaman padi di sawah, menentukkan jenis varietas apa yang akan
digunakan, teknologi usahatani yang akan diterapkan, pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, produksi tanaman tersebut, serangan hama dan
penyakit di lapangan. Budidaya tanaman ada juga yang sangat tergantung
Bab 2 Iklim dan Cuaca serta Kaitannya dengan Pertanian 17
sekali keadaan iklim dan cuaca. Pada budidaya tanaman lahan kering seperti
padi gogo atau padi ladang, sangat tergantung sekali kondisi lingkungan
seperti, penyebaran curah hujan, iklim dan cuaca yang tidak menentu dapat
memengaruhi hasil produk tanaman tersebut di lapangan (Herlina dan
Prasetyorini, 2020).
Iklim dan cuaca dapat memengaruhi perkembangan hama dan penyakit di
lapangan. Iklim dan cuaca dapat juga dapat memengaruhi dalam proses
penekanan organisme pengganggu tanaman. Keberhasilan dalam penekanan
hama dan penyakit yang menyerang tanaman di lapangan dipengaruhi oleh
iklim dan cuaca. Dalam konsep penekanan keberadaan hama dan penyakit di
lapangan harus dilakukan dengan pengendalian hama dan penyakit terpadu
dengan diperhatikan keadaan iklim dan cuaca. Pengendalian dengan
menggunakan musuh alami, seperti predator, parasitoid dan jamur
entomopatogen, iklim dan cuaca sangat penting dalam proses aplikasi di
lapangan. Sehingga kita perlu mengetahui tentang iklim dan cuaca pada
wilayah tersebut. Penekanan hama dan penyakit di lapangan dapat dipengaruhi
oleh iklim dan cuaca, sehingga iklim dan cuaca dapat menentukkan
keberhasilan dalam penekanan tersebut. Keadaan iklim dan cuaca dapat
menyebabkan meningkatnya hama dan penyakit di lapangan, sehingga petani
harus waspada terhadap perubahan tersebut (Karyati, 2019).
Pengaruh iklim dapat mengakibatkan risiko dalam bidang pertanian, risiko
yang ditimbulkan oleh iklim dan cuaca dapat menimbulkan lahan menjadi
kekurangan air, kebanjiran pada lahan pertanian, kecepatan angin, kelembaban
dan suhu. Iklim dapat menimbulkan rendahnya kualitas dan kuantitas hasil
pertanian, sehingga dapat menyebabkan produksi pertanian menurun.
Menurunnya hasil produksi pertanian dapat berdampak ke produksi nasional.
Kurangnya pengetahuan terhadap iklim dan cuaca di bidang pertanian dapat
menyebabkan fluktuasi dan penyimpangan iklim, ketidaktepatannya dalam
meramalan keadaan kondisi lingkungan, pemakaian varietas tidak tepat dalam
bercocok tanam pada lingkungan tersebut serta kurangnya persiapan dalam
bercocok tanam (Aminah, 2020).
18 Agroklimatologi
Gambar 2.1: Penyiraman terhadap tanaman cabai akibat musim panas yang
Panjang (Arsi, 2021)
Tanaman merupakan salah satu bahan pokok yang penting dalam kehidupan
manusia. Tanaman dan organisme sangat memerlukan sinar matahari dan air
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Tanaman dapat memberikan
suatu reaksi pada iklim mikro di sekitarnya. Akan tetapi, tanaman mengalami
pertumbuhan dan perkembangan, baik bentuk dan ukurannya yang membesar.
Sehingga tanaman dapat memengaruhi kelembaban dan jumlah panas. Jadi
dapatkan bahwa tanaman dan iklim dapat berinteraksi satu sama lainnya.
Tanaman mempunyai pengaruh terhadap iklim yang pada lingkungan disekitar
tanaman tersebut. Hal ini dikarenakan semakin membesarnya tanaman dan
semakin banyak jumlah rumpun yang dibentuk oleh tanaman di lapangan.
Iklim mikro pada tanaman pada mulanya iklim tersebut berpengaruh, akan
tetapi semakin membesarnya tanaman makan iklim mikro dan iklim makro
juga memengaruhi tanaman tersebut (Susandi et al., 2008).
Usahatani baik di bidang pertanian, kehutanan dan perkebunan perawatan dan
pemeliharaan dari pembukaan lahan sampai tanaman menghasilkan sangat
penting diperhatikan masalah iklim dan cuaca, karena iklim dan cuaca sangat
memengaruhi tanaman yang muda dan tanaman tersebut menghasilkan.
Sebelum kita melakukan budidaya tanaman pada suatu wilayah, sebaiknya kita
mengetahui keadaan iklim dan cuaca dari suatu wilayah tersebut. Iklim dan
cuaca dapat membuat tanaman tumbuh secara maksimal, sehingga produksi
yang dihasilkan juga maksimal. Pola iklim dan distribusi tanaman sangat
berkaitan erat, sehingga klasifikasi iklim dapat didasari oleh pada dunia
tumbuh-tumbuhan. Tanaman merupakan suatu yang kompleks dan peka
terhadap pengaruh iklim di lapangan (Harini dan Susilo, 2017).
20 Agroklimatologi
terlalu lebat akan membuat tanaman pada fase generatif menjadi tidak
mendapatkan hasil buah yang baik (Nuraisah dan Budi Kusumo, 2019).
Budidaya tanaman padi merupakan tanaman baik pada fase tumbuhan dan
dapat meningkatnya produksi padi yang baik memerlukan air yang cukup atau
tidak berlebihan. Dengan demikian, untuk menghadapi perubahan iklim yang
tidak menentu, maka perlu kerjasama ahli-ahli dalam bidang pertanian dan
pelaku usaha tani di lingkungan tersebut. Hal ini bertujuan meningkatkan
keuntungan dalam bidang pertanian. Salah satu cara yang harus dilakukan
dengan untuk menghasilkan produk secara maksimal dapat dilakukan dengan
mengontrol jalannya debit air di lapangan, sehingga dalam bercocok tanam
padi di sawah tidak ganggu baik kekeringan maupun kebanjiran (Adrian,
2018). Pengurangan debit air di lahan pertanian dapat dilakukan dengan cara
yang tepat pada lahan tersebut. Di dalam bidang pertanian terdapat prinsip-
prinsip untuk pengelolaan Irigasi yang paling utama yaitu, pengaturan jalanya
debit air di lahan harus dilakukan dengan sistem bercocok tanam yang sudah
diterapkan pada sistem pengairan yang sudah ada. Pada sawah atau lahan
tanam yang memiliki irigasi sangat baik sekali dalam pengelolaan air adalah
lahan yang ada irigasi, hal ini sangat diinginkan oleh para petani. Selain itu,
pengelolaan air yang dibangun oleh masyarakat itu sendiri yang memiliki
irigasi pada lahan pertanian. Proses pengelolaan air dan mengalirkan air ke
lahan pertanian dapat dilakukan dengan keputusan bersama antara pengelola
air dan pelaku usahatani, sedangkan cara bercocok tanam dapat dilakukan oleh
pelaku usahatani tersebut (Sumarlin, et al., 2018).
Di dalam budidaya pertanian air sangat diperlukan akan air juga dapat menjadi
masalah dalam bidang pertanian tersebut. Pemanfaatan air untuk lahan
pertanian yang disalurkan dari pengelolaan air dapat dilakukan secara
maksimal dan debit air yang diinginkan, sehingga tidak mengganggu dalam
proses bercocok tanam. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengajar saluran
induk dan cabang-cabang dari saluran tersebut. Dalam memelihara saluran
induk dapat dilakukan dengan baik, maka air dapat dialirkan pada sawah
petani dengan baik, air yang dimasukan ke lahan pertanian dapat mencukupi
kebutuhan tanaman terhadap air. Air dapat disalurkan dan disesuaikan dengan
debit air pada lahan tersebut (Fajri, 2018).
Pengelolaan air di lapangan sangat tergantung oleh pengaruh iklim dan cuaca
pada wilayah tersebut, sehingga petani perlu melakukan suatu langkah-langkah
yang konkrit yaitu, bila pada musim kemarau, maka petani harus manfaatkan
saluran air secara maksimal. Proses bercocok tanam padi pada lahan pertanian
Bab 2 Iklim dan Cuaca serta Kaitannya dengan Pertanian 23
pada fase vegetative sangat membutuhkan air yang disalurkan secara teratur ke
sawah petani untuk pertumbuhan dan perkembangan padi tersebut. Apabila
pada musim hujan, maka air hujan yang turun tersebut dapat disalurkan ke
dalam petakan sawah, akan tetapi air yang disalurkan tersebut harus diawasi
setiap waktu. Pengontrolan tersebut bertujuan untuk mengurangi air yang
masuk ke dalam lahan pertanian. Air yang masuk dalam lahan pertanian
apabila tidak dikontrol dapat menyebabkan stress dan kematian tanaman
tersebut. Dalam hal ini, para petani harus lebih berhati-hati dalam mengontrol
air di petakan sawah dan harus bekerja keras dengan keadaan perubahan iklim
(Fajri, 2018).
Perubahan iklim dan cuaca pada lahan pertanian dapat menimbulkan
perubahan populasi Organisme yang ada di lapangan. Organisme pengganggu
tanaman (OPT) merupakan semua organisme yang dapat merusak tanaman
dan dapat merugikan secara ekonomis. Organisme pengganggu tanaman dapat
menimbulkan kerugian dan bahkan gagal panen, baik tanaman pangan,
hortikultura dan perkebunan. Organisme pengganggu tanaman yang
mengganggu tanaman terdiri dari gulma, hama dan penyakit. Hama yang
menyerang pada budidaya pertanian dikelompokkan sebagai berikut yaitu,
serangga, tungau, vertebrata dan moluska. Serangga yang bersifat sebagai
hama adalah serangga yang dapat merusak dan menimbulkan kerugian bagi
tanaman. Penyakit atau patogen yang menyerang tanaman dapat menimbulkan
gangguan fisiologis pada tanaman tersebut (Nurindah dan Yulianti, 2018).
