Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PERMASALAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Makalah ini di buat dengan tujuan untuk mengikuti perkuliahan


Hukum Lingkungan

Nuraina Julia Safitri 211021065

Dosen pembimbing : Dr. Hj. Sri Wahyuni, S.H, M.Si

PROGRAM STUDI

HUKUM TATA NEGARA

TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat

menyelesaikan makalah ini yang berjudul tentang “Permasalahan Daerah Aliran

Sungai”.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu

dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar

saya dapat memperbaiki makalah ini.

Terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Hukum Lingkungan

Ibu Dr. Hj. Sri Wahyuni, S.H, M.Si yang telah mengarahkan saya dalam proses

terlaksananya makalah ini. Semoga bermanfaat.

Pekanbaru, 29 Mei 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 3

BAB I : PENDAHULUAN.............................................................................................. 4

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 4

B. Rumusan Masalah ................................................................................................. 7

C. Tujuan ................................................................................................................... 7

BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................................... 8

A. Erosi di Daerah Aliran Sungai .............................................................................. 8

B. Cara Menanggulangi Erosi di Daerah Aliran Sungai ..........................................12

BAB II : PENUTUP ...................................................................................................... 24

A. Kesimpulan ......................................................................................................... 24

B. Saran .................................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 26

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk atas

hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Tingkatan organisasi antara makhluk hidup dan lingkungannya dikatakan

sebagai suatu sistem karena memiliki komponen-komponen dengan fungsi

yang berbeda, terkoordinasi secara baik sehingga masing-masing

komponen terjadi hubungan timbal balik. Daerah aliran sungai (DAS)

adalah suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi, yang menerima

hujan, menampung, menyimpan dan mengalirkan ke sungai seterusnya

sampai ke danau atau laut.1

Daerah aliran sungai merupakan suatu ekosistem dimana

didalamnya terjadi suatu proses interaksi antara faktor-faktor biotik, abiotik

dan manusia.2 Sebagai suatu ekosistem, maka setiap masukan (input) dan

proses yang terjadi dapat dievaluasi berdasarkan keluaran (output) dari

ekosistem tersebut. Karakteristik biofisik DAS sebagai prosessor dalam

merespons curah hujan yang jatuh dalam wilayah DAS tersebut dapat

1
Asdak, C., Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, (Yogyakarta: 2002), Gadjah Mada
University Press, h.6
2
Fitryane Lihawa, Daerah Aliran Sungai Alo (Erosi, Sedimentasi, dan Longsoran,
(Yogyakarta:2017), Deepublish, h.7

4
memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi, infiltrasi,

perkolasi, dan aliran permukaan.

Air mempunyai nilai kemanfaatan sesuai dengan keberadaannya

untuk memenuhi kebutuhan yang ditentukan oleh pemanfaat. Pembangunan

berkelanjutan dalam upaya pelestarian sumberdaya air pada Daerah Aliran

Sungai (DAS) merupakan suatu proses pembangunan yang

mengoptimalkan manfaat sumberdaya alam, sumberdaya air, dan juga

sumberdaya manusia secara berkelanjutan. Pengelolaan Daerah Aliran

Sungai (DAS) adalah suatu bentuk pengembangan wilayah dengan DAS

sebagai suatu unit pengelolaan.3

DAS adalah daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung

gunung atau pegunungan, di mana air hujan yang jatuh di daerah tersebut

akan mengalir menuju sungai utama pada suatu titik atau stasiun yang

ditinjau. Seyhan menyatakan bahwa DAS adalah lahan total dan

permukaan air yang dibatasi oleh suatu batas air berupa topografi dan

memberikan sumbangan terhadap debit sungai pada suatu irisan

melintang tertentu. Penentuan bats-batas DAS menurut Triatmodjo dapat

ditentukan berdasarkan bentuk kontur pada peta topografi.

Batas DAS akan menghubungkan titik-titik tertinggi yang

mengelilingi DAS. Asdak mengatakan bahwa daerah aliran sungai

3
Slamet Supryogi, Setiawan Purnama dan Darmakusuma Darmanto, Pengelolaan Daerah Aliran
Sungai, (Yogyakarta: Gadjah Mada Universiti Press), h. 201.

5
adalah satu kesatuan ekosistem yang terdiri dari subsistem hulu, tengah

dan hilir. Selain itu, Dengan memandang DAS sebagai suatu ekosistem,

maka setiap masukan ke dalam DAS dapat dievaluasi proses yang telah

terjadi dan dan proses yang sdang terjadi dengan cara melihat keluaran

dari DAS dari outletnya. Input di daerah aliran sungai adalah air hujan,

sedangkan outputnya berupa aliran air, muatan sedimen dan unsur hara.

