BANGUNAN AIR
DISUSUN OLEH :
MUHAMMAD FAHRUL NUR SETYAWAN (202110340311208)
RISANG ABISEKA WIJAYA (202110340311214)
Disusun oleh :
Muhammad Fahrul Nur Setyawan (202110340311208)
Risang Abiseka Wijaya (202110340311214)
Tugas besar ini disusun sebagai salah satu syarat untuk di Fakultas Teknik Jurusan Teknik
Sipil Universitas Muhammadiyah Malang
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Besar
Struktur Baja ini dengan baik.
Tugas besar ini disusun sebagai syarat untuk mengikuti program Praktek Kerja Nyata
di Fakultas Teknik Jurusan Sipil pada Universitas Muhammadiyah Malang. Pada kesempatan
ini penyusun menyampaikan terimakasih kepada :
1. Ibu Lourina Evanale O, ST., M.Eng selaku dosen pembimbing Tugas Besar Bangunan
Air dan dosen pengampu mata kuliah Perencanaan Bangunan Air
2. Fitri selaku Asisten dosen
3. Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak membantu hingga terselesaikannya
laporan tugas besar ini.
Akhirnya penyusun berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi penyusun pada
khususnya dan pembaca pada umumnya. Penyusun berharap akan adanya kritik, saran dan
masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan praktikum ini.
Malang,
PENDAHULUAN
Jika dalam penanganan tugas-tugas besar kurang efektif maka, para Mahasiswa akan
kewalahan ketika menghadapi lapangan karena kurangnya pengalaman dalam
mengerjakan sebuah system Irigasi. Dengan adanya tugas besar ini diharapkan terbentuk
insan-insan akademis yang mampu bersaing dalam ilmu teknik sipil sehingga dalam
menapaki era globalisasi yang makin global kita tidak akan ketinggalan teknologi dari
negara lain.
Dengan diadakannya Tugas Besar Teknik Irigasi dan Bangunan Air yang telah
dilaksanakan ini dimaksudkan agar mahasiswa memiliki gambaran tentang berbagai hal
yang berhubungan dengan perencanaan system irigasi yang meliputi berbagai macam
perencanaan bangunan Irigasi.
Sedang tujuan diadakannya Tugas Besar Irigasi dan Bangunan Air adalah untuk
mempelajari cara perencanaan system irigasi sesuai dengan standart Direktorat jenderal
Pengairan
1.3 Manfaat
Tugas Besar Teknik Irigasi dan Bangunan Air bermanfaat sebagai modal untuk
menghadapi lapangan dan sebagai penunjang dalam perkuliahan. Sehingga dengan
adanya Tugas Besar ini diharapkan nantinya bila menghadapi lapangan sudah terbiasa.
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB II
LANDASAN TEORI
Klimatologi adalah studi mengenai iklim, secara ilmiah didefinisikan sebagai kondisi
cuaca yang dirata-ratakan selama periode waktu yang panjang. Klimatologi juga
mencakup aspek oseanografi dan biogeokimia. Pengetahuan dasar dari iklim bisa
digunakan dalam peramalan cuaca menggunakan metode analogi dalam kasus ENSO,
Osilasi Madden-Julian, Osilasi Atlantik Utara, dan sebagainya. Model iklim juga
digunakan untuk mempelajari dinamika cuaca dan sistem iklim untuk memproyeksikan
iklim pada masa depan.
Data hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode
tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak
terjadi evaporasi, run off dan infiltrasi. Terdapat beberapa cara mengukur curah hujan.
Curah hujan (mm) merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang
datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter,
artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi
satu millimeter atau tertampung air sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm)
merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam
periode musim, rentang waktunya adalah rata-rata panjang musim pada masing-masing
Daerah Prakiraan Musim (DPM).
Sifat hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu
yang ditetapkan (satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya
(rata-rata selama 30 tahun periode 1971- 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga)
katagori, yaitu :
a. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya.
b. Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85%--115% terhadap rata-ratanya.
c. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata-ratanya.
Frekuensi adalah besarnya kemungkinan suatu besaran debit hujan yang disamai atau
dilampaui, Perhitungan debit banjir rencana dimaksudkan untuk mengingat adanya
hubungan antara hujan dan aliran sungai dimana besarnya aliran dalam sungai ditentukan
dari besarnya hujan, intensitas hujan, luas daerah, lama waktu hujan dan cirri-ciri daerah
alirannya.
Analisis frekuensi dilakukan untuk mencari distribusi yang sesuai dengan data curah
hujan yang digunakan. Dalam analisis ini jenis distribusi frekuensi yang digunakan dalam
perhitungan curah hujan rencana adalah Metode Log Pearson III, Gumbel, Normal.
