Anda di halaman 1dari 27

ADI GOVINDA (201510340311171)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tugas Besar Teknik Irigrasi dan Bangunan Air merupakan salah satu tugas besar dari
lima tugas besar yang diwajibkan di Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Malang. Secara umum hal-hal yang melatarbelakangi dari diadakannya
tugas besar adalah sebagai syarat untuk melakukan Praktek Kerja Nyata. Hal tersebut dapat
menjadikan motivator bagi kita semua untuk terus belajar secara mendalam.

Jika dalam penanganan tugas-tugas besar kurang efektif maka, para Mahasiswa akan
kewalahan ketika menghadapi lapangan karena kurangnya pengalaman dalam mengerjakan
sebuah system Irigasi. Dengan adanya tugas besar ini diharapkan terbentuk insan-insan
akademis yang mampu bersaing dalam ilmu teknik sipil sehingga dalam menapaki era
globalisasi yang makin global kita tidak akan ketinggalan teknologi dari negara lain.

1.2 Maksud Dan Tujuan

Dengan diadakannya Tugas Besar Teknik Irigasi dan Bangunan Air yang telah
dilaksanakan ini dimaksudkan agar mahasiswa memiliki gambaran tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan perencanaan system irigasi yang meliputi berbagai macam perencanaan
bangunan Irigasi.

Sedang tujuan diadakannya Tugas Besar Irigasi dan Bangunan Air adalah untuk
mempelajari cara perencanaan system irigasi sesuai dengan standart Direktorat jenderal
Pengairan

1.3 Manfaat

Tugas Besar Teknik Irigasi dan Bangunan Air bermanfaat sebagai modal untuk
menghadapi lapangan dan sebagai penunjang dalam perkuliahan. Sehingga dengan adanya
Tugas Besar ini diharapkan nantinya bila menghadapi lapangan sudah terbiasa.

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Analisa Hidrologi Secara Umum

Analisa hidrologi merupakan suatu analisa awal dalam menangani penaggulangan banjir dan
perencanaan sistem bendung untuk mengetahui besarnya debit yang akan dialirkan sehingga dapat
ditentukan dimensi penampang melintang bendung. Besarnya debit yang dipakai sebagai dasar
perencanaan dalam penanggulangan banjir adalah debit rancangan yang didapat dari penjumlahan
debit hujan rencana pada periode ulang tertentu.

2.1.1. Ketersediaan Data

2.1.1.1. Data Klimatologi

Klimatologi adalah studi mengenai iklim, secara ilmiah didefinisikan sebagai kondisi
cuaca yang dirata-ratakan selama periode waktu yang panjang. Klimatologi juga mencakup aspek
oseanografi dan biogeokimia. Pengetahuan dasar dari iklim bisa digunakan dalam peramalan
cuaca menggunakan metode analogi dalam kasus ENSO, Osilasi Madden-Julian, Osilasi Atlantik
Utara, dan sebagainya. Model iklim juga digunakan untuk mempelajari dinamika cuaca dan sistem
iklim untuk memproyeksikan iklim pada masa depan.

Klimatologi dilakukan dengan berbagai cara salah satunya yaitu paleoklimatologi.


Paleoklimatologi adalah memproyeksikan ulang iklim pada masa lalu dengan memeriksa catatan
seperti inti es dan cincin pertumbuhan pohon (dendroklimatologi). Paleotempestologi
menggunakan catatan yang sama untuk menentukan frekuensi badai dalam jangka waktu ribuan
tahun lamanya. Studi kontemporer iklim melibatkan data meterologi yang diakumulasikan dalam
jangka waktu beberapa tahun, seperti data curah hujan, temperatur, dan komposisi atmosfer.

2.1.1.2. Data Hujan

Data hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu
yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi,
run off dan infiltrasi. Terdapat beberapa cara mengukur curah hujan. Curah hujan (mm)
merupakan ketinggian air hujan yang terkumpul dalam tempat yang datar, tidak menguap, tidak
meresap, dan tidak mengalir. Curah hujan 1 (satu) millimeter, artinya dalam luasan satu meter
persegi pada tempat yang datar tertampung air setinggi satu millimeter atau tertampung air

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

sebanyak satu liter. Curah hujan kumulatif (mm) merupakan jumlah hujan yang terkumpul dalam
rentang waktu kumulatif tersebut. Dalam periode musim, rentang waktunya adalah rata-rata
panjang musim pada masing-masing Daerah Prakiraan Musim (DPM).

Sifat hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu
yang ditetapkan (satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata
selama 30 tahun periode 1971- 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori, yaitu :

a. Diatas Normal (AN) : jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya.
b. Normal (N) : jika nilai curah hujan antara 85%--115% terhadap rata-ratanya.
c. Dibawah Normal (BN) : jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rata-ratanya.

2.1.2. Analisa Frekuensi Debit Banjir

Frekuensi adalah besarnya kemungkinan suatu besaran debit hujan yang disamai atau
dilampaui, Perhitungan debit banjir rencana dimaksudkan untuk mengingat adanya hubungan
antara hujan dan aliran sungai dimana besarnya aliran dalam sungai ditentukan dari besarnya
hujan, intensitas hujan, luas daerah, lama waktu hujan dan cirri-ciri daerah alirannya.

Analisis frekuensi dilakukan untuk mencari distribusi yang sesuai dengan data curah
hujan yang digunakan. Dalam analisis ini jenis distribusi frekuensi yang digunakan dalam
perhitungan curah hujan rencana adalah Metode Log Pearson III, Gumbel, Normal.