DAS sebagai suatu ekosistem memiliki beberapa komponen,

yaitu manusia dengan segala aktivitas dan ilmu serta teknologinya,

vegetasi, tanah dan sistem sungai. Hujan yang jatuh ke dalam DAS akan

mengalami interaksi dengan komponen-komponen ekosistem DAS

tersebut dan akan menghasilkan keluaran berupa debit, muatan sedimen

dan material lainnya yang terbawa oleh aliran sungai.4

Sejalan dengan peningkatan kebutuhan manusia sebagai akibat

dari pertambahan penduduk, kebutuhan lahan untuk pertanian bertambah.

Pada sisi lain lahan yang cocok untuk pertanian sudah sangat berkurang.

Sebagai akibatnya, penduduk terpaksa menggunakan lahan yang kurang

sesuai untuk pertanian, misalnya lereng yang curam. Semakin padatnya

penduduk DAS yang ada disekitar daerah perumahan justru digunakan oleh

manusia menjadi alih fungsi dengan adanya pembangunan ruko dan tempat

tinggal diatas aliran sungai, pemanfaatan untuk tempat usaha lainnya karena

4
Ahmad Cahyadi, Kajian Permasalahan Daerah Aliran Sungai Juwet Kabupaten Gunung Kidul
dan Usulan Penanggulangannya, Seminar Nasional Geospatial Day 2012, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, h.1

6
berada dipinggir jalan, ini tentu saja membawa dampak pada peralihan

fungsi daerah aliran sungai. Hal ini menyebabkan

tanah tersebut dengan mudah terkikis dan terangkut air hujan yang disebut

dengan erosi. Curah hujan yang jatuh secara langsung atau tidak langsung

dapat mengikis permukaan tanah secara perlahan dengan pertambahan

waktu dan akumulasi intensitas hujan tersebut akan mendatangkan erosi.

Oleh karena hal tersebut, maka penulis mengambil judul makalah

permasalahan erosi di Daerah Aliran Sungai.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan erosi Daerah Aliran Sungai (DAS)?

2. Bagaimana penanggulangan erosi di Daerah Aliran Sungai (DAS)?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui erosi Daerah Aliran Sungai (DAS)

2. Untuk mengetahui cara penanggulangan erosi di Daerah Aliran Sungai

(DAS)

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Erosi di Daerah Aliran Sungai

Erosi adalah hasil pengikisan permukaan bumi oleh tenaga

yang melibatkan pengangkatan benda-benda, seperti air mengalir,

es, angin, dan gelombang atau arus. Secara umum, terjadinya erosi

ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan),

topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan

penggunaan lahan5.

Erosi atas dasar penyebab utamanya dibedakan menjadi erosi

karena sebab alamiah, dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi

alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses

erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah

secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih

memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya

pertumbuhan kebanyakan tanaman, sedangkan erosi karena

kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan

tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak

mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan

pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah, antara lain

5
Zachar, D. (1982). Soil Erosion. . Bratislava: Developments in Soil
Science 10, h 10.

8
pembuatan jalan di daerah kemiringan lereng besar.

Terkait dengan bentuk erosi yang disebabkan oleh air,

Zarkhan menyebutkan beberapa erosi berdasarkan bentuk:

1) erosi lembar (sheet washing);

2) erosi parit (gullying);

3) erosi sungai ( stream erosion).

Suripin mengklasifikasi erosi berdasarkan bentuknya menjadi :

1)erosi percikan (flash erosion);

2) erosi aliran permukaan (overland flow erosion);

3) erosi alur (rill erosion);

4) erosi parit/selokan (gully erosion);

5) erosi tebing sungai (stream bank erosion);

6) erosi internal (internal or subsurface erosion);

7) tanah longsor (landslide).

Erosi adalah perpindahan partikel tanah dari satu tempat ke

tempat lain oleh suatu media pengangkut yaitu air yang mengalir,

angin atau es.

Secara umum erosi dapat dikatakan sebagai proses terlepasnya

butiran tanah dari induknya di suatu tempat dan terangkutnya material

tersebut oleh gerakan air atau angina kemudian diikuti dengan pengendapan

material yang terangkut di tempat yang lain. Pada dasarnya erosi yang

paling sering terjadi dengan tingkat produksi sedimen (sediment yield)

9
paling besar adalah erosi permukaan (sheet erosion) jika dibandingkan

dengan beberapa jenis erosi yang lain yakni erosi alur (rill

erosion), erosi parit (gully erosion) dan erosi tebing sungai (stream bank

erosion).

