LAUT
Kamis, 26 Januari 2012
Peta Laut
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu kegiatan dalam pekerjaan survey hidrografi adalah pemeruman yang dilakukan dalam rangka
untuk mengetahui situasi alur kedalaman laut. Dimana hasil dari pemeruman tersebut digunakan sebagai
masukan dalam pembuatan peta dasar lingkungan pantai Indonesia skala 1 : 50.000 di wilayah
pantai Maluku Utara dan Morotai.
B. Tujuan
1. Tujuan Dari Kerja Praktek
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya pada Program Study D3 Survey dan
Pemetaan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Univrsitas Lampung.
2. Tujuan Pekerjaan
Melakukan pengukuran kedalaman (pemeruman) untuk mengetahui kedalaman laut pada wilayah
pantai Halmahera Utara dan Morotai.
D. Batasan Masalah
Dalam pembuatan laporan tugas akhir ini dibatasi oleh hal-hal sebagai berikut:
1. Pemasangan Bench Mark (BM) dan pasang surut (pasut).
2. Melakukan pengukuran kedalaman (pemeruman) pada wilayah pantai Halmahera Utara dan
Morotai.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Hidrografi
Pada awalnya, hidrografi secara sederhana bertujuan untuk menggambarkan relief dasar laut, mencakup
semua unsur alam dan buatan manusia yang pada prinsipnya hampir sama dengan peta darat yang
dalam hal ini topografi (Ingham, 1984). Namun demikian dengan perkembangan jaman dan kemajuan
teknologi, survei hidrografi mempunyai pengertian yang lebih luas lagi. Selama 20 tahun terakhir, telah
terjadi pergeseran mendasar pada lingkup dan aplikasi hidrografi. Hidrografi tidak lagi semata-mata
dikaitkan dengan pemetaan laut dan penetuan posisi, melainkan juga dengan hukum laut dan aspek fisik
dari pengelolaan kawasan pesisir secara terpadu (Dyer, 1979; de jong et al.,2002). Pergeseran ini
diakibatkan oleh kemajuan teknologi instrumen pengukuran dan komputasi, selain itu pergeseran ini juga
diakibatkan oleh permintaan masyarakat dan industri pengguna produk hidrografi sebagai akibat dari
meningkatnya kegiatan manusia di kawasan perairan.
Istilah hidrografi pertam kali dikemukakan oleh International Hydrographic Organization (IHO) pada
Special Publication Number 32 (SP-32) tahun 1970 dan Group of Experts on Hydrographic Surveying and
Nautical Charting dalam laporannya pada Second United Nation Regional Cartographic Conference for
the Americas di Mexico City tahun 1979. IHO mengemukakan bahwa (Poerbandono, 2005):
“that branch of applied science which deal with measurement and description of physical feature of the
navigable position of earth’s surface and joining coastal areas, with special reference to their use for the
purpose of navigation”
Dari definisi diatas, dapat ditejemahkan secara bebas bahwa hidrografi merupakan cabang dari ilmu
terapan yang membahas tentang pengukuran dan deskripsi atau uraian unsur bagian permukaan bumi
yang dikaitkan dengan daerah pantai dengan acuan tertentu untuk keperluan navigasi.
B. Survey Batimetri
Survei batimetrik dimaksudkan untuk mendapatkan data kedalaman dan konfigurasi/ topografi dasar laut,
termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek yang mungkin membahayakan. Survei Batimetri dilaksanakan
mencakup sepanjang koridor survey dengan lebar bervariasi. Lajur utama harus dijalankan dengan
interval 100 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 1.000 meter. Kemudian setelah rencana
jalur kabel ditetapkan, koridor baru akan ditetapkan selebar 1.000 meter. Lajur utama dijalankan dengan
interval 50 meter dan lajur silang (cross line) dengan interval 500 meter. Peralatan echosounder
digunakan untuk mendapatkan data kedalaman optimum mencakup seluruh kedalaman dalam area
survei. Agar tujuan ini tercapai, alat echosounder dioperasikan sesuai dengan spesifikasi pabrik.
Prosedur standar kalibrasi dilaksanakan dengan melakukan barcheck atau koreksi Sound Velocity Profile
(SVP) untuk menentukan transmisi dan kecepatan rambat gelombang suara dalam air laut, dan juga
untuk menentukan index error correction. Kalibrasi dilaksanakan minimal sebelum dan setelah
dilaksanakan survei pada hari yang sama. Kalibrasi juga selalu dilaksanakan setelah adanya perbaikan
apabila terjadi kerusakan alat selama periode survei. Pekerjaan survei Batimetri tidak boleh dilaksanakan
pada keadaan ombak dengan ketinggian lebih dari 1,5 m bila tanpa heave compensator, atau hingga 2,5
m bila menggunakan heave compensator.
