Anda di halaman 1dari 231

ANALISIS WILAYAH TERGENANG DAN PERILAKU

BANJIR PADA SIMULASI KEGAGALAN BENDUNGAN


(DAMBREAK) CIAWI

TES IS

Karya tulis sebagai salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Magister dari
Institut Teknologi Bandung

Oleh :

DANDI WIRUSTYASTUKO
NIM : 95011303
(Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Air)

IN S T IT U T TE K N O L O G I B A N D U N G
2013

I-1
ANALISIS WILAYAH TERGENANG DAN PERILAKU
BANJIR PADA SIMULASI KEGAGALAN BENDUNGAN
(DAMBREAK) CIAWI

Oleh :
DANDI WIRUSTYASTUKO
NIM. 95011303
(Program Studi Magister Pengelolaan Sumber Daya Air)

Institut Teknologi Bandung

Menyetujui :
Tim Pembimbing

Tanggal : Bandung, 31 Mei 2013

Pembimbing I

(Joko Nugroho, ST., MT., Ph.D)


NIP.197406011999031004

Mengetahui :
Ketua Program Studi

(Ir. IWAN KRIDASANTAUSA, M.Sc., Ph.D)


NIP.196707021993031001

2
ABSTRAK

ANALISIS WILAYAH TERGENANG DAN PERILAKU BANJIR PADA


SIMULASI KEGAGALAN BENDUNGAN CIAWI

Oleh
Dandi Wirustyastuko
NIM : 95011303
(Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Air)

Bendungan selain dapat berperan sebagai faktor yang dapat meningkatkan


kemampuan (capacity) dalam menurunkan resiko bencana, bendungan dapat pula
menjadi sebuah faktor ancaman bencana (hazard) baru. Untuk mengantisipasi
bencana akibat kegagalan bendungan, maka sebelumnya perlu dilakukan studi
tentang analisis keruntuhan bendungan. Tujuan dari studi ini adalah diperolehnya
hasil analisis wilayah yang berpotensi terkena genangan banjir apabila Bendungan
Ciawi mengalami kegalalan dan membuat peta daerah bahaya bencana banjir.
Analisis wilayah tergenang dan perilaku banjir dalam studi ini menerapkan
program ZhongXing HY-21 untuk membuat hidrograf aliran keluar dari
bendungan, menganalisis tinggi genangan dan cepat rambatan banjir serta
mengetahui sebaran wilayah yang terkena genangan. Selanjutnya dari parameter
tersebut akan dilakukan analisis resiko genangan dengan penentuan klasifikasi
resiko bencana untuk daerah hilir bendungan ditinjau dari tinggi genangan dan
penduduk terkena resiko bencana.
Debit outflow maksimum terjadi pada rekahan akibat keruntuhan Bendungan
untuk skenario kasus piping yaitu 83690,9 m3/s (pada waktu ±0,52 jam saat proses
keruntuhan). Jumlah wilayah terbesar yang terkena dampak genangan mencapai
21 Kecamatan dari 6 Kabupaten untuk skenario kasus overtopping. Klasifikasi
tingkat resiko untuk daerah hilir Bendungan Ciawi secara umum termasuk dalam
kategori dengan nilai 3 (Tingkat Resiko Menengah) dan kategori Daerah Bahaya
Bencana 3 (tinggi genangan > 2 m).

Kata Kunci : Keruntuhan bendungan, Klasifikasi resiko bencana, ZhongXing HY-


21

i
ABSTRACT

POTENTIAL INUNDATION AND FLOOD BEHAVIOR ANALYSIS DUE


TO CIAWI DAM BREAK SIMULATION

by
Dandi Wirustyastuko
NIM : 95011303
(Master Program of Water Resources Managemet)

A dam can increase the capacity in reducing disaster risk, but it can be a new
hazard factor. To anticipate the catastrophe due to the dam failure, a study of
analysis of the dam failure is necessary to be performed. The purpose of this
research is to obtain the area potentially affected by flood inundation in case of
Ciawi Dam failure and make a map of the flood hazard areas.
Analysis of the flood inundation and its behavior in this study were done by
application of the ZhongXing HY-21 program. Application of the software
resulted some paramteres, i.e : the outflow hydrograph through the dam, analyzing
the water level, flood travel time and determine the distribution of the affected
areas by inundation. Further more from these parameters will be analyzed to
determine the risk of inundation by determining the downstream hazard
classification in term of water level and risk recipient population.
Dam failure due to piping case scenario has the largest discharge outflow which is
83690,9 m3/s (± 0.52 hours at the time of the failure). The largest number of areas
affected by inundation reached 21 Sub-districts of 6 Districts to overtopping case
scenario. The classification of Ciawi Dam downstream hazard generally included
in the category with a value of 3 (Intermediate Risk Level) and category 3 of
Disaster Hazard Areas (water level > 2 m).

Keywords : Dambreak, Downstream hazard classification, ZhongXing HY-21

ii
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS

Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut


Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta
ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut
Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus
disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya
.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah seizin
Direktur Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

iii
Tesis ini dipersembahkan untuk
Orang Tua Tercinta :
Letkol CPM (Purn). H. Takat
Hj. Rustiningsih

Kakak – kakak dan Keluarga Tercinta :


Widya Wisulistyaningsih, SE.
Wenny Wipangastutiningdyah, SE.
Jati Wijiedhi K., SE.
(Alm) Tato Krisdarmanto, Amd.
Agus Koesworo, S.IP.
Dyta Nabilah Widyaningsih
Amira Rohadhatul Aisy

Orang Tercinta :
Nurfiyana, SP.

iv
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat


Allah SWT, yang karena-Nya penulis telah menyelesaikan penelitian dan
penulisan Tesis ini yang berjudul “Analisis Wilayah Tergenang Dan Perilaku
Banjir Pada Simulasi Kegagalan Bendungan Ciawi” dapat diselesaikan. Tesis
merupakan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan Pasca
Sarjana (S2) Program Studi Magistar Pengelolaan Sumber Daya Air, Institut
Teknologi Bandung.
Tidak lupa pula, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1. Bapak Joko Nugroho, ST. MT., Ph.D, selaku pembimbing I, yang telah
banyak memberikan bimbingan, arahan, masukan dan saran kepada
penulis pada penyusunan tesis ini.
2. Bapak Ir.Iwan Kridasantausa, M.Sc., Ph.D, selaku penguji I dan Ketua
Program Studi MPSDA, yang telah banyak memberikan masukan, saran
dan bimbingan kepada penulis pada penyusunan tesis ini.
3. Bapak Dhemi Harlan, ST. MT., M.Sc., Ph.D, selaku penguji II, yang telah
banyak memberikan masukan, saran dan bimbingan kepada penulis pada
penyusunan tesis ini.
4. Mas Dony Hermawan, ST., MPSDA yang telah banyak memberikan
bantuan, saran, semangat dan dorongan kepada penulis dalam penyelesaian
tesis ini.
5. Bapak Ir. Miki Riando, selaku Direktur Utama dan Bapak Wahyudi,
selaku Direktur Teknis, P.T. CaturBina Guna Persada yang telah banyak
memberikan bantuan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini
6. Mas Airlangga, ST., dan Mas Erick, ST. selaku staf teknik P.T. CaturBina
Guna Persada yang telah banyak memberikan bantuan dan masukan
kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

v
7. Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung – Cisadane atas informasi dan
dukungannya kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
8. Ayahanda tercinta Letkol CPM (Purn).H.Takat dan Ibunda tercinta
Hj.Rustiningsih selaku orang tua serta kakak - kakak (Widya
Wisulistyaningsih, SE. ; Weny Wipanganstutiningdyah, SE. ; dan Jati
Wijiedhi K., SE.) dan keluarga sekalian yang telah banyak memberikan
dukungan baik moril maupun financial serta doa kepada penulis pada
penyusunan tesis ini.
9. Nurfiyana, SP., serta teman-teman Magister Pengelolaan Sumber Daya Air
angkatan 2011 dan 2012 Kelas Reguler dan Kelas Kementrian Pekerjaan
Umum yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada
penulis selama penyususan tesis ini.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis menyadari masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran dari para pembaca yang sifatnya
membangun sangat penulis harapkan.
Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak dan dapat memberikan pengetahuian yang berharga terutama
bagi kemajuan umat manusia. Aamiin

Wassalammualaikum Wr. Wb.

Bandung, Mei 2013

Dandi Wirustyastuko

vi
DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................................i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS ..................................................................... iii
Lembar Persembahan ............................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
DAFTAR ISI ........................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xix
Bab I Pendahuluan ............................................................................................. I-1
I.1 Latar Belakang ......................................................................................... I-2
I.2 Maksud dan Tujuan .................................................................................. I-3
I.3 Kegunaan ................................................................................................. I-3
I.4 Ruang Lingkup......................................................................................... I-3
I.5 Lokasi Studi ............................................................................................. I-4
I.6 Sistematika Penulisan ............................................................................... I-9
Bab II Tinjauan Pustaka ..................................................................................... II-1
II.1 Siklus Hidrologi ...................................................................................... II-1
II.2 Managemen Resiko Bencana ................................................................... II-2
II.3 Studi Terdahulu Tentang RTD Bendungan Tempuran ............................. II-2
II.4 Analisis Hidrologi ................................................................................... II-4
II.4.1 Hujan Maksimum BolehJadi............................................................... II-4
II.5 Kegagalan Bendungan ............................................................................. II-5
II.5.1 Bentuk – bentuk Kegagalan Bendungan.............................................. II-5
II.5.2 Identifikasi Gejala dan Keadaan Darurat ........................................... II.11
II.6 Model DAMBRK .................................................................................. II-16
II.6.1 Formasi Rekahan .............................................................................. II-16
II.6.2 Hidrograf Debit Outflow Bendungan ................................................ II-16

vii
II.6.3 Parameter Rekahan ........................................................................... II-19
II.6.4 Penelusuran Banjir di Hilir Bendungan ............................................. II-20
II.7 Program Aplikasi Keruntuhan Bendungan (ZhongXing HY-21) ............ II.21
II.8 Teori Pemodelan Dalam Pemodelan ZhongXing – HY 21 ..................... II-21
II.8.1 Model Turbulensi ............................................................................. II-23
II.8.2 Solusi Metode Numerik .................................................................... II-23
II.8.3 Waktu Integrasi ................................................................................ II-24
Bab III Gambaran Wilayah Studi........................................................................III-1
III.1 Deskripsi Bendungan Ciawi ...................................................................III-1
III.1.1 Lokasi Bendungan Ciawi .................................................................III-1
III.1.2 Data Teknsi Bendungan Ciawi .........................................................III-2
III.1.3 Rencana Pemanfaatan Bendungan Ciawi ..........................................III-4
III.1.4 Lengkung Kapasitas Pelimpah..........................................................III-4
III.2 Analisis Hidrologi Bendungan Ciawi .....................................................III-5
III.2.1 Hujan Maksimum BolehJadi DAS Ciawi..........................................III-5
III.2.2 Debit Banjir Rancangan ...................................................................III-9
III.3 Gambaran Umum DAS Ciliwung ......................................................... III-13
III.3.1 Administrasi DAS Ciliwung ........................................................... III-13
III.3.2 Keadaan Fisik DAS Ciliwung......................................................... III-15
Bab IV Metodologi ............................................................................................ IV-1
IV.1 Umum ................................................................................................... IV-1
IV.2 Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................... IV-1
IV.3 Metode Penelitian.................................................................................. IV-2
IV.4 Tahapan Analisis Keruntuhan Bendungan ............................................. IV-2
IV.4.1 Simulasi Kegagalan Bendungan dengan ZhongXing – HY 21 ......... IV-4
Bab V Analisis dan Pembahasan ........................................................................ V-1
V.1 Analisis Keruntuhan Bendungan ............................................................. V-1
V.1.2 Skenario Keruntuhan Bendungan ....................................................... V-1
V.2 Analisis Penelusuran Hidrodinamik Banjir ............................................ V-13
V.2.1 Kasus Overtopping ........................................................................... V-13

viii
V.2.2 Kasus Piping (dengan inflow) ........................................................... V-41
V.2.3 Kasus Piping (tanpa inflow) .............................................................. V-66
V.3 Analisis Sebaran Wilayah Genangan dan Resiko ................................... V-82
V.3.1 Tinjauan Kondisi Wilayah Genangan ............................................... V-82
V.3.2 Luas Area dan Volume Genangan .................................................... V-97
V.4 Analisis Resiko Genangan ................................................................... V-103
V.4.1 Klasifikasi Daerah Bahaya Bencana Berdasarkan Tinggi GenanganV-103
V.4.2 Klasifikasi Tingkat Resiko Bencana Berdasarkan Penduduk Terkena
Resiko ........................................................................................... V-107
Bab VI Kesimpulan dan Saran ........................................................................... VI-1
VI.1 Kesimpulan ........................................................................................... VI-1
VI.1 Saran ..................................................................................................... VI-2
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ VII-1
LAMPIRAN

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Kondisi Keadaan Darurat Bendungan ................................ A-1


A.1 Kondisi Didih Pasir .................................................... A-1
A.2 Kondisi Rembesan ...................................................... A-2
A.3 Kondisi Longsoran Pada Tubuh Bendungan ............... A-3
A.4 Kondisi Lubang Benam .............................................. A-4
A.5 Kondisi Penurunan (Settlement) ................................. A-5
A.6 Kondisi Retak Pada Tubuh Bendungan ....................... A-6
A.7 Kondisi Retak atau Deformasi Pada Struktur Beton .... A-7
A.8 Kondisi Overtopping Pada Bendungan ....................... A-8
Lampiran B Tahapan Proses Pemodelan dengan ZhongXing – HY 21 .. B-1
B.1 Preproses .................................................................... B-1
B.2 Proses Simulasi ........................................................... B-13
B.3 Tahapan Post Proses ................................................... B-14

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1 Peta Lokasi Bendungan Ciawi ........................................... I-5


Gambar I.2 Peta Lokasi Genagnan Waduk ........................................... I-6
Gambar I.3 Peta Daerah Aliran Sungai Citarum ................................... I-8
Ganbar II.1 Siklus Hidrologi ................................................................ II-1
Gambar II.2 Erosi Pada Bendungan Tipe Urugan Tanah Akibat Hujan .. II-6
Gambar II.3 Permasalahan Pada Bendungan ........................................ II-10
Gambar II.4 Tampak Samping Bendungan Konsepsi Keruntuhan Akibat
Overtopping ...................................................................... II-18
Gambar II.5 Tampak Depan Bendungan Proses Rekahan Akibat
Overtopping ...................................................................... II-18
Gambar II.6 Tampak Depan Bendungan Proses Rekahan akibat Piping . II-19
Gambar II.7 Bagan Alir proses Program Dambreak Analysis SEC-HY21 II-21
Gambar III.1 Grafik Hubungan Elevasi Muka Air – Luas Genangan –
Volume ............................................................................. III-4
Gambar III.2 Kurva Debit Pelimpah Bendungan Ciawi .......................... III-5
Gambar III.3 Isohit Hujan Maksimum BolehJadi DAS Ciawi ................. III-7
Gambar III.4 Desain Pola Hujan Badai DAS Ciawi Durasi 8 jam ........... III-9
Gambar III.5 Grafik Hidrograf Banjir Bendungan Ciawi ........................ III-11
Gambar III.6 Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Tahun 2009 ................. III-16
Gambar III.7 Topografi DAS Ciliwung .................................................. III-17
Gambar IV.1 Diagram Alir Penelitian..................................................... IV-3
Gambar V.1 Parameter Kondisi Batas Keruntuhan Bendungan Ciawi
Kasus Overtopping ............................................................ V-2
Gambar V.2 Grafik Spillway Rating Curve Bendungan Ciawi ............... V-3
Gambar V.3 Grafik Inflow Hidrograf Debit PMF Bendungan Ciawi ...... V-3
Gambar V.4 Grafik Hubungan Waktu dengan Elevasi, Proses Keruntuhan
Akibat Overtopping ........................................................... V-4

xi
Gambar V.5 Grafik Hubungan Waktu dengan Debit Limpasan, Proses
Keruntuhan Akibat Overtopping........................................ V-4
Gambar V.6 Parameter Kondisi Batas Keruntuhan Bendungan Ciawi
Kasus Piping dengan inflow .............................................. V-6
Gambar V.7 Grafik Hubungan Waktu dengan Elevasi, Proses Keruntuhan
Akibat Piping (dengan inflow)........................................... V-7
Gambar V.8 Grafik Hubungan Waktu dengan Debit Limpasan, Proses
Keruntuhan Akibat Piping (dengan inflow)........................ V-8
Gambar V.9 Hidrograf Banjir Inflow (QPMF) dan Outflow Pada Kasus
Keruntuhan Bendungan Ciawi ........................................... V-9
Gambar V.10 Parameter Kondisi Batas Keruntuhan Bendungan Ciawi
Kasus Piping dengan inflow .............................................. V-11
Gambar V.11 Grafik Hubungan Waktu dengan Elevasi, Proses Keruntuhan
Akibat Piping (tanpa inflow) ............................................. V-12
Gambar V.12 Grafik Hubungan Waktu dengan Debit Limpasan, Proses
Keruntuhan Akibat Piping (tanpa inflow) .......................... V-13
Gambar V.13 Profil Muka Air Banjir pada Penampang Memanjang Sungai
Ciliwung kasus overtopping .............................................. V-15
Gambar V.14 Sebaran Wilayah Genangan pada kasus overtopping ......... V-15
Gambar V.15 Profil Muka Air pada Kecamatan Megamendung, Hilir
Waduk Ciawi .................................................................... V-16
Gambar V.16 Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Ciawi.................. V-17
Gambar V.17 Profil Muka Air Banjir pada Daerah Sekitar Bendung
Katulampa......................................................................... V-18
Gambar V.18 Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Bogor Timur....... V-19
Gambar V.19 Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Tanah Sereal dan
Kedunghalang ................................................................... V-20
Gambar V.20 Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Bojonggede dan
Cibinong ........................................................................... V-21

xii
Gambar V.21 Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Tanah Abang,
Menteng, Setia budi, dan Tebet ......................................... V-22
Gambar V.22 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Megamendung kasus
overtopping ....................................................................... V-25
Gambar V.23 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Ciawi kasus overtopping V-25
Gambar V.24 Hidrograf Muka Air Banjir Daerah Katulampa kasus
overtopping ....................................................................... V-26
Gambar V.25 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Selatan kasus
overtopping ....................................................................... V-26
Gambar V.26 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Timur kasus
overtopping ....................................................................... V-27
Gambar V.27 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Kedunghalang kasus
overtopping ....................................................................... V-27
Gambar V.28 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Utara kasus
overtopping ....................................................................... V-28
Gambar V.29 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Tanah Sereal kasus
overtopping ....................................................................... V-28
Gambar V.30 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Semplak kasus overtopping V-29
Gambar V.31 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bojonggede kasus
overtopping ....................................................................... V-29
Gambar V.32 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Cibinong kasus
overtopping ....................................................................... V-30
Gambar V.33 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Beji kasus overtopping ... V-30
Gambar V.34 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Jaga Karsa kasus
overtopping ....................................................................... V-31
Gambar V.35 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pasar Rebo kasus
overtopping ....................................................................... V-31
Gambar V.36 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pasar Minggu kasus
overtopping ....................................................................... V-32

xiii
Gambar V.37 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pancoran kasus
overtopping ....................................................................... V-32
Gambar V.38 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Tebet kasus
overtopping ....................................................................... V-33
Gambar V.39 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Setia Budi kasus
overtopping ....................................................................... V-33
Gambar V.40 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Menteng kasus
overtopping ....................................................................... V-34
Gambar V.41 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Tanah Abang kasus
overtopping ....................................................................... V-34
Gambar V.42 Hidrograf Aliran Banjir Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta
Kasus Overtopping ............................................................ V-37
Gambar V.43 Hidrograf Aliran Banjir Saat Masuk Kota DKI Jakarta Kasus
Overtopping ...................................................................... V-40
Gambar V.44 Muka Air Banjir pada Penampang Memanjang Sungai
Ciliwung kasus piping (dengan inflow) .............................. V-42
Gambar V.45 Sebaran Wilayah Genangan pada kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-42
Gambar V.46 Profil Muka Air pada Kecamatan Megamendung, Hilir
Waduk Ciawi .................................................................... V-43
Gambar V.47 Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Ciawi.................. V-44
Gambar V.48 Profil Muka Air Banjir pada Daerah Sekitar Bendung
Katulampa......................................................................... V-45
Gambar V.49 Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Bogor Timur,
Bogor Selatan, dan Kedunghalang ..................................... V-46
Gambar V.50 Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Bogor Timur....... V-47
Gambar V.51 Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Bojonggede dan
Cibinong ........................................................................... V-48
Gambar V.52 Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Menteng, Setia budi,
dan Tebet .......................................................................... V-49

xiv
Gambar V.53 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Megamendung kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-52
Gambar V.54 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Ciawi kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-52
Gambar V.55 Hidrograf Muka Air Banjir Daerah Katulampa kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-53
Gambar V.56 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Selatan kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-53
Gambar V.57 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Timur kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-54
Gambar V.58 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Kedunghalang kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-54
Gambar V.59 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Utara kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-55
Gambar V.60 Hidrograf Muka Air Banjir Kec.Tanah Seral kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-55
Gambar V.61 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Semplak kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-56
Gambar V.62 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bojonggede kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-56
Gambar V.63 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Cibinong kasus piping ...
(dengan inflow) ................................................................. V-57
Gambar V.64 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Beji kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-57
Gambar V.65 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Jaga Karsa kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-58
Gambar V.66 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pasar Rebo kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-58
Gambar V.67 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pasar Minggu kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-59

xv
Gambar V.68 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pancoran kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-59
Gambar V.69 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Tebet kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-60
Gambar V.70 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Setia Budi kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-60
Gambar V.71 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Menteng kasus piping
(dengan inflow) ................................................................. V-61
Gambar V.72 Hidrograf Aliran Banjir Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta
Kasus Piping dengan Inflow .............................................. V-62
Gambar V.73 Hidrograf Aliran Banjir Saat Masuk Kota DKI Jakarta Kasus
Piping dengan Inflow ........................................................ V-65
Gambar V.74 Muka Air Banjir pada Penampang Memanjang Sungai
Ciliwung kasus piping (tanpa inflow) ................................ V-67
Gambar V.75 Sebaran Wilayah Genangan pada kasus piping (tanpa inflow) V-67
Gambar V.76 Profil Muka Air pada Kecamatan Megamendung, Hilir
Waduk Ciawi .................................................................... V-68
Gambar V.77 Profil Muka Air pada Kecamatan Ciawi ............................ V-69
Gambar V.78 Profil Muka Air pada Daerah Sekitar Bendung Katulampa V-70
Gambar V.79 Profil Muka Air Kecamatan Bogor Selatan, Bogor
Timur dan Kedunghalang .................................................. V-71
Gambar V.80 Profil Muka Air Kecamatan Bogor Timur dan Bogor Utara V-72
Gambar V.81 Profil Muka Air Kecamatan Tanah Seral dan Kedunghalang V-73
Gambar V.82 Profil Muka Air Kecamatan Bojonggede dan Cibinong ..... V-74
Gambar V.83 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Megamendung kasus piping
(tanpa inflow) .................................................................... V-76
Gambar V.84 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Ciawi kasus piping
(tanpa inflow) .................................................................... V-77
Gambar V.85 Hidrograf Muka Air Banjir Daerah Katulampa kasus piping
(tanpa inflow) .................................................................... V-77

xvi
Gambar V.86 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Selatan kasus piping
(tanpa inflow) .................................................................... V-78
Gambar V.87 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Timur kasus piping
(tanpa inflow) .................................................................... V-78
Gambar V.88 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Kedunghalang kasus piping
(tanpa inflow) .................................................................... V-79
Gambar V.89 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Utara kasus piping
(tanpa inflow) .................................................................... V-79
Gambar V.90 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Tanah Sereal kasus piping
(tanpa inflow) .................................................................... V-80
Gambar V.91 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Semplak kasus piping
(tanpa inflow) .................................................................... V-80
Gambar V.92 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bojonggede kasus piping
(tanpa inflow) .................................................................... V-81
Gambar V.93 Hidrograf Aliran Banjir Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta
Kasus Piping tanpa Inflow ................................................. V-82
Gambar V.94 Tampak Atas Profil 3 Dimensi Peta DEM
(Digital Elevation Model) DAS Ciliwung dan Sekitarnya .. V-84
Gambar V.95 Tampak Samping Profil 3 Dimensi Peta DEM
(Digital Elevation Model) DAS Ciliwung dan Sekitarnya .. V-85
Gambar V.96 Peta Kontur Tinjauan Lokasi Genangan (A) ...................... V-87
Gambar V.97 Tampak Atas Profil 2 Dimensi Peta DEM
(Digital Elevation Model) DAS Ciliwung dan Sekitarnya .. V-88
Gambar V.98 Peta Kontur dan Alur Sungai Tinjauan Lokasi Genangan (B.1) V-90
Gambar V.99 Peta Kontur dan Alur Sungai Tinjauan Lokasi Genangan (B.2) V-91
Gambar V.100 Peta Kontur dan Alur Sungai Tinjauan Lokasi Genangan (B.3) V-92
Gambar V.101 Lokasi Tinjauan Daerah Genangan di dalam dan di luar DAS
Ciliwung ........................................................................... V-94
Gambar V.102 Penampang Melintang Profil Lahan Daerah Genangan di
dalam dan di luar DAS Ciliwung ....................................... V-95

xvii
Gambar V.103 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Luas Genangan
Kasus Overtopping ............................................................ V-97
Gambar V.104 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Volume Genangan
Kasus Overtopping ............................................................ V-98
Gambar V.105 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Luas Genangan
Kasus Piping (dengan inflow) ............................................ V-99
Gambar V.106 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Volume Genangan
Kasus Piping (dengan inflow) ............................................ V-100
Gambar V.107 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Luas Genangan
Kasus Piping (tanpa inflow) .............................................. V-101
Gambar V.108 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Volume Genangan
Kasus Piping (tanpa inflow) .............................................. V-102
Gambar V.109 Peta Daerah Genangan Kasus Overtopping ...................... V-109
Gambar V.110 Peta Kontur Propagasi Aliran Banjir Kasus Overtopping .. V-110
Gambar V.111 Peta Daerah Genangan Kasus Piping Dengan Inflow ........ V-111
Gambar V.112 Peta Kontur Propagasi Aliran Banjir Kasus Piping
Dengan Inflow ................................................................... V-112
Gambar V.113 Peta Daerah Genangan Kasus Piping Tanpa Inflow ......... V-113
Gambar V.114 Peta Kontur Propagasi Aliran Banjir Kasus Piping Tanpa
Inflow ................................................................................ V-114

xviii
DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Sistem Klasifikasi Resiko Bencana Berdasarkan Jumlah


Penduduk di Daerah Resiko Banjir Akibat Keruntuhan
Bendungan ........................................................................ II-3
Tabel II.2 Sistem Klasifikasi Daerah Bahaya Berdasarkan Tinggi
Genangan Banjir akibat Keruntuhan Bendungan ............... II-3
Tabel II.3 Bentuk – bentuk Kegagalan Hidraulik ............................... II-7
Tabel II.4 Bentuk – bentuk Kegagalan Rembesan .............................. II-8
Tabel II.5 Bentuk – bentuk Kegagalan Struktural .............................. II-9
Tabel III.1 Kapasitas Pelimpah Bendungan Ciawi .............................. III-5
Tabel III.2 Hasil Perhitungan Hujan Maksimum BolehJadi DAS Ciawi III-6
Tabel III.3 Pola Distribusi Hujan PMF................................................ III-9
Tabel III.4 Hidrograf Banjir rencana dengan berbagai periode ulang. .. III-10
Tabel III.5 Besaran volume banjir untuk setiap periode ulang di Waduk
Ciawi dengan elevasi puncak +565 m ................................ III-12
Tabel III.6 Penyebaran Penduduk Kecamatan di DAS Ciliwung ......... III-13
Tabel III.7 Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Tahun 2009 ................. III-15
Tabel V.1 Sebaran Wilayah Tergenang Kasus Overtopping ............... V-14
Tabel V.2 Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time) kasus
overtopping ....................................................................... V-23
Tabel V.3 Hubungan Debit Aliran Banjir Terhadap Waktu Saat Aliran
Banjir Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta Kasus Overtopping V-36
Tabel V.4 Hubungan Debit Aliran Banjir Terhadap Waktu Saat Aliran
Banjir Masuk Kota DKI Jakarta Kasus Overtopping.......... V-38
Tabel V.5 Sebaran Wilayah Tergenang Kasus Piping (dengan inflow) V-41
Tabel V.6 Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time) kasus
piping (dengan inflow)....................................................... V-50

xix
Tabel V.7 Hubungan Debit Aliran Banjir Terhadap Waktu Saat
Aliran Banjir Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta Pada Kasus
Piping dengan Inflow ........................................................ V-61
Tabel V.8 Hubungan Debit Aliran Banjir Terhadap Waktu Saat Aliran
Banjir Masuk Kota DKI Jakarta Kasus Piping dengan Inflow V-63
Tabel V.9 Sebaran Wilayah Tergenang Kasus Piping (tanpa inflow) .. V-66
Tabel V.10 Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time) kasus
piping (tanpa inflow) ......................................................... V-75
Tabel V.11 Hubungan Debit Aliran Banjir Terhadap Waktu Saat Aliran
Banjir Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta Pada Kasus Piping
tanpa Inflow ...................................................................... V-81
Tabel V.10 Hubungan Kecepatan Aliran Banjir dengan Muka Air Banjir
Saat Terjadi Limpasan Keluar DAS Ciliwung ................... V-96
Tabel V.13 Sistem Klasifikasi Daerah Bahaya Berdasarkan Tinggi
Genangan Banjir akibat Keruntuhan Bendungan .............. V-103
Tabel V.14 Klasifikasi Daerah Bahaya Akibat Keruntuhan Bendungan
Ciawi Skenario Kasus Overtopping ................................... V-104
Tabel V.15 Klasifikasi Daerah Bahaya Akibat Keruntuhan Bendungan
Ciawi Skenario Kasus Piping Dengan Inflow .................... V-105
Tabel V.16 Klasifikasi Daerah Bahaya Akibat Keruntuhan Bendungan
Ciawi Skenario Kasus Piping Tanpa Inflow ....................... V-106
Tabel V.17 Sistem Klasifikasi Resiko Bencana Berdasarkan Jumlah ..
Penduduk di Daerah Resiko Banjir Akibat Keruntuhan
Bendungan ........................................................................ V-107
Tabel V.18 Klasifikasi Daerah Bahaya Akibat Keruntuhan Bendungan
Ciawi Skenario Kasus Overtopping ................................... V-108

xx
BAB I PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Bencana (disaster) adalah suatu peristiwa yang disebabkan oleh faktor alam atau
ulah manusia, yang terjadi secara tiba-tiba, yang dapat menyebabkan kehilangan
nyawa, kerusakan lingkungan dan harta benda, serta melampaui kemampuan
untuk menanggulanginya (Harjadi dkk., 2005). Sedangkan resiko bencana
(disaster risk) merupakan interaksi antara ancaman bahaya (hazard), tingkat
kerentanan (vulnerability) dan kemampuan (capacity) (Harjadi dkk., 2005).
Demikian secara sederhana resiko (risk) dapat dirumuskan sebagai ancaman
bahaya dan tingkat kerentanan dibagi dengan kemampuan.

