Anda di halaman 1dari 6

2.

8 Koefisien Pengaliran

Salah satu konsep penting dalam upaya mengendalikan banjir adalah koefisien
aliran permukaan (runoff) yang biasa dilambangkan dengan C. Koefisien aliran
dapat didefinisikan sebagai nisbah antara aliran dan curah hujan pada selang
waktu tertentu dan pada kondisi fisik DAS tertentu. Untuk mengukur besarnya
koefisien aliran dapat dilakukan dengan dua cara:

 Dihitung dari karakteristik fisik DAS (Metode Cook)


 Dihitung dari debit aliran tahunan, debit aliran sesaat dan laju aliran
(Suyono, 1984)

Besarnya aliran berbanding lurus dengan Koefisien Aliran (C), berbanding


lurus terhadap Intensitas hujan (I) dan Luas DAS (A). Pada metode rasional
dirumuskan sebagai ;

Q=CxIxA

Keterangan ;

 C (Koefisien Aliran)
 Q= Debit Aliran
 I=Intensitas
 A= Luas DAS

Perhitungan koefisien aliran yang diperoleh dari debit tidak akan


dibicarakan dalam tulisan ini akan tetapi memanfaatkan pendekatan metode Cook.
Faktor karakteristik DAS dalam metode Cook merupakan data yang berbasis
geografis, oleh karena itu untuk memadukan keempat jenis data tersebut dapat
dilakukan dengan SIG.

Koefisien aliran mempunyai peranan yang sangat penting yaitu sebagai


indikator aliran permukaan dalam DAS dan dapat dipakai sebagai tolok ukur
untuk mengevaluasi aliran dalam kaitannya dengan pengelolaan DAS. Sebagai
indikator aliran permukaan biasanya dipakai dalam menentukan debit puncak
suatu banjir, sedangkan sebagai tolok ukur dalam mengevaluasi pengelolaan
DAS, koefisien aliran dipakai sebagai salah satu indikator pengaruh Pengelolaan
DAS terhadap penurunan besarnya aliran permukaan.

2.9 Analisa Curah Hujan Netto Jam-Jaman


Hujan netto merupakan bagian dari hujan total yang menghasilkan
limpasan langsung (direct run off ). Limpasan langsung ini terdiri atas limpasan
permukaan (surface run off) dan air yang masuk ke dalam lapisan tipis di bawah
permukaan tanah dengan permeabilitas rendah, yang keluar lagi di tempat yang
lebih rendah dan berubah menjadi limpasan permukaan.
Dengan menganggap bahwa proses perubahan hujan menjadi limpasan
langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu, maka besarnya
hujan netto (Rn) adalah koefisien pengaliran (f) dikalikan dengan intensitas hujan
(R) pada masing-masing kala ulang.
Rn=f x R

