Dosen Pengampu:
Dr. Ery Suhartanto, ST., MT.
Disusun Oleh :
1. Muhammad Farich Al-Ma'arif (205060400111034)
2. Muhammad Ivan Hamdany (205060407111026)
3. Fernadhi Malika Wildan P (215060400111057)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
MALANG
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun Oleh:
Mengetahui:
Dosen Pengampu Mata Kuliah
Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan petunjuk serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Penyusunan laporan ini merupakan prasyarat yang harus ditempuh untuk Ujian Tengah
Semester (UTS) pada mata kuliah Teknik Konservasi Waduk di Fakultas Teknik Departemen
Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang.
Laporan ini tentu saja banyak pihak yang turut membantu untuuk itu penyusun ingin
berterima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ery Suhartanto, ST., MT. selaku dosen pengampu mata kuliah Teknik
Konservasi Waduk ini,
2. Bagi teman-teman seperjuangan yang dengan sabar mengajari dan membantu
pengerjaan laporan saya, WRE ’20 yang sangat membantu dalam hal apapun,
3. Orang Tua serta semua pihak yang telah membantu laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik dan
saran sangatlah diharapkan dengan tujuan memberi masukan untuk kedepannya.
Akhir kata semoga penyusunan laporan ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
iii
iv
vi
BAB I
PENDAHULUAN
DAS Citarum, singkatan dari Daerah Aliran Sungai Citarum, adalah salah satu
sungai terpanjang di Pulau Jawa, Indonesia, yang memiliki peran sentral dalam
kehidupan ekosistem dan sosial masyarakat sekitarnya. Merupakan sumber kehidupan
bagi jutaan orang, sungai ini mengalir sepanjang sekitar 270 kilometer, membelah
wilayah Jawa Barat dari pegunungan hingga bermuara di Laut Jawa. Namun,
popularitasnya tidak hanya terletak pada panjangnya, melainkan juga dalam kekayaan
alam, pertanian, dan beragam kegiatan manusia yang tergantung padanya.
Sayangnya, DAS Citarum juga telah menjadi sorotan global karena masalah
lingkungan yang serius. Dalam beberapa dekade terakhir, sungai ini mengalami
degradasi lingkungan yang signifikan akibat aktivitas industri, pertanian, dan
pemukiman penduduk di sekitarnya. Pencemaran air, limbah industri, dan sampah
plastik telah menjadi masalah yang mengancam ekosistem sungai dan kesehatan
masyarakat yang bergantung padanya. Upaya untuk memulihkan DAS Citarum telah
menjadi fokus penting bagi pemerintah, LSM, dan masyarakat sipil. Banyak proyek dan
inisiatif telah diluncurkan untuk membersihkan sungai ini, memulihkan ekosistemnya,
serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Dengan tantangan yang kompleks dan dampak yang luas, perlindungan DAS
Citarum membutuhkan kolaborasi lintas sektor dan komitmen kuat dari semua pihak
terkait. Perbaikan kondisi sungai ini bukan hanya untuk menjaga keberlanjutan
ekosistemnya, tetapi juga untuk memastikan ketersediaan sumber daya alam yang
penting bagi kehidupan manusia di sekitarnya.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang dipaparkan, didapatkan rumusan masalah
antara lain :
1. Bagaimana analisis hidrologi pada lokasi studi DAS Citarum?
2. Bagaimana perencanaan sumur resapan untuk mengurangi 25% debit banjir
rancangan pada lokasi studi DAS Citarum dengan kala ulang 10 tahun?
3. Bagaimana perencanaan embung untuk mengurangi 50% debit banjir
rancangan pada lokasi studi DAS citarum dengan kala ulang 10 tahun?
4. Bagaimana perencanaan bangunan penahan sedimen untuk mengurangi
50% volume sedimen yang lewat dari debit banjir rancangan pada lokasi
studi DAS Citarum dengan kala ulang 10 tahun?
𝑥−𝑥
𝑘=
𝑆𝑑
Dengan : k : Faktor frekuensi
x : Nilai data
x¯ : Harga rata-rata
Sd : Simpangan baku
𝑌𝑇 = 𝑘. 𝑆𝑛 + 𝑌𝑛
Dengan : YT : Variabel acak yang direduksi
Sn : Simpangan baku yang direduksi
Yn : Rerata yang direduksi
1
𝑇𝑟 = Y𝑇
1 − 𝑒−𝑒
Dengan : Tr : Kala ulang
e : Bilangan natural (2,781...)