Metode yang dianjurkan dalam pemakaian distribusi Log Pearson adalah dengan
mengkorvesikan rangkaian datanya menjadi bentuk logaritmis.
Nilai Rerata
log Xr =
∑ log x
n
Standar Deviasi
Sd=∑ ¿ ¿ ¿
Koefisien Kepencengan (Cs)
Cs=n ∑ ¿ ¿ ¿ ¿
Besarnya curah hujan rancangan dengan periode ulang T tahun adalah sebagai berikut:
K = faktor frekuensi untuk distribusi Log Pearson III yang besarnya tergantung harga Cs
dan Kala ulang T
2.2.3.2 Metode E.J Gumbel Type I
X =Xr + K . Sx
n
1
Xr = ∑ Xi
n 1
n n
∑ Xi2 −Xr ∑ Xii
1 1
Sx=
n−1
YT −Yn
X=
Sn
dimana :
(YT −Yn)
XT =X + Sn
Sn
Jika :
( 1a )=( SxSn )
b=X − ( SnSx )Yn
Persamaan diatas menjadi :
XT =b+ ( 1a )YT
Dimana :
YT = Reduced variate
Memiliki sifat khas yaitu nilai asimetrisnya (skewness) hampir sama dengan nol (Cs =
0), dengan koefisien kurtosis Ck = 3. Perhitungan curah hujan rancangan dengan metode
Distribusi Normal dapat menggunakan persamaan distribusi empiris sebagai berikut
(Soewarno, 1995 : 116):
X = X + k.S
dengan:
X = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan besar peluang tertentu atau pada
periode ulang tertentu.
Bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun melintang
pada sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau
untuk mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi
ke tempat yang membutuhkan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan sedimen, dan
geometri sungai sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman, efektif, efisien, dan
optimal
Bendung tetap atau bendung pelimpah adalah jenis bendung yang tinggi
pembendungannya tidak dapat diubah, sehingga muka air di hulu bendung tidak dapat
diatur sesuai yang dikehendaki.
Bendung tetap terbuat dari pasangan batu, dibangun melintang di sungai, sehingga
akan memberikan tinggi air minimum kepada bangunan intake untuk keperluan irigasi,
dan merupakan penghalang selama terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan di
udik bendung. Bendung tetap terdiri dari tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh
bendung merupakan ambang tetap yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka air
sungai. Mercu bendung berfungsi untuk mengatur tinggi air minimum, melewatkan debit
banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan yang akan terjadi di hulu bendung. Bendung
tetap biasanya dibangun pada hulu sungai dengan karakteristik tebing-tebing sungai yang
lebih curam daripada bagian hilir.
Bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya dapat diubah
sesuai dengan yang dikehendaki. Pada bendung gerak, elevasi muka air di hulu bendung
dapat dikendalikan naik atau turun sesuai yang dikehendaki dengan membuka atau
menutup pintu air (gate). Bendung gerak biasanya dibangun pada daerah hilir sungai atau
muara. Pada daerah hilir sungai atau muara sungai kebanyakan tebing-tebing sungai
relative lebih landai atau datar dari pada di daerah hulu. Pada saat kondisi banjir, maka
elevasi muka air sisi hulu bendung gerak yang dibangun di daerah hilir bisa diturunkan
dengan membuka pintu-pintu air (gate) sehingga air tidak meluber kemana-mana (tidak
membanjiri daerah yang luas) karena air akan mengalir lewat pintu yang telah terbuka kea
rah hilir (downstream).
1. Bagian sungai yg lurus dengan bentang terpendek (jarak antara tebing kiri-tebing
kanan).
2. Terdapat alur yang stabil di dekat lokasi bangunan pengambilan (intake structure).
3. Air sungai yang akan disadap mencukupi meskipun pada saat musim kemarau.
5. Dampak pembangunan bendung adalah kecil baik ke arah hulu dan hilir.
5. Data karakteristik sungai, untuk menentukan hubungan antara besaran debit sungai
dengan elevasi muka air banjir.
6. Keadaan batas pada jaringan irigasi, untuk menentukan dimensi bendung dan bangunan
intake.
Mercu bendung yaitu bagian atas tubuh bendung dimana aliran dari hulu dapat
melimpah ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di sungai bagian
hulu bendung, Sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah aliran sungai, letak
mercu bendung bersama-sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus arah aliran yang
menuju bendung terbagi rata.
