Anda di halaman 1dari 22

TUGAS TERSTRUKTUR

KESUBURAN TANAH DAN PEMUPUKAN


( PDT 1418 )

Dosen Pengampu:

Ir. Kharisun, Ph.D.

Kelompok :

1. Dwi Cahyo Setyo Darmawan (A0B019015)


2. Ghia Sri Rahayu (A0B019019)
3. Rias Nur Qomariyah (A0B019021)
4. Anisa Winantuasti (A0B019025)
5. Arum Amalia Omsa (A0B109028)
6. Mustika Triwulan Rahayu (A0B019037)
7. Dewi Ratih Errika M (A0B019045)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan , sehingga penulis bisa
menyelesaikan penulisan Makalah Kesuburan Tanah dan Pemupukan . Oleh karena
itu , perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terlibat
dalam penyelesaian laporan ini , khususnya kepada :

1. Ir . Kharisun, Ph.D. selaku dosen pengampu mata kuliah Kesuburan Tanah


dan Pemupukan .
2. Kedua orangtua yang senantiasa berdoa dan mendukung .
3. Teman – teman yang membantu secara daring untuk penyelesaian makalah
ini .

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini ,


oleh karena itu mohon kritik dan sarannya atas kekurangan penyusunan makalah
ini . Penulis makalah berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak .

Purwokerto , 4 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

D. Manfaat ........................................................................................................ 2

BAB II

PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

2.1. Pengertian Tanah Ultisol .............................................................................. 3

2.2. Permasalahan Yang Terdapat Dalam Tanah Ultisol. ................................... 5

2.3. Solusi Yang Diberikan Untuk Jenis Tanah Ultisol....................................... 6

2.4. Jenis Tanaman Yang Cocok Untuk Tanah Ultisol. ...................................... 7

2.5. Cara Memelihara Tanaman Pada Jenis Tanah Ultisol. ............................... 10

2.6. Cara Mengelola Tanah Ultisol Yang Baik. ................................................ 11

BAB III

PENUTUP ............................................................................................................ 15

A. Kesimpulan ................................................................................................ 15

B. Saran ........................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 16

LAMPIRAN ......................................................................................................... 19

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang memiliki jenis tanah yang beragam yang
tersebar diseluruh daerah di Indonesia. Tanah merupakan salah satu sumber alam
yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup
berbagai aspek kehidupan serta penghidupan masyarakat baik segi sosial, ekonomi,
politik maupun budaya. Oleh karena itu masalah tanah merupakan tanggung jawab
secara nasional untuk mewujudkan cara pemanfaatan, penguasaan dan pemilikan
tanah sebgai sebesar – besarnnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah sebagai suatu
system tiga fase yang mengandung air, udara, bahanbahan padat seperti mineral,
bahan organik serta jasad-jasad hidup. Pengaruh berbagai faktor lingkungan
terhadap permukaan bumi dan kurun waktu membentuk berbagai hasil perubahan
yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat
tumbuh bermacam-macam tanaman.

Indonesia memiliki berbagai jenis tanah yang berbeda di setiap daerahnya


hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal seperti jenis batuan induk yang berbeda-beda,
Iklim, bentuk relief wilayah, keberadaan tumbuhan dan jasad hidup penutup tanah
yang berlainan, dan lamanya waktu pembentukan tanah yang berbeda. Contoh
keberagaman jenis tanah ini dapat di temukan di daerah Jawa Tengah . Jawa Tengah
terkenal sebagai wilayah dengan jenis tanah yang subur dan cocok digunakan di
bidang pertanian seperti halnya tanah ultisol, tanah regosol, dan tanah andisol.
Salah satu jenis tanah yang berada di Jawa Tengah yaitu tanah ultisol tepatnya
berada di Kabupaten Banyumas.

Tanah Ultisol merupakan tanah yang mempunyai tingkat perkembangan


yang cukup lanjut, dicirikan dengan penampang tanah yang dalam, peningkatan
fraksi lempung seiring dengan kedalaman tanah (horison argilik) atau adanya
horison kandik, reaksi tanah masam (pH 3,10–5,00), dan kejenuhan basa rendah (<
35%). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga
bergunung Tanah ultisol memiliki persebaran luas lahan mencapai 45,9 juta ha atau

1
24,3% dari daratan Indonesia yang hingga saat ini penggunaan tanah tersebut belum
dimanfaatkan secara maksimal.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah mata kuliah Kesuburan Tanah dan Pemupukan
adalah :

1. Apa pengertian tanah ultisol?


2. Apa permasalahan yang terdapat dalam tanah ultisol?
3. Bagaimana solusi yang diberikan untuk jenis tanah ultisol?
4. Jenis tanaman apa yang cocok untuk tanah ultisol?
5. Bagaimana cara memelihara tanaman pada jenis tanah ultisol?
6. Bagaimana cara mengelola tanah ultisol yang baik?

C. Tujuan

Tujuan dari makalah mata kuliah Kesuburan Tanah dan Pemupukan adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian tanah ultisol.
2. Untuk mengetahui permasalahan yang terdapat dalam tanah ultisol.
3. Untuk mengetahui solusi yang diberikan untuk jenis tanah ultisol.
4. Untuk mengetahui jenis tanaman apa yang cocok untuk tanah ultisol.
5. Untuk mengetahui cara memelihara tanaman pada jenis tanah ultisol.
6. Untuk mengetahui cara mengelola tanah ultisol yang baik.