2.1.2.1. Metode Log Pearson III

Metode yang dianjurkan dalam pemakaian distribusi Log Pearson adalah dengan
mengkorvesikan rangkaian datanya menjadi bentuk logaritmis.

 Nilai rerata
 logx
logXr 
n
 Standar deviasi
logX  logXr 
Sd 
n 1
 Koefisien kepencengan (Cs)
n logX  logXr 
3
Cs 
n n  1n  2logX 
3

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Besarnya curah hujan rancangan dengan periode ulang T tahun adalah sebagai berikut:
Log XT = log Xr + K.Sd
K = faktor frekuensi untuk distribusi Log Pearson III yang besarnya tergantung harga
Cs dan Kala ulang T

2.1.2.2. Metode E.J Gumbel Type I


MetodeE.J. Gumbel Type I dengan persamaan sebagai berikut :

 X  Xr  K.Sx
1 n
 Xr   Xi
n 1
n n

 Xi 2  Xr  Xii
Sx  1 1

 n 1

YT - Yn
K
 Sn

dimana :
X = Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan ran¬cangan untuk
periode ulang pada T tahun.
Xr = Harga rerata dari data
Sx = Standart deviasi
K = Faktor frekuensi yang merupakan fungsi dari periode ulang (return period) dan
tipe distribusi frekuensi.
YT = Reduced variate sebagai fungsi periode ulang T
= - Ln [ - Ln (T - 1)/T]
Yn = Reduced mean sebagai fungsi dari banyaknya data n
Sn = Reduced standart deviasi sebagai fungsi dari banyaknya data n
T = Kala ulang (tahun)

Dengan mensubstitusikan ketiga persamaan diatas diperoleh :

XT  X 
YT - Yn  .Sx
Sn

Jika :

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

 1   Sx 
  
 a   Sn 
 Sx 
b  X -  Yn
 Sn 
Persamaan diatas menjadi :
1
XT  b   ..YT
a
dimana :
XT = Debit banjir dengan kala ulang T tahun
YT = Reduced variate

2.1.2.3. Metode Normal

Memiliki sifat khas yaitu nilai asimetrisnya (skewness) hampir sama dengan nol (Cs =
0), dengan koefisien kurtosis Ck = 3. Perhitungan curah hujan rancangan dengan metode
Distribusi Normal dapat menggunakan persamaan distribusi empiris sebagai berikut (Soewarno,
1995 : 116):
X = X + k.S
dengan:
X = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan besar peluang tertentu atau pada
periode ulang tertentu.
X = Nilai rata-rata hitung variat
S = Deviasi standar nilai variat
k = Variabel reduksi Gauss

2.2. Bangunan Bendung

Bendung adalah suatu bangunan air dengan kelengkapan yang dibangun melintang pada
sungai atau sudetan yang sengaja dibuat untuk meninggikan taraf muka air atau untuk
mendapatkan tinggi terjun, sehingga air dapat disadap dan dialirkan secara gravitasi ke tempat
yang membutuhkan dan untuk mengendalikan aliran, angkutan sedimen, dan geometri sungai
sehingga air dapat dimanfaatkan secara aman, efektif, efisien, dan optimal.

2.2.1. Bendung Tetap (Fixed Weir, Uncontrolled Weir)

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Bendung tetap atau bendung pelimpah adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya
tidak dapat diubah, sehingga muka air di hulu bendung tidak dapat diatur sesuai yang dikehendaki.

Bendung tetap terbuat dari pasangan batu, dibangun melintang di sungai, sehingga akan
memberikan tinggi air minimum kepada bangunan intake untuk keperluan irigasi, dan merupakan
penghalang selama terjadi banjir dan dapat menyebabkan genangan di udik bendung. Bendung
tetap terdiri dari tubuh bendung dan mercu bendung. Tubuh bendung merupakan ambang tetap
yang berfungsi untuk meninggikan taraf muka air sungai. Mercu bendung berfungsi untuk
mengatur tinggi air minimum, melewatkan debit banjir, dan untuk membatasi tinggi genangan
yang akan terjadi di hulu bendung. Bendung tetap biasanya dibangun pada hulu sungai dengan
karakteristik tebing-tebing sungai yang lebih curam dari pada bagian hilir

2.2.2. Bendung Gerak (Gated weir, Barrage)

Bendung gerak adalah jenis bendung yang tinggi pembendungannya dapat diubah sesuai
dengan yang dikehendaki. Pada bendung gerak, elevasi muka air di hulu bendung dapat
dikendalikan naik atau turun sesuai yang dikehendaki dengan membuka atau menutup pintu air
(gate). Bendung gerak biasanya dibangun pada daerah hilir sungai atau muara. Pada daerah hilir
sungai atau muara sungai kebanyakan tebing-tebing sungai relative lebih landai atau datar dari
pada di daerah hulu. Pada saat kondisi banjir, maka elevasi muka air sisi hulu bendung gerak yang
dibangun di daerah hilir bisa diturunkan dengan membuka pintu-pintu air (gate) sehingga air tidak
meluber kemana-mana (tidak membanjiri daerah yang luas) karena air akan mengalir lewat pintu
yang telah terbuka kea rah hilir (downstream).

2.2.3. Penentuan Lokasi Bendung

Penentuan lokasi bendung diambil dari berbagai pertimbangan-pertimbangan yang


optimum dengan memperhatikan hal-hal berikut :
1. Bagian sungai yang lurus dengan bentang terpendek (jarak antara tebing kiri-tebing kanan).
2. Terdapat alur yang stabil di dekat lokasi bangunan pengambilan (intake structure).
3. Air sungai yang akan disadap mencukupi meskipun pada saat musim kemarau.
4. Sedikit sedimen yang masuk pada saat penyadapan.
5. Dampak pembangunan bendung adalah kecil baik ke arah hulu dan hilir.
6. Stabilitas bendung bisa tercapai seiring dengan biaya yang ekonomis.

