Anda di halaman 1dari 19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hujan

Hujan adalah sebuah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air
yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di permukaan. Hujan biasanya
terjadi karena pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hal
tersebut tidak lepasdari kemungkinan akan terjadi bersamaan. Turunnya hujan
biasanya tidak lepas dari pengaruh kelembaban udara yang memacu jumlah titik-
titik air yang terdapat pada udara. Indonesia memiliki daerah yang dilalui garis
khatulistiwa dan sebagian besar daerah di Indonesia merupakan daerah tropis,
walaupun demikian beberapa daerah di Indonesia memiliki intensitas hujan yang
cukup besar (Wibowo,2008).
Curah hujan ialah jumlah air yang jatuh pada permukaan tanah selama
periode tertentu bila tidak terjadi penghilangan oleh proses evaporasi, pengaliran
dan peresapan, yang diukur dalam satuan tinggi. Tinggi air hujan 1 mm berarti

air hujan pada bidang seluas 1 m2 berisi 1 liter. Unsur-unsur hujan yang harus
diperhatikan dalam mempelajari curah hujan ialah jumlah curah hujan, dan
intensitas atau kekuatan tetesan hujan. (Arifin,2010).
Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu
tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut rain gauge. Curah
hujan diukur dalam jumlah harian, bulanan, dan tahunan. Presipitasi merupakan
faktor utama yang mengendalikan proses daur ulang hidrologi di suatu DAS
(Asdak, 1995). Curah hujan terbagi atas dua, yaitu :

a. Curah hujan terpusat (point rainfall)

Curah hujan terpusat adalah curah hujan yang didapat dari hasil pencatatan alat
pengukuran hujan atau data curah hujan yang akan diolah berupa data kasar atau
data mentah yang tidak dapat langsung dipakai.

II-1
b. Curah hujan daerah (areal rainfall)
Curah hujan daerah adalah curah hujan yang diperlukan untuk penyususnan suatu
rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir yaitu curah hujan
rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik
tertentu curah hujan daerah ini disebut curah hujan wilayah atau daerah
dinyatakan dalam mm. Bila dalam suatu daerah terdapat beberapa stasiun atau pos
pencatat curah hujan, maka untuk mendapatkan curah hujan areal adalah dengan
mengambil harga rata-ratanya.

2.1.1. Parameter Hujan


Jumlah hujan yang jatuh ke permukaan bumi dinyatakan dalam mm, yang
dianggap terdistribusi secara merata pada seluruh daerah tanggkapan air. Hujan
merupakan faktor terpenting dalam analisis hidrologi. Karakteristik hujan yang
perlu ditinjau dalam analisis hidrologi meliputi (Suripin, 2004) :
1. Intensitas (i) adalah laju hujan atau sama dengan tinggi air per satuan waktu,
misalnya mm/menit, mm/jam, atau mm/hari.
2. Lama waktu (duration, t) adalah lamanya waktu yang dibutuhkan pada saat
hujan yang dinyatakan dalam menit atau jam.
3. Tinggi hujan (d) adalah jumlah atau banyaknya hujan yang terjadi salaam
durasi hujan dan dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar,
dalam mm.
4. Frekuensi adalah frekuensi terjadi dan kebiasanya dinyatakan deng kala ulang
(return period, T), misalnya sekali dalam 2 tahun (T=2)
5. Luas adalah luas geografis daerah sebaran hujan

Hujan yang jatuh pada suatu wilayah tertentu pada umumnya memiliki pola
distribusi untuk hujan jam-jaman. Pola distribusi ini penting untuk mengetahui
setiap kejadian hujan. Umumnya data yang tersedia di lapangan adalah curah
hujan harian, maka dengan pola ini dapat diperkirakan distribusi hujan jam-jaman
untuk setiap kejadian hujanharian(Setiadi Saragi,Dkk , 2014 ).