D. Manfaat

Manfaat dari makalah mata kuliah Kesuburan Tanah dan Pemupukan adalah :
1. Agar penulis mengetahui pengertian tanah ultisol.
2. Agar penulis mengetahui permasalahan yang terdapat dalam tanah ultisol.
3. Agar penulis mengetahui solusi yang diberikan untuk jenis tanah ultisol.
4. Agar penulis mengetahui jenis tanaman apa yang cocok untuk tanah ultisol.
5. Agar penulis mengetahui cara memelihara tanaman pada jenis tanah ultisol.
6. Agar penulis mengetahui cara mengelola tanah ultisol yang baik.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Tanah Ultisol

Tanah sebagai suatu system tiga fase yang mengandung air, udara,
bahanbahan padat seperti mineral, bahan organik serta jasad-jasad hidup. Pengaruh
berbagai faktor lingkungan terhadap permukaan bumi dan kurun waktu membentuk
berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga
berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman (Schoeder dalam
Nurhajati,1986). Tanah berkembang dari bahan mineral batuan induk melalui
proses pelapukan baik secara fisis maupun kimia yang dibantu oleh pengaruh
atmosfer, maka batuan berdisintegrasi dan terdisintegrasi menghasilkan bahan
induk lepas, dan selanjutnya di bawah pengaruh pedogenik berkembang menjadi
tanah. Besarnya energi fisis, kimia, dan biologi pada fase perkembangan tanah akan
mengkibatkan perbedaan jenis-jenis tanah yang berbeda pula (Bailey,1986).

Ultisol merupakan salah satu dari 10 ordo tanah yang terdapat pada
klasifikasi tanah terbaru. Suku formatif ult dalam kata Ultisol diambil dari kata
Yunani ultimulus yang berarti akhir atau terakhir untuk menunjukkan bahwa Ultisol
merupakan tanah yang mengalami pelapukan tingkat lanjut. Ultisol merupakan
tanah basah yang berkembang di bawah iklim panas tropika. Ultisol lebih hebat
mengalami pelapukan dan lebih asam daripada Alfisol, tetapi pada umumnya tidak
lebih asam daripada Spodosol. Ultisol mempunyai horizon argilik (lempung)
dengan kejenuhan basa < 35%, horison di bawah permukaan berwarna merah atau
kuning, terdapat timbunan oksida besi bebas tetapi masih mempunyai mineral yang
dapat dilapukkan. Ultisol terbentuk di atas permukaan tanah tua, umumnya di
bawah vegetasi hutan (Wahyuningtyas, 2011).

Tanah Ultisol merupakan jenis tanah yang memiliki tingkat keasaman pada
tanah yang cukup tinggi, bahan organik rend-ah, dan nutrisi makro yang terkandung
di dalam tanah ultisol rendah dan memiliki ketersediaan P (phospor) yang sangat
rendah sehingga menyebabkan pertumbuhan pada tumbuhan terhambat karena
tidak memiliki kesuburan tanah yang baik (Fitriatin dkk, 2014).

3
Karakter tanah ultisol secara fisik adalah Tanah Ultisol memiliki warna
kuning kecoklatan hingga merah. Menurut Soepraptohardjo (1961), Tanah Ultisol
diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK). Tanah Podsolik Merah
Kuning merupakan salah satu jenis tanah yang kurang subur yang dimanfaatkan
dalam bidang pertanian (Andalusia, Bunga dkk, 2016). Warna tanah yang
terkandung didalam tanah ultisol pada horizon argilik sangat bervariasi dengan hue
dari 10YR hingga 10R, nilai 3 - 6 dan kroma 4 - 8. Warna tanah ultisol dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah bahan organik yang menyebabkan warna
gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan seperti kuarsa dan
plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida besi seperti goethit
dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah. Makin coklat warna
tanah umumnya makin tinggi kandungan goethit, dan makin merah warna tanah
makin tinggi kandungan hematit (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

Tanah ultisol memiliki ciri morfologi yang penting yaitu dengan adanya
peningkatan faksi liat dalam jumlah tertentu yang terdapat pada horizon seperti
yang dijabarkan dalam Soil Taxonomy (Soil Survey Staff 2003). Horizon tanah
tersebut memiliki peningkatan liat yang dikenal sebagai horizon agrilik. Horizon
agrilik dapat dikenali dari fraksi liat yang merupakan hasil analisis 7 dilabolatorium
maupun pada penampang profil tanah. Horizon agrilik biasanya kaya akan Al
sehingga horizon ini peka terhadap perkembangan akar tanaman, hal ini
menyebabkan akar tanaman tidak dapat menmbus horizon dan hanya berkembang
diatas horizon agrilik (Sujana I Putu, dkk, 2015).

