Anda di halaman 1dari 54

STRUKTUR KOMUNITAS DAN PERSENTASE

TUTUPAN LAMUN DI MARINE FIELD STATION


UNIVERSITAS SAM RATULANGI

LAPORAN HASIL PENELITIAN


(Program Studi Ilmu Kelautan)

Oleh :

ANASTASIA VERONICA SENDUK


17051103078

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
STRUKTUR KOMUNITAS DAN PERSENTASE
TUTUPAN LAMUN DI MARINE FIELD STATION
UNIVERSITAS SAM RATULANGI

LAPORAN HASIL PENELITIAN


(Program Studi Ilmu Kelautan)

Oleh :

ANASTASIA VERONICA SENDUK


17051103078

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021

i
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Anastasia Veronica Senduk

NIM : 17051103078

menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya dan bukan merupakan

duplikasi sebagian atau seluruhnya dari karya orang lain, kecuali bagian yang

sumber informasi dicantumkan.

Pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya secara sadar dan

bertanggung jawab dan saya bersedia menerima sanksi pembatalan skripsi apabila

terbukti melakukan duplikasi terhadap skripsi atau karya ilmiah lain yang sudah

ada.

Manado, Agustus 2021

Anastasia Veronica Senduk

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : Anastasia V. Senduk
NIM : 17051103078
Judul PKL : Struktur Komunitas Dan Persentase Tutupan Lamun Di
Marine Field Station Universitas Sam Ratulangi
Tanggal Ujian :

Lulus ujian Laporan Hasil Penelitian tersebut telah diperiksa, diperbaiki dan
disetujui oleh dosen pembimbing.

Menyetujui
Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Joshian N. W. Schaduw, S.IK, M.Si. Dr. Veibe Warouw, S.Pi, M.Si
NIP. 198408042008121002 NIP. 197102271995122001
Komisi Pembimbing

Wakil Dekan Koordinator


Bidang Akademik Program Studi Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Johny Budiman, M.Si, M.Sc. Dr. Ir. Medy Ompi M.Sc.
NIP. 198408042008121002 NIP. 196405231989031001

Mengetahui

iii
KATA PENGANTAR

Saya panjatkan segala pujian dan ucapan syukur kepada Tuhan Yang

Maha Esa, karena atas segala penyertaannya, kekuatannya, dan hikmat serta

kebijaksaannya yang Ia berikan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan

penyusunan Laporan Hasil Penelitian ini dengan judul “Struktur Komunitas

Dan Persentase Tutupan Lamun Di Marine Field Station Universitas Sam

Ratulangi”. Penulisan ini merupakan salah satu pedoman dalam proses

menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Sam

Ratulangi, Manado.

Dalam penelitian hingga penulisan laporan hasil penelitian ini, banyak

masukan dan bantuan yang di terima dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini

penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada, Dr. Joshian N. W. Schaduw,

SIK, M,Si dan Dr. Veibe Warouw, S.Pi, M.Si sebagai dosen pembimbing saya

yang selalu membantu, mengingatkan, mengarahkan dan segala bimbingan yang

diberikan selama penelitian ini. Saya juga mau menyampaikan banyak terima

kasih kepada keluarga saya yang selalu menyemangati saya untuk menyelesaikan

penelitian ini.

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan hasil penelitian ini belum

sempurna maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk para pembaca serta dapat bermanfaat

bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Manado, Mei 2021


Penulis

iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

KEPENTINGAN AKADEMIK

Sebagai sivitas akademik Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat, saya

yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Anastasia Veronica Senduk

NIM : 17051103078

Jurusan/Program Studi : Ilmu Kelautan

Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Hak bebas Royalty Noneksklusif, atas

Karya Ilmiah saya yang berjudul:

STRUKTUR KOMUNITAS DAN PERSENTASE TUTUPAN LAMUN DI

MARINE FIELD STATION UNIVERSITAS SAM RATULANGI

Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan berhak menyimpan, mengalih-media/format-kan, mengelola dalam

bentuk pangkalan data (data base), mendistribusikan dan mempublikasikan tugas

akhir saya, tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Di buat di : Manado

Pada tanggal : Agustus 2021.

Yang menyatakan,

(Anastasia Veronica Senduk)

v
RINGKASAN

Anastasia V. Senduk 17051103078. Judul : “Struktur Komunitas Dan


Persentase Tutupan Lamun Di Marine Field Station Universitas Sam
Ratulangi”. Di bimbing oleh Dr. Joshian N. W. Schaduw, SIK, M,Si dan Dr.
Veibe Warouw, S.Pi, M.Si

Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa yang


memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, sehingga memiliki garis pantai yang
luas. Terdapat 3 ekosistem besar yaitu mangrove, padang lamun, dan terumbu
karang, ke tiga ekosistem tersebut sangat berkait erat untuk ekosistem pesisir.
Di dunia terdapat 60 jenis lamun, dan 12 jenisnya terdapat di Indonesia. Di
perairan Marine Fields Station terdapat 6 jenis yaitu Enhalus acoroides, Thalassia
hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringoium isoetifolium, Halodule pinifolia,
Halophile ovalis. Tutupan persentasenya menggunakan metode seagrasswatch,
dan hasil analisis data dari struktur komunitas menggunakan rumus persamaan
dari Cox, 1967. Dalam penelitian ini dilakukan pada 2 titik stasiun (ST.1 & ST.2)
dan setiap stasiun dilakukan pengukuran untuk parameter lingkungannya seperti
suhu, salinitas, kecerahan, pH, dan substrat. Struktur komunitas yang diamati
yaitu dari kepadatan relaif, frekuensi relative, dominasi relative, indeks nilai
penting dan indeks ekologi.

Kata Kunci : Lamun, Tutupan Persentase, Struktur komunitas.

vi
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS.....................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN..................................................................................iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...........................v
RINGKASAN........................................................................................................vi
DAFTAR ISI........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL.................................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................x
1. PENDAHULUAN...........................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................2
2. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................3
2.1 Klasifikasi Lamun.....................................................................................3
2.2 Bio – Ekologi Lamun.............................................................................4
2.2.1 Habitat Lamun....................................................................................4
2.2.1 Fungsi Lamun....................................................................................5
2.3 Morfologi & Jenis – Jenis Lamun.............................................................6
2.4 Faktor Pembatas Pertumbuhan Lamun......................................................9
2.4.1 Suhu...................................................................................................9
2.4.2 Kecerahan...........................................................................................9
2.4.3 Derajat Keasaman (pH)....................................................................10
2.4.4 Substrat.............................................................................................10
2.4.5 Salinitas............................................................................................10
3. METODOLOGI PENELITIAN..................................................................12
3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian...................................................................12

vii
3.2. Alat dan Bahan........................................................................................13
3.3. Pengambilan Data Menggunakan Metode Seagrass Watch....................14
3.4. Pengamatan Parameter Lingkungan........................................................17
3.5. Analisis Data...........................................................................................18
4. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................22
4.1 Deskripsi Spesies Lamun........................................................................22
4.2 Hasil Analisis Data Tutupan Persentase..................................................25
4.3 Hasil Analisis Data Struktur Komunitas ST.1.........................................26
4.4 Hasil Analisis Data Struktur Komunitas ST.2.........................................29
4.5 Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di Perairan Marine Field
Station.................................................................................................................32
5. PENUTUP.........................................................................................................33
5.1 Kesimpulan..............................................................................................33
5.2 Saran........................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................34
Lampiran..............................................................................................................37

viii
DAFTAR TABEL

Tabel. Teks Halaman

1. Titik koordinat lokasi penelitian...............................................................11


2. Alat dan bahan yang digunakan................................................................12
3. Penilaian dominasi tutupan lamun............................................................16
4. Rata-rata Tutupan Lamun Per Lokasi.......................................................23
5. Indeks Ekologi ST.1..................................................................................27
6. Indeks Ekologi ST.2..................................................................................30
7. Hasil Parameter Lingkungan.....................................................................31

