Dosen Pengampu:
Kelompok :
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan , sehingga penulis bisa
menyelesaikan penulisan Makalah Kesuburan Tanah dan Pemupukan . Oleh karena
itu , perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak yang terlibat
dalam penyelesaian laporan ini , khususnya kepada :
Penulis
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
C. Tujuan .......................................................................................................... 2
D. Manfaat ........................................................................................................ 2
BAB II
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
BAB III
PENUTUP ............................................................................................................ 15
A. Kesimpulan ................................................................................................ 15
B. Saran ........................................................................................................... 15
LAMPIRAN ......................................................................................................... 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki jenis tanah yang beragam yang
tersebar diseluruh daerah di Indonesia. Tanah merupakan salah satu sumber alam
yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena fungsi dan perannya mencakup
berbagai aspek kehidupan serta penghidupan masyarakat baik segi sosial, ekonomi,
politik maupun budaya. Oleh karena itu masalah tanah merupakan tanggung jawab
secara nasional untuk mewujudkan cara pemanfaatan, penguasaan dan pemilikan
tanah sebgai sebesar – besarnnya untuk kemakmuran rakyat. Tanah sebagai suatu
system tiga fase yang mengandung air, udara, bahanbahan padat seperti mineral,
bahan organik serta jasad-jasad hidup. Pengaruh berbagai faktor lingkungan
terhadap permukaan bumi dan kurun waktu membentuk berbagai hasil perubahan
yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga berperan sebagai tempat
tumbuh bermacam-macam tanaman.
1
24,3% dari daratan Indonesia yang hingga saat ini penggunaan tanah tersebut belum
dimanfaatkan secara maksimal.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah mata kuliah Kesuburan Tanah dan Pemupukan
adalah :
C. Tujuan
Tujuan dari makalah mata kuliah Kesuburan Tanah dan Pemupukan adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian tanah ultisol.
2. Untuk mengetahui permasalahan yang terdapat dalam tanah ultisol.
3. Untuk mengetahui solusi yang diberikan untuk jenis tanah ultisol.
4. Untuk mengetahui jenis tanaman apa yang cocok untuk tanah ultisol.
5. Untuk mengetahui cara memelihara tanaman pada jenis tanah ultisol.
6. Untuk mengetahui cara mengelola tanah ultisol yang baik.
D. Manfaat
Manfaat dari makalah mata kuliah Kesuburan Tanah dan Pemupukan adalah :
1. Agar penulis mengetahui pengertian tanah ultisol.
2. Agar penulis mengetahui permasalahan yang terdapat dalam tanah ultisol.
3. Agar penulis mengetahui solusi yang diberikan untuk jenis tanah ultisol.
4. Agar penulis mengetahui jenis tanaman apa yang cocok untuk tanah ultisol.
5. Agar penulis mengetahui cara memelihara tanaman pada jenis tanah ultisol.
6. Agar penulis mengetahui cara mengelola tanah ultisol yang baik.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tanah sebagai suatu system tiga fase yang mengandung air, udara,
bahanbahan padat seperti mineral, bahan organik serta jasad-jasad hidup. Pengaruh
berbagai faktor lingkungan terhadap permukaan bumi dan kurun waktu membentuk
berbagai hasil perubahan yang memiliki ciri-ciri morfologi yang khas, sehingga
berperan sebagai tempat tumbuh bermacam-macam tanaman (Schoeder dalam
Nurhajati,1986). Tanah berkembang dari bahan mineral batuan induk melalui
proses pelapukan baik secara fisis maupun kimia yang dibantu oleh pengaruh
atmosfer, maka batuan berdisintegrasi dan terdisintegrasi menghasilkan bahan
induk lepas, dan selanjutnya di bawah pengaruh pedogenik berkembang menjadi
tanah. Besarnya energi fisis, kimia, dan biologi pada fase perkembangan tanah akan
mengkibatkan perbedaan jenis-jenis tanah yang berbeda pula (Bailey,1986).