Patogen yang menyerang terdiri dari jamur, bakteri, virus dan nematoda.
Penyebab penyakit pada tanaman memiliki gejala yang berbeda-beda. Hal ini
tergantung dari patogen yang menyerang tanaman tersebut. Gejala serangan
pada tanaman biasa terjadi pada hifa yang terlihat jelas bagian bagian tanaman
yang terserang. Warna hifa tersebut tergantung dari jamur yang menyerang.
Bakteri merupakan patogen yang menyerang tanaman menimbulkan bau dan
lendir apabila bagian tanaman kita potong, kemudian kita masukan ke dalam
gelas yang berisi air. Akibat serangan virus tanaman akan menjadi kerdil dan
tidak tumbuh sempurna dan biasa disebabkan oleh vektor yang menyerang
tanaman tersebut (Maharani et al., 2018). Serangan nematoda pada tanaman
terutama bagian umbi-umbian bisa menyebabkan umbi yang tidak normal.
Gulma merupakan tanaman atau tumbuhan yang hidup disekitar tanaman
dibudidayakan yang tidak diinginkan. Pertumbuhan dan perkembangan suatu
pengganggu tanaman di lapangan dapat dipengaruhi iklim dan cuaca pada di
wilayah tersebut. Iklim pada lahan pertanian sangat memengaruhi
24 Agroklimatologi
produksi dan bisa menimbulkan gagal panen. Pada tanaman cabai sekarang ini
banyak sekali kendala yang dihadapi akibat dari hama dan penyakit di
lapangan (Maharani et al., 2018). Di musim hujan, suhu di sekitar tanaman
menjadi lembab, hal ini dapat menimbulkan penyakit yang menyerang
tanaman cabai. Untuk sekarang penyakit yang paling dominan menyerang
tanaman cabai yaitu antraknosa. Penyakit antraknosa yang menyerang
tanaman cabai disebabkan oleh patogen Colletotricum sp. dari golongan jamur
(Rumahlewang dan Amanupunyo, 2012). Jamur ini menyerang buat cabai dan
penyebarannya sangat cepat sekali. Karena jamur Colletotricum sp. memiliki
spora yang mudah terbawa oleh angin. Selain itu, jarak tanam yang terlalu
berdekatan dapat memicu terjadi penularan penyakit tersebut dan menjadikan
tinggi kelembaban yang tinggi (Aziziy et al., 2020).
Pencegahan terhadap kerusakan yang lebih parah pada tanaman akibat dari
gangguan hama dan penyakit di lapangan yang terjadi adanya perubahan iklim
diperlukan beberapa langkah yang sesuai dengan keadaan wilayah tersebut.
Untuk itu, perlu ada pembahasan secara berkelanjutan mengenai iklim dan
cuaca yang berubah secara mendadak. Sehingga kolaborasi antara pemilik data
klimatologi, usaha tani dan pemerintah untuk meningkatkan produk-produk
pertanian dan menjaga ketahan pangan. Selain itu, kita perlu melakukan
pembelajaran mengenai perubahan iklim dan cuaca yang ada di lapangan.
Perubahan-perubahan iklim yang dihadapi sekarang ini perlu diperhatikan baik
oleh pemerintah maupun petani, untuk meningkatkan produksi pertanian ke
depan (Aminah, 2020).
28 Agroklimatologi
Bab 3
Atmosfer
3.1 Pendahuluan
Planet bumi terdiri dari berbagai lapisan antara lain; Litosfer, hidrosfer, dan
atmosfer. Atmosfer sebagai lapisan pelindung yang memelihara kehidupan di
bumi. Atmosfer merupakan sumber oksigen bagi pernapasan mahluk hidup
dan sumber karbondioksida bagi reaksi fotosintesis. Sebagai komponen dasar
dari siklus hidrologi, atmosfer menjadi media tansport air dari laut ke daratan.
Atmosfer menjadi pelindung utama kehidupan di bumi karena dapat menyerap
banyak sinar kosmik dari angkasa luar, selain itu dapat menyerap radiasi
elektromagnetik dari sinar matahari. Hanya radiasi matahari dalam daerah
panjang gelombang 300 - 2500 nm dan 0,01 - 40 m yang ditransmisikan ke
berbagai keadaan yang cocok oleh atmosfer. Atmosfer penting bagi menjaga
keseimbanan panas di bumi dengan kemampuannya dalam menyerap radiasi
infra merah yang dating dari matahari. yang kemudian dipancarkan kembali
dalam betuk radiasi infra merah. Atmosfer juga melakukan stabilisasi suhu di
permukaan bumi melalui perubahan tekanan di tiap bagian bumi.
Disamping fungsi yang cukup banyak dari atmosfer, disisi lain atmosfer
menampung berbagai bahan pencemar yang dihasilkan terutama oleh kegiatan
manusia. Hal ini dapat menyebabkan kualitas atmosfer menurun yang
30 Agroklimatologi
Senyawa halogen
Bab 3 Atmosfer 31
Freon 12 CF2CL2 1
Freon 11 CFCl3 0,7
Senyawa Oksigen
Ozon O3 20-60
Senyawa Nitrogen
Senyawa organo halogen baik berasal dari alam maupun sintetik merupakan
hal yang biasa terdapat di atmosfer. Sebagai tambahan untuk tabel 3.2 , lautan
dan gunung berapi menghasilkan : CCl4, CH3Br, C2H5I, dan F2C=CF2.
Tabel 3.2: Sumber –sumber Gas metana di Atmosfer(Crosby 1998)
32 Agroklimatologi
Sulfur dioksida dan hydrogen sulfide juga komponen yang biasa terdapat di
lapisan atmosfer, hanya H2S dengan cepat akan teroksidasi menjadi SO2.
Kebanyak produksi H2S berasal dari reduksi sulfat oleh mikroba, meskipun
gunung berapi merupakan penghasil yang signifikan. Sekitar 3 % dari total
massa atmosfer lapisan bawah (tropofer) adalah uap air, meskipun
konsentrasinya dapat berubah-ubah tergantung oleh ruang dan waktu. Pada
umumnya, di daerah yang lebih panas mengandung lebih banyak uap air.
Kandungan auap air menjadi lebih rendah dengan kenaikan ketinggian dari
permukaan bumi atau altitude. Uap air memegang peranan penting dalam
pertukaran panas bumi dan pergerkan armosfer, disebabkan oleh kapasitas
kalor yang tinggi, penyerapan radiasi infra merah, dan kalor penguapan.
Densitas dari atmosfer berkurang secara tajam dengan bertambahnya altitude
sebagai konsekuensi dari berkurangnya gas-gas dan gaya berat. Lebih dari
99% total atmosfer terdapat di permukaan bumi sampai kurang lebih 30 Km,
dan total massa dari atmosfer kurang lebih 5,14 x 1015 metrik ton.
Karakteristik dari atosfer sangat luas, terutama yang disebabkan ketinggiannya.
Faktor-faktor lain yang menyebabkan perbedaan karakteristik tersebut adalah
iklim, waktu, garis lintang (latitude), dan bahkan aktivitas solar. Temperatur
atmosfer sangat bervariasi mulai dari yang terendah -138oC sampai 1.700oC.
Tekanan menurun tajam dari 1,00 atm pada permukaan laut. Dengan adanya
perbedaan temperature dan tekanan tersebut maka sifat kimia dari atmofer
sangat berbeda yang disebabkan oleh perbedaan altitude.
atmosfer bagian atas (upper atmosfer) yaitu >50 Km sampai batas gaya Tarik
bumi. Materi kimia yang terdapat pada kedua wilayah ini sangat berbeda juga
reaksi-reaksi yang terjadi di dalamnya. Klasifikasi lain didasarkan pada
wilayah homosphere yang mempunyai kandungan bahan dengan variasi
sedikit dan heterosphere yang mempunyai komposisi dengan variasi yang
cukup banyak.
Sebagai tambahan tabel 3.3 adalah daerah exosfer. Beberapa spesi bahan kimia
di lapisan exosfer membutuhkan energy kenetik yang cukup untuk keluar dari
pengaruh gravitasi bumi dan keluar memasuki angkasa.
selain menjadi sumber gas oksigen untuk pernafasan juga berperan sebagai
perisai terhadap radiasi ultraviolet dari matahari, dan sebagai selimut yang
menjaga suhu permukaan bumi. Atmosfer merupakan sistem yang sangat
kompleks; dan lapisan ini dapat dibagi menjadi 4 lapisan utama, yakni
Troposfer, Lapisan terendah (terdekat dengan permukaan bumi) dengan
ketebalan antara 8-10 km. Zat kimia yang banyak dikandung di lapisan ini
adalah berupa molekul seperti N2 dan O2. Pada lapisan inilah gejala cuaca dan
awan terbentuk. Karakteristik dari troposfer adalah terjadinya penurunan suhu
dengan adanya kenaikan altitude, dengan adanya penambahan jarak dari
radiasi panas bumi, tetapi kandungan air di troposfer sangat bervariasi. Hal ini
disebabkan oleh pembentukan awan, pengendapan, dan penguapan dari air
yang berasal dari daerah terestrial dan badan-badan air.
Tropopaus, Lapisan yang paling dingin suhunya di troposfer dikenal sebagai
Tropopause. Hal ini disebabkan adanya kondensasi dari air menjadi partikel-
partikel es. Kejadian ini menghindarkan air mencapai ketinggian di mana akan
terjadi fotosissosiasi air oleh sinar ultraviolet berenergi tinggi sehingga
terbentuk gas hydrogen yang cukup tinggi di atmosfer dan sebaliknya akan
kekurangan air. Stratosfer, Lapisan setebal 50 km di atas lapisan troposfer. Di
stratosfer inilah ditemukan lapisan ozon (O3), lapisan yang memiliki peran
sangat penting bagi kehidupan makhluk di bumi. Molekul-molekul O2 di
lapisan ini ada yang terurai menjadi atom-atom O; dan atom-atom O ini
kemudian bereaksi molekul-molekul O2 lainnya membentuk molekul ozon
(O3). Ozon mengabsorbsi energi dalam bentuk sinar ultraviolet dan
menyebabkan kenaikan temperature. Temperatur maksimum tercapai pada
lapisan teratas dari stratosfer.