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar Teks Halaman

1. Lamun.....................................................................................................3
2. Ilustrasi lamun.........................................................................................5
3. Jenis-jenis lamun di Indonesia................................................................7
4. Peta Lokasi Pengambilan Data................................................................8
5. Sketsa transek kuadrat di padang lamun................................................10
6. Frame kuadrat 50 cm x 50 cm.................................................................12
7. Enhalus acoroides...................................................................................13
8. Thalassia hemprichii ..............................................................................22
9. Cymodocea rotundata ............................................................................22
10. Syringoium isoetifolium..........................................................................23
11. Halodule pinifolia ..................................................................................23
12. Halophile ovalis .....................................................................................23
13. Grafik Kerapatan Relatif ST.1................................................................25
14. Grafik Dominasi Relatif ST1..................................................................26
15. Grafik Frekuensi Relatif ST.1.................................................................26
16. Grafik Indeks Nilai Penting ST.1............................................................27
17. Grafik Kerapatan Relatif ST.2 ...............................................................28
18. Grafik Frekuensi Relatif ST.2.................................................................29
19. Grafik Dominasi Relatif ST.2.................................................................29
20. Grafik Indeks Nilai Penting ST.2............................................................30

x
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terletak di garis khatulistiwa

yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, sehingga memiliki

garis pantai yang luas. Terdapat 3 ekosistem besar yaitu mangrove, padang

lamun, dan terumbu karang, ke tiga ekosistem tersebut sangat berkait erat

untuk ekosistem pesisir. Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem

pesisir sebagai tempat vegetasi yang dominan serta mampu bertahan hidup

secara permanen di bawah permukaan air laut (Sheppard et al, 1996;

Tangke 2010). Lamun merupakan tumbuhan berbunga yang hidupnya

menyesuaikan diri dengan terbenam di laut dikarenakan lamun di temukan

pada tempat yang terjadinya pasang surut. Secara umum lamun hanya

bertumbuh dikedalaman 1-10 meter (Nybakken, 1992), tapi adapun jenis

Halophila bisa bertumbuh hingga kedalaman 90 meter (Den Hartog,

1970). Lamun (Seagrass) termasuk golongan anthophyta atau tumbuhan

berbunga dan hanya berbiji satu (monokotil), mempunyai akar, rimpang

(rhizome), daun, buah dan bunga.

Padang lamun memiliki peran dan fungsi ekologi yang penting

seperti produsen primer, padang lamun juga bisa menjadi habitat biota

yaitu tempat pemijahan, tempat asuhan dan tempat mencari makanan, bisa

juga lamun menangkap sedimen yang dibawa melalui tekanan arus dan

gelombang (sediment trap), helaian daun yang bisa membantu organisme

epifit menetap dan mendaur unsur hara. Perairan ini juga terdapat banyak

1
akan nutrien karena sebagai tempat yang terdapat pasokan dari darat dan

lautan sehingga dinamakan sebagai ekosistem yang tinggi akan

produktivitas organiknya, lingkungan ini menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan tumbuhan lamun dapat hidup secara optimal

(Kusumaningtyas, M, A. et al, 2016). Daerah perairan marine field

station kecamatan Minahasa Utara memiliki padang lamun bisa dijadikan

tempat penelitian tentang ekosistem lamun.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hasil gambaran dari struktur komunitas dan persentase

tutupan lamun di Marine Field Station Universitas Sam Ratulangi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk memperoleh hasil gambaran dari menganalisis data tutupan

persentase lamun dan struktur komunitasnya yang meliputi indeks nilai

penting dan keseragamannya.

1.4 Manfaat Penelitian

Dengan mengetahui informasi struktur komunitas keseluruhan indeks nilai

pentingnya serta menganalisis data tutupan persentse tutupan lamun, penelitian ini

bisa dijadikan bahan untuk penelitian selanjutnya.

2
2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Lamun

Tumbuhan lamun (gambar 1) di dunia terdapat 60 jenis, namun

secara lengkap klasifikasi lamun yang terdapat di perairan pantai

Indonesia (Yulianda, 1995 ; Alhanif, 1996) adalah sebagai berikut :

Gambar 1. Lamun
(Sumber : https://pgsp.big.go.id/)

Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledonae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Potamagetonaceae
Genus : Enhalus
Halophila
Thalasia
Cymodocea

3
Halodule
Syringodium
Thalassodendron
Spesies : Enhalus acoroides
Halophila decipiens
Halophila ovalis
Halophila minor
Halophila spinulosa
Thalasia hemprichii
Cymodocea rotundata
Cymodocea serrulata
Halodule pinifolia
Halodule uninervis
Syringodium isoetifolium
Thalassodendron ciliatum

2.2 Bio – Ekologi Lamun

Sumberdaya dari pesisir dan kelautan mempunyai potensi yang

dapat di kelola untuk menunjang pembangunan di Indonesia, salah satu

potensinya yaitu sumberdaya padang lamun. Karena lamun merupakan

suatu produsen primer yang menyusun kesatuan ekosistem pesisir

(Oktawati et al 2018).

2.2.1 Habitat Lamun

Habitat lamun bisa dilihat sebagai suatu komunitas, karena padang

lamun tergolong sebagai kerangka struktur yang berkaitan erat dengan

hewan dan tumbuhan, karena tempat yang paling produktif sehingga bisa

4
mendukung potensi sumberdaya yang tinggi pula (Azkab, 2001). Biota

laut yang hidup di padang lamun kehidupannya tergantung dari faktor fisik

berupa faktor biologis, fisika, dan kimiawi. Menurut Kukichi & Peres

(1977) di dalam Azkab (2014), hewan yang hidup pada ekosistem padang

lamun seperti epifit dan mikro-meiofauna yang hidup pada daun lamun

ada juga hewan yang menempel pada daun, dan terdapat yang bergerak

merayap pada daun lamun dan hewan epifauna yang siklus hidupnya

berpindah-pindah tempat atau hanya tinggal sesaat. Komposisi dan

keragaman jenis hewan asosiasi bisa tergantung dengan serasah atau

materi lamun, hal ini sangat berpengaruh pada rantai makanan. Terdapat

detritus organik pada substrat padang lamun. Detritus merupakan sumber

makanan dari konsumer primer seperti bulu babi, ikan, dan hewan lain

(Hatanaka & Iizuka 1962, Kikuchi, 1966 ; Azkab 2014).