Hujan adalah komponen masukan penting dalam proses hidrologi. Karakteristik

II-2
hujan diantaranya durasi dan distribusi. Distribusi hujan sebagai fungsi waktu
menggambarkan variasi kedalaman hujan selama terjadinya hujan, dalam bentuk
diskret (hyetograph). Sedangkan durasi hujan adalah waktu yang dihitung dari
saat hujan mulai turun sampai hujan berhenti yang biasanya dinyatakan dalam
jam ( Gina Khusnul Khotimah,Dkk, 2017 )

2.2. Daerah Aliran Sungai (DAS)


Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah daerah yang di batasi punggung-
punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan
ditampung oleh punggung gunung tersebut dan akan dialirkan melalui sungai-
sungai kecil ke sungai utama (Asdak, 1995).
Pengelolaan DAS adalah proses formalitas dan implementasi kegiatan atau
prograp yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di
DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya
kerusakan sumber daya air dan tanah. Ia mempunyai arti sebagai pengelolaan dan
alokasi sumber daya alam di DAS termasuk pencegahan banjir dan erosi, serta
perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumber daya alam.
Pengelolaan Dad perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, dan
kelembagan yang beroperasi di dalam dan di luar DAS (Asdak, 1995).
DAS (Daerah Aliran Sungai) mempunyai karakteristik yaitu :
a. Daerah aliran sungai (DAS) mempunyai bentuk yang berbeda-beda,
sehingga sistem drainase sungainyapun akan berbeda-beda pula.
b. Bentuk dan karakteristik DAS akan berpengaruh pada hidrograp banjir
yang dihasilkan.
c. Bentuk dan karakteristik DAS akan berpengaruh pada hidrograp banjir
yang dihasilkan.
d. Terdapat beberapa bentuk DAS menurut corak dan karakteristik daerah
pengalirannya yaitu :
1. DAS berbentuk bulu burung
2. DAS berbentuk menyebar (radial atau kipas)
3. DAS berbentuk sejajar (paralel)
II-3
2.3. Analisis Frekuensi
Analisis frekuensi terhadap data hidrologi adalah untuk mencari hubungan
antara besaran kejadian hujan atau debit ektrim terhadap frekuensi kejadian
dengan menggunakan distribusi probabilitas. Besarnya kejadian ekstrim
mempunyai hubungan dengan menggunakan distribusi probabiitas. Besarnya
kejadian ekstrim mempunyai hubungan terbalik dengan probabilitas kejadian,
misalnya frekuensi kejadian debit banjir bandang (banjir besar) adalah lebih kecil
dibanding dengan debit-debit sedang atau kecil. Dengan analisis frekuensi akan
diperkirakan besarnya banjir dengan interval kejadian tertentu seperti 10 tahunan,
100 tahunan, atau 1000 tahunan, dan juga beberapa frekuensi banjir dengan besar
tertentu yang mungkin terjadi selama periode waktu, misalnya 100 tahunan
(Triadmojo, 2009).

Besaran hujan atau debit rancangan dengan periode ulang tertentu dapat
diperoleh dengan melakukan analisis frekuensi terhadap data hujan maupun debit,
dengan mengetahui sifat statistik data maka dapat ditentukan jenis distribusi yang
sesuai. Untuk mengetahui kebenaran analisis frekuensi yang dilakukan maka
harus dilakukan perbandingan fungsi distribusi data (theoretical probability
function) dan penggujian Chi kuadrat (Sri Harto, 1993).

Analisis frekuensi digunakan untuk peramalan (forecasting), dalam arti


menentukan probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa bagi tujuan perencanaan
di masa datang. Namun waktu atau saat terjadinya peristiwa itu sebenarnya, tidak
ditentukan (Subarka, 1980).