2.10 Debit Banjir Rancangan


Debit banjir rancangan memiliki arti yang sangat penting dalam
perencanaan dan perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Untuk daerah yang
memiliki alat pencatat debit maka debit rancangan dapat dengan mudah diperoleh,
namun apabila pada daerah tersebut tidak terdapat alat pencatat debit maka debit
banjir rancangan dapat ditentukan dengan menggunakan data hujan yang terdapat
pada daerah tersebut.
Banjir rancangan adalah besarnya debit banjir yang ditetapkan sebagai
dasar penentuan kapasitas dan dimensi bangunan-bangunan hidraulik (termasuk
bangunan di sungai), sedemikian hingga kerusakan yang dapat ditimbulkan baik
langsung maupun tidak langsung oleh banjir tidak boleh terjadi selama besaran
banjir tidak terlampaui (Sri Harto, 1993). Debit banjir rencana adalah debit
maksimum di sungai atau saluran alamiah dengan periode ulang (rata-rata) yang
sudah ditentukan yang dapat dialirkan tanpa membahayakan proyek irigasi dan
stabilitas bangunan-bangunannya. Debit banjir rencana ditetapkan dengan cara
menganalisis debit puncak, dan biasanya dihitung berdasarkan hasil pengamatan
harian tinggi muka air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit
rencana. Debit banjir rencana ini dipergunakan untuk perhitungan tinggi air banjir
rencana, tekanan air dan menghitung stabilitas bendung dan talud bronjong.
Perhitungan debit banjir rencana dilakukan dengan beberapa metode
sebagai berikut.
A. Metode Rasional Modifikasi
Perhitungan debit rencana dengan metode rasional menggunakan rumus
sebagai berikut.
Qt = 0,278 x C x It x A
Keterangan :
 Qt = Debit Banjir (mm3/dtk)
 C = Koefisien Pengaliran
 It = Intensitas Curah Hujan dengan periode ulang T tahun (mm/jam)
 A = Luas Areal (km2)
B. Debit Nakayasu
Hidrograf Satuan Sintesis Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa
sungai di Jepang (Soemarto, 1987) bentuk HSS Nakayasu diberikan oleh
persamaan berikut ini ;
1
Qp¿ ¿
3 ,6
Tp = Tg + 0,8 x Tr
Tg = 0,4 + 0,058 x L untuk L > 15 km
Tg = 0.21 x L2 untuk L < 15 km
T0,3 = α x Tg
Tr = 0,75 x Tg

Dengan ;
 Qp = Debit Puncak Banjir
 A = Luas DAS (km2)
 Re = Curah Hujan efektif biasanya dipakai 1
 Tp = Waktu permukaan sampai puncak hidrograf (jam)
 T0,3 = Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak (jam)
 Tg = Waktu Konsentrasi (Jam)
 Tr = Satuan waktu dari curah hujan
 α = Koefisien karakteristik DAS biasanya diambil 2
 L = Panjang sungai utama (km)

2.11 Evapotransparasi
Evapotranspirasi adalah perpaduan dua proses yakni evaporasi dan
transpirasi. Evaporasi adalah proses penguapan atau hilangnya air dari tanah dan
badan-badan air (abiotik), sedangkan transpirasi adalah proses keluarnya air dari
tanaman (boitik) akibat proses respirasi dan fotosistesis. Kombinasi dua proses
yang saling terpisah dimana kehilangan air dari permukaan tanah melalui proses
evaporasi dan kehilangan air dari tanaman melalui proses transpirasi disebut
sebagai evapotranspirasi (ET). Proses hilangnya air akibat evapotranspirasi
merupakan salah satu komponen penting dalam hidrologi karena proses tersebut
dapat mengurangi simpanan air dalam badan-badan air, tanah, dan tanaman.
Untuk kepentingan sumber daya air, data ini untuk menghitung kesetimbangan air
dan lebih khusus untuk keperluan penentuan kebutuhan air bagi tanaman
(pertanian) dalam periode pertumbuhan atau periode produksi. Oleh karena itu
data evapotranspirasi sangat dibutuhkan untuk tujuan irigasi atau pemberian air,
perencanaan irigasi atau untuk konservasi air.
Evapotranspirasi ditentukan oleh banyak faktor yakni:
a. Radiasi surya (Rd) :
Komponen sumber energi dalam memanaskan badanbadan air, tanah dan
tanaman. Radiasi potensial sangat ditentukan oleh posisi geografis lokasi.
b. Kecepatan angin (v) :
Angin merupakan faktor yang menyebabkan terdistribusinya air yang telah
diuapkan ke atmosfir, sehingga proses penguapan dapat berlangsung terus
sebelum terjadinya keejenuhan kandungan uap di udara.
c. Kelembaban relatif (RH) :
Parameter iklim ini memegang peranan karena udara memiliki
kemampuan untuk menyerap air sesuai kondisinya termasuk temperatur udara dan
tekanan udara atmosfit.
d. Temperatur :
Suhu merupakan komponen tak terpisah dari RH dan Radiasi. Suhu ini
dapat berupa suhu badan air, tanah, dan tanaman ataupun juga suhu atmosfir.
Proses terjadinya evaporasi dan transpirasi pada dasarnya akibat adanya energi
yang disuplai oleh matahari baik yang diterima oleh air, tanah dan tanaman.
Salah satu metode untuk menghitung evapotranspirasi yang paling akurat adalah
dengan menggunakan lysimeter. Alat ukur ini nantinya akan ditempatkan pada
stasiun-stasiun cuaca untuk memonitor evapotranspirasi di wilayah tersebut.
Evapotranspirasi yang diukur adalah evapotranspirasi potensial. Alat ukur ini akan
mengukur laju evapotranspirasi pada suatu wilayah yang terbatas saja. Dengan
penyebaran wilayah yang terbatas maka diperlukan lysimeter dalam jumlah
banyak untuk menghitung evapotranspirasi di suatu wilayah. Laju
evapotranspirasi dari suatu wilayah dapat dihitung dengan menggunakan rumus ;