2.2.1 Fungsi Lamun

Adapun beberapa fungsi padang lamun untuk ekosistem pesisir

yaitu lamun bisa memfiltrasi atau menjernihkan perairan laut dangkal yang

di akibatkan oleh adanya transport sedimen juga padang lamun dapat

menghambat besar energi dari gelombang untuk mencegah terjadinya erosi

di pinggir pantai (Rahmawati, et al. 2017). Padang lamun juga bisa

menjadi faktor utama dalam mendaur zat hara maupun elemen-elemen

yang terdapat pada lingkungan laut. Selain tumbuhan bakau lamun juga

bisa menyerap karbondioksida (CO2) (Sjafrie et al. 2018).

5
2.3 Morfologi & Jenis – Jenis Lamun

Gambar 2. Ilustrasi lamun


(Sumber: https://www.seagrasswatch.org/wp-
content/uploads/images/seagrass_parts.gif)

Lamun sebagai tumbuhan berbunga (angisospermae) dan semua

tumbuhan lamun berbiji satu (monokotil) yang mempunyai akar rimpang

(rhizome), daun bunga, dan buah sama halnya dengan tumbuhan yang

berpembuluh yang hidup di daratan (Tomlinson, 1974; Azkab, 1999).

Berikut penjelasan morfologi lamun.

2.3.1 Akar

Lamun memiliki akar serabut yang tumbuh di bawah rhizome.

Akar rhizome lamun memiliki fungsi yang sama persis dengan tumbuhan

darat. Lamun juga memiliki phloem (jaringan transport nutrient) xylem

6
(jaringan transport air) yang tipis. Fungsi akar lamun yaitu sebagai

tempat menyimpan oksigen untuk berfotosintesis juga tempat untuk

melakukan metabolisme aktif, maka konsentrasi dari CO2 di jaringan akar

cenderung lebih tinggi (Phillips dan Meñez, 1988; Anonimous, 2008).

Sebagai tumbuhan vascular terdiri dari jaringan internal vascular yang

menghubungkan akar dengan daun untuk transport air, nutrient dan gas-

gas keseluruh jaringan pertumbuhan (Anonimous, 2008).

2.3.2 Batang dan Rhizoma

Rhizoma merupakan salah satu jaringan yang efektif untuk

pertumbuhan lamun secara vegetative. Rhizome secara bersamaan

menancapkan diri pada substrat dengan kokoh di dasar air secara

horizontal dan setiap rongga-rongga ditumbuhi batang-batang pendek.

Tempat tumbuhnya daun pada lamun di sebut node dan sebutan jarak node

dengan yang lain disebut Internode (Wagey, 2013)

2.3.3 Daun

Ada dua bagian berbeda yang terdapat pada daun lamun yaitu

pelepah dan daun. Pelepah sebagai tempat pendudukan daun pada batang

lamun. Tapi lamun dengan genus Halophila tidak terdapat pelapa. Bentuk

pertumbuhan lamun bersifat monopodial teknik untuk membedakan setiap

jenis lamun dapat diamati dari bentuk daun dan puncak daun. Hal yang

membedakan lamun dan tumbuhan di darat yaitu lamun yakni tidak

memiliki stomata dan terdapat kutikel yang tipis pada lamun (Wagey,

2013). Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan transport ion dan

7
difusi karbon sehingga lamun dapat secara langsung menyerap nutrient

dengan intens dari perairan (Nontji, 2002; Anonimous, 2008; Wagey,

2013).

Berikut bentuk dari 12 jenis lamun yang tersebar di perairan Indonesia :

(a) (b) (c) (d)

(e) (f) (g) (h )

(i) (j) (k) (l)


Gambar 3. Jenis-jenis lamun di Indonesia (Sjafrie et al, 2018)

8
Ket : (a) Thalassia hemprichii (g) Halodule ovalis
(b) Enhalus acoroides (h) Halophila spinulosa
(c) Cymodocea rotundata (i) Halophila decipiens
(d) Cymodocea serrulata (j) Halophila minor
(e) Halodule pinifolia (k) Syringodium isoetifolium
(f) Halodule uninervis (l) Thalassodendron ciliatum

2.4 Faktor Pembatas Pertumbuhan Lamun

Terdapat beberapa faktor pembatas untuk pertumbuhan lamun


yang seperti berikut:

2.4.1 Suhu

Pada umumnya suhu perairan di Indonesia berkisar antara 28-38ºC

(Dahuri et al. 1996). Menurut Hutabarat & Evans (2006), suhu adalah

salah satu faktor penting dalam kelangsungan hidup biota di perairan

karena memiiki pengaruh besar terhadap metabolisme maupun

perkembangbiakan dari tiap organisme yang hidup di padang lamun. Suhu

permukaan air dipengaruhi oleh beberapa faktor meteorologi yaitu curah

hujan, kelembapan udara dan intensitas paparan sinar matahari.

2.4.2 Kecerahan

Tumbuhan lamun juga membutuhkan cahaya matahari untuk

melakukan fotosintesis untuk menyimpan energi untuk keberlangsungan

hidup. Adapun beberapa aktivitas yang bisa mengurangi masuknya cahaya

matahari ke dalam kolom perairan yaitu karena terjadinya kekeruhan

sehingga kurangnya penetrasi cahaya matahari dan keperluan cahaya

9
matahari untuk tumbuhan lamun yaitu berkisar 10%-20% karena cahaya

merupakan salah satu faktor pembatas dan produksi lamun (Hutomo,

1997)

2.4.3 Derajat Keasaman (pH)

Menurut Nybakken (1988), perkiraan pH untuk air laut berkisar

7,5-8,5 dan Menurut Phillips dan Menez (1988), pH untuk tumbuhan

lamun yaitu berkisar 7,8-8,5 karena pada kisaran tersebut ion bikarbonat

yang diperlukan unutk proses fot sintesis oleh lamun dalam kondisi yang

berlimpah.

2.4.4 Substrat

Terdapat berbagai macam tipe substrat, yaitu dari yang berlumpur

sampai dengan yang berkarang. Kedalaman merupakan komponen utama

substrat untuk perkembangan hidup lamun. Faktor penting dari

kedalaman substrat dalam stabilitas sedimen, mencakup 2 hal, yaitu

proteksi tumbuhan dari arus laut serta sebagai tempat pengolahan dan

sebagai pemasok nutrient (Wagey, 2012).

2.4.5 Salinitas

Kemampuan lamun yang ditoleransi terhadap salinitas yaitu

berbeda-beda. Namun sebagian besar memiliki kisaran diantara 10-40‰.

Dan untuk nilai optimum dari tumbuhan lamun yaitu sebanyak 35‰,

10
sebagian besar toleransi salinitas dari lamun yaitu antara 10-30‰

(Hutomo, 1999 ; Rahman et al. 2018).