Analisis frekuensi adalah suatu analisis data hidrologi dengan menggunakan


distribusi probabilitas yang bertujuan untuk memprediksi suatu besaran hujan atau
debit dengan periode ulang tertentu. Analisis frekuensi untuk pemilihan distribusi
yang sesuai untuk daerah yang ditinjau dapat dilakukan dengan metoda yang
lazim digunakan di Indonesia, yaitu metoda moment. Dengan menghitung
parameter statistik seperti nilai rerata (mean), standar deviasi (S), koefisien
kemelencengan/skewness(Cs), koefisien variasi (Cv), dan koefisien kurtosis (Ck)
II-4
dari data yang ada lalu diikuti dengan uji statistik, maka distribusi probabilitas
hujan yang sesuai dapat di tentukan.
Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat
jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah (Suripin,
2004) :
1. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal adalah simetris terhadap sumbu
vertikal dan fungsi densitas peluang normal (PDF = probability density function)
yang paling di kenal adalah bentuk lonceng yang disebut pula distribusi Gauss.
Distribusi normal memiliki ciri khas yaitu nilai koefisien skewness sama dengan
nol (Cs0) dan nilai koefisien kurtos mendekati tiga (Ck3).
2. Distribusi Log Normal
Distribusi log normal digunakan apabila nilai-nilai dari variable random
tidak mengikuti distribusi normal, tetapi nilai logaritmanya memenuhi distribusi
normal. Distribusi normal juga memiliki ciri khas yaitu Cs  3Cvdan Cs> 0,00.
3. Distribusi Gumbel
Distribusi gumbel banyak digunakan untuk analisis data maksimum,
seperti untuk analisis frekuensi banjir. Distribusi gumbel memiliki sifat statistik Cs
= 1.14 dan Ck = 5.4. Beberapa prosedur untuk menghitung parameter statisk pada
metode normal dan gumbel, sebagai berikut :
a. Menjumlahkan nilai jumlah nilai Xi (data hujan atau data debit)
b. Menghitung nilai rerata:
n
1
X o= ∑ Xi (2.1)
n i=1

c. Menghitung standar deviasi (S), dengan persamaan :


n
1
S= ∑ ¿¿¿
n−1 i=1 (2.2)
n
1
∑ xi
n i=1
II-5
d. Menghitung koefisien skewness(Cs), dengan persamaan :
n
n
2∑
C s= ¿¿ (2.3)
(n−1)(n−2) s i=1

e. Menghitung koefisien variasi (Cv), dengan persamaan :


s (2.4)
C v=
XO
f. Lalu menghitung koefisien kurtosis (Ck), dengan persamaan:
n
n
C k= ∑ ¿¿
(n−1)( n−2) s 3 i=1 (2.5)

4. Distribusi Log Person III


Distribusi Log Person III digunakan apabila parameter statistik tidak
sesuai dengan model distribusi yang lain, dengan kata lain nilai Cs dan Cvnya
bebas. Untuk menghitung parameter log normal dan log person III juga memiliki
beberapa prosedur perhitungan, adalah sebagai berikut :
a. Tentukan logaritma dari semua varian Xi
b. Kemudian hitung nilai rerata:
n
1
log X o= ∑X
n i=1 i
(2.6)

c. Menghitung standar deviasi (S), dengan persamaan :


n
1
n−1 ∑
S log X o = ¿¿¿
i=1 (2.7)
n
1
∑ xi
d. Menghitung koefisien
n i=1 skewness(Cs), dengan persamaan :
n
n
C s= 2 ∑
( n−1)(n−2)S i=1
¿¿ (2.8)

e. Menghitung koefisien variasi (Cv), dengan persamaan :


n
C v=
S
log X o k=0 k ()
=∑ n x k an−k (2.9)

f. Lalu menghitung koefisien kurtosis (Ck), dengan persamaan:


II-6
n
n
3∑
C k= ¿¿
(n−1)( n−2)S i=1 (2.10)

dengan :

Xi :Curah hujan (mm)


Xrt : Curah hujan rata-rata (mm)
n : Jumlah data
Sx: Standar deviasi/simpangan baku
Cs : Koefisien skewnes/penyimpangan
Cv : Koefisien varians
Ck : Koefisien kurtosis

Untuk menetapkan hujan rancangan dengan periode ulang tertentu dari


serangkaian data curah hujan dapat digunakan persamaan sebagai berikut untuk
Metode Log Person III :

Log XT = Log Xirt + KTr x Sx Log Xi (2.11)

dengan :