Mesosfer, Kurang lebih 25 mil atau 40 km diatas permukaan bumi terdapat
lapisan transisi menuju lapisan mesosfer. Pada lapisan ini, suhu kembali turun
ketika ketinggian bertambah, sampai menjadi sekitar -143oC di dekat bagian
atas dari lapisan ini, yaitu kurang lebih 81 km diatas permukaan bumi. Suhu
serendah ini memungkinkan terjadi awan noctilucent, yang terbentuk dari
kristal es. Dengan kenaikan altitude di mesosfer terjadi penurunan kembali dari
temperature yang disebabkan oleh tingkat radiasi yang di absorbsi spesi-spesi,
terutama ozon pada altitude yang lebih tinggi dari mesosfer dan di atasnya,
molekul-molekul dan atom-atom spesi dapat keluar secara sempurna dari
atmosfer bumi (daerah oxosfer) dan temperature maksimum dapat mencapai ±
1200 oC di daerah termosfer, tebal ±500 km di atas lapisan stratosfer.
36 Agroklimatologi
Berbagai reaksi terjadi akibat radiasi sinar matahari. Susunan zat di atmosfer-
atas (stratosfera dan mesosfera) berperan untuk melindungi kehidupan di
permukaan bumi dari radiasi langsung sinar matahari. Sinar matahari yang
mengenai permukaan bumi telah disaring oleh atmosfer-atas. Dengan tidak
adanya zat-zat di atmosfer-atas seperti itu akan berpengaruh langsung terhadap
kondisi dan kehidupan dipermukaan bumi.
Gambar 3.4: Tropopouse dalam bidang meridian; JP= aerojel subtropics, dan
JS= aerojel polar (kutub), EK = Ekuator Tjasyono et al 2008)
Bab 3 Atmosfer 39
sebelum bergabung kembali menjadi spesi yang netral. Pada altitude kurang
lebih 50 Km dan di atasnya, ion-ion sangat umum terdapat di daerah tersebut
sehingga dinamakan ionosfer (lapisan ion-ion). Adanya lapisan tersebut telah
diketahui sejak tahun 1901, setelah ditemukan bahwa gelombang radio dapat
ditransmisikan melalui jarak jauh.
Cahaya ultraviolet merupakan pembentuk utama dari ion-ion dalam ionosfer.
Dalam keadaangelap, ion-ion perlahan bergabung dengan elektron bebas.
Proses ini berlangsung cepat terutama di daerah yang lebih rendah dari
ionosfer. Medan magnet bumi sangat memberikan pengaruh kepada ion-ion
dalam atmosfer bagian yang lebih tinggi. Manifestasi dan fenomena ini dikenal
dengan Van Allen Belts (sabuk Van Alen), yang ditemukan pada tahun 1958,
daerah ini terdiri dari dua sabuk dari partikel-partikel dalam bentuk ion yang
mengelilingi bumi. Di bagian dalam, yaitu daerah ionisasi energetik tinggi
terdiri dari proton-proton dan bagian luar terdiri dari elektron-elektron.
Di bagian lebih atas atmosfer, radiasi elektromagnetik dapat menghasilkan
radikal bebas sebagai salah satu bentuk lain dari pembentukan ion-ion
fotoionisasi. Radikal bebas merupakan spesi yang sangat penting dalam
atmosfer karena terlihat secara signifikan dalam fenomena kimia atmosfer.
Spesi tersebut bisa dalam bentuk atom atau kelompok atom-atom dengan
elektron tidak berpasangan dan sangat bersifat reaktif. Di atmosfer bagian atas,
radikal bebas memiliki waktu paruh yang hanya beberapa menit saja meskipun
ada yang lebih lama.
Radikal bebas dapat terlibat dalam reaksi di mana radikal bebas yang lain
terbentuk dari reaksi tersebut, contoh :
O3 + HO* → O2 + HOO*
HOO* + O → HO* + O
Dari reaksi di atas tampak radikal bebas hidroksil, HO* yang sangat reaktif
dalam reaksinya dengan ozon, O3, menghasilkan radikal lain, HOO* dan
radikal pada reaksi lebih lanjut menghasilkan kembali radikal bebas HO*.
Reaksi lain dari radikal bebas adalah terjadinya penghancuran radikal yang
satu oleh radikal bebas lainnya sehingga reaksi rantai yang terjadi bisa
berhenti. Reaksi ini disebut reaksi terminasi rantai (“chain-terminating-
reaktion”). Reaksi-reaksi yang melibatkan radikal bebas bertanggung jawab
terhadap pembentukan kabut asap (smog).
Bab 3 Atmosfer 43
Radikal bebas sangat reaktif oleh karena itu secara umum mempunyai waktu
paruh yang sangat singkat. Sangat penting untuk membedakan anatara
kereaktifan dengan kestabilan. Untuk radikal bebas disamping sangat reaktif
juga sangat stabil. Oleh karena itu radikal bebas dan atom-atom “single” yang
berasal dari molekul-molekul gas dengan dua atom cenderung tetap berada di
daerah dengan altitude yang sangt tinggi. Sedangkan spesi yang tereksitasi
secara elektronik mempunyai waktu paruh yang secara umum sangat singkat
karena energi yang hilang melalui radiasi.
O2 + hv → O2+ + e
Reaksi ini juga dapat terjadi dengan adanya sinar X berenergi rendah. Reaksi
dibawah ini.
N2 + O2 → N2 + O2+
Juga menghasilkan O2+ di bagian tengah ionosfer.
Reaksi ini dapat menguraikan ozon hanya kira-kira 20 %. Reaksi lain yang
dapat menguraikan kira-kira 10 % ozon adalah reaksi dengan radikal hidroksil,
OH_ yang dihasilkan dari reaksi-reaksi fotokmia dari H 2, O2 dan H 2O di
stratosfer. Reaksi yang masuk akal urutannya sebagai berikut:
O3 + HO●→O2 + HOO●
HOO● + O → HO● + O2
Penyebab kerusakan ozon di stratosfer telah diketahui juga yaitu NO, yang
menyebabkan terjadinya reaksi rantai sebagai berikut :
O3 + NO2 +
NO → O2
NO2 +
O → NO + O2
Gas NO merupakan bahan pencemar dikeluarkan oleh pesawat supersonik
yang sedang terbang tinggi.
dari sekitarnya. Kebalikan dari proses –proses ini menyebabkan panas yang
dilepaskan ke atmosfer sebagai panas laten. Hal ini dapat terjadi pada jarak
beberapa mil dari tempat di mana panas diabsorbsi dan hal ini merupakan
suatu model dari transfer atau perpindahan energi ke atmosfer. Hal ini
merupakan model utama dari transisi energi yang terdapat pada peristiwa
angin ribut, angin topan dan tornado.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa dinginnya di lapisan tropopause
merupakan karier kepada pergerakan air untuk memasuki lapisan stratosfir.
Sumber utama dari air di stratosfer adalah oksidasi fotokima dari metana :
CH4 + O3→ CO2 + 2 H 2O
Air yang terbentuk inilah yang menjadi sumber dari radikal hidroksil di
stratosfir melalui reaksi :
H2O + hv → HO● + H
di mana radikal hidroksil merupakan suatu fenomena Kimia atmosfir yang
meningkat akhir-akhir ini.
Bab 4
Suhu, Kelembaban dan
Tekanan Udara
4.1 Pendahuluan
Suhu dan kelembaban merupakan unsur penting bagi manusia, hewan maupun
tumbuhan dalam kehidupan di bumi ini. Suhu dan kelembaban udara juga
menentukan bagaimana makhluk tersebut dapat beradaptasi dengan
lingkungannya. Klimatologi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan
tentang keadaan cuaca, terutama membahas pengaruh perubahan cuaca dalam
jangka pendek. Selain itu dalam hubungan yang luas, klimatologi mencakup
pula lamanya suatu musim dan unsur- unsur cuaca dari pengamatan jangka
panjang. Diperlukan data cuaca yang telah terkumpul lama (10- 30 tahun)
yang didapatkan dari hasil pengukuran cuaca dengan alat ukur yang khusus
atau instrumentasi klimatologi untuk menentukan iklim suatu tempat atau
daerah.Alat- alat yang digunakan harus tahan lama dari pengaruh- pengaruh
buruk cuaca untuk dapat setiap waktu mengukur perubahan cuaca. Alat dibuat
sedemikian rupa agar hasil pengukuran tidak berubah
ketelitiannya.Pemeliharaan alat yang baik membawa keuntungan pemakaian
lebih lama.Pemasangan alat di tempat terbuka memerlukan persyaratan
tertentu agar tidak salah ukur, harus difikirkan tentang halangan dari
bangunan- bangunanataupun pohon- pohon di dekat alat. Berdasarkan hal
50 Agroklimatologi
permukaan bumi tidak menerima masukan energi dari radiasi matahari, tetapi
permukaan bumi tetap akan memancarkan energi dalam bentuk radiasi
gelombang panjang, sehingga permukaan akan kehilangan panas, akibatnya
suhu permukaan akan turun karena perannya yang demikian maka fluktuasi
suhu permukaan akan lebih besar dari fluktuasi udara di atasnya (Harjono,
2004).