2.5 Persentase Tutupan Lamun di Pulau-Pulau Kecil Taman Nasional

Bunaken

Dilansir pada penelitian dari Schaduw & Kondoy pada tahun 2020,

yang dilakukan di 5 pulau-pulau kecil yaitu Bunaken, siladen, Manado

Tua, Mantehage, dan Nain. Dari 5 pulau tersebut terdapat 7 jenis yang

ditemukan yaitu E. acoroides, T. hemprichii, C. rotundata, H. pinifolia, S.

isoetifolium, C. serrulata, dan H. uninervis. Untuk komposisi spesies dari

5 pulau itu tidak semua jenis terdapat di masing-masing pulau yakni tiap

masing-masing pulau bisa tercatat ada 4-5 jenis saja.

Dominasi spesies di pulau Bunaken tercatat E. acoroides 15,3%

tutupannya, di pulau Siladen T. hemprichii 10,1% tutupannya, di pulau

Manado Tua T. hemprichii tutupannya 6,24%, pulau Mantehage T.

hemprichii tutupannya 13,8%, E. acoroides yang mendominasi pulau Nain

dengan hasil 12.3%. Secara keseluruhan dominasi spesies E. acoroides

terdapat di 2 pulau yaitu Bunaken dan Nain. Dari hasil dominasi spesies

ditiap pulau bisa dibilang bahwa itu merupakan spesies perintis di perairan

tersebut (Hidayat et al. 2014 ; Schaduw & Kondoy 2020).

11
Tutupan persentase lamun dari hasil observasi lapangan mendapat

hasil 29,25% di pulau Bunaken, 34,29% dipulau Siladen, 19,32% di pulau

Manado Tua, 33% di pulau Mantehage, 26,29% di pulau Nain.

Berdasarkan hasil tutupan persentase kondisi lamun di pulau Bunaken,

Siladen, Mantehage, dan Nain termasuk kategori sedang, sementara di

pulai Manado Tua tutupan persentase lamun termasuk kategori jarang.

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni 2021. Rencana

kerja penelitian ini dilakukan di Marine Field Station, Likupang Timur

dan terdapat 2 titik stasiun pengamatan. Titik koordinat stasiun

pengambilan data dapat dilihat pada table 1, dan peta lokasi penelitian

bisa dilihat pada gambar 4.

Tabel.1 Titik Koordinat Lokasi Penelitian


Koordinat
No. Stasiun
Lintang Utara Lintang Timur
1. ST 1 01̊ 40’ 31.7” 125̊ 04’ 30.4”
2. ST 2 01̊ 40’ 35.0” 125̊ 04’ 31.6”

12
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian (Data pribadi 2021)s.

13
3.2. Alat dan Bahan

Berikut merupakan alat dan bahan yang di pakai dalam praktek

kerja lapangan untuk melakukan pengamatan struktur komunitas dan

tutupan lamun.

Tabel 2. Alat dan bahan penelitian


No
Alat dan Bahan Keterangan
.
Baju selam (wetsuit/rushguard) dan celana
1. Perlengkapan Pribadi panjang untuk menjaga kulit agar tidak
terpapar langsung oleh matahari
Booties untuk melindungi kaki dari
2. Alat Skin dive bebatuan, snorkel dan mask untuk
pengamatan pada kedalaman tertentu.
GPS (Global Positioning Untuk menentukan posisi transek koordinat
3.
System) (Latitude dan Longitude)
Lembar Kerja Lapangan Untuk mencatat setiap hasil pengamatan
4.
( Sabak ) kuadrat pada setiap titik transek
Untuk membuat titik transek dari titik utama
5. Patok Besi
mengarah ke titik tubir
Untuk menentukan nilai presentase tutupan
Kuadrat berukuran
6. lamun pada setiap kotak kecil dalam frame
50x50 cm2
kuadrat
Transek di tarik mengarah ke tubir agar bisa
7. Roll Meter 100m
melakukan pengamatan tegak lurus.
8. Kamera GoPro Untuk mengambil gambar data lapangan

9. Refrakto Meter Untuk mengukur salinitas air laut

10. Kertas Lakmus Untuk mengukur kandungan pH air laut

11. Termometer Untuk mengukur suhu air laut

14
3.3. Pengambilan Data Menggunakan Metode Seagrass Watch

Seagrass Watch merupakan metode pengamatan lamun secara global

yang di dirikan pada tahun 1998 yang bermitra dengan ilmuan maupun

masyarakat pesisir untuk mendapatkan berita secara akurat tentang kondisi padang

lamun. Seagrass Watch adalah salah satu program pengamatan lamun dengan

jangka panjang. Setiap adanya program pengamatam sebagian peserta disertakan

dengan universitas dan lembaga penelitian, pemerintah (lokal & internasional)

atau organisasi non-pemerintah. Pada gambar.5 terdpat skema 3 titik transek

dengan masing-masing panjang transek 100 m dan jarak tiap transek yaitu 50 m

sehingga total yang didapatkan luasan transek kuadrat yaitu 100 x 100 m 2. Frame

kuadrat yaitu 50 x 50 cm2 yang di bagi 4 kotak dalam satu frame, dan ditiap titik

frame kuadrat di beri tanda seperti buih yang sudah di ikat pada besi yang di

tancapkan di substrat.

15
Gambar 5. Sketsa peletakan line transek kuadran di padang lamun.

Keterangan :

1. Garis pantai

2. Frame kudrat 50 x 50 cm

3. Jarak antar frame kuadrat 10 m

4. Titik utama line transek

5. Line transek

6. Jarak per garis transek 50 m

16
Berikut langkah-langkah yang diperhatikan dan yang digunakan dalam

pengambilan data;

1. Pengecekan waktu pasang surut yang terjadi di lokasi penelitian atau

mencari informasi kepada masyarakat lokal agar pelaksanaan penelitian

bisa berjalan dengan baik pada saat surut.

2. Penentuan titik lokasi pengambilan data untuk mencatat koordinat

(Latitude dan Longitude) serta mencatat kode GPS pada lembar kerja

pengamat. Titik pertama di mulai dari titik 0 m.

3. Setelah menancapkan patokan besi di substrat, tarik roll meter sepanjang

100 m yang mengarah ke tubir pantai.

4. Kemudian letakkan frame kuadrat pada sisi kanan line transek dan

pengamat berjalan di sebelah kiri.

5. Pengamatan nilai persentase tutupan lamun pada setiap kotak kecil yang

terdapat pada kuadrat frame berdasarkan penilaian pada tabel di bawah ini.

Gambar 6. Frame kuadrat 50 cm x 50 cm

17
Tabel 3. Penilaian dominasi tutupan lamun

Nilai Penutupan
Kategori Jenis Lamun
Tutupan Penuh 100 %
Tutupan ¾ kotak kecil 75 %
Tutupan ½ kotak kecil 50 %
Tutupan ¼ kotak kecil 25 %
Kosong 0%

6. Perhatikan komunitas jenis lamun, substrat dan jenis biota asosiasi yang

mendominasi di tiap titik pengamatan.

7. Ulangi langkah 3, 4, 5, & 6 pada setiap titik line transek dan setiap

pengamatan frame kuadrat per line transek.