Fonomena pasang surut laut didefinisikan sebagai gerakan vertikal dari permukaan laut yang terjadi
secara periodik. Adanya fonomena pasut berakibat kedalaman suatu titik berubah-ubah setiap waktu.
Untuk itu dalam setiap pekerjaan survey hydrografi perlu ditetapkan suatu bidang acuan kedalaman laut
yang disebut Muka Surutan/Chart Datum.
Pengamatan pasang surut pada kegiatan survei hidrografi bertujuan untuk menentukan bidang acuan
kedalaman (muka air laut rerata, muka surutan) serta menentukan koreksi hasil
pemeruman. Pasangsurut muka air laut dipengaruhi gravitasi bulan dan matahari, tetapi lebih dominan
grafitasi bulan, massa matahari jauh lebih besar dibandingkan massa bulan, namun karena jarak bulan
yang jauh lebih dekat ke bumi di banding matahari, matahari hanya memberikan pengaruh yang lebih
kecil, perbandingan grafitasi bulan dan matahari (masing-masing terhadap bumi) adalah sekitar 1 : 0,46.
Untuk keperluan pemetaan darat diperlukan data mean sea level ( msl ) yang merupakan rata –
ratapasang surut selama kurun waktu tertentu (18,6 tahun). Untuk keperluan pemetaan laut diperlukan
data surut terendah ( untuk keperluan praktis minimal pengamatan selama 1 bulan , untuk keperluan
ilmiah bervariasi 1 tahun dan 18,6 tahun).
Pengamatan pasang surut dilaksanakan dengan tujuan untuk menentukan Muka Surutan Peta (Chart
Datum), memberikan koreksi untuk reduksi hasil survei Batimetri, juga untuk mendapatkan korelasi data
dengan hasil pengamatan arus.
Stasiun pasang surut dipasang di dekat/dalam kedua ujung koridor rencana jalur survey dan masing-
masing diamati selama minimal 15 hari terus-menerus dan pengamatan pasang surut dilaksanakan
selama pekerjaan survei berlangsung. Secepatnya setelah pemasangan, tide gauge/staff dilakukan
pengikatan secara vertikal dengan metode levelling (sipat datar) ke titik kontrol di darat yang terdekat,
sebelum pekerjaan survei dilaksanakan dan pada akhir pekerjaan survey dilakukan.
D. Pemeruman
Pemeruman adalah sebuah istilah yang diberikan untuk sounding yang didefinisikan sebagai “measured
or charted depth of water or the measurement of such dept’ (IH0, 1970). Pengukuran kedalaman dasar
laut yang bertujuan untuk mendapatkan gambaran kondisi topografi dasar laut. Alat yang akan digunakan
adalah digital echosunder. Sinkronisasi data kedalaman dan posisi horizontal dilakukan secara otomatis
oleh firmware (software yang berada di dalam alat) . Pada proses perekaman, data posisi direkam
dengan interval setiap dua detik (Fix Position Record) dan semua data kedalaman direkam dengan
kecepatan 6 ping per detik.
Pemasangan peralatan sounding dipasang dan dipastikan bahwa peralatan dipasang pada posisi yang
aman dan kuat terhubung dengan kapal (terutama transducer dan antena). Konstruksi transducer akan
dibuat sedemikian rupa sehingga transducer benar-benar dapat dipasang tegak lurus bidang permukaan
laut. Transducer akan dipasang pada sisi luar di tengah-tengah bagian buritan dan haluan dengan
kedalaman yang sesuai sehingga apabila kapal bergerak vertikal akibat gelombang, bagian bawah
transducer tetap berada di bawah permukaan air.
Setelah transducer dipasang dengan baik maka selanjutnya dilakukan kalibrasi (bar check). Bar check
dilakukan dengan cara menenggelamkan sebuah plat baja/besi di bawah transducer dengan
menggunakan kabel baja yang diberi tanda setiap lima meter sampai 20 m. Plat baja dengan kedalaman
yang sudah ditentukan kemudian menjadi pembanding bacaan echosunder. Kalibrasi dilakukan dengan
cara merubah kecepatan suara di air sedemikian rupa sehingga bacaan echosounder sama dengan
panjang tali baja. Pengubahan kecepatan dilakukan dengan cara menginput secara digital melalui
keypad echosounder. Kalibrasi akan dilakukan pada kedalaman yang berbeda-beda dan dilakukan pada
saat sebelum dan sesudah survey. Untuk melakukan kalibrasi/barcheck ini akan dipilih lokasi/tempat
yang permukaan airnya cukup tenang.