Bencana banjir di DKI Jakarta telah banyak menyebabkan kerugian. Dalam kurun
waktu sepuluh tahun terakhir telah terjadi tiga kejadian bencana banjir besar yang
menimpa DKI Jakarta. Guna meningkatkan faktor kemampuan (capacity) untuk
meminimalisir resiko bencana banjir, Pemerintah Daerah DKI Jakarta berencana
membangun infrastruktur pengendali banjir, salah satunya adalah Bendungan
Ciawi.

Akan tetapi bendungan selain dapat berperan sebagai faktor yang dapat
meningkatkan kemampuan (capacity) dalam menurunkan resiko terhadap
bencana, bendungan dapat pula menjadi sebuah faktor ancaman bencana (hazard)
baru. Menurut Balai Keamanan Bendungan (2000) telah terjadi kegagalan
bendungan sebanyak 256 bendungan di dunia, dan dua diantaranya mengalami
keruntuhan dengan korban lebih dari 200.000 jiwa di Cina. Di Indonesia dari 122
bendungan yang ada, terdapat 20 kasus kerawanan yang meliputi hamper 59%
usia bendungan di atas 25 tahun, serta 41% kurang dari usia 25 tahun (Balai
Keamanan Bendungan, 2000).

Untuk mengantisipasi bencana akibat kegagalan bendungan, pemerintah telah


mengatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2010 tentang Bendungan.
Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa setiap konstruksi pembangunan

I-1
bendungan harus dilengkapi dengan dokumen tentang Rencana Tindak Darurat
(RTD). Rencana Tindak Darurat (RTD) digunakan sebagai acuan untuk
melakukan tindakan yang diperlukan apabila terdapat gejala atau terjadi kegagalan
bendungan.

Untuk mengetahui Rencana Tindak Darurat (RTD) yang dapat dilakukan maka
sebelumnya perlu dilakukan studi tentang analisis keruntuhan bendungan. Dalam
studi ini menganalisis hal – hal yang dapat terjadi apabila bendungan mengalami
keruntuhan.

Bencana banjir besar dapat menjadi sebuah bencana baru bila sebuah bendungan
mengalami keruntuhan. Air yang tertampung oleh bendungan akan mengalir
menuju hilir bendungan dengan karateristik debit yang sangat besar serta
kecepatan yang tinggi. Bila kapasistas tampung alur sungai tidak mampu
menampung aliran maka air akan meluap ke arah kanan dan kiri dari alur sungai
dan dapat menggenangi daerah hilir bendungan yang umumnya padat penduduk.
Analisis tentang sebaran wilayah tergenang, tinggi muka air genangang, dan cepat
rambat aliran banjir (flood travel time) menjadi suatu yang diperlukan. Dengan
analisis tersebut maka dapat diketahui resiko bencana pada wilayah-wilayah yang
terkena dampak bencana.

Berdasarkan uraian di atas, maka studi tentang analisis wilayah tergenang dan
perilaku banjir pada simulasi kegagalan Bendungan Ciawi perlu dilakukan,
mengingat untuk menindak lanjuti rencana pembangunan Bendungan Ciawi dan
mengantisipasi ancaman bahaya kegagalan dari bendungan tersebut. Untuk
mengetahui sebaran wilayah yang terkena dampak dari kegagalan Bendungan
Ciawi dan perilaku banjir yang terjadi pada daerah hilir bendungan maka dalam
studi ini dilakukan simulasi dengan menggunakan bantuan software ZhongXing –
HY 21 yang dikeluarkan oleh Sinotech Engineering Consultant, Taiwan.

I-2
I.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari studi ini adalah untuk mengetahui sebaran wilayah yang terkena
genangan dan menganalisis tinggi genangan dan cepat rambatan banjir (flood
travel time) pada wilayah yang terkena genangan pada simulasi kegagalan
Bendungan Ciawi.

Tujuan dari studi ini adalah diperolehnya hasil analisis wilayah yang berpotensi
terkena genangan banjir apabila Bendungan Ciawi mengalami kegalalan,
menentukan klasifikasi resiko bencana dan membuat peta daerah bahaya bencana
banjir yang nantinya dapat digunakan sebagai sarana informasi untuk
pengambilan kebijakan oleh instansi atau Pemerintah terkait penyusunan Rencana
Tindak Darurat (RTD) dan evakuasi Penduduk Terkena Resiko (Penris) bencana.

I.3 Kegunaan
Kegunaan dari hasil studi ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi pengelola
bendungan dan instansi/pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait rencana
tindak darurat untuk mengantisipasi resiko bila terjadi kegagalan Bendungan
Ciawi.

I.4 Ruang Lingkup


Dalam penulisan ini ruang lingkup studi yang akan disampaikan adalah :
1. Menginventarisasi data yang diperlukan dari studi terdahulu tentang rencana
pembangunan Bendungan Ciawi dan data daerah hilir bendungan (DAS
Ciliwung), seperti data :
 Kondisi DAS Ciliwung meliputi : Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)
Digital skala 1:25.000, Peta DEM (Digital Elevation Model), dan data
sebaran/populasi penduduk.
 Data Teknis Bendungan Ciawi dari hasil studi detail desain waduk ciawi
tahap III yang dilakukan oleh BBWS Ciliwung – Cisadane tahun 2006
 Data hidrologi meliputi : hasil perhitungan Hujan Maksimum Boleh Jadi
(Probable Maximum Precipitation/PMP), hasil perhitungan Banjir
Maksimum Rencana (Probable Maximum Flood/PMF), hidrograf banjir

I-3
rencana, pola distribusi hujan Banjir Maksimum Rencana. Data hasil
perhitungan ini diperoleh dari hasil studi detail desain waduk ciawi tahap
III yang dilakukan oleh BBWS Ciliwung – Cisadane tahun 2006
2. Melakukan simulasi kegagalan Bendungan Ciawi dengan mengabaikan
kejadian debris dan proses keruntuhan.
3. Menganalisis sebaran wilayah tergenangan, tinggi genangan dan cepat rambat
banjir (flood travel time) pada daerah hilir bendungan.
4. Membuat peta bahaya daerah bencana (hazard map) dari hasil analisis
kegagalan Bendungan Ciawi.

1.5 Lokasi Studi


Rencana Bendungan Ciawi terletak di Sungai Ciliwung, Desa Gadog, Kecamatan
Megamendung, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, tepatnya berada pada
639’27” LS dan 10652’52” BT, kira-kira 73 km dari Cawang Jakarta ke selatan
(BBWS Ciliwung - Cisadane, 2003). Lokasi rencana pembangunan Bendungan
Ciawi dapat dilihat pada Gambar I.1. dan Gambar I.2 di bawah ini :

I-4
Laut Jawa
e
an

ri
ceu
d
Kabupaten Tangerang C i sa

an
Cim
DKI JAKARTA
Pasarkemis TANGERANG

Cita
rum
Balaraja
Jatiuwung

Jl
To
Merak

l
Da
Jakarta
Jl Tol Cileduk

lam
Ko
Cikupa

ta
BEKASI
Jl. To
Curug l Ja
kart Tambun Cikarang
aC ika m
BSD pe k
Cibitung Lemahabang
Jl. Tol Lingkar Luar
Legok
Ciputat

Serpong
Setu
Parungpanjang

an g
DEPOK

C ih er

Cibeet
is
gk
Cileungsi am
in
Kabupaten Bekasi C
ip
Parung

Ci liwung
Cisadane

Gn. Putri
CIBINONG Jonggol
Jasinga
Bojonggede
Citeureup

wi
ora
ag
LJ
Cariu

To
Jl.
Cigudeg Semplak
p
BOGOR r eu
it e
u

C
Leuwiliang

Waduk Jatiluhur
Gn. Halimun

Cipayung t
ee
Ciawi ib
Kabupaten Bogor Gadog Gn. Kencana C
r
Gn. Luhu

LOKASI PROYEK
Lokasi Rencana Bendungan Ciawi
Gn. S umbul Cisarua
Gn. S alak Ciloto

Waduk
Cipanas Cirata

Gambar I.1 Peta Lokasi Bendungan Ciawi


(Sumber : BBWS Ciliwung-Cisadane, 2006)

I-5
Gambar I.2 Peta Lokasi Genangan Waduk
(Sumber : BBWS Ciliwung-Cisadane, 2006)

I-6
Sedangkan untuk DAS Ciliwung secara geografis terletak diantara 1060 42l 12ll –
1060 55l 20ll BT dan 60 11l 54ll – 70 01l 27ll LS. Berdasarkan wilayah DAS Ciliwung
terdiri dari gabungan dari 7 (tujuh) wilayah Kota dan 1 (satu) wilayah Kabupaten,
yakni sebagai berikut : Kota: Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta
Barat, Jakarta Selatan, Kota Depok dan Kota Bogor. Sedangkan Kabupaten:
Kabupaten Bogor.

Lokasi DAS Ciliwung dapat dilihat pada Gambar I.3 di bawah ini :

I-7
Gambar I.3 Peta Daerah Aliran Sungai Ciliwung
(Sumber : Hasil Analisi)

I-8
I.6 Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Meliputi latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup
pembahasan, dan sistematika penulisan.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Menguraikan tentang dasar-dasar teori yang dipergunakan dalam
menganalisis dan menyelesaikan permasalahan yang ada.
Bab III : Gambaran Umum Wilayah Studi
Menguraikan tentang lokasi studi dan kondisi lokasi studi serta
data-data yang digunakan dan permasalahan yang terjadi.
Bab IV : Metodologi
Menguraikan tentang pola pikir pelaksanaan studi, teknik
pengumpulan data dan pengolahan data. Untuk simulasi
keruntuhan bendungan dalam penelitian ini akan dilakukan dua
alternatif skenenario simulasi yaitu keruntuhan akibat overtopping
dan piping.
Bab V : Analisis dan Pembahasan
Menguraikan tentang analisis-analisis yang dilakukan yaitu
analisis keruntuhan bendungan, analisis penelusuran
hidrodinamik banjir akibat keruntuhan bendungan, dan analisis
sebaran wilayah tergenang, tinggi genangan serta cepat rambat
genangan pada daerah hilir bendungan, serta klasifikasi resiko
bencana pada wilayah tergenang.
Bab VI : Kesimpulan dan Saran
Menyajikan hasil dari studi analisis wilayah tergenang dan
perilaku banjir pada simulasi kegagalan Bendungan Ciawi serta
beberapa saran yang perlu dilakukan untuk menindak lanjuti dari
studi ini.

I-9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Siklus Hidrologi


Siklus hidrologi merupakan proses kontinyu dari pergerakan air di muka bumi
dimana air bergerak dari bumi menuju atmosfer kemudian kembali lagi ke bumi
lagi. Dalam gambar II.1 menunjukan ilustrasi proses siklus hidrologi. Air yang
berada pada permukaan bumi (permukaan tanah, tanaman, sungai, danau dan laut)
menguap menuju udara yang kemudian disebut sebagai evapotranspirasi. Uap air
tersebut kemudian bergerak dan naik menuju atmosfer dan mengalami proses
kondensasi dan terbentuklah awan. Kemudian awan yang terbentuk dari titik air
yang terkondensasi jatuh ke permukaan bumi dan laut sebagai hujan.

Setelah air hujan jatuh ke permukaan bumi/tanah kemudian air tersebut


mengalamai beberapa proses yaitu sebagian air meresap kedalam tanah (infiltrasi),
sebagian air mengalir di atas permukaan tanah (aliran permukaan atau runoff) dan
sebagian lainnya di uapkan kembali menuju ke atmosfer akibat tertahan di tajuk-
tajuk tanaman (intersepsi).

Gambar II.1 Siklus Hidrologi


(sumber : http://dnr.state.oh.us)

II-1
II.2 Manajemen Resiko Bencana
Konsep penanganan bencana telah mengalami pergeseran paradigma dari
konvensial menuju ke holistik. Kemudian paradigma tersebut berkembang
menjadi Paradigma Mitigasi dimana tujuannya lebih mengarah kepada identifiasi
daerah rawan bencana, pola – pola kerawanan, serta melakukan upaya mitigasi
yang dapat berupa structural maupun non-struktural (Harjadi dkk., 2005).

Selanjutnya paradigma penanganan bencana berkembang lebih jauh lagi yakni


mengarah kepada faktor – faktor kerentanan di dalam masyarakat yang disebut
dengan Paradigma Pembangunan. Paradigma ini terus berkembang hingga yang
terakhir adalah Paradigma Pengurangan Resiko. Dalam paradigma ini pendekatan
yang dilakukan adalah memandang masyarakat sebagai subyek dan bukan obyek
dari penanganan bencana dalam proses pembangunan. Setiap individu,
masyarakat pada suatu daerah diperkenalkan dengan berbagai ancaman yang ada
di wilayahnya, serta diberikan pemahaman bagaimana cara mengurangi ancaman
(hazard) dan kerentanan (vulnerability) yang dimiliki, serta meningkatkan
kemampuan (capacity) masyarakat dalam menghadapi setiap ancaman bencana
(Harjadi dkk., 2005).

II.3 Studi Terdahulu Tentang Rencana Tindak Darurat Bendungan


Tempuran
Studi tentang analisa keruntuhan bendungan merupakan studi yang telah banyak
dilakukan, salah studi yang membahas keruntuhan bendungan dan Rencana
Tindak Darurat khususnya di Indonesia adalah studi tentang “Rencana Tindak
Darurat (Emergency Action Plan) Bendungan Tempuran” yang berlokasi di Desa
Tempuran, Kecamatan Blora, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah. Pada studi
ini membahas tentang klasifikasi dan kuantifikasi indeks resiko bencana bagi
daerah hilir bendungan yang mengalami bencana.

Informasi genangan yang terjadi di daerah hilir bendungan dari hasil analisa
keruntuhan bendungan, digunakan sebagai penentu tingkat resiko bencana. Pada
studi ini sistem klasifikasi resiko yang dipakai adalah klasifikasi yang didasarkan

II-2
pada jumlah penduduk dan jarak lokasi pemukiman dari as bendungan ke arah
hilir. Sistem klasifikasi ini dibagi menjadi 5 (lima) tingkat resiko yaitu (Colenco
Power Consulting, 1997 dalam Dirjen SDA, 2010) :
 Tingkat Resiko Rendah (Tingkat 1)
 Tingkat Resiko Sedang (Tingkat 2)
 Tingkat Resiko Menengah (Tingkat 3)
 Tingkat Resiko Tinggi (Tingkat 4)
 Tingkat Resiko Sangat Tinggi (Tingkat 5)
Klasifikasi tingkat resiko bencana berupa hubungan antara jarak pemukiman
dengan jumlah kumulatif KK dan klasifikasi tingkat resiko bencana atau bahaya
berdasarkan tinggi genangan banjir dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel II.1 Sistem Klasifikasi Resiko Bencana Berdasarkan Jumlah Penduduk


di Daerah Resiko Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan
Jumlah KK Jarak dari As Bendungan
Kumulatif (km)
(KK)* 0–5 0 – 10 0 - 20 0 - 30 0 - > 30
0 1 1 1 1 1
1 – 200 3 2 2 1 1
201 – 5.000 4 4 3 3 2
5.001 – 20.000 5 5 4 3 3
20.001 – 250.000 5 5 4 4 4
> 250.000 5 5 5 5 5
*Asumsi : 1 KK = 1 rumah;1 KK = 5 orang
Sumber : Colenco Power Consulting 1997 dalam Dirjen Sumber Daya Air, 2010

Tabel II.2 Sistem Klasifikasi Daerah Bahaya Berdasarkan Tinggi Genangan


Banjir akibat Keruntuhan Bendungan
Tinggi Genangan Banjir Klasifikasi Daerah Bahaya
No
(m)
0 - 0,50 1
1
0,50 – 2,00 2
2
> 2,00 3
3
Sumber : Dirjen Sumber Daya Air, 2010
Dasar klasifikasi dan kuatifikasi resiko pada tabel di atas tersebut selanjutnya akan
dijadikan acuan dalam studi ini.

II-3
II.4 Analisis Hidrologi
Analisa hidrologi diperlukan untuk menentukan besarnya Hujan Maksimum
BolehJadi yang dapat menyebabkan Banjir Maksimum BolehJadi yang masuk ke
Waduk Ciawi (inflow) maupun yang keluar lewat spillway. Sesuai dengan
ketentuan dari Komisi Keamanan Bendungan, debit Banjir Maksimum BolehJadi
ini akan digunakan untuk analisa penelusuran banjir akibat runtuhnya Bendungan
Ciawi.
II.4.1 Hujan Maksimum BolehJadi
Berdasarkan RNSI T-02-2004 Langkah yang dilakukan dalam penghitungan
hujan maksimum bolehjadi adalah sebagaiberikut :
a) Pengumpulan data
b) Periksa simbol pencatatan data
c) Periksa panjang pencatatan data.
d) Periksa hujan harian maksimum tahunan lebih kecil dari 20 mm.
e) Periksa hujan harian maksimum tahunan terhadap hujan bulanan
f) Periksa hujan harian maksimum tahunan yang sama atau lebih besar dari 400
mm terhadap bulanannya
g) Periksa hujan harian maksimum tahunan yang sama atau lebih besar dari 400
mm terhadap hujan harian sebelum dan sesudahnya
h) Periksa homogenitas, ketidaktergantungan, dan outlier
i) Periksa secara spasial
j) Periksa pembandingan nilai Sn, Rmak, dan R100
k) Hitung nilai rata-rata hujan harian maksimum tahunan
l) Cari nilai Km
m) Cari faktor penyesuaian hujan rata-rata maksimum tahunan terhadap
pengamatan maksimum
n) Cari faktor penyesuaian hujan rata-rata maksimum tahunan terhadap panjang
data
o) Hitung nilai rata-rata yang telah dikalikan faktor penyesuaian
p) Hitung simpangan baku
q) Cari faktor penyesuaian simpangan baku terhadap pengamatan maksimum
r) Cari faktor penyesuaian simpangan baku terhadap panjang data

II-4
s) Hitung nilai simpangan baku yang telah dikalikan faktor penyesuaian
t) Hitung nilai hujan maksimum bolehjadi
u) Kalikan nilai hujan maksimum bolehjadi dengan 1,13
v) Evaluasi besaran HMBJ yang dihasilkan
w) Buat draft peta isohit
x) Evaluasi peta isohit

II.5 Kegagalan Bendungan


II.5.1 Bentuk – bentuk Kegagalan Bendungan
Kegagalan bendungan dapat menjadi suatu bencana besar bila hal ini terjadi.
Tidak hanya kerugian material yang akan dialami dari peristiwa ini, bahkan tidak
menutup kemungkinan adanya korban jiwa. Penduduk dan segala bentuk aset
yang berada di hilir bendungan akan terkena dampak dari kejadian ini.
Pemeliharaan rutin dan berkala yang dilakukan dengan baik oleh pihak pengelola
bendungan dapat meminimalisir terjadinya bencana ini.

Kegagalan bendungan umumnya dapat terjadi karena adanya kesalahan atau


kecerobohan pada saat desain, konstruksi dan pemeliharaan. Pada bendungan –
bendungan tua umumnya pihak pengelola bendungan kurang memiliki data yang
komprehensif tentang catatan desain dan konstruksi bendungan. Oleh karena itu
umumnya kegagalan yang terjadi akibat kurangnya inspeksi komprehensif tentang
bendungan tersebut. Terkait kegagalan bendungan secara umum jenis bendungan
tipe urugan tanah (earthen dam) dapat diklasifikasikan menjadi tiga grup
penyebab kegagalan, yaitu sebagai berikut (Oklahoma Water Resources Board,
2010) :
1) Kegagalan hidraulik
Kegagalan hidrolik terjadi umumnya karena tidak terkendali aliran air di atas, di
sekitar, dan berdekatan dengan bendungan. Aliran yang terjadi akan berfisat erosif
di tubuh bendungan dan pondasinya. Bendungan urugan tanah sangatlah rentan
terhadap kejadian kegagalan hidraulik karena tanah akan dapat terkikis walaupun
pada kecepatan yang rendah. Seperti yang ditunjukan pada Gambar II.2 di bawah

II-5
ini terjadinya erosi terhadap bendungan urugan tanah akibat kejadian hujan yang
cukup besar

Gambar II.2 Erosi Pada Bendungan Tipe Urugan Tanah Akibat Hujan
(sumber : Oklahoma Water Resources Board, 2010)

2) Kegagalan rembesan
Semua bendungan umumnya akan terjadi rembesan, dimana dalam hal ini yang
kecepatan dan besarnya harus dapat dikontrol. Rembesan terjadi baik melalui
bendungan maupun pada pondasi bendungan. Jika rembesan tidak dikontrol, maka
akan mengikis material dari pondasi bendungan dan nantinya akan membentuk
suatu saluran sehingga air dapat lolos. Bila demikian, hal ini dapat menjadi
permulaan kegagalan dari struktur atau "piping"
3) Kegagalan struktural
Kegagalan struktural melibatkan keretakan dan keruntuhan bendungan dan / atau
pondasi. Hal ini khususnya bahaya untuk bendungan besar dan bendungan yang
dibangun dari bahan kekuatan rendah, seperti lempung dan tanah berpasir.

Berikut pada Tabel II.3 – II.5 dan Gambar II.3 di bawah ini akan dijelaskan
bentuk – bentuk kegagalan bendungan berdasarkan tiga klasifikasi kategori di
atas.

II-6
Tabel II.3 Bentuk – bentuk Kegagalan Hidraulik
Bentuk Kegagalan Karakteristik Penyebab Pencegahan
Limpasan Atas (Overtopping) Aliran yang melebihi tanggul 1. Kapasitas spillway tidak 1. Spillway dirancang untuk
bendungan sehingga melimpas memadai. kejadian banjir maksimum
seluruh tubuh bendungan 2. Penyumbatan spillway. bolehjadi (PMF).
3. Freeboard tidak cukup karena 2. Pemeliharaan, dan dipasangnya
terjadinya penurunan atau desain jaring penangkap sampah (trash
yang tidak sesuai. booms).
3. Penyisihan freeboard dengan
pemukiman saat desain,
sehingga puncak bendungan
dapat didesain dengan tinggi.
Erosi Gelombang (Wave Erosion) Adanya bentukan dari sisi hulu Kurangnya rip-rap dan terlalu Mendesain rip – rap dengan tepat
bendungan oleh gelombang kecilnya rip-rap dan baik
Erosi Buluh (Toe Erosion) Erosi pada sisi buluh karena Spillway yang telalu dekat dengan Mendesain rip – rap dengan tepat
buangan (outflow) dari outlet saluran outlet (drain) dan rip-rap dan baik dan membuat training
yang tidak memadai walls
Erosi Tanggul (Embankment Adanya erosi pada tanggul akibat Kurangnya rerumputan dan Rumput penahan erosi, disain rip –
Erosion) hujan saluran drainase yang buruk rap yang baik, serta adanya
drainase permukaan
Sumber : (Oklahoma Water Resources Board, 2010)

II-7
Tabel II.4 Bentuk – bentuk Kegagalan Rembesan
Bentuk Kegagalan Karakteristik Penyebab Pencegahan
Kehilangan air (Loss of Kehilangan air yang berlebihan 1. Rembesan tembus melalui pondasi 1. Gunakan pondasi cutoff; grout,
water) dari bendungan dapat bendungan; atau selimut hulu (upstream
meningkatkan terjadinya 2. Rembesan tembus melalui tubuh blanket)
rembesan atau meningkatkan bendungan; 2. Inti bendungan tahan air;
muka air tanah di dekat 3. Kebocoran saluran; 3. Watertight joint; waterstops;
bendungan 4. Adanya penurunan retakan pada grouting.
tubuh bendungan (settlement 4. Hapus pondasi kompresibel,
cracks); menghindari perubahan tajam pada
5. Adanya penurunan retakan akibat kemiringan abutment, tanah
penurunan kadar air di bendungan kompak pada kelembaban tinggi.
(shrinkage cracks). 5. Menggunakan bahan lempung
dengan plastisitas rendah untuk
inti, pemadatan yang cukup.

Erosi rembesan (Piping) Erosi internal tanah yang 1. Adanya keretakan pada tubuh 1. Hapus pondasi kompresibel,
progresif dari sisi hilir bendungan (settlement cracks); menghindari perubahan tajam pada
bendungan atau pondasi 2. Adanya kertakan akibat penurunan kemiringan abutment, tanah
bendungan mundur menuju kadar air di bendungan (shrinkage kompak pada kelembaban tingg
kearah hulu membentuk saluran cracks). 2. Tanah dengan plastisitas rendah
terbuka (pipa). Dapat 3. Lubang/celah pada pondasi untuk inti, pemadatan yang cukup,
menyebabkan limpasan keluar 4. Lubang/celah pada dasar drainase internal dengan filter
pada sebagian tubuh bendungan. bendungan pelindung
5. Konsetrasi rembesan di 3. Watertight joint; waterstops;
permukaan; batas rembesarn grouting.
sepanjang saluran, diding; 4. Toe drain; drainase internal dengan
kebocoran saluran (conduits), filter pelindung.
hewan penggali tanah 5. Rip-rap wire mesh.
Sumber : (Oklahoma Water Resources Board, 2010)

II-8
Tabel II.5 Bentuk – bentuk Kegagalan Struktural
Bentuk Kegagalan Karakteristik Penyebab Pencegahan
Longsoran pondasi Longsoran seluruh bendungan, 1. Pondasi yang lemah 1. Meratakan kemiringan; membuat
satu permukaan atau dua 2. Kelebihan tekanan air pada lapisan tanggul yang luas; mengganti
permukaan dalam arah yang pasir tertekan atau lapisan lempung material yang lemah; menstabilkan
berlawanan, dengan tonjolan
tanah
pada pondasi dalam arah
gerakan 2. Drainase dengan saluran drainase
dalam (deep drain trenches)
dengan filter pelindung, relief
wells.