2.2.4. Data Perencanaan

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

1. Peta topografi, untuk menentukan tata letak bendung.


2. Data geologi teknik lokasi tapak bendung, untuk menentukan karakteristik pondasi bendung.
3. Data hidrologi, untuk menentukan besaran debit banjir rencana.
4. Data morfologi sungai, untuk menentukan besaran angkutan sedimen.
5. Data karakteristik sungai, untuk menentukan hubungan antara besaran debit sungai dengan
elevasi muka air banjir.
6. Keadaan batas pada jaringan irigasi, untuk menentukan dimensi bendung dan bangunan
intake.

2.3. Bangunan Utama Bendung

2.3.1. Mercu Bendung

Mercu bendung yaitu bagian atas tubuh bendung dimana aliran dari hulu dapat melimpah
ke hilir. Fungsinya sebagai penentu tinggi muka air minimum di sungai bagian hulu bendung,
Sebagai pengempang sungai dan sebagai pelimpah aliran sungai, letak mercu bendung bersama-
sama tubuh bendung diusahakan tegak lurus arah aliran yang menuju bendung terbagi rata.

Tinggi mercu bendung (p) yaitu beda ketinggian antara elevasi lantai hulu dan elevasi mercu.
Untuk penentuan tinggi mercu bendung, utamanya didasarkan pada kebutuhan energi (head). Yang
harus diperhatikan dalam menentukan tinggi mercu bending antara lain :
1. Kebutuhan penyadapan untuk memperoleh debit dan tinggi tekan.
2. Kebutuhan tinggi energi untuk pembilasan.
3. Tinggi muka air genangan yang akan terjadi.
4. Kebutuhan pengendalian angkutan sedimen yang terjadi di bendung.

Gambar 2.1. Macam bentuk mercu bendung


(Sumber: KP 02 halaman 50)

2.3.1.1. Mercu Bulat

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Untuk bendung dengan mercu bulat memiliki harga koefisien debit yang jauh lebih tinggi
(44%) dibandingkan koefisien bendung ambang lebar. Tipe ini banyak memberikan keuntungan
karena akan mengurangi tinggi muka air hulu selama banjir. Harga koefisien debit menjadi lebih
tinggi karena lengkung stream line dan tekanan negatif pada mercu. Untuk bendung dengan 2 jari-
jari hilir akan digunakan untuk menemukan harga koefisien debit.

Gambar 2.2. Bendung dengan mercu bulat


(sumber: KP 02 halaman 52)

Dari Gambar 2.2 tampak bahwa jari-jari mercu bendung pasangan batu akan berkisar antara
0,3 sampai 0,7 kali H1maks dan untuk mercu bendung beton dari 0,1 sampai 0,7 kali Hmaks.
Persamaan tinggi energi-debit untuk bendung ambang pendek dengan pengontrol segi empat
adalah:

2 2
Q = 𝐶𝑑 𝑥 3 √3 𝑥 𝑔 𝑥 𝐵𝑒 𝑥 𝐻11.5

Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
Be = Lebar efektif mercu bendung, m
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
H1 = Tinggi energi, m

Koefisien debit Cd adalah hasil dari :


 C0 yang merupakan fungsi H1/r. C0 mempunyai harga maksimum 1,49 jika H1/r lebih dari
5,0 seperti diperlihatkan pada grafik 2.1.
 C1 yang merupakan fungsi p/H1 (grafik 2.2)

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

 C2 yang merupakan fungsi p/H1 dan kemiringan muka hulu bendung (grafik 2.3)

Grafik 2.1. Harga koefesien C0 sebagai fungsi perbandingan H1/r

Grafik 2.2. Harga koefesien C1 sebagai fungsi perbandingan P/H1

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Grafik 2.3. Harga koefesien C2 sebagai fungsi perbandingan P/H1

2.3.1.2. Mercu Ogee

Bentuk mercu type ogee ini adalah tirai luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi.
Sehingga mercu ini tidak akan memberikan tekanan sub atmosfer pada permukaan mercu sewaktu
bendung mengalirkan air pada debit rencananya. Untuk bagian hulu mercu bervariasi sesuai
dengan kemiringan permukaan hilir. Salah satu alasan dalam perencanaan digunakan tipe ogee
adalah karena tanah disepanjang kolam olak, tanah berada dalam keadaan baik, maka tipe mercu
yang cocok adalah tipe mercu ogee karena memerlukan lantai muka untuk menahan penggerusan,
digunakan tumpukan batu sepanjang kolam olak sehingga lebih hemat.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, U.S. Army Corps of Engineers
telah mengembangkan persamaan berikut:

𝑌 1 𝑋
= x[ ]n
ℎ𝑑 𝐾 ℎ𝑑

Tabel 2.1. Harga-harga K dan n

Sumber: KP 02 halaman 56

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Gambar 2.3. Bentuk-bentuk bendung mercu Ogee


(sumber: KP 02 halaman 57)

Persamaan antara tinggi energy dan debit untuk bending mercu Ogee adalah :

2 2
Q = 𝐶𝑑 𝑥 3 √3 𝑥 𝑔 𝑥 𝐵𝑒 𝑥 𝐻11.5

Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
Be = Lebar efektif mercu bendung, m
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
H1 = Tinggi energi, m

2.3.2. Lebar Bendung

Lebar mercu bendung yaitu jarak antara dua tembok pangkal bendung (abutment), termasuk
lebar bangunan pembilas dan pilar-pilarnya. Dalam penentuan lebar mercu bendung, yang harus
diperhatikan :
1. Kemampuan melewatkan debit desain dengan tinggi jagaan yang cukup.
2. Batasan tinggi muka air genangan maksimum yang diijinkan pada debit desain.