Secara keseluruhan laju erosi yang terjadi disebabkan dan

dipengaruhi oleh lima factor diantaranya faktor iklim, struktur dan

jenis tanah, vegetasi, topografi dan faktor pengelolaan tanah.6 Faktor iklim

yang paling menentukan laju erosi adalah hujan yang dinyatakan dalam nilai

indeks erosivitas hujan. Curah hujan yang jatuh secara langsung atau tidak

langsung dapat mengikis permukaan tanah secara perlahan dengan

pertambahan waktu dan akumulasi intensitas hujan tersebut akan

mendatangkan erosi Erosi permukaan (sheet erosion) terjadi pada lapisan

tipis permukaan tanah yang terkikis oleh kombinasi air hujan dan limpasan

permukaan (run-off).

Erosi jenis ini akan terjadi hanya dan jika intensitas dan/atau

lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi dan kapasitas simpan air tanah.

Prosesnya dimulai dengan lepasnya partikel-partikel tanah yang disebabkan

oleh energi kinetik air hujan dan berikutnya juga disertai

dengan pengendapan sedimen (hasil erosi) di atas permukaan tanah. Kedua

peristiwa yang terjadi secara sinambung tersebut menyebabkan turunnya

6
Bayu Oktasandi, Endang Setyawati Hisyam, dan Indra Gunawan, Jurnal Fropil Vol 7 Nomor 2
Juli-Desember 2019 Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bangka BelitungAnalisis Erosi pada
Daerah Aliran Sungai (DAS) Pompong Kabupaten Bangka, Vol 7 Nomor 2 Juli-Desember 2019, h.72.

10
laju infiltrasi karena pori-pori tanah tertutup oleh kikisan partikel tanah.

Adapun yang dimaksud dengan erosi sungai adalah peristiwa

pindahnya suatu massa batuan atau tanah yang disebabkan oleh air sungai

yang mengalir secara terus menerus. Adapun jenis erosi sungai terbagi

menjadi 2 jenis yaitu erosi dasar dan erosi tepi. Akibat lain dari erosi adalah

menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan air (infiltrasi). Penurunan

kemampuan lahan meresapkan air ke dalam lapisan tanah akan

meningkatkan limpasan air permukaan yang akan mengakibatkan banjir di

sungai.7

Kondisi DAS yang rusak mengakibatkan ketersediaan air dalam

DAS berkurang. Fenomena rasio debit yang tinggi mengakibatkan

ketersediaan air menurun sehingga pada musim hujan terjadi banjir dan pada

musim kemarau terjadi kekeringan atau kekurangan air. Ketersediaan air

yang menurun disebabkan karena ekosistem DAS terganggu, terutama

penurunan fungsi lahan. Penurunan fungsi lahan seperti pola penggunaan

lahan berubah, menurunnya kesuburan tanah, penurunan simpanan air

(storage), dan vegetasi penutup lahan yang berubah.

Masalah pokok yang perlu ditinjau adalah seberapa besar DAS

sebagai suatu sistem hidrologi berperan dalam mengatur tata air sehingga

ketersediaan air dalam DAS dapat terdeteksi dengan baik. Telaah mengenai

ketersediaan air suatu DAS sangat membantu dalam mempelajari tata air

7
https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=erosi+sungai

11
DAS, khususnya yang menyangkut jumlah air yaitu jumlah air yang menjadi

limpasan dan jumlah air yang masuk ke dalam tanah atau tertahan oleh

vegetasi. Informasi tersebut sangat berguna dalam usaha pengelolaan DAS

seperti perkiraan penggunaan lahan yang menunjang konservasi.8

Perubahan fungsi daerah aliran sungai ini akan berdampak pada

lingkungan seperti apabila diatas aliran sungai terdapat bangunan maka

fungsi DAS akan berubah yang akan mengakibatkan aliran air terhambat

yang tentu saja dapat mengakibatkan banjir, untuk Kota Pekanbaru saja

contohnya bisa dilihat didaerah sekitar Panam terdapat DAS yang walaupun

kecil tapi ini merupakan daerah aliran sungai yang sebenarnya sangat

berguna agar air dapat mengalir sebagaimana mestinya. Namun banyak

penduduk yang justru mendirikan bangunan diatas DAS tersebut, hal ini

tentu akan menyebabkan aliran air terhambat sehingga bisa dilihat pada saat

hujan daerah ini akan banjir. Belum lagi pembangunan Ruko dikanan kiri

jalan yang paritnya merupakan aliran sungai, banyak yang kemudian

mendirikan jembatan tapi menggunakan gorong-gorong ini tentu saja

menghambat jalannya air karena bisa dilihat dari bentuk gorong-gorong

yang bulat yang menghambat lajunya air.