3.4. Pengamatan Parameter Lingkungan

a. Kecerahan

Pengamatan lamun bisa dilakukan pada saat surut, karena bisa

mempermudah untuk pengamatan. Karena dengan melakukan

pengamatan pada saat air pasang, bisa saja terjadi kekeruhan akibat

adanya transport sedimen.

b. Suhu

Pengukuran suhu menggunakan thermometer yang dilakukan di

tiap 3 line transek per stasiun. Pengamatan suhu yaitu dengan

dicelupkan thermometer kedalam air, hindari untuk mengangkat

thermometer ke permukaan perairan karena bisa menyebabkan

perubahan angka suhu dari kolom perairan dan permukaan air.

c. Derajat Keasaman pH

18
Pengukuran pH menggunakan kertas lakmus yang diambil di tiap

line transek dengan cara mencelupkan kertas lakmus kedalam perairan

dan warna akan muncul kemudian mencocokan warna standar Ph yang

memiliki nilai baku.

d. Substrat

Pengamatan substrat dilakukan secara visual di tiap kuadran.

Biasanya terdapat jenis seperti pasir berlumpur atau pasir dari pecahan

karang.

e. Salinitas

Pengukuran salinitas yaitu dengan menggunakan refraktometer.

Yaitu dengan mengambil sampel air laut di tiap titik stasiun dan teteskan

pada kaca prisma.

3.5. Analisis Data

Dengan pengamatan kondisi ekosistem padang lamun meliputi jenis

lamun, kerapatan lamun, dan tutupan persentasenya. Pengamatan nilai lamun

sudah ada petunjuk di bab 3.3. Berikut merupakan rumus perhitungan yang

digunakan untuk menentukan nilai tutupan persentase lamun :

a. Perhitungan Rata-Rata Penutupan Lamun Per Stasiun

19
Menghitung rata-rata penutupan lamun per stasiun yaitu dengan

menjumlahkan penutupan lamun setiap kuadrat, pada seluruh transek dalam satu

stasiun. Kemudian hasil penjumlahan dibagi dengan jumlah kuadrat pada pada

stasiun tersebut.

jlh penutupan lamun seluruh transek


Rata-rata pe nutupan lamun (%)=
jlh kuadrat transek

b. Menghitung rata-rata penutupan lamun di lokasi

Cara menghitung nilai rata-rata tutupan lamun di 1 lokasi yaitu

dengan menjumlahkan rata-rata tutupan tutupan lamun setiap stasiun,

yaitu hasil dari persamaan 2, kemudian hasilnya dibagi dengan jumlah

stasiun pada lokasi tersebut.

jlh nilai rata-rata tutupan lamun


pada seluruh stasiun dalam 1 lokasi
Rata-rata tutupan lamun 1 lokasi (%)=
jumlah kuadrat seluruh transek

Adapun persamaan rumus untuk menganalisis data yang mendapatkan

kepadatan spesies di lokasi penelitian (Cox, 1967 ; Sara et al. 2020) :

jumlah individu tiap jenis


Kepadatan spesies=
Luas wilayah contoh (m²)

jumlah individu tiap jenis


Kepadatan relatif (%)= ×100
Jumlah individu seluruh spesies

20
luas tutupan
Dominasi=
luas wilayah

dominasi untuk satu spesies


Dominasi Relatif (%)= × 100
dominasi total untuk semua spesies

jumlah kuadratditemukaanya satu spesies


Frekuensi =
Jumlah seluruh kuadrat

frekuensi dari satu jenis


Frekuensi relatif (%)= ×100
frekuensi seluruh jenis

Indeks Nilai Penting = Kepadatan Relatif + Dominasi Relatif + Frekuensi Relatif

Indeks Dominasi

s
D=∑ ¿ ²
i=1 N
[ ]
Keterangan :

D = indeks dominansi

ni = jumlah individu jenis ke-i

N = total jumlah individu

Indeks dominasi antara 0 dan 1, apa bila D mendekati angka 0,

makahasilnya menunjukan tidak terjadi dominasi dan struktur komunitas dalam

kadaan stabil dan sebaliknya apabila D mendekati 1 menunjukkan terjadi

dominasi dari spesies tertentu.

21
Indeks Keragaman Jenis (H’)

s
D=∑ ¿ (¿ ¿ )
i=1 N N

Keterangan :

H = Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener

ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah total individu

S = Jumlah genera

Indeks Shanon-Wiener memiliki indiator sebagai berikut :

H’ < 1.5 = tingkat keanekaragaman rendah

1.5 ≤ H’ ≥ 3.5 = tingkat keanekaragaman sedang

H’ > 3.5 = tingkat keanekaragaman tinggi

22
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Spesies Lamun

Hasil pengamatan lapangan terdapat 6 jenis lamun, yaitu Enhalus

acoroides, Thalassia Hemprichii, Cymodocea rotundata, Syringodium

isoetifolium, Halodule Pinifolia, Halophila ovalis. Berikut gambar dan deskripsi

dari tiap-tiap jenis ;

Gambar 7. Enhalus acoroides

Ciri-ciri umum Enhalus acoroides merupakan jenis lamun yang ukuran

morfologinya besar. Pada rhizomanya terdapat rembut-rambut hitam dan juga

memiliki akar yang banyak. Tumbuhan ini kebanyakan tumbuh pada substrat

pasir, pasir berlumpur dan pasir pecahan karang dan ujung daunnya bergerigi.

23
Gambar 8. Thalassia Hemprichii

Thalassia Hemprichii memiliki ujung daun yang berbentuk setengah

lingkaran. Memiliki kemiripan seperti Cymodocea rotundata tapi pada rhizoma

terdapat ruas-ruas dan tebal dan terdapat bercak-bercak coklat tiap helaian daun.

Gambar 9. Cymodocea rotundata

Dapat dilihat jenis lamun ini memiliki helaian daun yang lurus dan tidak

bergerigi dan seludang daun tertutup sempurna dan ujung daun seperti berbentuk

huruf m. Jenis ini sering ditemukan pada substrat pasir pecahan karang.

24
Gambar 10. Syringodium isoetifolium

Syringodium isoetifolium memiliki bentuk daun yang silindris dan ujung

daunnya runcing, helaian daun tumbuh dari rhizome yang halus. Jenis ini bisa

dijumpai pada substrat pasir pecahan karang dan pasir berlumpur.

Gambar 11. Halodule Pinifolia

Ciri khusus Halodule Pinifolia memiliki daun pipih yang panjang tapi

berukuran kecil, ujungdaun agak membulat, rhizome halus dengan bekas daun

menghitam.

25
Gambar 12. Halophila ovalis

Halophila ovalis memiliki daun oval, berpasangan dnegan tangkai pada

tiap ruas dari rimpang, memiliki 8 tulang daun atau lebih. Jenis ini bisa di temui

pada substrat pasir pecahan karang dan pasir berlumpur.

4.2 Hasil Analisis Data Tutupan Persentase

Hasil analisis data dengan menggunakan Microsoft excel

mendapatkan nilai rata-rata tutupan persentase lamun pada ST.1 yaitu

58,85% dan ST.2 53,13%. Dengan hasil yang di dapatkan menunjukan

bahwa kondisi padang lamun bisa di kategorikan kurang sehat sesuai

dengan adanya keputusan menteri kependudukan dan lingkungan hidup

nomor 200/ 2004.