Oleh karena itu, lebar mercu bendung dapat diperkirakan sebagai berikut :
1. Sama lebar dengan rata-rata sungai stabil atau pada debit penuh alur (bank full dishcharge).
2. Umumnya diambil sebesar 1,2 kali lebar sungai rata-rata pada ruas sungai yang stabil.

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

2.3.3. Lebar Efektif Bendung

Karena adanya pintu bilas dan pilar, maka lebar bendung yang dapat mengalirkan banjir secara
efektif jadi berkurang, yang disebut lebar efektif (Beff). Pengurangan lebar tersebut disebabkan oleh
tiga komponen, yaitu :
1. Tebal pilar.
2. Bagian pintu bilas yang bentuk mercunya berbeda dari mercu bending.
3. Kontraksi pada dinding pengarah dan pilar.

Dalam perhitungan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya, diambil 80% dari lebar
rencana untuk mengompensasi perbedaan koefisien debit dibanding mercu bendung yang berbentuk
bulat.
Untuk model bendung pada Gambar 2.1. Lebar efektif mercu (Be) dihubungkan dengan lebar
mercu yang sebenarnya (B), yakni jarak antar pangkal-pangkal bendung dan/atau tiang pilar, dengan
persamaan sebagai berikut:

Be = B – 2 x (n x Kp+Ka) x H1
Dimana :
Be = lebar effektif bendung
B = Lebar Optimal Bendung
Kp = koefisien kontraksi pada pilar
Ka = koefisien kontraksi pada dinding
n = jumlah pilar
H1 = tinggi energi (m)

Harga-harga koefisien Ka dan Kp disajikan pada table 2.1.

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Gambar 2.4. Lebar efektif mercu


(Sumber: KP 02 halaman 49)

Tabel 2.2. Nilai Ka dan Kp


Bentuk Pilar / Pangkal Tembok Kp Ka
 Pilar berujung segi empat dan sudut-
sudut yang dibulatkan dengan jari-jari
0,02
yang hampir sama dengan 0,1 kali tebal
pilar.
 Pilar berujung bulat 0,01
 Pilar berujung runcing 0

 Pangkal tembok segi empat dengan


0,20
tembok hulu pada 90O ke arah aliran
 Pangkal tembok bulat dengan
tembok hulu pada 90O ke arah aliran di 0,10
mana 0,5 H1> r > 0,15 H1
 Pangkal tembok bulat di mana r >
0,5 H1 dan tembok hulu tidak lebih dari 0
O
45 ke arah aliran

2.3.4. Tinggi Jagaan Bendung

Tinggi Jagaan berfungsi untuk mencegah gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah
ke tepi sungai/bendung. Pada umumnya semakin besar debit yang diangkut, semakin besar pula
tinggi jagaan yang harus disediakan.

Fb = C x V x 1/3 Hd
Atau,
Fb = 0,6 + 0,037 x V x 1/3 Hd

Dimana :
Fb = Tinggi jagaan bendung, m
C = Koefesien debit (0,10)
V = Kecepatan air, m/dt
Hd = Tinggi air diatas bendung, m

2.4. Pintu Pembilas

Pintu pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung yang terletak di dekat dan
menjadi satu kesatuan dengan intake. Berfungsi untuk menghindarkan angkutan muatan sedimen
dasar dan mengurangi angkutan muatan sedimen layang masuk ke intake.

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

1. Pembilas undersluice lurus


a. Mulut undersluice diletakkan di hulu mulut intake dengan arah tegak lurus aliran menuju
intake atau menyudut 45º terhadap tembok pangkal. Lebar mulut harus lebih besar
daripada 1,2 kali lebar intake.
b. Lebar pembilas total diambil 1/6-1/10 dari lebar bentang bendung, untuk sungai-sungai
yang lebarnya kurang dari 100 meter. Lebar satu lubang maksimum 2,5 m untuk
kemudahan operasi pintu, dan jumlah lubang tidak lebih dari tiga buah.
c. Lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk pilar-
pilarnya
d. Tinggi lubang undersluice diambil 1,5 m, usahakan lebih tinggi dari 1 meter tetapi tidak
lebih tinggi dari 2 meter.
e. Elevasi lantai lubang direncanakan :
 Sama tinggi dengan lantai hulu bendung.
 Lebih rendah dari lantai hulu bendung.
 Lebih tinggi dari lantai hulu bendung.
2. Pintu pembilas bawah
Fungsi pintu bawah adalah untuk pembilasan sedimen yang terdapat di bawah, di hulu
dan disekitar mulut underesluice. Jenis pintu yang dipakai umumnya yaitu pintu sorong. Untuk
satu lubang pintu sorong lebar maksimum 2,5 m sedangkan untuk pintu yang dioperasikan
dengan mesin dibuat antara 2,5-5 m.
3. Pilar pembilas
Pilar pembilas berfungsi untuk penempatan pintu-pintu, undersluice dan perlengkapan
lainnya. Lebar pilar sisi bagian luar dapat diambil sampai dengan 2 m dan sisi bagian dalam
antara 1 – 1,5 m.
4. Sponeng dan stang pintu
Sponeng berfungsi untuk menahan tekanan air pada pintu. Ukuran sponeng bervariasi
yaitu 0,25 x 0,25 m atau 0,25 x 0,3 m. Sedangkan stang pintu berfungsi untuk mengangkat
dan menurunkan pintu.
5. Tembok baya-baya
Berfungsi untuk mencegah angkutan sedimen dasar meloncat dari hulu bendung ke atas
plat undersluice. Tinggi mercu tembok baya-baya diambil antara 0,5 m dan 1 m di atas mercu
bendung.
6. Pembilas Shunt Undersluice

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Shunt undersluice adalah bangunan undersluice yang penempatannya di luar bentang


sungai dan atau di luar pangkal bendung, di bagian samping melengkung ke dalam dan
terlindung di belakang tembok pangkal.