4.2.2 Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas tanpa zat perantara. Contoh paling mudah
dari perpindahan panas secara radiasi adalah pancaran sinar matahari. Matahari
memancarkan panasnya sehingga sampai ke permukaan bumi melalui ruang
hampa. Di ruang hampa tidak ada zat yang dapat dilalui dan juga tidak ada zat
yang dapat mengalir. Panas matahari tersebut sampai ke bumi secara langsung
atau secara pancaran tanpa melalui zat perantara.
4.2.3 Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas karena terjadinya perpindahan zat.
Peristiwa konveksi atau aliran zat terjadi pada perubahan suhu suatu zat.
Contohnya adalah air yang sedang direbus. Zat cair dan gas yang terkena
panas maka molekul- molekulnya bertambah besar dan beratnya tetap
sehingga akan bergerak ke atas. Gerakan ke atas ini akan diikuti oleh gerakan
zat lain secara terus menerus sehingga terjadi aliran zat karena panas, dari
peristiwa aliran inilah, maka panas dapat merambat secara konveksi.
4.2.4 Konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas melalui benda padat. Benda yang dapat
menghantarkan panas dengan baik disebut konduktor. Pada umumnya,
52 Agroklimatologi
konduktor terbuat dari logam. Benda yang sukar menghantarkan panas disebut
isolator.
mampu menahan lagi uap air sebanyak itu. Maka uap air akan berubah
menjadi titik-titik air. Udara yang mengandung uap air sejumlah yang dapat
dikandungnya dinamakan sebagai udara jenuh.
Meski dengan jumlah yang kecil, namun kelembaban udara memiliki arti yang
penting, karena kandungan uap air di dalam udara merupakan salah satu
indikator akan terjadinya hujan.
Jenis Jenis Kelembaban Udara
Kelembaban udara dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, adalah
sebagai berikut:
1. Kelembaban Mutlak / Absolut
Kelembaban mutlak atau absolut adalah perbandingan kandungan
uap air dalam setiap volume udara yang dinyatakan dalam satuan
gram/meter3. Jadi, kelembaban mutlak yaitu jumlah uap air dalam
satuan gram pada satu meter3 udara.
Misal: Dalam satu meter3 udara dengan suhu sebesar 250 C
mengandung 15 gram uap air, maka kelembaban mutlaknya adalah
15 gram.
2. Kelembaban Relatif / Nisbi
Kelembaban udara relatif atau nisbi adalah perbandingan antara
jumlah uap air aktual di udara dengan jumlah uap air yang dapat
dikandung udara pada suhu tertentu yang sama.
Kelembaban relatif dapat dirumuskan sebagai berikut:
LR = Kelembaban udara (%)
e = Kandungan uap air aktual di udara
E = Kemampuan maksimal udara dalam mengandung uap air
Contoh:
Dalam suhu 20 oC, daya tamping maksimum udara untuk
menyimpan uap air adalah 30 gr/m3. Sementara uap air yang
terkandung dalam udara pada suhu yang sama adalah 15 gr/m3. Maka
kelembaban relatifnya ?
Kelembaban relatif/nisbi secara langsung dipengaruhi oleh perubahan
suhu udara yang terjadi. Saat suhu udara naik, maka jumlah uap air
yang dapat dikandung juga ikut meningkat sehingga kelembaban
Bab 4 Suhu, Kelembaban dan Tekanan Udara 55
8. Kerapatan Udara
Kerapatan udara juga sangat menentukan tingkat kelembaban udara
pada suatu tempat. Di mana semakin rapat udara di suatu tempat,
maka tingkat kelembaban udaranya pun tinggi. Begitupun sebaliknya,
bila kerapatan udara renggang, maka kelembabannya pun rendah.
Mengapa seorang pendaki gunung saat mendaki pada ketinggian tertentu dapat
mengalami kekurangan oksigen? Hal tersebut karena semakin tinggi suatu
tempat, kerapatan atau massa jenis udara semakin kecil, sehingga jumlah
oksigen dalam udara akan semakin sedikit. Misalnya tekanan udara daerah A
lebih besar daripada tekanan udara daerah B, hal tersebut karena letak A
terhadap permukaan atmosfer (daerah D) lebih jauh jika dibandingkan dengan
daerah B. Jadi, semakin ke atas, makan tekanan udara akan semakin kecil.
Setiap kenaikan 100 m, maka tekanan udara akan berkurang 1 cmHg.
Bilangan ini disebut dengan gradien barometrik yaitu bilangan yang
menyatakan penurunan dari tekanan udara tiap kenaikan 100 m. Dengan
gradien barometrik, tinggi suatu tempat terhadap permukaan laut bisa
ditentukan. Tekanan udara mula-mula diukur oleh Torricelli (1608 – 1647)
dengan menggunakan pipa kaca panjang dan salah satu ujungnya tertutup.
Pipa tersebut disebut dengan pipa Torricelli. Pipa tadi kemudian diisi raksa
hingga penuh. Ujung terbuka pipa ditutup dengan jari, dibalik lalu dicelupkan
ke dalam bejana berisi raksa, kemudian jari dilepaskan.
Bab 4 Suhu, Kelembaban dan Tekanan Udara 61
Ternyata, permukaan raksa dalam pipa tersebut turun sedikit sehingga di atas
raksa dalam pipa terdapat ruang hampa yang disebut dengan ruang hampa
Torricelli. Raksa dalam pipa tersebut tidak turun seluruhnya karena udara luar
menekan permukaan raksa dalam bejana. Menurut hukum utama hidrostatika,
tekanan udara di atas permukaan raksa dalam bejana sama dengan tekanan
raksa dalam pipa. Jadi, tekanan udara = tekanan raksa dalam pipa setinggi h =
h cmHg.
Faktor Yang Memengaruhi Tekanan Udara
Ada beberapa faktor yang memengaruhi tekanan udara disuatu tempat
berbeda, diantaranya:
1. Tinggi Rendahnya tempat
Semakin tinggi suatu tempat, lapisan udaranya akan semakin tipis dan semakin
renggang sehingga tekanan udaranya semakin rendah. Tekanan udara disuatu
tempat umumnya dipengaruhi oleh penyinaran matahari, daerah yang
mendapatkan sedikit sinar matahari maka memiliki tekanan udara rendah dan
daerah yang mendapat sedikit sinar matahari maka memiliki tekanan udara
yang tinggi.
2. Temperatur
Pengaruh sebaran daratan dan lautan sangatlah jelas pada lintang pertengahan.
Pada musim dingin benua relatif lebih dingin dan membentuk tendensi
membentuk pusat-pusat tekanan tinggi.
Alat Pengukur Tekanan Udara yakni:
1. Barometer Air Raksa
Salah satu alat buat mengukur tekanan udara adalah barometer air
raksa yang pertama kali diciptakan dan dipakai oleh Torricelli.Nah,
pada barometer air raksa ini ada sebuah skala yang menunjukkan
pada tekanan udara dalam cmHg.
62 Agroklimatologi
2. Barometer Air
Otto Von Genricke merupakan seseorang yang pertama kali memakai
atau menciptakan salah satu alat pengukur tekanan udara yaitu
barometer air.Prinsip kerja barometer air ini sama dengan barometer
air raksa, bedanya cuma ada pada zat cair pengisi barometer tersebut
yaitu air.
3. Barometer Aeroid
Jenis alat tekanan udara yang satu ini yaitu Barometer aeroid terbuat
dari logam. Barometer aeroid yang berukuran kecil, jadi mudah
dibawa atau dipindahkan. Barometer aeroid terdiri atas sebuah kotak
logam yang berisi udara dengan tekanan udara yang sangat rendah
dan permukaan pada barometer dibuat bergelombang.Jarum
penunjuk, pegas, dan angka angka pada skala barometer berbentuk
lingkaran. Barometer ini biasanya dipakai oleh para penerbang dan
pendaki gunung.
5.1 Pendahuluan
Awan merupakan massa yang dapat dilihat dari tetesan air atau kristal beku
tergantung di atmosfer di atas permukaan bumi atau permukaan planet lain.
Awan terbentuk karena proses pengembunan atau pemadatan uap air yang
terdapat di dalam udara setelah melampaui keadaan jenuh. Setiap uap air yang
terkandung dalam udara akan berubah akibat adanya proses kondensasi
(pemadatan) menjadi bintik-bintik air untuk membentuk awan (Sabaruddin,
2012).
Hujan merupakan suatu peristiwa terjadinya presipitasi (jatuhnya cairan dari
atmosfer yang cair maupun beku) ke permukaan bumi. Hujan memerlukan
keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh
es de dekat dan di atas permukaan bumi. Hujan merupakan proses kondensasi
uap air di atmosfer menjadi butiran air dan jatuh di daratan. Dua proses yang
mungkin terjadi bersamaan daapt mendorong udara semakin jenuh menjelang
hujan, yaitu pendinginan udara atau penambahan uap air ke udara. Butir hujan
64 Agroklimatologi
memiliki ukuran yang beragam Dalam dunia pertanian, awan dan hujan
memiliki hubungan yang erat khusunya pada pertumbuhan dan perkembangan
tanaman serta hasil produksi di mana pada awan berkaitan dengan penerimaan
cahaya dibumi sedangkan pada hujan berkaitan dengan jumlah air yang akan
jatuh kebumi untuk dimanfaatkan oleh tanaman dalam pertumbuhan dan
perkembangannya.
5.2 Awan
5.2.1 Pengertian
Awan merupakan suatu kumpulan partikel air atau es tampak di atmosfer.
Kumpulan partikel tersebut termasuk partikel yang lebih besar, juga partikel
kering seperti terdapat pada asap atau debu, juga terdapat di dalam awan
(Prawirowardoyo, 1996). Menurut Ardiansyah (2013), awan merupakan massa
dari butir-butir kecil air yang larut dilapisan atmosfer bagian bawah. Awan
dapat menunjukkan kondisi cuaca. Awan gelap menandakan kemungkinan
hujan sedang langit tanpa awan menunjukkan cuaca cerah. Awan gelap yang
membumbung menunjukkan hujan badai akan terjadi. Adanya berbagai jenis
awan ini membuat adanya klasifikasi awan, antara lain berdasarkan ketinggian.