B. Cara Menanggulangi Erosi Daerah Aliran Sungai (DAS)

B.1 Perilaku masyarakat dalam mengolah lahan pertanian

Manusia dan lahan sangat erat kaitannya, manusia tinggal pada

8
Muhammad Amin, Ridwan dan Iskandar Zulkarnaen, Diktat Kuliah (Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai), (Fakultas Pertanian Lampung :2018), h.2.

12
suatu tempat atau lahan dan melakukan berbagai aktivitas, tercermin dari

perilakunya. Pada masyarakat sederhana, jaringan informasi belum lengkap

dan kepentingan belum beragam, keputusan yang menyangkut hajat hidup

masih ditentukan anggota masyarakat itu sendiri. Perilaku mereka itu tidak

hanya ‘self steering’ tetapi juga ‘self-managing’. Perilaku masyarakat

nelayan di Maluku misalnya mematuhi tradisi "sistem sasi" yang melarang

menangkap ikan pada bulan-bulan tertentu untuk memberi kesempatan ikan

berkembang biak dan juga membatasi ’overfishing’.

Petani di Jawa "tempo doeloe" dengan kesadarannya sendiri

melakukan nyabuk gunung (green belt) untuk menghindari bahaya erosi.

Dalam mempertahankan hidup, manusia harus menyelaraskan hidupnya

dengan lingkungan alam dan sesamanya serta mengembangkan pola pikir

dan nalar budi sesuai perkembangan alam dan teknologi. Manusia tidak

dapat hidup sendiri, tetapi tergantung satu sama lain dalam kaitan moral,

etika, komunikasi.

Pengembangan pola pikir dan nalar merupakan mekanisme kontrol

bagi kelakuan dan tindakan-tindakan sosial manusia atau pola bagi kelakuan

dan perilaku manusia. Konsep perilaku masyarakat sulit ditemukan, karena

sangat variatif dan tergantung pada lingkup kajiannya. Pada prinsipnya

perilaku merupakan tingkah laku, tindak tanduk, dan perbuatan seseorang

terhadap lingkungan di sekitarnya.9

9
Dwi Setiawan Chaniago, Anisa Puspa Rani, Solikatun, Peran Lembaga Sosial Kemasyarakatan
dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan, RESIPROKAL Vol. 1, No. 1, (14-30) Juni 2019

13
Perilaku merupakan perwujudan dari partisipasi yang dilakukan

dalam berbagai refleksi diantaranya dalam pengambilan keputusan, baik

secara individual maupun secara institusional. Instrumen untuk aktualisasi

perilaku dalam bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah

didukung oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor: 9 tahun 1982 yang

disebut sebagai sistem perencanaan bawah-atas atau bottom-up top-down

planning.

Menurut Mitchel perilaku dan keterlibatan masyarakat dalam

pengelolaan DAS sangat penting dilakukan karena:

1) dapat merumuskan persoalan dengan lebih efektif,

2) dapat memperoleh informasi dan pemahaman di luar jangkauan dunia

ilmiah,

3) dapat merumuskan alternatif penyelesaian masalah secara sosial yang

dapat diterima masyarakat, dan

4) membentuk perasaan memiliki terhadap suatu perencanaan sehingga

memudahkan dalam penerapan/ implementasi.

Perilaku/keterlibatan masyarakat dalam mengelola suatu

lingkungan antara lain mencakup unsur pemahaman terhadap konsep

pengelolaan lingkungan, sikap dan mengelola lingkungan, dan kinerja yang

dilakukan masyarakat. Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan

untuk menangkap makna atau arti luas dari suatu konsep. Pendekatan

p-ISSN: 2685-7626

14
pemahaman masyarakat merupakan tambahan bagi proses lebih mekanis

dan sederhana, karena dalam pendekatan ini dipertanyakan hal-hal yang

sedang terjadi disamping rasa suka atau tidak suka. Indikator utama

pemahaman masyarakat dalam pengelolaan lingkungan adalah:

1) pengetahuan masyarakat dalam mengelola lingkungan,

2) penerapan pengetahuan,

3) pemecahan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang mereka

miliki, dan

4) evaluasi atas pemecahan masalah yang dilakukan.