2.5. Bangunan Pengambilan/Intake

Bangunan intake adalah suatu bangunan pada bendung yang berfungsi sebagai penyadap
aliran air sungai, mengatur pemasukan air dan sedimen, serta menghindarkan sedimen dasar
sungai dan sampah masuk ke intake. Pintu pengambilan diletakkan 10 s/d 15 meter di hulu pintu
penguras bending. Pengambilan di sisi kanan sungai, lay out pengambilan direncanakan
membentuk sudut 45o kea rah hulu. Intake terdiri dari bermacam jenis, yaitu :

1. Intake biasa, yang umum direncanakan yaitu intake dengan pintu berlubang satu atau lebih
dan dilengkapi dengan pintu dinding banjir.
2. Intake gorong-gorong, tanpa pintu di bagian udik. Pintu diletakkan di bagian hilir gorong-
gorong.
3. Intake frontal, intake diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan pembilas atau
bending.
2.5.1. Lantai/Dasar Intake

Lantai intake dirancang datar, tanpa kemiringan. Di hilir pintu lantai dapat berbentuk
kemiringan dan dengan bentuk terjunan sekitar 0,5 m. Lantai intake bila di awal kantong sedimen
bisa berbentuk datar dan dengan kemiringan tertentu. Ketinggian lantai intake, bila intake
ditempatkan pada bangunan pembilas dengan undersluice :

a. Sama tinggi dengan plat lantai undersluice.


b. Sampai dengan 0,5 m di atas plat undersluice.
c. Tergantung pada keadaan tertentu.
d. 0,5 m jika sungai mengangkut lanau.
e. 1 m jika sungai mengangkut pasir dan kerikil.
f. 1,5 m jika sungai mengangkut kerikil dan bongkah.

2.5.2. Pintu Sorong

Pintu sorong dipakai dengan tinggi maksimum sampai 3 m dan lebar tidak lebih dari 3 m.
Pintu tipe ini hanya digunakan untuk bukaan kecil, karena untuk bukaan yang lebih besar alat-alat
angkatnya akan terlalu berat untuk menangggulangi gaya gesekan pada sponeng. Untuk bukaan

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

yang lebih besar dapat dipakai pintu rol, yang mempunyai keuntungan tambahan karena di bagian
atas terdapat lebih sedikit gesekan, dan pintu dapat diangkat dengan kabel baja atau rantai baja.
Ada dua tipe pintu rol yang dapat dipertimbangkan, yaitu pintu Stoney dengan roda yang tidak
dipasang pada pintu, tetapi pada kerangka yang terpisah;dan pintu rol biasa yang dipasang
langsung pada pintu.
Lebar pintu intake dapat dihitung dengan rumus pengaliran sebagai berikut:

2 2
Q = x Cd x b x a x √3 𝑥 𝑔 x h11.5
3

Dimana :
Q = Debit Rencana, m3/dt
b = Lebar efektif mercu bendung, meter
a = Tinggi bukaan pintu, meter
Cd = Koefisien Debit
g = Gravitasi (9,81 m/s2)
h1 = Tinggi air di hulu, meter

2.6. Bangunan Peredam Energi

Bangunan peredam energi bendung adalah struktur dari bangunan di hilir tubuh bendung
yang terdiri dari beberapa tipe, bentuk dan di kanan kirinya dibatasi oleh tembok pangkal bendung
dilanjutkan dengan tembok sayap hilir dengan bentuk tertentu. Fungsi bangunan ini adalah untuk
meredam energi air akibat pembendungan, agar air di hilir bendung tidak menimbulkan
penggerusan setempat yang membahayakan struktur.

Bangunan peredam energi bendung terdiri atas berbagai macam tipe antara lain yaitu :
1. Vlughter
2. USBR
3. SAF
4. Schooklitch
5. MDO, MDS dan MDL, dll

Prinsip pemecahan energi pada bangunan peredam energi adalah dengan cara menimbulkan
gesekan air dengan lantai dan dinding struktur, gesekan air dengan air, membentuk pusaran air
berbalik vertikal ke atas dan ke bawah serta pusaran arah horizontal dan menciptakan benturan

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

aliran ke struktur serta membuat loncatan air di dalam ruang olakan. Sementara itu, dalam memilih
tipe bangunan peredam energi sangat bergantung kepada berbagai factor, antara lain :
1. Tinggi pembendungan.
2. Besarnya nilai bilangan Froude.
3. Keadaan geoteknik tanah dasar misalnya jenis batuan, lapisan, kekerasan tekan, diameter
butir.
4. Jenis angkutan sedimen yang terbawa aliran sungai.
5. Kemungkinan degradasi dasar sungai yang akan terjadi di hilir bendung.
6. Keadaan aliran yang terjadi di bangunan peredam energi seperti aliran tidak
sempurna/tenggelam, loncatan aliran yang lebih rendah atau lebih tinggi dan sama dengan
kedalaman muka air hilir (tail water).

