TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hujan
Hujan adalah sebuah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air
yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di permukaan. Hujan biasanya
terjadi karena pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hal
tersebut tidak lepasdari kemungkinan akan terjadi bersamaan. Turunnya hujan
biasanya tidak lepas dari pengaruh kelembaban udara yang memacu jumlah titik-
titik air yang terdapat pada udara. Indonesia memiliki daerah yang dilalui garis
khatulistiwa dan sebagian besar daerah di Indonesia merupakan daerah tropis,
walaupun demikian beberapa daerah di Indonesia memiliki intensitas hujan yang
cukup besar (Wibowo,2008).
Curah hujan ialah jumlah air yang jatuh pada permukaan tanah selama
periode tertentu bila tidak terjadi penghilangan oleh proses evaporasi, pengaliran
dan peresapan, yang diukur dalam satuan tinggi. Tinggi air hujan 1 mm berarti
air hujan pada bidang seluas 1 m2 berisi 1 liter. Unsur-unsur hujan yang harus
diperhatikan dalam mempelajari curah hujan ialah jumlah curah hujan, dan
intensitas atau kekuatan tetesan hujan. (Arifin,2010).
Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu
tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut rain gauge. Curah
hujan diukur dalam jumlah harian, bulanan, dan tahunan. Presipitasi merupakan
faktor utama yang mengendalikan proses daur ulang hidrologi di suatu DAS
(Asdak, 1995). Curah hujan terbagi atas dua, yaitu :
Curah hujan terpusat adalah curah hujan yang didapat dari hasil pencatatan alat
pengukuran hujan atau data curah hujan yang akan diolah berupa data kasar atau
data mentah yang tidak dapat langsung dipakai.
II-1
b. Curah hujan daerah (areal rainfall)
Curah hujan daerah adalah curah hujan yang diperlukan untuk penyususnan suatu
rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir yaitu curah hujan
rata-rata diseluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik
tertentu curah hujan daerah ini disebut curah hujan wilayah atau daerah
dinyatakan dalam mm. Bila dalam suatu daerah terdapat beberapa stasiun atau pos
pencatat curah hujan, maka untuk mendapatkan curah hujan areal adalah dengan
mengambil harga rata-ratanya.
Hujan yang jatuh pada suatu wilayah tertentu pada umumnya memiliki pola
distribusi untuk hujan jam-jaman. Pola distribusi ini penting untuk mengetahui
setiap kejadian hujan. Umumnya data yang tersedia di lapangan adalah curah
hujan harian, maka dengan pola ini dapat diperkirakan distribusi hujan jam-jaman
untuk setiap kejadian hujanharian(Setiadi Saragi,Dkk , 2014 ).
II-2
hujan diantaranya durasi dan distribusi. Distribusi hujan sebagai fungsi waktu
menggambarkan variasi kedalaman hujan selama terjadinya hujan, dalam bentuk
diskret (hyetograph). Sedangkan durasi hujan adalah waktu yang dihitung dari
saat hujan mulai turun sampai hujan berhenti yang biasanya dinyatakan dalam
jam ( Gina Khusnul Khotimah,Dkk, 2017 )
Besaran hujan atau debit rancangan dengan periode ulang tertentu dapat
diperoleh dengan melakukan analisis frekuensi terhadap data hujan maupun debit,
dengan mengetahui sifat statistik data maka dapat ditentukan jenis distribusi yang
sesuai. Untuk mengetahui kebenaran analisis frekuensi yang dilakukan maka
harus dilakukan perbandingan fungsi distribusi data (theoretical probability
function) dan penggujian Chi kuadrat (Sri Harto, 1993).
√
n
1
S= ∑ ¿¿¿
n−1 i=1 (2.2)
n
1
∑ xi
n i=1
II-5
d. Menghitung koefisien skewness(Cs), dengan persamaan :
n
n
2∑
C s= ¿¿ (2.3)
(n−1)(n−2) s i=1
√
n
1
n−1 ∑
S log X o = ¿¿¿
i=1 (2.7)
n
1
∑ xi
d. Menghitung koefisien
n i=1 skewness(Cs), dengan persamaan :
n
n
C s= 2 ∑
( n−1)(n−2)S i=1
¿¿ (2.8)
dengan :
dengan :
II-7
yang sering digunakan adalah Chi Square Test dan Smirnov-Kolmogrov Test
(Suripin, 2004).
a. Data curah hujan maksimum tiap tahun dirangking dari kecil ke besar atau
sebaliknya
b. Hitung peluang dengan persamaan Weilbull :
m (2.12)
P=100
(n+ 1)
dengan :
P :probabilitas (%)
m :nomor urut data
n :banyak data
c. Plot data curah hujan versus peluang
d. Plot persamaan Gumbell atau Log Person III( sesuai sebarannya), maka
dengan mengambil dua besaran dapat ditarik sesuai garis durasi.