Sikap dalam konteks pengelolaan lingkungan diartikan sebagai

suatu kesadaran mental masyarakat untuk merespon lingkungannya. Sikap

digambarkan sebagai kesiapan untuk selalu menanggapi cara tertentu dan

menekan implikasi perilakunya. Sejalan dengan pandangan mengenai sikap,

maka dimensi sikap masyarakat dalam mengelola lingkungan meliputi:

(1) penerimaan, yaitu kesadaran dan keinginan dalam menerima stimulus

atau gejala dari luar;

(2) jawaban, suatu reaksi yang diberikan terhadap stimulus tersebut;

(3) penilaian, berupa kesediaan seseorang dalam menerima suatu konsep;

dan

(4) internalisasi nilai merupakan keterpaduan dari seluruh sistem nilai yang

dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan

perilakunya.

15
Kinerja masyarakat (social performance) merupakan himpunan

tindakan seseorang untuk berperanserta dalam kegiatan bersama masyarakat

untuk menciptakan nilai tambah yang lebih bermanfaat bagi masyarakat dan

lingkungan hidupnya. Dimensi utama kinerja masyarakat

dalam mengelola lingkungan adalah:

(1) ketrampilan dalam pengelolaan lingkungan seperti penataan,

pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, dan

pengendalian lingkungan;

(2) kemampuan fisik menyangkut kekuatan, keharmonisan dan ketepatan;

dan

(3) gerakan fisik dalam melakukan ketrampilan sederhana sampai dengan

ketrampilan yang kompleks.

B.2 Pendekatan Ekonomi dalam Mengelola Lahan

Program-program aktif tentang riset biofisik Sumber daya Alam

(SDA) telah dilakukan sejak lama. Tetapi perdebatan mengenai nilai SDA

dan lingkungan pada saat ini muncul kepermukaan dengan semakin

berkurangnya SDA, meningkatnya perubahan lingkungan, dan dampak

pertumbuhan populasi terhadap lingkungan yang semakin besar, dan

produksi sistem intensifikasi. Nilai-nilai tersebut berkaitan dengan SDA

pada tiga hal yang mana menggambarkan ketertarikan dari tiga

kelompok stakeholder untuk NRM (= Natural Resource Management =

pengelolaan SDA). Nilai-nilai tersebut adalah: (i) potensial produktifitas

16
dan berkurangnya SDA relatif (ekonomis), (ii) Nilai SDA oleh masyarakat

(sosial), dan (ii) Potensi berkurangnya SDA yang tidak dapat pulih

(ekologis).

Faktor yang pertama, SDA dinilai sebagai suatu dasar untuk

produksi pertanian dan menyediakan pangan, bahan bakar dan serat untuk

masyarakat, dan riset pengelolaan SDA telah lama mengemukakan

pengelolaan SDA untuk memaksimalkan produksi dan produktifitas.

Pentingnya nilai ekonomis SDA yang relatif terhadap sistem produksi

pertanian meningkat seiring berkurangnya SDA tersebut. SDA menjadi

‘alamiah’ pada saat awal karena dianggap dapat diperoleh cuma-cuma dan

hanya dipikirkan sebagai suatu faktor yang dieksploitasi dalam

proses produksi. Sedangkan produser dapat memulai sistem pengelolaan

dan investasi penelitian melalui penentuan produksi maksimum dan profit

yang akan diperoleh setiap periode waktu, SDA yang digunakan

(contohnya: produksi tanaman secara maksimum tanpa memperhitungkan

penggunaan air dan lahan, produksi ternak secara maksimum tanpa

memperhitungkan jumlah rumput yang dipakai, maksimum produksi hutan,

dsb).

Selanjutnya, karena SDA berkurang, maka yang perlu dilakukan

adalah sistem pengelolaan untuk memaksimalkan produksi dan profit per

unit SDA yang dipakai (contohnya: hasil per hektar, produksi per unit dari

air irigarsi). Dengan adanya intensifikasi produksi dan mengakibatkan

17
tekanan pada dasar produksi, maka fokus mulai berpindah ke pengelolaan

untuk memaksimalkan produksi per unit dari SDA dengan basis

keberlanjutan yang permanen. Jadi, bila SDA menjadi semakin sedikit, nilai

dan kepentingannya dalam produksi semakin membesar.