5.3 Hujan
5.3.1 Pengertian dan Proses Terjadinya
Hujan merupakan presifitasi berwujud cairan, berbeda dengan presifitasi non-
cair seperti salju, batu es dan slit. Hujan memerlukan keberadaan lapisan
atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di
atas permukaan bumi. Di bumi, hujan merupakan proses kondensasi uap air di
atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di
daratan. Presifitasi berlangsung setelah massa air yang terangkat ke atmosfer
telah mengalami proses kejenuhan (condentation) atau mengalami
pengembunan sehingga terjadi pembentukan butir-butir air (di daerah tropis
atau lintang tinggi) sehingga mempunyai kecepatan jatuh dan ukuran butir
yang cukup untuk mengimbangi gaya gradient ke atas.
Bab 5 Awan Dan Hujan serta Hubungannya dengan Pertanian 69
Hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butiran air dan
jatuh di daratan. Dua proses yang mungkin terjadi secara bersamaan dapat
mendorong udara semakin jenuh menjelang hujan, yaitu pendingingan udara
atau penambahan uap air ke udara. Butir hujan memiliki ukuran yang
beragam.
Ketika hujan turun, hujan akan melewati beberapa tahap melalui berbagai
proses terjadinya hujan agar proses hujan bisa berjalan secara maksimal dan
hujan akan turun pada kurun waktu yang tepat sehingga tidak mencemaskan
warga diseluruh dunia menunggu kedatangan hujan yang selalu ditunggu.
Hujan memiliki beberapa tahapan untuk menjadi hujan yang sempurna dengan
beberapa proses terjadinya hujan (Winarno et al., 2019).
Proses terjadinya hujan mengalami beberapa tahapan sebagai berikut (Winarno
et al., 2019):
1. Penguapan
Matahari adalah sebagian dari isi alam. Matahari yang selalu
menyinari bumi dengan teriknya yang menimbulkan efek panas,
sehingga panasnya matahari bisa air danau, sungai dan laut menguap
ke udara. Selain dari air danau sungai dan laut air yang menguap ke
udara juga bisa disebabkan juga dari tubuh manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan, serta benda-benda lain yang mengandung air.
2. Kondensasi
Suhu udara di indonesia termasuk ke golongan suhu udara yang
tinggi akibatnya panas matahari akan membuat uap air tersebut
mengalami kondensasi (pemadatan) dan menjadi sebuah embun.
Embun terbentuk dari titik-titik ir kecil sehingga suhu udara semakin
tinggi membuat titik-titik dari embun semakin banyak berkumpul
memadat dan akan membentuk awan. Dalam ukuran ini tetesan air
akan jatuh dengan kecepatan 0,01-5 cm/detik sedangkan kecepatan
aliran udara ke atas jauh lebih tinggi sehingga tetes air tersebut tidak
akan jatuh ke bumi atau virga. Virga adalah presipitasi yang jatuh ke
Bumi namun menguap sebelum mencapai daratan; inilah satu cara
penjenuhan udara. Presipitasi terbentuk melalui tabrakan antara butir
air atau kristal es dengan awan.
70 Agroklimatologi
3. Hujan Frontal
Hujan frontal ditentukan oleh pertemuan Antara dua massa udara
yang sifatnya berbeda, yakni massa udara hangat yang berasal dari
daerah tropis dan massa udara dingin dari daerah kutub. Pertemuan
massa udara di suatu tempat (front) tersebut menyebabkan
terangkatnya massa udara hangat yang sifatnya lebih ringan
dibandingkan dengan massa udara dingin yang lebih berat sehingga
menyusup di bawahnya. Seperti halnya pengangkatan massa udara
lainnya akan berpotensi menimbulkan kondensasi untuk selanjutnya
membentuk awan dan hujan. Awan jenis ini prosesnya cukup lambat
sehingga terbentuknya awan juga menjadi lambat, namun bila
menimbulkan hujan memiliki intensitas (kelebatan) yang rendah
namun waktu berlangsungnya lama (Ayoade, 1983).
4. Hujan Siklonik
Tabel 5.2: Derajat hujan berdasarkan jumlah curahan per waktu tertentu
Tabel 5.3: Jenis hujan berdasarkan kecepatan jatuh, ukuran dan besar butir
hujan (Sosrodarsono & Takeda, 2003)
Jenis Hujan Diameter Bola Massa Kecepatan jatuh
(mm) (mg) (m s-1)
6.1 Pendahuluan
Informasi tentang iklim saat ini menjadi hal yang sangat penting dalam
kehidupan sosial masyarakat sehari-hari. Berbagai sektor kegiatan masyarakat
sangat dipengaruhi oleh keberadaan iklim seperti pertanian, perikanan,
perkebunan dan kelautan. Seiring dengan fenomena perubahan iklim global
telah berdampak pada kejadian-kejadian ekstrim yang terjadi seperti halnya
banjir, kekeringan, tanah longsor, angin topan dan mewabahnya penyakit.
Susandi (2002) bahwa perubahan iklim global saat ini sudah terjadi dan akan
terus terjadi pada tahun-tahun yang akan datang. Salah satu sektor yang
berdampak cukup luas bagi masyarakat luas yaitu pada bidang pertanian
karena keberhasilan dan kegagalan pertanian sangat tergantung pada iklim
(Irianto, 2003).
Winarso (2003) iklim dapat merupakan suatu kondisi lanjutan dan dapat
berupa kumpulan dari kondisi cuaca yang kemudian disusun, dihitung dan
dianalisis berupa rerata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu. Threwartha
(1995) iklim adalah konsep abstrak yang menyatakan keberadaan cuaca dan
unsur-unsur atmosfer di suatu daerah selama kurun waktu yang panjang.
Masing-masing wilayah memiliki karakter iklim yang tidak sama sehingga
aktivitas makhluk hidup di dalamnya sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim
wilayahnya.
78 Agroklimatologi
Berbagai unsur hidrologi yang dapat digunakan oleh para ahli dalam
mengklasifikasi iklim di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Radiasi matahari
2. Temperatur
3. Kelembaban
4. Angin
5. Curah hujan.
geografis (SIG), sehingga data zona iklim dapat ditampilkan dalam bentuk
ruang yang mempermudah interpretasi dan pembacaan.
Secara garis besar tipe atau jenis klasifikasi iklim di bumi bisa dikelompokan
menjadi 2, yakni secara:
1. Genetik dibedakan berdasarkan:
a. Letak topografi
b. Arah angin
c. Aliran massa udara
d. Perbedaan sinar matahari
2. Empirik, berdasarkan cara/metode penelitian dan juga pengamatan
ilmiah mengenai unsur-unsur pembentuk iklim.
Semakin berkembangnya teknologi di bidang klimatologi para ahli
mengklasifikasi iklim menjadi lebih kompleks dan sangat detail.
Delapan klasifikasi iklim menurut para ahli di antaranya yaitu:
a. Klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson
b. Klasifikasi iklim Koppen
c. Klasifikasi iklim Thornthwaite
d. Klasifikasi iklim Oldeman
e. Klasifikasi iklim Mohr
f. Klasifikasi iklim Klages
g. Klasifikasi iklim Flohn
h. Klasifikasi iklim Junghuhn
2. Bulan lembab: Jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan 60 –
100 mm.
3. Bulan basah: Jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan > 100
mm.
Sedangkan untuk menentukan rata-rata bulan kering dan rata-rata bulan basah
digunakan rumus sebagai berikut:
Rata-rata bulan kering:
∑ 𝑓𝑑
𝑀𝑑 =
𝑇
dengan:
Md : Rata-rata bulan kering
Σ fd : Frekuensi bulan kering
T: : Banyaknya tahun penelitian
Rata-rata bulan basah:
∑ 𝑓𝑑
𝑀𝑤 =
𝑇
dengan:
Mw : Rata-rata bulan basah
Σ fw : Frekuensi bulan basah
T : Banyaknya tahun penelitian
Tahapan selanjutnya dalam metode Schmidt - Ferguson adalah menentukan
nilai Q dengan rumus sebagai berikut:
*+
𝑄 = *, 𝑥100%
Tabel 6.1: Tipe iklim Schmidt-Ferguson (Handoko, 1994)
Tipe Iklim Keterangan Kriteria (%)
A Sangat Basah 0 < Q < 14,3
B Basah 14,3 < Q < 33,3
C Agak Basah 33,3 < Q < 60,0
D Sedang 60,0 < Q < 100,0
E Agak Kering 100.0 < Q < 167,0
F Kering 167,0 < Q < 300,0
G Sangat Kering 300,0 < Q < 700
H Luar Biasa Kering 700 < Q
Dasar klasifikasi ini adalah rata – rata curah hujan dan temperatur baik bulanan
maupun tahunan. Tanaman–tanaman asli dilihat sebagai kenampakan yang
terbaik dari keadaan iklim yang sesungguhnya, sehingga batas – batas iklim
ditentukan dengan batas – batas hidup tanaman. Koppen mengenalkan bahwa
daya guna hujan terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman tidak
tergantung hanya pada jumlahnya hujan tetapi juga tergantung intensitas suhu
yang menyebabkan penguapan air yang cukup besar, baik dari tanah maupun
dari tanaman. Metode Koppen dalam usaha menunjukkan intensitas evaporasi
maka curah hujan akan digabungkan dengan temperatur. Misalnya jumlah
curah hujan yang sama terjadi di daerah iklim panas atau terpusat pada musim
panas berarti evaporasi besar. Bertolak belakang pada daerah atau wilayah
yang mempunyai iklim sejuk. Koppen menggunakan simbol – simbol tertentu
untuk mencirikan tipe iklim. Tiap – tiap tipe iklim terdiri dari kombinasi huruf
dan masing – masing huruf mempunyai arti sendiri – sendiri.