Tanah ultisol memiliki tekstur yang bervariasi, hal ini dapat dipengaruhi
oleh bahan induk dari tanahnya. Tanah ultisol yang mengandung banyak mineral
kuarsa pada umumnya mempunyai tekstur kasar seperti liat berpasir (Suharta dan
Prasetyo, 1986), sedangkan pada tanah ultisol dari batu kapur, batuan andesit, dan
tufa lebih cenderung mempunyai tekstur yang halus seperti liat dan liat halus. Tanah
ultisol umumnya memiliki struktur yang sedang hingga kuat, dengan bentuk
gumpal bersudut (Sujana, I Putu, dkk, 2015).

Secara biologi tanah ultisol memiliki struktur tanah gugat kuat, gumpal –
gumpal bersudut, agregat tanah kurang stabil, permeabilitas relative rendah dan

4
kandungan liat tinggi (Hardjowigeno,1989). Sifat-sifat biologi yang terdapat dalam
tanah ultisol mengandung selulosa, zat pati, gula, protein, dan sukar
didekomposisikan oleh jasad heterotropik (bakteri,fungi,aktinomisetes) lebih
banyak daripada jasad autotropik (Suriadikarta, D.A., dan Mas Teddy
Sutriadi,2007).

Karakteristik kimia pada tanah ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat
pada horison bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan
meningkatkan aliran permukaan serta erosi tanah (Prasetyo dan Suliadikarta, 2006.
Tanah ultisol memiliki kejenuhan basa 17 cmol/kg. dari beberapa hasil penelitian
menunjukan bahwa tanah ultisol dengan bahan volkan, tufa berkapur, dan batu
gamping memiliki kapaistas tukar kation yang tinggi (Prasetyo dkk, 2015).

Tanah ultisol umumnya mengandung hara yang rendah hal ini dikarenakan
adanya pencucian basa yang berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan
organik rendah dapat disebabkan karena proses dekomposisi yang berjalan cepat
dan sebagian terbawa erosi. Tanah ultiosol yang memiliki horizon kandik memiliki
kesuburan yang alami karena pada lapisan atas terkandung bahan organik. Pada
tanah ultisol dominasi kaolinit tidak memberikan kontribusi terhadap kapasitas
tukar kation tanah yang hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi
liat. Oleh karena itu, peningkatan pada produktivitas tanah ultisol dapat dilakukan
melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Tanah ultisol yang ada di Indonesia memiliki
kelas besar butir yang bervariasi dari berliat halus (17-35% liat) sampai berliat (37-
55% liat), reaksi tanah masam hingga sangat masam (pH 4,1-4,8). Kandungan pada
bahan organik yang rendah mengandung P dan K potensial yang bervariasi dari
rendah hingga sangat rendah. Kapasitas tukar kation tergolong rendah pada setiap
lapisan, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa potensi kesuburan alami pada
tanah ultisol tergolong rendah (Subagyo dkk, 2004)

2.2. Permasalahan Yang Terdapat Dalam Tanah Ultisol.

Tanah ultisol merupakan tanah yang mengalami deficit bahan organic, hal
itu dikarenakan curah hujan yang tinggi menyebabkan erosi, sehingga bahan
organic pada lapisan atas tanahuktisol ikut tererosi. Kondisi tersebut dapat

5
mempengaruhi kualitas dan kesuburan tanah, sehingga dapat menghambat tumbuh
kembangnya tanaman yang berpengaruh terhadap produktivitas. Tanah ultisol
miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg akibat dari pencucian
yang berlangsung intensif. Apabila ini terjadi, maka kejenuhan Al pada tanah akan
tinggi.

Permasalahan utama yang terjadi pada tanah ultisol adalah kandungan pada
bahan organic yang rendah karena terjadi proses dekomposisi yang berjalan dengan
cepat sehingga mengakibatkan kandungan unsur hara rendah, hal ini dikarenakan
proses pencucian basa yang berlangsung lama dan terjadi secara intensif (Prasetyo
& Suriadikarta 2006). Permasalahan pada tanah masam bila dijadikan sebagai lahan
budidaya tanaman, memiliki pengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman tersebut.
Pengaruh langsung dari kemasaman terhadap tanaman terjadi melalui adaptasi
tanaman itu sendiri. PH tanah optimum untuk pertumbuhdan dan perkembangan
pada tanah adalah sekitar 5,5 hingga 7,0. 10 Pengaruh lainnya adalah kelarutan Al
yang tinggi, hingga dapat bersifat meracuni tanaman. Toksisitas Al biasanya
diawali dengan kerusakan sistem perakarannya. Ketika Al diserap oleh perakaran,
begitu banyak diserap namun sedikit yang ditranslokasikan ke tajuk. Di daerah
perakaran, Al merusak membran dan membatasi kemampuan dinding sel sehingga
akar tidak dapat tumbuh dengan baik. Akar yang terdapat Al cenderung pendek dan
bengkak, serta memiliki penampilan yang gemuk. Pada beberapa tanaman, daun
dapat menunjukan bitnik bintik klorosis karena sistem akar yang terbatas, tanaman
yang menderita keracunan Al sering menunjukkan gejala stres kekeringan.
Sedangkan pengaruh tidak langsung kemasaman tanah yaitu terjadi kekurangan
unsur hara P untuk tanaman akibat terjadinya reaksi fiksasi P. Ion Al dan Fe
berikatan dengan P dan menjadikan tidak tersedianya unsur hara tersebut (Brady
and Weil, 2008).