Faktor kedua yang mempengaruhi nilai SDA adalah nilai yang

diterima oleh masyarakat. Walaupun banyak budaya meletakkan suatu nilai

yang tinggi terhadap pemeliharaan SDA, atau sedikitnya tidak merusak

SDA tersebut, wawasan lingkungan sebagai pokok produksi pertanian;

masyarakat sekarang menempatkan nilai yang lebih besar terhadap faktor

lingkungan. Nilai sosial dari SDA meningkat terus selama beberapa decade

terakhir dengan dua alasannya. Alasan yang pertama, dalam kehidupan

sosial terutama di negara indiustrialis, pendapatan,

pendidikan dan waktu bersenang-senang meningkat dan disadari oleh

masyarakat sebagai dasar sederhana untuk mempertahankan hidup. Dalam

hal ini masyarakat memberikan penghargaan yang lebih besar terhadap

pentingnya kehidupan hutan, udara dan air bersih, keindahan alami lahan.

Yang kedua, dengan meningkatnya populasi dan sistem produksi

intensifikasi, pengurangan SDA dan pengrusakan menjadi semakin banyak,

kontaminasi pestisida, penggundulan hutan dan menghilangnya species-

species yang ada. Ini membuat pentingnya wawasan lingkungan secara luas

dan menempatkan meningkatnya nilai sosial terhadap lingkungan. Salah

satu manifestasi yang nampak adalah menyalahkan pertanian dan riset

18
pertanian untuk merusak lingkungan.

Penelitian Pengelolaan SDA (Natural Resources Management

Research = NRMR) jelas diperlukan untuk menjawab tantangan ini.

Kemungkinan rusaknya sistem ekologi dan hilangnya SDA atau kualitas

SDA adalah faktor ketiga yang mempengaruhi penilaian SDA. Beberapa

SDA berpotensi tidak dapat pulih seperti misalnya menghilangnya species-

species tertentu yang mengakibatkan kehilangan keragaman hayati yang tak

terhitung nilainya. Tidak dapat pulih sesaat juga merupakan faktor utama di

hutan, padang rumput ataupun badan-badan air yang dapat menjadi semakin

tidak dapat pulih untuk memberikan keuntungan fisik maupun estetik dari

SDA ini.

Sistem produksi pertanian yang tidak berkelanjutan dapat merusak

produksi yang tidak dapat pulih serta sistem pertanian tidak lagi

memberikan dasar kestabilan ekonomi atau standar hidup yang cukup

untuk produser primer tersebut. Integrasi antara keuntungan ekonomi,

sosial dan ekologi memberikan kesulitan juga bagi NRMR. Sistem pertanian

selalu akan mempunyai dampak terhadap SDA tetapi karena sistem ini

sangat kompleks dan periode waktu, maka pemahaman dan pengukuran

akan perubahan tersebut tidaklah mudah. Untuk membuat suatu

perbandingan dan mengakses alternatif yang dapat muncul, konsekuensi

SDA terhadap produksi pertanian harus dinilai secara ekonomi.

Sistem pertanian selalu akan mempunyai dampak terhadap SDA

19
tetapi karena sistem ini sangat kompleks dan periode waktu, maka

pemahaman dan pengukuran akan perubahan tersebut tidaklah mudah.

Untuk membuat suatu perbandingan dan mengakses alternatif yang dapat

muncul, konsekuensi SDA terhadap produksi pertanian harus dinilai secara

ekonomi. Untuk menjamin teknologi-teknologi konservasi tanah yang akan

dan telah diterapkan pada suatu daerah agar sustain memerlukan suatu

penilaian. Demikian halnya dengan penilaian degradasi lahan, misalnya

erosi tanah. Penilaian tidak hanya dilakukan secara biofisik saja, namun

penilaian secara ekonomi juga perlu diperhatikan. Penilian secara ekonomis

terhadap teknologi-teknologi konservasi tanah, akan memberikan gambaran

kelayakan teknologi yang digunakan secara ekonomis, baik teknologi yang

akan diterapkan, maupun teknologi yang telah diterapkan.

Selain itu penilaian ini dapat memberikan gambaran tentang

keuntungan-keuntungan yang diberikan dari penerapan teknologi

konservasi tanah. Hal ini dilakukan agar teknologi-teknologi konservasi

tanah yang ada dapat berkelanjutan dan dikembangkan oleh masyarakat

setempat. Kaitanya dengan penentu atau pengambil kebijakan, dan juga

untuk setiap stakeholder, penilaian teknologi konservasi dan erosi dapat

memberikan gambaran- gambaran perhitungan yang lebih mudah dipahami

dengan mengkonversi nilai-nilai yang ada dalam satuan keuangan.