1
𝑃𝑟 =
𝑇𝑟
Dengan : Pr : Probabilitas yang terjadi
𝑃𝑥 = 1 − 𝑃𝑟
Dengan : Px : Probabilitas yang tidak terjadi
𝐷𝑥 = (𝑆𝑛 − 𝑃𝑥)
Dengan : Dx : Simpangan antara sebaran teoritas dan empiris
2. Uji Chi-Square
Uji Chi-Square digunakan untuk menguji kesesuaian distribusi secara
vertikal dari data. Uji ini didasarkan pada perbedaan nilai ordinat teoritas atau
frekuensi harapan dengan ordinat empiris. Adapun rumus uji Chi-Square adalah
sebagai berikut :
∑(𝑂j − 𝐸j)2
𝑥 =
2
𝐸j
2.3. Embung
Embung adalah bangunan kontruksi sipil di bidang hidrologi. Embung
merupakan bangunan air yang menampung, mengalirkan air menuju hilir embung.
Embung menerima sedimen yang terjadi akibat erosi lahan dari wilayah tangkapan
airnya (catchment area). Sedimen yang terkandung dalam air sungai tangkapan
embung tersebut terbawa hanyut oleh aliran air dan masuk ke dalam embung. Erosi
merupakan peristiwa hilangnya lapisan tanah atau bagian-bagian tanah di
permukaan. Erosi dapat menimbulkan kerusakan baik pada tanah tempat terjadinya
proses erosi maupun tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan
sehingga terbentuk sedimen yang menyebabkan pendangkalan sungai, waduk atau
embung dan saluran irigasi. Di Indonesia erosi yang sering dijumpai adalah erosi
yang disebabkan oleh air.
Konsep embung/waduk pada dasarnya memberikan solusi dengan berfungsi
sebagai cadangan air yang artinya pada saat musim penghujan air ditampung di
dalam kom embung/ waduk, dan ketika musim kemarau air yang berada dalam kom
(reservoir) dapat digunakan sesuai kebutuhan. Embung / waduk kecil berfungsi
sebagai bangunan penampung air baku untuk melayani satu atau beberapa dusun
dalam satu desa. Embung sangat efektif untuk mengatasi daerah kekurangan air,
baik air baku maupun irigasi.. Tujuan pembangunan Embung adalah untuk
membuat suatu sistem penyediaan air baku guna mensuplai air untuk kebutuhan
sebagian penduduk desa dan untuk keperluan air irigasi.
Maksud dari pembangunan embung di DAS Dolok yaitu untuk memenuhi
kebutuhan air bagi masyarakat di sekitarnya, serta meningkatkan irigasi nonteknis.
Dengan dibangunnya embung, diharapkan hasil pertanian daerah tersebut dapat
meningkat. Adapun tujuan pembangunan Embung adalah sebagai berikut :
1. Mengembangkan dan mengelola potensi sumber daya air yang ada untuk
mengatasi keterbatasan penyediaan air bagi penduduk di sekitarnya.
2. Mengendalikan sumber air yang ada agar tidak menimbulkan kerusakan
atau kemerosotan lingkungan di sekitarnya (river improvement).
3. Pemanfaatan sumber daya air guna memenuhi berbagai keperluan akan air,
termasuk air untuk pemeliharaan sungai atau konservasi. Pelestarian sumber
air agar kualitas airnya terjaga dengan baik melalui penanggulan erosi,
sedimentasi, pencemaran, dan sebagainya
2.3.1 Tipe Embung
Tipe embung dapat dikelompokkan menjadi empat keadaan yaitu
(Soedibyo,1993):
1. Tipe Embung Berdasar Tujuan Pembangunannya
a. Embung dengan tujuan tunggal (single purpose dams)
Adalah embung yang dibangun untuk memenuhi satu tujuan saja,
misalnya untuk kebutuhan air baku atau irigasi (pengairan) atau
perikanan darat atautujuan lainnya tetapi hanya satu tujuan saja.
b. Embung serbaguna (multipurpose dams)
Adalah embung yang dibangun untuk memenuhi beberapa tujuan
misalnyauntuk irigasi (pengairan), air minum dan PLTA, pariwisata
dan irigasi.
2. Tipe Embung Berdasar Penggunaannya
a. Embung penampung air (storage dams)
Adalah embung yang digunakan untuk menyimpan air pada masa
surplus dan dipergunakan pada masa kekurangan. Termasuk dalam
embung penampung air adalah untuk tujuan rekreasi, perikanan,
pengendalian banjir dan lain-lain.
b. Embung pembelok (diversion dams)
Adalah embung yang digunakan untuk meninggikan muka air, biasanya
untuk keperluan mengalirkan air ke dalam sistem aliran menuju ke
tempat yang memerlukan.
c. Embung penahan (detention dams)
Adalah embung yang digunakan untuk memperlambat dan
mengusahakan seoptimal mungkin efek aliran banjir yang mendadak.
Air ditampung secara berkala atau sementara, dialirkan melalui
pelepasan (outlet). Air ditahan selama mungkin dan dibiarkan meresap
ke daerah sekitarnya.