Kemiringan hulu Longsoran pada permukaan hulu 1. Kemiringan yang curam 1. Meratakan kemiringan; atau
dengan sedikit atau tanpa 2. Lapisan tanah yang lemah pada membuat tanggul yang luas
tonjolan pada pondasi di bawah tanggul 2. Meningkatkan kompaksi tanah
buluh
3. Drawdown yang terjadi 3. Meratakan kemiringan; tanggul
mendadak pada waduk batuan;

Kemiringan hilir Longsoran pada permukaan hilir 1. Kemiringan yang curam 1. Meratakan kemiringan; atau
2. Tanah yang lemah membuat tanggul yang luas
3. Hilangnya kekuatan tanah akibat 2. Meningkatkan kompaksi tanah
tekanan dari rembesan atau 3. Drainase bawah permukaan
kejenuhan dari rembesan atau (internal) dengan filter pelindung;
hujan drainase permukaan

Kelongsoran Aliran (Flow Keruntuhan dan aliran dari tanah di Hilangnya tanah pada tanggul Pemadatan tanah yang cukup
Slide) kedua arah hulu dan hilir bendungan akibat rendahnya kohesi
tanah karena kejutan, getaran,
rembesan dan pergerakan pondasi
Sumber : (Oklahoma Water Resources Board, 2010)

II-9
Gambar II.3 Permasalahan Pada Bendungan
(sumber : Oklahoma Water Resources Board, 2010)

II-10
II.5.2 Identifikasi Gejala dan Keadaan Darurat
Untuk mengantisipasi terjadinya keruntuhan bendungan maka, sangat penting
sekali untuk memahami bagaimana perkembangan tahap-tahap keadaan
berbahaya dapat mengarah pada keruntuhan bendungan. Dengan tindakan
pencegahan yang cepat dan tepat, keadaan bahaya dapat dicegah berkembang
menjadi keruntuhan bendungan.

Identifikasi secara dini, pemantauan secara intensif, rencana tindak yang jelas
serta upaya-upaya perbaikan yang cepat dan tepat akan membantu mengurangi
atau meredakan potensi keadaan bahaya. Selanjutnya akan dijelaskan beberapa
tingkatan keadaan bahaya yang dapat memicu keruntuhan bendungan.

a. Keadaan abnormal
Secara umum keadaa abnormal adalah suatu keadaan dimana perilaku bendungan
menyimpang dari perilaku yang direncanakan (Balai Bendungan, 2012). Keadaan
abnormal belum termasuk dalam keadaan darurat, namun apabila salah satu
kejadian tersebut muncul, tenaga ahli dari pemilik/pengelola bendungan harus
segera melakukan pemeriksaan secara khusus, mencatat/mendokumentasikan,
melakukan pemantauan intensif, mengevaluasi dan segera melakukan upaya-
upaya untuk mencegah berkembangnya keadaan tersebut menjadi lebih buruk.

Problem/kejadian yang termasuk dalam keadaan abnormal meliputi antara lain


(Balai Bendungan, 2012) :
- Piping atau didih pasir (sand boil) pada semua bagian struktur bangunan
seperti tubuh bendungan, bangunan pelimpah, atau diderah sekitar kaki
bendungan yang ditengarai dengan aliran yang keruh.
- Longsor pada tubuh bendungan, saluran pengarah pelimpah atau tumpuan.
- Peningkatan debit rembesan yang signifikan melalui fondasi, tubuh
bendungan, tumpuan atau pelimpah.
- Peningkatan daerah becek (boggy), atau munculnya yang baru .
- Pergerakan diluar normal arah horisontal atau vertikal atau retakan pada
tubuh bendungan atau tumpuan.

II-11
- Lubang benam kecil atau amblesan dalam jarak <150 m (within 500 feet) dari
tubuh bendungan atau pelimpah.
- Retakan baru yang signifikan pada puncak atau lereng tubuh bendungan:
sebagai contoh: retakan dengan panjang >10 m, dengan bukaan >2,5 mm dan
perbedaan tinggi antar sisi retakan kiri dan kanan > 1,0 mm.
- Retakan baru yang signifikan pada konstruksi beton :sebagai contoh: retakan
yang baru terbentuk atau berkembang > 2 m panjang, dengan panjang >10 m,
bukaan >1,0 mm dan atau perbedaan tinggi antar sisi retakan kiri dan kanan >
1,0 mm.
- Pusaran air di waduk
- Anomali bacaan pada instrumentasi, sebagai contoh :
 anomali bacaan yang terjadi pada 3 instrumen sejenis yang berdekatan,
atau
 anomali bacaan pada 2 instrumen yang berbeda jenis, atau
 anomali bacaan pad 1 instrumen dengan 3 kali bacaan berkala berturut-
turut yang disertai dengan adanya penyimpangan yang lain seperti adanya
penyimpangan dari hasil pemeriksaan visual.
- Kenaikan 3 kali berturut-turut nilai bacaan deformasi (patok geser) dan
melampaui threshold yang direncanakan
- Kenaikan 3 kali berturut-turut nilai bacaan level pisometer dan melampaui
threshold yang direncanakan.
- Muka air banjir, naik melampaui muka air banjir yang direncanakan atau
diatas muka air banjir tertinggi yang pernah terjadi.
- Kegagalan operasi pada pintu atau katup atau peralatan hidro elektrik lain
yang berdampak pada keamanan bendungan.
- Gempa bumi
- Hujan badai
- Angin puting beliung
- Sabotase, vandalisme dan tumburan kendaraan atau alat berat, yang setelah
terjadi mengakibatkan kerusakan pada pintu, pilar, kabel pengangkat yang
berdampak pada keamanan bendungan.

II-12
Apabila salah satu dari problem tersebut diatas teramati dilapangan, petugas
lapangan harus segera mengundang Ahli bendungan dari kantor
Pemilik/Pengelola bendungan untuk melakukan pemeriksaan,
mendokumentasikan dan menetapkan perlu tidaknya perbaikan atau tindak lanjut
lainnya. Pada keadaan abnormal, belum perlu pemberitahuan/laporan kepada
pemerintah setempat. Problem tersebut di atas sekaligus dengan tindakan yang
disarankan diringkas pada Lampiran A (A-1 s/d A-8).

b. Keadaan waspada
Kata “waspada” mengindikasikan bahwa telah terdeteksi adanya problem yang
signifikan yang bila terus berkembang dapat menjadi ancaman keamanan
bendungan. Situasi/problem berkembang lambat dan diperkirakan belum akan
terjadi keruntuhan bendungan (Balai Bendungan, 2012).

Problem/kejadian yang termasuk dalam keadaan waspada meliputi antara lain


(Balai Bendungan, 2012) :
- Didih pasir (small boils) kecil dengan aliran airnya keruh, pada lereng hilir
tubuh bendungan atau pada hilir kaki bendungan, atau munculnya aliran air
yang keruh pada lereng tubuh bendungan.
- Lubang benam besar dengan aliran rembesan, yang muncul pada tubuh
bendungan atau hilir kaki bendungan.
- Longsoran dimana saja yang berakibat turunnya puncak bendungan atau
longsoran yang ukurannya terus berkembang membesar.
- Peningkatan aliran rembesan atau aliran bocoran yang signifikan.
- Retakan atau pergerakan konstruksi beton
- Keluaran air waduk, yang diperkirakan akan melampaui kapasitas palung
sungai.
Problem tersebut di atas sekaligus dengan tindakan yang disarankan diringkas
pada Lampiran A (A-1 s/d A-8).

II-13
c. Keadaa siaga
“Keadaan siaga/status siaga” adalah suatu keadaan yang diperkirakan dapat terjadi
keruntuhan bendungan. Pada keadaan ini problem yang terjadi lebih serius;
problem berkembang cepat; bendungan menjadi tidak stabil dan atau
menimbulkan ancaman kepada penduduk. Apabila problem berkembang terus,
diperkirakan dapat terjadi keruntuhan bendungan (Balai Bendungan, 2012).

Pada keadaan siaga Pengelola RTD (Kep. BBWS/BWS, Kabid OP, Kadin SDA,
pejabat lain yang setingkat atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Pemilik
Bendungan) harus segera melapor /menyampaikan pemberitahuan mengenai
kondisi bendungan kepada Dirjen SDA, KKB/Balai Bendungan,
Gubernur/Bupati/Walikota yang bersangkutan, BNPB/BPBD, Kepolisian, dan
pihak-pihak terkait lain sesuai dengan bagan alir dalam RTD.

Pemilik/Pengelola bendungan harus terus-menerus berusaha melakukan upaya-


upaya perbaikan dan bila mungkin menurunkan muka air waduk. Munculnya
setiap problem/keadaan berikut, merupakan indikasi keadaan siaga (Balai
Bendungan, 2012):
- Didih pasir besar (large boils), berkembang ukuran dan debitnya, khususnya
bila alirannya berwarna keruh/mengandung lumpur.
- Rembesan cukup besar dengan aliran berwarna keruh/ mengandung lumpur.
- Longsoran dengan massa material besar yang berkibat gangguan pada
puncak bendungan seperti pergeseran besar pada puncak, ambles, dll dan
longsoran terus bergerak.
- Lubang benam disertai aliran keluaran air yang keruh/mengandung lumpur.
- Retakan besar, pergeseran atau kerusakan pada sebagian konstruksi beton
utama yang merupakan bagian yang terpisahkan dengan tubuh bendungan.
- Naiknya muka air waduk mendekati puncak bendungan
- Luapan pada bendungan beton yang didesain tidak untuk diluapi.

II-14
(Pada keadaan ini, Engineer tidak sepenuhnya yakin problem yang timbul dapat
diatasi). Problem tersebut diatas sekaligus dengan tindakan yang disarankan
diringkas pada Lampiran A (A-1 s/d A-8).

d. Keadaan awas
“Keadaan awas/status awas” adalah suatu keadaan yang diperkiran bendungan
akan segera runtuh dan air waduk akan keluar tanpa dapat dikendalikan, atau telah
terjadi keruntuhan atau terjadi ancaman banjir. Apabila upaya-upaya perbaikan
yang dilakukan pada keadaan siaga tidak berhasil dan diperkirakan bendungan
akan segera runtuh, atau terjadi ancaman banjir tindakan utama Pengelola RTD
yang harus segera dilakukan adalah segera menyampaikan
laporan/pemberitahuan kepada Gubernur/ Bupati/ Walikota, BNPB/BPBD,
Kepolisian dan pihak-pihak terkait lain sesuai dengan bagan alir dalam RTD
untuk melaksanakan evakuasi penduduk di daerah genangan banjir. Memberi
peringatan kepada penduduk dihilir bendungan. Laporan juga disampaikan
kepada Dirjen SDA, KKB/Balai Bendungan (Balai Bendungan, 2012).

Munculnya kejadian-kejadian berikut dapat menjadi indikasi akan segera terjadi


keruntuhan bendungan (Balai Bendungan, 2012) :
- Meningkatnya didih pasir dengan cepat atau munculnya didih pasir baru
didekat didih pasir lama yang cukup besar dan khususnya dengan aliran yang
keruh/mengandung lumpur.
- Meningkatnya debit rembesan dengan cepat khususnya dengan aliran yang
keruh/mengandung lumpur.
- Longsoran dengan massa yang besar hingga menurunkan puncak bendungan
mencapai elevasi muka air waduk, atau apabila pada daerah longsoran
muncul rembesan yang cukup besar.
- Penurunan (settlement) yang diperkirakan telah mengakibatkan turunnya
muka air waduk.
- Retakan yang berkembang hingga elevasi muka air waduk.
- Pergeseran yang cukup besar, atau kerusakan konstruksi beton utama yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari tubuh bendungan.

II-15
- Peluapan air waduk (overtopping) pada bendungan tanah.
Problem tersebut di atas sekaligus dengan tindakan yang disarankan diringkas
pada Lampiran A (A-1 s/d A-8).

II.6 Model DAMBRK


Model ini merupakan model yang dikembangkan oleh Fread pada tahun (1984)
dalam National Weather Service (NWS). Model ini digunakan untuk memprediksi
banjir yang disebabkan oleh keruntuhan bendungan. Model ini terdiri dari tiga
komponen utama, yaitu (1) model keruntuhan bendungan yang mendeskripiskan
temporal dan variasi geometri dari rekahan (breach), (2) debit dari rekahan, dan
(3) penelusuran banjir pada daerah hilir (Singh, 1996).

II.6.1 Formasi Rekahan


Waktu kegagalan, ukuran serta bentuk akhir dari rekahan merupakan input dalam
model ini (Fread dan Harbaugh, 1973). Parameter kemiringan lereng bendungan
(side slope) adalah z. Parameter ini (z) menjelaskan tentang kemiringan dari
rekahan seperti yang ditunjukan pada Gambar II.4. Akhir dari ukuran rekahan
ditentukan oleh kemiringan lereng dan akhir lebar dasar rekahan. Dimana lebar
dasar rekahan diasumsikan meningkat secara linier dalam setiap interval waktu
kegagalan (τ) sampai pada akhir lebar dasar rekahan. Rekahan ini dapat terjadi
akibat overtopping (H > Hu) atau piping (H < Hp) (Singh, 1996).

II.6.2 Hidrograf Debit Outflow Bendungan


Pada dasarnya pada hidrograf debit outflow bendungan yang mengalami
keruntuhan merupakan dari gabungan debit outflow rekahan (Qb) dan debit
outflow pelimpah (spillway) (Qs) jika melewati pelimpah.

Q = Qb + Qs (1)

Dimana untuk debit outflow rekahan (Qb) merupakan debit yang terjadi akibat
overtopping atau piping, berikut di bawah ini akan dijelaskan perhitungan
besarnya debit outflow bendungan (Q).

II-16
a) Rekahan (Breach) akibat Limpasan (Overtopping)
Limpasan (Overtopping) akan terjadi bila elevasi air waduk (H) lebih tinggi
dari puncak Bendungan. Erosi awal akan terjadi sepanjang lereng hilir
Bendungan seperti ditunjukkan oleh garis A-A pada Gambar II.4. Secara
perlahan-lahan akan terjadi erosi lereng hilir dengan membentuk saluran
dengan kedalaman-fungsi lebar. Sementara erosi terjadi sepanjang lereng hilir
bendungan, elevasi dasar rekahan (Hc) tetap berada pada puncak bendungan
(Hu), sedangkan ujung hulu saluran bergerak ke hulu sepanjang puncak
bendungan ke arah lereng hulu. Pada saat saluran telah mencapai garis B-B
pada Gambar II.4, dasar rekahan (Hc) mulai tergerus ke bawah pada arah
vertikal sampai mencapai elevasi dasar Bendungan Hl. Proses terbentuknya
rekahan (breach) akibat limpasan (overtopping) disajikan pada Gambar II.5
(Fread, D.L, 1984).
Berikut merupakan besarnya debit outflow bendungan akibat overtopping
(Fread, D.L, 1984) :
,
=3 ( − ) (2)
Dimana :
Qb = Debit aliran ke dalam saluran rekahan,
Bo = Lebar awal saluran yang benbentuk segi empat,
H = Elevasi muka air di bendungan
Hc = Elevasi dasar rekahan.
Saat erosi terjadi sepanjang lereng hilir bendungan, elevasi dasar rekahan (Hc)
tetap berada pada puncak bendungan (Hu), dan ujung hulu saluran bergerak
sepanjang puncak bendungan ke arah lereng hulu. Pada saat erosi saluran
telah mencapai garis B-B pada Gambar II.4, dasar rekahan (Hc) mulai
tergerus ke bawah pada arah vertikal.

II-17
B A Wcr

Hu

ZU Hsp (Spillway crest)


ZD
1 1
D50C

D50S
D50S

HL

B A

Gambar II.4 Tampak Samping Bendungan Konsepsi Keruntuhan akibat


Overtopping
(Sumber : Fread, D.L, 1984)




Bo
Breach Center Line
CL

Hc
Hd

Dam Dam

Bom

Gambar II.5 Tampak Depan Bendungan Proses Rekahan akibat Overtopping


(Sumber : Fread, D.L, 1984)

b) Rekahan (Breach) akibat Piping


Jika diinginkan simulasi rekahan karena rembesan, maka elevasi muka air (H)
di waduk harus lebih besar dari pada elevasi pusat lubang awal rembesan
(Hp) yang berbentuk segi empat. Dari lubang rembesan akan tergerus vertikal
ke atas dengan kecepatan yang sama. Aliran ke dalam lubang dikendalikan
oleh rumus aliran melalui lubang sebagai berikut (Fread, D.L, 1984) :
0 ,5
 2 g (H  H p ) 
Qb  A   (3)
 (1  fL / D ) 

II-18
dimana :
Qb = Debit aliran melewati lubang rembesan (cfs)
g = Percepatan gravitasi (ft/sec2)
A= Luas penampang lubang (ft2)
(H-Hp) = Tinggi tekan hidrostatik pada lubang (ft)
L = Panjang lubang (ft)
D= Diameter atau lebar lubang (ft)
f = Koefisien kekasaran Darcy-Weisbach
Puncak lubang (Hpu) akan tergerus ke atas sampai suatu titik dimana
aliran akan berubah dari aliran lewat lubang menjadi aliran bebas, yaitu
pada saat tinggi tekan dalam pipa lebih kecil dari pada diameter lubang.
Transisi aliran akan terjadi pada saat berikut (Fread, D.L, 1984) :

H < Hp + 2 ( Hpu - Hp ) (4)



 
B rea ch C en t er L ine
CL

D am Hpu Da m
Hp

Bo

B om

Gambar II.6 Tampak Depan Bendungan Proses Rekahan akibat Piping


(Sumber : Fread, D.L, 1984)

II.6.3 Parameter Rekahan


Parameter diambil dari literatur manual Boss Dambrk dan dari pendekatan
empirik. Berikut ini parameter rekahan yang disarankan dalam Manual Boss
Dambrk.

II-19
Tabel II.6 Parameter Rekahan Bendungan
Concrete Gravity Concrete Arch
Parameter Earth Dam
Dam Dam
0.5 - 4 height of some multiple of
Breach Width Total dam width
dam monolith width
Breach Side Slope 0-1 0 Valley wall slope
Near instantaneous
Failure Time (hrs) 0.5 - 4 0.1 - 0.5
(= 0.1 hours)
Pool Failure 1 - 5 ft. above dam 10 - 50 ft. above dam 10 - 50 ft. above
Elevation crest crest dam crest
Sumber : Boss International (1991)

II.6.4 Penelusuran Banjir di Hilir Bendungan


Untuk penelusuran gelombang banjir yang diakibatkan oleh runtuhan, metode
hidrolik yang dikenal dengan metode gelombang dinamik (dinamic wave)
merupakan salah satu pemecahan yang terbaik. Pemilihan ini didasari oleh
kemampuannya untuk memberikan tingkat ketelitian yang cukup tinggi dan
mensimulasikan gelombang banjir tersebut di atas dibandingkan dengan metode
pendekatan hidrologi atau pendekatan hidrolik lainnya seperti metode gelombang
difusi. Dari sekian banyak teknik penelusuran hidrologi dan hidrolik, hanya
gelombang dinamik (dynamic wave) yang dapat menghitung pengaruh percepatan
sehubungan dengan gelombang banjir seperti tersebut di atas dan pengaruh dari
arus balik aliran “unsteady” yang ditimbulkan oleh hambatan di saluran seperti
bendung, jembatan atau aliran dari cabang sungai. Selain itu metode gelombang
dinamik dapat digunakan secara ekonomis bila lamanya penggunaan komputer
dapat ditekan sedemikian rupa dengan jalan memilih teknik pemecahan numerik
(numerical solution) yang baik (Dirjen SDA, 2010).

Metode gelombang dinamik berdasarkan persamaan aliran unsteady digunakan


untuk penelusuran hidrograf banjir sepanjang lembah di sebelah hilir keruntuhan.
Metode ini berasal dari persamaan yang dikembangkan oleh Barre de Saint
Venant (1871).

II-20
II.7 Program Aplikasi Keruntuhan Bendungan (ZhongXhig – HY 21)
Secara umum simulasi numerik keruntuhan bendungan dengan program HY21
terdiri dari 3 proses: (1) Preprocess, (2) Simulation and (3) Post process, seperti
dalam Gambar II.7. Proses tersebut termasuk pembuatan model numerik,
penentuan kondisi batas dan parameter simulasi. Untuk tahap – tahap cara
pemodelannya secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran B.

Define Domain

Build Mesh

PREPROCESS Set Mesh Elevation

Set Initial Condition

Set Boundary
Condition

SIMULATION Setup Parameters

SEC-HY21 Export to ArcGIS


POST PROCESS
Export to Google Earth (kml)

Gambar II.7 Bagan Alir proses Program Dambreak Analysis SEC-HY21


(Sinotech Engineering Group, 2011)

II. 8 Teori Dalam Pemodelan ZhongXing – HY 21


Pada software ZhongXing – HY 21, konservasi massa dan momentum arah aliran
dalam pemodelan diatur dengan persamaan (governing equation) 2 dimensi
gelombang air dangkal atau 2D Shallow Water Equation yang berasal dari
persamaan 3D Navier-Stokes dengan membuat beberapa asumsi tertentu dan
persamaan rata – rata kedalaman aliran.

II-21
Secara umum persamaan kontiunitas dari persamaan 2 dimensi gelombang air
dangkal adalah sebagai berikut (Sinotech Engineering Group, 2011):

+ + =S (5)

Atau

+ + =S (6)

Dan persamaan momentum untuk masing – masing arah (x ,y) sebagai berikut :
 Momentum arah X :

+ + + = −gh + Ωq + +

(hτ ) + (hτ ) − +S (7)

 Momentum arah Y :

+ + + = −gh + Ωq + +

(hτ ) + (hτ ) − +S (8)

dengan :
ℎ ℎ ℎ
= ℎ ; = ℎ + 0.5 ℎ ; = ℎ ;
ℎ ℎ ℎ + 0.5 ℎ

0
= ℎ − ℎ
ℎ − ℎ

dimana u dan v masing – masing menunjukan kecepatan dalam arah x dan y, h


adalah kedalaman air, g merupakan percepatan gravitasi, Sox dan S oy merupakan
kemiringan dasar untuk arah x dan y, dan Sfx dan Sfy masing – masing merupakan
kemiringan dasar untuk arah x dan y.

II-22
II.8.1 Model Turbulensi
Untuk pemodelan turbulensi pada program ini menggunakan konsep
Boussinesq’sEddy Viscocity dan persamaannya adalah sebagai berikut :
( ) ( )
= + − ℎδ (9)

 Formula empiric sederhana :

v =C h ∗ , 0,05 ≤ C0 ≤ 1,61 (10)

 Sub-Grid Scale Model (Smagorinski, 1963 dalam Sinothech Engineering


Group, 2011) :
.
v = (C ∆) 2 + 2 +2 + (11)

 k – ε Model
Persamaan k :
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
+ + = + + + +P +P −ℎ (12)

Persamaan ε :
( ) ( ) ( ) ( ) ( )
+ + = + + + + (C P − C ℎ ) + P (13)

Dimana :

P = 2 + 2 +2 + (14)

∗ ∗
P = ,P = , = (15)

II.8.2 Solusi Metode Numerik


Persamaan konservative pada pemodelan ini adalah sebagai berikut (Sinothech
Engineering Group, 2011) :

+ + = + +H (16)

II-23
dengan :
0
ℎ ⎡ hτxx ⎤
= ; = ℎ + 0.5 ℎ ; = ℎ ; = ⎢⎢ ⎥ ;

ℎ ℎ + 0.5 ℎ ⎢hτxy ⎥
⎣ ⎦
0
⎡ hτxy ⎤ ⎡ ⎤
⎢ ⎥ ⎢S − gh + Ωq + − ⎥
= ⎢ ⎥ ; = ⎢ ⎥
⎢ hτ yy ⎥ ⎢ ⎥
⎣ ⎦ ⎣S − gh + Ωq + − ⎦

Solusi metode numerik yang digunakan pada software ZhongXing HY – 21


adalah Metode Volume Hingga (Finite Volume Method) dengan persamaan
aliran dalam bentuk integral-diffrential adalah sebagai berikut (Sinothech
Engineering Group, 2011) :

∫ Q Ω+∫ ( − ) s=∫ H Ω (17)

dimana :

E = F n + Gn (18)

E =F n +G n (19)

Sedangkan untuk bentuk Semi-diskrit flux numerik adalah sebagai berikut


(Sinothech Engineering Group, 2011) :

(QV) +∑ E −E s = (HV) (20)

II.8.3 Waktu Integrasi


Persamaan metode garis yang digunakan pada software ini adalah sebagai berikut
(Sinothech Engineering Group, 2011) :

(Q ) = =1
(E − E ) + (H ) = −Res (21)

Skema waktu integrasi satu parameter (Sinothech Engineering Group, 2011):

II-24

V + θ[Res] = −(1 − θ)[Res] (22)

Dimana untuk metode implisit yang digunakan untuk menyelesaikannya


menggunakan LUSSOR (Lower-Upper Symmetric Successive Over-Relaxation)
sedangkan metode eksplisit menggunakan 1st order atau 2nd order Runge-Kutta.
Berikut di bawah ini akan dijelaskan masing – masing persamaan untuk metode
implisit dan eksplisit yang digunakan (Sinothech Engineering Group, 2011).

 Metode Implisit (LUSSOR) :


[( − ) ( + )] ∆ , = [ ], (23)

dimana :

= + , ,
+ + , ,
(24)

= − , ,
+ − , ,
(25)

=∆ + +2 + +2 (26)

 Skema Eksplisit (Runge-Kutta) :


4

, =− (F − G ) , , + , = L(Q ) (27)
, =1

 1st Order :

, = , + ∆tL(Q ) (28)

CLF = 1
 2nd Order :

, = , + ∆tL(Q ) (29)

, = , + 0,5∆t[L(Q ) + L(Q∗ )] (30)

CLF = 1

II-25
BAB III GAMBARAN WILAYAH STUDI

III.1 Deskripsi Bendungan Ciawi


III.1.1 Lokasi Bendungan Ciawi
Secara geografis, lokasi rencana pembangunan Bendungan Ciawi terletak di
Kecamatan Megamendung yakni terletak di wilayah Kabupaten Bogor bagian
selatan dengan luas wilayah meliputi 32,27 kilometer persegi. Kecamatan ini
merupakan wilayah dataran tinggi, dengan ketinggian antara 650 - 1.100 meter
dari permukaan laut (dpl), dan terdiri atas daerah perbukitan dan pegunungan,
dengan kemiringan mencapai 21 derajat. Suhu udara mencapai 17,8 - 23,19
derajat celcius, dengan curah hujan rata-rata 573,3 milimeter per tahun (BBWS
Ciliwung – Cisadane, 2006).

Secara administratif, batas-batas wilayah Kecamatan Megamendung adalah


(BBWS Ciliwung – Cisadane, 2006) :
- sebelah utara, berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja;
- sebelah selatan, berbatasan dengan Kecamatan Cisarua;
- sebelah barat, berbatasan dengan Kecamatan Ciawi; dan
- sebelah timur, berbatasan dengan Kecamatan Babakan Madang dan
Kecamatan Sukamakmur.

Kecamatan Megamendung berjarak sekitar 33 kilometer dari ibukota Kabupaten


Bogor, dan sekitar 120 kilometer dari dari Bandung, ibukota Propinsi Jawa Barat,
serta sekitar 60 kilometer dari Jakarta (BBWS Ciliwung – Cisadane, 2006).

Lokasi rencana bendungan utama berada pada ketinggian utama berada pada
ketinggian 500 m. Morfologi lokasi bendungan merupakan lembah dengan
bentuk V asimetris dengan kemiringan tumpuan kiri berkisar antara 10-25.
Dinding kolam waduk sebelah kanan dikelilingi perkampungan/pemukiman
penduduk dengan topografi berupa perbukitan bergelombang. Sedangkan dinding
waduk bagian kiri sebagian besar berupa daerah persawahan dan tegalan dengan
topografi perbukitan bergelombang (BBWS Ciliwung – Cisadane, 2006).