Koppen membagi permukaan bumi ini menjadi lima golongan iklim.
1. Iklim hujan tropika (Tropical Rainy Climates) (A)
Iklim ini diberi symbol A. Daerah yang termasuk iklim ini adalah
daerah yang mempunyai temperatur bulan terdingin lebih besar
daripada 18o C (64o F). Iklim ini dibagi menjadi beberapa tipe:
a. Tropika basah (Af)
b. Daerah yang termasuk tipe iklim ini di samping memenuhi syarat
di atas juga adalah daerah yang memiliki bulan terkering hujan
rata – ratanya adalah lebih besar daripada 60 mm.
c. Tropika monsoon (Am)
d. Jumlah hujan pada bulan–bulan basah dapat mengimbangi
kekurangan hujan pada bulan kering. Jadi tipe ini ada pada bulan
– bulan yang basah dan bulan – bulan kering. Sehingga pada
daerah – daerah yang demikian masih terdapat hutan yang cukup
lebat.
e. Tropika basah kering (Aw)
f. Jumlah hujan pada bulan–bulan basah tidak dapat mengimbangi
kekurangan hujan pada bulan – bulan kering. Sehingga vegetasi
yang ada adalah padang rumput dengan pohon – pohon yang
jarang.
Bab 6 Klasifikasi Iklim 83
dengan:
P : hujan bulanan (inchi)
T : temperatur (oF)
N : jumlah bulan = 12
Tabel 6.2: Golongan kelembaban berdasarkan indek presipitasi (Thornthwaite
(1948)
Daerah Klasifikasi Iklim Indek
Kelembaban
Tipe Kelembaban Vegetasi (P-E)
A Amat Basah (Super Hutan Hujan ≥ 128
Humid)
B Basah (humid) Hutan 64 – 127
86 Agroklimatologi
𝑇 − 𝐸 𝑖𝑛𝑑𝑒𝑘 = D (𝑇 − 𝑅 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜)𝑛
EO=
4. Zona hujan salju kering, wilayah ini memiliki karakteristik yang unik
yakni adanya hujan di musim dingin, di wilayah ini vegetasinya adalah
pohon berdaun keras
5. Zona ekstratropis, di wilayah ini akan mengalami hujan sepanjang
tahunnya dan vegetasi nya yakni meliputi hutan heterogen dan pada
pohonnya memiliki daun yang lebar
6. Zona subkutub, di wilayah ini memiliki hujan yang terbatas sepanjang
tahunnya, vegetasinya didominasi hutan konifer.
7.1 Pendahuluan
Ciri dan karakteristik iklim di berbagai belahan bumi adalah sangat beragam
dan unik (khas), karena merupakan hasil dari kombinasi berbagai proses yang
kompleks yang terjadi di atmosfer. Proses tersebut terkadang membentuk
suatu hubungan yang sangat rumit yang bahkan belum sepenuhnya dapat
dibuka oleh ilmu pengetahuan saat ini. Namun dibalik kerumitan itu terdapat
kecenderungan adanya suatu pola perilaku yang sama jika memiliki faktor
penentu iklim yang sama, meski secara lokasi berada di tempat yang saling
berjauhan. Oleh karena itu para ahli geografi di dunia berusaha memahami dan
membuat klasifikasi iklim.
Indonesia memiliki wilayah dengan keberagaman iklim yang sangat tinggi.
Dengan berbagai pendekatan dalam pengklasifikasian iklim berdasarkan unsur
pembentuk ciri iklim, maka dapat dipilih metode terbaik untuk diterapkan
dalam menentukan jenis iklim di Indonesia. Penentuan ciri iklim suatu wilayah
biasanya ditetapkan berdasarkan unsur yang benar-benar aktif seperti suhu
94 Agroklimatologi
udara dan curah hujan. Sedangkan unsur penciri iklim yang lain seperti angin,
radiasi matahari, tekanan udara, dapat saja merupakan unsur aktif untuk tujuan
pengelompokan yang lebih spesifik. Pemahaman yang lebih baru tentang
klasifikasi iklim ini adalah dengan melihat hubungan sistematik antara unsur
iklim dan pola tanaman dunia, di mana telah banyak ditemukan korelasi antara
tanaman dengan unsur panas dan air (curah hujan).
Beberapa teknik penentuan klasifikasi iklim menggunakan suhu udara dan
curah hujan sebagai unsur utama penentu klasifikasi iklim, misalnya Koppen
dan Thornthwaite. Berdasarkan data yang ada dapat dikatakan bahwa suhu
udara di Indonesia sepanjang tahun adalah relatif konstan dengan tidak ada
perbedaan yang signifikan antara periode waktu. Akan tetapi curah hujan
sebagai unsur iklim utama yang lain memperlihatkan fluktuasi yang besar
terhadap musim. Hampir seluruh wilayah di Indonesia memperlihatkan
perbedaan yang mencolok atas keberadaan curah hujan pada musim basah dan
kering. Sehingga pengklasifikasian iklim di Indonesia lebih sering
menggunakan unsur iklim curah hujan sebagai unsur utama.
basah (hujan turun di semua musim), “s” untuk bulan musim panas yang
kering, “w” untuk bulan kering dan “m” untuk daerah dengan hujan sedang
atau cukup.
Berdasarkan klasifikasi metode Koppen, wilayah Indonesia terbagi dalam
beberapa tipe iklim, yaitu Af, Aw, Am, C dan D (Kadarsah, 2007).
1. Iklim Af disebut juga dengan hutan hujan tropis. Tipe ini terdapat di
Indonesia wilayah Sumatera, Kalimantan, juga Jawa Barat. Daerah
dengan tipe f dicirikan dengan curah hujan rata-rata pada bulan
terkering nya lebih dari 60mm perbulan. Daerah dengan tipe iklim ini
biasanya memiliki hutan yang lebat.
2. Iklim Am disebut juga dengan monsoon tropis. Tipe iklim ini
merupakan peralihan di mana jumlah hujan pada bulan basah dapat
menutupi kekurangan jumlah hujan pada bulan kering. Tipe iklim ini
terdapat di wilayah Indonesia bagian barat, di antaranya Jawa Barat
dan Jawa Tengah. Daerah dengan kelompok iklim ini biasanya masih
memiliki hutan-hutan yang cukup lebat.
3. Iklim Aw atau dikenal dengan tipe iklim Sabana tropis. Wilayah ini
ditandai dengan keberadaan musim kering yang relatif Panjang.
Jumlah hujan pada bulan kering tidak akan mampu diimbangi
kekurangannya dari jumlah hujan pada bulan basah. Biasanya daerah
seperti ini tidak banyak memiliki vegetasi, namun masih memiliki
sedikit pepohonan dan rerumputan. Di Indonesia daerah dengan tipe
iklim ini tersebar di Madura, Nusa Tenggara, Kepulauan Aru, dan
Papua pantai selatan.
4. Iklim C atau disebut juga iklim sedang basah. Iklim tipe ini memiliki
ciri utama suhu rata-rata pada bulan terdingin antara -3oC hingga
18oC. Ciri lainnya yaitu setidaknya satu bulan memiliki suhu rata-
rata di atas 10oC. Iklim C ini dibagi menjadi tiga yaitu: a). iklim
sedang basah dengan musim panas yang kering (Cs); b). iklim sedang
basah dengan musim dingin yang kering (Cw); serta c). iklim sedang
basah dengan hujan dalam semua bulan (Cf). Di Indonesia dapat
ditemui di hutan-hutan di daerah pegunungan yang berada di
ketinggian di atas 1250 m DPL.
96 Agroklimatologi
Iklim D adalah daerah yang memiliki iklim dingin di mana suhu rata-rata pada
bulan-bulan paling dinginnya kurang dari -3oC, sedangkan pada bulan-bulan
terpanas suhunya melebihi 10oC, yang berbatasan kira-kira sama dengan
isoterm 10oC, yaitu batas paling utara. Di Indonesia iklim tipe D ini berada di
pegunungan yang bersalju di Papua.
Metode Mohr ini telah diterapkan dan bekerja dengan baik di daerah tropis
seperti Trinidad, dan berkinerja baik di Kongo setelah dilakukan modifikasi
dan penyesuaian (Tjasyono, 2004)
Setelah nilai Q diperoleh, maka dapat ditentukan tipe curah hujan daerah
tersebut menggunakan tabel Q (Tabel 7.2) atau dapat juga menggunakan
diagram segitiga kriteria klasifikasi tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson
(Gambar 7.2), dan zona agroklimatnya disajikan dalam Tabel 7.3
Tabel 7.2: Tabel Q, kriteria pembagian iklim menurut Schmidt-Ferguson
(Tjasyono, 2004)
Tipe iklim Kriteria
A (Sangat basah) 0 ≤ Q < 0,143
B (Basah) 0,143 ≤ Q < 0,333
C (Agak basah) 0,333 ≤ Q < 0,600
D (Sedang) 0,600 ≤ Q < 1,000
E (Agak Kering) 1,000 ≤ Q < 1,670
F (Kering) 1,670 ≤ Q < 3,000
G (Sangat Kering) 3,000 ≤ Q < 7,000
H (Luar Biasa Kering) 7,000 ≤ Q
100 Agroklimatologi
3 Selanjutnya dihitung jumlah bulan basah, bulan lembab dan bulan kering.
4 Dihitung juga jumlah curah hujan dan nilai rerata bulanan untuk seluruh
data, sebaiknya lebih dari 10 tahun.