Perekaman data posisi dan kedalaman dilakukan secara otomatis dan simulatan dalam bentuk digital
sehingga terhindar dari kesalahan-kesalahan akibat sinkronisasi data posisi dan kedalaman secara
manual. Setiap satu lajur ukuran akan disimpan dalam satu file dengan pemberian nama file yang unik
sehingga memudahkan untuk pengecekan, pencarian dan pemrosesan data. Secara real time profile
dasar laut pada lajur suvey tampil pada display komputer dan apabila dikehendaki dapat langsung
dilakukan print out. Semua kegiatan survey pada tahap pelaksanaan ini terintegrasi dan dikendalikan
oleh software sehingga terhindar dari human error.
Pengolahan data dilakukan setiap hari setelah selesai pengukuran hari tersebut untuk selanjutnya
dianalisa dan apabila ada kesalahan dapat diantisipasi secara cepat pada hari berikutnya. Pengolahan
data terdiri dari downloading, verifikasi data, dan penggambaran. Proses downloading dan verifikasi data
dilakukan menggunakan software Hypack. Ouput pada proses downloading adalah data dalam beberapa
format NMEA yang disyaratkan. Data dalam format NMEA tersebut kemudian dengan mudah diubah
menjadi bentuk No., X, Y, Z dan digunakan sebagai input pada proses penggambaran. Penggambaran
kontur dilakukan menggunakan sotware LDD(LandDesktopDevelopment).
E. Metode Pemeruman
Pekerjaan pemeruman terbangun dari banyak aktifitas pengukuran kedalaman merupakan bagian
terpenting atau unsure pekerjaan utama dari pemeruman, selain pengukuran kedalaman aktifitas lain
yang dilakukan bersamaan dengan pemeruman adalah pengamatan pasang surut (tinggi muka air) dan
penetuan posisi. Aktifitas- aktifitas pendukung lain yang penting dalam mendukung pemeruman adalah
navigasi dan pengendalain wahana.
Metode pemeruman yang dimaksud disini lebih ditekankan pada pengukuran kedalaman dengan
beberapa penjelasan umum yang penting untuk aktfitas-aktifitas pendukungnya. Pengukuran kedalaman
dapat dilakukaan dengan beberapa cara yang dikelompokan menurut metode yaitu metode akustik.
Penggunaan gelombang akustik untuk pengukuran-pengukuran bawah air termasuk pengukuran
kedalaman merupakan teknik yang paling popular dalam hidrografi pada saat ini. Gelombang akustik
dengan frekuensi 5 khz atau 100 hz akan mempertahankan kehilangan intensitasnya hingga kurang dari
10% pada kedalaman 10 km, sedangkan gelombang akustik dengan frekuensi 500 khz akan kehilangan
intensitasnya pada kedalaman kurang dari 100 m. Secara khusus teknik ini dipelajari dalam hidro akustik.
Untuk pengukuran kedalaman digunakan Echosounder atau perum gema yang pertama kali
dikembangkan di Jerman tahun 1920 (Lurton, 2002 dalam buku Poerbandono dan Eka
Djunarsyah.2005. Survey Hidrografi, PT. Refika Aditama. Bandung.). Alat ini dapat dipakai untuk
menghasilkan Profil kedalaman yang kontinyu sepanjang jalur perum dengan ketelitian yang cukup baik.
Alat Perum gema menggunakan prisip pengukuran jarak dengan memanfaatkan gelombang akustik yang
dipancarkan dari transduser.
A. Persiapan
Kegiatan persiapan yang dimaksudkan secara umum meliputi persiapan administrasi dan persiapan
teknis, yang dimulai dari permohonan kerja praktek, pembentukan tim sampai dengan
pemberangkatannya menuju lokasi survei.
1. Persiapan Administrasi
Poerbandono dan Eka djunarsih. 2005. Survey Hidrografi, PT. Refika Aditama. Bandung
Universitas Lampung. 2007. Format Penulisan Karya Ilmiah. Penerbit Universitas Lampung. Bandarlampung.
www. google.com
Diposkan oleh febri indra payoga di 13.24
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Pengikut
Arsip Blog
▼ 2012 (1)
o ▼ Januari (1)
Peta Laut
Mengenai Saya