III-1
III.1.2 Data Teknis Bendungan Ciawi
Data teknis hasil dari pekerjaan Detail Desain Bendungan Ciawi Tahap III adalah
sebagai berikut (BBWS Ciliwung – Cisadane, 2006) :
A. HIDROLOGI
Luas Daerah Pengaliran (DAS) 105,1 km2
Hujan Rerata Tahunan 3.600 mm
Debit Rerata 9,23 m3/dt
Debit Banjir 25 Tahunan 489,2 m3/dt
Debit banjir 1000 Tahunan 795,1 m3/dt
Debit Banjir Maksimum Boleh Jadi (PMF) 1904 m3/dt

B. WADUK
Elevasi Muka Air Normal (MAN) +565,00 m
Elevasi Muka Air Rendah +516,00 m
Elevasi Muka Air Banjir (MAB) +569,20 m
Volume Tampungan Total (MAN, El. + 565,00 m) 35,67 x 10 6 m3
Volume Tampungan Effective 33,25 x 10 6 m3
Volume Tampungan Mati (MAR, El. + 514,00 m) 2,38 x 10 6 m3
Volume Tampungan pada MAB (El. + 569,2 m) 41,44 x 10 6 m3
Luas Genangan pada MAN 137,08 ha
Luas Genangan pada MAB 146,88 ha
Usia Ekonomis Waduk 50 th

C. BENDUNGAN UTAMA
Tipe Bendungan : Urugan Batu dengan Inti Lempung
Kemiringan Lereng Hulu 1 V : 2,75 H
Kemiringan Lereng Hilir 1 V : 2,25 H
Elevasi Puncak Bendungan + 570,50 m
Lebar Puncak 16,00 m
Panjang Puncak 1417,70 m
Tinggi Bendungan dari Dasar Sungai 90,00 m
Volume Urugan Bendungan 13.897,227 m3

D. PELIMPAH
Tipe Pelimpah Ogee tanpa Pintu
Elevasi Mercu Pelimpah + 565,00 m
Lebar Bersih Pelimpah 105,00 m
Debit Inflow (PMF) 1904 m3/dt
Debit Outflow (PMF) 1865.60 m3/dt
Panjang Saluran Peluncur 735 m
Kolam Olak USBR Tipe II 40 m

III-2
E. BANGUNAN
PENGELUARAN
1. Intake
Tipe : Bangunan intake tipe terjun
Dimensi : Lubang masuk 4 x 2,00 x 3,50 m
Dimensi : Lubang terjun berbentuk lingkaran dengan
diameter 2,00 m
Elevasi Invert : +516,00 m
Tinggi Intake : 15,00 m dari dasar terowongan

2. Shaft
Tipe : Lingkaran dengan diameter dalam 5,00 m,
dilengkapi bangunan rumah di puncak shaft
Elevasi Puncak Shaft : +570,50 m
Jarak dari Intake : 240,00 m
Fasilitas : Pintu tekan tinggi

3. Pipa Utama
Diameter : 1,25 m
Diameter Katup Butterfly : 1,25 m
Elevasi Katup Butterfly : + 475,60 m
Diameter Katup Hollow Jet : 1,25 m
Tinggi Intake : + 475,60 m
Panjang pipa sampai katup : 640,00 m
Hollow Jet

4. Pipa Cabang
Diameter : 0,50 m
Diameter Katup ”Butterfly” : 0,50 m
Elevasi katup butterfly : + 475,30 m
Diameter Katup ”Hollow Jet” : 0,50 m
Tinggi Intake : +475,30 m
Panjang pipa sampai katup : 640,00 m
Hollow Jet

5. Debit Desain
Pengaturan banjir : 13,30 m3/d
Kebutuhan air baku dan lainnya : 2,00 m3/d

6. Peredam Energi
Tipe : ”Stilling Basin” untuk katup ”Hollow Jet”
Panjang ”Stilling Basin” : 30,00 m
Lebar ”Stilling Basin” : 3,20 m dan 2,80 m
Elevasi dasar peredam energi : + 470,00 m

Berikut pada Gambar III.1 di bawah ini merupakan grafik hubungan elevasi muka
air – luas genangan – volume waduk ciawi

III-3
Area Genangan (m ^2)
2.E+06 2.E+06 2.E+06 1.E+06 1.E+06 1.E+06 8.E+05 6.E+05 4.E+05 2.E+05 0.E+00
580

570

560

550
Elevasi Muka Air Waduk (m)

540

530

520

510

500

490

480
0 10,000,000 20,000,000 30,000,000 40,000,000 50,000,000 60,000,000 70,000,000
Volum e (m 3)

Gambar III.1 Grafik Hubungan Elevasi Muka Air – Luas Genangan – Volume
Waduk Ciawi (BBWS Ciliwung – Cisadane, 2006)

III.1.3 Rencana Pemanfaatan Bendungan Ciawi


1. Air minum : 2,00 m3/detik
2. Pengendali Banjir : 13,30 m3/detik

III.1.4 Lengkung Kapasitas Pelimpah


Dengan diketahui lebar pelimpah maka dapat diketahui hubungan antara tinggi
muka air waduk dan kapasitas pengaliran bangunan pelimpah Bendungan Ciawi
seperti terlihat pada Tabel III.1 dan Gambar III.2 berikut ini :

Diketahui :
 Lebar pelimpah (L) : 105,00 m
 Koef. Mercu (C) :2
 Debit Aliran (Q) : C.L.H3/2

III-4
Tabel III.1 Kapasitas Pelimpah Bendungan Ciawi
elevasi
H Q
m.a Keterangan
(m) (m3/detik)
waduk
565.00 0 0.00 Mercu Pelimpah
565.50 0.5 74.25
566.50 1.5 385.79
567.50 2.5 830.10
568.50 3.5 1375.06
569.50 4.5 2004.65
570.50 5.5 2708.72 Puncak Bendungan
Sumber : Hasil analisis

Kurva Debit Pelimpah


571.00
Puncak
570.00 Bendungan
+567,00 m
569.00

568.00

567.00

566.00

565.00
0.00 500.00 1000.00 1500.00 2000.00 2500.00 3000.00

Gambar III.2 Kurva Debit Pelimpah Bendungan Ciawi


(sumber : Hasil analisis)

III.2 Analisis Hidrologi Bendungan Ciawi


Hasil studi hidrologi yang telah dilakukan oleh BBWS Ciliwung – Cisadane
dalam rangka detail desain Waduk Ciawi Tahap III pada tahun 2006 memberikan
beberapa informasi data sebagai berikut :

III.2.1 Hujan Maksimum BolehJadi DAS Ciawi


Dengan menggunakan prosedur statistik untuk memperkirakan Hujan Maksimum
BolehJadi (Probable Maximum Precipitation), yaitu Metode Hershfield sesuai
dengan RSNI T-02-2004 dan diperoleh data sebagai berikut :

III-5
Tabel III.2 Hasil Perhitungan Hujan Maksimum BolehJadi DAS Ciawi
N PMP PMP *
No No Sta Nama (jumlah 1.13
data)
1 - Cibalok/Gadog 21 708.250 800.32
2 - Katulampa 24 571.489 645.78
3 - Pasirmuncang 24 599.544 677.48
4 56 Gn. Geulis 25 520.281 587.92
5 57 Pasirangin 26 534.626 604.13
6 58 Ciogrek 27 659.213 744.91
7 59a Ciawi 30 712.825 805.49
8 68 Cikopo 64 744.984 841.83
9 69 Arcadomas 37 549.210 620.61
10 70 Cicapit 43 704.028 795.55
11 76 Pabrik Gn.Mas 68 641.579 724.98
12 77 Mandalawangi 29 733.298 828.63
Sumber : BBWS Ciliwung – Cisadane, 2006

Untuk mengestimasikan hujan wilayah untuk Hujan Maksimum BolehJadi


(HMBJ) atau PMP digunakan pendekatan Isohit. Dari hasil PMP titik dibuat garis
isohit di seluruh DAS Ciawi. Karena dalam penarikan isohit ini berasal dari hujan
titik maka dalam estimasi PMP wilayah diperlukan faktor reduksi Area. Isohit
PMP di DAS Ciawi dapat dilihat pada Gambar III.3 berikut.

III-6
Gambar III.3 Isohit Hujan Maksimum BolehJadi DAS Ciawi
(Sumber : BBWS Ciliwung – Cisadane, 2009)

III-7
Faktor reduksi dilakukan dengan mempelajari hujan badai (storm) di daerah studi
yang diukur di beberapa pos hujan pada saat yang sama dan beberapa kali kejadian,
sehingga cakupan luasannya dapat dianalisa. Pada studi yang telah dilakukan BBWS
Ciliwung – Cisadane tahun 2006 ini faktor reduksi yang digunakan diambil dari hasil
penelitian dengan judul Extreme Rainfall Records for Probable Maximum
Precipitation and Intensity/Duration/Frequency Analysis in Indonesia yang dilakukan
oleh S.H Walker dan P.W Schenck, dimana pada studi tersebut faktor reduksi
bergantung pada luas daerah aliran sungai. Persamaan yang digunakan dalam
menentukan faktor reduksi adalah :

y  1.5709  0.1379 ln x

dimana :
y = Faktor reduksi
x = Area hujan badai ( km2)

Dengan menggunakan faktor reduksi yang dihasilkan oleh Walker, besarnya PMP
wilayah di DAS Ciawi dari pembacaan isohit sebesar 731 mm, faktor reduksi
diambil 0.93 maka besarnya HMBJ atau PMP di DAS Ciawi sebesar 679.83 mm.

III-8
III.2.2 Debit Banjir Rancangan
Untuk banjir rencana berdasarkan hasil studi terdahulu diperoleh pola distribusi hujan
8 jam-an seperti pada Tabel III.3 dan Gambar III.4 di bawah ini :

Tabel III.3 Pola Distribusi Hujan PMF


Jam ke- 1 2 3 4 5 6 7 8
Pola hujan (%) 8,26 22,91 21,45 17,05 9,75 8,09 6,48 6,01
Pola hujan (mm) 56,16 155,75 145,82 115,91 66,29 55 44,07 40,82
Sumber : BBWS Ciliwung – Cisadane, 2006

180

160 155.8
145.8
140
115.9
% Hujan Badai

120

100

80
66.3
60 56.2 55.0
44.1 40.8
40

20

0
1 2 3 4 5 6 7 8
Jam ke-

Gambar III.4 Desain Pola Hujan Badai DAS Ciawi Durasi 8 jam
(Sumber : BBWS Ciliwung – Cisadane, 2006)

Hasil analisa debit banjir periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, 100, 200, 500, 1000 dan
PMP yang telah dilakukan ditampilkan pada Tabel III.4 serta grafik hidrograf
banjirnya pada Gambar III.5.

III-9
Tabel III.4 Hidrograf Banjir rencana dengan berbagai periode ulang.
Jam Periode Ulang (tahun)
ke- 2 5 10 25 50 100 200 500 1000 PMF
1 27.94 36.17 41.93 48.45 54.91 60.6 65.23 72.43 76.32 76.3
2 27.62 35.76 41.45 47.9 54.29 59.9 64.49 71.61 75.45 82.9
3 27.32 35.53 41.31 47.82 54.19 77.0 102.89 116.22 123.49 185.1
4 41.71 59.22 72.21 86.58 99.9 164.6 238.22 272.73 291.76 514.6
5 92.63 139.29 174.63 213.77 249.85 344.4 442.93 508.71 545.09 1049
6 165.81 250.64 314.78 386.76 453.24 534.7 602.69 691.6 740.92 1559.4
7 212.51 318.48 398.42 489.16 572.48 624.2 647.47 742.41 795.12 1844.7
8 209.64 311.06 388.22 475.69 555.03 596.2 604.83 694.94 744.47 1904.0
9 179.34 264.13 329.9 403.23 469.1 512.1 524.75 605.16 648.46 1838.7
10 146.66 214.7 268.26 327.04 379.8 422.1 438.44 506.23 542.15 1704.2
11 119.56 174.07 217.01 263.98 306.27 343.5 360.02 414.8 443.72 1496.1
12 98.26 142.21 176.7 214.47 248.58 279.4 294.01 338 361.25 1235.7
13 81.63 117.36 145.26 175.85 203.59 228.7 241.03 276.6 295.4 983.6
14 68.64 97.94 120.71 145.71 168.47 189.1 199.49 228.49 243.83 779.2
15 58.47 82.76 101.52 122.15 141.03 158.1 167.04 190.9 203.55 620
16 50.5 70.88 86.5 103.73 119.58 133.9 141.66 161.52 172.05 496.1
17 44.25 61.56 74.74 89.29 102.77 114.9 121.78 138.51 147.4 399.5
18 39.33 54.24 65.5 77.97 89.58 100.0 106.19 120.46 128.06 324.2
19 35.44 48.47 58.23 69.06 79.22 88.3 93.92 106.28 112.86 265.4
20 32.36 43.91 52.49 62.03 71.04 79.1 84.26 95.1 100.89 219.6
21 29.91 40.29 47.94 56.47 64.58 71.8 76.61 86.26 91.43 183.8
22 27.95 37.41 44.33 52.05 59.44 66.0 70.53 79.25 83.92 155.8
23 26.38 35.09 41.43 48.52 55.34 61.4 65.68 73.65 77.93 133.8
24 25.1 33.23 39.1 45.69 52.05 57.7 61.78 69.17 73.13 116.6
25 24.05 31.71 37.21 43.39 49.39 54.7 58.63 65.54 69.25 102.7
Sumber : BBWS Ciliwung – Cisadane, 2006

III-10
2000

1800
Per.Ul.2 th

1600 Per.Ul.5 th

Per.Ul.10 th
1400
Per.Ul.20 th
Debit (m /det)

1200 Per.Ul.50 th
3

Per.Ul.100 th
1000
Per.Ul.200 th
800
Per.Ul.500 th

600 Per.Ul.1000 th

PMF
400

200

0
1 5 9 13 17 21 25

Waktu

Gambar III.5 Grafik Hidrograf Banjir Bendungan Ciawi


(Sumber : BBWS Ciliwung – Cisadane, 2006)

Sedangkan untuk hasil penelusuran banjir dan kapasitas tampungan di bendungan


Ciawi ditunjukan pada Tabel III.5 di bawah ini :

III-11
Tabel III.5 Besaran volume banjir untuk setiap periode ulang di Waduk Ciawi
dengan elevasi puncak +565 m
Periode Ulang Lebar Peak Inflow Peak Outflow
Volume (1000 m3)
(Thn) Spillway (m) (m3/det) (m3/det)
75 479.14 14853
90 481.41 14853
25 100 489.16 482.58 14853
105 483.07 14853
75 562.09 16926
90 564.27 16926
50 100 572.48 565.37 16926
105 565.83 16926
75 552.94 19186
90 566.57 19210
100 100 624.28 572.9 19220
105 575.45 19224
75 574.71 20001
90 588.59 20024
200 100 647.58 595.02 20034
105 597.61 20038
75 666.21 23467
90 682.47 23494
500 100 742.28 690.11 23506
105 693.28 23511
75 706.59 24197
90 718.02 24220
1000 100 796.87 722.73 24230
105 726.35 24234
75 1827.9 64977
90 1850 65064
PMF 100 1904.1 1863.7 65105
105 1865.6 65123
Sumber : BBWS Ciliwung – Cisadane , 2006

III-12
III.3 Gambaran Umum Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung
III.3.1 Administrasi DAS Ciliwung
Sebagai gambaran umum mengenai kondisi daerah studi ini (DAS Ciliwung) secara
administratif antara lain sebagai berikut :
Wilayah DAS Ciliwung terletak di Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat pada
daerah hulunya dan pada daerah hilir terletak di Wilayah Jakarta Timur, Jakarta
Selatan. Mata air Sungai Ciliwung berada di lereng utara dari Gunung Pangrango
(3.019 m) aliran airnya dari Wilayah Bogor dan mengalir ke utara ke Wilayah DKI
dan alirannya di hilir terbagi di Pintu Air Manggarai, sebagian besar di alirkan ke
Banjir Kanal Barat, yang bersatu dengan Sungai Krukut dan bermuara ke laut.

Secara administrasi lokasi DAS Ciliwung terletak di 7 (tujuh) kabupaten/ kota yang
terletak wilayah propinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta. Adapun wilayah
Kabupaten/Kodya dan kecamatan yang berkaitan dengan Daerah Aliran Sungai
Ciliwung adalah sebagai berikut dalam Tabel III.6 :

Tabel III.6 Penyebaran Penduduk Kecamatan di DAS Ciliwung


Kepadatan
No Nama Kecamatan Penduduk
(Jiwa/Km2)
A. Kota Jakarta Utara*
1 Kec. Penjaringan 6.347
2 Kec. Pademangan 13.644
3 Kec. Tanjung Priok 18.213
B. Kota Jakarta Pusat*
4 Kec. Tanah Abang 15.517
5 Kec. Gambir 10.332
6 Kec. Sawah Besar 16.364
7 Kec. Menteng 10.461
C. Kota Jakarta Barat**
8 Kec. Kembangan 6.753
9 Kec. Kebon Jeruk 12.689

III-13
Kepadatan
No Nama Kecamatan Penduduk
(Jiwa/Km2)
10 Kec. Palmerah 23.252
11 Kec. Grogol Petamburan 18.207
12 Tambora 39.679
13 Taman Sari 15.152
14 Cengkareng 11.470
D. Kota Jakarta Timur*
15. Kec. Kramai Jati 18.414
16. Kec. Pasar Rebo 14.799
E. Kota Jakarta Selatan*
17 Kec. Tebet 10.881
18 Kec. Pancoran 15.225
19 Kec. Pasar minggu 14.022
20 Kec. Jagakarsa 15.301
21 Kec. Mampang Prapatan 8.209
22 Kec. Setabudi 10.211
23 Kec. Cilandak 13.867
24 Kec. Kebayoran Lama 22.895
25 Kec. Kebayoran Baru 8.454

F. Kota Depok***
26 Kec. Beji 11.516
27 Kec. Sukmajaya 12.945
28 Kec. Pancoran mas 11.568
29 Kec. Limo 7.226

G. Kota Bogor***
30 Kec. Tanah Sereal 10.134
31 Kec. Bogor Utara 9.619
32 Kec. Bogor Tengah 12.472
33 Kec. Bogor Timur 9.369
34 Kec. Bogor Selatan 5.887

H. Kab. Bogor****
35 Kec. Semplak 1.634
36 Kec. Bojong Gede 7.017

III-14
Kepadatan
No Nama Kecamatan Penduduk
(Jiwa/Km2)
37 Kec. Cibinong 5.841
38 Kec. Kedunghalang 1.634
39 Kec. Megamendung 2.282
40 Kec. Cisarua 1.728
41 Kec. Ciawi 3.673
JUMLAH
Sumber :
* BPS Provinsi DKI Jakarta, 2012
**BPS Kota Jakarta Barat 2011
***BPS Kota Depok, 2010
****BPS Kota Bogor, 2011
*****BPS Kabupaten Bogor, 2012

III.3.2 Keadaan Fisik DAS Ciliwung


Informasi keadaan fisik DAS Ciliwung dijelaskan seperti dibawah ini :
A. Penggunaan Lahan (Landuse) DAS Ciliwung
Data penggunaan lahan DAS Ciliwung dapat dilihat pada Tabel III.7 di bawah ini :

Tabel III.7 Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Tahun 2009


Persentase
Luasana
Penggunaan Lahan Luasan
(Ha)
(%)
Hutan Primer 319.33 0.60
Hutan Sekunder 2987.57 5.58
Kebun Campuran 10891.49 20.33
Perkebunan 2231.63 4.17
Permukiman 31961.07 59.66
Semak/Belukar 104.61 0.20
Tanah Terbuka 20.31 0.04
Tegalan/Ladang 4556.45 8.51
Tubuh Air 145.75 0.27
Sawah 273.31 0.51
Rawa 14.91 0.03
Mangrove 64.08 0.12
Total 53570.50 100.00
Sumber : BBWS Ciliwung – Cisadane, 2009

III-15
Berdasarkan data penggunaan pada Tabel III.4 di atas, presentase penggunaan lahan
terbesar di DAS Ciliwung adalah pemukiman, yaitu 59,66% (31961.07 Ha) dari total
luas DAS sebesar 53570.50 Ha. Sedangkan untuk luas total hutan primer hanya
sebesar 319.33 Ha atau 0,60% dan untuk total luas kawasan hutan (primer dan
skunder) hanya sebesar 3306,90 Ha atau hanya sebesar 6,17%.
Jika dilihat pada peraturan yakni Undang – Undang No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan Pasal 18 dijelaskan bahwa luas kawasan hutan yang harus dipertahankan
dari luas Daerah Aliran Sungai (DAS) minimal 30%.

Untuk sebaran penggunaan lahan pada DAS Ciliwung lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar III.6 di bawah ini :

Gambar III.6 Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Tahun 2009


(Sumber : BBWS Ciliwung – Cisadane, 2009)

III-16
B. Topografi DAS Ciliwung
DAS Ciliwung memiliki topografi 0 – >2000 m, dimana bila dibagi berdasarkan 3
segementasi wilayah DAS (hulu, tengah, hilir) maka topografi DAS Ciliwung adalah
sebagai berikut :
 Hulu : elevasi berkisar 300 - >2000 meter
 Tengah : elevasi berkisar 80 – 300 meter
 Hilir : elevasi berkisar 0 – 80 meter

Berikut pada Gambar III.7 di bawah ini menampilkan sebaran topografi pada DAS
Ciliwung :

Gambar III.7 Topografi DAS Ciliwung


(Sumber : BBWS Ciliwung – Cisadane, 2009)

III-17
BAB IV METODOLOGI

IV.1 Umum
Agar mendapatkan gambaran tentang resiko dari kegagalan atau keruntuhan
bendungan maka diperlukan adanya metodologi yang disiapkan dalam bentuk
tahapan – tahapan pelaksanaan penelitian. Secara umum untuk analisis keruntuhan
bendungan dalam studi ini terdiri dari empat tahapan yaitu : analisis hidrologi,
analisis spasial, analisis penelusuran hidrodinamik banjir akibat keruntuhan
bendungan, dan analisis genangan dan resiko. Untuk membantu proses analisis
spasial maka digunakan bantuan software ArcGIS 9.3 dan Global Mapper 12.02,
sedangkan untuk membantu analisi penelusuran banjir dinamik dan analisis genangan
digunakan bantuan software ZhongXing – HY 21 yang dikeluarkan oleh Sinotech
Engineering Consultant, Taiwan.

IV.2 Alat dan Bahan Penelitian


Alat yang digunakan pada studi ini adalah :
 Software untuk mengolah data spasial : ESRI ArcGIS 9.3 dan Global Mapper
12.02
 Software untuk melakukan simulasi hidrodinamik banjir : ZhongXing – HY 21
Bahan – bahan yang digunakan dalam studi ini adalah :
 Peta Digital Elevation Models (DEM)
 Peta RBI Digital skala 1:25.000
 Data sebaran penduduk pada DAS Ciliwung
 Data teknis Bendungan Ciawi
 Data Hidrologi meliputi : Hujan Maksimum BolehJadi

IV-1
IV.3 Metode Penelitian
Metode penelitian yang dilaksanakan adalah metode deskriptif, yaitu
mendeskripsikan parameter-parameter resiko bencana yang terdapat pada wilayah
tergenang di DAS Ciliwung dan dianalisis menggunakan Sistem Informasi Geografis
(SIG).

IV.4 Tahapan Analisis Keruntuhan Bendungan


Berikut di bawah ini akan dijelaskan tahapan – tahapan yang dilakukan pada studi
keruntuhan bendungan, agar diperoleh informasi resiko bencana pada daerah yang
terkena dampak dari kegagalan Bendungan Ciawi :
i. Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi dimaksudkan untuk menentukan hidrograf banjir inflow ke
waduk berupa debit Banjir Maksimum BolehJadi (PMF) yang mengakibatkan
bendungan mengalami overtopping. Inputan debit PMF berdasarkan dari hasil
analsis studi terdahulu yang telah dilakukan oleh BBWS Ciliwung – Cisadane
tahun 2006 dalam laporan hidrologi Detail Desain Waduk Ciawi Tahap III.
ii. Analisis Spasial
Analisis spasial dimaksudkan untuk menganalisis peta DEM dan RBI Digital
sebagai inputan dalam simulasi kegagalan bendungan dan juga sebagai batasan
wilayah studi yaitu DAS Ciliwung.
iii. Analisis Penelusuran Hidrodinamik Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan
Analisis penelusuran hidrodinamik banjir menggunakan software ZhongXing –
HY 21, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh keruntuhan bendungan
terhadap daerah hilir sehingga prilaku banjir di daerah hilir dapat diketahui
antara lain : sebaran wilayah tergenang, cepat rambat aliran banjir (flood travel
time) meliputi waktu tiba, waktu terjadi genangan maksimum, kecepatan aliran,
tinggi maksimum, dan debit banjir maksimum. Dari hasil analisis akan diperoleh
peta genangan banjir pada daerah hilir bendungan. Untuk simulasi keruntuhan
Bendungan Ciawi akan dilakukan dua skenario, yaitu keruntuhan akibat
overtopping dan piping.

IV-2
iv. Analisis Sebaran Wilayah Genangan dan Resiko
Analisis sebaran wilayah genangan dan resiko dimaksudkan untuk mengetahui
kondisi pada wilayah genangan, mengetahui parameter resiko genangan pada
lokasi tinjauan yaitu meliputi tinggi genangan, jarak lokasi genangan dari as
bendungan dan subjek terkena resiko bencana yaitu penduduk. Selanjutnya
parameter tersebut akan dikuantifikasi menjadi tingkatan indeks resiko bencana.

Berikut pada Gambar IV.1 di bawah ini disajikan diagram alir dari studi yang akan
dilakukan (untuk kedua alternatif simulasi : overtopping dan piping):

Gambar IV.1 Diagram Alir Penelitian

IV-3
IV.4.1 Simulasi Kegagalan Bendungan dengan ZhongXing – HY 21
Pada penelitian ini simulasi kegagalan bendungan dengan menggunakan software
ZhongXing – HY 21 terdapat beberapa asumsi (batas) digunakan serta keterbatasan
program saat dilakukan pemodelan yaitu diantaranya sebagai berikut :
1. Pemodelan kegagalan bendungan pada penelitian ini mengabaikan kejadian
debris.
2. Pemodelan kegagalan bendungan dibagi menjadi 3 skenario kasus keruntuhan
yaitu : Overtopping ; Piping dengan inflow Q PMF, Piping tanpa inflow Q PMF
3. Untuk pemodelan 3 skenario kasus keruntuhan bendungan parameter settingan
awal (default) keruntuhan yang diubah adalah :
 Parameter (Breach non linierity) RHO_0 : 2
 Land Use/Bed Roughness diasumsikan sebagai persamaan Manning
dengan niali N1 0,03 dan N2 0,07
4. Boundary Condition untuk daerah hilir mengunakan pilihan Zero Gradient, yaitu
mengasumsikan bahwa kondisi daerah hilir terdapat pemukiman.
5. Digunakan Peta DEM dengan interval kontur 5 meter
6. Waktu untuk simulasi untuk skenario kasus overtopping dan piping dengan
inflow QPMF adalah 84 jam sedangkan untuk skenario kasus piping dengan
tanpa QPMF adalah 33 jam. Time Step untuk masing – masing skenario kasus
adalah 120 detik.
7. Proses running menggunakan ”Cold Start”.
8. Program mengasumsikan kondisi sungai utama dan anak – anak sungai saat pra
proses simulasi adalah kosong (tidak ada aliran).
9. Program tidak dapat mensimulasikan penurunan elevasi muka tanah akibat
sliding atau scouring sebagai dampak gerusan (daya rusak) yang ditimbulkan
oleh aliran banjir yang terjadi, dengan demikian pada program diasumsikan
elevasi muka tanah tetap sesuai pembacaan Peta DEM.

Program ZhongXing – HY 21 yang digunakan atas license P.T CaturBina Guna


Persada.

IV-4
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

V.1 Analisis Keruntuhan Bendungan


Analisis keruntuhan bendungan pada Bendungan Ciawi akan ditinjau berdasarkan
mekanisme penyebab runtuhnya bendungan, yaitu :
1. Limpasan air di atas puncak (crest) bendungan (overtopping)
2. Rembesan pada tubuh bendungan (piping)

Berikut di bawah ini disajikan hasil analisis keruntuhan bendungan dengan beberapa
skenario keruntuhan :

V.1.1 Skenario Keruntuhan Bendungan


A. Kasus Overtopping
Kondisi batas analisis keruntuhan Bendungan Ciawi pada kasus overtopping adalah
sebagai berikut :
 Elevasi muka air awal di waduk (intial water level) : + 570.5 m
 Elevasi dasar rekahan akhir (H_BM) : + 490.5 m
 Elevasi awal terjadinya overtopping (H_FAIL) : + 570.5 m
 Lebar rekahan maksimum (B_BAR) : 360 m
 Waktu terjadi rekahan (TIME-BF) : 3600s
 Kemiringan lereng hulu (SHAPE_Z) : 2,75
 Debit inflow yang masuk ke dalam waduk adalah debit Q PMF
 Pintu-pintu outlet (spillway) diasumsikan tidak berfungsi

Berikut pada Gambar V.1 – V.5 di bawah ini hasil analisis proses terjadinya
keruntuhan Bendungan Ciawi :

V-1
Gambar V.1 Parameter Kondisi Batas Keruntuhan Bendungan Ciawi Kasus
Overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-2
Gambar V.2 Grafik Spillway Rating Curve Bendungan Ciawi
(Hasil analisis, 2013)

Gambar V.3 Grafik Inflow Hidrograf Debit PMF Bendungan Ciawi


(Hasil analisis, 2013)

V-3
Hidrograf Breach Overtopping
Bendungan Ciawi
580
570
560
550 H_Air
Elevasi (m)

540 H_BREACH
530
520
510
500
490
480
0 1 2 3 4 5 6
Waktu (Jam)

Gambar V.4 Grafik Hubungan Waktu dengan Elevasi, Proses Keruntuhan Akibat
Overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Breach Overtopping


Bendungan Ciawi
35000

30000

25000
Debit (m3/s)

20000

15000

10000

5000

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (Jam)

Gambar V.5 Grafik Hubungan Waktu dengan Debit Limpasan, Proses Keruntuhan
Akibat Overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-4
Pada kasus keruntuhan Bendungan Ciawi akibat overtopping, debit outflow
maksimum yang terjadi adalah 31901,9 m3/s pada jam ke ±0,78 atau 2810,58 detik
disaat proses keruntuhan. Pada jam ke-3 terjadi peningkatan debit limpasan hal ini
karena adanya debit inflow (QPMF) ke dalam waduk.