2.6.1. Kolam Olak

Tipe kolam olak yang akan direncana di sebelah hilir bangunan bergantung pada energi air
yang masuk, yang dinyatakan dengan bilangan Froude, dan pada bahan konstruksi kolam olak.
Berdasarkan bilangan Froude, dapat dibuat pengelompokan-pengelompokan berikut dalam
perencanaan kolam :
1. Untuk Fru ≤ 1,7 tidak diperlukan kolam olak; pada saluran tanah, bagian hilir harus dilindungi
dari bahaya erosi; saluran pasangan batu atau beton tidak memerlukan lindungan khusus.
2. Bila 1,7 < Fru ≤ 2,5 maka kolam olak diperlukan untuk meredam energi secara efektif. Pada
umumnya kolam olak dengan ambang ujung mampu bekerja dengan baik. Untuk penurunan
muka air ΔZ < 1,5 m dapat dipakai bangunan terjun tegak.
3. Jika 2,5 < Fru ≤ 4,5 maka akan timbul situasi yang paling sulit dalam memilih kolam olak
yang tepat. Loncatan air tidak terbentuk dengan baik dan menimbulkan gelombang sampai
jarak yang jauh di saluran. Cara mengatasinya adalah mengusahakan agar kolam olak untuk
bilangan Froude ini mampu menimbulkan olakan (turbulensi) yang tinggi dengan blok
halangnya atau menambah intensitas pusaran dengan pemasangan blok depan kolam. Blok ini
harus berukuran besar (USBR tipe IV). Tetapi pada prakteknya akan lebih baik untuk tidak
merencanakan kolam olak jika 2,5 < Fru < 4,5. Sebaiknya geometrinya diubah untuk
memperbesar atau memperkecil bilangan Froude dan memakai kolam dari kategori lain.
4. Kalau Fru ≥ 4,5 ini akan merupakan kolam yang paling ekonomis. karena kolam ini pendek.
Tipe ini, termasuk kolam olak USBR tipe III yang dilengkapi dengan blok depan dan blok
halang. Kolam loncat air yang sarna dengan tangga di bagian ujungnya akan jauh lebih panjang
dan mungkin harus digunakan dengan pasangan batu.
Tugas Besar Bangunan Air
ADI GOVINDA (201510340311171)

2.6.2. Kolam Loncat Air

Gambar 2.5. Metode perencanaan kolam loncat air


(Sumber: KP 02 halaman 67)

Gambar 2.5 memberikan penjelasan mengenai metode perencanaan. Dari grafik q versus H1
dan tinggi jatuh 2, kecepatan (v1) awal loncatan dapat ditemukan dari:

V1 = √2 𝑥 𝑔 𝑥 (0,5 𝑥 𝐻1 𝑥 𝑍)

𝑄
V1 =
𝑌1 𝑥 𝐵𝑒
Dimana :
Q = Debit rancangan, m3/dt
Be = lebar efektif mercu bending, m
Y1 = kedalaman air diawal loncatan, m
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/dt2
h1 = tinggi energy diatas ambang, m
z = tinggi jatuh, m

Dengan q = v1 x y1, dan rumus untuk kedalaman konjugasi dalam loncat air adalah:

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

𝑌2
= ½ x (√1 + 8 𝑥 𝐹𝑟 2 − 1)
𝑌1

𝑉1
Dimana : Fr =
√𝑔.𝑌1

Dimana :
Y2 = kedalaman air diatas ambang ujung, m
Y1 = kedalaman air diawal loncatan, m
Fr = bilangan froude
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/dt2
V1 = kecepatan awal loncatan, m/dt

Panjang kolam loncat air di belakang Potongan U (Gambar 2.5) biasanya kurang dari
panjang bebas loncatan tersebut adanya ambang ujung (end sill). Ambang yang berfungsi untuk
memantapkan aliran ini umumnya ditempatkan pada jarak

Lj = 5 x (n + Y2)
Dimana :
Lj = panjang kolam loncat, m
n = tinggi ambang ujung, m
Syarat panjang kolam loncat adalah harus lebih panjang dari pada panjang loncatan air
sehingga loncatan masih atau tetap berada pada kolam loncat. Persamaan yang digunakan untuk
menentukan panjang loncatan adalah sebagai berikut:

Lj = 5 x (Y2 – Y1)
Dimana :
Lj = panjang loncatan air, m
Y2 = kedalaman air diatas ambang ujung, m
Y1 = kedalaman air diawal loncatan, m

2.6.3. Perlindungan Bagian Hilir

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Untuk mencegah terjadinya penggerusan saluran di sebelah hilir bangunan peredam energi,
saluran sebaiknya dilindungi dengan pasangan batu kosong atau rip-rap. Panjang lindungan harus
dibuat sebagai berikut :
1. tidak kurang dari 4 kali kedalaman normal maksimum di saluran hilir,
2. tidak lebih pendek dari peralihan tanah yang terletak antara bangunan dan saluran,
3. tidak kurang dari 1,50 m.

Gambar 2.6. Potongan memanjang peredam energi


dengan perlindungan hilir rip-rap
(Sumber: KP 04 halaman 168)

Jika dipakai pasangan batu kosong, maka diameter batu yang akan dipakai uttuk pasangan
ini dapat ditentukan dengan menggunakan Gambar 2.3. Gambar ini dapat dimasukkan dengan
kecepatan rata-rata di atas ambang kolam. Jika kolam olak tidak diperlukan karena Fru ≤ 1,7,
maka Gambar 2.3 harus menggunakan kecepatan benturan (impact velocity) Vu :

Vu = √2 𝑥 𝑔 𝑥 ∆𝑧

Gambar 2.3 memberikan ukuran d40 campuran pasangan batu kosong. Ini berarti bahwa
60% dari pasangan batu tersebut harus terdiri campuran dari batu-batu yang berukuran sama, atau
lebih besar.