EP = H+S–Pk–P

Keterangan :
 EP = Evapotranspirasi (Potensial)
 H = Curah Hujan
 S = Air Siraman
 Pk = Air Perkolasi
 P = Jumlah air untuk penjenuhan tanah sampai tercapai kapasitas lapang
Dalam prakteknya P diisi = 0, karenanya nilai EP yang diperoleh
merupakan nilai evapotranspirasi potensial (ETp). Jika nilai P diisi dengan nilai
tertentu maka EP yang dihasilkan menjadi nilai evaporasi aktual (ETa).
Untuk menentukan besarnya evapotranspirasi acuan dapat digunakan
metode atau rumus empiris seperti metode Radiasi, metode Penman, metode
Blaney-Criddle, metode Thornthwaite, dan metode Panci Evaporasi. Dari metode
di atas metode yang umum dipakai adalah metode Penman yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
ETo = c x [w x Rn + (1-w) x f(u) x (ea-ed)
Dimana:
 ETo : Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
 w : Faktor berat antara temperatur dan penyinaran matahari
 Rn : Radiasi matahari
 f(u) : Fungsi dari kecepatan angin
 ea-ed : Perbedaan antara tekanan uap air jenuh pada suhu udara rata-rata
dengan tekanan uap air rata-rata di udara
 c : Faktor pengganti kondisi cuaca akibat siang dan malam

2.12 Debit Andalan


Debit andalan merupakan debit yang diandalkan untuk suatu probabilitas
tertentu. Probabilitas untuk debit andalan ini berbeda-beda. Untuk keperluan
irigasi biasa digunakan probabilitas 80%. Untuk keperluan air minum dan industri
tentu saja dituntut probabilitas yang lebih tinggi, yaitu 90% sampai dengan 95%
(Soemarto, 1987). Makin besar persentase andalan menunjukkan penting
pemakaiannya dan menunjukkan prioritas yang makin awal yang harus diberi air.
Dengan demikian debit andalan dapat disebut juga sebagai debit minimum pada
tingkat peluang tertentu yang dapat dipakai untuk keperluan penyediaan air. Jadi
perhitungan debit andalan ini diperlukan untuk menghitung debit dari sumber air
yang dapat diandalkan untuk suatu keperluan tertentu.
Perhitungan debit andal dengan metode kurva durasi debit dapat menggunakan
rumus perhitungan probabilitas Weibull sebagai berikut.
m
P ( X > x) = 100 %
n+1
keterangan:
 P (X≥ x) = probabilitas terjadinya variabel X (debit) yang sama dengan
atau lebih besar x m3 /s,
 m = peringkat data
 n = jumlah data
 X adalah seri data debit
 x adalah debit andalan jika probabilitas sesuai dengan peruntukannya,
misalnya P (X≥ Q80%) = 0,8

Anda mungkin juga menyukai