De Graaff J. mengemukakan bahwa selama nilai keuangan dapat

dihubungkan dengan atribut-atribut criteria konservasi tanah dan air. Hal ini

20
akan memberikan pengaruh penting dalam mempertahankan keberlanjutan

suatu sistem yang pertanian yang ada. Penggunaan Cost-Benefit Ratio yang

disertai dengan analisis multi criteria dapat dipakai dalam tahap awal

penyeleksian teknologi konservasi tanah dan air yang potensial. Demikian

halnya dengan penilaian degradasi lahan (dalam hal ini erosi) juga perlu

dilakukan. Penilaian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

kehilangan sumberdaya yang terjadi karena adanya erosi.

Clark R., mengemukakan bahwa pengaruh secara ekonomi dari

erosi tanah dan keberlanjutan teknologi-teknologi konservasi tanah dinilai

melalui penilaian erosi tanah. Adopsi yang rendah tekonologi konservasi

tanah menyebabkan beberapa teknolologi yang ada mungkin tidak

memberikan keuntungan. Dua pendekatan yang digunakan dalam studi

kasus di Parawella, Srilangka, yaitu nilai sumberdaya dan produksi yang

dapat digunakan untuk menduga biaya erosi tanah dan kelangsungan

teknologi-teknologi konservasi tanah secara ekonomi.

B.3 Peranan Kelembagaan Sosial Ekonomi dalam Mengelola Lahan

Secara ringkas permasalahan utama dalam pengelolaan DAS dan

konservasi tanah berkaitan dengan masalah kelembagaan berupa :10

(1) perbedaan sistem nilai (value) masyarakat berkenaan dengan kelangkaan

sumberdaya, sehingga penanganan persoalan di Jawa berbeda dengan di luar

Jawa,

10
Ibid

21
(2) orientasi ekonomi yang kuat tidak diimbangi komitmen terhadap

perlindungan fungsi lingkungan yang berimplikasi pada munculnya

persoalan dalam implementasi tata ruang,

(3) persoalan laten berkaitan dengan masalah agraria dan

(4) kekosongan lembaga/instansi pengontrol pelaksanaan program.

Menurut Asdak, dalam keterkaitan biofisik wilayah hulu-hilir

suatu DAS, hal-hal tersebut di bawah ini perlu menjadi perhatian.

Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan keterkaitan

lingkungan biofisik dan sosek dimana lembaga tersebut beroperasi. Apabila

aktivitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan menimbulkan dampak yang

nyata pada lingkungan biofisik dan/atau sosek di bagian hilir dari DAS yang

sama, maka perlu adanya desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan

bagian hulu dan hilir sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.

Externalities, adalah dampak (positif/negatif) suatu aktivitas/program

dan/atau kebijakan yang dialami/dirasakan di luar daerah dimana

program/kebijakan dilaksanakan. Dampak tersebut seringkali tidak

terinternalisir dalam perencanaan kegiatan.

Dapat dikemukakan bahwa negative externalities dapat

mengganggu tercapainya keberlanjutan pengelolaan DAS bagi:

(1) mayarakat di luar wilayah kegiatan (spatial externalities),

(2) masyarakat yang tinggal pada periode waktu tertentu setelah kegiatan

berakhir (temporal externalities ), dan

22
(3) kepentingan berbagai sektor ekonomi yang berada di luar lokasi

kegiatan (sectoral externalities).

Menyadari adanya hal yang bersifat “externalities” tersebut maka

pengelolaan sumberdaya alam dapat dikatakan baik apabila keseluruhan

biaya dan keuntungan yang timbul oleh adanya kegiatan pengelolaan

tersebut dapat ditanggung secara proporsional oleh para aktor (organisasi

pemerintah, kelompok masyarakat atau perorangan) yang melaksanakan

kegiatan pengelolaan sumberdaya alam (DAS) dan para aktor yang akan

mendapatkan keuntungan dari adanya kegiatan tersebut.

Peran strategis DAS sebagai unit perencanaan dan pengelolaan

sumberdaya semakin nyata pada saat DAS tidak dapat berfungsi optimal

sebagai media pengatur tata air dan penjamin kualitas air yang dicerminkan

dengan terjadinya banjir, kekeringan dan tingkat sedimentasi yang tinggi.

Dalam prosesnya, maka kejadian-kejaadian tersebut merupakan fenomena

yang timbul sebagai akibat dari terganggunya fungsi DAS sebagai satu

kesatuan sistem hidrologi yang melibatkan kompleksitas proses yang

berlaku pada DAS. Salah satu indikator dominan yang menyebabkan

terganggunya fungsi hidrologi DAS adalah terbentuknya lahan kritis. Dari

hasil inventarisasi lahan kritis menunjukkan bahwa terdapat + 14,4 juta Ha

di luar kawasan hutan dan + 8,3 juta Ha di dalam kawasan hutan.