Ultisol merupakan salah satu dari 10 ordo tanah yang terdapat pada
klasifikasi tanah terbaru. Suku formatif ult dalam kata Ultisol diambil dari kata
Yunani ultimulus yang berarti akhir atau terakhir untuk menunjukkan bahwa Ultisol
merupakan tanah yang mengalami pelapukan tingkat lanjut. Ultisol merupakan
tanah basah yang berkembang di bawah iklim panas tropika. Ultisol lebih hebat
mengalami pelapukan dan lebih asam daripada Alfisol, tetapi pada umumnya tidak
lebih asam daripada Spodosol. Ultisol mempunyai horizon argilik (lempung)
dengan kejenuhan basa < 35%, horison di bawah permukaan berwarna merah atau
kuning, terdapat timbunan oksida besi bebas tetapi masih mempunyai mineral yang
dapat dilapukkan. Ultisol terbentuk di atas permukaan tanah tua, umumnya di
bawah vegetasi hutan (Wahyuningtyas, 2011).
Tanah Ultisol merupakan jenis tanah yang memiliki tingkat keasaman pada
tanah yang cukup tinggi, bahan organik rend-ah, dan nutrisi makro yang terkandung
di dalam tanah ultisol rendah dan memiliki ketersediaan P (phospor) yang sangat
rendah sehingga menyebabkan pertumbuhan pada tumbuhan terhambat karena
tidak memiliki kesuburan tanah yang baik (Fitriatin dkk, 2014).
3
Karakter tanah ultisol secara fisik adalah Tanah Ultisol memiliki warna
kuning kecoklatan hingga merah. Menurut Soepraptohardjo (1961), Tanah Ultisol
diklasifikasikan sebagai Podsolik Merah Kuning (PMK). Tanah Podsolik Merah
Kuning merupakan salah satu jenis tanah yang kurang subur yang dimanfaatkan
dalam bidang pertanian (Andalusia, Bunga dkk, 2016). Warna tanah yang
terkandung didalam tanah ultisol pada horizon argilik sangat bervariasi dengan hue
dari 10YR hingga 10R, nilai 3 - 6 dan kroma 4 - 8. Warna tanah ultisol dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah bahan organik yang menyebabkan warna
gelap atau hitam, kandungan mineral primer fraksi ringan seperti kuarsa dan
plagioklas yang memberikan warna putih keabuan, serta oksida besi seperti goethit
dan hematit yang memberikan warna kecoklatan hingga merah. Makin coklat warna
tanah umumnya makin tinggi kandungan goethit, dan makin merah warna tanah
makin tinggi kandungan hematit (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Tanah ultisol memiliki ciri morfologi yang penting yaitu dengan adanya
peningkatan faksi liat dalam jumlah tertentu yang terdapat pada horizon seperti
yang dijabarkan dalam Soil Taxonomy (Soil Survey Staff 2003). Horizon tanah
tersebut memiliki peningkatan liat yang dikenal sebagai horizon agrilik. Horizon
agrilik dapat dikenali dari fraksi liat yang merupakan hasil analisis 7 dilabolatorium
maupun pada penampang profil tanah. Horizon agrilik biasanya kaya akan Al
sehingga horizon ini peka terhadap perkembangan akar tanaman, hal ini
menyebabkan akar tanaman tidak dapat menmbus horizon dan hanya berkembang
diatas horizon agrilik (Sujana I Putu, dkk, 2015).
Tanah ultisol memiliki tekstur yang bervariasi, hal ini dapat dipengaruhi
oleh bahan induk dari tanahnya. Tanah ultisol yang mengandung banyak mineral
kuarsa pada umumnya mempunyai tekstur kasar seperti liat berpasir (Suharta dan
Prasetyo, 1986), sedangkan pada tanah ultisol dari batu kapur, batuan andesit, dan
tufa lebih cenderung mempunyai tekstur yang halus seperti liat dan liat halus. Tanah
ultisol umumnya memiliki struktur yang sedang hingga kuat, dengan bentuk
gumpal bersudut (Sujana, I Putu, dkk, 2015).
Secara biologi tanah ultisol memiliki struktur tanah gugat kuat, gumpal –
gumpal bersudut, agregat tanah kurang stabil, permeabilitas relative rendah dan
4
kandungan liat tinggi (Hardjowigeno,1989). Sifat-sifat biologi yang terdapat dalam
tanah ultisol mengandung selulosa, zat pati, gula, protein, dan sukar
didekomposisikan oleh jasad heterotropik (bakteri,fungi,aktinomisetes) lebih
banyak daripada jasad autotropik (Suriadikarta, D.A., dan Mas Teddy
Sutriadi,2007).