5 Perhitungan nilai Q
6 Tentukan jenis iklim dan zona agroklimatnya
Sebagai stratifikasi kedua dari metode Oldeman ini adalah jumlah bulan kering
yang berurutan. Bulan kering diartikan sebagai bulan dengan curah hujan
kurang dari 100 mm. Hal ini didasarkan bahwa tanaman palawija
membutuhkan curah hujan setidaknya 100 mm per bulan. Jika periode kering
tersebut kurang dari 2 bulan, maka bagi petani diyakini tidak menjadi masalah
berarti, karena tanah masih cukup memiliki kelembaban. Jika periode bulan
kering terjadi antara 2 hingga 4 bulan, maka petani harus mulai berhati-hati
dalam membudidayakan tanaman. Jika periode bulan kering terjadi antara 5
hingga 6 bulan berurutan, maka hal ini dipandang sangat lama bagi usaha
pertanian jika tidak tersedia tambahan air irigasi dari suplai yang lain
(Tjasyono, 2004).
Tabel 7.5: Sub divisi klasifikasi iklim Oldeman (Handoko, 1995)
Maka berdasarkan stratifikasi kedua ini, dibuatlah pembagian tipe iklim dan
zona agroklimat menurut Oldeman disajikan dalam Tabel 7.6 dan Tabel 7.7
104 Agroklimatologi
8.1 Pendahuluan
Iklim merupakan rerata kondisi cuaca yang terjadi pada cakupan yang luas dan
dalam jangka waktu yang panjang. Pada Bab sebelumnya, klasifikasi Iklim
telah dibahas secara umum, mulai dari klasifikasi iklim berdasarkan
penerimaan matahari, hingga berdasarkan Metode Koppen. Koppen telah
membagi Iklim di Bumi ini dengan menitik beratkan kombinasi pada kalkulasi
data suhu bulanan dan presipitasi . Akan tetapi, jika Iklim di bumi ini dilihat
dari sudut pandang dua sisi, maka akan terbagi menjadi Iklim Belahan Bumi
Selatan dan Iklim Belahan Bumi Utara. Pada tiap – tiap belahan bumi baik
utara maupun selatan, cenderung memiliki beberapa type iklim yang menarik
untuk dibahas. Pada bab ini, akan dibahas profil iklim di belahan bumi ini.
notabene benua paling besar tersebut, secara dominan iklim yang berpengaruh
adalah Iklim Kontinental. Secara definisi Iklim kontinental merupakan iklim
yang cenderung memiliki pengaruh lebih dari daratan daripada lautan. Di
daerah tersebut secara umum memiliki variasi suhu harian yang cukup tinggi,
curah hujan cenderung sedikit dan pada daerah yang memiliki 4 musim
dampak variasi suhu tahunan nya tinggi, Iklim Pegunungan juga terdapat pada
wilayah asia seperti yang terjadi di daerah Tibet dan india bagian utara, yang
mana udara pada iklim tersebut umumnya lebih kering dan dingin
dibandingkan dengan dataran rendahnya dan terkadang saking dinginya, bisa
mengakibatkan turunnya salju di daerah pegunungan tersebut (Rohli dan Vega,
2018).
Disamping Iklim kontinental, terdapat juga beberapa iklim yang berdasarkan
jumlah penerimaan matahari. Seperti di daerah Jepang dan Korea Selatan yang
notabene daerahnya berada pada lintang sedang, penerimaan Matahari nya
berdasarkan gerak semu matahari, memiliki kondisi iklim dengan 4 musim dan
umumnya bersifat lebih basah daripada wilayah yg secara dominan
mendapatkan pengaruh daratan. Oleh sebab itu, perbedaan penerimaan
Matahari, juga berpengaruh dalam variasi tipe iklim di Asia. yang mana hal ini
dapat mengakibatkan perbedaan iklim di beberapa wilayah benua tersebut.
Pergerakan gerak semu Matahari menjadi faktor Utama dalam berubahnya
musim di wilayah tersebut. Pergerakan gerak semu matahari ini
mengakibatkan penerimaan matahari berberda di tiap wilayah. Pada saat
summer monsun (Gambar 8.2) di Benua Asia mengalami peningkatan suhu
panas dan menjadi pusat tekanan rendah dan Benua Australia mengalami
penurunan suhu dan tekanan tinggi, maka pergerakan massa udara bergerak
dari Utara menuju selatan. Sedangkan monsun Winter, adalah kebalikan dari
monsun summer. Lain halnya, dengan wilayah yang berada dekat dengan
equator, contoh negara Indonesia, yang dilintasi garis khatulistiwa. Pada
wilayah yang dekat dengan equator, penerimaan matahari cenderung stabil
sepanjang tahun. Jika dilihat dari penerimaan matahari, wilayah yang dekat
garis equator atau yang biasa disebut khatulistiwa, maka daerah tersebut
cenderung memiliki 2 musim yakni musim penghujan dan musim kemarau. Di
Asia, pengaruh angin monsoon secara umum menjadi faktor pengendali iklim
di Asia, contoh Indonesia, Kuala Lumpur dan India. Secara definisi angin
monsoon merupakan angin yang terjadi secara periodik (cukup lama berkisar 3
bulan) akibat perbedaan tekanan dan suhu udara sebagai dampak dari
perbedaan penerimaan matahari di suatu wilayah yang lebih luas. Adapun
pengklasifikasian Iklim di benua Asia, juga menganut pembagian Iklim
Bab 8 Iklim Global 111
Atlantik Utara. Adapun sifatnya yang hangat, berasal dari arus pergerakan air
yang hangat pada garis lintang tengah yang mengalir ke kutub sepanjang
cekungan di barat Samudera yang berdekatan dengan Amerika Utara,
sementara air yang lebih dingin mengalir ke arah khatulistiwa sepanjang tepi
cekungan bagian Timur pantai Afrika, yang mana dari arus ini menciptakan
arus yang lebih dikenal dengan arus canary. Perairan dingin dari arus Canary
memiliki pengaruh yang tidak cukup signifikan di Benua Eropa.
bersamaan, sehingga membentuk ITCZ . Saat kondisi ini terjadi, angin pasat
berubah arah dari angin pasat ke timur laut pada saat deklinasi matahari berada
pada belahan bumi utara, setelah deklinasi matahari melintasi belahan bumi
selatan menjadi angin pasat ke barat laut.
Gambar 8.3: Fenomena ITCZ pada saat Gerak Semu Matahari di Utara (kiri)
dan di selatan (kanan) pada wilayah Afrika
( Sumber: britanica.com)
Gurun Sahara merupakan gurun terbesar di Bumi yang mana wilayahnya
mendominasi Afrika utara, secara geografis letaknya pada kisaran bujur 65 °
dan garis lintang 20 °. Gurun di barat daya Asia, seperti Gurun Arab dan Rub-
al-Khali, adalah perpanjangan dari Sahara. Wilayah Sahara juga termasuk
dalam wilayah yang tidak terlalu bersahabat, hal ini diakibatkan oleh karena
kurangnya curah hujan dan tutupan awan. Kondisi seperti ini juga terdapat
pada wilayah gurun kalahari, yang terletak pada sebagian negara pada
Botswana, Namibia, Zambia, dan Republik Afrika Selatan.
iklim, wilayah amerika terbagi atas wilayah amerika bagian utara, wilayah
tropis dan amerika bagian selatan. Untuk wilayah tropis, cenderung terpisah,
ada yang berada pada amerika bagian utara, dan selebihnya berada pada
amerika bagian selatan.
Iklim Amerika Utara memiliki rentang iklim yang cukup bervariasi.
Kondisinya bisa berkisar antara bersifat sangat kering hingga sangat basah dan
dari sifat sangat dingin bisa menjadi sangat panas. Variasi suhu yang terjadi ini
diakibatkan oleh pergerakan massa udara dari garis lintang amerika utara yang
tinggi, dan pergerakan dari wilayah tropis hingga menuju ke dalam pusaran
arktik. Amerika Utara secara umum menganut iklim kontinental, yang mana
sebagian besar wilayah nya adalah daratan, sehingga kontinentalis merupakan
faktor penting dalam klimatologi Amerika Utara.
Ada juga massa udara tropis yang ikut memengaruhi iklim di bagian timur
amerika utara, yang mana massa udara tersebut berasal dari interaksi teluk
meksiko dan samudera atlantik utara. Pengaruh pegunungan yang
membentang dari utara hingga selatan amerika, juga bisa menjadi pendorong
massa udara tropis melintasi jauh ke dalam kontinental, yang mana dalam hal
ini dapat mengurangi efek kontinental. Daerah terpadat di amerika utara berada
pada lintang tengah atau subtropis, dengan batas wilayah 30 ° LU dan sekitar
60 ° LU. Secara umum, iklim di daerah lintang tengah ini berada pada zona
transisi antara daerah tropis yang notabene hangat dan lembab dan daerah
kutub yang dngin dan kering. Pada bagian benua ini, terdapat pembagian
musim yang jelas, dan berbagai macam fenomena cuaca juga sering terjadi.
peningkatan laju kekeringan. Apabila hal ini tidak ditanggulangi secara bijak,
maka tidak menutup kemungkinan wilayah sekitar amazon pada suatu hari
nanti tutupan lahannya akan mengalami penggurunan seperti wilayah Afrika.
Gambar 8.5: Anomali Curah Hujan akibat ENSO di Australia pada periode
Winter menuju Spring (Sumber: Bureau Of Meteorology Office, Australia)
Adapun fenomena global yang ikut andil dalam ikim australia yakni, Madden
Julian Oscilation atau disingkat MJO. Fenomena ini hanya terjadi selama 30 –
60 hari, dan sifatnya intra seasonal, dengan daerah perambatan nya dari Barat
ke timur, melintasi Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Fenomena MJO
cenderung memengaruhi wilayah pesisir Australia. Apabila MJO aktif di
wilayah sekitar australia, maka berdampak terhadap anomali curah hujan di
wilayah sekitar pesisir wilayah Australia.
global (Gambar 8.6). ENSO sendiri dibagi menjadi dua fenomena utama yakni
fenomena El – Nino dan La – Nina.