2.3. Solusi Yang Diberikan Untuk Jenis Tanah Ultisol.

Solusi untuk mengatasi permasalahan pada tanah ultisol yaitu dengan cara
pemberian bahan organik pada tanah yang bersifat masam sehingga dapat
meningkatkan pH tanah, karena bahan organik yang bersifat humus dapat mengikat
hidrogen, sesuai dengan pernyataan Atmojo (2003). Pemberian bahan organik pada

6
tanah yang sangat masam (pH rendah) hidrogen akan terikat pada gugus aktifnya
yang menyebabkan gugus aktif berubah menjadi bermuatan positif (-COOH2 + dan
–OH2+).

Permasalahan pada tanah ultisol juga dapat diatasi dengan pemberian


kompos jerami padi berpengaruh nyata terhadap C-organik tanah Ultisol.
Peningkatan kandungan C-organik pada tanah Ultisol dikarenakan kandungan C-
organik kompos jerami padi sangat tinggi mencapai 7,2% sehingga dapat
menyumbangkan C-organik. Peningkatan C-organik juga dipengaruhi oleh rasio
C/N kompos jerami padi tersebut. Rasio C/N jerami padi yang telah dikomposkan
sebesar 10,28%. Besaran rasio C/N sangat mempengaruhi terhadap tingkat
dekomposisi dari bahan organik, sesuai menurut Damanik, dkk (2011) Bahan-
bahan yang mempunyai C/N sama atau mendekati tanah dapat 11 langsung
digunakan sebagai pupuk, tetapi bila C/N nya tinggi harus didekomposisikan dulu
sehingga melapuk dengan nilai sebesar 10-12.

Peningkatan produktivitas tanah ultisol dapat dilakukan melalui perbaikan


tanah (ameliorasi), pemupukan P dan K, pengapuran dan pemberian bahan organic
ke dalam tanah (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Parameter pengapuran adalah
kebutuhan Ca2+ per kg tanah yang dibutuhkan untuk menurunkan kemasaman
total. Melalui pengapuran diharapkan keracunan Al dan Fe dapat dikurangi. Bahan
kapur yang umum digunakan untuk mengatasi tanah masam cukup beragam.
Kalsium karbonat (CaCO3) merupakan kapur yang sangat umum digunakan oleh
petani karena harganya relatif murah. Kalsium karbonat diperoleh dari batu kapur
(kalsit) dengan menggiling batu kapur sampai kehalusan 80 mesh sampai 100 mesh
batu kapur sudah dapat dipakai sebagai bahan kapur untuk pengapuran pada tanah-
tanah masam. Nilai netralisasi kalsium karbonat adalah Universitas Sumatera Utara
100%. Akan tetapi, secara umum nilai netralisasi kapur pertanian berkisar antara
80% sampai 95% (Havlin, et. al, 1999).

2.4. Jenis Tanaman Yang Cocok Untuk Tanah Ultisol.

Tanah ultisol mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, maka untuk


kegiatan pertanian kendala ekonomi pada skala petani merupakan salah satu
penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik. Akan tetapi untuk kegiatan

7
perkebunan dan kehutanan, Prasetyo dan Suriadikarta (2006) menyatakan bahwa
tanah Ultisol dapat dimanfaatkan untuk perkebunan seperti: kelapa sawit, karet dan
hutan tanaman industri (HTI). Ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol mempunyai
potensi yang tinggi untuk pengembangan tanaman kehutanan. Namun demikian,
pemanfaatan tanah ini menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman terutama bila tidak dikelola dengan baik.
Beberapa upaya di bawah ini mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan
keberhasilan pembangunan tanaman kehutanan di tanah Ultisol (Wahyuningtyas,
Reni Setyo. 2011)

Selain untuk tanaman kehutanan, tanah ultisol juga dapat digunakan untuk
budidaya tanaman pangan, misalnya bawang merah, kacang tanah, kacang kedelai,
kacang hijau dan jagung.

Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan bahan utama untuk


bumbu dasar masakan Indonesia. Bawang merah memiliki nilai ekonomi yang
sangat tinggi karena hampir semua kalangan membutuhkan tanaman ini sebagai
bahan tambahan untuk obat tradisional dan penyedap rasa. Ketersediaan bawang
merah yang tidak mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia, disebabkan sentra
produksi bawang merah hanya berada di Pulau Jawa. Jenis tanah di Pulau Jawa
merupakan jenis tanah yang biasa digunakan untuk budidaya tanaman bawang
merah yaitu jenis tanah Alluvial, Latosol, Regosol, dan Grumusol dengan pH 5, 5
7,0 . Untuk memenuhi kebutuhan bawang merah, maka diperlukan perluasan area
tanam di luar Pulau Jawa. Jenis tanah di luar Pulau Jawa sebagian besar adalah
tanah Ultisol yang membutuhkan pengelolaan tanah yang baik. Tanah Ultisol
merupakan tanah yang mempunyai sifat kimia yang kurang baik yang dicirikan oleh
kemasaman tanah yang tinggi dengan pH < 5, kandungan bahan organik tanah
rendah sampai sedang, kandungan hara N, P, K, Ca, Mg, Mo rendah, dan kapasitas
tukar kation (KTK) lebih kecil dari 24 me 100 g-1 . Kelarutan Al, Mn, dan Fe tinggi
dapat meracuni tanaman. Tanah Ultisol dapat digunakan sebagai media untuk
budidaya tanaman bawang merah melalui penerapan teknologi yang sesuai dengan
budidaya bawang merah yaitu dengan pemupukan, baik pupuk organik maupun
pupuk anorganik yang memadai (Aryani, et al., 2019 )