3. Tipe Embung Berdasar Letaknya Terhadap Aliran Air
a. Embung pada aliran air (on stream)
Adalah embung yang dibangun untuk menampung air, misalnya pada
bangunan pelimpah (spillway).
Keterangan:
vo = 𝑞𝑜
ℎ3
x = β hj
hj = ℎ1 [√1 + 8𝐹2 − 1]
2
h1 = 𝑞1
ℎ3
h1’ = hj – h2
Keterangan :
b1 : lebar sayap sub bendung (m);
β : koefisien, besarnya antara 4.5 - 5.0;
F1 : angka Froude aliran pada titik terjunan;
g : percepatan gravitasi (m2/s);
h1 : tinggi bendung utama dari lantai kolam olak (m);
h1’ : tinggi ambang sub bendung (m);
h2 : tinggi muka air di atas peluap sub bendung (m);
h3 : tinggi muka air di atas peluap bendung utama (m);
hj : tinggi loncatan hidraulik (m);
L : jarak bendung utama dan sub bendung (m);
lw : panjang terjunan dari mercu bendung utama (m);
q0 : debit per meter pada peluap (m3/s/m);
q1 : debit aliran tiap meter lebar pada titik jatuh terjunan (m3/s/m);
v0 : kecepatan aliran di atas pelimpah bendung utama (m/s);
v1 : kecepatan jatuh pada terjunan (m/s);
x : panjang olakan (m).
Gambar 2. 7 Notasi pada Bendung Utama, Kolam Olak dan Sub Bendung
• Tebal lantai kolam olak
Tebal lantai kolam olak harus cukup untuk menahan tekanan yang berasal
dari benturan air terjun dan batu, ditentukan berdasarkan persamaan :
- Kolam olak tanpa subdam
t = 0,2 . (0,6 h1 + 3h3 -1)
- Kolam olak dengan sub dam
t = 0,1 ( 0,6 h1 + 3h3 – 1)
Keterangan
h1 : tinggi bendung utama dari lantai kolam olak (m);
h3 : tinggi muka air di atas peluap bendung utama (m);
t : tebal lantai kolam olak (m).
• Rumus empiris panjang kolam olak
L = ( 1,5 s/d 2,0 ) x ( h1 + h3 )
Keterangan:
L : jarak bendung utama dan sub bendung (m);
h1 : tinggi bendung utama dari lantai kolam olak (m);
h3 : tinggi muka air di atas peluap bendung utama (m).
BAB III
METODE PERENCANAAN
Untuk itu, perlu dilakukan upaya serius dalam menjaga dan memulihkan Sungai
Citarum. Langkah-langkah konservasi dan rehabilitasi perlu diambil untuk mengatasi
dampak negatif yang telah terjadi. Dukungan masyarakat, pemerintah, dan pihak terkait
sangat penting dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan. Hanya dengan pemulihan
sungai yang berhasil, kita dapat memastikan bahwa Sungai Citarum akan tetap berfungsi
sebagai sumber daya alam yang berkelanjutan dan memberikan manfaat maksimal bagi
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Masalah yang melanda Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum pada dasarnya
disebabkan oleh pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan eksploitasi ruang dan
sumber daya air yang semakin meningkat. Pencemaran, sebagaimana dijelaskan dalam
Perpres No. 15 Tahun 2018, terjadi ketika makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen
lain dimasukkan ke dalam DAS oleh aktivitas manusia, melebihi baku mutu lingkungan
yang telah ditetapkan. Tingginya tingkat sedimentasi, limbah industri, peternakan,
pertanian, Keramba Jaring Apung, serta air limbah domestik dan persampahan menjadi
faktor utama pencemaran di DAS Citarum.
Limbah dari industri, pertanian, dan peternakan yang tidak diolah dan tidak memenuhi
standar baku mutu, ditambah dengan kurangnya penegakan hukum dan edukasi, menjadi
penyebab menurunnya kualitas air Sungai Citarum. Di sepanjang DAS Citarum, lebih dari
2.000 industri perlu dikelola dengan baik agar tidak mencemari sungai. Selain itu, lokasi
peternakan yang berdekatan dengan sungai turut menjadi sumber pencemaran utama.
Limbah peternakan, termasuk air bekas mencuci ternak dan kotorannya, dibuang langsung
ke sungai tanpa pengolahan. Waduk Saguling, Waduk Cirata, dan Waduk Jatiluhur juga
terkena dampak limbah perikanan dari ribuan Keramba Jaring Apung yang melebihi daya
dukung waduk, memperparah pencemaran air dan berpotensi mengancam instalasi
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) di tiga waduk tersebut.
Hasil pemantauan kualitas air di tujuh titik menunjukkan bahwa sekitar 26% masih
tercemar berat, dengan fecal coli sebagai penyumbang terbesar cemaran berat.