Tinggi mercu bendung (p) yaitu beda ketinggian antara elevasi lantai hulu dan elevasi
mercu. Untuk penentuan tinggi mercu bendung, utamanya didasarkan pada kebutuhan
energi (head). Yang harus diperhatikan dalam menentukan tinggi mercu bending antara
lain :
Q=Cd ×
√
2 2
3 3
× g × Be × H 11 ,5
Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
Be = Lebar efektif mercu bendung, m
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
H1 = Tinggi energi, m
Bentuk mercu type ogee ini adalah tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam
aerasi. Sehingga mercu ini tidak akan memberikan tekanan sub atmosfer pada permukaan
mercu sewaktu bendung mengalirkan air pada debit rencananya. Untuk bagian hulu
mercu bervariasi sesuai dengan kemiringan permukaan hilir. Salah satu alasan dalam
perencanaan digunakan tipe ogee adalah karena tanah disepanjang kolam olak, tanah
berada dalam keadaan baik, maka tipe mercu yang cocok adalah tipe mercu ogee karena
memerlukan lantai muka untuk menahan penggerusan, digunakan tumpukan batu
sepanjang kolam olak sehingga lebih hemat.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, U.S. Army Corps of
Engineers telah mengembangkan persamaan berikut:
[ ]
n
γ 1 X
= ×
hd K hd
Persamaan antara tinggi energy dan debit untuk bending mercu Ogee adalah :
Q=Cd ×
√
2 2
3 3
× g × Be × H 11 ,5
Dimana :
Q = Debit Rencana, m3 /dt
Be = Lebar efektif mercu bendung, m
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
H1 = Tinggi energi, m
Lebar mercu bendung yaitu jarak antara dua tembok pangkal bendung (abutment),
termasuk lebar bangunan pembilas dan pilar-pilarnya. Dalam penentuan lebar mercu
bendung, yang harus diperhatikan :
2. Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain.
Oleh karena itu, lebar mercu bendung dapat diperkirakan sebagai berikut :
1. Sama lebar dengan rata-rata sungai stabil / pada debit penuh alur (bank full
dishcharge).
2. Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata pada ruas sungai yang stabil.
2.4.3 Lebar Efektif Bendung
Karena adanya pintu bilas dan pilar, maka lebar bendung yang dapat mengalirkan
banjir secara efektif jadi berkurang, yang disebut lebar efektif (Beff). Pengurangan lebar
tersebut disebabkan oleh tiga komponen, yaitu :
1. Tebal pilar.
2. Bagian pintu bilas yang bentuk mercunya berbeda dari mercu bending.
Dalam perhitungan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya, diambil 80% dari
lebar rencana untuk mengompensasi perbedaan koefisien debit dibanding mercu bendung
yang berbentuk bulat.
Untuk model bendung pada Gambar 2.1. Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan
dengan lebar mercu yang sebenarnya (B), yakni jarak antar pangkal-pangkal bendung
dan/atau tiang pilar, dengan persamaan sebagai berikut:
Dimana :
Be = lebar effektif bendung
B = Lebar Optimal Bendung
Kp = koefisien kontraksi pada pilar
Ka = koefisien kontraksi pada dinding
n = jumlah pilar
H1 = tinggi energi (m)
GAMBAR 2.4 LEBAR EFEKTIF MERCU
(Sumber: KP 02 halaman 49)
1
Fb=C ×V × Hd
3
Atau ,
1
Fb=0 ,6 × 0 ,37 × V × Hd
3
Dimana :
pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang terletak di dekat dan
menjadi satu kesatuan dengan intake. Berfungsi untuk menghindarkan angkutan muatan
sedimen dasar dan mengurangi angkutan muatan sedimen layang masuk ke intake.
a. Mulut undersluice diletakkan di hulu mulut intake dengan arah tegak lurus aliran
menuju intake atau menyudut 45º terhadap tembok pangkal. Lebar mulut harus
lebih besar daripada 1,2 kali lebar intake.
b. Lebar pembilas total diambil 1/6-1/10 dari lebar bentang bendung, untuk sungai-
sungai yang lebarnya kurang dari 100 meter. Lebar satu lubang maksimum 2,5
m untuk kemudahan operasi pintu, dan jumlah lubang tidak lebih dari tiga buah.
c. Lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk
pilar-pilarnya
d. Tinggi lubang undersluice diambil 1,5 m, usahakan lebih tinggi dari 1 meter
tetapi tidak lebih tinggi dari 2 meter.
Fungsi pintu bawah adalah untuk pembilasan sedimen yang terdapat di bawah,
di hulu dan disekitar mulut underesluice. Jenis pintu yang dipakai umumnya yaitu
pintu sorong. Untuk satu lubang pintu sorong lebar maksimum 2,5 m sedangkan untuk
pintu yang dioperasikan dengan mesin dibuat antara 2,5-5 m.