8
Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di
Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia.
Tanah Ultisol ini memiliki kandungan bahan organik yang sangat rendah sehingga
memperlihatkan warna tanahnya berwarna merah kekuningan, reaksi tanah yang
masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar Al yang tinggi, dan tingkat
produktivitas yang rendah. . Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik
dan kimia tanah ultisol serta pengaruhnya terhadap produksi tanaman jagung (Zea
mays L.) dengan aplikasi pupuk organik SUPERNASA dan rockphospit. Data ini
dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang
terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu (S) SUPERNASA dan (P) adalah Fosfat Alam,
masing-masing dengan 4 taraf dosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian pupuk organik SUPERNASA dapat meningkatkan produksi pipilan
kering tanaman jagung. Pemberian rockphospit (fosfat alam) berpengaruh nyata
meningkatkan BD tanah, C-Organik tanah, P-Tersedia tanah dan Produksi piplan
kering tanaman jagung (Sipayung, 2014 )

Tanaman kacang hijau dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah. Tanah
yang paling cocok bagi tanaman kacang hijau ialah tanah liat berlempung atau tanah
lempung, misalnya Podsolik Merah Kuning (PMK) dan latosol. Keasaman pH
tanah yang cocok untuk tanaman kacang hijau adalah antara 5,8 – 6,5 (Fachruddin,
2000). Hampir semua varietas kacang hijau dapat beradaptasi dengan lahan kering,
namun tidak semua varietas mampu menunjukkan daya hasil yang tinggi
(Fachruddin, 2000). Untuk membuktikan asumsi tersebut perlu dilakukan
penelitian yang dapat memberikan informasi tentang varietas kacang hijau yang
mempunyai daya hasil tinggi walaupun ditumbuhkan pada tanah yang kurang
subur.

Rendahnya kandungan bahan organik mengakibatkan buruknya kondisi


tanah yang menjadikan pertumbuhan dan hasil tanaman ikut memburuk. Oleh
karena itu, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk pengembangan lahan
budidaya kedelai pada tanah ultisol yaitu dengan cara menambahkan bahan organik
dalam bentuk kompos. Salah satu bentuk bahan organik yang umum digunakan
yaitu jerami padi.

9
Derajat kemasaman (pH) tanah dapat berpengaruh langsung terhadap
tanaman, maupun tidak langsung melalui perubahan ketenediaan unsur hara. Pada
tanah Ultisol, toleransi kacang tanah terhadap kemasaman berada pada kisaran pH
44,5 (Follet et al. 1981), dan kejenuhan Al tanah <30% (Kamprath 1984).
Pengapuran merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan hasil kacang tanah
di tanah yang masam. Pemberian 3 t/ha kapur pada tanah PMK dengan kejenuhan
Al 31-35% meningkatkan pH dan menurunkan kejenuhan Al sebesar 10-70%
(sutarto et al. 1987). Pemberian dolomit dosis setara 5t/ha kapur pada tanah dengan
PH 4,2 dan kejenuhan Al 69% meningkatkan hasil beberapa varietas kacang tanah,
dan residunya dapat bertahan hingga musim ke-3 (Ganiet al. 1992). Pemberian
kapur 2 t/ha meningkatkan hasil 10-53% pada tanah PMK dengan PH 5,1 dan Al-
dd 2,3 itu me/ 100 g, namun efek residunya tidak nyata pada tahun kedua (Darmi
Jati dan dan Sjariffudin. 1889). pengapuran 500-2000 kg/ha yang diberikan dua
minggu sebelum tanam meningkatkan pertumbuhan kualitas dan hasil kacang
tanah. tanpa pengapuran kacang tanah tidak berpolong dan berpolong sangat sedikit
meskipun bobot biomassa tajuk tinggi (Amien et al.1990)

2.5. Cara Memelihara Tanaman Pada Jenis Tanah Ultisol.

Pengolahan tanah pada tanah Ultisol sebaiknya dilakukan seminimal


mungkin untuk menghindari terganggunya agregat tanah. Nambiar, E. K. S., and
Brown, A. G. (1997) menyatakan bahwa Ultisol mempunyai kandungan
mikroagreagat (0,02 sampai 0,2 mm) yang tinggi. Pengolahan tanah secara terus
menerus dapat memicu kerusakan struktur tanah, menurunkan tingkat infiltrasi,
mempertinggi aliran permukaan dan mempercepat erosi tanah. Kegiatan persiapan
lahan pada tanah Ultisol sebaiknya terbatas untuk menciptakan kondisi lingkungan
yang optimal di sekitar tanaman seperti penggemburan tanah di dalam lubang tanam
dan dangir piringan untuk menciptakan kondisi areasi tanah yang lebih baik di
sekitar perakaran tanaman.