Karakteristik kimia pada tanah ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat
pada horison bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan
meningkatkan aliran permukaan serta erosi tanah (Prasetyo dan Suliadikarta, 2006.
Tanah ultisol memiliki kejenuhan basa 17 cmol/kg. dari beberapa hasil penelitian
menunjukan bahwa tanah ultisol dengan bahan volkan, tufa berkapur, dan batu
gamping memiliki kapaistas tukar kation yang tinggi (Prasetyo dkk, 2015).
Tanah ultisol umumnya mengandung hara yang rendah hal ini dikarenakan
adanya pencucian basa yang berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan
organik rendah dapat disebabkan karena proses dekomposisi yang berjalan cepat
dan sebagian terbawa erosi. Tanah ultiosol yang memiliki horizon kandik memiliki
kesuburan yang alami karena pada lapisan atas terkandung bahan organik. Pada
tanah ultisol dominasi kaolinit tidak memberikan kontribusi terhadap kapasitas
tukar kation tanah yang hanya bergantung pada kandungan bahan organik dan fraksi
liat. Oleh karena itu, peningkatan pada produktivitas tanah ultisol dapat dilakukan
melalui perbaikan tanah (ameliorasi), pemupukan, dan pemberian bahan organik
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Tanah ultisol yang ada di Indonesia memiliki
kelas besar butir yang bervariasi dari berliat halus (17-35% liat) sampai berliat (37-
55% liat), reaksi tanah masam hingga sangat masam (pH 4,1-4,8). Kandungan pada
bahan organik yang rendah mengandung P dan K potensial yang bervariasi dari
rendah hingga sangat rendah. Kapasitas tukar kation tergolong rendah pada setiap
lapisan, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa potensi kesuburan alami pada
tanah ultisol tergolong rendah (Subagyo dkk, 2004)
Tanah ultisol merupakan tanah yang mengalami deficit bahan organic, hal
itu dikarenakan curah hujan yang tinggi menyebabkan erosi, sehingga bahan
organic pada lapisan atas tanahuktisol ikut tererosi. Kondisi tersebut dapat
5
mempengaruhi kualitas dan kesuburan tanah, sehingga dapat menghambat tumbuh
kembangnya tanaman yang berpengaruh terhadap produktivitas. Tanah ultisol
miskin kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg akibat dari pencucian
yang berlangsung intensif. Apabila ini terjadi, maka kejenuhan Al pada tanah akan
tinggi.
Permasalahan utama yang terjadi pada tanah ultisol adalah kandungan pada
bahan organic yang rendah karena terjadi proses dekomposisi yang berjalan dengan
cepat sehingga mengakibatkan kandungan unsur hara rendah, hal ini dikarenakan
proses pencucian basa yang berlangsung lama dan terjadi secara intensif (Prasetyo
& Suriadikarta 2006). Permasalahan pada tanah masam bila dijadikan sebagai lahan
budidaya tanaman, memiliki pengaruh buruk bagi pertumbuhan tanaman tersebut.
Pengaruh langsung dari kemasaman terhadap tanaman terjadi melalui adaptasi
tanaman itu sendiri. PH tanah optimum untuk pertumbuhdan dan perkembangan
pada tanah adalah sekitar 5,5 hingga 7,0. 10 Pengaruh lainnya adalah kelarutan Al
yang tinggi, hingga dapat bersifat meracuni tanaman. Toksisitas Al biasanya
diawali dengan kerusakan sistem perakarannya. Ketika Al diserap oleh perakaran,
begitu banyak diserap namun sedikit yang ditranslokasikan ke tajuk. Di daerah
perakaran, Al merusak membran dan membatasi kemampuan dinding sel sehingga
akar tidak dapat tumbuh dengan baik. Akar yang terdapat Al cenderung pendek dan
bengkak, serta memiliki penampilan yang gemuk. Pada beberapa tanaman, daun
dapat menunjukan bitnik bintik klorosis karena sistem akar yang terbatas, tanaman
yang menderita keracunan Al sering menunjukkan gejala stres kekeringan.