Tabel. 4 Rata-rata Tutupan Lamun Per Lokasi


Rata-rata Penutupan
Lokasi
Lamun (%)
ST 1 58,85
ST 2 53,13
Rata-rata 55,99
Stdev 4,05

26
4.3 Hasil Analisis Data Struktur Komunitas ST.1

Pada stasiun transek 1 (ST.1) bisa di lihat pada gambar 13, terdapat nilai

kepadatan yang bervariasi dari tiap jenis. Terdapat 3 jenis lamun yang memiliki

kepadatan tinggi yaitu dari jenis Thalassia hemprichii 33,20%, Cymodocea

rotundata 25,35%, dan Halodule pinifolia 23,94%, Enhalus acoroides 9,66%,

Syringodium isoetifolium 6,24 %, Halophila ovalis 1,61 %.

ST.1
Kepadatan Relatif ( % )

35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Th Ea Si Cr Hp Ho
Gam

bar 13. Grafik Kepadatan Relatif ST. 1

Adapun hasil dari dominasi dari ST.1 yang menunjukan hasil

dominasi yang bervariasi, yang bisa diamati pada gambar 14. Yang

menunjukan bahwa Enhalus acoroides 20,02%, Thalassia hemprihii 25,24

%, Syringodium isoetifolium 9,49%, Cymodocea rotundata 23,50%,

Halodule pinifolia 17,41%, Halophila ovalis 4,35%.

27
ST.1
30.00

Donminasi Relatif (%)


25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Ea Th Si Cr Hp Ho
Gambar 14. Grafik Dominasi Relatif ST.1

Frekuensi Relatif merupakan perbandingan antara frekuensi spesies ke-I

dan jumlah frekuensi untuk seluruh spesies. Hasil nilai frekuensi menunjukan

nilai yang bervariasi. Fekuensi relatif tertinggi yaitu Cymodocea rotundata

27,78% (gambar 15) yang mengindikasikan bahwa jenis ini sering di jumpai pada

stasiun ini. Frekuensi relatif selanjutnya ada Enhalus acoroides 19,44%,

Thalassia hemprichii 22,22%, Halodule pinifolia 19,44%, Halophila ovalis

2,78%, Syringodium isoetifolium 8,33%.

ST.1
30.00
Frekuensi Relatif (%)

25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Ea Th Cr Hp Ho Si
Gambar 15. Grafik Frekuensi Relatif ST.1

28
Indeks nilai penting lamun pada ST.1 menunjukan spesies

Thalassia hemprichii mencapai 80,66%, Cymodocea rotundata 76,63%,

Halodule pinifolia 60,79%, Enhalus acoroides 49,12%, Syringodium

isoetifolium 24,06%, Halophila ovalis 8,74%. Berdasarkan perhitungan

perhitungan indeks nilai penting, spesies yang memiliki nilai penting yaitu

dari spesies Thalassia hemprichii. Secara lengkap bisa dilihat pada gambar

16.

85.00 ST.1
Indeks Nilai Penting

65.00

45.00

25.00

5.00
Th Ea Si Cr Hp Ho
Gambar 16. Indeks Nilai Penting ST.1

Indeks dominasi yang perolehan hasil dari Indeks Dominasi (D),

dan Indeks Keanekaragaman yang bisa di amati pada table 5. Dimana

indeks dominasi memperoleh hasil 0,2435 hal ini menunjukan nilai yang

mendekati nol menunjukan tidak ada spesies yang mendominasi. Dan

indeks keanekaragaman memperoleh nilai 1,522. Berdasarkan indicator

indeks Shanon-Wiener bahwa H’ melebihi 1,5 termasuk tingkat

keanekaragaman sedang.

Tabel 5. Indeks Ekologi ST.1


No. Indeks Ekologi ST.1 Nilai
0,24529
1. D
9
2. H' 29 1,522
4.4 Hasil Analisis Data Struktur Komunitas ST.2

Berdasarkan hasil perhitungan kepadatan jenis pada ST.2 dengan

perolehan hasil paling tinggi yaitu pada jenis Syringodium isoetifolium

33,07% di bandingkan dengan jenis lamun yang lain yaitu Thalassia

hemprichii 24,05%, Cymodocea rotundata 16,83%, Halodule pinifolia

12,63%, Enhalus acoroides 9,82 %, dan Halophila ovalis 3,61%.

Selengkapnya bisa di amati pada gambar 17.

ST.2
Kepadatan Relaitif (%)

35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Ea Th Si Cr Hp Ho
Gambar 17. Grafik Kepadatan Relatif ST. 2

Frekuensi relative paling tinggi yang di peroleh oleh ST.2 yaitu jenis

lamun Syringodium isoetifolium 28,12% dibandingkan jumlah yang diperoleh dari

jenis lain yaitu Halophila ovalis 3,12%, Halodule pinifolia 9,37%, Enhalus

acoroides 15,63% da nada 2 jenis lamun yang menunjukan hasil frekuensi relatif

yang sama yaitu jenis Thalassia hemprichii 21.87%, dan Cymodecea rotundata

21,87%. Hasil penilaian ini bisa diamati pada gambar 18.

30
ST.2
30.00

Frekuensi Relatif (%)


25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Ea Th Cr Hp Ho Si
Gambar 18. Grafik Frekuensi Relatif ST.2

Dominasi relatif di ST.2 dengan jenis lamun yang memperoleh nilai

tertinggi yaitu jneis Syringodium isoetifolium 32,08% dibandingkan dengan

dominasi relative dari jenis lamun lainnya yaitu Thalassia hemprichii 25,47%,

Cymodoceae rotundata 16,98%, Enhalus acoroides 16,04%, Halodule pinifolia

6,60%, Halophila ovalis 2,83%. Selengkapnya bisa dilihat pada gambar 19.

ST.2
35.00
Dominasi Relatif (%)

30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Ea Th Si Cr Hp Ho
Gambar 19. Grafik Dominasi Relatif ST.2

Indeks nilai penting pada ST.2 dengan hasil tertinggi diperoleh pada jenis

lamun Syringodium isoetifolium dnegan jumlah 93,27%. Dibandingkan dengan

hasil indeks nilai penting dari jenis lamun lainnya yaitu Thalassia hemprichii

31
71,39%, Halodule pinifolia 28,60%, Cymodocea rotundata 55,69%, Enhalus

acoroides 41,48%, Halophila ovalis 9,56%. Berdasarkan perhitungan

perhitungan indeks nilai penting, spesies yang memiliki nilai penting yaitu dari

spesies Syringodium isoetifolium. Secara lengkap bisa dilihat pada gambar 20.

ST.2
100.00
Indeks Nilai Penting

80.00

60.00

40.00

20.00

0.00
Th Ea Si Cr Hp Ho
Gambar 20. Indeks Nilai penting ST.2

Indeks dominasi (D) pada ST.2 yaitu menunjukan angka 0,2224 termasuk

pada indikasi tidak ada dominasi dari spesies tertentu, nilai ini bisa diamati pada

table 6. Dan Indeks keanekaragaman (H’) memperoleh nilai 1,618. Berdasarkan

indicator indeks Shanon-Wiener bahwa H’ melebihi 1,5 termasuk tingkat

keanekaragaman sedang.