Dikarenakan tanah Ultisol memiliki hara yang sangat rendah dan pH yang
rendah maka digunakanlah rockphospit yang memiliki kandungan P2O5 28% dan
harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan harga pupuk buatan (anorganik)
SP18 yang relatif mahal. Disamping rockphospit yang memiliki kandungan P2O5

10
yang tinggi juga bermanfaat untuk meningkatkan proses granulasi sehingga
tanahnya lebih mudah diolah dan tidak lengket, kelarutan dan ketersediaan hara P
untuk tanaman meningkat, meningkatkan pH tanah sehingga memperbaiki
lingkungan perakaran tanaman, dan yang terpenting memiliki efek pengapuran (
Sipayung, et al., 2014 ).

Ketersediaan P pada tanah Ultisol dapat ditingkatkan dengan pemberian


bahan organik. Peningkatan ketersediaan P akibat pemberian bahan organik terjadi
karena, selama proses dekomposisi bahan organik akan dihasilkan asam humat (
humat. Asam humat memegang peranan penting pada lepasnya pengikatan Al dan
Fe, sehingga P yang semula terjerap Al dan Fe menjadi tersedia. Perlakuan asam
humat diharapkan dapat memperbaiki ketersediaan hara pada Ultisol karena
beberapa peneliti membuktikan bahwa asam humat efektif dalam meningkatkan
pertumbuhan. Asam humat dapat meningkatkan serapan unsur hara. Aplikasi asam
humat dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Oleh karena itu, lahan
Ultisol diharapkan dapat dimanfaatkan untuk budidaya tanaman kedelai. Tanaman
kedelai dapat tumbuh pada kondisi lahan yang kurang subur dan agak masam.
Toleransi pH tanah sebagai suatu syarat tumbuh bagi tanaman kedelai adalah pH
sekitar 5,8 dan 7. Namun, pada pH kurang dari 5,5 pertumbuhan tanaman kedelai
sangat lambat, karena kelarutan Al dan Fe tinggi. Kedelai yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kedelai varietas Burangrang. Kedelai ini merupakan salah satu
varietas yang peka terhadap tanah masam. Aplikasi asam humat dalam
meningkatkan P diharapkan lebih responsif, sehingga dapat memacu pertumbuhan
tanaman kedelai ( Wahyuningsih, et al., 2016 ).

2.6. Cara Mengelola Tanah Ultisol Yang Baik.

Karena mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, maka untuk kegiatan


pertanian kendala ekonomi pada skala petani merupakan salah satu penyebab tidak
terkelolanya tanah ini dengan baik.

1. Perlindungan Tanah terhadap Erosi


Kerentanan terhadap erosi merupakan salah satu kendala fisik pada
tanah Ultisol (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Menurut Rismunandar
(1993), bahaya erosi dapat diatasi jika air hujan tidak langsung jatuh ke atas

11
tanah, namun tertampung terlebih dahulu oleh dedaunan. Beberapa cara
dapat dilakukan untuk menjaga agar tanah selalu terlindungi dari erosi
seperti:
a) Mengatur pola tanam agar tanah selalu tertutup oleh vegetasi,
b) Pada lahan yang miring, pencegahan erosi secara mekanis dilakukan
dengan membuat teras penahan pasir (contour terrace),
c) Pembuangan air dengan mengadakan penahan-penahan aliran,
d) Membuat lubang-lubang penampung air di dalam teras.

2. Mengelola dan Melindungi Bahan Organik Tanah


Karena kesuburan Ultisol seringkali hanya ditentukan oleh
kandungan bahan organik pada lapisan atas, maka bila lapisan ini tererosi
tanah menjadi miskin bahan organik dan hara (Prasetyo dan Suriadikarta,
2006). Karena kesuburan Ultisol ditentukan oleh masukan bahan organik,
maka secara tradisional penduduk di Kalimantan telah membudidayakan
tanah Ultisol dengan perladangan berpindah, yaitu bercocok tanam dalam
jangka pendek kemudian dibakar agar kesuburannya pulih atau
meninggalkan lahan tersebut untuk waktu yang lama (sistem bero). Cara ini
memungkinkan topsoil mendapat humus dan bahan organik sebagai
cadangan hara. Notohadiprawiro (2006) juga menyatakan bahwa budidaya
ladang merupakan teknologi tradisional yang dinilai paling cocok
diterapkan pada kawasan iklim tropika basah bertanah miskin dan bertanah
datar. Rotasi tanaman semusim dengan hutan menjadi inti sistem
perladangan. Pada masa bero unsur hara secara berangsur-angsur terkumpul
sehingga dapat mengantikan pemupukan. Penggunaan mulsa menurut
Tisdale dan Nelson (1956) juga dapat menjadi pelindung sekaligus menjaga
kelembaban tanah dan mengurangi pertumbuhan gulma. Ada 2 jenis mulsa
yang dapat diaplikasikan yaitu mulsa hidup (living mulch) dan mulsa sisa
panen (trash mulches).

3. Pemberian Amelioran untuk Menaikkan pH Tanah dan Menurunkan Al

12
Kebanyakan upaya peningkatan pH tanah dilakukan dengan
pengapuran. Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan pH tanah dari
sangat masam ke masam atau ke pH agak netral atau netral. Kejenuhan Al
yang tinggi pada tanah Ultisol juga dapat dinetralisir dengan pengapuran
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Menurut Hakim (1982 dalam Winarso,
2005) setiap 1,5ton CaCO3.ha-1 cukup untuk menetralisir setiap satu C mol
Aldd.kg-1 tanah. Untuk menaikkan kadar Ca dan Mg dapat diberikan
dolomit. Berikut ini beberapa takaran jumlah kapur yang dapat diberikan
pada beberapa macam tekstur tanah.