XT : Curah hujan rancangan dengan kala ulang T tahun (mm)


Log Xirt: Log curah hujan maksimum tahunan rata-rata (mm)
KTr : Faktor frekuensi yang tergantung dari periode ulang dan nilai
KoefisienSkewnes
SxLog Xi : Standar Deviasi

2.4. Pengujian Kesesuaian Distribusi Frekuensi

Setelah diketahui jenis distribusi frekuensi yang dipilih, maka perlu


dilakukan pengujian parameter untuk menguji kecocokan (the goodness of fit test)
distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distribusi peluang yang
diperkirakan dapat mewakili distribusi frekuensi tersebut. Pengujian parameter

II-7
yang sering digunakan adalah Chi Square Test dan Smirnov-Kolmogrov Test
(Suripin, 2004).

Umumnya pengujian dilakukan dengan cara menggambarkan data pada


kertas peluang dan menentukan apakah data tersebut merupakan garis lurus
(plottingdata dari hasil pengamatan pada kertas probabilitas Gumbell atau Log
Person III. Adapun tahapan pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Data curah hujan maksimum tiap tahun dirangking dari kecil ke besar atau
sebaliknya
b. Hitung peluang dengan persamaan Weilbull :

m (2.12)
P=100
(n+ 1)
dengan :
P :probabilitas (%)
m :nomor urut data
n :banyak data
c. Plot data curah hujan versus peluang
d. Plot persamaan Gumbell atau Log Person III( sesuai sebarannya), maka
dengan mengambil dua besaran dapat ditarik sesuai garis durasi.
Untuk selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan uji kesesuaian distribusi
frekuensi, sebagai berikut (Soewarno, 1995) :
1. Uji Chi – Square (X2) Test
Uji chi squaredimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistic sampel data
yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji menggunakan parameter X2.
Parameter X2 dapat dihitungdengan rumus sebagai berikut :
k
X =∑ ¿ ¿ ¿
2
h (2.13)
i=1

K= 1 + 3,322 x log n (2.14)

II-8
DK = K – h – 1 (2.15)

Banyaknya Data
Ef =
Jumlah Kelas
(2.16)
dengan :
2
X h: nilai Chi-Kuadrat terhitung
Ef : Nilai yang diharapkan
Of : Nilai yang diamati ( nilai teoritis)
K :Jumlah Kelas
DK :Derajat Kebebasan
n = p = probabilitas = 99,9 %
h : Jumlah parameter = 2 ( nilai h = 2, untuk distribusi normal dan binominal, dan
h = 1 untuk distribusi poisson)
Taraf Signifikan (α) = 5 %

Tabel 2.1.Nilai Kritis (X2Cr) untuk Uji Chi Square


Derajat
Taraf Signifikan (α)
Kebebasan
(DK) 20% 10% 5% 1% 0.1%
1 1.642 2.706 3.841 6.635 10.827
2 3.219 4.605 5.991 9.21 13.815
3 4.642 6.251 7.815 11.345 16.268
4 5.989 7.779 9.488 13.277 18.465
5 7.289 9.236 11.07 15.086 20.517
6 8.558 10.645 12.592 16.812 22.457
7 9.803 12.017 14.067 18.475 24.322
8 11.03 13.361 15.507 20.09 26.425
9 12.242 14.684 16.919 21.666 27.877
Sumber : Soewarno, 1995

II-9
Intrpretasi hasil dari uji chi squareadalah :
a. Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang
digunakan dapat diterima
b. Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka distribusi teoritis yang digunakan
ridak diterima.
c. Apabila peluang berada diantara 1 – 5% adalah tidak mungkin mengambil
keputusan, misal perlu penambahan data.