B. Kasus Piping
Pada skenario keruntuhan Bendungan Ciawi untuk kasus piping dilakukan dua
skenario keruntuhan yaitu sebagai berikut :
B 1. Piping (dengan inflow)
Kondisi batas analisis keruntuhan Bendungan Ciawi pada kasus piping (dengan
inflow) adalah sebagai berikut :
 Elevasi muka air awal di waduk (intial water level) : + 570.5 m
 Elevasi dasar rekahan akhir (H_BM) : + 490.5 m
 Elevasi terjadinya piping (H_PIPE) : + 510.5 m
 Lebar rekahan maksimum (B_BAR) : 360 m
 Waktu terjadi rekahan (TIME-BF) : 3600s
 Kemiringan lereng hulu (SHAPE_Z) : 2,75
 Debit inflow yang masuk ke dalam waduk adalah debit Q PMF
 Pintu-pintu outlet (spillway) diasumsikan tidak berfungsi

Berikut pada Gambar V.6 - V.8 di bawah ini hasil analisis proses terjadinya
keruntuhan Bendungan Ciawi :

V-5
Gambar V.6 Parameter Kondisi Batas Keruntuhan Bendungan Ciawi Kasus Piping
dengan inflow
(Hasil analisis, 2013)

V-6
Hidrograf Breach Piping (dengan inflow)
Bendungan Ciawi
580
570
560
550
H_AIR
Elevasi (m)

540
H_BREACH
530
520
510
500
490
480
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2
Waktu (Jam)

Gambar V.7 Grafik Hubungan Waktu dengan Elevasi, Proses Keruntuhan Akibat
Piping (dengan inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Breach Piping (dengan inflow)


Bendungan Ciawi
90000
80000
70000
60000
Debit (m3/s)

50000
40000
30000
20000
10000
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (jam)

(a)

V-7
Hidrograf Breach Piping (dengan inflow)
Bendungan Ciawi
90000
80000
70000
60000
Debit (m3/s)

50000
40000
30000
20000
10000
0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Waktu (jam)

(b)
Gambar V.8 (a) dan (b).Grafik Hubungan Waktu dengan Debit Limpasan, Proses
Keruntuhan Akibat Piping (dengan inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Pada kasus keruntuhan Bendungan Ciawi akibat piping (dengan inflow), debit outflow
maksimum yang terjadi adalah 83690,9 m3/s pada jam ke ±0,52 atau 1886,59 detik
disaat proses keruntuhan. Pada jam ke 3 terjadi peningkatan debit limpasan hal ini
karena adanya debit inflow (QPMF) ke dalam waduk.
Bila dibandingkan dengan hidrograf breach pada kasus overtopping (Gambar V.7),
bentuk hidrograf breach yang terjadi pada kasus piping dengan inflow lebih
berbahaya. Hal ini disebabkan hidrograf breach pada kasus piping dengan inflow
memiliki debit puncak outflow yang lebih besar dibandingkan dengan kasus
overtopping dan memiliki waktu puncak yang lebih singkat.

V-8
Gambar V.9 Hidrograf Banjir Inflow (QPMF) dan Outflow Pada Kasus Keruntuhan Bendungan Ciawi
(Hasil analisis, 2013)

V-9
B 1. Piping (tanpa inflow)
Kondisi batas analisis keruntuhan Bendungan Ciawi pada kasus piping (dengan
inflow) adalah sebagai berikut :
 Elevasi muka air awal di waduk (intial water level) : + 570.5 m
 Elevasi dasar rekahan akhir (H_BM) : + 490.5 m
 Elevasi terjadinya piping (H_PIPE) : + 510.5 m
 Lebar rekahan maksimum (B_BAR) : 360 m
 Waktu terjadi rekahan (TIME-BF) : 3600s
 Kemiringan lereng hulu (SHAPE_Z) : 2,75
 Pintu-pintu outlet (spillway) diasumsikan tidak berfungsi

Berikut pada Gambar V.9 dan V.11 di bawah ini hasil analisis proses terjadinya
keruntuhan Bendungan Ciawi :

V-10
Gambar V.10 Parameter Kondisi Batas Keruntuhan Bendungan Ciawi Kasus
Piping dengan inflow
(Hasil analisis, 2013)

V-11
Hidrograf Breach Piping (tanpa inflow)
Bendungan Ciawi
580
570
560
550
Elevasi (m)

540
530
H_AIR
520
H_BREACH
510
500
490
480
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2
Waktu (jam)

Gambar V.11 Grafik Hubungan Waktu dengan Elevasi, Proses Keruntuhan Akibat
Piping (tanpa inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Breach Piping (tanpa inflow)


Bendungan Ciawi
80000

70000

60000
Debit (m3/s)

50000

40000

30000

20000

10000

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Waktu (Jam)

(a)

V-12
Hidrograf Breach Piping (tanpa inflow)
Bendungan Ciawi
80000

70000

60000
Debit (m3/s)

50000

40000

30000

20000

10000

0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
Waktu (Jam)

(b)
Gambar V.12 (a) dan (b). Grafik Hubungan Waktu dengan Debit Limpasan,
Proses Keruntuhan Akibat Piping (tanpa inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Pada kasus keruntuhan Bendungan Ciawi akibat piping (tanpa inflow), debit
outflow maksimum yang terjadi adalah 75503,2 m3/s pada jam ke 0,548 atau
1972,8 detik disaat proses keruntuhan.

V.2 Analisis Penelusuran Hidrodinamik Banjir


Pada analisis penelusuran hidrodinamik banjir akibat keruntuhan Bendungan
Ciawi jenis aliran banjir yang terjadi merupakan aliran subkritis dan berikut di
bawah ini hasil analisis penelusuran hidrodinamik banjir untuk masing - masing
kasus keruntuhan Bendungan Ciawi :

V.2.1 Kasus Overtopping


A. Sebaran Wilayah Tergenang
Hasil analisis penelusuran hidrodinamik banjir memperlihatkan sebaran wilayah
genangan di DAS Ciliwung pada kasus overtopping seperti yang ditunjukan pada
Tabel V.1 di bawah ini :

V-13
Tabel V.1 Sebaran Wilayah Tergenang Kasus Overtopping
No Nama Kabupaten/Kota Nama Kecamatan
1 Megamendung
2 Bojonggede
3 Cibinong
Kab. Bogor
4 Ciawi
5 Kedunghalang
6 Semplak
7 Bogor Selatan
8 Bogor Timur
Kota Bogor
9 Bogor Utara
10 Tanah Sereal
11 Pancoranmas
12 Depok Beji
13 Sukmajaya
14 Jaga Karsa
15 Tebet
16 Jakarta Selatan Pasar Minggu
17 Pancoran
18 Setia Budi
19 Jakarta Timur Pasar Rebo
20 Menteng
Jakarta Pusat
21 Tanah Abang
Sumber : Hasil analisis, 2013

Terdapat 21 Kecamatan dan 6 Kabupaten yang terkena dampak akibat keruntuhan


Bendungan Ciawi pada kasus overtopping.

Berikut pada Gambar V.13 – V.20 di bawah ini hasil analisis profil muka air
banjir pada penampang memanjang Sungai Ciliwung dan beberapa lokasi.

V-14
Gambar V.13 Profil Muka Air Banjir pada Penampang Memanjang Sungai
Ciliwung kasus overtopping
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

Gambar V.14 Sebaran Wilayah Genangan pada kasus overtopping


(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-15
(a)

(b)
Gambar V.15 (a) dan (b) Profil Muka Air pada Kecamatan Megamendung, Hilir
Waduk Ciawi
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-16
(a)

(b)
Gambar V.16 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Ciawi
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-17
(a)

(b)
Gambar V.17 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Daerah Sekitar Bendung
Katulampa
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-18
(a)

(b)
Gambar V.18 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Bogor Timur
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-19
(a)

(b)
Gambar V.19 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Tanah Sereal
dan Kedunghalang
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-20
(a)

(b)
Gambar V.20 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Bojonggede dan
Cibinong
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-21
(a)

(b)
Gambar V.21 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Tanah Abang,
Menteng, Setia budi, dan Tebet
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-22
B. Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time)
Pada penelusuran hidrodinamik banjir, hasil analisis cepat rambat aliran (flood
travel time) dalam hal ini meliputi waktu tiba banjir, waktu terjadi tinggi
genangan maksimum, tinggi genangan maksimum, kecepatan aliran banjir, dan
debit banjir maksimum. Berikut pada Tabel V.2 dan Gambar V.22 – V.41 di
bawah ini disajikan hasil analisis flood travel time

Tabel V.2 (a) Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time) kasus overtopping
Kecepatan Debit Banjir
Waktu Tiba Banjir
Lokasi Aliran Maks.
Jam Menit m/s m3/s
Kec. Megamendung 0.37 22.02 8.08 98.74
Kec. Ciawi 0.47 28.02 5.50 57.15
Daerah Katulampa 0.67 40.02 9.23 41.04
Kec. Bogor Selatan 0.67 40.02 6.32 48.65
Kec. Bogor Timur 0.80 48 3.54 8.43
Kec. KedungHalang 0.97 58.02 1.02 4.95
Kec. Bogor Utara 1.13 67.98 0.54 0.88
Kec. Tanah Sereal 1.33 79.98 3.31 53.86
Kec. Semplak 1.73 103.98 3.20 35.30
Kec. Bojonggede 1.87 112.02 2.22 38.77
Kec. Cibinong 2.03 121.98 2.33 23.94
Kec. Beji 13.13 787.98 1.44 5.49
Kec. Jaga Karsa 15.90 954 0.43 4.34
Kec. Pasar Rebo 28.03 1681.98 0.12 0.01
Kec. Pasar Minggu 27.90 1674 0.33 4.17
Kec. Pancoran 49.60 2976 0.12 0.54
Kec. Tebet 73.90 4434 0.26 0.61
Kec. Setia Budi 76.33 4579.98 0.04 0.07
Kec. Menteng 77.27 4636.02 0.08 0.28
Kec. Tanah Abang 80.57 4832.02 0.003 0.01
Sumber : Hasil analisis, 2013

Pada kasus overtopping kecepatan rata-rata aliran banjir pada alur Sungai
Ciliwung adalah 1,02 m/s.

V-23
Tabel V.2 (b) Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time) kasus overtopping
Waktu Terjadi Tinggi Jarak Lokasi
Tinggi Genangan Genangan dari As
Lokasi Maksimum Maks Bendungan
Jam Menit m Km
Kec. Megamendung 0,8 48 15,04 0.98
Kec. Ciawi 0,87 52.2 15,62 2.52
Daerah Katulampa 0,93 55.8 14,46 5.05
Kec. Bogor Selatan 0,93 55.8 17,76 5.53
Kec. Bogor Timur 0,97 58.2 3,40 6.72
Kec. KedungHalang 0,97 58.2 10,39 8.31
Kec. Bogor Utara 1,27 76.2 1,95 11.34
Kec. Tanah Sereal 1,5 90 20,95 14.91
Kec. Semplak 2 120 12,12 19.59
Kec. Bojonggede 2,2 132 24,49 21.02
Kec. Cibinong 3,63 217.8 20,50 21.70
Kec. Beji 13,37 802.2 12,86 35.02
Kec. Jaga Karsa 17,53 1051.8 12,85 37.81
Kec. Pasar Rebo 35,23 2113.8 7,66 42.73
Kec. Pasar Minggu 27,93 1675.8 17,09 44.39
Kec. Pancoran 84 5040 7,89 48.51
Kec. Tebet 74,03 4441.8 3,35 50.83
Kec. Setia Budi 77,03 4621.8 5.02 54.06
Kec. Menteng 84 5040 5,06 56.43
Kec. Tanah Abang 84 5040 2,30 58.83
Sumber : Hasil analisis, 2013

Berikut pada Gambar di bawah ini akan disajikan hidrograf muka air banjir untuk
masing – masing kecamatan.

V-24
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Megamendung
16

14
Profil Muka Air Banjir (m) Genangan
12

10 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
8 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
6

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu (jam)

Gambar V.22 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Megamendung kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Ciawi
18

16
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

14

12
Batas Maks Daerah
10 Bahaya Bencana 1

8 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 2
6

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu (jam)

Gambar V.23 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Ciawi kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-25
Hidrograf Muka Air Banjir
Daerah Sekitar Katulampa
16

14
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)
12

10 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
8
Batas Maks Daerah
6 Bahaya Bencana 2

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (jam)

Gambar V.24 Hidrograf Muka Air Banjir Daerah Katulampa kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


20
Kec. Bogor Selatan
18
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

16
14
Batas Maks Daerah
12
Bahaya Bencana 1
10
Batas Maks Daerah
8 Bahaya Bencana 2
6
4
2
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu (jam)

Gambar V.25 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Selatan kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-26
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Bogor Timur
4

Profil Muka Air Banjir (m) 3.5


Genangan
3

2.5 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
2
Batas Maks Daerah
1.5 Bahaya Bencana 2

0.5

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
Waktu (jam)

Gambar V.26 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Timur kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


12
Kec.Kedunghalang

10 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

8 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencanan 1
6
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
4

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5
Waktu (jam)

Gambar V.27 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Kedunghalang kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-27
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Bogor Utara
2.5
Profil Muka Air Banjir (m)
2 Gena ngan

1.5 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
1 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
0.5

0
0 1 2 3 4 5
Waktu (jam)

Gambar V.28 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Utara kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Tanah Sereal
25

Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

20

Batas Maks Daerah


15
Baha ya Bencana 1

10 Batas Maks Daerah


Baha ya Bencana 2

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu (jam)

Gambar V.29 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Tanah Sereal kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-28
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Semplak
14

Profil Muka Air Banjir (m) 12

10
Genangan
8
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 1
6
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
4

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu (jam)

Gambar V.30 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Semplak kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir Kec.Bojonggede


30

25
Profil Muka Air Banjir (m)

20

Genangan
15
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 1
10 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu (jam)

Gambar V.31 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bojonggede kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-29
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Cibinong
25
Profil Muka Air Banjir (m)

20 Gena nga n

Batas Maks Daerah Bahaya


15 Bencana 1
Batas Maks Daerah Bahaya
10 Bencana 2

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu (jam)

Gambar V.32 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Cibinong kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Beji
14

12
Profil Muka Air Banjir (m)

Genangan
10

8 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
6
Batas Maks Daerah
4 Bahaya Bencana 2

0
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Waktu (jam)

Gambar V.33 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Beji kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-30
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Jaga Karsa
14

12
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

10
Batas Maks
Daerah Bahaya
8
Bencana 1
Batas Maks
6 Daerah Bahaya
Bencana 2
4

0
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Waktu (jam)

Gambar V.34 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Jaga Karsa kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Pasar Rebo
9

Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

5 Batas Maks
4
Daerah Bahaya
Bencana 1
3
Batas Maks
2 Daerah Bahaya
Bencana 2
1

0
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Waktu (jam)

Gambar V.35 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pasar Rebo kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-31
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Pasar Minggu
20

18

16 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

14

12 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
10
Batas Maks Daerah
8 Bahaya Bencana 2
6

0
27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Waktu (jam)

Gambar V.36 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pasar Minggu kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Pancoran
9

7
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

5 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
4

Batas Maks Daerah


3
Bahaya Bencana 2
2

0
47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65
Waktu (jam)

Gambar V.37 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pancoran kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-32
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Tebet
4

3.5

3 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

2.5
Batas Maks Daerah
2 Bahaya Bencana 1

1.5 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 2
1

0.5

0
73 75 77 79 81 83 85
Waktu (jam)

Gambar V.38 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Tebet kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Setia Budi
6

Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

4
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 1
3
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
2

0
76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
Waktu (jam)

Gambar V.39 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Setia Budi kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-33
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Menteng
6

5
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

4
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 1
3

Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 2
2

0
77 78 79 80 81 82 83 84 85
Waktu (jam)

Gambar V.40 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Menteng kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Tanah Abang
2.5

2 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

Batas Maks Daerah


1.5
Bahaya Bencana 1

Batas Maks Daerah


1 Bahaya Bencana 2

0.5

0
80 80.5 81 81.5 82 82.5 83 83.5 84 84.5
Waktu (jam)

Gambar V.41 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Tanah Abang kasus overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-34
Pada Gambar V.22 – V.41 di atas memperlihatkan grafik hidrograf hubungan
tinggi muka air banjir terhadap waktu pada masing – masing wilayah tergenang.
Garis kuning dan merah pada grafik menunjukan sebagai batas tinggi genangan
maksimum untuk masing – masing kategori Daerah Bahaya Bencana 1 dan 2.
Dengan demikian kondisi genangan yang berada di bawah garis kuning (< 0,5 m)
termasuk kedalam kategori Daerah Bahaya Bencana 1, kondisi genangan yang
berada di antara garis kuning (0,5 m) dan garis merah (2 m) termasuk kedalam
kategori Daerah Bahaya Bencana 2, sedangkan kondisi genangan yang berada di
atas garis merah (> 2 m) termasuk kategori Daerah Bahaya Bencana 3.

Dengan mengelaborasikan antara pola genangan dan garis – garis batas


maksimum daerah bahaya bencana dari grafik hidrograf muka air banjir maka
akan diketahui lama waktu genangan yang terjadi pada masing – masing kategori
daerah bahaya bencana untuk setiap wilayah. Sebagai contoh hidrograf muka air
banjir pada Gambar V.28 memperlihatkan total lama waktu genangan banjir yang
terjadi pada Kecamatan Bogor Utara adalah 2 jam. Dimana untuk kategori Daerah
Bahaya Bencana 2 dan Daerah Bahaya Bencana 1 masing – masing berlangsung
selama 1 jam. Dengan demikian selain waktu tiba banjir saat terjadinya
keruntuhan bendungan, akan diketahui pula lama waktu kejadian genangan pada
kategori kritis (> 0,5 m) yang terjadi untuk masing – masing kecamatan.

Kemudian lebih jauh dari hal ini, informasi dari grafik hidrograf muka air banjir
dan garis – garis batas maksimum daerah bahaya bencana nantinya dapat
dikembangkan untuk dijadikan dasar acuan guna menyusun sistem peringatan dini
(early warning system) untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan Bendungan
Ciawi

V-35
C. Hidrograf Aliran Banjir
Pada analisis penelusuran banjir akibat keruntuhan Bendungan Ciawi untuk kasus
overtopping akan disajikan hidrograf aliran banjir yang terjadi disaat aliran banjir
sebelum masuk Kota DKI Jakarta dan disaat aliran banjir masuk Kota DKI
Jakarta, berikut hasil analisis disajikan pada Tabel V.3 – V.4 dan Gambar V.42 –
V.43 di bawah ini :

Tabel V.3 Hubungan Debit Aliran Banjir Terhadap Waktu Saat Aliran Banjir Sebelum
Masuk Kota DKI Jakarta Kasus Overtopping
Waktu (jam ke) Debit (m3/s)
0.00 0.00
0.53 12566.99
1.51 203.97
2.52 145.87
3.52 345.40
4.52 774.75
5.52 1301.39
6.52 1699.30
7.52 1877.43
8.51 1874.41
9.51 1776.74
10.51 1609.04
11.51 1374.50
12.51 1115.23
13.51 887.48
14.52 705.07
15.45 571.63
Sumber : Hasil analisis, 2013

V-36
Hidrograf Banjir
13000
12000
11000
10000
9000
8000
Debit (m3 /s)

7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Waktu (jam ke-)

Gambar V.42 Hidrograf Aliran Banjir Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta Kasus
Overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Dari hasil analisis debit rata-rata yang terjadi setiap satuan waktu (jam), debit
banjir maksimum rata – rata yang terjadi sebelum masuk Kota DKI Jakarta adalah
12566,99 m3/s pada waktu 0,53 jam disaat terjadi keruntuhan Bendungan Ciawi.
Debit ini kemudian meningkat pada saat jam ke 3, hal ini dikarenakan adanya
inflow debit Probable Maksimum Flood yang masih berlangsung.

Bila dilihat dari pola hidrograf pada Gambar V.42 di atas, pola grafik hidrograf
tersebut serupa dengan pola grafik hidrograf breach untuk kejadian overtopping
seperti pada Gambar V.5 dan pola hidrograf debit Probable Maksimum Flood
seperti pada Gambar III.5. Debit puncak pertama terjadi pada waktu antara 0,5 – 1
jam, kemudian mengalami peningkatan pada jam ke 3 dengan puncak debit banjir
maksimum kedua terjadi pada jam ke ±8. Pada hidrograf debit Probable
Maksimum Flood puncak maksimum debit banjir juga terjadi pada jam ke 8.

V-37
Tabel V.4 Hubungan Debit Aliran Banjir Terhadap Waktu Saat Aliran Banjir
Masuk Kota DKI Jakarta Kasus Overtopping

Waktu (jam ke) Debit (m3/s)


16.41 462.41
17.44 370.05
18.47 303.03
19.50 247.69
20.53 202.41
21.56 170.04
22.59 143.75
23.62 123.64
24.65 107.13
25.69 101.73
26.72 102.60
27.75 102.78
28.78 105.04
29.81 102.21
30.84 101.92
31.87 102.61
32.90 101.87
33.93 102.00
34.96 102.31
36.00 102.05
37.03 101.66
38.06 102.76
39.09 102.67
40.12 104.01
41.15 102.23
42.18 102.21
43.21 102.35
44.24 103.32
45.28 102.27
46.31 102.27
47.34 102.26
48.37 102.61
49.40 103.32
50.43 102.93
51.46 102.56
52.49 102.36
53.52 102.98

V-38
Waktu (jam ke) Debit (m3/s)
54.56 102.34
55.59 102.23
56.62 102.80
57.65 102.10
58.68 102.41
59.71 102.23
60.74 102.11
61.77 102.29
62.80 102.47
63.83 102.48
64.87 102.28
65.90 102.39
66.93 102.65
67.96 102.23
68.99 101.89
70.02 101.84
71.05 102.67
72.08 102.40
73.11 102.22
74.15 104.30
75.18 105.54
76.21 106.58
77.24 103.60
78.27 103.51
79.30 97.59
80.33 94.41
81.36 93.28
82.39 91.48
83.47 91.66
Sumber : Hasil analisis, 2013

V-39
Hidrograf Banjir
500
450
400
Debit (m3 /s) 350
300
250
200
150
100
50
0
16.40 26.40 36.40 46.40 56.40 66.40 76.40 86.40 96.40
Waktu (jam ke-)

Gambar V.43 Hidrograf Aliran Banjir Saat Masuk Kota DKI Jakarta Kasus
Overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Dari hasil analisis debit rata-rata yang terjadi setiap satuan waktu (jam), debit
banjir maksimum rata – rata yang masuk ke Kota DKI Jakarta adalah 462,41 m3/s
pada waktu jam ke 16,41 disaat setelah terjadi keruntuhan Bendungan Ciawi.
Debit banjir ini kemudian relatif mengalami penurunan hingga berakhirnya
simulasi yiatu selama waktu ±84 jam. Penurunan relatif yang terjadi tiap jam nya
dikarenakan telah berkurangnya atau semakin kecil nya debit inflow yang masuk
menuju bendungan.

V-40
V.2.2 Kasus Piping (dengan inflow)
A. Sebaran Wilayah Tergenang
Hasil analisis penelusuran hidrodinamik banjir memperlihatkan sebaran wilayah
genangan di DAS Ciliwung pada kasus piping (dengan inflow) seperti yang
ditunjukan pada Tabel V.5 di bawah ini :

Tabel V.5 Sebaran Wilayah Tergenang Kasus Piping (dengan inflow)


No Nama Kabupaten/Kota Nama Kecamatan
1 Megamendung
2 Bojonggede
3 Cibinong
Kab. Bogor
4 Ciawi
5 Kedunghalang
6 Semplak
7 Bogor Selatan
8 Bogor Timur
Kota Bogor
9 Bogor Utara
10 Tanah Sereal
11 Pancoranmas
12 Depok Beji
13 Sukmajaya
14 Jaga Karsa
15 Tebet
16 Jakarta Selatan Pasar Minggu
17 Pancoran
18 Setia Budi
19 Jakarta Timur Pasar Rebo
20 Jakarta Pusat Menteng
Sumber : Hasil analisis, 2013

Terdapat 20 Kecamatan dan 6 Kabupaten yang terkena dampak akibat keruntuhan


Bendungan Ciawi pada kasus piping (dengan inflow).

Berikut pada Gambar V.44 – V.52 di bawah ini hasil analisis profil muka air
banjir pada penampang memanjang sungai Ciliwung dan beberapa lokasi.

V-41
Gambar V.44 Muka Air Banjir pada Penampang Memanjang Sungai Ciliwung
kasus piping (dengan inflow)
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

Gambar V.45 Sebaran Wilayah Genangan pada kasus piping (dengan inflow)
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-42
(a)

(b)
Gambar V.46 (a) dan (b) Profil Muka Air pada Kecamatan Megamendung, Hilir
Waduk Ciawi (Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-43
(a)

(b)
Gambar V.47 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Ciawi
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-44
(a)

(b)
Gambar V.48 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Daerah Sekitar Bendung
Katulampa
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-45
(a)

(b)
Gambar V.49 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Bogor Timur,
Bogor Selatan, dan Kedunghalang
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-46
(a)

(b)
Gambar V.50 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Bogor Timur
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-47
(a)

(b)
Gambar V.51 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Bojonggede dan
Cibinong (Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-48
(a)

(b)
Gambar V.52 (a) dan (b) Profil Muka Air Banjir pada Kecamatan Menteng, Setia
budi, dan Tebet
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-49
B. Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time)
Pada penelusuran hidrodinamik banjir, hasil analisis cepat rambat aliran (flood
travel time) dalam hal ini meliputi waktu tiba, kecepatan aliran, dan debit banjir
maksimum. Berikut pada Tabel V.6 dan Gambar V.53 – V.71 di bawah ini
disajikan hasil analisis flood travel time :

Tabel V.6 (a) Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time) kasus piping
(dengan inflow)
Waktu Tiba Kecepatan Debit Banjir
Lokasi Banjir Aliran Maks.
Jam Menit m/s m3/s
Kec. Megamendung 0.23 13.98 11.89 188.21
Kec. Ciawi 0.33 19.98 8.45 111.27
Daerah Katulampa 0.50 30 10.99 71.37
Kec. Bogor Selatan 0.50 30 7.77 63.78
Kec. Bogor Timur 0.60 36 5.56 24.23
Kec. KedungHalang 0.70 42 2.26 9.09
Kec. Bogor Utara 0.87 52.02 0.64 1.06
Kec. Tanah Sereal 1.07 64.02 3.33 49.28
Kec. Semplak 1.47 88.02 3.03 30.56
Kec. Bojonggede 1.60 96 1.99 34.62
Kec. Cibinong 1.83 109.98 2.10 20.80
Kec. Beji 13.43 805.98 1.40 5.35
Kec. Jaga Karsa 16.27 976.02 0.43 4.21
Kec. Pasar Rebo 29.37 1762.02 0.11 0.01
Kec. Pasar Minggu 29.17 1750.02 0.30 3.81
Kec. Pancoran 53.33 3199.98 0.12 0.54
Kec. Tebet 77.63 4657.98 0.25 0.59
Kec. Setia Budi 80.07 4804.02 0.04 0.06
Kec. Menteng 81.00 4860 0.08 0.28
Sumber : Hasil analisis, 2013

Pada kasus piping (dengan inflow) kecepatan aliran banjir rata-rata pada alur
Sungai Ciliwung adalah 1,20 m/s.

V-50
Tabel V.6 (b) Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time) kasus piping
(dengan inflow)
Waktu Terjadi Tinggi Jarak Lokasi
Tinggi Genangan Genangan dari As
Lokasi Maksimum Maks Bendungan
Jam Menit m Km
Kec. Megamendung 0,53 31.8 19.44 0.98
Kec. Ciawi 0,57 34.2 21.58 2.52
Daerah Katulampa 0,63 37.8 17.56 5.05
Kec. Bogor Selatan 0,63 37.8 20.66 5.53
Kec. Bogor Timur 0,67 40.2 6,00 6.72
Kec. KedungHalang 3,2 192 8.02 8.31
Kec. Bogor Utara 0,97 58.2 1.99 11.34
Kec. Tanah Sereal 1,23 73.8 19.80 14.91
Kec. Semplak 1,73 103.8 11.09 19.59
Kec. Bojonggede 2 120 24.16 21.02
Kec. Cibinong 3,3 198 20.50 21.70
Kec. Beji 14,03 841.8 12.84 35.02
Kec. Jaga Karsa 17,09 1025.4 12.81 37.81
Kec. Pasar Rebo 38,1 2286 7.61 42.73
Kec. Pasar Minggu 29,23 1753.8 17.09 44.39
Kec. Pancoran 84 5040 7.88 48.51
Kec. Tebet 77,77 4666.2 3.35 50.83
Kec. Setia Budi 80,77 4846.2 5.02 54.06
Kec. Menteng 80,5 4830 5.02 56.43
Sumber : Hasil analisis, 2013

Berikut pada Gambar di bawah ini akan disajikan hidrograf muka air banjir untuk
masing – masing kecamatan.