4. Pemupukan untuk Meningkatan Unsur Hara Tanah


Pemupukan merupakan suatu cara yang hampir selalu berhasil
diterapkan pada lahan yang memiliki kandungan unsur hara rendah.
Aplikasi pemupukan dengan dosis standar dapat menghasilkan 15% - 100%
peningkatan pertumbuhan tanaman (Lorimer, 2003). Pemupukan juga
berfungsi mempercepat pertumbuhan tanaman sehingga tanah cepat
tertutup dan bahaya erosi dapat dikurangi (Rismunandar, 1993). Menurut
Rismunandar (1993) pupuk organik dapat menggemburkan topsoil,
meningkatkan populasi jasad renik serta mempertinggi daya serap dan daya
simpan air. Akan tetapi pupuk organik umumnya mempunyai kadar mineral
lebih rendah dan masih memerlukan pelapukan sebelum dapat diserap
tanaman, sehingga diperlukan pupuk organik dalam jumlah banyak untuk
meningkatkan kadar unsur yang dibutuhkan secara cepat.

5. Mikoriza untuk Memperbaiki Produktifitas Tanah


Kekurangan P pada tanah Ultisol dapat disebabkan oleh kandungan
P dari bahan induk tanah yang memang sudah rendah atau kandungan P
sebetulnya tinggi tetapi tidak tersedia untuk tanaman karena diserap oleh
unsur lain seperti Al dan Fe (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Pemanfaatan
mikoriza sebagai pemacu pertumbuhan tanaman sangat disarankan. Dapat
dikatakan bahwa inokulasi mikoriza pada tanaman merupakan bagian dari
pengelolaan P yang efisien. Mikoriza juga dapat meningkatkan ketersediaan

13
unsur N dan K serta dapat berperan sebagai membran yang selektif untuk
mengurangi paparan akar tanaman terhadap logam beracun seperti
aluminium (Al) dengan mengurangi jumlah Al yang diserap secara biologi
pada jaringan tanaman dengan mengeluarkan atau menyerap metal tersebut
ke dalam jaringan. Perbaikan penyerapan P dan atau N oleh ektomikoriza
dapat terjadi melalui 2 mekanisme yaitu: memperluas permukaan area
perakaran yang bersentuhan dengan tanah dan meningkatkan kelarutan
unsur P yang rendah pada tanah melalui produksi enzim phosphatase dan
penggunaan N dari bahan organik (Vogt et al., 1997).

6. Pengolahan Tanah yang Tepat


Pengolahan tanah pada tanah Ultisol sebaiknya dilakukan seminimal
mungkin untuk menghindari terganggunya agregat tanah. Lal (1997)
menyatakan bahwa Ultisol mempunyai kandungan mikroagreagat (0,02
sampai 0,2 mm) yang tinggi. Pengolahan tanah secara terus menerus dapat
memicu kerusakan struktur tanah, menurunkan tingkat infiltrasi,
mempertinggi aliran permukaan dan mempercepat erosi tanah. Kegiatan
persiapan lahan pada tanah Ultisol sebaiknya terbatas untuk menciptakan
kondisi lingkungan yang optimal di sekitar tanaman seperti penggemburan
tanah di dalam lubang tanam dan dangir piringan untuk menciptakan
kondisi areasi tanah yang lebih baik di sekitar perakaran tanaman.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tanah ultisol merupakan tanah yang mengalami deficit bahan organic, hal
itu dikarenakan curah hujan yang tinggi menyebabkan erosi, sehingga bahan
organik pada lapisan atas tanah ultisol ikut tererosi. Kondisi tersebut dapat
mempengaruhi kualitas dan kesuburan tanah, sehingga dapat menghambat tumbuh
kembangnya tanaman yang berpengaruh terhadap produktivitas. Tanah ultisol
miskin akan kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg akibat dari
pencucian yang berlangsung intensif. Apabila ini terjadi, maka kejenuhan Al pada
tanah akan tinggi.
Tanah ultisol mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, maka untuk
kegiatan pertanian kendala ekonomi pada skala petani merupakan salah satu
penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik. Akan tetapi untuk kegiatan
perkebunan dan kehutanan, Prasetyo dan Suriadikarta menyatakan bahwa tanah
Ultisol dapat dimanfaatkan untuk perkebunan seperti kelapa sawit, karet dan hutan
tanaman industri. Ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol mempunyai potensi yang
tinggi untuk pengembangan tanaman kehutanan. Namun demikian, pemanfaatan
tanah ini menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman terutama bila tidak dikelola dengan baik.

B. Saran

Untuk pengembangan lebih lanjut maka penulis memberikan saran yang


sangat bermanfaat dan dapat membantu para petani agar dapat mengelola tanah
ultisol dengan baik yaitu dengan cara meningkatkan produktivitas tanah ultisol,
dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik,
penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik budidaya tanaman lorong (atau
tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin.