2. Uji Smirnov Kolmogorov


Uji kecocokan Smirnov Kolmogorov juga disebut uji kecocokan non parametrik,
karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu, akan tetapi
memperhatikan kurva dan penggambaran data pada kertas probabilitas. Dari
gambar dapat diketahui jarak penyimpangan setiap titik data terhadap kurva. Jarak
penyimpangan terbesar merupakan nilai maks dengan kemungkinan didapat nilai
lebih kecil dari nilai kritik, maka jenis distribusi yang dipilih dapat digunakan.
Nilai kritik diperoleh dari tabel 2.2 (Triadmojo,2009)

Tabel 2.2. Nilai kritik uji Smirnov Kolmogorov


N
0.02 0.10 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.18 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
1.07 1.07 1.07 1.07
n > 50 √n √n √n √n
Sumber : Bambang Triatmodjo,2009

II-10
2.5. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang tarjadi selama
waktu konsentrasi., dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam.
Intensitas hujan dipilih berdasarkan lama hujan dan periode ulang yang telah
ditentukan. Lama hujan dapat ditetapkan berdasarkan kejadian hujan, namun bila
tidak terdapat data hujan dari stasiun otoma btis maka lama hujan dapat dihampiri
dengan waktu konsentrasi (Tc) untuk wilayah tersebut. Besarnya intensitas hujan
dapat diperoleh dari lengkung hubungan antara IDF (Intensitas-Durasi-Frekuensi)
atau sering disebut sebagai lengkung hujan.Besarnya aliran dianggap mencapai
puncak pada saat waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi (T c) dapat dihitung
dengan persamaan Kirpich sebagai berikut:

T c =0.06628 L0.77 S−0.385 (2.17)

dengan :

Tc : Waktu Konsentrasi
L: Panjang Sungai (km)
S:kemiringan sungai

dimana
elevasi hulu−elevasi hilir sungai (2.18)
S=
panjang sungai
(2.18)
2.6. Hyetograph Hujan Rancangan
Dalam perhitungan banjir rancangan, diperlukan masukan hujan
rancangan yangdi distribusikan ke dalam kedalaman hujan jam-jaman
(hyetograph). Untuk dapat mengubah hujan rancangan ke dalam besaran hujan
jam-jaman perlu didapatkan terlebih dahulu suatu pola distribusi hujan jam-jaman.
Pola distribusi untuk keperluan perancangan bisa didapat dengan melakukan
pengamatan dari kejadian-kejadian hujan besar (Triatmodjo, 2009).

Ada beberapa cara untuk menentukan hyetograph hujan rancangan secara empiris,
tetapi dalam penelitian ini hanya menggunakan Alternating Block Method (ABM)
dan menggunakan Mononbe untuk mendapatkan intensita hujan rancangan.
II-11
1. Mononobe

Untuk keperluan perancangan, curah hujan rancangan yang telah ditetapkan


berdasarkan hasil analisis perlu diubah menjadi lengkung curah hujan. Lengkung
tersebut dapat diperoleh berdasarkan data hujan dari stasiun hujan otomatis
dengan rentang waktu yang pendek yaitu, menit atau detik. Data hujan otomatis
relatif sulit untuk diperoleh, sehingga lengkung intensitas untuk durasi pendek
ditentukan berdasarkan data hujan harian. Dengan menggunakan metode
mononobe intensitas

hujan dapat dihitung dengan persamaan berikut :

(2.19)
( )( )
R 2
24
I = 24 3
dengan : 24 t

I : Intensitas hujan rancangan (mm)

R24:Tinggi hujan harian maksimum atau hujan rancangan (mm)

t: durasi hujan atau waktu konsentrasi (jam)

2. Alternating Block Method (ABM)

Alternating Block Method (ABM) adalah cara sederhana untuk membuat


hyetograph rencana dari kurva IDF (Chow et al., 1988). Hyetograph rencana yang
dihasilkan oleh metode ini adalah hujan yang terjadi dalam n rangkaian interval
waktu yang berurutan dengan durasi t selama waktu Td = nt. Untuk periode
ulang tertentu, intensitas hujan diperoleh dari kurva IDF pada setiap durasi waktu
t,2t, 3t,...,nt. Ketebalan hujan diperoleh dari perkalian antara intensitas
hujan dan durasi waktu tersebut. Perbedaan antara nilai ketebalan hujan yang
berurutan merupakan pertambahan hujan dalam interval waktu t. Pertambahan
hujan tersebut (blok-blok), diurutkan kembali ke dalam rangkaian waktu dengan
intensitas maksimum berada pada tengah-tengah durasi hujan Td dan blok-blok
sisanya disusun dalam urutan menurun secara bolak-balik pada kanan dan kiri dari