V-51
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Megamendung
25

Profil Muka Air Banjir (m) 20 Genangan

Batas Maks Daerah Bahaya


15 Bencana 1
Batas Maks Daerah Bahaya
Bencana 2
10

0
0 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5 20 22.5 25

Waktu (jam)

Gambar V.53 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Megamendung kasus piping
(dengan inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Ciawi
25

20 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

Batas Maks Daerah


15 Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
10

0
0 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5 20 22.5 25

Waktu (jam)

Gambar V.54 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Ciawi kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-52
Hidrograf Muka Air Banjir
Daerah Sekitar Katulampa
20

18 Genangan

16
Batas Maks Daerah
Profil Muka Air Banjir (m)

14 Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
12 Bahaya Bencana 2
10

0
0 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5 20 22.5 25 27.5 30

Waktu (jam)

Gambar V.55 Hidrograf Muka Air Banjir Daerah Katulampa kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec. Bogor Selatan
25

20 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
15
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2

10

0
0 2.5 5 7.5 10 12.5 15 17.5 20 22.5 25 27.5 30

Waktu (jam)

Gambar V.56 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Selatan kasus piping
(dengan inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-53
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Bogor Timur
7

6 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)
5 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 1
4 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
3

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Waktu (jam)

Gambar V.57 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Timur kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Kedunghalang
10

9
Genangan
8
Profil Muka Air Banjir (m)

Batas Maks Daerah


7 Bahaya Bencana 1
6 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
5

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Waktu (jam)

Gambar V.58 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Kedunghalang kasus piping
(dengan inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-54
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Bogor Utara
2.5

2
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

Batas Maks Daerah


1.5 Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
1

0.5

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Waktu (jam)

Gambar V.59 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Utara kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Tanah Sereal
25

20 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

Batas Maks Daerah


15 Bahaya Bencana 1

Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 2
10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Waktu (jam)

Gambar V.60 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Utara kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-55
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Semplak
12

10
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

8 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
6 Bahaya Bencana 2

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Waktu (jam)

Gambar V.61 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Semplak kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Bojonggede
30

Genangan
25
Profil Muka Air Banjir (m)

Batas Maks Daerah


20 Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
15

10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Waktu (jam)

Gambar V.62 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bojonggede kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-56
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Cibinong
25

20
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

15 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1

Batas Maks Daerah


10 Bahaya Bencana 2

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Waktu (jam)

Gambar V.63 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Cibinong kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Beji
14

12 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

10 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
8 Bahaya Bencana 2

0
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Waktu (jam)

Gambar V.64 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Beji kasus piping (dengan inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-57
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Jaga Karsa
14
Profil Muka Air Banjir (m)
12 Genangan

10
Batas Maks Daerah
8 Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
6 Bahaya Bencana 2

0
16 17 18 19 20 21 22 23 24 25

Waktu (jam)

Gambar V.65 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Jaga Karsa kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Pasar Rebo
8

7 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

6
Batas Maks Daerah
5 Bahaya Bencana 1
4 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
3

0
28 30.5 33 35.5 38 40.5 43 45.5 48
Waktu (jam)

Gambar V.66 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pasar Rebo kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-58
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Pasar Minggu
20

18
Profil Muka Air Banjir (m) Genangan
16

14 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
12
Batas Maks Daerah
10 Bahaya Bencana 2
8

0
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Waktu (jam)

Gambar V.67 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pasar Minggu kasus piping
(dengan inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Pancoran
9

8
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

6 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
5 Batas Maks Daerah
4 Bahaya Bencana 2

0
52 54.5 57 59.5 62 64.5 67 69.5 72 74.5 77 79.5 82 84.5

Waktu (jam)

Gambar V.68 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Pancoran kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-59
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Tebet
4

3.5
Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

3
Batas Maks Daerah
2.5 Bahaya Bencana 1
2 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
1.5

0.5

0
77 78 79 80 81 82 83 84 85

Waktu (jam)

Gambar V.69 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Tebet kasus piping (dengan inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Setia Budi
6
Profil Muka Air Banjir (m)

5 Genangan

4
Batas Maks Daerah Bahaya
Bencana 1
3
Batas Maks Daerah Bahaya
Bencana 2
2

0
80 81 82 83 84 85

Waktu (jam)

Gambar V.70 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Setia Budi kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-60
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Menteng
6

Profil Muka Air Banjir (m) 5 Genangan

4 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
3
Bahaya Bencana 2

0
80 80.5 81 81.5 82 82.5 83 83.5 84 84.5

Waktu (jam)

Gambar V.71 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Menteng kasus piping (dengan
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

C. Hidrograf Aliran Banjir


Pada analisis penelusuran banjir akibat keruntuhan Bendungan Ciawi untuk kasus
piping dengan inflow akan disajikan hidrograf aliran banjir yang terjadi disaat
aliran banjir sebelum masuk Kota DKI Jakarta dan disaat aliran banjir masuk Kota
DKI Jakarta, berikut hasil analisis disajikan pada Tabel V.7 – V.8 dan Gambar
V.72 – V.73 di bawah ini :

Tabel V.7 Hubungan Debit Aliran Banjir Terhadap Waktu Saat Aliran Banjir
Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta Pada Kasus Piping dengan Inflow
Waktu (jam ke) Debit (m3/s)
0.00 0.00
0.53 13615.85
1.51 146.89
2.52 292.32
3.53 502.92
4.55 1699.23
5.56 4825.61
6.59 28449.63

V-61
Waktu (jam ke) Debit (m3/s)
7.62 9469.33
8.64 3824.09
9.65 3618.24
10.67 2603.04
11.68 2118.43
12.70 1443.21
13.71 1216.70
14.73 904.56
15.74 748.67
16.46 670.77
Sumber : Hasil analisis, 2013

Gambar V.72 Hidrograf Aliran Banjir Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta Kasus
Piping dengan Inflow
(Hasil analisis, 2013)

Dari hasil analisis debit rata-rata yang terjadi setiap satuan waktu (jam), terdapat
dua puncak debit banjir maksimum rata – rata yang terjadi sebelum masuk Kota
DKI Jakarta yaitu 13615,85 m3/s pada waktu 0,53 jam disaat terjadi keruntuhan
Bendungan Ciawi dan 28449.63 m3/s pada jam ke 6,59. Dimana puncak banjir ke
dua pada jam ke 6,59 lebih besar dibandingkan puncak banjir pertama pada jam

V-62
0,53. Berdasarkan hasil analisis data time series untuk skenario kasus piping
dengan inflow memperlihatkan bahwa selama waktu simulasi 84 jam, debit
maksimum terjadi pada jam ke 7, yaitu sebesar 818850,96 m3/s. Hal ini
dikarenakan terjadi volume genangan sebesar 221089,75 m3 dengan waktu
genangan yang cukup singkat yaitu 0,27 detik.

Tabel V.8 Hubungan Debit Aliran Banjir Terhadap Waktu Saat Aliran Banjir
Masuk Kota DKI Jakarta Kasus Piping dengan Inflow
Waktu (jam ke) Debit (m3/s)
16.74 725.70
17.76 640.40
18.79 560.22
19.81 421.17
20.83 324.63
21.84 343.76
22.86 190.52
23.86 256.08
24.87 175.72
25.90 173.26
26.93 213.18
27.96 141.87
28.99 215.84
30.02 175.68
31.05 189.21
32.08 202.09
33.11 187.14
34.15 168.26
35.18 216.03
36.21 143.58
37.24 209.69
38.27 177.89
39.30 170.95
40.33 206.90
41.36 141.19
42.39 214.15
43.43 171.00
44.46 183.65
45.49 217.38

V-63
Waktu (jam ke) Debit (m3/s)
46.52 169.68
47.55 179.96
48.58 206.70
49.61 143.66
50.64 209.45
51.67 175.68
52.71 187.49
53.74 201.82
54.77 185.26
55.80 170.15
56.83 213.61
57.86 141.23
58.89 211.51
59.92 177.01
60.95 175.70
61.98 217.84
63.02 136.40
64.05 217.67
65.08 168.80
66.11 185.97
67.14 216.60
68.17 171.83
69.20 175.87
70.23 209.62
71.26 142.41
72.30 211.33
73.33 174.89
74.36 174.47
75.39 211.76
76.42 188.66
77.45 168.90
78.48 219.34
79.51 147.56
80.54 216.59
81.58 177.26
82.61 176.67
83.57 225.48
Sumber : Hasil analisis, 2013

V-64
Hidrograf Banjir
800

700

600

500
Debit (m3/s)

400

300

200

100

0
16.70 26.70 36.70 46.70 56.70 66.70 76.70 86.70
Waktu (jam ke-)

Gambar V.73 Hidrograf Aliran Banjir Saat Masuk Kota DKI Jakarta Kasus Piping
dengan Inflow
(Hasil analisis, 2013)

Dari hasil analisis debit rata-rata yang terjadi setiap satuan waktu (jam), debit
banjir maksimum rata – rata yang masuk ke Kota DKI Jakarta adalah 725,70 m3/s
pada waktu jam ke-16,74 disaat setelah terjadi keruntuhan Bendungan Ciawi.
Debit banjir ini kemudian relatif mengalami penurunan hingga jam ke ±21, lalu
kemudian tetap terjadi beberapa puncak kecil setelah jam ke ± 21, dengan
perubahan tinggi puncak yang terjadi hingga akhir simulasi (jam ke 84) tidak
terlalu signifikan.

V-65
V.2.3 Kasus Piping (tanpa inflow)
A. Sebaran Wilayah Tergenang
Hasil analisis penelusuran hidrodinamik banjir memperlihatkan sebaran wilayah
genangan di DAS Ciliwung pada kasus piping (tanpa inflow) seperti yang
ditunjukan pada Tabel V.9 di bawah ini :

Tabel V.9 Sebaran Wilayah Tergenang Kasus Piping (tanpa inflow)


No Nama Kabupaten/Kota Nama Kecamatan
1 Megamendung
2 Bojonggede
3 Kab. Bogor Ciawi
4 Kedunghalang
5 Semplak
6 Bogor Selatan
7 Bogor Timur
Kota Bogor
8 Bogor Utara
9 Tanah Sereal
Sumber : Hasil analisis, 2013

Terdapat 9 Kecamatan dan 2 Kabupaten yang terkena dampak akibat keruntuhan


Bendungan Ciawi pada kasus piping (dengan inflow).

Berikut pada Gambar V.74 – V.82 di bawah ini hasil analisis profil muka air
banjir pada penampang memanjang Sungai Ciliwung dan beberapa lokasi.

V-66
Gambar V.74 Muka Air Banjir pada Penampang Memanjang Sungai Ciliwung
kasus piping (tanpa inflow)
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

Gambar V.75 Sebaran Wilayah Genangan pada kasus piping (tanpa inflow)
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-67
(a)

(b)
Gambar V.76 (a) dan (b) Profil Muka Air pada Kecamatan Megamendung, Hilir
Waduk Ciawi (Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-68
(a)

(b)
Gambar V.77 (a) dan (b) Profil Muka Air pada Kecamatan Ciawi
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-69
(a)

(b)
Gambar V.78 (a) dan (b) Profil Muka Air pada Daerah Sekitar Bendung
Katulampa
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-70
(a)

(b)
Gambar V.79 (a) dan (b) Profil Muka Air Kecamatan Bogor Selatan, Bogor Timur
dan Kedunghalang
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-71
(a)

(b)
Gambar V.80 (a) dan (b) Profil Muka Air Kecamatan Bogor Timur dan Bogor
Utara
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-72
(a)

(b)
Gambar V.81 (a) dan (b) Profil Muka Air Kecamatan Tanah Seral dan
Kedunghalang
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-73
(a)

(b)
Gambar V.82 (a) dan (b) Profil Muka Air Kecamatan Bojonggede dan Cibinong
(Hasil Running ZhongXing – HY 21)
(Hasil analisis, 2013)

V-74
B. Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time)
Pada penelusuran hidrodinamik banjir, hasil analisis cepat rambat aliran (flood
travel time) dalam hal ini meliputi waktu tiba, kecepatan aliran, dan debit banjir
maksimum. Berikut pada Tabel V.10 dan Gambar V.83 – V.92 di bawah ini
disajikan hasil analisis flood travel time :

Tabel V.10(a) Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time) kasus piping
(tanpa inflow)
Kecepatan Debit Banjir
Waktu Tiba Banjir
Lokasi Aliran Maks.
Jam Menit m/s m3/s
Kec. Megamendung 0.23 13.98 11.86 191.39
Kec. Ciawi 0.33 19.98 8.04 107.18
Daerah Katulampa 0.50 30 11.06 72.33
Kec. Bogor Selatan 0.53 31.98 7.70 62.44
Kec. Bogor Timur 0.60 36 5.45 23.00
Kec. KedungHalang 0.70 42 2.25 9.35
Kec. Bogor Utara 0.90 54 0.64 1.07
Kec. Tanah Sereal 1.10 66 3.21 49.44
Kec. Semplak 1.50 90 3.03 30.62
Kec. Bojonggede 1.60 96 2.08 35.22
Sumber : Hasil analisis, 2013

Pada kasus piping (tanpa inflow) kecepatan aliran banjir rata-rata pada alur
Sungai Ciliwung adalah 0,42 m/s.

V-75
Tabel V.10 (b) Cepat Rambat Aliran Banjir (Flood Travel Time) kasus piping
(tanpa inflow)
Waktu Terjadi Tinggi Jarak Lokasi
Tinggi Genangan Genangan dari As
Lokasi Maksimum Maks Bendungan
Jam Menit m Km
Kec. Megamendung 0,57 34.2 19.60 0.98
Kec. Ciawi 0,60 36 20.94 2.52
Daerah Katulampa 0,63 37.8 17.51 5.05
Kec. Bogor Selatan 0,67 40.2 20.39 5.53
Kec. Bogor Timur 0,7 42 5,87 6.72
Kec. Kedunghalang 0,7 42 10.38 8.31
Kec. Bogor Utara 0,97 58.2 1.99 11.34
Kec. Tanah Sereal 1,23 73.8 19.81 14.91
Kec. Semplak 1,73 103.8 11.10 19.59
Kec. Bojonggede 2,03 121.8 24.16 21.02
Sumber : Hasil analisis, 2013

Berikut pada Gambar di bawah ini akan disajikan hidrograf muka air banjir untuk
masing – masing kecamatan.

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Megamendung
25

20 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

15
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 1

Batas Maks Daerah


10 Bahaya Bencana 2

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Waktu (jam)

Gambar V.83 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Megamendung kasus piping (tanpa
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-76
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Ciawi
25

20 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

15 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1

Batas Maks Daerah


10 Bahaya Bencana 2

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Waktu (jam)

Gambar V.84 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Ciawi kasus piping (tanpa inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Dearah Katulampa
20

18
Genangan
16
Profil Muka Air Banjir (m)

14 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
12
Batas Maks Daerah
10 Bahaya Bencana 2

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Waktu (jam)

Gambar V.85 Hidrograf Muka Air Banjir Daerah Katulampa kasus piping (tanpa
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-77
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec. Bogor Selatan
25

20 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

Batas Maks Daerah


15 Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Waktu (jam)

Gambar V.86 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Selatan kasus piping (tanpa
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Bogor Timur
7

6 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

5 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
4 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
3

0
0 0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5 1.75 2 2.25 2.5 2.75 3

Waktu (jam)

Gambar V.87 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Timur kasus piping (tanpa
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-78
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Kedunghalang
12

10 Genangan
Profil Muka Air Banjir (m)

8 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
6 Bahaya Bencana 2

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5

Waktu (jam)

Gambar V.88 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Kedunghalang kasus piping (tanpa
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Bogor Utara
2.5
Profil Muka Air Banjir (m)

2 Genanga

1.5 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
Batas Maks Daerah
1 Bahaya Bencana 2

0.5

0
0 1 2 3 4 5

Waktu (jam)

Gambar V.89 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bogor Utara kasus piping (tanpa
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-79
Hidrograf Muka Air Banjir
Kec.Tanah Sereal
25

Profil Muka Air Banjir (m)


20 Genangan

15 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1

10 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 2

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Waktu (jam)

Gambar V.90 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Tanah Sereal kasus piping (tanpa
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Hidrograf Muka Air Banjir


Kec.Semplak
12

10
Profil Muka Air Banjir (m)

Genangan

8 Batas Maks Daerah


Bahaya Bencana 1
6 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
4

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Waktu (jam)

Gambar V.91 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Semplak kasus piping (tanpa
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-80
Hidrograf Muka Air Banjir Kec.Bojonggede
30

25
Profil Muka Air Banjir (m) Genangan

20
Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 1
15 Batas Maks Daerah
Bahaya Bencana 2
10

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Waktu (jam)

Gambar V.92 Hidrograf Muka Air Banjir Kec. Bojonggede kasus piping (tanpa
inflow)
(Hasil analisis, 2013)

C. Hidrograf Aliran Banjir


Pada analisis penelusuran banjir akibat keruntuhan Bendungan Ciawi untuk kasus
piping dengan inflow akan disajikan hidrograf aliran banjir yang terjadi disaat
aliran banjir sebelum masuk Kota DKI Jakarta, berikut hasil analisis disajikan
pada Tabel V.11 dan Gambar V.93 di bawah ini :

Tabel V.11 Hubungan Debit Aliran Banjir Terhadap Waktu Saat Aliran Banjir
Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta Pada Kasus Piping tanpa Inflow
Waktu (jam ke) Debit (m3/s)
0.00 0.00
0.52 12593.50
1.53 47.08
2.56 9.62
Sumber : Hasil analisis, 2013

V-81
Hidrograf Banjir
14000

12000

Debit (m3/s) 10000

8000

6000

4000

2000

0
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00
Waktu (jam ke)

Gambar V.93 Hidrograf Aliran Banjir Sebelum Masuk Kota DKI Jakarta Kasus
Piping tanpa Inflow
(Hasil analisis, 2013)

Dari hasil analisis debit rata-rata yang terjadi setiap satuan waktu (jam), debit
banjir maksimum rata – rata yang terjadi sebelum masuk Kota DKI Jakarta yaitu
12593,5 m3/s pada waktu 0,52 jam disaat terjadi keruntuhan Bendungan Ciawi.

Bila dilihat dari pola hidrograf pada Gambar V.93 di atas, pola grafik hidrograf
tersebut serupa dengan pola grafik hidrograf breach untuk kejadian piping tanpa
inflow pada Gambar V.5 dimana debit puncak terjadi pada waktu ±0,5 jam.

V.3 Analisis Sebaran Wilayah Genangan dan Resiko


Analisis sebaran wilayah genangan dan resiko dimaksudkan untuk mengetahui
kondisi pada wilayah genangan serta parameter resiko pada wilayah yang
tergenang apabila terjadi keruntuhan Bendungan Ciawi. Berikut di bawah ini akan
diuraikan analisis sebaran wilayah genangan dan resiko untuk masing-masing
skenario kasus keruntuhan Bendungan Ciawi.

V.3.1 Tinjauan Kondisi Wilayah Genangan


Hasil penelusuran hidrodinamik banjir pada pembahasan sebelumnya
memperlihatkan bahwa sebaran wilayah genangan yang terjadi baik pada skenario

V-82
kasus keruntuhan akibat overtopping maupun piping tidak hanya berada pada
wilayah DAS Ciliwung akan tetapi hingga mencapai daerah di luar wilayah DAS
Ciliwung. Seperti yang telah diperlihatkan pada Gambar V.14, V.45 dan V.75
sebagian wilayah genangan yang terjadi hingga masuk pada wilayah DAS Bekasi
dan DAS Cisadane.

Berdasarakan tinjauan lokasi dengan peta DEM (Digital Elevation Model), peta
kontur, peta jaringan sungai dan penampang melintang profil lahan daerah lokasi
genangan, daerah genangan yang terjadi di luar wilayah DAS Ciliwung berada
pada elevasi +330 – 140 meter dengan karakteristik kontur yang tidak terlalu rapat
dan kemiringan lereng yang relative seragam. Demikian hal ini menyebabkan
sebagian aliran banjir yang terjadi masuk pada wilayah DAS Bekasi. Selain itu
terdapat beberapa percabangan alur sungai disekitar Sungai Utama (Ciliwung)
yang terhubung langsung maupun tidak langsung dengan Sungai Ciliwung
menyebabkan aliran banjir yang terjadi menyebar hingga keluar wilayah DAS
Ciliwung hingga masuk pada sebagian wilayah DAS Cisadane. Berikut Gambar
V.94 – V.100 di bawah ini hasil analisis kondisi wilayah genangan pada DAS
Ciliwung dan sekitarnya.

V-83
(a) Tanpa Genangan

(b) Dengan Genangan


Gambar V.94 (a) dan (b) Tampak Atas Profil 3 Dimensi Peta DEM (Digital
Elevation Model) DAS Ciliwung dan Sekitarnya
(Hasil analisis, 2013)

V-84
(a) Tanpa Genangan

(b) Dengan Genangan


Gambar V.95 (a) dan (b) Tampak Samping Profil 3 Dimensi Peta DEM (Digital
Elevation Model) DAS Ciliwung dan Sekitarnya
(Hasil analisis, 2013)

Pada Gambar V.94 dan V.95 terlihat bahwa daerah genangan yang terjadi di
dalam dan di luar sekitar DAS Ciliwung memiliki kemiringan lereng yang relative
seragam dengan kondisi elevasi di dalam dan di luar sekitar DAS Ciliwung lebih

V-85
rendah dari elevasi dari hulu DAS Ciliwung. Selain itu kondisi daerah tersebut
memiliki karakteristik kontur yang tidak terlalu rapat sehingga aliran banjir yang
terjadi menyebar ke sisi kanan dan kiri di luar DAS Ciliwung. Berikut pada
Gambar V.96 di bawah ini akan diperlihatkan tinjauan peta kontur untuk lokasi
genangan di dalam dan di luar sekitar DAS Ciliwung.

V-86
Gambar V.96 Peta Kontur Tinjauan Lokasi Genangan (A)
(Hasil analisis, 2013)

V-87
(a) Tanpa Genangan (b) Dengan Genangan
Gambar V.97 (a) dan (b) Tampak Atas Profil 2 Dimensi Peta DEM (Digital
Elevation Model) DAS Ciliwung dan Sekitarnya
(Hasil analisis, 2013)

Pada Gambar V.97 di atas terlihat bahwa aliran banjir yang terjadi masuk pada
percabangan beberapa alur sungai di sisi kanan dan kiri di luar DAS Ciliwung.
Terdapatnya beberapa percabangan alur sungai yang terhubung secara langsung
maupun tidak langsung dengan Sungai utama (Ciliwung) dengan kondisi elevasi
dasar sungai (bed elevation) yang lebih rendah dari Sungai Ciliwung dan daerah
genangan disekitarnya menyebabkan aliran banjir masuk ke dalam percabangan
alur-alur sungai di luar Sungai utama (Ciliwung) dan menyebar di luar daerah
DAS Ciliwung.

V-88
Percabangan alur sungai di luar daerah DAS Ciliwung yang menerima debit banjir
dari simulasi keruntuhan Bendungan Ciawi diantaranya : Sungai Cisadane, Sungai
Cikeas, Kali Baru, Ci Tanggul, Ci Teureup, Kali Palayang, Kali Baru 2, Kali
Caringin Bawah, Kali Caringin dan Kali Pesanggrahan. Berikut pada Gambar
V.98 – V.100 akan diperlihatkan peta kontur dan peta alur sungai untuk beberapa
lokasi genangan.

V-89
Gambar V.98 Peta Kontur dan Alur Sungai Tinjauan Lokasi Genangan (B.1)
(Hasil analisis, 2013)

V-90
Gambar V.99 Peta Kontur dan Alur Sungai Tinjauan Lokasi Genangan (B.2)
(Hasil analisis, 2013)

V-91
Gambar V.100 Peta Kontur dan Alur Sungai Tinjauan Lokasi Genangan (B.3)
(Hasil analisis, 2013)

V-92
Untuk kasus limpasan yang terjadi hingga aliran banjir masuk ke dalam DAS
Bekasi, terdapat percabangan alur sungai yang terhubung langsung dengan Sungai
Ciliwung yaitu Anak Sungai Cikeas dan Kali Baru. Dimana kondisi elevasi dasar
sungai (bed elevation) untuk Anak Sungai Cikeas adalah +357,43 – 336,12 meter,
dan untuk Kali Baru adalah +345,12 – 327,98 meter. Dengan kondisi elevasi
profil lahan di DAS Ciliwung adalah +359,60 – 344,19 meter dan kondisi elevasi
muka air banjir yang terjadi adalah +370,47 – 358,66 meter.

Selain itu jika ditinjauan berdasarkan kondisi fisik (penampang melintang profil
lahan dan muka air banjir) pada daerah genangan di dalam dan di luar sekitar
DAS Ciliwung, profil muka air banjir yang terjadi telah melewati atau melebihi
punggung – punggung bukit sebagai batas antara DAS Ciliwung dengan DAS
Bekasi. Dimana elevasi punggung bukit yang menjadi batas antara DAS Ciliwung
dengan DAS Bekasi berada pada ketinggian + 350 meter sedangkan elevasi muka
air banjir yang terjadi lebih besar dari elevasi punggung bukit ( ± 355 meter). Pada
Gambar V.101 dan V.102 di bawah ini memperlihatkan kondisi muka air banjir
yang terjadi melewati batas antara DAS Ciliwung dan DAS Bekasi.

V-93
Lokasi Tinjauan

Gambar V.101 Lokasi Tinjauan Daerah Genangan di dalam dan di luar DAS Ciliwung
(Hasil analisis, 2013)

V-94
Punggung – punggung Muka Air Banjir yang
bukit batas melebihi Punggung
DAS Ciliwung bukit, batas antar DAS
Ciliwung dengan DAS
Bekasi

Gambar V.102 Penampang Melintang Profil Lahan Daerah Genangan di dalam dan di luar DAS Ciliwung
(Hasil analisis, 2013)

V-95
Berdasarkan analisis penelusuran banjir pada lokasi tinjauan terjadinya limpasan
hingga keluar dari DAS Ciliwung, limpasan terjadi pada waktu 0,667 jam setelah
terjadinya keruntuhan Bendungan Ciawi dengan kecepatan maksimum aliran banjir
yang terjadi adalah 9,23 m/s. Berikut pada Tabel V.12 di bawah ini akan dijelaskan
hubungan kecepatan aliran banjir dengan muka air banjir pada saat terjadi limpasan
keluar DAS Ciliwung.

Tabel V.12 Hubungan Kecepatan Aliran Banjir dengan Muka Air Banjir Saat Terjadi
Limpasan Keluar DAS Ciliwung
Kecepatan
Elevasi
Waktu Elevasi Muka Tinggi Muka Air Aliran
Profil
(jam) Air Banjir (m) Banjir (m) Banjir
Lahan (m)
(m/s)
0.6 344.18893 344.18893 0 0
0.633 344.18893 344.18893 0 0
0.667 344.18893 354.64733 10.458399 4.806778
0.7 344.18893 355.13608 10.947145 6.332754
0.733 344.18893 355.94113 11.752202 7.370264
0.767 344.18893 356.70911 12.520179 8.182842
0.8 344.18893 357.38828 13.19935 8.632545
0.833 344.18893 357.95134 13.762402 8.956066
0.867 344.18893 358.39337 14.204434 9.161669
0.9 344.18893 358.61688 14.427946 9.233121
0.933 344.18893 358.64782 14.458886 9.214978
0.967 344.18893 358.48387 14.294937 9.098145
1 344.18893 358.14062 13.951689 8.88274
1.033 344.18893 357.67655 13.487615 3.30434
1.067 344.18893 357.11357 12.924639 2.844635
1.1 344.18893 356.48259 12.293655 2.247252
1.133 344.18893 355.90738 11.718443 1.715094
1.167 344.18893 355.38712 11.198187 1.290948
1.2 344.18893 354.87188 10.682949 0.999567
1.233 344.18893 354.29686 10.107926 0.827707
1.267 344.18893 354.91129 10.722358 0.704753
1.3 344.18893 354.58797 10.399035 0.610653
Sumber : Hasil analisis, 2013

V-96
V.3.2 Luas Area dan Volume Genangan
Pada analisis luas area dan volume genangan akan disajikan data time series
akumulasi total luas area dan volume genangan untuk masing-masing skenario
kasus keruntuhan Bendungan Ciawi dan dilakukan analisis konservasi massa
(mass conservation) sebagai perbandingannya, berikut hasil analisisnya.