3. Pilar pembilas
Sponeng berfungsi untuk menahan tekanan air pada pintu. Ukuran sponeng
bervariasi yaitu 0,25 x 0,25 m atau 0,25 x 0,3 m. Sedangkan stang pintu berfungsi
untuk mengangkat dan menurunkan pintu.
5. Tembok baya-baya
Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi sebagai
penyadap aliran air sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen, serta menghindarkan
sedimen dasar sungai dan sampah masuk ke intake. Pintu pengambilan diletakkan 10 s/d
15 meter di hulu pintu penguras bending. Pengambilan di sisi kanan sungai, lay out
pengambilan direncanakan membentuk sudut 45 o ke arah hulu. Intake terdiri dari
bermacam jenis, yaitu :
1. Intake biasa, yang umum direncanakan yaitu intake dengan pintu berlubang satu atau
lebih dan dilengkapi dengan pintu dinding banjir.
2. Intake gorong-gorong, tanpa pintu di bagian udik. Pintu diletakkan di bagian hilir
gorong-gorong.
3. Intake frontal, intake diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan pembilas atau
bending.
Lantai intake dirancang datar, tanpa kemiringan. Di hilir pintu lantai dapat
berbentuk kemiringan dan dengan bentuk terjunan sekitar 0,5 m. Lantai intake bila di
awal kantong sedimen bisa berbentuk datar dan dengan kemiringan tertentu. Ketinggian
lantai intake, bila intake ditempatkan pada bangunan pembilas dengan undersluice :
2
Q= × Cd ×b × a ×
3
2
3 √
× g × H 11 , 5
Dimana :
Bangunan peredam energi bendung terdiri atas berbagai macam tipe antara lain yaitu:
1. Vlughter
2. USBR
3. SAF
4. Schooklitch
Prinsip pemecahan energi pada bangunan peredam energi adalah dengan cara
menimbulkan gesekan air dengan lantai dan dinding struktur, gesekan air dengan air,
membentuk pusaran air berbalik vertikal ke atas dan ke bawah serta pusaran arah
horizontal dan menciptakan benturan aliran ke struktur serta membuat loncatan air di
dalam ruang olakan. Sementara itu, dalam memilih tipe bangunan peredam energi sangat
bergantung kepada berbagai factor, antara lain :
1. Tinggi pembendungan.
3. Keadaan geoteknik tanah dasar misalnya jenis batuan, lapisan, kekerasan tekan,
diameter butir.
6. Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran tidak
sempurna/tenggelam, loncatan aliran yang lebih rendah atau lebih tinggi dan sama
2.7.1 Kolam Olak
Tipe kolam olak yang akan direncana di sebelah hilir bangunan bergantung pada
energi air yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude, dan pada bahan
konstruksi kolam olak. Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat pengelompokan-
pengelompokan berikut dalam perencanaan kolam :dengan kedalaman muka air hilir (tail
water).
1. Untuk Fru ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak; pada saluran tanah, bagian hilir harus
dilindungi dari bahaya erosi; saluran pasangan batu atau beton tidak memerlukan
lindungan khusus.
2. Bila 1,7 < Fru ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara
efektif. Pada umumnya kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja dengan
baik. Untuk penurunan muka air ΔZ < 1,5 m dapat dipakai bangunan terjun tegak.
3. Jika 2,5 < Fru ≤ 4,5 maka akan timbul situasi yang paling sulit dalam memilih
kolam olak yang tepat. Loncatan air tidak terbentuk dengan baik & menimbulkan
gelombang sampai jarak yang jauh di saluran. Cara mengatasinya adalah
mengusahakan agar kolam olak untuk bilangan Froude ini mampu menimbulkan
olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok halangnya / menambah intensitas
pusaran dengan pemasangan blok depan kolam.
Blok ini harus berukuran besar (USBR tipe IV). Tetapi pada prakteknya akan lebih
baik untuk tidak merencanakan kolam olak jika 2,5 < Fru < 4,5. Sebaiknya
geometrinya diubah untuk memperbesar / memperkecil bilangan Froude dan
memakai kolam dari kategori lain.
4. Kalau Fru ≥ 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling ekonomis. karena kolam ini
pendek. Tipe ini, termasuk kolam olak USBR tipe III yang dilengkapi dengan blok
depan dan blok halang. Kolam loncat air yang sarna dengan tangga di bagian
ujungnya akan jauh lebih panjang dan mungkin harus digunakan dengan pasangan
batu.