Sedangkan pengaruh tidak langsung kemasaman tanah yaitu terjadi kekurangan
unsur hara P untuk tanaman akibat terjadinya reaksi fiksasi P. Ion Al dan Fe
berikatan dengan P dan menjadikan tidak tersedianya unsur hara tersebut (Brady
and Weil, 2008).
Solusi untuk mengatasi permasalahan pada tanah ultisol yaitu dengan cara
pemberian bahan organik pada tanah yang bersifat masam sehingga dapat
meningkatkan pH tanah, karena bahan organik yang bersifat humus dapat mengikat
hidrogen, sesuai dengan pernyataan Atmojo (2003). Pemberian bahan organik pada
6
tanah yang sangat masam (pH rendah) hidrogen akan terikat pada gugus aktifnya
yang menyebabkan gugus aktif berubah menjadi bermuatan positif (-COOH2 + dan
–OH2+).
7
perkebunan dan kehutanan, Prasetyo dan Suriadikarta (2006) menyatakan bahwa
tanah Ultisol dapat dimanfaatkan untuk perkebunan seperti: kelapa sawit, karet dan
hutan tanaman industri (HTI). Ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol mempunyai
potensi yang tinggi untuk pengembangan tanaman kehutanan. Namun demikian,
pemanfaatan tanah ini menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat
menghambat pertumbuhan tanaman terutama bila tidak dikelola dengan baik.
Beberapa upaya di bawah ini mungkin dapat dilakukan untuk meningkatkan
keberhasilan pembangunan tanaman kehutanan di tanah Ultisol (Wahyuningtyas,
Reni Setyo. 2011)
Selain untuk tanaman kehutanan, tanah ultisol juga dapat digunakan untuk
budidaya tanaman pangan, misalnya bawang merah, kacang tanah, kacang kedelai,
kacang hijau dan jagung.
8
Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di
Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia.
Tanah Ultisol ini memiliki kandungan bahan organik yang sangat rendah sehingga
memperlihatkan warna tanahnya berwarna merah kekuningan, reaksi tanah yang
masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar Al yang tinggi, dan tingkat
produktivitas yang rendah. . Penelitian ini bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik
dan kimia tanah ultisol serta pengaruhnya terhadap produksi tanaman jagung (Zea
mays L.) dengan aplikasi pupuk organik SUPERNASA dan rockphospit. Data ini
dianalisis dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang
terdiri dari 2 faktor perlakuan yaitu (S) SUPERNASA dan (P) adalah Fosfat Alam,
masing-masing dengan 4 taraf dosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian pupuk organik SUPERNASA dapat meningkatkan produksi pipilan
kering tanaman jagung. Pemberian rockphospit (fosfat alam) berpengaruh nyata
meningkatkan BD tanah, C-Organik tanah, P-Tersedia tanah dan Produksi piplan
kering tanaman jagung (Sipayung, 2014 )
Tanaman kacang hijau dapat tumbuh hampir pada semua jenis tanah. Tanah
yang paling cocok bagi tanaman kacang hijau ialah tanah liat berlempung atau tanah
lempung, misalnya Podsolik Merah Kuning (PMK) dan latosol. Keasaman pH
tanah yang cocok untuk tanaman kacang hijau adalah antara 5,8 – 6,5 (Fachruddin,
2000). Hampir semua varietas kacang hijau dapat beradaptasi dengan lahan kering,
namun tidak semua varietas mampu menunjukkan daya hasil yang tinggi
(Fachruddin, 2000). Untuk membuktikan asumsi tersebut perlu dilakukan
penelitian yang dapat memberikan informasi tentang varietas kacang hijau yang
mempunyai daya hasil tinggi walaupun ditumbuhkan pada tanah yang kurang
subur.
9
Derajat kemasaman (pH) tanah dapat berpengaruh langsung terhadap
tanaman, maupun tidak langsung melalui perubahan ketenediaan unsur hara. Pada
tanah Ultisol, toleransi kacang tanah terhadap kemasaman berada pada kisaran pH
44,5 (Follet et al. 1981), dan kejenuhan Al tanah <30% (Kamprath 1984).