1. Kasus Overtopping
Dari hasil analisis simulasi keruntuhan Bendungan Ciawi untuk skenario kasus
overtopping untuk waktu simulasi 84 jam atau 3,5 hari diperoleh total akumulasi
luas area genangan adalah 8905,02 Ha dan total volume genangan 132.329.971,7
m3. Puncak akumulasi untuk luas total area genangan dan untuk akumulasi
volume total genangan terjadi pada jam ke 84 atau 302400 detik. Berikut pada
Gambar V.103 dan V.104 di bawah ini grafik hubungan waktu simulasi dengan
total area genangan dan volume genangan.

Water Area History


10000
9000
Luas Area Genangan (Ha)

8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Waktu (Jam)

Gambar V.103 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Luas Genangan


Kasus Overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-97
Water Volume History
14000000

12000000
Volume Genangan (m3)
10000000

80000000

60000000

40000000

20000000

0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Waktu (Jam)

Gambar V.104 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Volume Genangan


Kasus Overtopping
(Hasil analisis, 2013)

Berdasarkan hasil analisis konservasi massa (mass conservation) antara total


volume limpasan yang terjadi dari hasil simulasi keruntuhan Bendungan Ciawi
pada kasus overtopping dengan volume total limpasan yang terjadi berdasarkan
data debit Probable Maximum Flood (PMF) dan kurva kapasitas tampung terdapat
selisih yaitu sebesar 1.186.246,55 m3 atau sebesar 0,9% dari total volume inflow
yang seharusnya terjadi.

Total volume limpasan untuk inflow dari debit Probable Maximum Flood (PMF)
adalah 65.958.609,15 m3, dan total volume limpasan dari selisih tampungan pada
elevasi muka air +570,5 m dan +490.5 m adalah 43.371.636 m3. Demikian total
volume limpasan berdasarkan data debit Probable Maximum Flood (PMF) dan
kurva kapasitas tampung adalah 131.143.725,15 m3. Sedangkan total volume
genangan data time series water area and water volume hasil simulasi adalah
132.329.971,7 m3

V-98
2. Kasus Piping (dengan inflow)
Dari hasil analisis simulasi keruntuhan Bendungan Ciawi untuk skenario kasus
piping (dengan inflow) untuk waktu simulasi 84 jam atau 3,5 hari diperoleh total
akumulasi luas area genangan adalah 8367,94 Ha dan total volume genangan
132.434.494,19m3. Puncak akumulasi untuk luas total area genangan dan untuk
akumulasi volume total genangan terjadi pada jam ke 84 atau 302400 detik.
Berikut pada Gambar V.105 dan V.106 di bawah ini grafik hubungan waktu
simulasi dengan total area genangan dan volume genangan.

Water Area History


9000
8000
Luas Area Genangan (Ha)

7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Waktu (Jam)

Gambar V.105 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Luas Genangan


Kasus Piping (dengan inflow)
(Hasil analisis, 2013)

V-99
Water Volume History
14000000

Volume Genangan (m3)


12000000
10000000
80000000
60000000
40000000
20000000
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Waktu (Jam)

Gambar V.106 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Volume Genangan


Kasus Piping (dengan inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Berdasarkan hasil analisis konservasi massa (mass conservation) antara total


volume limpasan yang terjadi dari hasil simulasi keruntuhan Bendungan Ciawi
pada kasus piping dengan inflow dengan volume total limpasan yang terjadi
berdasarkan data debit Probable Maximum Flood (PMF) dan kurva kapasitas
tampung terdapat selisih yaitu sebesar 1.290.769,04 m3 atau sebesar 0,98% dari
total volume inflow yang seharusnya terjadi.

Total volume limpasan untuk inflow dari debit Probable Maximum Flood (PMF)
adalah 65.958.609,15 m3, dan total volume limpasan dari selisih tampungan pada
elevasi muka air +570,5 m dan +490.5 m adalah 43.371.636 m3. Demikian total
volume limpasan berdasarkan data debit Probable Maximum Flood (PMF) dan
kurva kapasitas tampung adalah 131.143.725,15 m3. Sedangkan total volume
genangan data time series water area and water volume hasil simulasi adalah
132.434.494,19m3.

V-100
3. Kasus Piping (tanpa inflow)
Dari hasil analisis simulasi keruntuhan Bendungan Ciawi untuk skenario kasus
piping (dengan inflow) untuk waktu simulasi 33,7 jam atau 1,4 hari diperoleh total
akumulasi luas area genangan adalah 4927,91 Ha dan total volume genangan
44.968.012,63 m3. Puncak akumulasi luas total area genangan terjadi pada jam ke
2,33 atau 8400 detik dan untuk puncak akumulasi volume total genangan terjadi
pada jam ke 2,27 atau 8160 detik. Berikut pada Gambar V.107 dan V.108 di
bawah ini grafik hubungan waktu simulasi dengan total area genangan dan
volume genangan

Water Area History


6000

5000
Luas Area Genangan (Ha)

4000

3000

2000

1000

0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Waktu (Jam)

Gambar V.107 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Luas Genangan


Kasus Piping (tanpa inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Pada Gambar V.107 di atas, terlihat memasuki jam ke-3 terjadi penurunan luas
area genangan, hal ini menandakan telah terjadinya penurunan muka air banjir
(surut) pada daerah genangan.

V-101
Water Volume History
50000000
45000000

Volume Genangan (m3) 40000000


35000000
30000000
25000000
20000000
15000000
10000000
5000000
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Waktu (Jam)

Gambar V.108 Grafik Hubungan Waktu dan Akumulasi Volume Genangan


Kasus Piping (tanpa inflow)
(Hasil analisis, 2013)

Berdasarkan hasil analisis konservasi massa (mass conservation) antara total


volume limpasan yang terjadi dari hasil simulasi keruntuhan Bendungan Ciawi
pada kasus piping tanpa inflow terdapat selisih yaitu sebesar 1.384.292,39 m3 atau
sebesar 0,98% dari total volume inflow yang seharusnya terjadi..

Total volume limpasan untuk selisih tampungan pada elevasi muka air +570,5 m
dan +490.5 m adalah 43.371.636 m3. Sedangkan total volume genangan data time
series water area and water volume hasil simulasi adalah 44.968.012,63 m3.

V-102
V.4 Analisis Resiko Genangan
Analisis resiko genangan dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar potensi
resiko bahaya yang akan diterima pada daerah hilir apabila Bendungan Ciawi
mengalami keruntuhan. Pada analisis resiko genangan, penentuan resiko akan
ditinjau dari daerah (lokasi) bencana dan penduduk terkena resiko bencana.
Berikut di bawah ini akan dijelaskan analisis resiko genangan pada simulasi
keruntuhan Bendungan Ciawi untuk skenario kasus overtopping dan piping.

V.4.1 Klasifikasi Daerah Bahaya Bencana Berdasarkan Tinggi Genangan


Pada analisis daerah bahaya bencana untuk setiap lokasi (kecamatan) yang terkena
dampak bencana keruntuhan Bendungan Ciawi parameter yang akan dijadikan
acuan klasifikasi resiko adalah berdasarkan tinggi genangan banjir yang terjadi
disetiap lokasi. Dalam hal ini sistem klasifikasi Daerah Bahaya akan dibagi
menjadi 3 kategori yaitu sebagai berikut :

Tabel V.13 Sistem Klasifikasi Daerah Bahaya Berdasarkan Tinggi Genangan


Banjir akibat Keruntuhan Bendungan

Tinggi Genangan Banjir Klasifikasi Daerah Bahaya


No
(m)
0 - 0,50 1
1
0,50 – 2,00 2
2
> 2,00 3
3
Sumber : Dirjen Sumber Daya Air, 2010

Berikut pada Tabel V.14 – V.18 akan disajikan hasil analisis klasifikasi daerah
bahaya bencana pada setiap lokasi genangan pada masing – masing skenario kasus
keruntuhan Bendungan Ciawi.

V-103
Tabel V.14 Klasifikasi Daerah Bahaya Akibat Keruntuhan Bendungan Ciawi
Skenario Kasus Overtopping
Rata-rata Tinggi
Genangan Banjir Klasifikasi Daerah
Lokasi
Bahaya
(m)
Kec. Megamendung > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Ciawi > 2,0 Daerah Bahaya 3
Daerah Katulampa > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bogor Selatan > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bogor Timur > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. KedungHalang > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bogor Utara > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Tanah Sereal > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Semplak > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bojonggede > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Cibinong > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Pancoranmas > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Beji > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Sukmajaya > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Jaga Karsa > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Pasar Rebo > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Pasar Minggu > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Pancoran > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Tebet 0.5 – 2,0 Daerah Bahaya 2
Kec. Setia Budi 0.5 – 2,0 Daerah Bahaya 2
Kec. Menteng 0.5 – 2,0 Daerah Bahaya 2
Kec. Tanah Abang 0.5 – 2,0 Daerah Bahaya 2
Sumber : Hasil analisis, 2013

V-104
Tabel V.15 Klasifikasi Daerah Bahaya Akibat Keruntuhan Bendungan Ciawi
Skenario Kasus Piping Dengan Inflow
Rata-rata Tinggi
Genangan Banjir Klasifikasi Daerah
Lokasi
Bahaya
(m)
Kec. Megamendung > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Ciawi > 2,0 Daerah Bahaya 3
Daerah Katulampa > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bogor Selatan > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bogor Timur > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. KedungHalang > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bogor Utara > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Tanah Sereal > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Semplak > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bojonggede > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Cibinong > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Pancoranmas > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Beji > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Sukmajaya > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Jaga Karsa > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Pasar Rebo > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Pasar Minggu > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Pancoran > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Tebet 0.5 – 2,0 Daerah Bahaya 2
Kec. Setia Budi 0.5 – 2,0 Daerah Bahaya 2
Kec. Menteng 0.5 – 2,0 Daerah Bahaya 2
Sumber : Hasil analisis, 2013

V-105
Tabel V.16 Klasifikasi Daerah Bahaya Akibat Keruntuhan Bendungan Ciawi
Skenario Kasus Piping Tanpa Inflow
Rata-rata Tinggi
Genangan Banjir Klasifikasi Daerah
Lokasi
Bahaya
(m)
Kec. Megamendung > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Ciawi > 2,0 Daerah Bahaya 3
Daerah Katulampa > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bogor Selatan > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bogor Timur > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. KedungHalang > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bogor Utara > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Tanah Sereal > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Semplak > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Bojonggede > 2,0 Daerah Bahaya 3
Kec. Cibinong > 2,0 Daerah Bahaya 3
Sumber : Hasil analisis, 2013

Hasil analisis pada Tabel V.14 – V.16 memperlihatkan bahwa sebagian besar
daerah genangan baik pada skenario kasus overtopping ataupun piping di
dominasi oleh tinggi genangan banjir melebih 2 meter ( > 2 meter). Demikian
dapat disimpulkan bahwa daerah hilir Bendungan Ciawi termasuk kategori
Daerah Bahaya 3.

V-106
V.4.2 Klasifikasi Tingkat Resiko Bencana Berdasarkan Penduduk Terkena
Resiko
Pada analisis tingkat resiko bencana, parameter yang dijadikan sebagai penentu
tingkat resiko bencana untuk setiap lokasi (kecamatan) yang terkena dampak
genangan dari keruntuhan Bendungan Ciawi adalah jumlah penduduk terkena
resiko bencana pada setiap lokasi (kecamatan) dan jarak lokasi (kecamatan) dari
as bendungan. Dalam hal ini sistem klasifikasi tingkat resiko bencana akan dibagi
menjadi 5 kategori tingkat resiko bencana yaitu sebagi berikut :

(1) Tingkat Resiko Rendah


(2) Tingkat Resiko Sedang
(3) Tingkat Resiko Menengah
(4) Tingkat Resiko Tinggi
(5) Tingkat Resiko Sangat Tinggi

Klasifikasi tingkat resiko bencana berupa hubungan antara jarak pemukiman


dengan jumlah kumulatif KK dan klasifikasi tingkat resiko bencana atau bahaya
berdasarkan tinggi genangan banjir dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel V.17 Sistem Klasifikasi Resiko Bencana Berdasarkan Jumlah Penduduk


di Daerah Resiko Banjir Akibat Keruntuhan Bendungan
Jumlah KK Jarak dari As Bendungan
Kumulatif (km)
(KK)* 0–5 0 – 10 0 - 20 0 - 30 0 - > 30
0 1 1 1 1 1
1 – 200 3 2 2 1 1
201 – 5.000 4 4 3 3 2
5.001 – 20.000 5 5 4 3 3
20.001 – 250.000 5 5 4 4 4
> 250.000 5 5 5 5 5
*Asumsi : 1 KK = 1 rumah;1 KK = 5 orang
Sumber : Colen Power Consulting, 1997 dalam Dirjen Sumber Daya Air, 2010

Berikut pada Tabel V.18 akan disajikan hasil analisis tingkat resiko bencana pada
setiap lokasi genangan dengan mengambil sampel pada skenario kasus keruntuhan
overtopping sebagai kasus keruntuhan yang menghasilkan area genangan terbesar.
Tabel V.18 Klasifikasi Daerah Bahaya Akibat Keruntuhan Bendungan Ciawi
Skenario Kasus Overtopping

V-107
Jarak Dari Penduduk Terkena
Bendungan Resiko Tingkat
Lokasi
Resiko
(Km) Jiwa KK
Kec. Megamendung 0.98 2817 563 4
Kec. Ciawi 2.52 7019 1404 4
Kec. Bogor Selatan 5.53 23934 4787 4
Kec. Bogor Timur 6.72 46311 9262 5
Kec.
8.31 10056 2011 4
KedungHalang
Kec. Bogor Utara 11.34 113840 22768 4
Kec. Tanah Sereal 14.91 23075 4615 3
Kec. Semplak 19.59 1722 344 2
Kec. Bojonggede 21.02 77201 15440 3
Kec. Cibinong 21.70 26939 5388 3
Kec. Pancoranmas 30.78 34600 6920 3
Kec. Beji 35.02 11954 2391 2
Kec. Sukmajaya 35.10 8317 1663 2
Kec. Jaga Karsa 37.81 112845 22569 4
Kec. Pasar Rebo 42.73 21450 4290 2
Kec. Pasar Minggu 44.39 51222 10244 3
Kec. Pancoran 48.51 27375 5475 3
Kec. Tebet 50.83 74056 14811 3
Kec. Setia Budi 54.06 47420 9484 3
Kec. Menteng 56.43 44668 8934 3
Kec. Tanah Abang 58.83 13501 2700 2
Total 780321 156064
Sumber : Hasil analisis, 2013

Hasil analisis pada Tabel V.18 memperlihatkan bahwa tingkat resiko pada daerah
genangan bervariasi mulai dari Tingkat Resiko Sedang (2) hingga Tingkat Resiko
Sangat Tinggi (5). Namun bila dilihat secara keseluruhan sebagian besar daerah
genangan di dominasi oleh Tingkat Resiko dengan nilai 3. Demikian dapat
disimpulkan bahwa daerah hilir Bendungan Ciawi termasuk kategori Tingkat
Resiko Menengah.

V-108
Gambar V.109 Peta Daerah Genangan Kasus Overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-109
Gambar V.110 Peta Kontur Propagasi Aliran Banjir Kasus Overtopping
(Hasil analisis, 2013)

V-110
Gambar V.111 Peta Daerah Genangan Kasus Piping Dengan Inflow
(Hasil analisis, 2013)

V-111
Gambar V.112 Peta Kontur Propagasi Aliran Banjir Kasus Piping Dengan Inflow
(Hasil analisis, 2013)

V-112
Gambar V.113 Peta Daerah Genangan Kasus Piping Tanpa Inflow
(Hasil analisis, 2013)

V-113
Gambar V.114 Peta Kontur Propagasi Aliran Banjir Kasus Piping Tanpa Inflow
(Hasil analisis, 2013)

V-114
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

VI.1 Kesimpulan
Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Jumlah wilayah yang terkena dampak genangan pada skenario kasus
overtopping ; piping dengan inflow ; dan piping tanpa inflow untuk masing –
masing kasus adalah 21 Kecamatan dari 6 Kabupaten; 20 Kecamatan dari 6
Kabupaten; dan 9 Kecamatan dari 2 Kabupaten.
2. Total Penduduk Terkena Resiko (Penris) Bencana terbesar untuk skenario
kasus overtopping diperkirakan sebanyak 7.80.321 jiwa atau sebanyak
1.56.064 KK.
3. Klasifikasi bahaya bencana untuk daerah hilir Bendungan Ciawi secara umum
termasuk dalam kategori dengan nilai 3 (Tingkat Resiko Menengah) dan
kategori Daerah Bahaya Bencana 3 (tinggi genangan > 2 m).
4. Debit outflow maksimum pada saat terjadi rekahan akibat keruntuhan
Bendungan Ciawi untuk skenario kasus overtopping ; piping dengan inflow ;
dan piping tanpa inflow masing – masing adalah 31901,9 m3/s (pada waktu
±0,78 jam saat proses keruntuhan) ; 83690,9 m3/s (pada waktu ±0,52 jam saat
proses keruntuhan) ; dan 75503,2 m3/s (pada waktu ±0,548 jam saat proses
keruntuhan).
5. Hidrograf breach outflow yang paling berbahaya pada keruntuhan Bendungan
Ciawi adalah pada kasus piping dengan inflow dimana memiliki debit puncak
outflow yang paling besar dan waktu puncak yang paling singkat.
6. Kecepatan rata-rata aliran banjir pada alur Sungai Ciliwung untuk skenario
kasus overtopping ; piping dengan inflow ; dan piping tanpa inflow masing –
masing adalah 1,02 m/s ; 1,20 m/s ; dan 0,42 m/s.

VI-1
VI.2 Saran
1. Untuk mengetahui lebih jauh sebaran wilayah yang terkena dampak genangan
banjir dari keruntuhan Bendungan Ciawi, perlu dilakukan simulasi dalam
waktu yang lebih lama, dan mempertimbangkan kejadian pasang – surut di
muara, selain itu juga untuk mengetahui waktu surut banjir pada masing –
masing wilayah.
2. Untuk memperoleh hasil analisis yang lebih detail perlu dilakukan studi ulang
dengan kerapatan mesh yang lebih rapat (< 10.000) dan interval kontur yang
lebih rapat (interval 1 meter) dan dilakukan studi perbandingan dengan
menggunakan simulasi model 1-Dimensi (1D) serta melakukan kalibrasi
model hasil simulasi dengan kejadian banjir ekstrim di DKI Jakarta pada
beberapa periode (tahun 2002, 2007 dan 2013).
3. Untuk menanggapi rencana pembangunan Waduk Ciawi dan melengkapi
Rencana Tindak Darurat (Emergency Action Planning) perlu dilakuan studi
lanjutan terkait evakuasi terhadap Penduduk Terkena Resiko (Penris)
bencana.

VI-2
DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional, (2004) : RNSI T-02-2004 : Tata Cara Perhitungan Hujan
BolehJadi Dengan Metode Hersfield. Badan Standar Nasional. Jakarta

Balai Bendungan, (2012) : Draft Pedoman Penyiapan Rencana Tindak Darurat.


Kementrian Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Sumber Daya Air.

Balai Keamanan Bendungan, (2000) : Keamanan Bendungan dalam Rangka Public


Safety Assurance. Jakarta

BBWS Ciliwung - Cisadane. (2006) : Laporan Penunjang Volume I : Pekerjaan


Penyusunan Detail Desain Waduk Ciawi Tahap III. Departemen Pekerjaan
Umum Dirjen Sumber Daya Air. Jakarta
.
________________________. (2007) : Studi Water Balance DAS Ciliwung.
Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumber Daya Air. Jakarta.

Boss International, (1991) : User Manual Boss DamBrk, Boss Dambrk Hydrodynamic
Flood Routing. Madison, USA.

BPS Kabupaten Bogor, (2012) : Kabupaten Bogor Dalam Angka 2012. BPS
Kabupaten Bogor. Bogor.

BPS Kota Bogor, (2011) : Kota Bogor Dalam Angka 2011. BPS Kota Bogor. Bogor.

BPS Kota Depok, (2010) : Kota Depok Dalam Angka 2010. BPS Provinsi Kota
Depok. Depok.

VII-1
BPS Kota Jakarta Barat, (2011) : Jakarta Barat Dalam Angkat 2011. BPS Kota
Jakarta Barat. Jakarta

BPS Provinsi DKI Jakarta, (2012) : Jakarta Dalam Angka 2012. BPS Provinsi DKI
Jakarta. Jakarta

Colenco Power Consulting, (1997) : Guidelines for Downstream Hazard


Clasification. Dam Safety Project.

Dirjen Sumber Daya Air, (2010) : Laporan Penunjang Perhitungan DBA dan
Klasifikasi Hazard, Penyusunan Rencana Tindak Darurat (Emergency
Action Plan) Bendungan Tempuran. Kementrian Pekerjaan Umum. Jakarta.

______________________, (2012) : Laporan Penunjang Perhitungan DBA,


Penyusunan Rencana Tindak Darurat (Emergency Action Plan) Bendungan
Cengklik. Kementrian Pekerjaan Umum. Jakarta.

Fread, D.L., (1984) : A Breach Erosion Model for Earthen Dams, Procedings of
Speciality Conference on Delineation of Landslides, Flash Flood, and
Debris Flow Hazards in Utah, Utah State University, Logan, Utah.

__________, (1984) : DAMBRK : The NWS Dam Break Flood Forecasting Model.
National Weather Service (NWS) Report, NOAA, Silver Spring, MA.

Fread, D.L., and Harbaugh, T. E., (1973) : Transient Hydraulic Simulation of


Breached Earth Dams. J. Hydraulics Division, ASCE, 99, No. HYI, 139-
154.

Harjadi, Prih., Ratag, Mezak A., Karnawti, Dwikorita., Rizal, Syamsul., Surono.,
Sutardi., Triwibowo., Sigit, Hermanto., Wasiati, Atik., Yusharmen.,

VII-2
Triutomo, Sugeng., Widjaja, B. Wisnu., (2005) : Panduan Pengenalan
Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Biro Mitigasi,
Sekretariat BAKORNAS PBP. Jakarta.
Oklahoma Water Resources Board, 2010 : Dam Inspection Guidelines. Dam Safety
Fact Sheet.

Singh, Vijay. P., (1996) : Dam Breach Modeling Technology. Kluwer Academic
Publishers. Netherlands.

Sinotech Engineering Group, (2011) : ZhongXing – HY 21, Step By Step Manual.


Sinotech Engineering Group.

________________________, (2011) : Theory of HY 21. Sinotech Engineering


Group.

VII-3
LAMPIRAN

VII-1
LAMPIRAN A. Kondisi Keadaan Darurat Bendungan

A.1 KONDISI DIDIH PASIR

BAHAN
HASIL
PEMANTAUAN KONDISI PEMBERITAHUAN TINDAKAN DARURAT DAN PENCATATAN
PEMANTAUAN
ALAT
Periksa secara teliti pada kaki
bendungan, terutama pada lokasi
tanah didih, untukmengetahui
Skala kecil,tidak Lapor ke pemilik pada jam
kemungkinan terjadi Lokasi dan data
meningkat menjadi Abnormal kerja. Meminta Tenaga Ahli Tidak ada
berkembangnya tanah didih,daerah aliran
aliran air,air jernih. Pemilik untuk pemeriksaan
basah,lubang benam atau rembesan..
Meningkatkan pemantauan pada
seluruh area bendungan.
Lapor ke pemilik , BMKG, Peningkatan Pemantauan 24 jam
Tanah didih
segera memberitahu Tenaga secara menerus, mengamankan
bertambah, aliran Karung
Ahli Pemilik, dan ke Pemda lokasi tanah didih dengan membuat Lokasi dan data
tidak bertambah tetapi Waspada pasir, kain
(pihak keamanan) dan tanggul keliling untuk mengurangi aliran
membawa butiran filter
pejabat penanggulangan gerakan air yang membawa butiran
tanah.
bencana. tanah.
DIDIH PASIR
Peningkatan Pemantauan 24 jam
Tanah didih
Lapor ke pemilik , BMKG, secara menerus, mengamankan
bertambah besar atau
segera memberitahu Tenaga lokasi tanah didih dengan membuat
berkembang Karung
Ahli Pemilik, dan ke Pemda tanggul keliling untuk mengurangi Lokasi dan data
disekeliling, laju Siaga pasir,
(pihak keamanan) dan gerakan air yang membawa butiran aliran
aliran meningkat dan Pompa air
pejabat penanggulangan tanah, Menurunkan tinggi muka air
membawa butiran
bencana. waduk. Mengeluarkan peringatan
tanah
kepada penduduk dihilir bendungan.
Tanah didih Lapor ke pemilik , BMKG,
meningkat dan segera memberitahu Tenaga Pengungsian penduduk di hilir Peralatan
bertambah besar, Ahli Pemilik, dan ke Pemda bendungan. Gunakan semua berat, Lokasi dan data
Awas
aliran air meningkat (pihak keamanan) dan peralatan untuk membuat tanggul kendaraan aliran
dan membawa pejabat penanggulangan keliling pada tanah didih angkutan
lumpur. bencana.

A-1
A.2 KONDISI REMBESAN

BAHAN
HASIL
PEMANTAUAN KONDISI PEMBERITAHUAN TINDAKAN DARURAT DAN PENCATATAN
PEMANTAUAN
ALAT
Memantau seluruh area bendungan
Rembesan kecil
untuk mengetahui rembesan yang
dengan aliran air Lapor ke pemilik, pimpinan Tongkat
lain. Gunakan tongkat kayu dan
jernih pada kaki pengelola dan Tenaga Ahli kayu, Lokasi dan data
Abnormal lembaran kain untuk menandai
bendungan, lereng dari pemilik untuk lembaran aliran
tempat rembesan. Ukur debit aliran
hilir atau pada melakukan pemeriksaan kain
air pada saluran. Check
abutment.
kemungkinan ada vortex di waduk.
Lapor ke pemilik , BMKG,
segera memberitahu Tenaga Pemantauan 24 jam terus menerus
Rembesan bertambah,
Ahli Pemilik, dan ke Pemda pada seluruh area bendungan. Ukur Lokasi dan data
aliran jernih debit Waspada Alat berat
(pihak keamanan) dan semua debit rembesan. Tentukan aliran
meningkat
pejabat penanggulangan dan amankan sumber rembesan
bencana.
Pemantauan 24 jam terus menerus
REMBESAN
pada seluruh area bendungan,
Lapor ke pemilik , BMKG,
Kecepatan rembesan mengamankan lokasi tanah didih Alat berat,
segera memberitahu Tenaga
bertambah besar dan dengan membuat tanggul keliling sumber
Ahli Pemilik, dan ke Pemda Lokasi dan data
serius, termasuk Siaga untuk mengurangi gerakan air yang untuk
(pihak keamanan) dan aliran
rembesan dibawah membawa butiran tanah, tanah
pejabat penanggulangan
tanah Menurunkan tinggi muka air waduk. timbunan
bencana.
Mengeluarkan peringatan kepada
penduduk dihilir bendungan.
Lapor ke pemilik , BMKG,
Alat berat,
Bertambahnya aliran segera memberitahu Tenaga Pengungsian penduduk di hilir
sumber
dan kecepatan Ahli Pemilik, dan ke Pemda bendungan. Gunakan semua Lokasi dan data
Awas untuk
rembesan dan aliran (pihak keamanan) dan peralatan untuk membuat tanggul aliran
tanah
air bertambah keruh pejabat penanggulangan keliling pada daerah rembesan.
timbunan
bencana.