V 1=
√ 2
3
× g ×(0 , 5 × H 1 ×Z )
Q
V 1=
Y 1 × Be
Dimana :
Q = Debit rancangan, m3/dt
Be = lebar efektif mercu bending, m
Y1 = kedalaman air diawal loncatan, m
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/dt2
h1 = tinggi energy diatas ambang, m
z = tinggi jatuh, m
Dengan q = v1 x y1, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat air adalah
Y2 1
= ׿
Y1 2
Dimana :
V1
Fr=
√g × Y 1
Dimana :
Y2 = kedalaman air diatas ambang ujung, m
Y1 = kedalaman air diawal loncatan, m
Fr = bilangan froude
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/dt2
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
Panjang kolam loncat air di belakang Potongan U (Gambar 2.5) biasanya kurang dari
panjang bebas loncatan tersebut adanya ambang ujung (end sill). Ambang yang berfungsi
untuk memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak.
Lj=5 ×(n+Y 2 )
Dimana :
Lj = panjang kolam loncat, m n = tinggi ambang ujung, m
Syarat panjang kolam loncat adalah harus lebih panjang dari pada panjang
loncatan air sehingga loncatan masih atau tetap berada pada kolam loncat. Persamaan
yang digunakan untuk menentukan panjang loncatan adalah sebagai berikut:
Lj=5 ×(Y 2 +Y 1)
Dimana :
2. tidak lebih pendek dari peralihan tanah yang terletak antara bangunan dan saluran,
Jika dipakai pasangan batu kosong, maka diameter batu yang akan dipakai uttuk
pasangan ini dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.3. Gambar ini dapat
dimasukkan dengan kecepatan rata-rata di atas ambang kolam. Jika kolam olak tidak
diperlukan karena Fru ≤ 1,7, maka Gambar 2.3 harus menggunakan kecepatan benturan
(impact velocity) Vu :
Vu=√ 2 × g ×∆ z
Gambar 2.3 memberikan ukuran d40 campuran pasangan batu kosong. Ini berarti
bahwa 60% dari pasangan batu tersebut harus terdiri campuran dari batu-batu yang
berukuran sama, atau lebih besar.
Semua pasangan batu kosong harus ditempatkan pada filter untuk mencegah
hilangnya bahan dasar yang halus. Filter terdiri dari lapisan-lapisan bahan khusus seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.6, atau dapat juga dibuat dari ijuk atau kain sintetis.
Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan bendung dan memiliki nilai penting
dalam perencanaan adalah sebagai berikut:
2. Tekanan lumpur
3. Gaya gempa
4. Berat bangunan
5. Reaksi pondasi
Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik.
Tekanan hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Tekanan air akan
selalu bekerja tegak lurus terhadap muka bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya
lebih mudah, gaya horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah. Tekanan air dinamik
jarang diperhitungkan untuk stabilitas bangunan bendung dengan tinggi energi rendah.
Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade) lebih
rumit. Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan membuat jaringan aliran
(flownet), atau dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka
rembesan (weighted creep theory)
Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki
daya tahan terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang
vertikal. Ini dapat dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bendung dengan
cara membagi beda tinggi energi pada bendung sesuai dengan panjang relatif di sepanjang
pondasi.
Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang dasar
bendung dapat dirumuskan sebagai berikut:
Lx
Px=Hx− ×∆ H
L
Dimana :
Tekanan lumpur dapat bekerja terhadap muka hulu bendung ataupun terhadap
pintu. Untuk sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30ountuk kebanyakan hal,
menghasilkan persamaan berikut :
Ps=1, 67 × h2
Dimana :
Ps = tekanan lumpur pada 2/3 kedalaman atas lumpur yang bekerja secara
horizontal
ad
E=
g
Dimana :
Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran
maksimum kerikil yang digunakan. Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan
berat volume 2,65, berat volumenya lebih dari 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3).
Reaksi pondasi boleh diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar secara linier.
Tekanan vertikal pondasi pada ujung bangunan ditentukan dengan rumus:
L ∑ MT −∑ MG
e= −
2 ∑V
P=
∑ V ×(1 ± 6 × e )
L L
Dimana :
Sf =
∑ V ×f
∑H
Dimana :
Sf = faktor keamanan
Untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga yang aman untuk faktor
gelincir yang hanya didasarkan pada gesekan saja ternyata terlampaui, maka bangunan
bisa dianggap aman jika faktor keamanan dari rumus itu yang mencakup geser sama
dengan atau lebih besar dari harga-harga faktor keamanan yang sudah ditentukan.
c × A + ∑ V ×tg ∅
Sf =
∑H
Dimana :
Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang bekerja pada
bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus memotong
bidang ini pada teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan mana pun. Besarnya
tegangan dalam bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada harga-harga
maksimal yang dianjurkan.