II-12
blok tengah. Dengan demikian terbentuk hyetograph rencana seperti pada Gambar
2.1

Gambar 2.1Hitograf dengan ABM


Sumber : Winda Agustin, 2010
2.7. Karakteristik Hujan

Suripin (2004) menguraikan bahwa data hujan yang diperoleh dari alat
penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu titik saja
(point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat
(space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum
dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan
hujan kawasan yang diperoleh dari harga rerata curah hujan beberapa
stasiun penakar hujan yang ada di dalam atau di sekitar kawasan.

Bambang Triatmodjo (2008) menerangkan bahwa ada tiga cara yang


digunakan dalam menghitung hujan rerata kawasan, yaitu:

1. Metode rerata aritmatik(aljabar)

Metode ini paling sederhana dibanding metode lain. Pengukuran yang


dilakukan di beberapa stasiun dalam waktu yang bersamaan dijumlahkan

II-13
kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan
dalam hitungan biasanya adalah yang berada di dalam DAS, tetapi
stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga bisadiperhitungkan.
Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila:
a. stasiun hujan tersebar secara merata di DAS dalam jumlah yangcukup,
b. distribusi hujan relatif merata pada seluruhDAS.

2. Metode Thiessen

Metode ini memperhitungkan bobot dari masing-masing stasiun yang


mewakili luasan di sekitarnya. Pada suatu luasan di dalam DAS dianggap
bahwa hujan adalah sama dengan yang terjadi pada stasiun terdekat,
sehingga hujan yang tercatat pada suatu stasiun mewakili luasan tersebut.
Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah yang
ditunjau tidak merata. Hitungan curah hujan rerata dilakukan dengan
memperhitungkan daerah pengaruh dari tiap stasiun.

Metode poligon Thiessen banyak digunakan untuk menghitung hujan


rerata kawasan. Poligon Thiessen adalah tetap untuk jumlah dan letak
stasiun hujan tertentu. Apabila terdapat penambahan jumlah stasiun hujan,
ataupun perubahan letak stasiun hujan, maka harus dibuat poligon yang
baru.

Gambar 2.2 Cara Poligon Thiessen

3. Metode Isohyet
II-14
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman
hujan yang sama. Pada metode isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu
daerah di antara dua garis isohyet adalah merata dan sama dengan nilai
rerata dari kedua garis isohyettersebut.

Metode isohyet merupakan cara paling teliti untuk menghitung ketebalan


hujan rerata di suatu daerah, tetapi cara ini membutuhkan data yang dapat
mendukung disusunnya Isohyet, baik dalam hal jumlah stasiun dan kualitas
serta kunantitas data hujan.

Gambar 2.3 Cara Garis Isohyet

CD Soemarto (1986) menyatakan bahwa dalam proses pengalihragaman


hujan menjadi aliran ada beberapa sifat hujan yang penting untuk
diperhatikan, antara lain adalah intensitas hujan (I), lama waktu hujan (t),
ketebalan hujan (d), frekuensi(f), dan luas daerah pengaruh hujan (A).

Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan (Sri Harto, 1993). Intensitas
hujan yang tinggi pada umunya berlangsung dengan durasi pendek dan
meliputi daerah yang tidak sangat luas.

Sri Harto (1993) menyebutkan bahwa analisis intensitas hujan memerlukan


analisis frekuensi dengan menggunakan seri data yang diperoleh dari
rekaman data hujan. Dalam statistik dikenal empat macam distribusi
frekuensi yang banyak digunakan dalam hidrologi, yaitu Normal, Log-
Normal, Gumbel dan LogPearsonIII. Masing-masing distribusi mempunyai
II-15
sifat yang khas, sehingga data curah hujan harus diuji kecocokannya
dengan menggunakan uji Chi Kuadrat dan Smirnov-Kolmogorov.
Pemilihan jenis distribusi yang tidak benar dapat menimbulkan kesalahan
yang cukup besar, baik over estimated maupun under estimated.