2.6.4. Perencanaan Filter

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Semua pasangan batu kosong harus ditempatkan pada filter untuk mencegah hilangnya
bahan dasar yang halus. Filter terdiri dari lapisan-lapisan bahan khusus seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.6, atau dapat juga dibuat dari ijuk atau kain sintetis.

Gambar 2.7. Filter diantara batu kosong dan tanah asli


(Sumber: KP 04 halaman 169)

2.7. Analisis Stabilitas Bendung

2.7.1. Gaya-gaya yang Bekerja

Gaya-gaya yang bekerja pada bangunan bendung dan memiliki nilai penting dalam
perencanaan adalah sebagai berikut:
1. Tekanan air, dalam dan luar
2. Tekanan lumpur
3. Gaya gempa
4. Berat bangunan
5. Reaksi pondasi

2.7.1.1. Tekanan Air

Gaya tekan air dapat dibagi menjadi gaya hidrostatik dan gaya hidrodinamik. Tekanan
hidrostatik adalah fungsi kedalaman di bawah permukaan air. Tekanan air akan selalu bekerja
tegak lurus terhadap muka bangunan. Oleh sebab itu agar perhitungannya lebih mudah, gaya
horisontal dan vertikal dikerjakan secara terpisah. Tekanan air dinamik jarang diperhitungkan
untuk stabilitas bangunan bendung dengan tinggi energi rendah.
Gaya tekan ke atas untuk bangunan pada permukaan tanah dasar (subgrade) lebih rumit.
Gaya angkat pada pondasi itu dapat ditemukan dengan membuat jaringan aliran (flownet), atau
dengan asumsi-asumsi yang digunakan oleh Lane untuk teori angka rembesan (weighted creep
theory).

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Gambar 2.8. Jaringan aliran dibawah dam pasangan batu pada pasir
(Sumber: Kp 02 halaman 139)

Dalam teori angka rembesan Lane, diandaikan bahwa bidang horisontal memiliki daya tahan
terhadap aliran (rembesan) 3 kali lebih lemah dibandingkan dengan bidang vertikal. Ini dapat
dipakai untuk menghitung gaya tekan ke atas di bawah bendung dengan cara membagi beda tinggi
energi pada bendung sesuai dengan panjang relatif di sepanjang pondasi.
Dalam bentuk rumus, ini berarti bahwa gaya angkat pada titik x di sepanjang dasar bendung
dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝐿𝑥
Px = Hx − x ΔH
𝐿
Dimana :
Px = gaya angkat pada x, kg/m2
L = panjang total bidang kontak bendung dan bawah tanah, m
Lx = jarak sepanjang bidang kontak dari hulu samai x, m
ΔH = beda tinggi energy, m
Hx = tinggi energy di hulu bendung, m

2.7.1.2. Tekanan Lumpur

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Tekanan lumpur dapat bekerja terhadap muka hulu bendung ataupun terhadap pintu. Untuk
sudut gesekan dalam, yang bisa diandaikan 30o untuk kebanyakan hal, menghasilkan persamaan
berikut :

Ps = 1,67 x h2
Dimana :
Ps = tekanan lumpur pada 2/3 kedalaman atas lumpur yang bekerja secara horizontal
h = tinggi lumpur setiggi mercu bendung, m

2.7.1.3. Gaya Gempa

Harga-harga gaya gempa diberikan dalam bagian Parameter Bangunan. Harga-harga


tersebut didasarkan pada peta Indonesia yang menujukkan berbagai daerah dan risiko. Faktor
minimum yang akan dipertimbangkanaadalah 0,1 g perapatan gravitasi sebagai harga percepatan.
Faktor ini hendaknya dipertimbangkan dengan cara mengalikannya dengan massa bangunan
sebagai gaya horisontal menuju ke arah yang paling tidak aman, yakni arah hilir.
Koefesien gempa dapat dihitung dengan rumus :

Ad = n x [ac x z]m

𝑎𝑑
E =
𝑔
Dimana :
ad = percepatan gempa rencana, cm/dt2
n = koefesien jenis tanah
m = koefesien jenis tanah
ac = percepatan kejut dasar, cm/dt2
z = factor yang bergantung pada letak geografis
g = percepatan gravitasi, 9,81 m/dt2
E = koefesien gempa

Tabel 2.3. Koefesien jenis tanah

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

Sumber: KP 06 halaman 28

2.7.1.4. Berat Bangunan

Berat bangunan bergantung kepada bahan yang dipakai untuk membuat bangunan itu.
Untuk tujuan-tujuan perencanaan pendahuluan, boleh dipakai harga-harga berat volume di bawah
ini.
pasangan batu 22 kN/m3 (≈ 2.200 kgf/m3)
beton tumbuk 23 kN/m3 (≈ 2.300 kgf/m3)
beton bertulang 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3)

Berat volume beton tumbuk bergantung kepada berat volume agregat serta ukuran
maksimum kerikil yang digunakan. Untuk ukuran maksimum agregat 150 mm dengan berat
volume 2,65, berat volumenya lebih dari 24 kN/m3 (≈ 2.400 kgf/m3).