Sf =
∑ MT
∑ MG
Dimana :
MG = momen guling, ton.m
MT = momen tahan, ton.m
Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dianjurkan dicek dengan jalan membuat
jaringan aliran/flownet. Dalam hal ini ditemui kesulitan berupa keterbatasan waktu
pengerjaan dan tidak tersedianya perangkat lunak untuk menganalisa jaringan aliran,
maka perhitungan dengan beberapa metode empiris dapat diterapkan, seperti:
1. Metode Bligh
2. Metode Lane
3. Metode Koshia
Metode Lane, disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio method),
adalah yang dianjurkan untuk mengecek bangunan-bangunan utama untuk mengetahui
adanya erosi bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai.
Untuk bangunan-bangunan yang relative kecil, metode-metode lain mungkin dapat
memberikan hasil-hasil yang lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit.
Di sepanjang jalur perkolasi, kemiringan yang lebih curam dari 450dianggap vertikal
dan yang kurang dari 450Oleh karena itu, rumusnya adalah:
1
∑ LV + 3 ∑ LH
C L=
H
Dimana :
Perhitungan :
1. Menghitung tinggi hujan rata-rata (d)
n
∑ LogXi 28 ,62
logX = i=1 = =1 , 91
n 15
2. Menghitung Standar Deviasi (S)
S= √∑ ¿¿ ¿ ¿
3. Menghitung Koefisien Skew (Kemencengan) (Cs)
Cs=n ∙ ∑ ¿ ¿ ¿
Keterangan:
Tr : Periode ulang
Pt : Probabilitas Tr/100(%)
G : Lihat tabel G distribusi Log Pearson III
Sd : Nilai simpangan baku
G.Sd : Nilai G dikali simpangan baku
Log XT : Rerata Log Xi + G.Sd
XT : Debit hujan rencana kala ulang 50 tahun
3.2 Menghitung Debit Puncak Banjir dengan Metode Rasional
Luas DAS (A) = 200 km2
Koefisien Pemukiman (C) = 0,3 mm
Curah hujan harian kala ulang 50th (R24) = 299,527 mm
Intensitas hujan 50 tahun (I)
( )
R 24 24 n
I=
24 Tc
( )
2 /3
299,527 24
I =¿ =¿ 28,626 mm/jam
24 6,9
Persamaan yang di gunakan dalam metode rasional :
Q=0,278.C . I . A
Q=0,278.0 , 3 . 28,626.200
3
¿ 477,481 m /dt
3
1
¿ ∙ 477,481=159,164 m /dt (dipakai)
3
3.3 Desain Hidrolik Pintu Pengambilan (Intake)
Perencanaan bangunan pengambilan didasarkan pada kebutuhan debit air untuk
mengairi areal yang telah direncanakan. Dari Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan
Utama (KP-02) disebutkan bahwa kapasitas pengambilan harus sekurang-kurangnya
120% dari kebutuhan pengambilan guna menambah fleksibilitas dan agar dapat
memenuhi kebutuhan yang lebih tinggi selama umur proyek.
Qn : 3,6 m3/dt
V : 1,0 – 2,0 m/dt (KP 02 – Hal.113) direncanakan 1,8 m/dt
k : 40
m : 1,5
Perbandingan b/h
Q(m3/dt) n
3 2,3
3,6 ?
4,5 2,7
Q = (b + mh)h × V
3,6 = (2,46h + 1,5h)h × 1,8 m/dt
3,6 = (2,46h2 + 1,5h2) × 1,8 m/dt
h = 0,711 (goal seek) ≈ 1 m
Direncanakan h = 1 m, sehingga
b = 2,46 h = 2,46 × 1 = 2,46 ≈ 3 m
Didapatkan :
h =1m
b =3m
m = 1,5
2 1
V = k × R3 × S2
2
( b+mh ) h 1
= 40 × 3 × 0,0038 2
(b+ 2n)
2
( 3+1 ,5 ×1 ) 1 1
= 40 × 3 × 0,0038 2
(3+2× 2 , 46)
= 1,401 OK
3.3.2 Kehilangan Tinggi Energi
Qn = a x b x v
Dimana :
V = µ x (2 x g x z)0,5
Dimana :
Kecepatan perencanaan normal dari KP-02 ditentukan sebesar 1,0 – 2,0 m/dt karena
diharapkan bahwa butiran – butiran berdiameter 0,01 – 0,04 m dapat masuk.
Diasumsikan kecepatan 1,8 m/dt untuk mendapatkan nilai z seperti perhitungan dibawah
ini:
V = µ × (2 × g × z)0,5
z = 0,258 m
z ≈ 0,3 m
3.3.3 Pintu Intake
Pintu pengambilan berfungsi mengatur banyaknya air yang masuk saluran dan
mencegah masuknya butiran padat dan kasar di dalam saluran.