Tabel 6. Indeks Ekologi ST.2

No. Indeks Ekologi ST.2 Nilai


0,22238
1. D
9
2. H' 1,618

32
4.5 Hasil Pengukuran Parameter Lingkungan di Perairan Marine Field
Station.

Pengukuran para meter lingkungan menggunakan beberapa alat

seperti thermometer untuk mengukur suhu, kertas lakmus untuk mengukur

pH, dan refraktometer untuk mengukur salinitas perairan. Secara lengkap

hasil pengukuran parameter lingkungan di Perairan Marine Field Station

terdapat pada table dibawah ini.

Tabel 7. Hasil Parameter Lingkungan di PerairanMarine field


Station
Parameter lingkungan hasil
Suhu ᵒ 32ᵒC
Salinitas (ᵒ/oo) 30 (‰)
Kecerahan Jernih
pH 7
Substrat Lumpur berpasir, Pasir berlumpur, dan pasir
bercampur pecahan karanng

33
5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Spesies lamun yang didapatkan pada tiap stasiun (ST.1 & ST.2) di

perairan Marine Field Station Universitas Sam Ratulangi terdapat ada 6

jenis dari 5 genus, yaitu ; Enhalus acoroides, Thalassia Hemprichii,

Cymodocea rotundata, Syringodium isoetifolium, Halodule Pinifolia,

Halophila ovalis. Pada ST.1 tutupan rata-ratanya menghasilkan 58,85%,

dan pada ST.2 tutupan rata-ratanya adalah 53,13%.

Perbandingan hasil yang dilansir dari jurnal penelitian Schaduw &

Kondoy (2020) terdapat 7 spesies E. acoroides, T. hemprichii, C.

rotundata, H. pinifolia, S. isoetifolium, C. serrulata, dan H. uninervis.

Berbeda dengan hasil observasi diperairan Marine Field Station tidak

terdapat C. serrulata, dan H. uninervis. Tutupan persentase secara

keseluruhan dari 5 pulau tersebut terdapat 2 kategori yaitu Bunaken,

Siladen, Mantehage, dan Nain termasuk kategori sedang, sementara di

pulai Manado Tua tutupan persentase lamun termasuk kategori jarang.

Dan hasil tutupan persentase lamun di ke-2 stasiun diperairan Marine Field

Station termasuk kategori padat.

34
5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melakukan

monitoring sehingga bisa mendapatkan informasi dari status

perkembangan padang lamun di Perairan Marine Field Station Universitas

Sam Ratulangi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2008. Pedoman Umum Identifikasi dan Monitoring Lamun.


Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP); Direktorat Konservasi dan
Taman Nasional Laut. PT Bina Mitra Wahana. 86 hal.

Alhanif, R. 1995. “Struktur Komunitas Lamun Dan Kepadatan Perifiton Pada


Padang Lamun Di Perairan Pesisir Nusa Lembongan, Kec. Nusa Peninda
Provinsi Bali.” Institute Pertanian Bogor

Azkab, M. H., 1999 “PEDOMAN INVENTARISASI LAMUN” Oseana, Volume


XXIV, 1- 16

Azkab, M. H. 2001. Peggunaan Inderaja Pada Padang Lamun. Oseana, XXVI(2):


9-16

Azkab M. H., 2014 “PERAN PADANG LAMUN UNTUK KEHIDUPAN


HEWAN ASOSIASI” Oseana, Volume XXXIX, Nomor 2, Tahun 2014:
49-54

Cox, G. W. 1967. Laboratory Manual of General Ecology. Brown Company


Publisher. USA. 165 hal.

Dahuri R, Rais J, Ginting SP, & Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan sumber daya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta.

Den HARTOG, C. 1970.The seagrasses of the world. North-Holland,


Amsterdam,275 pp.

Hatanaka, M. & K. Iizuka 1962. Studies on the fish community of the Zostera
area. I. The ecological order for feeding in the fish ecological order for
feeding in the fish group related to the dominance species. Bull.Jap. Soc.
Sci. Fish. 28: 5-16 (in Japanese, with English summary).

Hutomo M. 1997. “Struktur komunitas padang lamun perairan Indonesia”. p. 54-


61. In: Inventarisasi dan evaluasi potensi laut-pesisir II geologi, kimia,

35
biologi, dan ekologi. Prosiding Kongres Biologi Indonesia XV.
Universitas Indonesia. Jakarta.

Hutomo, M., 1999, Proses Peningkatan Nutrient Mempengaruhi Kelangsungan


Hidup Lamun, LIPI.

Kusumaningtyas, M, A., Rustam A., Kepel T. L., Nur Afi Ati R., Daulat A.,
Mangindaan P., Hutahaean A. A., 2016 “EKOLOGI DAN STRUKTUR
KOMUNITAS LAMUN DI TELUK RATATOTOK, MINAHASA
TENGGARA, SULAWESI UTARA” J. Segara Vol. 12 No. 1 April 2016:
1-9, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Laut dan Pesisir,
Balitbang-KP, KKP

Kikuchi, T. 1966.An ecological study on animal communities of the Zostera belt


in Tomioka Bay, Amakusa, Kyusu. Publ.Amakusa Mar.Biol.Lab. 1: 1-106.

Kikuchi, T and I.M Peres 1977. Consumer ecology of seagrass beds. In : Seagrass
ecosystem; a scientific perspecti ve. Marcel Dekker, Inc. New York. 147-
194. Azkab M. H., 2014 “PERAN PADANG LAMUN UNTUK
KEHIDUPAN HEWAN ASOSIASI” Oseana, Volume XXXIX, Nomor 2,
Tahun 2014: 49-54

Kordi, H. 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass). Rineka Cipta. Jakarta.

Nontji, A. 2002. Laut Nusantara; Suatu Pendekatan Ekologis. Penerbit


Djambatan. Jakarta. 367 hal.

Nybakken, J. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. PT Gramedia.


Jakarta. 459 hlm.

Oktawati N. O., Sulistianto E., Fahrizal W., Maryanto F. 2018 “ Nilai Ekonomi
Ekosistem Lamun Di Kota Bontang” Vol. 14 No. 3, November 2018,
Halaman 228-236

Phillips RC and Menez EG. 1988. Seagrasses. Smithsonian Contribusion to the


Marine Science no.34. Smithsonian Institutions Press Washington D.C

Rahmawati S., Irawan A., Supriyadi I, H., Azkab M, H,. 2017 “Panduan
Pemantauan Penilaian Kondisi Padang Lamun” edisi 2. Coral reef
information and training center (CRITC), Coral Reef Rehabilitation and
Management Program (COREMAP), Puslit Oseanografi, Jl. Pasir putih
No. 1. Indonesia. (1-24)

Rahman Abd., Rivai Moh. Nur., Mudin Y., 2016 “Analisis Pertumbuhan Lamun
(Enhalus Acoroides) Berdasarkan Parameter Oseanografi Di Perairan Desa
Dolong A Dan Desa Kalia” Gravitasi Vol. 15 No. 1

36
Sara A., Lalamentik L, Th. X., Rondonuwu A., 2020 “Struktur Komunitas Lamun
(Seagrass) di Perairan Pantai Kelurahan Molas, Kecamatan Bunaken Kota
Manado Sulawesi Utara.” Jurnal Ilmiah Platax Vol. 7:(1), Januari-Juni
2020

Seagrass-Watch Global Seagrass Observing Network. 2020, Background (on-line)


https://www.seagrasswatch.org/seagrasswatch/. Diakses pada tanggal 15
Juli 2020, pada pukul 12.21 Wita.