Untuk selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan uji kesesuaian distribusi
frekuensi, sebagai berikut (Soewarno, 1995) :
1. Uji Chi – Square (X2) Test
Uji chi squaredimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi
peluang yang telah dipilih dapat mewakili dari distribusi statistic sampel data
yang dianalisis. Pengambilan keputusan uji menggunakan parameter X2.
Parameter X2 dapat dihitungdengan rumus sebagai berikut :
k
X =∑ ¿ ¿ ¿
2
h (2.13)
i=1
II-8
DK = K – h – 1 (2.15)
Banyaknya Data
Ef =
Jumlah Kelas
(2.16)
dengan :
2
X h: nilai Chi-Kuadrat terhitung
Ef : Nilai yang diharapkan
Of : Nilai yang diamati ( nilai teoritis)
K :Jumlah Kelas
DK :Derajat Kebebasan
n = p = probabilitas = 99,9 %
h : Jumlah parameter = 2 ( nilai h = 2, untuk distribusi normal dan binominal, dan
h = 1 untuk distribusi poisson)
Taraf Signifikan (α) = 5 %
II-9
Intrpretasi hasil dari uji chi squareadalah :
a. Apabila peluang lebih dari 5%, maka persamaan distribusi teoritis yang
digunakan dapat diterima
b. Apabila peluang lebih kecil dari 1%, maka distribusi teoritis yang digunakan
ridak diterima.
c. Apabila peluang berada diantara 1 – 5% adalah tidak mungkin mengambil
keputusan, misal perlu penambahan data.
N
0.02 0.10 0.05 0.01
5 0.45 0.51 0.56 0.67
10 0.32 0.37 0.41 0.49
15 0.27 0.30 0.34 0.40
20 0.23 0.26 0.29 0.36
25 0.21 0.24 0.27 0.32
30 0.19 0.22 0.24 0.29
35 0.18 0.20 0.23 0.27
40 0.17 0.19 0.21 0.25
45 0.18 0.18 0.20 0.24
50 0.15 0.17 0.19 0.23
1.07 1.07 1.07 1.07
n > 50 √n √n √n √n
Sumber : Bambang Triatmodjo,2009
II-10
2.5. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang tarjadi selama
waktu konsentrasi., dinotasikan dengan huruf I dengan satuan mm/jam.
Intensitas hujan dipilih berdasarkan lama hujan dan periode ulang yang telah
ditentukan. Lama hujan dapat ditetapkan berdasarkan kejadian hujan, namun bila
tidak terdapat data hujan dari stasiun otoma btis maka lama hujan dapat dihampiri
dengan waktu konsentrasi (Tc) untuk wilayah tersebut. Besarnya intensitas hujan
dapat diperoleh dari lengkung hubungan antara IDF (Intensitas-Durasi-Frekuensi)
atau sering disebut sebagai lengkung hujan.Besarnya aliran dianggap mencapai
puncak pada saat waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi (T c) dapat dihitung
dengan persamaan Kirpich sebagai berikut:
dengan :
Tc : Waktu Konsentrasi
L: Panjang Sungai (km)
S:kemiringan sungai
dimana
elevasi hulu−elevasi hilir sungai (2.18)
S=
panjang sungai
(2.18)
2.6. Hyetograph Hujan Rancangan
Dalam perhitungan banjir rancangan, diperlukan masukan hujan
rancangan yangdi distribusikan ke dalam kedalaman hujan jam-jaman
(hyetograph). Untuk dapat mengubah hujan rancangan ke dalam besaran hujan
jam-jaman perlu didapatkan terlebih dahulu suatu pola distribusi hujan jam-jaman.
Pola distribusi untuk keperluan perancangan bisa didapat dengan melakukan
pengamatan dari kejadian-kejadian hujan besar (Triatmodjo, 2009).
Ada beberapa cara untuk menentukan hyetograph hujan rancangan secara empiris,
tetapi dalam penelitian ini hanya menggunakan Alternating Block Method (ABM)
dan menggunakan Mononbe untuk mendapatkan intensita hujan rancangan.