Persamaan yang di gunakan (KP – 02), Halaman 113 :
Q = µ . b . a . √(2. g . z )
Dimana :
Q = debit, (m3/dt)
µ = koefisien debit 0,80
g = percepatan gravitasi, (9,81 m/dt2)
b = lebar bukaan, m
a = tinggi bukaan, m
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m
Q = µ . b . a . √(2. g . z )
a = 0,618 m ≈ digunakan 1, 0 m
(dipakai tinggi pintu / bukaan pintu = 1,25 m )
Lebar Pintu = 3 m
(dipakai 2 pintu dengan lebar 1,25 m dan 1 pilar pembagi 0,5 m)
3.3.4 Elevasi Mercu Bendung
Muka air rencana di depan pengambilan tergantung pada:
Elevasi muka air yang di perlukan untuk irigasi.
Beda tinggi kantong lumpur (jika ada) yang diperlukan untuk membilas
sedimen dari kantong.
Beda tinggi energi pada bangunan pembilas yang diperlukan untuk
membilas sedimen dekat pintu pengambilan.
Jadi untuk merencanakan tinggi muka air rencana, harus di pertimbangkan pula :
Data perencanaan
= (+ 45,006) + 1,50
= + 46,506
= + 46,356
Elevasi muka air saluran primer = Elevasi dasar saluran primer + hsaluran p
= (+ 46,356) + 1,0 m
= + 47,356
= 1 m + 0,05 m
= 1,05 m
Elevasi muka air di hilir pintu intake = Elevasi dasar intake + Tinggi muka air
= (+ 46,506) + 1,05
= + 47,556
= (+ 47,556) + 0,20
= + 47,756
= (+ 47,756+ 0,10)
= + 47,856
Tinggi Mercu Bendung (P) = Elevasi Mercu Bendung – Elevasi dasar sungai
= (+47,856) – (+ 45,006)
= 2,85 m
=3m
Elevasi Bangunan Pengambilan
+46,356
Elevasi Dasar Saluran Primer
+47,556
Elevasi Muka Air di Hilir Pintu Intake
Lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan 1/6-1/10
dari lebar bersih bendung.
Lebar pembilas sebaiknya di ambil 60% dari lebar total pengambilan termsuk
pilar-pilarnya.
Lebar pembilas yang dimaksud sudah termasuk pintu pembilas dan pilar
pemisah (pembagi) antara pintu:
B = 90 m
Lebar efektif mercu (Be) di hubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya
(B), yakni jarak antara pangkal-pangkal bendung dan/atau tiang pancang, dengan
persamaan berikut: Be = B – 2(Ka) × H1…………(persamaan 4-1 KP – 02)
Dimana:
n : jumlah pilar
B : lebar mercu
Be = B – 2(Ka) x H1
= 90 – 2 (0,10) x H1
= 90 – 0,2 H1…….(1)
3.4.5. Tinggi Energi di Atas Mercu (H1 = H3)
Q = cd . 2/3
√ 2
3
g . Be . He1,5
Dimana :
Q : debit (m3/dt)
cd : koefisien debit
g : percepatan gravitasi
Q = cd . 2/3
√ 2 . Be . He1,5
3
g
Dari persamaan di atas, setelah dilakukan perhitungan menggunakan goal seek pada excel
didapatkan nilai He yang paling mendekati sebesar He = 0,908 m
1,35
2,014
Mencari nilai C1 :
P 4
C1 = = = 4,405 (Gambar 4.6 KP 02, Hal 54)
He 0,908
1,0
4,405
1,0
4,405
Kontrol Nilai Cd
Cd Asumsi = 1,2
Cd Sesungguhnya = 1,35
Q = cd . 2/3
√ 2 . Be . He1,5
3
g
Dari persamaan di atas, setelah dilakukan perhitungan menggunakan goal seek pada excel
didapatkan nilai He yang paling mendekati sebesar He = 0,840 m
Q 159,164 m³/dt
P 4m
g 9,81 m/dt2
Cd 1,35
Lb 120 m
Be 89,832 m
He/H1 0,840 m
Hd 0,833 m
3.5 Perencanaan Mercu Bendung
Mercu Bendung direncanakan menggunakan tipe Mercu Ogee I.