23
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Erosi adalah hasil pengikisan permukaan bumi oleh tenaga

yang melibatkan pengangkatan benda-benda, seperti air mengalir,

es, angin, dan gelombang atau arus. Secara umum, terjadinya erosi

ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan),

topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup tanah, dan

penggunaan lahan. Adapun yang dimaksud dengan erosi sungai adalah

peristiwa pindahnya suatu massa batuan atau tanah yang disebabkan

oleh air sungai yang mengalir secara terus menerus. Adapun jenis erosi

sungai terbagi menjadi 2 jenis yaitu erosi dasar dan erosi tepi. Akibat

lain dari erosi adalah menurunnya kemampuan tanah untuk meresapkan

air (infiltrasi). Penurunan kemampuan lahan meresapkan air ke dalam

lapisan tanah akan meningkatkan limpasan air permukaan yang akan

mengakibatkan banjir di sungai. Kondisi DAS yang rusak

mengakibatkan ketersediaan air dalam DAS berkurang. Fenomena rasio

debit yang tinggi mengakibatkan ketersediaan air menurun sehingga

pada musim hujan terjadi banjir dan pada musim kemarau terjadi

kekeringan atau kekurangan air.

2. Cara menanggulangi erosi DAS (Daerah Aliran Sungai)

a. Dalam mempertahankan hidup, manusia harus menyelaraskan

24
hidupnya dengan lingkungan alam dan sesamanya serta

mengembangkan pola pikir dan nalar budi sesuai perkembangan alam

dan teknologi.

b. Adopsi yang rendah tekonologi konservasi tanah menyebabkan

beberapa teknolologi yang ada mungkin tidak memberikan

keuntungan. Dua pendekatan yang digunakan dalam permasalahan

erosi DAS yaitu nilai sumberdaya dan produksi yang dapat digunakan

untuk menduga biaya erosi tanah dan kelangsungan teknologi-

teknologi konservasi tanah secara ekonomi. Agar dapat mengatasi

erosi di Daerah Aliran Sungai dengan cepat dan tepat.

c. Kelembagaan yang efektif seharusnya mampu merefleksikan

keterkaitan lingkungan biofisik dan sosek dimana lembaga tersebut

beroperasi. Apabila aktivitas pengelolaan di bagian hulu DAS akan

menimbulkan dampak yang nyata pada lingkungan biofisik dan/atau

sosek di bagian hilir dari DAS yang sama, maka perlu adanya

desentralisasi pengelolaan DAS yang melibatkan bagian hulu dan hilir

sebagai satu kesatuan perencanaan dan pengelolaan.

B. Saran

Dalam makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari kapasitas

materinya yang kurang. Mohon kritik dan saran yang membangun sebagai

bahan instropeksi saya dalam penyusunan sebuah makalah.

25
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Cahyadi, Kajian Permasalahan Daerah Aliran Sungai Juwet Kabupaten Gunung
Kidul dan Usulan Penanggulangannya, Seminar Nasional Geospatial Day 2012, Universitas
Sebelas Maret, Surakarta.
Asdak, C., Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, (Yogyakarta: 2002),
Gadjah Mada University Press.

Fitryane Lihawa, Daerah Aliran Sungai Alo (Erosi, Sedimentasi, dan Longsoran,
(Yogyakarta:2017), Deepublish.
Muhammad Amin, Ridwan dan Iskandar Zulkarnaen, Diktat Kuliah (Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai), (Fakultas Pertanian Lampung :2018).

Slamet Supryogi, Setiawan Purnama dan Darmakusuma Darmanto, Pengelolaan Daerah


Aliran Sungai, (Yogyakarta: Gadjah Mada Universiti Press).
Zachar, D. (1982). Soil Erosion. . Bratislava: Developments in Soil
Science 10, h 10.
Bayu Oktasandi, Endang Setyawati Hisyam, dan Indra Gunawan, Jurnal Fropil Vol 7
Nomor 2 Juli-Desember 2019 Jurnal Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Bangka Belitung
Analisis Erosi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Pompong Kabupaten Bangka, Vol 7 Nomor
2 Juli-Desember 2019, h.72.
Dwi Setiawan Chaniago, Anisa Puspa Rani, Solikatun, Peran Lembaga Sosial
Kemasyarakatan dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan, RESIPROKAL Vol. 1, No. 1,
(14-30) Juni 2019 p-ISSN: 2685-7626.
https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=erosi+sungai

26

Anda mungkin juga menyukai