A-2
A.3 KONDISI LONGSOR PADA TUBUH BENDUNGAN

BAHAN
HASIL
PEMANTAUAN KONDISI PEMBERITAHUAN TINDAKAN DARURAT DAN PENCATATAN
PEMANTAUAN
ALAT
Lapisan luar tanggul
terkelupas. Tidak ada Lapor ke pemilik pada jam Periksa sisa tanggul untuk lereng
Tongkat
gerakan lanjutan, tidak kerja. Meminta Tenaga Ahli lainnya. Tempatkan patok di tempat Jarak dari patok
Abnormal kayu,
ada degradasi pada dari pemilik melakukan longsor untuk menentukan apakah tetap
meteran
puncak tubuh pemeriksaan gerakan lebih lanjut berlangsung.
bendungan.
Memulai pemantauan 24 jam.
Longsor yang Alat berat
Lapor ke pemilik , BMKG, Memobilisasi semua sumber daya
melibatkan massa sumber
segera memberitahu Tenaga yang tersedia dan peralatan untuk
besar, puncak tanggul untuk
Ahli Pemilik, dan ke Pemda perbaikan untuk meningkatkan Jarak dari patok
rusak, tidak ada Waspada tanah
(pihak keamanan) dan freeboard dan melindungi material tetap
gerakan atau gerakan timbunan
pejabat penanggulangan timbunan yang terbuka. Mulai
yang berkelanjutan karung
bencana.. mengisi karung pasir dan menimbun
sangat lambat. pasir
LONGSOR bagian yang longsor
PADA TUBUH Lapor ke pemilik , BMKG, Alat berat,
Longsor yang Lanjutkan pemantauan dan
BENDUNGAN segera memberitahu Tenaga sumber
melibatkan massa perbaikan tindakan seperti yang
Ahli Pemilik, dan ke Pemda untuk Jarak dari patok
besar, puncak tanggul Siaga dijelaskan di atas. Tempatkan bahan
(pihak keamanan) dan tanah tetap
terdegradasi yang tambahan di bagian kaki lereng
pejabat penanggulangan timbunan,
semakin meningkat. untuk menghentikan slide.
bencana.. pompa
Longsor yang
melibatkan massa
Lapor ke pemilik , BMKG,
besar bahan, puncak Pengungsian daerah hilir.
segera memberitahu Tenaga Alat berat,
tanggul mengalami Memanfaatkan semua peralatan
Ahli Pemilik, dan ke Pemda karung Jarak dari patok
penurunan, gerakan Awas yang tersedia dan personil untuk
(pihak keamanan) dan pasir, tetap
longsor akan berlanjut memperbaiki bagian lereng yang
pejabat penanggulangan pompa
dan mungkin rusak untuk mencegah overtopping.
bencana..
mencapai tinggi muka
air waduk.

A-3
A.4 KONDISI LUBANG BENAM

BAHAN
HASIL
PEMANTAUAN KONDISI PEMBERITAHUAN TINDAKAN DARURAT DAN PENCATATAN
PEMANTAUAN
ALAT
Lapisan luar tanggul
terkelupas. Tidak ada Lapor ke pemilik pada jam Periksa sisa tanggul untuk lereng
Tongkat
gerakan lanjutan, tidak kerja. Meminta Tenaga Ahli lainnya. Tempatkan patok di tempat Jarak dari patok
Abnormal kayu,
ada degradasi pada dari pemilik melakukan longsor untuk menentukan apakah tetap
meteran
puncak tubuh pemeriksaan gerakan lebih lanjut berlangsung.
bendungan.
Lapor ke pemilik , BMKG, Pemantauan 24 jam. Mulai mengisi
Lubang benam segera memberitahu Tenaga karung pasir dekat lubang benam.
Lokasi dan
disertai rembesan Ahli Pemilik, dan ke Pemda Mengamankan daerah lubang Alat berat,
Waspada ukuran lubang
dilereng hilir tubuh (pihak keamanan) dan benam dengan memasang karung Pompa
benam
bendungan pejabat penanggulangan pasir
LUBANG bencana..
BENAM Lubang benam lebih Lapor ke pemilik , BMKG, Teruskan pinangkatan pemantauan
besar disertai segera memberitahu Tenaga dan perbaikan dengan penempatan Alat berat,
Lokasi dan
rembesan pada tubuh Ahli Pemilik, dan ke Pemda karung pasir. Gunakan karung pasir Karung
Siaga ukuran lubang
bendungan terutama (pihak keamanan) dan untuk meningkatkan tinggi jagaan pasir,
benam
padalereng hilir tubuh pejabat penanggulangan jika diperlukan. Pompa
bendungan. bencana..
Lubang benam Lapor ke pemilik , BMKG, Pengungsian daerah hilir
berkembang semakin segera memberitahu Tenaga bendungan. Manfaatkan semua
Lokasi dan
parah disertai Ahli Pemilik, dan ke Pemda peralatan dan tenaga yang tersedia Alat berat,
Awas ukuran lubang
rembesan yang (pihak keamanan) dan untuk memasang tanggul besar pompa
benam
membesar disertai pejabat penanggulangan disekeliling lubang benam.
lumpur. bencana..

A-4
A.5 KONDISI PENURUNAN (SETTLEMENT)

BAHAN
HASIL
PEMANTAUAN KONDISI PEMBERITAHUAN TINDAKAN DARURAT DAN PENCATATAN
PEMANTAUAN
ALAT
Penurunan pada
Lapor ke pemilik pada jam Amati bagian yang menonjol pada
puncak bendungan,
kerja. Meminta Tenaga Ahli lereng atau adanya perubahan Tongkat Lokasi dan
terutama yang Abnormal
dari pemilik melakukan “alignment” pada puncak bendungan. kayu, ukuran penurunan
berdekatan dengan
pemeriksaan
struktur beton
Peningkatan pemantauan 24 jam.
Penurunan pada
Lapor ke pemilik , BMKG, Mobilisasi semua sumberdaya
puncak bendungan
segera memberitahu Tenaga tersedia untuk perbaikan untuk
berlanjut, terutama Alat
Ahli Pemilik, dan ke Pemda menambah tinggi jagaan. Mulai Lokasi dan
yang berdekatan Waspada berat,
(pihak keamanan) dan mengisi karung pasir untuk ukuran penurunan
dengan struktur beton Pompa
pejabat penanggulangan meningkatkan tinggi jagaan.
atau terlihat adanya
bencana.. Identifkasi kemungkinan terjadinya
rembesan.
tanah didih dekat tempat pemukiman
Penurunan pada
Peningkatan pemantauan 24 jam.
PENURUNAN puncak bendungan
Lapor ke pemilik , BMKG, Mobilisasi semua sumberdaya
(SETTLEMENT) berlanjut, terutama segera memberitahu Tenaga tersedia untuk perbaikan untuk
Alat
yang berdekatan berat,
Ahli Pemilik, dan ke Pemda menambah tinggi jagaan. Mulai Lokasi dan
dengan struktur beton Siaga Karung
(pihak keamanan) dan mengisi karung pasir untuk ukuran penurunan
atau terlihat adanya pasir,
pejabat penanggulangan meningkatkan tinggi jagaan.
bertambahnya Pompa
bencana.. Identifkasi kemungkinan terjadinya
rembesan disertai
tanah didih dekat tempat pemukiman
dengan lumpur.
Penurunan pada Peningkatan pemantauan 24 jam.
puncak bendungan Lapor ke pemilik , BMKG, Mobilisasi semua sumberdaya
berlanjut, yang segera memberitahu Tenaga tersedia untuk perbaikan untuk
Alat
kemungkinan akan Ahli Pemilik, dan ke Pemda menambah tinggi jagaan. Mulai Lokasi dan
Awas berat,
sampai pada (pihak keamanan) dan mengisi karung pasir untuk ukuran penurunan
pompa
ketinggian sama pejabat penanggulangan meningkatkan tinggi jagaan.
dengan tinggi muka bencana.. Identifkasi kemungkinan terjadinya
air di waduk tanah didih dekat tempat pemukiman

A-5
A.6 KONDISI RETAK PADA TUBUH BENDUNGAN

BAHAN
HASIL
PEMANTAUAN KONDISI PEMBERITAHUAN TINDAKAN DARURAT DAN PENCATATAN
PEMANTAUAN
ALAT
Lapor ke pemilik pada jam
Celah atau retakan Periksa seluruh daerah puncak dan Tongkat
kerja. Meminta Tenaga Ahli Lokasi dan
dipuncak atau Abnormal lereng bendungan, kemungkinan kayu,
dari pemilik melakukan ukuran retakan
dilereng bendungan ada retakan yang lain meteran
pemeriksaan
Peningkatan pemantauan 24 jam.
Teliti memeriksa dan mengulur
Lapor ke pemilik , BMKG,
Sejumlah retakan retakan untuk menentukan
segera memberitahu Tenaga
dipuncak membesar kecepatan dan meningkatnya
Ahli Pemilik, dan ke Pemda Alat berat, Lokasi dan
terutama jika arah Waspada masalah. Mobilisasi peralatan dan
(pihak keamanan) dan Pompa ukuran retakan
retakan tegak lurus bahan untuk menutup retakan.
pejabat penanggulangan
dengan as bendungan Retakan yang sejajar dengan as
bencana..
RETAK PADA bendungan menunjukkan terjadi
TUBUH longsoran.
BENDUNGAN Lapor ke pemilik , BMKG,
membesar terutama segera memberitahu Tenaga Alat berat,
Teruskan peningkatan pemantauan
jika arah retakan Ahli Pemilik, dan ke Pemda Karung Lokasi dan
Siaga dan lakukan tindakan seperti
tegak lurus dengan as (pihak keamanan) dan pasir, ukuran retakan
tersebut diatas.
bendungan pejabat penanggulangan Pompa
bencana..
Lapor ke pemilik , BMKG,
Retakan berlanjut segera memberitahu Tenaga
sampai mendekati Ahli Pemilik, dan ke Pemda Pengungsian daerah hilir. Teruskan Alat berat, Lokasi dan
Awas
tinggi muka air (pihak keamanan) dan perbaikan seperti tersebut diatas. pompa ukuran retakan
waduk pejabat penanggulangan
bencana..

A-6
A.7 KONDISI RETAKAN ATAU DEFORMASI PADA STRUKTUR BETON

BAHAN
HASIL
PEMANTAUAN KONDISI PEMBERITAHUAN TINDAKAN DARURAT DAN PENCATATAN
PEMANTAUAN
ALAT
Pantau
Lapor ke pemilik pada jam
Retakan atau Segera pasang alat ukur untuk retakan,
kerja. Meminta Tenaga Ahli Lokasi dan
deformasi relative Abnormal memantau perkembanagn retakan Tongkat
dari pemilik melakukan ukuran retakan
kecil atau deformasi. kayu,
pemeriksaan
meteran
Lapor ke pemilik , BMKG, Peningkatan Pemantauan 24 jam.
segera memberitahu Tenaga Letakkan karung goni pada retakan
Retakan atau
Ahli Pemilik, dan ke Pemda untuk mengurangi masuknya Alat berat, Lokasi dan
deformasi berlanjut Waspada
RETAKAN (pihak keamanan) dan partikel tanah. Letakkan tumpukan Kain goni ukuran retakan
membesar
pejabat penanggulangan batu pada bagian hilir struktur
ATAU
bencana.. beton untuk menahan gerakan.
DEFORMASI
Lapor ke pemilik , BMKG,
PADA segera memberitahu Tenaga
STRUKTUR Retakan atau
Ahli Pemilik, dan ke Pemda Teruskan pemantauan dan kerjakan Alat berat, Lokasi dan
BETON deformasi berlanjut Siaga
(pihak keamanan) dan perbaikan seperti tersebut diatas Kain Goni ukuran retakan
lebih serius
pejabat penanggulangan
bencana..
Lapor ke pemilik , BMKG,
Retakan atau segera memberitahu Tenaga
deformasi berlanjut Ahli Pemilik, dan ke Pemda Teruskan pemantauan dan kerjakan Alat berat, Lokasi dan
Awas
lebih membesar dan (pihak keamanan) dan perbaikan seperti tersebut diatas Kain Goni ukuran retakan
membahayakan pejabat penanggulangan
bencana..

A-7
A.8 KONDISI OVERTOPPING PADA BENDUNGAN

BAHAN
HASIL
PEMANTAUAN KONDISI PEMBERITAHUAN TINDAKAN DARURAT DAN PENCATATAN
PEMANTAUAN
ALAT
Evakuasi penduduk dihilir. Dozer,
Mencoba untuk menutup pusaran tanah
Beritahu, BMKG, BPBD,
PUSARAN AIR Pusaran didekat tubuh air dengan riprap dari lereng untuk Ukuran pusaran,
Abnormal Para Pejabat Pemda dan
DI HULU bendungan tanggul. Cari jalur air dihilir dan menimbun, debitair keluar
Tenaga Ahli Bendungan..
membangun tanggul cincin untuk karung
memperlambat aliran partikel tanah pasir
Pemantauan 24 jam. Segera
Struktural pintu air
Beritahu, BMKG, BPBD, menempatkan stop log di depan Crane dan
PINTU AIR rusak atau rusak parah Jenis kerusakan
Waspada Para Pejabat Pemda dan pintu air dan melakukan tindakan alat untuk
RUSAK sehingga mengganggu dan lokasi
Tenaga Ahli Bendungan.. yang diperlukan untuk perbaikan las
operasi pelayanan.
pintu..
LEVEL MUKA
Beritahu, BMKG, BPBD, Pemantauan 24 jam pada
AIR WADUK Level muka air waduk Muka air waduk
Siaga Para Pejabat Pemda dan ketinggian muka air waduk dan
NAIK DENGAN naik terus dan hujan dan curah hujan
Tenaga Ahli Bendungan.. curah hujan
CEPAT
Overtopping terus
OVERTOPPING Beritahu, BMKG, BPBD,
terjadi dan muka air Pengungsian pendudukdi daerah Muka air waduk
PADA Awas Para Pejabat Pemda dan
waduk meningkat hilir. Pemantauan diteruskan dan curah hujan
BENDUNGAN Tenaga Ahli Bendungan..
terus

A-8
LAMPIRAN B. Tahapan Proses Pemodelan dengan ZhongXing – HY 21

B.1 Preprocess
a. Mendifinisakan Batasan Areal Genangan (Define Domain)
Data yang diperlukan adalah peta daerah yang dianalisis berupa peta dengan
format file JPG,JGW,PNG, TIF, agar peta ini tepat masuk dalam sistem
koordinat, maka sebelum di load harus didefinisikan dulu koordinat pada
ujung-ujung peta.
Langkah 1 : membuka Image (JPG, JGW, PNG, TIFF) yang akan dipakai
sebagai patokan dalam menentukan batas-batas areal yang diperkirakan
tergenang. Langkah ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar B.1 Menu Untuk Membuka Image


(Sinotech Engineering Group, 2011)

Langkah 2 : Sebelumnya gambar / image yang akan di load, harus ditentukan


terlebih dulu koordinat-koordinat geografis pada ke empat sudutnya. Ini agar
image nantinya akan mempunyai koordinat yang sesuai dengan koordinat
geografi yang sebenarnya sehingga batas-batas areal genangan yang akan
dibuat, sesuai dengan koordinat geografis. Bisa diambil sebagai acuan dari
koordinat di peta RBI Bakosurtanal.

B-1
Gambar B.2 Menu Untuk Memasukkan Koordinat Image
(Dirjen SDA, 2012)

Langkah 3 : setelah koordinat dimasukkan, dapat dilihat sistem koordinat yang


ada di sisi kiri bawah layar sudah mengikuti koordinat geografis. Setelah ini kita
dapat mulai mendefinisikan batas-batas daerah tergenang. Batas genangan harus
didefinisikan terlebih dulu dengan membuat polyline mulai dari as bendungan
sampai batas daerah hilir. Caranya adalah dengan meng klik menu “GRID” dan
akan keluar pull down menu “Curves” dan klik pada “Curves” tersebut.

B-2
Gambar B.3 Menu Untuk membuat Kurva Batas Genangan
(Dirjen SDA, 2012)

Langkah 4 : setelah di klik “Curves” maka akan keluar jendela untuk membuat
batas daerah genangan. Dan langkah-langkah untuk membuat batas genangan
dapat diikuti pada gambar berikut :
b. Choose the curve type as “Discrete Curve”
c. Click “By Inserting New Points”

d. Click “push me to Start Input” button plot curve.

B-3
Gambar B.4 Pembuatan Batas Genangan
(Dirjen SDA, 2012)

b. Membuat Mesh (Build Mesh)


Diawali dengan membuka menu “Grid” lalu klik “Surface” sehingga timbul
gambar seperti berikut. Kemudian ikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1. Click the “Curve IDs for boundaries” Textbox.
2. Click the curve in the client area window. HY21 will add Curve ID to
“Curve IDs for boundaries” Textbox.
3. Input Global Triangle Constraints parameter, Area < 1,000,000.

Click “Create” button to create mesh. Hasilnya dapat dilihat pada gambar
berikut.

B-4
Gambar B.5 Pembuatan Mesh
(Dirjen SDA, 2012)

c. Memasukkan Data Elevasi pada Mesh (Set Mesh Elevation)


Langkah 1 : dari menu “Grid” kemudian buka “Bed Elevation” sehingga
akan keluar tampilan sebagai berikut :
1. Dari Menu “Grid” kemudian buka sub menu “Bed Elevation” untuk
membuka Bed Elevation setup panel.
2. Pilih “Scatter data points
3. Klik folder dimana “ Load Bed Elevation File”
4. Rubah ke dalam bentuk as “All Files”
5. Pilih nama file elevasi data (*.XYZ)
6. Klik “Open” untuk mengeluarkannya
7. Pilih metode interpolasi “Inverse Distance Weighted”
8. Klik “PRESS ME TO COMPUTE”.

B-5
Gambar B.6 Menu Untuk Interpolasi Bed Elevation (Data Elevasi) ke Mesh
(Dirjen SDA, 2012)

d. Pengaturan Kondisi Awal (Set Initial Condition)


Langkah dalam pengaturan kondisi awal adalah sebagai berikut :

1. Buka “Initial Conditions” Setup Panel


2. Pilih “For the whole block”
3. Masukkan initial Variable value.
4. Klik tombol “Create” untuk membuat initial conditions

B-6
Gambar B.7 Menu Untuk Pengaturan Kondisi Awal
(Dirjen SDA, 2012)

e. Pengaturan Kondisi Batas


Perangkat lunak HY-21 dapat mengakomodasi kondisi batas sesuai dengan
kondisi yang ada di lapangan. Kondisi-kondisi batas yang dapat dieksekusi oleh
program dapat dilihat pada tabel berikut.

B-7
Tabel B.1 Kondisi-Kondisi Batas Yang Dapat Dimasukkan dalam HY-21
Type Description

1.Zero Gradient
2.Non-Reflective
3.Specify Discharge Constant value Time dependent
analytic formula
4.Specify Water Stage Constant value Time dependent
analytic formula
5.Rating Curve
6.US/DS Hydraulic Structure Upstream Reservior + Dam
Underground Storage
7.Solid Boundary
8.Assigned Properties Zs, U, V
9.I-Symmetric
10.J-Symmetric
11.Block Interface* Not support for unstructure grid
12.Internal Hydraulic Structure Weir
Culvert
Gate
Pump
Levee
Drop inlet spillway Reservoir +
Dam
Sumber : Sinotech Engineering Group, 2011

Langkah-langkah dalam menentukan kondisi batas adalah sebagai berikut.


Kondisi Batas Hilir
1. Buka “Boundary Conditions” Setup Panel.
2. Masukkan Input the BC Name , misalnya “hilir”
3. Klik the Textbox of “First Point” (mis. A)
4. Gunakan mouse untuk mendapatkan mesh point’s ID sesuai kondisi di hilir.
5. Klik the Textbox of “Second Point” (mis. B)
6. Gunakan mouse untuk mendapat mesh point’s ID sesuai layar di windows
7. Pilih batas yang dimasukkan, misalnya “zero gradient”
8. Klik “Create” untuk eksekusi.

B-8
Gambar B.8 Pembuatan Kondisi Batas Hilir
(Dirjen SDA, 2012)

Kondisi Batas Hulu


1. Masukkan Input the BC Name , misalnya “dam”
2. Klik the Textbox of “First Point” (mis. A)
3. Gunakan mouse untuk mendapatkan mesh point’s ID sesuai kondisi di
hulu.
4. Klik the Textbox of “Second Point” (mis. B)
5. Gunakan mouse untuk mendapat mesh point’s ID sesuai layar di windows
6. Pilih batas yang dimasukkan, misalnya untuk bendungan dipilih “US/DS
Hydraulic Structure ”
7. Pilih “Upstream Reservoir + Dam”
8. Klik “Hydraulic Structure” , maka akan muncul layar berikut ini.
9. Kemudian dimasukkan parameter-parameter bendungan, data tampungan,
hidrograf inflow banjir, dan mode keruntuhan yang dipilih, apakah
“overtopping” atau “piping”.
10. Jika parameter sudah dimasukkan semua, klik tombol “Ok”
11. Kemudian akan kembali ke jendela “Boundary Condition”
12. Pastikan klik tombol “Create” untuk mengakhiri setup kondisi batas hulu.

B-9
Gambar B.9 Pembuatan Kondisi Batas Hulu
(Dirjen SDA, 2012)

B-10
f. Pengaturan Parameter Eksekusi (Setup Paremeter)
Parameter setup diperlukan untuk menentukan durasi waktu running ,
menentukan time step, serta menentukan angka kekasaran Manning.
1. Buka kontrol window dari toolbar seperti dibawah ini :

Gambar B.11 Tombol Kontrol Set Up Parameter


(Dirjen SDA, 2012)

2. Maka akan ditampilkan menu seperti dibawah ini :

Gambar B.12 Menu Model Set Up Parameter


(Dirjen SDA, 2012)

3. Isi jendela “End of Simulation” dengan waktu perkiraan simulasi


berkahir dalam detik.

B-11
4. Klik pada tab “control” sehingga muncul layar sebagai berikut :

Gambar B.13 Menu Control Set Up Parameter


(Dirjen SDA, 2012)

5. Isi jendela “NSTEPS” dengan angka 999999999999


6. Kemudian kllik “OK” untuk menyimpan file “Fort_UG.12”

Gambar B.14 Toolbar Untuk Menyimpan File Dalam Bentuk Fort_UG.11


(Dirjen SDA, 2012)

B-12
B.2 Proses Simulasi
Setelah tahap Preprocess kemudian dilanjutkan tahap simulasi / eksekusi program.
Tahap ini dapat berlangsung selama berhari-hari tergantung dari luas genangan
serta kerapatan mesh. Tahap simulasi diawali dengan mengklik tollbar “Cold
Run” atau F9 sebagai berikut :

Gambar B.15 Toolbar Untuk Memulai Simulasi


(Dirjen SDA, 2012)

Maka akan keluar proses simulasi / perhitungan numerik oleh komputer dan
biarkan sampai perhitungan selesai dengan sendirinya

Gambar B.16 Tampilan Saat Simulasi


(Dirjen SDA, 2012)

B-13
B.3 Tahap Post Process
Tahap ini untuk menampilkan hasil dari running program. Ada 3 jenis file yang
dihasilkan oleh HY-21, yang disajikan dalam tabel berikut. Sedangkan file
keluaran yang dihasilkan terdiri dari 3 tampilan time step.

Tabel B.2. Tipe File Output ZhongXing – HY 21

Post-Process Output File Type Solution Data Format

TECPLOT ASCII

ZHONGXING-HY21(default) Binary or ASCII

PLOT3D unFormatted
Sumber : Sinotech Engineering Group, 2011

Tabel B.3. Tipe File Output N Step ZhongXing – HY 21

Filename Solution Output Control Output time step


Type

Solution_UG.hyb Steady & By NSAVE One time step


Unsteady

Field_UG.hyb Unsteady By DTSAVE All time Step

SlnMax_UG.hyb Unsteady ZHONGXING- The Max value


HY21 Auto-output during the
simulation
Sumber : Sinotech Engineering Group, 2011

a. Membuat animasi banjir


1. Buka menu “File” kemudian klik “Open” untuk membuka kotak dialog
“Open File”

2. Ubah tipe file menjadi “SWFS2d(UG) HD binary output data (*.hyb)”.

3. Pilih “Field_UG.hyb” file dan klik untuk membukanya


4. Klik “Ok” jika keluar kotak dialog “Load Data File Option”

B-14
5. SEC-HY21 akan mengeluarkan “solution data” dan “Animation dialog”
akan keluar otomatis.
6. Klik “Play” untuk melihat animasi genangan banjir.

Gambar B.17 Menu Open File


(Dirjen SDA, 2012)

Gambar B.18 Kotak Dialog Open File


(Dirjen SDA, 2012)

B-15
Gambar B. 19 Load Data File Option
(Dirjen SDA, 2012)

Gambar B.20 Kotak Dialog Animasi


(Dirjen SDA, 2012)

b. Mengatur Properti Daerah Genangan


Genangan banjir yang dihasilkan oleh SEC-HY21 dapat diatur sedemikian rupa
tampilannya sesuai dengan yang diinginkan oleh pengguna misalnya : peta
kedalaman banjir, peta kecepatan aliran, kerapatan kontur genangan, dsb.
1. Buka menu “Visualization” dan klik “contour” seperti Gambar B.21.
2. Pilih tipe “rendering” yang diinginkan, apakah :contour line” atau “contour
surface”.

B-16
3. Buka lagi menu “Visualization” dan klik “Visualozation Properties”,
sehingga muncul kotak dialog seperti Gambar B.22.

Gambar B.21 Menu Pemilihan Jenis Kontur


(Dirjen SDA, 2012)

Gambar B.22 Kotak Dialog “Visualization Properties”


(Dirjen SDA, 2012)

B-17
4. Atur kotak dialog “Visualization Properties” dengan contoh sebagai berikut :

3
1

Gambar B.23 Pengaturan “Visualization Properties”


(Dirjen SDA, 2012)

1. Atur jumlah segmen kedalaman melalui “Number of levels”. “Level min”


adalah kedalaman banjir min yang ditampilkan, dan “level max” adalah
kedalaman banjir maksimum yang diinginkan.
2. Atur nilai kedalaman banjir maksimum dan minimum yang ditampakkan
dalam animasi.
3. Jenis kontur yang dapat ditampilkan H adalah kedalaman (m) , V adalah
kecepatan (m/dt), dsb.

B-18
4. Centang show legend untuk menampilkan legenda interval kedalaman
banjir
5. Atur transparansi latar belakang peta genangan
6. Klik “Apply” untuk eksekusi, dan hasilnya dilihat pada gambar berikut.

Gambar B.24 Hasil pengaturan “Visualization Properties”


(Dirjen SDA, 2012)

c. Mengekspor file kontur genangan ke dalam format CAD (*.DXF)


Hasil yang dikeluarkan dari program dapat diekspor ke dalam bentuk file
CAD (*.DXF), sehingga dapat di overlay ke atas peta RBI dalam bentuk
CAD.
1. Buka menu “File” lalu arahkan mouse ke “Export” dan pilih “Contour
Line” seperti gambar berikut.

B-19
Gambar B.25 Ekspor File Kedalam Bentuk Kontur
(Dirjen SDA, 2012)

2. Akan keluar menu seperti pada gambar berikut. Ubah tipe file menjadi
ekstension *.DXF. dan simpan dengan nama seperti dikehendaki.
3. Klik “OK”

B-20
Gambar B.26 Simpan Format Dalam Bentuk *.dxf
(Dirjen SDA, 2012)

d. Mengekspor File Kontur Genangan ke Google Earth (*.KMZ)


Langkah-langkahnya sama dengan mengekspor kedalam bentuk CAD, tetapi
pilihan diubah ke “Google Earth KMZ” dan akan keluar kotak dialog sebagai
berikut.

B-21
Gambar B.27 Ekspor File kedalam Bentuk Google Earth *.KMZ
(Dirjen SDA, 2012)

Ubah nilai “Central Zone” menjadi 48 dan “Hemisphere” menjadi South. Lalu
tekan “Ok”.

e. Mengekspor Time Series


SEC-HY21 dapat menghasilkan keluaran dalam fungsi waktu (time series)
terhadap parameter debit, kecepatan aliran, ketinggian genangan, dll., pada
titik-titik yang ditentukan koordinatnya di hilir bendungan. File yang
dihasilkan dapat diolah lagi menjadi file yang dapat dibuka oleh notepad atau
excel untuk membuat hidrograf-hidrograf di tempat-tempat penting di hilir.
1. Dari menu “Visualization” arahkan mouse ke “Extraction” lau klik
“Time Series”.

B-22
Gambar B.28 Menu Untuk Generalisasi Hasil Dalam Bentuk Time Series
(Dirjen SDA, 2012)

2. Setelah “Time Series” di klik, maka akan keluar kotak dialog berikut ini.

Gambar B.29 Menu Untuk Loading File Hasil Simulasi Untuk Diekstraksi
(Dirjen SDA, 2012)

3. Lalu klik icon dokumen pada input file untuk membuka file
“Field_UG.hyb”. lalu tekan “Open” untuk membukanya.
4. Kemudian pilih periode watu yang diinginkan.

B-23
Gambar B.29 Pilihan Periode Waktu Ekstraksi
(Dirjen SDA, 2012)

5. Tetapkan juga parameter yang diinginkan.

Gambar B.30 Pilihan Variabel Yang Akan Diekstraksi


(Dijen SDA, 2012)

B-24
6. Dan tetapkan koordinat-koordinat daerah hilir yang perlu didapat
hidrograf banjirnya.

Gambar B.31 Memasukkan Koordinat daerah-daerah di hilir yang akan di


ekstraksi
(Dirjen SDA, 2012)

7. Lalu tekan “Excute”

Gambar B.32 Proses Ekstraksi


(Dirjen SDA, 2012)

B-25
8. Dan simpan file ke dalam folder yang diinginkan. Hasilnya dalam bentuk
file extention *.ts0 yang dapat dibuka dalam bentuk Notepad dan data di
export kedalam bentuk excel, untuk membuat grafik-grafik hidrografnya.

B-26

Anda mungkin juga menyukai