Diketahu
Hd = 0,833 m
X =
√
0 , 85 1
1,080
X = 0,967 m
No Y Hd X
1 0 0,833 0
2 0,057 0,833 0,284
3 0,114 0,833 0,413
4 0,170 0,833 0,514
5 0,227 0,833 0,600
6 0,284 0,833 0,677
7 0,341 0,833 0,747
8 0,397 0,833 0,812
9 0,454 0,833 0,873
10 0,511 0,833 0,931
11 0,568 0,833 0,985
3. Merencanakan Profil Muka Air di Atas Ambang
Diketahui:
Q = 159,164 m3/dt
Be = 89,832 m
He/H1 = 0,840 m
Persamaan yang digunakan :
Q
− √2 g ¿ ¿
Be ∙ Yz
Dimana:
Q : debit (m3/dt)
Yz : tinggi muka air di atas ambang (m)
g : percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
Be : lebar efektif mercu (m)
He : tinggi energi di atas mercu (m)
Z : tinggi jatuh (m)
Gambar diatas memberikan penjelasan mengenai metode perencanaan kolam loncat air.
Dari grafik q versus H1 dan tinggi jatuh 2, kecepatan (V1) awal loncatan dapat ditemukan
dari:
Diketahui:
Q : 159,164 m /dt3
Be : 89,832 m
P :3m
He = H1 : 0,840 m
Hd : 0,833 m
g : 9,81 m/dt2
∆Z : 0,5 m (direncanakan)
Z : P + ∆Z = tinggi jatuh, m (∆Z = beda tinggi di hilir dan hulu)
Z : P + ∆Z = 3 + 0,5 = 3,5 m
Kecepatan Awal Loncatan Air (V1)
√
V 1= 2 g
Dimana:
( 12 + He+ Z ) (sumber: KP – 02 Hal. 67)
v1 : kecepatan awal loncatan (m3/dt) He : tinggi energi di atas ambang (m)
g : percepatan gravitasi (m/dt2) z : tinggi jatuh (m)
√
V 1= 2 g ( 12 + He+ Z )=√ 2( 9 ,81) ( 12 +0,840+3 , 5)=9,744 m /dt
Tinggi Awal Loncatan Air (Y1)
3
Q 159,164
Y 1= = =0,181 m
v 1 ∙ Be 9,744 ∙ 90
Gambar 3. 1 Diagram untuk Memperkirakan Tipe Bangunan yang Akan Digunakan untuk
Perencanaan Detail (Disadur dari Bos. Replogle and Clements, 1984)
Berdasarkan gambar di atas, untuk nilai Fr>4.5, maka bisa dipilih tipe peredam energi:
1. Kolam USBR tipe III
2. Kolam Vlugter
3. Kolam dengan ambang ujung
Khusus untuk perencanaan kali ini, diambil peredam energi tipe Kolam Vlugter.
Desain Peredam Energi Vlugter
Tinggi Muka Air di Akhir
Y 2= ( 12 ∙ √1+8 ∙ Fr −1) ∙Y
2
1
Dimana:
Y1 : kedalaman air di awal loncatan air (m)
Y2 : kedalaman air di atas ambang ujung (m)
h c=
g
Dimana:
√
q2
3
h c=
√ √
3 q 2 3 1,7682
g
=
9 , 81
=0,683 m
( )
2 /3
2/3 1 /2 A 1/ 2
Q= A ∙ V = A ∙ K ∙ R ∙ I = A ∙ K ∙ ∙I
P
A=B ∙ h=90 h
P=B+2 h=90+2 h
Maka :
( )
2 /3
A 1/ 2
Q= A ∙ K ∙ ∙I
P
( )
2 /3
90 h 1/ 2
207,208=90 h ∙ 40 ∙ ∙0,0038
90+2 h
h2 =¿ 0,825 m (dicari dengan goal seek)
Menghitung Nilai Z :
Elevasi Tinggi Energi di Hulu Bendung = Elevasi mercu + He
= + 47,856 + 0,840
= + 48,696
= + 45,006 + 0,193
= + 45,199
Z = Elevasi muka air di hulu bendung – Elevasi muka air di hilir bendung
Z = (+48,696) – ( +45,199)
= 3,496 m
OK menggunakan kolam vlugter karena nilai z tidak lebih dari 4,5 m, KP-04 hal 156.
z 3 , 496 z
= =5,118,termasuk pada syarat 2,0 < ≤ 15,0,
h c 0 ,683 c
maka: (KP – 02 Hal. 76)
Menghitung tinggi muka air ke dasar kolom olak (t)
D=L=R
= diambil 10 m
D = Elevasi Mercu Bendung – Elevasi Dasar Kolam
Olak
= + 49,071 – (+ 46,95)
= 2,122 m
D = R = 2,122 m → ≠ L = 10 m
Menghitung Tinggi Ambang Ujung dan Panjang Ambang Ujung (Hilir)
a=0 , 28 h c
√ hc
z √
¿ 0 , 28.0,230
0,230 = 0,02 m
2 , 46
2 a=2.0 , 02 = 0,04 m