2.7.1.5. Reaksi Pondasi

Reaksi pondasi boleh diandaikan berbentuk trapesium dan tersebar secara linier. Tekanan
vertikal pondasi pada ujung bangunan ditentukan dengan rumus:
L ∑MT − ∑MG
e = –
2 ∑V

∑V 6𝑥e
P = x (1 ± )
L L
Dimana :
P = reaksi pondasi/tegangan, ton/m2
e = eksentrisitas, m
L = panjang pondasi, m
V = total gaya/reaksi vertikal, ton
MG = momen guling, ton.m
MT = momen tahan, ton.m

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

2.7.2. Kebutuhan Stabilitas

Ada tiga penyebab runtuhnya bangunan gravitasi, antara lain yaitu:


1. gelincir (sliding)
a. sepanjang sendi horisontal atau hampir horisontal di atas pondasi.
b. sepanjang pondasi, atau
c. sepanjang kampuh horisontal atau hampir horisontal dalam pondasi.
2. guling (overturning)
a. di dalam bendung
b. pada dasar (base), atau
c. pada bidang di bawah dasar.
3. erosi bawah tanah (piping).

2.7.2.1. Ketahanan Terhadap Gelincir/Geser

Tangen θ, sudut antara garis vertikal dan resultante semua gaya, termasuk gaya angkat, yang
bekerja pada bendung di atas semua bidang horisontal, harus kurang dari koefisien gesekan yang
diizinkan pada bidang tersebut.

∑V 𝑥 f
Sf =
∑H
Dimana :
Sf = faktor keamanan
V = total gaya/reaksi vertikal, ton
H = total gaya/reaksi horisontal, ton
f = faktor gesekan = tan θ°

Untuk bangunan-bangunan kecil, seperti bangunan-bangunan yang dibicarakan di sini, di


mana berkurangnya umur bangunan, kerusakan besar dan terjadinya bencana besar belum
dipertimbangkan, harga-harga faktor keamanan (Sf) yang dapat diterima adalah: 1,50 untuk
kondisi pembebanan normal dan 1,20 untuk kondisi pembebanan ekstrem/gempa.
Untuk bangunan-bangunan yang terbuat dari beton, harga yang aman untuk faktor gelincir
yang hanya didasarkan pada gesekan saja ternyata terlampaui, maka bangunan bisa dianggap
aman jika faktor keamanan dari rumus itu yang mencakup geser sama dengan atau lebih besar dari
harga-harga faktor keamanan yang sudah ditentukan.

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

c 𝑥 𝐴 + ∑V 𝑥 tg Ø
Sf =
∑H
Dimana :
V = total gaya/reaksi vertikal, ton
H = total gaya/reaksi horisontal, ton
c = kekuatan geser bahan, ton/m2
A = luas dasar yang dipertimbangkan, m2

Harga-harga faktor keamanan jika geser juga dicakup, sama dengan harga-harga yang hanya
mencakup gesekan saja, yakni 1,50 untuk kondisi normal dan 1,20 untuk kondisi ekstrem. Untuk
beton, c (satuan kekuatan geser) boleh diambil 1.100 kN/m2.

2.7.2.2. Ketahanan Terhadap Guling

Agar bangunan aman terhadap guling, maka resultante semua gaya yang bekerja pada
bagian bangunan di atas bidang horisontal, termasuk gaya angkat, harus memotong bidang ini
pada teras. Tidak boleh ada tarikan pada bidang irisan mana pun. Besarnya tegangan dalam
bangunan dan pondasi harus tetap dipertahankan pada harga-harga maksimal yang dianjurkan.

∑MT
Sf =
∑MG
Dimana :
MG = momen guling, ton.m
MT = momen tahan, ton.m

2.7.2.3. Ketahanan Terhadap Piping

Bahaya terjadinya erosi bawah tanah dapat dianjurkan dicek dengan jalan membuat jaringan
aliran/flownet. Dalam hal ini ditemui kesulitan berupa keterbatasan waktu pengerjaan dan tidak
tersedianya perangkat lunak untuk menganalisa jaringan aliran, maka perhitungan dengan
beberapa metode empiris dapat diterapkan, seperti:
1. Metode Bligh
2. Metode Lane
3. Metode Koshia

Metode Lane, disebut metode angka rembesan Lane (weighted creep ratio method), adalah
yang dianjurkan untuk mengecek bangunan-bangunan utama untuk mengetahui adanya erosi

Tugas Besar Bangunan Air


ADI GOVINDA (201510340311171)

bawah tanah. Metode ini memberikan hasil yang aman dan mudah dipakai. Untuk bangunan-
bangunan yang relative kecil, metode-metode lain mungkin dapat memberikan hasil-hasil yang
lebih baik, tetapi penggunaannya lebih sulit.
Di sepanjang jalur perkolasi, kemiringan yang lebih curam dari 450 dianggap vertikal dan
yang kurang dari 450. Oleh karena itu, rumusnya adalah:

1
Σ𝐿𝑣 + Σ𝐿𝐻
3
CL =
𝐻
Dimana :
CL = angka rembesan lane
Lv = jumlah panjang vertikal, m
LH = jumlah panjang horisontal, m
H = beda tinggi muka air, m

Tabel 2.4. Harga-harga minimum angka rembesan Lane dan Bligh

Angka-angka rembesan pada babel 2.4 di atas sebaiknya dipakai:


1. 100% jika tidak dipakai pembuang, tidak dibuat jaringan aliran dan tidak dilakukan
penyelidikan dengan model;
2. 80% kalau ada pembuangan air, tapi tidak ada penyelidikan maupun jaringan aliran;
3. 70% bila semua bagian tercakup.

Tugas Besar Bangunan Air

Anda mungkin juga menyukai