Amerika Utara dan Selatan bagian timur, Autralia bagian Timur, dan Benua
Maritim menjadi lebih kering daripada biasanya, bahkan bisa berdampak
terhadap terjadinya bencana kekeringan. Sedangkan, pada saat kondisi LA
NINA, angin pasat semakin kuat dan tumpukan air hangat atau kolam hangat
berada pada samudera pasifik bagian barat tropis. Kondisi LA NINA
merupakan kebalikan dari kondisi EL NINO, yang mana tekanan udara
melemah di pasifik tropis bagian barat, sehingga memperkuat angin pasat
dalam mendistribusikan massa udara basah menuju wilayah benua maritim.
8.7.3 Monsun
Menurut Aldrian (2008), fenomena monsun ini juga merupakan fenomena
iklim global di mana terjadi perubahan iklim di atmosfer dan laut. Khromov
(1957) mendefinisikan monsun (Gambar 8.10) sebagai wilayah dengan arah
angin dominan secara periodik berbalik arah paling sedikit 120 antara bulan
o
Januari dan Juli. Pada bulan Januari, musim dingin terjadi secara maksimal di
wilayah Belahan Bumi Utara, di sisi lain Belahan Bumi Selatan mengalami
musim panas yang maksimal, sedangkan pada bulan Juli kondisi berlaku
sebaliknya. Adapun monsun menurut Ramage (1971), yakni arah angin
mengalami perubahan sedikitnya 120 antara bulan Januari dan Juli, dengan
o
frekuensi rata – rata arah angin utama melebihi 40% pada bulan Januari dan
Juli. Angin monsoon merupakan angin yang terjadi secara periodik (cukup
lama berkisar 3 bulan) akibat perbedaan tekanan dan suhu udara sebagai
dampak dari perbedaan penerimaan matahari di suatu wilayah yang lebih luas.
Aldrian (2008) juga menambahkan, secara umum Penyebab utama dari
fenomena ini adalah pergerakan gerak semu matahari terhadap bumi yang
bergerak utara selatan dan terciptanya perbedaan tekanan dan suhu udara
antara benua dan samudra. Dalam pergerakannya, fenomena monsun tidak
Bab 8 Iklim Global 123
murni bergerak ke arah utara dan selatan mengikuti gerak semu matahari,
namun fenomena ini juga mengikuti pola garis pantai.
Gambar 8.10: Peta Wilayah Monsun dan ITCZ ( Cheng et al, 2012)
Seiring berjalanya gerak semu matahari, titik pusat konveksi juga secara
otomatis ikut bergerak mengikuti gerak tersebut. Pergerakan titik pusat
konveksi yang melintasi benua ini sering dinamakan Inter Tropical
Convergence Zone (ITCZ). Fenomena ini merupakan lokasi pertemuan massa
udara dari dua angin pasat, yakni angin pasat dari timur laut dan angin pasat
dari tenggara yang berlangsung pada bulan Januari dan Juli.
124 Agroklimatologi
Daftar Pustaka
Arifin Fahmi et al. (2010) ‘Pengaruh Interaksi Hara Nitrogen Dan Fosfor
Terhadap Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea Mays L) [ The Effect of
Interaction of Nitrogen and Phosphorus Nutrients on Maize ( Zea Mays L
.) Grown In Regosol and Latosol Soils ]’, Berita Biologi, 10(3), pp. 297–
304.
Arifin, L. et al. (2017) ‘Keanekaragaman Serangga Pada Tumpangsari Tanaman
Pangan Sebagai Tanaman Sela Di Pertanaman Kelapa Sawit Belum
Menghasilkan’, Jurnal Agroteknologi, 7(1), p. 33. doi:
10.24014/ja.v7i1.2247.
Aripin, A. et al. (2020) ‘Serangan Ulat Grayak Jagung (Spodoptera Frugiperda
) pada Tanaman Jagung di Desa Petir , Kecamatan Daramaga ,
Kabupatem Bogor dan Potensi Pengendaliannya Menggunakan
Metarizhium Rileyi ( Coray Wood Corn (Spodoptera Frugiperda)
Caterpillars in Corn Crop’, Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat, 2(6), pp.
931–939.
Ariyanto, S. (2010) ‘Kajian Dampak Perubahan Iklim Terhadap Produktivitas
Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.) di Lahan Kering’, Sains dan
Teknologi, pp. 1–10. Available at: http://eprints.umk.ac.id/89/.
Armus R, Lukman M, Ahmad A and Noor A (2018) Analysis Of
Dimethylsulfide As Biogeochemical Cycles Sulfur On Regional Estuary
Spermonde Hasanuddin University 19 20–7
Arsi Arsi, Hendra Hendra1, Suparman SHK1, Yulia Pujiastuti1, Siti Herlinda1,
Harman Hamidson, 1 B. Gunawan1, Chandra Irsan1, Suwandi Suwandi1,
R Anwar Efendi2, S Imam Nugraha1, Lailaturrahmi Lailaturrahmi1, R. P.
M. (2020) ‘Identifikasi Serangga Hama pada Tanaman Metimun di Desa
Bumi Agung , Kecamatan Lempuing , Kabupaten Ogan Komering Ilir ,
Sumatera Selatan’, Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-8
Tahun 2020, pp. 978–979.
Ayoade, J.O., 1983. Introduction to Climate for the Tropics. John Wiley and
Sons.
Aziziy, M. H., Tobing, O. L. and Mulyaningsih, Y. (2020) ‘Studi Serangan
Antraknosa pada Pertumbuhan Cabai Merah (Capsicum annuum L.)
setelah Aplikasi Larutan Daun Mimba Dan Mol Bonggol Pisang’, Jurnal
Agronida, 6(April), pp. 1–13.
Daftar Pustaka 127
Melviana, Sulistiowati D., dan Soejahmoen M., 2007. Bumi Makin Panas:
Ancaman Perubahan Iklim di Indonesia. Kementerian Negara
Lingkungan Hidup dan Yayasan Pelangi Indonesia. Jakarta.
Messenger, P. S. (1959) ‘Bioclimatic studies with insects’, Annual Review of
Entomology, 4(1), pp. 183–206.
Murdiyarso, D. 1980. Pengantar Hidrometeorologi. Jurusan Meteorologi dan
Geofisika. Institut Pertanian Bogor.
Murniasih, T. et al. (2018) ‘Pengaruh Nutrisi Dan Suhu Terhadap Selektivitas
Potensi Antibakteri Dari Bakteri Yang Berasosiasi Dengan Spons’, Jurnal
Kelautan Tropis, 21(1), p. 65. doi: 10.14710/jkt.v21i1.2084.
Noor, A.A. (2013). Klimatologi Umum. UIN Jakarta Press. Jakarta. H. 36.
Nuraisah, G. and Budi Kusumo, R. A. (2019) ‘Dampak Perubahan Iklim
Terhadap Usahatani Padi Di Desa Wanguk Kecamatan Anjatan
Kabupaten Indramayu’, MIMBAR AGRIBISNIS: Jurnal Pemikiran
Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis, 5(1), p. 60. doi:
10.25157/ma.v5i1.1639.
Nurindah, N. and Yulianti, T. (2018) ‘Strategi Pengelolaan Serangga Hama dan
Penyakit Tebu dalam Menghadapi Perubahan Iklim’, Buletin Tanaman
Tembakau, Serat & Minyak Industri, 10(1), p. 39. doi:
10.21082/btsm.v10n1.2018.39-53.
Oldeman, L.R., Suardi, D., (1977). Climatic Determinants in relation to
cropping patterns. Int. Rice Res. Inst.
Oliver, J. E. and Hidore, J. J. (1984) Climatology, an introduction. Merrill
Publishing Company.
Organization, W. M. (1983) Guide to meteorological instruments and methods
of observation. Secretariat of the World Meteorological Organization.
Peters R W (2002) Environmental chemistry, 7th edition, by Stanley E.
Manahan CRC Press, LLC Boca Raton, FL (2000) 914 pages Hardcover
ISBN 1-56670-492-8 U.S. List Price: $83.95 Environmental Progress 21
J13–4
Philander S. G. H. (1983) El Nino, La Nina and the Southern Oscilation.
Academic Press, San Diego, hal 293
Prawirowardoyo, S. (1996). Meteorologi. ITB Bandung.
Daftar Pustaka 131
I Wayan Yasa
Lahir di Bali, pada 18 September 1968. Pendidikan
Dasar dan Menengah diselesaikan di Bali.
Menempuh jenjang pendidikan S1 di Fakultas
Teknik Universitas Mataram, S2 di Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada dan S3 di Fakultas Teknik
Universitas Brawijaya. Dari Tahun 1995 sampai
sekarang adalah staf pengajar di Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Unram. Jabatan yang pernah
diduduki yaitu: Tahun 1996 – 1998 sebagai Ketua
Program Studi Teknik Sipil, Tahun 2011-2015 sebagai Kepala Laboratorium
Hidraulika dan Pantai dan Tahun 2019-Sekarang sebagai Sekretaris Program
Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Mataram.
Malang. Penulis memulai karier di dunia kerja setelah lulus S1 dengan menjadi
site engineer di BUMN Indrakarya dalam Proyek WOC (Water Allocation
Centre). Pada tahun 1997 Penulis pindah kerja menjadi tenaga dosen di
Universitas Mataram pada jurusan Teknik Sipil. Lalu tahun 1999 Penulis
kembali ke almamater untuk mengambil program Magister bidang Teknik Sipil
sub bidang minat Teknik Sumber Daya Air dan lulus pada tahun 2002. Sejak
menjalani profesi sebagai dosen di jurusan Teknik Sipil, Penulis banyak
melakukan penelitian dalam bidang hidrologi, keterkaitan hidrologi dengan
usaha pertanian, dan hubungannya dengan bencana hidrometeorologi
khususnya banjir dan kekeringan, serta pengaruh fenomena perubahan iklim
global saat ini terhadap perilaku hidrologis suatu daerah.