II-11
1. Mononobe
(2.19)
( )( )
R 2
24
I = 24 3
dengan : 24 t
II-12
blok tengah. Dengan demikian terbentuk hyetograph rencana seperti pada Gambar
2.1
Suripin (2004) menguraikan bahwa data hujan yang diperoleh dari alat
penakar hujan merupakan hujan yang terjadi hanya pada satu titik saja
(point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat
(space), maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum
dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan
hujan kawasan yang diperoleh dari harga rerata curah hujan beberapa
stasiun penakar hujan yang ada di dalam atau di sekitar kawasan.
II-13
kemudian dibagi dengan jumlah stasiun. Stasiun hujan yang digunakan
dalam hitungan biasanya adalah yang berada di dalam DAS, tetapi
stasiun di luar DAS yang masih berdekatan juga bisadiperhitungkan.
Metode rerata aljabar memberikan hasil yang baik apabila:
a. stasiun hujan tersebar secara merata di DAS dalam jumlah yangcukup,
b. distribusi hujan relatif merata pada seluruhDAS.
2. Metode Thiessen
3. Metode Isohyet
II-14
Isohyet adalah garis yang menghubungkan titik-titik dengan kedalaman
hujan yang sama. Pada metode isohyet, dianggap bahwa hujan pada suatu
daerah di antara dua garis isohyet adalah merata dan sama dengan nilai
rerata dari kedua garis isohyettersebut.
Durasi adalah lamanya suatu kejadian hujan (Sri Harto, 1993). Intensitas
hujan yang tinggi pada umunya berlangsung dengan durasi pendek dan
meliputi daerah yang tidak sangat luas.
Sherman pada tahun 1932 (Sri Harto, 1993) mengemukakan bahwa dalam
suatu sistem DAS terdapat suatu sifat khas yang menunjukkan sifat tanggapan
DAS terhadap suatu masukan tertentu. Tanggapan ini diandaikan tetap untuk
masukan dengan besaran dan penyebaran tertentu. Tanggapan yang demikian
dalam konsep model hidrologi dikenal dengan hidrograf satuan.
Hidrograf satuan suatu DAS adalah suatu limpasan langsung yang diakibatkan
oleh satu satuan volume hujan yang efektif yang terbagi rata dalam waktu dan
ruang. Menurut Chow et al., (1988), hidrograf satuan merupakan satu model linier
sederhana yang dapat digunakan untuk memperoleh hidrograf sebagai hasil dari
sejumlah hujan yang jatuh di permukaan tanah. Bambang Triatmodjo (2008)
menjelaskan karakteristik hidrograf yang merupakan dasar dari konsep hidrograf
satuan sebagai berikut:
2. hidrograf yang dihasilkan oleh hujan dengan durasi dan pola yang serupa
memberikan bentuk dan waktu dasar yang serupa pula. Dengan demikian,
II-16
Gambar 2.4. Prinsip hidrograf satuan
yang meliputi durasi hujan, intensitas dan distribusi hujan pada DAS.
II-17
Dengan:
𝑅2 = Koefisien Nash-Sutcliffe
𝑄𝑠𝑖 = Nilai simulasi model
𝑄𝑀𝑖 = Nilai observasi
𝑄𝑚 = Rata-rata nilai observasi
n = Jumlah data
𝑅2 memiliki range antara −∞ sampai dengan 100. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh Motovilov et al (1999), 𝑅2 memiliki beberapa kriteria seperti
yang diperlihatkan pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.3 Kriteria Nilai 𝑅2
Selain kriteria performa model yang telah disebutkan sebelumnya yang dapat
digunakan sebagai tolak ukur keberhasilan model adalah koefisien korelasi yang
ditulis sebagai R, dengan persamaan:
(2.20)
)
Dimana:
x = 𝑋 – 𝑋𝑚
X = Debit observasi
𝑋𝑚= Rata-rata nilai debit observasi
y = 𝑌 – 𝑌𝑚
Y = Debit kalkulasi
𝑌𝑚 = Rata-rata nilai debit kalkulasi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sugiyono (2003:2016), R memiliki
range antara 0 sampai dengan 1 dengan kriteria seperti yang diperlihatkan pada
Tabel 2.3 berikut:
Tabel 2.4 Kriteria Nilai Koefisien Korelasi
Nilai R Interpretasi
II-18
0 – 0,19 Sangat Rendah
0,2 – 0,39 Rendah
0,40 – 0,59 Sedang
0,60 – 0,79 Kuat
0,80 – 1 Sangat Kuat
Sumber : sugiyono (2003:2016)
II-19