15
DAFTAR PUSTAKA

Andalusia, Bunga, and Teti Arabia. 2016: Kararteristik Ordo Ultisol Di Perkebunan
Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara Satu (persero) Cot Girek Kabupaten
Aceh Utara. Jurnal Kawista 1 (1):45-49.

Amin, L.I., C.L.I Evensen, and R.S. Yost. 1990. Performance of some improved
peanut cultivars on an acid soil of West Sumatra. Pemb. Pen. Tanah dan
Pupuk

Atmojo. S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan
Upaya Pengelolaannya. Universitas Sebelas Maret Press, Surakarta.

Bailey. 1984. Bahan Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerja Sama Ilmu
Tanah. BKS-PTN/USAID. University of Kentucky. WUAE Project.

Brady, N. C dan Ray R. Weil. 2008. The Nature and Properties Of Soil. Pearson
Prentice Hall, Ohio

Fachrudin, L. 2000. Budidaya Kacang-Kacangan. Kanisius. Yogyakarta.

Fitriatin, B. N., A. Yuniarti., T. Turmuktini., dan F. K. Ruswandi. 2014. The Effect


of Phosphate Solubilizing Microbe Producing Growth Regulators on Soil
Phosphate, Growth and Yield of Maize and Fertilizer Efficiency on Ultisol.
Eurasian J. of Soil Sci. Indonesia. Hal:101-107.

Follet RH, Murphy, Donahue RL. 1981. Fertilizer and Soil Amandements. Prentice
Hall Inc, New Jersey.

Hakim, N.1982. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung.

Hardjowigeno, Sarwono. 1989. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Havlin, J.L., J.D. Beaton., S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. An Introduction to
Nutrient Management. Sixth Edition. Prentice Hall, New Jersey.

Nambiar, E. K. S., and Brown, A. G. 1997. Management of Soil, Nutrient and Water
In Tropical Plantation Forest. ACIAR Monograph

16
Lorimer, C.G. 2003. Silviculture and ecosystem management. In: R.A. Young dan
R.L. Giese (Eds.) Introduction to Forest Ecosystem Science and Management.
Third Edition. University of Winconsin-Madison. John Wiley & Sons, Inc.
USA.

Notohadiprawiro, T., Soekodarmodjo, S.dan Sukana, E. 2006. Pengelolaan


Kesuburan Tanah dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.

Prasetyo, Bambang. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Raja
Grafindo, Jakarta.

Prasetyo, B. H., dan Suriadikarta, D. A. 2006. Karakteristik Potensi Dan Teknologi


Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di
Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian Dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Balai Penelitian
Tanah. Bogor. Jurnal Litbang Pertanian, Vol 25 (2) : 39-47.

Rismunandar, 1993. Tanah dan Seluk Beluknya Bagi Pertanian. Sina Baru
Algesindo. Bandung.

Sipayung, E. S., G. Sitanggang dan M. M. B Damanik. 2014. Perbaikan Sifat Fisik


dan Kimia Tanah Ultisol Simalingkar B Kecamatan Pancur Batu dengan
Pemberian Pupuk Organik Supernasa dan Rockphosphit Serta Pengaruhnya
terhadap Produksi Tanaman Jagung (Zea mays L.). Jurnal Online
Agroekoteknologi, 2 (2): 393- 403.

Soepraptohardjo, M. (1961). Tanah Merah di Indonesia. Balai Besar Penjelidikan


Pertanian, Bogor.

Soil Survey Staff. (2014). Keys to Soil Taxonomy (12rd ed.). United States
Department of Agriculture.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. CV Alfabeta, Bandung.

Suharta, N. dan Prasetyo, B.H. 1986. Karakterisasi tanah-tanah berkembang dari


batuan granit di Kalimantan Barat. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk
6. hal 51−60.

17
Sujana, I Putu, dkk. 2015. Pengelolaan Tanah Ultisol Dengan Pemberian Pembenah
Organik Biochar Menuju Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Pertanian Berbasis
Ekosistem, Vol 5(6): 1-11.

Suriadikarta, D.A., dan Mas Teddy Sutriadi. 2007. Jenis – Jenis Lahan Berpotensi
Untuk Pengembangan Pertanian Di Lahan Rawa. Balai Penelitian Tanah
Bogor, Jurnal Litbang Pertanian, 26(3).Hal. 115-122.

Tisdale S.L. dan W.L. Nelson. 1956. Soil fertility and fertilizers. The Macmillan
Company, New York.

Wahyuningsih, Proklamasiningsih, E., dan Dwiati, M. 2016. Serapan dan


Pertumbuhan Kedelai ( Glyvine max ) pada Tanah Ultisol dengan Pemberian
Asam Humat. Biosfera. Vol. 33, No. 2, Hal 66 – 70.

Wahyuningtyas, S., dan Wijaya H.S . 2011. Sastra: Teori dan Implementasinya.
Yuma Pustaka, Surakarta.

Wahyuningtyas, Reni Setyo. 2010. Melestarikan Lahan Dengan Olah Tanah


Konservasi. Galam. Vol 4 (2) : 81-96.

18
LAMPIRAN

Gambar 1. Tekstur Tanah Ultisol Gambar 2. Derajat Kerut Tanah

Gambar 3. Mengamati Permeabilitas Tanah

19

Anda mungkin juga menyukai