Pengapuran merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan hasil kacang tanah
di tanah yang masam. Pemberian 3 t/ha kapur pada tanah PMK dengan kejenuhan
Al 31-35% meningkatkan pH dan menurunkan kejenuhan Al sebesar 10-70%
(sutarto et al. 1987). Pemberian dolomit dosis setara 5t/ha kapur pada tanah dengan
PH 4,2 dan kejenuhan Al 69% meningkatkan hasil beberapa varietas kacang tanah,
dan residunya dapat bertahan hingga musim ke-3 (Ganiet al. 1992). Pemberian
kapur 2 t/ha meningkatkan hasil 10-53% pada tanah PMK dengan PH 5,1 dan Al-
dd 2,3 itu me/ 100 g, namun efek residunya tidak nyata pada tahun kedua (Darmi
Jati dan dan Sjariffudin. 1889). pengapuran 500-2000 kg/ha yang diberikan dua
minggu sebelum tanam meningkatkan pertumbuhan kualitas dan hasil kacang
tanah. tanpa pengapuran kacang tanah tidak berpolong dan berpolong sangat sedikit
meskipun bobot biomassa tajuk tinggi (Amien et al.1990)
Dikarenakan tanah Ultisol memiliki hara yang sangat rendah dan pH yang
rendah maka digunakanlah rockphospit yang memiliki kandungan P2O5 28% dan
harganya relatif lebih murah dibandingkan dengan harga pupuk buatan (anorganik)
SP18 yang relatif mahal. Disamping rockphospit yang memiliki kandungan P2O5
10
yang tinggi juga bermanfaat untuk meningkatkan proses granulasi sehingga
tanahnya lebih mudah diolah dan tidak lengket, kelarutan dan ketersediaan hara P
untuk tanaman meningkat, meningkatkan pH tanah sehingga memperbaiki
lingkungan perakaran tanaman, dan yang terpenting memiliki efek pengapuran (
Sipayung, et al., 2014 ).
11
tanah, namun tertampung terlebih dahulu oleh dedaunan. Beberapa cara
dapat dilakukan untuk menjaga agar tanah selalu terlindungi dari erosi
seperti:
a) Mengatur pola tanam agar tanah selalu tertutup oleh vegetasi,
b) Pada lahan yang miring, pencegahan erosi secara mekanis dilakukan
dengan membuat teras penahan pasir (contour terrace),
c) Pembuangan air dengan mengadakan penahan-penahan aliran,
d) Membuat lubang-lubang penampung air di dalam teras.
12
Kebanyakan upaya peningkatan pH tanah dilakukan dengan
pengapuran. Pemberian kapur bertujuan untuk meningkatkan pH tanah dari
sangat masam ke masam atau ke pH agak netral atau netral. Kejenuhan Al
yang tinggi pada tanah Ultisol juga dapat dinetralisir dengan pengapuran
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Menurut Hakim (1982 dalam Winarso,
2005) setiap 1,5ton CaCO3.ha-1 cukup untuk menetralisir setiap satu C mol
Aldd.kg-1 tanah. Untuk menaikkan kadar Ca dan Mg dapat diberikan
dolomit. Berikut ini beberapa takaran jumlah kapur yang dapat diberikan
pada beberapa macam tekstur tanah.
13
unsur N dan K serta dapat berperan sebagai membran yang selektif untuk
mengurangi paparan akar tanaman terhadap logam beracun seperti
aluminium (Al) dengan mengurangi jumlah Al yang diserap secara biologi
pada jaringan tanaman dengan mengeluarkan atau menyerap metal tersebut
ke dalam jaringan. Perbaikan penyerapan P dan atau N oleh ektomikoriza
dapat terjadi melalui 2 mekanisme yaitu: memperluas permukaan area
perakaran yang bersentuhan dengan tanah dan meningkatkan kelarutan
unsur P yang rendah pada tanah melalui produksi enzim phosphatase dan
penggunaan N dari bahan organik (Vogt et al., 1997).