Ketidakadaan pengelolaan air limbah domestik dan pengelolaan sampah di tepi sungai
menyebabkan tingginya kadar bakteri fecal coli dan jumlah sampah yang tinggi di Sungai
Citarum. Data Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) Kementerian Kesehatan juga
menunjukkan bahwa masih ada penduduk di DAS Citarum yang melakukan praktik Buang
Air Besar Sembarangan (BABS), menandakan bahwa permasalahan sanitasi juga masih
menjadi isu serius di kawasan ini.
DAS Citarum, sebagai salah satu aset alam yang sangat penting di Indonesia,
menghadapi tantangan serius terkait pemeliharaan lingkungan dan keberlanjutan
ekosistemnya. Tidak hanya menjadi sumber air baku untuk kebutuhan konsumsi dan
irigasi, tetapi DAS Citarum juga memiliki peran vital dalam penyediaan listrik untuk Pulau
Jawa dan Bali melalui waduk-waduk strategisnya. Sayangnya, sungai ini menghadapi
permasalahan kompleks yang mencakup pencemaran dan kerusakan lingkungan, terutama
di lahan-lahan kritis yang memerlukan penanganan mendesak.
Permasalahan di DAS Citarum tidak hanya dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang
meningkat, tetapi juga oleh berbagai faktor seperti kegiatan pertanian, industri, dan
peternakan yang tidak terkelola dengan baik. Salah satu titik fokus utama adalah lahan
kritis yang mempresentasikan potensi bahaya erosi dan pencemaran signifikan. Melalui
penetapan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, wilayah DAS Citarum
diidentifikasi memiliki luas lahan kritis yang mencapai 29.24% dari total wilayahnya. Data
terkini ini menyoroti urgensi tindakan perlindungan dan rehabilitasi untuk mencegah
dampak serius terhadap kualitas air dan keberlanjutan ekosistem di DAS Citarum.
Lahan yang memerlukan penanganan prioritas adalah yang termasuk dalam kategori
kritis dan sangat kritis, sesuai dengan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor SK.306/MENLHK/PDASHL/DAS.0/7/2018 tentang Penetapan Lahan
Kritis Nasional. Wilayah DAS Citarum menghadapi pembatasan lahan kritis akibat kondisi
bahaya erosi, tutupan lahan, dan kemiringan lereng, baik di luar maupun di dalam kawasan
hutan. Bagian hulu DAS Citarum, yang terdiri dari lahan pertanian kering dengan tanaman
semusim dan holtikultur, memiliki kemiringan yang terjal. Pemanfaatan lahan untuk
pertanian di bagian hulu yang kurang memperhatikan aspek topografi dapat meningkatkan
risiko erosi, berkontribusi pada kondisi lahan kritis.
Data terbaru pada tahun 2018 menunjukkan bahwa luas lahan kritis di DAS Citarum
mencapai 199,514.14 hektar atau sekitar 29.24% dari total wilayah DAS Citarum,
melibatkan kategori sangat kritis dan kritis. Lahan sangat kritis mencapai 133,274.07
hektar (19.54%), sementara lahan kritis mencakup 66,240.07 hektar (9.70%). Pemetaan
lahan kritis memperlihatkan distribusinya di bagian hulu (38.20%), tengah (30.18%), dan
hilir (31.62%) DAS Citarum. Dengan persentase lahan kritis sebesar 29.24% dari total
wilayah DAS Citarum, kondisi lahan kritis di DAS ini dapat dikategorikan sebagai sangat
tinggi dengan skor 1.5 dalam perhitungan daya dukung DAS. Kesimpulan ini mempertegas
urgensi penanganan dan pengelolaan lahan kritis dalam upaya pelestarian ekosistem DAS
Citarum yang kian terancam.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif
kuantitatif. Adapun teknik analisis deskriptif kuantitatif yang digunakan adalah :
a. Analisis Hidrologi dengan Perhitungan Curah Hujan Rancangan dengan
Metode Log Pearson Tipe III.
b. Analisis Analisis frekuensi curah hujan dengan Metode Distribusi Normal,
Metode Distribusi Log Normal.
c. Uji Kesesuaian Distribusi dari Analisis Hidrologi dengan kecocokan sebaran
dengan metode Smirnov- Kolmogorov.
d. Metode Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu untuk perhitungan
Debit Banjir Rancangan kala ulang 10 tahun.
e. Perhitungan rancangan sumur resapan dengan SNI 8456 : 2017 tentang Sumur
Resapandan Parit Resapan.
f. Perhitungan rencana embung dengan buku pedoman “Embung Kecil”.
g. Perhitungan rencana sabo dam dengan SNI 2851 : 2015 tentang Desain
BangunanPenahan Sedimen.
h. Analisis dengan Peta Tata Guna Lahan untuk mengetahui tata guna lahan di
DAS Citarum.