2.8 Hidrograf Satuan

Sherman pada tahun 1932 (Sri Harto, 1993) mengemukakan bahwa dalam
suatu sistem DAS terdapat suatu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan
DAS terhadap suatu masukan tertentu. Tanggapan ini diandaikan tetap untuk
masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan yang demikian
dalam konsep model hidrologi dikenal dengan hidrograf satuan.

Hidrograf satuan suatu DAS adalah suatu limpasan langsung yang diakibatkan
oleh satu satuan volume hujan yang efektif yang terbagi rata dalam waktu dan
ruang. Menurut Chow et al., (1988), hidrograf satuan merupakan satu model linier
sederhana yang dapat digunakan untuk memperoleh hidrograf sebagai hasil dari
sejumlah hujan yang jatuh di permukaan tanah. Bambang Triatmodjo (2008)
menjelaskan karakteristik hidrograf yang merupakan dasar dari konsep hidrograf
satuan sebagai berikut:

1. hidrograf menggambarkan semua kombinasi dari karakteristik fisik DAS

(bentuk, ukuran, kemiringan, sifat tanah) dan karakteristik hujan (pola,

intensitas dan durasi),

2. hidrograf yang dihasilkan oleh hujan dengan durasi dan pola yang serupa

memberikan bentuk dan waktu dasar yang serupa pula. Dengan demikian,

dapat dilakukan superposisi dari hidrograf-hidrograf tersebut (Gambar 2.8),

II-16
Gambar 2.4. Prinsip hidrograf satuan

(sumber: Bambang Triatmodjo, 2008)

3. variasi sifat hujan mempunyai pengaruh signifikan pada bentuk hidrograf

yang meliputi durasi hujan, intensitas dan distribusi hujan pada DAS.

2.9 Koefisien Nash-Sutcliffe


Untuk mengevaluasi model diperlukan data debit harian dari sungai untuk
membandingkan dengan debit yang diperoleh dari model. Dalam menghitung
penyimpangan yang terjadi metode Nash-Sutcliffe Coefficient (𝑅2) digunakan
untuk menghitung perbedaan jumlah kuadrat dari data observasi dengan data hasil
permodelan :

II-17
Dengan:
𝑅2 = Koefisien Nash-Sutcliffe
𝑄𝑠𝑖 = Nilai simulasi model
𝑄𝑀𝑖 = Nilai observasi
𝑄𝑚 = Rata-rata nilai observasi
n = Jumlah data
𝑅2 memiliki range antara −∞ sampai dengan 100. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Motovilov et al (1999), 𝑅2 memiliki beberapa kriteria seperti
yang diperlihatkan pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.3 Kriteria Nilai 𝑅2

Selain kriteria performa model yang telah disebutkan sebelumnya yang dapat
digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan model adalah koefisien korelasi yang
ditulis sebagai R, dengan persamaan:

(2.20)
)

Dimana:
x = 𝑋 – 𝑋𝑚
X = Debit observasi
𝑋𝑚= Rata-rata nilai debit observasi
y = 𝑌 – 𝑌𝑚
Y = Debit kalkulasi
𝑌𝑚 = Rata-rata nilai debit kalkulasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sugiyono (2003:2016), R memiliki
range antara 0 sampai dengan 1 dengan kriteria seperti yang diperlihatkan pada
Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.4 Kriteria Nilai Koefisien Korelasi
Nilai R Interpretasi
II-18
0 – 0,19 Sangat Rendah
0,2 – 0,39 Rendah
0,40 – 0,59 Sedang
0,60 – 0,79 Kuat
0,80 – 1 Sangat Kuat
Sumber : sugiyono (2003:2016)

II-19

Anda mungkin juga menyukai