Shepherd S.A., A.W.D. Larkum, A.J. McComb. (eds). 1966 “A treatles on the
Biology of Seagrass with a Special reference to the Australian Region”
University of California, ISBN 0444874038, 9780444874030.

Sjafrie N. D. M., Hermawan U. E. ., Prayudha B., Supriyadi I. H., Iswari M. Y. .,


Rahmat, Anggraini K., Rahmawati S., Suyarso, 2018. “Status Padang
Lamun Indonesia 2018 Ver.02”, Puslit Oseanografi – LIPI, September
2018, Jl. Pasir putih I, Ancol Timur, Jakarta Utara Indonesia

Thomlinson, P.B. 1974. Vegetative morphology and meristem dependence – the


Foundation of Productivity in seagrass. Aquaculture 4: 107-130.

Tuwo. A. 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian Internasional.


Surabaya
Umar Tangke, 2010. “ EKOSISTEM PADANG LAMUN (Manfaat, Fungsi dan
Rehabilitasi)” vol 3. Jurnal Ilmiah Agribisnis dan Perikanan. Edisi 1 hal.
12-13.
Wagey Billy 2013. “Hilamun (Seagrass)”. UNSRAT PRESS. Manado, Indonesia
page 1-27

37
Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian Struktur Komunitas Dan Tutupan Persentase
Lamun di Marine Field Station.

Penentuan Titik
Lokasi
Penelitian
Penyusunan
rencana kerja
penelitian

Persiapan alat Persiapan Surat Pembuatan peta


dan bahan Jalan Penelitian dasar stasiun
penelitian

Mempelajari Sketsa
Morfologi & peletakan line
Jenis-jenis transek &
Lamun frame kuadrat
Pengamatan
dilakukan
dengan metode
Pengolahan data seagrass watch
dengan ms.excel Analisis data

Tutupan Struktur
Persentase Komunitas
Lamun Lamun

38
Lampiran 2. Kegiatan penelitian di Marine Fields Station Universitas Sam
Ratulangi

39
Lampiran 3. Pengukuran Parameter Lingkugan & Penentuan Titik Koordinat

40
Lampiran 4. Hasil Analisis Data Persentase Tutupan Lamun ST.1

Nilai Penutupan Lamun Rata-rata


Stasiun Kotak Penutupan Lamun
Meter
1 2 3 4 (%)
0 50 50 75 75 62,5
10 50 50 50 50 50
20 50 50 50 50 50
T1
30 75 75 75 75 75
40 75 75 75 75 75
50 75 75 75 75 75
1
0 50 0 0 50 25
10 75 75 50 75 68,75
20 50 50 50 50 50
T2
30 75 75 100 75 81,25
40 75 75 50 50 62,5
50 50 25 25 25 31,25
Rata-rata 58,85

Ea Rata-rata Th Rata-rata
1 2 3 4 (%) 1 2 3 4 (%)
50 50 25 25 37,5 0 25 25 25 18,75
0 0 0 0 0 25 25 25 25 25
0 0 0 0 0 25 25 25 25 25
0 0 0 0 0 25 25 25 25 25
0 0 0 0 0 25 25 25 25 25
25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
25 0 0 25 12,5 0 0 0 0 0
25 0 0 25 12,5 25 25 0 25 18,75
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 25 25 25 25 25 25 25 0 18,75
25 25 0 0 12,5 0 0 0 0 0
50 25 0 0 18,75 0 0 0 0 0
11,98 15,10

Si Rata-rata Cr Rata-rata
1 2 3 4 (%) 1 2 3 4 (%)
0 0 0 0 0 0 25 25 12,5
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 25 25 25 25 25
0 0 0 0 0 25 25 0 0 12,5
0 0 0 0 0 25 25 25 25 25
25 25 25 25 25 0 0 0 0 0
0 0 25 0 6,25 25 0 0 0 6,25
0 0 0 0 0 0 25 25 25 18,75
0 0 0 0 0 25 25 0 0 12,5
25 25 50 25 31,25 0 0 0 25 6,25
0 0 0 0 0 25 25 25 25 25
0 0 0 0 0 50 0 25 25 25
5,68 14,06

41
Hp Rata-rata Ho Rata-rata
1 2 3 4 (%) 1 2 3 4 (%)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 25 25 25 25 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 25 0 25 18,75 0 25 0 0 6,25
25 25 25 25 25 25 25 25 25 25
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 0 25 25 18,75 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 50 0 12,5 0 0 0 0 0
25 25 25 25 25 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10,42 2,6

Lampiran 5. Hasil Analisis Data Persentase Tutupan Lamun ST.2

Nilai Penutupan Lamun Rata-rata


Stasiun Kotak Penutupan Lamun
Meter
1 2 3 4 (%)
0 25 25 25 25 25
10 75 50 75 75 68,75
20 75 75 75 100 81,25
T1
30 100 75 100 100 93,75
40 25 25 25 25 25
50 50 50 50 50 50
2
0 25 25 75 50 43,75
10 75 75 100 75 81,25
20 50 50 50 50 50
T2
30 25 50 50 25 37,5
40 50 50 50 50 50
50 25 50 25 25 31,25
Rata-Rata 53,13

Ea Rata-rata Th Rata-rata
1 2 3 4 (%) 1 2 3 4 (%)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 25 25 25 25 25
0 0 0 0 0 25 50 50 25 37,5
0 25 0 0 6,25 50 25 25 25 31,25
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 0 0 25 12,5 0 25 25 0 12,5
0 0 0 0 0 25 0 25 25 18,75
0 0 0 0 0 25 25 25 25 25
25 25 25 25 25 0 0 0 0 0
0 50 50 50 37,5 0 0 0 0 0
25 25 25 25 25 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 25 25 25 18,75
8,85 14,06

42
Si Rata-rata Cr Rata-rata
1 2 3 4 (%) 1 2 3 4 (%)
0 0 0 0 0 25 0 25 0 12,5
0 25 25 25 18,75 25 0 25 25 18,75
25 25 25 25 25 0 0 0 25 6,25
25 25 50 50 37,5 25 0 25 25 18,75
25 0 25 25 18,75 0 25 0 0 6,25
25 25 25 25 25 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 25 0 25 12,5
25 25 50 25 31,25 25 25 25 75 37,5
25 25 25 25 25 0 0 0 0 0
25 0 0 0 6,25 0 0 0 0 0
25 25 25 25 25 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
17,71 9,38

Hp Rata-rata Ho Rata-rata
1 2 3 4 (%) 1 2 3 4 (%)
0 0 0 0 0 0 25 25 25 18,75
25 25 0 0 12,5 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 25 25 12,5 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 25 25 25 18,75 0 0 0 0 0
3,65 1,56

43

Anda mungkin juga menyukai