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tanah ultisol merupakan tanah yang mengalami deficit bahan organic, hal
itu dikarenakan curah hujan yang tinggi menyebabkan erosi, sehingga bahan
organik pada lapisan atas tanah ultisol ikut tererosi. Kondisi tersebut dapat
mempengaruhi kualitas dan kesuburan tanah, sehingga dapat menghambat tumbuh
kembangnya tanaman yang berpengaruh terhadap produktivitas. Tanah ultisol
miskin akan kandungan hara makro terutama P, K, Ca, dan Mg akibat dari
pencucian yang berlangsung intensif. Apabila ini terjadi, maka kejenuhan Al pada
tanah akan tinggi.
Tanah ultisol mempunyai tingkat kesuburan yang rendah, maka untuk
kegiatan pertanian kendala ekonomi pada skala petani merupakan salah satu
penyebab tidak terkelolanya tanah ini dengan baik. Akan tetapi untuk kegiatan
perkebunan dan kehutanan, Prasetyo dan Suriadikarta menyatakan bahwa tanah
Ultisol dapat dimanfaatkan untuk perkebunan seperti kelapa sawit, karet dan hutan
tanaman industri. Ditinjau dari luasnya, tanah Ultisol mempunyai potensi yang
tinggi untuk pengembangan tanaman kehutanan. Namun demikian, pemanfaatan
tanah ini menghadapi kendala karakteristik tanah yang dapat menghambat
pertumbuhan tanaman terutama bila tidak dikelola dengan baik.
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
Andalusia, Bunga, and Teti Arabia. 2016: Kararteristik Ordo Ultisol Di Perkebunan
Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara Satu (persero) Cot Girek Kabupaten
Aceh Utara. Jurnal Kawista 1 (1):45-49.
Amin, L.I., C.L.I Evensen, and R.S. Yost. 1990. Performance of some improved
peanut cultivars on an acid soil of West Sumatra. Pemb. Pen. Tanah dan
Pupuk
Atmojo. S.W. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah Dan
Upaya Pengelolaannya. Universitas Sebelas Maret Press, Surakarta.
Bailey. 1984. Bahan Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Badan Kerja Sama Ilmu
Tanah. BKS-PTN/USAID. University of Kentucky. WUAE Project.
Brady, N. C dan Ray R. Weil. 2008. The Nature and Properties Of Soil. Pearson
Prentice Hall, Ohio
Follet RH, Murphy, Donahue RL. 1981. Fertilizer and Soil Amandements. Prentice
Hall Inc, New Jersey.
Havlin, J.L., J.D. Beaton., S.L. Tisdale, and W.L. Nelson. 1999. An Introduction to
Nutrient Management. Sixth Edition. Prentice Hall, New Jersey.
Nambiar, E. K. S., and Brown, A. G. 1997. Management of Soil, Nutrient and Water
In Tropical Plantation Forest. ACIAR Monograph
16
Lorimer, C.G. 2003. Silviculture and ecosystem management. In: R.A. Young dan
R.L. Giese (Eds.) Introduction to Forest Ecosystem Science and Management.
Third Edition. University of Winconsin-Madison. John Wiley & Sons, Inc.
USA.
Prasetyo, Bambang. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi. Raja
Grafindo, Jakarta.
Rismunandar, 1993. Tanah dan Seluk Beluknya Bagi Pertanian. Sina Baru
Algesindo. Bandung.
Soil Survey Staff. (2014). Keys to Soil Taxonomy (12rd ed.). United States
Department of Agriculture.
17
Sujana, I Putu, dkk. 2015. Pengelolaan Tanah Ultisol Dengan Pemberian Pembenah
Organik Biochar Menuju Pertanian Berkelanjutan. Jurnal Pertanian Berbasis
Ekosistem, Vol 5(6): 1-11.
Suriadikarta, D.A., dan Mas Teddy Sutriadi. 2007. Jenis – Jenis Lahan Berpotensi
Untuk Pengembangan Pertanian Di Lahan Rawa. Balai Penelitian Tanah
Bogor, Jurnal Litbang Pertanian, 26(3).Hal. 115-122.
Tisdale S.L. dan W.L. Nelson. 1956. Soil fertility and fertilizers. The Macmillan
Company, New York.
Wahyuningtyas, S., dan Wijaya H.S . 2011. Sastra: Teori dan Implementasinya.
Yuma Pustaka, Surakarta.
18
LAMPIRAN
19